Prosiding Seminar Nasional Serealia 2009
ISBN :978-979-8940-27-9
USAHATANI JAGUNG PULUT MENDUKUNG KEMANDIRIAN PANGAN DAN PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI Syuryawati dan Faesal Balai Penelitian Tanaman Serealia Abstrak. Jagung pulut merupakan jagung lokal khas Sulawesi Selatan dengan warna biji putih, rasa enak, gurih, dan pulen disebabkan oleh kandungan endosperm yang hampir semuanya adalah amilopektin. Jagung pulut dapat diolah menjadi berbagai macam olahan seperti binte, baro’bo, jagung marning, dan jagung rebus tongkol muda, dan jagung bakar. Rasa gurih dan pulen pada jagung pulut ini menyebabkan cukup banyak dijumpai di Sulawesi Selatan dijual dalam bentuk rebusan tongkol muda, misalnya pada daerah wisata Bantimurung Kabupaten Maros. Umur 65–75 hari jagung pulut sudah dapat dipanen untuk dapat dikonsumsi sebagai jagung rebus, jagung bakar, dan bentuk olahan lainnya. Pasaran jagung pulut muda rata-rata Rp. 250 per tongkol. Hasil analisis ekonomi menunjukkan bahwa keuntungan yang dicapai petani jagung pulut panen tongkol muda sebesar Rp 12.807.500,- per ha dengan R/C ratio 4,33. Dengan demikian usahatani jagung pulut dapat dikembangkan mendukung ketahanan pangan dan pendapatan petani. Kata kunci : Jagung pulut, Kemandirian pangan, Pendapatan
PENDAHULUAN Jagung pulut (waxy corn) yang ada di tingkat petani dan di pasaran sekarang ini merupakan jagung pulut lokal jenis bersari bebas. Jagung pulut merupakan salah satu jenis jagung yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. Di Jepang jagung ini telah dimanfaatkan sebagai sumber amilopektin yang digunakan dalam produk makanan, tekstil, lem, dan industri kertas (Anonim 2008). Di Sulawesi Selatan, jagung pulut ini banyak dibudidayakan, dan dikonsumsi dengan berbagai bentuk olahan makanan untuk diversifikasi pangan dalam mendukung kemandirian pangan. Olahan jagung pulut ini dapat dibuat berbagai jenis makanan seperti binte, baro’bo, jagung goreng/marning, jagung rebus, jagung bakar dan sebagai bahan pembuatan kue. Umumnya jagung pulut ditanam petani berdasarkan seleksi massa yang dilakukan selama masa tanam. Jagung pulut dipanen muda pada umur 65-70 hari, dan sebagian disisakan untuk panen tua diperuntukkan sebagai benih pada pertanaman berikutnya. Budi daya jagung pulut Lokal Maros di sekitar Bantimurung dengan produktivitas kurang dari 2 t/ha (Iriany et al. 2006). Cara budi daya masih sederhana, benih diperoleh dari hasil seleksi massa atau membeli dari petani tetangga dan di pasar, belum dijumpai penangkar yang khusus menangani produksi dan penjualan benih jagung pulut. Balitsereal telah menghasilkan varietas unggul jagung baik jenis hibrida maupun bersari bebas termasuk jagung pulut. Varietas unggul jagung pulut yang dihasilkan dan akan dilepas mempunyai potensi hasil sekitar 5 t/ha. Kabupaten Maros terutama di sekitar daerah wisata Bantimurung banyak dijumpai jagung lokal pulut, yang dijual dalam bentuk tongkol muda. Petani biasanya memanen tanaman jagungnya dalam bentuk tongkol jagung muda. Jagung pulut muda yang telah diolah menjadi jagung rebus atau jagung bakar dijual dengan harga Rp. 500 per tongkol dan hasilnya lebih menguntungkan. Jagung rebus pulut rasanya enak, gurih dan pulen, rasa ini disebabkan oleh kandungan endosperm yang hampir semuanya adalah amilopektin (Iriany et al. 2006). Widowati et al. (2006) menjelaskan bahwa semakin
527
Prosiding Seminar Nasional Serealia 2009
ISBN :978-979-8940-27-9
tinggi kandungan amilopektin, tektur dan rasa jagung semakin lunak, pulen, dan enak. Endosperm jagung biasa terdiri atas campuran 72% amilopektin dan 28% amilosa (Jugenheimer 1985). Untuk jagung pulut Lokal Maros dilaporkan bahwa kandungan amilopektinnya yaitu 85,68 % (Yasin HG et al. 2008). Jagung pulut sampai saat ini belum banyak mendapat perhatian, terutama dalam peningkatan potensi hasilnya padahal permintaan cukup banyak dan peningkatan pendapatan petani dalam berusahatani jagung pulut cukup menjanjikan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efisiensi usahatani jagung pulut yang menguntungkan dan dapat diolah menjadi berbagai macam makanan dalam mendukung kemandirian pangan. BAHAN DAN METODE Penelitian ini dilakukan di Kec. Bantimurung, Kab. Maros, Sulawesi Selatan pada bulan Mei-Agustus 2008. Usahatani yang dilakukan petani dalam bertanam jagung, persiapan lahan dilakukan pengolahan tanah sempurna dengan cara dibajak kemudian digaru dan diratakan untuk siap ditanami. Benih jagung pulut yang digunakan yaitu benih lokal Pulut Maros yang terlebih dahulu diberi Saromil (5 g/5 kg) untuk mencegah serangan penyakit bulai (Downy mildew). Benih ditanam pada lahan yang sudah dipersiapkan dengan cara ditugal, jarak tanam 75 cm x 20 cm, satu biji per lubang. Pemupukan diberikan dengan dosis 300 kg urea, 200 kg SP36, dan 100 kg KCl/ha. Aplikasi pupuk dilakukan dua kali, aplikasi pertama pada umur 7-10 hari setelah tanam (hst), setengah takaran urea dan seluruh SP36 serta KCl diberikan dengan cara ditugal di samping tanaman sekitar 5-7 cm dengan kedalaman 7-10 cm, kemudian ditutup dengan tanah. Pemberian pupuk kedua dilakukan dengan cara yang sama menggunakan urea dari sisa pemupukan pertama pada umur 30 hst. Pemeliharaan tanaman dilakukan sebaik mungkin mengacu pada teknik budidaya jagung di lahan sawah. Penyiangan pertama sekaligus dilakukan pembumbunan pada umur 21 hst, sedangkan penyiangan kedua dilakukan pada umur 42 hst dengan menggunakan Gramoxon 2 l/ha. Pemberian air menggunakan sumber air dari pengairan Bantimurung dan sumur bor. Pengendalian hama penyakit tanaman dilakukan dengan sistem pemantauan serangan organisme pengganggu tanaman pada pertanaman jagung pulut. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara dengan menyiapkan sejumlah pertanyaan dalam bentuk kuesioner. Data yang dikumpulkan adalah jumlah dan harga input/sarana produksi yang digunakan, penggunaan tenaga kerja, jumlah dan harga output yang dihasilkan serta memdapatkan informasi teknik budi daya jagung pulut yang diterapkan petani. Data yang terkumpul selanjutnya ditabulasi dan dianalisis untuk mengetahui keuntungan yang dicapai petani. Di samping itu, dilakukan pula analisis kelayakan usahatani untuk mendukung pengembangannya di tingkat petani. Analisis keuntungan usahatani diukur dengan menggunakan rumus (Soekartawi 1995) berikut: ∏ = TR – TC Dimana: ∏ = Keuntungan (Rp) TR = Total penerimaan adalah produksi dikalikan dengan harga satuan (Rp) TC = Total biaya adalah penjumlahan biaya usahatani (sarana produksi dan tenaga kerja) dalam rupiah
528
Prosiding Seminar Nasional Serealia 2009
ISBN :978-979-8940-27-9
Selanjutnya dianalisis kelayakan usahatani jagung pulut dengan menggunakan rumus R/C ratio (Anonim 1987) yaitu: Σk Yi . Pyi i=1
R/C = Σn Xi . Pxi i=1
Dimana: Σ = Jumlah Yik = Produksi fisik (t) Pyik = Harga produk persatuan fisik yang diterima oleh petani (Rp) Xin = Jenis input dalam satuan fisik Pxin = Harga satuan input x yang digunakan HASIL DAN PEMBAHASAN Penanaman jagung pulut umumnya dilakukan setelah panen padi sawah. Petani menggunakan benih yang berasal dari hasil seleksi massa secara turun temurun. Benih dipilih pada pertanaman secara persarian terbuka (open pollinated) melalui seleksi massa yakni memilih tanaman sehat, tidak rebah, bertongkol besar, tidak terserang hamapenyakit, barisan biji rapat dan lurus, serta kelobot tertutup rapat. Nilai jual benih jagung pulut di pasaran Rp 5.000,- per kg. Budi daya jagung pulut yang dilakukan petani di lokasi penelitian secara teknis sudah memadai, namun masih perlu perbaikan dalam hal penggunaan benih unggul, pemupukan berimbang dengan dosis, cara, dan waktu aplikasi yang tepat. Demikan pula pada pemberian air yang belum merata, sesuai kebutuhan tanaman dan waktu yang tepat. Sumber air yang digunakan petani di lokasi ini dari pengairan Bantimurung tetapi tidak mencukupi karena air terbatas, sehingga petani menggunakan sumber air dari sumur bor. Hasil yang dicapai dari usahatani jagung pulut panen tongkol muda yaitu 66.600 tongkol per ha. Pada waktu panen petani menggunakan tenaga sewaan dan tenaga dalam keluarga. Harga pemasaran jagung pulut muda rata-rata Rp 250,- per tongkol, pedagang pengecer tidak membedakan harga terhadap ukuran besar kecilnya tongkol. Jadi diatur sedemikian rupa dalam satu ikatan tongkol jagung pulut muda, sehingga antara tongkol besar dan kecil tidak ada perbedaan harga dalam pemasarannya. Umumnya pemasaran jagung pulut muda dalam satu ikatan terdapat 10–20 tongkol untuk siap dijual. Berikut diuraikan hasil analisis usahatani jagung pulut tongkol muda yang menggunakan varietas Lokal Maros disajikan pada Tabel 1.
529
Prosiding Seminar Nasional Serealia 2009
ISBN :978-979-8940-27-9
Tabel 1. Analisis usahatani jagung pulut produksi jagung muda per ha yang dilakukan petani di Kec. Bantimurung Kab. Maros, Sulawesi Selatan, 2008. Uraian Bahan a. Pengolahan tanah b. Benih (kg) c. Pupuk urea (kg) d. Pupuk SP36 (kg) e. Pupuk KCl (kg) f. Saromil (bungkus) g. Gramoxon (l) g. Bensin untuk penyiraman 5 kali (l) Jumlah Upah tenaga kerja a. Penyiangan/Pembumbunan (kali) b. Panen, pengupasan, dan mengikat c. Angkut ke tempat pemasaran Jumlah Total biaya (I + II) Produksi (jagung muda, tongkol) Keuntungan (Rp per ha) R/C ratio
Fisik
Nilai (Rp) 20 300 200 100 4 2 125 -
700.000 100.000 450.000 500.000 300.000 20.000 110.000 562.500 2.742.500
2 -
500.000 400.000 200.000 1.100.000 3.842.500 16.650.000 12.807.500 4,33
66.600
Sumber: Data primer 2008 Harga pupuk: urea = Rp 1.500 per kg SP36 = Rp 2.500 per kg KCl = Rp 3.000 per kg Saromil = Rp 5.000 per bungkus Biaya penyiangan/pembumbunan = Rp 250.000 per sekali kegiatan Harga jagung pulut panen muda = Rp 250 per tongkol Bensin = Rp 5.000 per liter
Hasil analisis usahatani jagung pulut panen tongkol muda menunjukkan bahwa keuntungan yang diterima petani per ha cukup nyata dalam peningkatan pendapatannya. Dengan produksi yang dicapai 66.600 tongkol muda per ha maka petani memperoleh pendapatan sebanyak Rp 16.650.000,- dengan keuntungan yang diterima sejumlah Rp 12.807.500,-. Dari hasil analisis diketahui pula bahwa nilai R/C >1 (4,33) yang berarti bahwa setiap penambahan biaya Rp. 1,- akan meningkatkan penerimaan usahatani sebesar Rp 433,-. Dengan demikian, secara ekonomis usahatani jagung pulut muda sangat efisien diterapkan di tingkat petani karena menambah pendapatan petani secara signifikan sehingga layak dikembangkan. Jagung pulut muda dapat diolah dalam berbagai makanan yang cukup digemari masyarakat karena rasanya enak, lunak, pulen, dan gurih seperti jagung rebus dan jagung bakar, jagung marning, binte, dan baro’bo. Kandungan gizi dari olahan jagung pulut tersebut cukup tinggi, sehingga baik untuk dikonsumsi dalam upaya diversifikasi pangan. Bagi penderita penyakit gula atau diabetes misalnya dianjurkan mengkonsumsi jagung sebagai pengganti pangannya. Olahan jagung termasuk jagung pulut dapat dijadikan sebagai pengganti konsumsi nasi dari beras dan kebutuhan pangan lainnya. Dengan demikian usahatani jagung pulut dapat mendukung kemandirian pangan.
530
Prosiding Seminar Nasional Serealia 2009
ISBN :978-979-8940-27-9
Berdasarkan hal ini, bagi stake holder yang berminat menangkar benih jagung pulut peluangnya cukup menjanjikan karena usahatani jagung pulut efisien dan menguntungkan bagi petani sehingga dapat menambah pendapatannya. KESIMPULAN Jagung pulut muda dapat diolah dalam berbagai macam makanan yang cukup digemari oleh masyarakat dalam upaya diversifikasi pangan untuk mendukung kemandirian pangan seperti binte, baro’bo, marning, jagung rebus dan jagung bakar. Makanan olahan jagung pulut ini mempunyai nilai ekonomi yang menguntungkan. Usahatani jagung pulut yang dipanen tongkol muda cukup efisien dan menguntungkan bagi petani sehingga layak untuk dikembangkan. Keuntungan yang diperoeh petani dari penelitian ini sebanyak Rp 12.807.500,- dengan R/C ratio 4,33. Produksi benih jagung pulut peluangnya cukup menjanjikan bagi stake holder karena usahatani ini efisien dan menambah pendapatan petani. DAFTAR PUSTAKA Anonim. 1987. Latihan Penelitian Sistem Usahatani. Bahan Latihan P3NT, NTASP, Vol. 2. Anonim. 2008. Waxy corn. http://en.wikipedia.org/wiki/waxy.corn. Diakses tanggal 9 April 2008. Iriany R, Neni, A. Takdir M., N. A. Subekti, M. Isnaini, dan M. Dahlan. 2006. Perbaikan potensi hasil populasi jagung pulut. Prosiding Seminar dan Lokakarya Nasional Jagung. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Badan Litbang Pertanian. Deptan. p. 41 – 45. Jugenheimer, R.W. 1985. Corn Improvement. Seed Production and Uses. Evaluating Inbred Lines. Robert E. Kringer. Publishing Company. Malabar Florida. p. 142. Soekartawi. 1995. Analisis Usahatani. Penerbit Universitas Indonesia Jakarta. Widowati, S., S. Santosa, dan Suarni. 2006. Mutu gizi dan sifat fungsional jagung. Prosiding Seminar dan Lokakarya Nasional Jagung. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Badan Litbang Pertanian. Deptan. p. 343 – 350. Yasin HG, M., M. Azrai, R. Neny Iriani, Fatmawati, M. B. Pabendon, M. Hamdani. S. B. Santoso, A. Rahman, S. Pakki, W. Wakman, A. M. Adnan, A. T. Rawe, A. H. Talanca, dan Surtikanti. 2008. Laporan Akhir Pembentukan Genotipe Unggul Jagung Khusus: Jagung QPM, Jagung Pulut, Jagung Manis, Jagung Biomas, dan Jgung Umur Genjah. Balai Penelitian Tanaman Serealia. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Badan Litbang Pertanian. Deptan.
531