____________________________________________________________________________________________________________________
ISOLASI DAN IDENTIFIKASI AGEN PENYEBAB PENYAKIT INFECTIOUS LARYNGOTRACHEITIS (ILT) PADA AYAM PETELUR DI KABUPATEN BOGOR, BEKASI DAN TANGERANG M UHARAM SAEPULLOH , HELMY HAMID dan DARMINTO Balai Penelitian Veteriner PO Box 151, Bogor 16114
ABSTRACT Isolation and Identification Viral Agent of Infectious Laryngotracheitis (ILT) in Layer Chickens in District of Bogor, Bekasi and Tangerang Infectious laryngotracheitis (ILT) is an acute, highly contagious respiratory disease of poultry characterised by respiratory disorder such as coughing with blood exudate from the trachea. The disease is caused by Herpesvirus of the family Herpesviridae and subfamily of Alphaherpesvirus. ILT is world-wide distribution and has been reported to be present in Indonesia since 1982. ILT only can be prevented by vaccination program, however all of ILT vaccines that are distributed in Indonesia coming from import. Thus, it is necessary to develop ILTV vaccine from local isolate. The objective of this study was to isolate and identify of ILT field cases in West Java areas. The samples used for the isolation of ILTV were collected from commercial layer chicken farms located at Bogor, Bekasi and Tangerang district. Twenty percents of tracheal suspensions were processed and inoculated into Specific Pathogenic Free (SPF) of embryonated eggs of chorio-allantoic membrane (CAM) inoculation. Five out of 11 samples collected in Bekasi and 9 out of 19 samples collected in Bogor were positive using isolation. While, 19 samples collected in Tangerang were negative. Furthermore, serological confirmation using Agar Gel Immunodiffusion (AGID) test showed that all of positve isolates produced sharp precipitation lines reacting to the reference antiILTV. It is concluded that cause of the disease in the commercial layer chicken farms at Bogor and Bekasi district due to the ILTV. Hence, the local ILTV isolates can be developed as candidate for ILTV vaccine production in the future. Key words: Infectious Laryngotracheitis, ILT, CAM, AGID, SPF, layer chicken
PENDAHULUAN Penyakit Infectious Laryngotracheitis (ILT) adalah penyakit saluran pernafasan yang sangat menular pada unggas terutama ayam (HANSON dan BAGUST , 1991). Penyakit ini bersifat akut dan sangat menular dengan gejala klinis berupa gangguan pernafasan berat dan kadang-kadang disertai muntah darah (GUY et al., 1990; BAGUST dan GUY, 1997). Sementara itu, perubahan patologik yang spesifik terutama pada trakhea berupa perubahan lapisan submukosa yang diinfiltrasi oleh sel radang pada bentuk akut, terdapat kemerahan sel - sel epitel yang mengalami ulserasi dan sebagian sel - sel ini akan membentuk syncitia dan pada daerah ini akan mudah ditemukan eosinophilic inclusion bodies yang hanya dapat dideteksi pada hari ke-5 sampai ke-7 setelah infeksi (GARSIDE, 1965; GUY et al.,1990). ILT juga dapat menyebabkan penurunan bobot hidup dan penurunan produksi telur, sehingga ILT sangat merugikan baik pada ayam petelur, pedaging maupun pembibitan (HUGHEST et al., 1987; BAGUST , 1986). Kasus ILT di Indonesia pertama kali dilaporkan oleh PARTADIREDJA et al. (1982) yang terjadi pada ayam ras petelur berumur 20 minggu pada sebuah peternakan ayam di Wilayah Bogor dengan angka
kematian mencapai 3%. Sementara itu, kasus ILT pada ayam buras di Kabupaten Bekasi, Jawa Barat pernah juga dilaporkan oleh GILCHRIST (1992). Selanjutnya, berdasarkan hasil studi serologik di Jawa Barat telah pula diperoleh sebaran reaktor antibodi terhadap virus ILT pada ayam buras mencapai 73-92,5% (M ANGUNWIRYO et al., 1995; W IYONO et al., 1996). Dari temuan tersebut, menunjukkan bahwa ILT sudah tersebar baik pada ayam ras maupun ayam buras di Jawa Barat. Tujuan kegiatan penelitian ini adalah untuk mengisolasi dan mengidentifikasi agen penyebab penyakit ILT yang selanjutnya isolat tersebut akan digunakan sebagai bahan untuk pembuatan vaksin ILT isolat lokal. MATERI DAN DAN METODE Penelitian lapang Dalam kegiatan ini dilakukan kunjungan ke berbagai peternakan ayam di Kabupaten Bogor, Kabupaten Bekasi dan Kabupaten Karawang, Jawa Barat untuk mengambil specimen berupa ayam sakit yang diduga terinfeksi oleh virus ILT atau organorgannya guna keperluan isolasi virus.
_____________________________________________________________________________________________ 424
Puslitbang Peternakan, Bogor 29 – 30 September 2003
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner
_____________________________________________________________________________________________ Penelitian laboratorium
Isolasi
Virus standar
Metoda untuk isolasi agen virus ILT dilakukan sesuai dengan yang dikerjakan oleh TRIPATHY dan HANSON, (1980). Organ berupa trakhea dari ayam asal kasus di lapang dipotong kecil-kecil, kemudian digerus dan dibuat suspensi 20% dengan larutan Hank’s (GIBCO). Kedalam suspensi ini ditambahkan larutan tripsin 0,25% (GIBCO) sama banyak, didiamkan pada suhu kamar selama 30 menit. Serum anak sapi ditambahkan pada suspensi tersebut dengan volume yang sama. Disentrifugasi pada 700 x g selama 15 menit. Supernatan dipisahkan dari endapan kemudian ditambah penisilin (Meiji) 10.000 IU/ml dan streptomisin (Meiji) 10.000 µg/ml dan digunakan sebagai inokulum. Kemudian inokulum diinokulasikan sebanyak 0,1 – 0,2 ml pada selaput khorio allantoik (CAM) telur ayam yang bebas dari kuman patogen tertentu (Specific Pathogenic Free, SPF) sebanyak 5 butir per isolat umur 10-12 hari. Telur dieramkan dalam inkubator bersuhu 370 C. Pada hari ke-4 pasca inokulasi, telur dibuka dan selaput khorio allantoik yang terinfeksi virus ILT (ditandai dengan adanya foci) dipisahkkan dan dicuci dengan larutan Hank’s (GIBCO) steril sebanyak 3 kali. Kemudian dibuat suspensi 20% untuk dilakukan identifikasi. Sebagai kontrol positif digunakan vaksin ILT yang diperoleh secara komersial (Laryngo-vac, Salsbury Lab. Inc. Charles City, Iowa) yang mendapat perlakuan sama seperti untuk isolat.
Virus yang digunakan sebagai standar adalah virus yang berasal dari vaksin ILT komersial (Laryngo-vac, Salsbury Lab. Inc. Charles City, Iowa) yang ditumbuhkan pada biakan jaringan monolayer hati embrio ayam (CELi) SPF umur 13-14 hari. Kemudian diinkubasikan pada suhu 370 C selama 48 hingga 72 jam atau hingga timbul cytophatic effect (CPE) 90%. Antigen Cairan biakan sel yang diinfeksi virus ILT di atas kemudian dibeku-cairkan tiga kali. Supernatan dipanen kemudian disentrifugasi 5000 x g selama 30 menit untuk menghilangkan sel yang tidak diharapkan. Virus yang ada pada supernatan dipekatkan dengan cara disentrifugasi menggunakan ultrasentrifuse (Swing rotor 70 Ti, Beckmen) suhu 40 C dengan kecepatan 50.000 x g selama 60 menit. Pellet diresuspensikan 1/50 bagian isi cairan biakan sel awal dengan menambahkan larutan Tris buffered pH 7,4 (0,01 M Tris -HCl; 0,1 M NaCl; 0,001 M EDTA). Sementara itu, kontrol negatif antigen berasal dari biakan jaringan CELi yang tidak diinfeksi virus ILT yang diperlakukan sama seperti pembuatan antigen. Antigen virus ILT dan kontrol negatif disimpan pada suhu -300 C hingga akan digunakan untuk AGID. Antisera dan negatif sera Pembuatan antisera terhadap ILT dilakukan pada kelinci berdasarkan metoda yang disarankan oleh FAHEY et al. (1983). Antisera tersebut lebih lanjut akan digunakan untuk identifikasi isolat dengan mengunakan uji AGID. Virus ILT yang telah ditumbuhkan pada biakan jaringan CELi dengan titer virus tidak kurang dari 105 TCID50 /ml. Kemudian virus tersebut dipekatkan seperti pada pembuatan antigen di atas. Pellet diresuspensikan 1/50 bagian isi dari biakan sel awal dengan larutan Tris buffered pH 7,4. Kemudian virus tersebut dicampur dengan Freund’s Completed Adjuvant (FCA) dengan perbandingan 1:1. Campuran virus-adjuvant diimunisasikan pada 2 ekor kelinci dengan berat masing-masing 3 kg melalui intra muskular 2 ml/ekor. Setelah 2 minggu kemudian, kedua kelinci tersebut diimunisasi kembali (booster) dengan virus ILT di atas tanpa pencampuran oil adjuvant melalui intra vena, 2 ml/ekor. Setelah 12 hari dari immunisasi ke-2, darah kelinci diambil dan serum kelinci dipisahan dari darah yang kemudian digunakan sebagai antisera standar untuk uji AGID. Sementara itu, antisera negatif diperoleh dengan cara mengambil darah kelinci sebelum dilakukan immunisasi.
Identifikasi Untuk identifikasi isolat digunakan uji agar gel immunodiffusion (AGID) sesuai dengan metoda yang digunakan oleh TRIPATHY dan HANSON, (1980), yaitu 1,5% agar Noble yang dilengkapi dengan 8% NaCl dan 1% natrium azide dalam aquadest yang kemudian diautoclave selama 15 menit. Lima ml larutan agar tersebut kemudian dimasukkan ke dalam 5 cm cawan petri plastik. Setelah agar membeku, dibuat lubang dengan menggunakan punched yang terdiri dari satu lubang ditengah dan enam lubang di sekelilingnya. Antisera terhadap ILT diteteskan 50 µl pada lubang di tengah, sedangkan isolat ILT diteteskan pada lubang no 1-5, dan lubang no. 6 diisi dengan antigen virus ILT. Cawan petri diinkubasikan pada suhu 370 C dalam keadaan lembab. Pengamatan dilakukan dengan menggunakan alat illuminator viewer. Jika terbentuk garis presipitasi (identity reaction) antara antisera dengan isolat setelah 24-28 jam, maka isolat tersebut dinyatakan positif mengandung virus ILT.
_____________________________________________________________________________________________ Puslitbang Peternakan, Bogor 29 – 30 September 2003
425
____________________________________________________________________________________________________________________
HASIL Hasil kunjungan lapang tersebut diperoleh sampel organ yang berasal dari ayam yang diduga terserang ILT sebanyak 95 sampel berupa organ trakhea. Pada kunjungan pertama tanggal 24-27 Juli 2000 ke Kabupaten Tangerang diperoleh sampel sebanyak 49 sampel dari 9 peternak; kunjungan kedua pada tanggal 11-15 September 2000 ke Kabupaten Bekasi diperoleh 11 sampel ayam sakit yang diduga terserang ILT dari 3 peternak; sedangkan pada kunjungan ketiga pada tanggal 22 September 2000 ke Kabupaten Bogor diperoleh 35 sampel ayam sakit dari 6 peternak. . Gejala klinis pada ayam yang sering dijumpai di lapang selama penelitian ini, yaitu berupa kesulitan bernafas dan batuk atau bersin (Gambar 1). Berdasarkan laporan peternak, gejala klinis seperti ngorok, seringkali terdengar pada saat malam hari. Sementara itu, gejala klinis berupa pembengkakan pada mata kerapkali dijumpai di sebagian peternak yang dikunjungi. Pembengkakan pada mata, sepintas lalu sulit untuk dibedakan dengan gejala klinis penyakit Coryza. Setelah dilakukan bedah bangkai, ternyata beberapa sampel yang dikoleksi pada bagian organ trakhea mengalami perdarahan ringan (Gambar 2), walaupun ayam tersebut tidak sampai mengalami batuk berdarah. Isolasi Dari ke 95 sampel yang berupa organ trakhea tersebut kemudian dilakukan pengisolasian sebanyak 49 sampel. Sementara itu, sisanya sebanyak 46 sampel masing-masing diproses dan dijadikan 20% suspensi trakhea yang kemudian disimpan pada minus 800 C. Terhadap isolat tersebut, selanjutnya akan dilakukan pengisolasian apabila tersedia telur SPF tertunas umur
14 hari. Dari ke-49 sampel yang diisolasi, diperoleh hanya 14 sampel yang menunjukkan lesi berupa plak (poci) yang khas ILT pada CAM. Keempat belas isolat tersebut berasal dari 1 isolat dari peternak BKS-1 (Bekasi) selanjutnya disebut sebagai isolat BKS-1; empat isolat dari peternak BKS-3 (Bekasi) selanjutnya disebut sebagai isolat BKS-3A, isolat BKS-3B, isolat BKS-3C dan isolat BKS-3D; satu isolat dari peternak BGR-1 (Bogor) selanjutnya disebut isolat BGR-1; satu isolat dari peternak BGR-2 (Bogor) selanjutnya disebut sebagai isolat BGR-2; satu isolat dari peternak BGR-3 (Bogor) selanjutnya disebut sebagai isolat BGR-3; dan enam isolat dari peternak BGR-6 (Bogor) selanjutnya disebut sebagai isolat BGR-6A, BGR-6B, BGR-6C, BGR-6D, BGR-6E dan BGR-6F. Selain dilakukan pengamatan terhadap poci khas ILT, juga dilakukan pengujian Haemaglutinasi (HA) cepat untuk memastikan bahwa isolat tersebut tidak terkontaminasi oleh virus ND asal lapang. Dari ke-14 isolat tersebut menunjukkan bahwa tidak satupun isolat yang memperlihatkan aglutinasi dengan sel darah merah (SDM) ayam. Hasil isolasi pada CAM dan identifikasi isolat sp ILT disajikan pada Tabel 1. Identifikasi Dari ke-14 isolat yang menunjukkan poci khas ILT pada CAM , kemudian dilakukan identifikasi dengan menggunakan serum standar ILT pada AGID, ternyata semua isolat menunjukkan presipitasi berupa garis putih yang specifik (identity reaction). Hasil identifikasi positif dengan serum standar ILT pada AGID terhadap isolat tersebut menunjukkan bahwa isolat tersebut positif mengandung virus penyebab ILT (Tabel 1 dan Gambar 2).
Gambar 1. Gejala klinis penyakit ILT pada ayam petelur yang sering dijumpai di lapang berupa kesulitan bernafas disertai dengan batuk
_____________________________________________________________________________________________ 426
Puslitbang Peternakan, Bogor 29 – 30 September 2003
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner
_____________________________________________________________________________________________ Tabel 1. Hasil isolasi pada CAM dan identifikasi terhadap sampel trakhea ayam yang diperoleh dari kunjungan di Kabupaten Tangerang, Bekasi dan Bogor Lokasi/ kode peternak Tangerang TNG-1** TNG-2** TNG-3** TNG-4** TNG-5** TNG-6** TNG-7** TNG-8** TNG-9** Bekasi: BKS-1** BKS-2** BKS-3* Bogor: BGR-1* BGR-2** BGR-3** BGR-4** BGR-5** BGR-6** Total
Jumlah sampel
Sudah diisolasi
Belum diisolasi
Hasil isolasi pada CAM Positif Negatif
Positif Identifi-kasi (AGID)
5 5 5 7 5 5 5 5 7
3 2 2 2 2 2 2 2 2
2 3 3 5 3 3 3 3 5
0 0 0 0 0 0 0 0 0
3 2 2 2 2 2 2 2 2
0 0 0 0 0 0 0 0 0
4 3 4
4 3 4
0 0 0
1 0 4
3 3 0
1 0 4
5 6 2 11 5 6 95
5 6 2 0 0 6 49
0 0 0 11 5 0 46
1 1 1 TD TD 6 14
4 5 1 TD TD 0 35
1 1 1 TD TD 6 14
TD= tidak dikerjakan, ** = Tidak divaksinasi dengan ILT, * = divaksinasi dengan ILT .
Gambar 2. Salah satu sampel yang dikoleksi dari daerah Kabupaten Bogor menunjukkan gejala klinis yang khas penyakit ILT
Antisera terhadap virus ILT Dari 2 ekor kelinci masing-masing dengan bobot hidup 3 kg setelah dilakukan immunisasi pertama dengan virus ILT asal vaksin (titer 105 TCD50 /ml) yang dicampur dengan Freund’s Complete Adjuvant (FCA) 1:1 melalui intramuskular, 2 minggu kemudian darah diambil dan serum dipisahkan dari darah. Kemudian serum tersebut diuji dengan menggunakan antigen yang berasal dari isolat ILT dengan uji AGID, ternyata masih belum menunjukkan presipitasi pada AGID. Kemudian setelah dilakukan immunisasi ke-2 (booster) dengan
menggunakan virus ILT tanpa pencampuran dengan oil adjuvant, dan setelah 12 hari paska immunisasi ke-2 darah diambil, serum dipisahkan dari darah dan dilakukan uji dengan AGID, ternyata antisera tersebut menunjukkan presipitasi berupa garis putih (line) hingga pengenceran 1:8. Antisera terhadap ILT tersebut selanjutnya dijadikan sebagai antisera standar ILT untuk uji AGID. Antisera tersebut dapat digunakan untuk identifikasi virus ILT dan hanya dengan pengenceran 1 : 4 sudah dapat diperoleh hasil yang optimal berupa presipitasi yang bersih dan jelas.
_____________________________________________________________________________________________ Puslitbang Peternakan, Bogor 29 – 30 September 2003
427
____________________________________________________________________________________________________________________
PEMBAHASAN Dengan diperolehnya keemp at belas isolat ILT pada ayam layer yang berasal dari peternak di Kabupaten Bekasi dan Bogor menunjukkan bahwa kasus penyakit ILT di kedua daerah tersebut sebenarnya sering kali terjadi. Namun dikarenakan kurangnya informasi baik dari petugas lapangan maupun dari peternak itu sendiri, menyebebkan kurang diketahui adanya kasus penyakit
ILT yang terjadi di peternak. Selain membuktikan bahwa kasus ILT di kedua daerah tersebut masih sering terjadi, juga perolehan isolat ini memperkuat hasil laporan penelitian terdahulu tentang kasus ILT di daerah Bogor (PARTADIREDJA det al, 1982). Studi serologik menunjukkan bahwa antibodi terhadap virus ILT telah tersebar pada ayam ras di daerah Jawa Barat (M ANGUNWIRYO et al., 1995; W IYONO et al., 1996).
Gambar 3. Selaput khorio allantoik (CAM) yang terinfeksi oleh virus ILT isolat lapang memperlihatkan lesi berbentuk plak (poci) berwarna kekuningan disekitar CAM. A) kontrol negatif B) isolat BKS-1, C) isolat BGR-2, D) isolat BGR-3 dan E) isolat BGR-6
_____________________________________________________________________________________________ 428
Puslitbang Peternakan, Bogor 29 – 30 September 2003
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner
_____________________________________________________________________________________________ Dari keempat belas isolat yang diperoleh, 5 isolat berasal dari ayam ras petelur yang telah divaksin ILT yaitu isolat dari peternak BKS-3 yang berasal dari ayam petelur umur 30 minggu dan telah divaksinasi ILT pada umur 11 minggu dan 1 isolat dari peternak BGR-1 yang berasal dari ayam petelur umur 11 minggu dan telah divaksinasi ILT pada umur 6 minggu. Sedangkan 9 isolat lainnya berasal dari ayam ras petelur yang belum divaksinasi ILT, yaitu: 1 isolat dari peternak BKS-1 berasal dari ayam ras petelur umur 8 minggu, 1 isolat dari peternak BGR-2 berasal dari ayam ras petelur umur 7 minggu, 1 isolat dari peternak BGR-3 berasal dari ayam ras petelur umur 4 minggu dan 6 isolat dari peternak BGR-6 berasal dari ayam ras petelur umur 6 minggu. Untuk kasus ILT yang berasal dari ayam petelur yang telah divaksinasi, kemungkinan saja kasus ILT terjadi disebabkan oleh pemakaian vaksin. Hasil tersebut memperkuat hasil penelitian yang dilaporkan oleh HUGHEST et al., (1987) dan GUY et al., (1991) bahwa penyebaran penyakit ILT dapat berasal dari ayam yang telah divaksinasi atau dari ayam yang telah sembuh. Dalam keadaan stress seperti pemindahan kandang dan saat bertelur, maka virus ILT yang bersifat laten akan keluar dan menyebarkan virus dalam waktu yang sangat lama. Selain pemakaian vaksin hidup ILT dapat menyebarkan virus terhadap kelompok unggas yang tidak divaksinasi, vaksin hidup tersebut berkemampuan untuk berubah kembali kesifat semula menjadi virus yang ganas (virulen) (OXFORD dan OBERG 1985). Lebih lanjut GUY et al., (1990) melaporkan bahwa isolat lapang yang diperoleh dari kelompok ayam yang belum pernah divaksinasi ternyata lebih ganas bila dibandingkan virus galur vaksin. Sehingga isolat yang positif ILT kemungkinan dapat berasal dari virus ILT galur vaksin. Hal ini didasari oleh laporan peternak bahwa setelah dilakukan vaksinasi melalui tetes mata, seringkali ayam mengalami pembengkakan pada mata yang disertai dengan leleran mata. Oleh karena itu, berdasarkan pengalaman para peternak tersebut, jika terjadi hal demikian, maka selanjutnya aplikasi vaksin akan dilakukan melalui air minum. Gejala klinis seperti pembengkakan pada mata dan gangguan pernafasan pada ayam ras petelur, sering kali dijumpai di lapang pada saat kunjungan dilakukan. Seperti halnya yang terjadi pada ke-9 isolat yang berasal dari ayam ras petelur yang belum pernah divaksinasi, pada umumnya gejala klinis yang dijumpai berupa pembengkakan pada mata dan gangguan pernafasan seperti ngorok dan batuk/bersin. Namun tidak satupun ditemukan yang memiliki gejala klinis seperti batuk berdarah. Hanya setelah dilakukan autopsi, terdapat perdarahan (haemorrhagic) pada bagian trakhea yang khas mengarah kepada penyakit ILT.
Gambar 4. Hasil uji identifikasi terhadap virus ILT isolat lokal menunjukkan semua isolat bereaksi dengan antisera ILT asal galur vaksin dengan membentuk presipitasi berwarna putih (identity reaction). AS) antisera ILT asal vaksin 1) isolat BKS-1, 2) isolat BGR-2, 3) isolat BGR-3, 4) isolat BGR-6, 5) isolat BGR-1 dan 6) vaksin ILT galur vaksin (Laryngo-vac) Untuk mengkonfirmasikan bahwa isolat virus ILT tersebut di atas berasal dari galur vaksin atau isolat lokal, maka konfirmasi dengan menggunakan teknik immunoblotting mutlak diperlukan. Dengan menggunakan teknik immunobloting, perbedaan antara galur vaksin dan isolat lokal dapat diketahui berdasarkan perbedaan ataupun persamaan susunan protein pada masing-masing virus ILT tersebut setelah direaksi-silangkan (cross reaction) antara isolat lokal dengan virus ILT asal vaksin yang sering digunakan oleh peternak di lapangan. KESIMPULAN Sesuai dengan tujuan dan sasaran penelitian yang ingin dicapai, maka dari penelitian ini telah berhasil diperoleh 14 isolat lokal virus ILT yaitu 5 isolat terdiri dari isolat BKS-1, BKS-3A, BKS-3B, BKS-3C dan BKS-3D dari kabupaten Bekasi. Kelima isolat virus ILT tersebut berasal dari ayam petelur yang pernah divaksinasi dengan vaksin ILT. Sedangkan 9 isolat lainnya diperoleh dari ayam petelur yang belum pernah di vaksinasi dengan vaksin ILT yaitu isolat BGR-1, BGR-2, BGR-3, BGR-A, BGR-6C, BGR-6D, BGR-6E dan BGR-6F berasal dari kabupaten Bogor. Terhadap isolat-isolat tersebut lebih lanjut akan dilakukan karakterisasi dengan teknik immunoblotting dan peneguhan dengan elektron mikroskop. Selanjutnya, isolat yang benar-benar murni sebagai isolat lokal, lebih lanjut akan digunakan sebagai bahan untuk pembuatan vaksin ILT isolat lokal.
_____________________________________________________________________________________________ Puslitbang Peternakan, Bogor 29 – 30 September 2003
429
____________________________________________________________________________________________________________________
UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Risa Indriani, S.Si, Nana Suryana, Heri Nasution dan Masitoh yang telah membantu kelancaran penelitian ini. DAFTAR PUSTAKA BAGUST, T.J. and J.S. GUY . 1997. Laryngotracheitis. In: Disease of Poultry. 10th edition. CALNEK, B.W., BARNES, H.J., BEARD, C.W., McDOUGALD, L.R and SAIF, Y.M. (eds.).Iowa State University Press, Ames, Iowa, USA. pp. 4 BAGUST, T.J. 1986. Laryngotracheitis (Gallid-1) herpesvirus infection in chicken. Latency established by wild and vaccine strains of ILT virus. Avian Pathol. 15:581-595 FAHEY , K.J. T.J. BAGUST, and J.J. YORK . 1983. Laryngotracheitis herpesvirus infection in chicken. 1. The role of humoral antibody in immunity to a graded challenge infection. Avian Pathol. 12:505-514 GARSIDE, J.S. 1965. The histophatological diagnosis of avian respiratory infections. Vet. Rec. 77(13):354-366 GILCHRST, P. 1992. Report of suspected oscular form of infectious laryngotracheitis (ILT) in Bekasi. Report for Balitvet Bogor. GUY , J.S., H.J. BARNES, and M ORGAN , L.M. 1990. Virulence of infectious laryngotracheitis viruses: Comparison of modified-live vaccine viruses in North Caroline field isolates. Avian Dis. 34:106-113 GUY , J.S., H.J. M ORGAN , and L. SMITH . 1991. Increased virulence of modified-live infectious laryngotracheitis vaccine virus following bird to bird passage. Avian Dis., 35:348-355
HANSON , L.E. and BAGUST, T.J. 1991. Laryngotracheitis. In: Disease of Poultry. 9th editions. CALNEK, B.W. et al., (eds.).Iowa State University Press, Ames, Iowa, USA. pp. 485-495 HUGHEST, C.S., R.C. JONES, R.M. GASKELL , F.T.W. JORDAN , and J.M. BRADBURY . 1987. Demonstration in live chickens of the carrier state in infectious laryngotracheitis virus from latency infected carrier birds. Res. Vet. Sci. 42:407-410 M ANGUNWIRYO , H., DARMINTO , dan Z ULKIFLI, 1995. Survai serologik terhadap infectious laryngotracheitis (ILT) pada ayam buras dan ras di Jawa barat. Dalam: Prosiding Seminar Nasional Teknologi Veteriner Untuk Meningkatkan Kesehatan Hewan Dan Pengamanan bahan Pangan Asal ternak. Cisarua, Bogor 22-24 Maret 1994. Balai Penelitian Veteriner, Bogor. hal. 140-147 T RIPATHY, D.N. and L.E. HANSON . 1980. Laryngotracheitis. In: A laboratory Manual or the isolation and Identification of Avian Pathogens, 3rd ed. H.G. PURCHASE, L.H. ARP. C.H. DOMEMUTH, and J.E. PEARSON (eds.). American Association of Avian Pathologist. Kennett Square, PA. pp.85-88 OXPORD , J.S. and B. OBERG . 1985. Picornavirus infection. In: Conguest of viral diseases: a tropical review of drugs and vaccines. A.J. ZUCKERMAN (ed.). Elsevier Publishing Co., New York. pp. 127-186 PARTADIREDJA , M., R.D. SOEDJOEDONO , dan S. HARDJOSWORO . 1982. Kasus infectious laryngotracheitis di daerah Bogor (Isolasi dan identifikasi virus dengan cara pewarnaan). Prosiding Seminar Penelitian Peternakan. Puslitbangnak. hal. 522-525 WIYONO , A., MUHARAM, S., ANTONIUS, S. dan DARMINTO , 1996. Sebaran titer antibodi infectious laryngotracheitis (ILT) pada ayam ras dan buras di Kabupaten Cianjur, Tangerang dan Karawang. Dalam: Prosiding Temu Ilmiah Nasional Bidang Veteriner, Bogor 12-13 Maret 1996. Balai Penelitian Veteriner, Bogor. hal. 88-95
_____________________________________________________________________________________________ 430
Puslitbang Peternakan, Bogor 29 – 30 September 2003