ISOLASI DAN IDENTIFIKASI Salmonella spp. PADA TELUR DAN SALURAN REPRODUKSI AYAM PETELUR DI DESA CURUG KECAMATAN GUNUNG SINDUR KABUPATEN BOGOR
SKRIPSI RATNA BUDI WULANDARI
DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010
RINGKASAN RATNA BUDI WULANDARI. 2010. Isolasi dan Identifikasi Salmonella spp. pada Telur dan Saluran Reproduksi Ayam Petelur di Desa Curug Kecamatan Gunung Sindur Kabupaten Bogor Pembimbing Utama : Dr. Rudi Afnan, S.Pt., M.Sc. Agr. Pembimbing Anggota : Irma Isnafia Arief, S.Pt., M.Si. Ayam petelur merupakan ayam hasil pemuliaan dan seleksi yang dipelihara dengan tujuan utama untuk menghasilkan telur. Unggas dapat terinfeksi oleh berbagai jenis Salmonella enterica seperti S. pullorum dan S. galinarum yang merupakan bakteri spesifik yang dibawa oleh ayam. Jenis lain seperti S. typhimurium, S. enteritidis, dan S. heidelberg dapat menginfeksi lebih banyak inang selain unggas seperti babi, sapi, dan telur serta produk segar lainnya. Salmonella enterica dapat menghasilkan enterotoksin dan endotoksin yang mengakibatkan ternak depresi, kehilangan bobot badan, dehidrasi, dan kekerdilan. Identifikasi terhadap cemaran Salmonella pada ayam petelur perlu dilakukan terutama pada wilayah padat ayam petelur seperti Desa Curug, Kecamatan Gunung Sindur, Kabupaten Bogor. Penelitian ini bertujuan untuk mengisolasi dan mengidentifikasi Salmonella spp. pada telur dan saluran reproduksi ayam petelur di peternakan yang berlokasi di Desa Curug, Kecamatan Gunung Sindur, Kabupaten Bogor serta mempelajari jalur pencemaran Salmonella yang terjadi di ayam petelur yang ada di wilayah tersebut. Sebanyak 2 peternakan (Peternakan A dan B) dipilih secara acak sebagai sampel dari 25 peternakan yang ada untuk mengetahui kondisi pencemaran Salmonella spp. pada ayam petelur dan telur yang dihasilkan di wilayah tersebut. Sejumlah 6 ekor ayam petelur dari setiap peternakan, 3 ekor dijadikan sampel untuk pengujian pencemaran Salmonella di saluran reproduksi (ovarium, magnum, uterus, dan kloaka) dan 3 ekor pada telur (isi dan kerabang telur) yang masih terdapat di saluran reproduksi. Pengujian menggunakan prosedur BAM (Bacteriological Analitycal Method) yang terdiri dari proses pengkayaan, agar selektif, uji biokimia awal, dan uji biokimia lanjut. Pengujian pada ovarium dan saluran reproduksi menunjukan 1 ekor ayam (33,3%) dari Peternakan A bebas dari kontaminasi Salmonella. Sejumlah 2 ekor ayam (66,67%) dari peternakan B bebas dari kontaminasi Salmonella spp pada ovarium dan saluran reproduksi bagian atas (magnum dan uterus). Cemaran Salmonella di bagian kloaka menunjukan hasil yang bervariasi. Pengamatan pada bagian kerabang dan isi telur menunjukan 2 sampel dari peternakan A tercemar Salmonella, sedangkan peternakan B bebas dari cemaran. Pencemaran Salmonella terjadi secara vertikal yang ditandai dengan kontaminasi ovarium sedangkan penyebaran secara horizontal diindikasikan oleh cemaran pada bagian kloaka. Persentase kontaminasi pada ovarium, magnum, uterus dan kloaka berturutturut sebesar 23%, 39%, 20,8%, 40,7% dan 33,3%, sedangkan isi telur dan kerabang telur masing-masing sebesar 10,75 dan 40,9%. Secara umum hasil penelitian ini
menunjukan enunjukan bahwa induk ayam petelur di peternakan A berasal dari perusahaan pembibit yang tercemar Salmonella, sementara manajemen pemeliharaan peternakan B lebih baik dibandingkan di peternakan A. Kata kunci: Ayam Petelur, Salmonella, Penyebaran Vertikal, Penyebaran Horizontal
ii
ABSTRACT Isolation dan Identification of Salmonella spp. on Egg and Reproduction tract of Laying Hen in Curug Village in Gunung Sindur District of` Bogor Regency Wulandari, R.B., Rudi A. & I. I. Arief Poultry could be infected by several types of Salmonella enterica such as S. pullorum and S. galinarum. Other types like S. typhimurium, S. enteritidis dan S. Heidelberg could infect chicken as well as pig, cattle, egg and other fresh products. Highly populated area with laying hens might be susceptible to contamination of Salmonella such as in Curug Village in Gunung Sindur District of Bogor. This experiment was aimed to isolate and to identify the contamination of Salmonella spp. in egg and reproductive tract of laying hens as mentioned above as well as to study the contamination pathway of these bacteria. A total of 12 laying hens from 2 existing farms (each 6 laying hens) were selected. The Bacteriological Analitycal Methode (BAM) was applied by several procedures named media enrichment, selective agar, and initial biochemical and followed with further biochemical test. The test shows that one hen (33,3%) of Farm A and two hens (66,67%) of Farm B was free from contamination in ovary and upper reproductive tract of the hen. The contamination of egg content and eggshell were found in 2 hens of Farm A, meanwhile Farm B were free. This evidence indicated the pathways of contamination (vertically and horizontally). The contamination from ovary, magnum, uterus and cloaca was 23; 39; 20,8; 40,7% and 33,3% for, respectively. Meanwhile for egg content and eggshell was 10,7 and 40,9%. It was concluded that hens in Farm A originated from contaminated breeders and Farm B applied better management aspects than Farm A. Keywords: Laying hens, Salmonella, Vertikal Spread, Horizontal Spread
ISOLASI DAN IDENTIFIKASI Salmonella spp. PADA TELUR DAN SALURAN REPRODUKSI AYAM PETELUR DI DESA CURUG KECAMATAN GUNUNG SINDUR KABUPATEN BOGOR
RATNA BUDI WULANDARI D14063244
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010
Judul
: ISOLASI DAN IDENTIFIKASI Salmonella spp. PADA TELUR DAN SALURAN REPRODUKSI AYAM PETELUR DI DESA CURUG KECAMATAN GUNUNG SINDUR KABUPATEN BOGOR
Nama
: RATNA BUDI WULANDARI
NIM
: D 14063244
Menyetujui,
Pembimbing Utama
Pembimbing Anggota
Dr. Rudi Afnan, S.Pt., M.Sc. Agr. NIP. 1968 0625 200801 1 010
Irma Isnafia Arief, S.Pt., M.Si. NIP.19750304 199903 2 001
Mengetahui, Ketua Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan
Prof. Dr.Ir. Cece Sumantri M.Agr. Sc. NIP. 19591212 198603 1 004
Tanggal Ujian : 12 Agustus 2010
Tanggal Lulus :
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 25 April 1988 di Banyuwangi. Penulis adalah anak kedua dari tiga bersaudara dari pasangan Budiono Utomo dan Sulistyani. Riwayat pendidikan penulis dimulai dari Sekolah Dasar Negeri 1 Genteng, Banyuwangi (1994-2000), Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 1 Genteng, Banyuwangi (2000-2003) dan dilanjutkan ke Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Genteng, Banyuwangi (2003-2006). Penulis kemudian melanjutkan pendidikan dan diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI (Ujian Seleksi Masuk IPB) pada tahun 2006. Penulis terdaftar sebagai mahasiswa Program Studi Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Selama masa pendidikan, penulis aktif dalam berbagai organisasi kemahasiswaan. Pada tahun 2006-2007 penulis aktif di organisasi UKF (Uni Konservasi
Fauna),
pada
tahun
2007-2009
penulis
aktif
di
organisasi
HIMAPROTER (Himpunan Mahasiswa Produksi dan Teknologi Peternakan), pengurus Pojok BNI, reporter majalah Emulsi, anggota Teater Fakultas Peternakan IPB dan beberapa kepanitiaan seperti Bina Desa, dan lain sebagainya. Penulis juga pernah menjadi asisten praktikum pada mata kuliah Ilmu Pengolahan Daging 20092010. Penulis melakukan penelitian dan penulisan skripsi yang berjudul “Isolasi dan Identifikasi Salmonella spp. pada Telur dan Saluran Reproduksi Ayam Petelur di Desa Curug Kecamatan Gunung Sindur Kabupaten Bogor” guna memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
KATA PENGANTAR Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT, atas segala limpahan nikmat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi yang berjudul “Isolasi dan Identifikasi Salmonella spp. pada Telur dan Saluran Reproduksi Ayam Petelur di Desa Curug Kecamatan Gunung Sindur Kabupaten Bogor”. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk kelulusan dan memperoleh gelar Sarjana Petrnakan di Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Substansi skripsi ini terkait tentang pengkajian lebih dalam mengenai isolasi dan identifikasi Salmonella spp, yang berasal dari ayam petelur komersil. Pengidentifikasiaan keberadaan Salmonella spp. perlu dilakukan, karena bakteri gram negatif ini mampu membuat ternak mengalami penurunan produksi dan dapat mengakibatkan Salmonellosis pada ternak dan manusia. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih belum sempurna. Namun demikian penulis telah berusaha semaksimal mungkin agar skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak. Saran dan kritik yang membangun sangat diharapkan dari para pembaca. Bogor, Juli 2010
Penulis
DAFTAR ISI RINGKASAN…………………………………………………………….
Halaman i
ABSTRACT………………………………………………………………
iii
LEMBAR PERNYATAAN………………………………………………
iv
LEMBAR PENGESAHAN ……………………………………………...
v
RIWAYAT HIDUP……………………………………………………….
vi
KATA PENGANTAR……………………………………………….……
vii
DAFTAR ISI ………………………………………………………….….
viii
DAFTAR TABEL………………………………………………………...
x
DAFTAR GAMBAR……………………………………………………..
xi
DAFTAR LAMPIRAN…………………………………………………...
xii
PENDAHULUAN………………………………………………………...
1
Latar Belakang……………………………………………………... Tujuan………………………………………………………………
1 2
TINJAUAN PUSTAKA…………………………………….…………….
3
Ayam Petelur……………………………………………………..... Sistem Reproduksi Ayan.................................................................... Ovarium……………………………………………………. Magnum…………………………………………………… Isthmus…………………………………………………….. Uterus……………………………………………………… Kloaka……………………………………………………... Telur………………………………………………………………... Kuning Telur………………………………………………. Putih Telur…………………………………………………. Kerabang…………………………………………………… Salmonella………………………………………………………….. Salmonellosis………………………………………………………. Media Pertumbuhan Salmonella spp................................................. Rappaport Vassiliadis........................................................... Tetrathionate Broth………………………………………... Bismuth Sulfite Agar............................................................. Hektoen Enteric Agar............................................................ Xylose Lysine Deoxycholate Agar......................................... Tripel Sugar Iron Agar.......................................................... Lysin Iron Agar..................................................................... Urea Agar..............................................................................
3 4 4 5 5 6 6 6 7 7 8 8 11 13 13 13 13 13 14 14 14 15
METERI DAN METODE .........................................................................
16
Lokasi dan Waktu ............................................................................. Materi................................................................................................. Rancangan ......................................................................................... Prosedur …………………………………………………………… Prosedur Pengambilan Sampel…………………………...... Prosedur Isolasi dan Identifikasi Salmonella spp………….. Pengkayaan………………………………………… Agar Selektif……………………………………….. Uji Biokimia Awal………………………………..... Uji Biokimia Lanjut………………………………...
16 16 16 17 17 17 17 18 18 19
HASIL DAN PEMBAHASAN…………………………………………...
20
Kontaminasi Salmonella spp pada Saluran Reproduksi…………… Kontaminasi di Ovarium………………………………….. Kontaminasi di Magnum…………………………………... Kontaminasi di Uterus……………………………………... Kontaminasi di Kloaka…………………………………….. Kontaminasi Telur dalam Saluran Reproduksi……………………. Kontaminasi di Isi Telur…………………………………… Kontaminasi di Kerabang Telur…………………………… Kondisi Peternakan…………………………………………………
20 21 23 25 27 30 31 34 38
KESIMPULAN DAN SARAN..………………………………………….
41
Kesimpulan………………………………………………………… Saran………………………………………………………………..
41 41
UCAPAN TERIMAKASIH………………………………………………
42
DAFTAR PUSTAKA……………………………………….....................
44
LAMPIRAN…………………………………………………....................
48
ix
DAFTAR TABEL Nomor
Halaman
1. Struktur Antigen dari Beberapa Salmonella…………………………… 10 2. Pengamatan Koloni Salmonella spp. pada Saluran Reproduksi……..... 20 3. Pengamatan Kolonisasi Salmonella spp. pada Isi dan Kerabang Telur... 31 4. Kondisi Peternakan A dan B…………………………………………….. 37
DAFTAR GAMBAR Nomor
Halaman
1
Saluran Reproduksi Ayam…………………………………………….
5
2
Struktur Telur………………………………………………………….
7
3
Salmonella spp………………………………………………………...
9
4
Jalur Penyebaran Salmonella spp……...………………………………
12
5
Diagram Uji Salmonella spp………………………………………..…
19
6
Identifikasi Salmonella spp. di Ovarium pada Agar Selektif………….
21
7
Identifikasi Salmonella spp. di Ovarium pada TSIA dan LIA………..
22
8
Identifikasi Salmonella spp. di Ovarium pada Urea Agar…………….
23
9
Identifikasi Salmonella spp. di Magnum pada Agar Selektif…………
24
10
Identifikasi Salmonella spp. di Magnum pada TSIA dan LIA…….….
24
11
Identifikasi Salmonella spp. di Magnum pada Urea Agar…………….
25
12
Identifikasi Salmonella spp. di Uterus pada Agar Selektif……………
26
13
Identifikasi Salmonella spp. di Uterus pada TSIA dan LIA…….…….
26
14
Identifikasi Salmonella spp. di Uterus pada Urea Agar………………
27
15
Identifikasi Salmonella spp. di Kloaka pada Agar Selektif……...……
29
16
Identifikasi Salmonella spp. di Kloaka pada TSIA dan LIA………….
30
17
Identifikasi Salmonella spp. di Kloaka pada Urea Agar………...……
30
18
Identifikasi Salmonella spp. di Isi Telur pada Agar Selektif………….
32
19
Identifikasi Salmonella spp. di Isi Telur pada TSIA dan LIA………...
33
20
Identifikasi Salmonella spp. di Isi Telur pada Urea Agar…………….
33
21
Identifikasi Salmonella spp. di Kerabang pada Agar Selektif………...
35
22
Identifikasi Salmonella spp. di Kerabang pada TSIA dan LIA……….
36
23
Identifikasi Salmonella spp. di Kerabang pada Urea Agar…………...
37
24
Kondisi Lingkungan Peternakan A dan B……………………………..
39
DAFTAR LAMPIRAN Nomor
Halaman
1. Data Uji Sampel Saluran Reproduksi Peternakan A…………...……… 49 2. Data Uji Sampel Saluran Reproduksi Peternakan B…………...……… 52 3. Data Uji Sampel Telur Peternakan A dan B……………………..…….. 54 4. Prosedur Pengujian Salmonella spp........................................................ 57
PENDAHULUAN Latar Belakang Peternakan merupakan titik awal rantai penyediaan pangan asal ternak, oleh karena itu manajemen atau tata laksana peternakan akan menentukan kualitas produk ternak yang dihasilkan. Lingkungan di sekitar peternakan seperti air, tanah, tanaman serta keberadaan dan keadaan hewan lain di sekitar peternakan akan mempengaruhi kualitas dan keamanan produk ternak yang dihasilkan, sehingga tindakan pengamanan perlu diterapkan. Tindakan pengamanan ini dikenal dengan biosecurity, yang merupakan tindakan mencegah penyebaran penyakit dengan mempertahankan fasilitas sedemikian rupa sehingga meminimalkan lalu lintas dari organisme biologis seperti virus, bakteri, tikus dan lain-lain. Desa Curug merupakan salah satu pusat penghasil telur ayam di Kabupaten Bogor. Berdasarkan data Dinas Peternakan tahun 2008 jumlah peternakan ayam ras petelur di Kabupaten Bogor sebanyak 122 peternakan yang tersebar di 47 desa dan 8% produksinya berasal dari Desa Curug. Desa ini memiliki 25 peternakan ayam ras petelur dengan populasi sebesar 470.000 ekor (Disnakan Bogor, 2008). Salmonella adalah bakteri gram negatif yang tidak berspora, berbentuk batang kecil dan tumbuh dengan optimum pada suhu 35 °C sampai 37 °C. Salmonella diklasifikasikan ke dalam dua spesies, yaitu Salmonella enterica dan Salmonella bongori. Unggas dapat terinfeksi oleh berbagai jenis Salmonella enterica, beberapa jenisnya seperti S. pullorum dan S. gallinarum yang merupakan bakteri spesifik yang dibawa oleh ayam. Adapun jenis lainnya seperti S. typhimurium, S. enteritidis dan S. heidelberg dapat menginfeksi lebih banyak inang seperti unggas, babi, sapi, dan telur serta produk-produk segar lainnya (Hong et al., 2003). Salmonella enteritidis pada unggas biasanya diperoleh dari jaringan reproduksi, yaitu ovarium dan oviduk sampai rongga selaput perut, selain itu bakteri ini dapat ditemukan di saluran pencernaan seperti pada usus besar. Ayam yang mampu bertahan akibat serangan Salmonella enteritidis dapat menularkan bakteri dengan cara menghasilkan telur ayam yang mengandung Salmonella enteritidis. Kontaminasi S. enteritidis pada telur ayam ras dimulai dari pembentukan telur di dalam tubuh induk, karena induknya terkena infeksi S. enteritidis di ovarium, oleh sebab itu, patogen ini disebut dengan S. enteritidis transovarian. Selain melalui jalur
vertikal, kontaminasi Salmonella dapat terjadi secara horizontal melalui penularan yang berasal dari ayam lain (Gantois et al., 2009). Salmonella spp. utamanya salmonella enteritidis yang ditemukan di unggas dapat dengan mudah ditularkan kepada manusia melalui telur dan daging yang terkontaminasi (Tati & Supar, 2007). Untuk mencegah penularan pada manusia SNI (2009) mensyaratkan adanya nilai kontaminasi negatif Salmonella spp. untuk prodak yang berasal dari ternak utamanya unggas. Prasyarat tersebut menuntut kita untuk menciptakan prodak yang bebas dari Salmonella spp. walaupun sumber Salmonella spp. bisa dari berbagai tempat, tetapi peternak perlu menjaga agar prodak awal terbebas dari Salmonella spp. Hal ini disebabkan karena kondisi prodak awal akan sangat berpengaruh terhadap hasil akhir prodak. Oleh karena itu pemeriksaan perlu dilakukan terutama di daerah-daerah sentra ternak seperti daerah Curug, Kecamatan Gunung Sindur Kabupaten Bogor. Melihat banyaknya populasi ayam di Desa Curug maka identifikasi sumber infeksi Salmonella penting dilakukan untuk mencegah dan mengontrol penyebarannya. Tujuan Penelitian
ini
bertujuan
untuk
mengisolasi
dan
mengidentifikasi
Salmonella spp di telur dan saluran reproduksi ayam petelur dari peternakan yang terdapat di Desa Curug, Kecamatan Gunung Sindur, Kabupaten Bogor serta analisis pencemaran Salmonella pada peternakan ayam petelur.
2
TINJAUAN PUSTAKA Ayam Petelur Ayam petelur merupakan ayam yang dipelihara dan diseleksi khususnya untuk menghasilkan telur (Amarullah, 2004). Ayam yang dipelihara sekarang ini termasuk ke dalam subspesies Gallus gallus domesticus, sedangkan yang masih liar ada empat spesies yaitu (1) Gallus gallus (Red Jungle Fowl memiliki penyebaran yang paling luas mulai dari pakistan ke China, Hainan, India, Burma, dan pada pulau-pulau seperti Sumatra, Jawa, dan Bali), (2) Gallus lafayetti (Ceylon Jungle Fowl di Sri Lanka), (3) Gallus sonneratti (Grey Jungle Fowl di India barat daya), dan (4) Gallus varius (Green Jungle Fowl di Jawa, Bali, Lombok, Sumbawa, Flores, dan pulau kecil di sekitarnya) (Crawford, 1993; Diwyanto dan Prijono, 2007). Red Jungle Fowl berhasil menyebar di banyak tempat, dibandingkan Jungle Fowl yang lain Gallus gallus (Red Jungle Fowl) memberikan kontribusi utama untuk keberadaan unggas domestik (Crawford, 1993). Semakin tingginya kebutuhan manusia akan daging dan telur membuat para peneliti terus berusaha mencari ayam yang dapat mengahasilakan telur dalam jumlah besar dan karkas yang pantas pada masa afkir. Ayam dua fungsi tipe Asiatics seperti Langshan, Cochin dan Brahma. Sedangkan ayam dua fungsi di Inggris dan Amerika adalah Barred Plymouth Rock, New Hampshire, Rhode Island Red dan Wyandotte. Di daratan Eropa seperti Belanda telur coklat dihasilkan oleh Barnevelders dan Welsummers, sedangkan di Prancis dihasilkan oleh Marans. Ayam dua fungsi di Australia ditemukan oleh Austral Orpington Club yang kemudian diberi nama Australorp (Crawford, 1993). Salah satu hasil persilangan dari ayam dua fungsi yang ada saat ini adalah ISA Brown. ISA Brown merupakan hasil persilangan antara Rhode Island Red dan Rhode Island White. Periode bertelur dari ISA Brown antara umur 18-80 minggu. Selama usia produktif, ayam ini mampu menghasilakan telur sebanyak 351 butir dengan ratarata mencapai 63,1 g perbutirnya. Konsumsi pakan perhari dari seekor ISA Bown sebesar 111 g, dengan konversi pakan 2,14 Kg/Kg maka pada saat afkir, ayam ini bisa mencapai berat rata-rata 2000 g atau 2 Kg (Hendrix Genetics Company, 2006). ISA Brown menghasilkan jumlah telur terbanyak bila dibandingkan dengan Hisex Brown dan Moravia. Waktu pelepasan telur dari ISA Brown utamanya terjadi pada
pagi hari, sehingga pengumpulan telur pada pukul 06.00 akan menghasilkan jumlah telur terbanyak (Tumova et al., 2009) Periode pemeliharaan unggas dimulai dari masa awal (starting period), pertumbuhan (growing period), perkembangan (developing period), akhir (finishing period), atau produksi (laying periode). Ayam mulai bertelur setelah berumur lebih kurang 5 bulan. Produksi telur meningkat terus dan setelah dua bulan produksi mencapai
puncak
untuk
kemudian
perlahan-lahan
kembali
berkurang
(Amarullah, 2004). Purnomo (1997) menyatakan bahwa permasalahan yang paling mendasar bagi usaha peternakan ayam di Indonesia adalah ditemukannya S. enteritidis pada peternakan pembibitan (breeder). Hal ini akan menjadi sumber infeksi berantai yang dapat ditularkan ke peternakan final stock di berbagai wilayah pemasarannya. Sampai saat ini S. enteritidis telah diisolasi dari ayam (usapan rektal, usus/sekum, hati, limpa, dan jantung), karkas, kuning telur, litter, dan fluss (bulu-bulu halus dari mesin tetas). Sistem Reproduksi Ayam Sistem reproduksi ayam terdiri dari indung telur (ovarium) dan saluran yang menghubungkan indung telur dengan rahim (oviduk). Oviduk terdiri dari infundibulum, magnum, isthmus, uterus, vagina, dan kloaka (Bell dan Weaver, 2002). Alat dan saluran reproduksi ayam diperlihatkan pada Gambar 1. Ovarium Pertumbuhan ovarium sangat cepat pada awal dewasa kelamin. Ovarium mengandung banyak oosit (Appleby et al., 2004). Bell dan Weaver (2002) menyatakan bahwa 11 hari sebelum ayam petelur mengeluarkan telur pertamanya, perubahan struktur hormonal terjadi. Follicle Stimulating Hormone (FSH) diproduksi oleh kelenjar otak bagian depan yang menyebabkan ukuran folikel di ovarium membesar. Aktivitas ovarium mulai membangkitkan hormon estrogen, progesteron, dan testosteron. Tingginya kandungan estrogen pada plasma darah menginisiasi perkembangan medullary bone untuk menstimulasi protein kuning telur dan pembentukan lemak pada hati, meningkatkan ukuran oviduk, memungkinkan oviduk untuk memproduksi protein putih telur, membran kerabang telur, kalsium karbonat untuk pembentukan kerabang, dan kutikula. Bahan pembuatan kuning telur 4
diproduksi di hati dan diangkut oleh sistem sirkulasi secara langsung untuk membentuk ovarium. Folikel dikelilingi pembuluh darah, kecuali pada bagian stigma. Apabila ovum masak, stigma akan robek sehingga terjadi ovulasi. Folikel kecil putih yang belum dewasa lebih rentan terhadap serangan Salmonella daripada folikel kecil yang lebih dewasa
dan yang kuning besar.
S. enteritidis dan S. typhi memiliki kemampuan yang sama untuk mengkoloni ovarium, tetapi S. enteritidis mempunyai kemampuan khusus untuk berinteraksi dan menyerang folikel sebelum ovulasi (Gantois et al., 2009).
Gambar 1. Saluran Reproduksi Ayam Sumber: Gantois et al. (2009)
Magnum Magnum adalah bagian oviduk yang mensekresikan putih telur, dan memiliki panjang sekitar 33 cm. Kuning telur di magnum dibungkus dengan putih telur selama 3,5 jam (Amarullah, 2004). Yamamoto et al. (1996) menyatakan bahwa panjang magnum berkisar antara 34 cm, kuning telur berada di bagian ini selama 174 menit. Isthmus Isthmus adalah bagian berikut oviduk sesudah magnum yang relatif pendek dengan panjang sekitar 10 cm. Telur berada dibagian ini selama 75 menit (Bell dan Weaver, 2002; Amarullah, 2004). Kuning telur yang telah dibungkus dengan putih telur masuk ke dalam isthmus, kemudian diberi membran kerabang telur yang berfungsi untuk membungkus bagian luar putih telur (Yamamoto et al.,1996). Membran kerabang telur disusun oleh serat protein. Terdapat dua jenis membran
5
yaitu membran dalam dan membran luar. Membran dalam disintesis lebih awal dan diikuti membran luar. Letak keduanya berdekatan sampai telur dikeluarkan. Pada akhir siklus telur kedua membran dipisahkan oleh kantong udara (Bell dan Weaver, 2002). Uterus Uterus berfungsi untuk menghasilkan kelanjar kerabang dan panjang berkisar dari 10 hingga 12 cm pada ayam yang sedang bertelur. Telur yang sedang berkembang berada dalam uterus selama lebih kurang 18 hingga 20 jam. Setelah telur masuk ke uterus, air dan garam ditambahkan melalui selaput kerabang dengan proses osmosis dan menggembungkan selaput kerabang yang belum kencang serta membasahi sebagian putih telur yang encer untuk membentuk lapisan ke-empat, yaitu putih telur luar yang tipis (Bell dan Weaver, 2002). Yamamoto et al. (1996) menyatakan bahwa garam-garam yang ditambahkan ke dalam telur terdiri dari sodium bikarbonat (0,5%), sodium klorida (0,24%), potasium klorida (0,16%), dan kalsium klorida (0,05%). Kerabang tersusun hampir seluruhnya oleh timbunan kalsium karbonat dalam satu matriks protein dan mukopolisakarida. Lapisan terakhir atau penutup kerabang dikenal sebagai kutikula (cuticle), suatu material organik yang berperan sebagai pelindung telur dari serangan bakteri yang berbahaya dan untuk mengurangi penguapan air. Sumber utama kalsium karbonat pada pembentukan kerabang adalah ion bikarbonat dalam darah. Bikarbonat dibentuk dari percampuran karbon dioksida dan air dengan bantuan enzim karbonik-anhi-drase (Blakely dan Bade, 1994). Kloaka Kloaka merupakan ujung dari oviduk tempat dikeluarkannya telur (Amarullah, 2004). Ensminger (1992) menambahkan bahwa semua sisa pencernaan berupa urin dan feses dibuang melalui kloaka secara bersamaan. Telur Telur merupakan salah satu sumber nutrisi yang bergizi tinggi karena mengandung
zat-zat
makanan
yang
dibutuhkan
oleh
manusia
(Ariyanti dan Supar, 2007). Telur dan produknya merupakan makanan perantara yang paling sering ditemukan sebagai media penyebaran Salmonella (Gantois et al., 6
20009). Konttaminasi pada telur biasanya terjadi t saatt telur diiinkubasi seelama peengeraman, cara pemaasakan telurr, dan cara penyimpannan telur yaang kurang g baik (A Ariyanti dann Supar, 2007). 2 Teluur tersusun dari kuninng telur (yoolk), putih telur (aalbumen), kerabang teluur, dan beberapa bagiaan lain yangg cukup kom mpleks. Rataa-rata peersentase beerat kerabanng, putih tellur, dan kun ning telur berturut-turu b ut adalah 9--11%, 600-63%, dan 28-29% (Y Yamamoto et e al., 1996). Kutikulaa Kerabang Mem mbran Luar Kantongg Udara Membrran Dalam Puutih Telur Membran Vitelin Kuning Telur
Gambar 2. Sttruktur telurr S Sumber: Gantoois et al. (20099)
Kuning telurr Kuninng telur terrsusun dari lemak dan n protein yaang bergabbung membentuk lippoprotein. Enam E puluuh persen berat b kuning g telur keriing terdiri ddari low deensity lippoproteins (LDL) dan sisanya terrdiri dari prroduk sintesis hati melalui mekan nisme esstrogen (Beell dan Weaaver, 2002). Kuning teelur dikeliliingi oleh m membran vittellin. K Kuning telurr terdiri darri 2 tipe em mulsi lipoprrotein, yaituu kuning teelur yang sangat s kuuning dan kuning k telurr yang teranng. Kuning g telur yangg sangat kunning dibenttuk di siang hari, seedangkan kuuning telur terang t dibentuk pada malam m hari, saat konsentrasi prrotein di dalam d serum m darah leebih rendah h dibandinggkan pada saat siang g hari (Y Yamamoto et e al., 1996)). Pu utih telur Putih telur dalam m sebutir telur t tersusu un dari em mpat lapisann, yaitu: kh halaza (22,7%), putihh telur encerr (17,3%), putih p telur tebal t (57,0% %), dan putiih telur luarr yang tippis (23%) (Bell ( dan Weaver, W 2002). Keken ntalan dari putih p telur tebal jauh lebih tinnggi dari pada p putih telur enceer. Kekentaalan ini diisebabkan oleh kandu ungan
7
ovomucin yang tinggi. Putih telur tebal melindungi bagian dalam putih telur tipis, pelindung kalaza dan menjaga kuning telur tetap berada di tengah telur. Putih telur tidak
berhubungan
secara
langsung
dengan
membran
kerabang
(Yamamoto et al., 1996). Kerabang Kerabang telur disusun oleh lapisan tipis kutikula, sebuah lapisan kalsium karbonat, dan dua membran kerabang. Kerabang telur sebagian besar dibentuk oleh kalsium karbonat (CaCO 3 ), dengan sodium, potasium, dan magnesium dalam jumlah sedikit. Kalsium karbonat dibentuk ketika ion kalsium dibentuk di darah, dan ion karbonat dari darah dan shell gland bersatu di dalam shell gland (Yamamoto et al., 1996). Membran kerabang dibangun oleh tiga lapisan, yaitu membran bagian dalam, membran bagian luar, dan lapisan ketiga berupa material elektron yang sangat tebal yang biasa disebut membran pembatas (Messens et al., 2005). Amarullah (2004) menyatakan bahwa kualitas kerabang telur antara satu ternak dengan ternak yang lain berbeda. Beberapa faktor yang dapat menurunkan kualitas kerabang antara lain: 1. Lama Bertelur. Semakin lama ayam terus bertelur, induk ayam tidak dapat menghasilkan ion kalsium karbonat yang cukup pada akhir masa produksi. 2. Suhu Lingkungan. Naiknya suhu lingkungan dapat menurunkan ketebalan. 3. Waktu peneluran. Telur yang dikeluarkan pada pagi hari (umumnya terjadi pada telur yang dikeluarkan pada jam 06.00-08.00 pagi) memiliki kerabang yang lebih tipis daripada telur yang dikeluarkan pada sore hari. 4. Tingkat cekaman. Ayam mengalami cekaman. 5. Penyakit-penyakit unggas tertentu. 6. Obat-obatan tertentu. Salmonella Salmonella diklasifikasikan ke dalam dua spesies, yaitu Salmonella enterica dan Salmonella bongori (Jordan et al., 2001). Lima jenis spesies Salmonella enterica yang berhubungan dengan unggas, keracunan makanan, dan salmonellosis pada manusia adalah Salmonella enterica typhimurium, enteritidis, heidelberg, newport, dan hadar (Hong et al., 2003)
8
Berdasarkan taksonomi, Salmonella spp. dapat digolongkan sebagai berikut: Kingdom
: Bacteria
Filum
: Proteobacteria
Kelas
: Gamma proteobacteria
Ordo
: Enterobacteriales
Famili
: Enterobacteriaceae
Genus
: Salmonella
Species
: Salmonella sp.
D’Aoust (2000) menyatakan bahwa Salmonella adalah bakteri gram negatif yang berukuran kecil sekitar 0,7 – 1,5 x 2,0 – 5,0 µm. Salmonella tumbuh pada kisaran suhu 8 °C sampai 45 °C pada rentang pH 4-9 dan membutuhkan a w (activity water) di atas 0,94. Salmonella tumbuh dengan optimum pada suhu 35 °C sampai 37 °C mampu memproduksi H 2 S, dan mengkatabolisme berbagai macam karbohidrat menjadi asam dan gas (dari fermentasi gula) (Bell & Kyriakides, 2003). Mario dan Splittstoesser (1976) menambahkan bahwa Salmonella mampu mengubah nitrat menjadi nitrit dan tidak dapat memfermentasikan salicin, sukrosa dan laktosa. Salmonella spp. Secara mikroskopis dapat dilihat pada gambar 3.
Gambar 3. Salmonella spp. Sumber: Mullins (2008)
Dua protein toksin yang diidentifikasi dari bakteri Salmonella enterica saat melewati saluran usus menuju epitelium adalah enterotoksin dan endotoksin (Callaway et al., 2008). Aktifitas enterotoksin oleh Salmonella menyebabkan respon sekretori pada sel epitel yang menghasilkan akumulasi cairan pada lumen usus (Gast, 1997). Tiga jenis antigen yang berpengaruh terhadap uji serologi dari Salmonella adalah K (capsular), O (somatic), dan H (flagellar). K atau antigen capsular dimiliki
9
oleh beberapa jenis Salmonella dan menjadi komponen dari penutup yang mengelilingi organisme. Antigen K labil terhadap panas dan dapat dihancurkan dengan perebusan. Antigen O stabil terhadap panas dan biasanya digunakan untuk penggumpalan antibodi. Antigen Somatic (O) merupakan antigen yang berhubungan dengan permukaan sel. Terdapat lebih dari 40 jenis antigen O yang berbeda di antara berbagai jenis Salmonella yang berbeda. Antigen H berlokasi di flagella Salmonella, dan labil terhadap panas (Mario dan Splittstoesser 1976). Salmonella berdasarkan kesamaan dalam kandungan satu atau lebih antigen O, ditempatkan ke dalam beberapa grup yaitu A, B, C, dan lain sebagainya. Klasifikasi flagella atau antigen H, terdiri dua tipe: yaitu tahap spesifik (tahap 1) dan tahap umum (tahap 2). Antigen pada tahap 1 terdiri dari beberapa spesies Salmonella dan tahap 2 memiliki penyebaran yang lebih luas di antara beberapa spesies. Antigen H pada tahap 1ditunjukan dengan huruf abjad (alphabet), dan tahap 2 ditunjukan oleh huruf arab. Subkelompok Salmonella dikenal dengan serovar (Jay et al., 2005), seperti yang tertera pada Tabel 1. Tabel 1. Struktur Antigen dari Beberapa Salmonella Grup
Serovar (Serotipes)
Antigen O
A
S. paratyphi A
B
Antigen H Tahap 1
Tahap 2
1, 2, 12
A
(1, 5)
S. schottmulleri
1, 4, (5), 12
B
1, 2
S. typhimurium
1, 4, (5), 12
I
1, 2
S. hirschfeldii
6, 7, (vi)
C
1, 5
S. choleraesuis
6, 7
(c)
1, 5
S. oranienburg
6, 7
m, t
-
S. montevideo
6, 7
g, m, s (p)
(1, 2, 7)
C2
S. newport
6, 8
e, h
1, 2
D
S. typhi
9, 12, (Vi)
D
-
S. enteritidis
1, 9, 12
g, m
(1, 7)
S. gallinarum
1, 9, 12
-
-
S. anatum
3, 10
e, h
1, 6
C1
E1
Keterangan: Antigen yang dicetak tebal dihubungkan dengan konversi phage. () = mungkin tidak ada (Jay et al., 2005).
10
Habitat Salmonella spp. terutama berada di saluran usus hewan seperti burung, reptil, ternak, manusia, dan ada kalanya serangga. Walaupun habitat utamanya ada di saluran usus, tetapi Salmonella dapat juga ditemukan di bagian lain dari tubuh. Organisme ini dikeluarkan dalam feses dan dapat dipindahkan oleh serangga dan organisme yang hidup di lingkungan. Sebagai sumber pencemaran dari saluran usus, Salmonella dapat ditemukan di air, terutama air yang tercemar. Siklus ini berlangsung terus sampai pengiriman produk dan pakan hewan ke luar negeri. Pengiriman produk dan pakan hewan berperan terhadap penyebaran Salmonella (Jay et al., 2005). Salmonellosis Faktor-faktor yang dapat menyebabkan unggas rentan terhadap Salmonella adalah umur unggas, jenis Salmonella dan banyaknya jumlah bakteri yang masuk, stres yang disebabkan oleh lingkungan, transportasi, penyakit, adanya pakan aditif seperti anti mikroba dan anti jamur, pH dalam perut rendah, dan latar belakang genetik. Ayam sangat mudah terinfeksi Salmonella dan kolonisasi usus mulai dari penetasan sampai umur 96 jam (Foley et al., 2008). Jay et al. (2005) menjelaskan bahwa khusus untuk S. enteritidis dapat ditemukan di dalam telur dan ovarium ayam yang bertelur, dengan kemungkinan jalur penularan sebagai berikut : 1. Transovarium 2. Translokasi dari peritonium ke kantong kuning telur atau oviduk 3. Menembus kerabang telur sewaktu telur bergulir menuju kloaka 4. Mencuci telur 5. Pengolahan makanan Gejala dari penyakit pada ayam yang terinfeksi oleh S. enteritidis biasanya banyak dilihat pada ayam yang masih muda. Ayam muda yang terinfeksi salmonellosis oleh S. enteritidis atau S. typhimurium
dapat menunjukan gejala
seperti depresi, kehilangan bobot badan, bergerombol dalam kelompok, tidak mau bergerak, mengantuk, dehidrasi, feses berwarna putih dan noda pada kloaka. Selama dua minggu awal kehidupan ayam akan mengalami gagal pertumbuhan dan menjadi kerdil (Saeed, 1999).
11
Salmonella dapat masuk ke dalam telur dengan dua cara, yaitu melalui jalur vertikal dan horizontal. Jalur vertikal dimulai saat unggas dewasa kelamin, Salmonella mengkoloni ovarium, dan saluran reproduksi ayam betina. Di antara berbagai jenis Salmonella, jenis Salmonella typhimurium dan Salmonella entritidis dapat menginfeksi isthmus dan masuk ke dalam telur selama proses pembentukan. Jalur horizontal dapat terjadi melalui permukaan terluar kerabang telur. Kerabang telur dapat terkontaminasi oleh Salmonella melalui feses, selian itu Salmonella dapat masuk ke dalam telur khususnya saat berada di dalam inkubator dan mesin penetasan (Chao et al., 2007; Gantois et al., 2009 ). Jalur penyabaran Salmonella dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 4. Jalur Penyebaran Salmonella spp. Sumber: Gantois et al. (2009)
Kontaminasi Salmonella dapat terjadi akibat adanya infeksi pada organ reproduksi atau organ yang berasal dari saluran pencenaan. Selain itu kemungkinan kontaminasi dari kuning telur secara in vivo melalui penyebaran aliran darah atau kolonisasi peritoneum oleh organisme (Shivaprasad, 1997).
12
Media Pertumbuhan Salmonella spp Rappaport Vassiliadis (RV) Tujuan penggunaan media pengkayaan RV awalnya untuk sampel feses. Ternyata ditemukan bahwa media ini efektif dalam mengisolasi Salmonella dari berbagai sumber. Rasio sampel dan RV yang optimal dalam pengkayaan adalah 1:100. Biasanya media pengkayaan RV ini diinkubasi pada suhu 41,5 °C selama 24 jam. Media pengkayaan RV lebih efektif bila diinkubasi selama 48 jam (Waltman, 1999). Tetrathionate Broth (TTB) Tetrathionate Broth digunakan sebagai media pengkayaan dari isolasi Salmonella yang berasal dari feses, urin, pakan, dan bahan lain. Media tetrathionate terbentuk dengan penambahan larutan iodin yang berfungsi untuk mencegah tumbuhnya mikroba normal sampel feses. Kalsium karbonat berfungsi untuk menatralisir dan menyerap racun metabolisme. Media pengkayaan TTB diinkubasi selama 18-24 jam pada suhu 35±2 °C (Waltman, 1999). Bismuth Sulfite Agar (BSA) Bismuth Sulfite Agar merupakan media yang sangat spesifik untuk isolasi Salmonella typhii dan spesies lain. Adanya bismuth sulfite dan brilliant green dapat menghambat pertumbuhan gram positif dan coliform. Adanya S (sulfur) dalam media akan diubah menjadi H 2 S yang berperan dalam mengendapkan besi, sehingga koloni berwarna coklat-hitam dengan kilap logam, tampak seperti mata kelinci. Mikroba lain yang dapat tumbuh
antara lain Pseudomonas, Shigella, dan Vibrionaceae.
Media ini sangat baik digunakan pada tahap awal untuk memilahkan Salmonella dari mikroba lain
(Waltman, 1999).
Hektoen Enteric Agar (HEA) Hektoen Enteric Agar dibuat untuk mengisolasi Salmonella dan Shigella dengan menghambat mikroba usus umumnya. Media mengandung garam empedu sebagai
agen
selektif
dan
laktosa,
sukrosa,
salicin
dan
indikator
H2S
(Waltman, 1999).
13
Xylose Lysine Deoxycholate Agar (XLDA) Medium ini dibuat dari sodium deoxycholate sebagai selektif agen, laktosa, sukrosa, lisin, dan indikator H 2 S. Masalah utama dengan XLD agar adalah ketidakmampuan dalam menekan pertumbuhan Proteus spp. Kehadiran H 2 S ditandai oleh koloni hitam dan biasanya mengaburkan perbedaan didalam reaksi lisin Salmonella dan protease (Waltman, 1999). Triple Sugar Iron Agar (TSIA) TSIA digunakan untuk membedakan bakteri gram negatif yang didasarkan pada fermentasi karbohidrat dan produksi hidrogen sulfida. Triple Sugar Iron Agar terdiri dari tiga jenis gula (dextrosa, laktosa, dan sukrosa), fenol merah untuk mendeteksi fermentasi karbohidrat dan ferrous ammonium sulphate untuk mendeteksi produksi hidrogen sulfida (ditandai oleh menghitamnya ujung tabung). Media ini diinkubasi dengan tutup yang dilonggarkan pada suhu 35 °C selam 18-24 jam, hasil reaksi berupa fermentasi karbohidrat, produksi gas, dan produksi hidrogen sulfida. Inkubasi tidak boleh lebih dari 24 jam, karena reaksi asam di dalam media miring oleh fermentasi laktosa dan sukrosa dapat mengakibatkan reaksi alkalin kembali (Waltman, 1999). Lysine Iron Agar (LIA) Lysine Iron Agar digunakan untuk membedakan bakteri enterica berdasarkan pada kemampuannya untuk mendekarboksilasi atau mendeaminasi lisin menjadi hidrogen sulfida. Sampel diinkubasi tanpa tutup selama 18-48 jam pada suhu 35±2 °C. Sampel bakteri enterica memproduksi hidrogen sulfida yang dapat menyebabkan media menghitam karena produksi ferrous sulphides. Hal ini menyebabkan dekarboksilasi lisin dan menghasilkan reaksi alkalin (warna ungu) atau reaksi netral di dasar medium. Organisme yang dapat mendeaminasi lisin dapat menghasilkan perubahan warna media miring menjadi merah dan dasar berasam. Gas mungkin dibentuk tetapi umumnya pembentukannya tidak dapat dipastikan. (Waltman, 1999).
14
Urea Agar Urea agar ditemukan oleh Christensen dan digunakan sebagai media padat untuk memisahkan bakteri enterica berbentuk batang. Urea agar memisahkan urease positif antara organisme Proteeae (Proteus spp., Morganella morganii subsp. morganii, Providencia rettgeri, dan beberapa Providencia stuartii) dan organisme urease positif yang lain seperti: Citrobacter, Enterobacter dan Klebsiella dan bakteri kecuali Enterobacteriaceae (Bordetella dan Brucella spp). Urea agar mendeteksi aktivitas urease secara cepat hanya pada urea positif species proteus dan hasil akan valid bila diamati pada 2 sampai 6 jam setelah inkubasi. Berbeda dengan Enterobacter, Citrobacter atau Klebsiella hidrolisis urea berjalan lebih lambat. Hal ini menunjukan hanya sedikit terjadi reaksi alkalin pada dasar media dalam 6 jam. Diperlukan waktu 3 sampai 5 jam untuk merubah reaksi di seluruh bagian. Pembusukan urea biasanya dipertimbangkan sebagai karakteristik kritis untuk memisahkan spesies dalam genus Proteus. Dengan menekan konsentrasi fosfat dan mengoptimalkan ukuran media inokulasi dan temperatur (Roberts et al., 1978).
15
MATERI DAN METODE Waktu dan Lokasi Penelitian dilakukan pada bulan Oktober 2009 hingga Mei 2010 dan dilaksanakan di Laboratorium Ruminasia Besar Institut Pertanian Bogor. Sampel ayam petelur diambil dari dua peternakan yang berada di Desa Curug Kabupaten Bogor, dengan populasi sebesar ± 60.000 ekor untuk peternakan A dan 64.069 ribu untuk peternakan B. Materi Bahan yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari 12 ekor ayam petelur dari dua peternakan yang berbeda. Sejumlah enam ekor ayam (masing-masing 3 ekor dari dua peternakan berbeda) digunakan untuk pengambilan sampel ovarium, magnum, uterus, dan kloaka. Sedangkan 6 ekor lainnya (masing-masing 3 ekor dari dua peternakan berbeda) digunakan untuk pengambilan sampel kerabang, dan isi telur ayam. Bahan lain yang digunakan adalah kantong plastik, Lactose Broth (LB) steril, Tetrathionate Broth (TTB), media Xylose Lysine Desoxycholate (XLD) Agar, Hektoen Eteric Agar (HEA), Bismuth Sulfite Agar (BSA), Triple Sugar Iron (TSI) Agar, Lysine Iron Agar (LIA), Urea Broth, dan Nutrient Agar (NA). Alat-alat yang dipakai pada percobaan ini adalah inkubator, cawan petri, tabung reaksi, bunsen, timbangan, dan ose. Rancangan Percobaan Pengambilan sampel penelitian mengunakan metode Simple Random Sampling (Scheaffer et al., 1990) dengan asumsi semua ayam pada masing-masing peternakan dianggap sama. Pengambilan ayam dilakukan masing-masing tiga ekor sekaligus dari dua peternakan berbeda. Sampel telur diambil dari telur yang masih ada di saluran reproduksi (bukan yang telah ditelurkan). Pengujian pada tiap sampel diulang sebanyak dua kali (duplo). Data yang diamati adalah isolasi keberadaan Salmonella dan identifikasi spesies Salmonella yang ditemukan di saluran reproduksi dan telur ayam. Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif.
Prosedur Prosedur pengambilan sampel Sampel berupa ovarium, magnum, uterus, dan kloaka diperoleh dari 6 ekor ayam yang berasal dari dua peternakan yaitu peternakan A dan B. Peternakan A dan B ditentukan secara acak dari 25 peternakan yang terletak di Desa Curug, Kecamatan Gunung Sindur, Kabupaten Bogor. Untuk mendapatkan sampel, ayam disembelih (killing), ditiriskan (bleeding), direndam di dalam air panas (scalding), dan dicabut bulunya (defeathering). Ayam yang telah bersih, bagian perutnya disayat sepanjang ± 2 cm. Kemudian saluran reproduksi dikeluarkan dan diambil sesuai sampel yang akan diamati. Sebanyak 5 gram sampel diambil dari masing-masing bagian dan dimasukkan ke dalam plastik steril. Sampel kerabang dan isi telur didapatkan dari telur yang masih berada di dalam saluran reproduksi 6 ekor ayam peternakan A dan B. Prosedur pengambilan sampel untuk kerabang dan isi telur tidak jauh berbeda dengan pengambilan sampel organ reproduksi. Setelah saluran reproduksi dikeluarkan, telur yang masih berada di dalamnya diambil dan dimasukkan ke dalam plastik steril. Kerabang dan isi telur dipisahkan ke dalam dua plastik steril yang berbeda. Seluruh sampel diuji menggunakan metode Bacterilogial Analitycal Method (BAM). Prosedur Isolasi dan Identifikasi Salmonella spp Prosedur isolasi dilakukan secara konvensional berdasarkan Andrews dan Hammack (2007) dalam USFDA Bacterilogial Analitycal Method (BAM) 8th Edition revisi Desember tahun 2007 (Gambar 5). Prosedur meliputi tahap pengkayaan, pengkayaan selektif, agar selektif, dan uji biokimia awal. a. Pengkayaan Bagian ovarium, magnum, uterus dan kloaka ayam petelur diambil dan ditimbang secara aseptis sebanyak 10 gram dan dimasukkan ke dalam kantong plastik. Sebanyak 90 ml Lactose Broth (LB) steril dan dihomogenkan dengan cara dikocok-kocok dan diremas-remas dengan perlahan hingga sampel homogen. Sampel yang telah homogen diinkubasi pada suhu 37±2 ºC selama 24±2 jam. Sebanyak 1 ml sampel yang telah diinkubasi di dalam media LB diambil dan diinokulasi ke dalam 9
17
ml Tetrathionate Broth (TTB) dan RV (Rappaport Vassiliadis). Selanjutnya TTB dan RV diinkubasi pada suhu 37±2 °C selama 24±2 jam. b. Agar Selektif Sejumlah satu ose sampel yang telah dihangatkan di inkubator pada masingmasing media selektif diambil dan digoreskan secara kuadran pada media Xylose Lysine Desoxycholate (XLD) Agar, Hektoen Eteric Agar (HEA), dan Bismuth Sulfite Agar (BSA). Sebelum digoreskan ke media selektif, sampel dihomogenkan terlebih dahulu. Ketiga media selektif tersebut kemudian dihangatkan di inkubator pada suhu 35±2 °C selama 24±2 jam, setelah itu dilihat keberadaan koloni tipikal yang tumbuh pada masing-masing agar. Apabila terdapat koloni tipikal yang tumbuh, maka analisis dilanjutkan dengan uji biokimia awal menggunakan Triple Sugar Iron Agar (TSIA) miring dan Lysine Iron Agar (LIA) miring. c. Uji Biokimia Awal Koloni tipikal yang tumbuh pada ketiga media spesifik XLD agar, HEA dan BSA masing-masing diinokulasikan menggunakan jarum ose steril pada TSIA dan LIA. Pada TSIA miring jarum ose digores dan ditusuk, sementara jarum ose ditusuk dan digoreskan pada LIA miring tanpa pembakaran kembali. Reaksi spesifik Salmonella pada TSIA miring adalah ditemukannya warna merah/alkalin (reaksi basa) pada bagian permukaan miring (slant) dan warna kehitaman pada agar kadang hingga menutupi warna agar dasar (dengan atau tanpa produksi gas H 2 S. Reaksi spesifik Salmonella pada LIA miring ditandai dengan warna ungu/alkalin (reaksi basa) pada bagian permukaan miring (slant), warna ungu/alkalin pada bagian agar dasar/butt atau agar tusuk (reaksi memproduksi H 2 S; kehitaman pada agar kadang hingga menutupi warna agar dasar, dengan atau tanpa memproduksi gas). Diagram alur uji Salmonella spp ditampilkan pada Gambar 5.
18
Sampel LB T TTB
R RV
HEA
X XLDA
BSA
H HEA
XLLDA
BSSA
LIA
LIA
LIA
LIA
LIA
LIA
TSIA
TSIA
TSIA
TSIA
T TSIA
TSIA
Gaambar 5. Diaggram Alur Uji dari Salmonnella. LB= La actose Broth; TTB= Tetrathhionate Broth h; RV= Rappaport Vassiliadis; HEA= Hekktoen Eteric Agar; XLD DA= Xylose Lysine Desoxychollate Agar; BS SA= Bismuth Sulfite Agar; LIA= Lysinee Iron Agar; TSIA= T Triple Sugaar Iron Agar.
d.
Uji Biokkimia Lanjutt Sejum mlah satu ose o koloni spesifik s Salmonella pada TSIA dan LIA miring m
diiambil dan diinokulasii ke dalam 2 ml Urea a Agar dann keduanya diinkubasi pada suuhu 35±2 °C selama 24±2 2 jam. Setelah S inku ubasi dilihaat reaksi paada tabung Urea Aggar. Salmonnella tidak merubah warna w Urea a Agar (reakksi negatif dan warna tetap orranye). Apaabila Urea Agar beruubah menjaadi warna merah mudda maka koloni k teersebut bukaan Salmonellla.
19
HASIL DAN PEMBAHASAN Kontaminasi Salmonella spp. pada Saluran Reproduksi Berdasarkan pengamatan pada saluran reproduksi (ovarium, magnum, uterus, kloaka) dari 6 ekor ayam pada 2 peternakan berbeda (A dan B) diketahui bahwa terdapat beberapa bagian saluran reproduksi yang diketahui positif terinfeksi Salmonella spp. Pengamatan koloni Salmonella spp. pada saluran reproduksi disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Pengamatan Koloni Salmonella spp. pada Saluran Reproduksi dari Peternakan Ayam Petelur di Desa Curug, Kecamatan Gunung Sindur, Kabupaten Bogor. Peternakan
Sampel Ovarium
Magnum A Uterus
Kloaka
Ovarium
Magnum B Uterus
Kloaka
1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1
Hasil Pengamatan Positif Positif Negatif Positif Positif Negatif Positif Positif Negatif Positif Negatif Negatif Negatif
2
Negatif
3
Positif
1
Negatif
2
Negatif
3
Positif
1
Negatif
2
Negatif
3
Positif
1
Positif
2
Positif
3
Negatif
Ulangan
Kontaminasi Salmonella spp. di Ovarium
(a)
(b)
(c) Gambar 6. Identifikasi Salmonella spp. di Ovarium pada Agar Selektif (a) BSA, (b) HEA, dan (c) XLD Pengamatan pada agar selektif diketahui bahwa dari 24 media murni menunjukan bahwa pada media BSA memiliki nilai kontaminan yang paling besar yaitu 14 sampel (58,33%) positif mengandung Salmonella spp. diikuti oleh HEA sebanyak 6 sampel (25%) dan XLD sebanyak 3 sampel (12,5%). Media BSA menampakkan warna keabu-abuan, sedangkan pada media HEA dan XLD sampel positif Salmonella berwarna kehitaman, seperti yang terdapat pada Gambar 6. Ciri ini sesuai dengan SNI (2008) yang menyatakan bahwa sampel yang positif tercemar Salmonella spp. pada media BSA terlihat keabu-abuan atau kehitaman, pada HEA ditandai dengan warna hijau kebiruan dengan atau tanpa titik hitam, sedangkan pada media XLD diindikasikan dengan koloni berwarna merah muda dengan atau tanpa titik hitam.
21
Gambar 7. Identifikasi Salmonella spp. di Ovarium pada TSIA dan LIA Sampel positif dari agar selektif ini kemudian diuji dengan menggunakan media TSIA dan LIA. Pengujian melalui media BSA, HEA dan XLD secara berturutturut adalah 50%, 66,67% dan 100%. Sampel positif tercemar Salmonella spp. pada media TSIA dan LIA ditandai dengan terdapatnya warna menghitam pada bagian bawah ke dua tabung (Gambar 7). SNI (2008) menyatakan bahwa sampel positif koloni Salmonella pada media TSIA dan LIA ditunjukkan dengan adanya warna hitam dengan atau tanpa gelembung gas. Jumlah sampel positif pada media TSIA dan LIA ditemukan sebanyak 11 pasang sampel. Sebelas pasang sampel positif tercemar Salmonella dipilih media TSIA untuk digunakan dalam uji urea agar. Hasil uji menunjukan bahwa 9 atau (81,82%) sampel dinyatakan positif tercemar Salmonella spp. seperti yang diilustrasikan dengan adanya warna yang berbeda pada Gambar 8. SNI (2008) menyatakan bahwa sampel yang tidak tercemar Salmonella spp. ditunjukan dengan reaksi negatif. Ciri-ciri reaksi negatif diketahui dengan tidak berubahnya warna media dan warna media tetap kuning.
Gambar 8. Identifikasi Salmonella spp. di Ovarium pada Urea Agar
22
Berdasarkan pengamatan sampel ovarium ayam, diketahui bahwa 2 sampel ayam dari peternakan A, dan 1 ekor ayam dari peternakan B positif terinfeksi Salmonella spp. Infeksi pada ovarium dapat disebabkan dari indukan yang terjangkit Salmonella spp, selain itu bisa juga disebabkan oleh infeksi pada saat ovarium masih belum dilepaskan. Folikel kecil yang masih muda lebih mudah terinfeksi Salmonella spp. dibandingkan dengan folikel kuning yang telah dewasa. Penembusan dari folikel yang belum dewasa dapat berakibat pada kontaminasi telur setelah folikel itu dewasa dan dapat menyebabkan berlanjutnya infeksi seluruh ovarium pada saluran reproduksi (Gantois et al., 2009). Okamura et al. (2001) menyatakan bahwa S. enteritidis mampu mengkolonisasi ovarium lebih tinggi dibandingkan dengan Salmonella jenis lainnya. Pendapat yang sama dinyatakan oleh Gast et al. (2007) bahwa kolonisasi ovarium lebih tinggi dibandingkan dengan kolonisasi bagian atas dan bagian bawah saluran reproduksi, pengamatan ini dilakukan pada 3 jenis Salmonella yang berbeda yaitu Salmonella enteritidis tipe 13a, Salmonella enteritidis tipe 14b, dan Salmonella heidelberg.
Salmonella
enteritridis
mampu
mengkolonisasi
lebih
sering
dibandingkan jenis lainnya (Okamura et al., 2001). Ovarium yang terinfeksi Salmonella spp. dapat mengakibatkan timbulanya penyebaran Salmonella spp. secara vertikal, atau dengan kata lain indukan yang dikontaminasi oleh Salmonella spp akan berpeluang menyebarakan Salmonella spp. kepada anakan dengan melalui kontaminasi kuning telur. Kontaminasi Salmonella spp di Magnum
(a)
(b)
Gambar 9. Identifikasi Salmonella spp di Magnum pada agar selektif (a) BSA dan (b) HEA
23
Pengamatan pada 24 media agar selektif (BSA, HEA, dan XLD) menunjukan 22 dari 24 sampel (91,67%) sampel BSA diduga terkontaminasi Salmonella spp. Dugaan ini didasarkan kepada ciri-ciri yang ditemukan pada media yaitu sampel tampak berwarna abu-abu dengan titik kehitaman (Gambar 9 a), sedangkan pada media HEA, 2 dari 24 sampel pengamatan (8,3%) diduga terkolonisasi Salmonella spp. Warna media menunjukan adanya sedikit warna hijau dengan inti berwarna hitam seperti yang ditunjukan dengan lingkaran yang terdapat pada Gambar 9 b. Berdasarkan SNI (2008), BSA dinyatakan positif tercemar Salmonella spp. jika ditemukan koloni berwarna keabu-abuan atau hitam, sedangkan pada media HEA media yang positif tercemar salmonella spp. ditandai dengan adanya koloni berwarna hijau kebiruan dengan atau tanpa titik hitam (H 2 S) (Gambar 9 c).
Gambar 10. Identifikasi Salmonella spp. di Magnum pada Media TSIA dan LIA Gambar 10 memperlihatkan bahwa kedua media baik TSIA dan LIA memiliki warna menghitam pada bagain ujungnya. Reaksi ini diperkuat dengan timbulnya gelembung gas pada media TSIA (lingkaran putih). Adanya kedua ciri tersebut mengindikasikan bahwa sampel magnum yang di amati mengandung Salmonella spp. Sebanyak 22 sampel positif BSA dan 2 sampel positif HEA pada uji sebelumnya (Agar selektif) diketahui bahwa 100% sampel HEA positif terkontaminasi Salmonella spp. sedangkan pada BSA hanya sebesar 13,64%. Tingginya persentase HEA ini disebabkan karena Hektoen Eteric Agar sangat cocok untuk mengisolasi Salmonella dan Shigella, karena media ini mengandung garam empedu sebagai agen selektif dan laktosa, sukrosa, salicin dan indikator H 2 S (Waltman, 1999). Nilai persentase HEA ini sangat berkebalikan dengan BSA hal ini disebabkan karena pada media BSA ini masih terdapat mikroba lain yang dapat tumbuh seperti Pseudomonas, Shigella, dan Vibrionacea (Waltman, 1999).
24
Gambar 11. Identifikasi Salmonella spp. di Magnum pada Urea agar Warna kuning pada media Urea Agar menunjukan terjadi reaksi negatif yang tidak merubah warna media Urea Agar (Gambar 10). Sejumlah 24 sampel yang diamati pada media agar selektif sebelumnya ditemukan 5 dari 5 (100 %) terbukti positif terkolonisasi Salmonella spp. Magnum adalah bagian oviduk yang mensekresikan putih telur, dengan panjang sekitar 33 cm (Amarullah, 2004). Enam ekor ayam yang diteliti menunjukan 2 ekor ayam dari peternakan A dan 1 ekor ayam dari peternakan B positif terinfeksi Salmonella spp. pada bagian magnum. Infeksi pada magnum dapat mengakibatkan putih telur yang disekresikan terjangkit Salmonella spp. Kemampuan untuk menginvasi dan berkembang biak pada magnum dan isthmus pada berbagai jenis Salmonella diperkirakan melalui sel tubular gland (Gantois et al., 2009). Kontaminasi Salmonella spp. di Uterus Uterus berfungsi dalam menghasilkan kelenjar kerabang, dan panjang berkisar dari 10 hingga 12 cm pada ayam yang sedang bertelur. Telur yang sedang berkembang berada dalam uterus selama lebih kurang 18 hingga 20 jam (Amarullah, 2004). Miyamoto et al. (1998) menyatakan bahwa di dalam uterus terdapat bakteri yang dominan yaitu Lactobacillus dan Stapylococus untuk bisa menghasilkan kerabang dan membran kerabang yang mengandung Salmonella spp., maka Salmonella spp. harus mampu berinteraksi dengan mikro flora asli khususnya Lactobacillus di oviduk agar mampu mencemari kerabang dan membran kerabang seperti halnya pada ovarium dan magnum, pada uterus ditemukan sampel yang positif tercemar Salmonella spp. yaitu sebanyak 2 sampel pada peternakan A dan 1 sampel pada peternakan B. Apabila uterus terinfeksi oleh Salmonella spp. maka akan mengakibatkan kerabang telur yang dihasilkan ikut terinfeksi.
25
(a)
(b)
Gambar 12. Identifikasi Salmonella spp di uterus pada agar selektif (a) BSA dan (b) HEA Seperti pada pengamatan di magnum, media agar selektif yang menunjukan adanya kolonisasi Salmonella spp hanya terjadi pada media BSA dan HEA. Kolonisasi Salmonella pada media BSA dicirikan dengan adanya koloni berwarna abu-abu (Gambar 12 a). Sebanyak 18 dari 24 sampel media awal (75%) mengindikasikan adanya kolonisasi Salmonella spp. BSA memiliki koloni berwarna keabu-abuan atau hitam. Sedangkan pada media HEA ditemukan koloni berwarna hijau dengan inti yang berwarna hitam. Sembilan dari 24 sampel ditemukan positif terinfeksi Salmonella spp. (37,5%), sedangkan pada media HEA media yang positif ditandai dengan adanya koloni berwarna hijau kebiruan dengan atau tanpa titik hitam (H 2 S) (Gambar 12 b).
Gambar 13. Identifikasi Salmonella spp. di uterus pada TSIA dan LIA Identifikasi Salomonella spp. dilakukan pada 27 sampel yang berasal dari media BSA dan HEA. Sebuah media TSIA dan LIA dinyatakan positif tercemar apabila terdapat warna hitam pada bagian dasarnya. Gambar 13 memperlihatkan hanya media TSIA saja yang menunjukan adanya gelembung udara. Sebanyak 18 sampel yang positif pada media BSA, 6 diantaranya (33,33%) positif terkolonisasi
26
Salmonella spp. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa persentase positif cemaran Salmonella pada media BSA dinilai rendah karena pada media BSA masih terdapat mikroba lain yang dapat tumbuh seperti Pseudomonas, Shigella, dan Vibrionaceae (Waltman, 1999). Sejumlah 6 sampel dari 9 (66,67%) media HEA dinyatakan positif terkolonisasi Salmonella spp. Tingginya persentase HEA ini disebabkan Hektoen Eteric Agar sangat cocok untuk mengisolasi Salmonella dan Shigella. Media ini mengandung garam empedu sebagai agen selektif dan laktosa, sukrosa, salicin dan indikator H 2 S (Waltman, 1999). Uji TSIA dan LIA dari media HEA menunjukan bahwa dalam isolasi HEA yang dilakukan pada uterus ini terdapat koloni dari Shigella. Sehingga saat di uji terdapat 3 sampel yang bukan merupakan koloni dari Salmonella spp.
Gambar 14. Identifikasi Salmonella spp. di Uterus pada Urea Agar Uji pada media Urea Agar dilakukan pada 12 sampel yang dinyatakan positif pada media TSIA dan LIA. Sebanyak 11 dari 12 sampel tersebut (91,67%) positif terkolonisasi oleh Salmonella spp. Ciri sampel yang positif ini ditandai dengan tidak berubahnya warna media Urea Agar. Kontaminasi Salmonella spp. di Kloaka Kloaka merupakan tempat keluarnya telur dan fesses, kloaka terletak di bagian paling ujung saluran reproduksi, sehingga bagian ini selalu berinteraksi dengan lingkungan luar. Berdasarkan hasil penelitian, jumlah sampel yang terinfeksi Salmonella spp. agak berbeda jika dibandingkan dengan sampel-sampel sebelumnya. Sebanyak 1 sampel kloaka ayam dari peternakan A dan 2 sampel kloaka dari peternakan B terbukti positif terinfeksi Salmonella spp. Ayam ke-2 dari peternakan
27
A, dan ayam ke-3 dari peternakan B memiliki kasus yang hampir serupa. Kedua ayam ini terinfeksi oleh Salmonella spp. bagian ovarium, magnum, dan uterus sedangkan bagian kloaka tidak terinfeksi. Hal ini menunjukan infeksi Salmonella belum menyebar ke daerah kloaka. Ensminger (1992) menyatakan bahwa semua sisa pencernaan baik berupa urin dan feses dibuang melalui kloaka. Oleh karena itu, tidak adanya Salmonella pada bagian ini bisa disebabkan karena di kloaka terdapat residu antibiotik yang tidak terserap seluruhnya oleh darah dan dikeluarkan melalui kloaka, yang mengakibatakan kloaka dari ayam tersebut terbebas dari Salmonella spp. Kasus serupa ditemukan pada penelitan Miyamoto et al. (1997) pada 18 sampel ayam yang diteliti ditemukan bahwa ayam no 4 terinfeksi oleh Salmonella enteritidis pada bagian infundibulumnya tetapi bagian yang lainnya bebas dari kontaminasi. Kasus yang lain pada ayam no 5 ditemukan terinfeksi Salmonella enteritidis pada bagian magnum dan uterusnya tetapi pada vagina dan kloaka ayam terbebas dari infeksi. Pada ayam no 9, hanya pada bagian vagina saja yang terkontaminasi tetapi bagian lain termasuk kloaka tidak terinfeksi oleh Salmonella enteritidis. Hanya saja Miyamoto et al. (1997) tidak menjelaskan fenomena tersebut secara lebih jelas dan rinci. Ayam 1 dan 2 dari peternakan B memiliki kasus yang berbeda. Kedua kloaka ayam ini positif terinfeksi Salmonella, sementara sampel ovarium, magnum dan uterusnya tidak terinfeksi. Hal ini bisa terjadi karena kloaka ayam tersebut terinfeksi Salmonella dari pakan, air minum atau dari lingkungan yang kurang bersih. Miyamoto et al. (1998)
menyatakan bahwa kontaminasi bagian bawah
oviduk mungkin dimulai dari tanah, yang meningkat ke kloaka kemudian naik ke vagina dan uterus. Sebelum Salmonella enteritidis naik ke vagina, bakteri tersebut harus mengkolonisasi dan mempoliferasi jaringan kloaka. Selain E. coli, bakteri anaerob yang terdapat di bagian kloaka adalah Lactobacillus, dan Bacteroidaceae. Salmonella enetritidis menginfeksi bagian bawah saluran reproduksi dan mencemari telur setelah berinteraksi dengan mikroflora asli khususnya Lactobacillus di bagian kloaka.
28
(a)
(b)
(c) Gambar 15. Identifikasi Salmonella spp. di Kloaka pada Agar Selektif (a) BSA, (b) HEA dan (c) XLD Hampir sama dengan ovarium, pada uji agar selektif yang dilakukan kepada kloaka, setiap media menunjukan sampel yang positif. Dua belas media BSA dari 24 (50%) sampel dinyatakan positif. Sampel positif ditandai dengan adanya warna koloni keabu-abuan dengan bintik berwarna hitam, sedangkan pada media HEA terdapat beberapa koloni menghitam pada medianya. Satu sampel (4,17%) HEA terdeteksi positif, sedangkan pada media XLD sampel positif ditemukan sebesar 8,3% (2 dari 24 sampel) positif terkolonisasi Salmonella spp. Sampel positif di media XLD dicirikan dengan adanya koloni yang berwarna hitam dengan inti yang berwarna hitam.
29
Gambar 16. Identifikasi Salmonella spp. di Kloaka pada TSIA dan LIA Sampel positif pada media Agar Selektif selanjutnya di uji pada media TSIA dan LIA. Tiga dari 12 sampel BSA (25%) dinyatakan positif mengandung Salmonella spp. Sementara 1 sampel positif terkontaminasi pada HEA diuji dengan TSIA dan LIA dan menunjukan bahwa pada sampel tersebur memang terdapat kolonisasi Salmonella spp. sedangkan pada media XLD, 2 sampel yang diduga terdapat Salmonella spp. hasil uji menunjukkan kedua sampel tersebut memang mengandung koloni bakteri Salmonella spp. Identifikasi pada uji Urea Agar ini dilakukan pada 6 sampel yang positif pada media TSIA dan LIA. Hasilnya, 5 dari 6 sampel (91,67%) tidak mengalami perubahan, atau mengalami reaksi negatif.
Gambar 17. Identifikasi Salmonella spp. di Kloaka pada Urea Agar Kontaminasi Telur Dalam Saluran Reproduksi Okamura et al. (2001) menyatakan bahwa kontaminasi telur ayam disebabkan oleh penembusan kerabang telur oleh Salmonella enteritidis yang berasal dari fesses (penyebaran secara horizontal) atau disebkan oleh kontaminasi langsung kuning telur dan putih telur di saluran reproduksi ayam yang telah terinfeksi oleh Salmonella
30
enteritidis (penyebaran vertikal). Telur memiliki perlindungan kimia dan fisik yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri. Kerabang dan membran kerabang berperan sebagai pelindung dan ovomucin pada putih telur tipis berfungsi menghalangi pergerakan bakteri pada telur segar (Sim dan Hoon, 2006). Walaupun demikian, kontaminasi telur oleh Salmonella spp. masih sering terjadi, untuk mengetahui sumber asal Salmonella spp. Penelitian terhadap telur ayam ini dilakukan dengan cara mengambil sampel telur yang masih berada dalam saluran reproduksi ayam. Tujuan pengujian telur yang masih ada di saluran reproduksi adalah untuk mengurangi interfensi dari lingkungan dan ternak lain dan untuk menghindari terjadinya penularan Salmonella secara horizontal. Kerabang telur dari 2 ekor ayam yang diamati masih belum terbentuk, sehingga untuk 2 ayam tersebut hanya diamati isi telurnya saja. Hasil pengamatan disajikan pada Table 3. Tabel 3. Pengamatan Kontaminasi Salmonella spp. pada Isi dan Kerabang Telur Peternakan
Sampel Kerabang
A Isi Telur
Kerabang B Isi Telur
1 2 3 1 2 3 1
Hasil Pengamatan Belum terbentuk Belum terbentuk Positif Negatif Positif Positif Negatif
2
Negatif
3
Negatif
1
Negatif
2
Negatif
3
Negatif
Ulangan
Kontaminasi Salmonella spp. di Isi Telur Penyusunan utama kuning telur adalah lemak dan protein, yang bergabung membentuk lipoprotein. Enam puluh persen dari berat kuning telur kering terdiri dari low density lipoproteins (LDL). Putih telur terdiri dari khalaza (2,7%), putih telur encer (17,3%), putih telur tebal (57,0%), dan putih telur luar yang tipis (23%) (Bell dan Weaver, 2002). Pengamatan isi telur dari 2 peternakan yang berbeda menunjukan hasil yang sangat berbeda. Dua sampel dari peternakan A positif 31
terinfeksi Salmonella spp. sedangkan semua sampel dari peternakan B, bebas kontaminasi Salmonella spp. Isi telur bisa terinfeksi dari saluran reproduksi bagian atas, infundibulum, dan magnum. Gantois et al. (2009) menyatakan bahwa kontaminasi kuning telur dapat disebabkan oleh kolonisasi ovarium oleh Salmonella.
(a)
(b)
(c) Gambar 18. Identifikasi Salmonella spp. di Isi Telur pada Agar Selektif (a) BSA, (b) HEA dan (c) XLD Uji Agar Selektif isi telur dari media BSA menunjukkan bahwa 24 (keseluruhan)
sampel
memiliki
ciri
warna
keabu-abuan
dan diasumsikan
mengandung koloni Salmonella spp. sedangkan pada media HEA hanya terdapat 1 dari 24 sampel (4,17%) yang diduga mengandung Salmonella spp. dengan penciri timbul koloni kehitaman yang meluas pada media HEA tersebut. Media XLD memiliki jumlah media yang positif sebanyak 2 dari 24 (8,3%) sampel yang diduga mengandung Salmonella spp. ciri-ciri koloni Salmonella spp. pada media XLD adalah dengan terlihatnya inti berwarna hitam pada media. Uji TSIA dan LIA dilakukan untuk memastikan bahwa pendugaan yang dilakukan sebelumnya benar. Dua dari 24 sampel BSA (7,14%) yang menunjukan
32
adanya koloni dari Salmonella spp., sedangkan pada HEA dan XLD terbukti 100% memang merupakan koloni Salmonella spp.
Gambar 19. Identifikasi Salmonella spp. di Isi Telur pada media LIA dan TSIA. Media berwarna kehitaman (lingkaran merah) dengan gas di antara media tersebut (ditunjukan dengan adanya lingkaran putih) merupakan penciri koloni Salmonella spp. seperti yang ditunjukan pada Gambar 19. Rendahnya nilai persentase BSA disebabkan karena pada media BSA ini masih terdapat mikroba lain yang dapat tumbuh seperti Pseudomonas, Shigella, dan Vibrionaceae (Waltman, 1999).
Gambar 20. Identifikasi Salmonella spp. di Isi pada media Urea Agar Uji selanjutnya yang dilakukan adalah uji menggunakan media Urea Agar. Uji ini dilakukan terhadap 5 sampel yang terbukti positif pada uji sebelumnya. Hasilnya, 3 dari 5 sampel (60%) Urea Agar tidak mengalami perubahan atau terjadi reaksi negatif dan disimpulkan 3 sampel tersebut merupakan Salmonella spp. Reaksi negatif ini ditunjukan dengan warna media yang tetap seperti yang diilustrasikan pada Gambar 20.
33
Kontaminasi Salmonella spp. pada telur ayam yang berhasil di amati dalam penelitian ini hanya 2 dari 6 ekor ayam hal ini disebabkan oleh adanya beberapa protein yang berfungsi sebagai antibakteri baik secara sendiri ataupun dalam kombinasi dengan protein putih telur yang lain. Salah satu komponen protein putih telur itu adalah Lysozyme dengan kandungan sebesar 3,3%. Lysozyme merupakan anti bakteri yang aktif melawan bakteri gram positif dan mampu menghambat pertumbuhan listeria monocytogenes dan clostridium botulinum. Lysozyme bekerja menghancurkan dinding sel bakteri dengan melakukan katalisator hidrolisis pada hubungan
α-(1-4)
antara
N-acetylmuacid
dan
N-acetylglucosamin
bakteri
peptidoglycan (Sim dan Hoon, 2006). Lysozyme juga mampu berperan sebagai antibakteri gram negatif seperti Salmonella spp. Walaupun lysozyme tidak efektif melawan Salmonella spp. tetapi kombinasi dengan protein putih telur yang lain seperti ovotransferin, dapat meningkatkan efektifitasnya. Lysozyme yang dikombinasikan dengan EDTA mampu menekan Salmonella spp dan spora dari mikroflora (Sim dan Hoon, 2006). Pendapat serupa diutarakan oleh Guard Petter (2001) yang menyatakan bahwa putih telur kaya akan Lysozme dan mengandung sediikit zat besi, sedangkan pada kuning telur mengandung antibodi yang dapat membantu meminimalisasi pertumbuhan bakteri di dalam telur. Kontaminasi Salmonella spp di Kerabang Telur Kerabang telur disusun oleh lapisan tipis kutikula, sebuah lapisan kalsium karbonat, dan dua membran kerabang. Kerabang telur sebagian besar dibentuk oleh kalsium karbonat (CaCO 3 ), dengan sedikit sodium, potassium, dan magnesium (Yamamoto., et al 1996). Pengamatan pada 4 sampel kerabang, menunjukan bahwa seluruh semua sampel dari peternakan B bebas dari infeksi Salmonella, sedangkan 1 sampel kerabang telur dari peternakan A diketahui terinfeksi Salmonella spp. Infeksi Salmonella ini bisa disebabkan oleh kolonisasi bakteri tersebut pada istmus dan uterus sehingga membran kerabang dan kerabang telur yang dihasilkan tercemar oleh Salmonella spp. Kerabag telur mengandung enzim Lysozyme dan α-N-acetylglucosaminidase yang mampu melisis bakter. Lysozyme mampu mencegah bakteri gram negatif bila α-N-acetylglucosaminidase manghancurkan dinding sel bakteri gram negatif. Selain 34
itu matriks protein pada kerabang telur dapat berperan sebagai penghambat bakteri. Kerabang telur terdiri dari 95% kalsium karbonat dan matrik protein kerabang sebesar 3,5%. Sim dan Hoon (2006) melaporkan bahwa matriks protein kerabang telur mampu menghambat bakteri Pseudomonas aureginosa, Bacillus cereus, dan Staphylococcus aureus dengan kuat, tetapi lemah terhadap Escherichia coli dan Salmonella enteritidis. Pengamatan terhadap kerabang telur pada 24 cawan BSA, 16 (66.67%) sampel ditemukan berwarna coklat keabu-abuan. Ciri-ciri ini sesuai dengan BAM (2007) yang menyatakan bahwa selain coklat, koloni dari Salmonella spp. dapat berwarna abu-abu atau hitam. Di sekitar media pada permulaan biasanya berwarna coklat, tetapi seiring dengan berjalannya inkubasi, warna dapat berubah menjadi hitam seperti ditampilkan pada Gambar 21 a. Reaksi warna terjadi karena kehadiran S (sulfur) dalam media yang akan diubah oleh Salmonella spp. menjadi H 2 S, dengan koloni berwarna coklat-hitam dengan kilap logam, tampak seperti mata kelinci (Waltman,1999).
(a)
(b)
(c) Gambar 21. Identifikasi Salmonella spp di Kerabang pada Agar Selektif (a) BSA, (b) HEA dan (c) XLD. 35
Hanya sebanyak 2 dari 24 sampel (8,3%) media HEA saja yang menunjukan adanya koloni Salmonella spp. Pada media HEA koloni tampak berwarna kehitaman dan sesuai dengan ciri ini yang dilaporkan BAM (2007) bahwa Salmonella spp. dapat menghasilkan koloni besar dengan inti berwarna gelap mengkilap atau koloni dapat terlihat hitam secara keseluruhan. Sebanyak 4 dari 24 (16,67%) media awal XLD terkolonisasi oleh Salmonella spp. koloni ini memiliki ciri warna menghitam pada media yang sesuai dengan pernyataan BAM (2007). Uji selanjutnya dilakukan di media TSIA dan LIA. Pengamatan menunjukkan hanya 25% sampel BSA yang positif mengandung Salmonella spp., sedangkan untuk media HEA dan XLD jumlah sampel positif masing-masing sebesar 100%. Tingginya persentasi koloni Salmonella spp. pada media XLD dan BSA disebabkan oleh Hektoen Eteric Agar yang sangat cocok untuk mengisolasi Salmonella spp. dan Shigella. Media ini mengandung garam empedu sebagai agen selektif dan laktosa, sukrosa, salicin dan indikator H 2 S (Waltman, 1999), sedangkan XLD terbuat dari sodium deoxycholate sebagai agen selektif dan laktosa, sukrosa, lisin, dan indikator H 2 S. Walaupun terdapat masalah utama dengan media XLD agar berupa ketidakmampuan dalam menekan pertumbuhan Proteus spp. (Waltman,1999).
Gambar 22. Identifikasi Salmonella spp. di Kerabang Telur pada LIA dan TSIA Ciri-ciri sampel TSIA dan LIA positif adalah adanya warna hitam akibat reaksi H 2 S dan adanya gas yang terbentuk. BAM (2007) menyatakan bahwa Reaksi spesifik Salmonella pada TSI Agar miring adalah: bagian permukaan miring (slant) berwarna merah/alkalin (reaksi basa), memproduksi H 2 S (kehitaman pada agar kadang hingga menutupi warna agar dasar, dengan atau tanpa memproduksi gas). Reaksi spesifik Salmonella pada LIA Agar miring adalah: bagian permukaan miring
36
(slant) berwarna ungu/alkalin (reaksi basa), bagian agar dasar/butt atau agar tusuk berwarna ungu/alkalin (reaksi memproduksi H 2 S; kehitaman pada agar kadang hingga menutupi warna agar dasar, dengan atau tanpa memproduksi gas). Uji terhadap media Urea Agar dilakukan pada 10 sampel positif yang berasal dari TSIA. Hasil menunjukkan 9 dari10 sampel (90%) mengalami reaksi negatif dan tidak terjadi perubahan pada media. Reaksi negatif ini merupakan tanda bahwa koloni yang diuji berupa Salmonella spp.
Gambar 23. Identifikasi Salmonella spp. di Kerabang pada Urea Agar Kondisi di Peternakan Tabel 4. Kondisi Peternakan A dan B No Komponen Yang Diamati
Kondisi Peternakan Peternakan A
Peternakan B
1
Jumlah Ayam
±60.000 ekor
±64.069 ekor
2
Jenis ayam
Isa Brown
Isa Brown
37
No Komponen Yang Diamati
Kondisi Peternakan Peternakan A
Peternakan B Meransum Sendiri, apabila harga bahan baku mahal, ransum beli secara komersial 83‐99 minggu
3
Asal Pakan
Pakan Komersial
4
Umur Afkir
90 minggu
5
Pemanfaatan Pupuk Kotoran Jenis Kandang Baterai
Pupuk
Sumber Air
Air Tanah
6 7
Baterai
Air Tanah
Minum
Kondisi 8
Kandang Secara Umum
9
Kondisi Tempat Air Minum
10 Kondisi Tempat Pakan
11 Kondisi Lingkungan
Pengamatan lapang menunjukkan kondisi antara peternakan A dan B memiliki beberapa perbedaan yang dapat dibuktikan dari keberadaan koloni Salmonella spp. pada pengujian telur. Kondisi ini bisa disebabkan oleh perbedaan 38
manejemen pemeliharaan yang diterapkan pada masing-masing peternakan tersebut, perbedaan yang cukup mencolok berupa keberadaan hewan-hewan liar dan kebersihan kandang. Berdasarkan pengamatan lapang yang dilakukan pada dua peternakan tersebut, peternakan A memiliki manajemen yang kurang begitu baik bila dibandingkan dengan peternakan B seperti ditampilan pada Tabel 4. Bila diamati kebersihan kedua peternakan tersebut, terdapat perbedaan yang cukup mencolok antara peternakan A dan B. Peternakan A memiliki tumpukan feses yang cukup tinggi dan bercampur dengan berbagai sampah seperti plastik dan kayu, sedangkan tumpukan kotoran/ feses di peternakan B jauh lebih sedikit dan tidak terdapat bahan organik maupun anorganik selain feses itu sendiri (Nomor 11). Sainsbury (2000) menyatakan bahwa kontaminasi silang dari kandang kepada ternak dapat terjadi secara cepat jika proses pembersihan feses tidak berjalan dengan baik. Pendapat serupa diungkapkan oleh Pattison et al. (2008) bahwa penumpukan feses selama berminggu-minggu dapat menyebabkan kontaminasi silang di peternakan. Selain keberadaan feses, kontaminasi silang juga bisa disebabkan keberadaan hewan lain. Pattison et al. (2008) menyatakan bahwa S. enterica yang tersebar di lingkungan dapat masuk dengan mudah ke dalam peternakan melalui tikus, serangga, atau burung. Berdasarkan pernyataan tersebut, salah satu penyebab peternakan A memiliki jumlah kontaminan yang lebih tinggi dibandingkan dengan peternakan B adalah keberadaan lalat (serangga) (lingkaran merah pada nomor 10). Gambar memperlihatkan lalat sedang menempel pada pakan ternak. Lalat yang terdapat di peternakan A jauh lebih banyak dibanding dengan Peternakan B. Faktor kebersihan lingkungan dan keberadaan hewan liar sebagai vektor yang dapat menyebarkan Salmonella spp. secara horizontal. Foley et al. (2008) menyatakan faktor-faktor yang dapat menyebabkan unggas rentan terhadap Salmonella adalah umur unggas, jenis Salmonella dan banyaknya jumlah bakteri yang masuk, stres yang disebabkan oleh lingkungan, transportasi, penyakit, dan pemberian pakan aditif seperti anti mikroba dan anti jamur. Walaupun penyebaran horizontal perlu diperhatikan, tetapi penyebaran secara vertikal perlu diwaspadai. Jika indukan telah terinfeksi Salmonella maka kemungkinan besar induk akan menurunkan bakteri tersebut kepada anaknya. Sehingga anak ayam akan membawa 39
Salmonella dan dapat menularkan kepada anak ayam lain. Anak ayam muda lebih rentan terhadap Salmonella. Selama dua minggu awal kehidupan ayam terinfeksi Salmonella akan mengalami gagal pertumbuhan dan menjadi kerdil (Saeed, 1999) dan bahkan resiko lain berupa kematian anak-anak ayam.
40
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Persentase kontaminasi pada ovarium, magnum, uterus dan kloaka berturutturut sebesar 23%, 39%, 20,8%, 40,7% dan 33,3%, sedangkan isi telur dan kerabang telur masing-masing sebesar 10,75 dan 40,9%. Selain itu dari hasil penelitian ini menunjukan adanya dua sumber kontaminasi Salmonella spp. pada ayam petelur yaitu melaui jalur vertikal dan horizontal. Kontaminasi vertikal terlihat dari adanya ovarium yang terkontaminasi, sedangkan jalur horizontal terlihat dari kontaminasi pada bagian kloaka saja. Faktor lingkungan seperti kebersihan dan keberadaan hewan liar menjadi penyebab kontaminasi silang di peternakan. Saran Perlu dilakukan peningkatan biosekuriti terutama kebersihan lingkungan dari peternakan yang bersangkutan. Selain itu perlu dilakukan identifikasi jenis Salmonella yang mencemari telur dan saluran reproduksi ayam, sehingga pengobatan yang dilakuan bisa lebih tepat.
UCAPAN TERIMAKASIH Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang, yang telah memberikan karunia tak terhingga sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini dalam rangka penyelesaian studi di Program Studi Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penulis sangat menyadari bahwa selama penulisan skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak, oleh karena itu penulis ingin mengucapkan terimakasih atas pembimbingan, kesabaran, nasihat dan dukungan yang selalu diberikan oleh Bapak Dr. Rudi Afnan, S.Pt., M.Sc. Agr (selaku Pembimbing Utama Skripsi dan sebagai dosen Pembahas Seminar), Ibu Irma Isnafia Arief, S.Pt.,M.Si (Pembimbing Anggota), Prof. Pollung H. Siagian (selaku dosen Pembimbing Akademik) dan
Ir Niken Ulupi M.Si (selaku dosen Pembimbing
Seminar). Tak lupa penulis mengucapkan terimakasih atas saran yang diberikan oleh Ibu Maria Ulfah, S.pt. M.Sc. Agr; Ir Widya Hermana M.Si dan Dr. Jakaria, S.Pt selaku Dosen penguji Sidang. Penulis menyampaikan rasa terimakasih yang tak terhingga kepada orang tua penulis Papa Budiono Utomo BSc. dan Mama Sulistyani SPd. yang selalu mendukung, menasehati dan menyayangi dengan sepenuh hati. Tak lupa penulis juga mengucapkan terimakasih kepada Kakak drg. Arundina Denta Listya dan Adik Putri Puspita Sari yang selalu memberikan keceriaan bagi penulis. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Puspita Cahya W dan Anisa Tri W yang telah mengenalkan mikrobiologi kepada penulis; Bapak Bramada Winiar P, dan Bapak Edit Lesa yang telah banyak memberi wejangan kepada penulis; Teman-teman seperjuangan penulis Ayu, Tika, dan Icha; Kakak-kakak di lab Ruminansia Besar; saudara-saudara penulis di Queen Castle dan ANTECEDENT, serta teman-teman di Fakultas Peternakan Bogor yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan tulisan ini. Rasa terimakasih tak terhingga penulis haturkan kepada peternakan yang telah mengijinkan penulis untuk mengambil sampel penelitian, Bapak Doni dari UPTD Ciseeng yang telah mengarahkan peneliti selama di lapangan dan tidak lupa peneliti mengucapkan terimakasih atas pembiayaan yang diberikan oleh Hibah Kompetitif Penelitian Sesuai Prioritas Nasional Batch 2 dengan judul Paket
Teknologi Probiotik sebagai Agen Biokontrol dengan Upaya Pencegahan Infeksi Salmonella enteritidis transovarian pada Ayam Petelur. Semoga skripsi yang berjudul Isolasi dan Identifikasi Salmonella spp. pada Telur dan Saluran Reproduksi Ayam Petelur di Desa Curug Kecamatan Gunung Sindur Kabupaten Bogor ini dapat bermanfaat demi kemajuan ilmu peternakan di kemudian harinya. Bogor, Juli 2010 Penulis
43
DAFTAR PUSTAKA Adam, M. R & M. O. Moss. 1999. Food Microbiology. Royal Society of Chemistry. London. Amarullah, I. K. 2004. Nutrisi Ayam Petelur. Lembaga Satu Gunung Budi , Bogor. Appleby, M. C., Joy, A. Mench, & Barry. O. Hughes. 2004. Poultry Behaviour and Welfare. CABI Publishing, London. Ariyanti, T. & Supar. 2007. Cemaran Salmonella enteritidis pada ternak dan Produknya. Balai Penelitian Veteriner. Bogor. Bacteriological Analitical Manual (BAM). 2007. Salmonella. http://www.fda.gov/Food/ScienceResearch/LaboratoryMethods/Bacteriologic alAnalyticalManualBAM/ucm070149.htm (06/06/2010) Bell, C & A. Kyriakides. 2003. Salmonella. Dalam : Blackburn, C., & McClure. P. J (Eds). 2003. Foodborne Pathogens (Hazard, Risk, Analysis and Control). Woodhead Publishing Limited, Cambridge, England. Bell, D. D & Weaver, W. D. 2002. Comercial Chicken Meat an Egg Production. Springer. Amerika Blakely, J & Bade, D. H. 1994. Ilmu Peternakan. Gajah Mada Universitiy Press. Yogyakarta. Callaway, T. R., T. S. Edrington, R. C. Anderson, J. A. Byrd, & D. J. Nisbet. 2008. Gastrointestinal microbial ecology and the safety of our food supply as related to Salmonella. J. Anim Sci 86:E163-E172. Chao, M. R., C. H. Hsien, C. M. Yeh, S. J. Chou, C. Chu, Y. C. Su, & C. Y. Yu. 2007. Assessing the prevalence of Salmonella enterica in poultry hatcheries by using hatced eggshell membranes. J. Poultry Sci. 86:1651-1655. Crawford, R. D. 1993. Poultry Breeding and Genetics. Elsevier Science Publisher. Amsterdam. Netherlands. D’ Aoust, J.Y., 2000. Salmonella. Dalam: Lund, B.M., T.C. Baird-Parker, G.W. Gould, (Eds), The Microbiological Safety & Quality of Food Volume I. Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor. 2008. Populasi Ternak Ayam Ras Petelur, Pedaging, dan Pembibit tahun 2008. http://%204/disnakan.bogorkab.go.id%20%20POPULASI%20TERNAK%20 AYAM%20RAS%20PEDAGING,%20PETELUR,%20DAN%20PEMBIBIT %20TAHUN%202008.htm. [3 Maret 2010]
Diwyanto, iwyanto, K. & S.N. Prijono. 2007. Keanekaeragaman Sumber Daya Hayati Ayam Lokal Indonesia: Manfaat dan Potensi. Pusat Penelitian Biologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Ensminger. 1992. Poultry Science. Interstate Publishers, Inc. Danville, Illinois. Foley, S. L., A. M. Lynne, & R. Nayak. 2008. Salmonella challenges: Prevalence in swine and poultry and potential pathogencity of such isolates. J. Anim Sci E149-162. Gantois, I., R. Ducatelle, F. Pasmans, F. Haesebrouck, R. Gast, T. J.Humphrey, & F. V. Immerseel. 2009. Mechanisms of egg Contamination by Salmonella ebteritidis. dalam: S. Cutting (ed). Federatiom of European Microbiological Societies. Blackwell publishing, Belgium. Gast, R.K. 1997. Pharatyphoid in Fections. dalam: B.W. Calnek (ed). Disease of Poultry 10th eds. Iowa State University Press. Ames. USA. pp. 97-112. Gast, R.K., R. Guraya, J. Guard-Bouldin, P. S. Holt, dan R. W. Moore. 2007. Colonization of specific regions of the reproductive tract and deposition at different locations inside eggs laid by hens infected with Salmonella Enteritidis or Salmonella Heidelberg. J Avian Disease 51: 40-41. Guard-Petter, J. 2001. The Chicken, The Egg and Salmonella enteritidis. J. Envi. Microbiol 3(7):421-430 Hendrix Genetic Company. 2006. Product performance. http://www.isapoultry.com/ downloads/1/20076a_isa_brown_fp_product_performance.pdf [16 Agustus 2010] Hong, Y. T. Liu, C. Hofacre, M. Maier, D. G. White, S. Ayers, L. Wang, & J. J. Maurer. 2003. A. restriction fragment length polymorphism-based polymerase chain reaction as an alternative to serotyping for identifying Salmonella serotypes. J. Avian Diseases 47:387-398. Jordan, F., M. Pattison, D. Alexander, & T. Faragher. 2001. Poultry Diseases. W.B. Saunders, London. Jay, J.M,, M. J. Loessner, & D. A.Golden. 2005. Modern Food Microbiology, 7th. Ed. Springer Publisher, Inc., Maryland Mario, P. Defigueiredo, & D. F. Splittstoesser. 1976. Food Microbiology: Public Healt and Spoilage Aspects. AVI Publishing Company. Connecticut. Messens, W., K. Grijspeerdt & L. Herman. 2005. Egg shell penetration by Salmonella: a review. J. Poultry Science. 61:10-44
45
Miyamoto, T., E. Baba, T. Tanaka, K. Sasai, T. Fukata, dan A. Arakawa. 1997. Salmonella enteritidis contamination of eggs from hens inoculated by vaginal, cloacal dan intravenous routes. J. Avian Diseases.41: 296-303. Miyamoto, T., T. Horie, T. Fukata, K. Sasai & E. Baba. 1998. Changes in mikroflora of the cloaca and oviduct of hens after intracloacal or intravaginal inoculation with Salmonella enteritidis. J. Avian Diseases. 42: 536-544. Mullins, G. W. 2008. Deffending food safety. http://www.defendingfoodsafety.com/ uploads/image/Salmonella%203.jpg [2 Juli 2010] Okamura, M., Y. Kamajima., T. Miyamoto., H. Tani., K. Sas., dan E. Baba. 2001. Differences among six Salmonella serovar in ability to colonize reproductive organ and to contaminate egg in laying han. J. Avian Disease. 45: 61-69. Pattinson. M., P. F. Mc Mullin, J. M Bradbury & D. J Alexander. 2008. Poultry Diseases. Six ed. Elevier. China. Purnomo, S Bahri. 1997. Salmonella Serotyping Conducting at Bogor Research. Bogor. Roberts, G. D., Carlyle D. H., Geoffrey A. L., & Janie H. F. 1978. Rapid urea broth test for yeasts. J Clinical Microbiology. 7(6): 584-588. Saeed, A.M. 1999. Salmonella enteric Serovar Enteritidis in Human And Animals. Iowa State University press. Iowa. Sainsbury, D. 2000. Poultry Health and Management. 4th Ed. Blackwell Publising. London. Scheaffer, R.L., Wiliam, M, & Liman Ott. 1990. Elementari Survey Sampling. KENT Publishing. United States of America. Shivaprasad, G. H. 1997. Pullorum disease & fowl thypoid. dalam: B.W. Calnek editor. Diseases of Poultry 10 th Ed. Iowa State University Press. USA. Pp 8296. Sim, J. S. & Hoon. H. S. 2006. The Amazing Egg. Departemen Of Agricultural Food and Nutritional Science. Canada. Standardisasi Nasional Indonesia. 2008. Metode Pengujian Cemaran Mikroba dalam Daging, Telur dan Susu, Serta Hasil Olahannya. SNI 2897:2008. Standardisasi Nasional Indonesia. 2009. Mutu Karkas dan Daging Ayam. SNI 3924:2009. Tumova, E., M. Skrivan., M. Englmaierova & L. Zita. 2009. The effect of genotype, housing, system and egg collection time on egg quality in egg type han. J. Anim. Sci. 54(1):12-23. 46
Waltman, W.D. 1999. Methods for Isolating Salmonellae from Poultry and the Poultry Environment. dalam: A.M. Saeed edt. Salmonella enteric serovar Enteritidis in Humans and animals. Iowa State University Press. Ames. USA. pp. 419-432. Yamamoto, Takehiko., L. R. Jueja., H. Hatta., & M. Kim. 1996. Hen Eggs. CRC Press. Amerika.
47
LAMPIRAN
Lampiran 1. Data Uji Sampel Saluran Reproduksi Peternakan A
Nama Sampel A1
Ovarium
Media TTB RV TTB
Magnum
RV TTB
Uterus
TTB
RV
REKAPAN DATA PENELITIAN Sampel Ayam Peternakan A penelitian tanggal 29 desember 2009, dan diamati tgl 02 Januari 2010 uji TSIA, LIA, dan Urease LIA TSIA Media Warna Gas H2S Warna Gas H2S HEA 1 HEA 1 (2) HEA 2 HEA 2 (2) XLD 1 XLD 1 (2) XLD 2 BSA 1 BSA 2 BSA 2 (2) BSA 1 BSA 2 HEA 1 HEA 1 (2) BSA 1 BSA 1 (2) BSA 2
K-H-U K-H-U U-H U H-U H-U H-U H-U U U-H U H-U U-H K-H-U H-U H-U K-H-U
tidak ada ada tidak tidak tidak tidak tidak tidak tidak tidak tidak tidak ada tidak ada ada
ada ada ada tidak ada ada ada ada tidak ada tidak ada ada ada ada ada ada
H-Orange H-Orange K K H-K H-K H-K H-K K K K H-K H-K H-M H-K K H-K
ada ada ada ada tidak ada ada ada ada tidak ada ada ada ada ada ada tidak
ada ada tidak tidak ada ada ada ada tidak tidak tidak ada ada ada ada tidak ada
Urease Negatif Negatif Positif Positif Negatif Positif Positif Negatif Positif Positif Positif Negatif Negatif Negatif Positif Positif Negatif
Hasil kualitatif Salmonella positf positf negatif negatif positf negatif negatif positf negatif negatif negatif positf positf positf negatif negatif positf
Nama Sampel
Media RV
A2
Kloaka
RV TTB
Ovarium
RV
TTB
Magnum
RV TTB
Uterus
RV
Kloaka
TTB TTB
Media HEA 1 HEA 1 (2) HEA 2 BSA 1 XLD 1 XLD 2 HEA 2 BSA 1 BSA 2 BSA 2 (2) BSA 2 BSA 2 (2) HEA 1 HEA 1 (2) BSA 1 BSA 2 HEA 1 HEA 1 (2) BSA 1 BSA 2 BSA 2 BSA 1 BSA 2
Warna K-H-U K-H-U K-H-U U K-H-U H-U H-U K-H-U H-U H-U H-U U K-H-U K-H-U H-U U K-H-U K-H-U K-H-U H-U H-U U U
LIA Gas tidak ada ada tidak ada tidak ada ada ada ada ada ada ada ada tidak ada ada ada ada ada ada ada tidak
H2S ada ada ada tidak ada ada ada ada ada ada ada tidak ada ada ada tidak ada ada ada ada ada tidak tidak
Warna H-M H H-M K H-K H-K H-K H-K H-K H-K H-K K-H H-K H-K H-K K H-K H-M H-K H-K H-K H-K K
TSIA Gas tidak ada ada ada ada ada ada ada ada ada ada ada ada ada ada ada ada ada tidak ada ada tidak ada
H2S ada ada ada tidak ada ada ada ada ada ada ada tidak ada ada ada tidak ada ada ada ada ada ada tidak
Urease Negatif Negatif Negatif Positif Positif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Positif Negatif Negatif Negatif Positif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Positif Positif
Hasil kualitatif Salmonella positf positf positf negatif negatif positf positf positf positf positf positf negatif positf positf positf negatif positf positf positf positf positf negatif negatif
50
Nama Sampel A3
Magnum
Media RV
TTB
Uterus
RV
Kloaka
TTB
Keterangan:
Media BSA 1 BSA 2 BSA 2 (2) BSA 1 BSA 1 (2) BSA 1 (3) HEA 1 HEA 2 HEA 2 (2) BSA 1 (2) BSA 2 BSA 2 (2) BSA 1
H= U= K= M= () =
Warna U U U U U U U U U U U K-U K-U
Hitam Unggu Kuning Merah Ulangan ke-
LIA Gas ada tidak tidak ada ada tidak tidak tidak tidak tidak tidak ada tidak
H2S tidak tidak tidak tidak tidak tidak tidak tidak tidak tidak tidak tidak tidak
Warna K K K K K K K M K-M K M K K
TSIA Gas tidak ada ada ada ada ada ada tidak ada ada tidak ada ada
H2S tidak tidak tidak tidak tidak tidak tidak tidak tidak tidak tidak tidak tidak
Urease Positif Positif Positif Positif Positif Positif Positif Positif Positif Positif Positif Positif Positif
Hasil kualitatif Salmonella negatif negatif negatif negatif negatif negatif negatif negatif negatif negatif negatif negatif negatif
51
Lampiran 2. Data Uji Sampel Saluran Reproduksi Peternakan B REKAPAN DATA PENELITIAN Sampel Ayam dari Peternakan B penelitian tanggal 3 Februari 2010, pengamatan tanggal 9 Februari 2010 Uji TSIA, LIA, dan Urease Nama Sampel B1
Media
LIA
Media
Warna
Gas
TSIA Warna
H2S
Gas
H2S
Urease
Hasil kualitatif Salmonella
RV
BSA 1
U
tidak
tidak
K
ada
tidak
Positif
negatif
BSA 2
U
tidak
tidak
K
tidak
tidak
Positif
negatif
TTB
BSA 1
U
tidak
tidak
K
ada
tidak
Positif
negatif
Magnum
RV
BSA 1
U
ada
tidak
K
tidak
tidak
Positif
negatif
BSA 2
U
ada
tidak
K
ada
tidak
Positif
negatif
TTB
BSA 1
U
ada
tidak
K
tidak
tidak
Positif
negatif
BSA 2
H‐U
ada
ada
K
tidak
tidak
Positif
negatif
Uterus
RV
BSA 1
U
ada
tidak
K
tidak
tidak
Positif
negatif
BSA 2
K‐U
ada
tidak
K
tidak
tidak
Positif
negatif
TTB
BSA 1
U
ada
tidak
K
tidak
tidak
Positif
negatif
BSA 2
U
ada
tidak
K
tidak
tidak
Positif
negatif
Kloaka
TTB
BSA 1
U
tidak
tidak
K‐M
ada
tidak
Positif
negatif
BSA 2
H‐U
tidak
ada
H‐K‐M
ada
ada
Negatif
positif
B 2
Ovarium
TTB
BSA 2
K‐U
tidak
tidak
M
tidak
tidak
Positif
negatif
Magnum
TTB
BSA 1
U
ada
tidak
K
tidak
tidak
Positif
negatif
Ovarium
RV
BSA 2
U‐H
tidak
ada
K
ada
tidak
Positif
negatif
Uterus
TTB
BSA 1
U‐H‐U
tidak
ada
K
ada
tidak
Positif
negatif
RV
BSA 2
U
ada
tidak
K
tidak
tidak
Positif
negatif
Kloaka
RV
BSA 1
H‐U
ada
ada
H‐K
ada
ada
Negatif
positif
BSA 2
H‐U
ada
ada
H‐K
tidak
ada
Negatif
positif
Nama Sampel B 3
Media
LIA
Media
Warna
Gas
TSIA Warna
H2S
Gas
H2S
Urease
Hasil kualitatif Salmonella
RV
BSA 1
U
ada
tidak
H‐K
tidak
ada
Positif
negatif
BSA 2
U
ada
tidak
K
tidak
tidak
Positif
negatif
TTB
BSA 1
K‐H‐U
ada
ada
H‐K
tidak
ada
Negatif
positif
BSA 2
K‐H‐U
ada
ada
H‐K
ada
ada
Positif
negatif
Magnum
RV
BSA 1
U
tidak
tidak
K
tidak
tidak
Positif
negatif
BSA 2
U
tidak
tidak
K
ada
tidak
Positif
negatif
TTB
BSA 1
U
tidak
tidak
K‐M
tidak
tidak
Positif
negatif
BSA 2
H‐U
ada
ada
H‐K
tidak
ada
Negatif
positif
Uterus
RV
BSA 1
U
ada
tidak
K
tidak
tidak
Positif
negatif
BSA 2
U‐H
ada
tidak
K
tidak
tidak
Positif
negatif
TTB
HEA 1
H‐U
tidak
ada
H‐K
ada
ada
Negatif
positif
BSA 2
H‐U
tidak
ada
K‐H
ada
ada
Negatif
positif
Kloaka
TTB
BSA 1
U
ada
tidak
M‐K
tidak
tidak
Positif
negatif
BSA 2
K‐U
ada
tidak
K
tidak
tidak
Positif
negatif
RV
BSA 1
U
ada
tidak
K
ada
tidak
Positif
negatif
BSA 2
U
ada
tidak
K
tidak
tidak
Positif
negatif
Ovarium
53
Lamiran 3. Data Uji Sampel Telur Peternakan A dan B REKAPAN DATA PENELITIAN Sampel Telur Ayam Peternakan A dan B penelitian tanggal 24 Mei 2010, dan diamati tgl28 Mei 2010 2010 Uji TSIA, LIA, dan Urease NAMA SAMPEL
Media
A1
RV
Isi Telur
TTB
A2
Isi Telur
RV
TTB
Media BSA 1 BSA 1 (2) BSA 2 BSA 2 (2) BSA 1 BSA 2 BSA 2 (2) BSA 1 BSA 1 (2) BSA 2 BSA 2 (2) HEA 2 XLD 1 XLD 1 (2) BSA 1 BSA 1 (2)
GAS Ada Ada Ada Ada Ada Ada Tidak Ada Ada Ada Ada Ada Ada Ada Ada Ada
LIA WARNA Ungu Ungu Ungu Ungu Ungu Ungu Ungu Ungu Ungu Ungu Ungu Kuning-Hitam Ungu Ungu Ungu Ungu
HITAM Tidak Tidak Tidak Tidak Ada Tidak Tidak Ada Tidak Tidak Tidak Ada Ada Ada Tidak Tidak
GAS Ada Ada Ada Ada Ada Ada Ada Ada Ada Ada Ada Ada Ada Ada Ada Ada
TSIA WARNA Kuning Kuning Kuning Kuning Kuning Kuning Kuning-Merah Kuning Kuning Kuning Kuning Hitam-Kuning Kuning Kuning Kuning Kuning
HITAM Tidak Tidak Tidak Tidak Ada Tidak Tidak Tidak Ada Tidak Tidak Ada Ada Ada Tidak Tidak
Urease positif positif positif positif positif positif positif positif positif positif positif Negatif Negatif positif positif positif
Hasil kualitatif Salmonella Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Positif Positif Negatif Negatif Negatif
NAMA SAMPEL
Media
A3
TTB TTB
Kerabang
A3
RV Isi Telur
TTB RV
B1
Isi Telur
TTB
RV
Media BSA 2 XLD 1 XLD 1 (2) XLD 2 XLD 2 (2) BSA 1 BSA 1 (2) BSA 2 BSA 2 (2) HEA 2 HEA 2 (2) BSA 1 BSA 2 BSA 1 BSA 2 BSA 1 BSA 2 BSA 1 BSA 2 (2) BSA 2 BSA 2 (2) BSA 1 BSA 2
GAS Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Ada Ada Tidak Tidak Ada Ada Tidak Tidak Ada Tidak Tidak Tidak Ada Ada Tidak Ada Tidak Tidak
LIA WARNA Ungu Hitam Hitam Hitam Hitam-Ungu Hitam-Ungu Hitam-Ungu Hitam-Ungu Hitam-Ungu Hitam-Ungu Hitam-Ungu Ungu Ungu Hitam-Ungu Ungu Ungu Ungu Kuning-ungu Kuning-ungu Kuning-ungu Kuning-ungu Kuning-ungu Kuning-ungu
HITAM Tidak Ada Ada Ada Ada Ada Ada Ada Ada Ada Ada Tidak Tidak Ada Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak
GAS Ada Ada Ada Tidak Tidak Ada Ada Ada Ada Ada Ada Tidak Tidak Ada Tidak Ada Ada Ada Ada Ada Ada Ada Ada
TSIA WARNA Kuning-Merah Hitam-Merah Hitam Hitam Hitam-Merah Kuning Hitam-Kuning Hitam-Kuning Hitam-Kuning Hitam-Kuning Kuning Kuning-Merah Kuning-Merah Hitam-Kuning Kuning Kuning Kuning Kuning Kuning Kuning Kuning-Merah Kuning Kuning
HITAM Tidak Ada Ada Ada Ada Ada Ada Ada Ada Ada Ada Tidak Tidak Ada Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak
Urease positif positif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif positif positif Negatif positif positif positif positif positif positif positif positif positif
Hasil kualitatif Salmonella Negatif Negatif Positif Positif Positif Positif Positif Positif Positif Positif Positif Negatif Negatif Positif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif
55
NAMA SAMPEL
B2
Media
Kerabang
RV TTB
Isi Telur
TTB RV
B3
Kerabang
RV
Isi Telur
TTB TTB RV
Kerabang
RV TTB
Media BSA 2 (2) BSA 1 BSA 1 (2) BSA 2 BSA 2 (2) BSA 1 BSA 2 BSA1 BSA 1 (2) BSA 2 BSA 1 BSA 2 BSA 1 BSA 1 BSA 2 BSA 1 BSA 2 BSA 1 BSA 2 BSA 1 BSA 1 (2) BSA 2 BSA 2 (2)
GAS Tidak Ada Tidak Ada Ada Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Ada Tidak Tidak Tidak
LIA WARNA Kuning-ungu Kuning-ungu Kuning-ungu Kuning-ungu Kuning-ungu Ungu Kuning-ungu Ungu Ungu Ungu Ungu Ungu Ungu Ungu Kuning-ungu Ungu Ungu Ungu Ungu Kuning-ungu Kuning-ungu Kuning-ungu Kuning-ungu
HITAM Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak
GAS Ada Ada Ada Ada Ada Ada Tidak Ada Ada Ada Ada Ada Ada Ada Tidak Ada Tidak Ada Ada Ada Ada Ada Ada
TSIA WARNA Kuning Kuning Kuning Kuning Kuning Kuning Kuning Kuning Kuning Kuning Kuning Kuning Kuning Kuning Kuning Kuning Kuning Kuning Kuning Kuning Kuning Kuning Kuning
HITAM Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak
Urease positif positif positif positif positif positif positif positif positif positif positif positif positif positif positif positif positif positif positif positif positif positif positif
Hasil kualitatif Salmonella Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif
56
LAMPIRAN 4 Prosedur Pengujian Salmonella spp
Ayam Yang akan diuji
Ayam yang sudah disembelih dan dibului
Telur dari Saluran Reproduksi
Pembelahan Bagian Bawah Perut
Bagian Isi dan Kerabang Dipisahkan
Dimasukkan Ke Dalam TTB & RV
Panaskan Ose
Media TTB & RV yang Sudah di Inkubasi
Ambil Koloni 1 Ose dari TTB& RV
Gores di Media BSA, HEA & XLD
Ambil Koloni dari Masing-masing Media
Sampel yang sudah di Inkubasi
58
Goreskan di Media TSIA dan LIA
Identifikasi Hasil
Identifikasi Pada Media Urea Agar
59