HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi dan Pemurnian Bakteri Asal Saluran Pencernaan Ayam Broiler Isolasi yang dilakukan lebih ditujukan pada bakteri kelompok non asam laktat, karena bakteri dari golongan ini masih jarang diteliti. Media yang digunakan untuk isolasi adalah media nutrient agar (NA) yang bersifat umum sehingga memungkinkan diperolehnya beragam kelompok bakteri yang terisolasi. Ayam broiler yang digunakan dalam penelitian ini tidak diberikan antibiotik dalam makanannya supaya didapatkannya banyak ragam mikroorganisme yang terdapat dalam saluran pencernaan. Hasil isolasi bakteri asal saluran pencernaan ayam broiler tersebut diperoleh 72 isolat bakteri terdiri dari 38 isolat yang tumbuh pada media NA dengan pH 7.0 (Lampiran 5) dan 34 isolat yang tumbuh pada media NA dengan pH 4.5 (Lampiran 6). Penggunaan media dengan pH 4.5 untuk isolasi dimaksudkan untuk memberikan kondisi asam yang menyerupai kondisi dalam saluran pencernaan ayam yang rata rata berkisar pada pH 4.5. Diperolehnya bakteri yang mampu tumbuh pada pH 4.5 menunjukkan bahwa bakteri itu tahan terhadap kondisi lingkungan asam pada saluran pencernaan. Keberhasilan mendapatkan isolat bakteri yang cukup banyak dari saluran pencernaan ayam broiler ini kemungkinan disebabkan ayam yang digunakan sebagai sampel adalah ayam broiler strain Hybro yang tidak diberi antibiotik, sehingga populasi bakterinya masih cukup tinggi. Bagian dari saluran pencernaan yang paling banyak dihuni oleh milyaran mikroba adalah saluran usus, dan mikroba dalam saluran pencernaan tersebut berperan bagi kesehatan. Saluran pencernaan ayam yang baru menetas sebetulnya dalam keadaan steril, ketika berhubungan dengan dunia luar berbagai tipe mikroba masuk ke dalam tubuh baik lewat makanan atau kontak dengan lingkungan. Mikroorganisme itu akan tinggal pada saluran pencernaan sampai makhluk hidup itu mati. Berdasarkan kenyataan tersebut isolasi bakteri asal saluran pencernaan ayam perlu guna mendapatkan beragam bakteri yang mampu menghambat pertumbuhan bakteri patogen dan dapat dikembangkan lebih lanjut sebagai makanan imbuhan pakan (feed additive) untuk memacu pertumbuhan ayam. Dalam saluran pencernaan mahkluk hidup tedapat terdapat bakteri jahat dan bakteri baik. Keseimbangan antara kedua jenis mikroba dalam saluran pencernaan
28 penting bagi kehidupan yang sehat. Dimana keseimbangan itu terjadi apabila komposisinya 85% bakteri baik dan 15% bakteri jahat (Sjofjan 2009). Tingginya mikroflora yang baik dapat merangsang terbentuknya senyawa-senyawa antimikrobial seperti asam lemak bebas dan zat zat asam sehingga tercipta lingkungan kurang nyaman bagi pertumbuhan bakteri patogen. Beberapa bakteri saluran pencernaan yang baik seperti Eubacterium, Lactobacillus, dan bakteri jahat seperti Clostridium, Shigella, Veilonella terdapat di dalam saluran pencernaan ayam. Bagian saluran pencernaan yang digunakan untuk isolasi bakteri antara lain daerah duodenum, ileum dan intestinum crasum. Bakteri hasil isolasi berdasarkan bagian saluran pencernaan terlihat seperti tabel 2.[ Tabel 2 Hasil Isolasi Bakteri Asal Saluran Pencernaan Ayam Broiler Bagian Saluran Pencernaan Duodenum Ileum Intestinum crasum Jumlah
pH Media Isolasi 4.5 7.0 3 8 7 8 22 24 34
38
Total 11 15 46 72
Pada tabel terlihat bakteri yang ditemukan pada duodenun sebelas isolat terdiri dari tiga isolat dari pH 4.5 dan delapan isolat dari pH 7.0. Pada bagian duodenum isolat bakteri yang diperoleh lebih sedikit dibandingkan saluran pencernaan yang lain. Keadaan ini diduga berkaitan dengan letak saluran pencernaan yang
dekat dengan proventriculus yang mempunyai pH<3.0 dan
disekresikannya garam empedu kedalam duodenum dari pangkreas. Duodenum berfungsi menyelenggarakan pencernaan protein dan lemak, sehingga lingkungan yang sedikit asam ditambah adanya garam empedu berfungsi untuk mengaktifkan enzim pepsinogen (Anonim 2007). Adanya bakteri yang terisolasi asal duodenum diduga bakteri itu mampu bertahan pada lingkungan asam dan garam empedu. Pada lingkungan pH yang sangat rendah (pH dibawah 3.0) umumnya bakteri akan mati tetapi sebagian bakteri ada yang mampu bertahan dengan membentuk spora sehingga pada pH 4.5 bakteri itu mulai tumbuh kembali dan berkolonisasi, ini terlihat pada pH 4.5 diperoleh tiga isolat sementara pada pH 7.0 diperoleh delapan isolat.
29 Ileum merupakan bagian usus kecil yang berfungsi sebagai tempat penyerapan zat makanan (Anonim 2007). Diduga dengan pH yang hampir sama dengan doudenum dan tidak disekresikannya garam empedu pada saluran ini menyebabkan bakteri yang mengalami kolonisasi lebih banyak dibandingkan pada duodenum. Dinding ileum berbentuk jonjot jonjot sesuai dengan fungsinya sebagai tempat penyerapan zat makanan. Kondisi pH pada ileum dipengaruhi oleh zat zat dari luar tubuh, dan zat sekretori yang dihasilkan dinding saluran pencernaan, serta letaknya yang jauh dari proventriculus membuat pH pada saluran ini tidak terlalu asam. Isolat bakteri yang diperoleh pada bagian saluran pencernaan ini ada 15 isolat yang terdiri dari tujuh isolat yang tumbuh pada pH 4.5 dan delapan isolat yang tumbuh pada pH 7.0. Intestinum crasum atau usus besar merupakan bagian saluran pencernaan paling ujung, dekat dengan kloaka. Banyaknya isolat bakteri ditemukan pada bagian saluran pencernaan ini adalah 46 isolat, terdiri dari 22 isolat pada pH 4.5 dan 24 isolat pada pH 7.0. Intestinum crasum fungsinya tempat mencerna sisa pencernaan oleh miroorganisme menjadi feses dan tempat penyimpanan sisa pencernaan (Anonim 2007). Berdasarkan fungsi yang demikian menyebabkan banyak mikroorganisme mampu berkolonisasi di tempat ini, didukung pula dengan kondisi pH yang yang sudah mendekati normal (pH 7.0) serta banyaknya sisa pencernaan yang dapat digunakan sebagai sumber energi bagi mikroba. Bakteri bakteri itu akan berkolonisasi dan membentuk mikroekosistem yang bermanfaat untuk kesehatan (Drassar dan Barrow 1985). Mikroekosistem dalam saluran pencernaan hewan monogastrik seperti ayam komponennya terdiri atas komponen biotik dan abiotik. Biotik terdiri dari bermacam macam jenis mikroba baik yang menguntungkan maupun yang merugikan. Abiotik terdiri dari zat zat yang berasal dari bahan luar yang berupa pakan dan dari dalam tubuh (endogeneus) yaitu produk metabolisme yang harus dibuang. Mikroflora detrimental umumnya akan sangat aktif merombak zat yang terdapat dalam usus besar dan hasil akhirnya adalah metabolit yang bersifat toksik (beracun), karsinogenik (menyebabkan kanker) atau metagenik (membentuk gas metan) (Hasono 2002). Metabolit ini sering menyebabkan kerusakan mukosa usus bahkan membentuk tumor atau beberapa penyakit lain. Dalam kaitan ini bakteri
30 baik akan mendesak atau mengencerkan senyawa aktif diatas dan merubah zat toksik menjadi zat yang tidak toksik, dengan cara membuang zat zat yang akan menyusun toksik terlebih dahulu sehingga tidak dapat membentuk zat toksik. Dalam hal ini proporsi bakteri baik ditingkatkan dan bakteri jahat ditekan jumlahnya. Dengan mengkonsumsi bakteri baik (probiotik) dan menyediakan nutrisi (prebiotik) yang sesuai untuk bakteri probiotik agar dalam usus terjadi perkembangan bakteri baik lebih pesat (Karyadi 2003) sehingga pertumbuhan ayam dapat ditingkatkan. Penggunaan probiotik pada ternak unggas bertujuan memperbaiki saluran pencernaan dengan cara: (1) menekan reaksi pembentukan racun dan metabolit yang bersifat karsinogenik (penyebab kanker), (2) merangsang reaksi enzim yang dapat menetralisir senyawa beracun yang tertelan atau dihasilkan oleh saluran pencernaan, (3) merangsang produksi enzim (enzim protease dan alfa-amilase) yang digunakan untuk mencerna pakan, (4) memproduksi vitamin dan zat zat yang tidak terpenuhi dalam tubuh (Seifert dan Gessler 1997). Menurut Sartika et al. (1994) penggunaan probiotik dapat memperbaiki performance ayam broiler meliputi rataan bobot hidup, konversi pakan dan menurunkan mortalitas. Pemurnian isolat bakteri asal saluran pencernaan ayam dilakukan dengan metode kwadran dengan menggunakan media yang sama dengan media isolasi yaitu nutrient agar (NA). Isolat murni yang diperoleh selanjutnya diuji ke bakteri target
guna
menseleksi
bakteri
bakteri
yang
mempunyai
kemampuan
penghambatan terhadap patogen. Sebagai kultur induk, isolat juga disimpan dalam media penyimpanan yang disimpan pada suhu 4°C. Peremajaan Bakteri Target. EPEC K1-1, E. coli asal ayam, Salmonella enteric, dan Salmonella subsp.2 asal ayam adalah bakteri penyebab penyakit (patogen) pada manusia dan juga pada ayam, sehingga bakteri-bakteri asal saluran pencernaan ayam perlu diuji aktivitasnya
terhadap
keempat
patogen
untuk
mengetahui
kemampuan
penghambatannya terhadap patogen tersebut. Isolat EPEC K1-1 memiliki pertumbuhan yang sangat cepat dibandingkan E. coli umumnya, pada jam ke-3 isolat ini sudah mencapai jumlah sekitar 108 sel/ml (OD 0,32; λ= 620nm). Peremajaan EPEC K1-1 pada media NA+ampisilin 100μg/ml dimaksudkan untuk
31 menjaga resistensinya. Isolat E. coli diremajakan pada media NA selama 24 jam untuk mencapai jumlah sel 108 sel/ml (OD 0,924 ; λ= 620nm). Isolat Salmonella enteric diremajakan pada media TSA selama 24 jam (OD 1.328; λ=620nm), dan Salmonella subsp.2 diremajakan pada media TSA selama 24 jam (OD 1.507; λ=620nm). Kemampuan Penghambatan Bakteri Asal Saluran Pencernaan Ayam Terhadap EPEC K1-1, Salmonella enteric dan E. Coli Asal Ayam serta Salmonella subsp.2 Asal Ayam. Hasil uji antagonis langsung dari 72 isolat hasil isolasi terhadap empat bakteri target (EPEC K1-1 penyebab diare pada anak anak, E. coli asal ayam yang menyebabkan kolibasilosis pada ayam, Salmonella subsp.2 asal ayam dan Salmonella enteric penyebab salmonellosis pada ayam dan manusia). Kemampuan penghambatan isolat hasil isolasi terhadap keempat target terlihat dalam tabel 3.[ [
Tabel 3 Aktivitas penghambatan bakteri asal saluran pencernaan ayam broiler terhadap E.coli, EPEC K1-1,Salmonella enteric Bagian Saluran Pencernaan
Duodenum Ileum Intestinum crasum
pH 4.5 1 3 8
Jumlah
12
E.coli pH total 7 1 2 4 7 13 21 18
30
EPEC K1-1 pH pH total 4.5 7 1 1 1 1 5 12 17 6
13
19
pH 4.5 1 4 9 14
S.enteric pH total 7 1 2 4 6 15 7
21
Untuk aktivitas penghambatan terhadap E. coli, diperoleh 30 isolat yang menghasilkan zona bening disekitar koloninya. Terdiri dari 18 isolat yang berasal dari media pH 7.0 yaitu isolat: 7n, 8n, 9n, 10n, 12n, 13n, 15n, 17n, 19n, 20n, 21n, 22n, 24n, 25n, 26n, 27n, 34n, 38n, dan 12 isolat yang berasal dari media pH 4.5 yaitu isolat 5a, 6a, 7a, 20a, 21a, 22a, 25a, 26a, 27a, 28a, 29a, 30a. Isolat bakteri yang tumbuh pada media pH 7.0 dan 4.5 hampir sama banyak yang mampu menghambat E.coli. Berdasarkan daerah isolasi ditemukan bakteri yang paling banyak menghambat E.coli pada bagian inestinum crasum. Diduga karena pH saluran pencernaan ini mendekati normal sehingga banyak bakteri yang dapat berkolonisasi, ditambah banyaknya nutrisi yang terdapat dalam saluran ini. Aktivitas penghambatan terhadap EPEC K1-1 diperoleh 19 isolat. Terdiri dari 13 isolat yang berasal dari media pH 7.0 (17n, 18n, 19n 20n, 21n, 23n, 24n,
32 25n, 26n, 27n, 28n, 35n) dan 6 isolat yang tumbuh pada media pH 4.5 (25a, 28a, 29a, 30a, 33a, 34a). Ini mengindikasikan bahwa bakteri bakteri yang tumbuh pada lingkungan netral banyak yang dapat menghambat pertumbuhan EPEC K1-1, sedangkan bakteri yang tumbuh pada lingkungan asam tidak sebanyak pada pH 7.0. Berdasarkan asal isolat maka bakteri yang mampu menghambat EPEC K1-1 banyak berasal dari intestunum crassum. Pada bagian duodenum dan ileum masih ditemui bakteri dalam jumlah yang sangat sedikit. Aktivitas penghambatan terhadap Salmonella enteric diperoleh 21 isolat yang terdiri dari tujuh isolat berasal dari media pH 7.0 yaitu isolat 15n, 16n, 17n, 21n, 25n, 27n, 37n dan 14 isolat berasal dari media pH 4.5 yaitu isolat 2a, 4a, 5a, 7a, 11a, 16a, 17a, 18a, 22a, 27a, 29a, 30a, 31a, 32a. Isolat bakteri yang tumbuh pada pH 4.5 lebih banyak yang mampu menghambat Salmonella enteric dibandingkan isolat yang tumbuh pada pH 7.0. Ini diduga karena Salmonella dapat tumbuh pada pH 3.6-9.5, sehingga pada pH 4.5 aktivitas penghambatan juga lebih banyak. Berdasarkan asal daerah isolasi, bagian intestinum crasum diperoleh isolat bakteri lebih banyak karena bagian saluran ini mempunyai suhu, pH, dan nutrisi yang sesuai bagi mikroorganisme. Isolat bakteri yang mempunyai aktivitas penghambatan terhadap bakteri target diatas merupakan isolat yang potensial untuk dikembangkan menjadi probiotik dalam mengendalikan penyakit seperti salmonelosis dan kolibasilosis. Untuk itu dipilih bakteri dengan aktivitas penghambatan yang bagus sebagai calon isolat terpilih. Identifikasi Bakteri Asal Saluran Pencernaan Ayam Broiler Untuk memilih bakteri sebagai isolat terpilih dilakukan uji lanjut. Dimana isolat isolat yang mempunyai aktivitas bagus terlebih dahulu diidentifikasi. Morfologi koloni dan bentuk sel diobservasi secara mikroskopis terhadap 19 isolat yang mempunyai aktivitas penghambatan yang bagus terhadap EPEC K1-1, E. coli asal ayam, Salmonella subsp.2 asal ayam dan Salmonella enteric. Pinggiran koloni
ditemukan ada yang bergerigi dan ada yang licin, dengan
permukaan yang rata dan yang seperti kawah. Morfologi sel secara mikroskopis menunjukkan bentuk kokus 11 isolat yaitu isolat 17n, 28n, 2a, 4a, 5a, 7a, 11a, 16a, 17a, 22a, 30a dan bentuk basil (batang) 8 isolat yaitu isolat 7n, 8n, 17n, 25n, 27n, 34n, 18a, 33a.
33 Bakteri yang berbentuk batang, Gram positif dan non patogen dapat dipilih sebagai probiotik (Panigraphy, Ling 1990; Natalia, Priadi 2005). Berdasarkan kriteria tersebut diperoleh 5 isolat yang tergolong bentuk batang dan Gram positif yaitu isolat 7n, 8n, 25n, 27n, dan 34n (Gambar 4 dan 5).
(a)
(b)
Gambar 4 Hasil pewarnaan Gram a (isolat 7n) diisolasi dari jejenum, (isolat 25n) diisolasi dari intestinum crasum ayam broiler berbentuk batang (perbesaran 40 x 100).
(a) (b) Gambar 5 Hasil pewarnaan Gram a (isolat 27n) b (isolat 34n) diisolasi dari intestinum crasum ayam broiler berbentuk batang gram positif (perbesaran 40 x 100). Gram positif dapat dilihat dari warna sel yang ungu. Terbentuknya warna ungu karena komponen utama penyusun dinding sel bakteri Gram positif adalah peptidoglikan, sehingga mampu mengikat warna kristal ungu. Kandungan lipid pada dinding selnya rendah, sehingga pada waktu diberikan etanol dinding sel Gram positif terdehidrasi, pori pori mengecil, permeabilitas berkurang dan zat warna kristal ungu tidak dapat terekstraksi dan terperangkap di dalam dinding sel. Bakteri Gram negatif memiliki peptidoglikan yang tipis dan mengandung lipid, lemak dalam persentase yang lebih tinggi. Pada perlakuan dengan etanol
34 (alkohol)
menyebabkan
terekstraksinya
lipid
sehingga
pori
pori
pada
peptidoglikan cukup besar memperbesar daya rembes atau permiabilitas dinding sel. Sehingga kompleks ungu kristal-yodium yang telah memasuki dinding sel selama langkah awal pewarnaan dapat diekstraksi. Bakteri ini akan kehilangan warna ungu kristal. Ketika diberi warna safranin maka warna ini akan diserap. Warna bakteri Gram negatif akan terlihat merah muda, merupakan warna dari safranin (Pelzar dan Chan 1986) Bakteri
berbentuk
batang
dan
Gram
positif selanjutnya diteliti
kemampuannya dalam membentuk spora dan letak sporanya dengan pewarnaan spora (Gambar 6 dan 7). Sel vegetatif
Sel vegetatif
endospora
endospora
(a) (b) Gambar 6 Hasil pewarnaan spora (isolat 7n), b (isolat 25n) diisolasi dari intestinum crasum ayam broiler (perbesaran 40 x 100)
Sel vegetatif
endospora endospora
Sel vegetatif
(a) (b) Gambar 7 Hasil pewarnaan spora (a) isolat 27n, (b) isolat 34n diisolasi dari intestinum crasum ayam broiler (perbesaran 40 x 100) Hasil pewarnaan spora pada bakteri Gram positif menunjukkan bahwa isolat 7n, 25n, 27n, dan 34n memiliki endospora sementara isolat 8n tidak berspora. Bakteri yang berspora ini diambil sebagai isolat bakteri terpilih. Spora merupakan bentuk
35 adaptasi sel terhadap lingkungan yang tidak menguntungkan. Pada kondisi yang sesuai akan berkecambah dan menghasilkan sel yang sama seperti asalnya. Spora yang terdapat pada isolat 7n, 25n, 27n, 34n terletak didalam (endospora). Letak endoporanya isolat 7n, 27n dan 34n di bagian dekat ujung (sub terminal) dan isolat 25n bagian tengah (sentral). Bakteri yang memiliki endospora biasanya dari kelompok Bacillus dan Clostridium, hanya saja Bacillus bersifat aerob/anaerob fakultatif, Clostridium bersifat anaerob. Endospora bakteri mengandung sejumlah asam dipikolinat yaitu suatu substansi yang tidak terdeteksi pada sel sel vegetatif. Lima-sepuluh persen berat kering endospora adalah asam dipikolinat. Sejumlah kalsium juga terdapat dalam endospora, sehingga diduga lapisan korteks endospora terdiri dari kompleks Ca2+-asam dipikolinat-peptidoglikan. Spora sangat resisten terhadap beragam kondisi fisik yang kurang menguntungkan seperti suhu tinggi dan kekeringan serta terhadap bahan kimia. Spora bakteri dapat bertahan misalnya pada lingkungan pH rendah (asam), suhu tinggi atau rendah. Untuk menentukan golongan apa isolat bakteri terpilih dilakukan uji katalase. Hasil uji katalase terhadap 4 (empat) isolat terpilih yang ditumbuhkan pada media nutrient agar yang diinkubasi selama 24 jam menunjukkan adanya gelembung gelembung putih (gas oksigen) setelah koloni bakteri ditetesi larutan H2O2 3%. Keempat isolat bakteri terpilih tersebut digolongkan pada bakteri katalase positif (Tabel 4). Tabel 4 Hasil uji katalase isolat 7n, 25n, 27n, 34n Isolat
Uji Katalase (+/-)
7n 25n 27n 34n
+ + + +
Katalase adalah suatu enzim yang dapat ditemukan dalam sebagian besar bakteri. Bakteri katalase positif akan menghasilkan gas oksigen sebagai hasil reaksi penguraian hidrogen peroksida oleh enzim katalase dan membebaskan gas oksigen dan molekul air sesuai reaksi berikut: 2H2O2 + katalase 2H2O2 + O2
36 Hidrogen peroksida (H2O2) diproduksi oleh enzim pernafasan yang bersifat racun bagi organisme yang memproduksinya, maka enzim katalase akan sangat penting peranannya dalam menguraikan zat yang bersifat racun bagi sel menjadi molekul air dan oksigen yang tidak bersifat racun bagi sel. Keempat isolat terpilih (7n, 25n, 27n, 34n) diduga bersifat anaerob fakultatif karena bersifat katalase positif dan terdapat dalam saluran pencernaan ayam yang tidak ada oksigen. Didalam saluran pencernaan ternak secara umum jumlah bakteri anaerobik lebih besar di banding bakteri anaerobik fakultatif dengan perbandingan 1000:1 (Utomo 2002). Didapatkannya bakteri anaerob fakultatif merupakan hal yang sangat menguntungkan karena dapat diproduksi dengan mudah untuk digunakan sebagai probiotik, sehingga mudah pula mengadakan kolonisasi untuk membentuk mikroekosistem yang bermanfaat untuk kesehatan. Berdasarkan ciri ciri yang dimiliki dan mengacu pada Bergeys Manual of Determinative Bacteriology (Krieg dan Holt 1984) bahwa isolat 7n, 25n, 27n, dan 34n berbentuk batang, Gram positif, menghasilkan endospora berbentuk oval serta bersifat katalase positif, isolat tersebut dapat digolongkan kedalam genus Bacillus. Ciri ciri Bacillus menurut Gordon (1989) sel vegetatif berbentuk batang, membentuk endospora, dan bersifat katalase positif. Bacillus adalah salah satu genus bakteri yang berbentuk batang dengan tingkatan takson sebagai berikut: Kingdom: Bacteria Divisi
: Firmicutes
Kelas
: Bacilli
Ordo
: Bacillales
Famili
: Bacillaceae
Genus
: Bacillus
Didapatkannya bakteri dari kelompok Bacillus ini merupakan hal yang positif karena bakteri ini secara alami terdapat di mana-mana, dan termasuk spesies yang hidup bebas atau bersifat patogen.
Pada kondisi cekaman
lingkungan, sel-selnya menghasilkan endospora berbentuk oval yang dapat bertahan dalam periode yang lama. Bacillus lebih adaptif terhadap perubahan
37 lingkungan, jika lingkungan menguntungkan spora berkembang kembali menjadi sel vegetatif. (Madigan et al. 2003). Menurut Haddadin et al. (1996); Jin et al. (1996) hasil analisa proksimat Bacillus spp. kering mengandung protein 11.10%, air 8.3%, abu 0.002%, lemak 0.78% serta serat kasar 0.23 %. Bakteri kelompok asam laktat tidak ditemukan dalam isolasi ini, karena dalam isolasi tidak menggunakan medium spesifik untuk bakteri asam laktat. Esei Antagonis Isolat Terpilih terhadap Pertumbuhan E. coli, Salmonella subsp.2, EPEC K1-1, Salmonella enteric dengan Metode Kirby-Bauer Hasil esei antagonis filtrat kultur (ekstrak kasar) isolat terpilih (7n, 25n, 27n, 34n) terhadap EPEC K1-1, E. coli, Salmonella enteric, dan Salmonella subsp.2 terlihat pada tabel 5. Tabel 5 Hasil uji penghambatan ekstrak kasar isolat 7n, 25n, 27n, 34n terhadap EPEC K1-1, E. coli, Salmonella enteric, dan Salmonella subsp.2 [
Isolat 7n 25n 27n 34n
EPEC K1-1 24 14 19 6
Dari tabel terlihat
Diameter Penghambatan (mm) E.coli S.enteric Salmonella subsp 2 14 23 9 23 14 19 23 14 14 9 9 2
bahwa keempat isolat terpilih mampu menghambat
empat bakteri target. Isolat 7n merupakan isolat terbaik dalam menghambat EPEC K1-1 dan S. Enteric diikuti isolat 27n, 25n dan 34n. Aktivitas penghambatan ditandai dengan adanya zona bening disekitar cakram kertas Ф 8mm (Gambar 8 dan 9). Pada gambar (8a) terlihat zona bening yang dihasilkan oleh keempat isolat dalam menghambat EPEC K1-1. Isolat 7n (24mm) dan 27n (19mm) diikuti isolat 25n (14mm) dan 34n (6mm). Sementara untuk kontrol ditetesi media NB steril ternyata tidak ada zona yang dihasilkan setelah diantagonis dengan EPEC K1-1. Pada gambar (8b) uji antagonis dengan E. coli isolat 25n dan 27n (23mm) menghasilkan zona yang lebih terang dan hampir sama besar, sementara isolat 7n (14mm) dan isolat 34n zona (9mm) yang dihasilkan lebih kecil. Kontrol tidak ada zona yang dihasilkan.
38
[[
[[
k
34n
7n 27n
27n
k
34n
25n
25n
7n
(a)
(b)
Gambar 8 Aktivitas penghambatan isolat terpilih terhadap bakteri target (a) EPEC K1-1, (b) E.coli Ф cakram kertas 8mm Adanya zona disekitar cakram kertas mengindikasikan bahwa filtrat kultur dari keempat isolat mengandung senyawa anti bakteri yang mampu menghambat EPEC K1-1 dan E.coli. Daya anti bakteri dari keempat isolat tidak sama dalam menghambat kedua bakteri target. Metabolit yang dihasilkan isolat 7n dan 27n mempunyai kemampuan menghambat pertumbuhan EPEC K1-1 dan E.coli dengan kualitas yang berbeda. Daya antibakteri isolat 7n dan 27n terhadap EPEC K1-1 besar tetapi kurang terang dan zona yang dihasilkan terhadap E. coli lebih kecil tetapi terang. Ini diduga ada hubungannya dengan efek bakteriostatik dan bakterisida. Dari
gambar
(9a)
menunjukkan
isolat
7n
mempunyai
aktivitas
penghambatan yang paling bagus terhadap Salmonella enteric.
7n
25n
34n
25n
k
34n
7n 27n k
27n (a) (b) Gambar 9 Aktifitas penghambatan isolat terpilih terhadap bakteri target (a) Salmonella enteric (b) Salmonella subsp.2, Ф cakram kertas 8mm
39
Zona bening yang dihasilkan isolat 7n (23mm) diikuti oleh isolat 27n (14mm) dan 25n (14mm), sementara isolat 34n (9mm). Aktivitas penghambatan terhadap Salmonella subsp.2. asal ayam seperti pada gambar (9b) menunjukkan bahwa aktivitas tertinggi dimiliki isolat 25n (19mm) diikuti isolat 27n (14mm) , isolat 7n (9mm) dan 34n (2mm). Senyawa aktif yang dihasilkan isolat 7n, 25n, dan 27n untuk
menghambat
pertumbuhan
Salmonella
enteric
dan
Salmonella
subsp.2.memiliki kekuatan penghambatan beragam tergantung bakteri patogennya. Kekuatan penghambatan dapat dilihat dari zona yang dihasilkan. Semakin besar dan terang zona bening yang dihasilkan mengindikasikan kekuatannya semakin kuat. Gambar 10 menunjukkan perbandingan aktivitas penghambatan antara sel langsung dan filtrat kultur. 35
Zona bening (mm)
30 25 20 15 10 5 0 7n
25n
27n
34n
Isolat
Gambar 10 Perbandingan aktivitas penghambatan antara sel dan filtrat kultur dari isolat 7n, 25n, 27n, 34n terhadap E.coli sel filtrat Hasil uji antagonis sel isolat 7n, 25n, 27n, dengan E.coli memperlihatkan aktivitas penghambatan sel lebih besar dibanding filtrat kulturnya. Untuk isolat 34n aktifitas penghambatan se lebih rendah dibandingkan filtrat kultur. Rendahnya aktivitas filtrat kultur kemungkinan terjadi karena konsentrasi senyawa aktif dalam filtrat kultur (15µl) tidak cukup kuat menghambat bakteri target dibandingkan senyawa antibakteri yang dihasilkan sel secara langsung. Isolat 34n memiliki aktivitas penghambatan filtrat kultur lebih tinggi dari sel.
Hal ini
kemungkinan dikarenakan kecepatan dan jenis metabolit yang dihasilkan antar isolat berbeda. Menurut Sudirman (1997) satu spesies mikroba dapat
40 menghasilkan banyak antimikrob dan banyak mikrob yang berbeda dapat menghasilkan jenis antimikrob yang sama. Keempat isolat uji dapat menghasilkan senyawa antibakteri, yang dihasilkan secara ekstraseluler, terbukti dengan adanya kemampuan filtrat kultur yang mampu menghambat pertumbuhan empat bakteri target. Kemampuan keempat isolat (7n, 25n, 27n, 34n) dalam menghambat pertumbuhan EPEC K1-1, E. coli asal ayam, Salmonella enteric, dan Salmonella subsp.2. asal ayam, diharapkan dapat dipergunakan untuk membantu penanggulangan salmonelosis dan kolibasililosis pada ayam secara in vivo. Aktivitas isolat 7n, 25n, 27n, 34n akan lebih bagus apabila digunakan secara bersama sama karena kemampuannya dalam menghambat keempat patogen tidak sama. Menurut Barrow (1992) Bacillus tidak umum ditemukan pada saluran pencernaan tetapi mempunyai kemampuan untuk mengendalikan bakteri patogen (competitive exclusion). Bacillus subtilis di dalam saluran pencernaan dapat berfungsi untuk pengontrolan bakteri patogen. Ini merupakan konsep penting bagi kesehatan hewan/manusia karena pencegahan kolonisasi mikroba patogen seperti Salmonella dan E. coli adalah kunci dalam lingkungan saluran pencernaan ayam akan dapat memperbaiki pertumbuhan. Optimasi Produksi Senyawa Bioaktif Optimasi dalam menghasilkan senyawa bioaktif dari isolat 7n, 25n, 27n, 34n perlu dilakukan untuk mengetahui kondisi optimum yang harus diperhatikan dalam proses produksi. Optimasi dilakukan terhadap media, aerasi, waktu produksi, suhu inkubasi, dan pH inkubasi. Optimasi Media. Aktivitas penghambatan ke empat isolat terpilih pada
media de Mann
Rogosa Sharpe (MRS) dan media Tripton Glucosa Yeast ekstract (TGY) berbeda dan dipengaruhi oleh perlakuan agitasi (100 rpm) dan tanpa agitasi (Gambar 11 dan 12). Dipilihnya media MRS dan TGY yang memiliki kandungan nutrisi yang berbeda (Lampiran 1) karena kedua media tersebut dapat ditumbuhi keempat isolat bakteri terpilih. Kandungan media MRS memiliki lebih banyak mineral yang dibutuhkan untuk pertumbuhan bakteri dibandingkan media TGY.
41 Perlakuan agitasi dan tidak diagitasi untuk melihat homogenitas media maupun mikroorganisme. Sistem agitasi memungkinkan distribusi tersebut dengan meniadakan gradien konsentrasi seperti unsur media, pH, temperatur dan sebagainya. Selain itu agitasi juga berfungsi memecah gelembung udara besar menjadi gelembung yang lebih kecil untuk menambah area permukaan gas dan membantu mentransfer oksigen ke dalam biakan serta menyebarkan oksigen pada pertumbuhan aerob. Dalam produksi senyawa aktif keempat isolat terpilih menunjukkan ada isolat yang memerlukan agitasi dan ada yang kurang senyawa
antibakteri.
Keempat
isolat
dalam
untuk menghasilkan
menunjukkan
kemampuan
penghambatan beragam tergantung pada jenis media dan perlakukan agitasi (Gambar 11 dan gambar 12). Pada gambar (11a) terlihat aktivitas tertinggi antagonis dengan EPEC K1-1 oleh isolat 7n diikuti isolat 27n dan 25n pada media MRS tanpa agitasi, ini diduga karena isolat 7n, 25n dan 27n berasal dari saluran pencernaan yang mikrolingkungannya kurang oksigen sehingga isolat tersebut dapat tumbuh dengan baik pada kondisi pertumbuhan tanpa diagitasi (terdapat keterbatasan
35
35
30
30 Zona bening (mm)
Zona bening (mm)
oksigen).
25 20 15 10
25 20 15 10 5
5
0
0 TA
T an
MA
M an
TA
T an
MA
M an
Perlakuan
Perlakuan
(a) (b) Gambar 11 Aktivitas penghambatan isolat terpilih terhadap (a) EPEC K1-1 (b) E. coli asal ayam
7n
25n
27n
34n
Pada gambar (11b) aktivitas penghambatan tertinggi dimiliki isolat 7n pada media TGY yang diagitasi dan isolat 27n, 25n pada MRS yang diagitasi terhadap pertumbuhan pertumbuhan E. coli. Hal ini mengindikasikan bahwa produksi senyawa antibakteri dari keempat isolat tersebut dapat diproduksi dengan
42 baik pada kondisi pertumbuhan yang diaerasi dan nutrisi yang cukup. Kemampuan penghambatan isolat terpilih terhadap EPEC K1-1 dan E. coli dipengaruhi oleh jenis media dan aerasi. Hal ini menimbulkan dugaan bahwa
35
35
30
30 Zona bening (mm)
Zona bening (mm)
senyawa antibakteri yang dihasilkan kemungkinan berbeda.
25 20 15 10
25 20 15 10 5
5
0
0 TA
T an
MA
Perlakuan
M an
TA
T an
MA
M an
Perlakuan
(a) (b) Gambar 12 Aktivitas penghambatan isolat terpilih terhadap (a) Salmonella enteric (b) Salmonella subsp.2 asal ayam 7n 25n 27n 34n [
Dari gambar (12a) aktivitas penghambatan terhadap Salmonella enteric tertinggi berturut-turut dimiliki isolat 25n dan 27n yang ditumbuhkan pada media TGY yang tidak di agitasi. Isolat 34n menghasilkan aktivitas sangat kecil pada media MRS yang tidak diagitasi, ini diduga karena keterbatasan aerasi (oksigen) pada kondisi pertumbuhan tersebut . Pada gambar (12b) aktivitas penghambatan terhadap Salmonella subsp.2. paling baik oleh isolat 25n diikuti isolat 27n dan 34n kemudian 7n pada media TGY tanpa diagitasi. Isolat 34n mempunyai aktivitas yang sangat kecil pada media MRS yang tidak diagitasi. Hal ini diduga bahwa senyawa penghambat Salmonella enteric dan Salmonella sub sp 2. ini dapat sama karena isolat yang menghambat Salmonella enteric dan Salmonella subsp.2 yang tertinggi pada isolat yang sama. Berbeda karena ada beberapa isolat yang dapat menghambat Salmonella enteric tetapi tidak dapat menghambat Salmonella subsp.2 atau sebaliknya. Media produksi terbaik dari hasil optimasi akan digunakan sebagai dasar untuk membuat media modifikasi dengan mengganti beberapa bahan dengan yang lebih murah dan mudah didapat seperti molase dan tepung kedelai. Hasil optimasi media menunjukkan bahwa isolat 7n, 25n, 27n, 34n yang ditumbuhkan pada media MRS dan TGY dapat menghasilkan aktivitas penghambatan dengan
43 kondisi pertumbuhan yang memerlukan agitasi dan ada yang tidak. Senyawa antibakteri yang dihasilkan oleh setiap isolat terpilih kemungkinan dapat lebih dari satu mengingat kondisi yang dibutuhkan juga bebeda beda. Media MRS dan TGY modifikasi molase-kedelai adalah media yang menggunakan komposisi MRS dan TGY dengan mengganti sumber karbon dengan molase, sumber nitrogen dengan tepung kedelai dan urea, sumber pospor dengan TSP. Setelah diuji aktivitas penghambatannya terhadap EPEC K1-1, E. coli asal ayam, Salmonella enteric, dan Salmonella sub sp 2. asal ayam, isolat 7n, 25n, 27n, hasilnya menunjukkan bahwa keempat isolat yang ditumbuhkan pada media modifikasi masih mempunyai aktivitasnya tetapi tidak sebesar kalau ditumbuhkan pada media MRS/TGY. Hal ini diduga karena media MRS dan TGY menggunakan dekstrosa dan kasein sebagai sumber karbon dan nitrogen untuk penghasil ATP yang mudah diserap sel, karena mudah larut dalam air serta molekulnya sederhana. Isolat 7n, 25n, 27n, dan 34n dapat dengan mudah diproduksi pada media yang mengandung molase dan tepung kedelai hanya saja aktivitas agak rendah. Mikroorganisme heterotrof untuk menghasilkan energi memanfaatkan senyawa karbon organik sebagai sumber energi utama. Penggunaan molase sebagai sumber karbon dapat digunakan karena mengandung beberapa gula sederhana seperti glukosa, sukrosa, fruktosa dan gula pereduksi yang lain dengan kandungan yang paling tinggi adalah sukrosa. Hanya saja penggunaan molase sebagai sumber ATP perlu waktu untuk adaptasi. Molase merupakan hasil samping dari proses pembuatan gula tebu yang masih mengandung kadar gula sekitar 48-58 % (Novita 2001). Tepung kedelai dapat digunakan sebagai sumber nitrogen bagi pertumbuhan bakteri karena mengandung 42.9% protein, 19-20% lemak dan 6.1% nitrogen (Sukmadi 1996) diacu dalam (Suryanti 1998). Pada kondisi media tersebut maka butuh waktu untuk menguraikan protein supaya bisa dimanfaatkan oleh keempat bakteri tersebut. Pertumbuhan bakteri sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti suhu, pH, dan oksigen, dan faktor nutrisi yaitu karbon, nitrogen, mineral (unsur makro dan mikro), dan vitamin (Stainer et al. 1976; Fardiaz 1989). Pada dasarnya semua
44 mikrooganisme memerlukan karbon sebagai sumber energi untuk aktivitasnya dan pembentukan material sel-sel bakteri untuk prertumbuhan, reproduksi dan pembentukan produk (Prescott et al. 2000). Penggunaan sumber karbon yang cepat digunakan dapat mengurangi produksi metabolit sekunder. Nitrogen berperan dalam penyusunan asam nukleat, asam amino dan enzim enzim. Sumber nitrogen dapat dalam bentuk anorganik dalam bentuk garam garam amonium dan organik dalam bentuk asam amino, protein dan urea. Unsur P berperan dalam pembentukan asam nukleat dan fosfolipid. Ketiga unsur ini harus ada dalam rasio yang tepat agar tercapai pertumbuhan bakteri yang optimal karena unsur C, N, dan P merupakan tiga nutrisi utama (makronutrien) yang dibutuhkan oleh bakteri dalam melakukan metabolism sel untuk menghasilkan senyawa-senyawa. Rasio C:N yang rendah (kandungan unsur N yang tinggi) akan meningkatkan emisi dari nitrogen sebagai amonium yang dapat menghalangi perkembangbiakan bakteri. Sedangkan rasio C:N yang tinggi (kandungan unsur N yang relatif rendah) mengakibatkan nitrogen akan menjadi faktor penghambat (growth-rate limiting factor) (Alexander 1994). Beberapa penelitian menunjukkan bahwa rasio C:N:P optimum adalah 100:10:1 (Shewfelt et al. 2005). Kebutuhan sumber karbon untuk pertumbuhan bakteri tergantung pada jenis bakteri. Kelompok bakteri yang tidak mengandung klorofil memerlukan senyawa organik sebagai sumber karbon dan senyawa yang diperlukan tergantung jenis bakteri. Kelompok selulolitik dapat memanfaatkan selulosa, sedangkan amilolitik memanfaatkan pati (Fardiaz 1989). Walaupun karbohidrat dapat dipergunakan sebagai sumber karbon untuk pertumbuhan, produksi sel yang paling baik diperoleh dari sumber karbon sederhana seperti glukosa. Namun, penggunaan glukosa memerlukan biaya tinggi, oleh karena itu untuk produksi sel, pada umumnya digunakan sumber karbon lain seperti molase. Penggunaan mikroba sebagai probiotik akan bersifat ekonomis kalau dapat ditumbuhkan dengan baik pada sumber karbon dan nitrogen yang mudah didapat dan berharga murah seperti molase dan tepung kedelai. Kemampuan molase sebagai sumber karbon menguntungkan karena molase merupakan hasil ampas tebu sehingga tidak terlalu mahal dan mengandung zat pengaya seperti vitamin. Begitu juga kedelai merupakan hasil pertanian yang banyak di Indonesia.
45 Optimasi Waktu Produksi Hasil optimasi terhadap waktu produksi (12 jam, 24 jam, 36 jam, 48 jam dan 72 jam) untuk mendapatkan aktivitas tertinggi berdasarkan parameter zona bening. Waktu produksi terbaik terbaik adalah jam ke-48 (Gambar 13). Pada gambar 13 (a) terlihat aktivitas penghambatan ekstrak kasar keempat isolat terlihat waktu inkubasi jam ke-24 belum ada aktivitas, waktu inkubasi jam ke-48 aktivitas penghambatan oleh isolat 7n sudah mencapai 27mm, 25n (26mm), dan 27n (18mm), 34n (23mm). Pada waktu inkubasi jam ke-72 aktivitas penghambatan oleh isolat 7n bertambah mencapai 30mm dan untuk tiga isolat lainnya aktivitas menurun. Pada waktu inkubasi jam ke-96 isolat 25n aktivitas bertambah mencapai 27mm sementara isolat lainnya mengalami pertambahan
35
35
30
30 Z ona bening (m m )
Z o n a b e n in g (m m )
aktivitas sedikit.
25 20 15 10
25 20 15 10 5
5
0
0 24
48
72
96
24
48
72
96
Waktu inkubasi (jam)
Waktu inkubasi (jam)
(b) (a) Gambar 13 Hubungan lama inkubasi dengan aktivitas penghambatan terhadap E.coli (a) filtrat kultur (b) sel 7n
25n
27n
34n
Untuk aktivitas penghambatan yang dihasilkan oleh filtrat kultur waktu inkubasi optimum adalah 48 jam, selanjutnya pertambahan zona bening yang dihasilkan pada waktu inkubasi 72 jam dan 96 jam tidak seimbang dengan efisiensi waktu dan efisiensi substrat yang digunakan. Pada gambar 13 (b) aktivitas penghambatan sel keempat isolat pada waktu inkubasi jam ke-24 belum ada aktivitas. Waktu inkubasi jam ke-48 jam aktivitas penghambatan oleh isolat 7n sudah mencapai 30mm, 25n (26mm), dan 27n (18mm), 34n (16mm). Aktivitas penghambatan yang dilakukan sel pada waktu inkubasi jam ke-72 dan jam ke 96 tidak menunjukkan perubahan yang berarti, dimana aktivitas hampir sama sehingga waktu inkubasi untuk sel yang terbaik
46 adalah 48 jam. Diduga senyawa aktif yang dihasilkan sebagai zat antibakteri ini dihasilkan pada akhir fase eksponensial atau awal fase stationer. Pertumbuhan Isolat Berdasarkan kurva tumbuhnya,
keempat isolat menunjukkan fase lag
terjadi sampai jam ke-24 dan fase log hingga jam ke- 48 jam bersamaan dengan awal fase stasioner. Fase kematian dimulai jam ke 60 (Gambar 14). 1 0.9 0.8 0.7
OD
0.6 0.5 0.4 0.3 0.2 0.1 0 0
12
24
36
48
60
jam
Gambar 14 Kurva tumbuh Isolat 7n, 25n, 27n, 34n pada media NB isolat 7n isolat 25n isolat 27n isolat 34n Keempat isolat mempunyai pola pertumbuhan yang sama. Terlihat bahwa produksi senyawa aktif terjadi pada akhir fase log dan awal fase stasioner, sesuai dengan waktu panen yaitu jam ke-48. Fase pertama (lag) pada kurva pertumbuhan adalah fase lambat. Pada fase ini, bakteri melakukan adaptasi pada lingkungannya. Fase yang kedua (log) adalah fase eksponensial. Fase ini merupakan fase dimana bakteri telah dapat beradaptasi dengan lingkungannya sehingga laju pertumbuhan bakteri menjadi sangat cepat. Laju pertumbuhan keempat bakteri pada 48 jam pertama, memiliki laju pertumbuhan tercepat. Fase berikutnya adalah fase stasioner dimana laju bakteri yang mati sama dengan laju pertumbuhan bakteri yang dihasilkan oleh pembelahan sel. Fase terakhir adalah fase kematian, pada fase ini laju pertumbuhan negatif (lebih banyak bakteri yang mati) disebabkan semakin berkurangnya nutrisi yang dibutuhkan untuk metabolisme bakteri Dari grafik terlihat isolat 7n pertumbuhan sel yang paling rendah diikuti isolat 27n, 25n dan yang tertinggi isolat 34n. Akan tetapi isolat 7n mempunyai aktivitas yang penghambatan paling tinggi terhadap EPEC K1-1 dan E. coli
47 dibanding isolat yang lain diiringi isolat 25n dan 27n. Isolat 34n mempunyai aktivitas penghambatan tertinggi terhadap Salmonella enteric. Optimasi Suhu Optimasi suhu bertujuan mendapatkan suhu optimum dalam menghasilkan
35
35
30
30 Zona bening (mm)
Zona bening (mm)
senyawa bioaktif oleh isolat 7n, 25n, 27n, dan 34n (Gambar 15 dan 16).
25 20 15 10
25 20 15 10 5
5
0
0 25
30
37
40
50
25o
30o
o
Suhu ( C)
37o
40o
50o
o
Suhu ( C)
(a) (b) Gambar 15 Aktivitas penghambatan isolat terhadap (a) EPEC K1-1 (b) E. coli, 7n 25n 27n 34n Dari hasil optimasi aktivitas penghambatan tertinggi terhadap EPEC K1-1 adalah isolat 7n, diikuti 34n, 25n, 27n pada suhu 500C (Gambar 15a). Aktivitas penghambatan tertinggi antagonis dengan E. coli ditunjukkan oleh isolat 7n pada suhu 370C, diikuti
isolat 34 suhu 500C , 25 suhu 400C dan 27 suhu 370C
(Gambar 15b). Aktivitas penghambatan isolat terpilih terhadap EPEC K1-1 dan E. coli mempunyai rentang suhu yang sama yaitu antara 370C hingga 500C. Dimana suhu optimum produksi senyawa antibakteri dalam menghambat EPEC K1-1 adalah suhu 500C oleh keempat isolat. Waktu optimum untuk produksi senyawa antibakteri dalam menghambat pertumbuhan E. coli berbeda beda tiap isolat. Isolat 7n dan 27n optimum pada suhu 370C, isolat 25n optimum pada suhu 400C dan isolat 34n optimum pada suhu 500C. Aktivitas penghambatan tertinggi terhadap Salmonella enteric terjadi pada isolat 7n diikuti 34n pada suhu 300C dan 25n, 27n pada suhu 500C (Gambar 16a). Aktivitas penghambatan terhadap Salmonella sp. asal ayam oleh isolat 34n pada suhu 370C, 400C , 300C, diikuti isolat 27n suhu 300C dan 500C (Gambar 16b). Suhu optimum untuk menghasilkan senyawa antibakteri dalam menghambat Salmonella enteric dan Salmonella subsp.2. berbeda dan isolat yang
48 menghambatnya juga berbeda. Diduga senyawa yang dihasilkan juga oleh isolat
35
35
30
30 Zo na bening (mm)
Z ona bening(mm)
ini juga berbeda.
25 20 15 10
25 20 15 10 5
5
0
0 25
30
37
40 o
Suhu ( C)
50
25
30
37
40
50
o
Suhu ( C)
(a) (b) Gambar 16 Aktivitas penghambatan isolat terhadap (a) Salmonella enteric, (b) Salmonella subsp.2 asal ayam 7n 25n 27n 34n Keempat isolat mampu menghambat empat bakteri target pada rentang suhu antara 300C dan 500C dan suhu yang paling optimum untuk antagonis dengan EPEC K1-1 pada suhu 50OC. Salmonella subsp.2
E. coli suhu 370C, Salmonella enteric 300C,
asal ayam 370C. Komplang (2000) menyatakan bahwa
Bacillus spp. mampu tumbuh pada suhu lebih dari 500C dan kurang dari suhu 50C, dan mampu menghasilkan spora. Dari hasil optimasi terhadap suhu menunjukkan bahwa kemampuan produksi senyawa antibakteri pada suhu 300C merupakan hal yang positif dimana dalam produksi dalam skala besar tidak menaikkan biaya produksi (cost) dan kemampuan produksi pada suhu 500C juga berdampak positif karena tidak akan merusak selnya ketika menggunakan alat alat yang mempunyai suhu lebih tinggi. Bacillus subtilis toleran terhadap panas telah dicobakan pada pakan ayam broiler di beberapa negara. Hasil yang diperoleh menunjukkan peningkatan yang terus menerus terhadap konversi pakan dan pertambahan berat badan. Percobaan yang dilakukan di Brazil dan USA membuktikan bahwa performance broiler dapat ditingkatkan dengan menggunakan bakteri tunggal strain Bacillus subtilis sepanjang periode produksinya.
49 Optimasi pH Hasil optimasi pH menunjukkan bahwa isolat 7n, 25n, 27n, 34n mampu menghambat EPEC K1-1 pada pH yang bersifat alkali (Gambar 17). Dari gambar 17a terlihat bahwa aktivitas penghambatan tertinggi terhadap
EPEC K1-1 oleh
isolat 27n pada pH 8.0 dikuti isolat dan isolat 25n pada pH 7.0 diikuti isolat isolat 34n pada pH 6.0, isolat 7n pada pH 7.0 dan pH 8.0. Antagonis dengan E. coli (Gambar 17b) menunjukkan bahwa pH 8.0 merupakan pH optimum untuk menghasilkan aktivitas penghambatan untuk isolat 7n, 25n, 27n. untuk isolat 34n menghasilkan aktivitas penghambatan pada pH 9.0 tetapi tidak terlalu besar 30
35
25
30
Z o n a b en in g (m m )
Z o n a b en in g (m m )
35
20 15 10 5 0 3
4
5
6 pH
7
8
9
25 20 15 10 5 0 3
4
5
6
7
8
9
pH
(a) (b) Gambar 17 Aktivitas penghambatan isolat terhadap (a) EPEC K1-1 (b) E. coli 7n 25n 27n 34n Dari kedua bakteri patogen diatas ternyata aktivitas penghambatan akan lebih baik apabila isolat terpilih ditumbuhkan pada pH 8, dan dapat memberikan penghambatan pada pH 6.0, 7.0, 9.0. Barrow (1963) menyatakan bahwa perubahan pH dapat menyebabkan perubahan aktivitas antimikroba hingga menjadi tidak aktif. Dalam aplikasinya dilapang menunjukkan bahwa senyawa antibakteri yang dihasilkan oleh isolat 7n, 25n dan 27n akan aktif bekerja pada saluran ternak yang mempuntai pH alkali seperti usus besar. Dalam produksi senyawa antibakteri ini, pH inkubasi dapat diatur hingga 8.0 sehingga bakteri bakteri terpilih ini dapat menghasilkan senyawa aktif untuk menghambat EPEC K1-1 dan E.coli. Aktivitas penghambatan terhadap Salmonella enteric terjadi pada pH 4.0 dan pH 5.0 untuk semua isolat. Aktivitas tertinggi diperlihatkan oleh isolat 25n, pada pH 4.0 diikuti isolat 27n pada pH 4.0 dan isolat 7n dan 34n pada pH 5.0
50 (Gambar 18a). Aktivitas penghambatan terhadap Salmonella subsp.2 oleh isolat
35
35
30
30
Z o n a b e n i n g (m m )
Z o n a b e n in g (m m )
27n pada pH 7.0 diikuti isolat 34n dan isolat 7n pada pH 9.0 (Gambar 18b).
25 20 15 10 5 0
25 20 15 10 5 0
3
4
5
6
7
8
9
3
4
5
pH
Gambar 18
6
7
8
9
pH
(a) (b) Aktivitas penghambatan isolat terhadap (a) Salmonella enteric (b) Salmonella subsp.2. asal ayam . 7n 25n 27n 34n
Isolat terbaik dalam menghambat Salmonella enteric adalah isolat 25n, 27n, 7n, diikuti 34n. Keempat isolat diatas mempunyai aktivitas penghambatan terhadap Salmonella enteric pada pH 4 dan 5. Untuk penghambatan terhadap Salmonella subsp.2. isolat yang paling baik pertumbuhannya adalah 34n pada pH 9.0 diikuti oleh isolat 27n pada pH 7.0, dan 7n, 25n. Pada pH 9.0. Ini memberikan informasi bahwa senyawa aktif yang dihasilkan oleh keempat isolat untuk menghambat Salmonella enteric memerlukan kondisi yang asam. Dan untuk menghambat Salmonella subsp.2 memerlukan kondisi alkali. Berdasarkan data ini diperkirakan senyawa yang dihasilkan keempat isolat dalam menghambat pertumbuhan kedua patogen adalah senyawa yang berbeda. Dari hasil optimasi media, suhu dan pH terlihat bahwa aktifitas hambatan terhadap EPEC K1-1 yang terbesar diperlihatkan oleh isolat 7n (23mm), media MRS modifikasi, tanpa agitasi, suhu 500C, pH 7.0 dan diikuti oleh isolat 34n (21.5mm), media TGY modifikasi, tanpa agitasi, suhu 370C, pH 6.0. Aktivitas hambatan terhadap E. coli asal ayam yang terbesar diperlihatkan isolat 7n (13.5mm) media MRS modifikasi, tanpa agitasi, suhu 370 dan pH 8.0 diikuti oleh isolat 34n (12mm), media TGY modifikasi tanpa agitasi, suhu 500C, pH 8.0. Pada Salmonella enteric aktivitas hambatan yang terbesar diperlihatkan oleh isolat 7n pada media MRS modifikasi (18.875mm), tanpa agitasi, suhu 500C,
51 pH 5.0 diikuti oleh isolat 25n (14.25mm) dan pada media MRS modifikasi. tanpa 0
agitasi, suhu 500C, pH4.0 dan 34n (14.25mm), tanpa agitasi,suhu 30 C pH 5.0. Antagonis terhadap Salmonella subsp.2 asal ayam aktifitas hambatan terbesar pada isolat 34n pada media TGY modifikasi, tanpa agitasi, suhu 370C, pH 9.0 diikuti oleh isolat 27n pada media MRS modifikasi, tanpa agitasi, suhu 300C, pH 7.0. Keempat isolat merupakan bakteri potensial sebagai probiotik yang diharapkan dapat digunakan dalam pakan ayam guna mengendalikan penyakit seperti salmonelosis dan kolibasilosis. Bakteri dari genus Bacillus dapat memproduksi zat antimikrob berupa bakteriosin (Irina et al. 2001), antibiotik, dan proteinase (Torkar & Matijasic 2003). Aktivitas Amilase, Protease, Lipase, Selulase Untuk melihat kemampuan isolat terpilih dalam menghasilkan enzim degradatif maka dilakukan uji kualitatif amilase, protease, lipase, selulase. Nilai indeks uji enzim dapat dilihat dalam tabel 6. Tabel 6 Indeks amilolitik, proteolitik, lipolitik, selulolitik isolat 7n, 25n, 27n, 34n Isolat 7n
Indeks amilolitik 0.67
Indeks proteolitik 1.50
Indeks lipolitik 1.00
Indeks selulolitik 2.00
25n
0.25
1.50
1.00
1.08
27n
0.50
1.50
-
1.25
34n
0.50
1.25
0.66
0.75
Isolat 7n, 25n, 27n, 34n mempunyai aktivitas amilolitik berdasarkan adanya zona bening pada media yang berwarna biru (Gambar 19a). Degradasi yang terjadi pada pati diketahui dengan hilangnya material yang terwarnai oleh iodine, untuk mendeteksi adanya enzim α amilase yang berfungsi menghidrolisis α-1,4-glikogen dan poliglukosa lainnya. Pada awal perlakuan terjadi penurunan berat molekul pati secara cepat akibat dari pewarnaan iodine. Produk akhir yang utama dari degradasi ini adalah oligosakarida dengan berat molekul yang rendah seperti glukosa. Sebaliknya, β-amilase mampu mengkatalisis secara
exolitik dan
mendegradasi pati dengan cara memecah maltosa dari ujung rantai pati. [
[
52
7n
25n
27n 34n
(a)
25n
7n
27n 34n
(b)
Gambar 19 Zona bening yang dihasilkan isolat 7n, 25n, 27n, 34n pada uji enzim (a) amilase (b) protease Keempat isolat diduga menghasilkan enzim α amilase yang mempunyai kemampuan dalam menghidrolisis ikatan α-1,4 glikogen. Kemampuan dalam menghasilkan enzim amilase sangat ditentukan oleh gen penghasil enzim dan lingkungan seperti sumber nitrogen, karbon sodium dan garam potassium, ion metal, dan detergen juga akan mempengaruhi produksi amilase dan pertumbuhan mikroorganisme (Srivastava 2008). Kemampuan isolat 7n, 25n, 27n, 34n dalam menghasilkan enzim amilase tidak sama. Isolat 7n mempunyai kemampuan yang paling tinggi dengan indeks amilasenya (0.67) diikuti isolat 27n, 34n, (0.5) sementara isolat 25n nilai indeksnya 0.25 (tabel 6). Enzim amilase yang dihasilkan oleh isolat 7n, 25n, 27n dan 34n ini tergolong eksoenzim sehingga dapat digunakan untuk membantu mencerna pakan oleh inangnya, sehingga pakan dapat tercerna lebih sempurna. Pati merupakan substansi yang terlebih dahulu harus diubah menjadi molekul lebih sederhana agar dapat diserap oleh sel. Mikroorganisme memproduksi enzim untuk memecah substansi di dalam sel, salah satunya adalah amilase (Black 2005) Enzim α-amilase merupakan enzim yang banyak digunakan pada berbagai macam makanan, minuman dan industri tekstil. Sehingga Alfa amilase yang dihasilkan oleh isolat terpilih ini diharapkan dapat diproduksi dalam skala besar guna kepentingan diatas. Alfa amilase ekstra seluler telah dihasilkan dari beberapa bakteri, diantaranya adalah Bacillus coagulans, B. stearothermophilus dan B.licheniformis (Biogen, 2008).
53 Aktivitas proteolitik dapat dilihat pada gambar (19b) mengindikasikan kemampuan protease menghidrolisis ikatan peptida pada protein menjadi asam amino. Protease termasuk kedalam kelompok enzim hidrolase karena dalam reaksinya melibatkan air pada ikatan substrat spesifik. Berdasarkan cara hidrolisisnya, protease dibedakan menjadi proteinase dan peptidase. Proteinase menghidrolisis molekul protein menjadi polipeptida, sedangkan peptidase menghidrolisis fragmen polipeptida menjadi asam amino. Isolat 7n, 25n, 27n, 34n mempunyai aktivitas enzim proteolitik yang tinggi dimana terlihat nilai indeks protease sangat tinggi dan hampir sama pada keempat isolat. Isolat 7n, 25n, 27n nilai indeks protease 1.5 sedangkan indeks protease 34n 1.25 (tabel 6). Protein berperan penting dalam struktur dan fungsi semua sel makhluk hidup. Keempat isolat berpotensi digunakan sebagai feed additive untuk memacu pertumbuhan menggantikan antibiotik, karena protease yang dihasilkan keempat isolat ini tergolong ekstraseluler. Protease ekstraseluler yang dihasilkan keempat isolat akan sangat menguntungkan kalau dikembangkan karena dapat membantu memecahkan protein dalam saluran pencernaan ternak menjadi molekul peptida yang sederhana. Hal ini akan meningkatkan absorpsi nutrisi dan konsumsi pakan untuk pertumbuhan, serta
produksi dan reproduksi, dan akan memberikan
keuntungan bagi peternak karena terjadinya efisiensi pakan. Bacillus spp. mempunyai kemampuan proteolitik yang tinggi dibanding mikroba yang lain. Kelompok bakteri ini selain mempunyai kemampuan membentuk spora, juga dapat menghasilkan enzim yang berguna dalam pencernaan seperti amilase dan protease. Aktivitas lipolitik dan selulolitik isolat 7n, 25n, 27n, 34n terlihat pada gambar 20a. Dari hasil uji aktivitas lipolitik oleh isolat 7n, 25n, 27n, 34n terlihat bahwa tiga isolat (7n, 25n, 34n) mempunyai aktivitas lipolitik yang ditandai adanya zona bening disekitar koloni sementara isolat 27n tidak ada aktivitas. Didapatkannya isolat yang tidak dapat memecah lemak akan sangat baik sekali dalam penerapannya bagi peternak yaitu untuk membuat ternak yang rendah kandungan lemak dan tinggi kandungan protein dagingnya.
54
27n 25n
7n
25n 34n 27n
27n
34n
(a) (b) Gambar 20 Zona bening yang dihasilkan isolat 7n, 25n, 27n, 34n pada uji enzim (a) lipase (b) selulase Lipid (seperti lemak dan minyak) merupakan senyawa dengan molekul kompleks yang berukuran besar. Lipase akan memecah ikatan trigliserida menjadi molekul yang lebih sederhana seperti reaksi dibawah ini:
Enzim lipase ini spesifik akan memutus rantai fatty acid trigliserol pada posisi sn-1 dan sn-3, sering disebut dengan lipase spesifik regio 1,3. Asam lemak dan gliserol akan diserap oleh tubuh untuk digunakan dalam metabolisme tubuh. Enzim ini juga digunakan dalam hidrolisis triasilgliserol (TAG) menghasilkan diasilgliserol (DAG) dan asam lemak bebas (Winarno 1986). DAG adalah ester gliserol dengan dua molekul asam lemak. DAG digunakan sebagai bahan pengemulsi dan penstabil produk-produk makanan, kosmetika, dan farmaketika. Lipase terbukti dapat digunakan sebagai biokatalis untuk meningkatkan kualitas crude palm oil (CPO) yang lebih baik yaitu minyak sehat (healthy oil). Bakteri merupakan salah satu mikroorganisme yang dapat menghasilkan enzim lipase, karena bakteri memiliki kemampuan hidup di berbagai lingkungan yang terdapat kandungan makanan atau nutrisi yang kompleks. Isolat 7n dan 25n mempunyai nilai indeks lipolitiknya 1 dan isolat 34n nilai indeks lipolitiknya 0.66 ( tabel 6). Isolat bakteri yang dapat menghasilkan lipase ini dapat digunakan untuk mencerna lemak lebih efisien dan juga dapat digunakan dalam industri sebagai biokatalis. Lipase
sebagai biokatalis untuk reaksi reaksi hidrolisis,
esterifikasi, alkoholisis, asidolisis dan aminolisis. Selain itu isolat yang mampu menghasilkan lipase ekstraseluler dapat juga digunakan sebagai starter untuk
55 biodegradasi
limbah
minyak.
penerapannya
sangat
ramah
lingkungan
(Suryadipura, 2001). Menurut Feliatra (1996) dalam Dharmawibawa (2004), biodegradasi oleh mikroorganisme merupakan salah satu cara yang tepat, efektif dan hampir tidak ada efek sampinganya pada lingkungan karena tidak menghasilkan racun atau blooming karena mikroba ini akan mati seiring dengan habisnya minyak. Hasil uji selulolitik dari keempat isolat terpilih menunjukkan adanya enzim selulase yang dihasilkan oleh keempat isolat, enzim ini mampu memecah senyawa selulosa menjadi molekul sederhana seperti glukosa gambar (20b). Pada pengujian selulolitik ternyata dari empat isolat, tiga isolat memiliki kemampuan selulolitik yang tinggi yaitu isolat 7n dengan nilai indeksnya 2, isolat 25n nilai indeksnya 1.083 dan isolat 27n dengan nilai indeksnya 1.25. Untuk isolat 34n nilai indeksnya rendah sebesar 0.75 (tabel 6). Carboxy methyl cellulose (CMC) adalah substrat yang digunakan dalam deteksi awal untuk screening enzim selulase khususnya endoglukanase. Enzim selulase merupakan kelompok enzim glikosil hidrolase yang menghidrolisis oligosakarida dan polisakarida (Henrissat 1991). Selulase digunakan oleh bakteri untuk pertahanan diri dari lingkungan serta untuk kelangsungan hidupnya. Genus Bacillus merupakan salah satu kelompok bakteri yang mampu mendegradasi selulosa (Lynd et al. 2002). Secara umum terdapat tiga enzim selulose, yaitu endonuklease yang memutuskan ikatan non kovalen pada struktur kristal selulosa, eksoselulose yang menghidrolisis individu selulosa menjadi gula lebih sederhana, β-glukosidase yang menghidrolisis disakarida dan tetrasakarida menjadi glukosa (Criquet 2002). Glukosa yang dihasilkan dari proses hidrolisis selulosa selanjutnya dimetabolisme oleh mikroorganisme lain, dalam kondisi aerob glukosa dikonversi menjadi CO2 , sedangkan pada kondisi anaerob glukosa dikonversi menjadi asam organik dan alkohol yang selanjutnya menjadi CH4 dan CO2 (Rao 1982). Pada hasil uji enzim secara kualitatif ditemukan bakteri kelompok Bacillus yang dapat memproduksi amilase dan protease, lipase dan sellulase sehingga terdapat kemungkinan berperan dalam mencerna pakan lebih efisien. Beberapa spesies Bacillus menghasilkan enzim ekstraseluler seperti protease, lipase,
56 amilase, dan selulase yang bisa membantu pencernaan dalam tubuh hewan (Wongsa dan Werukhamkul 2007). Berdasarkan hasil indeks yang dihasilkan, keempat bakteri ini memiliki kemampuan sebagai pemacu pertumbuhan ( Growth promotant) terutama dalam mendegradasi senyawa kompleks seperti amilum, protein, lipid dan selulosa. Isolat 7n kemampuan degradasinya paling tinggi dengan nilai IA 0.67, IP 1.5, IL 1, IS 2 diikuti isolat 25n IA 0.25, IP 1.5, IL 1, IS 1.083, Isolat 34n IA 0.5, IP1.25, IL 0.66. Isolat 27n IA 0.5, IP 1.5, IS 1.25 dan kemampuan degradasi lemak tidak ada. Kemampuan bakteri asal saluran pencernaan (isolat 7n, 25n, 27n, 34n) dalam menghasilkan enzim enzim ekastraseluler dapat dimanfaatkan oleh inangnya untuk membantu mengkonversi pakan lebih efisien sehingga dapat masuk ke dalam sel untuk digunakan sebagai sumber karbon dan elektron donor (Madigan et al. 2003). Keempat bakteri asal saluran pencernaan memiliki potensi sebagai probiotik. Hasil identifikasi empat bakteri asal saluran pencernaa ayam ini termasuk kelompok Bacillus yang dapat memproduksi amilase dan protease lipase dan selulase. Dari beberapa hasil penelitian dilaporkan bahwa pemberian Bacillus spp. yang dicampurkan dalam pakan dapat meningkatkan produksi telur dan FCR. (Feed Convertion Ratio) (Komplang 2000). Bacillus spp. sebagai probiotik yang berasal dari kultur campuran Bacillus subtilis, Bacillus licheniformis, Bacillus cereus yang dapat berfungsi sebagai growth promotor dalam pertumbuhan hewan dapat
menggantikan
penggunaan
antibiotik
(Komplang
et
al.
2002;
Komplang 2000). Penggunaan Bacillus spp sebesar 0,2% dalam pakan ayam broiler secara nyata dapat meningkatkan daya cerna serat kasar, peningkatan bobot hidup, konsumsi dan konversi pakan menjadi efisien (Yuguchi et al. 1992). Bacillus spp. dapat meningkatkan aktivitas berbagai enzim hidrolitik protease, lipase dan amilase dalam usus ayam petelur (Sjofyan 2003). B. subtilis dicobakan pada ayam pedaging dan memberikan hasil yang positif (Jin et al. 1996). Keuntungan yang dihasilkan dari bakteri Bacillus ini ada kaitannya dengan keseimbangan mikroflora di dalam saluran gastrointestinal, meningkatnya kesehatan usus dan memberikan kesehatan menyeluruh dan pada akhirnya akan
57 memperbaiki performance. Probiotik terbukti mampu meningkatkan produksi ternak tanpa mempunyai efek samping bagi ternak dan konsumen. Dari hasil penelitian, keempat isolat terpilih berpotensi sebagai probiotik yang dapat menghambat pertumbuhan empat bakteri patogen penyebab penyakit pada hewan dan manusia dan juga dapat digunakan sebagai makanan imbuhan dengan
kemampuannya
menghasilkan
beberapa
enzim
ekstraseluler.
Penggunaanya kedepan mampu menggantikan antibiotik yang banyak digunakan peternak untuk menghambat bakteri patogen dan mampu mengkonversi pakan lebih efisien dengan enzim enzim yang dihasilkannya, tanpa menimbulkan efek samping bagi ternak dan konsumen. Selain itu dapat menciptakan ternak yang rendah kolesterol dan tinggi proteinnya dengan meberikan isolat isolat yang mampu mendegradasi protein dan isolat yang tak mampu mendegradai lemak, sehingga protein dapat diserapnya dalam bentuk asam amino semetara lemak tidak dapat diserap karena tidak mampunya menguraikan lemak menjadi asam lemak dan gliserol.