Prosiding Seminar Nasional Serealia 2009
ISBN :978-979-8940-27-9
MUTU BENIH JAGUNG PADA BERBAGAI CARA PENGERINGAN Ramlah Arief Balai Penelitian Tanaman Serealia Abstrak. Cara pengeringan berpengaruh terhadap mutu benih dan daya simpannya. Penelitian untuk menentukan pengaruh cara pengeringan terhadap mutu benih jagung dilaksanakan di Balai Penelitian Tanaman Serealia Maros. Pengeringan dengan sumber energi sinar matahari dilakukan dengan dua cara, yaitu (1) pengeringan langsung di atas lantai jemur, (2) pengeringan dengan alas terpal di atas lantai jemur. Empat varietas jagung yang digunakan sebagai bahan penelitian diperbanyak di Instalasi Kebun Percobaan Bontobili, yaitu : Lamuru, MS-2, Srikandi Kuning-1, dan Srikandi Putih-1. Variabel yang diamati meliputi : kadar air, daya berkecambah, keserempakan tumbuh, kecepatan tumbuh, panjang akar primer kecambah, bobot kering kecambah, daya hantar listrik dan bocoran kalium air rendaman benih. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengeringan tongkol dan biji jagung di atas lantai jemur dengan menggunakan alas terpal lebih baik dibandingkan tanpa alas terpal ditinjau dari daya berkecambah, keserempakan tumbuh, kecepatan tumbuh, bobot kering perkecambah, panjang akar primer, dan bocoran kalium air rendaman benih pada varietas Lamuru, MS-2, Srikandi Kuning-1, dan Srikandi Putih. Daya berkecambah berkorelasi positif dengan keserempakan tumbuh dan bobot kering kecambah dan berkorelasi negatif dengan bocoran kalium dan daya hantar listrik air rendaman benih. Kata kunci : pengeringan, mutu, alas, jagung, benih
PENDAHULUAN Penanganan benih setelah panen seperti pengeringan merupakan salah satu kunci keberhasilan dalam mempertahankan mutu fisik dan fisiologis benih. Berbagai hasil penelitian terhadap pengeringan benih jagung menunjukkan adanya penurunan mutu fisik akibat kerusakan mekanis dalam proses pengeringan baik menggunakan alat pengering maupun dengan sinar matahari. Pengeringan secara alami menggunakan energi panas yang bersumber dari sinar matahari biasa dilakukan dengan menjemur tongkol jagung di atas lantai jemur, demikian pula dengan biji jagung yang telah dipipil. Namun ada juga yang melakukan penjemuran tongkol maupun biji jagung beralaskan terpal untuk menghindari kotoran-kotoran dan memudahkan pengumpulan jagung di lapangan. Pengeringan secara alami dengan menggunakan sumber energi sinar matahari dapat berdampak pada penurunan mutu akibat terpapar pada fluktuasi suhu ekstrim dan curah hujan (Agrawal et al. 1998). Hasil penelitian Cordova et al. (1999) menunjukkan bahwa pengeringan tongkol jagung selama 5 hari diatas lantai jemur dengan alas terpal menurunkan kadar air biji menjadi 11%, sedangkan pengeringan tongkol tanpa alas terpal di atas lantai jemur hanya menurunkan kadar air biji menjadi 7,7%. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk menentukan pengaruh cara pengeringan terhadap mutu dan daya simpan benih jagung varietas Lamuru, MS-2, Srikandi Kuning-1, dan Srikandi Putih-1.
261
Prosiding Seminar Nasional Serealia 2009
ISBN :978-979-8940-27-9
BAHAN DAN METODE Penelitian dilaksanakan di Instalasi Kebun Percobaan Bontobili, Laboratorium dan Rumah Kaca Balai Penelitian Tanaman Serealia, Maros. Jagung varietas Lamuru, MS-2, Srikandi Kuning-1, dan Srikandi Putih ditanam pada awal musim kemarau, April 2005 di Instalasi Kebun Percobaan Bontobili, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan masing-masing pada lahan seluas 0,25 ha. Tanaman dipupuk dengan N, P, K, S yang bersumber dari urea, SP36, KCl, dan ZA. Jarak tanam yang digunakan 75 cm x 20 cm, 2 tanaman per rumpun. Panen dilakukan pada 5-10 hari sesudah masak fisiologis, untuk mencapai mutu yang baik. Sekitar dua minggu sebelum panen, batang dan daun di atas tongkol dipotong agar tongkol jagung dapat lebih cepat mengering. Setelah panen, tongkol dijemur atau diangin-anginkan lalu dikupas dan diadakan seleksi tongkol. Tongkol jagung yang sudah dikupas dijemur lagi di bawah sinar matahari sampai kadar airnya turun menjadi 16-17%, lalu dipipil dan disortasi dengan memisahkan benih-benih inferior. Pengeringan dilakukan lagi hingga kadar air benih dapat turun menjadi sekitar 1011% dengan memisahkan antara cara pengeringan langsung di atas lantai jemur dan cara pengeringan dengan menggunakan alas terpal di atas lantai jemur. Selama pengeringan berlangsung dicatat laju penurunan kadar air pada setiap perlakuan yang diberikan. Setelah selesai pengeringan dan benih telah dingin, segera dikemas dengan polybag ukuran 2 kg dengan ketebalan kantong 0,02 mm, dimasukkan ke dalam silo plastik dan ditempatkan dalam ruangan dengan suhu kamar. Pengamatan mutu benih dilakukan sebelum dimasukkan ke dalam wadah penyimpanan dan setelah itu diamati lagi pada setiap periode dua bulan selama 12 bulan, dengan demikian terdapat 7 periode pengamatan yaitu : (1) Periode 1 = awal (0 bulan), (2) Periode 2 = 2 bulan, (3) Periode 3 = 4 bulan, (4) Periode 4 = 6 bulan, (5) Periode 5 = 8 bulan, (6) Periode 6 = 10 bulan, dan (7) Periode 7 = 12 bulan. Variabel yang diamati antara lain : 1. Kadar air benih : kadar air benih diamati dengan menggunakan digital moisture tester Kitt PM 480. 2. Daya berkecambah benih (AOSA, 1983); sebanyak 50 butir benih dari setiap ulangan ditanam pada media pasir halus. Pengamatan dilakukan pada hari ke tiga, keempat dan kelima setelah tanam. Selain untuk pengujian daya berkecambah benih, perlakuan ini juga digunakan sebagai tolok ukur kecepatan tumbuh benih. Pengamatan dilakukan atas dasar kriteria kecambah normal, abnormal, dan mati. Kecambah normal dikelompokkan menjadi dua yaitu kecambah normal kuat dan normal lemah. Jumlah kecambah normal pada hari ke 4 (kumulatif), merupakan data keserempakan tumbuh benih. 3. Bobot kering kecambah : kecambah yang diperoleh pada uji daya tumbuh benih dikeringkan dalam inkubator pada suhu 60OC selama 3 x 24 jam, setelah itu dimasukkan ke dalam desikator dan setelah dingin ditimbang. 4. Daya hantar listrik (DHL) : DHL diamati dengan alat konduktometer tipe Methron E 38. Benih sebanyak 5 g diambil secara acak, masing-masing direndam pada air bebas ion selama 24 jam dengan volume air 50 ml di dalam botol gelas, kemudian diukur pada alat konduktometer. Sebagai blanko digunakan air bebas ion yang juga telah disimpan di dalam botol-botol gelas selama 24 jam. 5. Bocoran kalium : sejumlah 50 butir benih diambil secara acak dan ditimbang lalu direndam di dalam 75 ml air bebas ion pada suhu 25°C selama 30 menit lalu kadar kalium yang terdapat dalam air rendaman benih ini diukur konsentrasinya dengan menggunakan Flame photometer.
262
Prosiding Seminar Nasional Serealia 2009
ISBN :978-979-8940-27-9
HASIL DAN PEMBAHASAN Dari keempat varietas uji, tidak terlihat adanya perbedaan daya berkecambah antara pengeringan langsung di atas lantai jemur dan yang diberi alas terpal, namun secara umum terlihat adanya penurunan nilai rata-rata daya berkecambah benih jagung dengan makin lamanya periode simpan benih. Kerusakan fisik yang terjadi selama prosesing benih dapat merusak embrio, endosperm, dan dinding sel, yang selanjutnya berpengaruh terhadap daya berkecambah, pertumbuhan kecambah, kerentanan terhadap penyakit, pertumbuhan dan perkembangan tanaman, dan hasil biji. Kecepatan tumbuh dan kualitas kecambah dipengaruhi oleh letak kerusakan dan pada embrio kerusakan yang paling sensitif ialah pada bagian tengah embrio (Black and Bewley, 2000). Kerusakan kecil tidak langsung berpengaruh terhadap viabilitas benih tetapi dapat menyebabkan penurunan vigor kecambah dan makin banyaknya kecambah abnormal. Penurunan daya simpan benih terlihat melalui daya berkecambah benih yang terus menurun hingga periode simpan 12 bulan (Gambar 1). Kerusakan mekanis pada benih akibat suhu pengeringan di atas lantai jemur yang tinggi, mencapai 60oC (Tabel 1), berinteraksi dengan suhu ruang simpan tinggi menyebabkan terjadinya proses deteriorasi yang dipercepat (Black and Bewley 2000).
Keterangan : Periode 1= 0 bulan; 2= 2 bulan; 3= 4 bulan; 4 = 6 bulan; 5 = 8 bulan; 6 = 10 bulan; 7 = 12 bulan; L = lantai; T = terpal
Gambar 1. Daya berkecambah benih jagung varietas Lamuru, MS-2, Srikandi Kuning-1, dan Srikandi Putih yang dikeringkan di atas lantai jemur dan disimpan pada beberapa periode simpan.
263
Prosiding Seminar Nasional Serealia 2009
ISBN :978-979-8940-27-9
Tabel 1. Suhu pengeringan di atas lantai jemur dengan alas plastik dan tanpa alas plastik dan penurunan kadar air benih. Varietas/ perlakuan pengeringan Lamuru, alas plastik Lamuru, tanpa alas plastik Srikandi Kuning1, alas plastik Srikandi Kuning-1, tanpa alas plastik
Suhu di atas lantai jemur (oC) pada jam: 11:00
12:00
13:00
14:00
15:00
Penurunan kadar air (%)*)
45
50
54
56
54
14,5
50
55
57
60
58
11,3
44
49
54
55
54
17,1
48
54
58
60
59
13,5
*) setelah 3 hari pengeringan
Keserempakan tumbuh kecambah menunjukkan tren yang sama untuk setiap varietas uji, yaitu menunjukkan nilai rata-rata keserempakan tumbuh benih yang dijemur di atas terpal lebih tinggi dibandingkan dengan yang dijemur langsung di atas lantai jemur (Gambar 2).
Keterangan : Periode 1= 0 bulan; 2= 2 bulan; 3= 4 bulan; 4 = 6 bulan; 5 = 8 bulan; 6 = 10 bulan; 7 = 12 bulan; L = lantai; T = terpal
Gambar
2.
Keserempakan tumbuh jagung varietas Lamuru, MS-2, Srikandi Kuning-1 dan Srikandi Putih yang dikeringkan di atas lantai jemur dan disimpan pada beberapa periode simpan.
264
Prosiding Seminar Nasional Serealia 2009
ISBN :978-979-8940-27-9
Tabel 2. Rata-rata daya berkecambah dan keserempakan tumbuh benih jagung yang diberi perlakuan pengeringan dengan alas terpal (T) dan tanpa alas terpal (L) sebelum disimpan dan setelah disimpan selama 2, 4,6,8,10, dan 12 bulan. Maros, 2005-2006 Varietas
MS-2 Lamuru S. Kuning S. Putih MS-2 Lamuru S. Kuning S. Putih MS-2 Lamuru S. Kuning S. Putih MS-2 Lamuru S. Kuning S. Putih MS-2 Lamuru S. Kuning S. Putih MS-2 Lamuru S. Kuning S. Putih MS-2 Lamuru S. Kuning S. Putih
Daya berkecambah (%) T L 0 bulan 99,3 100,0 100,0 99,3 100,0 99,3 100,0 99,3 2 bulan 99,3 98,7 100,0 99,3 100,0 99,3 99,3 99,3 4 bulan 98,7 98,7 100,0 99,3 98,7 97,3 98,7 98,7 6 bulan 97,3 97,3 98,7 98,0 96,0 96,7 96,7 96,0 8 bulan 96,7 95,3 94,7 93,3 97,3 97,3 94,7 94,0 10 bulan 95,3 95,3 94,7 92,7 96,7 96,0 92,0 90,7 12 bulan 94,0 94,7 93,3 92,7 92,7 92,0 91,3 90,7
Keserempakan Tumbuh (%) T L 98,7 94,0 94,0 95,3
98,0 91,3 91,3 98,7
96,0 91,3 99,3 99,3
90,7 90,7 98,7 98,7
84,7 90,7 92,7 87,3
86,7 92,0 91,3 87,3
84,7 84,7 94,7 92,0
80,0 86,7 95,3 95,3
84,7 81,3 84,0 77,3
81,3 80,7 84,0 79,3
82,7 79,3 86,0 80,0
80,0 81,3 86,0 80,0
80,0 80,7 85,3 84,0
80,0 79,3 85,3 80,0
265
Prosiding Seminar Nasional Serealia 2009
ISBN :978-979-8940-27-9
Keterangan : Periode 1= 0 bulan; 2= 2 bulan; 3= 4 bulan; 4 = 6 bulan; 5 = 8 bulan; 6 = 10 bulan; 7 = 12 bulan; L = lantai; T = terpal
Gambar 3. Bobot kering kecambah jagung varietas Lamuru, MS-2, Srikandi Kuning-1, dan Srikandi Putih yang dikeringkan di atas lantai jemur dan disimpan pada beberapa periode simpan. Rata-rata bobot kering kecambah telah menunjukkan adanya perbedaan antara benih yang dikeringkan dengan menggunakan alas terpal dan tanpa alas terpal pada awal pengujian mutu benih. Pada perlakuan dengan alas terpal, tampak bahwa rata-rata bobot kering per kecambah lebih tinggi dibandingkan dengan tanpa alas terpal untuk keempat varietas uji mulai pada pengamatan periode 1 (0 bulan) hingga periode 7 (12 bulan) (Gambar 3). Sedangkan panjang akar primer kecambah yang teramati tidak menunjukkan perbedaan berarti (Tabel 3).
266
Prosiding Seminar Nasional Serealia 2009
ISBN :978-979-8940-27-9
Tabel 3. Rata-rata bobot kering per kecambah dan panjang akar primer kecambah benih jagung yang dikeringkan dengan alas terpal (T) dan tanpa alas terpal (L) sebelum disimpan dan setelah disimpan selama 2, 4, 6, 8, 10 dan 12 bulan. Maros, 2005-2006 Varietas
MS-2 Lamuru S.Kuning S.Putih MS-2 Lamuru S.Kuning S.Putih MS-2 Lamuru S.Kuning S.Putih MS-2 Lamuru S.Kuning S.Putih MS-2 Lamuru S. Kuning S. Putih MS-2 Lamuru S.Kuning S.Putih MS-2 Lamuru S. Kuning S. Putih
Bobot kering/kecambah (mg) T L Periode 1 ( 0 bulan) 227,9 209,0 236,1 227,1 231,6 205,9 227,1 215,4 Periode 2 (2 bulan) 221,5 210,8 228,1 215,2 226,5 205,4 223,9 211,8 Periode 3 (4 bulan) 211,8 202,6 220,1 212,2 224,8 202,2 222,7 211,8 Periode 4 (6 bulan) 222,2 201,9 221,8 210,3 218,0 197,9 221,8 194,8 Periode 5 (8 bulan) 222,2 201,9 218,4 208,8 199,7 181,2 214,7 194,5 Periode 6 (10 bulan) 195,0 211,4 210,3 190,3 195,5 176,1 195,0 193,5 Periode 7 (12 bulan) 193,2 189,5 194,6 190,0 198,7 174,1 190,3 190,9
Panjang akar primer (cm) T L 17,4 17,9 18,1 18,3
18,1 17,4 18,0 17,8
17,2 20,2 18,7 20,3
17,2 19,8 19,7 19,3
20,4 18,6 18,6 18.7
18,0 18,8 18,3 18,1
17,5 17,4 17,2 17,9
16,9 17,5 17,2 17,1
16,2 16,9 16,0 16,9
16,2 16,6 15,9 16,5
14,4 15,7 14,9 15,6
15,2 14,9 14,7 14,6
15,1 16,7 18,0 15,4
14,9 15,6 13,3 14,4
267
Prosiding Seminar Nasional Serealia 2009
ISBN :978-979-8940-27-9
Keterangan : Periode 1= 0 bulan; 2= 2 bulan; 3= 4 bulan; 4 = 6 bulan; 5 = 8 bulan; 6 = 10 bulan; 7 = 12 bulan; L = lantai; T = terpal
Gambar 4. Daya hantar listrik air rendaman benih jagung varietas Lamuru, MS-2, Srikandi Kuning-1, dan Srikandi Putih-1 yang dikeringkan di atas lantai jemur dan disimpan pada beberapa periode simpan. Hasil pengamatan di laboratorium terhadap bocoran K telah menunjukkan adanya perbedaan nilai bocoran K pada 2 bulan penyimpanan. Data pada Tabel 4, terlihat bahwa pada keempat varietas uji terjadi peningkatan nilai bocoran membran yang cukup berarti setelah disimpan dua bulan. Daya hantar listrik (DHL) belum menunjukkan perbedaan yang berarti, baik pada awal penyimpanan, 2, 4, dan 6 bulan (Tabel 4). Dari keempat varietas uji, Lamuru terlihat mempunyai bocoran K terendah dibandingkan dengan ketiga varietas lainnya. Hal ini menunjukkan adanya kekuatan memberan yang lebih tinggi dan mampu menahan proses kerusakan memberan yang berdampak pada daya simpan benih yang lebih tinggi.
268
Prosiding Seminar Nasional Serealia 2009
ISBN :978-979-8940-27-9
Tabel 4. Rata-rata bocoran K dan daya hantar listrik air rendaman benih jagung yang dikeringkan dengan alas terpal (T) dan tanpa alas terpal (L) sebelum disimpan dan setelah disimpan selama 2, 4, 6, 8 10, dan 12 bulan. Maros, 2005-2006 Varietas
Bocoran K (ppm) T
MS-2 Lamuru S.Kuning S. Putih
76,1 58,8 83,6 68,2
MS-2 Lamuru S.Kuning S. Putih
81,1 75,8 88,9 68,9
MS-2 Lamuru S.Kuning S. Putih
89,7 76,4 90,9 75,1
MS-2 Lamuru S.Kuning S. Putih
101,7 78,9 105,0 75,7
MS-2 Lamuru S. Kuning S. Putih
101,0 81,8 104,9 78,0
MS-2 Lamuru S. Kuning S. Putih
100,7 89,8 111,1 78,5
MS-2 Lamuru S. Kuning S. Putih
108,9 95,2 113,5 98,3
L
Daya hantar listrik (umhos/cm2/g) T
0 bulan 79,7 66,4 94,6 73,3 2 bulan 90,4 77,4 96,6 75,3 4 bulan 95,7 86,5 98,6 82,8 6 bulan 108,3 84,3 113,9 82,9 8 bulan 108,2 92,6 114,0 84,1 10 bulan 107,2 90,2 118,3 89,6 12 bulan 111,7 113,4 118,8 113,4
L
11,9 10,8 11,2 11,3
11,0 11,8 11,7 11,3
11,8 11,5 12,7 12,7
11,8 11,1 12,9 12,1
15,8 12,9 12,9 13,8
16,6 12,7 12,7 14,9
17,7 19,0 17,3 16,0
17,7 19,7 17,5 16,2
22,4 22,7 20,0 20,2
22,8 23,2 20,7 21,2
24,0 25,8 21,2 20,3
23,7 25,6 22,4 20,5
26,7 23,7 22,1 22,0
28,8 31,5 22,4 21,5
269
Prosiding Seminar Nasional Serealia 2009
ISBN :978-979-8940-27-9
Menurut Miguel dan Marcos Filho (2002), Kalium merupakan ion-ion utama yang terdapat dalam bocoran memberan benih jagung selama proses imbibisi, lalu diikuti oleh Natrium dan Kalsium. Adanya elektrolit dalam cairan rendaman benih berkaitan dengan adanya sel-sel yang mati (Mc. Donald dan Nelson 1986). Selama proses pengeringan berlangsung, panas yang berlebihan dan bersentuhan langsung dengan permukaan benih dapat berakibat terjadinya kerusakan fisik. Dengan pengeringan tanpa alas terpal, lantai penjemuran yang terkena sinar matahari terutama antara jam 12.00 sampai 14.00 menimbulkan panas yang cukup tinggi. Kerusakan fisik akibat panas ini secara visual tidak terlihat, namun dengan pengukuran menggunakan beberapa indikator biokimia seperti bocoran K dan DHL kerusakan tersebut dapat terlacak. Hasil pengamatan terhadap bocoran K telah menunjukkan adanya perbedaan nilai bocoran K mulai pengamatan awal (periode 1) . Dari data pada Tabel 5, terlihat bahwa pada keempat varietas uji terjadi peningkatan nilai bocoran memberan yang cukup berarti dengan makin lamanya periode simpan. Peningkatan nilai bocoran memberan lebih tinggi pada perlakuan yang dikeringkan tanpa alas terpal (L), meskipun demikian nilai daya hantar listrik (DHL) belum menunjukkan perbedaan yang berarti, baik pada awal penyimpanan, 2, 4, dan 6 bulan (Tabel 4). Dari keempat varietas uji, Lamuru terlihat mempunyai bocoran K terendah dibandingkan dengan ketiga varietas lainnya. Hal ini menunjukkan adanya kekuatan memberan yang lebih tinggi sehingga mampu mempertahankan vigor daya simpan benih terhadap cekaman yang terjadi pada saat proses pengeringan. Menurut Miguel dan Marcos Filho (2002), Kalium merupakan ionion utama yang terdapat dalam bocoran memberan benih jagung selama proses imbibisi, lalu diikuti oleh Natrium dan Kalsium. Adanya elektrolit dalam cairan rendaman benih, dalam penelitian ini terlacak sebagai unsur K, berkaitan dengan adanya sel-sel yang mati (Mc. Donald dan Nelson 1986).
Keterangan : Periode 1= 0 bulan; 2= 2 bulan; 3= 4 bulan; 4 = 6 bulan; 5 = 8 bulan; 6 = 10 bulan; 7 = 12 bulan; L = lantai; T = terpal
Gambar
5.
Bocoran Kalium air rendaman benih jagung varietas Lamuru, MS-2, Srikandi Kuning-1, dan Srikandi Putih-1 yang dikeringkan di atas lantai jemur dan disimpan pada beberapa periode simpan.
270
Prosiding Seminar Nasional Serealia 2009
ISBN :978-979-8940-27-9
Selama proses pengeringan berlangsung, panas yang berlebihan dan bersentuhan langsung dengan permukaan benih dapat berakibat terjadinya kerusakan fisik. Dengan pengeringan tanpa alas terpal, lantai penjemuran yang terkena sinar matahari terutama antara jam 12.00 sampai 14.00 menimbulkan panas yang cukup tinggi. Kerusakan fisik akibat panas ini secara visual tidak terlihat, namun dengan pengukuran menggunakan beberapa indikator biokimia seperti bocoran K dan DHL kerusakan tersebut dapat terlacak. Dalam penelitian ini nilai DHL tidak menunjukkan perbedaan yang berarti dari kedua cara pengeringan tersebut, namun bocoran kalium menunjukkan perbedaan yang cukup besar pada keempat varietas uji (Gambar 4). Untuk melihat keeratan hubungan antara variabel yang diuji, maka dilakukan uji korelasi Pearson (Tabel 5). Daya berkecambah menunjukkan korelasi positif dengan keserempakan tumbuh dan bobot kering kecambah. Semakin tinggi keserempakan tumbuh dan bobot kering kecambah, semakin tinggi daya berkecambah. Sedangkan daya hantar listrik dan bocoran kalium menunjukkan korelasi negatif, semakin tinggi bocoran kalium dan daya hantar listrik air rendaman benih, maka daya berkecambah, keserempakan tumbuh dan bobot kering kecambah semakin rendah. Tabel 5.
Nilai korelasi Pearson variabel daya berkecambah, keserempakan tumbuh, bobot kering kecambah, daya hantar listrik, bocoran kalium pada keempat varietas yang diuji.
Daya Berkecambah Keserempakan Tumbuh Bobot Kering Kecambah Daya Hantar Listrik
Keserempakan Tumbuh 0,760**
Bobot Kering Kecambah 0,586** 0,562**
Daya Hantar Listrik -0,731**
Bocoran Kalium -0,496**
-0,797**
-0,541**
-0,554**
-0,622** 0,590**
Keterangan : **) Nilai korelasi nyata pada taraf 0,01 (2-tailed)
KESIMPULAN Pengeringan tongkol dan biji jagung di atas lantai jemur dengan menggunakan alas terpal lebih baik dibandingkan tanpa alas terpal ditinjau dari daya berkecambah, keserempakan tumbuh, kecepatan tumbuh, bobot kering perkecambah, panjang akar primer, dan bocoran kalium air rendaman benih pada varietas Lamuru, MS-2, Srikandi Kuning-1, dan Srikandi Putih. Daya berkecambah berkorelasi positif dengan keserempakan tumbuh dan bobot kering perkecambah dan berkorelasi negatif dengan bocoran kalium dan daya hantar listrik air rendaman benih UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Prof. Dr. Ir. Sania Saenong atas saran-saran yang telah diberikan dalam pelaksanaan penelitian ini.
271
Prosiding Seminar Nasional Serealia 2009
ISBN :978-979-8940-27-9
DAFTAR PUSTAKA AOSA. 1983. Seed vigor testing handbook. Assosiation of Official Seed Analysts, 93 pp. Agrawal, P. K., B. D. Agrawal, P. Venkat Rao, and J. Singh. 1998. Seed multiplication,conditioning, and storage, In M. L. Morris (ed.) Maize seed industries in developing countries. Lynne Rienner Publishers and Cimmyt, Colorado, USA, and Mexico, pp. 103-124. Black, M., and J.D. Bewley. (ed.) 2000. Seed technology and its biological basis. CRC Press, Boca Raton, FL. Cordova, H. S., J. L. Queme, and P. Rosado. 1999. Small-scale production of maize seed by farmers in Guatemala, 2 nd edition. Mexico, D. F.; CIMMYT McDonald, M. B. and C. J. Nelson. 1986. Physiology of Seed Deterioration. Crop Science Society of America, Inc. Madison, Wisconsin, USA. Miguel, M.V.C. and Marcos Filho, J. 2002. Potassium Leakage and Maize Seed Physiology Potential. Scientia Agricola, Vol. 59 No. 2 : 315-319.
272