BUDIDAYA JARAK PAGAR (Jatropha curcas Linn.) Mohammad Cholid Balai Penelitian Tanaman Tembakau dan Serat
PENDAHULUAN
Belakangan ini, nilai ekonomi dari jarak pagar cenderung meningkat karena penggunaannya sebagai biofuel dan biodiesel.
Dengan semakin berkurangnya
ketersediaan minyak bumi (petrodiesel), dan semakin melambungnya harga minyak di pasaran dunia, serta subsidi pemerintah atas minyak yang dikurangi secara berangsur-angsur, maka peran jarak pagar semakin prospektif dan strategis. Jarak pagar merupakan energi alternatif yang bersifat ramah lingkungan (environmental benignity), berkelanjutan (sustainable) dan dapat diperbaharukan (renewable). Dalam pengembangan tanaman jarak pagar diperlukan adanya dukungan teknologi budidaya. Komponen teknologi seperti penyediaan kebun induk dari tanaman yang telah diseleksi, teknologi pembenihan dan pembibitan, kepadatan populasi, pemupukan, arsitektur tanaman, pengendalian gulma, serta teknologi pascapanen diperlukan untuk mencapai produktivitas yang tinggi.
IKLIM DAN TANAH Iklim Jarak pagar tumbuh pada rentang iklim dan lahan yang luas. Tanaman jarak pagar dapat tumbuh pada daerah dengan ketinggian tempat 0-1700 meter di atas permukaan laut (m dpl) (Heller, 1996), tetapi berkembang baik pada dataran rendah dengan ketinggian tempat 0-500 m dpl. Daerah yang baik/sesuai untuk produksi jarak pagar adalah dengan curah hujan 1000-2000 mm/th (dengan 4-5 bulan kering dan <5 bulan basah); atau curah hujan 2000-3000 mm/th (dengan 5-6 bulan kering dan <6 bulan basah). Tanaman ini masih dapat tumbuh pada areal dengan curah hujan tahunan yang rendah sekitar 300 sampai 750 mm. Tanaman ini juga bisa tumbuh di daerah sangat kering dan dimana curah hujan sangat jarang, tetapi produksi bijinya sedikit.
1
Tanah Tanaman ini dapat beradaptasi pada lahan yang terdegradasi, lahan miring, tanah berpasir atau tanah lempung dengan drainasi cukup.
Tetapi produksi biji
tertinggi jarak pagar di capai pada daerah dengan tektur tanah lempung berpasir (Okabe dan Somabhi, 1989). Lahan dengan produktivitas dan kesuburan rendah, pada tahap awal tanaman ini perlu ditingkatkan dengan pemberian pupuk kompos/pupuk kandang dan pupuk anorganik lainnya. Beberapa pupuk mikro juga membantu untuk meningkatkan produktivitas lahan. pH tanah sebaiknya berkisar 5.5 sampai 6.5. Pada kondisi tanah yang buruk, dan curah hujan tidak mencukupi, tanaman ini butuh diairi selama 2-3 tahun pertama, selanjutnya tanaman ini bisa bertahan. Kriteria dan klasifikasi lahan dan iklim untuk tanaman jarak pagar disajikan pada Tabel 1. Luas areal potensial untuk pengembangan tanaman jarak pagar di Indonesia yang memenuhi kriteria S1 (sangat sesuai), S2 (sesuai), dan S3 (kurang sesuai) adalah seluas 49.531.700 hektar (Tabel 2.). Tabel 1. Kriteria klasifikasi lahan dan iklim untuk tanaman jarak pagar
Sumber: Any Mulyani dkk. (2006)
2
Keterangan :
: sangat sesuai;
: sesuai;
: kurang sesuai
Gambar 1. Peta kesesuaian lahan dan iklim jarak pagar di Indonesia Tabel 2. Penyebaran lahan yang sesuai untuk jarak pagar di Indonesia
3
BAHAN TANAMAN Sumber Bahan Tanam Tanaman jarak pagar tersebar hampir di seluruh bagian wilayah Indonesia. Seleksi bahan tanaman dilakukan secara langsung di lapangan dengan melihat morfologi tanaman meliputi: bentuk percabangan/kanopi, jumlah tandan buah pertanaman, jumlah buah per tandan, jumlah biji per buah, ukuran buah, ukuran biji. Selain itu perlu dievalusi kandungan minyak dengan target diatas 30%. Dari klon yang terpilih diambil stek dengan ukuran 30 cm, ketuaan sedang yang dicirikan dengan batang berwarna abu-abu (tidak hijau), dapat dipelihara di polibag. Perbanyakan secara vegetatip ini dapat diuji produktivitasnya, dan bila dianggap sesuai dapat digunakan sebagai bahan dasar untuk kebun induk. Hingga saat ini belum ada varietas yang dilepas. Meskipun demikian, klonklon potensial telah didapatkan dan dievaluasi dari beberapa daerah di Indonesia, seperti di Kediri Jawa Timur, Muktiharjo Jawa Tengah, Dompu NTB, Sumatera, dan Sulawesi yang cukup ideal untuk pertanaman. Pada tahun 2006 telah dihasilkan benih unggul IP-1A, IP-1M, IP-1P dengan produktivitas 4-5 ton/ha dari seleksi populasi kebun induk jarak pagar di Asembagus (Jawa Timur – dataran rendah iklim kering), Muktiharjo (Jawa Tengah – dataran rendah iklim sedang), dan Pakuwon (Jawa Barat – dataran sedang iklim basah). Pada tahun 2007 akan dilepas benih unggul IP-2A, IP2M, dan IP-2P dengan produktivitas 6-8 ton/ha, dan pada tahun 2009 dilepas benih unggul IP-3A dan IP-3P dengan produktivitas 8-10 ton/ha.
Gambar 2. Kebun induk jarak pagar sebagai sumber benih unggul
4
Pembibitan Perbanyakan tanaman jarak pagar dapat dilakukan secara
generatif
menggunakan benih yang dihasilkan dari Kebun Induk Jarak Pagar (KIJP), dan secara vegetatif dengan stek atau bibit kultur in-vitro. Pada perbanyakan dengan stek, dipilih stek dari bagian tengah cabang primer, pada tanaman yang telah berumur 2-3 tahun, batang umur sedang dengan ciri warna batang abu-abu dan diameter 2-3 cm. Sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Sunita Kochhar dkk. (2005) menyatakan bahwa stek yang berasal dari bagian tengah dari cabang primer menghasilkan perakaran yang lebih baik dibanding stek pada bagian paling ujung atau bagian paling bawah. Hasil penelitian Mulyaningsih et al. (2006) menunjukkan bahwa stek yang baik untuk bahan tanam jarak pagar adalah yang berasal dari bagian tengah cabang dengan panjang 15 cm. Sebelum disemaikan bahan tanaman berupa benih atau stek diperlakukan dengan fungisida untuk menghindari serangan jamur pada awal pertumbuhan, kemudian ditanam dalam polibag yang diisi dengan tanah, pasir, dan kompos dengan rasio 1:1:1. Tempat pembibitan diberi naungan/atap dengan bahan dapat berupa daun kelapa, bambu atau paranet. Sebaiknya pembibitan dilakukan 2-3 bulan sebelum musim penghujan, sehingga bibit siap ditanam di lahan pada awal musim penghujan.
Bibit asal stek
Bibit asal biji
Gambar 3. Pembibitan jarak pagar menggunakan bahan tanaman dari stek dan biji
Perakaran dari biji/stek dipengaruhi oleh media tanam, dimana aerasi dan drainase yang baik sangat dibutuhkan. Bibit yang berasal dari biji perakarannya lebih kokoh dibanding bibit dari stek, sehingga lebih disukai untuk pertanaman jarak pagar dalam jangka waktu lama terutama pada daerah dengan ketersediaan air terbatas.
5
Menurut Hartman dan Kester (1983), bahwa dua faktor yang umumnya mempengaruhi pertumbuhan stek yaitu umur tanaman dimana stek diambil, dan posisi stek pada tanaman induknya. Penggunaan stek batang tengah panjang 15 cm yang ditanam terlebih dahulu di polibag menghasilkan biji kering tertinggi (392,34 kg/ha), sedangkan penanaman langsung di lapangan lebih baik menggunakan biji (Tabel 3.).
Tabel 3. Pengaruh sistem tanam terhadap hasil biji kering tanaman jarak pagar tahun pertama, kedua dan ketiga Sistem tanam
Polibag (P)
Tanam langsung di lapangan (L)
KK (%)
Bahan tanam
Tahun I (2006)
Biji Stek : B-30 B-15 T-15 A-25 Biji Stek : B-30 B-15 T-15 A-25
64,73 c*) 2,04 c 171,15 b 293,77 a 194,28 b 34,47 c 1,00 c 1,00 c 13,44 c 1,00 c 59,85
Hasil biji kering (kg/ha) Tahun II Tahun III (2007) (2008) 254,17 cd 1,00 d 425,08 ab 545,34 a 314,49 bc 300,34 bc 55,91 d 83,56 d 37,90 d 22,93 d 37,66
203,28 b 1,15 c 287,19 b 392,34 a 251,20 b 258,28 b 11,77 c 23,02 c 9,48 c 20,19 c 33,85
Keterangan : Angka yang didampingi huruf sama dalam satu kolom tidak berbeda nyata pada uji BNJ 5%. Sumber: Mulyaningsih dkk. (2007)
Pemilihan sistem tanam jarak pagar tergantung pada ketersediaan bahan tanam pada kondisi daerah setempat, kalau tersedia biji dapat ditanam langsung di lapangan, sebaliknya bila tersedia stek akan lebih baik ditanam di polibag terlebih dahulu.
BUDIDAYA TANAMAN Persiapan lahan Persiapan lahan meliputi: pembersihan lahan dan pembuatan lubang tanam. Sebelum dilakukan pengolahan tanah lahan sebaiknya dibersihkan dari semak belukar atau gulma. Pengolahan tanah dengan bajak atau cangkul, kemudian dibuat lubang tanam
6
berukuran 30 x 30 x 30 cm dengan jarak 2 x 2 m. Sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Ratree (2004), menyatakan bahwa jarak tanam 2 x 2 m memberikan hasil tertinggi, dan sesuai untuk pertanaman komersial.
Tanah galian perlu
dipisahkan antara tanah bagian atas (top soil) dan tanah bagian bawah (sub soil). Tanah bagian atas dicampur dengan pupuk kandang atau kompos sebanyak 2 kg setiap lubang secara merata, kemudian dimasukkan kembali ke dalam lubang tanam. Pada tanah yang bertektur sedang hingga berat perlu dibuat saluran drainase, karena tanaman jarak pagar tidak tahan genangan.
Penanaman Penanaman jarak pagar dapat dilakukan secara monokultur atau tumpang sari. Jarak tanam secara monokultur umumnya lebih rapat (1 m x 1 m - 2 m x 2 m) tergantung pada provenan jarak pagar dan kesuburan lahan. Sedang secara tumpang sari dengan palawija disesuaikan dengan kebutuhan lahan untuk palawija dapat digunakan jarak tanam 3 m x 2 m atau 4 m x 2 m.
Tanaman jarak pagar dapat pula
ditanam sebagai pagar pembatas lahan atau untuk tujuan konservasi. Untuk tujuan ini maka jarak tanam antar tanaman dapat dipersempit menjadi 1 m atau 0,5 m. Dari hasil pengujian berbagai jarak tanam yang disajikan pada Tabel 4. menunjukkan bahwa pertumbuhan tanaman dan produksi jarak pagar dipengaruhi oleh jarak tanam yang digunakan. Secara individu hingga tahun ketiga jarak tanam yang lebar (2 m x 3 m) menghasilkan pertumbuhan tanaman, komponen produksi dan produksi biji per tanaman yang paling tinggi masing-masing sebesar 106,9 buah/tanaman, 17,3 tandan/tanaman, 6,18 buah/tandan, dan 202,9 g/tanaman. Namun produksi per luasan lahan tertinggi diperoleh jarak tanam yang paling rapat (1 m x 1 m) yakni sebesar 872,1 kg/ha (Djumali dkk., 2007). Selain itu penggunaan jarak tanam rapat dapat memberikan hasil samping berupa bibit tanaman dari stek yang bernilai ekonomis yang tinggi saat dilakukan pengurangan populasi tanaman.
7
Tabel 4. Pengaruh jarak tanam terhadap produksi biji per tanaman dan per hektar sampai dengan umur 31 bulan setelah tanam Perlakuan 1mx1m 1mx2m 1mx3m 2mx2m 2mx3m
Produksi biji g/tanaman 87,21 d 125,87 c 135,42 c 162,50 b 202,87 a
kg/ha 872,1 a 629,4 b 451,4 c 406,3 c 338,2 d
Keterangan : Angka yang didampingi huruf sama dalam satu kolom tidak berbeda nyata pada uji BNJ 5%. Sumber: Djumali dkk (2007)
Penanaman dilakukan pada saat tanah dalam kondisi cukup lembab/basah, untuk menghindari stress pada saat pertumbuhan awal tanaman. Pada penanaman di daerah tadah hujan sebaiknya dilakukan pada awal musim penghujan, sehingga kebutuhan air dapat terjamin saat pertumbuhan awal pertanaman hingga tanaman mampu beradaptasi/established. Bibit yang dibutuhkan untuk 1 ha dengan jarak tanam 2 m x 2 m adalah 2.500 tanaman. Perlu disiapkan 500 tanaman (20%) sebagai cadangan untuk penyulaman untuk mempertahankan populasi tanaman per hektar.
Pemeliharaan Pemupukan Agar berproduksi maksimal, tanaman jarak pagar perlu dipupuk, dosis pupuk yang diberikan tergantung dari kebutuhan tanaman dan ketersediaan hara di dalam tanah. Pupuk N berpengaruh meningkatkan pertumbuhan dan komponen hasil jarak pagar. Pemberian pupuk P dan K dapat meningkatkan ketahanan terhadap penyakit. Selain dengan pendekatan pemupukan, serapan hara terangkut panen perlu dijadikan dasar dalam pengelolaan hara untuk jarak pagar. Rata-rata kandungan hara dalam biji saat panen adalah 2,05% N, 0,19% P, 6,04% K, 0,62% Ca, 0,46% Mg, dan 33,45% C; sedangkan rata-rata kandungan hara dalam kulit buah saat panen adalah 0,30% N, 0,02% P, 3,61% K, 0,38% Ca, 0,29% Mg, dan 13,29% C. Pengaruh pemupukan N, P, dan K terhadap produksi jarak pagar disajikan pada Tabel 5.
8
Tabel 5. Pengaruh pemupukan N, P dan K terhadap jumlah tandan, jumlah buah, berat biji per pohon Perlakuan N1 N2 N3 N4
Jumlah buah per pohon 1,89 c 7,37 b 9,73 ab 13,78 a
Berat biji per pohon (g) 1,13 c 4,42 b 5,84 ab 8,27 a
P1 P2 P3 P4
5,54 tn 9,17 9,00 9,06
3,33 tn 5,50 5,40 5,44
K1 K2 K3
10,26 tn 8,68 5,64
6,16 tn 5,21 3,38
Keterangan : Angka yang didampingi huruf sama dalam satu kolom tidak berbeda nyata pada uji BNJ 5%. Sumber : Hariyono dkk. (2007)
Pengairan Tanaman jarak pagar merupakan tanaman yang dapat tumbuh sepanjang tahun dan banyak ditemui di banyak tempat dengan variasi iklim yang sangat beragam mulai iklim kering hingga iklim basah. Curah hujan tahunan di daerah kering berkisar 500-750 mm dan di daerah basah diatas 1.200 mm (Gour, 2006). Pada pertanaman yang luas di daerah tadah hujan, perlu dilakukan teknik pemanenan air pada musim penghujan dalam bentuk embung-embung, penyimpan air, selanjutnya dapat digunakan untuk mengairi tanaman pada musim kemarau.
Potensi
pengembangan embung sangat besar terutama pada daerah tadah hujan dengan jumlah curah hujan yang cukup tinggi (diatas 1000 mm per tahun) dengan distribusi hujan yang tidak merata. Umumnya jarak pagar dikembangkan pada lahan marginal dimana curah hujan sangat terbatas, untuk itu perlu dilakukan diuji adaptasikan terhadap berbagai ketersediaan air tanah pada populasi tanaman jarak pagar terpilih (IP). Hasil pengujian terhadap populasi terpilih (IP1-A, IP1-M, dan IP1-P) dengan kriteria pengairan: kontrol (tanpa pengairan), pengairan setelah kondisi air tanah tersedia mencapai 35 %, 50 %, dan 65 % menunjukkan bahwa produksi biji tertinggi dicapai dengan pengairan setelah kadar air tanah mencapai 65% berturut-turut IP1-A (578,05
9
kg/ha), IP-1M (103,17 kg/ha), dan IP-1P (725,38 kg/ha). jumlah buah terpanen IP1-A, IP1-M, dan IP1-P berturut-turut, 133,60 buah/tan, 25,46 buah/tan, dan 179,17 buah/tan. Apabila tanaman tidak diairi sama sekali maka produksi biji tersebut akan menurun hingga 72,8 %, 89,9 %, dan 49,9 % (Riajaya, 2007) Produksi biji jarak pagar pada tahun II (Januari-Agustus) menunjukkan bahwa terdapat peningkatan hasil biji 15% dengan penambahan air irigasi saat kemarau walaupun tidak signifikan. Produksi IP-1P jauh lebih tinggi dibanding IP-1A dan IP1M. Pada bulan September 2008 telah dilakukan pemangkasan pertama. Dengan demikian untuk wilayah yang memiliki rata-rata curah hujan 1200-1500 mm/tahun dengan enam bulan basah dan tekstur tanah liat berdebu, tanaman jarak pagar tidak perlu diairi pada tahun kedua.
470.52
IP1-P
A=65%
1368.58
468.87
974.96
A=50% 268.41 IP1-M 37.9
IP1-A
309.45
0
736.78
500
1000
1500
A=35% 176.2
859.13
Tanpa-I 177.01
841.66
2000
Produksi biji (kg/ha)
a
972.42
630.76
2007
2008
0
500
1000
1500
2000
Produksi biji (kg/ha)
b
2007
2008
Gambar 4. (a) Produksi biji IP1-A, IP1-M dan IP1-P dan (b) produksi biji pada berbagai perlakuan pengairan pada tahun I (Juni-Desember 2007) dan tahun II (Januari-Agustus 2008) Sumber: Riajaya dkk. (2007)
Pemangkasan dan Pengaturan Kanopi Pemangkasan dilakukan secara periodik, selain untuk meningkatkan jumlah cabang produktif juga untuk mengatur tinggi tanaman sehingga mudah dalam pemeliharaan dan pemanenan (Hariyadi, 2005). Pemangkasan dilakukan pada batang yang telah cukup berkayu (warna coklat keabu-abuan). Dari pengujian beberapa cara pemangkasan/pembentukan kanopi menunjukan bahwa cara pemangkasan selektif memiliki
pertumbuhan
dan
produksi
buah
tertinggi
dibanding
perlakuan
pemangkasan lainnya.
10
Tabel 6. Pengaruh bahan tanaman dan cara pemangkasan terhadap tinggi tanaman, lebar kanopi, jumlah cabang, dan jumlah buah kumulatif pada tahun pertama Perlakuan Bahan tanaman IP2-A 1P2-M Cara pemangkasan 3-9-27-40 3-9-27-40 Selektif Kontrol
Tinggi (cm)
Lebar Kanopi (cm)
Jumlah Cabang (bh/tanaman)
Jumlah Buah (bh/tanaman)
91,88 a 85,78 a
91,06 a 83,59 a
9,49 b 11,89 a
51,53 a 4,95 b
61,06 c 102,44 a 87,81 b 104,00 a
61,50 c 95,81 ab 86,81 b 105,19 a
10,38 b 3,68 c 13,18 ab 15,55 a
6,26 b 36,74 a 46,01 a 23,94 ab
Keterangan : Angka yang didampingi huruf sama dalam satu kolom tidak berbeda nyata pada uji BNT 5%. Sumber: Cholid dkk. (2007)
Pengendalian Gulma Penyiangan sangat penting terutama pada periode awal pertumbuhan tanaman. Penyiangan dapat dilakukan secara kultur teknis (pengolahan tanah, pemberian mulsa seresah atau tanaman penutup tanah), mekanis dengan cangkul atau ternak, serta kimiawi dengan herbisida seperti Glyphosate (purna tumbuh, sistemik, dan nonselektif), methyl halosifop (purna tumbuh, sistemik, efektif untuk teki), dan oxyfluorfen (pra tumbuh, sistemik, nonselektif).
Pembungaan dan Pembuahan Pada kondisi optimum, tanaman jarak pagar mulai berbunga umur 3-4 bulan. Masa pembungaan berkisar antara 10-15 hari dan kapsul masak 40-50 hari sesudah penyerbukan. Saat masak, warna kapsul berubah dari hijau ke kuning kemudian cokelat kehitaman. Upaya meningkatkan produktivitas jarak pagar dapat ditempuh melalui optimalisasi penyerbukan untuk meningkatkan retensi buah.
Optimasi
penyerbukan pada tanaman jarak pagar dapat ditempuh melalui meningkatkan populasi serangga penyerbuk dan pemanfaatan tanaman penarik. Karena yang dipanen dari jarak pagar ini adalah bijinya maka biologi pembungaan, polinasi dan pembuahan menjadi penting.
11
Dari hasil observasi di Kebun Induk jarak pagar Muktiharjo-Pati-Jawa Tengah, Asembagus-Situbondo-Jawa Timur, dan Pakuwon-Sukabumi-Jawa Barat, menunjukkan bahwa jenis dan populasi serangga penyerbuk beragam tergantung tempat, musim, serta waktu harian (pagi, siang dan sore). Secara umum serangga penyerbuk yang ditemukan di Pertanaman jarak pagar adalah lebah madu/honey bees (Apis mellifera) dan kumbang kayu/ carpenter bees (Xylocopa virginica), lalat punggung hijau (Aulacigaster leucopeza). lalat hijau (Chrysomya sp) dan lalat rumah
25
21,6
20 15 10
9,4
9
3,4
5 0,8
0,6
0 PAGI
SIANG
140,0 120,0 100,0 80,0 60,0 40,0 20,0 0,0
120,3 105,2 86,0 84,0
81,3
Lalat
47,3
39,0
38,7
KEDIRI
NTB
Asal Bahan Tanaman
SORE
Waktu Pengamatan Lebah Madu
Jumlah Serangga Penyerbuk, Tandan Berbunga per 25 tanaman (ekor,tandan)
Jumlah Serangga Penyerbuk per 10 Tanaman (ekor)
(Musca sp), kupu-kupu dan moth (lepidoptera), serta semut /pony ant (ponerinae).
Lebah madu
Lalat punggung hijau
Total serangga penyerbuk
Tandan berbunga
Gambar 5. A. Populasi serangga penyerbuk pada pagi, siang, dan sore hari; B. Populasi serangga penyerbuk, jumlah tandan berbunga pada klon yang berasal dari Kediri Sumber: Cholid dkk. (2007)
Perubahan jumlah populasi lebah madu pada pagi hari hingga sore sesuai dengan perilaku, perubahan cuaca (suhu dan kelembaban) mempengaruhi variasi dari populasi dari lebah madu, dan kadar gula dalam nektar tertinggi terjadi pada pagi hari yang berhubungan dengan saat bunga mekar (Selvakumar et al., 2001).
Panen dan Prosesing Panen dilakukan apabila buah dalam tandan buah telah masak fisiologis (buah berwarna kuning hingga kecoklatan). setelah dipetik buah dijemur sampai kadar air 7-9 % kemudian siap untuk dibijikan. Buah jarak pagar yang dipanen pada saat berwarna kuning menghasilkan vigor dan daya kecambah yang paling baik,
12
sehingga baik untuk produksi benih (Tabel 7.). Kadar minyak dari biji jarak berkisar 28%-35%. Tabel 7. Daya berkecambah dan vigor benih pada benih jarak pagar yang dipanen berdasarkan presentase warna buah dalam satu tandan perlakuan Buah hijau lebih dari 50 % dalam 1 tandan Buah hijau kekuningan lebih dari 50 % dalam 1 tandan Buah kuning lebih dari 50 % dalam 1 tandan Buah kuning kehitaman lebih dari 50 % dalam 1 tandan Buah hitam lebih dari 50 % dalam 1 tandan
KA (%) 6.7 7.0 7.2 6.7 7.3
DB (%) 34.00 b 55.67 ab 60.33 ab 75.33 a 56.00 ab
V (%) 28.67 b 49.67 ab 56.00 ab 68.00 a 50.00 ab
Keterangan : KA : Kadar Air, V : vigor, DB : Daya Berkecambah Keterangan : Angka yang didampingi huruf sama dalam satu kolom tidak berbeda nyata pada uji BNT 5%. Sumber : Adikadarsih, S. dan Joko Hartono, 2006.
DAFTAR PUSTAKA
Adikadarsih, S. dan JokoHartono, 2006. Pengaruh kemasakan buah terhadap mutu benih jarak pagar (Jatropha curcas L.). Makalah Lokakarya II Status Teknologi Tanaman Jarak Pagar. Bogor, 29 Nopember 2006. Puslitbangbun. Anny Mulyani, F. Agus, dan D. Allelorung. 2006. Potensi sumber daya lahan untuk pengembangan jarak pagar (Jatropha curcas L.) di Indonesia. Jurnal Litbang Pertanian 23(4): 130-138. Cholid, M., dan D. Winarno. 2007. Pemberdayaan serangga penyerbuk dan tanaman penarik untuk meningkatkan produktivitas jarak pagar (Jatropha curcas L.). Makalah penunjang oral Lokakarya Nasional Jarak Pagar III. Inovasi teknologi jarak pagar untuk mendukung program DME. Malang. Nopember 2007. Cholid, M., B. Haryono, dan D. Winarno. 2007. Pengaruh pemangkasan terhadap pertumbuhan dan hasil jarak gagar (Jatropha curcas L.). Makalah penunjang oral Lokakarya Nasional Jarak Pagar III. Inovasi teknologi jarak pagar untuk mendukung program DME. Malang. Nopember 2007. Djumali, B. Haryono, dan N. Sudibyo. 2007. Pengaruh jarak tanam terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman jarak. Makalah penunjang oral Lokakarya Nasional Jarak Pagar III. Inovasi teknologi jarak pagar untuk mendukung program DME. Malang. Nopember 2007.
13
Gour, V.K. 2006. Production practices including post harvest management of Jatropha curcas. Paper presented at the Biodiesel Conference Toward Energy Independence – Focus on Jatropha. Tashtrapati Bhawan, New Delhi, 9-10 June 2006. pp.: 223-251. Hariyadi, 2005. Sistem budidaya tanaman jarak pagar (Jatropha curcas Linn). Seminar Nasional Pengembangan Jarak Pagar (Jatropha curcas Linn.) untuk Biodiesel dan Minyak Bakar. Pusat penelitian Surfaktan dan Bioenergi, Institut Pertanian Bogor. 22 Desember 2005.7p. Hariyono, B., M. Romli, dan M. Machfud, 2007. Pengaruh dosis pupuk N, P, dan K terhadap pertumbuhan dan hasil jarak pagar (Jatropha curcas L.). Makalah penunjang oral Lokakarya Nasional Jarak Pagar III. Inovasi teknologi jarak pagar untuk mendukung program DME. Malang. Nopember 2007. Heller, J. 1996. Physic nut (Jatropha curcas L.). Promoting the conservation and use of underutilised and neglected crops. Institute of Plant Genetics and Crop Plant Research. Gatersleben/International Plant Genetic Resources Institute. Rome. Henning, R.K. 2004. The Jatropha System. Economy and Dissemination Strategy. International Conference of Renewable 2004. Bonn 1-4 June 2004. Germany. Kochhar, S., Kochhar, V.K., Sing, S.P., Katiyar, R.S. and Pushpangadan, P., 2005. Differential rooting and sprouting behaviour of two Jatropha species and associated physiological and biochemical changes. Mulyaningsih, S., Djumali dan B. Hariyono, 2007. Pengaruh posisi asal dan panjang stek dan ZPT terhadap pertumbuhan stek batang pada tanaman jarak pagar (Jatropha curcas L.). Makalah penunjang oral Lokakarya Nasional Jarak Pagar III. Inovasi teknologi jarak pagar untuk mendukung program DME. Malang. Nopember 2007. Okabe, T. and M. Somabhi, 1989. Eco-physiological studies on drought tolerant crops suited to the Northeast Thailand. Technical paper No. 5. Agricultural Development Research Center in Northesat Thailand, Moe Din Daeng, Khon Kaen 40000, Thailand. Ratree, S. 2004. A Preliminary study on Physic nut (Jatropha curcas L.) in Thailand. Pakistan Journal of Biological Sciences 7(9):1620-1623.
14
Riajaya, P.D., B.Hariyono, dan F.T. Kadarwati. 2007. Keragaan tanaman jarak pagar pada berbagai ketersediaan air tanah. Makalah penunjang oral Lokakarya Nasional Jarak Pagar III. Inovasi teknologi jarak pagar untuk mendukung program DME. Malang. Nopember 2007. Selvakumar, P., S.N. Sinha, V.K. Pandita, R.M. Srivastava. 2001. Foraging behavior of honeybee on parental lines of hybrid cauliflower pusa hybrid-2. Apimondia Journal. 4p.
15