VIII
PENGARUH KEMITRAAN TERHADAP PENDAPATAN PETANI PADI SEHAT
8.1. Penerimaan Usahatani Padi Sehat Produktivitas rata-rata gabah padi sehat petani responden sebesar 6,2 ton/ha. Produktivitas rata-rata gabah padi sehat petani mitra sebesar 6,6 ton/ha. Jumlah ini lebih besar dibandingkan petani non mitra yang sebesar 5,8 ton/ha. Hal ini dikarenakan luas sawah padi sehat petani non mitra lebih sempit dibandingkan petani mitra sehingga produktivitasnya lebih rendah. Rata-rata luas sawah yang ditanam padi sehat petani mitra sebesar 0,4 ha, sedangkan petani non mitra sebesar 0,3 ha. Lebih sedikitnya luas sawah yang ditanam padi sehat oleh petani non mitra karena mereka mengusahakan padi sehat hanya untuk percobaan atau hanya untuk memenuhi pangan sehat bagi keluarga, padahal luas sawah yang dikuasainya hampir sama sekitar 0,5 ha. Hal ini juga dikarenakan rata-rata luas lahan yang dikuasai (sawah maupun bukan) petani mitra (0,67 ha) lebih besar dibandingkan petani non mitra (0,54 ha) sehingga petani mitra lebih berani menerapkan padi sehat lebih luas pada sawahnya dibandingkan petani non mitra. Hasil produksi padi sehat tidak semua dijual oleh petani responden. Jumlah produksi rata-rata yang dijual oleh petani mitra sebesar 5,1 ton/ha (77,47 persen) lebih banyak dibandingkan petani non mitra yang sebesar 3,4 ton/ha (58,34). Harga jual rata-rata gabah padi sehat yang diterima petani mitra sebesar Rp 3.544,23 per kg, sedangkan petani non mitra sebesar Rp 3.006,67 per kg, sehingga rata-rata penerimaan tunai petani mitra lebih besar 45,17 persen dari petani non mitra. Lebih banyaknya petani mitra yang menjual hasil produksinya, menunjukkan petani non mitra lebih banyak menyimpan hasil produksinya untuk konsumsi dan untuk benih. Hal ini terbukti dari rata-rata penerimaan diperhitungkan petani mitra lebih rendah 28,78 persen dari petani non mitra. Petani non mitra lebih banyak yang menyimpan hasil produksinya untuk konsumsi karena luas sawah yang mereka kuasai lebih sempit dibandingkan petani mitra sehingga mereka lebih memilih menyimpan hasil produksi untuk konsumsi dibandingkan menjualnya. Walaupun rata-rata luas sawah yang dikuasai petani mitra dan non mitra tidak berbeda (sekitar 0,5 ha), namun sebaran luas sawah petani non mitra 66,67 persen berada dibawah 0,41 ha. Petani non
mitra juga sebagian besar tidak mempunyai pekerjaan sampingan. Walaupun mempunyai pekerjaan sampingan, pendapatan non usahatani dan pendapatan usahatani non padi sehat paling banyak berada dikisaran kurang dari Rp 1 juta per bulan. Sehingga petani non mitra menjadikan usahatani padi sehat tempat memenuhi pangan keluarga. Karena menurut mereka harga beras di pasar sekarang mahal dan kualitasnya kurang bagus sehingga mereka lebih memilih menyimpan hasil produksinya untuk memenuhi konsumsi rumah tangga mereka selama satu musim kedepan. Rata-rata hasil produksi yang disimpan untuk konsumsi oleh petani non mitra sebesar 2,4 ton/ha (41,40 persen), sedangkan petani mitra sebesar 1,5 ton/ha (22,52 persen). Total penerimaan usahatani padi sehat yang diperoleh petani mitra lebih besar 26,38 persen dari petani non mitra. Rata-rata penerimaan usahatani padi sehat yang diterima petani responden per ha dapat dilihat pada Tabel 40. Tabel 40. Rata-rata Penerimaan Usahatani Padi Sehat per hektar di Kecamatan Kebon Pedes Tahun 2012 Sistem Petani Mitra Persentase Petani Non Persentase Penerimaan (Rp/ha) Mitra (Rp/ha) 18.375.571,51 78,10 10.074.424,80 58,20 Penerimaan Tunai Penerimaan Diperhitungkan Konsumsi Benih TOTAL PENERIMAAN
5.150.851,56
21,89
7.210.070,55
41,65
2.692,31
0,01
25.858,59
0,15
23.529.115,38
100
17.310.353,94
100,00
Penerimaan tunai dan total penerimaan usahatani padi sehat antara petani mitra dengan non mitra berbeda nyata karena berdasarkan uji Mann Whitney, nilai Asymp. Sig. / 2 ≤ 0,05. Sedangkan penerimaan diperhitungkan antara petani mitra dan non mitra tidak berbeda nyata. Penerimaan tunai yang berbeda nyata (signifikan) antara petani mitra dan non mitra menunjukkan bahwa dengan adanya kemitraan petani mitra dapat dengan mudah mengakses pasar gabah padi sehat yang masih jarang di Kecamatan Kebon Pedes (mempermudah pemasaran). Sedangkan petani non mitra dalam mengusahakan padi sehat sebagian besar belum berorientasi pasar, namun hanya untuk percobaan dan memenuhi pangan
sehat bagi keluarga. Hasil perhitungan dengan menggunakan Uji Mann Whitney ini dapat dilihat pada Tabel 41. Tabel 41. Hasil Output SPSS Uji Mann Whitney Penerimaan Usahatani Padi Sehat
di Kecamatan Kebon Pedes Tahun 2012 Penerimaan Tunai
Penerimaan Diperhitungkan
Total Penerimaan
177.500
383.500
214.500
642.500
734.500
679.500
-3.492
-.107
-2.884
.000
.915
.004
Mann-Whitney U Wilcoxon W Z Asymp. Sig. (2tailed)
8.2.
Biaya Usahatani Padi Sehat Biaya usahatani dibedakan menjadi dua, yaitu biaya tunai dan biaya
diperhitungkan, yang dapat dilihat pada Tabel 42. Tabel 42. Biaya Rata-rata Usahatani Padi Sehat per hektar di Kecamatan Kebon Pedes Tahun 2012 Keterangan Biaya Tunai Benih Pupuk Organik Pupuk Kimia Pupuk Cair Pestisida Nabati Pestisida Kimia Tenaga Kerja Luar Keluarga Non Borongan Borongan Sewa Lahan Pajak Lahan TOTAL Biaya Diperhitungkan Benih Pupuk Organik Pupuk Kimia Pestisida Kimia Tenaga Kerja Dalam Keluarga TOTAL TOTAL BIAYA
Petani Mitra (Rp/ha)
Persentase
Petani Non Mitra (Rp/ha)
Persentase
101.727,29 1.002.120,86 100.465,98 32.143,12 24.562,15 87.840,24
0,77 7,63 0,77 0,24 0,19 0,67
238.394,18 756.045,74 546.787,65 25.694,28 25.555,56 199.559,76
1,78 5,66 4,09 0,19 0,19 1,49
1.902.120,39 2.528.734,97 5.785.732,28 62.820,17 11.628.267,46
14,49 19,26 44,08 0,48 88,58
3.188.614,48 2.975.474,51 3.175.227,27 76.742,24 11.208.095,66
23,86 22,27 23,76 0,57 83,87
55.342,83 2.307,69 1.440.888,07
0,42 0.02 10,98
50.509,09 45.555,56 82.500,00 1.976.864,84
0,38 0,34 0,62 14,79
1.498.538,59 13.126.806,05
11,42 100,00
2.155.429,49 13.363.525,15
16,13 100,00
Gambaran biaya yang dikeluarkan diuraikan sebagai berikut : 1. Biaya Benih Biaya benih dibedakan menjadi benih yang dibeli sendiri oleh petani dan benih dari bantuan pemerintah atau dari hasil panen sebelumnya. Benih yang dibeli sendiri oleh petani mitra persentasenya lebih rendah 1,01 persen dibandingkan yang dikeluarkan oleh petani non. Benih yang didapat dari pemerintah atau yang berasal dari hasil panen sebelumnya yang digunakan oleh petani mitra persentasenya hampir sama yang digunakan petani non mitra, hanya selisih sebesar 0,04 persen. Total biaya benih, tunai maupun tidak tunai, yang dikeluarkan petani mitra lebih rendah dibandingkan petani non mitra. Hal ini dikarenakan petani mitra hanya menanam satu sampai dua bibit per lubang sehingga membutuhkan benih yang lebih sedikit. 2. Biaya Pupuk Biaya pupuk yang dikeluarkan oleh petani dibedakan menjadi pupuk yang dibeli sendiri dan yang berasal dari bantuan. Jenis pupuk juga dibedakan menjadi pupuk organik dan pupuk kimia. Pupuk organik yang dibeli sendiri oleh petani mitra lebih besar dibandingkan petani non mitra dengan perbedaan persentase sebesar 1,97 persen. Selain beli sendiri petani non mitra mendapatkan bantuan pupuk organik sebesar Rp 45.555,56 per ha. Biaya untuk pupuk organik yang dikeluarkan oleh petani mitra lebih besar dibandingkan petani non mitra karena jumlah pemakaian pupuk organik lebih banyak digunakan oleh petani mitra dibandingkan petani non mitra. Pupuk kimia yang dibeli sendiri oleh petani mitra lebih sedikit dibandingkan petani non mitra dengan perbedaan persentase sebesar 3,32 persen. Pupuk kimia yang sering dibeli petani adalah pupuk urea, ZA, TSP, dan KCL. Pupuk kimia ini biasanya dibeli di toko-toko pertanian yang berada di Kecamatan Kebon Pedes maupun di pasar. Petani non mitra juga mendapatkan bantuan pupuk kimia sebesar Rp 82.500,00 per ha. Biaya pupuk kimia yang dikeluarkan oleh petani non mitra, enam kali lebih besar dibandingkan petani mitra. 3. Biaya Pestisida Biaya pestisida dibedakan menjadi tunai dan diperhitungakan, serta dibedakan juga menjadi pestisida nabati dan kimia. Biaya pestisida nabati yang
dikeluarkan sendiri oleh petani mitra, persentasenya sama yang dikeluarkan oleh petani non mitra, yaitu sebesar 0,19 persen. Walaupun penggunaan pestisida nabati petani mitra lebih banyak namun biaya yang dikeluarkan sama dengan petani non mitra. Berarti petani non mitra sudah membuat pestisida nabati namun tidak menggunakannya sesuai standar. Pestisida nabati tidak ada yang termasuk biaya yang diperhitungkan karena petani hanya membuat sendiri pestisida nabati dari bahan-bahan yang terdapat disekitar mereka dengan biaya sendiri. Pestisida kimia yang dibeli sendiri oleh petani mitra lebih rendah dibandingkan petani non mitra dengan selisih persentase sebesar 0,82 persen. Petani mitra mendapatkan bantuan pestisida kimia sebesar Rp 2.307,69 per ha. Hal ini menjadi salah satu kendala pengembangan padi sehat di Kecamatan Kebon Pedes karena penjualan pestisida kimia masih banyak dilakukan oleh oknum dari dinas pertanian yang bekerjasama dengan perusahaan pestisida kimia dengan terlebih dulu memberikan secara gratis sehingga petani tertarik untuk menggunakannya. Total biaya yang paling besar dikeluarkan untuk pestisida, nabati maupun kimia, yaitu petani non mitra. 4. Biaya Tenaga Kerja Biaya tenaga kerja dibedakan menjadi tenaga kerja luar keluarga (TKLK) dan tenaga kerja dalam keluarga (TKDK). Biaya TKLK yang dikeluarkan oleh petani non mitra menjadi biaya yang paling besar (46,13 persen). Hal ini dikarenakan setiap aktivitas usahatani padi sehat, mulai dari penyemaian, mengolah tanah, penanaman, penyiangan, pemupukkan, sampai pemanenan banyak menggunakan TKLK. Upah untuk tenaga kerja pria rata-rata sebesar Rp 25.000,00 dan upah tenaga kerja wanita sebesar Rp 20.000,00 dengan jam kerja per hari selama lima jam. Namun tenaga kerja untuk mengolah tanah dengan menggunakan traktor atau kerbau serta panen menggunakan sistem pembayaran borongan. Pengolahan tanah dengan traktor atau kerbau sudah termasuk biaya penyewaan alat bajak tersebut. Total biaya tenaga kerja luar keluarga yang dikeluarkan oleh petani non mitra sebesar lebih besar dibandingkan yang dikeluarkan oleh petani mitra dengan perbedaan persentase sebesar 12,38 persen.
Biaya TKDK juga paling banyak dikeluarkan oleh petani non mitra dibandingkan petani mitra dengan perbedaan persentase sebesar 3,81 persen, sehingga total biaya tenaga kerja (TKLK dan TKDL) yang dikeluarkan petani non mitra lebih besar dibandingkan yang dikeluarkan petani mitra. Luas sawah padi sehat petani non mitra yang lebih sedikit dibandingkan petani mitra menyebabkan penggunaan tenaga kerja menjadi kurang efesien, sehingga biaya tenaga kerja yang dikeluarkan petani non mitra menjadi lebih besar. 5. Sewa Lahan Biaya sewa lahan merupakan biaya terbesar yang dikeluarkan oleh petani mitra. Biaya sewa lahan yang dikeluarkan petani mitra lebih besar dibandingkan yang dikeluarkan petani non mitra dengan selisih 20,32 persen. Walaupun petani non mitra lebih banyak yang menyewa lahan, namun luas sawah yang disewa lebih sedikit dibandingkan petani non mitra, sehingga biaya sewa lahan yang dikeluarkan petani mitra lebih besar. Sewa lahan biasanya dilakukan dengan sistem paroan (setengah). Petani penggarap dan pemilik masing-masing akan mendapatkan setengah dari hasil panen setiap musimnya. Pembayaran sewa lahan ini biasanya dengan menggunakan uang tunai sehingga setengah hasil panen tersebut dijual terlebih dulu baru dibayarkan ke petani pemilik lahan. Namun, ada juga petani yang menyewa lahan dengan pembayaran yang sudah ditentukan diawal tanpa melihat hasil panen. Biasanya sistem sewa ini dibayarkan setiap tahun. 6. Pajak Lahan Pajak lahan hanya dibayarkan oleh petani pemilik. Petani yang menyewa tidak membayar pajak karena yang membayar pajak adalah petani pemilik lahan. Pajak lahan yang dikeluarkan petani mitra tidak jauh berbeda yang dikeluarkan petani non mitra, hanya selisih 0,09 persen. Hal ini berarti petani non mitra lebih banyak yang merupakan petani pemilik, walaupun luas lahan yang dimilikinya masih sedikit. Bila dilihat secara keseluruhan, total biaya yang dikeluarkan petani mitra hampir sama yang dikeluarkan petani non mitra. Biaya yang dikeluarkan petani mitra hanya lebih rendah 1,77 persen dari petani mitra. Berdasarkan uji Mann Whitney pun total biaya antara petani mitra dan non mitra tidak berbeda nyata
karena nilai Asymp. Sig. / 2 ≥ 0,05. Uji Mann Whitney ini dapat dilihat pada Tabel 43. Tabel 43. Hasil Output SPSS Uji Mann Whitney Penerimaan Usahatan Padi Sehat di Kecamatan Kebon Pedes Tahun 2012 Total Biaya Usahatani Padi Sehat Mann-Whitney U
378.000
Wilcoxon W
729.000 -.197
Z Asymp. Sig. (2-tailed)
.844
Tidak berbeda nyata total biaya usahatani padi sehat petani mitra dengan non mitra, karena kemitraan belum melayani aspek input. Walaupun sudah ada pinjaman benih, namun pendistribusiannya belum merata sehingga belum dirasakan oleh semua petani mitra. Untuk pelaksanaan kemitraan yang akan datang, disarankan kemitraan melayani aspek input. Seperti yang diungkapkan Brinkerhoff et al. (1990) dalam Sumarjo et al. (2004), bahwa kemitraan sebagai suatu sistem harus memiliki unsur-unsur, salah satunya input. Pelayanan pada aspek input dilakukan agar pelaksanaan usahatani menjadi lebih efesien. Bila dilihat dari biaya tunai, petani mitra mengeluarkan biaya tunai lebih besar 3,6 persen dari petani non mitra. Walaupun nilai perbedaan tersebut kecil, namun dapat mengindikasikan bahwa kemitraan dapat mempermudah petani mitra mengakses pasar input. 8.3.
Pendapatan Usahatani Padi Sehat Pendapatan petani mitra lebih besar dibandingkan petani non mitra, baik
total pendapatan maupun total pendapatan tunai. Total pendapatan petani mitra lebih besar 62,06 persen dari petani non mitra, sedangkan total pendapatan tunai petani mitra lebih besar 116,8 persen dari petani non mitra. Total pendapatan petani mitra yang lebih besar dibandingkan petani non mitra karena total penerimaan yang diterima petani mitra lebih besar dengan total biaya yang hampir sama dengan petani non mitra. Harga jual gabah padi sehat yang diterima oleh petani mitra lebih tinggi serta produktivitas juga yang lebih tinggi dari petani
non mitra, sehingga penerimaan petani mitra lebih besar. Perhitungan pendapatan dan Rasio R/C petani mitra dan petani non mitra, dapat dilihat pada Tabel 44. Tabel 44. Perhitungan Pendapatan dan Rasio R/C Usahatani Padi Sehat per hektar di Kecamatan Kebon Pedes Tahun 2012 No. Keterangan
18.375.571,51
Petani Non Mitra (Rp/ha) 10.074.424,80
Penerimaan Diperhitungkan
5.153.543,86
7.235.929,13
3.
Total Penerimaan ( 1 + 2 )
23.529.115,38
17.310.353,94
4.
Biaya Tunai
11.628.267,46
11.208.095,66
5.
Biaya Diperhitungkan
1.498.538,59
2.155.429,49
6.
Total Biaya (4 + 5 )
13.126.806,05
13.363.525,15
7.
Total Pendapatan ( 3 – 6 )
10.402.309,33
3.946.828,79
8.
Total Pendapatan Tunai (1 – 4)
6.747.304,05
- 1.133.670,86
9.
Penyusutan Alat
559.101,04
258.171,67
10.
Pendapatan Bersih ( 8 – 9)
6.188.203,01
- 1.391.842,52
11.
R/C atas Biaya Tunai
2,02
1,54
12.
R/C atas Biaya Total
1,79
1,30
1.
Penerimaan Tunai
2.
Petani Mitra (Rp/ha)
Total pendapatan tunai yang diterima petani non mitra yaitu sebesar Rp -1,1 juta per ha. Hal ini dikarenakan petani non mitra lebih banyak yang menyimpan hasil produksinya untuk konsumsi dibandingkan untuk dijual sehingga penerimaan tunainya lebih rendah dibandingkan biaya tunai yang dikeluarkan. Total pendapatan tunai setelah dikurangi biaya penyusutan alat yang digunakan untuk usahatani padi sehat disebut pendapatan bersih. Biaya penyusutan alat petani mitra lebih besar dibandingkan petani non mitra, dengan selisih 53,66 persen. Hal ini berarti peralatan yang digunakan petani mitra dalam usahatani padi sehat lebih banyak dibandingkan petani non mitra karena luas sawah padi sehat petani mitra lebih luas dibandingkan petani non mitra. Pendapatan bersih yang diterima oleh petani mitra juga lebih besar dibandingkan petani non mitra. Berdasarkan hasil analisis rasio R/C, menunjukkan bahwa nilai R/C atas biaya total maupun R/C atas biaya tunai petani mitra dan non mitra bernilai lebih dari satu sehingga keduanya layak untuk diusahakan. Arti rasio R/C yaitu setiap
rupiah biaya tunai atau total yang dikeluarkan oleh petani mitra akan memberikan penerimaan sebesar nila R/C tersebut, dimana nilai R/C atas biaya total dan atas biaya tunai petani mitra lebih besar dibandingkan petani non mitra. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa berdasarkan nilai R/C, usahatani padi sehat petani mitra lebih menguntungkan daripada petani non mitra. Berdasarkan uji Mann Whitney pun, total pendapatan, total pendapatan tunai, pendapatan bersih, serta rasio R/C atas biaya tunai dan total, antara petani mitra dan non mitra berbeda nyata karena nilai Asymp. Sig. / 2 ≤ 0,05. Uji Mann Whitney ini dapat dilihat pada Tabel 45. Tabel 45. Hasil Output SPSS Uji Mann Whitney Pendapatan Usahatan Padi Sehat di Kecamatan Kebon Pedes Tahun 2012 Total Pendapatan MannWhitney U Wilcoxon W Z Asymp. Sig. (2-tailed)
187.000
Total Pendapatan Tunai 173.000
Pendapatan Bersih
R/C atas biaya total
182.000
R/C atas biaya tunai 161.000
652.000
638.000
647.000
626.000
691.500
-3.335
-3.565
-3.560
-3.763
-2.687
.001
.000
.000
.000
.007
226.500
8.4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pendapatan Petani Padi Sehat Selain kemitraan, diduga ada faktor-faktor lain yang mempengaruhi pendapatan petani padi sehat, antara lain: umur petani, pengalaman mengusahakan padi sehat, status kepemilikan lahan, pendidikan, pekerjaan utama, luas lahan, pendapatan non usahatani, pendapatan non usahatani padi sehat, dan jumlah tanggungan keluarga. Faktor-faktor ini dianalisis dengan analisis regresi linier berganda menggunakan SPSS 20. Namun, faktor pendapatan non usahatani, pendapatan non usahatani padi sehat, dan jumlah tanggungan keluarga terdapat multikoliner sehingga harus dikeluarkan dari model. Setelah ketiga faktor tersebut dikeluarkan dari model, maka syarat ekonometrika pada model ini terpenuhi karena berdasarkan nilai VIF (Variance Inflation Factor) dari hasil output regresi berada disekitar angka satu. Artinya, model tidak terdapat multikolinieritas yaitu antar variabel independen tidak berkorelasi. Model ini juga telah memenuhi
asumsi normalitas, homoskedastisitas, dan tidak ada autokorelasi. Hasil output analisis regresi berganda ini dapat secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 9. Hasil perhitungan analisis berganda didapat nilai R-square sebesar 0,592. Hal ini berarti 59,2 persen variasi nilai derajat penerapan teknologi padi sehat dapat dijelaskan bersama-sama oleh faktor-faktor tersebut (kemitraan, umur petani, pengalaman mengusahakan padi sehat, status kepemilikan lahan, pendidikan, pekerjaan utama, dan luas lahan), sisanya 40,8 persen dipengaruhi oleh fakrot-faktor diluar model. Nilai uji-F atau F hitung terhadap model sebesar 9,956 dengan probabilitas sig. 0,000. Artinya, semua variabel penduga berpengaruh nyata terhadap total pendapatan petani padi sehat karena probabilitas sig. lebih kecil dari 0,05. Uji-t dilakukan pada masing-masing variabel bebas yang diduga berpengaruh terhadap total pendapatan petani padi sehat. Hasil perhitungan uji-t pada analisis berganda dengan menggunakan SPSS ini dapat dilihat pada Tabel 46. Tabel 46. Hasil Output SPSS Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pendapatan Petani Padi Sehat di Kecamatan Kebon Pedes Tahun 2012 Model
Unstandardized Coefficients B
(Constant) Kemitraan
Std. Error 4691377.739 6238901.677
Standardized Coefficients
t
Sig.
Beta
Tolerance
VIF
.190 1.330 .199 1.853 .070
.735
1.360
.093
.895 .375
.793
1.261
171684.147
.208 1.934 .059
.735
1.360
Status kepemilikan lahan
4978274.079 1384843.831
.345 3.595 .001
.920
1.087
Pendidikan Pekerjaan utama
8452696.695 2153508.830 2625669.901 2393474.558
.474 3.925 .000 .115 1.097 .278
.583 .779
1.714 1.283
.187 1.960 .056
.932
1.073
Umur Pengalaman
2831302.335 1528248.749
Collinearity Statistics
67791.909
75747.794
332092.717
Luaslahan 1644997.586 839373.831 Pa. Dependent Variable: total pendapatan usahatani padi sehat
Berdasarkan hasil perhitungan uji-t pada Tabel 46, gambaran pengaruh variabel-variabel bebas terhadap total pendapatan usahatani padi sehat, diuraikan sebagai berikut: 1. Kemitraan Kemitraan berpengaruh nyata terhadap pendapatan petani padi sehat dengan nilai elastisitas sebesar 0,199 pada taraf nyata 10 persen. Hal ini berarti setiap kemitraan meningkat sebesar 100 persen maka pendapatan petani akan
meningkat sebesar 19,9 persen. Hal ini dikarenakan petani mitra mendapatkan harga jual gabah padi sehat yang lebih tinggi dibandingkan petani non mitra, dengan rata-rata perbedaan harga gabah padi sehat sebesar Rp 500,00 per kg dengan harga gabah di pasar, sehingga pendapatan petani mitra lebih besar dibandingkan petani non mitra. 2. Umur Petani Umur petani berpengaruh positif terhadap pendapatan petani padi sehat. Dimana semakin tua umur petani maka pendapatan petani padi sehat semakin meningkat. Hal ini berbeda dengan dugaan. Hal ini dikarenakan semakin tua umur petani biasanya pengalaman dalam usahatani semakin banyak sehingga dapat mengambil keputusan yang baik berdasarkan pengalaman dalam mengusahakan padi sehat. Walaupun kondisi fisik menurun karena umur yang semakin meningkat, namun petani dapat menggunakan tenaga kerja untuk melakukan usahatani padi sehat secara langsung, sehingga fisik tidak lagi menjadi masalah. Namun pengaruh umur petani tidak signifikan, karena nilai elastisitasnya hanya 0,093. Bila umur petani meningkat 100 persen, maka total pendapatan padi sehat akan meningkat sebesar 9,3 persen. Hal ini berarti, berapapun umur petani dapat meningkatkan total pendapatan padi sehat. 3. Pengalaman Mengusahakan Padi Sehat Pengalaman mengusahakan padi sehat berpengaruh nyata terhadap pendapatan petani padi sehat dengan nilai elastisitas sebesar 0,208 pada taraf nyata 10 persen. Hal ini berarti setiap kenaikan pengalaman mengusahakan padi sehat sebanyak 100 persen maka pendapatan petani padi sehat akan meningkat sebesar 20,8 persen. Hasil wawancara menunjukkan petani yang mempunyai pengalaman mengusahakan padi sehat semakin banyak maka akan menggunakan input yang lebih efesien sehingga biaya yang dikeluarkan lebih rendah atau output yang dihasilkan lebih banyak 4. Status Kepemilikan Lahan Status penguasaan lahan berpengaruh nyata terhadap pendapatan petani padi sehat dengan nilai elastisitas sebesar 0,345. Hal ini berarti setiap kenaikan kepemilikan lahan (milik) sebesar 100 persen maka pendapatan petani padi sehat akan meningkat sebesar 34,5 persen. Hal ini sesuai dengan yang ada di lapang,
petani yang mempunyai lahan sendiri pendapatannya akan lebih besar dibandingkan dengan petani penggarap karena tidak perlu membayar sewa, tetapi hanya membayar pajak saja, sehingga biaya yang dikeluarkan lebih rendah. 5. Pendidikan Pendidikan berpengaruh nyata terhadap pendapatan petani padi sehat dengan elastisitas sebesar 0,474. Berarti setiap kenaikan pendidikan sebesar 100 persen maka penadapatan petani padi sehat akan semakin meningkat sebesar 47,4 persen. Hal ini sesuai yang terjadi di lapang, petani yang mempunyai tingkat pendidikan lebih besar sama dengan SMA (≥ SMA) maka total pendapatan padi sehatnya lebih besar dibandingkan petani yang mempunyai tingkat pendidikan dibawah SMA. Petani yang tingkat pendidikannya SMA atau lebih tinggi, total pendapatan usahataninya lebih besar karena petani mempunyai pemikiran yang lebih maju agar usahatani padi sehat yang dilakukan lebih menguntungkan, tidak hanya untuk dikonsumsi sendiri, namun juga untuk dijual. 6. Pekerjaan Utama Pekerjaan utama berpengaruh positif terhadap pendapatan petani padi sehat, namun tidak signifikan karena elastisitasnya hanya 0,115. Bila pekerjaan utama sebagai petani meningkat sebesar 100 persen maka total pendapatan padi sehat akan meningkat sebesar 11,5 persen. Hal ini berarti, dengan pekerjaan utama apapun,
pelaku
yang
mengusahakan
padi
sehat
dapat
meningkatkan
pendapatannya. Hal ini dikarenakan responden yang menjadikan usahatani padi sehat sebagai pekerjaan sampingan, tetap dapat menghasilkan pendapatan usahatani padi sehat yang sama, bahkan lebih tinggi dari responden yang pekerjaan utamanya petani padi sehat. Berarti responden tersebut dapat mengatur usahatani padi sehat dengan baik tanpa harus secara langsung ke sawah setiap harinya. 7. Luas Lahan Luas lahan berpengaruh positif terhadap pendapatan petani padi sehat pada taraf nyata 10 persen, dengan elastisitas 0,187. Berarti setiap kenaikan luas lahan sebesar 100 persen, maka pendapatan petani padi sehat akan meningkat sebesar 18,7 persen. Luas lahan yang dimaksud adalah seluruh lahan yang dikuasai petani, sawah maupun bukan. Dengan semakin luasnya lahan yang dikuasai, petani
mempunyai kemampuan untuk meningkatkan jumlah produksi padi sehat dengan menambah luas sawah padi sehat sehingga dapat meningkatkan total pendapatan usahatani padi sehatnya.