TINJAUAN PUSTAKA
Tanaman Jarak Pagar (Jatropha curcas Linn.) Tanaman jarak pagar (Jatropha curcas Linn.) termasuk dalam famili Euphorbiaceae merupakan salah satu tanaman yang baik sebagai sumber bahan bakar nabati (Prihandana dan Hendroko 2006; Hambali et al. 2007). Jarak pagar berasal dari Amerika Tengah dan didistribusikan oleh pelaut Portugis melalui pulau Cape Verde ke berbagai negara di Afrika dan Asia (Hambali 2005). Jarak pagar mempunyai 4 varietas, yaitu varietas Cape Verde, Nicaragua, Ife-Nigeria, dan varietas tidak beracun Mexico. Varietas Cape Verde merupakan varietas yang umum terdapat di seluruh dunia dan bersifat toksik karena mengandung senyawa lektine dan ester forbol (Henning 2005 dalam Nurcholis dan Sumarsih 2007). Meskipun jarak pagar dikenal sebagai tanaman yang beracun dan mempunyai sifat sebagai insektisida, beberapa hama telah dilaporkan menyerang tanaman ini sehingga berpotensi menimbulkan kerusakan ekonomis pada perkebunan jarak yang sedang dikembangkan (Mahmud 2006). Organisme penggangu tanaman (OPT) yang menyerang tanaman jarak pagar adalah Exopholis hypoleuca Wied dan Leucopholis rorida F. ( Coleoptera: Scarabaeidae), Agrothis spp. (Lepidoptera: Noctuidae), Spodoptera litura (Lepidoptera: Noctuidae), Helicoverpa armigera (Lepidoptera: Noctuidae), Valanga nigricornis (Orthoptera: Acrididae), Nezara viridula (Hemiptera: Pentatomidae), Chrysocoris javanus
(Hemiptera:
Scutelleridae),
Ferrisia
virgata
(Hemiptera:
Pseudococcidae), Nipaecoccus viridis (Hemiptera: Pseudococcidae), Leptocorisa oratorius (Hemiptera: Alydidae), Empoasca sp. (Hemiptera: Cicadellidae), Selenothrips rubrocinctus (Thysanoptera: Thripidae), Lagocheirus undatus (Coleoptera: Cerambycidae), Liriomyza sp. (Diptera: Agromyzidae), Chalcocelis albiguttata,
Parasa
lepida
(Lepidoptera:
Limacodidae),
dan
Tungau
(Tarsonemidae dan Eriophyidae). (Dadang 2006; Priyanto 2007; Nurcholis dan Sumarsih 2007; Rumini dan Karmawati 2007; Chandra 2008).
5 Hama Chrysocoris javanus Westw. C. javanus memiliki nama umum kepik buah jarak (Sosromarsono et al. 2007). Tubuhnya berbentuk perisai yang khas dengan skutelum yang berkembang dengan baik menutupi abdomen, warna tubuh imago cerah dan mencolok dengan elitra berwarna merah dan corak hitam. Serangga ini memiliki antena tiga ruas, lebih panjang dari kepala (Dadang 2006; Kalshoven 1981). Telur berbentuk silinder seperti drum, bagian bawah datar sedangkan bagian atas cembung. Telur berdiameter 1,24 mm dan tinggi 1,34 mm. Telur yang baru diletakkan berwarna krem terang dan ada yang berwarna agak kehijauan. Telur diletakkan secara berkelompok di bawah permukaan daun, pada batang atau ranting dan pada permukaan buah jarak pagar saat pagi hingga menjelang siang. Nimfa tubuhnya berwarna hitam dengan bintik merah, kuning, dan hijau mengkilat, sementara bagian dorsal toraks berwarna hijau metalik. Ukuran tubuh imago betina relatif lebih besar dari pada imago jantan, yaitu panjang 17,65 mm dan lebar 9,55 mm sedangkan ukuran tubuh jantan panjang 15,95 mm dan lebar 8,1 mm. Kemampuan reproduksi cukup tinggi, satu kelompok telur terdiri dari 28 sampai 126 butir dengan rerata 84,80 butir (Qodir 2010). Siklus hidupnya berkisar 60-80 hari (Rumini dan Karmawati 2007). C. javanus selain menyerang tanaman jarak pagar (Jatropha) juga ditemukan pada tanaman jarak kepyar (Ricinus communis) serta Croton spp. (Kalshoven 1981). Serangga ini menyerang jarak pagar selain pada saat pembungaan dan menjelang pembentukan buah juga dapat menyerang daun. Serangga ini menghisap nutrisi dalam buah sehingga menimbulkan kerusakan pada kapsul buah yang sedang berkembang. Bunga atau buah yang terserang akan menjadi kering dan berwarna coklat kehitaman. Bunga yang terserang tidak bisa menjadi buah sedangkan buah menjadi rusak dan tidak dapat dipanen (Dadang 2006; Sodiq 2006; Rumini dan Karmawati 2007). Pengendalian hama dapat dilakukan secara mekanis dengan mengumpulkan dan memusnahkan telur, nimfa dan imago; kultur teknis dengan tidak menanam tanaman inang lain seperti padi, jagung, kacang-kacangan, dan tanaman Solanaceae di sekitar areal pertanaman; pengendalian hayati dengan musuh alami yaitu parasitoid Anastatus sp. dan Epiterobia sp.; insektisida nabati seperti ekstrak mimba; dan menggunakan
6 insektisida berbahan aktif imidaklorpid dan karbamat (Dadang 2006; Mahmud 2006; Rumini dan Karmawati 2007). Parasitoid Trissolcus sp. Trissolcus sp. merupakan parasitoid yang termasuk ke dalam Superfamili Platygastroidea Famili Scelionidae Subfamili Telenominae (Rajmohana 2006). Semua spesies yang telah diketahui dalam famili ini merupakan parasitoid telur dan hidup pada berbagai habitat (Hagen 1973; Austin et al. 2005; Driesche et al.. 2008). Trissolcus sp. telah menjadi spesies yang penting dalam penelitian maupun praktek pengendalian hayati serangga hama khususnya serangga ordo Hemiptera (Awan et al. 1990; Weber et al. 1996; Justo et al. 1997; Koçak dan Kilinçer 2003; Arakawa et al. 2004; Tohir 2004; Laumann et al. 2008) Tahap Perkembangan Parasitoid Famili Scelionidae Parasitoid famili Scelionidae terbagi pada tiga kelompok subfamili yaitu Scelioninae, Telesinae, dan Telenominae (Krombein 1979; Masner 1993). Parasitoid ini dapat menyerang telur serangga ordo Lepidoptera, Hemiptera, Orthoptera, Diptera (Tabanidae) dan Arachnida. Adakalanya beberapa spesies menyerang telur serangga ordo Coleoptera dan Neuroptera (Clausen 1940). Imago parasitoid famili Scelionidae hidup secara soliter (Clausen 1940), umumnya berada pada lingkungan terbuka dan terpapar sinar matahari seperti padang rumput, gurun pasir, hutan, tanah, dan air (Masner 1993).
Telur Menurut Clausen (1940) dan Hagen (1973) ada enam jenis tipe telur serangga ordo Hymenoptera yaitu acuminate, hymenopteriform, microtype, pedicelate, stalked, dan encyrtiform. Semua telur spesies serangga dari famili Scelionidae yang telah dideskripsikan memiliki bentuk yang seragam yaitu tipe stalked atau memiliki tangkai. Bagian tubuh utama telur berbentuk oval hingga seperti gelendong dengan tangkai berbentuk runcing atau silinder yang berukuran 0,5 sampai 1,5 lebih panjang daripada tubuh utama.
7 Larva Hagen (1973) menyatakan hampir semua parasitoid yang meletakkan telur dan berkembang di dalam inang mengalami perkembangan hipermetamorfosis. Artinya, larva instar awal memiliki perbedaan bentuk dengan larva instar akhir. Jumlah instar larva sangat beragam antar genus dan spesies. Pada larva ektoparasit terdapat lima instar dan pada larva endoparasit kurang dari lima instar. Clausen (1940) menyebutkan ada 14 tipe larva instar awal pada parasitoid dari ordo Hymenoptera. Larva instar awal memiliki variasi bentuk yang terbesar dalam perkembangan pradewasa parasitoid. Tipe larva instar awal tersebut adalah sacciform, hymenopteriform, caudate, vesiculate, encyrtiform, mandibulate, teleaform, microtype, mymariform, planidium, agriotypiform, polypodeiform, eucoiliform dan cyclopiform. Larva instar pertengahan tidak memilki perbedaan karakteristik yang mendasar dari bentuk larva instar awalnya (Hagen 1973). Bentuk sebenarnya dari larva instar kedua serangga famili Scelionidae masih dalam perdebatan. Pada beberapa spesies hanya ditemukan dua instar larva, ini ditentukan berdasarkan persamaan bentuk antara larva instar kedua dan ketiga (Clausen 1940). Larva instar akhir pada parasitoid dari ordo Hymenoptera adalah hymenopteriform (Hagen 1973).
Prapupa dan Pupa Masa prapupa diawali ketika larva instar akhir telah berhenti makan dan hampir tidak menunjukkan pergerakan tubuh. Saat itulah terjadi perubahan struktural yang cepat pada tubuh larva (Hagen 1973). Stadium prapupa parasitoid dari ordo Hymenoptera terdiri dari dua tahap yaitu eonymph dan pronymph. Larva yang memasuki tahap eonymph, bentuknya masih menyerupai larva instar terakhir namun lebih mengembang atau menggelembung tetapi kurang terlihat menonjol dibandingkan tahap pronymph dan seringkali ditandai perubahan warna larva dari putih kekuningan menjadi putih buram. Tahap pronymph ditandai dengan kemunculan bakal mata dan adanya batas yang jelas antara toraks dan abdomen. Pada tahap ini, sudah tidak ada pergerakan sama sekali (Morris 1937 dalam Hagen 1973).
8 Pupa serangga ordo Hymenoptera bertipe eksarata dengan embelan bebas (Borror et al. 1996). Serangga ordo Hymenoptera khususnya parasitoid berpupa di dalam inang. Seringkali larva parasitoid berpupa di dalam kokon atau puparium inang atau berpupa di dalam terowongan yang dibuat inang dimana inang tersebut terlindungi. Parasitoid yang hidup di pada inang yang tersembunyi biasanya tidak berkokon (Hagen 1973).
Imago Panjang tubuh serangga dari Famili Scelionidae berkisar dari 1 samapai 2,5 mm, ukuran tubuh paling kecil adalah 0,5 mm dan paling besar mencapai 10 mm (Masner 1993). Menurut Qodir (2010) panjang tubuh imago jantan dari famili Scelionidae yaitu 1,30 ± 0,05 mm dan lebar tubuhnya 0,68 ± 0,05 mm sedangkan panjang tubuh imago betina 1,34 ± 0,04 mm dan lebar tubuhnya 0,69 ± 0,06 mm. Tubuh berwarna hitam, kepala ditutupi rambut-rambut halus. Mata majemuk relatif besar, tidak menutupi seluruh bagian kepala. Antena terdiri dari 10 ruas flagelum. Sayap dengan rambut-rambut halus, sayap depan dengan venasi submarginal mencapai sisi anterior. Koksa dan trokhanter berwarna hitam berbentuk segitiga. Femur, tibia dan tarsus berwarna coklat terang. Tungkai memiliki rambut-rambut halus. Tibia mempunyai taji, tarsus terdiri dari 5 ruas dengan 1 kuku tarsus. Imago jantan dan betina dapat dibedakan dari bentuk antenanya, ruas flagelomer antena jantan membulat, sedangkan antena betina tidak.