PENGARUH KEMITRAAN TERHADAP PENDAPATAN PETANI UBI JALAR DI KABUPATEN KUNINGAN
YUVITA ALFANURANI
DEPARTEMENAGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2015
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA1
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Kemitraan Terhadap Pendapatan Petani Ubi Jalar di Kabupaten Kuningan adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Januari 2015
Yuvita Alfanurani NIM H34124015
1
Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerja sama dengan pihak luar IPB harus didasarkan pada perjanjian kerjasama yang terkait
ABSTRAK
YUVITA ALFANURANI. Pengaruh Kemitraan terhadap Pendapatan Petani Ubi Jalar di Kabupaten Kuningan. Dibimbing oleh NUNUNG KUSNADI. Kemitraan idealnya dijalankan atas prinsip saling menguntungkan karena adanya transfer input, pasar, dan teknologi. Jumlah petani mitra didominasi oleh petani yang baru menjalin kemitraan kurang dari 2 tahun dan masih dalam kategori coba-coba, sehingga dengan adanya manfaat kemitraan tersebut diharapkan petani mitra akan bertahan. Penelitian ini dilakukan untuk membandingkan pelaksanaan kemitraan dengan standar yang ada, menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan petani dalam bermitra, dan menganalisis pendapatan petani ubi jalar. Berdasarkan hasil analisis, faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan bermitra adalah tingkat pendidikan, pengalaman, luas tanam, dan pendapatan luar usahatani. Hasil analisis juga menunjukan bahwa tingkat produktivitas, nilai rata-rata pendapatan, dan nilai R/C ratio antara petani mitra dan petani non-mitra berbeda dimana petani mitra lebih rendah. Sehingga kemitraan dapat dikatakan tidak memberikan manfaat jika dilihat dari indikator ekonomi, oleh karena itu petani cenderung tidak akan melanjutkan kemitraannya. Kata Kunci : faktor-faktor, kemitraan, pendapatan
ABSTRACT
YUVITA ALFANURANI. The Impact of Partnership on Farmers Income In Kabupaten Kuningan. Supervised byNUNUNG KUSNADI. The importance of partnership in agriculture is understood in term of a share mechanism among partners for input, resource, market, technology, and benefit. However, majority of PT Galih Estetika’s partners has become participan partner of the partnership less than two years. This study was aims to describe the mechanism of partnership, to analyze the determinant of partnership, and to analyze farmers income. The result showed that the partnership of farmers and PT Galih Estetika was affected significantly by education and experience of farmers in farm, planting area of sweet potatoes, and non-farm income. In addition the result showed productivity, income, and R/C ratio of both partner and non-partnerss were significantly different. The indicator of economic was showed that partnership unuseful, so the participant partner will stop their partnership. Key Words : determinant, income, partneship
PENGARUH KEMITRAAN TERHADAP PENDAPATAN PETANI UBI JALAR DI KABUPATEN KUNINGAN
YUVITA ALFANURANI
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Agribisnis
DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2015
LEMBAR PENGESAHASAN
Judul
:
Nama NIM
: :
Pengaruh Kemitraan Terhadap Pendapatan Petani Ubi Jalar di Kabupaten Kuningan Yuvita Alfanurani H34124015
Disetujui oleh
Dr Ir Nunung Kusnadi, MS Pembimbing
Diketahui oleh
Dr. Ir. Dwi Rachmina, M.Si Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
x
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juli 2014 ini adalah Pengaruh Kemitraan Terhadap Pendapatan Petani Ubi Jalar di Kabupaten Kuningan. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Nunung Kusanadi, MS selaku pembimbing, Dr. Ir. Dwi Rachmina, M.Si selaku dosen evaluator. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Deny dari BP3K wilayah Kuningan, warga Desa Gandasoli, serta bagian divisi penanaman PT Galih Estetika. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Bapak Sudradjat, Ibu Yeyet, Om Uus, Fahdila Beta, Anggi Wiranata, Anika Kania, Dwi Risa serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya. Terima kasih penulis ucapkan pula kepada seluruh sahabat, alumni Diploma SJMP 46 dan rekan-rekan Alih Jenis Agribisnis Angkatan 3. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Januari 2015
Yuvita Alfanurani
ix
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL DAFTAR LAMPIRAN PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Manfaat Penelitian Ruang Lingkup TINJAUAN PUSTAKA Manfaat Kemitraan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kemitraan Pengaruh Kemitraan Terhadap Struktur Biaya dan Pendapatan Petani Pengaruh Kemitraan Terhadap Nilai Imbangan Penerimaan dan Biaya KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis Konsep Kemitraan Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Kemitraan Pendapatan Petani Imbangan Penerimaan dan Biaya Kerangka Pemikiran Operasional METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Metode Pengambilan Sampel Jenis dan Sumber Data Metode Pengumulan Data Metode Pengolahan dan Analisis Data Skala Likert Regresi Logistik Perhitungan Produktivitas Analisis Pendapatan Analisis Imbangan Penerimaan dan Biaya (Ratio R/C) KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN Gambaran Umum Desa Gandasoli, Kecamatan Karamatmulya, Kabupaten Kuningan Sumber Daya Manusia Karakteristik Sosial Petani Responden HASIL DAN PEMBAHASAN Pelaksanaan Kemitraan PT Galih Estetika dengan Petani Ubi Jalar Bentuk Kemitraan Kontrak Kerjasama Pandangan Petani Terhadap Kemitraan Alasan Petani Menjalin Kemitraan Persepsi Petani Mengenai Manfaat Kemitraan
x xi 1 1 4 6 7 7 7 7 8 9 11 12 12 12 14 15 17 17 20 20 20 20 21 21 22 23 25 26 28 31 31 32 33 38 38 38 40 41 41 42
x
Keluhan dan Saran Petani Mitra terhadap Kemitraan Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Kemitraan Pengaruh Kemitraan Terhadap Produktivitas Ubi Jalar Pengaruh Kemitraan Terhadap Pendapatan Petani Ubi Jalar SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP
44 45 50 51 58 58 58 59 61 69
DAFTAR TABEL
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
Konsumsi ubi jalar tahun 2009-2012 Perkembangan luas panen, produktivitas, produksi tanaman ubi jalar seluruh propinsi di Indonesia tahun 2013 Perkembangan luas panen, produktivitas, dan jumlah produksi ubi jalar di Jawa Barat tahun 2009-2013 Jumlah produksi ubi jalar pada daerah sentra ubi jalar di Jawa Barat tahun 2008-2012 Persentase jumlah petani mitra berdasarkan lamanya waktu kerjasama Jenis data dan sumber data penelitian Analisis biaya, pendapatan, dan R/C ratio usahatani ubi jalar Persentase penduduk berdasarkan kategori umur di Desa Gandasoli tahun 2011 Persentase penduduk berdasarkan tingkat pendidikan di Desa Gandasoli tahun 2011 Persentase penduduk berdasarkan jenis pekerjaan pada tahun 2011 Persentase jumlah petani responden berdasarkan kelompok umur Persentase jumlah petani responden berdasarkan jumlah keluarga petani Persentase jumlah petani responden berdasarkan tingkat pendidikan terakhir petani responden Persentase jumlah petani responden berdasarkan kelompok luas lahan tanam Persentase jumlah petani responden berdasarkan kelompok status penguasaan lahan Persentase jumlah petani responden berdasarkan kelompok pengalaman usatani ubi jalar Persentase petani responden berdasarkan kelompok pendapatan petani non ubi jalar dan pendapatan non usahatani Alasan Petani bermitra berdasarkan jumlah petani mitra Penilaian persepsi petani mitra terhadap kemitraan Hasil pendugaan model regresi logistik faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan petani dalam bermitra
2 2 3 3 6 21 29 32 32 33 34 34 35 35 36 37 37 41 42 46
xi
21 Analisis penerimaan usahatani ubi jalar di Desa Gandasoli 22 Analisis biaya tunai dan biaya diperhitungkan petani mitra dan petani non-mitra 23 Pendapatan petani ubi jalar mitra dan non-mitra
52 53 55
DAFTAR LAMPIRAN
Hasil analisis Indeks Simpson Data terkait alasan petani menjalin kemitraan Data terkait persepsi petani mengenai manfaat kemitraan Data variable terikat dan variable bebas model regresi logistik faktor-faktor yang mempengaruhi kemitraan 5 Hasil analisis regresi logistik 6 Data mengenai fasilitas kemitraan yang diterima petani mitra 1 2 3 4
61 62 63 64 66 67
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang dicirikan dengan mayoritas penduduknya bermata pencaharian sebagai petani. Sektor pertanian mempunyai peranan penting dalam perekonomian Indonesia. Salah satu subsektor pertanian yang memiliki peranan strategis dalam pembangunan pertanian di Indonesia adalah subsektor tanaman pangan. Tanaman pangan merupakan semua jenis tanaman yang dapat menghasilkan karbohidrat dan protein. Subsektor pertanian tanaman pangan mempunyai fungsi sosial ekonomi yang sangat strategis, yaitu disamping dapat menunjang kesempatan berusaha, kesempatan kerja dan peningkatan pendapatan para petani, juga sangat besar artinya untuk kepentingan ketahanan pangan masyarakat, baik masyarakat di pedesaan maupun masyarakat di perkotaan. Jawa Barat merupakan salah satu kawasan padat penduduk sehingga perlu diadakannya program yang dapat menopang ketersediaan pangan. Program pembangunan pertanian tanaman pangan di Jawa Barat diarahkan pada pencapaian tujuan bersama yaitu peningkatan ketahanan pangan. Diversifikasi pangan merupakan upaya penganekaragaman produksi tanaman pangan non beras dan merupakan salah satu upaya pemerintah dalam mengembangkan program ketahanan pangan. Fokus utama diversifikasi pangan adalah tanaman palawija. Tanaman palawija merupakan tanaman semusim yang dapatditanam di lahan kering. Salah satu sumber karbohidrat non beras yang bergizi tinggi dan sangat potensial untuk dikembangkan sebagai penunjang dalam pengembangan program diversifikasi pangan adalah ubi jalar. Ubi jalar menjadi salah satu dari 20 jenis pangan yang berfungsi sebagai sumber karbohidrat. Ubi jalar bisa menjadi salah satu alternatif untuk mendampingi beras menuju ketahanan pangan.Ubi jalar merupakan komoditas sumber karbohidrat utama, setelah padi, jagung, dan singkong. Selain itu, ubi jalar mempunyai peranan penting dalam penyediaan bahan pangan, bahan baku industri maupun pakan ternak. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 1 yang memuat data mengenai konsumsi ubi jalar pada tahun 2009 hingga tahun 2012. Berdasarkan tabel tersebut, dapat diketahui bahwa jumlah konsumsi ubi jalar pada tahun 2009 hingga tahun 2012 baik sebagai pakan maupun bahan baku pangan terus mengalami kenaikan. Kenaikan jumlah konsumsi ubi jalar diduga disebabkan karena adanya perkembangan industri pakan dan pangan yang menggunakan ubi jalar sebagai bahan baku. Tren jumlah konsumsi ubi jalar yang terus meningkat meunjukan prospek yang baik bagi perkembangan ubi jalar di Indonesia.
2
Tabel 1 Konsumsi ubi jalar nasional tahun 2009-2012 Konsumsi (Ton) Tahun Pakan 2009 41 2010 41 2011* 44 2012** 49
Pangan 1 805 1 799 1 928 2 176
Sumber : Pusdatin (2013) Keterangan : *) Angka Sementara **) Angka sangat sementara
Pengembangan potensi ubi jalar tersebar di beberapa wilayah di Indonesia, salah satunya yaitu Jawa Barat. Data statistik menunjukan bahwa Jawa Barat merupakan sentra ubi jalar terbesar pertama di Indonesia pada tahun 2013, dengan luas panen 26 443 hektar, produksi total sebesar 471 334 ton, dan produktivitas sebesar 178 25 kuintal per hektar. Daerah penghasil ubi jalar terbesar kedua di Indonesia adalah Jawa Timur, selanjutanya ada Papua, Jawa Tengah, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Nusa Tenggara Timur, Jambi, Sulawesi Selatan, dan Bali. Data perkembangan luas lahan, produksi, dan produktivitas ubi jalar di beberapa propinsi di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 Perkembangan luas panen, produktivitas, produksi tanaman ubi jalar seluruh propinsi di Indonesia tahun 2013 Luas Panen Produksi Produktivitas Provinsi (Ha) (Ton) (Ku/Ha) Jawa Barat 26 443 471 334 178.25 18 596 391 807 210.69 Jawa Timur Papua 30178 351 028 116.32 Jawa Tengah 10 323 185 605 179.80 Sumatera Utara 11 154 139 890 125.42 Sumatera Barat 4 618 134 128 290.45 Nusa Tenggara 12664 98 725 77.96 Timur Jambi 2 851 74 432 261.07 Sulawesi Selatan 5 002 73 762 147.47 Bali 5 395 61 875 114.69 Sumber : BPS (2014)
Terbatasnya lahan pertanian adalah salah satu kendala yang dihadapi dalam menjalankan usahatani, termasuk di Propinsi Jawa Barat. Hal ini dapat dilihat pada Tabel3. Pada periode 2009-2013, luas areal panen ubi jalar cenderung mengalami penurunan. Pada tahun 2009-2012 luas areal panen menurun dari 33 387 hektar menjadi 26 443 hektar. Penurunan luas lahan ini diindikasikan karena konversi lahan pertanian. Namun terdapat penurunan pada produksi total. Produksi total dari tahun 2009 sampai 2011 mengalami penurunan yaitu 469 646 ton pada tahun 2009 menjadi 429378 ton pada tahun 2011. Namun produksi total kembali mengalami kenaikan pada tahun 2011 hingga tahun 2013.Penurunan produksi total tidak diiringi dengan penurunan produktivitas. Kenaikan
3
produktivitas pada tiap tahunnya menunjukkan adanya perkembangan budidaya yang baik pada petani ubijalar dari 140.67 kuintal per hektar pada tahun 2009 menjadi 178.25 kuintal per hektar pada tahun 2013. Tabel 3 Perkembangan luas panen, produktivitas, dan jumlah produksi ubi jalar di Jawa Barat tahun 2009-2013 No
Tahun
Luas Panen (Ha)
Produksi (Ton)
Produktivitas (Ku/Ha)
1 2 3 4 5
2009 2010 2011 2012 2013
33 387 30 073 27 931 26 531 26 443
469 646 430 998 429 378 436 577 471 344
140.67 143.32 153.73 164.55 178.25
Sumber : BPS (2014)
Salah satu daerah sentra budidaya ubi jalar di Jawa Barat adalah Kabupaten Kuningan. Dipilihnya Kabupaten Kuningan disebabkan wilayah ini sudah sejak lama terkenal sebagai penghasil ubi jalar bermutu tinggi di Jawa Barat. Kondisi tanah di Kabupaten Kuningan memang sangat cocok untuk ditanami ubi jalar. Jumlah produksi ubi jalar di Kabupaten Kuningan pada tahun 2012paling tinggi jika dibandingkan denganlima daerah penghasil ubi jalar lainnya di Propinsi Jawa Barat. Jumlah produksi total ubi jalar di daerah Kuningan pada tahun 2012 mencapai 119.626 ton, jauh diatas angka produksi ubi jalar di daerah Garut, Bogor, Bandung, Tasikmalaya, dan Cianjur. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 4 yang memuat data jumlah produksi ubi jalar di beberapa daerah sentar ubi jalar di Jawa Barat. Tabel 4 Jumlah produksi ubi jalar pada daerah sentra ubi jalar di Jawa Barat tahun 2008-2012 Produksi (Ton) Kabupaten/Kota 2008 2009 2010 2011 2012 Kuningan 110.428 115.406 96.857 96.61 119.626 Garut 68.363 81.322 90.827 91.880 88.453 Bogor 58.309 57.632 59.555 64.882 82.935 Bandung 15.22 48.87 29.122 32.14 19.240 Tasikmalaya 17.914 18.787 23.388 13.475 17.626 Cianjur 18.006 29.635 19.66 18.998 16.642 Sumber : Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Jawa Barat (2013)
Keunggulan Kabupaten Kuningan sebagai sentra ubi jalar terbesar di Jawa Barat membuat Kabupaten Kuningan dinilai mampu menjandi kawasan agropolitan. Menurut UU No. 26 Tahun 2007, kawasan agropolitan merupakan embrio kawasan perkotaan yang berorientasi pada pengembangan kegiatan pertanian, penunjang pertanian, dan pengolahan produk pertanian (agroindustri). Pengembangan kawasan agropolitan mengacu pada beberapa prinsip yaitu prinsip kerakyatan, prinsip swadaya, prinsip kemitraan, dan prinsip bertahap dan
4
berkelanjutan (Bappeda Ciamis 2012). Pembangunan Kabupaten Kuningan dalam sektor pertanian terfokus pada subsistem pengolahan. Pembangunan tersebut ditunjang dengan penyusunan masterplan Agropolitan oleh pemerintah Kabupaten Kuningan yang ditargetkan akan tercapai pada tahun 2014. Tingginya tingkat produksi ubi jalar di Kabupaten Kuningan dan upaya pengembangan kawasan agropolitan mendorongindustri pengolahan ubi jalar mulai berkembang diantaranya pabrik tepung ubi jalar, pasta ubi jalar, chip ubi jalar, industri pembuatan saus, industri pengolahan makanan berbahan baku tepung ubi jalar, industri pakan dan industri rumah tangga pengolahan aneka makanan yang barbahan baku ubi jalar. Perkembangan industri pengolahan ubi jalar merupakan salah satu upaya dalam mencapai tujuan pembentukan kawasan agropolitan yaitu untuk membangun ekonomi berbasis pertanian yang diwujudkan dengan cara mendorong berkembangnya sistem dan usaha agribisnis yang berdaya saing, berbasis kerakyatan, berkelanjutan, dan terdesentralisasi. Adanya industri pengolahan ubi jalar mendorong adanya kerjasama antara petani ubi jalar dengan beberapa perusahaan pengolahan ubi jalar. Salah satu kerjasama tersebut adalah kerjasama dalam bentuk kemitraan.Bentuk kemitraan antara petani dan perusahaan pengolahan dinilai akan mampu mendorong pengembangan agribisnis. Hal ini disebabkan karena industri sebagai pemilik modal dan manajemen yang lebih kuat diharapkan dapat menjadi salah satu solusi bagi permasalahan yang masih dihadapi oleh para petani seperti sulitnya pengembangan usaha karena terbatasnya modal, pengetahuan, dan teknologi yang masih sederhana. Selain itu, kemitraan diharapkan akan memungkinkan terjadinya nilai tambah yang bisa dinikmati pelaku usahatani sehingga akan menjamin peningkatan pendapatan. Peningkatan pendapatan memungkinkan kawasan perdesaan melakukan investasi baik yang bersifat pendidikan, maupun penciptaan lapangan usaha baru. Manfaat kemitraan yang dapat diperoleh petani mitra seharusnya membuat petani tertarik untuk menjalin kemitraan bahkan kemitraan akan terus mengalami perkembangan. Oleh sebab itu, perlu adanya penelitian untuk mengkaji pengaruh kemitraan terhadap pendapatan petani khususnya petani ubi jalar di Kabupaten Kuningan.
Perumusan Masalah Kabupaten Kuningan adalah sentra ubi jalar terbesar di Jawa Barat (Tabel 3) dan salah satu daerah yang dinilai mampu menjalankan kawasan agropolitan. Kecamatan Cilimus adalah salah satu wilayah yang terpilih sebagai daerah pengembangan agropolitan di Kabupaten Kuningan karena dinilai memiliki keunggulan yaitu sebagai salah satu daerah penghasil ubi jalar terbesar di Kabupaten Kuningan. Selain Kecamatan Cilimus, ada juga beberapa kecamatan lain seperti Kecamatan Kramatmulya, Jalaksana, dan Pancalang. Jenis ubi jalar yang banyak diusahakan di Kabupaten Kuningan adalahubi jalar varietaskuningan merah, kuningan putih, bogor, jakarta, dan jepang.
5
Penetapan Kabupaten Kuningan sebagai salah satu kawasan agropolitan mendorong berkembangnya beberapa usaha dibidang agribisnis. Salah satu perusahaan industripengolahan ubi jalar terbesar di Kabupaten Kuningan adalahperusahaan penghasil produk olahan ubi jalar yaitu PT Galih Estetika. Produk hasil olahan ubi tersebut merupakan produk ekspor ke Negara Jepang dan Korea. Selain itu, untuk mendukung perkembangan agroindustri ubi jalar, pada saat ini telah dibangun industri pengolahan ubi jalar (untuk pembuatan chips, grates dan tepung ubi jalar) yang dibangun oleh Pemerintah Kabupaten Kuningan.. Adanya PT Galih Estetika sebagai perusahaan pengolah ubi jalar mendorong adanya kerjasama antara petani dan perusahaan pasta ubi jalar. Kerjasama tersebut salah satunya berbentuk kemitraan. Kemitraan antara petani ubi jalar dan PT Galih Estetika dilatarbelakangi karena adanya kebutuhan yang tidak dapat dipenuhi sendiri dimana petani ubi jalar membutuhkan kepastian pasar, pasokan input, dan bimbingan teknologi. Sedangkan perusahaan mitra membutuhkan pasokan input untuk menjamin keberlangsungan usahanya. Petani ubi jalar bertindak sebagai petani mitra dan berkontribusi sebagai penyedia lahan, tenaga kerja, dan sarana produksi lain selain bibit. Sedangkan perusahaan pengolah menyediakan bantuan berupa bibit, penampung hasil produksi petani, dan memberikan bimbingan teknologi. Salah satu kebijakan yang telah disepakati antara petani mitra dan PT Galih Estetika adalah adanya kontrak hasil. Kontrak hasil memungkinkan petani mitra memiliki kepastian pasar. Ubi jalar yang akan dibeli oleh pihak perusahaan mitra harus sesuai dengan standar kualitas yang telah ditetapkan. Sedangkan kesepakatan harga disesuaikan dengan harga pasar yang berlaku saat itu. Petani ubi jalar umunya memiliki kendala dalam hal keterbatasan pada modal, pengadaan bibit, dan keterbatasan pengetahuan dalam bercocok tanam. Bentuk kemitraan antara petani dengan perusahaan pasta ubi jalar diharapkan selain dapat memberikan kepastian pasar bagi petani, juga akan memberikan kemudahan bagi petani untuk memperoleh input pertanian, seperti bibit sehingga mampu mendorong pengembangan usaha budidaya ubi jalar. Manfaat lain yang diharapkan akan diperoleh oleh petani dengan adanya kemitraan adalah produktivitas yang lebih tinggi, pendapatan yang lebih tinggi, dan harga produk yang lebih baik terutama saat adanya panen raya. Petani ubi jalar yang tertarik terhadap manfaat adanya kemitraan dengan PT Galih Estetika kemungkinan besar akan memutuskan untuk menjalin kemitraan. Keputusan petani untuk menjalin kemitraan dengan PT Galih Estetika pada dasarnya merupakan hasil dari pemikiran dan pola pikir petani yang dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor-faktor yang diduga mempengaruhi keputusan petani untuk bermitra diantaranya adalah pengalaman petani dalam berusahatani, tingkat pendidikan, jumlah keluarga, pendapatan petaninon ubi jalar, pendapatan luar usahatani, luas lahan, dan usia petani.Oleh karena itu, penting untuk melakukan analisis terhadap faktor-faktor yang berpengaruh positif maupun negatif terhadap keputusan petani untuk menjalin kemitraan antara petani ubi jalar dan perusahaan pasta ubi jalar. Adanya manfaat yang dapat diperoleh oleh petani dengan adanya kemitraan diharapkan menjadi daya tarik khususnya bagi petani untuk bermitra dengan PT Galih Estetika.Berdasarkan hasil penelitian terdahulu yang telah dilakukan oleh
6
Prastiwi (2010), petani mitra yang paling banyak jumlahnya adalah petani yang baru menjalin kemitraan dengan perusahaan selama kurang dari dua tahun yaitu sebanyak 46.66 persen (Tabel 4). Hal ini menunjukan bahwa kelompok petani mitra yang baru bergabung menjadi mitra lebih banyak jumlahnya jika dibandingkan dengan kelompok petani mitra yang telah bertahan lama menjadi mitra atau telah bertahan selama lebih dari lima tahun. Petani yang baru mengikuti kemitraan biasanya masih dalam tahap coba-coba dan belum memiliki nomor registrasi petani sendiri.Dengan adanya pelaksanaan kemitraan yang baik dan sesuai dengan standar yang berlaku, akan adanya manfaat yang dapat dirasakan petani sehingga kemitraan akan berlanjut dan semakin berkembang. Tabel 5 Persentase jumlah petani mitra berdasarkan lamanya waktu kerjasama Lama Bermitra Jumlah Petani Mitra (Tahun) (%) < 2 tahun 46.66 3-4 tahun 20.00 5-6 tahun 6.67 > 7 tahun 26.67 Sumber : Prastiwi (2010)
Berdasarkan uraian di atas, permasalahanyang akan dikaji dalam penelitian ini adalah : 1. Apakah pelaksanaan kemitraan antara petani mitra dengan PT Galih Estetika telah sesuai dengan standar yang berlaku? 2. Bagaimana pandangan petani terhadap manfaat kemitraan ? 3. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi kemitraan antara petani dan PT Galih Estetika ubi jalar di lokasi penelitian ? 4. Bagaimana pengaruh kemitraan terhadap pendapatan petani di lokasi penelitian?
Tujuan Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah tersebut, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah : 1. Membandingkan pelaksanaan kemitraan antara petani mitra dengan Galih Estetika meliputi bentuk kemitraan dan kontrak kemitraan dengan standar yang berlaku. 2. Menganalisis manfaat kemitraan yang telah dirasakan oleh petani mitra di lokasi penelitian. 3. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kemitraan antara petani dan perusahaan pengolah ubi jalar di lokasi penelitian. 4. Menganalisis pengaruh kemitraan terhadap pendapatan petani di lokasi penelitian.
7
Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat dan menjadi masukan serta tambahan pengetahuan dan wawasan bagi berbagai pihak yang berkepentingan, yaitu : 1. Penulis, untuk menambah kemampuan menganalisis dan wawasan mengenai analisis pengaruh kemitraan terhadap pendapatan petani ubi jalar di lokasi penelitian. 2. Petani, sebagai masukan untuk pengembangan usahatani ubi jalar. 3. Akademisi dan peneliti, hasil penelitian diharapkan dapat menjadi sumber informasi dan referensi untuk penelitian-penelitian selanjutnya
Ruang Lingkup Penelitian ini dilakukan di Desa Gandasoli, Kecamatan Kramatmulya, Kabupaten Kuningan. Petani yang dijadikan responden adalah petani yang melakukan usaha budidaya ubi jalar di Desa Gandasoli. Analisis yang akan dilakukan yaitu mengenai pelaksanaan kemitraan antara PT Galih Estetika dan petani mitra,menganalisis manfaat kemitraan yang telah dirasakan oleh petani, menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kemitraan antara PT Galih Estetika dan petani mitra, dan menganalaisis pengaruh kemitraan tehadap pendapatanpetani di Desa Gandasoli. Jumlah petani responden yang menjadi objek penelitian yaitu sebanyak 32 orang petani yang bermitradan 32 orang petani yang tidak bermitra.
TINJAUAN PUSTAKA
Manfaat Kemitraan Jalinan kemitraan yang terjadi antara petani mitra dan perusahaan mitra diharapkan dapat memberikan manfaat bagi kedua belah pihak. Keputusan petani dalam menjalin kemitraan biasanya disebabkan karena adanya ketertarikan terhadap manfaat yang dapat diperoleh petani. Berdasarkan hasil penelitian terdahulu yang telah dilakukan oleh Puspitasari (2003), Marliana (2008), Aryani (2009), dan Dewi (2011) mengenai kemitraan dapat diketahui bahwa manfaat yang dapat diperoleh petani dengan menjalin kemitraan diantaranya adalah adanya bantuan berupa pinjaman bibit dari perusahaan dan adanya jaminan pasar. Manfaat lain yang dapat dirasakan oleh petani dengan adanya kemitraaan adalah adanya kepastian harga dan bimbingan teknis dari perusahaan kepada petani
8
(Marliana 2008; Aryani 2009; dan Dewi 2011). Selain itu, berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Dewi (2011) menunjukan bahwa petani mitra memberikan bantuan berupa bibit secara gratis. Oleh sebab itu, petani tidak perlu untuk mengeluarkan biaya untuk pembelian atau pembayaran pinjaman bibit. Perusahaan mitra ada juga yang memberikan pinjaman dana untuk penggarapan lahan. Pembayaran akan dilakukan ketika petani telah melakukan pemanenan dan penjualan kepada pihak perusahaan (Puspitasari 2003). Berdasarkan beberapa penelitian tersebut, kemitraan memang diharapkan dapat memberikan manfaat bagi kedua belah pihak terutama petani yang cenderung memiliki keterbatasan pada modal dan faktor produksi. Secara umum, manfaat yang dirasakan oleh perusahaan adalah adanya jaminan keberlangsungan usaha karena adanya pasokan bahan baku yang tetap dari petani mitra.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kemitraan Berdasarkan studi-studi empiris yang telah ditulis, pola kemitraan antara petani dan perusahaanbisa dipengaruhi oleh beberapa faktor. Namun dari studistudi tersebutmenunjukkan bahwa di setiap daerah atau komoditi mempunyai faktor-faktoryang berbeda dalam mempengaruhi kemitraan. Metode yang digunakan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kemitraanpada penelitian sebelumnya umumnya menggunakan analisi logit. Karena analisis logit adalah metode yang sederhana tetapi cukup menggambarkan pengaruh-pengaruh faktor terhadap kemitraan dalam usahatani. Hasil studi yang dilakukan oleh Marliana (2008) menunjukan bahwa pengalaman petani dalam menjalankan usahatani berpengaruh positif terhadap keputusan dalam menjalin kemitraan. Namun, hasil penelitian yang dilakukan oleh Dewi (2011) menunjukan hasil yang berbeda, yaitu pengalaman petani memiliki hubungan yang negatif terhadap keputusan petani dalam menjalin kemitraan. Semakin lama petani tersebut menjalankan usahatani maka keinginan atau peluang untuk menjalin kemitraan semakin kecil. Pendidikan berpengaruh positif terhadap keputusan petani dalam menjalin kemitraan. Hal tersebut ditunjukan dalam hasil studi yang telah dilaksanakan oleh Marliana (2008), dan Rachmawati (2008). Semakin tinggi tingkat pendidikan petani maka petani tersebutsemakin rasional dalam membuat keputusan sehingga peluang petani untuk menjalin kemitraan semakin besar. Faktor lain yang berpengaruh positif terhadap keputusan petani dalam menjalin kemitraan adalah usia atau umur petani. Semakin tua umur petani maka peluang untuk menjalin kemitraan semakin tinggi. Karena petani yang sudah berumur biasanya ingin mendapatkan jaminan usaha sehingga lebih memilih untuk bermira. Kemitraan diharapkan adanya jaminan pasar bagi produk yang dihasilkannya. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Rachmawati (2008) menunjukan bahwa luas lahan berpengaruh positif terhadap keputusan petani dalam menjalankan kemitraan. Namun penelitian yang dilakukan oleh Dewi (2011) menunjukan hasil yang berbeda dimana lahan berpengaruh negatif terhadap
9
keputusan petani untuk bermitra. Semakin luas lahan maka peluang petani untuk bermitra semakin kecil karena menganggap bahwa lahan yang luas sudah mampu memberikan pendapatan yang cukup tinggi. Faktor-faktor lain yang berpengaruh positif terhadap keputusan petani dalam menjalankan kemitraan adalah tingkat produktivitas (Marliana 2008) dan jumlah anggota keluarga (Rachmawati 2008). Semakin tinggi tingkat produktivitas komoditi yang diusahakan maka petani cenderung akan tetap menjalin kemitraan karena dianggap lebih menguntungkan dibandingkan jika petani tidak bermitra. Begitu pula dengan jumlah keluarga, semakin tinggi jumlah anggota keluarga petani maka peluang petani untuk bermitra akan semakin besar. Jumlah anggota keluarga yang semakin banyak menyebabkan petani harus memperoleh pendapatan yang lebih tinggi, yaitu salah satunya dapat diperoleh dengan cara menjalin kemitraan. Kemitraan umunya didasarkan pada keadaan saling membutuhkan sehingga dalam menjalin kemitraan masing-masih pihak dapat memperoleh manfaat. Analisis mengenai faktor-faktor yang mendorong petani dalam bermitra diharapkan dapat menjadi salah satu pertimbangan dalam menjalin kemitraan agar semua pihak dapat mencapai tujuannya tanpa ada pihak yang merasa dirugikan.
Pengaruh Kemitraan Terhadap Struktur Biaya dan Pendapatan Petani Studi mengenai analisis kemitraan sebelumnya telah dilakukan oleh beberapa peneliti terdahulu. Sebagian besar penelitian tersebut lebih mengarah kepada evaluasi kemitraan yang dilakukan serta pengaruhnya terhadap pendapatan petani dari para pelaku kemitraan tersebut, khususnya petani mitra. Secara umum, evaluasi kemitraan terhadap pendapatan petani dilakukan dengan menganalisis pendapatan petani mitra dan analisis imbangan penerimaan dan biaya (R/C rasio (Puspitasari 2003; Aryani 2009; Prastiwi 2010). Selain itu, untuk melihat perbandingan antara pendapatan petani mitra dengan petani non mitra dapat digunakan uji-t (Dewi 2011; Juniardi 2012). Kerjasama yang dilakukan oleh petani dengan perusahaan yang berbentuk kemitraan diharapkan dapat memberikan manfaat kepada petani mitra. Berdasarkan hasil studi yang telah dilakukan oleh Puspitasari (2003), Aryani (2009), Prastiwi (2010), Dewi (2011), dan Juniardi (2012) beberapa manfaat yang diperoleh petani mitra dengan adanya kerjasama berbentuk kemitraan dengan perusahaan pengolah adalah mendapatkan modal pinjaman dari perusahaan, mendapatkan bimbingan teknik budidaya, mendapatkan jaminan penjualan dan kepastian harga, dan membantu petani dalam pengadaan sarana produksi. Hasil analisis mengenai struktur biaya produksi terhadap petani mitra dan non mitra yang dilakukan oleh Aryani (2009) dan Dewi (2011) menunjukan bahwa biaya total yang dikeluarkan oleh petani mitra lebih besar jika dibandingkan dengan biaya total yang dilakukan oleh petani non mitra. Berdasarkan hasil studi yang dilakukan oleh Aryani (2009) perbedaan besarnya biaya total antara petani mitra dan non mitra terletak pada biaya tunai, yaitu biaya tunai petani mitra lebih besar mengingat petani mitra mendapatkan pembinaan
10
kegiatan produksi, sehingga menyebabkan penggunaan input produksi pada petani mitra akan mengikuti atau mendekati dosis yang dianjurkan perusahaan. Begitu pula dengan hasil studi yang telah dilakukan oleh Dewi (2011) menunjukan bahwa tingginya biaya total yang dikeluarkan oleh petani mitra terletak pada biaya tunai yaitu biaya tenaga kerja, karena adanya kemitraan menyebabkan petani harus membudidayakan varietas yang dibutuhkan oleh perusahaan pengolah. Hal ini menyebabakan tingginya penggunaan tenaga kerja karena proses budidaya varietas tersebut oleh petani mitra memerlukan perlakukan khusus yang lebih rumit dari pada varietas yang dibudidayakan oleh petani non mitra. Hasil studi yang dilakukan oleh Puspitasari (2003) menunjukan hasil yang berbeda yaitu biaya total yang dikeluarkan oleh petani mitra lebih kecil jumlahnya jika dibandingka dengan biaya total yang dikeluarkan oleh petani non mitra. Perbedaan ini terletak pada penggunaan tenaga kerja dalam keluarga. Petani yang tidak melakukan mitra dengan perusahaan lebih banyak menggunakan tenaga kerja dalam keluarga jika dibandingkan dengan petani yang melakukan mitra dengan perusahaan. Hal tersebut disebabkan karena umunya petani non-mitra cenderung memiliki modal yang terbatas dibandingkan petani mitra sehingga lebih memilih untuk menggunakan tenaga kerja dalam keluarga. Hasil studi terhadap pendapatan petani mitra pada penelitian Dewi (2011), Aryani (2009), dan Prastiwi (2010) menunjukkan bahwa pendapatan petani lebih besar jika mengikuti kemitraan. Begitupun dengan hasil studi yang telah dilakukan oleh Puspitasari (2006) menunjukkan hal yang sama, meskipun jika dilihat dari biaya tunai petani mitra memiliki biaya tunai lebih besar daripada petani non mitra, sedangkan jika dilihat dari biaya total maka petani mitra memiliki biaya total yang lebih kecil dari petani non-mitra. Hasil studi yang telah dilakukan oleh Juniardi (2012) menunjukan hasil yang berbeda, yaitu bahwa rata-rata pendapatan petani dengan pola kemitraan lebih rendah dan berbeda nyata dibandingkan rata-rata usahatani bukan kemitraan. Dengan demikian artinya rata-rata pendapatan petani mitra lebih kecil dibandingkan rata-rata pendapatan petani bukan kemitraan. Faktor biaya, produksi dan harga yang mempengaruhi penerimaan usahatani pada akhirnya berdampak pada pendapatan petani. Adanya perbedaan pendapatan yang diterima oleh petani mitra dan non mitra didukung juga oleh hasil studi yang dilakukan oleh Dewi (2010) dan Juniardi (2012. Studi tentang perbandingan pendapatan petani mitra dan non mitra dengan menggunakan uji-t menunjukan bahwa adanya perbedaan yang signifikan antara pendapatan petani mitra dan non mitra. Kemitraan antara perusahaan mitra dengan petani mitra diharapkan dapat memberikan manfaat bagi kedua belah pihak seperti kontinuitas usaha dan peningkatan pendapatan. Analisis pengaruh kemitraan terhadap pendapatan petani dilakukan dengan cara membandingkan antara petani mitra dan petaninon mitra. Upaya tersebut dilakukan untuk melihat apakah dengan adanya kemitraan, petani memperoleh manfaat seperti biaya yang lebih kecil, produktivitas yang lebih tinggi, dan adanya peningkatan pendapatan dibandingkan dengan petani yang memang tidak menjalin kemitraan.
11
Pengaruh Kemitraan Terhadap Nilai Imbangan Penerimaan dan Biaya Analisis efisiensi penerimaan usahatani dapat dilakukan dengan penghitungan R/C. Nilai R/C merupakan perbandingan antara nilai penerimaan yang diperoleh petani dengan biaya yang dikeluarkan. Nilai R/C ratio yang lebih besar daripada satu berarti setiap satu rupiah biaya yang dikeluarkan petani, maka penerimaan yang diterima lebih dari satu rupiah. Nilai R/C terbagi menjadi dua yaitu R/C atas biaya tunai dan R/C atas biaya total. Hasil studi yang dilakukan oleh Puspitasari (2003) dan Aryani (2009) menunjukan bahwa nilai R/C atas biaya tunai kelompok petani mitra dan non mitra sama-sama lebih dari satu dimana nilai R/C petani mitra lebih besar dari pada petani non mitra. Begitu pula untuk nilai R/C atas biaya total petani mitra dan petani non mitra yaitu lebih dari satu dimana nilai R/C petani mitra lebih besar dari pada petani non mitra. Hasil studi yang dilakukan oleh Prastiwi (2010) menunjukan hasil yang berbeda yaitu dimana nilai R/C atas biaya tunai petani non mitra lebih kecil dari satu sedangkan sedangkan nilai R/C atas biaya total petani mita lebih besar dari satu. Hal tersebut menunjukan bahwa jika analisis berdasarkan biaya tunai dan biaya total petani mitra mendapatkan keuntungan lebih besar jika dibandingkan dengan petani non mitra. Pada kenyataannya, tidak semua petani mendapatkan keuntungan setelah melakukan kemitraan dengan perusahaan. Ada juga petani yang mengalami kerugian setelah melakukan kemitraan. Hasil analisis yang telah dilakukan oleh Juniardi (2012) menunjukan bahwa nilai R/C ratio atas biaya tunai petani mitra lebih dari satu. Sedangkan hasil analisis R/C ratio atas biaya total kurang dari satu. Dilihat dari R/C rasio atas biaya total dapat disimpulkan bahwa kemitraan yang diikuti oleh petani mengalami kerugian. Hal ini dikarenakan adanya biaya transaksi yang mahal. Berdasarkan penelusuran hasil penelitian terdahulu, penelitian mengenai usahatani ada yang menguntungkan petani mitra dan bahkan ada juga yang merugikan petani mitra. Petani yang melakukan kemitraan seharusnya mempunyai pendapatan yang lebih besar dari pada petani yang tidak melakukan kemitraan. Hal ini dikarenakan telah adanya transfer informasi, teknologi, modal, atau sumberdaya lainnya sehingga usahatani yang dilakukan dapat lebih efesien dan efektif.
12
KERANGKA PEMIKIRAN
Kerangka Pemikiran Teoritis Konsep Kemitraan Kemitraan adalah kerjasama usaha antara usaha kecil dengan usaha menengah dan atau dengan usaha besar disertai pembinaan dan pengembangan oleh usaha menengah dan atau usaha besar dengan memperhatikan prinsip saling memerlukan, saling memperkuat dan saling menguntungkan (PP No. 44 1997). Kemitraan juga merupakan suatu strategi bisnis yang dilakukan oleh dua pihak atau lebih dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan bersama dan dijalankan dalam jangka waktu tertentu. Kemitraan dalam usahatani adalah kerjasama antara perusahaan mitra dengan kelompok mitra di bidang usaha pertanian. Perusahaan mitra terdiri dari perusahaan menengah dan perusahaan besar dibidang pertanian. Kelompok mitra terdiri dari petani-nelayan, kelompok tani-nelayan, gabungan kelompok taninelayan, koperasi dan usaha kecil. Menurut Hafsah (1999), manfaat yang dapat dicapai dari usaha kemitraan adalah : 1. Produktivitas Perusahaan dapat mengoprasionalkan pabriknya secara full capacity tanpa perlu memiliki lahan karena keperluan tersebut ditanggung petani. Sedangkan petani dapat meningkatkan produktivitasnya karena dapat memperoleh tambahan input, kredit, dan penyuluhan dari perusahaan mitra. 2. Efisiensi Perusahaan dapat mencapai efisiensi dengan menghemat tenaga kerja karena menggunakan tenaga kerja yang dimiliki oleh petani. Sedangkan petani yang umunya relatif lemah dalam hal kemampuan teknologi dan sarana produksi dapat menghemat waktu karena adanya bantuan teknologi dan sarana produksi dari perusahaan. 3. Jaminan kualitas, kuantitas, dan kontinuitas Kualitas, kuantitas dan kontinuitas sangat erat kaitannya dengan efisiensi dan produktivitas di pihak petani yang menentukan terjaminnya pasokan pasar dan pada gilirannya menjamin keuntungan perusahaan. 4. Resiko Kontrak dalam kemitraan dapat mengurangi resiko yang dihadapi oleh perusahaan jika mengadakan bahan baku yang diperoleh dari pasar bebas, seperti tidak tersedianya bahan baku atau kehabisan bahan baku di pasar bebas. 5. Sosial Kemitraan dapat pula menghasilkan persaudaraan antar pelaku ekonomi yang berbeda status. 6. Ketahanan ekonomi dan nasional Peningkatan pendapatan yang diikuti tingkat kesejahteraan dan sekaligus terciptanya pemerataan yang lebih baik, otomatis akan mengurangi timbulnya
13
kesenjangan ekonomi antar pelaku yang terlibat dalam kemitraan yang mampu meningkatkan ketahanan ekonomi secara nasional Sedangkan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian No.944/kpts/OT.210/10/97 tentang Pedoman Penetapan Tingkat Hubungan Kemitraan Usaha Pertanian, dinyatakan bahwa manfaat kemitraan terdiri dari : (1) Manfaat teknis, yaitu produktivitas dan mutu produk, (2) Manfaat ekonomi, yaitu pendapatan, dan (3) Manfaat sosial, yaitu pelestarian lingkungan. Kemitraan dalam usaha pertanian dijalankan dengan berpedoman pada asas kemitraan yaitu saling memerlukan, mempercayai, memperkuat, dan menguntungkan. Saling memerlukan berarti perusahaan mitra memerlukan pasokan bahan baku dan kelompok petani mitra memerlukan penampung hasil usahanya. Saling menguntungkan berarti baik perusahaan mitra maupun kelompok mitra mendapatkan peningkatan pendapatan dan kesinambungan usaha. Saling memeperkuat dan mempercayai berarti baik perusahaan mitra maupun kelompok mitra sama-sama memperhatikan tanggung jawab moral dan etika bisnis. Implementasi hubungan kemitraan dilaksanakan melalui pola-pola kemitraan yang sesuai dengan sifat/kondisi dan tujuan yang yang ingin dicapai. Beberapa pola kemitraan yang telah banyak dilaksanakan menurut Hafsah (1999) diantaranya adalah : 1. Pola Inti Plasma Pola inti plasma merupakan pola hubungan kemitraan antara kelompok mitra dengan usaha sebagai plasma dengan perusahaan inti yang bermitra. Perusahaan inti berkewajiban menyediakan lahan, sarana produksi, bimbingan teknis, manajeman, menampung, mengolah dan memasarkan hasil produksi namun perusahaan inti tetap memperoduksi kebutuhan perusahaan. Sedangkan kelompok mitra memenuhi kebutuhan perusahaan inti sesuai persyaratan yang telah ditetapkan. 2. Pola Sub Kontrak Pola subkontrak merupakan pola hubungan kemitraan antara perusahaan mitra usaha dengan kelompok mitra usaha yang memproduksi kebutuhan perusahaan sebagai bagian dari komponen produksinya. 3. Pola Dagang Umum Pola dagang umum merupakan pola hubungan kemitraan mitra usaha yang memasarkan hasil dengan kelompok usaha yang mensuplai kebutuhan yang diperlukan oleh perusahaan. 4. Pola Keagenan Pola keagenan merupakan salah satu bentuk hubungan kemitraan dimana usaha kecil diberi hak khusus untuk memasarkan barang dan jasa dari usaha menengah atau besar sebagai mitranya. 5. Waralaba Pola waralaba merupakan pola hubungan kemitraan antara kelompok mitra usaha dengan perusahaan mitra usaha yang memberikan hak lisensi, merk dagang saluran distribusi perusahaannya kepada kelompok mitra usaha sebagai penerima waralaba yang disertai bimbingan manajemen. Sedangkan Keputusan Menteri Pertanian No.940/Kpts/OT.210/1997 juga menyebutkan bahwa pola kemitraan selain yang telah dijabarkan diatas juga terdapat pola Kerjasama Operasional Agribisnis (KOA). KOA merupakan
14
hubungan kemitraan, yang didalamnya kelompok mitra menyediakan lahan, sarana dan tenaga, sedangkanperusahaan mitra menyediakan biaya atau modal dan/atau sarana untuk mengusahakan atau membudidayakan suatu komoditi pertanian. Pelaksanaan kemitraan pada usahatani biasanya diawali dengan adanya kesepakatan sebelum proses produksi. Kesepakatan ini dituangkan dalam kontrak kerjasama yang memuat perjanjian waktu, harga, jumlah produksi, dan dibarengi dengan sangsi yang ditetapkan apabila salah satu pihak melanggar atau merugikan pihak lain (Hafsah 1999). Sedangkan berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian No.940/Kpts/OT.210/1997, kontrak kerjasama harus mencakup jangka waktu, hak dan kewajiban, pembagian penyelesaian resiko bila terjadi perselisihan, dan klausa lain yang memberikan kepastian hukum bagi kedua belah pihak.
Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Kemitraan Ketertarikan untuk menjalin kemitraan pada setiap individu petani berbeda. Hal ini menunjukan bahwa terdapat keragaman pemahaman dan pola pikir dari petani. Pemahaman dan pola pikir petani dipengaruhi oleh faktor-faktor sosial ekonomi sehingga dapat berimplikasi pada keputusan petani dalam menjalin kemitraan. Adapun faktor-faktor tersebut diantaranya adalah : 1. Tingkat pendidikan Tingkat pendidikan diduga berpengaruh positif terhadap keputusan petani dalam menjalin kemitraan. Semakin tinggi pendidikan petani diduga pengambilan keputusan petani tersebut semakin rasional sehingga petani yang memiliki tingkat pendidikan yang lebih tinggi cenderung akan menjalin kemitraan dengan harapan usahanya akan semakin berkembang. 2. Jumlah keluarga Jumlah keluarga petani diduga berpengaruh positif terhadap keputusan petani dalam menjalin kemitraan. Semakin banyak jumlah anggota keluarga petani, maka semakin banyak pula pengeluaran keluarga petani. Sehingga petani membutuhkan pendapatan yang lebih tinggi. Dengan menjalin kemitraan, pendapatan petani diharapkan akan meningkat. Oleh karena itu, semakin banyak banyak jumlah anggota keluarga maka peluang petani akan bermitra semakin besar. 3. Usia petani Usia petani diduga berpengaruh positif terhadap keputusan petani dalam menjalankan kemitraan. Semakin tua usia petani maka petani tersebut diduga semakin membutuhkan jaminan hidupnya. Hal tersebut dapat dicapai dengan jalan menjalin kemitraan karena adanya jaminan pasar serta bantuan faktor produksi. Sehingga semakin tua usia petani maka peluang petani untuk bermitra semakin besar. 4. Pengalaman berusahatani ubi jalar Pengalaman bertani diduga berpegaruh negatif terhadap keputusan petani dalam bermitra. Hal tersebut dikarenakan petani yang sudah lama menjalankan usahatani ubi jalar diduga telah memiliki pengetahuan budidaya yang sudah baik dan sudah memiliki jaringan pemasaran yang cukup luas.
15
5.
6.
Sehingga semakin lama pengalaman petani, maka peluang petani untuk menjalin kemitraan semakin kecil. Luas lahan tanam ubi jalar Luas lahan diduga berpengaruh positif terhadap keputusan petani dalam menjalankan kemitraan. Semakin luas lahan maka jumlah produksi petani diduga akan semakin tinggi sehingga petani membutuhkan jaminan pasar untuk produknya. Jaminan pasar dapat diperoleh salah satunya yaitu dengan jalan kemitraan. Pendapatan petaninon ubi jalar dan pendapatan luar usahatani Pendapatan ushatani nonubi jalar dan pendapatan luar usahatani diduga berpengaruh negatif terhadap keputusan petani untuk bermitra. Pendapatan petani yang tinggi diduga akan membuat petani kurang tertarik untuk menjalin kemitraan dengan perusahaan. Sedangkan pendapatan petani yang rendah mendorong petani untuk meningkatkan pendapatannya dengan jalan kemitraan.
Pendapatan Petani Pendapatan petani dapat digunakan untuk mengukur imbalan yang diperoleh keluarga petani dari penggunaan faktor-faktor produksi kerja, pengelolaan dan modal milik sendiri, atau modal pinjaman yang diinvestasikan ke dalam usahatani. Analisis pendapatan petani dilakukan untuk menghitung seberapa besar penerimaan yang diterima petani dalam berusahatani yang dikurangi dengan biaya. Pendapatan petani dapat dinyatakan dalam pendapatan tunai dan pendapatan total. Pendapatan tunai merupakan selisih antara penerimaan usahatani dengan biaya tunai usahatani. Sedangkan pendapatan total usahatani mengukur pendapatan kerja petani dari seluruh biaya usahatani yang dikeluarkan. Pendapatan bersih usahatani diperoleh dari selisih penerimaan usahatani dengan biaya total usahatani. Penerimaan usahatani adalah perkalian antara produksi yang diperoleh dengan harga jual, sedangkan menurut Soekartawi (1986), penerimaan usahatani didefinisikan sebagai nilai produk total usahatani dalam jangka waktu tertentu, baik yang dijual maupun yang tidak dijual. Istilah lain dari penerimaan usahatani adalah pendapatan kotor usahatani, yang terbagi menjadi dua, yaitu penerimaan tunai usahatani dan penerimaan tidak tunai usahatani. Penerimaan tunai usahatani didefinisikan sebagai nilai uang yang diterima dari penjualan pokok usahatani. Sedangkan penerimaan tidak tunai merupakan nilai hasil produk usahatani yang tidak dijual, tetapi dikonsumsi sendiri, disimpan sebagai persediaan atau aset petani, dan lain sebagainya sehingga tidak memberikan hasil dalam bentuk uang. Penerimaan tunai usahatani tidak mencakup pinjaman uang untuk keperluan usahatani dan tidak mencakup yang berbentuk benda. Oleh karena itu, nilai produk usahatani yang dikonsumsi tidak dihitung sebagai penerimaan tunai usahatani. Penerimaan total usahatani diperoleh dari hasil penjumlahan antara penerimaan tunai usahatani dengan penerimaan tidak tunai usahatani. Biaya dalam arti sempit adalah harga pertukaran dari sumber ekonomi yang dikorbankan atau diserahkan untuk mendapatkan suatu barang dan jasa.
16
Menurt Soekartawi (1984), biaya usahatani dapat dikalsifikasikan menjadi dua jenis, diantaranya : 1. Biaya tetap Biaya tetap merupakan biaya produksi yang besarnya tidak dipengaruhi oleh besar kecilnya produksi yang dihasilkan. Biaya tetap terdiri dari gaji tenaga kerja, sewa lahan, listrik, telepon dan penyusutan peralatan. 2. Biaya variabel Biaya variabel merupakan biaya produksi yang besarnya dipengaruhi oleh besar kecilnya jumlah produksi. Biaya usahatani juga dapat dikalsifikasikan menjadi biaya tunai (eksplisit) dan diperhitungkan (implisit). Biaya tunai adalah biaya yang diperoleh dari input keseluruhan, seperti halnya sewa lahan, bibit, dan pestisida. Sedangkan biaya diperhitungkan adalah nilai satuan input yang diperoleh dari perusahaan atau bisnis keluarga yang berasal dari biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap atau fixed cost termasuk ke dalam biaya tunai dan biaya yang diperhitungkan dari input yang berada dalam jangka pendek. Adapun yang termasuk dalam biaya tunai adalah pajak, upah pekerja kontrak dan lain-lain. Sedangkan yang termasuk ke dalam biaya diperhitungkan, seperti penerimaan yang diinvestasikan pemilik dalam perusahaan, penyusutan peralatan dan biaya untuk tenaga kerja dalam keluarga. Biaya variabel atau variabel cost adalah biaya input yang dapat mempengaruhi output. Jika tidak ada variabel input yang digunakan maka biaya variabel dalah nol, artinya tidak ada output yang dihasilkan. Biaya variabel yang termasuk ke dalam biaya tunai dari input seperti penggunaan pupuk kimia, penanggulangan hama dan penyakit tanaman (pestisida), pengeringan, bahan bakar. Sedangkan yang termasuk ke dalam biaya diperhitungkan seperti sewa lahan. Penampilan usahatani tidak cukup hanya dinilai dari nilai pendapatan. Menurut Soekartawi (1986), ukuran yang sangat berguna untuk menilai penampilan usahatani adalah penghasilan bersih usahatani atau net farm income. Ukuran ini menggambarkan penghasilan yang diperoleh dari usahatani untuk keperluan keluarga dan merupakan imbalan terhadap semua sumberdaya milik keluarga. penghasilan bersih daapt dihitung dengan mengurangkan pendapatan dengan bunga modal yang dibayarkan kepada modal pinjaman. Petani ubi jalar di desa Gandasoli adalah petani komersial. Sehingga dalam menilai penampilan usahatani perlu dilakukan analisis imbalan kepada modal karena menurut Soekartawi (1986), dalam usahatani semi-komersial imbalan kepada modal merupakan patokan yang baik untuk mengukur penampilan usahatani. Ukuran yang dapat digunakan diantaranya adalah imbalan terhadap seluruh modal (return to total capital), imbalan terhadap modal peteni (return to farm equity capital), dan imbalan terhadap tenaga kerja keluarga (return to family labour). Ukuran imbalan terhadap seluruh modal dan imbalan terhadap modal petani dapat digunakan jika dalam pelaksanaanya petani menggunakan modal yang bersal dari sumber yaitu modal sendiri dan modal pinjaman. Kedua macam ukuran terhadap modal ini dapat digunakan untuk menilai investasi. Ukuran imbalan terhadap tenaga kerja keluarga digunakan untuk melihat taksiran imbalan yang diperoleh setiap anggota keluarga. Imbalan terhadap
17
tenaga kerja keluarga dapat dibandingkan dengan imbalan atau upah kerja di luar usahatani yang berlaku di daerah tersebut. Imbangan Penerimaan dan Biaya Pengukuran penampilan usahatani selain dengan nilai mutlak dapat dilakukan dengan mengukur efisiensinya. Salah satu cara mengukur efisiensi usahatani adalah dengan melakukan analisis imbangan penerimaan atau Revenue and Cost Ratio (R/C rasio). Analisis R/C ratio digunakan sebagai alat untuk mengukur perbandingan antara total penerimaan dengan total biaya dalam satu periode produksi usahatani. Analisis ini dapat digunakan sebagai ukuran efisiensi usahatani. Dalam analisis R/C rasio dapat diketahui seberapa jauh nilai rupiah yang dipakai dalam kegiatan usaha dapat memberikan sejumlah nilai penerimaan sebagai manfaatnya dan nilai R/C rasio ini tidak memiliki satuan. Secara teoritis, analisis imbangan penerimaan dan biaya (R/C) menunjukkan bahwa setiap satu rupiah biaya yang dikeluarkan akan memperoleh penerimaan sebesar nilai R/C-nya. Analisis imbangan penerimaan dan biaya (R/C) dapat diperhitungkan berdasarkan atas biaya tunai dan biaya total. R/C atas biaya tunai diperoleh dengan membandingkan antara penerimaan total dengan biaya tunai dalam satu periode tertentu. Sedangkan R/C atas biaya total diperoleh dengan cara membandingkan antara penerimaan total dengan biaya total yang dikeluarkan dalam satu periode tertentu.Nilai R/C rasio dapat digunakan sebagai tolak ukur efisiensi dari suatu aktifitas kegiatan usaha sebagai berikut : 1. R/C rasio > 1, menunjukan bahwa setiap satu rupiah biaya yang dikeluarkan dalam suatu usaha akan menghasilkan penerimaan yang lebih besar dari biaya yang dikorbankan. 2. R/C rasio < 1, menunjukan bahwa setiap satu rupiah biaya yang dikeluarkan dalam suatu usaha akan menghasilkan penerimaan yang lebih kecil dari biaya yang dikorbankan. 3. R/C rasio = 1, menunjukan bahwa setiap satu rupiah biaya yang dikeluarkan dalam suatu usaha akan menghasilkan penerimaan sama dengan biaya yang dikorbankan. Maka dapat dikatakan bahwa kegiatan usahatani berada pada titik impas, yaitu tidak menghasilkan keuntungan dan tidak mengalami kerugian
Kerangka Pemikiran Operasional Jawa Barat merupakan salah satu daerah penghasil ubi jalar terbesar di Indonesia. Adapun sentra produksi ubi jalar terbesar di Jawa Barat adalah Kabupaten Kuningan (Tabel 4). Atas dasar pertimbangan tersebut, ubi jalar sebagai komoditas unggulan Kabupaten Kuningan dijadikan prioritas utama dalam program pengembangan agropolitan di Kabupaten Kuningan. Perkembangan produksi ubi jalar dalam rangka pencapaian tujuan pengembangan kawasan agropolitan di Kabupaten Kuningan didukung dengan adanya perusahaan pengolah ubi jalar. Salah satu perusahaan tersebut adalah PT
18
Galih Estetika. Perusahaan tersebut melakukan kerjasama dalam bentuk kemitraan dengan petani ubi jalar di Kabupaten Kuningan. Dengan adanya kemitraan antara petani ubi jalar dan perusahaan pengolah yang relatifmemiliki modal yang kuat dan pengetahuan teknologi yang lebih tinggi diharapkan petani mitra akan memperoleh keuntungan, salah satunya yaitu kemudahan pasokan input karena petani mitra akan mendapatkan pinjaman benih serta bimbingan teknologi. Manfaat lain yang dapat diperoleh dengan adanya kemitraan adalah adanya jaminan pasar, kualitas produk yang lebih baik, dan produktivitas tinggi yang akan berimplikasi pada peningkatan pendapatan petani mitra. Manfaat yang ditawarkan dengan adanya kemitraan seharusnya dapat menjadi daya tarik bagi petani untuk menjadi mitra PT Galih Estetika, bahkan jika kemitraan telah dilaksanakan dengan baik petani yang telah bermitra akan bertahan lama sebagai mitra PT Galih Estetika. Berdasarkan hal tersebut maka permasalahan yang akan dikaji diantaranya adalah apakah pelaksanaan kemitraan telah sesuai dengan standar, bagaimana pandangan petani terhadap manfaat kemitraan, apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi kemitraan, dan bagaimana pengaruh kemitraan terhadap pendapatan petani ubi jalar. Responden yang digunakan pada penelitian ini dibedakan menjadi petani mitra dan petani non mitra. Petani non mitra akan dijadikan pembanding petani non mitra. Pelaksanaan kemitraan akan dianalisis secara deskriptif untuk membandingkan apakah telah sesuai dengan standar yang berlaku, selain itu untuk melihat pengaruh kemitraan maka akan dianalisis manfaat kemitraan yang dirasakan oleh petani dengan menggunakan skala likert. Selanjutnya, dianalisis pula pengaruh kemitraan terhadap pendapatan petani dengan menggunakan analisis pendapatan petani ubi jalar dan analisis imbangan penerimaan dan biaya. Analisis pendapatan digunakan untuk menghitung tingkat pendapatan petani ubi jalar saat bermitra dengan PT Galih Estetika.
19
Manfaat kemitraan seharusnya dapat membuat petani ubi jalar bertahan sebagai mitra
Apakah pelaksanaan kemitraan sudah sesuai dengan standar ?
Bagaimana pandangan petani terhadap manfaat kemitraan ?
Analisis Deskriptif
Skala Likert
Apa saja faktorfaktor yang mempenga -ruhi kemitraan?
Regresi Logistik
Bagaimana pengaruh kemitraan terhadap pendapatan petani?
- Analisis Pendapatan - R/C ratio
Pengaruh kemitraan terhadap pendapatan petani ubi jalar Gambar 1 Kerangka pemikiran oprasional
20
METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di salah satu desa yang merupakan salah satu sentra ubi jalar di Kabupaten Kuningan, yaitu di Desa Gandasoli, Kecamatan Kramatmulya, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat. Pemilihan tempat penelitian ini dilakukan secara sengaja (purposive) atas pertimbangan karena Kabupaten Kuningan adalah salah satu sentra ubi jalar terbesar di Jawa Barat. Selain itu, pemilihan Desa Gandasoli sebagai lokasi penelitian disebabkan karena Desa Gandasoli merupakan salah satu sentra ubi jalar terbesar di Jawa Barat (DP3K Kab. Kuningan, 2014). Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli-Agustus 2014.
Metode Pengambilan Sampel Penelitian dilaksanakan di Desa Gandasoli, Kabupaten Kuningan, jawa Barat. Jumlah sampel petani responden adalah 64 orang yang terdiri dari 32 orang petani mitra dan 32 orang petani non-mitra. Pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan metode pengambilan secara tidak acak dengan tekhnik purposive sampling. Pengambilan sampel dilakukan berdasarkan kriteria yang telah dipertimbangkan oleh peneliti secara subjektif dan berdasarkan rekomendasi dari pihak terkait, dalam hal ini bagian divisi penanaman dari PT Galih Estetika. Kriteria sampel yang dijadikan responden untuk petani mitra dan non-mitra adalah petani yang mengusahakan ubi jalar dengan masa panen pada bulan Agustus 2013-Agustus 2014 dan bersedia untuk diwawancarai.
Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer meliputi data input dan output usahatani ubi jalar, harga input, harga output, dan data lain yang berhubungan dengan tujuan penelitian (Tabel 6). Data primer diperoleh melalui pengamatan langsung dan hasil wawancara dengan petani ubi jalar. Data sekunder yang dikumpulkan meliputi data luas panen, produksi, dan produktivitas ubi jalar nasional; data luas panen, produksi, dan produktivitas ubi jalar di Jawa Barat; data produksi tanaman palawija di Kabupaten Kuningan. Data sekunder diperoleh dari instansi-instansi yang terkait dengan permasalahan penelitian, antara lain Badan Pusat Statistik (BPS), Dinas Pertanian Propinsi Jawa Barat, Dinas Pertanian Kabupaten Kuningan, dan Kantor Desa Gandasoli.
21
Selainitu data sekunder juga diperoleh dari literatur atau buku serta media elektronik yaitu internet. Tabel 6 Jenis data dan sumber data penelitian Jenis Data Sumber Primer - Penggunaan Input Petani Petani - Harga Input Petani - Kegiatan Usahatani - Produksi/Panen Petani - Harga Output Petani Petani - Keuangan Petani - Karakteristik Petani dan Petani Keluarga Petani Sekuder - Data Luas Panen, Produksi, BPS Produktivitas Ubi Jalar Nasional Dinas - Data Luas Panen, Produksi, Pertanian Produktivitas Ubi Jalar Jawa Propinsi Barat Jawa Barat - Data KonsumsiUbi Jalar di Pusdatin Kabupaten Nasional.
PIC
Ket.
Petani Petani Petani Petani Petani Petani Petani
Juli-Agustus 2014 Juli-Agustus 2014 Juli-Agustus 2014 Juli-Agustus 2014 Juli-Agustus 2014 Juli-Agustus 2014 Juli-Agustus 2014
Peneliti
Februari 2014
Peneliti
Februari 2014
Peneliti
Februari 2014
Keterangan : PIC (Person In Chart)
Metode Pengumulan Data Data primer diperoleh dengan cara diskusi dan wawancara langsung dengan petani responden dan pihak-pihak lain yang terkait dan mengerti mengenai budidaya ubi jalar. Wawancara yang dilakukan dengan menggunakan acuan kuesioner yang berisi pertanyaan-pertanyaan yang relevan dengan tujuan penelitian. Data sekunder diperoleh melalui pencarian data dari internet dan pencarian pustaka yang terkait dengan penelitian di perpustakaan.
Metode Pengolahan dan Analisis Data Pengolahan data dari lapang dilakukan dengan cara menghitung dan merataratakan seluruh data dari 64 responden yang dibedakan menjadi dua kelompok yaitu 32 orang petani ubi jalar yang bermitra dan 32 orang petani non mitra yang selanjutnya akan dianalisis. Hasil analisis data dalam penelitian ini akan dianalisis secara kualitatif dan kuantitatif.
22
Analisis kualitatif dianalisis secara deskriptif untuk mengambarkan keadaan umum petani ubi jalar dan pola kemitraan antara petani mitra dan perusahaan mitra di Desa Gandasoli, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat. Data kuantitatif dianalisis dengan statistik desktiptif. Statistik deskriptif sendiri adalah metodemetode yang berkaitan dengan pengumpulan dan penyajian suatu gugus data sehingga memberikan informasi yang berguna (Walpole 1995). Statistik deskriptif yang digunakan diantaranya rata-rata, nilai minimum, nilai maksimum, dan standar deviasi. Selain itu, data kuantitatif juga akan dianalisis dengan menngunakan skala likert,regresi logistik, analisis pendapatan, dananalaisis imbangan penerimaan dan biaya (R/C ratio). Data kuantitatif diolah dengan menggunakan alat hitung atau kalkulator dan dengan bantuan komputer yaitu menggunakan softwareSPSS dan microsoft excel 2007.
Skala Likert Skala Likert dalam penelitian ini digunakan untuk mengukur persepsi petani terhadap manfaat yang dapat dirasakan dengan adanya jalinan kemitraan. Hal ini juga yang menjadi alasan petani untuk menjalin kemitraan.Dalam penelitian, terdapat beberapa pertanyaan atau pernyataan yang perlu dijawab oleh responden. Setiap jawaban dihubungkan dengan bentuk pernyataan atau dukungan sikap yang diungkapkan dengan kata-kata berikut (Riduwan & Sunarto 2009): Pernyataan Positif : Sangat setuju Setuju Netral Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju
5 4 3 2 1
Pernyataan Negatif : Sangat setuju Setuju Netral Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju
5 4 3 2 1
Penelitian ini menggunakan pernyataan positif dan pernyataan yang akan digunakan untuk mengukur persepsi petani terhadap kemitraan adalah 11 buah pernyataan. Pernyataan mengenai manfaat kemitraan yang akan dinilai oleh petani diantaranya meliputi aspek bimbingan teknologi yang terdiri dari dua pernyataan, input yang terdiri dari empat pernyataan, output yang terdiri dari dua pernyataan, pemasaran yang terdiri dari dua pernyataan, dan pendapatan yang terdiri dari satu pernyataan. Petani responden akan digiring untung menilai mengenai adanya manfaat yang dirasakan setelah menjalin kemitraan dibandingkan sebelum menjalin kemitraan. Tujuan mengukur persepsi petani akan manfaat kemitran disebabkan karena pada dasarnya di Desa Gandasoli para petani mengusahakan ubi jalar. Kemitraan bisa saja dinilai tidak memberikan perubahan yang positif karena pengalaman dan pengetahuan yang telah dimiliki oleh petani mitra lebih banyak, namun sebaliknya kemitraan juga dapat menyebabkan perubahan yang positif terhadap petani mitra. Sebagai contoh, untuk pernyataan mengenai aspek teknologi. Pernyataan yang pertama adalah “dengan kemitraan pengetahuan anda mengenai budidaya ubi jalar lebih bertambah”. Jawaban dari setiap petani bisa saja berbeda. Bagi petani yang telah
23
memiliki pengalaman membudidayakan ubi jalar cukup lama, mungkin hal tersebut tidak akan berpengaruh namun bagi petani yang memiliki pengalaman budidaya ubi jalar sebentar hal tersebut berpengaruh. Berdasarkan hal tersebut, maka jawaban petani bisa saja berbeda antara sangat setuju, setuju, netral, tidak setuju, dan sangat tidak setuju. Semua jawaban petani dari setiap pernyataan kemudian akan dijumlahkan dan dibuat persentase. Kemudian dirata-ratakan sesuai dengan aspek pernyataan tersebut. Semakin besar persentase suatu pernyataan maka persepsi atau sikap petani terhadap pernyataan tersebut semakin positif. Dengan kata lain, petani semakin puas terhadap manfaat kemitraan yang dirasakan.
Regresi Logistik Faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan petani ubi jalar untuk bermitra dengan perusahaan pengolah akan dianalisis dengan menggunakan analisis regresi logistik atau logit. Alpha yang digunakan dalam penelitian ini adalah 10 persen. Karena menurut pendapat Nazir (2011), jika penelitian sosial ekonomi lebih sulit dari penelitian natura karena sulit melakukan pengontrolan, tidak mungkin melakukan percobaan dan sumber informasi diperoleh dari daya ingat responden sehingga sulit untuk menetapkan tingkap kepercayaan data yang tinggi. Regresi logistik merupakan bagian dari analisis regresi. Analisis ini mengkaji hubungan pengaruh peubah penjelas terhadap peubah respon (Firdaus 2013) atau dapat dikatakan juga regresi logistik menggambarkan hubungan antara variabel tak bebas (dependent) dengan sejumlah variabel bebas (independent) yang mempengaruhinya. Variabel tak bebas pada model logit berupa kategori biner, yaitu memiliki nilai “1” dan “0” atau “ya” dan “tidak”. Kelebihan model regresi logistik adalah lebih fleksibel dibanding teknik regresi biasa yaitu regresi logistik tidak memerlukan asumsi normalitas, heteroskedastisitas dan aoutokorelasi dikarenakan variabel yang terikat pada regresi logistik merupakan variabel dummy (1 dan 0) sehingga residualnya tidak memerlukan ketiga pengujian tersebut. Responden pada penelitian ini dibedakan menjadi dua kategori yaitu petani mitra dan non- mitra. Keputusan untuk menjadi petani mitra dan non mitra dianggap sebagai variabel tak bebas dan ditransformasikan dalam dalam dua variabel nominal yaitu “1” untuk petani yang bermitra dan “0” untuk petani yang tidak bermitra. Sedangkanfaktor-faktor yang diduga mempengaruhi petani ubi jalar untuk bermitra atau tidak adalah variabel bebas. Keputusan petani untuk bermitra diduga dipengaruhi oleh pengalaman berusahatani, tingkat pendidikan, jumlah keluarga, pendapatan luar usahatani ubi jalar,pendapatan petaninon-ubi jalar,luas lahan, usia petani, dan produktivitas.Berdasarkan hal tersebut, model persamaan regresi logistik untuk analisi faktor-faktor yang mempengaruhi kemitraan dapat dijabarkan sebagai berikut : ln = β0 + β1X1 + β2X2 + β3X3 + β4X4 + β5X5 + β6X6 + β7X7
24
Dimana : Pi = Peluang petani untuk bermitra (Pi = 0 jika tidak bermitra, Pi = 1 jika bermitra) X0 = Konstanta X1 = Tingkat pendidikan X2 = Jumlah keluarga (jiwa) = Usia petani (tahun) X3 X4 = Pengalaman usahataniubi jalar (tahun) X5 =Luas lahan tanam ubi jalar (Ha) X6 = Pendapatan petaninonubi jalar (Rp) = Pendapatan luar usahatani (Rp) X7 Faktor-faktor tersebut sebagian besar diduga memiliki koefisien positif terhadap keputusan petani dalam menjalankan kemitraan atau pendorong petani dalam menjalankan kemitraan. Namun ada juga faktor-faktor yang diduga berpengaruh negarif atau pendorong petani untuk tidak bermitra. Faktor-faktor yang diduga berpengaruh positif terhadap keputusan petani dalam menjalankan kemitraan dalam penelitian ini diantaranya adalah tingkat pendidikan petani, jumlah keluarga petani, luas lahan yang digarap petani, dan usia petani. Sedangkan faktor-faktor yang diduga berpengaruh negarif terhadap keputusan petani dalam menjalankan kemitraan dalam penelitian ini adalah pengalaman berusahatani, pendapatan luar usahatani nonubi jalar dan pendapatan luar usahatani. Sebelum dilakukan pengujian secara parsial, terlebih dulu harus dilakukan pengujian terhadap parameter model.Pengujian ini dilakukan untuk memeriksa kebaikan model. Uji statistik yang digunakan adalah dengan menggunakan metode maximum likehood estimatoratau uji G. Uji G adalah suatu metode yang secara iteratif akan memilih koefisien model yang memaksimumkan fungsi kemungkinan, statistik uji yang digunakan yaitu : G = − 2 ln
likelihood ModelH lik elihood ModelH
Hipotesis yang digunakan dalam melakukan pengujian model dengan menggunakan uji G adalah sebagai berikut : H0 : β1=…….. βn = 0 H1 : minimal ada satu nilai βitidak sama dengan nol Statistik uji G akan mengikuti sebaran X2 dengan derajat bebas α. Hipotesis H0ditolak jika G> X2 atau p-value <α yang artinya model signifikan pada taraf nyata α.Sebaliknya jika G< X2 atau p-value >α maka terima H0. Uji nyata parsial bagi masing-masing koefisien variabel dilakukan dengan menggunakan uji Wald. Uji ini dilakukan untuk mengetahui faktor mana yang berpengaruh nyata terhadap pilihannya. Statistik uji Wald dapat dinyatakan sebagai berikut : =
( )
25
Hipotesis yang digunakan dalam melakukan pengujian model dengan menggunakan uji Wald adalah sebagai berikut : Ho: βi = 0 (variabel bebas ke i tidak mempunyai pengaruh secara signifikan terhadap variabel tak bebas) Hi: βi≠ 0 (variabel bebas ke i mempunyai pengaruh secara signifikan terhadap variabel tak bebas) Uji Wald mengikuti sebaran normal baku dengan kaidah keputusan menolak H0 jika W> Zα/2 atau p-value <α, yang berartivariabel bebas Xi(faktor-faktor yang mempengaruhi kemitraan) secara parsial mempengaruhi variabel tidak bebas Y (keputusan untuk bermitra atau tidak). Hasil regresi logistik dapat diinterpretasikan dengan melihat nilai rasio odd. Rasio oddmerupakn rasio peluang terjadinya pilihan 1 terhadap terjadinya pilihan 0. Peubah penjelas jika mempunyai tanda positif maka nilai rasio oddnya akan lebih besar dari satu. Sebaliknya, jika tanda koefisiennya negatif, maka nilai rasio oddsnya akan lebih kecil dari satu. Koefisien model regresi logistik dapat ditulis sebagai βi=g(X+1)-g(X). Koefisien model logit βi mencerminkan perubahan dalam fungsi logit g(X) untuk perubahan satu unit peubah bebas yang disebut log odds.Log odds merupakan beda antara dua penduga logit yang dihitung pada dua nilai(misal X=a dan X=b), dinotasikan sebagai:ln[ψ (a,b)] = g(X= a) − g(X= b) =β a –b.Sedangkan penduga rasio oddsnya adalah:ψ(a,b)= exp[βi(a −b)], sehingga jika a-b=1 maka expψ = (βi). Interpretasi dari nilai rasio odds ini adalah kecenderungan Y=1 pada kondisi X=1 sebesar ψ kali dibandingkan dengan X=0. Rasio odds untuk peubah kontinu dapat diinterpretasikan sebagai kecenderungan peluang individu untuk kategori Y=1 dengan peningkatan X sebesar satu unit sebesar ψ kali sebelum terjadi peningkatan. Sebagai contoh, Y menunjukan keputusan petani dalam bermitra yang ditransformasikan ke dalam variabel dikotomi yaitu 1=mitra dan 0=nonmitra. Sedangkan X menunjukan umur masing-masing petani mitra dengan nilai perubahan adalah 1 tahun. Variabel umur petani misalnya memiliki nilai rasio oddsebesar 2. Maka dapat diinterpretasikan bahwa setiap peningkatan 1 tahun pada umur petani, maka peluang petani untuk bermitra meningkat menjadi 2 kali dari semula.
Perhitungan Produktivitas Perhitungan produktivitas dapat dilakukan dengan menggunakan dua jenis tolak ukur yaitu produk marginal (PM) dan produk rata-rata (PR). Produk marginal adalah tambahan satuan input yang akan memberikan tambahan atau pengurangan satuan output. Produk rata-rata adalah perbandingan antara produk total dengan jumlah input. Secara matematis produk marginal dan produk rata-rata dapat dirumuskan sebagai berikut : ∆
PM = ∆ PR =
26
Produktivitas pada penelitian ini akan dilakukan dengan meggunakan tolak ukur produk rata-rata. Produktivitas rata-rata ubi jalar merupakan hasil perbandingan antara total produksi ubi jalar dengan total luas lahan yang digunakan. Hasil analisis produktivitas ubi jalar dilakukan terhadap petani ubi jalar di Kabupaten Kuningan yang bermitra dan tidak bermitra. Hal ini bertujuan untuk membandingkan adanya kemitraan dapat meningkatkan produktivitas ubi jalar atau tidak. Jalinan kemitraan petani dengan perusahaan diduga akan mampu meningkatkan produktivitas sehingga pendapatan petani pun diduga akan meningkat.
Analisis Pendapatan Analisis pendapatan petani ubi jalar di Kabupaten Kuningan pada penelitian ini akan dilakukan terhadap petani mitra dan perani non mitra. Analisis ini dilakukan untuk membandingkan apakah petani mitra memperoleh pendapatan yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan petani non mitra, atau sebaliknya yaitu petani mitra memperoleh pendapatan lebih rendah dibandingkan dengan petani non mitra. Besarnya pendapatan dipengaruhi oleh komponen biaya dan besarnya penerimaan yang diperoleh petani. Biaya adalah semua nilai input produksi yang digunakan dalam kegiatan usahatani untuk menghasilkan output pada periode waktu tertentu. Biaya usahatani yang digunakan dibedakan menjadi dua, yaitu biaya tunai dan biaya diperhitungkan. Biaya tunai adalah semua biaya yang dibayarkan dengan uang. Biaya tunai yang dikeluarkan dalam budidaya ubi jalar oleh petani mitra dan non-mitra di desa Gandasoli secara umum meliputi biaya pembelian sarana produksi yang terdiri dari pupuk, obat-obatan, sewa lahan, irigasi, pajak, dan upah tenaga kerja luar keluarga. Biaya untuk pembelian bibit hanya dikeluarakan oleh petani mitra. Biaya yang diperhitungkan digunakan untuk menghitung pendapatan petani yang sebenarnya jika nilai tenaga kerja dalam keluarga diperhitungkan. Biaya yang dikeluarkan oleh setiap petani umunya berbeda tergantung pada jumlah input yang digunakan. Namun harga dari setiap input tersebut relative sama. Pupuk yang digunakan oleh petani ubi jalar diantaranya SP-36 dengan harga Rp 2 500/Kg, urea dengan harga Rp 2 200/Kg, KCL dengan harga Rp 3 000, ZA dengan harga Rp 2 000/Kg, dan ponska dengan harga Rp 2 500/Kg. Obat-obatan yang digunakan diantaranya adalah pestisida, herbisida, dan fungisida. Harga dari ketiga jenis obat tersebut berbeda tergantung pada merk yang digunakan, namun berkisar antara Rp 17 500/Liter – Rp 160 000/Liter. Sewa lahan yang berlaku di Desa Gandasoli umumnya adalah Rp 1 000 000/0.14 hektar. Sedangkan untuk biaya pajak dan irigasi besarnya tergantung pada lokasi lahan. Biaya pembelian bibit hanya dikeluarkan oleh petani mitra dengan harga Rp 1 000/Kg untuk semua varietas ubi jalar. Penerimaan usahatani merupakan nilai produk dari usahatani, yaitu hasil perkalian antara total produksi dengan harga produk pada suatu periode tertentu. Penerimaan usahatani ubi jalar terdiri dari penerimaan tunai dan tidak tunai. Penerimaan yang diperoleh petani mitra pada umumnya terdiri dari penerimaan tunai dan tidak tunai. Penerimaan tunai diperoleh dari hasil produksi yang dijual
27
sedangkan penerimaan tidak tunai diperoleh dari hasil produksi yang dikonsumsi sendiri atau diberikan kepada para pekerja yang berasal dari luar keluarga. Petani mitra terikat kontrak yang berupa kontrak hasil dengan perusahaan mitra atau PT Galih Estetika. Kontrak hasil mewajibkan petani menyerahkan semua hasil produksinya namun dengan catatan harus sesuai dengan standar kualitas yang telah ditetapkan oleh PT Galih Estetika. Produk yang tidak sesuai dengan hasil biasanya tidak akan diterima dan dikonsumsi sendiri. Hasil produksi inilah yang termasuk ke dalam pendapatan tidak tunai. Selanjutnya untuk petani non-mitra semua pendapatan termasuk kedalam pendapatan tunai. Hal ini disebabkan karena petani non-mitra umumnya menjual semua hasil produksi kepada tengkulak dengan sistem borongan. Sehingga semua hasil produksi akan dibeli semua oleh tengkulak. Perhitungan penerimaan dibedakan berdasarkan jenis varietas yang dibudidayakan oleh petani ubi jalar. Karena pada pelaksanaannya, ubi jalar yang dibudidayakan oleh petani mitra dan non-mitra berbeda. Harga dari setiap varietas tersebut juga berbeda. Petani mitra pada umumnya mebudidayakan ubi jalar varietas Ace, Bogor, dan Jepang. Sedangkan petani non-mitra membudidayakan varietas Manohara dan Ace. Harga ubi jalar varietas Ace dan Manohara saat penelitian dilakukan sama yaitu Rp 2 100/ Kg. Sedangkan harga ubi jalar varietas Bogor adalah Rp 2 500/Kg dan harga ubi jalar varietas Jepang adalah Rp 2 200/Kg. Selanjutnya adalah pendapatan petani. Pendapatan petani diperoleh dari selisih antara seluruh penerimaan usahatani dan pengeluaran usahatani (biaya) dalam satu musim tanam. Pendapatan dalam penelitian ini akan dihitung dengan mengurangkan total penerimaan dengan biaya. Pendapatan
= Penerimaan - Biaya Total =(PxY) - (BT+BD)
Keterangan : P = Harga output (Rp/Kg) Y = Jumlah output (Kg) BT = Biaya tunai (Rp) BD = Biaya diperhitungkan (Rp) Pendapatan usahatani merupakan langkah antara untuk menghitung keuntungan lainnya yang mampu memberikan penjelasan lebih banyak (Soekartawi 1986). Penjelasan lain yang dimaskud diantaranya adalah penghasilan bersih usahatani atau net farm income. Penghasilan bersih usahatani dapat diperoleh dari hasil pengurangan antara pendapatan dengan biaya bunga yang dibayarkan kepada modal pinjaman. Apabila penghasilan bersih ditambahkan dengan pendapatan rumah tangga yang berasal dari luar usahatani maka akan diperoleh penghasilan keluarga atau family earning. Penampilan usahatani petani mitra dan non-mitra selanjutnya dinilai dari ukuran imbalan terhadap seluruh modal (return to total capital), imbalan kepada modal petani (return to farm equity capital), dan imbalan kepada seluruh tenaga kerjan keluarga (return to family labour). Ukuran imbalan terhadap seluruh modal dan terhadap modal petani dapat digunakan untuk menilai keuntungan investasi. Imbalan terhadap seluruh modal dapat dihitung dengan mengurangkan nilai kerja keluarga dari pendapatan bersih
28
usahatani sedangkan imbalan terhadap modal petani dapat dihitung dengan mengurangkan nilai kerja keluarga dari penghasilan bersih usahatani (Soekartawi 1986). Penghasilan bersih usahatani sendiri adalah selisih antara pendapatan bersih usahatani dengan bunga modal pinjaman. Imbalan terhadap tenaga kerja keluarga dapat dihitung dari penghasilan bersih usahatani dengan mengurangkan bunga modal petani. Bunga modal dapat dibayarkan dalam bentuk sewa berupa barang atau uang kepada pemilik modal yang dapat berupa lahan maupun uang. Selain itu, pajak tanah juga termasuk ke dalam bentuk sewa yang dibayarkan kepada pemerintah.
Analisis Imbangan Penerimaan dan Biaya (Ratio R/C) Analisis rasio R/C dilakukan untuk menunjukan besar penerimaan yang akan diperoleh dari setiap rupiah yang dikeluarkan dalam suatu kegiatan usahatani. Nilai ratio R/C juga digunakan untuk mengukur kedudukan usahatani yang sedang dijalankan sehingga dapat dijadikan acuan dalam pengambilan keputusan dan rencana pengembangan usahatani. R/C ratio dalam penelitian ini dibedakan menjadi dua, yaitu R/C ratio atas biaya tunai dan R/C ratio atas biaya total. Secara matematis, perhitungan ratio R/C dapat dirumuskan sebagai berikut : R/C Ratio atas Biaya Tunai = R/C Ratio atas Biaya Total = Keterangan : R C P Y BT BD
.
.
= Penerimaan (Rp) = Biaya (Rp) = Harga output (Rp) = Output (Kg) = Biaya tunai (Rp) = Biaya diperhitungkan (Rp)
Kriteria keputusan yang digunakan untuk menilai hasil analisis R/C yaitu jika nilai R/C ratio > 1 maka dapat diketahui bahwa setiap satu rupiah biaya yang dikeluarkan untuk usaha akan memberikan tambahan penerimaan lebih besar pengeluarannya, sehingga dapat dikatakan bahwa usahatani tersebut efisien karena mendapat keuntungan. Sebaliknya, bila nilai R/C rasio lebih kecil dari satu (R/C rasio < 1) maka setiap satu rupiah yang dikeluarkan akan memberikan tambahan penerimaan kurang dari pengeluarannya, sehingga usahatani tersebut tidak efisien karena petani menderita kerugian. Jika R/C rasio sama dengan satu (R/C rasio = 1) berarti kegiatan usahatani berada pada kondisi keuntungan normal. Analisis struktur biaya, pendapatan, dan R/C ratio secara rinci dapat dilihat pada tabel 7.
29
Tabel 7 Analisis biaya, pendapatan, dan R/C ratio usahatani ubi jalar Harga Nilai Komponen Kebutuhan (Rp) (Rp) 1. Total Penerimaan 2. Biaya Tunai a. Benih b. Pupuk - Urea - TSP - KCL - NPK - ZA - ….. c. Obat-obatan d. Tenaga kerja luar keluarga e. Biaya pengairan f. Pajak tanah g. Biaya pengangkutan Total Biaya Tunai 3. Biaya diperhitungkan a. Tenaga kerja dalam keluarga Total Biaya Diperhitungkan 4. Total Biaya 5. Total Biaya Tanpa TKDK 6. Pendapatan Bersih Usahatani/net farm income (1-5) 7. Bunga Modal 8. Penghasilan Bersih/net farm earning (6-7) 9. Pendapatan Luar Usahatani 10. Penghasilan Keluarga/family earning (8+9) to 11. Return Total Capital (6-3) 12. Return to Farm Equity Capital (8-3) 13. Return to Family Labour (8-7) 14. R/C atas Biaya Tunai 15. R/C atas Biaya Total
30
Definisi Operasional
Definisi operasional yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya adalah: 1. Petani ubi jalar adalah petani yang melakukan usahatani ubi jalar di Desa Gandasoli, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat yang terdiri dari petani mitra dan petani non mitra. 2. Perusahaan pengolah ubi jalar adalah PT Galih Estetika yang ada di Kabupaten Kuningan dan bermitra dengan petani setempat untuk memperoleh pasokan input ubi jalar. 3. Biaya tunai adalah pengeluaran yang dibayarkan petani dalam bentuk uang tunai atas faktor-faktor produksi yang digunakan, dinyatakan dalam satuan rupiah (Rp). 4. Biaya diperhitungkan adalah pengeluaran untuk pemakaian input milik sendiri dan pemakaian tenaga kerja dalam keluarga berdasarkan tingkat upah yang berlaku, satuan yang digunakan adalah rupiah (Rp). 5. Produksi ubi jalar adalah ubi jalar yang dihasilkan dalam satu kali musim tanam dan satuan yang digunakan adalah kilogram (Kg). 6. Harga produksi adalah harga jual ubi jalar yang dijual baik pada perusahaan mitra dan diukur dengan satuan rupiah per kilogram (Rp/Kg). 7. Penerimaan usahatani adalah hasil perkalian antar produksi ubi jalar dengan harga produk, satuan yang digunakan adalah rupiah per kilogram (Rp/Kg).
31
KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN
Gambaran Umum Desa Gandasoli, Kecamatan Karamatmulya, Kabupaten Kuningan Gambaran umum Desa Gandasoli dalam penelitian ini dilihat berdasarkan letak geografis dan tataguna lahan serta sumberdaya manusianya. Pembahasan terhadap gambaran umum Desa Gandasoli dapat dilihat pada pembahasan selanjutnya.
Letak Geografis dan Tata Guna Lahan Desa Gandasaoli termasuk ke dalam wilayah Kecamatan Kramatmulya, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat. Jarak Desa Gandasoli ke Kecamatan Kramatmulya adalah 2.5 Km. jarak tersebut dapat ditempuh dengan kendaraan bermotor selama 0.15 jam. Jarak Desa Gandasoli ke Kabupaten Kuningan adalah 8 Km. Jarak tersebut data ditempuh dengan menggunakan kendaraan bermotor selama 0.45 jam. Jarak Desa Gandasoli ke ibukota provinsi adalah 120 Km dan dapat ditempuh dengan kendaraan bermotor selama 120 Km. Secara administratif, batas wilayah Desa Gandasoli adalah : 1. Sebelah utara berbatasan dengan Desa Sidamulya, Kecamatan Jalaksana. 2. Sebelah selatan berbatasan dengan Desa Ragawacana, Kecamatan Kramatmulya. 3. Sebelah timur berbatasan dengan Desa Cibentang, Kecamatan Kramatmulya. 4. Sebelah barat berbatasan dengan Desa Pajambon, Kecamatan Kramatmulya. Desa Gandasoli dapat diakses dengan menggunakan kendaraan bermotor karena secara umum jalan di Desa Gandasoli telah beraspal dan hanya sedikit jalan yang masih berbatu. Kendaraan umum untuk ke desa tersebut dari jalan raya utama sampai saat ini hanya bisa diakses dengan menggunakan ojeg. Saat ini, tercatat telah ada 75 unit ojeg yang tersebar di wilayah Desa Gandasoli. Sedangkan kendaraan umum berupa angkutan desa masih jarang dan terbatas untuk masuk ke dalam desa. Desa Gandasoli terdapat diketinggian 550 meter diatas permukaan laut (mdpl) dengan curah hujan 2000 mm per tahun dan jumlah bulan hujan adalah 6 bulan per tahun. Suhu rata-rata harian di Desa Gandasoli adalah 25ºC. Luas wilayah Desa Gandasoli adalah 129 513.3 Ha yang terdiri dari luas pemukiman yaitu 21 782 Ha, luas pesawahan 94 782 Ha, luas perkebunan 11 263 Ha, luas kuburan 1 010 Ha, luas perkantoran 1 150 Ha, dan luas prasarana umum lainnya 0.300 Ha. Berdasarkan status kepemilikan lahan pertanian tanaman pangan di Desa Gandasoli, jumlah kepala keluarga tani yang memiliki lahan pertanian adalah sebanyak 80.77% sedangkan kepala keluarga yang tidak memiliki lahan pertanian adalah sebanyak 19.2 %. Keluarga tani di Desa Gandasoli memanfaatkan lahan
32
pesawahan untuk menanam beberapa komoditi seperti jagung, padi sawah, padi ladang, kacang merah, ubi jalar, ubi kayu, cabe, tomat, sawi, buncis, dan selada. Berdasarkan beberapa hal tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa sebagian besar wilayah Desa Gandasoli dimanfaatkan sebagai lahan petanian dengan jumlah kepala keluarga yang memilki lahan pertanian lebih banyak dari pada jumlah kepala keluarga yang tidak memiliki lahan pertanian.
Sumber Daya Manusia Jumlah penduduk Desa Gandasoli berdasarkan data tahun 2011 adalah 4 180 orang yang terdiri dari 50.05 persen penduduk laki-laki dan 49.8 persen penduduk perempuan. Jumlah kepala keluarga di Desa Gandasoli adalah 1134 kepala keluarga dengan jumlah kepadatan penduduk 32 orang per Km. Jika dilihat dari kategori umur, jumlah penduduk yang paling banyak jumlahnya adalah laki-laki umur 15-29 tahun dengan persentase sebanyak 27.72 persen sedangkan jumlah penduduk yang paling sedikit adalah penduduk perempuan umur > 65 tahun dengan persentase sebesar 10.09 persen. Tabel 8 Persentase penduduk berdasarkan kategori umur di Desa Gandasoli tahun 2011 Kelompok Umur Jenis Kelamin Laki-Laki (%) Perempuan (%) 0-14 Tahun 20.33 24.20 15-29 Tahun 27.72 26.60 30-44 Tahun 16.25 16.11 45-65 Tahun 24.28 23.01 > 65 Tahun 11.43 10.09 Jumlah penduduk Desa Gandasoli berdasarkan tingkat pendidikannya dapat dilihat pada Tabel 9. Berdasarkan Tabel 9, dapat diketahui bahwa persentase jumlah penduduk terbesar adalah penduduk yang memiliki jenjang pendidikan sampai tingkat SMA/SMK/MA. Sedangkan persentase jumlah penduduk yang paling sedikit adalah penduduk yang memiliki jenjang pendidikan D1-D3. Tabel 9 Persentasependuduk berdasarkan tingkat pendidikan di Desa Gandasoli tahun 2011 Jumlah Pendidikan Tingkat Pendidikan (%) PAUD/TK 11.44 SD/MI 30.72 SMP/MTS 22.76 SMA/SMK/MA 31.48 D1-D3 0.22 S1-S3 3.38 Jumlah 100
33
Jumlah penduduk Desa Gandasoli berdasarkan jenis pekerjaannya dapat dilihat pada Tabel 10. Berdasarkan Tabel 10, dapat diketahui bahwa mayoritas penduduk Desa Gandasoli didominasi oleh penduduk yang memiliki mata pencaharian sebagai petani dimana jumlah persentasenya adalah 63.78 persen. Sedangkan jumlah penduduk yang paling sedikit adalah penduduk dengan mata pencaharian sebagai karyawan perusahaan pemerintah yaitu hanya sebesar 0.08 persen. Tabel 10 Persentase penduduk berdasarkan jenis pekerjaan pada tahun 2011 Jenis Pekerjaan Jumlah Penduduk (%) Petani 63.78 Buruh Tani 2.33 Pegawai Negeri 3.42 PIRT 5.44 Pedagang 1.63 Peternak 2.72 POLRI 0.23 Pensiunan PNS/TNI/POLRI 0.70 Pengusaha kecil dan menengah 4.04 Karyawan Perusahaan Swasta 15.63 Karyawan Perusahaan Pemerintah 0.08 Jumlah 100 Berdasarkan beberapa keterangan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa secara umum penduduk Desa Gandasoli didominasi oleh penduduk yang berusia antara 15-29 tahun. Usia tersebut masih termasuk ke dalam kelompok usia produktif. Pendduk Desa gandasoli juga rata-rata telah memiliki tingkat pendidikan yang cukup baik, terbukti dengan adanya jumlah lulusan SMA/SMK/MA yang mendominasi di daerah tersebut. Namun, bedasarkan jenis pekerjaannya, petani adalah pekerjaan yang paling banyak ditekuni di Desa Gandasoli.
Karakteristik Sosial Petani Responden Responden dalam penelitian ini adalah petani ubi jalar yang bermitra dan tidak bermitra dengan PT Galih Estetika.Petani mitra merupakan petani yang tidak tergabung dalam kelompok tani. Sedangkan petani non-mitra ada yang tergabung dalam Gapoktan Ganda Mukti dan ada petani yang tidak tergabung dalam kelompok tani manapun. Responden terdiri dari 32 petani mitra dan 32 petani non-mitra. Karakteristik sosial ekonomi petani responden dijelaskan berdasarkan beberapa kategori diantaranya umur, jumlah keluarga, tingkat pendidikan, luas tanam ubi jalar, penguasaan lahan dan status penguasaan lahan,pengalaman usahatani ubi jalar, pekerjaan utama dan pekerjaan sampingan, serta pendapatan non usahatani ubi jalar dan pendapatan non usahatani.
34
Karakteristik Petani Responden Berdasarkan Umur Berdasarkan kategori umur, dapat diketahui bahwa jumlah petani mitra mayoritas memilki umur antara 45-54 tahun. Sehingga dapat dismpulkan bahwa petani yang cenderung tertarik untuk bermitra adalah petani yang berumur lebih dari 45 tahun. Namun jika membandingkan antara kelompok petani mitra dengan petani non-mitra, maka dapat diketahui bahwa jumlah petani yang berada pada kelompok usia produktif yaitu 25-54 tahun lebih banyak terdapat pada petani mitra dari pada petani non-mitra. Persentase jumlah petani responden berdasarkan kategori umur dan jenis kelamin ditunjukan dalam Tabel 11. Tabel 11 Persentase jumlah petani responden berdasarkan kelompok umur Kelompok Umur Jumlah Petani Mitra Jumlah Petani Non– (Tahun) (%) Mitra (%) 25-34 6.24 35-44 15.62 15.63 45-54 34.37 37.50 55-64 25.00 34.37 >65 9.37 12.50 Jumlah 100 100
Karakteristik Petani Responden Berdasarkan Jumlah Keluarga Jumlah keluarga petani responden berbeda-beda. Kisaran jumlah keluarga yang dimiliki oleh petani responde yaitu mulai dari 1- 6 orang. Persentase jumlah keluarga petani responden baik petani mitra dan petani non-mitra dapat dilihat pada Tabel 12. Berdasarkan Tabel 12, dapat diketahui bahwa mayoritas baik petani mitra maupun non-mitra sama-sama memilki presentase jumlah keluarga lebih dari 3 orang. Namun, jika dibandingkan antara kedua kelompok tersebut, petani mitra memilki presentase yang lebih besar dengan selisih 3.12 persen. Sehingga dapat disimpulkan bahwa jumlah keluarga atau jumlah tanggungan petani mitra lebih banyak dari pada petani non-mitra. Tabel 12 Persentase jumlah petani responden berdasarkan jumlah keluarga petani Jumlah Keluarga Jumlah Petani Mitra Jumlah Petani Non-Mitra (Orang) (%) (%) <1 0 0 1-2 9.38 12.50 >3 90.62 87.50 Jumlah 100 100
Karakteristik Petani Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan Terakhir Tingkat pendidikan petani responden beragam mulai dari SD hingga perguruan tinggi. Tingkat pendidikan petani responden baik mitra maupun nonmitra dapat dilihat pada Tabel 13. Berdasarkan Tabel 13, dapat diketahui bahwa
35
jumlah petani non-mitra yang berpendidikan SD lebih banyak jika dibandingkan dengan petani mitra yaitu dengan selisih sebesar 40.62 persen. Tingkat pendidikan petani mitra lebih beragam yaitu mulai dari SD, SMP, SMA hingga perguruan tinggi sedangkan petani non-mitra hanya SD dan SMA. Persentase jumlah petani mitra yang berpendidikan SMA jumlahnya juga lebih banyak jika dibandingkan dengan petani non-mitra. Hal ini menunjukan bahwa tingkat pendidikan petani mitra secara umum lebih tinggi jika dibandingkan dengan petani non-mitra. Tabel 13 Persentase jumlahpetani responden berdasarkan tingkat pendidikan terakhir petani responden Pendidikan Terakhir Jumlah Petani Mitra Jumlah Petani Non-Mitra (%) (%) SD/Sederajat 46.88 87.50 SMP/Sederajat 28.13 0 SMA/Sederajat 18.75 12.50 S1 3.12 0 S2 3.12 0 Jumlah 100 100
Karakteristik Petani Responden Berdasarkan Luas Tanam Ubi Jalar Luas lahan tanam ubi jalar setiap petani berbeda-beda. Berdasarkan luas tanam ubi jalar, dapat diketahui bahwa petani mita memilki luas lahan tanam yang lebih beragam dari petani non-mitra. Kedua kelompok petani tersebut mayoritas memilki luas tanam ubi jalar kurang dari 0.2 hektar. Namun presentase petani mitra lebih kecil dari petani non-mitra. selain itu, jumlah petani yang memilki luas lahan tanam ubi jalar yang lebih dari 0.2 hektar lebih banyak terdapat pada kelompok petani mitra. berdasarkan hal tersebut maka dapat diketahui bahwa petani mitra cenderung memilki lahan tanam ubi jalar yang lebih luas. Tabel 14 Persentase jumlah petani responden berdasarkan kelompok luas lahan tanam Luas Lahan Tanam Jumlah Petani Mitra Jumlah Petani Non-Mitra (Ha) (%) (%) <0.2 50.00 81.26 0.2-0.4 18.75 12.40 0.41-0.6 15.63 3.12 0.61-0.8 3.12 3.12 0.81-1 3.12 0 >1 9.38 0 Jumlah 100 100
Karakteristik Petani Responden Berdasarkan Status Penguasaan Lahan Persentase jumlah petani responden berdasarkan status penguasaan lahan dituangkan dalam Tabel 15. Berdasarkan status penguasaan lahan, dapat
36
diketahui bahwa persentase petani yang memiliki lahan lebih banyak terdapat pada kelompok petani mitra jika dibandingkan dengan petani non-mitra dimana selisih keduanya adalah sebesar 21.88 persen. Meskipun peresentase petani mitra yang memiliki lahan lebih tinggi dari pada non-mitra, namun persentase petani mitra yang menguasai lahan sewaan juga lebih besar dari pada petani mitra. Berdasarkan hal tersbut maka dapat diketahui bahwa luas lahan yang dikuasai oleh petani mitra cenderung lebih luas dari pada petani non-mitra. Tabel 15 Persentase jumlah petani responden berdasarkan kelompok status penguasaan lahan Status Penguasaan Lahan Jumlah Petani Mitra Jumlah Petani Non(%) Mitra (%) Milik 53.13 31.25 Sewa 9.38 6.25 Sakap 15.63 18.75 Milik dan Sewa 18.73 15.63 Milik dan Sakap 3.13 28.12 Sewa dan Sakap 0 0 Milik, Sewa dan Sakap 0 0 Jumlah 100 100
Karakteristik Petani Responden Berdasarkan Pengalaman Usahatani Ubi Jalar Petani ubi jalar yang dijadikan responden dalam penelitian kali ini memiliki pengalaman usahatani ubi jalar yang beragam. Pengalaman berusahatani ubi jalar para responden berkisar dari kurang dari 5 tahun hingga 60 tahun. Data persentase responden berdasarkan pengalaman berusahatani ubi jalar dituangkan dalam Tabel 16. Berdasarkan Tabel 16, dapat diketahui bahwa petani mitra didominasi oleh petani yang baru mengusahan ubi jalar selama 1 hingga 16 tahun. Berbeda dengan petani non-mitra yang rata-rata memiliki pengalaman usahatani ubi jalar lebih lama dan beragam karena didominasi oleh petani yang telah mengalami pengalaman selama 6-16 tahun dan 39-49 tahun. Hal ini menunjukan bahwa petani yang memiliki pengalaman usahatani lebih sedikit cenderung bermitra. Petani non-mitra cenderung memiliki pengalaman usahatani ubi jalar lebih lama sehingga cenderung memiliki pengetahuan yang lebih tinggi dan jaringan pemasaran yang lebih luas sehingga lebih memilih memasarkan ubi jalar ke pasar bebas dari pada ke perusahaan mitra.
37
Tabel 16 Persentasejumlah petani responden berdasarkan kelompok pengalaman usatani ubi jalar Pengalaman Usahatani Jumlah Petani Mitra Jumlah Petani NonUbi Jalar (%) Mitra (%) < 5 Tahun 34.38 15.62 6-16Tahun 37.50 21.88 17-27 Tahun 18.75 15.62 28-38 Tahun 21.88 39-49 Tahun 9.38 18.75 50-60 Tahun 6.25 Jumlah 100 100
Karakteristik Petani Responden Berdasarkan Pendapatan PetaniNon Ubi Jalar dan Pendapatan Luar Usahatani Beberapa petani responden memiliki pekerjaan sampingan dan usahatani lain selain ubi jalar. Pendapatan petaninon ubi jalar dan pendapatan non usahatani yang diperoleh setiap bulannya bervariasi, mulai dari lebih rendah dari 1 juta rupiah hingga lebih dari 4 juta rupiah. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan terhadap 64 orang responden dapat diketahui bahwa persentase petani yang memiliki pendapatan non-usahatani yang kurang dari satu juta rupiah hingga lebih dari empat juta rupiah lebih banyak terdapat pada kelompok tani non-mitra. Hal ini menunjukan bahwa petani yang menjalin kemitraan memiliki pendapatan luar usahatani yang lebih rendah dari pada petani non-mitra. Pendapatan petaninon-ubi jalar petani mitra lebih beragam mulai dari pendapatan yang dibawah satu juta rupiah hingga lebih dari empat juta rupiah sedangkan pendapatan petani non-mitra hanya sekitar kurang dari satu juta rupiah hingga dua juta rupiah. Namun, mayoritas petani non-mitra memilki pendapatan antara 1-2 juta dan lebih dari empat juta rupiah. Sehingga dapat disimpulkan bahwa petani non-mitra memiliki jumlah pendapatan petaninon-ubi jalar lebih tinggi dari petani mitra. Tabel 17 Persentase petani responden berdasarkan kelompok pendapatan petaninon ubi jalar dan pendapatan nonusahatani Jumlah Petani Mitra Jumlah Petani Non-Mitra (%) (%) Jumlah Pendapatan Pendapatan Pendapatan Pendapatan Pendapatan (Bln/Rp Juta) Ustan Non Ubi Non Ustan Ustan Non Non Ustan Jalar Ubi Jalar 0 84.38 90.63 75.00 84.38 <1 6.26 3.13 18.75 6.25 1-2 3.12 2,01-3 3.12 3.12 6.25 3.12 3,01-4 >4 3.12 3.12 6.25 Jumlah 100 100 100 100
38
Besarnya pendapatan petaninon ubi jalar dipengaruhi oleh jumlah komoditi yang ditanam oleh petani. Jumlah komoditi lain selain ubi jalar yang ditanam oleh petani mitra lebih sedikit dari pada petani non-mitra. secara logika, petani mitra terikat kontrak sehingga mereka fokus pada budidaya ubi jalar sedangkan petani non-mitra tidak. Untuk mengetahui secara lebih jelas, keragaman komoditi yang diusahakan oleh petani mitra maupun non-mitra dianalisis dengan indeks Simpson. Hasil analisis keragaman dengan menggunakan indeks Simpson menunjukan bahwa petani mitra memiliki nilai indeks simpson lebih kecil dari pada petani non mitra yaitu 0.97 untuk petani mitra dan 0.99 untuk petani nonmitra. Hasil tersebut menunjukan bahwa petani non-mitra memiliki tingkat keragaman yang tinggi dalam mengusahakan komoditi selain ubi jalar. Komoditi tersebut diantaranya adalah bawang, daun bawang, cabe, jagung, seledri, dan padi. Hasil analisis dengan Indeks Simpson dapat dilihat pada Lampiran1.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pelaksanaan Kemitraan PT Galih Estetika dengan Petani Ubi Jalar Bentuk Kemitraan Maksud dan tujuan kemitraan pada dasarnya adalah win-win solution. Kesadaran dan saling menguntungkan dalam kemitraan tidak berarti para partisipan dalam kemitraan harus memiliki kemampuan dan kekuatan yang sama, tetapi yang lebih penting yaitu adanya posisi tawar yang setara berdasarkan peran masing-masing (Hafsah 1999). Kemitraan antara PT Galih Estetika dengan petani ubi jalar dilatarbelakngi karena adanya kebutuhan petani akan kepastian pasar dan harga jual yang lebih baik sehingga dapat berimplikasi pada pendapatan yang lebih tinggi. Sedangkan kebutuhan PT Galih Estetika yaituketersediaan ubi jalar sebagai bahan baku produknya, namun PT Galih Estetika tidak memiliki lahan dan tenaga kerja lapang untuk membudidayakan ubi jalar. Beberapa jenis ubi jalar yang dibutuhkan oleh PT Galih Estetika adalah varietas Ace Merah dan Ace Putih, Varietas Bogor, dan Varietas Jepang. Awalnya kemitraan tersebut hanya untuk memenuhi pasokan bahan baku ubi jalar varietas Jepang yang memang belum dikembangkan secara luas di Kabupaten Kuningan. Namun seiring meningkatnya permintaan PT Galih Estetika juga menjalin kemitraan dengan petani yang menanam ubi jalar varietas Ace Merah dan Ace Putih. Kemitraan yang terjalin antara PT Galih Estetika berlangsung sejak tahun 1997. Bentuk kemitraan yang terjalin antara kedua bela pihak tersebut adalah Kerjasama Operasional Agribisnis (KOA). Menurut Keputusan Menteri Pertanian Nomor 940/Kpts/OT.210/10/1997, pola KOA merupakan hubungan kemitraan, yang didalamnya kelompok mitra menyediakan lahan, sarana dan tenaga,
39
sedangkan perusahaan mitra menyediakan biaya atau modal dan/atau sarana untuk mengusahakan atau membudidayakan suatu komoditi pertanian. PT Galih Estetika sebagai perusahaan mitra bersedia untuk menyediakan bantuan berupa bibit yang dibutuhkan oleh petani terutama bibit ubi jalar varietas Bogor dan Jepang. Kedua varietas tersebut belum secara luas dikembangkan oleh para petani di Kabupaten Kuningan sehingga PT Galih Estetika harus menyediakannya. PT Galih Estetika memiliki lahan khusus untuk pembenihan sehingga dapat memenuhi kebutuhan bibit petani. Selain itu, perusahaan mitra juga melakukan bimbingan teknologi terhadap petani mitra. Data mengenai fasilitas kemitraan yang diperoleh petani dapat dilihat pada Lampiran 7. Petani ubi jalar sebagai kelompok mitra berkewajiban untuk menyediakan lahan, tenaga kerja, dan sarana produksi lain speerti pupuk, obat-obatan, dan alat-alat produksi. Petani mitra akan membudidayakan ubi jalar sesuai dengan ketentuan yang berlaku baik secara teknis maupun jenis atau varietas ubi jalar yang dibudidayakan. Biasanya bagian divisi penanaman akan memberikan bimbingan teknis kepada petani mitra terutama kepada petani yang baru mengusahakan ubi jalar varietas selain varietas Ace Merah dan Ace Putih. Namun, ketentuan ini dilakukan tidak secara menyeluruh hanya meliputi pada ukuran guludan dan penanaman yang digunakan. Guludan yang dikehendaki oleh PT Galih Estetika adalah dengan ukuran panjang 4 m, lebar 60-70 cm, dan tinggi 30-40 cm. Jarak penanaman yang dikehendaki oleh PT Galih Estetika adalah 20-25 cm. Keuntungan yang diperoleh petani dengan adanya kemitraan ini adalah adanya kontrak hasil. Kontrak hasil memungkinkan PT galih estetika membeli semua hasil budidaya petani mitra yang memenuhi ketetapan atau spesifikasi perusahaan sehingga dengan adanya kontrak hasil perusahaan menjamin kepastian pasar bagi petani. Spesifikasi ubi jalar yang telah disepakati diantaranya adalah standar kualitas ubi yang disepakati minimum 200 gram dengan diameter 4 cm serta bebas dari hama dan penyakit. Sedangkan untuk harga, PT Galih Estetika tidak menetapkan harga beli di awal perjanjian. Harga pembelian ditetapkan pada saat panen karena harga perusahaan ditetapkan berdasarkan harga pasar yang berlaku saat itu. Namun, untuk melindungi petani pada saat panen raya PT galih Estetika telah menetapkan harga minimum. Harga minimum untuk setiap varietas ubi jalar berbeda. Varieta ubi jalar Ace memiliki harga minimum Rp 800/Kg, ubi jalar varietas Jepang memiliki harga minimum Rp 1300/Kg, dan ubi jalar varietas Bogor memiliki harga minimum Rp 900/Kg. Ubi jalar yang diperoleh dari kelompok petani mitra biasanya akan diolah kembali menjadi produk setengah jadi dan dipasarkan ke beberapa Negara Asia sepeerti Jepang dan Korea. Secara umum, dapat disimpulkan bahwa bentuk kemitraan antara kedua belah pihak yaitu PT Galih Estetika dan petani ubi jalar adalah Kerjasama Operasional Agribisnis (KOA) dan telah sesuai dengan ketetapan yang diatur dalam Keputusan Menteri Pertanian (1997) dimana perusahaan mitra harus memberikan bimbingan teknologi, menyediakan sarana produksi (dalam hal ini berupa bibit), melakukan pengolahan hasil, menampung dan memasarkan hasil kelompok mira. Namun, perusahaan mitra pada penelitian ini sama sekali belum bisa memberikan bantuan berupa permodalan atau kredit kepada kelompok petani mitra.
40
Kontrak Kerjasama Menurut Keputusan Menteri Pertanian Nomor 940/Kpts/OT.210/10/1997, kemitraan usaha pertanian dilakukan dengan penandatanganan perjanjian kemitraan terlebih dahulu. Isi perjanjian kerjasama mencakup jangka waktu, hak dan kewajiban, pembagian resiko bila terjadi perselisihan, dan klausa lain. Kemitraan antara PT Galih Estetika dengan petani mitra dilakukan dengan penandatanganan perjanjian kemitraan atau kontrak kerjasama. Kontrak kerjasama antara PT Galih Estetika dengan petani mitra dilakukan ketika telah ada kesepakatan antara kedua belah pihak. Kontrak kerjasama ini dituangkan dalam surat perjanjian kontrak kerjasama penanaman ubi jalar yang dikeluarkan oleh PT Galih Estetika. Surat perjanjian kontrak kerjasama ini memuat beberapa ketetapan baku dan tidak baku. Ketetapan baku dalam hal ini adalah perjanjian yang tidak dapat lagi dirubah karena telah disepakati oleh kedua belah pihak. Ketetapan baku diantaranya adalah jenis varietas dan periode tanam.Selain itu terdapat ketetapan lain seperti standar kualitas ubi jalar yang disepakati yaitu minimum 200 gram dengan diameter 4cm serta bebas dari hama dan penyakit serta waktu pembayaran hasil panen yaitu PT Galih Estetika akan membayar hasil panen ubi jalar kepada petani paling cepat tujuh hari atau satu minggu setelah ubi jalar diterima oleh pihak perusahaan. Ketetapan tidak baku adalah ketetapan yang tidak dapat dipastikan kepastiannya seperti pemberian bantuan, waktu panen dan harga beli ubi jalar oleh pihak perusahaan. Waktu panen ubi jalar biasanya bisa kurang dari lima bulan atau lebih dari lima bulan. Pemberian bantuan bibit termasuk ke dalam ketetapan tidak baku karena pada dasarnya tidak semua petani yang akan meminta bantuan bibit kepada pihak perusahaan. Jika petani tersebut telah memiliki bibit sendiri yang diperoleh dari hasil tanam sebelumnya biasanya petani tidak akan membeli lagi dari perusahaan. Namun bagi petani yang tidak memiliki bibit, perusahaan akan meminjamkan bbit dengan harga yang harus dibayar perkilogramnya adalah Rp 1000. Harga ini berlaku untuk semua jenis varietas. Sedangkan untuk harga ubi jalar, pihak perusahaan menyesuaikan dengan harga pasar yang berlaku saat panen. Beberapa hal lain yang dicantumkan dalam kontak perjanjian kerjasama ini adalah penjelasan mengenai penyelesain konflik yang mungkin terjadi antara kedua belah pihak. Jika terjadi hal seperti itu, penyelesaian akan dilakukan secara musyawarah dan mufakat dengan kekeluargaan atau bahkan dengan jalur hukum. Secara umum, kontrak kerjasama antara PT Galih Estetika dengan kelompok petani mitra telah sesuai dengan ketetapan yang diatur dalam Keputusan Menteri Pertanian Nomor 940/Kpts/OT.210/10/1997 seperti jangka waktu, hak dan kewajiban, dan pembagian resiko bila terjadi perselisihan.
41
Pandangan Petani Terhadap Kemitraan
Alasan Petani Menjalin Kemitraan Beberapa alasan petani bersedia bermitra dengan PT Galih Estetika dikategorikan berdasarkan kategori yang dianggap paling penting. Pengurutan mengenai alasan petani ini dilakukan berdasarkan hasil wawancara dengan semua responden petani mitra yang kemudian dijumlahkan. Kategori dengan jumlah yang paling besar dianggap alasan yang utama. Beberapa alasan petani bermitra berdasarkan jumlah petani mitra dapat dilihat pada Tabel 18. Tabel 18 Alasan Petani bermitra berdasarkan jumlah petani mitra Alasan Bermitra Jumlah Petani Persentase (Orang) (%) Jaminan Pasar 29 90.62 Bantuan Benih 26 81.25 Harga Lebih Baik 24 75.00 Bantuan Teknis 17 53.12 Alasan utama (pertama) petani memutuskan untuk menjalin kemitraan dengan PT Galih Estetika adalah adanya jaminan pasar. Dengan adanya kemitraan petani tidak perlu khawatir hasil budidayanya akan terbuang karena tidak adanya pasar yang dapat menampung apalagi saat terjadi panen raya. Kerjasama kemitraan antara PT Galih Estetika adalah kontrak hasil dimana pihak perusahaan akan membeli semua hasil budidaya ubi jalar petani dengan catatan telah memenuhi spesifikasi yang sebelumnya telah ditetapkan atau ubi jalar yang termasuk ke dalam Grade A dan B. Sedangkan ubi jalar yang termasuk ke dalam afkir tidak akan dibeli oleh perusahaan. Alasan kedua petani untuk bermitra dengan PT Galih Estetika adalah adanya bantuan benih. Ubi jalar yang dibutuhkan oleh perusahaan adalah ubi jalar varietas Ace Merah dan Putih, Bogor, serta Jepang. Bibit ubi jalar varietas lokal atau Ace biasanya masih mudah untuk diperoleh petani namun untuk bibit ubi jalar Jepang dan Bogor sedikit sulit untuk diperoleh karena budidaya varietas tersebut di Kabupaten Kuningan belum meluas. Untuk memperoleh bibit tersebut biasanya petani diberikan pinjaman oleh perusahaan. Pinjaman bibit tersebut harus dikembalikan dalam bentuk uang dengan harga per kilogramnya adalah Rp 1000 untuk semua varietas. Pembayaran bibit dari petani kepada perusahaan dilakukan pada saat perusahaan membayar ubi yang telah dikurangi dengan biaya pinjaman bibit. Alasan petani bermitra yang selanjutnya atau yang ketiga adalah adanya harga yang lebih baik jika dibandingkan petani menjual ke pasar bebas. Harga yang ditetapkan pihak perusahaan untuk membeli ubi jalar dari petani memang mengikuti harga pasar. Harga yang lebih baik disini adalah ketika adanya panen raya dimana harga ubi biasanya jatuh hingga petani banyak yang mengalami kerugian. Untuk mencegah kerugian yang sangat besar, telah disepakati adanya harga minimum bagi petani untuk setiap varietas ubi jalar yang berbeda. Harga
42
ubi jalar varietas Ace Merah dan Putih adalah Rp 800/Kg, harga ubi jalar varietas Bogor adalah Rp 900/Kg, dan harga ubi jalar varietas Jepang adalah Rp 1300/Kg. Alasan yang terakhir adalah karena adanya bantuan atau bimbingan teknis. Bimbingan teknis ini terutama dirasakan oleh petani mitra yang belum lama mengusahakan ubi jalar. Biasanya perusahaan akan melakukan kunjungan kepada petani mitra minimal sebulan sekali atau sesuai dengan keadaan dan masalah yang terjadi di lapangan. Namun, secara umum teknik budidaya ubi jalar diserahkan kepada petani mitra karena dianggap lebih memiliki pengetahuan dan pengalaman. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap 32 orang petani mitra, alasan utama petani tertarik untuk menjalin kemitraan adalah adanya jaminan pasar. Kemitraan diharapkan akan memberikan kemudahan petani dalam memasarkan hasil produksinya karena petani tidak perlu khawatir lagi hasil produksinya tidak akan terjual karena adanya pembeli yang tetap yaitu PT Galih Estetika. Petani mitra akan bertahan dalam kemitraan apabila tujuannya tercapai, oleh karena itu dilakukan analisis terhadap persepsi petani terhadap manfaat kemitraan yang sedang berlangsung dan akan dibahas pada pembahasan selanjutnya.
Persepsi Petani Mengenai Manfaat Kemitraan Jalinan kemitraan antara petani mitra dan perusahaan diharapkan akan memberikan manfaat terhadap petani mitra. Manfaat kemitraan kali ini dianalisis berdasarkan sudut pandang atau persepsi petani mitra sendiri. Persepsi petani mitra terhadap manfaat kemitraan antara PT Galih Estetika dan petani ubi jalar di Desa Bandora dihitung dengan menggunakan Skala Likert. Pernyataan yang digunakan dalam pengukuran manfaat kemitraan ini menggunakan skala positif. Pernyataan tersebut digunakan untuk mengukur kepuasan petani terhadap manfaat yang sebelumnya telah ditetapkan dan termasuk ke dalam beberapa aspek seperti bantuan teknis, input, output, jaminan pasar, dan pendapatan petani mitra. Tabel 19 memuat data hasil pengukuran beberapa manfaat tersebut. Tabel 19 Penilaian persepsi petani mitra terhadap kemitraan Manfaat Kemitraan Rata-rata Bantuan Teknis 3.05 3.48 Input Output 3.22 Jaminan Pasar 3.56 Pendapatan 3.53 Berdasarkan Tabel 19, manfaat bimbingan teknologi memiliki nilai rata-rata sebesar 3.05. Hal ini menunjukan bahwa persepsi petani mitra terhadap manfaat bimbingan teknologi positif. Bimbingan teknologi yang dilakukan oleh perusahaan mitra pada pelaksanaannya tidak dilakukan secara menyeluruh. Pihak perusahaan melakukan kunjungan pada petani pada umumnya saat petani akan memulai penanaman dan pada saat petani akan panen. Pihak perusahaan hanya memberikan informasi mengenai kualitas bibit dan pengontrolan umbi agar
43
memenuhi spesifikasi yang diharapkan oleh perusahaan. Namun, untuk teknik budidaya ubi jalar perusahaan menyerahkan semuanya pada petani karena menganggap petani lebih tahu mengenai teknik budidaya. Namun, bagi petani yang baru memiliki pengalaman budidaya ubi jalar yang masih sedikit pihak perusahaan biasanya melakukan kunjungan pada petani minimal satu bulan sekali. Hal ini disebabkan karena lokasi petani mitra tidak berada dalam satu wilayah yang berdekatan maupun dalam satu gapoktan yang sama sehingga petani kurang memiliki akses informasi mengenai ubi jalar yang dibutuhkan oleh pabrik. Manfaat selanjutnya yaitu manfaat karena adanya bantuan input yang berupa bibit ubi jalar. Input dalam pembahasan kali ini meliputi adanya ketersediaan atau kecukupan input, kualitas yang lebih baik, serta harga input yang lebih rendah yang dapat diperoleh petani mitra dengan adanya jalinan kemitraan. Persepsi petani terhadap aspek input memiliki nilai rata-rata sebesar 3.48. Hal ini menunjukan bahwa persepsi petani terhadap manfaat kemitraan yang dirasakan positif. Petani yang bermitra dengan perusahaan umumnya memperoleh bibit ubi jalar dari perusahaan. Perusahaan memberikan pinjaman bibit sesuai dengan kebutuhan petani dengan harga per kilogram bibit adalah Rp 1000. Pembayaran untuk pinjaman bibit tersebut akan dilakukan oleh petani pada saat pemanenan ubi jalar. Bibit yang diberikan oleh perusahaan biasanya berasal dari hasil pembenihan yang dilakukan oleh pihak perusahaan. Namun, karena keterbatasan jumlah bibit untuk memenuhi kebutuhan petani terkadang perusahaan mencari bibit dari petani lain dengan catatan bibit tersebut haruslah bibit yang berkualitas. Artinya bibit tersebut hasil dari penanaman tidak lebih dari tiga kali penanaman. Sebelum bermitra, umumnya para petani memperoleh input dari hasil pemanenan ubi jalar sebelumnya atau bahkan membeli dari petani lain. Hal ini memiliki kelemahan yaitu bibit yang diperoleh belum tentu bibit yang memiliki kualitas baik serta harganya cenderung lebih mahal. Manfaat selanjutnya adalah adanya peningkatan kuantitas dan kualitas output. Persepsi petani mitra terhadap jumlah dan kualitas output ubi jalar memiliki nilai rata-rata positif. Hal ini menunjukan bahwa persepsi petani terhadap kemitraan positif. Adanya penjaminan kualitas, bimbingan teknologi, dan ketersediaan bibit yang disediakan oleh perusahaan mitra dianggap akan mempengaruhi kualitas output yang dihasilkan, meskipun ada faktor lain yang mempengaruhi seperti iklim, keadaan tanah, pemberian pupuk dan lain-lain. Adanya spesifikasi yang telah ditetapkan perusahaan terhadap ubi jalar juga dianggap mempengaruhi hal tersebut, karena petani lebih teliti dalam membudidayakan ubi jalar. Karena biasanya harga ubi jalar yang tidak memenuhi spesifikasi perusahaan akan dibeli dengan harga yang jauh lebih rendah terutama untuk ubi jalar varietas Bogor dan Jepang. Manfaat pemasaran memiliki nilai rata-rata 3.54. Pemasaran dalam pembahasan ini adalah adanya kepastian pembeli bagi para petani mitra. Nilai 3.54 menunjukan bahwa persepsi petani terhadap manfaat kemitraan dalam kemudahan pemasaran dan harga jual ubi jalar positif. Petani mitra umunya memiliki luas lahan yang penanama ubi jalar yang lebih luas dibandingkan dengan petani non-mitra. Semakin luas lahan penanaman maka jumlah produksinya semakin tinggi. Perusahaan mitra biasanya membeli semua ubi jalar yang dihasilkan oleh petani mitra yang memenuhi standar kualitas perusahaan. Adanya pembelian yang dilakukan oleh perusahaan mitra terhadap semua ubi jalar
44
menjamin ketersediaan pasar bagi petani ubi jalar sehingga tidak perlu khawatir adanya produk yang terbuang. Selain itu, perusahaan juga telah menetapkan harga minimum bagi ubi jalar yang berasal dari petai mitra sehingga ada jaminan harga terutama ketika terjadi panen raya. Namun, ketika kondisi normal harga yang ditetapkan oleh perusahaan mitra masih mengikuti harga pasar yang berlaku. Manfaat yang terakhir adalah pendapatan. Persepsi petani terhadap pendapatan yang diperoleh setelah menjamin kemitraan memiliki nilai rata-rata 3.53. Nilai ini menunjukan bahwa persepsi petani cukup positif. Harga jual yang ditawarkan oleh perusahaan kepada petani untuk varietas Ace selama ini memang selalu mengikuti perkembangan atau mekanisme pasar. Sehingga harga jual ubi jalar baik ketika menjual ke pabrik maupun pasar bebas selalu sama. Namun, untuk varietas lain dan merupakan varietas utama yang dibutuhkan oleh perusahaan, yaitu varietas Bogor dan Jepang biasanya perusahaan menawarkan harga yang lebih tinggi. Selain itu, perusahaan juga telah menetapkan harga minimal untuk melindungi petani ketika musim raya. Harga minimal ubi jalar varietas Ace adalah Rp 800/Kg, harga ubi jalar varietas Bogor Rp 900/Kg, dan harga ubi jalar varietas Jaepang adalah Rp 1300/Kg. Atas dasar tersebut, petani menganggap bahwa menjual ubi jalar ke perusahaan akan menguntungkan. Berdasarkan analisis persepsi petani terhadap manfaat jalinan kemitraan antara petani mitra dengan PT Galih Estetika maka dapat disimpulkan bahwa manfaat paling besar yang dirasakan petani dengan adanya jalinan kemitraan dengan perusahaan adalah adanya jaminan pasar. Hal ini telah sesuai dengan alasan yang melatarbelakangi kenapa petani tertarik untuk menjalin kemitraan yaitu keinginan petani untuk memperoleh kepastian pasar. Tercapainya tujuan petani dalam menjalin kemitraan bukan merupakan satu-satunya indikator yang pasti petani akan bertahan menjadi mitra PT Galih Estetika, karena pada pelaksanaannya masih ada kekurangan pada pelaksanaan kemitraan tersebut. Hal ini akan dijelaskan pada pembahasan selanjutnya.
Keluhan dan Saran Petani Mitra terhadap Kemitraan Adanya kontrak kerjasama yang telah disepakati sebelum proses penanaman tidak membuat petani puas dengan kemitraan yang ada. Sebanyak34.37 persen petani responden yang bermitra memiliki keluhan akan adanya sortir yang menyebabkan hasil produksi yang tidak sesuai dengan standar perusahaan tidak terjual. Sedangkan keluhan yang paling besar adalah keterlambatan pembayaran. Sebanyak 78.12 persen petani responden yang bermitra memiliki keluhan yang menyangkut pada masalah pembayaran yang dilakukan oleh PT Galih Estetika. Surat perjanjian kontrak kerjasama menetapkan bahwa pembayaran akan dilakukan oleh PT Galih Estetika tujuh hari setelah ubi jalar diserahkan kepada perusahaan. Namun pada kenyataannya sering terjadi adanya keterlambatan dalam pembayaran. Keterlambatan tersebut biasanya mulai dari seminggu bahkan sebulan setelah batas waktu perjanjian yang telah disepakati. Keterlambata dalam pembayaran yang dilakukan oleh PT Galih Estetika juga adalah alasan petani mitra berhenti menjalin kemitraan dengan perusahaan. Petani lebih memilih menjual langsung ke pasar bebas daripada kepada perusahaan meskipun ada beberapa keuntungan yang ditawarkan oleh pihak
45
perusahaan. Hal ini disebabkan karena petani sangat membutuhkan uang, terutama bagi petani yang memiliki lahan terbatas dan tidak memiliki usaha lain selain budidaya ubi jalar. Keterlambatan pembayaran yang dilakukan oleh PT Galih Estetika dapat menjadi salah satu penghambat pelaksanaan kemitraan. Masalah tersebut dapat menjadi pertimbangan petani untuk tidak bertahan menjadi mitra perusahaan. Oleh sebab itu, perusahaan perlu memperbaiki system pembayaran hasil produksi terhadap petani mitra.
Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Kemitraan Faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan petani dalam bermitra dianalisis dengan menggunakan model regresi logistik. Dalam analisis faktorfaktor yang mempengaruhi keputusan petani dalam bermitra menggunakan regresi logistik perlu memperhatikan nilai (indikator) dari setiap variabel. Indikatorvariabel tak bebas (Y) adalah keputusan petani dimana1= keputusan petani untuk bermitra dan 0=keputusan petani untuk tidak bermitra. Indikator variabel bebas (X) terdiri dari tujuh variabel yaitu : X1 = Tingkat Pendidikan = Jumlah keluarga (jiwa) X2 = Usia petani X3 = Pengalaman berusahatani ubi jalar (tahun) X4 X5 = Luas lahan tanam ubi jalar (Ha) = Pendapatan petani non-ubi jalar (Rp) X6 = Pendapatan luar usahatani (Rp) X7 Sebelum melakukan pengujian secara parsial terhadap model, dalam analisis regresi logistik terlebih dahulu harus dilakukan pengujian terhadap kelayakan model. Hal ini bertujuan untuk mengetahui apakah model mampu menerangkan bagaimana pengaruh variabel bebas terhadap variabel tak bebas.Pengujian kelayakan model dapat dilihat pada hasil output SPSS tepatnya pada TabelOmnibus Tests of Model Coefficients atau Tabel Hosmer and Lemeshow Test. Berdasarkan Tabel Omnibus Test, dapat diketahui bahwa nilai signifikansi adalah 0.000 dimana sig=0.000 < alpha (0.05) yang berarti bahwa tolak H0 atau dengan kata lain pada tingkat keyakinan 95 persen, ada minimal satu variabel bebas yang berpengaruh pada variabel tak bebas. Sehingga dapat disimpulkan bahwa model dapat digunakan untuk analisis lebih lanjut. Selanjutnya adalah pengujian Hosmer Lameshow yang dapat dilihat pada TabelHosmer and Lemeshow Test. Berdasarkan Tabel tersebut, dapat diketahui bahwa bahwa nilai signifikansinya adalah 0.992. Karena nilai signifikansi model adalah 0.992 dimana sig=0.992>alpha (0.05) maka H0 diterima atau pada tingkat keyakinan 95 persen,model regresi logistik layak dipakai untuk analisis selanjutnya, karena cukup mampu menjelaskan data. Informasi lain yang dapat diperoleh dari output SPSS tersebut adalah pada Tabel Model Sumary. Tabel tersebut memberikan informasi mengenai
46
Nagelkerke R square dimana nilai koefisiennya adalah 57.1 persen. Hal ini menjelaskan jika variabel independen mampu menjelaskan 57.1 persen keragaman total dari model regeresi logistik pada penelitian ini. Namun, nilai ini hanya berupa pendekatan karena pada regresi logistik koefisien determinasi tidak dapat dihitung seperti regresi linear. Sehingga hasil yang tertera pada Classification Tabelperlu diperhitungkan. Berdasarkan Tabel tersebut, dapat diketahui bahwa model dapat mengklasifikasikan responden yang tidak bermitra sebesar 75 persen dan 81.1 persen responden yang bermitra dapat diklasifikasikan oleh model. BerdasarkanClassification Tabel, diperoleh informasi pula bahwa nilai ketepatan klasifikasi model terakhir adalah sebesar 78.1 persen. Artinya dari seluruh observasi, ada 47 observasi yang mampu diklasifikasikan dengan tepat oleh model regresi logistik. Selanjutnya dilakukan Uji Wald. Uji Wald digunakan untuk menguji model secara parsial atau menguji keberartian perbedaan variabel bebas terhadap variabel tak bebas. Pengaruh masing-masing variabel bebas terhadap keputusan petani dalam bermitra dapat dilihat pada nilai p. Nilai p pada uji Wald dinotasikan dengan Sig. Apabila nilai Sig lebih kecil dari alpha maka tolak H0, sehingga jika nilai Sig lebih kecil dari alpha akan diartikan bahwa variabel tersebut berpengaruh nyata di dalam model pada taraf nyata alpha. Arah pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen dapat dilihat dari nilai rasio odd. Arah pengaruh positif jika nilai rasio oddlebih besar dari satu. Arah pengaruh negatif jika nilai rasio oddantara nol dan satu sedangkan jika nilai rasio oddsatu artinya varibel independen tidak berpengaruh terhadap variabel dependen.Hasil pengujian faktorfaktor yang mempengaruhi keputusan petani dalam bermitra dituangkan dalam tabel di bawah ini. Tabel
20
Hasil pendugaan model regresi logistik faktor-faktor mempengaruhi keputusan petani dalam bermitra Variabel Sig. Exp(B) Tingkat Pendidikan 0.099 2.497 Jumlah Keluarga 0.861 1.062 Usia Petani 0.140 1.079 Pengalaman Usahatani Ubi Jalar 0.011 0.923 Luas Lahan Tanam ubi jalar 0.005 9.585 Pendapatan Petaninon-ubi jalar 0.215 0.181 Pendapatan Luar Usahatani 0.039 0.027 Constant 0.130 0.005
yang
Berdasarkan Tabel 20, dapat diketahui bahwa terdapat 4 variabel dari 7 variabel bebas yang berpengaruh nyata terhadap keputusan petani dalam bermitra pada taraf nyata alpha 10 persen yaitu tingkat pendidikan petani, pengalaman usahatani ubi jalar, luas lahan tanam ubi jalar, dan pendapatan luar usahatani. Diantara 4 variabel tersebut, juga terdapat 3 variabel yang berpengaruh nyata terhadap keputusan petani dalam bermitra pada tarap nyata alpha 5 persen yaitu pengalaman usahatani ubi jalar, luas lahan tanam ubi jalar, dan pendapatan luar usahatani.
47
Berdasarkan Tabel 24, juga dapat diketahui bahwa dari 4 variabel bebas yang berpengaruh nyata terhadap keputusan petani dalam bermitra, terdapat 2variabelbebas yang memiliki pengaruh positif yaitu tingkat pendidikan dan luas lahan tanam ubi jalar. Hal ini dapat dilihat pada nilai odd rasio yang dilambangkan dengan Exp(B) dimana nilai tersebut >1. Selain itu terdapat 2 variabel bebas yang memilki pengaruh negatif karena nilai rasio odd nya <1. Variabel tersebut diantaranya pengalaman usahatani ubi jalar dan pendapatan luar usahatani. 1. Pengaruh Tingkat Pendidikan terhadap Keputusan Bermitra (Y) Berdasarkan Tabel 24, dapat diketahui bahwavariabel pengaruh tingkat pendidikan berpengaruh nyata terhadap keputusan petani dalam bermitra pada taraf nyata 10 persen dan memilki pengaruh yang positif. Hal ini disebabkan karean variabel tingkat pendidikan memiliki nilai-p sebesar 0.099 dan rasio odd yang lebih dari satu yaitu 2.497. Rasio odd 2.497 memiliki makna bahwa kemungkinan petani untuk bermitraakan meningkat2.497kali dari semula jika tingkat pendidikannyasemakin tinggi Hal ini sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Marliana (2008) dan hipotesa yang telah dibangun. Semakin tinggi tingkat pendidikan petani, maka pengambilan keputusan petani tersebut semakin rasional. Sehingga petani yang memilki tingkat pendidikan yang lebih tinggi cenderung akan menjalin kemitraan dengan harapan usahanya akan semakin berkembang. Hal ini juga dapat dilihat dari karakteristik petani berdasarkan tingkat pendidikannya yang dituangkan dalam Tabel 13, dimana tingkat pendidikan petani mitra lebih tinggi dari petani non-mitra. Kelompok petani mitra didominasi oleh lulusan SMP dan bahkan ada dua orang yang merupakan lulusan perguruan tinggi. Sedangkan kelompok petani non-mitra didominasi oleh lulusan SD. 2. Pengaruh Jumlah Keluarga terhadap Keputusan Bermitra (Y) Variabel jumlah keluarga memiliki nilai-p sebesar 0.861. Dengan demikian diperoleh kesimpulan bahwa jumlah keluarga tidak berpengaruh nyata terhadap keputusan bermitra pada taraf nyata 10 persen. Dari output juga diperoleh nilai rasio odd untuk variabel bebas jumlah keluarga sebesar 1.062 yang berarti bahwa jumlah keluarga memiliki pengaruh positif karena rasio odd>1. Nilai rasio odd memiliki makna yaitu kemungkinan petani untuk bermitra meningkat1.062 kali dari semula jika jumlah keluarga bertambah satu orang dari sebelumnya, cateris paribus. Hal ini menunjukan bahwa petani yang bermitra memilki jumlah keluarga lebih banyak dari pada petani non-mitra. Hasil analisis ini sesuai dengan penelitian terdahulu yang telah dilakukan oleh rachmawati (2008) dan hipotesis yang dibangun dimana jumlah keluarga memiliki pengaruh positif terhadap keputusan bermitra. Semakin banyak jumlah keluarga maka peluang petani untuk bermitra semakin tinggi. Selain itu, berdasarkan karakteristik petani responden menurut jumlah keluarga yang dituangkan dalam Tabel 12, dapat diketahui juga bahwa petani mitra ddominasi oleh petani yang memiliki keluarga lebih dari 3 orang. Sehingga benar jika keluarga memilki pengaruh positif terhadap keputusan bermitra. 3. Pengaruh Usia Petani terhadap Keputusan Bermitra (Y) Selanjutnya, berdasarkantabeldi atas untuk variabel usia petani diperoleh dan nilai-p sebesar 0.14 dan rasio odd sebesar 1.079. Dengan demikian diperoleh
48
4.
kesimpulan bahwa usia petani tidak berpengaruh nyata terhadap keputusan bermitra pada taraf nyata 10 persen.Nilai rasio odd untuk variabelusia petani lebih dari satu, berarti usia petani memiliki pengaruh yang positif terhadap keputusan dalam bermitra. Nilai rasio odd usia petani memiliki makna bahwa kemungkinan petani untuk bermitra meningkat 1.079 kali dari semula jika usia petani bertambah satu tahun dari sebelumnya, cateris paribus. Namun, sama halnya dengan variabel jumlah keluarga, variabel usia petani juga tidak dapat dijadikan sinyal apakah petani akan bermitra. Hasil analisis ini sesuai dengan hasil penelitian terdahulu yang telah dilakukan oleh Marliana (2008) dan rachmawati (2008) serta sesuai dengan hipotesis yang telah dibangun, dimana usia petani berpengaruhpositif terhadap keputusan petani dalam bermitra. Secara logika, semakin tua umur petani maka peluang untuk menjalin kemitraan semakin tinggi. Hal ini disebabkan karena petani yang sudah berumur ingin mendapatkan jaminan usaha. Hal ini juga dapat dijelaskan oleh karakteristik petani responden berdasarkan kategoriusia petani yang dituangkan dalam Tabel 11. Tabel tersebut menunjukan bahwa mayoritas petani mitra adalah petani yang memiliki usia 45-54 tahun. Dengan demikian usia petani memang memiliki hubungan positif dengan keputusan bermitra. Pengaruh Pengalaman Usahatani Ubi Jalar terhadap Keputusan Bermitra (Y) Variabel pengalaman usahatani ubi jalar memiliki nilai-p sebesar 0.011. Dengan demikian diperoleh kesimpulan bahwa pengalaman berusahatani ubi jalar berpengaruh nyata terhadap keputusan bermitra pada taraf nyata 10 persen. Nilai rasio odd untuk variabel pengalaman usahatani ubi jalar adalah 0.923. Nilai rasio odd tersebut besarnya kurang dari satu, sehingga dapat dikatakan bahwa pengalaman usahatani ubi jalar berpengaruh negative terhadap keputusan bermitra. Hasil tersebut memiliki makna jika pengalaman usahatani ubi jalar seorang petani bertambah satu tahun dari sebelumnya, maka peluang untuk bermitra akan turun 0.923 kali dari sebelumnya, cateris paribus. Hasil analisis tersebut sesuai dengan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Dewi (2011) dan hipotesis yang telah dibangun yaitu pengalaman usahatani ubi jalar berpengaruh negative terhadap keputusan petani dalam bermitra. Hal ini juga dapat dijelaskan oleh karakteristik petani berdasarkan pengalaman usahatani yang dituangkan dalam Tabel 16. Mayoritas petani mitra memiliki pengalaman usahatani antara 6-16 tahun. Sedangkan jika dibandingkan dengan petani non-mitra, kelompok tersebut memang memilki pengalaman yang lebih lama karena mayoritas pengalaman usahataninya adalah 28-38 tahun. Pembahasan mengenai tujuan kemitraan menunjukan bahwa tujuan utama petani menjalin kemitraan adalah jaminan pasar, namun selain itu terdapat tujuan lain yaitu untuk memperoleh bantuan teknis. Analisis terhadap karakteristik petani mitra menunjukan bahwa petani mitra mayoritas memiliki pengalaman usahatani yang lebih sedikit dari pada petani non-mitra. Hal tersebut yang menyebabkan petani menjalin kemitraan. Pengalaman yang masih rendah berimplikasi pada masih kurangnya pengetahuan akan teknologi budidaya. Semakin lama petani bermitra, semakin lama pula pengalaman serta pengetahuan yang dikuasainya. Oleh karena itu, petani yang
49
5.
6.
7.
memiliki pengalaman usahatani yang lama cenderung tidak akan bertahan menjadi mitra. Pengaruh Luas Lahan Tanam Ubi Jalar terhadap Keputusan Bermitra (Y) Variabel luas lahan tanam ubi jalar memiliki nilai-p sebesar 0.005. Dengan demikian diperoleh kesimpulan bahwa luas lahan tanam ubi jalar berpengaruh nyata terhadap keputusan bermitra pada taraf nyata 10 persen.Dari hasil analisis juga diperoleh nilai rasio odd untuk variabel luas lahan tanam ubi jalar lebih dari satu yaitu sebesar 9.584 yang berarti luas lahan memilki hubungan positif dengan keputusan petani untuk bermitra. Nilai rasio odd memiliki makna bahwa kemungkinan petani untuk bermitra meningkat9.585 kali dari sebelumnya jika luas lahan tanam ubi jalar bertambah satu hektar dari sebelumnya, cateris paribus. Hasil analisis ini sesuai dengan hipotesis yang telah dibangun yaitu semakin luas lahan maka peluang untuk bermitra semakin tinggi, karena semakin luas lahan jumlah produksi petani akan semakin tinggi sehingga petani membutuhkan jaminan pasar untuk produknya. Hasil ini dapat diperjelas dengan melihat karakteristik petani responden berdasarkan luas tanam ubi jalar yang dituangkan dalam Tabel 14, dimana presentase luas tanam ubi jalar petani mitra maupun non-mitra sama-sama paling besar terdapat pada kisaran <0.2 hektar. Namun jika membandingkan keduanya, jumlah petani mitra yang memiliki luas lahan pada kisaran tersebut lebih kecil dan sebaliknya jumlah petani mitra yang memilki luas lahan >0.2 hektar jumlahnya lebih banyak dari pada petani non-mitra. hal tersebut menunjukan bahwa memang benar luas lahan tanam ubi jalar berpengaruh positif terhadap keputusan bermitra. Pengaruh Pendapatan PetaninonUbi Jalar terhadap Keputusan Bermitra (Y) Nilai-p untuk varaibel pendapatan petaninon ubi jalarsebesar 0.215. Dengan demikian diperoleh kesimpulan bahwa pendapatan petaninon-ubi jalartidak berpengaruh nyata terhadap keputusan bermitra pada taraf nyata 10 persen.Sedangkan nilai rasio odd untuk variabel pendapatan petaninon-ubi jalar lebih kecil dari satu atau memilki pengaruh negative. Nilai rasio odd variabel pendapatan non ubi jalar yaitu sebesar 0.181 yang berarti bahwa kemungkinan petani untuk bermitra akan turun 0.181 kali dari sebelumnya jika pendapatan petaninon-ubi jalar meningkat Rp 1 000 000 dari sebelumnya, cateris paribus. Namun, variabel ini tidak dapat dijadikan sinyal apakah petani akan bermitra. Hasil ini sesuai dengan hipotesis yang telah dibangun yaitu jika pendapatan non ubi jalar yang semakin tinggi akan membuat petani kurang tertarik untuk menjalin kemitraan, sehingga peluang untuk bermitra semakin kecil. Karakteristik petani responden berdasrkan kelompok pendapatan petaninonubi jalar yang dituangkan dalam Tabel 19 dapat memperjelas hal tersebut. Mayoritas petani mitra maupun non-mitra memilki pendapatan petaniselain ubi jalar pada kisaran kurang dari Rp 1 000 000, namun jika membandingkan antara kedu kelompok tersebut jumlah petani non-mitra lebih banyak dari petani mitra. Sehingga dapat disimpulkan bahwa benar pendapatan petaninon ubi jalar memilki pengaruh negative terhadap keputusan bermitra. Pengaruh Pendapatan Luar Usahatani terhadap Keputusan Bermitra (Y)
50
Nilai-p untuk variabel pendapatan luar usahatani sebesar 0.039. Dengan demikian diperoleh kesimpulan bahwa pendapatan luar usahatani berpengaruh nyata terhadap keputusan bermitra pada taraf nyata 10 persen.Dari output juga diperoleh nilai rasio odd untuk variabel pendapatan luar usahatani kurang dari satu atau memiliki pengaruh negative yaitu sebesar 0.027. Nilai tersebut menunjukan bahwa kemungkinan petani untuk bermitra akan turun sebesar0.027 kali dari sebelumnya jika pendapatan luar usahatani semakin tinggi atau naik Rp 1 000 000 dari keadaan sebelumnya, cateris paribus. Hasil ini sesuai dengan hipotesa awal yang telah dibangun, dimana semakin tinggi pendapatan luar usahatani seoarang petani maka ketertarikannya untuk bermitra semakin berkurang, sehingga peluang bermitra semakin kecil.Hasil ini dapat diperjelas dengan melihat karakteristik petani berdasarkan kelompok pendapatan luar usahatani yang dituangkan dalam Tabel 19. Berdasarkan Tabel tersebut, dapat diketahui bahwa pendapatan luar usahatani petani mitra lebih kecil dari pendapatan luar usahatani petani non-mitra. Bahkan jumlah petani mitra yang tidak memilki pendapatan luar usahatani jumlahnya lebih banyak dari petani non-mitra. Sehingga dapat disimpulkan bahwa benar pendapatan luar usahatani berpengaruh negative terhadap keputusan dalam bermitra. Berdasarkan hasil analisis terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan petani untuk bermitra pada alpha 10 persen diantaranya adalah tingkat pendidikan petani, pengalaman usahatani ubi jalar, luas tanam ubi jalar, dan pendapatan luar usahatani. Variabel yang memiliki pengaruh positif diantaranya tingkat pendidikan dan luas lahan tanam ubi jalar sedangkan variabel yang memiliki pengaruh negatif adalah pengalaman usahatani dan pendapatan luar usahatani. Jika melihat hasil analisis terhadap tujuan petani menjalin kemitraan dan hasil analisis mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan petani dalam bermitra maka petani yang cenderung akan bertahan sebagai mitra adalah petani yang memiliki pengalaman usahatani masih rendah, memiliki lahan tanam ubi jalar yang luas, dan yang memiliki penghasilan luar usahatani yang rendah.
Pengaruh Kemitraan Terhadap Produktivitas Ubi Jalar Jumlah produksi rata-rata petani per hektar atau produktivitas ubi jalar petani mitra memiliki nilai rata-rata yang lebih kecil dari pada produktivitas ratarata ubi jalar petani non-petani mitra dimana rata-rata produktivitas ubi jalar petani non-mitra adalah 19.97 ton/ha sedangkan produktivitas rata-rata ubi jalar petani mita adalah 11.20 ton/ha. Hal ini disebabkan karena jenis atau varietas ubi jalar yang dibudidayakan oleh kedua kelompok petani tersebut berbeda. Petani ubi jalar yang bermitra membudidayakan ubi jalar varietas Jepang dan Bogor sedangkan petani non-mitra membudidayakan varietas ubi jalar Manohara dan Ace merah serta Ace Putih. Ubi jalar yang dibudidayakan oleh petani mitra memiliki standar produktivitas optimal yang lebih rendah yaitu 25-30 Kg/Ha
51
sedangkan standar produktivitas optimal varietas ubi jalar yang dibudidayakan oleh petani non-mitra adalah 30-35 Kg/Ha. Jika dilihat dari hasil analisis dengan menggunakan statistik deskriptif, produktivitas ubi jalar petani non-mitra yang lebih tinggi salah satunya disebabkan karena keragaman produktivitas petani non-mitra juga lebih besar dari pada petani mitra yaitu 9.09 untuk petani non-mitra dan 7.15 untuk petani mitra sehingga dapat dikatakan bahwa produktivitas ubi jalar petani non-mitra lebih beragam darai pada petani mitra. Berdasarkan hasil penelitian, terdapat 15 orang petani mitra dari jumlah total 32 orang yang jumlah produktivitasnya lebih besar dari 20 ton/ha sedangkan jumlah produktivitas terendah adalah 2.14 ton/ha. Hal ini menyebabkan petani non-mitra memiliki rata-rata produktivitas yang besar. Meskipun jumlah produktivitas ubi jalar petani mitra lebih rendah, namun varietas ubi jalar yang diusahakan oleh kedua kelompok petani tersebut berbeda sehingga produktivitas bukan merupakan patokan yang dapat digunakan untuk menganalisis apakah petani mitra akan bertahan sebagai mitra. Varietas ubi jalar yang diusahakan oleh petani non- mitra adalah varietas Manohara dan Ace dengan harga jual Rp 2100/Kg sedangkan varietas ubi jalar yang diusahakan oleh petani mitra adalah varietas Jepang dan Bogor dengan harga jual masing-masing adalah Rp 2200/Kg dan Rp 2500/Kg. Oleh sebab itu, petani ubi jalar yang cenderung tertarik bermitra dan bertahan sebagai mitra salah satunya disebabkan karena harga jual varietas ubi jalar yang dibutuhkan oleh perusahaan lebih tinggi.
Pengaruh Kemitraan Terhadap Pendapatan Petani Ubi Jalar Analisis Penerimaan Usahatani Ubi Jalar Total penerimaan adalah nilai produk total usahatani dalam jangka waktu tertentu, baik yang dijual maupun tidak dijual (Soekartawi 1986). Dalam penelitian ini, total penerimaan yang dimaksud adalah semua nilai ubi jalar baik yang dijual maupun tidak dijual dalam jangka waktu satu kali musim tanam. Penerimaan merupakan hasil kali antara haraga jual ubi jalar dengan jumlah produksi.Besarnya jumlah penerimaan tergantung pada jumlah produksi dan harga ubi jalar yang berlaku saat itu. Harga yang berlaku saat ini untuk setiap varietas berbeda-beda. Namun, harga yang diterima oleh petani tetap mengikuti harga yang berlaku di pasar bebas. Harga ubi jalar varietas lokal seperti Ace Putih dan Merah serta Manohara saat ini adalah Rp 2100/Kg. Sedangkan harga ubi jalar varietas Bogor adalah Rp 2500/Kg dan ubi jalar varietas Jepang adalah Rp 2200/Kg. Penerimaan usahatani ubi jalar petani mitra dapat dibedakan menjadi penerimaan tunai dan penerimaan diperhitungkan. Sedangkan penerimaan usahatani ubi jalar petani non-mitra hanya berupa penerimaan tunai. Hal ini disebabkan karena petani mitra akan menjual hasil produksinya hanya yang memenuhi standar kualitas yang telah ditetapkan oleh perusahaan mitra. Hasil produksi yang tidak terjual biasanya dikonsumsi sendiri oleh petani. Sedangkan petani non-mitra biasanya menjual hasil produksinya ke pedagang pengumpul
52
dengan sistem borongan. pedagang pengumpul.
Sehingga semua hasil produksi dibeli semua oleh
Tabel 21 Analisis penerimaan usahatani ubi jalar di Desa Gandasoli Non-Mitra Mitra Nilai Persentase Penerimaan Nilai Persentase (Rp/Ha) (%) (Rp/Ha) (%) Penerimaan Tunai Penerimaan Diperhitungkan Total penerimaan
20 830154 120 697
99.42 0.58
35 450 819 -
100 -
20 950 851
100
35 450 819
100
Penerimaan tunai ubi jalar petani mitra adalah sebesar 99.42 persen dari total penerimaan dan sisanya adalah penerimaan diperhitungkan. Analisis mengenai rata-rata penerimaan usahatani ubi jalar petani mitra dan non-mitra dituangkan dalam Tabel 23. Berdasarkan tabel tersebut, maka dapat diperoleh informasi bahwa penerimaan total usahatani per hektar ubi jalar petani mitra lebih kecil jika dibandingkan dengan penerimaan petani non-mitra. Rendahnya penerimaan yang diperoleh petani mitra jika dibandingkan dengan petani non-mitra dapat disebabkan karena rendahnya produktivitas ubi jalar. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa petani mitra memiliki ratarata produktivitas ubi jalar yang lebih rendah. Oleh sebab itu, jika dilihat dari besarnya tingkat penerimaan maka dapat diketahui bahwa kemitraan tidak memberikan manfaat bagi petani meskipun harga ubi jalar yang dibudidayakan oleh petani lebih tinggi.
Analisis Biaya Usahatani Ubi Jalar Biaya usahatani ubi jalar dibedakan menjadi dua yaitu biaya tunai dan biaya diperhitungkan. Biaya tunai meliputi biaya pembelian benih, pupuk, obat-obatan, TKLK, dan biaya lain seperti irigasi, pajak tanah, serta biaya sewa tanah.Sedangkan biaya diperhitungkan meliputi biaya tenaga kerja keluarga, penyusutan, dan biaya bibit bagi petani non-mitra. Rincian biaya tunai dan biaya diperhitungkan usahatani ubi jalar dituangkan dalam Tabel 22. Berdasarkan Tabel 22, besarnya biaya rata-rata antara petani mitra dan petani non-mitra memiliki perbedaan. Perbedaan ini terletak pada biaya tunai dan biaya diperhitungkan. Meskipun rata-rata total biaya usahatani ubi jalar petani mitra lebih kecil, namun rata-rata total biaya tunai usahatani ubi jalar petani mitra lebih besar dari pada petani non-mitra dengan selisih 33.70 persen. Tingginya biaya tunai yang dikeluarkan oleh petani mitra terletak dalam biaya tenaga kerja luar keluarga (TKLK), hal ini sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Dewi (2011). Alokasi biaya TKLK yang tinggi juga terdapat pada biaya usahatani ubi jalar petani non-mitra. Namun, persentase biaya usahatani ubi jalar petani mitra tetap lebih besar dari pada petani non-mitra. Hal ini disebabkan karena petani mitra terikat kontrak sehingga lebih banyak menggunakan tenaga kerja luar keluarga agar selesai tepat waktu sesuai perjanjian yang telah disepakati.
53
Sedangkan petani non-mitra tidak terikat kontrak dan lebih memilih menggunakan lebih banyak tenaga kerja dalam keluarga (TKDK) dengan untuk meminimalisasi biaya. Sebaliknya Persentase biaya tenaga kerja keluarga (TKDK) yang digunakan oleh petani mitra lebih kecil daripada non-mitra dengan selisih 32.61 persen.
untuk tujuan dalam petani
Tabel 22 Analisis biaya tunai dan biaya diperhitungkan petani mitra dan petani non-mitra Mitra Non-Mitra No Komponen Nilai Nilai (Rp/Ha) % % (Rp/Ha) 1 Biaya Tunai a. Benih 1 058 708 7.74 0 0 b. Pupuk - Pupuk SP-36 494 978 218 694 1.27 3.62 - Pupuk urea 427 786 341 249 1.98 3.13 - Pupuk KCL 119 552 98 981 0.57 0.87 - Pupuk ZA 136 905 27 997 0.16 1.00 - Pupuk Ponska 312 713 139 081 0.81 2.28 - Pupuk Organik 6 556 4 604 0.03 0.05 - Pupuk Lainnya 108 177 60 287 0.35 0.79 Total 1 606 666 890 893 5.16 11.74 c. Obat-Obatan - Pestisida 47 705 39 148 0.23 0.35 - Herbisida 893 7 007 0.04 0.01 - Insektisida 27 024 87 202 0.51 0.20 Total 75 621 133 357 0.77 0.55 d.Tenaga Kerja - TKLK 7 754 385 6 668 716 38.62 56.66 e. Biaya lainnya 634 383 529 628 3.07 4.64 Total Biaya Tunai 47.62 11 129 765 81.32 8 222 594 2 Biaya Diperhitungkan a.TKDK 2 409 536 8 670 816 50.22 17.61 146 831 302 178 1.75 1.07 b. Penyusutan Alat 70 722 0.78 0 0 c. Benih Total 9 043 715 52.75 2 556 367 18.68 3 Total Biaya 13 686 131 100.00 17 266 310 100.00 Selain karena rata-rata biaya tenaga kerja dalam keluarga (TKDK) petani mitra yang lebih rendah, penyebab nilai rata-rata biaya total petani mitra yang lebih rendah disebakan karena keragamannya lebih kecil. Nilai terbesar biaya rata-rata petani mitra adalah Rp 29 751 711/Ha sedangkan nilai terendah adalah Rp 9 747 711/Ha. Nilai terbesar petani non-mitra lebih besar yaitu Rp 59 286
54
996/Ha dan nilai terendah adalah Rp 1809 226/Ha. Tingginya nilai terbesar biaya total petani non-mitra tersebut yang menyebabkan rata-rata biaya totalnya menjadibesar. Rata-rata biaya yang dikeluarkan dalam usahatani ubi jalar petani mitra dan non-mitra dituangkan dalam Tabel 24. Berdasarkan rata-rata biaya total, sebenarnya biaya yang dikeluarkan oleh petani mitra lebih kecil jumlahnya. Sehingga biaya total bukan merupakan salah satu indikator yang dapat menyebabkan petani mitra untuk tidak melanjutkan kemitraan dengan PT Galih Estetika. Namun, dari hasil analisis tersebut juga dapat diketahui bahwa petani yang cenderung akan bermitra atau bertahan sebagai mitra adalah petani yang memiliki dana cash. Hal ini disebabkan karena tingginya biaya tunai yang harus dikeluarkan oleh petani mitra jika dibandingkan dengan petani non-mitra.
Analisis Pendapatan Petani Ubi Jalar Pendapatan merupakan balas jasa terhadap faktor produksi yang digunakan dalam menjalankan usahatani. Besarnya pendapatan yang diperoleh petani ubi jalar mitra dan non-mitra tergantung pada banyaknya produksi ubi jalar yang dihasilkan, harga jual ubi jalar, banyaknya input yang digunakan, serta besarnya biaya usahatani. Analisis pendapatan petani ubi jalar mitra dan non-mitra dapat dilihat pada Tabel 23. Berdasarkan hasil analisis, maka dapat diketahui bahwa penerimaan ratarata petani mitra per hektarnya ternyata tidak lebih besar dari pada petani nonmitra meskipun harga ubi jalar yang dibudidayakan oleh petani mitra memiliki harga jual yang lebih tinggi. Biaya usahatani ubi jalar dibedakan menjadi dua yaitu biaya tunai dan biaya diperhitungkan. Sedangkan total biaya usahatani adalah semua nilai masukan yang habis dikeluaran di dalam produksi namun tidak termasuk ke dalam nilai TKDK. Biaya diperhitungkan dalam penelitian ini mencakup TKDK dan biaya penyusutan maka jumlah biaya rata-rata petani mitra maupun non-mitra sama dengan nilai biaya tunai rata-rata ditambah penyusutan alat. Dari hasil tersebut, dapat diketahui bahwa rata-rata total biaya petani mitra lebih besar dari pada petani non-mitra. seperti yang telah dibahas pada sub bab sebelumnya bahwa biaya paling besar yang terdapat pada petani adalah komponen TKLK. Begitupula dengan pengeluaran petani non-mitra, alokasi biaya terbesar terdapat pada biaya TKLK. Namun, besarnya nilai rata-rata TKLK petani mitra lebih besar dari pada petani non-mitra. Perbedaan tersebut dapat disebabkan karena petani mitra terikat kontrak, sehingga mengharuskan usahatani ubi jalar yang diusahakan selesai tepat pada waktu yang tertera pada kontrak perjanjian. Oleh sebab itu, petani mitra cenderung menggunakan TKLK yang lebih banyak. Biaya TKLK petani non-mitra lebih rendah, karena mereka cenderung memilih untuk menggunakan TKDK karena tidak terikat kontrak sehingga penyelesaiannya tergantung pada kesepakatan keluarga. Selain itu, disebabkan keterbatasan modal untuk membayar TKLK. Selisih antara pendaaptan kotor atau penerimaan dengan biaya total disebut pendapatan bersih usahatani (Soekartawi 1986). Pendapatan bersih usahatani digunakan untuk mengukur imbalan yang diperoleh keluarga petani dari faktor-
55
faktor produksi kerja, pengelolaan, dan modal yang digunakan. Oleh sebab itu, pendapatan bersih usahatani merupakan ukuran keuntungan usahatani. Pendapaatan bersih rata-rata petani mitra lebih kecil nilainya dari pada pendapatan rata-rata petani non-mitra. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa pendapatan adalah selisih dari total penerimaan dengan total pengeluaran. Biaya tunai yang dikeluarkan petani mitra lebih besar dari pada petani non-mitra sedangkan penerimaannya lebih kecil sehingga berimplikasi pada pendapatan petani mitra yang lebih kecil dari petani non-mitra. Sedangkan jika dilihat dari analisis statistik deskriptif, dapat diketahui bahwa keragaman pendapatan bersih petani mitra nilainya lebih kecil dari petani mitra sehingga dapat dikatakan pendapatan petani non-mitra lebih beragam dimana nilai tertinggi pendapatan petani non-mitra adalah Rp 75 333 333/Ha sedangkan nilai terendahnya adalah – Rp 5 544 642/Ha. Hal tersebut menyebabkan nilai rata-rata yang tinggi. Tabel 23 Pendapatan petani ubi jalar mitra dan non-mitra Mitra No Komponen Nilai (Rp/Ha) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Total Penerimaan kotor (gross return) Biaya Tunai Biaya Diperhitungkan Total Pengeluaran usahatani /total farm expenses Pendapatan bersih usahatani /net farm income(1-4) Bunga modal pinjaman Bunga modal sendiri Penghasilan bersih usahatani /net farm earning(5-6) Pendapatan luar usahatani Penghasilan keluarga/ family earning(7+8) Return to Total Capital (5-3) Return to Farm Equity Capital (8-3) Return to Family Labour (8-7) R/C atas Biaya Tunai R/C atas Biaya Total
Non- Mitra Nilai (Rp/Ha)
20 950 851 11 129 765 2 556 367
35 450 819 8 222 594 9 043 715
11 276 595
8 524 772
9 674 256
26 926 048
0 996 248
0 809 529
9 674 256
26 926 048
230 469
597 188
9 904 724
27 523 235
7 117 889 7 117 889 8 678 008 1.88 1.53
17 882 332 17 882 332 26 116 518 4.31 2.05
Penghasilan bersih usahatani dapat digunakan untuk menilai penampilan usahatani. Penghasilan bersih diperoleh dari selisih antara pendapatan bersih dengan bunga modal pinjaman yang diperhitungkan. Besarnya penghasilan bersih rata-rata usahatani petani mitra lebih kecil dari pada petani non-mitra. Penghasilan rata-rata keluarga petani ubi jalar baik mitra maupun non-mitra dapat diperoleh dari hasil penjumlahan antara penghasilan bersih rata-rata dengan pendapatan rata-rata luar usahatani. Pendapatan luar usahatani petani non-mitra memiliki rata-rata yang lebih besar dari pada petani mitra. Sehingga rata-rata
56
penghasilan rata-ratanya pun lebih besar petani non-mitra. Berdasarkan statistik deskriptif, nilai keragaman petani non-mitra lebih besar dimana petani mitra memiliki pendapaatn luar usahatani yang lebih beragam. Nilai tertinggi pendapatan luar usahatani petani non-mitra adalah Rp 9 000 000/Ha sedangkan nilai terendahnya adalah Rp 0/Ha, hal ini disebabkan karena tidak semua petani memiliki pekerjaan diluar usahatani. Imbalan atau balas jasa kepada modal dapat dijadikan patokan yang baik untuk melihat penampilan usahatani. Analisis balas jasa dalam usahatani ubi jalar meliputi analalisis balas jasa terhadap seluruh modal (return to total capital), balas jasa terhadap modal petani (return farm equity capital), dan balas jasa terhadap tenaga kerja keluarga (return to family labour). Balas jasa terhadap seluruh modal tergantung pada keuntungan bersih (net farm income) dan pengeluaran usahatani tanpa TKDK. Rata-rata penerimaan usahatani merupakan rata-rata seluruh nilai produk (ubi jalar) baik yang dijual maupun tidak dijual oleh petani dalam satu musim tanam. Rata-rata pengeluaran total usahatani ubi jalar atau biaya total merupakan hasil penjumlahan dari keseluruhan biaya usahatani kecuali biaya TKDK. Dalam analisis balas jasa terhadap seluruh modal, nilai TKDK tidak dimasukan ke dalam pengeluaran usahatani ubi jalar karena merupakan komponen biaya yang akan dicari dalam perhitungan ini, untuk dapat menunjukkan secara nyata besarnya balas jasa terhadap TKDK. Rata-rata keuntungan usahatani (net farm income) merupakan selisih antara rata-rata penerimaan usahatani dan rata-rata pengeluaran usahatani. Nilai balas jasa terhadap seluruh modal petani mitra lebih kecil dari pada petani non-mitra. Hal ini disebabkan karena nilai rata-rata penerimaan usahatani petani mitra pun lebih kecil. Namun, nilai balas jasa terhadap seluruh modal baik petani mitra mapun non-mitra bernilai positif. Hal ini menunjukan bahwa petani mendapatkan keuntungan dari seluruh modal yang dikeluarkan. Namun rata-rata keuntungan petani mita jauh lebih kecil dari pada petani non-mitra. Selanjutnya adalah balas jasa terhadap modal petani atau return to farm equity capital. Nilai balas jasa terhadap modal petani diperoleh dari selisih penghasilan bersih usahatani dengan nilai TKDK. Nilai balas jasa terhadap total modal petani mitralebih kecil dari pada petani non-mitra. Hal ini menunjukan petani mitra mendapatkan rata-rata keuntungan yang lebih sedikit atas modal petani yang telah dikeluarkan. Selanjutnya adalah nilai balas jasa terhadap tenaga kerja keluarga. Nilai tersebut dapat dihitung dari penghasilan bersih ushatani dengan mengurangkannya dengan bunga modal sendiri. Nilairata-rata balas jasa terhadap tenaga kerja keluarga petani non mitra lebih besar dari pada petani mitra. Nilai rata-rata balas jasa tersebut berlaku untuk satu periode musim tanam. Sehingga nilai balas jasa terhadap tenaga kerja per hari orang kerja adalah Rp 21 148 untuk petani mitra dan Rp 121 062 untuk petani non-mitra. Nilai balas jasa terhadap tenaga kerja dalam keluarga jika dibandingkan dengan standar upah yang berlaku di Desa gandasoli per harinya ternyata masih jauh lebih besar baik untuk petani mitra maupun untuk perani non-mitra. Upah yang berlaku di Desa Gandasoli pada tahun 2014 adalah Rp 50 000. Hal ini menunjukan bahwa petani ubi jalar khususnya petani mitra akan lebih untung jika tetap mengusakan ubi jalar dari pada sebagai buruh tani.
57
Selanjutnya adalah analisis imbangan penerimaan dengan biaya usahatani. Hasil analisis R/C ratio menunjukan bahwa nilai R/C ratio atas biaya tunai maupun nilai R/C ratio atas biaya total petani mitra dan non-mitra lebih besar dari pada satu. Namun, nilai R/C ratio petani non-mitra memiliki keragaman yang besar. Nilai tertinggi dari R/C ratio atas biaya tunai petani non-mitra adalah 39.37 sedangkan nilai terendahnya adalah 0.57. Sedangkan nilai terbesar R/C ratio atas biaya total adalah 5.05 dan nilai terkecilnya 0.36. Nilai tersebut yang menyebabkan rata-rata nilai R/C ratio petani non-mitra lebih besar. Berdasarkan hasil tersebut, dapat diketahui bahwa kemitraan membuat nilai R/C ratio petani mitra memiliki keragamanan yang lebih kecil dibandingkan dengan petani nonmitra meskipun nilainya lebih kecil. Hal ini disebabkan karena adanya kontrol atau pengawasan dari perusahaan terhadap petani mitra. R/C ratio menunjukan bahwa setaip rupiah biaya yang dikeluarkan akan menghasilkan penerimaan sebesar nilai R/C rationya. Sehingga dari kedua nilai R/C ratio tersebut dapat disimpulkan usahatani ubi jalar petani mitra maupun nonmitra efisien untuk diusahakan. Namun, jika membandingkan nilai R/C ratio atas biaya tunai dan R/C ratio atas biaya total petani mitra dengan non-mitra dapat diketahui bahwa nilai R/C ratio usahatani petani non-mitra lebih besar. Nilai R/C Ratio atas biaya tunai petani non-mitra adalah 7.13, artinya dari setiap Rp 1 000 000 biaya yang dikeluarkan akan menghasilkan penerimaan sebesar Rp 7 130 000 sedangkan nilai R/C ratio atas biaya tunai petani mitra adalah 1.80 yang artinya setiap Rp 1 000 000 biaya yang dikeluarkan akan menghasilkan penerimaan sebesar Rp 1 800 000. Nilai rata-rata R/C ratio atas biaya total petani non-mitra adalah 1.77 yang artinya setiap Rp 1 000 000 biaya yang dikeluarkan akan menghasilkan penerimaan sebesar Rp 1 770 000 dan nilai rata-rata R/C ratio atas biaya total petani mitra adalah 1.30 yang artinya setiap Rp 1 000 000 biaya yang dikeluarkan akan menghasilkan penerimaan sebesar Rp 1 300 000. Sehingga dapat disimpulakan usahatani petani non-mitra lebih efisien dibandingkan dengan usahatani petani mitra. meskipun sama-sama dapat memberikan keuntungan kepada petani namun nilai rata-ratanya lebih besar petani non-mitra. Hal ini sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Juniardi (2012). Berdasarkan hasil analisis pendapatan, dapat diketahui bahwa nilai rata-rata pendapatan petani mitra lebih kecil jika dibandingkan dengan petani non-mitra. Hasil analisis R/C ratio juga menunjukan hal yang sama, yaitu nilai R/C ratio petani mitra nilainya lebih rendah jika dibandingkan dengan R/C ratio petani nonmitra meskipun nilai R/C ratio kedua kelompok petani tersebut bernilai positif. Oleh sebab itu, maka dapat disimpulkan bahwa berdasarkan indikator ekonomi, kemitraan tidak bermanfaat bagi petani mitra. Hal ini menunjukan bahwa dengan bermitra, petani tidak memperoleh pendapatan yang lebih tinggi dari pada petani non-mitra sehingga petani mitra kemungkinan tidak akan bertahan lama menjadi mitra PT Galih Estetika. Namun, salah satu penyebab masih adanya petani yang tertarik untuk bermitra berdasarkan analisis sebelumnya adalah kebutuhan petani akan kepastian pasar.
58
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan yang telah dijabarkan dalam bab-bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa : 1. Pelaksanaan kemitraan antara PT galih Estetika dan petani ubi jalar di Kabupaten Kuningan termasuk kedalam pola kemitraan Kerjasama Operasional Agribisnis (KOA). Pelaksanaan kemitraan bentuk KOA berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian No.940/Kpts/OT.210/1997 antara kedua belah pihak secara umum telah sesuai dengan ketetapakn tersebut dimana dalam pelaksanaannya PT Galih Estetika menyediakan sarana produksi (bibit), bimbingan teknologi, mengolah hasil produksi petani mitra, serta menampung dan memasarkan hasil produksi petani mitra. Selain itu, dalam pelaksanaan kemitraan ini juga telah terdapat kontrak kerjasama yang memuat mengenai jangka waktu kemitraan, hak dan kewajiban pihak yang bermitra, dan pembagian resiko bila terjadi perselisihan. 2. Tujuan utama petani mitra dalam menjalin kemitraan adalah untuk mendapatkan kepastian pasar. Manfaat kemitraan yang dirasakan petani berdasarkan persepsi petani mitra yang paling besar adalah adanya jaminan pasar. Sehingga dapat dikatakan bahwa harapan petani dalam bermitra telah terpenuhi. Namun, terdapat hambatan dalam jalinan kemitraan tersebut, yaitu keterlambatan petani dalam menerima pembayaran dari PT Galih Estetika. 3. Faktor-faktor yang berpengaruh nyata terhadap keputusan petani dalam bermitra pada tingkat alpha 10 persen diantaranya adalah tingkat pendidikan petani, pengalaman usahatani ubi jalar, luas tanam ubi jalar, dan pendapatan luar usahatani. 4. Rata - rata pendapatan yang diperoleh petani mitra lebih kecil jika dibandingkan dengan pendapatan petani non-mitra. Nilai R/C rasio petani mitra juga lebih kecil dari petani non-mitra. Sehingga dapat diketahui bahwa kemitraan tidak bermanfaat jika dilihat dari sisi ekonomi dan petani mitra tidak akan bertahan lama menjadi mitra PT Galih Estetika. Namun, kemitraan memberikan jaminan pasar bagi petani mitra sehingga masih ada petani mitra yang tertarik dan bertahan menjadi mitra PT Galih Estetika.
Saran
Meskipun hasil analisis persepsi petani terhadap manfaat kemitraan bernilai positif, tapi pada kenyataannya banyak petani yang mengeluh mengenai keterlambatan dalam pembayaran hasil panen. Hal tersebut adalah salah satu alasan yang menyebabkan beberapa petani mitra memutuskan untuk tidak lagi menjalin kemitraan. PT Galih Estetika seharusnya memperbaiki sistem pembayaran agar tidak terjadi keterlambatan.
59
DAFTAR PUSTAKA
Aryani L. 2009. Analisis Pengaruh Kemitraan terhadap Pendapatan Usahatani Kacang Tanah. [Skripsi]. Bogor : Fakultas Pertanian. Institut Petanian Bogor. Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Desa. 2011. Profil Desa dan Kelurahan. Kuningan : Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Desa [Bapeda] Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Ciamis. 2012. Penyusunan Rencana Induk Pengembangan Kawasan strategis Cepat Tumbuh (Kawasan agropilitan) Kabupaten Ciamis. Ciamis: Bapeda Kabupaten Ciamis. [Pusdatin] Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian. 2013. Konsumsi Ubi Jalar Nasional tahun 2009-2012. Jakarta : Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2014. Perkembangan Luas Panen, Produktivitas, Produksi Tanaman Ubi Jalar Seluruh Propinsi di Indonesia tahun 2013. Jakarta : Badan Pusat Statistik. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2014. Perkembangan Luas Panen, Produktivitas, Produksi Tanaman Ubi Jalar Seluruh Propinsi di Jawa Barat tahun 20092013. Jakarta : Badan Pusat Statistik. Dewi BPK, et al. 2011. Analisis Kemitraan PT Benih Citra Asia dengan Petani Tomat. HABITAT. Volume XXII. Dinas Pertanian Tanaman Pangan Propinsi Jawa Barat. 2013. Jumlah Produksi Ubi Jalar pada Daerah Sentra Ubi Jalar di Jawa barat Tahun 2008-2012. Jakarta : Departemen Pertanian. Firdaus M, Harmini, A dan Farid. 2013. Aplikasi Metode Kuantitatif untuk Manajemen dan Bisnis. Bogor : IPB Press Hafsah, Mohammad Jafar. 1999. Kemitraan Usaha: Konsepsi dan Strategi.Jakarta: Departemen Pertanian. Juniardi W, et al. 2012. Analisis Distribusi Pendapatan Petani Ubi Kayu Pola Kemitraan dan Bukan Kemitran pada PT Sari Pati Semudun Jaya di Desa Bukit Batu Kecamatan Sungai Kunyit Kabupaten Pontianak. Jurnal Sains Mahasiswa Pertanian. Volume 1. Kementrian Pekerjaan Umum. 2012. Pedomn Teknis Kemitraan. Jakarta : Kementrian Pekerjaan Umum. Marliana. 2008. Analisis Manfaat dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keputusan Petani Terhadap Pelaksanaan Kemitraan Lettuce di PT Saung Mirwan. [Skripsi]. Bogor : Fakultas Pertanian. Institut Petanian Bogor. Nazir M. 2011. Metode Penelitian. Bogor : Ghalia Indonesia. Prastiwi. 2010. Evaluasi Kemitraan dan Analisis Pendapatan Usahatani Ubi Jalar Kuningan dan Ubi Jalar Jepang. [Skripsi]. Bogor : Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Petanian Bogor. Puspitasari I. 2003. Kajian Pelaksanaan kemitraan Antara PT Agro Inti Pratama dengan Petani Ubi Jalar di Desa Sindangbarang, Kecamatan Jalaksana, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat. [Skripsi]. Bogor : FakultasPertania. Institut Petanian Bogor.
60
Rachmawati E. 2008. Kemitraan Antara Perum Perhutani dengan Petani Vanili dalam Upaya Meningkatkn Pendapatan Petani:Studi Kasus Pengelolaan Sumberdaya Hutam Bersama Masyarakat Di Desa Padasari, Kecamatan Cimalaka, Kabupaten Sumedang. [Thesis]. Bogor : Sekolah Pasca Sarjana. Institut Petanian Bogor. Riduwan dan Sunarto. 2009. Pengantar Statistika untuk Penelitian Pendidikan, Sosial, Ekonomi, Komunikasi, dan Bisnis. Bandung : CV. Alfabeta. Soekartawi, dkk. 1984. Ilmu Usahatani dan Penelitian untuk Pengembangan Petani Kecil. Jakarta : Penerbit Universitas Indonesia. Walpole E. 1995. Pengantar Statistik. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.
61
LAMPIRAN
Lampiran 1 Hasil analisis Indeks Simpson Komoditi Ubi Manohara Bawang Daun Bawang Cabe Jagung Seledri Padi
Individu Non Mitra Mitra
Proporsi (pi) Non Mitra Mitra
pi2 Mitra
Non Mitra
3
-
0,094
-
0,009
1
5
0,031
0,156
0,001
0,024
1
4
0,031
0,125
0,001
0,016
1 0 0 5
1 3 1 5
0,031 0,000 0,000 0,156
0,031 0,094 0,031 0,156
0,001 0,000 0,000 0,024
0,001 0,009 0,001 0,024
Rumus Indeks Simpson : D =1–∑
(
)
) (( . ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( . )
Dmitra
= 1= 0,97
Dnon-mitra
=1= 0,95
(
(( . ) ( . )
( .) ( ) ( .)
62
Lampiran 2 Data terkait alasan petani menjalin kemitraan Alasan Bermitra Responden
Jaminan Pasar
Harga Lebih Baik
Pinjaman Benih
Mustafa
1
1
1
Nana
1
1
1
Marzuki
1
1
1
Eman
1
1
1
Toib
1
1
1
Sarman
1
1
Ahyani
1
1
Uung Sahuri
1
Munawar
1
1
Ali
1
1
Enda
1
1
Heri
1
Saepudin
1
Timu
1
Elon
1
1
Uhaidi
1
1
Rasja
1
1
Ayong
1
1
Salman
1
1
Herman
1
1
1
Sahudin
1
1
1
Umar
1
1
1
Misnen
1
1
1
Alihi
1
1
1
Eman
1
1
1
Nulhakim
1
1
1
Juki
1
1
1
Sadeli
1
1
1
Usa
1
1
1
Diding
1
1
1
Bimbingan Teknis
1
1 1
1
1
1
1
1
63
Alasan Bermitra Harga Lebih Pinjaman Baik Benih
Responden
Jaminan Pasar
Jumlah
32
24
26
3
%
100
75
81.25
9.375
Bimbingan Teknis
Lampiran 3 Data terkait persepsi petani mengenai manfaat kemitraan Pernyataan Respo nden 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29
Bimbingan Teknologi
1 2 5 4 4 3 4 4 4 4 4 4 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4
2 2 4 2 2 2 2 2 4 4 2 2 2 2 2 4 2 2 1 4 1 1 1 2 2 2 2 2 2 1
Input 1 4 4 4 4 4 4 1 1 1 2 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 3 3 3 4 4 4 4 4 4
2 2 4 4 4 4 4 3 4 4 2 3 4 2 2 4 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
3 4 4 4 4 4 4 4 3 2 2 4 4 3 3 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4
Output 4 4 4 4 4 4 4 4 3 2 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4
1 3 4 4 4 3 2 4 4 2 2 3 4 3 3 4 3 3 3 3 3 3 3 4 4 4 4 4 4 3
2 3 3 3 3 3 2 4 4 4 2 2 4 4 3 3 4 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3
Pemasaran 1 2 4 4 3 4 4 4 4 4 4 4 2 4 3 4 4 4 3 5 4 4 4 4 2 4 3 3 2 3 4 4 3 4 3 4 3 4 3 4 3 4 3 4 3 4 3 4 3 4 3 4 3 4 3 4 3 4 3 4
Penda -patan 3 3 4 3 3 4 4 4 3 3 4 3 3 3 3 3 3 3 3 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4
64
Pernyataan Respo nden
Bimbingan Teknologi
Input
Pemasaran 1 2 3 4 3 4 3 4
Output 1 2 3 3 3 3 3 4
30 31 32
1 4 4 4
2 1 2 4
1 4 4 4
2 2 4 4
3 4 4 4
4 4 4 4
Jml
125
70
113
88
120
124
106
2.75 3.75 3.48
3.88
3.31 3.13 3.22
Ratarata
3.91 2.19 3.05
3.53
100
101
Penda -patan 3 4 3 4
127
113
3.16 3.97 3.56
3.53 3.53
Lampiran 4 Data variable terikat dan variable bebas model regresi logistikfaktor-faktor yang mempengaruhi kemitraan No 1 2 3
Y 0 0 0
X1 1 1 1
X2 3 4 5
X3 45 52 66
X4 25 45 33
X5 0.07 0.12 0.10
X6 4200000 1070000 0
X7 0 0 0
4
0
1
5
56
20
0.03
3000000
900000
5
0
1
6
58
43
0.14
0
0
6
0
3
4
45
7
0.14
199980
6000000
7
0
1
1
55
40
0.13
0
0
8
0
1
4
56
44
0.31
1350000
0
9
0
1
6
78
60
0.11
150000
0
10
0
1
4
50
10
0.14
0
0
11
0
1
3
74
59
0.11
0
0
12
0
1
4
57
20
0.21
0
0
13
0
1
5
56
18
0.08
0
0
14
0
1
3
40
4
0.06
0
0
15
0
3
2
38
5
0.42
0
210000
16
0
1
4
62
30
0.14
0
0
17
0
1
5
62
30
0.07
0
0
18
0
1
4
53
40
0.11
0
0
19
0
1
5
52
30
0.14
0
0
20
0
1
4
60
23
0.02
0
0
21
0
1
4
61
35
0.28
0
9000000
22
0
1
3
50
12
0.28
0
0
23
0
1
4
50
15
0.04
0
0
65
No
Y
X1
X2
X3
X4
X5
X6
X7
24
0
1
5
60
1
0.07
0
0
25
0
1
1
70
15
0.08
0
0
26
0
1
6
54
33
0.11
1050000
0
27
0
1
4
65
43
0.06
0
0
28
0
1
4
35
14
0.14
0
0
29
0
1
4
49
50
0.04
0
0
30
0
1
1
39
2
0.70
2250000
3000000
31
0
3
3
38
13
0.14
0
0
32
0
3
4
49
5
0.08
0
0
33
1
2
5
59
8
0.35
0
0
34
1
3
3
37
19
0.77
0
2500000
35
1
2
3
50
4
0.14
3500000
0
36
1
2
4
44
4
0.14
0
0
37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
2 3 1 2 3 3 2 2 1 1 5 3 1 1 2 1 1 1 1 1 1 3 1 1 1
6 3 4 1 3 4 4 3 5 2 4 4 4 4 2 4 5 3 4 5 3 3 3 3 3
64 51 48 40 42 33 60 48 51 48 65 46 56 57 54 51 58 65 58 60 51 34 45 62 65
23 12 15 7 12 8 22 5 24 14 19 15 4 3 7 25 46 40 44 10 5 7 5 10 1
1.43 1.00 0.14 1.05 0.11 0.07 0.42 1.28 0.42 0.14 0.14 0.14 0.42 0.04 0.07 0.28 0.28 0.14 0.56 0.14 0.28 0.14 0.35 0.14 0.10
1501500 0 0 13200000 0 0 0 36192000 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
0 375000 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 4500000
66
No 62 63 64
Y 1 1 1
X1 2 1 4
X2 3 5 3
X3 41 50 51
X4 5 2 2
X5 0.42 0.14 0.35
Keterangan : X1 = Tingkat pendidikan (1=SD, 2=SMP, 3=SMA, 4=Perguruan tinggi) X2 = Jumlah keluarga X3 = Usia Petani X4 = Pengalaman X5 = luas lahan tanam ubi jalar
X6 0 0 0
X7 0 0 0
X6 = Pendapatan ustan non-ubi X7 = Pendapatan luar ustan Y = Variabel tak bebas
Lampiran 5 Hasil analisis regresi logistik Omnibus Tests of Model Coefficients Step 1
Chi-square
df
Sig.
Step
36.136
7
.000
Block
36.136
7
.000
Model
36.136
7
.000
Model Summary Step
-2 Log likelihood
Cox & Snell R Square
Nagelkerke R Square
1 52.587a .431 .575 a. Estimation terminated at iteration number 7 because parameter estimates changed by less than .001. Hosmer and Lemeshow Test Step
Chi-square
Df
Sig.
1
1.557
8
.992
Classification Tabela Predicted Observed
Step 1 Keputusan Petani dalam 0 bermitra 1 Overall Percentage a. The cut value is .500
Keputusan Petani dalam bermitra
Percentage Correct
0
1
24
8
75.0
6
26
81.2 78.1
67
Variables in the Equation
Step 1
B
S.E.
Wald
df
Sig.
Exp(B)
x1
.915
.555
2.720
1
.099
2.497
x2
.060
.343
.031
1
.861
1.062
x3
.076
.052
2.179
1
.140
1.079
x4
-.081
.032
6.489
1
.011
.923
x5
9.168
3.247
7.972
1
.005
9.585E3
x6
-1.711
1.380
1.537
1
.215
.181
x7
-3.615
1.752
4.260
1
.039
.027
Constant
-5.382
3.556
2.290
1
.130
.005
a
a. Variable(s) entered on step 1: x1, x2, x3, x4, x5, x6, x7.
Lampiran 6 Data mengenai fasilitas kemitraan yang diterima petani mitra Fasilitas Kemitraa Responden
Penyuluhan (Kali )
Bantuan Bibit (Kg)
Bantuan Bibit (Kg/ha)
Bantuan Modal (Rp)
0
0
Mustafa
2
Nana
2
800
1038,961
0
Marzuki
3
300
2142,857
0
Eman
5
300
2142,857
0
Toib
2
1880
1314,685
0
Sarman
2
680
680
0
Ahyani
2
120
857,1429
0
Uung Sahuri
2
1125
1071,429
0
Munawar
5
150
1428,571
0
Ali
2
200
2857,143
0
Enda
4
450
1071,429
0
Heri
2
200
156,25
0
Saepudin
2
400
952,381
0
Timu
2
120
857,1429
0
Elon
5
150
1071,429
0
Uhaidi
4
100
714,2857
0
Rasja
2
450
1071,429
0
Ayong
3
50
1190,476
0
Salman
5
60
857,1429
0
Herman
2
330
1178,571
0
68
Responden
Penyuluhan (Kali )
Fasilitas Kemitraa Bantuan Bantuan Bibit Bibit (Kg) (Kg/ha)
Bantuan Modal (Rp)
Alihi
2
90
642,8571
0
Eman
2
100
357,1429
0
Nulhakim
2
60
428,5714
0
Juki
3
325
928,5714
0
Sadeli
2
120
857,1429
0
Usa
5
50
510,2041
0
Diding
2
225
535,7143
0
Udin
3
225
1607,143
0
Wawan
5
300
857,1429
0
69
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Kuningan pada tanggal 20 Desember 1990. Penulis merupakan putri pertama dari dua bersaudara dari pasangan Sudradjat, BA (Alm) dan Ibu Yeyet Nurhayati, Mpd. Tahun 1997, penulis lulus dari TK Yaspika dan melanjutkan pendidikan ke Sekolah Dasar Negeri 2 Lengkong dan lulus pada tahun 2003. Selanjutnya penulis menempuh pendidikan pada Sekolah Menengah Pertama Negeri 2 Kuningan hingga tahun 2006. Kemudian penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Atas Negeri 2 Kuningan dan lulus pada tahun 2009. Tahun 2009, penulis diterima di Program Diploma IPB melalui jalur undangan seleksi masuk IPB (USMI) sebagai mahasiswa Program Keahlian Supervisor Jaminan Mutu Pangan Institut Pertanian Bogor, lulus pada tahun 2012. Tahun 2012 penulis melanjutkan pendidikan strata satu pada Program Alih Jenis Agribisnis IPB, Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Selama menempuh pendidikan pada program Alih Jenis Agribisnis, penulis aktif menjadi asisten dosen untuk mata kuliah Mikrobiologi Pangan, Sanitasi dan higien, serta Kimia Pangan pada Program Keahlian Supervisor Jaminan Mutu Pangan Program Diploma IPB pada tahun 2012-2013.