ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI UBI JALAR DI DESA GUNUNG MALANG KECAMATAN TENJOLAYA KABUPATEN BOGOR
SKRIPSI
FERRY HERDIMAN H34050908
DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010
RINGKASAN FERRY HERDIMAN. H34050908. Analisis Pendapatan Usahatani Ubi Jalar di Desa Gunung Malang, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor. Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor (Di bawah bimbingan POPONG NURHAYATI). Pangan merupakan kebutuhan manusia yang paling mendasar karena berpengaruh terhadap eksistensi dan ketahanan hidup manusia itu sendiri. Pemenuhan kebutuhan pangan mayoritas penduduk Indonesia masih sangat tergantung pada satu sumber, yaitu beras. Hal ini menimbulkan permasalahan bagi bangsa Indonesia karena jumlah produktivitas beras nasional tidak mampu menutupi kebutuhan pangan penduduk yang semakin hari semakin meningkat. Diversifikasi pangan dipilih sebagai langkah utama selain waktu yang diperlukan lebih pendek jika dibandingkan dengan program lain, seperti ekstensifikasi dan intensifikasi. Ubi jalar merupakan salah satu komoditas tanaman pangan yang potensial untuk dikembangkan sebagai produk substitusi dari beras. Total luas areal panen ubi jalar di Indonesia pada tahun 2008 mencapai 174.561 Ha dengan tingkat produksi sebesar 1.881.761 ton dan produktivitasnya berkisar pada 10,78 ton per hektarnya. Sentra produksi ubi jalar yang paling banyak memberikan kontribusi produksi terbesar di Indonesia adalah Jawa Barat yaitu sebesar 376.490 ton pada tahun 2008, Kabupaten Bogor merupakan daerah penghasil ubi jalar terbesar ketiga di Jawa Barat setelah Kabupaten Kuningan dan Garut. Petani ubi jalar di Desa Gunung Malang masih menghadapi permasalahan dalam meningkatkan pendapatan usahatani mereka. Hal ini disebabkan tingkat produktivitas yang sulit ditingkatkan dan harga ubi jalar yang rendah. Petani ubi jalar di Desa Gunung Malang mengandalkan teknik budidaya yang konvensional. Salah satu upaya yang mungkin dapat dilakukan oleh petani adalah dengan penghematan biaya usahatani, agar penerimaan aktual yang diterima petani dapat lebih tinggi. Dalam usahatani ubi jalar biaya tersebut diantaranya adalah bibit, pupuk, obat-obatan (pestisida), tenaga kerja, dll. Konsep pertanian berbasis organik merupakan salah satu teknologi budidaya yang memungkin adanya upaya penghematan biaya bagi usahatani ubi jalar. Tujuan penelitian ini adalah (1) Mengidentifikasi keragaan usahatani ubi jalar di Desa Gunung Malang, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor, (2) Menganalisis pendapatan petani dari usahatani ubi jalar secara konvensional di Desa Gunung Malang, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor, (3) Menganalisis keuntungan yang diterima oleh petani dari upaya usahatani ubi jalar secara organik di Desa Gunung Malang, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor. Penelitian ini dilakukan di Desa Gunung Malang yang berada di Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian ini ditentukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa Desa Gunung Malang merupakan salah satu sentra produksi dan pengembangan ubi jalar di Kabupaten Bogor. Pelaksanaan penelitian dilakukan selama empat bulan, dari bulan Januari hingga April 2010. Dengan mempertimbangkan sifat heterogenitas petani ubi jalar yang tidak begitu tinggi dari pengamatan di lapangan, jumlah sampel petani yang digunakan adalah sebesar 30 orang. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan metode Snowball Sampling.
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa ubi jalar merupakan komoditi pilihan utama usahatani di Desa Gunung Malang. Keragaan usahatani ubi jalar dapat dilihat dari penggunaan sarana produksi, teknik budidaya, dan pemasarannya. Bibit ubi jalar yang digunakan merupakan varietas lokal yaitu ubi jalar AC (Anakan Ciremai). Luas lahan yang dimiliki petani responden adalah milik sendiri dan rata-ratanya sebesar 1,07 hektar. Pada kasus petani responden di Desa Gunung Malang, petani lebih banyak menggunakan tenaga kerja luar keluarga. Modal usahatani ubi jalar yang digunakan oleh petani di lokasi penelitian seluruhnya menggunakan modal sendiri. Proses budidaya yang dilakukan meliputi pengolahan lahan awal yaitu menggemburkan dan membuat garitan tanah, penanaman, penurunan tanah, pemupukan, penaikan tanah, dan perawatan secukupnya. Petani responden tidak melakukan pengendalian hama dan penyakit dengan pestisida. Petani ubi jalar tidak melakukan dan tidak menanggung biaya panen, karena hasil panen langsung dijual di lahan kepada pembeli seperti tengkulak. Terdapat tiga saluran pemasaran ubi jalar di Desa Gunung Malang, namun petani hanya bisa menjual hasil panen ubi jalar ke tengkulak (pedagang pengumpul 1). Hasil analisis biaya usahatani menunjukkan bahwa total biaya usahatani ubi jalar per hektar sebesar Rp 8.912.701,59, yang terdiri dari biaya tunai sebesar Rp 6.125.225,40 dan biaya diperhitungkan sebesar Rp 2.787.476,19. Hasil analisis penerimaan usahatani menunjukkan total penerimaan usahatani petani responden di Desa Gunung Malang untuk lahan seluas satu hektar selama satu musim tanam sebesar Rp 15.902.603,17, sehingga pendapatan usahatani dari budidaya ubi jalar tersebut sebesar Rp 9.777.377,78 atas biaya tunai dan Rp 6.989.901,59 atas biaya total. Dapat disimpulkan bahwa kegiatan usahatani ubi jalar petani responden di Desa Gunug Malang layak untuk dijalankan karena menghasilkan nilai R/C yang cukup tinggi yaitu 2,60 untuk R/C atas biaya tunai, dan R/C atas biaya total sebesar 1,78. Upaya yang dapat dilakukan adalah dengan mensubstitusinya dengan pupuk organik seperti pupuk kandang dari kotoran kambing. Hasil perhitungan dan analisis anggaran keuntungan parsial menunjukkan bahwa implementasi usahatani dengan upaya substitusi dengan pupuk kandang layak untuk dijalankan karena menghasilkan keuntungan tambahan meskipun keuntungan yang diperoleh tidak begitu besar yaitu Rp 184.634,13. Kualitas petani ubi jalar harus terus ditingkatkan melalui evaluasi teknik budidaya yang telah dilakukan sebelumnya untuk meningkatkan produktivitas. Jika kondisi lahan yang ditanami ubi jalar dalam keadaan yang baik, maka upaya penerapan usahatani ubi jalar secara organik dapat dilakukan. Disarankan kepada petani untuk menerapkan usahatani organik jika bisa mendapatkan pasar yang menerima ubi jalar organik dengan harga yang lebih tinggi dibandingkan ubi jalar biasa. Petani ubi jalar dapat mengincar pasar menengah ke atas seperti supermarket dan pasar swalayan. Selain itu, peran kelembagaan seperti Kelompok tani harus bisa dijalankan sepenuhnya agar dapat memfasilitasi petani baik dalam usahatani, pemasaran, dan pengembangan ubi jalar organik kedepannya.
ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI UBI JALAR DI DESA GUNUNG MALANG KECAMATAN TENJOLAYA KABUPATEN BOGOR
FERRY HERDIMAN H34050908
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Agribisnis
DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010
Judul Skripsi
: Analisis Pendapatan Usahatani Ubi Jalar di Desa Gunung Malang Kecamatan Tenjolaya Kabupaten Bogor.
Nama
: Ferry Herdiman
NIM
: H34050908
Disetujui, Pembimbing
Ir. Popong Nurhayati, M.M NIP 19670211 199203 2 002
Diketahui Ketua Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor
Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS NIP 19580908 198403 1 002
Tanggal Lulus :
PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul Analisis Pendapatan Usahatani Ubi Jalar di Desa Gunung Malang Kecamatan Tenjolaya Kabupaten Bogor adalah karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, November 2010
Ferry Herdiman H34050908
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Cianjur, Jawa Barat pada tanggal 2 Mei 1987. Penulis adalah anak ketiga dari lima bersaudara dari pasangan Suhendra dan Entin Kartini. Penulis menyelesaikan pendidikan di SDN Pasir Sarongge pada tahun 1999 dan pendidikan menengah pertama diselesaikan pada tahun 2002 di SLTPN 1 Pacet. Pendidikan lanjutan menengah atas di SMUN 1 Cianjur diselesaikan pada tahun 2005. Pada tahun 2005 juga penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI namun belum mendapat jurusan. Pada tahun 2006 penulis diterima pada Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Selama mengikuti pendidikan penulis aktif pada kegiatan organisasi di lingkungan kampus seperti menjadi anggota Agriaswara periode tahun 2007-2008 dan anggota HIPMA (Himpunan Mahasiswa Agribisnis) periode tahun 20082009. Selain itu penulis juga aktif dalam berbagai kepanitiaan seperti YES 2007 (Young Entrepreneur Seminar), HPW 2007 (Hari Pelepasan Wisuda), BGTC 2008 (Banking Goes To Campus).
KATA PENGANTAR Alhamdulillah puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala nikmat karunia dan kekuatan yang telah diberikanNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
Analisis Pendapatan
Usahatani Ubi Jalar di Desa Gunung Malang Kecamatan Tenjolaya Kabupaten Bogor . Skripsi ini merupakan hasil karya penulis untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar sarjana pada Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Fokus kajian dalam skripsi ini adalah untuk menganalisis pendapatan usahatani ubi jalar yang dilakukan oleh responden petani di Desa Gunung Malang Kecamatan Tenjolaya Kabupaten Bogor. Semoga penelitian ini bermanfaat bagi semua pihak termasuk penulis dan juga petani ubi jalar di tempat penulis melakukan penelitian. Penulis juga mengharapkan masukan yang bersifat membangun untuk perbaikan penulis di masa mendatang. Namun demikian, sangat disadari masih terdapat kekurangan dalam penulisan penelitian ini karena keterbatasan dan kendala yang dihadapi. Untuk itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun ke arah penyempurnaan pada skripsi ini sehingga dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Bogor, November 2010 Ferry Herdiman
UCAPAN TERIMAKASIH Puji serta syukur penulis
panjatkan ke pada Allah SWT yang selalu
memberikan lindungan dan limpahan rahmatNya serta kemudahan yang Engkau berikan kepada penulis. Dalam menyelesaikan skripsi ini banyak pihak yang telah memberikan bantuan, arahan, dukungan dan doa yang akan selalu penulis kenang dan syukuri. Sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah SWT, penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Papa dan Mama atas segala kasih sayang, doa, dan dukungan baik moral maupun material kepada penulis. Karya ini saya persembahkan untuk kalian. 2. Ir. Popong Nurhayati, MM, selaku dosen pembimbing atas bimbingan, arahan, waktu dan kesabaran yang telah diberikan kepada penulis selama penyusunan skripsi ini. 3. Tintin Sarianti, SP, MM, selaku dosen penguji utama yang bersedia meluangkan waktunya serta memberikan saran dan masukan kepada penulis. 4. Ir. Wahyu Budi Priatna, M.si, selaku dosen penguji komdik yang memberikan masukan dan saran dalam perbaikan skripsi ini kepada penulis. 5. Adriyanto Pratama, SE, atas bantuan, bimbingan, dan segala hal yang telah diberikan kepada penulis serta selalu menemani pembuatan skripsi ini. Skripsi ini tidak akan pernah selesai tanpa campur tanganmu. 6. Bu Ida, mba Dian dan seluruh dosen dan staf Departemen Agribisnis atas bantuannya sehingga penulis dapat mencapai tahap ini. 7. Pak isak dan seluruh petani responden di Desa Gunung Malang atas kebaikan yang diterima oleh penulis selama penelitian,
informasi, dan kesempatan
untuk melakukan penelitian. 8. Kakak dan adik-adikku Nia Novi Hertini, Venny Heryani (Alm), Devi Herdini, dan Fauzy Hermansyah atas semangat dan kasih sayang yang telah diberikan. 9. Keluarga Besar Suhendra dan Entin Kartini yang selama ini saling berbagi kebahagiaan bersama penulis. 10. Saudara sepupu penulis yang selalu ada dan memberi motivasi, khususnya Rony, Guntur, dan Tegar.
11. Dewan Direksi Permata Tani Mandiri, Hary Purnama, Tiara Sakina, Adriyanto Pratama, dan Abdul Rozak atas semangat, saran, dan pengalaman berharga bagi penulis. 12. Sahabat-sahabat penulis, di Pondok Iwan : Noel, Sule, Bayu, Isnur, Nawi, Teguh, dan Faisal. 13. Ibu-ibu darmawanita pondok iwan : Purbasari, Ayu, Rina, Amel, Hepi, Cila atas semangat, saran, dan pengalaman berharga bagi penulis 14. Teman-teman satu bimbingan, Trie Ariesiana, Dina Wening Ati dan Syahra Zulfah atas semangat dan saran selama berdiskusi dengan penulis. 15. Teman-teman Gladikarya Desa Lebak Muncang, Sule, manda, Lenny, dan Nurul atas pengalaman berharga selama di Ciwidey. 16. Teman-teman Agribisnis 42 atas semangat, kebersamaan, dan saran kepada penulis. 17. Kawan-kawan bermusik, berbagi inspirasi dan menunjukkan karya-karya seni: Agriaswara, Laquinta band, 4Luv, Teddy dan Filo-project yang tidak akan pernah mati. 18. Semua pihak yang turut membantu dalam pembuatan skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu, terima kasih atas bantuannya.
Bogor, November 2010 Ferry Herdiman
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL .............................................................................
xiii
DAFTAR GAMBAR .........................................................................
xiv
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................
xv
I
PENDAHULUAN ................................................................. 1.1. Latar Belakang ................................................................. 1.2. Perumusan Masalah .......................................................... 1.3. Tujuan Penelitian .............................................................. 1.4. Manfaat Penelitian ............................................................ 1.5. Ruang Lingkup Penelitian .................................................
1 1 5 8 8 9
II
TINJAUAN PUSTAKA ........................................................ 2.1. Deskripsi Ubi Jalar ........................................................... 2.2. Deskripsi Pertanian Organik ............................................. 2.3. Hasil Penelitian Terdahulu ................................................ 2.4. Evaluasi Penelitian Terdahulu ...........................................
10 10 13 17 21
III
KERANGKA PEMIKIRAN ................................................. 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis ............................................ 3.1.1. Konsep Usahatani ................................................... 3.1.2. Analisis Usahatani ............................................... 3.2. Kerangka Pemikiran Operasional ......................................
23 23 23 28 32
1V
METODE PENELITIAN ...................................................... 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ............................................ 4.2. Jenis dan Sumber Data ...................................................... 4.3. Metode Pengumpulan Data ............................................... 4.4. Metode Pengolahan dan Analisis Data .............................. 4.5. Analisis Pendapatan Usahatani ......................................... 4.6. Analisis Anggaran Keuntungan Parsial .............................
35 35 35 36 37 38 42
V
GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN ............................... 5.1. Karakteristik Wilayah ....................................................... 5.2. Karakteristik Sosial Ekonomi Masyarakat ........................ 5.3. Karakteristik Petani Responden ........................................ 5.3.1. Umur Responden .................................................... 5.3.2. Status Usahatani Ubi Jalar ...................................... 5.3.3. Tingkat Pendidikan ................................................. 5.3.4. Pengalaman Usahatani ............................................ 5.3.5. Luas Lahan ............................................................. 5.3.6. Status Kepemilikan Lahan ......................................
44 44 45 46 46 47 47 48 49 49
VI
HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................. 6.1. Keragaan Usahatani Ubi Jalar ........................................... 6.1.1. Penggunaan Sarana Produksi .................................. 6.1.1.1. Bibit Ubi Jalar ........................................... 6.1.1.2. Pupuk dan Pestisida ................................... 6.1.1.3. Alat-alat Pertanian ..................................... 6.1.1.4. Lahan ........................................................ 6.1.1.5. Tenaga Kerja ............................................. 6.1.1.6. Modal ........................................................ 6.1.2. Teknik Budidaya Ubi Jalar ..................................... 6.1.2.1. Penggaritan ............................................... 6.1.2.2. Penanaman ................................................ 6.1.2.3. Penurunan Tanah ....................................... 6.1.2.4. Pemupukan ................................................ 6.1.2.5. Penaikan Tanah ......................................... 6.1.2.6. Pemotongan Batang ................................... 6.1.2.7. Panen ........................................................ 6.1.3. Pemasaran Ubi Jalar ............................................... 6.2. Analisis Pendapatan Usahatani Ubi Jalar .......................... 6.2.1. Penerimaan Usahatani Ubi Jalar ............................. 6.2.2. Biaya Usahatani Ubi Jalar ....................................... 6.2.2.1. Biaya Bibit ................................................ 6.2.2.2. Biaya Pupuk .............................................. 6.2.2.3. Biaya Tenaga Kerja ................................... 6.2.2.4. Biaya Pajak dan Sewa Lahan ..................... 6.2.3. Pendapatan Usahatani Ubi Jalar .............................. 6.3. Analisis Parsial Penerapan Ubi Jalar Organik ................... 6.3.1. Perubahan Biaya ..................................................... 6.3.2. Perubahan Penerimaan ........................................... 6.3.3. Implikasi Penerapan Ubi Jalar Organik ...................
50 50 50 50 51 52 52 53 53 54 54 55 55 55 56 56 57 57 59 60 60 60 61 62 63 64 66 68 69 69
VII
KESIMPULAN DAN SARAN ................................................ 7.1. Kesimpulan ........................................................................ 7.2. Saran ..................................................................................
71 71 72
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................
73
LAMPIRAN ........................................................................................
75
DAFTAR TABEL Nomor 1. 2. 3.
Halaman Kandungan Gizi dan Kalori Ubi Jalar, Beras, Ubi Kayu dan Jagung ..........................................................................
2
Produksi Ubi Jalar di Beberapa Kabupaten di Propinsi Jawa Barat Tahun 2003-2007 ...............................................
3
Luas Panen, Propuktivitas, dan Produksi Ubi Jalar di Beberapa Kecamatan di Kabupaten Bogor ............................
5
4.
Perbedan Pertanian Organik dan Konvensional .....................
16
5.
Perhitungan Analisis Pendapatan Usahatani ..........................
41
6.
Bentuk Tabulasi Anggaran Parsial ........................................
43
7.
Jumlah Penduduk Desa Gunung Malang Berdasarkan Tingkat Pendidikan Tahun 2009 ..........................................
45
Jumlah Penduduk Desa Gunung Malang Berdasarkan Mata Pencaharian Tahun 2009 .............................................
45
Luas Panen dan Produksi Palawija di Desa Gunung Malang Tahun 2008 ........................................................................
46
Karakteristik Petani Responden Berdasarkan Umur di Desa Gunung Malang Tahun 2010 ........................................
47
Status Usahatani Ubi jalar Petani Responden di Desa Gunung Malang Tahun 2010 ........................................
47
12.
Karakteristik Petani Responden Berdasarkan Pendidikan ......
48
13.
Karakteristik Petani Responden Berdasarkan Pengalaman ....
48
14.
Karakteristik Petani Responden Berdasarkan Luas Lahan .....
49
15.
Rata-rata Penggunaan Biaya TKLK Usahatani Ubi Jalar per Hektar per Musim Tanam ...............................................
62
Rata-rata Penggunaan Biaya TKDK Usahatani Ubi Jalar per Hektar per Musim Tanam ...............................................
63
Analisis Pendapatan Usahatani Ubi Jalar Petani Responden per Hektar per Musim Tanam ...............................................
64
Perubahan Biaya Pupuk pada Penerapan Ubi Jalar Organik dengan Pupuk Kandang ........................................................
68
Perubahan Biaya Tenaga Kerja pada Penerapan Ubi Jalar Organik dengan Pupuk Kandang ..........................................
68
Analisis Anggaran Keuntungan Parsial Penerapan Ubi Jalar Organik dengan Pupuk Kandang ..........................................
70
8. 9. 10. 11.
16. 17. 18. 19. 20.
DAFTAR GAMBAR Nomor
Halaman
1.
Kerangka Pemikiran Operasional ...........................................
34
2.
Saluran Pemasaran Ubi Jalar di Desa Gunung Malang ..........
58
DAFTAR LAMPIRAN Nomor 1.
Halaman Luas Panen, Produktivitas dan Produktivitas Ubi Jalar di Tingkat Propinsi Tahun 2007-2008 .......................................
75
Kuesioner Analisis Pendapatan Usahatani Ubi Jalar di Desa Gunung Malang Kecamatan Tenjolaya Bogor ......................
76
3.
Karakteristik Petani Responden ............................................
80
4.
Biaya Pajak Lahan dan Biaya Bibit Usahatani Ubi Jalar Petani Responden ................................................................
81
5.
Biaya Pengadaan Pupuk Kimia .............................................
82
6.
Biaya Tenaga Kerja Luar Keluarga Usahatani Ubi Jalar Petani Responden .................................................................
83
Biaya Tenaga Kerja Dalam Keluarga Usahatani Ubi Jalar Petani Responden .................................................................
84
Penerimaan Produksi Usahatani Ubi Jalar Petani Responden .................................................................
85
Dokumentasi Hasil Penelitian ...............................................
86
2.
7. 8. 9.
I PENDAHULUAN 1.1.
Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan manusia yang paling mendasar karena
berpengaruh terhadap eksistensi dan ketahanan hidup manusia itu sendiri. Pembangunan
ketahanan pangan
di
Indonesia
telah ditegaskan
dalam
Undang-Undang Nomor 7 tahun 1996 tentang Pangan yang dirumuskan sebagai usaha mewujudkan ketersediaan pangan bagi seluruh rumah tangga dalam jumlah yang cukup, mutu dan gizi yang layak, aman dikonsumsi, merata serta terjangkau oleh setiap individu1. Oleh karena itu, ketahanan pangan menjadi salah satu isu paling strategis dalam konteks pembangunan nasional, khususnya bagi negara berkembang seperti Indonesia. Ketahanan pangan menjadi isu yang semakin penting, apabila dilihat dari pertambahan penduduk. Pemenuhan kebutuhan pangan mayoritas penduduk Indonesia masih sangat tergantung pada satu sumber, yaitu beras. Hal ini menimbulkan permasalahan bagi bangsa Indonesia karena jumlah produktivitas beras nasional tidak mampu menutupi kebutuhan pangan penduduk yang semakin hari semakin meningkat. Jumlah penduduk Indonesia terus meningkat setiap tahunnya. Selama empat tahun terakhir terjadi peningkatan jumlah penduduk sebesar 8.671.300 jiwa atau sekitar 2,2 juta jiwa per tahun (BPS, 2009). Masalah ketersediaan pangan untuk memenuhi kebutuhan penduduk merupakan masalah yang serius dan tidak dapat diabaikan begitu saja. Meskipun selama dua tahun terakhir dilaporkan bahwa swasembada beras dapat dicapai kembali. Namun, untuk jangka pangjang masih menjadi pertanyaan besar karena belum ada yang dapat memastikan bahwa swasembada pangan akan terus dicapai mengingat selama 20 tahun terakhir kita kehilangan banyak luas areal sawah subur di Jawa karena alih fungsi lahan. 2 Diversifikasi pangan merupakan langkah yang tepat dan penting dilakukan karena produksi maupun distribusi beras seringkali tersendat. Diversifikasi pangan dipilih sebagai langkah utama selain waktu yang diperlukan lebih pendek
1
Krisnamurthi, Bayu. 2003. Penganeka-Ragaman Pangan : Pengalaman 40 Tahun dan Tantangan Kedepan. Artikel Th. II No. 7.
2
www.ekonomirakyat.org (Diakses 10 Desember 2009)
www.lampungpost.com. [diakses pada tanggal 6 Desember 2009]
jika dibandingkan dengan program lain, seperti ekstensifikasi dan intensifikasi. Hal ini juga ditujukan untuk mendorong masyarakat (petani) lebih kreatif dalam memanfaatkan lahan yang ada dengan menanam tanaman yang dapat menjadi bahan makanan pokok selain padi, seperti jagung, ubi jalar, dan umbi-umbian lainnya sehingga dapat membangkitkan ketahanan pangan keluarga masingmasing, yang berujung pada peningkatan ketahanan pangan nasional. Komoditas tanaman pangan terdiri dari dua bagian besar, yaitu: padipadian (cereals) dan umbi-umbian (tubers). Beras, jagung, sorgum, kedelai, sagu, kacang hijau dan gandum termasuk ke dalam cereals. Sedangkan ubi kayu dan ubi jalar termasuk ke dalam tubers. Ubi jalar merupakan salah satu komoditas tanaman pangan yang potensial untuk dikembangkan sebagai produk substitusi dari beras. Adapun beberapa alasan penting mengembangkan ubi jalar diantaranya yaitu pertama, tanaman ini sesuai dengan agroklimat sebagian besar wilayah Indonesia. Kedua, kandungan zat gizi yang terkandung pada ubi jalar lebih lengkap daripada tanaman pangan lain, hal ini dapat dilihat pada Tabel 1. Ketiga, potensi penggunaannya cukup luas, baik sebagai bahan mentah (dalam bentuk umbi segar untuk kebutuhan langsung), sebagai bahan baku (pembuatan saos dan pakan ternak), produk setengah jadi (tepung ubi jalar untuk bahan baku produk pangan olahan), maupun produk akhir (produk pangan olahan), sehingga cocok untuk program diversifikasi pangan (Jamrianti 2007). Tabel 1. Kandungan Gizi dan Kalori Ubi Jalar, Beras, Ubi Kayu, dan Jagung Bahan Kalori (kal) Ubi 123 Jalar Beras 360 Ubi 146 Kayu Jagung 361
Karbohidrat Protein Lemak (g) (g) (g) 27.9 1.2 0.7
Vit. A (SI) 7000
Vit. C (mg) 22
Ca (mg) 30
78.9 34.7
6.8 1.2
0.7 0.3
0 0
0 30
6 33
72.4
8.7
4.5
350
0
9
Sumber : Harnowo et al., (1994)
Salah satu sumber karbohidrat non beras yang bergizi tinggi dan sangat potensia untuk dikembangkan sebagai penunjang dalam pengembangan program diversifikasi pangan adalah ubi jalar (Zuraida dan Supriatin, 2005). Ubi jalar mempunyai potensi yang cukup besar untuk ditingkatkan produksinya dan
umbinya dapat diproses menjadi aneka ragam produk yang mampu mendorong pengembangan agroindustri dalam diversifikasi pangan. Produktivitas ubi jalar cukup tinggi dibandingkan dengan beras maupun ubi kayu. Ubi jalar dengan masa panen empat bulan dapat berproduksi antara 25-30 ton/ha lebih. Walaupun saat ini rata-rata produktivitas ubi jalar nasional baru mencapai 12 ton/ha, tetapi masih lebih besar jika kita bandingkan dengan produktivitas gabah (+- 4,5 ton/ha) atau ubi kayu (+- 8 ton /ha) dengan masa panen lebih lama dari masa panen ubi jalar (Pusat Penelitian Tanaman Pangan, 2007). Total luas areal panen ubi jalar di Indonesia pada tahun 2008 mencapai 174.561 Ha dengan tingkat produksi sebesar 1.881.761 ton dan produktivitasnya berkisar pada 10,78 ton per hektarnya. Sentra produksi ubi jalar yang paling banyak memberikan kontribusi produksi terbesar di Indonesia adalah Jawa Barat yaitu sebesar 376.490 ton pada tahun 2008 (BPS 2009, Lampiran 1). Dilihat dari produktivitasya, setiap daerah mempunyai tingkat produktivitas yang berbedabeda tergantung dari varietas ubi jalar, kesesuaian kondisi lahan dan teknologi yang digunakan. Provinsi Jawa Barat mempunyai potensi sumber daya yang sangat mendukung untuk pengembangan ubi jalar, terlihat dari luas panen mencapai 27.252 ha untuk musim tanam 2008 dengan produksi mencapai 376.490 ton. Produktivitas ubi jalar di Jawa Barat sebesar 13,82 ton/ha lebih tinggi dari produktivitas rata-rata nasional sebesar 12,00 ton/ha. Kabupaten Bogor merupakan daerah penghasil ubi jalar terbesar ketiga di Jawa Barat setelah Kabupaten Kuningan dan Garut (Tabel 2). Tabel 2. Produksi Ubi Jalar di Beberapa Kabupaten di Propinsi Jawa Barat Tahun 2003-2007 No Kabupaten 1. 2. 3. 4. 5.
Kuningan Garut Bogor Bandung Tasikmalaya
2003 92.890 48.413 55.358 28.533 12.743
2004 94.256 57.966 55.455 33.857 16.859
Produksi (ton) 2005 2006 89.985 100.169 51.856 65.566 50.811 56.694 41.734 33.152 30.516 23.636
Sumber : Dinas Pertanian Propinsi Jawa Barat, (2007, diolah)
2007 105.610 70.764 56.313 25.245 20.251
Pertanian organik memiliki peluang yang sangat baik untuk dikembangkan dimasa kini dan mendatang. Hal ini didukung oleh beberapa faktor, yakni adanya kritik terhadap asupan kimia yang menyebabkan terjadinya degradasi lingkungan dan pada akhirnya akan membawa sistem pertanian konvensional beralih ke sistem pertanian yang lebih baik melalui sistem pertanian organik, semakin tingginya kesadaran masyarakat untuk hidup sehat serta ramah lingkungan dengan mengkonsumsi produk organik, tingginya permintaan produk organik dari negara-negara maju di dunia yang dapat membuka peluang ekspor yang cukup besar bagi produk organik, serta adanya peluang untuk meningkatkan pendapatan petani karena produk pertanian organik menghemat biaya produksi dan harga jualnya lebih tinggi dibanding produk pertanian konvensional. (Sutanto, 2002) Salah satu alternatif untuk mempertahankan dan meningkatkan kesuburan tanah adalah dengan pemberian bahan organik seperti pupuk kandang ke dalam tanah. Pemberian pupuk kandang, selain dapat meningkatkan kesuburan tanah juga dapat mengurangi penggunaan pupuk buatan yang harganya relatif mahal dan terkadang sulit diperoleh. Pupuk kandang adalah kotoran padat dan cair dari hewan yang tercampur dengan sisa-sisa pakan dan alas kandang. Dewasa ini pemupukan dengan pupuk anorganik atau pupuk buatan penggunaannya semakin meningkat. Hal ini bila berlangsung terus dapat menyebabkan terjadinya ketidakseimbangan hara dalam tanah, dan rusaknya struktur tanah, sehingga dapat menurunkan produktivitas tanah pertanian. Begitu pula pada tanaman pangan alternatif diversifikasi seperti ubi jalar. Implementasi pertanian organik pada usahatani ubi jalar akan memberikan banyak manfaat baik bagi konsumen maupun petani itu sendiri. Usahatani ubi jalar organik akan dapat meningkatkan pendapatan petani jika dilakukan dengan baik dan efisien. Jika pendapatan petani ubi jalar dapat ditingkatkan, maka upaya pengembangan dan pelaksanaan program diversifikasi pangan akan berjalan lebih baik. Oleh karena itu penting untuk dilakukan suatu studi atau penelitian yang menganalisis implementasi upaya penerapan budidaya organik pada komoditi pangan seperti ubi jalar.
1.2.
Perumusan Masalah Salah satu sentra produksi ubi jalar di Kabupaten Bogor adalah Kecamatan
Tenjolaya. Jumlah produksi di Tenjolaya cukup stabil dalam jumlah yang besar dibandingkan kecamatan lainnya yang sangat fluktuatif, hal ini terlihat pada data produksi ubi jalar dari tahun 2007-2008 (Tabel 3). Beberapa Kecamatan ada yang mengalami penurunan jumlah produksi yang tinggi seperti Pamijahan, namun sebaliknya Kecamatan Cibungbulang mengalami peningkatan yang sangat tinggi. Hal ini mengindikasikan bahwa beberapa daerah tidak mampu memproduksi ubi jalar secara kontinu (berkelanjutan). Tabel 3. Luas Panen, Produktivitas, dan Produksi Ubi Jalar di Beberapa Kecamatan di Kabupaten Bogor
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Kecamatan Tenjolaya Cibungbulang Ciampea Megamendung Dramaga Tamansari Cijeruk Bojonggede Pamijahan Rancabungur
Luas Panen Ha 291 655 122 152 135 131 117 100 417 95
2007 2008 Produk Luas ProdukProduksi Produksi -tivitas Panen tivitas Ton/Ha Ton Ha Ton/Ha Ton 14,59 8.857 603 14,48 8.732 14,35 244 601 14,68 8.822 14,61 2.540 586 14,63 8.576 13,71 2.604 269 13,55 3.644 14,57 2.040 190 14,32 2.720 14,59 2.466 174 14,24 2.478 14,27 1.641 173 13,97 2.416 13,39 415 150 13,49 2.023 14,73 9.341 136 14,63 1.990 14,69 3.452 135 14,41 1.945
Sumber : BPS Kabupaten Bogor (2009)
Peluang pengembangan agribisnis ubi jalar masih sangat terbuka mengingat Kecamatan Tenjolaya atau Kabupaten Bogor pada umumnya memiliki potensi yang cukup besar untuk pengembangan komoditas tersebut. Kesesuaian ekosistem lahan pertanian di Kabupaten Bogor baik kondisi iklim, tanah dan letak geografis merupakan faktor penting dalam memproduksi ubi jalar yang berkualitas dengan hasil yang tinggi. Selain itu ketersediaan sumberdaya lahan yang cukup luas dan tenaga kerja pertanian yang cukup banyak juga merupakan potensi yang dapat dimanfaatkan secara optimal untuk pengembangan komoditi ubi jalar sebagai bahan pangan alternatif.
Salah satu desa penghasil ubi jalar yang ada di Kabupaten Bogor adalah Desa Gunung Malang, Kecamatan Tenjolaya. Sebagian besar petani di daerah ini menjadikan tanaman ubi jalar sebagai komoditi utama dalam bercocok tanam. Berdasarkan hasil pengamatan sementara petani ubi jalar di Desa Gunung Malang masih menghadapi permasalahan dalam meningkatkan pendapatan usahatani mereka. Hal ini disebabkan tingkat produktivitas yang sulit ditingkatkan dan harga ubi jalar yang rendah. Produktivitas optimal yang dapat dicapai masih di bawah 20 ton per hektarnya. Sedangkan harga sangat berfluktuatif dan relatif rendah dengan kisaran paling bagus sebesar Rp 1000. Sebagai pelaku ekonomi yang bertindak rasional, petani ubi jalar di Desa Gunung Malang menginginkan keuntungan berupa pendapatan dari kegiatan produksi yang dilakukannya. Terdapat banyak kendala yang dihadapi petani sehingga mereka mengalami kesulitan untuk meningkatkan produktivitas dan pendapatannya (kemandirian ekonominya). Pertama, kendala struktural sumber daya lahan. Sebagian besar petani kita adalah petani lahan sempit. Teori ekonomi mengatakan ada ukuran skala ekonomi tertentu dari aktivitas produksi yang harus dipenuhi (economic of scale) agar suatu unit usaha bisa menguntungkan dan efisien. Jelas luas lahan yang sangat rendah tersebut adalah kendala struktural yang dihadapi petani kita untuk memperoleh pendapatan usaha tani yang bersifat insentif untuk berproduksi. Kendala kedua adalah masalah rendahnya akses terhadap input pertanian penting. Kendala ketiga adalah minimnya akses terhadap dana dan modal. Sedangkan kendala keempat adalah banyaknya masalah pada pemasaran output yang dihasilkan. Keuntungan usahatani yang didapat oleh petani merupakan hasil dari penerimaan dikurangi dengan biaya yang telah dikeluarkan selama proses usahatani tersebut berjalan. Upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan pendapatan usahatani ubi jalar antara lain dengan cara meningkatkan produksi. Akan tetapi untuk melakukan hal ini petani sering kali terbentur masalah permodalan, karena dengan meningkatkan produksi berarti petani membutuhkan modal awal usaha yang lebih besar. Sementara itu, besar kecilnya penerimaan petani juga bergantung pada jumlah produksi yang dihasilkan dan harga jual ubi jalar tersebut. Sedangkan tingkat harga ubi jalar cenderung selalu rendah dan
berfluktuatif, Dalam hal ini petani hanya bertindak sebagai price taker, sehingga posisi tawar petani sangat kecil. Peningkatan
produktivitas
dapat
di
lakukan
oleh
petani
untuk
meningkatkan pendapatan. Hal ini dapat dilakukan salah satunya dengan cara pemanfaatan teknik dan teknologi baru yang lebih produktif, antara lain varietas unggul; teknologi budi daya; pengendalian hama dan penyakit; panen dan pascapanen; serta sosial ekonomi dan pemasaran. Upaya tersebut memerlukan sentuhan teknologi yang sesuai dengan kondisi setempat, yaitu secara teknis dapat diterapkan, secara sosial budaya dapat diterima, dan secara ekonomis menguntungkan (Limbongan dan Soplanit). Petani ubi jalar di Desa Gunung Malang sebagian besar mengandalkan teknik budidaya yang konvensional. Salah satu upaya yang mungkin dapat
dilakukan oleh petani adalah dengan
penghematan biaya usahatani, agar penerimaan aktual yang diterima petani dapat lebih tinggi. Pengeluaran yang paling bisa dihemat adalah biaya-biaya yang bersifat biaya variabel. Dalam usahatani ubi jalar biaya tersebut diantaranya adalah bibit, pupuk, obat-obatan (pestisida), tenaga kerja, dll. Sistem pertanian konvensional yang merupakan sistem pertanian dengan menggunakan bahan-bahan kimia seperti pupuk kimia, pestisida kimia serta obatobatan kimia lain memang terbukti mampu meningkatkan produktivitas tanah dalam waktu yang relatif pendek. Namun tidak dapat dipungkiri bahwa akibat perlakuan proses produksi tersebut, dalam jangka panjang akan mulai tampak tanda-tanda terjadinya kelelahan pada tanah dan penurunan produktivitas pada hamper semua jenis tanaman yang diusahakan. Apabila tidak ada tindakan lebih lanjut untuk memperbaikinya, maka akan menimbulkan dampak buruk lanjutan terhadap kelestarian dan kesehatan lingkungan disekitarnya. Konsep pertanian berbasis organik merupakan salah satu teknologi budidaya yang memungkin adanya upaya penghematan biaya bagi usahatani ubi jalar. Selain petani dapat menghemat biaya, petani juga ikut berpartisipasi dalam upaya penyediaan pangan yang sehat. Hal ini juga sejalan dengan perspektif pertanian di masa yang akan datang.
Konsep organik yang dimaksud dapat
dilakukan dengan cara tidak menggunakan pupuk kimia dan obat-obatan atau pestisida dalam budidaya ubi jalar yang dilakukan. Dengan upaya usahatani ubi
jalar secara organik maka petani dapat mengurangi beberapa struktur biaya sehingga hal ini diharapkan dapat meningkatkan keuntungan bagi petani ubi jalar. Berdasarkan
uraian
di
atas,
maka
dapat
dirumuskan
beberapa
permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini, yaitu : 1. Bagaimana keragaan usahatani ubi jalar di Desa Gunung Malang, Kecatamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor? 2. Bagaimana pendapatan petani dari usahatani ubi jalar secara konvensional di Desa Gunung Malang, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor? 3. Apakah upaya usahatani ubi jalar secara organik lebih menguntungkan bagi petani ubi jalar di Desa Gunung Malang, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor? 1.3.
Tujuan Penelitian Berdasarkan permasalahan, maka tujuan dilakukannya penelitian ini
adalah: 1. Mengidentifikasi keragaan usahatani ubi jalar di Desa Gunung Malang, Kecatamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor. 2. Menganalisis pendapatan petani dari usahatani ubi jalar
secara
konvensional di Desa Gunung Malang Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor. 3. Menganalisis keuntungan yang diterima oleh petani dari upaya usahatani ubi jalar secara organik di Desa Gunung Malang, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor. 1.4.
Manfaat Penelitian Berdasarkan penelitian yang dilaksanakan, maka kegunaan penulisan
penelitian ini, yaitu : 1. Bagi petani, penelitian ini dapat menjadi bahan informasi untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas usahatani ubi jalar untuk memperoleh pendapatan yang lebih besar. 2. Bagi penulis, hasil penelitian diharapkan menjadi sarana aplikasi dari teori-teori yang telah diperoleh selama perkuliahan serta dapat menambah wawasan penulis mengenai usahatani ubi jalar.
3. Bagi pembaca, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai media informasi mengenai kondisi usahatani ubi jalar di salah satu daerah penghasil ubi jalar di Kabupaten Bogor. Penelitian ini juga sebagai referensi bagi penelitian-penelitian selanjutnya mengenai usaha tani. 1.5.
Ruang Lingkup Penelitian ini dilakukan pada petani ubi jalar yang berada di Desa Gunung
Malang, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor. Keragaan usahatani ubi jalar dianalisis secara kualitatif berdasarkan fakta yang ada di lapangan. Sedangkan analisis pendapatan usahatani, imbangan atas penerimaan dan biaya (R/C), dan anggaran keuntungan parsial dilakukan secara kuantitatif untuk mengetahui kelayakan dari usahatani yang dilakukan petani ubi jalar di Desa Gunung Malang.
II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.
Deskripsi Ubi Jalar Ubi jalar (Ipomea batatas L) atau ketela rambat atau
sweet potato
diduga berasal dari Benua Amerika. Ubi jalar merupakan sumber karbohidrat yang penting di samping padi, jagung, sagu dan ubi-ubi lainnya. Ubinya dimakan setelah direbus atau dibakar atau diolah lebih lanjut untuk bahan industri tepung alkohol, sari karotin, bahan perekat atau sirup. Zat patinya merupakan salah satu bahab dalam pembuatan tekstil atau kertas. Batang tanaman berakar banyak dan menjalar di permukaan tanah, berwarna hijau, kuning atau ungu. Daunnya tunggal dan beraneka ragam, baik bentuk maupun warnanya. Demikian pula halnya bentuk, warna dan rasa umbinya. Daun bersama batang mudanya digunakan untuk sayuran juga dipakai sebagai makanan ternak. Plasma nutfah (sumber genetik) tanaman ubi jalar yang tumbuh di dunia diperkirakan berjumlah lebih dari 1000 jenis, namun baru 142 jenis yang diidentifikasi oleh para peneliti. Lembaga penelitian yang menangani ubi jalar, antara lain: International Potato centre (IPC) dan Centro International de La Papa (CIP). Varietas atau kultivar atau klon ubi jalar yang ditanam di berbagai daerah jumlahnya cukup banyak, antara lain: lampeneng, sawo, cilembu, rambo, SQ-27, jahe, kleneng, gedang, tumpuk, georgia, layang-layang, karya, daya, borobudur, prambanan, mendut, dan kalasan. Varietas yang digolongkan sebagai varietas unggul harus memenuhi persyaratan sebagai berikut (Hafsah, 2004): 1)
Berdaya hasil tinggi, di atas 30 ton/hektar.
2)
Berumur pendek (genjah) antara 3-4 bulan.
3)
Rasa ubi enak dan manis.
4)
Tahan terhadap hama penggerek ubi (Cylas sp.)dan penyakit kudis oleh cendawan Elsinoe sp.
5)
Kadar karotin tinggi di atas 10 mg/100 gram.
6)
Keadaan serat ubi relatif rendah.
Di beberapa daerah tertentu, ubi jalar merupakan salah satu komoditi bahan makanan pokok. Ubi jalar merupakan komoditi pangan penting di Indonesia dan diusahakan penduduk mulai dari daerah dataran rendah sampai dataran tinggi. Ubi jalar dapat diolah menjadi berbagai bentuk atau macam produk olahan. Beberapa peluang penganeka-ragaman jenis penggunaan ubi jalar dapat dilihat berikut ini (Hafsah, 2004): 1)
Daun: sayuran, pakan ternak
2)
Batang: bahan tanam, pakan ternak
3)
Kulit ubi: pakan ternak
4)
Ubi segar: bahan makanan
5)
Tepung: makanan
6)
Pati: fermentasi, pakan ternak, asam sitrat. Tanaman ubi jalar dapat diperbanyak secara generatif dengan biji dan
secara vegetatif berupa stek batang atau stek pucuk. Perbanyakan tanaman secara generatif hanya dilakukan pada skala penelitian untuk menghasilkan varietas baru. Teknik perbanyakan tanaman ubi jalar yang sering dipraktekan adalah dengan stek batang atau stek pucuk. Bahan tanaman (bibit) berupa stek pucuk atau stek batang harus memenuhi syarat sebagai berikut: 1)
Bibit berasal dari varietas atau klon unggul.
2)
Bahan tanaman berumur 2 bulan atau lebih.
3)
Pertumbuhan tanaman yang akan diambil steknya dalam keadaan sehat, normal, tidak terlalu subur.
4)
Ukuran panjang stek batang atau stek pucuk antara 20-25 cm, ruas-ruasnya rapat dan buku-bukunya tidak berakar.
5)
Mengalami penyimpanan di tempat yang teduh selama 1-7 hari. Bahan tanaman (stek) dapat berasal dari tanaman produksi dan dari tunas-
tunas ubi yang secara khusus disemai atau melalui proses penunasan. Perbanyakan tanaman dengan stek batang atau stek pucuk secara terus-menerus mempunyai kecenderungan penurunan hasil pada generasi-generasi berikutnya. Oleh karena itu, setelah 3-5 generasi perbanyakan harus diperbaharui dengan cara menanam atau menunaskan umbi untuk bahan perbanyakan.
Zat hara yang terbawa atau terangkut pada saat panen ubi jalar cukup tinggi, yaitu terdiri dari 70 kg N (± 156 kg urea), 20 kg P2O5 (±42 kg TSP), dan 110 kg K2O (± 220 kg KCl) per hektar pada tingkat hasil 15 ton ubi basah. Pemupukan bertujuan menggantikan unsur hara yang terangkut saat panen, menambah kesuburan tanah, dan menyediakan unsur hara bagi tanaman. Dosis pupuk yang tepat harus berdasarkan hasil analisis tanah atau tanaman di daerah setempat. Dosis pupuk yang dianjurkan secara umum adalah 45-90kg N/ha (100200 kg urea/ha) ditambah 25 kg P2O5/ha (±50 kg TSP/ha) ditambah 50 kg K2O/ha (±100 kg KCl/ha). Pemupukan dapat dilakukan dengan sistem larikan (alur) dan sistem tugal. Pemupukan dengan sistem larikan mula-mula buat larikan (alur) kecil di sepanjang guludan sejauh 7-10 cm dari batang tanaman, sedalam 57 cm, kemudian sebarkan pupuk secara merata ke dalam larikan sambil ditimbun dengan tanah. Usaha perlindungan tanaman dari gangguan hama dan penyakit dilakukan dengan teknik pengendalian secara terpadu, yaitu secara kultur teknis, secara fisik dan mekanis dan secara kimiawi. Adapun hama yang sering menyerang tanaman ubi jalar adalah penggerek batang, hama boleng, tikus, ulat keket dan babi hutan, sedangkan penyakit penting yang sering menyerang adalah kudis, layu fusarium dan virus. Tanaman ubi jalar dapat dipanen bila ubi-ubinya sudah tua (matang fisiologis). Ciri fisik ubi jalar matang, antara lain: bila kandungan tepungnya sudah maksimum, ditandai dengan kadar serat yang rendah dan bila direbus (dikukus) rasanya enak serta tidak berair. Penentuan waktu panen ubi jalar didasarkan atas umur tanaman. Jenis atau varietas ubi jalar berumur pendek (genjah) dipanen pada umur 3-3,5 bulan, sedangkan varietas berumur panjang (dalam) sewaktu berumur 4,5-5 bulan. Panen ubi jalar yang ideal dimulai pada umur 3 bulan, dengan penundaan paling lambat sampai umur 4 bulan. Panen pada umur lebih dari 4 bulan, selain resiko serangan hama boleng cukup tinggi, juga tidak akan memberikan kenaikan hasil ubi.
2.2.
Deskripsi Pertanian Organik Pertanian organik menurut deptan adalah sistem produksi pertanian yang
holistik dan terpadu, yang mengoptimalkan kesehatan dan produktivitas agriekosistem secara alami, sehingga mampu menghasilkan pangan dan serat yang cukup, berkualitas dan berkelanjutan. Menurut pracaya (2006), pertanian organik merupakan sistem pertanian, dalam hal bercocok tanam yang tidak menggunakan bahan kimia berupa pupuk, pestisida, hormon pertumbuhan, tetapi menggunakan bahan organik. Jadi pertanian organik adalah sistem pertanian yang berwawasan lingkungan dengan tujuan untuk meindungi keseimbangan ekosistem alam dengan meminimalkan penggunaan bahan-bahan kimia dan merupakan praktek bertani secara alami yang dapat memberikan hasil yang optimal. Lembaga penjamin pertanian organik indonesia (BIOcert) menyatakan pangan organik merupakan produk pangan segar diantaranya sayuran, buahbuahan setengah jadi maupun pangan jadi atau pangan olahan, yang dihasilkan dari budidaya pertanian organik. Budididaya pertanian organik merupakan budidaya yang memperhatikan keharmonisan, keanekaragaman dan kelesarian alam. Dalam prakteknya lebih banyak menggunakan bahan-bahan alami yang terdapat di alam sekitarnya, tanpa menggunakan asupan agrokimia (bahan kimia untuk pertanian), tidak mengandung bahan-bahan hasil rekayasa genetik (GNO/genetically Modified Organism), serta tidak menggunakan bahan-bahan radiasi untuk tujuan pengawetan produk. Jadi pangan organik menekankan pada tingkat seminimal mungkin penggunaan asupan non alami. Pertanian organik merupakan teknik bertani yang telah digunakan masyarakat petani sejak pertama kali mereka mengenal bercocok tanam. Awalnya, bercocok tanam dilakukan secra berpindah-pindah. Sistem ladang berpindah tersebut kemudian berkembang menjadi sistem pertanian tradisional dengan pengelolaannya yang masih sederhana dan akrab lingkungan karena tidak memakai pestisida. Produksi sayuran tidak mampu mengimbangi kebutuhan pangan penduduk yang jumlahnya terus bertambah. Kebutuhan pangan tersebut dapat diimbangi dengan mengupayakan peningkatan produksi. Perkembangan sistem pertanian konvensional memberi permasalahan baru terhadapmkerusakan
lingkungan, kesehatan manuasia dan produktivitas petani. Permasalahan yang dihadapi dalam pertanian konvensional tersebut dapat diselesaikan dengan mengembangkan pertanian organik, yang berawal dari pemikiran bahwa hutan alam yang terdiri dari ribuan jenis tanaman bisa hidup subur tanpa campur tangan manusia. Sistem pertanian organik memiliki karakteristik tertentu (Pracaya, 2006), diantaranya sebagai berikut : 1)
Melindungi kesuburan jangka panjang tanah dengan menjaga tingkat kandungan materi organik, mendorong aktivitas biologis tanah, dan melakukan intervensi mekanis hati-hati.
2)
Memberikan nutrient tanaman secara tidak langsung menggunakan sumber nutrient yang relatif tidak terlarut, yang kemudian diubah menjadi bentuk yang tersedia untuk tanaman oleh mikroorganisme.
3)
Swasembada nitrogen melalui penggunaan legume dan fiksasi nitrogen secara bologis, serta pendaurulangan bahan organik termasuk residu tanaman dan kotoran ternak.
4)
Pengendalian hama dan penyakit yang secara utama mengandalkan rotasi tanaman, predator alami, keanekaragaman, pemupukan organik, varietas resisten serta intervensi thermal, biologis dan kimiawi yang terbatas (seminimal mungkin).
5)
Pengelolaan ternak secara intensif, dengan memperhatikan masalah kesejahteraan ternak yang berhubungan dengan gizi, penempatan, kesehatan, dan perkembangbiakan.
6)
Memperhatikan dengan seksama dampak dari sistem usahatani pada lingkuangan yang lebih luas dan pada konservasi satwa liar dan habitat alamiah. Tujuan utama dilaksanakan pertanian organik adalah untuk mengoptimasi
kesehatan, produktivitas komunitas tanah, tanaman, hewan dan manusia yang saling terkait ada. Tujuan sistem pertanian organik sebagaimana ditetapkan oleh International Federation of Organic Agriculture Movement (Organic Farming, 1990) adalah sebagai berikut :
1)
Menghasilkan pangan dengan kualitas gizi yang tinggi dan dalam jumlah yang mencukupi. Masih menurut hasil penelitian Soil Association, bahan pangan organik rata-rata mempunyai kandungan vitamin C, mineral, serta phytonutrients (bahan dalam tanaman yang dapat melawan kanker) yang lebih tinggi daripada bahan pangan konvensional. Nutrisi makanan organik itu 35 persen lebih tinggi ketimbang ang disemprot (bahan Kimia).
2)
Menerapkan sistem alami dan tanpa mendominasi alam.
3)
Mengaktifkan dan meningkatkan daur biologis di dalam sistem pertanian, melibatkan mikroorganisme, tumbuh-tumbuhan dan hewan.
4)
Meningkatkan dan memelihara kesuburan tanah.
5)
Menggunakan sumber-sumber yang dapat diperbaharui dalam sistem pertanian yang terorganisisr secara lokal.
6)
Mengembangkan suatu sistem tertutup dengan memperhatikan elemenelemen organik dan bahan nutrisi.
7)
Memperakukan ternak secara alami.
8)
Memelihara keragaman genetik di dalam dan di sekeliling sistem pertanian, termasuk perlindungan tanaman dan habitat air.
9)
Memberikan pendapatan yang memadai dan memuaskan petani.
10) Mempertimbangkan pengaruh sosial dan ekologis yang lebih luas dari sistem pertanian.
Perbedaan pertanian organik dan pertanian konvensional menurut Pracaya (2006) dapat dilihat pada table berikut : Tabel 4 . Perbedaan Pertanian Organik dan Konvensional No 11
22
33
44
55 66 77
88
Proses Budidaya Persiapan Benih
Pengolahan tanah
Pertanian Organik Berasal dari pertumbuhan tanaman yang alami Memperkecil Kerusakan tanah oleh traktor serta dengan pengolahan tanah yang minimum maka perkembangbiakan organisme tanah dan aerasi tanah tetap terjaga
Pertanian Konvensional Berasal Genetika
dari
rekayasa
Pengolahan tanah yang maksimum menyebabkan pemadatan tanah dan matinya beberapa organisme tanah
Pertumbuhan bibit dikembangkan dengan Pertumbuhan bibit menggunakan bahan sintetik Persemaian secara alami seperti pestisida dan pupuk kimia Menerapkan rotasi tanaman secara Tidak menerapkan rotasi bertahap dan tanaman dan kombinasi Penanaman melakukan kombinasi tanaman dalam satu luasan tanaman dalam satu tanah luasan tanah Pengairan atau Menggunakan air yang Menggunakan air dari mana bebas dari bahan kimia Penyiraman saja sintetis tanaman Menggunakan pupuk Pemupukan Menggunakan pupuk kimia organik Pengendalian Berdasarkan Menggunakian pestisida Hama, Penyakit keseimbangan alami kimia dan Gulma Hasil panen Hasil panen mengandung merupoakan bahan residu bahan kima sintesis Panen dan Pasca yang sehat dan tidak serta diperlakukan denga Panen diperlakukan dengan bahan kimia. bahan kimia
2.3.
Hasil Penelitian Terdahulu Terdapat beberapa hasil penelitian terdahulu yang relevan dengan topik
penelitian Analisis Pendapatan Usahatani Ubi Jalar di Desa Gunung Malang, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor .
Adapun hasil penelitian terdahulu
yang terkait dengan penelitian ini adalah sebagai berikut: Aji (2008) meneliti tentang peramalan produksi dan konsumsi ubi jalar nasional dalam rangka rencana program diversifikasi pangan pokok. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa produksi ubi jalar nasional mempunyai kecenderungan pola yang stasioner pada bagian non-seasonalnya, sedangkan pada bagian seasonalnya berpola tidak stationer. Produksi kuartalan ubi jalar fluktuasi tahunan dan musimannya mengikuti fluktuasi produksi padi dengan korelasi negatif. Berdasarkan metode peramalan ARIMA menghasilkan nilai MSE sebesar 4.776 dan mempunyai tren ramalan yang menurun. Selanjutnya konsumsi tahunan ubi jalar nasional mempunyai kecenderungan pola tren menurun. Peramalan sampai 10 tahun ke depan (2016) menunjukkan bahwa produksi dan konsumsi ubi jalar tidak bisa memenuhi target yang diharapkan. Pada penelitian ini, terbentuk persamaan regresi ubi jalar yang menunjukkan adanya hubungan yang positif antara konsumsi ubi jalar dan konsumsi beras. Hal ini dikarenakan kedua komoditi mempunyai sifat saling komplementer bukan substitusi (peran pangan substitusi beras dipegang oleh komoditas jagung dan ubi kayu). Lalu pada persamaan regresi produksi ubi jalar menunjukan adanya hubungan negative antara produksi ubi jalar dengan luas tanam padi, hal ini dikarenakan jika luas tanam padi meningkat maka luas tanam ubi jalar menurun sehingga produksi ubi jalar juga akan menurun. Walaupun variable luas tanam padi berkorelasi negative dengan produksi ubi jalar tapi variable itu tidak berpengaruh nyata, hal ini dikarenakan dua komoditas itu berbeda kebutuhan penggunaan lahannya. Sitanggang (2008) melakukan penelitian mengenai Analisis Usahatani Bawang Daun Organik dan Anorganik (Studi Kasus : Desa Batulayang, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor, Jawa Barat). Tujuannya adalah untuk menganalisis keragaan usahatani bawang daun organik pada kelompok tani Kalicimandala
di Desa Batulayang dan menganalisis perbandingan tingkat
pendapatan dan efisiensi antara petani yang menusahakan bawang daun organik dengan petani anorganik pada kelompok tani
Kalicimandala . Pengambilan
sample dilakukan dengan stratified random sampling dan diolah dengan menggunakan analisis pendapatan usahatani (R/C ratio). Hasil analisis pendapatan menunjukkan bahwa produksi rata-rata bawang daun organik per hektar per musim tanam adalah sebesar 18.000 kg, sehingga penerimaan yang diperoleh petani sebesar Rp 216.000.000,00. Sedangkan produksi rata-rata bawang daun anorganik per hektar per musim tanam adalah 22.500
kg,
sehingga
penerimaan
yang
diperoleh
petani
sebesar
Rp
135.000.000,00. Perbedaan harga jual bawang daun organik dengan anorganik sebesar dua kali lipatnya yaitu 6.000/kg untuk anorganik dan 12.000/kg untuk organik. Nilai R/C rasio atas biaya total yang diperoleh petani organik dengan luasan per hektar sebesar 5,26 sedangkan nilai R/C rasio atas biaya tunainya sebesar 5,64. Nilai R/C rasio atas biaya total yang diperoleh petani anorganik dengan luasan per hektar sebesar 3,79, dan R/C atas biayaa tunainya sebesar 3,98. Dapat disimpulkan bahwa usahatani bawang daun secara organik lebih menguntungkan untuk dijalankan dibandingkan dengan bawang daun anorganik. Widayanti (2008) melakukan penelitian Analisis Pendapatan Usahatani dan Pemasaran Ubi Jalar Di Desa Bandorasa Kulon Kecamatan Cilimus Kabupaten Kuningan, Jawa Barat . Penelitian ini memiliki dua tujuan utama, yaitu pertama untuk menganalisis keuntungan usahatani ubi jalar dilihat dari tingkat pendapatan petani ubi jalar di Desa Bandorasa Kulon, dan tujuan kedua adalah menganalisis sistem pemasaran, saluran pemasaran, struktur dan perilaku pasar, sebaran marjin pemasaran ubi jalar dari petani sampai konsumen akhir dari farmer s share. Hasil analisis pendapatan usahatani menunjukkan bahwa penerimaan usahatani ubi jalar di Desa Bandorasa Kulon sebesar Rp 11.406.061 dengan harga jual rata-rata Rp 950/kg dan produksi rata-rata 12.006,38 kg/ha. Total biaya yang dikeluarkan sebesar Rp 8.256.764 yang terdiri dari biaya tunai Rp. 5.254.907 dan biaya diperhitungkan Rp 3.001.857. Sehingga didapatkan pendapatan atas biaya tunai adalah Rp 6.151.154 dan pendapatan atas biaya total adalah Rp 3.149.297. nilai R/C atas biaya tunai usahatani ubi jalar di Desa Bandorasa Kulon Kecamatan
Cilimus adalah 2,17, nilai R/C atas biaya total adalah sebesar 1,38. Berdasarkan kenyataan tersebut, usahatani ubi jalar di Desa Bandorasa Kulon menguntungkan untuk diusahakan. Saluran pemasran yang terjadi di Desa Bandorasa Kulon ada tiga saluran yang terdiri dari saluran 1: petani-pedagang pengumpul 1- pedagang pengumpul 2- pedagang pengecer- konsumen, saluran 2: petani- pedagan pengumpul 2- pedagang pengecer- konsumen, saluran 3: petani- pedagang pengumpul 1- pedagang pengumpul 2- pabrik (konsumen). Marjin pemasaran terkecil terjadi pada saluran tiga dan marjin pemasaran terbesar terjadi pada saluran satu. Farmer s share tertinggi terdapat pada saluran tiga, sehingga saluran pemasaran yang menguntungkan bagi petani adalah saluran pemasaran tiga. Wiyanto (2009) melakukan penelitian yang berjudul Faktor-faktor yang Memengaruhi Kualitas Karet Perkebunan Rakyat (Kasus Perkebunan Rakyat di Kecamatan Tulang Bawan Tengah, Kabupaten Tulang Bawang, Lampung). Penelitian ini membandingkan kualitas karet antara desa program pengembangan karet dan desa non program pengembangan karet. Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan karakteristik usahatani dan sosial ekonomi petani karet, mengidentifikasi penyebab
rendahnya kualitas
karet
di tingkat
petani,
mengidentifikasi usaha-usaha yang dilakukan petani untuk meningkatkan kualitas karet yang diproduksinya, menganalisis hubungan antara karakteristik sosial ekonomi, faktor teknis dan kualitas karet serta menganalisis peningkatan keuntungan usahatani karet karena ada upaya peningkatan kualitas karet khususnya penggunaan asam semut sebagai pembeku lateks. Analisis kualitatif mengindikasikan hubungan semantik antara kualitas karet dan keanggotaan petani di dalam kelompok tani, partisispasi petani di dalam kegiatan sosial, pendidikan formal petani, penghasilan rumah tangga, jumlah anggota keluarga, dan penggunaan pupuk TSP sebagai pembeku. Hasil analisis kualitatif ini didukung analisis model regresi logistik biner. Model regresi biner menunjukkan adanya hubunan negatif antara usia, pendidikan dan kualitas karet, serta hubungan positif antara keanggotaan petani di dalam kelompok tani, partisipasi petani di dalam kegiatan sosial, jumlah anggota keluarga, pernahnya bertanya kepada PPL dan kualitas karet pada tingkat selang kepercayaan 80 persen. Hasil analisis keuntungan parsial menunjukan bahwa upaya peningkatan
kualitas karet berupa penggunaan asam semut sebagai pembeku menguntungkan bagi petani. Keuntungan tersebut diperoleh dari peningkatan harga karet yang menggunakan pembeku asam semut Rp 500,00 lebih tinggi dibandingkan karet dengan pembeku pupuk TSP atau tawas. Masalah yang dikeluhkan petani dari penggunaan asam semut adalah sulit didapatkannya asam semut dan belum tahunya petunjuk teknis penggunaan asam semut untuk membekukan lateks. Purba (2010) melakukan penelitian mengenai Analisis Tataniaga Ubi Jalar (Studi Kasus : Desa Gunung Malang, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat) .Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis lembaga dan fungsi tataniaga, saluran tataniaga, struktur pasar, perilaku pasar, serta menganalisis efisiensi tataniaga ubi jalar di Desa Gunung Malang, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor. Melalui metode snowball sampling ditelusuri saluran tataniaga ubi jalar untuk mengidentifikasi dan menganalisis lembaga tataniaga, fungsi tataniaga, struktur dan perilaku pasar. Dengan berbagai informasi dan data yang diperoleh maka dihitung keuntungan, biaya pemasaran, marjin tataniaga, farmer s share, serta rasio keuntungan dan biaya. Terdapat lima lembaga dalam sistem tataniaga ubi jalar di Desa Gunung Malang, yaitu petani selaku produsen ubi jalar, pedagang pengumpul tingkat pertama, pedagang pengumpul tingkat kedua, pedagang grosir, dan pedagang pengecer. Saluran tataniaga yang terbentuk dalam sistem tataniaga ubi jalar sebanyak tiga saluran, yaitu saluran tataniaga 1 (petani tingkat I
pedagang pengumpul
konsumen/pabrik keripik); saluran tataniaga 2 (petani
pengumpul tingkat I pedagang pengecer pengumpul tingkat I
pedagang pengumpul tingkat II
pedagang grosir
konsumen); dan saluran tataniaga 3 (petani pedagang pengumpul tingkat II
pedagang
pedagang
pedagang grosir
konsumen). Saluran tataniaga 1 merupakan saluran yang paling efisien karena memiliki marjin tataniaga terkecil yaitu sebesar Rp 325/Kg dan persentase farmer s share terbesar yaitu 74,51 persen. Sedangkan saluran tataniaga yang paling tidak efisien adalah saluran tataniaga 2 karena memiliki marjin tataniaga terbesar yaitu sebesar Rp 1.550/Kg dan persentase farmer s share terkecil yaitu sebesar 38 persen.
2.4.
Evaluasi Penelitian Terdahulu Penelitian dengan objek komoditi ubi jalar seperti objek pada penelitian ini
sudah cukup banyak dilakukan seperti pada penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Aji, Widayanti, dan Purba. Topik yang diangkat pada penelitian-penelitian tersebut cukup beragam. Aji meneliti tentang peramalan produksi dan konsumsi ubi jalar nasional dalam rangka rencana program diversifikasi pangan pokok. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa peramalan sampai 10 tahun ke depan (2016) produksi dan konsumsi ubi jalar tidak bisa memenuhi target yang diharapkan. Hal ini menunjukkan bahwa program diversifikasi pangan kurang berjalan dengan baik. Terjadi penurunan produksi setiap tahunnya menunjukkan adanya kendala pada usahatani petani ubi jalar sehingga tidak dapat berkembang. Dalam penelitian tersebut juga didapatkan bahwa ubi merupakan komoditi komplementer degan beras bukan substitusi, dan peningkatan luas padi berhubungan negatif dengan luas tanam ubi. Hasil penelitian tersebut memperlihatkan bahwa kajian mengenai pengembangan komoditi ubi jalar harus terus dilakukan. Petani merupakan ujung tombak kesuksesan program tersebut, dibutuhkan analisis yang mendalam untuk melihat bagaimana kondisi actual petani yang mengusahakan budidaya ubi jalar. Penelitian Sitanggang menganalisis usahatani pada tanaman bawang daun. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa usahatani yang dilakukan secara organik terbukti menghasilkan pendapatan lebih besar pada petani. Hal ini dikarenakan adanya perbedaan pada tekhnik budidaya sehingga struktur biaya berbeda pula, dan penerimaan yang diperoleh lebih tinggi. Begitu pula seharusnya pada komoditi-komoditi pertanian lainnya. Hal ini menunjukan bahwa upaya implementasi pertanian organik pada komoditi ubi jalar dapat dilakukan dan diharapkan dapat menghasilkan keuntungan yang lebih tinggi bagi petani. Widayanti dalam penelitiannya melakukan analisis pendapatan usahatani pada tanaman ubi jalar seperti pada penelitian ini. Akan tetapi penelitian Widayanti tersebut tidak melakukan analisis usahatani yang melakukan perbandingan antara dua kasus seperti dalam penelitian ini.
Dari penelitian
tersebut diketahui bahwa usahatani ubi jalar di Desa Bandorasa layak dijalankan baik atas biaya tunai maupun total. Selain itu juga penelitian yang dilakukan
Widayanti tidak hanya melakukan analisis pendapatan usahatani, penelitiannya juga menganalisis pemasaran dari komoditas ubi jalar di daerah Kuningan Jawa Barat. Sedangkan penelitian ini dibatasi hanya menganalisis pendapatan usahatani ubi jalar saja. Peneltian ini juga berbeda dengan penelitian-penelitian sebelumnya karena penelitian ini juga melakukan analisis anggaran keuntungan parsial yang digunakan untuk melihat pengaruh terhadap upaya penerapan usahatani ubi jalar secara organik terhadap pendapatan petani. Diduga dengan adanya upaya penerapan teknik budidaya ubi jalar secara organik maka petani dapat melakukan penghematan pada beberapa biaya yang nantinya akan berpengaruh terhadap peningkatan keuntungan atau pendapatan petani. Hal ini serupa dengan penelitian yang dilakukan oleh Wiyanto. Pada penelitiannya Wiyanto melakukan analisis upaya penerapan peningkatan kualitas karet berupa penggunaan asam semut sebagai pembeku. Dan hasil perhitungan membuktikan upaya tersebut menghasilkan tambahan keuntungan. Penelitian mengenai ubi jalar di Desa Gunung Malang pernah dilakukan oleh Purba. Dalam penelitiannya purba melakukan penelitian mengenai analisis tataniaga ubi jalar. Akan tetapi analisis usahatani tidak pernah dilakukan. Oleh karena itu penelitian ini mencoba melengkapi dan menganalisis lebih jauh mengenai analisis pendapatan usahatani di Desa Gunung Malang. Dari penelitian tersebut diketahui bahwa petani di Desa Gunung Malang menghadapi saluran pemasaran yang terbatas, yaitu pedagang pengumpul 1, sehingga petani dalam hal ini menjadi price taker dan memilikibargaining position yang rendah. Penelitian Purba memberikan informasi yang memadai untuk penelitian ini dalam hal tataniaga ubi jalar di Desa Gunung Malang.
III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1.
Kerangka Pemikiran Teoritis
3.1.1 Konsep Usahatani Usahatani adalah proses pengorganisasian faktor-faktor produksi yaitu alam, tenaga kerja, modal dan pengelolaan yang diusahakan oleh perorangan ataupun sekumpulan orang untuk menghasilkan output yang dapat memenuhi kebutuhan keluarga ataupun orang lain disamping bermotif mencari keuntungan (Soeharjo dan Patong, 1973). Menurut Soekartawi et al. (1986) tujuan berusahatani adalah memaksimalkan keuntungan atau meminimumkan biaya. Konsep memaksimumkan keuntungan adalah bagaimana mengalokasikan sumberdaya dengan jumlah tertentu seefisien mungkin untuk mendapatkan keuntungan maksimum. Sedangkan konsep meminimumkan biaya, yaitu bagaimana menekan biaya sekecil mungkin untuk mencapai tingkat produksi tertentu. Ciri usahatani Indonesia adalah : 1) sempitnya lahan yang dimilik petani, 2) kurangnya modal, 3) terbatasnya pengetahuan petani dan kurang dinamis, dan 4) tingkat pendapatan petani yang rendah. Rahim dan Diah (2007) menyatakan bahwa usahatani merupakan ilmu yang mempelajari tentang cara petani mengelola input atau faktor-faktor produksi (tanah, tenaga kerja, modal, teknologi, pupuk, benih dan pestisida) dengan efektif, efisien dan kontinu untuk menghasilkan produksi yang tinggi sehingga pendapatannya meningkat. Dikatakan efisien bila petani dapat mengalokasikan sumberdaya yang dimiliki dengan sebaik-baiknya dan dikatakan efektif bila pemanfaatan sumberdaya tersebut menghasilkan keluaran (output). Ilmu usahatani adalah ilmu yang mempelajari bagaimana seseorang mengusahakan dan mengkoordinir faktor-faktor produksi berupa lahan dan alam sekitarnya sebagai modal sehingga memberikan manfaat yang sebaik-baiknya. Sebagai ilmu pengetahuan, ilmu usahatani merupakan ilmu yang mempelajari cara-cara petani menentukan, mengorganisasikan dan mengkoordinasikan penggunaan faktor-faktor produksi seefektif dan seefisien mungkin sehingga usaha tersebut memberikan pendapatan semaksimal mungkin (Suratiyah, 2009).
Suratiyah (2009) mengungkapkan bahwa faktor-faktor yang bekerja dalam usahatani baik secara langsung maupun tidak langsung, yaitu: 1) Alam Alam merupakan faktor yang sangat menentukan usahatani. Sampai dengan tingkat tertentu manusia telah berhasil mempegaruhi faktor alam. Namun, pada batas selebihnya faktor alam adalah penentu dan merupakan sesuatu yang harus diterima apa adanya. Faktor alam dapat dibedakan menjadi dua, yakni faktor tanah dan lingkungan alam sekitarnya. Faktor tanah misalnya jenis tanah dan kesuburan. Faktor alam sekitar yakni iklim yang berkaitan dengan ketersediaan air, suhu dan lain sebagainya. Alam mempunyai berbagai sifat yang harus diketahui karena usaha pertanian adalah usaha yang sangat peka terhadap pengaruh alam. Iklim sangat menentukan komoditas yang akan diusahakan, baik tanaman maupun ternak. Komoditas yang diusahakan harus cocok dengan iklim setempat agar produktivitasnya tinggi dan memberikan manfaat yang lebih baik bagi manusia. Iklim juga berpengaruh pada cara mengusahakan serta teknologi yang cocok dengan iklim tersebut. Tanah sebagai faktor alam juga sangat menentukan. Ada tanah pasir yang sangat porous, ada tanah kuarsa yang berbutir halus, tanah liat yang susah penggarapannya pada waktu kering karena keras, ada tanah yang gembur dan subur sehingga sangat menguntungkan. Pada tanah yang ringan tenaga kerja dapat dimanfaatkan secara lebih baik. Sebaliknya, pada tanah yang berat, penggarapannya dapat dilakukan lebih berat pula. Tanah merupakan faktor produksi yang penting karena tanah merupakan tempat tumbuhnya tanaman, ternak dan usahatani keseluruhannya. Tentu saja faktor tanah tidak terlepas dari pengaruh alam sekitarnya, yaitu: sinar matahari, curah hujan, angin dan sebagainya. Tanah mempunyai sifat istimewa, antara lain: bukan barang produksi, tidak dapat diperbanyak dan tidak dapat dipindah-pindah. 2) Tenaga Kerja Tenaga kerja adalah salah satu unsur penentu, terutama bagi usahatani yang sangat tergantung musim. Kelangkaan tenaga kerja berakibat mundurnya penanaman sehingga berpengaruh pada pertumbuhan tanaman, produktivitas dan kualitas produk. Tenaga kerja merupakan faktor penting dalam usahatani keluarga
(family farms), khususnya tenaga kerja petani beserta anggotanya keluarganya. Rumah tangga tani yang umumnya sangat terbatas kemampuannya dari segi modal, peranan tenaga kerja keluarga sangat menentukan. Jika masih dapat diselesaikan oleh tenaga kerja keluarga sendiri maka tidak perlu mengupah tenaga luar, yang berarti menghemat biaya. Baik pada usahatni keluarga maupun perusahaan pertanian peranan tenaga kerja belum sepenuhnya dapat diatasi dengan teknologi yang menghemat tenaga (teknologi mekanis). Hal ini dikarenakan selain mahal, juga ada hal-hal tertentu yang memang tenaga kerja manusia tidak dapat digantikan. Peranan anggota keluarga yang lain sebagai tenaga kerja beserta tenaga luar yang diupah. Beberapa hal yang membedakan antara tenaga kerja keluarga dan tenaga luar, antara lain: komposisi menurut umur, jenis kelamin, kualitas dan kegiatan kerja (prestasi kerja). Kegiatan kerja tenaga luar sangat dipengaruhi sistem upah, lamanya waktu kerja, kehidupan sehari-hari, kecakapan dan umur tenaga kerja. Kebutuhan tenaga kerja dapat diketahui dengan cara menghitung setiap kegiatan masing-masing komoditas yang diusahakan, kemudian dijumlahkan untuk seluruh usahatani. Kebutuhan tenaga kerja berdasarkan jumlah tenaga kerja keluarga yang tersedia dibandingkan dengan kebutuhannya. Jika terjadi kekurangan berdasarkan penghitungan maka untuk memenuhinya dapat berasal dari tenaga luar keluarganya. Satuan yang sering dipakai dalam perhitungan kebutuhan tenaga kerja adalah man days atau HOK (hari orang kerja) dan JKO (jam kerja orang). Pemakaian HOK ada kelemahannya karena masing-masing daerah berlainan (satu HKO di daerah B belum tentu sama dengan satu HOK di daerah A) bila dihitung jam kerjanya. Seringkali dijumpai upah borongan yang sulit dihitung, baik HOK maupun JKO-nya. Banyaknya tenaga kerja yang diperlukan untuk mengusahakan satu jenis komoditas per satuan luas dinamakan Intensitas Tenaga Kerja. Intensitas Tenaga Kerja tergantung pada tingkat teknologi yang digunakan, tujuan dan sifat usahataninya, topografi dan tanah, serta jenis komoditas yang diusahakan.
3) Modal Modal adalah syarat mutlak berlangsungnya sebuah usaha, demikian pula dengan usahatani. Penggolongan modal ini akan semakin rancu jika yang dibicarakan adalah usahatani keluarga. Dalam usahatani keluarga cenderung memisahkan faktor tanah dari alat-alat produksi yang lain. Hal ini dikarenakan belum ada pemisahan yang jelas antara modal usaha dan modal pribadi. Tanah, alam sekitarnya, dan tenaga kerja adalah faktor produksi asli, sedangkan modal dan peralatan merupakan substitusi faktor produksi tanah dan tenaga kerja. Dengan modal dan peralatan, faktor produksi tanah dan tenaga kerja dapat memberikan manfaat yang jauh lebih baik bagi manusia. Dengan modal dan peralatan maka penggunaan tanah dan tenaga kerja juga dapat dihemat. Oleh karena itu, modal dapat dibagi menjadi dua, yaitu land saving capital dan labour saving capital. Modal dikatakan land saving capital jika dengan modal tersebut dapat menghemat penguasaan lahan, tetapi produksi dapat dilipatgandakan tanpa harus memperluas areal. Contohnya pemakaian pupuk, bibit unggul, pestisida, dan intensifikasi. Modal dikatakan labour saving capital jika dengan modal tersebut dapat menghemat penggunaan tenaga kerja. Contohnya pemakaian traktor untuk membajak, mesin penggiling padi (Rice Milling Unit/ RMU) untuk memproses padi menjadi beras, pemakaian thresher untuk penggabahan, dan sebagainya. Dalam arti ekonomi perusahaan, modal adalah barang ekonomi yang dapat dipergunakan untuk memproduksi kembali atau modal adalah barang ekonomi yang dapat dipergunakan untuk mempertahankan atau meningkatkan pendapatan. Pengertian tanah bukan modal atau modal sebenarnya lebih difokuskan pada perhitungan biaya usahatani. Jika tanah dihitung sebagai modal maka bunga atas tanah dimasukkan dalam perhitungan usahatani. Namun, dalam usahatani keluarga pengeluaran bunga tanah tidak kelihatan karena termasuk dalam pendapatan usahatani. Bunga tanah baru kelihatan jika ingin mencari keuntungan usahatani, bukan pendapatan usahatani. 4) Pengelolaan atau Manajemen Faktor produksi usahatani pada dasarnya adalah tanah dan alam sekitarnya, tenaga kerja, modal serta peralatan. Namun, beberapa pendapat memasukkan manajemen sebagai faktor produksi keempat walaupun tidak
langsung. Manajemen sebenarnya melekat pada tenaga kerja. Petani sebagai manajer atau peran petani sebagai manajer, meliputi: 1.
Aktivitas Teknis a) Memutuskan akan memproduksi apa dan bagaimana caranya. b) Memanfaatkan lahan. c) Membuat gambaran tentang teknologi dan peralatan yang akan digunakan serta implikasinya pada penggunaan tenaga kerja. d) Menentukan skala usaha.
2.
Aktivitas Komerial a) Menghitung berapa dan apa saja input yang dibutuhkan baik yang telah dipunyai maupun yang akan dicari. b) Menentukan kapan, dari mana, dan berapa jumlah input yang diperoleh. c) Meramalkan penggunaan input dan produksi yang akan diperoleh. d) Menentukan pemasaran hasil, kepada siapa, di mana, kapan, dan kualitas produksi atau hasil.
3.
Aktivitas Finansial a) Mendapatkan dana sendiri, dari pinjaman kredit bank atau kredit yang lain. b) Menggunakan dana untuk memperoleh pendapatan dan keuntungan. c) Meramalkan kebutuhan dana untuk jangka panjang yang akan datang (investasi untuk penggantian alat-alat atau perluasan usaha).
4.
Aktivitas Akuntansi a) Membuat catatan tentang semua transaksi baik bisnis maupun pajak. b) Membuat laporan. c) Menyimpan data tentang usahanya. Berdasarkan aktivitas-aktivitas tersebut, jelas petani sebagai manajer
dituntut mempunyai pengetahuan, pengalaman dan keterampilan usaha yang terbaik. Manajemen yang melekat pada tenaga kerja akan sangat menentukan bagaimana kinerjanya dalam usatani. Dengan manajemen yang berbeda meskipun segala input sama akan diperoleh hasil yang berbeda. Dengan kata lain, keberhasilan usahatani sangat tergantung pada upaya dan kemampuan manajer.
3.1.2. Analisis Usahatani Analisis usahatani pada hakekatnya adalah alat yang digunakan untuk pengukuran keberhasilan usahatani dengan tujuan untuk melihat keragaan suatu kegiatan usahatani. Beberpa alat analisis yang digunakan untuk melihat keragaan kegiatan usahatani adalah sebagai berikut : 1)
Penerimaan Usahatani Soekartawi (1995) mengungkapkan bahwa pada analisis usahatani, data tentang penerimaan, biaya dan pendapatan usahatani perlu diketahui. Cara analisis terhadap tiga variabel ini sering disebut dengan analisis anggaran arus tunai (cash flow analysis). Penerimaan usahatani adalah perkalian produksi dengan harga jual. Penerimaan juga biasa disebut pendapatan kotor usahatani yang terbagi menjadi pendapatan kotor tunai dan pendapatan kotor tidak tunai. Pendapatan kotor tunai didefinisikan sebagai uang yang diterima dari penjualan produk usahatani gandum atau kentang, sedangkan pendapatan kotor tidak tunai merupakan pendapatan yang bukan dalam bentuk uang, seperti hasil panen gandum atau kentang yang dikonsumsi dan digunakan untuk bibit.
2)
Biaya Usahatani Biaya usahatani merupakan pengorbanan yang dilakukan oleh produsen (petani) dalam mengelola usahanya dalam mendapatkan hasil yang maksimal. Biaya usahatani dapat dibedakan menjadi dua, yaitu: biaya tunai dan biaya tidak tunai (diperhitungkan). Biaya tunai adalah semua biaya yang dibayarkan dengan uang, seperti biaya pembelian sarana produksi (bibit, pupuk dan obat) dan upah tenaga kerja luar keluarga. Biaya yang diperhitungkan digunakan untuk
menghitung
pendapatan
petani
yang
sebenarnya
dengan
memperhitungkan penyusutan alat dan nilai tenaga kerja dalam keluarga (tidak dalam bentuk uang tunai). Soekartawi (1995) mengemukakan bahwa biaya usahatani adalah semua pengeluaran yang dipergunakan dalam suatu usahatani. Biaya usahatani biasanya diklasifikasikan menjadi dua, yaitu: (a) biaya tetap (fixed cost); dan (b) biaya tidak tetap (variable cost). Biaya tetap umumnya didefinisikan sebagai biaya yang relatif tetap jumlahnya dan terus dikeluarkan walaupun
produksi yang diperoleh banyak atau sedikit. Artinya, besar biaya tetap tidak dipengaruhi oleh besar kecilnya produksi yang diperoleh. Contoh biaya tetap antara lain: pajak, sewa tanah, alat pertanian, dan iuran irigasi. Sedangkan biaya variable didefinisikan sebagai biaya yang besar kecilnya dipengaruhi oleh produksi yang diperoleh. Contohnya biaya untuk sarana produksi. Jika menginginkan produksi yang tinggi, maka tenaga kerja perlu ditambah dan sebagainya, sehingga biaya ini sifatnya berubah-ubah tergantung dari besar kecilnya produksi yang diinginkan. Biaya tunai dan biaya tidak tunai (diperhitungkan) berasal dari biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap yang termasuk dalam biaya tunai adalah iuran irigasi dan tanah. Sedangkan untuk biaya variabel, yaitu biaya input produksi dan upah tenaga kerja. Biaya diperhitungkan yang merupakan biaya tetap adalah biaya penyusutan dan biaya untuk tenaga kerja keluarga. Sedangkan untuk biaya variabel, yaitu sewa lahan. 3)
Pendapatan Usahatani Pendapatan usahatani adalah keuntungan yang diperoleh petani setelah mengurangkan biaya yang diperoleh selama proses produksi dengan penerimaan usahatani. Tujuan utama dari analisis pendapatan adalah menggambarkan keadaan sekarang suatu kegiatan usaha dan menggambarkan keadaan yang dating dari perencanaan atau tindakan (Soeharjo dan Patong, 1973). Analisis usahatani memerlukan dua keterangan pokok yaitu keadaan penerimaan dan keadaan pengeluaran selama usahatani dijalankan dalam waktu yang ditetapkan. Penerimaan merupakan total nilai produk yang dijalankan yang merupakan hasil kali dari jumlah fisik output dengan harga yang terjadi atau nilai uang yang diterima dari penjualan produk usahatani. Penerimaan usahatani ini tidak mencakup pinjaman uang untuk keperluan usahatani. Sedangkan pengeluaran (biaya) adalah jumlah uang yang dibayarkan untuk pembelian barang dan jasa untuk usahatani. Pengeluaran ini tidak mencakup bunga pinjaman dan jumlah pinjaman pokok. Penerimaan dan pengeluaran usahatani tidak mencakup yang berbentuk benda, jadi nilai produk usahatani yang dikonsumsi tidak dihitung sebagai penerimaan dan nilai kerja yang
dibayar dengan benda tidak dihitung sebagai pengeluaran usahatani. Selisih antara penerimaan usahatani dan pengeluaran ushaatani disebut pendapatan usahatani dan merupakan ukuran kemampuan usahatani untuk menghasilkan uang tunai (keuntungan). Besar kecilnya pendapatan usahatani dapat digunakan untuk melihat keberhasilan usahatani yang dilakukan (Soekatawi, 1985). Pendapatan usahatani dibedakan menjadi pendapatan tunai dan pendapatan total. Pendapatan tunai usahatani adalah selisih antara total penerimaan usahatani dengan pengeluaran atau biaya tunai usahatani. Pendapatan total usahatani adalah selisih antara penerimaan total dengan biaya total yang dikeluarkan dalam proses produksi, dimana semua input milik keluarga diperhitungkan sebagai biaya produksi. Berkaiatan dengan ukuran pendapatan dan keuntungan, Soekartawi (1986) mengemukakan beberapa definisi : a.
Penerimaan tunai merupakan nilai yang diterima dari penjualan produk usahatani
b.
Pengeluaran tunai usahatani adalah jumlah uang yang dibayarkan untuk pembelian barang dan jasa bagi usahatani.
c.
Pendapatan tunai usahatani adalah produk usahatani dalam jangka waktu tertentu, baik yang dijual maupun tidak dijual.
d.
Pengeluaran total usahatani merupakan nilai semua yang habis terpakai atau dikeluarkan dalam kegiatan produksi termasuk biaya yang diperhitungkan.
e.
Penerimaan total usahatani selisih antara penerimaan kotor usahatani dengan pengeluaran total usahatani.
4)
Imbangan Penerimaan dan Biaya (R/C rasio) Pendapatan bersih usahatani mengukur imbalan yang diperoleh keluarga petani dari penggunaan faktor-faktor produksi. Oleh karena itu, pendapatan usahatani merupakan keuntungan usahatani yang dapat dipakai untuk membandingkan keragaan beberapa usahatani. Pendapatan selain diukur dengan nilai mutlak, juga dinilai efisiensinya. Salah satu ukuran efisiensi pendapatan adalah penerimaan (R) untuk setiap biaya (C) yang dikeluarkan
(rasio R/C). Rasio R/C ini menunjukkan pendapatan kotor yang diterima untuk setiap rupiah yang dikeluarkan untuk memproduksi. Rasio penerimaan atas biaya menunjukkan berapa besarnya penerimaan yang akan diperoleh dari setiap rupiah yang dikeluarkan dalam produksi usahatani. Rasio penerimaan atas biaya produksi dapat digunakan untuk mengukur tingkat keuntungan relative usahatani, artinya angka rasio peneimaan atas biaya tersebut dapat diketahui apakah suatu usahatani menguntungkan atau tidak (Soeharjo dan Patong, 1973). Analisis rasio ini dapat digunakan untuk mengukur tingkat keuntungan relatif terhadap kegiatan usahatani sehingga dapat dijadikan penilaian terhadap keputusan petani untuk menjalankan usahatani tertentu. Usahatani efisien apabila R/C lebih besar dari 1 (R/C>1) artinya untuk setiap Rp. 1,00 biaya yang dikeluarkan akan memberikan penerimaan lebih dari Rp. 1,00. Sebaliknya jika rasio R/C lebih kecil satu (R/C<1) maka dikatakan bahwa untuk setiap Rp. 1,00 yang dikeluarkan akan memberikan penerimanaan lebih kecil dari Rp. 1,00 sehingga usahatani dinilai tidak efisien. Semakin tinggi nilai R/C, semakin menguntungkan usahatani tersebut (Gray et al. 1992). 5)
Anggaran Keuntungan Parsial Anggaran keuntungan parsial digunakan untuk melihat suatu perubahan metode produksi dengan kriteria keuntungan atau penghasilan bersih. Anggaran parsial dapat digunakan untuk melihat keuntungan dengan sedikit perubahan serta tidak memerlukan informasi yang dipengaruhi oleh perubahan yang sedang diamati (Suratiyah, 2006). Secara umum anggaran parsial mempertimbangkan empat komponen sebagai berikut: 1) Tambahan pengeluaran atau pengeluaran baru. 2) Penerimaan yang hilang. 3) Pengeluaran yang dihemat atau tidak jadi dikeluarkan. 4) Penerimaan tambahan atau peneriamaan baru.
Selisih antara (1+2) dengan (3+4) menunjukkan apakah perubahan yang direncanakan menguntungkan. Jika (3+4) lebih besar dari (1+2) maka perubahan yang direncanakan akan meningkatkan pendapatan usahatani sehingga layak untuk diusahakan. Anggaran parsial juga digunakan untuk mempertimbangkan apakah perlu penggunaan input baru, menambah cabang usahatani baru, cara baru, dan sebagainya. 3.2.
Kerangka Pemikiran Operasional Indonesia memiliki potensi ketersediaan pangan lokal yang sangat
melimpah, misalnya umbi-umbian. Tidak seperti beras, umbi-umbian dapat tumbuh dengan baik hampir di seluruh wilayah Indonesia, bahkan dapat ditanam di lantai hutan sebagai tanaman sela. Selain daya
adaptasi yang luas, hasil
produksinya pun cukup tinggi. Salah satu umbi-umbian yang memiliki potensi untuk dijadikan sumber pangan alternatif adalah ubi jalar. Pilihan untuk mengembangkan ubi jalar bukanlah pilihan yang tanpa alasan. Pertama, tanaman ini sesuai dengan agroklimat sebagian besar wilayah Indonesia. Kedua, produktivitas ubi jalar cukup tinggi sehingga menguntungkan untuk diusahakan. Ketiga, kandungan gizi yang ada pada ubi jalar berpengaruh positif pada kesehatan. Keempat, potensi penggunaannya cukup luas dan cocok untuk program diversifikasi pangan. Penelitian ini melakukan analisis tentang usahatani ubi jalar yang dilakukan oleh petani di Desa Gunung Malang, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor. Analisis ini diawali dengan pengidentifikasian terhadap karakteristik petani, seperti: nama, umur dan pendidikan. Setelah itu analisis usahatani dilanjutkan dengan analisis pendapatan usahatani dan analisis imbangan penerimaan dan biaya. Analisis yang dilakukan merupakan analisis pendapatan usahatani untuk satu kali musim tanam. Data yang diperoleh dikonversikan dan dirata-ratakan menjadi usahatani ubi jalar seluas satu hektar. Hasil analisis usahatani dijadikan dasar untuk mengetahui prospek pengembangan ubi jalar dalam kondisi riil di lokasi penelitian. Dalam memproduksi atau membudidayakan tanaman ubi jalar, petani menggunakan beberapa faktor produksi. Faktor produksi yang diduga berpengaruh dalam budidaya ubi jalar antara lain adalah luas lahan, pupuk
kandang, pupuk kimia (Urea, TSP, KCL, dll), obat-obatan, dan tenaga kerja. Untuk memperoleh faktor-faktor produksi tersebut petani akan mengeluarkan biaya. Sedangkan dari hasil produksi ubi jalar yang telah dihasilkan akan diperoleh penerimaan. Dalam penelitian ini akan dilakukan analisis pendapatan yang pada akhirnya akan dihasilkan tingkat pendapatan dan R/C rasio yang diperoleh petani ubi jalar . Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bagaimana kondisi usahatani dan kelayakan usahatani ubi jalar yang diusahakan oleh petani di Desa Gunung Malang, Kecamatan Tenjolaya. Pendapatan usahatani merupakan hasil akhir yang akan diperoleh petani sebagai bentuk imbalan atas pengelolaan sumberdaya yang dimiliki dalam usahataninya, sehingga harus efisien dalam menggunakan sumberdayanya. Efisiensi usahatani ubi jalar dapat dilihat dari hasil analisis rasio R/C yang menunjukkan berapa penerimaan yang diperoleh petani dari setiap biaya yang dikeluarkan. Selain itu, rasio R/C juga digunakan untuk melihat apakah usahatani yang dilakukan menguntungkan atau tidak secara ekonomi. Penelitian ini juga melakukan analisis anggaran parsial terhadap implementasi usahatani ubi jalar secara organik sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan pendapatan. Dengan penerapan sistem organik maka beberapa biaya seperti biaya pupuk kimia dan obat-obatan kimia dapat dihemat. Analisis anggaran
keuntungan
parsial
dapat
menunjukkan
bagaimana
pengaruh
dilakukannya upaya usahatani ubi jalar secara organik terhadap keuntungan yang diterima oleh petani. Pendapatan atau keuntungan akibat adanya upaya usahatani ubi jalar organik diperoleh apabila tambahan penerimaan dan pengeluaran yang dihemat lebih besar daripada penerimaan yang hilang dan tambahan biaya karena upaya tersebut. Secara singkat kerangka pemikirian operasional dapat dilihat pada Gambar 1.
Peluang
Permasalahan
v Ubi Jalar sebagai alternatif tanaman pangan substitusi v Ubi Jalar memiliki keunggulan dibandingkan tanaman pangan lainnya v Potensi Pengembangan Ubi jalar organik v Penghematan biaya untuk peningkatan pendapatan
v Produktivitas ubi jalar di Desa Gunung Malang masih rendah v TeknikcBudidaya Konvensional v Pendapatan petani ubi jalar di Desa Gunung Malang rendah dan berfluktuatif v Petani ubi jalar hanya menjadi price taker dan harga rendah
Analisis Usahatani Ubi Jalar di Desa Gunung Malang, Tenjolaya, Bogor
Identifikasi Keragaan Usahatani Petani Ubi Jalar di Desa Gunung Malang
Analisis pendapatan usahatani • Penerimaan usahatani • Biaya usahatani • Analisis imbangan penerimaan terhadap biaya (R/C)
Rekomendasi untuk Pengembangan Usahatani Ubi Jalar
Gambar 1. Kerangka Pemikiran Operasional
Analisis Anggaran Keuntungan Parsial Upaya Usahatani Ubi Jalar Organik
IV METODE PENELITIAN 4.1.
Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian mengenai
Analisis Pendapatan Usahatani Ubi Jalar
ini
dilakukan di Desa Gunung Malang yang berada di Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian ini ditentukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa Desa Gunung Malang merupakan salah satu sentra produksi dan pengembangan ubi jalar di Kabupaten Bogor. Pelaksanaan penelitian dilakukan selama empat bulan, dari bulan Januari hingga April 2010. 4.2.
Jenis dan Sumber Data Jenis dan sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data
primer dan data sekunder, baik yang bersifat kuantitatif maupun kualitatif. Data primer yang digunakan bersumber dari data survei dan data hasil wawancara langsung. Data survei diperoleh dengan melakukan survei dan pengamatan secara langsung ke petani ubi jalar. Data wawancara diperoleh dengan melakukan wawancara secara mendalam kepada petani, pedagang ubi jalar dan pihak desa dan penyuluh pertanian. Wawancara dengan petani bertujuan untuk memperoleh informasi mengenai teknik budidaya, pemasaran dan pendapatan usahatani. Informasi yang diambil dari petani responden adalah informasi usahatani ubi jalar dalam satu kali periode tanam. Pencarian informasi meliputi karakteristik responden, kegiatan budidaya, penggunaan input produksi, kendala-kendala yang dihadapi dilapangan serta faktor-faktor produksi yang digunakan. Wawancara dengan pihak desa untuk mendapatkan gambaran umum mengenai potensi desa yang ada. Wawancara dengan pihak penyuluh pertanian untuk memperoleh informasi mengenai perkembangan pertanian di Desa Gunung Malang. Data sekunder diperoleh dari data yang telah terdokumentasi sebelumnya, baik berupa data yang berasal dari instansi-instansi yang terkait dengan penelitian ini, yaitu Badan Pusat Statistik (BPS), Departemen Pertanian, Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, Pemerintahan Kecamatan, dan Pemerintahan Desa. Data
sekunder juga berasal dari hasil penelitian terdahulu, artikel dan studi literatur yang terkait dengan topik usahatani dan komoditi ubi jalar. 4.3.
Metode Pengumpulan Data Penelitian ini menggunakan metode deskriptif, yaitu pencarian fakta
dengan interpretasi yang tepat terhadap usahatani petani ubi jalar di Desa Gunung Malang, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor. Metode deskriptif ini digunakan untuk membuat deskripsi, gambaran, lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai petani ubi jalar di Desa Gunung Malang. Jenis metode deskriptif yang digunakan adalah metode kasus (case study) untuk memperoleh gambaran secara rinci tentang latar belakang, sifat-sifat, serta hubungan antar fenomena dari usahatani ubi jalar di Desa Gunung Malang. Teknik pengumpulan data dilakukan melalui wawancara langsung secara mendalam, observasi di lapangan, pengisian kuesioner, dan penelusuran data melalui internet. Kuesioner yang digunakan berisi pertanyaan mengenai jumlah pemakaian input, harga input, serta pertanyaan lain yang berhubungan dengan analisis usahatani tanaman ubi jalar.
Metode pengumpulan data yang lain
diperoleh dengan cara studi pustaka yaitu dengan mencari sumber lain yang dapat digunakan sebagai acuan penulisan sehingga permasalahan dapat diangkat. Dikarenakan jumlah aktual populasi petani ubi jalar di Desa Gunung Malang sulit untuk didapatkan, maka dalam penelitian ini akan diambil beberapa sampel petani untuk menganalisis usahatani ubi jalar yang ada di desa tersebut. Dengan mempertimbangkan sifat heterogenitas petani ubi jalar yang tidak begitu tinggi dari pengamatan di lapangan, maka jumlah sampel petani yang digunakan adalah sebesar 30 orang. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan metode Snowball Sampling. Sehingga penentuan sampel mengikuti rekomendasi sampel petani ubi jalar sebelumnya dengan beberapa pertimbangan tertentu. Kriteria yang dimaksud adalah sebagai berikut : 1) Petani melakukan usahatani ubi jalar pada musim tanam sebelumnya. 2) Petani berpengalaman dalam usahatani ubi jalar selama minimal 2 kali periode masa tanam.
Persyaratan ini dimaksudkan agar petani responden yang dipilih untuk penelitian merupakan petani yang masih atau pernah mengusahakan usahatani ubi jalar pada masa tanam tahun 2010, yaitu rentang waktu penelitian, hal ini bermanfaat agar tidak terdapat rentang yang begitu besar dari harga dari biayabiaya usahatani. Dan pengalaman petani minimal ditujukan agar petani yang mengusahakan ubi jalar lebih berpengalaman dalam usahataninya sehingga lebih efisien dalam memanfaatkan faktor-faktor produksi dalam usahatani ubi jalar. Untuk analisis parsial digunakan informasi dan data yang diperoleh dari petani di Desa Gunung Malang yang mengimplementasikan pertanian ubi jalar secara organik. Untuk petani organik peneliti tidak melakukan survei di keseluruhan Desa Gunung Malang, karena informasi yang dibutuhkan tidak begitu beragam dan hanya digunakan untuk melakukan analisis anggaran keuntungan usahatani ubi jalar secara parsial. 4.4.
Metode Pengolahan dan Analisis Data Data dan informasi yang diperoleh kemudian dianalisis secara kualitatif
dan kuantitatif. Data dan informasi kuantitatif yang dibutuhkan untuk analisis pendapatan usahatani diolah dengan menggunakan program Microsoft Excel yang kemudian
disajikan
dalam
bentuk
tabulasi
yang
bertujuan
untuk
mengklasifikasikan serta memudahkan dalam menganalisis data. Analisis data kuantitatif dilakukan dengan menggunakan data-data hasil dari identifikasi penggunaan faktor-faktor produksi dan nilai output yang dihasilkan pada kegiatan budidaya ubi jalar. Pengolahan data tersebut menggunakan analisis pendapatan usahatani dan analisis R/C ratio yang bertujuan menganalisis besarnya pendapatan petani ubi jalar. Sedangkan analisis kualitatif dilakukan untuk melihat gambaran kegiatan usahatani ubi jalar yang dilakukan petani di Desa Gunung Malang. Selain itu, analisis kualitatif digunakan untuk mengetahui keuntungan usahatani ubi jalar dilihat dari aspek ekonomis.
4.5.
Analisis Pendapatan Usahatani Analisis Pendapatan usahatani akan menganalisis secara kuantitatif
pendapatan yang diperoleh petani dari membudidayakakan ubi jalar dalam satu kali musim tanam. Pada proses pengolahan data, informasi yang didapatkan dikonversikan dan dirata-ratakan menjadi analisis pendapatan usahatani untuk luas lahan satu hektar. Jumlah pendapatan petani dihitung dengan menggunakan analisis usahatani. Variabel-variabel yang akan dianalisis pada usahatani ubi jalar yaitu biaya-biaya, penerimaan dan pendapatan usaha. Biaya adalah semua pengorbanan input dipergunakan untuk menghasilkan produksi. Biaya usahatani ubi jalar pada analisis pendapatan usahatani dikelompokkan menjadi biaya tunai dan biaya tidak tunai atau biaya yang diperhitungkan. Perhitungan analisis usahatani tersebut menggunakan penjabaran rumus yang diuraikan sebagai berikut: 1) Penerimaan Penerimaan tunai usahatani (farm receipt) didefinisikan sebagai nilai uang yang diterima dari penjualan produk usahatani (Soerkartawi et al, 1986). Sedangkan penerimaan tidak tunai adalah produk hasil usahatani yang tidak dijual secara tunai, tetapi digunakan untuk konsumsi sendiri dan atau untuk keperluan lain tetapi tidak dijual secara tunai. Penerimaan total dari suatu usaha agribisnis merupakan nilai produksi dari usahatani, yaitu harga produsen dikalikan total produksi. Secara matematis dapat dihitung dengan rumus (Soekartawi,1995):
TR = P x Q Keterangan:
TR = Total penerimaan (Rp) P = Harga jual Produk (Rp) Q = Produksi yang diperoleh dalam suatu usahatani (Kg)
2) Biaya Biaya tunai (farm payment) didefinisikan sebagai jumlah biaya yang dikeluarkan untuk pembelian barang dan jasa usahatani secara tunai (Soekartawi et al. 1986). Biaya tidak tunai usahatani yaitu dengan memperhitungkan sumberdaya yang digunakan tetapi tidak dihitung atau dibayar secara tunai sebagai biaya yang dikeluarkan. Biaya tidak tunai yang dihitung yaitu penyusutan, biaya sewa lahan, bibit yang berasal dari anakan tanaman sebelumnya dan tenaga kerja dalam keluarga. Tenaga kerja dalam keluarga yaitu tenaga kerja yang menggunakan anggota keluarga sebagai tenaga kerja untuk pengelolaan usahatani. Total Biaya = Biaya tunai + Biaya diperhitungkan
3) Pendapatan usahatani Pendapatan usahatani merupakan selisih antara penerimaan dan semua biaya. Perhitungan
pendapatan
usahatani
dapat
menggunakan
rumus
(Soekartawi,1995) : tunai = TR - Biaya tunai total = TR TC
Keterangan:
= Pendapatan usahatani (Rp) TR = Total penerimaan (Rp) TC = Total biaya (Rp)
4) Imbangan penerimaan dan biaya (R/C) Pendapatan selain dapat diukur dengan nilai mutlak juga dapat diukur analisis efisiensinya.
R/C
merupakan
salah
satu
ukuran
efisiensi
yang
menggambarkan penerimaan untuk tiap rupiah yang dikeluarkan (reveneu cost ratio). Pengukuran efisiensi masing-masing usahatani terhadap setiap penggunaan satu unit input dapat digambarkan oleh nilai rasio antara jumlah penerimaan dengan jumlah biaya (R/C) yang secara sederhana dapat diturunkan dari rumus (Soekartawi, 1995):
Rumus R/C rasio atas biaya tunai adalah sebagai berikut :
Rasio R C tunai =
TR Biaya tunai
Sedangkan R/C rasio atas biaya total dapat dituliskan sebagai berikut :
Rasio R C total =
TR TC
Keterangan : TR
: total penerimaan usahatani (Rp)
TC
: total biaya usahatani (Rp)
Nilai R/C secara teoritis, menunjukkan bahwa setiap satu rupiah biaya yang dikeluarkan akan memperoleh penerimaan. Kriteria keputusan yang digunakan untuk menilai hasil analisis R/C ratio dapat dibagi menjadi tiga bagian besar, antara lain: R/C > 1 : usahatani menguntungkan R/C = 1 : usahatani impas R/C < 1 : usahatani rugi Analisis pendapatan usahatani tersebut dilakukan pada petani yang menjadi responden, untuk mengetahui seberapa besar pendapatan yang diperoleh dari cabang usahatani ubi jalar, dan apakah usahatani ubi jalar yang mereka jalankan menguntungkan. Secara sederhana, perhitungan analisis pendapatan dan R/C ratio dapat disajikan seperti pada Tabel 5.
Tabel 5. Perhitungan Analisis Pendapatan dan R/C Ratio Usahatani A
C
Penerimaan Tunai Penerimaan yang diperhitungkan Total Penerimaan
D
Biaya Tunai
E
Biaya yang diperhitungkan
F G H I J
Total Biaya Pendapatan atas biaya tunai Pendapatan atas biaya total Pendapatan bersih R/C ratio
B
Harga x Hasil panen yang dijual (Kg) Harga x hasil panen yang dikonsumsi (Kg) A+B a. Biaya Sarana Produksi: - Benih - Pupuk, dll b. Upah tenaga kerja di luar keluarga c. Sewa alat bajak d. Sewa lahan e. Pajak a. Upah tenaga kerja dalam keluarga b. Penyusutan c. Benih d. Sewa Lahan D+E A D C F H bunga pinjaman (jika ada pinjaman) C/F
Sumber: Rahim dan Diah (2007)
Break Even Point atau BEP terdiri dari BEP unit dan BEP harga (Suratiyah, 1997). BEP unit adalah suatu analisis untuk menentukan dan mencari jumlah barang yang harus dijual pada harga tertentu untuk menutupi biaya-biaya yang timbul. Sedangkan BEP harga adalah harga yang harus didapatkan petani untuk menutupi biaya-biaya yang timbul. BEP terjadi saat total penerimaan sama dengan total biaya yang dikeluarkan (TR=TC). BEP unit dapat diperoleh dengan rumus : =
Total Biaya Harga rata rata
Sedangkan BEP harga dapat diperoleh dengan rumus : =
Total Biaya Produksi rata rata
4.6.
Analisis Keuntungan Parsial Analisis keuntungan parsial upaya usahatani ubi jalar organik dilakukan
dengan menghitung tambahan biaya atau pengeluaran baru, tambahan penerimaan, pengeluaran yang dihemat, dan penerimaan yang hilang dari upaya usahatani organik untuk petani ubi jalar di desa Gunung Malang. Penerimaan merupakan hasil kali antara jumlah produksi dan harga. Penerimaan usahatani ubi jalar diduga berubah dengan berubahnya tingkat biaya yang dikeluarkan akibat adanya upaya usahatani secara organik. Biaya usahatani merupakan seluruh nilai barang dan tenaga kerja yang dikeluarkan dalam penyelenggaraan usahatani ubi jalar baik yang secara nyata dibayarkan atau yang hanya diperhitungkan (tidak dibayarkan). Dengan penerapan usahatani organik maka petani dapat menghemat biaya penggunaan pupuk kimia dan obat-obatan kimia. Pendapatan atau keuntungan akibat adanya upaya usahatani ubi jalar organik diperoleh apabila tambahan penerimaan dan pengeluaran yang dihemat lebih besar daripada penerimaan yang hilang dan tambahan biaya karena upaya tersebut. Dan sebaliknya, kerugian diperoleh apabila tambahan penerimaan dan pengeluaran yang dihemat lebih lebih kecil daripada penerimaan yang hilang dan tambahan biaya karena upaya tersebut. Apabila diperoleh pendapatan atau keuntungan yang diperoleh, berarti upaya usahatani ubi jalar organik layak untuk dilakukan. Namun, apabila kerugian yang diperoleh, maka upaya tersebut tidak layak untuk dilakukan. Tahap-tahap dalam analisis keuntungan parsial upaya usahatani organik adalah sebagai berikut: 1) Mengidentifikasi jenis dan besarnya tambahan biaya 2) Mengidentifikasi jenis dan besarnya pengurangan pendapatan 3) Mengidentifikasi jenis dan besarnya tambahan pendapatan 4) Mengidentifikasi jenis dan besarnya pengurangan 5) Menjumlahkan besarnya tambahan biaya dan pengurangan pendapatan sebagai kerugian akibat upaya usahatani organik. 6) Menjumlahkan besarnya tambahan pendapatan dan pengurangan biaya sebagai keuntungan dengan adanya usahatani organik.
7) Menghitung tambahan keuntungan denganadanya usahatani organic dengan mengurangkan keuntungan dengan kerugian. 8) Menabulasikan anggaran keuntungan parsial. Bentuk tabulasi keuntungan parsial dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Bentuk Tabulasi Anggaran Parsial Tambahan Biaya (Rp) Biaya tetap Rp xxxxx
Tambahan Pendapatan (Rp) Rp xxxx
Biaya variabel Rp xxxxx Berkurangnya Pendapatan (Rp)
Berkurangnya Biaya (Rp)
Rp xxxx
Rp xxxxx
Total tambahan biaya dan
Total tambahan pendapatan dan
berkurangnya pendapatan Rp xxxx
berkurangnya biaya Rp xxxx
Perubahan Bersih = Rp xxxxx (positif atau negatif) Menguntungkan atau tidak Sumber: Suratiyah (2006), disesuaikan.
V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1.
Karakteristik Wilayah Lokasi yang dipilih untuk penelitian ini adalah Desa Gunung Malang,
Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor. Desa Gunung Malang merupakan salah satu daerah yang terletak di bawah kaki Gunung Salak. Luas wilayah desa yaitu 733,830 hektar (Ha) yang terdiri dari 308,830 Ha merupakan darat dan 425,000 Ha merupakan sawah. Desa Gunung Malang terletak pada ketinggian antara 600700 m di atas permukaan laut. Jarak dari Pemerintahan Kecamatan Tenjolaya adalah 4 Km, sedangkan jarak dari Kabupaten Bogor adalah 47 Km. Batas-batas wilayah Desa Gunung Malang secara administratif adalah sebagai berikut : 1) Sebelah Utara
: Desa Situdaun
2) Sebelah Selatan
: Hutan Perhutani
3) Sebelah Timur
: Desa Sukajadi
4) Sebelah Barat
: Desa Tapos 1 dan Tapos 2
Menurut data potensi Desa Gunung Malang (2009) lahan yang berfungsi sebagai tanah sawah seluas 425 Ha. Tanah kering seluas 309 Ha yang terdiri dari pekarangan seluas 160 Ha, ladang seluas 117 Ha, dan tegalan seluas 32 Ha. Sedangkan luas wilayah yang digunakan untuk infrastruktur sekitar 232 Ha yaitu jalan seluas 23,5 Ha; bangunan umum seluas 3,5 Ha; empang seluas 6,5 Ha; pemukiman seluas 160 Ha; pemakaman seluas 5 Ha; dan lain-lain seluas 33,5 Ha. Wilayah Desa Gunung Malang sebagian besar digunakan untuk kegiatan pertanian oleh masyarakat setempat. Hal ini dapat dilihat dari luas wilayah yang digunakan untuk sawah dan ladang lebih dari setengah keseluruhan luas wilayah desa yaitu 542,000 Ha dari 733,830 Ha. Iklim di Desa Gunung Malang terbagi atas dua musim, yaitu musim hujan dan musim kemarau. Suhu udara rata-rata desa yaitu 27-30oC. Sedangkan curah hujan rata-rata di Kecamatan Tenjolaya menurut data potensi kecamatan (2008) adalah sebesar 200,1 mm/tahun dengan hari hujan rata-rata 13 hari/tahun.
5.2.
Karakteristik Sosial Ekonomi Masyarakat Jumlah penduduk Desa Gunung Malang pada tahun 2009 mencapai sekitar
11.952 jiwa dengan penduduk laki-laki berjumlah 6.098 jiwa dan penduduk perempuan berjumlah 5.854 jiwa. Desa Gunung Malang terdiri dari 13 Rukun Warga (RW) dan 46 Rukun Tetangga. Sedangkan jumlah penduduk berdasarkan tingkat pedidikannya dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Jumlah Penduduk Desa Gunung Malang Berdasarkan Tingkat Pendidikan Tahun 2009 No
Tingkat Pendidikan
Jumlah (Orang)
1
Taman Kanak-Kanak (TK)
25
2
Sekolah Dasar (SD)
2.502
3
Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP)
560
4
Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA)
310
5
Diploma (D2
21
6
Sarjana Strata 1
D3)
8
Sumber : Profil Desa Gunung Malang Tahun 2009
Lapangan pekerjaan utama penduduk Desa Gunung Malang adalah sektor pertanian yang berjumlah sekitar 1.708 orang dengan petani berjumlah 1.078 orang dan buruh tani berjumlah 630 orang (63,28 persen dari keseluruhan jumlah penduduk yang bekerja). Jumlah penduduk Desa Gunung Malang dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Jumlah Penduduk Desa Gunung Malang Menurut Mata Pencaharian Tahun 2009 No
Mata Pencaharian
Jumlah (orang)
1
Pegawai Negeri Sipil (PNS)
21
2
Wiraswasta
620
3
Petani
1.078
4
Buruh Tani
630
5
Pertukangan
335
6
Pensiunan
15
Jumlah Sumber : Profil Desa Gunung Malang Tahun 2009
2.699
Berdasarkan data potensi Kecamatan Tenjolaya tahun 2008 (Tabel 9), tanaman palawija yang memiliki luas panen terbesar adalah ubi jalar yaitu sebesar 119 Ha. Luas ini lebih besar dibandingkan jagung, ubi kayu, dan kacang tanah yang masing-masing sebesar 49 Ha, 50 Ha, dan 5 Ha. Hasil produksi terbesar pun adalah komoditas ubi jalar yaitu 3.332 ton. Tabel 9. Luas Panen dan Produksi Palawija di Desa Gunung Malang Tahun 2008
Jagung
Luas Panen (Ha) 49
Produksi (Ton) 735
2
Ubi Kayu
50
1.250
3
Ubi Jalar
119
3.332
4
Kacang Tanah
5
9
No
Komoditas
1
Sumber : Kecamatan Tenjolaya dalam Angka 2009
5.3.
Karakteristik Petani Responden Responden dalam penelitian ini adalah petani ubi jalar di Desa Gunung
Malang yang berjumlah 30 orang. Beberapa karakteristik petani yang dianggap penting mencakup umur, status usahatani ubi jalar, tingkat pendidikan, luas lahan yang ditanami ubi jalar, pengalaman usahatani, dan status kepemilikan lahan. 5.3.1. Umur Umur responden berkisar antara 30 - 85 tahun dengan rata-rata umur 49,07 tahun. Tabel 10 menunjukkan bahwa sebagian petani responden berada pada usia produktif yaitu kisaran 15-60 tahun. Jumlah petani yang berada pada kisaran tersebut sebanyak 25 orang dengan persentase sebesar 83,33 persen. Persentase umur tertinggi berada pada kelompok umur 40-49 tahun (36,67%). Sebaran umur responden dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10. Karakteristik Petani Responden Berdasarkan Umur di Desa Gunung Malang Tahun 2010 Kelompok Umur
Jumlah Responden
Persentase
(tahun)
(Orang)
(%)
30-39
4
13,33
40-49
11
36,67
50-59
10
33,33
60-69
4
13,33
70-79
0
0
80-89
1
3,33
Total
30
100,00
5.3.2. Status Usahatani Ubi Jalar Petani responden di Desa Gunung Malang sebagian besar memiliki mata pencaharian bertani sebagai mata pencaharian utama (83,33 persen). Sisanya yaitu 16,67 persen menjadikan bertani ubi jalar sebagai pekerjaan sampingan, sedangkan pekerjaan utamanya antara lain tengkulak, berdagang, dan guru SMP. Status usahatani dari responden dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11. Status Usahatani Petani Responden di Desa Gunung Malang Tahun 2010 Jumlah Responden
Persentase
(Orang)
(%)
Pekerjaan Utama
25
83,33
Pekerjaan Sampingan
5
16,67
Total
30
100,00
Status Usahatani
5.3.3. Tingkat Pendidikan Tingkat pendidikan formal dari petani responden beragam, antara lain Tidak Sekolah (TS), Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Atas (SMA), dan Perguruan Tinggi. Tingkat pendidikan sebagian besar responden masih tergolong rendah. Hal ini dapat terlihat dari jumlah responden yang berpendidikan hanya sampai Sekolah Dasar (SD) melebihi setengah dari keseluruhan jumlah responden yaitu 76,67 persen dan responden yang tidak sekolah sebesar 10,00 persen.
Sedangkan yang memiliki pendidikan formal sampai perguruan tinggi hanya 3,33 persen (Tabel 12). Tabel 12. Karakteristik Petani Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan di Desa Gunung Malang Tahun 2010 Jumlah Responden
Persentase
(Orang)
(%)
Tidak Sekolah (TS)
3
10,00
Sekolah Dasar (SD)
23
76,67
Sekolah Menengah Pertama (SMP)
0
0
Sekolah Menengah Atas (SMA)
3
10,00
Perguruan Tinggi
1
3,33
Total
30
100,00
Tingkat Pendidikan
5.3.4. Pengalaman Usahatani Pengalaman dalam bertani menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan suatu usahatani. Petani yang berpengalaman dalam usahatani komoditas tersebut seharusnya dapat lebih mampu meningkatkan produktivitas dibandingkan petani yang kurang berpengalaman. Persentase pengalaman usahatani petani ubi jalar terbesar berada pada pengalaman usahatani antara 20-29 tahun yaitu sebesar 46,67 persen dengan pengalaman rata-rata selama 23,70 tahun (Tabel 13). Tabel 13. Karakteristik Petani Responden Berdasarkan Pengalaman Usahatani di Desa Gunung Malang Tahun 2010 Pengalaman
Jumlah Responden
Persentase
(Tahun)
(Orang)
(%)
0-9
4
13,33
10-19
4
13,33
20-29
14
46,67
30-39
4
13,33
40-49
4
13,33
Total
30
100,00
5.3.5. Luas Lahan Luas lahan yang ditanami ubi jalar oleh petani responden di Desa Gunung Malang antara 0,2-3 hektar dengan rata-rata sebesar 1,07 hektar. Persentase luas lahan yang digunakan untuk usahatani ubi jalar tertinggi berada pada luas lahan 0,50 hektar yaitu sebesar 50,00 persen. Luas lahan yang digunakan untuk usahatani ubi jalar dapat dilihat pada Tabel 14. Tabel 14.
Karakteristik Petani Responden Berdasarkan Luas Lahan yang Digunakan untuk Usahatani Ubi Jalar tahun 2010
Luas Lahan (hektar)
Jumlah Responden
Persentase
(Orang)
(%)
0,50
15
50,00
0,51-1,00
7
23,33
> 1,00
8
26,67
Total
30
100,00
5.3.6. Status Kepemilikan Lahan Status kepemilikan lahan petani responden di Desa Gunung Malang seluruhnya merupakan lahan milik sendiri. Dalam usahatani ubi jalar petani responden mengusahakan budidaya pada lahan milik sendiri dengan pertimbangan biaya lahan yang lebih rendah.
VI HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1.
Keragaan Usahatani Ubi Jalar Keragaan usahatani menunjukkan bagaimana suatu usahatani dapat
berhasil dijalankan, atau dengan kata lain keragaan usahatani menjelaskan bagaimana faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan suatu usahatani. Keragaan usahatani dapat berbeda untuk beberapa daerah dalam mengusahakan satu produk yang sama. Indikator yang mempengaruhi keragaan usahatani bersumber dari dua faktor, yaitu faktor intern dan ekstern. Faktor intern berkaitan dengan petani secara langsung, seperti karakteristik petani itu sendiri yaitu, usia, pendidikan, pengalaman usahatani, luas lahan, dan modal. Sedangakan faktor ekstern merupakan indikator yang berasal dari luar petani itu sendiri, seperti bibit, pupuk, tenaga kerja, panen, dan pemasaran. Indikator intern pada usahatani ubi jalar di desa Gunung Malang telah dibahas pada bab sebelumnya yaitu karakteristik responden. Dilihat dari indikator ekstern beberapa faktor yang harus diperhatikan dalam budidya ubi jalar antara lain: penggunaan sarana produksi,
teknik budidaya, dan pemasaran. Sarana
produksi yang dimaksud meliputi bibit, pupuk dan pestisida, alat-alat pertanian, lahan, tenaga kerja, dan modal. Pada teknik budidaya hal yang penting untuk diperhatikan adalah pembibitan, pengolahan tanah yang meliputi penggemburan dan penggaritan, penanaman, pemupukan dan pengobatan, penyiangan atau perawatan tanaman, serta pemanenan. Sedangkan pengetahuan mengenai pemasaran penting untuk dikuasai sebagai upaya untuk mengoptimalkan pendapatan usahatani bagi petani ubijalar dengan mengetahui bentuk pemasaran yang paling menguntungkan. 6.1.1. Penggunaan Sarana Produksi 6.1.1.1. Bibit Ubi Jalar Bibit merupakan salah satu faktor penentu hasil produksi ubi jalar. Bibit ubi jalar yang digunakan oleh petani responden seluruhnya merupakan bibit varietas lokal yaitu varietas AC (Anakan Ciremai). Umur panen varietas tersebut rata-rata berkisar selama lima bulan, dengan tingkat produktivitas 10-20 ton/ha. Petani responden menggunakan varietas ini karena merupakan varietas unggulan
yang sudah diakui oleh daerah lain yang merupakan sentra penanaman ubi jalar di Jawa Barat seperti daerah Kuningan dan Garut. Selain itu ubi jalar AC memiliki rasa umbi yang lebih manis dan bentuk fisik yang cenderung berbentuk bulat serta ukurannya yang lebih besar dibandingkan varietas lain, sehingga lebih laku di pasaran khususnya wilayah Bogor. Bibit yang digunakan dalam usahatani ubi jalar di Desa Gunung Malang berasal dari produksi sendiri atau petani lain. Petani yang lebih menyukai menggunakan bibit produksi sendiri menginginkan terjaminnya kualitas bibit yang benar-benar baik. Sedangkan bibit yang yang berasal dari petani lain sulit untuk diketahui bagaimana kualitasnya, karena tidak diketahui asal-usul bibitnya. Bibit ubi jalar yang baik adalah dari hasil perbanyakan tanaman (setek) 2-3 generasi. Apabila setek bibit berasal dari hasil perbanyakan tanman yang lebih dari tiga generasi maka produksinya akan menurun. Akan tetapi ada juga petani yang lebih memilih untuk membeli bibit dari petani lain dengan pertimbangan bahwa membeli bibit lebih mudah dilakukan, atau petani tersebut memang tidak memiliki persediaan bibit untuk budidaya ubi jalar musim selanjutnya. 6.1.1.2. Pupuk dan Pestisida Usahatani ubi jalar yang dilakukan responden dilakukan dengan melakukan pemupukan, dengan alasan agar dapat tetap menjaga kandungan unsur hara pada tanah yang dibutuhkan untuk perkembangan ubi jalar. Pupuk yang dipakai oleh petani responden seluruhnya merupakan pupuk kimia. Jenis pupuk yang digunakan oleh petani responden adalah Urea, TSP, KCL, Phoska, ZA dan NPK. Para petani membeli pupuk tersebut dari toko-toko tani di sekitar wilayah desa Gunung Malang maupun dari toko tani di luar desa. Seluruh petani responden di lokasi penelitian tidak menggunakan obatobatan sama sekali untuk mengendalikan hama dan penyakit. Penyakit yang biasanya dapat menyerang tanaman ubi jalar adalah serangan hama boleng pada umbi. Akan tetapi petani responden selama pengalamannya berusahatani ubi jalar beranggapan bahwa serangan hama tersebut jarang sekali terjadi. Sehingga resiko serangan penyakit atau hama ini seringkali tidak diperhitungkan oleh petani responden.
6.1.1.3. Alat-alat pertanian Jenis alat pertanian yang digunakan dalam kegiatan usahatani ubi jalar di desa Gunung Malang meliputi cangkul, arit, kored dan pisau. Cangkul digunakan untuk mengolah tanah (pembuatan garitan, pembongkaran sementara dan penurunan tanah kembali) serta digunakan juga ketika panen. Arit digunakan untuk penyiangan dan pemotongan batang ubi jalar dan kored dibutuhkan ketika melakukan penanaman bibit. Sedangkan pisau digunakan untuk menyetek bibit dan penanaman bibit ubi jalar. Pada kondisi aktual di lokasi penelitian sebenarnya seluruh petani responden memiliki sendiri setiap alat-alat pertanian untuk usahatani ubi jalar. Akan tetapi jumlahnya tidak berbanding lurus dan tidak seimbang dengan luas lahan yang dimiliki. Hal ini disebabkan pada saat pengerjaan budidaya ubi jalar, buruh tani sudah membawa alatnya masing-masing. Bahkan alat pertanian milik petani responden seringkali tidak digunakan sama sekali pada proses budidaya ubi jalar. Oleh karena itu dalam analisis tidak disertakan perhitungan pemakaian dan biaya penyusutan alat,
karena diasumsikan seluruh kegiatan usahatani
menggunakan alat yang dibawa oleh tenaga kerja luar keluarga (buruh tani). 6.1.1.4. Lahan Luas lahan yang dimiliki petani responden cukup beragam dan berada pada kisaran 0,2 hektar hingga 3 hektar. Berdasarkan pengalamannya beberapa petani responden beranggapan bahwa untuk melakukan usahatani ubi jalar yang menguntungkan, maka dibutuhkan lahan minimal seluas 0,5 hektar karena bersangkutan dengan efisiensi biaya dan keuntungan yang mencukupi. Lahan yang digarap oleh petani responden seluruhnya merupakan tanah milik sendiri. Dengan begitu maka petani responden hanya menanggung beban pajak atas kepemilikan tanah saja. Pada analisis pendapatan usahatani biaya pajak dimasukkan pada biaya tunai. Biaya pajak yang digunakan adalah biaya pajak selama satu periode tanam yaitu diasumsikan selama 6 bulan (setengah tahun). Pada analisis pendapatan diperhitungkan juga biaya sewa lahan selama 6 bulan sebagai biaya imbangan jika lahan tersebut disewakan. Asumsi biaya sewa lahan selama satu musim tanam adalah Rp 2.000.000.
6.1.1.5. Tenaga Kerja Tenaga kerja pada usahatani terbagi atas dua jenis yaitu tenaga kerja luar keluarga dan tenaga kerja dalam keluarga. Pada kasus petani responden di Desa Gunung Malang, petani sebagian besar menggunakan tenaga kerja luar keluarga. Petani responden hanya melakukan kegiatan kontrol dan pengawasan para pekerja (buruh tani) ketika mereka bekerja di lahan. Keikut-sertaan petani dalam pengawasan kegiatan usahatani dimasukkan ke dalam biaya tenaga kerja dalam keluarga (TKDK). Sehingga dalam penelitian ini tenaga kerja yang dianalisis adalah tenaga kerja luar keluarga (TKLK) yang merupakan biaya tanggungan petani responden dan termasuk biaya tunai dan tenaga kerja dalam keluarga yang termasuk biaya diperhitungkan. Penyediaan tenaga kerja di lokasi penelitian cukup banyak dan mudah didapatkan karena rata-rata penduduknya bermata pencaharian sebagai buruh tani. Tenaga kerja yang paling banyak dibutuhkan dalam usahatani ubi jalar adalah pada saat pengolahan tanah dan pembuatan garitan. Tenaga kerja yang digunakan dalam budidaya ubi jalar banyak dilakukan oleh tenaga kerja laki-laki. Tenaga kerja perempuan hanya digunakan oleh petani responden ketika proses penanaman bibit setek ubi jalar di lahan yang sudah diolah dan digarit. Upah rata-rata untuk tenaga kerja laki-laki adalah Rp 20.000/hari kerja laki-laki, sedangkan upah rata-rata untuk tenaga kerja perempuan adalah Rp 10.000/hari kerja perrempuan, dengan kata lain 1 HOK perempuan sama dengan 0,5 HOK laki-laki. Jumlah jam kerja di lokasi penelitian sama untuk laki-laki maupun perempuan yaitu sekitar 5 jam per hari, yang dimulai dari pukul 07.0012.00 WIB (hingga waktu Adzan Dzuhur). 6.1.1.6. Modal Modal usahatani ubi jalar yang digunakan oleh petani di lokasi penelitian seluruhnya menggunakan modal sendiri, karena mereka beranggapan dengan modal sendiri mereka lebih dapat merasakan hasilnya dan bebas dalam menentukan kemana ubi jalar akan dipasarkan. Petani responden tidak lagi bergantung pada pinjaman kepada orang lain, terutama tengkulak karena telah menyadari adanya tuntutan untuk menjual hasil panen kepada tengkulak tersebut
di akhir periode atau pada masa panen. Seringkali harga yang ditetapkan menjadi lebih rendah dibandingkan harga pasaran. 6.1.2. Teknik Budidaya Ubi Jalar Teknik budidaya ubi jalar petani responden di Desa Gunung Malang cenderung tidak memiliki banyak perbedaan dengan budidaya ubi jalar di daerah lain, khususnya di Jawa Barat. Teknik yang digunakan merupakan teknik konvensional. Secara garis besar proses yang dilakukan sama, yaitu meliputi pengolahan tanah yaitu proses penggaritan, kemudian penanaman, penurunan atau pembongkaran tanah, pemupukan, penaikan atau pengurugan tanah, pemotongan daun, dan panen. Namun terdapat karakteristik-karakteristik tersendiri dari beberapa proses tersebut. Secara lebih rinci dijelaskan dalam poin-poin berikut: 6.1.2.1. Penggaritan Pengolahan tanah dilakukan minimal dua minggu sebelum penanaman dilakukan. Aktivitas yang dilakukan dalam pengolahan tanah ini adalah tanah yang akan digunakan untuk menanam ubi jalar dicangkul agar tanah tersebut gembur. Setelah dilakukan pengolahan tanah peteani responden membuat garitangaritan yang dibuat petani untuk menanam ubi jalar. Jarak antar guludan yang dibuat petani di gunung malang berkisar antara 80-100 cm dengan tinggi antara 50-60 cm. Tingginya garitan ini dikarenakan tanah di gunung malang merupakan tanah datar. Lamanya pembuatan garitan tergantung kondisi tanah sebelumnya dan berada pada kisaran 10-20 hari per hektar. Apabila lahan sebelumnya ditanami oleh padi maka waktu pembuatan guludan lebih lama karena biasanya tanah berbentuk bongkahan sehingga proses penggemburannya lebih lama. Aktivitas penggaritan ini biasanya dilakukan oleh tenaga kerja laki-laki dari luar keluarga atau buruh tani. Petani pemilik hanya melakukan pengawasan saja setiap harinya pada masa proses penggaritan. seluruh petani responden melakukan pengerjaan penggaritan ini dengan sistem harian, jadi tidak ada yang melakukan pekerjaan borongan. Hal ini karena pertimbangan jika dilakukan borongan seringkali pekerjanya tidak memperhatikan kualitas dari hasil kerjanya, karena mereka ingin menyelesaikannya secepat mungkin. Jumlah HOK rata-rata yang digunakan untuk kegiatan penggaritan lahan seluas satu hektar adalah
114,13 HOK tenaga kerja luar keluarga, dan 10,05 HOK tenaga kerja dalam keluarga. 6.1.2.2. Penanaman Bibit ubi jalar yang akan ditanam merupakan bibit yang berbentuk setek batang dari tanaman ubi jalar sebelumnya. Satu batang tanaman ubi jalar biasanya dijadikan 2 stek, dengan ukuran panjang berkisar antara 20-25 cm. Penyetekan bibit dilakukan dengan menggunakan pisau. Setek ditanam secara sambungmenyambung dan diposisikan miring terhadap garitan tanah, sehingga jarak tanamnya teratur sekitar 25-30 cm. Hal ini dilakukan agar ubi jalar terbentuk rapih, teratur dan saling menyambung sehingga memudahkan pemanenan Untuk melakukan penanaman ubi jalar, petani responden mengunakan alat seperti kored. Kegiatan penyetekan dan penanaman ini pada usahatani petani responden dilakukan oleh tenaga kerja perempuan dari luar keluarga. Aktivitas ini memerlukan HOK 29,65 TKLK pria atau setara dengan 59,30 HOK TKLK perempuan dan 9,87 HOK TKDK. 6.1.2.3. Penurunan Tanah Setelah 40-60 hari setelah tanam dilakukan proses penurunan tanah dari sisi samping tanaman ubi jalar yang telah tumbuh. Aktivitas ini oleh petani responden sering disebut sebagai proses pembongkaran tanah. Aktivitas ini bertujuan unuk menggemburkan tanah. Pembongkaran sementara dilakukan ketika ubi jalar sudah terbentuk, yaitu ketika berumur dua bulan. Pada proses pembongkaran ini akar tanaman dibiarkan terkena panas dan angin selama kurang lebih 10 hari, setelah itu petani melakukan pemupukan. Seluruh petani responden melakukan kegiatan pemupukan dengan pupuk kimia. Tenaga kerja yang digunakan untuk melakukan proses ini adalah 59,85 HOK TKLK dan 8,85 HOK TKDK. 6.1.2.4. Pemupukan Perlakukan pemupukan sebenarnya harus memperhatikan kondisi lahan. pada lahan-lahan yang sudah kurang bagus pemupukan diperlukan untuk mempertahankan unsur hara tanah. Namun jika kondisi tanah sudah cukup baik, maka pemupukan boleh tidak dilakukan. Khususnya tanah yang masih gembur
dan terletak di daerah dekat dengan pegunungan yang masih memiliki unsur hara yang banyak. Selain itu lahan yang pada periode sebelumnya telah ditanami padi, merupakan tanah yang cukup bagus dan memiliki kesuburan yang lebih tinggi dibandingkan tanah yang sebelumnya telah ditanam ubi jalar juga atau tanaman lahan kering lainnya. Seluruh petani responden melakukan pemupukan dengan pupuk kimia pada setiap kondisi lahan mereka. Pemupukan biasanya dilakukan pada saat setelah proses pembongakaran atau penurunan tanah. Pemupukan dilakukan dengan cara menaburkannya langsung di sekitar tanaman ubi jalar. Tenaga kerja yang dibutuhkan tidak banyak hanya 3,75 HOK TKLK dan 1,75 HOK TKDK. 6.1.2.5. Penaikan Tanah Petani responden menyebut proses ini dengan istilah pengurugan tanah. Proses ini dilakukan 14-20 hari setelah pemupukan, tidak boleh langsung sesaat setelah pemupukan. Hal ini bertujuan untuk pupuk agar dibiarkan meresap terlebih dahulu dan harus terkena udara supaya suhu tanah tidak meningkat drastis. Tanah yang diberi pupuk kimia akan bersifat panas dan hal ini tidak baik untuk pertumbuhan batang nantinya, sehingga harus dibiarkan dahulu. Tanah dinaikkan kembali untuk menutup tanaman dan mengubur pupuk yang telah ditaburkan. Aktivitas ini membutuhkan 50,05 HOK TKLK dan 8,45 HOK TKDK. 6.1.2.6. Pemotongan Batang Petani responden di lokasi penelitian tidak semuanya melakukan pembalikan batang. Ada yang menganggap kegiatan ini sia-sia karena tidak akan mempengaruhi hasil, tetapi juga ada yang beranggapan bahwa dengan dilakukannya pembalikan batang ini untuk mencegah timbulnya akar dari ruasruas batang yang bersentuhan dengan tanah sehingga zat makanan tidak tersebar ke akar-akar liar melainkan semuanya dapat diserap oleh umbi. Kegiatan pemotongan batang ini hanya dilakukan satu kali yaitu pada saat umbi berumur antara 3-4 bulan. Jumlah tenaga kerja yang digunakan sebanyak 3,60 HOK TKLK dan 0,39 HOK TKDK.
6.1.2.7. Panen Ubi jalar dapat mulai dipanen ketika memasuki usia 5 bulan setelah tanam. Masa panen ubi jalar dapat ditunggu hingga mencapai maksimal 6 bulan, karena jika lebih dari 6 bulan umbi yang dihasilkan akan membusuk di dalam tanah. Terlebih lagi ubi jalar yang budidayanya memanfaatkan bantuan pupuk kimia seperti urea, umbi memang akan cepat masak namun cepat pula terjadi pembusukkan. Tanaman ubi jalar yang tidak menggunakan pupuk kimia jika didukung dengan kondisi lahan yang baik justtru mampu bertahan lebih lama hingga mencapai usia maksimal 7 bulan. Keseluruhan petani responden melakukan proses penjualan panen di lahan dengan sistem beli bukti. Sistem ini memberlakukan penjualan dengan menghitung berat umbi yang dihasilkan pada suatu lahan dan dikalikan dengan harga yang telah disepakati antara pembeli dan petani pemilik yang menyaksikan secara langsung proses panen dan proses penimbangan ubi jalar hasil panen. Proses panen ubi jalar dilakukan oleh pembeli, sehingga petani pemilik tidak mengeluarkan biaya untuk tenaga kerja panen. Harga yang diterima adalah harga bersih dari pembeli untuk setiap kilogram ubi yang dihasilkan. 6.1.3. Pemasaran Ubi Jalar Hasil panen ubi jalar para petani di desa Gunung Malang biasanya dijual langsung ke tengkulak. Semua petani responden dalam penelitian ini menjual hasil panennya ke tengkulak. Hal ini sudah merupakan kebiasaan dan telah membudidaya, alasannya adalah faktor kemudahan. Bila hasil panen ubi jalar dijual ke tengkulak maka seluruh biaya panen menjadi tanggung jawab tengkulak. Selain itu petani merasa kesulitan untuk membawa hasil panen mereka langsug ke pasar karena alasan jarak dan alat transportasi. Harga beli ubi jalar di tingkat tengkulak bervariasi tapi pada dasarnya harga yang diterapkan tengkulak lebih rendah dibandingkan dengan harga pasar. Dari tengkulak ubi jalar ini nantinya ada yang dijual lagi ke tengkulak besar atau Bandar besar yang menjadi pemasok-pemsok ke pasar pasar induk, baik itu di Jakarta, Tangerang, Bekasi , dan Bogor. Namun selain itu juga ada yang menyalurkannya ke pabrik saus dan pabrik keripik.
Terdapat tiga saluran pemasaran ubi jalar di Desa Gunung Malang (Purba, 2010). Secara lengkapnya dapat terlihat dari gambar berikut ini. saluran 1 petani
tengkulak
pabrik
saluran 2 petani
tengkulak
bandar besar
grosir
tengkulak
Bandar besar
grosir
pengecer
konsumen
saluran 3 petani
konsumen
Gambar 2. Saluran Pemasaran Ubi Jalar di Desa Gunung Malang Tengkulak adalah pedagang pengumpul tingkat 1 yang membeli langsung ubi jalar dari petani. Bandar besar adalah pedagang pengumpul tingkat 2 yang membeli ubi jalar dari tengkulak. Grosir adalah pasar induk sayuran yang membeli ubi jalar dari bandar besar. Pengecer adalah pedagang-pedang pada pasar-pasar tradisional yang membeli ubi jalar dari pasar induk untuk dijual kembali ke konsumen akhir. Sedangkan konsumen merupakan pembeli akhir dari saluran pemasaran ubi jalar dan tidak lagi menjual kepada lembaga pemasaran lainnya. Sebagian besar konsumen akhir membeli ubi jalar untuk keperluan konsumsi. Pabrik dalam hal ini juga merupakan konsumen akhir karena membeli ubi jalar langsung untuk bahan baku produknya. Petani ubi jalar di Desa Gunung Malang hanya dapat menjual ubi hasil panen ke tengkulak saja. Hal ini dikarenakan adanya keterbatasan petani untuk memasarkan hasil panennya sendiri. Meskipun modal awal budidaya ubi jalar telah sepenuhnya merupakan modal sendiri, akan tetapi pada kondisi actual petani masih terikat dengan tengkulak. Kendala yang menyebabkan hal ini terjadi adalah keterbatasan produksi, transportasi, dan relasi untuk pemasaran. Sehingga petani kesulitan untuk memasarkan langsung hasil panennya ke pasar. Peranan kelembagaan di Desa Gunung Malang tidak berjalan sebagaimana mestinya. Kelompok tani yang ada tidak berjalan dan tidak mampu menjalankan fungsinya yang seharusnya dapat memfasilitasi petani dalam pemasaran.
6.2.
Analisis Pendapatan Usahatani Ubi Jalar Pendapatan usahatani adalah selisih antara penerimaan usahatani dengan
biaya produksi. Analisis pendapatan usahatani merupakan alat untuk mengetahui keberhasilan suatu kegiatan usahatani. Suatu usahatani dapat menguntungkan jika pendapatan usahatani tersebut bernilai positif dan merugikan jika pendapatan usahatani tersebut bernilai negatif. Pendapatan usahatani dapat dibagi menjadi dua, antara lain: pendapatan usahatani atas biaya tunai dan pendapatan usahatani atas biaya total. Biaya total merupakan penjumlahan antara biaya tunai dan biaya diperhitungkan. Biaya tunai merupakan biaya yang dikeluarkan petani dalam bentuk uang tunai, seperti biaya sarana produksi, tenaga kerja luar keluarga, dan pajak lahan. Sedangkan biaya diperhitungkan merupakan biaya yang dikeluarkan petani secara tidak tunai. Petani menganggap biaya diperhitungkan bukan sebagai suatu biaya, seperti: tenaga kerja dalam keluarga, penyusutan peralatan, dan bibit dari panen sebelumnya. Dalam penelitian ini biaya bibit dimasukkan kedalam biaya tunai karena adanya beberapa petani responden yang melakukan pembelian bibit untuk usahatani ubijalarnya dari petani lain. Untuk memudahkan dalam menyeragamkan perhitungan biaya bibit, maka pada petani responden yang melakukan pembibitan sendiri atau mengambil bibit dari musim tanam sebelumnya dilakukan perhitungan tenaga kerja dalam pembuatannya dan dimasukkan ke dalam biaya bibit secara tunai, hal ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa petani responden secara langsung mengeluarkan biaya tunai untuk bibit tersebut. Analisis pendapatan usahatani meliputi analisis penerimaan, analisis biaya, analisis pendapatan serta analisis R/C rasio usahatani ubi jalar. Analisis pendapatan usahatani membutuhan dua data pokok yaitu data penerimaan dan data pengeluaran selama periode waktu yang telah ditetapkan. Oleh karena itu untuk dapat mengetahui besarnya pendapatan yang diterima harus diketahui terlebih dahulu data penerimaannya dan biaya, untuk mendapatkan data penerimaan dilakukan analisis terhadap penerimaan responden per hektar. Sedangkan untuk mendapatkan data biaya yang dikeluarkan dilakukan analisis biaya.
Pada kondisi di lapangan data yang diperoleh sangat bervariasi, sehingga untuk memudahkan proses penghitungan semua data penerimaan dan biaya dikonversi agar data yang diperoleh menjadi seragam dan bisa diperbandingkan. Setelah data dikonversi, maka analisis pendapatan usahatani ubi jalar yang dilakukan pada penelitian ini adalah analisis pendapatan usahatani ubi jalar yang dilakukan pada lahan seluas satu hektar dan dalam jangka waktu satu musim tanam. 6.2.1. Penerimaan Usahatani Ubi Jalar Penerimaan usahatani merupakan jumlah seluruh hasil dari usahatani ubi jalar yang diproduksi dikalikan dengan harga jual. Total produksi rata-rata ubi jalar petani responden mencapai 15,11 ton per hektar pada musim panen Bulan Januari hingga April 2010. Harga jual ubi jalar rata-rata sebesar Rp 1.053 per kilogram. Penjualan petani responden dilakukan dengan sistem beli bukti langsung di lahan usahatani ubi jalar kepada tengkulak. Ubi jalar dijual sepenuhnya kepada tengkulak dalam bentuk ubi jalar segar tanpa ada proses grading. Sehingga penerimaan rata-rata usahatani ubi jalar petani responden merupakan penerimaan tunai sebesar Rp 15.902,603,17. 6.2.2. Biaya Usahatani Ubi Jalar Komponen biaya usahatani dikelompokkan menjadi dua yaitu biaya tunai dan biaya diperhitungkan. Biaya tunai usahatani responden di Desa Gunung Malang meliputi biaya yang langsung dikeluarkan seperti biaya bibit, pupuk, tenaga kerja luar keluarga, dan biaya pajak lahan. Dalam penelitian ini yang dimasukkan pada biaya diperhitungkan adalah biaya imbangan sewa lahan selama satu musim tanam dan biaya tenaga kerja dalam keluarga. 6.2.2.1. Biaya Bibit Bibit untuk budidaya ubi jalar yang dilakukan oleh petani responden merupakan bibiit yang didapatkan dengan cara setek batang ubi jalar dari tanaman ubi jalar yang telah dewasa. ada tiga jenis setek bibit yang dapat digunakan, yaitu bibit ipukan pertama(G1), setek bibit keturunan kedua (G2), dan setek bibit dari keturunan ketiga(G3). bibit ipukan adalah bibit yang diperoleh dari hasil pembibitan langsung dari penanaman umbi terlebih dahulu, sehingga kualitasnya
paling baik. bibit turunan adalah bibit yang langsung di setek dari batang ubi jalar hasil dari bibit ipukan yang telah digunakan. Pada kondisi aktual biaya bibit merupakan biaya tunai. rata-rata biaya total untuk bibit dalam usahatani ubi jalar petani responden di Desa Gunung Malang seluas hektar dalam satu musim tanam adalah sebesar Rp 337.683. Bibit yang digunakan dalam usahatani ubi jalar di lokasi penelitian berasal dari hasil produksi sebelumnya dan hasil pembelian dari petani lainnya. Petani responden yang menggunakan bibit dari produksi sebelumnya sebanyak 10 orang (33,33%), sedangkan sisanya yaitu 20 orang (66,67%) melakukan pembelian bibit dari produksi petani lainnya. Biaya bibit dalam penelitian ini diklasisikasikan menjadi biaya tunai, karena penggunaan bibit yang dibeli dari petani lain lebih banyak, dan pada kenyataannya petani yang menggunakan bibit dari produksi sebelumnya juga mengeluarkan biaya tunai untuk memperoleh bibit tersebut. Oleh karena itu biaya tenaga kerja untuk memperoleh bibit tersebut dijadikan biaya untuk perhitungan biaya bibit dalam analisis usahataninya. 6.2.2.2 Biaya Pupuk Input lainnya dalam usahatani ubi jalar adalah pupuk. Pupuk yang digunakan petani cukup beragam meliputi Urea, TSP, KCL, Phoska, ZA dan NPK. Penggunaan pupuk ini berbeda pada setiap petani responden. petani responden memiliki kombinasi pemakaian pupuk masing-masing dalam melakukan pemupukan dalam usahataninya. ada petani responden yang hanya memakai satu jenis pupuk, ada yang menggunakan dua hingga empat jenis pupuk secara bersamaan. Selain itu harga untuk tiap jenis pupuk juga berbeda antara masing-masing petani responden, karena perbedaan tempat membeli pupuk dan biaya transportasi hingga pupuk sampai di lahan dan siap untuk digunakan. Oleh karena itu analisis biaya untuk pupuk tidak dapat dikonversikan pada masingmasing jenis pupuk dalam usahatani ubi jalar. Sehingga analisis biaya pupuk dilkukan dengan menggunakan rata-rata biaya total penggunaan pupuk untuk usahatani ubi jalar seluas satu hektar selama satu musim tanam. Biaya total ratarata untuk pupuk adalah sebesar Rp 434.634,13.
6.2.2.3. Biaya Tenaga Kerja Kegiatan yang dilakukan oleh tenaga kerja (buruh tani) meliputi pengolahan lahan hingga menjadi garitan yang siap tanam, penanaman, penurunan tanah, pemupukan, penaikan tanah, dan perawatan tanaman. Kegiatan penanaman dilakukan oleh perempuan. dalam perhitungan 1 HOK perempuan telah dikonversikan menjadi 0,5 HOK laki-laki, sehingga upah standar yang dimasukkan dalam analisis merupakan upah standar untuk laki-laki. Tabel 15. Rata-rata Biaya Penggunaan TKLK Usahatani Ubi Jalar per Hektar per Musim Tanam Kegiatan
Jumlah HOK
Upah (Rp)
Jumlah (Rp)
Penggaritan
114,13
20.000
2.282.603,17
Penanaman
29,65
20.000
592.976,19
Penurunan Tanah
59,85
20.000
1.197.047,62
Pemupukan
3,75 50,05
20.000
75.079,37
20.000
1.000.952,38
3,60
20.000
72.000,00
Penaikan Tanah Pemotongan batang Jumlah
5.220.658,73
Biaya yang paling besar dikeluarkan petani adalah biaya untuk pengerjaan atau pengolahan garitan yaitu sebesar Rp 2.282.603,17. Hal ini dikarenakan prosesnya yang memakan cukup banyak waktu dan tenaga dari para pekerja (buruh tani) untuk menyelesaikannya. Sedangkan biaya yang paling rendah adalah biaya perawatan, karena tidak semua petani responden melakukan perawatan dengan intensif. Petani responden beranggapan bahwa dalam usahatani ubi jalar tidak membutuhkan perawatan yang berlebihan, bahkan petani responden bisa membiarkan tanaman ubi tumbuh apa adanya tanpa adanya penyiangan, penyiraman, dan pengendalian hama. Adapun sebanyak 11 petani responden melakukan upaya perawatan. Kegiatan perawatan hanya terbatas pada pemotongan batang ubi jalar yang sudah menjalar secara berlebihan. Petani responden yang melakukan hal ini berangggapan bahwa pertumbuhan batang ubi jalar yang berlebihan akan menghambat pertumbuhan umbi, sehingga harus dilakukan pemotongan.
Panen ubi jalar pada usahatani responden seluruhnya melakukan sistem panen dengan penjualan ke tengkulak langsung di lahan petani atau sering disebut sebagai penjualan hasil panen dengan sistem beli bukti. Seluruh biaya panen ditanggung oleh tengkulak atau pembeli yang datang langsung ke lahan ubi jalar yang dipanen. Sehingga petani sama sekali tidak mengeluarkan biaya untuk panen, dan tingkat harga yang disepakati dalam transaksi jual beli adalah harga bersih dari setiap hasil panen yang didapatkan. Tabel 16. Rata-rata Biaya Penggunaan TKDK Usahatani Ubi Jalar per Hektar per Musim Tanam Kegiatan Pengolahan
Jumlah HOK
Lahan
Upah (Rp)
Jumlah (Rp)
10,05
20.000
201.015,87
Penanaman
9,87
20.000
197.492,06
Penurunan Tanah
8,85
20.000
177.031,75
Pemupukan
1,75
20.000
34.952,38
Penaikan Tanah
8,45
20.000
169.095,24
Pemotongan batang
0,39
20.000
7.888,89
(Penggaritan)
Jumlah
787.476,19 Penggunaan tenaga kerja dalam keluarga relatif lebih sedikit dibandingkan
tenaga kerja luar keluarga. Hal ini dapat dilihat dari total keseluruhan penggunaan tenaga kerja dalam keluarga yang hanya mencapai Rp 787.476,19. Kontribusi tenaga kerja dalam keluarga terletak pada petani responden itu sendiri dalam upaya pengawasan saja, sedangkan pekerjaan berat dilakukan sepenuhnya oleh buruh tani. Tidak ada anggota keluarga dari petani responden yang ikut terlibat langsung dalam usahatani ubi jalar. 6.2.2.4. Biaya Pajak dan Sewa Lahan Lahan yang digunakan untuk usahatani ubi jalar seluruhnya berstatus hak milik, sehingga perhitungan biaya untuk lahan akan menimbulkan biaya berupa pajak atas lahan. Besar pajak rata-rata per hektar per tahun untuk petani responden di desa Gunung Malang adalah sebesar Rp 264.500. Dalam penelitian ini analisis pendapatan usahatani yang dilakukan merupakan ushatani ubi jalar selama satu
musim saja, sehingga nilai pajak diasumsikan setengahnya dari pajak per tahun Oleh karena itu nilai rata-rata pajak lahan petani responden per hektar per musim menjadi sebesar Rp 132.250. Sedangkan untuk biaya sewa yang diperhitungkan karena tidak didapatkan rata-rata nilai untuk dikonversikan kedalam usaha tani ubi jalar seluas satu hektar dalam satu musim tanam, maka digunakan asumsi dasar dengan mempertimbangkan informasi yang didapat dari beberapa petani responden yang dapat menilai lahan untuk disewakan, biaya sewa lahan adalah sebesar Rp 2.000.000 per hektar untuk satu musim tanam. 6.2.3. Pendapatan Usahatani Ubi jalar Pendapatan usahatani ubi jalar merupakan selisih antara total penerimaan usahatani dengan total pengeluaran usahatani. Komponen pendapatan usahatani meliputi (1) pendapatan tunai yakni total penerimaan setelah dikurangi biaya tunai dan (2) pendapatan total yakni total penerimaan setelah dikurangi total biaya. Analisis R/C rasio digunakan untuk menunjukkan perbandingan antara nilai output terhadap nilai inputnya sehingga dapat diketahui kelayakan usahatani ubi jalar yang dilakukan oleh petani responden di Desa Gunung Malang. Tabel 17. Analisis Pendapatan Usahatani Ubi Jalar Petani Responden per Hektar per Musim Tanam Uraian Penerimaan usahatani ubi jalar BIAYA TUNAI Pupuk Pajak Lahan Bibit Tenaga Kerja Luar Keluarga Total Biaya Tunai BIAYA DIPERHITUNGKAN Biaya Sewa Lahan (I Musim) Tenaga Kerja Dalam Keluarga Total Biaya Diperhitungkan Total Biaya Usahatani Pendapatan usahatani thdp biaya tunai Pendapatan Usahatani thdp biaya total R/C terhadap Biaya Tunai R/C terhadap Biaya Total
(Rp)
(Rp) 15.902.603,17
434.634,13 132.250,00 337.682,54 5.220.658,73 6.125.225,40 2.000.000,00 787.476,19 2.787.476,19 8.912.701,59 9.777.377,78 6.989.901,59 2,60 1,78
Berdasarkan Tabel 17, didapatkan nilai R/C atas biaya tunai sebesar 2,60. Hal ini mengartikan bahwa untuk setiap Rp 1 biaya tunai yang dikeluarkan untuk mengusahakan budidaya ubi jalar petani responden akan memperoleh penerimaan sebesar Rp 2,60. Sedangkan R/C atas biaya total adalah sebesar 1,78. Berarti untuk setiap Rp 1 biaya total yang dikeluarkan maka petani responden dapat memperoleh penerimaan sebesar Rp 1,78. Dari hasil analisis pendapatan usahatani tersebut maka dapat dikatakan secara jelas bahwa baik dilihat dari analisis terhadap biaya tunai maupun biaya total, usahatani ubi jalar petani responden di Desa Gunung Malang menguntungkan untuk dijalankan, karena nilai R/C atas biaya tunai maupun total memiliki nilai yang lebih dari satu. BEP harga usahatani ubi jalar dengan produksi rata-rata 15.110 Kg/ha adalah pada harga jual Rp 589,86 /kg, yang berarti petani akan mendapatkan keuntungan jika harga jual ubi jalar di atas Rp 589,86 /kg. Harga jual rata-rata hasil penelitian yaitu Rp 1.053 /kg, lebih tinggi dari BEP harga. Hal ini menunjukkan bahwa harga di lokasi penelitian memberikan keuntungan bagi petani ubi jalar. Sedangkan BEP unit usahatani ubi jalar dengan harga jual ratarata di lokasi penelitian Rp 1.053 /kg adalah 8.464,11 kg/ha, yang berarti petani akan mendapatkan keuntungan jika petani mampu menjual hasil ubi jalar lebih banyak dari 8.464,11 kg/ha ketika harga ubi jalar Rp 1.053 /kg. Hal ini menunjukkan usahatani ubi jalar di lokasi penelitian menguntungkan untuk diusahakan pada musim tanam selama periode penelitian. Umur panen ubi jalar relatif cukup lama yaitu empat hingga tujuh bulan, selama periode tersebut petani tidak mendapatkan penghasilan. Oleh karena itu untuk melihat kemampuan finansial petani dari hasil usahatani ubi jalar dapat dilihat dengan menghitung pendapatan perbulannya. Hasil rata-rata pendapatan petani responden di desa gunung malang adalah sebesar Rp1.955.475,56 atas biaya tunai dan Rp 1.397.980,32 atas biaya total untuk satu musimnya dengan asumsi satu musim adalah lima bulan. Selain itu, petani ubi jalar memiliki keuntungan lain dari segi waktu luang, karena usahatani ubi jalar tidak menyita banyak waktu, sehingga petani dapat memanfaatkan waktunya untuk mencari tambahan pemasukan dari aktivitas lainnya diluar usahatani ubi jalar.
6.3.
Analisis Parsial Penerapan Usahatani Ubi Jalar Secara Organik Upaya peningkatan pendapatan usahatani salah satunya dapat dilakukan
dengan cara penerapan usahatani ubi jalar secara organik. Hal ini menyangkut dengan adanya kemungkinan untuk melakukan penghematan pada beberapa biaya seperti biaya pestisida dan pupuk kimia. Budidaya ubi jalar secara organik dapat dilakukan
dengan
beberapa
syarat
tertentu,
diantaranya
adalah
mempertimbangkan kondisi tanah, kandungan unsur hara tanah pada lahan yang akan ditanami ubi jalar. Tanah yang baik untuk pertumbuhan ubi jalar adalah tanah yang gembur dan tidak terkontaminasi bahan-bahan kimia dari usahatani tanaman sebelumnya. Tanah atau lahan yang baru ditanami padi pada musim tanam
sebelumnya
juga
memiliki
potensi
yang
cukup
bagus
untuk
mengembangkan usahatani ubi jalar secara organik. Dalam kondisi aktual petani responden di desa Gunung Malang, usahatani ubi jalar yang dilakukan memang tidak mengimplementasikan pengendalian hama dengan pestisida. walaupun demikian nilai produksi ubi jalar yang dihasilkan masih tetap sangat baik, dengan produktivitas mencapai 15,11 ton per hektar. Namun proses pemupukan tanaman ubi jalar petani responden seluruhnya melakukan pemupukan dengan pupuk kimia. Kelebihan budidaya ubi jalar dengan menggunakan pupuk kimia antara lain, umbi bisa cepat besar dan bisa lebih cepat dipanen..pada usia ubi jalar yang telah memasuki minimal 4 bulan. akan tetapi teknik budidaya ini juga memiliki kekurangan yaitu ubi yang dihasilkan tidak begitu keras, cenderung lebih empuk dan jika terlalu lama tidak dipanen akan cepat membusuk. Kelebihan jika menerapkan budidaya ubi jalar secara organik adalah umbi lebih keras sehingga paling cocok jika untuk disalurkan ke pabrik keripik, selain itu umbi bisa ditangguhkan masa panennya tanpa mengalami kebusukan hingga berusia maksimal 7 bulan. Sehingga petani dapat mengatur lebih baik waktu panennya jika harga jual ubi pada saat usia mencapai usia panen tidak begitu baik. Hal ini bermanfaat bagi petani jika harga jual pada umur panen kurang bagus..maka petani dapat menunggu untuk memanen hingga tingkat harga kembali membaik.
Metode anggaran parsial yang digunakan dalam penelitian ini adalah anggaran keuntungan parsial. Analisis anggaran parsial upaya penerapan teknik budidaya ubi jalar secara organik dilakukan dengan lima tahap yaitu: 1) Mengidentifikasi dan menghitung jenis serta besarnya pengurangan biaya dengan adanya upaya penerapan teknik budidaya ubi jalar secara organik. 2) Mengidentifikasi dan menghitung jenis serta besarnya tambahan pendapatan dengan adanya upaya penerapan teknik budidaya ubi jalar secara organik. 3) Mengidentifikasi dan menghitung jenis serta besarnya tambahan biaya akibat upaya penerapan teknik budidaya ubi jalar secara organik. 4) Mengidentifikasi
dan menghitung jenis serta besarnya pengurangan
pendapatan akibat upaya penerapan teknik budidaya ubi jalar secara organik. 5) Menghitung tambahan keuntungan dengan adanya penerapan teknik budidaya ubi jalar secara organik dengan mengurangkan keuntungan dengan kerugian. Anggaran parsial yang disusun berdasarkan perubahan cara usahatani ubi jalar dapat menyebabkan terjadinya perubahan komponen usahatani lain, seperti biaya dan penerimaan usahatani. Asumsi-asumsi digunakan melalui pendekatan dari sumber informasi yang diperoleh mengenai teknik budidaya ubi jalar secara organik. Salah satu alternatif untuk mempertahankan dan meningkatkan kesuburan tanah adalah dengan pemberian bahan organik seperti pupuk kandang ke dalam tanah. Pemberian pupuk kandang, selain dapat meningkatkan kesuburan tanah juga dapat mengurangi penggunaan pupuk buatan yang harganya relatif mahal dan terkadang sulit diperoleh. Pupuk kandang adalah kotoran padat dan cair dari hewan yang tercampur dengan sisa-sisa pakan dan alas kandang. Alasan dipilihnya upaya ini dalam analisis pendapatan adalah penerapan teknik budidaya ubi jalar secara organik merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan pendapatan usahatani petani ubi jalar karena memungkin adanya upaya penghematan biaya bagi usahatani ubi jalar seperti pestisida dan pupuk kimia. Alasan lainnya adalah, penerapan teknik budidaya ubi jalar secara organik yaitu selain petani dapat menghemat biaya, petani juga ikut berpartisipasi dalam upaya penyediaan pangan yang sehat.
6.3.1. Perubahan Biaya dengan Adanya Penerapan Usahatani Ubi Jalar Secara Organik Dengan adanya upaya penerapan budidaya ubi jalar secara organik memberikan beberapa perubahan pada struktuk biaya dan penerimaan. Salah satu alternatif cara yang biasa dilakukan untuk mengatasi terjadinya penurunan produksi pada implementasi budidaya ubi jalar organik adalah dengan cara mengganti penggunaan pupuk kimia dengan pupuk organik seperti pupuk kandang untuk menjaga kesuburan tanah. Dalam analisis ini pupuk kandang yang digunakan adalah pupuk kotoran kambing. Perubahan biaya dan penerimaan, serta implikasi terhadap anggaran keuntungan parsial upaya substitusi pupuk kimia dengan pupuk kandang dapat dilihat pada Tabel berikut. Tabel 18. Perubahan Biaya Pupuk pada Penerapan Budidaya Ubi Jalar Organik dengan Pupuk Kandang Parsial jika Pakai pupuk Kandang Uraian
Biaya (Rp)
Pupuk kimia
434.634,13
Pupuk kandang
200.000,00
Penurunan biaya pupuk
234.634,13
Keterangan
40 karung X 5000
Pupuk kandang yang digunakan untuk luas lahan satu hektar cukup banyak yaitu 40 karung. Hal ini dilakukan agar dapat mengimbangi kebutuhan tanah supaya tetap dapat mempertahankan kesuburannya karena tidak menggunakan pupuk kimia. Jika upaya tersebut berhasil maka produktivitas hasil panen ubi jalar dapat dipertahankan sehingga tidak akan terjadi penurunan penerimaan usahatani. Tabel 19. Perubahan Biaya Tenaga Kerja pada Penerapan Budidaya Ubi Jalar Organik dengan Pupuk Kandang Parsial Tenaga Kerja Dengan Pupuk Kandang Uraian Tenaga Kerja Pupuk Kimia Tenaga Kerja Organik Peningkatan biaya Tenaga Kerja
HOK/Ha 5,50 8
Biaya Tenaga Kerja (Rp)/HOK 20.000 20.000
Total Biaya (Rp) 110.000,00 160.000,00 50.000,00
Dengan substitusi pupuk kimia dengan pupuk kandang maka, akan terdapat perbedaan penggunaan tenaga kerja dalam proses pemupukan. Secara kuantitas penggunaan pupuk kandang lebih besar dan lebih berat pekerjaannya dibandingkan pupuk kimia. Pupuk kandang satu karungnya berkisar antara 25-30 kg, sehingga proses pengangkutan akan memakan waktu lebih lama. Cara pemupukan pun lebih sulit dilakukan dibandingkan pupuk kimia yang hanya cukup ditaburkan saja. 6.3.2. Perubahan Penerimaan dengan Adanya Penerapan Usahatani Ubi Jalar Secara Organik Penerapan usahatani ubi jalar secara organik diasumsikan tidak merubah harga jual produk ubi jalar yang dihasilkan, karena akses pemasaran petani responden masih sangat terbatas. Karena menggunakan pupuk kandang, maka kondisi kesuburan tanah tetap bias dipertahankan, sehingga diasumsikan nilai hasil produksi pun tetap sama dengan budidaya konvensional. Oleh karena itu, nilai penerimaan petani ubi jalar pada analisis parsial ini tetap. Untuk di wilayah Bogor sendiri khususnya, pada kondisi aktual tidak dapat perbedaan harga antara produk ubi jalar organik dengan yang tidak organik. Jadi hasil panen tetap disalurkan pada pembeli tengkulak untuk pasar tradisional dan pabrik yang membutuhkan bahan baku ubi jalar, seperti pabrik keripik dan pabrik saus. 6.3.3. Implikasi dari Adanya Penerapan Ubi Jalar Organik Dengan adanya upaya penerapan budidaya ubi jalar secara organik memberikan beberapa perubahan pada struktuk biaya dan penerimaan. Dari sisi biaya, terjadi penurunan biaya pengadaan pupuk, namun biaya tenaga kerja untuk proses pemupukan meningkat. Sedangkan dari struktur penerimaannya tetap, karena tidak ada perubahan baik pada hasil produksi maupun harga jual ubi jalar. Hasil analisis anggaran keuntungan parsial dapat dilihat pada Tabel 20.
Tabel 20. Analisis Anggaran Keuntungan Parsial Penerapan Budidaya Ubi Jalar Organik dengan Pupuk Kandang Dengan Pupuk Kandang Tambahan Biaya (Rp) Tambahan Pendapatan (Rp) Peningkatan Biaya Pupuk Peningkatan Biaya Tenaga Kerja
-
-
50.000,00
Jumlah Tambahan Biaya 50.000,00 Berkurangnya Pendapatan (Rp) Penurunan Penerimaan
Peningkatan Penerimaan
-
Jumlah Tambahan Pendapatan Berkurangnya Biaya (Rp)
-
Penurunan Biaya Pupuk
234.634,13
Penurunan Biaya Tenaga Kerja
-
Jumlah Berkurangnya Pendapatan Jumlah Berkurangnya Biaya 234.634,13 Total Tambahan Biaya dan Total Tambahan Pendapatan Berkurangnya Pendapatan dan Berkurangnya Biaya (B) (A) 50.000,00 234.634,13 Perubahan Bersih = B-A = 234.634,13 - 50.000,00 = 184.634,13 MENGUNTUNGKAN Dari hasil perhitungan dan analisis anggaran keuntungan parsial dapat diketahui bahwa implementasi teknik budidaya ubi jalar secara organik yang dilakukan dengan mensubstitusi pupuk kimia dengan penggunaan pupuk organik seperti pupuk kandang, maka produktivitas dapat dipertahankan dan mengurangi biaya pupuk yang digunakan, sehingga terdapat keuntungan. Namun penerapan upaya tersebut belum mencapai tingkat optimal, karena perubahan keuntungan yang terjadi tidak cukup besar. Hal ini terjadi karena dalam penerapannya masih menghadapi beberapa permasalahan. Permasalahan paling utama yang paling mencolok adalah permasalahan mengenai harga dan kurang aktifnya kelompok tani. Pasar petani responden di Desa Gunung Malang untuk menjual hasil ubinya terbatas hanya pada tengkulak untuk disuplai ke pasar tradisional dan beberapa pabrik keripik dan pabrik saus saja. Pasar yang dapat menarik produk ubi jalar organik dari petani masih sangat terbatas, sehingga petani ubi jalar tidak dapat mendapatkan harga yang berbeda jika mengusahakan budidaya ubi jalar secara organik. Hal ini yang menyebabkan tidak adanya peningkatan penerimaan dalam upaya penerapan usahatani ubi jalar secara organik.
VII KESIMPULAN DAN SARAN 7.1.
Kesimpulan Ubi jalar merupakan komoditi pilihan utama usahatani di Desa Gunung
Malang. Keragaan usahatani ubi jalar dapat dilihat dari penggunaan sarana produksi, teknik budidaya, dan pemasarannya. Bibit ubi jalar yang digunakan merupakan varietas lokal yaitu ubi jalar AC (Anakan Ciremai). Luas lahan yang dimiliki petani responden berada pada kisaran 0,2 hektar hingga 3 hektar dan ratarata sebesar 1,07 hektar. Lahan yang digarap oleh petani responden seluruhnya merupakan tanah milik sendiri. Pada kasus petani responden di Desa Gunung Malang, petani lebih banyak menggunakan tenaga kerja luar keluarga. Upah ratarata untuk tenaga kerja laki-laki adalah Rp 20.000/hari kerja laki-laki, sedangkan upah rata-rata untuk tenaga kerja perempuan adalah setengahnya. Modal usahatani ubi jalar yang digunakan oleh petani di lokasi penelitian seluruhnya menggunakan modal sendiri. Teknik budidaya ubi jalar petani responden di Desa Gunung Malang sangat sederhana. Proses yang dilakukan meliputi pengolahan lahan awal yaitu menggemburkan dan membuat garitan tanah, penanaman, penurunan tanah, pemupukan, penaikan tanah, dan perawatan secukupnya. Petani responden tidak melakukan pengendalian hama dan penyakit dengan pestisida. Petani ubi jalar tidak melakukan dan tidak menanggung biaya panen, karena hasil panen langsung dijual di lahan kepada pembeli seperti tengkulak dan semua biaya panen ditanggung oleh pembeli. Terdapat tiga saluran pemasaran ubi jalar di Desa Gunung Malang, namun petani hanya bisa menjual hasil panen ubi jalar ke tengkulak (pedagang pengumpul 1). Hasil analisis biaya usahatani menunjukkan bahwa total biaya usahatani ubi jalar per hektar sebesar Rp 8.912.701,59, yang terdiri dari biaya tunai sebesar Rp 6.125.225,40 dan biaya diperhitungkan sebesar Rp 2.787.476,19. Dari struktur biaya yang dikeluarkan petani responden dapat dilihat bahwa dalam budidaya ubi jalar ini petani telah menjadikan ubi jalar sebagai usahatani komersial dimana petani lebih banyak menggunakan faktor produksi yang yang didapatkan secara tunai. Hasil analisis penerimaan usahatani menunjukkan total penerimaan usahatani petani responden di Desa Gunung Malang untuk lahan seluas satu hektar selama satu musim tanam sebesar Rp 15.902.603,17, sehingga pendapatan
usahatani dari budidaya ubi jalar tersebut sebesar Rp 9.777.377,78 atas biaya tunai dan Rp 6.989.901,59 atas biaya total. Dari hasil analisis pendapatan usahatani juga didapatkan kesimpulan bahwa kegiatan usahatani ubi jalar petani responden di Desa Gunug Malang layak untuk dijalankan karena menghasilkan nilai R/C yang cukup tinggi yaitu 2,60 untuk R/C atas biaya tunai, dan R/C atas biaya total sebesar 1,78. Penerapan teknik budidaya ubi jalar secara organik merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan pendapatan usahatani petani ubi jalar karena memungkin adanya upaya penghematan biaya bagi usahatani ubi jalar seperti pestisida dan pupuk kimia. Selain itu, penerapan teknik budidaya ubi jalar secara organik yaitu selain petani dapat menghemat biaya, petani juga ikut berpartisipasi dalam upaya penyediaan pangan yang sehat. Upaya yang dapat dilakukan adalah dengan mensubstitusinya dengan pupuk organik seperti pupuk kandang dari kotoran kambing. Hasil perhitungan dan analisis anggaran keuntungan parsial menunjukkan bahwa usahatani dengan upaya substitusi dengan pupuk kandang layak untuk dijalankan karena menghasilkan keuntungan tambahan meskipun keuntungan yang diperoleh tidak begitu besar yaitu Rp 184.634,13. 7.2.
Saran Saran yang dapat direkomendasikan berdasarkan uraian hasil dan
pembahasan penelitian yang telah dilakukan, meliputi: 1) Diperlukan adanya usaha dari pihak pemerintah maupun instansi terkait untuk melakukan pendampingan guna meningkatkan pengetahuan petani baik dalam hal teknis budidaya, pemasaran, maupun produk turunan. 2) Diharapakan ada program untuk pembinaan kelembagaan seperti kelompok tani secara berkelanjutan agar kelompoktani tersebut dapat berjalan aktif, sehingga bisa membantu meningkatkan posisi tawar petani. 3) Disarankan kepada petani untuk menerapkan usahatani organik jika bisa mendapatkan pasar yang menerima ubi jalar organik dengan harga yang lebih tinggi dibandingkan ubi jalar biasa. Petani ubi jalar dapat mengincar pasar menengah ke atas seperti supermarket dan pasar swalayan.
DAFTAR PUSTAKA Aji NK. 2008. Peramalan Produksi dan Konsumsi Ubi Jalar Nasional Dalam Rangka Rencana Program Diversifikasi Pangan Pokok. [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. [Anonim]. 2009. Profil Desa Gunung Malang Kecamatan Tenjolaya Kabupaten Bogor Tahun 2009. Bogor: Desa Gunung Malang Kecamatan Tenjolaya Kabupaten Bogor. Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor. 2009. Kabupaten Bogor Dalam Angka 2009. Bogor: BPS Kabupaten Bogor. ________. 2009. Kecamatan Tenjolaya Dalam Angka 2009. Bogor. Gray et al.1992. Pengantar Evaluasi Proyek. Ed ke-2. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Hafsah, M.J. 2004. Prospek Bisnis Ubi Jalar. Pusataka Sinar Harapan. Jakarta. Harnowo, D., S.S. Antarlina, dan H. Mahagyosuko. 1994. Pengolahan ubi jalar guna mendukung diversifikasi pangan dan agroindustri. Dalam Winarto, A., Y. Widodo, S.S. Antarlina, H. Pudjosantosa, dan Sumarno (Eds.). Risalah Seminar Penerapan Teknologi Produksi dan Pascapanen Ubi Jalar Mendukung Agroindustri. Balittan Malang. hlm. 145-157. Hernanto F. 1995. Ilmu Usahatani. Penerbit Penebar Swadaya. Jakarta. Jamrianti, R. Ubi Jalar, Saatya Menjadi Pilihan. Artikel Iptek. 20 Desember 2009. Juanda, D.Js. dan Cahyono, B. 2000. Ubi Jalar Budi Daya dan Analisis Usahatani. Kanisius. Yogyakarta. Juarsa MI. 2007. Dayasaing Ubi Jalar Di Kabupaten Kuningan Jawa Barat. [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Limbongan, J dan Soplanit, A. 2007. Ketersediaan Teknologi dan Potensi Pengembangan Ubi Jalar (Ipomoea batatas L.) di Papua. Jurnal Litbang Penelitian 26(4). Balai Pengkajian Teknologi Pertanian, Papua. Lingga, P. 1984. Pertanaman Ubi-ubian. Penebar Swadaya. Jakarta. Pracaya. 2006. Bertanam Sayuran Organik. Penebar Swadaya. Cetakan Keenam. Jakarta Purba, S. 2010. Analisis Tataniaga Ubi Jalar (Studi Kasus : Desa Gunung Malang, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat). [skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
Rohim, A dan Diah, R. 2007. Ekonomi Pertanian (Pengantar, Teori dan Kasus). Jakarta: Penebar Swadaya. Rukmana, R. 1997. Budidaya Ubi jalar. Kanisius. Yogyakarta. Sitanggang. 2008. Analisis Usahatani Bawang Daun Organik dan Anorganik (Studi Kasus : Desa Batulayang, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor, Jawa Barat). [skripsi]. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Soeharjo, A dan Dahlan Patong. 1973. Sendi-Sendi Pokok Ilmu Usahatani. Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Soekartawi, Soeharjo A, Dillon JL, Hardaker JB. 1986. Ilmu Usahatani dan Penelitian untuk Pengembangan Petani Kecil. UI-Press. Jakarta. _________.1995. Analisis Usahatani. UI-Press. Jakarta. Suratiyah K. 2006. Ilmu Usahatani. Penebar Swadaya. Jakarta. Sutanto, R. 2002. Pertanian Organik. Kanisius. Yogyakarta. Widayanti. 2008. Analisis Pendapatan Usahatani dan Pemasaran Ubi Jalar Di Desa Bandorasa Kulon Kecamatan Cilimus Kabupaten Kuningan, Jawa Barat. [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Wiyanto. 2009. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kualitas Karet Perkebunan Rakyat (Kasus Perkebunan Rakyat di Kecamatan Tulang Bawang Tengah, Kabupaten Tulang Bawang, Lampung). [skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Zuraida, N. dan Supriati, Y. 2001. Usahatani Ubi Jalar Sebagai Bahan Pangan Alternatif dan Diversifikasi Sumber Karbohidrat. Buletin Agrobio 4(1): 13-23. Balai Penelitian Bioteknologi, Bogor.
Lampiran 1. Luas Panen, Produktivitas, dan Produksi Ubi Jalar Di Tingkat Propinsi Tahun 2007-2008
No
Propinsi
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33
Nanggroe Aceh D. Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Jambi Sumatera Selatan Bengkulu Lampung Bangka Belitung Riau Kepulauan D.K.I. Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah D.I. Yogyakarta Jawa Timur Banten Bali Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulawesi Utara Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Tenggara Gorontalo Sulawesi Barat Maluku Maluku Utara Papua Barat Papua
Sumber : Badan Pusat Statistik, 2009.
Luas panen Ha 1.542 12.129 3.769 1.627 4.026 3.033 3.372 4.813 647 191 0 28.096 10.592 515 13.975 2.904 7.037 1.135 12.940 1.779 1.232 2.691 3.217 3.617 2.996 5.549 3.357 314 846 2.448 4.035 1.874 30.634
2007 ProdukProduksi tivitas Kw/Ha Ton 98,49 15.187 96,99 117.641 142,72 53.793 78,76 12.814 90,32 36.363 70,94 21.515 95,29 32.131 97,18 46.772 79,51 5.144 77,07 1.472 0,00 0 133,73 375.714 135,35 143.364 106,72 5.496 107,20 149.811 116,03 33.694 129,58 91.187 114,60 13.007 79,12 102.375 78,03 13.882 69,96 8.619 115,73 31.143 95,91 30.855 98,08 35.475 97,06 29.079 106,00 58.819 82,18 27.588 94,71 2.974 109,98 9.304 85,49 20.929 87,23 35.199 99,80 18.702 100,15 306.804
Luas panen Ha 1.325 10.316 4.082 1.429 2.263 2.829 3.217 4.953 578 193 0 27.252 8.467 610 13.750 2.884 6.424 953 13.437 1.643 1.735 2.417 3.114 4.277 2.616 6.235 3.587 412 1.442 2.546 4.023 1.524 34.028
2008 ProdukProduksi tivitas Kw/Ha Ton 99,41 13.172 110,69 114.186 151,44 61.817 79,29 11.330 96,44 21.825 69,36 19.621 95,38 30.682 97,30 48.191 80,50 4.653 77,20 1.490 0,00 0 138,15 376.490 138,37 117.159 125,51 7.656 99,31 136.556 117,17 33.793 137,30 88.201 115,27 10.985 79,87 107.316 78,34 12.871 70,05 12.153 107,17 25.903 94,32 29.372 98,34 42.062 105,84 27.689 106,73 66.546 86,12 30.892 95,80 3.947 110,23 15.895 85,54 21.778 87,23 35.094 100,99 15.340 99,06 337.096
Lampiran 2. KUESIONER ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI UBI JALAR
Kuesioner ini digunakan sebagai bahan penyusun skripsi ”Analisis Pendapatan Usahatani Ubi Jalar di Desa Gunung Malang Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor” oleh Ferry Herdiman (H34050908), Mahasiswa Program Sarjana Agribisnis, Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
*) coret yang tidak perlu A. Identitas dan Karakteristik Responden 1. Nama
: .................................................................................
2. Jenis kelamin
: Laki-laki/Perempuan*
3. Umur
: .......... tahun
4. Lama bertani
: .......... tahun
5. Alamat
: .................................................................................
6. Pendidikan terakhir
: SD/SLTP/SMA/Perguruan Tinggi*
7. Apakah bertani ubi jalar merupakan mata pencaharian utama : ya / tidak* 8. Jika tidak, apa mata pencaharian utama : ...................................................... 9. Mata pencaharian lainnya : ........................................................................... 10. Luas lahan yang diusahakan untuk bertani ubi jalar :
.ha dari luas total
lahan usahatani yang dimiliki : ................ha 11. Status
kepemilikan
lahan?Rp
lahan?(Penggarap/Pemilik
dan
penggarap)*Sewa
./ha
12. Musim tanam :
.
13. Sumber modal usahatani : sendiri/pinjam ke petani lain/lainnya* Jumlah pinjaman?Rp.......... 14. Kemana hasil panen dijual?(pedagang pengumpul/pengecer/lainnya ....)* 15. Permasalahan yang sering dihadapi dalam usahatani ubi jalar (budidaya, teknologi, modal, hama, lainnya............) Uraian singkat : ............................................................................................. 16. Pendapatan rata-rata diluar usahatani : Rp.................../bulan 17. Pengeluaran rata-rata diluar usahatani : Rp.................../bulan 18. Jumlah tanggungan keluarga (termasuk responden) :
.
B. Gambaran Umum Usahatani a) Pemilihan Varietas dan bibit 1. Varietas yang ditanam : ............ * Alasan : .................................................................................................. 2. Varietas ubi jalar yang akan ditanam pada musim panen berikutnya? : ............. * Alasan : ..................................................................................................... 3. Bibit yang digunakan : .............. * 4. Jumlah bibit : ............... /........ ha/musim tanam b) Pengolahan tanah 1. Alat pengolahan lahan yang digunakan 2. Lama pengolahan ............................................... 3. Sarana pengolahan tanah diperoleh dari 4. Proses pengolahan tanah .............................................. c) Penanaman 1. Umur bibit 2. Jumlah bibit 3. Jarak tanam 4. Kedalaman tanam 5. Proses penanaman
: ................................................ : : ................................................. :
: ....................... hari : ......................... bibit : ......................... cm : ......................... cm : ......................................................................
d) Perawatan Tanaman 1. Penyulaman : ...................................................................... 2. Pengolahan tanah ringan :....................................................................... 3. Penyiangan :....................................................................... 4. Alat yang digunakan :....................................................................... e) Pemupukan 1. Pupuk diperoleh dari : ..................................................................... 2. Pemupukan : ......................hari 3. Proses Pemupukan : ...................................................................... f) Pengendalian Hama dan Penyakit Tanaman 1. Secara teknik budidaya 2. Secara biologis (predator alami) 3. Secara fisik (perangkap) 4. Secara kimia (pestisida kimia) 5. Bahan yang digunakan 6. Proses pengendalian hama dan penyakit g) Panen 1. Umur panen 2. Alat yang digunakan 3. Proses panen
: .............................................. : .............................................. : ............................................. : .............................................. : .............................................. : ..............................................
: ........................hari : ..................................................................... : .....................................................................
C. Penggunaan faktor-faktor produksi/input usahatani ubi jalar N O
Pengeluaran
Jumlah
Hari HOK /jam
Harga Satuan (Rp)
Biay a
Nilai (Rp) Biaya Diperhitungkan
Tuna i I II
Bibit Pupuk kimia
Pupuk Kandang
III
Tenaga kerja a.Pengolahantanah - Mencangkul - Memupuk - Meratakan d. Penanaman - Menggarisi lahan - Menanam bibit e. Pemupukan f. Penyulaman g. Penyiangan h. i. Pengairan j. Panen - Memanen - Mengangkut
Jumlah
D. Peralatan yang digunakan dalam usahatani ubi jalar No.
Jenis alat
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Cangkul Kored Parang/Bedog Handsprayer Garpu
Jumlah (buah)
Harga beli (Rp)
Nilai Pembelian (Rp)
Masa pakai (thn)
Estimasi umur ekonomis (thn)
Biaya Penyusutan (Rp)
Total Biaya
E. Pengeluaran usahatani lainnya No. Jenis pengeluaran 1 Pajak 2 Sewa lahan per (musim/tahun) 3 4 5 Total
Jumlah (Rp)
F. Penerimaan hasil produksi 1. Penanganan hasil dari panen terakhir [jika tidak ada, isikan dengan angka 0 (nol)] Disimpan untuk stok dan dijual kemudian kg Disimpan untuk konsumsi kg Disimpan yang akan digunakan untuk bibit kg 2. Pada umumnya (volume terbesar penjualan), kapan menjual hasil panen? 3. Adakah terdapat pembedaan grade (grading) ubi jalar hasil panen? 4. Siapa pembelinya dan berapa persen dari total penjualan? No.
Produksi
1 2 3
Ubi jalar segar
Total produksi (kg)
Harga (Rp/Kg)
Nilai Total Produksi (NTP) Sistem pemasaran hasil produksi pada Bentuk Volume Alasan (kg)
No
Uraian
1. 2. 3. 4.
Ijon Tebasan Bebas sekaligus Bebas bertahap
Harga (Rp/kg)
Lampiran 3. Karakteristik Petani Responden
No
Nama
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
uning h. memed h. emad dayat h. nunuh amir adang tarma mad duha tata sukarta ace madsa'i h. bakar enduh narma ijay dudung anda odih h. qosim acah iday marta azam adun ukay aning jama' miskat ace rawing wiguna rata-rata
Umur (Tahun) 50 50 60 40 52 65 38 40 58 50 43 85 42 30 40 47 45 56 65 51 30 55 44 42 60 49 56 57 42 30 49,067
Pendidikan SD SD SD SMA SD SD SD SD SD SMA S1 (Sarjana) SD SD SD SD SD TS SD SD TS SD SD SD SD SD SD TS SD SD SMA
Pengalaman Budidaya Ubi Jalar (Tahun)
Luas Lahan (Ha)
25 30 20 18 24 35 5 25 40 28 17 40 20 7 10 20 5 36 45 25 10 32 28 23 40 26 20 25 25 7 23,700
2 3 2 0.5 0.5 0.5 1 0.5 0.5 3 1 3 1.5 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5 3 1 1 0.2 0.7 1.5 0.5 1 0.3 0.3 0.2 1 1,073
Status Lahan Milik Sendiri Milik Sendiri Milik Sendiri Milik Sendiri Milik Sendiri Milik Sendiri Milik Sendiri Milik Sendiri Milik Sendiri Milik Sendiri Milik Sendiri Milik Sendiri Milik Sendiri Milik Sendiri Milik Sendiri Milik Sendiri Milik Sendiri Milik Sendiri Milik Sendiri Milik Sendiri Milik Sendiri Milik Sendiri Milik Sendiri Milik Sendiri Milik Sendiri Milik Sendiri Milik Sendiri Milik Sendiri Milik Sendiri Milik Sendiri
Lampiran 4. Biaya Pajak Lahan dan Bibit Usahatani Ubi Jalar Petani Responden
N o
Nama
1
uning
2
h. memed
3
h. emad
4
dayat
5
h. nunuh
6
amir
7
adang
8
tarma
9
mad duha
10 11
tata sukarta ace madsa'i
12
h. bakar
13
enduh
14
narma
15
ijay
16
dudung
17
anda
18
odih
19
h. qosim
20
acah
21
iday
22
marta
23
azam
Luas Laha n (Ha)
Biaya Bibit (Rp)
Biaya Bibit/Ha (Rp)
2
500.000
250.000
3
800.000
266.667
2
500.000
250.000
0.5
100.000
200.000
0.5
210.000
420.000
0.5
150.000
300.000
1
500.000
500.000
0.5
200.000
400.000
0.5
175.000
350.000
3
450.000
150.000
1
350.000
350.000
3
900.000
300.000
1.5
450.000
300.000
0.5
180.000
360.000
0.5
200.000
400.000
0.5
220.000
440.000
0.5
150.000
300.000
0.5
120.000
240.000
3
750.000
250.000
1
520.000
520.000
1
420.000
420.000
0.2 0.7
70.000
350.000
Pajak/Ha/Tahu n (Rp) 200.000 250.000 200.000 300.000 300.000 280.000 120.000 220.000 120.000 250.000 375.000 350.000 350.000 200.000 300.000 300.000 320.000 270.000 350.000 300.000 280.000 150.000 240.000
Pajak/Ha/Musi m (Rp) 100.000 125.000 100.000 150.000 150.000 140.000 60.000 110.000 60.000 125.000 187.500 175.000 175.000 100.000 150.000 150.000 160.000 135.000 175.000 150.000 140.000 75.000 120.000
24
adun
25
ukay
26
aning
27
jama'
28
miskat
29
ace rawing
30
wiguna Rata-rata
250.000
357.143
1.5
400.000
266.667
0.5
120.000
240.000
1
320.000
320.000
0.3
100.000
333.333
0.3
125.000
416.667
0.2
100.000
500.000
1 1,073
380.000
380.000
323.666,67
337.683
350.000 300.000 250.000 200.000 300.000 260.000 250.000 264.500
175.000 150.000 125.000 100.000 150.000 130.000 125.000 132.250
Lampiran 5. Biaya Pengadaan Pupuk Kimia Petani Responden Penggunaan Pupuk per Hektar (Kg)
Harga/kg (Rp)
Biaya Pupuk
No Phoska
Za
Npk
Total/ha (Rp)
Urea
Tsp
Kcl
Phoska
Za
Npk
Urea
Tsp
Kcl
1
100.00
75.00
25.00
-
25.00
-
1,500
2,000
1,800
1,800
390,000
2
133.33
66.67
66.67
-
33.33
-
1,500
2,000
1,800
1,800
513,333
3
150.00
-
50.00
-
50.00
-
1,600
2,600
1,100
425,000
4
150.00
50.00
-
50.00
-
-
1,600
2,000
5
130.00
40.00
-
-
-
-
1,500
2,000
6
250.00
-
-
-
-
-
1,400
7
150.00
-
-
25.00
-
50.00
1,400
2,500
8
150.00
-
-
100.00
-
-
1,500
2,100
435,000
9
140.00
60.00
-
40.00
-
-
1,750
2,200
2,100
461,000
10
50.00
50.00
50.00
50.00
-
-
1,400
2,000
2,100
2,080
379,000
11
200.00
50.00
50.00
-
-
-
1,400
2,000
2,600
12
116.67
66.67
50.00
-
33.33
-
1,500
2,200
2,000
13
100.00
200.00
-
-
-
-
1,350
2,200
14
100.00
50.00
50.00
-
-
-
1,500
2,000
1,800
340,000
15
150.00
50.00
50.00
-
-
-
1,500
2,000
1,800
415,000
16
200.00
-
100.00
-
-
-
1,500
2,000
500,000
17
200.00
-
-
-
-
-
1,600
18
150.00
100.00
-
-
-
-
1,600
2,500
465,000 275,000 350,000 2,000
372,500
510,000 1,800
481,667 575,000
320,000 1,800
420,000
19
133.33
66.67
-
-
-
-
1,600
2,000
346,667
20
175.00
70.00
115.00
-
-
-
2,000
2,500
2,000
755,000
21
170.00
90.00
90.00
-
-
-
1,500
2,000
1,800
597,000
22
125.00
50.00
50.00
-
-
-
1,600
2,000
1,900
395,000
23
107.14
71.43
-
-
71.43
-
1,600
2,000
24
166.67
66.67
-
-
-
-
1,500
1,800
25
160.00
-
-
-
-
-
1,500
26
100.00
-
50.00
-
50.00
-
1,500
27
250.00
83.33
-
-
-
-
1,600
1,800
550,000
28
200.00
100.00
-
-
-
-
1,500
2,000
500,000
29
250.00
-
100.00
-
-
-
1,500
1,900
565,000
30
150.00
-
50.00
-
-
-
1,600
2,000
340,000
Rata-rata
153.57
48.55
31.56
8.83
8.77
1.67
1,537
1,800
442,857 370,000 240,000
1,800
2,025
1,993
1,400
2,256
1,617
310,000
2,000
434,634.13
Biaya Total Penggaritan
Penanaman
Penurunan
Pemupukan
Penaikan
Pemotongan Daun
Biaya/HOK
(HOK)
(HOK)
(HOK)
(HOK)
(HOK)
(HOK)
(Rp)
No
Tenaga Kerja/Ha (Rp)
1
100,00
20,25
45,00
4,00
45,00
-
20,000
4.285.000,00
2
116,67
24,00
50,00
3,33
50,00
5,00
20,000
4.980.000,00
3
50,00
20,00
40,00
4,00
40,00
6,00
20,000
3.200.000,00
4
98,00
35,00
70,00
2,00
56,00
12,00
20,000
5.460.000,00
5
66,00
20,00
60,00
2,00
90,00
-
20,000
4.760.000,00
6
96,00
12,00
64,00
4,00
64,00
16,00
20,000
5.120.000,00
7
150,00
24,00
50,00
4,00
30,00
-
20,000
5.160.000,00
8
120,00
15,00
120,00
2,00
48,00
-
20,000
6.100.000,00
9
112,00
16,00
54,00
4,00
40,00
26,00
20,000
5.040.000,00
10
100,00
26,67
60,00
2,00
50,00
5,00
20,000
4.873.333,33
11
100,00
25,00
100,00
5,00
100,00
-
20,000
6.600.000,00
12
93,33
28,00
66,67
3,33
66,67
-
20,000
5.160.000,00
13
140,00
20,00
120,00
2,67
140,00
3,33
20,000
8.520.000,00
14
130,00
24,00
50,00
2,00
50,00
-
20,000
5.120.000,00
15
100,00
36,00
30,00
4,00
30,00
-
20,000
4.000.000,00
16
90,00
32,00
64,00
6,00
64,00
-
20,000
5.120.000,00
17
96,00
35,00
70,00
4,00
48,00
-
20,000
5.060.000,00
18
144,00
24,00
60,00
2,00
40,00
-
20,000
5.400.000,00
19
106,67
30,00
50,00
3,00
20,00
6,67
20,000
4.326.666,67
20
210,00
24,00
35,00
4,00
35,00
10,00
20,000
6.360.000,00
21
60,00
28,00
50,00
3,00
30,00
-
20,000
3.420.000,00
22
200,00
87,50
75,00
10,00
50,00
-
20,000
8.450.000,00
23
128,57
25,71
28,57
4,29
21,43
-
20,000
4.171.428,57
24
100,00
33,33
46,67
3,33
33,33
10,00
20,000
4.533.333,33
25
60,00
12,00
70,00
4,00
40,00
-
20,000
3.720.000,00
26
120,00
30,00
55,00
4,00
25,00
-
20,000
4.680.000,00
27
166,67
50,00
66,67
3,33
50,00
-
20,000
6.733.333,33
28
100,00
50,00
50,00
3,33
50,00
-
20,000
5.066.666,67
29
100,00
50,00
50,00
5,00
50,00
-
20,000
5.100.000,00
30
170,00
32,00
45,00
5,00
45,00
8,00
20,000
6.100.000,00
Rata-rata
114,13
29,65
59,85
3,75
50,05
3,60
20,000
5.220.658,73
Penggaritan
Penanaman
Penurunan
Pemupukan
Penaikan
Pemotongan Daun
Biaya/HOK
(HOK)
(HOK)
(HOK)
(HOK)
(HOK)
(HOK)
(Rp)
Biaya Total No
Tenaga Kerja/Ha (Rp)
1
5,00
4,50
4,50
1,00
4,50
-
20.000,00
390.000,00
2
3,33
4,00
5,00
0,67
5,00
0,67
20.000,00
373.333,33
3
5,00
2,50
4,00
1,00
4,00
0,50
20.000,00
340.000,00
4
14,00
10,00
14,00
2,00
8,00
2,00
20.000,00
1.000.000,00
5
4,00
4,00
10,00
2,00
10,00
-
20.000,00
600.000,00
6
20,00
6,00
6,00
2,00
6,00
2,00
20.000,00
840.000,00
7
10,00
2,00
5,00
1,00
3,00
-
20.000,00
420.000,00
8
12,00
10,00
20,00
2,00
12,00
-
20.000,00
1.120.000,00
9
2,00
2,00
2,00
2,00
2,00
2,00
20.000,00
240.000,00
10
2,33
5,33
3,33
1,00
3,33
0,67
20.000,00
320.000,00
11
10,00
10,00
10,00
1,00
10,00
-
20.000,00
820.000,00
12
3,33
3,33
3,33
0,33
3,33
-
20.000,00
273.333,33
13
0,67
3,33
4,00
0,67
4,67
0,67
20.000,00
280.000,00
14
10,00
12,00
10,00
2,00
10,00
-
20.000,00
880.000,00
15
10,00
12,00
10,00
2,00
10,00
-
20.000,00
880.000,00
16
10,00
16,00
16,00
2,00
16,00
-
20.000,00
1.200.000,00
17
8,00
14,00
14,00
2,00
12,00
-
20.000,00
1.000.000,00
18
18,00
12,00
12,00
2,00
10,00
-
20.000,00
1.080.000,00
19
3,33
6,00
3,33
1,00
3,33
0,67
20.000,00
353.333,33
20
10,00
8,00
7,00
1,00
7,00
1,00
20.000,00
680.000,00
21
6,00
8,00
10,00
1,00
10,00
-
20.000,00
700.000,00
22
20,00
35,00
15,00
5,00
25,00
-
20.000,00
2.000.000,00
23
12,86
8,57
5,71
1,43
7,14
-
20.000,00
714.285,71
24
6,67
6,67
4,67
0,67
6,67
0,67
20.000,00
520.000,00
25
10,00
8,00
10,00
2,00
10,00
-
20.000,00
800.000,00
26
10,00
10,00
11,00
1,00
5,00
-
20.000,00
740.000,00
27
16,67
20,00
16,67
3,33
16,67
-
20.000,00
1.466.666,67
28
33,33
20,00
10,00
3,33
10,00
-
20.000,00
1.533.333,33
29
15,00
25,00
10,00
5,00
10,00
-
20.000,00
1.300.000,00
30
10,00
8,00
9,00
1,00
9,00
1,00
20.000,00
760.000,00
Rata-rata
10,05
9,87
8,85
1,75
8,45
0,39
Lampiran 6. Biaya Tenaga Kerja Luar Keluarga Usahatani Ubi Jalar Petani Responden Lampiran 7. Biaya Tenaga Kerja Dalam Keluarga
787.476,19
Lampiran 8. Penerimaan Produksi Usahatani Ubi Jalar Petani Responden No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 Rata-rata
Produksi/ Ha (Kg) 15,000.00 16,666.67 10,000.00 20,000.00 12,000.00 14,000.00 20,000.00 12,000.00 4,000.00 15,000.00 20,000.00 15,000.00 10,000.00 15,600.00 13,000.00 14,000.00 16,000.00 17,000.00 16,666.67 15,000.00 16,000.00 15,000.00 14,285.71 15,333.33 16,000.00 17,000.00 16,666.67 16,666.67 17,500.00 18,000.00 15,112.86
Harga (Rp) 1,200 1,400 1,000 900 1,200 900 1,000 1,100 1,000 1,000 950 1,400 1,200 900 900 900 1,000 1,100 1,350 1,000 1,000 950 950 1,050 1,200 1,100 900 950 900 1,200 1,053.33
Penerimaan / Ha (Rp) 18,000,000.00 23,333,333.33 10,000,000.00 18,000,000.00 14,400,000.00 12,600,000.00 20,000,000.00 13,200,000.00 4,000,000.00 15,000,000.00 19,000,000.00 21,000,000.00 12,000,000.00 14,040,000.00 11,700,000.00 12,600,000.00 16,000,000.00 18,700,000.00 22,500,000.00 15,000,000.00 16,000,000.00 14,250,000.00 13,571,428.57 16,100,000.00 19,200,000.00 18,700,000.00 15,000,000.00 15,833,333.33 15,750,000.00 21,600,000.00 15,902,603.17
Lampiran 9. Dokumentasi Hasil Penelitian 1. Ubi Jalar Yang Baru Ditanam
2. Proses Penaikan Tanah Ubi Jalar Setelah 20 hari
3. Ubi Jalar Setelah Pengurugan (Penaikan Tanah)
4. Ubi Jalar Saat Berumur 3 Bulan
5. Ubi Jalar Yang Siap Untuk Dipanen
6. Pengangkutan Hasil Panen Ubi Jalar