1
PERKECAMBAHAN BIJI JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) (SEED GERMINATION ON PHYSIC NUT (Jatropha curcas L.)) Bambang B. Santoso Jurusan Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Mataram
[email protected] ABSTRAK Awal dari pertumbuhan dan perkembangan bibit tanaman jarak pagar (Jatropha curcas L.) adalah proses perkecambahan yang harus berlangsung dengan baik agar diperoleh bibit tanaman yang berkualitas baik. Studi ini bertujuan untuk mengetahui proses perkecambahan dan pengaruh posisi benih saat tanam terhadap viabilitas benih. Percobaan dirancang menurut Rancangan Acak Lengkap dengan tiga ulangan. Hasil studi menunjukkan bahwa perkecambahan pada biji jarak pagar merupakan tipe epigeal yang melibatkan fase imbibisi, fase munculnya radikel, fase bintang, fase pancing dan fase mekarnya daun biji (kotiledon). Pengaturan posisi benih saat penanaman tidak berpengaruh nyata terhadap persentase atau daya berkecambah biji, namun berpengaruh nyata terhadap kecepatan berkecambah dan vigoritas semai. Posisi biji telungkup, posisi biji dengan mikropil di bawah maupun posisi miring merupakan posisi yang baik bagi terjadinya perkecambahan dengan kecepatan berkecambah dan semai vigor yang tinggi. Kata kunci: perkecambahan, posisi benih, epigeal, vigor benih ABSTRACT Seed germination is the early phases of physic nut (Jatropha curcas L.) seedling growth and development, and should be complete in good condition. In this study, research was conducted to know the germination processes and the effect of seed position at time of sowing to seed viability. The experiment was designed on Completely Random Design with threes replication.The result showed that type of seed germination of physic nut seeds is ephygeal type and consist with 5 phases were imbibition, early growth of radicle, star phase, bend (curved) phase, and phase of seed leaf (cotyledone) flush. Seed position at time of seed sowing no affected to percentage of germination, however affected to germination rate and seedling vigourity. Face-down position, seed with microphile/caruncle at below and side position were better position for seed germination with high rate of germination and seedling vigourity. Key words: ephygeal, germination, seed position,seed vigourity PENDAHULUAN Penyiapan bibit merupakan tahapan penting bagi pengembangan tanaman hutan dan perkebunan, demikian pula halnya pertumbuhan dan perkembangan bibit di tingkat nurseri sangat ditentukan oleh keberhasilan biji atau benih membentuk semai yang diawali dengan perkecambahan benih. Secara agronomis, perkecambahan suatu biji (benih) diartikan sebagai semai yang telah atau mulai muncul di permukaan media tanam, sehingga secara teknis agronomis perkecambahan adalah permulaan munculnya pertumbuhan aktif yang menghasilkan pecah kulit biji dan kemudian munculnya semai di permukaan tanah.
Bibit yang baik dan seragam sangat tergantung pada kecepatan berkecambah dan persentase berkecambah benih (Sadjad, 1989), yang dipengaruhi pula oleh kondisi fisiologis benih, umur benih dalam simpanan, dan kesehatan pathogenisnya (Sadjad, 1993). Perry (1979) juga menyatakan bahwa kekuatan tumbuh benih dipengaruhi oleh genetik dan lingkungan pada saat proses pembentukan biji dan penyimpanan hingga kondisi saat perkecambahan. Seperti biji-biji tanaman lainnya, biji tanaman jarak pagar melewati beberapa tahapan dalam proses perkecambahannya. Oleh Mohr dan Schopfer, (1995) tahapan tersebut seperti pada jarak kaliki/kepyar (R. cummunis L.) meliputi imbibisi, aktivasi, dan pertumbuhan. Proses imbibisi yang
Crop Agro Vol. 4 No.2 – Juli 2011
2
merupakan proses penyerapan air oleh biji merupakan awal proses dimulainya perkecambahan (Taiz dan Zeiger, 2002) dan efektifitasnya di lapang pertanaman ditentukan oleh posisi mikrofil (caruncle) maupun permeabilitas kulit biji (Hartmann et al., 1997). Oleh karena itu, maka pemahaman terhadap tahapan perkecambahan biji jarak pagar sangat diperlukan dalam kaitannya untuk mempersiapkan pembibitan tanaman bersangkutan yang kini sebagai primadona sumber alternatif bahan bakar nabati (BBN) yang sedang dikembangkan. Memperhatikan adanya pengaruh posisi benih saat pembibitan, maka pengaturan posisi benih saat tanam sangat penting untuk dipelajari pada pembibitan tanaman jarak pagar agar supaya proses perkecambahan yang merupakan awal dari pertumbuhan dan perkembangan bibit dapat berlangsung dengan baik. Artikel ini menjelaskan serangkaian tahapan morfologi atau proses perubahan bentuk dari biji hingga semai yang terjadi selama perkecambahan biji jarak pagar (Jatropha curcas L.) di pesemaian. Rangkaian proses perkecambahan yang dipaparkan merupakan hasil studi proses perkecambahan biji tanaman jarak pagar pada media tanam tanah sehingga menggambarkan kondisi nyata bagi pertumbuhan semai di lapang agronomi. Pengaturan posisi benih berpengaruh pada kecepatan berkecambah dan vigoritas kecambah biji jarak pagar.
berupa bedengan perukuran 1 m x 1 m dengan ketinggian 20 cm. Benih yang akan diuji terlebih dahulu direndam dalam air selama enam jam. Benih kemudian ditanam atau dibenamkan sedalam 3 cm sesuai dengan posisi yang diujicobakan. Tempat atau bedengan pesemaian dibuat beratap paranet warna hitam dengan intensitas naungan 35-40%.. Parameter yang mencerminkan daya tumbuh benih selama percobaan diamati. Selain daripada itu, pengamatan terhadap morfologi biji yang sedang mengalami perkecambahan juga diamati. Proses perkecambahan kemudian didiskripsikan dan data viabilitas benih dianalisis menurut Anova dan uji lanjut Honestly Significant Difference pada taraf nyata 5% dengan menggunakan program Statistis Minitab-14. HASIL DAN PEMBAHASAN Biji jarak pagar merupakan biji berkeping dua (dikotil) dan tersusun atas kulit (shell) dan isi biji (cernel) yang di dalamnya terdapat embrio. Kulit menempati sekitar 28.82% dari biji, dan isi biji sekitar 71.19% (Gambar 1). Isi biji terdiri atas embrio, kotiledon atau daun biji, dan endosperma (Gambar 2).
METODE PENELITIAN Studi perkecambahan biji tanaman jarak pagar melalui pengaturan posisi tanam benih ini dilaksanakan pada Desember 2006-Januari 2007 dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap. Posisi benih yang dimaksud adalah posisi mikropil (caruncle) di bawah, posisi mikropil di atas, posisi telentang, posisi telungkup, dan posisi miring. Seluruh perlakuan dibuat dalam tiga ulangan dan setiap ulangan terdiri atas 100 biji. Bahan tanaman (biji) yang diuji diperoleh dari pertanaman jarak pagar asal Lombok Barat, yaitu dengan memanen buah yang telah matang yaitu buah telah berwarna kuning. Buah kemudian dikeringanginkan selama satu hari dan kemudian dikupas untuk diambil bijinya. Biji-biji dikeringanginkan selama dua hari dan kemudian dimasukkan dalam kantong plastik dan disimpan pada kondisi suhu kamar. Kemudian biji atau benih tersebut yang digunakan dalam penelitian ini. Media tanam yang digunakan tanah lapis olah
Gambar 1. Biji jarak pagar secara umum terdiri dari kernel (kiri) dan kulit biji (kanan)
Gambar 2. Bagian-bagian biji jarak pagar Jatropha curcas L. E= endosperma, H=hipokotil, C=kotiledon, R=radikel, T=testa, Cr=caruncle (Gbr. kiri). Biji yang mengalami imbibisi dan telah berkecambah yang ditandai dengan radikel tumbuh dan kulit biji pecak (Gbr. tengah). Bagian dalam biji atau kernel terdiri atas endosperma dan kotiledon (Gbr. kanan)
Crop Agro Vol. 4 No.2 – Juli 2011
3
Perkecambahan Biji Jarak Pagar Perkecambahan biji jarak pagar diawali dengan imbibisi dan kemudian aktivasi, serta pertumbuhan. Proses imbibisi yang merupakan proses penyerapan air menentukan apakah benih jarak pagar berhasil untuk berkecambah, yaitu ditandai dengan kulit biji mulai retak atau pecah, dan kemudian diikuti dengan tumbuh (munculnya) radikula. Hasil pengamatan pada proses perkecambahan biji jarak pagar menunjukkan bahwa biji jarak pagar dalam kondisi lingkungan optimum cepat berkecambah, yaitu sekitar 3 – 4 setelah tanam. Pada saat itu, kulit biji dari arah lubang mikrofil biji telah pecah dan nampak panjang radikel sekitar 0,3 – 0,5 mm. Munculnya kecambah di permukaan tanah media tanam kemudian nampak pada hari ke 8 – 11 setelah tanam biji, dan periode semai berakhir setelah fase daun kotiledon mekar penuh yang dicapai sekitar 14 – 15 hari sejak tanam biji. Fase-fase dalam proses perkecambahan biji jarak pagar ditunjukkan pada Gambar 3. Percambahan diawali dengan tumbuhnya radikula melalui lubang mikropil biji (B). Radikula terus tumbuh geotropisme menghasilkan satu buah akar tunggang dengan empat buah akar lateral sehingga fase ini kemudian diidentitaskan sebagai fase bintang dari suatu perkecambahan biji jarak pagar (C, D, dan E). Pada kondisi lingkungan yang memungkinkan bagi kecambah terus tumbuh, maka pertumbuhan selanjutnya adalah epikotil memanjang ke arah permukaan media tumbuh. Epikotil yang tumbuh mengalami pembengkokan karena kotiledon masih tertahan di dalam tanah, sehingga fase ini disebut sebagai fase pancing dan berlangsung hingga kotiledon terangkat ke permukaan media tumbuh (F dan G). Kotiledon kemudian membuka (pecah) dan berkembang menjadi daun kotiledon atau daun biji (H dan I). Jadi, periode perkecambahan (dari A hingga G) membutuhkan waktu sekitar 15 hari dan selanjutnya pertumbuhan semai diakhiri pada fase I yaitu setelah 14-15 hari sejak tanam benih. Selama perkecambahan biji jarak pagar, semai muncul dikarenakan pemunculan epigeal yaitu suatu struktur di bawah kotiledon sebagai hasil pemanjangan epikotil atau radikula bagian atas. Sehubungan dengan tahapan perkecambahan seperti yang diuraikan di atas, maka biji jarak pagar memiliki tipe perkecambahan epigeal, yaitu kotiledon terangkat ke permukaan media tumbuh.
Gambar 3 menjelaskan tahapan proses perkecambahan biji jarak pagar. Pada gambar nampak bahwa, setelah dua hari imbibisi, kulit biji telah mulai pecah. Pada hari ketiga radikula telah mulai nampak tumbuh. Pada hari ke 5-7 antara akar tunjang (akar pancar) dan akar samping telah dapat dibedakan. Pertumbuhan selanjutnya adalah pertumbuhan awal dari suatu fase pancing yang terjadi sekitar hari ke 8-9. Kecambah mulai nampak atau menembus permukaan media tumbuh, namun masih berbentuk pancing, sehingga periode fase pancing berlangsung dari hari ke delapan hingga hari ke sebelas. Pada periode ini, kotiledon yang merupakan daun biji secara perlahan berubah warna, dari putih atau krem, kuning dan kemudian mejadi hijau muda (Gambar 4), sedangkan endosperma walaupun mengalami pembesaran, tetapi bersama dengan itu juga mengalami penipisan struktur. Pada hari ke 12-13 semai telah berdiri tegak, dan kemudian daun kotiledon semai jarak pagar akan mekar sempurna dan berwarna hijau pada hari ke 14-15 setelah penanaman biji. Pada saat itu endosperma sudah berupa struktur seperti kulit tipis yang membungkus daun daun biji dan kemudian mengering serta gugur (Gambar 4).
Gambar 3. Urutan stadia perkecambahan biji jarak pagar
Gambar 4. Selama proses perkecambahan kotiledon atau daun biji mengalami perubahan warna dari putih krem, kemudian menguning dan akhirnya hijau (kiri), sedangkan endosperma mengalami penipisan struktur dan seolah melapisi kotiledon yang sedang mengalami pertumbuhan dan perkembangan, dan akhirnya gugur (tengah dan kanan)
Crop Agro Vol. 4 No.2 – Juli 2011
4
Pengaruh Posisi Benih Saat Tanam Terhadap Perkecambahan Hasil percobaan kedua, menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh nyata posisi benih saat penanaman terhadap daya kecambah benih. Namun demikian, posisi benih berpengaruh nyata terhadap kecepatan berkecambah benih dan persentase semai vigor. Tabel 1. Daya tumbuh benih (persen), kecepatan berkecambah (hari), dan jumlah semai vigor (persen) pada masing-masing posisi tanam benih Posisi Tanam Benih
Daya Tumbuh (%) 92.67
Kecapatan Semai Berkecambah Vigor (hari) 7.6 a 91.1 b
Mikrofil di bawah Mikrofil di atas 87.00 10.5 b 71.4 a Telentang 90.33 8.6 ab 69.3 a Telungkup 90.67 6.7 a 97.9 b Miring 91.33 6.9 a 89.7 b HSD 5% 2.73 10.55 Keterangan: Angka pada masing-masing kolom yang diikuti huruf sama tidak berbeda nyata.
Secara fisiologis, posisi benih saat penanaman tidak berpengaruh nyata terhadap viabilitas benih, dalam hal ini daya tumbuh biji atau persen biji berkecambah. Namun, posisi benih berpengaruh nyata terhadap kecepatan berkecambah dan persen semai vigor (semai normal) (Tabel 1.). Pada percobaan ini daya tumbuh benih mencerminkan persentase benih yang berkecambah dan kemudian berhasil tumbuh membentuk semai pada media pesemaian atau pembibitan. Perhitungan daya tumbuh dilakukan pada hari ke-15 pesemaian. Sehingga semai atau kecambah yang tumbuh termasuk semai vigor (normal) maupun semai tidak vigor (tidak normal). Fenomena ini tidak sesuai dengan hasil penelitian pada karet, bahwa pengaturan posisi benih saat di pesemaian berpengaruh nyata terhadap persentase biji berkecambah (Indraty dan Sutardi, 1985) maupun pada biji tanaman nagasari (Messue ferrea) (Budianto dan Santoso, 1999). Hal ini disebabkan ukuran biji jarak pagar relatif lebih kecil daripada biji karet dan terhadap biji nagasari, kulit biji jarak pagar relatif lebih tipis yang lunak. Pengaturan posisi benih berpengaruh nyata terhadap kecepatan berkecambah, yang mencerminkan kecepatan semai muncul di permukaan media tanam. Perhitungan kecepatan
berkecambah dilakukan setelah semai nampak di permukaan tanah sebagai media tumbuh, yaitu pada stadia pancing (fase F – G). Kecepatan atau saat muncul stadia pancing inilah yang dipengaruhi oleh posisi benih saat penanaman. Semai yang paling awal tumbuh ditunjukkan oleh benih berposisi telungkup, posisi miring, dan posisi mikrofil di bawah dengan nilai berturut-turut 6.7, 6.9, dan 7.6 hari. Semai yang lambat tumbuh terjadi pada benih yang ditanam dengan posisi telentang, sedangkan yang paling lambat tumbuh terjadi pada benih berposisi mikrofil di atas, yaitu 10.5 hari (Tabel 1). Hasil percobaan ini sejalan dengan penelitian Budianto dan Santoso (1999) bahwa posisi telungkup merupakan posisi yang baik bagi perkecambahan maupun kecepatan berkecambah biji Nagasari (Messua ferrea L.). Demikian juga posisi telungkup pada jambu mente merupakan posisi yang baik untuk menghasilkan bibit dalam jumlah banyak dan berkualitas baik, yaitu tidak terjadi pembengkokan pada pangkal batang-akar (Lubis, 1996). Seperti telah diketahui bahwa agar suatu perkecambahan biji dapat terjadi diperlukan kelembaban media tumbuh pada tingkat tertentu yang dapat dimanfaatkan bagi biji tersebut untuk dapat aktif bermetabolisme. Posisi tanam benih mempengaruhi posisi lubang mikrofil biji maupun bagian kulit ventral akan sangat menentukan jumlah air (kelembaban) yang dapat diserap oleh biji, karena melalui kedua bagian biji tersebut air mudah meresap ke dalam benih. Pada benih dengan posisi mikrofil di bawah, posisi telungkup, dan posisi miring memiliki kesempatan terjadinya penyerapkan air yang lebih banyak dibandingkan benih berposisi telentang maupun benih berposisi mikrofil di atas. Posisi mikrofil dan bagian biji yang mudah dilalui molekul air sangat menentukan jumlah air yang diserap biji melalui proses imbibisi. Pada posisi telungkup memberikan peluang penyerapan air oleh biji lebih banyak dikarenakan posisi mikrofil dan bagian tengah (belahan) kulit di bagian ventral biji jarak pagar tepat pada arah atau posisi air dalam media tersedia banyak dan mudah diserap. Dalam penelitian ini diamati adanya ketidaknormalan pertumbuhan dan perkembangan semai. Persen semai vigor yang rendah terjadi pada benih-benih dengan posisi telentang (6.9%) dan mikrofil di atas (71.4%). Sedangkan semai vigor yang tinggi diperoleh pada benih berposisi telungkup (97.9%), benih dengan posisi mikrofil di bawah (91.1%), dan benih berposisi miring (90.7%) (Tabel 1).
Crop Agro Vol. 4 No.2 – Juli 2011
5
Vigorsitas benih dipengaruhi oleh posisi benih saat penananam. Pengaruh ini terjadi akibat adanya perbedaan posisi mikrofil biji pada masingmasing posisi. Posisi mikrofil menentukan kemudahan pertumbuhan radikel yang tumbuh geotropisme maupun arah kotiledon berserta endosperma terangkat ke atas (fototropisme). Pada Gambar 5. nampak bahwa awal pertumbuhan radikel (akar) yang geotropisme terjadi dengan baik pada semua posisi benih (A, B, C, D, E), namun pada perkembangan selanjutnya terjadi pembengkokan epikotil yaitu struktur di bawah daun biji atau kotiledon pada biji dengan posisi telentang (A), posisi miring (C), dan posisi mikropil di atas (E). Khususnya posisi E, mengalami pembengkokan yang lebih berat karena dihalangi oleh fisik biji itu sendiri terjadi. A B
Pertumbuhan dan perkembangan selanjutnya menentukan tingkat keabnormalan pertumbuhan kecambah (semai). Adanya hambatan pertumbuhan akar dan kotiledon akan menyebabkan terjadinya pembengkokan pada epikotil yang nantikan tumbuh dan berkembang menjadi batang bagian bawah. Pembengkokan epikotil dan pangkal batang-akar banyak terjadi pada benih dengan posisi B, C, dan E sehingga banyak menyebabkan semai tidak vigor (lihat Tabel 1. kolom semai vigor) dikarena pada posisi tersebut terjadi hambatan yang besar untuk semai kembali ke arah pertumbuhan yang sebenarnya. Sedangkan pada benih berposisi telungkup dan mikrofil di bawah tidak terjadi hambatan pertumbuhan radikel ke arah geotropisme dan epikotil beserta daun biji maupun hipokotil ke arah fototropisme (Gambar 5. A dan D). Pada Gambar 6. ditunjukkan vigoritas kecambah. Kecambah yang normal nampak pertumbuhan dan perkembangan hipokotil tidak mengalami gangguan, sedangkan pada kecambah tidak normal nampak adanya gangguan pertumbuhan dan perkembangan pada epikotil, terutama pembengkokan.
C KESIMPULAN D
E
Gambar 5. Tahapan awal perkecambahan biji jarak pagar pada berbagai posisi benih saat penanaman: A. Benih berposisi telungkup, B. Benih berposisi telentang, C. Benih berposisi miring, D. Benih berposisi mikrofil di bawah, dan E. Benih berposisi mikrofil di atas
A
B
C
Perkecambahan pada biji jarak pagar (Jatropha curcas L.) merupakan perkecambahan tipe epigeal yang pada kondisi baik memerlukan 8 – 11 hari untuk dapat muncul di permukaan media tanam. Secara agronomis proses perkecambahan hingga menghasilkan semai jarak pagar memerlukan waktu 14 – 15 hari sejak tanam benih dan melibatkan fase imbibisi, fase munculnya radikel, fase bintang, fase pancing dan fase mekarnya daun biji (kotiledon). Posisi benih saat penanaman tidak berpengaruh nyata terhadap persentase atau daya berkecambah biji, namun berpengaruh nyata terhadap kecepatan berkecambah dan vigoritas semai. Posisi biji telungkup, posisi biji dengan mikropil di bawah maupun posisi miring merupakan posisi yang baik bagi terjadinya perkecambahan dengan kecepatan berkecambah dan semai vigor yang tinggi. DAFTAR PUSTAKA
D
E
F
G
H
Gambar 6. Vigoritas kecambah biji jarak pagar. A – C : kecambah normal (vigor), D – F : kecambah tidak normal (non-vigor), dan G – H : semai non vigor
Budianto, A., B.B. Santoso. 1999. Pengaruh Posisi Benih Terhadap Pertumbuhan dan Perkembangan Bibit Nagasari (Mesua ferrea L.). J. Agroteksos Fakultas Pertanian UNRAM. Vol.4, No.3.p:56-60.
Crop Agro Vol. 4 No.2 – Juli 2011
6
Hartmann, H.T., D.E. Kester, F.T. Davies, Jr., R.L. Geneve. 1997. Plant Propagation : Principles and Practices. Printice Hall Inc. Indraty, I.S., Sutardi. 1985. Pengaruh Letak Benih Karet (Hevea braziliensis) pada Perkecambahan terhadap Pertumbuhan Bibit. Risalah Penelitian. No. 11, 1985. Research Centre Getas, Salatiga.p:1-11. Lubis, M.Y. 1996. Penelitian Teknologi Budidaya Tanaman Jambu Mente : Kasus Pulau Muna di Sulawesi Tengah. Prosiding Forum Komunikasi Ilmiah Komoditas Jambu Mente. Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat.p:86-95. Mohr, H. and P. Schopfer, 1995. Plant Physiology. Springer-Verlag. p:203-207.
Naning, Y., Yulianti, B., Rina K., Dharmawati, F.D. 2002. Informasi Teknis Tanaman Nagasari (Mesua ferrea L.). Tekno Benih. Vol.7, No.2, 2002. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. p:79-83. Perry, D.A. 1979. Seed Vigour and Seedling Establishment. Advance in Research and Technology of Seeds, 2:62-85. Sadjad, S. 1989. Konsepsi Steinbauer-Sadjad Sebagai Landasan Pengembangan Matematika Benih di Indonesia. Pidato Ilmiah Pengukuhan Guru Besar. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Sadjad, S. 1993. Dari Benih Kepada Benih. PT Gramedia Widiasarana Indonesia. Jakarta. Taiz, L. and E. Zeiger, 2002. Plant Physiology. Third Edition. Sinauer Associates, Inc., Publishers. Sunderland, Massachusetts. p:25.
Crop Agro Vol. 4 No.2 – Juli 2011