TINJAUAN PUSTAKA Ayam Petelur Saat ini terdapat dua kelompok ayam petelur yaitu tipe ringan yang umumnya menghasilkan telur dengan warna kerabang putih dan tipe medium yang umumnya menghasilkan telur dengan kerabang berwarna coklat. Ayam petelur merupakan ayam yang dipelihara dan diseleksi khususnya untuk menghasilkan telur. Galur atau strain ayam yang ada saat ini dapat berasal lebih dari satu bangsa. Umumnya tipe ringan berasal dari bangsa White Leghorn, tipe medium dari Rhode Island Red, Australorp dan Barred Plymouth Rock, sedangkan tipe berat dari bangsa New Hampshire, White Playmouth Rock dan Cornish (Amrullah, 2004). Kualitas bagian luar meliputi warna, bentuk, tekstur, keutuhan, kebersihan kerabang, sedangkan kualitas bagian dalam meliputi kekentalan putih telur, warna kuning telur, posisi kuning telur dan keberadaan noda-noda berupa bintik-bintik darah pada kuning maupun putih telur (Umar, 2000). Permasalahan yang paling mendasar bagi usaha peternakan ayam di Indonesia adalah ditemukannya Salmonella enteritridis pada peternakan pembibitan (breeder). Hal ini akan menjadi sumber infeksi berantai yang dapat ditularkan ke peternakan final stock di berbagai wilayah pemasarannya (Purnomo dan Bahri, 1997). Telur Telur segar merupakan telur yang baru dikeluarkan induk unggas. Telur tersebut diperdagangkan tanpa pengolahan terlebih dahulu. Telur segar dapat dibagi menjadi dua golongan yaitu telur segar biologis dan telur segar komersial. Tanda-tanda telur segar yang masih baru adalah kerabang telur mulus, kuning telur berada di tengah-tengah yang tidak bergerak bebas dan rongga udara kecil (Sarwono, 1994) Kualitas telur konsumsi, terutama telur ayam dapat digolongkan menjadi dua macam yaitu kualitas telur bagian luar dan kualitas bagian dalam (Sarwono, 1994). Kualitas bagian luar meliputi warna kerabang, bentuk, tekstur, keutuhan, kebersihan kerabang, sedangkan kualitas bagian dalam meliputi kekentalan putih telur, warna kuning telur, posisi kuning telur dan keberadaan noda-noda berupa bintik-bintik darah pada kuning maupun putih telur (Umar, 2000). 49
Kasus Salmonellosis pada manusia yang disebabkan oleh bakteri patogen Salmonella enteritidis pada umumnya bersumber dari telur konsumsi yang dimakan mentah atau dimasak tidak sempurna. Pada kasus Salmonellosis, ditemukan sebesar 62,5% disebabkan oleh Salmonella enteritidis, 12,9% oleh Salmonella thypimurium dan kurang dari 2% disebabkan oleh Salmonella serotipe yang lain. Serotipe yang berada pada 10 besar penyebab kasus salmonellosis di Eropa adalah Infantis, Virchow, Newport, Hadar, Stanley, Derby, Agona dan Kentucky. Telur dan produknya adalah makanan perantara yang paling sering pada penyebaran Salmonella (Gantois et al., 2009). Secara umum, ada dua jalan kemungkinan dari cara kontaminasi Salmonella pada telur. Telur dapat terkontaminasi lewat masuknya bakteri pada seluruh bagian kerabang dari koloni saluraran pencernaan dan feses yang telah terkontaminasi selama atau setelah oviposisi. Kemungkinan yang kedua adalah kontaminasi secara langsung pada kuning telur, putih telur serta membran dan kerabang sebelum oviposisi, sesuai menurut infeksi dari organ reproduksi oleh Salmonella enteritidis (Gantois et al., 2009). Salmonella dapat masuk ke dalam telur dengan dua cara yaitu melalui jalur vertikal dan horizontal. Jalur vertikal dimulai saat unggas dewasa kelamin, Salmonella berada dalam ovarium, dan saluran reproduksi dari ayam betina. Di antara berbagai jenis Salmonella, serotipe Salmonella typhimurium dan Salmonella entritidis dapat mensekresi di dalam isthmus dan masuk ke dalam telur selama proses pembentukan. Jalur horizontal dapat terjadi melalui permukaan terluar dari kerabang telur. Kerabang telur dapat terkontaminasi oleh Salmonella melalui feses. Selain itu, Salmonella dapat masuk kedalam telur khususnya saat berada di dalam inkubator dan mesin penetasan (Chao et al., 2007). Saluran Pencernaan Ayam Saluran pencernaan (gastrointestinal) merupakan suatu ekosistem yang mengandung berbagai jenis mikroflora yang mempunyai peran dalam pencernaan makanan, sistem pertahanan dan pertumbuhan epitel usus. Bagian usus kecil terdapat pankreas yang menghasilkan enzim amilase, lipase, tripsin. Selain itu, enzim tersebut ada enzim lainnya yang dihasilkan dari dinding usus kecil
50
berfungsi untuk menguraikan protein dan gula. Hasilnya akan diserap usus kecil untuk didistribusikan ke seluruh bagian tubuh ayam. Saluran pencernaan yang relatif pendek pada unggas digambarkan pada proses pencernaan yang cepat yaitu lebih kurang selama empat jam (Anggorodi, 1985). Salmonella Salmonella adalah bakteri Gram negatif yang tidak berspora, berbentuk batang kecil dan tumbuh dengan optimum pada suhu 35 °C sampai 37 °C. Salmonella diklasifikasikan dalam dua spesies yaitu Salmonella enterica dan Salmonella bongori (Jordan et al., 2001). Unggas dapat diinfeksi oleh berbagai jenis dari Salmonella enterica, beberapa jenisnya seperti S. pullorum dan S. gallinarum merupakan bakteri spesifik yang dibawa oleh ayam, adapun jenis lainnya seperti S. typhimurium, S. enteritidis, dan S. heidelberg dapat menginfeksi lebih banyak inang seperti unggas, babi, sapi, dan telur serta produk-produk segar lainnya (Hong et al., 2003). Salmonella pada unggas bisanya diperoleh dari jaringan reproduksi yaitu ovarium dan oviduk sampai rongga selaput perut, selain itu bakteri ini juga dapat ditemukan di saluran pencernaan seperti pada usus besar. Ayam yang mampu bertahan akibat serangan dari Salmonella enteritidis dapat menularkan bakteri dengan cara menghasilkan telur ayam yang mengandung Salmonella. Kontaminasi Salmonella pada telur ayam ras dimulai dari pembentukan telur di dalam tubuh induk, hal ini disebabkan karena induknya terkena infeksi S. enteritidis di ovarium, oleh sebab itu, patogen ini disebut dengan S. enteritidis transovarian. Keberadaan Salmonella pada daging dan telur ayam dapat menyebabkan keracunan makanan yang berupa diare pada hewan dan manusia (Chao et al., 2007). Lima jenis spesies Salmonella enterica yang berhubungan dengan unggas, keracunan makanan, dan salmonellosis pada manusia adalah Salmonella enterica typhimurium, enteritidis, heidelberg, newport, dan hadar (Hong et al., 2003). Bakteri-bakteri yang terdapat di permukaan luar kulit telur dapat masuk ke dalam telur melalui pori-pori kulit telur, menuju ke kuning telur lalu berkembang biak. Salmonella termasuk bakteri Gram negatif yang relatif tahan terhadap daya antimikroba yang terkandung di dalam putih telur sehingga bakteri tersebut dapat masuk sampai kuning telur dan berkembang biak. Salmonella yang diisolasi
51
diperoleh dari tiap jaringan reproduksi yaitu ovarium, oviduk dan oviduk bagian bawah (Gast et al., 2006). Salmonellosis Penyakit ini disebut juga dengan Salmonellosis atau parathypoid. Parathypoid merupakan penyakit yang bersifat ganas dan bisa menyerang secara menahun. Penyakit ini disebabkan oleh banyak spesies Salmonella yang sifatnya berbeda dengan S. pullorum dan S. gallinarum. Diperkirakan ada 20-30 spesies Salmonella yang bisa menyebabkan ayam sakit. Spesies tersebut diantaranya S. enteritidis, S. oranienberg, S. montevideo, S. newport, S. typhimurium, S. anatum, S. derby, dan S. bredeney. Salmonellosis adalah penyakit menular pada hewan yang bersifat zoonosis dan termasuk food borne disease (Gast, 1997). Berbagai strain bakteri Salmonella yang paling sering dilaporkan menjadi penyebab salmonellosis antara lain S. enteritidis dan S. typhimurium. Kejadian salmonellosis pada manusia di Amerika Serikat sekitar 50% disebabkan oleh S. enteritidis, S. typhimurium, dan S. Heidelberg (Pascual et al., 1999). Salmonella enteritidis biasanya mengkontaminasi telur yang dihasilkan oleh induk yang terinfeksi bakteri tersebut dan menjadi sumber penularan yang penting. Dari hasil penelitian beberapa peneliti penularan S. enteritidis pada telur terjadi secara vertikal dan horizontal (Miyamoto et al., 1998). Penularan vertikal terjadi akibat kuning telur atau albumin tertular oleh bakteri tersebut yang terjadi didalam organ reproduksi induk yang teinfeksi. Penularan horizontal terjadi akibat penetrasi S. enteretidis pada kerabang telur. Penularan Salmonella pada anak ayam dapat terjadi secara vertikal dan horizontal (Gast, 1997). Gejala ayam yang terserang infeksi parathypoid bisa dilihat hanya pada ayam muda (kurang dari tujuh minggu) yaitu terjadi diare yang diikuti dehidrasi, kotoran berbentuk pasta atau basah di daerah sekitar kloaka (vent), sayap terkulai, menggigil, dan bergerombol mendekati sumber pemanas. Tingkat serangan dan kematian tinggi, terutama dua minggu pertama masa pemanasan. Terdapat sedikit lesion atau bahkan tidak ditemukan pada ayam yang mati akibat penyakit ini. Selain itu, terjadi oophoritis dengan pendarahan, terjadi pengejuan atau atrophic di folikel orchitis. Namun, biasanya hanya terjadi dehidrasi dan enteritis (focal necrotic lesions) di permukaan mukosa usus kecil. Pada kasus tertentu terdapat
52
luka bulat kecil (necrotic focl) di bagian hati, terdapat garis hemorrhagic (pendarahan) di hati dan ginjal, serta terjadi pericarditis (jantung dilapisi selaput). Penyebaran organisme parathypoid atau Samonella sering terjadi melalui kotoran yang telah terkontaminasi dan mencemari pakan, air minum, dan kerabang telur tetas. Selain menyerang ayam, Salmonella ini bisa menyerang reptil, serangga, dan manusia. Kontaminasi pada Telur Kontaminasi kerabang luar Selama oviposisi, kontaminasi lingkungan pada area penempatan telur seperti boks, lingkungan penetasan atau truk penetasan, dapat mengkontaminasi bagian luar kerabang. Kehadiran kotoran ayam dan materi organik yang basah memberi kesempatan
Salmonella dapat bertahan dan tumbuh dengan cara
menyediakan kebutuhan nutrisi dan satu tingkat perlindungan fisik (Gantois et al., 2009). Salmonella dapat pula bertahan dan tumbuh pada sel telur saat tidak ada kontaminasi isi saluran pencernaan, khususnya pada suhu rendah dan kelembapan relatif rendah. Bakteri Salmonella kemungkinan bertahan pada waktu yang lebih panjang saat suhu rendah dengan menurunkan tingkat metabolisme, hal ini terjadi pada kondisi tidak menguntungkan yaitu saat permukaan kerabang kering (Gantois et al.,
2009). Selain sebagai pelindung fisik, kerabang telur dan
membran juga berfungsi sebagai pelindung kimiawi. Struktur utuh telur dapat dilihat pada Gambar 1.
Kutikula Kerabang Membran luar Rongga udara Membran dalam Putih telur Membran vitelin Kuning telur
Gambar 1. Struktur Telur Secara Utuh Sumber: Gantois et al. (2009)
53
Bakteri dapat dengan mudah masuk melalui kerabang telur yang retak. Telur utuh memiliki 3 pelindung fisik untuk mencegah bakteri masuk. Kutikula adalah yang pertama, dimana terdapat selaput enzim protein hidrofobik yang menyelimuti kerabang telur dan pembukaan pori-pori, pengkristalan kerabang dan membran kerabang. Selain menurut fungsinya sebagi pelindung fisik, kerabang telur dan membran juga berfungsi sebagai pelindung kimiawi (Gantois et al., 2009). Kontaminasi telur selama pembentukan telur Beberapa petunjuk pendukung yang menggambarkan bahwa kontaminasi telur lebih seperti disebabkan selama pembentukan telur di organ reproduksi daripada masuknya bakteri lewat kerabang. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa Salmonella enteritidis diisolasi dari selaput organ reproduksi dari unggas yang terinfeksi dan tidak ada perkembangbiakan bakteri (kolonisasi) di usus halus. Salmonella enteritidis sejauh ini memiliki kemampuan terus-menerus untuk menginfeksi selaput reproduksi ayam betina secara alami maupun percobaan (Gantois et al., 2009). Salmonella enteritidis dapat bertahan hidup saat pembentukan telur adalah hal penting yang ditemukan pada kasus kontaminasi telur. Salmonella berkoloni di organ reproduksi dapat disatukan saat pembentukan telur, menghasilkan kontaminasi
komponen telur
yang tidak
menjadikan kegagalan
dalam
pembentukan telur dan menyediakan bakteri agar tidak terbunuh oleh albumin. Kontaminasi kuning telur dapat terjadi karena kolonisasi ovarium oleh Salmonella. Pengecilan folikel di ovarium telah ditemukan saat penelitian infeksi Salmonella, kebanyakan karena pertumbuhan yang tinggi dalam nutrisi kuning telur saat suhu tubuh ayam 42 ºC (Gantois et al., 2009). Mekanisme transovarian belum begitu jelas diketahui. Kemungkinankemungkinan yang terjadi antara lain adalah Salmonella menyerang dan masuk melewati selaput folikel dan masuk ke dalam kuning telur atau Salmonella menyerang bagian tertentu dari dinding folikel dan kemudian terbawa ke oviduk selama ovulasi (Saeed et al., 1999). Mekanisme penularan Salmonella pada ayam petelur dapat dilihat pada Gambar 2.
54
Salmonella masuk melewati kerabang telur dan membran Salmonella di feses atau vagina Selama Penyimpanan Bertahan hidup dan tumbuh pada putih telur dan membran vitelin
Kontaminasi telur melalui organ reproduksi Infundibulum Menginfeksi membran kuning telur Magnum Menginfeksi putih telur
Bergerak masuk melewati membran vitelin
Ismus Menginfeksi membran kerabang Kerabang Luar Menginfeksi kerabangtelur
Berkembang biak dalam kuning telur
Gambar 2. Mekanisme Penyebaran Salmonella Secara Vertikal dan Horizontal Sumber : Gantois et al. (2009)
Media Pertumbuhan Bakteri Media yang biasa digunakan untuk mengisolasi Salmonella dari produk unggas dan lingkungannya (Waltman, 1999). Tetrathionate (TT) Broth Larutan yang mengandung iodium dan natrium tiosulfat dikombinasikan untuk menghasilkan TT. Larutan ini dimodifikasi media pengkayaan TT dengan penambahan ox bile dan warna biru berlian. Berbagai peneliti menemukan bahwa TT berada pada performa terbaik ketika Coliform dalam jumlah besar, sedangkan RV berada pada performa terbaik saat Pseudomonas aeruginosa dalam jumlah besar. Maka dari itu, pilihan pengkayaan tergantung pada tipe sampel dan flora (Waltman, 1999). Rappaport-Vassilidis (RV) Media semi padat berdasarkan formulasi Rappaport dimodifikasi dan dipasarkan
yaitu
media
pengkayaan
Rappaport-Vassiliadis.
Media
ini
mengandung nutrisi lebih banyak, kapasitas penyangga yang lebih besar, menurunkan konsentrasi magnesium klorida, novobiocin, dan bahan semi padat. Jika media RV digunakan untuk isolasi S. pullorum atau S. gallinarum yang nonmotil, titik tumbuh saat inokulasi dari RV dan bahan harus ditumbuhkan kembali pada agar selektif (Waltman, 1999).
55
Bismuth Sulfite Agar (BSA) Bismuth Sulfite Agar merupakan media yang sangat spesifik untuk isolasi Salmonella typhii dan spesies lain. Adanya bismuth sulfite dan brilliant green dapat menghambat pertumbuhan Gram positif dan Coliform. Adanya sulfur dalam media akan diubah menjadi H2S yang berperanan mengendapkan besi, sehingga koloni berwarna coklat-hitam dengan kilap logam, tampak seperti mata kelinci. Mikroba lain yang dapat tumbuh
antara lain Pseudomonas, Shigella dan
Vibrionaceae. Media ini sangat baik digunakan pada tahap awal untuk memilahkan Salmonella dari mikroba lain (Waltman, 1999). Hektoen Enteric Agar (HEA) Hektoen Enteric Agar diformulasikan untuk mengisolasi Salmonella dan Shigella ketika menumbuhkan flora normal usus halus. Media ini mengandung bile salts sebagai bahan penyeleksi dan laktosa, sukrosa, salicin dan indikator H2S sebagai bahan pembeda (Waltman, 1999). Salmonella-Shigella (SS) Agar Salmonella-Shigella Agar diformulasikan untuk mencegah tumbuhnya Coliform namun membantu tumbuhnya Salmonella dan Shigella. Indikator yang digunakan sebagai penyeleksi adalah laktosa dan H2S (Waltman, 1999). Xylose Lysine Deoxycholate (XLD) Agar Xylose Lysine Deoxycholate Agar memiliki bahan penyeleksi sodium deoxycholate, laktosa, sukrosa, lisin, dan indikator H2S. Munculnya H2S ditandai dari tumbuhnya koloni berwana hitam.
56