PERAN SERTA TERNAK SEBAGAI KOMPONEN USAHATANI PADI UNTUK PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI MH. Togatorop dan Wayan Sudana Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian Bogor ABSTRAK Suatu pengkajian telah dilakukan untuk mengetahui sejauhmana peran serta komponen ternak sebagai salah satu komponen usahatani padi untuk peningkatan pendapatan petani yang bersangkutan. Pengkajian ini dilakukan di Desa Rejosari dan Bangunsari, Kabupaten Musi Rawas Sumatera Selatan dan Desa Surantih, Kabupaten Pesisir Selatan Sumatera Barat. Pengumpulan data dilakukan melalui survei dengan teknik wawancara yang menggunakan kuesioner terstruktur dengan 30 orang responden untuk masing-masing desa contoh. Responden dipilih secara acak, sedangkan desa dan kelompok tani dipilih secara sengaja, yaitu yang berada di sekitar program Prima Tani. Data yang dikumpulkan kemudian diedit dan ditabulasi untuk selanjutnya dianalisis secara deskriptif dan financial. Hasil yang diperoleh, antara lain: Tingkat pendidikan kepala keluarga dan istri di Desa Surantih (daerah non transmigrasi) lebih rendah daripada di Desa Rejosari dan Bangunsari (daerah transmigrasi). Tani tanaman pangan masih dominan diusahakan petani responden dan merupakan pekerjaan utama di masing-masing desa contoh yang terpilih. Penguasaan ternak di Desa Rejosari dan Bangunsari yang telah diusahakan petani didominasi ayam buras dan diikuti itik, sedangkan di Desa Surantih ternak itik dan diikuti ayam buras. Lahan sawah irigasi, ternyata 95% petani responden dengan rata-rata penguasaan 0,78 ha sudah status milik di Desa Rejosari dan Bangunsari, sedangkan di Desa Surantih status milik lebih rendah, yaitu 92% petani responden dengan penguasaan rata-rata 0,46 ha. Kontribusi pendapatan dari ternak di Desa Surantih 15,36% lebih tinggi daripada di Desa Rejosari dan Bangunsari hanya 8,71%. Masih rendahnya kontribusi ini, kemungkinan sebagai akibat penguasaan populasi ternak ayam buras tinggi, sedangkan pemilikan ternak ruminansia masih rendah dan pemeliharaan yang sangat ekstensif. Pendapatan dari ternak ini cukup berperan dalam peningkatan pendapatan petani daripada hanya mengandalkan tanaman pangan (padi dan palawija), yaitu untuk Desa Rejosari dan Bangunsari serta Desa Surantih berturut-turut hanya 38,91% dan 17,49% dari seluruh pendapatan yang diterima petani responden. Di Desa Surantih Kabupaten Pesisir Selatan Sumatera Barat kontribusi pendapatan dari sub sektor perkebunan cukup bermanfaat yakni 20,60% lebih tinggi dibandingkan di Desa Rejosari dan Bangunsari, Kabupaten Musi Rawas Sumatera Selatan (8,46%) Kata Kunci : Ternak, komponen, usahatani, pendapatan
PENDAHULUAN Perkembangan luas panen padi sawah secara nasional selama kurun waktu 1995 hingga 2003 menunjukkan perkembangan yang kurang menggembirakan dengan indikator pertumbuhan rata-rata per tahun hanya 0,96 persen dan diikuti perkembangan produksi 1,2 persen pertahunnya (BPS, 2004). Padahal kalau dilihat dari aspek konsumsi beras secara nasional di kota maupun di desa adalah cukup tinggi, yakni sekitar 97-100 persen. Selanjutnya rata-rata konsumsi beras masyarakat per kapita menunjukkan kenaikan dari 108,89 kg pada tahun 1996 mejadi 120,97 kg pada tahun 1999 (BPS, 2000) Selanjutnya di satu pihak, pertumbuhan produksi beras akhir-akhir ini menunjukkan adanya perlambatan baik di sentra produksi beras di Jawa maupun di luar Jawa. Irawan dkk (2003), melaporkan melambatnya laju produksi padi ini, disebabkan melambatnya laju
pertumbuhan produktivitas per satuan luas lahan. Surono (2001) mengatakan bahwa produksi padi pada prinsipnya ditentukan oleh dua variabel, yaitu luas panen dan hasil per hektar (produktivitas). Disamping itu, laju peningkatan mutu inovasi teknologi usahatani padi oleh petani yang lambat dan terjadi degradasi kesuburan lahan sawah karena menurunnya kandungan bahan organic dalam tanah serta punahnya mikroorganisme pembentuk unsur N. Dengan demikian keberadaan ternak dalam usahatani padi ini sangat membantu untuk memperbaiki struktur kesuburan dan dapat menahan penyerapan air melalui pupuk kandang dari ternak. Di sisi lain keberadaan ternak sebagai komponen dalam usahatani padi yang dikelola petani bersangkutan dapat memberikan kontribusi peningkatan penerimaannya dan pada akhirnya dapat meningkatkan pendapatan petani tersebut. Dengan demikian tujuan dari pengkajian yang dimanifestasikan dalam tulisan ini untuk mengetahui sejauhmana peran serta ternak sebagai komponen usahatani padi dalam peningkatan pendapatan petani. METODE PENGKAJIAN Pengkajian dilakukan dengan metode survei dengan menggunakan kuesioner terstruktur sebagai instrumen/alat untuk wawancara dengan responden (petani) yang telah dipersiapkan sebelumnya. Lokasi penelitian adalah di wilayah pengembangan program Prima Tani, yakni lahan sawah irigasi di Provinsi Sumatera Selatan dan Sumatera Barat. Teknik pengambilan sampel responden (petani) sebanyak 30 orang dilakukan secara acak, sedangkan desa dan kelompok tani dipilih “purpossive” (secara sengaja), yaitu disekitar Program Prima Tani. Desa terpilih adalah Desa Rejosari dan Desa Bangunsari Kabupaten Musi Rawas Provinsi Sumatera Selatan. Sedangkan Provinsi Sumatera Barat adalah Desa Surantih Kabupaten Pesisir Selatan. Data yang di kumpulkan adalah data primer dari petani responden dan sekunder, antara lain: karakteristik petani, pemilikan aset pertanian, teknologi pertanian yang dilakukan, produktivitas usahatani, dan pendapatan petani. Semua data yang dikumpulkan di edit dan ditabulasi ke dalam tabel analisis yang dipersiapkan. Selanjutnya data tersebut dianalisis secara deskriptif dan financial. HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Responden Umur, pendidikan, dan potensi tenaga kerja keluarga Kuantitas dan kualitas sumberdaya manusia yang dalam hal ini petani responden merupakan faktor utama yang perlu diperhatikan dalam proses produksi usahatani yang dikelolanya. Kondisi umur, pendidikan dari responden sangat mempengaruhi kualitasnya disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Karakteristik anggota keluarga petani responden di desa contoh Kabupaten Musi Rawas Sumatera Selatan dan Pesisir Selatan Sumatera Barat, Tahun 2005. Uraian Umur (th) a. Kepala keluarga b. Isteri 2. Pendidikan (th) a. Kepala keluarga b. Isteri 3. Rataan jumlah anggota keluarga (jiwa) 4. Jumlah anggota keluarga produktif (15-64 th) / jiwa 5. Rasio beban tanggungan Sumber data : Data Primer (Diolah)
Desa contoh Rejosari dan Bangunsari Surantih Kabupaten Musi Rawas Kabupaten Pesisir Selatan
1.
44,28 38,58
48,05 39,85
8,23 7,73 3,76
6,28 7,53 4,40
2,90
3,20
3,37
2,67
Dari data yang disajikan pada Tabel 1, ternyata rata-rata umur kepala keluarga (KK) dan isteri responden di Desa Rejosari dan Bangunsari berturut-turut 44,28 tahun dan 38,58 tahun lebih rendah daripada di Desa Surantih berturut-turut 48,05 tahun dan 39,85 tahun. Lain halnya dengan rata-rata pendidikan dilihat dari lamanya mengikuti pendidikan tersebut, yaitu untuk KK dan isteri responden di Desa Rejosari dan Bangunsari berturut-turut 8,23 tahun dan 7,73 tahun lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata pendidikan bagi KK dan isteri di Desa Surantih berturut-turut 6,28 tahun dan 7,53 tahun. Data ini menggambarkan kualitas responden relatif lebih baik / tinggi di Desa Rejosari dan Bangunsari daripada responden di Desa Surantih. Rataan jumlah anggota keluarga responden di Desa Rejosari dan Bangunsari (3,76 jiwa) hampir sama dengan rata-rata jumlah anggota keluarga di Desa Surantih (4,40 jiwa). Sedangkan jumlah anggota keluarga yang produktif di Desa Rejosari dan Bangunsari lebih rendah (2,90 jiwa) daripada di Desa Surantih (3,20) (Tabel 1). Sumber mata pencaharian Di desa contoh pengkajian baik kepala keluarga dan isteri mempunyai mata pencaharian utama dan sampingan (Tabel 2). Sektor pertanian terutama tanaman pangan masih menjadi mata pencaharian utama KK responden baik di Desa Rejosari dan Bangunsari, yakni 85 persen maupun responden di Desa Surantih 75 Persen (Tabel 2). Hal ini menunjukkan produksi tanaman pangan (beras) bagi petani masih dominan sebagai sumber kalori dan protein. Hasil ini sejalan dengan laporan Irawan (2004), ternyata secara nasional sekitar 55 persen konsumsi kalori dan 45 persen konsumsi protein rumah tangga berasal dari beras. Pekerjaan sampingan responden ternyata buruh tani menjadi pilihannya baik KK maupun isteri di Desa Rejosari dan Bangunsari berturut-turut 16,67 persen dan 17,00 persen, sedangkan di Desa Surantih 20,00 persen dan 12,00 persen (Tabel 2). Sektor jasa, baik KK maupun isteri responden di Desa Rejosari dan Bangunsari masih ada yang menjadi pilihan utama, sedangkan di Desa Surantih hanya isteri yang memilih pekerjaaan utama dan sektor jasa tersebut bagi KK responden hanya sebagai sampingan saja dan istri memilih sebagai pekerjaan utama 1,72 persen (tabel 2).
Tabel 2. Jenis pekerjaan utama dan sampingan petani responden di desa contoh Kabupaten Musi Rawas Sumatera Selatan dan Kabupaten Pesisir Selatan Sumatera Barat, Tahun 2005. Desa Contoh (%) Jenis Rejosari dan Bangunsari Surantih Pekerjaan Kabupaten Musi Rawas Kabupaten Pesisir Selatan Kepala Keluarga Isteri Kepala Keluarga Isteri Ut. Samp. Ut. Samp. Ut. Samp. Ut. Samp . 1.Tan. Pangan 85,00 12,12 60,00 12,00 75,00 20,00 27,59 ,76 21,00 2. Hortikultura 1,54 3. Peternakan 1,67 10,61 1,67 10,00 1,67 10,77 1,72 4. Perkebunan 1,67 4,55 6,15 2,00 5. Buruh pertanian 1,67 16,67 8,33 17,00 3,33 20,00 10,34 12,00 6. Perdagangan 12,12 5,00 8,00 3,33 10,77 8,62 5,00 7. Jasa 3,33 6,06 1,67 3,00 6,16 1,72 3,00 8. Buruh non tani 1,66 1,67 1,54 9. Lain-lain 5,00 37,89 23,33 50,00 15,00 23,08 60,34 57,00 Sumber : Data primer (Diolah), Ut = utama, Samp. = sampingan Penguasaan Lahan Lahan adalah aset produktif dan sumberdaya utama (land based resource) bagi petani dalam usaha taninya. Penguasaan lahan responden pada pengkajian ini disajikan pada Tabel 3. Tabel 3.
Luas penguasaan lahan petani responden berdasarkan status di desa contoh Kabupaten Musi Rawas Sumatera Selatan dan Kabupaten Pesisir Selatan Sumatera Barat, Tahun 2005 Jenis lahan Desa Contoh (%) Rejosari dan Bangunsari Surantih Kabupaten Musi Rawas Kabupaten Pesisir Selatan Milik Sewa Sakap Gadai Milik Sewa Sakap Gadai Sawah luas (ha) 0,78 0,25 0,27 0,46 0,53 - 1. iriasi Petani (%) 95 2 3 92 8 Ladang / luas (ha) 0,02 0,08 tegalan Petani (%) 5 17 Kebun luas (ha) 0,31 0,36 0,25 Petani (%) 25 48 2 Kolam luas (ha) 0,003 Petani (%) 9 Sumber : Data primer (Diolah), Data pada Tabel 3 menunjukkan penguasaan lahan sawah irigasi sebagian besar status milik (95 persen) dengan rata-rata pemilikan 0,78 ha di Desa Rejosari dan Bangunsari lebih tinggi daripada di Desa Surantih yang sudah status milik 92 persen dengan rata-rata pemilikan 0,46 ha. Petani yang tidak memiliki sawah irigasi di Desa Rejosari dan Bangunsari hanya 5 persen, selanjutnya di Desa Surantih hanya 8 persen. Petani yang tidak memiliki sawah irigasi ini mendapatkan lahan untuk dikelola melalui sewa, sakap, dan gadai (Tabel 3). Mengacu kepemilikan luas lahan ini, petani tidak akan dapat menggantungkan sebagai sumber pendapatan satu-satunya dari usaha tani padi, sehingga banyak petani berupaya mencari tambahan pendapatan, antara lain sebagai buruh tani, beternak, bekerja di sektor jasa, dan sektor perdagangan. Peluang ini, ternyata peran ternak sangat berpotensi dibudidayakan sebagai salah satu komponen usahatani padi yang dikelola petani yang bersangkutan.
Selanjutnya kalau dari aspek pengelompokan kelas pemilikan luasan sawah irigasi di lokasi pengkajian disajikan pada Tabel 4. Tabel 4. Persentase pemilikan lahan sawah petani responden berdasarkan kelas luasan di desa contoh Kabupaten Musi Rawas Sumatera Selatan dan Kabupaten Pesisir Selatan Sumatera Barat, Tahun 2005 Kelas Luasan (ha) 1. < 0,25 2. 0,25 – 0,49 3. 0,50 – 0,99 4. > 1,00 Sumber : Data primer (Diolah),
Desa Contoh (%) Rejosari dan Bangunsari 13 20 26 41
Surantih 11 24 49 16
Penyebaran petani responden menurut pengelompokan pemilikan luasan lahan di Desa Rejosari dan Bangunsari adalah berbeda di empat kelas luasan, yaitu petani responden memiliki lahan kelas >1 ha tertinggi (41 persen) dibandingkan dengan kelas lainnya. Selanjutnya di Desa Surantih, ternyata petani responden memiliki luas 0,50-0,99 ha paling dominan (49 persen) diikuti luas pemilikan 0,25 – 0,49 ha (24 persen); >1 ha (16 persen); dan pemilikan <0,25 ha hanya 11 persen (Tabel 4). Sedangkan distribusi luas penguasaan lahan oleh petani responden berdasarkan jenis lahan di Desa Rejosari dan Bangunsari, tertinggi sawah irigasi 68 persen, diikuti kebun 25 persen, sawah tadah hujan 5 persen, dan tegalan serta kolam masing-masing satu persen. Selanjutnya di Desa Surantih penguasaan petani responden menurut jenis lahan sawah irigasi, kebun, ladang, dan sawah tadah hujan berturut-turut 53 persen, 33 persen, 8 persen, dan 6 persen. Keragaan Teknologi Usahatani Padi Teknologi usahatani padi dalam pengkajian ini meliputi aspek pola tanam, varietas, teknik tanam, kualifikasi benih, dan penggunaan jenis pupuk. Keragaan teknologi usahatani padi merupakan salah satu indikator tingkat pengetahuan dan intensitas pengelolaan lahan padi yang dilakukan oleh petani. Selanjutnya petani responden di Desa Rejosari dan Bangunsari menerapkan teknik pola tanam padi – ikan – padi 80 persen, hanya 20 persen menerapkan pola padi – padi – bera. Hal ini mungkin disebabkan jenis irigasi di kedua desa contoh tersebut, terdiri dari teknis dan setengah teknis. Dengan pola tanam seperti di atas, memberikan kesempatan perbaikan keadaan fisik kimia tanah (recovery) untuk mencegah kondisi “soil fatique”, sehingga produktivitas lahan bisa tetap terpelihara (Sitorus, 2004). Lain halnya dengan petani responden di Desa Surantih, melakukan teknik pola tanam yakni padi – padi – padi hanya 5 persen, disebabkan penyediaan air irigasi yang tidak mendukung. Pola tanam yang dominan adalah padi – padi – bera 65 persen dan sisanya pola tanam padi – bera – bera 30 persen Teknologi usahatani yang telah dilakukan petani responden di desa contoh pengkajian disajikan pada Tabel 5.
Tabel 5. Persentase petani responden yang melakukan teknologi usahatani di desa contoh Kabupaten Musi Rawas Sumatera Selatan dan Kabupaten Pesisir Selatan sumatera Barat, tahun 2005. No Teknologi Desa contoh (%) Desa Rejosari dan Desa Surantih Bangunsari Kabupaten Pesisir Selatan Kabupaten Musi Rawas 1. Varietas : a. Unggul 95 87 b. Lokal 5 13 2. Teknik tanam : a. Tabela 1 b. Tapin 100 99 3. Kualifikasi benih : a. Berlabel 70 20 b. Tidak berlabel 30 80 4. Penggunaan pupuk : a. Satu jenis : MH 17 4 MK 9 8 b. Dua jenis : MH 53 43 MK 58 36 c. Tiga jenis : MH 25 53 MK 27 56 d. Empat jenis : MH 5 MK 6 Sumber : Data primer (Diolah), MH = Musim hujan, MK = Musim kemarau, Tapin = Tanam pindah Petani responden, baik di Desa Rejosari dan Bangunsari maupun di Desa Surantih sudah melakukan teknologi usahatani padi seperti penggunaan varietas unggul, benih berkualifikasi, pupuk, dan teknik tanam (Tabel 5). Di Desa Rejosari dan Bangunsari baru 70 persen petani responden menggunakan benih berkualifikasi (berlabel), sedangkan di Desa Surantih hanya 20 persen dan 80 persen menggunakan benih tidak berlabel. Hal ini kemungkinan disebabkan kebiasaan petani dan atau kurangnya penyuluhan ke petani serta sumber benih yang kurang. Berdasarkan peta status fosfat dan kalium tanah lokasi dengan status fosfat dan kalium sedang memerlukan pemupukan fosfat dan kalium berturut-turut 75 kg/ha dan 50 kg/ha untuk memperoleh hasil padi optimum (Sofyan, 2004). Adyana dan Suhaeti (2000) rendahnya adopsi teknologi disebabkan faktor, antara lain (1) teknologi kurang sesuai dengan kebutuhan petani dan (2) keterbatasan modal petani sehingga mengakibatkan rendahnya akses petani terhadap input produksi. Pemeliharaan Ternak Kenyataan menunjukkan, ternak merupakan aset penting bagi petani, antara lain: (1) sebagai tabungan hidup (pendapatan), (2) sumber tenaga kerja, (3) alat transportasi, dan (4) sumber protein hewani. Keberadaan ternak bagi petani responden sudah sangat dirasakan para petani, baik yang mempunyai lahan sempit sebagai tambahan pendapatan, maupun petani dengan pemilikan lahan luas sebagai pengelolaan lahan sawah tersebut. Sebagai tabungan, ternak merupakan suatu aset produktif karena setiap saat dapat dijual untuk keperluan keluarga. Pemilikan ternak di desa contoh pengkajian disajikan pada Tabel 6.
Tabel 6. Pemilikan ternak petani responden di desa contoh Kabupaten Musi Rawas Sumatera Selatan dan Kabupaten Pesisir Selatan Sumatera Barat, tahun 2005. Desa contoh Kabupaten Musi Rawas Kabupaten Pesisir Selatan Jenis ternak Rataan (ekor) Persentase Rataan (ekor) Persentase petani petani 1. Sapi potong 3 12 3 33 2. Kerbau 4 13 3. Kambing 4 13 2 3 4. Ayam buras 20 78 11 42 5. Itik 26 40 159 10 6. Entok 12 27 2 2 Sumber : Data primer (Diolah) Petani responden di Desa Rejosari dan Bangunsari ada yang memiliki ternak ruminansia besar rata-rata pemilikan 3 ekor, yaitu 12 persen dari petani responden dan memiliki ruminansia kecil kambing dengan rata-rata pemilikan 4 ekor dari 13 persen petani yang memiliki. Sedangkan di Desa Surantih rata-rata pemilikan petani 3 ekor sapi potong dari 33 persen dan 4 ekor kerbau dari 13 persen petani yang memiliki (Tabel 6). Selanjutnya di Desa Rejosari dan Bangunsari, serta Desa Surantih banyak petani responden memelihara ayam buras dengan rata-rata pemilikan berturut-turut 20 ekor dan 11 ekor dari 78 persen dan 42 persen petani yang memiliki. Disamping itu petani responden juga memelihara itik rata-rata pemilikan 26 ekor dari 40 persen petani yang memiliki di Desa Rejosari dan Bangunsari serta 159 ekor dari 10 petani di Desa Surantih. Ternak entok juga dipelihara petani responden di dua desa contoh kajian tersebut seperti disajikan pada Tabel 6. Integrasi ternak ke dalam usahatani padi sangat diperlukan, karena dampaknya sangat penting terhadap pemeliharaan siklus bahan organik tanah melalui rantai pakannya yang pada akhirnya pemeliharaan produktivitas lahan. Baik di Desa Rejosari dan Bangunsari maupun di Desa Surantih, petani responden yang memiliki dan memelihara sapi dan kerbau menghasilkan bahan organik yang cukup banyak untuk meningkatkan produktivitas lahan sawah. Dalam banyak hal, pupuk kandang sangat cocok untuk pemupukan sayur-sayuran dataran rendah, sehingga mempunyai nilai ekonomi dan pada akhirnya dapat meningkatkan pendapatan petani. Setyorini et al., (2004) melaporkan pupuk kandang sebagai sumber hara akan memberi manfaat bagi tanaman dengan pemberian sekitar 5 – 10 ton per hektar. Pendapatan Rumahtangga Mengukur tingkat kesejahteraan penduduk, ternyata distribusi pendapatan, salah satu indikator yang perlu diperhatikan. Distribusi pendapatan petani responden di desa contoh pengkajian disajikan pada Tabel 7. Rataan pendapatan dari subsektor pangan (padi + palawija) masih dominan yang diperoleh petani responden di Desa Rejosari dan Bangunsari yaitu 38,91 persen, sedangkan di Desa Surantih hanya 17,49 persen. Selanjutnya diikuti sebagai usaha non pertanian (24,73 persen) dan buruh pertanian (11,87 persen) di Desa Rejosari dan Bangunsari, sedangkan di Desa Surantih juga diikuti pendapatan dari perkebunan (20,60 persen) usaha non pertanian 24,86 persen, dan peternakan 15,36 persen (Tabel 7). Rendahnya pendapatan dari subsektor peternakan ini sejalan dengan pemilikan ternak ruminansia di kedua desa contoh pengkajian masih sedikit/rendah populasinya (Tabel 6) dan pemeliharaan yang sangat intensif. Walaupun demikian masih memberikan kontribusi terhadap pendapatan petani responden dan sangat diharapkan daripada hanya mengandalkan pendapatan hanya dari tanaman pangan walupun budidaya intensif, tetapi produksinya masih kurang produktif.
Tabel 7.
Pendapatan petani responden di desa contoh Kabupaten Musi Rawas Sumatera Selatan dan Kabupaten Pesisir Selatan Sumatera Barat, Tahun 2005. Desa contoh Desa Rejosari dan Bangunsari Desa Surantih Uraian Kabupaten Musi Rawas Kabupaten Pesisir Selatan Rp (x 1000) (%) Rp (x 1000) (%) 1. Pertanian a. Padi + palawija 4.714 38,91 2.575 17,49 b. Hortikultura 20 0,16 622 4,23 c. Perkebunan 1.025 8,46 3.033 20,60 d. Peternakan 1.055 8,71 2.262 15,36 e. Perikanan 868 7,16 1.424 9,67 2. Buruh pertanian 1.437 11,87 1.147 7,79 3. Usaha non pertanian 2.997 24,73 3.659 24,86 Sumber : Data primer (Diolah) KESIMPULAN Beberapa kesimpulan yang dapat diutarakan adalah sebagai berikut : 1. Tani tanaman pangan merupakan mata pencaharian utama petani responden di Desa Rejosari dan Bangunsari, serta Desa Surantih berturut-turut 85 persen dan 75 persen.
2. Penguasaan lahan sawah irigasi di Desa Rejosari dan Bangunsari 95 persen petani responden sudah status milik dengan rata-rata pemilikan 0,78 hektar. Sedangkan di Desa Surantih 92 persen status milik dengan rata-rata pemilikan 0,46 hektar. 3. Kontribusi pendapatan dari ternak di Desa Surantih 15,36 persen lebih tinggi daripada di Desa Rejosari dan Bangunsari 8,71 persen. Rendahnya kontribusi ini sejalan atau kemungkinan sebagai akibat pemilikan ternak ruminansia di kedua desa contoh pengkajian masih sedikit/rendah populasinya disamping pemeliharaannya masih sangat ekstensif. 4. Keberadaan ternak sebagai komponen usahatani sangat diharapkan untuk kontribusi penerimaan (pendapatan) petani disamping sebagai sumber pupuk kandang (organik) dalam upaya memperbaiki kesuburan tanah melalui perbaikan tekstur tanah tersebut.
DAFTAR PUSTAKA Adnyana, M.O. dan R.N. Suhaeti. 2000. Survei pendasaran pengembangan teknologi spesifik lokasi. Lembaga Penelitian IPB – Badan Litbang Pertanian, Bogor Badan Pusat Statistik. 2000. Statistik Indonesia Dalam Susenas 2000, Jakarta Badan Pusat Statistik. 2000. Statistik Indonesia Dalam F. Kasrino, E. Pasandaran dan A.M. Fagi. Penyunting. Ekonomi padi dan beras Indonesia. Badan Penelitian dan Pengembangan, Jakarta Irawan, B., B.Winarso, I. Sadikin, dan G.S. Hardono. 2003. Analisis faktor penyebab perlambatan produksi komoditas tanaman utama. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian, Badan Litbang Pertanian, Bogor Irawan, B. 2004. Dinamika produktivitas dan kualitas budidaya padi sawah. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian, Badan Litbang Pertanian, Bogor Setyorini, D., L.R. Widowati dan S. Rochayati. 2004. Teknologi pengelolaan hara tanah sawah intensifikasi. Tanah sawah dan teknologi pengelolaannya. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat. Badan Litbang Pertanian, Bogor. Hal 137 – 168. Sitorus, S.R.P. 2004. Evaluasi Sumberdaya Lahan. PT. Tarsito, Bandung Sofyan, A., Nurjaya dan A. Kasrino. 2004. Status hara tanah sawah untuk rekomendasi pemupukan. Tanah sawah dan teknologi pengelolaannya. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat. Badan Litbang Pertanian, Bogor. Hal. 83 – 114 Sudana W., MH. Togatorop, A. Gozali. N, A. Saleh, Suwalan s., Nina S.D, Andriati, Maesti M., Harmi A., dan Joko M., 2005. Pengkajian Sistem dan usaha agribisnis di lahan sawah. Laporan Akhir. Proyek Pengkajian Teknologi Pertanian Partisipatif Balai Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian Badan Litbang Pertanian Departemen Pertanian, Bogor Surono, S. 2001. Perkembangan produksi dan kebutuhan impor beras serta kebijakan pemerintah untuk melindungi petani. Dalam A. Suryana dan Sudi Mardyanto. Penyunting Bunga Ramapi Ekonomi Beras. LPEM – FE UI, Jakarta. Hal. 41 – 58 PE