II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Usaha Peternakan Ayam Ras Petelur Usaha peternakan ayam ras petelur saat ini berkembang sangat pesat, baik dari segi skala usaha maupun dari jumlah peternakan yang ada. Beberapa alasan peternak untuk terus menjalankan usaha peternakan ayam petelur ini dikarenakan jumlah permintaan telur ayam ras yang terus meningkat, perputaran modal yang cepat, akses mendapatkan input produksi yang mudah dengan skala kecil maupun besar merupakan daya tarik tersendiri bagi para pelaku usaha untuk menekuni usaha peternakan ayam ras petelur ini. Usaha peternakan dapat digolongkan ke dalam beberapa bagian. Menurut Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 472/Kpts?TN.330/6/96, usaha peternakan terbagi menjadi tiga kategori, yaitu peternakan rakyat, pengusaha kecil peternakan, dan pengusaha peternakan. Peternakan rakyat adalah peternak yang mengusahakan budidaya ayam dengan jumlah populasi maksimal 15.000 ekor per periode. Pengusaha kecil peternakan adalah peternak yang membudidayakan ayam dengan jumlah populasi maksimal 65.000 ekor per periode. Sedangkan untuk pengusaha peternakan adalah pengusaha peternak yang mebudidayakan ayam dengan jumlah populasi melebihi 65.000 ekor per periode. Khusus untuk Pengusaha Peternakan, dapat menerima bimbingan dan pengawasan dari pemerintah. Hal tersebut dapat ditegaskan dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 16 Tahun 1977 tentang usaha peternakan. Peraturan pemerintah ini menjelaskan bahwa Menteri bertanggung jawab dalam bidang peternakan atau pejabat yang ditunjuk olehnya berkewajiban melakukan bimbingan dan pengawasan atas pelaksanaan perusahaaperusahaan peternakan. Agribisnis khususnya peternakan dapat dilihat dari empat sub sistem agribisnis peternakan yaitu hulu, hilir dan penunjang. Sub sistem agribisnis hulu meliputi seluruh proses produksi sapronak (sarana produksi ternak) seperti DOC, pakan, obat-obatan serta peralatan-peralatan peternakan. Sub sitem budidaya ternak berkaitan dengan proses produksi ternak dengan menggunakan input yang dihasilkan
12
oleh sub sistem hulu untuk menghasilkan output yang siap diolah dan dipasarkan. Sub sistem hilir meliputi kegiatan pengolahan produk yang dihasilkan oleh sub sistem budidaya ternak menjadi produk olahan dan produk akhir. Sedangkan sub sistem penunjang adalah sub sistem yang menunjang keberhasilan ketiga sub sistem di atas. Sub sistem penunjang ini dapat berupa lembaga keuangan bank maupun non bank, lembaga penelitian dan pengembangan, lembaga pendidikan dan pelatihan, transportasi, komunikasi, dan kebijakan-kebijakan pemerintah. 2.2 Karakteristik Ayam Ras Petelur Ayam petelur adalah ayam-ayam betina dewasa yang dipelihara khusus untuk diambil telurnya. Asal mula ayam unggas ini berasal dari ayam hutan dan itik liar yang ditangkap dan dipelihara serta dapat bertelur cukup banyak. Tahun demi tahun ayam hutan dari seluruh wilayah dunia diseleksi secara ketat oleh para pakar. Arah seleksi ditujukan pada produksi yang banyak, karena ayam hutan tadi dapat diambil telur dan dagingnya maka arah dari produksi yang banyak dalam seleksi tadi mulai spesifik. Ayam yang terseleksi untuk tujuan produksi daging dikenal dengan ayam broiler, sedangkan untuk produksi telur dikenal dengan ayam petelur. Selain itu, seleksi juga diarahkan pada warna kulit telur hingga kemudian dikenal ayam petelur putih dan ayam petelur cokelat. Persilangan dan seleksi itu dilakukan cukup lama hingga menghasilkan ayam petelur seperti yang ada sekarang ini. Dalam setiap kali persilangan, sifat jelek dibuang dan sifat baik dipertahankan. Inilah yang kemudian dikenal dengan ayam petelur unggul. Menginjak awal tahun 1900-an, ayam liar itu tetap pada tempatnya akrab dengan pola kehidupan masyarakat dipedesaan. Memasuki periode 1940-an, orang mulai mengenal ayam lain selain ayam liar itu. Dari sini, orang mulai membedakan antara ayam orang Belanda (Bangsa Belanda saat itu menjajah Indonesia) dengan ayam liar di Indonesia. Ayam liar ini kemudian dinamakan ayam lokal yang kemudian disebut ayam kampung karena keberadaan ayam itu memang di pedesaan. Sementara ayam orang Belanda disebut dengan ayam luar negeri yang kemudian lebih akrab dengan sebutan ayam negeri (kala itu masih merupakan ayam negeri galur
13
murni). Ayam semacam ini masih bisa dijumpai di tahun 1950-an yang dipelihara oleh beberapa orang penggemar ayam. Hingga akhir periode 1980-an, orang Indonesia tidak banyak mengenal klasifikasi ayam. Ketika itu, sifat ayam dianggap seperti ayam kampung saja, bila telurnya enak dimakan maka dagingnya juga enak dimakan. Namun, pendapat itu ternyata tidak benar, ayam negeri atau ayam ras ini ternyata bertelur banyak tetapi tidak enak dagingnya. Ayam yang pertama masuk dan mulai diternakkan pada periode ini adalah ayam ras petelur white leghorn yang kurus dan umumnya cepat habis masa produktifnya. Antipati orang terhadap daging ayam ras cukup lama hingga menjelang akhir periode 1990-an. Ketika itu mulai merebak peternakan ayam broiler yang memang khusus untuk daging, sementara ayam petelur dwiguna atau ayam petelur cokelat mulai menjamur pula. Disinilah masyarakat mulai sadar bahwa ayam ras mempunyai klasifikasi sebagai petelur handal dan pedaging yang enak. Mulai terjadi pula persaingan tajam antara telur dan daging ayam ras dengan telur dan daging ayam kampung. Sementara itu telur ayam ras cokelat mulai diatas angin, sedangkan telur ayam kampung mulai terpuruk pada penggunaan resep makanan tradisional saja. Persaingan inilah menandakan maraknya peternakan ayam petelur. Ayam kampung memang bertelur dan dagingnya dapat dimakan, tetapi tidak dapat diklasifikasikan sebagai ayam dwiguna secara komersial unggul. Penyebabnya, dasar genetis antara ayam kampung dan ayam ras petelur dwiguna ini memang berbeda jauh. Ayam kampung dengan kemampuan adaptasi yang luar biasa baiknya, sehingga ayam kampung dapat mengantisipasi perubahan iklim dengan baik dibandingkan ayam ras akan tetapi ayam kampung tidak dapat menghasilkan telur sebanyak ayam ras petelur. Hanya kemampuan genetisnya yang membedakan produksi kedua ayam ini. Walaupun ayam ras itu juga berasal dari ayam liar di Asia dan Afrika. Perbedaan antara ayam kampung (ayam buras) dengan ayam dwiguna petelur (ayam ras) dapat dilihat pada Tabel 5.
14
Tabel 5. Perbandingan Produktivitas Ayam Ras Petelur dengan Ayam Buras Keterangan
Ayam Ras
Ayam Buras
- Produksi telur (butir/tahun)
200 – 250
40 – 60
50 – 60
30 – 40
hampir tidak ada
ada
tinggi
sangat terbatas
- Berat telur (gram) - Sifat mengeram - Kemampuan berproduksi
Sumber : PT. Japfa Comfeed, 2001 Dari Tabel 5 tampak bahwa ayam ras petelur yang merupakan hasil rekayasa genetis berdasarkan karakter-karakter dari ayam-ayam yang ada sebelumnya, mengalami
perbaikan-perbaikan
genetik
yang
diupayakan
agar
mencapai
performance yang optimal, sehingga dapat memproduksi telur dalam jumlah yang banyak. Salah satu keuntungan dari telur ayam ras petelur adalah produksi telurnya yang lebih tinggi dibandingkan produksi telur ayam buras dan jenis unggas yang lain. 2.3
Klasifikasi Klasifikasi adalah suatu sistem pengelompokan jenis-jenis ternak berdasarkan
persamaan-persamaan dan perbedaan-perbedaan karakteristik. Pada ternak ayam, klasifikasi dapat dilakukan dengan cara yaitu: a.
Taksonomi Zoologi Ternak ayam di dalam dunia hewan memiliki taksonomi sebagai berikut: Filum
: Chordata
Subfilum : Vertebrata Kelas
: Aves
Subkelas : Neornithes
b.
Ordo
: Galliformes
Genus
: Gallus
Spesies
: Gallus domesticus
Klasifikasi Standar Pengelompokan ayam yang berdasarkan kelas, bangsa, varietas dan strain.
15
1.
Kelas adalah pengelompokan ayam berdasarkan daerah pembentukkannya misalnya kelas inggris, kelas amerika, kelas asia dan kelas mediterania.
2.
Bangsa adalah pengelompokkan ayam dalam satu kelas berdasarkan perbedaan bentuk tubuh. Misalnya pada kelas inggris terdapat bangsa ayam sussex, orpington dan cornish.
3.
Varietas adalah pengelompokkan ayam dalam satu bangsa berdasarkan perbedaan warna bulu dan jengger. Misalnya white lenghorn, brown lenghorn, white plymouthrock, dan barred plymouthrock.
4.
Strain adalah sekelompok ayam yang dihasilkan oleh breederfarm melalui proses pemuliabiakan untuk tujuan ekonomis tertentu. Misalnya strain ayam petelur hyline dan arbor acres.
Tabel 6. Performan Beberapa Strain Ayam Petelur Umur Awal Strain
Produksi (minggu)
Umur pada Produksi 50% (minggu)
Puncak Produksi
FCR
(%)
Kematian (%)
Lohmann Brown MF 402
19-20
22
92-93
2,3-2,4
2-6
Hisex Brown
20-22
22
91-92
2,36
0,4-3
Bovans White
20-22
21-22
93-94
2,2
5-6
Hubbard Golden Comet
19-20
23-24
90-94
2,2-2,5
2-4
Dekalb Warren
20-21
22,5-24
90-95
2,2-2,4
2-4
Bovans Goldline
20-21
21,5-22
93-95
1,9
6-7
Brown Nick
19-20
21,5-23
92-94
2,2-2,3
4-7
Bovans Nera
21-22
21,5-22
92-94
2,3-2,45
2-5
Bovans Brown
21-22
21-23
93-95
2,25-2,35
2-7
Sumber : PT. Japfa Comfeed, 2001 c.
Klasifikasi berdasarkan tipe Berdasarkan tujuan pemeliharaan atau biasa disebut tipe ayam, ayam dapat dikelompokkan menjadi:
16
1.
Tipe petelur Ayam tipe petelur memiliki karakteristik bersifat nervous atau mudah terkejut, bentuk tubuh ramping, cuping telinga bewarna putih dan kerabang telur bewarna putih. Karakteridtik lainnya yaitu produksi telur tinggi (200 butir/ekor/tahun), efisien dalam pengguanaan ransum untuk membentuk telur, dan tidak memiliki sifat mengeram.
2.
Tipe pedaging Karakteristik ayam tipe pedaging bersifat tenang, bentuk tubuh besar, pertumbuhan cepat, bulu merapat ke tubuh, kulit putih dan produksi telur rendah.
3.
Tipe Dwiguna Ayam tipe dwiguna memiliki karakteristik sifat tenang, bentuk tubuh sedang, produksi telur sedang, pertumbuhan ssedang dan kulit bewarna coklat.
d.
Klasifikasi ayam di Indonesia Berdasarkan kondisi perkembangan peternakan ayam di Indonesia, dapat dibuat klasifikasi yang khas untuk pengembangan perunggasan yaitu: 1.
Ayam Ras Ayam ras adalah jenis ayam dari luar negeri yang bersifat unggul sesuai dengan tujuan pemeliharaan karena telah mengalami perbaikan mutu genetis. Jenis ayam ini ada dua tipe yaitu tipe pedaging dan tipe petelur.
2.
Ayam Lokal Ayam lokal adalah jenis ayam asli Indonesia, masih alami dan belum banyak mengalami perbaikan mutu genetis. Ayam lokal disebut juga ayam bukan ras (buras), untuk membedakannya dengan ayam ras. Di beberapa daerah, dikembangkan masyarakat sehingga memiliki karakteristik yang relatif homogen, baik bentuk tubuh maupun warna bulu. Kemudian ayam tersebut diberi nama berdasarkan nama daerah atau nama tertentu. Misalnya ayam kedu, ayam sentul, dan ayam nunukan. Sementara karakteristik ayam lokal yang dipelihara oleh sebagian besar masyarakat di pedesaan masih alami.
17
Bentuk tubuh dan warna bulu sangat beragam yang biasanya disebut ayam kampung. 2.4
Jenis-Jenis Ayam Ras Petelur Jenis ayam petelur dibagi menjadi dua tipe:
a.
Tipe Ayam Petelur Ringan Tipe ayam ini disebut dengan ayam petelur putih. Ayam petelur ringan ini
mempunyai badan yang ramping/kurus-mungil/kecil dan mata bersinar. Bulunya berwarna putih bersih dan berjengger merah. Ayam ini berasal dari galur murni white leghorn. Ayam galur ini sulit dicari, tapi ayam petelur ringan komersial banyak dijual di Indonesia dengan berbagai nama. Setiap pembibit ayam petelur di Indonesia pasti memiliki dan menjual ayam petelur ringan (petelur putih) komersial ini. Ayam ini mampu bertelur lebih dari 260 telur per tahun produksi hen house. Sebagai petelur, ayam tipe ini memang khusus untuk bertelur saja sehingga semua kemampuan dirinya diarahkan pada kemampuan bertelur, karena dagingnya hanya sedikit. Ayam petelur ringan ini sensitif terhadapa cuaca panas dan keributan, dan ayam ini mudah kaget bila kaget ayam ini produksinya akan cepat turun, begitu juga bila kepanasan. b.
Tipe Ayam Petelur Medium Bobot tubuh ayam ini cukup berat. Meskipun itu, beratnya masih berada di
antara berat ayam petelur ringan dan ayam broiler. Oleh karena itu ayam ini disebut tipe ayam petelur medium. Tubuh ayam ini tidak kurus, tetapi juga tidak terlihat gemuk. Telurnya cukup banyak dan juga dapat menghasilkan daging yang banyak. Ayam ini disebut juga dengan ayam tipe dwiguna. Karena warnanya yang cokelat, maka ayam ini disebut dengan ayam petelur cokelat yang umumnya mempunyai warna bulu yang cokelat juga. Dipasaran orang mengatakan telur cokelat lebih disukai daripada telur putih, kalau dilihat dari warna kulitnya memang lebih menarik yang cokelat daripada yang putih, tapi dari segi gizi dan rasa relatif sama. Satu hal yang berbeda adalah harganya dipasaran, harga telur cokelat lebih mahal daripada telur putih. Hal ini dikarenakan telur cokelat lebih berat daripada telur putih dan
18
produksi telur cokelat lebih sedikit daripada telur putih. Selain itu daging dari ayam petelur medium akan lebih laku dijual sebagai ayam pedaging dengan rasa yang enak. 2.5 Telur Ayam Telur adalah salah satu sumber protein hewani yang memiliki rasa yang lezat, mudah dicerna, dan bergizi tinggi (Ginting, 2007). Komposisi telur ayam terdiri dari 73,7 persen air, 12,9 persen protein, 11,2 persen lemak dan 0,9 persen karbohidrat, sedangkan struktur telur terdiri dari 3 komponen yaitu kulit telur (11 persen dari total bobot telur), putih telur (57 persen dari total bobot telur) dan kuning telur (32 persen dari total bobot telur) (Purnama, 2008). Telur disamping harganya relatif murah jika dibandingkan dengan makanan berprotein hewani lainnya, telur juga mengandung protein cukup tinggi (Sarwono, 1997). Nilai tertinggi telur terdapat pada bagian kuningnya. Kuning telur mengandung asam amino esensial yang dibutuhkan serta mineral seperti besi, fosfor sedikit kalsium, dan vitamin B kompleks. Sebagian protein (50 persen) dan semua lemak terdapat pada kuning telur. Adapun putih telur yang jumlahnya sekitar 60 persen dari seluruh bulatan telur mengandung 5 jenis protein dan sedikit karbohidrat (Ginting, 2007) Telur dapat memberikan manfaat untuk kesehatan, memberikan pengobatan, dan memiliki banyak kegunaan lainnya sehingga telur dikatakan sebagai produk yang serbaguna. Konsumsi telur di Indonesia rendah jika dibandingkan dengan negara tetangga Malaysia yang kini mengkonsumsi enam butir telur per orang dalam seminggu (Yudohusodo, 2003). 2.6
Kajian Penelitian Terdahulu Penelitian terdahulu yang dijadikan sebagai bahan referensi adalah berbagai
penelitian yang berhubungan dengan analisis kelayakan usaha dan peternakan. Menurut Salmawati (2009), prospek pengembangan agribisnis ayam ras petelur di masa yang akan datang dilihat dari sisi penawaran (supply side) dan sisi permintaan (demand side) telur di Indonesia. Dari sisi permintaan, prospek agribisnis ayam ras petelur sangat berkaitan dengan peranan telur ayarm ras dalam struktur konsumsi
19
telur dan sifat permintaannya yang sangat sesuai dengan perkembangan masa depan. Di samping semakin pentingnya peranan telur ayam ras dalam struktur konsumsi telur, telur ayam ras memiliki sifat permintaan yang income estic demand. Bila pendapatan meningkat, maka konsumsi telur juga meningkat. Di masa yang akan datang, pedapatan per kapita akan meningkat terutama pada negara-negara yang saat ini termasuk berpendapatan randah dan menengah. Dengan demikian, konsumsi telur juga diperkirakan akan meningkat. Sementara itu, bila dilihat kecendrungan produksi telur ayam ras yang meningkat sebesar 4,50 persen per tahun atau sekitar 709,72 ribu ton pada tahun 2005, maka peluang pasar telur ayam pada tahun ini mencapai 269,98 ribu ton. Peluang pasar ini diisi oleh telur ayam buras dan teluk itik yang pangsanya masing-masing 15 persen dan selebihnya merupakan peluang pasar telur ayam ras. Peluang pasar ini belum termasuk pasar ekspor, baik dalam bentuk telur segar maupun powder. Penelitian Pratomo (2007) menganalisis efesiensi produksi usaha ternak ayam buras ramah lingkungan yang dilakukan di peternakan P4S Eka Jaya Jakarta Selatan untuk penggemukan ayam buras ramah lingkungan ditinjau dari konsumsi faktor dengan bobot yang dihasilkan secara menyeluruh. Efesiensi secara teknis dalam penggunaan input yang ditunjukkan dari nilai elastisitas produksi selama periode produksi yaitu sebesar 0,967 persen, belum efisiensi secara ekonomis karena nilai rasio NPM dan BKM secara keseluruhan pada masa finisher tidak sama dengan satu. Peternakan P4S Eka Jaya memperoleh keuntungan paling besar apabila ayam dipanen pada umur 12 minggu, karena nilai rasio dengan penerimaannnya dengan biaya pakan dan
bibit
menunjukkan
nilai
terbesar
yaitu
2,21
dengan
nilai
sebesar
Rp 10.703,67/ekor. Penelitian Kusuma ( 2005) menganalisis pendapatan dan efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi peternakan ayam probiotik dan non-probiotik pada usaha ternak ayam ras pedaging pada perusahaan Sunan Kudus Farm. Model Yang digunakkan adalah model C0bb-Douglas, dengan faktor produksi yang digunakan antara lain bibit, pakan, pemanas, tenaga kerja dan obat-obatan. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan respontif didalam meningkatkan produksi telur pada
20
peternak yang menggunakan probiotik, sedangkan tenaga kerja dan obat-obatan lebih responsif tehadap peningkatan produksi telur pada peternakan non-probiotik. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa penggunaan faktor-faktor produksi pada peternakan Sunan Kudus Farm belum efisien. Hal tersebut ditunjukkan dengan tidak adanya rasio perbandingan antar NPM denga BKM yang bernilai sama dengan satu. Penelitian yang dilakuakan oleh Fitrial (2009) mengenai analisis tingkat kelayakan finansial penggemukkan kambing dan domba pada Mitra Tani Farm (MTF) di Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor. Dari hasil penelitian didapat perhitungan analisis finansial dengan memperoleh NPV sebesar Rp 359.346, IRR sebesar 11,7 persen dengan discount rate sebesar 8,5 persen , Net B/C dan Gross B/C masing-masing sebesar 2,53 dan PP diperoleh sebesar 1,5 tahun. Selain itu dalam penelitian ini juga dilakukan analisis sensitivitas. Variabel-variabel yang digunakan yaitu kenaikan harga input yang masih dapat ditolerir sampai 5.34 persen dan penurunan kuantitas penjualan
sebesar 4,79 persen. Secara Finansial dapat
disimpulkan bahwa peternakan ini layak untuk dijalankan. 2.7
Perbedaan dan Persamaan dengan Penelitian Terdahulu Pada penelitian ini pembahasan difokuskan pada analisis kelayakan usaha
peternakan ayam ras petelur Dian Layer Farm yang berada di Kampung Kahuripan, Kecamatan Darmaga. Analisa kelayakan yang dibahas dalam penelitian ini adalah analisa kelayakan non finansial dan analisa kelayakan finansial. Analisa kelayakan non finansial yaitu aspek teknis, aspek pasar, aspek manajemen, aspek hukum dan aspek sosial, linkungan, sedangkan analisis kelayakan finansial dilakukan dengan cara menghitung kriteria invesasi seperti NPV,IRR,Net B/C dan PP serta Laba Rugi. Analisis sensitivitas juga digunakan untuk menghitung sampai sejauh mana pengaruh perubahan faktor yang sangat sensitif mempengaruhi kriteria kelayakan investasi pada Dian Layer Farm. Persamaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu yaitu penelitian yang dilakukan oleh Salmawati (2009), Pratomo (2007), Kusuma (2005) yaitu pada komoditi yang diteliti, sama-sama meneliti ayam sedangkan dengan Fitrial (2009)
21
mengunkan alat analisis yang sama yaitu analisis kelayakan. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu dapat dilihat dari segi alat analisis, komoditas yang dijadikan penelitian dan lokasi penelitian.
22