7
2 TINJAUAN PUSTAKA BOTANI JARAK PAGAR (Jatropha curcas L) Tanaman jarak pagar yang berasal dari Meksiko, Amerika Tengah, termasuk famili Euphorbiaceae, berupa perdu dengan tinggi 1 - 7 m, bercabang tidak teratur, batangnya berkayu berbentuk silindris, dan bila terluka mengeluarkan getah. Daun tanaman jarak tunggal berlekuk dan bersudut tiga atau lima. Panjang daun berkisar antara 5 - 15 cm dengan tulang daun menjari. Buah tanaman jarak berupa buah kotak berbentuk bulat telur dengan diameter 2 - 4 cm. Buah jarak terbagi menjadi tiga ruang, masing-masing ruang berisi satu biji. Biji berbentuk bulat lonjong dan berwarna coklat kehitaman. Panjang biji 2 cm dengan ketebalan sekitar 1 cm. Biji mengandung minyak dengan kandungan sekitar 30 - 50% (Heller 1996). Morfologi tanaman jarak pagar disajikan pada Gambar 2. Jarak pagar tumbuh di dataran rendah sampai ketinggian sekitar 1000 m dpl. Curah hujan berkisar antara 300 - 2380 mm/tahun. Suhu yang sesuai untuk pertumbuhan tanaman jarak adalah 20 - 26 oC. Tanaman jarak memiliki sistem perakaran yang mampu menahan air sehingga tahan terhadap kekeringan. Tanaman ini dapat tumbuh di atas tanah berpasir, tanah berbatu, tanah lempung, atau tanah liat. Tanaman ini juga dapat beradaptasi pada tanah yang kurang subur, memiliki drainase baik, tidak tergenang, dan pH tanah 5.0 – 6.5 (Hariyadi 2006). Sejak lama semua bagian tanaman jarak pagar telah digunakan dalam pengobatan
tradisional.
Minyaknya
digunakan
sebagai
pembersih
perut
(pencahar), mengobati penyakit kulit seperti infeksi jamur, dan untuk mengobati rematik. Daunnya dapat dimanfaatkan untuk makanan ulat sutra, sebagai bahan antiseptik setelah proses kelahiran, serta menyembuhkan batuk atau bersifat antiradang. Sari pati rebusan daunnya digunakan sebagai obat batuk dan antiseptik pasca melahirkan. Bahan yang berfungsi meredakan luka dan peradangan juga telah diisolasi dari bagian tanaman jarak pagar. Berbagai ekstrak dari biji dan daun menunjukkan sifat antimoluska, antiserangga, dan antijamur. Phorbol ester dan curcin dalam jarak pagar diduga merupakan salah satu racun utamanya (Gubitz et al. 1999).
8
Gambar 2 Morfologi tanaman jarak pagar (Jatropha curcas L.) (Heller 1996). a = tandan bunga b = batang c = daun d = bunga betina e = bunga jantan
f = g= h= i =
penampang melintang buah buah penampang membujur buah biji
9 Bagian tanaman yang paling tinggi manfaatnya adalah buah. Daging buahnya dapat dimanfaatkan untuk pupuk hijau dan produksi biogas, sementara bijinya untuk pakan ternak setelah dilakukan detoksifikasi. Selain itu bagianbagian tubuh tanaman jarak pagar juga dapat digunakan untuk bahan insektisida. Biji, daging buah, dan cangkang dapat digunakan sebagai bahan bakar. Bahkan sewaktu zaman penjajahan Jepang minyaknya sudah diolah untuk bahan bakar pesawat terbang (Prihandana & Hendroko 2006). Dalam pertumbuhannya, tanaman ini memiliki waktu berbunga dan berbuah yang berbeda. Pada satu tandan biasanya terdapat sekitar 10 – 20 buah yang memiliki tingkat kemasakan berbeda, yaitu hijau, hijau kekuningan, kuning, kuning kehitaman, dan hitam sampai mengering. Bila dipelihara dengan baik, tanaman jarak pagar dapat hidup lebih dari 20 tahun. Produktivitas tanaman jarak berkisar antara 2 – 4 kg biji/pohon/tahun. Produksi akan stabil setelah tanaman berumur lebih dari 5 tahun. Dengan tingkat populasi tanaman 2 500 pohon/ha maka tingkat produktivitas antara 5 – 10 ton biji/ha. Bila rendemen minyak sebesar 30% maka setiap ha lahan dapat diperoleh 1.5 – 3 ton minyak/ha/tahun (Hambali 2006). Tanaman jarak pagar dipanen untuk dua tujuan, yaitu sebagai benih atau untuk produksi minyaknya (Adikadarsih & Hartono 2007). Biji jarak yang akan digunakan sebagai benih ataupun untuk diambil minyaknya sering kali harus melalui penyimpanan. Apabila selama penyimpanan biji tidak cukup kering, atau kondisi tempat penyimpanan biji tidak baik, maka biji mudah diserang cendawan dan cepat rusak. Biji jarak pagar yang akan digunakan sebagai benih, memiliki spesifikasi persyaratan mutu seperti yang tercantum pada Tabel 1.
Tabel 1 Spesifikasi persyaratan mutu biji (benih) jarak pagar di laboratorium No.
Jenis pemeriksaan
Persyaratan
1.
Kemurnian fisik
2.
Daya berkecambah
> 80 %
3.
Kadar air
7-9 %
4.
Kesehatan benih
Sumber : Dirjenbun (2006)
99 %
Bebas hama dan penyakit
10 KOMPOSISI KIMIA BIJI DAN MINYAK JARAK PAGAR Gubitz et al. (1999) mengemukakan komposisi kimia biji jarak pagar seperti disajikan pada Tabel 2. Tabel 2 Komposisi kimia biji jarak pagar No.
Komposisi kimia
Kandungan (%)
1
Kadar air
6.20
2.
Protein
10.00
3.
Lemak
38.00
4.
Karbohidrat
17.00
5.
Serat kasar
15.50
6.
Abu
5.30
Sumber : Gubitz et al. (1999)
Minyak biji jarak pagar berwarna kekuningan dan dapat diekstrak dengan cara mekanik ataupun ekstraksi dengan pelarut seperti heksana. Sebanyak 35 - 40% minyak dapat diekstrak dari biji (keseluruhan), dan 50 - 60% berada dalam daging biji (kernel). Minyak jarak pagar mengandung 21% asam lemak jenuh dan 79% asam lemak tidak jenuh (Gubitz et al. 1999). Minyak jarak pagar sangat prospektif untuk dimanfaatkan sebagai bahan baku biodiesel dan memiliki komposisi trigliserida yang mengandung asam oleat dan linoleat (Hambali et al. 2006). Kandungan asam lemak pada minyak jarak pagar disajikan pada Tabel 3, sedangkan sifat fisik minyak jarak pagar disajikan pada Tabel 4.
Tabel 3 Komposisi asam lemak minyak jarak pagar Jenis asam lemak
Sifat dan komponen
Komposisi (%)
Asam palmitat
Jenuh, C 16:0
12 – 17
Asam stearat
Jenuh, C 18:0
5 – 10
Asam oleat
Tidak jenuh, C 18:1
35 – 64
Asam linoleat
Tidak jenuh, C 18:2
19 – 42
Asam linolenat
Tidak jenuh, C 18:3
2–4
Sumber : Sudrajat et al. (2005)
11 Tabel 4 Sifat fisik minyak jarak pagar Sifat fisik Titik pembakaran Densitas pada 15 oC Viskositas pada 30 oC Sisa karbon Kandungan abu sulfat Titik tuang Kadar air Kadar sulfur Bilangan asam Bilangan iod
Satuan o
C g/cm3 nm2/s %(m/m) %(m/m) o C ppm ppm Mg KOH/g -
Nilai 236 0.9177 49.15 0.34 0.007 -2.5 935 <1 4.75 96.5
Sumber : Gubitz et al. ( 1999)
Sudradjat (2006) mengemukakan bahwa minyak jarak memiliki tingkat keasaman atau bilangan asam yang tinggi. Bila biodiesel jarak pagar dengan kondisi bilangan asam tinggi diaplikasikan ke mesin kendaraan dapat merusak mesin. Dengan cara penyimpanan yang keliru, bilangan asam minyak jarak pagar akan terus meningkat menjadi sekitar 80 - 100, bahkan pernah mencapai 150. Kandungan asam lemak bebas minyak jarak pagar berkisar antara 10 - 20%. Asam lemak bebas ini akan memblokir reaksi pembentukan metil ester (biodiesel), yaitu metanol yang seharusnya bereaksi dengan trigliserida menjadi terhalang oleh reaksi pembentukan sabun. Penyebab utama keasaman minyak jarak pagar adalah faktor internal, yaitu kandungan asam lemak tidak jenuh dengan ikatan rangkap, keberadaan enzim pemecah lemak (seperti lipase, lipoksidase, atau lipolitik), serta keberadaan mikrob alami dari jenis bakteri, cendawan, dan khamir yang semuanya dapat menyebabkan keasaman minyak jarak, baik secara sendiri-sendiri maupun saling berinteraksi. Ketika faktor internal bertemu dengan faktor eksternal seperti udara, aerasi, pemanasan, air, kation logam, atau bahan kimia maka akan terjadi proses oksidasi. Proses oksidasi menghasilkan senyawa peroksida atau hidroperoksida yang kemudian memecah lemak menjadi asam lemak dan gliserol, disertai terbentuknya gugus aldehid, keton, dan hidrokarbon lain (tengik). Bahkan proses oksidasi dapat berlangsung secara berantai, yaitu minyak yang telah asam bila tertinggal pada peralatan dapat menjadi sumber keasaman bagi minyak berikutnya yang diproses menggunakan alat tersebut (Sudradjat et al. 2007).
12 Apabila cara penanganan dan teknologi keliru maka kadar keasaman minyak akan terus meningkat selama kegiatan pascapanen sampai penyimpanan di gudang. Pengemasan biji menggunakan karung plastik polipropilena dan diletakkan bersentuhan dengan lantai gudang dapat menyebabkan peningkatan keasaman secara berarti, biji bercendawan, dan kehampaan minyak. Demikian pula penyimpanan biji menggunakan kardus dari karton, meskipun tidak kontak dengan lantai, tetapi dalam keadaan terbuka dapat menyebabkan peningkatan keasaman minyak. Penyimpanan yang cukup aman adalah menggunakan kantong plastik polietilena yang ditutup rapat dan tidak kontak dengan lantai (Sudradjat 2006).
ASPEK HIDRATASI Karakteristik hidratasi bahan hasil pertanian dapat diartikan sebagai karakteristik fisik yang meliputi interaksi antara bahan dengan molekul air yang terkandung di dalamnya dan molekul air di udara sekitarnya. Peranan air di dalam bahan biasanya dinyatakan sebagai kadar air dan aktivitas air. Kadar air adalah persentase kandungan air suatu bahan, yang dapat dinyatakan berdasarkan berat basah (wet basis) atau berdasarkan berat kering (dry basis). Aktivitas air atau water activity (aw) merupakan faktor yang sangat penting dalam penyimpanan bahan (Anonim 2005), dan didefinisikan sebagai jumlah air bebas dalam bahan pangan yang dapat digunakan oleh mikrob (cendawan) untuk pertumbuhannya. Peranan air di udara dinyatakan dalam kelembaban relatif (RH), dan kelembaban mutlak (H). Dalam bahan pangan, air terutama berperan sebagai pelarut yang digunakan selama proses metabolisme. Tingkat mobilitas dan peranan air bagi proses kehidupan biasanya dinyatakan dengan besaran aktivitas air (aw), yaitu perbandingan tekanan parsial uap air dalam bahan dengan tekanan uap air jenuh. Selain itu, aktivitas air dapat pula dinyatakan sebagai kelembaban relatif kesetimbangan dibagi 100. Semakin tinggi nilai aw suatu bahan maka semakin tinggi pula kemungkinan tumbuh dan berkembangnya mikrob dalam bahan tersebut (Syarief & Halid 1993).
13 Aktivitas air menggambarkan sifat dari bahan itu sendiri sedangkan kelembaban relatif menyatakan sifat lingkungan atmosfir yang berada dalam keadaan setimbang dengan bahan tersebut. Bertambah atau berkurangnya kandungan air ke suatu bahan pada suatu keadaan lingkungan ditentukan oleh kelembaban relatif kesetimbangan. Kesetimbangan kadar air suatu bahan didefinisikan sebagai tingkat kadar air bahan tersebut setelah berada pada suatu keadaan lingkungan tertentu untuk jangka waktu tertentu. Kesetimbangan kadar air tergantung pada kelembaban dan suhu lingkungan, jenis dan kematangan biji-bijian. Tiap jenis biji-bijian memiliki karakteristik tekanan uap air pada suhu dan kadar air tertentu dan karakteristik ini menentukan apakah bahan tersebut akan melakukan proses penyerapan atau penguapan. Bila tekanan uap air dari air yang terdapat dalam bahan sama dengan tekanan uap air udara sekeliling maka dicapai kadar air kesetimbangan. Dengan demikian kadar air kesetimbangan adalah kadar air yang dicapai oleh bahan setelah tekanan uap airnya seimbang dengan udara sekelilingnya. Sorpsi isotermik menyatakan hubungan antara kadar air kesetimbangan suatu bahan dengan kelembaban relatif udara lingkungan dimana bahan tersebut berada. Masalah sorpsi isotermik pada bahan pertanian pada dasarnya menyangkut penyerapan atau penguapan air dari bahan yang bersangkutan. Penyerapan air dari udara ke dalam bahan yang kering adalah adsorpsi, sedangkan proses penguapan air dari bahan yang basah ke udara sekelilingya disebut desorpsi. Istilah umum yang meliputi penguapan dan penyerapan disebut sorpsi. Secara alami, komoditas pertanian baik sebelum maupun sesudah diolah bersifat higroskopis, yaitu dapat menyerap air dari udara sekeliling dan juga sebaliknya dapat melepaskan sebagian air yang terkandung ke udara. Secara umum sifat-sifat hidratasi ini digambarkan dengan kurva isotermik, yaitu kurva yang menunjukkan hubungan antara kadar air bahan dengan kelembaban relatif keseimbangan ruang tempat penyimpanan bahan atau aktivitas air, pada suhu tertentu. Sorpsi isotermik adalah unik untuk setiap jenis komoditas pertanian dan tergantung pada suhu dan kelembaban udara lingkungan dari bahan yang bersangkutan (Brooker et al. 1974).
14 Aktivitas air merupakan faktor yang sangat penting dalam penyimpanan bahan (Anonim 2005). Istilah aktivitas air digunakan untuk menjabarkan air yang tidak terikat atau bebas dalam suatu sistem yang dapat menunjang reaksi biologis dan kimiawi. Air yang terkandung dalam bahan pangan, apabila terikat kuat dengan komponen bukan air lebih sukar digunakan baik untuk aktivitas mikrobiologis maupun aktivitas kimiawi (Syarief & Halid 1993). Besarnya aw bahan berbeda-beda menurut sifat relatifnya terhadap air murni; dan hal ini sangat dipengaruhi oleh sifat produk serta kondisi lingkungannya. Kandungan air bahan yang ditempatkan di udara terbuka akan berubah sampai mencapai kondisi setimbang dengan kelembaban relatif udara di sekitarnya. Kondisi setimbang tercapai apabila kadar air bahan sudah menjadi konstan. Pada keadaan setimbang (ekuilibrium) maka aw bahan akan sama dengan kelembaban relatif udara di sekelilingnya (ERH = equilibrium relative humidity) dibagi 100 : aw = ERH/100 Prinsip tersebut digunakan untuk mengendalikan
aw bahan dengan cara
mengendalikan RH udara. Cara yang paling sederhana untuk mengatur kelembaban udara adalah dengan menggunakan berbagai larutan garam jenuh dalam tempat penyimpanan tertutup (misalnya eksikator). Kemudian sampel yang akan diduga aw-nya ditimbang dan dimasukkan ke dalam eksikator, selanjutnya dibiarkan beberapa lama hingga tercapai berat konstan pada suhu tertentu. Salah satu sifat penting dari suatu larutan adalah tekanan partial uap air dari suatu komponen volatil yang terbentuk dari larutan. Dalam suatu larutan, tekanan uap air menunjukkan suatu ukuran adanya kecenderungan suatu bahan meninggalkan larutan dalam bentuk uap air. Bila bahan non volatil (garam) ditambahkan pada bahan volatil (air) maka tekanan uap air akan berkurang sebanding dengan konsentrasi molekul air tersebut (Purwadaria et al. 1982). Fenomena di atas berguna pada percobaan sorpsi isotermik, yaitu proses adsorpsi dan desorpsi dari suatu bahan biji-bijian yang berada dalam lingkungan tertentu (kelembaban relatif atau aktivitas air dan suhu tertentu) dapat dibuat dengan bantuan larutan garam jenuh yaitu campuran antara garam dan air. Tingkat kelembaban relatif yang diinginkan dapat dibuat dari campuran kedua bahan ini. Aktivitas air beberapa jenis garam dapat dilihat pada Tabel 5.
15 Tabel 5 Aktivitas air beberapa larutan garam jenuh pada suhu 30 oC No
Jenis garam
aw
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
NaOH LiCl CH3COOK MgCl2 NaI K2CO3 KNO2 Mg(NO3)2 NaNO2 KI NaNO3 NaCl KBr KCl K2CrO4 BaCl2 KNO3 K2SO4
0.076 0.113 0.216 0.324 0.362 0.432 0.472 0.514 0.637 0.679 0.731 0.751 0.803 0.836 0.863 0.897 0.923 0.971
Sumber : Bell & Labuza (2000)
Pada umumnya kurva sorpsi isotermik berbentuk sigmoid (menyerupai huruf S) dan khas bagi setiap bahan pangan. Pada kenyataannya grafik penyerapan uap air dari udara oleh bahan pangan (kurva adsorpsi) dan grafik pelepasan uap air oleh bahan pangan ke udara (kurva desorpsi) tidak berimpit. Keadaan ini disebut fenomena histerisis (Gambar 3).
aw Gambar 3 Bentuk umum adsorpsi dan desorpsi isotermik memperlihatkan fenomena histerisis (Labuza 1968).
16 CENDAWAN PATOGEN BENIH DAN CENDAWAN PASCAPANEN Cendawan adalah mikrob yang pada umumnya terdiri atas banyak sel yang bergabung menjadi satu (multiseluler). Hal ini merupakan salah satu ciri pembeda dengan bakteri karena bakteri adalah uniseluler. Di bawah mikroskop dapat dilihat bahwa cendawan terdiri dari filamen yang disebut hifa. Kumpulan hifa disebut miselium yang dapat dilihat dengan mata telanjang, menyerupai kapas atau benang-benang wol dengan berbagai warna (Alexopoulus et al. 1996). Pada biji dapat ditemukan berbagai jenis cendawan, dan mungkin sebagian dari cendawan tersebut bersifat patogen bagi tanaman (Neergaard 1979). Cendawan ada yang menempel pada permukaan testa dan disebut cendawan eksternal, atau terdapat di dalam jaringan biji dan disebut cendawan internal biji. Menurut Halloin (1986) ada dua mekanisme yang menyebabkan kerusakan biji akibat cendawan yang terbawa oleh biji, yaitu dengan menghasilkan enzim eksoseluler dan toksin. Enzim eksoseluler yang pada umumnya diproduksi oleh cendawan ialah enzim selulase, pektinase, amilase, protease, dan nuklease. Berdasarkan
pada
ekologinya,
cendawan
yang
menyerang
biji
diklasifikasikan kedalam cendawan lapangan dan cendawan pascapanen. Cendawan lapangan dan cendawan pascapanen menghasilkan enzim eksoseluler untuk menguraikan bahan-bahan cadangan biji (protein, lemak dan karbohidrat) menjadi bahan-bahan yang dapat digunakan oleh cendawan. Aktivitas tersebut dapat menyebabkan kualitas biji menurun. Selain itu, cendawan juga dapat menghasilkan senyawa-senyawa toksik dalam biji seperti aflatoksin pada biji jagung dan kacang tanah. Beberapa
senyawa toksik dapat meningkatkan
konsentrasi kebocoran sel, sehingga menyebabkan kemunduran biji ( Halloin 1986; Sauer 1988; Christensen 1991). Cendawan pada biji yang berasal dari lapangan biasanya berlokasi di dalam jaringan biji. Serangan cendawan ke dalam jaringan biji terjadi pada saat pembentukan biji, yaitu pada fase penyerbukan, fase antara penyerbukan dan pembuahan, dan fase sesudah pembuahan (Neergaard 1979). Apabila serangan cendawan terjadi pada akhir pembentukan biji, cendawan akan berada di permukaan testa atau jaringan di bagian luar seperti testa, permukaan kotiledon atau endosperm, tetapi apabila serangan terjadi pada awal pembentukan biji, letak cendawan dapat lebih ke dalam lagi. Inokulasi Fusarium moniliforme (sekarang
17 F. verticillioides) pada tanaman sorgum yang dilakukan saat awal perkembangan biji sorgum, serangan cendawan terlihat lebih dalam dari pada bila inokulasi dilakukan pada fase perkembangan biji yang lebih tua. Biji sorgum akan masak lebih awal dan ukurannya lebih kecil dari pada biji yang normal (Castor & Frederiksen 1981). Kulit biji secara fisik atau kimiawi merupakan pertahanan yang utama bagi biji untuk mencegah penetrasi cendawan ke dalam jaringan biji yang lebih dalam dari kulit biji. Kulit biji yang keras dan tidak dapat ditembus oleh air adalah pertahanan fisik bagi penetrasi cendawan ke dalam biji. Kemampuan kulit biji untuk menahan ekskresi kebocoran hasil metabolisme biji ke dalam tanah akan mengurangi kemungkinan pertumbuhan cendawan di sekitar biji (Halloin 1986). Retakan pada biji yang terjadi secara mekanis, memberikan peluang bagi serangan cendawan ke dalam biji (Styer & Cantliffe 1984). Kerugian yang ditimbulkan oleh cendawan yang terbawa biji yaitu menurunkan viabilitas dan mempercepat laju kemunduran biji. Keberadaan biji yang telah terserang cendawan merupakan inokulum bagi tanaman-tanaman sehat lainnya di dalam lahan atau antar lahan (McDonald & Nelson 1986; Christensen 1991). Serangan cendawan pada biji-bijian dapat menyebabkan penurunan daya berkecambah, perubahan warna, bau apak, pemanasan pada biji-bijian, pembusukan,
perubahan
komposisi
kimia,
penguraian
lemak
sehingga
meningkatkan kandungan asam lemak bebas dan penurunan kandungan nutrisi (Sauer et al. 1992). Selain itu spesies cendawan tertentu dapat memproduksi mikotoksin yang berbahaya bagi kesehatan manusia dan hewan (Ominski et al. 1994). Pertumbuhan cendawan dipengaruhi oleh beberapa faktor lingkungan tempat cendawan tumbuh. Ominski et al. (1994) mengemukakan bahwa beberapa faktor lingkungan tersebut adalah aktivitas air (aw) dan kadar air, suhu, substrat, O2 dan CO2, interaksi mikrob, kerusakan mekanis, infestasi serangga, jumlah spora dan lama penyimpanan. Jumlah air bebas yang dibutuhkan oleh cendawan untuk pertumbuhannya ditetapkan oleh aktivitas air (aw). Semua cendawan mempunyai aw minimum, optimum dan maksimum untuk pertumbuhannya. Aktivitas air 0.70 merupakan aw minimum pembentukan koloni semua spesies cendawan di penyimpanan.
18 Umumnya dalam hal penyimpanan biji-bijian yang memenuhi persyaratan normal (kadar air 14%, tetapi tidak semua komoditas), evolusi cendawan yang mungkin terjadi adalah sebagai berikut : Mula-mula akan terjadi pertumbuhan yang sangat lambat dari Apergillus glaucus (sekarang disebut Eurotium spp.), kemungkinan diikuti oleh A. restrictus yaitu spesies cendawan yang bersifat xerotoleran dibandingkan dengan cendawan penyimpanan lainnya. Perkembangan cendawan akan menyebabkan peningkatan aw dan suhu secara lokal dalam penyimpanan biji-bijian. Ketika aw meningkat,
spesies cendawan yang
memerlukan aw lebih tinggi akan berkembang dengan cepat. Cendawan tersebut yaitu A. candidus, A. ochraceus, A. flavus, Penicillium. Keadaan ini akan mempergawat dan mempercepat perubahan atau kerusakan biji-bijian. Sedangkan cendawan serotoleran akan kembali ke fase laten atau tahap istirahat (dalam kurva pertumbuhan) (Syarief 1983). Aspergillus restrictus dapat menurunkan daya berkecambah dan menyebabkan perubahan warna pada biji, cendawan ini mencemari gandum dan jagung (blue-eye) pada penyimpanan dengan kadar air 14.0 - 14.5% selama beberapa bulan. Demikian halnya Eurotium
spp., cendawan ini dapat
menyebabkan hal yang sama seperti A. restrictus, akan tetapi pada kadar air lebih tinggi (14.5 - 15.0%). Aspergillus candidus dapat tumbuh dengan cepat dalam penyimpanan beberapa hari, hal ini sangat membahayakan bagi daya berkecambah dan dapat mengubah warna biji. Di samping itu, bila biji-bijian terserang oleh A. candidus dapat meningkatkan suhu penyimpanan hingga di atas 55 oC. Selain A. candidus, A. flavus juga dikenal sebagai penyebab utama kenaikan suhu. Penicillium islandicum, dikenal sebagai cendawan padi atau beras, karena dapat menyebabkan warna kuning pada butiran beras. Cendawan ini memproduksi islanditoksin (racun beras kuning). Sedangkan A. flavus dan A. parasiticus sudah lama dikenal sebagai penghasil aflatoksin (Christensen & Sauer 1982; Syarief 1983). Pengertian tingkat kadar air yang aman untuk penyimpanan tidak selalu berada pada kadar air yang setara dengan aw 0.62 (ambang batas minimum pertumbuhan cendawan). Untuk penyimpanan beras misalnya, nilai aw 0.62 menurut sorpsi isotermik setara dengan kadar air 12%. Sedangkan penyimpanan dikatakan aman pada kadar air 13-14% (kecuali untuk benih), yaitu kondisi
19 dimana kadar air tersebut setimbang dengan keadaan lingkungan (suhu dan kelembaban relatif).
Beberapa nilai aw yang optimum untuk perkembangan
cendawan selama penyimpanan disajikan pada Tabel 6. Tabel 6 Aktivitas air dan kadar air kesetimbangan untuk perkembangan cendawan pada penyimpanan biji-bijian Kadar air (% b.b) Spesies cendawan
aw
Aspergillus halophilicus A. restrictus
0.65-0.70
Beras, jagung, gandum 13.0-14.0
Sorgum
Kedelai
Kacang tanah, biji bunga matahari
14.0-14.5
12.0-12.5
8.5-9.0
0.70-0.75
14.0-14.5
14.5-15.0
12.5-13.0
9.0-9.5
Eurotium spp. Wallemia sebi A. candidus A. ochraceus A. flavus
0.70-0.75
14.5-15.0
14.5-15.0
12.5-13.0
9.0-9.5
0.75-0.80
15.5-16.0
16.0-16.5
14.5-15.0
9.0-9.5
0.80-0.85
17.0-18.0
19.0-19.5
17.0-17.5
10.0-10.5
Penicillium spp. P. citrinum
0.80-0.85 0.85-0.90
16.5-20.0
17.0-19.5 16.5-17.5
17.0-20.0
10.0-15.0
Sumber : Christensen & Sauer (1982); Syarief (1983)
Pada umumnya biji-bijian dapat disimpan pada periode yang lama apabila kondisi penyimpanan sejuk dan kering. Walaupun demikian, peluang cendawan untuk merusak lebih besar pada penyimpanan dalam jangka lama dibandingkan dengan jangka pendek. Hal tersebut disebabkan oleh peningkatan suhu dan kelembaban di dalam penyimpanan sebagai aktivitas metabolisme biji-bijian, serangga dan cendawan (Ominski et al. 1994). Berdasarkan nilai aktivitas air minimal, maka cendawan yang menyerang biji-bijian di penyimpanan atau cendawan pascapanen, dapat digolongkan menjadi tiga golongan yaitu cendawan higrofilik yaitu cendawan yang untuk pertumbuhan atau perkecambahan spora memerlukan aktivitas air yang tinggi (aw diatas 0.9);
cendawan mesoxerofilik yaitu cendawan yang untuk
pertumbuhan atau perkecambahan spora terjadi pada aw 0.8 - 0.9; dan cendawan xerofilik yaitu cendawan yang untuk pertumbuhan atau perkecambahan spora terjadi pada aw yang lebih rendah dari 0.8 (Syarief & Halid 1993). Kisaran kebutuhan nilai aw minimal bagi pertumbuhan cendawan dalam penyimpanan disajikan pada Tabel 7.
20 Tabel 7 Nilai aktivitas air minimal untuk pertumbuhan cendawan
Spesies cendawan Alternaria alternata Aspergillus candidus A. clavatus A. flavus A. fumigatus A. ochraceus A. parasiticus A. penicillioides A. restrictus A. sydowii A. tamarii A. terreus A. versicolor A. wenti “Basipetospora” halophila Botrytis cinerea Byssochlamys nivea Chrysosporium xerophilum Ch. fastidium Cladosporium cladosporioides
C. herbarum Epicoccum nigrum Eurotium amstelodami E. chevalieri E. echinulatum E. repens E. rubrum Exophiala werneckii Fusarium avenaceum F. culmorum F. graminearum F. oxysporum F. poae F. solani
aw minimum 0.85-0.88 0.75-0.78 0.85 0.78-0.80 0.85-0.94 0.76-0.83 0.78-0.82 0.73-0.77 0.71-0.75 0.78 0.78 0.78 0.78 0.73-0.75 0.77-0.78 0.93-0.95 0.84-0.92 0.71 0.61 0.86-0.88 0.85-0.88 0.86-0.90 0.71-0.76 0.71-0.73 0.64 0.72-0.74 0.70-0.71 0.77-0.78 0.87-0.91 0.87-0.91 0.89 0.87-0.89 0.89 0.87-0.90
Spesies cendawan F. sporotrichioides F. tricinctum F. verticillioides Geomyces pannorum Mucor circinelloides M. racemosus M. spinosus Neosartorya fischeri Paecilomyces variotii Penicillium aurantiogriseum
P. brevicompactum P. charlesii P. chrysogenum P. citrinum P. commune P. digitatum P. expansum P. griseofulvum P. islandicum P. oxalicum P. roqueforti P. rugulosum P. verrucosum Phytophthora infestans Polypaecilum pisce Pythium splendens Rhizoctonia solani Rhizopus stolonifer Stachybotrys chartarum Thamnidium elegans Trichothecium roseum Verticillium lecanii Wallemia sebi Xeromyces bisporus
aw minimum 0.86-0.88 0.89 0.87 0.92 0.90 0.94 0.93 0.925 0.79-0.84 0.79-0.85 0.78-0.82 0.78-0.80 0.78-0.81 0.80-0.82 0.83 0.90 0.82-0.85 0.81-0.85 0.83-0.86 0.88 0.83 0.85 0.81-0.83 0.85 0.75-0.77 0.90 0.96 0.93 0.94 0.94 0.90 0.90 0.69-0.75 0.61
Sumber : Samson et al. (1996)
Nilai aktivitas air minimal untuk pertumbuhan cendawan pada Tabel 7 berlaku umum dan dapat tidak berlaku untuk beberapa komoditas. Seperti yang disajikan pada Tabel 6 dari beberapa hasil penelitian, aktivitas air dari spesies cendawan tergantung dari jenis komoditasnya.
21 Menurut Hocking (2003) Aspergillus penicillioides merupakan salah satu spesies yang dapat tumbuh pada aw rendah yaitu sekitar 0.66 – 0.67. Pada saat terjadi peningkatan kadar air maka aktivitas air pun meningkat menjadi 0.68 – 0.70 sehingga memberikan kesempatan bagi Eurotium dan Wallemia mulai tumbuh dan berkembang. Selanjutnya berkembang Aspergillus candidus yang dapat tumbuh pada konsentrasi oksigen rendah. Jika aw mencapai 0.80 – 0.83 maka berbagai spesies cendawan toksigen mulai tumbuh termasuk di dalamnya Aspergillus flavus (aflatoksin), A. ochraceus (okratoksin), A. versicolor (sterigmatosistin) dan Penicillium sp. (Gambar 4).
Aspergillus penicillioides
Eurotium dan Wallemia
A. candidus
A. flavus dan spesies cendawan lain yang toksigen
Gambar 4 Skema pertumbuhan beberapa spesies cendawan pada berbagai nilai aw (Hocking 2003).
ISOLASI, PENGHITUNGAN DAN IDENTIFIKASI CENDAWAN Untuk mengisolasi cendawan lapangan dan cendawan pascapanen digunakan antara lain metode penanaman dan metode pengenceran berderet (Pitt et al. 1992) pada media Dichloran 18% Glycerol Agar (DG18) (Hocking & Pitt 1980). Tujuan isolasi menggunakan metode penanaman yaitu untuk mengetahui persentase biji yang terserang oleh setiap spesies cendawan, sedangkan tujuan isolasi menggunakan metode pengenceran yaitu untuk mengetahui populasi setiap spesies cendawan per gram bahan.
22 Untuk identifikasi cendawan lapangan digunakan media Potato Dextrose Agar (PDA) dan Czapek Yeast Extract Agar (CYA), sedang untuk identifikasi cendawan pascapanen (terutama Aspergillus dan Penicillium) digunakan
tiga
media, yaitu CYA, Malt Extract Agar (MEA) dan 25% Glycerol Nitrate Agar (G25N). Untuk identifikasi cendawan pascapanen yang xerofilik seperti Eurotium dan Eupenicillium digunakan media Czapek Yeast Extract Agar yang mengandung 20% Sucrose (CY20S) (Pitt & Hocking 1997). DG18 adalah media yang digunakan terutama untuk mengisolasi cendawan xerofilik, yaitu cendawan yang tumbuh dan berkembang pada substrat dengan kadar air rendah. Contoh cendawan xerofilik yaitu Eurotium, Eupenicillium, Aspergillus restrictus, A. penicillioides, Walemia sebi, dan lainlain. Eurotium dan Eupenicillium masing-masing merupakan tingkat teleomorf Aspergillus dan Penicillium. Sebagian besar spesies dari Aspergillus dan Penicillium juga dapat tumbuh dengan baik pada media tersebut.
PENYIMPANAN BIJI-BIJIAN Penyimpanan biji-bijian bertujuan untuk mempertahankan mutu awal bijibijian selama mungkin. Proses penyimpanan tidak dapat meningkatkan mutu bijibijian lebih tinggi dari mutu awal sebelum disimpan. Perubahan keadaan lingkungan selama penyimpanan dan kadar air kesetimbangan dari biji-bijian mempengaruhi mutu simpan. Kadar air yang dimiliki oleh bahan penting sekali dalam peramalan keadaan bahan tersebut selama penyimpanan terutama bahan pangan yang bersifat higroskopis (Purwadaria et al. 1982). Menurut Justice dan Bass (2002), tujuan utama penyimpanan biji (benih) tanaman bernilai ekonomis ialah untuk mengawetkan cadangan bahan tanam dari satu musim ke musim berikutnya. Selama penyimpanan, karena pengaruh beberapa faktor, keadaan atau mutu benih akan mengalami kemunduran (deteriorasi). Proses deteriorasi tidaklah dapat dicegah atau dihindarkan melainkan hanyalah mengurangi kecepatan deteriorasinya. Mengurangi kecepatan deteriorasi tersebut dapat dilakukan dengan beberapa usaha dan perlakuan yaitu dengan caracara penyimpanan yang baik dan tepat.
23 Berdasarkan tuntutan benih terhadap penyimpanan maka dibedakan dua tipe benih, yaitu tipe ortodoks dan tipe rekalsitran. Benih ortodoks yaitu benih yang menghendaki kondisi penyimpanan kering dan dingin atau dikenal dengan istilah Dry Cold Storage (DGS). Benih rekalsitran yaitu benih yang menghendaki kondisi penyimpanan lembab dan dingin. Biji jarak pagar termasuk dalam kelompok benih ortodoks, karena untuk dapat disimpan lama biji harus disimpan dalam kondisi kadar air rendah dan suhu ruang penyimpanan relatif rendah (Hong et al. 1996) Faktor-faktor yang mempengaruhi daya berkecambah biji selama penyimpanan mencakup daya berkecambah dan vigor biji awal, kondisi kulit dan kadar air biji awal, kemasan biji, komposisi gas, suhu dan kelembaban ruang tempat penyimpanan, kerusakan mekanis pada waktu panen dan pengolahan, penyerapan nutrisi oleh hama dan jasad renik (mikrob), kemudian oleh panas dan susunan kandungan kimia dari biji (Copeland 1976; Sadjad 1980).
PERKECAMBAHAN BIJI Biji atau benih mempunyai arti dan pengertian yang bermacam-macam tergantung dari bidang dan segi mana peninjauannya. Dalam bidang bercocok tanam (agronomi), benih adalah fase generatif dari siklus kehidupan tumbuhan yang dipakai untuk mempertahankan dan memperbanyak dirinya secara generatif. Dalam pengertian ilmu tumbuhan (botani) tepatnya secara embriologis, benih adalah biji yang berasal dari bakal biji. Bakal biji dalam pertumbuhannya setelah masak lalu menjadi biji, sedangkan integumennya menjadi kulit biji dan ovarium menjadi buah (Esau 1977; Desai 2004; Justice & Bass 2002). Jadi dapat dikatakan bahwa istilah benih mempunyai pengertian lebih bersifat agronomis, sedang biji lebih bersifat biologis. Buah dan biji jarak pagar disajikan pada Gambar 5.
a
b
Gambar 5 Buah (a) dan biji jarak pagar (b).
24
Gambar 6 Pertanaman jarak pagar.
Sadjad (1994) menyatakan bahwa biji (benih) bukan obyek pascapanen karena benih merupakan komoditi pratanam, yang prosedur produksinya harus dipersiapkan sejak benih sumber yang ditanam harus jelas identitas genetiknya, sampai menghasilkan benih bermutu. Benih terbagi atas benih ortodoks dan benih rekalsitran. Jarak pagar termasuk benih ortodoks yang dapat dikeringkan hingga kadar airnya mencapai 5-7%. Walaupun demikian, jarak pagar sangat sensitif terhadap pengeringan langsung di bawah sinar matahari. Pengeringan biji jarak pagar dapat dilakukan dengan cara dikeringanginkan (Joker et al. 2003). Daya berkecambah biji merupakan kemampuan biji untuk tumbuh normal pada keadaan biofisik lapang yang serba optimum. Parameter yang digunakan dapat berupa persentase kecambah normal berdasarkan penilaian terhadap struktur tumbuh embrio yang diamati secara langsung. Daya tumbuh biji adalah kemampuan biji untuk tumbuh normal pada keadaan lingkungan yang suboptimum (Sutopo 2004). Perkecambahan merupakan suatu rangkaian kompleks dari perubahanperubahan
morfologi,
fisiologi
dan
biokimia.
Tahap
pertama
suatu
perkecambahan biji dimulai dengan proses penyerapan air oleh biji, melunaknya kulit biji dan hidrasi dari protoplasma. Tahap kedua dimulai dengan kegiatankegiatan sel dan enzim-enzim serta meningkatnya tingkat respirasi biji. Tahap ketiga merupakan tahap terjadinya penguraian bahan-bahan seperti karbohidrat, lemak dan protein menjadi bentuk-bentuk yang melarut dan ditranslokasikan ke titik-titik tumbuh. Tahap keempat adalah asimilasi dari bahan-
25 bahan yang telah diuraikan tadi di daerah meristematik untuk menghasilkan energi bagi kegiatan pembentukan komponen dan pembentukan sel-sel baru. Tahap kelima adalah pertumbuhan dari kecambah melalui proses pembelahan, pembesaran dan pembagian sel-sel pada titik-titik tumbuh. Sementara daun belum dapat berfungsi sebagai organ untuk fotosintesis maka pertumbuhan kecambah sangat bergantung pada persediaan makanan yang ada di dalam biji (Hartmann & Kester 1983; Agarwal & Sinclair 1997). Perkecambahan biji dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor dalam dan faktor luar. Faktor dalam meliputi tingkat kemasakan biji, ukuran biji, dormansi dan penghambat perkecambahan, sedangkan faktor luar meliputi air, temperatur, oksigen, cahaya, dan media tanam. Biji yang dipanen sebelum tingkat kematangan fisiologisnya tercapai tidak mempunyai daya berkecambah tinggi (Harrington 1972; Bewley & Black 1986). Air merupakan salah satu faktor penting bagi berlangsungnya proses perkecambahan biji. Biji tanaman mempunyai kemampuan berkecambah pada kisaran air tanah tersedia mulai dari kapasitas lapang sampai titik layu permanen. Kapasitas lapang air tanah adalah jumlah air maksimum yang tertinggal setelah air permukaan dikuras dan setelah air yang keluar dari tanah karena gaya berat habis. Sedangkan titik layu permanen adalah suatu keadaan dari kandungan air tanah yang menyebabkan terjadi kelayuan pada tanaman yang tidak dapat kembali lagi menjadi tanaman segar (kering). Suhu merupakan faktor penting kedua bagi perkecambahan biji. Suhu optimum adalah suhu yang paling menguntungkan bagi berlangsungnya perkecambahan biji. Persentase perkecambahan tertinggi terjadi pada suhu di antara 26.5 - 35 oC. Seperti air, oksigen merupakan faktor yang sangat dibutuhkan dalam perkecambahan untuk berlangsungnya proses respirasi. Terbatasnya oksigen yang dapat dipakai untuk respirasi akan mengakibatkan perkecambahan biji terhambat. Sedangkan cahaya dibutuhkan oleh biji dalam perkecambahannya berbeda-beda tergantung pada jenis tanaman (Bewley & Black 1986; Copeland & McDonald 2001; Desai 2004).