Seminar dan Lokakarya Nasional Kerbau 2011
PENDAPATAN USAHA TERNAK KERBAU DI KECAMATAN GUNUNG SINDUR KABUPATEN BOGOR (Farm Business Income in Buffalo in the District of Gunung Sindur Bogor) S. RUSDIANA, I-G.A.P. MAHENDRI dan C. TALIB Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Jl. Raya Pajajaran Kav. E-59, Bogor 16151
ABSTRACT The purpose of this research is to analyze the magnitude of the maintenance costs of the buffalo herds for one year, gross revenue and net income as well as find out the influence of the cost, the outpouring of manpower and the number of livestock ownership. Research carried out in Gunung Sindur Bogor regency, West Java province. Prediction of socioeconomic value household and cultural of the area very well. The method used is survey method. Primary data obtained from observations and interviews is from the fields by using the 30 respondents buffalo breeders Proportional Stratified Random Sampling method. Secondary data obtained from a breeder and the primary data of Bogor regency, West Java. Data analyzed using descriptive statistical analysis and t-test comparing gross income and net income. T test results obtained 10,13 This indicates that the relationship between gross income and net income was significantly different (P < 0,05), with income acquired for USD 2.7 million/head/year. Key Words: Income, Buffaloes, Survey ABSTRAK Tujuan Penelitian ini adalah menganalisis besarnya biaya dari usaha pemeliharaan ternak kerbau selama satu tahun, pendapatan kotor dan pendapatan bersih serta mengetahui pengaruh biaya, curahan tenaga kerja dan jumlah pemilikan ternak. Penelitian dilaksanakan di Kecamatan Gunung Sindur Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat Diduga nilai sosial ekonomi rumah tangga dan nilai budaya di wilayah ini sangat baik. Metode yang digunakan adalah metode survei. Data primer diperoleh dari observasi dan wawancara langsung 30 responden peternak kerbau di satu Kecamatan dengan metode Proportional Stratified Random Sampling. Data sekunder diperoleh dari peternak dan data primer dari Dinas Peternakan Kabupaten Bogor, BPS Jawa Barat Data tersebut kemudian dianalisis dengan menggunakan analisis deskriptif statistic dan uji t (t-test) yaitu membandingkan antara pendapatan kotor dan pendapatan bersih. Hasil uji t diperoleh 10,13 hal ini menunjukkan bahwa hubungan antara pendapatan kotor dan pendapatan bersih berbeda nyata (P < 0,05), dengan pendapatan diperoleh sebesar Rp. 2,7 juta/ekor/tahun. Kata Kunci: Pendapatan, Ternak Kerbau, Survei
PENDAHULUAN Perekonomian di pedesaan merupakan salah satu faktor yang sangat menentukan kesejahteraan penduduk pedesaan. Permasalahan yang sering dihadapi oleh penduduk di pedesaan dalam proses pembangunan daerah selama ini adalah adanya disparitas pembangunan antara kawasan pedesaan dan perkotaan. Pembangunan cenderung terpusat pada kawasan perkotaan sehingga masyarakat perkotaan memiliki akses yang lebih baik terhadap sumber daya ekonomi dan cenderung memiliki kesempatan yang
152
lebih besar untuk meningkatkan kesejahteraannya dibandingkan dengan penduduk di pedesaan (DJOKO et al., 2004) dan (STEFEN, 2010). Sampai saat ini usahatani masih menjadi matapencaharian yang dominan bagi masyarakat di Kecamatan Gunung Sindur Kabupaten Bogor. Meskipun demikian, bukan berarti bahwa pendapatan keluarga tani hanya mengandalkan dari usahatani tanaman saja, tetapi petani kecil umumnya sudah berupaya untuk meningkatkan pendapatan, antara lain dengan sistem pertanaman tumpangsari, sebagai buruh tani dan memelihara ternak. Namun dalam pelaksanaannya, jumlah ternak
Seminar dan Lokakarya Nasional Kerbau 2011
yang diusahakan masih dalam skala keluarga, karena statusnya sebagai usaha sambilan, tabungan dan pemanfaatan tenaga keluarga. Proses pemerataan akses kesempatan bagi masyarakat perdesaan merupakan bagian dari upaya penguatan kemampuan masyarakat untuk memperluas pilihan-pilihan baik dalam proses kegiatan usaha ternak maupun dalam pemanfaatan pembangunan peternakan. Proses tersebut memerlukan suatu pendekatan agar kemampuan yang dimiliki dapat didayagunakan secara optimal bagi pengembangan kesejahteraan dalam kehidupan masyarakat perdesaan, sehingga dapat menghasilkan tambahan penghasilan keluarga selama dalam jangka waktu tertentu yang sudah diperhitungkan. Pengembangan usaha ternak kerbau dipandang sangat cocok dalam kondisi lahan pertanian, karena ternak kerbau dikenal mudah beradaptasi pada berbagai kondisi agroekosistem pedesaan serta merupakan usaha komplementer dalam suatu sistim pertanian tanaman pangan. Usaha ternak kerbau merupakan salah satu sumber pertumbuhan baru dalam menunjang pendapatan petani disamping usaha pertanian lainnya. Menurut KUSNADI (2006), pembangunan peternakan masa mendatang masih akan di hadapkan kepada masalah sumberdaya alam berupa pakan (khususnya ruminansia) karena meningkatnya tuntutan dan kebutuhan pembangunan ekonomi yang semakin kompleks. Tantangan yang sering dihadapi dalam pengembangan usaha ternak adalah kemampuan untuk memenuhi kebutuhan pangan melalui perbaikan produksi dan kualitas ternak dengan jalan pembinaan kepada petani yang daerahnya berpotensi. Secara nasional wilayah Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu wilayah pengembangan ternak ruminansia yang sangat potensial. Hal ini ditunjang ketersediaan pakan dari limbah pertanian yang mencukupi, kebiasaan masyarakat yang menjadikan ternak ruminansia sebagai alternatif untuk memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga maupun sebagai ternak kerja di usaha pertanian. Adanya kegiatan usaha ternak dengan memanfaatkan limbah pertanian menunjukkan bahwa antara usaha ternak dan usaha tani merupakan suatu sistem usaha yang berkembang di wilayah Kecamatan Gunung Sindur Kabupaten Bogor.
Tujuan tulisan ini adalah untuk menganalisis besarnya biaya dari usaha pemeliharaan ternak kerbau selama satu tahun, pendapatan kotor dan pendapatan bersih serta mengetahui pengaruh biaya, curahan tenaga kerja dan jumlah pemilikan ternak dalam peningkatan kesejahteraan petani di perdesaan, sehingga dapat dimanfaatkan sebagai dasar pengembangan selanjutya. MATERI DAN METODE Penelitian dilaksanakan di Kecamatan Gunung Sindur Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Wilayah ini diduga memiliki nilai sosial ekonomi rumah tangga dan budaya yang sangat baik. Penelitian dilaksanakan dengan metoda survei terhadap 30 responden yang diambil secara acak sederhana (purvosive random sampling). Data yang dikumpulkan berupa data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara langsung dengan responden dengan mengacu pada kuesioner yang telah disiapkan, sedangkan data sekunder diperoleh dari Dinas terkait dan hasil penelitian yang telah dilaporkan. Data yang dikumpulkan ditabulasi dan diolah secara statistik dengan mempergunakan Analisis deskriftif, One Sample t-test dan Paired Sample t-test (STEEL and TORRIE., 1980), dimana rumus uji t dengan satu sampel yaitu: t
t
=
x - m æ sd ö ç ÷ n è ø
: Nilai t hitung x : Rata-rata sampel
m : Nilai parameter sd : Standar deviasi n : Jumlah sampel
Sementara itu, untuk rumus uji t sampel berpasangan yaitu: t
t
: : sd : n : D
=
æ ç è
D sd n
ö ÷ ø
Nilai t hitung Selisih rata-rata pengukuran sampel 1 dan 2 Selisih standar deviasi pengukuran 1 dan 2 Jumlah sampel
153
Seminar dan Lokakarya Nasional Kerbau 2011
HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi umum wilayah dan peternak Bogor merupakan salah satu Kabupaten di Provinsi Jawa Barat. Ibukota Kabupaten Bogor adalah Cibinong. Kabupaten Bogor berbatasan dengan Kabupaten Tangerang (Banten), Kota Depok, Kota Bekasi, dan Kabupaten Bekasi di sisi Utara; Kabupaten Karawang di Timur, Kabupaten Cianjur dan Kabupaten Sukabumi di sisi Selatan, Kabupaten Lebak (Banten) di Barat, serta Kota Bogor di bagian tengah. Kabupaten Bogor terdiri atas 40 kecamatan, yang dibagi lagi atas 427 desa/kelurahan, 3.516 RW dan 13.603 RT. Pusat pemerintahan di Kecamatan Cibinong. Kabupaten ini memiliki populasi 4.215.436 jiwa, 2.163.853 adalah pria dan 2.051.583 adalah wanita. Mata pencaharian penduduk setempat banyak di sektor pertanian, perburuhan, dan perikanan. Jumlah yang bekerja di sektor tersebut mencapai 2.758.821 orang. Sementara itu, yang bekerja di sektor pertambangan dan penggalian sebanyak 197.059 orang, di sektor industri pengolahan sebanyak 39.412 orang; sektor listrik, gas dan air sebanyak 3.941 orang; sektor bangunan sebanyak 236.470 orang, sektor perdagangan 394.117 orang dan di sektor jasa dan lainnya 114.294 orang. Adapun sektor penggerak perekonomian Kabupaten Bogor adalah industri pengolahan. Meskipun sektor ini hanya menyerap 39.412 jiwa, namun kontribusi sektor ini mencapai 42,52% dari pembentukan PDRB atau setara dengan Rp. 11,2 trilyun lebih. Besarnya nilai kontribusi tersebut karena banyaknya jumlah industri pengolahan yang beroperasi di Kabupaten Bogor. Sekitar 28.343 unit usaha terdapat di kabupaten ini. Adapun konsentrasi industri pengolahan terdapat di Kecamatan Rumpin, Cijeruk dan Ciomas. (BPS KABUPATEN BOGOR, 2009). Sumbangan sektor pertanian pada pembentukan PDRB Kabupaten Bogor juga sangat signifikan. Sumbangan tersebut mencapai 11,41% atau sebanding dengan Rp. 3 trilyun lebih. Padi sawah banyak terdapat di Kecamatan Jonggol dan Sukamakmur. Padi ladang terdapat di Kecamatan Tenjo. Untuk tanaman palawija seperti ubi kayu dan ubi jalar tersebar merata di semua kecamatan. Sementara itu, usaha tanaman jagung, kacang tanah dan kedelai hanya bersifat subsistem.
154
Untuk komoditi tanaman sayuran, Kabupaten Bogor kaya akan kangkung, bayam, kacang panjang, sawi dan mentimun. Sementara itu, Kabupaten Bogor kaya akan tanaman buahbuahan yaitu rambutan, pisang, pepaya dan duku. Usaha peternakan di Kabupaten Bogor, mencakup semua jenis ternak mulai dari ternak besar seperti sapi potong, kerbau dan kuda. Sedangkan usaha ternak kecil berupa usaha kambing, domba, babi, dan kelinci. Usaha ternak unggas yang ada adalah usaha ayam buras, ayam petelur, itik dan puyuh. Ternak besar yang paling diminati adalah kerbau dengan populasi 21.228 ekor. Kerbau banyak terdapat di Tanjungsari, Sukajaya dan Tenjo sedangkan sapi potong (14.831 ekor) terkonsentrasi di Kecamatan Rumping, Jonggol dan Tanjungsari. Usaha ternak Kambing dan Domba lebih disukai oleh masyarakat Kabupaten Bogor. Populasi Kambing mencapai 122.064 ekor dan tersebar merata di semua Kecamatan di Bogor sedangkan populasi domba 229.012 ekor dengan konsentrasi pengembangan di Kecamatan Cariu dan Jonggol. Untuk jenis ternak unggas, ayam buras dan ayam ras petelur lebih disukai oleh peternak setempat. Populasi ayam ras petelur mencapai 3.533.000 ekor dan banyak terdapat di Gunung Sindur sedangkan ayam buras mencapai 1.201.644 ekor banyak tedapat di Kecamatan Megamendung (BPS KABUPATEN BOGOR, 2009). Karakteristik responden peternak berdasarkan umur, pendidikan, pengalaman beternak dan pekerjaan, nampak bahwa umur peternak sebagian besar masih produktif (52,50%). Sementara itu, pada tingkat pendidikan Sekolah Dasar sebesar 37,50%, berpendidikan SMP 22,00%, pendidikan SMA 5,00% dan yang tidak bersekolah cukup tinggi yaitu sebesar 35,00%. Hal ini menunjukkan bahwa rendahnya tingkat pendidikan mempengaruhi didalam menyerap inovasi dan teknologi dalam meningkatkan perekonomian di pedesaan. Sistem pemeliharaan ternak kerbau Pola usaha pemeliharaan ternak kerbau di Kecamatan Gunung Sindur pada umumnya masih berpola pada usaha sampingan dengan cara pemeliharaan digembalakan, karena usaha
Seminar dan Lokakarya Nasional Kerbau 2011
pokoknya adalah bercocok tanam atau bertani dengan jumlah populasi ternak kerbau sebesar 1.244 ekor atau 5,98% dari total populasi ternak sekabupaten Bogor (DINAS PETERNAKAN KABUPATEN BOGOR, 2009). Kepemilikan ternak kerbau disamping milik sendiri juga dengan cara gaduhan, sistem perhitungannya yaitu dalam waktu 1 – 4 tahun, seekor induk dapat melahirkan dua kali beranak, maka anak pertama untuk pemilik dan anak kedua untuk penggaduh. Permasalahan yang dihadapi petani ternak adalah harga jual kerbau di petani ternak lebih rendah, karena dijual ke sesama petani ternak itu sendiri atau pada kelompok peternak yang memelihara kerbau secara semi intensif. Kendala lain yang sering dihadapi petani ternak menyempitnya padang penggembalaan akibat alih fungsi/konversi seperti perumahan dan industri. Hal yang menarik yaitu masyarakat di Kecamatan Gunung Sindur lebih menyukai daging kerbau walaupun harganya lebih tinggi dibandingkan dengan daging sapi. Namun demikian, kondisi ini belum memacu petani untuk memelihara ternak kerbau yang lebih intensif (WIDARHAYATI dan BAMUALIM, 2006). Pemeliharaan ternak kerbau hanya sebagai usaha sampingan, karena belum ada input teknologi maupun bibit yang relatif baik. Sebagian besar petani umumnya mengolah lahan tidur milik perusahaan (PT) yang belum di bangun untuk perumahan. Petani memelihara ternak kerbau sampai umur 1 – 6 tahun, setelah induk kerbau tidak produktif lagi biasanya dijual atau dipotong untuk tujuan konsumsi rumah tangga pada saat mengadakan perayaan hari-hari besar keagamaan atau pernikahan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa fungsi dan peranan ternak kerbau dalam sistem usahatani di Kecamatan Gunung Sindur pada umumnya sebagai sumber tambahan pendapatan disamping hasil dari usaha tanaman pangan yang merupakan sektor usaha pokok. Jenis ternak yang dipelihara meliputi: 226 ekor sapi potong (1,09% ), 1.244 ekor kerbau (5,98% ), 9.278 ekor domba (4,24% ), dan 6568 ekor kambing (5,92% ). Usaha ternak unggas, ayam buras, itik dan entog perlu dikembangkan sebagai pendapatan petani yang memiliki periode usaha cukup pendek dibandingkan dengan usaha ternak ruminansia.
(DINAS PETERNAKAN KABUPATEN BOGOR, 2009). Hasil pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa jarak kandang dari rumah peternak, kira-kira 1 – 5 m. Sistem pemeliharaan ternak kerbau di Kecamatan Gunung Sindur hampir seluruhnya dikandangkan dan digembalakan pada siang hari atau diikat pindah di kebun atau di areal lahan penggembalaan yang terbuka. Ketersediaan hijauan sangat tergantung pada alam. Lahan penggembalaan umumnya ditumbuhi dengan berbagai jenis rerumputan seperti leguminose, rumput Gajah, rumput Raja, rumpai Raket, rumput Kawat dan alangalang. Ternak yang dipelihara secara ikat pindah selama siang hari, diberi pakan tambahan berupa rerumputan alam atau hijauan yang dipotong dan diberikan dalam kandang pada sore hari. Meskipun beda tujuan pemeliharaan, tetapi sistem pemeliharaan hampir sama yaitu masih tradisional, selain alasan faktor keamanan, petani juga menganggap bahwa ternak kerbau merupakan salah satu kekayaan yang dimiliki. Peranan ternak kerbau Berdasarkan hasil survei di lapangan dan wawancara menunjukkan bahwa dari 30 responden petani ternak (Tabel 1), menunjukkan bahwa usaha ternak kerbau merupakan usaha yang cukup dominan. Besarnya sumber pendapatan atau usaha pokok 37,5%, usaha sampingan 32,5%, sebagai tabungan 20,0% dan yang lainnya 10,0%. Penduduk di pedesaan pada umumnya berpenghasilan rendah diakibatkan tingkat pendidikan rendah sehingga sulit dalam menerima inovasi teknologi dan pengetahuan. Oleh karena itu pemeliharaan ternak kerbau masih bersifat sederhana padahal merupakan harapan yang paling utama sebagai sumber pendapatan dimana usaha ternak kerbau sebagai usaha pokok dan tabungan. Kegunaan dalam pemeliharaan ternak kerbau antara lain bisa dimanfaatkan sewaktuwaktu ada keperluan keluarga termasuk untuk penyediaan sarana produksi usahatani kegunaan lainnya yaitu untuk medapatkan pupuk kandang sebagai pendukung usahatani yang bisa di kembalikian ke lahan pertanian sendiri yang meningkatkan sifat kimiawi tanah.
155
Seminar dan Lokakarya Nasional Kerbau 2011
Rataan kepemilikan ternak kerbau Dalam kepemilikan ternak kerbau hampir semua memiliki ternak betina induk, dengan alasan untuk mendapatkan keturunan anaknya yang umumnya milik sendiri. Kepemilikan, dalam usaha pemeliharaan ternak kerbau merupakan faktor ekonomi yang sangat mempengaruhi suatu usaha yang dijalankan oleh petani dalam jangka waktu tertentu dengan jumlah rataan kepemilikan terlihat pada Tabel 2. Rataan jumlah kepemilikan ternak kerbau menunjukkan struktur populasi ternak yang dipelihara di lokasi penelitian nampak bahwa proposi tertinggi adalah betina induk (55,10%), pejantan (15,31%) dan pedet jantan dan betina (29,59%). Keadaan ini menggambarkan usaha pemeliharaan ternak kerbau di peternak merupakan usaha pemeliharaan pembibitan bila dilihat dari jenis ternak yang dipelihara. Aspek sosial ekonomi Petani memiliki peran yang sangat penting dalam mengelola lahan pertanian khususnya usahatani ternak dan dapat disimpulkan bahwa ternak kerbau mempunyai peranan sangat penting dalam sistem usahatani dan secara sosial pemilikan ternak dapat memberikan arti tersendiri bagi petani, sebagai salah satu kekayaan yang dimiliki. dan penyangga kebutuhan serta dapat menyediakan biaya untuk kelancaran usahatani, karena sewaktuwaktu dapat dijual dengan mudah, sehingga dapat menekan biaya produksi usaha beternak kerbau di samping sumber pupuk organik yang dapat dikembalikan ke lahan pertanian sendiri. Pendapatan merupakan selisih antara total penerimaan dengan biaya-biaya selama pemeliharaan ternak kerbau. Menurut BOEDIONO (1983), perkiraan pendapatan
merupakan hasil usaha pemeliharaan ternak selama periode tertentu. Sementara itu, GITTINGER (1986), menyatakan bahwa analisis perkiraan ekonomi adalah hasil usaha pemeliharaan ternak yang digunakan untuk mengevaluasi kegiatan usaha dalam satu tahun atau dalam periode tertentu. Hasil penelitian dari usaha pemeliharaan ternak kerbau nilai jual ternak di lokasi penelitian cukup tinggi sehingga secara tidak langsung sangat menguntungkan peternak dan sekaligus sebagai pemacu untuk mempertahankan keberadaan ternak kerbaunya. Hasil sumbangan pendapatan dari usaha pemeliharaan ternak kerbau menujukkan prospek yang cukup baik dalam mendukung secara sosial ekonomi di peternak terlihat pada Tabel 3. Analisis sosial ekonomi berupa analisis financial untuk mengetahui tingkat keuntungan yang diperoleh petani dalam penggunaan tenaga kerja dan biaya yang dikeluarkan di samping bibit, sedangkan untuk mengetahui pendapatan selama satu tahun yang diterima oleh petani pada saat petani panen atau menjual hasil usahanya. Rata-rata pendapatan kotor dari usaha ternak kerbau Rp. 10,89 juta, dengan rata-rata pemilikan ternak kerbau sebesar 3,27 ekor, sedangkan pendapatan bersih rata-rata sebesar Rp. 8,19 juta setelah dikurangi biaya-biaya yang telah dikeluarkan atau setara dengan Rp. 2,7 juta/ekor/tahun. Usaha dikatakan layak apabila penerimaan lebih besar dari pada pengeluaran, maka usaha tersebut akan dinyatakan layak. Dari hasil analisis deskriptif statistik dan uji t yaitu membandingkan antara pendapatan kotor dan pendapatan bersih, diperoleh 10,13 berbeda nyata (P < 0,05) (Tabel 3.). Hal ini menunjukkan bahwa berarti usaha ternak kerbau menguntungkan.
Tabel 1. Tujuan usaha ternak kerbau di peternak Fungsi dan peranan ternak
Responden (n = 30)
Presentase (%)
11
37,5
Usaha sampingan/sewaktu-waktu
9
32,5
Tabungan
8
20,0
Lainnya
2
10,0
Jumlah
30
100
Usaha pokok
156
Seminar dan Lokakarya Nasional Kerbau 2011
Tabel 2. Rataan kepemilikan ternak kerbau di lokasi penelitian dari 30 responden Uraian
Jumlah (ekor)
Jumlah/ekor/keluarga(rata-rata)
Persentase
Betina induk
54
1,80
55,10
Pejantan
15
0,50
15,31
Pedet (jantan – betina)
29
0,97
29,59
Jumlah
98
3,27
100
Tabel 3. Pendapatan usaha ternak kerbau di Kecamatan Gunung Sindur Peubah
N
Rataan
Standar deviasi
Standar error
Pendapatan kotor (juta Rp)
30
10,89
1,92
0,35
Pendapatan bersih (juta Rp)
30
8,19
2,34
0,43
Kepemilikan ternak kerbau
30
3,27
1,01
0,19
2,70
1,46
0,27
KESIMPULAN
BOEDIONO. 1983. Ekonomi Mikro. BPFE. Jakarta.
Ternak kerbau mempunyai peranan sangat penting dalam sistem usahatani dan secara sosial pemilikan ternak kerbau merupakan penyangga kebutuhan yang dapat menyediakan biaya untuk kelancaran usahatani dan sumber pupuk organik Nilai jual ternak kerbau menguntungkan peternak dan sekaligus sebagai pemacu untuk mempertahankan keberadaan ternak kerbaunya. Hasil sumbangan pendapatan dari usaha pemeliharaan ternak kerbau menujukkan prospek yang cukup baik. Rata-rata pemilikan ternak kerbau sebesar 3,27 ekor, sedangkan pendapatan bersih rata-rata sebesar Rp. 8,19 juta setelah dikurangi biayabiaya yang telah dikeluarkan atau setara dengan Rp. 2,7 juta/ekor/tahun. Nilai t-test diketahui sebesar 10,13, menunjukkan usaha ternak kerbau menguntungkan. Pendapatan 37,50% peternak sebagai usaha pokok dan 32,50% sebagai usaha sampingan.
DINAS PETERNAKAN KABUPATEN BOGOR. 2009. Provinsi Jawa Barat. Badan Pusat Statistik Peternakan.
DAFTAR PUSTAKA AMIK, K.,
dan M.A. FIRMANSYAH. 2006. Kajian teknologi usahatani jagung dilahan kering Kalimantan Selatan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian, Badan Litbang Pertanian. J. Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, Vol. 8 No.1, Maret 2006.
DJOKO, P., S.B. BASUKI dan C. SETIANTI. 2004. Peran ternak dalam sistem usahatani di dataran tinggi lahan kering (Kasus Desa Canggal, Kecamatan Kledung, Kab. Temanggung). BPTP Jawa Tengah. GITTINGER, J.P. 1986. Analisis Ekonomi ProyekProyek Pertanian. Edisi Kedua. Universitas Indonesia, Jakarta. KUSNADI, U., B. SETIADI dan E. JUARINI. 2006. Analisis potensi wilayah peternakan di pulau Sumatera. Pros. Seminar Nasional Peternakan. Padang, 11 – 12 September 2006. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sumatera Barat Kerjasama Fakultas Peternakan Universitas Andalas Padang Mangatas, Disnak Provinsi Sumatera Barat. hlm. 32 – 41. STEEL, R.G.D., and J.H. TORRIE. 1980. Principles and Procedure of Statististics Approach. Mac Graw Hill Book Company, USA dan Program SPSS. 2009, versi 16.0 for Windows. STEFEN, S. 2010. Sumber Daya Manusia Pertanian dan Indutrialisasi. Summaries 1 – 10 dari 116. kunjungan ke 2.462 http://id.shvoong.com/ social-sciences/1728774-sdm-pertanian-danindustrialisasi http://id.shvoong.com/authors/ drs.-stefan-sikone/ (27 Okt 2010).
157
Seminar dan Lokakarya Nasional Kerbau 2011
WIDARHAYATI, R.B. dan A.M. BAMUALIM. 2006. Profil peternakan sapi dan kerbau di Provinsi Sumatera Utara. Pros. Seminar Nasional Peternakan. Padang 11 – 12 September 2006. Balai Pengkajian Teknologi Sumatera Utara, Kerjasama Fakultas Peternakan Universitas Andalas, Balai Pembibitan Ternak Unggul Padang Mangatas, Dinas Peternakan Provinsi Sumatera Barat, hlm. 71 – 76.
158