PRODUKSI JAGUNG ORIENTASI TONGKOL MUDA MENDUKUNG PENYEDIAAN PAKAN TERNAK Faesal1), Syuryawati1), dan Tony Basuki2) 1 ) Balai Penelitian Tanaman Serealia 2) Balai Pengkajian Teknologi Pertanian NTT ABSTRAK Jagung merupakan tanaman multifungsi karena selain sebagai makanan pokok dan bahan baku industri pakan maupun berbagai jenis makanan olahan, juga dikonsumsi dalam bentuk jagung muda rebus atau jagung muda bakar. Usahatani jagung muda memberikan kontribusi yang signifikan terhadap pendapatan petani dan pedagang, karena nilai jualnya cukup bagus dan waktu pemeliharaannya lebih singkat dibanding untuk produksi jagung biji. Jagung muda mempunyai nilai tambah karena batang dan kulit tongkolnya potensil sebagai pakan ternak, baik sebagai pakan utama maupun suplemen bagi ternak ruminansia terutama pada musim kemarau. Jagung muda sesuai dikembangkan pada lahan kering sawah irigasi maupun sawah tadah hujan yang memiliki air tanah dangkal atau sumber air yang dapat dipompa ke pertanaman pada musim kemarau, sehingga jagung muda dapat dihasilkan sepanjang musim. Hal yang penting pula diperhatikan dalam usahatani jagung muda adalah pasar, dengan demikian produksi jagung muda sebaiknya dilakukan dekat perkotaan sehingga pemasarannya lebih mudah. Kata kunci : Produksi, jagung, tongkol muda dan pakan ternak PENDAHULUAN Jagung merupakan komoditas pangan utama di Provinsi Nusa Tenggara Timur oleh karena itu provinsi ini menjadi salah satu sentra produksi jagung di Indonesia. Hal ini sangat beralasan karena jagung merupakan makanan pokok kebanyakan penduduk di daerah ini. Pertambahan penduduk berimplikasi kepada meningkatnya kebutuhan baik jumlah maupun kualitasnya. Laju pertumbuhan penduduk Provinsi Nusa Tenggara Timur rata-rata enam tahun (2000-2005) adalah 1,54% per tahun, lebih tinggi dibandingkan rata-rata nasional yaitu 1,34% (BPS, 2006). Hal ini memicu petani berfikir dan berupaya untuk memenuhi kebutuhannya melalui diversifikasi usahatani, yang merupakan sumber pendapatan utama penduduk Indonesia utamanya di pedesaan. Usahatani jagung merupakan bidang usaha yang banyak digeluti petani di Nusa Tenggara Timur, namun peningkatan produksi biji jagung dalam usahataninya, belum cukup untuk meningkatkan pendapatan secara signifikan, oleh karena banyak dipengaruhi faktor yang terkait di dalam proses produksi sampai pemasarannya, sehingga penerimaan petani kurang memadai (Cimmyt, 2004). Menanam jagung untuk produksi jagung muda (tongkol muda) merupakan usahatani yang cukup menjanjikan, disebabkan antara lain karena nilai jualnya lebih tinggi, waktu yang diperlukan dalam proses produksi lebih singkat dibanding jagung untuk produksi biji yaitu kurang lebih 70 hari, sehingga intensitas penanaman dapat ditingkatkan menjadi 4-5 kali dalam satu tahun (Bahtiar, 2006). Peningkatan intensitas pertanaman meningkatkan produksi dan pendapatan petani (Djulin et al., 2003). Selain itu brangkasan jagung muda maupun kulit tongkolnya yang masih segar sangat cocok untuk hijauan pakan ternak ruminansia. Di lain pihak pengembangan ternak di wilayah kering yang menjadi kendala utama adalah kurang tersedianya pakan, sedangkan limbah tanaman jagung berupa brangkasan berupa batang dan daun potensil untuk pakan (Bamualim et al., 2007). Hijauan pakan batang dan daun jagung ini mempunyai kualitas gizi lebih baik dari jerami padi (Subandi dan Zubachtirodin, 2005). Di Lombok Timur terdapat 56% dari jumlah petani telah memanfaatkan hijauan tanaman jagung untuk pakan ternak sapi (Swastika et al., 2005)
Usahatani jagung untuk produksi tongkol muda dapat meningkatkan pendapatan petani maupun pedagang dalam waktu yang lebih cepat, selain menghasilkan hijauan pakan (batang, daun dan kulit tongkol) untuk mendukung program pemerintah dalam hal penyediaan pakan pada ternak sistem dikandangkan. KETERSEDIAAN BENIH Petani di Sulawesi Selatan pada umumnya menanam jagung pulut untuk produksi jagung tongkol muda dan hanya sebahagian kecil menanam jagung untuk sayur (baby corn) dan benih yang digunakan varietas lokal. Untuk memenuhi kebutuhan jagung muda terutama jagung pulut yang hasilnya rendah sekitar 2,0 t/ha (varietas lokal) dan hasilnya semakin menurun apabila ditanam berulang kali. Pemulia jagung Balitsereal telah dan terus merakit jagung pulut untuk berbagai keperluan (industri jagung marning, jagung bakar, dan atau jagung rebus). Jagung pulut yang sedang dirakit tersebut potensi hasilnya lebih tinggi dari pulut lokal dan bahkan ada yang mencapai hasail biji 6,01 t/ha lebih tinggi dari Srikandi Putih-1 (Balitsereal. 2007). Perakitan jagung pulut ini dimaksudkan untuk menghasilkan varietas pulut unggul yang dapat menjadi pilihan atau menggantikan pulut lokal berproduktivitas rendah yang sudah lama beredar di petani. Keragaan jagung pulut dan beberapa pembandingnya disajikan pada (Tabel 1). Tabel 1. Tinggi tanaman dan komponen hasil jagung pulut, Bajeng, 2006 Varietas/Gentipe Tinggi tanaman Bobot tongkol Kadar air (%) (cm) (g) PGYM-97 68,5 1400 25,0 PgYm-18 55,5 1335 23,3 BTNG-63 66,0 1250 25,7 MSP2C0 80,5 1610 23,3 Srikandi putih-1 79,5 1240 22,6 Anoman-1 60,5 895 21,0 Pulut Bantaeng 67,0 605 26,0
Hasil (t/ha) 5,27 4,95 4,81 6,01 4,81 3,55 2,23
Sumber: Balitsereal, 2007
USAHATANI JAGUNG MUDA Dalam Usahatani jagung petani dapat memilih model usahatani diantaranya adalah jagung sayur, jagung muda maupun jagung biji sebagaimana dilaporkan oleh Suhardjono dan Moegijanto (1977) bahwa usahatani jagung muda paling layak dikembangkan oleh karena mempunyai nilai R/C tertinggi dibandingkan dengan jagung sayur maupun jagung biji (Tabel 2). Berdasarkan hasil analisis usahatani jagung tongkol muda tersebut menunjukkan kelayakannya untuk dikembangkan oleh karena memberikan pendapatan yang cukup signifikan kepada petani. Jagung muda memiliki keunggulan komparatif karena nilai jualnya lebih tinggi, selain itu terdapat brangkasan sebagai hasil samping berupa batang dan kulit tongkol yang dapat digunakan sebagai hijaun pakan ternak yang memiliki nilai jual cukup menjanjikan. Dalam luas 1 ha lahan petani di Yogyakarta memperoleh hijauan pakan berupa tebon jagung segar sekitar 47 ton, apabila diasumsikan seekor sapi berbobot badan 300 kg memerlukan 40 kg hijauan pakan maka dapat mendukung 390 ekor sapi selama 3 hari, dan jika tebon jagung tersebut diproses menjadi hay atau silase dapat disimpan lebih lama dan dapat digunakan untuk penggemukan 9-10 ekor sapi selama 4 bulan pemeliharaan (Subandi dan Zubachtirodin. 2005). Jagung sayur juga memiliki hijauan cukup tinggi untuk pakan akan tetapi hasil tongkolnya rendah, sehingga perolehan petani jauh lebih rendah dibandingkan jagung muda meskipun hijauan pakannya tidak jauh berbeda dengan jagung muda. Usahatani jagung biji dapat juga diperoleh hijauan pakan dari pemangkasan daun di bawah tongkol maupun di atas tongkol (Subandi dan Zubachtirodin, 2005). Produksi jagung orientasi tongkol muda (jagung rebus jagung bakar dan jagung sayur) tidak luas akan tetapi usahatani ini sesuai dikembangkan bagi petani lahan kering yang memiliki
lahan sempit dengan meningkatkan Indeks Pertanaman (IP) terutama yang memiliki sumber air di dekat perkotaan. Dengan demikian keberlanjutan tersedianya pakan lebih terjamin. Bahkan pada musim tertentu brangkasan hasil samping pertanaman jagung akan melimpah. Peningkatan IP pada pertanaman jagung berorientasi produksi tongkol muda suatu hal yang sangat mungkin dikembangkan dilihat dari segi keberlanjutan penyediaan pakan dan sesuai bagi petani/peternak kecil (Subandi dan Zubachtirodin 2005). Tabel. 2. Penerimaan dan efsiensi usahatani beberapa sistem panen jagung Kertosono, 1977 Sitem panen
1
2
Penerimaan (Rp) 3
Jagung 1.118.400 sayur Jagung 3.286.125 muda Jagung 2.583.000 pipilan Keterangan: 1= Jagung sayur (baby Corn) : 0,932 t/ha 2= Jagung muda :1 4,605 t/ha 3= Pipilan kering : 6,15 t/ha 4= Hijauan jagung sayur : 16,03 t/ha Hijauan jagung muda : 17,65 t/ha Sumber: Suhardjono dan Moegijanto, 1977
801.500
1.919.900
Biaya usahatani (Rp./ha) 1.771.700
882.500
4.168.625
1.888.250
2,21
2.583.000
2.028.250
1,27
4
Jumlah
R/C 1,22
PEMASARAN Di Sulawesi Selatan pemasaran jagung muda yang dihasilkan petani khususnya Kabupaten Gowa dan Takalar tidak mengalami kendala karena pedagang datang memanen dan membeli langsung di lahan petani dan selanjutnya pedagang mensuplai warung-warung di pinggir jalan. Lain halnya di Nusa Tenggara Timur, khususnya di Kota Kupang, konsumen lebih menyukai jagung muda yang berasal dari jagung biasa (Hibrida atau Komposit) dan di jual di kios/bawah pohon pada sisi kiri dan kanan jalan dalam bentuk tongkol dengan kulit atau jagung bakar. Usahatani jagung muda di Provinsi Gorontalo menjadi salah satu peluang bisnis yang dapat diterapkan di daerah lain. Kegiatan pemasaran dilakukan dengan memotong batang jagung muda lebih kurang 5 cm di atas permukaan tanah, diangkut dengan gerobak ke kota. Penjualan di kota dilakukan dengan memisahkan tongkol muda dari batangnya. Tongkol muda dijual dengan harga Rp. 80.000,- per karung yang isinya 400 tongkol atau setara dengan Rp. 200 per tongkol. Batang jagung dijual untuk pakan ternak dengan harga Rp. 2500,- per ikat yang isinya 70 batang setara dengan Rp.36 per batang.(Bahtiar, 2006). Usahatani jagung muda di Gorontalo ini berdasarkan analisis ekonomi sangat layak dikembangkan, karena tidak hanya memberikan keuntungan kepada petani produsen akan tetapi juga kepada pedagang perantara, sehingga dapat membentuk satu jaringan agribisnis. Analisis usahatani pedagang perantara di Gorontalo R/C ratio 1,47 (Tabel 3). Lebih jauh lagi pegagang perantara dapat mensuplai hijauan pakan berupa batang/kulit tongkol jagung sebagai pakan suplemen bagi penggemukan ternak sapi yang berlokasi dekat perkotaan. Tabel 3. Analisis pendapatan pedagang perantara jagung muda di Provinsi Gorontalo, 2005. Uraian Jumlah Satuan Harga satuan Nilai (Rp) (Rp.000/ha) Biaya pembelian tanaman 0,25 Ha 1.000.000 1.000.000 Biaya operasional 7 HOK 150.000 1.050.000 Hasil penjualan; - Tongkol 35 Karung 80.000 2,800.000 - Brangkasan 90 Ikat 2.500 225.000
Pendapatan R/C ratio
-
-
-
975.000 1,47
Sumber: Bahtiar, 2006
KUALITAS BRANGKASAN TANAMAN JAGUNG Biomas hijauan pakan yang diperoleh dari tanaman jagung mempunyai kualitas yang baik, lebih baik dari jerami padi dilihat dari kandungan proteinnya (Table 4).Untuk mempertahankan kesegaran hijauan dapat diawetkan dengan ensilase, dalam proses ini digunakan tetes (3% dari bobot segar) sebagai aditif dan urea (1% dari bobot segar). Silase dapat dibuat dan tahan disimpan selama 6 bulan (Tedjowahyono et al.,1981 dalam Bamualim et al. 2007). Tabel 4. Komposisi kimia jerami padi dan brangkasan jagung yang dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak. Uraian Komposisi kimia (%) berat kering Jerami padi Brangkasan jagung
Serat kasar
protein
Lemak
Abu
28,8 27,8
4,5 7,4
1,5 1,5
20,0 10,8
Sumber: Subandi dan Zubachtirodin, 2005
KESIMPULAN •
•
Usahatani jagung muda sangat layak dikembangkan terutama di lokasi dekat perkotaan, oleh karena selain memberikan pendapatan yang cukup signifikan kepada petani produsen dan pedagang juga membentuk jaringan agribisnis sampai kepada peternak penggemukan sapi . Produksi jagung muda waktunya lebih cepat dan nilai jualnya cukup bagus, selain itu hasil brangkasannya juga lebih tinggi dan mempunyai kualitas yang baik DAFTAR PUSTAKA
Bahtiar. 2006. Prospek agribisnis jagung muda dalam peningkatan pendapatan masyarakat, Studi kasus Provinsi Gorontalo.Prosiding Seminar dan Lokakarya Nasional. Makassar, September, 2005 Bamualim, A., Kuswandi, A. Azhari, dan B. Hariyanto. 2007. Sistem usahatani tanaman- ternak. Makalah disampaikan pada seminar kelembagaan usahatani tanaman-ternak dalam Sistem dan Usahatani Agribisnis, Yogyakarta, 20-22 September 2005. PPS, 2006. Statistik Indonesia 2005/2006. Badan Pusat Statistik. Jakarta, Indonesia. Cimmyt, 2004. Adding Value for Development. Annual Report 2003-2004. Djulin, A., N. Syafaat, dan F. Kasryno. 2003. Pengembangan Sistem Usahatani Jagung. Dalam: F. kasryno, et al. 2003 (Peny). Ekonomi Jagung Indonesia. Badan Penelitian dan Pengembangan pertanian. Jakarta. Suhardjono, H. dan Moegijanto. 1977. Kajian Sistem panen tanaman jagung dalam menunjang pakan ternak. (Studi kasus Kertosono- kabupaten Nganjuk). Prosiding. Seminar dan Lokakarya Nasional Jagung. Ujung Pandang dan Maros Nop. 1977. Badan Penelitian dan pengembangan Pertanian.
Swastika, D. K. S., F. Kasim, W. Sudana, R. Hendayana, K. Suhariyanto, R.V. Gervacio, dan P. L. Pingali, 2004. Maize in Indonesia. Production System, Constraints and Research Priorities. IFAD- CIMMYT. Yasin, M. H.G., M. Asrai, R. Neni Iriani, Fatmawati, M. B. Pabendon, M. Handani, S. Budi Santoso, S. Sunarti, A. Rahman, 2007. Pembentukan Genotipe unggul jagung husus (Jagung QPM, Pulut, Manis, Biomas dan Umur genjah). Badan Litbang Pertanian. Pusat Penelitian Tanaman Pangan. Balai penelitian Tanaman Serealia. Subandi dan Zubachtirodin. 2005. Model pengembangan jagung dalam manajemen penyediaan pakan kedepan dalam kontek integrasi tanaman ternak. Makalah disampaikan pada seminar kelembagaan Usahatani tanaman-ternak dalam system dan usahatani Agribisnis, Yogyakarta, 20-22 September 2005.