Seminar Nasional Serealia, 2013
PENINGKATAN PERAN PENELITIAN TANAMAN SEREALIA MENUJU PANGAN MANDIRI Faesal Balai Penelitian Tanaman Serealia
ABSTRAK Pertambahan jumlah penduduk yang tidak dibarengi dengan peningkatan produksi pangan akan berakibat krisis kekurangan pangan, karena itu upaya peningkatan persediaan bahan pangan yang bersumber dari serealia non-padi perlu digalakkan baik keragaman maupun produktivitasnya. Peningkatan produksi padi di Indonesia selama beberapa tahun terakhir mengalami stagnasi. Dalam kurun waktu 2005-2010 pertumbuhan produksi padi masih di atas 3%, namun setelah memasuki periode 2010-2015 akibat anomali iklim dan konversi lahan yang tidak terkendali menyebabkan pertumbuhan produksi cenderung terjadi penurunan. Untuk itu diperlukan terobosan baru di dalam hal penyediaan serealia selain padi sebagai sumber karbohidrat dan nutrisi lainnya yang dapat dijadikan bahan subtitusi beras atau tepung terigu. Terdapat beberapa jenis serealia non-padi yang merupakan sumber genetik lokal yang belum dimanfaatkan secara optimal sebagai sumber pangan. Tanaman seralia non-padi disertai teknologi budidaya dan pemanfaatan serta nilai gizi yang dapat berkontribusi signifikan terhadap kemandirian pangan berkelanjutan serta bioindusti yaitu jagung khusus (QPM, Provit A, Srikandi Putih, Anoman-1, Bima Putih-1, Pulut), sorgum, hermada, millet/jewawut dan Jali Kata kunci: serealia, karbohidrat, nilai gizi, kemandirian pangan
PENDAHULUAN Tanaman padi merupakan jenis serealia sumber karbohidrat utama di Indonesia, makanan pokok untuk sebagian besar penduduk yang berjumlah 25,1 juta jiwa dengan tingkat konsumsi beras cukup tinggi 139 kg per kapita (BPS 2011). Beberapa tahun terakhir peningkatan produksi padi mengalami stagnasi, bahkan cenderung terjadi penurunan. Dalam kurun waktu 2010-2015 tingkat pertumbuhan produksi padi hanya mencapai kurang dari 3% lebih rendah dibanding kurung waktu lima tahun sebelumnya (Ditjen Tanaman Pangan 2013). Produktivitas padi secara nasional pada tahun 2010 mencapai 5,01 t/ha sedikit mengalami penurunan menjadi 4,94 t/ha pada tahun 2011 (BPS 2011). Kondisi demikian menyebabkan Indonesia mengimpor beras sebesar 2 juta ton untuk mengisi stok pangan nasional. Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah untuk mengatasi kekurangan persediaan pangan nasional, salah satu di antaranya adalah menggalakkan program diversifikasi pangan yaitu melalui pemanfaatan sumber karbohirat dari tanaman lain sebagai substitsi beras atau bentuk tepung pengganti terigu. Implementasi program tersebut diharapkan dapat mengurangi tingkat konsumsi beras 1,5% per tahun (Arifin 2011).
181
Faesal: Peningkatan Peran Penelitian Serealia Menuju ……
Seringnya mengimpor beras untuk mengatasi kekurangan pangan domestik menjadi penyebab program diversifikasi kurang berhasil (Widowati 2009). Kemandirian dan kedaulatan pangan mensyaratkan ketahanan yang meliputi dimensi ketersediaan, aksessibilitas, stabilitas harga dan utilisasi (keamanan pangan). Ketersediaan pangan akan terganggu oleh perubahan iklim, artinya bahwa dengan terjadinya anomali iklim yang ekstrim berakibat kekeringan atau kebanjiran akan mengancam ketersediaan pangan dan diperkirakan 25,1 juta jiwa penduduk Indonesia sangat rawan pangan (Arifin 2011). Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat beberapa tanaman serealia selain
padi
yang
memiliki
potensi
cukup
besar
untuk
dijadikan
sumber
karbohidrat/pangan dengan nilai gizi yang tidak kalah dengan beras bahkan terdapat zat gizi tertentu yang lebih tinggi dibandingkan beras. Pemulia tanaman ke depan tertantang untuk merakit tanaman sereralia selain padi sebagai sumber karbohidrat dan nutrisi lainnya untuk mendukung kemandirian pangan yang aman dan berkelanjutan. Upaya ini bertitik tolak pada implementasi UU No. 41/2009 tentang kedaulatan pangan: hak negara dan bangsa yang secara mandiri dapat menentukan kebijakan pangannya yang menjamin hak atas pangan bagi rakyatnya, serta memberikan hak bagi mayarakatnya untuk menentukan sistem pangan yang sesuai dengan potensi sumberdaya lokal (Arifin 2011). Beberapa tanaman serealia non padi sebagai sumber karbohidrat dalam upaya penyediaan pangan secara berkelanjutan serta mendukung bioindustri akan diuraikan lebih jauh dalam tulisan ini antara lain adalah jagung khusus (QPM, Provit A, Srikandi Putih, Bima Putih-1 dan Pulut), sorgum, hermada, millet/jewawut dan jali. Jagung Tanaman jagung (Zea Maize, L) berdasarkan pemanfaatannya dapat digolongkan menjadi tiga kategori yaitu jagung untuk pangan, pakan dan energi. Khusus akan diuraikan lebih jauh dalam tulisan ini adalah jagung untuk pangan. Jagung yang dirakit untuk pangan meliputi jagung putih, nilai protein tinggi dan jagung pulut yang biasa juga disebut sebagai jagung fungsional. Jenis jagung utamanya yang berwarna putih kecuali jagung pulut dapat dijadikan beras jagung atau tepung jagung sebagai bahan subtitusi beras atau tepung terigu. Sementara jagung pulut dapat dikosumsi dalam bentuk jagung rebus, jagung bakar atau di buat jagung olahan seperti marning, binte, dan lain-lain. Bahkan di Jawa Timur jagung kuning (Pioneer) dapat diolah menjadi keripik jagung atau tortila dan di jual di pasar swalayan dengan harga yang cukup lumayan dapat bersaing dengan keripik dari bahan lain seperti ubi jalar, ubi
182
Seminar Nasional Serealia, 2013
kayu, dan talas. Selain itu jagung memiliki komposisi kimia yang cukup lengkap dengan potensi aktif bahan nutrisi merupakan nilai unggul jagung dibanding serealia lainnya (Suarni dan Yasin 2011). Dengan demikian jagung memberikan kontribusi yang cukup signifikan terhadap penyediaan pangan saat ini dan masa akan datang. Jumlah aksesi tanaman serealia selain padi yang terkoleksi di Balai Penelitian Tanaman Serealia hingga tahun 2011 masih terbatas dan yang agak banyak adalah jagung diikuti oleh sorgum dan gandum. Hal ini terjadi karena cold storage selama ini belum memenuhi syarat untuk penyimpanan plasma nutfah dan sering mati lampu, sehingga beberapa koleksi plasma nutfah rusak. Tampaknya plasma nutfah yang mengalami penambahan dari tahun 2009 hingga 2011 hanya jagung, padahal plasma nutfah lainnya juga sangat potensil untuk mendukung penyediaan pangan berbasis sumber daya lokal (Tabel 1).
Tabel 1. Jenis plasma nutfah serealia potensil untuk pangan alternatif di Balitsereal No. 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Biodiversity Serealia Jagung Sorgum Hermada Gandum Millet/Jewamut Jali
Th. 2009 515 83 2 36 58 5
Th. 2010 626 191 2 101 106 8
Th. 2011 644 191 2 101 106 8
Sumber: Balitsereal (2009, 2010, 2011)
Dari
sejumlah
plasma
nutfah
jagung
terkoleksi
perlu
direjuvinasi,
dikarakterisasi, dan dikonservasi selanjutnya dijadikan bahan persilangan untuk merakit varietas unggul jagung sesuai yang diinginkan. Perakitan jagung unggul baru yang menggunakan plasma nutfah lokal dengan karakter yang disenangi petani, selain menjaga kelestarian keragaman genetik juga akan mendukung ketahan pangan regional dan nasional (Faesal dan Syuryawati 2012). Rejuvenasi dari beberapa aksesi plasma nutfah jagung untuk pangan sebagaimana telah dilakukan sejak tahun 2004. Khusus untuk bahan pangan biasanya dipilih beberapa karakter tertentu antara lain: berwarna putih, nilai protein tinggi, kandungan Vitanin A, kadar amilosa, amilopektin tinggi dan kandungan nutrisi lainnya. Jagung komposit unggul seperti Anoman-1 dan Srikandi Putih-1 dijadikan bahan pangan dan sangat disukai oleh petani di NTT karena bijinya putih dan beradaptasi baik pada lahan kering serta hasil biji cukup tinggi (Yasin et al. 2008). Perbaikan varietas jagung putih maupun kuning terus dilakukan dengan meningkatkan gizi yaitu nilai protein, vitanin A bahkan dibentuk hibridanya dalam upaya memenuhi
183
Faesal: Peningkatan Peran Penelitian Serealia Menuju ……
permintaan pengguna. Dalam hal ini digunakan sebagai benih sumber untuk mendukung pengembangan dan pemantapan program SL-PTT jagung baik hibrida maupun komposit yang dicanangkan seluas 1000 ha (Ditjen Tanaman Pangan 2013). Nilai gizi jagung putih secara umum tidak jauh berbeda dengan beras bahkan kualitas proteinnya dapat ditingkatkan melalui konversi gen ө-2. Total protein jagung hasil konversi gen sedikit mengalami penurunan akan tetapi mutu proteinnya meningkat terutama protein esensial seperti lisin dan triptopan meningkat dengan adanya perlakuan konversi gen. Kegiatan perbaikan mutu protein melalui konversi gen ө-2 ini telah dilakukan di Balitsereal pada tahun 2008 dan hasilnya dapat dilihat pada Tabel 2. Keberhasilan memasukkan gen ө-2 pada jagung putih yang mnyebabkan nilai protein (lisin dan triptopan) jagung meningkat dan diharapkan dapat menanggulangi persoalan gizi buruk yang melanda beberapa wilayah di Indonesia (Yasin et al 2007). Jagung putih yang telah dirakit adalah jenis jagung komposit dengan produktivitas masih rendah, sehingga pada kegiatan berikutnya dirakit jagung putih hibrida bahkan sudah dilepas dengan nama Bima putih-1 yang memiliki keunggulan dapat mensubtitusi beras hingga 70% (Yasin et al. 2010). Tabel 2. Kandungan asam amino (%) hasil konversi gen ө-2 Materi Jagung Biasa tetua Bima-1 Mr 4 (Betina) Mr 14 (Jantan) Mr 4 x MR14 (F1: Bima-1) Jagung QPM hasil konversi gen Mr 4 Q (Betina) Mr 14 Q (Jantan) Mr 4 Q x Mr 14 Q (F1: Bima-1 Q)
Protein
Lisin
Triptopan
12,45 12,70 12,31
0,335 0,388 0,291
0,o64 0,079 0,058
11,03 11,47 11,05
0,495 0, 417 0,524
0,104 0,085 0,110
Sumber: Balitsereal (2010)
Perbaikan nutrisi jagung untuk pangan tidak berhenti pada perbaikan mutu protein, akan tetapi terus dilanjutkan untuk perbaikan kandungan vitamin satu diantaranya adalah perakitan jagung unggul kaya vitamin A (β caroten). Pada tahun 2011 telah dilepas dua varietas yaitu Prpvit A1 dan Provit A2 dengan kandungan β caroten masing-masing 0,081 dan 0,144 ppm (Aqil et al. 2012). Kegiatan ini bertujuan untuk menghasilkan jagung yang mengandung vitamin A dengan demikian petani yang mengonsumsi jagung dapat mendapatkan asupan vitamin A setiap hari untuk menghidari penyakit rabun senja dan kerontokan rambut (Yasin et al. 2010). Penelitian mengenai peningkatan kandungan vit A beberapa materi provit A menghasilkan
Obatampa
(Pro-A)BC1C2-F2
184
dan
KUI
caratenoid
Syn
yang
Seminar Nasional Serealia, 2013
mengandung β-caroten lebih tinggi dibandingkan Sukmaraga maupun Srikandi Kuning1. Kandungan protein Obatampa (Pro-A)BC1C2-F2 dan KUI caratenoid Syn sedikit lebih tinggi dibandingkan Sukmaraga dan Srikandi Kuning-1, sedangkan kandungan lemak keduanya lebih rendah dari Sukmaraga maupun Srikandi Kuning-1. Untuk lebih jelasnya hasil ini duraikan pada Tabel 3. Perbaikan jagung Provit terus dilakukan dan akhirnya dilepas menjadi varietas dengan nama Bima Putih-1. Varietas unngul yang dirakit ini memiliki beberapa keunggulan yaitu: warna putih, subtitusi beras 70%, stay green, lisin dan triptopan lebih tinggi dibanding jagung biasa (Yasin et al. 2010). Tabel 3. Kandungan β caroten, protein dan lemak beberapa materi jagung provit-A Materi Obatmpa (Pro-A)BC1C2-F2 Zm305(Pro-A)BC2C1F2 Sm4 (Pro-A)BC2C1F2 KUI Carotenoid Syn KUI Carotenoid Syn (broad) Carotenoid Syn-3 Carotenoid Syn (broad) Sukmaraga Srikandi kuning-1
β caroten (ppm) 0,181 0,103 0,145 0,145 0,126 0,149 0,058 0,048 0,038
Protein (%) 8,34 10,35 7,64 8,64 10,18 10,10 8,18 8,15 8,01
Lemak(%) 4,73 4,78 4,97 4,99 4,67 4,62 3,91 4,81 4,72
Sumber: Yasin et al. (2010)
Sorgum Tanaman sorgum (Sorghum bicolor L.) tergolong tanaman rumput-rumputan (Johnson grass) yang berasal dari benua Afrika dan saat ini sudah tersebar luas ke seluruh penjuru dunia. Sorgum merupakan salah satu produsen bahan pangan potensil, namun belum dimanfaatkan secara optimal. Sorgum mempunyai beberapa kelebihan dibanding serealia yang lain diantaranya yaitu tahan terhadap kekeringan, adaptif pada lahan marginal, dapat diratun, produksi biomas tinggi untuk bahan organik atau pakan ternak, nilai gizi biji tidak kalah dengan beras atau jagung dan batang serta biji dapat dijadikan bahan baku pembuatan etanol. Beberapa daerah di Indonesia sejak dahulu mamanfaatkan sorgum sebagai bahan pangan untuk subtitusi beras atau tepung seperti di Demak, Nusa Tenggara Timur dan Selayar. Perbandingan nilai nutrisi sorgum, beras dan jagung untuk kandungan karbohidrat sorgum dan jagung relatif sama masing-masing 73,0 g dan 72,4 g, sedangkan beras lebih tinggi 78,9 g, namun dari segi protein sorgum lebih tinggi 11,0 g dibanding beras 6,8 g dan jagung 8,9 g kandungan nutrisi lainnya ditunjukkan pada Tabel 4. Telah diperoleh dua galur sorgum (15006 a dan 1090 A)
185
Faesal: Peningkatan Peran Penelitian Serealia Menuju ……
yang berbiji putih untuk pangan fungsional dengan nilai nutrisi tinggi dapat dijadikan suplemen terigu (Balitsereal 2009). Perbandingan nilai nutrisi sorgum, beras dan jagung ditampilkan pada (Tabel 4).
Tabel 4. Perbandingan nutrisi 100 g sorgum, beras dan jagung Nutrisi Kalori (kal) Protein (g) Lemak (g) Karbohidrat (g) Kalsium (mg) Besi (mg) Fosfor (mg) Vitamin B-1 (mg)
Sorgum 332,0 11,0 3,3 73,0 28,0 4,4 28,7 0,28
Beras 360,0 6,8 0,7 78,9 6,0 0,8 140 0,12
Jagung 361,0 8,7 4,5 72,4 9,9 4,6 380,0 0,27
Sumber: Puslitbangtan 2010
Sorgum merupakan sumber pangan sebahagian penduduk dunia, namun di AS terutama digunakan sebagai pakan khususnya sorgum hibrida rendah kandungan tanin dan fenolik digunakan untuk pakan burung. Nilai gizi sorgum tidak kalah dengan jagung bahkan sorgum memiliki kandungan lemak dan protein lebih tinggi dibanding jagung tetapi rendah vitamin A (Carter et al. 1989). Pada aspek penelitian sorgum belum seintensif dengan komoditi pangan lainnya, sebagaimana terlihat dari hasil penelitian varietas unggul yang berkaitan dengan pangan oleh Batan dalam kurun waktu 2001 hingga 2009 telah menghasilkan varietas unggul meliputi 15 padi, 5 kedelai, 1 sorgum, 1 gandum tropis dan 1 kacang hijau (Batan 2012). Hal ini terkait dengan jumlah aksesi plasma nutfah untuk bahan perakitan sorgum di Indonesia masih sangat terbatas, dan baru terkoleksi 83 aksesi pada tahun 2009, sementara di ICRISAT dan USDA pada tahun 2008 totalnya mencapai 168.000 aksesi (Turthollow et al. 2010). Selanjutnya dilaporkan bahwa pengembangan sorgum terkendala oleh kesulitan mendapatkan benih unggul, informasi manfaat sorgum dan teknologi budidayanya. Biji sorgum yang sudah disosoh dapat dibuat tepung sorgum jika dicampur dengan tepung singkong dengan perbandingan 75% : 25%, maka tepung campuran yang terbentuk mengandung nilai gizi meliputi pati 53,08%, protein kasar 10,81%, lemak 20,1 %, serat kasar 2,14 %, abu 1,32 %, kadar air 22,09%, anti oksidan aktif 5,20%, volume expansion 1,21%, dan tekstur 17,86. Oganoleptik kue yang terbuat dari tepung campuran sorgum dengan tepung singkong sama rasanya dengan Brownis kontrol dari tepung terigu (Brawidjaya 2013). Nilai kecernaan pati tepung sorgum dapat ditinggkatkan menjadi 60% dengan cara fermentasi selama 8 jam, dengan demikian
186
Seminar Nasional Serealia, 2013
sorgum sangat berpotensi sebagai bahan pangan pokok atau sumber karbohidrat (Pranoto dan Triwitono 2010). Hasil penelitian dilaporkan bahwa nasi sorgum memiliki indeks glisemik rendah (41) karena itu baik untuk dikonsumsi bagi penderita kencing manis atau diabetes melitus (Randi 2006). Jewawut/Millet Millet/Jewawut (Setaria italica L.) termasuk tanaman tahan kering, sesuai di lahan marginal mampu berproduksi 3-4 t/ha. Menutut (Nurmala 2003) produksinya jewawut di Indonesia mampu mencapai 4,0 t/ha di lahan marginal sementara tanaman pangan lain kurang berhasil. Jewawut dapat dijadikan sebagai sumber energi, protein, kalsium, vitamin B-1, Riboflavin (B-2), sedangkan nutrisi lainnya setara dengan beras. Jewawut seperti halnya sorgum juga merupakan tanaman serealia yang potensil untuk pangan akan tetapi sampai saat ini jewawut di Indonesia hanya dikenal sebagai pakan burung, sedangkan pemanfaatannya untuk pangan belum banyak diketahui. Hasil penelitian di Univeritas Sumatra Utara (USU) melaporkan bahwa millet mengandung asam glutamat yang apabila bergabung dengan senyawa lain menyebabkan rasa enak pada makanan. Telah dilaporkan pula bahwa di Jawa Timur jewawut/millet digunakan untuk bahan bubur, mie dan kue kering (Publikasi USU 2013). Selanjutnya dilaporkan pula bahwa kandungan nutrisi tiga jenis millet/jewawut terutama karbohidrat untuk pangan tidak jauh berbeda dengan beras maupun jagung bahkan lebih tinggi dibanding gandum (Tabel 5). Jewawut/millet mengandung senyawa penting seperti vitamin B, anti oksidan, bioaktif dan serat. Selain itu jewawut mengandung gluten yang sifatnya elastis, kedap udara, sehingga tidak mudah putus saat pencetakan mie. Tabel 5. Kandungan nutrisi tiga jenis millet/jewawut jagung, beras dan gandum Komoditi
Karbohidrat
Protein
Lemak
Serat kasar
Foxtat millet Pearl millet Prosa millet Jagung Beras Gandum
84,2 78,9 80,4 80,0 87,7 68,05-75,90
10,7 12,8 12,3 10,5 8,8 10,3-15,4
3,3 5,6 1,7 4,9 2,1 1,54-2,47
1,4 1,7 0,9 2,7 0,8 2,29
Sumber: Publikasi USU (2013).
Hermada Hermada (Sorgum bicolor Mounh L.) adalah tanaman sejenis serealia atau rumput-rumputan yang berasal dari Jepang dan Amerika Serikat. Di Indonesia
187
Faesal: Peningkatan Peran Penelitian Serealia Menuju ……
hermada merupakan nama lain sorgum dari singkatan harapan masa depan menjadi hermada. Rumput ini dapat dipanen hingga tiga kali, panen pertama pada umur 55 hari setelah tanam dan 2 kali panen berikutnya berselang 45 hari. Rumput hermada memiliki nilai ekonomi tinggi karena malainya digunakan sebagai bahan baku pembuatan sapu salju, sedangkan daun tanaman hermada dapat dijadikan pakan ternak. Malai rumput hermada di Indonesia harganya Rp. 6000 per kg karena di ekspor ke Jepang dan Eropa. Manfaat hermada untuk pangan adalah bijinya yang sudah diselep dapat digunakan sebagai pengganti beras dengan nilai jual Rp. 800 per kg, rasa nasi biji hermada tidak berbeda dengan nasi beras, namun tekstunya agak liat dibanding nasi beras, Nilai gizi biji hermada menurut hasil analisis laboratorium biokimia UGM adalah tertera pada Tabel 6. Tabel 6. Nilai gizi biji dua jenis hermada dan beras Jenis Jepang AS Beras
Abu 3,79 3,35 2,0-5,0
Protein kasar 9,38 11,27 4,0-5,0
Lemak 4,16 5,19 8,15
Serat kasar 8,26 8,53 8,15
Karbo- hidrat 75,0 72,0 70,0-80,0
Sumber: http// www republika. co.id/9810/11/341 htm.
Jali Tanaman jali (Coix larcyma jobi L.) tergolong jenis tanaman biji-bijian (Serealia) tropika dari suku padi-padian (Poaceae). Tanaman jali berasal dari Asia Timur dan Malaya. Jali sudah dibudidayakan di Tiongkok 2000 tahun lalu, bahkan di India tanaman jali sudah ditanam sejak 4000 tahun yang lalu. Di Indonesia tanaman jali menyebar pada berbagai ekosistem baik iklim kering maupun basah, seperti yang ditemukan di Sulawesi, Sumatra, Kalimantan. Di Jawa Barat tanaman jali dibudidayakan secara konvensional di beberapa Kabupaten seperti Kab. Bandung, Sumedang, Sukabumi, Garut, Ciamis, dan Indramayu. Beberapa species jali dapat digunakan sebagai sumber karbohidrat dan juga sebagai bahan obat. Jali yang sudah ditumbuk dapat dibuat, ketan, tape, dodol dan sebagainya. Biji jali dapat dimanfaatkan untuk pembuatan wajik, lemper, klepon dan putu ayu dengan nilai etetika baik hingga sangat baik artinya bahwa produk tersebut sudah diterima oleh masyarakat (Wardani 2011). Jali juga berhasiat dapat dipakai untuk mengobati kanker paru, kanker mulut rahim (Cervic) dan penyakit ginjal (Nurmala, 2003). Nilai gizi biji jali secara umum lebih tinggi dibanding beras, hanya kandungan lemak beras sedikit lebih tinggi dibanding biji jali (Tabel 7).
188
Seminar Nasional Serealia, 2013
Tabel 7. Nilai gizi jali dan beras per 100 g No. 1 2 3 4 5 6 7 8
Nutrisi Kalori Lemak Kalsium Protein Amonium Posfor Zat besi Vit B1
Jali 289,0 61,4 213,0 11.1 23,0 176,0 11,0 0,14
Beras 248,0 79,0 1,2 5,0 40,0 22,0 0,5 0,02
Sunber: http//www lezat group com. 2013
KESIMPULAN Perakitan seralia non padi dengan nilai nutrisi tinggi mendukung realisasi program diversivikasi dan ketahanan panggan menuju kemandirian pangan berkelanjutan. Perakitan serealia non padi dengan nilai nutrisi yang unik dapat mendukung program pertanian bioidustri
DAFTAR PUSTAKA Aqil, M., C. Rapar, Zubachtirodin. 2012. Deskripsi Varietas Unggul Jagung. Edisi Ketujuh Puslitbang Tanaman Pangan. Badan Litbang Pertanian. Kementerian Pertanian. 13 p. Arifin, B. 2011. Membangun kemandirian dan kedaulatan pangan. Makalah disampaikan pada Kongres Ilmu Pengetahuan Indonesia (IPNAS) X , 9-11 November 2011. Jakarta. Balitsereal. 2009. Highlight Balai Penelitian Tanaman Serealia 2008. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Pusat Peneitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Balai Penelitian Tanaman Serealia. 45 p. Balitsereal. 2010. Highlight Balai Penelitian Tanaman Serealia 2008. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Pusat Peneitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Balai Penelitian Tanaman Serealia. 43 p. Balitsereal. 2011. Highlight Balai Penelitian Tanaman Serealia 2010. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Pusat Peneitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Balai Penelitian Tanaman Serealia. 46 p. Batan. 2012. Rencana Strategis Badan Tenaga Nuklir Nnasional Th. 2000-2014. BPS. 2011. Statistik Indonesia 2011. Biro Pusat Statistik. Jakarta. Brawidjaya Agricultural Tecknology Faculty Undergraduate Program: http//www eliberary ub. ac. id. Diakses 5 Juni 2013
189
Faesal: Peningkatan Peran Penelitian Serealia Menuju ……
Carter P. R., D. R. Hicks, E. S. Oplinger, J. D. Doll, L. G. Bundy, R. T. Schuler, and B. J. Holmes. 1989. Gain Sorghum (Milo). Alternative Crop Manual. University of Wisconsin cooperative extention Unicversity of Minnesota. Center for Alternative Plant Product and The Minnesota Extention Services. Ditjen Tanaman Pangan. 2013. Pedoman Teknis Sekolah Lapang. Pengelolaan Tanaman Terpadu (SL-PTT) Padi dan Jagung. Direktorat Jenderal Tanaman Pangan. Kementerian Pertanian. Faesal dan Syuryawati. 2012. Urgensi koleksi plasma nutfah jagung lokal di Flores Nusa Tenggra Timur. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Nurmala, T. 2003. Prospek jewawut (Pinnisetum spp.) sebagai pangan serealia alternatif. Jurnal Bionatura Vol. 5 No. 1, p. 11-20 Pranoto Y. dan P. Triwitono. 2010. Peningkatan kecernaan pati dan karakteristik tepung sorgum dengan fermentasi. Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Universitas Gadjah Mada. Laporan Akhir Risnas Th. 2010. Publikasi Universitas Sumatra Utara: http//www Reprository usu. Ac. id. Diakses 6 Juni 2013 Randi A. 2006. Kajian nasi sorgum sebagai pangan fungsional. Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor. Suarni dan M. Yasin 2011. Jagung sebagai sumber pangan fungsional. Iptek Tanaman Pangan. Vol. 6, No. 1, p.41-54 Turthollow, F. A., E. G. Webb, and M. E. Downing. 2010. Review of sorghum production. practices: Application for bioenergy. OAK Ridge. National Laboratory Managed by UT-Battelle LCC. US. Departement of Energy. Tripod,
Hermada:Menanam rumput pengganti co.id/9810/11/341 htm. Diakses 7 Juni 2013
beras:
http//www
republika.
Yasin, M., S. Singgih, M. Hamdani, dan S. B. Santoso. 2007. Keragaan hayati plasma nutfah jagung. Jagung. Teknik prroduksi dan pengembangan. Badan Litbang Pertanian. p. 42-54 Yasin, M., A. Rahman dan M. Azrai. 2008. Peluang pengembangan jagung varietas Anoman-1 pada lahan kering beriklim kering. Prosiding Simosium V Tanaman Pangan. Buku 3 Penelitian dan Pengembangan Palawija. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 113 p. Yasin, M., H. R. Rahman, A. Rahman dan Fatmawati. 2010. Pengusulan varietas unggul bersari bebas jagung provit-A Srikandi Kuning-2a dan Srikandi kuning 3a. Seminar 2 mingguan Balai penelitian Tanaman Serealia. 13 p. Wardani, L. K 2011. Pemanfaatan bahan pangan lokal biji jali pada pembuatan kudapan (wajik, lemper, klepon dan putu ayu). e Print ∂ UNY. Lumbung Pustaka Universitas Yogyakarta.
190
Seminar Nasional Serealia, 2013
Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 2010. Pusat Penelitian dan Pengembketahanan panganangan Tanaman Pangan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.Vol.2 no. 46 Widowati, S 2009. Tepung aneka umbi sebuah solusi ketahanam pangan. www. Litbang.deptan go,id/Artikel. Sinar Tani, 6 Mei 2009.
191