3
TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Jarak Pagar Indonesia memiliki berbagai jenis tanaman jarak antara lain jarak kepyar (Ricinus communis), jarak bali (Jatropha podagrica), jarak ulung (Jatropha gossypifolia L.), dan jarak pagar (Jatropha curcas L.). Diantara jenis tanaman jarak tersebut yang memiliki potensi sebagai penghasil bahan bakar (biofuel) adalah jarak pagar (Jatropha curcas) karena biji jarak pagar memiliki kadar minyak berkisar 28-30% (Hambali et al., 2007). Jarak pagar sudah lama dikenal oleh masyarakat sebagai tanaman obat dan penghasil minyak lampu, bahkan sewaktu penjajahan Jepang minyaknya diolah untuk bahan bakar pesawat terbang (Mahmud et al., 2006). Jarak pagar merupakan tanaman toleran kekeringan, dan tumbuh dengan cepat, sehingga dapat digunakan untuk mereklamasi lahan-lahan tererosi atau sebagai pagar hidup di pekarangan dan kebun karena tidak disukai oleh ternak. Tanaman ini termasuk tanaman yang serbaguna karena seluruh bagian tanamannya dapat dimanfaatkan, mulai dari akarnya yang dapat digunakan sebagai penawar gigitan ular, kulit batang yang dapat dijadikan pewarna kain alami, getah mengandung jatriphine yang merupakan zat anti kanker dan mengobati rematik, daunnya sebagai antiseptik dan makanan ulat sutra, hasil samping dari ekstraksi minyak biji jarak pagar yaitu bungkil biji dapat dijadikan pupuk organik (Nurcholis dan Sumarsih, 2007). Jarak pagar berasal dari daerah tropis di Meksiko, Amerika Tengah. Jarak pagar dibawa ke Indonesia dan ditanam-paksakan di era penjajahan Jepang, karena akan dijadikan BBN oleh tentara Jepang. Jarak pagar menyebar di Indonesia, terbukti dengan terdapat berbagai nama lokal (daerah) antara lain, jarak kosta dan jarak budge (Sunda); jarak gundul dan jarak pager (Jawa); kalekhe pagar (Madura); jarak pager (Bali); lulu mau, paku kese, dan jarak pageh (Nusa Tenggara); kuman nema (Alor); jarak kosta, jarak wolanda, bindalo, bintalo, dan tondo utomene (Sulawesi); serta ai huwa kamala, balacai, dan kadoto (Maluku) (Priyanto, 2007).
4 Tanaman jarak pagar termasuk dalam famili Euphorbiaceae, dengan ciriciri hampir semua bagian tubuhnya mengandung getah, berupa perdu dengan tinggi 1-7 m, bercabang tidak teratur, dan batangnya berkayu berbentuk silindris (Tjitrosoepomo, 2007). Tanaman jarak berdaun tungal berlekuk dan bersudut tiga atau lima. Panjang daun berkisar antara 5-15 cm dengan tulang daun menjari. Buah tanaman jarak berupa buah kotak berbentuk bulat telur dengan diameter 2-4 cm. Panjang buah 2 cm dengan ketebalan sekitar 1 cm. Buah jarak terbagi menjadi tiga ruang, masing-masing ruang berisi satu biji. Biji berbentuk bulat lonjong dan berwarna hitam ketika masak (Hariyadi, 2005). Jarak pagar dapat tumbuh di dataran rendah sampai ketinggian sekitar 1000 m dpl, dengan curah hujan berkisar antara 300 – 2 380 mm/tahun. Suhu yang sesuai untuk pertumbuhan tanaman jarak adalah 20-260C. Tanaman jarak memiliki sistem perakaran yang mampu menahan air sehingga tahan terhadap kekeringan. Tanaman ini dapat tumbuh di atas tanah berpasir, tanah berbatu, tanah lempung, atau tanah liat. Tanaman ini juga beradaptasi pada tanah yang kurang subur, memiliki drainase baik, tidak tergenang, dan pH tanah 5,0-6,5 (Mahmud et al., 2006). Penelitian Sudaryono dan Mawardi (2006) menyebutkan bahwa jarak pagar juga berpotensi untuk menyerap logam berat kromium (Cr) sehingga dapat digunakan untuk revegetasi lahan bekas tambang. Jarak pagar (Jatropha curcas L.) dikenal sebagai tanaman yang beracun dan dapat digunakan sebagai pestisida. Tetapi hasil penelitian menunjukkan adanya beberapa hama dan penyakit telah menyerang tanaman ini dan bahkan dapat menimbulkan kerugian ekonomis pada perkebunan jarak pagar. Hama yang dapat menimbulkan kerusakan tanaman yang besar pada perkebunan jarak pagar diantaranya adalah: 1) Ulat tanah dan Agrothis spp menyerang tanaman muda, 2) Spodoptera litura, Helicoverpa armigera, Valanga nigricornis, Nezara viridula, Crysochoris javanus, Tetranychus sp., Parasa lepida, dan Ferrisia virgata menyerang bagian daun, 3) Chrysochoris javanus menyerang buah, dan 4) Ostrinia fumacalis menyerang cabang dan batang jarak pagar (Dadang, 2006). Penyakit yang turut merusak tanaman jarak pagar adalah cendawan Oidium sp yang menginfeksi batang, daun, bunga dan buah. Cendawan Botrytis ricini penyebab busuk botrytis pada bakal bunga, cendawan Rhizoctonia solani yang
5 menyebabkan kanker pada batang, Fusarium solani yang menyebabkan nekrotik (kematian jaringan) pada batang dan fitoplasma yang menyebabkan penyakit witche’s broom (Suastika, 2006). Perbanyakan jarak pagar dapat dilakukan secara vegetatif maupun generatif. Secara vegetatif dapat dilakukan dengan menggunakan stek. Tanaman jarak pagar dapat diperbanyak dengan stek batang atau stek pucuk. Penggunaan stek sebagai bahan perbanyakan dapat dilakukan dengan cara menanam langsung di kebun (stek batang) atau pada lokasi pembibitan (stek pucuk dan stek batang) (Wawo, 2010). Bila dipelihara dengan baik, tanaman jarak pagar dapat hidup lebih dari 20 tahun. Produktivitas tanaman jarak berkisar antara 2-4 kg biji/pohon/tahun. Produksi akan stabil setelah tanaman berumur lebih dari 5 tahun. Dengan tingkat populasi tanaman 2 500 pohon/ha maka tingkat produktivitas antara 5-10 ton biji/ha. Bila rendemen minyak sebesar 30 % maka setiap hektar lahan dapat diperoleh minyak 1.5-3 ton minyak/ha/tahun (Hambali, 2007).
Pembungaan Jarak Pagar Morfologi Bunga Bunga jarak pagar tersusun dalam malai yang berbentuk dikasium berganda (Raju dan Ezradanam, 2002). Bentuk malai seperti ini mempunyai ciriciri tiap bunga bertangkai, melekat pada tangkai malai, terbentuk pada ujung setiap tangkai utama, dan cabang malai bercabang lagi seperti tangkai utama bercabang (Tjitrosoepomo, 2007). Bunga jarak pagar mempunyai lima sepal dan lima petal yang berwarna hijau kekuningan. Jarak pagar merupakan tanaman berumah satu (monoecious) yaitu bunga jantan dan bunga betina terdapat pada struktur yang berbeda tetapi masih dalam satu tanaman. Bunga jantan memiliki 10 benang sari yang tersusun dalam dua lingkaran yang masing-masing berisi lima benang sari yang menyatu berbentuk tabung. Bunga betina memiliki tiga tangkai putik (stilus) yang melekat pada ujung ovarium dan setiap tangkai putik mempunyai kepala putik di ujung stilus yang bercabang dua sehingga terdapat enam cabang (Ahmad, 2008).
6 Bunga jantan dan betina dapat dibedakan terutama berdasarkan bagian bunga, ukuran, bentuk atau waktu mekar. Bunga jantan memiliki benang sari yang berwarna kuning, ukuran bunga jantan lebih kecil daripada bunga betina dengan bentuk kuncup bunga bulat, sementara bunga betina memiliki putik yang berwarna hijau dengan ukuran kuncup lebih besar dari pada bunga jantan. Kadang kala muncul bunga hermafrodit yang berbentuk cawan berwarna hijau kekuningan. Hasnam (2006) menyatakan bahwa di Jawa barat rasio bunga betina dan jantan jarak pagar adalah 1:16 per malai ; Suherman (2009) 1:9; Nurnasari dan Djumali (2010) 1:15 per malai serta Rianti et al. (2010) 1:33 per malai. Tahap Perkembangan Bunga Utomo (2008) mengelompokkan tahap perkembangan bunga jarak pagar dengan empat fase yaitu: 1) fase kuncup, 2) fase mekar, 3) fase rontok dan 4) fase pembentukan buah. Fase kuncup merupakan tahap perkembangan kuncup bunga, saat bunga jarak pagar mulai muncul pada tanaman yang berumur 3-4 bulan setelah tanam. Fase awal pembungaan jarak pagar dimulai dengan pembentukan kuncup pada ujung tunas terminal, kuncup bunga meruncing dengan dikelilingi struktur menyerupai daun kecil berjumlah antara 3-10 helai, pada bagian bawah masing-masing kuncup bunga sudah terbentuk tangkai. Jumlah kuncup bervariasi sekitar 1-7 kuncup. Pada bulan April – Agustus 2007, di Kebun Induk Jarak Pagar (KIJP) Pakuwon fase ini berlangsung 2-6 hari. Kuncup bunga membesar dan lebih bulat dalam 3-7 hari. Perkembangan kuncup terjadi dengan cepat disertai terbentuknya cabang-cabang malai, sehingga kuncup individu bunga mulai tampak. Jumlah kuncup yang terbentuk dalam satu malai bervariasi antara 50-190 kuncup. Struktur menyerupai daun kecil yang terlihat awal munculnya kuncup berangsur-angsur berubah menjadi kelopak. Fase mekar, memasuki fase ini umumnya kuncup bunga yang berada di ujung malai utama mekar lebih dahulu dari pada kuncup lain. Kuncup bunga betina atau hermafrodit yang akan mekar didahului dengan ujung stigma menembus mahkota yang masih menutup. Bunga hermafrodit mekar antara pukul 07.00-08.30, saat cuaca cerah. Antera bunga hermafrodit pecah hampir bersamaan waktunya dengan antera pada bunga jantan. Ujung mahkota bunga betina mulai membuka antara pukul 07.00-08.00 dan mekar penuh antara pukul 08.00-09.00, saat cuaca cerah. Sekitar pukul 09.00-10.00 tepat
7 didasar bunga betina dijumpai nektar yang cukup banyak dan menarik serangga untuk hinggap. Fase rontok, menjelang rontok bunga jantan akan menghitam termasuk mahkota, kelopak, antera, dan tangkainya, bunga menjadi mengkerut dan rontok pada 3-4 hari setelah mekar. Bunga betina atau hermafrodit meskipun mahkotanya layu atau rontok, umumnya pistil masih segar hingga membentuk buah. Fase pembentukan buah ditandai dengan pembesaran ovarium yang mulai dapat diamati pada 4-5 hari setelah antesis (HSA). Masa Berbunga Mahmud (2006) menyatakan bahwa malai terdiri atas 100 bunga atau lebih, yang terdiri atas bunga jantan dan bunga betina atau bunga jantan dan bunga hermafrodit. Bunga betina mekar 1-2 hari lebih dahulu dari bunga jantan dengan jangka pembungaan 10-15 hari per malai. Bunga betina jarak pagar memasuki masa reseptif ketika telah mekar sempurna, stigma jarak pagar memiliki masa reseptif tiga hari. Semua bunga dalam malai mekar dalam 11 hari. Biasanya bunga yang tidak terserbuki akan rontok dalam empat hari. Ketika bunga mekar maka di dasar bunga akan muncul nektar yang menarik serangga. Penyerbukan bunga jarak pagar dibantu oleh serangga. Beberapa jenis serangga yang sering mengunjungi bunga jarak adalah semut, kupu-kupu, ngengat, dan kumbang. Penelitian Raju dan Ezradanam (2002) di India menunjukkan bahwa pengunjung bunga jantan jarak pagar paling tinggi adalah semut (61%) diikuti oleh lebah (34%) dan lalat (5%). Pada bunga betina persentase kunjungan ketiga serangga tersebut secara berturut-turut sebesar 70%, 28%, dan 2% dari total kedatangannya. Lebah dan ngengat mengumpulkan polen dan nektar dari sejumlah bunga jantan yang dikunjungi, sedangkan semut dan ngengat hanya mengumpulkan nektar saja, baik dari bunga jantan maupu bunga betina. Pengaruh Hormon terhadap Kelamin Bunga Perubahan tunas vegetatif menjadi tunas generatif merupakan perubahan yang sangat besar, karena struktur jaringan keduanya berbeda. Perubahan yang besar ini merupakan cerminan dari aktivasi skelompok gen yang berperan dalam pembentukan bunga dan penghambatan kelompok gen yang berperan dalam perkembangan organ vegetatif.
8 Senyawa kimia tertentu (substrat) dapat dikonversi menjadi morfogen vegetatif (mv) atau morfogen pembungaan (mf), tergantung enzim atau kelompok enzim yang terpacu aktivitasnya. Jika enzim vegetatif (ev) yang terpacu aktivitasnya, maka morfogen vegetatif akan terakumulasi; sebaliknya jika enzim pembungaan (ef) yang terpacu aktivitasnya, maka morfogen pembungaan yang akan terakumulasi. Morfogen vegetatif yang terakumulasi akan menghambat aktivitas enzim pembungaan. Demikian sebaliknya, morfogen pembungaan akan berperan menghambat aktivitas enzim vegetatif (Lakitan, 1996). Salah satu subtrat yang dimaksud adalah hormon pembungaan. Hormon tersebut diproduksi oleh tanaman namun pada beberapa spesies, aktivitasnya perlu dipicu oleh senyawa eksogen yang disebut zat pengatur tumbuh (Srivastava, 2002). Zat pengatur tumbuh yang dapat digunakan untuk memicu pembungaan salah satunya dari golongan sitokinin. Penelitian yang dilakukan oleh Pan dan Xu (2010) di China, menunjukkan peningkatan jumlah bunga betina pada malai jarak pagar yang diberi perlakuan 6-Benzyladenin (BA). Penelitian lainnya yang dilakukan oleh Kartika (2011) di Citereup, Bogor terdapat golongan sitokinin lain yaitu Benzyl Amino Purin yang lebih mudah diperoleh dan murah juga dapat meningkatkan jumlah bunga betina/hermafrodit pada jarak pagar aksesi Dompu. Pertumbuhan dan Perkembangan Buah Pembentukan buah pada jarak pagar memerlukan waktu 90 hari dari pembungaan sampai biji masak (Hartati, 2007). Menurut Hambali (2007) biji masak dicirikan dengan kulit buah berubah warna dari hijau muda menjadi kuning kecoklatan atau hitam dan mengering. Ciri lainnya yaitu kulit buah terbuka sebagian secara alami. Ketika kulit buah membuka, berarti biji dibagian dalam telah masak. Kandungan minyak biji jarak pagar berubah sesuai dengan tingkat kemasakannya. Penelitian yang dilakukan oleh Hartono dan Wanita (2007) menunjukkan bahwa pengaruh tingkat kemasakan dan waktu panen buah jarak pagar dari masa antesis berpengaruh nyata terhadap kadar minyak biji jarak pagar (crude jatropha oil). Berdasarkan warna kulitnya, biji jarak pagar memiliki kandungan minyak paling tinggi pada buah yang telah berwarna hitam, dengan
9 kandungan minyak sebesar 23,68%, sedangkan terendah ditemui pada buah yang masih berwarna hijau dengan kadar minyak sebesar 10,93%. Berdasarkan umur buah setelah antesis, buah jarak pagar yang dipanen pada umur 50 hari setelah antesis memiliki kandungan minyak tertinggi sebesar 26.91% dan terendah ditemui ketika buah dipanen saat umur 35 hari setelah antesis kadar minyaknya sebesar 15.19%. Tingkat kemasakan buah jarak pagar juga berpengaruh terhadap mutu benih yang dihasilkannya. Menurut Adikarsih dan Hartono (2007) benih jarak pagar dengan mutu terbaik diperoleh ketika buah dipanen saat berwarna kuning atau dipanen setelah buah berumur 50 hari setelah antesis. Benih jarak pagar yang dipanen saat buahnya berwarna kuning menghasilkan benih yang memiliki vigor dan viabilitas terbaik. Warna kuning pada kulit buah jarak pagar dapat digunakan sebagai standar untuk melakukan panen. Cara yang paling efektif untuk melakukan panen adalah dengan panen individu pada buah jarak yang telah berwarna kuning. Produksi bunga dan biji jarak pagar dipengaruhi oleh curah hujan dan unsur hara. Kekurangan unsur hara akan menyebabkan produksi biji berkurang. Bila dalam setahun hanya tedapat satu kali musim hujan maka pembuahan biasanya hanya terjadi sekali dalam setahun. Namun, bila tanaman diberi pengairan maka pembuahan akan terjadi sampai tiga kali dalam setahun. Salah satu komponen produksi buah jarak pagar adalah jumlah bunga betina per malai. Genotipe terbaik yang dikeluarkan Balai Penelitian dan Perkembangan Perkebunan (IP-3A dan IP-3P), baru bisa menghasilkan bunga betina sebanyak 3-9 bunga per malai, dengan asumsi ada 3 malai tiap cabang, 40 cabang produktif di tahun ke-4, akan dihasilkan 360 – 1 080 buah per tanaman. Dengan populasi 2 500 tanaman/ha, maka biji yang dihasilkan sekitar 1.8-5.4 ton/ha. Menurut Martono (2009) produksi ideal yang diperlukan agar jarak pagar dapat menguntungkan secara ekonomi adalah 10 ton/ha/tahun dengan jumlah bunga betina sebanyak 16-20 bunga per malai. Penelitian Pan dan Xu (2010) di China menunjukkan bahwa aplikasi 6-Benzyladenin pada malai jarak pagar meningkatkan jumlah bunga betina >100 bunga per malai artinya produksi jarak pagar berpotensi mencapai > 10 ton/ha/tahun.
10 Perkecambahan Perkecambahan biji jarak pagar merupakan tipe epigeal yaitu plumula dan kotiledon terangkat ke permukaan tanah. Pengaturan posisi benih saat penanaman tidak berpengaruh nyata terhadap persentase atau daya berkecambah biji, posisi biji telungkup, posisi biji dengan mikropil di bawah maupun posisi miring merupakan posisi yang baik bagi terjadinya perkecambahan dengan kecepatan berkecambah dan semai vigor yang tinggi (Santoso et al, 2007). Media perkecambahan yang cocok untuk pengujian daya berkecambah pada benih jarak pagar adalah campuran antara pasir dan tanah 1:1 dengan keadaan benih utuh (Rahmasyahraini, 2008) Kecambah normal dicirikan dengan endosperma belum/sudah terlepas, plumula belum/mulai muncul/sudah terbuka, panjang hipokotil lebih dari 4 kali panjang benih, akar adventif minimal ada 4, dan akar primer berkembang baik dengan bulu akar sedikit/banyak (Wulandari, 2008). Penghitungan pertama dalam pengujian daya berkecambah dilakukan pada hari ke delapan setelah tanam, sedangkan penghitungan ke dua dilakukan pada hari ke-22 setelah tanam (Rahmasyahraini, 2008). Benih yang baru dipanen umumnya mempunyai daya berkecambah yang tinggi, sekitar 95 % (Ahmad, 2008); 82 % (Afandi, 2009) dan 98 % (Kartika, 2011).