Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian, 2013
INOVASI TEKNOLOGI ADAPTASI TANAMAN JAGUNG TERHADAP PERUBAHAN IKLIM Muhammad Aqil, Bunyamin Z dan N.N. Andayani Balai Penelitian Tanaman Serealia
ABSTRAK Perubahan iklim global telah membawa dampak nyata pada sektor pertanian dalam bentuk pergeseran musim. Fenomena ini berdampak langsung pada meningkatnya tekanan abiotik dan biotik bagi lahan pertanian. Tekanan abiotik seperti meningkatnya areal lahan marginal (kekeringan, kemasaman, kahat pupuk utamanya nitrogen), sedangkan tekanan biotik seperti ledakan hama dan penyakit karena iklim yang tidak menentu atau munculnya hama atau penyakit yang sebelumnya bukan utama menjadi utama dan sebaliknya yang disebabkan oleh perubahan iklim baik makro maupun mikro. Untuk mengantisipasi dampak perubahan iklim terhadap penurunan produksi serealia khususnya jagung diperlukan teknologi adaptasi yang meliputi eksplorasi plasmanutfah toleran cekaman biotis dan abiotis, perakitan varietas umur genjah, toleran kekeringan, genangan, dan tahan Organisme Pengganggu Tanaman (OPT). Penggunaan teknologi berbasis marka molekuler akan memudahkan kegiatan eksplorasi plasmanutfah potensial (jarak genetik >0,8) dan dapat beradaptasi dengan perubahan iklim. Sejumlah calon varietas telah didapatkan dengan berbagai keunggulan diantaranya umur ultra genja (<70 hst), tahan penyakit bulai dan teknologi pendukungnya. Selain itu juga dilakukan penyebarluasan benih sumber (Klas BS) >14 ton untuk menunjang penyediaan benih di wilayah terkena dampak perubahan iklim Kata kunci: perubahan iklim, jagung, teknologi adaptasi
PENDAHULUAN Jagung merupakan komoditas utama penduduk Indonesia setelah padi. Jagung juga merupakan sumber utama pakan ternak yang kebutuhannya terus meningkat. Kebutuhan jagung terus meningkat setiap tahun seiring dengan peningkatan penduduk. Namun persoalannya, budidaya jagung dewasa ini dihadapkan pada perubahan iklim global yang jika tidak, stabilitas perjagungan nasional akan terganggu. Secara nasional, kontribusi sektor pertanian terhadap tingkat emisi gas rumah kaca relative kecil. Akan tetapi sektor ini, terutama sub sektor tanaman pangan mengalami dampak yang cukup besar bagi perubahan iklim. Perubahan cuaca ekstrim yang menyebabkan banjir dan kekeringan serta kenaikan muka air laut dapat menurunkan produksi tanaman pangan secara signifikan. Padahal disisi lain, sektor pertanian berperan penting dalam kehidupan dan perekonomian nasional, terutama sebagai penghasil utama bahan pangan, bahan baku industri dan bioenergi (Puslitbangtan 2012).
39
Muhammad Aqil et al.: Inovasi Teknologi Adaptasi Tanaman Jagung ….
Dalam beberapa dekade terakhir, telah terjadi perubahan pola hujan di sejumlah wilayah di Indonesia. Perubahan terjadi dalam bentuk awal musim hujan yang mundur di sejumlah provinsi, namun sebaliknya maju di sejumlah lokasi lain (Ibrahim 2004). Hasil penelitian Aldrian dan Djamil (2006) menunjukkan jumlah bulan dengan curah hujan yang ekstrim cenderung meningkat dalam 50 tahun terakhir, terutama di daerah sekitar kawasan pantai. Dengan kondisi perubahan iklim yang dapat meningkat frekuensi dan intensitasnya, kerugian yang dapat ditimbulkannya akan semakin besar dimasa mendatang. Penelitian KP3I (Boer 2008) menunjukkan bahwa peningkatan suhu akibat naiknya konsentrasi CO2 dapat menurunkan hasil tanaman. Penurunan hasil pertanian dapat mencapai > 20% apabila suhu naik melebihi 4 oC (Tschirley 2007). Menurut Peng et al. (2004) penurunan hasil tanaman akibat kenaikan suhu minimum sebesar 1 oC pada tanaman padi mencapai 10%. Makalah ini mereview teknologi adaptasi dampak perubahan iklim terhadap komoditas tanaman pangan khususnya jagung serta teknologi yang dikembangkan untuk adaptasi terhadap perubahan iklim. Teknologi Adaptasi Dampak Perubahan Iklim Eksplorasi Plasmanutfah Toleran Cekaman Biotis dan Abiotis Eksplorasi potensi genetik plasmanutfah local dan introduksi semakin mudah dilakukan dengan memanfaatkan perkembangan teknologi DNA. Teknologi DNA ini dapat dijadikan sebagai alat bantu untuk pencarian dan transfer gen-gen toleran perubahan iklim seperti kekeringan, genangan, OPT dan lain-lain. Sebagai contoh, untuk mengintrogresi secara efektif karakter toleran kekeringan ke dalam plasma nutfah di Indonesia, diperlukan adanya proses transfer sejumlah kromosom ke dalam plasma nutfah target dan dapat dicapai melalui seleksi berulang berbasis MARS (Marker Assisted Recurrent Selection) di dalam suatu pedigree (F1). Teknologi berbasis MARS merupakan teknologi berbasis DNA yang memanfaatkan populasi, sehingga kita mampu untuk mengeksploitasi karakter-karakter penting yang banyak terdapat dalam populasi karena variabilitas genetiknya sangat luas. Pengembangan
sistem
pemuliaan
jagung
berbasis
marka
molekuler
menunjukkan jika teknologi pemuliaan konvensional mampu menghasilkan varietas baru selama 8 tahun, namun dengan marka molekuler dapat dipercepat menjadi 4 tahun. Untuk pemurnian genetik pemuliaan konvensional memakan waktu tujuh generasi sedangkan dengan bantuan marka molekuler hanya dua generasi.
40
Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian, 2013
Sejumlah hasil karakterisasi generik plasmanutfah terbaru dengan potensi genetic spesifik disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Hasil karakterisasi awal genetik plasmanutfah dengan potensi genetik spesifik. Cekaman Abiotik 1. Galur dengan karakter gen toleran kekeringan 2. Galur dengan karakter gen toleran kemasaman 3. Galur dengan karakter gen toleran N rendah Biotik 1. Galur dengan karakter gen toleran bulai 2. Galur dengan karakter gen toleran penggerek batang 3. Galur dengan karakter gen toleran hama kumbang bubuk
Jumlah 4 25 3 5 21 50
Jagung Umur Genjah dan Super Genjah Berdasarkan kelompok umur, jagung dibagi atas 5 kelompok yaitu:
Jagung umur ultra genjah yang dipanen pada umur ≤ 70 haris setelah tanam
Jagung umur super genjah yang dipanen pada umur 71 - ≤ 80 haris setelah tanam
Jagung umur genjah yang dipanen pada umur 81 - ≤ 90 haris setelah tanam
Jagung umur sedang yang dipanen pada umur 91 - ≤ 100 haris setelah tanam
Jagung umur dalam yang dipanen pada umur > 100 haris setelah tanam
Perakitan varietas unggul jagung umur genjah (80-90 hari) dan super genjah (70-80 hari) merupakan salah satu upaya untuk meminimalkan kegagalan panen akibat dampak perubahan iklim seperti periode hujan yang pendek. Varietas unggul jagung berumur genjah diperlukan oleh banyak petani terutama untuk menyesuaikan pola tanam dan ketersediaan air. Di lahan sawah tanaman jagung biasanya diusahakan setelah panen padi, sehingga diperlukan varietas-varietas jagung berumur genjah. Varietas jagung berumur genjah umumnya cukup tenggang terhadap kekeringan. Jagung umur genjah dan super genjah juga dapat diintegrasikan dengan sistem Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) untuk meningkatkan Indeks Pertanaman (IP) jagung dari 1-2 kali setahun menjadi 3-4 kali dengan sistem tanam sisip. Hingga kini telah dirilis sejumlah varietas jagung hibrida dan komposit umur genjah seperti Bima 7 dan Bima 8 (Hibrida) dan Gumarang (Komposit) Serta sejumlah galur harapan umur genjah dan super genjah.
41
Muhammad Aqil et al.: Inovasi Teknologi Adaptasi Tanaman Jagung ….
Tabel 2. Varietas dan galur jagung umur genjah dan super genjah No 1 2 3 4 5
Varietas/Galur Umur Genjah Bima 7 (Hibrida) Bima 8 (Hibrida) Gumarang (Komposit) Umur Super Genjah ST201054 ST201043
Umur (hari)
Hasil (t/ha)
89 88 82
12 11,7 8
<80 <80
10,74 9,36
Gambar 1. Penampilan galur super genjah serta karakterisasi molekuler genotif galur super genjah (Takdir et al. 2011)
Jagung Toleran Kekeringan dan Genangan Pada beberapa dekade yang lalu, kondisi kekeringan di Indonesia umumnya masih dijumpai di Kawasan Timur Indonesia, seperti di NTT, NTB, Maluku Tenggara, sebagian Jatim, Sulsel, Sultra dan Sulteng. Namun dengan adanya perubahan iklim yang tidak menentu sebagai dampak pemanasan global, kekeringan tidak hanya melanda kawasan timur, namun sudah meluas ke kawasan barat, sebagian Pulau Jawa, Kalimantan dan Sumatera. Pada keadaan curah hujan yang eratik, hasil jagung akan sangat bervariasi dari waktu ke waktu, dari lokasi ke lokasi terutama pada pertanaman jagung di lahan kering. Hal ini merupakan salah satu penyebab rendahnya hasil jagung. Salah satu cara untuk mengurangi penurunan hasil jagung akibat kekeringan adalah dengan menggunakan varietas yang toleran terhadap kekeringan. Pengujian galur-galur jagung hibrida nasional beberapa tahun terakhir menunjukkan adanya peningkatan hasil dalam kondisi cekaman kekeringan yang ekstrim (mendapat air hanya sampai 3 minggu sesudah tanam). Kalau sebelumnya, kisaran hasil yang diperoleh hanya berkisar 5-7t/ha, saat ini telah mengalami 42
Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian, 2013
peningkatan menjadi di atas 9 t/ha. Galur hibrida harapan ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi peningkatan produksi jagung di daerah rawan kekeringan. Tabel 3. Varietas dan galur jagung umur genjah toleran kekeringan (Balitsereal 2011) Varietas/Galur Toleran Kekeringan Lamuru (Komposit) ST201007 ST201039 ST201006 ST201035 ST201037
Umur (hari)
Hasil (t/ha)
90 <90 <90 <90 <90 <90
7,6 9,71 9,24 9,14 9,12 9,05
Selain kekeringan, dampak lain perubahan iklim adalah terjadinya hujan berkepanjangan yang berpotensi mengganggu pertumbuhan tanaman jagung. Jagung termasuk jenis tanaman yang tidak tahan genangan karena mengganggu proses aerasi dan respirasi tanaman. Untuk mengantisipasi kehilangan hasil akibat genangan, diperlukan analisis ketahanan galur terhadap kelebihan lengas. Pada tahap awal dilakukan identifikasi galur-galur dengan tingkat toleransi tinggi terhadap genangan dan dilanjutkan dengan persilangan dengan metode half-dialel dan line tester. Penyaringan
genotip
dilakukan
pada
dua
fase
pertumbuhan,
yaitu
fase
perkecambahan dan pertumbuhan awal serta fase V6-V7. Beberapa galur dilaporkan mampu mengembangkan mekanisme untuk mengatasi cekaman/defisit oksigen di samping ada pula yang menjadi toleran/adaptif. Pada Tahun 2010 telah didapatkan 4 galur toleran genangan dengan potensi hasil 8-9 t/ha.
Perakitan Varietas Tahan OPT Meningkatnya populasi OPT akibat perubahan iklim menuntut adanya varietas jagung yang adaptif terhadap perkembangan dinamika hama dan penyakit di lapangan. Penyakit Bulai misalnya, merupakan penyakit utama pada tanaman jagung yang apabila tidak tertangani dengan baik akan menyebabkan kehilangan hasil sampai 100%. Peningkatan suhu dan kelembaban akhir-akhir ini diperkirakan akan semakin mempercepat perkembangbiakan dan penyebaran spora bulai melalui media udara, tanah ataupun benih. Ciri umum yang ditimbulkan dari serangan bulai adalah munculnya butiran putih pada daun yang merupakan spora cendawan patogen tersebut. Masa kritis tanaman jagung terserang bulai berlangsung sejak benih ditanam hingga usia 40 hari. 43
Muhammad Aqil et al.: Inovasi Teknologi Adaptasi Tanaman Jagung ….
Sejumlah daerah di Indonesia seperti Bengkayang, Kalimantan Barat, Kediri Jawa Timur dan Sumatera Utara dilaporkan telah menjadi daerah endemik bulai. Upaya pencegahan yang dilakukan petani melalui perlakuan benih dengan fungisida berbahan aktif metalaksil dilaporkan tidak membawa hasil karena adanya efek resistensi atau kekebalan terhadap bahan aktif tersebut. Selain penyakit, serangan hama utama jagung seperti penggerek batang dan kumbang bubuk. Kerusakan biji oleh kumbang bubuk dapat mencapai 85% dengan penyusutan bobot biji 17%. Siklus hidup berkisar antara 30-45 hari pada suhu optimum 37oC, kadar air biji 14% dan kelembaban nisbi 70%. Perkembangan populasi sangat cepat bila kadar air biji jagung yang disimpan di atas 15%. Untuk menanggulangi OPT jagung telah dilakukan pencarian gen-gen yang tahan terhadap hama dan penyakit. Karakterisasi molekuler berbasis marka SSR (Single Sequence Repeats) dan SNP (Single Nucleotide Polymorphisms) untuk perakitan varietas jagung toleran cekaman abiotik telah dilakukan melalui sejumlah proses genotyping dan sequencing. Sejak 3 tahun terakhir skrining ketahanan hama penyakit telah mengidentifikasi sejumlah galur dengan ketahanan spesifik terhadap penyakit dan hama jagung seperti disajikan pada Tabel 4. Tabel 4. Varietas dan galur jagung yang toleran OPT No 1 2 3 4 5
Varietas/Galur Bima 3 Bantimurung (Hibrida) Lagaligo (Komposit) G10104428, G101044-46, Mal 01-2, Mal 04-1, dan G-193-1 G1 – G21 EG-1 – EG51
Toleran hama/penyakit Bulai Bulai Bulai
Hasil (t/ha) 10 7,5 8
Penggerek batang kumbang bubuk
8,5 7,6
Gambar 2. Alat molekuler untuk mencari gen tahan bulai dan proses skrining bulai di lapangan (Pabendon, 2010).
44
Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian, 2013
Hasil pencarian gen tahan penggerek batang dengan marka molekuler telah mendapatkan 21 galur uji sudah memperlihatkan ketahanan tinggi terhadap penggerek batang jagung (O. furnacalis), hal ini kemungkinan disebabkan galur tersebut memiliki ketahanan antibiosis sehingga memperlihatkan persentase serangan rendah. Pengembangan Jagung Khusus Untuk Daerah Rawan Pangan Perubahan iklim global yang melanda dunia dewasa ini dikhawatirkan akan berdampak pada semakin bertambahnya daerah rawan pangan dengan persoalan gizi buruk. Dalam hubungannya dengan pemanasan global yang menjadi tantangan semakin berat dalam memenuhi kebutuhan pangan dewasa ini. Hal tersebut menjadi tantangan untuk menciptakan varietas unggul baru untuk penanggulangan gizi buruk. Balitsereal telah mengembangkan jagung khusus (specialty corn) yaitu jagung protein berkualitas (QPM) dan jagung tinggi pro-vitamin A untuk penanggulangan masalah gizi buruk.
Jagung Protein Berkualitas (QPM) Jagung protein berkualitas (Quality Protein Maize) merupakan salah satu alternatif untuk mengurangi ketergantungan pada pangan pokok (beras), apalagi jagung QPM memiliki sifat unik yakni mempunyai kandungan nutrisi yang lebih tinggi dari jagung biasa. Nutrisi yang dimaksudkan adalah adanya dua asam amino yakni lisin dan triptofan mengandung dua kali lebih banyak dari jagung biasa. Jagung komposit QPM Srikandi kuning-1 dan Srikandi putih-1 masing-masing memiliki kandungan lisin (0,580% dan 0,468%) dan triptofan (0,114% dan 0,102%), bandingkan hibrida Bima-1 yang hanya mengandung lisin (0,291%), dan tritofan (0,058%), artinya kandungan gizi jagung QPM dua kali lebih banyak dari jagung biasa. Peranan lisin dan triptofan dari jagung QPM diantaranya mengantisipasi penyakit busung lapar (kwashiorkor) pada anak balita, menjaga keseimbangan bobot badan agar tidak terlalu berlemak atau sebagai diet, memperbaiki nilai nutrisi pada ibu hamil dan kualitas pakan meningkat. Di P. Bali jagung QPM biji kuning telah banyak dimanfaatkan sebagai pakan ternak jenis unggas maupun ternak monogastrik. Program pemuliaan jagung QPM di Balitsereal baru dimulai pada tahun 2003 melalui pertukaran materi genetik bersari bebas dan hibrida dengan CIMMYT. Sampai dengan Tahun 2010 telah dihasilkan dua varietas QPM yaitu Srikandi kuning-1 dan Srikandi putih-1.
45
Muhammad Aqil et al.: Inovasi Teknologi Adaptasi Tanaman Jagung ….
Tabel 5. Kandungan asam amino (%) jagung QPM (Yasin et al. 2011). Varietas Bima 12Q (Hibrida) Bima 13Q (Hibrida) Srikandi putih-1 (Komposit) Srikandi kuning-1(Komposit) Jagung biasa
Protein 10,51 10,69 7,81 10,28 8,69
Lisin 0,52 0,46 0,36 0,46 0,35
Triptofan 0,46 0,09 0,07 0.,85 0,06
Dewasa ini jagung bersari bebas QPM banyak ditanam di NAD, Sumbar, Lampung, Jabar, Jatim, NTB, NTT, Bali, Gorontalo, Sulteng, dan Sulsel. Penyebaran jagung QPM kedepan akan lebih menguntungkan dalam sisi aspek pendapatan dan nilai gizi masyarakat dibanding jagung biasa. Wilayah penyebaran diharapkan terfokus pada wilayah rawan protein dan kurang gizi terutama pada kasus-kasus busung lapar pada anak balita. Pada Tahun 2010 Balitsereal juga telah menghasilkan varietas jagung hibrida QPM yaitu Bima 12Q dan Bima 13Q dengan potensi hasil 10-11 t/ha. Jagung Provitamin-A (β-Carotene) Jagung yang merupakan bahan makanan pokok kedua setelah padi di Indonesia tergolong makanan yang kaya akan karbohidrat. Namun demikian, meskipun kandungan karbohidratnya tinggi, jagung kekurangan nutrisi mikro penting seperti vitamin A (β-Carotene). Vitamin A adalah nutrisi penting yang kurang dipenuhi dalam diet masyarakat khususnya di wilayah pedesaan. Kekurangan vitamin A dapat menghambat pertumbuhan, meningkatkan risiko penyakit kurang darah/anemia, gangguan rabun senja bahkan dapat menyebabkan gangguan reproduksi. Meningkatkan kandungan nutrisi mikro makanan melalui proses bio-fortifikasi (pemuliaan untuk meningkatkan kandungan nutrisi jagung) merupakan salah satu strategi yang dapat dilakukan untuk mengatasi defisiensi nutrisi mikro. Salah satu target tanaman yang dapat dimuliakan untuk meningkatkan kandungan provitamin A adalah jagung. Jagung mempunyai keanekaragaman genetik yang luar biasa, dan hasil karakterisasi sejumlah plasma nutfah menunjukkan sejumlah varietas mempunyai kandungan provitamin A yang lebih tinggi dibandingkan jagung biasa. Pengayaan vitamin A pada jagung diharapkan dapat mengurangi persoalan malnutrisi di sejumlah daerah khususnya di wilayah yang mengonsumsi jagung sebagai makanan pokok. Pada Tahun 2010 telah dihasilkan 2 varietas Provit A yaitu Srikandi Kuning 2 dan Srikandi Kuning 3 dengan kandungan nutrisi (β-carotene) yang tinggi 68,75% dan 202,1% terhadap Varietas Sukmaraga serta 113,1% dan 281,5% terhadap Srikandi
46
Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian, 2013
Kuning-1. Ciri lain yang menonjol dari jagung Provit-A ini adalah warna biji orangemerah bukan hanya pada pericarp nya tetapi juga pada endospermnya. Tabel 6. Kandungan provitamin A dan produksi jagung Provit-A (Yasin et al. 2011) β-carotene (ppm) 0,081 0,145 0,038
Materi Uji Srikandi Kuning – 2 Srikandi Kuning- 3 Jagung biasa
Produksi (ton/ha) 6,95 7,14 6,12
Penyediaan Benih Sumber Jagung Dalam rangka mengantisipasi, Balai Penelitian Tanaman Serealia telah menyebarluaskan benih sumber jagung di seluruh wilayah Indonesia (Tabel 7). Tabel 7. Penyebarluasan benih sumber (BS) jagung untuk antisipasi perubahan iklim (Balitsereal 2011) No 1 2 3 4 5 6 7 8
Wilayah Sumatera Jawa Kalimantan Sulawesi Bali Nusa Tenggara Maluku Papua Jumlah
Toleran kekeringan
Umur genjah
207 540 141 2910 10 710 285 115 4918
16 30 10 140 5 30 0 20 251
QPM& Jagung Putih 345 800 161 1392 86 295 225 80 3384
Toleran Masam
Biomas Tinggi
Jumlah
920 320 885 1590 15 15 45 45 3835
255 1110 117 597 25 0 0 0 2104
1743 2800 1314 6629 141 1050 555 260 14500
Selama periode 2005 – 2010 telah di distribusikan benih sumber kelas benih penjenis (BS) ke seluruh tanah air di Indonesia.Volume benih penjenis (BS) jagung yang telah didistribusikan keberbagai propinsi adalah sejumlah 14500 kg (Tabel 7). Varietas yang terbanyak diminati petani yaitu varietas toleran kekeringan (Lamuru, Arjuna) sebanyak 4918 kg, diikuti varietas toleran lahan masam (Sukmaraga) sebanyak 3835 kg, jagung khusus (Srikandi Kuning-1, Srikandi Putih-1, Anoman-1) sebanyak 3384 kg, jagung biomas tinggi (Bisma) 2104 kg dan jagung umur genjah (Gumarang) sebanyak 251 kg.
47
Muhammad Aqil et al.: Inovasi Teknologi Adaptasi Tanaman Jagung ….
PENUTUP 1.
Perubahan iklim berdampak langsung pada meningkatnya tekanan abiotik dan biotik bagi tanaman pangan, diantaranya kekeringan, kemasaman, kahat pupuk utamanya nitrogen, ledakan hama dan penyakit.
2.
Antisipasi dampak perubahan iklim memerlukan teknologi adaptasi yang meliputi eksplorasi plasmanutfah toleran cekaman biotis dan abiotis, perakitan varietas umur genjah, toleran kekeringan, genangan, dan tahan OPT.
3.
Pada daerah rawan kekeringan diperlukan penyediaan benih sumber untuk mengantisipasi dampak kegagalan panen.
DAFTAR PUSTAKA Aldrian E dan Djamil, (2008). Spatio Temporal Climate Change of Rainfall in East Java. Indonesia. Int. Journal of Climatol23, 435-448 Balitsereal, 2012. Highlight Penelitian Tanaman Serealia. Balai Penelitian Tanaman Serealia, Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Boer R. 2008. Pengembangan Sistim prediksi perubahan iklim untuk Ketahanan Pangan. Laporan Konsorsium Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim Sektor Pertanian. Balai Besar Sumberdaya Lahan. Bogor Pabendon, M., Sigit B.S, Efendi, 2010. Rintisan penelitian berbasis marka molekuler Puslitbantan, 2012. Perubahan iklim dan Inovasi Teknologi Produksi Tanaman Pangan. Badan Litbang Pertanian, Kementerian Pertanian Takdir, A. M, Neni, I, Musdalifah, 2011. Perakitan Jagung Hibrida dan Bersari Bebas Umur Super Genjah dan Ultra Genjah Adaptid Lingkungan Optimal dan Sub Optimal. Laporan Akhir RPTP. Tanaman serealia (jagung, gandum dan Sorgum) untuk perakitan varietas unggul. Laporan Akhir RPTP Tschirley, J. 2007. Climate Change Adaptation: Planning and Practices. Power Point Keynote Presentation of FAO Environment, Climate change, Bioenergy Division, 10-12 September 2007, Rome. Yasin, H. G., Rahman, H, Nining N.A. 2011. Perakitan jagung komposit dan hibrida Mendukung pangan fungsional (QPM) dan Provit A. Laporan Akhir Tahun
48