MEMBERDAYAKAN PETANI TEBU MELALUI PENGEMBANGAN KAPASITAS KELEMBAGAAN KOPERASI PETANI TEBU RAKYAT (KPTR) (STUDI KASUS DI KPTR “RAKSA JAYA” KELURAHAN PADURAKSA KECAMATAN PEMALANG KABUPATEN PEMALANG)
SUYONO
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008
PERNYATAAN MENGENAI TUGAS AKHIR DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tugas akhir “ Memberdayakan Petani Tebu Melalui Pengembangan Kapasitas Kelembagaan Koperasi Petani Tebu Rakyat (KPTR)” (Studi Kasus Di KPTR “Raksa Jaya” Kelurahan Paduraksa Kecamatan Pemalang Kabupaten Pemalang) adalah karya saya sendiri dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tugas akhir ini.
Bogor, Maret 2008
SUYONO NRP. I.354060075
ABSTRACT
SUYONO, Sugar-cane Farmer Empowerment Through Institute Capasities Development of Co-Operation Sugar-cane Famer People (Case Study in CoOperation Sugar-cane Famer People “Raksa Jaya” in Village of Paduraksa of Pemalang Subdistrict of Pemalang Regency). Under the direction of EKAWATI SRI WAHYUNI and SUTARA HENDRAKUSUMAATMADJA. Essence of agriculture development is to powered of farmer society to be mounting his prosperity and indipendence. Role agriculture sector very strategic in development economics of Indonesia, specially in supporting domestic product of bruto, to ready of employment, to supply requirement of industrial raw material, to supply requirement of society foods and nutrition. Problems emerge when farmer as part of production process remain to be poor/powerless. The common problems of farmers are inefficient effort scale, limited working capital, all thats cousing at low earning. Target of this reseach are to identify and analyse farmer performance and co-operation "Raksa Jaya" and also to formulate society development programs. The community development research executed in three phase, there are social mapping, evaluate the program, and community development research with focussed to empowerment of sugar-cane farmer, passing capacities institute of co-operation development. Capacity institute development choise as strategy to empowerment becouse functionally, intstitute represent activator the way social system. Therefore, institute handling looked into more realist, efficient and economic. This research represent case study, method research used is the formative evaluation explanative method with objective of micro approach. Technique data collecting used are observation, in depth interview, and FGD. Development of farmer through by co-operation capacities development "Raksa Jaya". Result of the research, to be taken four programs strategy empowerment wich related with Co-Operasion activity. Four the programs strategy are ; 1) Development of Co-Operation Networks 2) Improvement of Human Resources and Capital; 3) Improvement of Co-Operation with Sugar Mill, and 4) Security of Co-Operation Capital.
RINGKASAN SUYONO, Memberdayakan Petani Tebu Melalui Pengembangan Kapasitas Kelembagaan Koperasi Petani Tebu Rakyat (KPTR) ; (Studi Kasus Di KPTR “Raksa Jaya” Kelurahan Paduraksa Kecamatan Pemalang Kabupaten Pemalang). Dibimbing oleh EKAWATI SRI WAHYUNI sebagai ketua, SUTARA HENDRAKUSUMAATMADJA sebagai anggota komisi pembimbing. Pembangunan pertanian pada hakekatnya merupakan upaya untuk memberdayakan masyarakat tani agar meningkat kesejahteraan dan kemandiriannya. Sektor pertanian mempunyai peran yang sangat strategis dalam pembangunan perekonomian Indonesia, yaitu sebagai penyedia lapangan kerja, pemenuhan kebutuhan bahan baku industri dan penyedia kebutuhan pangan dan gizi masyarakat. Permasalahan di tingkat petani tebu sangat kompleks, diantaranya pemilikan modal kecil, sulitnya pengadaan pupuk secara tepat waktu, ketidakmampuan dalam penguasaan teknologi pasca panen, lemahnya akses terhadap sumber-sumber yang berkaitan dengan usaha tani, rendahnya nilai tawar, dan pemilikan luas lahan yang terbatas. Dengan luas lahan terbatas maka usaha yang dilakukan tidak memenuhi skala usaha. Pendapatan yang diterima tidak dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga selama menunggu panen musim tanam berikutnya. Hal ini menyebabkan pemupukan modal sulit dilakukan dan ketergantungan dengan pihak luar dalam pemenuhan kebutuhan biaya usaha tani dan proses produksi sangat tinggi. Dalam kajian ini, upaya pemberdayaan petani tebu dilakukan melalui pengembangan kapasitas kelembagaan koperasi petani tebu rakyat, yaitu koperasi Raksa Jaya. Dipilihnya lembaga koperasi sebagai alat untuk pemberdayaan, karena kelembagaan tersebut merupakan lembaga yang tumbuh dari, oleh dan untuk petani tebu sendiri. Melalui kelembagaan juga dipandang lebih efektif dan efisien dari pada pemberdayaan yang bersifat individu atau perorangan. Upaya pengembangan kapasitas kelembagaan dimaksudkan agar koperasi dapat melakukan upaya inovatif guna membantu petani tebu khususnya anggota. Upaya pemberdayaan kelembagaan koperasi dilakukan dengan cara mengembangkan kapasitas koperasi, khususnya dalam membangun jaringan kerja-sama antar kelembagaan di dalam komunitas (bonding), mengembangkan jaringan kerjasama antar kelembagaan antar komunitas (bridging), maupun dalam membangun upaya inovatif kreatif untuk meningkatkan kemampuan koperasi dalam mengaakses permodalan maupun dalam mencari peluang untuk meningkatkan permodalan dan mencari usaha baru (creating) untuk meningkatkan pelayanan kepada petani/anggota. Dalam penyusunan strategi pemberdayaan, penulis menggunakan analisis SWOT untuk memperoleh strategi pemberdayaan yang sesuai dengan lingkungan usaha tani tebu dan lingkungan kerja koperasi. Hasil analisis dibahas bersama dengan seluruh stakeholders terkait, untuk merumuskan strategi program pemberdayaan yang sesuai dengan kebutuhan mereka. Dalam pembahasan melalui diskusi kelompok terfokus (FGD), dihasilkan empat strategi program pemberdayaan yaitu : 1. Strategi Pengembangan Jaringan Kerja Sama, Strategi ini dilakukan dengan cara : 1) Melakukan kerjasama dengan PT. Petro Kimia khususnya dalam pengadaan pupuk. Kerjasama dengan P3GI yaitu dalam rangka
memperoleh bibit unggul baru. Strategi ini merupakan upaya memperkuat kapasitas kelembagaan melalui kerjasama dengan luar komunitas (Bridging) juga merupakan upaya kreatif (Creating) untuk meningkatkan modal koperasi melalui penerimaan fee penyaluran pupuk, bentuk kerjasama yang dilakukan yaitu dalam penyediaan pupuk ZA yang digunakan petani untuk tanaman tebu dan pupuk tersebut merupakan produk PT. Petro Kimia. 3) Pelaksanaan Tebang Angkut Mandiri, merupakan upaya kreatif (Creating) untuk memberikan peningkatan pelayanan kepada anggota/petani sekaligus upaya pemupukan modal koperasi melalui usaha tebang angkut tebu. Dalam strategi ini juga terbentuk kerjasama antar kelembagaan di dalam komunitas (Bonding) seperti, dengan pengusaha jasa transportasi, dengan ormas pemuda dan pemerintah desa. 4) Mengusulkan kerja sama pengembangan tebu di lahan hutan kepada Perum Perhutani (Bonding), bentuk kerjasama yang terbangun yaitu dalam pengadaan lahan. 2. Strategi Peningkatan SDM dan Permodalan Strategi ini dilakukan melalui kegiatan : 1) Pelatihan Manajemen Koperasi, strategi ini lakukan untuk meningkatkan kapasitas sumberdaya manusia pengelola koperasi, sehingga mampu mengelola koperasi khususnya dalam mencari peluang usaha koperasi untuk memenuhi kebutuhan petani/anggota. 2) Mengajukan Pinjaman Modal Kerja ke Lembaga Perbankan, strategi ini merupakan upaya memperkuat kapasitas kelembagaan dengan cara mempertautkan dengan lembaga financial (Creating) untuk memperoleh dukungan permodalan. 3. Strategi Peningkatan Kerjasama Dengan Pabrik Gula, sebagai bentuk kerja sama kemitraan (partnership) yang menempatkan koperasi sejajar dengan pabrik gula. Kerjasama ini dalam bentuk pekerjaan teknis penanganan di kebun seperti bimbingan teknis budidaya termasuk pengadaan alat seperti pompa air dan traktor, maupun kerjasama pasca panen (Pelaksanaan perubahan Sampel Nira, Tebang Tebu Layak Giling dan Tim Pengamat Rendement) 4. Strategi Pengamanan Modal Kerja Koperasi Strategi ini dilakukan dengan cara Penarikan Pengembalian Kredit Melalui Jemput Bola. Upaya ini dilakukan melalui pemotongan langsung beban kewajiban petani dalam penerimaan pendapatan usaha petani sebelum diterimakan kepada petani. Upaya ini merupakan upaya kreatif (Creating) khususnya untuk mengamankan modal kerja koperasi. Empat strategi program pemberdayaan yang dituangkan dalam tujuh program kegiatan tersebut di atas, merupakan strategi program yang terintegrasi satu dengan lainnya. Dari tujuh program kegiatan pemberdayaan yang diperoleh melalui diskusi, berdasarkan kesepakatan peserta diskusi diambil 4 program kegiatan untuk segera dilaksanakan yaitu : 1) Melakukan Kerjasama Dengan PT. Petrokimia: 2) Tebang Angkut Tebu Secara Mandiri; 3) Usulan Pengembangan Tebu di Lahan Hutan; 4) Pendidikan dan Pelatihan Management Koperasi. Keempat program kegiatan di atas, merupakan program pilihan yang memungkinkan untuk dilaksanakan dan dapat digunakan untuk menunjang dan mendukung aktifitas petani tebu di kelurahan Paduraksa. Terselenggaranya program tersebut merupakan kerjasama seluruh stakehorders, terutama keterlibatan dari petani dalam merencanakan kegiatan sesuai dengan keinginan dan kebutuhan mereka.
v
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2008 Hak Cipta dilindungi Undang-undang 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber : a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah. b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruhnya karya tulis inidalam bentuk apapun tanpa izin IPB.
MEMBERDAYAKAN PETANI TEBU MELALUI PENGEMBANGAN KAPASITAS KELEMBAGAAN KOPERASI PETANI TEBU RAKYAT (KPTR) (STUDI KASUS DI KPTR “RAKSA JAYA” KELURAHAN PADURAKSA KECAMATAN PEMALANG KABUPATEN PEMALANG)
SUYONO
Tugas Akhir sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Magister Profesional pada Departemen Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008
PRAKATA Alhamdulillah, puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karuniaNya, sehingga Penulis dapat menyelesaikan Kajian Pengembangan Masyarakat dengan judul “ Memberdayakan Petani Tebu Melalui Pengembangan Kapasitas Kelembagaan Koperasi Petani Tebu Rakyat (KPTR)” (Studi Kasus Di KPTR “Raksa Jaya” Kelurahan Paduraksa Kecamatan Pemalang Kabupaten Pemalang). Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada : 1.
Dr. Ir. Ekawati Sri Wahyuni, MS dan Ir. Sutara Hendrakusumaatmadja, MSc, selaku ketua dan anggota Komisi Pembimbing yang telah memberikan petunjuk dan saran perbaikan dalam penyusunan kajian ini.
2.
Dra. Winati Wigna, MDS selaku Penguji Luar Komisi.
3.
Pemerintah Kabupaten Pemalang beserta jajarannya, Administratur Pabrik Gula Sumberharjo Pemalang, Lurah Paduraksa Pemalang, Ketua Koperasi Raksa Jaya Paduraksa, para petani di wilayah kerja KPTR Raksa Jaya yang telah memberikan bantuan dan informasi sebagai bahan kajian.
4.
Istri tercinta dan anak-anak tersayang serta orang tua kami, yang telah memberikan dorongan dan dukungan moral, spiritual dan material kepada penulis.
5.
Semua teman MPM dan pihak yang telah membantu dan memberikan kontribusi dalam penyusunan kajian ini. Semoga kajian ini dapat bermanfaat dalam upaya pengembangan
masyarakat, terutama bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Pemalang serta para petani tebu di kelurahan Paduraksa dan masyarakat pada umumnya.
Bogor, Maret 2008
Suyono
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Petarukan Kabupaten Pemalang Provinsi Jawa Tengah pada tanggal 12 April 1966 dari pasangan Bapak Darsiyan dan Ibu Siti Khotidjah
sebagai
anak
ketujuh
dari
sembilan
bersaudara.
Penulis
menyelesaikan pendidikan SD Negeri 2 Petarukan pada tahun 1979, SMP Negeri 1 Petarukan pada tahun 1982, STM Pertanian Satya Praja Petarukan pada tahun 1985 dan Sarjana Hukum pada tahun 1996 di Fakultas Hukum Universitas Panca Sakti Tegal. Sejak tahun 1989 sampai sekarang, penulis bekerja sebagai pegawai negeri sipil di Sekretariat Daerah Kabupaten Pemalang. Pada Agustus 2006 Penulis mendapatkan beasiswa dari Depatemen Sosial Republik Indonesia untuk mengikuti pendidikan S2 Program Pengembangan Masyarakat, kerjasama IPBSTKS Bandung. Penulis menikah pada tahun 1991 dengan Uri Kasturi dan dikaruniai empat anak, yaitu Danang Abdillah Sya’bani (15 Tahun), Dainty Khairani (12 Tahun), Daffa Fadlillah (8 Tahun) dan Devan Ahmad Thariq (3 Tahun).
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL.............................................................................................. xiv DAFTAR GAMBAR........................................................................................... xv DAFTAR LAMPIRAN....................................................................................... xvi I.
PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG.............................................................................
1
1.2. RUMUSAN MASALAH.........................................................................
4
1.3. TUJUAN PENELITIAN.........................................................................
5
1.4. KEGUNAAN PENELITIAN...................................................................
5
II. TINJAUAN TEORITIS 2.1. TINJAUAN PUSTAKA..........................................................................
6
2.1.1. Konsepsi Petani.........................................................................
6
2.1.2. Pemberdayaan...........................................................................
7
2.1.3. Pengembangan Kapasitas.........................................................
8
2.1.4. Kelembagaan.............................................................................
9
2.1.5. Koperasi..................................................................................... 10 2.2. KERANGKA PEMIKIRAN..................................................................... 11 2.3. DEFINISI KONSEP OPERASIONAL................................................... 13 III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. BATAS-BATAS PENELITIAN............................................................... 15 3.2. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN.................................................. 15 3.3. TEKNIK PENGUMPULAN DATA......................................................... 16 3.4. TEKNIK ANALISIS DATA.................................................................... 17 IV. DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN 4.1. LOKASI................................................................................................ 18 4.2. KEPENDUDUKAN............................................................................... 19 4.3. KONDISI PEREKONOMIAN................................................................ 22 4.3.1. Mata Pencaharian Pokok........................................................... 22 4.3.2. Sistem Tata Niaga...................................................................... 23 4.3.3. Kaitan Matapencaharian dengan Sumberdaya Lokal................ 24 4.3.3.1. Sumberdaya Lahan........................................................ 24 4.3.3.2. Tenaga Kerja.................................................................. 25
4.3.3.3. Modal.............................................................................. 26 4.4. STRUKTUR KOMUNITAS.................................................................... 26 4.4.1. Pelapisan Sosial....................................................................... 26 4.4.2. Jejaring Sosial dalam Komunitas (horisontal) dan dengan Pihak Luar Komunitas (vertikal)................................................ 27 4.5. ORGANISASI DAN KELEMBAGAAN................................................... 28 V. TINJAUAN PROGRAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT 5.1. PROGRAM AKSELERASI PENINGKATAN PRODUKTIFITAS TEBU................................................................................................... 30 Maksud dan Tujuan.................................................................... 31 Sasaran...................................................................................... 31 Pendekatan................................................................................ 32 Sumber Dana dan Penyelenggara Dana PMUK....................... 32 Mekanisme Pengajuan, Pencairan dan Penyaluran Dana Bergulir...................................................................................... 33 5.1.6. Pengembalian Dana Bergulir..................................................... 34 5.2. KEGIATAN PENYERTAAN MODAL KEMITRAAN USAHA BUDIDAYA TEBU................................................................................ 37 5.2.1. Pengertian.................................................................................. 38 5.2.2. Tujuan........................................................................................ 39 5.2.3. Penyelenggara dan Pendekatan Kegiatan................................ 39 5.2.4. Mekanisme Pengajuan, Pencairan dan Pengambalian Dana Penyertaan Modal Kemitraan.................................................... 40 5.3. EVALUASI PROGRAM ......................................................................... 43 5.3.1. Kekuatan Program .................................................................... 43 5.3.2. Manfaat Program ...................................................................... 43 5.3.3. Kelemahan Program ................................................................. 44 VI. ANALISIS DAN PEMBAHASAN KINERJA PETANI TEBU DI KELURAHAN PADURAKSA................... 46 6.1.1. Profil Petani Tebu....................................................................... 46 6.1.2. Pengalaman Petani Dalam Usaha Tani Tebu............................ 47 6.1.3. Pemilikan Lahan......................................................................... 48
xii
6.1.4. Jumlah Anggota Keluarga dan Beban Kebutuhan Hidup Petani................................................................................ 49 6.1.5. Pendapatan Petani...................................................................... 50 PERFOMA KOPERASI RAKSA JAYA............................................... 54 6.2.1. Kepengurusan ............................................................................ 54 6.2.2. Keanggotaan............................................................................... 56 6.2.3. Permodalan................................................................................. 57 6.2.4. Pelayanan................................................................................... 58 6.2.5. Pola Hubungan Kerja................................................................ 58 6.2.6. Pertanggung-jawaban................................................................. 61 6.3. ANALISIS SWOT................................................................................. 62 6.3.1. Analisis Ditingkat Petani............................................................... 62 6.3.1.1. Faktor Internal.................................................................. 62 6.3.1.2. Faktor Eksternal............................................................... 64 6.3.2. Analisis Di Tingkat Kelembagaan Koperasi Petani Tebu Rakyat. 67 6.3.2.1. Faktor Internal................................................................ 67 6.3.2.2. Faktor Eksternal............................................................. 68 VII. STRATEGI PROGRAM PEMBERDAYAAN 7.1. PENYUSUNAN STRATEGI PROGRAM.............................................. 72 7.2. RANCANGAN PROGRAM KEGIATAN................................................ 73 7.2.1. Kerjasama dengan PT. Petro Kimia........................................... 73 7.2.2. Tebang Angkut Tebu Secara Mandiri......................................... 74 7.2.3. Usulan Pengembangan Tebu Di Lahan Hutan........................... 75 7.2.4. Pendidikan dan Pelatihan Manajemen Koperasi ....................... 77 VIII. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 6.6. KESIMPULAN....................................................................................... 80 6.7. REKOMENDASI.................................................................................... 80 DAFTAR PUSTAKA..................................................................................... 82 LAMPIRAN-LAMPIRAN........................................................................ 84 - 97
xiii
DAFTAR TABEL Halaman 1 Jadwal Kegiatan Praktek Kajian Lapangan.................................................... 15 2
Komposisi Penduduk Kelurahan Paduraksa Tahun 2005 Berdasarkan Kelompok Umur Dan Jenis Kelamin.............................................................. 19
3
Komposisi Tingkat Pendidikan Penduduk Kelurahan Paduraksa Tahun 2005.................................................................................................... 21
4 Jenis Matapencaharian Penduduk Kelurahan PaduraksaTahun 2005.......... 22 5 Lembaga Kemasyarakatan Di Kelurahan PaduraksaTahun 2005................. 29 6 Jumlah Penyaluran Dana Bergulir Untuk Koperasi Raksa Jaya................... 36 7
Perkembangan Tingkat Pendapatan Petani Tebu di Kabupaten Pemalang Pada 5 Tahun Terakhir............................................................... 36
8 Analisa Usaha Tani Tebu Di Kabupaten Pemalang Tahun 2006................... 42 9 Tingkat Pemilikan Lahan Petani Tebu di Kelurahan Paduraksa Tahun 2007................................................................................................... 48 10 Jumlah Anggota Keluarga dan Beban Kebutuhan Hidup Petani Tebu di Kelurahan Paduraksa................................................................................. 49 11 Pendapatan Petani Bersadarkan Pemilikan Lahan Tahun 2007.................. 51 12 Kebutuhan Biaya dan Pendapatan Petani Tebu Di Kelurahan Paduraksa Pada Tiga Kelompok Luasan Berbeda Pada Musim Tanam Tahun 2006... 52 13 Analisa Usaha Tani Tebu Lahan Kering Di Tingkat Petani Di Kelurahan Paduraksa Tahun 2007............................................................ 53 14. Jenjang Pendidikan Pengurus dan Badan Pengawas Koperasi Raksa Jaya Periode 2006-2009.................................................... 54 15 Perkembangan Jumlah Anggota KPTR Raksa Jaya Paduraksa................. 56 16. Modal Kerja Koperasi Raksa Jaya Paduraksa Tahun 2006......................... 57 17. Matrik Analisis SWOT Di Tingkat Petani Tebu Di Kelurahan Paduraksa Tahun 2007.......................................................... 66 18 Matrik Analisis SWOT Kelembagaan KPTR Raksa Jaya Kelurahan Paduraksa Tahun 2007..................................................................................69 19 Program Kerja Pemberdayaan Petani Tebu Di Kelurahan Paduraksa Tahun 2008.................................................................................................... 79
DAFTAR GAMBAR Halaman 1
Kerangka Pemikiran................................................................................... 12
2
Komposisi Peruntukan Lahan di Kelurahan Paduraksa Tahun 2005......... 18
3
Grafik Penduduk Kelurahan Paduraksa Tahun 2005 Berdasarkan Golongan /Kelompok Umur dan Jenis Kelamin............................................ 20
4
Bagan Alur Jejaring/Kerjasama Petani Dengan Pihak Luar......................... 28
5
Mekanisme Pengajuan, Pencairan, Dan Penyaluran Dana Bergulir............ 34
6
Mekanisme Pengembalian dana Bergulir Untuk Kegiatan Bongkar Ratoon dan Rawat Ratoon........................................................................... 35
7
Mekanisme Proses Pengajuan Dan Pencairan Dana Penyertaan Modal Kemitraan......................................................................................... 40
8
Mekanisme Pengembalian Dan Penyertaan Modal Kemitraan................... 41
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Sketsa Kelurahan Paduraksa......................................................................... 84 2 Daftar Pertanyaan Untuk Petani Tebu........................................................... 85 3 Daftar Pertanyaan Untuk Pengurus Koperasi............................................... 86 4 Daftar Pertanyaan Untuk Pengurus Koperasi Pabrik Gula............................ 87 5 Daftar Pertanyaan Untuk Dinas Terkait/Dinas Teknis (Disperindagkop)....... 88 6 Daftar Pertanyaan Untuk Dinas Terkait/Dinas Teknis (Dishut dan LH).......... 89 7 Daftar Pertanyaan SWOT............................................................................. 90 8 Rata-rata Jawaban Pertanyaan SWOT Faktor Internal................................. 91 9 Rata-rata Jawaban Pertanyaan SWOT Faktor Internal................................. 92 10 Data Responden........................................................................................... 93 11 Lampiran Gambar ....................................................................................94-97 12 Surat-surat Pendukung.......................................................................... 98-105
1 I. PENDAHULUAN
1.1.
LATAR BELAKANG Pembangunan pertanian pada hakekatnya
adalah upaya untuk
memberdayakan masyarakat tani agar meningkat kesejahteraannya, sekaligus meningkat
pula
kemandiriannya.
Pemerintah
di
negara-negara
sedang
berkembang, termasuk Indonesia telah mencanangkan berbagai macam program pembangunan pedesaan. Program-program pembangunan tersebut antara lain terkemas dalam apa yang disebut dengan istilah: (1) pembangunan pertanian
(agricultural
development)
(2)
industrialisasi
pedesaan
(rural
industrialization) (3) pembangunan masyarakat desa terpadu (integrated rural development), serta strategi pusat pertumbuhan (growth centre strategy) (Misra, R.P dalam Usman, 2004). Masing masing program tersebut mempunyai spesifikasi penekanan sendiri-sendiri yang agak berbeda satu sama lain, meskipun secara umum memiliki muara yang sama yaitu upaya mengentaskan atau menanggulangi kemiskinan di pedesaan. Sektor pertanian mempunyai peran yang sangat strategis dalam pembangunan
perekonomian
Indonesia
yang
diwujudkan
dalam
bentuk
sumbangan sektor pertanian terhadap PDB nasional sebesar 46,95 %. Disamping itu sektor pertanian juga berperan dalam penyedia lapangan kerja, pemenuhan kebutuhan bahan baku industri dan penyedia kebutuhan pangan dan gizi masyarakat (Arsyad, 1998). Berbagai program pembangunan yang diarahkan untuk membantu masyarakat pedesaan telah banyak dilaksanakan. Namun sampai saat ini, masyarakat, khususnya petani di pedesaan tetap saja dalam kondisi yang tidak diuntungkan. Pada umumnya, program-program pembangunan seperti subsidi yang diarahkan untuk petani, justru dinikmati kalangan pemilik modal atau sebagian kecil elit desa yang menguasai lahan pertanian terbesar di pedesaan. Sedangkan petani kecil dengan pemilikan lahan terbatas yang merupakan jumlah terbesar di pedesaan tidak bisa menikmati subsidi yang semestinya mereka terima. Sementara harga jual hasil panen mereka, seharusnya petani yang menetapkan harga berdasarkan biaya produksi yang mereka keluarkan, justru ditentukan oleh pihak pembeli.
Pemberdayaan dan partisipasi merupakan hal yang menjadi perhatian dalam proses pembangunan belakangan ini di berbagai negara. Kemiskinan
2 yang terus melanda dan menggerus kehidupan umat manusia akibat resesi internasional yang terus bergulir dan proses restrukturisasi, agen-agen nasionalinternasional, serta negara-negara setempat menunjukan perhatian yang sangat besar terhadap strategi partisipasi masyarakat sebagai sarana percepatan proses pembangunan. Karena itu, perlu ditekankan peningkatan tentang pentingnya pendekatan alternatif berupa pendekatan pembangunan yang diawali oleh proses pemberdayaan masyarakat lokal (Craig dan Mayo, 1995, dalam Hikmat, 2004). Pemberdayaan dan partisipasi merupakan strategi yang potensial dalam rangka meningkatkan ekonomi, sosial, dan transformasi budaya. Proses ini, pada akhirnya akan menciptakan pembangunan yang berpusat pada rakyat. Salah satu agen internasional, Bank Dunia misalnya, percaya bahwa partisipasi masyarakat di dunia ketiga merupakan sarana efektif untuk menjangkau masyarakat termiskin melalui upaya pembangkitan semangat hidup untuk dapat menolong dirinya sendiri (Paul, 1987, dalam Hikmat,2004). Dengan demikian konsep pembangunan yang dilaksanakan, diarahkan pada bagaimana mengajak masyarakat untuk bersama-sama membangun dan memberikan motivasi untuk membangkitkan semangat mengatasi setiap permasalahan yang ada pada dirinya. Program atau proyek yang diluncurkan sedapat mungkin bernilai ganda, yaitu untuk membangun secara fisik, juga untuk membangkitkan motivasi masyarakat menuju kepada kemandirian, sehingga program atau kegiatan yang dilaksanakan mempunyai fungsi pembinaan terhadap masyarakat. Fungsi pembinaan masyarakat ini untuk membangun motivasi dan menghindari sifat ketergantungan ke arah kemandirian yaitu bagaimana mereka mampu mengatasi setiap permasalahannya sendiri. Kajian ini dilakukan pada komunitas petani tebu di Kelurahan Paduraksa Kecamatan Pemalang Kabupaten Pemalang. Dalam budidaya tebu, pekerjaan yang dapat dilakukan petani terbatas pada kegiatan di kebun atau hanya pada proses produksi tebu. Adapun penanganan pasca panen atau pada pengolahan tebu menjadi gula dilaksanakan sepenuhnya oleh pabrik gula. Ketergantungan petani dalam proses produksi ini, membuat nilai tawar mereka sangat rendah terhadap pabrik gula. Tata niaga gula sangat ditentukan oleh mekanisme pasar dalam skala nasional, yaitu melalui lelang terbuka. Peluang untuk memperbaiki pendapatan petani, yaitu dengan cara meningkatkan nilai tawar petani dalam menjalin kerja sama dengan pabrik gula. Pemberian peran lebih besar kepada
3 petani dalam kegiatan budidaya tebu, memungkinkan terjadinya efisiensi dalam pembiayaan. Dengan efisiensi tersebut, maka pendapatan petani dapat ditingkatkan. Bagi komunitas di wilayah kajian, tebu merupakan pilihan komoditas terbaik dibanding tanaman pertanian lainnya. Karena lahan yang mereka miliki merupakan lahan kering dan satu-satunya tanaman yang dapat memberikan penghasilan tertinggi saat ini adalah tebu. Keterbatasan pemilikan lahan dan rendahnya nilai tawar menyebabkan kondisi petani tebu dalam kondisi tidak berdaya (powerless), sedangkan pabrik gula, sebagai mitra kerja petani memiliki kekuasaan yang sangat kuat (powerfull), khususnya dalam pengelolaan budidaya tebu. Ketidak seimbangan ini menyebabkan tingkat pendapatan dan kehidupan petani, khususnya petani dengan pemilikan lahan sempit tetap memprihatinkan. Koperasi petani tebu yang mereka miliki sebagai suatu lembaga usaha, ternyata belum dapat memberikan pelayanan secara maksimal yang dapat meningkatkan pendapatan mereka. Secara teknis upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan produksi pertanian bisa dilakukan melalui ; pertama, intensifikasi yaitu peningkatan produksi pertanian melalui penggunaan teknologi tepat guna antara lain dengan meningkatkan sarana dan prasarana produksi seperti penggunaan bibit unggul, pupuk, obat-obatan dan sebagainya; kedua, ekstensifikasi yaitu perluasan areal panen; ketiga, diversifikasi yaitu penganekaragaman dalam usaha tani dan keempat, rehabilitasi, yaitu peremajaan atau penggantian tanaman yang sudah tidak produktif dengan bibit tanaman baru. Namun demikian, menurut Mubyarto (1994) usaha peningkatan
produksi untuk meningkatkan pendapatan petani
dipandang tidak cukup hanya dari usaha-usaha pokok secara teknis tersebut. Hal lain yang perlu diperhatikan yaitu kebijakan menyangkut kelembagaan petani, karena kelembagaan yang memerlukan tindakan bersama atau kesadaran bersama suatu masyarakat justru mempunyai kekuatan yang lebih besar daripada dorongan atau motivasi perorangan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa untuk meningkatkan pendapatan petani, disamping syarat teknis juga diperlukan syarat institusional atau kelembagaan untuk dapat mencapai sasaran pembangunan pertanian secara maksimal. Menurut Uphoff (1993) dalam Nasdian (2005), kelembagaan adalah seperangkat norma dan perilaku yang bertahan dari waktu ke waktu dengan memenuhi kebutuhan kolektif (institutions, whether organisations or not, are
4 complexes of norms and behaviors that persist over time by serving collectively valued purposed). Memperhatikan hal tersebut di atas, maka fokus kajian dalam pengembangan masyarakat ini, adalah “bagaimana memberdayakan petani tebu melalui pengembangan kapasitas kelembagaan koperasi petani tebu rakyat (KPTR)” sebagai salah satu lembaga yang dimiliki petani agar kondisi kehidupan mereka dapat ditingkatkan. Keberdayaan petani tebu adalah merupakan kebutuhan yang perlu segera diwujudkan, agar mereka mampu meningkatkan pendapatan dan mempunyai nilai tawar terhadap mitra kerjanya, yaitu pabrik gula.
1.2.
RUMUSAN MASALAH Permasalahan pedesaan pada umumnya adalah masalah kemiskinan.
Dalam kondisi serba keterbatasan menyebabkan pemenuhan kebutuhan hidup masyarakat atau komunitas tertentu dalam wilayah pedesaan, khususnya dalam pemenuhan kebutuhan dasar seperti sandang, pangan, papan, pendidikan dan kesehatan yang layak belum dapat tercukupi dengan baik. Tingkat pemilikan lahan yang terbatas, pemilikan dan pemupukan modal kerja yang rendah dan penguasaan pengetahuan dan ketrampilan yang tidak dapat bersaing dalam dunia kerja yang semakin hari semakin kompetetif, lemahnya akses permodalan, beban tanggungan keluarga yang lebih besar dari pada pendapatan harian dan sulitnya untuk memperoleh pekerjaan tetap yang dapat memberikan jaminan pendapatan keluarga merupakan permasalahan kompleks yang melingkupi kehidupan petani tebu di wilayah kajian. Tahapan kegiatan dalam usaha tani tebu tidak sepenuhnya dapat dilaksanakan sendiri oleh petani. Pada tahap pasca panen, pekerjaan sepenuhnya diserahkan kepada pabrik gula untuk memproses tebu menjadi gula. Ketergantungan ini, ditambah tidak adanya kemampuan petani untuk mengontrol hasil akhir dari proses pekerjaan di pabrik, menyebabkan petani hanya dapat menerima berapapun hasil yang di ditetapkan oleh pabrik gula atas usaha tani tebu yang dilakukan. Berdasarkan latar belakang tersebut, dalam penelitian ini diharapkan akan dapat menjawab pokok-pokok permasalahan berikut :
5 1. Bagaimana meningkatkan kemampuan petani tebu dalam mengelola usaha tani tebu, untuk meningkatkan pendapatan mereka. 2. Bagaimana meningkatkan kapasitas koperasi petani tebu rakyat (KPTR) agar dapat memberikan peningkatan pelayanan kepada anggotanya.
1.3.
TUJUAN PENELITIAN Penelitian pengembangan masyarakat ini bertujuan untuk menemukan
solusi atau alternatif pemecahan masalah, atas permasalahan yang terjadi di wilayah kajian. Secara khusus penelitian atau kajian ini bertujuan untuk : 1. Mengidentifikasi dan menganalisis kinerja petani tebu. 2. Mengidentifikasi dan menganalisis kinerja Koperasi Petani Tebu Rakyat “Raksa Jaya” Kelurahan Paduraksa, dalam memberikan pelayanan kepada anggota. 3. Merumuskan strategi program-program pengembangan masyarakat untuk komunitas petani tebu di Kelurahan Paduraksa, melalui pengembangan kapasitas Koperasi Petani Tebu Rakyat “Raksa Jaya”.
1.4.
KEGUNAAN PENELITIAN Penelitian ini berguna untuk memahami permasalahan yang terjadi dalam
komunitas petani tebu di Kelurahan Paduraksa Kecamatan Pemalang, kemudian menganalisis dalam upaya merumuskan konsep pengembangan masyarakat secara partisipatif. Bagi petani tebu atau koperasi petani tebu, penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan atau rujukan dalam mengatasi atau mengurai permasalahan yang dihadapi sekaligus alternatif pemecahan masalah yang dihadapi. Sedangkan bagi pemerintah daerah dalam hal ini dinas teknis terkait adalah memberikan alternatif pendekatan dan strategi dalam melakukan intervensi atau pembinaan dan pengembangan masyarakat, khususnya pada masyarakat tani tebu.
6 II. TINJAUAN TEORITIS 2.1. TINJAUAN PUSTAKA
2.1.1. Konsepsi Petani Terdapat beberapa penjelasan mengenai makna petani. Kata petani sendiri merupakan terjemahan kata dari bahasa inggris, peasant. Setidaknya terdapat tiga kelompok ahli yang memaknai pengertian petani secara berbeda. Soetarto, dkk. (2006) menjelaskan golongan peneliti pertama, misalnya Gillian Hart dalam Power, Labor, and Livelihood (1986), Robert Hefner dalam The Political of Mountain Java (1990), dan Paul Alexander dkk dalam mereka In the shadow of Agriculture (1991) menggunakan istilah peasant untuk menunjuk kepada semua penduduk pedesaan secara umum, tidak peduli apapun pekerjaan mereka. Golongan kedua, yaitu ahli-ahli pedesaan pertanian dari Indonesia dan Malaysia yang menterjemahkan istilah peasant
tersebut kedalam bahasa
Indonesia (Malaysia), yaitu menjadi petani. Jadi, menurut mereka peasant tidak menyangkut seluruh penduduk pedesaan, tapi hanya terbatas kepada penduduk pedesaan yang bekerja sebagai petani saja. Golongan ketiga adalah mereka yang mengikuti pandangan ahli antropologi Eric Wolf, misalnya Frank Ellis dalam bukunya yang berjudul Peasant Economics (1988). Wolf menggunakan konsep peasant untuk menunjuk kepada golongan yang lebih terbatas lagi, yaitu hanya kepada petani yang memiliki lahan pertanian, yang menggarap sendiri lahan tersebut dalam rangka menghasilkan produk, dan produk tersebut digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, bukan untuk dijual. Atau yang disebut sebagai petani pemilik penggarap. Ketiga konsep tersebut di atas, berbeda satu sama lain. Karenanya, konsep tersebut tidak dapat dioperasionalkan, khususnya di Jawa. Karena pada kenyataannya, profesi petani di Jawa terdiri dari beberapa tingkatan, dari petani pemilik penggarap, petani penggarap dengan lahan sewa, dan buruh tani yaitu orang yang bekerja di sektor pertanian dengan diupah. Lebih lanjut, Soetarto, dkk (2006) menjelaskan, bahwa konsep peasant mengacu pada segolongan individu dengan ciri-ciri yang khas dalam berbagai kehidupan yang luas (sosial, kultural, politis dan ekonomis) maka sampai kini dalam ilmu-ilmu pengetahuan sosial belum ada definisi yang memuaskan dan disepakati bersama untuk konsep
7 peasant. Berkaitan dengan penelitian ini, yang dimaksud petani tebu adalah orang yang berusaha dalam kegiatan budidaya tebu, baik sebagai pemilik lahan dan penggarap, penggarap dengan lahan sewa, maupun penggarap dengan sistem maro atau bagi hasil.
2.1.2. Pemberdayaan Salah satu indikator keberhasilan pembangunan, dapat diukur melalui kemampuan partisipasi masyarakat dalam proses pembangunan, sedangkan jalan untuk mencapai partisipasi yaitu melalui pemberdayaan (empowerment is road to participation). Suharto, (2005) menyatakan, bahwa tujuan utama pemberdayaan
adalah
memperkuat
kekuasaan
masyarakat,
khususnya
kelompok masyarakat yang memiliki ketidak berdayaan, baik karena kondisi internal (misalnya persepsi mereka sendiri), maupun karena kondisi eksternal (misalnya ditindas oleh struktur sosial yang tidak adil). Secara konseptual, pemberdayaan atau pemberkuasaan (empowerment), berasal dari kata ‘power’ (kekuasaan atau pemberdayaan). Karenanya, ide ide utama pemberdayaan bersentuhan dengan konsep kekuasaan. Berkaitan dengan pemberdayaan ini, Sumodiningrat, (1999) menyatakan bahwa pemberdayaan adalah sebuah proses dan tujuan. Sebagai proses, pemberdayaan adalah serangkaian kegiatan untuk memperkuat kekuasaan atau keberdayaan kelompok lemah dalam masyarakat, termasuk individu-individu petani yang mengalami masalah kemiskinan. Sebagai tujuan, pemberdayaan menunjuk pada keadaan atau hasil yang ingin dicapai oleh sebuah perubahan sosial, yaitu petani miskin yang berdaya, memiliki kekuasaan atau mempunyai pengetahuan dan kemampuan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya yang bersifat fisik, ekonomi, maupun sosial seperti memiliki kepercayaan diri, mampu menyampaikan aspirasi, mempunyai mata pencaharian, berpartisipasi dalam kegiatan sosial, dan mandiri dalam melaksanakan tugas-tugas penghidupannya. Menurut Usman, (2004), pemberdayaan masyarakat adalah sebuah proses dalam bingkai usaha memperkuat apa yang lazim disebut community self reliance atau kemandirian. Dalam proses ini masyarakat didampingi untuk membuat analisis masalah yang dihadapi, dibantu untuk menemukan alternatif solusi masalah tersebut, serta diperlihatkan strategi memanfaatkan berbagai resources yang dimiliki dan dikuasai.
8 Dari berbagai definisi pemberdayaan di atas, pengertian pemberdayaan pada dasarnya adalah merupakan upaya merubah kondisi dari tidak berdaya menjadi lebih berdaya, kearah kemandirian dan kemampuan berpartisipasi dalam proses pembangunan. Pemberdayaan itu sendiri dapat dikatakan berhasil apabila
indikator
keberdayaan
telah
tercapai.
Sumodiningrat,
(1999),
menjelaskan indikator-indikator keberdayaan meliputi ; (1) berkurangnya penduduk yang kategori miskin; (2) berkembangnya usaha peningkatan pendapatan yang dilakukan oleh penduduk miskin dengan memanfaatkan sumberdaya yang tersedia; (3) meningkatnya kepedulian masyarakat terhadap upaya peningkatan kesejahteraan keluarga miskin di lingkungannya; (4) meningkatnya kemandirian kelompok yang ditandai oleh makin berkembangnya usaha ekonomi produktif anggota dan kelompok, dan makin kuatnya permodalan kelompok, makin rapinya sistem administrasi kelompok dan makin luasnya interaksi kelompok dengan kelompok lainnya dalam masyarakat. Upaya-upaya
pemberdayaan
menjadi
sangat
perlu
agar
terjadi
pengembangan kapasitas masyarakat. Pada dasarnya pemberdayaan adalah menyangkut individu-individu atau perorangan, namun untuk efektifitas dalam proses pemberdayaan, diperlukan adanya media yang dapat digunakan yaitu kelembagaan.
2.1.3.
Pengembangan Kapasitas Pengembangan kapasitas erat kaitannya dengan konsep pemberdayaan,
karena
pada
dasarnya
pengembangan
kapasitas
juga
merupakan
pemberdayaan. Eade (1977) dalam Nasdian (2005), menyatakan bahwa pengembangan kapasitas merupakan suatu pendekatan pembangunan dimana semua orang memiliki hak yang sama terhadap sumberdaya, dan menjadi perencana pembangunan bagi diri mereka. Masih dari sumber yang sama, pengembangan kapasitas mencakup pengembangan pendidikan, pelatihan dan ketrampilan, membangun kerjasama kelompok dan pengembangan jejaring. Sumardjo dan Saharudin (2006), menjelaskan bahwa pengembangan kapasitas adalah mencakup pengembangan kapasitas institusi dan kapasitas sumberdaya manusia. Dari pendapat ahli tersebut di atas dapat ditarik kesimpulan, bahwa pengembangan kapasitas adalah merupakan upaya untuk mendorong potensi yang ada pada komunitas, baik faktor sumberdaya manusia (petani dan
9 pengurus koperasi) maupun kelembagaan yang ada yaitu koperasi petani tebu Raksa Jaya. Pengembangan kapasitas dimaksudkan agar terjadi perubahan kearah yang lebih baik sehingga tujuan usaha tani yang dilakukan dapat dicapai secara efektif dan efisien. Potensi tersebut menyangkut kemampuan petani dalam merencanakan dan melaksanakan kegiatan yang berkaitan dengan kegiatan usaha tani tebu dan
kesiapan kelembagaan koperasi dalam
memberikan pelayanan kepada anggota melalui pengembangan jaringan kerjasama dengan kelembagaan lain, baik di dalam komunitas maupun dengan kelembagaan diluar komunitas. Komunitas petani tebu di kelurahan Paduraksa rata-rata memiliki lahan garapan sangat sempit, sehingga hasil yang diperoleh dari usaha taninya tidak dapat mencukupi kebutuhan hidup dan modal kerja. Selain bertanam tebu, untuk mencukupi kebutuhan biaya hidup mereka melibatkan anak yang telah beranjak dewasa untuk melakukan pekerjaan lain, diantaranya sebagai buruh tani, buruh bangunan, berdagang dan berternak. Ketidak mampuan petani dalam teknologi pascapanen juga menjadikan ketergantungan terhadap pabrik gula sangat tinggi. Pengembangan kapasitas di tingkat petani dimaksudkan untuk meningkatkan kemampuan mereka dalam mengelola usaha tani tebu, baik menyangkut teknik budidaya tebu, cara memperoleh dukungan permodalan, maupun dalam pengawasan kegiatan pascapanen yang dilakukan di dalam pabrik gula.
2.1.4. Kelembagaan Menurut Uphoff (1993) dalam Nasdian (2005), kelembagaan adalah seperangkat norma dan perilaku yang bertahan dari waktu ke waktu dengan memenuhi kebutuhan kolektif. Menurut Nasdian, (2005) kelembagaan adalah suatu kompleks peraturan-peraturan dan peranan-peranan sosial. Dengan demikian kelembagaan mempunyai memiliki aspek kultural dan aspek struktural. Segi kultural berupa norma-norma dan nilai-nilai, dari segi struktural berupa berbagai peranan sosial. Kedua segi tersebut berhubungan erat satu sama lain. Djatiman
(1997)
dalam
Nasdian
(2005)
menggolongkan
institusi/kelembagaan menjadi tiga sebagai berikut ; (1) Bureaucratic Institution, yaitu institusi yang datangnya dari pemerintah (atas/birokrasi) dan akan tetap menjadi milik birokrasi, contohnya pemerintah desa; (2) Community Based Institution,
yaitu
institusi
yang
dibentuk
pemerintah
berdasarkan
atas
sumberdaya masyarakat yang diharapkan menjadi milik masyarakat, seperti
10 Koperasi; (3) Grass Root institution, yaitu institusi yang tumbuh murni dari masyarakat dan merupakan milik masyarakat, contohnya arisan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kelembagaan (institution) dapat diartikan sebagai tata aturan atau pola hubungan yang mengatur perilaku dalam suatu sistem. Dapat pula diartikan sebagai bentuk wujud berupa lembaga seperti organisasi tertentu. Kelembagaan merupakan sesuatu yang stabil, mantap dan berpola; berfungsi untuk tujuan-tujuan tertentu dalam masyarakat; ditemukan dalam sistem sosial tradisional dan modern atau bisa berbentuk tradisional dan modern; dan berfungsi untuk mengefisienkan kehidupan sosial. Berkaitan dengan penelitian yang akan dilaksanakan, maka kelembagaan dimaksud adalah setiap kelembagaan sosial yang ada di masyarakat yang menunjang aktifitas masyarakat, khususnya petani tebu. 2.1.5. Koperasi Undang-undang menjelaskan bahwa
Nomor
25
Tahun
1992
tentang
perkoperasian
koperasi bertujuan untuk memajukan kesejahteraan
anggota pada khususnya dan
masyarakat pada umumnya,
serta
ikut
membangun tatanan ekonomi nasional dalam rangka mewujudkan masyarakat yang maju, adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa eksistensi koperasi adalah
merupakan lembaga ekonomi atau lembaga usaha yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan anggota dan masyarakat secara umum. Sebagai lembaga usaha, koperasi dapat
dijadikan wahana bagi anggotanya untuk
mengembangkan kegiatan usaha dan alat untuk mencapai tujuan secara kolektif. Sumarti (2005), menjelaskan bahwa koperasi merupakan salah satu contoh organisasi ekonomi lokal yang digolongkan kepada sektor keswadayaan masyarakat yaitu tumbuh dan digiatkan oleh warga masyarakat secara sukarela untuk kepentingan bersama. Dalam kedudukannya sebagai lembaga ekonomi masyarakat, koperasi selayaknya memiliki ruang gerak dan kesempatan usaha yang luas, terutama menyangkut kepentingan kehidupan ekonomi anggotanya. Dalam perkembangannya, koperasi belum sepenuhnya menampakkan wujud dan perannya seperti yang diharapkan. Kondisi koperasi saat ini, umumnya sangat lemah, baik kondisi internal yang menyangkut permodalan, manajemen dan organisasi, teknologi dan jaringan usaha, maupun kondisi eksternal yaitu yang menyangkut penguasaan pasar, penguasaan sumberdaya dan kegiatan ekonomi lainnya.
11 Seiring dengan tuntutan perubahan dalam era reformasi yang menyentuh berbagai bidang, baik ekonomi, politik maupun hukum. Pembangunan koperasi sebagai badan usaha sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat juga perlu memahami perubahan yang mendasar. Permasalahan yang melingkupi koperasi, baik yang bersifat intern maupun ekstern perlu memperoleh penanganan serius.
2.2.
KERANGKA PEMIKIRAN Perjuangan petani tebu saat ini, dapat dikatakan telah banyak mengalami
keberhasilan setelah petani mempunyai Asosiasi Petani Pebu Rakyat (APTR) yang mampu memperjuangkan hak-hak petani sampai ditingkat nasional. Namun demikian, bukan berarti upaya untuk meningkatkan kesejahteraan petani tebu, khususnya ditingkat lokal menjadi tidak perlu. Petani ditingkat lokal perlu untuk selalu dimotivasi agar mereka mampu memperjuangkan hak-hak mereka dengan baik. Baik melalui pembinaan perorangan maupun secara kelembagaan. Petani sebagai bagian dari mata rantai dalam proses produksi, sudah selayaknya memperoleh perhatian dan dukungan semua pihak, agar mereka dapat menikmati kehidupan kearah kesejahteraan yang lebih baik. Kesan hanya sebagai mesin produksi, sementara yang menikmati hasil terbesar justru pihak lain harus dirubah dengan membantu mereka agar lebih berdaya dan mampu mendapatkan hak-haknya. Ketidak berdayaan petani tersebut, tercermin dari keterbatasan perilaku dan tindakan mereka dalam interaksi sosial, seperti terbatasnya kemampuan akses terhadap sumber modal, layanan pendidikan, kesempatan kerja dan berusaha. Yang berdampak pada menurunnya kualitas hidup, ketergantungan tinggi, dan rendahnya partisipasi dalam pembangunan. Berbagai faktor yang mempengaruhi ketidak berdayaan tersebut terkait dengan potensi dan masalah petani itu sendiri (faktor internal) seperti ; keterbatasan penguasaan asset, seperti lahan dan permodalan, dan sikap pasrah terhadap kondisi yang melekat pada dirinya. Ketidakberdayaan juga disebabkan faktor eksternal seperti : (1) sumberdaya lahan yang merupakan lahan kering; (2) ketergantungan terhadap pihak pabrik gula dalam proses produksi gula; (3) penguasaan pasar dan minimnya dukungan pihak luar. Salah satu upaya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat yaitu dengan meningkatkan pendapatan. Dengan peningkatan pendapatan, maka kesempatan
untuk
meningkatkan
kesejahteraan
seperti
peluang
untuk
memperoleh pendidikan, layanan kesehatan dan peningkatan kualitas hidup
12 lainnya dapat terpenuhi. Peningkatan pendapatan dapat dilakukan melalui pengembangan
kemampuan
sumberdaya
manusia
maupun
melalui
pengembangan kapasitas kelembagaan yang dibentuk untuk meningkatkan kesejahteraan manusia secara kolektif. Program pengembangan masyarakat yang telah dilaksanakan pemerintah dan berdampak pada peningkatan keberdayaan masyarakat yaitu program Akselerasi peningkatan produktifitas tebu dan Penyertaan Modal Kemitraan Usaha Budidaya Tebu. Kedua program tersebut dikembangkan dengan memperhatikan peran dan fungsi kelembagaan ekonomi masyarakat yang ada yaitu koperasi petani tebu rakyat. Dengan merujuk fungsi kelembagaan yang merupakan sarana untuk memenuhi
kebutuhan
membangun
kolektif,
konfigurasi,
yaitu
maka
pemberdayaan
melalui
peningkatan
dilakukan
dengan
kapasitas
petani,
pengembangan kapasitas kelembagaan yang ada, dalam hal ini koperasi petani tebu rakyat. Kerangka pemikiran tersebut, dapat dilihat seperti pada Gambar 1.
Faktor intern ¾ Asset ( lahan terbatas)
Faktor Ekstern ¾ SDA (lahan kering) ¾ Teknologi ¾ Pasar ¾ Kelembagaan (Ekonomi & non Ekonomi)
Ketidak berdayaan petani tebu 1. Ketergantung an tinggi 2. Pendapatan belum maksimal 3. kualitas hidup rendah 4. Nilai tawar rendah
Pengembangan kapasitas Kelembagaan KPTR Raksa Jaya ¾ Bonding ¾ Bridging ¾ Creating
Program PM oleh Pemerintah • Program akselerasi • Program kemitraan modal usaha
Keterangan : Mempengaruhi Batas kajian
Gambar 1 Kerangka Pemikiran
Keberdayaan petani tebu ¾ Kemandirian ¾ Peningkatan pendapatan ¾ Peningkatan kualitas hidup ¾ Partisipasi
13 2.3.
DEFINISI KONSEP OPERASIONAL
1. Pemerintah kabupaten adalah Pemerintah Kabupaten Pemalang dalam hal ini, Dinas/Instansi yang mempunyai tugas membina petani/koperasi petani tebu di kabupaten Pemalang yaitu Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup, Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi. 2. Pabrik Gula yaitu Pabrik Gula Sumberharjo Pemalang. 3. Koperasi yaitu Koperasi Petani Tebu Rakyat “Raksa Jaya” kelurahan Paduraksa. 4. Petani adalah petani tebu, baik petani pemilik, petani penggarap, maupun petani pemilik dan penggarap. 5. Usaha tani tebu adalah kegiatan budidaya tanaman tebu baik yang dilakukan di lahan kering maupun lahan sawah (irigasi teknis/semi teknis). 6. Dana bergulir yaitu dana APBN yang disalurkan dalam mendukung penguatan modal usaha kelompok dalam kegiatan agribisnis berbasis komoditas tebu. 7. Program akselerasi produktifitas tebu adalah program meningkatkan produktifitas lahan melalui peningkatan kualitas bibit dan perawatan tanaman, agar lahan mampu memberikan kontribusi secara optimal bagi manusia. 8. Kemitraan budidaya tebu adalah suatu kegiatan budidaya tebu yang dilaksanakan oleh petani
yang dibina dari dinas teknis (Dinas Pertanian
Kabupaten Pemalang) dan Pabrik Gula Sumberharjo. 9. Dana Penyertaan Modal Kemitraan adalah dana yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Pemalang yang dipinjamkan kepada petani yang berusaha di bidang budidaya tebu melalui Koperasi Petani Tebu Rakyat (KPTR) yang selanjutnya dana tersebut akan dikembalikan kepada Pemerintah Kabupaten pada saat
yang telah
ditentukan. 10. Bongkar ratoon yaitu kegiatan penggantian/pencabutan pangkal tunas tanaman tebu yang akan diganti dengan bibit baru. 11. Keprasan yaitu sistem penanaman tebu dengan memanfaatkan pangkal tebu, dengan cara dikepras untuk memperoleh tunas tanaman baru. 12. Rendement yaitu kristal gula yang dihasilkan per satuan kuintal tebu setelah melalui proses giling. 13. Emplacement yaitu tempat penampungan tebu di pabrik gula sebelum digiling.
14 14. Bonding yaitu upaya memperkuat kapasitas kelembagaan dengan cara menjalin hubungan kerja-sama antar kelembagaan di dalam komunitas. 15. Briedging yaitu upaya memperkuat kapasitas kelembagaan dengan cara membangun jejaring antar kelembagaan antar komunitas. 16. Creating yaitu upaya memperkuat kapasitas kelembagaan dengan cara mempertautkan kelembagaan dengan lembaga layanan publik melalui usahausaha kreatif, inovatif dan selalu mencari terobosan-terobosan baru dalam mengembangkan usaha koperasi baik menyangkut permodalan, hubungan kerja dan kegiatan usaha baru. 17. Glebagan
yaitu sistem pola tata tanam yang menerapkan perguliran
komoditas tanaman. Dimana dalam tiga kali masa tanam dalam satu tahun dilakukan perguliran antara komoditas padi, palawija dan tebu dan pelaksanaannya ditinjau setiap satu tahun sekali melalui kesepakatan antara pemerintah daerah dengan petani. 18. Maro adalah hubungan kerja sama antara petani pemilik lahan dan petani penggarap, dengan cara pemilik lahan menyerahkan pengelolaan lahan yang dimiliki kepada petani penggarap dan hasil yang diperoleh atas pengelolaan lahan dibagi dua, masing-masing memperoleh satu bagian.
15 III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. BATAS-BATAS PENELITIAN Penelitian ini merupakan studi kasus instrumental, yaitu studi
yang
memperlakukan kasus sebagai instrumen untuk memahami masalah yang terjadi di wilayah penelitian. Dalam studi kasus ini, komunitas petani tebu dan kelembagaan yang berada di dalamnya digunakan sebagai instrumen untuk memahami kondisi kehidupan mereka. Metode kajian komunitas yang digunakan adalah
evaluasi formatif
eksplanatif, yaitu menjelaskan bagaimana aktifitas petani tebu dalam melakukan usaha tani tebu, mengidentifikasi faktor kendala dan peluang untuk perbaikan program pengembangan masyarakat yang telah dilakukan. Langkah selanjutnya yaitu berusaha menemukan rancangan strategi baru program pengembangan masyarakat dengan melibatkan peran serta anggota komunitas dan memberikan rekomendasi untuk perbaikan. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan obyektif mikro yaitu, kajian mengenai pola perilaku, tindakan dan interaksi sosial komunitas petani tebu dalam melakukan aktifitas usaha tani yang dilakukan.
3.2. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN Penelitian dilaksanakan di Kelurahan Paduraksa, Kecamatan Pemalang Kabupaten Pemalang Jawa Tengah. Adapun tahapan kegiatan kajian lapangan adalah sebagaimana pada Tabel 1. Tabel 1 Jadwal kegiatan Praktek Kajian Lapangan TAHUN 2007 KEGIATAN
Agst
4
1
2
3
4
1
2
3
Pelaksanaan
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
Penulisan lap. ahir
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
Seminar/Ujian
x
2
3
4
x
x
x
Des
3
Revisi Kolokium
x
1
Nop
2
Kolokium
4
Okt 1
Rencana Kajian
3
Sept
4
x
x
16 3.3. TEKNIK PENGUMPULAN DATA Data yang diambil berupa data kualitatif, yaitu data deskriptif berupa katakata/tulisan yang berasal dari responden dan informan. Data diperoleh dengan menggunakan
teknik
pengumpulan
data
melalui
;
Studi
dokumentasi,
Pengamatan langsung (observasi), Wawancara mendalam (interview), dan Focus Group Discussion (FGD). Studi dokumentasi dilakukan untuk mengumpulkan data-data sekunder melalui monografi kelurahan Paduraksa, buku panduan pelaksanaan program akselerasi tebu, data-data dari BPS Kabupaten Pemalang, serta dokumen lain seperti surat keputusan dan surat edaran. Observasi dilakukan dengan melihat secara langsung aktifitas petani tebu dalam melaksanakan kegiatan usaha tani tebu. Interview dilakukan dengan responden dan informan untuk memperoleh informasi tentang profil petani tebu (seperti, pemilikan lahan, jumlah anggota keluarga, jumlah kebutuhan biaya hidup harian, jumlah pendapatan dan permasalahan yang dihadapi). FGD dilakukan untuk memperoleh kesepakatan dalam perencanaan rancangan program pemberdayaan. Teknik
pengambilan
responden
menggunakan
metode
purposive.
Pertimbangan dalam pengambilan responden yaitu bahwa responden adalah seorang petani tebu, pemilik dan penggarap sampai pada giling tahun terakhir, dan responden adalah anggota koperasi. Secara umum karakteristik petani tebu (pengalaman, penguasaan teknologi, jenis lahan yang dimiliki, penguasaan pasar) dapat dikatakan cukup homogen, yang membedakan adalah tingkat pemilikan lahan. Pengambilan responden melalui teknik snow ball. Pengambilan responden diawali dari ketua koperasi, kemudian ketua koperasi mengarahkan kepada responden lain sesuai kriteria yang dibutuhkan. Hasil pengambilan responden diperoleh tiga orang dengan pemilikan lahan sampai dengan 0,5 hektar, tiga orang dengan pemilikan lahan 0,5 hektar sampai dengan 1,0 hektar dan tiga orang dengan pemilikan lahan diatas 1,0 hektar. Instrumen yang digunakan yaitu interview dengan bantuan panduan daftar pertanyaan. Dari pengurus koperasi empat orang yaitu ketua, bendahara dan dua orang pembantu. Dari pabrik gula yaitu pejabat Kepala Tanaman. Informan dalam penelitian ini yaitu pejabat bidang perkebunan pada Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup Kabupaten Pemalang dan Kepala Seksi Pembinaan Perkoperasian pada Dinas Perindustrian Perdagangan dan Koperasi Kabupaten Pemalang.
17 3.4. TEKNIK ANALISIS DATA Dalam penelitian ini, analisis data dilakukan dengan menggunakan analisis SWOT, dengan unit analisis sistem usaha tani tebu dan lingkungan kerja koperasi. Analisis SWOT dilakukan di tingkat petani dan di tingkat kelembagaan koperasi. Analisis di tingkat petani dilakukan untuk menganalisis permasalahan dan upaya pemecahan masalah di tingkat petani, sedangkan analisis di tingkat kelembagaan dilakukan untuk mencari alternatif rancangan program yang dapat digunakan untuk menunjang terlaksananya upaya pemecahan permasalahan di tingkat petani. Hasil SWOT kemudian dibahas dalam diskusi kelompok terfokus (FGD) untuk mendapat tanggapan peserta diskusi. Tanggapan-tanggapan tersebut, setelah disepakati disusun dalam matrik SWOT dan ditempatkan dalam kwadran yang sesuai. Dalam matriks SWOT , dihasilkan empat kelompok besar alternatif rancangan strategi (Rangkuti, 2006) : 1)
Strategi SO, yaitu dengan memanfaatkan seluruh kekuatan untuk
merebut dan memanfaatkan peluang sebesar-besarnya; 2) Strategi ST, yaitu strategi dalam menggunakan kekuatan yang dimiliki untuk mengatasi ancaman; 3) Strategi WO, yaitu pemanfaatan peluang
yang ada dengan cara
meminimalkan kelemahan yang ada; dan 4) Strategi WT, yaitu meminimalkan kelemahan yang ada serta menghindari ancaman.
Dari
beberapa
alternatif
strategi tersebut,
dipilih
strategi
sesuai
kesepakatan peserta FGD. Pilihan strategi ini menjadi dasar penyusunan rancangan program untuk memberdayakan petani tebu di kelurahan Paduraksa.
18 IV. DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN
4.1 LOKASI Kelurahan Paduraksa Kecamatan Pemalang Kabupaten Pemalang merupakan daerah dataran rendah yang terdiri dari empat dusun (Paduraksa, Sirau, Karang gandul, dan Kuli) mempunyai luas 200 Ha dengan peruntukan lahan sawah 112 ha (56 %), pemukiman dan pekarangan 70,4 ha (35 %) tegalan, kebun dan ladang 17,6 Ha (9 %), komposisi penggunaan lahan lihat Gambar 3. Secara geografis merupakan daerah berkarakteristik khas, karena terletak pada perbatasan antara daerah dataran rendah dan daerah punggung (pegunungan) dengan ketinggian tujuh meter di atas permukaan laut, curah hujan 2000 s/d 3000 mm per tahun, berbatasan langsung dengan kawasan hutan produksi (hutan jati) yang dikelola oleh Perum Perhutani Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Pemalang. Posisi daerah terletak
2 Km arah selatan dari ibu kota
Kecamatan dan 5 Km arah selatan dari ibu kota Kabupaten dengan fasilitas jalan aspal. Batas wilayah kelurahan Paduraksa sebelah utara Desa Sewaka, sebelah selatan Desa Surajaya dan Pegongsoran, sebelah barat Desa Kramat, sebelah timur Desa Sungapan dan Desa Saradan. Perbatasan sebelah selatan merupakan jalan raya dan sungai yang merupakan saluran irigasi primer yang memisahkan dengan desa Surajaya dimana posisi jalan dan sungai berada di atas wilayah Kelurahan Paduraksa dengan ketinggian lebih kurang dua sampai tiga meter. Dengan kondisi wilayah yang yang demikian maka daerah ini dalam satu tahun dapat panen tiga kali.
56%
35%
9% Saw ah Pemukiman/Pekarangan Kebun/Ladang
Gambar 2 Komposisi peruntukan lahan di Kelurahan Paduraksa Tahun 2005
19 4.2.
KEPENDUDUKAN Dimensi kependudukan mencakup dimensi kuantitas, kualitas dan
mobilitas. Dimensi kuantitas mencakup jumlah, perkembangan, struktur, komposisi, dan persebarannya. Dimensi kualitas mencakup aspek fisik seperti keadaan pangan dan gisi, serta fasilitas kesehatan yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat dan non fisik berkaitan dengan sosial budaya masyarakat setempat. Sedangkan dimensi mobilitas menyangkut pergerakan atau mutasi penduduk, meliputi fertilitas, mortalitas, dan migrasi penduduk. Berdasarkan dimensi kuantitas penduduk, Kelurahan Paduraksa pada akhir tahun 2005 berjumlah 6.393 jiwa, terdiri dari 3.198 laki–laki dan 3.195 perempuan, dengan 1.470 kepala keluarga. Mayoritas penduduk beragama islam sebanyak 6.367 orang, kristen 18 orang dan katholik 8 orang, sedangkan tingkat kepadatan penduduk sebesar 3.197 jiwa per Km. Detail komposisi penduduk berdasarkan komposisi umur dan jenis kelamin dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Komposisi Penduduk Kelurahan Paduraksa Tahun 2005 Berdasarkan Kelompok Umur dan Jenis Kelamin.
No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14.
Kelompok Umur (Tahun) 0–4 5–9 10 – 14 15 – 19 20 – 24 25 – 29 30 – 34 35 – 39 40 – 44 45 – 49 50 – 54 55 – 59 60 – 64 65 + Jumlah
Jenis Kelamin Laki-laki (Jiwa) 157 325 336 330 310 240 234 245 226 228 155 152 128 132 3198
Perempuan (Jiwa) 184 310 344 324 305 240 235 230 237 227 167 151 110 131 3195
Total (jiwa)
Prosentase Total (%)
341 635 680 654 615 480 469 475 463 455 322 303 238 263 6393
5,33 9,93 10,64 10,23 9,62 7,51 7,34 7,43 7,24 7,12 5,04 4,74 3,72 4,11 100
Dari komposisi penduduk pada Tabel 2 di atas, dapat digambarkan suatu grafik kependudukan sebagaimana Gambar 3 sebagai berikut :
20
Gambar 3 Grafik Penduduk Kelurahan Paduraksa Tahun 2005 berdasarkan Golongan/Kelompok Umur dan Jenis Kelamin Berdasarkan data kependudukan dan bentuk piramida tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa pada empat tahun terakhir angka kelahiran cukup rendah. Untuk mengetahui perbandingan jumlah penduduk laki laki dan perempuan di kelurahan Paduraksa dapat dipergunakan ukuran Rasio Jenis Kelamin (RJK) yaitu dengan membandingkan jumlah penduduk laki laki dengan penduduk perempuan, diketahui RJK penduduk pada tahun 2005 adalah 100,1 artinya setiap 100 penduduk perempuan terdapat antara 100 sampai dengan 101 penduduk laki laki. Dilihat dari komposisi kelompok umur angkatan kerja (kelompok umur 15 s/d 59 tahun) cukup berpotensi untuk mengembangkan tingkat pendapatan penduduk, tinggal bagaimana lapangan pekerjaan diciptakan sehingga kesempatan kerja dapat terpenuhi. Tetapi dilihat dari kelompok usia subur dimungkinkan dalam kurun waktu 5 sampai 10 tahun mendatang terjadi fertilitas yang cukup tinggi. Ratio Beban Tanggungan (RBT) penduduk merupakan perbandingan jumlah penduduk yang tidak produktif (usia 0-14 tahun dan usia 65 tahun ke atas) dengan penduduk usia produktif (usia 15 s/d 64 tahun) diketahui bahwa RBT penduduk kelurahan Paduraksa yaitu 43 artinya setiap 100 penduduk usia produktif menanggung 43 penduduk usia tidak produktif. Tanggungan terhadap usia umur muda cukup tinggi yaitu 37 % sedangkan tanggungan umur tua sebesar 4 %. Pada struktur umur muda, lebih dari 40 % penduduk berumur kurang dari 15 tahun, sedangkan yang berumur 65 tahun ke atas kurang dari 5 %
21 (Rusli, dkk, 2006). Dengan demikian struktur penduduk kelurahan dapat disimpulkan pada katagori struktur penduduk muda (young population). Keuntungan dari struktur penduduk muda yaitu potensi sumberdaya tenaga kerja tersedia cukup banyak sehingga produktifitas masyarakat dapat di tingkatkan. Tingkat kesadaran penduduk mengenai pentingnya pendidikan dapat dikatakan cukup baik, hal ini dapat dilihat dari tingkat kelulusan dan masa lamanya pendidikan yang variatif dari tingkat pendidikan dasar, sekolah lanjutan sampai perguruan tinggi (lihat Tabel 3).
Tabel 3 Komposisi Tingkat Pendidikan Penduduk Kelurahan Paduraksa Tahun 2005. No
Tingkat Pendidikan
Jumlah (orang)
%
1
Belum sekolah
526
8,23
2
Buta Huruf
224
3,50
3
Lulus SD
1940
30,34
4
Lulus SMP
2312
36,16
5
Lulus SLTA
1262
19,74
6
Lulus Perguruan Tinggi (Akademi,Sarjana)
129
2,02
Sumber : Data Monografi Kelurahan Paduraksa Tahun 2005
Dari tabel tersebut di atas, jumlah penduduk yang buta huruf masih cukup tinggi sebesar 3,5 % dimungkinkan berasal dari golongan tua. Tetapi dilihat dari tingkat kelulusan dapat dikatakan tingkat pendidikan masyarakat kelurahan Paduraksa cukup baik. Dengan demikian kesadaran investasi aset keluarga dalam bentuk pendidikan anak, nampaknya sudah menjadi kebutuhan. Berdasarkan data BKKBN Kabupaten Pemalang dalam Potensi Desa Kabupaten Pemalang, tingkat kesejahteraan keluarga kelurahan Paduraksa dari 1.453 keluarga dapat dipetakan menjadi jumlah keluarga pra sejahtera sebanyak 483 keluarga, sejahtera 1 sebanyak 311 keluarga, sejahtera 2 sebanyak 386 keluarga, sejahtera 3 sebanyak 220 keluarga dan sejahtera 3 plus sebanyak 53 keluarga. Sedangkan dilihat dari jumlah bangunan perumahan terdapat 1.153 rumah permanen dan 116 non permanen total 1.269 rumah, artinya dibanding dengan kepala rumah tangga yang ada, berarti dalam satu rumah bisa terdapat lebih dari satu kepala keluarga. Dilihat dari komposisi tingkat kesejahteraan menunjukkan jumlah keluarga prasejatera dan sejahtera satu, prosentasenya
22 lebih dari 50 %. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat pendapatan masyarakat tidak sebanding dengan beban biaya kebutuhan hidup masyarakat. Ketenagakerjaan merupakan aspek yang mendasar dalam kehidupan manusia karena mencakup dimensi ekonomi dan sosial. Dimensi ekonomi menjelaskan kebutuhan manusia akan pekerjaan berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan hidup. Adapun dimensi sosial berkaitan dengan pengakuan masyarakat terhadap individu untuk berkarya dalam suatu bidang pekerjaan. Oleh karena itu upaya pembangunan selalu diarahkan pada perluasan kesempatan kerja dan kesempatan berusaha, sehingga masyarakat dapat memperoleh manfaat langsung dari pembangunan (BPS Kabupaten Pemalang, 2004).
4.3. KONDISI PEREKONOMIAN 4.3.1. Mata Pencaharian Pokok Kegiatan usaha atau matapencaharian yang dilakukan masyarakat kelurahan Paduraksa cukup beragam, tetapi sebagai daerah agraris sektor pertanian masih mendominasi mata pencaharian diikuti sektor industri rumah tangga (seperti pengrajin kaos kaki, tempe, krupuk, jajanan, dus), berdagang dan pembuatan bata merah. Yang tidak tertampung dalam sektor tersebut bekerja sebagai buruh dan jasa pertukangan baik yang tinggal di kampung maupun sebagai buruh urban ke kota.
Tabel 4 Jenis Matapencaharian Penduduk Kelurahan Paduraksa Tahun 2005. No
Jenis Pekerjaan (matapencaharian)
Jumlah
%
1
Karyawan (PNS, TNI/POLRI, Swasta)
340 orang
18,80
2
Wiraswasta / Pedagang (home industri)
194 orang
10,72
3
Petani
536 orang
29,63
4
Buruh Tani
565 orang
31,23
5
Pensiunan
56 orang
3,10
6
Pertukangan
107 orang
5,91
7
Jasa
11 orang
0,61
1809 orang
100
Jumlah Sumber : Data Monografi Kelurahan Paduraksa Tahun 2005
23 Dari tabel di atas dapat dilihat, bahwa jenis pekerjaan petani dan buruh tani (60,8 %) mendominasi jenis pekerjaan penduduk. Dari katagori petani tersebut termasuk didalamnya adalah petani tebu, yang mengandalkan usaha tani tebu sebagai matapencaharian pokok. Dengan kondisi daerah yang menguntungkan dari segi budidaya pertanian tersebut, yang menarik adalah adanya sekelompok petani yang lebih menyukai menanam tebu dari pada menanam padi atau palawija, khususnya di daerah lahan kering. Di Kelurahan Paduraksa terdapat tiga kelompok tani tebu dengan anggota lebih kurang 200 orang. Alasan mereka menanam tebu yaitu : 1. Tanah yang dimiliki merupakan tanah tadah hujan (berada di desa tetangga yaitu desa Surajaya). 2. Harga gula lebih stabil dibanding dengan harga padi/palawija. 3. Hama dan penyakit lebih sedikit dibanding dengan padi/palawija. 4. Memperoleh bantuan pinjaman biaya garap dan pupuk dari pemerintah. Walaupun hasil dari bertanam tebu tidak mampu mencukupi kebutuhan hidup bagi sebagian besar petani berlahan sempit, namun bertani tebu tetap merupakan pilihan, karena sampai saat ini hanya tebu yang dapat memberikan penghasilan terbaik dibanding tanaman lainnya. Untuk menutup kekurangan biaya hidup disamping bertani, mereka juga melakukan kegiatan usaha lain seperti menjadi buruh, berdagang, menjahit, memelihara ternak maupun menjadi buruh migran. Hal ini merupakan indikasi bahwa dorongan mereka untuk melakukan kegiatan non pertanian bukan disebabkan oleh pull factor (yaitu adanya kesempatan yang lebih menarik di luar pertanian) melainkan oleh push factor (tidak adanya kesempatan kerja dalam pertanian sehingga mereka terpaksa mencari tambahan di non pertanian, biarpun dengan imbalan yang rendah) (Sumarti dan Syaukat, 2005).
4.3.2 Sistem Tata Niaga Tata niaga padi yang dilakukan pada umumnya dijual melalui sistem tebasan pada saat panen kepada para juragan tebas, sehingga petani terima dalam bentuk tunai. Dengan alasan kalau dibawa ke rumah memerlukan penanganan lanjutan yang membutuhkan biaya tambahan, tempat jemuran dan tempat penyimpanan. Tetapi sebagian yang lain juga ada yang dibawa pulang untuk keperluan konsumsi keluarga. Ia hanya menjual hasil panen sesuai
24 kebutuhan, sedangkan sisanya disimpan sebagai bentuk ketahanan pangan rumah tangga (household food security). Agar rumah tangga dapat memenuhi kecukupan pangan, berarti rumah tangga tersebut harus memiliki akses memperoleh pangan baik dari produksi sendiri maupun membeli dari pasar (Abbas, 1999). Untuk tata niaga gula, mekanisme pasar berjalan secara sempurna yaitu antara penjual dan pembeli mempunyai nilai tawar yang seimbang, penjualan gula dilakukan melalui pasar lelang terbuka sehingga siapapun penawar tertinggi, ia yang memperoleh barang. Proses lelang dilaksanakan melalui Asosiasi Petani Tebu Rakyat (APTR) di tingkat Provinsi Jawa Tengah. Pemasaran tidak terbatas pada pasar lokal, penjualan gula (lelang) ditingkat regional sedangkan pembeli dapat berasal dari lokal, regional maupun nasional. Penjualan gula melalui lelang tersebut merupakan kesepakatan antara PT. Perkebunan Nasional IX (PTPN IX Persero) dengan Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) dimana dalam kesepakatan tersebut antara lain mengatur, 1) Pemasaran dilaksanakan melalui sistem dana talangan, 2) APTRI menjual gula dengan sistem tender/lelang di Semarang oleh panitia lelang, 3) Dana talangan oleh investor sesuai kesepakatan APTRI dan Investor diketahui PTPN IX (Persero).
4.3.3. Kaitan Mata pencaharian dengan Sumberdaya Lokal 4.3.3.1. Sumberdaya Lahan Lahan merupakan sumberdaya lokal yang sangat penting, karena merupakan aset produktif untuk mempertahankan mata pencaharian penduduk pedesaan. Lahan bagi petani juga merupakan modal dan sumber nafkah yang menentukan posisi rumah tangga petani dalam pelapisan masyarakat desa. Selanjutnya dengan penguasaan lahan akan menentukan jangkauan petani itu ke unsur-unsur kesejahteraan lainnya (pangan, perumahan, pendidikan, kesehatan) (Sumarti, 2006). Proses produksi dapat terjadi dimana saja, tetapi khusus untuk kegiatan budiyaya tanaman, lahan adalah merupakan syarat pertama dan utama. Kondisi tekstur maupun struktur tanah sangat berpengaruh terhadap jenis maupun produktifitas tanaman. Ketersediaan air irigasi juga merupakan syarat penting dalam kegiatan budidaya tanaman. Sehingga untuk lahan-lahan kritis, faktor musim sangat menentukan keberhasilan proses budidaya. Hal ini berkaitan dengan kapan saat mengolah lahan dan kapan mulai
25 menanam sehingga ketersediaan air hujan dapat dimanfaatkan dengan semaksimal mungkin. Kaitan matapencaharian dengan sumberdaya lahan, petani telah melakukan interaksi dengan sumberdaya lahan melalui budidaya tanaman sesuai dengan pilihan yang diinginkan. Sehubungan dengan adanya kecenderungan budidaya tanaman tebu pada lahan yang sama secara terus menerus khususnya pada lahan kering, hal ini dapat menimbulkan terjadinya degradasi kemampuan lahan, sehingga lahan sangat tergantung dengan bantuan pupuk buatan.
4.3.3.2. Tenaga Kerja Kaitan mata pencaharian utama dengan sumber daya lokal, dapat dilihat dari penyerapan tenaga kerja lokal dimana untuk satuan luas hektar setidaknya dua puluh tenaga kerja bisa terserap untuk sektor ini, permasalahan muncul ketika mekanisasi pertanian menggantikan tenaga kerja manusia, karena lahan yang mestinya dikerjakan dua puluh orang hanya digantikan oleh dua orang dalam waktu dua hari artinya terdapat enam belas tenaga kerja yang kehilangan kesempatan kerja. Masalah lain yaitu, sektor ini tidak dapat menyediakan pekerjaan secara penuh tetapi ada masa tunggu sampai panen, sehingga selama masa tunggu tersebut tenaga kerja yang ada menganggur. Dalam kegiatan budidaya tebu dengan penguasaan lahan yang terbatas, kebutuhan tenaga kerja cukup dipenuhi dari tenaga sendiri atau dengan bantuan anggota keluarga petani sendiri. Dengan kata lain petani yang bekerja pada lahan sendiri sama dengan menanam investasi dalam bentuk tabungan tenaga, karena upah mereka baru akan dibayar pada saat panen. Berdasarkan kenyatan yang ada, hal yang menguntungkan dengan penguasaan lahan terbatas ternyata produktifitas cukup tinggi dibanding petani dengan pemilikan lahan yang luas. Sebagaimana dijelaskan ketua Koperasi Raksa Jaya : “Pemilikan lahan terbatas justru mampu meningkatkan produktifitas, karena penanganan kebun dapat dilakukan secara intensif dan perhatian khusus secara terus menerus” Pernyataan ini tidak sepenuhnya benar mengingat skala usaha, artinya dengan pemilikan lahan yang sempit tetapi lama usaha yang dilakukan sama, maka hasil yang diperoleh persatuan waktu juga tetap saja kecil. Namun demikian, pernyataan tersebut mengindikasikan bahwa produksi yang selama ini dicapai sesungguhnya masih bisa untuk ditingkatkan lagi apabila pengelolaan budidaya tanaman dilakukan secara intensif.
26 4.3.3.3. Modal Ahli ekonomi menggunakan istilah modal untuk sumberdaya yang tidak dihabiskan dalam proses produksi barang (Haviland, 1993 dalam Sumarti, 2006). Pada pembahasan tentang perekonomian masyarakat yang berkembang akhir akhir ini dikenal suatu konsep baru yang berkaitan dengan modal yang disetarakan dengan modal alam dan modal ekonomi, yaitu modal sosial (Sumarti, 2006). Pada pembahasan teori-teori sosial, modal sosial dapat disetarakan dengan modal finansial, modal fisik dan modal manusia (Coleman, Dasgupta, 2000 dalam Sumarti, 2006) Kaitannya dengan kegiatan mata pencaharian petani tebu di kelurahan Paduraksa, modal usaha khususnya untuk finansial diperoleh dari bantuan pinjaman dari pemerintah (APBN dan APBD Kabupaten Pemalang) yang disalurkan melalui koperasi dan kelompok tani. Disamping itu pembiayaan juga diperoleh dari koperasi petani tebu Raksa Jaya yang sudah dapat dikatakan sebagai sumberdaya kapital bagi komunitas petani, khususnya bagi anggotanya. Karena peranan koperasi dalam memenuhi kebutuhan pengadaan pupuk, pengadaan bibit tebu, pembukaan lahan maupun pinjaman lainnya , termasuk juga pinjaman biaya garap juga sudah bisa dilakukan oleh koperasi.
4.4.
STRUKTUR KOMUNITAS Dalam suatu komunitas atau masyarakat selalu terbentuk pelapisan
pelapisan atau strata yang menjadikan dinamisasi dalam suatu komunitas atau masyarakat itu sendiri. Untuk mengetahui struktur sosial dalam suatu komunitas dapat ditinjau dari beberapa aspek antara lain : 4.4.1. Pelapisan Sosial Pelapisan sosial yang terjadi di Kelurahan Paduraksa pada umumnya terjadi didasarkan pada faktor penguasaan ekonomi atau kekayaan yang dimiliki seperti kepemilikan lahan, rumah, dan kendaraan juga faktor kehormatan seperti tingkat pendidikan atau pengetahuan, ketrampilan dan pekerjaan atau jabatan yang disandang serta faktor keturunan. Dalam perkembangan dinamika sosial yang ada, pelapisan sosial sekarang ini mengarah kepada faktor kehormatan dengan karakteristik, seperti : pengalaman dalam bekerja, baik di pemerintahan maupun swasta; mempunyai tingkat kepedulian tinggi dalam kemasyarakatan
27 dan orang berilmu yang menyampaikan kepada masyarakat yang membutuhkan, baik menyangkut masalah sosial maupun keagamaan. Berdasarkan karakteristik tersebut, pelapisan sosial yang ada di kelurahan Paduraksa dapat dilihat dalam beberapa kelompok sebagai berikut : 1. Tokoh masyarakat, yaitu anggota masyarakat yang sering terlibat dalam kegiatan desa/kelurahan biasanya mempunyai tingkat kepedulian tinggi terhadap lingkungan. 2. Para sesepuh desa, yaitu anggota masyarakat senior seperti petani senior, ulama/kyai, dan guru lapisan ini biasanya merupakan sosok panutan. 3. Golongan orang kaya/mampu, yaitu kelompok masyarakat yang mempunyai tanah/lahan luas dan taraf kehidupan ekonomi yang baik. 4. Golongan rakyat biasa, terdiri dari petani berlahan sempit, buruh tani, pedagang kecil, buruh pabrik dan masyarakat yang secara ekonomi termasuk golongan ekonomi lemah. Dari pelapisan sosial di atas, komunitas petani tebu bisa berasal dari semua lapisan, dan yang terbesar yaitu pada lapisan ke empat dan sebagian dari lapisan ke tiga.
4.4.2. Jejaring sosial dalam komunitas (horisontal) dan dengan pihak luar komunitas (vertikal). Jejaring sosial dalam komunitas di kelurahan Paduraksa terjadi antar sesama
anggota
masyarakat
seperti
dalam
bentuk
majlis-majlis
ta’lim,
paguyuban-paguyuban, kelompok-kelompok arisan dan kelompok kelompok kepemudaan seperti Karang taruna, ikatan remaja masjid. Jejaring sosial juga terjadi antara Pemerintah Kelurahan Paduraksa dengan masyarakat yang terjalin dalam rembug bulanan yang diadakan di kelurahan antara tanggal 18 sampai dengan tanggal 23 setiap bulannya, dihadiri oleh Perangkat Kelurahan, Tokoh masyarakat Tim Penggerak PKK Kelurahan dan seluruh Ketua RW dipimpin oleh Kepala Kelurahan. Musyawarah ini dilaksanakan untuk membangun hubungan antara pemimpin formal dan pemimpin informal dalam membicarakan masalahmasalah yang berkaitan dengan lingkungan, sosial dan program pembangunan lainnya. Keputusan musyawarah dituangkan dalam rencana pembangunan kelurahan untuk selanjutnya dibawa pada musyawarah tingkat kecamatan. Berdasarkan penjelasan ketua koperasi, di dalam komunitas petani tebu interaksi sosial dalam bentuk jejaring kerja dilakukan secara berjenjang, dari
28 hubungan antar petani dalam bentuk gotong royong, maro, kelompok tani, koperasi dan kelembagaan yang berada diluar komunitas, seperti dengan pabrik gula, lembaga perbankan dan pemerintah kabupaten. Komunikasi dilakukan secara intensif, merupakan komunikasi dua arah baik komunikasi masuk maupun komunikasi keluar. Jejaring tersebut dibangun untuk menunjang pemenuhan kebutuhan
petani dalam menunjang kegiatan usaha tani tebu. Alur jejaring
kerjasama petani tersebut dapat digambarkan dalam bentuk bagan sebagaimana Gambar 4.
PG SUMBER HARJO
LEMBAGA PERBANKAN
PEM-KAB PEMALANG
KOPERASI RAKSA JAYA
KELOMPOK TANI
PETANI TEBU
PETANI TEBU
PETANI TEBU
= Komunikasi dua arah
Gambar 4 Bagan Alur jejaring / kerjasama petani dengan pihak luar
4.5. ORGANISASI DAN KELEMBAGAAN Dinamika kehidupan masyarakat tidak bisa terlepas dari peran organisasi sosial dan kelembagaan yang ada di masyarakat. Untuk menampung aspirasi dari warga masyarakat atau komunitas, maka dapat dibentuk wadah atau organisasi sosial yang mampu menjembatani kepentingan antar anggota komunitas maupun sebagai sarana untuk berinteraksi dengan komunitas lainnya. Organisasi sosial ini merupakan wujud atau sebagai representasi dari warga komunitas dalam menunjukkan eksistensinya kepada pihak luar, untuk menaikkan nilai tawar dalam memperjuangkan kepentingan, juga agar suara mereka lebih didengarkan, khususnya oleh para pembuat kebijakan.
29 Organisasi sosial maupun kelembagaan yang ada di Kelurahan Paduraksa sangat beragam, mulai dari lembaga pemerintahan, lembaga kemasyarakatan dan lembaga politik, seperti tersebut pada Tabel 5. Tabel 5 Lembaga kemasyarakatan di Kelurahan Paduraksa Tahun 2005 NO
1
2
Lembaga
Nama
Pemerintahan
Kemasyarakatan
Jumlah /anggota
Pemerintah Desa
15 orang
Forum Musyawarah Kelurahan
9 orang
Rukun Warga
8 RW
Rukun Tetangga
34 RT
Pos Yandu,
40 orang
Dasa Wisma
200 orang
Tim Penggerak PKK
19 orang
Remaja Masjid
47 orang
Takmir Masjid/Mushola
50 orang
Majlis ta’lim, tahlil
10 kelompok
Karang Taruna
225 orang
Kelompok Tani
8 KT
LPMK 3
Politik
16 orang
Golkar, PDI-P, PPP, PAN, PKB, Partai Demokrat, , PKS
-
Sumber : Data Potensi Kelurahan Paduraksa Tahun 2005.
Disamping
kelembagaan
kemasyarakatan
tersebut,
juga
terdapat
kelembagaan ekonomi seperti, BRI Unit, Kospin Jasa, KUD dan KPTR Raksa Jaya yang merupakan koperasi milik komunitas petani tebu. Koperasi petani tebu di kelurahan Paduraksa merupakan koperasi yang spesifik, karena hanya melayani keperluan-keperluan petani tebu, baik petani tebu sebagai anggota maupun petani tebu bukan anggota yang memerlukan pelayanan dari koperasi. Menurut penjelasan salah seorang informan dari Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup Kabupaten Pemalang, KPTR Raksa Jaya didirikan pada tahun 1999 atas keinginan petani tebu di kelurahan paduraksa dan sekitarnya sebagai wadah petani tebu lahan kering. Dalam perkembangannya koperasi tersebut, akhirnya mewadahi petani tebu di wilayah kerja pabrik gula Sumberharjo yang berkeinginan untuk bergabung dengan koperasi.
30 V. TINJAUAN PROGRAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT
Dalam kajian ini, pengkaji meninjau 2 (dua) program pengembangan masyarakat yang telah dan sedang dilaksanakan di daerah penelitian yaitu : Program Akselerasi Peningkatan Produktivitas Tebu dan Kegiatan Penyertaan Modal Kemitraan Usaha Budidaya Tebu.
5.1.
PROGRAM AKSELERASI PENINGKATAN PRODUKTIVITAS TEBU Merosotnya
produksi
gula
nasional
ditengarai
diakibatkan
oleh
menurunnya mutu genetik varietas tebu yang ditanam, hal ini disebabkan tanaman telah mengalami degradasi dan tanaman ratoon ada yang mengalami keprasan berulangkali bahkan ada yang sampai 10 kali lebih. Penurunan produktifitas ini merupakan konsekuensi logis akibat merosotnya kualitas budidaya pada areal bertahan maupun areal baru pada lahan kering. Dalam beberapa tahun terakhir modal kerja berupa kredit program untuk membantu petani dalam pembiayaan usaha, disamping jumlahnya tidak memadai juga penyalurannya selalu terlambat. Kondisi ini diikuti pula oleh berbagai kebijakan yang kurang mendukung seperti kebijakan tata niaga gula yang berpengaruh terhadap merosotnya harga gula. Hal ini, berakibat menurunnya gairah petani untuk menanam tebu, karena dipandang tidak mampu lagi memberi keuntungan secara ekonomi. Menyadari hal tersebut pemerintah melalui Depatemen Pertanian kemudian
mencanangkan
kebijakan
Program
Akselerasi
Peningkatan
Produktivitas Gula Nasional tahun 2002-2007 yang diwujudkan dalam Proyek Pengembangan Tebu sejak Tahun 2003. Dengan sasaran akhir produksi pada tahun 2007 mencapai 3 juta ton kristal dan diharapkan pada tahun 2009 akan dicapai swa sembada gula. Untuk
melaksanakan
kebijakan
tersebut,
pemerintah
memberikan
dukungan biaya melalui dana APBN, yang disalurkan dalam bentuk Penguatan Modal Usaha Kelompok (PMUK) dengan model guliran untuk membantu merehabilitasi tanaman tebu serta pada waktunya mampu memupuk modal usaha dan membangun lembaga usaha milik petani yang kokoh. Penguatan modal tersebut diberikan dalam bentuk dana tunai yang diterima dan dikelola
31 secara langsung oleh kelompok sasaran untuk usaha tani dan wajib dikembalikan dan digulirkan di dalam kelompok sasaran dengan jangka waktu dan tingkat bunga sesuai aturan yang ditetapkan untuk keberlanjutan usaha.
5.1.1. Maksud dan Tujuan Pada dasarnya program ini adalah merupakan salah satu upaya pemerintah untuk membantu petani dalam merehabilitasi tanaman tebu, sehingga petani dapat mengelola usahanya secara berkelanjutan yang pada akhirnya dapat meningkatkan kesejahteraan petani tebu itu sendiri. Dalam pelaksanaan program ini pendekatan yang dilakukan yaitu melalui pendekatan usaha kelompok. Hal ini terutama dimaksudkan untuk : a. Memperkuat kapasitas usaha kelompok, yang dikelola sesuai kaidah bisnis, terutama dalam skala usaha, sehingga dituntut adanya manajemen usaha serta pembinaan aparat yang dilakukan secara profesional. Berkembangnya usaha kelompok penerima PUMK ini diharapkan mampu menstimulasi dan menggerakkan perkembangan kelompok usaha lain yang ada disekitarnya. b. Merangsang penerapan dan pengembangan pola PUMK dengan sumber pembiayaan daerah (APBD, sumber dana lainnya).
Penerapan anggaran pola penguatan modal usaha kelompok (PMUK) ini bertujuan untuk : a. Menumbuhkan usaha kelompok tani, petani tebu rakyat dibidang usaha bibit, saprodi dan jasa (pembongkaran ratoon, jasa pengairan dsb.) yang mampu menjadi perusahaan petani tebu. b. Memberdayakan kelompok usaha untuk mengakses sumber permodalan komersial,
pupuk,
teknologi
dan
pasar
yang
diperuntukkan
bagi
pengembangan usaha berbasis tebu. c. Meningkatkan kualitas sumberdaya petani tebu dalam mengelola usaha agribisnis berbasis tebu. d. Mendorong terbentuknya lembaga ekonomi mikro.
5.1.2. Sasaran Sasaran yang diharapkan dari pemanfaatan anggaran melalui penguatan modal usaha kelompok (PMUK) ini adalah :
32 a. Berkembangnya usaha petani tebu melalui peningkatan sumberdaya petani tebu dan dukungan penguatan modal, sehingga usaha tersebut mampu berkembang menjadi perusahaan petani tebu yang dikelola dengan manajemen usaha yang lebih profesional. b. Terbangunnya sistem dan usaha agribisnis berbasis tebu di kawasan pabrik gula secara lebih efisien, berkeadilan dan berkelanjutan. c. Meningkatnya daya saing produksi gula petani melalui peningkatan produksi dan produktifitas usaha yang didukung oleh usaha jasa lainnya, serta berkembangnya upaya pengembangan produk (product development). d. Tersosialisasinya pembangunan lembaga ekonomi mikro.
5.1.3. Pendekatan Sebagai wujud pemberdayaan petani tebu yang pada umumnya memiliki karakteristik dan dihadapkan pada kendala ; skala usaha yang relatif kecil, keterbatasan permodalan, dan rendahnya kualitas sumberdaya manusia maka pendekatan pemberdayaan yang digunakan yaitu : a. Pengembangan usaha dilaksanakan dalam manajemen kelompok untuk peningkatan efisiensi, usaha, memperlancar pengadaan sarana produksi serta meningkatkan posisi tawar petani terhadap mitra usahanya, dalam hal ini yaitu Pabrik Gula. b. Pengembangan usaha kelompok dilaksanakan dengan memenuhi kaidahkaidah bisnis sehingga mampu beroperasi secara mandiri terutama dalam membiayai manajemen usahanya. c. Pengembangan manajemen usaha kelompok sasaran dilakukan secara profesional dengan partisipasi aktif para anggota. d. Pemanfaatan
fasilitasi
modal
kepada
kelompok
sasaran,
motor
penggeraknya adalah kerjasama yang harmonis antar anggota kelompok sasaran itu sendiri.
5.1.4. Sumber Dana dan Penyelenggara Dana PMUK Berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia nomor : 32/Permentan/KU.510/7/2006 dalam Bab I Pasal 1 (1) disebutkan bahwa, Dana Penguatan Modal Usaha Kelompok selanjutnya disebut Dana bergulir adalah dana APBN yang disalurkan dalam mendukung penguatan modal usaha kelompok dalam kegiatan agribisnis berbasis komoditas tebu. Pengelola dana
33 PMUK sebagaimana dijelaskan pada Bab II Pasal 5, yaitu Koperasi Primer atau Koperasi Sekunder, dalam hal ini yaitu koperasi petani tebu rakyat. Pelaksanaan anggaran ini dilakukan oleh Pemerintah provinsi melalui azas dekonsentrasi. Penyelenggaraan program ini dilaksanakan oleh pemerintah Provinsi, Kabupaten/Kota yang membidangi Perkebunan, dan untuk efektifitas dalam penyelenggaraannya dibentuk Satuan Kerja/Tim Teknis Pengembangan Tebu Rakyat di Tingkat Provinsi maupun di tingkat Kabupaten/Kota dengan Surat Keputusan Gubernur atau Bupati/ Walikotamadya.
5.1.5. Mekanisme Pengajuan, Pencairan dan Penyaluran Dana Bergulir Mekanisme Pengajuan, Pencairan dan Penyaluran Dana Bergulir dapat dijelaskan sebagai berikut : a. Pengajuan pemanfaatan Dana bergulir disampaikan oleh Koperasi kepada Tim Teknis Kabupaten/Kota untuk diverifikasi. Selanjutnya hasil ferifikasi Tim Teknis Kabupaten/Kota direkomendasikan kepada Satuan Kerja /Tim Teknis Provinsi. Hasil rekomendasi disampaikan ke Bank untuk pencairan dana bergulir sesuai dengan Rencana Usulan Kegiatan dengan tembusan Pabrik Gula. b. Pencairan dana dari Bank pada rekening giro Triple Account atas persetujuan Petugas Dinas yang membidangi perkebunan di Kabupaten/Kota, Tim Teknis Pabrik Gula dan Ketua Koperasi Primer. c.
Penyaluran
Dana
bergulir
dilakukan
oleh
koperasi
primer
dengan
memperhatian rekomendasi Tim Teknis Kabupaten/Kota dan disalurkan sesuai kemajuan pekerjaan. d. Dana bergulir yang disalurkan dibebani jasa sebagaimana Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor : 32/Permenteri/KU.510/ 7/2006. yaitu sebesar 7 % flat rate untuk satu musim giling dengan rincian 4 % untuk pemupukan modal koperasi dan 3 % untuk operasional pengembangan tebu.
Untuk lebih jelas, mekanisme pengajuan, pencairan dan penyaluran dana bergulir tersebut dapat dilihat pada Gambar 5.
34 Satker Dinas Perkebunan Provinsi / Tim Teknis Provinsi Verifikasi
Tim Teknis Kabupaten/Kota
Rekomendasi
Pengawasan Pelaporan
Bank (Rekening Triple Account Koperasi)
Usulan untuk Bongkar dan Rawat Ratoon Usulan RUK
Koperasi Primer
Rekomendasi
Pencairan
Penyaluran Petani Bongkar Ratoon Rawat Ratoon
Gambar 5 Mekanisme Pengajuan, Pencairan dan Penyaluran Dana Bergulir
5.1.6. Pengembalian Dana Bergulir Mekanisme pengembalian dana bergulir dari koperasi dapat disampaikan sebagai berikut : a. Dana bergulir yang dipinjam petani dari koperasi dikembalikan ke rekening giro Triple Account koperasi setelah panen/penjualan hasil gula. b. Pemotongan pinjaman petani dan jasa pemanfaatan dana bergulir, dilakukan oleh Pabrik Gula, berdasarkan usulan piutang petani oleh koperasi. Selanjutnya hasil pemotongan piutang tersebut disetor ke koperasi. c. Koperasi menyalurkan jasa pengelolaan dana bergulir sebesar 7 % ke masing-masing rekening yang bersangkutan dengan perincian sebagai berikut : 4 % untuk pemupukan modal dan operasional koperasi, 3 % untuk operasional pengembangan tebu dengan alokasi, Pabrik Gula 0,5 %, Tim Teknis Kabupaten/Kota 0,5 % dan Satuan Kerja Dinas Perkebunan Provinsi/Tim Teknis Provinsi sebesar 2 %.
35
Koperasi Rekening Giro Triple Account
Dana guliran dan Pemupukan Modal Koperasi
Disalurkan
Kegiatan Baru
Rekening Satker Perkebunan /Tim Teknis Provinsi
Jasa Pengelolaan
Rekening Pabrik Gula
Pabrik Gula
Hasil Penjualan Gula Petani oleh APTR/KPTR
Rekening Tim Teknis Kabupaten
Gambar 6 Mekanisme Pengembalian Dana Bergulir untuk Kegiatan Bongkar Ratoon dan Rawat Ratoon Pada dasarnya tujuan setiap pembangunan adalah untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat. Namun demikian keberhasilan pencapaian tujuan pembangunan tersebut tidak bisa dilakukan sendiri oleh pemerintah, tetapi memerlukan keterlibatan secara aktif seluruh komponen masyarakat. Tidak saja dari
pengambil
kebijakan
tertinggi,
para
perencana,
aparat
pelaksana
operasional, tetapi juga para petani, nelayan, pedagang kecil, para pengusaha dan sebagainya sebagai wujud partisipasi. Oleh karena untuk memperoleh dukungan partisipasi aktif dari masyarakat, setiap kebijakan pembangunan harus peka terhadap kepentingan-kepentingan masyarakat. Dengan penyaluran dana bergulir petani memperoleh keuntungan, baik secara individu maupun secara kelembagaan. Secara individu yaitu tercukupinya atau terbantunya kebutuhan biaya kegiatan usaha, melalui prosedur yang sangat mudah dan bunga yang sangat rendah dibanding bunga bank komersial. Sedangkan secara kelembagaan yaitu dengan adanya dana penguatan yang diterima, berupa jasa sebesar 4 % atas penyaluran dana bergulir sebagai pemupukan modal koperasi petani tebu. Juga dana guliran itu sendiri yang senantiasa dipakai sebagai dana abadi kelompok selama dana tersebut dibutuhkan masyarakat. Bantuan dana bergulir mulai dilaksanakan sejak tahun 2003, dengan penerimaan bantuan sebesar Rp. 2.500.000,- per hektar. Pemupukan modal bagi kelembagaan ekonomi petani tercermin dari dana guliran sebagaimana Tabel 6 sebagai berikut :
36 Tabel 6 Jumlah Penyaluran Dana Bergulir Untuk Koperasi Raksa Jaya Keterangan / Jumlah
Jumlah
Penguatan
Penguatan
Penguatan
(Rp.000)
(Rp.000)
(Rp.000)
(Rp.000)
2003 2004 2005 2006
890.000 734.000 490.000 255.600
35.600
35.600 29.360
35.600 29.360 16.000
Kegiatan : - Kebun Bibit -Bongkar Ratoon - BUEP
JML
2.279.600
35.600
64.960
79.960
2.460.120
TA
Sumber : Data Sekunder, DisHut dan LH Kabupaten Pemalang, Nopember 2007
Menurut Arsyad (1999), pertumbuhan ekonomi diartikan sebagai kenaikan Produk Domestik Bruto (PDB) atau Produk Nasional Bruto (PNB). Kenaikan ini tanpa memandang, apakah kenaikan itu lebih besar atau lebih kecil dari tingkat pertumbuhan penduduk, atau apakah perubahan struktur ekonomi terjadi atau tidak. Pertumbuhan juga diartikan jika pendapatan perkapita menunjukkan kecenderungan jangka panjang yang menaik. Sadono (1985) menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi merupakan perubahan tingkat kegiatan ekonomi yang berlaku dari tahun ke tahun. Oleh sebab itu, untuk mengetahui tingkat pertumbuhan ekonomi harus diperbandingkan tingkat pendapatan nasional dalam berbagai tahun. Memperhatikan definisi tersebut, maka untuk mengetahui keterkaitan program dengan pertumbuhan ekonomi lokal dapat dilihat dari tingkat pendapatan yang diterima masyarakat, dalam hal ini petani tebu, atas sisa hasil usaha tani tebu yang dilakukan sebagaimana Tabel 7.
Tabel 7 Perkembangan Tingkat Pendapatan Petani Tebu Di Kabupaten Pemalang Pada 5 Tahun Terakhir
No
Tahun
1 2 3 4 5
2002 2003 2004 2005 2006
Prod Kw/Ha
Rende ment
Kristal gula/Ha
Harga (Rp) gula /Kg
SHU (Rp.000) (rata-rata)
722 826 885 943 828
7,45 8,0 8,28 8,31 8,55
53,81 66,09 73,27 78,41 71.00
2.500 3.100 3.500 4.700 5.300
5.200 7.500 8.000 9.600 11.000
Sumber : Data Sekunder, DisHut dan LH Kabupaten Pemalang, Nopember 2007
Dengan adanya kenaikan tingkat pendapatan tersebut, secara otomatis akan berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi dalam skala kabupaten. Hal
37 ini juga berpengaruh terhadap sektor ekonomi masyarakat lain, baik usaha kecil dan menengah maupun sektor informal lainnya sebagai dampak dari peredaran uang yang terjadi di masyarakat. Untuk lebih jelas dapat dilihat tingkat pertumbuhan ekonomi di tingkat Kabupaten, berdasarkan laju pertumbuhan PDRB Kabupaten tahun 2001-2002 sebesar 3,58 meningkat pada tahun 2002 2003 sebesar 3,77 dan pada tahun 2003-2004 meningkat sebesar 3,97. (BPS Kabupaten Pemalang, 2005) Target pertumbuhan ekonomi dan pemerataan (economic growth and equality) pendapatan masyarakat, merupakan semangat bersama untuk memperbaiki tingkat kehidupan masyarakat yang didasarkan pada peluang dan potensi sumberdaya alam yang dimiliki, adalah merupakan sebuah peluang yang memungkinkan untuk bisa diraih. Tingkat kesejahteraan itu sendiri dapat dirasakan oleh masyarakat, apabila distribusi pendapatan terjadi secara merata di masyarakat. Oleh karena itu distribusi usaha masyarakat juga harus dapat direalisasikan sesuai dengan keahlian dan kemampuan masing-masing, sehingga terjadi sinergi dalam kegiatan ekonomi di masyarakat. Terciptanya kondisi ini sangat mendorong tercapainya peningkatan pendapatan masyarakat dan berpeluang pada peningkatan kualitas hidup masyarakat.
5.2. KEGIATAN PENYERTAAN MODAL KEMITRAAN USAHA BUDIDAYA TEBU Berkaitan dengan Undang-undang 22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah, Yudoyono, (2001), menyatakan bahwa Undang undang ini meletakkan otonomi daerah secara luas kepada daerah Kabupaten dan Kota berdasarkan prinsip-prinsip demokrasi, peran serta masyarakat, pemerataan, keadilan, serta memperhatikan potensi dan keanekaragaman daerah. Selanjutnya Yudoyono menyatakan, bahwa fungsi utama pemerintahan daerah otonom adalah memberikan pelayanan, perlindungan dan pemberdayaan masyarakat. Lebih lanjut tentang pembangunan ekonomi daerah, Arsyad, (1999) menyampaikan bahwa pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola sumberdayasumberdaya yang ada, dan membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dengan sektor swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi (pertumbuhan ekonomi) dalam wilayah tersebut.
38 Langkah yang ditempuh Pemerintah Kabupaten Pemalang dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah sebagaimana diamanatkan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 dan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi di daerahnya, yaitu dengan dilaksanakan kerjasama dengan masyarakat dalam rangka pelaksanaan pembangunan khususnya pada sektor pertanian. Salah satu kegiatan yang dilakukan yaitu dalam bentuk kegiatan Penyertaan Modal Kemitraan Usaha Budidaya Tebu yang dilaksanakan sejak tahun 2004 sampai sekarang. Kegiatan ini sekaligus juga untuk membantu memperkuat permodalan petani dalam melaksanakan kegiatan usahanya, untuk meningkatkan produktifitas dan meningkatkan pendapatan dan tingkat kesejahteraan masyarakat secara umum.
5.2.1. Pengertian Kegiatan Penyertaan Modal Kemitraan Usaha Budidaya Tebu adalah merupakan bentuk kegiatan yang tertuang dalam rencana strategis (Renstra) pembangunan daerah Kabupeten Pemalang. Syaukat, 2006, menyatakan, bahwa pembangunan ekonomi lokal (Local Economic Development) merupakan program komprehensif yang melibatkan berbagai stakeholders. Oleh karena itu perlu adanya pengorganisasian yang baik. Yang pertama harus diperbaiki adalah pada level pemerintah daerah untuk mendukung pertumbuhan bisnis. Lebih lanjut Syaukat menjelaskan bahwa untuk menjamin suksesnya program pembangunan ekonomi lokal dan menjamin keberhasilan dan keberlangsungan program, maka intruksional pembangunan ekonomi lokal (LED) harus masuk dalam renstra atau program pembangunan daerah. Mengacu pada petunjuk dan pelaksanaan kegiatan kemitraan usaha budidaya tebu, Kemitraan Budidaya Tebu adalah suatu kegiatan budidaya tebu yang dilaksanakan oleh petani yang dibina dari dinas teknis (Dinas Pertanian Kabupaten Pemalang) dan Pabrik Gula Sumberharjo. Dana Penyertaan Modal Kemitraan Usaha Budidaya Tebu adalah dana yang berasal dari Anggaran Pendapatan
dan
Belanja
Daerah
(APBD)
Kabupaten
Pemalang
yang
dipinjamkan kepada petani yang berusaha di bidang budidaya tebu melalui Koperasi Petani Tebu Rakyat (KPTR) yang selanjutnya dana tersebut akan dikembalikan kepada Pemerintah Kabupaten Pemalang. Dengan demikian pengertian kemitraan budidaya tebu disini dapat diartikan sebagai suatu bentuk kerjasama antara pemerintah daerah dengan petani dimana pemerintah daerah menyediakan dana pinjaman untuk dikelola
39 oleh petani dalam usaha budidaya tebu dengan bimbingan teknis dari dinas teknis dalam rangka meningkatkan produktifitas dan pendapatan petani. Dalam kemitran ini masing-masing pihak mempunyai hak dan kewajiban yang harus dipenuhi sesuai dengan kesepakatan yang ditanda tangani bersama.
5.2.2. Tujuan Tujuan yang hendak dicapai dari pembangunan pertanian secara umum adalah untuk memperbaiki kondisi kehidupan masyarakat desa dengan cara meningkatkan produksi dan pendapatan mereka. Fokus utama diarahkan pada usaha mencukupi atau membantu keterbatasan permodalan, khususnya dalam memenuhi kebutuhan pembiayaan usaha yang dilakukan. Peningkatan produksi pertanian dipandang cukup strategis untuk meningkatkan pendapatan petani. Sekaligus sebagai penyediaan bahan pangan, baik untuk memenuhi kebutuhan pangan di pedesaan maupun perkotaan. Pengelolaan dana penyertaan modal kemitraan usaha budidaya tebu diserahkan dalam bentuk paket, meliputi ; pengolahan tanah, penyediaan pupuk, obat-obatan, kletek, bumbun dan tebang angkut. Sedangkan teknis pengelolaan sepenuhnya diserahkan kepada koperasi dengan bimbingan dinas teknis.
5.2.3.
Penyelenggara dan Pendekatan Kegiatan Dalam rangka pelaksanaan kegiatan kemitraan usaha budidaya tebu dan
meningkatkan pendapatan petani tebu serta menumbuhkan perekonomian di pedesaan pemerintah kabupaten memberikan pinjaman berupa dana penyertaan modal kemitraan usaha budidaya tebu kepada petani tebu.
Dana tersebut,
diterimakan kepada petani tebu melalui KPTR selaku penyelenggara atau pengelola dana penyertaan modal. Kegiatan
ini
dilakukan
melalui
pendekatan
pemberdayaan,
yaitu
bagaimana membangun kapasitas masyarakat melalui lembaga koperasi untuk dapat mengelola dana pinjaman sekaligus untuk memperkuat kapasitas usaha petani. Dengan berkembangnya usaha penerima manfaat dari kegiatan ini, diharapkan mampu menstimulasi dan menggerakkan perkembangan kelompok usaha lain yang ada disekitarnya.
40 5.2.4. Mekanisme
Pengajuan,
Pencairan
dan
Pengembalian
Dana
Penyertaan Modal Kemitraan Adanya
perubahan
pola
pembangunan
dimana
perencanaan
pembangunan dilaksanakan dengan memperhatikan kepentingan lokal
yaitu
dengan melibatkan masyarakat dalam proses pengambilan keputusan. Orientasi pembangunan yang tidak hanya mengejar target produksi, tetapi juga diarahkan pada pemberdayaan masyarakat (People centered development) yang menitik beratkan
peningkatan
kualitas
sumberdaya
manusia,
sehingga
mampu
memberikan peran aktif (power sharing) dalam proses pembangunan. Berdasarkan informasi dari Bidang Perkebunan Dinas Kehutanan dan LH Kabupaten Pemalang, dalam pelaksanaan kegiatan penyertaan modal kemitraan usaha budidaya tebu mekanisme pengajuan dan pencairan dana penyertaan modal kemitraan sejak dari proses penyusunan rencana kebutuhan sampai pengambilan keputusan, secara keseluruhan melibatkan masyarakat tani sebagai mitra kerja dalam kegiatan ini. Mekanisme tersebut dapat digambarkan sebagaimana Gambar 7. Dinas pertanian
Verifikasi
Tim Teknis Kabupaten
Rekomendasi
Rapat koordinasi (Berita Acara Kesepakatan dan Perjanjian Kerjasama)
Koperasi
BPKD
Pencairan
Penyaluran Bimbingan Teknis Petani (pupuk)
Gambar 7 Mekanisme Proses Pengajuan Dan Pencairan Dana Penyertaan Modal Kemitraan
Sejak tahun 2005, dana penyertaan modal kemitraan yang disalurkan sebesar 1,5 milyar rupiah per tahun, dengan alokasi untuk KPTR Raksa Jaya sebesar Rp. 945.000.000,- dan KPTR Tani Jaya sebesar Rp. 555.000.000,-. Penyaluran di tingkat petani sebesar Rp. 1.350.000,- per hektar. Pengembalian dana penyertaan modal ini dilakukan dengan cara, pola pengembalian, jangka waktu dan beban jasa sesuai kesepakatan ( sebesar 10%).
41
Koperasi Rekening Giro Triple Account
Rekening Pemda (BPKD)
Disalurkan
Kegiatan Baru
Jasa Pemda / Jasa Pengelolaan (10 %)
Ops. Pembinaan Petani (2 %)
Disetor Pabrik Gula
PAD (6 %)
Hasil Penjualan Gula Petani oleh APTR/KPTR
Fee KPTR (2 %)
Gambar 8 Mekanisme Pengembalian Dana Penyertaan Modal Kemitraan
Kemitraan merupakan salah satu bentuk pengakuan pihak luar akan eksistensi seseorang atau suatu lembaga untuk bisa bertindak secara mandiri dan adanya kepercayaan pihak luar bahwa mitra tersebut mampu melaksanakan hak dan kewajiban dengan baik dan dapat dipertanggungjawabkan. Dengan kemampuan menjalin kemitraan ini berarti masyarakat melalui lembaga yang dimiliki telah mampu menjual kepercayaan (trust) dan mampu memposisikan diri sejajar dengan mitra kerjanya. Dalam pelaksanaan program ini, terlihat adanya upaya pemerintah kabupaten untuk memberdayakan kelembagaan ekonomi masyarakat yaitu koperasi (KPTR) dengan menunjuk sebagai pengelola dana penyertaan modal kemitraan. Kegiatan ini juga merupakan contoh bahwa pemerintah kabupaten telah memberikan ruang (institutional incentives) bagi masyarakat untuk berpartisipasi dalam proses pembangunan sebagai wujud upaya pengembangan kapasitas kelembagaan, dalam bentuk kerjasama kemitraan (partnership). Tolok ukur keberhasilan kedua program pengembangan di atas dapat dilihat dari adanya peningkatan produksi dan produktifitas. Juga dapat dilihat dari adanya peningkatan PDRB kabupaten Pemalang yang mengalami peningkatan setiap tahunnya. Namun demikian, mengingat pengelolaan budidaya tebu seperti pengolahan tanah, pengadaan dan distribusi pupuk serta kegiatan tebang dan angkut tebu masih dikuasai pabrik gula, maka pendapatan petani dapat dikatakan belum maksimal.
42 Berdasarkan informasi dari Bidang Perkebunan Dinas Kehutanan dan LH Kabupaten Pemalang, bahwa jumlah kebutuhan biaya dan pendapatan bersih yang diterima petani pada tahun 2006 di Kabupaten Pemalang dapat dihitung melalui analisa usaha tani dalam usaha budidaya tebu sebagaimana Tabel 8.
Tabel 8 Analisa Usaha Tani Tebu Di Kabupaten Pemalang Tahun 2006 NO 1
RINCIAN Kebutuhan Biaya Per Hektar Sewa Lahan Biaya Garap (225 HOK x Rp.20.000,-) Biaya Saprodi - Bibit - Pupuk Biaya Panen (850 kw x @ Rp.5.550,-)
(Rp) 6.500.000,00 4.500.000,00 1.750.000,00 1.350.000,00 4.717.500,00 18.817.500,00
2
3
4
Produksi per Hektar Produksi rata-rata = 850 kw. Rendemen = 7,65 % Kristal gula = 65,03 kw Bagian Petani = 42,92 kw (66 %) Tetes = 2.125 kg Pendapatan Kotor Diterima Petani Penjualan gula 42,92 kw x @ Rp.520.000,Penjualan Tetes 2.125 kg x @ Rp. 385,Pendapatan Bersih Diterima Petani Rp. 23.136.525,00 - Rp. 18.817.500,00 =
22.318,400,00 818.125,00 23.136.525,00 Rp. 4.319.025,00
Sumber : Data primer, diolah. Nopember 2007
Analisa usaha tani pada Tabel 8 di atas, merupakan perhitungan pembiayaan usaha tani yang keseluruhan dilaksanakan oleh pabrik gula. Lahan dihitung sebagai faktor produksi. Apabila pekerjaan dilaksanakan sendiri oleh petani melalui koperasi, diperoleh nilai efisiensi dari penurunan biaya angkut tebu. Biaya panen yang terdiri dari biaya tebang dan angkut tebu sebesar Rp.5.550,/kuintal adalah tarif yang berlaku untuk jarak jauh maupun dekat sehingga terjadi subsidi silang dan petani ternyata selama ini telah mensubsidi tebu yang jauh termasuk tebu milik pabrik gula. Karena kebun tebu petani berada disekitar pabrik gula, maka jarak tempuh menjadi lebih pendek dan ongkos angkut dapat dikurangi sekurang-kurangnya sebesar Rp. 500,-/kuintal, sehingga biaya panen yang dibutuhkan sebesar Rp. 4.292.500,-/hektar. Dari pengurangan biaya tersebut, diperoleh nilai efisiensi sebesar Rp. 4.717.500,- - Rp. 4.292.500,= 425.000/hektar, sebagai pendapatan tambahan yang diterima petani.
43 5.3.
EVALUASI PROGRAM
5.3.1. Kekuatan Program Dilihat dari pemanfaatan sumberdaya dan bentuk program yang disalurkan merupakan kekuatan dari kedua program yang sedang berjalan. Hal ini dapat dilihat dari : 1.
Pemanfaatan sumberdaya lokal (tenaga kerja/kelembagaan) yang cukup tinggi, yaitu dengan menunjuk kelembagaan ekonomi lokal berupa koperasi sebagai pengelola program.
2. Pelaksanaan program diserahkan sepenuhnya kepada petani, pemerintah melalui tim teknis hanya bertindak sebagai pengawas dan pembina teknis pelaksanaan program. 3. Program merupakan jawaban atas kebutuhan petani tani tebu, berupa pemenuhan kebutuhan modal kerja. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kedua program tersebut merupakan gayung bersambut, terbangun sinergi antara pemerintah dengan masyarakat.
5.3.2. Manfaat Program Dengan adanya penyaluran dana bergulir dan dana modal kemitraan yang disalurkan kepada petani tebu, diperoleh beberapa manfaat dan keuntungan diterima petani, baik secara individu maupun kelembagaan. 1. Secara individu yaitu tercukupinya atau terbantunya kebutuhan biaya kegiatan usaha, melalui prosedur yang sangat mudah dan bunga yang sangat rendah dibanding bunga bank komersial. 2. Secara kelembagaan yaitu adanya dana penguatan yang diterima sebagai pemupukan modal koperasi, berupa jasa 4 % atas penyaluran dana bergulir. 3. Pada akhir program dana bergulir merupakan pemupukan modal bagi petani/koperasi sebagai dana abadi kelompok selama dana tersebut dibutuhkan masyarakat. Dana tersebut masuk rekening giro Triple Account koperasi, yang penggunaannya diawasi Tim Teknis Kabupaten. 4. Dana yang disalurkan adalah merupakan dana pinjaman, sehingga mempunyai sifat pembinaan terhadap petani, khususnya menyangkut konsekuensi yang harus ditanggung dalam melakukan kegiatan usaha serta menghindari sifat ketergantungan.
44 Dalam cakupan lebih luas, program yang dilaksanakan juga mampu menggerakan
ekonomi
masyarakat
pedesaan,
khususnya
dari
sektor
perkebunan. Kedua program ini memberikan dampak positif terhadap sirkulasi uang di pedesaan dan dapat menggerakkan kegiatan ekonomi masyarakat lain seperti perdagangan, industri rumah tangga, dan peningkatan kualitas hidup manusia seperti kesehatan, pendidikan, tempat hunian dan sebagainya (multiple
effect). Menunjang ketahanan pangan nasional yaitu ketersediaan gula sebagai salah satu bahan kebutuhan pokok manusia, serta terpenuhinya kebutuhan industri yang menggunakan gula sebagai bahan baku utama.
5.3.3. Kelemahan Program Kelemahan program tersebut adalah belum sepenuhnya mampu mengatasi permasalahan petani secara umum yaitu pemilikan lahan terbatas yang menyebabkan skala usaha tidak efisien. Peningkatan pendapatan yang diterima sebagai dampak peningkatan produksi dan produktifitas tebu tidak serta merta mengangkat petani dengan pemilikan lahan sempit keluar dari kemiskinan. Beberapa kelemahan dalam program ini dapat dilihat sebagai berikut : 1. Program hanya berorientasi pada produksi, sehingga unsur keadilan menjadi terabaikan. Sasaran program adalah petani tebu, siapapun petani tebu dapat memanfaatkan dana program. Padahal realita petani di pedesaan terdapat beberapa petani kaya yang memiliki aset lahan luas dan petani kategori miskin yang memiliki lahan sempit tapi dalam jumlah mayoritas, bahkan tidak sedikit dari petani miskin menjual garapan aset satu-satunya kepada orang lain yang pada umumnya dibeli para petani kaya. Fakta di lapangan membuktikan adanya konsentrasi pengelolaan lahan pada beberapa petani kaya. Dengan tidak adanya batasan sasaran penerima dana program, maka dana subsidi dari pemerintah sebagian besar dinikmati para petani kaya yang sesungguhnya mampu untuk membiayai kegiatan usaha taninya. 2. Program hanya fokus pada kegiatan di kebun, tapi tidak menjangkau proses pasca panen. Padahal hasil akhir sangat dipengaruhi hasil proses pasca panen yang dilaksanakan di pabrik gula, khususnya dalam penetapan pencapaian rendement tebu yang sangat dipengaruhi oleh kelayakan mesin pabrik, disamping kelayakan tebu yang akan giling.
45 3. Program belum sepenuhnya menjangkau petani penggarap maro Pemilikan lahan menjadi permasalahan utama bagi petani penggarap dengan sistem maro, Usaha tani petani penggarap ini sangat ditentukan para pemilik lahan. Padahal petani ini merupakan pihak yang paling memerlukan bantuan untuk memperoleh lapangan pekerjaan bagi kebutuhan hidup keluarganya.
Dari
beberapa
kelemahan
tersebut
masih
memungkinkan
untuk
diupayakan rancangan strategi program baru guna mengurangi hambatan atau permasalahan di tingkat petani. Pengembangan koperasi perlu dilakukan, karena lembaga formal yang dimiliki petani tebu dalam bentuk koperasi. Pilihan koperasi sebagai alat pemberdayaan, karena koperasi dibentuk oleh petani sendiri sebagai lembaga yang dapat digunakan untuk membantu kepentingan mereka, khususnya dalam menjembatani kepentingan petani dengan pihak luar. Seperti untuk berkomunikasi dengan pabrik gula dan untuk mencari dukungan permodalan. Selama ini koperasi telah melayani kebutuhan petani dalam berusaha tani tebu. Melihat peran yang telah dilakukan koperasi, diperlukan upaya kegiatan baru melalui pengembangan jaringan kerjasama koperasi dengan pihak luar dan perbaikan internal, khususnya menyangkut peningkatan kapasitas sumberdaya pengurus, agar layanan koperasi kepada petani tebu khususnya anggota dapat lebih ditingkatkan lagi. Hubungan kerjasama petani dengan koperasi telah berjalan cukup lama, yaitu sejak berdirinya koperasi pada tahun 1999 sampai sekarang. Jalinan kerjasama petani dengan koperasi sudah berjalan cukup baik yang ditandai dengan peningkatan jumlah anggota koperasi setiap tahunnya. Hal ini menunjukkan bahwa petani membutuhkan adanya koperasi untuk membantu kebutuhan usaha mereka yang ditunjukkan dengan bergabungnya petani sebagai anggota koperasi. Adanya dukungan petani sebagai anggota juga merupakan keuntungan bagi koperasi untuk melakukan kerjasama keluar.
46 VI. ANALISIS DAN PEMBAHASAN 6.1.
KINERJA PETANI TEBU DI KELURAHAN PADURAKSA
61.1.
Profil Petani Tebu Sejarah petani tebu di kabupaten Pemalang dapat dilihat dari
keberadaan pabrik gula Sumberharjo yang selesai dibangun pada tahun 1911 dan pertama kali berproduksi pada tahun 1912. Areal atau lahan yang digunakan untuk tanaman tebu menggunakan sawah teknis dengan pola glebagan. Tebu pada lahan tegalan (tanah kering) dimulai pada tahun 1986 ketika salah seorang petani, yang kami jadikan pula sebagai salah seorang responden mengawali menanam tebu di tegalan yang sebelumnya ditanami padi gogo dan palawija. Pada awal kegiatan tidak ada yang mengikuti, tetapi ketika hasil dari tanaman tebu ternyata melebihi hasil tanaman padi gogo dan palawija, petani lain akhirnya mengikuti menanam tebu sampai sekarang. Profil petani tebu di kelurahan Paduraksa dapat di bedakan menjadi : 1) petani pemilik dan penggarap yaitu, petani pemilik lahan sekaligus yang mengelola lahan yang dimiliki baik dengan cara mengupah orang maupun dikerjakan sendiri; 2) Petani penggarap dengan lahan sewa yaitu, petani petani yang tidak memiliki lahan sendiri, tetapi lahan diperoleh dengan cara menyewa lahan milik orang lain; 3) Petani penggarap maro yaitu, petani yang mengelola lahan orang lain dan hasil panen dibagi dua untuk penggarap dan pemilik; dan buruh tani yaitu orang yang bekerja pada kebun orang lain sebagai tenaga upahan. Sedangkan petani anggota koperasi yaitu petani yang menyatakan diri bergabung dengan koperasi, jadi tidak semua petani tebu secara otomatis menjadi anggota koperasi. Karakter petani tebu di kelurahan Paduraksa secara umum sangat pasrah dengan kondisi lingkungan hidupnya. Hal ini dapat dilihat dari sikap nrimo dengan apapun hasil yang diberikan oleh pabrik gula atas usaha tani yang dilakukan. Sikap ini tercermin dari komentar responden ketika ditanya mengenai penetapan rendemen. Seperti komentar HD, salah seorang responden dari petani tebu dengan pemilikan lahan di atas satu hektar, mengungkapkan sebagai berikut : “Kalo saya sih manut saja sama pabrik gula, kan yang tahu rendement pabrik gula, saya kan tinggal terima jadi. Masalah rendement ya saya serahkan semua pada pabrik, soalnya kalaupun usul-usul juga percuma”.
47 Lain halnya dengan HS yang juga seorang tokoh yang mengawali dalam budidaya tebu lahan kering, berkomentar lebih keras, sebagai berikut : “Masalahe wong nebu kuwi mung siji, yo kuwi rendement. Moso, tebu selot tuwo selot ora manis. Waktu disampel wulan papat rendemen pitu, lako barang panen rendement sing ditompo malah mung dadi enem. Berarti pabrik tah ora bener. Mestine kabupaten biso mbantu nengahi, ben wong tani ora rugi” (Artinya : “Masalah petani tebu itu cuma satu, yaitu rendement. Masa tanaman tebu semakin tua semakin tidak manis. Ketika diambil contoh nira pada bulan empat rendement mencapai tujuh, tapi setelah panen rendement yang diterima justru menjadi enam. Berarti pabrik gula tidak benar (dalam menetapkan rendement). Harusnya kabupaten (pemda) membantu memfasilitasi mencari jalan keluar agar petani tidak rugi). Kondisi ini mencerminkan ketidak-berdayaan petani khususnya dalam penetapan rendement tebu. Memang ada juga yang bersikap kritis dan vokal. Namun karena bersifat perorangan dan ketidak kemampuan dalam penguasaan teknologi, maka sikap ini juga tidak banyak menolong. Berkaitan dengan pencapaian rendement tebu, menurut penjelasan pejabat kepala tanaman PG Sumberharjo, banyak faktor yang mempengaruhi diantaranya yang paling dominan yaitu faktor iklim, khususnya kemarau panjang yang menyebabkan tebu layu di kebun, disamping itu faktor penanganan pascapanen juga dapat mempengaruhi pencapaian rendement. Memperhatikan beberapa komentar di atas, dapat dikatakan bahwa rendement sangat dipengaruhi oleh kondisi tanaman di kebun dan penanganan dalam tebang dan angkut serta perlakuan di dalam pabrik gula. Kecurigaan atau ketidakpercayaan petani dalam penetapan rendement oleh pabrik sangat beralasan karena katidak tahuan dalam proses penetapan rendement, sehingga menuntut adanya transparansi dari pabrik gula.
6.1.2.
Pengalaman Petani Dalam Usaha Tani Tebu Pengalaman petani dalam usaha tani tebu ditunjukkan dengan lamanya
petani dalam melaksanakan usaha tani tebu. Semakin lama pengalaman usaha tani,
akan
semakin
meningkat
ketrampilan
yang
dimiliki
yang
dapat
mempengaruhi peningkatan produksi tebu yang diperoleh. Dari responden yang ditemui diketahui satu orang berpengalaman selama tujuh tahun, tiga orang berpengalaman dua belas tahun, satu orang berpengalaman lima belas tahun, tiga orang berpengalaman sembilan belas tahun dan satu orang berpengalaman dua puluh satu tahun.
48 Dari
variasi pengalaman bercocok
tanam
tebu sebagian besar
pengalaman kerja petani dalam usaha tani tebu rata-rata di atas sepuluh tahun, bahkan hampir separuh petani tebu yang ada berpengalaman lebih dari lima belas tahun. Dengan pengalaman yang cukup lama tersebut, merupakan potensi dan modal awal untuk melaksanakan usaha tani tebu. Pengalaman kerja ini dapat dijadikan alasan pendukung keberhasilan usaha dalam pengajuan pinjaman pembiayaan kepada lembaga perbankan.
6.1.3.
Pemilikan Lahan Areal kebun tebu di wilayah kerja PG Sumberharjo, pada tahun 2006
seluas 1.707 hektar. Dari luas kebun tersebut, 670 hektar (24,48 %) diantaranya merupakan kebun tebu milik petani. Dari kebun milik petani terdapat tebu lahan kering seluas 591 hektar dan 320 hektar diantaranya terdapat di kebun Surajaya yang merupakan daerah penelitian/kajian (Sumber : plafond kebutuhan areal tebu rakyat MT. 2006/2007 di Kabupaten Pemalang). Pemilikan lahan di Kelurahan Paduraksa pada umumnya menggunakan satuan luas Bau (0,71 Ha) dan hektar. Satuan pemilikan lahan dimulai dari 1/16 Bau (0,044 Ha), 1/8 Bau (0,088 Ha), ¼ Bau (0,175 Ha), ½ Bau (0,350 Ha), 1 Bau (0,710 Ha) dan hektar. Jumlah petani pemilik lahan dalam tiga kelompok satuan luas berbeda yang diambil berdasarkan
pemilikan luas lahan adalah
sebagai berikut ; Kelompok I (< 0,5 Ha) 163 orang, Kelompok II (0,5 s/d 1 Ha) 10 orang dan Kelompok III (> 1 Ha) 6 orang. Sedangkan rata-rata pemilikan lahan dapat dilihat dengan cara membandingkan luas lahan dengan jumlah petani pemilik, diketahui pemilikan luas lahan rata-rata milik petani di kelurahan Paduraksa sebesar 0,254 hektar per keluarga (lihat Tabel 9). Tabel 9 Tingkat Kepemilikan Lahan Petani Tebu Di Kelurahan Paduraksa Tahun 2007 Jumlah Petani
H. Sanadi
Luas Lahan (Ha) 13.175
36
Rata-rata Pemilikan Lahan(Ha) 0,366
Sumurbolang
H. Sanadi
11,065
25
0,442
Sileles
Darya
21,175
118
0,179
45,415
179
0,254
NO
Nama Kebun
Ketua Kelompok
1
Siali-ali
2 3
Jumlah
Sumber : Data Sekunder, diolah. Koperasi Raksa Jaya, Nopember 2007
49 Dilihat dari analisa usaha tani, luasan lahan tersebut tergolong sempit untuk kegiatan usaha tani tebu. Karena hasil dari usaha tani dengan luasan tersebut jauh dibawah upah minimum kabupaten Pemalang dan beban kebutuhan hidup yang harus ditanggung petani (lihat Tabel 12). Untuk menghasilkan pendapatan di atas upah minimum kabupaten, apabila petani hanya mengandalkan pendapatan dari usaha tani tebu, maka lahan yang harus dimiliki minimal seluas 1 bau (0,71 hektar). Untuk mencukupi kebutuhan rata-rata bulanan sebesar Rp. 833.000,- (lihat Tabel 10) maka lahan yang dikelola untuk bertanam tebu minimal 0,9 hektar. 6.1.4. Jumlah Anggota Keluarga dan Beban Kebutuhan Hidup Petani Responden yang digunakan untuk mengetahui jumlah anggota keluarga dan beban kebutuhan hidup petani diambil dari petani dengan pemilikan lahan sampai dengan 0,5 hektar. Responden pada kelompok ini diambil karena merupakan mayoritas petani tebu di wilayah kajian, dan kelompok ini pula yang seharusnya memperoleh perhatian dan upaya pemberdayaan agar meningkat kesejahteraan hidupnya. Untuk mengetahui jumlah rata-rata anggota keluarga dan beban kebutuhan biaya hidup bulanan petani, dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10 Jumlah Anggota Keluarga dan Beban Kebutuhan Hidup Petani Di Kelurahan Paduraksa Tahun 2007 Responden
Umur (Tahun)
Luas Lahan (Ha)
Jml (Jiwa)
Kebutuhan Harian (Rp)
1 2 3
60 64 40
0,350 0,350 0,175
5 4 4
30.000,30.000,20.000,-
Kebutuhan Bulanan (Rp) 1.000.000,1.000.000,500.000,-
0,291
5
26.500,-
833.000,-
Jumlah
Rata-rata
Sumber : Data Primer, diolah. Nopember 2007
Dari data Tabel 10 di atas, diketahui pemilikan lahan per keluarga ratarata 0,291 hektar, jumlah anggota keluarga lima jiwa, beban kebutuhan biaya harian keluarga Rp. 26.500,- (dua puluh enam ribu lima ratus rupiah) dan beban kebutuhan biaya bulanan rata-rata Rp. 833.000,- (delapan ratus tiga puluh tiga ribu rupiah) per keluarga. Padahal untuk luasan lahan tersebut pendapatan rata rata diterima petani berkisar Rp. 3.233.000,- atau rata-rata bulanan berkisar Rp. 269.000,- (lihat pendapatan petani Kelompok I). Dengan demikian, pendapatan
50 rata-rata petani dari usaha tani tebu masih jauh dibanding kebutuhan biaya hidup bulanan keluarga yang harus di tanggung. Dari Kebutuhan bulanan dibagi jumlah jiwa dalam keluarga akan diperoleh kebutuhan biaya hidup per jiwa sebesar Rp. 166.600,- per bulan atau Rp. 5.500,- per hari. Sementara kebutuhan hidup menyangkut kebutuhan pangan, sandang, tempat hunian, pendidikan, kesehatan dan lain-lain, maka dapat dipastikan bahwa ada kebutuhan lain yang mesti dikorbankan untuk memenuhi kebutuhan lainnya. Dengan kondisi demikian dapat digambarkan bahwa petani tebu pada kelompok ini masih jauh dari tingkat sejahtera. Untuk mencukupi biaya hidup yang ditanggung, petani dan keluarganya menggunakan waktu luang di luar kegiatan bertani tebu dengan melakukan pekerjaan lain sesuai keahlian yang dimiliki, seperti menjadi buruh tani pada orang yang memerlukan tenaganya, berdagang, berternak, menjadi pekerja bangunan dan sebagainya. Anak dalam keluarga petani miskin juga merupakan aset keluarga yang diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi pendapatan keluarga. Ketika anak sudah memasuki usia remaja, mereka akan bekerja untuk membantu ekonomi keluarganya.
6.1.5. Pendapatan Petani Dengan adanya program akselerasi tebu dan kegiatan kemitraan usaha budidaya tebu, produksi dan pendapatan petani dapat ditingkatkan (lihat Tabel 7). Di samping itu, pola penjualan gula dengan sistem dana talangan juga sangat menolong atau memberikan jaminan kestabilan harga gula petani pada saat panen. Dengan dana talangan ini berarti harga gula sudah dipatok pada posisi break event point (BEP) artinya dengan harga dasar yang ditetapkan pada dana talangan tersebut, dilihat secara analisa usaha, petani sudah tidak mengalami rugi. Penjualan gula dilakukan melalui sistem lelang, berarti siapapun penawar tertinggi dari batas dana talangan tersebut yang akan memperoleh gula. Kenaikan pendapatan yang diperoleh petani tebu ternyata belum mampu mencukupi beban kebutuhan hidup bulanan, khususnya pada kelompok petani dengan pemilikan lahan kurang dari 0,5 hektar. Gambaran perbandingan penerimaan pendapatan petani berdasarkan pemilikan lahan dalam tiga kelompok berbeda, dapat dilihat pada Tabel 11.
51 Tabel 11 Pendapatan Petani Berdasarkan Pemilikan Lahan Tahun 2007 Res pon den
Kelompok I ( < 0,5 Ha) Luas Rerata/ Pendap atan lahan Bln (Ha) (Rp.000) (Rp.000)
Kelompok II ( 0,5 -1,0 Ha) Luas Penda Rerata/ Lahan Bln patan (Rp.000) (Rp.000) (Ha)
Kelompok III ( > 1,0 Ha) Luas Penda Rerata/ Lahan Bln patan (Rp.000) (Rp.000) (Ha)
1
0.350
4.600
383
1,0
12.300
1025
2,25
35.800
2.983
2
0.350
3.000
250
0,71
9.000
750
5
57.500
4.791
3
0,175
2.100
175
1,0
12.300
1025
7
77.000
6.416
Rata 0,291 3.233 269 0,900 11.200 -rata Sumber : Data Primer, diolah. Nopember 2007
933
4,75
56.766
4.730
Dari Tabel 11 di atas, dapat dilihat pendapatan petani pada Kelompok I sebesar Rp. 3.233.000,- atau Rp. 269.000,-/bulan, pada Kelompok II sebesar Rp.11.200.000,- atau Rp. 933.000,-/bulan, dan pada Kelompok III sebesar Rp. 56.766.000,- atau Rp.4.730.000,-/bulan. Dengan perbedaan pendapatan yang cukup besar antara kelompok I dengan kelompok lainnya. Peluang peningkatan pendapatan pada kelompok I dapat dilakukan melalui koperasi yaitu dengan mengusahakan penyediaan pinjaman biaya garap maupun dengan kegiatan lain seperti, mengusahakan pengadaan lahan baik melalui sistem maro maupun upaya ektensifikasi dengan melakukan kerja sama dengan Perum Perhutani untuk pengembangan tebu di lahan hutan. Dengan membandingkan pendapatan yang diperoleh dengan rata-rata tingkat kebutuhan hidup bulanan, penghasilan pada Kelompok I dapat dikatakan masih sangat rendah dan tidak dapat mencukupi beban kebutuhan biaya hidup bulanan. Penghasilan kelompok I masih jauh dari dari upah minimum kabupaten Pemalang (UMK) sebesar Rp. 540.000,- /bulan. Pendapatan yang diperoleh sangat sulit untuk memenuhi kebutuhan hidup yang meliputi kebutuhan primer dan kebutuhan sekunder keluarga. Apalagi bagi keluarga yang mempunyai balita atau anak usia sekolah yang masih memerlukan asupan dengan kandungan gizi yang cukup bagi pertumbuhan tubuh dan biaya pendidikan anak. Oleh karena itu program pemberdayaan lebih difokuskan pada kelompok ini. Petani pada kelompok II dan kelompok III diharapkan dapat mendukung kelompok I baik melalui kelembagaan maro maupun dengan cara duduk di perwakilan petani dalam tim pengamat rendement untuk memperjuangkan petani secara keseluruhan.
52 Untuk
mengetahui
perbandingan
jumlah
kebutuhan
biaya
dan
pendapatan yang diterima petani pada musim giling tahun 2006 pada tiga kelompok luasan berbeda dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12 Kebutuhan Biaya dan Pendapatan Petani Tebu Di Kelurahan Paduraksa Pada Tiga Kelompok Luasan Berbeda Pada Musim Tanam Tahun 2006
Kebutuhan Biaya
Kelompok 1
Kelompok II
Kelompok III
(Luas lahan 0,35 Hektar)
(Luas lahan 0,71 Hektar)
(Lahan 1 Ha)
Biaya per
Pendapatan
Biaya per
Pendapatan
0,35 Ha.
Bersih (Rp)
0,71 Ha.
Bersih (Rp)
(Rp)
Biaya per Ha.
Pendapatan
(Rp)
Bersih (Rp)
(Rp)
Biaya Garap
650.000
1450.000
2.000.000
Pupuk
402.500
800.000
1.100.000
Bibit
900.000
1.750.000
2.750.000
Bunga kop. 10%
195.250
425.000
585.000
Sewa Lahan
1.500.000
3.000.000
4.000.000
Tebang Angkut
1.554.000
3.150.000
4.440.000
Jumlah
5.201.750
4.600.000 10.625.000
Rasio Keuntungan/ biaya
0,884
9.000.000
14.875.000 12.300.000
0,847
0,826
Sumber : Data Primer diolah, Nopember 2007
Memperhatikan Tabel 12 di atas, dapat dilihat bahwa setiap rupiah yang dikeluarkan petani untuk usaha tani tebu pada kelompok I akan menghasilkan keuntungan sebesar 0,884 rupiah, pada kelompok II sebesar 0,847 rupiah, dan pada kelompok III sebesar 0,826 rupiah. Dari segi ekonomi dapat dikatakan bahwa usaha tani tebu pada saat ini sangat baik, karena prosentase pendapatan diterima petani cukup besar dibanding modal yang dikeluarkan. Hal yang perlu diperhatikan yaitu masa usaha tani yang mencapai satu tahun, sedangkan kebutuhan hidup tetap harus dipenuhi setiap hari. Karena waktu usaha yang lama, maka pendapatan yang cukup besar tersebut, tetap tidak dapat digunakan untuk mencukupi kebutuhan hidup khususnya pada kelompok I. Dalam usaha tani tebu, pemilikan lahan atau luasan lahan yang dikelola petani sangat menentukan dalam pencapaian pendapatan yang diterima petani. Semakin luas lahan yang dikelola, maka pendapatan yang diterima juga akan semakin besar, dan peluang kecukupan biaya hidup dapat terpenuhi.
53 Untuk memprediksi tingkat pendapatan petani tebu lahan kering pada giling tebu tahun 2008 yang akan datang, dapat dilihat dari analisa usaha tani di tingkat petani pada musim tanam 2007 yang diperoleh berdasarkan hasil wawancara dengan HD, seorang petani tebu sebagai berikut (lihat Tabel 13) : Tabel 13 Keragaan Analisa Usaha Tani Tebu Lahan Kering Per Hektar Di Tingkat Petani Di Kelurahan Paduraksa Musim Tanam Tahun 2007 NO 1
2
3
4
RINCIAN
(Rp)
Kebutuhan Biaya Per Hektar Bajag/Olah Lahan Bibit (100 kw x @ Rp.32.000,-) Tanam dan Lipur Kletek 2 kali Arug (bumbun) Pupuk (9 kw x @ Rp.115.000,-) Sewa Lahan (tegalan) Biaya Panen (800 kw x @ Rp.5.550,-)
1.200.000,00 3.200.000,00 1.500.000,00 1.200.000,00 600.000,00 1.035.000,00 4.500.000,00 4.440.000,00 17.675.000,00
Produksi per Hektar Produksi rata-rata = 800 kw. Rendemen = 7,65 % Kristal gula = 61,20 kw Bagian Petani = 40,39 kw (66 %) Tetes = 2.125 kg Pendapatan Kotor Diterima Petani Penjualan gula 40,39 kw x @ Rp.550.000,Penjualan Tetes 2.125 kg x @ Rp. 385,Pendapatan Bersih Diterima Petani Rp. 23.032.625,00 - Rp. 17.675.000,00 =
22.214.500,00 818.125,00 23.032.625,00 Rp. 5.357.625,00
Sumber : Data primer, diolah. Nopember 2007
Pendapatan di atas merupakan prediksi pendapatan per hektar pada panen 2008, dengan asumsi harga gula Rp.5.500/Kg dan lahan dihitung sebagai faktor produksi. Pada lahan milik sendiri, pendapatan diterima bertambah menjadi Rp. 5.357.625,00 + Rp. 4.500.000,00 = Rp. 9.857.625,00. Pada panen tunas berikutnya (sebelum produktifitas tanaman menurun), berarti pendapatan akan lebih besar lagi, karena ditambah ongkos bibit, sebesar Rp. 3.200.000,sehingga pendapatan diterima menjadi sebesar Rp. 13.057.625,00. Dari analisa usaha di tingkat petani dapat dilihat kebutuhan biaya usaha tani tebu per hektar di luar sewa lahan dan biaya tebang angkut sebesar Rp.8.735.000,- sedangkan bantuan pinjaman diterima dari pemerintah sebesar Rp.3.850.000,-. Dengan demikian petani masih harus mencukupi kekurangan biaya sebesar Rp.4.885.000,-.
54 Berdasarkan analisa kinerja petani pada dasarnya petani mempunyai kemampuan dalam kegiatan usaha tani tebu, tetapi dengan pemilikan lahan yang terbatas, maka pendapatan yang diterima juga menjadi kecil. Pendapatan per satuan rupiah yang dikeluarkan pada lahan sempit memang lebih besar dibanding pada lahan luas, namun dengan lahan sempit pendapatan pada petani kelompok I tidak dapat digunakan untuk mencukupi kebutuhan hidup keluarga, selama masa budidaya tahun berikutnya. Hal ini berakibat pemupukan modal sulit dilakukan. Dengan modal terbatas, maka tahapan kegiatan usaha tani yang tidak bisa dicukupi sendiri, seperti pemenuhan kebutuhan pupuk tepat waktu juga menjadi terhambat. Memperhatikan hal tersebut, diperlukan adanya dukungan dan
upaya inovatif melalui koperasi yang dimiliki agar dapat
memberikan dukungan keberlangsungan usaha tani tebu yang dilakukan.
6.2. PERFOMA KOPERASI RAKSA JAYA PADURAKSA 6.2.1. Kepengurusan Koperasi Raksa Jaya merupakan koperasi yang bergerak di bidang usaha spesifik yaitu dalam layanan usaha budidaya tebu. Koperasi ini telah mempunyai Badan Hukum, dengan Nomor : 90/BH/KOP.II.I/XI/99 TGL. 15-11-1999. Lokasi di Jalan Paduraksa – Kramat Pemalang. Kepengurusan KPTR Raksa Jaya termasuk sangat sederhana dengan jumlah pengurus lima orang , terdiri dari satu orang ketua, sekretaris, bendahara dan dua orang pembantu, ditambah dua orang pengawas. Berdasarkan keterangan sekretaris koperasi raksa jaya, diketahui pendidikan pengurus terdiri dari lulusan SLTA tiga orang, lulusan SLTP 1 orang dan 1 orang lulusan SD.
Tabel 14 Jenjang Pendidikan Pengurus dan Badan Pengawas Koperasi Raksa Jaya Paduraksa Periode 2006 -2009 No 1 2 3 4 5
Jabatan Pengurus Ketua Sekretaris Bendahara Pembantu 1 Pembantu 2
Badan Pengawas 1 Ketua 2 Anggota Sumber : Data Primer, diolah Nopember 2007
Pendidikan SLTP SLTA SLTA SD SLTA SD SLTA
55 Dilihat dari tingkat lulusan kepengurusan tersebut, dapat dikatakan bahwa figur kepemimpinan dalam koperasi tersebut disamping pada kemampuan dalam mengelola organisasi yang mendasarkan pada kharisma, juga lebih didasarkan pada status sosial yang dimiliki dari pada tingkat pendidikan yang diperoleh dari bangku pendidikan. Hal ini dapat dilihat dari masa kepengurusan, sejak didirikan pada tahun 1999 sampai sekarang (tiga periode kepengurusan) ternyata jabatan ketua masih dijabat oleh orang yang sama. Ketua terpilih kebetulan merupakan tokoh dalam usaha tani tebu lahan kering dan status sosial secara ekonomi termasuk orang mampu. Padahal pemilihan ketua dilakukan secara langsung. Kondisi ini menunjukkan bahwa figur yang dipilih dipandang mampu dan jujur dalam menjalankan tugas kepengurusan, seperti komentar RS, salah seorang responden ketika ditanya tentang pengangkatan ketua koperasi : “Ketua dipilih sampai tiga kali berturut-turut, karena selama ini jujur, tidak macem-macem. Tapi juga sebagai penghargaan karena jasa-jasa beliau terhadap kaum tani” Tingkat kepercayaan ini juga berkaitan dengan pelayanan yang diberikan koperasi kepada anggota yang menyebabkan petani mau bergabung dalam koperasi. Koperasi mereka gunakan sebagai alat untuk membantu usaha yang mereka geluti. Dalam suatu kelembagaan pengurus merupakan operator bagi jalannya sebuah lembaga. Oleh karena itu diperlukan kreatifitas peran pengurus agar koperasi dapat selalu menjadi solusi bagi setiap permasalahan anggotanya. Peran kepengurusan untuk menciptakan nama baik koperasi akan berdampak pada tingkat kepercayaan masyarakat, yang ditandai dengan keikutsertaan mereka bergabung sebagai anggota koperasi secara sukarela. Anoraga (2002) menyatakan, keunggulan bersaing koperasi juga bisa diraih dari arsitektur koperasi. Arsitektur koperasi didasarkan pada prinsip identitas (identity principles) yang menyatakan “ anggota sebagai pemilik dan sebagai pelanggan”. Berdasarkan prinsip ini, orang akan masuk menjadi anggota koperasi sesuai dengan kepentingannya. Oleh karena itu secara ekonomis dapat dikatakan bahwa seseorang menjadi anggota dan berpartisipasi dengan koperasi apabila ia memperoleh keuntungan yang lebih besar dari pada dengan usaha sendiri, atau masyarakat yakin bahwa dengan menjadi anggota koperasi akan memperoleh kemudahan berkaitan dengan usaha yang dilakukan. Sehubungan peran pengurus sangat menentukan dalam koperasi, maka upaya peningkatan kualitas pengurus atau sumberdaya pengelola koperasi perlu ditingkatkan agar koperasi yang dikelola mampu memberikan pelayanan semakin baik kepada anggotanya.
56 6.2.2. Keanggotaan Dilihat dari perkembangan jumlah keanggotaan koperasi, koperasi Raksa Jaya merupakan lembaga yang dibutuhkan petani tebu. Hal ini tercermin dari perkembangan penambahan jumlah anggota baru yang dari tahun ke tahun semakin
meningkat.
Perkembangan
jumlah
keanggotaan
koperasi
juga
merupakan wujud kepercayaan petani terhadap koperasi. Tingkat kepercayaan masyarakat/petani tebu kepada koperasi Raksa Jaya dapat dilihat dari perkembangan keanggotaan petani tebu dalam koperasi sebagaimana Tabel 15.
Tabel 15 Perkembangan Jumlah Anggota KPTR Raksa Jaya Paduraksa
NO
Jumlah Anggota
TAHUN 1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
1
Masuk
85
19
7
3
7
26
20
19
2
Keluar
16
2
-
-
-
-
-
-
3
Jumlah
69
86
93
96
103
129
149
168
Sumber : Koperasi Raksa Jaya Paduraksa, Nopember 2007
Dari tabel tersebut dapat dilihat, pada awal pendirian koperasi terjadi mutasi anggota cukup besar (18,9 %), tetapi pada tahun berikutnya terjadi peningkatan jumlah anggota secara signifikan. Menurut penjelasan bendahara koperasi, sebagai berikut : “Mutasi keluar tahun-tahun pertama dimungkinkan karena manfaat berkoperasi belum dapat dirasakan secara langsung. Apalagi pada saat itu respon masyarakat terhadap koperasi sangat negatif. Dalam perkembangannya, koperasi dipandang cukup mampu memberikan pelayanan terhadap kebutuhan anggota walaupun tidak secara keseluruhan, sehingga dari tahun ke tahun tingkat kepercayaan semakin meningkat”. Pernyataan tersebut cukup beralasan, melihat tingkat perkembangan dan bertahannya petani menjadi anggota koperasi. Hal ini mengindikasikan bahwa petani memperoleh manfaat dengan menjadi anggota koperasi. Dilihat dari sisi masyarakat, perkembangan penambahan jumlah petani yang menjadi anggota koperasi, dapat dijadikan sebagai indikator tingkat kebutuhan masyarakat terhadap koperasi sebagai alat penunjang dan pendukung kegiatan usaha tani yang dilakukan. Dari sisi koperasi, dapat dikatakan koperasi telah mampu memberikan pelayanan yang dibutuhkan oleh anggota, sehingga anggota menaruh kepercayaan kepada koperasi untuk tetap bergabung sebagai bagian dari koperasi.
57 6.2.3. Permodalan Menurut Undang-undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian, permodalan koperasi dapat diperoleh melalui banyak sumber diantaranya melalui modal sendiri, modal pinjaman dan modal kemitraan. Usaha koperasi adalah usaha
yang
berkaitan
langsung
dengan
kepentingan
anggota
untuk
meningkatkan usaha dan kesejahteraan anggota. Berkaitan dengan luasnya sumber-sumber pendapatan yang dapat dijadikan sebagai modal usaha, koperasi Raksa Jaya memperoleh permodalan antara lain dari, simpanan pokok dan simpanan wajib, simpanan sukarela anggota dan lain-lain. Secara terperinci modal kerja koperasi dapat dilihat sebagaimana Tabel 16. Tabel 16 Modal kerja Koperasi Raksa Jaya Paduraksa Tahun 2006 NO
JENIS
JUMLAH (Rp)
1
Simpanan Pokok
8.350.000,00
2
Simpanan Wajib
28.907.000,00
3
Simpanan Sukarela
17.779.640,00
4
Titipan SHU
42.670.460,00
5
Cadangan
62.631.220,00
6
Modal Donasi
7
Dana Revitalisasi
8
Dana APBD II
9
Dana Akselerasi
10
Dana BUEP JUMLAH
2.500.000,00 49.000.000,00 945.000.000,00 1.238.000.000,00 54.000.000,00 2.448.838.320,00
Sumber : Koperasi Raksa Jaya, Nopember 2007.
Dari Tabel 16 di atas, dapat dilihat modal koperasi sendiri sebesar Rp.162.838.320,- atau 6,35 % dari keseluruhan modal usaha yang dimiliki, sedangkan sisanya sebesar Rp. 2.286.000.000,- (93,35 %) merupakan pemupukan modal dari luar yaitu berupa dana akselerasi dan dana penyertaan modal kemitraan. Artinya tanpa dukungan modal dari luar maka peran koperasi menjadi sangat kurang berarti dalam memberikan pelayanan kepada petani, atau apabila program bantuan dihentikan, maka modal untuk operasional sangat kecil untuk dapat memenuhi kebutuhan anggota dan petani tebu pada umumnya. Kondisi ini hampir menyerupai KUD pada masa lalu. Oleh karena itu masih diperlukan adanya perluasan usaha atau sumber pendapatan lain untuk memupuk modal kerja koperasi.
58 6.2.4. Pelayanan Pelayanan koperasi dapat dilihat dari kegiatan usaha yang dilakukan koperasi Raksa Jaya antara lain meliputi; Simpan Pinjam, Pengadaan dan Penyaluran Pupuk, Penyaluran Dana APBD II dan Dana Akselerasi (APBN), serta Pembagian SHU Petani. Dalam rangka membantu membangun potensi masyarakat tani tebu dan meningkatkan
kesejahteraan
anggotanya,
Koperasi
Raksa
Jaya
yang
mempunyai aktifitas spesifik dalam kegiatan usaha tani tebu di samping memberikan pelayanan tersebut, juga membantu dalam pengadaan bibit, mengusahakan bantuan pinjaman biaya garap ke lembaga perbankan yang menyediakan alokasi dana untuk pembiayaan budidaya tebu, seperti Bank Agro, Bank Niaga dan Bank Bukopin. Mengingat aktifitas budidaya tebu meliputi banyak kegiatan, maka lingkup pelayanan koperasi masih dapat dikembangkan lagi. Kegiatan tersebut antara lain seperti, tebang dan angkut tebu yang selama ini dilaksanakan oleh pabrik gula, pengadaan dan distribusi pupuk, dan sebagainya. Pengembangan pelayanan tersebut di samping untuk melayani anggota, sekaligus sebagai untuk mengembangkan peluang usaha bagi koperasi.
6.2.5. Pola Hubungan Kerja Dalam melihat pola hubungan kerja koperasi, dipetakan menjadi tiga yaitu koperasi dengan petani, koperasi dengan pabrik gula dan koperasi dengan pihak lain sebagai berikut :
A. Petani Dengan Koperasi Hubungan kerja petani dengan koperasi terjalin sejak pengajuan lahan untuk disertakan dalam ricikan (rincian) kebun guna memperoleh bantuan pembiayaan dari pemerintah, dalam hal pengadaan pupuk, proses pengajuan tebang kepada pihak pabrik gula, dan terakhir yaitu dalam penjualan gula yang dilakukan melalui lelang. Layanan koperasi dengan petani tidak terbatas pada anggota, tetapi juga kepada petani tebu secara keseluruhan yang berada di wilayah
kerja
koperasi
yaitu
meliputi
petani
tebu
di
sembilan
belas
desa/kelurahan di kecamatan Pemalang. Bentuk layanan yang diberikan antara lain, distribusi bantuan pinjaman yang diberikan oleh pemerintah. Peran koperasi di sini hanya sebagai alat atau
59 media untuk kelancaran program, sebagamana KUD pada masa lalu. Di samping itu, koperasi juga bertindak atas nama petani untuk melakukan transaksi ke luar, seluruhnya dilayani oleh koperasi. Seperti dalam hubungan dengan pemerintah kabupaten, dengan pabrik gula, dan perbankan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa petani sudah memanfaatkan secara maksimal keberadaan koperasi bagi kelancaran kegiatan usaha yang dilakukan. Wujud kepercayaan petani/anggota terhadap koperasi dalam melakukan kerja sama, selain dalam hubungan usaha tani tebu juga bisa dilihat dari berkembangnya
simpanan
sukarela
yang
berasal
dari
anggota,
yang
dipercayakan kepada koperasi. Simpanan sukarela tersebut mulai dilaksanakan sejak tahun 2005 sampai sekarang (lihat Tabel 16), dilaksanakan disamping simpanan wajib dan simpanan pokok.
B. Koperasi Dengan Pabrik Gula Hubungan petani dengan gula yang dilakukan melalui koperasi yaitu mulai proses persiapan kebun sampai proses pasca panen. Dalam proses pasca panen, proses pengolahan tebu menjadi kristal gula diserahkan kepada pabrik gula Sumberharjo, dengan pembayaran berupa bagi hasil gula dengan komposisi 34 % untuk pabrik gula dan 66 % dikembalikan kepada petani. Komposisi ini diberlakukan pada tebu dengan rendement gula sampai dengan 6,0 %. Sedangkan kelebihan prosentase di atas 6,0 % tersebut dibagi dengan komposisi 30 % untuk pabrik gula dan 70 % untuk petani. Pola pembagian ini mulai berlaku sejak tahun 2005 sampai sekarang dan dipandang sudah cukup proporsional oleh kedua pihak, karena dari sisi analisa usaha tidak akan mengganggu keberlangsungan operasional pabrik dan sesuai dengan tuntutan petani tebu. Sesuai penjelasan dari ketua koperasi dan hasil konfirmasi dengan kepala tanaman PG Sumberharjo, diketahui hubungan kerja antara koperasi dengan pabrik gula antara lain meliputi : 1. Dalam hal pengadaan lahan untuk ditanami tebu, setelah koperasi menerima usulan ricikan (rincian) kebun dari petani kemudian diajukan kepada pabrik gula. Hal ini berkaitan dengan plafond areal tebu yang ditetapkan oleh Bupati dan berkaitan dengan kapasitas giling mesin pabrik gula. 2. Penyaluran/distribusi pupuk, penyaluran pupuk kepada petani masih melibatkan pabrik gula dengan alasan, koperasi belum memiliki gudang penyimpanan sehingga masih memerlukan fasilitas gudang milik pabrik gula.
60 3. Mengusulkan jadwal tebang dan mengajukan perwakilan petani untuk ditunjuk sebagai anggota tim pengamat mutu rendement. yang dilakukan melalui Forum Musyawarah Produksi Gula. 4. Pengurusan DO (delivery order) gula petani. 5. Dan lain-lain kepentingan petani tebu yang berkaitan dengan pabrik gula.
C. Koperasi Dengan Pihak Lain Hubungan kerja dengan pihak lain diantaranya dilakukan oleh koperasi dengan pemerintah, baik pemerintah Provinsi Jawa Tengah maupun pemerintah Kabupaten Pemalang, berkaitan dengan pelaksanaan kegiatan program akselerasi tebu dan kegiatan penyertaan modal kemitraan yang dilakukan dengan pemerintah kabupaten. Di samping dengan pemerintah, koperasi juga telah menjalin kerjasama dengan lembaga perbankan seperti, Bank Agro, Bank Bukopin, Bank Niaga dan Asosiasi Petani Tebu Rakyat (APTR), khususnya dalam kegiatan pengolahan tanah. Jaringan kerja koperasi dengan pihak lain meliputi dengan pemerintah kabupaten Pemalang antara lain dengan Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup, dengan Bagian Perekonomian yaitu menyangkut bimbingan teknis dan finansial, dan Disperindagkop yaitu menyangkut kelembagaan koperasi. Di tingkat
provinsi,
kerjasama
dilakukan
dengan
APTR
khususnya
dalam
pelaksanaan lelang gula petani, dan dengan Dinas perkebunan provinsi khususnya menyangkut pengelolaan dana akselerasi. Dari jaringan kerja yang sudah ada, kerja sama baru masih perlu dibangun seperti dengan perum Perhutani Pemalang, khususnya dalam pemanfaatan lahan bekas tebangan untuk ditanami tebu, dengan PT. Petro Kimia sebagai produsen pupuk ZA yang digunakan petani/anggota, sehingga diperoleh kelancaran dalam pasokan pupuk dan terhindar dari adanya pupuk palsu serta keuntungan harga yang lebih murah dari harga produsen. Hubungan kerja baru tersebut perlu dibangun untuk memperoleh dukungan dan alternatif pemecahan masalah yang ada, khususnya bagi petani berlahan sempit maupun petani penggarap.
61 6.2.6. Pertanggung-jawaban Berdasarkan penjelasan pengurus maupun pejabat Disperindagkop Kabupaten Pemalang, dapat dikatakan bahwa Koperasi Raksa Jaya termasuk koperasi yang mampu menyelenggarakan rapat pertanggung-jawaban kepada anggota secara tepat waktu, biasanya berkisar antara bulan Pebruari dan Maret setiap
tahunnya.
Pelaksanaan
RAT
tepat
waktu
merupakan
indikator
keberhasilan pengurus koperasi dalam menjalankan amanat kepengurusan. Dapat dikatakan pengurus telah mampu menjabarkan program kerja sesuai dengan rencana kerja yang telah ditetapkan.
Dari beberapa analisis di tingkat petani dan koperasi di atas, terdapat beberapa kelemahan pada koperasi Raksa Jaya, antara lain keterbatasan kualitas sumberdaya manusia pengelola koperasi sehingga inisiatif kurang berkembang. Hal ini terlihat dari pelayanan atau usaha yang dilakukan, permodalan yang dimiliki 93 % dari akumulasi modal yang digunakan merupakan modal pihak luar sehingga diperlukan kegiatan usaha baru yang dapat meningkatkan pemupukan modal koperasi sekaligus memberikan pelayanan kepada anggota dan petani tebu pada umumnya. Jaringan kerja sama baru belum terbangun secara maksimal, sehingga diperlukan upaya terobosan untuk mencari peluang usaha baru. Dengan adanya beberapa kelemahan tersebutn berdampak pada pelayanan kepada petani menjadi kurang maksimal. Untuk mengatasi permasalahan-permasalahan di tingkat kelembagaan koperasi, diperlukan upaya pemberdayaan yang diarahkan pada perbaikan peningkatan
kualitas
sumberdaya
pengurus
koperasi.
Peningkatan
dan
pengembangan jaringan kerjasama maupun upaya kreatif dalam menciptakan peluang usaha baru. Upaya pemberdayaan ditingkat koperasi perlu dilakukan agar koperasi lebih aktif dalam upaya membantu mempertinggi kualitas kehidupan manusia dan masyarakat, sebagaimana di amanatkan dalam Undangundang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian.
62 6.3.
ANALISIS SWOT
Dengan memperhatikan kajian diatas di atas, maka dapat disusun strategi dan program pemberdayaan yang memungkinkan untuk dilaksanakan guna mengatasi permasalahan-permasalahan yang dihadapi petani tebu di kelurahan Paduraksa. Untuk menyusun strategi pemberdayaan ini penulis menggunakan analisis
SWOT
sebagai
alat
untuk
menemukan
rancangan
program
pemberdayaan. Analisis dilakukan di tingkat petani dan ditingkat kelembagaan, sebagai berikut :
6.3.1.
Analisis Di Tingkat Petani
6.3.1.1. Faktor Internal A. Kekuatan (Strengths) 1. Kemampuan Berusaha Tani Tebu Sebagai salah satu kegiatan ekonomi yang memerlukan ketekunan dan keahlian tertentu, usaha tani tebu di kelurahan Paduraksa merupakan pilihan sebagian petani sebagai matapencaharian pokok maupun sampingan. Sebagai pilihan matapencaharian utama, maka kemampuan petani dalam berusaha tani tebu tidak diragukan lagi. Dengan pengalaman berusaha tani rata-rata diatas sepuluh tahun, maka usaha tani tebu yang dilakukan dapat diandalkan sebagai penyedia bahan baku gula. Produk yang dihasilkan juga mampu untuk mensuplai kebutuhan lokal maupun nasional. 2. Lokasi Tempat Usaha Kawasan kebun tebu milik petani berada disekitar pemukiman penduduk dan berada dekat dengan pabrik gula sumberharjo dengan jarak antara tiga sampai enam kilometer. Lokasi tersebut merupakan keuntungan tersendiri dari sisi pengawasan, dukungan bimbingan teknis dan jarak transportasi angkutan tebu sangat menguntungkan bagi petani karena biaya transportasi bisa ditekan pada biaya terendah. 3. Adanya Modal Sosial Modal sosial dimaksud yaitu berupa kelembagaan maro. Dengan adanya kelembagaan maro ini, petani berlahan luas dapat membantu menyediakan lahan garapan bagi petani tidak berlahan. Kelembagaan ini juga sangat menunjang terbentuknya hubungan sosial yang kuat di antara masyarakat tani, termasuk di komunitas petani tebu.
63 Kelembagaan maro merupakan bentuk ketahanan sosial bagi masyarakat pedesaan. Melalui lembaga ini seseorang dapat memperoleh pemenuhan kebutuhan secara timbal balik dan saling menguntungkan. Dalam prakteknya maro biasanya dilaksanakan pertama, di dalam lingkungan keluarga dekat, seperti orang tua dengan anak, dengan saudara seperti keponakan, cucu dan saudara jauh. Kemudian pada lingkungan tetangga terdekat yang bermukim di sekitar tempat tinggal dan orang-orang yang dikenal. Dasar pelaksanaan maro yaitu kepercayaan dan rasa tepo-seliro (keinginan
untuk
terselenggaranya
memperhatikan kelembagaan
dan
maro
membantu
maka
sesama).
pengelolaan
lahan
Dengan dapat
terdistribusikan kepada golongan petani yang tidak berlahan atau petani berlahan sempit. Petani golongan ini dapat memperoleh lahan garapan dan pendapatan, sedangkan pemilik lahan tetap memperoleh pendapatan dari bagi hasil maro dan kepuasan batin dapat membantu sesamanya. Melalui kelembagaan
maro
terbangun
hubungan
kekeluargaan,
rasa
saling
menghormati berdasarkan kepercayaan dan saling membutuhkan di antara pelaku maro. 4. Keanggotaan koperasi Dengan menjadi anggota koperasi, manfaat dan kemudahan dapat diperoleh petani tebu khususnya dalam pemenuhan kebutuhan modal kerja dan kemudahan dalam menjalin hubungan kerja dengan pabrik gula. Keanggotaan koperasi juga merupakan wujud apresiasi petani dalam berorganisasi.
B. Kelemahan (Weaknesses) 1. Luas Lahan Sempit Lahan merupakan faktor produksi dalam kegiatan usaha tani. Pemilikan lahan bagi petani merupakan modal utama untuk menunjang keberlangsungan usaha dan pendapatan petani. Dengan pemilikan lahan rata-rata berkisar 0,25 hektar per keluarga, menjadikan usaha yang dilakukan tidak memenuhi skala usaha. Pendapatan yang diperoleh kecil sementara waktu yang digunakan untuk usaha sampai panen mencapai satu tahun. Pemilikan lahan sempit ini merupakan permasalahan umum petani tebu di kelurahan Paduraksa.
64 2. Modal Kecil dan Tidak Mampu Meningkatkan Pemilikan lahan sempit menyebabkan pendapatan yang diterima juga kecil. Dengan pendapatan yang tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, maka pemupukan modal sangat sulit untuk dilakukan. Akibatnya ketergantungan dukungan permodalan dari pihak luar sangat tinggi. 3. Posisi Tawar Rendah Kemampuan negosiasi atau nilai tawar petani untuk memperoleh dukungan operasional usaha tani yang dilakukan, seperti untuk memperoleh pupuk tepat waktu maupun hak-hak lain seperti penetapan rendement sangat rendah. 4. Tidak mengetahui Cara Menghitung Rendement Petani sama sekali tidak mempunyai kemampuan dalam menghitung rendement. Proses penetapan atau penghitungan kadar rendement tebu dilakukan di pabrik gula. Oleh karena itu masalah rendement merupakan masalah paling sensitif dalam usaha tani tebu atau dalam kerja sama petani dengan pabrik gula.
6.3.1.2. Faktor Eksternal A. Peluang (Oportunities) 1. Permintaan Pasar Terhadap Produk Meningkat Menurut sumber Tempo Interaktif, 24 Januari 2007, diketahui produksi gula nasional
sebesar 2,3 juta ton, dan kebutuhan konsumsi gula nasional
mencapai 2,6 juta ton. Menurut versi Dewan Gula, kebutuhan gula nasional diperkirakan mencapai 4,48 juta ton terdiri dari kebutuhan konsumsi 2,7 juta ton dan sisanya untuk kebutuhan industri.
Untuk mencukupi kekurangan
pasokan gula dipenuhi dari gula import. Kekurangan pasokan gula dari tahun ke
tahun
diperkirakan
akan
semakin
bertambah
seiring
dengan
bertambahnya jumlah penduduk. Dilihat dari selisih permintaan dan pemenuhan kebutuhan gula dalam negeri, usaha tani tebu merupakan peluang usaha yang sangat menjanjikan keberlangsungannya. 2. Dukungan Pemerintah Dukungan pemerintah dapat dilihat dengan adanya program pembangunan pertanian yang diarahkan pada peningkatan produktifitas tebu, baik pemerintah pusat (Program Akselerasi) maupun pemerintah daerah (Program Kemitraan). Target swa sembada gula pada tahun 2009 juga merupakan peluang usaha bagi petani tebu.
65 3. Ketersediaan Infrastruktur Ketersedian fasilitas sarana dan prasarana transportasi seperti jalan jembatan, pasar dan alat angkut di lokasi penelitian sangat menunjang kelancaran proses produksi, baik dalam distribusi saprodi maupun kegiatan tebang angkut tebu. 4. Adanya Pabrik Gula Keberadaan pabrik gula di lingkungan tempat usaha merupakan peluang bagi kelancaran proses produksi, khususnya pada proses pasca panen. Keberadaan pabrik gula ini memberikan jaminan bagi kelangsungan dan kelancaran proses giling tebu menjadi gula.
B. Ancaman (Threaths) 1. Kelayakan Mesin Pabrik Usia pabrik gula sumberharjo yang mendekati seratus tahun menyebabkan kemampuan fasilitas mesin pabrik juga telah mengalami penurunan. Jam berhenti pabrik tergolong tinggi, pada giling tahun 2006 jam berhenti mencapai 300 jam atau setara dua belas setengah hari, kondisi ini selalu terulang setiap kali giling. Jam berhenti ini antara lain disebabkan kerusakan mesin dan keterlambatan pasokan tebu. Dengan adanya berhenti giling, maka kapasitas giling tidak tercapai sehingga menyebabkan in-efisiensi dan biaya beban tinggi yang harus ditanggung petani. 2. Tata Niaga Gula Penjualan gula dengan sistem dana talangan mempunyai nilai positif dan negatif. Nilai positif harga dasar gula dipatok pada posisi break event point, nilai negatifnya harga dasar gula ditentukan adanya dana talangan pihak swasta. Artinya apabila tidak ada swasta yang memberikan dana talangan, maka penjualan gula bisa jatuh pada permainan para pemilik modal besar. Dan yang paling dirugikan dalam hal ini yaitu petani. 3. Transparansi Dalam Penetapan Rendement Permasalahan rendement merupakan permasalahan paling sensitif, dan sampai sekarang belum ada solusi tepat yang dapat diterima, khususnya oleh petani. 4. Penyediaan Saprodi Ketersediaan saprodi khususnya pupuk secara tepat waktu, sulit dipenuhi petani karena keterbatasan pemilikan modal kerja petani.
66 Dengan memperhatikan analisis di tingkat petani (faktor internal dan faktor eksternal), maka dapat disusun rencana strategi program pengembangan petani tebu di kelurahan Paduraksa ke dalam Matrik SWOT, sebagaimana pada Tabel 17.
Tabel17 Matrik Analisis SWOT Di Tingkat Petani Tebu Di Kelurahan Paduraksa Tahun 2007 FAKTOR INTERNAL
1. Kemampuan usaha tani tebu 2. Lokasi tempat usaha 3. Adanya modal sosial 4. Keanggotaan koperasi
FAKTOR EKSTERNAL PELUANG (O=OPORTUNITIES) 1. Permintaan pasar terhadap produk meningkat 2. Dukungan pemerintah 3. Ketersedian Infrastuktur 4. Adanya Pabrik Gula ANCAMAN (T=TREATHS) 1. Kelayakan mesin pabrik 2. Tata niaga gula 3. Tranparansi dalam penetapan rendement 4. Penyediaan saprodi
KELEMAHAN (W=WEAKNESSES)
KEKUATAN (S=STRENGTHS)
1. Luas lahan sempit 2. Modal kecil dan tidak mampu meningkatkan 3. Posisi tawar rendah 4. Tidak mengetahui cara menghitung rendement
STRATEGI SO
STRATEGI WO
“Perbaikan teknik budidaya tebu” (melalui ; penyediaan bibit unggul dan pemupukan tepat waktu)
“Penguatan permodalan petani” (melalui ; 1. Pengajuan pembiayaan usaha tani ke lembaga perbankan; 2. Pengembangan tebu di lahan hutan)
STRATEGI ST
STRATEGI WT
“Peningkatan Rendement” (melalui : 1 Perubahan sampel nira; 2. Tebang tebu layak giling)
“Efektifitas Kinerja Tim Pengamat Rendement”
Dari hasil analisis SWOT di tingkat petani diperoleh empat strategi program pemberdayaan yaitu : 1) Strategi Perbaikan Teknik Budidaya Tebu (Strategi SO), yang dilakukan melalui program kegiatan pengadaan bibit unggul dan penyediaan pupuk tepat waktu; 2) Strategi Penguatan Permodalan Petani (Strategi WO), yang dilakukan melalui pengajuan pembiayaan usaha tani ke lembaga perbankan; 3) Strategi Peningkatan Rendement (Strategi ST), yang dilakukan melalui perubahan sampel nira dan tebang tebu layak giling; dan Strategi Efektifitas Kinerja Tim Pengamat Rendement (Strategi WT), yaitu dengan mengefektifkan kinerja Tim yang telah dibentuk.
67 Untuk menunjang terselenggaranya program kegiatan tersebut, diperlukan adanya dukungan kelembagaan koperasi, sehingga akses petani terhadap sumber-sumber yang ada dapat tercapai dan terlaksana dengan baik.
6.3.2. Analisis Di Tingkat Kelembagaan Koperasi Petani Tebu Rakyat 6.3.2.1. Faktor Internal
A. Kekuatan (Strengths) 1. Badan Hukum Koperasi Dengan adanya Badan Hukum Koperasi (BH.No.90/BH/KDK.11/1/XI/1999. Tanggal, 15 Nopember 1999), merupakan modal utama dalam melakukan aktifitas kelembagaan koperasi dan merupakan sarana untuk melakukan hubungan kerja sama baik hubungan internal maupun eksternal. 2. Dukungan Anggota Adanya dukungan anggota terhadap program kerja koperasi merupakan kekuatan sebagai dorongan internal untuk aktifitas koperasi.
B. Kelemahan (Weaknesses) 1. Kemampuan Manajerial Rendah Keterbatasan kualitas sumberdaya manusia pengelola koperasi (pengurus), menyebabkan koperasi
belum
dapat melaksanakan
fungsinya
secara
maksimal, khususnya dalam memberikan pelayanan kepada anggota maupun petani tebu pada umumnya. 2. Kemampuan Membuat Jaringan Kerja Baru Rendah Kemampuan Membuat Jaringan Kerja Baru Inisiatif koperasi untuk melakukan kerja sama baru dengan pihak luar, belum nampak. Hal ini dapat dilihat dari hubungan kerja-sama yang dilakukan terbatas pada relasi lama yaitu pabrik gula, padahal dengan menjalin hubungan kerja baru dimungkinkan akan memperoleh peluang usaha yang dapat digunakan untuk mengatasi permasalahan-permasalahan anggota koperasi maupun petani tebu pada umumnya. 3. Permodalan Rendah Modal kerja milik koperasi termasuk rendah untuk menunjang aktifitas budidaya petani tebu anggota koperasi maupun petani tebu pada umumnya. Modal kerja merupakan kekuatan bagi sebuah organisasi atau kelembagaan,
68 dengan pemilikan modal yang terbatas, maka koperasi akan sulit untuk melakukan transaksi dengan pihak luar maupun dalam melayani keperluan anggotanya.
6.3.2.2. Faktor Eksternal A. Peluang (Oportunities) 1. Dukungan Pemerintah Adanya
program
pengembangan
masyarakat
dalam
bentuk
bantuan
subsidi/pinjaman untuk petani tebu dengan menunjuk koperasi sebagai pelaksana program merupakan keuntungan bagi koperasi dalam memberikan pelayanan kepada anggota/petani tebu. 2. Keberadaan Lembaga Perbankan Keberadaan
lembaga
perbankan
yang
menyediakan
dana
untuk
pengembangan usaha tani tebu seperti, Bank Agro, Bank Bukopin dan BRI merupakan peluang bagi koperasi untuk mengusahakan kebutuhan modal kerja. 3. Ketersediaan Infrastruktur Ketersedian infrastruktur di wilayah kerja koperasi, sangat menunjang kelancaran aktifitas koperasi dalam memberikan pelayanan yang lebih baik kepada anggota/petani tebu, baik dalam distribusi pupuk maupun pelaksanaan tebang angkut tebu. 4. Dukungan Produsen Pupuk Hubungan kerja sama produsen dan konsumen, dalam hal ini PT. Petrokimia selaku produsen pupuk ZA (Zuafel Amonium) dengan petani selaku pengguna produk dapat dilakukan melalui kontrak kerja sama pengadaan pupuk. Keuntungan dari kerjasama ini antara lain pengadaan pupuk dapat dilaksanakan tepat waktu, aman dari pemalsuan pupuk dan harga produsen.
B. Ancaman (T=Treaths) 1. Gagal panen Dalam usaha budidaya sangat dimungkinkan terjadinya gagal panen, baik dikarenakan serangan hama penyakit maupun karena faktor iklim. Dalam usaha tani tebu gagal panen sering terjadi akibat faktor iklim yang kurang mendukung, seperti musim kering yang panjang maupun hujan yang
69 berlebihan. Gagal panen dapat menyebabkan koperasi tidak mampu menyelesaikan kewajibannya kepada lembaga pemberi pinjaman. 2. Kredit macet Kredit macet sangat mungkin dalam kegiatan simpan pinjam. Hal ini bisa disebabkan karena gagal panen maupun karena faktor iktikad buruk dari peminjam itu sendiri. Terjadinya pinjaman macet sangat mengganggu ketersediaan dan keberlangsungan permodalan koperasi. 3. Kebijakan import gula Kebijakan import gula yang melebihi kebutuhan konsumsi dalam negeri dapat menyebabkan harga gula lokal jatuh. Hal ini dapat menggangu kelancaran petani dalam menyelesaikan kewajiban pinjaman terhadap koperasi, sehingga mengancam permodalan koperasi.
Memperhatikan faktor internal dan faktor eksternal pada lingkungan kerja koperasi di atas, maka dapat disusun matrik analisis SWOT di tingkat kelembagaan koperasi seperti pada Tabel 18. Tabel 18 Matrik Analisis SWOT Kelembagaan KPTR Raksa Jaya Kelurahan Paduraksa Tahun 2007 FAKTOR INTERNAL
FAKTOR EKSTERNAL PELUANG (O=OPORTUNITIES) 1. Dukungan pemerintah 2. Keberadaan lembaga perbankan 3. Ketersediaan Infastruktur 4. Dukungan produsen pupuk (PT.Petrokimia)
ANCAMAN (T=TREATHS) 1. Gagal panen 2. Kredit macet 3. Kebijakan import gula
KEKUATAN (S=STRENGTHS)
KELEMAHAN (W=WEAKNESSES)
1. Badan Hukum Koperasi 2. Dukungan Anggota
1. Kemampuan manajerial rendah 2. Kemampuan membuat jaringan kerja baru rendah 3. Permodalan rendah
STRATEGI SO
STRATEGI WO
“Pengembangan jaringan kerja sama” “Peningkatan SDM dan (melalui : 1. Kerja sama permodalan” dengan PT. Petro Kimia dan (melalui : 1. Pelatihan P3GI. manajemen koperasi 2. Pelaksanaan tebang 2. Pengajuan pinjaman modal ngkut tebu mandiri kerja kepada lembaga 3. Usulan kerja sama perbankan) pengembangan tebu di lahan hutan dengan Perum Perhutani)
STRATEGI ST
STRATEGI WT
“Peningkatan kerjasama dengan pabrik gula” (melalui ; bimbingan teknik budidaya dan kegiatan
“Pengamanan modal kerja koperasi” (melalui penarikan pengembalian kredit melalui jemput bola)
pasca panen)
70 Memperhatikan Tabel 18 di atas, dengan mempertimbangkan faktor internal dan faktor eksternal diperoleh empat strategi program yang dapat dilaksanakan koperasi Raksa Jaya untuk mendukung strategi program pemberdayaan
ditingkat
petani
dan
meningkatkan
pelayanan
kepada
anggota/petani tebu antara lain sebagai berikut :
1. STRATEGI SO Yaitu, Strategi Pengembangan Jaringan Kerja Sama, dilakukan dengan cara : (1) Melakukan kerjasama dengan PT. Petro Kimia khususnya dalam pengadaan pupuk. Kerjasama dengan P3GI yaitu dalam rangka memperoleh bibit unggul baru. Strategi ini merupakan upaya memperkuat kapasitas kelembagaan melalui kerjasama dengan luar komunitas (Bridging) juga merupakan upaya kreatif (Creating) untuk meningkatkan modal koperasi melalui penerimaan fee penyaluran pupuk, bentuk kerjasama yang dilakukan yaitu dalam penyediaan pupuk ZA yang digunakan petani untuk tanaman tebu dan pupuk tersebut merupakan produk PT. Petro Kimia. (2) Pelaksanaan Tebang Angkut Mandiri, merupakan upaya kreatif (Creating) untuk memberikan peningkatan pelayanan kepada anggota/petani sekaligus upaya pemupukan modal koperasi melalui usaha tebang angkut tebu. Dalam strategi ini juga terbentuk kerjasama antar kelembagaan di dalam komunitas (Bonding) seperti, dengan pengusaha jasa transportasi, dengan ormas pemuda dan pemerintah desa. (3) Mengusulkan kerja sama pengembangan tebu di lahan hutan kepada Perum Perhutani (Bonding), bentuk kerjasama yang terbangun yaitu dalam pengadaan lahan. 2. STRATEGI WO Yaitu Strategi Peningkatan SDM dan Permodalan, dilakukan dengan cara : (1) Pelatihan Manajemen Koperasi, strategi ini lakukan untuk meningkatkan kapasitas sumberdaya manusia pengelola koperasi. (2) Mengajukan Pinjaman Modal Kerja ke Lembaga Perbankan, strategi ini merupakan upaya memperkuat kapasitas kelembagaan dengan cara mempertautkan dengan lembaga financial (Creating) untuk memperoleh dukungan permodalan.
71 3. STRATEGI ST Strategi ini dilakukan dengan cara Peningkatan Kerjasama Dengan Pabrik Gula sebagai bentuk kerja sama kemitraan (partnership) yang menempatkan koperasi sejajar dengan pabrik gula. Kerjasama ini dalam bentuk pekerjaan teknis penanganan di kebun seperti bimbingan teknis budidaya termasuk pengadaan alat seperti pompa air dan traktor, maupun kerjasama pasca panen (Pelaksanaan perubahan Sampel Nira, Tebang Tebu Layak Giling dan Tim Pengamat Rendement) 4. STRATEGI WT Strategi Pengamanan Modal Kerja Koperasi, dilakukan dengan cara Penarikan Pengembalian Kredit Melalui Jemput Bola. Upaya ini dilakukan melalui pemotongan langsung beban kewajiban petani dalam penerimaan pendapatan usaha petani sebelum diterimakan kepada petani. Upaya ini merupakan upaya kreatif (Creating) khususnya untuk mengamankan modal kerja koperasi.
Melalui strategi yang diperoleh di dalam analisis SWOT, kegiatan pengembangan kapasitas kelembagaan koperasi dapat dilakukan. Dari strategi tersebut, maka akan terjadi sinergi antara program pemberdayaan di tingkat petani dengan program pemberdayaan di tingkat kelembagaan. Strategi program di
tingkat
kelembagaan
bersifat
mendukung
terlaksananya
program
pemberdayaan di tingkat petani. Apabila petani dapat memenuhi kebutuhan yang dibutuhkan dalam usaha tani yang dilakukan, maka keberdayaan petani tebu dapat
dicapai
yang
ditandai
dengan
adanya
peningkatan
pendapatan.
Peningkatan nilai tawar diperoleh melalui penyerahan pekerjaan tebang dan angkut tebu kepada petani yang dilaksanakan melalui koperasi.
72 VII. STRATEGI PROGRAM PEMBERDAYAAN 7.1. PENYUSUNAN STRATEGI PROGRAM Rancangan strategi program pemberdayaan dilakukan melalui diskusi kelompok terfokus (FGD) pada tanggal 24 Desember 2007, jam 09.30 WIB s/d 14.00 WIB, bertempat diruang pertemuan kantor koperasi Raksa Jaya Paduraksa. Hadir dalam diskusi dari Bidang Perkebunan Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup , Pabrik Gula Sumberharjo, Kaur Pembangungan Kelurahan Paduraksa, Pengurus Koperasi Raksa Jaya dan perwakilan petani tebu sebanyak dua puluh orang. Melalui diskusi yang dipimpin oleh ketua koperasi Raksa Jaya diperoleh saran, masukan serta usulan para peserta diskusi. Memperhatikan analisis ditingkat petani (tabel 6.10), untuk mengatasi permasalahan ditingkat petani diperoleh 4 strategi program diantaranya yaitu : (1) peningkatan produksi (melalui : Perbaikan teknik budidaya tebu) (2) Pemenuhan kebutuhan modal (melalui : Pengajuan permodalan ke lembaga perbankan), (3) Pemenuhan kebutuhan lahan (melalui : Pengembangan tebu di lahan hutan), dan (4) Peningkatan rendement (melalui : Perubahan sampel nira, Tebang tebu layak giling dan Mengefektifkan kinerja Tim pengamat rendement). Untuk
mendukung
terlaksananya
strategi
program
pemberdayaan
ditingkat petani beberapa hal yang dapat dilakukan melalui pengembangan kapasitas kelembagaan KPTR Raksa Jaya Paduraksa dapat dilaksanakan melalui empat strategi program pemberdayaan yang dituangkan dalam bentuk tujuh program kegiatan sebagai berikut : 1. Strategi Pengembangan Jaringan Kerja-sama (Strategi SO), dengan program kegiatan berupa : (1) Kerja-sama dengan PT. Petro Kimia dan P3GI (2) Pelaksanaan Tebang Angkut Mandiri (3) Usulan Kerjasama Pengembangan Tebu di Lahan Hutan 2. Strategi Peningkatan SDM dan Permodalan ( Strategi WO) dengan program kegiatan (1) Pendidikan dan Pelatihan Manajemen Koperasi (2) Mengajukan Pinjaman Modal Kerja ke Lembaga Perbankan 3. Peningkatan Kerja-sama Dengan Pabrik Gula (Strategi ST) dilakukan dalam bentuk Bimbingan teknik budidaya dan kegiatan Pascapanen.
73 4. Strategi Pengamanan Modal Koperasi (Strategi WT) dilakukan melalui program kegiatan Penarikan Pengembalian Kredit Melalui Jemput Bola.
7.2.
RANCANGAN PROGRAM KEGIATAN Strategi program pengembangan masyarakat dalam bentuk program
kegiatan yang diperoleh melalui analisis SWOT di atas, merupakan strategi yang terintegrasi satu dengan lainnya. Dari tujuh program kegiatan pemberdayaan, berdasarkan kesepakatan peserta diskusi diambil 4 program kegiatan untuk segera dilaksanakan yaitu : 1) Melakukan Kerjasama Dengan PT. Petrokimia: 2) Tebang Angkut Tebu Secara Mandiri; 3) Usulan Pengembangan Tebu di Lahan Hutan; 4) Pendidikan dan Pelatihan Management Koperasi. Adapun rancangan program kegiatan yang disusun adalah sebagai berikut :
7.2.1. Kerjasama Dengan PT. Petrokimia 1. Latar Belakang Budidaya tebu pada lahan menetap yang dilakukan secara terus menerus menyebabkan ketergantungan tanah pada pupuk buatan sangat tinggi. Kebun tebu lahan kering di Kabupaten Pemalang seluas 591 hektar dan 320 diantaranya berada diwilayah kajian yang merupakan wilayah kerja KPTR Raksa Jaya. Dengan kebutuhan pupuk perhenktar antara 9-10 kuintal, maka kebutuhan pupuk pertahun sebesar 3200 kuintal. Apabila pengadaan pupuk dapat dilakukan oleh koperasi maka koperasi dapat memberikan pelayanan kepada anggota/petani tebu sekaligus memperoleh pemupukan modal dari penerimaan fee pengadaan pupuk. 2. Tujuan 1) Tercukupinya pupuk secara tepat waktu bagi anggota/petani 2) Terbangunnya kerjasama dan usaha baru bagi koperasi. 3. Pelaksana
: Koperasi Raksa Jaya Paduraksa
4. Tempat
: Wilayah Kerja Koperasi Raksa Jaya
5. Waktu
: Tahun 2008
6. Biaya
: Dana Kemitraan Budidaya Tebu (PG. Sumberharjo dan BRI sebagai pendukung
7. Tahap kegiatan 1). Melakukan penghitungan kebutuhan pupuk 2). Mengajukan Surat Penawaran kerjasama kepada PT. Petro Kimia.
74 3). Membuat MoU kerjasama Pengadaan Pupuk dengan PT. Petro Kimia. 8. Evaluasi Evaluasi
dilakukan
khususnya
dalam
untuk
mengetahui
menyangkut
efektifitas
ketepatan
hubungan
waktu
kerjasama
pengadaan
dan
pengembalian/pembayaran.
7.2.2. Tebang Angkut Tebu Secara Mandiri 1. Latar Belakang Tebang dan angkut tebu merupakan tahapan pekerjaan dalam usaha tani tebu yang membutuhkan biaya cukup besar. Pada Tahun 2006 biaya tebang dan angkut tebu sebesar Rp. 5.550,- per kuintal tebu. Biaya sebesar itu berlaku untuk seluruh tebu tebangan yang digiling ke pabrik gula, berlaku untuk jarak jauh maupun dekat. Dengan pemberlakuan tarif yang sama, berarti terdapat subsidi silang. Tebu yang dekat mensubsidi biaya angkut tebu-tebu yang letaknya jauh. Sehubungan lokasi kebun tebu petani di kelurahan Paduraksa berada di sekitar pabrik gula, berarti selama ini petani di wilayah Paduraksa telah mensubsidi tebu yang berada lebih jauh. Hal ini berarti pengurangan pendapatan petani tebu. Efisiensi biaya dapat diperoleh dari biaya angkut tebu (lihat keragaan analisa usaha tani tebu tahun 2006), apabila pekerjaan ini bisa dilaksanakan sendiri oleh petani melalui koperasi. Mempertimbangkan fasilitas sarana transportasi,
baik
prasarana
jalan,
jembatan,
alat
tranportasi,
dan
ketersediaan tenaga tebang, serta ketersediaan dana yang dimiliki koperasi, maka pekerjaan tebang dan angkut tebu sangat memungkinkan dapat dilaksanakan secara mandiri oleh petani. 2. Tujuan a. Terselenggaranya pelaksanaan tebang angkut tebu secara mandiri. b. Meningkatkan pendapatan petani melalui efisiensi biaya angkut tebu. c. Mengembangkan usaha koperasi dalam memberikan pelayanan kepada anggota/petani tebu. 3. Pelaksana
: Koperasi Raksa Jaya Paduraksa
4. Tempat
: Wilayah Kerja Koperasi Raksa Jaya
5. Waktu
: Juni s/d Oktober 2008
6. Biaya
: Koperasi Raksa Jaya (PG. Sumberharjo dan BRI sebagai pendukung)
75 6.
Tahap Pelaksanaan : a. Penyediaan armada angkutan tebu/truk, Langkah yang segera ditempuh yaitu membuat penawaran kerja atau menghubungi kepada perusahaan jasa transportasi yang ada di lingkungan terdekat antara lain CV. Panca yang berkedudukan di Comal, CV. Alwan yang berkedudukan di Kelurahan Pelutan maupun dengan pengusaha jasa transportasi perorangan. Penawaran ini juga berlaku untuk jasa transportasi di luar daerah sepanjang untuk memenuhi kebutuhan dan menunjang kelancaran pekerjaan tebang dan angkut tebu. b. Pengadaan Tenaga Tebang Mengingat panen tebu dilaksanakan berdasarkan jadwal tebang yang disusun bersama dengan tebu milik pabrik gula, maka untuk menjamin ketepatan jumlah pasokan sesuai dengan kapasitas giling mesin pabrik. Pelaksanaan panen tebu tidak dapat dilaksanakan sendiri oleh petani pemilik, tetapi dilakukan oleh tenaga tebang profesional yang sudah terbiasa dengan pekerjaan tersebut. Untuk
itu Koperasi segera
menghubungi kelompok-kelompok penebang yang ada. c. Tenaga pengamanan Untuk menjamin keamanan proses tebang dan angkut tebu, koperasi dapat menghubungi pemerintah desa setempat untuk menyediakan tenaga keamanan (Hansip Desa), maupun organisasi pemuda yang ada seperti karang taruna dan ormas pemuda lainnya untuk direkrut sebagai tenaga keamanan. d. Mempersiapkan pekerjaan administrasi untuk menunjang kelancaran pelaksanaan kegiatan.
7.2.3. Usulan Pengembangan Tebu Di Lahan Hutan 1. Latar Belakang Keterbatasan pemilikan lahan pada mayoritas petani tebu dan tidak adanya lahan garapan yang mencukupi bagi petani tebu penggarap, menyebabkan usaha tani yang dilakukan belum dapat memberikan penghasilan yang cukup bagi pemenuhan kebutuhan keluarga. Kemampuan dan ketrampilan yang dimiliki sebagai petani tebu tidak dapat dikembangkan karena keterbatasan atau ketiadaan lahan garapan. Keterlambatan pasokan
76 tebu yang menyebabkan giling tebu terhenti, berakibat pada in-efisiensi yang harus ditanggung petani tebu. Sebagai akibat dari penjarahan hutan pada kurun waktu 1998 sampai dengan tahun 2001 menyebabkan banyak lahan kosong dalam jumlah yang sangat luas (ratusan hektar) ditambah adanya tebang resmi oleh pihak pengelola (Perhutani). Sehingga terdapat banyak lahan kosong menunggu rencana tata tanam.(RTT). Menurut informasi salah seorang pejabat di Perhutani sirkulasi RTT bisa mencapai tiga tahun lebih. Keberadaan lahan tidur tersebut sementara ini dimanfaatkan oleh pada pesanggem (petani penggarap di lahan hutan) untuk menanam palawija atau dibiarkan kosong. Dengan kondisi tersebut, maka untuk memanfaatkan lahan agar dapat memberikan kontribusi bagi manusia, sudah selayaknya apabila lahan-lahan tersebut dikelola untuk usaha ekonomi produktif sambil menunggu giliran penanaman jati atau tanaman hutan. Salah satu komoditas yang mempunyai nilai ekonomis tinggi, mempunyai fungsi konservasi tanah dan dapat menyesuaikan dengan medan yang ada yaitu tebu. 2. Tujuan a. Membantu pengadaan lahan bagi petani berlahan sempit atau petani penggarap. b. Memenuhi kebutuhan pasokan tebu bagi pabrik gula. c. Terbangunnya hubungan kerja-sama antar instansi/kelembagaan dengan petani. 3. Partisipan
:
a. Dishut dan LH Kabupaten Pemalang (Penanggung-Jawab Kegiatan) b. Perum Perhutani KPH Pemalang c. PG Sumberharjo Pemalang d. Koperasi Raksa Jaya e. Petani tebu 4. Tempat
: Wilayah Kerja Perum Perhutani KPH Pemalang
5. Waktu
: Tahun 2008
6. Biaya
: PG Sumberharjo
7. Tahap Pelaksanaan : a. Tahap mediasi (rapat koordinasi) b. Pembuatan MoU antara Pemda, Perum Perhutani, PG Sumberharjo dan Petani (Koperasi Raksa Jaya)
77 c. Pendataan Lahan d. Pelaksanaan/penanaman tebu e. Kontribusi bagi stakeholders : (a) Perum Perhutani : Dana konservasi lahan (b) PG Sumberharjo : Bahan baku tebu (c) Pemda
: Dana Operasional Tim Teknis
(d) KPTR Raksa Jaya : Pelaksana tebang angkut tebu (e) Petani
: Pemenuhan lahan usaha
8. Evaluasi dan Pengawasan Evaluasi dan pengawasan dilakukan untuk memantau dampak lingkungan sebagai akibat adanya penanaman tebu di lahan hutan, sekaligus untuk menjaga keberlangsungan rencana tata tanam tanaman hutan/tanaman pokok.
7.2.4. Pendidikan dan Pelatihan Manajemen Koperasi.
1. Latar Belakang Keberadaan koperasi Raksa Jaya selama ini dapat dikatakan cukup berhasil dalam melaksanakan program pemerintah, khususnya dalam penyaluran bantuan dana akselerasi (PMUK) dan dana penyertaan modal (pengadaan pupuk). Hal ini dibuktikan dengan tidak adanya tunggakan pada petani tebu. Namun keberhasilan sebagai pelaksana program, khususnya dalam pengembalian dapat dicapai karena tata-niaga gula bermuara pada satu pintu yaitu pabrik gula. Sehingga dana petani sebelum diberikan dapat diambil terlebih dahulu untuk mencukupi pembayaran kewajiban pinjaman yang dimiliki petani. Sedangkan kegiatan usaha koperasi selain sebagai pelaksana program cenderung statis/kurang berkembang. Kemampuan koperasi dalam meraih peluang usaha sangat dipengaruhi oleh kemampuan
pengurus sebagai operator jalannya lembaga dalam
menjalankan organisasi yang dikelolanya. Untuk meningkatkan kemampuan sumberdaya pengurus pada koperasi Raksa Jaya diperlukan adanya proses pembelajaran bagi pengurus mengenai manajement koperasi sehingga diperoleh sumberdaya pengurus yang mampu menyelaraskan perencanaan, pengorganisasian, pengoperasionalan, dan pengendalian semua komponen organisasi secara harmonis untuk dapat memberikan pelayanan yang
78 maksimal bagi anggota. Salah satu bentuk proses pembelajaran yaitu melalui pendidikan dan pelatihan manajemen koperasi. 2. Tujuan 1) Meningkatkan kemampuan pengurus koperasi dalam manajemen atau mengelola koperasi. 2) Terselenggaranya pelayanan koperasi yang lebih baik kepada anggota. 3. Penanggung-jawab : Dinas Perindustrian Perdagangan dan Koperasi Kabupaten Pemalang. 4. Tempat
: Gedung Dekopinda Kabupaten Pemalang
5. Waktu
: Tahun 2008
6. Biaya
: APBD Kabupaten Pemalang
7. Tahap Pelaksanaan 1) Persiapan - Rapat persiapan dengan dinas/instansi terkait. - Pembuatan materi terdiri dari : * Administrasi Keuangan, untuk mengetahui tata-cara pengelolaan dan pertanggung-jawaban pengelolaan keuangan. * Permodalan, untuk mengetahui sumber sumber permodalan yang dapat
diraih
dan
cara
untuk
mengakses
permodalan
melalui
pembuatan proposal bantuan atau pinjaman kepada pemilik modal. * Kewirausahaan Koperasi, yaitu untuk menanamkan jiwa wira usaha bagi pengurus koperasi, sehingga diperoleh pengurus koperasi yang berjiwa wira-koperasi yaitu sikap mental positif dalam berusaha secara kooperatif, mampu mengambiul prakarsa inovatif dan berani resiko dengan berpegang pada prinsip identitas koperasi untuk kesejahteraan bersama. * Kemitraan, bertujuan untuk membuka wawasan pengurus dalam membuka dan menjalin kerja-sama dengan pihak luar dengan berlandaskan kemitraan atau kesetaraan dalam usaha khususnya dalam pemenuhan hak dan kewajiban. 2) Pelaksanaan Pelaksanaan direncanakan selama selama dua hari penyampaian materi dan sehari praktek andministrasi keuangan dan latihan pembuatan proposal pengajuan permohonan bantuan modal.
79 Dari keempat program kegiatan prioritas di atas, maka dapat disusun kerangka program kerja pemberdayaan petani tebu di kelurahan Paduraksa sebagaimana pada Tabel 19. Tabel 19
Program Kerja Pemberdayaan Petani Tebu Di Kelurahan Paduraksa Tahun 2008
Strategi
Program Kerja
1. Kerjasama dengan PT Petro Kimia
Keluaran
1.
3. Pengembangan Pengembangan tebu di lahan hutan. Jaringan Kerjasama 1. Pelatihan Management Koperasi.
1. Dinas KLH Terpenuhi nya kebutuhan pupuk petani.
2. Tebang Angkut Tebu Mandiri.
Pihak Terkait/ Penanggung -jawab
Biaya
Jadual
1. APBD
1. Th.2008
2.PG
2. Mei -Okt 2008. 3. Th. 2008
2. Disperindkop 3.
Perum Perhutani
2.Pendapatan 4. PG petani Sumberharjo meningkat. 5. KPTR Raksa Jaya
3.KPTR 4.Th. 2008
6. Petani tebu
Peningkatan SDM dan pemodalan
1. Meningkat nya kemampua n SDM 2. Pelayanan koperasi meningkat
Keempat program kegiatan di atas merupakan program pilihan yang memungkinkan untuk dilaksanakan dan dapat digunakan untuk menunjang dan mendukung aktifitas petani tebu di kelurahan Paduraksa. Tersaelenggaranya program
tersebut
merupakan
kerjasama
seluruh
stakehorders
terutama
keterlibatan dari petani untuk merencanakan kegiatan sesuai dengan keinginan dan kebutuhan mereka.
80
VIII. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
8.1. KESIMPULAN Kegiatan
usaha
tani
tebu
dikelurahan
Paduraksa,
telah
dapat
memberikan kontribusi bagi pemenuhan kebutuhan gula lokal maupun nasional. Dalam pelaksanaanya ditemui beberapa permasalahan yang menjadi kendala bagi petani tebu sehingga memerlukan upaya pengembangan agar pendapatan mereka dapat ditingkatkan. Untuk
mendukung
terlaksananya
strategi
program
pemberdayaan
ditingkat petani. Pengembangan kapasitas kelembagaan KPTR Raksa Jaya Paduraksa
perlu
dilaksanakan,
yaitu
melalui
empat
strategi
program
pemberdayaan yang dijabarkan dalam tujuh program kegiatan sebagai berikut : 1. Melakukan kerjasama dengan PT. Petro Kimia dan P3GI (Strategi SO) 2. Pelaksanaan Tebang Angkut Mandiri (Strategi SO) 3. Mengusulkan Kerjasama Pengembangan Tebu di Lahan Hutan (Strategi SO) 4. Pelatihan Manajemen Koperasi (Strategi WO) 5. Mengajukan Pinjaman Modal Kerja ke Lembaga Perbankan (Strategi WO) 6. Meningkatkan kerjasama dengan Pabrik Gula (Strategi ST) 7. Penarikan pengembalian kredit melalui jemput bola (Strategi WT).
8.2. REKOMENDASI Berdasarkan kesimpulan di atas, untuk menunjang keberlangsungan usaha petani tebu dan meningkatkan pendapatan petani, dibutuhkan adanya dukungan seluruh stakeholders. Beberapa rekomendasi yang perlu mendapatkan perhatian dari masing-masing stakeholders, sebagai berikut :
Pemerintah Kabupaten Pemalang Sebagai implementasi dari pelaksanaan otonomi daerah, pemerintah kabupaten mempunyai tanggung jawab atas keberhasilan dan kesejahteraan masyarakat,
khususnya
dalam
menyelenggarakan
lapangan
kerja
bagi
81 penduduknya. Untuk membantu terselenggaranya kegiatan usaha ekonomi masyarakat, khususnya petani tebu di wilayah kajian diharapkan : 1. Adanya fasilitasi dari pemerintah daerah untuk mempertemukan antara Perum Perhutani KPH Pemalang, PG Sumberharjo dan KPTR Raksa Jaya, untuk membicarakan program pengembangan tebu di lahan hutan. 2. Untuk mendukung permodalan petani tebu, program pemberdayaan yang sudah berjalan khususnya kegiatan kemitraan modal usaha budidaya tebu, yang merupakan program pendampingan program akselerasi produktifitas tebu supaya tetap dilanjutkan. 3. Disperindagkop supaya mengalokasikan dana untuk penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan management koperasi.
Pabrik Gula Sumberharjo Untuk menunjang operasional pabrik dan meningkatkan hubungan kerjasama berbasis kemitraan dengan petani tebu, kepada pabrik gula Sumberharjo agar : 1. Mengupayakan perbaikan mesin pabrik untuk mengantisipasi terjadinya berhenti giling akibat kerusakan mesin melalui perawatan, penambahan maupun penggantian komponen mesin yang sudah tidak efisien. 2. Mengajukan usulan revitalisasi mesin pabrik
kepada Pemerintah pusat
melalui pemerintah daerah. 3. Segera melakukan transparansi, khususnya dalam penetapan rendement tebu. Hal ini perlu dilakukan untuk menghapus dan menghilangkan kecurigaan di pihak petani.
Koperasi Raksa Jaya Untuk menunjang kelancaran dan keberhasilan dalam pelaksanaan tebang angkut secara mandiri dan memperoleh dukungan teknis maupun financial dari pemerintah dan lembaga publik lainnya, kepada koperasi agar :
1. Segera mempersiapkan perangkat kerja, baik personil maupun peralatan yang dibutuhkan untuk menunjang kelancaran program Angkut tebu secara mandiri. 2. Melakukan koordinasi dengan dinas/instansi terkait, untuk memperoleh saran masukan dan solusi menyangkut kendala-kendala teknis dan financial.
82
DAFTAR PUSTAKA
Adi, Isbandi Rukminto. 2003. Pemberdayaan, Pengembangan Masyarakat dan Intervensi Komunitas. Arsyad, Lincoln, 1999. Pengantar Perencanaan dan Pembangunan Ekonomi Daerah, Edisi I. BPFE, Yogyakarta. Anoraga, Pandji dan Sudantoko, H. Djoko, 2002. Koperasi, Kewirausahaan, dan Usaha Kecil. PT. Rineka Cipta. Jakarta. Abbas, Syamsuddin, 1999.Revolusi Hijau dengan Swasembada Beras dan Jagung. Jakarta. Setdal Bimas BPS Kabupaten Pemalang, 2005. Pemalang Dalam Angka tahun 2005. Data Monografi Kelurahan Paduraksa Tahun 2005. Data Potensi Kelurahan Paduraksa Tahun 2005. Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Tengah, 2005. Petunjuk Pelaksanaan Pemanfaatan Penguatan Modal Usaha Kelompok Tani Tebu Rakyat TA. 2005. Dinas Pertanian Kabupaten Pemalang, 2005. Pedoman Pelaksanaan Kegiatan Kemitraan Usaha Budidaya Tebu di Kabupaten Pemalang. Hikmat, R. Harry, 2004, Strategi Pemberdayaan Masyarakat. Humaniora Utama Press, 2004. Bandung Hendar, 1996. Ekonomi Koperasi, FE Untag Semarang. Kuncoro, Mudrajad, 1997. Ekonomi Pembangunan; Teori, masalah dan kebijakan. Yogyakarta. UPP AMP YKPN Khairuddin, 2000. Pembangunan masyarakat; Tinjauan Aspek : Sosiologi, Ekonomi dan Perencanaan, Liberty. Yogyakarta. KPTR Raksa Jaya, 2007. Laporan Pertanggung Jawaban Pengurus Pada RAT Tutup Buku Tahun 2006. Mubyarto, 1994. Pengantar Ekonomi Pertanian. LP3ES, Jakarta. Nasdian, Fredian Tonny dan Bambang Sulistyo Utono (2005), Tajuk Modul SEP51C. Pengembangan Kelembagaan dan Modal Sosial. Departemen Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Fakultas Pertanian IPB dan Program Pasca Sarjana IPB. PTP Nusantara IX (Persero), 2004. Profil Pabrik Gula Sumberharjo. Pemda Kabupaten Pemalang, SK. Bupati Pemalang Nomor : 525.2/599/Ek. Tanggal, 28 Pebruari 2006. Plafond Kebutuhan Areal Tebu Rakyat MT. 2006/2007 Di Kabupaten Pemalang. Rusli, Said; Wahyuni, Ekawati S; Sunito, Melani A., 2005. Tajuk Modul SEP-513 : Kependudukan. Jurusan Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Fakultas Pertanian IPB dan Pogram Pascasarjana IPB Rangkuti, Freddy, 2006, Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Sukirno, Sadono, 1985. Ekonomi Pembangunan. LPFE UI, Jakarta.
83 Suharto, Edi, 2005. Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat. Refika Aditama. Bandung. Sugiyono, 2005. Memahami Penelitian Kualitatif. CV. Alfabeta. Bandung. Syaukat, Yusman, 2006. Tajuk Modul SEP-579 : Pengembangan Ekonomi Berbasis Lokal. Departemen Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia IPB dan Sekolah Pascasarjana IPB. 2006. Soelaeman, M. Munandar, 1993. Ilmu Sosial Dasar ; Teori dan Konsep Ilmu Sosial, Bandung; Eresco. Sumodiningrat, G., B. Santoso dan M. Maiwan, 1999. Kemiskinan ; Teori, Fakta dan Kebijakan. Jakarta. IMPAC. Soetarto, Endriatmo, Lala M. Kolopaking dan Hartrisari Hardjomidjojo (2006), Analisis Sosial. Tajuk Modul SEP-521. Departemen Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia IPB dan Sekolah Pasca Sarjana IPB. Sumarti, Titik dan Yusman Syaukat. (2006). Analisis Ekonomi Lokal. Tajuk Modul SEP-578. Departemen Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia IPB dan Sekolah Pascasarjana IPB. Sitorus, MT. Felix dan Ivanovich Agusta (2006), Metodologi Kajian Komunitas. Tajuk Modul SEP-527. Departemen Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia IPB dan Sekolah Pascasarjana IPB. Sumardjo dan Saharuddin (2006), Metode-metode Partisipatif dalam Pengembangan Masyarakat. Tajuk Modul SEP-523. Departemen Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia IPB dan Sekolah Pascasarjana IPB. Soesilo, Nining I, 2002. Manajemen Strategik Di Sektor Publik (Pendekatan Praktis) Buku II. Magister Perencanaan dan Kebijakan Publik FE UI Tahun 2002. Suyono, 2007, Peta Sosial Kelurahan Paduraksa Kecamatan Pemalang Kabupaten Pemalang Provinsi Jawa Tengah. Suyono, 2007, Evaluasi Kegiatan Pengembangan Masyarakat Di Kelurahan Paduraksa Kecamatan Pemalang Kabupaten Pemalang. Tempo Interaktif, Situs Internet. Rabu, 24 Januari 2007. Jawa Timur Produksi 47 Persen Gula Nasional, diakses 26 Desember 2007. Usman, Sunyoto, 2004. Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat. Pustaka Pelajar Offset. 2004 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian. Yudoyono, Bambang, 2003. Otonomi Daerah ; Desentralisasi dan Pengembangan Aparatur Pemda dan Anggota DPRD. Pustaka Sinar Harapan. Jakarta.
84
Lampiran 1
SKETSA KELURAHAN PADURAKSA
U B
T S LAUT JAWA
KANTOR BUPATI PEMALANG
SEMARANG
KANTOR CAMAT PEMALANG
KELURAHAN PADURAKSA PASAR PADURAKSA
PURWOKERTO
85
Lampiran 2 DAFTAR PERTANYAAN UNTUK PETANI TEBU
A. IDENTITAS RESPONDEN Nama : Umur : Pendidikan : Alamat : Mulai tanam tebu : B. DAFTAR PERTANYAAN 1. Berapa jumlah anggota keluarga yang menjadi tanggungan Bapak/Ibu? - Anak ............:- Istri/Suami :..............- Orang Tua :...................... 2. Berapa rata-rata beban biaya harian dan bulanan untuk memenuhi kebutuhan keluarga ? - Harian : Rp........................ , - Bulanan : Rp. ........................... 3. Kegiatan usaha apa saja yang Bapak/Ibu kerjakan untuk memperloleh pendapatan keluarga selain bercocok tanam tebu? a. Dagang ( ), c. Berternak ( ), d. Industri rumah tangga ( ) b. Kerja sampingan (buruh, kerja harian, tukang) ( ) 4. Berapa luas lahan yang dimiliki ? a. < dari ¼ bau ( ) c. ¼ bau s/d ½ bau ( ) b. ½ bau s/d 1 bau ( ) d. 1 bau s/d 1 Ha ( ) e. > 1 Ha ( ) 5. Dari mana Bapak/Ibu memperoleh modal untuk menanam tebu ? a. Pribadi ( ), b. Pinjaman ( ), c. Koperasi ( ) 6. Berapa Biaya yang dikeluarkan untuk menanam tebu sampai tebang ? Rp. ....................................... 7. Berapa SHU yang diterima dari Pabrik Gula ? Rp. ..................... 8. Pelayanan apa saja yang Bapak / Ibu peroleh dari Koperasi ? a. Pinjaman Modal ( ) c. Pengadaan bibit ( ) b. Pengadaan Pupuk ( ) d. lain-lain ( ) 9. Apakah pelayanan koperasi sudah memuaskan Bapak/ Ibu ? a. Memuaskan ( ), c. Cukup memuaskan ( ), b. Kurang/tidak memuaskan ( ) d. Tidak tau ( ) 10. Permasalahan apa yang paling pokok dalam usaha tani tebu a. Permodalan ( ) b. Pemeliharaan ( ) c. Pemasaran ( ) 11. Apakah pendapatan yang diperoleh dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari dan kebutuhan biaya usaha tani tebu a. Cukup ( ) b. tidak cukup ( ) 12. Apakah rendemen yang ditetapkan Pabrik Gula sudah memuaskan a. Sudah ( ) b. Belum ( ) c. Tidak tahu ( ) 13. Apakah bapak/Ibu/Sdr. Setuju apabila pekerjaan tebang angkut tebu dilaksanakan sendiri oleh petani melalui koperasi.
86 a. Setuju ( ) -b. Tidak Setuju ( ) 14. Apakah bapak/ibu/sdr memerlukan pekerjaan sampingan selain usaha tani tebu? a. Sangat perlu ( ) b. Perlu ( ) c. Tidak perlu ( ) 15. Apakah bapak/Ibu/Sdr. Sudah bergabung/menjadi anggota koperasi a. Sudah ( ) b. Belum ( ) Keterangan : Beri tanda V pada tanda ( ) yang bapak ibu pilih. Lampiran 3 DAFTAR PERTANYAAN UNTUK PENGURUS KOPERASI
A. IDENTITAS RESPONDEN Nama : Umur : Pendidikan : Alamat : B. DAFTAR PERTANYAAN 1. Sejak kapan Bapak/Ibu menjadi pengurus koperasi? 2. Apakah bapak/Ibu senang menjadi pengurus koperasi? Apa alasan bapak Ibu menjadi pengurus koperasi ? 3. Berapa Jumlah personil yang terlibat dalam pengelolaan koperasi?, apakah jumlah itu dipandang cukup, kurang atau terlalu banyak? Beri alasan bapak dan ibu. 4. Pelayanan apa saja yang telah dilakukan koperasi kepada anggota ? 5. Bagaimana respon anggota sebagai anggota koperasi, khususnya dalam melaksanakan kewajiban-kewajibannya? 6. Apakah koperasi siap apabila melaksanakan pekerjaan tebang dan angkut tebu secara mandiri? 7. Bagaimana koperasi memperoleh permodalan untuk kegiatan usahanya? 8. Kerja sama apa saja yang telah dilakukan koperasi dengan pihak luar? 9. Bagaimana perhatian dan dukungan pemerintah terhadap perkembangan dan kemajuan koperasi? Sebutkan manfaat yang diterima dan dirasakan secara langsung oleh koperasi. 10. Kendala apa saja yang dirasakan menghambat dalam pengelolaan koperasi? 11. Apakah koperasi telah melaksanakan RAT tepat pada waktunya. 12. Bagaimana upaya Bapak/Ibu dalam upaya memajukan koperasi?
87 13. Apa harapan Bapak/Ibu dalam upaya memajukan koperasi? 14. Apakah bapak sudah membangun kerja sama antar koperasi sejenis? 15. Apakah porsi pembagian gula petani, menurut Bapak/Ibu/Saudara sudah adil. Jelaskan alasan Bapak/Ibu/Saudara.
Lampiran 4 DAFTAR PERTANYAAN UNTUK PABRIK GULA
A. IDENTITAS RESPONDEN Nama Umur Jabatan Alamat
: : : :
B. DAFTAR PERTANYAAN 1. Kerja sama dalam bentuk apa saja yang telah dilaksanakan oleh Pabrik Gula dengan Koperasi Petani Tebu Rakyat “Raksa Jaya” sebagai mitra kerja Pabrik Gula. 2. Apakah Pabrik Gula telah melaksanakan transparansi dalam kemitraan yang dibangun dengan petani, Jelaskan contoh transparansi tersebut. 3. Menurut Bapak/Ibu/Saudara peran/pekerjaan apa saja yang selama ini dikerjakan oleh pabrik gula, tetapi sesungguhnya dapat diberikan dan dilaksanakan oleh petani sendiri. 4. Apakah Pabrik Gula telah melaksanakan semua tahapan pekerjaan dalam budidaya tanaman tebu. Apakah ada pengaruh terhadap produktifitas apabila pekerjaan tersebut tidak dilaksanakan. 5. Apakah pendapatan petani tebu masih dapat ditingkatkan ?. Upaya apa saja yang telah dilaksanakan Pabrik Gula untuk meningkatkan pendapatan petani tebu tersebut. 6. Dukungan apa saja yang diberikan pabrik gula kepada petani tebu murni/mandiri (kemitraan B), khususnya diwilayah kerja KPTR Raksa Jaya Paduraksa. 7. Bagaimana keragaan pendapatan petani tebu murni (rata-rata per ha), selama 5 tahun terakhir, khususnya untuk wilayah KPTR Raksa Jaya Paduraksa. 8. Apakah selama ini pernah terjadi komplain dari petani tebu atas pelayanan yang diberikan oleh pabrik gula, berkaitan dengan rendement gula tebu petani maupun SHU yang diterima petani.
88 9. Apakah porsi pembagian gula petani, menurut Bapak/Ibu/Saudara sudah adil. Jelaskan alasan Bapak/Ibu/Saudara. 10. Menurut pandangan bapak/ibu/Saudara, apakah Pemerintah Daerah telah terlibat secara efektif dalam menyelesaikan setiap permasalahan yang terjadi antara petani dengan pabrik gula.
Lampiran 5 DAFTAR PERTANYAAN UNTUK INSTANSI TERKAIT/DINAS TEKNIS (DIPERINDAGKOP)
A. IDENTITAS RESPONDEN Nama Umur Jabatan Alamat
: : : :
B. DAFTAR PERTANYAAN 1. Program apa saja yang telah dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Pemalang (Diperindagkop) dalam pengembangan kelembagaan koperasi di Kabupaten Pemalang , khususnya di wilayah kerja KPTR Raksa Jaya Paduraksa. 2. Koperasi merupakan kelembagaan sosial ekonomi yang bertujuan untuk mengatasi permasalahan secara kolektif. Apakah KPTR Raksa Jaya dipandang telah mampu memberikan pelayanan secara efektif kepada anggotanya. Indikator apa saja yang dapat dijadikan ukuran keberhasilan tersebut. 3. Stigma negatif terhadap kelembagaan koperasi, menyebabkan koperasi kurang memperoleh tanggapan positif dari masyarakat. Upaya apa saja yang dilah dialkukan Pemda (Diperindagkop) untuk memperbaiki citra koperasi di Kabupaten Pemalang. 4. Kendala apa saja yang menyebabkan kkoperasi pada umumnya tidak mampu bersaing dalam kegiatan usahanya. Dukungan/upaya apa saja yang telah dilakukan untuk mengatasi permasalahan tersebut. 5. Jaring kerja (net working) merupakan kebutuhan dalam membangun kegiatan usaha. Peran apa saja yang telah dilakukan Diperindagkop untuk membentu terbentuknya jaring kerja bagi kelembagaan koprasi baik dalam akses terhadap sumber modal, produksi maupun pasar, khususnya di KPTR Raksa Jaya Paduraksa. 6. SDM pengelola koperasi merupakan modal utama dalam kemajuan koperasi Langkah apa saja yang telah dilakukan untuk meningkatkan kapasitas SDM Pengelola koperasi, sehingga mereka mampu mengelola koperasi dengan baik.
89 7. KPTR Raksa Jaya Paduraksa sebagai kelembagaan ekonomi petani tebu, telah menjalin kemitraan dengan PG sumberharjo. Menurut Bapak/Ibu/Saudara, apakah kemitraan tersebut telah berjalan dengan adil mengingat adanya ketergantungan petani tebu terhadap PG dalam proses produksi gula. 8. Menurut pandangan bapak/ibu/Saudara, apakah Pemerintah Daerah (Diperindagkop) telah terlibat secara efektif dalam menyelesaikan setiap permasalahan yang terjadi antara koperasi dengan mitra kerjanya. Lampiran 6 DAFTAR PERTANYAAN UNTUK INSTANSI TERKAIT/DINAS TEKNIS (DISHUT DAN LH)
A. IDENTITAS RESPONDEN Nama Umur Jabatan Alamat
: : : :
B. DAFTAR PERTANYAAN 1. Program apa saja yang telah dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Pemalang untuk meningkatkan kesejahteraan dan pendapatan petani tebu rakyat, khususnya di wilayah kerja KPTR Raksa Jaya Paduraksa. 2. Apakah Program yang dilaksanakan tersebut telah berhasil meningkatkan kesejahteraan dan pendapatan petani tebu rakyat. Indikator apa saja yang dapat dijadikan ukuran keberhasilan program tersebut. 3. Menurut Bapak/Ibu/Saudara peran/pekerjaan apa saja yang selama ini dikerjakan oleh pabrik gula, tetapi sesungguhnya dapat diberikan dan dilaksanakan oleh petani sendiri.
4. Apakah pendapatan petani tebu masih dapat ditingkatkan ?. Upaya apa saja yang telah dilaksanakan Pemerintah Daerah untuk meningkatkan pendapatan petani tebu tersebut. 5. Dukungan apa saja yang diberikan Pemerintah Daerah kepada petani tebu murni/mandiri (kemitraan B), khususnya diwilayah kerja KPTR Raksa Jaya Paduraksa. 6. Bagaimana keragaan pendapatan petani tebu murni (per ha), selama 5 tahun terakhir, khususnya untuk wilayah KPTR Raksa Jaya Paduraksa. 7. Apakah selama ini pernah terjadi komplain dari petani tebu atas pelayanan yang diberikan oleh pabrik gula, berkaitan dengan rendement gula tebu petani maupun SHU yang diterima petani. Bagaimana peran pemerintah Daerah apabila terjadi konflik antara pabrik gula dengan petani.
90 8. Apakah porsi pembagian gula petani, menurut Bapak/Ibu/Saudara sudah adil. Jelaskan alasan Bapak/Ibu/Saudara. 9. Menurut pandangan bapak/ibu/Saudara, apakah Pemerintah Daerah telah terlibat secara efektif dalam menyelesaikan setiap permasalahan yang terjadi antara petani dengan pabrik gula. 10. Apakah koperasi dipandang mampu apabila melaksanakan tebang dan angkut tebu secara mandiri. Lampiran 7
DAFTAR PERTANYAAN SWOT PEMBERDAYAAN PETANI TEBU DI KELURAHAN PADURAKSA TAHUN 2007 DATA RESPONDEN : Nama Umur Alamat Jenis kelamin Pendidikan terakhir
NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9
: : : : 1. Laki-laki 2. Perempuan : 1. Tidak tamat SD 2. Tamat SD 3. Tamat SLTP 4. Tamat SLTA 5. Sarjana FAKTOR INTERNAL
Kemampuan budidaya tebu Pemilikan dan pemupukan modal Lokasi tempat usaha Pemilikan lahan Adanya Badan Hukum Koperasi Pengetahuan tentang rendement Kemampuan membuat jaringan kerja baru Kemanfataan produk Kinerja koperasi
BOBOT 1 1 1 1 1 1 1 1 1
2 2 2 2 2 2 2 2 2
3 3 3 3 3 3 3 3 3
FAKTOR EKSTERNAL 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Permintaan pasar terhadap produk Ketersediaan infra-struktur Dukungan pemerintah (pusat/daerah) Adanya Pabrik Gula (PG) Pemasaran/Tata niaga gula Kelayakan mesin pabrik Dukungan lembaga perbankan Kebijakan import gula Transparansi dalam penetapan rendement
4 4 4 4 4 4 4 4 4
5 5 5 5 5 5 5 5 5
6 6 6 6 6 6 6 6 6
7 7 7 7 7 7 7 7 7
8 8 8 8 8 8 8 8 8
9 9 9 9 9 9 9 9 9
10 10 10 10 10 10 10 10 10
8 8 8 8 8 8 8 8 8
9 9 9 9 9 9 9 9 9
10 10 10 10 10 10 10 10 10
BOBOT 1 1 1 1 1 1 1 1 1
2 2 2 2 2 2 2 2 2
3 3 3 3 3 3 3 3 3
4 4 4 4 4 4 4 4 4
5 5 5 5 5 5 5 5 5
6 6 6 6 6 6 6 6 6
7 7 7 7 7 7 7 7 7
91 Keterangan : 1. Semakin besar nilai bobot berarti semakin penting atau berpengaruh terhadap pemberdayaan petani tebu. (1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 ) Buruk sekali Å---------------------------------Æ Baik Sekali 2. Faktor internal yang berbobot tinggi menjadi kekuatan dan yang berbobot rendah menjadi kelemahan. 3. Faktor eksternal yang berbobot tinggi menjadi peluang dan yang berbobot rendah menjadi ancaman. Lampiran 8 Rata-rata Jawaban Pertanyaan SWOT Faktor Internal Responden Pemberdayaan Petani Tebu di Kelurahan Paduraksa Tahun 2007
No Pertanyaan Faktor Internal 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Bobot Penilaian Responden Responden 1 2 3 4 5 6 7 8 9 8 4 6 4 6 3 4 8 5
7 4 7 4 6 4 4 7 5
8 4 7 3 7 5 4 8 6
7 5 7 5 6 5 4 8 4
Rata-rata Baris
8 3 7 7 7 5 6 8 7
7,44 4,11 7,00 5,22 6,33 4,00 4,44
Rata-rata kolom
5,77
8 3 8 6 6 3 5 8 6
7 4 8 5 6 3 5 8 5
6 5 6 6 7 3 4 8 6
8 5 7 7 6 5 4 7 7
7,77 5,66
Klasifikasi
S W S W S W W S W
Keterangan : - Rata-rata baris > rata-rata kolom = S (Strenghts/Kekuatan) - Rata-rata baris < rata-rata kolom = W (Weaknesses/Kelemahan)
92
Lampiran 9 Rata-rata Jawaban Pertanyaan SWOT Faktor Eksternal Responden Pemberdayaan Petani Tebu di Kelurahan Paduraksa Tahun 2007
No Pertanyaan Faktor Eksternal 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Bobot Penilaian Responden Responden 1 2 3 4 5 6 7 8 9 7 6 6 6 4 5 6 4 5
7 7 6 6 4 5 6 4 4
8 6 7 7 4 5 6 4 5
8 7 8 7 5 5 7 5 5
7 6 7 8 6 5 6 5 4
8 6 7 6 4 5 6 4 5
8 7 6 7 6 6 6 4 4
8 7 6 7 6 5 7 5 5
8 8 8 8 6 6 7 3 4
Rata-rata kolom
Rata-rata Baris
Klasifikasi
7,66 6,55 6,77 6,88 5,00 5.22 6,33 4,22 4,55
O O O O T T O T T
5,90
Keterangan : - Rata-rata baris > rata-rata kolom = O (Oportunities/Peluang) - Rata-rata baris < rata-rata kolom = T (Threaths/Ancaman)
93
Lampiran 10 Data Responden A. Kelompok I (pemilikan lahan s/d 0,5 Hektar) N Nama 0 Respon den 1 2 3
Rasmani Ruswat Karyoto
Umur (Th.)
60 64 40
Alamat
Pendi dikan
SR Surajaya SR Kramat Paduraksa SLTA
Luas Lahan (Ha) 0,35 0,35 0,175
Pengalaman Jumlah Bertani tebu keluarga (Jiwa) 19 12 7
5 4 4
B. Kelompok II (Pemilikan lahan 0,5 s/d 1,0 Hektar) N Nama 0 Respon den 1 2 3
H. Ruhadi Sahari Anwar
Umur (Th.)
60 52 73
Alamat
Pendi dikan
Paduraksa SLTA Paduraksa SMP Paduraksa SR
Luas Lahan (Ha) 1,0 1,0 0,71
Pengalaman Jumlah Bertani tebu keluarga (Jiwa) 12 15 19
4 6 6
C. Kelompok III (Pemilihan lahan di atas 1 Hektar) N0 Nama Respon den 1 2 3
H.Drajat H.Kusnadi H.Sanadi
Umur Alamat (Tahun)
48 55 83
Pendi dikan
Paduraksa SD paduraksa SMP Paduraksa SR
Luas Lahan (Ha) 3,25 7,0 8,0
Pengalaman Jumlah Bertani tebu keluarga (Jiwa) 12 19 21
5 4 6
94
Lampiran 11 Foto Kegiatan Gambar 1, 2 dan 3 Aktifitas Petani Tebu
Gambar 1 Kegiatan keprasan tunas tebu
Gambar 2 Perawatan tunas tebu
95
Gambar 3 Suasana Tebang Tebu
Gambar 4, 5 dan 6 Keterlibatan Ibu-ibu dalam menunjang ekonomi keluarga
Gambar 4 Tumpangsari Tebu dan Kedelai
96 Gambar 5 Kayu bakar untuk energi rumah tangga
Gambar 6 Melayani kebutuhan pekerja di kebun
Gambar 7, 8 dan 9 Beberapa Aktifitas Ekonomi Masyarakat Kelurahan Paduraksa (Tahun 2007)
Gambar 7 Pengrajin Kaos Kaki (Home Industri)
Gambar 8 Peternakan penduduk
97
Gambar 9 Pembuatan Bata Merah
Gambar 10 Wawancara dengan salah seorang responden
Gambar 11 Pengkaji memandu penyusunan program partisipatif dalam FGD
98
Gambar 12 Peserta FGD
Lampiran 12
Surat-surat Pendukung
99
100
101 HASIL PENYUSUNAN PROGRAM PM SECARA PARTISIPATIF TENTANG PEMBERDAYAAN PETANI TEBU DI KELURAHAN PADURAKSA
Pelaksanaan
: Hari Tanggal Jam Tempat
: Senin : 24 Desember 2007 : 09.30 WIB s/d 14.00 WIB : Ruang Pertemuan KPTR Raksa Jaya Paduraksa
Peserta
: 1. Bidang Perkebunan Dinas Kehutanan dan LH 2. PG Sumberharjo 3. Kaur Pembangunan Kelurahan Paduraksa 4. Ketua Koperasi Raksa Jaya 5. Perwakilan Petani Tebu
Pimpinan diskusi : Ketua Koperasi Raksa Jaya Setelah pertemuan dibuka oleh Ketua Kperasi Raksa Jaya, waktu sepenuhnya diserahkan kepada pengkaji untuk menyampaikan maksud dan tujuan dilaksanakannya kegiatan penyusunan program secara partisipatif. Dalam kesempatan ini pengkaji menyampaikan beberapa maksud dan tujuan serta hasil kajian yang telah dilaksanakan. Hasil kajian berupa analisis faktor lingkungan usaha tani tebu dan lingkungan kerja koperasi yang telah dipetakan menjadi faktor in ternal dan eksternal dalam bentuk matrik SWOT. Dalam matrik tersebut disampaikan beberapa alternative rancangan program pemberdayaan dalam bentuk pengembangan kapasitas kelembagaan untuk memperoleh tanggapan/saran dan masukan peserta diskusi. Tanggapan/saran/masukan peserta diskusi : 1. H. Kusnadi (Ketua Koperasi) - Koperasi mendukung dilakukannya program pemberdayaan masyarakat secara partisipatif oleh mahasiswa MPM-IPB. - Mohon bantuan penyelesaian atas beberapa permasalahan petani khususnya menyangkut, pengadaan pupuk tepat waktu, pengadaan pompa air untuk mengatasi kesulitan air pada waktu kemarau panjang dan masalah permodalan. - Usulan : a. Pekerjaan tebang dan angkut tebu dapat dilaksanakan oleh koperasi. b. Mohon dilakukan fasilitasi oleh pemerintah agar dapat memanfaatkan lahan kosong bekas tebangan hutan untuk ditanami tebu. 2. A. Suhedi (Kaur Pembangunan Kelurahan Paduraksa) - Mendukung program PM secara partisipatif - Menghimbau masyarakat tani untuk menjaga dan memelihara fasilitas umum (jalan, jembatan, saluran irigasi) - Jalan desa yang digunakan untuk aktifitas angkutan tebu agar segera dibantu perbaikannya apabila terjadi kerusakan.
102 3. S. Tjipto (PG Sumberharjo) - Budidaya tebu memerlukan tahapan pekerjaan secara tepat waktu. - Produktifitas tebu sangat ditentukan kualitas bibit yang ditanam dan perlakuan di kebun. Termasuk dalam penggunaan pupuk tepat waktu. - Rendement diciptakan di kebun, tetapi hasil akhir sangat dipengaruhi pada perlakuan pasca panen. Perlu diusahakan tebang tebu yang layak giling (manis, bersih, segar) karena akan berpengaruh terhadap pencapaian rendement. - PG siap memberikan bimbingan teknis pada proses budidaya tebu dan siap melakukan sosialisasi tentang rendement kepada petani. 4. Ir. H. Ngadimin (Bidang Perkebunan Dishut dan LH) - Budidaya tebu merupakan usaha kolektif yang memerlukan kerjasama semua pihak, terutama kerjasama petani dengan pabrik gula agar lebih ditingkatkan lagi. - Koperasi harus kreatif untuk membantu mengatasi permasalahan anggota/petani tebu. - Kecurigaan petani tentang rendement agar menjadi perhatian pabrik gula agar kedepan dapat lebih transparan dalam menetapkan rendement tebu petani. Sosialisasi agar segera dilaksanakan. - Kesiapan giling pabrik agar benar-benar dicermati untuk menghindari terjadinya jam berhenti giling yang tinggi, karena akan merugikan semua terutama petani. - Untuk menghindari terjadinya kredit macet, sebelum SHU diserahkan kepada petani sebaiknya diperhitungkan dahulu kewajiban yang harus dilaksanakan petani. 5. H. Ruhadi (Petani Tebu) - PG supaya transparan dalam menetapkan rendemen tebu petani (obyektif) tidak pukul rata. - Untuk menambah penghasilan koperasi bila perlu koperasi membangun kerjasama sendiri dengan pabrik pupuk. 6. Sodikin (Petani Tebu) Kalau bisa pemerintah kabupaten dapat memberikan bantuan bibit (tanaman dan ternak) kepada petani untuk menambah pendapatan petani tebu. 7. Rasmani (Petani Tebu) Pabrik jangan sering mati, karena jadwal tebang menjadi mundur dan tebu yang sudah ditebang menjadi layu. Akibatnya rendement turun. Beberapa kesepakatan dalam penyusunan rancangan program kegiatan untuk pengembangan kapasitas koperasi sebagai berikut : 1. Untuk memenuhi kebutuhan pupuk dan bibit unggul supaya diusahakan kerjasama dengan PT Petro kimia dan P3GI. 2. Untuk membantu penyediaan lahan bagi petani tidak berlahan agar diupayakan usulan pengembangan tebu di lahan hutan kepada Perum Perhutani Pemalang melalui pemerintah Kabupaten Pemalang. 3. Untuk mencukupi kekurangan pembiayaan usaha tani tebu agar dapat dilakukan pengajuan pinjaman modal kerja kepada lembaga perbankan. 4. Untuk menghindari kecurigaan petani dalam penetapan rendemant, pengadaan pompa air dan bimbingan teknis budidaya tebu, hubungan kerjasama koperasi dengan pabrik gula agar dapat ditingkatkan lagi.
103 5. Untuk meningkatkan kemampuan dalam mengelola koperasi, agar diadakan diklat perkoperasian bagi pengurus koperasi. 6. Pelaksanaan tebang dan angkut tebu diserahkan kepada koperasi. 7. Untuk menghindari terjadinya kredit macet, agar dilakukan pengembalian kredit dengan sistem jemput bola pada saat penyerahan SHU petani. Dari beberapa rancangan program kegiatan di atas, disepakati empat program untuk segera dilaksanakan yaitu : 1. 2. 3. 4.
Melakukan kerjasama dengan PT Petro Kimia Melaksanakan tebang angkut tebu secara mandiri Pengembangan tebu dilahan hutan Mengadakan pendidikan dan pelatihan perkoperasian bagi pengurus koperasi.
Demikian hasil FGD, untuk diketahui.
Pemalang, 24 Desember 2007
Pengkaji
104
105
106
107
108
109
110
111