PENDAPATAN USAHATANI JAGUNG MANIS DI DESA GUNUNG MALANG KECAMATAN TENJOLAYA KABUPATEN BOGOR
MELISSA AMANDASARI
DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pendapatan Usahatani Jagung Manis di Desa Gunung Malang Kecamatan Tenjolaya Kabupaten Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Juni 2013 Melissa Amandasari NIM H34090082
ABSTRAK MELISSA AMANDASARI. Pendapatan Usahatani Jagung Manis di Desa Gunung Malang Kecamatan Tenjolaya Kabupaten Bogor. Dibimbing oleh RITA NURMALINA. Jagung merupakan salah satu tanaman pangan pokok yang dikonsumsi oleh sebagian besar penduduk selain beras. Salah satu jenis jagung yang banyak dikonsumsi adalah jagung manis. Jagung manis banyak dikonsumsi karena memiliki rasa yang lebih manis dibandingkan dengan jagung biasa. Desa Gunung Malang merupakan salah satu daerah penghasil jagung manis terbesar di Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor. Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini yaitu mengkaji keragaan usahatani dan penggunaan input produksi jagung manis di Desa Gunung Malang, menganalisis pendapatan usahatani dan rasio antara penerimaan dan biaya dari usahatani jagung manis di Desa Gunung Malang, dan menganalisis balas jasa terhadap faktor-faktor produksi pada usahatani jagung manis di Desa Gunung Malang. Pendapatan atas biaya tunai per hektar per musim tanam untuk usahatani jagung manis yaitu Rp2 922 178.06, sedangkan pendapatan atas biaya total per hektar per musim tanam sebesar Rp93 546.51. Berdasarkan nilai R/C atas biaya tunai dan biaya total, dapat disimpulkan bahwa usahatani jagung manis layak untuk diusahakan. Nilai R/C atas biaya tunai sebesar 1.41 sedangkan nilai R/C atas biaya total sebesar 1.01. Kata kunci: analisis pendapatan usahatani, analisis R/C, Desa Gunung Malang, jagung manis
ABSTRACT MELISSA AMANDASARI. Farm Income of Sweet Corn in Gunung Malang Village, Tenjolaya District, Bogor Regency. Supervised by RITA NURMALINA. Corn is one of the staple food that are consumed by the majority of the population beside rice. One type of corn that is consumed by many people is sweet corn. Sweet corn was consumed by many people because it has a sweeter taste than the regular corn. Gunung Malang village is one of the largest producers of sweet corn in Tenjolaya district, Bogor regency. The objectives of this research are to analyze the farming techniques and the use of sweet corn production inputs in the village of Gunung Malang, to analyze the income and the ratio between revenue and cost from sweet corn farm in the village of Gunung Malang, and to analyze the return to production factors of sweet corn farm in the village of Gunung Malang. The income value based on cash costs per hectare per cropping season for sweet corn farming is Rp2 922 178.06, while the income value based on total costs per hectare per cropping season is Rp93 546.51. The sweet corn farm are feasible to be developed based on the value of R/C over cash cost and total cost. The value of R/C based on cash cost is 1.41, while the value of R/C based on the total cost is 1.01. Keywords: farm income analysis, Gunung Malang village, R/C analysis, sweet corn
PENDAPATAN USAHATANI JAGUNG MANIS DI DESA GUNUNG MALANG KECAMATAN TENJOLAYA KABUPATEN BOGOR
MELISSA AMANDASARI
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Agribisnis
DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
Judul Skripsi : Pendapatan Usahatani Jagung Manis di Desa Gunung Malang Kecamatan Tenjolaya Kabupaten Bogor Nama : Melissa Amandasari NIM : H34090082
Disetujui oleh
Prof Dr Ir Rita Nurmalina, MS Pembimbing
Diketahui oleh
Dr Ir Nunung Kusnadi, MS Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2013 ini ialah usahatani, dengan judul Pendapatan Usahatani Jagung Manis di Desa Gunung Malang Kecamatan Tenjolaya Kabupaten Bogor. Terima kasih penulis ucapkan kepada Prof Dr Ir Rita Nurmalina, MS selaku pembimbing. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Amzul Rifin, SP. MA selaku dosen penguji utama dan Ibu Anita Primaswari Widhiani, SP. Msi selaku dosen penguji komisi pendidikan Departemen Agribisnis. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr Ir Nunung Kusnadi, MS yang telah banyak memberi saran. Selanjutnya terima kasih juga penulis sampaikan kepada Bapak Rachmat Yanuar selaku wali akademik selama menjalani perkuliahan. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Rekha Mahendraswari, SE yang telah bersedia menjadi pembahas dalam seminar hasil penelitian penulis. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, kakak, adik, serta seluruh keluarga atas segala doa dan kasih sayangnya. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Dodo dan Bapak Toapa dari Badan Pengembangan Pertanian Perikanan dan Kehutanan Cibungbulang, serta Bapak Anda dan Bapak Tata beserta keluarga yang telah membantu selama pengumpulan data. Terakhir penulis sampaikan terima kasih atas segala doa dan dukungan kepada rekan-rekan Departemen Agribisnis 46 dan rekan-rekan Tri University. Semoga skripsi ini bermanfaat.
Bogor, Juni 2013 Melissa Amandasari
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Ruang Lingkup Penelitian TINJAUAN PUSTAKA Gambaran Umum Komoditas Jagung Pengelompokan Jagung Budidaya Jagung Manis Studi Empiris mengenai Jagung Manis Studi Empiris mengenai Usahatani Jagung KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka Pemikiran Operasional METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Jenis dan Sumber Data Metode Pengumpulan Data Metode Pengolahan dan Analisis Data Definisi Operasional GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN Karakteristik Petani Responden HASIL DAN PEMBAHASAN Keragaan Usahatani Jagung Manis di Desa Gunung Malang Pendapatan Usahatani Jagung Manis Imbangan Penerimaan dan Biaya (R/C) Balas Jasa dalam Usahatani Jagung Manis SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP
vi vii vii 1 1 5 8 8 8 9 9 9 10 14 16 19 19 24 27 27 27 27 28 33 34 34 41 41 51 57 58 61 61 62 62 65 66
DAFTAR TABEL 1. Perkembangan luas panen, produktivitas, dan produksi jagung menurut wilayah, 2010-2012a 2. Perkembangan populasi, produksi, ekspor, dan impor jagung di Indonesia tahun 2008-2012a 3. Produksi jagung di enam provinsi sentra jagung di Indonesia tahun 2009-2012a 4. Kandungan zat gizi jagung biasa dan jagung manis (tiap 100 gram bahan basah)a 5. Perhitungan pendapatan usahatani jagung manis 6. Return to total capital dari usahatani jagung manis 7. Return to land dari usahatani jagung manis 8. Return to family labor dari usahatani jagung manis 9. Sebaran karakteristik petani responden di Desa Gunung Malang berdasarkan umur tahun 2012 10. Sebaran tingkat pendidikan petani responden di Desa Gunung Malang tahun 2012 11. Sebaran pengalaman bertani jagung manis petani responden di Desa Gunung Malang tahun 2012 12. Sebaran status usahatani petani responden di Desa Gunung Malang tahun 2012 13. Sebaran status kepemilikan lahan petani responden di Desa Gunung Malang tahun 2012 14. Sebaran luas lahan petani responden di Desa Gunung Malang tahun 2012 15. Sebaran sistem pemasaran jagung manis petani responden di Desa Gunung Malang tahun 2012 16. Penggunaan tenaga kerja dalam usahatani jagung manis petani responden per hektar pada periode tanam tahun 2012-2013 di Desa Gunung Malang 17. Nilai penyusutan peralatan pada usahatani jagung manis petani responden pada periode tanam tahun 2012-2013 di Desa Gunung Malang 18. Rata-rata penerimaan usahatani jagung manis petani responden per hektar pada musim tanam tahun 2012-2013 di Desa Gunung Malang 19. Rata-rata pengeluaran usahatani jagung manis petani responden per hektar pada musim tanam tahun 2012-2013 di Desa Gunung Malang 20. Rata-rata pendapatan usahatani jagung manis petani responden per hektar pada musim tanam tahun 2012-2013 di Desa Gunung Malang 21. Return to total capital dari usahatani jagung manis petani responden per hektar pada musim tanam tahun 2012-2013 di Desa Gunung Malang 22. Return to land dari usahatani jagung manis petani responden per hektar pada musim tanam tahun 2012-2013 di Desa Gunung Malang 23. Return to family labor dari usahatani jagung manis petani responden per hektar pada musim tanam tahun 2012-2013 di Desa Gunung Malang
1 2 3 10 29 31 32 32 34 35 36 37 37 38 40
50
51 52 54 56
58 59
60
DAFTAR GAMBAR 1. Kerangka pemikiran operasional usahatani jagung manis di Desa Gunung Malang, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor 2. Pola tanam jagung manis 3. Pola tanam jagung manis yang dilakukan oleh petani responden di Desa Gunung Malang pada musim tanam tahun 2012-2013 4. Bedengan untuk menanam jagung manis 5. Kegiatan penanaman jagung manis 6. Pemupukan dilakukan di antara tanaman jagung manis 7. Kegiatan penyiangan 8. Kegiatan pembumbunan 9. Hama belalang yang menyerang tanaman jagung manis 10. Benih jagung manis varietas Talenta dan Jambore 11. Furadan 3R
26 39 39 42 43 44 44 45 46 48 49
DAFTAR LAMPIRAN 1. Analisis pendapatan usahatani jagung manis petani responden per hektar pada periode tanam tahun 2012-2013 di Desa Gunung Malang
65
PENDAHULUAN Latar Belakang Jagung merupakan bahan pangan penting karena merupakan sumber karbohidrat kedua setelah padi, sehingga sebagai salah satu sumber bahan pangan, jagung telah menjadi komoditas utama setelah padi. Bahkan, jagung dijadikan sebagai bahan pangan utama di beberapa daerah di Indonesia, seperti di Madura dan Nusa Tenggara. Jagung juga dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak, yang sampai saat ini pengembangannya terus dilakukan, serta dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku industri seperti industri etanol (Purwono dan Hartono 2005). Industri yang banyak menggunakan jagung sebagai bahan baku yaitu industri pakan ternak dan industri non-pangan, serta industri makanan dan minuman. Peranan jagung yang dapat digunakan dalam berbagai industri tersebut membuat budidaya jagung memiliki prospek yang sangat baik, baik dari harga jual maupun permintaannya (Tim Karya Tani Mandiri 2010). Selama periode 2005-2011, kebutuhan jagung untuk bahan industri pakan ternak, makanan, dan minuman terus mengalami peningkatan setiap tahunnya. Sebagai gambaran, pada tahun 2010, proyeksi kebutuhan jagung nasional sekitar 17.8 juta ton dan pada tahun 2011 dibutuhkan sekitar 18.9 juta ton bahan baku jagung (Departemen Pertanian 2009). Jagung diharapkan dapat menjadi salah satu solusi yang tepat untuk mengurangi konsumsi beras yang semakin meningkat, sehingga akan berdampak besar pada ketahanan pangan nasional. Perkembangan luas panen, produktivitas, dan produksi jagung menurut wilayah pada tahun 20102012 dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Perkembangan luas panen, produktivitas, dan produksi jagung menurut wilayah, 2010-2012a Perkembangan Uraian
2010
2011
2012b
2010 - 2011
2011 - 2012
Absolut
(%)
Absolut
(%)
Luas Panen (ha) - Jawa
2 138 864.00
1 945 744.00
2 045 300.00
-193 120.00
-9.03
99 556.00
5.12
- Luar Jawa
1 992 812.00
1 918 948.00
1 952 171.00
-73 864.00
-3.71
33 223.00
1.73
- Indonesia
4 131 676.00
3 864 692.00
3 997 471.00
-266 984.00
-6.46
132 779.00
3.44
- Jawa
46.49
48.65
50.18
2.16
4.65
1.53
3.14
- Luar Jawa
42.07
42.61
44.47
0.54
1.28
1.86
4.37
- Indonesia
44.36
45.65
47.39
1.29
2.91
1.74
3.81
- Jawa
9 944 154.00
9 466 866.00
10 262 927.00
-477 288.00
-4.80
796 061.00
8.41
- Luar Jawa
8 383 482.00
8 176 384.00
8 682 197.00
-207 098.00
-2.47
505 813.00
6.19
- Indonesia
18 327 636.00
17 643 250.00
18 945 124.00
-684 386.00
-3.73
1 301 874.00
7.38
Produktivitas (ku/ha)
Produksi (ton)c
a
b
c
Sumber: Badan Pusat Statistik 2012 (diolah).; ARAM (Angka Ramalan) I 2012.; Kualitas produksi jagung adalah pipilan kering.
2
Berdasakan data dari Badan Pusat Statistik (2011) pada Tabel 1, peningkatan produksi jagung tahun 2012 diperkirakan terjadi di Jawa sebesar 0.80 juta ton dan di luar Jawa sebesar 0.51 juta ton. Peningkatan produksi diperkirakan terjadi karena adanya peningkatan luas panen seluas 132.78 ribu hektar (3.44%) dan adanya peningkatan produktivitas sebesar 1.74 kuintal/hektar (3.81%). Perkiraan peningkatan produksi jagung yang relatif besar pada tahun 2012 terdapat di Provinsi Jawa Timur, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, dan Nusa Tenggara Timur. Sedangkan perkiraan penurunan produksi jagung tahun 2012 yang relatif besar terdapat di Provinsi Aceh, Sulawesi Tengah, Sumatera Selatan, Banten, dan Riau. Produksi jagung di Indonesia pada tahun 2010 sampai 2012 cenderung mengalami fluktuasi. Hal ini disebabkan oleh luas panen dan produktivitas jagung di Indonesia yang mengalami fluktuasi dari tahun ke tahun. Meskipun pada tahun 2010 produksi jagung di Indonesia mengalami peningkatan dibandingkan dengan tahun 2009 yang memiliki jumlah produksi sebesar 17 629 748 ton, jumlah produksi tersebut belum mampu mengimbangi jumlah konsumsi jagung di Indonesia. Pada tahun 2011, konsumsi jagung di Indonesia mencapai 18 800 000 ton1, sedangkan jumlah produksi jagung yang dihasilkan hanya 17 643 250 ton. Konsumsi jagung yang tinggi menyebabkan permintaan jagung di Indonesia menjadi tinggi pula, sedangkan tingginya permintaan tersebut tidak seimbang dengan ketersediaan jagung di dalam negeri. Hal tersebut menyebabkan jumlah impor jagung Indonesia menjadi cukup tinggi. Jumlah impor yang cukup tinggi mengakibatkan petani di Indonesia mengalami kesulitan dalam menghadapi persaingan harga dengan jagung impor yang memiliki harga relatif lebih murah. Jagung impor memiliki harga yang relatif lebih murah dibandingkan dengan jagung lokal, karena jagung impor memperoleh perlindungan dari negara asalnya berupa kebijakan proteksi dan promosi. Perkembangan populasi, produksi, ekspor, dan impor jagung di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Perkembangan populasi, produksi, ekspor, dan impor jagung di Indonesia tahun 2008-2012a
a c
Tahun
Populasi (000)
Produksi (000 ton)
Ekspor (ton)
Impor (ton)
Jumlah Penawaran Domestik (ton)c
2008
234 951
16 324
109 000
454 000
16 669 000
2009
237 414
17 630
65 000
448 000
18 013 000
2010
239 871
18 328
42 000
1 527 516
19 813 516
2011
242 326
17 643
30 787
2 889 174
20 501 387
2012b
244 769
18 945
57 419
1 184 083
20 071 664
Sumber: FAO Statistics Division 2012 (diolah).; bPeriode Januari sampai dengan Agustus 2012.; Jumlah Penawaran Domestik = Produksi – Ekspor + Impor.
1
Anonim. 2012. Menyongsong Kedaulatan Pangan Indonesia. [internet]. [diacu 2013 Mei 7]. Tersedia dari: http://beranda.miti.or.id/menyongsong-kedaulatan-pangan-indonesia/.
3
Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat bahwa jumlah ekspor dan impor Indonesia cenderung mengalami fluktuasi. Pada tahun 2011, jumlah impor jagung di Indonesia mengalami peningkatan sebesar 1 361 658 ton. Hal tersebut disebabkan oleh penurunan tingkat produksi sebesar 685 000 ton dari tahun sebelumnya. Jumlah penawaran domestik jagung di Indonesia sepanjang tahun 2008 hingga tahun 2011 terus mengalami peningkatan (Tabel 2). Daerah penghasil utama jagung di Indonesia adalah Pulau Jawa, yaitu sekitar 65% dari produksi nasional (Purwanto dan Hartono 2005). Daerah penghasil jagung terbesar di Indonesia adalah Jawa Timur, dengan jumlah produksi sebesar 6 295 301 ton pada tahun 2012. Beberapa daerah sentra produksi jagung di Indonesia pada tahun 2012 cenderung mengalami peningkatan dalam jumlah produksi, seperti yang terjadi di Provinsi Jawa Timur, Jawa Tengah, Sumatera Utara, Sulawesi Selatan, dan Jawa Barat (Tabel 3). Jawa Barat merupakan salah satu sentra produksi jagung di Indonesia, meskipun produksi jagung di Jawa Barat masih tergolong cukup rendah apabila dibandingkan dengan sentra jagung lainnya. Pengembangan potensi jagung di Provinsi Jawa Barat perlu dilakukan untuk meningkatkan produksi jagung nasional.
Tabel 3 Produksi jagung di enam provinsi sentra jagung di Indonesia tahun 2009-2012a Provinsi
2009
2010
2011
2012b
Jawa Timur
5 266 720
5 587 318
5 443 705
6 295 301
Jawa Tengah
3 057 845
3 058 710
2 772 575
3 041 630
Lampung
2 067 710
2 126 571
1 817 906
1 741 988
Sumatera Utara
1 166 548
1 377 718
1 294 645
1 347 124
Sulawesi Selatan
1 395 742
1 343 044
1 420 154
1 514 636
787 599
923 962
945 104
1 028 653
Jawa Barat a
Produksi (ton)
Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor (2013).; bAngka Sementara.
Produksi jagung di Provinsi Jawa Barat terus mengalami peningkatan setiap tahunnya (Tabel 3). Peningkatan produksi tersebut terjadi seiring dengan adanya program pemerintah mengenai perluasan areal penanaman jagung di Indonesia. Upaya pemerintah untuk meningkatkan produksi jagung di Indonesia pada tahun 2011 yaitu melalui penciptaan dan penelitian varietas benih unggul, penyelenggaraan Sekolah Lapangan Pengelolaan Tanaman Terpadu (SLPTT), Bantuan Langsung Benih Unggul (BLBU), pemberian bantuan benih dari cadangan benih nasional (CBN), Gerakan Peningkatan Produksi Pangan Berbasis Korporasi (GP3K), perluasan areal, dan pelatihan (Kementrian Pertanian 2012). Selain itu, upaya peningkatan produksi jagung yang dilakukan oleh pemerintah dalam bentuk ekstensifikasi pertanian dilakukan dengan melakukan perluasan lahan terutama di daerah luar Jawa, peningkatan produktivitas, peningkatan
4
kualitas produk, perbaikan akses pasar, penguatan kelembagaan petani, perbaikan sistem permodalan, serta pengaturan tataniaga dan insentif usaha (Tim Karya Tani Mandiri 2010). Salah satu sentra produksi jagung di Provinsi Jawa Barat terdapat di Kabupaten Bogor dengan luas panen sebesar 750 hektar dan produksi sebesar 2 956 ton (Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Jawa Barat 2012). Meskipun sebagai salah satu sentra jagung di Jawa Barat, Kabupaten Bogor memiliki jumlah produksi yang sangat rendah apabila dibandingkan dengan Kabupaten Garut yang merupakan sentra produksi jagung di Provinsi Jawa Barat. Oleh karena itu, pengembangan jagung perlu dilakukan di Kabupaten Bogor sehingga dapat meningkatkan produksi jagung nasional. Berdasarkan data dari Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Jawa Barat (2012), produksi jagung di Kabupaten Bogor pada tahun 2007 sampai dengan tahun 2009 mengalami peningkatan seiring dengan peningkatan luas panen dan produktivitas. Pada tahun 2009, produksi jagung mengalami peningkatan sebesar 3 373 ton dan terjadi peningkatan luas panen sebesar 838 hektar, serta peningkatan produktivitas sebesar 2.54 kuintal per hektar. Namun, pada tahun 2010 dan tahun 2011, produksi jagung di Kabupaten Bogor cenderung mengalami penurunan, yang diiringi dengan penurunan luas panen. Penurunan produksi dan luas panen yang terjadi di Kabupaten Bogor pada tahun 2011 tidak diikuti dengan penurunan produktivitas, karena tingkat produktivitas jagung di Kabupaten Bogor justru mengalami peningkatan sebesar 0.83 kuintal per hektar sementara tingkat produksi dan luas panen mengalami penurunan. Tipe jagung yang dikembangkan di daerah Kabupaten Bogor pada umumnya adalah jagung manis. Tanaman jagung manis sudah banyak dikenal di daerah Jawa Barat daripada di daerah lainnya. Hal ini ditunjukkan dengan tingginya permintaan benih jagung manis yang mencapai 50 ton pada tahun 2006 untuk provinsi Jawa Barat, sedangkan untuk provinsi Jawa Timur hanya 20 ton2. Jagung manis memiliki umur produksi yang lebih singkat dibandingkan dengan jagung jenis lainnya, yaitu dapat dipanen pada umur 75-80 hari. Waktu panen yang singkat ini menyebabkan perputaran modal petani menjadi semakin cepat. Budidaya jagung manis tergolong lebih mudah karena tidak memerlukan proses pengeringan lebih lanjut seperti dalam budidaya jagung pada umumnya (Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor 2013). Selain itu, pertumbuhan terbaik untuk jagung manis yaitu di daerah beriklim tropik. Hal ini menandakan bahwa usaha pengembangan jagung manis di Indonesia mempunyai prospek yang cukup baik (Tim Karya Tani Mandiri 2010). Jagung manis (Zea mays saccharata) merupakan salah satu jenis jagung yang potensial untuk dikembangkan. Budidaya jagung manis (sweet corn) mulai berkembang di Indonesia, walaupun masih terbatas pada daerah dekat perkotaan (Purwono dan Hartono 2005). Jagung manis (sweet corn) mengandung lebih banyak gula daripada pati, sehingga memiliki rasa yang lebih manis dibandingkan dengan jagung jenis lainnya. Jagung manis lebih banyak digunakan untuk kebutuhan pangan seperti untuk sayur, jagung rebus dan jagung bakar, atau untuk bahan baku makanan. 2
Anonim. 2012. Laris Manis Bisnis Sweet Corn. [internet]. [diacu 2013 Mei 7]. Tersedia dari: http://www.agrina-online.com/show_article.php?rid=10&aid=709.
5
Permintaan terhadap jagung manis terus meningkat seiring dengan meningkatnya daya beli masyarakat dan permintaan dari pasar tradisional, restoran, hotel, dan swalayan-swalayan yang membutuhkan pasokan dalam jumlah yang cukup besar. Konsumsi jagung muda (semi) di Indonesia pada tahun 2011 mengalami pertumbuhan yang cukup tinggi, yaitu sebesar 17.86% dibandingkan dengan tahun 2010. Akan tetapi, permintaan yang tinggi tersebut tidak diimbangi dengan jumlah produksi yang tinggi pula, sehingga permintaan pasar masih belum semuanya dapat dipenuhi. Hal ini ditunjukkan dengan masih tingginya volume impor jagung manis di Indonesia. Volume impor jagung manis Indonesia pada tahun 2011 mencapai 2 419 ton (FAO Statistics Division 2012). Hal ini menunjukkan bahwa peluang pengembangan budidaya jagung manis di Indonesia masih sangat besar untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, sehingga dapat mengurangi impor. Salah satu daerah penghasil jagung manis di Kabupaten Bogor adalah Kecamatan Tenjolaya. Luas panen jagung manis di Kecamatan Tenjolaya sebesar 15 hektar pada tahun 2010 dan mengalami peningkatan luas panen menjadi 89 hektar pada tahun 2011. Peningkatan luas panen jagung manis di Kabupaten Bogor pada tahun 2011 hanya terjadi di beberapa Kecamatan dari total 40 kecamatan di Kabupaten Bogor, seperti di Kecamatan Tenjolaya, Kecamatan Ciampea, Kecamatan Ciawi, Kecamatan Tanjungsari, Kecamatan Jonggol, dan Kecamatan Sukajaya. Produksi jagung manis di Kecamatan Tenjolaya pada tahun 2011 juga mengalami peningkatan sebesar 297 ton dari tahun sebelumnya. Peningkatan luas panen dan tingkat produksi jagung manis terbesar di Kabupaten Bogor pada tahun 2011 terjadi di Kecamatan Tenjolaya (Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor 2012). Selain itu, produktivitas jagung manis di Kecamatan Tenjolaya pada tahun 2011 juga mengalami peningkatan menjadi 4.00 ton per hektar dari 3.93 ton per hektar pada tahun sebelumnya (Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor 2012). Hal ini menunjukkan bahwa Kecamatan Tenjolaya berpotensi untuk dilakukan kegiatan budidaya jagung manis. Peningkatan luas panen dan tingkat produksi jagung manis di Kecamatan Tenjolaya menandakan adanya peningkatan minat petani dalam melakukan aktivitas usahatani jagung manis. Peningkatan minat petani dalam melakukan usahatani jagung manis perlu diikuti dengan peningkatan tingkat efisiensi dalam mengusahakan jagung manis. Tingkat efisiensi usahatani jagung manis salah satunya dapat dilihat dari penggunaan faktor-faktor produksi yang secara tidak langsung dapat mempengaruhi tingkat penerimaan, tingkat pengeluaran, serta tingkat pendapatan usahatani jagung manis. Ketersediaan benih berkualitas, banyaknya jumlah tenaga kerja pertanian yang tersedia, ketersediaan lahan yang cukup luas, serta manajemen usahatani yang cukup baik merupakan potensi yang perlu dikembangkan secara optimal dalam melakukan budidaya jagung manis, sehingga dapat menjadikan Kabupaten Bogor sebagai salah satu sentra produksi jagung manis, serta memberikan kontribusi bagi perekonomian nasional.
Perumusan Masalah Permintaan terhadap jagung manis terus mengalami peningkatan, tidak hanya dari swalayan-swalayan tetapi saat ini jagung manis juga dibutuhkan oleh
6
tempat-tempat pariwisata dan tempat-tempat keramaian lainnya dalam bentuk jagung bakar maupun jagung rebus. Peningkatan permintaan terhadap jagung manis perlu diimbangi dengan kontinuitas pasokan bahan baku jagung manis yang bermutu. Jagung manis memiliki umur panen yang lebih cepat apabila dibandingkan dengan jagung jenis lainnya, sehingga sangat potensial untuk dikembangkan. Proses budidaya dan penanganan pasca panen perlu diperhatikan sehingga dapat dihasilkan produk yang bermutu. Saat ini pengembangan jagung manis di Indonesia masih sangat rendah. Hal ini terlihat dari masih rendahnya produksi dan produktivitas jagung manis dalam negeri. Rendahnya produksi jagung manis di Indonesia secara umum disebabkan oleh masih rendahnya jumlah penggunaan benih berkualitas, kelangkaan pupuk, belum berkembangnya kelembagaan di tingkat petani, teknologi panen dan pasca panen yang belum memadai, serta lahan garapan yang sempit (Tim Karya Tani Mandiri 2010). Desa Gunung Malang merupakan salah satu desa di Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor yang berpotensi untuk dilakukan pengembangan usahatani jagung manis (Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Jawa Barat 2013). Tanaman jagung manis menjadi sangat populer di Desa Gunung Malang pada tahun 1990-an. Pada tahun tersebut, banyak petani yang mulai tertarik untuk melakukan budidaya jagung manis. Petani melakukan budidaya jagung manis karena beberapa alasan, yaitu permintaannya yang masih sangat tinggi, nilai jual yang lebih tinggi dan lebih mudah diserap oleh pasar, serta pemasaran yang lebih mudah dibandingkan dengan jagung pipil. Selain itu, perawatan tanaman jagung manis juga tidak serumit tanaman sayuran lainnya dan memiliki waktu panen yang lebih cepat daripada jagung pipil, yaitu sekitar 75-80 hari, sehingga perputaran modal petani menjadi lebih cepat. Desa Gunung Malang memiliki jumlah produksi dan luas panen jagung manis terbesar di Kecamatan Tenjolaya (Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor 2011). Akan tetapi, produktivitas yang dihasilkan oleh petani responden baru mencapai 6.17 ton per hektar, jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan produktivitas nasional sebesar 12-14 ton per hektar. Desa Gunung Malang mengalami penurunan pada luas panen jagung manis sebesar 75 hektar dan penurunan tingkat produksi jagung manis sebesar 945 kuintal pada tahun 2010 (Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor 2011). Peningkatan produktivitas jagung manis di Desa Gunung Malang, Kabupaten Bogor perlu dilakukan sebagai upaya peningkatan produksi jagung manis nasional. Perbaikan dalam kegiatan usahatani perlu dilakukan agar produktivitas jagung manis di Desa Gunung Malang dapat meningkat. Usaha peningkatan kegiatan usahatani sangat dipengaruhi oleh teknik budidaya yang dilakukan oleh petani dan faktor-faktor produksi yang digunakan dalam kegiatan usahatani seperti lahan, tenaga kerja, pupuk, pestisida, dan benih berkualitas. Sebagian besar petani di Desa Gunung Malang menanam jagung manis karena jagung manis memiliki harga jual yang lebih tinggi dan relatif lebih stabil, serta memiliki umur panen yang lebih cepat dibandingkan dengan jagung jenis lainnya. Namun terdapat beberapa kendala utama dalam pembudidayaan jagung manis yang dihadapi oleh petani di Desa Gunung Malang, diantaranya yaitu keterbatasan modal dan lahan, adanya ancaman penyakit bulai, mahalnya harga benih, kurangnya pengetahuan petani mengenai anjuran dalam pemakaian pupuk dan
7
obat pertanian, serta pengaruh iklim yang dapat mengurangi produksi jagung manis. Keterbatasan modal menyebabkan usahatani jagung manis masih dilakukan secara sederhana oleh petani di Desa Gunung Malang. Keterbatasan modal mempengaruhi keputusan petani dalam melakukan aktivitas usahataninya, seperti pembelian benih berkualitas. Mahalnya harga benih jagung manis dan terbatasnya modal petani menyebabkan petani membeli benih yang lebih murah namun tidak berkualitas, sehingga mengakibatkan pertumbuhan tanaman jagung manis menjadi kurang optimal. Selain itu, petani jagung manis di Desa Gunung Malang umumnya belum melakukan pemupukan sesuai dengan dosis yang dianjurkan, sehingga produktivitas jagung manis menjadi tidak optimal. Dapat diduga bahwa penggunaan pupuk di Desa Gunung Malang kurang efisien. Serangan penyakit bulai juga mempengaruhi produktivitas jagung manis di Desa Gunung Malang. Produktivitas jagung manis yang terserang penyakit bulai akan mengalami penurunan, sehingga dibutuhkan obat-obatan pertanian yang dapat mengurangi serangan penyakit tersebut. Umumnya keterbatasan modal menyebabkan petani membeli obat-obatan pertanian dalam jumlah yang lebih sedikit dari jumlah kebutuhan yang seharusnya, sehingga obat pertanian yang disemprotkan ke tanaman yang tertular penyakit tidak mampu memberikan pengaruh yang besar bagi produktivitas jagung manis. Perputaran modal dari kegiatan usahatani jagung manis digunakan petani untuk melakukan kegiatan usahatani berikutnya dan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Biaya yang cukup tinggi dalam hal pengadaan sarana produksi untuk budidaya jagung manis dapat membatasi petani dalam melakukan pembelian sarana produksi. Hal tersebut dapat menyebabkan usahatani jagung manis di Desa Gunung Malang menjadi kurang menguntungkan. Suatu kegiatan usahatani yang kurang menguntungkan dapat membuat petani berpikir untuk menyewakan lahannya atau bekerja menjadi buruh. Nilai sewa lahan yang berlaku di Desa Gunung Malang cukup tinggi, begitu pula dengan nilai upah minimum yang berlaku di Kabupaten Bogor. Tingginya nilai sewa lahan yang berlaku dapat menjadi salah satu pertimbangan petani responden untuk menyewakan lahannya daripada menggunakan lahannya untuk melakukan kegiatan usahatani. Upah minimum Kabupaten Bogor yang tinggi juga menjadi pertimbangan petani responden untuk beralih menjadi buruh. Besar kecilnya biaya yang dikeluarkan petani dalam budidaya jagung manis serta keragaan usahatani yang dilakukan akan mempengaruhi pendapatan yang diperoleh petani. Analisis usahatani diperlukan untuk melihat pengaruh total penerimaan dan total biaya yang dikeluarkan terhadap pendapatan usahatani dari petani jagung manis di Desa Gunung Malang, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor. Selain itu, analisis balas jasa balas jasa terhadap faktor-faktor produksi juga perlu dilakukan untuk melihat nilai imbalan yang diperoleh petani responden terhadap faktor-faktor produksi yang digunakan dalam melakukan usahatani jagung manis. Analisis balas jasa balas jasa terhadap faktor-faktor produksi dapat digunakan untuk mengetahui alasan petani responden lebih memilih untuk tetap mengusahakan budidaya jagung manis daripada menyewakan lahannya atau beralih untuk bekerja menjadi buruh, meskipun petani mengalami kerugian dari usahatani jagung manisnya.
8
Berdasarkan uraian di atas, permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini antara lain: 1. Bagaimana keragaan usahatani dan penggunaan input produksi jagung manis di Desa Gunung Malang, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor? 2. Bagaimana pendapatan usahatani jagung manis di Desa Gunung Malang, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor? 3. Bagaimana imbangan antara penerimaan dan biaya pada usahatani jagung manis di Desa Gunung Malang, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor? 4. Bagaimana balas jasa terhadap faktor-faktor produksi pada usahatani jagung manis di Desa Gunung Malang, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor?
Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang telah dibahas sebelumnya, maka tujuan penelitian ini antara lain: 1. Mengkaji keragaan usahatani dan penggunaan input produksi jagung manis di Desa Gunung Malang, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor. 2. Menganalisis pendapatan usahatani jagung manis di Desa Gunung Malang, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor. 3. Menganalisis imbangan penerimaan dan biaya pada usahatani jagung manis di Desa Gunung Malang, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor. 4. Menganalisis balas jasa terhadap faktor-faktor produksi pada usahatani jagung manis di Desa Gunung Malang, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor.
Manfaat Penelitian Sehubungan dengan tujuan yang telah ditetapkan, maka hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna dan memiliki manfaat sebagai berikut: 1. Memberikan informasi kepada petani sebagai pertimbangan dalam upaya meningkatkan produksi, produktivitas, dan pendapatan dari usahatani jagung manis. 2. Menjadi bahan informasi untuk pihak-pihak pengambil kebijakan dalam mencari alternatif pemecahan masalah usahatani jagung manis, khususnya di wilayah Bogor. 3. Memberikan manfaat bagi pembaca, baik sebagai tambahan pengetahuan maupun sebagai referensi dalam melakukan penelitian selanjutnya.
Ruang Lingkup Penelitian Penelitian berjudul Pendapatan Usahatani Jagung Manis di Desa Gunung Malang Kabupaten Bogor Provinsi Jawa Barat ini difokuskan pada pembahasan mengenai komoditi jagung manis. Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis pendapatan usahatani jagung manis di Desa Gunung Malang, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor. Petani yang dijadikan responden pada penelitian ini terbatas pada petani yang melakukan budidaya jagung manis pada musim tanam
9
2012-2013 di Desa Gunung Malang, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Data yang digunakan adalah data pembelian input dan penjualan jagung manis pada musim tanam 2012-2013. Analisis yang digunakan dalam penelitian dibatasi untuk mengkaji pendapatan usahatani dan balas jasa terhadap faktor-faktor produksi pada usahatani jagung manis di Desa Gunung Malang, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif, baik secara kualitatif maupun kuantitatif.
TINJAUAN PUSTAKA Gambaran Umum Komoditas Jagung Menurut Tim Karya Tani Mandiri (2010), tanaman jagung (Zea mays L.) merupakan salah satu jenis tanaman pangan biji-bijian dari keluarga rumputrumputan. Jagung merupakan tanaman asli benua Amerika, yang kemudian tersebar ke benua Asia dan benua Afrika. Daerah yang dianggap sebagai asal tanaman jagung adalah Meksiko. Tanaman ini tidak memerlukan persyaratan tanah yang khusus, namun pertumbuhan tanaman jagung sangat membutuhkan sinar matahari karena pertumbuhan tanaman jagung yang ternaungi akan terhambat. Tanaman jagung dapat tumbuh pada daerah-daerah beriklim sedang hingga daerah beriklim sub-tropis atau tropis basah. Secara garis besar, kegunaan jagung dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu sebagai bahan pangan, pakan ternak, dan sebagai bahan baku industri (Purwono dan Hartono 2011). Kandungan Gizi dan Komponen Kimia Jagung Kandungan utama jagung adalah karbohidrat (60%), dengan kandungan protein yang lebih tinggi daripada beras yaitu 8%. Diantara tanaman biji-bijian, kandungan Vitamin A pada jagung merupakan yang paling tinggi yaitu sebesar 440 SI. Jagung, khususnya jagung manis merupakan komoditas pertanian yang disukai masyarakat karena rasanya yang enak, mengandung karbohidrat, protein, dan vitamin yang tinggi, serta kandungan lemak yang rendah (Tabel 4). Jagung manis mengandung kadar gula yang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan jagung biasa. Jagung manis umumnya dipanen muda untuk direbus atau dibakar. Kandungan zat gizi jagung biasa dan jagung manis (tiap 100 gram bahan basah) dapat dilihat pada Tabel 4.
Pengelompokan Jagung Tiga kelompok utama jagung yang ditanam di daerah tropis adalah jagung gigi kuda (dent corn), jagung mutiara (flint corn), dan jagung manis (sweet corn). Jagung gigi kuda mempunyai lekukan di pucuk biji, karena pati keras terdapat di pinggir dan pati lembek terdapat di puncak biji. Jagung mutiara berbentuk bulat, bagian luar bijinya keras dan licin karena terdiri dari pati keras. Jagung mutiara umumnya berumur genjah, sehingga hasilnya relatif rendah. Jagung manis mengandung lebih banyak gula daripada pati, sehingga bijinya akan keriput
10
apabila kering. Jagung manis merupakan perkembangan dari jagung gigi kuda dan jagung mutiara, yang kemudian melalui pemuliaan tanaman diperoleh jenis yang manis (Purwono dan Hartono 2011). Salah satu varietas jagung manis yang umum ditanam oleh petani yaitu varietas Sweet Boy. Deskripsi mengenai jagung manis varietas Sweet Boy dapat dilihat pada Lampiran 1.
Tabel 4 Kandungan zat gizi jagung biasa dan jagung manis (tiap 100 gram bahan basah)a
a
Zat Gizi
Satuan
Energi
cal
Protein
Jagung Biasa
Jagung Manis
129.00
96.00
gram
4.10
3.50
Lemak
gram
1.30
1.00
Karbohidrat
gram
30.30
22.80
Kalsium
mg
5.00
3.00
Fosfor
mg
108.00
111.00
Besi
mg
1.10
0.70
Vitamin A
S1
117.00
400.00
Vitamin B
mg
0.18
0.15
Vitamin C
mg
9.00
12.00
Air
gram
63.50
72.70
Sumber: Tim Karya Tani Mandiri (2010).
Budidaya Jagung Manis Jagung manis termasuk keluarga Graminae dari suku Maydeae yang pada mulanya berkembang dari jagung gigi kuda (Zea mays indentata) dan jagung mutiara (Zea mays indurata). Jagung manis mempunyai umur genjah dan memiliki tongkol yang lebih kecil dibandingkan jagung biasa. Secara fisik maupun morfologi, tanaman jagung manis sulit dibedakan dengan jagung biasa. Perbedaan antara kedua jagung tersebut yaitu umumnya terlihat pada warna bunga jantan (malai) dan bunga betina (rambut). Malai jagung manis berwarna putih, sedangkan malai pada jagung biasa berwarna kuning kecokelatan. Rambut jagung manis berwarna putih sampai kuning keemasan, sedangkan pada jagung biasa berwarna kemerahan (Minarsih 2000). Jagung manis dapat ditanam di daerah dataran rendah dan tinggi, sampai ketinggian 900 meter di atas permukaan laut. Daerah dengan ketinggian antara 0600 meter di atas permukaan laut merupakan ketinggian yang optimum bagi pertumbuhan tanaman jagung, dengan curah hujan ideal sekitar 85-200 mm per bulan. Jagung dapat tumbuh di daerah yang terletak antara 0-50ºLU hingga 040ºLS. Suhu ideal untuk pertumbuhan jagung manis adalah 21°C-30°C.
11
Jagung manis termasuk tanaman yang tidak memerlukan persyaratan tanah yang khusus dalam penanamannya. Tanah yang baik untuk pertumbuhan jagung manis adalah tanah yang subur, gembur, dan kaya akan humus dengan tingkat keasaman tanah antara 5.6-7.5. Kemiringan tanah yang optimum untuk tanaman jagung maksimum 8%, karena kemungkinan terjadi erosi tanah sangat kecil. Keadaan tempat untuk jagung manis sebaiknya di tempat yang terbuka, karena tanaman jagung manis memerlukan sinar matahari yang cukup banyak dan tidak tergenang air. Pada musim kemarau, pertumbuhan jagung manis akan lebih baik jika ditaman di sawah tadah hujan, sedangkan pada musim hujan pertumbuhan jagung manis akan lebih baik jika ditanam di lahan kering atau tegalan (Tim Karya Tani Mandiri 2010). Tahapan-tahapan yang dilakukan dalam budidaya jagung manis meliputi persiapan lahan, penanaman, pemeliharaan, serta panen dan pascapanen (Tim Karya Tani Mandiri 2010). Persiapan Lahan Lahan yang akan ditanami jagung manis harus bebas dari tanaman sejenis varietas lain (isolasi), untuk menjamin kemurnian benih yang akan dihasilkan. Isolasi ada dua cara, yaitu isolasi waktu yang berhubungan dengan saat tanam dengan tanam jagung varietas lain yaitu sekitar 30 hari, serta isolasi jarak, yang berhubungan jarak minimal dengan lokasi tanaman jagung varietas lain yaitu sekitar 400 meter. Berbagai hasil penelitian menunjukkan bahwa produksi tertinggi diperoleh melalui pengolahan tanah yang baik dan benar, yaitu dengan cara dibajak dan digaruk. Dengan melakukan pengolahan tanah, maka akan diperoleh media yang sesuai untuk pertumbuhan dan perkembangan akar, mengurangi keberadaan gulma, serta memperbaiki sirkulasi udara dalam tanah. Untuk setiap empat meter perlu dibuat saluran air yang berfungsi sebagai jalur irigasi dan drainase. Kegiatan ini dilakukan minimal 15 hari sebelum tanam. Akan tetapi, penanaman tanpa olah tanah (TOT) bisa juga dilakukan untuk mengejar waktu tanam, dengan tetap memperhatikan pembersihan lahan untuk mengurangi serangan hama atau penyakit sisa dari tanaman terdahulu. Benih yang digunakan ada dua macam, yaitu benih tanaman jantan yang nantinya akan dimanfaatkan serbuk sarinya dan benih tanaman betina yang akan dimanfaatkan tongkolnya untuk benih. Kebutuhan benih jantan adalah 3 Kg/Ha, sedangkan benih betina sebanyak 9 Kg/Ha. Penanaman Hal-hal yang harus diperhatikan dalam penanaman adalah split tanam antara jantan dan betina, perbandingan populasi jantan dan betina, jarak tanam, penugalan, dan jumlah benih per lubang. Pemisahan waktu tanam dilakukan dengan cara menanam benih jantan terlebih dahulu dan diberi tanda patok berbendera, kemudian 6 hari kemudian dilakukan penanaman benih betina. Perbandingan populasi jantan dengan betina adalah 1:4. Jarak tanam antar betina adalah 75 x 25 cm. Jarak baris betina dengan baris jantan adalah 50 cm. Lahan ditugal dengan kedalaman 5 cm, kemudian benih dimasukkan satu benih perlubang dan ditutup dengan abu atau sekam.
12
Penanaman benih jagung manis dilakukan dengan cara ditugal atau digarit, kemudian ditaburkan furadan di atas benih sebanyak 0.5 gram per lubang tanam. Selanjutnya perlu ditaburkan NPK dengan jarak 10 cm dari biji jagung sebanyak 2 gram per lubang tanam. Berikut ini merupakan tindakan yang harus dilakukan untuk menjaga kualitas tanaman jagung manis. 7-15 hari setelah tanam dilakukan penyulaman, pemberian pupuk ZA 150 kg per hektar, SP-36 300 kg/Ha, bila diperlukan maka semprot dengan PPC atau insektisida nabati. 25-30 hari setelah tanam dilakukan penyiangan sekaligus pengguludan, apabila diperlukan maka perlu ditaburkan kembali Furadan pada titik tumbuh sekitar 5 butir per tanaman, kemudia disemprot dengan PPC. 40-45 hari setelah tanam dilakukan pemupukan dengan KCL atau KNOɜ. Selain itu, dapat dilakukan penyemprotan apabila terdapat hama. 50-55 hari setelah tanam, mulai seleksi tongkol atau pohon jagung. Penyemprotan pada ketiak daun dilakukan apabila diperlukan. Pada saat ini, perlu diusahakan agar kebun tidak terganggu, karena akan mempengaruhi proses persarian. 75-80 hari setelah tanam merupakan waktu pemetikan. Pemeliharaan Pemeliharaan tanaman meliputi pemupukan pengairan, dangir dan bumbun, mencabut tanaman tipe simpang, serta pengendalian hama dan penyakit. 1. Pemupukan Pupuk yang digunakan adalah pupuk campuran antara ZA, SP-36, dan KCl dengan perbandingan dosis per hektar adalah 280:210:35. Pemupukan dilakukan dalam tiga aplikasi berturut-turut, yaitu: Umur 0 hari setelah tanam dengan dosis ZA, SP-36, dan KCl adalah 70:140:35, pada jarak 5 cm dari lubang dan ditutup kembali. Umur 15 hari setelah tanam dengan ZA 150 kg per hektar dan SP-36 sebanyak 300 kg/Ha, pada jarak 10 cm dari lubang tanam dan ditutup kembali. Umur 45 hari setelah tanam dengan dosis KCl sebanyak 140 kg, pada jarak 10 cm dari lubang tanam dan ditutup kembali. 2. Pengairan Lahan perlu diberi pengairan tiga hari sebelum tanam untuk menciptakan kondisi tanah yang lembab dan hangat, sehingga mempercepat terjadinya perkecambahan benih serta ketersediaan unsur hara bagi tanaman. Pengairan diberikan sesuai kebutuhan. Pengairan dilakukan setelah melakukan kegiatan pemupukan. Jadwal pengairan yang dianjurkan adalah -3, 15, 30, dan 45 hari setelah tanam. 3. Dangir dan Bumbun Pendangiran adalah usaha untuk mengurangi keberadaan gulma di areal tanaman, yang berpotensi sebagai kompetitor bagi tanaman jagung manis. Dangir dilakukan sebelum perlakuan pemupukan, yaitu pada umur 21 dan 28 hari setelah tanam. Membumbun adalah usaha untuk memperbaiki sirkulasi udara serta membantu pertumbuhan perakaran tanaman.
13
4. Cabut Bunga (Detaseling) Yang dimaksud adalah mencabut bunga jantan tanaman betina saat tanaman berumur antara 40-50 hari setelah tanam. Pekerjaan ini dilakukan pada pagi hari mulai pukul 06.00 wib sampai selesai dan diulangi sebanyak 7-10 hari sampai tidak terdapat bunga jantan di tanaman betina. 5. Babat Jantan Tanaman jantan harus dibabat untuk menghindari tercampurnya buah jantan pada saat panen. Hal ini dapat dilihat dengan adanya ciri-ciri rambut pada tongkol jagung yang sudah kering dan berwarna kecoklatan. Kegiatan ini dilakukan satu hari, yaitu pada umur 65 hari setelah tanam. 6. Mencabut Tanaman Tipe Simpang Kegiatan membuang tanaman yang bersifat menyimpang perlu dilakukan. Tanaman yang bersifat menyimpang memiliki penampilan yang terlalu subur dengan daun yang lebar, warna pangkal batang yang merah, serta warna bunga yang merah. Perlakuan ini dilakukan pada tanaman jantan maupun betina, untuk menjaga kemurnian induk sebagai penghasil benih. Pengontrolan setiap minggu perlu dilakukan. 7. Pengendalian Hama dan Penyakit Hama a. Lalat Bibit (Atherigona exigua S.) Gejala serangan hama ini pada saat tanaman berumur 7-14 hari setelah tanam, dengan gejala daun berubah menjadi kekuning-kuningan, disekitar gigitan atau bagian yang diserang mengalami pembusukan yang pada akhirnya tanaman menjadi layu dan pertumbuhan tanaman menjadi kerdil atau mati. b. Ulat pemotong dan Penggerek Buah Contoh ulat pemotong adalah Agrotis sp. dan Spodoptera litura. Contoh ulat penggerek buah adalah Helicoverpa armigera. Gejala serangan ditandai dengan adanya bekas gigitan pada batang dan adanya tanaman muda yang roboh. Penyakit a. Penyakit Bulai (Downy mildew) Disebabkan oleh cendawan peronosporta maydis yang berkembang pesat pada suhu udara 27°C atau lebih, serta pada keadaan udara yang lembab. Gejala serangan adalah pada tanaman umur 2-3 minggu, daun runcing dan kaku, pertumbuhan terhambat, warna daun kuning, dan terdapat spora berwarna putih pada sisi bawah daun. b. Penyakit Bercak Daun Disebabkan oleh jamur Helminthosporium sp, dengan gejala adanya bercak memanjang berwarna kuning dikelilingi warna kecokelatan. Semula, bercak tampak basah kemudian berubah warna menjadi coklat kekuningan dan akhirnya menjadi coklat tua. c. Penyakit Gosong Bengkak Disebabkan oleh jamur Ustilago sp. yang menyerang biji, sehingga menyebabkan pembengkakan yang mengakibatkan pembungkus menjadi rusak.
14
d. Penyakit busuk tongkol dan busuk biji Penyebabnya adalah jamur Fusarium atau Giberella zeae. Penyakit ini dapat diketahui setelah klobot dibuka. Biji-biji yang terserang berwarna merah jambu atau merah kecokelatan, kemudian akan berubah warna menjadi coklat sawo matang. Panen dan Pascapanen Budidaya Jagung Manis Panen jagung manis dilakukan sekitar umur 75-80 hari setelah tanam. Pada saat tersebut, buah tanaman sudah dikatakan masak secara fisiologis dengan ciri-ciri daun dan kelobot sudah mengering (menguning), bila kelobot dibuka biji sudah tampak kisut 100%, serta ada black layer pada daerah titik tumbuh. Teknis panen dapat dilakukan sebagai berikut: 1. Kelobot pembungkus buah dikupas dengan cara disobek dengan tangan. 2. Seleksi buah, dengan cara dipisahkan antara buah normal dengan yang masih muda dan sudah busuk. Buah yang muda dipisahkan untuk kemudian dijemur dahulu. Sedangkan buah yang busuk dibuang dan tidak dijual. 3. Buah-buah normal dimasukkan ke dalam tempat yang sudah disiapkan, untuk kemudian ditimbang dan dijual. Panen jagung manis sebaiknya dilakukan pada pagi hari. Udara panas cenderung dapat mengurangi kandungan gula pada biji jagung manis. Untuk mempertahankan kadar gula lebih lama, selepas panen dari kebun harus segera masuk ke ruang pendingin pada temperatur 1°C-5°C yang akan mempertahankan kemanisan hingga 10 hari. Hal yang paling ideal untuk dilakukan setelah panen yaitu dengan perlakuan khusus. Setelah panen, jagung langsung diangkut ke gudang atau ruang pendingin dan langsung dilakukan penyortiran dan pengemasan dengan plastic roping film. Plastik ini berfungsi untuk menjaga kelelmbaban, mencegah kehilangan air, serta memperpanjang kesegaran jagung manis. Jagung manis yang masuk ke dalam grade A harus memiliki berat antara 300-500 gram per buah dengan bentuk tongkol mulus dan mengkilat. Sedangkan untuk grade B memiliki ukuran kurang dari 300 gram atau lebih dari 500 gram dengan bentuk tidak mulus, bii jagung ada yang tidak sempurna. Sebagian besar jagung yang dijual di supermarket bukan dilakukan langsung oleh petani, melainkan dilakukan oleh pemasok. Hal tersebut dapat terjadi karena petani belum mampu memenuhi kualitas, kuantitas, dan kontinuitas yang diinginkan oleh supermarket. Selain itu petani juga belum memiliki informasi dan akses pasar yang baik untuk menjual produknya.
Studi Empiris mengenai Jagung Manis Jagung manis umumnya ditanam dengan menggunakan pola tanam tumpangsari dengan tanaman ubi jalar. Hasil penelitian di Kebun Percobaan Sindangbarang, University Farm, Institut Pertanian Bogor menunjukkan bahwa perlakuan waktu tanam jagung manis memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap panjang batang ubi jalar, jumlah cabang, dan jumlah daun. Waktu tanam jagung manis juga berpengaruh sangat nyata terhadap tinggi tanaman, lingkar batang, dan jumlah daun jagung manis. Tumpangsari dengan ubi jalar nyata
15
menurunkan bobot brangkasan jagung manis per petak, bobot jagung berkelobot per petak, bobot jagung tanpa kelobot per petak, bobot jagung berkelobot per tanaman, dan jumlah jagung per petak. Perlakuan monokultur baik ubi jalar maupun jagung manis menghasilkan pertumbuhan dan produktivitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan pola tanam tumpangsari. Namun, jagung manis dan ubi jalar masih dapat ditanam secara tumpangsari jika keduanya ditanam pada saat yang bersamaan. Pada sistem tanam tumpangsari, semakin lama jagung manis ditanam, maka akan semakin menguntungkan pertanaman ubi jalar. Namun sebaliknya, semakin lama ubi jalar ditanam maka pertumbuhan dan produktivitas jagung manis akan semakin berkurang (Wardhana 2010). Upaya pengembangan jagung manis dapat dilakukan dengan pendekatan agribisnis, dimana semua aspek mulai dari penyediaan sarana produksi hingga pemasarannya mendapat perhatian secara proporsional. Namun peluang yang cukup besar ini menghadapi beberapa kendala pengembangan. Pada subsistem usahatani (on-farm activities), petani dihadapi pada kendala dalam perolehan modal dan terbatasnya pasar dan pada subsistem agroindustri (off-farm activities), kendala yang dihadapi adalah kesulitan dalam mernperoleh bahan baku. Kelompok Tani Jagung Manis (KTJM) memasarkan jagung manis ke berbagai tempat dan telah melakukan kerjasama dengan para petani di Kabupaten Bogor dan Kabupaten Sukabumi. Kerjasama dilakukan dengan menyediakan sarana produksi yang dibutuhkan petani dan jaminan pasar, sehingga diharapkan dapat mengatasi kendala, baik dipihak petani maupun perusahaan. Penelitian terhadap petani pemasok terbagi menjadi dua kelompok, yaitu petani yang tidak memiliki hubungan langsung dengan KTJM (K-1) yaitu dihubungkan penyalur yang berupa KUD dan petani yang berhubungan langsung dengan KTJM (K-2) (Rachmawati, 1995). Kerjasama yang dilakukan antara petani dan KTJM merupakan kontrak pemasaran hasil secara non formal dengan dasar saling percaya, dimana pihak KTJM akan menyalurkan kredit berupa sarana produksi pertanian, sementara itu pihak petani harus menjual hasil panennya kepada KTJM. Pada pelaksanaannya, kerjasama ini menimbulkan permasalahan, baik di pihak petani maupun pihak KTJM, yang harus segera diatasi. Namun pada dasarnya kerjasama ini sudah baik, karena dapat memberikan keuntungan pada kedua belah pihak. Pada hubungan kerjasama antara petani dan KTJM ini, KUD mempunyai peranan yang sangat penting sebagai penyalur baik bagi pihak petani maupun KTJM. Bagi petani, walaupun keuntungan materil diberikan sebagian kepada KUD, namun keuntungan non materil lebih besar dibanding bila langsung berhubungan dengan KTJM. Petani pemasok pada K-1 tidak menggunakan penyalur berupa KUD atau yang lainnya karena lokasinya yang tidak terlalu jauh dari KTJM, sehingga lebih baik apabila langsung berhubungan dengan KTJM. Marjin yang diterima petani kecil untuk produk yang diolah dan cukup besar untuk produk yang tidak diolah oleh KTJM. Sedangkan marjin keuntungan yang diterima penyalur sangat kecil, karena kegiatan yang dilakukan penyalur tidak banyak dan juga risiko yang ditanggungnya tidak besar, seperti banyaknya biaya dan risiko yang harus ditanggung oleh KTJM atau petani. Harga jual jagung manis selain ditetapkan dengan mempertimbangkan harga pasar, juga ditetapkan berdasarkan pertimbangan harga pesaing dan
16
kemampuan dari konsumen. Kemampuan membayar ditentukan berdasarkan besar kecilnya pasar swalayan yang bersangkutan. KTJM mempunyai saluran pemasaran yang tidak panjang, mengingat sifat produk jagung manis yang cepat menurun kualitasnya. Sebagian besar komoditi jagung manis hasil olahan KTJM disalurkan melalui Hero CPV (Central Packing Fruit & Vegetables). Hero CPV adalah Pusat Pengepakan Buah dan Sayur yang ada di PT Hero Supermarket. Pada jenis kupas dan kulit roll, yang ditujukan untuk supermarket, kemasan diberi merk, yaitu Hawaii Sweet Corn, untuk menarik minat konsumen dan membedakannya dari para pesaing (Rachmawati 1995).
Studi Empiris mengenai Usahatani Jagung Ilmu usahatani merupakan ilmu yang mempelajari cara-cara petani menentukan, mengorganisasikan, dan mengkoordinasikan penggunaan faktorfaktor produksi seefektif dan seefisien mungkin sehingga usaha tersebut memberikan pendapatan semaksimal mungkin (Suratiyah 2011). Pendapatan usahatani merupakan salah satu ukuran keberhasilan dalam melakukan kegiatan usahatani. Tingkat pendapatan usahatani yang diperoleh petani berbeda-beda tergantung dari jenis dan hasil produksi komoditas yang dihasilkan, penggunaan input produksi, harga input, dan harga output. Komponen yang perlu diperhatikan dalam melakukan perhitungan pendapatan usahatani yaitu penerimaan dan pengeluaran usahatani. Penerimaan usahatani merupakan nilai produk usahatani dikali dengan harga jualnya. Penerimaan usahatani terdiri dari penerimaan tunai dan penerimaan yang diperhitungkan. Penerimaan tunai merupakan penerimaan dari hasil penjualan produk usahatani yang diterima secara langsung oleh petani. Penerimaan yang diperhitungkan merupakan nilai produk yang tidak dijual oleh petani seperti nilai produk yang disimpan atau dikonsumsi sendiri. Penelitian Putra (2011) dan Aldila (2013) hanya menghitung penerimaan tunai usahatani saja, tanpa memperhitungkan penerimaan yang diperhitungkan, karena hasil produksi petani dijual seluruhnya. Pendapatan tunai jagung manis diperoleh dari jumlah produksi jagung manis segar dikali dengan harga jualnya. Pengeluaran usahatani merupakan biaya yang dikeluarkan petani untuk melakukan kegiatan usahatani yang terdiri dari pengeluaran tunai dan pengeluaran yang diperhitungkan. Pengeluaran tunai terdiri dari biaya input produksi yang benar-benar dikeluarkan oleh petani, sedangkan biaya yang diperhitungkan meliputi biaya tenaga kerja dalam keluarga, penyusutan, dan sewa lahan yang diperhitungkan (Putra 2011, Setiyanto 2008, dan Aldila 2013). Pengeluaran untuk biaya tunai memiliki persentase terbesar terhadap total pengeluaran usahatani (Setiyanto 2008 dan Aldila 2013). Akan tetapi penelitian Putra (2011) menunjukkan hasil yang berbeda. Penelitian Putra (2011) menunjukkan bahwa biaya yang tidak diperhitungkan memiliki presentase terbesar terhadap biaya total, karena tingginya penggunaan tenaga kerja dalam keluarga. Setelah mengetahui nilai penerimaan dan pengeluaran usahatani, maka nilai pendapatan usahatani dapat diketahui. Pendapatan usahatani diperoleh dari selisih antara total penerimaan usahatani dengan total pengeluaran usahatani. Pendapatan usahatani terbagi menjadi dua yaitu pendapatan atas biaya tunai dan
17
pendapatan atas biaya total. Hasil penelitian Putra (2011), Aldila (2013), dan Setiyanto (2008) menunjukkan bahwa pendapatan atas biaya tunai rata-rata petani memiliki angka yang positif dan lebih dari nol. Hal ini menunjukkan bahwa usahatani jagung dan jagung manis yang dilakukan petani secara tunai menguntungkan. Jika dilihat pendapatan atas biaya total, pendapatan usahatani ada yang menunjukkan angka positif dan juga angka negatif. Untuk mengetahui efisiensi pendapatan usahatani dilakukan penghitungan R/C. Nilai R/C merupakan perbandingan antara nilai pendapatan yang diperoleh petani dengan biaya yang dikeluarkan. Nilai R/C ratio yang lebih besar daripada satu berarti setiap satu rupiah biaya yang dikeluarkan petani, maka pendapatan yang diterima lebih dari satu rupiah. Nilai R/C terbagi menjadi dua yaitu R/C atas biaya tunai dan R/C atas biaya total. Penelitian Putra (2011) menunjukkan nilai R/C untuk usahatani jagung manis lahan milik dan lahan sewa atas biaya total dan biaya tunai yaitu lebih dari 1, yang menandakan bahwa usahatani jagung manis menguntungkan untuk diusahakan. Usahatani jagung manis di Kecamatan Ciawi juga menunjukkan nilai R/C yang lebih dari satu, yang berarti bahwa usahatani tersebut menguntungkan dan layak untuk diusahakan (Rachmawati 1995). Analisis usahatani tidak hanya dilihat dari pendapatan usahataninya saja, namun juga perlu memperhatikan teknik budidaya yang dilakukan dan faktorfaktor produksi yang digunakan untuk melakukan budidaya. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa kegiatan budidaya tanaman jagung manis masih banyak mengalami kendala. Kendala ini menyebabkan produksi yang diperoleh petani masih dibawah produksi potensial yang seharusnya dapat dicapai. Petani jagung manis di Kecamatan Ciawi sering mengalami kerugian tergantung dari keadaan alam pada saat menanam dan harga yang terjadi di pasar (Rachmawati 1995). Usahatani jagung di Desa Saguling, Kabupaten Bandung tergolong masih sederhana, hal ini tercermin dari kecilnya luasan lahan produksi, masih belum digunakannya mesin pertanian (seperti hand tractor atau mesin perontok biji/hasil panen), pengaturan komposisi input produksi (benih, pupuk, dan obat-obatan) yang masih belum berimbang, sampai pengaturan tenaga kerja. Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi jagung adalah luas lahan, pemilihan jenis benih, dosis penggunaan pupuk (Urea, TSP, KCl dan NPK), obat-obatan, manajemen (budidaya-panen), serta penggunaan tenaga kerja. Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh bahwa usahatani jagung dengan benih hibrida lebih menguntungkan daripada dengan benih bersari bebas. Sebab nilai R/C atas biaya total usahatani jagung hibrida lebih besar daripada bersari bebas (Khaerizal 2008). Usahatani jagung manis di Desa Titisan, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Sukabumi, Propinsi Jawa Barat memiliki rata-rata penguasaan lahan usahatani jagung manis sebesar 0.57 hektar. Secara umum, penggunaan input produksi masih rendah dan belum sesuai dengan dosis yang dianjurkan oleh Dinas Pertanian setempat. Elastisitas produksi dalam model fungsi produksi yang terbentuk menunjukkan bahwa skala usahatani jagung manis berada pada skala kenaikan hasil yang meningkat (increasing return to scale). Berdasarkan hasil penelitian, ditunjukkan bahwa penggunaan faktor-faktor produksi usahatani jagung manis secara ekonomis belum mencapai kondisi optimal, sehingga masih harus ditingkatkan agar dapat mencapai keuntungan maksimum. Masih kurangnya penggunaan faktor-faktor produksi seperti benih, luas lahan, pupuk urea, pupuk kandang, pupuk KCl, dan fungisida, disebabkan oleh keterbatasan modal dan
18
masih rendahnya pengetahuan petani mengenai jumlah penggunaan faktor produksi yang tepat. Rata-rata produksi jagung manis yang dihasilkan petani sebesar 4 834.286 kg dan harga rata-rata jagung manis di daerah penelitian yaitu Rp1 114.286, serta memberikan keuntungan bagi petani sebesar Rp3 739 657.817 per musim tanam (± 75 hari). Usahatani jagung manis per musim tanam di Desa Titisan yang dilakukan oleh petani pemilik cenderung memiliki keuntungan yang lebih besar dibanding dengan usahatani yang dilakukan petani penyewa. Sedangkan usahatani yang dilakukan oleh petani berlahan luas juga memberikan keuntungan yang lebih besar dibanding dengan usahatani yang dilakukan petani berlahan sempit (Widiyanti 2000). Hasil analisis dari Balai Penelitian Tanaman Serealia mengenai usahatani jagung lokal yang dibandingkan dengan hibrida menunjukkan bahwa pengusahaan jagung hibrida membutuhkan biaya poduksi yang jauh lebih besar dibanding jagung lokal, terutama untuk pupuk. Di Indonesia, tingkat pengelolaan usahatani jagung masih tergolong semi komersial. Berdasarkan penelitian Suhariyanto yang dikutip oleh Balai Penelitian Tanaman Serealia, sebagian besar rumah tangga penghasil jagung tidak mengkonsumsi jagung, namun mereka menjualnya ke pasar (25%), pedagang besar (32%), KUD (0.60%), dan lainnya (4.60%). Hal ini mengindikasikan bahwa latar belakang utama petani menanam jagung adalah untuk mendapatkan uang tunai. Petani di Sulawesi Selatan dapat menjual jagung dengan berbagai cara, yaitu petani menjual langsung ke konsumen di pasar desa, petani menjual ke pengecer pakan ayam di kabupaten, atau petani dapat langsung menjual jagung ke pedagang pengumpul yang berasal dari desa atau kecamatan tempat tinggal petani (Balai Penelitian Tanaman Serealia 2002). Terdapat beberapa persamaan dalam metode penelitian yang digunakan pada beberapa studi terdahulu seperti pada Rachmawati (1995), Putra (2011), Khaerizal (2008), dan Balai Penelitian Tanaman Serealia (2002). Metode yang digunakan dalam menganalisis usahatani yaitu analisis pendapatan usahatani dan R/C. Sedangkan perbedaan penelitian ini dengan beberapa penelitian terdahulu tersebut adalah perbedaan dalam jenis komoditas yang diteliti dan adanya tambahan konsep mengenai balas jasa terhadap faktor-faktor produksi dalam usahatani. Penelitian ini meneliti mengenai jagung manis dan menganalisis mengenai pendapatan usahatani yang diperoleh petani, serta menganalisis mengenai balas jasa terhadap faktor produksi yang diterima oleh petani, yang belum dibahas di penelitian-penelitian sebelumnya. Selain itu, penelitian ini dilakukan pada lokasi dan waktu yang berbeda dengan penelitian-penelitian sebelumnya. Berdasarkan penelusuran hasil penelitian terdahulu, penelitian mengenai usahatani jagung manis dan analisis balas jasa terhadap faktor produksi belum banyak dilakukan. Penelitian ini berusaha menganalisis usahatani jagung manis berdasarkan pendekatan keragaan usahatani, pendapatan usahatani dengan pendekatan penerimaan dan biaya usahatani, pendekatan balas jasa terhadap faktor produksi, serta pendekatan imbangan penerimaan dan biaya (R/C) untuk melihat tingkat keuntungan usahatani jagung manis di Desa Gunung Malang, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor.
19
KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis Konsep Usahatani Ilmu usahatani umumnya diartikan sebagai ilmu yang mempelajari bagaimana seseorang mengusahakan dan mengkoordinir faktor-faktor produksi berupa lahan dan alam sekitarnya sebagai modal sehingga memberikan manfaat yang sebaik-baiknya. Sebagai ilmu pengetahuan, ilmu usahatani merupakan ilmu yang mempelajari cara-cara petani menentukan, mengorganisasikan, dan mengkoordinasikan penggunaan faktor-faktor produksi seefektif dan seefisien mungkin sehingga usaha tersebut memberikan pendapatan semaksimal mungkin (Suratiyah 2011). Soekartawi (2006) mengartikan ilmu usahatani sebagai ilmu yang mempelajari bagaimana seseorang mengalokasikan sumberdaya yang ada secara efektif dan efisien untuk memperoleh keuntungan yang tinggi pada waktu tertentu. Pengalokasian sumberdaya secara efektif dapat terlihat apabila petani dapat mengalokasikan sumberdaya yang mereka miliki (yang dikuasai) dengan sebaik-baiknya dan dapat dikatakan efisien apabila pemanfaatan sumberdaya tersebut menghasilkan keluaran (output) yang melebihi masukan (input). Soekartawi (2006) memaparkan bahwa suatu usahatani dapat digambarkan lebih rinci sebagai berikut: 1. Pada setiap usahatani kita akan selalu dapat menjumpai lahan dalam luasan dan bentuk yang tertentu, unsur ini dalam usahatani mempunyai fungsi sebagai tempat diselenggarakan usaha bercocok tanam, pemeliharaan hewan ternak, dan tempat keluarga tani bermukim. 2. Pada usahatani juga akan dijumpai bangunan-bangunan, seperti: rumah tempat tinggal keluarga tani, kandang ternak, gudang dan lumbung, sumur atau pompa air, dan pagar. Alat-alat pertanian, seperti: bajak, cangkul, garpu, parang, sprayer, dan traktor. Sarana produksi (input), seperti: benih atau bibit tanaman, pupuk pabrik atau pupuk kandang, obat-obatan pemberantas hama dan penyakit tanaman, serta hewan ternak dan makanan ternak. 3. Pada usahatani terdapat keluarga tani yang terdiri dari petani, istri, dan anakanak, serta mertua, adik, ipar, keponakan, menantu, dan pembantu. Semua merupakan sumber tenaga kerja usahatani bersangkutan. 4. Petani sendiri, selain menjadi tenaga kerja juga berfungsi sebagai pengelola atau manager, yaitu orang yang berwenang memutuskan segala sesuatu yang berhubungan dengan kegiatan usahatani. Shinta (2011) menyimpulkan bahwa ilmu usahatani adalah ilmu terapan yang membahas atau mempelajari bagaimana menggunakan sumberdaya secara efisien dan efektif pada suatu usaha pertanian agar diperoleh hasil maksimal. Sumberdaya itu adalah lahan, tenaga kerja, modal, dan manajemen. Hernanto (1996) menyatakan bahwa terdapat empat unsur pokok yang selalu ada pada suatu usahatani. Unsur tersebut dikenal dengan istilah lain yaitu faktor-faktor produksi usahatani. Faktor-faktor produksi tersebut yaitu:
20
1. Tanah Tanah merupakan faktor produksi yang penting karena tanah merupakan tempat tumbuhnya tanaman, ternak, dan usahatani secara keseluruhan, yang tidak dapat diperbanyak, tidak dapat dipindah-pindahkan, serta dapat diperjualbelikan atau dipindahtangankan. Faktor tanah tidak terlepas dari pengaruh alam sekitarnya, yaitu curah hujan, sinar matahari, angin, dan sebagainya (Suratiyah 2011). Hernanto (1996) menjelaskan mengenai sifatsifat tanah di Indonesia, yaitu relatif langka dibanding dengan faktor produksi lainnya dan distribusi penguasaannya di masyarakat tidak merata. Tanah usahatani dapat berupa sawah, tanah pekarangan, dan tegalan. Tanah dalam usahatani dapat diperoleh dengan cara membeli, sewa, sakap, pemberian oleh negara, warisan, wakaf, atau dengan membuka lahan sendiri. Penggunaan tanah dapat diusahakan secara monokultur maupun tumpangsari. 2. Tenaga Kerja Tenaga kerja adalah energi yang dicurahkan dalam suatu proses kegiatan untuk menghasilkan suatu produk (Shinta 2011). Tenaga kerja dalam usahatani dapat berupa tenaga kerja manusia, tenaga kerja ternak, serta tenaga kerja mekanik. Tenaga kerja manusia dibedakan atas tenaga kerja pria, perempuan, dan anak-anak. Tenaga kerja usahatani dapat berasal dari dalam keluarga maupun luar keluarga, yang dipengaruhi oleh umur, jenis kelamin, kualitas dan kegiatan kerja, kesehatan, kecakapan (pendidikan, pengetahuan, dan pengalaman), dan keadaan lingkungannya (Suratiyah 2011). Tenaga kerja luar keluarga diperoleh dengan cara upahan, sambatan (tolong menolong), dan arisan tenaga kerja. Satuan kerja diperlukan untuk mengukur efisiensi, yaitu jumlah pekerjaan produktif yang berhasil diselesaikan oleh seorang pekerja. Untuk satu hari umumnya diperhitungkan delapan jam kerja. Hernanto (1996) membuat konversi tenaga kerja, yaitu membandingkan tenaga pria sebagai ukuran baku dan jenis tenaga kerja lain dikonversikan atau disetarakan dengan hari kerja pria, yaitu: 1 pria = 1 hari kerja pria (HKP); 1 wanita = 0.7 hari kerja pria (HKP); 1 ternak = 2 hari kerja pria (HKP); dan 1 anak = 0.5 hari kerja pria (HKP). 3. Modal Modal merupakan unsur pokok usahatni yang penting. Modal dapat digunakan untuk membeli sarana produksi serta untuk membiayai pengelolaan usahatani. Modal dalam usahatani adalah: (a) Tanah, (b) Bangunan-bangunan, (c) Alatalat pertanian, (d) Tanaman, ternak, dan ikan di kolam, (e) Bahan-bahan pertanian (sarana produksi), (f) Piutang di Bank, dan (g) Uang tunai. Menurut sifatnya, modal dapat dibedakan menjadi dua yaitu modal tetap (tanah bangunan) dan modal bergerak (alat-alat, bahan, uang tunai, tanaman, dan lain-lain). Nilai dari modal tetap menyusut berdasarkan jenis dan waktu, sedangkan modal bergerak dianggap habis dalam satu periode produksi. Sumber pembentukan modal dapat berasal dari milik sendiri, pinjaman atau kredit (kredit bank dan pelepas uang/famili/tetangga), hadiah warisan, diperoleh dari usaha lain, atau dari kontrak sewa (Hernanto 1996). 4. Manajemen (pengelolaan) Pengelolaan usahatani adalah kemampuan petani dalam menentukan, mengorganisir, dan mengkoordinasikan faktor-faktor produksi yang dikuasainya sebaik-baiknya dan mampu memberikan tingkat produksi yang
21
diharapkan. Ukuran dari keberhasilan pengelolaan adalah produktifitas dari setiap faktor maupun produktifitas dari usahanya. Untuk dapat menjadi pengelola yang berhasil, maka pemahaman terhadap prinsip teknik dan prinsip ekonomis menjadi syarat bagi seorang pengelola. Prinsip teknis meliputi: (a) Perilaku cabang usaha yang diputuskan; (b) Perkembangan teknologi; (c) Tingkat teknologi yang dikuasai, (d) Daya dukung faktor yang dikuasai, dan (e) Cara budidaya dan alternatif cara lain berdasar pengalaman orang lain. Sementara itu, prinsip ekonomis meliputi: (a) Penentuan perkembangan harga; (b) Kombinasi cabang usaha; (c) Pemasaran hasil; (d) Pembiayaan usahatani; (e) Penggolongan modal dan pendapatan, serta (f) Ukuran-ukuran keberhasilan yang lazim (Hernanto 1996). Konsep Penerimaan Usahatani Penerimaan total usahatani dapat didefinisikan sebagai nilai produk total usahatani dalam jangka waktu tertentu, baik yang dijual maupun yang tidak dijual (Soekartawi et al. 1986). Penerimaan usahatani adalah nilai produk total usahatani dalam jangka waktu tertentu, yang merupakan hasil perkalian antara total produksi dengan harga jual. Istilah lain dari penerimaan usahatani adalah pendapatan kotor usahatani, yang terbagi menjadi dua, yaitu penerimaan tunai usahatani dan penerimaan tidak tunai usahatani. Menurut Soekartawi et al. (1986), penerimaan tunai usahatani (farm receipt) didefinisikan sebagai nilai uang yang diterima dari penjualan pokok usahatani. Sedangkan penerimaan tidak tunai merupakan nilai hasil produk usahatani yang tidak dijual, tetapi dikonsumsi sendiri, disimpan sebagai persediaan atau aset petani, dan lain sebagainya sehingga tidak memberikan hasil dalam bentuk uang. Penerimaan tunai usahatani tidak mencakup pinjaman uang untuk keperluan usahatani dan tidak mencakup yang berbentuk benda. Oleh karena itu nilai produk usahatani yang dikonsumsi tidak dihitung sebagai penerimaan tunai usahatani. Penerimaan total usahatani diperoleh dari hasil penjumlahan antara penerimaan tunai usahatani dengan penerimaan tidak tunai usahatani. Sumber perolehan penerimaan usahatani yaitu diperoleh dari pendapatan hasil, nilai hasil yang dikonsumsi oleh keluarga, menyewakan, dan penjualan unsur-unsur produksi, subsidi pemerintah, dan penambahan nilai inventarisasi (Hernanto 1996). Konsep Pengeluaran Usahatani Pengeluaran total usahatani adalah nilai semua input yang habis terpakai atau dikeluarkan di dalam produksi. Biaya dalam usahatani terbagi menjadi dua, yaitu biaya tunai dan biaya tidak tunai (biaya yang diperhitungkan). Biaya tunai merupakan biaya yang langsung dibayar secara tunai. Secara umum, biaya tunai adalah pengeluaran berdasarkan nilai uang sehingga segala keluaran untuk keperluan usahatani yang dibayar dalam bentuk benda tidak termasuk dalam pengeluaran tunai. Biaya tunai dapat berupa sewa lahan dan pajak lahan, biaya untuk bibit, obat-obatan, pupuk kimia, pupuk kandang, serta biaya untuk tenaga kerja luar keluarga. Biaya tunai berguna untuk melihat pengalokasian modal yang dimiliki petani. Biaya tidak tunai (biaya yang diperhitungkan) adalah nilai semua input yang digunakan namun tidak dalam bentuk uang, misalnya nilai barang dan jasa
22
untuk keperluan usahatani yang dibayar dengan benda atau berdasarkan kredit. Biaya tidak tunai meliputi biaya untuk tenaga keluarga, biaya penyusutan alat-alat pertanian, sewa lahan milik sendiri, serta biaya panen dan pengolahan tanah dari tenaga kerja dalam keluarga. Biaya tidak tunai digunakan untuk melihat manajemen suatu usahatani (Hernanto 1996). Penyusutan nilai untuk alat-alat pertanian yang digunakan termasuk dalam pengeluaran tidak tunai (biaya yang diperhitungkan). Nilai penyusutan tersebut dihitung dengan menggunakan metode garis lurus. Metode garis lurus yaitu suatu metode dalam perhitungan penyusutan dimana biaya penyusutan yang dikeluarkan setiap tahunnya relatif sama hingga habis umur ekonomis dari alat tersebut (Suratiyah 2011). Metode ini digunakan dengan asumsi nilai sisa dianggap nol. Konsep Pendapatan Usahatani Pendapatan usahatani diperoleh dari selisih antara seluruh penerimaan usahatani dengan seluruh pengeluaran usahatani (biaya) dalam satu musim tanam. Penerimaan usahatani merupakan nilai produk dari usahatani, yaitu hasil perkalian antara total produksi dengan harga produk pada suatu periode tertentu, yang terdiri dari penerimaan tunai dan tidak tunai. Penerimaan tunai didefenisikan sebagai nilai uang yang diterima dari penjualan produk usahatani. Sedangkan penerimaan tidak tunai merupakan pendapatan bukan dalam bentuk uang, seperti hasil panen yang dikonsumsi, digunakan untuk bibit atau makan ternak, digunakan untuk pembayaran, disimpan digudang, dan menerima pembayaran dalam bentuk benda. Pengeluaran total atau biaya total usahatani adalah nilai semua masukan (input) yang habis terpakai atau dikeluarkan di dalam produksi, yang mencakup pengeluaran tunai dan pengeluaran tidak tunai (biaya yang diperhitungkan). Pengeluaran tunai adalah pengeluaran berdasarkan nilai uang, sehingga segala keluaran (output) untuk keperluan usahatani yang dibayar dalam bentuk benda tidak termasuk dalam pengeluaran tunai. Pengeluaran tidak tunai adalah nilai semua input yang digunakan namun tidak dalam bentuk uang (Soekartawi et al. 1986). Pendapatan usahatani dapat digunakan untuk mengukur imbalan yang diperoleh keluarga petani dari penggunaan faktor-faktor produksi kerja, pengelolaan dan modal milik sendiri, atau modal pinjaman yang diinvestasikan ke dalam usahatani. Pendapatan bersih usahatani merupakan ukuran keuntungan usahatani yang dapat dipakai untuk membandingkan penampilan beberapa usahatani (Soekartawi et al. 1986). Namun, pendapatan yang besar tidak selau menunjukkan efesiensi yang tinggi karena ada kemungkinan pendapatan yang besar tersebut diperoleh dari investasi yang berlebihan. Oleh karena itu, analisis pendapatan usahatani selalu diikuti dengan pengukuran efisiensi. Jika unsur total penerimaan dan total biaya telah diperoleh, maka nilai R/C dapat ditentukan nilainya. Analisis Imbangan Penerimaan dan Biaya Analisis imbangan penerimaan dan biaya (R/C) digunakan sebagai alat untuk mengukur perbandingan antara total penerimaan dengan total biaya dalam satu periode produksi usahatani. Analisis ini dapat digunakan sebagai ukuran efisiensi pendapatan usahatani dan kelayakan usahatani. Secara teoritis, analisis
23
imbangan penerimaan dan biaya (R/C) menunjukkan bahwa setiap satu rupiah biaya yang dikeluarkan akan memperoleh penerimaan sebesar nilai R/C-nya. Analisis imbangan penerimaan dan biaya (R/C) dapat diperhitungkan berdasarkan atas biaya tunai dan biaya total. R/C atas biaya tunai diperoleh dengan membandingkan antara penerimaan total dengan biaya tunai dalam satu periode tertentu. Sedangkan R/C atas biaya total diperoleh dengan cara membandingkan antara penerimaan total dengan biaya total yang dikeluarkan dalam satu periode tertentu. Apabila diperoleh nilai R/C > 1, maka kegiatan usahatani yang dilakukan menguntungkan, karena kegiatan usahatani yang dilakukan dapat memberikan penerimaan yang lebih besar daripada pengeluarannya. Sedangkan nilai R/C < 1 menunjukkan bahwa kegiatan usahatani yang dilakukan tidak menguntungkan, karena kegiatan usahatani yang dilakukan tidak dapat memberikan penerimaan yang lebih besar daripada pengeluarannya. Nilai R/C = 1 berarti bahwa kegiatan usahatani yang dilakukan tidak memberikan keuntungan maupun kerugian (impas), karena penerimaan yang diterima oleh petani akan sama dengan pengeluaran yang dikeluarkan oleh petani. Konsep Balas Jasa dalam Usahatani Balas jasa dalam usahatani perlu diperhitungkan, seperti balas jasa terhadap seluruh modal, balas jasa terhadap lahan, serta balas jasa terhadap tenaga kerja keluarga. Balas jasa terhadap seluruh modal (return to total capital) dipengaruhi oleh pendapatan bersih usahatani (net farm income) dan nilai kerja keluarga (Kay et al. 2005). Pendapatan bersih usahatani (net farm income) merupakan ukuran yang diperoleh keluarga petani dari penggunaan faktor produksi kerja, modal (sendiri dan pinjaman), dan pengelolaan. Pendapatan bersih usahatani dipengaruhi oleh pendapatan kotor usahatani (gross farm income) dan pengeluaran total usahatani (total farm expenses). Pendapatan kotor usahatani (gross farm income) merupakan nilai produk total usahatani dalam jangka waktu tertentu, baik dijual maupun tidak dijual. Sedangkan pengeluaran total usahatani (total farm expenses) merupakan nilai semua masukan yang habis dipakai, baik tunai maupun tidak tunai. Dalam perhitungan balas jasa terhadap seluruh modal (return to total capital), nilai dari tenaga kerja dalam keluarga tidak dimasukkan ke dalam perhitungan pengeluaran total usahatani (Kay et al. 2005). Balas jasa terhadap lahan yang digunakan untuk melakukan kegiatan usahatani juga perlu diperhitungkan untuk melihat apakah sebaiknya lahan disewakan atau tetap digunakan untuk melakukan kegiatan usahatani. Penghasilan bersih usahatani (net farm earnings) merupakan ukuran imbalan kepada sumberdaya milik keluarga yang dipakai dalam melakukan kegiatan usahatani. Nilai penghasilan bersih usahatani dipengaruhi oleh pendapatan bersih usahatani (net farm income) dan bunga modal pinjaman. Pinjaman dalam usahatani tidak hanya dalam bentuk uang, namun dapat juga dalam bentuk natura atau barang. Dalam perhitungan balas jasa terhadap lahan, nilai dari seluruh komponen sewa lahan tidak dimasukkan ke dalam perhitungan pengeluaran total usahatani (total farm expenses). Selain itu, balas jasa terhadap tenaga kerja keluarga (return to family labor) juga perlu diperhitungkan untuk melihat apakah sebaiknya petani menjadi
24
buruh atau tetap mengusahakan kegiatan usahatani. Balas jasa terhadap tenaga kerja keluarga dipengaruhi oleh penghasilan bersih usahatani (net farm earning) dan bunga modal petani (Kay et al. 2005).
Kerangka Pemikiran Operasional Permintaan terhadap jagung manis terus meningkat seiring dengan meningkatnya daya beli masyarakat dan meningkatnya permintaan dari swalayanswalayan yang membutuhkan pasokan jagung manis dalam jumlah yang cukup besar. Permintaan jagung manis yang terus mengalami peningkatan tersebut perlu diimbangi dengan kontinuitas pasokan bahan baku jagung yang bermutu. Namun saat ini pengembangan jagung manis di Indonesia masih sangat rendah. Hal ini terlihat dari masih rendahnya produksi dan produktivitas jagung manis dalam negeri. Rendahnya produksi jagung manis di Indonesia secara umum disebabkan oleh masih sedikitnya penggunaan benih berkualitas, kelangkaan pupuk, belum berkembangnya kelembagaan di tingkat petani, teknologi panen dan pasca panen yang belum memadai, serta lahan garapan yang sempit (Tim Karya Tani Mandiri 2010). Desa Gunung Malang mengalami penurunan pada luas panen jagung manis sebesar 75 hektar dan penurunan tingkat produksi jagung manis sebesar 945 kuintal (Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor 2011). Penurunan luas panen tersebut terjadi secara serempak, tidak hanya terjadi di Desa Gunung Malang. Penurunan luas panen jagung manis ini tidak hanya disebabkan oleh semakin berkurangnya luas tanam, tetapi juga disebabkan oleh semakin berkurangnya minat petani dalam melakukan usahatani jagung manis. Kurangnya minat petani dalam melakukan usahatani jagung manis diduga karena rendahnya pendapatan yang diperoleh petani dari usahatani jagung manis jika dibandingkan dengan usahatani lainnya. Perbaikan dalam kegiatan usahatani perlu dilakukan agar produktivitas jagung di Desa Gunung Malang dapat meningkat. Usaha peningkatan kegiatan usahatani sangat dipengaruhi oleh teknik budidaya yang dilakukan oleh petani dan faktor-faktor produksi yang digunakan dalam kegiatan usahatani seperti lahan, tenaga kerja, pupuk, obat-obatan, dan benih berkualitas. Terdapat beberapa kendala utama dalam budidaya jagung manis yang dihadapi oleh petani di Desa Gunung Malang, antara lain keterbatasan modal dan lahan, adanya ancaman penyakit bulai, mahalnya harga benih, kurangnya pengetahuan petani mengenai anjuran dalam pemakaian pupuk dan obat pertanian, serta adanya pengaruh iklim yang dapat mengurangi produksi jagung manis. Kendala-kendala yang dihadapi oleh petani dalam melakukan kegiatan usahatani jagung manis akan berpengaruh terhadap produksi yang dihasilkan dan akan mempengaruhi pendapatan yang diperoleh petani. Keterbatasan modal menyebabkan usahatani jagung manis masih dilakukan secara sederhana oleh petani di Desa Gunung Malang. Keterbatasan modal akan mempengaruhi keputusan petani dalam melakukan aktivitas usahataninya, sehingga dapat mempengaruhi penggunaan input produksi. Mahalnya harga benih jagung manis dan terbatasnya modal petani menyebabkan
25
petani membeli benih yang lebih murah namun tidak berkualitas, sehingga mengakibatkan pertumbuhan tanaman jagung manis menjadi kurang optimal. Perputaran modal dari kegiatan usahatani jagung manis digunakan petani untuk melakukan kegiatan usahatani berikutnya dan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Biaya yang cukup tinggi dalam hal pengadaan sarana produksi untuk budidaya jagung manis dapat membatasi petani dalam melakukan pembelian sarana produksi. Hal tersebut dapat menyebabkan usahatani jagung manis di Desa Gunung Malang menjadi kurang menguntungkan. Suatu kegiatan usahatani yang kurang menguntungkan dapat membuat petani berpikir untuk menyewakan lahannya atau bekerja menjadi buruh. Nilai sewa lahan yang berlaku di Desa Gunung Malang cukup tinggi, begitu pula dengan nilai upah minimum yang berlaku di Kabupaten Bogor. Tingginya nilai sewa lahan yang berlaku dapat menjadi salah satu pertimbangan petani responden untuk menyewakan lahannya daripada menggunakan lahannya untuk melakukan kegiatan usahatani. Upah minimum Kabupaten Bogor yang tinggi juga menjadi pertimbangan petani responden untuk beralih menjadi buruh. Besar kecilnya biaya yang dikeluarkan petani dalam budidaya jagung manis serta keragaan usahatani yang dilakukan oleh petani akan mempengaruhi pendapatan yang diperoleh petani. Oleh karena itu, diperlukan analisis usahatani untuk melihat pengaruh total penerimaan dan total biaya yang dikeluarkan terhadap pendapatan usahatani dari petani jagung manis di Desa Gunung Malang, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor. Analisis usahatani dilakukan untuk mendapatkan informasi yang jelas mengenai pendapatan usahatani yang diperoleh dari memproduksi jagung manis. Selain melihat biaya, penerimaan, dan pendapatan usahatani, dilakukan pula analisis keragaan usahatani dan penggunaan input produksi jagung manis di Desa Gunung Malang, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor. Analisis keragaan usahatani dan penggunaan input produksi dilakukan untuk melihat teknis budidaya yang dilakukan oleh petani responden. Analisis imbangan penerimaan dan biaya (R/C) juga dilakukan untuk melihat apakah usahatani jagung manis yang dilakukan oleh petani responden menguntungkan atau tidak menguntungkan. Analisis tersebut menunjukkan bahwa setiap satu rupiah biaya yang dikeluarkan akan memperoleh penerimaan sebesar nilai R/C-nya. Usahatani jagung manis menguntungkan dan layak untuk diusahakan oleh petani apabila nilai R/C lebih besar dari satu dan apabila nilai R/C lebih kecil dari satu, maka dapat dikatakan bahwa kegiatan usahatani memberikan kerugian bagi petani, sehingga tidak layak untuk diusahakan. Analisis balas jasa terhadap faktor-faktor produksi juga perlu dianalisis karena pada umumnya petani tidak memperhitungkan hal-hal tersebut di dalam melakukan kegiatan usahataninya. Selain itu, analisis balas jasa balas jasa terhadap faktor-faktor produksi juga perlu dilakukan untuk melihat nilai imbalan yang diperoleh petani responden terhadap faktor-faktor produksi yang digunakan dalam melakukan usahatani jagung manis. Analisis balas jasa balas jasa terhadap faktor-faktor produksi dapat digunakan untuk mengetahui alasan petani responden lebih memilih untuk tetap mengusahakan budidaya jagung manis daripada menyewakan lahannya atau beralih untuk bekerja menjadi buruh, meskipun petani mengalami kerugian dari usahatani jagung manisnya. Secara lebih ringkas, kerangka pemikiran operasional penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1.
26
1. Terjadi peningkatan permintaan jagung manis nasional, namun tidak diimbangi dengan kontinuitas bahan baku jagung manis 2. Luas panen dan produktivitas jagung manis di Kabupaten Bogor masih jauh lebih rendah dibandingkan dengan produktivitas nasional 3. Semakin berkurangnya lahan pertanian 4. Terbatasnya modal dan kurangnya tingkat efisiensi petani dalam melakukan usahatani jagung manis menjadi kendala dalam usahatani jagung manis Analisis Keragaan Usahatani Jagung Manis di Desa Gunung Malang
Penerimaan Usahatani
Pengeluaran Usahatani
Pendapatan Usahatani
Analisis Efisiensi Usahatani dengan menggunakan Analisis Imbangan Penerimaan dan Biaya (R/C)
Analisis Balas Jasa terhadap Faktor-Faktor Produksi
Menguntungkan
Tidak Menguntungkan
Rekomendasi Solusi untuk dapat Memaksimalkan Pendapatan Usahatani Jagung Manis Gambar 1
Kerangka pemikiran operasional usahatani jagung manis di Desa Gunung Malang, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor
27
METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Desa Gunung Malang, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan dengan pertimbangan bahwa Kabupaten Bogor merupakan salah satu sentra produksi jagung di Jawa Barat dan Desa Gunung Malang merupakan salah satu sentra produksi jagung manis di Kabupaten Bogor. Pengambilan data dilakukan pada bulan Februari 2013.
Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data primer dan data sekunder, baik yang bersifat kualitatif maupun kuantitatif. Data primer diperoleh melalui wawancara langsung kepada petani jagung manis dengan menggunakan alat bantu kuesioner yang telah dipersiapkan sebelumnya dan melakukan pengamatan langsung pada kegiatan usahatani responden di lokasi penelitian. Data yang diperoleh dari hasil wawancara dengan petani responden menggunakan data usahatani yang dilakukan pada periode musim tanam 2012-2013. Data sekunder diperoleh dengan cara mempelajari buku-buku yang terkait dengan komoditas jagung manis dan mempelajari hasil-hasil penelitian yang relevan dengan topik usahatani. Selain itu, data sekunder juga diperoleh dari berbagai instansi terkait, yaitu Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor, Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor, BP4K Kabupaten Bogor dan lembaga-lembaga lain yang terkait dengan penelitian ini, serta diperoleh melalui media elektronik (internet). Data sekunder digunakan dalam penelitian ini untuk mengisi kebutuhan atas referensi (rujukan) khusus pada beberapa hal untuk melengkapi data primer. Kedua data tersebut digunakan sebagai sumber penelitian kemudian diolah untuk mencapai tujuan penelitian.
Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data penelitian dilakukan melalui wawancara langsung kepada petani jagung manis dengan menggunakan alat bantu kuesioner dan melakukan pengamatan langsung pada kegiatan usahatani responden di lokasi penelitian. Penentuan responden dalam penelitian ini ditentukan secara sengaja (purposive). Responden dipilih berdasarkan informasi yang diperoleh dari Petugas Penyuluh Lapang (PPL) Kecamatan Tenjolaya. Jumlah petani responden yang digunakan sebagai sampel sebanyak 35 orang petani yang masih aktif melakukan kegiatan usahatani jagung manis di Desa Gunung Malang. Penentuan responden sebanyak 35 orang dilakukan untuk memenuhi aturan umum secara statistik yaitu lebih dari atau sama dengan 30 orang karena sudah terdistribusi normal dan dapat digunakan untuk memprediksi populasi yang diteliti. Jumlah tersebut dianggap mewakili keragaman usahatani jagung manis di Desa Gunung Malang.
28
Metode Pengolahan dan Analisis Data Pengolahan dan analisis data yang digunakan dalam penelitian ini berupa analisis kualitatif dan kuantitatif berdasarkan data primer dan sekunder yang diperoleh dari hasil penelitian. Analisis kualitatif diuraikan secara deskriptif untuk mengetahui gambaran mengenai aktivitas usahatani jagung manis dan penggunaan input produksi dalam usahatani jagung manis di Desa Gunung Malang, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor. Analisis kuantitatif dilakukan dengan menggunakan analisis pendapatan usahatani, analisis imbangan penerimaan dan biaya (R/C analysis), serta analisis balas jasa terhadap faktor-faktor produksi yang digunakan dalam melakukan kegiatan usahatani jagung manis di Desa Gunung Malang, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor. Data primer yang telah diperoleh dari hasil wawancara dengan petani responden diolah dengan bantuan kalkulator dan komputer (program Microsoft Excel 2013). Hasil pengolahan data primer disajikan dalam bentuk tabel yang kemudian diinterpretasikan dalam bentuk pembahasan. Analisis Keragaan Usahatani Keragaan usahatani dilakukan untuk mengetahui gambaran mengenai usahatani di suatu daerah. Keragaan usahatani dapat dilihat dengan cara mengidentifikasi teknik budidaya dan output yang dihasilkan, serta penggunaan faktor-faktor produksi dari usahatani jagung manis yang dilakukan oleh petani responden. Analisis sistem usahatani melihat keterkaitan antar subsistem dari subsistem hulu hingga subsistem penunjang dalam usahatani (Nasution 2010). Sistem usahatani merupakan subsistem dari sistem agribisnis yang melakukan proses produksi. Sistem usahatani jagung manis meliputi kegiatan persiapan lahan, penanaman, pemupukan, pemeliharaan tanaman (seperti penyiangan, pembumbunan, serta pengendalian hama dan penyakit), dan pemanenan. Sedangkan input produksi yang digunakan dalam suatu usahatani yaitu lahan, benih, pupuk kimia, pupuk kandang, obat-obatan (pestisida cair dan pestisida padat), tenaga kerja (dalam dan luar keluarga), dan peralatan usahatani. Analisis Pendapatan Usahatani Pendapatan usahatani diperoleh dari selisih antara seluruh penerimaan usahatani dan pengeluaran usahatani (biaya) dalam satu musim tanam. Analisis pendapatan usahatani digunakan untuk mengetahui tingkat pendapatan usahatani jagung manis. Penerimaan usahatani merupakan nilai produk dari usahatani, yaitu hasil perkalian antara total produksi dengan harga produk pada suatu periode tertentu. Penerimaan usahatani jagung manis terdiri dari penerimaan tunai dan tidak tunai. Pengeluaran atau biaya total usahatani adalah nilai semua masukan yang habis dipakai di dalam produksi. Pengeluaran usahatani mencakup biaya tunai dan biaya tidak tunai atau biaya yang diperhitungkan. Biaya tunai adalah jumlah uang yang dibayarkan untuk pembelian barang dan jasa bagi usahatani. Biaya tunai pada usahatani jagung manis antara lain biaya benih, pupuk kimia, pupuk kandang, obat-obatan (pestisida cair dan pestisida padat), sewa lahan, pajak lahan, dan upah tenaga kerja luar keluarga.
29
Biaya tidak tunai atau biaya yang diperhitungkan adalah nilai semua input yang digunakan namun tidak dalam bentuk uang. Biaya tidak tunai pada usahatani jagung manis terdiri dari biaya sewa lahan milik sendiri, upah tenaga kerja dalam keluarga, dan penyusutan alat-alat pertanian bagi petani yang memliki alat-alat pertanian. Secara lebih rinci, perhitungan pendapatan usahatani jagung manis dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5 Perhitungan pendapatan usahatani jagung manis No. Komponen A. Penerimaan 1. Penerimaan tunai 2. Penerimaan tidak tunai B. Biaya tunai 1. Benih 2. Pupuk TSP 3. Pupuk urea 4. Pupuk KCl 5. Pupuk kandang 6. Obat-obatan 7. Tenaga kerja luar keluarga 8. Pajak lahan Total biaya tunai C. Biaya yang diperhitungkan 1. Penyusutan alat pertanian 2. Tenaga kerja keluarga 3. Sewa lahan Total biaya yang diperhitungkan D. Total Biaya (B+C) E. Pendapatan atas Biaya Tunai (A-B) F. Pendapatan atas biaya total (A-D) G. R/C atas biaya tunai (A/B) H. R/C atas biaya total (A/D)
Jumlah
Harga per unit
Total
Penerimaan, total biaya, dan pendapatan dapat diformulasikan sebagai berikut: TR TC Π atas Biaya Tunai Π atas Biaya Total
= = = =
Py.Y Biaya Tunai + Biaya Tidak Tunai TR – Biaya Tunai TR – TC
30
Keterangan: TR : Penerimaan total usahatani (Rp) Py : Harga jual produk per unit (Rp/kg) Y : Total hasil produksi yang diperoleh dalam suatu usahatani (kg) TC : Pengeluaran total usahatani (Rp) Π : Pendapatan usahatani (Rp) Menurut Suratiyah (2011), perhitungan penyusutan alat-alat pertanian pada dasarnya bertolak pada harga pembelian sampai dengan alat tersebut dapat memberikan manfaat. Biaya penyusutan perlu diperhitungkan karena usahatani jagung manis menggunakan peralatan pertanian dalam aktivitasnya. Biaya penyusutan alat-alat yang digunakan dalam usahatani jagung manis dihitung dengan menggunakan metode garis lurus. Metode ini digunakan dengan asumsi nilai sisa dianggap nol. Nilai penyusutan diformulasikan sebagai berikut:
Analisis Imbangan Penerimaan dan Biaya (R/C) Analisis imbangan penerimaan dan biaya (R/C) digunakan sebagai alat untuk mengukur perbandingan penerimaan dan biaya usahatani. Analisis ini dapat digunakan sebagai ukuran efisiensi pendapatan usahatani dan kelayakan usahatani. Penerimaan usahatani merupakan nilai produk dari usahatani, yaitu hasil perkalian antara total produksi dengan harga produk pada suatu periode tertentu. Sebaliknya, biaya total usahatani merupakan pengeluaran usahatani atau nilai penggunaan faktor-faktor produksi yang digunakan dalam proses produksi usahatani. Analisis imbangan penerimaan dan biaya (R/C) dapat diperhitungkan atas biaya tunai dan biaya total. R/C atas biaya tunai diperoleh dengan membandingkan antara penerimaan total dengan biaya tunai dalam satu periode tertentu. Sedangkan R/C atas biaya total diperoleh dengan cara membandingkan antara penerimaan total dengan biaya total yang dikeluarkan dalam satu periode tertentu. Analisis imbangan penerimaan dan biaya (R/C) usahatani dapat diformulasikan sebagai berikut:
Secara teoritis, analisis imbangan penerimaan dan biaya (R/C) menunjukkan bahwa setiap satu rupiah biaya yang dikeluarkan akan memperoleh penerimaan sebesar nilai R/C-nya. Kriteria keputusan yang digunakan untuk menilai hasil analisis R/C yaitu: Jika nilai R/C > 1, maka dapat dikatakan bahwa kegiatan usahatani menguntungkan dan layak untuk diusahakan (setiap biaya yang dikeluarkan
31
untuk usahatani jagung manis akan menghasilkan penerimaan yang lebih besar dari biaya yang dikeluarkan). Makin tinggi nilai R/C, maka makin tinggi pula total penerimaan yang diperoleh. Jika nilai R/C = 1, maka dapat dikatakan bahwa kegiatan usahatani berada pada titik impas, yaitu tidak menghasilkan keuntungan dan tidak mengalami kerugian (jumlah biaya yang dikeluarkan untuk usahatani jagung manis akan menghasilkan penerimaan yang sama dengan biaya yang dikeluarkan). Jika nilai R/C < 1, maka dapat dikatakan bahwa kegiatan usahatani tidak memberikan keuntungan, sehingga tidak layak untuk diusahakan (setiap biaya yang dikeluarkan untuk usahatani jagung manis akan menghasilkan penerimaan yang lebih kecil dari biaya yang dikeluarkan).
Analisis Balas Jasa dalam Usahatani Balas jasa dalam usahatani perlu diperhitungkan, seperti balas jasa terhadap seluruh modal, balas jasa terhadap lahan, serta balas jasa terhadap tenaga kerja keluarga. Balas jasa terhadap seluruh modal (return to total capital) dapat diperhitungkan sebagai berikut: Return to Total Capital = Net Farm Income – Nilai Tenaga Kerja Keluarga Pendapatan bersih usahatani (net farm income) merupakan ukuran yang diperoleh keluarga petani dari penggunaan faktor produksi kerja, modal (sendiri dan pinjaman), dan pengelolaan (Kay et al. 2005). Pendapatan bersih usahatani merupakan selisih dari pendapatan kotor usahatani (gross farm income) dan pengeluaran total usahatani (total farm expenses). Pendapatan kotor usahatani (gross farm income) merupakan nilai produk total usahatani dalam jangka waktu tertentu, baik dijual maupun tidak dijual. Pengeluaran total usahatani (total farm expenses) merupakan nilai semua masukan yang habis dipakai, baik tunai maupun tidak tunai. Dalam perhitungan balas jasa terhadap seluruh modal (return to total capital), nilai dari tenaga kerja dalam keluarga tidak dimasukkan ke dalam perhitungan pengeluaran total usahatani (Kay et al. 2005). Secara lebih rinci, perhitungan return to total capital pada usahatani jagung manis petani responden dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6 Return to total capital dari usahatani jagung manis No. 1. 2. 3. 4. 5.
Keterangan Pendapatan kotor usahatani Pengeluaran total usahatani (tanpa TKDK) Net farm income Nilai tenaga kerja keluarga Return to total capital
Nilai (Rp) a b c = a-b d e = c-d
Balas jasa terhadap lahan yang digunakan untuk melakukan kegiatan usahatani perlu diperhitungkan untuk melihat apakah sebaiknya lahan disewakan atau tetap digunakan untuk melakukan kegiatan usahatani. Balas jasa terhadap lahan (return to land) dapat diperhitungkan sebagai berikut:
32
Return to Land = Net Farm Earnings – Nilai Sewa Lahan Penghasilan bersih usahatani (net farm earnings) merupakan ukuran imbalan kepada sumberdaya milik keluarga yang dipakai dalam melakukan kegiatan usahatani (Kay et al. 2005). Nilai penghasilan bersih usahatani diperoleh dari selisih antara pendapatan bersih usahatani (net farm income) dan bunga modal pinjaman. Pinjaman dalam usahatani tidak hanya dalam bentuk uang, namun dapat juga dalam bentuk natura atau barang. Dalam perhitungan balas jasa terhadap lahan, nilai dari seluruh komponen sewa lahan tidak dimasukkan ke dalam perhitungan pengeluaran total usahatani (total farm expenses). Secara lebih rinci, perhitungan return to land pada usahatani jagung manis petani responden dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7
Return to land dari usahatani jagung manis
No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Keterangan Pendapatan kotor usahatani Pengeluaran total usahatani (tanpa sewa lahan) Net farm income Bunga modal Pinjaman Net farm earnings Nilai sewa lahan Return to land
Nilai (Rp) a b c = a-b d e = c-d f g = e-f
Selain balas jasa terhadap seluruh modal dan balas jasa terhadap lahan, balas jasa terhadap tenaga kerja keluarga (return to family labor) juga perlu diperhitungkan untuk melihat apakah sebaiknya petani menjadi buruh atau tetap mengusahakan usahatani sendiri. Balas jasa terhadap tenaga kerja keluarga (return to family labor) dapat diperhitungkan sebagai berikut: Return to Family Labor = Net Farm Earnings – Bunga Modal Petani Secara lebih rinci, perhitungan return to family labor pada usahatani jagung manis petani responden dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8 Return to family labor dari usahatani jagung manis No. Keterangan Nilai (Rp) 1. Net farm income a 2. Bunga modal pinjaman b 3. Net farm earnings c = a-b 4. Bunga modal petani d 5. Return to family labor e = c-d
33
Definisi Operasional Beberapa variabel yang digunakan untuk mengidentifikasi usahatani dan menganalisis pendapatan usahatani jagung manis antara lain: 1. Petani pemilik adalah petani yang memiliki lahan dan mengusahakan lahannya sendiri. Petani pemilik menggunakan seluruh lahannya untuk kegiatan usahatani jagung manis. 2. Petani penggarap adalah petani yang mengusahakan lahan milik orang lain dalam melakukan kegiatan usahatani jagung manis. 3. Umur jagung manis adalah jumlah hari atau waktu antara tanam dan panen. 4. Jarak tanam adalah jauhnya perbedaan dari satu jagung manis ke jagung manis disekitarnya pada saat ditanam (cm). 5. Pupuk adalah zat tambahan yang digunakan petani untuk meningkatkan kesuburan tanaman jagung manis (Urea, SP-36, KCl, Phonska, dan pupuk kandang). 6. Pestisida adalah zat kimia yang digunakan oleh petani untuk menanggulangi hama dan penyakit yang menyerang tanaman jagung manis. Pestisida yang digunakan berupa pestisida cair dan pestisida padat. 7. Tenaga kerja adalah jumlah tenaga kerja yang digunakan dalam proses produksi dalam satu musim tanam (mulai dari pengolahan lahan hingga panen), baik yang berasal dari dalam keluarga maupun luar keluarga. Dalam teknis perhitungan, digunakan konversi tenaga kerja dengan cara membandingkan tenaga kerja pria sebagai ukuran baku. Tenaga kerja wanita dikonversi ke dalam HKP dengan angka konversi yang diperoleh dari hasil pembagian antara rata-rata upah tenaga kerja wanita dengan rata-rata upah tenaga kerja pria. 8. Produksi total adalah total produksi pada sebidang tanah dengan luasan lahan tertentu dalam satu musim tanam, yang diukur dalam satuan kilogram tongkol basah jagung. 9. Panen jagung manis dilakukan sekitar umur 75-80 hari setelah tanam. 10. Biaya total merupakan penjumlahan dari biaya tunai dan biaya yang diperhitungkan. 11. Biaya tunai adalah besarnya nilai uang tunai yang dikeluarkan petani untuk membeli pupuk TSP, pupuk urea, pupuk phonska, pupuk kandang, benih, obat-obatan, biaya untuk membayar pajak lahan, sewa lahan, dan upah tenaga kerja luar keluarga. 12. Biaya yang diperhitungkan adalah nilai semua input yang digunakan namun tidak dalam bentuk uang tunai atau pengeluaran untuk pemakaian input milik sendiri (penyusutan alat-alat pertanian bagi petani yang memliki alat-alat pertanian), sewa lahan milik sendiri, dan pembayaran upah tenaga kerja dalam keluarga. 13. Metode perhitungan penyusutan usahatani jagung manis menggunakan metode garis lurus dengan asumsi nilai sisa adalah nol. 14. Penerimaan usahatani merupakan nilai dari penjualan produksi total yang dihasilkan. Hasil penjualan diperoleh dari perkalian antara jumlah output yang dihasilkan dengan tingkat harga output. 15. Pendapatan usahatani merupakan selisih antara total penerimaan dan total biaya usahatani. Perhitungan pendapatan usahatani dilakukan atas biaya tunai
34
dan biaya total. Pendapatan atas biaya tunai merupakan selisih antara penerimaan total dengan biaya tunai usahatani, sedangkan pendapatan atas biaya total merupakan selisih antara penerimaan total dengan biaya total usahatani. 16. R/C yaitu perbandingan antara total penerimaan dengan total biaya usahatani. 17. Harga jual jagung manis adalah harga yang diterima petani pada saat panen di daerah penelitian dan diukur dalam satuan rupiah per kilogram.
GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN Karakteristik Petani Responden Petani responden dalam penelitian ini merupakan petani yang ada di Desa Gunung Malang yang pernah menanam tanaman jagung manis. Petani responden berjumlah 35 orang. Karakteristik dari masing-masing petani berbeda-beda, baik dalam hal umur, tingkat pendidikan, status usahatani, pengalaman bertani, status kepemilikan lahan, luas lahan, pola tanam, dan sistem pemasaran. Perbedaan dalam karakteristik tersebut akan mempengaruhi keragaan usahatani dari masingmasing petani sehingga akan mempengaruhi tingkat produksi yang dihasilkan. Umur Petani responden dalam penelitian ini memiliki umur yang beragam antara 30–63 tahun. Berdasarkan Tabel 6 dapat dilihat bahwa persentase umur tertinggi berada pada usia 40-49 tahun dan pada usia lebih dari 60 tahun, dengan persentase yang sama yaitu sebesar 31.43%. Persentase umur terendah berada pada usia 3039 tahun dengan persentase sebesar 17.14%. Sebaran karakteristik petani responden berdasarkan umur dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9 No. 1. 2. 3. 4.
Sebaran karakteristik petani responden di Desa Gunung Malang berdasarkan umur tahun 2012 Usia (tahun) 30 - 39 40 - 49 50 - 59 > 60 Jumlah
Jumlah (Orang) 6 11 7 11 35
Persentase 17.14 31.43 20.00 31.43 100.00
Persentase terendah yaitu pada usia 30-39 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa masih rendahnya minat penduduk yang berada pada usia produktif untuk bekerja menjadi petani. Usia produktif merupakan usia yang paling tepat untuk menjalankan aktifitas-aktifitas bekerja seperti bertani karena secara fisik masih baik dan memiliki semangat yang tinggi dan adanya kewajiban untuk menghidupi keluarga.
35
Petani responden banyak tersebar pada usia 40-49 tahun dan usia lebih dari 60 tahun. Petani responden pada rentang usia ini sudah bekerja sebagai petani sejak masih remaja dan masih bertahan menjadi petani sampai usia tua. Petani responden yang berusia di bawah 30 tahun sangat jarang ditemui, karena hampir sebagian besar penduduk yang berumur di bawah 30 tahun lebih tertarik untuk mencari pekerjaan di kota seperti Bogor atau Jakarta. Tingkat Pendidikan Tingkat pendidikan petani responden di Desa Gunung Malang sebagian besar adalah lulusan sekolah dasar. Sebagian besar petani dan masyarakat di Desa Gunung Malang hanya mengenyam pendidikan sekolah dasar dan tidak melanjutkan ke jenjang selanjutnya karena berbagai alasan diantaranya adalah alasan finansial. Umumnya setelah lulus dari sekolah dasar, petani memilih untuk membantu orang tua mereka bertani daripada harus melanjutkan pendidikannya. Hal tersebut merupakan salah satu alasan sebagian besar petani responden di Desa Gunung Malang hanya mengenyam pendidikan hingga sekolah dasar. Petani responden yang merupakan lulusan perguruan tinggi hanya sebanyak satu orang atau sebesar 2.86%. Lulusan perguruan tinggi pada umumnya lebih memilih pekerjaan lain selain bertani, sehingga jarang ditemui lulusan perguruan tinggi yang memilih untuk bekerja menjadi petani. Sebaran tingkat pendidikan petani responden dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10 Sebaran tingkat pendidikan petani responden di Desa Gunung Malang tahun 2012 No. 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Tingkat Pendidikan Tidak Sekolah Tidak Tamat SD Tamat SD Tamat SMP Tamat SMA Tamat Perguruan Tinggi Jumlah
Jumlah (Orang) 0 6 19 3 6 1 35
Persentase 0.00 17.14 54.29 8.57 17.14 2.86 100.00
Tingkat pendidikan diasumsikan akan mempengaruhi pola pikir petani dan tingkat penyerapan teknologi. Petani dengan tingkat pendidikan yang tinggi dianggap akan mampu mengaplikasikan ilmunya lebih banyak daripada petani yang hanya mengenyam pendidikan dasar. Petani yang mengenyam pendidikan yang lebih tinggi juga diasumsikan akan lebih mudah dalam menerima sesuatu hal yang baru, yang akan mempengaruhi cara petani dalam melakukan budidaya tanamannya. Akan tetapi, dalam beberapa kasus, petani dengan tingkat pendidikan yang rendah tetapi memiliki pengalaman bertani yang cukup lama, mampu bersaing dengan petani yang memiliki tingkat pendidikan tinggi namun hanya memiliki sedikit pengalaman dalam bertani.
36
Pengalaman Bertani Pengalaman bertani diasumsikan akan mempengaruhi keterampilan dari seorang petani. Petani yang telah memiliki pengalaman bertani yang cukup lama dianggap akan lebih unggul daripada petani yang belum memiliki pengalaman bertani yang cukup lama. Hal tersebut dapat terjadi karena petani dengan pengalaman bertani yang sudah cukup lama diasumsikan memiliki waktu belajar yang cukup banyak, sehingga petani tersebut dapat belajar secara langsung dari setiap kejadian yang terjadi selama melakukan budidaya tanaman. Pelajaran dari pengalaman bertani sebelumnya akan membuat petani mampu dalam mengatasi masalah yang serupa yang mungkin akan terjadi dalam kegiatan budidaya selanjutnya. Tanaman jagung manis sudah lama diperkenalkan di Desa Gunung Malang, sehingga petani sudah cukup lama melakukan budidaya tanaman jagung manis. Banyak petani yang mulai tertarik untuk melakukan budidaya tanaman jagung manis karena dianggap menguntungkan. Minat petani untuk menanam jagung manis dipengaruhi oleh keberhasilan dari petani yang sudah lebih dahulu melakukan usahatani jagung manis. Pengalaman bertani jagung manis dari petani responden sebagian besar sekitar 1-10 tahun dan 11-20 tahun dengan persentase masing-masing sebesar 37.14% dan 34.29%. Petani yang memiliki pengalaman bertani jagung manis paling lama yaitu lebih dari 30 tahun sebanyak dua orang. Sebaran pengalaman bertani jagung manis petani responden dapat dilihat pada Tabel 11.
Tabel 11 Sebaran pengalaman bertani jagung manis petani responden di Desa Gunung Malang tahun 2012 No. 1. 2. 3. 4.
Pengalaman Bertani (Tahun) 1 - 10 11 - 20 21 - 30 > 30 Jumlah
Jumlah (Orang) 13 12 8 2 35
Persentase 37.14 34.29 22.86 5.71 100.00
Status Usahatani Sebagian besar petani responden di Desa Gunung Malang menjadikan usahatani jagung manis sebagai mata pencaharian utama. Tabel 12 menunjukkan bahwa sebesar 62.86% petani responden menjadikan usahatani jagung manis sebagai mata pencaharian utama, sedangkan sisanya sebesar 37.14% petani responden menjadikan usahatani jagung manis sebagai mata pencaharian sampingan. Petani yang menjadikan usahatani jagung manis sebagai mata pencaharian utama adalah petani yang memiliki lahan untuk melakukan budidaya, baik lahan sendiri maupun lahan sewa dan tidak memiliki pilihan lain untuk melakukan usaha, sehingga mereka memanfaatkan sumberdaya yang dimiliki. Sedangkan petani yang menjadikan usahatani jagung manis sebagai mata pencaharian sampingan pada umumnya memiliki pekerjaan lain yang dianggap lebih
37
menguntungkan, seperti berdagang. Sebaran status usahatani petani responden dapat dilihat pada Tabel 12.
Tabel 12 Sebaran status usahatani petani responden di Desa Gunung Malang tahun 2012 No. 1. 2.
Status Usahatani Utama Sampingan Jumlah
Jumlah (Orang) 22 13 35
Persentase 62.86 37.14 100.00
Status Kepemilikan Lahan Status kepemilikan lahan dibagi menjadi tiga yaitu lahan milik sendiri, lahan sewa, dan sakap. Lahan milik sendiri merupakan lahan yang dimiliki oleh petani secara sah. Lahan sewa merupakan lahan milik orang lain yang digunakan untuk melakukan budidaya dengan kewajiban petani untuk membayar uang sewa per luas lahan per tahun. Biaya sewa yang harus dikeluarkan petani di Desa Gunung Malang umumnya sebesar Rp1 500 000.00 per tahun untuk setiap 2 500 m². Petani yang melakukan sewa lahan tidak memiliki keleluasan seperti petani yang memiliki lahan sendiri yang bebas menggunakan lahannya, baik dalam penentuan pola tanam maupun dalam penentuan penggunaan input usahatani. Sakap merupakan lahan milik orang lain yang digunakan untuk melakukan budidaya dengan sistem pembayaran bagi hasil yang telah disepakati oleh kedua belah pihak. Petani tidak membayarkan sejumlah uang sewa tertentu kepada pemilik lahan, tetapi petani harus melakukan bagi hasil dari hasil panen pada lahan tersebut. Besarnya persentase bagi hasil pada umumnya yaitu 50% untuk petani dan 50% untuk pemilik lahan. Dalam sakap atau bagi hasil umumnya biaya input seperti benih, pupuk, dan pestisida menjadi tanggungan pemilik, hanya biaya tenaga kerja saja yang ditanggung petani penggarap. Sebaran status kepemilikan lahan petani responden dapat dilihat pada Tabel 13.
Tabel 13 No. 1. 2. 3.
Sebaran status kepemilikan lahan petani responden di Desa Gunung Malang tahun 2012 Status Lahan Lahan Milik Sendiri Lahan Sewa Sakap Jumlah
Jumlah (Orang) 24 7 4 35
Persentase 68.57 20.00 11.43 100.00
Sebagian besar petani responden melakukan budidaya jagung manis di lahan milik sendiri, yaitu sebesar 68.57%. Lahan ini merupakan lahan warisan atau lahan turun temurun dari keluarga petani sebelumnya dan juga lahan yang sengaja dibeli. Petani yang melakukan sewa lahan sebanyak tujuh orang atau
38
sebesar 20.00% dan petani yang melakukan sakap atau bagi hasil sebesar 11.43% dari total responden. Luas Lahan Total kepemilikan luas lahan jagung manis dari petani responden bervariasi antara satu petani dengan petani lainnya. Luas lahan terkecil yaitu sebesar 0.1 hektar dan luas lahan terbesar mencapai 1.1 hektar. Sebagian besar petani responden memiliki luas lahan antara 0.10 sampai 0.24 hektar yaitu mencapai 37.14%. Petani responden yang memiliki luas lahan antara 0.25 sampai 0.49 hektar juga memiliki proporsi yang besar, yaitu mencapai 31.43%. Berdasarkan Tabel 11, terlihat bahwa umumnya petani responden di Desa Gunung Malang belum memiliki lahan yang luas dalam melakukan budidaya jagung manis, karena sebesar 68.57% petani masih memiliki lahan dibawah 0.5 hektar. Lahan yang dimiliki petani letaknya ada yang terpusat menjadi satu persil dan ada pula yang terbagi-bagi menjadi beberapa persil. Sebaran luas lahan petani responden di Desa Gunung Malang tahun 2012 dapat dilihat pada Tabel 14.
Tabel 14 Sebaran luas lahan petani responden di Desa Gunung Malang tahun 2012 No. 1. 2. 3. 4.
Luas Lahan (Ha) 0,10 – 0,24 0,25 – 0,49 0,50 – 1,00 >1 Jumlah
Jumlah (Orang) 13 11 10 1 35
Persentase 37.14 31.43 28.57 2.86 100.00
Pola Tanam Jagung manis dapat ditanam sepanjang tahun. Sebagian besar petani menanam jagung manis pada bulan April sampai bulan Juni dan pada akhir tahun sekitar bulan Oktober sampai Desember. Petani memilih untuk menanam jagung manis pada bulan April sampai Juni karena pada bulan tersebut tanaman jagung manis dapat tumbuh dengan baik karena pada musim ini kebutuhan air dan intensitas panas cukup dan tidak berlebihan. Hal ini sesuai dengan kebutuhan tanaman jagung yaitu membutuhkan sedikit air dan banyak cahaya matahari. Sedangkan alasan petani untuk menanam jagung manis pada akhir tahun karena tergiur oleh tingginya permintaan jagung manis. Pola penanaman jagung manis dari petani responden dapat dilihat pada Gambar 2.
39
Gambar 2 Pola penanaman jagung manis
Beberapa petani di Desa Gunung Malang telah melakukan rotasi tanaman untuk tetap menjaga kesuburan lahan dan mencegah timbulnya penyakit yang dibawa oleh tanaman sebelumnya. Rotasi tanaman dilakukan dengan melakukan penggiliran jenis tanaman yang akan ditanam. Pola tanam yang diterapkan oleh petani responden pada musim tanam tahun 2012 berbeda-beda. Umumnya petani melakukan rotasi tanaman dengan mempertimbangkan musim, kondisi pasar, serta kebiasaan dalam menanam dari petani tersebut. Pola tanam jagung manis yang dilakukan oleh petani responden pada musim tanam 2012 dari bulan JanuariDesember dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3 Pola tanam jagung manis yang dilakukan oleh petani responden di Desa Gunung Malang pada musim tanam tahun 2012-2013
Pada Gambar 3, terlihat bahwa petani melakukan rotasi tanaman dengan menanam tanaman sayuran dan ubi jalar. Tanaman sayuran yang dipilih adalah tanaman kacang panjang dan buncis. Petani responden menanam jagung manis pada bulan Mei karena karena pada bulan ini tanaman jagung manis dianggap dapat tumbuh dengan baik karena kebutuhan air dan intensitas panas yang cukup dan tidak berlebihan.
40
Sistem Pemasaran Kegiatan pemasaran jagung manis di Desa Gunung Malang dianggap sangat mudah oleh petani responden meskipun pemasaran produk jagung manis masih didominasi oleh tengkulak. Banyak para pembeli terutama tengkulak yang setiap hari datang ke Desa Gunung Malang untuk membeli jagung manis serta tanaman lainnya untuk dijual ke pasar. Kemudahan dalam penjualan hasil panen tersebut membuat petani lebih memilih untuk menjualnya kepada tengkulak, karena hanya beberapa petani yang memiliki kios atau akses ke pasar. Petani responden yang menjual hasil panennya kepada tengkulak yaitu sebanyak 21 orang atau sekitar 60% dari total responden. Petani yang menjual hasil panennya sendiri merupakan petani yang memiliki kios di pasar induk yaitu di Pasar Bogor dan Pasar Kemang Bogor, yang memiliki proporsi sebesar 40% dari total responden. Petani tersebut juga merupakan tengkulak karena selain menjual hasil panen miliknya sendiri, petani ini juga mengumpulkan hasil panen dari petani lain. Sebaran sistem pemasaran jagung manis petani responden dapat dilihat pada Tabel 15.
Tabel 15 No. 1 2
Sebaran sistem pemasaran jagung manis petani responden di Desa Gunung Malang tahun 2012 Sistem Pemasaran Memasarkan Sendiri Tengkulak Jumlah
Jumlah (Orang) 14 21 35
Persentase 40.00 60.00 100.00
Tengkulak yang mengambil hasil panen dari petani di Desa Gunung Malang tidak hanya warga Desa Gunung Malang saja, namun ada juga pedagang yang berasal dari sekitar Bogor. Tengkulak menggunakan kendaraan bak terbuka untuk mengangkut hasil panen petani. Petani akan meletakkan hasil panennya di pinggir jalan dan kemudian tengkulak yang akan mengambilnya. Petani perlu membayar biaya transportasi yang dibebankan per kilogram hasil panen yaitu sebesar Rp100.00-Rp150.00 per kilogram. Biaya transportasi tersebut akan dipotong dari hasil penjualan produk. Kepercayaan telah terbangun diantara petani dan tengkulak, sehingga petani tidak merasa keberatan dan tidak merasa dirugikan terhadap harga yang ditawarkan oleh tengkulak. Selain itu, akses terhadap informasi harga dianggap cukup mudah oleh petani, karena beberapa petani memiliki kios di pasar atau memiliki anggota keluarga yang bekerja di pasar sehingga informasi harga pasar dapat diperoleh dengan mudah. Petani juga sering ikut pergi ke pasar bersama tengkulak untuk melihat kondisi harga di pasar. Pembayaran hasil panen kepada petani dilakukan ketika tengkulak telah menjual seluruh hasilnya ke pasar, sehingga pembayaran umumnya diberikan pada hari berikutnya. Peran tengkulak di Desa Gunung Malang tidak hanya dalam hal pembelian hasil panen, namun juga dalam hal penyediaan modal, baik berupa uang maupun berupa barang, seperti penyediaan benih atau pupuk. Sistem
41
pembayaran pinjaman tersebut dilakukan dengan cara melakukan pemotongan pada hasil penjualan panen petani.
HASIL DAN PEMBAHASAN Keragaan Usahatani Jagung Manis di Desa Gunung Malang Keragaan usahatani dianalisis untuk mengetahui gambaran mengenai usahatani jagung manis di Desa Gunung Malang, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor. Keragaan usahatani dapat dilihat dengan cara mengidentifikasi teknik budidaya dan output yang dihasilkan, serta penggunaan faktor-faktor produksi atau input dari usahatani jagung manis yang dilakukan oleh petani responden. Kegiatan Usahatani Jagung Manis Kegiatan usahatani jagung manis dilakukan melalui beberapa tahap, diantaranya kegiatan persiapan lahan, penanaman, pemupukan, pemeliharaan tanaman (seperti penyiangan, pembumbunan, serta pengendalian hama dan penyakit), dan pemanenan. Persiapan Lahan Persiapan lahan jagung manis di Desa Gunung Malang pada umumnya terdiri dari beberapa kegiatan, yaitu kegiatan pembersihan lahan, pengolahan lahan, dan pemberian pupuk dasar. Namun terdapat beberapa perbedaan dalam tahapan persiapan lahan yang dilakukan oleh petani responden. Perbedaan tersebut salah satunya yaitu dalam hal kegiatan pengolahan lahan dan pemberian pupuk dasar. Kegiatan persiapan lahan umumnya terlebih dahulu dilakukan dengan membersihkan lahan dari rumput, gulma, dan sisa tanaman dari penanaman sebelumnya. Kegiatan pembersihan lahan dilakukan agar tanaman jagung manis dapat tumbuh dengan baik tanpa ada gangguan dari rumput atau gulma. Kegiatan membersihkan lahan tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan sabit, cangkul, atau dengan menggunakan herbisida. Namun, tidak ada petani responden yang menggunakan herbisida dalam melakukan pembersihan lahan. Tahapan persiapan lahan selanjutnya setelah pembersihan lahan yaitu kegiatan pengolahan lahan dengan melakukan pencangkulan lahan yang akan digunakan untuk kegiatan usahatani jagung manis. Kegiatan ini dilakukan untuk memperbaiki tekstur tanah agar tanah menjadi gembur kembali dan mencegah tumbuhnya gulma yang dapat mengganggu pertumbuhan jagung manis. Namun beberapa petani responden tidak melakukan kegiatan pengolahan lahan tersebut. Ketika lahan yang digunakan untuk menanam jagung manis merupakan lahan yang telah digunakan sebelumnya untuk menanam ubi jalur atau tanaman sayuran lainnya, maka petani merasa kegiatan pencangkulan lahan tidak perlu dilakukan, sehingga petani dapat menghemat waktu dan pengeluaran. Alasan petani merasa tidak perlu untuk melakukan kegiatan pencangkulan lahan yaitu karena lahan yang telah digunakan sebelumnya untuk menanam ubi jalur atau tanaman sayuran sudah berbentuk bedengan sehingga tidak perlu dilakukan pencangkulan kembali.
42
Kegiatan pencangkulan lahan perlu dilakukan ketika lahan yang akan digunakan untuk melakukan penanaman jagung manis merupakan lahan yang telah digunakan sebelumnya untuk menanam padi. Kegiatan pencangkulan lahan dilakukan dengan melakukan pembuatan bedengan. Lebar bedengan lebih kurang 60 cm dan jarak antar bedengan lebih kurang 50 cm sampai 100 cm, disesuaikan dengan luas lahan yang dimiliki dan kebiasaan yang dilakukan oleh petani. Setelah melakukan pembuatan bedengan, dilakukan pemberian lubang di sepanjang bedengan dengan jarak lebih kurang 30 cm. Kegiatan pemberian lubang umumnya dilakukan dengan menggunakan cangkul atau tugal. Lubang tersebut digunakan untuk meletakkan benih jagung manis yang akan ditanam. Jarak antar bedengan dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4 Bedengan untuk menanam jagung manis
Sebelum melakukan kegiatan penanaman benih jagung manis, terlebih dahulu dilakukan pemberian pupuk kandang pada lubang yang telah dibuat. Petani responden pada umumnya meletakkan pupuk kandang pada lubang agar dapat mencegah pupuk tersebut terbawa oleh air hujan. Terdapat dua jenis pupuk kandang yang dapat digunakan sebagai pupuk dasar, yaitu pupuk sekam dan pupuk blokbok. Kedua jenis pupuk ini sama-sama berasal dari kotoran ayam, namun terdapat perbedaan diantara keduanya. Pupuk sekam berasal dari kotoran ayam pedaging yang telah tercampur dengan sekam, sedangkan pupuk blokbok berasal dari kotoran ayam petelur tanpa ada campuran sekam. Selain itu, pupuk blokbok lebih berat daripada pupuk sekam. Menurut petani responden, pupuk blokbok memiliki kualitas yang lebih baik daripada pupuk sekam, karena pupuk blokbok hanya mengandung kotoran ayam tanpa ada campuran sekam. Namun pada kenyataannya, hampir semua petani responden menggunakan pupuk sekam karena harganya yang jauh lebih murah dibandingkan dengan pupuk blokbok. Setelah melakukan pemberian pupuk kandang, lahan didiamkan selama tiga sampai lima hari. Setelah itu, benih jagung manis dapat ditanam di lubang yang telah dibuat. Penanaman Penanaman jagung manis dilakukan dengan cara membuat lubang tanam dengan menggunakan cangkul atau tugal. Benih jagung manis ditanam dengan kedalaman 2-3 cm pada lubang tanam yang telah dibuat. Jumlah benih yang
43
ditanam dalam satu lubang tanam sebanyak satu hingga dua butir per lubang. Beberapa petani yang menanam benih sebanyak dua butir per lubang bertujuan untuk mengurangi risiko apabila terdapat tanaman yang mati atau tidak tumbuh dengan baik. Proses penanaman jagung manis yang dilakukan oleh petani responden berbeda-beda. Terdapat beberapa petani yang menggunakan furadan pada saat melakukan penanaman benih untuk mencegah serangan serangga seperti semut, yang akan memakan benih jagung manis yang telah ditanam. Petani mencampur benih jagung manis dengan campuran air dan furadan, kemudian ditanam di lubang tanam yang telah disiapkan. Namun sebagian besar petani lebih memilih untuk melakukan penanaman benih secara langsung, tanpa merendamnya dengan campuran air dan furadan. Setelah benih ditanam, lubang ditutup dengan tanah. Kegiatan penanaman jagung manis dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5 Kegiatan penanaman jagung manis
Umumnya petani memiliki ukuran jarak tanam yang bervariasi di dalam melakukan penanaman jagung manis, disesuaikan dengan luas lahan yang dimiliki dan kebiasaan yang dilakukan oleh petani. Benih jagung manis yang ditanam secara monokultur menggunakan jarak tanam 30 x 40 cm dan ditanam dalam dua lajur tanaman di dalam satu bedeng. Jarak tanam dengan ukuran tersebut banyak digunakan oleh petani untuk mendapatkan hasil jagung manis yang lebih banyak. Pemupukan Kegiatan pemupukan dilakukan dengan menaburkan pupuk di daerah sekitar tanaman dengan jarak 5 cm dari pangkal tanaman. Pemupukan dilakukan sebanyak dua hingga tiga kali. Petani melakukan kegiatan pemupukan dengan menggunakan pupuk kimia seperti pupuk urea, TSP, dan phonska. Pemupukan pertama dilakukan pada 7-17 hari setelah tanam (HST). Sebagian besar petani melakukan pemupukan pertama pada 15 HST karena tumbuhan mulai membutuhkan nutrisi untuk pertumbuhan tanaman. Pemupukan kedua dilakukan pada 25-45 HST. Petani umumnya melakukan pemupukan kedua pada 30 HST ketika tongkol jagung sudah mulai tumbuh dan tanaman mulai menyerap hara dalam jumlah yang lebih banyak. Pemupukan ketiga umumnya dilakukan pada 50 HST agar dapat menghasilkan tongkol jagung yang besar. Kegiatan pemupukan dapat dilihat pada Gambar 6.
44
Gambar 6 Pemupukan dilakukan di antara tanaman jagung manis
Jumlah pupuk yang digunakan oleh petani disesuaikan dengan modal yang dimiliki, sehingga umumnya petani belum menerapkan dosis yang dianjurkan dalam melakukan pemupukan jagung manis. Kegiatan pemupukan perlu dilakukan dengan baik, karena apabila pangkal tanaman terkena pupuk yang ditaburi, maka akan menyebabkan tanaman keracunan dan dapat membuat tanaman jagung manis mati. Pemeliharaan Tanaman Kegiatan pemeliharaan tanaman meliputi kegiatan penyiangan, pembumbunan, serta pemberantasan hama dan penyakit. 1. Penyiangan Kegiatan penyiangan dilakukan untuk membersihkan lahan dari rumput atau gulma yang merugikan yang berada di sekitar tanaman jagung manis, sehingga tidak mengganggu pertumbuhan jagung manis karena tidak ada persaingan dalam konsumsi unsur hara dengan tanaman lainnya. Penyiangan dilakukan dengan menggunakan kored atau cangkul. Petani umumnya melakukan penyiangan sebanyak satu kali pada saat tanaman berumur 15-30 HST. Sebagian besar petani melakukan kegiatan penyiangan dan kegiatan pembumbunan secara bersamaan, yaitu pada saat tanaman berumur 30 HST.
Gambar 7 Kegiatan penyiangan
45
2. Pembumbunan Kegiatan pembumbunan yaitu kegiatan pemeliharaan tanaman yang dilakukan dengan cara meninggikan bedengan. Pembumbunan dilakukan pada saat tanaman berumur 30 HST. Pembumbunan dilakukan dengan menggunakan cangkul. Kegiatan pembumbunan ini bertujuan untuk menutup bagian di sekitar perakaran yang keluar dari permukaan agar batang tanaman tetap kokoh dan tidak mudah rebah apabila terkena angin, serta untuk menggemburkan tanah di sekitar tanaman.
Gambar 8 Kegiatan pembumbunan
3. Pengendalian Hama dan Penyakit Pengendalian hama dan penyakit jagung manis dapat dilakukan dengan cara penyemprotan obat-obatan (pestisida) dan pemberian furadan. Penyemprotan pestisida pada umumnya dilakukan sebanyak satu hingga dua kali. Namun terdapat beberapa petani yang melakukan penyemprotan pestisida sebanyak tiga kali, bahkan ada beberapa petani yang tidak melakukan penyemprotan pestisida sama sekali. Hama yang sering menyerang tanaman jagung manis yaitu semut, belalang, ulat grayak, dan musang. Sedangkan penyakit yang sering menyerang jagung manis yaitu penyakit bulai. Serangan hama dan penyakit pada tanaman dapat mengancam pertumbuhan tanaman dan menyebabkan tanaman menjadi tidak dapat berproduksi dengan baik. Hama semut sering menyerang tanaman jagung dengan memakan biji yang sedang berkecambah, sehingga benih tidak dapat tumbuh dan mati. Petani menggunakan furadan pada saat penanaman untuk mengatasi hama semut. Hama belalang biasanya menyerang pucuk tongkol jagung manis yang masih muda dan memakan daun tanaman, sehingga dapat mengganggu pertumbuhan tanaman jagung manis. Hal serupa dilakukan oleh hama ulat grayak. Ulat grayak akan memakan daun jagung manis hingga habis. Untuk mengatasi hama belalang dan ulat daun tersebut, umumnya petani melakukan penyemprotan dengan pestisida kimia, menabur furadan pada pucuk daun, atau mengambil hama yang ada di tanaman dengan menggunakan tangan.
46
Selain itu, musang juga menjadi kendala bagi petani ketika tongkol jagung manis telah hampir siap panen, karena musang akan memakan tongkol tersebut. Beberapa petani menggunakan perangkap untuk mengatasi hama musang. Hama belalang dapat dilihat pada Gambar 9.
Gambar 9 Hama belalang yang menyerang tanaman jagung manis
Penyakit yang sering menyerang tanaman jagung manis adalah penyakit bulai. Penyakit ini belum ada obatnya dan dapat menular ke tanaman lainnya apabila tanaman yang terserang tidak segera dicabut. Tanaman yang terserang penyakit bulai harus segera dicabut dan dibakar atau dibuang di tempat yang jaraknya jauh dari lokasi penanaman. Tanaman jagung manis yang terserang penyakit bulai akan berwarna kuning dan menyebabkan tanaman tidak dapat tumbuh dengan baik. Panen Jagung manis dapat dipanen pada umur 75-80 hari setelah tanam. Ciri-ciri tanaman jagung manis yang telah siap panen yaitu bijinya menguning, rambut jagung mengering dan menghitam, dan bunga sudah kering (Aldila 2013). Namun, sebelum dilakukan pemanenan jagung manis, 15-20 hari sebelumnya dapat dilakukan pemanenan jagung muda (semi). Jagung semi merupakan tongkol jagung manis yang berusia sangat muda, yang umumnya digunakan sebagai sayuran. Dalam satu tanaman jagung manis umumnya terdapat dua tongkol. Pada usia tanaman 55-60 hari setelah tanam, tongkol jagung yang tumbuh harus disisakan satu tongkol untuk dipanen sebagai jagung manis. Hal ini dilakukan agar tongkol jagung manis tersebut dapat memperoleh nutrisi yang optimal sehingga hasilnya menjadi lebih baik. Pemanenan jagung semi maupun jagung manis dilakukan dengan cara memetik dengan menggunakan tangan atau ditebas dengan menggunakan sabit, kemudian dimasukkan ke dalam karung. Pemanenan dilakukan pada pagi hari agar kondisi jagung manis tetap segar. Jagung manis yang telah dipanen akan dipisahkan antara jagung manis yang memiliki kualitas yang kurang baik dengan jagung manis yang memiliki kualitas yang baik. Jagung manis hasil panen yang memiliki kualitas kurang baik umumnya akan dikonsumsi sendiri, dibuang, atau digunakan untuk pakan ternak, sedangkan jagung manis yang memiliki kualitas yang baik akan langsung dijual dan diangkut ke pasar. Pemanenan jagung manis tidak boleh lebih dari 80 hari karena jagung akan mengering, keriput, dan rasa manisnya akan semakin berkurang.
47
Hasil panen jagung manis yang diperoleh petani bervariasi, mulai dari 3.2 ton/ha sampai dengan 10 ton/ha. Rata-rata hasil panen jagung manis petani responden yaitu sebesar 6.03 ton/ha. Produktivitas jagung manis tersebut masih dibawah potensial produksi jagung manis yang mencapai 15 ton/ha (Aldila 2013). Harga jual jagung manis berkisar antara Rp800/kg – Rp3 000/kg. Rata-rata harga jagung manis yang diterima petani pada musim tanam 2012-2013 sebesar Rp1 490.00/kg. Hasil panen jagung semi yang diperoleh petani bervariasi, mulai dari 166.67 kg/ha sampai dengan 1 800 kg/ha. Rata-rata hasil panen jagung semi petani responden yaitu sebesar 626.15 kg/ha dengan rata-rata harga jual jagung semi yang diterima petani sebesar Rp1 477.14/kg. Penggunaan Input Produksi Input produksi yang digunakan dalam usahatani jagung manis yaitu lahan, benih, pupuk kimia (urea, TSP, dan phonska), pupuk kandang, obat-obatan (pestisida cair dan pestisida padat), tenaga kerja (dalam dan luar keluarga), dan peralatan usahatani. Penggunaan Lahan Luas lahan yang digunakan oleh petani untuk melakukan budidaya jagung manis berbeda-beda. Luas lahan terkecil yang digunakan oleh petani untuk melakukan budidaya jagung manis seluas 1 000 m2, sedangkan luas lahan tertinggi mencapai 11 000 m2. Rata-rata penggunaan lahan petani sebesar 3.25 hektar atau sebesar 3 250 m2. Berdasarkan rata-rata luas lahan yang digunakan oleh petani responden untuk melakukan budidaya jagung manis, maka dapat disimpulkan bahwa usahatani petani di Desa Gunung Malang masih tergolong skala kecil karena penggunaan lahan yang masih di bawah 0.5 hektar. Status kepemilikan lahan petani terbagi menjadi tiga, yaitu lahan milik sendiri, lahan sewa, dan lahan sakap atau bagi hasil. Penggunaan Benih Penggunaan benih diantara masing-masing petani bervariasi. Adanya perbedaan dalam penggunaan benih disesuaikan dengan luas lahan dan pola tanam yang digunakan untuk melakukan budidaya jagung manis. Petani menggunakan benih antara 3-13 kilogram per hektar dengan rata-rata benih yang digunakan oleh petani responden sebesar 6.98 kg/ha. Adanya perbedaan jumlah penggunaan benih yang digunakan oleh petani disesuaikan dengan varietas, jarak tanam, dan pola tanam yang dilakukan oleh petani. Petani menggunakan benih jagung manis hibrida varietas Hawai, Talenta, dan Sweet Boy. Sebagian besar petani menggunakan benih jagung manis varietas Hawai karena harga benih yang lebih murah dan lebih mudah ditemukan di pasar dibandingkan dengan benih varietas lainnya. Selain itu, varietas Hawai dianggap lebih sesuai dengan kondisi alam di Desa Gunung Malang. Sedangkan alasan petani menggunakan benih Talenta dan Sweet Boy yaitu karena adanya pengaruh dari pihak lain dan adanya keinginan dari petani untuk mencoba benih baru yang dapat memberikan hasil yang lebih baik dari varietas Hawai. Harga benih varietas Talenta dan Sweet Boy lebih mahal daripada harga benih varietas Hawai. Harga benih varietas Hawai berkisar antara Rp50 000 – Rp90 000 per kilogram. Harga benih varietas Talenta yaitu Rp280 000/kg dan
48
Sweet Boy Rp80 000/kg. Sebagian besar petani memperoleh benih jagung manis dari toko pertanian yang berada di Pasar Anyar, Kota Bogor, yaitu Toko Tani Jaya. Selain itu, beberapa petani lainnya memperoleh benih dari penyuluh pertanian dan tengkulak.
Gambar 10 Benih jagung manis varietas Talenta dan Jambore
Penggunaan Pupuk Kimia Pupuk kimia yang digunakan oleh petani yaitu pupuk urea, TSP, dan phonska. Ketiga jenis pupuk tersebut banyak digunakan oleh petani karena tersedia di kios-kios pupuk dan harganya yang relatif lebih terjangkau dibandingkan dengan pupuk majemuk mutiara NPK. Rata-rata penggunaan pupuk kimia mencapai 495.67 kg/ha dengan rata-rata penggunaan pupuk urea sebesar 228.22 kg/ha, rata-rata penggunaan pupuk TSP sebesar 162.05 kg/ha, rata-rata penggunaan pupuk phonska sebesar 97.36 kg/ha, dan rata-rata penggunaan pupuk KCl sebesar 8.05 kg/ha. Harga pupuk urea berkisar antara Rp1 600 – Rp2 500/kg dengan rata-rata harga yang diterima oleh petani yaitu Rp2 075.71/kg. Harga pupuk TSP berkisar antara Rp2 000 – Rp3 000/kg dengan harga rata-rata sebesar Rp2 386.86/kg. Harga pupuk phonska berkisar antara Rp2 060 – Rp3 000/kg dengan harga ratarata sebesar Rp2 402.86/kg. Harga pupuk KCl berkisar antara Rp2 300 – Rp3 500/kg dengan harga rata-rata sebesar Rp251.43/kg. Penggunaan Pupuk Kandang Pupuk kandang yang digunakan adalah pupuk kotoran ayam yang terdiri dari dua jenis, yaitu pupuk sekam dan pupuk blokbok. Pupuk kandang digunakan sebagai pupuk dasar yang hanya diberikan satu kali pada saat persiapan lahan. Sebagian besar petani menggunakan pupuk sekam karena harganya murah dan mudah didapatkan. Rata-rata jumlah pupuk kandang yang digunakan oleh petani tergantung pada luas lahan dan modal yang dimiliki. Petani mendapatkan pupuk kandang dari penampung pupuk yang berada di desa atau memesan dari peternak ayam. Rata-rata penggunaan pupuk kandang petani responden mencapai 3.02 ton/ha dengan rata-rata harga pupuk kandang yang diterima oleh petani sebesar Rp310.71/kg.
49
Penggunaan Pestisida Pestisida yang digunakan oleh petani dalam budidaya jagung manis yaitu pestisida padat dan pestisida cair. Petani dapat memperoleh kedua pestisida tersebut dengan mudah karena banyak tersedia di toko-toko pertanian. Namun terdapat beberapa petani responden yang tidak menggunakan pestisida sama sekali di dalam melakukan budidaya jagung manis, karena memiliki prinsip bahwa penggunaan pestisida hanya akan dilakukan ketika ada hama dan penyakit yang menyerang. Pestisida padat yang digunakan oleh petani yaitu furadan. Furadan yang digunakan adalah Furadan 3GR. Penggunaan furadan dilakukan sebanyak dua kali yaitu pada saat tanam dan pada saat tanaman berumur 7-15 HST. Pemberian furadan pada saat tanam bertujuan agar benih jagung manis yang ditanam tidak dimakan semut. Sedangkan pemberian furadan pada usia 7-15 HST digunakan sebagai pestisida untuk membunuh ulat dan belalang. Dari 35 total responden, hanya 1 orang petani yang tidak menggunakan furadan karena keterbatasan modal dan lebih memilih untuk menggunakan pestisida cair. Rata-rata penggunaan furadan oleh petani responden mencapai 12.83 kg/ha. Harga furadan berkisar antara Rp10 000/kg – Rp16 000/kg dengan rata-rata harga yang diterima oleh petani sebesar Rp11 842.86/kg. Selain pestisida padat, umumnya petani juga menggunakan pestisida cair. Pestisida cair yang digunakan oleh petani yaitu Decis, Matador, Ripcord, Sidamentrin, Gandasil-D, Antracol, Curacron, dan Alami. Seluruh pestisida cair tersebut digunakan untuk mengendalikan hama serangga pada tanaman sayuran. Decis merupakan pestisida yang paling banyak digunakan oleh petani responden. Pestisida cair ini umumnya digunakan dengan takaran 1 loki atau sekitar satu tutup botol (20 ml) untuk satu kali penyemprotan yang dicampur dengan air sebanyak 14 liter, sesuai dengan ukuran tangki semprot. Pestisida padat yang digunakan oleh petani responden dapat dilihat pada Gambar 11.
Gambar 11 Furadan 3R
Penggunaan Tenaga Kerja Tenaga kerja manusia digunakan untuk setiap proses kegiatan budidaya jagung manis, mulai dari kegiatan pengolahan tanah hingga pemanenan. Tenaga kerja manusia yang digunakan yaitu tenaga kerja dalam keluarga (TKDK) dan tenaga kerja luar keluarga (TKLK). Penggunaan tenaga kerja manusia ini dihitung dengan menggunakan satuan HOK dengan asumsi 1 HOK adalah 8 jam. Rata-rata
50
penggunaan tenaga kerja petani mencapai 75.13 HOK/ha untuk tenaga kerja di luar keluarga dan 47.27 HOK/ha untuk tenaga kerja dalam keluarga. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar petani masih banyak menggunakan tenaga kerja dari luar keluarga untuk melakukan budidaya jagung manis. Secara keseluruhan, total penggunaan tenaga kerja rata-rata mencapai 122.41 HOK/ha. Petani di Desa Gunung Malang bekerja selama 5 jam per hari dan memiliki istilah dugcir (habis bedug ngacir) atau dapat diartikan bahwa kegiatan petani berakhir pada waktu shalat dzuhur. Umumnya petani mulai bekerja dari jam tujuh pagi hingga jam dua belas siang. Buruh laki-laki memperoleh upah ratarata sebesar Rp27 285.71 per hari, sedangkan buruh perempuan memperoleh upah rata-rata sebesar Rp16 185.71 per hari untuk 5 jam kerja. Pembayaran upah tenaga kerja untuk aktivitas pemanenan berbeda dengan pembayaran upah tenaga kerja untuk aktivitas budidaya lainnya. Sistem pembayaran upah tenaga kerja untuk aktivitas pemanenan dihitung berdasarkan hasil panen yang diperoleh petani. Upah untuk kegiatan pemanenan berkisar antara Rp100/kg - Rp150/kg. Biaya panen yang dikeluarkan oleh petani responden untuk melakukan kegiatan pemanenan jagung semi sebesar Rp21 857.14, sedangkan biaya panen untuk jagung manis sebesar Rp214 000.00. Tenaga kerja yang digunakan merupakan masyarakat sekitar yang tinggal di Desa Gunung Malang, yang pada umumnya memiliki pengalaman dalam melakukan budidaya tanaman jagung manis. Penggunaan tenaga kerja dalam usahatani jagung manis dari petani responden dapat dilihat pada Tabel 16.
Tabel 16
Penggunaan tenaga kerja dalam usahatani jagung manis petani responden per hektar pada periode tanam tahun 2012-2013 di Desa Gunung Malang
No.
Aktivitas
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11.
Pengolahan Lahan Penanaman Pemupukan 1 Pemupukan 2 Pemupukan 3 Penyiangan dan Pembumbunan Pemberian Furadan 1 Pemberian Furadan 2 Penyemprotan 1 Penyemprotan 2 Penyemprotan 3 Jumlah
HOK/Ha Dalam Keluarga Luar Keluarga Pria Wanita Pria Wanita 11.68 1.76 38.75 0.18 3.81 1.28 1.21 5.14 3.53 0.85 3.68 3.35 0.85 3.50 0.89 0.08 1.90 7.25 1.28 13.72 3.35 3.44 0.51 1.71 1.09 1.07 2.80 0.21 0.72 1.59 0.11 0.15 0.81 0.11 0.05 47.27 75.13
51
Penggunaan Peralatan Usahatani Peralatan yang digunakan dalam melakukan budidaya jagung manis cukup sederhana, karena hanya memerlukan cangkul, kored, dan hand sprayer. Cangkul digunakan untuk kegiatan mengolah tanah, membuat bedengan, dan melakukan aktivitas pembumbunan. Kored digunakan oleh petani untuk menyiangi rumputrumput kecil atau gulma, sedangkan hand sprayer digunakan untuk melakukan aktivitas penyemprotan. Kapasitas dari hand sprayer yang dimiliki oleh petani sebesar 14 liter. Secara lebih terperinci, besarnya penyusutan peralatan dapat dilihat pada Tabel 17.
Tabel 17
Nilai penyusutan peralatan pada usahatani jagung manis petani responden pada periode tanam tahun 2012-2013 di Desa Gunung Malang Jumlah
Harga per satuan (Rp)
Total Biaya (Rp)
Umur Teknis (tahun)
Penyusutan per tahun (Rp/tahun)
Penyusutan per periode tanam (Rp/periode)
Cangkul
2
45 857.14
91 714.29
3
30 571.43
7 642.86
Kored
2
23 228.57
46 457.14
3
15 485.71
3 871.43
Hand sprayer
1
283 142.86
283 142.86
4
70 785.71
17 696.43
116 842.86
29 210.71
Jenis Peralatan
Total Penyusutan
Rata-rata petani responden memiliki cangkul sebanyak 2 unit, kored sebanyak 2 unit, dan hand sprayer sebanyak 1 unit. Petani membeli cangkul dengan harga rata-rata sebesar Rp45 857.14 per unit, harga kored rata-rata sebesar Rp23 228.57 per unit, dan harga hand sprayer rata-rata sebesar Rp283 142.86 per unit. Berdasarkan umur teknis, cangkul dan kored rata-rata hanya dapat bertahan hingga tiga tahun, sedangkan hand sprayer rata-rata dapat bertahan hingga empat tahun. Cangkul dan kored memiliki umur teknis yang lebih cepat karena banyak digunakan untuk setiap kegiatan budidaya jagung manis. Oleh karena itu, cangkul dan kored lebih cepat rusak daripada hand sprayer. Rata-rata penyusutan peralatan selama setahun mencapai Rp116 842.86. Dalam satu tahun, petani dapat melakukan penanaman sebanyak empat kali sehingga total penyusutan per periode tanam sebesar Rp29 210.71.
Pendapatan Usahatani Jagung Manis Pendapatan usahatani yang diperoleh petani dapat dijadikan sebagai salah satu indikator keberhasilan usahatani. Pendapatan usahatani yang tinggi menunjukkan bahwa kegiatan usahatani tersebut menguntungkan. Pendapatan usahatani diukur dengan menghitung total penerimaan usahatani dikurangi dengan total pengeluaran usahatani. Penerimaan usahatani diperoleh dari hasil perkalian antara jumlah produksi yang dihasilkan dengan harga jual dari produk tersebut. Pengeluaran usahatani diperoleh dari jumlah pengeluaran yang dikeluarkan untuk membeli input usahatani, baik input tetap maupun input variabel. Pendapatan
52
usahatani dapat dilihat dari dua sisi, yaitu pendapatan usahatani atas biaya tunai dan pendapatan usahatani atas biaya total. Pendapatan usahatani atas biaya tunai merupakan pendapatan usahatani dari seluruh biaya yang benar-benar dikeluarkan secara tunai oleh petani, sedangkan pendapatan usahatani atas biaya total merupakan pendapatan usahatani dari seluruh biaya, baik biaya tunai maupun biaya yang diperhitungkan. Penerimaan Usahatani Jagung Manis Penerimaan usahatani jagung manis terdiri dari penerimaan tunai dan penerimaan yang diperhitungkan, yang dihitung berdasarkan rata-rata luasan lahan petani responden yang dikonversi dalam satuan hektar pada satu musim tanam. Penerimaan tunai merupakan nilai yang diterima oleh petani dalam bentuk uang tunai dari hasil penjualan jagung manis. Nilai yang diterima oleh petani tersebut diperoleh dari hasil perkalian antara jumlah produksi jagung manis per hektar per musim tanam dengan harga jual jagung manis yang diterima oleh petani. Penerimaan tunai dari usahatani jagung manis diperoleh dari hasil penjualan jagung manis dan jagung semi (baby corn). Sedangkan penerimaan yang diperhitungkan merupakan penerimaan yang diperoleh petani namun tidak dalam bentuk uang tunai karena digunakan untuk konsumsi atau untuk dijadikan bibit. Seluruh petani responden menggunakan jagung manis hasil panen untuk konsumsi pribadi, tidak ada petani yang menggunakannya untuk dijadikan bibit. Jumlah produksi dan harga yang diterima oleh petani akan menentukan tingkat penerimaan dari masing-masing petani. Usahatani jagung manis petani responden di Desa Gunung Malang memiliki jumlah produksi jagung manis ratarata sebesar 6 026.06 kg/ha dan jumlah produksi jagung semi rata-rata sebesar 626.15 kg/ha. Rendahnya tingkat produksi dari petani responden disebabkan oleh adanya pengaruh iklim yang tidak menentu dan adanya serangan penyakit bulai yang sampai saat ini belum ada obatnya. Rata-rata penerimaan usahatani jagung manis petani responden dapat dilihat pada Tabel 18.
Tabel 18
Rata-rata penerimaan usahatani jagung manis petani responden per hektar pada musim tanam tahun 2012-2013 di Desa Gunung Malang
Komponen Penerimaan Fisik (kg) Penerimaan Tunai Jagung 6 026.06 Manis Penerimaan Tunai Jagung Semi 626.15 Penerimaan yang diambil untuk 141.19 konsumsi Total Penerimaan
Harga (Rp/kg)
Penerimaan (Rp)
1 490.00
8 978 826.93
1 477.14
924 908.16
1 490.00
210 367.16 10 114 102.25
Harga jagung manis yang diterima oleh petani pada musim tanam 20122013 bervariasi, mulai dari Rp800.00/kg hingga Rp3 000/kg. Harga jagung manis rata-rata yang diperoleh petani sebesar Rp1 490.00/kg dan harga jagung semi ratarata sebesar Rp1 477.14/kg. Perbedaan harga yang diterima oleh petani tergantung pada sistem pemasaran yang dilakukan. Sistem pemasaran yang dilakukan oleh
53
petani terbagi menjadi dua, yaitu dengan menjual langsung ke pasar atau dengan menjual ke tengkulak. Harga yang diterima oleh petani yang menjual langsung ke pasar akan berbeda dengan harga yang diterima oleh petani yang menjual hasil panennya ke tengkulak, meskipun harga yang diterima oleh petani yang menjual hasil panennya kepada tengkulak juga bervariasi. Hal ini dapat terjadi karena petani menjual jagung manis pada tengkulak yang berbeda-beda dan pada waktu yang juga berbeda. Jumlah produksi jagung manis rata-rata yang digunakan untuk konsumsi oleh petani responden pada musim tanam 2012-2013 sebesar 141.19 kg/ha. Umumnya petani mengambil hasil panennya untuk digunakan sebagai konsumsi pribadi dan untuk dibagikan kepada warga-warga yang berada disekitarnya. Ratarata penerimaan tunai yang diperoleh petani dari hasil penjualan jagung manis dan jagung semi sebesar Rp9 903 735.09, dengan penerimaan yang diperhitungkan sebesar Rp210 367.16. Rata-rata total penerimaan usahatani jagung manis petani responden yaitu Rp10 114 102.25. Berdasarkan Tabel 15 terlihat bahwa rata-rata produktivitas jagung manis dari petani responden sebesar 6.17 ton/ha. Rata-rata produktivitas jagung manis tersebut masih di bawah produktivitas potensial jagung manis secara umum di Indonesia, yaitu sebesar 12-14 ton/ha. Hal ini menunjukkan bahwa petani di Desa Gunung Malang belum mencapai produktivitas potensialnya. Pengeluaran Usahatani Jagung Manis Pengeluaran usahatani jagung manis terdiri dari biaya tunai dan biaya yang diperhitungkan. Biaya tunai merupakan biaya yang dikeluarkan oleh petani secara tunai untuk membeli input produksi, seperti biaya pembelian benih, pupuk kimia (urea, TSP, dan phonska), pupuk kandang, pestisida cair, pestisida padat (furadan), upah tenaga kerja di luar keluarga, pajak lahan, dan sewa lahan. Sedangkan biaya yang diperhitungkan merupakan biaya yang tidak secara tunai dikeluarkan oleh petani, seperti biaya penyusutan peralatan, upah tenaga kerja dalam keluarga, dan biaya sewa lahan yang diperhitungkan. Biaya tunai dalam usahatani jagung manis mengambil proporsi terbesar terhadap total biaya apabila dibandingkan dengan biaya yang diperhitungkan, yaitu sebesar 71.77%. Biaya tunai terbesar yang dikeluarkan oleh petani adalah biaya tenaga kerja luar keluaga (TKLK). Penelitian Aldila (2013), Putra (2011), dan Suroso (2006) juga menunjukkan bahwa pengeluaran terbesar dari total biaya tunai usahatani jagung manis adalah biaya tenaga kerja dari luar keluarga. Tingginya biaya tenaga kerja luar keluarga disebabkan oleh kurangnya partisipasi dari anggota keluarga petani dalam membantu aktivitas usahatani, sehingga petani harus membayar tenaga kerja dari luar keluarga. Selain itu, beberapa aktivitas usahatani seperti pengolahan lahan membutuhkan banyak tenaga kerja dan tidak mungkin dipenuhi dari tenaga kerja dalam keluarga, karena jumlah anggota keluarga yang terbatas (Aldila 2013). Biaya tunai rata-rata yang dikeluarkan oleh petani untuk tenaga kerja luar keluarga mencapai Rp3 280 165.77 atau sebesar 32.73% dari total biaya. Jumlah hari kerja dari tenaga kerja luar keluarga adalah 75.13 HOK/ha dengan upah ratarata sebesar Rp43 657.14. Biaya tunai lainnya yang mengambil proporsi terbesar terhadap total biaya, yaitu biaya pembelian pupuk kimia. Biaya yang dikeluarkan untuk pembelian
54
pupuk kimia mencapai Rp1 096 458.15 atau sebesar 10.94% terhadap total biaya. Komponen biaya pemupukan terdiri dari biaya pupuk urea, TSP, Phonska, dan KCl. Biaya pembelian pupuk kimia terbesar adalah untuk pembelian pupuk urea, yaitu sebesar Rp473 719.67 (4.73%). Biaya pemupukan lainnya secara berturutturut dari persentase biaya terbesar yaitu TSP (3.86%), Phonska (2.33%), dan KCl (0.02%). Adapun besarnya rata-rata pengeluaran usahatani jagung manis dari petani responden dapat dilihat pada Tabel 19.
Tabel 19
Rata-rata pengeluaran usahatani jagung manis petani responden per hektar pada musim tanam tahun 2012-2013 di Desa Gunung Malang
No. Jumlah A. 1 2
3 4 5 6 7 8 9 10 B. 1 2 3
Biaya Tunai Pembelian Benih Pupuk Kimia Urea TSP KCl Phonska (NPK) Pupuk Kandang Pestisida Cair Pestisida Padat (Furadan) TKLK Biaya Panen Jagung Semi Biaya Panen Jagung Manis Pajak Lahan Sewa Lahan Total Biaya Tunai Biaya Diperhitungkan Penyusutan TKDK Sewa Lahan Total Biaya Diperhitungkan Total Biaya
Jumlah (satuan)
Harga (Rp/satuan)
Kg
6.98
108 000.00
753 404.50
Kg Kg Kg Kg Kg Rp
228.22 162.05 8.05 97.36 3 016.07
2 075.71 2 386.86 251.43 2 402.86 310.71
473 719.67 386 783.61 2 023.40 233 931.47 937 135.67 267 346.41
Kg
12.83
11 842.86
151 933.00
HOK
75.13
43 657.14
3 280 165.77
Satuan
Pengeluaran (Rp)
Rp
21 857.14
Rp
214 000.00
Rp Rp
49 223.81 420 399.74 7 191 924.19
Rp HOK Rp
47.27
43 657.14
29 210.71 2 063 706.55 735 714.29 2 828 631.55 10 020 555.74
Biaya tunai lainnya yang mengambil proporsi terbesar ketiga terhadap total biaya yaitu biaya pupuk kandang. Rata-rata biaya yang dikeluarkan untuk
55
pembelian pupuk kandang cukup besar, yaitu mencapai Rp937 135.67 atau sebesar 9.35% atas total biaya. Komponen biaya tunai lainnya yaitu biaya pembelian benih. Biaya pembelian benih rata-rata mencapai Rp753 404.50 atau sebesar 7.52% dari total biaya. Biaya sewa lahan per hektar untuk satu musim tanam rata-rata mencapai Rp420 399.74 dengan proporsi sebesar 4.20% atas total biaya. Selain itu, komponen biaya tunai lainnya yaitu biaya yang dikeluarkan untuk pembelian pestisida cair rata-rata senilai Rp267 346.41 atau sebesar 2.67% atas total biaya dan rata-rata biaya untuk pembelian pestisida padat senilai Rp151 933.00 atau sebesar 1.52% dari biaya total. Pestisida padat yang digunakan adalah Furadan, yang digunakan untuk mengusir hama ulat dan cacing dengan rata-rata penggunaan sebesar 12.83 Kg/Ha dengan harga rata-rata sebesar Rp11 842.86/Kg. Komponen biaya lain dari total biaya selain biaya tunai yaitu biaya yang diperhitungkan. Biaya yang diperhitungkan pada usahatani jagung manis terdiri dari biaya penyusutan, upah tenaga kerja dalam keluarga, dan sewa lahan yang diperhitungkan. Persentase pengeluaran terbesar pada biaya yang diperhitungkan terhadap total biaya, yaitu pengeluaran terhadap tenaga kerja dalam keluarga. Total biaya rata-rata untuk tenaga kerja dalam keluarga mencapai Rp2 063 706.55 atau sebesar 20.59% dari total biaya. Penelitian Aldila (2013) dan Putra (2011) juga menunjukkan bahwa pengeluaran terbesar dari biaya diperhitungkan adalah biaya tenaga kerja dalam keluarga. Jumlah hari kerja dari tenaga kerja dalam keluarga pada usahatani jagung manis sebesar 47.27 HOK/Ha. Tenaga kerja dalam keluarga umumnya melakukan aktivitas usahatani yang bersifat pemeliharaan, seperti pemupukan, penyiangan, dan pengendalian hama penyakit. Biaya tenaga kerja dalam keluarga merupakan biaya yang diperhitungkan karena secara tunai petani tidak mengeluarkan biaya untuk upah tenaga kerja dalam keluarga, namun tetap perlu diperhitungkan karena tenaga kerja dalam keluarga juga berhak mendapatkan imbalan dari hasil kerja mereka. Biaya diperhitungkan yang memiliki persentase terbesar kedua, yaitu biaya sewa lahan. Biaya sewa lahan yang diperhitungkan merupakan opportunity cost yang dapat diterima oleh petani pemilik lahan apabila lahan milik petani tersebut disewakan. Biaya rata-rata dari sewa lahan yang diperhitungkan per hektar untuk satu musim tanam di Desa Gunung Malang, yaitu Rp735 714.29 atau sebesar 7.34% dari total biaya. Biaya diperhitungkan lainnya yaitu biaya penyusutan. Biaya penyusutan merupakan biaya penyusutan rata-rata dari peralatan usahatani yang digunakan oleh petani responden. Biaya penyusutan dihitung dengan menggunakan metode garis lurus dengan asumsi nilai sisa nol. Rata-rata biaya penyusutan peralatan dari petani responden sebesar 0.29% atau senilai Rp29 210.71. Total biaya diperhitungkan dari ketiga komponen tersebut mencapai Rp2 828 631.55 atau sebesar 28.23% dari total biaya. Rata-rata total biaya usahatani jagung manis petani responden per hektar pada musim tanam tahun 2012-2013 di Desa Gunung Malang sebesar Rp10 020 555.74. Pendapatan Usahatani Jagung Manis Pendapatan usahatani merupakan selisih antara penerimaan usahatani dengan pengeluaran usahatani. Suatu usahatani dikatakan menguntungkan jika
56
selisih antara penerimaan dan pengeluaran bernilai positif. Pendapatan usahatani terdiri dari pendapatan atas biaya tunai dan pendapatan atas biaya total. Pendapatan atas biaya tunai merupakan selisih dari total penerimaan dengan pengeluaran tunai, sedangkan pendapatan atas biaya total merupakan selisih dari total penerimaan dengan total pengeluaran. Rata-rata total penerimaan usahatani jagung manis petani responden sebesar Rp10 114 102.25. Rata-rata pengeluaran tunai usahatani jagung manis yang dikeluarkan oleh petani responden sebesar Rp7 191 924.19 dan rata-rata total pengeluaran usahatani jagung manis sebesar Rp10 020 555.74. Rata-rata pendapatan atas biaya tunai pada usahatani jagung manis per hektar per musim tanam yaitu Rp2 922 178.06, sedangkan rata-rata pendapatan atas biaya total pada usahatani jagung manis sebesar Rp93 546.51. Pendapatan atas biaya tunai per hektar per musim tanam jauh lebih besar daripada pendapatan atas biaya total. Hal ini disebabkan oleh tingginya biaya yang diperhitungkan, sehingga biaya total yang dikeluarkan oleh petani menjadi tinggi. Rata-rata pendapatan atas biaya tunai dan rata-rata pendapatan atas biaya total pada usahatani jagung manis menghasilkan nilai yang lebih besar dari nol. Hal ini menunjukkan bahwa usahatani jagung manis di Desa Gunung Malang memberikan keuntungan sebesar Rp2 922 178.06 bagi petani atas biaya tunai yang dikeluarkannya dalam memproduksi jagung manis seluas satu hektar pada satu musim tanam. Selain itu, usahatani jagung manis di Desa Gunung Malang juga memberikan keuntungan sebesar Rp93 546.51 bagi petani atas biaya total yang dikeluarkannya dalam memproduksi jagung manis seluas satu hektar pada satu musim tanam. Rata-rata pendapatan usahatani jagung manis petani responden per hektar per musim tanam secara lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 20.
Tabel 20 Rata-rata pendapatan usahatani jagung manis petani responden per hektar pada musim tanam tahun 2012-2013 di Desa Gunung Malang No. A. B. C. D. E. F. G. H.
Komponen Penerimaan Tunai Penerimaan yang Diperhitungkan Total Penerimaan (A+B) Pengeluaran Tunai Pengeluaran yang Diperhitungkan Total Pengeluaran (D+E) Pendapatan atas Biaya Tunai Pendapatan atas Biaya Total
Jumlah (Rp) 9 903 735.09 210 367.16 10 114 102.25 7 191 924.19 2 828 631.55 10 020 555.74 2 922 178.06 93 546.51
I.
R/C atas Biaya Tunai (C/D)
1.41
J.
R/C atas Biaya Total (C/F)
1.01
Pendapatan atas biaya tunai yang diperoleh petani responden berbedabeda. Terdapat beberapa petani yang mengalami kerugian mulai dari Rp72 788.57 hingga Rp9 922 590.48. Sedangkan beberapa petani responden lainnya justru
57
memperoleh keuntungan dari usahatani jagung manisnya, mulai dari Rp21 400.00 hingga Rp10 891 542.86. Berdasarkan hasil perhitungan pada pendapatan atas biaya tunai dan biaya total, maka usahatani jagung manis di Desa Gunung Malang menguntungkan untuk diusahakan. Usahatani jagung manis yang dilakukan oleh petani memberikan keuntungan meskipun pendapatan yang diperoleh atas biaya total memiliki nilai yang relatif kecil, tetapi usahatani jagung manis masih dapat dilaksanakan untuk penanaman musim tanam selanjutnya. Hal ini dikarenakan biaya tunai yang dikeluarkan untuk sarana produksi masih dapat dipenuhi oleh penerimaan tunai usahatani. Variasi harga input maupun output dapat merugikan petani karena akan mempengaruhi tingkat produksi yang dihasilkan dan pendapatan usahatani yang diperoleh.
Imbangan Penerimaan dan Biaya (R/C) Analisis R/C digunakan untuk menunjukan perbandingan antara penerimaan dan biaya, sehingga dapat diketahui apakah usahatani yang diusahakan menguntungkan atau tidak menguntungkan. Nilai R/C atas biaya tunai pada usahatani jagung manis di Desa Gunung Malang sebesar 1.41, yang berarti bahwa setiap Rp1 000.00 biaya yang dikeluarkan oleh petani dalam kegiatan produksi jagung manis akan memperoleh penerimaan sebesar Rp1 410.00. Usahatani jagung manis memiliki nilai R/C atas biaya tunai yang lebih dari satu. Nilai R/C atas biaya total sebesar 1.01. Hal ini menunjukkan bahwa setiap Rp1 000.00 biaya total yang dikeluarkan oleh petani dalam kegiatan produksi jagung manis akan memperoleh penerimaan sebesar Rp1 001.00. Berdasarkan nilai R/C tersebut, maka usahatani jagung manis di Desa Gunung Malang menguntungkan untuk diusahakan meskipun keuntungan yang diperoleh tidak cukup besar karena nilai R/C atas biaya total menunjukkan angka yang masih mendekati satu. Penelitian yang dilakukan oleh Aldila (2013) menunjukan hal yang serupa, bahwa usahatani jagung manis di Desa Gunung Malang pada musim kemarau menguntungkan untuk diusahakan apabila dilihat dari pendapatan atas biaya tunai, akan tetapi usahatani jagung manis tersebut menjadi tidak menguntungkan apabila dilihat dari pendapatan atas biaya total. Hasil penelitian Aldila menunjukan nilai R/C atas biaya tunai sebesar 1.20 dan R/C atas biaya total sebesar 0.96. Penelitian yang dilakukan oleh Putra (2011) juga menunjukkan perbedaan antara nilai R/C atas biaya tunai dengan nilai R/C atas biaya total dalam usahatani jagung manis yang diusahakan oleh petani penyewa. Nilai R/C atas biaya total mendekati satu karena tingginya biaya tenaga kerja dalam keluarga dan biaya sewa lahan yang diperhitungkan. Usahatani jagung manis yang dilakukan oleh petani menunjukkan keuntungan yang relatif kecil apabila dilihat dari nilai R/C atas biaya totalnya, namun usahatani jagung manis tersebut masih dapat dilakukan untuk penanaman pada musim tanam berikutnya. Hal ini dapat terjadi karena biaya tunai yang dikeluarkan oleh petani untuk membeli sarana produksi masih tertutupi oleh penerimaan usahatani. Secara keseluruhan, berdasarkan analisis pendapatan dan analisis R/C dapat disimpulkan bahwa usahatani jagung manis di Desa Gunung Malang menguntungkan untuk diusahakan.
58
Balas Jasa dalam Usahatani Jagung Manis Balas jasa dalam usahatani perlu diperhitungkan, seperti balas jasa terhadap seluruh modal, balas jasa terhadap lahan, serta balas jasa terhadap tenaga kerja keluarga. Balas jasa terhadap seluruh modal (return to total capital) dipengaruhi oleh pendapatan bersih usahatani (net farm income) dan nilai tenaga kerja keluarga. Pendapatan bersih yang diperoleh petani responden sebesar Rp2 157 253.06. Nilai ini diperoleh dari selisih antara nilai pendapatan kotor dari usahatani jagung manis sebesar Rp10 114 102.25 dan nilai pengeluaran total dari usahatani jagung manis sebesar Rp7 956 849.19. Pendapatan bersih usahatani (net farm income) merupakan ukuran yang diperoleh keluarga petani dari penggunaan faktor produksi kerja, modal (sendiri dan pinjaman), dan pengelolaan. Pendapatan kotor (gross farm income) dalam usahatani jagung manis di Desa Gunung Malang merupakan nilai produk total usahatani dalam jangka waktu tertentu, baik yang dijual maupun dikonsumsi oleh petani responden. Sedangkan pengeluaran total usahatani (total farm expenses) merupakan nilai semua masukan yang habis dipakai, baik tunai maupun tidak tunai. Dalam perhitungan balas jasa terhadap seluruh modal (return to total capital), nilai dari tenaga kerja dalam keluarga tidak dimasukkan ke dalam perhitungan pengeluaran total usahatani. Perhitungan dari return to total capital pada usahatani jagung manis petani responden dapat dilihat pada Tabel 21.
Tabel 21 Return to total capital dari usahatani jagung manis petani responden per hektar pada musim tanam tahun 2012-2013 di Desa Gunung Malang No. 1. 2. 3. 4. 5.
Keterangan Pendapatan kotor usahatani Pengeluaran total usahatani (tanpa TKDK) Net farm income Nilai tenaga kerja keluarga Return to total capital
Nilai (Rp) 10 114 102.25 7 956 849.19 2 157 253.06 2 063 706.55 93 546.51
Rata-rata imbalan terhadap seluruh modal (return to total capital) yang diperoleh petani responden bernilai positif. Hal ini menunjukkan bahwa petani mendapatkan keuntungan atas seluruh modal yang dikeluarkan, baik tunai maupun tidak tunai. Rata-rata imbalan terhadap seluruh modal dari usahatani jagung manis petani responden memiliki nilai yang relatif kecil karena tingginya nilai rata-rata tenaga kerja keluarga yang digunakan untuk melakukan kegiatan usahatani jagung manis. Apabila dilihat dari nilai pendapatan bersih usahatani (net farm income), maka petani responden masih dapat melakukan kegiatan usahatani untuk musim tanam selanjutnya karena memiliki pendapatan bersih yang bernilai positif. Selain balas jasa terhadap seluruh modal, balas jasa terhadap lahan juga perlu diperhitungkan untuk melihat imbalan yang diperoleh petani atas lahan yang digunakan untuk melakukan kegiatan usahatani. Selain itu, balas jasa terhadap lahan yang digunakan untuk melakukan kegiatan usahatani perlu diperhitungkan untuk melihat apakah sebaiknya lahan disewakan atau tetap digunakan untuk
59
melakukan kegiatan usahatani. Secara lebih rinci, perhitungan return to land pada usahatani jagung manis petani responden dapat dilihat pada Tabel 22.
Tabel 22 Return to land dari usahatani jagung manis petani responden per hektar pada musim tanam tahun 2012-2013 di Desa Gunung Malang No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Keterangan Pendapatan kotor usahatani Pengeluaran total usahatani (tanpa sewa lahan) Net farm income Bunga modal Pinjaman Net farm earnings Nilai sewa lahan Return to land
Nilai (Rp) 10 114 102.25 8 864 441.72 1 249 660.53 24 610.71 1 225 049.82 420 399.74 804 650.08
Penghasilan bersih usahatani (net farm earnings) merupakan ukuran imbalan kepada sumberdaya milik keluarga yang dipakai dalam melakukan kegiatan usahatani. Untuk perhitungan balas jasa terhadap lahan, nilai dari seluruh komponen sewa lahan tidak dimasukkan ke dalam perhitungan pengeluaran total usahatani (total farm expenses). Komponen-komponen yang mempengaruhi penghasilan bersih usahatani yaitu pendapatan bersih usahatani dan bunga modal pinjaman. Nilai rata-rata penghasilan bersih usahatani yang diperoleh petani responden sebesar Rp1 225 049.82, sedangkan rata-rata bunga modal pinjaman yang harus dibayar oleh petani responden yang melakukan pinjaman yaitu sebesar Rp24 610.71. Pinjaman dalam usahatani tidak hanya dalam bentuk uang, namun dapat pula dalam bentuk natura atau barang, seperti pinjaman dalam bentuk pemberian benih dan pupuk kimia. Rata-rata besarnya pinjaman petani responden sebesar Rp231 071.43. Umumnya petani dibebankan bunga antara 10%-15% dari total pinjaman. Pinjaman tersebut dibayar oleh petani responden pada saat panen. Rata-rata balas jasa terhadap lahan (return to land) yang digunakan oleh petani responden untuk melakukan kegiatan usahatani bernilai positif, yaitu sebesar Rp804 650.08 (Tabel 19). Imbalan terhadap lahan tersebut memiliki nilai yang lebih kecil daripada nilai sewa lahan yang berlaku di Desa Gunung Malang. Hal ini menunjukkan bahwa lahan yang digunakan oleh petani responden untuk melakukan kegiatan usahatani kurang produktif. Sewa lahan di Desa Gunung Malang berkisar antara Rp5 000 000.00 per hektar per tahun sampai Rp10 000 000.00 per hektar per tahun. Rendahnya nilai rata-rata balas jasa terhadap lahan menunjukkan bahwa secara ekonomi, lahan tersebut akan lebih menguntungkan apabila disewakan oleh petani responden daripada digunakan untuk melakukan kegiatan usahatani. Namun pada kenyataannya, petani respoden tidak menyewakan lahannya dan terus menggunakan lahannya untuk melakukan kegiatan usahatani. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi petani responden untuk tidak menyewakan lahannya, seperti status sosial, kepuasan, dan lain-lain. Hal
60
tersebut dianggap sebagai manfaat atau keuntungan tambahan yang diperoleh petani dari kepemilikan lahan selain keuntungan secara ekonomi yang diperoleh. Balas jasa terhadap faktor produksi lainnya yang perlu diperhitungkan yaitu balas jasa terhadap tenaga kerja keluarga. Balas jasa terhadap tenaga kerja keluarga (return to family labor) diperhitungkan untuk melihat apakah sebaiknya petani menjadi buruh atau tetap mengusahakan kegiatan usahatani. Rata-rata balas jasa terhadap tenaga kerja keluarga (return to family labor) dari usahatani jagung manis petani respoden dapat dilihat pada Tabel 23.
Tabel 23 Return to family labor dari usahatani jagung manis petani responden per hektar pada musim tanam tahun 2012-2013 di Desa Gunung Malang No. Keterangan Nilai (Rp) 1. Net farm income 2 157 253.06 2. Bunga modal pinjaman 24 610.71 3. Net farm earnings 2 132 642.35 4. Bunga modal petani 741 379.23 5. Return to family labor 1 391 263.12
Nilai rata-rata balas jasa terhadap tenaga kerja keluarga (return to family labor) dari usahatani jagung manis petani responden sebesar Rp1 391 263.12. Hal ini menunjukkan bahwa petani responden mendapatkan rata-rata imbalan atau balas jasa sebesar Rp1 391 263.12 atas dirinya sendiri dan anggota keluarga lainnya yang ikut membantu dalam kegiatan usahatani jagung manis. Nilai rata-rata balas jasa terhadap tenaga kerja keluarga yang diperoleh petani responden cukup besar. Namun apabila dibandingkan dengan upah minimum yang berlaku di Kabupaten Bogor, maka nilai rata-rata balas jasa terhadap tenaga kerja keluarga tersebut menjadi kecil. Upah minimum yang berlaku di Kabupaten Bogor pada tahun 2013 sebesar Rp2 002 000.00. Tingginya upah minimum yang berlaku di Kabupaten Bogor secara tidak langsung mempengaruhi tingkat upah buruh tani di Desa Gunung Malang. Perbedaan nilai yang cukup tinggi antara rata-rata balas jasa terhadap tenaga kerja keluarga dengan upah minimum yang berlaku di Kabupaten Bogor dapat meningkatkan keinginan petani untuk meninggalkan kegiatan usahatani dan beralih untuk bekerja di luar usahatani. Akan tetapi, terdapat beberapa faktor penentu lainnya yang membuat petani tetap melakukan kegiatan usahatani meskipun mengalami kerugian. Kebiasaan (tradisi turun-temurun) yang kuat telah melekat dalam diri petani sehingga keputusan petani menjadi tidak mudah goyah ketika mengalami kerugian dalam kegiatan usahataninya. Tingkat pendidikan dari petani responden juga merupakan salah satu alasan tidak beralihnya petani ke sektor lain di luar usahatani. Tingkat pendidikan petani responden di Desa Gunung Malang sebagian besar adalah lulusan sekolah dasar yaitu sebesar 54.29% dari total responden. Sebagian besar petani dan masyarakat di Desa Gunung Malang hanya mengenyam pendidikan sekolah dasar dan tidak melanjutkan ke jenjang selanjutnya. Rendahnya tingkat pendidikan membatasi petani untuk masuk ke dalam sektor lain di luar usahatani. Nilai rata-
61
rata balas jasa terhadap tenaga kerja keluarga (return to family labor) yang rendah merupakan salah satu penyebab rendahnya produktivitas usahatani jagung manis petani responden di Desa Gunung Malang, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Teknik budidaya jagung manis terdiri dari persiapan lahan, penanaman, pemupukan, penyiangan, pembumbunan, pengendalian hama dan penyakit, dan pemanenan. Input yang digunakan dalam usahatani jagung manis terdiri dari lahan, benih, pupuk kimia (urea, TSP, phonska, dan KCl), pupuk kandang, obatobatan (pestisida cair dan pestisida padat), tenaga kerja (dalam dan luar keluarga), dan peralatan usahatani. Input produksi yang penggunaannya di atas standar yaitu pupuk kimia. Rata-rata produktivitas jagung manis di Desa Gunung Malang masih di bawah produktivitas potensial jagung manis secara umum di Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa petani di Desa Gunung Malang belum mencapai produktivitas potensialnya. Rata-rata pendapatan atas biaya tunai dan rata-rata pendapatan atas biaya total per hektar per musim tanam yang diterima dari usahatani jagung manis bernilai positif. Berdasarkan nilai R/C atas biaya tunai dan nilai R/C atas biaya total yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa usahatani jagung manis di Desa Gunung Malang menguntungkan untuk diusahakan. Balas jasa dalam usahatani perlu diperhitungkan, seperti balas jasa terhadap seluruh modal, balas jasa terhadap lahan, serta balas jasa terhadap tenaga kerja keluarga. Rata-rata imbalan terhadap seluruh modal (return to total capital) yang diperoleh petani responden bernilai positif. Hal ini menunjukkan bahwa petani memperoleh keuntungan atas seluruh modal yang dikeluarkan, baik tunai maupun tidak tunai. Selain itu, rata-rata balas jasa terhadap lahan yang digunakan oleh petani responden untuk melakukan kegiatan usahatani (return to land) juga bernilai positif meskipun imbalan terhadap lahan tersebut memiliki nilai yang lebih kecil daripada nilai sewa lahan yang berlaku di Desa Gunung Malang. Hal ini menunjukkan bahwa lahan yang digunakan oleh petani responden untuk melakukan kegiatan usahatani kurang produktif. Nilai rata-rata balas jasa terhadap lahan tersebut menunjukkan bahwa secara ekonomi, lahan tersebut akan lebih menguntungkan apabila disewakan oleh petani responden. Namun pada kenyataannya, petani respoden tidak menyewakan lahannya dan terus menggunakan lahannya untuk kegiatan usahatani. Nilai rata-rata balas jasa terhadap tenaga kerja keluarga (return to family labor) dari usahatani jagung manis petani responden juga menunjukkan nilai positif. Hal ini menunjukkan bahwa petani responden mendapatkan imbalan atau balas jasa atas dirinya sendiri dan anggota keluarga lainnya yang ikut membantu dalam kegiatan usahatani jagung manis. Namun nilai rata-rata balas jasa terhadap tenaga kerja keluarga dari petani responden tersebut masih lebih rendah daripada upah minimum yang berlaku di Kabupaten Bogor. Rendahnya nilai rata-rata balas
62
jasa terhadap tenaga kerja keluarga merupakan salah satu penyebab rendahnya produktivitas usahatani jagung manis petani responden di Desa Gunung Malang, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor.
Saran Beberapa hal yang dapat dilakukan untuk pengembangan agribisnis jagung manis di Desa Gunung Malang, Kabupaten Tenjolaya, yaitu: 1. Untuk meningkatkan produktivitas, sebaiknya penggunaan input produksi yang berlebih seperti pupuk kimia, dapat dikurangi penggunaannya. 2. Petani jagung manis di Desa Gunung Malang menghadapi risiko produksi dan risiko harga. Untuk mengatasi hal tersebut, maka kegiatan rotasi tanaman yang telah dilakukan oleh petani harus tetap dipertahankan untuk mengurangi dampak dari kedua risiko tersebut. 3. Peran pemerintah dibutuhkan dalam meningkatkan keberhasilan usahatani jagung manis. Pemerintah diharapkan dapat memberikan penyuluhan mengenai teknik budidaya secara rutin kepada petani dan terus berinovasi dengan meluncurkan varietas unggul yang memiliki harga yang dapat dijangkau oleh petani sehingga dapat membantu petani untuk meningkatkan pendapatan dan produktivitas dari usahatani jagung manis yang dilakukan. 4. Penelitian mengenai jagung manis dan analisis balas jasa terhadap faktorfaktor produksi dalam usahatani masih terbatas. Oleh karena itu, diharapkan adanya penelitian lebih lanjut mengenai jagung manis dan analisis balas jasa terhadap faktor-faktor produksi dalam usahatani.
DAFTAR PUSTAKA Adisarwanto T, Widyastuti YE. 2000. Meningkatkan Produksi Jagung di Lahan Kering, Sawah, dan Pasang Surut. Jakarta: Penebar Swadaya. Aldila HF. 2013. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Risiko Produksi Jagung Manis (Zea mays saccharata) di Desa Gunung Malang Kecamatan Tenjolaya Kabupaten Bogor [Skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Badan Litbang Pertanian. 2010. Analisis Penawaran dan Permintaan Jagung untuk Pakan di Indonesia. Jakarta (ID): Badan Litbang Pertanian. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2012. Produksi Padi, Jagung, dan Kedelai (Angka Tetap 2011 dan Angka Ramalan I 2012). Jakarta (ID): Badan Pusat Statistik. [BPS] Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor. 2012. Produksi Jagung di Lima Provinsi Sentra Jagung Indonesia Tahun 2008-2011. Bogor (ID): BPS Kabupaten Bogor. ________________________________. 2011. Luas Panen Tanaman Jagung Menurut Kecamatan di Kabupaten Bogor Tahun 2008 - 2010. Bogor (ID): BPS Kabupaten Bogor.
63
________________________________. 2010. Luas Panen, Produksi, dan Produktivitas Jagung di Kecamatan Tamansari Tahun 2009. Bogor (ID): BPS Kabupaten Bogor. Balai Penelitian Tanaman Serealia. 2002. Kinerja Usahatani dan Pemasaran Jagung di Sentra Produksi. Jurnal Litbang Pertanian, 21 (2). Desa Gunung Malang. 2010. Data Profil Desa dan Kelurahan. Bogor (ID): Desa Gunung Malang. [Dipertajabarprov] Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Jawa Barat. 2012. Luas Tanam, Luas Panen, Produksi, dan Produktivitas Jagung Menurut Kabupaten di Jawa Barat Tahun 2011. Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Jawa Barat. _______________________________. 2012. Luas Tanam, Luas Panen, Produksi, dan Produktivitas Jagung di Kabupaten Bogor Tahun 2007 - 2011. Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Jawa Barat. FAO Statistics Division. 2012. Perkembangan Populasi, Produksi, Ekspor, dan Impor Jagung di Indonesia Tahun 2008 – 2012. Hernanto F. 1996. Ilmu Usahatani. Jakarta (ID): Penebar Swadaya. Kay RD, Edwards WM, Duffy PA. 2005. Farm Management. Singapura (SG): McGraw-Hill. Kementerian Pertanian. 2012. Laporan Kinerja Kementerian Pertanian Tahun 2011. Jakarta (ID): Kementerian Pertanian. Khaerizal H. 2008. Analisis Pendapatan dan Faktor-Faktor Produksi Usahatani Komoditi Jagung Hibrida dan Bersari Bebas (Lokal) (Kasus: Desa Saguling, Kecamatan Batujajar, Kabupaten Bandung, Provinsi Jawa Barat) [Skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Minarsih. 2000. Evaluasi Penampilan Beberapa Genotipa Jagung Manis (Zea mays saccharata Sturt.) [Skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Nasution PH. 2010. Analisis Usahatani Jamur Tiram Putih (Kasus di Komunitas Petani Jamur Ikhlas, Desa Cibening, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor) [Skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Purwono, Hartono R. 2005. Bertanam Jagung Unggul. Jakarta: Penebar Swadaya. Putra IW. 2011. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pendapatan Usahatani Jagung Manis di Desa Sukajadi Kecamatan Taman Sari Kabupaten Bogor [Skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Rachmawati I. 1995. Pelaksanaan Kerjasama antara Petani dan Pemasok, serta Strategi Bauran Pemasaran Jagung Manis (Sweet Corn) (Studi Kasus Kelompok Tani Jagung Manis (KTJM), Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor, Jawa Barat) [Skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Sekretariat Negara. 2010. Peran Teknologi Pertanian dalam Meningkatkan Produktivitas Tanaman Jagung. http://www.setneg.go.id/index.php?option=com_content&task=view&id= 4360&Itemid=29. [Diakses Tanggal 8 Desember 2012].
64
Setiyanto A. 2008. Analisis Efisiensi Produksi dan Pendapatan Usahatani Jagung (Studi Kasus di Desa Beketel, Kecamatan Kayen, Kabupaten Pati, Provinsi Jawa Tengah [Skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Shinta A. 2011. Ilmu Usahatani. Malang (ID): Universitas Brawijaya Press. Soekartawi. 2006. Analisis Usahatani. Jakarta (ID): Universitas Indonesia Press. Suratiyah K. 2011. Ilmu Usahatani. Jakarta (ID): Penebar Swadaya. Suroso. 2006. Analisis Pendapatan dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Usahatani Jagung (Kasus Desa Ukirsari, Kecamatan Grabag, Kabupaten Purworejo, Propinsi Jawa Tengah) [Skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Tim Karya Tani Mandiri. 2010. Pedoman Bertanam Jagung. Bandung (ID): Nuansa Aulia. Wardhana W. 2010. Pengaruh Waktu Tanam terhadap Pertumbuhan dan Produksi pada Sistem Tanam Tumpangsari Ubijalar dan Jagung Manis [Skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Widiyanti. 2000. Analisis Produksi dan Efisiensi Ekonomi Relatif Usahatani Jagung Manis (Kasus di Desa Titisan, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Sukabumi, Propinsi Jawa Barat) [Skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
65
Lampiran 1
Analisis pendapatan usahatani jagung manis petani responden per hektar pada periode tanam tahun 2012-2013 di Desa Gunung Malang Satuan
Jumlah Fisik (Satuan)
Harga per Unit (Rp/satuan)
Jagung Manis
Kg
6 026.06
1 490.00
8 978 826.93
Jagung Semi
Kg
626.15
1 477.14
924 908.16
Kg
141.19
1 490.00
210 367.16
No.
Uraian
1.
Penerimaan
A.
Penerimaan Tunai
B.
Penerimaan yang Diperhitungkan Penerimaan yang diambil untuk Konsumsi Total Penerimaan
2.
Pengeluaran
A.
Biaya Tunai
a.
Pembelian Benih
b.
Pupuk Kimia
Rp
Nilai (Rp)
Presentase terhadap Total Biaya (%)
10 114 102.25
Kg
6.98
108 000.00
753 404.50
7.52%
Urea
Kg
228.22
2 075.71
473 719.67
4.73%
TSP
Kg
162.05
2 386.86
386 783.61
3.86%
KCl
Kg
8.05
251.43
2 023.40
0.02%
Phonska (NPK)
Kg
97.36
2 402.86
233 931.47
2.33%
c.
Pupuk Kandang
Kg
3 016.07
310.71
937 135.67
9.35%
d.
Pestisida Cair
267 346.41
2.67%
e.
Pestisida (Furadan)
f.
TKLK
g. h.
Biaya Semi Biaya Manis
Rp Padat
Panen
Jagung
Panen
Jagung
Kg
12.83
11 842.86
151 933.00
1.52%
HOK
75.13
43 657.14
3 280 165.77
32.73%
Rp
21 857.14
0.22%
Rp
214 000.00
2.14%
49 223.81
0.49%
i.
Pajak Lahan
Rp
j.
Sewa Lahan
Rp
420 399.74
4.20%
Total Biaya Tunai
Rp
7 191 924.19
71.77%
Rp
29 210.71
0.29%
2 063 706.55
20.59%
Rp
735 714.29
7.34%
Rp
2 828 631.55
28.23%
Rp
10 020 555.74
100.00%
Rp
2 922 178.06
Rp
93 546.51
B.
Biaya Diperhitungkan
a.
Penyusutan
b.
TKDK
c.
Sewa Lahan Total Diperhitungkan
HOK
Biaya
Total Biaya 3. A. B.
47.27
43 657.14
Pendapatan Pendapatan atas Biaya Tunai Pendapatan atas Biaya Total
R/C atas Biaya Tunai
1.41
R/C atas Biaya Total
1.01
66
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 26 Maret 1991 dari ayah Rito Prasetyo dan ibu Ester Utami. Penulis adalah anak kedua dari 3 bersaudara. Kakak penulis Reddy Dwiki Kumara dan adik penulis Kevin Pradipta. Penulis lulus dari SMA Negeri 71 Jakarta Timur pada tahun 2009. Pada tahun yang sama, penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Penelusuran Minat dan Kemampuan (PMDK) pada program Mayor Agribisnis di Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, IPB. Selain itu, penulis juga mengambil program Minor Komunikasi di Departemen Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, IPB. Selama mengikuti pendidikan di IPB, penulis menerima beasiswa dari Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan pada tahun ketiga. Penulis juga aktif mengikuti kegiatan kepanitiaan pada organisasi kemahasiswaan di IPB seperti Agrination FEM IPB tahun 2011, Extravaganza FEM IPB tahun 2011, FEMily Day tahun 2011, dan sekretaris pada acara fieldtrip Departemen Agribisnis angkatan 46 tahun 2012. Selain itu penulis juga tercatat sebagai volunteer dalam kegiatan The 19th Tri-U International Joint Seminar and Symposium 2012 serta aktif di berbagai kepanitiaan dan kegiatan lainnya di IPB. Penulis juga mengikuti pelatihan bahasa mandarin pada Unit Pelatihan Bahasa IPB tahun 2012.