6
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Deskripsi Ayam Petelur
Ayam petelur adalah ayam-ayam betina dewasa yang dipelihara khusus untuk diambil telurnya. Asal mula ayam petelur adalah berasal dari ayam hutan yang ditangkap dan dipelihara serta dapat bertelur cukup banyak. Jenis ayam ini merupakan spesies Gallus domesticus. Ayam yang pertama masuk dan mulai diternakkan di Indonesia adalah ayam ras petelur white leghorn yang kurus dan umumnya setelah habis masa produktifnya dijadikan ayam potong. Terdapat tiga jenis ayam yaitu tipe ringan berasal dari bangsa white leghorn, tipe medium dari bangsa rhode island reds, dan barred plymouth rock dan tipe berat dari bangsa new hamp shire, white ply mouth rock, dan Cornish (Amrullah, 2004). Ayam petelur merupakan ayam betina dewasa yang dipelihara khusus untuk diambil telurnya (Cahyono, 1995). Ayam petelur adalah ayam yang sangat efisien untuk menghasilkan telur dan mulai bertelur umur ± 5 bulan dengan jumlah telur sekitar 250--300 butir per ekor per tahun (Susilorini dkk., 2008).
B. Gambaran Umum Produksi Telur Blakely dan Bade (1991) menyatakan bahwa untuk ayam petelur produksi telur rata-rata yang baik adalah 20 butir per bulan. Menurut Tillman, dkk. (1986),
7 ayam petelur berproduksi tinggi akan mampu menghasilkan rata-rata 250 butir telur per ekor pertahun dengan berat kira-kira mencapai 60 g. Amrullah (2003) menyatakan bahwa petelur unggul dapat berproduksi sampai 70% atau 275 butir per tahun. Produksi telur ayam lokal di Indonesia dengan makanan yang baik berkisar antara 40--50%. Performa beberapa strain ayam petelur terdapat pada Tabel 1.
Tabel 1. Performa beberapa strain ayam petelur
Umur awal produksi (minggu)
Umurpada produksi 50% (minggu)
Puncak produksi (%)
FCR
Lohmann Brown MF 402
19--20
22
92--93
2,3--2,4
Hisex Brown
20--22
22
91--92
2,36
Bovans White
20--22
21--22
93--94
2,2
Hubbard Golden Comet
19--20
23--24
90--94
2,2--2,5
Dekalb Warren
20--21
22,5--24
90--95
2,2--2,4
BovansGoldline
20--21
21,5--22
93--95
1,9
Brown Nick
19--20
21,5--23
92--94
2,2--2,3
BovansNera
21--22
21,5--22
92--94
2,3--2,4
Bovans Brown
21--22
21--23
93--95
2,25--2,3
Isa Brown*) Sumber: Rasyaf (1995) *) Hendrix (2007)
18--19
20
94--95
2,4--2,5
Strain
Menurut Cahyono (1995), jenis ayam petelur dibagi menjadi dua tipe: 1. Tipe ayam petelur ringan. Tipe ayam ini disebut dengan ayam petelur putih. Ayam petelur ringan ini mempunyai badan yangkecil dan mata bersinar.Bulunya berwarna putih bersih dan berjengger merah. Ayam ini
8 berasal dari galur murni White Leghorn. Ayam ini mampu bertelur lebih dari 260 telur per tahun. Ayam petelur ringan ini sensitif terhadap cuaca panas dan keributan, dan ayam ini mudah kaget dan bila kaget ayam ini produksinya akan cepat turun, begitu juga bila kepanasan. 2. Tipe ayam petelur medium. Bobot tubuh ayam ini cukup berat, beratnya masih berada diantara berat ayam petelur ringan dan broiler, sehingga disebut tipe ayam petelur medium. Tubuh ayam ini tidak kurus, tetapi juga tidak terlihat gemuk. Telurnya cukup banyak dan juga dapat menghasilkan daging yang banyak. Ayam ini disebut juga ayam tipe dwiguna. Bulu ayam ini warnanya cokelat, maka ayam ini disebut ayam petelur cokelat. Konsumen di pasaran lebih menyukai telur dengan warna kerabang yang cokelat daripada kerabang yang warna putih karena lebih menarik, tetapi dari segi gizi dan rasa relatif sama.
Strain adalah klasifikasi ayam berbasarkan garis keturunan tertentu melalui persilangan dari berbagai kelas, bangsa, atau varietas sehingga ayam tersebut memiliki bentuk, sifat, dan tipe produksi tertentu sesuai dengan tujuan produksi (Ningrum, 2011).
North dan Bell(1990) menyatakan bahwa jumlah telur yang dihasilkan selama fase produksi sangat ditentukan oleh perlakuan yang diterima termasuk pada fase starter dan grower khususnya imbangan nilai gizi ransum yang diberikan. Penurunan rata-rata produksi telur tergantung dari lingkungan, kualitas ransum, pemberian ransum, strain, dan faktor manajemen (Charoen Pockpand, 2005).
9 Berat telur dan ukuran telur berbeda-beda, tetapi antara berat dan ukuran telur saling berhubungan (Sarwono, 1994). Kemudian ditambahkan berdasarkan beratnya, telur ayam ras dapat digolongkan menjadi beberapa kelompok sebagai berikut 1) jumbo, dengan berat 65g per butir, 2) ekstra besar, dengan berat 60-65g per butir, 3) besar, dengan berat 55--60g per butir, 4) sedang, dengan berat 50--55g per butir, 5) kecil, dengan berat 45--50g per butir, dan kecil sekali, dengan berat di bawah 45g per butir (Sarwono, 1994). Menurut Tillman dkk. (1986), berat rata-rata sebutir telur ayam ras yang sedang berproduksi adalah 60 g dengan rata-rata produksi pada titik optimal adalah 250 butir per ekor per tahun. Menurut Yuwanta (2010), apabila ayam bertelur pada umur 20 minggu maka berat telur akan terus meningkat secara cepat pada 6 minggu pertama setelah bertelur, kemudian kenaikan terjadi secara perlahan setelah 30 minggu dan akan mencapai berat maksimal setelah umur 50 minggu. Anggorodi (1994) mengemukakan bahwa besarnya telur dipengaruhi oleh beberapa faktor termasuk sifat genetik, tingkat dewasa kelamin, umur, obatobatan, dan ransum sehari-hari. Faktor ransum terpenting yang diketahui memengaruhi besar telur adalah protein dan asam amino yang cukup dalam ransum.Selanjutnya dijelaskan, bahwa di samping ransum yang berkualitas baik juga air minum turut berpengaruh terhadap ukuran besar kecilnya telur, pada ayam kekurangan air minum akan memengaruhi organ reproduksinya. North dan Bell (1990) menyatakan bahwa telur dihasilkan dari induk ayam muda lebih kecil dibandingkan dengan telur yang dihasilkan dari induk yang lebih tua.
10 Mude (1987) melaporkan bahwa besar dan berat telur dapat dipengaruhi oleh suhu lingkungan, dan berat maksimum dapat dicapai pada suhu lingkungan yang rendah sedangkan berat terendah diperoleh pada suhu diatas 29oC.
C. Gambaran Umum Ayam Petelur Strain Lohmann Brown Lohmann brown adalah ayam tipe petelur yang populer untuk pasar komersial, ayam ini merupakan ayam hibrida dan selektif dibiakkan khusus untuk menghasilkan telur, diambil dari jenis Rhode Island Red yang dikembangkan oleh perusahaan asal Jerman bernama Lohmann Tierzuch. Kebanyakan ayam ini memiliki bulu berwarna cokelat seperti caramel, dengan bulu putih di sekitar leher dan di ujung ekor (Rasyaf,1995). Ayam ini mulai dapat bertelur pada umur 18 minggu, menghasilkan 1 butir telur per hari, dapat bertelur sampai 300 butir pertahun dan biasanya bertelur pada saat pagi atau sore hari. Kebanyakan orang akan memelihara ayam ini pada fase grower atau fase dimana ayam ini akan mulai berproduksi (Charoen Pockpand,2005). Berat tubuh strainlohman brownpada umur 20 minggu sekitar 1,6--1,7kg dan pada akhir produksi sekitar 1,9--2,1 kg. Strain ini cukup cepat mencapai dewasa kelamin, yaitu 50% produksi dicapai pada umur 140--150 hari. Produksi telur tinggi, yaitu sekitar 305 butir pertahun. Berat telur rata--rata 63,5--64,5 g, konsumsi ransum sampai umur 20 minggu sekitar 7,4--7,8kg dan pada saat produksi sekitar 110--120g/ekor/hari dengan konversi ransum sekitar 2,1--2,2 (Rasyaf, 1995) . Tabel 2 menunjukkan berat rata-rata strain ayam lohman brown
11 Tabel 2. Berat tubuh rata-rata strain ayam lohman brown Usia Mm (minggu)
Berat tubuh
Umur
Berat tubuh
Umur
Berat tubuh
(g)
(minggu)
(g)
(minggu)
(g)
4
2.65 -- 2.85
30
1.824-- 2.016
56
1.886 -- 2.084
6
4.58 -- 4.92
32
1.829 --2.021
58
1.891-- 2.090
8
6.61 -- 7.09
34
1.834 --2.027
60
1.895 --2.095
10
8.43 -- 9.05
36
1.838 --2.032
62
1.900 --2.100
12
1.006 --1.080
38
1.843 --2.037
64
1.905 --2.105
14
1.155--1.239
40
1.848 --2.042
66
1.910 --2.111
16
1.283--1.377
42
1.853 --2.048
68
1.914 --2.116
18
1.423--1.527
44
1.857 --2.053
70
1.919 --2.121
20
1.583--1.697
46
1.862 --2.058
72
1.924 --2.126
22
1.727 --1.853
48
1.867 --2.063
74
1.929 --2.132
24
1.786--1.954
50
1.872 --2.069
76
1.933 --2.137
26
1.805--1.995
52
1.876 --2.074
78
1.938 --2.142
28
1.815--2.006
54
1.881 --2.079
80
1.943 --2.147
Sumber: PT. Charoen Pockpand,(2005)
D. Gambaran Umum Ayam Petelur Strain Isa Brown Ayam isa brown merupakan strain ayam ras yang diciptakan di Inggris pada 1972. Strain ini diciptakan untuk memenuhi keunggulan standar yang diinginkan para konsumen yang meliputi faktor-faktor: produktivitas dan bobot telur tinggi, konversi ransum rendah, daya hidup tinggi, dan masa bertelur panjang. Namun, dari semua kriteria tadi ayam isa brown dapat memproduksi telur yang cukup tinggi dan harga afkirnyapun lumayan (Sudarmono, 2003). Ayam petelur isa brown merupakan jenis ayam hasil persilangan antara ayam rhode island whites dan rhode island reds.Isa brown termasuk ayam petelur tipe medium yang memiliki produktivitas yang cukup tinggi yaitu mampu
12 menghasilkan telur sebanyak 351 butir per tahun. Isa brown komersial mempunyai daya hidup 98 % sampai umur 18 minggu dan 93% sampai masaproduksi 76 minggu. Ayam tersebut mulai produksi telur pada umur 18 minggu, mencapai 50% hen – day pada umur 20 minggu dan mencapai puncak pada umur 26 minggu. Puncak produksi mencapai 95% hen-day. Rata-rata bobot telur mencapai 62,7 g/ butir pada umur 76 minggu.Ayam petelur strain isa brown memiliki periode bertelur antara 18--80 minggu, liveability (daya hidup) sebesar 93,2%, puncak produksi sebesar 95% pada umur 26 minggu. Rata-rata bobot telur strain isa brown sebesar 63,2 g dan mampu mencapai puncak produksis ebesar 95% (Hendrix, 2007). Isa brown menghasilkan telur dengan warna kerabang cokelat. Strain isa brown memiliki bulu cokelat kemerahan. Isa brown mulai berproduksi umur 18--19 minggu rata-rata berat telur 62,9 g dan bobot badannya 2,01 g ( PT Charoend Pockpand, 2009). Periode produksi ayam petelur terdiri dari dua periode yaitu fase I dari umur 21--42 minggu dengan rata-rata produksi telur 78% dan berat telur 56 g ,fase II umur 42--72 minggu dengan rata-rata produksi telur 72% dan bobot telur 60 g (Scottdkk., 1982).
E. Kualitas Telur Kualitas telur ayam dapat digolongkan menjadi dua macam, yaitu kualitas telur bagian luar (eksternal) dan kualitas telur bagian dalam (internal). Kualitas internal telur meliputi indeks yolk, indeks albumen, pH, penurunan berat telur, nilai Haugh Unit, dan tebal kerabang. Kualitas eksternal telur meliputi bentuk telur, berat telur, kebersihan kerabang (Indratiningsih, 1996).
13 1. Tebal kerabang Tebal kerabang secara langsung dapat diukur dengan mikrometer, tebal kerabang telur normal untuk ayam ras berkisar antara 0,33-0,35 mm (Steward dan Abbott., 1972). Menurut Kurtini dkk. (2011), faktor yang memengaruhi pada ketebalan kerabang antara lain : a. umur peneluran, tebal kerabang telur semakin tipis terutama setelah setengah masa peneluran. b. Suhu memelihara > 210C, menipiskan kerabang telur, dan akan serius jika kelembapan meningkat. c. ransum, sehubungan dengan proses metabolisme terutama Ca, P, Zn, vitamin D, A, dan C. d. penyakit, terutama ND dan IB yang menyebabkan kerabang telur tipis dan kasar. Virus dari penyakit ini menginfeksi semua jaringan tubuh termasuk alat reproduksi sehingga terjadi degenerasi sel endometrial yang berakibat mucin yang dihasilkan sedikit, sehingga terjadi pembentukan kerabang yang abnormal. e. clutch, telur terakhir dari clutch mempunyai kerabang telur lebih tebal dari pada sebelumnya. f. umur induk, ayam muda akan menghasilkan kerabang telur yang lebih tebal daripada ayam tua. Hal ini disebabkan oleh kemampuan menyerap dan metabolisme Ca berkurang pada ayam tua karena bertambah tua ayam, telur semakin besar, sedangkan Ca telur yang didepositkan jumlahnya tetap sehingga kerabang telur menjadi lebih tipis.
14 g. obat-obatan, terutama preparat sulfa mengakibatkan penipisan kerabang telur. Pembentukan kerabang telur dibantu enzim karbonikanhidrase untuk mengkatalisir hidroksi CO2 dalam pembentukan CaCO3. Sulfanilamid akan menghambat kerja enzim tesebut sehingga kerabang telur menjadi abnormal (Kurtini dkk., 2011).
Menurut Stadelman dan Cotteril (1973), komposisi dari kerabang telur adalah 98,2% kalsium, 0,9 % magnesium dan 0,9 % fosfor, sehingga ketebalan kerabang telur ayam ras fase produksi kedua normal.
Semakin tua umur ayam petelur maka absorpsi kalsium semakin menurun, sehingga kualitas kerabang telur juga menurun. Tuanya umur ayam petelur menyebabkan
bobot telur meningkat tanpa diikuti peningkatan jumlah kalsium karbonat untuk dideposisikan kedalam kerabang telur (Świątkiewiczet al, 2010).
Hasil penelitian Steward dan Abbott (1972) menunjukkan tebal kerabang berkisar antara 0,33--0,35 mm. Tipisnya kerabang dipengaruhi beberapa faktor yakni: umur, tipe ayam, zat-zatmakanan, peristiwa faal dari organ tubuh, stres dan komponen lapisan kulit telur. Kerabang yang tipis relatif berpori lebih banyak dan besar, sehinggamempercepat turunnya kualitas telur akibat penguapan dan pembusukan lebihcepat.
2. Penurunan berat telur Penurunan berat telur dapat dipengaruhi oleh keadaan awal telur tersebut. Telur yang beratnya lebih besar akan mengalami penurunan berat lebih besar dari pada
15 telur yang beratnya kecil. Hal ini disebabkan oleh perbedaan jumlah pori-pori kerabang telur, perbedaan luasan permukaan tempat udara bergerak, dan ketebalan kerabang telur (Kurtinidkk., 2011). Penurunan berat telur dan pembesaran kantung udara atau kenaikan volume kantung udara , adalah dua jenis perubahan yang secara langsung berkaitan dan dengan mudah dapat diketahui dari luar. Rata-rata diameter kantung udara telur segar adalah 1,5 cm. Penambahan diameter ini merupakan fungsi dari waktu, bila suhu dan kelembapan dianggap tepat. Penambahan itu cepat pada awalnya, namun semakin cepat penambahan itu semakin cepat (Kurtinidkk., 2011). Stadelman dan Cotterill (1997) yang menyatakanbahwa telur yang disimpan pada suhu ruang dengan kelembapan udara yang rendah akan mengalami penyusutan berat lebih cepat dibandingkan dengan telur yang disimpan pada suhu ruang dengan kelembapan udara yang tinggi. Hal ini disebabkan oleh pengaruh kelembapan yang rendah selama penyimpanan akan mempercepat penguapan CO2 dan H2O dari dalam telur, sehingga penyusutan berat akan lebih cepat.
Hasil penelitian Samsudin(2008) menunjukkan nilai koefisien korelasi antara lama simpan dan penyusutan berat telur ayam ras yang diperoleh sebesar 0,83.Hal ini menunjukkan bahwa hubungan keeratan antara lama simpan yang berbeda dan penyusutan berat telur berkorelasi positif sebesar 83%.
Hasil penelitian Jazil dkk. (2012) menunjukkan rata-rata penyusutan berat telur pada minggu pertama dan kedua adalah sebesar 1,59 ± 0,66% dan 3,60 ± 1,66% yang berarti terjadi penurunan berat rata-rata tiap minggunya sebesar2,60 ±
16 1,61%. Penurunan berat telur selama penyimpanan dipengaruhi oleh suhu penyimpanan, kelembapan relatif dan porositas kerabang telur. Selama penyimpanan suhu rata-rata ruangan adalah 28,62° C dengan kelembapan 79,07%.
3. Nilai Haugh Unit (HU) Penentuan kualitas internal telur yang paling baik adalah berdasarkan nilai HU yang merupakan indeks dari tinggi putih telur kental terhadap berat telur. Perubahan kualitas putih telur kental ini jalannya logaritmis dengan perubahan putih telur kental. Semakin tinggi nilai HU, semakin baik kualitas putih telur, hal tersebut menandakan telur masih segar.Rumus yang digunakan untuk menghitung nilai HU (Nesheimdkk., 1997) HU = 100 Log (H+7,57 – 1,7 W0,37 Keterangan: HU : Haugh Unit H
: Tinggi putih telur (mm)
W : Bobot telur (g) Nilai HU untuk telur yang baru ditelurkan adalah 100, sedangkan lebih dari 70 diklasifikasikan baik. Nilai HU dipengaruhi oleh genetis, suhu dan kelembapan, dan pemberian preparat sulfa, yang akan menyebabkan encernya putih telur serta besar kecilnya telur (Kurtinidkk., 2011).
Nilai HU di daerah tropis turun sebanyak 23,7 setelah 7 hari dari peneluran dan perubahan nilai HU selama 48 jam sangat cepat jika dibandingkan dengan periode waktu berikutnya (Sabrani dan Setiyanto, 1980). Nurhantanti (2005) menyatakan
17 bahwa nilai HU dipengaruhi oleh lama simpan. Penyimpanan selama 15 hari berpengaruh terhadap nilai HU. Rata-rata nilai HU selama penelitian berkisar 45,58--50,96 dan memiliki kualitas B.
Muhtadi dan Sugiyoto (1992) menyatakan bahwa kehilangan CO2 melalui poripori kulit dari putih telur menyebabkan perubahan fisik dan kimia. Putih telur yang kehilangan CO2 tampak berair (encer). Pengenceran tersebut disebabkan oleh perubahan struktur protein mucin yang memberikan tekstur kental dari putih telur. Abbas (1989) menyatakan bahwa proses penipisan dari tinggi putih telur merupakan akibat interaksi antara lysozyme dengan ovomucin ketika pH naik akibat keluarnya gas CO2 selama penyimpanan yang menyebabkan berkurangnya daya larut ovomucin dan merusak kekentalan putih telur.
Sudaryani (2003) menyatakan bahwa nilai HU merupakan nilai yang menggambarkan kekentalan putih telur, makin kecil nilai HU maka semakin encer putih telur sehingga kualitas putih telur semakin rendah. Febrianti dkk. (2012) menyatakan telur segar yang disimpan pada suhu ruang selama sepuluh hari masih mempunyai nilai HU tergolong baik dengan kulitas B. Hasil penelitian Jazil dkk. (2012) menunjukkan telur segar memiliki nilai HU rata-rata 86,63 ± 9,67 termasuk dalam kualitas AA, telur yang telah disimpan selama 1 minggu memiliki nilai HU 41,59 ± 19,69 yang berarti termasuk dalam kualitas B. Hasil tersebut menunjukkan bahwa semakin lama penyimpanan nilai HU akan semakin menurun, hal ini terjadi akibat adanya penguapan H2O dan gas seperti CO2 yang menyebabkan putih telur kental semakin encer.
18 Penentuan kualitas telur berdasarkan HU menurut USDA (2000) adalah nilai HU kurang dari 31 digolongkan kualitas C, nilai HU antara 31--60 digolongkan kualitas B, nilai HU antara 60--72 digolongkan kualitas A, nilai HU lebih dari 72 digolongkan kualitas AA.
Tabel 3. Kualitas telur berdasarkan standar USDA Kualitas
AA
A
B
C
Faktor kualitas kerabang telur Bersih, tidak pecah, normal Bersih, tidak pecah, normal Bersih, tidak pecah, boleh sedikit bernoda, dan abnormal
Tidak pecah, boleh bernoda, dapat abnormal
Faktor kualitas putih telur
Faktor kualitas kuning telur
Jelas utuh, HU > 72
Garis batas jelas, bebas dari Kerusakan
Jelas, hampir utuh, HU : 60 -- 72
Masih jelas terlihat, bebas dari kerusakan
Jelas, sedikit encer,
Masih dapat dibedakan,
HU : 31-- 60
sudah membesar dan datar, ada sedikit kerusakan, tapi tidak serius
Sedikit encer dan berair, ada bintik darah/benda asing, HU < 31
Sumber : Card dan Nasheim (1979)
Mungkin masih dapat dilihat, sudah membesar dan dan mendatar, boleh menampkan embrio, tapi tidak berdarah, boleh ada kerusakan