4
TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Jarak Pagar Tanaman jarak pagar (Jatropha curcas L.) berasal dari Amerika Tengah. Menurut Priyanto (2007) tanaman jarak pagar termasuk famili Euphorbiaceae dan masih satu keluarga dengan pohon karet dan ubi kayu sehingga karakter biologinya tidak terlalu jauh berbeda. Nurcholis dan Sumarsih (2007) menyatakan bahwa tanaman jarak memiliki percabangan yang tidak teratur dengan ranting bulat dan tebal, kulit batang berwarna keabu-abuan atau kemerah-merahan. Apabila batang ditoreh maka batang mengeluarkan getah seperti lateks, berwarna putih atau kekuning-kuningan. Selain itu, Mahmud et al. (2008) mengemukakan bahwa pertumbuhan batang tanaman jarak pagar tidak berlangsung secara terus menerus tetapi memiliki masa dormansi yang dipengaruhi oleh curah hujan, suhu, dan cahaya. Batang bersifat sukulen (berair) sehingga tanaman jarak pagar toleran terhadap kekeringan. Menurut Priyanto (2007) jarak pagar memiliki nama yang berbeda di setiap daerah. Nama daerah yang menunjukkan tanaman jarak pagar di antaranya: jarak kosat dan jarak budeg (Sunda); jarak gundul dan jarak pager (Jawa dan Bali); kalekhe paghar (Madura); lulu mau, paku kase, dan jarak pageh (Nusa Tenggara); kuman name (Alor); jarak kosta, jarak wolanda, bindalo, bintalo, dan tondo utomene (Sulawesi); serta ai huwa kamala, balacai, dan kadoto (Maluku). Daun jarak pagar bertipe tunggal dan terletak pada buku batang yang dihubungkan oleh tangkai daun, sehingga susunan atau tata letak daun (filotaksis) jarak pagar disebut tersebar (folia sparsa). Bentuk daun jarak pagar pada dasarnya bulat (Tjitrosoepomo, 1985). Menurut Santoso (2009), pada tepi daun terdapat lekuk yang tidak terlalu dalam seolah membentuk jari sehingga daun jarak pagar berbentuk menjari dan agak membulat. Jumlah lekukan tersebut berkisar 5 – 7. Warna daun jarak pagar umumnya hijau muda bahkan ungu pada saat berumur muda, kemudian menjadi hijau saat dewasa dan kembali menjadi hijau muda agak kekuningan setelah tua. Raden et al. (2008) menyatakan bahwa tanaman jarak pagar memiliki rumus filotaksi 5/13 artinya terdapat 5 garis spiral yang melingkar
5 cabang atau batang dan melewati 13 daun untuk mencapai daun yang tegak lurus dengan daun permulaan dan membentuk angular divergence (sudut antar daun) 1380 . Arah spiral ada dua, yaitu searah dan berlawanan arah dengan jarum jam. Gambar 1 menunjukkan filotaksis daun tanaman jarak pagar.
Gambar 1. Filotaksis daun tanaman jarak pagar tampak dari atas Bunga jarak pagar merupakan bunga berumah satu (monoecious) dan uniseksual tetapi kadang-kadang ditemukan bunga hermaprodit. Bunga terdiri atas bunga jantan dan bunga betina. Bunga jantan memiliki 8 – 10 tangkai sari, kepala sari berwarna krem-kuning. Bunga betina memiliki 3 tangkai putik yang berwarna hijau (Mahmud et al., 2008). Setiap malai terdapat bunga jantan dan bunga betina. Ukuran bunga betina lebih besar daripada bunga jantan (Nurcholis dan Sumarsih, 2007). Prihandana dan Hendroko (2006) menyatakan bahwa buah jarak pagar berbentuk oval, berupa buah kotak, dan berdiameter 2 – 4 cm. Berwarna hijau ketika masih muda dan kuning jika sudah matang. Pembentukan buah membutuhkan waktu selama 90 hari dari pembungaan sampai matang. Buah jarak pagar matang tidak serentak. Satu tandan buah jarak pagar biasanya terdapat bunga, buah muda, serta buah yang sudah kering. Perbanyakan tanaman jarak pagar dapat dilakukan secara generatif menggunakan benih maupun secara vegetatif dengan setek batang. Benih yang berkecambah normal mempunyai 5 akar tunggang, dari masing-masing akar tunggang akan muncul akar lateral. Tanaman jarak pagar yang diperbanyak
6 menggunakan setek batang hanya mempunyai akar lateral (Nurcholis dan Sumarsih, 2007).
Ekologi Tanaman Jarak Pagar Jarak pagar membutuhkan curah hujan paling sedikit 600 mm per tahun untuk tumbuh baik dan jika curah hujan kurang dari 600 mm per tahun maka tanaman jarak pagar tidak dapat tumbuh, kecuali dalam kondisi tertentu seperti di Kepulauan Cape Verde, meskipun curah hujan hanya 250 mm per tahun tetapi kelembaban udaranya sangat tinggi (rain harvesting). Daerah-daerah dengan kelengasan tanah (jumlah air dalam tanah) yang rendah tidak menjadi faktor pembatas, jarak pagar dapat berproduksi sepanjang tahun tetapi tidak dapat bertahan dalam kondisi tanah jenuh air. Tanaman ini tumbuh pada ketinggian 0 – 1 700 m di atas permukaan laut (dpl) dengan suhu 11 – 38 oC. Jarak pagar tidak tahan cuaca yang sangat dingin dan tidak sensitif terhadap panjang hari. Tanaman jarak pagar tidak dijumpai di daerah-daerah Amazon yang basah. Sebagai tanaman yang dapat beradaptasi dengan baik pada kondisi-kondisi arid dan semi-arid (xerophytic), jarak pagar dapat bertahan dari kekeringan selama tiga tahun berturut-turut dengan menggugurkan daunnya untuk mengurangi transpirasi (Mahmud et al.,2008). Produksi biji akan lebih banyak pada musim kemarau. Suhu rendah dan kelembaban tinggi atau hujan pada saat pembungaan dan pembuahan dapat menurunkan produksi. Tanaman ini memerlukan penyinaran matahari secara langsung sehingga tidak boleh ternaungi (Nurcholis dan Sumarsih, 2007). Meskipun iklim kering meningkatkan kadar minyak biji, masa kekeringan yang berkepanjangan akan menyebabkan pertumbuhannya terhambat dan di daerah yang sangat kering umumnya tidak lebih dari 2 – 3 m tingginya. Sebaliknya pada daerah-daerah basah dengan curah hujan yang terlalu tinggi, pertumbuhan vegetatifnya lebat tetapi pembentukan bunga dan buah kurang. Sementara itu, di daerah Banten khususnya di Desa Cikeusik, Malingping dengan curah hujan 2 500 – 3 000 mm/tahun, umumnya ditemukan tanaman jarak pagar yang
7 memiliki bunga, buah muda, buah tua, dan buah kering dalam satu cabang (Mahmud et al., 2008). Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan (Puslitbang Perkebunan) telah memilih wilayah pengembangan jarak pagar sesuai dengan kondisi iklim yang ada di Indonesia menjadi tiga, yaitu daerah basah atau sangat basah, daerah sedang, dan daerah kering sampai sangat kering. Daerah basah atau sangat basah adalah daerah yang memiliki bulan basah (curah hujan ≥ 100 mm/bulan) terjadi selama ≥ 10 bulan berturut-turut, daerah sedang dengan bulan basah 6 – 9 bulan berturut-turut, dan daerah kering sampai sangat kering dengan bulan basah ≤ 5 bulan (Mahmud et al., 2008). Tanaman jarak pagar dapat tumbuh pada semua jenis tanah, tetapi pertumbuhan yang lebih baik pada tanah-tanah ringan atau lahan-lahan dengan drainase dan aerasi yang baik. Tanaman ini dapat tumbuh pada daerah-daerah berbatu, berlereng pada perbukitan, sepanjang saluran air, dan batas-batas kebun (Mahmud et al., 2008). Menurut Okabe dan Somabhi dalam Mahmud et al. (2008), tanaman jarak pagar yang ditanam pada tanah bertekstur lempung berpasir memberikan hasil biji tertinggi daripada tanah bertekstur lainnya. Selanjutnya Jones dan Miller dalam Mahmud et al. (2008) mengemukakan meskipun jarak pagar terkenal dapat tumbuh dengan baik di tanah yang dangkal, berkerikil, berpasir, dan berliat, tetapi di tanah yang tererosi berat pertumbuhannya kerdil. Menurut Mahmud et al. (2008) tanaman jarak pagar yang perakarannya sudah berkembang dapat toleran terhadap kondisi tanah-tanah masam atau alkalin, terbaik pada pH tanah 5.5 – 6.5. Pitono et al. (2008) menyatakan bahwa peningkatan kemasaman tanah nyata menghambat pertumbuhan jarak pagar. Pertumbuhan vegetatif (tinggi tanaman, luas daun, dan diameter batang) pada pH 4.4 hanya mencapai 30 – 50 % dari nilai pertumbuhan pada pH 6.0. Nilai pH tanah < 5.0 berpotensi menurunkan pertumbuhan jarak pagar. Hasil penelitian Pitono et al. (2008) kesuburan tanah yang kurang, nyata menurunkan pertumbuhan dan produksi jarak pagar. Penanaman tanpa pemupukan menurunkan pembentukan jaringan daun hampir 85 % dari nilai bila jarak pagar dipupuk 400 kg urea/ha, 250 kg SP-36/ha, dan 250 kg KCl/ha. Demikian pula penampilan hasil yang memperlihatkan pengaruh yang sama
8 apabila mengalami kekurangan asupan hara. Hasil panen aktual jarak pagar tergantung pada tingkat kesuburan tanah, sehingga penting dipertimbangkan dalam pengembangan budidaya jarak pagar.
Kandungan dan Manfaat Tanaman Jarak Pagar Biji jarak pagar mengandung minyak lebih dari 40 %. Minyak jarak pagar dapat diolah menjadi biodiesel. Selain itu, biji jarak pagar juga dapat digunakan untuk membuat sabun dan pestisida. Bungkil biji jarak (setelah diambil minyaknya) dapat digunakan sebagai pupuk organik yang kaya unsur hara nitrogen (N), fosfor (P), dan kalium (K) (Nurcholis dan Sumarsih, 2007). Menurut Hambali (2006), minyak dari biji jarak pagar dapat diekstrak dengan cara mekanik maupun ekstraksi dengan pelarut seperti heksan. Minyak jarak pagar memiliki komposisi trigliserida yang mengandung asam lemak oleat dan linoleat. Selain untuk biodiesel, minyak jarak pagar juga dapat dimanfaatkan untuk bahan baku produk sabun. Produk samping hasil produksi biodiesel yaitu gliserol dapat pula dimanfaatkan sebagai bahan baku pada proses pembuatan sabun. Bagian lain dari tanaman jarak pagar juga mempunyai banyak manfaat. Daunnya dapat digunakan sebagai makanan ulat sutra dan untuk fumigasi kutu. Ekstrak daun juga bersifat antiseptik. Getahnya mengandung jatrophine yang berkhasiat antikanker, selain digunakan untuk mengobati penyakit kulit dan reumatik. Kulit batang dapat digunakan sabagai pewarna kain alami, namun harus hati-hati karena cairan kulit batang ini dapat meracuni ikan. Akar digunakan sebagai penawar gigitan ular. Sementara polen dan nektar bunga bermanfaat sebagai makanan bagi lebah madu (Nurcholis dan Sumarsih, 2007). Priyanto (2007) menyatakan bahwa biji jarak pagar memiliki kandungan minyak yang tinggi. Beberapa penelitian menyebutkan dalam satu daging biji terkandung sekitar 30 % minyak straight jatropha oil (SJO) dan 70 % sisanya berupa ampas. Kandungan minyak yang tinggi pada biji jarak pagar menyebabkan biji jarak mudah diekstraksi. Selanjutnya Mahmud et al. (2008) menambahkan bahwa kandungan minyak jarak pagar pada buah yang berwarna kuning
9 sebesar 30.32 %, buah berwarna hitam sebesar 31.47 %, dan tiga tingkat buah tua dengan kulit berwarna hijau tua dan biji berwarna hitam memiliki kandungan minyak sebesar 20.70 %.
Keragaman Tanaman Jarak Pagar Keragaman fenotipik yang terlihat dan terdapat dalam satu jenis spesies disebabkan oleh faktor lingkungan dan genotipe. Keragaman sebagai akibat faktor lingkungan dan genetik umumnya berinteraksi satu sama lain dalam mempengaruhi penampilan fenotipik tanaman. Tanaman jarak pagar merupakan tanaman menyerbuk silang sehingga sering terjadi persilangan bebas antara tanaman dalam suatu populasi atau antara populasi sehingga turunannya akan sangat bervariasi (Santoso, 2009). Susantidiana et al. (2009) menyatakan bahwa aksesi jarak pagar tersebar di berbagai wilayah Indonesia dan diperkirakan memiliki keragaman genetik yang tinggi. Menurut Hartati (2008b) berdasarkan hasil pengamatan pada tanaman jarak pagar di lokasi uji multilokasi di Kebun Pakuwon, Sukabumi, menunjukkan adanya perbedaan penampilan di lapangan meliputi umur mulai berbunga, jumlah infloresen, jumlah tandan per tanaman, jumlah buah per tandan, dan jumlah buah per tanaman. Populasi IP-1M, menunjukkan umur berbunga yang bervariasi mulai 180 hari hingga lebih dari 240 hari dengan jumlah kapsul bervariasi dari 0 – 45 kapsul per tanaman. Populasi IP-1A, umur berbunga bervariasi mulai 99 hari hingga 133 hari dengan jumlah kapsul bervariasi dari 0 – 172 kapsul per tanaman, sedangkan pada IP-1P umur berbunga bervariasi mulai dari 80 hari hingga 177 hari dengan jumlah kapsul bervariasi mulai dari 4 – 79 kapsul per tanaman. Keragaman yang tinggi telah diamati diantara populasi tanaman jarak pagar yang berasal dari Afrika Barat dan Timur, Amerika Utara dan Tengah serta Asia, yang meliputi karakter bobot biji bervariasi (0.49 – 0.86 gram/biji), persentase berat kernel (54 – 64 %), kandungan protein kasar (19 – 31%), dan kandungan minyak (43 – 59 %). Selain itu dilaporkan adanya interaksi antara faktor genotipe dan lingkungan (genotipe by environment interaction) yang mempengaruhi
10 keragaan dari berbagai karakter yang diamati pada populasi tanaman jarak pagar yang dievaluasi tersebut (Makkar et al. dalam Setiawan et al., 2008). Hasil analisis provenan yang dilakukan di Senegal juga menunjukkan bahwa plasma nutfah jarak pagar mempunyai keragaman untuk karakter jumlah buah (kapsul), berat kapsul, jumlah biji, dan berat biji per tanaman (Heller dalam Setiawan et al., 2008). Hasil penelitian Mulyani (2007) menunjukkan bahwa berdasarkan pengamatan dan perkembangan tanaman jarak pagar dibeberapa lokasi yaitu Kebun Induk Jarak Pagar (KIJP) Pakuwon di Kabupaten Sukabumi, Desa Cibogo di Kabupaten Subang, dan Desa Nagarajati di Kabupaten Ciamis, pertumbuhan vegetatif tanaman jarak pagar sangat bervariasi meskipun waktu penanaman bersamaan. Hal ini dapat disebabkan sumber benih yang digunakan memiliki variasi yang cukup besar. Benih yang berbeda menyebabkan pertumbuhan yang berbeda. Penanaman di KIJP Pakuwon umumnya menggunakan sumber benih yang berasal dari KIJP Pakuwon. Meskipun benih seragam, tetapi pertumbuhan di lapangan sangat bervariasi, kemungkinan karena faktor-faktor lingkungan seperti ada tidaknya naungan, pemeliharaan, kondisi tanah atau air (dekat dengan sumber air, cekungan, lahan berlereng), dan tingkat kesuburan tanahnya. Menurut Allard (1991), keragaman yang terus menerus dan terputus telah diamati dalam sifat tinggi yang menunjukkan bahwa perbedaan sifat kualitatif dan kuantitatif tidaklah mutlak. Sifat tinggi sebenarnya adalah sifat kuantitatif tetapi strain pendek atau raksasa tergantung pada perbedaan gen tunggal yang telah ditemukan melalui penelitian yang dilakukan dalam semua atau hampir seluruh spesies tanaman. Dalam kenyataanya, perbedaan antara sifat kualitatif dan kuantitatif tidak begitu tergantung pada besarnya efek dari individu gen. Gen-gen tidak dapat menyebabkan berkembangnya suatu karakter kecuali mereka berada pada lingkungan yang sesuai, dan sebaliknya tidak ada pengaruh terhadap berkembangnya suatu karakter dengan mengubah tingkat keadaan lingkungan kecuali gen yang diperlukan ada. Susantidiana et al. (2009) menyatakan bahwa informasi mengenai keragaman genetik yang dimiliki oleh aksesi jarak pagar sangat dibutuhkan untuk mengetahui kekerabatan dari aksesi tersebut.
11 Plasma nutfah yang berkerabat jauh dibutuhkan dalam menentukan tetua persilangan untuk merakit varietas hibrida. Perbedaan penampilan individu tanaman jarak pagar disamping disebabkan oleh susunan genetik yang berbeda sebagai akibat penyerbukan silang, juga dapat disebabkan oleh kondisi lingkungan yang berbeda (Hartati, 2008a). Kaushik et al. dalam Setiawan et al. (2008) melaporkan bahwa terdapat variasi ukuran benih, berat 100 benih, dan kandungan minyak pada 24 aksesi yang dikoleksi dari berbagai agroklimat yang berbeda di propinsi Haryana, India. Tingginya koefisien fenotipik dibanding koefisien korelasi genotipik menunjukkan besarnya pengaruh lingkungan. Heritabilitas yang tinggi pada kandungan minyak menunjukkan bahwa adanya aksi gen aditif. Berat benih berkorelasi positif dengan panjang benih dan kandungan minyak.
Komponen Pertumbuhan dan Produksi Usaha budidaya tanaman merupakan suatu kegiatan penting dalam kelangsungan hidup manusia yang menggunakan hasil tanaman sebagai bahan makanan utama dan untuk banyak keperluan lainnya. Tujuan akhir dari setiap kegiatan budidaya tanaman adalah untuk mendapatkan hasil yang setinggi mungkin baik dari segi kuantitas maupun kualitas berupa organ vegetatif maupun organ generatif. Akibatnya, banyak orang yang hanya memberikan perhatian pada organ yang dipanen. Menurut Sitompul dan Guritno (1995), salah satu aspek penting yang perlu diperhatikan dalam sistem tanaman yang berhubungan dengan hasilnya adalah proses pertumbuhan. Hasil tanaman yang dipanen atau keseluruhan tubuh tanaman tidak terbentuk secara tiba-tiba. Pertumbuhan adalah proses dalam kehidupan tanaman yang mengakibatkan perubahan ukuran tanaman semakin besar dan juga menentukan hasil tanaman. Pertumbuhan berfungsi sebagai proses yang mengolah masukan substrat dan menghasilkan produk pertumbuhan. Proses
metabolisme
tanaman
berkaitan
dengan
pembentukan
dan
perkembangan organ tanaman berupa organ generatif dan organ vegetatif (Lakitan, 1993). Daun merupakan suatu bagian tumbuhan yang penting dan pada
12 umumnya tiap tumbuhan memiliki sejumlah besar daun. Hal ini karena daun memiliki fungsi sebagai pengambil zat-zat makanan, pengolah zat makanan, penguapan air, dan pernafasan. Batang juga merupakan organ tumbuhan yang sangat penting karena batang berfungsi sebagai pendukung bagian tanaman yang berada di atas tanah dan sebagai pengangkutan air dan zat makanan dari bawah ke atas (Tjitrosoepomo, 1985). Hartati et al. (2009) menyatakan bahwa pada tanaman jarak pagar, dukungan karakter vegetatif yang baik sangat diperlukan untuk mendapatkan hasil buah yang banyak. Karakter tinggi tanaman pada jarak pagar diketahui berkorelasi sangat nyata dengan jumlah tandan buah yang dihasilkan per tanaman dan hasil biji. Meskipun berkorelasi dengan hasil, tanaman jarak pagar yang terlalu tinggi tidak menguntungkan karena akan menyulitkan proses pemanenan buah. Pengaturan tinggi tanaman jarak pagar dapat dilakukan dengan perlakuan pemangkasan. Perbanyakan tanaman jarak pagar dengan setek batang akan memperoleh hasil perbanyakan tanaman yang memiliki karakter identik dengan tanaman induknya. Faktor fisik seperti panjang setek dan diameter setek merupakan hal yang harus diperhatikan karena berpengaruh terhadap kemampuan bahan setek membentuk akar. Panjang dan diameter setek yang baik untuk tanaman berbeda satu dengan yang lainnya (Santoso et al., 2008). Menurut penelitian Santoso et al. (2008), pertumbuhan bibit tanaman jarak pagar yang berasal dari setek batang bervariasi tergantung pada perbedaan ukuran panjang maupun diameter bahan setek batang yang digunakan. Bibit jarak pagar dengan daya adaptasi yang baik setelah tanaman jarak pagar dipindahkan ke lapang diperoleh apabila perbanyakan tanaman jarak pagar secara vegetatif dilakukan dengan menggunakan setek batang berukuran panajng berkisar 20 – 30 cm dengan diameter 2.5 – 3.0 cm atau dengan setek batang berdiameter 2.0 – 2.4 cm atau 2.5 – 2.9 cm dengan panjang 30 cm. Jumlah daun tertentu diperlukan suatu tanaman untuk mencapai fase dewasa dan kemudian memasuki fase generatif. Daun-daun tersebut mendukung pertumbuhan dan perkembangan organ generatif seperti bunga dan buah. Pembentukan dan perkembangan bunga dan dilanjutkan perkembangan buah pada
13 percabangan sekunder maupun tersier diperlukan pembentukan daun yang jumlahnya lebih sedikit dibandingkan jumlah daun yang terbentuk saat pendukung pembungaan dan pembuahan pada cabang primer maupun cabang utama. Jumlah daun pada percabangan sekunder yang terbentuk berkisar antara 4 – 14 helai daun, sedangkan pada percabangan tersier diperlukan daun sekitar 4 – 10 helai daun untuk dapat mendukung pembentukan bunga dan perkembangan buah selanjutnya (Santoso, 2009).