ISOLASI DAN IDENTIFIKASI Salmonella enteritidis PADA TELUR SALURAN PENCERNAAN DAN FESES AYAM RAS DARI PETERNAKAN DI GUNUNG SINDUR BOGOR
SKRIPSI DYAH AYU PURNAMA SARI
DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012
35
RINGKASAN DYAH AYU PURNAMA SARI. 2012. Isolasi dan Identifikasi Salmonella enteritidis pada Telur Saluran Pencernaan dan Feses Ayam Ras dari Peternakan di Gunung Sindur Bogor. Skripsi. Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembimbing Utama : Dr. Irma Isnafia Arief, S.Pt., M.Si. Pembimbing Anggota : Drh. Tati Ariyanti, MP. Ayam petelur adalah ayam yang dibudidayakan khusus untuk menghasilkan telur. Permasalahan yang paling mendasar bagi usaha peternakan ayam di Indonesia adalah ditemukannya Salmonella enteritridis pada peternakan pembibitan (breeder) maupun pada rantai pemasarannya. Kabupaten Bogor memiliki pusat peternakan ayam ras petelur yaitu Kecamatan Gunung Sindur dengan populasi lebih dari 35% dari total populasi di Kabupaten Bogor. Hal ini menyebabkan isolasi dan identifikasi Salmonella perlu dilakukan sebagai bagian pencegahan terhadap cemaran mikroba di lingkungan agar tidak meluas. Penelitian ini bertujuan untuk mengisolasi dan mengidentifikasi S. enteritidis secara biokimiawi dari telur ayam ras yang segar (isi telur dan kerabang telur), feses, dan saluran pencernaan ayam ras petelur pada peternakan yang berlokasi di Kecamatan Gunung Sindur. Lanjutan dari penelitian selanjutnya adalah untuk menginformasikan keberadaan Salmonella dan analisis kemungkinan sumber pencemaran Salmonella pada peternakan ayam petelur. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah usus kecil dan digesta dari saluran pencernaan ayam petelur, isi (kuning dan albumin) dan kerabang telur serta feses ayam petelur dari 2 peternakan yang berbeda (Peternakan A dan Peternakan B) yang dipilih secara acak. Prosedur isolasi yang digunakan berdasarkan Andrews dan Hammack, USFDA Bacteriologial Analitycal Method meliputi tahap pengkayaan, pengkayaan selektif, agar selektif, uji biokimia awal dan uji biokimia lanjut. Identifikasi dilakukan untuk mengkonfirmasi serotype Salmonella. Isolasi Salmonella pada saluran pencernaan (usus halus dan digesta), telur (isi dan kerabang), dan feses menunjukkan hasil negatif terhadap Salmonella enteritidis. Isolasi Salmonella dari feses menunjukkan hasil positif terdapat Salmonella serotipe selain Salmonella enteritidis. Hasil uji serologi menunjukkan bahwa spesies Salmonella yang didapatkan adalah Salmonella parathypi B. Kontaminasi vertikal tidak terjadi, hal ini dapat dilihat dengan tidak adanya sampel telur yang terkontaminasi. Kontaminasi horizontal dapat terjadi pada sampel feses positif yang dikeluarkan oleh saluran pencernaan ayam. Kata-kata kunci : Ayam petelur, Salmonella, telur, feses, serology.
36
ABSTRACT Isolation and Identification of Salmonella enteritidis on Egg, Gastrointestine, and Faeces of Laying Hen in Gunung Sindur District of Bogor Regency Sari, I. I. Arief and T. Ariyanti Salmonella became a major cause of food poisoning. Several types of Salmonella could infect chicken as well as pig, cattle, egg and other fresh product. Poultry could be infected by several types of this bacteria. Adult laying hens infected by Salmonella may carry the organisme in their small intestines and shed it in their faeces, which may lead to contamination of the eggshell surface, alternatively contamination of the laid egg may occur in vivo through the dessemination of the organisme to the egg following localization and colonization of the small intestine by Salmonella, that is by transovarian transmision. Total 6 hens, 12 eggs, and 22 samples of faeces were test. From this case, we must give more our atention to Salmonella so this study evaluated the prevalence of Salmonella in different hatchery by applying Bacteriological Analitycal Methode (BAM) for isolation and identification of this bacteria. The test shown that just faeces from Farm A which were contaminated by Salmonella. Test were not found all kind of species Salmonella in egg and gastrointestine. Keywords : Laying hens, Salmonella, egg, faeces, serology
37
ISOLASI DAN IDENTIFIKASI Salmonella enteritidis PADA TELUR SALURAN PENCERNAAN DAN FESES AYAM RAS DARI PETERNAKAN DI GUNUNG SINDUR BOGOR
DYAH AYU PURNAMA SARI D14063513
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk Memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012 38
Judul : Isolasi dan Identifikasi Salmonella enteritidis pada Telur Saluran Pencernaan dan Feses Ayam Ras dari Peternakan Ayam Petelur di Gunung Sindur Bogor Nama : Dyah Ayu Purnama Sari NRP : D14063513
Menyetujui, Pembimbing Utama,
Pembimbing Anggota
Dr. Irma Isnafia Arief, S.Pt., M.Si NIP. 19750304 199903 2 001
Drh. Tati Ariyanti, MP. NIP. 19720401 200112 2 001
Mengetahui, Ketua Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan
Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri, M.Agr.Sc NIP. 19591212 198603 1 004
Tanggal Ujian : 14 Juni 2012
Tanggal Lulus : ………………
39
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 25 April 1988 di Nganjuk, Jawa Timur. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Kasmadi dan Lasmini. Riwayat pendidikan penulis dimulai dari Sekolah Dasar Negeri Tanjunganom 1 (1994-1997) kemudian pindah ke Sekolah Dasar Negeri Tanjunganom 2 (1997-2000), Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 1 Tanjunganom (2000-2003) dan dilanjutkan ke Sekolah Menengah Atas Negeri 2 Nganjuk (2003-2006). Penulis melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi di Institut Pertanian Bogor dan diterima melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) pada tahun 2006. Penulis terdaftar sebagai mahasiswa Program Studi Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Selama masa pendidikan, penulis aktif dalam berbagai organisasi kemahasiswaan dan kepanitiaan. Tahun 2006 sampai dengan 2007, penulis aktif di Lembaga Dakwah Kampus (LDK) Al Hurriyyah dan Dewan Mushola Asrama Putri Tingkat Persiapan Bersama (TPB). Tahun 2007 sampai dengan 2009 penulis aktif sebagai pengurus Kerohanian Islam (Rohis) IPTP 43, LDK Al Hurriyyah, divisi keputrian Forum Aktifitas Mahasiswa Muslim (FAMM) Al An’aam, dan sekretaris departemen pengembangan sumber daya manusia Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Peternakan. Tahun 2009 penulis mendapatkan dana hibah pada Program Kreatifitas Mahasiswa bidang Pemberdayaan Masyarakat (PKMM). Penulis juga menjadi asisten praktikum Mata Kuliah Dasar Umum Pendidikan Agama Islam pada tahun 2008 sampai dengan 2011.
40
KATA PENGANTAR Alhamdulillah, segala puji syukur bagi Allah SWT atas segala limpahan rahmat, taufik dan hidayah-Nya, shalawat serta salam kepada Nabi Muhammad SAW yang telah menjadi pembimbing umat menuju alam yang penuh cahaya ilmu pengetahuan sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi yang berjudul “Isolasi dan Identifikasi Salmonella enteritidis pada Telur, Saluran Pencernaan dan Feses Ayam Ras dari Peternakan di Gunung Sindur Bogor”. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk kelulusan dan memperoleh gelar Sarjana Peternakan di Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Substansi skripsi ini terkait tentang pengkajian mengenai isolasi dan identifikasi Salmonella sp. yang berasal dari peternakan ayam petelur komersial. Pengidentifikasian keberadaan Salmonella sp. perlu dilakukan karena bakteri ini berpotensi menurunkan produksi ternak jika terinfeksi, sehingga hasil isolasi dan identifikasi dapat dipergunakan pada penelitian selanjutnya untuk mendapatkan langkah-langkah pencegahan atau antisipasi pada ternak. Penulis penulis menyadari bahwa skripsi ini masih belum sempurna, namun penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pihak yang membutuhkan dan dihitung sebagai amal jariyah di sisi Allah SWT.
Bogor, Desember 2012 Penulis
41
DAFTAR ISI Halaman RINGKASAN……………………………………………………………..
i
ABSTRACT……………………………………………………………….
iii
LEMBAR PERNYATAAN……………………………………………….
iv
LEMBAR PENGESAHAN……………………………………………….
v
RIWAYAT HIDUP………………………………………………………..
vi
KATA PENGANTAR…………………………………………………….
vii
DAFTAR ISI………………………………………………………………
viii
DAFTAR TABEL…………………………………………………………
x
DAFTAR GAMBAR……………………………………………………...
xi
DAFTAR LAMPIRAN……………………………………………………
xii
PENDAHULUAN………………………………………………………...
1
Latar Belakang……………………………………………………. Tujuan……………………………………………………………..
1 1
TINJAUAN PUSTAKA…………………………………………………..
3
Ayam Petelur……………………………………………………… Telur………………………………………………………………. Saluran Pencernaan Ayam………………………………………... Salmonella………………………………………………………… Salmonellosis……………………………………………………... Kontaminasi Pada Telur…………………………………………... Media Pertumbuhan Bakteri.……………………………………...
3 3 4 5 6 7 9
MATERI DAN METODE………………………………………………...
11
Lokasi dan Waktu ………………………………………………... Materi…………….……………………………………………….. Bahan……………………………………………………... Peralatan…………………………………………………... Prosedur………….……………………………………………….. Pengambilan Sampel dari Peternakan…………………….. Isolasi Salmonella enteritidis……………………………... Uji Serologi……………………………………………….. Rancangan dan Analisis Data…..…………………………………
11 11 11 11 12 12 12 14 15
HASIL DAN PEMBAHASAN……………………………………………
16
Kondisi Peternakan……………………………………………….. Kontaminasi Salmonella pada Saluran Pencernaan……………..... Kontaminasi Salmonella pada Feses Ayam Petelur………………. Kontaminasi Salmonella pada Telur………………………………
16 17 20 24
KESIMPULAN DAN SARAN……………………………………………
31 42
Kesimpulan ………………………………………………………. Saran……………………………………………………………….
31 31
UCAPAN TERIMA KASIH………………………………………………
32
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………..
33
LAMPIRAN……………………………………………………………….
35
43
DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1. Kondisi Peternakan A dan B…………………………………….. 16 2. Pengamatan Keberadaan Koloni Salmonella sp. pada Saluran Pencernaan ……………………………………………………….
18
3. Pengamatan Keberadaan Koloni Salmonella sp. pada Feses……
22
4. Pengamatan Keberadaan Koloni Salmonella sp. pada Telur........
23
44
DAFTAR GAMBAR Nomor
Halaman
1. Struktur Telur Secara Utuh………………………….………………..
7
2. Mekanisme Penyebaran Salmonella Secara Vertikal dan Horizontal...
9
3. Isolasi Salmonella sp. dari Media Pra Pengkayaan pada Saluran Pencernaan Ayam…………………………………………………......
19
4. Reaksi Indikasi Positif Salmonella pada Tahapan Agar Selektif (a) BRG Agar, (b) XLD Agar, (c) BSA, dan (d) HEA….........................
20
5. Reaksi Indikasi Positif Salmonella pada Tahapan Uji Biokimia Awal (a) TSIA dan Semi Solid, (b) MRVP…………………………………
21
6. Isolasi Salmonella sp. dari Media Pra Pengkayaan BPW (a) Peternakan A dan (b) Peternakan B……………………….................
21
7. Isolasi Koloni Salmonella sp. di Feses Ayam Petelur pada Media SS Agar dan XLD Agar……………………………..................................
22
8. Identifikasi Koloni Salmonella sp. di Feses Ayam Petelur pada Media Urea Agar dan MRVP………………………………………………...
24
9. Isolasi Salmonella sp. dari Media Pra Pengkayaan (a) Kuning Telur, (b) Putih Telur, dan (c) Kerabang Telur………………………………
26
10. Isolasi Salmonella sp. dari Feses Pada Media Pengkayaan (RV)........
26
11. Reaksi Indikasi Positif Salmonella sp. pada Tahapan Agar Selektif dari Media (a) XLD Agar dan (b) BRG Agar……..………………….
27
12. Reaksi Indikasi Positif Salmonella sp. pada Tahapan Uji Biokimia Awal dari Media (a) TSI Agar dan (b) Semi Solid……………...........
28
13. Reaksi Indikasi Positif Salmonella sp. pada Tahapan Uji Biokimia Awal dari Media (a) LIA Dan (b) Simmon’s Citrate……..…………..
29
14. Reaksi Indikasi Negatif Salmonella sp. pada Tahapan Uji Biokimia Awal dari Media Urea Agar…………………………………………..
29
45
DAFTAR LAMPIRAN Nomor
Halaman
1. Data Uji Sampel Feses dan Telur………………………………
35
2. Data Uji Sampel Feses dan Telur Tahap 2…………………….
38
3. Prosedur Pengujian Isolasi dan Identifikasi Salmonella…….…
43
46
PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah keamanan pangan sudah merupakan masalah global, sehingga mendapat perhatian utama dalam penetapan kebijakan kesehatan masyarakat. Letusan penyakit asal dan melalui pangan (foodborne disease) dan kejadiankejadian pencemaran pangan terjadi di berbagai negara, tidak hanya di negara berkembang dengan kondisi sanitasi dan higiene umumnya buruk, tetapi juga di negara-negara maju. Telur merupakan salah satu tonggak ketahanan pangan khususnya pangan hewani, yang cukup mudah dijangkau oleh masyarakat luas karena harganya lebih murah dibandingkan dengan pangan hewani lainnya misalnya daging sapi, daging ayam dan juga susu. Dengan demikian, selain ketersediaannya yang harus dijaga, keamanan pangan dari patogen yang menginfeksinya juga harus menjadi perhatian utama. Kabupaten Bogor memiliki peternakan ayam ras petelur dengan jumlah yang lebih dari cukup pada kantong-kantong wilayah tertentu merupakan salah satu pemasok telur di wilayah Jabodetabek. Kantong peternakan ini ada pada Kecamatan Gunung Sindur dengan populasi ayam petelur lebih dari 35% dari total populasi yang ada (Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor, 2008). Berbagai penyakit yang sering terjadi pada ternak ayam petelur mengakibatkan produksi telur harus lebih diperhatikan. Salah satu yang menjadi emerging pathogen yang penting adalah Salmonella enteritidis yang dijumpai mengkontaminasi telur ayam ras. Telur ini terkontaminasi sejak mulai dari pembentukannya di dalam tubuh karena induknya terkena infeksi Salmonella enteritidis
di
ovariumnya.
Kontaminasi
ini
menjadi
ancaman
bagi
keberlangsungan peternakan yang sesuai dengan standar kesehatan yang ada (Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor, 2008). Tujuan Penelitian ini
bertujuan untuk
mengisolasi
dan mengidentifikasi
Salmonella enteritidis secara biokimiawi serta dikonfirmasi dengan uji serologi dari telur ayam ras yang segar (kuning dan kerabang telur), feses, dan saluran pencernaan ayam ras langsung dari peternakan ayam petelur. Selain itu, penelitian 47
ini dilakukan untuk menginformasikan keberadaan Salmonella dan analisis kemungkinan sumber pencemaran Salmonella pada peternakan ayam petelur.
48
TINJAUAN PUSTAKA Ayam Petelur Saat ini terdapat dua kelompok ayam petelur yaitu tipe ringan yang umumnya menghasilkan telur dengan warna kerabang putih dan tipe medium yang umumnya menghasilkan telur dengan kerabang berwarna coklat. Ayam petelur merupakan ayam yang dipelihara dan diseleksi khususnya untuk menghasilkan telur. Galur atau strain ayam yang ada saat ini dapat berasal lebih dari satu bangsa. Umumnya tipe ringan berasal dari bangsa White Leghorn, tipe medium dari Rhode Island Red, Australorp dan Barred Plymouth Rock, sedangkan tipe berat dari bangsa New Hampshire, White Playmouth Rock dan Cornish (Amrullah, 2004). Kualitas bagian luar meliputi warna, bentuk, tekstur, keutuhan, kebersihan kerabang, sedangkan kualitas bagian dalam meliputi kekentalan putih telur, warna kuning telur, posisi kuning telur dan keberadaan noda-noda berupa bintik-bintik darah pada kuning maupun putih telur (Umar, 2000). Permasalahan yang paling mendasar bagi usaha peternakan ayam di Indonesia adalah ditemukannya Salmonella enteritridis pada peternakan pembibitan (breeder). Hal ini akan menjadi sumber infeksi berantai yang dapat ditularkan ke peternakan final stock di berbagai wilayah pemasarannya (Purnomo dan Bahri, 1997). Telur Telur segar merupakan telur yang baru dikeluarkan induk unggas. Telur tersebut diperdagangkan tanpa pengolahan terlebih dahulu. Telur segar dapat dibagi menjadi dua golongan yaitu telur segar biologis dan telur segar komersial. Tanda-tanda telur segar yang masih baru adalah kerabang telur mulus, kuning telur berada di tengah-tengah yang tidak bergerak bebas dan rongga udara kecil (Sarwono, 1994) Kualitas telur konsumsi, terutama telur ayam dapat digolongkan menjadi dua macam yaitu kualitas telur bagian luar dan kualitas bagian dalam (Sarwono, 1994). Kualitas bagian luar meliputi warna kerabang, bentuk, tekstur, keutuhan, kebersihan kerabang, sedangkan kualitas bagian dalam meliputi kekentalan putih telur, warna kuning telur, posisi kuning telur dan keberadaan noda-noda berupa bintik-bintik darah pada kuning maupun putih telur (Umar, 2000). 49
Kasus Salmonellosis pada manusia yang disebabkan oleh bakteri patogen Salmonella enteritidis pada umumnya bersumber dari telur konsumsi yang dimakan mentah atau dimasak tidak sempurna. Pada kasus Salmonellosis, ditemukan sebesar 62,5% disebabkan oleh Salmonella enteritidis, 12,9% oleh Salmonella thypimurium dan kurang dari 2% disebabkan oleh Salmonella serotipe yang lain. Serotipe yang berada pada 10 besar penyebab kasus salmonellosis di Eropa adalah Infantis, Virchow, Newport, Hadar, Stanley, Derby, Agona dan Kentucky. Telur dan produknya adalah makanan perantara yang paling sering pada penyebaran Salmonella (Gantois et al., 2009). Secara umum, ada dua jalan kemungkinan dari cara kontaminasi Salmonella pada telur. Telur dapat terkontaminasi lewat masuknya bakteri pada seluruh bagian kerabang dari koloni saluraran pencernaan dan feses yang telah terkontaminasi selama atau setelah oviposisi. Kemungkinan yang kedua adalah kontaminasi secara langsung pada kuning telur, putih telur serta membran dan kerabang sebelum oviposisi, sesuai menurut infeksi dari organ reproduksi oleh Salmonella enteritidis (Gantois et al., 2009). Salmonella dapat masuk ke dalam telur dengan dua cara yaitu melalui jalur vertikal dan horizontal. Jalur vertikal dimulai saat unggas dewasa kelamin, Salmonella berada dalam ovarium, dan saluran reproduksi dari ayam betina. Di antara berbagai jenis Salmonella, serotipe Salmonella typhimurium dan Salmonella entritidis dapat mensekresi di dalam isthmus dan masuk ke dalam telur selama proses pembentukan. Jalur horizontal dapat terjadi melalui permukaan terluar dari kerabang telur. Kerabang telur dapat terkontaminasi oleh Salmonella melalui feses. Selain itu, Salmonella dapat masuk kedalam telur khususnya saat berada di dalam inkubator dan mesin penetasan (Chao et al., 2007). Saluran Pencernaan Ayam Saluran pencernaan (gastrointestinal) merupakan suatu ekosistem yang mengandung berbagai jenis mikroflora yang mempunyai peran dalam pencernaan makanan, sistem pertahanan dan pertumbuhan epitel usus. Bagian usus kecil terdapat pankreas yang menghasilkan enzim amilase, lipase, tripsin. Selain itu, enzim tersebut ada enzim lainnya yang dihasilkan dari dinding usus kecil
50
berfungsi untuk menguraikan protein dan gula. Hasilnya akan diserap usus kecil untuk didistribusikan ke seluruh bagian tubuh ayam. Saluran pencernaan yang relatif pendek pada unggas digambarkan pada proses pencernaan yang cepat yaitu lebih kurang selama empat jam (Anggorodi, 1985). Salmonella Salmonella adalah bakteri Gram negatif yang tidak berspora, berbentuk batang kecil dan tumbuh dengan optimum pada suhu 35 °C sampai 37 °C. Salmonella diklasifikasikan dalam dua spesies yaitu Salmonella enterica dan Salmonella bongori (Jordan et al., 2001). Unggas dapat diinfeksi oleh berbagai jenis dari Salmonella enterica, beberapa jenisnya seperti S. pullorum dan S. gallinarum merupakan bakteri spesifik yang dibawa oleh ayam, adapun jenis lainnya seperti S. typhimurium, S. enteritidis, dan S. heidelberg dapat menginfeksi lebih banyak inang seperti unggas, babi, sapi, dan telur serta produk-produk segar lainnya (Hong et al., 2003). Salmonella pada unggas bisanya diperoleh dari jaringan reproduksi yaitu ovarium dan oviduk sampai rongga selaput perut, selain itu bakteri ini juga dapat ditemukan di saluran pencernaan seperti pada usus besar. Ayam yang mampu bertahan akibat serangan dari Salmonella enteritidis dapat menularkan bakteri dengan cara menghasilkan telur ayam yang mengandung Salmonella. Kontaminasi Salmonella pada telur ayam ras dimulai dari pembentukan telur di dalam tubuh induk, hal ini disebabkan karena induknya terkena infeksi S. enteritidis di ovarium, oleh sebab itu, patogen ini disebut dengan S. enteritidis transovarian. Keberadaan Salmonella pada daging dan telur ayam dapat menyebabkan keracunan makanan yang berupa diare pada hewan dan manusia (Chao et al., 2007). Lima jenis spesies Salmonella enterica yang berhubungan dengan unggas, keracunan makanan, dan salmonellosis pada manusia adalah Salmonella enterica typhimurium, enteritidis, heidelberg, newport, dan hadar (Hong et al., 2003). Bakteri-bakteri yang terdapat di permukaan luar kulit telur dapat masuk ke dalam telur melalui pori-pori kulit telur, menuju ke kuning telur lalu berkembang biak. Salmonella termasuk bakteri Gram negatif yang relatif tahan terhadap daya antimikroba yang terkandung di dalam putih telur sehingga bakteri tersebut dapat masuk sampai kuning telur dan berkembang biak. Salmonella yang diisolasi
51
diperoleh dari tiap jaringan reproduksi yaitu ovarium, oviduk dan oviduk bagian bawah (Gast et al., 2006). Salmonellosis Penyakit ini disebut juga dengan Salmonellosis atau parathypoid. Parathypoid merupakan penyakit yang bersifat ganas dan bisa menyerang secara menahun. Penyakit ini disebabkan oleh banyak spesies Salmonella yang sifatnya berbeda dengan S. pullorum dan S. gallinarum. Diperkirakan ada 20-30 spesies Salmonella yang bisa menyebabkan ayam sakit. Spesies tersebut diantaranya S. enteritidis, S. oranienberg, S. montevideo, S. newport, S. typhimurium, S. anatum, S. derby, dan S. bredeney. Salmonellosis adalah penyakit menular pada hewan yang bersifat zoonosis dan termasuk food borne disease (Gast, 1997). Berbagai strain bakteri Salmonella yang paling sering dilaporkan menjadi penyebab salmonellosis antara lain S. enteritidis dan S. typhimurium. Kejadian salmonellosis pada manusia di Amerika Serikat sekitar 50% disebabkan oleh S. enteritidis, S. typhimurium, dan S. Heidelberg (Pascual et al., 1999). Salmonella enteritidis biasanya mengkontaminasi telur yang dihasilkan oleh induk yang terinfeksi bakteri tersebut dan menjadi sumber penularan yang penting. Dari hasil penelitian beberapa peneliti penularan S. enteritidis pada telur terjadi secara vertikal dan horizontal (Miyamoto et al., 1998). Penularan vertikal terjadi akibat kuning telur atau albumin tertular oleh bakteri tersebut yang terjadi didalam organ reproduksi induk yang teinfeksi. Penularan horizontal terjadi akibat penetrasi S. enteretidis pada kerabang telur. Penularan Salmonella pada anak ayam dapat terjadi secara vertikal dan horizontal (Gast, 1997). Gejala ayam yang terserang infeksi parathypoid bisa dilihat hanya pada ayam muda (kurang dari tujuh minggu) yaitu terjadi diare yang diikuti dehidrasi, kotoran berbentuk pasta atau basah di daerah sekitar kloaka (vent), sayap terkulai, menggigil, dan bergerombol mendekati sumber pemanas. Tingkat serangan dan kematian tinggi, terutama dua minggu pertama masa pemanasan. Terdapat sedikit lesion atau bahkan tidak ditemukan pada ayam yang mati akibat penyakit ini. Selain itu, terjadi oophoritis dengan pendarahan, terjadi pengejuan atau atrophic di folikel orchitis. Namun, biasanya hanya terjadi dehidrasi dan enteritis (focal necrotic lesions) di permukaan mukosa usus kecil. Pada kasus tertentu terdapat
52
luka bulat kecil (necrotic focl) di bagian hati, terdapat garis hemorrhagic (pendarahan) di hati dan ginjal, serta terjadi pericarditis (jantung dilapisi selaput). Penyebaran organisme parathypoid atau Samonella sering terjadi melalui kotoran yang telah terkontaminasi dan mencemari pakan, air minum, dan kerabang telur tetas. Selain menyerang ayam, Salmonella ini bisa menyerang reptil, serangga, dan manusia. Kontaminasi pada Telur Kontaminasi kerabang luar Selama oviposisi, kontaminasi lingkungan pada area penempatan telur seperti boks, lingkungan penetasan atau truk penetasan, dapat mengkontaminasi bagian luar kerabang. Kehadiran kotoran ayam dan materi organik yang basah memberi kesempatan
Salmonella dapat bertahan dan tumbuh dengan cara
menyediakan kebutuhan nutrisi dan satu tingkat perlindungan fisik (Gantois et al., 2009). Salmonella dapat pula bertahan dan tumbuh pada sel telur saat tidak ada kontaminasi isi saluran pencernaan, khususnya pada suhu rendah dan kelembapan relatif rendah. Bakteri Salmonella kemungkinan bertahan pada waktu yang lebih panjang saat suhu rendah dengan menurunkan tingkat metabolisme, hal ini terjadi pada kondisi tidak menguntungkan yaitu saat permukaan kerabang kering (Gantois et al.,
2009). Selain sebagai pelindung fisik, kerabang telur dan
membran juga berfungsi sebagai pelindung kimiawi. Struktur utuh telur dapat dilihat pada Gambar 1.
Kutikula Kerabang Membran luar Rongga udara Membran dalam Putih telur Membran vitelin Kuning telur
Gambar 1. Struktur Telur Secara Utuh Sumber: Gantois et al. (2009)
53
Bakteri dapat dengan mudah masuk melalui kerabang telur yang retak. Telur utuh memiliki 3 pelindung fisik untuk mencegah bakteri masuk. Kutikula adalah yang pertama, dimana terdapat selaput enzim protein hidrofobik yang menyelimuti kerabang telur dan pembukaan pori-pori, pengkristalan kerabang dan membran kerabang. Selain menurut fungsinya sebagi pelindung fisik, kerabang telur dan membran juga berfungsi sebagai pelindung kimiawi (Gantois et al., 2009). Kontaminasi telur selama pembentukan telur Beberapa petunjuk pendukung yang menggambarkan bahwa kontaminasi telur lebih seperti disebabkan selama pembentukan telur di organ reproduksi daripada masuknya bakteri lewat kerabang. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa Salmonella enteritidis diisolasi dari selaput organ reproduksi dari unggas yang terinfeksi dan tidak ada perkembangbiakan bakteri (kolonisasi) di usus halus. Salmonella enteritidis sejauh ini memiliki kemampuan terus-menerus untuk menginfeksi selaput reproduksi ayam betina secara alami maupun percobaan (Gantois et al., 2009). Salmonella enteritidis dapat bertahan hidup saat pembentukan telur adalah hal penting yang ditemukan pada kasus kontaminasi telur. Salmonella berkoloni di organ reproduksi dapat disatukan saat pembentukan telur, menghasilkan kontaminasi
komponen telur
yang tidak
menjadikan kegagalan
dalam
pembentukan telur dan menyediakan bakteri agar tidak terbunuh oleh albumin. Kontaminasi kuning telur dapat terjadi karena kolonisasi ovarium oleh Salmonella. Pengecilan folikel di ovarium telah ditemukan saat penelitian infeksi Salmonella, kebanyakan karena pertumbuhan yang tinggi dalam nutrisi kuning telur saat suhu tubuh ayam 42 ºC (Gantois et al., 2009). Mekanisme transovarian belum begitu jelas diketahui. Kemungkinankemungkinan yang terjadi antara lain adalah Salmonella menyerang dan masuk melewati selaput folikel dan masuk ke dalam kuning telur atau Salmonella menyerang bagian tertentu dari dinding folikel dan kemudian terbawa ke oviduk selama ovulasi (Saeed et al., 1999). Mekanisme penularan Salmonella pada ayam petelur dapat dilihat pada Gambar 2.
54
Salmonella masuk melewati kerabang telur dan membran Salmonella di feses atau vagina Selama Penyimpanan Bertahan hidup dan tumbuh pada putih telur dan membran vitelin
Kontaminasi telur melalui organ reproduksi Infundibulum Menginfeksi membran kuning telur Magnum Menginfeksi putih telur
Bergerak masuk melewati membran vitelin
Ismus Menginfeksi membran kerabang Kerabang Luar Menginfeksi kerabangtelur
Berkembang biak dalam kuning telur
Gambar 2. Mekanisme Penyebaran Salmonella Secara Vertikal dan Horizontal Sumber : Gantois et al. (2009)
Media Pertumbuhan Bakteri Media yang biasa digunakan untuk mengisolasi Salmonella dari produk unggas dan lingkungannya (Waltman, 1999). Tetrathionate (TT) Broth Larutan yang mengandung iodium dan natrium tiosulfat dikombinasikan untuk menghasilkan TT. Larutan ini dimodifikasi media pengkayaan TT dengan penambahan ox bile dan warna biru berlian. Berbagai peneliti menemukan bahwa TT berada pada performa terbaik ketika Coliform dalam jumlah besar, sedangkan RV berada pada performa terbaik saat Pseudomonas aeruginosa dalam jumlah besar. Maka dari itu, pilihan pengkayaan tergantung pada tipe sampel dan flora (Waltman, 1999). Rappaport-Vassilidis (RV) Media semi padat berdasarkan formulasi Rappaport dimodifikasi dan dipasarkan
yaitu
media
pengkayaan
Rappaport-Vassiliadis.
Media
ini
mengandung nutrisi lebih banyak, kapasitas penyangga yang lebih besar, menurunkan konsentrasi magnesium klorida, novobiocin, dan bahan semi padat. Jika media RV digunakan untuk isolasi S. pullorum atau S. gallinarum yang nonmotil, titik tumbuh saat inokulasi dari RV dan bahan harus ditumbuhkan kembali pada agar selektif (Waltman, 1999).
55
Bismuth Sulfite Agar (BSA) Bismuth Sulfite Agar merupakan media yang sangat spesifik untuk isolasi Salmonella typhii dan spesies lain. Adanya bismuth sulfite dan brilliant green dapat menghambat pertumbuhan Gram positif dan Coliform. Adanya sulfur dalam media akan diubah menjadi H2S yang berperanan mengendapkan besi, sehingga koloni berwarna coklat-hitam dengan kilap logam, tampak seperti mata kelinci. Mikroba lain yang dapat tumbuh
antara lain Pseudomonas, Shigella dan
Vibrionaceae. Media ini sangat baik digunakan pada tahap awal untuk memilahkan Salmonella dari mikroba lain (Waltman, 1999). Hektoen Enteric Agar (HEA) Hektoen Enteric Agar diformulasikan untuk mengisolasi Salmonella dan Shigella ketika menumbuhkan flora normal usus halus. Media ini mengandung bile salts sebagai bahan penyeleksi dan laktosa, sukrosa, salicin dan indikator H2S sebagai bahan pembeda (Waltman, 1999). Salmonella-Shigella (SS) Agar Salmonella-Shigella Agar diformulasikan untuk mencegah tumbuhnya Coliform namun membantu tumbuhnya Salmonella dan Shigella. Indikator yang digunakan sebagai penyeleksi adalah laktosa dan H2S (Waltman, 1999). Xylose Lysine Deoxycholate (XLD) Agar Xylose Lysine Deoxycholate Agar memiliki bahan penyeleksi sodium deoxycholate, laktosa, sukrosa, lisin, dan indikator H2S. Munculnya H2S ditandai dari tumbuhnya koloni berwana hitam.
56
MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Terpadu Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan Fakultas Peternakan IPB pada bulan Desember 2009 hingga Februari 2010 dan dilanjutkan di Laboratorium Bakteriologi Balai Besar Penelitian Veteriner Bogor pada April 2010 hingga Juli 2010. Sampel telur, feses dan ayam petelur diambil dari dua peternakan yang berada di Desa Curug Kecamatan Gunung Sindur Kabupaten Bogor dengan populasi ± 60000 ekor untuk peternakan A dan ± 64000 untuk peternakan B. Materi Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah usus kecil dan digesta dari saluran pencernaan, isi (kuning dan albumin) dan kerabang telur serta feses ayam petelur. Media yang digunakan dalam penelitian ini adalah Lactose Broth (LB), Nutrient Broth, Tetrahionate Broth (TTB), Rappaport-Vassilidis (RV), Semi Solid Agar, Triple Sugar Iron (TSI) Agar, Lysine Iron Agar (LIA), Simmon’s Citrate, Indole, Xylose Lysine Desoxycholate (XLD) Agar, Hektoen Enteric Agar (HEA), Bismuth Sulfith Agar (BSA), BRG Agar, Salmonella-Shigella (SS) Agar, dan Nutrient Agar (NA). Bahan kimia yang digunakan adalah, Methile Red Voges Proskoner (MRVP), gula-gula (adonitol, arabinose, cellobiose, dulcitol, glycerol, inositol, lactose, maltose, mannitol, raffinose, rhamnose, salicin, sorbitol, sucrose, trehalose, xylose), dan aquadest serta bahan tambahan lain yaitu alkohol untuk mensterilkan alat. Peralatan Alat-alat utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah jarum ose, tabung reaksi, tip, cawan petri, autoclave, pipet, alumunium foil, jangka sorong, kapas, karet, tisu dan bunsen.
57
Prosedur Pengambilan Sampel dari Peternakan Pengambilan sampel dilakukan secara acak. Data peternakan yang diperoleh dari Dinas Peternakan dan Perikanan (Disnakan) Kabupaten Bogor kemudian dipilih secara acak untuk menentukan lokasi pengambilan sampel. Setelah lokasi ditentukan, surat pengantar dari Disnakan dibuat untuk izin pengambilan sampel. Pengambilan sampel ayam, telur, dan feses dilakukan dengan metode yang sama yaitu secara acak. Sampel yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah usus kecil dan digesta dari saluran pencernaan ayam petelur, isi telur (kuning dan albumin) dan kerabang telur serta feses ayam petelur. Ayam, feses, dan telur diambil dari 2 peternakan di Desa Curug, Kecamatan Gunung Sindur, Kabupaten Bogor. Tiaptiap peternakan diambil 3 sampel ayam yang diambil saluran pencernaan (usus dan digesta), 11 sampel feses serta 6 butir telur. Ayam yang digunakan sebagai sampel diambil dari peternakan A dan B masing-masing 3 ekor. Ayam dibawa ke labolatorium untuk disembelih dan diambil saluran pencernaannya yaitu usus halus dan isi dari usus halus tersebut (digesta). Usus halus yang akan digunakan kemudian dibersihkan dengan air steril. Usus dan digesta masing-masing dimasukkan ke dalam plastik steril dan diberi nama sampel. Telur yang digunakan sebagai sampel diambil dari peternakan A dan B masing-masing 3 telur. Telur diambil dari ayam yang baru bertelur kemudian dibungkus plastik steril untuk dibawa ke labolatorium. Telur kemudian dipisahkan antara isi (kuning dan albumin) dan kerabangnya, setelah itu masing-masing dimasukkan ke dalam plastik steril dan diberi nama. Feses yang digunakan sebagai sampel diambil dari peternakan A dan B masing-masing 11 sampel. Feses diambil dari ayam yang baru mengeluarkan feses dengan alat cotton buds steril kemudian dimaukkan ke dalam plastik steril dan dibawa ke labolatorium.
58
Isolasi Salmonella enteritidis Prosedur isolasi yang digunakan berdasarkan Andrews dan Hammack, USFDA Bacteriologial Analitycal Method (BAM) 8thEdition revisi Desember tahun 2007 yang secara konvensional meliputi tahap pengkayaan, pengkayaan selektif, agar selektif, uji biokimia awal. Setiap tahapan isolasi dilakukan secara berurutan. Sampel yang menunjukkan reaksi positif kemungkinan adanya Salmonella pada media yang telah diinokulasi pada setiap tahapan akan dilanjutkan ke tahapan selanjutnya, sedangkan reaksi negatif yang didapatkan akan menyebabkan proses isolasi dihentikan karena tidak didapatkan tanda-tanda keberadaan Salmonella. Pengkayaan Saluran pencernaan diambil usus halus dan digestanya, sedangkan telur segar diambil isi (kuning dan albumin) telur dan kerabang telurnya ditimbang sebanyak 25 gram dan dimasukkan ke dalam kantong plastik steril 500 ml. kedalam plastik tersebut lalu dimasukkan 225 Lactose Broth (LB) steril dan dihomogenkan dengan cara dikocok-kocok dan diremas-remas dengan perlahan hingga sampel homogen. Sampel yang telah dihomogenkan kemudian diinkubasi selama 24 ± 2 jam. Sebanyak 1 ml sampel yang telah diinkubasi di dalam media LB diambil dan diinokulasi kedalam 10 ml Tetrathionate Broth (TTB). TTB diinkubasi pada suhu 37 ± 2 °C dalam inkubator selama 24 ± 2 jam. Agar Selektif Sampel yang telah diinkubasi pada masing-masing media selektif diambil satu ose dan digoreskan secara kuadran pada media Xylose Lysine Desoxycholate (XLD) Agar, Hektoen Eteric Agar (HEA), SS Agar, BRG Agar dan Bismuth Sulfite Agar (BSA). Kelima media selektif tersebut kemudian diinkubasi pada suhu 35 ± 2 °C selama 24 ± 2 jam. Setelah inkubasi dilihat apakah ada koloni tipikal yang tumbuh pada masing-masing agar. Apabila terdapat koloni tipikal yang tumbuh, maka analisa dilanjutkan dengan uji biokimia awal dengan menggunakan Triple sugar Iron (TSI) Agar miring dan Lysine Iron Agar (LIA) miring.
59
Uji Biokimia Awal Koloni tipikal yang tumbuh pada ketiga media spesifik XLD Agar, HE Agar, SS Agar, BRG Agar dan BS Agar masing-masing diinokulasikan menggunakan jarum ose steril pada TSI agar dan LIA agar. Inokulasi pada media TSI Agar miring dilakukan terlebih dahulu dengan jarum ose digores dan ditusuk dalam inkubator 35 ± 2 °C. Inokulasi pada LIA agar miring dilakukan setelah melihat apakah ada tanda pada TSI Agar menghasilkan warna hitam. Inokulasi pada LIA dilakukan dengan cara jarum ose ditusuk dan digores. Reaksi positif indikasi adanya Salmonella dapat dilihat pada perubahan warna media. TSI Agar dan LIA menunjukkan perubahan warna menjadi hitam searah dengan tusukan. Reaksi spesifik Salmonella pada TSI agar miring adalah: bagian permukaan miring (slant) berwarna merah/alkaline (reaksi basa), memproduksi H2S (kehitaman pada agar kadang hingga menutupi warna agar dasar, dengan atau tanpa memproduksi gas). Reaksi spesifik Salmonella pada LIA agar miring adalah: bagian permukaan miring (slant) berwarna ungu/alkaline (reaksi basa), bagian agar dasar/butt atau agar tusuk berwarna ungu/alkaline (reaksi, memproduksi H2S (kehitaman pada agar kadang hingga menutupi warna agar dasar, dengan atau tanpa memproduksi gas). Uji Biokimia Lanjut Koloni yang memperlihatkan reaksi spesifik pada kedua agar atau salah satu agar miring tersebut diambil untuk analisa menggunakan media Simmon’s Citrate, urease, Methile Red Voges Proskoner (MRVP), gula-gula (adonitol, arabinose, cellobiose, dulcitol, glycerol, inositol, lactose, maltose, mannitol, raffinose, rhamnose, salicin, sorbitol, sucrose, trehalose, xylose) dan uji serologi. Uji Serologi Uji serologi dilakukan jika reaksi biokimia menunjukkan ada Salmonella sp. Satu ose dari biakan NA diambil dan dioleskan pada gelas sediaan. Kemudian antisera grup O diteteskan di samping biakan. Dengan menggunakan ose, tetesan antisera O dan biakan dicampur lalu akan dapat diketahui Salmonella tersebut masuk pada grup tertentu. Setelah itu, antisera grup H dan biakan dari sumber
60
yang sama dicampur yang akan menghasilkan Salmonella pada grup tertentu pula. Gabungan ini akan
menunjukkan adanya Salmonella dengan serotipe yang
berbeda (Kauffman, 1972).
Rancangan dan Analisis Data Pengambilan sampel yang dilakukan pada penelitian ini menggunakan metode Simple Random Sampling (Scheaffer et al., 1990) mulai dari data pemilihan peternakan, pemilihan sampel ayam, telur, dan feses. Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif.
61
HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Peternakan Kabupaten Bogor memiliki peternakan ayam ras petelur dengan jumlah yang cukup besar sehingga menjadi salah satu pemasok telur di wilayah Jabodetabek. Kantong peternakan ini ada pada Kecamatan Gunung Sindur dengan populasi ayam petelur lebih dari 35% dari total populasi yang ada (Disnakan Bogor, 2008). Peternakan A dan Peternakan B merupakan peternakan ayam ras petelur yang terletak di Kecamatan Gunung Sindur. Manajemen perkandangan yang digunakan pada dua peternakan ini tidak terlalu berbeda. Pekerja kandang pada kedua peternakan tidak memakai standar pakaian dan perlengkapan. Tata ruang kandang pada Peternakan A kurang sesuai dengan standar yang seharusnya karena tempat tinggal pekerja berada di tengah area kandang. Tempat tinggal pekerja pada peternakan B berada di pinggir area kandang ternak. Peternakan A dan Peternakan B menggunakan ayam petelur yang sama yaitu Isa Brown. Peternakan A memiliki kapasitas kandang 40.000-60.000 ekor dengan umur berbeda. Pakan yang dipakai adalah pakan komersial. Penanganan ayam sakit dilakukan dengan pemberian antibiotik dan ayam sakit dipisahkan. Vaksin diberikan oleh technical support dari penyedia DOC. Peternakan B memiliki kapasitas kandang 64.000 ekor dengan umur berbeda. Pakan yang dipakai berasal dari pakan yang dibuat sendiri, jika keadaan tidak memungkinkan maka pakan dibeli dari pabrik pakan lain. Penanganan ayam sakit dilakukan dengan pemberian antibiotik dan ayam sakit dipisahkan. Vaksin diberikan oleh technical support dari penyedia DOC. Pengeluaran dan penonaktifan berbagai macam patogen yang berbeda pada proses penanganan limbah dan sistem manajemen memerlukan banyak penelitian. Patogen pada hewan yang berpotensi resiko pada manusia antara lain virus (seperti virus hepatitis E pada babi), bakteri (spesies dari Salmonella), dan parasit (seperti Cryptosporidium parvum) bersifat endemik pada ternak komersial dan peralatan yang digunakan. Kondisi peternakan tempat pengambilan sampel dapat dilihat pada Tabel 1.
62
Tabel 1. Kondisi Peternakan A dan B Kondisi Peternakan No.
Komponen Pengamatan A
B
1.
Jumlah Ayam
± 60.000 ekor
± 64.000 ekor
2.
Jenis Ayam
Isa Brown
Isa Brown
3.
Umur Afkir
90 minggu
83-99 minggu Ransum produksi sendiri, ransum
4.
Asal Pakan
Pakan Komersial
komersial dipakai jika harga ransum mahal
5.
Jenis kandang
Baterai
Baterai
6.
Pemanfaatan Kotoran
Pupuk
Pupuk, makanan lele
7.
Sumber Air
Air tanah
Air tanah
8.
Kondisi Umum Kandang
9.
Tempat Pakan
10.
Kondisi Lingkungan
11.
Tempat Minum
63
Feses ayam pada kedua peternakan tidak dibersihkan setiap hari. Feses dibiarkan selama beberapa hari sampai kondisinya menumpuk. Petugas kandang kemudian membersihkannya jika feses yang menumpuk dirasa sudah cukup banyak. Kondisi tempat makan pada peternakan A dan B hampir sama. Keduanya menggunakan penataan pakan yang serupa. Pakan yang masih tersisa tidak dibuang
terlebih
dahulu
pada
pemberian
pakan
selanjutnya
sehingga
memungkinkan lalat maupun serangga lain hinggap dan mencemari pakan. Tempat minum kedua peternakan menggunakan sistem yang sama yaitu sistem keran. Air akan keluar jika petugas kandang menyalakan keran. Air minum tidak diganti setiap hari, melainkan jika air sudah keruh. Hal ini mengakibatkan adanya kemungkinan kontaminasi silang antara bakteri yang hidup di feses, air dan pakan. Pekerja kandang pada kedua peternakan tidak menggunakan peralatan standar untuk bekerja, misalnya: baju kandang dan sepatu boot. Pekerja hanya menggunakan pakaian seadanya ketika bekerja. Rumah yang digunakan sebagai tempat tinggal pada Peternakan A ada yang berada di dalam area peternakan. Hal ini memungkinkan lebih tingginya perpindahan penyakit yang dapat ditularkan dari unggas ke manusia. Rumah yang digunakan pekerja pada Peternakan B masih berada di luar komplek peternakan sehingga resiko perpindahan penyakit lebih rendah. Patogen dari limbah ternak dan hasil sampingan yang lain berpotensi untuk mencemari air, tanah dan udara. Patogen mampu bertahan dalam hitungan hari bahkan bulan, hal ini tergantung dari jenis bakteri, media tempat hidup dan kondisi lingkungan. Banyak perlakuan dan sistem manajemen pengelolaan limbah ternak berdasar pada prinsip tanpa pembebasan dan daur ulang
limbah
peternakan. Kontaminasi patogen dari pekerja peternakan dimungkinkan dan infeksi dari pekerja peternakan dapat menjadi sebab utama perpindahan patogen ke manusia dan yang terkena kontak (Roy et al., 2001). Kontaminasi Salmonella pada Saluran Pencernaan Berdasarkan pengamatan yang dilakukan pada saluran pencernaan (usus dan digesta) dari enam ekor ayam dari dua peternakan yang berbeda (A dan B) diketahui bahwa indikasi saluran pencernaan terinfeksi Salmonella sp. terhenti
64
pada uji proses isolasi (uji biokimia lanjut). Pengamatan proses isolasi Salmonella sp. pada saluran pencernaan disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Pengamatan Keberadaan Koloni Salmonella sp. pada Saluran Pencernaan Ayam Petelur di Desa Curug, Kecamatan Gunung Sindur, Kabupaten Bogor. Peternakan
Sampel Usus Halus
A Digesta
Usus Halus B Digesta
Ulangan
Agar Selektif
Uji Biokimia Awal
1
Positif
Negatif
2
Positif
Negatif
3
Negatif
-
1
Negatif
-
2
Negatif
-
3
Negatif
-
1
Positif
Negatif
2
Negatif
-
3
Negatif
-
1
Positif
Negatif
2
Positif
Negatif
3
Negatif
-
Proses isolasi Salmonella dimulai pada tahapan pra pengkayaan menggunakan media Lactose Broth (LB). Sampel yang digunakan yaitu usus halus (Gambar 3a) yang dan digesta (Gambar 3b) dari masing-masing sampel ayam petelur dimasukkan ke dalam media LB secara steril.
(a)
(b)
Gambar 3. Isolasi Salmonella sp. dari Media Pra Pengkayaan (Lactose Broth) pada Saluran Pencernaan Ayam (a) Usus Halus (b) Digesta
65
Pengamatan kultur yang digoreskan pada media agar selektif menunjukkan bahwa goresan pada media BSA menunjukkan warna keabu-abuan dan pada media HEA sampel berwarna kehitaman. Ciri ini sesuai dengan Standar Nasional Indonesia tahun 2008 bahwa sampel yang tercemar Salmonella memiliki ciri-ciri warna abu-abu atau hitam, hijau kebiruan dengan atau tanpa titik hitam pada HEA dan merah muda dengan atau tanpa titik hitam pada XLD. Perubahan warna pada agar selektif yang digunakan dapat dilihat pada Gambar 4.
(a)
(b)
(c) (d) Gambar 4. Reaksi Indikasi Positif Salmonella pada Tahapan Agar Selektif (a) BRG Agar, (b) XLD Agar, (c) BSA, dan (d) HEA
Bakteri Gram Negatif yang dapat terisolasi bersamaan dengan Salmonella pada tahap agar selektif adalah Shigella pada SS Agar dan HEA, Pseudomonas, Shigella dan Vibrionaceae pada BSA serta bakteri-bakteri lain yang bereaksi dengan H2S pada XLDA. Sampel yang menunjukkan adanya dugaan positif terkontaminasi Salmonella pada media agar selektif kemudian dilanjutkan ke uji biokimia awal yaitu uji TSIA. Uji tersebut memperlihatkan bahwa semua media TSIA menunjukkan warna yang tetap merah dan kuning tanpa adanya reaksi H2S (Gambar 5a). Pengujian pada media semi solid menunjukkan adanya gelembung udara yang berarti isolat positif (Gambar 5b). Koloni yang tumbuh pada TSIA ditumbuhkan pada media MRVP dan direaksikan dengan reagen MR dan VP, timbul cincin warna merah muda (Gambar 5c) yang menandakan bahwa bakteri
66
yang berada pada koloni tersebut tidak termasuk dalam Famili Enterobacteria sehingga pengujian tidak dilanjutkan.
(a)
(b)
(c)
Gambar 5. Isolasi Salmonella pada Tahapan Uji Biokimia Awal (a) TSIA (b) Semi Solid (c) MRVP Kontaminasi Salmonella pada Feses Ayam Petelur Ayam petelur dewasa yang terinfeksi Salmonella sp. dapat membawa bakteri ini dalam usus besar dan terkumpul pada feses (Saeed et al., 1999). Patogen pada hewan yang berpotensi resiko pada manusia antara lain virus (seperti virus hepatitis E pada babi), bakteri (spesies dari Salmonella), dan parasit (seperti Cryptosporidium parvum) bersifat endemik pada ternak komersial dan peralatan yang digunakan Proses isolasi Salmonella dimulai pada tahapan pra pengkayaan menggunakan media BPW. Sampel yang digunakan yaitu feses yang diambil dari masing-masing peternakan ayam petelur dimasukkan ke dalam media LB secara steril. Bahan yang sudah dimasukkan ke dalam media BPW dapat dilihat pada Gambar 6.
(a) Gambar 6.
(b)
Isolasi Salmonella sp. dari Media Pra Pengkayaan BPW (a) Peternakan A dan (b) Peternakan B
67
Isolasi Salmonella sp. dari feses ayam petelur pada tahap agar selektif menunjukkan bahwa delapan sampel dari 22 sampel yang diamati tidak menunjukkan reaksi positif indikasi Salmonella. Media yang digunakan pada tahap ini adalah XLD Agar dan SS Agar. Pengujian pada SS Agar menunjukkan warna yang menunjukkan indikasi Salmonella berupa koloni berupa titik-titik hitam (Gambar 7a). Hal yang sama juga terjadi pada XLD Agar (gambar 7b). Ciri ini sesuai dengan Standar Nasional Indonesia tahun 2008 bahwa sampel yang tercemar Salmonella memiliki ciri koloni yang berwarna merah muda dengan atau tanpa titik hitam pada XLD Agar. Bakteri Gram Negatif yang dapat terisolasi bersamaan dengan Salmonella pada tahap agar selektif adalah Shigella pada SS Agar dan HEA, Pseudomonas, Shigella dan Vibrionaceae pada BSA serta bakteribakteri lain yang bereaksi dengan H2S pada XLDA.
(a)
(b)
Gambar 7. Isolasi Koloni Salmonella sp. di Feses Ayam Petelur pada Media (a) SS Agar (b) XLD Agar Sampel yang menunjukkan ada dugaan positif terkontaminasi Salmonella pada media agar selektif kemudian dilanjutkan ke uji biokimia awal yaitu uji TSIA dan semi solid. Hasil pengamatan pada media TSIA menunjukkan warna media tetap merah tanpa adanya reaksi H2S hanya pada sampel A2, sedangkan pengujian pada sampel yang lain menunjukkan bahwa pada uji TSIA terlihat warna kehitaman tanda telah diproduksinya H2S dengan atau tanpa memproduksi gas. Perubahan warna dari merah menjadi hitam akibat reaksi fermentasi dari bakteri yang ditumbuhkan pada media ini. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan pada 22 sampel feses dari dua peternakan yang berbeda (A dan B) diketahui bahwa satu isolat dari sampel
68
terinfeksi Salmonella sp. Pengamatan proses isolasi Salmonella sp. pada feses disajikan pada Tabel 3. Tabel 3. Peternakan
A
Pengamatan Keberadaan Koloni Salmonella sp. pada Feses Ayam Petelur di Desa Curug, Kecamatan Gunung Sindur, Kabupaten Bogor Ulangan
Agar
Uji
Uji
Selektif
Biokimia
Biokimia
Awal
Lanjut
1
Positif
Negatif
-
2
Positif
Negatif
-
3
Positif
Positif
Negatif
4
Positif
Negatif
-
5
Positif
Negatif
-
6
Positif
Negatif
-
7
Positif
Negatif
-
8
Positif
Positif
Positif
Serologi
Salmonella paratyphi B
B
9
Negatif
-
-
10
Negatif
-
-
11
Negatif
-
-
1
Positif
Negatif
-
2
Positif
Negatif
-
3
Positif
Negatif
-
4
Positif
Negatif
-
5
Positif
Negatif
-
6
Negatif
-
-
7
Negatif
-
-
8
Negatif
-
-
9
Negatif
-
-
10
Negatif
-
-
11
Positif
Negatif
-
69
Hasil uji dari semua isolat terindikasi ke media semi solid menunjukkan tidak adanya perubahan warna media kecuali isolat dari sampel A2. Perubahan yang terjadi adalah warna semi solid yang semula putih bening menjadi keruh mengikuti arah tusukan. Uji selanjutnya yaitu pada media LIA, semua isolat yang diuji menunjukkan warna ungu maupun ungu kuning. Setelah proses ini, hanya isolat yang menunjukkan reaksi H2S, negatif pada media semi solid, dan media LIA yang tetap berwarna ungu yang diambil untuk diteruskan ke pengujian selanjutnya. Salmonella tidak bereaksi dengan urease sehingga media yang digunakan dalam pengujian pada urea agar tidak berubah warna. Setelah semua isolat dari semua sampel diuji pada media urea agar, hanya dua sampel yang menunjukkan reaksi negatif urease (Gambar 8a). Hal ini ditunjukkan dengan tidak berubahnya warna media yaitu tetap kuning bening (Gambar 8b). Dua isolat yang telah negatif pada uji urea agar, setelah diuji dengan MRVP hanya satu isolat dari A8 yang bisa diuji serologi untuk menentukan spesies Salmonella.
(a)
(b)
Gambar 8. Identifikasi Koloni Salmonella sp. di Feses Ayam Petelur pada Media (a) Urea Agar dan (b) MRVP Pengujian tahap selanjutnya adalah mereaksikan isolat A8 pada media gula-gula. Gula-gula yang digunakan adalah adonitol, arabinose, cellobiose, dulcitol, glycerol, inositol, lactose, maltose, mannitol, raffinose, rhamnose, salicin, sorbitol, sucrose, trehalose, xylose. Isolat ditumbuhkan pada media gulagula dan diinkubasi selama 24 jam. Hasil yang diperoleh adalah terjadinya perubahan warna dari larutan warna merah cerah menjadi jingga atau kuning pada arabinose, cellobiose, inositol, lactose, maltose, mannitol, raffinose, rhamnose, sorbitol dan threhalose, sedangkan pada adonitol, dulcitol, glycerol,
70
salicin, sucrose dan xylose tidak terjadi perubahan warna atau tetap merah. Perubahan warna terjadi akibat adanya aktivitas fermentasi oleh bakteri yang diinkubasikan di dalamnya. Hasil ini kemudiaan dijadikan dasar identifikasi menurut Cowan dan Steel (2003). Identifikasi menunjukkan bahwa ada dugaan bahwa koloni yang ditemukan adalah Salmonella. Uji serologi dilakukan jika reaksi biokimia sebelumnya menunjukkan ada Salmonella sp. Satu ose dari biakan NA segar diambil dan dioleskan pada gelas sediaan. Kemudian antisera diteteskan disamping biakan. Dengan menggunakan ose, tetesan antisera O dan biakan dicampur sampai homogen lalu akan dapat diketahui Salmonella tersebut masuk pada grup tertentu. Antisera O yang cocok digunakan pada uji identifikasi ini berasal dari grup B. Hal ini ditunjukkan dengan reaksi antisera dan tetesan biakan yang menimbulkan butiran halus seperti pasir. Setelah itu, antisera H dan biakan dari sumber yang sama dicampur sampai homogen sehingga menghasilkan Salmonella pada grup tertentu pula. Antisera grup H yang sesuai dengan tetesan biakan menunjukkan reaksi butiran halus seperti pasir. Reaksi antisera H dan tetesan biakan menunjukkan reaksi positif pada faktor H-b dan H-2. Hasil uji serologi tersebut menunjukkan bahwa isolat Salmonella yang diamati adalah Salmonella parathypi B yang termasuk dalam grup B dengan struktur antigenik O1,4,5,12 dan mempunyai antigen H fase 1:b serta antigen H fase 2:2. Adanya Salmonella pada feses menjadi salah satu indikator bahwa manajemen peternakan harus diperbaiki. Kontaminasi horizontal terlihat pada sampel feses yang merupakan bagian yang dikeluarkan oleh saluran pencernaan. Kemungkinan penyebaran kontaminasi secara horisontal adalah lewat lingkungan (air dan tanah), peralatan, petugas kandang, maupun kontak dengan ayam lain yang terinfeksi. Kontaminasi Salmonella pada Telur Proses
isolasi
Salmonella
dimulai
pada
tahapan
pra
pengkayaan
menggunakan media BPW. Sampel yang digunakan yaitu isi telur (Gambar 9a dan b) dan kerabang telur (Gambar 9c) yang diambil dari masing-masing peternakan ayam petelur dimasukkan ke dalam media LB secara steril.
71
(a)
(b)
(c) Gambar 9. Isolasi Salmonella sp. dari Media Pra Pengkayaan (a) Kuning telur (b) Putih telur dan (c) Kerabang telur Berdasarkan pengamatan yang dilakukan pada 12 butir telur (isi dan kerabang) dari 2 peternakan yang berbeda (A dan B) diketahui bahwa indikasi saluran pencernaan terinfeksi Salmonella sp. terhenti pada proses isolasi (uji biokimia awal). Proses isolasi Salmonella dilanjutkan ke tahapan pengkayaan menggunakan media Rappaport-Vassilidis (RV). Sampel yang sudah melewati tahap pra pengkayaan kemudian dimasukkan ke dalam botol berisi media RV secara steril (Gambar 10). Pengamatan proses isolasi Salmonella sp. pada saluran pencernaan disajikan pada Tabel 4.
Gambar 10. Isolasi Salmonella sp. dari Feses Pada Media Pengkayaan (RV) 72
Tabel 4. Pengamatan Keberadaan Koloni Salmonella sp. pada Telur dari Ayam Petelur di Desa Curug, Kecamatan Gunung Sindur, Kabupaten Bogor.
Peternakan
Sampel
Kerabang
A
Isi telur
Kerabang
B
Isi Telur
Uji
Agar
Uji Biokimia
Selektif
Awal
1
Negatif
-
-
2
Negatif
-
-
3
Negatif
-
-
4
Negatif
-
-
5
Negatif
-
-
6
Negatif
-
-
1
Negatif
-
-
2
Negatif
-
-
3
Positif
Positif
Negatif
4
Negatif
-
-
5
Negatif
-
-
6
Negatif
-
-
1
Negatif
-
-
2
Positif
Negatif
-
3
Negatif
-
-
4
Negatif
-
-
5
Negatif
-
-
6
Negatif
-
-
1
Positif
Negatif
-
2
Negatif
-
-
3
Negatif
-
-
4
Negatif
-
-
5
Negatif
-
-
6
Negatif
-
-
Ulangan
Biokimia Lanjut
Isolasi Salmonella sp. dari feses ayam petelur pada tahap agar selektif menunjukkan bahwa tiga dari sampel dari 24 sampel yang diamati menunjukkan reaksi positif indikasi Salmonella. Media yang digunakan pada tahap ini adalah
73
XLD Agar (Gambar 11a) dan BRG Agar (Gambar 11b). Ciri ini sesuai dengan SNI (2008) bahwa sampel yang tercemar Salmonella memiliki ciri-ciri koloni warna merah muda dengan atau tanpa titik hitam pada XLD. Bakteri Gram Negatif yang dapat terisolasi bersamaan dengan Salmonella pada tahap agar selektif adalah Shigella pada SS Agar dan HEA, Pseudomonas, Shigella dan Vibrionaceae pada BSA serta bakteri-bakteri lain yang bereaksi dengan H2S pada XLDA.
(a)
(b)
Gambar 11. Reaksi Indikasi Positif Salmonella sp. pada Tahapan Agar Selektif dari Media (a) XLD Agar, dan (b) BRG Agar Sampel yang menunjukkan tanda positif kontaminasi dari media agar selektif kemudian dilanjutkan ke uji biokimia awal yaitu uji TSIA dan semi solid. Perubahan warna dari merah menjadi hitam akibat reaksi fermentasi dari bakteri yang ditumbuhkan pada media ini. Hasil TSIA menunjukkan warna kehitaman tanda telah diproduksinya H2S dengan atau tanpa memproduksi gas hanya pada sampel Isi Telur A3, Kerabang A2, dan Isi Telur B1 (Gambar 12a). Semua isolat terindikasi ke media semi solid menunjukkan tidak adanya perubahan warna pada semua isolat (Gambar 12b).
(a)
(b)
Gambar 12. Reaksi Indikasi Positif Salmonella sp. pada Tahapan Uji Biokimia Awal dari Media (a) TSIA (b) Semi Solid
74
Uji selanjutnya yaitu pada media LIA dan Simmon’s Citrate. Semua isolat menunjukkan reaksi positif pada media Simmon’s Citrate dengan menunjukkan warna biru (Gambar 13a), tetapi hanya isolat Isi Telur A3 pada media LIA yang berwarna ungu dan terdapat reaksi H2S (Gambar 13b). Hal ini menyebabkan hanya isolat dari sampel Isi Telur A3 yang diambil untuk diteruskan ke pengujian selanjutnya.
(a)
(b)
Gambar 13. Reaksi Indikasi Positif Salmonella sp. pada Tahapan Uji Biokimia Awal dari Media (a) Simmon’s Citrate dan (b) LIA Setelah semua isolat dari sampel Isi Telur A3 diuji pada media urea agar, sampel yang menunjukkan reaksi positif urease (Gambar 14). Hal ini dapat dilihat pada gambar, di mana warna urea agar berubah menjadi merah muda. Salmonella tidak bereaksi dengan urease sehingga media yang digunakan dalam pengujian pada urea agar tidak berubah warna. Keberadaan reaksi positif ini tidak sesuai dengan ciri-ciri Salmonella sehingga pengujian tidak dilanjutkan.
Gambar 14. Reaksi Indikasi Negatif Salmonella sp. pada Tahapan Uji Biokimia Awal dari Media Urea Agar. Telur yang terindikasi mengandung Salmonella sp. dibagi menjadi dua yaitu menurut isi telur dan kerabang. Secara umum, ada dua jalan kemungkinan dari cara kontaminasi Salmonella pada telur. Telur dapat terkontaminasi lewat
75
masuknya bakteri pada seluruh bagian kerabang dari koloni saluran pencernaaan dan feses yang telah terkontaminasi selama atau setelah oviposisi. Kemungkinan jalan kedua adalah kontaminasi secara langsung pada kuning telur, putih telur serta membran dan kerabang telur sebelum oviposisi, sesuai menurut infeksi dari organ reproduksi (Gantois et al., 2009). Ayam petelur dewasa yang terinfeksi Salmonella enteritidis dapat membawa bakteri ini dalam usus besar dan terkumpul pada feses. Hal ini menyebabkan terjadinya kemungkinan kontaminasi kerabang telur (Saeed et al., 1999). Bakteri-bakteri yang terdapat di permukaan luar kulit telur dapat masuk ke dalam telur melalui pori-pori kulit telur, menuju ke kuning telur lalu berkembang biak. Salmonella termasuk bakteri Gram negatif yang relatif tahan terhadap daya antimikroba yang terkandung di dalam putih telur sehingga bakteri tersebut dapat masuk sampai kuning telur dan berkembang biak (Gast et al., 2007). Selama oviposisi, kontaminasi lingkungan pada area penempatan telur seperti boks, lingkungan penetasan atau truk penetasan, dapat mengkontaminasi bagian luar kerabang. Kehadiran kotoran ayam dan materi organik yang basah memberi kesempatan. Salmonella dapat bertahan dan tumbuh dengan cara menyediakan kebutuhan nutrisi dan satu tingkat perlindungan fisik (Gantois et al., 2009). Mekanisme transovarian belum begitu jelas diketahui. Kemungkinankemungkinan yang terjadi antara lain adalah Salmonella menyerang dan masuk melewati selaput folikel dan masuk ke dalam kuning telur atau Salmonella menyerang bagian tertentu dari dinding folikel dan kemudian terbawa ke oviduk selama ovulasi (Saeed et al., 1999). Selama penyimpanan telur, kontaminasi lingkungan pada area penempatan telur
seperti
boks,
lingkungan
penetasan
atau
truk
penetasan,
dapat
mengkontaminasi bagian luar kerabang (Gantois et al., 2009). Kontaminasi Salmonella secara vertikal pada ayam tidak terjadi baik dari sampel yang diambil dari Peternakan A maupun Peternakan B. Hal ini dapat kita lihat dari tidak adanya sampel telur yang positif terkontaminasi Salmonella.
76
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Isolasi Salmonella pada saluran pencernaan (usus halus dan digesta) dan telur (isi dan kerabang) menunjukkan hasil negatif adanya Salmonella enteritidis. Isolasi Salmonella dari feses menunjukkan hasil positif terhadap serotipe selain Salmonella enteritidis, hasil uji serologi menunjukkan bahwa spesies Salmonella yang didapatkan adalah Salmonella parathypi B. Kontaminasi vertikal tidak terjadi, hal ini dapat dilihat dengan tidak adanya sampel telur yang terkontaminasi. Kontaminasi horizontal terlihat pada sampel feses yang merupakan bagian yang dikeluarkan oleh saluran pencernaan. Faktor lingkungan seperti kebersihan dan keberadaan hewan liar menjadi penyebab kontaminasi silang di peternakan.
Saran Perlunya penerapan biosekuriti yang tepat terutama pada manajemen kandang dan kebersihan pada tiap peternakan ayam ras petelur. Selain itu, penelitian lebih lanjut tentang berbagai spesies Salmonella yang menjadi kontaminan di peternakan akan sangat membantu program pengobatan dan penjagaan kesehatan peternakan.
77
UCAPAN TERIMA KASIH Alhamdulillah, segala puji syukur bagi Allah SWT atas segala limpahan rahmat, taufik dan hidayah-Nya, shalawat serta salam kepada Nabi Muhammad SAW yang telah menjadi pembimbing umat menuju alam yang penuh cahaya ilmu pengetahuan sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi dalam rangka menyelesaikan studi di Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penulis menyadari bahwa selama penulisan skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak, oleh karena itu penulis ingin berterima kasih atas pembimbingan, kesabaran, nasihat dan dukungan yang selalu diberikan oleh Ibu Dr. Irma Isnafia Arief, S.Pt, M.Si. (selaku Pembimbing Utama Skripsi), Ibu Drh. Tati Ariyanti, MP. (selaku Pembimbing Anggota dan peneliti Balai Besar Penelitian Veteriner Bogor), Prof. Dr. Ir. Iman Rahayu HS. MS. (selaku dosen Pembimbing Akademik) dan Ibu Tuti Suryati, S.Pt, M.Si (selaku dosen Pembahas Seminar). Ucapan terima kasih Penulis sampaikan pula kepada Ibu Dr. Ir. Rukmiasih, MS. dan Ibu Dr. Ir. Rita Mutia, M.Agr sebagai dosen penguji dalam ujian sidang, yang telah memberikan sumbangan pemikiran dan masukan dalam penulisan skripsi ini. Penulis menyampaikan rasa terima kasih yang tak terhingga kepada orang tua yaitu Bapak Kasmadi dan Ibu Lasmini yang selalu memberikan dukungan, kasih sayang, dan motivasi. Suami yang selalu setia mendampingi dan memberi motivasi kepada Penulis, Irawan, S.TP juga buah hati kami, Syaifulloh Yusuf Ibrahim, yang menjadi sumber keceriaan. Ucapan terima kasih Penulis sampaikan pula kepada Theo Mahiseta, S.Pt, Puspita Cahya Wulandari, S.Pt dan Anisa Tri Widyasari, S.Pt yang telah memperkenalkan pada dunia mikrobiologi peternakan; Segenap teknisi dan pegawai Laboratorium Bakteriologi Balai Besar Penelitian Veteriner yaitu Bapak Iskandar, Ibu Emi, Bapak Djaenuri, Bapak Suyono, dan Ibu Piah
yang banyak memberikan pengajaran dan bantuan; Teman-teman
seperjuangan Penulis yaitu Ratna Budi Wulandari S.Pt, Maisa Selvia, S.Pt, dan Tika Novalian; saudara-saudara seiman serta rekan-rekan di Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor yang telah membantu Penulis dalam penyelesaian skripsi serta kepada seluruh pihak yang tidak dapat Penulis sebutkan satu persatu. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi dunia peternakan.
78
DAFTAR PUSTAKA Amrullah. I. K. 2004. Nutrisi Ayam Petelur. Lembaga Satu Gunung Budi, Bogor. Carli, K. Tayfun, A. Eyigor, & V. Caner. 2001. Prevalences of Salmonella Serovars in chickens in Turkey. J. Food. Prot. 64:1832-1835. Chang, Y. H. 2000. Prevalence of Salmonella spp in poultry broilers and shell eggs in Korea. J. Food. Prot. 63:655-658. Chao, M. R., C. H. Hsien, C. M. Yeh, S. J. Chou, C. Chu, Y. C. Su, & C. Y. Yu. 2007. Assessing the prevalence of Salmonella enterica in poultry hatcheries by using hatced eggshell membranes. J. Pol Sci. 86:1651-1655. Cowan, S. T., & K. J. Steel. 2003. Manual for the identification of medical bacteria. G.I Barrow dan R. K. A. Feltham. Editor. 3rd ed. Cambridge University Press. Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor. 2008. Populasi Ternak Ayam Ras Petelur, Pedaging, dan Pembibit tahun 2008. http://%204/disnakan.bogorkab.go.id%20%20populasi%20ternak%20ayam %20ras%20pedaging,%20petelur,%20dan%20pembibit%20tahun%202008. htm. [3 Maret 2010] Gantois, I., R. Ducatelle, F. Pasmans, F. Haesebrouck, R. Gast, T. J. Humprey, & F. V. Immerseel. 2009. Mechanisms of egg contamination by Salmonella enteritidis. Fed. Eur. Mic. Soc. 33:718-738. Gast, R. K, R. Guraya, J. G. Bouldin, P. S. Holt, & R. W. Moore. 2007. Colonization of specific regions of the reproductive tract and deposition at different locations inside eggs laid by hen infected with Salmonella enteritidis or Salmonella heidelberg. J. Avi. Dis. 41:40-44. Gast, R. K. 2003. Paratyphoid infection. In: Y. M. Saif. Diseases of Poultry, 11 th ed. Iowa State University Press, Iowa USA. Hong, Y. T. L., C. Hofacre, M. Maier, D. G. White, S. Ayers, L. Wang, & J. J. Maurer. 2003. A. restriction fragment length polymorphism-based polymerase chain reaction as an alternative to serotyping for identifying Salmonella serotypes. J. Avi. Dis. 47:387-398 Kauffman, F, M.D. 1972. Serogical diagnosis of Salmonella species KauffmanWhite-Schema. 1th ed. Scandinavian University Books, Copenhagen. Keller, L. H., D. M. Schifferli, C. E. Benson, S. Aslam, & R. J. Eckroade. 1997. Invasion of chicken reproductive tissues and forming eggs is not unique to Salmonella enteritidis. J. Avi. Dis. 41:535-539. Lakins, D. G., C. Z. Alvarado, L. D. Thompson, M. T. Brashears, J.C. Brooks, & M.M. Brashears. 2008. Reduction of Salmonella enteritidis in shell eggs using directional microwave technology. J. Pol. Sci. 87:985-991. Messens, W., K. Grijspeerdt & I. Herman. 2005. Eggshell penetration by Salmonella: a review. J. Pol. Sci. 61: 71-85.
79
Miyamoto, T., T. Horie, T. Fukata, K. Sasai, & E. Baba. 1998. Changes microflora of the cloaca and oviduct of hens alter intercloacal or intravaginal inoculation with Salmonella enteridis. J. Avi. Dis. 42:536-544. Okamura, M., T. Miyamoto, Y. Kamijima, H. Tani, K. Sasai, & E. Baba. 2001. Differences in abilities to colonize reproductive organs and to contaminate eggs in intravaginally inoculated hens and in vitro adherences to vaginal explants between Salmonella enteritidis and other Salmonella serovars. J. Avi. Dis. 45:962-971. Pascual, M. Hugas, M. Badiola, J.I. Monfort, & J. M. Garriga. 1999. Lactobacillus salivarius CTC2197 prevents Salmonella enteridis colonization in chickens. applied and environtment. J. Mic. 65:4981-4986. Purnomo, S. dan Bahri. 1997. Salmonella serotyping conducting at Bogor research. Bogor. Roy, P., A. S. Dhillon, L. H. Lauerman, D. M. Schaberg, D. Bandli, & S. Johnson. 2002. Results of Salmonella isolation from poultry products, poultry environment, and other characteristics. J. Avi Dis. 46:17-24. Saeed, A. M., D. Thiagarajan, & E. Asem. 1999. Mechanism of transovarian transmission of Salmonella enterica serovar Enteritidis in laying hens. In A. M. Saeed (Ed). Salmonella enterica Serovar Enteritidis in Human and Animals, 1th ed. Iowa State University Press, Iowa USA. Sarwono, B. 1994. Pengawetan dan Pemanfaatan Telur. PT Penebar Swadaya, Jakarta. Scheaffer, R.L, M. Wiliam, & L. Ott. 1990. Elementary Survey Sampling. KENT Publishing. United States of America. Umar. 2000. Kualitas fisik ayam kampung segar di pasar tradisional, swalayan dan peternakan di Kotamadya Bogor. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Waltman, W. D. 1999. Methods for Isolating Salmonella from Poultry and Poultry Environment. In A. M. Saeed (Ed). Diseases of Poultry, 11th ed. Iowa State University Press, Iowa USA.
80
LAMPIRAN
81
Lampiran 1. Data Uji Sampel Feses dan Telur REKAPAN DATA PENELITIAN Sampel Feses Peternakan Ayam A dan B Isolasi Salmonella
Nama Sampel KBRB1 KBRB2 UTBTB1 UsARB1 OATAB1 IuATB2 OARB2 OARB1 IuATB1 MBRB2 UsBRB1 IuBTB2 OBTB2 UsBTB1 UtCTB2 UtCHT1 KATB1 KATB2 UsCTB2 UsCTB1 OCTB1 OCTB2 KCRB1 KCRB2 UsBTH1 IuBTH2 UTBRB2 MBTB1L MARB2 MARB1 IuARB2 IuARB1 UTARB2 UTARB1 MATB2T MATB1 UTATB2 UTATB1
LIA Gas + + + + + + + + + + -
H2S + + + + + + + + + + + + + + -
W HU HU UHU UH U U U U U UH HU U KU U HU HU U U U U KHU KHU U U U HU U U U U KU KU U U HU U U U
TSIA Gas + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + +
H2S + + + + + + + + + + + + + -
W HK HK K K K K K K K K K HK M M HK HK KM HKM K K HK HK K K HK HK K K K K KM K K K K K K K 82
Nama Sampel UsCRB1 UsCRB2 MCRB1 MCRB2 MCTB2 MCTB1 IuCTB1 IuCTB2 UsATB2 UsATB1 KcTB1 KcTB2 UtCRB1 UtCRB2 OcRB1 OcRB2 IucRB1 IucRB2 IucRB1 IucRB2
LIA Gas + + -
H2S + + + + + + -
W KU KU U U HU U U U HU U U KU U UH U U KHU HU U U
TSIA Gas + + + + + + + + + + + + + -
H2S + + + + + -
W K KM K K HK KM KM K HK K MK K K K HK K KHU HU U U
Sampel yang terindikasi (+) SE = Kode Sampel No Kode Kode Awal 1 AT I1CRH2T 2 AL I1CRH2L 3 BT I1CRB1T 4 BL I1CRB1L 5 CT I2ARB1T 6 CL I2ARB1L 7 DT I2ARB2T 8 DL I2ARB2L 9 ET I1CRX1T 10 EL I1CRX1L 11 FT I1CRX2T 12 FL I1CRX2L 13 GT I2ARB1T 14 GL I2ARB1L 15 HT I2ARB2T 16 IT K2RB2T 17 J UsARB1T 18 K IuBTH2T 19 L UsBRB1T 20 M UsBTH1T 21 N IuCRB2T 83
No 22 23
Kode O P
Kode Awal IuBTB2T UsATB2T
No
Kode
Koloni/ media
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
ET
DL K
Merah BRG 1 Merah BRG 2 Merah BRG 3 Merah BRG 4 Hitam XLD 1 Hitam XLD 2 Hitam XLD 3 Hitam XLD 4 Merah BRG 1 Merah BRG 2 Merah BRG 1 Hijau BRG 2
TSIA R/Y H2S RY RY RY RY RY RY RY RY R2 R2 R2
GAS
84
Lampiran 2. Data Uji Sampel Feses dan Telur 10 Juni 2010 Sampel Feses Peternakan Ayam A dan B Bahan yang digunakan: - Telur dan feses ayam - Telur A: Telur dari PETERNAKAN A - Telur B: Telur dari PETERNAKAN B - Feses A: Feses dari PETERNAKAN A - Feses B: Feses dari PETERNAKAN B Telur A1 Kuning A2 Kuning A3 Kuning
B1 B2 B3
Kuning Kuning Kuning
A1 A2 A3
Putih Putih Putih
B1 B2 B3
Putih Putih Putih
A1 A2 A3
Kerabang Kerabang Kerabang
B1 B2 B3
Kerabang Kerabang Kerabang
Feses
A1 A2 A3 A4 A5 A6 A7 A8 A9 A10 A11
Feses
B1 B2 B3 B4 B5 B6 B7 B8 B9 B10 B11
85
Uji Pada Agar Selektif, Uji Biokimia Awal, Uji Biokimia Lanjut No
Kode
Asal
1
A1
Feses
2
A2
Feses
3
A3
Feses
4
A4
Feses
5
A5
Feses
6 7
A6 A7
Feses Feses
8
A8
Feses
9
B4
Feses
10
B5
Feses
11
B11
Feses
12
B1
Feses
13
B9
Feses
Koloni/ Media Hitam/ SS Hitam/ SS Hitam/ SS Hitam/ SS Hitam/ SS Hitam/ SS Hitam/ SS Hitam/ XLD Hitam/ XLD Hitam/ XLD Hitam/ SS Hitam/ SS Hitam/ SS Hitam/ SS Hitam/ SS Hitam/ SS Hitam/ SS Hitam/ SS Hitam/ SS Hitam/ SS Hitam/ SS Hitam/ SS Hitam/ SS Hitam/ SS Hitam/ SS Hitam/ SS Hitam/ XLD Hitam/ XLD Hitam/ XLD
No Sampel 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29
TSIA R/Y RB YB RY BY RB RB RB RB YB RB RB RB RB RB RB RB RB RB RB RB YB RB RB RB RB RB RB RB
H2S + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + +
Gas ± ± +
Semi Mot + + + + + +
Solid Indol + + -
LIA U/K UK U UK UK U U
H2S + -
Gas -
Cimmons Citrate + + + +
+ + + ± ± + ± ± + + + + + +
+ ± + + + + + + + + + + + + + + + + + + + +
+ + + -
UK UK U UK UK U UK UK U UK UK U U U U U UK U U U UK UK
+ + + + + -
+ -
+ + + + + + + + + + + + + + + + + + + + +
Urea + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + +
MR
VP
+
-
+
-
+
-
-
-
86
No
Kode
Asal
14
B2
Feses
15 16 17 18 19
B3 B5 Kontrol B2 B2
20
B2
Feses Feses Isolat murni Kuning telur Kerabang Telur Putih telur
Koloni/ Media Hitam/ SS Hitam/ XLD Hitam/ XLD Hitam/ SS Hitam/ SS Hitam/ SS Hitam/ SS Hitam/ XLD Hitam/ XLD Putih/ NA Putih/ NA
No Sampel 30 31 32 33 34 35 36 37 38
Putih/ NA
No
Kode
Asal
Koloni/ Media
1
A1/ 2
Feses
2
A5/ 9
Feses
3
A5/ 10
Feses
4
B11/ 23
Feses
Hitam/ XLD Hitam/ SS Hitam/ SS Hitam/ XLD Hitam/ XLD Hitam/ SS Hitam/ SS Hitam/ SS Hitam/ SS Hitam/ SS Hitam/ SS
No
Kode
Asal
Koloni/ Media
Ado nitol
TSIA R/Y RB RB RB RB RB RB RB RB Y Y
H2S + + + + + +
Gas + + + + + +
+ + -
+ -
Y
-
-
39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49
TSIA R/Y RB RY RB RB RB RB RY YB YB RY RY
Arab inos e
Cell ebio se
Semi Mot + + + + + + ± ±
Solid Indol + -
LIA U/K UK UK UK UK UK UK U
H2S -
Gas -
-
-
Cimmons Citrate + + + + + +
Urea
H2S + + + + + + + + -
Gas + + + + -
Dulc itol
Glyc erol
Solid Indol + + +
Inosi tol
Lac tose
Malt ose
LIA U/K UK UK UK UK UK Uk UK UK UK UK UK Man nitol
H2S + + + + + + Raffi nose
VP
+ +
-
+
-
+ + + + + +
Semi Mot
MR
Cimmons Citrate
Urea
MR
VP
+ + + + + + + + + + +
+ + ± ± -
+ + + + + + + + +
-
Rha mno se
Sali cin
Sor bito l
Suc ros e
Tre hal ose
X yl os e
87
No
Kode
Asal
Koloni/ Media
1
A1
Feses
2
A2
Feses
3
A3
Feses
4
A4
Feses
5
A5
Feses
6 7
A6 A7
Feses Feses
8
A8
Feses
Hitam/ SS Hitam/ SS Hitam/ SS Hitam/ SS Hitam/ SS Hitam/ SS Hitam/ SS Hitam/ XLD Hitam/ XLD Hitam/ XLD Hitam/ SS Hitam/ SS Hitam/ SS Hitam/ SS Hitam/ SS Hitam/ SS Hitam/ SS Hitam/ SS Hitam/ SS Hitam/ SS Hitam/ SS Hitam/ SS Hitam/ SS Hitam/ SS Hitam/ SS Hitam/ SS Hitam/ XLD Hitam/ XLD Hitam/ XLD Hitam/ SS
9
B4
Feses
10
B5
Feses
11
B11
Feses
12
B1
Feses
13
B9
Feses Feses
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
Ado nitol
Arab inos e
Cell ebio se
Dulc itol
Glyc erol
Inosi tol
Lac tose
Malt ose
Man nitol
Raffi nose
Rha mno se
Sali cin
Sor bito l
Suc ros e
Tre hal ose
X yl os e
±
+
-
-
±
+
-
± ±
-
-
-
+
-
+
+
-
-
±
+
-
+
±
+
-
-
±
-
-
-
±
+
+
-
+
+
+
+
±
-
+
-
+
-
-
-
-
+
-
-
+
+
-
-
+ +
+ +
+ +
+
+
+ +
-
+
-
+
-
88
No
Kode
Asal
Koloni/ Media
Ado nitol
Arab inos e
Cell ebio se
Dulc itol
Glyc erol
Inosi tol
Lac tose
Malt ose
Man nitol
Raffi nose
Rha mno se
Sali cin
Sor bito l
Suc ros e
Tre hal ose
X yl os e
14
B2
Feses
15 16 17
B3 B5 Kontrol
18
B2
19
B2
20
B2
Feses Feses Isolat murni Kuning telur Keraba ng Telur Putih telur
Hitam/ XLD Hitam/ XLD Hitam/ SS Hitam/ SS Hitam/ SS Hitam/ SS Hitam/ XLD Hitam/ XLD Putih/ NA
-
+
-
+
-
-
±
+
-
-
±
-
-
+
+
-
Putih/ NA
+
-
-
±
-
±
-
+
±
±
-
+
+
+
+
-
Putih/ NA
±
-
-
-
-
-
-
+
±
-
-
±
-
+
+
-
31 32 33 34 35 36 37 38
89
Lampiran 3. Prosedur Pengujian Isolasi dan Identifikasi Salmonella
Telur dan Ayam yang Akan Diisolasi Salmonella
90
Telur Dipisahkan Antara Isi dan Kerabangnya
Isi Telur, Kerabang, dan Feses yang Dimasukkan ke LB dan BPW
91
Masukkan ke Dalam RV
92
Media Padat yang Dipakai (BRG, XLDA, BSA, HEA dan SS Agar)
93
Setelah Inkubasi, Goreskan ke Media Padat
Koloni Dugaan Digoreskan ke TSIA dan Semi Solid
94
Koloni Dugaan dari TSIA Digoreskan ke LIA dan Cimmon’s Citrate
Identifikasi Awal pada Urea Agar
95
Identifikasi pada Media MRVP
Uji Katalase dan uji gula-gula
Hasil uji gula-gula dikonfirmasi lewat uji serologi
96