TINJAUAN PUSTAKA Minyak Tanaman Jarak Pagar Bahan bakar nabati (BBN) adalah semua bahan bakar yang berasal dari minyak nabati.
BBN dapat berupa biodiesel, bioetanol, atau bio-oil (minyak
nabati murni).
BBN ini dapat dimanfaatkan untuk bahan bakar, baik dalam
bentuk esternya (biodiesel), atau anhydrous alkoholnya (bioetanol) maupun minyak nabati murninya (pure plant oil atau PPO). Biodiesel merupakan bentuk ester dari minyak nabati setelah adanya perubahan sifat kimia karena proses transesterifikasi yang memerlukan tambahan metanol (Prastowo 2007). Penggunaan biodiesel sebagai sumber energi dapat menjadi salah satu solusi dalam menghadapi kelangkaan energi fosil pada masa yang akan datang. Bila dibandingkan dengan bahan bakar diesel atau solar, biodiesel bersifat lebih ramah lingkungan, dapat diperbaharui (renewable), dapat terurai (biodegradable), memiliki sifat pelumasan terhadap piston mesin karena termasuk kelompok minyak tidak mengering (non-drying oil), mampu mengeliminasi efek rumah kaca, dan kontinuitas ketersediaan bahan baku terjamin. Biodiesel bersifat ramah lingkungan karena menghasilkan emisi gas buang yang jauh lebih baik dibandingkan diesel atau solar, terbakar sempurna, dan tidak menghasilkan racun (nontoxic) (Hambali et al. 2006). Banyak jenis komoditas perkebunan yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi alternatif atau sebagai sumber bahan bakar nabati. Komoditas tersebut terutama adalah tanaman yang dapat menghasilkan minyak lemak nabati, yang secara mudah dapat diubah menjadi biodiesel maupun digunakan langsung, selain itu umur tanaman pendek atau cepat menghasilkan, biaya budidaya murah, perawatan mudah, bisa tumbuh di berbagai tempat (termasuk lahan kritis) dan kandungan minyaknya tinggi (rendemen 35 – 38%). Salah satu tanaman yang baik dijadikan sebagai sumber bahan bakar nabati adalah tanaman jarak pagar (Prihandana dan Hendroko 2006; Prastowo 2007). Biji jarak pagar terdiri dari 60% berat kernel (daging biji) dan 40% berat kulit. Inti biji jarak pagar (kernel) mengandung sekitar 50% minyak sehingga
4 dapat diekstrak menjadi minyak jarak dengan cara mekanis ataupun ekstraksi dengan pelarut seperti heksana. Kandungan minyak jarak pagar per ha mencapai 1590 kg atau 1892 liter. Minyak jarak pagar terdiri dari komposisi trigliserida, asam lemak esensial dan toksin berupa phorbol ester dan curcin. Komponen terbesar minyak jarak adalah trigliserida yang mengandung asam lemak oleat dan linoleat (Hambali et al. 2006). Kandungan minyak jarak pagar dipengaruhi oleh tingkat kemasakan buah. Beberapa tingkatan buah jarak pagar dalam satu ranting yaitu (1) buah muda, ditandai dengan kulit buah berwarna hijau muda, biji berwarna putih, daging biji belum terbentuk masih berupa air yang keruh, biji ini belum mengandung minyak; (2) buah setengah tua, ditandai dengan kulit buah berwarna hijau, kulit biji berwarna coklat muda keputih-putihan, daging biji telah terbentuk namun masih lunak, biji juga belum mengandung minyak; (3) buah tua, ditandai dengan kulit buah berwarna hijau tua, biji berwarna hitam dan keras, biji telah mengandung minyak walaupun masih rendah; (4) buah masak, kulit buah berwarna kuning sampai hitam, biji telah berwarna hitam mengkilat dan keras, kandungan minyak paling tinggi; dan (5) buah lewat masak, buah telah kering atau telah jatuh, tergantung pada kondisi lingkungan, jika kondisi kering maka buah dapat tergantung di pohon selama 2 – 3 bulan ditandai dengan kulit buah telah mengering dengan warna coklat kehitaman.
Dalam keadaan basah, buah akan
jatuh dan berkecambah, dalam kondisi demikian kandungan minyaknya sangat rendah (Indartono 2006). Menurut Yeyen et al. (2006 dalam Indartono 2006), panen buah pada tingkat 4, memberikan hasil minyak tertinggi yaitu 30,32% untuk buah berwarna kuning dan 31,47% untuk buah hitam. Buah pada tingkat 3, kandungan minyaknya hanya 20,70%.
Morfologi dan Bioekologi Tanaman Jarak Pagar Klasifikasi tanaman jarak pagar yaitu (Hambali et al. 2006) Divisi
: Spermatophyta
Subdivisi
: Angiospermae
Kelas
: Dicotyledone
Ordo
: Euphorbiales
5 Famili
: Euphorbiaceae
Genus
: Jatropha
Spesies
: Jatropha curcas Linn. Jarak pagar adalah tanaman yang berasal dari Amerika Tengah yang
mempunyai 4 varietas, yaitu varietas Cape Verde, Nicaragua, Ife-Nigeria, dan varietas tidak beracun Mexico. Varietas Cape Verde merupakan varietas yang umum terdapat di seluruh dunia dan bersifat toksik karena mengandung senyawa lektine dan ester forbol (Henning 2005 dalam Nurcholis dan Sumarsih 2007). Jarak pagar merupakan tanaman perdu yang dapat mencapai umur 50 tahun. Tinggi tanaman pada kondisi normal adalah 1 – 7 m, percabangan tidak teratur dengan ranting bulat dan tebal. Batang mengandung getah seperti lateks berwarna putih atau kekuningan (Nurcholis dan Sumarsih 2007). Daun jarak pagar adalah daun tunggal berlekuk dan bersudut 3 atau 5, berbentuk bulat telur dengan pangkal berbentuk jantung dengan panjang 5 – 15 cm. Daunnya tersebar sepanjang batang dan mempunyai bentuk tulang daun yang menjari dengan jumlah tulang 5 – 7 tulang. Bunga jarak merupakan bunga majemuk berbentuk malai, berwarna kuning kehijauan, berkelamin tunggal dan berumah satu (bunga jantan dan bunga betina terdapat dalam satu tanaman). Bunga mulai muncul saat tanaman berumur 3 – 4 bulan dan umumnya muncul pada musim kemarau. Bunga muncul pada bagian ujung dari percabangan dan terdiri atas bunga jantan dan bunga betina dalam setiap malai. Bunga betina 4 – 5 kali lebih banyak dari bunga jantan. Buah tersusun dalam tandan buah, setiap tandannya bersisi 10 buah atau lebih. Bentuk buah membulat atau bulat telur, berukuran panjang 2 – 4 cm. Pada umumnya buah terdiri dari 3 ruang biji. Buah matang ditandai dengan perubahan warna kulit buah dari hijau menjadi kuning dan kehitaman. Biasanya buah masak pertama kali setelah tanaman berumur 6 – 8 bulan. Biji berbentuk bulat lonjong dan berwarna cokelat kehitaman. Bagian biji inilah yang banyak mengandung minyak dengan rendemen sekitar 30 – 50% dan mengandung toksin sehingga tidak dapat dimakan (Hambali et al. 2006; Nurcholis dan Sumarsih 2007). Tanaman jarak pagar dapat tumbuh di berbagai daerah dengan agroklimat yang beragam, dari daerah tropis yang sangat kering sampai subtropis lembab
6 maupun daerah hutan basah. Curah hujan yang sesuai adalah 625 mm per tahun, namun tanaman ini dapat tumbuh pada daerah dengan curah hujan 300
–
2380 mm per tahun. Kisaran suhu yang sesuai untuk bertanam jarak adalah 20 – 26oC, suhu yang terlalu tinggi (di atas 35oC) atau terlalu rendah (di bawah 15oC) akan menghambat pertumbuhan serta mengurangi kadar minyak dalam biji dan mengubah komposisinya. Tanah yang sesuai adalah tanah geluh pasiran dengan kondisi pH tanah 5,0 – 6,5 (Hambali et al. 2006; Hamdi 2005 dalam Nurcholis dan Sumarsih 2007). Jarak pagar mempunyai sistem perakaran yang mampu menahan air dan tanah sehingga tahan terhadap kekeringan serta berfungsi sebagai tanaman penahan erosi (Hambali et al. 2006).
Budidaya Tanaman Jarak Pagar Tanaman jarak pagar merupakan tanaman yang dapat tumbuh pada berbagai jenis kondisi lahan, pada lahan di dataran rendah maupun di lereng bukit, yang penting lahan tidak tergenang dan memiliki drainase baik (Hambali et al. 2006). Menanam jarak pagar dapat dilakukan dengan menyemai benih terlebih dahulu atau dengan menanam stek batang langsung di lahan. Namun demikian, untuk menjamin keberhasilan pada awal pertumbuhan, lebih baik ditanam dalam bentuk bibit dari benih terutama apabila akan ditanam dalam jumlah besar di lahan kritis atau lahan yang tidak subur (Nurcholis dan Sumarsih 2007). Selain dengan benih dan bibit stek, ada beberapa cara lain untuk perbanyakan tanaman jarak pagar, yaitu okulasi, penyambungan dan kultur jaringan (Hambali et al. 2006). Pembibitan dapat dilakukan di polibag atau bedengan. Setiap polibag diisi media tanam berupa tanah lapisan atas (top soil) yang dicampur pupuk kandang. Tempat pembibitan dapat diberi naungan atau atap dari daun kelapa, jerami atau paranet. Lama pembibitan sekitar 2 – 3 bulan kemudian dipindahkan ke lapang. Kegiatan yang dilakukan selama pembibitan yaitu penyiraman, penyiangan, dan seleksi. Sebelum dilakukan pemindahan bibit ke lahan, harus dilakukan kegiatan persiapan lahan yang mencakup pembukaan lahan (land clearing), pengajiran dan pembuatan lubang tanam. Penanaman dilakukan dengan jarak tanam 3 m x 3 m (populasi 1100 pohon per ha), 2 m x 3 m (populasi 1600 pohon per ha), 2 m x 2 m
7 (populasi 2500 pohon per ha) dan 1,5 m x 2 m (populasi 3300 pohon per ha). Bila menggunakan bibit dalam polibag, lubang tanam dibuat dengan ukuran 40 cm x 40 cm x 40 cm, sementara bila berupa stek bibit dapat langsung ditanam ke dalam lubang tanam. Pada areal yang miring sebaiknya penanaman dilakukan dengan sistem kontur dengan jarak tanam 1,5 m (Hambali et al. 2006). Penanaman sebaiknya dilakukan pada awal musim penghujan sehingga kebutuhan air bagi tanaman cukup tersedia. Untuk menjaga pertanaman jarak agar tumbuh cepat dan berproduksi optimal, maka perlu dilakukan penyiangan sedini mungkin, yaitu dimulai pada saat tanaman berumur 3 – 4 minggu. Penyiangan ini bertujuan untuk membersihkan lahan dari gulma ataupun tanaman lain yang dapat merusak atau menggangu pertumbuhan tanaman jarak. Pemupukan dilakukan untuk menambah ketersediaan unsur hara bagi tanaman. Jenis dan dosis pupuk yang diperlukan disesuaikan dengan tingkat kesuburan tanah setempat. Jenis pupuk yang umum diperlukan tanaman yaitu pupuk organik (kompos atau pupuk kandang), N, P, K, dan Mg untuk mendapatkan hasil yang maksimal (Hambali et al. 2006). Pemangkasan perlu dilakukan agar tanaman meningkatkan jumlah cabang produktif dengan bentuk dan ukuran tanaman yang baik. Kegiatan pemangkasan dapat dilakukan kira-kira sebulan setelah tanam atau setelah tinggi tanaman mencapai 40 – 60 cm. Penjarangan juga perlu dilakukan untuk mengurangi terjadinya kompetisi antar tanaman (Hambali et al. 2006; Nurcholis dan Sumarsih 2007). Tanaman dapat berproduksi pada umur 4 – 5 bulan, dengan produktivitas penuh terjadi pada umur sekitar 5 tahun dengan kemampuan menghasilkan 2 – 4 kg biji per tanaman per tahun. Produksi akan stabil setelah tanaman berumur lebih dari 5 tahun dan bila dipelihara dengan baik, tanaman jarak pagar dapat hidup lebih dari 20 tahun. Akan tetapi, produksi bunga dan biji ini dipengaruhi oleh curah hujan dan unsur hara. Kekurangan unsur hara akan menyebabkan produksi biji berkurang. Bila dalam setahun hanya terdapat satu kali musim hujan maka pembuahan biasanya hanya terjadi sekali dalam setahun.
Namun, bila
tanaman diberi pengairan maka pembuahan akan terjadi sampai tiga kali dalam setahun (Hambali et al. 2006).
8 Hama dan Penyakit pada Tanaman Jarak Pagar Jarak pagar dikenal sebagai tanaman yang beracun dan mempunyai sifatsifat sebagai insektisida. Namun demikian, beberapa jenis organisme pengganggu tanaman (OPT) dilaporkan dapat menyerang tanaman ini dan menimbulkan kerusakan ekonomis pada perkebunan jarak. OPT yang menyerang tanaman jarak pagar adalah Valanga nigricornis (Orthoptera: Acrididae), Nezara viridula (Hemiptera: Pentatomidae), Chrysochoris javanus (Hemiptera: Scutelleridae), Ferrisia virgata, Nipaecoccus viridis (Hemiptera: Pseudococcidae), Leptocorisa oratorius (Hemiptera: Alydidae), Empoasca sp. (Hemiptera: Cicadellidae), Selenothrips rubrocinctus (Thysanoptera: Thripidae), Lagocheirus undatus (Coleoptera: Cerambycidae), Liriomyza sp. (Diptera: Agromyzidae), Spodoptera litura
(Lepidoptera: Noctuidae),
Chalcocelis
albiguttata, Parasa lepida
(Lepidoptera: Limacodidae), dan Tungau (Tarsonemidae dan Eriophyidae). Penyakit pada tanaman jarak adalah busuk akar (Clitocybe tabescens), busuk batang (Fusarium sp.), bercak daun bakteri (Xanthomonas rinicola), bercak daun coklat (Helminthosporium sp.), embun tepung (Oidium sp.), hawar daun (Phytopthora spp.), dan busuk buah (Botrytis ricini) (Prihandana dan Hendroko 2006; Nurcholis dan Sumarsih 2007; Rumini dan Karmawati 2007; Chandra 2008).
Chrysocoris javanus Westw. Salah satu serangga yang merupakan hama penting pada pertanaman jarak pagar di Indonesia adalah C. javanus atau kepik lembing. Siklus hidup serangga ini berkisar antara 60 – 80 hari. Telur berbentuk seperti tong dan diletakkan secara berkelompok di bawah permukaan daun.
Pada fase nimfa tubuhnya
berwarna hitam dengan bintik merah, kuning, dan hijau mengkilat, sementara bagian dorsal toraks berwarna hijau metalik. Nimfa hidup berkelompok. Ciri khas fase imago serangga ini yaitu tubuhnya mempunyai bentuk seperti perisai yang khas dengan skutelum yang berkembang baik. Warna tubuh didominasi oleh warna merah dengan garis-garis hitam melintang yang jelas (Dadang et al. 2007; Rumini dan Karmawati 2007). C. javanus memiliki antena lebih panjang dari kepala. Nimfa dan imago serangga ini gerakannya lambat (Kalshoven 1981).
9 Serangga ini selain ditemukan pada tanaman jarak pagar, ditemukan juga pada tanaman jarak kepyar (Ricinus communis) (Kalshoven 1981). C. javanus mulai menyerang jarak pagar pada saat pembungaan atau saat menjelang pembentukan buah. Serangga ini menghisap nutrisi dalam buah sehingga menimbulkan kerusakkan pada kapsul buah yang sedang berkembang. Bunga atau buah yang terserang akan menjadi coklat kehitaman dan mengering, bunga tidak bisa menjadi buah, sedangkan buah menjadi rusak dan tidak dapat dipanen (Sodiq 2006; Rumini dan Karmawati 2007). Pengendalian yang dapat dilakukan untuk hama ini yaitu secara mekanis dengan mengumpulkan telur, nimfa dan imago kemudian dimusnahkan; kultur teknis dengan tidak menanam tanaman inang lain seperti padi, jagung, kacang-kacangan, dan tanaman Solanaceae di sekitar areal pertanaman; pengendalian dengan pemanfaatan musuh alami; pestisida nabati dengan menggunakan ekstrak mimba; dan menggunakan insektisida berbahan aktif imidachlorpid dan MIPC (Metabolism of 2isopropylphenyl N-methyl carbamate) (Deptan 2007; Rumini dan Karmawati 2007).
Parasitoid pada Chrysocoris javanus Beberapa jenis parasitoid yang pernah dilaporkan ditemukan memarasit telur C. javanus adalah Anastatus sp. (Hymenoptera: Eupelmidae), Trissolcus latisulcus
(Hymenoptera:
Scelionidae),
Epiterobia
sp.
(Hymenoptera:
Pteromalidae) dan Ooencyrtus malayensis (Hymenoptera: Encyrtidae) (Rumini dan Karmawati 2007; Rider 2009). Anastatus sp. merupakan parasitoid yang termasuk ke dalam Superfamili Chalcidoidea, Subfamili Eupelminae. Beberapa spesies Anastatus dapat memarasit telur kecoa (Blattodea), dan Mantodea, bahkan ada yang muncul dari kokon Braconidae.
Walaupun secara umum inangnya
spesifik pada telur inang tertentu, tetapi kadang-kadang genus ini memarasit beberapa jenis inang lain dalam kondisi ekologi yang sama seperti pada Anastatus bifasciatus (Boucek 1988).
Menurut
Clausen (1940), selain bersifat
endoparasitoid, Anastatus juga ditemukan sebagai ektoparasitoid soliter pada puparium Ordo Diptera seperti Famili Tachinidae dan Cecidomyiidae. Endoparasitoid adalah perkembangan parasitoid di dalam inang, sedangkan
10 ektoparasitoid adalah parasitoid yang perkembangannya di luar inang.
Pada
parasiotid soliter hanya ada satu parasitoid yang dapat berkembang hingga imago pada satu individu inang (Van Driesche et al. 2008). Periode oviposisi Anastatus termasuk pendek dan kapasitas reproduksinya juga rendah.
Imago betina
Anastatus albitarsis rata-rata menempatkan 50 butir telur selama periode peletakkan 15 hari (Clausen 1940). Parasitoid yang termasuk ke dalam Famili Eupelmidae pada umumnya merupakan parasitoid primer atau sebagai hiperparasitoid dari fase telur atau larva dari berbagai macam serangga dan laba-laba (Aranae) (Gibson 1993; Borror et al. 1996). Panjang tubuh berkisar antara 1 – 10 mm. Biasanya berwarna gelap, seringkali metalik.
Morfologinya sangat bervariasi, meskipun beberapa jenis
spesies relatif mudah dibedakan dengan anggota Chalcidoidea lainnya dengan posisi cekungan pada tengah mesonotum (Borror et al. 1996; Naumann 1996). Sayap kadang brakhiptera atau mikroptera.
Venasi stigma dan post marjinal
relatif pendek dari venasi marjinal. Tungkai biasanya ramping, tidak pendek. Tungkai tengah dengan taji tibia yang besar, tarsus terdiri dari 5 ruas (Naumann 1996). Mesonotum datar dan terdapat notauli. Umumnya ukuran tubuh jantan kecil, jantan mirip dengan Pteromalidae jantan. Eupelmidae merupakan pelompat yang baik dengan mesopleuron cembung (Borror et al. 1996). Parasitoid ini juga memiliki kecenderungan yang tidak biasa yaitu apabila mati, posisi tubuh imago mirip huruf U, dimana kepala menyentuh bagian ujung metasoma dan tungkaitungkai mengarah ke depan (Borror et al. 1996). Kecenderungan ini dikarenakan adanya adaptasi unik dari sklerits dan otot mesotoraks untuk melompat (Pitkin 2004). Eupelmidae ditemukan di seluruh dunia dalam berbagai habitat (Borror et al. 1996). T. latisulcus merupakan parasitoid yang termasuk ke dalam Superfamili Platygastroidea. Trissolcus sp. dalam memarasit telur inang memiliki perilaku memeriksa dengan hati-hati semua telur yang tersedia dan tidak akan memarasit telur yang sebelumnya telah diparasit. Hal ini dilakukan dengan cara menusukkan ovipositor (Clausen 1940). Famili Scelionidae merupakan parasitoid pada telur serangga dan laba-laba (Naumann 1996). Secara umum panjang tubuh Famili Scelionidae berkisar antara
11 1 – 2,5 mm, ukuran tubuh paling kecil adalah 0,5 mm dan paling besar mencapai 10 mm. Warna tubuh famili ini didominasi warna hitam, kadang-kadang kuning atau banyak warna, seringkali dengan sculpture yang jelas, dan jarang dengan warna metalik. Antena biasanya dengan 9 – 10 ruas flagelomer, paling sedikit 4 ruas dan paling banyak mencapai 12 ruas.
Sayap depan dengan venasi
submarginal mencapai sisi depan dari sayap (Masner 1993). Imago betina dengan sersi seperti pelat (Naumann 1996).
Imago parasitoid Famili Scelionidae
umumnya berada pada lingkungan yang lebih terbuka dan terpapar sinar matahari seperti padang rumput, tetapi dapat juga berada pada lingkungan berupa gurun pasir, hutan, tanah, dan air.
Anggota Famili Scelionidae terbagi pada tiga
kelompok subfamili yaitu Scelioninae, Telesinae, dan Telenominae (Masner 1993). Famili Pteromalidae adalah satu kelompok yang besar dari Hymenoptera parasitoid, termasuk ke dalam Superfamili Chalcidoidea. Sebagian besar anggota dari famili ini ditempatkan dalam dua subfamili yaitu Miscogasterinae dan Pteromalinae (Borror et al. 1996). Pada umumnya serangga famili ini berwarna gelap atau pucat, seringkali metalik.
Femur tungkai terakhir kadang-kadang
membesar. Tarsi terdiri dari 5 ruas (Naumann 1996). Antena terdiri dari 5 ruas atau lebih, dan pronotum dilihat dari arah dorsal menyempit pada bagian anterior. Famili Pteromalidae dapat berperan sebagai parasitoid soliter atau gregarius, beberapa jenis ada juga yang bersifat sebagai hiperparasitoid.
Famili
Pteromalidae terdiri dari 39 Subfamili, di antaranya adalah Akapalinae, Asaphinae,
Pteromalinae,
Pireninae,
Miscogasterinae,
Eunotinae,
dan
Macromesinae (Gibson 1993). Ooencyrtus malayensis merupakan parasitoid yang termasuk ke dalam Superfamili Chalcidoidea. Parasitoid ini dapat memarasit telur Pentatomidae, dengan siklus hidup berkisar antara 12 – 13 hari. Beberapa spesies memakan cairan telur inangnya (Clausen 1940). Pada umumnya genus ini memarasit telur Hemiptera, Neuroptera, dan Lepidoptera (Borror et al. 1996). Menurut Borror et al. (1996), panjang tubuh Famili Encyrtidae berkisar antara 1 – 2 mm dengan mesopleuron yang cembung dan lebar serta tidak berlekuk. Tubuh berwarna gelap atau pucat, seringkali metalik. Antena terdiri
12 dari 5 – 11 ruas (Naumann 1996). Koksa depan dan tengah saling berdekatan dan mesonotum cembung. Kisaran inang Famili Encyrtidae mencakup Ordo Othoptera,
Hemiptera,
Neuroptera,
Diptera,
Lepidoptera,
Coleoptera,
Hymenoptera dan laba-laba (Borror et al. 1996; Van Driesche et al. 2008). Inang yang diserang dapat dalam fase telur, larva, nimfa dan imago. Selain sebagai parasitoid,
beberapa
Famili
Encyrtidae
hiperparasitoid (Borror et al. 1996).
juga
dapat
berperan
sebagai
Beberapa jenis dari Famili Encyrtidae
memiliki reproduksi poliembrio yang memungkinkan ribuan individu muncul dari satu inang (Clausen 1940; Borror et al. 1996).