TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Jarak Pagar Jarak pagar (Jatropha curcas Linn.) adalah tanaman perdu (semak) famili Euphorbiaceae yang berasal dari Amerika Selatan. Dari berbagai pustaka disebutkan bahwa jarak pagar berasal dari Amerika Tengah dan Meksiko, kemudian menyebar ke Afrika dan Asia. Di Indonesia, tanaman ini diperkenalkan oleh Jepang pada tahun 1942 sebagai tanaman pekarangan. Beberapa nama daerah jarak pagar adalah jarak kosta atau jarak budeg (Sunda), jarak gundul atau jarak pager (Jawa), kalekhe paghar (Madura), jarak pager (Bali), lulu mau, paku kase, dan jarak pageh (Nusatenggara), kuman nema (Alor), jarak kosta, jarak wolanda, bindalo, bintalo, dan tondo utomene (Sulawesi), serta ai huwa kamala, balacai, dan kadoto (Maluku). Di Indonesia dikenal beberapa jenis tanaman jarak seperti jarak kepyar (Ricinus communis), jarak bali (Jatropha podagrica), jarak ulung (Jatropha gossypifolia), dan jarak pagar (Jatropha curcas). Diantara jenis tanaman jarak tersebut yang memiliki potensi sebagai penghasil minyak bakar (biofuel) adalah jarak pagar (Hariyadi, 2005). Variasi jarak pagar di Indonesia disebabkan oleh perbedaan wilayah yang melahirkan ekotipe-ekotipe tertentu. Eksplorasi yang dilakukan Puslitbang Perkebunan di Sumatera Barat, Lampung, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, dan Sulawesi Selatan menunjukkan adanya variasi jarak pagar seperti kulit batang keperak-perakan dan hijau kecoklatan, warna daun hijau muda dan hijau tua, pucuk dan tangkai daun kemerahan dan kehijauan, bentuk buah agak elips dan bulat, serta jumlah biji per kapsul 1 sampai 4 butir (Hasnam, 2006b). Tanaman jarak pagar adalah tanaman perdu dengan tinggi 1-7 meter dengan sistem perakaran berupa akar tunggang berwarna putih kecoklatan. Batang berwarna putih kotor, berkayu, silindris, dan bergetah (Hariyadi, 2005) dengan percabangan tidak teratur yang terdiri atas cabang primer, cabang sekunder, dan cabang terminal. Cabang primer merupakan batang utama dan percabangan yang pertama kali terbentuk. Cabang yang terbentuk pada cabang primer disebut
4 sebagai cabang sekunder yang merupakan tempat tumbuh dari cabang terminal. Cabang terminal adalah cabang tempat tumbuhnya daun, bunga, dan buah. Oleh karena itu, jumlah cabang terminal ditentukan oleh jumlah cabang primer dan sekunder. Dalam budidaya, jumlah cabang primer dibatasi 3-5 cabang/tanaman, dan tiap cabang primer dibatasi tiga cabang sekunder. Jumlah cabang terminal dalam satu tanaman lebih dari 40-45 cabang akan menyebabkan produksi menurun, sehingga setiap cabang sekunder hanya dibatasi tiga cabang terminal (Ferry, 2006). Daun berwarna hijau dengan lebar daun 6-16 cm dan panjang tangkai daun 4-15 cm. Struktur daun berupa daun tunggal, berbentuk bulat telur (elips), berlekuk, bersudut tiga atau lima, dan tulang daun menjari dengan 5-7 tulang utama (Hariyadi, 2005). Jarak pagar adalah tanaman monosius dengan bunga berkelamin satu (uniseksual) dan jarang yang biseksual. Bunga tersusun dalam malai (inflorescence) dengan lima kelopak bunga (sepal) dan lima mahkota bunga (petal) yang berwarna hijau-kekuningan atau coklat-kekuningan. Bunga jantan mempunyai 10 tangkai sari (stamen) dengan pola tersusun dalam dua lingkaran (whorl) masing-masing terdiri atas lima tangkai sari yang menyatu membentuk tabung. Bunga betina berukuran lebih besar dari bunga jantan terdiri atas bakal buah (ovarium) dengan lima lokus (ruang) yang masing-masing berisi satu bakal biji (ovulum). Tangkai putik (stilus) melekat pada pangkal bunga dengan kepala putik (stigma) terpecah tiga (Hasnam, 2006c). Akan tetapi Hariyadi (2005) menyatakan bahwa dalam satu bunga umumnya terdapat tiga ovul/ovarium. Buah (dalam praktek agribisnis disebut kapsul) merupakan buah kotak berbentuk lonjong atau bulat telur dengan diameter 2-4 cm tersusun pada tandan buah, berwarna hijau ketika masih muda dan kuning setelah masak (Hariyadi, 2005). Buah akan masak 40-50 hari setelah pembuahan (penyerbukan), sedikit berdaging ketika muda, berwarna hijau kemudian menjadi kuning dan mengering lalu pecah saat masak, dan biasanya berisi tiga biji berwarna hitam (Hasnam, 2006c). Tandan buah dalam satu tanaman berjumlah 3-4 tandan yang terdiri atas tandan dengan buah yang sudah mulai kuning, buah yang masih hijau tapi
4
5 besarnya sudah sempurna, buah masih hijau dengan ukuran buah masih kecil, dan tandan yang masih berbentuk bunga atau malai bunga (Ferry, 2006). Biji berbentuk elips dan berwarna coklat kehitaman (Anonim, 2001). Biji inilah yang banyak mengandung minyak dengan rendemen sekitar 30-40 % (Hariyadi, 2005). Jumlah biji kering yang berkualitas baik adalah 1300-1500 biji/kg, sedangkan yang kurang baik dapat mencapai 2000-2500 biji/kg (Ferry, 2006). Tanaman jarak pagar tumbuh pada 50 °LU–40 °LS, dengan ketinggian 02000 mdpl, suhu udara 18-30 °C, tanah dengan drainase baik, tidak tergenang, dan pH tanah 5.0-6.5 (Hariyadi, 2005). Di Indonesia, daerah yang optimal untuk pertumbuhan dan produksi jarak pagar adalah daerah dengan ketinggian 0-600 mdpl, suhu harian 22-35 °C, curah hujan 500-1500 mm/tahun, dan hari hujan 100120 hari/tahun (Wahid, 2006).
Pembungaan Jarak Pagar Tanaman jarak pagar mulai berbunga setelah berumur 3-4 bulan, sedangkan pembentukan buah mulai pada umur 4-5 bulan (Hariyadi, 2005). Pembungaan dipengaruhi oleh faktor genetik dan faktor lingkungan. Faktor genetik yang mempengaruhi diantaranya potensi tanaman membentuk bunga jantan dan betina, sedangkan faktor lingkungan diantaranya ketersediaan air, suhu udara, cahaya, dan kesuburan tanah (Hartati, 2006). Sebelum membentuk cabang, umumnya dua cabang, tanaman jarak pagar yang berasal dari biji maupun setek terlebih dahulu akan membentuk 60-70 daun. Waktu pembentukan daun adalah tiap 2-3 hari sehingga dibutuhkan waktu selama 4-5 bulan. Pada tiap cabang akan terbentuk 8-10 daun sebelum keluar malai dan seterusnya, diperlukan 8-10 daun keluar sebelum malai kedua terbentuk sehingga selang pembentukan malai berkisar 16-30 hari. Umur daun 60-75 hari, setelah masa tersebut daun akan gugur atau gugur karena kekeringan. Jika kondisi tumbuh baik, biasanya tiap cabang akan terbentuk 3-4 malai atau setelah terbentuk tiga malai akan terbentuk cabang baru. Sedangkan jika kondisi kurang baik, kapsul atau malai akan gugur (Hasnam, 2006d).
5
6 Dalam satu malai biasanya terdapat 100 bunga atau lebih dengan persentase bunga betina 5-10 %. Bunga betina mekar 1-2 hari lebih awal dari bunga jantan dengan masa berbunga selama 3-4 hari, berbeda dengan bunga jantan yaitu hanya 1-2 hari. Lama pembungaan malai adalah 10-15 hari. Puncak pembungaan di Thailand terjadi dua kali yaitu pada awal dan akhir musim hujan atau pada bulan April dan November (Hasnam, 2006c).
Penyerbukan dan Pembuahan Penyerbukan adalah proses jatuhnya polen kepermukaan stigma dengan bantuan angin, air, hewan, atau manusia. Pada tanaman jarak pagar, penyerbukan umumnya dilakukan oleh serangga seperti lalat, lebah (Mahmud, 2006b), dan beberapa serangga famili Apidae (Rumini, 2006a). Polen yang jatuh diatas stigma akan berkecambah dan membentuk tabung polen. Dalam tabung polen terdapat dua inti sperma (inti generatif) dan satu inti vegetatif. Tabung polen akan terus memanjang masuk ke dalam saluran tangkai putik (canalis stylinus) menuju ke ovarium dan kantung embrio. Kedua inti sperma akan melakukan peleburan terhadap satu inti sel telur dan dua inti polar dalam kantung embrio menghasilkan zigot dan endosperm. Peleburan dua inti sperma dengan satu inti sel telur dan dua inti polar disebut pembuahan. Selanjutnya zigot yang terbentuk akan tumbuh menjadi embrio, sedangkan endosperm akan menjadi jaringan yang berisi zat makanan untuk pertumbuhan embrio. Sebelum tumbuh menjadi embrio, umumnya zigot akan beristirahat selama beberapa waktu sehingga dalam 1-2 minggu pertama setelah penyerbukan belum dapat diketahui apakah penyerbukan tersebut gagal atau akan berlangsung dengan pembuahan. Kegagalan penyerbukan dapat disebabkan oleh polen dan sel telur yang steril serta inkompatibilitas polen dan stigma (Darjanto dan Satifah, 1990). Pada penyerbukan buatan, bagian terpenting yang harus diperhatikan adalah cara meletakkan polen dari bunga jantan kepermukaan stigma bunga betina dan menjaga stigma tersebut tidak diserbuki oleh polen dari tanaman lain yang tidak dikehendaki. Secara umum teknik penyerbukan buatan meliputi persiapan, kastrasi, pengumpulan polen, dan penyerbukan (Darjanto dan Satifah, 1990).
6
7 Persiapan penyerbukan dilakukan beberapa hari sebelum kegiatan penyerbukan buatan dilakukan meliputi pengamatan pembungaan, pemilihan bunga jantan dan betina, serta persiapan alat. Kriteria pemilihan bunga betina meliputi bunga yang telah dewasa, tidak rusak, dalam keadaan baik, dan belum mengalami penyerbukan sendiri. Bunga yang telah diseleksi kemudian dilakukan emaskulasi dan ditutup dengan kantong plastik untuk mencegah terjadinya penyerbukan dan gangguan dari luar. Emaskulasi merupakan kegiatan pembuangan semua benang sari (bunga jantan) sebelum antera pecah untuk menghindarkan terjadinya penyerbukan sendiri. emaskulasi dilakukan 1-2 hari sebelum bunga betina mekar (Darjanto dan satifah, 1990). Pengumpulan benang sari dari bunga jantan dilakukan beberapa jam sebelum bunga jantan tersebut mekar karena pada saat tersebut, kepala sari (anther) masih penuh berisi polen dengan viabilitas yang tinggi. Polen yang telah dikemas kemudian disimpan dalam lemari es dengan suhu 2-8°C dan RH 10-50%. Polen tanaman karet (Hevea brasiliensis) dapat disimpan selama 2 minggu dalam ruang bersuhu 6 °C. Penyerbukan dapat dilakukan setelah polen dan alat-alat pendukung disiapkan dengan baik. Polen dilekatkan (dijatuhkan) pada stigma dengan menggunakan pinset atau kapas kemudian dibungkus dengan kantong plastik dan diberi label (Darjanto dan Satifah, 1990). Suhu optimum untuk penyerbukan dan pembuahan jarak pagar adalah 2026 °C (Soenardi, 2000). Pada suhu rendah (<18°C) akan menghambat proses respirasi dan pembentukan buah, sedangkan pada suhu tinggi (>35°C) akan menyebabkan gugur daun, bunga, dan polen akan cepat mengering (Hariyadi, 2005). Curah hujan tinggi (>1.500mm/tahun) dapat mengganggu proses penyerbukan dan pembuahan, sedangkan
pada curah hujan rendah (<500
mm/tahun) akan menyebabkan tanaman kekurangan air (Hariyadi, 2005). Pada fase penyerbukan idealnya mendapat cahaya penuh selama 10 jam per hari. Kondisi tanah yang cukup lembab sangat baik bagi pertumbuhan dan pembuahan, sehingga kuantitas dan kualitas biji yang dihasilkan dapat optimal (Soenardi, 2000).
7
8 Perkecambahan Jarak Pagar Benih jarak pagar termasuk benih ortodoks karena daya berkecambah yang tetap tinggi yaitu sebesar 80 % setelah disimpan selama tiga bulan dalam kondisi kadar air rendah yaitu 6-8 % (Sudjindro, 2006). Benih jarak pagar yang baik adalah yang berasal dari kebun induk atau populasi berproduksi tinggi. Beberapa kriteria tanaman yang berproduksi tinggi adalah tanaman berumur lebih dari 5 tahun dengan pertumbuhan seragam dalam satu ekosistem, bebas dari serangan hama dan penyakit, dalam satu tanaman terdapat tandan bunga, tandan buah muda, tandan buah masak, dan tandan buah kering, serta produktivitas tanaman lebih dari 2 kg/tanaman/tahun. Benih yang baik untuk perkecambahan adalah benih yang berasal dari buah yang dipanen setelah berwarna kuning dan dikeringanginkan di tempat yang teduh, tidak retak, tergores, atau terinfeksi jamur, dan mengeluarkan minyak jika ditekan dengan kuku (Mahmud, 2006c). Pengecambahan jarak pagar dilakukan dalam kantong plastik polietilen dengan menggunakan media pasir dan penyiraman 3 kali seminggu. Tiap kantong plastik berisi 1 benih yang ditanam dengan kedalaman 3 cm. Perkecambahan akan berlangsung 10 hari setelah penanaman (HSP). Kecambah akan tumbuh sepanjang 7-9,5 cm setelah 4 minggu, dan akan meningkat menjadi 8-14 cm setelah 8 minggu (Jepsen, 2003). Perkecambahan dimulai dengan pecahnya kulit benih diikuti dengan munculnya radikula. Setelah pembentukan daun pertama, kotiledon layu kemudian gugur (Heller, 1996). Prawitasari (2007) menjelaskan metode persemaian benih jarak pagar, seperti yang telah diterapkan di Pusat Penelitian Surfaktan dan Bioenergi, yaitu metode pengecambahan pada media kertas. Bahan yang digunakan dalam metode ini adalah bak plastik berukuran 36 x 27.5 x 5 cm, kertas merang, dan air. Dua lembar kertas merang lembab digunakan sebagai alas dan diletakkan pada bak plastik, kemudian benih sebanyak 88 butir disusun diatasnya. Selanjutnya pada bagian atas benih dilapisi dengan selembar kertas merang yang telah dibasahi. Benih dikecambahkan selama 7-10 hari dengan melakukan evaluasi kecambah pada 3-10 HSP. Dalam literatur lain dijelaskan bahwa pengujian daya berkecambah pada benih jarak kepyar (Ricinus communis) dilakukan menggunakan substrat kertas
8
9 atau pasir pada suhu 20-30 °C dengan evaluasi kecambah normal pada hari ke-7 dan ke-14 setelah pengecambahan (ISTA, 1999).
Keberhasilan Reproduksi dan Sistem Perkawinan Keberhasilan reproduksi pada tanaman diartikan sebagai jumlah ovul yang berkembang sempurna menjadi biji yang viabel dan mampu terus bertahan hidup di lingkungan dalam batas waktu tertentu (Wiens et. al, 1987 dan Palar dan Rialdi, 1993). Keberhasilan reproduksi pada tanaman sangat mungkin untuk dianalisa karena tanaman memiliki jumlah dan jenis yang berlimpah dengan penyebaran yang luas dan menghasilkan banyak modul reproduktif seperti bunga dan buah yang dapat menghasilkan progeni yang relatif banyak berupa benih dan relatif mudah untuk dianalisa tanpa mengorbankan tanaman tersebut (Wiens et. al, 1987). Penentuan keberhasilan reproduksi suatu tanaman meliputi penghitungan rasio buah/bunga dan rasio benih/ovul. Tingkat keberhasilan reproduksi pada tanaman sangat bervariasi yang umumnya berkisar antara 0.2-0.9. Faktor pembatas dari keberhasilan reproduksi antara lain adalah faktor lingkungan, efisiensi penyerbukan, serta pola kecenderungan tanaman dalam bereproduksi. Keberhasilan reproduksi suatu tanaman sangat penting diketahui dalam upaya menentukan dan meninjau tingkat adaptivitas tanaman dengan lingkungannya. Hal ini berarti penentuan pengaruh lingkungan tempat tanaman tersebut ditanam terhadap kemampuan tanaman tersebut untuk bereproduksi dan menghasilkan biji yang viabel (Wiens et. al, 1987). Sistem perkawinan diartikan sebagai pola pembentukan pasangan dan perkawinan yang terdapat dalam suatu populasi tanaman (Palar dan Rialdi, 1993). Hal ini berarti bahwa sistem perkawinan adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan pola reproduksi tanaman termasuk tipe fertilisasi, tingkat fertilisasi, dan bagaimana struktur genetik yang mendukung terjadinya perkawinan antar jenis tanaman. Boshier (1992) menyatakan bahwa informasi tentang sistem perkawinan sangat baik digunakan untuk mempelajari populasi genetik suatu tanaman dalam ekosistem tropis, dan merupakan terapan yang sangat penting dalam keberhasilan program pemuliaan melalui persilangan.
9
10 Informasi tentang kompatibilitas organ reproduktif antar tanaman juga diperlukan untuk menentukan sistem perkawinan tanaman tersebut. Untuk menentukan tingkat kompatibilitas tersebut, dapat dilakukan dengan menghitung indeks inkompatibilitas-sendiri (index of self-incompatibility) seperti yang diutarakan oleh Zapata dan Arroyo (1987) yaitu perbandingan persentase antara buah yang dihasilkan dari penyerbukan sendiri (selfing) dengan buah yang dihasilkan dari penyerbukan silang (crossing). Nilai yang dihasilkan dari persamaan tersebut menunjukkan tingkat kompatibilitas antar polen dengan pistil yang viabel dan fertil yaitu nilai IIS=0 mengindikasikan inkompatibel penuh (total self-compatibility), nilai 0
10