6
TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Jarak Pagar
Tanaman jarak pagar atau Jatropha curcas L. atau physic nut, merupakan tanaman semak atau pohon dengan ketinggian 2-5 meter, batang penuh tonjolan bekas daun gugur, cabang pohon menyebar, ranting pendek, daun tunggal, getah putih keruh. Bunga tanaman jarak pagar berwarna hijau kekuningan, buah bulat kecil berwarna hijau berdiameter 3-4 cm dan biji berwarna hitam 2-4 buah dan termasuk famili euphorbia. Kelompok Jatropha mempunyai kira-kira 170 species. Nama Jatropha berasal dari jatrós (doctor), trophé (food), yang digunakan untuk keperluan medis. Curcas adalah nama lain dari physic nut. Tanaman jarak pagar dapat tumbuh baik pada daerah dengan ketinggian 500 m suhu 20-28º°C dengan curah hujan 300-1000 mm per tahun. Jarak tanam adalah 2 x 2 m, 2.5 x 2.5 m, atau 3 x 3 m untuk kerapatan tanaman 2 500, 1 600 atau 1 111 per hektar. Tanaman dipanen dengan hasil 2-3 ton biji per hektar (Henning 1990).
Karakteristik fisika dan kimia biji jarak pagar mengandung berbagai macam senyawa kimia seperti sukrosa, rafinosa, stakiosa, glukosa, fruktosa, galaktosa protein, minyak (50-60%), toxal burnin curcin yang berbahaya dan asam oleat dan linoleat dalam jumlah besar (Duke & Atchley 1983). Kandungan minyak dalam biji jarak pada umumnya, yaitu sekitar 40% - 45% (Hambali et al. 2006)
7
Gambar 1 Bagian-bagian tanaman Jatropha curcas L.: batang yang berbunga (1), bunga betina (2), bunga betina yang terbuka (3), bunga jantan (4), bunga jantan yang terbuka (5), buah (6), buah dengan arah longitudinal (7), dan biji (8) (de Padua 1999).
Di Indonesia tanaman jarak pagar banyak terdapat di daerah Purwodadi, Jawa Tengah dan telah dibudidayakan dengan baik di Nusa Tenggara Barat. Secara umum pemanfaatan tanaman jarak pagar (Jatropha curcas L) dapat dilihat pada gambar di bawah ini :
8
Jatropha curcas L.
DAUN
• Pengendalian Erosi • Tanaman Pagar • Kayu Bakar • Pelindung Tanaman
BUAH
LATEKS
• Pengembangan ulat sutera • Obat-obatan • Zat anti radang • Insektisida • Pakan Ternak (Varietas Non toksik)
TEMPURUNG BIJI
• Protease penyembuh luka (Kurkaina) • Obat-obatan BIJI
BUNGKIL BUAH • Pupuk
• Material bakaran • Biogas • Pakan ternak
Gambar 2 Pemanfaatan tanaman jarak pagar Diadaptasi dari Guibitz 1999.
KULIT BUAH
• Material Bakaran • Pupuk Hijau • Produksi Biogas
MINYAK BIJI • Produksi Sabun • Bahan bakar • Insektisida, Obat-obatan • Oleokimia : metil ester, epoksi, poliol, poliuretan
9 Minyak Jarak Pagar Minyak jarak pagar mengandung racun (ester forbol) yang membuat minyak ini tidak dapat digunakan sebagai minyak makan (Sudradjat et al 2004). Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk memperoleh minyak jarak pagar adalah dengan ekstraksi biji jarak pagar (press). Untuk menghambat kerja enzim yang dapat menghidrolisis minyak sehingga membentuk asam lemak bebas, sebelum diekstraksi biji jarak pagar dikeringkan dengan cara dioven atau dikukus terlebih dahulu. Ekstraksi minyak jarak pagar dapat dilakukan dengan cara lain, seperti ekstraksi menggunakan pelarut organik, pelarut air masing-masing dengan yield 98% dan 38%, cara lain menggunakan enzim protease didapatkan yield sebesar 98% (Guibitz 1999). Komposisi kimia biji jarak pada bagian inti, kulit, dan daging dapat dilihat pada Tabel 1 di bawah ini : Tabel 1 Komposisi kimia inti, kulit, dan daging biji jarak pagar Inti
Kulit
Daging
Bahan kering (%)
94.2-96.9
89.8-90.4
100
Protein (%)
22.2-27.2
4.3-4.5
56.4-63.8
Lipid (%)
56.8-58.4
0.5-1.4
1.0-1.5
Abu (%)
3.6-4.3
2.8-6.1
9.6-10.4
Energy MJ/kg
30.5-31.1
19.3-19.5
18.0-18.3
Minyak jarak pagar hasil ekstraksi dianalisis sifat fisiko-kimianya, misal kekentalan, kandungan asam lemak bebas, kadar air, komposisi asam lemak, kadar air, bilangan penyabunan dan bilangan iod. Hasil analisis sifat fisiko-kimia minyak jarak pagar seperti ditunjukkan pada Tabel 2.
10 Tabel 2 Jenis asam lemak dan sifat fisik-kimiawi minyak jarak pagar Jenis Asam Lemak
Komposisi, %
Asam oleat
35-64
Asam linoleat
19-42
Asam palmitat
12-17
Asam stearat
5-10
Rendemen, %
40-50
Sifat Minyak
Nilai
Bilangan penyabunan (mg KOH/g)
183-191
Bilangan iod (mg I /g minyak)
96-99
Kerapatan (densitas) (g/ml)
0.919-0.924
Indeks bias pd 40°C
55-56
Sumber : Sudradjat 2004
Gambar 3 Tanaman jarak pagar
Gambar 4 Biji jarak pagar
11 Manfaat minyak jarak pagar Biji jarak pagar mengandung minyak dalam jumlah tinggi. Minyak jarak pagar dapat digunakan untuk menggantikan kerosene dan diesel dan sebagai pengganti kayu bakar. Minyak ini dapat juga digunakan sebagai pelumas, bahan baku sabun dan lilin. Jika dicampur dengan oksida besi dapat digunakan sebagai varnish. Minyak semi drying ini dapat menggantikan bahan bakar diesel (Augustus et al 2002).
Pelumas Pelumas atau Oli Pelumas atau oli merupakan cairan yang menentukan kemampuan kerja mesin dan kendaraan bermotor. Pelumas merupakan bahan yang mampu mengurangi gesekan antara dua komponen. Pelumas dibagi dalam dua bagian, yaitu pelumas cair dan pelumas pasta, yang disebut dengan gemuk atau grease. Oli atau pelumas cenderung dipergunakan pada bagian yang memerlukan fungsi lain selain pelumasan, sebagai pendingin bagianbagian yang dilumasi, atau sebagai pembawa kotoran bagian-bagian mesin. Adapun gemuk dipergunakan untuk bagian-bagian yang memerlukan pelumasan dengan kekentalan tinggi. Pelumas dalam pemakaiannya lebih membutuhkan perhatian, yaitu harus diganti secara berkala. Setiap mesin atau bagian kendaraan memerlukan pelumas dengan spesifikasi tertentu, disamping itu pelumas juga harus mengandung bahan-bahan tertentu yang dapat mendukung tugasnya (Nugroho 2005). Komposisi pelumas mesin umumnya terdiri dari 3 komponen dan 75%-nya merupakan pelumas dasar (Gambar 5).
12
Pelumas dasar, 75 %
Peningkat Indeks Viskositas (VI) 5 %
Bahan Tambahan 20%
Memberikan sifatsifat pelumasan
Memberikan sifat Multigrade
Meningkatkan kinerja dan sifat pelumas dasar
Ketiga komponen ini dicampur Gambar 5 Tiga komponen penyusun pelumas mesin (Gerard 2000). Pelumas Dasar Pelumas dasar adalah sejenis minyak atau campuran minyak yang dapat digunakan sebagai bahan dasar pelumas. Pada formulasi pelumas, 70-90 % campuran merupakan minyak pelumas dasar dan ditambah dengan bahan aditif untuk meningkatkan sifat-sifatnya. Pelumas dasar dapat dikelompokkan menjadi 3 (tiga) (Askew 2004) : Minyak Mineral. Merupakan satu jenis minyak yang banyak digunakan pada saat ini. Pelumas dasar ini merupakan hidrokarbon yang mengalami serangkaian proses pemurnian dan dapat digolongkan menjadi empat jenis, yaitu parafin, olefin, naftanik dan aromatik. Kandungan lain di dalam minyak mineral adalah sulfur, nitrogen dan logam. Keunggulan penggunaan minyak mineral sebagai pelumas dasar adalah:
(1) Harga
murah (2) Daerah suhu operasi lebar, meliputi seluruh pemakaian dalam industri, mesinmesin transportasi, alat-alat berat lain, (3) Penambahan bahan aditif dapat meningkatkan mutu dan kinerja, (4) Tidak merusak bantalan (5) Stabil selama penyimpanan (La Puppung 1986). Kebutuhan minyak mineral meningkat, sedangkan persediaan minyak bumi di dunia menipis karena bersifat tidak terbarukan. Minyak bumi bersifat tidak terdegradasi karena mengandung senyawa aromatik dan racun.
13 Minyak Nabati. Pelumas dasar yang berasal dari minyak nabati, misalnya minyak kedelai, minyak sawit, minyak kelapa, minyak biji bunga matahari dan minyak biji jarak. Jika minyak nabati dibandingkan dengan minyak mineral sebagai minyak pelumas dasar, terdapat beberapa keunggulan, yaitu tingginya kemampuan pelumasan, tingginya indeks viskositas, rendahnya kehilangan minyak karena penguapan, tingginya kemampuan terdegradasi dan rendahnya kandungan racun. Minyak nabati sebagai pelumas dasar mempunyai keterbatasan, yaitu rendahnya stabilitas termal, hidrolitik, dan oksidatif, karena mengandung asam lemak tidak jenuh. Kelemahan ini dapat diatasi dengan memodifikasi minyak tersebut dengan menambahkan bahan aditif (USB 1997). Usaha yang telah dilakukan untuk meningkatkan stabilitas oksidasi adalah melakukan modifikasi minyak kedelai menjadi epoksi dan alkohol polihidrat (Hwang 2003), melakukan transesterifikasi trimetilolpropan dan metil ester kanola (Adhvaryu 2002). Minyak Sintetis. Pelumas sintetis adalah pelumas yang dibuat dengan proses kimiawi dengan menggabungkan beberapa bahan aditif. Pada awalnya, pelumas yang digunakan pada kendaraan tempo dulu adalah berasal dari minyak bumi, pada perkembangannya tidak mampu melayani mesin-mesin dengan teknologi tinggi maka dilakukan penambahan bahan aditif. Selanjutnya, hasil penelitian menunjukkan bahwa pelumas konvensional dari minyak bumi yang telah ditambah dengan bahan aditif, tidak mampu mendukung kinerja mesin baru, maka dilakukan penggantian dengan bahan lain yang bukan berasal dari minyak bumi. Bahan ini merupakan bahan kimia yang memiliki kemampuan lebih unggul daripada minyak mineral dalam semua sifat dasar yang diperlukan, maka terbentuklah pelumas sintetis (Nugroho 2005). Pelumas sintetis dapat dikelompokkan dalam dua kelas, yaitu ester organik dan hidrokarbon yang diolah secara sintetis, baik yang berasal dari petrokimia maupun oleokimia. Beberapa pelumas dasar sintetis adalah polialfaolefin (PAO), ester sintetis, seperti monoester, diester, esterphtalat, poliolester (POE), dan ester kompleks dan polialkilenglikol (PAG), yaitu polimer petrokimia hasil reaksi antara etilen oksida dan propilen oksida (Askew 2004).
14 Ester merupakan salah satu jenis minyak sintetis yang sangat luas pemakaiannya, misalnya gemuk, minyak gigi persneling, minyak kompresor, dan sebagai minyak hidraulik yang tahan terbakar dan ramah lingkungan. Ester yang saat ini banyak digunakan sebagai pelumas digolongkan menjadi 3 (tiga) kelompok (Eastwood 2005) : 1 ester dari petrokimia. Keuntungan ester dari petrokimia adalah ketahanannya pada kondisi operasi suhu tinggi, kesesuaiannya untuk digunakan pada lingkungan dengan suhu rendah. Ester merupakan salah satu pilihan untuk pelumas viskositas rendah. 2 minyak atau lemak alami. Minyak nabati yang paling banyak digunakan sebagai pelumas mesin adalah minyak kanola dan minyak biji bunga matahari. Kelemahan minyak nabati adalah rendahnya ketahanan terhadap oksidasi, kurangnya sifat alir pada suhu rendah, keuntungan teknis adalah sifat pelumasannya yang sangat baik. 3
ester dari oleokimia. Ester sintetis yang diturunkan dari bahan baku oleokimia adalah yang paling baik dibandingkan dengan ketiga kelompok ester, biasanya merupakan suatu produk hasil reaksi dari alkohol petrokimia dengan satu atau lebih oleokimia yang diturunkan dari asam lemak.
Bahan Aditif Pelumas Aditif Pelumas adalah suatu substansi yang akan mempengaruhi karakteristik pelumas dasar minyak mineral atau minyak sintetis, yaitu: 1
Sebagai pendingin yang baik dan/atau pentransfer panas.
2
Mencegah keausan.
3
Mencegah oksidasi.
4
Mengendalikan endapan. Jumlah aditif bervariasi antara 10% (untuk minyak hidraulik) dan 40% (minyak
motor atau roda gigi). Beberapa bahan aditif dapat meningkatkan sifat fisik pelumas dasar (viskositas) dan juga sifat kimia.
15 Pengelompokkan bahan aditif industri adalah : 1
Inhibitor oksidasi atau antioksidan.
2
Aditif untuk memperbaiki indek viskositas.
3
Detergen dan dispersansi.
4
Aditif anti busa.
5
Inhibitor korosi.
6
Aditif tekanan ekstrim.
7
Pengemulsi.
Beberapa penelitian proses pembuatan oleokimia atau modifikasi kimiawi minyak pada pembuatan pelumas dasar sintetis Perkembangan ester sintetis sebagai pelumas dimulai pada tahun 1930 di Amerika Serikat dan Jerman. Diester dan poliolester dikembangkan di Jerman dan pertama kali digunakan sebagai pelumas turbin pesawat terbang. Keuntungannya adalah sifat pada suhu rendahnya baik dan tahan terhadap oksidasi termal. Sejak 1960, industri penerbangan telah menggunakan neopentil poliolester sebagai pelumas mesin jet. Sifat pentingnya adalah tercapainya sifat fleksibel (kimia & fisik) dengan adanya perubahan struktur kimia dari bahan awal, seperti panjang rantai cabang, jumlah atom karbon, dan tipe alkohol. Ester minyak motor sintetis yang pertama kali masuk di pasaran pada tahun 1977 adalah polialfaolefin (PAO). Ester sintetis yang digunakan sebagai minyak dasar mesin 2 tak yaitu neopentil poliol, pertama kali masuk pasar pada tahun 1982. Poliolester dari asam lemak diproduksi dari reaksi alkohol polihidrat (poliol) dan asam mono dan dikarboksilat. Contoh Poliol yang digunakan sebagai bahan baku poliolester adalah: Trimetilol propan (TMP), Neopentilglikol (NPG), Pentaeritritol (PE), ditrimetilolpropan (di-TMP), dan di-Pentaeritritol (di-PE), yang paling banyak digunakan adalah TMP. Poliol rantai panjang dan bercabang akan mempengaruhi sifat ester. Viskositas dan titik tuang akan meningkat dengan semakin panjangnya rantai karbon. Asam-asam yang digunakan dalam sintesis poliolester dapat berupa asam rantai pendek, panjang, jenuh, tidak jenuh, lurus, dan bercabang.
16
O CH2-O-C -R1 l O CH-O-C -R2 + 3 R4 –OH l O CH2-O-C -R3 Trigliserida
Katalis
Alkohol Rantai Pendek
CH2-OH I 3 R4-O-C-O-R13 + CH -OH I CH2-OH Ester
Gliserol
Gambar 6 Sintesis monoester dari trigliserida dengan alkohol rantai pendek. Katalis : NaOH, KOH 0,6 % (v/v) dari total pereaksi. Waktu : beberapa menit sampai dengan beberapa jam, tergantung pada jenis alkohol dan suhu. Minyak mesin hidraulik berbasis minyak nabati mempunyai titik nyala tinggi, indek viskositas tinggi dan karakteristik keausan baik (Carceller 1977). 2 ROH + HOOC-(CH2)n-COOH
⇔
RO-CO-(CH2)n-CO-OR + H2O
Asam dikarboksilat
HO-(CH2)n-OH + 2 RCOOH Diol
Diester ⇔
Asam Karboksilat
R-CO-O-(CH2)n-O-CO-R + H2O Diester
Gambar 7 Skema umum di-ester (Carceller 1977). Menurut Mulyana (2003), mengingat menipisnya sumber minyak bumi, perlu dipikirkan untuk membuat minyak pelumas dari bahan yang terbarukan, misalnya metil ester. Karena rantai C senyawa metil ester masih terlalu pendek perlu diperpanjang agar memenuhi viskositas yang disyaratkan dan lebih stabil dengan menghilangkan gugus karboksilat dan ikatan rangkapnya. Reaksi-reaksi yang terjadi pada produksi poliolester : 1
Metanolisis, yaitu reaksi pembentukan ester dengan mereaksikan asam dan alkohol menghasilkan ester (metil ester) dan air. Esterifikasi dilakukan dengan mereaksikan asam oleat dengan metanol menghasilkan ester oleat dan air. Reaksi dijalankan pada suhu 60-70º C dengan katalisator H2SO4.
17 2
Pembuatan Asam perasetat yang diperlukan untuk membawa oksigen aktif dari fase air ke fase minyak. Nisbah mol asam asetat : asam peroksida = 25:75 pada suhu kamar, mekanisme reaksi yang terjadi adalah (Yadaf & Satoskar 1997) CH3COOH
+
H2O2
Asam perasetat
Gambar 8 Reaksi pembentukan Asam perasetat 3 Epoksidasi adalah pembentukan tiga eter siklik (oksiran), karena reaksi antara perasida (peroksida) dan hidrogen peroksida dengan olefinik dan ikatan rangkap aromatik. Senyawa epoksi dikarakterisasi dengan kelompok oksiran yang dibentuk oleh oksidasi suatu olefin atau ikatan rangkap aromatik. RO2H C=C
O C - C
Gambar 9 Reaksi epoksidasi terhadap ikatan rangkap aromatik membentuk oksiran (Kirk & Othmer 1995). 4 Hidrolisis dilakukan untuk menghilangkan kandungan air pada poliolester, karena apabila kandungan air terlalu banyak akan mengakibatkan terjadinya emulsi. Menurut Schnur (2003), Poliolester dapat diproduksi dengan mereaksikan alkohol dan asam lemak, dengan katalis dibutilin diasetat, tin oksalat, atau asam fosfat, yang dimasukkan ke dalam labu berpengaduk dilengkapi dengan kondenser. Komposisi reaksi adalah asam lemak berlebih 15% terhadap alkohol, jumlah katalis 0.02% - 0.1% berat asam lemak dan alkohol. Campuran dipanaskan sampai dengan 220º C-230º C. Menurut Yunus et al. (2003), Poliolester berbahan baku sawit merupakan pelumas dasar yang bisa terdegradasi. Sintesis ester trimetilolpropan (TMP) minyak biji sawit dihasilkan dari transesterifikasi metil ester biji sawit dengan TMP menggunakan natrium metoksida sebagai katalis. Konversi triester TMP biji sawit yang dihasilkan adalah sebesar 98 %, pada tekanan 20 mbar, suhu 130° C. Sifat pelumas dasar tanpa aditif adalah viskositas pada 40° C dalam kisaran 39.7 – 49.7 cSt, titik tuang -1º C – 1° C. Sifat kimia
18 dan pelumasan dapat dibandingkan terhadap TMP ester minyak nabati komersial. Reaksi yang terjadi adalah : O CH2OH
CH2- O –C-R O
CH3CH2 C-CH2OH + 3RCOOCH3
CH3CH2C-CH2-O-C-R
+ 3CH3OH
O CH2OH TMP
CH2- O –C-R PKOME
Triester
Metanol
Gambar 10 Reaksi transesterifikasi metil ester minyak sawit dengan menggunakan TMP. R = kelompok alkil , C6 – C20 Dari
http://www.wipo.int/cgi diketahui bahwa invensi yang muncul saat ini
berhubungan dengan metoda untuk pembuatan oleokimia poliol sebagai pelumas dasar menggunakan katalis asam. Poliol dapat dibuat dengan membuka cincin epoksi minyak menggunakan katalis asam, asam sulfat, asam fosfat, asam hidroklorida, asam organik, seperti asam sulfonat. Katalis cair dapat digantikan dengan katalis asam padat seperti lempung (montmorilonnit). Keuntungan menggunakan katalis padat adalah dapat diambil kembali, didaur ulang dan digunakan kembali, dan sisa alkohol dapat digunakan kembali. Poliol dapat diproduksi dari petroleum, tetapi poliol yang dibuat dari minyak oleokimia lebih disukai karena berasal dari sumber terbarukan. Minyak oleokimia diproduksi dari minyak sawit, minyak jarak, minyak kacang, minyak kanola, minyak biji kapuk, minyak kedelai, dan minyak biji bunga matahari. Molekul minyak oleokimia harus ditransformasikan secara kimia untuk memasukkan gugus hidroksil. Sebagai contoh, minyak kedelai tidak mengandung gugus hidroksil, tetapi mengandung 4.6 ikatan
19 rangkap per molekul. Bagian tidak jenuh molekul minyak nabati dapat dikonversikan menjadi gugus hidroksil. Oleokimia poliol dapat dibuat dengan yield tinggi yaitu 85% 95% menggunakan proses sebagai berikut: bahan-bahan epoksi minyak nabati (epoksi minyak kedelai mengandung kira-kira 6,8% oksigen oksiran), alkohol (156.25 g metanol), dan katalis (12.5 g lempung Retrol F-20) dicampur di dalam 500 ml labu dengan pendingin balik dan pengaduk. Reaktor dipanaskan sampai dengan 65 °C, campuran diaduk sampai dengan reaksi sempurna selama 2 jam. Menurut Hwang & Erhan (2005), minyak nabati bersifat bisa terdegradasi dapat digunakan sebagai pelumas dasar ramah lingkungan. Sifat pelumasannya baik tetapi stabilitas oksidasinya rendah. Untuk memperbaiki sifat-sifat minyak nabati maka direaksikan antara epoksi minyak kedelai dengan alkohol Guerbet ( C-12, C-14, C-16, dan C-18) dengan katalis H2SO4. Pelumas dasar sintetis mempunyai ketahanan oksidasi yang sama dengan minyak mineral dan lebih kecil dibandingkan dengan Polialphaolefin (PAO) dan diisododekil. Reaksi yang terjadi disajikan pada Gambar 11. Menurut Adhvaryu et al. (2005), perkembangan dan penggunaan pelumas dasar bio dalam sektor industri dan otomotif meningkat dengan cepat karena sifat tidak beracun dan bisa terdegradasi, tidak seperti minyak mineral. Pelumas dasar sintetis dengan stabilitas yang baik dibuat dengan memodifikasi secara kimiawi terhadap epoksi minyak kedelai (ESBO). Reaksi modifikasi dilakukan dengan 2 tahapan proses, yaitu sintesis dihidroksilasi minyak kedelai dari ESBO dan HClO4, dilanjutkan reaksi dengan asetat anhidrat, butirat asetat, atau heksanoat asetat, dan produk yang dihasilkan adalah dihidroksilasi (Gambar 12 dan Gambar 13)
20
Gambar 11 Skema reaksi pembukaan cincin oksiran dan transesterifikasi epoksi minyak kedelai (Lathi & Mattiasson 2006).
Gambar 12 Sintesis dihidroksilasi minyak kedelai dari ESBO dan HClO4 (Adhvaryu et al. 2005),
Gambar 13 Reaksi dihidroksilasi minyak kedelai menghasilkan alkoksilasi triasilgliserol.
21 Hasil penelitian Lathi & Mattiasson (2006) menyatakan bahwa proses produksi pelumas dasar yang bisa terdegradasi dari epoksi minyak nabati dengan titik tuang terendah dilakukan dengan menggunakan resin kation sebagai katalis. Pada proses ini, terjadi 2 tahap reaksi yaitu alkoholisis dilanjutkan dengan esterifikasi terhadap gugus hidroksil hasil reaksi tahap satu. Reaksi pembukaan cincin epoksi minyak kedelai dengan menggunakan berbagai alkohol, seperti n-butanol, iso-amil alkohol dan 2 etilheksanol dilakukan dengan adanya katalis Amberlist 15. Identifikasi produk dilakukan dengan menggunakan IR dan NMR. Titik tuang produk berada pada kisaran -5 sampai -15° C. Tahapan proses yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah membuat poliol dari epoksi minyak menggunakan metanol dan butanol dengan katalis padat (lempung alam, bentonit), dilanjutkan dengan tahapan asetilasi menggunakan asam asetat anhidrat dengan katalis bentonit untuk menghasilkan pelumas dasar dengan stabilitas oksidasi yang tinggi. Contoh Produk Poliolester Komersial Houghton International mengembangkan minyak mesin hidraulik Cosmolubric B-230 yang diturunkan dari minyak nabati dengan tambahan bahan aditif untuk mencegah korosi, passivasi logam, dan oksidasi. Sifat fisik pelumas adalah indeks viskositas 214, ASTM titik nyala 495º F, dan ASTM titik api 610º F, dan fluida ini melewati uji korosi ASTM D-665 A (Adams 2000). Tabel 3 Pelumas Poliolester Icematic SW68 Nu-Calgon Penampakan / Bau
Jernih, Larutan tidak berwarna, aroma petroleum
Titik Didih
>500 °F
Gravitasi spesifik
0.98
Kelarutan dalam air
Tidak larut
Sumber : Material Safety Data Sheet Polyolester Lubricants
22 Standar pelumas Menurut Gawrilow (2003), pelumas diklasifikasikan ke dalam 2 golongan : 1
Pelumas mesin: minyak mesin diesel , minyak diesel (otomotif, minyak stasioner, kereta api, kapal, kapal terbang), dan minyak mesin 2 tak.
2
Pelumas bukan mesin: fluida transmisi, meringankan putaran roda kemudi (power steering), peredam kejut (shock absorber), hidraulik, fluida kerja logam, dan gemuk. Berbagai kelompok klasifikasi kinerja pelumas yang dapat digunakan sebagai
standar adalah sebagai berikut. 1 Society of Automotive Engineers (SAE), yaitu klasifikasi pelumas mesin menurut tingkat kekentalannya pada 100°C dan beberapa suhu rendah, tergantung dari tingkat kekentalannya (SAE). Viskositas pada suhu tinggi berhubungan dengan tingkat konsumsi pelumas dan karakteristik keausan. Kekentalan suhu rendah digunakan untuk memprediksi kemudahan start dan kinerja pelumasan pada suhu rendah. Pelumas dengan indek viskositas tinggi kurang sensitif terhadap perubahan suhu. Contoh klasifikasi viskositas SAE pada roda gigi otomotif terdapat pada Tabel 4. Tabel 4 Klasifikasi Viskositas SAE pelumasan roda gigi otomotif Tingkat SAE
Suhu Maksimum untuk viskositas 150.000 Cp
Viskositas cSt , 100°C
°C
Min
Max
70 W
-55
4.1
-
75 W
-40
4.1
-
80 W
-26
7.0
-
85 W
-12
11.0
-
90
-
13.5
< 24.0
140
-
24.0
<41.0
250
-
41.0
-
Sumber : Pertamina (1999).
23 2 API (American Petroleum Institute). Klasifikasi kinerja pelumas untuk mesin bensin menggunakan simbol S (SA – SJ), klasifikasi kinerja dari mesin diesel dengan simbol C (CA- CG) (Nugroho 2005). Pengelompokan pelumas dasar API terdapat pada Tabel 5 dan Gambar 14 di bawah ini : Tabel 5 Klasifikasi pelumas berdasarkan standar API API Group
I II III IV
Kandungan Sulphur Wt, % > 0.03 < 0.03 < 0.03
Karateristik Pelumas Dasar Kejenuhan Molekul Wt, % < 90 > 90 > 90 Polialfa Olefin
Metode Indeks Kekentalan VI 80 – 119 80 – 119 120 +
Proses Pembuatan
Pemurnian Biasa Proses Hidro Proses Hidro lanjut Oligomerisasi
Gambar 14 Klasifikasi pelumas berdasarkan standar API (Lubricant technical service). 3 JASO (Japanese Automobile Standard Organization) 4 ILSAC (International Lubricant Standard and Approval Commite) (Newman 2003) Pengujian pelumas dasar. Beberapa pengujian terhadap pelumas dasar adalah : penampakan, densitas, warna, viskositas, indeks viskositas, titik nyala, titik tuang, dan kandungan abu. (Caines & Haycock 1996).
24 Dampak Minyak Pelumas Nabati Terhadap Lingkungan Menurut Eastwood (2005), terdapat beberapa kriteria untuk memilih minyak pelumas dasar di dalam penggunaannya sebagai minyak mesin hidraulik. Pemilihan biasanya didasarkan pada beberapa aspek, viskositas, kestabilan termal dan oksidasi, , biodegradabilitas, dan tahan api. Menurut Johnson (1990), beberapa permasalahan fisik dan lingkungan dapat diatasi dengan menggunakan minyak motor nabati. Minyak kanola mempunyai keunggulan sifat pada titik nyala, titik bakar, indeks viskositas, dan bisa terdegradasi. Permasalahan penggunaan minyak nabati adalah rendahnya stabilitas oksidasi. Poliolester bersifat terdegradasi 90%, sifat pelumasan baik, stabilitas baik pada suhu rendah dan tinggi. Indeks viskositas di atas 150, titik nyala 530º F - 550º F, titik bakar 600º F - 615º F, tahan api anhidrous, sehingga dapat digunakan di atas 3000 psi. (Adams 2000). Ester oleokimia merupakan formula terbaik dan digunakan sebagai minyak hidraulik. Formula oleokimia ini dapat terbarukan dan memiliki kinerja yang tinggi, sehingga menguntungkan bagi lingkungan, komunitas pertanian dan konsumen (Eastwood 2005). Tabel 6 Hasil uji biodegradabilitas pelumas dasar Produk
CEC L-33-A-93
Modifikasi Sturm
(21 hari)
(28 hari)
Minyak mineral
15% - 75%
5%-50%
Ester Sintetis
> 55%
>40%
Minyak nabati
> 90%
> 70%
Sumber : Gawrilow 2003
Biodegradabilitas minyak dan cara pengujian.
Menurut
Eisentraeger
et.al.
2002,
pelumas
sebaiknya
stabil
selama
penggunaannya pada kondisi yang berbeda. Perubahan sifat fisik dan kimia pelumas terjadi karena penggunaannya. Biodegradabilitas adalah aspek penting yang perlu
25 dipertimbangkan sebagai dampak terhadap lingkungan. Metoda standar untuk menguji biodegradabilitas adalah metoda OECD (OECD 1992) and metoda standar ISO (ISO/TR 15462 1997). Pelumas terdiri dari pelumas dasar dan aditif. Minyak mineral, minyak rapeseed, ester sintetis, dan senyawa organik lain digunakan sebagai pelumas dasar. Konsentrasi aditif biasanya di bawah 10% (w/w). Pengujian minyak hidraulik dari minyak kanola yang digunakan pada mesin pertanian dengan menggunakan CEC-test dan Zahn–Wellens-test, Headspace test dengan GC-TCD mengkarakterisasi biodegradabilitas pelumas dasar ester sintetis dan oleokimia. Sumber lain menyatakan bahwa pelumas perlu diuji biodegradabilitas dan toksisitasnya, diinginkan pelumas tidak bersifat toksik dan dapat terdegradasi. Pengujian toksisitas meliputi: uji toksisitas, uji fitotoksisitas dan uji toksisitas algal. Pada tiap-tiap kasus no-observed-effect-concentration (NOEC); nilai konsentrasi tertinggi tanpa memberikan pengaruh adalah sebesar 2000, 1000 dan 1000 mg/L. Pengujian biodegradabilitas menggunakan uji biochemical oxygen demand (BOD) dan chemical oxygen demand (COD). Jika rasio BOD5/COD 0.5 atau lebih berarti mudah terbiodegradasi. (Lathi & Mattiasson 2006).
Epoksidasi Epoksida Epoksida merupakan salah satu jenis dari eter (ROR). Eter memiliki ikatan yang mirip dengan air dan bersifat polar. Eter dapat bersifat rantai terbuka maupun siklik. Bila besar cincin (termasuk oksigen) lima anggota atau lebih, maka sifat eter itu mirip dengan eter rantai terbuka padanannya. Epoksida lebih reaktif daripada eter lain karena ukuran cincin lebih kecil (Fessenden 1999).
Reaksi Epoksidasi Epoksidasi adalah pembentukan eter siklik tiga anggota (oksiran), merupakan reaksi antara perasida dan hidrogen peroksida dengan olefin dan ikatan rangkap aromatik. Reaksi yang terjadi melalui 2 tahap, yaitu reaksi oksidasi asam menjadi asam peroksida alkena oleh asam peroksida (Kirk & Othmer 1982). Reaksi epoksidasi dapat dilakukan dengan pereaksi asam perasetat dan asam performat.
26 1
Asam Perasetat dibuat dari oksidasi asetaldehid oleh hidrogen peroksida
2
Asam Performat dibuat dari oksidasi formaldehid
Meskipun ada beberapa jalur untuk pembuatan perasida, tetapi yang penting adalah : 1
Asam perasetat preformed (Oksidasi udara terhadap asetaldehid)
2
Asam performat insitu
Proses Epoksidasi dapat dibagi dalam 2 jenis dasar yaitu pembentukan perasida in situ dan perasida preformed. Komposisi dan kinerja produk dipengaruhi oleh kosolven, substrat olefin dan katalis yang dipilih, metoda penambahan komponen dan pengolahan setelah epoksidasi. Reaksi yang terjadi pada asam perasetat preformed terlihat pada Gambar 15 dibawah ini. O
O H2CCOOH + RHC = CHR
⇔
O
RCH - CHR + CH3COH
Gambar 15 Reaksi pembentukan gugus Oksiran.
Proses insitu lebih aman dibandingkan dengan proses perasida preformed. Hidrogen peroksida dan asam organik bereaksi dengan adanya katalis asam membentuk perasida terlihat pada Gambar 16. O
O
RCOH + H2O2
⇔ RCOOH + H2O
Gambar 16 Reaksi pembentukan perasida.
Untuk
mencegah
reaksi
eksotermik
yang
tidak
terkontrol
dan
untuk
mengoptimalkan epoksidasi, larutan peroksida ditambahkan sedikit demi sedikit dengan pengadukan. Epoksidasi bersifat reversibel dan ada reaksi samping, maka sebaiknya dilakukan pada suhu dan waktu untuk mencapai tingkat oksidasi yang diinginkan.
27 Pembukaan Cincin Oksiran
Suatu cincin epoksida, seperti cincin siklopropana, tidak dapat memiliki sudut ikatan sp3 sebesar 109º, sudut antar inti hanya 60°, sesuai dengan persyaratan cincin tiga anggota. Orbital yang membentuk ikatan cincin tidak dapat mencapai tumpang-tindih maksimal; oleh karena itu cincin epoksida mengalami terikan. Polaritas ikatan – ikatan C-O, bersama dengan cincin ini, mengakibatkan reaktivitas tinggi. Pembukaan cincin tiga anggota menghasilkan produk yang lebih stabil dan berenergi yang lebih rendah. Reaksi khas epoksida adalah reaksi pembukaan cincin, yang dapat berlangsung pada suasana asam ataupun basa (Karina 2005). Berikut ini beberapa reaksi pembukaan cincin oksiran: CH3COOH
HO OOCCH2 RCHCHR
H2O O
H+
HO OH RCHCHR
RHC - CHR
O RCCH2R
CH3COOOH HO OOOCCH2 RCHCHR H2O2
HO OOH
RCHCHR Gambar 17 Reaksi pembukaan cincin oksiran (Kirk & Othmer 1982).
Pembukaan cincin oksiran secara katalitik, dengan adanya donor hidrogen atau air, seperti alkohol, diol, dan amina, akan memasukkan gugus hidroksil ke dalam ikatan asam lemak seperti pada Gambar 18 dibawah ini (Dahlke et al. 1995):
28 O
X Katalis, HX
RCH-CHR
RCH-CHR
OH
X : -OH ; -O-R; O-R-H; -O-Ar
Gambar 18 Pembukaan cincin oksiran.
Stabilitas terhadap Oksidasi
Oksidasi merupakan faktor utama yang membatasi umur pemakaian pelumas. Semua pelumas akan teroksidasi bila diserang oksigen dalam jumlah yang cukup banyak. Oksidasi yang terjadi tergantung pada faktor-faktor seperti suhu, katalis, oksigen, kontaminan, dan waktu. Oksidasi minyak adalah proses oksidasi terhadap minyak, terdiri atas tiga tahap yaitu tahap inisiasi, minyak akan bereaksi dengan oksigen membentuk radikal bebas, tahap propagasi, radikal bebas ini akan bereaksi dengan oksigen dan minyak pelumas membentuk hidroperoksida. Hidroperoksida terdekomposisi membentuk radikal bebas dan komponen alkohol, keton, dan asam karboksilat. Asam karboksilat menyerang logam membentuk logam karboksilat, mempercepat oksidasi. Bila pelumas teroksidasi, oksigen akan bereaksi dengan molekul minyak lumas dan membentuk tiga jenis produk seperti asam, lumpur oksidasi dan deposit (Karina 2005). Asam yang terjadi menimbulkan korosi dan pengkaratan. Sedangkan lumpur oksidasi merupakan bahan yang tidak larut dalam minyak merupakan hasil polimerisasi molekul pelumas yang teroksidasi, terlihat dari meningkatnya kekentalan minyak dan menurunnya viskositas indeks. Jika oksidasi yang terjadi sangat berat, maka minyak akan menjadi sangat kental pada suhu yang rendah. Bila lumpur tidak terdispersi dengan baik akan mengakibatkan penyumbatan. Oksidasi minyak nabati sama dengan proses oksidasi hidrokarbon secara radikal bebas. Minyak nabati mempunyai ketahanan oksidasi rendah disebabkan karena adanya ikatan rangkap. Permulaan oksidasi minyak nabati karena adanya asam lemak dari berbagai asam lemak radikal bebas, yaitu karbon dan reaksi oksidasi berjalan lambat membentuk peroksi. Radikal peroksi dikonversi menjadi hidroperoksida melalui
29 termolisis atau reaksi dengan metal untuk membentuk alkoksi, peroksi dan radikal bebas karbon (Karina 2005).
Tabel 7 Perbandingan identifikasi mineral oil (PAO), HVI, dan minyak nabati No Sifat-sifat
PAO
POE
HVI
Minyak Nabati (Minyak jarak castor)
0,98
± 0,8965
0,950-0,975
76,7
Min 20,57
± 19,9
2-100
11,3
Min 4,39
±252
Indeks viscositas
125-40
-
80-120
Min 90
5
Titik tuang, °C
-50
-
0-20
-10—18
6
Titik nyala, °C
Min 220
285
Min 204
-
7
Volatilitas Noack, %
11-12
40
16-22
-
8
Stabilitas termal
Sangat baik
-
Sangat baik
Kurang
9
Stabilitas Oksidasi
Sangat baik
-
Sangat baik
Kurang
10
Kelarutan aditif
Sangat baik
-
Sangat baik
Kurang
2
1
Densitas, g/cm
2
Viskositas, 40 C,cSt
3
Viskositas 100C, cSt
4
-
Sumber : La pupung 1986, Karina 2005, dan Mulyana 2003.
Perancangan Proses Pengertian Perancangan Perancangan merupakan produk pengubahan suatu gagasan menjadi suatu bentuk perubahan dari kondisi yang ada ke dalam bentuk yang diinginkan, pengalihan raga (feature), spesifik dari suatu produk, proses atau sistem nyata ke atas kertas atau ke dalam komputer. Perancangan merupakan proses kreatif dan berdisiplin untuk pemecahan masalah mencakup pendefinisian masalah dan penyelesaiannya. Prinsip dan metodologi ilmiah dan seni, informasi teknis dan imaginasi digunakan untuk menentukan suatu struktur, mesin, proses, atau sistem baru yang memenuhi fungsi yang diinginkan dengan nilai ekonomis dan efisiensi tinggi. Dua macam perancangan, yaitu perancangan sintesis dan perancangan analitis. Perancangan analitik berdasarkan model matematika untuk menghasilkan rancangan optimal. Perancangan sintesis melibatkan invensi, perancangan
30 awal, dan analitik. Perancangan awal merupakan penciptaan produk, proses, atau sistem baru (Johnston 2000). Model perancangan terlihat pada Gambar 19. Invensi Sumber gagasan • Kreativitas • Penelitian pemasaran • Masukan pengguna • Produk pesaing • Bahan / komponen baru • Penelitian dasar • Masalah untuk dipecahkan • Tantangan • Kemampuan
Sketsa, Model, Paten Pengembangan Percobaan
Rancangan Prototipe dan spesifikasi Pengembangan Manufaktur Rancangan produk , peralatan
Inovasi tambahan , rancangan perbaikan
Matang
Produksi Pemasaran
Ilmu / Sains
Pengembangan bertahap
Penurunan/ pergantian
Inovasi
Gambar 19 Model proses perancangan (Johnston 2000). Perancangan Proses Perancangan merupakan salah satu kegiatan utama seorang insinyur dan melibatkan kegiatan kreatif. Oleh karena itu perancangan proses adalah kegiatan kreatif menciptakan gagasan untuk menghasilkan bahan baru atau meningkatkan nilai tambah, hasil yang di dapat adalah rancangan proses. Gagasan baru ini diperlukan untuk 1
Menghasilkan produk baru
2
Mengubah limbah menjadi produk yang berharga
3
Menciptakan bahan / produk yang sama sekali baru (bioproses)
4
Menemukan cara baru untuk memproduksi produk yang telah ada (katalis baru, alternatif bioproses)
5
Menerapkan teknologi baru (rekayasa genetik, sistem pakar)
6
Menggali bahan konstruksi baru (operasi pada suhu dan tekanan tinggi, polimer khusus) (Douglas 1988).
31 Prinsip perancangan dapat dilihat pada Gambar 20 dan 21 di bawah ini : Situasi langsung -Kesempatan Menilai permasalahan sederhana untuk menentukan tipe proses
Survei literatur
Database Permulaan
Proses penciptaan
Percobaan
Sintesis proses permulaan: reaksi, separasi, T-P perubahan operasi, Integrasi tugas, seleksi peralatan
Apakah ada keuntungan kasar?
tdk tolak
ya
Pengembangan
Sintesis proses rinci - Metode Algoritma
Menciptakan flowsheet proses
Sintesis separasi Integrasi proses
Analisis hukum / aturan
Integrasi panas dan tenaga Simulasi model kinetika
Kreasi data base detail Pengetesan PilotPlant Modifikasi
Penilaian kontrol : Sintesis kualitatif struktrul kontol, Analisis kontrol flowshet, simulasi dinamik
Apakah proses masih menjanjikan? Penilaian start up
tdk
ya
Rancangan detail, Estimasi biaya modal, analisis keuntungan, optimisasi tdk
• Analisis keamanan dan reabilitas • Pengetesan Pilot Plant
Apakah proses fisibel? Konstruksi Laporan perancangan proses Startup
Final rancangan : gambar peralatan, diagram perpipan, diagram instrumentasi, lay out peralatan, skala model konstruksi,
Operasi
Gambar 20. Tahap dalam perancangan proses kimia (Seider et al. 1999)
32
Sintesis (perancangan sistem)
Tujuan, Spesifikasi kebutuhan
Analisis / Pemodelan dan Simulasi
Sistem yang ada
Optimasi dan Evaluasi (Multiobjective)
Apakah properti sistem tercapai
tidak
ya Akhir perancangan proses Gambar 21 Perancangan proses melalui tahapan analisis sistem proses (Hartmann dan Kaplick 1990) Sintesis Sintesis suatu sistem adalah pengubahan input yang ada menjadi output, merupakan perancangan elemen kompleks, interkoneksi dan model fungsi. Sintesis proses meliputi jalur proses (sistem reaktor), unit/makro proses, kolom distilasi, sub atau parsial proses (pada tray kolom distilasi, lapisan katalis), elemen volum/mikro proses (butir katalis, gelembung gas), proses elementer (reaksi kimia, konduksi / konveksi massa dan energi) (Hartmann & Kaplick 1990). Tahapan sintesis proses yang dikemukakan oleh Rudd & Watson (1973) meliputi 1
Pemilihan jalur reaksi atau proses
2
Alokasi bahan atau pereaksi
3
Pertimbangan teknik pemisahan atau proses hilir
4
Pemilihan operasi pemisahan
33 5
Pemaduan atau integrasi rancangan 1 sampai 4. Metoda yang dapat digunakan dalam sintesis proses adalah kuantitatif (algoritma
dan prosedural) dan kualitatif dengan menggunakan heuristik (dari pengalaman). Sintesis proses merupakan metoda transformasi kimia maupun fisik, seperti Gambar 22 :
Bahan baku dan energi
Jalur reaksi
SINTESIS PROSES
SASARAN
STRUKTUR OPTIMUM PROSES KIMIA
Unit Operasi, alat dan mesin
Keamanan & Kontrol Struktur Kapasitas Ptoduk Biaya Kualitas Produk Dampak Lingkungan
Gambar 22 Sintesis Proses Kimia (Hartmann & Kaplick 1990). Analisis dan Pemodelan Analisis sistem adalah dekomposisi formal suatu proses menjadi konstituenkonstituennya dan investigasi berdasarkan tingkat hirarki yang berbeda. Analisis proses merupakan investigasi berdasarkan sain, teknis, dan ekonomis dari suatu sistem proses kimia. Tahapan umum yang dapat digunakan adalah : 1
Penentuan interaksi antara komponen sistem tunggal dan subsistemnya, sehingga akan memberikan dekomposisi yang sesuai
2
Penentuan elemen-elemen dan proses-proses penting
3
Penentuan parameter-parameter yang mempunyai pengaruh yang berarti dan penting dalam proses dan hubungan fungsional dari parameter-parameter proses
4
Penyelesaian dan pengecekan hipotesis mengenai siklus proses yang belum diselesaikan (pemodelan)
34 5
Penentuan parameter-parameter (data fisik-kimia, data kinetik dll) yang diperlukan untuk deskripsi kuantitatif proses-proses.
Model-model Proses Dasar-dasar. Model matematik menyatakan proses transformasi substansi, seperti hubungan fungsional antara variabel bebas dan tak bebas. Bentuk umum model matematik adalah: y = f(b,x). Pengembangan model matematis didasarkan pada 2 hal, yaitu: (1) berdasarkan teori fisik, misalnya neraca massa, neraca energi, termodinamika, kinetika reaksi kimia, yang dapat dikembangkan untuk beberapa ukuran sistem sekalipun sistem belum dikonstruksi; (2) berdasarkan deskripsi empiris, model ini digunakan jika model fisik tidak dapat dikembangkan karena batasan waktu dan sumber. Data input dan output diperlukan untuk mengetahui koefisien yang tidak diketahui dalam model lain. Penggolongan model secara teoritis maupun empiris, dapat juga didasarkan kepada: (1) linier-nonlinier; (2) steady state – unsteady state; (3) peubah kontinyu – diskret. Penyusunan model dibagi menjadi 4 fase: (1) mendefinisikan dan memformulasikan permasalahan; (2) analisis awal dan rinci; (3) evaluasi; (4) aplikasi interpretasi (Edgar & Himmelblau 2001).
35
Spesifikasi Formulasi masalah
Struktur obyek abstrak yang dimodelkan (alat, area)
Pemodelan matematik dari elemen-elemen
Sintesis keseluruhan model
Penentuan parameter model
Pengecekan model Tidak terpenuhi
Terpenuhi Kontrol Tujuan model ? algoritma
Penerapan model
Gambar 23 Skema aliran pemodelan matematik (Hartman & Kaplick 1990) Pembentukan Model Analitik. Metoda analitis suatu proses adalah deskripsi matematis yang dihasilkan dari dekomposisi keseluruhan proses menjadi proses-proses dasar, diikuti dengan sintesis deskripsi abstrak, yang merupakan hukum konservasi. Model analitis berdasarkan pada suatu pengetahuan tentang proses. Prinsip neraca atau konservasi untuk massa total, komponen, massa, dan energi penting dalam pembentukan model. Suatu proses transformasi substansi merupakan fenomena transformasi dan transportasi, yang terjadi secara simultan mengikuti persamaan di bawah ini : Perubahan jumlah suatu neraca fungsi waktu pada suatu ruang (volume)
=
Aliran input parameter neraca
-
Aliran output parameter neraca
+
Aliran sumber parameter neraca
Gambar 24 Prinsip kesetimbangan dalam suatu formulasi umum. Umumnya
model
mengandung
fungsi
obyektif,
dalam
proses
kimia
direpresentasikan dengan besaran fisikokimia, misalnya pada model makroskopis yang
36 diterapkan pada teknologi proses, perpindahan komponen, kinetika dan termodinamika, dengan parameter analisis koefisien perpindahan antar fase, tetapan kinetika, koefisien gesekan. Konsep dasar penyusunan model matematis berdasarkan pada beberapa perangkat teknik kimia (Sediawan 1997): 1 neraca massa total masukan − keluaran = akumulasi
Dalam tiap satuan waktu:
lajumasukan − lajukeluaran = lajuakumulasi Jika massa terdiri dari banyak komponen dan ada perubahan suatu komponen menjadi komponen lain, maka neraca massa komponen berbentuk seperti persamaan berikut ini :
lajumasukan − lajukeluaran + lajupembentukan − lajukehilangan = lajuakumulasi Dalam keadaan steady state (tidak dipengaruhi waktu ), akumulasi = 0 2 laju proses 2.1 perpindahan massa. Perpindahan massa A dalam medium B (fluida) didekati dengan Hukum Fick, yaitu perpindahan massa antar fasa satu lapisan, misalnya antara padatan dengan cairan atau gas.
N A = kc (C As − C A ) jika luas permukaan sulit dievaluasi
N A (massa /( waktuxvolum)) = kc a (C As − C A )
Keterangan :
37 NA = Perpindahan massa A/ waktu.luas CAs = Konsentrasi jenuh A dilarutan CA = Konsentrasi A dilarutan kc = tetapan perpindahan massa Perpindahan fasa antar dua lapisan, misalnya terjadi pada batas fasa cair-gas, atau cair-cair. Asumsi: tidak ada akumulasi A pada lapisan, dengan mengikuti hukum Henry : (C A1 )i = H (C A 2 )i Keterangan : (CA1)i = konsentrasi pada lapisan film H
= tetapan Henry
Tetapan perpindahan massa A dari fasa 1 ke fasa 2 dapat didekati dengan :
N A = kc1 (C A1 − (C A1 )i ) = kc2 (C A2 − (C A 2 )i ) 2.2 kinetika kimia. Bentuk persamaan laju reaksi yang paling sederhana adalah reaksi homogen sederhana : A + bB
Hasil adalah rA = k. CAm. CBn
Pembentukan Model Eksperimental. Pembentukan model eksperimental merupakan suatu metoda penyelesaian lain untuk mendapatkan model matematis. Metoda penyelesaian ini didasarkan pada interpretasi data eksperimen yang diturunkan dari obyek yang ada. Prosedur pembentukan model eksperimental tergantung pada cara mendapatkan data, signifikansi dinamika obyek, dan jenis fungsi model. Fungsi model dapat berupa hubungan linear atau nonlinear dari parameter-parameter model. Sifat dan kriteria optimasi rancangan percobaan harus dipertimbangan, hal ini dilakukan untuk menunjukkan bahwa pemilihan rancangan percobaan yang sesuai sangat berpengaruh pada hasil perhitungan model percobaan. Beberapa jenis rancangan
38 percobaan : rancangan faktor lengkap, rancangan faktor parsial, dan rancangan percobaan komposit Pada tahapan ini akan dilakukan analisis dan pemodelan untuk laju reaksi untuk reaksi epoksidasi, hidroksilasi dan asetilasi, serta pemodelan reaktor pengadukan ideal. Pemodelan yang akan dilakukan pada penelitian ini adalah : 1 model makroskopis pengadukan ideal dengan mengabaikan neraca energi (Hartmann & Kaplick 1990). Neraca Massa A dalam reaktor curah :
input
Output
Gambar 25 Sistem reaktor curah.
lajumasukan − lajukeluaran − lajureaksi = lajuakumulasi
0 − 0 − V .rA =
dV .C A dt
C A = C A0 (1 − x A )
t = waktureaksi = ∫ dC A / rA Reaksi yang terjadi , misal : aA + bB ⇒ lC
-rA = dari data perubahan konsentrasi = k1 CAa CBb atau
aA + bB ⇔
-rA = dari data perubahan konsentrasi = k1 CAa CBb – k2 CCl
lC
39 Nilai k dan orde reaksi dicari dari data-data proses di laboratorium, yaitu data perubahan konsentrasi fungsi waktu pada beberapa suhu. 2 model persamaan laju reaksi, misal :
(− rA ) = −dC A / dt = k1C AaCBb
atau (− rA ) = −dC A / dt = k1C AaCBb − k2CC1
C A = C A0 (1 − X A )
(− d (C A0 (1 − X A )) = C
A0
dx = k1C AaCBb atau dt
(− d (C A0 (1 − X A )) = C
A0
dx = k1C AaCBb − k2Cc1 dt
dt
dt
Disamping mengetahui model persamaan laju reaksi, dilakukan juga analisis perpindahan massa antara pereaksi dan katalis padat untuk reaksi hidroksilasi dan esterifikasi. Perpindahan massa antar fasa satu film yaitu antara padatan dengan cairan N A = kc (C As − C A ) jika luas permukaan sulit dievaluasi N A (massa /( waktuxvolum)) = kc a (C As − C A ) (C A1 )i = H (C A 2 )i Keterangan : (CA1)i = konsentrasi pada lapisan film H
= tetapan Henry
Tetapan perpindahan massa A dari fasa 1 ke fasa 2 dapat didekati dengan : N A = kc1 (C A1 − (C A1 )i ) = kc2 (C A2 − (C A 2 )i )
40 Optimasi Proses Konsep Dasar
Optimasi adalah penggunaan suatu metoda untuk mendapatkan penyelesaian dengan biaya yang efektif dan efisien pada suatu permasalahan atau perancangan proses. Teknik ini merupakan perangkat kuantitatif dalam pembuatan suatu keputusan. Berbagai permasalahan dalam desain, konstruksi, operasi dan analisa pabrik dapat diselesaikan dengan optimasi. Optimasi meliputi optimasi sain, teknik, dan bisnis. Permasalahan teknik direpresentasikan dengan menggunakan beberapa persamaan atau dengan data eksperimen saja. Tujuan dari optimasi adalah untuk mendapatkan nilai peubah proses yang menghasilkan nilai terbaik dari kriteria kinerja yang ada. Optimasi dapat diterapkan pada berbagai proses dan pabrik kimia, misalnya: penentuan lahan terbaik untuk lokasi pabrik, jalur tangki untuk distribusi produk mentah dan dimurnikan, ukuran dan tata letak pipa, perancangan alat dan keseluruhan pabrik, penjadwalan, pemeliharaan dan penggantian alat, pengoperasian alat (reaktor, pipa, kolom, dan absorber). Tujuan melakukan optimasi adalah: jumlah produksi meningkat, biaya operasional rendah, biaya optimal dan energi minimum. Tahapan untuk menyelesaikan permasalahan optimasi adalah: (1) analisis proses dengan peubah proses dan karakteristik spesifik, (2) menentukan kriteria optimasi dan menentukan tujuan menggunakan peubah di atas sehingga menghasilkan model kinerja (model ekonomis), (3) menggunakan persamaan matematis, mengembangkan model proses atau alat yang sesuai berhubungan dengan peubah input-output proses dan koefisien terkait. Menggunakan batasan kesamaan dan ketidaksamaan dengan prinsip-prinsip neraca massa dan neraca energi, hubungan empiris, konsep implisit dan batasan luar. Melakukan identifikasi peubah bebas dan tak bebas, (4) jika formulasi masalah terlalu besar, pecahkan menjadi beberapa bagian dan sederhanakan tujuan dan model, (5) menggunakan teknik optimasi yang tepat untuk menyelesaikan model matematis masalah tersebut, (6) cek jawaban dan tentukan sensitivitas hasil terhadap perubahan koefisien dan asumsi yang digunakan.
41 Berbagai Teknik Optimasi
Penyelesaian umum problem optimasi pada model matematis menyangkut penyelesaian secara analitis atau grafis, baik yang digunakan untuk optimasi model satu peubah atau lebih dari satu peubah. Pada model satu peubah, penentuan kondisi optimum secara grafis didapatkan dari titik maksimum atau minimum kurva. Kemiringan kurva menunjukkan nilai nol pada titik optimum. Nilai optimum dapat juga ditentukan secara analitis dengan menurunkan persamaan respon CT terhadap peubah x sehingga nilai turunan pertama sama dengan nol, selanjutnya tentukan nilai x. Misalnya :
dCT c = a− 2 =0 dx x c x = ( )1 / 2 a
CT = peubah respon
x,y = peubah independen
Jika turunan kedua persamaan respon dievaluasi, maka titik minimum didapatkan jika turunan kedua bernilai lebih besar dari nol, titik maksimum jika turunan kedua bernilai lebih kecil dari nol. Pada model dua peubah, misalnya CT = f (x,y) dimana persamaan untuk CT adalah CT = ax + b /xy + cy + d, maka penyelesaian optimasi dapat dilakukan dengan cara : 1 grafis, yaitu hubungan antara CT,x, dan y ditunjukkan sebagai kurva tiga dimensi dengan nilai minimum/maksimum CT terjadi pada nilai optimum x dan y. Faktor yang akan dioptimasi diplot terhadap salah satu peubah bebas dan peubah lain (y) dipertahankan pada nilai yang tetap. 2 analitis, yaitu metode dimana nilai optimum x didapatkan pada titik dimana (∂CT/∂x)y=y memberikan nilai nol, begitu juga sebaliknya nilai optimum y didapatkan jika (∂CT/∂y)x=x memberikan nilai nol.
42 ⎛ ∂CT ⎞= a− b ⎜ ⎟ ∂ dx x2 y ⎝ ⎠
( )
⎛ ∂CT ⎞ =c− b ⎜ ⎟ ∂ dx xy 2 ⎝ ⎠
( )
Pada kondisi optimum kedua turunan parsial ini bernilai nol, maka :
( a)
x = cb
2
1 3
dan
( c)
y = ab
1 3
2
Beberapa metoda optimasi : Linier least square, Non linier least square dengan penyelesaian numeris menggunakan metode Newton, Quasi Newton, Secant, Golden Section, Hooke-Jeeves atau Simplex. Teknik matematik yang lain adalah dengan cara Lagrange, Steepest Ascent atau Descent, Response Surface. (Peters & Timmerhaus 1981; Edgar & Himmelblau 2001). Penyelesaian optimasi dapat dilakukan dengan paket program atau program yang dibuat sendiri menggunakan berbagai bahasa program misalnya Turbo basic, Visual basic, Delphi dan sebagainya Tahapan optimasi pada penelitian ini dilakukan terhadap sistem proses, yaitu untuk mendapatkan kapasitas optimum pada total biaya yang minimum Metoda optimasi yang digunakan adalah penyelesaian analitis atau numeris tergantung kompleksitas persamaan yang dihasilkan. Pada penelitian pendahuluan, untuk menentukan peubah yang berpengaruh pada reaksi dan menentukan kisaran kondisi operasi terbaik dilakukan dengan menggunakan RSM (Response Surface Method).
Reaksi Katalitik Konsep Dasar Reaksi Katalitik
Katalisator adalah suatu substansi yang dapat meningkatkan kecepatan, sehingga reaksi kimia dapat mencapai kesetimbangan, tanpa terlibat di dalam reaksi secara permanen. Karakteristik katalis: (1) berinteraksi dengan reaktan tetapi tidak berubah pada
43 akhir reaksi, (2) mempercepat kinetika reaksi dengan memberikan jalur molekul yang lebih rumit (Richardson 1989).
Gambar 26 Jalur reaksi katalitis (Satterfield 1991).
Kemampuan katalis untuk meningkatkan kecepatan reaksi terjadi dalam beberapa langkah, sehingga mengakibatkan penurunan energi aktivasi. Reaksi katalitis meliputi: (1) adsorbsi, (2) pembentukan dan pemutusan kompleks teraktivasi, (3) desorbsi.
Pengelompokkan Katalis
Pembagian katalis secara industri dan teori: (1) homogen, (2) heterogen, dan (3) enzim. Katalis Homogen. Katalis yang mempunyai fase yang sama dengan reaktan dan
dengan produk. Contoh reaksi dengan katalis homogen adalah hidrolisis ester dengan asam (cair-cair). Reaksi sangat spesifik dengan jumlah produk yang diinginkan tinggi. Kelemahan menggunakan katalis cair adalah hanya mudah untuk skala laboratorium, sulit dikomersialkan, operasi fase cair dibatasi kondisi suhu dan tekanan, sehingga membutuhkan peralatan yang kompleks dan diperlukan pemisahan antara produk dan katalis. Industri dengan katalis homogen terbatas antara lain pada industri bahan kimia, obat-obatan dan makanan, kecuali untuk produksi asam asetat, alkilasi olefin, dan hidroformilasi.
44 Katalis Heterogen. Reaktan dan katalis mempunyai fase yang berbeda,
umumnya katalis padat digunakan dengan reaktan gas dan cair atau keduanya. Mekanisme reaksi lebih kompleks yaitu : adsorpsi, reaksi permukaan, dan desorpsi. Keuntungan katalis heterogen adalah umum digunakan secara komersial, katalis padat mudah dipreparasi, konstruksi alat sederhana, kontrol bagus dan produk berkualitas tinggi. Katalis bisa dipisahkan dari produk dan bisa digunakan kembali. Katalis Enzim. Enzim adalah molekul protein ukuran koloidal, merupakan
katalis diantara homogen dan hetergen. Enzim merupakan pendorong untuk reaksi biokimia, karakterisasinya adalah efisiensi dan selektivitas. Sesuai digunakan untuk keperluan industri (Richardson 1989).
Pemilihan Katalis
Untuk suatu reaksi dapat dipakai lebih dari satu macam katalisator. Beberapa pertimbangan dalam pemilihan katalis: (1) umur panjang, sehingga dapat menghemat dana pembelian katalis baru, (2) harga katalisator murah, sehingga menghemat investasi (3) mudah atau tidaknya diregenerasi sehingga menghemat pembelian katalis baru, (4) tahan terhadap racun, sehingga umur akan panjang. Pemilihan katalis atau pengembangan katalis perlu pertimbangan untuk mendapatkan efektivitas dalam pemakaian. Jenis-jenis katalis heterogen adalah logam, oksida logam, dan asam (Richardson 1989). Poliol dapat dibuat dengan membuka cincin epoksi minyak menggunakan katalis asam, seperti asam–asam mineral: asam sulfat, asam fosfat, asam hidroklorida, asam organik, seperti asam sulfonat. Dalam pengembangannya katalis cair dapat digantikan dengan katalis asam padat seperti lempung, keuntungannya dapat diambil kembali, didaur ulang dan digunakan kembali, dan sisa alkohol dapat dipisahkan untuk digunakan kembali (http://www.wipo.int/cgi). Reaksi asetilasi terhadap poliol dengan menggunakan asam asetat anhidrat dapat dilakukan dengan menggunakan katalis resin kation (Lathi dan Mattiasson 2006). Berbagai jenis bahan katalis dapat dilihat pada Tabel 8 di bawah ini.
45 Tabel 8 Jenis-jenis bahan katalis Jenis
Kondisi
Contoh
Logam
Terdispersi
Rendah: Pt/Al2O3, Ru/SiO2 ; Tinggi: Ni/Al2O3
Berpori
Raney : Ni, Co, Fe-Al2O3-K2O
Bulk
Pt, Ag
Campuran Logam
Terdispersi
(Pt-Re, Ni-Cu, Pt-Au)/Al2O3
Oksida
Tunggal
Al2O3, Cr2O3, V2O5
Ganda
SiO2-Al2O3, TiO2-Al2O3
Komplek
CuCr2O4, Bi2MoO6
Sulfida
Terdispersi
MoS2/Al2O3,WS2/Al2O2
Asam
Ganda
SiO2-Al2O3
Kristal
Zeolit
Tanah liat alam
Montmorillonite
Asam Promotor
SbF5, HF
Terdispersi
CaO, MgO, K2O, Na2O
Basa
Sumber : Richardson 1989
Logam, Metal: Konduktor, katalis untuk reaksi hidrogenasi, karena logam
mengadsorpsi hidrogen dengan disosiasi dan ikatan yang tidak terlalu kuat. Termasuk di dalamnya group VIII (Fe,Co,Ni dan metal kelompok Platina, Cu). Pada reaksi terjadi : disosiasi hidrogen, hidrogen diatomik, dan adsorbsi kimia hidrogen Oksida, Sulfida: Semikonduktor, katalis untuk reaksi oksidasi, dengan menyerap
oksigen, logam diubah menjadi oksida, termasuk di dalamnya kelompok : Ru, Rh, Pd, Ir, Pt. Oksigen lebih mudah diserap oleh logam daripada oleh hidrogen, ikatan lebih kuat. Pada katalis dehidrogenasi, oksigen diikat kuat dan oksida direduksi menjadi logam dan hidrogen pada suhu reaksi. Oksida yang sesuai untuk reaksi oksidasi parsial tidak sesuai untuk dehidrogenasi. Asam: Macam-macam katalis asam adalah (1) Oksida tunggal: Al2O3 dan SiO2
(2) Lempung alam, (3) Campuran Oksida , SiO2-Al2O3, dan (4) Zeolit. Banyak digunakan pada perengkahan, perengkahan hidro, isomerisasi, reforming katalitik, polimerisasi, hidrasi.
46 Tabel 9 Keasaman katalis heterogen Katalis
pKa
SiO-Al2O3
< - 8.2
Lempung Montmorillonit
-5.6 sampai -8.2
Lempung Kaolinite
-5.6 sampai -8.2
γ- Al2O3
+3.3 sampai -5.6
SiO-MgO
+3.5 sampai -2.5
SiO2
-2.0
TiO2
+6.8 sampai +1.5
MgAl2O4
>7.0
CaO
>7.0
MgO
>7.0
Sumber : Richardson 1989
Macam-macam katalis asam padat Alumina (Al2O3). Originalitas dari bagian asam digambarkan dengan γ-Al2O3,
yang sering digunakan sebagai penyokong. Alumina dipreparasi sebagai oksida hidrous dan diaktifkan dengan kalsinasi pada suhu 300° C, peristiwa yang terjadi adalah: Dehidrasi oksida hidrous memberikan permukaan yang mengandung Lewis site berlaku sebagai aseptor elektron, H2O yang cukup akan menciptakan Bronsted site berlaku sebagai donor proton. Lempung (Clay) Alam. Lempung (Clay) alam seperti montmorillonit merupakan
senyawa kompleks dari tetrahedra SiO4 dan AlO4. Tanah liat alam juga mengandung sejumlah kecil MgO dan Fe2O3, yang diasamkan dengan asam sulfat, dapat juga dilakukan dengan menambahkan proton untuk meningkatkan nilai pKa dari -3.0 menjadi -8.2. Tanah liat ini merupakan katalis untuk perengkahan pertama yang digunakan dalam tumpukan katalis diam (fixed) dan bergerak (moving bed) (Richardson 1989). Pada invensi pembuatan oleokimia poliol sebagai pelumas dasar, direaksikan oleokimia epoksi minyak dengan alkohol menggunakan katalis asam lempung alam. Lempung yang digunakan dapat disaring untuk diambil kembali, didaur ulang dan
47 digunakan kembali. Tanah liat yang biasa digunakan dalam proses adalah tanah liat yang sudah diaktifasi dengan asam. Tanah liat yang banyak digunakan adalah sub-bentonit atau
bentonit
aktifasi,
yang
sebagian
besar
terdiri
dari
montmorillonit
(http://www.wipo.int/cgi)
Silika-Alumina. Oksida tunggal seperti Al2O3 dan SiO2 lebih sedikit
keasamaannya dibandingkan dengan kombinasi antara keduanya. Banyak material dengan keasaman tinggi, merupakan aluminosilikat, seperti terlihat pada struktur berikut ini : H
H H+
O
O Al3+
O
H+ O
O
Si4+
Gambar 27 Struktur Silika-Alumina. Si4+ menggantikan tetrahedral Al3+ dengan pusat lebih elektropositif sehingga melemahkan ikatan O-H dan meningkatkan keasaman. Ion silikon dan aluminium dicampur. Katalis silika alumina sesuai untuk perengkahan katalitik terfluidisasi.
Zeolit. Zeolit seperti tanah liat dan katalis sintetis SiO-Al2O3 merupakan
aluminosilikat, mempunyai tiga properti yang membuatnya menjadi unik. Pertama, merupakan kristal dengan struktur yang baik. Bidang kerja aluminasilikat mendekati pori-pori dimana akses untuk ke pori-pori terdapat dalam berbagai ukuran, melalui jaringan terbuka yang berkisar antara 0.3 sampai 1.0 nm dalam diameter. Ukuran dan bentuk pori menentukan molekul mana yang masuk ke pori. Zeolit mempunyai kemampuan selektivitas ukuran dan bentuk. Kedua, ion yang masuk pori-pori secara mudah ditukar dengan sejumlah besar ion lain. Ion ini menghasilkan elektrostatik yang besar atau gaya polar sepanjang dimensi pori yang kecil. Pertukaran distribusi elektron dalam group hidroksil bisa menghasilkan keasaman 104 kali lebih besar daripada SiO2Al2O3. Ketiga, ion yang masuk ke pori-pori melalui pertukaran ion telah memisahkan
48 aktivitas miliknya sehingga peluang katalis untuk berfungsi ganda, keasaman dan aktivitas lainnya bisa diwujudkan.
Mekanisme Reaksi Katalitis Heterogen
Proses
perpindahan mempengaruhi laju perpindahan massa dan panas total
diantara fluida dan padatan atau bagian dalam pori padatan. Mekanisme gerakan molekul ke dalam katalis, bereaksi dan menghasilkan produk, bergerak kembali ke aliran fluida: (1) perpindahan reaktan dari aliran utama ke permukaan katalis padat, (2) perpindahan reaktan dalam pori katalis, (3) adsorpsi reaktan pada komponen aktif katalis, (4) reaksi kimia permukaan diantara atom atau molekul yang teradsorpsi, (5) desorpsi produk, (6) perpindahan produk dalam pori katalis kembali ke permukaan partikel, (7) perpindahan produk dari permukaan partikel kembali ke aliran fluida utama.
Gambar 28 Langkah–langkah pada reaksi katalis padat (Froment 1990).
Kinetika Reaksi
Kinetika kimia adalah: ilmu yang mempelajari laju reaksi kimia secara kuantitatif serta faktor-faktor yang mempengaruhi laju reaksi kimia tersebut. Pada kinetika kimia selain mempelajari laju reaksi juga mempelajari: (1) mekanisme reaksi, yaitu perubahan struktur atom dalam molekul zat peraksi selama reaksi berlangsung untuk membentuk zat hasil reaksi (produk reaksi), (2) menentukan tetapan laju reaksi, (3) pengaruh peubahpeubah pada laju reaksi. Dalam kaitannya dengan perancangan proses, kinetika reaksi mempunyai beberapa fungsi utama, yaitu: (1) menentukan/membuktikan mekanisme reaksi kimia, (2)
49 mengumpulkan data percobaan untuk laju reaksi, (3) mengkorelasikan data percobaan secara matematis atau membuat suatu persamaan matematik untuk mewakili data percobaan, (4) merancang reaktor yang sesuai, (5) menetapkan kondisi operasi, cara pengontrolan dan alat-alat bantunya. Laju reaksi
Laju reaksi didefinisikan sebagai perubahan pereaksi ataupun produk dalam satu satuan reaksi. Selain itu laju reaksi didefinisikan juga sebagai laju berkurangnya konsentrasi suatu pereaksi atau laju bertambahnya suatu produk. Untuk suatu sistem reaksi seperti : a A + b B + ... → p P + q Q Data yang diperlukan pada perhitungan desain suatu reaktor adalah laju berlangsungnya reaksi ( ri ). Persamaan laju reaksi untuk komponen A adalah :
(− rA ) = dN A Vdt =
molAterbentuk = f (T , komposisi) (volumfluida)( waktu )
(-rA ) adalah persamaan laju reaksi yang menyatakan hubungan antara rA dan C, pada umumnya diperoleh berdasarkan hasil analisis data percobaan dan mekanisme reaksi. Model matematika persamaan laju reaksi yang diperoleh berdasarkan mekanisme reaksinya mendekati kebenaran, hal ini dilakukan untuk mengatasi kesulitan menurunkan model-model matematik sederhana yang didasarkan atas data-data percobaan pada suatu kondisi operasi tertentu. Model persamaan kinetika sederhana yang sering dipakai dan menyatakan hubungan antara laju reaksi dan besaran-besaran fisik T (suhu) dan C (konsentrasi) adalah :
(− rA ) = k (T )C AaCBb k CA , CB
= tetapan laju reaksi (fungsi dari suhu) = konsentrasi A dan B di dalam larutan
a
= orde reaksi terhadap A
b
= orde reaksi terhadap B
50 Tetapan Arheinus
Tetapan laju reaksi dinyatakan dengan Hukum Arrheinus (Levenspiel 1972) : k = k0e − E / RT k0 = faktor frekuensi tumbukan R = tetapan gas ideal T = suhu E = energi aktivasi reaksi Berdasarkan perhitungan desain reaktor yang sering digunakan maka persamaan laju reaksi dibedakan atas 2 tipe yaitu: (1) reaksi sederhana (single reaction), (2) reaksi kompleks (multiple reaction). Laju reaksi tidak dapat diukur secara langsung, tetapi melalui pengukuran jumlah salah satu komponen reaksi pada setiap saat dengan cara sebagai berikut: (1) mengukur konsentrasi, (2) mengukur sifat - sifat fisis (daya hantar listrik, indeks bias dan viskositas), (3) mengukur perubahan teknik pada sistem yang mempunyai volume tetap, (4) mengukur perubahan volume pada sistem yang mempunyai tekanan tetap. Pada umumnya untuk percobaan digunakan reaktor curah dengan kondisi operasi volume dan suhu tetap, hal ini memudahkan untuk diinterpretasikan. Persamaan laju reaksi bisa diperoleh dengan menggunakan 3 metode analisis data percobaan yaitu: (1) metode integral, (2) metode diferensial, dan (3) metode isolasi.
Penentuan Orde Reaksi
Tujuan analisis data kinetik adalah: untuk mendapatkan nilai orde reaksi dan tetapan laju reaksi (Levenspiel 1977). Berdasarkan perhitungan desain reaktor, maka persamaan laju reaksi dibedakan atas 2 tipe yaitu: (1) reaksi sederhana (single reaction): searah (irreversibel) dan bolak-balik (reversibel), (2) reaksi kompleks (multiple reaction). Pada reaksi searah (irreversibel), persamaan kecepatan reaksi tergantung pada orde reaksi .
51 1 reaksi orde 0 − rA = −
A → produk. Persamaan laju reaksi : dC A = k0 dt
Persamaan diintegralkan dengan batas antara CA0 (mula-mula) dengan cA (waktu t)
∫
CA
CA 0
t
− dC A = − ∫ k0 dt , sehingga didapat hasil integrasi adalah cA = cA0 – ko 0
2 reaksi orde 1, yaitu reaksi yang lajunya berbanding lurus terhadap konsentrasi reaktan A → produk. Persamaan laju reaksi : −
dC A = k1.C A , jika diintegralkan didapat : k1 = 1 ln C A 0 t CA dt
3 reaksi orde 2, reaksi orde 2 ada 2 tipe : (i) reaktan awal sama (ii) reaktan awal berbeda (i) 2 A
→ produk
− dC A
= k2 .C A2
dt
(ii) A + B → produk − dC A
dt
= k 2 .C A .CB
Tetapan Kesetimbangan
Kondisi kesetimbangan terjadi jika laju reaksi mendekati nol dan dinyatakan dengan hukum aksi massa : A + B
K =
k2 C C = C D k2 C AC B
C + D dCc
dt
= k1C ACB − k2CC CD
52 Entalpi Reaksi (ΔH) dan Entropi Reaksi (ΔS)
Entalpi reaksi pada kondisi standar dapat menunjukkan bahwa reaksi berlangsung eksotermis atau endotermis. Hal ini dapat dihitung dengan menggunakan: 1 entalpi pembentukan atau menggunakan konstanta kesetimbangan:
ln K = −ΔH ° /( RT ) + ΔS ° / R 2 persamaan teori keadaan transisi (Levenspiel 1972) ln A − E
RT
= ln (k BT / h ) − ΔH
RT
+ ΔS
R
ΔH = E (1 − Δn) RT ΔS
R
= ln( A /(k BT / h) − ( E − ΔH ) / RT
Keterangan : kB
: tetapan Boltzmann, 1.3 x 10-16 erg/K
h
: tetapan Planck, 6.63 x 10-27 erg.det
ΔH, ΔS, Δn
: entalpi, entropi, molekularitas
Analisis Kelayakan Finansial
Pada umumnya aspek yang paling diperhitungkan dalam menentukan kelayakan produksi adalah aspek finansial. Analisis finansial dapat digunakan untuk memperkirakan keuntungan dari produksi yang direncanakan. Berdasarkan hal tersebut maka pada penelitian ini akan dilakukan analisis kelayakan finansial skala ekonomis. Kajian analisis finansial industri poliol terasetilasi berbahan dasar minyak jarak pagar meliputi NPV (Net Present Value), IRR (Internal Rate of Return), Net B/C (Net Benefit Cost), (PBP) Payback Period dan melakukan analisis sensitifitas (Gray 1986).