1
PERBANYAKAN TANAMAN JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) DENGAN MANIPULASI ZAT PENGATUR TUMBUH DAN EKSPLAN SECARA IN VITRO
NURBAITI
---
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007
2 RINGKASAN NURBAITI. Perbanyakan Tanaman Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) dengan Manipulasi Zat Pengatur Tumbuh dan Eksplan Secara in Vitro. Dibimbing oleh G A WATTIMENA dan AGUS PURWITO. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh jenis eksplan dan kombinasi zat pengatur tumbuh terhadap perbanyakan dan pertumbuhan tanaman jarak pagar (Jatropha curcas L.) secara in vitro. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Biologi Molekuler dan Seluler Tanaman, Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi IPB pada bulan Januari 2006 sampai September 2006. Penelitian terdiri dari empat percobaan: 1) induksi tunas menggunakan dua jenis eksplan, tunas epikotil dan hipokotil yang diberi zat pengatur tumbuh dengan berbagai taraf konsentasi, penanaman eksplan dilakukan ke dalam medium pertunasan yaitu MS yang telah ditambahkan zat pengatur tumbuh (0, 0.05, 0.1 mg/l NAA dan 0, 0.5, 1.0, 2.0 mg/l BAP). 2) Induksi akar menggunakan eksplan tunas pucuk dan penanaman eksplan dilakukan ke dalam medium pengakaran dengan perlakuan (0, 0.5, 1.0, 2.0 mg/l IBA dan 0, 1.0, 2.0 mg/l paclobutrazol). 3a) Induksi kalus menggunakan eksplan hipokotil yang telah ditumbuhkan dalam kondisi in vitro. Percobaan ini menggunakan rancangan lingkungan acak lengkap dengan perlakuan: A = BAP 0 mg/l + 0 NAA mg/l, B=BAP 1.3 mg/l + 0.3 NAA mg/l, C=BAP 2.6 mg/l + 0.6 NAA mg/l, D = BAP 5.2 mg/l + 1.2 NAA mg/l. 3b) Kalus hasil percobaan 3a digunakan sebagai eksplan, disubkultur pada media perlakuan (0, 0.1, 0.2 mg/l IBA dan 0, 0.5, 1.0 mg/l kinetin). Rancangan yang digunakan adalah rancangan perlakuan faktorial disusun dalam rancangan lingkungan acak lengkap. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan zat pengatur tumbuh NAA dan BAP berpengaruh terhadap pembentukan tunas pada eksplan tunas epikotil dan hipokotil. Penambahan NAA 0.1 mg/l dan BAP 0.5 mg/l merupakan perlakuan terbaik untuk induksi tunas jarak pagar tetapi multiplikasinya masih rendah. Zat pengatur tumbuh IBA dan paclobutrazol belum mampu meningkatkan pembentukan akar jarak dan konsentrasi IBA 2 mg/l merupakan konsentrasi terbaik untuk pembentukan akar. Penambahan zat pengatur tumbuh BAP dan NAA dapat menginduksi pembentukan kalus dan kombinasi BAP 1.3 mg/l dan NAA 0.3 mg/l merupakan kombinasi terbaik. Penambahan zat pengatur tumbuh IBA dan kinetin belum mampu meregenerasikan kalus dan penambahan IBA 0.2 mg/l dapat meningkatkan pertumbuhan kalus. Kata kunci: Jatropha curcas L., zat pengatur tumbuh, eksplan, perbanyakan
3
© Hak Cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2007 Hak Cipta dilindungi undang-undang 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa seizin IPB
4 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan dengan sebenarnya bahwa tesis yang berjudul Perbanyakan Tanaman Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) dengan Manipulasi Zat Pengatur Tumbuh dan Eksplan Secara in Vitro, adalah hasil karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Agustus 2007
Nurbaiti A 351040091
5
PERBANYAKAN TANAMAN JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) DENGAN MANIPULASI ZAT PENGATUR TUMBUH DAN EKSPLAN SECARA IN VITRO
NURBAITI
Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Agronomi
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007
6 Judul Tesis Nama NIM
: Perbanyakan Tanaman Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) dengan Manipulasi Zat Pengatur Tumbuh dan Eksplan Secara in Vitro. : Nurbaiti : A 351040091
Disetujui Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. G.A. Wattimena, M.Sc Ketua
Dr. Ir. Agus Purwito, M.Sc Anggota
Diketahui Ketua Program Studi Agronomi
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. Ir. Satriyas Ilyas, MS
Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS
Tanggal Ujian : 24 Agustus 2007
Tanggal Lulus :
7
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Prof. Dr. Ir. Nurhajati A. Mattjik, MS
8 PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT. atas segala karunia dan rahmat-Nya
sehingga
penulis
dapat
menyelesaikan
penyusunan
tesis
untuk
menyelesaikan pendidikan di Sekolah Pascasarjana Program Studi Agronomi Institut Pertanian Bogor dengan judul ”Perbanyakan Tanaman Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) dengan Manipulasi Zat Pengatur Tumbuh dan Eksplan Secara in Vitro”. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada Prof. Dr. Ir. G.A. Wattimena, M.Sc dan Dr. Ir. Agus Purwito, M.Sc yang telah membimbing dan memberikan saran mulai dari awal pemilihan judul, pelaksanaan penelitian hingga selesainya penulisan tesis ini. Prof. Dr. Ir. Nurhajati A. Mattjik, MS selaku penguji luar komisi dan Dr. Ir. Satriyas Ilyas, MS selaku ketua program studi Agronomi IPB. Ucapan terima kasih penulis sampaikan juga kepada Pemerintah Daerah Kabupaten Pidie yang telah memberi kesempatan kepada penulis untuk melanjutkan pendidikan Program Magister di Sekolah Pascasarjana Program Studi Agronomi Institut Pertanian Bogor. Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada Kepala Laboratorium Biomolekuler dan Seluler Tanaman Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi (PPSHB) Institut Pertanian Bogor atas kemudahan menggunakan fasilitas laboratoriumnya, Ibu Nia Dahniar, SP serta kru laboran (Pak Asep, Sarah dan Iri), rekan-rekan yang bergabung di Forsca (Forum Mahasiswa Pascasarjana Agronomi) IPB dan rekan-rekan yang bergabung di Ikamapa IPB. Secara khusus, penulis menyampaikan terima kasih yang tulus kepada suami tercinta Yusrizal Fadli, atas segala bentuk pengorbanan, kesetiaan, kesabaran, pengertian, dorongan moril dan doa sejak menikah sampai sekarang. Kepada ananda tersayang Harizal Fikra, Afwan Aulia dan Nurul Fadhlia, ayahanda Mukhsin Hanafiah dan Ibunda Martawiyah, serta ayahanda M. Yusuf (alm) dan Ibunda Maryam yang tanpa mengenal lelah selalu memanjatkan doa demi keberhasilan ini, penulis menyampaikan rasa hormat dan terima kasih yang tulus. Kepada Abang dan adik-adik tercinta, terima kasih atas segala perhatian, kasih sayang dan simpati yang diberikan kepada penulis selama ini. Terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dengan tulus, semoga Allah SWT membalas dengan pahala yang dilipatgandakan.
9 Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan tesis ini dan semoga karya kecil ini bermanfaat.
Bogor, Agustus 2007
Nurbaiti
10 RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 11 Agustus 1968 sebagai anak kedua dari enam bersaudara pasangan Ayahanda Muchsin Hanafiah dan Ibunda Martawiyah. Pendidikan dasar sampai menengah atas penulis selesaikan di Sigli Kabupaten Pidie. Pada Tahun 1993 penulis memperoleh gelar Sarjana Pertanian dari Program Studi Ilmu Tanah Jurusan Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Syiah Kuala Banda Aceh. Setelah menyelesaikan pendidikan sarjana penulis bekerja pada Dinas Pertanian Kabupaten Pidie sampai sekarang. Pada Tahun 2004, penulis mendapat kesempatan tugas belajar untuk melanjutkan pendidikan di Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor pada Program Studi Agronomi.
11 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL .................................................................................................... vii DAFTAR GAMBAR ................................................................................................ viii DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................ ix PENDAHULUAN ..................................................................................................... Latar Belakang .................................................................................................. Tujuan ............................................................................................................... Hipotesis ...........................................................................................................
1 1 3 3
TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................................... Botani, Penyebaran dan Manfaat Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) ................. Kultur Jaringan Tanaman ................................................................................. Peranan Zat Pengatur Tumbuh dalam Kultur Jaringan ..................................... Kultur Jaringan Tanaman Jarak Pagar ..............................................................
4 4 4 6 7
BAHAN DAN METODE ......................................................................................... Tempat dan Waktu ........................................................................................... Bahan dan Alat ................................................................................................. Pelaksaan Penelitian ......................................................................................... Sterilisasi Alat dan Lingkungan Kerja ....................................................... Pembuatan Larutan Stok dan Pembuatan Media ....................................... Sterilisasi Sumber Eksplan dan Penanaman .............................................. Metode Penelitian ............................................................................................ Percobaan I : Pengaruh Taraf Konsentrasi NAA dan BAP dalam menginduksi Tunas Jarak Pagar dengan Eksplan Tunas Pucuk Epikotil dan Hypokotil .................................................................................................... Percobaan II : Pengaruh Taraf Konsentrasi IBA dan Paclobutrazol dalam menginduksi Akar Jarak Pagar .................................................................... Percobaan IIIa : Pengaruh BAP dan NAA dalam menginduksi Kalus Jarak Pagar ............................................................................................................ Percobaan IIIb : Pengaruh Taraf Konsentarasi IBA dan Kinetin terhadap Regenerasi Kalus Jarak pagar .....................................................................
10 10 10 10 11 11 11 12
HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................................... Kondisi Umum ................................................................................................. Percobaan I Hasil ............................................................................................................ Percobaan II Hasil …………............................................................................................ Percobaan III a Hasil ………………..………...................................................................... Percobaan III b Hasil …………………............................................................................... Pembahasan ……..…………………………………………………………..
19 19
12 14 16 17
22 31 35 38 41
SIMPULAN DAN SARAN ……………………………………………………….. 48 DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………….. 49 LAMPIRAN ……………………………………………………………………….. 52
12 DAFTAR TABEL
Halaman 1 Perubahan warna yang terjadi pada perkembangan embrio menjadi kecambah ... 21 2 Rekapitulasi uji F pengaruh NAA dan BAP terhadap pembentukan tunas jarak pagar dengan eksplan tunas epikotil dan hipokotil ……………………………… 22 3 Pengaruh kombinasi NAA dan BAP terhadap saat inisiasi tunas jarak pagar dengan eksplan tunas epikotil .............................................................................. 23 4 Pengaruh kombinasi NAA dan BAP terhadap saat inisiasi tunas jarak pagar dengan eksplan hipokotil ……………………………………………………… 24 5 Pengaruh kombinasi NAA & BAP terhadap jumlah tunas jarak pagar dengan eksplan tunas epikotil umur 8 MST ..................................................................... 25 6 Pengaruh kombinasi NAA & BAP terhadap jumlah tunas jarak pagar dengan eksplan hipokotil umur 8 MST ……………………………………………….. 25 7 Pengaruh kombinasi NAA dan BAP terhadap jumlah daun dengan eksplan tunas epikotil .............………………………………………………………………….. 26 8 Pengaruh kombinasi NAA dan BAP terhadap jumlah daun dengan eksplan hipokotil ....................................................................................................................... 27 9 Pengaruh kombinasi NAA dan BAP terhadap tinggi tanaman dengan eksplan tunas epikotil pada 8 MST ......................................................................................... 30 10 Pengaruh kombinasi NAA dan BAP terhadap tinggi tanaman dengan eksplan hipokotil .............................................................................................................. 30 11 Rekapitulasi uji F pengaruh IBA dan paclobutrazol terhadap pembentukan akar jarak pagar ……………………………………………………………………… 31 12 Pengaruh kombinasi IBA dan paclobutrazol terhadap jumlah akar jarak pagar
33
13 Pengaruh kombinasi IBA dan paclobutrazol terhadap jumlah daun jarak pagar
33
14 Pengaruh kombinasi IBA dan paclobutrazol terhadap tinggi tunas tanaman jarak pagar pada 8 MST ...…..……………………………………………….... 34 15 Rekapitulasi uji F pengaruh BAP dan NAA terhadap pembentukan kalus jarak pagar ...................................................................................................................... 35 16 Pengaruh BAP dan NAA terhadap warna eksplan kalus jarak pagar
…………. 36
17 Pengaruh BAP dan NAA terhadap waktu inisiasi kalus jarak pagar
................ 36
18 Pengaruh BAP dan NAA terhadap perkembangan kalus jarak pagar
…………. 37
19 Pengaruh BAP dan NAA terhadap warna kalus jarak pagar .......……………….. 37 20 Rekapitulasi uji F pengaruh IBA dan kinetin terhadap pertumbuhan kalus jarak pagar …………………………………………………………………………….. 38 21 Pengaruh kombinasi IBA dan Kinetin terhadap warna kalus jarak pagar ..…...... 39 22 Pengaruh kombinasi IBA dan Kinetin terhadap bobot basah kalus jarak pagar .... 40 23 Pengaruh kombinasi IBA dan Kinetin terhadap bobot kering kalus jarak pagar ... 45
13 DAFTAR GAMBAR
Halaman 1 Gambar alur penelitian .......................................................................................... 12 2 Eksplan yang digunakan untuk induksi tunas ....................................................... 12 3 Eksplan yang digunakan untuk induksi akar ......................................................... 14 4 Eksplan yang digunakan untuk induksi kalus ....................................................... 16 5 Eksplan yang digunakan untuk regenerasi kalus ................................................... 17 6 Skoring perubahan warna eksplan hipokotil jarak pagar ..................................... 17 7 Skoring perkembangan kalus pada eksplan hipokotil jarak pagar ...................... 18 8 Skoring warna kalus pada eksplan hipokotil jarak pagar ..................................... 18 9 Sumber eksplan untuk perbanyakan jarak ............................................................ 19 10 Tahapan perkecambahan biji jarak pada media tumbuh MS0 ............................... 20 11 Tahapan perkecambahan embrio jarak pada media tumbuh MS0 ......................... 20 12 Kecambah yang mengalami pertumbuhan abnormal ........................................... 21 13 Kecambah yang berasal dari eksplan biji dan embrio …………………............. 21 14 Interaksi NAA dan BAP terhadap jumlah daun jarak pagar dengan eksplan tunas pucuk pada 2, 4, 6, dan 8 MST ...……………………………………………….. 26 15 Interaksi NAA dan BAP terhadap jumlah daun jarak pagar dengan eksplan hipokotil pada 2, 4, 6, dan 8 MST ....................................................................... 28 16 Pertumbuhan jarak pagar dengan eksplan tunas epikotil setelah 8 MST pada berbagai perlakuan ................................................................................................ 28 17 Pertumbuhan jarak pagar dengan eksplan hipokotil setelah 8 MST pada berbagai perlakuan ............……………...………………………………………………... 29 18 Interaksi NAA dan BAP terhadap tinggi tanaman jarak pagar dengan eksplan tunas epikotil dan hipokotil pada 8 MST .............................................................. 32 19 Pertumbuhan jarak pagar pada berbagai macam kombinasi IBA dan paclobutrazol 8 MST ................................................................................................................... 32 20 Interaksi IBA dan paclobutrazol terhadap tinggi tunas jarak pagar pada 8 MST .. 34 21 Pertumbuhan kalus jarak pagar pada berbagai perlakuan umur 4 MST …........... 40
14 DAFTAR LAMPIRAN
Halaman 1 Komposisi Media MS (Murashige and Skoog)
.................................................. 52
2 Pembuatan larutan stok untuk zat pengatur tumbuh …………………………… 52 3 Berbagai cara sterilisasi jarak pagar serta persentase keberhasilan sterilisasi eksplan …………………………………………………………………………. 53 4 Tabel sidik ragam pengaruh NAA dan BAP terhadap saat inisiasi tunas tanaman jarak pagar dengan eksplan tunas epikotil ........................................................... 54 5 Tabel sidik ragam pengaruh NAA dan BAP terhadap saat inisiasi tunas tanaman jarak pagar dengan eksplan hipokotil …............................................................... 55 6 Tabel sidik ragam pengaruh NAA dan BAP terhadap jumlah tunas tanaman jarak pagar dengan eksplan tunas epikotil ……..................................................... 55 7 Tabel sidik ragam pengaruh NAA dan BAP terhadap jumlah tunas tanaman jarak pagar dengan eksplan hipokotil ………....................................................... 55 8 Tabel sidik ragam pengaruh NAA dan BAP terhadap jumlah daun tanaman jarak pagar dengan eksplan tunas epikotil ……................................................... 56 9 Tabel sidik ragam pengaruh NAA dan BAP terhadap jumlah daun jarak pagar dengan eksplan hipokotil ..……………………………………………………… 57 10 Tabel sidik ragam pengaruh NAA dan BAP terhadap tinggi tanaman jarak pagar dengan eksplan tunas epikotil ................................................................... 58 11 Tabel sidik ragam pengaruh NAA dan BAP terhadap tinggi tanaman jarak pagar dengan eksplan hipokotil ……….............………………………………. 58 12 Tabel sidik ragam pengaruh IBA dan paclobutrazol terhadap jumlah akar jarak pagar ..................................................................................................................... 59 13 Tabel sidik ragam pengaruh IBA dan paclobutrazol terhadap jumlah daun jarak pagar ... ………………………………………………………………………….. 60 14 Tabel sidik ragam pengaruh IBA dan Paclobutrazol terhadap tinggi tanaman jarak pagar .......………………………………………………………………...... 61 15 Tabel sidik ragam pengaruh BAP dan NAA terhadap warna eksplan jarak pagar 61 16 Tabel sidik ragam pengaruh BAP dan NAA terhadap induksi kalus jarak pagar
62
17 Tabel sidik ragam pengaruh BAP dan NAA terhadap perkembangan kalus jarak pagar ...................................................................................................................... 62 18 Tabel sidik ragam pengaruh BAP dan NAA terhadap warna kalus jarak pagar ... 63 19 Tabel sidik ragam pengaruh BAP dan kinetin terhadap warna kalus jarak pagar 64 20 Tabel sidik ragam pengaruh BAP dan Kinetin terhadap berat basah kalus jarak pagar ................................................................................................................... 65 21 Tabel sidik ragam pengaruh BAP dan Kinetin terhadap berat kering kalus jarak pagar ................................................................................................................... 65
15 PENDAHULUAN
Latar Belakang Cadangan minyak mentah dunia semakin hari semakin berkurang padahal kebutuhannya semakin meningkat seiring dengan pertambahan penduduk dunia. Menghadapi kenaikan harga minyak pada tahun 2005, pemerintah Indonesia melakukan kebijakan pengembangan Bahan Bakar Nabati (BBN) yang merupakan sumber energi yang dapat diperbaharui dan ramah lingkungan (Krisnamukti 2006). Beberapa tanaman yang mempunyai potensi sebagai Bahan Bakar Nabati (BBN) antara lain kelapa sawit, kelapa , ubi kayu, ubi jalar, tebu, kedelai, jagung, dan jarak pagar. Melihat potensi yang terdapat pada tanaman jarak pagar maka tanaman ini mulai dikembangkan karena biji jarak pagar dapat diolah untuk menghasilkan minyak yang akan diproses lebih lanjut menjadi biodiesel, biogasoline, dan bahan pembuatan sabun. Selama ini tanaman jarak hanya ditanam sebagai pagar dan tidak diusahakan secara khusus padahal tanaman ini selain dapat digunakan sebagai sumber penghasil bahan bakar juga dapat digunakan sebagai biopestisida untuk mengendalikan hama pada kapas, sorghum dan jagung. Sebagai mollukasida, ekstrak minyak jarak cukup berhasil untuk mengendalikan keong emas, dan sebagai obat, minyak jarak dapat digunakan untuk meredakan rasa sakit karena rematik. Pada industri tekstil tanaman jarak digunakan sebagai bahan pewarna (Heyne 1987; Gubitz et al. 1999). Secara agronomis tanaman jarak pagar ini dapat beradaptasi dengan lahan ataupun agroklimat di Indonesia bahkan tanaman ini dapat tumbuh baik pada kondisi kering maupun pada lahan dengan dengan tingkat kesuburan rendah (lahan kritis). Walaupun tanaman jarak pagar termasuk tanaman yang mudah tumbuh, tetapi ada permasalahan yang dihadapi dalam pengembangannya saat ini yaitu belum adanya varietas atau klon yang unggul, jumlah ketersediaan bibit yang terbatas, teknik budidaya yang belum memadai dan sistem pemasaran serta harga yang belum ada standar (Hariyadi 2005). Upaya pengembangan tanaman jarak pagar tentu akan memerlukan penyediaan bibit atau benih sebagai bahan tanam. Jarak biasanya diperbanyak dengan stek batang dan biji. Perbanyakan dengan stek batang membutuhkan syarat-syarat tertentu antara lain stek diambil dari tanaman yang telah berumur 4 tahun, berdiameter 1,5 – 2,5 cm dan panjang 25 – 40 cm dan berbentuk lurus (Hasnam dan Zainal 2006), hal ini akan membatasi bahan stek yang akan digunakan dan akan merusak pohon induk terutama bibit varietas unggul yang dihasilkan oleh pemulia tanaman yang masih dalam jumlah
16 sangat terbatas sedangkan bibit yang dibutuhkan sangat banyak (Wattimena et al. 1992). Salah satu teknologi yang dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan dan perbanyakan cepat tanaman jarak pagar (Jatropha curcas) untuk keperluan industri adalah pemakaian Teknologi Kultur Jaringan. Perbanyakan dengan teknik ini memiliki kelebihan yaitu tanaman dapat diperbanyak setiap saat tanpa tergantung musim karena dilakukan di ruang tertutup, tidak memerlukan bahan tanam yang banyak, dapat memperbanyak tanaman dalam jumlah besar dalam waktu yang relatif singkat dan tanaman yang dihasilkan seragam dan juga tanaman yang dihasilkan bebas dari penyakit. Beberapa metode yang ditempuh dalam perbanyakan secara in vitro yaitu perbanyakan tunas dari mata tunas aksilar dan pembentukan tunas adventif atau somatik embrio adventif yang meliputi morfogenesis langsung dan morfogenesis tidak langsung (Wattimena et al. 1992). Morfogenesis langsung terjadi karena pembentukan langsung dari bagian jaringan eksplan dan morfogenesis tidak langsung karena pembentukannya terjadi setelah melalui tahap pembentukan kalus. Keberhasilan dari teknik kultur jaringan ditunjukkan dengan adanya pertumbuhan dan morfogenesis jaringan yang dikulturkan yang dipengaruhi oleh faktor genotip dari bakal tanaman yang dikulturkan, media dan zat pengatur tumbuh, faktor lingkungan dan faktor fisiologi jaringan yang digunakan sebagai eksplan (George dan Sherrington 1984) Zat pengatur tumbuh merupakan salah satu komponen media yang sangat berpengaruh dalam keberhasilan teknik kultur jaringan, seperti auksin, sitokinin, giberelin, asam absisik (ABA), etilen, dan retardan. (Wattimena et al. 1992). Masalah utama dalam penggunaan zat pengatur tumbuh adalah ketepatan memilih jenis dan konsentrasi yang sesuai dengan jenis tanaman dan kondisi fisiologis dari eksplan atau jaringan yang ditumbuhkan. Hal ini dikarenakan setiap jenis dan jaringan tanaman mempunyai respon tersendiri terhadap pemberian zat pengatur tumbuh (Gunawan 1992). Pada umumnya semua bagian tanaman dapat digunakan sebagai eksplan pada perbanyakan dengan kultur jaringan, tetapi tidak semua jaringan tanaman mudah ditumbuhkan. Bagian yang aktif tumbuh adalah bagian juvinile (muda) dan keadaan selselnya masih aktif membelah (Wattimena et al. 1992). Pada tanaman jarak pagar (Jatropha curcas L.) eksplan dapat berupa hipokotil, epikotil, pucuk, daun, dan tangkai daun (Sujatha dan Mukta 1996; Wie Qin et al. 2004), akan tetapi frekwensi regenerasi masih sangat rendah (Wie Qin et al. 2004).
17 Tujuan 1. Untuk mempelajari dan menganalisis pengaruh taraf kosentrasi zat pengatur tumbuh NAA dan BAP dalam menginduksi tunas jarak pagar dengan eksplan tunas epikotil dan hipokotil. 2. Untuk mempelajari dan menganalisis pengaruh taraf kosentrasi zat pengatur tumbuh IBA dan paclobutrazol dalam menginduksi akar tanaman jarak pagar. 3. Untuk mempelajari pengaruh BAP dan NAA dalam menginduksi kalus dan mempelajari dan menganalisis pengaruh taraf kosentrasi zat pengatur tumbuh IBA dan kinetin untuk meregenerasikan kalus jarak pagar.
Hipotesis 1. Terdapat interaksi antara taraf kosentrasi NAA dan BAP dalam menginduksi tunas jarak dengan eksplan tunas epikotil dan hipokotil. 2. Terdapat interaksi antara taraf kosentrasi IBA dan paclobutrazol dalam menginduksi akar tanaman jarak. 3. Terdapat satu kombinasi BAP dan NAA untuk menginduksi kalus tanaman jarak. Terdapat interaksi antara taraf kosentrasi IBA dan kinetin untuk regenerasi kalus tanaman jarak.
18 TINJAUAN PUSTAKA
Botani, Penyebaran dan Manfaat Tanaman Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) Klasifikasi botani jarak pagar menurut Hambali et al. (2006) yaitu : Divisi
: Spermatophyta
Subdivisi
: Angiospermae
Kelas
: Dicotyledonae
Ordo
: Euphorbiales
Famili
: Euphorbiaceae
Genus
: Jatropha
Species
: curcas
Tanaman jarak pagar (Jatropha curcas L.) merupakan tanaman perdu dengan tinggi 1 – 7 meter, bercabang tidak teratur berasal dari Amerika. Batangnya berkayu, silindris dan bila terluka akan mengeluarkan getah (Heyne 1987). Daunnya berupa daun tunggal, berlekuk, bersudut 3 atau 5, tulang daun menjari dengan 5 – 7 tulang utama, warna daun hijau (permukaan bawah lebih pucat dibanding bagian atas). Panjang tangkai daun antara 4 – 15 cm. Bunga berwarna kuning kehijauan, berupa bunga majemuk berbentuk malai dan berumah satu. Bunga jantan dan betina tersusun dalam rangkaian berbentuk cawan, muncul di ujung atau di ketiak daun.Buah berupa buah kotak berbentuk bulat telur, diameter 2 – 4 cm, berwarna hijau ketika muda dan kuning jika sudah masak. Buah jarak terbagi tiga ruang yang masing-masing ruang diisi tiga biji yang berbentuk bulat lonjong dan berwarna coklat kehitaman (Hambali et al. 2006). Saat ini tanaman jarak pagar (Jatropha curcas L.) telah tersebar ke hampir seluruh daerah di Indonesia, dan dapat tumbuh dengan baik di daerah yang beriklim kering maupun pada lahan yang dengan kesuburan rendah (Hariyadi 2005). Selain sebagai penghasil sumber bahan bakar, tanaman jarak dapat juga dijadikan sebagai bahan baku obat-obatan dan bahan pewarna (Heyne 1987). Menurut Hambali et al. (2006) minyak yang berasal dari tanaman jarak pagar dapat juga digunakan untuk pembuatan sabun dan biopestisida.
Kultur Jaringan Tanaman Menurut Gunawan (1995), kultur jaringan atau teknik kultur jaringan in vitro adalah suatu metode pembiakan vegetatif yang dilakukan dengan cara menumbuhkan
19 sel, jaringan atau organ, serta menumbuhkan bagian-bagian tersebut dalam media buatan aseptik yang kaya nutrisi serta zat pengatur tumbuh dalam wadah tertutup yang tembus cahaya dengan tujuan agar bagian-bagian tersebut memperbanyak diri dan beregenerasi kembali menjadi tanaman lengkap. Hartmann dan Kester (1983) menyatakan bahwa proses yang menginduksi pembentukan jaringan dari sel atau kalus menjadi tunas, tunas adventif atau akar hingga akhirnya menjadi tanaman lengkap yang sempurna disebut organogenesis. Menurut Zhang dan Lemaux (2005) pada kultur in vitro organogenesis tunas berasal dari differensiasi sel somatik bukan dari sel embrio. Organogenesis tersebut dikendalikan oleh keberadaan gen yang berada pada eksplan yang berespon terhadap pemberian zat pengatur tumbuh sehingga mempengaruhi pembelahan sel dan proses diferensiasinya. Metode perbanyakan tanaman secara in vitro dapat ditempuh dengan dua cara yaitu (1) Melalui multiplikasi tunas dari mata tunas aksilar, dan (2) Melalui pembentukan tunas adventif dan embrio somatik secara langsung maupun tidak langsung melalui pembentukan kalus (Wattimena et al. 1992). Metode yang pertama yaitu perbanyakan tunas dari mata tunas aksilar lebih banyak digunakan dalam usaha perbanyakan tanaman. Telah banyak penelitian yang dilakukan membuktikan bahwa metode tersebut lebih cepat dan dalam hal perbanyakan tanaman dan sedikit penyimpangan genetik bahkan tidak terjadi penyimpangan genetik. Morfogenesis tidak langsung melalui pembentukan kalus, tingkat penyimpangan genetik yang lebih tinggi dan waktu perbanyakan yang lebih lama. Syarat awal untuk menerapkan metode kultur jaringan sebagai suatu cara perbanyakan pada suatu tanaman yaitu: (1) kecepatan organogenesis atau embriogenesis untuk pembentukan planlet tinggi, (2) planlet yang dihasilkan secara in vitro harus mampu bertahan di lapang dan penampakan di lapang seperti yang diharapkan atau lebih baik, (3) penggunaan kultur jaringan dapat memberikan keuntungan lebih dibandingkan sistem perbanyakan secara konvensional, dan (4) sifat-sifat atau karakteristik yang diinginkan harus dapat dipertahankan (Brown & Sommer 1982 dalam Mentari 2006). Keberhasilan dari teknik kultur jaringan ditunjukkan dengan adanya pertumbuhan dan morfogenesis jaringan yang dikulturkan dan dipengaruhi oleh faktor genotif dari bakal tanaman yang dikulturkan, media dan zat pengatur tumbuh, faktor lingkungan dan faktor fisiologi jaringan yang digunakan sebagai eksplan (George dan Sherrington 1984).
20 Peranan Zat Pengatur Tumbuh dalam Kultur Jaringan Zat Pengatur Tumbuh (ZPT) adalah senyawa organik bukan nutrisi yang dalam konsentrasi rendah (<1 μM) yang bersifat mendorong, menghambat atau secara kualitatif mengubah pertumbuhan dan perkembangan tanaman (Wattimena 1988), sedangkan menurut Beyl (2005) zat pengatur tumbuh akan memberikan pengaruh pada selang konsentrasi 0,001 – 10 μM. Zat pengatur tumbuh juga menstimulasi pembelahan dan perkembangan sel, kadang-kadang jaringan atau eksplan dapat memproduksi zat pengatur tumbuh sendiri (endogen), tetapi biasanya zat pengatur tumbuh harus ditambahkan dari luar ke medium kultur jaringan untuk pertumbuhan dan perkembangan dari kultur (Beyl 2005). Menurut Gunawan (1995) pemberian zat pengatur tumbuh dari luar adalah untuk mengubah nisbah zat pengatur tumbuh yang ada pada tanaman. Perubahan nisbah itu selanjutnya merubah laju pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Wattimena (1988), mengelompokkan zat pengatur tumbuh menjadi lima golongan yaitu auksin, sitokinin, asam absisik (ABA), etilen, dan retardan. Jenis zat pengatur tumbuh yang sering digunakan dalam kultur jaringan adalah auksin dan sitokinin, dimana efek perbandingan auksin dan sitokinin terhadap morfogenesis dari kultur jaringan dijelaskan oleh Skoog dan Miller (1957) masih digunakan sebagai dasar untuk manipulasi tanaman sampai sekarang. Efek dari zat pengatur tumbuh sangat tergantung pada jenis dan kosentrasi yang digunakan dan jaringan target (Beyl 2005). Menurut Gunawan (1995), sitokinin yang sering digunakan pada kultur jaringan adalah kinetin, zeatin, BA, BAP, 2iP dan PBA. Sedangkan auksin terdiri dari IAA, 2,4D, IBA, NAA dan 2,4,5 T. Zat pengatur tumbuh sitokinin dapat merangsang berbagai tanggap biologi bila diberikan secara eksogen terhadap seluruh tanaman atau organ tanaman yang mempengaruhi pembelahan sel, morfogenesis, memacu perkembangan kuncup samping tanaman dikotil, menghambat gugurnya daun dan mempunyai kemampuan menunda penuaan (Salisbury
dan Ross 1995). Pengaruh dominansi
meristem apikal dapat dihilangkan dengan penambahan zat pengatur pertumbuhan terutama sitokinin ke dalam medium (Wattimena et al. 1992). Auksin berperan pada proses perkembangan tanaman, merangsang pemanjangan dan pembesaran sel, dominan apikal, induksi akar dan embrio somatik (Beyl 2005). Salah satu jenis zat pengatur tumbuh adalah retardan yang merupakan zat penghambat
pertumbuhan.
Menurut
Dicks
(1979)
dalam
Wattimena
1988,
mendefinisikan zat penghambat tumbuh sebagai senyawa organik sintetik yang bisa
21 diberikan kepada tanaman yang responsif menghambat perpanjangan batang tanpa mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan daun tanpa mendorong pertumbuhan yang abnormal. Pengaruh fisilogis dari retardan antara lain adalah menghambat etiolasi, meningkatkan perakaran stek, menghambat senescene, memperpanjang masa simpan, meningkatkan
pembuahan,
dan
membantu
perkecambahan
dan
pertumbuhan
(Wattimena 1988). Jenis-jenis retardan antara lain cycocel, ancymidol, alar, paclobutrazol dan uniconazale.
Kultur Jaringan Tanaman Jarak Pagar Dalam pelaksanaan kultur in vitro dengan tujuan untuk perbanyakan vegetatif tanaman diperlukan beberapa langkah umum seperti penyiapan eksplan, sterilisasi baik alat-alat yang digunakan maupun eksplan, pembuatan media, penanaman dan regenerasi tanaman menjadi planlet dan aklimatisasi (Gunawan 1992). Sebelum melakukan kultur in vitro untuk suatu tanaman kegiatan pertama yang perlu dilakukan adalah memilih tanaman induk yang hendak diperbanyak. Tanaman tersebut harus jelas jenis, species dan varietas serta harus sehat dan bebas dari hama dan penyakit. Pada hampir semua tanaman yang masih muda (juvenil) dimana keadaan selselnya masih aktif membelah merupakan bagian tanaman yang paling baik untuk eksplan (Wattimena et al. 1992). Umumnya bagian tanaman yang digunakan sebagai eksplan adalah jaringan muda yang sedang tumbuh aktif dan mempunyai daya generasi lebih tinggi, sel-selnya masih aktif membelah diri dan relatif lebih bersih (Yusnita 2003). Sel-sel bagian tanaman yang masih juvenil dan yang sudah dewasa ternyata memiliki karakteristik yang berbeda. Kalus yang terbentuk dari jaringan juvenil ini ternyata lebih mudah membentuk tunas adventif sementara yang berasal dari jaringan dewasa lebih banyak membentuk embrio somatik (George dan Sherrington 1984). Pada umumnya eksplan yang digunakan dalam kegiatan kultur in vitro adalah kotiledon, umbi, batang, daun, pucuk, tunas, akar, tangkai daun, jaringan ovul atau embrio (Gunawan 1995). Pada tanaman jarak pagar (Jatropha curcas L.) eksplan dapat berupa hipokotil, epikotil, pucuk, daun dan tangkai daun (Sujatha dan Mukta 1996; Wie Qin et al. 2004). Dalam kultur in vitro pertumbuhan eksplan diusahakan dalam lingkungan yang aseptik. Salah satu faktor pembatas dalam keberhasilan kultur in vitro
adalah
kontaminasi yang dapat terjadi setiap saat dalam masa kultur. Inisiasi eksplan yang
22 bebas kontaminan merupakan langkah yang sangat penting. Bahan tanam dari lapang mengandung debu, kotoran dan berbagai kontaminan hidup pada permukaannya. Kontaminan hidup dapat berupa cendawan bakteri, serangga, tungau serta spora (Gunawan 1995). Pemilihan metode sterilisasi harus tepat karena sterilisasi hanya mengeliminasi kontaminan dan tidak mematikan jaringan eksplan. Sterilisasi eksplan biasa dilakukan dengan menggunakan bahan-bahan kimia berupa bakterisida dan fungsida seperti deterjen, benlate, dithane 45, agrimicin, HgCl2, Na hypoclorit dan air steril. Sterilisasi tanaman jarak pagar (Jatropha curcas) dapat dilakukan dengan merendam biji jarak yang telah dikupas dalam larutan 0,15% HgCl2 selama 25 menit dan dibilas dengan air steril (Wei Qin et al. 2004). Zat pengatur tumbuh merupakan salah satu komponen media yang sangat berpengaruh dalam keberhasilan teknik kultur jaringan tanaman jarak pagar, terutama keseimbangan antara auksin dan sitokinin karena merupakan agen yang mengatur pertumbuhan. Kombinasi penggunaan auksin dan sitokinin dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman jarak, penggunaan IBA 0,1 mg/l dan BA 0,5 mg/l dapat menginduksi pembentukan tunas dari epikotil (Wie Qin et al. 2004). Penelitian Sujatha dan Mukta (1996) menyimpulkan bahwa penggunaan IBA 4,9 μM dan BA 2,22 μM merupakan kombinasi terbaik untuk menginduksi tunas adventif. Rajome dan Amla (2005) menggunakan eksplan tunas pucuk yang ditanam pada media MS dan BAP 2 mg/l untuk menginduksi tunas, sedangkan dengan penambahan IAA 0,5 mg/l, adenin sulphat 25 mg/l, glutamine 100 mg/l dan arang aktif 0,2% dapat meningkatkan proliferasi tunas. Kombinasi penggunaan sitokinin dan auksin disamping dapat menginduksi tunas juga dapat menginduksi kalus. Pada percobaan Lu Wei et al. (2003) penggunaan media MS dengan 1 mg/l IBA dan 0,5 BA dapat menginduksi pembentukan kalus pada daun. Beberapa penelitian telah dilakukan terhadap tanaman yang satu famili dengan jarak pagar yaitu ubi kayu dan karet. Menurut Roca (1982) perbanyakan ubi kayu dengan menggunakan media MS dengan zat pengatur tumbuh NAA 0,1 – 0,2 μM, BA 0,05 – 0,1 μM dan GA 0,1 μM. Sedangkan Stamp dan Henswaw (1987) menggunakan media MS dengan 2 – 12 mg/l 2,4 D pada tahap pertama dan kemudian disubkultur pada media MS dengan 0,01 mg/l 2,4 D dan 0,1 mg/l BAP. Hasil penelitian Chen (1982) pada tanaman karet dengan menggunakan eksplan tunas aksilar yang ditanam pada media Nishch yang telah dimodifikasi dengan penambahan zat pengatur tumbuh
23 kinetin 0,9 – 2,3 μM, IAA 2,9 – 5,7 μM dan GA 1,4 – 5,8 μM. Pada penelitian Sukma dan Mattjik (2006) dapat disimpulkan bahwa penggunaan media MS dengan penambahan BAP 0,5 mg/l pada eksplan pucuk dapat menginduksi terbentuknya embriogenesis somatik pada tanaman kastuba (Euphorbia pulcherrima Willd.)
24 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Percobaan dilakukan di Laboratorium Biomolekuler dan Seluler Tanaman Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi (PPSHB) Institut Pertanian Bogor, dimulai dari bulan Januari 2006 sampai September 2006.
Bahan dan Alat Bahan tanaman yang digunakan adalah tunas epikotil, hipokotil, dan kalus yang telah ditanam dalam kondisi in vitro. Media yang digunakan adalah media MS (Murasighe dan Skoog). Zat pengatur tumbuh meliputi NAA, BAP, IBA, kinetin dan paclobutrazol. Bahan lain yang digunakan adalah agar-agar, gula, alkohol 95%, bahan kimia komponen media MS, Betadine, aquadest dan spritus. Bahan untuk sterilisasi tanaman adalah deterjen, bayclin (sodium hypoklorit), agrept (bakterisida), dithane (fungisida), dan air steril. Alat yang digunakan adalah laminar air flow cabinet, bunsen, botol kultur, gunting, skapel, gagang skapel, pinset, cawan petri, karet, alat tulis, tissue dan clean pax. Pelaksanaan Penelitian Pelaksanaan penelitian
meliputi beberapa tahap pekerjaan yang saling
berkesinambungan: 1) Sterilisasi alat-alat gelas, alat-alat diseksi dan aquadest, (2) pembuatan larutan stok dan media , (3) sterilisasi sumber eksplan. Sebelum
pelaksanaan
percobaan
yang
sebenarnya
dilakukan
percobaan
pendahuluan yaitu sterilisasi dan penyediaan eksplan. Sterilisasi Alat dan Lingkungan Kerja Alat tanam (pinset, scalpel), cawan petri dan pipet yang sudah dicuci dibungkus dengan kertas serta botol kultur disterilkan dengan autoklaf selama 1 jam pada suhu 121oC tekanan 17,5 – 20 psi. Pada saat tanam, scalpel, blade dan pinset juga disterilkan dengan perendaman dalam alkohol 95% dan nyala api lampu spritus. Permukaan tempat kerja (ruang laminar air flow cabinet) sebelum digunakan disterilkan dengan menyemprot alkohol 70 % dan dilap dengan kertas tissu.
25 Pembuatan Larutan Stok dan Pembuatan Media Pada percobaan ini menggunakan media Murashige dan Skoog (MS). Untuk memudahkan pembuatan media dibuat larutan stok unsur-unsur penyusun media. Larutan stok digunakan untuk mempermudah kelarutan unsur yang digunakan dan untuk mendapatkan ketelitian yang tinggi. Pembuatan larutan stok media MS dikelompokkan ke dalam kelompok larutan stok A, B, C, D,E, F, G, vitamin, dan stok zat pengatur tumbuh (Lampiran 1). Pembuatan media dilakukan dengan cara memipet larutan stok media dasar sebanyak volume yang dibutuhkan dan ditambah zat pengatur tumbuh sesuai perlakuan serta gula 30 g/l, kemudian campuran larutan tersebut ditera dengan menambahkan aquades menjadi satu liter ke dalam labu takar, lalu dilakukan penambahan zat pengatur tumbuh sesuai dengan perlakuan dan kemudian diaduk dengan menggunakan magnetik stirer. Selanjutnya diukur pH media dengan menggunakan pH meter menjadi 5,8. Untuk menaikkan ataupun menurunkan pH ditambah dengan KOH atau HCl 0.1 N sampai pH yang dimaksud tercapai. Ke dalam larutan media ditambah 8 gram agar-agar, kemudian dimasak sampai mendidih di atas kompor gas. Larutan media yang telah mendidih dimasukkan ke dalam botol-botol kultur steril sebanyak 15 ml/botol dan ditutup dengan plastik dan diikat karet, kemudian disterilkan dengan autoklaf selama 20 menit pada suhu 121oC dan tekanan 17,5 – 20 psi. Setelah disterilisasi media disimpan selama 3 – 6 hari untuk melihat ada tidaknya kontaminasi.
Sterilisasi Sumber Eksplan dan Penanaman Eksplan yang berasal dari biji yang telah matang secara fisiologis dan berwarna kuning. Bahan tanam yang digunakan perlu disterilkan terlebih dahulu. Terdapat beberapa cara untuk sterilisasi eksplan (Lampiran 3), pada umumnya sterilisasi bahan tanaman terdiri dari dua tahap yaitu sterilisasi di luar laminar dan di dalam laminar. Di luar laminar air flow biji jarak yang telah dikupas kulitnya dicuci dengan deterjen dan dibilas sampai bersih, lalu dibuka kulit arinya. Rendam dalam larutan bayclin 5% selama 1 menit lalu dibilas sampai bersih. Kemudian rendam kembali dalam larutan dithane 2 g/l dan agrep 2 g/l yang dilarutkan dalam aquadest selama 1 jam. Di dalam laminar dibilas sampai bersih dengan air steril. Biji jarak direndam dengan larutan bayclin 20 % selama 20 menit. Bilas sampai bersih dengan aquades steril dan direndam kembali dalam larutan amoksilin selama 15 menit. Tempatkan biji dalam petridis dan ditetesi betadine lalu bijinya dibuka dengan skapel dan diambil embrionya dengan pinset ditanam pada media MS0.
26 Metode penelitian Penelitian ini terdiri dari empat percobaan yaitu : 1) Pengaruh taraf konsentrasi NAA dan BAP dalam menginduksi tunas jarak pagar dengan eksplan tunas epikotil dan hipokotil, 2) pengaruh taraf konsentrasi IBA dan paclobutrazol dalam menginduksi akar jarak pagar, 3) pengaruh BAP dan NAA dalam menginduksi kalus jarak pagar, dan 4) pengaruh taraf konsentrasi IBA dan kinetin terhadap regenerasi kalus jarak pagar. Bagan alur penelitian dapat dilihat pada Gambar 1. Benih Embrio Kecambah Eksplan Tunas Epikotil dan Hipokotil
Percobaan I Induksi Tunas
Tunas Percobaan II Induksi Akar
Hipokotil Percobaan III Induksi & Regenerasi Kalus
Gambar 1 Bagan alur penelitian Percobaan I : Pengaruh Taraf Kosentrasi NAA dan BAP dalam menginduksi Tunas Jarak Pagar dengan Eksplan Tunas Epikotil dan Hipokotil Perlakuan dan Rancangan Eksplan yang berupa tunas pucuk dan hipokotil yang telah ditumbuhkan pada kondisi in vitro selama 35 hari. Eksplan dipotong sepanjang 1 cm dengan menggunakan skapel dan pinset.
A
B
C
Gambar 2. Eksplan yang digunakan untuk induksi tunas. (A) Bibit jarak pagar 35 HST, Tunas epikotil, (C) Hipokotil.
27 Percobaan ini terdiri dari dua seri percobaan yang dibedakan oleh jenis eksplan yang digunakan dan kombinasi zat pengatur tumbuh yaitu : Seri 1 : Menggunakan eksplan tunas epikotil dengan konsentrasi zat pengatur tumbuh NAA (0, 0.05, 0.1 mg/l) dan BAP (0, 0.5, 1.0, 2.0 mg/l) Kedua faktor tersebut menghasilkan 12 kombinasi perlakuan, setiap kombinasi perlakuan diulang sebanyak 5 kali, sehingga diperoleh 60 satuan percobaan. Seri 2 : Menggunakan eksplan hipokotil dengan konsentrasi zat pengatur tumbuh NAA (0, 0.05, 0.1 mg/l) dan BAP (0, 0.5, 1.0, 2.0 mg/l) Kedua faktor tersebut menghasilkan 12 kombinasi perlakuan, setiap kombinasi perlakuan diulang sebanyak 5 kali, sehingga diperoleh 60 satuan percobaan. Percobaan ini menggunakan rancangan perlakuan faktorial yang disusun dalam rancangan lingkungan acak lengkap. Model statistik linier yang digunakan dalam rancangan menurut Mattjik dan Sumertajaya (2002) yaitu : Yijk = μ + (α)i + (β)j + (αβ)ij + Σijk Dengan Yijk
= hasil pengamatan yang diperoleh dari pengaruh NAA konsentrasi ke-i, dan BAP konsentrasi ke-j dan ulangan ke-k.
μ
= nilai rata-rata hasil pengamatan untuk setiap satuan percobaan
(α)i
= pengaruh konsentrasi NAA pada taraf ke-i
(β)j
= pengaruh konsentrasi BAP pada taraf ke-j
(αβ)ij = pengaruh interaksi perlakuan konsentrasi NAA taraf ke-i dan konsentrasi BAP pada taraf ke-j Σijk
= pengaruh galat untuk pengamatan taraf ke (i, j, k)
i
= 1, 2, 3 untuk perlakuan NAA
j
= 1, 2, 3, 4 untuk perlakuan BAP
k
= 1, 2, …., 5 untuk ulangan
Pengamatan Pengamatan dilakukan dengan mengamati pertumbuhan dan perkembangan eksplan setiap dua minggu selama delapan minggu, kecuali untuk saat inisiasi tunas. Peubah yang diamati adalah : 1. Inisiasi tunas (Hari Setelah Tanam/HST). Diamati setiap dua hari sekali pada setiap unit percobaan. 2. Persentase pembentukan tunas (%). Σ Eksplan bertunas Σ Eksplan yang digunakan
x 100%
28 3. Jumlah tunas, pada masing-masing unit percobaan dilakukan pada 2, 4, 6 dan 8 Minggu Setelah Tanam (MST). 4. Jumlah daun, pada masing-masing unit percobaan dilakukan pada 2, 4, 6 dan 8 Minggu Setelah Tanam (MST). 5. Tinggi tanaman (cm), pada masing-masing unit percobaan dilakukan pada hari akhir pengamatan.
Analisis Data Data yang diperoleh dianalisis sidik ragamnya, selanjutnya perlakuan yang berpengaruh nyata terhadap peubah yang diamati dibedakan dengan uji lanjut DRMT taraf 5% dengan menggunakan program SAS System for Windows v6.12. Percobaan II : Pengaruh Taraf Konsentrasi IBA dan Paclobutrazol menginduksi Akar Jarak Pagar
dalam
Perlakuan dan Rancangan Eksplan yang berupa tunas pucuk yang telah ditumbuhkan pada kondisi in vitro selama 45 hari. Eksplan dipotong sepanjang 1,5 cm dengan menggunakan skapel dan pinset.
A
B
Gambar 3. Eksplan yang digunakan untuk induksi akar. (A) Bibit jarak pagar 45 HST, (B) Tunas pucuk yang diakarkan. Percobaan ini menggunakan rancangan perlakuan faktorial yang disusun dalam rancangan lingkungan acak lengkap. Faktor yang diteliti ada dua yaitu konsentrasi IBA dan konsentrasi paclobutrazol. Faktor pertama adalah konsentrasi IBA yang terdiri dari empat taraf konsentrasi yaitu 0, 0.5, 1.0, 2.0 mg/l dan dan faktor kedua adalah konsentrasi paclobutrazol yang terdiri dari tiga taraf yaitu 0, 1.0, 2.0 mg/l. Kedua faktor tersebut menghasilkan 12 kombinasi perlakuan, setiap kombinasi perlakuan diulang sebanyak 5 kali, sehingga diperoleh 60 satuan percobaan. Model statistik linier yang digunakan dalam rancangan menurut Mattjik dan Sumertajaya (2002) yaitu : Yijk = μ + (α)i + (β)j + (αβ)ij + Σijk
29 Dengan Yijk
= hasil pengamatan yang diperoleh dari pengaruh IBA konsentrasi ke-i, dan paclobutrazol
kosentrasi ke-j dan
ulangan ke-k. μ
= nilai rata-rata hasil pengamatan untuk setiap satuan percobaan
(α)i
= pengaruh konsentrasi IBA pada taraf ke-i
(β)j
= pengaruh konsentrasi paclobutrazol pada taraf ke-j
(αβ)ij = pengaruh interaksi perlakuan konsentrasi IBA taraf ke-i dan konsentrasi paclobutrazol pada taraf ke-j Σijk
= pengaruh galat untuk pengamatan taraf ke (i, j, k)
i
= 1, 2, 3, 4 untuk perlakuan IBA
j
= 1, 2, 3 untuk perlakuan paclobutrazol
k
= 1, 2, …., 5 untuk ulangan
Pengamatan Pengamatan dilakukan dengan mengamati pertumbuhan dan perkembangan eksplan setiap dua minggu selama delapan minggu. Peubah yang diamati adalah : 1. Persentase pembentukan akar (%). Σ Eksplan berakar Σ Eksplan yang digunakan
x 100%
2. Jumlah akar, pada masing-masing unit percobaan dilakukan pada 2, 4, 6 dan 8 Minggu Setelah Tanam (MST). 3. Jumlah daun, pada masing-masing unit percobaan dilakukan pada 2, 4, 6 dan 8 Minggu Setelah Tanam (MST). 4. Tinggi tanaman (cm), pada masing-masing unit percobaan dilakukan pada hari akhir pengamatan.
Analisis Data Data yang diperoleh dianalisis sidik ragamnya, selanjutnya perlakuan yang berpengaruh nyata terhadap peubah yang diamati dibedakan dengan uji lanjut DRMT taraf 5% dengan menggunakan program SAS System for Windows v6.12.
30 Percobaan III : Pengaruh Auksin dan Sitokinin dalam menginduksi Kalus Jarak Pagar a) Pengaruh BAP dan NAA dalam menginduksi Kalus Jarak Pagar Perlakuan dan Rancangan Eksplan berupa hipokotil yang berasal dari bibit jarak yang telah ditumbuhkan selama 35 hari. Eksplan dipotong sepanjang 1 cm dengan menggunakan skapel dan pinset kemudian ditanam ke medium perlakuan.
A
B
Gambar 4 Eksplan yang digunakan untuk induksi kalus. (A) Sumber eksplan bibit jarak pagar 35 HST, (B) Hipokotil. Percobaan ini menggunakan rancangan lingkungan acak lengkap yang terdiri dari perlakuan : A = BAP 0 mg/l + 0 NAA mg/l B = BAP 1.3 mg/l + 0.3 NAA mg/l C = BAP 2.6 mg/l + 0.6 NAA mg/l D = BAP 5.2 mg/l + 1.2 NAA mg/l Setiap perlakuan diulang sebanyak 5 kali, sehingga diperoleh 20 satuan percobaan. Model statistik linier yang digunakan dalam rancangan menurut Mattjik dan Sumertajaya (2002) yaitu : Yijk = μ + (α)i + Σijk Dengan Yijk
= hasil pengamatan yang diperoleh dari pengaruh perlakuan konsentrasi ke-i, dan ulangan ke-k.
μ
= nilai rata-rata hasil pengamatan untuk setiap satuan percobaan
(α)i
= pengaruh konsentrasi perlakuan pada taraf ke-i
Σijk
= pengaruh galat untuk pengamatan taraf ke i ulangan ke j
31 b) Pengaruh Taraf Konsentrasi IBA dan Kinetin terhadap Pertumbuhan Kalus Jarak Pagar Perlakuan dan Rancangan Kalus hasil percobaan IIIa digunakan sebagai eksplan, seleksi kalus yang digunakan sebagai eksplan berdasarkan skoring tertinggi. kalus yang terbentuk dipotong dengan skapel dengan ukuran 0,5 x 0,5 cm kemudian disubkultur pada media perlakuan.
A
B
Gambar 5. Eksplan yang digunakan untuk regenerasi kalus. (A) Hipokotil, (B) Kalus 4 MST pada media MS + BAP 1,3 mg/l + 0,3 NAA mg/l. Percobaan ini menggunakan rancangan perlakuan faktorial yang disusun dalam rancangan lingkungan acak lengkap. Faktor yang diteliti ada dua yaitu konsentrasi IBA dan konsentrasi kinetin. Faktor pertama adalah konsentrasi IBA yang terdiri dari tiga taraf konsentrasi yaitu 0, 0.1, 0.2 mg/l dan dan faktor kedua adalah konsentrasi kinetin yang terdiri dari tiga taraf konsentrasi yaitu 0, 0.5, 1.0 mg/l. Kedua faktor tersebut menghasilkan 9 kombinasi perlakuan, setiap kombinasi perlakuan diulang sebanyak 5 kali, sehingga diperoleh 45 satuan percobaan. Pengamatan Pengamatan dilakukan dengan mengamati pertumbuhan dan perkembangan eksplan setiap
minggu selama empat minggu kecuali inisiasi kalus. Peubah yang
diamati adalah : 1. Inisiasi kalus (Hari Setelah Tanam/HST). 2. Warna eksplan
A
B
C
D
E
Gambar 6. Skoring perubahan warna eksplan batang jarak pagar: (A) eksplan warna coklat (skor 1), (B) eksplan warna kuning (skor 2), (C) eksplan warna hijau kekuningan (skor 3), (D) eksplan warna hijau (skor 4), (E) eksplan warna hijau tua (skor 5).
32 3. Perkembangan Kalus
A
C
B
D
E
Gambar 7 Skoring perkembangan kalus pada eksplan batang jarak pagar: (A) eksplan membengkak (skor 1), (B) 1 – 25 % kalus (skor 2), (C) 26-50 % kalus menutupi eksplan (skor 3), (D) 51 – 75 % kalus menutupi eksplan (skor 4), (E) 76 – 100 % kalus menutupi eksplan eksplan (skor 5). 4. Warna kalus. Warna kalus diamati dengan melihat perubahan warna kalus.
A
B
D
C
E
Gambar 8 Skoring warna kalus pada eksplan batang jarak pagar: (A) kalus mengering atau mati (skor 1), (B) 76 – 100 % kalus berwarna coklat (skor 2), (C) 21-75 % kalus berwarna coklat (skor 3), (D) kalus tidak berwarna atau bening (skor 4), (E) kalus berwarna hijau bening (skor 5). Skoring untuk perubahan warna eksplan, perkembangan kalus dan warna kalus mengacu kepada beberapa penelitian induksi kalus sebelumnya pada komoditas lain dan dimodifikasi sesuai dengan jenis tanaman jarak pagar. 5. Bobot basah kalus 6. Bobot kering kalus
Analisis Data Data yang diperoleh dianalisis sidik ragamnya, selanjutnya perlakuan yang berpengaruh nyata terhadap peubah yang diamati dibedakan dengan uji lanjut DRMT taraf 5% dengan menggunakan program SAS System for Windows v6.12.
33 HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi umum Percobaan pendahuluan dilaksanakan untuk mendapatkan eksplan steril yang akan digunakan untuk percobaan selanjutnya. Salah satu faktor yang mempengaruhi ketidakberhasilan perbanyakan secara in vitro adalah kontaminasi dari eksplan yang ditanam. Eksplan yang berasal dari dari lapang biasanya mempunyai tingkat kontaminasi yang cukup tinggi, hal ini disebabkan karena terbawanya mikroorganisme bersama eksplan. Dengan demikian diperlukan suatu metode sterilisasi yang tepat sehingga dapat mencegah kontaminasi dan tidak menghambat pertumbuhan eksplan. Pada Lampiran 3 terlihat beberapa metode sterilisasi yang dicobakan dengan berbagai jenis eksplan. Eksplan pada tanaman jarak pagar dapat berupa biji, embrio, dan stek tunas (Gambar 9).
Gambar 9 Sumber eksplan untuk perbanyakan jarak. Biji utuh (A), Biji dikupas (B), Embrio (C), dan Stek tunas (D). Tingkat keberhasilan sterilisasi jarak berkisar antara 10 % - 78 %. Metode sterilisasi dengan menggunakan eksplan tunas memberikan hasil yang paling rendah yaitu 10 % dan sterilisasi menggunakan eksplan embrio menghasilkan tingkat keberhasilan paling tinggi yaitu sekitar
78 %. Hal ini disebabkan karena letak
eksplannya embrio yang lebih terlindungi jika di dalam biji dibandingkan dengan eksplan tunas yang langsung berhubungan dengan lingkungan luar. Dari hasil pengamatan terdapat dua jenis mikroorganisme penyebab kontaminasi yaitu jamur dan bakteri. Jamur lebih dominan menyebabkan kontaminasi daripada bakteri. Jamur yang menyebabkan kontaminasi umumnya berwarna
putih dan abu-abu sedangkan bakteri
berbentuk lendir dan berwarna putih dan merah. Pada penelitian ini eksplan yang digunakan adalah bibit jarak pagar yang berasal dari embrio yang ditanam dalam kondisi in vitro. Kecambah yang berasal dari biji memiliki kelemahan yaitu walaupun dalam kondisi yang steril tidak semua biji dapat bekecambah. Persentase pekecambahan hanya sekitar 25 % (Lampiran 3) dan
34 memerlukan waktu yang relatif lebih lama dan tidak seragam pertumbuhannya. Menurut Santoso (2005), pada 14 HST embrio baru muncul dan tumbuh tegak
Gambar 10 Tahapan perkecambahan biji jarak pagar pada media tumbuh MS 0 (A) Kultur berumur 10 HST, (B) 12 HST, (C) 14 HST (Santoso, 2005) Pertumbuhan yang lambat diduga akibat masih terdapatnya endosperm yang mengakibatkan biji membutuhkan energi dan waktu yang lama untuk membuka untuk menumbuhkan embrio. Endosperm yang diduga menjadi penghambat dalam mengecambahkan
biji
lalu
dibuang,
perkecambahan dimodifikasi dengan
sehingga
pada
percobaan
selanjutnya
menggunakan bagian embrio saja. Hasil dari
perkecambahan embrio ternyata sangat baik. Embrio mulai memberi respon dan berkembang pada 2 HST dan persentase tumbuhnya mencapai 78 % (Lampiran 3 dan Gambar 11)
A
B
C
D
E
F
G
H
I
Gambar 11 Tahapan perkecambahan embrio biji jarak pagar pada media tumbuh MS 0. (A) Kultur berumur 1 HST, (B) 2 HST, (C) 3 HST, (D) 4 HST, (E) 5 HST, (F) 6 HST, (G) 7 HST, (H) 2 MST, dan (I) 4 MST.
35 Tabel 1 memperlihatkan kondisi kecambah yang mengalami perubahan warna dari putih menjadi hijau. Ini berarti terdapat perbedaan respon perubahan warna pada perkecambahan embrio. Pada umur 1 MST sebagian besar kecambah masih berwarna putih (72 %) dan warna kecambah akan berangsur-angsur menjadi hijau pada 4 MST (54 %). Pada beberapa kecambah juga terjadi pertumbuhan yang abnormal (Gambar 12). Tabel 1 Perubahan warna yang terjadi pada perkembangan embrio menjadi kecambah Warna kecambah
1 MST
%
2 MST
%
4 MST
%
Putih Batang putih + daun putih Batang hijau + daun putih Batanghijau + daun sebagian hijau Batang dan daun hijau Abnormal Kontaminasi
10 14 12 7 7
20 28 24 14 14
15 13 9 3 10
30 26 18 6 20
4 6 21 8 11
8 12 42 16 22
Total
50
100
50
100
50
100
Gambar 12 Kecambah yang mengalami pertumbuhan abnormal Terdapat perbedaan pertumbuhan dan warna pada eksplan yang berasal dari biji dan eksplan yang berasal dari embrio. Pada umur 2 MST kecambah yang berasal dari eksplan embrio menunjukkan pertumbuhan lebih cepat dan kecambah berwarna hijau jika dibandingkan dengan eksplan dari biji masih berwarna putih (Gambar 13 ).
A
B
Gambar 13 Kecambah yang berasal dari eksplan biji (A) dan embrio (B)
36 PERCOBAAN I : Pengaruh Taraf Konsentrasi NAA dan BAP dalam Menginduksi Tunas Jarak Pagar dengan Eksplan Tunas Epikotil dan Hipokotil. Hasil Tunas Epikotil. Hasil uji F yang dilakukan terhadap hasil pengamatan disajikan dalam rekapitulasi respon peubah pada Tabel 2 yang menunjukkan bahwa pada eksplan tunas pucuk kosentrasi zat pengatur tumbuh NAA dan BAP serta interaksi keduanya berpengaruh sangat nyata terhadap waktu inisiasi tunas, jumlah tunas, jumlah daun pada 2 MST, 4 MST, 6 MST, 8 MST dan pada peubah tinggi tanaman . Hipokotil. Pengaruh konsentrasi zat pengatur tumbuh NAA dan BAP dengan eksplan hipokotil dapat dilihat pada Tabel 2 yang menunjukkan bahwa pada eksplan hipokotil konsentrasi zat pengatur tumbuh NAA dan BAP serta interaksi keduanya berpengaruh sangat nyata terhadap waktu inisiasi tunas, jumlah tunas, jumlah daun jarak pagar pada 4 MST, 6 MST, dan 8 MST, tetapi berpengaruh tidak nyata pada 2 MST. Hasil uji F yang dilakukan terhadap tinggi tanaman juga menunjukkan bahwa kosentrasi NAA dan BAP serta interaksi keduanya berpengaruh sangat nyata terhadap peubah tinggi tanaman. Tabel 2 Rekapitulasi uji F pengaruh NAA dan BAP terhadap pembentukan tunas jarak pagar dengan eksplan tunas epikotil dan hipokotil Perlakuan No. Peubah NAA BAP NAA x BAP Ia Eksplan tunas epikotil ** ** ** 1. Saat inisiasi tunas ** ** ** 2. Jumlah tunas 3. Jumlah daun ** ** ** 2 MST ** ** ** 4 MST * ** ** 6 MST ** ** ** 8 MST ** ** ** 4. Tinggi tanaman Ib Eksplan hipokotil ** ** ** 1. Saat inisiasi tunas ** ** ** 2. Jumlah tunas 3. Jumlah daun tn ** ** 2 MST ** ** ** 4 MST ** ** * 6 MST ** ** ** 8 MST ** ** ** 4. Tinggi tanaman Keterangan : tn = Berpengaruh tidak nyata, * = Berpengaruh nyata pada taraf 5% dan ** = Berpengaruh nyata pada taraf 1%
37 Inisiasi Tunas Tunas Epikotil. Perlakuan zat pengatur tumbuh NAA dan BAP berpengaruh sangat nyata terhadap waktu inisiasi tunas jarak pagar dengan eksplan tunas epikotil (Lampiran 4). Hasil pengamatan saat inisiasi tunas jarak pada eksplan tunas epikotil ditunjukkan pada Tabel 3 . Inisiasi tunas tercepat pada perlakuan NAA 0.1 mg/l dan BAP 2 mg/l yaitu 22.0 HST dan yang terlama pada perlakuan BAP 2 mg/l tanpa penambahan NAA yaitu 26.0 hari, perlakuan NAA 0.1 mg/l dan BAP 1 mg/l yaitu 25.0 hari dan perlakuan NAA 0.1 mg/l dan BAP 0.5 mg/l yaitu 25.7 hari, sedangkan perlakuan lain yang dicobakan sampai akhir pengamatan (8 MST) belum berhasil membentuk tunas. Tabel 3 Pengaruh kombinasi NAA dan BAP terhadap saat inisiasi tunas jarak pagar dengan eksplan tunas epikotil Zat Pengatur Tumbuh Tanaman (mg/l) 1. MS0 (kontrol) 2. BAP 0,5 3. BAP 1 4. BAP 2 5. NAA 0,05 6. NAA 0,05 + BAP 0,5 7. NAA 0,05 + BAP 1 8. NAA 0,05 + BAP 2 9. NAA 0,1 10. NAA 0,1 + BAP 0,5 11. NAA 0,1 + BAP 1 12. NAA 0,1 + BAP 2
HST 0.0 c 0.0 c 0.0 c 26.0 ab 0.0 c 0.0 c 0.0 c 25.3 a 0.0 c 25.7 a 25.0 a 22.0 a
Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (DMRT). Angka yang ditampilkan merupakan data asli dan pengolahan data dengan transformasi (x + 0.5)1/2 .
Hipokotil. Perlakuan zat pengatur tumbuh NAA dan BAP berpengaruh sangat nyata terhadap waktu inisiasi tunas jarak pagar dengan eksplan hipokotil (Lampiran 5). Hasil pengamatan saat inisiasi tunas jarak dengan eksplan hipokotil ditunjukkan pada Tabel 4. Inisiasi tunas tercepat pada perlakuan BAP 2 mg/l tanpa pemberian NAA yaitu 9.3 HST dan yang terlama pada perlakuan NAA 0.05 mg/l dan BAP 0.5 mg/l yaitu 19.5 HST, sedangkan pada perlakuan kontrol belum mampu membentuk tunas.
38 Tabel 4 Pengaruh kombinasi NAA dan BAP terhadap saat inisiasi tunas jarak pagar dengan eksplan hipokotil Zat Pengatur Tumbuh Tanaman (mg/l)
HST 0.0 c 10.5 ab 11.5 ab 9.3 b 14.0 ab 19.5 ab 13.8 ab 17.5 ab 15.0 ab 14.0 ab 12.3 ab 15.8 ab
1. MS0 (kontrol) 2. BAP 0,5 3. BAP 1 4. BAP 2 5. NAA 0,05 6. NAA 0,05 + BAP 0,5 7. NAA 0,05 + BAP 1 8. NAA 0,05 + BAP 2 9. NAA 0,1 10. NAA 0,1 + BAP 0,5 11. NAA 0,1 + BAP 1 12. NAA 0,1 + BAP 2
Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (DMRT). Angka yang ditampilkan merupakan data asli dan pengolahan data dengan transformasi (x + 0.5)1/2
Jumlah Tunas Tunas Epikotil. Perlakuan zat pengatur tumbuh NAA dan BAP berpengaruh sangat nyata terhadap jumlah tunas jarak pagar dengan eksplan tunas epikotil (Lampiran 6). Hasil pengamatan terhadap jumlah tunas dengan eksplan tunas epikotil disajikan pada Tabel 5 dan dapat dilihat bahwa hanya beberapa perlakuan yang berhasil membentuk tunas jarak pagar dengan persentase pembentukan tunas sebesar 36 %. Jumlah tunas tertinggi terdapat pada perlakuan NAA 0,1 mg/l dan BAP 2 mg/l yaitu 2.4 tunas dan yang terendah pada perlakuan NAA 0,05 mg/l dan BAP 2 mg/l yaitu 0.8 tunas.
Hipokotil. Perlakuan zat pengatur tumbuh NAA dan BAP berpengaruh sangat nyata terhadap jumlah tunas jarak pagar dengan eksplan hipokotil (Lampiran 7). Pada percobaan ini eksplan hipokotil yang ditanam pada media MS yang ditambahkan zat pengatur tumbuh NAA dan BAP dapat menginduksi terbentuknya tunas jarak pagar dengan persentase pembentukan tunas sebesar 78 % dan rata-rata jumlah tunas tertinggi terdapat pada beberapa perlakuan : BAP 2 mg/l, NAA 0,1 mg/l+ BAP 1 mg/l dan NAA 0,1 mg/l + BAP 2 mg/l yaitu 2.0 tunas dan jumlah tunas terendah pada perlakuan NAA 0.1 mg/l tanpa pemberian BAP yaitu 0.2 tunas, sedangkan pada perlakuan tanpa zat pengatur tumbuh tidak terbentuk tunas (Tabel 6).
39 Tabel 5 Pengaruh kombinasi NAA & BAP terhadap jumlah tunas jarak pagar dengan eksplan tunas epikotil umur 8 MST Zat Pengatur Tumbuh Tanaman (mg/l)
Rata-rata Jumlah Tunas 0.0 e 0.0 e 0.0 e 1.2 bc 0.0 e 0.0 e 0.0 e 0.8 d 0.0 e 2.0 a 1.6 b 2.4 a
1. MS0 (kontrol) 2. BAP 0,5 3. BAP 1 4. BAP 2 5. NAA 0,05 6. NAA 0,05 + BAP 0,5 7. NAA 0,05 + BAP 1 8. NAA 0,05 + BAP 2 9. NAA 0,1 10. NAA 0,1 + BAP 0,5 11. NAA 0,1 + BAP 1 12. NAA 0,1 + BAP 2
Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (DMRT). Angka yang ditampilkan merupakan data asli dan pengolahan data dengan transformasi (x + 0.5)1/2
Tabel 6 Pengaruh kombinasi NAA & BAP terhadap jumlah tunas jarak pagar dengan eksplan hipokotil umur 8 MST. Zat Pengatur Tumbuh Tanaman (mg/l)
Rata-rata Jumlah Tunas 0.0 d 0.4 bc 1.2 ab 2.0 a 0.4 bc 0.6 c 1.0 abc 1.2 ab 0.2 bc 1.6 a 2.0 a 2.0 a
1. MS0 (kontrol) 2. BAP 0,5 3. BAP 1 4. BAP 2 5. NAA 0,05 6. NAA 0,05 + BAP 0,5 7. NAA 0,05 + BAP 1 8. NAA 0,05 + BAP 2 9. NAA 0,1 10. NAA 0,1 + BAP 0,5 11. NAA 0,1 + BAP 1 12. NAA 0,1 + BAP 2
Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (DMRT). Angka yang ditampilkan merupakan data asli dan pengolahan data dengan transformasi (x + 0.5)1/2
Jumlah Daun Tunas epikotil. Pada Lampiran 8 terlihat perlakuan zat pengatur tumbuh NAA dan BAP berpengaruh sangat nyata terhadap jumlah daun jarak pagar dengan eksplan tunas pucuk pada 2 MST, 4 MST, 6 MST, dan 8 MST. Jumlah daun terbanyak pada perlakuan NAA 0.1 mg/l dan BAP 0.5 mg/l dengan rata-rata jumlah daun 7.00 helai,
40 sedangkan pada perlakuan kontrol daun hanya terbentuk sampai 2 MST dan minggu selanjutnya mengalami kematian (Tabel 7). Tabel 7 Pengaruh kombinasi NAA dan BAP terhadap jumlah daun dengan eksplan tunas epikotil BAP (mg/l)
Rata-rata 1.0 2.0 ------------------------------------------1.00 1.60 abc 1.40 bc 1.00 cd 1.40 bc 1.00 2.20 ab 0.40 d 1.70 1.60 1.10 ------------------------------------------3.80 bc 1.70 2.00 cde cdef 1.80 1.40 2.80 bcd 5.40 ab 2.20 cde 4.10 2.90 2.90 ------------------------------------------2.20 bc 4.00 ab 2.00 bc 2.30 1.80 3.80 ab a bc 4.40 6.60 2.80 3.50 3.50 ------------------------------------------2.00 cde 3.00 abc 1.60 def bcd 1.70 1.20 3.40 6.60 a 2.00 cd 3.90 3.30 2.80 Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (DMRT). NAA (mg/l)
0 0.5 ------------------------------------------- 2 MST 0 0.80 cd 0.20 d 0.05 0.40 d 1.20 bc bc 1.40 2.60 a 0.10 0.70 1.50 Rata-rata ------------------------------------------- 4 MST 0 0.00 f 1.00 def ef 0.05 0.60 2.20 cde cde 1.60 0.10 7.00 a Rata-rata 3.50 0.70 ------------------------------------------- 6 MST 0.00 d 0 1.80 bc cd 0.05 0.80 2.60 bc bcd 0.10 6.60 ba 1.60 Rata-rata 3.70 0.80 ------------------------------------------- 8 MST 0 0.00 f 1.20 cd ef 0.05 0.40 1.80 d 5.40 a 1.40 cdef 0.10 2.80 Rata-rata 0.60
Angka yang ditampilkan merupakan data asli dan pengolahan data dengan transformasi (x + 0.5)1/2
8,00 7,00 6,00
2 MST
Jumlah 5,00 4,00 Daun 3,00
4 MST 6 MST 8 MST
2,00 1,00 0,00 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10 11 12
Perlakuan (T1 - T12)
Keterangan :
T1= MS 0, T2=BAP 0.5 mg/l, T3=BAP 1 mg/l, T4=BAP 2 mg/l, T5=NAA 0.05 mg/l, T6=NAA 0.05 mg/l + BAP 0.5 mg/l, T7=NAA 0.05 mg/l + BAP 1 mg/l, T8=NAA 0.05 mg/l + BAP 2 mg/l, T9=NAA 0.1 mg/l, T10=NAA 0.1 mg/l + BAP 0.5 mg/l, T11=NAA 0.1 mg/l + BAP 1 mg/l, T12=NAA 0.1 mg/l + BAP 2 mg/l .
Gambar 14 Interaksi NAA dan BAP terhadap jumlah daun jarak pagar eksplan tunas epikotil pada 2, 4, 6, dan 8 MST.
dengan
41 Hipokotil. Perlakuan zat pengatur tumbuh NAA dan BAP berpengaruh sangat nyata terhadap jumlah daun jarak pagar dengan eksplan tunas hipokotil pada 4 MST, 6 MST, dan 8 MST, tetapi berpengaruh tidak nyata pada 2 MST (Lampiran 9). Jumlah daun terbanyak pada perlakuan NAA 0.1 mg/l dan BAP 0.5 mg/l dengan rata-rata jumlah daun 7.20 helai, sedangkan pada perlakuan kontrol
daun hanya terbentuk
sampai 2 MST dan minggu selanjutnya mengalami kematian (Tabel 8). Tabel 8 Pengaruh kombinasi NAA dan BAP terhadap jumlah daun dengan eksplan hipokotil BAP (mg/l)
NAA (mg/l) 0
0.5
1.0
Rata-rata 2.0
------------------------------------------- 2 MST ------------------------------------------0 0.05 0.10 Rata-rata
0.00 b 0.00 b 0.40 b 0.10
0.20 b 0.00 b 0.80 b 0.30
0.40 b 0.00 b 1.80 a 0.70
0.00 b 0.20 b 0.60 b 0.30
0.20 0.10 0.90
------------------------------------------- 4 MST ------------------------------------------0 0.05 0.10 Rata-rata
0.00 e 0.60 cde 0.20 de 0.30
0.40 cde 1.20 cde 5.60 ab 2.40
2.80 bcd 1.20 cde 5.80 a 3.30
2.20 cd 2.80 bc 1.20 cde 2.10
1.40 1.50 3.20
------------------------------------------- 6 MST ------------------------------------------0 0.05 0.10 Rata-rata
0.00 d 0.60 d 0.40 d 0.30
0.60 d 1.60 cd 7.20 a 3.10
4.00 abc 3.00 bcd 6.80 ab 4.70
4.60 cd 4.00 bc 2.40 cde 3.70
2.30 2.30 4.30
------------------------------------------- 8 MST ------------------------------------------0 0.05 0.10 Rata-rata
0.00 d 0.20 d 0.20 d 0.13
1.60 cd 0.00 d 4.60 a 2.70
1.60 cd 1.00 cd 4.00 a 2.10
3.20 abc 2.00 bcd 1.60 cd 2.30
1.70 0.80 2.80
Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (DMRT). Angka yang ditampilkan merupakan data asli dan pengolahan data dengan transformasi (x + 0.5)1/2
42 8,00 7,00 6,00 5,00 Jumlah 4,00 daun 3,00
4 MST
2,00
2 MST
6 MST 8 MST
1,00 0,00 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Perlakuan (H1- H12)
Keterangan : H1= MS 0, H2=BAP 0.5 mg/l, H3=BAP 1 mg/l, H4=BAP 2 mg/l, H5=NAA 0.05 mg/l, H6=NAA 0.05 mg/l + BAP 0.5 mg/l, H7=NAA 0.05 mg/l + BAP 1 mg/l, H8=NAA 0.05 mg/l + BAP 2 mg/l, H9=NAA 0.1 mg/l, H10=NAA 0.1 mg/l + BAP 0.5 mg/l, H11=NAA 0.1 mg/l + BAP 1 mg/l, H12=NAA 0.1 mg/l + BAP 2 mg/l .
Gambar 15 Interaksi NAA dan BAP terhadap jumlah daun jarak pagar dengan eksplan hipokotil pada 2, 4, 6, dan 8 MST
T1
T2
T3
T4
T5
T6
T7
T8
T11
T12
T9
T10
Keterangan : 1=MS 0, 2=BAP 0.5 mg/l, 3=BAP 1 mg/l, 4=BAP 2 mg/l, 5=NAA 0.05 mg/l, 6=NAA 0.05 mg/l + BAP 0.5 mg/l, 7=NAA 0.05 mg/l + BAP 1 mg/l, 8=NAA 0.05 mg/l + BAP 2 mg/l, 9=NAA 0.1 mg/l, 10=NAA 0.1 mg/l + BAP 0.5 mg/l, 11=NAA 0.1 mg/l + BAP 1 mg/l, 12=NAA 0.1 mg/l + BAP 2 mg/l .
Gambar 16 Pertumbuhan jarak pagar dengan eksplan tunas epikotil 8 MST pada perbagai perlakuan
43
H1
H2
H3
H4
H5
H6
H7
H8
H9
H10
H11
H12
Keterangan : H1=MS 0, H2=BAP 0.5 mg/l, H3=BAP 1 mg/l, H4=BAP 2 mg/l, H5=NAA 0.05 mg/l, H6=NAA 0.05 mg/l + BAP 0.5 mg/l, H7=NAA 0.05 mg/l + BAP 1 mg/l, H8=NAA 0.05 mg/l + BAP 2 mg/l, H9=NAA 0.1 mg/l, H10=NAA 0.1 mg/l + BAP 0.5 mg/l, H11=NAA 0.1 mg/l + BAP 1 mg/l, H12=NAA 0.1 mg/l + BAP 2 mg/l .
Gambar 17 Pertumbuhan jarak pagar dengan eksplan hipokotil setelah 8 MST pada berbagai perlakuan Tinggi Tanaman Tunas epikotil. Sama halnya dengan peubah jumlah tunas, peubah tinggi tanaman jarak diamati pada akhir pengamatan. Lampiran 10 menunjukkan hasil analisis ragam bahwa perlakuan NAA dan BAP berpengaruh sangat nyata terhadap tinggi tanaman Jarak pagar. Tanaman tertinggi terdapat pada perlakuan NAA 0.05 mg/l dan BAP 2 mg/l yaitu 3.16 cm sedangkan tinggi tanaman terendah pada perlakuan kontrol yaitu 0.48 cm (Tabel 9).
Hipokotil. Hasil analisis ragam terhadap pengaruh kosentrasi NAA dan BAP terhadap tinggi tanaman jarak memperlihatkan pengaruh sangat nyata terhadap tinggi tanaman jarak pagar (Lampiran 11). Tunas tertinggi terdapat pada perlakuan NAA 0.05 mg/l dan BAP 2 mg/l yaitu 3.36 cm sedangkan tinggi tanaman terendah pada perlakuan kontrol yaitu 1.10 cm (Tabel 10).
44 Tabel 9 Pengaruh kombinasi NAA dan BAP terhadap tinggi tanaman dengan eksplan tunas epikotil pada 8 MST BAP (mg/l)
NAA (mg/l) 0 0.05 0.10 Rata-rata
Rata-rata
0
0.5
1.0
2.0
0.48 g 0.80 fg 1.00 ef 0.70
1.18 def 1.70 cd 2.50 ab 2.10
1.40 cde 1.90 bc 1.60 cd 1.60
0.98 ef 3.16 a 1.04 ef 1.00
1.00 1.50 1.60
Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (DMRT). Angka yang ditampilkan merupakan data asli dan pengolahan data dengan transformasi (x + 0.5)1/2
Tabel 10 Pengaruh kombinasi NAA dan BAP terhadap tinggi tanaman dengan eksplan hipokotil 8 MST BAP (mg/l)
NAA (mg/l) 0 0.05 0.10 Rata-rata
Rata-rata
0
0.5
1.0
2.0
1.10 c 1.80 b 1.34 bc 1.68
1.72 bc 1.82 b 2.04 b 1.86
1.68 bc 1.84 b 1.90 b 1.73
1.36 bc 3.36 a 1.70 c 1.95
1.50 2.20 1.70
TinggiTunas (cm)
Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (DMRT). Angka yang ditampilkan merupakan data asli dan pengolahan data dengan transformasi (x + 0.5)1/2
4,0 3,5 3,0 2,5 2,0 1,5 1,0 0,5 0,0
Tunas Epikotil Hipokotil
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Perlakuan
Keterangan : 1= MS 0, 2=BAP 0.5 mg/l, 3=BAP 1 mg/l, 4=BAP 2 mg/l, 5=NAA 0.05 mg/l, 6=NAA 0.05 mg/l + BAP 0.5 mg/l, 7=NAA 0.05 mg/l + BAP 1 mg/l, 8=NAA 0.05 mg/l + BAP 2 mg/l, 9=NAA 0.1 mg/l, 10=NAA 0.1 mg/l + BAP 0.5 mg/l, 11=NAA 0.1 mg/l + BAP 1 mg/l, 12=NAA 0.1 mg/l + BAP 2 mg/l .
Gambar 18 Interaksi NAA dan BAP terhadap tinggi tanaman jarak pagar dengan eksplan tunas epikotil dan hipokotil pada 8 MST
45 Percobaan II : Pengaruh Taraf Konsentrasi IBA dan Paclobutrazol dalam menginduksi Akar Jarak Pagar
Hasil Kondisi Umum Proses pembentukan akar pada eksplan jarak pagar mulai terlihat pada satu minggu setelah tanam. Beberapa minggu kemudian sebagian besar eksplan mampu menghasilkan akar, dari 60 eksplan yang ditanam 70 % mampu menghasilkan akar. Hasil uji F yang dilakukan terhadap hasil pengamatan disajikan dalam rekapitulasi respon peubah pada Tabel 11 yang menunjukkan perlakuan konsentrasi IBA berpengaruh sangat nyata terhadap peubah jumlah akar pada 4 MST, 6 MST, dan 8 MST tetapi tidak berpengaruh nyata pada 2 MST. Perlakuan kosentrasi paclobutrazol berpengaruh nyata terhadap peubah jumlah daun pada 2 MST, 4 MST, 6 MST, dan 8 MST. Interaksi antara kosentrasi IBA dan paclobutrazol juga berpengaruh
nyata
terhadap peubah tinggi tunas tanaman jarak pagar. Tabel 11 Rekapitulasi uji F pengaruh IBA dan paclobutrazol terhadap pembentukan akar jarak pagar Perlakuan No. Peubah IBA PAC IBA x PAC 1. Jumlah akar tn tn tn 2 MSP tn tn ** 4 MSP tn tn ** 6 MSP tn tn ** 8 MSP 2. Jumlah daun tn * tn 2 MSP tn * tn 4 MSP tn * tn 6 MSP tn * tn 8 MSP * ** ** 3. Tinggi tanaman Keterangan : tn = Berpengaruh tidak nyata, * = Berpengaruh nyata pada taraf 5% dan ** = Berpengaruh nyata pada taraf 1%
46
A1
A2
A3
A4
A5
A6
A7
A8
A9
A10
A11
A12
Keterangan : A1=MS 0, A2=PAC 1 mg/l, A3= PAC 2 mg/l, A4=IBA 0,5 mg/l, A5=IBA 0.5 mg/l+ PAC 1 mg/l, A6=IBA 0.5 mg/l + PAC 2 mg/l, A7=IBA 1 mg/l, A8=IBA 1 mg/l + PAC 1 mg/l, A9=IBA 1 mg/l + PAC 2 mg/l, A10=IBA 2 mg/l, A11=IBA 2 mg/l + PAC 1 mg/l, A12=IBA 2 mg/l + PAC 2 mg/l .
Gambar 19 Pertumbuhan jarak pagar pada berbagai macam kombinasi IBA dan paclobutrazol 8 MST Jumlah Akar Akar sebagai organ penting dari tanaman berperan menyerap zat-zat hara yang berguna bagi tanaman dari media tanam. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa terbentuknya akar mulai terjadi pada 2 MST hampir pada semua perlakuan Lampiran 12 menunjukkan hasil analisis ragam perlakuan zat pengatur tumbuh IBA berpengaruh sangat nyata terhadap jumlah akar tanaman jarak secara in vitro, pada 4 MST, 6 MST, dan 8 MST tetapi tidak berpengaruh nyata pada 2 MST sedangkan paclobutrazol tidak berpengaruh nyata (Tabel 12).
47 Tabel 12 Pengaruh IBA dan paclobutrazol terhadap rata-rata jumlah akar jarak pagar IBA (mg/l) 0.0 0.5 1.0 2.0 Paclobutrazol (mg/l) 0.0 1.0 2.0
2 (MST) 0.5 0.7 1.2 1.4
Jumlah akar 4 (MST) 6 (MST) 0.5 b 0.7 b 0.9 b 0.9 b 1.9 a 1.9 a 2.1 a 2.3 a
8 (MST) 0.7 b 0.9 b 2.0 a 2.6 a
1.5 1.5 1.7 Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (DMRT). 1.5 1.3 1.6
1.3 1.2 1.5
0.9 0.9 1.2
Angka yang ditampilkan merupakan data asli dan pengolahan data dengan transformasi (x + 0.5)1/2
Data pada tabel 12 menunjukkan bahwa media MS dengan penambahan IBA 2 mg/l dapat menginduksi akar dan menghasilkan akar terbanyak yaitu 2.6 pada 8 MST. Pada umur yang sama, meskipun tidak berpengaruh nyata, media MS dengan pemberian paclobutrazol juga menghasilkan akar terbanyak yaitu 1.7 akar. Jumlah Daun Hasil analisis ragam menunjukkkan bahwa perlakuan konsentrasi zat pengatur tumbuh paclobutrazol berpengaruh nyata terhadap penurunan jumlah daun tanaman jarak pagar secara in vitro (Lampiran 13). Pengaruh tunggal paclobutrazol memberikan pengaruh yang nyata terhadap penurunan jumlah daun sedangkan pemberian IBA tidak berpengaruh nyata. Data pada Tabel 13 menunjukkan bahwa media MS tanpa pemberian paclobutrazol memberikan rata-rata jumlah daun tertinggi yaitu 2 helai dan rata-rata jumlah daun terendah pada perlakuan dengan penambahan paclobutrazol 2 mg/l yaitu 0.6 helai. Tabel 13 Pengaruh IBA dan paclobutrazol terhadap rata-rata jumlah daun jarak pagar IBA (mg/l) 0.0 0.5 1.0 2.0 Paclobutrazol (mg/l) 0.0 1.0 2.0
2 (MST) 1.2 1.3 1.0 1.1
Jumlah daun 4 (MST) 6 (MST) 1.3 1.5 1.5 1.2 1.3 1.5 1.1 1.1
8 (MST) 1.2 1.8 1.1 0.8
1.9a 1.3ab 0.6b Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (DMRT). 1.5a 1.3a 0.6b
1.9a 1.3ab 0.8b
2.0a 1.3ab 0.6b
Angka yang ditampilkan merupakan data asli dan pengolahan data dengan transformasi (x + 0.5)1/2
48 Tinggi Tanaman Pengaruh konsentrasi zat pengatur tumbuh IBA dan paclobutrazol berpengaruh terhadap tinggi tunas tanaman jarak pagar. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi IBA dan paclobutrazol berpengaruh nyata terhadap tinggi tunas tanaman jarak pagar(Lampiran 12). Tunas tertinggi terdapat pada perlakuan dengan konsentrasi IBA 0.5 mg/l tanpa pemberian paclobutrazol yaitu 4.2 cm, sedangkan tinggi tunas terendah terdapat pada perlakuan dengan konsentrasi IBA 2.0 mg/l dan paclobutrazol 2.0 mg/l yaitu 2.2 cm (Tabel 14). Tabel 14 Pengaruh kombinasi IBA dan paclobutrazol terhadap tinggi tunas tanaman jarak pagar pada 8 MST IBA (mg/l)
0.0
Paclobutrazol (mg/l) 1.0
0.0 0.5 1.0 2.0 Rata-rata
2.9 bc 4.2 a 3.2 b 2.9 bcd 3.3
2.7 bcd 2.7 bcd 2.6 bcd 2.7 bcd 2.7
2.0 2.5 bcd 2.6 bcd 2.4 bc 2.2 d 2.4
Rata-rata 2.7 3.2 2.6 2.6
Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (DMRT). Angka yang ditampilkan merupakan data asli dan pengolahan data dengan transformasi (x + 0.5)1/2
Tinggi Tanaman
5,00 4,00 3,00 2,00 1,00 0,00 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Perlakuan ( A1 - A!2)
Keterangan : A1= ½ MS 0, A2=PAC 1 mg/l, A3=PAC 2 mg/l, A4=IBA 0.5 mg/l, A5=IBA 0.5 mg/l + PAC 1 mg/l, A6= IBA 0.5 mg/l + PAC 2 mg/l , A7= IBA 1 mg/l A8= IBA 1 mg/l + PAC 1 mg/l , A9= IBA 1 mg/l + PAC 2 mg/l, A10= IBA 2 mg/l, A11= IBA 2 mg/l + PAC 1 mg/l, A12= IBA 2 mg/l + PAC 2 mg/l
Gambar 20 Interaksi IBA dan paclobutrazol terhadap tinggi tunas jarak pagar 8 MST
49 Percobaan IIIa : Pengaruh BAP dan NAA dalam Menginduksi Kalus Jarak Pagar
Hasil Kondisi Umum Eksplan yang ditanam pada media mulai memberikan respon perubahan pada 1 MST dengan terjadinya pembengkakan, diduga karena proses penyerapan air dan hara telah terjadi. Pada umur 2 MST eksplan yang ditanam pada media perlakuan mulai membesar dan membentuk kalus pada media perlakuan yang mengandung sitokinin BAP dan auksin NAA. Hasil uji F yang dilakukan terhadap hasil pengamatan disajikan dalam rekapitulasi respon peubah pada Tabel 15 yang menunjukkan perlakuan konsentrasi IBA dan BAP berpengaruh sangat nyata terhadap peubah warna eksplan pada 2 MST, 3 MST, 4 MST tetapi tidak berpengaruh nyata pada 1 MST, perkembangan kalus pada 1 MST, 2 MST, 3 MST, 4 MST, dan warna kalus pada 1 MST, 2 MST, 3 MST, 4 MST. Hasil uji F yang dilakukan terhadap waktu inisiasi kalus menunjukkan bahwa perlakuan kosentrasi BAP dan NAA berpengaruh sangat nyata terhadap waktu inisiasi kalus. Tabel 15 Rekapitulasi uji F pengaruh BAP dan NAA terhadap pembentukan kalus jarak pagar No.
Peubah
1. Inisiasi kalus 2. Perubahan warna eksplan 1 MST 2 MST 3 MST 4 MST 3. Perkembangan kalus 1 MST 2 MST 3 MST 4 MST 4. Warna kalus 1 MST 2 MST 3 MST 4 MST
BAP + NAA ** tn * ** ** **
** ** ** ** ** ** ** **
Keterangan : tn = Berpengaruh tidak nyata, * = Berpengaruh nyata pada taraf 5% dan ** = Berpengaruh nyata pada taraf 1%
50 Warna Eksplan Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan BAP dan NAA berpengaruh nyata terhadap warna eksplan tanaman jarak pagar pada 2 MST, 3 MST dan 4 MST kecuali pada 1 MST (Lampiran 15). Perubahan warna eksplan diamati dan ditentukan dengan sistem skoring. Skor tertinggi perubahan warna eksplan pada perlakuan dengan BAP 1.3 mg/l + NAA 0.3 mg/l dan skor terendah terdapat pada perlakuan kontrol (Tabel 16). Tabel 16 Pengaruh BAP dan NAA terhadap warna eksplan kalus jarak pagar Perlakuan (mg/l)
MST 1
MST 2
MST 3
MST 4
BAP 0 + NAA 0
4.0 a
3.4 b
2.8 b
2.6 b
BAP 1.3 + NAA 0.3
4.0 a
4.0 a
3.8 a
3.8 a
BAP 2.6 + NAA 0.6
4.0 a
4.0 a
4.0 a
3.8 a
BAP 5.2 + NAA 1.2
3.8 a
3.8 ab
3.8 a
3.6 a
Keterangan : Angka rata-rata yang diikuti oleh huruf yang sama pada pada kolom yang sama, berbeda tidak nyata menurut uji DMRT 5%.
Inisiasi Kalus Hasil pengamatan saat inisiasi kalus ditunjukkan pada Tabel 17. Saat inisiasi kalus tercepat pada perlakuan BAP 2.6 mg/l + NAA 0.6 mg/l yaitu 5.6 HST, sedangkan eksplan pada perlakuan tanpa pemberian zat pengatur tumbuh tidak mampu membentuk kalus sampai akhir pengamatan. Tabel 17 Pengaruh BAP dan NAA terhadap waktu inisiasi kalus jarak pagar Perlakuan (mg/l)
HST
BAP 0 + NAA 0
0.0 b
BAP 1.3 + NAA 0.3
6.0 a
BAP 2.6 + NAA 0.6
5.6 a
BAP 5.2 + NAA 1.2
6.2 a
Keterangan : Angka rata-rata yang diikuti oleh huruf yang sama pada pada kolom yang sama, berbeda tidak nyata menurut uji DMRT 5%.
51 Perkembangan Kalus Hasil analisis ragam pada Lampiran 17 menunjukkan bahwa zat pengatur tumbuh BAP dan NAA berpengaruh sangat nyata terhadap perkembangan kalus pada 2 MST, 3 MST, dan 4 MST tetapi tidak berpengaruh nyata pada 1 MST. Pada 3 dan 4 MST perkembangan kalus terbaik pada perlakuan BAP 1.3 mg/l+ NAA 0.3 mg/l, pada perlakuan tersebut 76 – 100% kalus menutupi eksplan (Tabel 18). Tabel 18 Pengaruh BAP dan NAA terhadap perkembangan kalus jarak pagar Perlakuan (mg/l)
MST 1
MST 2
MST 3
MST 4
BAP 0 + NAA 0
1.0 c
1.0 b
1.0 b
1.0 b
BAP 1.3 + NAA 0.3
2.0 a
4.6 a
5.0 a
5.0 a
BAP 2.6 + NAA 0.6
1.6 bc
4.2 a
4.8 a
5.0 a
BAP 5.2 + NAA 1.2
1.8 ab
4.4 a
4.8 a
4.8 a
Keterangan : Angka rata-rata yang diikuti oleh huruf yang sama pada pada kolom yang sama, berbeda tidak nyata menurut uji DMRT 5%.
Warna Kalus Tabel sidik ragam pada Lampiran 18 menunjukkan pengaruh zat pengatur tumbuh BAP dan NAA terhadap warna kalus jarak pagar. Warna kalus ditentukan dengan sistem skoring. Skor tertinggi warna kalus jarak pagar terdapat pada perlakuan BAP 1.3 mg/l + NAA 0.3 mg/l (Tabel 19). Pada perlakuan tersebut kalus berwarna hijau bening. Tabel 19 Pengaruh BAP dan NAA terhadap warna kalus jarak pagar Perlakuan (mg/l)
MST 1
MST 2
MST 3
MST 4
BAP 0 + NAA 0
0.0 b
0.0 b
0.0 b
0.0 b
BAP 1.3 + NAA 0.3
5.0 a
5.0 a
5.0 a
5.0 a
BAP 2.6 + NAA 0.6
5.0 a
4.6 a
4.8 a
4.6 a
BAP 5.2 + NAA 1.2
5.0 a
4.8 a
4.6 a
4.2 a
Keterangan : Angka rata-rata yang diikuti oleh huruf yang sama pada pada kolom yang sama, berbeda tidak nyata menurut uji DMRT 5%.
52 Percobaan IIIb : Pengaruh Taraf Konsentrasi IBA dan Kinetin terhadap Regenerasi Kalus Jarak Pagar Hasil Hasil uji F yang dilakukan terhadap hasil pengamatan disajikan dalam rekapitulasi respon peubah pada Tabel 20 yang menunjukkan bahwa pada pertumbuhan kalus jarak pagar dipengaruhi oleh konsentrasi zat pengatur tumbuh IBA dan interaksi antara IBA dan kinetin berpengaruh nyata terhadap warna kalus pada 1 MST, 2 MST, 3 MST, 4 MST, bobot basah kalus dan bobot kering kalus. Tabel 20 Rekapitulasi uji F pengaruh IBA dan Kinetin terhadap pertumbuhan kalus Jarak pagar No.
Perlakuan
Peubah
1. Warna kalus 1 MST 2 MST 3 MST 4 MST 2. Bobot basah kalus 3. Bobot kering kalus
IBA
KIN
IBA x KIN
** ** ** **
tn tn tn tn
** ** ** **
** *
tn tn
** **
Keterangan : tn = Berpengaruh tidak nyata, * = Berpengaruh nyata pada taraf 5% dan ** = Berpengaruh nyata pada taraf 1%
Warna Kalus Pengaruh interaksi antara IBA dan Kinetin terhadap warna kalus jarak pagar tersaji pada Tabel Sidik Ragam pada Lampiran 16. Terdapat interaksi yang sangat nyata antara IBA dan Kinetin terhadap warna kalus jarak pagar pada 1, 2, 3 dan 4 MST. Skor tertinggi warna kalus pada perlakuan IBA 0.2 mg/l tanpa pemberian kinetin (Tabel 21). Pada perlakuan tersebut kalus berwarna hijau bening (Gambar 21)
53 Tabel 21 Pengaruh kombinasi IBA dan kinetin terhadap warna kalus jarak pagar Kinetin (mg/l) 0.5
IBA
Rata-Rata 0.0 1.0 (mg/l) ------------------------------------------- 1 MST ----------------------------------------0.0 2.6d 4.8a 0.1 4.8a 0.2 Rata-rata 4.1 ------------------------------------------- 2 0.0 0.1 0.2 Rata-rata
2.0e 4.8a 4.6ab 3.8
3.8bc 4.4ab 3.6 ab 4.5 4.2ab 4.6 4.1 4.4ab 3.0dc 4.3 3.9 MST ----------------------------------------3.2cd 4.6ab 4.0abc 4.3
3.8bc 3.4c 2.4de 3.7
3.0 4.3 3.7
------------------------------------------- 3 MST ----------------------------------------1.8d 0.0 2.6bcd 3.8abc 2.6 a abc 0.1 4.4 3.6 2.2cd 3.4 0.2 4.6ab 4.0bcd 2.4cd 3.5 Rata-rata 3.4 3.0 2.7 ------------------------------------------- 4 MST ----------------------------------------0.0 0.1 0.2 Rata-rata
1.4d 4.4a 4.6ab 3.5
2.4cd 3.6abc 4.2ab 3.4
3.8abc 3.0abcd 2.6bcd 3.1
2.5 3.6 3.8
Keterangan : Nilai yang diikuti oleh huruf yang sama pada minggu yang sama kecuali rata-rata tidak berbeda nyata menurut uji DMRT 5%.
Bobot Basah dan Bobot Kering Kalus Pertumbuhan kalus dicerminkan oleh pertambahan berat basah dan berat kering kalus. Berdasarkan analisis ragam bahwa interaksi antara IBA dan kinetin berpengaruh nyata terhadap bobot basah kalus (Lampiran 20) dan juga terhadap bobot kering (Lampiran 21). Pada Lampiran 20 dan 21 tampak bahwa sebagai faktor tunggal kinetin tidak berpengaruh nyata. Tabel 22 memperlihatkan rata-rata bobot basah kalus dan ratarata berat kering terlihat pada Tabel 23. Rata-rata bobot basah kalus dan bobot kering kalus tertinggi pada perlakuan 0.2 mg/l IBA tanpa pemberian kinetin.
54 Tabel 22 Pengaruh kombinasi IBA dan kinetin terhadap bobot basah kalus jarak pagar
(mg/l)
0.0
Kinetin (mg/l) 0.5
0.0 0.1 0.2 Rata-rata (g)
0.05b 0.53a 0.70a 0.43
0.38ab 0.63a 0.53a 0.51
IBA
1.0 0.54a 0.51a 0.36ab 0.47
Rata-Rata (g) 0.40 0.50 0.50
Keterangan : Angka rata-rata yang diikuti oleh huruf yang sama pada pada kolom yang sama, berbeda tidak nyata menurut uji DMRT 5%.
Tabel 23 Pengaruh kombinasi IBA dan kinetin terhadap bobot kering kalus jarak pagar
(mg/l)
0.0
Kinetin (mg/l) 0.5
0.0 0.1 0.2 Rata-rata (g)
0.00 b 0.04a 0.05a 0.03
0.03a 0.04a 0.03a 0.03
IBA
1.0 0.04a 0.04a 0.02a 0.03
Rata-Rata (g) 0.02 0.04 0.03
Keterangan : Angka rata-rata yang diikuti oleh huruf yang sama pada pada kolom yang sama, berbeda tidak nyata menurut uji DMRT 5%.
K1
K2
K3
K4
K5
K6
K7
K8
K9
Keterangan : K1=MS0, K2=Kinetin 0.5 mg/l, K3= Kinetin 1 mg/l, K4=IBA 0.1 mg/l, K5=IBA 0.1 mg/l + Kinetin 0.5 mg/l, K6= IBA 0.1 mg/l + Kinetin 1 mg/l, K7= IBA 0.2 mg/l , K8= IBA 0.2 mg/l + Kinetin 0.5 mg/l, K9= IBA 0.1 mg/l + Kinetin 1 mg/l
Gambar 21 Pertumbuhan kalus jarak pagar pada berbagai perlakuan umur 4 MST
55 PEMBAHASAN
Pertumbuhan dan Perkembangan Embrio Pertumbuhan dan perkembangan embrio pada tahap awal ditandai dengan respon dari kotiledon dan pemanjangan radikula yang diikuti dengan perubahan warna eksplan dari putih menjadi hijau (Gambar 11). Perubahan ini diduga karena telah terjadi perubahan morfologis dan fisiologis dari embrio. Pada pertumbuhan dan perkembangan embrio terjadi tiga peristiwa. Yang pertama adalah pembelahan sel : satu sel membelah menjadi dua sel, yang tidak selalu serupa satu sama lain. Yang kedua adalah pembesaran sel: salah satu atau kedua sel anak tersebut membesar volumenya. Peristiwa ketiga adalah diferensiasi sel: sel yang sudah mencapai volume tertentu akhirnya menjadi terspesialisasi. Berbagai macam cara sel membelah, membesar dan terspesialisasi telah menghasilkan berbagai jenis jaringan dan organ tumbuhan (Salisburry dan Ross 1992). Terdapat perbedaan pertumbuhan dan warna pada eksplan yang berasal dari biji dan eksplan yang berasal dari embrio. Pada umur 2 MST kecambah yang berasal dari eksplan embrio menunjukkan pertumbuhan lebih cepat dan kecambah berwarna hijau jika dibandingkan dengan eksplan dari biji masih berwarna putih (Gambar 13), hal ini diduga disebabkan karena pada eksplan biji proses perkecambahan dimulai dengan imbibisi, pengambilan air dan proses biokimia yang menyertai perkecambahan (Lakitan 1996). Ketika proses imbibisi terjadi, bahan-bahan koloid terutama protein cenderung mengembang dan pengembangan ini sering kali bertanggung jawab terhadap pemecahan biji (Fisher 1992). Pertumbuhan yang lambat pada eksplan dari biji diduga akibat masih terdapatnya endosperm yang mengakibatkan biji membutuhkan energi dan waktu yang lama untuk membuka dan untuk menumbuhkan embrio sedangkan pada eksplan embrio perkecambahan langsung dimulai dengan memanjangnya radikula.
Pembentukan Tunas Pertumbuhan dan perkembangan tanaman jarak pagar secara in vitro dipengaruhi oleh interaksi dan keseimbangan antara zat pengatur tumbuh yang diberikan ke dalam media dengan zat pengatur tumbuh yang diproduksi secara endogen oleh tanaman. Zat pengatur tumbuh yang sering digunakan dalam kultur jaringan adalah auksin dan sitokinin. Auksin dan sitokinin berinteraksi dalam mengontrol proses perkembangan dalam tanaman seperti pembelahan dan diferensiasi sel, pembentukan organ dalam
56 kultur jaringan, dominansi apikal, dan penuaan daun atau senescene (Salisbury dan Ross 1992) Dari penelitian ini terdapat dua metode yang dicobakan untuk perbanyakan jarak pagar secara in vitro yaitu secara langsung dan tidak langsung. Dalam perbanyakan langsung eksplan yang meristematik akan langsung membentuk tunas, sedangkan pada diferensiasi tidak langsung eksplan akan tumbuh membentuk kalus dan kemudian menginduksi munculnya tunas adventif, walaupun pada penelitian ini tunas adventif yang diharapkan tidak terbentuk. Pada perbanyakan langsung eksplan yang digunakan adalah tunas epikotil dan hipokotil. Penambahan zat pengatur tumbuh NAA dan BAP ke media tanam berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman jarak pagar dan terdapat perbedaan pola respon antara kedua eksplan tersebut. Pada eksplan tunas epikotil membutuhkan waktu yang lebih lama untuk induksi tunas dan pembentukan tunas hanya terjadi pada kombinasi perlakuan tertentu, terutama perlakuan yang mengandung sitokinin sedangkan pada eksplan hipokotil induksi tunas lebih cepat dan tunas terbentuk hampir pada semua perlakuan kecuali pada perlakuan kontrol tunas tidak mampu terbentuk. Hal ini disebabkan karena tunas epikotil ada pengaruh apical dominan yaitu dominansi pucuk yang diakibatkan oleh karena konsentrasi auksin yang tinggi pada meristem pucuk (Salissbury dan Roos 1992), dimana tunas epikotil menghambat pembentukan tunas aksilar. Sedangkan pada eksplan hipokotil tidak terdapat pengaruh apical dominan sehingga pembentukan tunas aksilar lebih mudah terjadi jika dibandingkan dengan tunas epikotil. Pada eksplan tunas epikotil perlakuan NAA 0,1 mg/l dan
BAP 2.0 mg/l
memberikan rata-rata jumlah tunas tertinggi yaitu 2.4 tunas. Pada eksplan hipokotil terdapat beberapa perlakuan yang memberikan rata-rata jumlah tunas tertinggi yaitu 2.0 tunas. Sitokinin yang ditambahkan ke media perlakuan dapat mematahkan dominansi apical dan selanjutnya menstimulasi pembentukan tunas aksilar (Gaba 2005). Menurut Zhang dan Lemaux (2005) pada kultur in vitro organogenesis tunas berasal dari differensiasi sel somatik bukan dari sel embrio. Sel meristem pada titik tumbuh yang ditanam pada media yang tepat maka sel tersebut dapat beregenerasi langsung membentuk tunas (Mattjik 2005). Organogenesis tersebut dikendalikan oleh keberadaan gen yang berada pada eksplan yang berespon terhadap pemberian zat pengatur tumbuh sehingga mempengaruhi pembelahan sel dan proses diferensiasinya. (Zhang dan Lemaux 2005).
57 Hasil pengamatan terhadap jumlah daun pada eksplan tunas epikotil, jumlah daun terbanyak terbentuk pada perlakuan NAA 0,1 mg/l dan BAP 0.5 mg/l pada 4 MST. Pada eksplan hipokotil jumlah daun terbanyak juga pada perlakuan yang sama tetapi pada 6 MST. Hal ini disebabkan karena pada eksplan tunas epikotil, adaptasi eksplan pada media lebih cepat jika dibandingkan dengan eksplan hipokotil yang harus menginduksi keluar tunas terlebih dahulu kemudian baru membentuk daun. Pada minggu selanjutnya jumlah daun mengalami penurunan, daun yang berwarna hijau berubah menjadi coklat dan mengalami kematian. Setelah 6 MST tanaman mulai mengalami senescen, daun yang terbentuk berubah warna menjadi kuning dan akhirnya mengering dan berwarna kecoklatan. Pada perlakuan kontrol dengan eksplan tunas epikotil senescen sudah terjadi setelah 2 MST, hal ini diduga zat pengatur tumbuh endogen yang terdapat pada eksplan belum mampu mendukung pertumbuhan tanaman. Interaksi antara konsentrasi NAA dan BAP pada eksplan tunas epikotil memberikan pengaruh nyata terhadap pertumbuhan tinggi tunas jarak pada 8 MST (Tabel 9). Interaksi yang memberikan respon terbaik terhadap pertumbuhan tinggi tunas jarak adalah perlakuan NAA 0,05 mg/l dan BAP 2 mg/l yaitu 3.16 cm, tinggi tunas terendah pada perlakuan kontrol yaitu 0.48 cm. Demikian juga pada eksplan hipokotil pada perlakuan yang sama memberikan respon terbaik terhadap pertumbuhan tinggi tunas jarak yaitu 3.36 cm dan yang terendah pada perlakuan kontrol yaitu 1,12 cm. Pertumbuhan dan perkembangan tunas yang berasal dari eksplan tunas epikotil dan hipokotil (Gambar 16 dan 17) memperlihatkan bahwa pada kosentrasi BAP dan NAA yang lebih tinggi menunjukkan pertumbuhan tanaman menjadi roset dan pada pangkal batang terbentuk kalus. Pertumbuhan eksplan yang roset yaitu tinggi tanaman dan jumlah ruas tidak sebanding dengan jumlah tunas juga terjadi pada penelitian Novita (2007) yang menggunakan eksplan jarak pagar dan Maulida (2004) yang menggunakan eksplan jarak kaliki juga menghasilkan pertumbuhan eksplan yang roset. Eksplan yang roset jika disubkultur pada media MS0 untuk menurunkan kosentrasi zat pengatur tumbuh maka tanaman akan tumbuh normal (Rosmaina 2007). Kombinasi BAP dan NAA yang diberikan pada media MS dengan berbagai kosentrasi pada penelitian ini belum mampu mendukung pertumbuhan eksplan dengan baik, dan pada 8 MST kematian jaringan terjadi pada beberapa perlakuan. Pada penelitian Novita (2007) menunjukkan penambahan 0.5 BAP mg/l + 0.1 IAA mg/l memberikan hasil terbaik. Sujatha dan Muktha (1996) melaporkan bahwa induksi tunas adventif jarak pagar terbaik diperoleh dari kombinasi 1 mg/l IBA + 0.5 mg/l BAP,
58 sedangkan Santoso (2005) memperoleh hasil bahwa BAP dengan kisaran 0.5-2.5 mg/l belum mampu menginduksi eksplan pucuk apikal membentuk tunas-tunas adventif maupun tunas aksilar. Penelitian yang dilakukan oleh Rajore dan Batra (2005) menghasilkan bahwa BAP 2.0 mg/l merupakan konsentrasi yang paling efektif dalam menginduksi tunas, kombinasi dari BAP 2.0 mg/l dan IAA 0.5 mg/l adalah kombinasi terbaik pada pembentukan tunas. Pada perlakuan induksi tunas terdapat gejala kekeringan daun (senescen) setelah kultur berumur 4 MST, daun yang terbentuk berubah warna dari hijau menjadi kekuningan dan mengering. Senescen diduga terjadi karena kekurangan unsur hara dan keracunan tanaman akibat terbentuknya gas etilen. Pada kegiatan kultur jaringan dilakukan dalam lingkungan yang tertutup yang memicu terbentuknya gas etilen sebagai akibat dari metabolisme tanaman (Gaba 2005) dan gas etilen dapat mengakibatkan daun mengalami senescen (Wattimena et al. 1992).
Pembentukan Akar Akar sebagai organ penting dari tanaman berperan menyerap zat-zat hara yang berguna bagi tanaman dari media tanam. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa terbentuknya akar mulai terjadi pada 2 MST hampir pada semua perlakuan Data pada tabel 12 menunjukkan bahwa media MS dengan penambahan IBA 2 mg/l dapat menginduksi akar dan menghasilkan akar terbanyak yaitu 2.6 pada 8 MST. Pada umur yang sama, meskipun tidak berpengaruh nyata, media MS dengan pemberian paclobutrazol juga menghasilkan akar terbanyak yaitu 1.7 akar. IBA yang merupakan salah satu zat pengatur tumbuh dari golongan auksin yang berperan dalam menginduksi perakaran. IBA lebih lazim digunakan untuk memacu perakaran dibandingkan dengan NAA atau auksin lain. IBA bersifat aktif sekalipun cepat dimetabolismekan menjadi IBA-aspartat, terbentuknya konjugat tersebut dapat menyimpan IBA yang kemudian dilepaskan sehingga konsentrasi IBA bertahan pada tingkat yang tepat, khususnya pada tahap pembentukan akar (Salisbury dan Ross 1992) Pada umumnya tanaman yang mendapat perlakuan paclobutrazol lebih pendek bila dibandingkan dengan kontrol. paclobutrazol adalah salah satu jenis retardan dimana retardan adalah senyawa-senyawa yang berkemampuan untuk menghambat biosintesis gibberelin yaitu menghambat oksidasi kaurine menjadi asam kaurenoat (Salisbury dan Ross 1992). Pengaruh fisiologis antara gibberelin dan retardan berlawanan, retardan berpengaruh memperpendek ruas tanaman (Wattimena et al. 1992).
59 Pembentukan kalus Pembentukan kalus dari jaringan eksplan melibatkan berkembangnya pembelahan sel yang acak dan merata, sel yang masih belum spesifik dan hilangnya struktur sel yang terorganisir (Gamborg 1988). Persentase eksplan membentuk kalus mencapai 75%, sedangkan pada media kontrol pembentukan kalus tidak terjadi, eksplan hanya mengalami pembengkakan namun tidak mampu berkembang membentuk kalus dan warna eksplan berubah menjadi coklat (browning). Ketidakmampuan eksplan ini berkembang membentuk kalus kemungkinan disebabkan oleh kematian jaringan pada eksplan dan terjadi degradasi hormon pada eksplan (Diniyah 2005), hal ini tampak pada eksplan yang semakin mencoklat. Warna dalam satu kalus tidak sama ada yang putih, putih kehijauan dan coklat (Gambar 21). Hal ini diduga kalus yang berwarna putih menunjukkan sel-sel muda yang masih aktif membelah. Kalus yang berwarna coklat merupakan sel-sel yang tidak aktif membelah dan kemungkinan banyak mengandung senyawa fenol. Sel-sel pada satu kelompok kalus tidak seragam karena sebagian sel masih aktif membelah dan sebagian sel sudah berhenti membelah yang dapat mempengaruhi warna kalus (Darwati 2007). Pertumbuhan kalus dicerminkan oleh pertambahan berat basah dan berat kering kalus. Rata-rata bobot basah kalus dan bobot kering kalus tertinggi pada perlakuan 0.2 mg/l BA tanpa pemberian kinetin. Pada percobaan ini kalus yang ditanam pada media perlakuan yang mengandung IBA dan kinetin dengan beberapa taraf konsentrasi tidak mengalami morfogenesis membentuk akar dan tunas. Eksplan akan mengalami proses pertumbuhan dan morfogenesis sangat ditentukan oleh faktor genotip, jenis dan umur eksplan, media, zat pengatur tumbuh dan faktor lingkungan (George dan Sherrington 1984).
Prospek Penyediaan Bibit Jarak Pagar dengan Metode Kultur Jaringan Demam bertanam jarak sebagai akibat dari kebijakan pengurangan subsidi bahan memberi dampak terhadap masyarakat apalagi diikuti dengan kebijakan pemerintah dengan mengeluarkan beberapa kebijakan penting terhadap peningkatan dan perluasan areal penanaman jarak pagar baik yang dilaksanakan oleh perusahaan berskala besar ataupun penanaman berskala kecil yang dilakukan oleh masyarakat di pedesaan. Sebelumnya tanaman jarak pagar tidak memiliki nilai ekonomi selain sebagai pagar kebun atau tanaman obat sehingga tidak menjadi prioritas objek penelitian sehingga adanya beberapa permasalahan dalam pengembangan tanaman jarak pagar ini yaitu belum adanya varietas yang unggul, jumlah ketersediaan bibit yang terbatas, teknik
60 budidaya yang belum memadai dan sistem pemasaran dan harga yang belum ada standar (Hariyadi 2005). Upaya pengembangan tanaman jarak pagar tentu akan memerlukan penyediaan bibit atau benih sebagai bahan tanam. Perbanyakan jarak pagar dapat ditempuh dengan cara konvensional dan non konvensional. Secara konvensional jarak pagar biasanya diperbanyak dengan stek batang dan biji. Perbanyakan dengan stek batang membutuhkan syarat-syarat tertentu antara lain stek diambil dari tanaman yang telah berumur 4 tahun, berdiameter 1,5 – 2,5 cm dan panjang 25 – 40 cm dan berbentuk lurus (Hasnam dan Zainal 2006), sedangkan perbanyakan non konvensional pemakaian Teknologi Kultur Jaringan. Perbanyakan dengan teknik ini
adalah memiliki
kelebihan yaitu tanaman dapat diperbanyak setiap saat tanpa tergantung musim karena dilakukan di ruang tertutup, tidak memerlukan bahan tanam yang banyak, dapat memperbanyak tanaman dalam jumlah besar dalam waktu yang relatif singkat dan tanaman yang dihasilkan seragam. Selain beberapa kelebihan yang dimiliki oleh teknik kultur jaringan terdapat beberapa syarat lain yang harus dipenuhi oleh suatu tanaman. Syarat awal untuk menerapkan metode kultur jaringan sebagai suatu cara perbanyakan pada suatu tanaman yaitu : (1) kecepatan organogenesis atau embriogenesis untuk pembentukan planlet tinggi, (2) planlet yang dihasilkan secara in vitro harus mampu bertahan di lapang dan penampakan di lapang seperti yang diharapkan atau lebih baik, (3) penggunaan kultur jaringan dapat memberikan keuntungan lebih dibandingkan sistem perbanyakan secara konvensional, dan (4) sifat-sifat atau karakteristik yang diinginkan harus dapat dipertahankan (Brown & Sommer 1982 dalam Mentari 2006) Perkembangan tentang penelitian perbanyakan jarak secara kultur jaringan di luar negeri maupun di dalam negeri belum menampakkan hasil yang menggembirakan. Ada beberapa permasalahan perbanyakan jarak pagar dengan metode kultur jaringan diantaranya adalah kecepatan organogenesis atau embriogenesis untuk pembentukan planlet masih rendah, dan penampakan planlet yang belum normal baik dalam dalam kondisi in vitro maupun setelah penanaman di lapangan. Melihat prospek yang kurang menguntungkan ini beberapa laboratorium kultur jaringan bahkan sudah menghentikan kegiatan penelitian tentang perbanyakan jarak dan lebih memfokuskan penyediaan bibit jarak secara konvensional yaitu dari stek dan biji, seperti yang dilakukan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian dengan mengembangkan Kebun Induk Jarak
61 Pagar (KIJP) untuk menghasilkan bahan tanam yaitu KIJP Pakuwon di Jawa Barat, KIJP Asembagus di Jawa Timur, dan KIJP Muktiharjo di Jawa Tengah.
62 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan 1. Penambahan zat pengatur tumbuh NAA dan BAP berpengaruh terhadap pembentukan tunas pada eksplan tunas epikotil dan hipokotil. 2. Penambahan NAA 0.1 mg/l dan BAP 0.5 mg/l merupakan perlakuan terbaik untuk induksi tunas jarak pagar tetapi multiplikasinya masih rendah. 3. Zat pengatur tumbuh IBA dan paclobutrazol belum mampu meningkatkan pembentukan akar jarak dan konsentrasi IBA 2 mg/l merupakan konsentrasi terbaik untuk pembentukan akar.. 4. Penambahan zat pengatur tumbuh BAP dan NAA dapat menginduksi pembentukan kalus dan kombinasi BAP 1.3 mg/l dan NAA 0.3 mg/l merupakan kombinasi terbaik. 5. Penambahan zat pengatur tumbuh IBA dan kinetin belum mampu meregenerasikan kalus dan penambahan IBA 0.2 mg/l dapat meningkatkan pertumbuhan kalus.
Saran Perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan menggunakan jenis media yang lain yang dikombinasikan dengan zat pengatur tumbuh untuk dapat meningkatkan multiplikasi tunas jarak pagar secara in vitro.
63 DAFTAR PUSTAKA
Beyl Caula A. 2005. Getting Started with Tissue Culture: Media Preparation, Sterile Technique, and Laboratory Equipment. 19-36, in Robert N. Trigiano and Dennis J. Gray (eds). Plant Development and Biotechnology. USA: CRC Press. Brown CI, Sommer HE. 1985. Vegetative Propagation of Dicotyledonous Trees. Di dalam Bongga JM, Durzan DJ, editor. Tissue Culture in Forestrry. London: Martinus Nijhoff Publ.Co. Chen Zhenghua. 1982. Rubber in Evans D, Sharp WR, Ammirato PV, Yamada Y (eds). Handbook of Plant Cell Culture Technique for Propagation and Breding. Vol 1. New York: Mc Millan Publ. Co. Darwati I. 2007. Kultur Kalus dan Kultur Akar Rambut Purwoceng (Pimpinella pruatjan Molk.) [disertasi]. Bogor: Sekolah Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Diniyah L. 2005. Pengaruh IBA dan NAA Terhadap regenerasi Pepaya IPB-1 secara in Vitro [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Fisher NM. 1992. Fisiologi Tanaman Budidaya Tropik. Tohari. penerjemah; Peter R Goldworthy dan NM Fisher, editor. Yokjakarta: Gajahmada University Press. Terjemahan dari: The Physiology of Tropical Field Crops. Gaba VP. 2005. Plant Growth Regulator in Plant Tissue Culture and Development. 8799. in Robert N. Trigiano and Dennis J. Gray (eds). Plant Development and Biotechnology. USA : CRC Press. Gamborg O. L. and Shyluk J. K. 1981. Nutrition, media, and characteristic of plant cell and tissue culture. In Throve T. A. (Ed). Plant Tissue Culture, Methode and Aplication in Agriculture. Academic press. New York. George EF, Sherrington PD. 1984. Plant Propagation by Tissue Culture: Handbook and Directory of Commercial Laboratories. England: Exegetics Limited. Gubitz GM., M. Mittelbach and M. Trabi. 1999. Bioresource Technology 67 : 73-82 Exploration of The Tropical Oil Seed Plant Jatropha curcas L Gunawan LW. 1992. Teknik Kultur Jaringan Tumbuhan. Bogor: Pusat Antar Universitas (PAU) Bioteknologi Institut Pertanian Bogor. Gunawan LW. 1995. Kultur in Vitro dalam Holtikultura. Jakarta: Penebar Swadaya. Hambali E, Suryani A, Dadang, Haryadi, Hanafi H. 2006. Jarak Pagar Tanaman Penghasil Biodiesel. Jakarta: Penebar Swadaya. Hariyadi. 2005. Sistem Budidaya Tanaman Jarak Pagar (Jatropha curcas L.). Makalah disampaikan pada Seminar Nasional Pengembangan Jarak Pagar untuk Biodiesel dan Minyak Bakar. Pusat Penelitian Surfaktan Bioenergi LPPM – IPB Bogor 22 Desember 2005.
64 Hartman HT, Kester DE. 1983. Plant Propagation: Principle and practice. Ed 4 . New Jersey:Prentice-Hall, Inc. Hasnam, Zainal M. 2006. Perbenihan Jarak Pagar (Jatropha curcas L.). Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Jakarta Heyne K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia. Diterjemahkan oleh Badan Litbang dan Kehutanan Jakarta. Krisnamukti B. 2006. Pengembangan Bahan Bakar Nabati (BBN) dan Kebijakan Diversifikasi Energi. Makalah disampaikan pada Lokakarya Status Teknologi Budidaya Jarak pagar. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Jakarta 11 April 2006. Lakitan B. 1996. Fisiologi Pertumbuhan dan Perkembangan Tanaman. Jakarta : Raja Grafindo Persada. Lu WD, Wei Qin, Tang L, Yan F, Chen F. 2003. Induction of Callus from Jatropha curcas L. and Rapid Propagation, Chin J Appl Environ Biol. 9 (2) 127-130. Mattjik AA, Sumertajaya IM. 2002. Perancangan Percobaan dengan Aplikasi SAS dan Minitab. Bogor: IPB Press. Mattjik NA. 2005. Peran kultur jaringan dalam perbaikan tanaman. Orasi ilmiah guru besar tetap kultur jaringan. Fakultas pertanian, IPB. Bogor. 102 hal. Maulida UR. 2004. Kombinasi Zat Pengatur Tumbuh IBA dan BAP pada Perbanyakan Jarak Kaliki (Ricinus communis L.) Varietas Bangkok secara in vitro [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Mentary M. 2006. Induksi Tunas dan Kalus secara in vitro Tanaman Mahkota Dewa dengan Manipulasi zat Pengatur Tumbuh dan Eksplan [Tesis]. Bogor: Sekolah Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Novita V. 2007. Kultur In vitro Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) Melalui Penggunaan Pemadat Hidrogel (AquasorbTM) Dan Gula Trehalosa (TrehaTM)[skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Rajore S, Amla B. 2005. Efficient Plant Regeneration via Shoot Tip Eksplan in Jatropha curcas L.. Plant Biochem and Biotechnol. 14 : 73-75. Roca. 1982. Cassava in Evans D, Sharp WR, Ammirato PV, Yamada Y (eds). Handbook of Plant Cell Culture Technique for Propagation and Breding. Vol 1. New York: Mc Millan Publ. Co. Rosmaina. 2007. Optimasi BA/TDZ dan NAA untuk perbanyakan cepat nenas (Ananas comosus L. Merr) kultivar smoth cayenne melalui teknik in vitro [Tesis]. Bogor: Sekolah Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Salisbury FB, Ross CW. 1995. Fisiologi Tumbuhan. Diah R. Lukman, Sumaryono, penerjemah; Bandung: Penerbit ITB. Terjemahan dari: Plant Physiology.
65 Santoso, B. B. 2005. Studi Awal Perbanyakan Tanaman Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) Melalui Teknik In vitro. Laporan Praktikum AGR 733. Sekolah Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. IPB. Bogor (tidak dipublikasikan). Stamp JA, Henswaw GG. 1987. Somatic Embriogenesis from Clonal Leaf Tissue of Caasava. Annu. Bot, 59: 445-450. Sujatha M, Mukta N. 1996. Morphogenesis and Plant Regeneration From Tissue Culture. Plant Cell Tissue Organ Cult. 44(2): 135-141. Sukma Dewi, Mattjik NA. 2006. Embriogenesis somatik pada kultur in vitro kastuba (Euphorbia pulcherrima Wild.). Di dalam Sinergi Bioteknologi dan Pemulian dalam Perbaikan Tanaman. Auditorium Thoyib Hadiwijaya, 1-2 Agustus 2006. Bogor: Departemen Agronomi dan Hortikultura , Fakultas pertanian IPB, 2006. hal 413-418. Wattimena GA, 1988. Zat Pengatur Tumbuh Tanaman. Bogor: Pusat Antar Universitas (PAU). Institut Pertanian Bogor. Wattimena GA, Gunawan LW, Mattjik NA, Syamsuddin E, Armini NM, Ernawati A. 1992. Bioteknologi Tanaman. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi. Bogor: Pusat Antar Universitas. Institut Pertanian Bogor. Wei Qin, Lu WD, Liao Yi, Pan SL, Xu Ying, Tang L, Chen F. 2004. Plant Regeneration from Epicotyl Eksplant of Jatropha curcas L. Plant Physiology and Molecular Biology, 30(4): 475-478. Yusnita. 2003. Kultur Jaringan: Cara Memperbanyak Tanaman Secara Efisien. Jakarta: Agromedia. Zhang S, PG Lemaux. 2005. Molecular aspects of in vitro Shoot organogenesis. 173185, in Robert N. Trigiano and Dennis J. Gray (eds). Plant Development and Biotechnology. USA: CRC Press.
66 Lampiran 1 Komposisi Media Murashige-Skoog Stok
Bahan
Konsentrasi Larutan (mg/l)
Pemakaian ml/1 media
A
NH4NO3
82.500
20
1.650.000
B
KNO3
95.000
20
1.900.000
C
KH2PO4 H3BO3 KI NaMoO4.2H2O CoCL2.6H2O
34.000 1.240 0.166 0.050 0.005
5 5 5 5 5
170.000 6.200 0.830 0.2500 0.025
D
CaCL.2H2O
88.000
5
440.000
E
MgSO4.7H2O MgSO4.4H2O ZnSO4.7H2O CuSO4.5H2O
74.000 4.460 1.720 0.005
5 5 5 5
370.000 22.300 8.600 0.025
F
Na2EDTA.2H2O FeSO4.7H2O
3.730 2.780
10 10
37.300 27.800
Myo
Myo-Inositol
10.000
10
100.000
Vit
Tihamin Niacin Pyridoxine Glicin
0.010 0.050 0.050 0.200
10 10 10 10
0.100 0.500 0.500 2.000
Gula
ppm
30.000
Sumber : Gunawan 1992
Lampiran 2 Pembuatan larutan stok untuk zat pengatur tumbuh Jenis zat pengatur tumbuh
Jumlah zat pengatur tumbuh dalam 100 ml
Jenis pelarut
NAA IBA BAP Kinetin
100 100 100 100
NaOH 1 N NaOH 1 N HCl 1 N HCl 1 N
67 Lampiran 3 Berbagai cara sterilisasi jarak pagar serta persentase keberhasilan sterilisasi eksplan No
Sumber Eksplan
Cara Sterilisasi
Keberhasilan (%)
Ket
1
2
3
4
5
7/30 (0,23)
Biji tidak tumbuh
1.
Biji utuh Metode 1 : Luar Laminar : - Deterjen, disikat, dibilas, alkohol 70% 1’ Dalam Laminar : - HgCl2 0,20% 30’, air steril 4 x Metode 2 : Luar Laminar : - Deterjen, disikat, dibilas, alcohol 70% 5’. dibilas, Dalam Laminar : - Dithane 2 gr/l + agrep 2 gr/l 30’, air steril 3 x, bayclin 20% 20’, air steril 4 x
2.
Biji dikupas
Metode 1 : Luar Laminar : - Deterjen, dibilas, buka kulit ari, bayclin 5% 1’, air steril 4 x Dalam Laminar : - HgCl2 0,25% 15’, air steril 4 x Metode 2 : Luar Laminar : - Deterjen, dibilas, buka kulit ari, bayclin 5% 1’, bilas Dalam Laminar : - Dithane 2 gr/l + agrep 2 gr/l 30’, air steril 3 x, Bayclin 20% 20’, air steril 4 x, Amoksilin 250 mg/250 ml 5’, 3 tetes betadin
3.
Embrio
Luar Laminar : - Deterjen, dibilas, bayclin 5% 5’, dibilas, dithane 2 gr/l + agrep 2 gr/l 30’, air steril 3 kali Dalam Laminar : Dithane 2 gr/l + agrep 2 gr/l 30’, air steril 3 x, Bayclin 20% 20’, air steril 4 x, Amoksilin 250 mg/l, 3 tetes betadin, biji dibuka dan embrio ditanam pada MS0
4/30 (0,13)
10/40 (0,25)
8/40 (0,20)
39/50 (78,00)
68 4.
Tunas
Metode 1 : Luar Laminar : - Deterjen, dibilas, air mengalir 60‘, citric acid 2 gr/l. Dalam Laminar : - Dithane 2 gr/l + agrep 2 gr/l + agristik 3 tetes 30’, HgCl2 0,1% 5’, air steril 4x Metode 2 : Luar Laminar : - Deterjen, dibilas, air mengalir 60 ‘, citric acid 2 gr/l, Dalam Laminar : - Dithane 2 gr/l + agrep 2 gr/l + agristik 3 tetes 30’, air steril 3 x, Bayclin 20% 5’, air steril 4 x, alkohol 1’, air steril 3 x, Amoksilin 250mg/250ml, betadine 5 tetes, potong 1 buku, tanam di media MS0.
3/30 (10,0)
4/30 (13,3)
Lampiran 4 Tabel sidik ragam pengaruh NAA dan BAP terhadap saat inisiasi tunas tanaman jarak pagar dengan eksplan tunas epikotil Sumber Keragaman NAA BAP NAAxBAP Galat Total KK 60.63% (40.41%)
dB 2 3 6 44 59
JK 78.51 88.48 53.37 37.59 260.11
KT 39.25 29.49 8.89 0.85
F hitung 45.95** 34.52** 10.41**
Pr>F 0.0001 0.0001 0.0001
Keterangan : * = berbeda nyata pada taraf 5%, ** = berbeda nyata pada taraf 1%, tn = tidak nyata dan (............) = tranformasi (x + 0.5)1/2
69 Lampiran 5 Tabel sidik ragam pengaruh NAA dan BAP terhadap saat inisiasi tunas tanaman jarak pagar dengan eksplan hipokotil Sumber Keragaman NAA BAP NAAxBAP Galat Total KK 31.00% (20.68%)
dB 2 3 6 44 59
JK 17.06 12.59 15.24 21.83 67.79
KT 8.53 4.19 2.54 0.49
F hitung 17.20** 8.46** 5.12**
Pr>F 0.0001 0.0002 0.0045
Keterangan : * = berbeda nyata pada taraf 5%, ** = berbeda nyata pada taraf 1%, tn = tidak nyata dan (............) = tranformasi (x + 0.5)1/2
Lampiran 6 Tabel sidik ragam pengaruh NAA dan BAP terhadap jumlah tunas tanaman jarak pagar dengan eksplan tunas epikotil Sumber Keragaman NAA BAP NAAxBAP Galat Total KK 27.81% (13.89%)
dB 2 3 6 44 59
JK 26.62 18.57 40.62 1.42 87.33
KT 13.31 6.19 6.77 0.03
F hitung 410.95** 191.13** 209.00**
Pr>F 0.0001 0.0001 0.0047
Keterangan : * = berbeda nyata pada taraf 5%, ** = berbeda nyata pada taraf 1%, tn = tidak nyata dan (............) = tranformasi (x + 0.5)1/2
Lampiran 7 Tabel sidik ragam pengaruh NAA dan BAP terhadap jumlah tunas tanaman jarak pagar dengan eksplan hipokotil Sumber Keragaman NAA BAP NAAxBAP Galat Total KK 29.84% (21.35%)
dB 2 3 6 44 59
JK 0.399 2.065 1.111 1.318
KT 0.199 0.688 0.185
F hitung 6.66** 22.96** 6.18**
Pr>F 0.0030 0.0001 0.0001
Keterangan : * = berbeda nyata pada taraf 5%, ** = berbeda nyata pada taraf 1%, tn = tidak nyata dan (............) = tranformasi (x + 0.5)1/2
70 Lampiran 8 Tabel sidik ragam pengaruh NAA dan BAP terhadap jumlah daun jarak pagar dengan eksplan tunas epikotil Sumber dB JK KT F hitung Pr > F Keragaman ------------------------------------------- 2 MST ---------------------------------------0.747 0.373 5.19** 0.0094 NAA 2 ** 1.422 0.474 0.0009 BAP 3 6.60 2.334 0.389 0.0003 NAAxBAP 6 5.41 ** 3.163 0.072 Galat 44 8.362 Total 59 KK 56.32% (21.35%) ------------------------------------------- 4 MST ---------------------------------------11.18** 2.518 5.035 2 NAA 0.0001 2.116 6.347 3 BAP 0.0001 9.40** ** 0.913 5.478 6 NAAxBAP 0.0025 4.06 0.225 9.905 44 Galat 29.605 59 Total KK 73.25% (29.87%) ------------------------------------------- 6 MST ---------------------------------------8.07** 2.143 4.287 2 NAA 0.0010 2.818 8.452 3 BAP 0.0001 10.60** * 0.713 4.279 6 NAAxBAP 0.0263 2.68 0.266 11.692 44 Galat 33.978 59 Total KK 69.26% (30.71%) ------------------------------------------- 8 MST ---------------------------------------9.60** 2.197 4.394 2 NAA 0.0003 2.248 6.745 3 BAP 0.0001 9.82** ** 0.903 5.418 6 NAAxBAP 0.0031 3.95 0.229 10.071 44 Galat 28.661 59 Total KK 74.36% (30.95%) Keterangan : * = berbeda nyata pada taraf 5%, ** = berbeda nyata pada taraf 1%, tn = tidak nyata dan (............) = tranformasi (x + 0.5)1/2
71 Lampiran 9 Tabel sidik ragam pengaruh NAA dan BAP terhadap jumlah daun jarak pagar dengan eksplan hipokotil Sumber dB JK KT F hitung Pr > F Keragaman ------------------------------------------- 2 MST ---------------------------------------0.0001 NAA 2 1.764 0.882 16.13** 3.35** 0.0272 BAP 3 0.549 0.183 2.08tn 0.0750 NAAxBAP 6 0.682 0.114 Galat 44 2.405 0.055 6.019 Total 59 KK 141.63% (26.71%) ------------------------------------------- 4 MST ---------------------------------------5.27** 1.675 3.350 2 NAA 0.0089 2.299 6.899 3 BAP 0.0005 7.23** 1.360 8.162 6 NAAxBAP 0.0018 4.28** 0.318 13.990 44 Galat 35.266 59 Total KK 103.30% (40.78%) ------------------------------------------- 6 MST ---------------------------------------3.62* 1.663 3.327 2 NAA 0.0350 4.250 12.751 3 BAP 0.0001 9.25** 1.551 9.304 6 NAAxBAP 0.0080 3.38** 0.459 20.213 44 Galat 51.604 59 Total KK 88.15 % (42.12%) ------------------------------------------- 8 MST ---------------------------------------7.09** 1.792 3.585 2 NAA 0.0021 1.965 5.894 3 BAP 0.0003 7.77** 0.935 5.611 6 NAAxBAP 0.0046 3.70** 0.253 11.127 44 Galat 26.796 59 Total KK 100.39% (38.16%) Keterangan : * = berbeda nyata pada taraf 5%, ** = berbeda nyata pada taraf 1%, tn = tidak nyata.dan (.......) = tranformasi (x + 0.5)1/2
72 Lampiran 10 Tabel sidik ragam pengaruh NAA dan BAP terhadap tinggi tanaman jarak pagar dengan eksplan tunas epikotil Sumber Keragaman NAA BAP NAAxBAP Galat Total KK 28.27%
dB
JK
2 3 6 44 59
4.112 13.769 3.359 6.680 28.601
KT 2.056 4.589 0.559 0.151
F hitung 2.056** 30.23** 3.69**
Pr>F 0.0001 0.0001 0.0047
Keterangan : * = berbeda nyata pada taraf 5%, ** = berbeda nyata pada taraf 1%, dan tn = tidak nyata
Lampiran 11 Tabel sidik ragam pengaruh NAA dan BAP terhadap tinggi tanaman jarak pagar dengan eksplan hipokotil Sumber Keragaman NAA BAP NAAxBAP Galat Total KK 26.57%
dB
JK
2 3 6 44 59
4.996 3.150 11.386 10.103 29.619
KT 2.498 1.040 1.897 0.229
F hitung 10.88** 4.61** 8.26**
Pr>F 0.0001 0.0050 0.0001
Keterangan : * = berbeda nyata pada taraf 5%, ** = berbeda nyata pada taraf 1%, tn = tidak nyata
73 Lampiran 12 Tabel sidik ragam pengaruh IBA dan paclobutrazol terhadap jumlah akar jarak pagar Sumber dB JK Keragaman ------------------------------------------- 2 MST 3 0.853 IBA 2 0.282 Paclobutrazol 6 1.296 IBAxPaclobutrazol 44 8.735 Galat 59 12.165 Total KK 122.79% (39.63%)
KT
F hitung
Pr > F
------------------------------------------0.284 1.43 tn 0.2463 0.141 0.71 tn 0.4968 0.216 1.09 tn 0.3841 0.198
------------------------------------------- 4 MST 3.567 3 IBA 0.195 2 Paclobutrazol 1.619 6 IBAxPaclobutrazol 6.343 44 Galat 12.203 59 Total KK 81.11% (29.74%)
------------------------------------------8.25 ** 1.189 0.0002 0.098 0.5131 0.68 tn 0.269 0.1072 1.87 tn 0.144
------------------------------------------- 6 MST 3.899 3 IBA 0.119 2 Paclobutrazol 1.752 6 IBAxPaclobutrazol 6.686 44 Galat 13.121 59 Total KK 78.88% (30.06%) ------------------------------------------- 8 MST 5.423 3 IBA 0.068 2 Paclobutrazol 1.522 6 IBAxPaclobutrazol 5.973 44 Galat 13.373 59 Total KK 70.38% (44.05%)
------------------------------------------8.55 ** 1.299 0.0001 0.059 0.6762 0.39 tn tn 0.292 0.0985 1.92 0.152
------------------------------------------1.808 13.32 ** 0.0001 0.034 0.7802 0.25 tn tn 0.254 0.1078 1.87 0.136
Keterangan : * = berbeda nyata pada taraf 5%, ** = berbeda nyata pada taraf 1%, dan tn = tidak nyata
74 Lampiran 13 Tabel sidik ragam pengaruh IBA dan paclobutrazol terhadap jumlah daun jarak pagar Sumber dB JK Keragaman ------------------------------------------- 2 MST IBA 3 0.084 Paclobutrazol 2 1.201 IBAxPaclobutrazol 6 0.457 Galat 44 7.015 9.232 Total 59 KK 82.87% (32.64%) ------------------------------------------- 4 MST 0.261 3 IBA 1.600 2 Paclobutrazol 0.561 6 IBAxPaclobutrazol 8.028 44 Galat 10.724 59 Total KK 80.14% (33.54%) ------------------------------------------- 6 MST 0.202 3 IBA 2.765 2 Paclobutrazol 0.273 6 IBAxPaclobutrazol 12.031 44 Galat 15.718 59 Total KK 107.68% (42.39%) ------------------------------------------- 8 MST 0.881 3 IBA 2.029 2 Paclobutrazol 1.226 6 IBAxPaclobutrazol 12.332 44 Galat 17.369 59 Total KK 70.38% (44.05%)
KT
F hitung
Pr > F
------------------------------------------0.9116 0.028 0.18 tn 0.0308 0.600 3.77 * 0.48 tn 0.8207 0.076 0.159
------------------------------------------0.48 tn 0.087 0.6998 0.800 0.0183 4.39** 0.093 0.7956 0.51 tn 0.182
------------------------------------------0.25 tn 0.067 0.8633 1.382 0.0105 5.06** 0.045 0.9843 0.17 tn 0.9843
------------------------------------------1.05 tn 0.293 0.3807 1.014 0.0350 3.62* 0.204 0.6283 0.73 tn 0.280
Keterangan : * = berbeda nyata pada taraf 5%, ** = berbeda nyata pada taraf 1%, tn = tidak nyata, dan (.......) = tranformasi (x + 0.5)1/2
75 Lampiran 14 Tabel sidik ragam pengaruh IBA dan paclobutrazol terhadap tinggi tanaman jarak pagar Sumber Keragaman IBA Paclobutrazol IBAxPaclobutrazol Galat Total KK 17.14%
dB
JK
KT
F hitung
Pr > F
3 2 6 44 59
3.252 7.804 3.605 10.122 26.809
1.084 3.902 0.600 0.230
4.71** 16.96** 2.61*
0.0061 0.0001 0.0298
Keterangan : * = berbeda nyata pada taraf 5%, ** = berbeda nyata pada taraf 1%, dan tn = tidak nyata
Lampiran 15 Tabel sidik ragam pengaruh BAP dan NAA terhadap warna eksplan jarak pagar Sumber dB JK KT F hitung Pr > F Keragaman ------------------------------------------- 1 MST ---------------------------------------Perlakuan Galat Total KK 5.66 %
3 16 19
0.15 0.80 0.95
0.05 0.05
1.00tn
0.41
------------------------------------------- 2 MST ---------------------------------------Perlakuan Galat Total KK 9.30 %
3 16 19
1.20 2.00 3.20
0.400 0.125
3.20*
0.05
------------------------------------------- 3 MST ---------------------------------------Perlakuan Galat Total KK 8.66%
3 16 19
4.95 1.60 6.55
1.650 0.100
16.50**
0.001
------------------------------------------- 4 MST ---------------------------------------Perlakuan Galat Total KK 15.83%
3 16 19
7.60 5.20 12.80
2.53 0.325
7.79**
0.002
Keterangan : * = berbeda nyata pada taraf 5%, ** = berbeda nyata pada taraf 1%, dan tn = tidak nyata.
76 Lampiran 16 Tabel sidik ragam pengaruh BAP dan NAA terhadap induksi kalus jarak pagar Sumber Keragaman
dB
JK
KT
F hitung
Pr > F
Perlakuan Galat Total KK 17.765%
3 16 19
132.95 10.00 142.95
44.316 0.625
70.91**
0.0001
Keterangan : * = berbeda nyata pada taraf 5%, ** = berbeda nyata pada taraf 1%, dan tn = tidak nyata.
Lampiran 17 Tabel sidik ragam pengaruh BAP dan NAA terhadap perkembangan kalus jarak pagar Sumber dB JK KT F hitung Pr > F Keragaman ------------------------------------------- 1 MST ---------------------------------------Perlakuan Galat Total KK 22.80%
3 16 19
2.95 2.00 4.95
0.983 0.125
7.87**
0.001
------------------------------------------- 2 MST ---------------------------------------Perlakuan Galat Total KK 12.59 %
3 16 19
43.75 3.20 46.95
14.58 0.20
72.92**
0.001
------------------------------------------- 3 MST ---------------------------------------Perlakuan Galat Total KK 8.10%
3 16 19
56.20 1.60 57.80
18.73 0.10
187.33**
0.001
------------------------------------------- 4 MST ---------------------------------------Perlakuan Galat Total KK 5.66 %
3 16 19
58.15 0.80 58.95
19.38 0.05
387.67
0.001
Keterangan : * = berbeda nyata pada taraf 5%, ** = berbeda nyata pada taraf 1%, dan tn = tidak nyata.
77 Lampiran 18 Tabel sidik ragam pengaruh BAP dan NAA terhadap warna kalus jarak pagar Sumber dB JK KT F hitung Pr > F Keragaman ------------------------------------------- 1 MST ---------------------------------------Perlakuan Galat Total KK 18.06%
3 16 19
6.14 2.04 8.18
2.048 0.128
16.00**
0.0001
------------------------------------------- 2 MST ---------------------------------------Perlakuan Galat Total KK 19.05 %
3 16 19
5.78 2.20 7.98
1.927 0.138
13.97**
0.0001
------------------------------------------- 3 MST ---------------------------------------9.14 3.047 609.47** 0.0001 3 Perlakuan 0.08 0.050 16 Galat 9.22 19 Total KK 3.78% ------------------------------------------- 4 MST ---------------------------------------Perlakuan Galat Total KK 6.65 %
3 16 19
8.728 0.240 8.968
2.909 0.015
193.96**
0.0001
Keterangan : * = berbeda nyata pada taraf 5%, ** = berbeda nyata pada taraf 1%, dan tn = tidak nyata.
78 Lampiran 19 Tabel sidik ragam pengaruh IBA dan kinetin terhadap warna kalus jarak pagar Sumber dB JK KT F hitung Pr > F Keragaman ------------------------------------------- 1 MST ---------------------------------------7.92** 3.267 6.533 2 IBA 0.0010 0.600 1.200 2 Kinetin 1.45 0.2400 4.267 17.067 4 IBAxKinetin 10.34** 0.0001 0.412 13.200 32 Galat 40.800 44 Total KK 15.79 % ------------------------------------------- 2 MST 12.044 2 IBA 4.577 2 Kinetin 22.488 4 IBAxKinetin 14.666 32 Galat 56.311 44 Total KK 18.57 %
---------------------------------------13.14** 6.022 0.0001 2.888 0.5300 4.99 5.622 0.0001 12.27** 0.458
------------------------------------------- 3 MST 3.511 2 IBA 4.044 2 Kinetin 28.888 4 IBAxKinetin 39.022 32 Galat 77.911 44 Total KK34.44 %
---------------------------------------1.55** 1.755 0.0120 1.79 2.022 0.1800 6.38** 7.222 0.0070 1.219
------------------------------------------- 4 MST 14.533 2 IBA 0.933 2 Kinetin 29.733 4 IBAxKinetin 42.133 32 Galat 88.000 44 Total KK 34.42 %
---------------------------------------5.52** 7.267 0.0080 0.467 0.7040 0.35 7.433 0.0010 5.65** 1.317
Keterangan : * = berbeda nyata pada taraf 5%, ** = berbeda nyata pada taraf 5%, tn = tidak nyata.
79 Lampiran 20 Tabel sidik ragam pengaruh IBA dan Kinetin terhadap berat basah kalus jarak pagar Sumber Keragaman IBA Kinetin IBAxKinetin Galat Total KK 53.08 %
dB
JK
KT
2 2 4 32 44
0.499 0.054 0.903 1.974 3.691
0.249 0.027 0.225
F hitung 4.04* 0.44 tn 3.66**
Pr>F 0.027 0.646 0.014
Keterangan : * = berbeda nyata pada taraf 5%, ** = berbeda nyata pada taraf 1%, dan tn = tidak nyata
Lampiran 21 Tabel sidik ragam pengaruh IBA dan Kinetin terhadap berat kering kalus jarak pagar Sumber Keragaman IBA Kinetin IBAxKinetin Galat Total KK 54.67 %
dB
JK
KT
2 2 4 32 44
0.002 0.0002 0.0057 0.0099 0.0019
0.0011 0.0001 0.0014 0.0003
F hitung 3.74* 0.48 tn 4.67**
Pr>F 0.034 0.623 0.004
Keterangan : * = berbeda nyata pada taraf 5%, ** = berbeda nyata pada taraf 1%, dan tn = tidak nyata