ISOLASI DAN KARAKTERISASI BAKTERI PENGHASIL BIOSURFAKTAN ASAL LIMBAH RUMAH POTONG AYAM TRADISIONAL DI KOTA MALANG ISOLATION AND CHARACTERIZATION OF BIOSURFACTANT PRODUCING BACTERIA FROM WASTE OF TRADITIONAL POULTRY SLAUGHTERHOUSE IN MALANG Roosy Margaretha Riupassa*, Masdiana C. Padaga, Dyah Kinasih Wuragil Program Studi Pendidikan Dokter Hewan Program Kedokteran Hewan Universitas Brawijaya *
[email protected] ABSTRAK Biosurfaktan adalah senyawa surfaktan yang dihasilkan oleh mikroorganisme. Biosurfaktan memiliki kemampuan untuk menurunkan tegangan permukaan antar cairan yang berbeda. Penelitian ini bertujuan untuk mengisolasi, mengarakterisasi, dan mengetahui potensi bakteri penghasil biosurfaktan asal limbah rumah potong ayam tradisional di Dinoyo, Kota Malang. Penelitian ini menggunakan sampel limbah cair rumah potong ayam tradisional, berupa limbah pemotongan dan cucian karkas. Karakterisasi bakteri dilakukan dengan uji morfologi dan biokimia berdasarkan fenotip dan analisis profil pita protein menggunakan Sodium Dodecyl Sulphat-Polyacrylamide Gel Electrophoresis (SDS-PAGE). Untuk mengetahui kemampuan isolat dalam memproduksi biosurfaktan dilakukan tes hemolisa, emulsifikasi, dan perhitungan tegangan permukaan. Dari hasil karakterisasi didapatkan 3 isolat yang memiliki kemampuan menurunkan tegangan permukaan lebih besar dari 10 dyne/cm. Isolat tersebut mendekati genus Bacillus sp. dan Pseudomonas sp. dan didukung dengan hasil analisis profil pita protein. Dapat disimpulkan bahwa isolat bakteri yang didapat dari limbah cair rumah potong ayam tradisional memiliki kemampuan sebagai penghasil biosurfaktan. Kata kunci: rumah potong ayam tradisional, biosurfaktan, tegangan permukaan, SDS-PAGE ABSTRACT Biosurfactants are surfactant compounds produced by microorganisms. They have capabilitiy to reduce surface and interfacial tension. In this study, isolation, characterization and pottential of biosurfactant producing bacteria assays were assessed from traditional poultry slaughterhouse waste in Dinoyo, Malang. Samples were collected from waste water of traditional poultry slaughterhouse, were scalding waste and carcasses washing. Morphological and biochemical assays were conducted for characterization based on phenotype and profile of protein bands were using Sodium Dodecyl Sulphat-Polyacrylamide Gel Electrophoresis (SDS-PAGE). Analyzed of haemolysist test, emulsification, and measurement of surface tension were conducted to confirm the ability of result isolated in biosurfactan production. The results showed that three isolates collected had the ability to reduce the surface tension more than 10 dyne/cm. Phenotypic characteristics showed that isolates had genus Bacillus sp. and Pseudomonas sp. and supported by the results of band profile based on molecular weight protein found in waste water of traditional poultry slaughterhouse. It could be bear that the bacterial isolates obtained from waste water traditional poultry slaughterhouse, such as scalding waste and carcasses washing have the ability as a producer of biosurfactant. Keywords: traditional poultry slaughterhouse, biosurfactant, surface Tension, SDS-PAGE
PENDAHULUAN Industri Rumah Potong Ayam (RPA) dalam bidang peternakan menjalankan fungsinya dalam pemotongan ayam hidup dan mengolah menjadi karkas yang siap konsumsi untuk memenuhi kebutuhan protein hewani masyarakat (Kariana dan Singgih, 2001). Ayam broiler merupakan salah satu kontributor bahan mentah dalam penyediaan karkas ayam. Diperkirakan bahwa jumlah limbah berupa lemak dari seekor ayam segar utuh adalah sekitar 7,80 – 17,7% dari bobot ayam tersebut. Satu ekor ayam broiler berukuran sedang (berat sekitar 2 – 3 kg) dapat menghasilkan sekitar 100 gram lemak yang menempel pada bagian ampela dan ekor, serta sekitar 2,10% lemak terdapat pada bagian dada (Nafiah, 2010). Namun, lemak tersebut belum termanfaatkan dengan baik oleh masyarakat dan sering dibuang sebagai limbah pemotongan hewan. Limbah ini menjadi salah satu permasalahan lingkungan di sekitar rumah potong ayam (Singgih dan Kariana, 2008). Limbah yang ada, sebaiknya dimanfaatkan untuk mencegah polusi lingkungan yang dapat meresahkan masyarakat. Pemanfaatan limbah industri merupakan salah satu kebijakan pemerintah dalam melestarikan fungsi lingkungan hidup, sesuai dengan UndangUndang Republik Indonesia Nomor 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. Undang-undang tersebut menjelaskan bahwa pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya terpadu untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup yang meliputi kebijakan penataan, pemanfaatan, pemeliharaan, pemulihan, pengawasan, dan pengendalian lingkungan hidup. Pelestarian fungsi lingkungan hidup tidak terlepas dari pemanfaatan limbah rumah potong ayam dengan prinsip zero waste, yaitu mengurangi atau meminimalisasi pencemaran lingkungan dengan cara pemanfaatan limbah. Dalam upaya meningkatkan industri rumah potong ayam dan tetap menjaga kelestarian fungsi lingkungan
hidup, maka perlu adanya penanganan terhadap dampak limbah rumah potong ayam. Salah satu alternatif yang dapat dilakukan, yaitu dengan metode bioremediasi cemaran limbah tersebut. Bioremediasi adalah proses perbaikan dan pemulihan kondisi lingkungan yang telah rusak dengan bantuan mikroorganisme dalam hal ini mikroorganisme penghasil surfaktan (Kholiq, 2012). Penelitian biosurfaktan telah mengalami banyak perkembangan beberapa tahun ini karena memiliki potensi untuk dimanfaatkan dalam industri pertanian, farmasi, minyak, dan kertas. Perkembangan penelitian ini menjadi sangat penting dalam upaya perlindungan lingkungan. Keuntungan yang paling signifikan dalam penggunaan bakteri surfaktan dibanding kimia surfaktan (surfaktan sintetis) adalah penerimaan lingkungan, karena kemampuan biodegradasi dan tidak memberikan efek racun untuk lingkungan (Maslin and Maier, 2000). Parra et al. (2000) menyatakan bahwa bakteri penghasil biosurfaktan banyak ditemukan pada daerah yang tercemar minyak maupun lemak. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk memperoleh isolat bakteri penghasil biosurfaktan asal limbah minyak rumah potong ayam (RPA) tradisional dan mengetahui sejauh mana isolat bakteri tersebut dapat menghasilkan biosurfaktan. Dengan karakterisasi berdasarkan uji morfologi dan biokimia, pengukuran tegangan permukaan dengan metode Cincin Du-Nouy dan analisa profil pita protein isolat terpilih dengan menggunakan Sodium Dodecyl SulphatPolyacrylamide Gel Electrophoresis (SDS-PAGE) pada kandidat bakteri penghasil biosurfaktan. MATERI DAN METODE ALAT DAN BAHAN Peralatan yang digunakan adalah seperangkat alat steril pengambilan sampel, glass ware, vortex (Maxi Mix II),
Laminar Air Flow (LAF) (Nuaire Labgard Class II), inkubator (MMM Medcenter), mikroskop cahaya (Olympus TL2), foto digital mikroskopik (Olympus CX41), seperangkat alat pengukur tegangan permukaan, dan seperangkat alat elektroforesis. Sedangkan bahan-bahan yang digunakan adalah Peptone (HIMEDIA REF RM 001-500G), Tryphtone Soya Agar (TSA) OXOID CM0131, Oksidase stick, OF Basal medium (MERCK 1.10282), H2O2 3 %, NaOH, Oksidase kit, n-heksan, pewarna gram, perwarna spora, Gel Polyacrylamide, 0,3 % Tris, 1,44% glycine, 0,1% SDS, Coomassie blue R-250 (MP001), 50% methanol, 10 % acetic acid, Page Ruler TM Prestained Protein Ladder Plus (SM1811). Prosedur Penelitian Isolasi Bakteri Isolasi bakteri dilakukan sesuai dengan standar metode uji mikrobiologi menrut Standar Nasional Indonesia (SNI) 6887-1:2012. Limbah cair rumah potong ayam tradisional, berupa limbah pemotongan dan limbah cucian karkas di daerah Dinoyo, kota Malang diambil sebanyak 60 ml yang dimasukkan ke dalam botol steril. Limbah diperlakukan pengenceran berseri 10-1-10-6 menggunakan larutan pepton steril. Hasil pengenceran 10-2, 10-4, dan 10-6 ditanam menggunakan metode pour plate pada media Trypthone Soya Agar (TSA), diinkubasi pada suhu 30°C selama 48 jam. Hasil koloni yang ditumbuh dilakukan penghitungan koloni serta pengamatan morfologi koloni. Pemurnian bakteri dilakukan dengan menanam pada media TSA diinkubasi pada suhu 30°C selama 48 jam. Target pemurnian adalah setiap koloni yang memiliki perbedaan morfologi. Selanjutnya, dipilih 7 jenis koloni dominan untuk dilakukan karakterisasi koloni dan sel bakteri yang didapat dari 4 kali ulangan secara duplo sehingga diperoleh 56 isolat yang berasal dari limbah pemotongan dan limbah
cucian karkas. Hasil permunian ditumbuhkan pada agar miring media TSA diinkubasi pada suhu 30°C selama 48 jam dan disimpan pada suhu -20°C. Untuk uji selanjutnya, dilakukan penanaman pada agar miring media TSA untuk mendapatkan fresh culture. Karakterisasi Bakteri Karakterisasi isolat berpedoman pada buku Cowan and Steel’s Manual for the identification of medical bacteria (Barrow & Feltham, 1993). Sifat morfologi yang diamati meliputi morfologi koloni dan morfologi sel bakteri; dari pewarnaan gram dan pewarnaan spora. Sedangkan karakterisasi secara biokimiawi yang dilakukan antara lain; uji motilitas, katalase, oksidase, Indol, uji MR-VP, oksidatif-fermentatif (OF) dan TSIA. Uji Seleksi Bakteri Penghasil Biosurfaktan a) Blood Haemolysist Test Fresh culture dari isolat murni di-streak pada Blood Agar Plate dan diinkubasi 48-72 jam pada suhu 37oC. Koloni bakteri yang diamati akan terlihat zona bening yang mengindikasikan adanya bakteri penghasil biosurfaktan. b) Pengukuran Aktivitas Emulsifikasi Aktivitas emulsifikasi diukur dengan menggunakan 4,5 ml supernatan ditambah dengan 0,5 ml hidrokarbon (nheksan) divorteks selama 1 menit. Campuran tersebut diukur kestabilan emulsinya dengan mengukur nilai OD campuran setelah inkubasi selama 2 jam, pada panjang gelombang 610 nm. Pengukuran Tegangan Permukaan Nilai tegangan permukaan 50 ml supernatan bakteri diukur menggunakan alat tensinometer Du Nouy. Penurunan nilai tegangan permukaan sebesar lebih dari 10 dyne/cm menunjukkan bahwa bakteri tersebut berpotensi baik menghasilkan biosurfaktan.
Analisa Profil Pita Protein menggunakan SDS-Page Analisa profil pita protein dilakukan untuk mendukung hasil karakteristik fenotip isolat bakteri penghasil biosurfaktan dengan menggunakan Sodium Dodecyl SulphatPolyacrylamide Gel Electrophoresis (SDS-PAGE). Analisa profil pita protein menggunakan SDS-PAGE meliputi, preparasi sampel protein bakteri, electrophoresis dan pengukuran berat molekul protein.
Isolasi dan Karakterisasi Bakteri Isolasi bakteri meggunakan sampel limbah cair rumah potong ayam tradisional, berupa limbah pemotongan dan cucian karkas yang ditumbuhkan pada media selektif Tryphone Soya Agar (TSA). Penelitian ini dilakukan empat kali ulangan secara duplo dan diperoleh 56 koloni yang dilakukan karakterisasi koloni dengan uji morfologi koloni dan bakteri. Hasil karakterisasi koloni dan bakteri pada limbah pemotongan dan cucian karkas didapatkan 7 koloni berbeda dapat dilihat pada Tabel berikut:
HASIL DAN PEMBAHASAN Tabel 5.1 Karakteristik Morfologi Koloni dan Bakteri Asal Limbah Pemotongan RPA Rerata Jumlah Koloni Morfologi Koloni Morfologi Bakteri Bakteri (cfu/ml)* Kode Isolat Limbah Pemotongan Warna Bentuk Tepi Bentuk Gram (102cfu/ml)* Putih Bulat Rata Coccobacill Negatif 27±5.20 P1 Putih Bulat Rata Bacill Positif 5.3±2.30 P2 Putih Tak beraturan Tidak rata Bacill Positif 3.5±1.90 P3 35.8±9.40 Total Tabel 5.2 Karakteristik Morfologi Koloni dan Bakteri Asal Limbah Cucian Karkas RPA Rerata Jumlah Koloni Morfologi Koloni Morfologi Bakteri Bakteri (cfu/ml)* Kode Isolat Limbah Cucian Karkas Warna Bentuk Tepi Bentuk Gram (103cfu/ml)* Putih Bulat Rata Coccobacill Negatif 35±6.00 C1 Putih Bulat Rata Bacill Positif 4.4±2.09 C2 Putih Bulat Rata Cocccus Negatif 1.4±1.20 C3 Kuning Bulat Rata Coccobacill Negatif 8.5±3.00 C4 49.3±12.29 Total Keterangan: * Rerata jumlah bakteri dihitung dari duplikat sampel yang ditanam pada duplikat cawan dengan 4 ulangan. P: Limbah Pemotongan, L: Limbah Cucian Karkas Karakteristik morfologi koloni diihat dari warna, bentuk, dan tepi dari koloni yang diamati, sedangkan karakteristik morfologi bakteri dilihat dari penataan dan Gram dari bakteri tersebut. Bentuk coccus pada morfologi bakteri isolat C3 hanya ditemukan pada limbah cucian karkas. Morfologi bakteri berbentuk bacil pada pengamatan
mikroskopis, yaitu koloni isolat P2, C2 dan P3. Isolat P2 dan C2 ditemukan pada limbah cair pemotongan dan cucian karkas, sedangkan isolat P3 hanya ditemukan di limbah cair pemotongan. Begitu pula dengan morfologi bakteri berbentuk coccobacill yang dimiliki isolat P1, C1 dan C4. Isolat P1 dan C1 ditemukan pada limbah cair pemotongan
dan cucian karkas, sedangkan isolat C4 hanya ditemukan pada limbah cucian karkas. Hal ini menunjukkan adanya perbedaan pada jenis koloni bakteri berdasarkan tempat pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini. Pengamatan morfologi bakteri pada isolat C2, P2 dan P3 yang memiliki koloni berwarna putih, bentuk koloni bulat maupun tidak beraturan, tepian koloni rata dan tidak rata, berbentuk bacill, dan bersifat Gram positif. Isolat bakteri C2, P2 dan P3 memiliki morfologi koloni dan bakteri mendekati genus Bacillus sp. Menurut Corbin (2004), koloni bakteri Bacillus sp. memiliki ciri berwarna putih sampai kekuningan, tepi koloni pada umumnya tidak rata, dan bentuk koloni bulat. Pada pengamatan morfologi bakteri pada isolat P1, C1, C3 dan C4 yang memiliki koloni berwarna putih maupun kuning, bentuk koloni bulat, tepian koloni rata, berbentuk coccobacill maupun coccus dan bersifat Gram negatif. Dari ciri tersebut isolat bakteri P1, C1, C3 dan C4 memiliki morfologi koloni dan bakteri mendekati genus Pseudomonas sp. Bakteri Pseudomonas sp. memiliki ciri koloni berwarna putih kekuningan, bentuk koloni bulat, dengan tepian koloni yang rata (Fatimah, 2007). Limbah pemotongan memiliki jumlah total koloni bakteri 35.8±9.40x102 cfu/ml. Nilai ini lebih kecil dibandingkan limbah cucian karkas memiliki jumlah koloni bakteri dengan rerata 49.3±12.29x103 cfu/ml. Besarnya nilai standar deviasi pada limbah cucian karkas menunjukkan bahwa tingkat populasi bakteri di limbah cair rumah potong ayam tradisional cukup besar. Menurut Tarntip dan Thungkao (2011), jumlah koloni
bakteri limbah cucian karkas dipengaruhi beberapa faktor antara lain, sumber air dan tempat cucian karkas yang digunakan selama proses pencucian karkas. Diketahui pada Tabel 5.1 dan Tabel 5.2 isolat bakteri berbentuk bacill ditemukan pada limbah pemotongan berjumlah 8.8±4.2x102 cfu/ml dan limbah cucian karkas berjumlah 4.4±2.09x103 cfu/ml. Hal ini menunjukkan bahwa bakteri berbentuk bacill memiliki jumlah yang cukup besar pada populasi mikroba limbah cair rumah potong ayam. Diketahui bahwa Bacillus sp. termasuk bakteri yang kuat terhadap cemaran lingkungan karena mampu membentuk endospora (Kumar & Nussinov, 2011). Isolat bakteri berbentuk coccobacil berdasakan Tabel 5.1 dan Tabel 5.2 didapat pada pengamatan mikroskopis, yaitu koloni isolat P1, C1 dan C4. Jumlah koloni yang ditemukan pada limbah pemotongan berjumlah 27±5.20x102 cfu/ml dan limbah cucian karkas berjumlah 43.5±9.0x103 cfu/ml. Isolat P1 dan C1 ditemukan di limbah cair pemotongan dan cucian karkas, sedangkan isolat C4 hanya ditemukan di limbah cucian karkas. Ada pula isolat bakteri berbentuk coccus hanya ditemukan pada limbah cucian karkas dengan jumlah koloni 1.4±1.20x103 cfu/ml. Setelah diketahui karakteristik morfologi, dilakukan karakterisasi biokimia dari isolat bakteri berdasarkan Manual for the Identification of Medical Bacteria (Barrow & Feltham, 1993). Berdasarkan hasil pengamatan karakteristik biokimia diperoleh genus Bacillus sp. dan Pseudomonas sp. sesuai pada Tabel 5.3.
Motilitas
Aerobik
Katalase
Oksidase
O/F
Indol
MR-VP
TSIA
P1 P2 + P3 + C1 C2 + C3 + C4 Keterangan: (-) negatif (+) positif
Gram
Spora
Tabel 5.3 Karakteristik Bakteri Asal Limbah Cair RPA Tradisional Karakteristik Karakteristik Biokimia Morfologi Kode Isolat
+ + + + -
+ + + + + + +
+ + + + + + +
+ + + + + + +
+ + + + + + +
F F F F F
-
+ + + + + + +
+ + + + + + +
Genus
Pseudomonas sp. Bacillus sp. Bacillus sp. Pseudomonas sp. Bacillus sp. Bacillus sp. Pseudomonas sp.
(P) sampel limbah pemotongan (F) Fermentatif (C) sampel limbah cucian karkas
Tabel 5.3 menunjukkan bahwa isolat P2, P3, C2 dan C3 memiliki karakteristik mendekati genus Bacillus sp.. Barrow (1993) menyatakan bahwa Bacillus sp. merupakan bakteri berbentuk batang, tergolong bakteri bersifat motil (reaksi non-motil kadang terjadi), menghasilkan spora yang biasanya resisten pada panas, bersifat aerob (beberapa spesies bersifat anaerob fakultatif), katalase positif, dan oksidasi bervariasi. Isolat P1, C1 dan C4 setelah dilakukan karakterisasi memiliki karakteristik mendekati genus Pseudomonas sp. yang memiliki morfologi bakteri berbentuk batang, Gram negatif, bersifat aerob, katalase positif, oksidasi
positif, tidak berspora, dan bersifat motil. Pseudomonas sp. terdapat pada limbah yang mengandung minyak yang dapat dimanfaatkan untuk pengolahan limbah cair (Tantrip, 2009). Uji Seleksi Bakteri Penghasil Biosurfaktan Setelah didapatkan isolat bakteri asal limbah pemotongan dan cucian karkas rumah potong ayam tradisional, dilakukan uji seleksi bakteri dengan menggunakan 2 metode, yaitu Blood Haemolysis Test dan emulsifikasi. Uji seleksi dilakukan untuk mengetahui kemampuan bakteri tersebut sebagai penghasil biosurfaktan. Hasil dari uji seleksi dapat dilihat pada Tabel 5.4
Tabel 5.4 Uji Seleksi Bakteri Asal Limbah Cair RPA Tradisional Kode Blood Haemolysist Emulsifikasi Keterangan Isolat Test P1 Tidak Diuji Pseudomonas sp. P2 + 0,083 Bacillus sp. P3 + 0,167 Bacillus sp. C1 + 0,032 Pseudomonas sp. C2 + 0,052 Bacillus sp. C3 + 0,050 Bacillus sp. C4 + 0,086 Pseudomonas sp. Keterangan: Emulsifikasi diukur dengan nilai OD pada 610 nm (+) membentuk zona bening (-) tidak membentuk zona bening
Hasil positif ditunjukkan dari Blood Haemolysist Test pada Tabel 5.4 didapat 6 isolat yang menghasilkan zona bening, yang mengindikasikan adanya bakteri penghasil biosurfaktan. Zona bening dibentuk oleh bakteri penghasil surfaktan yang memiliki kemampuan untuk memecah dan mengurai materi organik yang terdapat pada media agar darah (Anandaraj et al., 2010). Biosurfaktan juga memiliki kemampuan mengemulsikan zat cair yang berbeda polaritas, hal ini dapat diketahui dengan melakukan uji emulsifikasi. Prinsip uji emulsifikasi adalah perbandingan tinggi minyak yang teremulsi di dalam air dengan tinggi campuran minyak dan air. Campuran minyak dan air yang dikocok dengan kecepatan tinggi akan mengakibatkan kedua zat cair menyatu. Namun, adanya perbedaan polaritas akan mengakibatkan campuran air dan minyak memisah setelah dibiarkan hingga stabil. Biosurfaktan di dalam campuran tersebut akan mencegah terjadinya pemisahan tersebut dan akan menghasilkan lapisan minyak teremulsi (Willumsen et al, 2000). Emulsi yang terjadi pada permukaan cairan dapat terjadi karena kemampuan senyawa surfaktan untuk menggabungkan senyawa polar (cairan media Nutrient Broth) dan senyawa non polar (N-heksan). Bodour & Miller-Maier (1998) menyatakan bahwa jumlah senyawa surfaktan yang terbentuk dapat dinyatakan melalui kemampuan surfaktan mengurangi tegangan pada permukaan cairan. Dengan adanya emulsi yang terbentuk di antara cairan media dan N-heksan, maka volume
N-heksan yang berada di atas cairan media pasti akan menurun. Berdasarkan Tabel 5.4 menunjukkan bahwa isolat P2, P3, dan C4 memiliki aktivitas emulsifikasi yang baik karena memiliki nilai emulsi yang besar. Hasil uji emulsifikasi dinyatakan adanya aktivitas emulsifikasi. Aktivitas emulsifikasi berhubungan dengan konsentrasi surfaktan, karena semakin besar konsentrasi biosurfaktan, kemampuan senyawa tersebut untuk mengemulsifikasi minyak mentah juga semakin bertambah (Walter et al. 2010). Kosaric (2001) menyatakan bahwa emulsifikasi dari biosurfaktan dapat terjadi akibat adanya beberapa faktor. Diantaranya adalah keberadaan senyawa hidrofob dan senyawa hidrofil, kondisi air, temperatur dan komponen ataupun molekul biosurfaktan itu sendiri. Pengukuran Tegangan Permukaan Hasil koleksi isolat Bacillus sp. dan Pseudomonas sp. dengan konsentrasi aktivitas emulsifikasi yang besar diukur tegangan permukaannya dengan metode Cincin Du-Nouy. Semakin besar konsentrasi biosurfaktan, kemampuan senyawa tersebut untuk mengemulsifikasi minyak mentah juga semakin baik. Surfaktan adalah senyawa yang dapat menurunkan tegangan permukaan air/larutan. Aktivitas surfaktan diperoleh karena memiliki sifat ganda dari molekulnya. Molekul surfaktan memiliki sifat polar (gugus hidrofilik) dapat dengan mudah larut di dalam air dan sifat non polar (gugus hidrofobik) yang mudah larut dalam minyak (Willumsen, 2000).
Tabel 5.5 Hasil Perhitungan Tegangan Permukaan Tegangan Permukaan Isolat (dyne/cm) Kontrol 48,26 P2 37,67 P3 39,99 C4 41,19
Penurunan Tegangan Permukaan (dyne/cm) 0,00 10,59 9,27 7,07
Perhitungan tegangan permukaan ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar kemampuan bakteri penghasil biosurfaktan tersebut terhadap penurunan tegangan permukaan antar cairan. Tabel 5.5 menunjukkan bahwa terdapat perbedaan nilai tegangan permukaan supernatan ketiga kultur yang dibandingkan dengan kontrol. Turunnya nilai tegangan permukaan supernatan dievaluasi untuk mengetahui potensi bakteri dalam menghasilkan biosurfaktan. Sheppard dan Mulligan (2000) menyatakan bahwa efektivitas dari suatu senyawa surfaktan dapat dinyatakan melalui kemampuan surfaktan dalam menurunkan tegangan permukaan cairan. Nilai tegangan permukaan terendah dicapai pada kultur dengan substrat N-heksan (37,67 dyne/cm), dengan penurunan sebesar 10,59 dyne/cm dibanding kontrol. Menurut Tang et al. (2011) penurunan nilai tegangan permukaan melebihi 10 dyne/cm merupakan indikasi bakteri tersebut berpotensi menghasilkan biosurfaktan. Perbedaan penurunan tegangan permukaan setiap isolat diduga karena jenis dan tipe dari biosurfaktan yang dihasilkan setiap isolat berbeda-beda. Rosenberg et al.
(2003) menyatakan bahwa perbedaan tipe dan komponen biosurfaktan yang dihasilkan tiap-tiap isolat juga akan mempengaruhi aktivitas emulsifikasi yang terjadi pada permukaan cairan. Hal ini pastinya akan memberikan hubungan antara aktivitas emulsi yang tinggi dapat menyebabkan aktivitas biosurfaktan juga akan meningkat. Analisa Profil Pita Protein Bakteri Penghasil Biosurfaktan Analisa profil protein menggunakan 3 isolat representatif dipilih berdasarkan uji seleksi bakteri dengan Blood Haemolysist Test dan emulsifiikasi untuk diketahui profil proteinnya menggunakan SDS-PAGE. Hasil dari analisa profil protein isolat berdasarkan berat molekul akan mendukung dari hasil karakterisasi isolat bakteri penghasil biosurfaktan berdasarkan uji morfologi dan biokimia. Sesuai dengan pendapat Ghazi et al (2009) yang menyatakan metode analisa SDS-PAGE dengan ekspresi profil protein dapat digunakan untuk mendukung hasil karakterisasi isolat bakteri penghasil biosurfaktan. Hasil profil protein isolat bakteri penghasil biosurfaktan dapat dilihat pada Gambar 5.1.
kDa 250__ 130__ 100__ 70__ 55__ 35__ 25__ 15__ 10__
M
P2
P3
C4
Gambar 5.1 Profil Pita Protein Isolat Bakteri Penghasil Biosurfaktan menggunakan SDSPAGE. Keterangan: M: Marker; P2 dan P3: dugaan isolat Bacillus sp.; C4: dugaan isolat Pseudomonas sp.
Dari hasil running dengan gel elektroforesis menggunakan SDS-PAGE dapat terdeteksi berat molekul isolat bakteri penghasil biosurfaktan dengan kisaran 11,60 kDa hingga 136,72 kDa, berat molekul protein dan jumlah pita masing-masing isolat bakteri penghasil biosurfaktan yang memiliki kemiripan dapat dilihat pada Tabel 5.5. Tabel 5.5 Karakterisasi Bakteri Penghasil Biosurfaktan berdasarkan Berat Molekul Hasil SDS-PAGE dengan Satuan kDa P2 104,57 68,09 61,17 46,78 -
P3 104,57 68,09 61,17 46,78 -
C4 69,94 57,97 50,70 44,34
Dari hasil SDS-PAGE pada Tabel 5.5 dapat dilihat karakteristik pita protein isolat P2, P3 dan C4 yang memperlihatkan jumlah pita protein beserta berat molekul protein terdeteksi. Hal tersebut menunjukkan bahwa karakteristik fenotip ketiga isolat memiliki variasi bakteri penghasil biosurfaktan yang dikelompokkan dalam genus berbeda (Bacillus sp. dan Pseudomonas sp.) berdasarkan berat molekul pita protein. Didapat dua isolat, P2 dan P3 (Bacillus sp.) yang berasal dari limbah cair pemotongan memiliki kemiripan ditunjukan dengan adanya pita protein dengan berat molekul 104,57 kDa, 68,09 kDa, 61,17 kDa, dan 46,78 kDa. Menurut Mubarik (2001) Bacillus sp. memiliki berat molekul pada profil pita protein 4478 kDa. Pada isolat C4 (Pseudomonas sp.) yang berasal dari limbah cucian karkas memiliki perbedaan dengan kedua isolat tersebut dapat dilihat dari profil pita
protein dengan berat molekul 69,94 kDa, 57,97 kDa, 50,70 kDa, dan 44,34 kDa. Pseudomonas sp. memiliki profil pita protein fungsional dengan berat molekul 20 – 60 kDa dari hasil isolasi protein ekstraselular (Liao et al., 1998, McKevitt et al., 1989, and Sexton et al., 1994). Profil pita protein yang terdeteksi berkaitan erat dengan karakteristik dari isolat bakteri penghasil biosurfaktan hasil isolasi. Kemiripan pita protein yang terdeteksi antara isolat bakteri penghasil biosurfaktan yang didapat dari limbah pemotongan menunjukan bahwa isolat hasil isolasi mempunyai karakteristik yang sama. Semakin banyak jumlah kemiripan pita protein yang terdeteksi, maka tingkat kesamaan karakteristik isolat bakteri penghasil biosurfaktan hasil isolasi semakin tinggi. Berbeda dengan isolat yang didapat dari limbah cucian karkas tidak menunjukkan kemiripan dengan kedua isolat tersebut berdasarkan berat molekul dari profil pita proteinnya. Hal ini dapat disimpulkan bahwa adanya variasi bakteri penghasil biosurfaktan pada limbah cair rumah potong ayam tradisional berdasarkan profil pita protein dengan menggunakan metode SDS-PAGE. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian maka disimpulkan bahwa dari hasil isolasi bakteri penghasil biosurfaktan asal dari limbah cair rumah potong ayam tradisional didapatkan jumlah bakteri 8,8±4,2x102 cfu/ml dari limbah pemotongan dan jumlah bakteri 8,5±3,0x103 cfu/ml dari limbah cucian karkas. Bakteri penghasil biosurfaktan asal limbah cair rumah potong ayam tradisional memiliki karakteristik fenotip mendekati genus Bacillus sp. dan Pseudomonas sp.. Hasil karakteristik profil pita protein mendukung adanya variasi genus bakteri penghasil biosurfaktan. Isolat penghasil biosurfaktan hasil isolasi limbah cair rumah potong ayam tradisional diketahui mempunyai potensi yang cukup baik sebagai penghasil
biosurfaktan yang ditunjukkan dengan kemampuan bakteri tersebut terhadap penurunan tegangan permukaan. UCAPAN TERIMA KASIH Terima kasih kepada direktorat jenderal DIKTI karena telah memberikan pembiayaan penelitian ini. Terima kasih kepada Laboratorium Sentral Ilmu Hayati, Laboratorium Mikrobiologi Program Kedokteran Hewan, serta Laboratorium Biokimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Brawijaya sebagai tempat pelaksanaan penelitian. DAFTAR PUSTAKA Amara, Amro A, et al. 2009. The Possibility to Use Bacterial Protease and Lipase as Biodetergent. Global Journal of Biotechnology & Biochemistry 4 (2): 104-114 Anandaraj, B and P.Thivakaran. 2010. Isolation and Production of Biosurfactant Producing Organism from Oil Spilled Soil. Journal Bioscient Technology, vol 1 (3),2010,120‐126 p.g. Department of Microbiology, Thanthai Hans Roever College, Peramabalur – 621 212. Tamilnadu., India. Aqi. 2008. Biosurfaktan dalam Operasi Teknik Lingkungan. Teknologi. Forum Sains Indonesia. Asian Productivity Organiztion. (2001), ” Green Productivity Training Manual”. Tokyo: APO Barrow dan Feltham. 1993. Manual for identification of medical bacteria. 3rd Edn. Cambridge University Press, Cambridge, London. Berber, Ismet. 2004. Characterization of Bacillus species by numerical analysis of their SDS-PAGE protein profiles. Journal of Cell and Molecular Biology 3: 33-37. Haliç University, Printed in Turkey.
Bird, T. 1993. Kimia Fisika Untuk Universitas. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Bodour, A. A. and R. M Miller-Maier. 1998. Application of a Modified Drop Collapsing Technique for Surfactant Quantitation and Screening of Biosurfactant Producing Microorganisms. Journal of Microbiological Methods. 32: 273-280. Brenner, Don J., Noel R. Krieg, J.T. Staley. 2005. Bergey’s Manual of Systematic Bacteriology. Second Edition. Vol. 2. Springer. Brown, M. J. 1990. Biosurfactants for Cosmetic Applications. International Journal of Cosmetic Science. 13: 6164. Cameotra, S. S. and R. S. Makkar. 2004. Recent Applications of Biosurfactant as Biological and Immunological Molecules. Cur. Opin. Microbiol. 7: 262-266. Dehghan, G. G., E. Behravan, and M. Moshafi. 2008. Studies on Biosurfactants Production by Bacillus licheniformis. Iran: Pharmaceutics Research Center, Kerman University of Medical Sciences. Devrise, L.A., Pot, B., Vandamme, P., Kersters, K., and Haesebrouck, F., 1995. Identification of Enterococcus spesies isolated from food product of animal origin. Int. J. Food Microbiol. 26, 187-197. Fatimah. 2007. Uji produksi biosurfaktan oleh pseudomonas sp. pada substrat yang berbeda. Jurusan Biologi FMIPA Universitas Airlangga Surabaya Francy DS, Thomas JM, Raymond RL and Ward CH, 1991. Emulsification of Hydrocarbons by Surface Bacteria. J ind Microbiol 8: 234–246.
Garrity, G. M. 2005. Bergey’s Manual of Systematic Bacteriology. Second Edition. Vol. 2. Part B. Springer. Handayani D.T. 2006. Karakterisasi Protein Imunoglobulin Y (IgY) Kuning Telur H5N1, H5N2, H5N9 Menggunakan Metode Sodium Dodecyl Sulphate-Polyacrylamide Gel Electrophoresis (SDS-PAGE). Bogor: Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Jennings, E. M. and R. S. Tanner. 2000. Biosurfactant - Producing Bacteria Found in Contaminated and Uncontaminated Soils. Proceedings of the 2000 Conference on Hazardous Waste Research. Dept. of Botany and Microbiology, University of Oklahoma. Johnsons V, Sigh M, Saini VS, Andikari DK, Sista V and Yadav NK, 1992. Bioemulsifer Production Using Non Aseptic Fermentation of Mixed Cultures. J Biotechnol and Bioeng 44: 661–666. Kholiq, Ing M. Abdul. 2012. Balai Teknologi BPPT mengembangkan Biosurfaktan untuk Bioremediasi Hidrokarbon. Serpong. Kosaric, N. 2001. Biosurfactants and Their Applications for Soil Bioremediation. Food Technol. Biotechnol. 39(4): 295–304. Kumar, S. dan Nussinov, R. 2001. “How do Thermophilic Protein Deal with Heat”. Cellular and Molecular Life Science. 58, 1216-1233. Lay, B. W. 1994. Analisis Mikroba di Laboratorium. Edisi pertama. P.T. Raja Grafindo Persada. Jakarta. Lestari, Septianingtyas. Fitri W. Hartanti. 2010. Tegangan Permukaan Cairan dengan Metode Cincin Du Nouy. Departemen Kimia. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Institut Teknologi Bandung.
Liao, C.H. and D.E. McCallus. 1997. Biochemical and genetic characterization of an extracellular protease from Pseudomonas fluorescens CY091. Appl. Environ. Microbiol. 64:914-921. Maslin, P and R. M. Maier. 2000. Rhamnolipid-Enhanced ineralization of Phenanthrene in Organic-Metal Co-Contaminated Soils. Bioremediation Journal. 4(14): 295308 Mubarik, Rachmania. 2011. Penapisan Bacillus dan Karakterisasi Protease dan Amilase Ekstraseluler yang Dihasilkan untuk Degradasi Sisa Pakan pada Budi Daya Udang. Institut Pertanian Bogor: Maret. Mulligan, C.N. 2005. Environmental application for biosurfactants. Environ.Pollut. 133:183-198. Saeki, H., M. Sasaki, K. Komatsu, and H. Matsuda. 2007. Remediation of Spilled Oil Using Biosurfactant Produced by Gordonia sp. JE-1058. Bioresearch Center. Japan Energy Corporation. Nafiah. 2010. Lemak Ayam Cegah Global Warming. http://id.shvoong.com/ exactsciences/chemistry/2035780 lemak - ayam -cegah-globalwarming/. (18 Maret 2011). Nugroho, Astri. 2006. Produksi Biosurfaktan oleh Bakteri Pengguna Hidrokarbon dengan Penambahan Variasi Sumber Karbon. Jurusan Teknik Lingkungan. Universitas Trisakti. Grogol. Jakarta Barat. Hal: 312-316. Nur, M. A. dan H. Adijuwana. 1989. Teknik Pemisahan dalam Analisis Biologi. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas Ilmu Hayat Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Parra, J. L., J. Guinea, M. A. Manresa, M. Robert, M. E. Mercade, F. Comelles and M. P. Bosch. 2000. Chemical Characterization and Physicochemical Behavior of Biosurfactant. J. Am. Oil Chem. Soc. 66: 141-145. Rantam, F. A. 2003. Metode Imunologi. Edisi 1. AUP. Surabaya Reynold, J. 2004. O/F Glucose Media. http/:www.rlc.deccd.edu Riffiani, Rini. 2010. Bakteri Penghasil Biosurfaktan yang Diisolasi dari Pulau Laki Kepulauan Seribu. Bidang Mikrobiologi. Vol.5. Desember. Bogor. Rosenberg, M., D. Gutnick, and E. Rosenberg. 2003. Adherence of Bacteria to Hydrocarbons: A Simple Method for Measuring Cell-surface Hydrophobicity.FEMS Microbiology Letters. 9: 29-33. Sheppard, J. D. and C. N. Mulligan. 2000. The Production of Surfactin by Bacillus subtilis Grown on Peat Hydrolysate. Appl. Microbiol. Biotechnol. 27: 110-116. Singh, A., Van Hamme J.D. and Ward O.P. 2006. Surfactants in Microbiology and Biotechnology: Parts 2, Applications Aspects. Biotechnol. Adv. 25(1): 99-121. Singgih M.L dan M. Kariana.2008. Peningkatan Produktifitas & Kinerja Lingkungan Dengan Pendekatan Green Productivity Pada Rumah Pemotongan Ayam XX ,Purifikasi “Jurnal Teknologi & Manajemen Lingkungan”, ISSN: 14113465, Jurusan Teknik Lingkungan FTSP-ITS & Ikatan Ahli Teknik Penyehatan & Teknik Lingkungan Indonesia-Jawa Timur, Volume 9,Nomor 2, Surabaya, Juli 2008
SNI
2897-2008. Metode Pengujian Cemaran Mikroba Dalam Daging, Telur Dan Susu, Serta Hasil Olahannya. ICS 67.120.20
Soo, Y. D., Seok, B. L. and Eun, K. K. 2005. Characteristics of Microbial Biosurfactant as an Antifungal Agent Against Plant Pathogenic Fungus. Journal of microbiology and biotechnology. 15: 1164-1169. Tang, Muhamad dan Veinardi Suendo. 2011. Pengaruh Penambahan Pelarut Organik Terhadap Tegangan Permukaan Larutan Sabun. Prosiding Simposium Nasional Inovasi Pembelajaran dan Sains 2011 (SNIPS 2011), Bandung, Indonesia Tarntip. R dan Thungkao Sirichom. 2011. Isolation of proteolytic, lipolytic, and bioemulsifying bacteria for improvement of the aerobic treatment of poultry processing wastewater. African Journal of Microbiology Research Vol. 5(30) Wardhana, W. A. 2001. Dampak Pencemaran Lingkungan. Yogyakarta: Penerbit Andi. Willumsen PA, and Karlson U, 2000. Screening of Bacteria, Isolated from PAH Contaminated Soils, for Production of Biosurfactans dan Bioemulsifiers. Biodegradation 7: 415–423.