PENGEMBANGAN JAGUNG KOMPOSIT PADA LAHAN SAWAH TADAH HUJAN Faesal1, Syuryawati1 dan Tony Basuki2 1 Balai Penelitian Tanaman Serealia 2 Balai Pengkajian Teknologi Pertanian NTT ABSTRAK Penanaman jagung di lahan sawah tadah hujan setelah padi kedua dilaksanakan di Desa Pajalele Kabupaten Sidrap Sulawesi Selatan. Penelitian ini berlangsung dalam bulan Agustus hingga Desember 2006. yang melibatkan petani partisipatif pada luas areal 5 ha. Penyiapan lahan dengan system Tanpa Olah Tanah (TOT) menggunakan herbisida Round Up 2 l/ha. Varietas yang ditanam adalah Lamuru dan Srikandi Kuning-1. Jarak tanam 75 cm x 40 cm, 2 tanaman per lubang, dipupuk 300 kg urea+200 kg Phonska+50 kg KCl/ha. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jagung bersari bebas (komposit) Lamuru dan Srikandi Kuning-1 memberikan hasil biji pada kadar air 14% masing-masing 4,086 dan 3,816 t/ha dengan R/C ratio 1,26 dan 1,12. Selain biji pada pertanaman jagung di sawah tadah hujan ini menghasilkan juga brangkasan hijauan untuk pakan berkisar antara 5,15-7,98 t/ha Kata Kunci: Jagung Komposit, Sawah tadah hujan, Hasil biji, Pakan PENDAHULUAN Jagung merupakan tanaman pangan strategis karena menjadi komoditas serbaguna untuk pangan, pakan maupun industri, dan bahkan belakangan ini untuk energi sebagai bahan baku pembuatan bioetanol. Sementara produksi jagung nasional belum mencukupi kebutuhan jagung dalam negeri, sehingga sampai beberapa tahun terahir Indonesia masih mengimpor jagung lebih kurang 1 juta ton. Dengan demikian perlu ada upya peningkatan produksi jagung nasional untuk memenuhi kebutuhan jagung dalam negeri yang tinggi dan terus meningkat. Juga untuk mengisi peluang pasar dunia, karena permintaan jagung global dan regional juga besar dan terus meningkat (Pingali, 2001). Peluang penigkatan peningkatan produksi jagung di dalam negeri masih terbuka lebar, baik melalui peningkatan produktivitas maupun perluasan areal.teutama di luar Jawa. Produktivitas jagung meskipun terjadi peningkatan akan tetapi masih jauh apabila dibandingkan peningkatan produktivitas jagung hasil Litbang baik yang dilakukan instansi pemerintah maupun swasta dan telah mampu menyediakan teknologi produksi jagung dengan tingkat produktivitas 4,0-9,0 t/ha (Subandi. 2005). Lahan potensilal untuk pengembangan jagung tersedia cukup luas terutama di Sumatera, Kalimantan. Irian Jaya dan Sulawesi. Diperkirakan 6,96 juta ha lahan yang menyebar di 14 provinsi mempunyai potensi untuk pengembangan jagung (Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. 2002). Potensi lahan pengembangan lebih besar dari gari angka tersebut apabila provinsi lain diperhitungkan, dengan demikian peluang pengembangan jaung melalui perluasan areal masih sangat besar (Balitseral. 2005). Pertanaman jagung didominasi pada lahan kering sebagaimana dilaporkan oleh Mink (1987) bahwa 79% pertanaman jagung di lahan kering dan sisanya 11% dan 10% masing-masing di sawah irigasi dan sawah tadah hujan. Diestimasi oleh Kasryno (2002) bahwa telah terjadi pergeseran pertanian jagung di lahan sawah irigasi dan sawah tadah hujan meningkat masing-masing 10-15% dan 20-30% khususnya di daerah produksi jagung untuk komersial. Dikemukakan pula bahwa pengembangan jagung akan bergeser ke luar Jawa dengan melihat laju pertumbuhan luas areal tanam jagung di Sumatera adalah 18,89% dan 12,52% masing-masing pada musim hujan dan musim kemarau, sedangkan di Jawa hanya bertambah 0,51% dan 1,82% per tahun. Biaya produksi jagung bervariasi tergantung kepada kondisi lahan, penerapan teknologi produksi, dan upah tenaga kerja. Biaya usahatani jagung di Indonesia berkisar antara Rp.350,sampai Rp.800,-/ha(Bahar et al., 2002). Biaya usahatani jagung masih dapat ditekan melalui penerapan teknologi produksi yang tepat.
Berdasarkan uraian tersebut, maka perlu dilakukan penelitian pengembangan teknologi produksi jagung di lahan sawah tadah hujan melalui pendekatan Pengelolaan Teknologi Terpadu untuk mendukung program peningkatan produksi jagung nasional METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakn pada lahan sawah tadah hujan di Desa Pajalele Kabupaten Sidrap Sulawesi Selatan pada MK 2006. Teknologi budidaya jagung yang dikembangkan adalah teknologi produksi jagung melalui pendekatan Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT). Perbaikan teknologi dilakukan berdasar kepada (i) keragaan hasil teknologi PTT sebelumnya, (ii) hasil penelitian super impose dan hasil penelitian komponen teknologi serta kegiatan lain yang mendukung PTT jagung. Penelitian ini dikembangkan melalui sitem partisipatif petani koperator di lahan petani pada luas areal 5 ha.. Teknologi yang dikembangkan pada kegiatan ini adalah sebagai berikut: 1. Varietas unggul jagung komposit Lamuru dan Srikandi Kuning-1 2. Benih bermutu, daya kenambah >90%. Benih dberi Saromil 2,5 g/kg benih 3. Penyiapan lahan dengan sistem Tanpa Olah Tanah(TOT) menggunakan herbisida Round Up 2 l/ha 4. Mengairi/membuang air pada pertanaman dengan menggunakan saluran drainase 5. Populasi tanaman optimal yaitu 66.600 tanaman/ha. Jarak tanam 75 cm x 40 cm, 2 tanaman/rumpun 6. Penanaman dilakukan secara ditugal dan lubang benih ditutup dengan abu sekam 7. Jenis dan takaran pupuk an organik yang digunakan didasarkan hasil analisis tanah sebagai berikut: Jenis pupuk Phonska Urea KCl
7-10 hst *) 200 50 -
Takaran pupuk (kg/ha) *) 25-30 hst 150 50
40-45 hst 100 -
*) Pupuk diberikan dengan ditugal disamping tanaman **) hst=hari setelah tanam
8. Mengairi dari hujan dan atau air tanah yang dipompa untuk pengairan suplementasi 9. Penyiangan menggunakan herbisida Round Up 2 l/ha 10. Pengendalian OPT, PHT sebagai komponen utama Data yang dikumpulkan meliputi: 1. Keadaan umum pertumbuhan tanaman 2. Produktivitas biji dan biomas segar 3. Analisis pendapatan usahatani
HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian menanam jagung sesudah padi kedua di lahan sawah tadah hujan yang dilakukan di Desa Pajalele Kabupaten Sidrap Sulawesi Selatan pada MK 2006, menunjukkan pertumbuhan tanaman secara umum cukup baik, namun karena terjadi kemarau panjang sehingga ada beberapa petani yang terlambat mengairi sehingga hasil yang dipeoleh di bawah target produksi yaitu 6 t/ha. Apabila dilihat dari aspek kesuburan tanah lokasi penelitian (Tabel 1) cukup subur, begitu juga dengan potensi hasil varietas unggul Lamuru dan Srikandi Kuning-1 cukup tinggi yaitu masing-masing 8,0 dan 7,5 t/ha (Syuryawati et al., 2005), maka target produksi tersebut tidak susah untuk dicapai apabila penerapan teknologi produksi diterapkan secara optimal.
Tabel 1. Sifat fisik dan kimia tanah sawah tadah hujan di Desa Pajalele, Sidrap (Sulsel) 2006. Jenis penetapan Nilai Kriteria Tekstur Liat berdebu Liat (%) 46 Debu (%) 43 Pasir (%) 12 pH air (1:2.5) 6,55 Netral KCl(1:2,5) 5,70 C Organik (%) 1,06 Rendah N Total(%) 0,13 Rendah C/N 8 Rendah Kation dapat Tukar(me/100 g) K 0,49 Sedang Ca 19,55 Tinggi Mg 3,91 Tinggi Na 0,41 Sedang Aldd Tidak Terukur H+ Q’09 KTK 30,38 Tinggi Kejenuhan Basa (%) 80 Sangat Tinggi Analisis Lab. Tanah Balitsereal, 2006
Hasil biji jagung pada kadar air 14% yang diperoleh pada penelitian ini yaitu berkisar antara 3,20-5,26 t/ha untuk varietas Lamuru dan 3,20-4,94 untuk varietas Srikandi Kuning-1 (Tabel 2). Rendahnya hasil yang diperoleh petani selain faktor iklim utamanya curah hujan yang rendah dan eratik (Gambar 1). Meskipun di daerah ini mempunyai dua puncak curah hujan akan tetapi jumlah curah hujan kurang dari 180 mm demikian juga hari hujannya kurang dari 10 hari per bulan. Rendahnya hasil biji jagung yang diperoleh petani juga disebabkan oleh kinerja petani yang masih rendah, petani belum sepenuhnya menerapkan petunjuk teknologi budidaya jagung di lahan sawah karena mereka biasanya menanam jagung pada lahan kering. Selain itu umumnya petani mempunyai pekerjaan lain yang setiap minggu memperoleh uang dengan ikut bekerja sebagai pandai besi di Desa Pajalele. Pengalaman mereka dalam berusahatani menunjukkan bahwa bertani di lahan sawah tadah hujan layaknya main judi karena dalam setahun dengan tiga musim menanam padi, tingkat keberhasilan hanya 30% artinya dalam satu tahun hanya berhasil panen padi satu kali.
jumlah hari hujan
Se pt
Ju l Ag us t
M ar Ap rl M ei Ju n
Fe b
Ja n
De s
9 8 7 6 5 4 3 2 1 0 No p
O kt
curah hujan(mm)
180 160 140 120 100 80 60 40 20 0
Gambar 1. Jumlah curah hujan dan hari hujan rata-rata di Pajalele Sidrap Sulawesi Selatan (2001-2005) Pada pertanaman ini, selain menghasilkan biji juga menghasilkan biomas untuk pakan masing-masing 5,20-7,98 t/ha untuk Lamuru dan 5,15-7,45 t/ha untuk Srikandi Kuning-1. Hal ini cukup membantu penyediaan pakan yang biasanya langka pada musim kemarau. Biomas jagung sangat membantu penyediaan pakan bagi ternak yang mulai dikandangkan pada musim kemarau di kolong rumah, dimana sebelumnya biasanya diternakkan di gunung dengan mengandalkan rumput alam. Menjelang puncak kemarau Agustus-September ternak-ternak tersebut mulai turun ke kawasan persawahan untuk mencari makan dan air minum. Petani mengandangkan ternaknya di malam hari dan dilepas/digembalakan pada siang hari. Tabel 2. Varietas, luas lahan, hasil biji dan brangkasan jagung, Pajalele, Sidrap.Sulawesi Selatan, 2006 Luas lahan Hasil biji Bobot brangkasan (t/ Varietas (ha) (t/ha) ha) 0,20 Lamuru 5,26 7,98 0,20 Lamuru 3,96 7,80 0,30 Lamuru 3,70 6,60 0,60 Lamuru 4,31 6,86 0,20 Lamuru 3,20 5,20 0,50 Srikandi Kuning-1 4,94 7,45 0,50 Srikandi Kuning-1 3,20 5,70 0,20 Srikandi Kuning-1 4,22 7,25 0,30 Srikandi Kuning-1 3,32 5,86 0,30 Srikandi Kuning-1 3,40 5,15 Sumber: Balitsereal, 2007
Analisis usahatani hasil biji jagung yang diperoleh pada penelitian ini adalah 3,086 t/ha (Lamuru) dan 3,616 t/ha (Srikandi Kuning-1) dengan keuntungan masing-masing Rp. 3,545.300,dan Rp.2.879.800,-/ha dengan R/C ratio 1,26 dan 1,12 (Tabel 3). Selain produksi biji petani juga dapat menghasilkan brangkasan jagung yang dapat membantu petani dalam penyediaan pakan ternak, karena menjadi fenomena bahwa dengan adanya pertanaman jagung di sawah tadah hujan di musim kemarau setelah padi kedua pada dua musim tanam ini sangat membantu penyediaan pakan, petani megambil daun atau bagian tanaman di atas tongkol di bawah pulang ke rumah dan setelah jagung dipanen ternak sapi atau kerbau digembalakan pada lokasi pertanaman jagung.
Tabel 3. Analisis usahatani jagung varitas Lamuru dan Srikandi Kuning, Pajalele Sidrap (Sulawesi Selatan), 2006 No Uraian Lamuru Srikandi Kuning-1 Nilai Fisik Nilai Rp. Nilai Fisik Nilai Rp. I Produksi (kg) 4.086 6.537.600 3.816 6.105.000 II Biaya Produksi A Sarana Produksi 1. Benih (kg) 20 150.000 20 150.000 2. Urea (kg) 300 360.000 300 360.000 3. Phonska (kg) 200 350.000 200 350.000 4. KCl (kg) 50 85.000 50 85.000 5. Round Up (L) 4 180.000 4 180.000 6. Furadan 3G (kg) 7. Bahan bakar (kg) 120 540.000 120 540.000 Jumlah 1.665.000 1.665.000 I Upah Tenaga Kerja 1. Penyiapan lahan pakai 1,5 30.000 1,5 30.000 herbisida (HOK) 2. PenanamanTugal 10 200.000 10 200.000 (HOK) 3. Penyiangan herbisida 5,5 110.000 5,5 110.000 (HOK) 4. Pemupukan 9,6 192.000 10,02 204.000 Tugal(HOK) 5. Pengairan(HOK) 13 260.000 13 260.000 6. Pengendalian H/P(HOK) 7. Panen(HOK) 11,5 230.000 11,0 220.000 8. Prosesing Rp./kg 50 204.300 60 190.000 Jumlah 1.226.300 1.214.800 II Total biaya usahatani 2.891.300 2.879.800 III Penerimaan 3.646.300 3.225.200 usahatani(Rp) R/C ratio 1.26 1.12 Catatan harga jagung pada saat panen Rp.1.600/kg
Jika hasil brangkasan yang dihasilkan turut diperhitungkan, maka penerimaan petani akan lebih besar. Bila diasumsikan hasil brangkasan atau hijauan daun dijual dengan harga Rp 346/kg (hasil penelitian di Blora oleh Bahtiar, 2005), dengan produksi yang dicapai dalam penelitian ini rata-rata 6,6 t/ha maka petani akan memperoleh penerimaan kotor sebesar Rp 2.283.600/ha. Dengan demikian petani mendapatkan lagi tambahan pendapatan dari usahataninya, sehingga pengembangan jagung komposit di sawah tadah hujan ini menguntungkan petani.
KESIMPULAN • • •
Menanam jagung komposit Lamuru dan Srikandi Kuning-1 di lahan sawah tadah hujan setelah padi kedua adalah lebih baik dan menguntungkan. Rata-rata hasil biji jagung komposit Lamuru dan Srikandi Kuning-1 masing-masing 4,1 dan 3,8 t/ha. Penerimaan usahatani dari produksi jagung Lamuru dan Srikandi Kuning-1 masing-masing Rp.3.646.300 dan Rp. 3225.200, dengan R/C ratio 1.26 dan 1,12.
•
Selain produksi biji juga menghasilkan brangkasan/hijauan untuk pakan ternak berkisar antara 5,15-7,98 t/ha. DAFTAR PUSTAKA
Bahar, F. A. 2002. Pembangunan ekonomi pedesaan melalui pengembangan jagung. Makalah Bahan Diskusi pada Balai Penelitian Tanaman Serealia, 12 Juli 2002. Bahtiar. 2005. Prospek produksi hijauan jagung untuk pakan ternak sapi di Kabupaten Blora. Risalah Penelitian Jgung dan Serealian Lain. Vol. 10: 41-50. Balitsereal. 2007. Ringkasan Laporan Akhir Teknologi Produksi Jagung pada Lahan Sawah SubOptimal melalui Pengelolaan Sumberdaya dan Tanaman Terpadu. Balitsereal. Diperta. 2006. Laporan Tahunan Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kab. Sidrap Tahun 2005. Kasryno, F. 2002. Perkembangan produksi dan konsumsi jagung dunia selama empat dekade yang lalu dan implikasinya bagi Indonesia. Makalah disampaikan pada Diskusi Nasional Agribisnis Jagung di Bogor, 24 Juni 2002. Mink, S. D., P.A. Dorrosh and D. H. Pery., 1987. Corn Production System. In Timmer (eds). The Corn Economy of Indonesia. p. 52-57. Pingali, P.(ed) 2001. Cymmyt 1999/2000. World Maize Need Technological Apportunities and Properties for the Public Sector. Mexico. 60 p. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. 2002. Peta Potensi Lahan Pengembangan Jagung di Indonesia. Bahan Pameran pada Festival Jagung Pangan Pokok Alternatif di Bogor, 26-27 April 2002. Subandi. 2005. Ketersediaan teknologi dan program penelitian jagung. Makalah disampaikan pada Seminar dan Lokakarya Nasional Jagung di Makassar dan Maros, 29-30 September 2005. Subandi, S. Saenong, Zubachtirodin, A. Najamuddin, Margaretha, S.L., I. U. Firmansyah, A. Buntan, N. Widiyati, A. Hippi dan Rosita. 2005. Peningkatan produktivitas tanaman jagung pada wilayah pengembangan melalui pengelolaan tanaman terpadu. Laporan Akhir Balai Penelitian Tanaman Serealia. Syuryawati, C. Rapar, dan Zubachtirodin. 2005. Deskripsi Varietas Unggul Jagung. Edisi Keempat. Balai Penelitian Tanaman Serealia.