AKTIVITAS ANTIBAKTERI TEPUNG DAUN JARAK (Jatropha curcas L.) PADA BERBAGAI BAKTERI SALURAN PENCERNAAN AYAM BROILER SECARA in vitro
SKRIPSI SUTHANTY IKA PRATIWI
PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
RINGKASAN SUTHANTY IKA PRATIWI. D24104038. 2008. Aktivitas Antibakteri Tepung Daun Jarak (Jatropha curcas L.) pada Berbagai Bakteri Saluran Pencernaan Ayam Broiler secara in vitro. Skripsi. Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembimbing Utama : Dr. Ir. Komang G. Wiryawan Pembimbing Anggota : Sri Suharti, SPt., MSi. Ayam broiler mudah mengalami stres akibat cekaman dan sangat rentan terhadap kematian akibat penyakit. Salah satu penyebab penyakit yang sering muncul dan sangat berbahaya bagi hewan maupun manusia adalah bakteri patogen seperti Escherichia coli dan Salmonella sp. Penggunaan antibiotik sebagai antibakteri ditujukan untuk mengatasi permasalahan tersebut, akan tetapi penggunaan antibiotik dapat menimbulkan residu pada ternak yang dapat membahayakan konsumen. Seiring dengan munculnya resistensi terhadap antibiotik perlu dikembangkan antibakteri dari bahan herbal. Akhir-akhir ini sedang digalakkan penanaman pohon jarak secara besar-besaran sebagai biodisel, dan daun jarak sebagai limbah hasil ikutan diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai antibakteri alami. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan konsentrasi tepung daun jarak yang paling efektif sebagai antibakteri pada beberapa bakteri saluran pencernaan ayam (E. coli, Salmonella typhimurium, Bifidobakterium bifidum, dan Lactobacillus sp.) secara in vitro. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biokimia, Fisiologi, dan Mikrobiologi Nutrisi, Laboratorium Terpadu, Fakultas Peternakan dan Laboratorium Kimia Analitik, Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor serta Balai Penelitian Ternak (Balitnak) Ciawi, Bogor. Penelitian berlangsung dari bulan Maret sampai November 2007. Daun jarak (Jatropha curcas L.) dikeringkan dan digiling hingga menghasilkan tepung. Tepung daun jarak diuji kandungan fitokimianya untuk mengetahui kandungan metabolit sekunder. Uji sumur difusi dilakukan untuk mengetahui konsentrasi terbaik tepung daun jarak terhadap penghambatan pertumbuhan bakteri E.coli, dan S. typhimurium dengan membuat lubang sumur difusi yang telah ditanam suspensi bakteri dan ditetesi larutan tepung daun jarak dengan konsentrasi (0%, 2,5%, 5%, 7,5% dan 10% (w/v)) dan sebagai pembanding digunakan antibiotik tetrasiklin 0,02% (w/v). Uji daya hambat pertumbuhan bakteri pada media cair dilakukan untuk mengevaluasi pola penghambatan tepung daun jarak terhadap bakteri uji pada media cair dengan mengukur OD (Optical Density) setiap 2 jam sekali yang dibaca menggunakan spektrofotometer. Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola faktorial 4x6 dengan faktor perlakuan utama adalah lama inkubasi (0, 2, 4 dan 6 jam) dan faktor perlakuan kedua adalah bahan antimikroba (konsentrasi tepung daun jarak 0%, 2,5%, 5%, 7,5%, dan 10% (w/v)) serta tetrasiklin 0,02% (w/v), masing-masing dengan 3 ulangan. Data yang diperoleh dianalisis dengan Sidik Ragam (ANOVA), dan apabila terdapat perbedaan nilai tengah nyata dilanjutkan dengan uji Kontras ortogonal (Steel dan Torrie, 1993).
Hasil analisis fitokimia menunjukkan bahwa tepung daun jarak mengandung senyawa alkaloid, saponin, tanin, fenolik dan triterpenoid. Kandungan kimia yang terbesar yang terdapat dalam tepung daun jarak adalah saponin dan tanin yang diduga memiliki aktivitas antibakteri. Hasil uji sumur difusi menunjukkan bahwa konsentrasi 10% tepung daun jarak dapat menghambat bakteri S. typhimurium dengan zona hambat 6,8 mm. Hasil uji daya hambat pertumbuhan bakteri pada media cair selama 6 jam pengamatan menunjukkan bahwa konsentrasi 7,5% dan 10% tepung daun jarak dapat menghambat pertumbuhan bakteri patogen (E. coli dan S. typhimurium) dan tepung daun jarak 10% kurang menghambat pertumbuhan bakteri non patogen (B. bifidum dan Lactobacillus sp). Hasil analisis ragam (ANOVA) menunjukkan adanya perbedaan yang sangat nyata pada lama inkubasi dan berbagai konsentrasi bahan antimikroba yang digunakan serta adanya interaksi antara keduanya pada pertumbuhan bakteri patogen (E. coli dan S. typhimurium). Demikian juga pada pertumbuhan Lactobacillus sp. menunjukkan adanya perbedaan yang sangat nyata pada lama inkubasi dan berbagai konsentrasi bahan antimikroba yang digunakan tetapi tidak ada interaksi antara keduanya sedangkan pada pertumbuhan B. bifidum tidak ada perbedaan. Kata-kata kunci : tepung daun jarak (Jatropha curcas L.), antibakteri, E. coli, S. typhimurium, B. bifidum, Lactobacillus sp.
iii
ABSTRACT Antibacterial Activity of Jatropha curcas L. Powder to Some Bacteria On Gastrointestinal Broiler Chicken in vitro S. I. Pratiwi, K. G. Wiryawan, and S. Suharti This experiment was conducted to analyze the phytochemical of Jatropha curcas leaf powder and to determine the most effective concentration of Jatropha curcas leaf powder as antibacteria on Escherichia coli, Salmonella typhimurium, Bifidobacterium bifidum and Lactobacillus sp. Jatropha curcas leaf powder was tested its phytochemical to determine its secondary metabolite compounds. The antibacterial activity test was conducted using modified agar well method for measuring clearing zone and spectrophotometer for bacterial growth. The level of Jatropha curcas leaf powder tested was 0%, 2.5%, 5%, 7.5%, 10% (w/v) and compared with tetracycline 0.02% (w/v). The results showed that Jatropha curcas leaf powder contains tannins 4.63% and saponins 1.12%. In modified agar well test, the concentration of 10% Jatropha curcas leaf powder inhibited S. typhimurium but could not inhibit E. coli, B. bifidum and Lactobacillus sp. Inhibition test showed that E. coli and S. typhimurium treated significantly (P<0.01) decreased the population with the addition of 7.5% and 10% Jatropha curcas leaf powder. Meanwhile, B. bifidum treated significantly (P<0.01) not decreased the population but Lactobacillus sp. treated not significantly not decreased the population. At the level of 7.5% Jatropha curcas leaf powder, non pathogenic bacterial also decreased and 10% Jatropha curcas leaves powder, pathogenic bacterial population decreased but B. bifidum and Lactobacillus sp. were not affected compared to that of antibiotic treatment. It is concluded that concentration of 10% Jatropha curcas leaf powder was the best concentration in inhibiting the pathogenic bacterial, but further study is required to obtain optimum concentration of Jatropha curcas leaf powder and extract treatments. Keywords : Jatropha curcas leaves, antibacteria, E. coli, S. typhimurium, B. bifidum, Lactobacillus sp.
AKTIVITAS ANTIBAKTERI TEPUNG DAUN JARAK (Jatropha curcas L.) PADA BERBAGAI BAKTERI SALURAN PENCERNAAN AYAM BROILER SECARA in vitro
SUTHANTY IKA PRATIWI D24104038
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
AKTIVITAS ANTIBAKTERI TEPUNG DAUN JARAK (Jatropha curcas L.) PADA BERBAGAI BAKTERI SALURAN PENCERNAAN AYAM BROILER SECARA in vitro
Oleh SUTHANTY IKA PRATIWI D24104038
Skripsi ini telah disetujui dan disidangkan di hadapan Komisi Ujian Lisan pada tanggal 9 Mei 2008
Pembimbing Utama
Pembimbing Anggota
Dr. Ir. Komang G. Wiryawan NIP. 131 671 601
Sri Suharti, SPt., MSi. NIP. 132 311 906
Dekan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
Dr. Ir. Luki Abdullah, MSc.Agr. NIP. 131 955 531
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 4 Oktober 1986 di Jakarta. Penulis adalah anak pertama dari lima bersaudara dari pasangan Bapak Muhammad Rapi dan Ibu Sofiyati. Pendidikan dasar diselesaikan pada tahun 1998 di SDS Kebun Baru I Jakarta, Pendidikan lanjutan tingkat pertama diselesaikan pada tahun 2001 di SLTP Negeri 53 Jakarta dan pendidikan lanjutan menengah umum diselesaikan pada tahun 2004 di SMU Negeri 52 Jakarta. Penulis diterima sebagai mahasiswa pada Jurusan Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun 2004. Selama mengikuti pendidikan, penulis aktif di Himpunan Mahasiswa Nutrisi dan Makanan Ternak (HIMASITER) sebagai staf Departemen Operasional Internal dan Eksternal (DOIE) periode 2006-2007. Penulis pernah menjadi panitia dalam acara Seminar Pakan Nasional tahun 2007. Penulis juga pernah mengikuti kegiatan Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) tahun 2007 dan terpilih sebagai juara I dalam Pekan Ilmiah Nasional (PIMNAS) ke-XX di Lampung. Penulis juga terpilih sebagai salah satu mahasiswa berprestasi (2006 - 2007) tingkat Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor .
KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT karena atas kehendakNya penyusunan skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik, serta salawat dan salam penulis sampaikan kepada Nabi Muhammad SAW. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Tujuan penulisan skripsi yang berjudul ”Aktivitas Antibakteri Tepung Daun Jarak (Jatropha curcas L.) pada Berbagai Bakteri Saluran Pencernaan Ayam Broiler secara in vitro” yaitu untuk menentukan konsentrasi tepung daun jarak yang paling efektif sebagai antibakteri pada beberapa bakteri saluran pencernaan ayam (Escherichia coli, Salmonella typhimurium, Bifidobakterium bifidum, dan Lactobacillus sp.) secara in vitro. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Maret sampai November 2007. Lokasi penelitian bertempat di Laboratorium Biokimia, Fisiologi, dan Mikrobiologi Nutrisi, Laboratorium Terpadu, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan dan Laboratorium Kimia Analitik, Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor serta Balai Penelitian Ternak (Balitnak) Ciawi, Bogor. Penelitian dimulai dari suatu rangkaian kegiatan Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) yang akhirnya dilanjutkan sebagai bahan penelitian tugas akhir. Penulis mengucapkan terima kasih atas kritik dan saran yang membangun oleh berbagai pihak demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga tulisan ini dapat bermanfaat baik untuk kalangan mahasiswa, peneliti, maupun masyarakat pada umumnya.
Bogor, Mei 2008
Penulis
DAFTAR ISI Halaman
RINGKASAN ..........................................................................
i
ABSTRACT ............................................................................
iii
RIWAYAT HIDUP ..................................................................
iv
KATA PENGANTAR ..............................................................
v
DAFTAR ISI ...........................................................................
vi
DAFTAR TABEL ....................................................................
viii
DAFTAR GAMBAR ................................................................
ix
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................
x
PENDAHULUAN ....................................................................
1
Latar Belakang .............................................................................. Perumusan Masalah ...................................................................... Tujuan ...........................................................................................
1 2 2
TINJAUAN PUSTAKA ...........................................................................
3
Ayam Broiler ................................................................................ Mikroba Saluran Pencernaan ......................................................... Escherichia coli ................................................................ Salmonella typhimurium ................................................... Bifidobacterium bifidum .................................................... Lactobacillus sp ................................................................. Daun Jarak (Jatropha curcas L.) .................................................. Antibakteri .................................................................................... Fitokimia Bahan Alam ..................................................................
3 3 5 7 7 8 9 10 12
METODE ..................................................................................................
13
Lokasi dan Waktu .......................................................................... Materi ............................................................................................. Bahan dan Alat .................................................................. Prosedur ........................................................................................ Pembuatan Tepung Daun Jarak ........................................ Pembuatan media .............................................................. Pembuatan media Nutrient Agar (NA) .................. Pembuatan media selektif agar ............................... Peremajaan Bakteri ........................................................... Uji Sumur Difusi (Bintang, 1993) ..................................... Uji Daya Hambat Pertumbuhan Bakteri pada Media Cair .
13 13 13 13 13 13 13 14 15 15 15
Analisis Fitokimia ............................................................. Uji Alkaloid .......................................................... Uji Fenol/Flavonoid ............................................... Uji Triterpenoid atau Steroid ................................. Uji Saponin dan Tanin ...........................................
16 16 16 17 17
Rancangan Percobaan .................................................................... Analisis Data .................................................................................
17 18
HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................
19
Analisis Fitokimia ......................................................................... Uji Sumur Difusi ........................................................................... Uji Daya Hambat Pertumbuhan Bakteri pada Media Cair ............ Pola Penghambatan pada Escherichia coli ....................... Pola Penghambatan pada Salmonella typhimurium .......... Pola Penghambatan pada Bifidobacterium bifidum ........... Pola Penghambatan pada Lactobacillus sp ........................
19 21 23 23 25 27 28
KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................
32
Kesimpulan .................................................................................... Saran .............................................................................................
32 32
UCAPAN TERIMA KASIH ....................................................................
33
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................
34
LAMPIRAN
38
............................................................................................
x
DAFTAR TABEL Nomor
Halaman
1. Beberapa Ciri Bakteri Gram Positif dan Gram Negatif ................
6
2. Hasil Analisis Fitokimia Tepung Daun Jarak ...............................
19
3. Diameter Penghambatan Antibakteri Tepung Daun Jarak Menggunakan Metode Sumur Difusi ...........................................
22
4. Rataan Delta Nilai OD untuk Pertumbuhan Escherichia coli ......
24
5. Rataan Delta Nilai OD untuk Pertumbuhan Salmonella typhimurium ..................................................................................
26
6. Rataan Delta Nilai OD untuk Pertumbuhan Bifidobacterium bifidum .........................................................................................
27
7. Rataan Delta Nilai OD untuk Pertumbuhan Lactobacillus sp. .....
28
DAFTAR GAMBAR Nomor
Halaman
1. Daun jarak (Jatropha curcas L.) ....................................................
10
2. Proses pembuatan tepung daun jarak ..............................................
14
3. Pengaruh Waktu Inkubasi dan Bahan Antimikroba terhadap Pertumbuhan Escherichia coli .........................................
25
4. Pengaruh Waktu Inkubasi dan Bahan Antimikroba terhadap Pertumbuhan Salmonella typhimurium ...........................
26
5. Pengaruh Waktu Inkubasi dan Bahan Antimikroba terhadap Pertumbuhan Bifidobacterium bifidum ...........................
28
6. Pengaruh Waktu Inkubasi dan Bahan Antimikroba terhadap Pertumbuhan Lactobacillus sp .........................................
29
DAFTAR LAMPIRAN Nomor
Halaman
1. Bagan Alur Penelitian ......................................................................
39
2. Uji Aktivitas Antibakteri (Bintang, 1993) ........................................
40
3. Hasil Uji Sumur Difusi ....................................................................
41
4. Hasil Sidik Ragam (ANOVA) untuk Escherichia coli ....................
42
5. Uji Kontras Ortogonal pada Faktor A untuk Escherichia coli .........
42
6. Uji Kontras Ortogonal pada Faktor B untuk Escherichia coli ..........
42
7. Uji Kontras Ortogonal pada Interaksi Faktor A dan Faktor B untuk Escherichia coli ................................................................................
43
8. Hasil Sidik Ragam (ANOVA) untuk Salmonella typhimurium .......
46
9. Uji Kontras Ortogonal pada Faktor A untuk Salmonella typhimurium
46
10. Uji Kontras Ortogonal pada Interaksi Faktor A dan Faktor B untuk Salmonella typhimurium ..................................................................
47
11. Hasil Sidik Ragam (ANOVA) untuk Bifidobacterium bifidum .......
50
12. Uji Kontras Ortogonal pada Faktor A untuk Bifidobacterium bifidum
50
13. Hasil Sidik Ragam (ANOVA) untuk Lactobacillus sp. ...................
50
14. Uji Kontras Ortogonal pada Faktor A untuk Lactobacillus sp. .......
50
PENDAHULUAN Latar Belakang Ayam broiler dapat dijadikan sebagai komoditi untuk menyediakan sumber protein hewani yang relatif murah, karena memiliki ciri khas pertumbuhan yang cepat, masa panen yang pendek, mampu bereproduksi dalam waktu yang relatif singkat, menghasilkan daging berserat lunak serta mempunyai nilai gizi yang cukup tinggi. Namun, ayam broiler mudah mengalami stres akibat cekaman dan sangat rentan terhadap kematian akibat penyakit. Salah satu penyebab penyakit yang sering muncul dan sangat berbahaya bagi hewan maupun manusia adalah bakteri patogen seperti Escherichia coli dan Salmonella sp. Para pelaku industri peternakan mengatasi permasalahan-permasalahan tersebut dengan cara memberikan obatobatan sintetik seperti antibiotik. Pada saat ini penggunaan antibiotik oleh para pelaku industri peternakan ayam broiler sudah seperti keharusan jika ingin mendapatkan keuntungan yang tinggi yaitu nilai Feed Conversion Ratio Cost yang rendah. Penggunaan antibiotik itu sendiri disamping bertujuan untuk pengobatan, juga ditujukan untuk mencegah infeksi bakteri patogen di saluran cerna seperti E. coli dan Salmonella sp. Suplemen yang sangat umum digunakan adalah pemberian antibiotik dengan dosis subterapetik (pengobatan), misalnya Zn-basitrasin, monensin, tetrasiklin dan penisilin. Sementara itu, penggunaan antibiotik dapat menimbulkan residu pada produk ternak sehingga dapat membahayakan konsumen. Di negara-negara Eropa, penggunaan antibiotik dalam sistem pemeliharaan ayam broiler sudah dilarang. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat menghendaki produk daging ayam yang bebas residu antibiotik. Seiring dengan munculnya resistensi terhadap antibiotik dan pembatasan antibiotik terhadap ransum ayam, maka diperlukan bahan alternatif yang berfungsi sebagai antibakteri. Daun jarak merupakan salah satu jenis tanaman obat yang belum dimanfaatkan secara optimal. Daun jarak mengandung komponen bioaktif yang dapat berfungsi sebagai antibakteri. Secara tradisional, daun jarak yang direbus sering digunakan untuk menyembuhkan penyakit diare pada bayi dan anak-anak. Seiring dengan ketertarikan penggunaan biodisel dari biji jarak sebagai alternatif sumber energi dan adanya program penanaman pohon jarak secara besar-besaran
maka limbah ikutannya yaitu daun jarak dapat digunakan sebagai bahan alternatif pengganti antibiotik. Berdasarkan kenyataan tersebut, maka perlu dilakukan suatu penelitian tentang aktivitas antimikroba daun jarak sebagai agen antibakteri terhadap ekosistem saluran pencernaan ayam broiler secara keseluruhan baik pada bakteri yang merugikan maupun yang menguntungkan. Perumusan Masalah Pengamatan di lapangan terhadap pemeliharaan ayam broiler dihadapkan pada kejadian beberapa penyakit. Permasalahan penyakit tersebut diatasi peternak dengan memberikan obat-obatan sintetik seperti antibiotik. Namun, penggunaan obat-obatan sintetik ini mengandung efek samping yang dapat membahayakan kesehatan manusia karena meninggalkan residu pada produk akhir (daging) sehingga hal ini perlu dicari suatu alternatif berupa antibiotik alami. Akhir-akhir ini, tanaman herbal sering digunakan sebagai antibakteri. Tanaman herbal memiliki kemampuan untuk menekan pertumbuhan bakteri merugikan dan tidak menimbulkan residu bagi tubuh ternak maupun manusia jika dikonsumsi cukup banyak. Daun jarak (Jatropha curcas L.) merupakan salah satu jenis tanaman herbal yang bisa digunakan sebagai antibiotik alami karena mengandung senyawa saponin dan tanin yang diduga berfungsi sebagai antibakteri. Tujuan Penelitian ini dilakukan untuk menentukan konsentrasi tepung daun jarak yang paling efektif sebagai antibakteri pada beberapa bakteri saluran pencernaan ayam (E. coli, S. typhimurium, Bifidobakterium bifidum, dan Lactobacillus sp.) secara in vitro.
2
TINJAUAN PUSTAKA Ayam Broiler Ayam broiler adalah galur ayam hasil rekayasa teknologi yang memiliki karakteristik ekonomis dengan ciri khas pertumbuhan cepat sebagai penghasil daging, masa panen pendek dan menghasilkan kualitas daging berserat lunak, timbunan daging baik, dada lebih besar dan kulit licin (North dan Bell, 1990). Ayam broiler adalah ayam jantan atau betina yang berumur di bawah delapan minggu ketika dijual dengan bobot tubuh tertentu, mempunyai pertumbuhan yang cepat dan fantastis, yaitu mampu mencapai bobot 1-2 kg dalam waktu 5-6 minggu (Rasyaf, 1999). Sifat genetis ayam broiler memiliki laju pertumbuhan dan perkembangan yang cepat, karena produksi yang optimal hanya bisa diwujudkan apabila ayam memperoleh makanan yang berkualitas baik dalam jumlah yang cukup (Ichwan, 2003). Pertumbuhan yang cepat dari ayam broiler harus diimbangi dengan ketersediaan pakan yang cukup. Selain itu juga diperlukan bahan pakan tambahan untuk meningkatkan kecernaan dan mencegah penyakit (Amrullah, 2004). Tanaman herbal dapat digunakan sebagai bahan pakan tambahan pengganti antibiotik dalam ransum ayam broiler yang ditujukan sebagai penghambat infeksi mikroorganisme patogen. Beberapa hasil penelitian sebelumnya menunjukkan kemampuan herbal sebagai antibakteri. Daun kemangi dapat menghambat jumlah bakteri E. coli dan S. typhimurium (Wan et al., 1998). Selain itu ekstrak daun kedondong bangkok juga memiliki kandungan alkaloid, tanin dan saponin yang mempunyai sifat aktif sebagai antibakteri (Inayati, 2007). Mikroba Saluran Pencernaan Mekanisme utama proses pengaturan ekologi mikroba pada saluran pencernaan ayam dan pentingnya peran perubahan mikroflora saluran usus sampai saat ini masih belum banyak diketahui (Kokosharov, 2001). Secara normal, mikroflora pada saluran usus terdiri atas mikroba aerobik dan anaerobik. Kapasitas metabolik dari flora usus tersebut sangat beragam dan dapat menimbulkan pengaruh negatif maupun positif pada fisiologis usus (Rubio et al., 1998).
Saluran pencernaan ayam dihuni lebih dari 640 spesies bakteri, namun yang sering dibicarakan dan dibahas hanya beberapa bakteri dominan misalnya Escherichia coli, Lactobacillus acidophilus dan Campylobacter jejuni. Komposisi mikroba saluran pencernaan dipengaruhi oleh pakan dan lingkungan (Apajalahti et al., 2004). Pada ternak yang sehat, komposisi mikroflora saluran pencernaan relatif tetap, namun bila stabilitasnya terganggu maka mikroorganisme patogen akan membuat koloni dan memulai infeksi yang serius. Faktor eksternal seperti perubahan pakan dan air, perjalanan, penggunaan antibiotik dan radiasi dapat mengganggu stabilitas mikroflora ternak yang sehat. Kisaran mikroflora normal ayam untuk jenis bakteri Salmonella sp. dan E. coli adalah 104-105 CFU/ml, Lactobacillus sp. adalah 109 CFU/ml sedangkan untuk jenis bakteri Bifidobakterium sp. berada pada kisaran antara 109-1010 CFU/ml (Garigga et al., 1998). Bakteri adalah sel prokariotik yang khas, bersel tunggal (uniseluler) dan tidak mengandung struktur yang terbatasi di dalam sitoplasmanya. Bakteri memiliki diameter 0,5-1,0 µm dan panjangnya 1,5-2,5 µm. Sel-sel individu bakteri dapat terbentuk seperti elips, bola, batang atau spiral (heliks). Sel bakteri yang berbentuk seperti bola atau elips dinamakan kokus. Sel bakteri berbentuk silindris atau seperti batang dinamakan basilus sedangkan sel bakteri berbentuk spiral disebut spirilum (Pelezar dan Chan, 1986). Kebanyakan bakteri memperbanyak sel dengan pembelahan biner melintang, yaitu pembelahan menjadi dua sel yang sama. Setiap keturunan secara individual dapat melanjutkan proses produksi secara tidak terbatas dengan cara yang sama dengan induknya atau individu sebelumnya dengan syarat tersedianya makanan dan energi yang cukup serta keadaan lingkungan (pH, suhu) yang bebas polusi oleh sisa buangan yang beracun dan sebagainya (Irianto, 2006). Berdasarkan komposisi dinding selnya bakteri, dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu bakteri Gram positif dan Gram negatif. Bakteri Gram positif adalah bakteri yang memiliki lapisan peptidoglikan yang tebal. Tebalnya peptidoglikan ini menyebabkan bakteri tahan terhadap sifat osmosis yang dapat memecah sel bakteri itu. Lapisan peptidoglikan pada bakteri Gram negatif lebih tipis tetapi memiliki membran luar yang tebal sehingga bersama-sama dengan peptidoglikan membentuk mantel pelindung yang kuat untuk sel (Mekanne dan Kandel, 1996). Teknik untuk
4
membedakan Gram positif dan Gram negatif dapat dilakukan dengan pewarnaan Gram. Bakteri Gram positif dapat menahan zat warna ungu (metilviolet, kristalviolet, gentianviolet) dalam tubuhnya meskipun telah dibilas dengan alkohol atau aseton. Sebaliknya, bakteri Gram negatif tidak dapat menahan zat warna setelah dibilas dengan alkohol maka akan kembali menjadi tidak berwarna dan bila diberikan pengecatan dengan zat warna kontras, akan berwarna sesuai dengan zat warna tersebut (Irianto, 2006). Beberapa contoh bakteri Gram positif yang bersifat patogen ialah Staphylococcus aureus, Bacillus subtillis dan Clostridium sp., sedangkan yang bersifat non patogen antara lain B. bifidum dan L. acidophilus. Kedua bakteri ini digunakan sebagai probiotik dalam pembuatan es puter yogurt kedelai (Susanti, 2005).
Beberapa
bakteri
Gram
negatif
cenderung
bersifat
patogen
dan
mengakibatkan banyak infeksi pada saluran pencernaan hewan antara lain Shigella sp. yang menyebabkan disentri; Salmonella sp. yang menyebabkan demam tiroid dan infeksi-infeksi enterik serta E. coli yang menyebabkan diare (Fardiaz, 1992). Bakteri Gram positif cenderung lebih sensitif terhadap komponen antibakteri. Hal ini disebabkan oleh struktur dinding selnya yang lebih sederhana sehingga memudahkan senyawa antibakteri untuk masuk ke dalam sel dan menemukan sasaran untuk bekerja, sedangkan struktur dinding sel Gram negatif lebih kompleks dan berlapis tiga, yaitu lapisan luar yang berupa lipoprotein, lapisan tengah berupa lipopolisakarida, dan lapisan dalam peptidoglikan (Pelezar dan Chan, 1986). Perbedaan bakteri Gram positif dan negatif dapat dilihat pada Tabel 1. Escherichia coli E. coli pada umunya merupakan mikroba secara normal terdapat dalam saluran pencernaan hewan dan manusia. Bakteri ini berbentuk batang atau koma, tidak berkapsul, tidak berspora, umumnya mempunyai fimbria. E. coli membentuk koloni berwarna putih kekuningan, dan permukaannya berkembang di atas agar (Pelezar dan Chan, 1986), bersifat motil dan bersifat anaerob fakultatif dan tergolong sebagai bakteri Gram negatif. E. coli termasuk famili Enterobacteriaceae, berukuran panjang 2,0-6,0 µm serta tunggal atau berpasangan dan dalam rantai pendek. Nilai pH optimum untuk pertumbuhannya adalah 7,0-7,5 serta kisaran suhu pertumbuhannya 10-40 0C dengan 5
suhu optimum 37 0C. E. coli sangat tidak sensitif terhadap panas (Fardiaz, 1992). Bakteri ini merupakan salah satu galur yang paling sering menyebabkan diare berdarah, gagal ginjal dan kerusakan syaraf. Implikasi dari infeksi patogen ini dapat menyebabkan diare yang ringan sampai sedang, bahkan dapat berakibat fatal (Veling et al., 2002). Tabel 1. Beberapa Ciri Bakteri Gram Positif dan Gram Negatif Perbedaan
Ciri
Gram positif
Struktur dinding sel
Komposisi dinding sel
Kerentanan penisilin
Tebal (12-80 nm) Berlapis tunggal (mono)
Tipis (10-15 nm) Berlapis tiga (multi)
Kandungan lipid rendah (1-4%) Peptidoglikan ada sebagai lapisan tunggal, komponen utama merupakan lebih dari 50% berat kering pada beberapa sel bakteri Asam tekoat
Kandungan lipid tinggi (11-22%) Peptidoglikan ada di dalam lapisan kaku sebelah dalam, jumlahnya sedikit, merupakan sekitar 10% berat kering Tidak ada asam tekoat
terhadap Lebih rentan
Pertumbuhan dihambat Pertumbuhan oleh zat-zat warna dasar, dengan nyata misalnya ungu kristal Persyaratan nutrisi
Resistensi gangguan fisik
Gram negatif
Kurang rentan dihambat Pertumbuhan tidak begitu dihambat
Relatif rumit pada banyak Relatif sederhana spesies
terhadap Lebih resisten
Kurang resisten
Sumber : Pelezar dan Chan (1986)
Salmonella typhimurium Salmonella adalah bakteri Gram negatif yang berbentuk batang, dapat hidup secara anaerob fakultatif, tidak membentuk spora, dan dapat bergerak. Ukuran dari bakteri ini adalah 1-4 μm. Tempat hidup salmonella adalah saluran pencernaan hewan, manusia ataupun serangga. Salmonella dapat hidup pada suhu 5,3 0C sampai
6
46,2 0C, sedangkan suhu optimumnya adalah 35-37 0C dengan pH 6,5-7,5. Koloni bakteri S. typhimurium yang ditumbuhkan dalam media Salmonella Shigella Agar (SSA) memiliki bentuk yang bulat, koloni berwarna hitam sedangkan pada media nutrien agar (NA) koloni berbentuk bulat, agak cembung, dan berwarna putih mengkilap (Hodstad, 1984). Infeksi salmonella pada peternakan merupakan masalah utama yang meluas. Banyak sekali kerugian secara ekonomi akibat infeksi salmonella misalnya tingkat kematian ternak yang tinggi dan rendahnya pertambahan bobot badan serta efek keracunan makanan pada konsumen. Beberapa kasus mewabahnya infeksi salmonella telah dilaporkan dimana kebanyakan disebabkan oleh S. typhimurum, S. entritidis, S. anatum, S. newport, S. cerro, S. agona dan S. dublin (Veling et al., 2002). Salmonella sp. termasuk patogen dan berbahaya karena dapat menimbulkan penyakit seperti tifus, paratifus, dan salmonellosis. Kerugian yang terjadi akibat salmonellosis pada ternak antara lain berupa kematian, penurunan produksi ternak, abortus, kematian neonatal dan pengafkiran yang tercemari kuman salmonella (Winarsih et al., 2005). Bifidobacterium bifidum. Bakteri ini merupakan salah satu spesies bakteri asam laktat dari genus bifidobacteria. B. bifidum secara umum dicirikan sebagai Gram positif, tidak membentuk spora, tidak motil, anaerob, dan sakarolitik. Secara umum B. bifidum ditemukan dalam saluran pencernaan manusia dan hewan. Memiliki temperatur optimum untuk pertumbuhannya antara 36-38 0C, akan mati pada suhu 60 0C dan memiliki pH optimum antara 6,5-7,0. B. bifidum dapat tumbuh pada suhu 43-45 0C, bersifat heterofermentatif dimana rasio asam asetat dan asam laktat yang dihasilkan adalah 1,5 : 1 (Rada dan Petr, 2002). Terdapat beberapa efek menguntungkan dari B. bifidum, yaitu dapat meningkatkan metabolisme protein, meningkatkan metabolisme vitamin B1, B2, B6, B12, asam nikotinat dan asam folat, memiliki aktivitas antimikroba (antibiotiknya disebut bifidin), dapat mencegah konstipasi, mengobati penyakit liver. B. bifidum juga mampu menekan terjadinya kanker kolon (Kanbe, 1992). B. bifidum mampu menghasilkan asam asetat dan asam laktat yang cukup tinggi pada usus. Kondisi yang asam ini dapat menghambat pertumbuhan mikroba 7
enteropatogen yang mempunyai sifat sensitif terhadap asam seperti mikroba Clostridium perfringens (Hoover, 1993). Letak B. bifidum di dalam saluran pencernaan yaitu menempel pada dinding usus dan akan terjadi persaingan dengan bakteri patogen untuk dapat hidup dalam saluran pencernaan. Tingginya jumlah bakteri yang menguntungkan akan memenangkan kompetisi tersebut. Lactobacillus sp Lactobacillus adalah genus Bakteri Asam Laktat (BAL) dengan jumlah anggota terbesar yang sangat beragam karakteristik fenotip, biokimia dam fisiologisnya. Karakteristik umum bakteri ini adalah berbentuk bulat, dapat memproduksi
CO2
dari
glukosa
(dapat
bersifat
homofermentatif
dan
heterofermentatif), dapat tumbuh pada suhu 10 0C, 6,5% NaCl dan pH 4,4 namun tidak dapat tumbuh pada 18% NaCl dan pH 9,6 (Axelsson, 1998). Bakteri Asam Laktat anggota genus ini juga dapat dibedakan berdasarkan karakteristik fisiologinya, yaitu produk akhir metabolisme gula. Lactobacillus banyak menghuni saluran gastrointestinal bagian atas dan dapat mengkolonisasi permukaan mukosa usus. Jumlah Lactobacillus tergolong sangat sedikit, yaitu jarang mencapai >103/ml/g, namun jumlahnya di usus dan kolon dilaporkan mengandung 102-103 dan 104-109 per ml atau per gram secara berurutan. Lactobacillus dapat tahan terhadap asam lambung dan dapat melewatinya sehingga dapat mencapai usus halus dan kolon. Bakteri jenis ini dapat bertahan pada kondisi dengan pH 4 selama beberapa minggu in vitro (Lambert dan Hull, 1996). Daun Jarak (Jatropha curcas L.) Tanaman jarak terbagi menjadi dua yaitu tanaman jarak kepyar (Ricinus communis L.) dan tanaman jarak pagar (Jatropha curcas L.). Kedua jenis tanaman jarak ini temasuk kedalam famili Eurphorbiaceae dengan tipe daun besar dan agak pucat. Tanaman jarak pagar berasal dari Amerika dan umumnya tumbuh di daerah tropis dan subtropis. Tanaman ini tumbuh dengan cepat, kuat, dan tahan terhadap panas, lahan tandus dan berbatu (Duke, 1983).
8
Menurut Duke (1983) klasifikasi jarak pagar adalah sebagai berikut: Subdivisi
: Angiospermae
Kelas
: Dicotyledonae
Ordo
: Euphorbiaeceae
Famili
: Euphorbiaceae
Genus
: Jatropha
Spesies
: Jatropha curcas Linn.
Jarak pagar berbentuk pohon kecil atau belukar besar dengan tinggi mencapai 5 meter dan bercabang tidak teratur. Batangnya berkayu, berbentuk silinder dan bergetah. Tanaman ini mampu hidup sampai berumur lima puluh tahun dengan diperbanyak melalui biji dan stek. Dari biji yang berkecambah akan tumbuh 5 akar yaitu sebuah akar tunggang dan empat akar cabang. Sementara itu bibit yang berasal dari stek tidak mempunyai akar tunggang. Jarak pagar bisa ditanam di lahan marginal atau lahan kering. Cocok juga untuk program reboisasi atau penghijauan. Lahan marginal dan kritis biasanya kekurangan air, sementara jarak pagar tahan terhadap stres air sehingga cocok ditanam di daerah kekurangan air. Pada musim kemarau jarak pagar akan menggugurkan daunnya tetapi akarnya tetap mampu menahan air karena itu jarak pagar disebut tanaman pioner, tanaman penahan erosi dan tanaman yang dapat mengurangi kecepatan angin (Syah, 2006). Daun jarak pagar berupa daun tunggal berwarna hijau muda sampai hijau tua. Daun menjari berbentuk bundar dengan diameter 10-75 cm. Bunganya tersusun dalam suatu malai yang muncul dari ujung batang atau cabang. Panjang malai bunga antara 10-40 cm (Staubmann et al.,1997). Daun jarak mengandung senyawa kimia seperti β-sitosterol, stigmasterol, cholesterol, campesterol, dan 7-keto-β-sitosterol. Selain itu daun jarak juga mengandung flavonoid apigenin, vitexsin, dan isovitexsin (Hufford and Oguntimein, 1987). Komponen bioaktif daun jarak juga dapat berfungsi sebagai antiplasmodial pada larva nyamuk malaria Plasmodium falciparum (Kohler et al., 2002).
9
Gambar 1. Daun Jarak (Jatropha curcas L.) Jarak pagar dikenal memiliki banyak kegunaan terutama sebagai tumbuhan obat tradisional. Daun jarak yang diekstrak dengan petroleum eter mempunyai aktifitas antiinflamasi pada tikus yang terinfeksi (Stubman et al., 1997). Daun jarak yang direbus sering digunakan sebagai obat tradisional untuk mengobati sakit perut pada anak-anak dan mengobati radang tenggorokan pada orang dewasa. Daun jarak juga sering digunakan untuk fumigasi pada kandang untuk memberantas hama atau serangga (Syah, 2006). Fregbenro-Beyioku et al. (1998) menambahkan bahwa air getah yang berasal dari daun jarak yang digiling dapat menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus, Bacillus dan Micrococcus. Antibakteri Mikroorganisme dapat membahayakan karena mampu menginfeksi dan menimbulkan penyakit. Mikroorganisme dapat disingkirkan, dihambat atau dibunuh secara fisik maupun kimia. Zat antibakteri adalah zat yang dapat mengganggu pertumbuhan atau bahkan mematikan bakteri dengan cara mengganggu metabolisme mikroba tersebut (Pelezar dan Chan, 1986). Antibakteri ini hanya digunakan jika mempunyai sifat toksisitas, artinya dapat membunuh bakteri yang menyebabkan penyakit tetapi tidak beracun bagi inangnya. Berdasarkan aktivitasnya, zat antibakteri dibedakan menjadi dua jenis, yaitu yang memiliki aktivitas bakteriostatik (menghambat pertumbuhan bakteri) dan yang memiliki aktivitas bakterisidal (membunuh bakteri). Beberapa zat antibakteri bersifat bakteriostatik pada konsentrasi rendah dan bakterisidal pada konsentrasi tinggi (Schunack et al., 1990).
10
Senyawa antibakteri bekerja merusak mikroba dengan berbagai cara, yaitu merusak dinding sel, merusak membran plasma yang mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan sel atau matinya sel, mendenaturasi protein dan asam-asam nukleat, menghambat kerja enzim, menghambat sintesis asam nukleat dan protein. Banyak faktor dan keadaan yang dapat mempengaruhi kerja antibakteri, antara lain konsentrasi antibakteri, jumlah bakteri, spesies bakteri, adanya bahan organik, suhu, dan pH lingkungan (Pelezar dan Chan, 1986). Tanaman herbal memiliki zat bioaktif yang dapat menghambat jumlah bakteri patogen yang terdapat pada saluran pencernaan ayam. Hasil penelitian sebelumnya menyatakan tepung daun salam dapat menekan jumlah bakteri E. coli dalam saluran pencernaan ayam (Wiryawan, 2007). Demikian juga kunyit memiliki kandungan bisfenol yang mempunyai sifat aktif sebagai antibakteri (Dewi, 2007). Antibiotik merupakan zat kimia yang dihasilkan oleh mikroorganisme yang mempunyai daya kerja bakteriostatik dan bakterisidal terhadap mikroorganisme lain (Anggorodi, 1995). Antibiotik memiliki spektrum luas yang efektif melawan bakteri Gram positif dan bakteri Gram negatif (Leeson and Summer, 2001). Penggunaan antibiotik baik pada manusia maupun pada hewan akan menyebabkan munculnya mikroorganisme resisten, tidak hanya mikroba sebagai target antimikroba tersebut tetapi mikroorganisme lain yang memiliki habitat yang sama dengan mikroorganisme target. Kadar pemakaian antibiotik yang dianjurkan United Stated of Drugs Association (USDA) untuk ditambahkan dalam pakan ternak sebaiknya kurang dari 200 gram per ton (0,2 ppm) pakan (Hileman and Washington, 1999). Antibiotik tetrasiklin dikenal sebagai antibiotik yang mempunyai spektrum luas karena dapat digunakan untuk menghadapi infeksi berbagai jenis penyakit baik yang disebabkan oleh bakteri Gram negatif maupun Gram positif. Jordan (1994) menyatakan bahwa tetrasiklin mampu mengurangi jumlah bakteri merugikan pada dinding saluran pencernaan, sehingga pencernaan dan penyerapan zat-zat makanan dapat berlangsung dengan baik. Fitokimia Bahan Alam Kimia tumbuhan atau fitokimia adalah cabang kimia organik yang berada diantara kimia organik bahan alam dan biokimia tumbuhan, serta berkaitan erat dengan keduanya. Bidang perhatian dari fitokimia adalah keanekaragamanan 11
senyawa organik yang dibentuk dan ditimbun oleh tumbuhan, yaitu mengenai struktur kimia, biosintesis, perubahan serta metabolismenya, penyebaran secara ilmiah, dan fungsi biologisnya (Rafi, 2003). Analisa fitokimia atau uji fitokimia merupakan uji pendahuluan untuk mengetahui keberadaan senyawa kimia spesifik seperti alkaloid, senyawa fenol (termasuk flavonoid), steroid, saponin, dan terpenoid tanpa menghasilkan penapisan biologis. Uji ini sangat bermanfaat untuk memberikan informasi jenis senyawa kimia yang terdapat pada tumbuhan. Senyawa-senyawa ini merupakan metabolit sekunder yang mungkin dapat dimanfaatkan sebagai bahan obat. Analisa ini merupakan tahapan awal dalam isolasi senyawa bahan alam sehingga menjadi panduan bersamasama dengan uji aktivitas biologis senyawa tersebut (Harborne, 1987). Salah satu tujuan pengelompokan senyawa-senyawa aktif ini adalah untuk mengetahui hubungan biosintesis dan famili tumbuhan. Informasi ini sangat berguna oleh ahli sintesis kimia organik untuk memprediksi atau mengubah substituen senyawa aktif tersebut sehingga dapat lebih berkhasiat. Tanaman yang diuji fitokimianya adalah dapat berupa tanaman segar, kering yang berupa rajangan, serbuk, ekstrak atau dalam bentuk sediaan. Uji fitokimia yang dilakukan berdasarkan pada reaksi yang menghasilkan warna atau endapan. Selama bertahun-tahun uji warna sederhana dan reaksi tetes dikembangkan untuk menunjukkan adanya senyawa tertentu atau golongan tertentu karena sudah terbukti khas dan peka. Uji fitokimia masih sering digunakan dalam pencirian senyawa karena mudah dan tidak memerlukan peralatan yang rumit akan tetapi kadang tidak dapat memberikan hasil yang memuaskan (Rafi, 2003).
12
METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan di Laboratorium Biokimia, Fisiologi, dan Mikrobiologi Nutrisi, Laboratorium Terpadu, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan dan Laboratorium Kimia Analitik, Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor serta Balai Penelitian Ternak (Balitnak) Ciawi, Bogor. Penelitian dilaksanakan dari bulan Maret sampai November 2007. Materi Bahan dan Alat Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain tepung daun jarak pagar, medium Nutrien Broth (NB), bacto agar, Salmonella Shigella Agar (SSA), Eosin Metilen Blue (EMB), Bifidobacterium Selective Agar (BSA), MRS agar (media Lactobacillus sp.), akuades steril, alkohol 70%, spirtus, tissu, kapas, kain kasa steril, alumunium foil, kultur bakteri Escherichia coli, Salmonella typhimurium, Bifidobakterium bifidum dan Lactobacillus sp. Alat yang digunakan adalah tabung reaksi, tabung hungate, tabung film, rak tabung reaksi, erlenmeyer, cawan petri, pengaduk, labu spirtus, ose, korek api, labu semprot, gelas piala, pipet tetes, pipet mikro, tip, spoit, label, lap tangan, timbangan analitik, kompor gas, magnetic stirer, shaker waterbath, waterbath, laminar flow, inkubator, autoclave dan spektrofotometer. Prosedur Pembuatan Tepung Daun Jarak Daun jarak dibersihkan, lalu dilayukan (dikering anginkan) selama 48 jam kemudian di oven dengan suhu 45oC selama 6 jam. Setelah daun jarak kering lalu digiling sampai menjadi tepung daun jarak yang berukuran 60 mesh (Gambar 2). Pembuatan Media Pembuatan media Nutrient Agar (NA). Media ini digunakan untuk pertumbuhan bakteri dalam bentuk media agar miring. Media ini dibuat dengan mencampurkan Nutrient Broth (NB) sebanyak 1,3 gram dan bacto agar sebanyak 1,5
gram kemudian dilarutkan ke dalam 100 ml akuades. Larutan tersebut lalu dipanaskan dan diaduk menggunakan magnetic stirer sampai homogen kemudian dimasukkan ke dalam masing-masing tabung reaksi. Masing-masing tabung reaksi diisi dengan 5 ml larutan, kemudian tabung-tabung tersebut ditutup dengan kapas dan alumunium foil. Selanjutnya media tersebut disterilkan menggunakan autoclave pada tekanan 1,5 atm, suhu 121oC selama 15 menit. Setelah disterilkan, tabungtabung tersebut dimiringkan di atas meja, agar terbentuk agar miring dan dibiarkan selama 24 jam hingga menjadi padat. Daun Jarak segar
Dilayukan (selama 48 jam)
Dikeringkan dalam oven suhu 45 0C (selama 6 jam)
Digiling
Tepung daun jarak (60 mesh) Gambar 2. Proses Pembuatan Tepung Daun Jarak Pembuatan media selektif agar. Media ini mengandung nutrien dalam jumlah banyak yang dibutuhkan untuk pertumbuhan bakteri. Media ini dibuat dengan melarutkan masing-masing media selektif agar (Eosin Metilen Blue (EMB) 19,1 gram untuk media E.coli), (Salmonella Shigella Agar (SSA) 30,4 gram untuk media S. typhimurium), dan (MRS agar 27,72 gram untuk media Lactobacillus) ke dalam masing-masing 500 ml akuades. Khusus media Bifidobacterium Selective Agar (BSA) untuk media B. bifidum sudah dalam bentuk cair 450 ml lalu dicampurkan dengan bacto agar 10 gram kemudian dilarutkan. Masing-masing larutan tersebut lalu dipanaskan dan diaduk hingga homogen kemudian larutan tersebut dimasukkan ke dalam masing-masing tabung reaksi sebanyak 20 ml. Selanjutnya media tersebut disterilkan menggunakan autoclave pada tekanan 1,5 atm, suhu 121oC selama 15
14
menit. Setelah disterilkan media ini dituangkan ke dalam cawan petri dalam uji sumur difusi. Peremajaan Bakteri Bakteri harus diremajakan terlebih dahulu sebelum digunakan untuk uji antibakteri. Bakteri dibiakkan pada agar miring yang telah disterilkan, kemudian diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37oC. Kultur bakteri tersebut diambil sebanyak satu ose dan diinokulasikan ke tabung reaksi yang berisi 10 ml media cair NB steril. Kemudian diinkubasi pada shaker water bath selama 24 jam. Uji Sumur Difusi (Bintang, 1993) Uji sumur difusi ini dilakukan untuk mengetahui konsentrasi terbaik tepung daun jarak terhadap bakteri E. coli, S. typhimurium, B. bifidum, dan Lactobacillus sp. Uji ini merupakan uji kuantitatif dan dilakukan sebanyak 3 kali ulangan. Sebelum uji sumur difusi dilakukan, terlebih dahulu dibuat larutan tepung daun jarak atau tetrasiklin dengan melarutkan tepung daun jarak atau tetrasiklin ke dalam akuades dengan konsentrasi 0%, 2,5%, 5%, 7,5%, 10% dan 0,02% (w/v). Kultur bakteri yang telah diremajakan diambil sebanyak 50 μl menggunakan pipet mikro lalu dimasukkan ke dalam cawan petri steril. Selanjutnya media selektif agar steril 15 ml dituangkan ke dalam cawan petri, lalu dicampur merata dan dibiarkan memadat pada suhu kamar. Setelah media memadat, dibuat lubang berdiameter 0,5 cm menggunakan pangkal pipet tetes, lalu ditetesi dengan perlakuan-perlakuan (tepung daun jarak dan tetrasiklin) sebanyak 50 μl kemudian diinkubasi pada suhu 37oC selama 24 jam. Daya antibakteri masing-masing perlakuan ditunjukkan oleh diameter zona bening disekitar lubang. Uji Daya Hambat Pertumbuhan Bakteri pada Media Cair Uji daya hambat pertumbuhan bakteri pada media cair ini dilakukan untuk mengamati pola penghambatan tepung daun jarak terhadap bakteri. Uji ini dilakukan dengan mengukur OD (Optical Density) menggunakan alat spektrofotometer yang diukur setiap 2 jam sekali. OD merupakan indikasi jumlah bakteri yang terdapat dalam media cair. Biakan bakteri yang telah diremajakan diambil sebanyak 1 ose lalu dimasukkan dalam media cair NB 20 ml dan diinkubasi selama 24 jam. Suspensi
15
bakteri yang telah diinkubasi diambil sebanyak 1 ml dan dipindahkan ke dalam NB 10 ml untuk setiap tabung pada masing-masing bakteri kemudian diukur OD nya. Setelah diukur OD nya lalu ditetesi larutan tepung daun jarak masing-masing dengan konsentrasi 0%, 2,5%, 5%, 7,5% dan 10% (w/v). Sebagai kontrol akan dibandingkan dengan antibiotik tetrasiklin 0,02% (w/v). Setelah ditetesi lalu disimpan dalam shaker waterbath dan diukur OD nya kembali setiap 2 jam berikutnya selama 12 jam dan terakhir pada jam ke-24. Untuk uji daya hambat pertumbuhan bakteri ini dilakukan sebanyak 3 kali ulangan untuk masing-masing bakteri. Analisis Fitokimia Penapisan fitokimia dilakukan dengan menguji adanya golongan senyawa alkaloid, flavonoid, steroid/triterpeniod, saponin dan tanin. Prosedur pengujiannya adalah sebagai berikut (Harborne, 1987) a. Uji alkaloid Sebanyak 2 gram sampel tepung daun jarak yang akan dianalisis diekstrak dengan sedikit kloroform, kemudian ditambahkan 10 ml kloroform-amoniak, disaring. Filtrat yang diperoleh ditetesi dengan H2SO4 2M, kemudian dikocok sehingga terbentuk dua lapisan. Lapisan asam (tidak berwarna) dipipet ke dalam tabung reaksi lain, kemudian larutan dibagi tiga. Masing-masing larutan ditambahkan beberapa tetes reagen Dragendorf, Mayer dan Wagner. Uji akan positif alkaloid apabila menghasilkan endapan yang berwarna orange setelah ditambahkan reagen Dragendorf, endapan putih kekuningan setelah ditambahkan reagen Mayer dan endapan cokelat setelah ditambah reagen Wagner. b. Uji Senyawa Fenol/Flavonoid Sebanyak 2 gram sampel tepung daun jarak diekstrak dengan beberapa ml (terendam) metanol kemudian dipanaskan sampai mendidih lalu disaring. Kemudian filtrat dibagi 2 pada bagian pertama ditambahkan NaOH 10% dan pada bagian kedua ditambahkan H2SO4 pekat. Bila dengan penambahan NaOH 10% menghasilkan warna merah berarti positif adanya senyawa fenol hidrokuinon.
16
c. Uji Triterpenoid atau Steroid Sebanyak 2 gram tepung daun jarak ditambahkan 25 ml etanol lalu dipanaskan dan disaring. Filtrat diuapkan lalu ditambahkan eter. Lapisan eter dipipet dan diuji pada spot plate. Jika ditambahkan pereaksi Lieberman Buchard sebanyak 3 tetes dan terbentuk warna merah/ungu, positif mengandung triterpenoid. Jika terbentuk warna hijau, maka positif mengandung steroid. d. Uji Saponin dan Tanin Sebanyak 2-4 gram sampel tepung daun jarak diekstrak dengan aquades panas kemudin dipanaskan sampai mendidih, dan disaring. Filtrat dibagi dua kemudian dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Bagian pertama untuk uji saponin, larutan dibiarkan dulu agak dingin, kemudian dikocok secara vertikal. Bila timbul busa yang stabil setinggi kurang lebih 1 cm selama 10 menit menandakan positif adanya saponin. Pada tabung reaksi kedua filtrat ditambahkan FeCl3 1% bila menghasilkan warna biru atau hitam kehijauan, menandakan positif adanya tanin. Rancangan Percobaan Rancangan percobaan yang digunakan untuk uji daya hambat pertumbuhan bakteri pada media cair dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola faktorial 4x6 dengan faktor perlakuan utama adalah lama inkubasi (0, 2, 4 dan 6 jam) dan faktor perlakuan kedua adalah bahan antimikroba (konsentrasi larutan tepung daun jarak 0%, 2,5%, 5%, 7,5%, 10% dan tetrasiklin 0,02% (w/v)) masingmasing dengan 3 ulangan. Model matematik dari rancangan tersebut adalah sebagai berikut (Steel dan Torrie, 1991) : Yijk = µ + άi + βj + άβij + Єijk Keterangan Yijk
:
= Nilai pengamatan pada faktor perlakuan A (lama inkubasi) ke-i dan faktor perlakuan B (bahan antimikroba) ke-j dan ulangan ke-k
µ
= Nilai tengah pengamatan
άi
= Pengaruh lama inkubasi ke-i
βj
= Pengaruh bahan antimikroba ke-j
άβij
= Pengaruh interaksi antara lama inkubasi ke-i dan bahan antimikroba
17
ke-j Єijk
= Pengaruh galat lama inkubasi ke-i, bahan antimikroba ke-j dan ulangan ke-k Analisis Data Data yang diperoleh dianalisis menggunakan sidik ragam (ANOVA) menurut
Steel dan Torrie (1991) dan jika memberikan hasil yang berbeda maka dilanjutkan dengan uji Kontras ortogonal untuk melihat perbedaan antar perlakuan, sedangkan untuk uji sumur difusi dianalisis secara kuantitatif deskriptif.
18
HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Fitokimia Hasil pengujian menunjukkan bahwa tepung daun jarak secara kualitatif mengandung alkaloid, saponin, tanin, fenolik, flavonoid dan triterpenoid sedangkan secara kuantitatif menunjukkan tepung daun jarak mengandung saponin sebesar 1,12% dan tanin sebesar 4,63% (Tabel 2). Hasil uji fitokimia secara kualitatif ini tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian Fitriana (2008) yang menggunakan ekstrak daun jarak. Pada penelitian Fitriana (2008) ekstrak daun jarak dengan pelarut air mengandung senyawa alkaloid, saponin, tanin, fenolik, flavonoid, triterpenoid dan glikosida, sedangkan tepung daun jarak tidak mengandung steroid dan glikosida. Ekstrak daun jarak dengan pelarut metanol juga menunjukkan hasil yang tidak berbeda dengan pelarut air. Senyawa metabolit sekunder yang diduga memiliki aktivitas antibakteri dari tepung daun jarak adalah alkaloid, saponin, tanin, fenolik, flavonoid dan triterpenoid. Saponin dan tanin diduga memiliki aktivitas antibakteri paling besar dalam menghambat pertumbuhan bakteri. Hasil penelitian Sugiharti (2007), menunjukkan bahwa ekstrak daun sirih merah memiliki kandungan alkaloid, steroid dan tanin yang mempunyai sifat aktif sebagai antibakteri. Tabel 2. Hasil Analisis Fitokimia Tepung Daun Jarak Golongan Senyawa Alkaloid Saponin Tanin Fenolik Flavonoid Triterpenoid Keterangan:
Hasil Kualitatif**
Hasil Kuantitatif*
+++ ++++ ++++ + +++ +
1,12% 4,63% -
* : Hasil analisa di Balai Penelitian Ternak, Ciawi (2007). **: + : positif lemah ++ : positif +++ : positif kuat ++++ : positif kuat sekali
Menurut Pelezar dan Chan (1986) senyawa yang bersifat sebagai antimikroba antara lain adalah alkohol, fenolik, klor, iodium, dan etilen oksida. Flavonoid, senyawa fenolik hidrokuinon, dan tanin termasuk golongan senyawa fenol. Ketiga
senyawa ini bersifat sebagai antibakteri. Flavonoid, fenolik hidrokuinon, lignin, melanin, dan tanin termasuk dalam senyawa fenol. Semua senyawa fenol berupa senyawa aromatik sehingga menunjukkan serapan yang kuat di daerah ultra violet. Alkaloid menurut Harborne (1987) merupakan senyawa yang mengandung satu atau lebih atom nitrogen, biasanya dalam bentuk gabungan sebagai bagian dari sistem siklik. Menurut Karou et al. (2006) senyawa alkaloid dapat menghambat pertumbuhan bakteri Gram positif dan Gram negatif, namun mekanisme penghambatan senyawa alkaloid terhadap bakteri belum jelas. Senyawa alkaloid menyebabkan lisis sel dan perubahan morfologi bakteri. Saponin merupakan senyawa aktif permukaan yang kuat yang menimbulkan busa jika dikocok dalam air dan pada konsentrasi yang rendah sering menyebabkan hemolisis sel darah merah. Saponin termasuk salah satu senyawa sterolin atau glikosida sterol berdasarkan ketidaklarutannya dalam air dan tidak beracun terhadap hewan. Saponin berfungsi sebagai antimikroba dan bahan baku untuk sintesis hormon steroid yang digunakan dalam bidang kesehatan karena dapat menghambat dehidrogenase jalur prostagladin dan steroid anak ginjal (Robinson, 1995). Tanin berasa sepat dan banyak terdapat pada tumbuhan hijau. Mekanisme penghambatan tanin terhadap bakteri menurut Brannen dan Davidson (1993) adalah dengan cara bereaksi dengan membran sel, inaktivasi enzim-enzim esensial, dan destruksi atau inaktivasi fungsi material genetik. Tanin merupakan senyawa polifenolik dengan bobot molekul yang tinggi dan mempunyai kemampuan mengikat protein. Tanin terdiri atas katekin, leukoantosianin dan asam hidroksi yang masingmasing dapat menimbulkan warna bila bereaksi dengan ion logam.Tanin disebut juga asam tanat dan asam galotanat. Tanin terdiri atas dua kelompok, yaitu condensed tannin (tanin padat) dan hydrolizable tannin (tanin yang dapat dihidrolisis) (Widodo, 2002). Senyawa fenolik merupakan senyawa yang penting karena merupakan kelas besar diantara senyawa-senyawa penyusun tanaman. Mekanisme antimikroba senyawa fenolik adalah dengan mengganggu kerja di dalam membran sitoplasma mikroba, termasuk diantaranya mengganggu transpor aktif dan kekuatan proton (Harborne, 1987).
20
Menurut Robinson (1995), flavonoid terdapat pada seluruh tumbuhan mulai dari fungus sampai angiospermae. Flavonoid merupakan komponen aktif tumbuhan yang digunakan sebagai obat tradisional. Flavonoid dapat bertindak sebagai antimikroba dan antivirus serta sebagai penampung yang baik bagi radikal hidroksi dan superoksida, sehingga dapat melindungi membran lipid terhadap reaksi yang merusaknya. Flavonoid dapat merugikan yaitu bersifat mutagen dan jenis isoflavon dapat merangsang pembentukan estrogen pada mamalia. Terpenoid merupakan senyawa besar yang terkandung dalam tumbuhan. Penggolongan terpenoid didasarkan pada adanya molekul isopren. Secara kimiawi, terpenoid bersifat larut dalam lemak dan terdapat dalam sel tumbuhan (Suradikusumah, 1989). Terpenoid merupakan zat pengatur pertumbuhan tanaman. Salah satu golongan terpenoid yang berpotensi sebagai antimikroba adalah triterpenoid. Triterpenoid (C30) tersebar luas dalam damar, gabus dan kitin tumbuhtumbuhan. Triterpenoid termasuk senyawa yang merupakan komponen aktif dalam obat. Senyawa ini banyak digunakan untuk menyembuhkan penyakit gangguan kulit. Triterpenoid memiliki sifat antijamur, insektisida, antibakteri dan antivirus (Robinson, 1995). Uji Sumur Difusi Hasil uji sumur difusi (Tabel 3) menunjukkan bahwa tepung daun jarak dengan konsentrasi 10% (w/v) dapat menghambat bakteri S. typhimurium dengan zona hambat 6,8 mm, tetapi tidak dapat menghambat bakteri E. coli, B. bifidum dan Lactobacillus sp. Sementara itu, tetrasiklin dengan konsentrasi 0,02% (w/v) dapat menghambat bakteri S. typhimurium dan B. bifidum dengan zona hambat masingmasing 14 mm dan 10,5 mm. Zona hambat pada pemberian tepung daun jarak 10% menunjukkan adanya daya antibakteri yang dimiliki daun jarak. Pada konsentrasi tepung daun jarak lainnya (2,5%, 5% dan 7,5%) tidak terdapat zona hambat pada semua bakteri uji. Menurut Pelezar dan Chan (1986), komponen yang memiliki aktivitas antibakteri adalah komponen senyawa fenolik, alkaloid, terpenoid dan glikosida diantaranya tanin dan saponin.
21
Tabel 3. Diameter Penghambatan Antibakteri Tepung Daun Jarak Menggunakan Metode Sumur Difusi Konsentrasi Tepung Daun Jarak Bakteri
2,5%
5%
7,5%
10%
Tetrasiklin
Salmonella typhimurium
-
-
-
6,8 mm
14 mm
Escherichia coli
-
-
-
-
-
Bifidobacterium bifidum
-
-
-
-
10,5 mm
Lactobacillus sp
-
-
-
-
-
Hal ini kemungkinan konsentrasi yang digunakan belum mampu untuk menghambat pertumbuhan bakteri (Fardiaz, 1992). Adanya zona hambat pada sampel uji mengindikasikan bahwa tepung daun jarak mengandung senyawa aktif. Tepung dengan konsentrasi yang tinggi mengandung senyawa aktif dengan kadar yang tinggi pula, sehingga lebih besar daya hambatnya terhadap bakteri dibandingkan tepung dengan konsentrasi rendah. Selain itu, tidak adanya penghambatan pada bakteri E. coli dan Lactobacillus sp. baik pada perlakuan tepung daun jarak dan tetrasiklin disebabkan tidak ada bakteri yang tumbuh pada media tersebut. Hal ini kemungkinan disebabkan kondisi media dan kondisi inkubasi (pH, suhu dan waktu) yang kurang sesuai untuk pertumbuhan bakteri. Banyak faktor yang mempengaruhi ukuran daerah penghambatan yaitu sensitivitas organisme, medium kultur, kondisi inkubasi (suhu, waktu dan pH), kecepatan zat berdifusi dalam agar, konsentrasi mikroorganisme, komposisi media (Schlegel dan Schmidt, 1994). Berdasarkan tahapan pengujian yang telah dilakukan terlihat adanya perbedaan diameter hambatan. Perbedaan besar diameter hambatan ini dapat disebabkan adanya perbedaan kecepatan fraksi-fraksi berdifusi ke medium agar. Faktor lain yang menyebabkan perbedaan diameter hambatan dari fraksi-fraksi tersebut adalah perbedaan konsentrasi senyawa aktif yang terdapat pada fraksi-fraksi tersebut. Hal ini sesuai dengan pendapat Prescott (2005), bahwa ukuran dari zona hambat dipengaruhi oleh tingkat sensitifitas dari organisme uji, medium kultur dan kondisi inkubasi, kecepatan difusi dari senyawa antibakteri dan konsentrasi senyawa antibakteri. Zona hambat yang kecil menunjukkan adanya aktifitas antibakteri yang
22
lebih rendah, sedangkan zona hambat yang besar menunjukkan semakin besar aktifitas antibakterinya (Pelezer dan Chan, 1986). Pengukuran adanya kekuatan antibiotik terhadap bakteri menurut Suryawiria (1978) digunakan metode dari Davis Stout dengan ketentuan : sangat kuat (daerah hambat 20 mm atau lebih), kuat (daerah hambat 10-20 mm), sedang (daerah hambat (5-10 mm) dan lemah (daerah hambat <5 mm). Tetrasiklin digunakan sebagai pembanding karena merupakan jenis antibiotik yang sering digunakan dan memiliki spektrum luas, yaitu dapat menghambat pertumbuhan bakteri Gram positif dan Gram negatif (Leeson and Summer, 2001). Dapat disimpulkan bahwa kekuatan antibakteri yang dimiliki oleh tepung daun jarak bersifat sedang karena zona hambatnya 5-10 mm, sedangkan dengan tetrasiklin kekuatan antibakterinya kuat (daerah hambat 1020 mm). Uji Daya Hambat Pertumbuhan Bakteri pada Media Cair Hasil pengamatan menunjukkan bahwa konsentrasi tepung daun jarak dan tetrasiklin yang digunakan menunjukkan pola pertumbuhan bakteri yang tidak konsisten selama 12 jam. Pengamatan pola pertumbuhan bakteri hanya dilakukan selama 6 jam karena setelah 6 jam, nilai OD relatif stabil. Nilai OD ini sebanding dengan pertumbuhan bakteri dimana semakin tinggi nilai ODnya maka semakin tinggi juga jumlah bakteri yang terdapat dalam media. Senyawa antibakteri yang terkandung dalam daun jarak akan menghambat pertumbuhan bakteri patogen yang ditunjukkan dengan nilai OD yang semakin kecil. Pola Penghambatan pada Escherichia coli Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa lama inkubasi (jam) (faktor A) mempunyai pengaruh sangat nyata pada pertumbuhan E. coli (P<0,01) (Tabel 4). Hasil uji Kontras ortogonal pada lama inkubasi 0 jam menunjukkan rataan delta nilai OD terendah pada perlakuan tepung daun jarak 0%, sedangkan pada lama inkubasi 2, 4 dan 6 jam rataan delta nilai OD terendah ditunjukkan pada perlakuan tetrasiklin. Hal ini diduga pada lama inkubasi 0 jam, daya antibakteri yang terdapat pada bahan antimikroba belum bekerja. Waktu inkubasi mempengaruhi kerja antibakteri yang terdapat pada bahan antimikroba (Fardiaz, 1992).
23
Delta nilai OD adalah selisih nilai OD akhir dan awal yang menunjukkan pola pertumbuhan dari bakteri. Semakin kecil delta nilai OD, maka semakin besar aktivitas penghambatan bahan antimikroba terhadap bakteri. Tabel 4. Rataan Delta Nilai OD untuk Pertumbuhan Escherichia coli Bahan Antimikroba A1 (0) B1(0% TDJ) 0,03A B2 (2,5% TDJ) 0,06A B3 (5% TDJ) 0,07B B4 (7,5% TDJ) 0,11B B5 (10% TDJ) 0,08B B6 (Tetrasiklin 0,06B 0,02%) Rataan 0,07B±0,04
Lama Inkubasi (jam) A2 (2) A3(4) A4 (6) 0,20C 0,03A 0,03A 0,14C 0,03A 0,06A C A 0,15 0,03 0,03A C A 0,15 0,03 0,01A 0,16C 0,02A 0,03A
Rataan 0,074B±0,08 0,070B±0,06 0,071B±0,06 0,077B±0,06 0,074B±0,06
-0,01A
0,01A
-0,03A
0,008A±0,04
0,13C±0,07
0,02A±0,01
0,02A±0,03
Keterangan : Superskrip dengan huruf kapital menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01) TDJ = Tepung Daun Jarak
Selain itu, hasil sidik ragam juga menunjukkan bahwa bahan antimikroba (faktor B) mempunyai pengaruh sangat nyata (P<0,01) menghambat pertumbuhan E. coli. Hasil uji Kontras ortogonal pada perlakuan tepung daun jarak 0% (tanpa pemberian bahan antimikroba) menunjukkan tidak ada perbedaan penghambatan selama inkubasi. Pada perlakuan tepung daun jarak 2,5%, 5% dan 10%, penghambatan terbesar terhadap E. coli terjadi setelah 4 jam inkubasi yang ditunjukkan dengan rataan delta nilai OD terendah. Sedangkan pada perlakuan tepung daun jarak 7,5% dan tetrasiklin, penghambatan terbesar terjadi setelah 6 jam inkubasi. Dari kelima perlakuan tepung daun jarak, pada perlakuan tepung daun jarak 7,5% menunjukkan aktivitas yang sama pada tetrasiklin yaitu pertumbuhan bakteri E. coli yang semakin dihambat setelah 4 jam inkubasi. Hal ini menunjukkan senyawa antibakteri yang terdapat pada tepung daun jarak 7,5% dapat menghambat bakteri E. coli lebih baik dari yang lain. Hasil sidik ragam interaksi antara faktor A dan B menunjukkan hasil yang sangat nyata (P<0,01) terhadap pertumbuhan E. coli. Perlakuan tepung daun jarak yang dapat menghambat pertumbuhan E. coli paling kuat adalah tepung daun jarak 7,5% setelah 6 jam inkubasi. Pola pertumbuhan bakteri E. coli dengan pemberian tepung daun jarak 7,5% mempunyai pola yang sama dengan tetrasiklin sehingga tepung daun jarak 7,5% dapat digunakan untuk menghambat pertumbuhan bakteri E.
24
coli. Pola pertumbuhan bakteri E. coli dengan pemberian bahan antimikroba disajikan pada Gambar 3. 0.25 0.20 0.15 0.10 0.05 0.00 -0.05
0
2
4
6
Lama Inkubasi (jam) 0%
2.50%
5%
7.50%
10%
Tetrasiklin
Gambar 3. Pengaruh Waktu Inkubasi dan Bahan Antimikroba terhadap Pertumbuhan Escherichia coli Pola Penghambatan pada Salmonella typhimurium Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa lama inkubasi (jam) (faktor A) mempunyai pengaruh sangat nyata pada pertumbuhan S. typhimurium (P<0,01) (Tabel 5). Hasil uji Kontras ortogonal pada lama inkubasi 0 jam menunjukkan rataan delta nilai OD terendah pada perlakuan tepung daun jarak 2,5% dan tetrasiklin. Pada lama inkubasi 2 jam, rataan delta nilai OD terendah ditunjukkan pada perlakuan tetrasiklin. Pada lama inkubasi 4 jam, rataan delta nilai OD terendah ditunjukkan pada perlakuan tepung daun jarak 7,5% dan pada lama inkubasi 6 jam, rataan delta nilai OD terendah ditunjukkan pada perlakuan tepung daun jarak 10% dan tetrasiklin. Sementara itu, hasil sidik ragam menunjukkan bahwa bahan antimikroba (faktor B) tidak memberikan pengaruh dalam menghambat pertumbuhan S. typhimurium. Sedangkan hasil sidik ragam interaksi antara faktor A dan B menunjukkan hasil yang nyata (P<0,05) terhadap pertumbuhan S. typhimurium. Hasil uji Kontras ortogonal menunjukkan interaksi antara faktor A dan B terhadap pertumbuhan S. typhimurium berbeda nyata.
25
Tabel 5. Rataan Delta Nilai OD untuk Pertumbuhan Salmonella typhimurium Bahan Lama Inkubasi (jam) Antimikroba A1 (0) A2 (2) A3(4) A4 (6) Rataan a b b a B1(0% TDJ) 0,05 0,14 0,06 0,02 0,06±0,05 B2 (2,5% TDJ) 0,02a 0,16b 0,03a 0,04a 0,06±0,06 a b a a B3 (5% TDJ) 0,05 0,15 0,04 0,03 0,06±0,05 B4 (7,5% TDJ) 0,07b 0,17b 0,02a 0,02a 0,07±0,07 a b b a B5 (10% TDJ) 0,03 0,13 0,07 0,01 0,06±0,05 B6 (Tetrasiklin 0,02a 0,08b 0,01a 0,03±0,08 0,02a 0,02%) Rataan 0,04A±0,03 0,13B±0,05 0,05A±0,06 0,02A±0,02 Keterangan : Superskrip dengan huruf kapital menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01) Superskrip dengan huruf kecil menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05) TDJ = Tepung Daun Jarak
Penghambatan terbesar terhadap bakteri S. typhimurium terdapat pada perlakuan tepung daun jarak 10% dan tetrasiklin setelah 6 jam inkubasi. Hal ini menunjukkan daya kerja senyawa antibakteri yang terdapat dalam tepung daun jarak 10% sama dengan antibiotik tetrasiklin 0,02%. Hal ini juga ditunjukkan dengan pola pertumbuhan bakteri yang sama (Gambar 4). Perlakuan tepung daun jarak yang dapat menghambat pertumbuhan S. typhimurium paling kuat adalah tepung daun jarak 10%. Hal ini berarti tepung daun jarak 10% dapat digunakan untuk menghambat pertumbuhan S. typhimurium.
0.20 0.15 0.10 0.05 0.00 -0.05
0
2
4
6
Lama Inkubasi (jam) 0% 7.50%
2.50% 10%
5% Tetrasiklin
Gambar 4. Pengaruh Waktu Inkubasi dan Bahan Antimikroba terhadap Pertumbuhan Salmonella typhimurium
26
Pola Penghambatan pada Bifidobacterium bifidum Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa lama inkubasi (jam) (faktor A) mempunyai pengaruh sangat nyata pada pertumbuhan B. bifidum (P<0,01) (Tabel 6). Hasil uji Kontras ortogonal pada lama inkubasi 0, 2 dan 4 jam menunjukkan rataan delta nilai OD terendah pada perlakuan tetrasiklin. Sedangkan setelah 6 jam inkubasi, rataan delta nilai OD terendah ditunjukkan pada perlakuan tepung daun jarak 0% (tanpa pemberian bahan antimikroba). Hal ini menunjukkan perlakuan tepung daun jarak kurang menghambat pertumbuhan bakteri B. bifidum. Tabel 6. Rataan Delta Nilai OD untuk Pertumbuhan Bifidobacterium bifidum Bahan Lama Inkubasi (jam) Antimikroba A1 (0) A2 (2) A3(4) A4 (6) Rataan B1(0% TDJ) 0,005 0,116 0,106 0,050 0,07±0,09 B2 (2,5% TDJ) 0,001 0,168 0,125 0,070 0,09±0,17 B3 (5% TDJ) 0,009 0,166 0,071 0,167 0,10±0,11 B4 (7,5% TDJ) 0,034 0,149 0,089 0,199 0,12±0,09 B5 (10% TDJ) 0,055 0,237 0,090 0,166 0,14±0,15 B6 (Tetrasiklin -0,003 0,071 -0,019 0,093 0,04±0,08 0,02%) Rataan 0,02A±0,03 0,15A±0,11 0,08A±0,12 0,12A±0,15 Keterangan : Superskrip dengan huruf kapital menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01) TDJ = Tepung Daun Jarak
Sementara itu, hasil sidik ragam menunjukkan bahwa bahan antimikroba (faktor B) tidak memberikan pengaruh dalam menghambat pertumbuhan B. bifidum. Demikian juga tidak adanya interaksi antara faktor A dan B terhadap pertumbuhan B. bifidum. Pola pertumbuhan bakteri B. bifidum dengan pemberian bahan antimikroba menunjukkan bahwa pemberian tepung daun jarak 10% memiliki penghambatan terkecil dibandingkan dengan tepung daun jarak 7,5% (Gambar 5). Hal ini menunjukkan tepung daun jarak 10% lebih baik digunakan karena kurang menghambat pertumbuhan bakteri menguntungkan seperti bakteri B. bifidum.
27
0.25 0.20 0.15 0.10 0.05 0.00 -0.05
0
2
4
6
Lama Inkubasi (jam) 0% 7.50%
2.50% 10%
5% Tetrasiklin
Gambar 5. Pengaruh Waktu Inkubasi dan Bahan Antimikroba terhadap Pertumbuhan Bifidobacterium bifidum Pola Penghambatan pada Lactobacillus sp. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa lama inkubasi (jam) (faktor A) mempunyai pengaruh sangat nyata pada pertumbuhan Lactobacillus sp. (P<0,01) (Tabel 7). Hasil uji Kontras ortogonal pada lama inkubasi 0, 2, 4 dan 6 jam menunjukkan rataan delta nilai OD terendah pada perlakuan tetrasiklin. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian tepung daun jarak kurang menghambat pertumbuhan bakteri Lactobacillus sp. Tabel 7. Rataan Delta Nilai OD untuk Pertumbuhan Lactobacillus sp. Bahan Lama Inkubasi (jam) Antimikroba A1 (0) A2 (2) A3(4) A4 (6) Rataan B1(0% TDJ) 0,022 0,109 0,061 0,171 0,09±0,09 B2 (2,5% TDJ) 0,009 0,253 0,067 0,017 0,09±0,13 B3 (5% TDJ) 0,004 0,216 0,072 0,149 0,11±0,14 B4 (7,5% TDJ) 0,008 0,213 0,110 0,032 0,09±0,09 B5 (10% TDJ) 0,030 0,292 0,120 -0,017 0,11±0,15 B6 (Tetrasiklin -0,012 0,089 0,036 -0,109 0,001±0,14 0,02%) Rataan 0,01A±0,03 0,19B±0,10 0,08A±0,09 0,04A±0,17 Keterangan : Superskrip dengan huruf besar menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01) TDJ = Tepung Daun Jarak
28
Sementara itu, hasil sidik ragam menunjukkan bahwa bahan antimikroba (faktor B) tidak memberikan pengaruh dalam menghambat pertumbuhan Lactobacillus sp. Demikian juga tidak adanya interaksi antara faktor A dan B terhadap pertumbuhan Lactobacillus sp. Pola pertumbuhan bakteri Lactobacillus sp. dengan pemberian bahan antimikroba menunjukkan perlakuan tepung daun jarak 10% memiliki penghambatan terkecil dibandingkan tepung daun jarak 7,5% (Gambar 6). Hal ini menunjukkan tepung daun jarak 10% lebih baik digunakan karena kurang menghambat pertumbuhan bakteri menguntungkan seperti bakteri Lactobacillus sp.
0.40 0.30 0.20 0.10 0.00 -0.10
0
-0.20
2
4
6
Lama Inkubasi (jam) 0% 7.50%
2.50% 10%
5% Tetrasiklin
Gambar 6. Pengaruh Waktu Inkubasi dan Bahan Antimikroba terhadap Pertumbuhan Lactobacillus sp. Tepung daun jarak dengan konsentrasi 7,5% paling besar menghambat pertumbuhan E. coli dan konsentrasi 10% paling besar menghambat pertumbuhan S. typhimurium. Daya hambat pada konsentrasi 10% untuk S. typhimurium sama dengan tetrasiklin. Hal ini dikarenakan daun jarak mengandung tanin dan saponin sebagai senyawa antibakteri. Santoso dan Sartini (2001) melaporkan hasil penelitiannya bahwa ransum yang mengandung tepung daun katuk sebesar 1, 2 dan 3% sangat nyata menurunkan populasi bakteri E. coli dan Salmonella sp. Hal ini karena daun katuk mengandung zat anti nutrisi saponin sama seperti yang terkandung dalam tepung daun jarak.
29
Senyawa saponin merupakan zat yang dapat meningkatkan permeabilitas membran sehingga terjadi hemolisis sel. Apabila saponin berinteraksi dengan sel bakteri maka dinding sel bakteri tersebut akan pecah atau lisis, sedangkan tanin dalam konsentrasi yang rendah mampu menghambat pertumbuhan bakteri. Namun demikian pada konsentrasi tinggi tanin bekerja sebagai antibakteri dengan mengkoagulasi protoplasma bakteri karena terbentuk ikatan yang stabil dengan protein bakteri (Robinson, 1995; Wiryawan et al., 2000; Makkar, 2003). Pemberian tepung daun jarak pada konsentrasi 7,5% selain menghambat pertumbuhan bakteri patogen juga ikut menghambat pertumbuhan bakteri non patogen (Gambar 5 dan 6). Pada konsentrasi ini, daya antibakteri tepung daun jarak terhadap pertumbuhan bakteri sama dengan antibiotik tetrasiklin. Menurut Leeson and Summer (2001) antibiotik tetrasiklin memiliki spektrum luas yang efektif melawan bakteri Gram positif dan bakteri Gram negatif. Pemberian tepung daun jarak pada konsentrasi 2,5%, 5%, 7,5% dan 10% dapat menghambat pertumbuhan bakteri non patogen. Namun demikian, tingkat penghambatannya masih lebih rendah dibanding tetrasiklin. Hal ini menunjukkan bahwa pemakaian tepung daun jarak sebagai antibakteri patogen masih lebih baik dibanding antibiotik karena tidak terlalu mengganggu pertumbuhan bakteri menguntungkan. Konsentrasi tepung daun jarak 7,5% dan 10% memberikan hasil yang lebih baik dalam menghambat pertumbuhan bakteri patogen. Penghambatan pertumbuhan bakteri patogen pada konsentrasi 7,5% ikut menghambat pertumbuhan bakteri non patogen. Sementara itu, penggunaan tepung daun jarak pada konsentrasi 10% kurang menghambat pertumbuhan bakteri non patogen dibandingkan antibiotik, sehingga penggunaan tepung daun jarak pada konsentrasi 10% lebih baik dan lebih efektif dari 7,5%. Bakteri non patogen kurang dihambat pada pemberian tepung daun jarak konsentrasi 10% sehingga diharapkan akan terjadi keseimbangan bakteri atau mikroflora usus pada ayam. Hal ini dapat membantu pencernaan secara optimal, sekresi beberapa vitamin salah satunya vitamin K dan meningkatkan efisiensi pakan. Pada mikroflora usus, keseimbangan terjadi jika populasi bakteri non patogen sama
30
atau lebih tinggi dari bakteri patogen karena mekanisme kerja bakteri non patogen sendiri dapat menghambat bakteri patogen. Masing-masing bahan antimikroba mempunyai waktu penghambatan optimum berbeda-beda diduga karena kandungan dan sistem kerja dari senyawa antibakteri yang terdapat dalam bahan antimikroba berbeda-beda. Fardiaz (1992) mengemukakan bahwa kecepatan dan efisiensi kerusakan bakteri oleh senyawa antibakteri dipengaruhi oleh suhu, pH, waktu, konsentrasi dan adanya komponen organik lainnya. Senyawa organik lain dapat menurunkan aktivitas zat antibakteri dengan cara menginaktifkan dan mengganggu kontak antara zat antibakteri dengan sel bakteri, sehingga dapat melindungi bakteri dari zat antibakteri. Hal ini disebabkan tumbuhan obat masih mengandung bahan organik lain selain antibakteri, sehingga memerlukan tahap pemurnian lebih lanjut agar diperoleh ekstrak murni yang hanya mengandung senyawa antibakteri.
31
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Hasil kualitatif analisis fitokimia menunjukkan bahwa tepung daun jarak mengandung senyawa diantaranya : alkaloid, saponin, tanin, fenolik, flavonoid dan triterpenoid sedangkan hasil kuantitatif menunjukkan tepung daun jarak mengandung tanin sebesar 4,63% dan saponin sebesar 1,12%. Konsentrasi tepung daun jarak paling baik dari perlakuan yang dapat digunakan untuk menghambat pertumbuhan bakteri patogen (E. coli dan S. typhimurium) secara in vitro adalah konsentrasi tepung daun jarak 10%. Kandungan kimia yang diduga bersifat antibakteri dalam tepung daun jarak adalah saponin dan tanin. Saran Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai konsentrasi penggunaan tepung daun jarak dan perlu dilakukannya ekstraksi sehingga diperoleh hasil yang maksimum.
UCAPAN TERIMA KASIH Assalamualaikum wr wb Alhamdulillahirabil’alamin. Puji dan Syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT dengan karunia dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada Dr. Ir. Komang G. Wiryawan selaku dosen pembimbing akademik dan skripsi, Sri Suharti, SPt., MSi. sebagai pembimbing skripsi yang telah memberikan waktu, arahan, bimbingan, kritik dan sarannya serta motivasi yang diberikan selama kegiatan akademis, penelitian dan penulisan skripsi ini. Selain itu ucapan terimakasih disampaikan kepada Ir. Dwi Margi Suci, MS. dan Prof. Dr. Ir. Hj. Iman Rahayu H. S., MS. yang telah menguji, mengkritik, dan memberikan sumbangan pemikiran serta masukan dalam penulisan skripsi ini, kepada Dr. Ir. Dewi Apri Astuti sebagai pembimbing PKM. Rasa hormat dan terimakasih penulis ucapkan kepada Ayahanda Muhammad Rapi dan Ibunda Sofiyati tercinta yang telah mendidik, membimbing dan membesarkan dengan penuh kasih sayang, memberikan doa, semangat, dukungan moril dan materil dengan tulus ikhlas. Terimakasih untuk adik-adikku (Ayu, Tyo, Anggi dan Reza) dan keluarga besar di Jakarta atas doa dan dukungan yang tak ternilai. Terima kasih untuk mein lieb atas perhatian, dukungan, dan kasih sayangmu yang senantiasa menemani penulis. Terimakasih penulis sampaikan kepada teman sepenelitian Devi, Indri dan Eva atas kerjasama, kekeluargaan dan kesabarannya selama penelitian. Terimakasih kepada Fitri, Linda, Lisna, Abang, Sari, Tefi, Akbar atas doa, persahabatan, kasih sayang dan semangat yang tak ternilai, seluruh teman-teman INMT khususnya INMT’41, Zee, Siska, Imel, Koko, Ndez, Ucup, Abang, Arif, Rangga, Julian, Aan, Edo, Mas Zur, Joko, Aryono, Galih, Acil dan Lina (INMT’42), Mas Mul, Mas Lanang, Camay, Yeni, teman-teman di Wisma Fairus serta teman-teman lainnya yang tidak bisa disebutkan satu per satu atas bantuan, persahabatan dan semangatnya. Semoga skripsi ini bermanfaat. Bogor, Mei 2008 Penulis
DAFTAR PUSTAKA Amrullah, I. K. 2004. Nutrisi Ayam Broiler. Cetakan ke-2. Lembaga Satu Gunungbudi. Bogor. Anggorodi, R. 1995. Ilmu Makanan Ternak Umum. Penerbit Gramedia. Jakarta. Apajalahti, J., A. Kettunen and H. Graham. 2004. Characteristic of the gastrointestinal microbial communities with special reference to the chicken. J. Poultry Sci. 60 : 223-232. Axelsson, L. 1998. Lactic Acid Bacteria: Classification and Physiology. In: Salminen, S. dan A. von Wright. (Ed.). Lactic Acid Bacteria: Microbiology and Functional Aspects. 2nd Ed. Revised and Expanded. Marcell Dekker Inc. New York. Bintang, M. 1993. Studi antimikroba dari Streptococcus lactis BCC2259. Disertasi. Institut Teknologi Bandung, Bandung. Brannen, L. A. and P. M. Davidson. 1993. Antimicrobials in Food. Marcel Dekker. New York Dewi, F. K. 2007. Performa, persentase karkas dan lemak abdominal ayam broiler pada kondisi cekaman panas dengan ransum mengandung tepung kunyit dan daun pepaya. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Duke, J. A. 1983. Handbook of Energy Crops. Unpublhished. Fardiaz, S. 1992. Mikrobiologi Pangan 1. Penerbit: Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Fitriana, S. 2008. Penapisan fitokimia dan uji aktivitas anthelmintik ekstrak daun jarak (Jatropha curcas L.) terhadap cacing Ascaridia galli secara in vitro. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Fragbenro-Beyioku A. F., W. A. Ovibo and B. C. Anuforom. 1998. Desinfectant / antiparasitic activities of Jatropha curcas . J. East Afr Med. 75 (9): 508-511.
Garigga, M., M. Pascual, J. M. Monfort and M. Hugas. 1998. Selection of lactobacilli for chicken probiotic adjuntcs. J. App Microbiology. 84: 125-132. Harborne. 1987. Metode Fitokimia, Penuntun Cara Modern Menganalisis Tumbuhan. Terjemahan: K. Padmawinata dan I. Sudiro. Institut Teknologi Bandung, Bandung. Hileman, B. and E. N. Washington. 1999. Debate Over Health Hazard of Putting Antibiotics in Animal Feed Heats Up in the USA. Chemical and Engineering News. New York. Hodstad, M. S. 1991. Disease of Poultry. 8th Ed. Iowa University Press, Amers. Iowa. Hoover, D. G. 1993. Bifidobacteria: activity and potential benefits. J. Food Technology. 47 (6): 120-124. Hufford, C. D. and B. O. Oguntimein. 1987. Non-polar constituents of Jatropha curcas. Lloydia 41: 161-165.
Ichwan, W. M. W. 2003. Membuat Pakan Ayam Ras Pedaging. Cetakan ke-1. Agromedia Pustaka. Jakarta. Irianto, K. 2006. Mikrobiologi Menguak Dunia Mikroorganisme. Jilid 1. Yrama Widya, Bandung. Inayati, H. 2007. Potensi antibakteri ekstrak daun kedondong bangkok (Spondias dulcis Forst). Skripsi. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Jordan, F. T. W. 1994. Poultry Diseases. 3rd Ed. Bailliere Tindall, London. Jouvenaz, D. P., M. S. Blum and J. G. Macconnell. 1972. Antibacterial activity of venom alkaloids from the important fire ant, Solenopsis invicta buren. J. American Society for Microbiology. 2(4): 291-293. Kanbe, M. 1992. Function of Fermented Milk: Chalanges for The Health Science. Elsevier Applied Science Publishers, London. Karou, D. 2006. Antibacterial activity of alkaloids from Sida acuta. African J. of Biotechnology. 5(2): 195-200. Kohler I., K. Jennet-Siems, K. Siems, M. A. Hernandez, R. A. Ibarra, W. G. Berendsohn, U. Bienzle and E. Eich. 2002. In vitro antiplasmodial investigation of medicinal plant from Elsavador. Z. Naturforsch. 57c: 227-281. Kokosharov, T. 2001. Some observation on the caecal microflora of the chicken during experimental acute fowl typhoid. Revue Med. Vet. 152 (7): 531-534. Lambert, J. and R. Hull. 1996. Upper gastrointestinal tract disease and probiotics. Asia Pacific J. Clin. Nutr. 5: 31-35. Leeson, S. and J. D Summers. 2001. Broiler Breeder Production. University books, Guelph. Ontario, Canada. Makkar, H. P.S. 2003. Effect and fate of tannins in ruminant animals, adaptation to tannins and strategies to overcome detrimental effect of feeding tannin-rich feeds. Small Ruminant Res. 49: 241-256. Mekanne, L. and J. Kandel. 1996. Microbiology Essentials and Aplication. Ed ke-2. McGraw Hill, New York. North, M. O. and D. D. Bell. 1990. Commercial Chicken Production Manual. 4th Ed. Chapman dan Hall, New York. Pelezar, M. J dan E. C. S. Chan. 1986. Dasar- dasar Mikrobiologi. Terjemahan: R. S. Hadioetomo, T. Imas, S. S. Tjitrosomo, dan S. L. Angka. Penerbit UI Press. Jakarta. Prescott, L. M. 2005. Microbiology. Ed ke-6. Mc. Grow-Hill, New York. Rada, V. and J. Petr. 2002. Enumeration of Bifidobacteria in animal intestinal samples . J. Veteriner Medical Czech. 47 (1): 1-4. Rafi, M. 2003. Identifikasi fisik dan senyawa kimia pada tumbuhan obat : fokus pada tanaman obat untuk diabetes mellitus. Di dalam Pelatihan Tanaman Obat
35
Tradisional (Swamedikasi) : Pengobatan Penyakit Diabetes Mellitus; Bogor, 34 Mei 2003. Bogor : Pusat Studi Biofarmaka: 61-65. Rasyaf, M. 1999. Beternak Ayam Pedaging. Cetakan Ke-14. Penerbit Swadaya. Jakarta. Robinson, T. 1995. Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi. Terjemahan: K. Padmawinata. Penerbit ITB. Bandung. Rubio, L. A., A. Brenes, I. Setien, G. Asunsion, N. Duran and M. T. Cutuli. 1998. Lactobacilli count in crop, ileum and caecum of growing broiler chicken fed on practical diets containing whole or dehulled sweet lupin (Lupinus angustifolis) seed meal. British Poultry Sci. 39: 354-359. Santoso, U. and Sartini. 2001. Reduction of fat accumulation in broiler chicken by Sauropus androgynus (katuk) leaf meal supplementation. Asian-Aust. J. Anim. Sci. 14 : 297-446. Schunack, W., K. Mayer dan M. Haake. 1990. Senyawa Obat. Ed. ke-2. Terjemahan: J. R. Wattimera dan Subino. Penerbit UGM Press. Yogyakarta. Sclegel, H. G. dan K. Schmidt. 1994. Mikrobiologi Umum. Terjemahan: R. M. Tedjo dan Baskoro. Penerbit UGM Press. Yogyakarta. Staubmann R., M. Schubert-Zsilavecz, A. Hiermann, and T. Kartnig. 1997. The antiinflammatory effect of Jatropha curcas leaves. Proceeding Symposium “Jatropha 97”, Nicaragua. Steel, R. G. D. dan J. H. Torrie. 1991. Prinsip dan Prosedur Statistika. Terjemahan: M. Syah. PT. Gramedia. Jakarta. Sugiharti, N. P. 2007. Aktivitas antibakteri ekstrak daun sirih merah (Piper crocatum). Skripsi. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Suradikusumah, E. 1989. Kimia Tumbuhan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Pusat Antar Universitas Ilmu Hayat, IPB. Suryawiria, U. 1978. Mikroba Lingkungan. Edisi ke-2. ITB: Bandung. Susanti, D. 2005. Pembuatan es puter yogurt kedelai dengan penambahan probiotik Lactobacillus acidophilus dan atau Bifidobacterium bifidum. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Syah, A. N. A. 2006. Biodesel Jarak Pagar: Bahan bakar Alternatif yang Ramah Lingkungan. Penerbit Agromedia Pustaka, Jakarta. Veling, J., H. W. Barkema, J. van der Schans, F. van Zijderverld, and J. Verhoeff. 2002. Herdlevel diagnosis for Salmonella enterica subsp. enterica serovar Dublin infection in bovine dairy herds. Prev. Vet. Med. 14: 31-42. Wan, J., A. Wilcock and M. J. Coventry. 1998. The effect of essential oils of basil on the growth of Aeromonas hydrophila and Pseudomonas fluorescens. J. Appl Microbiol. 84: 152-158.
36
Widodo, W. 2002. Nutrisi dan Pakan Unggas Kontekstual. Proyek Peningkatan Penelitian Pendidikan Tinggi. Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta. Winarsih, W., I. P. Kompiang, B. P. Priosoeryanto dan I. W. T. Wibawan. 2005. Prospek pengendalian Salmonellosis pada ayam dengan probiotik mikroba asal saluran pencernaan. Laporan Akhir Penelitian Hibah Bersaing X1 Tahun 2003 s/d 2004. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Wiryawan, K. G., S. Luvianti, W. Hermana dan S. Suharti. 2007. Peningkatan performa ayam broiler dengan suplementasi daun salam [Syzygium polyanthum (Wright) Walp] sebagai antibakteri Escherichia coli. Med. Pet. 30 (1): 55-62. Wiryawan, K. G., B. Tangendjaja dan Suryahadi. 2000. Tannin degrading bacteria from Indonesian ruminants. In : J. D. Brooker (Ed.). Tannins in Livestock and Human Nutrition. ACIAR Proceedings, 92: 123-132.
37
LAMPIRAN
Lampiran 1. Bagan Alur Penelitian
Daun Jarak Pagar Layukan, kemudian di oven pada suhu 45oC lalu digiling Tepung Pelarut air Uji Fitokimia
Uji Sumur Difusi
- Alkaloid - Fenol - Flavonoid - Steroid
Uji Daya Hambat Pertumbuhan Bakteri
- Saponin
pada Media Cair
- Tanin
39
40
Lampiran 3. Hasil Uji Sumur Difusi
3
2
2
1
4
6
3
6
5
1 5
4
E. coli
S. typhimurium
2 1 6
1
5 6
3 4
5 4 B. bifidum
2
3 Lactobacillus sp.
Keterangan : 1 = Larutan tepung daun jarak dengan konsentrasi 0% (w/v) 2 = Larutan tepung daun jarak dengan konsentarasi 2,5% (w/v) 3 = Larutan tepung daun jarak dengan konsentarasi 5% (w/v) 4 = Larutan tepung daun jarak dengan konsentarasi 7,5% (w/v) 5 = Larutan tepung daun jarak dengan konsentarasi 10% (w/v) 6 = Antibiotik tetrasiklin dengan konsentrasi 0,02% (w/v)
41
Lampiran 4. Hasil Sidik Ragam (ANOVA) untuk Escherichia coli SK Perlakuan Faktor A (Lama Inkubasi) Faktor B (Bhn antimikroba) Interkasi AxB Galat Total
db 23 3 5 15 48 71
JK 0.249174 0.142403 0.043053 0.063719 0.037765 0.286939
KT 0.01083 0.04747 0.00861 0.00425 0.00079
Fhit 13.76989** 60.33259** 10.94431** 5.39921**
F0.05 1.75676 2.79806 2.40851 1.88017
F0.01 2.21876 4.21796 3.42512 2.43585
Lampiran 5. Uji Kontras Ortogonal pada Faktor A untuk Escherichia coli Komponen 3,4 vs 1,2 4 vs 3 1 vs 2
1 1.292 1 0 -1
2 2.363 1 0 1
3 0.446 -1 1 0
4 0.389 -1 -1 0
c
Q
JK
2.820 0.057 1.071
4 2 2
0.110450 0.000090 0.031862
Lampiran 6. Uji Kontras Ortogonal pada Faktor B untuk Escherichia coli Komponen 6 vs 1,2,3,4,5 1 vs 2,3,4,5 2,3 vs 4,5 2 vs 3 5 vs 4
1 0.8900 1 -4 0 0 0
2 0.8450 1 1 -1 -1 0
3 0.8490 1 1 -1 1 0
4 0.9260 1 1 1 0 1
5 0.8850 1 1 1 0 -1
6 0.0950 -5 0 0 0 0
c
Q
JK
3.9200 -0,055 0.1170 0.0040 0.0410
30 20 4 2 2
0.0426844 0.0000126 0.0002852 0.0000007 0.0000700
42
Lampiran 7. Uji Kontras Ortogonal pada Interaksi Faktor A dan Faktor B untuk Escherichia coli Komponen a,b,l,m,n,o,p,q,r,s,t,u,v,w,x vs c,d,e,f,g,h,i,j,k l,q,r, v, x vs a,b,m,n,o,p,s,t,u,w l,x vs q,r,v x vs l r,v vs q r vs v m,n,o,p,s,u,w vs a,b,t m,n,s,u vs o,p,w m,n vs s,u m vs n u vs s o,w vs p o vs w a vs b,t t vs b c,d,e,f vs g,h,i,j,k c,f vs d,e f vs c e vs d h,i,j,k vs g h,j vs i,k h vs j i vs k
a 0.111 -1 1 0 0 0 0 2 0 0 0 0 0 0 -2 0 0 0 0 0 0 0 0 0
b 0.175 -1 1 0 0 0 0 2 0 0 0 0 0 0 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0
c 0.218 2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 -2 -1 1 0 0 0 0 0
d 0.336 2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 -1 1 0 1 0 0 0 0
e 0.257 2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 -1 1 0 -1 0 0 0 0
f 0.195 2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 -1 -1 -1 0 0 0 0 0
g 0.614 2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 4 0 0 0
h 0.425 2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 -1 -1 -1 0
i 0.454 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 -1 1 0 -1
j 0.444 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 -1 -1 1 0
k 0.469 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 -1 1 0 1
43
Lanjutan. l -0.043 -1 -2 -2 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
m 0.078 -1 1 0 0 0 0 -1 -1 -1 -1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
n 0.078 -1 1 0 0 0 0 -1 -1 -1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
o 0.094 -1 1 0 0 0 0 -1 1 0 0 0 -1 -1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
p 0.101 -1 1 0 0 0 0 -1 1 0 0 0 2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
q 0.064 -1 -2 1 0 2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
r 0.031 -1 -2 1 0 -1 -1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
s 0.087 -1 1 0 0 0 0 -1 -1 1 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
t 0.167 -1 1 0 0 0 0 3 0 0 0 0 0 0 1 -1 0 0 0 0 0 0 0 0
u 0.083 -1 1 0 0 0 0 -1 -1 1 0 -1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
v 0.045 -1 -2 1 0 -1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
w 0.095 -1 1 0 0 0 0 -1 2 0 0 0 -1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
x -0.088 -1 -2 -1 -1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
c
Q
JK
4.3790 1.0510 0.3140 0.0450 0.0520 0.0140 0.4570 0.0590 0.0140 0.0000 0.0040 0.0130 0.0010 0.1200 0.0080 1.1820 0.1800 0.0230 0.0790 0.6640 0.0540 0.0190 0.0150
42 30 8 2 6 2 24 10 4 2 2 6 2 6 2 12 4 2 2 20 4 2 2
0.05072921 0.00409111 0.00136939 0.00011250 0.00005007 0.00001089 0.00096689 0.00003868 0.00000544 0.00000000 0.00000089 0.00000131 0.00000006 0.00026667 0.00000356 0.01293633 0.00090000 0.00002939 0.00034672 0.00244942 0.00008100 0.00002006 0.00001250
44
Keterangan :
a c e g i k m o q s u w
= Interaksi antara Waktu Inkubasi 0 jam dan TDJ 0% = Interaksi antara Waktu Inkubasi 0 jam dan TDJ 5% = Interaksi antara Waktu Inkubasi 0 jam dan TDJ 10% = Interaksi antara Waktu Inkubasi 2 jam dan TDJ 0% = Interaksi antara Waktu Inkubasi 2 jam dan TDJ 5% = Interaksi antara Waktu Inkubasi 2 jam dan TDJ1 0% = Interaksi antara Waktu Inkubasi 4 jam dan TDJ 0% = Interaksi antara Waktu Inkubasi 4 jam dan TDJ 5% = Interaksi antara Waktu Inkubasi 4 jam dan TDJ 10% = Interaksi antara Waktu Inkubasi 6 jam dan TDJ 0% = Interaksi antara Waktu Inkubasi 6 jam dan TDJ 5% = Interaksi antara Waktu Inkubasi 6 jam dan TDJ 10%
b d f h j l n p r t v x
= Interaksi antara Waktu Inkubasi 0 jam dan TDJ 2,5% = Interaksi antara Waktu Inkubasi 0 jam dan TDJ 7,5% = Interaksi antara Waktu Inkubasi 0 jam dan Tetrasiklin 0,02% = Interaksi antara Waktu Inkubasi 2 jam dan TDJ 2,5% = Interaksi antara Waktu Inkubasi 2 jam dan TDJ 7,5% = Interaksi antara Waktu Inkubasi 2 jam dan Tetrasiklin 0,02% = Interaksi antara Waktu Inkubasi 4 jam dan TDJ 2,5% = Interaksi antara Waktu Inkubasi 4 jam dan TDJ 7,5% = Interaksi antara Waktu Inkubasi 4 jam dan Tetrasiklin 0,02% = Interaksi antara Waktu Inkubasi 6 jam dan TDJ 2,5% = Interaksi antara Waktu Inkubasi 6 jam dan TDJ 7,5% = Interaksi antara Waktu Inkubasi 6 jam dan Tetrasiklin 0,02%
45
Lampiran 8. Hasil Sidik Ragam (ANOVA) untuk Salmonella typhimurium SK Perlakuan Faktor A (Lama Inkubasi) Faktor B (Bhn antimikroba) Interkasi AxB Galat Total
db 23 3 5 15 48 71
JK 0.191803 0.124465 0.016199 0.051139 0.068301 0.260104
KT 0.00834 0.04149 0.00324 0.00341 0.00142
Fhit 5.86055** 29.15667** 2.27677tn 2.39593*
F0.05 1.75676 2.79806 2.40851 1.88017
F0.01 2.21876 4.21796 3.42512 2.43585
Lampiran 9. Uji Kontras Ortogonal pada Faktor A untuk Salmonella typhimurium Komponen 1,3,4 vs 2 4 vs 1,3 1 vs 3
1 0.726 -1 1 -1
2 2.306 3 0 0
3 0.895 -1 1 1
4 0.319 -1 -2 0
c
Q
JK
4.978 0.983 0.169
12 6 2
0.114724 0.008947 0.000793
46
Lampiran 10. Uji Kontras Ortogonal pada Interaksi Faktor A dan Faktor B untuk Salmonella typhimurium Komponen a,b,c,e,f,l,n,o,p,s,t,u,v,w,x vs d,g,h,i,j,k,m,q,r b,f,l,p,s,v,w,x vs a,c,e,n,o,t,u w,x vs b,f,l,p,s,v x vs w f,l,s vs b,p,v f,s vs l f vs s p vs b,v v vs b e,n,u vs a,c,o,t n,u vs e n vs u o,t vs a,c o vs t a vs c d,m,q,r vs g,h,i,j,k m vs d,q,r d,q vs r d vs q g,i,k vs h,j k vs g,i g vs i h vs j
a 0.141 -1 2 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 1 0 -1 0 0 0 0 0 0 0 0
b 0.072 -1 -1 1 0 1 0 0 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
c 0.151 -1 1 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 1 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0
d 0.219 2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 -2 1 -1 -1 0 0 0 0
e 0.092 -1 1 0 0 0 0 0 0 0 -2 2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
f 0.051 -1 -1 1 0 -2 -1 -1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
g 0.427 2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 -1 1 -1 0
h 0.469 2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 -1
i 0.444 2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 -1 1 1 0
j 0.521 2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 2 0 0 1
k 0.390 2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 -1 -2 0 0
47
Lanjutan. l 0.055 -1 -1 1 0 -1 2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
m 0.176 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 -1 -3 0 0 0 0 0 0
n 0.078 -1 1 0 0 0 0 0 0 0 -1 -1 -1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
o 0.115 -1 1 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 -1 -1 0 0 0 0 0 0 0 0 0
p 0.059 -1 -1 1 0 1 0 0 -2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
q 0.219 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 -1 1 -1 1 0 0 0 0
r 0.248 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 -1 1 2 0 0 0 0 0
s 0.051 -1 -1 1 0 0 -1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
t 0.117 -1 1 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 -1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0
u 0.083 -1 1 0 0 0 0 0 0 0 -1 -1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
v 0.067 -1 -1 1 0 1 0 0 1 -1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
w 0.038 -1 -1 -3 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
x -0.037 -1 -1 -3 -1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
c
Q
JK
4.4500 0.5620 0.3520 0.0750 0.0410 0.0080 0.0000 0.0210 0.0050 0.1790 0.0230 0.0050 0.0600 0.0020 0.0100 1.1700 0.1580 0.0580 0.0000 0.2500 0.0910 0.0170 0.0520
42 18 24 2 8 6 2 6 2 10 6 2 4 2 2 12 12 6 2 8 6 2 2
0.05238757 0.00194965 0.00057363 0.00031250 0.00002335 0.00000119 0.00000000 0.00000817 0.00000139 0.00035601 0.00000980 0.00000139 0.00010000 0.00000022 0.00000556 0.01267500 0.00023115 0.00006230 0.00000000 0.00086806 0.00015335 0.00001606 0.00015022
48
Keterangan :
a c e g i k m o q s u w
= Interaksi antara Waktu Inkubasi 0 jam dan TDJ 0% = Interaksi antara Waktu Inkubasi 0 jam dan TDJ 5% = Interaksi antara Waktu Inkubasi 0 jam dan TDJ 10% = Interaksi antara Waktu Inkubasi 2 jam dan TDJ 0% = Interaksi antara Waktu Inkubasi 2 jam dan TDJ 5% = Interaksi antara Waktu Inkubasi 2 jam dan TDJ1 0% = Interaksi antara Waktu Inkubasi 4 jam dan TDJ 0% = Interaksi antara Waktu Inkubasi 4 jam dan TDJ 5% = Interaksi antara Waktu Inkubasi 4 jam dan TDJ 10% = Interaksi antara Waktu Inkubasi 6 jam dan TDJ 0% = Interaksi antara Waktu Inkubasi 6 jam dan TDJ 5% = Interaksi antara Waktu Inkubasi 6 jam dan TDJ 10%
b d f h j l n p r t v x
= Interaksi antara Waktu Inkubasi 0 jam dan TDJ 2,5% = Interaksi antara Waktu Inkubasi 0 jam dan TDJ 7,5% = Interaksi antara Waktu Inkubasi 0 jam dan Tetrasiklin 0,02% = Interaksi antara Waktu Inkubasi 2 jam dan TDJ 2,5% = Interaksi antara Waktu Inkubasi 2 jam dan TDJ 7,5% = Interaksi antara Waktu Inkubasi 2 jam dan Tetrasiklin 0,02% = Interaksi antara Waktu Inkubasi 4 jam dan TDJ 2,5% = Interaksi antara Waktu Inkubasi 4 jam dan TDJ 7,5% = Interaksi antara Waktu Inkubasi 4 jam dan Tetrasiklin 0,02% = Interaksi antara Waktu Inkubasi 6 jam dan TDJ 2,5% = Interaksi antara Waktu Inkubasi 6 jam dan TDJ 7,5% = Interaksi antara Waktu Inkubasi 6 jam dan Tetrasiklin 0,02%
49
Lampiran 11. Hasil Sidik Ragam (ANOVA) untuk Bifidobacterium bifidum SK Perlakuan Faktor A (Lama Inkubasi) Faktor B (Bhn antimikroba) Interkasi AxB Galat Total
db 23 3 5 15 48 71
JK 0.335446 0.187267 0.078186 0.069994 0.668644 1.004091
KT 0.01458 0.06242 0.01564 0.00467 0.01393
Fhit 1.04699tn 4.48111** 1.12254tn 0.33498tn
F0.05 1.75676 2.79806 2.40851 1.88017
F0.01 2.21876 4.21796 3.42512 2.43585
Lampiran 12. Kontras Ortogonal pada Faktor A untuk Bifidobacterium bifidum Komponen 1,3 vs 2,4 1 vs 3 4 vs 2
1 0.305 -1 -1 0
2 2.720 1 0 1
3 1.383 -1 1 0
4 2.239 1 0 -1
c
Q
JK
3.271 1.078 0.481
4 2 2
0.148603 0.032280 0.006427
Lampiran 13. Hasil Sidik Ragam (ANOVA) untuk Lactobacillus sp. SK Perlakuan Faktor A (Lama Inkubasi) Faktor B (Bhn antimikroba) Interkasi AxB Galat Total
db 23 3 5 15 48 71
JK 0.633161 0.353472 0.096933 0.182757 0.516336 1.149498
KT 0.02753 0.11782 0.01939 0.01218 0.01076
Fhit 2.55915** 10.95323** 1.80223tn 1.13264tn
F0.05 1.75676 2.79806 2.40851 1.88017
F0.01 2.21876 4.21796 3.42512 2.43585
Lampiran 14. Kontras Ortogonal pada Faktor A untuk Lactobacillus sp. Komponen 1,3,4 vs 2 1,4 vs 3 1 vs 4
1 0.187 -1 -1 -1
2 3.511 3 0 0
3 1.397 -1 2 0
4 0.731 -1 -1 1
c
Q
JK
8.218 1.876 0.544
12 6 2
0.312664 0.032587 0.008220
50