ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI RISIKO PRODUKSI JAGUNG MANIS (Zea mays saccharata) DI DESA GUNUNG MALANG KECAMATAN TENJOLAYA KABUPATEN BOGOR
SKRIPSI
HARIS FATORI ALDILA H34080041
DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
1
RINGKASAN HARIS FATORI ALDILA. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Risiko Produksi Jagung Manis (Zea mays saccharata) di Desa Gunung Malang Kecamatan Tenjolaya Kabupaten Bogor. Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor (Di bawah bimbingan ANNA FARIYANTI).
Jagung merupakan salah satu tanaman pangan pokok yang dikonsumsi oleh sebagian besar penduduk selain beras, ubi kayu, ubi jalar, tales, dan sagu. Salah satu jenis jagung yang banyak dikonsumsi adalah jagung manis. Jagung manis banyak dikonsumsi karena memiliki rasa yang lebih manis dibandingkan dengan jagung biasa. Keunggulan dari jagung manis yaitu waktu panen yang singkat antara 60-70 hari, proses pasca panen mudah, dan harga jual jagung manis lebih tinggi daripada harga jagung pipilan. Desa Gunung Malang merupakan salah satu daerah Penghasil jagung manis terbesar di Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor. Petani di Desa Gunung Malang menghadapi adanya risiko produksi yang ditunjukkan dengan adanya fluktuasi produktivitas jagung manis. Selain itu, ratarata produktivitas jagung manis yang dicapai petani (8,17 ton/ha) masih dibawah rata-rata produktivitas potensial yaitu 12-14 ton per hektar. Adanya risiko produksi diduga disebabkan oleh pengaruh alokasi penggunaan input produksi dan faktor eksternal yaitu musim. Adanya risiko produksi ini juga akan berpengaruh terhadap pendapatan usahatani jagung manis. Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah: (1) Menganalisis pengaruh faktor-faktor produksi dan faktor lingkungan terhadap risiko produksi yang dihadapi oleh petani jagung manis di Desa Gunung Malang. (2) Menganalisis pengaruh risiko produksi terhadap pendapatan usahatani petani jagung manis di Desa Gunung Malang. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni hingga Juli 2012. Jumlah sampel yang diambil sebanyak 31 responden petani jagung manis di Desa Gunung Malang. Metode pengambilan sampel dilakukan dengan cara convinience sampling. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara langsung dengan alat bantu kuisoner. Data dan informasi yang diperoleh dianalisis secara kualitatif dan kuantitatif. Model yang digunakan adalah model Just and Pope dan analisis pendapatan usahatani serta menggunakan alat bantu kalkulator, Microsoft Excel dan SPSS versi 17. Berdasarkan hasil pendugaan parameter dapat dilihat bahwa peningkatan penggunan faktor produksi pupuk phonska dan pupuk TSP berpengaruh secara nyata terhadap peningkatan produktivitas jagung manis pada taraf nyata 20 persen. Sedangkan, peningkatan penggunaan pupuk kandang dan furadan secara nyata dapat menurunkan produktivitas jagung manis pada taraf nyata 20 persen. Faktor produksi benih, pupuk urea, pestisida cair, dan jumlah tenaga kerja tidak berpengaruh nyata terhadap produktivitas jagung manis. Penggunaan varietas benih non hawai secara nyata dapat meningkatkan produktivitas jagung manis pada taraf nyata 20 persen. Produktivitas jagung manis pada musim kemarau lebih kecil daripada musim hujan akan tetapi pengaruhnya tidak nyata.
2
Peningkatan penggunaan faktor produksi pupuk phonska dan furadan secara nyata dapat meningkatkan variance produktivitas (Risk Inducing Factor) pada taraf nyata 20 persen. Di lain sisi, peningkatan penggunaan pupuk TSP dan tenaga kerja secara nyata dapat menurunkan variance produktivitas (Risk Reducing Factor) pada taraf nyata 20 persen. Variabel benih, pupuk kandang, pupuk urea, dan pestisida cair tidak berpengaruh nyata terhadap variance produktivitas. Risiko pada musim kemarau lebih besar daripada musim hujan. Hal ini dikarenakan pada musim kemarau banyak tanaman yang mengalami kekeringan dan serangan hama dan penyakit. Sementara itu, penggunaan benih varietas hawai dapat menurunkan risiko. Akan tetapi pengaruh musim dan varietas tidak berpengaruh nyata terhadap variance produktivitas. Pendapatan usahatani jagung manis pada musim hujan lebih tinggi daripada pendapatan usahatani pada musim kemarau. Pengaruh sumber risiko musim menyebabkan perbedaan pendapatan tersebut. Pada musim kemarau tanaman jagung manis rawan terkena kekeringan sehingga dapat menurunkan produksi. Pendapatan usahatani jagung manis atas biaya tunai pada musim kemarau sebesar Rp 2.402.666,75, sedangkan pada musim hujan mencapai Rp 3.352.061,69. Pendapatan usahatani jagung manis atas biaya total pada musim kemarau sebesar Rp -514.584,44, sedangkan pada musim hujan sebesar Rp 1.396.129,95. Akan tetapi dengan menggunakan uji-T diperoleh hasil bahwa pendapatan usahatani pada kedua musim tidak berbeda nyata. Usahatani jagung manis pada musim kemarau lebih efisien daripada musim hujan karena nilai R/C atas biaya tunai maupun biaya total lebih besar dari satu.
3
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI RISIKO PRODUKSI JAGUNG MANIS (Zea mays saccharata) DI DESA GUNUNG MALANG KECAMATAN TENJOLAYA KABUPATEN BOGOR
HARIS FATORI ALDILA H34080041
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Agribisnis
DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
4
Judul Skripsi
: Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Risiko Produksi Jagung Manis (Zea mays saccharata) di Desa Gunung Malang Kecamatan Tenjolaya Kabupaten Bogor
Nama
: Haris Fatori Aldila
NIM
: H34080041
Menyetujui, Pembimbing
Dr. Ir. Anna Fariyanti, M.Si NIP. 19640921 199003 2001
Mengetahui, Ketua Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor
Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS NIP. 19580908 198403 1002
Tanggal Lulus :
5
PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul ”Analisis FaktorFaktor yang Mempengaruhi Risiko Produksi Jagung Manis (Zea mays saccharata)
di Desa Gunung Malang Kecamatan Tenjolaya Kabupaten Bogor” adalah karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Januari 2013
Haris Fatori Aldila H34080041
6
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Madiun, 04 April 1990. Penulis adalah anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Heri Purwadi dan Ibunda Sri Hartini. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Negeri Kresek 04, Kecamatan Wungu, Kabupaten Madiun pada tahun 1997 hingga tahun 2002. Kemudian pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan di SLTP Negeri 1 Wungu, Kabupaten Madiun hingga tahun 2005. Pendidikan menengah atas diselesaikan pada tahun 2008 di Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 1 Kota Madiun. Penulis diterima sebagai Mahasiswa Program Sarjana pada Program Studi Agribisnis di Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun 2008. Selama mengikuti pendidikan, penulis tercatat sebagai pengurus Koperasi Mahasiswa IPB pada Departemen Usaha periode tahun 2008-2010. Selain itu penulis juga tercatat sebagai pengurus Himpunan Profesi Mahasiswa Peminat Agribisnis (HIPMA) pada Departemen Human Resources Development (HRD) periode tahun 2011-2012. Selain aktif di organisasi, penulis juga aktif mengikuti Pekan Kreativitas Mahasiswa (PKM) dalam bidang Kewirausahaan, Pengabdian Masyarakat, dan Penelitian.
7
KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul ” Analisis
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Risiko Produksi Jagung Manis (Zea mays saccharata) di Desa Gunung Malang Kecamatan Tenjolaya Kabupaten Bogor”. Penulisan skripsi ini dilakukan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan Program Sarjana pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh penggunaan faktorfaktor produksi terhadap produksi dan risiko produksi jagung manis. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi para petani dan pihak terkait dalam mengatasi adanya risiko produksi yang dihadapi petani jagung manis serta dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan. Penulis menyadari masih terdapat kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Penulis berharap semoga hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca dan penelitian selanjutnya.
Bogor, Januari 2013 Haris Fatori Aldila
8
UCAPAN TERIMA KASIH Penyelesaian skripsi ini juga tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah SWT, penulis ingin menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada : 1.
Dr. Ir. Anna Fariyanti, MSi selaku dosen pembimbing skripsi atas waktu, bimbingan, arahan, dan kesabaran yang telah diberikan kepada penulis selama penyusunan skripsi ini.
2.
Tintin Sarianti, SP, MM selaku dosen penguji utama pada sidang skripsi yang telah meluangkan waktu, memberikan saran dan kritik untuk perbaikan skripsi ini.
3.
Eva Yolynda Aviny, SP, MM selaku dosen penguji komisi pendidikan Departemen Agribisnis pada sidang skripsi yang telah meluangkan waktu, memberikan saran dan kritik untuk perbaikan skripsi ini.
4.
Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS yang telah menjadi pembimbing akademik dan seluruh dosen dan staf Departemen Agribisnis.
5.
Kedua orangtua tercinta, yakni Bapak Heri Purwadi dan Ibunda Sri Hartini, serta adik Demas Cahya Pranata, dan keluarga besar tercinta untuk setiap dukungan, cinta kasih, dan doa yang selalu diberikan kepada penulis.
6.
Para petani jagung manis di Desa Gunung Malang, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor atas waktu dan informasi yang telah diberikan.
7.
Kepala Desa Gunung Malang, Camat Tenjolaya, Dinas Pertanian Kab. Bogor, BP4K Kab. Bogor, BP3K Cibungbulang, BPS Kab. Bogor, Kementrian Pertanian dan BPS Pusat atas data dan informasi yang telah diberikan.
8.
Syajaroh Duri selaku pembahas seminar yang telah bersedia memberikan saran dan kritik untuk perbaikan skripsi ini.
9.
Teman-teman satu bimbingan Amelia dan Regina Pramesia atas semangat dan sharing selama penulisan skripsi ini.
10. Teman-teman seperjuangan Hairul, Muhammar Kadapi, Akbar Zaenal Mutaqin, Andi Facino, Andika Yuli Sutrisno, Diki More Sari, Arini Prihatin, Farisah Firas, Herawati, Nuniek Sudiningsih, Syifa Maulia, Nur Hutami Budiarti, Septianisa Rahmi, Fithria Rahmadhani, Iriana Wahyuningsih, Jayanti Mandasari, dan Listia Nur Isma, Linda Rosalina atas bantuan dan semangat serta doa yang telah diberikan.
9
11. Sahabat-sahabat terkasih dan teman-teman Agribisnis angkatan 45 atas semangat dan kebersamaan selama ini serta seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu, penulis ucapkan terima kasih atas bantuannya. Bogor, Januari 2013
Haris Fatori Aldila
10
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ......................................................................................
xiii
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................
xv
DAFTAR LAMPIRAN ...............................................................................
xvi
I.
PENDAHULUAN .............................................................................. 1.1. Latar Belakang ............................................................................. 1.2. Perumusan Masalah ..................................................................... 1.3. Tujuan Penelitian ………………….. ........................................... 1.4. Manfaat Penelitian ....................................................................... 1.5. Ruang Lingkup Penelitian ............................................................
1 1 7 11 11 12
II.
TINJAUAN PUSTAKA ................................................................... 2.1. Tinjauan Umum Komoditas Jagung Manis ................................. 2.2. Kajian Budidaya Jagung Manis ................................................... 2.3. Analisis Risiko Produksi Komoditas Pertanian ............................ 2.4. Analisis Pendapatan Usahatani Jagung ........................................
14 14 15 18 21
III. KERANGKA PEMIKIRAN ............................................................ 3.1. Teori Produksi .............................................................................. 3.2. Risiko Produksi Pertanian ............................................................ 3.3. Teori Pendapatan Usahatani ......................................................... 3.4. Kerangka Pemikiran Operasional ................................................
25 25 28 32 35
IV. METODE PENELITIAN ................................................................. 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ....................................................... 4.2. Data dan Sumber Data ................................................................. 4.3. Metode Pengambilan Sampel ...................................................... 4.4. Metode Pengumpulan Data ........................................................... 4.5. Metode Pengolahan Data ............................................................... 4.5.1. Analisis Deskriptif ............................................................... 4.5.2. Analisis Risiko Produksi .................................................... 4.5.2.1. Model Just and Pope ................................................. 4.5.2.2. Hipotesis ................................................................... 4.5.2.3. Pengujian Penyimpangan Asumsi Klasik ................. 4.5.2.3. Pengujian Hipotesis .................................................. 4.5.2.4. Definisi Operasional ................................................. 4.5.3. Analisis Pendapatan Usahatani ............................................
38 38 38 39 40 40 40 41 41 42 45 47 50 51
V.
54 54 54 55 57
GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN ........................... 5.1 Gambaran Lokasi Penelitian .......................................................... 5.1.1. Kondisi Geografi ................................................................. 5.1.2. Kondisi Demografi ............................................................. 5.1.3. Kondisi Sarana dan Prasarana ............................................
xi
5.1.4. Kondisi Pertanian ............................................................... 5.2 Karakteristik Responden ............................................................... 5.2.1. Umur ................................................................................... 5.2.2. Tingkat Pendidikan ............................................................. 5.2.3. Status Usahatani ................................................................. 5.2.4. Pengalaman Bertani ............................................................ 5.2.5. Status Kepemilikan Lahan .................................................. 5.2.6. Luas Lahan ......................................................................... 5.2.7. Pola Tanam ......................................................................... 5.2.8. Sistem Pemasaran ............................................................... 5.3 Keragaan Usahatani Jagung Manis di Desa Gunung Malang ...... 5.3.1. Proses Kegiatan Usahatani Jagung Manis .......................... 5.3.2. Penggunaan Sarana Produksi Jagung Manis ......................
57 58 58 59 60 61 62 63 64 67 69 69 77
V1. ANALISIS RISIKO PRODUKSI JAGUNG MANIS ..................... 6.1 Hasil Pengujian Penyimpangan Asumsi Klasik ........................... 6.1.1. Uji Multikolinieritas ........................................................... 6.1.2. Uji Autokorelasi ................................................................. 6.2 Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Jagung Manis ......................................................... 6.3 Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Variance Produktivitas Jagung Manis ..........................................
86 86 86 87
VII. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAGUNG MANIS .............................................................................. 7.1 Penerimaan Usahatani Jagung Manis ........................................... 7.2 Pengeluaran Usahatani Jagung Manis .......................................... 7.3 Pendapatan Usahatani Jagung Manis ...........................................
88 99
111 111 114 117
V11. KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................... 122 8.1 Kesimpulan ................................................................................... 122 8.2 Saran ............................................................................................. 122 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 124 LAMPIRAN ................................................................................................. 129
xii
DAFTAR TABEL Nomor
Halaman
1. Konsumsi Rata-Rata Seminggu per Kapita Beberapa Macam Bahan Makanan Penting di Indonesia Tahun 2009-2011 (Kg) ...................................................................
3
2. Perkembangan Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Jagung di Indonesia Tahun 2009-2011 ....................
4
3. Luas Lahan, Produksi, dan Produktivitas Jagung Manis di Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor Tahun 2010 ................
38
4. Komponen Pendapatan Usahatani Jagung Manis ...................................................................................
52
5. Luas Wilayah Menurut Penggunaannya di Desa Gunung Malang Tahun 2010 ..................................................
55
6. Distribusi Penduduk Desa Gunung Malang Berdasarkan Jenis Pekerjaan Pada Tahun 2010 ...............................
55
7. Distribusi Penduduk Desa Gunung Malang Berdasarkan Tingkat Pendidikan Pada Tahun 2010.........................
56
8. Karakteristik Petani Responden di Desa Gunung Malang Berdasarkan Umur Tahun 2012 .......................................................
59
9. Tingkat Pendidikan Petani Responden di Desa Gunung Malang Tahun 2012 ...................................................
60
10. Status Usahatani Petani Responden di Desa Gunung Malang Tahun 2012 ...................................................
61
11. Pengalaman Bertani Jagung Manis Petani Responden di Desa Gunung Malang Tahun 2012 ..............................................
62
12. Status Kepemilikan Lahan Petani Responden di Desa Gunung Malang Tahun 2012...............................................
63
13. Luas Lahan Pertanian Petani Responden di Desa Gunung Malang Tahun 2012 ..............................................
63
14. Pola Tanam Jagung Manis Petani Responden di Desa Gunung Malang Tahun 2012 ..............................................
64
15. Sistem Pemasaran Jagung Manis Petani Responden di Desa Gunung Malang Tahun 2012...............................................
68
16. Nilai Penyusutan Peralatan Pada Usahatani Jagung Manis Petani Responden di Desa Gunung Malang pada Musim Tanam Tahun 2011-2012 .....................................................
84
xiii
17. Rata-Rata Kebutuhan Fisik Input Produksi dan Hasil Output Produksi Usahatani Jagung Manis Petani Responden di Desa Gunung Malang Musim Tanam 2011-2012 ........................
85
18. Hasil Pengujian Multikolinearitas ...................................................
87
19. Hasil Pendugaan Fungsi Produksi Rata-Rata Usahatani Jagung Manis Petani Responden .....................................................
89
20. Hasil Pendugaan Persamaan Fungsi Variance Produksi Jagung Manis Petani Responden .....................................................
100
21. Rata-Rata Penerimaan Usahatani Jagung Manis Petani Responden per Hektar pada Musim Hujan dan Musim Kemarau di Desa Gunung Malang pada MusimTanam Tahun 2011-2012 ......................................................
114
22. Rata-Rata Pengeluaran Usahatani Jagung Manis Petani Responden per Hektar pada Musim Hujan dan Musim Kemarau di Desa Gunung Malang pada Musim Tanam Tahun 2011-2012 ....................................................
115
23. Analisis Rata-Rata Pendapatan Usahatani Jagung Manis Petani Responden per Hektar pada Musim Hujan dan Musim Kemarau di Desa Gunung Malang pada Musim Tanam Tahun 2011-2012 ....................................................
118
xiv
DAFTAR GAMBAR Nomor
Halaman
1. Fluktuasi Produktivitas Jagung Manis Petani Responden pada Musim Tanam Tahun 2011-2012 ............................................
9
2. Kurva Produksi ...............................................................................
27
3. Hubungan antara Output dengan Biaya ..........................................
34
4. Kerangka Pemikiran Operasional Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Risiko Produksi Jagung Manis (Zea mays saccharatta) di Desa Gunung Malang Kecamatan Tenjolaya Kabupaten Bogor ........................................
37
5. Statistik d Durbin-Watson ..............................................................
47
6. Pola Tanam Jagung Manis secara (a) Monokultur (b) Tumpangsari dengan Ubi Jalar .................................................
65
7. Salah Satu Pola Tanam Jagung Manis Secara Monokultur yang Dilakukan oleh Petani Responden pada Musim Tanam Tahun 2011 .....................................................................................
66
8. Salah Satu Pola Tanam Secara Polikultur yang Dilakukan oleh Petani Responden pada Musim Tanam Tahun 2011 .....................................................................................
67
9. Bedengan untuk Menanam Jagung Manis ......................................
69
10. Lubang untuk Meletakkan Pupuk Kandang ...................................
70
11. Pemupukan Dilakukan di antara Tanaman Jagung .........................
72
12. Hama yang Menyerang Tanaman Jagung Manis (a) Belalang (b) Ulat Daun .............................................................
75
13. Tanaman Jagung Manis Terkena Penyakit Bulai ...........................
75
14. Jagung Manis yang Dijual di Pasar Tradisional .............................
77
15. Benih Jagung Manis Varietas (a) Hawai (b) Golden .....................
78
16. Pupuk Kimia yang Digunakan Petani .............................................
80
17. Furadan 3GR untuk Insektisida ......................................................
81
18. Jenis Pestisida Cair yang Digunakan Petani ...................................
82
xv
DAFTAR LAMPIRAN Nomor
Halaman
1. Realisasi Luas Lahan, Produksi, dan Produktivitas Jagung di 5 Kecamatan Penghasil Jagung Terbesar di Kabupaten Bogor Tahun 2011 .......................................................
130
2. Peta Wilayah Desa Gunung Malang, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor ...............................................................................
130
3. Hasil Estimasi Fungsi Produksi pada Usahatani Jagung Manis di Desa Gunung Malang Periode Tanam Tahun 2011-2012 ..............................................................................
131
4. Hasil Estimasi Fungsi Variance Produksi pada Usahatani Jagung Manis di Desa Gunung Malang Periode Tanam Tahun 2011-2012 ..............................................................................
132
5. Analisis Pendapatan Usahatani Jagung Manis pada Musim Kemarau di Desa Gunung Malang Periode Tanam Tahun 2011-2012 ..............................................................................
133
6. Analisis Pendapatan Usahatani Jagung Manis pada Musim Hujan di Desa Gunung Malang Periode Tanam Tahun 2011-2012 ..............................................................................
134
7. Uji Beda Pendapatan Usahatani atas Biaya Tunai pada Usahatani Jagung Manis di Desa Gunung Malang Periode Tanam 2011-2012 ................................................................
135
8. Uji Beda Pendapatan Usahatani atas Biaya Total pada Usahatani Jagung Manis di Desa Gunung Malang Periode Tanam 2011-2012 ................................................................
136
xvi
I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki kekayaan alam yang sangat melimpah sehingga membuat negara Indonesia menjadi salah satu negara yang memiliki potensi sangat besar dalam sektor pertanian. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor strategis dalam pembangunan nasional. Dalam Rancangan Rencana Strategis Kementrian Pertanian Republik Indonesia tahun 2010-2014 dijelaskan bahwa peran strategis sektor pertanian tersebut digambarkan melalui kontribusi yang nyata melalui pembentukan kapital; penyediaan bahan pangan, bahan baku industri, pakan dan bioenergi; penyerap tenaga kerja; sumber devisa negara; sumber pendapatan; serta pelestarian lingkungan melalui praktek usahatani yang ramah lingkungan. Melalui peran strategis sektor pertanian tersebut, sektor pertanian menjadi salah satu sektor yang dapat meningkatkan pembangunan perekonomian
Indonesia
yaitu
meningkatkan
kesejahteraan
masyarakaat
Indonesia, mempercepat pertumbuhan ekonomi, mengurangi kemiskinan, menyediakan lapangan kerja, serta memelihara keseimbangan sumberdaya alam dan lingkungan hidup1. Peran sektor pertanian dalam pembangunan Indonesia dapat dilihat dari kontribusi sektor pertanian terhadap perekonomian nasional. Salah satu indikator yang digunakan dalam menggambarkan kinerja dan peran sektor pertanian dalam perekonomian nasional ini yaitu dengan mengetahui kontribusi sektor pertanian dalam nilai Produk Domestik Bruto (PDB) negara Indonesia. Pada tahun 2011 sektor pertanian termasuk peternakan, perikanan dan kehutanan menempati urutan kedua penyumbang PDB nasional terbesar setelah sektor industri pengolahan. Nilai PDB sektor pertanian berdasarkan harga berlaku pada tahun 2011 mencapai Rp 1.093,5 triliun atau 14,72 persen dari total PDB nasional yang mencapai Rp 7.427,1 triliun. Selain itu, sektor pertanian masih menjadi salah satu lapangan usaha masyarakat Indonesia. Pada tahun 2011, sebanyak 39,3 juta masyarakat Indonesia bekerja di sektor petanian atau sekitar 33,48 persen dari total angkatan kerja (BPS 2011). 1
www.deptan.go.id. Rancangan Rencana Strategis Kementrian Pertanian tahun 2010-2014. Diakses tanggal 5 Februari 2012
1
Sektor pertanian terdiri dari subsektor tanaman pangan, hortikultura, kehutanan, perkebunan, dan peternakan. Di antara keempat subsektor tersebut subsektor tanaman pangan merupakan salah satu subsektor yang memiliki peran penting dalam penyediaan bahan pangan utama bagi masyarakat untuk menunjang kelangsungan hidup. Dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang pangan disebutkan bahwa dengan tersedianya pangan dapat mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas untuk melaksanakan pembangunan nasional. Pangan yang aman, bermutu, bergizi, beragam, dan tersedia secara cukup merupakan prasyarat utama yang harus dipenuhi dalam upaya terselenggaranya suatu sistem pangan yang memberikan perlindungan bagi kepentingan kesehatan serta makin berperan dalam meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Pangan sebagai komoditas dagang turut berperan dalam peningkatan pertumbuhan ekonomi nasional. Oleh karena itu tanaman pangan memiliki peran yang sangat penting dalam perkembangan suatu negara. Pertanian tanaman pangan terdiri dari dua kelompok besar yaitu pertanian padi dan pertanian palawija. Tanaman padi maupun palawija memiliki peran yang penting dalam penyediaan bahan pangan. Menurut Rusastra et al. (2007), tanaman palawija memiliki prospek yang baik untuk dikembangkan karena kecenderungan umum menunjukkan bahwa pendapatan rumah tangga di daerah berbasis non-padi lebih tinggi, stabil, dan berkelanjutan dibandingkan dengan pendapatan rumah tangga pada daerah tradisional berbasis usahatani padi. Selain itu tanaman palawija dapat digunakan sebagai tanaman pangan pengganti beras sebagai salah satu kegiatan diversifikasi pangan. Pengembangan tanaman palawija juga diarahkan untuk pemantapan katahanan pangan dan pengetasan kemiskinan. Salah satu tanaman palawija yang banyak dibudidayakan oleh petani di Indonesia adalah tanaman jagung. Jagung merupakan bahan pangan penting kedua setelah padi dan sebagai sumber karbohidrat selain beras. Jagung merupakan salah satu tanaman pangan pokok yang dikonsumsi oleh sebagian besar penduduk selain beras, ubi kayu, ubi jalar, tales, dan sagu (Ariani 2006). Konsumsi rata-rata per kapita penduduk Indonesia terhadap jagung dan berbagai bahan pangan lainnya dalam satu minggu dapat dilihat pada Tabel 1.
2
Tabel 1. Konsumsi Rata-rata Seminggu per Kapita Bebarapa Macam Bahan Makanan Penting di Indonesia Tahun 2009-2011 (Kg) Jenis Makanan
Tahun
Perkembangan
2009
2010
2011*)
2010-2011(%)
Beras lokal dan ketan
1,755
1,733
1,721
-0,69
Jagung
0,047
0,048
0,035
-27,08
Ketela pohon
0,106
0,097
0,111
14,43
Ubi jalar
0,043
0,044
0,055
25,00
Sumber: BPS (2011) Ket: *) Data tahun 2011 berdasarkan hasil Susenas 2011 triwulan 1
Pada Tabel 1 menunjukkan bahwa jagung merupakan salah satu komoditas tanaman pangan yang masih dikonsumsi oleh masyarakat. Namun, konsumsi jagung masih lebih rendah daripada konsumsi beras dan ketela pohon. Pada tahun 2010 konsumsi jagung meningkat 2,13 persen dari tahun 2009 dan kemudian turun pada triwulan satu tahun 2011 sebesar 27,08 persen. Kecilnya tingkat konsumsi jagung dibandingkan dengan konsumsi komoditas lainnya disebabkan oleh penggunaan jagung sebagai bahan konsumsi langsung masih terbatas dan masih kalah dengan beras sebagai bahan pangan paling utama. Pemanfaatan jagung paling banyak digunakan sebagai pakan ternak daripada untuk pangan. Penggunaan jagung untuk pakan telah mencapai 50 persen dari total kebutuhan. Pada tahun 1980-1990 penggunaan jagung masih didominasi untuk konsumsi langsung, tercatat pada tahun 1980 sebesar 94 persen jagung digunakan untuk memenuhi konsumsi langsung masyarakat dan hanya 6 persen untuk industri pakan. Pada tahun 1990, jagung mulai digunakan untuk industri pangan. Setelah tahun 2002 telah terjadi pergeseran penggunaan jagung, penggunaan jagung lebih banyak untuk memenuhi kebutuhan industri pakan. Akan tetapi, penggunaan jagung untuk industri pangan juga terus meningkat. Selama tahun 2000-2004, penggunaan jagung untuk konsumsi langsung menurun sekitar 2,0 persen per tahun, sedangkan untuk industri pakan dan pangan meningkat masingmasing 5,76 persen dan 3,0 persen per tahun (Deptan 2005). Pemanfaatan jagung untuk bahan makanan dapat ditingkatkan melalui peningkatan konsumsi per
3
kapita dengan program diversifikasi pangan dengan mengembangkan jagung sebagai bahan pangan alternatif susbtitusi beras2. Selama lima tahun ke depan (2010-2014), dalam membangun pertanian di Indonesia, Kementerian Pertanian mencanangkan 4 (empat) target utama, yang salah satunya yaitu pencapaian swasembada jagung pada tahun 2014 dengan target produksi 29 juta ton. Jumlah ini merupakan jumlah yang sangat besar mengingat pada tahun 2011 berdasarkan angka ramalan ke-3, produksi jagung di Indonesia baru mencapai 17.230.172 ton (Tabel 2). Jumlah produksi ini menurun sebesar 5,99 persen dibandingkan dengan produksi tahun sebelumnya. Tabel 2.
Perkembangan Luas Panen, Produktivitas, dan Produksi Jagung di Indonesia Tahun 2009-2011 Tahun
Uraian
Luas Panen (Ha) Produktivitas (Ton/Ha) Produksi (Ton)
Perkembangan 2010-2011
2009
2010
2011*)
4.160.659
4.131.676
3.869.855
-6,34
4,237
4,436
4,452
0,36
17.629.748
18.327.636
17.230.172
-5,99
(%)
Sumber: BPS (2012) Ket: *) Data tahun 2011 berdasarkan Angka Ramalan III
Produksi jagung nasional pada tahun 2011 mengalami penurunan dibandingkan dengan produksi tahun 2010. Salah satu penyebab penurunan produksi ini adalah menurunnya luas panen. Luas panen jagung tahun 2011 turun sebesar 6,34 persen dibandingkan dengan tahun 2010. Penurunan luas panen ini mungkin disebabkan oleh penurunan minat petani dalam mengusahakan tanaman dikarenakan pengaruh-pengaruh seperti kondisi cuaca, serangan hama dan penyakit atau pengaruh harga input maupun output. Namun dilihat dari produktivitasnya, produktivitas jagung dari tahun 2010-2011 mengalami peningkatan sebesar 0,36 persen. Produktivitas ini masih dapat ditingkatkan kembali dengan melakukan pengembangan teknologi untuk meningkatkan
2
http://binaukm.com. Pemanfaatan jagung dalam budidaya jagung. Diakses tanggal 18 Maret 2012
4
produktivitas jagung sehingga target produksi jagung dalam rangka swasembada jagung pada tahun 2014 dapat tercapai. Jagung merupakan merupakan tanaman multiguna. Pemanfaatan jagung tidak hanya diambil biji keringnya saja sebagai bahan baku pangan dan industri. Jagung dapat dipanen pada waktu muda untuk diambil tongkol jagung muda yang dimanfaatkan sebagai sayuran. Jagung muda ini dapat dimanfaatkan sebagai bahan sayuran dan untuk konsumsi langsung seperti jagung rebus atau jagung bakar. Salah satu jenis jagung yang sering dipanen pada waktu muda adalah jagung manis. Tanaman jagung manis merupakan jenis jagung yang belum lama dikenal dan baru dikembangkan di Indonesia. Jagung manis menjadi semakin dikenal dan banyak dikonsumsi karena memiliki rasa yang lebih manis dibandingkan dengan jagung biasa. Kandungan gula jagung manis 4-8 kali lebih tinggi dibandingkan dengan jagung biasa3. Pemanfaatan jagung manis ini lebih banyak digunakan untuk kebutuhan pangan seperti untuk dijadikan bahan campuran sayur, jagung rebus dan jagung bakar, atau untuk bahan baku makanan. Tanaman jagung manis semakin banyak dibudidayakan oleh masyarakat karena keunggulan yang dimilikinya. Keunggulan dari jagung manis yaitu waktu panen yang singkat antara 60-70 hari (Anonim 1992). Waktu panen yang singkat ini menyebabkan perputaran modal petani juga semakin cepat. Tanaman jagung manis dijual dalam kondisi segar tanpa melalui proses pascapanen yang rumit. Setelah dipanen, jagung manis dapat langsung dijual tanpa melalui proses pengeringan seperti jagung pipilan. Harga jual jagung manis juga lebih tinggi daripada harga jagung pipilan. Harga jual jagung manis mencapai Rp 3.500 hingga Rp 4.000 per kilogram sedangkan jagung pipilan hanya Rp 2.600 per kilogram4. Selain itu, tanaman jagung manis dapat dibudidayakan pada musim kemarau, sehingga dapat dijadikan alternatif komoditas tanaman yang dapat dibudidayakan pada musim kering.
3
4
Subekti et al. Morfologi Tanaman dan Fase Pertumbuhan Jagung. http://www.pustaka.litbang.deptan.go.id . Diakses tanggal 18 Maret 2012 http://beritadaerah.com/berita/sumatra. Petani Lampung budidayakan jagung manis. Diakses tanggal 02 April 2012
5
Permintaan jagung manis segar semakin meningkat karena kebutuhan akan jagung manis selalu ada setiap saat dari permintaan pasar tradisional, pasar modern, restoran, hotel, dan pedagang jagung di tempat-tempat wisata. Produksi jagung manis di Indonesia masih belum bisa memenuhi permintaan pasar segar 5. Hal ini ditunjukkan dengan masih besarnya impor jagung manis segar di Indonesia. Rata-rata peningkatan jumlah impor jagung manis segar setiap tahunnya mencapai 56 persen dari tahun 2008 sampai 2012. Volume impor terbesar terjadi pada tahun 2011 mencapai 2.251 ton jagung manis segar6. Oleh karena itu, peluang pengembangan budidaya jagung manis di Indonesia masih sangat besar untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri dan mengurangi impor. Daerah Jawa Barat merupakan salah satu wilayah yang memiliki potensi untuk pengembangan tanaman jagung manis. Tanaman jagung manis sudah terlebih dahulu banyak dikenal di Jawa Barat. Selain itu pasar jagung manis di Jawa Barat juga lebih besar daripada daerah lainnya yang ditunjukkan dengan permintaan benih jagung manis yang mencapai 50 ton pada tahun 2006 sedangkan provinsi Jawa Timur hanya 20 ton7. Salah satu daerah di Jawa Barat yang memiliki jumlah penduduk terbanyak adalah Kabupaten Bogor. Jumlah penduduk Kabupaten Bogor pada tahun 2011 mencapai 4.857.612 jiwa meningkat 1,79 persen dibandingkan dengan tahun 2010 (BPS Provinsi Jawa Barat 2012). Peningkatan jumlah penduduk ini akan meningkatkan jumlah kebutuhan pokok terutama kebutuhan akan pangan. Hal ini menyebabkan Kabupaten Bogor menjadi salah satu daerah potensial untuk pengembangan berbagai macam komoditas pertanian termasuk jagung manis sebagai bahan pokok untuk memenuhi kebutuhan pangan masyarakat. Kecamatan Tenjolaya merupakan salah satu daerah potensial untuk pengembangan budidaya jagung manis di Kabupaten Bogor. Pada tahun 2011, Kecamatan Tenjolaya menjadi daerah penghasil jagung terbesar kedua setelah Kecamatan Cariu dengan produksi sebesar 356 ton per tahun (Dinas Pertanian
5
6 7
http://foragri.blogsome.com/jagung-manis-open-pollineted/. Jagung manis open pollineted. Diakses tanggal 18 Maret 2012 http://www.bps.go.id. Ekspor-Impor. Diakses tanggal 21 Januari 2013 http://www.agrina-online.com/show_article.php?rid=10&aid=709. Laris manis bisnis sweet corn. Diakses tanggal 18 Maret 2012
6
Kab. Bogor 2011). Hal ini menunjukkan bahwa daerah Kecamatan Tenjolaya berpotensi untuk kegiatan budidaya jagung termasuk juga jagung manis. Pada tahun 2010, realisasi luas panen jagung termasuk jagung manis di Kecamatan Tenjolaya merupakan yang terbesar di Kabupaten Bogor yaitu sebesar 705 hektar (Dinas Pertanian Kab. Bogor 2010). Akan tetapi pada tahun 2011, realisasi luas panen jagung turun sebesar 30 persen menjadi 490 hektar (Dinas Pertanian Kab. Bogor 2011). Penurunan yang sangat besar ini menunjukkan bahwa preferensi petani untuk membudidayakan tanaman jagung termasuk jagung manis juga menurun. Hal ini disebabkan oleh banyak faktor dan beberapa diantaranya diduga disebabkan oleh faktor risiko produksi dan kecilnya tingkat keuntungan yang diterima petani pada kegiatan budidaya tanaman jagung manis. Adanya risiko produksi dalam kegiatan budidaya menyebabkan penurunan jumlah produksi bahkan menyebabkan gagal panen yang berdampak terhadap pendapatan petani. Tanaman jagung secara umum termasuk jagung manis memiliki risiko yang besar terutama yang disebabkan oleh penyakit bulai. Penyakit bulai sangat sulit ditangani dan dapat menular ke seluruh tanaman sehingga dapat menyebabkan gagal panen. Tingginya risiko tersebut menyebabkan minat petani untuk menanam jagung menurun dan lebih memilih untuk menanam komoditas lain yang memiliki risiko lebih rendah seperti ubi jalar atau singkong. Oleh karena itu perlu dilakukan pengkajian lebih lanjut mengenai faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi risiko produksi pada budidaya tanaman jagung manis dan analisis pendapatan usahatani jagung manis. 1.2 Perumusan Masalah Desa Gunung Malang merupakan salah satu daerah di Kecamatan Tenjolaya yang berpotensi untuk memproduksi tanaman jagung. Tanaman jagung yang banyak dibudidayakan oleh petani di desa Gunung Malang adalah jenis jagung manis (sweet corn). Pada tahun 2011, Desa Gunung Malang merupakan salah satu daerah yang memproduksi jagung manis terbesar di Kecamatan Tenjolaya. Produksi jagung manis di Desa Gunung Malang mencapai 1.575 kwintal dengan luas lahan sebesar 105 hektar (BPS Kab. Bogor 2011). Tanaman jagung manis menjadi sangat populer di Desa Gunung Malang pada tahun 1990-an. Pada tahun tersebut banyak petani yang mulai tertarik untuk
7
melakukan budidaya tanaman jagung manis. Petani melakukan budidaya jagung manis karena beberapa alasan yaitu permintaannya yang masih sangat besar , nilai jual yang lebih tinggi dan lebih laku dibandingkan dengan jagung pipil serta pemasaran untuk jagung manis juga relatif lebih mudah. Selain itu, perawatannya juga lebih mudah tidak serumit tanaman sayuran lainnya. Masa panen jagung manis juga lebih singkat daripada jagung pipil yaitu 75-80 hari sehingga perputaran modal petani juga lebih cepat. Petani melakukan budidaya jagung manis dengan pola tanaman monokultur maupun polikultur. Pola tanam polikultur banyak dijumpai pada budidaya jagung manis secara tumpangsari dengan ubi jalar. Petani di Desa Gunung Malang menghadapi adanya risiko produksi pada kegiatan budidaya jagung manis. Hal ini dapat ditunjukkan dengan adanya fluktuasi produktivitas jagung manis yang dibudidayakan oleh petani yang menjadi sampel dalam penelitian ini. Produktivitas terendah petani mencapai 2,88 ton/ha sedangkan produktivitas tertingginya mencapai 15 ton/ha. Sedangkan, ratarata produktivitas jagung manis yang dapat diperoleh petani yaitu sebesar 8,17 ton/ha. Selain berfluktuasi, rata-rata produktivitas jagung manis yang dicapai petani tersebut ternyata masih dibawah rata-rata produktivitas potensial. Menurut Szymanek et al. (2006), rata-rata hasil panen jagung manis hibrida bisa mencapai 40.000-60.000 tongkol segar atau sekitar 12-14 ton per hektar. Hal tersebut menunjukkan bahwa dalam kegiatan produksi jagung manis yang dilakukan oleh petani dipengaruhi oleh beberapa faktor yang dapat mengakibatkan produktivitas yang dihasilkan masih rendah dibawah produktivitas potensial dan juga produktivitasnya berfluktuasi. Fluktuasi produktivitas ini menunjukkan adanya risiko produksi yang dihadapi oleh petani jagung manis di Desa Gunung Malang. Fluktuasi produktivitas jagung manis Petani Responden di Desa Gunung Malang pada musim tanam tahun 2011-2012 dapat dilihat pada Gambar 1.
8
16,00 Produktivitas (ton/ha)
14,00 12,00 10,00 8,00 6,00 4,00 2,00 0,00 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31
Responden
Gambar 1. Fluktuasi Produktivitas Jagung Manis Petani Responden di Desa Gunung Malang pada Musim Tanam Tahun 2011-2012 Produksi petani jagung manis sangat ditentukan oleh penggunaan input produksi dan pengaruh kondisi lingkungan. Penggunaan input produksi seperti benih, pupuk, pestisida dan luas lahan akan berpengaruh terhadap jumlah produksi yang dihasilkan. Perbedaan penggunaan input antar petani akan mengakibatkan perbedaan hasil yang diperoleh. Selain itu penggunaan input yang tidak sesuai dengan standar yang dianjurkan juga dapat mempengaaruhi hasil yang diperoleh. Hal tersebut menunjukkan bahwa penggunaan faktor input yang tidak tepat dapat menyebabkan adanya risiko dalam kegiatan produksi jagung manis. Dalam melakukan budidaya, petani tidak memiliki acuan yang tepat penggunaan input produksi. Petani lebih mengandalkan dari pengetahuan turun temurun dari orang tua mereka dan berdasarkan pengalaman petani. Alokasi penggunaan input produksi juga dibatasi oleh ketersediaan modal yang dimiliki oleh petani. Hasil produksi jagung manis juga ditentukan oleh jenis varietas yang digunakan. Varietas akan menentukan produktivitas yang dapat dihasilkan, daya adaptasi terhadap lingkungan, dan ketahanan terhadap penyakit (Agung 2009; Sari 2012). Di Desa Gunung Malang petani lebih banyak menggunakan benih jagung manis varietas Hawai. Selain varietas Hawai terdapat beberapa varietas baru yang memiliki potensi hasil lebih tinggi diantaranya varietas Sweet Boy, Talenta,
9
Golden dan Jambore. Akan tetapi, varietas Hawai masih banyak digunakan oleh petani. Hal ini dikarenakan menurut petani benih ini memiliki daya adaptasi terhadap lingkungan Desa Gunung Malang yang lebih baik dan memiliki daya tumbuh yang lebih besar daripada benih varietas lainnya seperti varietas Sweet Boy, Talenta, Golden dan Jambore. Petani jarang yang beralih menggunakan benih selain varietas Hawai karena adanya rasa takut terhadap kegagalan produksi. Hal tersebut mengindikasikan bahwa benih varietas Hawai memiliki risiko kegagalan produksi yang lebih rendah dibanding dengan varietas lainnya sehingga mampu menghasilkan produksi yang lebih baik. Faktor lingkungan juga berpengaruh terhadap fluktuasi produktivitas jagung manis. Menurut Sarono et al. (2001) ketidakstabilan produksi dan luas panen dapat juga disebabkan oleh pengaruh stres lingkungan seperti kekeringan, kualitas tanah yang buruk, rendahnya kandungan organik, dan pengaruh ancaman biotik lainnya. Menurut petani di Desa Gunung Malang, faktor cuaca dan penyakit menjadi penyebab utama terjadinya fluktuasi produksi ini. Ketika curah hujan tinggi pada saat penanaman jagung maka akan menyebabkan produksi turun karena tanaman jagung tidak tahan terhadap genangan air. Sedangkan pada musim kemarau, tanaman jagung rentan terkena kekeringan sehingga produksi juga berpeluang untuk berkurang. Penyakit yang sering menyerang tanaman jagung adalah bulai. Penyakit ini memiliki dampak yang besar terhadap produksi. Kehilangan hasil akibat penyakit bulai dapat mencapai 90% lebih (Fitriani 2009). Penyakit ini menyerang tanaman pada usia 30-50 hari. Jika sampai penyakit ini menyerang maka seluruh tanaman bisa terancam terkena penyakit jika tidak segera ditangani. Sedangkan hama yang sering menyerang tanaman ini adalah belalang. Belalang akan memakan daun maupun tongkol jagung yang masih muda sehingga pertumbuhan jagung menjadi kurang optimal. Adanya risiko produksi dalam kegiatan usahatani jagung manis dapat merugikan petani. Risiko produksi berpengaruh terhadap hasil panen jagung manis yang dihasilkan oleh petani. Hasil panen yang berfluktuasi akan mengakibatkan pendapatan usahatani jagung manis petani juga mengalami fluktuasi. Terjadinya risiko dapat menurunkan pendapatan usahatani jagung manis yang dilakukan oleh petani.
10
Berdasarkan uraian hasil studi pendahuluan tersebut dapat disimpulkan bahwa petani jagung menghadapi risiko produksi yang ditandai dengan adanya variasi pada produktivitas tanaman jagung manis. Risiko produksi diduga disebabkan oleh faktor internal yaitu penggunaan input produksi dan faktor eksternal yaitu pengaruh lingkungan. Adanya risiko produksi akan berdampak pada pendapatan usahatani petani jagung manis. Hasil studi pendahuluan tersebut belum menggambarkan secara rinci faktor-faktor risiko produksi apa saja yang dihadapi oleh petani dalam melakukan budidaya jagung manis. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai faktor-faktor produksi apa saja yang mempengaruhi risiko produksi dalam melakukan budidaya tanaman jagung manis. Berdasarkan uraian di atas maka perumusan masalah yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimana pengaruh faktor-faktor produksi dan faktor lingkungan terhadap risiko produksi yang dihadapi oleh petani jagung manis di Desa Gunung Malang? 2. Bagaimana pengaruh risiko produksi terhadap pendapatan usahatani jagung manis di Desa Gunung Malang?
1.3 Tujuan Berdasarkan perumusan masalah yang telah diuraikan sebelumnya, maka tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah: 1. Menganalisis pengaruh faktor-faktor produksi dan faktor lingkungan terhadap risiko produksi yang dihadapi oleh petani jagung manis di Desa Gunung Malang. 2. Menganalisis pengaruh risiko produksi terhadap pendapatan usahatani jagung manis di Desa Gunung Malang.
1.4 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dan manfaat bagi berbagai pihak, diantaranya:
11
1. Bagi petani, penelitian ini diharapkan dapat membantu petani dalam mengidentifikasi pengaruh faktor produksi dan faktor lingkungan terhadap risiko produksi pada kegiatan budidaya jagung manis sehingga dapat membantu petani dalam mengambil keputusan terkait dengan alokasi penggunaan faktor produksi dan pengelolaan budidaya jagung manis supaya terhindar dari risiko produksi. 2. Bagi pembaca, penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan pengetahuan sehingga dapat digunakan sebagai bahan masukan bagi pihak yang membutuhkan serta sebagai literatur bagi penelitian selanjutnya. 3. Bagi penulis, penelitian ini merupakan sebuah bentuk praktik langsung dalam mengaplikasikan ilmu yang telah diterima selama menjalankan kuliah sehingga mampu melatih kemampuan penulis dalam menganalisis masalah berdasarkan fakta dan data yang tersedia yang disesuaikan dengan pengetahuan yang diperoleh selama kuliah.
1.5 Ruang Lingkup Penelitian Beberapa ruang lingkup dalam penelitian mengenai analisis risiko produksi jagung manis ini adalah sebagai berikut: 1. Komoditas tanaman yang dibudidayakan petani diantaranya tanaman pangan dan hortikultura. Tanaman pangan yang dibudidayakan diantaranya tanaman padi, singkong dan ubi jalar. Tanaman hortikultura yang sering dibudidayakan petani diantaranya jagung manis, kacang panjang, mentimun dan pare. Tanaman jagung manis dibudidayakan secara monokultur maupun secara polikultur. Penanaman secara polikultur biasanya dilakukan dengan melakukan tumpang sari jagung manis dan ubi. Dalam penelitian ini, produk yang dikaji dan diteliti pada penelitian ini hanya jagung manis. 2. Penetapan variabel input produksi disesuaikan dengan penggunaan input di lapangan dan berdasarkan studi literatur. 3. Penggunaan input dan hasil produksi pada pola tanam polikultur dikonversi secara monokultur dengan membagi penggunaan input dan hasil output terhadap proporsi lahan yang digunakan untuk tanaman jagung manis.
12
Berdasarkan hasil penelitian, proporsi lahan untuk jagung manis dengan tanaman tumpang sari adalah 50:50. 4. Faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap risiko yang dimasukkan dalam analisis risiko produksi adalah musim. Musim tanam dibagi menjadi tiga yaitu musim hujan, musim kemarau 1 dan musim kemarau 2. Akan tetapi, dalam melakukan analisis risiko produksi hanya digunakan pendekatan dua musim yaitu musim hujan dan musim kemarau (kemarau 1 dan kemarau 2). 5. Desa Gunung Malang telah terbagi menjadi 2 wilayah administratif yaitu Desa Gunung Mulia dan Desa Gunung Malang pada Tahun 2012 ini. Dalam penelitian ini mengambil studi kasus pada petani responden di kedua desa akan tetapi dengan menggunakan satu nama desa yaitu Desa Gunung Malang.
13
II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Komoditas Jagung Manis Jagung sudah sejak lama diperkenalkan di Indonesia. Menurut Sarono et al. (2001) jagung telah diperkenalkan di Indonesia pada abad ke 16 oleh bangsa Portugis dan Spanyol. Sejak saat itu jagung mulai dibudidayakan hingga sekarang. Salah satu jenis tanaman jagung yang banyak dikonsumsi dan semakin populer adalah jagung manis (Zea mays saccharata Sturt) atau sweet corn. Di Indonesia, jagung manis mula-mula dikenal dalam kemasan kaleng dari hasil impor. Sekitar tahun 1980-an barulah tanaman ini ditanam secara komersial meskipun masih dalam skala kecil. Setelah berkembangnya toko-toko swalayan yang banyak menampung hasilnya, jagung manis diusahakan secara meluas (Anonim 1992). Secara fisik maupun morfologi, jagung manis sulit dibedakan dengan jagung biasa. Perbedaan antara kedua jagung tersebut umumnya pada warna bunga jantan. Bunga jantan jagung manis berwarna putih, sedangkan pada jagung biasa kuning kecoklatan. Rambut pada jagung manis berwarna putih, sedangkan pada jagung biasa berwarna merah. Jagung manis mengandung banyak gula dalam endospermnya daripada jagung biasa. Pada proses pematangan, kadar gula yang tinggi menyebabkan biji jagung manis menjadi keriput. Keadaan keriput inilah yang membedakan dengan biji jagung biasa. Perbedaan lainnya adalah jagung manis berumur lebih genjah dan memiliki tongkol yang lebih kecil dibandingkan jagung biasa. Jagung manis umumnya sudah siap dipanen ketika tanaman berumur antara 60-70 hari (Anonim 1992). Jagung manis sangat potensial sebagai bahan pangan karena kandungan nutrisi yang dimilikinya. Kadar gula pada biji jagung manis bervariasi antara 4-12 persen dan kandungan airnya mencapai 74-76 persen. Tiap 100 gram jagung manis yang bisa dimakan mengandung protein (2.1-4.5%), pati (3-20%), lemak (1.1-2.7%), serat (0.9-1.9%), vitamin C 9–12 mg, dan unsur-unsur lain seperti vitamin A, B1, B2, serta mineral seperti sodium, kalsium dan magnesium (Szymanek et al. 2006). Banyak kultivar jagung manis yang memiliki kandungan provitamin A tinggi (Rubatzky dan Yamaguchi 1998). Jagung manis umumnya dimakan dalam kondisi segar setelah dimasak dan dapat dibuat menjadi bermacam-macam makanan (Rubatzky dan Yamaguchi 1998).
14
Tanaman jagung manis sangat rentan terhadap serangan hama dan penyakit yang dapat menurunkan produksi. Menurut penelitian Fitriani (2009) hama yang banyak menyerang jagung manis adalah penggerek batang (Ostrinia furnacalis) dengan tingkat serangan hama mencapai 24 persen. Sedangkan penyakit yang banyak menyerang tanaman jagung manis adalah penyakit bulai yang disebabkan oleh Peronosclerospora sp. Tingkat kehilangan hasil karena penyakit bulai ini bisa mencapai 90 persen. Tanaman jagung manis merupakan tanaman yang tahan terhadap kekeringan tetapi peka terhadap drainase tanah yang tidak baik dan tidak tahan terhadap genangan (Rubatzky dan Yamaguchi 1998). Meskipun tanaman jagung manis tahan terhadap kekeringan, pada fase berbunga dan pengisian biji tanaman jagung manis tidak boleh terkena cekaman kekeringan. Cekaman kekeringan pada fase ini dapat menghasilkan produksi hanya 30-60 persen dari kondisi normal (Sirappa dan Razak 2010). Menurut Rubatzky dan Yamaguchi (1998) tanaman jagung manis responsif terhadap pemupukan taraf tinggi. Oleh karena itu, untuk mendapatkan hasil produksi yang tinggi dapat dilakukan dengan penambahan unsur hara. 2.2 Kajian Budidaya Jagung Manis Beberapa penelitian menunjukkan bahwa kegiatan budidaya tanaman jagung manis ini masih banyak mengalami kendala. Kendala ini menyebabkan produksi yang diperoleh petani masih dibawah produksi potensial yang seharusnya dapat dicapai. Menurut penelitian Putra (2011), usahatani jagung manis di Desa Sukajadi, Kecamatan Taman Sari, Kabupaten Bogor masih mengalami kendala. Kendala yang dihadapi petani yaitu kesulitan dalam pencegahan terhadap hama dan penyakit pada jagung manis. Sedangkan menurut Widiyanti (2000), penggunaan faktor-faktor produksi usahatani jagung manis di Desa Titisan, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Sukabumi secara ekonomis penggunaannya belum mencapai kondisi optimal. Penggunaan faktor produksi benih, luas lahan, pupuk kandang, pupuk urea, pupuk KCl, dan fungisida harus ditambah agar dapat mencapai keuntungan maksimum. Masih kurangnya penggunaan faktor-faktor produksi disebabkan oleh keterbatasan modal yang
15
dimiliki petani dan masih rendahnya pengetahuan petani tentang jumlah faktor produksi yang tepat. Keberhasilan mencapai produksi optimal ditentukan oleh kesesuaian tanaman dengan lingkungan tumbuhnya. Jagung manis sangat cocok ditanam di daerah yang sejuk dan cukup dingin dengan ketinggian bisa mencapai 3000 di atas permukaan laut (Anonim 1992). Secara umum tanaman jagung manis membutuhkan curah hujan 200-300 mm/bulan, sedangkan selama pertumbuhan memerlukan sebanyak 300-660 mm/bulan. Suhu optimal untuk pertumbuhan jagung manis yaitu antara 210-300 C, tetapi masih dapat tumbuh pada suhu rendah sampai 160C dan suhu tinggi sampai 350C (Anonim 1992; Rubatzky dan Yamaguchi 1998). Jagung manis bisa tumbuh di segala jenis tanah dengan pH tanah berkisar antara 5,5-7,0 (Anonim 1992). Kegiatan budidaya akan sangat mempengaruhi pada produksi yang akan dihasilkan. Kegiatan budidaya jagung manis harus dilakukan secara tepat untuk menghasilkan produksi yang optimal. Kegiatan budidaya usahatani jagung manis terdiri dari kegiatan pengolahan tanah, penanaman, pemupukan, perawatan tanaman dan pemanenan. Pengolahan lahan pertama dimulai 15 hari sebelum tanam, yaitu membalikkan atau membajak tanah. Satu minggu kemudian dilakukan pengolahan tanah kedua dengan meratakan tanah dan membentuk bedengan penanaman (Kusmayadi 2011). Alur-alur untuk pengairan dibuat dengan lebar 30 cm dan kedalaman 20 cm. Jarak tiap alur 100-120 cm, sedangkan panjangnya disesuaikan dengan lahan (Anonim 1992; Kusmayadi 2011). Setelah tanah diolah dan dibuat bedengan, langkah selanjutnya adalah pemberian pupuk dasar. Pemberian pupuk dasar dilakukan satu minggu sebelum tanam atau bersamaan dengan pengolahan tanah. Pupuk dasar yang digunakan berupa pupuk kandang dengan dosis yang diberikan sebanyak 10 ton/ha (Anonim 1992). Setelah dilakukan pengolahan tanah maka tahap selanjutnya adalah kegiatan penanaman. Tanaman jagung manis ditanam pada jarak tanam 80 cm x 25 cm atau 70 cm x 40 cm (Anonim 1992). Jarak tanam yang rapat dianjurkan untuk menggunakan satu biji per lubang sedangkan jarak tanam lebar menggunakan dua biji per lubang (Zubachtirodin et al. 2008; Aqil et al. 2008).
16
Apabila tanah yang akan ditanami tidak menjamin ketersediaan hara yang cukup maka harus dilakukan pemupukan. Dosis pupuk yang dibutuhkan tanaman sangat bergantung pada kesuburan tanah dan diberikan secara bertahap. Anjuran dosis rata-rata adalah: Urea sebanyak 435 kg/ha, TSP sebanyak 335 kg/ha dan KCl sebanyak 250 kg/ha (Anonim 1992). Pupuk urea diberikan sebanyak dua kali yaitu pada saat tanam diberikan 1/3 bagian dan kemudian pada 4-5 minggu diberikan 2/3 bagian. Sedangkan pupuk TSP dan KCl diberikan satu kali pada saat tanam (Anonim 1992). Salah satu kegiatan perawatan pada tanaman jagung manis yaitu kegiatan pengendalian hama dan penyakit. Menurut Wakman (2008) dan Sarono et al. (2001), hama utama tanaman jagung adalah penggerek batang, penggerek tongkol, belalang dan tikus. Pengendaliannya bisa menggunakan pestisida hayati, predator alami, pemasangan perangkap atau secara mekanis. Penyakit utama tanaman jagung adalah bulai (Peronosclerospora sp), hawar upih (Rhizoctonia sp), hawar daun (Exerohilum turcicum), bercak daun (Bipolaris maydis), busuk batang (Fusarium sp), karat daun (Puccinia sp), dan bercak daun kelabu (Cescospora sp). Cara pengendaliannya pun dapat menggunakan pestisida alami, predator alami, pengendalian secara kultur teknis dan pengendalian secara mekanis. Perawatan tanaman yang lainnya terdiri dari kegiatan penyiangan, pembumbunan dan penyiraman. Penyiangan bertujuan untuk membersihkan lahan dari tanaman pengganggu (gulma). Penyiangan dilakukan 2 minggu sekali setelah tanaman berumur 15 hari (Zuraida 2010). Dalam upaya memperkuat perakaran tanaman jagung diperlukan pembumbunan tanaman yang dilakukan ketika tanaman berusia 4 minggu. Tanaman jagung merupakan tanaman yang tergolong tidak tahan kelebihan air dan atau kekurangan air, relatif sedikit membutuhkan air dibandingkan dengan padi (Zubachtirodin et al. 2008). Penyiraman dilakukan pada stadium pertumbuhan awal, saat berbunga, dan saat pengisian biji. Kekurangan air pada stadium pertumbuhan awal, saat berbunga, dan saat pengisian biji akan menyebabkan hasil yang menurun (Purwono dan Hartono 2008). Tanaman jagung manis dapat dipanen pada umur 60-70 hari setelah tanam, tetapi di daerah dataran tinggi umur panen dapat mencapai 80 hari (Anonim
17
1992). Jagung manis yang siap dipanen biasanya ditandai dengan penampakan luar rambut yang mengering, keketatan kelobot, dan kekerasan tongkol ketika digenggam. Panen dilakukan ketika biji masih belum matang, pada fase susu dan sebelum fase kental awal (Rubatzky dan Yamaguchi 1998). 2.3 Analisis Risiko Produksi Komoditas Pertanian Budidaya pertanian tidak dapat lepas dari pengaruh risiko. Risiko yang sering terjadi pada komoditas pertanian adalah risiko produksi. Indikasi adanya risiko produksi dapat dilihat dengan adanya variasi hasil output produksi. Variasi output produksi dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor baik faktor internal seperti tingkat penggunaan input maupun faktor eksternal seperti pengaruh iklim atau cuaca. Dampak risiko produksi sangat besar pada pertanian secara umum dan berdampak besar secara khusus pada pola produksi serta perilaku penawaran pada petani skala kecil (Fufa dan Hassan 2003). Risiko produksi menjadi kendala dominan terhadap pengambilan keputusan petani dalam mengalokasikan faktor produksi. Akibatnya terjadi kesenjangan produktivitas potensial di tingkat petani dengan produktivitas aktual yang dicapai petani (Purwoto 1993). Menurut Fufa dan Hassan (2003) pengaruh gangguan stokastik alam dari kegiatan produksi pertanian menjadi sumber utama risiko produksi. Akan tetapi variasi pada hasil panen suatu produksi pertanian tidak hanya dijelaskan oleh faktor di luar kendali petani seperti harga input dan output, tetapi juga faktor yang dapat dikendalikan oleh petani seperti alokasi pada penggunaan input produksi (Just dan Pope 1979; Antle 1983 yang diacu dalam Fufa dan Hassan 2003). Hal tersebut menunjukkan bahwa sumber-sumber risiko tidak hanya berasal dari faktor eksternal seperti cuaca. Sumber risiko produksi juga dapat berasal dari faktor internal yaitu penggunaan input produksi seperti penggunaan benih, lahan, atau pupuk. Penggunaan faktor produksi yang tidak sesuai dengan anjuran budidaya dapat mengakibatkan variasi pada hasil produksi. Beberapa metodologi telah banyak dikembangkan untuk menganalisis risiko yang berhubungan dengan produksi. Salah satu konsep risiko yang digunakan dalam penelitian risiko produksi adalah konsep risiko yang dirumuskan oleh Just dan Pope dengan metode yang lebih dikenal dengan model risiko
18
produksi Just dan Pope (J-P) (Ligeon et al. 2008). Model ini banyak digunakan karena model ini dapat mengakomodasikan fungsi produksi dan fungsi risiko dalam satu persamaan matematis. Dengan menggunakan fungsi risiko produksi JP ini dapat diketahui pengaruh alokasi penggunaan input terhadap hasil produksi rata-rata dan variasi hasil produksi. Dengan kata lain, melalui model ini dapat dilihat faktor produksi mana saja yang dapat bertindak sebagai pengurang risiko produksi (Risk Reducing Factor) atau sebagai penyebab meningkatnya risiko produksi (Risk Inducing Factor). Beberapa penelitian yang menggunakan model ini diantaranya dilakukan oleh Ligeon et al. (2008), Fufa dan Hassan (2003), Fariyanti et al. (2007), Pratiwi (2011) dan Puspitasari (2011). Model risiko produksi J-P menggunakan pendekatan fungsi produksi dan fungsi varian (fungsi risiko). Penelitian Ligeon et al. (2008) dan Fufa dan Hassan (2003) menggunakan data cross section sehingga dalam melakukan estimasi fungsi produksi dan fungsi risiko dilakukan secara terpisah. Ligeon et al. (2008) menggunakan model fungsi produksi kuadratik untuk mengestimasi fungsi produksi dan fungsi risiko pada komoditas kacang tanah sedangkan Fufa dan Hassan (2003) menggunakan model fungsi produksi Cobb-Douglas pada komoditas jagung. Pendekatan dengan menggunakan model fungsi Cobb-Douglas ini juga digunakan oleh Fariyanti et al. (2007) untuk analisis risiko produksi kentang dan kubis, Pratiwi (2011) untuk analisis risiko produksi caisin dan Puspitasari (2011) untuk analisis risiko produksi mentimun. Akan tetapi penelitian yang dilakukan Fariyanti et al. (2007), Pratiwi (2011) dan Puspitasari (2011) memiliki perbedaan dengan penelitian Ligeon et al. (2008), Fufa dan Hassan (2003). Fariyanti et al. (2007), Pratiwi (2011) dan Puspitasari (2011) menggunakan data berupa data panel. Selain itu, estimasi fungsi produksi dan fungsi risiko dilakukan secara bersamaan dengan metode GARCH (1,1). Penelitian Ligeon et al. (2008), Fufa dan Hassan (2003), Fariyanti et al. (2007), Pratiwi (2011) dan Puspitasari (2011) menunjukkan bahwa interaksi input terhadap risiko produksi bisa berbeda. Menurut Ligeon et al. (2008), Fufa dan Hassan (2003) dan Pratiwi (2011), peningkatan penggunaan input benih dapat meningkatkan risiko produksi yang dilihat dari peningkatan variance produksi ketika jumlah penggunaan input ditingkatkan. Akan tetapi menurut penelitian
19
Fariyanti et al. (2007) dan Puspitasari (2011), peningkatan jumlah penggunaan benih dapat menurunkan risiko produksi. Selain penggunaan input benih dapat meningkatkan dan menurunkan risiko produksi, penggunaan lahan juga memiliki dampak yang berbeda terhadap risiko produksi. Penelitian Fufa dan Hassan (2003) membagi responden menjadi dua kelompok yaitu kelompok yang mengadopsi teknologi dan yang tidak mengadopsi teknologi. Hasil estimasi fungsi risiko menunjukkan bahwa lahan sebagai faktor yang meningkatkan risiko pada petani yang mengadopsi teknologi sedangkan pada kelompok petani yang tidak mengadopsi teknologi sebagai faktor pengurang risiko. Penelitian Fariyanti et al. (2007) juga menunjukkan hasil yang berbeda pada komoditas kentang dan kubis. Pada petani yang melakukan usahatani kentang, lahan bertindak sebagai faktor pengurang risiko sedangkan pada usahatani kubis sebagai faktor peningkat risiko. Hal yang sama juga terjadi pada input pupuk kimia dan tenaga kerja. Peningkatan jumlah penggunaan pupuk kimia dapat meningkatkan risiko produksi seperti yang ditunjukkan pada penelitian Fufa dan Hassan (2003). Akan tetapi pada penelitian Puspitasari (2011), peningkatan penggunaan pupuk kimia dapat mengurangi risiko produksi. Sementara itu, tenaga kerja merupakan faktor yang dapat mengurangi risiko seperti yang ditunjukkan pada penelitian Pratiwi (2011) dan Puspitasari (2011). Sedangkan pada penelitian Fariyanti et al. (2007) menunjukkan bahwa, tenaga kerja sebagai faktor peningkat risiko pada usahatani kentang dan sebagai faktor pengurang risiko pada usahatani kubis. Pada penelitian ini akan diidentifikasi bagaimana pengaruh alokasi input produksi terhadap produksi rata-rata dan risiko produksi jagung manis. Penelitian ini menggunakan pendekatan model risiko produksi Just dan Pope seperti yang dilakukan oleh Ligeon et al. (2008), Fufa dan Hassan (2003), dan Koundouri dan Nauges (2005). Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah komoditas yang diteliti, lokasi penelitian dan faktor input. Komoditas yang diteliti adalah jagung manis. Lokasi penelitian berada di Desa Gunung Malang, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor. Faktor input produksi yang digunakan adalah benih, pupuk kandang, pupuk urea, pupuk phonska, pupuk TSP, pestisida cair, furadan, dan tenaga kerja. Input yang dimasukkan dalam model ini
20
merupakan input produksi yang digunakan oleh petani. Dalam model yang diestimasikan juga memasukkan variabel dummy musim dan varietas untuk melihat pengaruh kedua variabel tersebut terhadap risiko produksi. Penelitian ini menggunakan pendekatan fungsi produksi Cobb-Douglas untuk fungsi produksi maupun fungsi variance (fungsi risiko). Fungsi produksi Cobb-Douglas dipilih karena dapat melihat pengaruh penambahan input terhadap perubahan marjinal output. Selain itu dalam penelitian ini akan dikaji pula bagaimana pengaruh risiko produksi terhadap pendapatan usahatani. 2.4 Analisis Pendapatan Usahatani Jagung Pendapatan usahatani merupakan salah satu ukuran keberhasilan dalam melakukan kegiatan usahatani. Tingkat pendapatan usahatani yang diperoleh petani berbeda-beda tergantung dengan jenis dan hasil produksi komoditas yang dihasilkan, penggunaan input produksi, harga input dan harga output. Kegiatan usahatani yang dilakukan oleh petani diharapkan mampu menghasilkan pendapatan bagi petani sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan petani. Beberapa penelitian terdahulu yang melakukan analisis pendapatan usahatani jagung diantaranya dilakukan oleh Putra (2011), Setiyanto (2008), Suroso (2006) dan Ali (2005). Putra (2011) dan Ali (2005) meneliti mengenai pendapatan pada komoditas jagung manis sedangkan Setiyanto (2008) dan Suroso (2006) meneliti pendapatan usahatani pada komoditas jagung. Penelitian Putra (2011) dan Ali (2005) menghitung pendapatan berdasarkan kepemilikan lahan yaitu pendapatan petani pemilik dan pendapatan petani penyewa. Akan tetapi Ali (2005) mengelompokkan lagi pendapatan usahatani berdasarkan petani mitra dan non mitra. Sementara itu, Setiyanto (2008) menghitung pendapatan usahatani untuk lahan sawah dan lahan tegal sedangkan, Suroso (2006) menghitung pendapatan usahatani untuk lahan sempit dan lahan luas. Sebelum melakukan penghitungan pendapatan usahatani maka terlebih dahulu dilakukan penghitungan penerimaan usahatani. Penerimaan usahatani merupakan nilai produk usahatani dikali dengan harga jualnya. Penerimaan usahatani terdiri dari penerimaan tunai dan penerimaan yang diperhitungkan. Penerimaan tunai merupakan penerimaan dari hasil penjualan produk usahatani yang diterima secara langsung oleh petani. Penerimaan tidak tunai merupakan
21
nilai produk yang tidak dijual oleh petani seperti nilai produk yang disimpan atau dikonsumsi sendiri. Penelitian Putra (2011), Setiyanto (2008), Suroso (2006) dan Ali (2005) menghitung penerimaan tunai usahatani saja tanpa memperhitungkan penerimaan yang diperhitungkan. Hal ini dikarenakan semua hasil produksi petani dijual seluruhnya. Pendapatan tunai jagung manis diperoleh dari jumlah produksi jagung manis segar dikali dengan harga jualnya (Putra 2011, Ali 2005). Berbeda dengan jagung manis, pendapatan tunai jagung diperoleh dari harga jual jagung pipil kering dikali dengan harga jualnya (Setiyanto 2008, Suroso 2006). Penerimaan usahatani jagung manis bervariasi dari Rp 4.000.000 – 7.000.000 per hektar (Putra 2011, Ali 2005). Sedangkan untuk penerimaan usahatani jagung pipilan berkisar Rp 8.000.000 per hektar (Suroso 2006) bahkan menurut Setiyanto (2008) penerimaan jagung pipil bisa mencapai Rp 18.000.000. Perbedaan penerimaan usahatani ini dikarenakan perbedaan jumlah produksi dan harga jual yang diterima petani. Setelah dilakukan perhitungan penerimaan usahatani maka dilakukan perhitungan untuk pengeluaran ushatani. Pengeluaran usahatani merupakan biaya yang dikeluarkan petani untuk kegiatan usahatani yang terdiri dari pengeluaran tunai dan pengeluaran yang diperhitungkan. Pengeluaran tunai terdiri dari biaya pengeluaran input produksi termasuk biaya sewa lahan, pajak lahan, sewa alat, biaya pengangkutan dan biaya lainnya (biaya pemipilan dan biaya pengairan). Sedangkan biaya diperhitungkan meliputi biaya tenaga kerja dalam keluarga, penyusutan, dan sewa lahan yang diperhitungkan (Putra 2011, Setiyanto 2008, Suroso 2006 dan Ali 2005). Pengeluaran untuk biaya tunai memiliki presentase terbesar terhadap total pengeluaran usahatani antara 61,42 persen sampai 72,87 persen (Setiyanto 2008, Suroso 2006 dan Ali 2005). Akan tetapi penelitian Putra (2011) menunjukkan hasil yang berbeda. Penelitian Putra (2011) menunjukkan bahwa biaya yang tidak diperhitungkan memiliki presentase terbesar terhadap biaya total. Hal ini dikarenakan penggunaan tenaga kerja dalam keluarga sangat besar. Diantara komponen biaya tunai, biaya tenaga kerja di luar keluarga memiliki presentase terbesar terhadap pengeluaran total (Setiyanto 2008, Suroso 2006, dan Putra 2011). Akan tetapi pada penelitian Ali (2005), petani mitra lahan sewa
22
mengeluarkan biaya tunai terbesar untuk pupuk kandang dan petani non mitra lahan sewa mengeluarkan biaya tunai terbesar untuk benih. Pengeluaran untuk biaya tenaga kerja dalam keluarga memiliki presentase terbesar terhadap total pengeluaran usahatani yang tidak diperhitungkan (Putra 2011, Setiyanto 2008, Suroso 2006 dan Ali 2005). Bahkan pada penelitian Putra (2011) dan Ali (2005) pengeluaran untuk biaya tenaga kerja dalam keluarga ini memiliki presentase terbesar terhadap total pengeluaran usahatani. Besarnya pengeluaran tenaga kerja dalam keluarga ini menunjukkan bahwa partisipasi petani dan anggota keluarga petani dalam melakukan kegiatan usahatani masih sangat besar. Setelah mengetahui penerimaan dan pengeluaran usahatani, maka dapat ditentukan berapa pendapatan usahatani yang diperoleh oleh petani. Pendapatan usahatani diperoleh dengan mengurangi total penerimaan usahatani dengan total biaya usahatani. Pendapatan usahatani dibagi menjadi dua yaitu pendapatan atas biaya tunai dan pendapatan atas biaya total. Hasil penelitian Putra (2011), Setiyanto (2008), Suroso (2006) dan Ali (2005) menunjukkan bahwa pendapatan atas biaya tunai rata-rata petani memiliki angka yang positif dan lebih dari nol. Hal ini menunjukkan bahwa usahatani jagung dan jagung manis yang dilakukan petani secara tunai menguntungkan. Jika dilihat pendapatan atas biaya total, pendapatan usahatani ada yang menunjukkan angka positif dan juga angka negatif. Pada penelitian Ali (2005) terhadap petani non mitra lahan sewa dan Putra (2011) terhadap petani penyewa menunjukkan angka yang negatif. Hal ini berarti petani mengalami kerugian. Meskipun mengalami kerugian, usahatani jagung manis masih bisa dilaksanakan untuk periode musim selanjutnya karena biaya tunai masih bisa tertutupi oleh pendapatan tunai usahatani (Putra 2011). Untuk mengetahui efisiensi pendapatan usahatani dilakukan penghitungan R/C ratio. Nilai R/C ratio merupakan perbandingan antara nilai pendapatan yang diperoleh petani dengan biaya yang dikeluarkan, sehingga dapat dilihat berapa pendapatan yang bisa diterima petani dari setiap biaya yang dikeluarkan. R/C ratio harus lebih besar daripada satu. Artinya, setiap satu rupiah biaya yang dikeluarkan petani diharapkan pendapatan yang diterima lebih dari satu rupiah. Nilai R/C ratio ini juga dilihat atas biaya tunai dan atas biaya total. Penelitian
23
Putra (2011) menunjukkan nilai R/C ratio atas biaya tunai dan atas biaya total petani lahan pemilik secara berturut-turut 2,48 dan 1,08. Sedangkan, pada petani lahan sewa secara berturut-turut 1,8 dan 0,8. Nilia R/C ratio petani penyewa atas biaya total menunjukkan nilai kurang dari satu sedangkan pada petani pemilik memiliki nilai lebih dari satu. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa usahatani jagung manis lahan pemilik lebih efisien dari sisi pendapatan. Pada penelitian ini juga akan melakukan analisis pendapatan usahatani jagung manis. Akan tetapi analisis pendapatan pada penelitian ini berbeda dengan penelitian sebelumnya. Pada penelitian ini analisis pendapatan usahatani akan dikelompokkan berdasarkan musim yaitu musim hujan dan musim kemarau. Hal ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pengaruh musim sebagai salah satu sumber risiko produksi terhadap pendapatan usahatani. Selain itu juga akan dilakukan uji beda untuk mengetahui apakah rata-rata pendapatan pada kedua musim tersebut berbeda nyata.
24
III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Teori Produksi Penelitian ini akan mengukur bagaimana dampak penggunaan faktorfaktor produksi terhadap risiko produksi yang ditunjukkan dengan adanya variasi hasil produksi. Jumlah output yang dihasilkan dari kegiatan produksi akan dipengaruhi oleh penggunaan input produksi. Selain itu hasil output produksi tidak hanya ditentukan oleh penggunaan input tapi juga dipengaruhi oleh faktor eksternal seperti kondisi cuaca atau iklim, hama dan penyakit. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh penggunaan faktor produksi dan pengaruh eksternal terhadap kegiatan produksi maka diperlukan pemahaman lebih lanjut mengenai teori produksi. Produksi adalah suatu kegiatan yang mengubah input menjadi output. Hubungan antara input yang digunakan dalam proses produksi dengan kuantitas output yang dihasilkan disebut sebagai fungsi produksi (Lipsey et al. 1995). Secara lebih jelas, Ellis (1993) menyebutkan bahwa fungsi produksi di dalam ekonomi dijelaskan sebagai hubungan fisik atau teknis antara output dengan satu atau lebih variabel input. Hal ini berarti, proses produksi untuk menghasilkan output tidak selalu tergantung pada satu input produksi tetapi bisa menggunakan lebih dari satu input produksi. Pengalokasian sumberdaya yang dimiliki petani untuk kegiatan produksi sangat menentukan berapa produksi yang akan dihasilkan (Soekartawi et al. 2011). Penggunaan input yang berbeda-beda akan menghasilkan output yang berbeda pula (Ellis 1993). Keputusan dalam kegiatan proses produksi terbagi dalam tiga kategori, yaitu jangka pendek, jangka panjang, dan jangka sangat panjang. Keputusan jangka pendek dilakukan dimana satu atau lebih faktor produksi adalah tetap. Keputusan jangka panjang dilakukan dimana seluruh faktor produksi bersifat variabel tetapi dengan kondisi teknologi tertentu. Keputusan jangka sangat panjang dilakukan dimana seluruh faktor bersifat variabel termasuk teknologi. Input tetap adalah input yang tidak berubah atau tidak dapat ditambah, dinamakan sebagai faktor tetap. Sedangkan input variabel adalah input yang dapat berubah dalam jangka waktu tertentu dinamakan sebagai faktor variabel (Lipsey et al. 1995).
25
Dalam fungsi produksi dikenal adanya istilah produk total, produk ratarata dan produk majinal. Ketiga istilah tersebut menunjukkan hubungan antara input dengan output. Produk total (TP) adalah jumlah total yang diproduksi selama periode waktu tertentu. Jika semua input kecuali satu faktor produksi dijaga konstan, produk total akan berubah menurut banyak sedikitnya faktor produksi variabel yang digunakan. Produk rata-rata (AP) adalah produk total dibagi
dengan
jumlah
unit
faktor
variabel
yang
digunakan
untuk
memproduksinya. Semakin banyak faktor produksi variabel yang digunakan, produk rata-rata pada awalnya akan meningkat dan kemudian menurun. Produk marjinal (MP) adalah perubahan dalam produk total sebagai akibat adanya satu unit tambahan penggunaan variabel (Lipsey et al. 1995). Soekartawi et al. (2011) dan Lipsey et al. (1995) menyebutkan bahwa hubungan masukkan dan produksi pertanian mengikuti kaidah kenaikan hasil yang berkurang (law of deminishing return). Hasil produksi dapat ditingkatkan dengan melakukan penambahan faktor produksi akan tetapi dalam kegiatan produksi akan tercipta kondisi dimana setiap tambahan unit masukan akan mengakibatkan proporsi unit tambahan produksi yang semakin kecil dibandingkan dengan unit tambahan masukan tersebut. Kemudian suatu ketika sejumlah unit tambahan masukkan akan menghasilkan produksi yang terus berkurang. Hubungan antara faktor produksi (input) dengan hasil produksi (output) dapat dilihat pada Gambar 1. Kurva produksi pada Gambar 1 menunjukkan bagaimana pengaruh penggunaan faktor produksi sebagai input terhadap hasil produksi (output). Pada kurva tersebut membentuk tiga daerah produksi yang memberikan gambaran nilai elastisitas produksi dari suatu proses produksi. Daerah produksi I berada di sebelah kiri titik AP maksimum, daerah II berada diantara AP maksimum dan MP sama dengan nol, dan daerah III berada di sebelah kanan MP sama dengan nol. Daerah produksi I disebut daerah tidak rasional karena setiap tambahan satu satuan input variabel pada kondisi dimana input lain tetap, memberikan tambahan hasil (output) yang diperoleh lebih besar dari satu. Daerah I memiliki elastisitas produksi lebih besar dari satu (Ep > 1). Daerah produksi II disebut daerah rasional karena setiap tambahan satu satuan unit input variabel akan memperoleh
26
tambahan output yang lebih kecil dari satu. Daerah II memiliki nilai elastisitas produksi antara satu dan nol ( 0 ≤ Ep ≤ 1). Daerah III disebut daerah tidak rasional karena setiap penambahan satu satuan unit input variabel akan memberikan tambahan output yang negatif. Daerah III memiliki elastisitas produksi yang negatif (Ep < 0) (Suratiyah 2009; Hanafie 2010). Output
TP II
III
0 < Ep < 1 I Ep > 1
Ep < 0 Input
Output
AP Input MP
Gambar 2. Kurva Produksi Sumber: Suratiyah (2009)
Salah satu fungsi produksi yang dapat digunakan untuk mewakili kondisi yang sesungguhnya adalah fungsi produksi Cobb-Douglas. Menurut Soekartawi (2002a) fungsi produksi Cobb-Douglas merupakan salah satu model yang umum
27
dibahas dan digunakan oleh para peneliti. Fungsi ini menunjukkan hubungan antara variabel independen (X) dengan variabel dependen (Y). Dalam kasus produksi pertanian, variabel independen mewakili faktor produksi sedangkan variabel
dependen
mewakili
hasil
produksi.
Soekartawi
(2002a)
juga
menyebutkan bahwa penyelesaian fungsi Cobb-Douglas selalu dilogaritmakan dan diubah bentuk fungsinya menjadi fungsi linier, maka ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi sebelum menggunakan fungsi Cobb-Douglas. Persyaratan tersebut antara lain: tidak ada nilai pengamatan yang bernilai nol, tidak ada perbedaan teknologi, tiap variabel independen adalah perfect competition, dan perbedaan lokasi seperti iklim sudah tercakup pada komponen kesalahan. Secara matematik, fungsi Cobb-Douglas dapat dituliskan sebagai berikut: Y = b0X1b1X2b2X3b3,.....,Xnbneu Dimana: Y
= variabel dependen (variabel yang dijelaskan)
X
= variabel independen (variabel yang menjelaskan)
bn = besaran yang akan diduga u
= kesalahan (distrubance term)
e
= logaritma natural (e=2,718) Ada tiga alasan pokok mengapa fungsi Cobb-Douglas lebih banyak
dipakai oleh para peneliti yaitu (Soekartawi, 2002a) : (1) Penyelesaian fungsi Cobb-Douglas relatif lebih mudah dibandingkan dengan fungsi yang lain dan dapat dibuat menjadi linier, (2) Hasil pendugaan garis melalui fungsi CobbDouglas akan menghasilkan koefisien regresi yang sekaligus juga menunjukkan besaran elastisitas, dan (3) Besaran elastisitas tersebut sekaligus menunjukkan tingkat besaran return to scale. 3.2 Risiko Produksi Pertanian Dunia usaha tidak terlepas dari adanya risiko. Kata risiko telah banyak digunakan dalam berbagai pengertian dan sudah biasa dipakai dalam dunia bisnis maupun usaha. Kegiatan bisnis bidang pertanian pun erat kaitannya dengan istilah
28
risiko ini. Pengusaha maupun petani umumnya menggunakan istilah risiko untuk menggambarkan suatu kejadian yang merugikan. Pemahaman setiap orang terhadap risiko bisa berbeda-beda tergantung pada sejauh mana orang tersebut mengerti konsep dan definisi risiko. Secara garis besar, situasi keputusan dapat dibagi dalam dua kelompok, yaitu situasi keputusan yang pasti, dan situasi keputusan yang tidak pasti atau dalam kondisi risiko. Risiko secara umum didefinisikan sebagai peluang suatu kehilangan atau kerugian (Harwood, et al 1999). Vose (2008) mendefinisikan risiko sebagai kejadian acak yang mungkin terjadi dan jika terjadi akan berdampak negatif pada tujuan organisasi. Menurut Kountur (2006) terdapat tiga unsur penting dari sesuatu yang dianggap risiko yaitu (1) merupakan suatu kejadian, (2) kejadian tersebut masih merupakan kemungkinan, yang berarti bisa saja terjadi atau bisa saja tidak terjadi, (3) jika sampai terjadi, ada akibat yang ditimbulkan berupa kerugian. Risiko erat kaitannya dengan ketidakpastian. Bahkan istilah risiko sering disamakan dengan ketidakpastian, walaupun kedua hal tersebut memiliki makna yang berbeda. Robison dan Barry (1987) dan Ellis (1993) memberikan definisi berbeda antara risiko dengan ketidakpastian. Menurut Robison dan Barry (1987) risiko adalah peluang terhadap suatu kejadian yang dapat diketahui oleh pelaku bisnis sebagi pembuat keputusan berdasarkan kejadian serupa yang pernah terjadi pada masa sebelumnya sehingga hasil dari keputusan terhadap kejadian sebelumnya
dapat
digunakan
untuk
mengestimasikan
peluang
kejadian
berikutnya. Sedangkan ketidakpastian adalah sesuatu yang tidak bisa diramalkan sebelumnya sehingga peluang terjadinya kerugian belum diketahui sebelumnya. Sementara itu, menurut Ellis (1993) risiko dibatasi pada situasi dimana suatu kejadian dapat dihubungkan dengan kemungkinan munculnya kejadian-kejadian tersebut yang dapat mempengaruhi hasil dalam proses pengambilan keputusan. Sedangkan ketidakpastian mengacu pada situasi dimana peluang terjadinya kejadian tersebut tidak dapat ditentukan. Kemungkinan terjadinya tidak diketahui oleh pembuat keputusan maupun orang lain. Dari kedua pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa risiko merupakan kejadian merugikan yang dapat dihitung
29
peluang terjadinya sedangkan ketidakpastian merupakan peluang kejadian merugikan yang tidak dapat dihitung besarnya peluang kejadian tersebut terjadi. Terjadinya risiko pada kegiatan usaha dipengaruhi oleh adanya sumbersumber penyebab terjadinya risiko. Menentukan sumber risiko adalah penting karena mempengaruhi penanganannya (Darmawi 2006). Menurut Harwood, et al (1999) terdapat beberapa sumber risiko yang dapat dihadapi oleh petani yaitu: 1. Risiko produksi Risiko produksi yang terjadi dalam bidang pertanian yang dapat menurunkan hasil dipengaruhi oleh banyak kejadian yang tidak dapat dikendalikan seperti cuaca, curah hujan, suhu ekstrem, serangan hama dan penyakit. 2. Risiko harga Risiko berhubungan dengan perubahan harga output atau input. 3. Risiko Institusional Risiko institusional disebabkan oleh perubahan kebijakan dan regulasi yang mempengaruhi pertanian seperti kebijakan harga input maupun output, kebijakan penggunaan input pertanian, kebijakan penggunaan lahan, pajak dan kredit. 4. Risiko Sumber Daya manusia Kejadian yang merugikan seperti meninggal, perceraian, kecelakaan, kondisi kesehatan yang menurun dari pelaku usaha dapat mempengaruhi hasil dari kegiatan usaha. Selain itu adanya pencurian dan kebakaran karena kelalaian pekerja juga dapat mempengaruhi hasil perusahaan. 5. Risiko finansial Petani mungkin menghadapi persoalan seperti besarnya tingkat suku bunga pinjaman, atau menghadapi kesulitan keuangan untuk membayar pinjaman. Analisis risiko melibatkan tidak hanya pada peluang terjadinya tetapi juga bagaimana cara mengikutsertakannya dalam keputusan ekonomi. Oleh karena itu, istilah risiko digunakan untuk menguraikan keseluruhan mekanisme tersebut dimana petani mengambil keputusan dengan mempertimbangkan kejadian yang tidak pasti (Ellis 1993). Terdapat hubungan antara penggunaan faktor produksi
30
terhadap risiko. Petani seringkali dihadapakan pada situasi pengambilan keputusan dengan mengakomodasi terjadinya risiko. Salah satu risiko yang sering dialami oleh petani adalah risiko produksi. Terjadinya risiko produksi dapat diidentifikasi dengan adanya fluktuasi pada produktivitas hasil. Produktivitas yang beragam sangat ditentukan oleh beberapa faktor diantaranya faktor produksi dan faktor eksternal. Menurut Asche dan Tveteras (1999), faktor produksi atau input produksi dapat bersifat meningkatkan risiko dan ada pula yang mengurangi risiko. Pengaruh faktor eksternal juga dapat meninimbulkan risiko diantaranya pengaruh musim dan serangan hama dan penyakit (Ellis 1993). Dalam menentukan risiko produksi dapat digunakan dengan berbagai pendekatan salah satunya dengan pendekatan fungsi produksi Just dan Pope (Robison dan Barry 1987). Dengan metode fungsi produksi Just dan Pope ini dapat diketahui pengaruh penggunaan faktor produksi terhadap risiko produksi yang ditunjukkan dengan adanya variasi pada produktivitas output. Faktor produksi tersebut dibedakan menjadi dua yaitu faktor produksi yang mengurangi risiko (risk reducing factors) dan faktor produksi yang menyebabkan risiko (risk inducing factors). Menurut Robison dan Barry (1987) beberapa contoh yang termasuk dalam faktor produksi pengurang risiko adalah sistem irigasi, pestisida, biaya yang dikeluarkan untuk jasa informasi pasar, penggunaan konsultan profesional dan membeli peralatan baru. Sedangkan penggunaan benih dan pupuk dapat menyebabkan peningkatan risiko produksi. Secara matematis, persamaan model risiko fungsi produksi Just dan Pope dapat ditulis sebagai berikut (Robison dan Barry 1987): q = f(x) + h(x)e dimana: q
= Hasil produksi yang dihasilkan (output)
f(x)
= Fungsi produksi rata-rata
h(x)
= Fungsi varian (fungsi risiko)
x
= Input atau faktor produksi yang digunakan
e
= Komponen error
31
Menurut Asche dan Tveteras (1999), model risiko produksi Just and Pope terdiri atas fungsi produksi rata-rata dan fungsi varian. Fungsi produksi rata-rata ditunjukkan oleh E[q] = f(x), sementara itu fungsi varian ditunjukkan oleh var(q) = [h(x)]2σε2. Format fungsional yang paling umum digunakan dalam kerangka model risiko produksi Just and Pope adalah fungsi Cobb-Douglas. Model Just and Pope menyediakan uji untuk risiko produksi dan melakukan estimasi terhadap parameter dari fungsi produksi rata-rata dan fungsi risiko dalam langkah yang berbeda. Fungsi varian pada model Just and Pope mewakili fungsi risiko karena fungsi tersebut dapat diintrepretasikan sebagai gangguan heteroskedastisitas (Asche dan Tveteras 1999). Heteroskedastisitas menunjukkan bahwa variance error memiliki nilai yang berbeda-beda pada setiap observasi (Gujarati 2007). Indikasi adanya risiko produksi dapat dilihat dari adanya fluktuasi produktivitas. Fluktuasi produktivitas ini menyebabkan data produksi sangat bervariasi sehingga dalam pengukuran risiko produksi diggunakan pendekatan nilai variance error. Pengukuran risiko dengan menggunakan variance error produksi dapat menggunakan pendekatan Uji Park untuk mengetahui pengaruh variabel penjelas terhadap variance error. Secara umum model Uji Park untuk mengetahui pengaruh variabel penjelas terhadap variance error dapat dirumuskan sebagai berikut (Gujarati 2007): ln e2i
0 + i ln
i +vi
dimana: e2i i
vi i
i
ariabel penjelas Faktor residu Koefisien parameter 1,2,3…, n
3.3 Teori Pendapatan Usahatani Penerimaan usahatani adalah perkalian antara produksi yang diperoleh dengan harga jual. Penerimaan usahatani juga didefinisikan sebagai nilai produk total usahatani dalam jangka waktu tertentu, baik yang dijual maupun yang tidak
32
dijual. Semua komponen produk yang tidak dijual harus dinilai berdasarkan harga pasar (Soekartawi et al. 2011). Pernyataan ini dapat dituliskan sebagai berikut (Soekartawi 2002b): TR = ∑ dimana: TR
= Total penerimaan
Y
= Produksi yang diperoleh dalam suatu usahatani.
Py
= Harga Y
n
= Jumlah jenis produk/komoditas yang diusahakan Kegiatan produksi tidak terlepas dari penggunaan biaya yang dikeluarkan
untuk menghasilkan output dari kegiatan produksi tersebut. Menurut Lipsey et al. (1995), biaya untuk menghasilkan sejumlah produk tertentu disebut dengan biaya total (TC atau total cost). Biaya total terdiri dari dua bagian yaitu biaya tetap total (TFC atau total fixed cost) dan biaya variabel total (TVC atau total variable cost). Biaya tetap adalah biaya yang tidak berubah meskipun jumlah output berubah. Biaya seperti ini disebut biaya overhead atau biaya yang tidak dapat dihindari. Biaya yang berkaitan lagsung dengan output, yang bertambah besar dengan meningkatnya produksi dan berkurang dengan menurunnya produksi disebut biaya variabel. Menurut Soekartawi (2002b) dalam kegiatan pertanian biaya tetap dapat berupa biaya sewa tanah, pajak, alat pertanian dan iuran irigasi, sedangkan yang termasuk biaya variabel adalah biaya untuk sarana produksi. Secara matematis biaya total dapat dituliskan sebagai berikut (Lipsey et al. 1995): TC = TFC + TVC Dimana : TC
= Biaya total (Rp)
TFC
= Biaya tetap total (Rp)
TVC = Biaya variabel total (Rp) Hubungan antara besarnya jumlah produksi dengan biaya yang dikeluarkan disebut dengan fungsi biaya. Grafik fungsi biaya dapat dilihat pada Gambar 3.
33
Biaya
TC
TVC
TFC
0
Output
Gambar 3. Hubungan antara Output dengan Biaya Dari kurva biaya pada Gambar 3 dapat dilihat bahwa kurva biaya tetap total (TFC) bernilai konstan atau tidak berubah pada setiap jumlah output tertentu. Sedangkan biaya variabel total (TVC) akan berubah seiring dengan perubahan jumlah output. Kurva TVC berawal dari titik nol dan semakin meningkat seiring dengan peningkatan output. Hal ini menunjukkan bahwa pada saat tidak melakukan produksi maka TVC = 0, dan semakin besar produksi maka semakin besar biaya variabel total (TVC). Kurva TC merupakan hasil penjumlahan dari kurva TFC dan TVC yang menunjukkan besarnya biaya total yang dikeluarkan untuk menghasilkan sejumlah output tertentu. Pendapatan usahatani adalah selisih antara penerimaan dan semua biaya (Soekartawi 2002b). Pendapatan usahatani mengukur imbalan yang diperoleh keluarga petani dari penggunaan faktor-faktor produksi, pengelolaan, dan modal milik sendiri atau modal pinjaman yang diinvestasikan ke dalam usahatani (Soekartawi et al. 2011). Secara matematis penerimaan usahatani dapat dituliskan sebagai berikut (Soekartawi 2002b): Pd = TR – TC dimana: Pd
= pendapatan usahatani
TR
= total penerimaan
TC
= total biaya
34
3.4 Kerangka Pemikiran Operasional Usaha budidaya jagung manis mempunyai prospek yang baik untuk dikembangkan. Salah satu daerah di Kabupaten Bogor yang megusahakan tanaman jagung manis ini adalah Desa Gunung Malang, Kecamatan Tenjolaya. Menurut data BPS Kabupaten Bogor, Desa Gunung Malang merupakan salah satu desa di Kecamatan Tenjolaya yang menghasilkan produksi jagung manis terbesar. Budidaya jagung manis yang dilakukan oleh petani di Desa Gunung Malang sudah berlangsung lama. Akan tetapi, budidaya jagung manis ini tidak dibudidayakan selama satu tahun penuh. Kebanyakan petani mengusahakan tanaman jagung manis dengan pergiliran tanaman atau tumpangsari. Dalam kegiatan budidaya, petani tidak terlepas dari permasalahan risiko. Risiko yang sering dihadapi oleh petani jagung manis adalah risiko produksi. Hal ini terlihat dari adanya fluktuasi produktivitas jagung manis yang ditanam petani. Fluktuasi produksi ini dipengaruhi oleh faktor ekternal dan faktor internal. Faktor eksternal yang mengakibatkan produksi berfluktuasi adalah faktor cuaca yang tidak menentu, dan faktor serangan hama dan penyakit. Sumber risiko tidak hanya berasal dari faktor eksternal, penggunaan input yang tidak sesuai dengan kebutuhan tanaman juga menyebabkan hasil penen yang bervariasi. Penggunaan input produksi dapat mengakibatkan peningkatan risiko dan ada pula yang dapat menurunkan risiko produksi. Faktor penggunaan input ini termasuk dalam faktor internal. Fluktuasi produktivitas mengakibatkan produksi yang dihasilkan petani bervariasi pada musim tanam tertentu. Hal ini menyebabkan pendapatan petani juga akan bervariasi tergantung jumlah produksi yang dihasilkan dan tingkat harga pada musim tersebut. Adanya risiko produksi dapat mempengaruhi terhadap penerimaan petani dalam kegiatan usahatani jagung manis. Langkah pertama yang dilakukan dalam penelitian ini adalah mengetahui indikasi adanya risiko produksi yang dihadapi oleh petani. Petani yang mengalami risiko dilihat dari adanya fluktuasi produksi. Setelah mengetahui adanya indikasi risiko ini maka langkah selanjutnya mengkaji faktor penyebab risiko yang terjadi pada kegiatan produksi. Faktor penyebab risiko ini diduga dipengaruhi oleh faktor input (faktor produksi) dan faktor eksternal seperti musim dan hama dan penyakit.
35
Pengukuran risiko dilakukan dengan menggunakan model risiko produksi Just and Pope dengan pendekatan fungsi produksi rata-rata dan fungsi variance error. Dengan model ini dapat dilihat pengaruh penggunaan input terhadap risiko produksi dan mengetahui pengaruh musim sebagai faktor eksternal terhadap risiko produksi. Sementara itu, untuk mengetahui gambaran pendapatan usahatani jagung manis dalam kondisi risiko produksi maka digunakan analisis pendapatan usahatani. Alur kerangka pemikiran operasional dapat dilihat pada Gambar 4.
36
Kegiatan produksi jagung manis yang dilakukan petani di Desa Gunung Malang
Adanya fluktuasi produktivitas jagung manis petani di Desa Gunung Malang
Risiko produksi
Sumber Risiko Ekternal: - Musim
Harga Output
Sumber Risiko Internal: Penggunaan input produksi Benih Pupuk Kandang Pupuk urea Pupuk Phonska Pupuk TSP Pestisida Cair Furadan Tenagakerja Varietas Benih
Harga Input
Produksi jagung manis
Penerimaan Usahatani
Pengeluaran Usahatani
Pendapatan Usahatani
Gambar 4. Kerangka Pemikiran Operasional Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Risiko Produksi Jagung Manis (Zea mays saccharatta) di Desa Gunung Malang Kecamatan Tenjolaya Kabupaten Bogor
37
IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi risiko produksi jagung manis dilakukan di Desa Gunung Malang, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor. Pemilihan lokasi tersebut dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa Desa Gunung Malang merupakan salah satu daerah produksi jagung manis di Kabupaten Bogor. Penelitian dilakukan pada bulan JuniJuli 2012. Desa Gunung Malang dipilih karena daerah ini merupakan daerah pegunungan dimana banyak diusahakan berbagai komoditas tanaman pangan dan hortikultura. Menurut informasi dari BP3K (Balai Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan) Cibungbulang yang membawahi wilayah kerja kecamatan Tenjolaya, salah satu tanaman budidaya yang banyak dibudidayakan oleh masyarakat Desa Gunung Malang adalah tanaman jagung manis. Diantara beberapa desa yang ada di Kecamatan Tenjolaya, Desa Gunung Malang memiliki jumlah produksi jagung manis lebih banyak dibandingkan dengan yang lainnya. Luas lahan, produksi, dan produktivitas jagung manis di Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor tahun 2010 dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Luas Panen, Produksi, dan Produktivitas Jagung Manis di Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor Tahun 2010 No 1 2 3 4 5 6
Desa Tapos 1 Gunung Malang Tapos 2 Situ Daun Cibitung Tengah Cinangneng
Luas Panen (Ha) 102 105 102 95 95 101
Produksi (kw) 1530 1575 1530 1425 1425 1515
Produktivitas (kw/ha) 15 15 15 15 15 15
Sumber: BPS Kab. Bogor (2011)
4.2 Data dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data primer dan data sekunder. Data primer merupakan data yang diperoleh langsung dari sumber atau
38
objek penelitian. Data primer diperoleh melalui pengamatan langsung pada kegiatan di lapang dan melalui wawancara dengan petani, penyuluh pertanian, perangkat desa, ketua gapoktan maupun pemerintah dinas untuk mengetahui keadaan umum lokasi usaha, proses produksi, penanganan produk, pemasaran, dan sumber risiko yang dihadapi dalam melakukan usaha pembudidayaan jagung manis di Desa Gunung Malang. Data sekunder adalah jenis data yang sudah diterbitkan tidak untuk tujuan penelitian peneliti. Data sekunder diantaranya diperoleh dalam bentuk data historis yang dimiliki oleh Pemerintah Desa Gunung Malang berupa data monografi desa, literatur pada instansi-instansi terkait seperti data yang terkait dengan data Produk Domestik Bruto, data produksi, konsumsi, dan data ekspor impor hortikultura dari Badan Pusat Statistik Jakarta, Pusat Data dan Informasi Pertanian Kementrian Pertanian, Direktorat Jenderal Hortikultura, Pusat Perpustakaan Deptan, perpustakaan Pusat Kajian Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian, dan literatur penelitian terdahulu yang terkait dengan risiko produksi dan pembudidayaan jagung manis dari perpustakaan LSI Institut Pertanian Bogor, buku, jurnal, penelusuran melalui internet dan literatur-literatur lain yang relevan dengan topik dan komoditas penelitian. 4.3 Metode Pengambilan Sampel Sampel atau responden merupakan petani jagung manis yang ada di Desa Gunung Malang. Metode pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan secara non random sampling dengan metode sampling convinience sampling. Metode convinience sampling dipilih dengan pertimbangan kemudahan, ketersediaan dan kenyamanan dalam menggali informasi dan data dari petani yang dipilih. Metode ini digunakan karena adanya keterbatasan informasi mengenai jumlah populasi petani jagung manis di Desa Gunung Malang. Pengambilan sampel dilakukan dengan melalui bantuan informasi dari ketua kelompok tani dan antar petani jagung manis di Desa Gunung Malang. Pemilihan sampel petani dilakukan juga dengan mempertimbangkan petani tersebut pernah melakukan budidaya tanaman jagung manis selama kurun waktu tahun 2011 dan 2012. Jumlah populasi petani jagung manis tidak diketahui sehingga jumlah sampel yang diambil ditentukan sebanyak 34 orang untuk memenuhi aturan umum secara
39
statistik yaitu lebih dari atau sama dengan 30 orang karena sudah terdistribusi normal dan dapat digunakan untuk memprediksi populasi yang diteliti. Namun dalam penelitian ini hanya digunakan responden sebanyak 31 orang sedangkan sisanya sebanyak tiga responden tidak digunakan untuk pengamatan. Tiga responden dikeluarkan dari pengamatan karena mengandung data pencilan sehingga tidak bisa mewakili keragaman data. 4.4 Metode Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan dengan melakukan observasi, wawancara, dan diskusi. Kegiatan observasi atau pengamatan langsung terhadap objek penelitian dilakukan untuk mengetahui hal-hal yang berhubungan dengan objek penelitian. Pengumpulan data melalui wawancara dan diskusi kepada pihak-pihak terkait dilakukan untuk memperoleh informasi mengenai gambaran umum lokasi penelitian, proses kegiatan teknis seperti kegiatan produksi dan pemasaran, sumber risiko, dan keterangan lain yang sesuai dengan kebutuhan penelitian. 4.5 Metode Pengolahan Data Metode pengolahan data pada penelitian ini menggunakan analisis kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif digunakan untuk mendeskripsikan mengenai fenomena yang diteliti. Dalam analisis kualitatif ini menggunakan metode analisis deskriptif. Analisis kuantitatif digunakan untuk menganalisis risiko produksi dan analisis pendapatan usahatani. Pengolahan data secara kuntitatif menggunakan alat bantu kalkulator, Microsoft Exel 2010, dan SPSS versi 17. 4.5.1 Analisis Deskriptif Analisis deskriptif digunakan untuk menjelaskan secara rinci mengenai karakteristik petani responden seperti umur, tingkat pendidikan, pengalaman bertani dan sebagainya. Analisis deskriptif juga digunakan untuk menganalisis keragaan usahatani yang dijalankan oleh petani responden seperti teknik budidaya, penggunaan input dan informasi lain yang terkait dengan budidaya. Metode analisis deskriptif ini dilakukan dengan cara observasi, wawancara dan diskusi dengan petani.
40
4.5.2 Analisis Risiko Produksi Pengukuran risiko produksi pada penelitian ini menggunakan metode Just and Pope. 4.5.2.1 Model Just and Pope Risiko produksi dapat diidentifikasi menggunakan nilai variance produktivitas. Salah satu model yang digunakan untuk mengetahui variance produktivitas yaitu model Just and Pope. Dengan model Just and Pope ini, risiko produksi diperoleh dengan melakukan pendugaan terhadap fungsi produksi ratarata dan fungsi variance produktivitas. Fungsi produksi yang digunakan dalam model ini adalah fungsi produksi Cobb-Douglas dalam bentuk logaritma natural. Produksi jagung manis di Desa Gunung Malang dipengaruhi oleh faktor produksi dan faktor eksternal. Perbedaan penggunaan faktor produksi dapat mempengaruhi hasil produksi tanaman jagung manis hal ini menyebabkan produktivitas jagung manis yang dihasilkan oleh petani beragam. Menurut Putra (2011), produksi jagung manis ditentukan oleh luas lahan, jumlah benih, pupuk urea, pupuk KCl, pupuk TSP, jumlah pestisida, dan jumlah tenaga kerja. Dengan mengacu pada penelitian terdahulu tersebut dan dengan melakukan penyesuaian terhadap kondisi di lapang, produktivitas jagung manis di Desa Gunung Malang dipengaruhi oleh faktor produksi diantaranya penggunaan benih, penggunaan pupuk kandang, penggunaan pupuk urea, penggunaan pupuk phonska, penggunaan pupuk TSP, penggunaan pestisida cair, penggunaan furadan, jumlah tenaga kerja dan varietas benih yang digunakan. Selain itu, produktivitas juga dipengaruhi oleh faktor eksternal yaitu pengaruh musim. Adapun fungsi produksi rata-rata dan fungsi variance produktivitas jagung manis sebagai berikut:
Fungsi Produksi Rata-Rata: LnYi
β0 + β1LnX1i + β2LnX2i + β3LnX3i + β4LnX4i + β5LnX5i + β6LnX6i + β7LnX7i + β8LnX8i + β9D1i + β10D2i + ε
Fungsi Variance Produktivitas : Lnσ2Yi
θ0 + θ1LnX1i + θ2LnX2i + θ3LnX3i
+
θ4LnX4i + θ5LnX5i + θ6LnX6i +
θ7LnX7i + θ8LnX8i + θ9D1i + θ10D2i + ε
41
Variance Produktivitas : = ( Yi - ̂ i )2
σ2Yi Dimana: Y ̂ X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 D1 D2
σ2 Y ε i β1,β2,...,β8 θ3,θ4,...,θ10
= Produktivitas Jagung Manis Aktual (ton/ha) = Produktivitas Jagung Manis Dugaan (ton/ha) = Jumlah penggunaan benih per musim tanam (kg/ha) = Jumlah penggunaan pupuk kandang per musim tanam (kg/ha) = Jumlah penggunaan pupuk urea per musim tanam (kg/ha) = Jumlah penggunaan pupuk phonska per musim tanam (kg/ha) = Jumlah penggunaan pupuk TSP per musim tanam (kg/ha) = Jumlah penggunaan pestisida cair per musim tanam (ml/ha) = Jumlah penggunaan furadan per musim tanam (kg/ha) = Jumlah tenaga kerja per musim tanam (HOK/ha) = Dummy Musim ( D1 = 1 jika musim kemarau dan D1 = 0 jika musim hujan) = Dummy Varietas ( D2 = 1 jika varietas benih Hawai dan D2 = 0 jika lainnya) = Variance produktivitas jagung manis = error = Petani responden = Koefisien parameter dugaan X1, X2,..., X8 = Koefisien parameter dugaan X1, X2,..., X8
Penentuan variabel dummy musim didasarkan bahwa pada musim hujan peluang serangan hama dan penyakit meningkat sehingga dapat menurunkan produksi. Oleh karena itu, musim kemarau diduga dapat menghasilkan produksi yang lebih besar daripada musim hujan. Variabel dummy varietas menggunakan acuan varietas Hawai. Hal ini dikarenakan varietas Hawai banyak digunakan oleh petani jagung manis dan dinilai lebih adaptif terhadap kondisi lingkungan Desa Gunung Malang. Oleh karena itu, varietas Hawai diduga mampu menghasilkan produksi yang lebih besar daripada varietas lainnya. 4.5.2.2 Hipotesis 1.
Hipotesis untuk fungsi produksi rata-rata Hipotesis yang digunakan sebagai dasar pertimbangan adalah bahwa
petani bertindak rasional dalam melakukan proses produksi sehingga setiap faktor produksi berpengaruh positif terhadap rata-rata hasil produksi jagung manis. Adapun penjelasan hipotesis tersebut adalah sebagai berikut:
42
a.
Benih (X1) β1 > 0, artinya semakin banyak benih jagung manis yang digunakan dalam proses produksi maka produktivitas jagung manis semakin meningkat.
b.
Pupuk Kandang (X2) β2 > 0, artinya semakin banyak pupuk kandang yang digunakan dalam proses produksi maka produktivitas jagung manis semakin meningkat.
c.
Pupuk Urea (X3) β3 > 0, artinya semakin banyak pupuk urea yang digunakan dalam proses produksi maka produktivitas jagung manis semakin meningkat.
d.
Pupuk Phonska (X4) β4 > 0, artinya semakin banyak pupuk phonska yang digunakan dalam proses produksi maka produktivitas jagung manis semakin meningkat.
e.
Pupuk TSP (X5) β4 > 0, artinya semakin banyak pupuk TSP yang digunakan dalam proses produksi maka produktivitas jagung manis semakin meningkat.
f.
Pestisida Cair (X6) β5 > 0, artinya semakin banyak pestisida cair yang digunakan dalam proses produksi maka produktivitas jagung manis semakin meningkat.
g.
Furadan (X7) β6 > 0, artinya semakin banyak furadan yang digunakan dalam proses produksi maka produktivitas jagung manis semakin meningkat.
h.
Tenaga Kerja (X8) β7 > 0, artinya semakin banyak tenaga kerja yang digunakan dalam proses produksi maka produktivitas jagung manis semakin meningkat.
i.
Musim (D1) β8 > 0, artinya pada musim kemarau produktivitas jagung manis lebih tinggi daripada musim hujan.
j.
Varietas (D1) β8 > 0, artinya penggunaan varietas hawai dapat menghasilkan produktivitas lebih besar daripada menggunakan varietas selain hawai.
43
2.
Hipotesis untuk fungsi variance produktivitas Hipotesis yang digunakan sebagai dasar pertimbangan adalah bahwa tidak
semua faktor produksi berpengaruh positif terhadap variance produktivitas jagung manis. Adapun penjelasan hipotesis tersebut adalah sebagai berikut: a.
Benih (X1) θ3 > 0, artinya semakin banyak benih jagung manis yang digunakan dalam proses produksi maka variance produktivitas jagung manis semakin meningkat, sehingga benih dikategorikan sebagai faktor yang meningkatkan risiko (risk inducing factors).
b.
Pupuk Kandang (X2) θ4 > 0, artinya semakin banyak pupuk kandang yang digunakan dalam proses produksi maka variance produktivitas jagung manis semakin meningkat, sehingga pupuk kandang dikategorikan sebagai faktor yang meningkatkan risiko (risk inducing factors).
c.
Pupuk Urea (X3) θ5 > 0, artinya semakin banyak pupuk urea yang digunakan dalam proses produksi maka variance produktivitas jagung manis semakin meningkat, sehingga pupuk urea dikategorikan sebagai faktor yang meningkatkan risiko (risk inducing factors).
d.
Pupuk Phonska (X4) θ6 > 0, artinya semakin banyak pupuk phonska yang digunakan dalam proses produksi maka variance produktivitas jagung manis semakin meningkat, sehingga pupuk phonska dikategorikan sebagai faktor yang meningkatkan risiko (risk inducing factors).
e.
Pupuk TSP (X5) θ6 > 0, artinya semakin banyak pupuk TSP yang digunakan dalam proses produksi maka variance produktivitas jagung manis semakin meningkat, sehingga pupuk TSP dikategorikan sebagai faktor yang meningkatkan risiko (risk inducing factors).
f.
Pestisida Cair (X6) θ7 < 0, artinya semakin banyak pestisida cair yang digunakan dalam proses produksi maka variance produktivitas jagung manis semakin menurun,
44
sehingga pestisida cair dikategorikan sebagai faktor yang menurunkan risiko (risk reducing factors). g.
Furadan (X7) θ8 < 0, artinya semakin banyak furadan yang digunakan dalam proses produksi maka variance produktivitas jagung manis semakin menurun, sehingga furadan dikategorikan sebagai faktor yang menurunkan risiko (risk reducing factors).
h.
Tenaga Kerja (X7) θ9 < 0, artinya semakin banyak tenaga kerja yang digunakan dalam proses produksi maka variance produktivitas jagung manis semakin menurun, sehingga tenaga kerja dikategorikan sebagai faktor yang menurunkan risiko (risk reducing factors).
i.
Musim (D1) θ10 < 0, artinya jika tanaman ditanam pada musim kemarau maka variance produktivitas jagung manis semakin menurun sehingga musim kemarau dikategorikan sebagai faktor yang menurunkan risiko (risk reducing factors).
j.
Varietas (D1) θ10 < 0, artinya jika tanaman yang ditanam menggunakan benih varietas hawai maka variance produktivitas jagung manis semakin menurun sehingga benih varietas hawai dikategorikan sebagai faktor yang menurunkan risiko (risk reducing factors).
4.5.2.3 Pengujian Penyimpangan Asumsi Klasik Pengujian
pada
penyimpangan
asumsi
klasik
digunakan
untuk
mendapatkan model terbaik untuk melakukan pendugaan. Pengujian dilakukan untuk kedua model baik model fungsi produksi maupun model fungsi variance produktivitas. Pengujian penyimpangan asumsi klasik yang dilakukan adalah pengujian multikolinier dan autokorelasi. Pengujian heteroskedastisitas tidak dilakukan karena pendekatan analisis risiko produksi pada fungsi variance produktivitas sudah mewakili pengujian heteroskedastisitas.
45
1. Uji Multikolinieritas Salah satu asumsi model linier klasik adalah tidak adanya multikolinieritas sempurna yaitu tidak adanya hubungan linier yang pasti di antara variabelvariabel penjelas (Gujarati 2007). Jika terjadi multikolinieritas dalam model dapat menyebabkan estimasi pengaruh dari semua parameter (variabel independen) terhadap variabel dependen tidak dapat dijelaskan sehingga model tidak dapat diggunakan sebagai model dugaan terbaik. Untuk mendeteksi adanya gejala multikolinier dapat dilihat dari nilai Variable Inflation Factor (VIF). Apabila nilai VIF pada masing-masing variabel independen memiliki nilai lebih dari 10 maka dapat disimpulkan bahwa dalam model tersebut terjadi multikolinieritas. Rumus untuk mencari VIF adalah sebagai berikut: IF
1 (1-
2 i)
2. Uji Autokorelasi Selain tidak boleh adanya multikolinier, dalam asumsi model linier klasik juga tidak boleh adanya autokorelasi. Autokorelasi yaitu adanya korelasi di antara komponen error, artinya komponen error yang berhubungan dengan suatu observasi terkait dengan atau dipengaruhi oleh komponen error pada observasi lain (Gujarati 2007). Adanya gejala autokorelasi dalam model dapat menyebabkan variabel penjelas menjadi tidak dapat diestimasikan dengan baik karena nilai uji t dan uji F mengalami penyimpangan. Untuk mengetahui ada atau tidaknya autokorelasi pada model dapat dilakukan dengan menggunakan pengujian DurbinWatson (DW). Pengujian Durbin-Watson dapat dilakukan dengan menggunakan bantuan software statistik untuk mendapatkan nilai DW hitung. Nilai uji DW tabel diperoleh dengan menentukan jumlah sampel (n) dan jumlah variabel penjelas diluar konstanta (k). Kemudian melihat nilai DW pada tabel dan diperoleh nilai DW batas atas (dU) dan DW batas bawah (dL). Kriteria hasil uji dapat dilihat pada Gambar 5.
46
Ada Autokorelasi positif
Daerah meragukan
Daerah meragukan
Ada Autokorelasi negatif
Tidak ada autokorelasi
0
dL
2
dU
4-dU
4-dL
4
Gambar 5. Statistik d Durbin-Watson Sumber : Gujarati (2007)
4.5.2.4 Pengujian Hipotesis Pengujian hipotesis digunakan untuk melihat tingkat akurasi atau tingkat kesesuaian model dalam memprediksi variabel dependent. Pengujian hipotesis dilakukan melalui evaluasi model dugaan yaitu dengan melihat nilai koefisien determinasi (R2), uji signifikansi model dugaan, dan uji signifikansi variabel. a.
Koefisien Determinasi (R2) Koefisien determinasi
(R2) digunakan untuk mengetahui tingkat
kesesuaian (goodness of fit) model dugaan dan untuk mengetahui seberapa jauh keragaman produksi dan variance produktivitas dapat dijelaskan oleh variabel independen yang telah dipilih. Nilai R2 maksimal bernilai 1 dan minimal bernilai 0. Nilai R2 menunjukkan seberapa besar keragaman produksi dapat dijelaskan oleh variabel independent yang dipilih dan sisanya (1-R2) dijelaskan oleh komponen yang tidak dimasukkan dalam model atau komponen error. Semakin besar nilai koefisien determinasi (R2) berarti model dugaan yang diperoleh semakin akurat untuk meramalkan variabel dependent. Koefisien determinasi (R2) dapat dituliskan sebagai berikut (Gujarati dan Porter 2010): 2
2
Jumlah Kuadrat egresi ( Jumlah Kuadrat otal (
) )
2 ∑( ̂ - ̅ ) ∑( - ̅ )2
47
b.
Uji signifikansi model dugaan Uji signifikansi model dugaan digunakan untuk mengetahui apakah faktor
produksi yang digunakan secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap produksi jagung manis. Pengujian model dugaan menggunakan uji F (Gujarati dan Porter 2010). Adapun prosedur pengujiannya sebagai berikut: 1) Hipotesis Pengujian fungsi produksi rata-rata: H0 : β1 β2 .... β8 = 0 H1 : Ada salah satu βi yang tidak sama dengan 0 Pengujian fungsi variance produktivitas: H0 : θ3 θ4 .... θ10 = 0 H1 : Ada salah satu θi yang tidak sama dengan 0 2) Statistik Uji – Uji F 2
Fhitung
(1-
⁄(k-1) 2
)⁄(n-k)
Dimana: R2 = Koefisien determinasi k = Jumlah variabel bebas (termasuk intersept) n = Jumlah sampel 3) Kriteria Uji Kriteria uji dengan membandingkan nilai F-hitung dengan nilai sebaran F pada tabel: Fhitung > F(k-1, n-k) pada taraf nyata α, maka tolak H0 Fhitung < F(k-1, n-k) pada taraf nyata α, maka terima H0 Jika tidak menggunakan tabel maka dapat dilihat nilai P dengan kriteria uji sebagai berikut: P-value < α , maka tolak H0 P-value > α , maka terima H0 Apabila Fhitung > F(k-1,
n-k)
atau P-value < α maka secara bersama-sama
variabel bebas dalam kegiatan produksi mempunyai pengaruh yang nyata terhadap hasil produksi atau variance produktivitas. Sedangkan apabila Fhitung < F(k-1, n-k) atau P-value > α maka secara bersama-sama variabel bebas atau faktor
48
produksi tersebut tidak berpengaruh secara nyata terhadap hasil produksi atau variance produktivitas. c.
Uji signifikansi variabel Uji signifikansi variabel digunakan untuk mengetahui variabel bebas mana
saja yang berpengaruh nyata terhadap variabel dependent. Uji yang digunakan yaitu uji T (Gujarati dan Porter, 2010). Prosedur uji signifikansi variabel sebagai berikut: 1) Hipotesis Pengujian fungsi produksi rata-rata: H0 : βi = 0 , i = 1,2,3,...,8 H1 : βi ≠ 0 Pengujian fungsi variance produktivitas: H0 : θi = 0 , i = 3,4,5,...,10 H1 : θi ≠ 0 2) Statistik Uji – Uji T hitung
bi - 0 tDev (bi )
Dimana: bi
= Koefisien determinasi untuk variabel Xi
StDev = Standar deviasi dari bi 3) Kriteria Uji Kriteria uji dengan membandingkan nilai T-hitung dengan nilai sebaran T pada tabel: Thitung > T(α, n-k) pada taraf nyata α, maka tolak H0 Thitung < T(α, n-k) pada taraf nyata α, maka terima H0 Dimana: n = jumlah sampel k = jumlah variabel bebas Jika tidak menggunakan tabel maka dapat dilihat nilai P dengan kriteria uji sebagai berikut: P-value < α , maka tolak H0 P-value > α , maka terima H0 49
Jika tolak H0 artinya variabel bebas ke-i berpengaruh nyata terhadap variabel tidak bebas dalam model. 4.5.2.5 Definisi Operasional 1.
Produktivitas (Y) adalah jumlah total panen jagung manis segar yang diukur dalam satuan kilogram per hektar pada setiap periode tanam.
2.
Benih (X1) adalah jumlah benih yang digunakan untuk memproduksi jagung manis yang diukur dengan satuan kilogram per hektar per periode tanam.
3.
Pupuk Kandang (X2) adalah jumlah pupuk kandang yang digunakan untuk menanam jagung manis yang diukur dengan satuan kilogram per hektar per periode tanam.
4.
Pupuk Urea (X3) adalah jumlah pupuk urea yang digunakan untuk memproduksi jagung manis baik sebelum pra tanam maupun pada saat pemeliharaan yang diukur dengan satuan kilogram per hektar per periode tanam.
5.
Pupuk Phonska (X4) adalah jumlah pupuk phonska yang digunakan untuk memproduksi jagung manis baik sebelum pra tanam maupun pada saat pemeliharaan yang diukur dengan satuan kilogram per hektar per periode tanam.
6.
Pupuk TSP (X5) adalah jumlah pupuk TSP yang digunakan untuk memproduksi jagung manis baik sebelum pra tanam maupun pada saat pemeliharaan yang diukur dengan satuan kilogram per hektar per periode tanam.
7.
Pestisida cair (X6) adalah jumlah penggunaan pestisida cair untuk mengurangi serangan hama dan penyakit yang menyerang tanaman jagung manis yang digunakan untuk memproduksi jagung manis yang diukur dengan satuan mililiter per hektar per periode tanam.
8.
Furadan (X7) adalah jumlah penggunaan furadan pada budidaya jagung manis yang diukur dengan satuan kilogram per hektar per periode tanam.
9.
Tenaga Kerja (X7) adalah jumlah tenaga kerja yang digunakan dalam seluruh kegiatan produksi sampai panen yang diukur dengan satuan HOK per hektar per periode tanam.
50
10. Musim (D1) adalah musim dimana petani melakukan budidaya jagung manis. Pembagian musim menjadi dua yaitu musim kemarau dan musim hujan. 11. Varietas (D2) adalah varietas benih jagung manis yang digunakan petani. Pembagian varietas benih menjadi dua yaitu varietas hawai dan non hawai.
4.5.3 Analisis Pendapatan Usahatani 1) Penerimaan Usahatani Jagung Manis Analisis penerimaan usahatani jagung manis terdiri dari penerimaan tunai yang diterima petani dan penerimaan yang diperhitungkan. Penerimaan tunai usahatani diperoleh dari nilai uang yang diterima dari penjualan produk usahatani, sedangkan penerimaan tidak tunai adalah produk hasil usahatani yang tidak dijual secara tunai, melainkan digunakan untuk konsumsi sendiri, hasil produksi yang disimpan, atau hasil produksi yang digunakan untuk input penanaman periode selanjutnya. Dari penerimaan tunai dan penerimaan yang diperhitungkan tersebut dapat dihitung total penerimaan usahatani jagung manis yaitu dengan menjumlahkan kedua komponen penerimaan tersebut. 2) Biaya Usahatani Jagung Manis Biaya usahatani diklasifikasikan menjadi dua yaitu biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap merupakan biaya yang dikeluarkan petani dengan nilai konstan tidak tergantung pada besar-kecilnya produksi seperti sewa lahan, pajak, atau iuran irigasi. Sedangkan, biaya variabel adalah biaya yang dikeluarkan petani dimana besarnya biaya tergantung dengan jumlah produksi yang dihasilkan. Yang termasuk dalam komponen biaya variabel adalah biaya untuk pengeluaran faktor produksi. Dalam kegiatan usahatani, biaya usahatani sering dibedakan menjadi biaya tunai dan biaya yang diperhitungkan. Biaya tunai merupakan seluruh biaya yang dikeluarkan secara tunai dalam kegiatan usahatani jagung manis. Sedangkan, biaya yang diperhitungkan adalah nilai dari penggunaan faktor produksi yang tidak dinilai langsung dengan uang seperti nilai penggunaan faktor produksi tenaga kerja dalam keluarga, penyusutan peralatan dan nilai modal yang tidak dihitung.
51
3) Pendapatan Usahatani Jagung Manis Pendapatan usahatani merupakan hasil pengurangan dari penerimaan usahatani dengan biaya yang dikeluarkan. Pendapatan usahatani dapat dilihat dari pendapatan atas biaya tunai dan pendapatan atas biaya total. Pendapatan atas biaya tunai adalah selisih antara penerimaan tunai dengan biaya tunai. Sementara itu, pendapatan atas biaya total adalah selisih antara penerimaan total dengan biaya total. Analisis pendapatan usahatani jagung manis dilakukan untuk mengetahui seberapa besar tingkat pendapatan atau keuntungan yang diperoleh petani dalam melakukan usahatani jagung manis. Dengan penghitungan ini maka petani dapat mengetahui bagaimana kondisi usahatani yang dijalankan apakah menguntungkan atau tidak. Secara lebih rinci pendapatan usahatani jagung manis dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Komponen Pendapatan Usahatani Jagung Manis No A B C D
E
F G H
Komponen Penerimaan tunai
Keterangan Harga x Hasil panen yang dijual Harga x Hasil panen yang Penerimaan yang diperhitungkan dikonsumsi/disimpan Total penerimaan A+B a. Biaya sarana produksi Biaya tunai b. Biaya tenaga kerja luar keluarga (TKLK) a. Biaya tenaga kerja dalam keluarga (TKDK) b. Penyusutan peralatan Biaya yang diperhitungkan c. Nilai lahan sendiri atau nilai sewa lahan d. Pajak Total biaya D+E Pendapatan atas biaya tunai A–D Pendapatan atas biaya total C–F
4) Uji Beda Pendapatan Musim Hujan dengan Musim Kemarau Uji beda pendapatan dilakukan untuk mengetahui apakah rata-rata pendapatan pada musim hujan berbeda signifikan dengan pendapatan pada musim kemarau. Uji beda dilakukan untuk kedua pendapatan yaitu pendapatan atas biaya
52
tunai dan pendapatan atas biaya total. Uji beda dilakukan dengan menggunakan Uji-T untuk Dua Contoh Bebas. Uji ini digunakan karena sampel yang digunakan bukan merupakan data berpasangan tetapi berupa dua sampel bebas karena memiliki jumlah populasi yang berbeda pada kedua sampel. Adapun prosedur UjiT untuk Dua Contoh Bebas sebagai berikut (Saefuddin et al. 2009): 1) Hipotesis H0 : µ1 = µ2 H1 : µ1 ≠ µ2 2) Statistik Uji – Uji T ̅̅̅̅ 1-̅̅̅̅ 2 hitung
1 1 σgab √n + n 1 1
σgab
(n1 +1)σ21 +(n2 +1)σ22 n2 +n2 -2
Dimana: X1= Rata-rata pendapatan pada musim kemarau dengan nilai tengah µ1 X2= Rata-rata pendapatan pada musim hujan dengan nilai tengah µ2 n1 = Jumlah sampel pada musim kemarau n2 = Jumlah sampel pada musim hujan σ1 = Simpangan baku musim kemarau σ2 = Simpangan baku musim hujan 3) Kriteria Uji Kriteria uji dengan membandingkan nilai T-hitung dengan nilai sebaran T pada tabel: Thitung > t(α/2) pada taraf nyata α, maka tolak H0 Thitung < t(α/2) pada taraf nyata α, maka terima H0 Apabila tolak H0 maka terdapat perbedaan secara signifikan pada rata-rata pendapatan musim hujan dan musim kemarau pada taraf nyata α.
53
V KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian 5.1.1 Kondisi Geografi Desa Gunung Malang merupakan salah satu desa yang berada di wilayah Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor. Desa Gunung Malang berada di lereng Gunung Salak dengan ketinggian tempat dari permukaan laut 543 Mdpl, sehingga kondisi topografi tanahnya berupa tanah datar dan berbukit. Desa Gunung Malang memiliki curah hujan 278 mm dengan jumlah bulan hujan 6 bulan dalam setahun. Suhu rata-rata Desa Gunung Malang berkisar antara 270 - 300 C (Desa Gunung Malang 2010). Desa Gunung Malang terletak kurang lebih 47 Km dari Ibu Kota Kabupaten Bogor dengan jarak tempuh 2 jam. Secara administratif Desa Gunung Malang memiliki batas wilayah sebagai berikut (Desa Gunung Malang 2010): Sebelah Utara
: Desa Situ Daun
Sebelah Selatan
: Perhutani/Kehutanan
Sebelah Timur
: Desa Sukajadi
Sebelah Barat
: Desa Tapos 1
Desa Gunung Malang terdiri dari 3 dusun, 46 RT dan 13 RW. Luas wilayah Desa Gunung Malang 731,3 Ha, yang terdiri atas pemukiman, persawahan, perkebunan, pemakaman, pekarangan, perkantoran, dan prasarana umum lainnya (Desa Gunung Malang 2010). Secara rinci informasi penggunaan lahan di Desa Gunung Malang dapat dilihat pada Tabel 5. Berdasarkan pada Tabel 5 dapat dilihat bahwa sebagian besar penggunaan lahan di wilayah Desa Gunung Malang digunakan untuk lahan persawahan yaitu sebesar 51,27 persen dari total lahan seluruhnya. Hal ini menunjukkan bahwa daerah Gunung Malang memiliki potensi yang besar untuk kegiatan pertanian, khususnya tanaman pangan. Area persawahan di Desa Gunung Malang terbagi menjadi 3 yaitu sawah dengan irigasi teknis, sawah dengan irigasi setengah teknis dan sawah tadah hujan. Dari total lahan untuk persawahan sebesar 375 Ha tersebut, sebagian besar merupakan sawah dengan irigasi setengah teknis sebesar 223 Ha, sisanya sebesar 122 Ha merupakan sawah dengan irigasi teknis dan 30 Ha berupa sawah tadah hujan (Desa Gunung Malang 2010).
54
Tabel 5. Luas Wilayah Berdasarkan Penggunaannya di Desa Gunung Malang Tahun 2010 Jenis Penggunaan Pemukiman Persawahan Perkebunan Pemakaman Pekarangan Perkantoran Prasarana Umum Total
Luas (Ha)
Presentase (%) 160 375 135 0,5 60 0,3 0,5 731,3
21,87 51,27 18,46 0,06 8,2 0,08 0,06 100
Sumber: Desa Gunung Malang (2010)
5.1.2 Kondisi Demografi Pada tahun 2010, jumlah penduduk Desa Gunung Malang berjumlah 12.682 jiwa, yang terdiri dari 6.491 laki-laki dan 6.191 perempuan. Jumlah kepala keluarga (KK) di desa ini yaitu 3472 KK dengan tingkat kepadatan penduduk 16 orang/km (Desa Gunung Malang 2010). Mata pencaharian penduduk Desa Gunung Malang cukup beragam mulai dari sektor pertanian, pegawai atau karyawan, pedagang, pengrajin, pegawai negeri sipil dan sebagainya seperti yang tercantum dalam Tabel 6. Tabel 6. Distribusi Penduduk Desa Gunung Malang Berdasarkan Jenis Pekerjaan pada Tahun 2010 No 1 2 3 4 5 6 7
Jenis Pekerjaan Petani dan Peternak Jasa/Buruh PNS TNI/Polri Pegawai/Karyawan Dagang/Wiraswasta Lainnya Jumlah
Jumlah (Orang) 3.126 750 25 8 15 504 13 4.441
Presentase (%) 70,39 16,89 0,56 0,18 0,34 11,35 0,29 100
Sumber: Desa Gunung Malang (2010)
Sebagian besar masyarakat di Desa Gunung Malang bermatapencaharian sebagai petani dan peternak yaitu sebesar 70,39 persen dari jumlah penduduk yang bekerja. Besarnya potensi pertanian di Desa Gunung Malang menyebabkan
55
masyarakatnya banyak yang memilih untuk bertani dan beternak. Selain menjadi petani dan peternak, masyarakat di Desa Gunung Malang juga banyak yang bekerja sebagai buruh serabutan dan buruh tani yaitu mencapai 16,89 persen. Masyarakat yang menjadi buruh tani umumnya masyarakat yang tidak memiliki lahan untuk bertani sehingga mereka menjadi buruh tani untuk orang lain. Jenis pekerjaan lainnya yang menempati urutan ketiga terbesar yaitu berdagang dan berwirausaha yang mencapai 11,35 persen. Di lokasi penelitian yaitu di Desa Gunung Malang banyak dijumpai toko-toko maupun warung yang menjajakan barang-barang kebutuhan sehari-hari. Selain berdagang, ada juga masyarakat yang menekuni usaha kerajinan dari bambu seperti pembuatan tusuk sate dan keranjang bambu. Tingkat pendidikan masyarakat Desa Gunung Malang masih sangat rendah. Tabel 7 menunjukkan bahwa pada tahun 2010 tingkat pendidikan masyarakat Desa Gunung Malang didominasi oleh lulusan SD/sederajat yaitu sebesar 58,04 persen dari total penduduk yang telah menempuh pendidikan formal. Terbesar kedua merupakan masyarakat yang pernah masuk sekolah dasar namun tidak sampai tamat yaitu sebesar 29,70 persen (Desa Gunung Malang 2010). Rendahnya tingkat pendidikan ini menyebabkan banyak masyarakat yang menjadi buruh tani maupun buruh serabutan. Perincian mengenai tingkat pendidikan masyarakat Desa Gunung Malang dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Distribusi Penduduk Desa Gunung Malang Berdasarkan Tingkat Pendidikan pada Tahun 2010 No 1 2 3 4 5
Tingkat Pendidikan Tidak Tamat SD Tamat SD/sederajat Tamat SMP/sederajat Tamat SMA/sederajat Tamat Perguruan Tinggi Jumlah
Jumlah (Orang) 2.502 4.890 750 250 33 8.425
Presentase (%) 29,70 58,04 8,90 2,97 0,39 100
Sumber: Desa Gunung Malang (2010)
56
5.1.3 Kondisi Sarana dan Prasarana Ketersediaan sarana dan prasarana yang memadai sangat menunjang dalam kelancaran kegiatan sehari-hari. Desa Gunung Malang memiliki sarana transportasi yang cukup baik yaitu dengan adanya kendaraan angkutan desa yang menuju ke Desa Gunung Malang dan juga kendaraan ojek. Kondisi jalan raya juga sudah cukup baik dimana sebagian besar sudah beraspal. Kondisi jalan desa juga sudah bisa di akses dengan mudah karena sudah mengalami pengecoran jalan. Namun, di beberapa tempat masih dijumpai jalan yang rusak dan jalan yang masih berbatu. Selain sarana transportasi, sarana dan prasarana yang lainnya pun sudah cukup memadai. Desa Gunung Malang memiliki prasarana pendidikan berupa Sekolah Dasar Negeri, Madrasah dan yayasan pendidikan. Selain itu terdapat juga prasarana keagamaan berupa masjid dan mushola, prasarana pemerintahan berupa kantor desa dan balai desa, serta prasarana olahraga yaitu berupa lapangan bola. Prasarana kesehatan di Desa Gunung Malang berupa puskesmas pembantu dan posyandu yang didukung oleh keberadaan dukun bersalin, bidan dan perawat. Desa Gunung Malang juga memiliki sarana irigasi dan kelompok tani yang dikelola oleh masyarakat untuk menunjang kegiatan pertanian (Desa Gunung Malang 2010). 5.1.4 Kondisi Pertanian Potensi pertanian Desa Gunung Malang cukup besar dilihat dari penggunaan lahan untuk pertanian yang mencapai 51,27 persen dan sebanyak 70,39 persen dari penduduk yang bekerja bermatapencaharian sebagai petani dan peternak (Desa Gunung Malang 2010). Banyaknya masyarakat yang bekerja pada sektor pertanian membuat masyarakat memanfaatkan lahan-lahan pertanian untuk melakukan budidaya berbagai jenis tanaman terutama tanaman pangan dan tanaman hortikultura. Ditunjang dengan agroklimat yang memadai untuk pertanian serta tanah pegunungan yang subur, budidaya kedua jenis tanaman tersebut banyak dilakukan oleh hampir seluruh petani di Desa Gunung Malang. Luas penguasaan lahan untuk pertanian di Desa Gunung Malang masih sangat kecil. Dari total jumlah keluarga petani yang memiliki lahan pertanian, keluarga petani yang ada di Desa Gunung Malang hampir seluruhnya (98,87
57
persen) hanya menguasai lahan pertanian kurang dari satu hektar sisanya sebesar 1,13 persen memiliki lahan 1 – 5 Ha (Desa Gunung Malang 2010). Petani di Desa Gunung Malang masih banyak yang menggunakan tenaga kerja manusia untuk kegiatan pertanian seperti kegiatan pengolahan lahan, akan tetapi petani tersebut juga sudah mengenal penggunaan alat modern seperti penggunaan traktor untuk megolah tanah. Para petani ini juga sudah melakukan sistem rotasi tanaman untuk satu lahan yang sama. Para petani tersebut sudah berorientasi pada kegiatan komersial yang terlihat dari hasil panen petani sebagian besar sudah dijual dan hanya sebagian kecil saja yang dikonsumsi sendiri. Hasil pertanian yang utama di Desa Gunung Malang adalah tanaman pangan dan tanaman sayuran. Tanaman pangan yang di hasilkan antara lain padi, ubi jalar, dan ubi kayu. Komoditas sayuran yang banyak dibudidayakan diantaranya jagung manis, kacang panjang, tomat, mentimun, buncis, dan terong (Desa Gunung Malang 2010). Petani melakukan rotasi tanaman sehingga dalam satu tahun petani menanam komoditas yang berbeda-beda. Selain melakukan rotasi tanaman, petani juga melakukan tumpang sari dan tumpang gilir pada lahan pertaniannya untuk mendapatkan hasil panen yang berlipat. 5.2 Karakteristik Responden Petani responden dalam penelitian ini merupakan petani yang pernah menanam tanaman jagung manis yang ada di Desa Gunung Malang. Petani responden berjumlah 31 orang. Karakteristik dari masing-masing petani berbedabeda. Karakteristik petani dapat mempengaruhi keragaan tani dari aspek teknik budidaya sehingga akan berpengaruh juga terhadap produksi yang dihasilkan. Hal ini menyebabkan perlunya melakukan analisis terhadap karakteristik petani tersebut. Karakteristik petani responden yang dianggap penting mencakup umur, tingkat pendidikan, status usahatani, pengalaman bertani, status kepemilikan lahan, luas lahan, pola tanam, dan sistem pemasaran. 5.2.1
Umur Petani responden dalam penelitian ini memiliki umur yang beragam antara
30–73 tahun. Presentase umur tetinggi berada pada usia 40-49 tahun dengan presentase yang sebesar 32,26 persen. Presentase umur terendah berada pada usia
58
lebih besar dari 60 tahun dengan presentase hanya sebesar 16,13 persen. Sebaran umur petani responden dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Karakteristik Petani Responden di Desa Gunung Malang Berdasarkan Umur Tahun 2012 No 1 2 3 4
Usia (Tahun) 30 - 39 40 - 49 50 - 59 > 60 Jumlah
Jumlah (Orang) 9 10 7 5 31
Presentase (%) 29,03 32,26 22,58 16,13 100,00
Presentase persebaran umur responden hampir merata pada usia 30-39 dan 40-49. Hal ini menunjukkan bahwa masih banyak angkatan kerja yang berada pada usia produktif yang bekerja menjadi petani. Usia produktif merupakan usia yang paling tepat untuk menjalankan aktifitas-aktifitas bekerja seperti bertani karena secara fisik masih baik, memiliki semangat yang tinggi dan adanya kewajiban untuk menghidupi keluarga. Akan tetapi diantara ketiga rentang usia tersebut, petani responden banyak tersebar pada usia 40-49. Petani responden pada rentang usia ini sudah bekerja sebagai petani sejak masih remaja dan masih bertahan menjadi petani sampai usia tua. Petani responden yang berusia di bawah 30 tahun sangat jarang ditemui. Hal ini dikarenakan pada usia di bawah 30 tahun tersebut banyak yang lebih tertarik mencari pekerjaan di Kota Bogor, Jakarta atau kota-kota besar di sekitar Bogor. 5.2.2
Tingkat Pendidikan Tingkat pendidikan petani responden sebagian besar adalah lulusan
sekolah dasar yaitu mencapai 64,52 persen. Sebagian besar petani dan masyarakat di Desa Gunung Malang pada saat usia sekolah mereka hanya mampu mengenyam pendidikan sekolah dasar dan tidak melanjutkan ke jenjang selanjutnya karena berbagai alasan diantaranya adalah alasan finansial. Setelah lulus dari sekolah dasar, petani lebih memilih untuk membantu orang tua mereka bertani daripada harus melanjutkan pendidikannya. Hal inilah yang menyebabkan banyaknya petani yang hanya lulusan sekolah dasar. Presentase terkecil terdapat
59
pada lulusan perguruan tinggi yaitu hanya 3,23 persen atau hanya satu orang dari petani responden yang berpendidikan perguruan tinggi. Sangat jarang sekali dijumpai para lulusan perguruan tinggi yang bekerja di bidang pertanian terutama menjadi petani. Lulusan perguruan tinggi pada umumnya lebih memilih pekerjaan lain selain petani. Sebaran tingkat pendidikan petani responden dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Tingkat Pendidikan Petani Responden di Desa Gunung Malang Tahun 2012 No 1 2 3 4 5
Pendidikan Tidak Sekolah SD SMP SMA Perguruan Tinggi Jumlah
Jumlah (Orang)
Presentase (%) 2 20 5 3 1
6,45 64,52 16,13 9,68 3,23
31
100,00
Tingkat pendidikan akan mempengaruhi cara berfikir petani dan tingkat penyerapan teknologi dan ilmu pengetahuan. Petani dengan jenjang pendidikan yang tinggi mampu mengaplikasikan ilmu di bangku sekolah lebih banyak daripada dengan petani yang hanya mengenyam pendidikan dasar dan dapat dengan mudah menerima sesuatu hal yang baru. Hal ini yang menyebabkan terjadinya perbedaan pola pikir sehingga dapat berpengaruh terhadap perilaku petani dalam melakukan budidaya tanaman. Akan tetapi, tingkat pendidikan yang rendah belum tentu membuat petani menjadi kalah dengan petani berpendidikan tinggi. Petani dengan pendidikan rendah tetapi memiliki pengalamaman bertani yang cukup lama mampu bersaing lebih unggul daripada petani dengan pendidikan tinggi tetapi sedikit pengalaman bertaninya. 5.2.3
Status Usahatani Tidak semua petani menjadikan usahatani sebagai pekerjaan utama.
Sebesar 67,74 persen petani menjadikan usahatani sebagai pekerjaan utama, sedangkan sisanya sebesar 32,26 persen hanya menjadikannya sebagai usaha sampingan. Petani yang menjadikan usahatani sebagai usaha utama adalah petani yang memiliki lahan untuk melakukan budidaya baik lahan sendiri maupun lahan 60
sewa. Mereka tidak memiliki pilihan lain untuk melakukan usaha sehingga mereka memanfaatkan sumberdaya yang dimiliki. Sedangkan petani yang menjadikan usahatani sebagai pekerjaan sampingan pada umumnya memiliki pekerjaan lain yang dianggap lebih menguntungkan dan beresiko rendah. Selain itu petani ini juga memiliki lahan yang sempit sehingga kegiatan usahatani tidak dilakukan secara maksimal. Petani yang menjadikan usahatani sebagai pekerjaan sampingan ini sebagian besar memiliki pekerjaan utama sebagai pedagang. Sebaran status usahatani petani responden dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10. Status Usahatani Petani Responden di Desa Gunung Malang Tahun 2012 No Status Usahatani 1 Utama 2 Sampingan Jumlah 5.2.4
Jumlah (Orang) 21 10 31
Presentase (%) 67,74 32,26 100,00
Pengalaman Bertani Petani dengan pengalaman bertani yang cukup lama akan memiliki
keterampilan yang lebih baik daripada petani dengan pengalaman bertani yang masih sedikit. Petani dengan pengalaman yang sudah cukup lama memiliki waktu belajar yang cukup banyak sehingga petani tersebut dapat belajar secara langsung dari setiap kejadian di lapang selama melakukan budidaya tanaman. Setiap pelajaran dari pengalaman tersebut dapat meningkatkan keterampilan petani dalam mengatasi masalah yang akan terjadi dalam kegiatan budidaya. Tanaman jagung manis sudah lama diperkenalkan di Desa Gunung Malang. Petani sudah cukup lama melakukan budidaya tanaman jagung manis hanya saja tanaman ini menjadi sangat populer pada tahun 1990-an. Pada tahun tersebut banyak petani yang mulai tertarik untuk melakukan budidaya tanaman jagung manis. Pengalaman bertani jagung manis yang dimiliki petani sebagian besar sekitar 1-10 dan 11-20 tahun dengan presentase yang sama yaitu sebesar 50 persen. Sedangkan yang memiliki pengalaman bertani jagung manis paling lama yaitu lebih dari 30 tahun hanya satu orang responden saja. Selama sepuluh tahun terakhir, perkembangan budidaya jagung manis cukup baik karena dapat mendatangkan keuntungan bagi petani sehingga banyak yang melakukan 61
budidaya jagung manis. Minat petani untuk menanam jagung manis dipengaruhi oleh keberhasilan petani jagung manis yang sudah lebih dahulu menanamnya dan karena adanya trend yang mengarah pada pembudidayaan jagung manis. Sebaran pengalaman bertani jagung manis petani responden dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11. Pengalaman Bertani Jagung Manis Petani Responden di Desa Gunung Malang Tahun 2012 No 1 2 3 4
5.2.5
Pengalaman Bertani (Tahun) 1 - 10 11 - 20 21 - 30 > 30 Jumlah
Jumlah (Orang)
Presentase (%) 14 14 2 1 31
45,16 45,16 6,45 3,23 100,00
Status Kepemilikan Lahan Status kepemilikan lahan dibagi menjadi tiga yaitu lahan milik sendiri,
lahan sewa, dan lahan campuran. Lahan milik sendiri merupakan lahan yang dimiliki secara sah oleh petani. Lahan sewa merupakan lahan milik orang lain yang digunakan untuk melakukan budidaya dengan sistem sewa, bagi hasil, atau gadai. Sedangkan lahan campuran merupakan lahan budidaya yang terdiri dari lahan milik sendiri maupun lahan sewa. Biaya sewa yang harus dikeluarkan petani rata-rata sebesar Rp 1.000.000,00 per tahun untuk setiap 1000 m2. Biaya sewa ini dibayarkan di awal tahun sebelum melakukan kegiatan budidaya. Sistem gadai juga sering dilakukan petani untuk menyewa lahan. Sistem gadai ini tidak ditentukan besar nominal dan besar luas lahan. Petani akan menukarkan sejumlah uang tertentu untuk ditukar dengan lahan sawah hingga periode tertentu. Jatuh tempo peminjaman lahan habis ketika uang yang dipinjam dari petani telah dikembalikan. Sistem sewa yang terakhir adalah bagi hasil. Pada sistem bagi hasil ini, petani meinjam lahan milik petani lain yang tidak dimanfaatkan untuk digarap. Petani tidak membayarkan sejumlah uang sewa tertentu kepada pemilik lahan tetapi petani harus melakukan bagi hasil dari hasil panen pada lahan tersebut. Besarnya presentase bagi hasil yaitu 50% untuk petani dan 50% untuk pemilik lahan.
62
Sebagian besar petani responden melakukan budidaya tanaman di lahan milik sendiri yaitu sebesar 48,39 persen. Lahan ini merupakan lahan warisan atau lahan turun temurun dari keluarga petani sebelumnya dan juga lahan yang sengaja dibeli. Petani yang melakukan sewa lahan juga cukup besar yaitu mencapai 29,03 persen. Petani yang menyewa lahan ini pada umumnya karena tidak memiliki lahan, adanya lahan kosong milik masyarakat yang tidak digunakan, dan karena gadai dengan sejumlah uang tertentu. Sebaran status kepemilikan lahan petani responden dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12. Status Kepemilikan Lahan Petani Responden di Desa Gunung Malang Tahun 2012 No Status Lahan 1 Lahan Milik Sendiri 2 Lahan Sewa 3 Lahan Campuran Jumlah 5.2.6
Jumlah (Orang) 15 9 7 31
Presentase (%) 48,39 29,03 22,58 100,00
Luas Lahan Total luas lahan pertanian petani responden bervariasi. Luas lahan
pertanian terkecil sebesar 0,1 hektar dan luas lahan terbesar mencapai 3 hektar. Sebagian besar petani responden memiliki luas lahan pertanian antara 0,50 sampai 1,00 hektar yaitu mencapai 38,71 persen. Lahan tersebut merupakan lahan irigasi berupa sawah dan sebagian kecil merupakan lahan kering atau tegal. Lahan yang dimiliki petani, letaknya ada yang terpusat menjadi satu persil dan ada pula yang terbagi-bagi menjadi beberapa persil. Luas lahan pertanian petani responden di Desa Gunung Malang tahun 2012 dapat dilihat pada Tabel 13. Tabel 13. Luas Lahan Pertanian Petani Responden di Desa Gunung Malang Tahun 2012 No 1 2 3 4
Luas Lahan (Ha) 0,10 - 0,24 0,25 - 0,49 0,50 - 1,00 >1 Jumlah
Jumlah (Orang) 6 7 12 6 31
Presentase (%) 19,35 22,58 38,71 19,35 100,00
63
5.2.7 Pola Tanam Pola tanam jagung manis pada petani responden terdiri dari dua jenis yaitu monokultur dan polikultur. Presentase yang menerapkan kedua pola tanam tersebut tidak berbeda jauh tetapi sistem polikultur masih lebih banyak dibandingkan dengan monokultur. Petani banyak melakukan pola tanam polikultur karena untuk meminimalisasi risiko. Pembudidayaan secara monokultur juga masih banyak dilakukan oleh responden. Alasan petani melakukan budidaya jagung manis secara monokultur ini adalah ingin mendapatkan hasil panen yang maksimal dari segi ukuran jagung, keuntungan yang diperoleh cukup besar dengan monokultur, dan lahan yang sempit tidak memungkinkan untuk melakukan tumpangsari. Pola tanam petani responden dapat dilihat pada Tabel 14. Tabel 14. Pola Tanam Jagung Manis Petani Responden di Desa Gunung Malang Tahun 2012
Pola Tanam
Monokultur Polikultur
Penggunaan Lahan Sebagian dari Total Seluruh Total Lahan Lahan Jumlah Presentase Jumlah Presentase (orang) (%) (orang) (%)
8 8
25,81 25,81
7 8
22,58 25,81
Jumlah Total Jumlah (orang)
Presentase (%)
15 16
48,39 51,61
Dari Tabel 14 dapat dilihat bahwa kebanyakan petani responden hanya memanfaatkan sebagian dari total lahan pertaniannya untuk menanam jagung manis. Sebagian lahan yang lain digunakan untuk menanam tanaman yang lain. Hal ini menunjukkan bahwa ada usaha melakukan diversivikasi usaha yang dilakukan petani. Kegiatan diversifikasi usaha dengan melakukan penanaman berbagai jenis tanaman pada lahan yang sama atau pada lahan yang berbeda dapat menghindari terjadinya risiko. Dari total responden, sebanyak 23 petani telah melakukan diversifikasi usaha. Pola tanam polikultur yang dilakukan petani yaitu tumpangsari dan tumpang gilir. Kegiatan tumpang sari dan tumpang gilir ini banyak dijumpai pada tanaman jagung manis dengan ubi jalar. Tumpangsari dan tumpang gilir ubi jalar dengan jagung manis dilakukan untuk menghemat biaya perawatan, mendapat hasil yang berlipat, mengantisipasi gagal panen dan harga jatuh pada salah satu
64
tanaman, dan untuk pemanfaatan lahan yang maksimal. Biaya untuk budidaya jagung manis lebih besar daripada ubi jalar sehingga jika harga jagung manis rendah, kerugian dapat ditutupi dari hasil penjualan ubi jalar. Tanaman ubi jalar dan jagung ini juga sering dilakukan secara tumpang gilir. Artinya, penanamannya dilakukan tidak secara bersamaan. Hal ini bisa terjadi karena masa panen ubi jalar yang lebih lama dibandingkan dengan jagung. Selain melakukan tumpangsari antara ubi jalar dengan jagung manis, petani juga melakukan tumpangsari jagung dengan tanaman cincau, jagung dengan tanaman katuk dan jagung dengan tanaman cabai. Pola tanam jagung manis secara monokultur maupun tumpangsari dapat dilihat pada Gambar 6.
(a)
(b)
Gambar 6. Pola Tanam Jagung Manis secara (a) Monokultur (b) Tumpangsari dengan Ubi Jalar. Petani juga melakukan rotasi tanaman. Rotasi tanaman dilakukan untuk menjaga kesuburan lahan dan mencegah timbulnya penyakit yang dibawa oleh tanaman. Rotasi tanaman dilakukan dengan menggilir jenis tanaman yang ditanam. Petani menghindari menanam jenis tanaman yang sama pada dua atau lebih musim tanam. Hal ini dapat menghindarkan tanaman terkena penyakit yang terbawa oleh tanaman sebelumnya. Musim tanam jagung bisa dilakukan di sepanjang tahun. Sebagian besar petani menanam jagung pada bulan April sampai bulan Juni dan pada akhir tahun sekitar bulan Oktober sampai Desember. Bulan April sampai Juni dipilih karena pada bulan ini telah masuk pada musim kemarau satu. Musim kemarau satu merupakan musim peralihan antara musim hujan dengan musim kemarau. Pada musim ini, hujan masih ada tetapi dengan intensitas rendah. Tanaman jagung
65
manis dapat tumbuh dengan baik pada musim ini karena pada musim ini kebutuhan air terpenuhi dan tidak berlebihan serta intensitas panas masih ada. Hal ini sesuai dengan kebutuhan tanaman jagung yaitu membutuhkan sedikit air dan banyak cahaya matahari. Pada akhir tahun banyak petani yang memilih menanam jagung manis karena mendekati tahun baru dimana pada saat tahun baru permintaan jagung manis lebih banyak dibandingkan dengan hari-hari biasa. Pola tanam yang diterapkan petani responden musim tanam tahun 2011 bervariasi. Petani melakukan rotasi tanaman dengan mempertimbangkan musim, kondisi pasar, dan kebiasaan dari petani itu sendiri. Pola tanam jagung manis secara monokultur yang dilakukan salah satu petani responden pada musim tanam 2011 dari bulan Januari-Desember dapat dilihat pada Gambar 7.
0,3 Ha
Mentimun
Ubi Jalar
0
1
2
3
4
5
6
7
Kacang Panjang
8
9
Jagung Manis
10
11
12
Bulan
Gambar 7. Salah Satu Pola Tanam Jagung Manis Secara Monokultur yang Dilakukan oleh Petani Responden di Desa Gunung Malang pada Musim Tanam Tahun 2011 Pada Gambar 7, petani melakukan rotasi tanaman dengan menanam tanaman sayuran dan ubi jalar. Tanaman sayuran yang dipilih adalah tanaman mentimun dan tanaman kacang panjang. Alasan petani melakukan rotasi dengan tanaman sayuran dan ubi jalar ini supaya pengolahan tanah lebih mudah. Tanaman sayuran, ubi jalar dan jagung manis di tanam pada guludan-guludan sehingga memudahkan petani dalam menanam untuk periode selanjutnya. Tanaman jagung manis ditanam pada akhir tahun karena mendekati tahun baru dimana permintaan jagung manis akan meningkat. Selain itu, petani juga melakukan penanaman secara polikultur yaitu secara tumpangsari. Pola tanam jagung manis secara polikultur yang dilakukan salah satu petani responden pada musim tanam 2011 dari bulan Januari-Desember dapat dilihat pada Gambar 8.
66
2 Ha
Jagung Manis + Ubi Jalar
B e r a
Padi
Padi
B e r a
Jambu Biji 0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Bulan Gambar 8. Salah Satu Pola Tanam Secara Polikultur yang Dilakukan oleh Petani Responden di Desa Gunung Malang pada Musim Tanam Tahun 2011 Gambar 8 menunjukkan bahwa tanaman jagung manis ditanam secara tumpang sari dengan tanaman ubi jalar. Tanaman ubi jalar dapat dipanen setelah lima bulan sedangkan tanaman jagung manis dapat dipanen setelah 75 hari. Setelah menanam ubi, petani melanjutkan dengan menanam padi selama dua kali periode tanam. Sebelum menanam padi tanah mengalami masa bera. Selama masa bera, tanah diolah untuk dipersiapkan menjadi lahan basah untuk ditanami dengan padi. 5.2.8 Sistem Pemasaran Kegiatan pemasaran hasil panen jagung manis dianggap sangat mudah oleh petani responden. Banyak para pembeli terutama tengkulak yang setiap hari datang ke Desa Gunung Malang untuk membeli jagung manis serta tanaman lainnya untuk di jual ke pasar. Hal inilah yang menyebabkan sebagian besar petani lebih memilih menjual hasil panen ke tengkulak. Petani yang menjual hasil panen jagung manisnya secara swadaya hanya enam orang. Petani yang menjual sendiri hasil panennya adalah petani yang memiliki kios di pasar induk. Petani ini juga bertindak sebagai tengkulak karena selain menjual milikknya sendiri, petani ini juga mengumpulkan dari petani lain. Sistem pemasaran petani responden dapat dilihat pada Tabel 15.
67
Tabel 15. Sistem Pemasaran Jagung Manis Petani Responden di Desa Gunung Malang Tahun 2012 No Sistem Pemasaran 1 Memasarkan Sendiri 2 Tengkulak Jumlah
Jumlah (Orang) 6 25 31
Presentase (%) 19,35 80,65 100,00
Tengkulak yang datang ke Desa Gunung Malang berasal dari pedagang di sekitar Bogor tetapi ada pula tengkulak yang merupakan warga Desa Gunung Malang. Para tengkulak ini merupakan penjual sayuran yang memiliki kios di pasar induk di Bogor yaitu Pasar Kemang dan Pasar Bogor. Para penjual ini akan mendatangi petani dan mengumpulkan sayuran yang dibeli dari petani untuk dijual di kiosnya di pasar. Penjual ini mendatangi petani dengan menggunakan kendaraan bak terbuka sehingga memudahkan untuk mengangkut hasil panen petani. Menjual ke tengkulak ini dipilih karena dinilai lebih praktis dan tidak membuang banyak waktu. Petani tidak harus bersusah payah mengangkut hasil panennya ke pasar dengan usaha sendiri tetapi pedaganglah yang akan menghampiri petani sehingga petani hanya akan membayar biaya transportasi yang dibebankan per kilogram hasil panen biasanya Rp 100,00 per kilogram. Biaya transportasi ini akan dipotong dari hasil penjualan barang. Petani tidak merasa keberatan dan tidak merasa dirugikan terhadap harga yang ditawarkan oleh tengkulak. Petani dan tengkulak sudah saling percaya terhadap harga yang ditetapkan merupakan harga pasar pada saat itu. Petani juga sering ikut pergi ke pasar untuk melihat sendiri kondisi harga di pasaran. Selain itu banyak pula petani yang memiliki kios di pasar sehingga informasi harga pasar bisa diterima oleh petani yang ada di desa. Tengkulak tidak hanya membeli hasil panen petani tetapi juga menyediakan jasa pinjaman modal baik berupa uang atau berupa barang seperti benih atau pupuk. Sistem pembayaran pinjaman bisa dilakukan dengan pemotongan hasil penjualan panen petani.
68
5.3 Keragaan Usahatani Jagung Manis di Desa Gunung Malang 5.3.1 Proses Kegiatan Usahatani Jagung Manis Proses kegiatan usahatani jagung manis dilakukan melalui beberapa tahap diantaranya persiapan lahan, penanaman, pemupukan pemeliharaan tanaman dan panen. 1.
Persiapan Lahan Persiapan lahan dilakukan pertama kali dengan membersihkan lahan dari
rumput, gulma dan sisa tanaman sebelumnya. Proses membersihkan lahan ini dilakukan baik secara manual dengan menggunakan cangkul atau sabit maupun dengan menggunakan herbisida. Setelah lahan dibersihkan, tahap selanjutnya adalah mengolah lahan dengan cara mencangkul lahan yang akan digunakan untuk budidaya. Lahan dicangkul bertujuan untuk memperbaiki tekstur tanah supaya menjadi gembur dan memperbaiki aerasi tanah. Akan tetapi kegiatan mencangkul ini tidak dilakukan apabila lahan yang digunakan untuk menanam jagung manis merupakan lahan bekas menanam ubi jalar atau sayuran. Hal ini dilakukan petani untuk menghemat waktu dan biaya. Lahan bekas menanam ubi jalar maupun sayuran sudah berbentuk bedengan sehingga tidak perlu dicangkul kembali. Kegiatan mencangkul akan dilakukan apabila lahan yang akan ditanami tersebut merupakan lahan bekas menanam padi. Lahan yang telah dicangkul kemudian dibuat dalam bentuk bedengan. Bedengan dibuat dengan ukuran lebar lebih kurang 50 sampai 80 meter dengan panjang menyesuaikan dengan panjang lahan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 9.
Gambar 9. Bedengan untuk Menanam Jagung Manis
69
Bedengan yang telah dibuat kemudian di beri lubang di sepanjang bedengan dengan jarak lebih kurang 30 cm. Lubang ini digunakan untuk meletakan pupuk kandang sebagai pupuk dasar. Setelah lubang dibuat maka pupuk kandang ditaburkan pada lubang tersebut. Pupuk kandang yang dipakai berupa pupuk dari kotoran ayam yang terdiri dari dua jenis yaitu pupuk blokbok dan pupuk sekam. Kedua jenis pupuk ini berasal dari kotoran ayam perbedaannya pupuk blokbok berasal dari kotoran ayam petelur dimana memiliki bau yang lebih menyengat dan lebih berat, sedangkan pupuk sekam berasal dari kotoran ayam pedaging yang telah tecampur dengan sekam. Pupuk sekam lebih ringan dan tidak terlalu bau daripada dengan pupuk blokbok. Menurut petani pupuk blokbok lebih bagus daripada pupuk sekam karena pupuk blokbok tidak ada campuran lain selain kotoran ayam. Akan tetapi petani lebih banyak yang menggunakan pupuk sekam karena harganya lebih murah daripada pupuk blokbok. Petani ada juga yang menggunakan pupuk kandang dari kotoran kambing milik petani sendiri. Setelah diberi pupuk kandang, didiamkan selama 3 hari baru kemudian benih jagung manis mulai ditanam. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 10.
Gambar 10. Lubang untuk Meletakkan Pupuk Kandang Beberapa petani melakukan tahapan persiapan lahan yang berbeda. Ada petani yang menanam dulu benih jagung dengan tugal kemudian ditutup dengan tanah dan disebarkan pupuk kandang diatas tanah. Akan tetapi cara ini tidak banyak dilakukan oleh petani. Petani lebih sering menempatkan pupuk kandang pada lubang karena menempatkan pupuk kandang pada lubang dapat mencegah pupuk tersebut hilang terbawa air.
70
2.
Penanaman Penanaman
dilakukan
dengan
menggunakan
tugal
atau
dengan
menggunakan kayu seadanya. Setelah tanah berlubang, benih jagung manis ditanam dengan kedalaman 2-3 cm. Kemudian ditaburi dengan sedikit furadan untuk mencegah serangan serangga seperti semut yang akan memakan benih. Setelah itu lubang tanam ditutup dengan tanah. Benih yang ditanam sebanyak satu butir per lubang tanam tetapi ada pula yang menanam dua butir perlubang. Petani yang menanam benih sebanyak dua butir perlubang bertujuan supaya apabila ada yang mati atau tumbuh tidak baik dapat dicabut dan disisakan satu tanaman. Apabila ada benih yang tersisa sebagian petani menyebar benih di pojok lahan sebagai tanaman cadangan untuk penyulaman. Sebelum ditanam, benih jagung manis ada yang melalui beberapa proses terlebih dahulu ada pula yang langsung ditanam. Petani terkadang merendam benih terlebih dahulu selama setengah hari, kemudian di tiriskan dan didiamkan selama semalam. Petani merendamnya dengan air biasa atau air kelapa. Tujuan dari perendaman ini adalah supaya benih mengeluarkan akar sehingga benih akan cepat tumbuh ketika ditanam. Jika masih terdapat hujan, petani tidak melakukan perendaman tetapi jika musim panas, petani merendam terlebih dahulu. Petani juga mencampur benih jagung manis dengan campuran air dan furadan. Furadan dicampur dengan sedikit air hangat kemudian dicampur dengan benih jagung manis kemudian baru ditanam. Pencampuran dengan furadan ini bertujuan untuk mencegah benih dimakan semut. Sebagian besar petani lebih memilih langsung menanam benih tersebut tanpa merendamnya. Menurut petani, benih jagung manis sudah mengandung metalaksil sehingga tidak perlu direndam terlebih dahulu karena kandungan metalaksil pada jagung akan hilang. Metalaksil merupakan zat kimia untuk mencegah penyakit bulai. Benih jagung yang telah mengalami perlakuan dengan metalaksil berwana merah. Benih jagung manis yang ditanam secara monokultur menggunakan jarak tanam 25 X 50 cm. Jarak tanam 25 X 50 cm banyak digunakan petani karena petani ingin mendapatkan hasil jagung manis yang lebih banyak. Di dalam satu bedeng terdapat dua lajur tanaman. Tanaman jagung yang ditanam secara tumpang sari juga menggunakan jarak yang sama tetapi jagung hanya ditanam
71
dalam satu lajur sedangkan lajur satunya ditanami dengan tanaman lain seperti ubi jalar. 3.
Pemupukan Petani melakukan pemupukan dengan menggunakan pupuk kimia seperti
urea, phonska, dan TSP. Frekuensi pemupukan antara dua sampai tiga kali. Kebanyakan petani hanya melakukan pemupukan sebanyak dua kali. Pemupukan pertama dilakukan pada 7-17 HST. Sebagian besar petani melakukan pemupukan pada 12 HST dimana pada fase ini tumbuhan mulai membutuhkan nutrisi untuk pertumbuhan daun tanaman. Pemupukan kedua dilakukan pada 25-45 HST. Petani sering melakukan pemupukan pada 30 HST dimana pada fase ini tongkol jagung sudah mulai tumbuh dan tanaman mulai menyerap hara dalam jumlah yang lebih banyak. Pemupukan ketiga sangat jarang dilakukan, biasanya petani melakukan pemupukan ketiga pada 60 HST. Pemupukan ketiga dilakukan supaya tongkol jagung yang didapatkan menjadi besar. Jumlah pupuk yang digunakan disesuaikan dengan modal yang dimiliki petani sehingga petani tidak menerapkan kebutuhan dosis minimum tanaman. Pemupukan dilakukan dengan menaburkan pupuk di sekitar tanaman. Pada pemupukan pertama, pupuk ditebar di dekat tanaman dengan jarak 5 cm dari pangkal tanaman. Pupuk tidak boleh ditebar mengenai pangkal tanaman karena dapat menyebabkan tanaman keracunan pupuk dan membuat tanaman mati. Pada musim hujan petani melakukan pemupukan pertama dengan menggunakan tugal. Pemupukan dengan menggunakan tugal dimaksudkan agar pupuk tidak terbawa oleh air hujan. Pada pemupukan kedua dan ketiga, pupuk ditebar di antara tanaman. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 11.
Gambar 11. Pemupukan Dilakukan di antara Tanaman Jagung
72
4.
Pemeliharaan Tanaman Kegiatan pemeliharaan tanaman meliputi penyiangan, penyulaman dan
pengairan, pembumbunan, dan pemberantasan hama dan penyakit. 1.
Penyiangan Penyiangan dilakukan untuk membersihkan lahan dari gulma yang
merugikan. Petani biasanya melakukan penyiangan sebanyak satu kali pada saat tanaman berumur 10-20 HST. Penyiangan ini dilakukan dengan menggunakan kored atau dengan cangkul. Sering kali petani melakukan penyiangan bersamaan dengan pembumbunan yaitu pada saat usia tanaman 30-45 HST. 2.
Penyulaman Penyulaman adalah kegiatan penanaman kembali benih yang tidak tumbuh
atau mengganti tanaman yang pertumbuhannya tidak sempurna atau terhambat (Anonim 1992). Dalam budidaya jagung manis ini petani kebanyakan tidak melakukan penyulaman. Hal ini dikarenakan apabila dilakukan penyulaman tanaman jagung manis tidak dapat tumbuh bersamaan sehingga petani tidak dapat panen secara serempak. Jika ada tanaman yang mati atau tidak tumbuh maka akan dibiarkan saja. Beberapa petani (22,58%) melakukan kegiatan penyulaman pada saat tanaman berumur 4-10 HST. Penyulaman dilakukan dengan mengganti tanaman yang mati atau tidak tumbuh dengan tanaman baru yang telah disediakan sebelumnya. Tanaman untuk penyulaman ini diperoleh dari sisa benih yang tidak ditanam yang ditebar di pojokan lahan. Tanaman yang digunakan untuk menyulam haruslah tanaman yang sehat. 3.
Pengairan Petani tidak melakukan pengairan secara rutin terhadap lahan tanaman
jagung manis. Hal ini dikarenakan tanaman jagung manis tidak membutuhkan banyak air. Selain itu, petani hanya mengandalkan air hujan sebagai sumber air untuk pengairan. Petani banyak menanam jagung manis pada musim kemarau 1 antara bulan April sampai Juni dimana pada bulan ini masih ada hujan. Air sangat dibutuhkan pada saat tanaman masih kecil dan pada fase perkecambahan. Tanaman dewasa lebih tahan terhadap kekeringan. Pada musim kemarau, petani
73
melakukan penyiraman pada benih tanaman pada 1-10 HST supaya benih dapat berkecambah. 4.
Pembumbunan Pembumbunan yaitu meninggikan bedengan. Pembumbunan dilakukan
pada saat tanaman berumur 30-45 HST. Pembumbunan dilakukan dengan menggunakan cangkul. Tujuan dari pembumbunan ini adalah untuk menutup bagian akar yang keluar dari permukaan supaya tanaman tetap kokoh dan tidak rubuh terkena angin dan sekaligus menggemburkan tanah di sekitar tanaman. 5.
Pengendalian hama dan penyakit Hama yang sering menyerang tanaman jagung manis yaitu semut,
belalang, ulat tanah, ulat grayak, dan musang atau biul. Sedangkan penyakit yang sering menyerang jagung manis yaitu bulai. Keberadaan hama dan penyakit ini dapat mengancam pertumbuhan tanaman dan menyebabkan tanaman tidak berproduksi. Hama semut sering menyerang tanaman jagung dengan memakan biji yang sedang berkecambah sehingga benih tidak dapat tumbuh dan mati. Untuk mengatasi hama semut ini petani memberikan furadan bersamaan pada saat penanaman supaya benih tidak dimakan semut. Hama belalang biasanya menyerang pucuk tongkol jagung manis yang masih muda dan daun tanaman. Pucuk tongkol maupun daun tersebut akan dimakan oleh belalang sehingga dapat mengganggu pertumbuhan. Hal serupa dilakukan oleh hama ulat grayak. Ulat grayak akan memakan daun jagung manis hingga habis. Jika daun jagung manis habis maka pertumbuhan akan terhambat karena proses fotositesis tidak dapat tejadi. Untuk mengatasi hama belalang dan ulat daun petani melakukan penyemprotan dengan pestisida kimia, menabur furadan pada ujung tongkol, ketiak daun atau ditanah seperti aplikasi pupuk, atau secara manual yaitu dengan mengambil hama yang ada di tanaman dengan menggunakan tangan. Hama ulat tanah biasanya menyerang tanaman dengan memakan batang tanaman muda sehingga batang tanaman patah. Akibatnya tanaman akan mati dan tidak dapat tumbuh. Ulat tanah diatasi dengan menaburkan furadan atau secara manual dengan membunuhnya. Biul atau musang juga menjadi hama ancaman bagi petani. Biul ini memakan tongkol jagung manis yang sudah hampir panen. Petani
74
mengatasinya dengan memasang perangkap buah pisang yang telah diberi furadan. Hama belalang dan ulat dapat dilihat pada Gambar 12.
(b) (a) Gambar 12. Hama yang Menyerang Tanaman Jagung Manis (a) Belalang (b) Ulat Daun Penyakit yang sering menyerang tanaman jagung manis adalah penyakit bulai. Penyakit ini merupakan penyakit yang paling ditakuti oleh petani karena penyakit ini bisa menular dan belum ada obatnya. Tanaman jagung yang terserang penyakit bulai akan berubah warna menjadi kuning dan menyebabkan tanaman tidak dapat tumbuh dengan baik. Jika ada tanaman yang telah terserang penyakit bulai harus segera diatasi karena dapat menular ke tanaman yang lain. Petani mengatasi penyakit bulai ini dengan mencabut tanaman yang telah terserang penyakit dan memusnahkannya. Tanaman jagung manis yang terkena penyakit bulai dapat dilihat pada Gambar 13.
Gambar 13. Tanaman Jagung Manis Terkena Penyakit Bulai
75
5.
Panen Jagung manis dipanen pada umur 75-80 HST. Ciri-ciri tanaman jagung
manis yang telah siap panen yaitu bijinya menguning, rambut jagung mengering dan menghitam, dan bunga sudah kering. Pemanenan dilakukan dengan cara dipetik dengan menggunakan tangan atau ditebas dengan menggunakan sabit. Pemanenan dilakukan pada pagi hari supaya kondisi jagung manis tetap segar. Setelah dipanen jagung dipisahkan antara kualitas yang kurang bagus dengan kualitas yang baik. Jagung yang kualitasnya kurang bagus biasanya dibuang atau digunakan untuk pakan ternak sedangkan yang kualitas bagus langsung dijual. Jagung yang sudah dipetik dan siap jual kemudian diwadahi dalam karung dan siap untuk diangkut ke pasar. Pemanenan tidak boleh lebih dari 80 hari karena jika lebih dari 80 hari jagung akan mengering, keriput, dan rasa manisnya akan semakin berkurang. Hasil panen jagung manis yang dapat diperoleh petani bervariasi dari 2,88 ton/ha sampai dengan 15 ton/ha. Namun secara rata-rata jumlah produksi yang dapat diperoleh petani sebesar 8,17 ton/ha. Produktivitas jagung manis di lapang ini masih dibawah potensial produksi jagung manis yang mencapai 15 ton/ha. Harga jual jagung manis ini bervariasi antara Rp 500 – 2.500 /kg. Pada musim tanam tahun 2011-2012, rata-rata harga jagung manis sebesar Rp 1.582,26/kg. Harga jagung manis cukup berfluktuasi tergantung dengan permintaan pasar dan ketersediaannya di pasar. Selain melakukan pemanenan untuk jagung manis, pada usia 60 HST petani melakukan pemanenan untuk jagung semi. Jagung semi merupakan tongkol jagung manis yang berusia sangat muda. Tanaman jagung manis dapat menghasilkan tongkol sebanyak 2 tongkol per tanaman. Pada usia tanaman jagung 60 HST, tongkol jagung yang tumbuh harus disisakan satu tongkol untuk dipanen sebagai jagung manis. Hal ini bertujuan agar tongkol jagung manis tersebut dapat memperoleh nutrisi yang optimal sehingga hasilnya lebih bagus. Jagung semi digunakan sebagai sayuran dan laku dijual di pasar. Produktivitas jagung semi yang dapat diperoleh petani berkisar antara 85,71 – 2.000 kg/ha dengan rata-rata hasil jagung manis yang dapat dipanen sebesar 628,05 kg/ha. Jagung semi ini dijual ke tengkulak untuk dijual kembali ke pasar. Seluruh petani menjual jagung
76
semi ini sudah dalam kondisi bersih artinya kulit jagung sudah dibersihkan dari tongkolnya. Dengan membersihkan jagung semi ini, harga jualnya menjadi lebih mahal. Rata-rata harga jual untuk jagung semi adalah Rp 1.528,57/kg.
Gambar 14. Jagung Manis yang Dijual di Pasar Tradisional 5.3.2 Penggunaan Sarana Produksi Jagung Manis Sarana produksi atau input produksi yang digunakan dalam budidaya jagung manis diantaranya lahan, benih, pupuk kandang, pupuk kimia (urea, phonska, TSP), obat-obatan (pestisida cair dan furadan), tenaga kerja dan peralatan usahatani. Penggunaan input produksi ini bervariasi antar petani satu dengan yang lainnya. Adapun penggunaan input produksi dijelaskan dibawah ini. 1.
Penggunaan Lahan Penggunaan lahan untuk budidaya jagung manis bervariasi antar petani.
Lahan terendah yang dipakai oleh petani sebesar 500 m2 sedangkan tertinggi mencapai 1 Ha. Rata-rata penggunaan lahan sebesar 0,37 hektar atau sebesar 3700 m2. Lahan tersebut terbagi menjadi tiga yaitu lahan milik sendiri, lahan sewa dan lahan campuran antara keduanya. Lahan tersebut digunakan untuk budidaya jagung secara monokultur maupun polikultur (tumpangsari). Lahan garapan yang digunakan utuk menanam jagung manis berkisar antara 0,05 - 1 hektar dengan rata-rata luas lahan garapan untuk tanaman jagung manis sebesar 0,26 hektar. Dilihat dari penggunaan lahan untuk budidaya jagung, skala usahatani petani masih kecil karena penggunaan lahan masih dibawah 0,5 hektar.
77
2.
Penggunaan Benih Penggunaan benih disesuaikan dengan luas lahan yang digunakan. Selain
itu, penggunaan benih juga disesuaikan dengan pola tanam yang digunakan. Petani menggunakan benih antara 7-8 kilogram per hektar lahan. Rata-rata penggunaan benih jagung manis petani responden yang menanam jagung manis pada musim kemarau sebesar 7,63 kg/ha dan pada musim hujan sebesar 7,19 kg/ha. Secara keseluruhan rata-rata penggunaan benih mencapai 7,40 kg/ha. Perbedaan jumlah penggunaan benih pada musim hujan dan musim kemarau disesuaikan dengan varietas, jarak tanam dan pola tanam yang dilakukan oleh petani. Petani menggunakan benih jagung manis hibrida varietas Hawai, Golden, Talenta, dan Sweet Boy. Sebagian besar petani (80,65 %) menggunakan benih jagung manis varietas Hawai. Varietas Hawai dipilih karena menurut petani varietas Hawai ini lebih murah dibandingkan dengan benih varietas lainnya. Selain itu varietas Hawai dianggap lebih sesuai dengan kondisi alam Desa Gunung Malang. Menurut petani, benih varietas Hawai ini memiliki daya tumbuh yang besar, lebih tahan terhadap penyakit, jarang gagal panen, pertumbuhannya cepat, dan tongkolnya besar. Benih varietas Hawai juga lebih mudah ditemukan dipasar dan sudah menjadi kebiasaan petani menggunakan benih varietas Hawai. Sedangkan petani yang menggunakan benih Golden, Talenta, dan Sweet Boy beralasan ingin mencoba benih baru, tersedia di pasar saat itu, pengaruh orang lain, dan ingin mendapatkan hasil yang lebih baik dari varietas Hawai. Benih jagung manis varietas Hawai dan Golden dapat dilihat pada Gambar 15.
(b) (a) Gambar 15. Benih Jagung Manis Varietas (a) Hawai (b) Golden
78
Harga benih varietas Golden, Talenta, dan Sweet Boy lebih mahal daripada harga benih varietas Hawai. Harga benih varietas Hawai berkisar antara Rp 50.000 – Rp 80.000 per kilogram. Harga benih varietas Golden sebesar Rp 150.000/kg, Talenta Rp 280.000/kg dan Sweet Boy Rp 80.000/kg. Petani mendapatkan benih tersebut di Toko Pertanian langganan petani di Pasar Anyar Kota Bogor yaitu Toko Tani Jaya. Ada pula petani yang mengambil benih dari penyuluh pertanian, toko pertanian yang ada di sekitar desa, tengkulak, dan dari penangkar benih yang berada di Desa Ciapus, Kabupaten Bogor. 3.
Penggunaan Pupuk Kandang Pupuk kandang yang digunakan adalah pupuk kotoran ayam yang terdiri
dari dua jenis yaitu pupuk sekam dan pupuk blokbok. Pupuk kandang digunakan sebagai pupuk dasar yang hanya diberikan satu kali pada saat persiapan lahan. Sebagian besar petani menggunakan pupuk sekam karena harganya murah dan mudah didapatkan. Petani mendapatkan pupuk kadang dari penampung pupuk yang ada di desa atau memesan dari peternak ayam. Penggunaan pupuk kandang rata-rata petani yang menanam pada musim kemarau mecapai 3,04 ton/ha dan pada musim hujan mencapai 4,07 ton/ha. Secara keseluruhan rata-rata pupuk kandang yang digunakan petani sebesar 3,57 ton/ha. Harga rata-rata pupuk kandang Rp 6.328/karung. Penggunaan pupuk kandang bervariasi untuk setiap petani tergantung dengan ketersediaan modal dan luas lahan. 4.
Penggunaan Pupuk Kimia Penggunaan pupuk kimia masih banyak dilakukan oleh petani. Pupuk
kimia yang digunakan oleh petani diantaranya Urea, Phonska dan TSP atau SP36. Sebanyak 26 petani responden menggunakan ketiga jenis pupuk tersebut, sedang sisanya sebanyak 3 orang hanya menggunakan pupuk Urea dan Phonska dan sebanyak 2 orang hanya menggunakan Urea dan TSP. Pupuk Urea digunakan hampir seluruh petani responden. Ketiga jenis pupuk tersebut banyak digunakan karena mudah didapatkan di kios pupuk dan harganya relatif lebih terjangkau dibandingkan dengan pupuk majemuk mutiara NPK. Secara keseluruhan, rata-rata penggunaan pupuk kimia mencapai 799,06 kg/ha. Penggunaan rata-rata pupuk urea pada petani yang menanam jagung manis
79
pada musim kemarau mencapai 453,44 kg/ha sedangkan pada musim hujan 373,68 kg/ha. Penggunaan rata-rata pupuk Phonska pada petani yang menanam jagung manis pada musim kemarau mencapai 237,36 kg/ha sedangkan pada musim hujan 201,06 kg/ha. Penggunaan rata-rata pupuk TSP pada petani yang menanam jagung manis pada musim kemarau mencapai 216,77 kg/ha sedangkan pada musim hujan 216,75 kg/ha. Secara keseluruhan rata-rata penggunaan untuk pupuk urea mencapai 412,27 kg/ha, phonska 219,21 kg/ha, dan TSP 216,76 kg/ha. Pemupukan sebagian besar dilakukan sebanyak 2 kali ada pula yang melakukan hingga 3 kali. Jumlah pupuk yang digunakan untuk pemupukan pertama dan kedua rata-rata jumlahnya sama tetapi ada pula yang berbeda disesuaikan dengan kondisi tanaman. Pupuk kimia yang digunakan petani dapat dilihat pada Gambar 16.
Gambar 16. Pupuk Kimia yang Digunakan Petani Pupuk kimia tersebut relatif mudah didapatkan karena banyak kios-kios yang menjual pupuk kimia tersebut. Selain dari kios, petani juga memperoleh pupuk dari kelompok tani yang merupakan bantuan dari pemerintah Kabupaten Bogor, dan juga dari tengkulak. Harga pupuk tersebut juga relatif terjangkau karena masih mendapatkan subsidi dari pemerintah. Harga pupuk urea berkisar antara Rp 1.500 – Rp 2.500/kg dengan harga rata-rata Rp 1983,23/kg. Harga pupuk TSP berkisar antara Rp 1.900 – Rp 4.000/kg dengan harga rata-rata sebesar Rp 2.388,89/kg. Harga pupuk phonska sedikit lebih mahal daripada pupuk urea dan TSP. Harga pupuk phonska berkisar antara Rp 2.100 – Rp 3.000/kg dengan
80
harga rata-rata sebesar Rp 2.565,71/kg. Harga pupuk Phonska lebih mahal karena pupuk ini merupakan pupuk majemuk. 5.
Penggunaan Obat-Obatan Obat-obatan yang digunakan dalam budidaya jagung manis diantaranya
furadan, dan pestisida cair. Tidak semua petani menggunakan obat-obatan tersebut. Namun sebagian besar petani petani menggunakan furadan. Obat – obatan ini dapat dengan mudah diperoleh di toko-toko pertanian. Furadan digunakan sebagai pestisida. Furadan yang digunakan adalah Furadan 3G dengan bahan aktif 3 persen carbofuran dengan bentuk granula berwarna ungu. Aplikasi furadan dilakukan tiga kali yaitu pada saat tanam, pada saat tanaman berumur 7-15 HST dan pada saat 30 HST. Pemberian furadan pada saat tanam bertujuan supaya benih jagung tidak dimakan semut. Aplikasi furadan pada usia 7-15 HST dan 30 HST digunakan sebagai pestisida untuk membunuh ulat dan belalang. Sebanyak 28 orang menggunakan obat ini dan hanya 3 orang saja yang tidak menggunakan furadan. Alasan petani tidak menggunakan furadan karena keterbatasan modal dan karena lebih memilih menggunakan pestisida cair. Rata-rata penggunaan furadan ini mencapai 15,72 kg/ha. Petani yang menanam jagung manis pada musim hujan rata-rata menggunakan furadan lebih banyak daripada petani yang menanam pada musim kemarau. Petani yang menanam pada musim hujan menggunakan furadan sebanyak 16,88 kg/ha sedangkan petani yang menanam pada musim kemarau hanya menggunakan sebanyak 14,55 kg/ha. Harga furadan ini berkisar antara Rp 10.000 – Rp 18.000/kg dengan harga ratarata Rp 12.125,00/kg. Furadan ini dapat dengan mudah diperoleh di toko-toko sarana pertanian.
Gambar 17. Furadan 3GR untuk Insektisida
81
Pestisida cair yang digunakan diantaranya merek Decis, Matador, Ripcord, Sidamentrin, Curacron, dan Propil. Diantara merek pestisida tersebut, merek Decis merupakan merek yang paling banyak digunakan. Semua pestisida cair tersebut digunakan untuk mengendalikan hama serangga pada tanaman sayuran dan buah-buahan. Pestisida cair ini umumnya digunakan dengan takaran 1 loki atau sekitar satu tutup botol (20 ml) untuk satu kali penyemprotan yang dicampur dengan air sebanyak 14 liter sesuai dengan ukuran tangki semprot. Penggunaan pestisida cair petani yang menanam jagung manis pada musim kemarau mencapai 1,43 liter/ha dan pada musim kemarau sebesar 1,04 liter/ha. Jenis pestisida cair yang digunakan petani dapat dilihat pada Gambar 18.
Gambar 18. Jenis Pestisida Cair yang Digunakan Petani Penyemprotan digunakan untuk meberantas hama terutama hama ulat grayak dan belalang. Penyemprotan biasanya dilakukan sebanyak dua kali yaitu pada 15 HST dan 30 HST. Terkadang petani melakukan penyemprotan menyesuaikan dengan kondisi di lapang yaitu apabila populasi hama meningkat. 6.
Penggunaan Tenaga Kerja Tenaga kerja manusia digunakan untuk setiap proses kegiatan budidaya
dari mulai pengolahan tanah sampai pemanenan. Tenaga kerja manusia yang digunakan berasal dari tenaga kerja dalam keluarga (TKDK) dan tenaga kerja diluar keluarga (TKLK). Pengguunaan tenaga kerja manusia ini dihitung dengan menggunakan satuan HOK. Standar lama bekerja dalam 1 HOK adalah 8 jam. Penggunaan rata-rata tenaga kerja petani yang menanam jagung manis pada musim kemarau sebesar 134,25 HOK/ha untuk tenaga kerja di luar keluarga dan
82
54,44 HOK/ha untuk tenaga kerja dalam keluarga. Sedangkan, penggunaan ratarata tenaga kerja petani yang menanam jagung manis pada musim hujan sebesar 135,97 HOK/ha untuk tenaga kerja di luar keluarga dan 40,48 HOK/ha untuk tenaga kerja dalam keluarga. Secara keseluruhan, total penggunaan tenaga kerja rata-rata mencapai 166,66 HOK dimana terdiri dari 48 HOK TKDK dan 135,14 HOK TKLK. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan tenaga kerja dalam keluarga masih terbatas. Sebagian besar petani lebih memilih menggunakan buruh untuk melakukan budidaya. Buruh tani dan petani di Desa Gunung Malang setiap hari bekerja selama 5 jam. Jam kerja ini telah menjadi kebiasaan petani di Desa Gunung Malang. Petani menyebutnya dengan istilah dukcir (bedug ngacir) atau diartikan dengan akhir dari jam kerja adalah pada waktu sholat dzuhur. Rata-rata petani mulai bekerja pada jam tujuh pagi dan berakhir pada jam dua belas siang. Untuk sistem upah, buruh laki-laki memperoleh upah sebesar Rp 25.000 per hari sedangkan buruh perempuan memperoleh upah sebesar RP 15.000 per hari. Untuk sistem pembayaran tenaga kerja pemanenan berbeda dengan pekerjaan lainnya. Sistem pembayaran upah tenaga kerja pada kegiatan pemanenan dihitung dengan upah sebesar Rp 100- Rp 150/kg hasil panen yang mampu dilakukan oleh pekerja. Tenaga kerja yang digunakan ini merupakan masyarakat sekitar yang tinggal di Desa Gunung Malang. Tenaga kerja yang digunakan merupakan tenaga kerja yang sudah terbiasa melakukan budidaya tanaman jagung. Hal ini bertujuan untuk mengurangi risiko produksi karena kesalahan tenaga kerja. 7.
Penggunaan Peralatan Usahatani Kegiatan budidaya tanaman jagung manis menggunakan perlatan seperti
cangkul, kored, dan sprayer. Peralatan tersebut merupakan peralatan yang dibeli petani untuk melakukan budidaya jagung manis. Cangkul digunakan untuk kegiatan mengolah tanah, membuat bedengan dan melakukan pembumbunan. Hampir setiap petani memiliki alat cangkul sendiri. Kored digunakan untuk menyiangi rumput-rumput kecil atau gulma. Sprayer digunakan untuk melakukan penyemprotan. Kapasitas sprayer yang dimiliki petani sebesar 14 liter. Tetapi tidak semua petani memiliki alat sprayer ini hanya beberapa saja yang memilikinya.
83
Rata-rata petani memiliki cangkul sebanyak 1 unit, kored 2 unit dan sprayer 1 unit. Petani membeli cangkul dengan harga rata-rata sebesar Rp 38.571,43 per unit. Harga kored yang dibeli petani rata-rata Rp 25.000,00 per unit dan harga sprayer rata-rata Rp 368.750,00 per unit. Secara umur ekonomis, cangkul dan kored hanya bertahan rata-rata 2 tahun saja. Menurut petani, cangkul dan kored sering digunakan dalam setiap kegiatan budidaya. Oleh karena itu cangkul dan kored ini lebih cepat rusak. Sprayer dapat bertahan hingga 5 tahun. Sprayer yang digunakan petani merupakan sprayer dengan kapasitas 14 liter yang terbuat dari bahan kaleng sehingga lebih tahan lama. Rata-rata penyusutan peralatan tersebut selama setahun mencapai Rp 118.035,72. Dalam satu tahun petani dapat menanam jagung selama lima kali, oleh karena itu total penyusutan per periode tanam jagung manis sebesar Rp 23.607,14. Secara lebih terperinci, besarnya penyusutan peralatan ini dapat dilihat pada Tabel 16. Tabel 16. Nilai Penyusutan Peralatan Pada Usahatani Jagung Manis Petani Responden di Desa Gunung Malang pada Musim Tanam Tahun 2011-2012 Jenis Peralatan Cangkul Kored Hand Sprayer
Harga
Total
Umur
Penyusutan
Jumlah
per Satuan
Biaya
Teknis
per Tahun
(Rp) 38.571,43 50.000,00
(Th)
1 2
(Rp) 38.571,43 25.000,00
1 368.750,00 368.750,00 Total Penyusutan
2 2
(Rp/th) 19.285,72 25.000,00
Penyusutan per Periode Tanam (Rp/periode) 3.857,14 5.000,00
5
73.750,00
14.750,00
118.035,72
23.607,14
Penggunaan input produksi berbeda-beda pada setiap responden. Perbedaan input produksi dapat menyebabkan perbedaan hasil produksi jagung manis yang dihasilkan. Berdasarkan uraian penggunaan input produksi yang telah dijelaskan di atas, jumlah kebutuhan input fisik usahatani jagung manis dan jumlah produksi jagung manis serta jagung semi secara lebih terperinci dapat dilihat pada Tabel 17.
84
Tabel 17. Rata-Rata Kebutuhan Fisik Input Produksi dan Hasil Output Produksi Usahatani Jagung Manis Petani Responden di Desa Gunung Malang Musim Tanam 2011-2012 Komponen Produksi Output Produksi - Jagung Manis - Jagung Semi Input Produksi - Benih - Pupuk Kandang - Pupuk Kimia Urea Phonska TSP - Obat-Obatan Pestisida Cair Furadan - Tenaga Kerja TKDK TKLK
Satuan
Musim Kemarau
Musim Hujan
Rata-Rata Keseluruhan
(Ton/Ha) (Kg/Ha)
8,04 654,67
8,30 629,44
8,17 628,05
(Kg/Ha) (Ton/Ha)
7.63 3,04
7,19 4,07
7,40 3,57
(Kg/Ha) (Kg/Ha) (Kg/Ha)
453,44 237,36 216,77
373,68 201,06 216,75
412,27 219,21 216,76
(ml/Ha) (Kg/Ha)
1.429,17 14,55
1.040,51 16,88
1.195,97 15,72
54,44 134,25
40,48 135,97
48,00 135,14
(HOK/Ha) (HOK/Ha)
85
VI ANALISIS RISIKO PRODUKSI JAGUNG MANIS Analisis risiko produksi jagung manis dilakukan dengan menggunakan metode risiko produksi yang telah dikembangkan oleh Just dan Pope. Pendekatan analisis risiko produksi dengan metode Just dan Pope ini dapat menggambarkan bagaimana pengaruh input produksi terhadap hasil produksi dan bagaimana pengaruh input tersebut terhadap risiko produksi yang ditunjukkan dengan pengaruh input terhadap variance produktivitas. Model Just dan Pope yang digunakan dalam penelitian ini menghasilkan dua persamaan fungsi yaitu fungsi produksi dan fungsi risiko. Fungsi produksi menunjukan bagaimana pengaruh penggunaan input terhadap produktivitas jagung manis petani responden. Fungsi risiko menunjukkan bagaimana pengaruh penggunaan input dapat mempengaruhi variance produktivitas. Kedua fungsi tersebut menggunakan model fungsi Cobb-Douglas. Faktor produksi (variabel independen) yang diduga berpengaruh terhadap produksi dan risiko produksi adalah benih, pupuk kandang, pupuk urea, pupuk phonska, pupuk TSP, pestisida cair, furadan, tenaga kerja, musim, dan varietas benih. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan bantuan program statistik SPSS versi 17. Hasil pengolahan dapat dilihat pada Lampiran 3 dan 4.
6.1 Hasil Pengujian Penyimpangan Asumsi Klasik Pengujian asumsi klasik dilakukan untuk mengetahui apakah model yang diperoleh masih mengandung multikolinier dan autokorelasi. Untuk menghasilkan model dugaan terbaik, model harus terbebas dari multikolinier dan autokorelasi. Uji penyimpangan asumsi klasik ini merupakan langkah awal sebelum melakukan proses pengujian hipotesis penelitian. 6.1.1 Uji Multikolinieritas Uji multikolinieritas digunakan untuk mengetahui apakah masing-masing variabel independen yang dimasukkan dalam model saling berhubungan secara linier, apabila sebagian atau seluruh variabel berkorelasi kuat berarti terjadi multikolinieritas (Gujarati 2007). Adanya multikolinieritas dalam model dapat menyebabkan estimasi pengaruh dari semua parameter (variabel independen)
86
terhadap variabel dependen tidak dapat dijelaskan. Untuk mendeteksi adanya gejala multikolinier dapat dilihat dari nilai Variable Inflation Factor (VIF). Apabila nilai VIF pada masing-masing variabel independen memiliki nilai lebih dari 10 maka dapat disimpulkan bahwa dalam model tersebut terjadi multikolinieritas. Hasil pengujian untuk multikolinier pada model baik pada fungsi produksi maupun fungsi risiko menunjukkan bahwa semua variabel independen dalam model bebas dari multikolinier. Hal ini ditunjukkan dengan nilai VIF yang lebih kecil daripada 10 untuk kedua fungsi, sehingga dapat dikatakan bahwa model tidak mengandung multikolinieritas. Hasil pengujian multikolinieritas dapat dilihat pada Tabel 18. Tabel 18. Hasil Pengujian Multikolinearitas Variabel Benih Pupuk Kandang Urea Phonska TSP Pestisida Cair Furadan Tenaga Kerja Dummy Musim Dummy Varietas Benih
Nilai VIF Fungsi Produksi 1,875 3,135 3,694 2,271 1,466 1,376 1,765 2,250 2,150 2,138
Fungsi Risiko 1,875 3,135 3,694 2,271 1,466 1,376 1,765 2,250 2,150 2,138
6.1.2 Uji Autokorelasi Uji autokorelasi digunakan untuk mengetahui korelasi di antara komponen eror, artinya komponen error yang berhubungan dengan suatu observasi terkait dengan atau dipengaruhi oleh komponen error pada observasi lain (Gujarati 2007). Adanya gejala autokorelasi dalam model dapat menyebabkan variabel penjelas menjadi tidak dapat diestimasikan dengan baik karena nilai uji t dan uji F mengalami penyimpangan. Untuk mengetahui ada atau tidaknya autokorelasi pada model dapat dilakukan dengan menggunakan pengujian Durbin-Watson (DW).
87
Dengan menggunakan bantuan program SPSS versi 17, nilai DurbinWatson untuk fungsi produksi diperoleh sebesar 1,715 dan untuk fungsi variance sebesar 2,342 dengan jumlah variabel independen sebanyak 10 dan jumlah data sebanyak 31. Nilai hitung DW yang diperoleh tersebut dibandingkan dengan nilai pada tabel DW dan diperoleh nilai DL sebesar 0,741 dan 4-DU sebesar 2,333. Jika nilai DW hitung lebih besar dari DU dan lebih kecil dari 4-DU maka dikatakan tidak ada autokorelasi. Berdasarkan hasil perbandingan antara nilai DW hitung dengan DW tabel dapat dikatakan bahwa fungsi produksi tersebut tidak terdapat autokorelasi karena nilai DW hitung berada di antara DU dan 4-DU. Sedangkan pada fungsi variance diperoleh nilai DW hitung yang lebih besar dari nilai 4-DU sehingga fungsi variance tersebut berada pada daerah tanpa keputusan apakah terdapat autokorelasi atau tidak. Akan tetapi nilai DW tabel fungsi risiko ini tidak berbeda jauh dengan nilai 4-DU sehingga dapat dikatakan tidak terdapat autokorelasi. 6.2 Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Jagung Manis Faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas jagung manis dapat dilihat dari hasil analisis untuk fungsi produksi rata-rata (mean production function). Dengan memasukkan faktor produksi sebagai variabel independen dan produktivitas jagung manis sebagai variabel dependen diperoleh model pendugaan untuk fungsi produksi rata-rata untuk jagung manis. Hasil pendugaan fungsi produksi rata-rata dapat dilihat pada Tabel 19. Berdasarkan hasil pendugaan fungsi produksi pada Tabel 19, maka fungsi produksi jagung manis dapat diduga dengan persamaan sebagai berikut: Ln Produktivitas = 3,298 + 0,001 Ln Benih – 0,423 Ln Kandang + 0,201 Ln Urea + 0,033 Ln Phonska + 0,044 Ln TSP + 0,012 Ln Pestisida Cair – 0,056 Ln Furadan + 0,194 Ln Tenaga Kerja – 0,158 D1 – 0,303 D2 Hasil pendugaan model fungsi produksi memberikan nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 52 persen dengan nilai koefisien determinasi terkorelasi (R2 adj) sebesar 28,1 persen. Nilai R2 tersebut menunjuukan bahwa 52 persen keragaman produktivitas jagung manis dapat dijelaskan secara bersama-sama oleh faktor produksi benih, pupuk kandang, pupuk urea, pupuk phonska, pupuk TSP,
88
pestisida cair, furadan, tenaga kerja, musim dan varietas benih. Sedangkan sisanya sebesar 48 persen dijelaskan oleh faktor lain diluar model seperti serangan hama dan penyakit, kondisi alam (angin, suhu), manajemen petani, dan kondisi sosial ekonomi. Tabel 19. Hasil Pendugaan Fungsi Produksi Rata-Rata Usahatani Jagung Manis Petani Responden Simpangan Baku Koefisien Konstanta 3,298 1,600 Ln Benih 0,001 0,263 Ln Kandang -0,423 0,226 Ln Urea 0,201 0,161 Ln Phonska 0,033 0,022 Ln TSP 0,044 0,016 Ln Pestisida Cair 0,012 0,010 Ln Furadan -0,056 0,024 Ln Tenaga Kerja 0,194 0,150 D1 (Musim) -0,158 0,185 D2 (Varietas) -0,303 0,220 R-Sq = 52,0% R-Sq (Adj) = 28,1% Variabel
Koefisien Regresi
Ket: *) ignifikan pada α
T 2,061 0,005 -1,868* 1,242 1,500* 2,812* 1,254 -2,352* 1,293 -0,854 -1,375*
P-Value 0,053 0,996 0,076 0,229 0,149 0,011 0,224 0,029 0,211 0,403 0,184
20%
Hasil pendugaan fungsi produksi rata-rata diperoleh nilai F-hitung sebesar 2,171 yang berpengaruh nyata pada taraf nyata 10 persen. Hal ini menunjukkan bahwa faktor-faktor produksi yang digunakan secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap produksi jagung manis. Faktor-faktor produksi yang dimasukkan dalam model diduga berpengaruh terhadap produktivitas jagung manis. Dari hasil pendugaan menunjukkan bahwa tidak semua faktor produksi tersebut berpengaruh nyata terhadap produktivitas jagung manis. Dengan menggunakan nilai P-Value dapat diketahui variabel independen (faktor produksi) mana saja yang berpengaruh signifikan terhadap produktivitas jagung manis. Jika nilai P- alue lebih kecil dari taraf nyata (α) maka variabel tersebut berpengaruh signifikan. Variabel pupuk kandang, pupuk TSP, furadan, pupuk phonska dan varietas benih berpengaruh nyata pada taraf nyata 20 persen. Faktor produksi tersebut berpengaruh nyata terhadap
89
produktivitas jagung manis, sehingga jika terjadi penambahan atau pengurangan pada faktor produksi tersebut akan berpengaruh terhadap produktivitas jagung manis. Sedangkan untuk benih, pupuk urea, pestisida cair, tenaga kerja, dan musim tidak berpengaruh nyata pada taraf nyata 20 persen terhadap produktivitas jagung manis. Secara rinci pengaruh masing-masing faktor produksi terhadap produktivitas jagung manis dijelaskan sebagai berikut: 1.
Benih Nilai pendugaan parameter untuk variabel benih bernilai positif. Hal ini
berarti apabila jumlah benih yang digunakan bertambah maka produktivitas jagung manis akan meningkat pula. Besarnya koefisien parameter benih ini adalah 0,001 yang artinya apabila jumlah benih yang digunakan meningkat sebesar 1 persen maka produktivitas jagung manis akan meningkat sebesar 0,001 persen dengan asumsi variabel input lainnya tetap. Akan tetapi variabel benih ini tidak berpengaruh nyata terhadap produktivitas jagung manis pada taraf nyata 20 persen yang ditunjukkan dengan nilai P-Value variabel benih lebih besar daripada 20 persen. Hal ini diduga benih yang digunakan sudah berlebih dan jarak tanam yang digunakan sempit. Sedangkan, penelitian Putra (2011) menunjukkan bahwa penambahaan penggunaan benih secara nyata dapat meningkatkan produksi jagung manis. Penggunaan benih rata-rata petani responden mencapai 7,46 kg/ha. Jumlah ini telah melebihi dari dosis yang dianjurkan dalam penelitian Putra (2011) yaitu sebesar 6-7 kg/ha. Penggunaan benih yang berlebih ini dikarenakan jarak tanam yang digunakan petani lebih sempit yaitu 25 X 50 cm daripada jarak tanam anjuran yaitu 25 X 80 cm (Anonim 1992). Alasan petani menanam jagung manis dengan menggunakan jarak tanam yang lebih sempit yaitu petani ingin mendapatkan jumlah tongkol jagung yang lebih banyak. Walaupun jumlah tongkol yang dihasilkan lebih banyak, ukuran tongkolnya lebih kecil sehingga berat per tongkolnya juga relatif lebih kecil. Jika penggunaan benih ditingkatkan maka jarak tanam yang akan digunakan petani menjadi lebih sempit lagi. Hal ini akan berdampak pada peningkatan jumlah tongkol tetapi berat per tongkol jagung manis akan menurun sehingga tidak berdampak secara signifikan terhadap peningkatan produktivitas jagung manis.
90
2.
Pupuk Kandang Pupuk kandang berpengaruh nyata terhadap produktivitas jagung manis
pada taraf nyata 20 persen. Koefisien parameter dugaan menunjukkan nilai negatif sehingga setiap penambahan pupuk kandang akan mengakibatkan penurunan produktivitas jagung manis. Nilai koefisien pupuk kandang yaitu sebesar -0,423 yang artinya setiap penambahan jumlah pupuk kandang sebesar 1 persen akan menurunkan produktivitas sebesar 0,423 persen dengan asumsi variabel produksi lainnya dianggap tetap. Hasil penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa penggunaan pupuk kandang secara signifikan mampu meningkatkan produksi jagung (Suroso 2006; Setiyanto 2008). Akan tetapi dalam penelitian ini diperoleh hasil bahwa penambahan pupuk kandang dapat menurunkan produktivitas. Penggunaan ratarata pupuk kandang yang dilakukan oleh petani adalah 3,57 ton/ha sedangkan menurut Anonim (1992) kebutuhan pupuk kandang untuk budidaya jagung manis mencapai lebih kurang 10 ton/ha. Penggunaan pupuk kandang oleh petani responden masih jauh dari kebutuhan seharusnya. Akan tetapi, peningkatan penggunaan pupuk kandang tersebut akan menurunkan produktivitas jagung manis. Hal ini dikarenakan penggunaan pupuk kandang ayam dapat menimbulkan panas dari proses fermentasi pada pupuk tersebut sehingga menyebabkan benih jagung manis tidak dapat tumbuh. Petani memberikan pupuk kandang ini tiga hari sebelum tanam dimana seharusnya pupuk kandang ini diberikan bersamaan pada saat pengolahan lahan yaitu 7-15 hari sebelum tanam (Anonim 1992). Pemberian pupuk kandang pada tiga hari sebelum tanam menyebabkan proses fermentasi masih berlangsung sehingga dapat menimbulkan panas. 3.
Pupuk Urea Koefisien parameter dugaan untuk variabel urea memiliki tanda positif
yang artinya setiap penambahan pupuk urea akan mengakibatkan produktivitas jagung manis juga meningkat. Nilai koefisien parameter pupuk urea adalah 0,201, maka setiap penambahan penggunaan pupuk urea sebesar 1 persen dapat meningkatkan produktivitas jagung manis sebesar 0,201 persen dengan asumsi variabel produksi lainnya dianggap tetap. Akan tetapi variabel pupuk urea ini
91
tidak berpengaruh nyata pada taraf nyata 20 persen terhadap produktivitas. Nilai P-Value urea (0,229) lebih besar daripada 20 persen. Pupuk urea digunakan oleh seluruh petani responden. Penggunaan ratarata pupuk urea ini mencapai 412,27 kg/ha. Jumlah ini tidak terlalu berbeda jauh dengan penggunaan yang disarankan oleh Anonim (1992) yaitu 435 kg/ha. Sedangkan menurut Made (2010), pemberian pupuk urea sebanyak 400 kg/ha sangat nyata dapat meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman jagung manis. Penggunan pupuk urea petani responden ternyata masih berada pada selang toleransi penggunaan pupuk urea menurut Made (2010) dan Anonim (1992). Hal ini menyebabkan peningkatan penggunaan pupuk urea berpengaruh tidak nyata terhadap peningkatan produktivitas jagung manis. Penelitian sebelumnya menunjukkan hasil yang berbeda. Penelitian Suroso (2006) menunjukkan bahwa peningkatan penggunaan pupuk urea secara nyata dapat meningkatkan produksi jagung. Akan tetapi pada penelitian ini pengaruh peningkatan penggunaan pupuk urea tidak nyata terhadap peningkatan produktivitas jagung manis. Penggunaan pupuk urea ini sangat diperlukan untuk pertumbuhan tanaman karena mengandung unsur Nitrogen yang berperan untuk pertumbuhan jaringan maristematik (Anonim 1992). Tanaman jagung manis yang kekurangan nitrogen akan tumbuh kerdil, daun-daunnya menguning, dan tidak mampu berbuah. Penampakan lain kekurangan nitrogen ini yaitu tanaman yang tumbuh tinggi akan tampak kurus. Petani melakukan pemupukan dengan urea sebanyak dua kali yaitu pada 12 HST dan 30 HST. Penggunaan pupuk urea pada kedua pemupukan tersebut jumlahnya sama. Ada beberapa petani melakukan pemupukan ketiga. Pemupukan ketiga dilakukan apabila menurut petani tanaman tumbuh kurang baik yang dilihat dari warna daun. Apabila warna daun menguning maka petani akan melakukan pemupukan ketiga. 4.
Pupuk Phonska Nilai koefisien parameter dugaan untuk variabel pupuk phonska adalah
sebesar 0,033. Hal ini berarti bahwa apabila penggunaan pupuk phonska ditingkatkan 1 persen, ceteris paribus, maka dapat meningkatkan produktivitas jagung manis sebesar 0,033 persen. Pupuk phonska ini berpengaruh nyata
92
terhadap produktivitas pada taraf nyata 20 persen. Penelitian Suroso (2006) menunjukkan hal yang sama yaitu peningkatan penggunaan pupuk phonska secara nyata dapat meningkatkan jumlah produksi jagung. Pupuk phonska merupakan pupuk yang banyak digunakan oleh hampir seluruh petani responden. Hanya tiga orang petani responden yang tidak menggunakan pupuk phonska. Penggunaan rata-rata pupuk phonska mencapai 219,21 kg/ha. Pupuk phonska merupakan pupuk majemuk yang terdiri dari unsur nitrogen (N), fosfor (P), dan kalium (K) dengan perbandingan 15:15:15. Menurut hasil penelitian Solihat (2005), penggunaan pupuk NPK (15-15-15) sebanyak 300 kg/ha menghasilkan bobot tongkol yang besar. Hal ini dikarenakan pupuk NPK mengandung unsur-unsur penting yang dibutuhkan tanaman. Kandungan nitrogen berperan penting dalam pertumbuhan vegetatif tanaman. Unsur fosfor berperan penting dalam pembentukan biji, mempercepat pemasakan buah dan menstimulir pembentukan akar pada pertumbuhan awal (Anonim 1992). Unsur Kalium dapat meningkatkan pertumbuhan akar dan meningkatkan penyerapan air dan hara tanah oleh akar (Fageria 1942). Rata-rata penggunaan pupuk phonska yang digunakan oleh petani masih dibawah dosis menurut Solihat (2005). Oleh karena itu penggunaan pupuk phonska masih dapat ditambah untuk memenuhi kebutuhan unsur natrium, fosfor, dan kalium supaya pertumbuhan jagung menjadi optimal. Pemberian pupuk phonska ini dilakukan sebanyak 2 kali yaitu pada saat 12 HST dan 30 HST bersamaan dengan pemberian pupuk urea. Dosis yang digunakan sama untuk kedua pemupukan tersebut. Jika dibandingkan dengan penggunaan urea, petani menggunakan pupuk phonska lebih sedikit daripada pupuk urea. Hal ini dikarenakan pupuk urea telah mengandung banyak unsur nitrogen sehingga penggunaan pupuk phonska tidak terlalu banyak. Selain itu harga pupuk phonska lebih mahal daripada pupuk urea. 5.
Pupuk TSP Pupuk TSP berpengaruh nyata terhadap produktivitas jagung manis pada
taraf nyata 20 persen. Koefisien parameter dugaan menunjukkan nilai positif sehingga setiap penambahan pupuk TSP akan mengakibatkan peningkatan produktivitas jagung manis. Nilai koefisien pupuk TSP yaitu sebesar 0,044 yang artinya setiap penambahan jumlah pupuk TSP sebesar 1 persen akan
93
meningkatkan produktivitas jagung manis sebesar 0,044 persen dengan asumsi variabel produksi lainnya dianggap tetap. Penelitian Putra (2011) juga menunjukkan hasil yang sama yaitu penambahan penggunaan pupuk TSP secara signifikan dapat meningkatkan jumlah produksi jagung manis. Petani yang menggunakan pupuk TSP sebanyak 27 orang sedangkan sisanya sebanyak 4 orang tidak menggunakan pupuk TSP. Rata-rata penggunaan pupuk TSP ini mencapai 216,76 kg/ha. Penggunaan pupuk TSP petani masih rendah jika dibandingkan dengan dosis anjuran umum yaitu sebesar 335 kg/ha (Anonim 1992). Penggunaan yang masih dibawah anjuran ini menunjukkan bahwa petani masih bisa meningkatkan penggunaan pupuk TSP untuk meningkatkan produksi jagung manis. Pupuk TSP mengandung unsur fosfor sebanyak 36 persen. Unsur fosfor ini berperan penting dalam pembentukan biji dan pemasakan buah. Jika terjadi kekurangan unsur fosfor dapat mengakibatkan tanaman menjadi kerdil atau menghasilkan tongkol yang tidak sempurna (Anonim 1992). 6.
Pestisida Cair Koefisien parameter dugaan untuk variabel pestisida cair memiliki tanda
positif yang artinya setiap penambahan pestisida cair akan mengakibatkan produktivitas jagung manis juga meningkat. Nilai koefisien parameter pestisida cair adalah 0,012, maka setiap penambahan penggunaan pestisida cair sebesar 1 persen dapat meningkatkan produktivitas jagung manis sebesar 0,012 persen dengan asumsi variabel produksi lainnya dianggap tetap. Akan tetapi variabel pestisida cair ini tidak berpengaruh nyata pada taraf nyata 20 persen terhadap produktivitas. Nilai P-Value pestisida cair (0,224) lebih besar daripada 20 persen. Peningkatan penggunaan pestisida cair berpengaruh tidak nyata terhadap produktivitas jagung manis. Hal ini diduga karena tidak semua petani menggunakan pestisida cair sehingga tidak dapat menjelaskan keragaman data. Sebanyak 20 petani responden menggunakan pestisida sedangkan sisanya sebanyak 11 orang tidak menggunakan pestisida cair. Selain itu, penggunaan pestisida cair ini telah berlebih. Pestisida cair yang digunakan petani responden rata-rata mencapai 1,2 liter/ha. Menurut Widiyanti (2000), penggunaan pestisida cair dibatasi pada dosis 0,6-1 liter per hektar. Rata-rata penggunaan pestisida
94
petani responden tersebut telah melebihi dosis anjuran dalam penelitian Widiyanti (2000). Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Suroso (2006) dan Putra (2011) menunjukkan bahwa peningkatan penggunaan pestisida secara nyata dapat meningkatkan jumlah produksi jagung. Akan tetapi dalam penelitian ini, peningkatan penggunaan pestisida cair tidak berpengaruh nyata terhadap peningkatan produktivitas. Penyemprotan dengan pestisida cair akan dilakukan apabila populasi hama menurut petani sudah terlampau meningkat. Penyemprotan biasanya dilakukan sebanyak dua kali yaitu pada 15 HST dan 30 HST. Pestisida cair ini digunakan untuk membasmi hama seperti ulat grayak dan belalang. Pestisida yang digunakan mengandung racun lambung dan racun kontak sehingga sangat ampuh untuk membasmi hama. Merek pestisida cair yang banyak digunakan oleh petani adalah Decis. 7.
Furadan Penggunaan furadan berpengaruh nyata terhadap produktivitas jagung
manis pada taraf nyata 20 persen. Koefisien parameter dugaan menunjukkan nilai negatif sehingga setiap penambahan furadan akan mengakibatkan penurunan produktivitas jagung manis. Nilai koefisien furadan yaitu sebesar -0,056 yang artinya setiap penambahan jumlah furadan sebesar 1 persen akan menurunkan produktivitas sebesar 0,056 persen dengan asumsi variabel produksi lainnya dianggap tetap. Peningkatan penggunaan furadan dapat menurunkan produktivitas jagung manis. Hal ini disebabkan oleh penggunaan furadan yang telah melebihi dosis anjuran. Furadan digunakan petani responden sebagai insektisida untuk membunuh hama seperti semut, ulat dan belalang. Rata-rata penggunaan furadan oleh petani yaitu sebesar 15,72 kg/ha sedangkan dosis furadan dalam penelitian Widiyanti (2000) sebesar 12 kg/ha. Jika dilihat dari penggunaanya, petani menggunakan furadan melebihi dari dosis anjuran dalam penelitian Widiyanti (2000). Hal ini yang menyebabkan peningkatan penggunaan furadan dapat menurunkan produktivitas jagung manis. Menurut petani, penggunaan furadan untuk insektisida kurang ampuh dibandingkan dengan menggunakan pestisida cair. Selain itu, dampak penggunaan atau reaksi yang ditimbulkan terhadap hama
95
lebih lambat sehingga hama tidak dapat hilang secara cepat. Oleh karena itu penggunaanya berlebih. Hasil penelitian sebelumnya menunjukkan hasil yang berlawanan. Penelitian Widiyanti (2000) menunjukkan bahwa peningkatan penggunaan fungisida berupa furadan secara nyata dapat meningkatkan produksi jagung manis. Penggunaan furadan ini dilakukan pada saat tanam untuk mencegah benih dimakan oleh semut dan pada usia 7-15 HST dan 30 HST digunakan sebagai pestisida untuk membunuh ulat dan belalang. Untuk membasmi hama ulat dan belalang petani melakukannya dengan menabur furadan pada ujung daun muda, ketiak daun dan ujung tongkol jagung muda serta ditabur ditanah seperti aplikasi pupuk kimia. Furadan merupakan insektisida sistemik yang masuk ke dalam jaringan tanaman. Furadan mengandung bahan aktif karbofuran. Jika furadan diaplikasikan ke dalam tanah atau pada tanaman dengan segera karbofuran akan terserap oleh tanaman. Karbofuran akan masuk ke dalam seluruh jaringan tanaman tidak terkecuali daun dan buahnya. Ketika ada serangga yang memakan salah satu bagian tanaman tersebut serangga tersebut akan keracunan karbofuran dan akhirnya akan mati. Furadan yang diberikan terlalu sering dapat menyebabkan terjadinya penumpukan zat karbofuran pada jaringan tanaman sehingga akan mengganggu sistem metabolisme dalam tubuh tanaman ( Nuraeni 2007). Dalam penelitian Nuraeni (2007), aplikasi furadan pada ubi jalar yang dilakukan setiap bulan menghasilkan daun ubi jalar yang paling rendah daripada aplikasi furadan yang hanya dilakukan satu kali. Hal ini dikarenakan terjadi penumpukan zat karbofuran pada tanaman sehingga metabolisme tanaman terhambat. 8.
Tenaga Kerja Koefisien parameter dugaan untuk variabel tenaga kerja memiliki tanda
positif yang artinya setiap penambahan tenaga kerja akan mengakibatkan produktivitas jagung manis juga meningkat. Nilai koefisien parameter tenaga kerja adalah 0,194, maka setiap penambahan penggunaan tenaga kerja sebesar 1 persen dapat meningkatkan produktivitas jagung manis sebesar 0,194 persen dengan asumsi variabel produksi lainnya dianggap tetap. Akan tetapi variabel tenaga kerja ini tidak berpengaruh nyata pada taraf nyata 20 persen terhadap
96
produktivitas. Nilai P-Value tenaga kerja (0,211) lebih besar daripada 20 persen. Hal ini diduga penggunaan tenaga kerja telah berlebih. Tenaga kerja yang digunakan dalam kegiatan usahatani jagung manis ini terdiri dari tenaga kerja dalam keluarga dan tenaga kerja di luar keluarga. Penggunaan tenaga kerja dalam keluarga rata-rata sebesar 48,86 HOK/ha, sedangkan penggunaan tenaga kerja di luar keluarga rata-rata mencapai 135,14 HOK/ha. Jika dihitung secara keseluruhan penggunaan tenaga kerja, petani menggunakan rata-rata 166,66 HOK/ha. Sedangkan menurut penelitian Widiyanti (2000) penggunaan tenaga kerja untuk usahatani jagung manis cukup hanya 60 HOK/ha. Penggunaan tenaga kerja ternyata sangat berlebihan sehingga menyebabkan peningkatan jumlah tenaga kerja tidak berpengaruh nyata terhadap peningkatan
produktivitas.
Penelitian
sebelumnya
menunjukkan
bahwa
penambahan tenaga kerja pada usahatani jagung secara nyata dapat meningkatkan produksi jagung (Suroso 2006). 9.
Musim Nilai koefisien parameter dugaan untuk variabel musim adalah negatif
0,158. Variabel musim merupakan variabel dummy. Hal ini berarti bahwa produktivitas jagung manis pada musim kemarau lebih rendah daripada produktivitas jagung manis pada musim hujan. Musim ini tidak berpengaruh nyata terhadap produktivitas pada taraf nyata 20 persen. Hal ini dikarenakan pada kedua musim tanaman jagung sama-sama rentan terkena cekaman lingkungan. Rata-rata produktivitas jagung manis petani responden pada musim kemarau sebesar 8,04 ton/ha. Sedangkan, rata-rata produktivitas jagung manis petani responden pada musim hujan sebesar 8,30 ton/ha. Hasil tersebut menunjukkan bahwa pada musim hujan produktivitas jagung manis lebih besar daripada musim kemarau walaupun perbedaannya tidak terlalu jauh. Selain itu, petani yang menanam jagung manis pada musim kemarau rentan terkena kekeringan yang dapat menyebabkan tanaman mati. Kekeringan dapat menyebabkan benih tidak dapat berkecambah, tanaman yang masih muda menjadi layu dan kering, dan terganggunya proses pembungaan. Pada musim hujan, tanaman rentan terkena hama dan penyakit karena menurut petani populasi hama dan penyakit ini meningkat pada saat musim hujan. Selain itu tanaman jagung
97
manis juga rentan terkena genangan air karena curah hujan yang berlebih. Menurut petani, kelebihan air bisa menyebabkan akar tanaman membusuk. Oleh karena itu musim tidak berpengaruh nyata terhadap produktivitas jagung manis. 10. Varietas Benih Nilai koefisien parameter dugaan untuk variabel varietas benih adalah sebesar -0,303. Variabel varietas benih merupakan variabel dummy. Hal ini berarti bahwa penggunaan benih varietas Hawai dapat menghasilkan produktivitas jagung manis yang lebih rendah daripada menggunakan benih varietas non Hawai. Petani yang menggunakan benih selain Hawai mampu menghasilkan produksi lebih besar daripada petani yang menggunakan benih Hawai. Varietas benih ini berpengaruh nyata terhadap produktivitas pada taraf nyata 20 persen. Varietas benih jagung manis yang mayoritas digunakan petani responden adalah varietas Hawai (80,65%). Selain Hawai petani juga menggunakan benih Varietas Golden (6,45%), Sweet Boy (3,23%), dan Talenta (9,68%). Jika dibandingkan rata-rata produktivitas yang diperoleh petani responden untuk varietas Hawai dengan varietas non Hawai, maka varietas Hawai hanya mampu menghasilkan jagung manis 7,54 ton/ha sedangkan varieatas non Hawai mampu menghasilkan rata-rata 10,81 ton/ha. Hal ini telah menunjukkan bahwa penggunaan benih dengan varietas non Hawai memiliki produktivitas yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan menggunakan varietas Hawai. Benih varietas Hawai merupakan benih yang paling sering digunakan oleh petani. Alasan petani menggunakan benih ini karena dianggap lebih mudah beradaptasi dengan kondisi lapang di Desa Gunung malang, harganya murah, dan mudah didapat. Dari hasil produksi, benih Hawai menghasilkan produksi yang banyak tetapi dengan ukuran dan berat tongkol yang lebih kecil. Produktivitas potensial yang dapat dicapai benih varietas Hawai ini sebesar 15 ton/ha sesuai dengan yang tertera pada kemasan benih. Keberadaan benih baru seperti benih varietas Talenta mampu memberikan produksi 18-25 ton/ha seperti yang tertera pada kemasan benih. Menurut petani benih Talenta lebih tahan terhadap penyakit bulai. Hasil tongkol jagungnya juga lebih besar daripada varietas Hawai. Menurut penelitian Putra (2011) dan Ali (2005), benih varietas Sweet Boy dan Golden lebih bagus dibandingkan dengan varietas Hawai. Varietas Sweet Boy
98
dan Golden mampu menghasilkan jagung manis dengan kadar air lebih banyak dan rasanya lebih manis serta tanaman lebih rentan terhadap penyakit. Sedangkan produktivitas potensial Sweet Boy bisa mencapai 22,8 ton/ha (Sari 2012). Produktivitas benih varietas Golden mampu mencapai 10-12 ton/ha8. Hasil penjumlah nilai-nilai parameter penjelas adalah sebesar -0,455. Nilai tersebut menunjukkan bahwa usahatani jagung manis ini tersebut berada pada skala kenaikan hasil yang berkurang (diminishing return to scale) karena memiliki elastisitas lebih kecil daripada satu. Hal ini berarti, apabila peningkatan satu persen pada masing-masing faktor produksi secara bersama-sama akan menurunkan produktivitas jagung manis sebesar 0,455 persen. Berdasarkan hasil pendugaan parameter menunjukkan bahwa tidak semua variabel yang dimasukkan dalam model memiliki koefisien parameter positif seluruhnya akan tetapi terdapat beberapa variabel yang memiliki tanda koefisien negatif. Hal ini dapat berpengaruh terhadap skala usaha usahatani jagung manis. 6.3 Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Risiko Produksi Jagung Manis Faktor produksi atau input pertanian diduga tidak hanya berpengaruh terhadap produktivitas jagung manis tetapi juga berpengaruh terhadap risiko produksi jagung manis. Pengaruh faktor produksi terhadap risiko produksi ini diketahui dengan melihat pengaruh faktor produksi terhadap
variance
produktivitas. Adanya variance produktivitas ini menunjukkan bahwa dalam usaha budidaya jagung manis dipengaruhi oleh adanya risiko yang dapat menyebabkan adanya perbedaan atau selisih antara produktivitas aktual dengan produktivitas rata-rata yang seharusnya dapat dicapai. Analisis mengenai faktorfaktor yang mempengaruhi variance produktivitas jagung manis diestimasikan dengan menggunakan persamaan fungsi variance produktivitas. Hasil pendugaan persamaan fungsi variance produktivitas dapat dilihat pada Tabel 20.
8
Bisnis Manis Jagung Manis. http://www.agrina-online.com. Diakses 08 November 2012.
99
Tabel 20. Hasil Pendugaan Persamaan Fungsi Variance produktivitas Jagung Manis Petani Responden Simpangan Baku Koefisien Konstanta 7,006 9,239 Ln Benih -1,070 1,519 Ln Kandang -0,533 1,306 Ln Urea 1,095 0,932 Ln Phonska 0,200 0,127 Ln TSP -0,239 0,091 Ln Pestisida Cair -0,072 0,056 Ln Furadan 0,254 0,137 Ln Tenaga Kerja -1,798 0,865 D1 (Musim) 0,108 1,067 D2 (Varietas) -1,622 1,272 R-Sq = 52,7% R-Sq (Adj) = 29,1% Koefisien Regresi
Variabel
Ket: *) ignifikan pada α
T 0,758 -0,704 -0,408 1,174 1,573* -2,632* -1,296 1,856* -2,078* 0,101 -1,275
P-Value 0,457 0,489 0,688 0,254 0,131 0,016 0,210 0,078 0,051 0,921 0,217
20%
Berdasarkan hasil pendugaan fungsi variance produktivitas pada Tabel 20, maka fungsi variance produktivitas jagung manis dapat diduga dengan persamaan sebagai berikut: Ln Variance = 7,006 - 1,070 Ln Benih – 0,533 Ln Kandang + 1,095 Ln Urea + 0,200 Ln Phonska - 0,239 Ln TSP - 0,072 Ln Pestisida Cair + 0,254 Ln Furadan - 1,798 Ln Tenaga Kerja + 1,067 D1 – 1,622 D2 Hasil pendugaan model fungsi variance produktivitas memberikan nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 52,7 persen dengan nilai koefisien determinasi terkorelasi (R2 adj) sebesar 29,1 persen. Nilai R2 tersebut menunjukan bahwa 52,7 persen keragaman variance produktivitas jagung manis dapat dijelaskan secara bersama-sama oleh faktor produksi benih, pupuk kandang, pupuk urea, pupuk phonska, pupuk TSP, pestisida cair, furadan, tenaga kerja, musim dan varietas benih. Sedangkan sisanya sebesar 47,3 persen dijelaskan oleh faktor lain diluar model seperti serangan hama dan penyakit serta kondisi alam (angin, suhu). Faktor-faktor produksi yang dimasukkan dalam model diduga berpengaruh terhadap variance produktivitas jagung manis. Dari hasil pendugaan menunjukkan
100
bahwa tidak semua faktor produksi tersebut berpengaruh nyata terhadap variance produktivitas jagung manis. Dengan menggunakan nilai P-Value dapat diketahui variabel independen (faktor produksi) mana saja yang berpengaruh signifikan terhadap variance produktivitas jagung manis. Jika nilai P-Value lebih kecil dari taraf nyata (α) maka variabel tersebut berpengaruh signifikan.
ariabel pupuk
TSP, furadan, tenaga kerja dan pupuk phonska berpengaruh nyata pada taraf nyata 20 persen. Faktor produksi tersebut berpengaruh nyata terhadap variance produktivitas jagung manis, artinya faktor produksi tersebut merupakan faktor yang dapat meningkatkan risiko produksi atau menurunkan risiko produksi. Jika terjadi penambahan atau pengurangan pada faktor produksi tersebut akan berpengaruh terhadap variance produktivitas jagung manis. Sedangkan untuk benih, pupuk kandang, pupuk urea, pestisida cair, musim dan varietas tidak berpengaruh nyata pada taraf nyata 20 persen terhadap variance produktivitas jagung manis. Secara rinci pengaruh masing-masing faktor produksi terhadap variance produktivitas jagung manis dijelaskan sebagai berikut: 1.
Benih Hasil pendugaan persamaan fungsi variance produktivitas jagung manis
menunjukkan bahwa variabel benih mempunyai tanda parameter negatif. Artinya, semakin banyak benih yang digunakan dalam proses produksi maka variance produktivitas jagung manis semakin menurun, sehingga variabel benih merupakan faktor yang mengurangi risiko (risk reducing factors). Nilai koefisien parameter penggunaan benih bernilai negatif sebesar 1,070. Artinya, jika terjadi penambahan benih sebesar satu persen maka akan menurunkan variance produktivitas jagung manis sebesar 1,070 persen, dengan asumsi semua variabel lain tetap (cateris paribus). Akan tetapi variabel benih ini tidak berpengaruh nyata terhadap variance produktivitas jagung manis pada taraf nyata 20 persen yang ditunjukkan dengan nilai P-Value variabel benih (0,489) lebih besar daripada 20 persen. Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa benih memiliki pengaruh yang berbeda terhadap risiko produksi. Penelitian Ligeon et al. (2008) menunjukkan bahwa peningkatan penggunaan benih secara nyata dapat meningkatkan risiko produksi pada kacang tanah. Sementara itu, Fariyanti et al. (2007) menunjukkan bahwa semakin tinggi penggunaan benih kentang dan kubis
101
maka risiko produksinya semakin menurun. Pada penelitian ini diperoleh hasil sama dengan penelitian Fariyanti et al. (2007) yaitu penambahan penggunaan benih dapat menurunkan risiko produksi akan tetapi pengaruhnya tidak nyata. Penggunaan benih yang meningkat dapat meningkatkan populasi tanaman. Semakin rapat populasi tanaman maka tongkol jagung yang dihasilkan semakin banyak tetapi ukurannya semakin kecil. Jika dikaitkan dengan hasil pendugaan fungsi produksi rata-rata menunjukkan bahwa peningkatan penggunaan benih akan meningkatkan rata-rata produktivitas jagung manis. Peningkatan penggunaan benih ini dapat meningkatkan rata-rata produktivitas jagung manis menuju ke kestabilan produksi sehingga benih dapat menurunkan risiko. Akan tetapi pengaruh peningkatan benih terhadap peningkatan produktivitas tidak nyata sehingga pengaruh terhadap variance produktivitas juga tidak nyata. 2.
Pupuk Kandang Dari hasil pendugaan fungsi variance produktivitas menunjukkan bahwa
variabel pupuk kandang merupakan variabel produksi yang dapat menurunkan risiko produksi. Koefisien parameter menunjukkan nilai negatif yang artinya setiap peningkatan penggunaan pupuk kandang dapat mengurangi variance produktivitas jagung manis. Nilai koefisien parameter yaitu -0,533 sehingga setiap penambahan penggunaan pupuk kandang 1 persen dapat menurunkan variance produktivitas jagung manis sebesar 0,533 persen. Faktor produksi pupuk kandang dapat dikatakan sebagai faktor pengurang risiko (risk reducing factors). Akan tetapi variabel pupuk kandang ini tidak berpengaruh nyata terhadap variance produktivitas jagung manis pada taraf nyata 20 persen yang ditunjukkan dengan nilai P-Value variabel pupuk kandang (0,688) lebih besar daripada 20 persen. Hasil penelitian terdahulu menunjukkan bahwa pupuk kandang dapat berpengaruh sebagai pengurang risiko maupun sebagai peningkat risiko. Menurut Pratiwi (2011), peningkatan penggunaan pupuk kandang pada usahatani caisin dapat meningkatkan risiko produksi. Sementara itu, peningkatan penggunaan pupuk kandang pada usahatani mentimun dapat mengurangi risiko produksi (Puspitasari 2011). Pada penelitian ini diperoleh hasil yaitu penggunaan pupuk kandang dapat menurunkan variance produktivitas jagung manis. Menurut Anonim (1992) penggunaan pupuk kandang dapat menambah kandungan bahan
102
organik tanah agar jumlah hara yang dibutuhkan oleh tanaman lebih banyak tersedia dan untuk memperbaiki sifat fisik tanah terutama struktur tanah, daya ikat air dan porositas tanah. Akan tetapi pemberian pupuk kandang pada waktu yang tidak tepat dapat memicu penurunan produksi sesuai dengan hasil pendugaan fungsi produksi rata-rata karena pupuk kandang mengalami proses fermentasi yang dapat menghasilkan panas sehingga dapat mengganggu pertumbuhan tanaman. 3.
Pupuk Urea Koefisien parameter dugaan untuk variabel urea memiliki tanda positif
yang artinya setiap penambahan pupuk urea akan mengakibatkan variance produktivitas jagung manis juga meningkat. Nilai koefisien parameter pupuk urea adalah 1,095, maka setiap penambahan penggunaan pupuk urea sebesar 1 persen dapat meningkatkan variance produktivitas jagung manis sebesar 1,095 persen dengan asumsi variabel produksi lainnya dianggap tetap. Faktor produksi pupuk urea dapat dikatakan sebagai faktor yang dapat meningkatkan risiko (risk inducing factors). Akan tetapi variabel pupuk urea ini tidak berpengaruh nyata pada taraf nyata 20 persen terhadap produktivitas. Nilai P-Value urea (0,254) lebih besar daripada 20 persen. Sementara itu, Fariyanti et al. (2007) menunjukkan bahwa semakin tinggi penggunaan pupuk urea pada kentang maka risiko produksinya juga semakin meningkat. Sedangkan, semakin tinggi penggunaan pupuk urea pada kubis maka risiko produksinya semakin menurun. Pupuk urea digunakan oleh semua petani responden. Hasil pendugaan fungsi produksi rata-rata menunjukkan bahwa peningkatan penggunaan urea mampu meningkatkan rata-rata produktivitas jagung manis. Peningkatan rata-rata produktivitas karena peningkatan pupuk urea tersebut ternyata berdampak juga terhadap peningkatan variance produktivitas jagung manis. Oleh karena itu, pupuk urea bertindak sebagai faktor yang menyebabkan risiko. Pupuk urea yang digunakan mengandung unsur nitrogen sebanyak 46 persen. Unsur nitrogen ini sangat penting karena nitrogen merupakan unsur yang memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap pertumbuhan dan hasil produksi tanaman dibandingkan dengan unsur lainnya (Fageria 1942). Nitrogen dalam pupuk urea diperlukan untuk pembentukan dan pertumbuhan bagian-bagian vegetatif tanaman seperti
103
daun, batang dan akar, tetapi jika terlalu banyak di aplikasikan pada tanaman dapat menghambat pembungaan dan pembentukan buah (Sutedjo 1987). 4.
Pupuk Phonska Nilai koefisien parameter dugaan untuk variabel pupuk phonska adalah
sebesar 0,200. Hal ini berarti bahwa apabila penggunaan pupuk phonska ditingkatkan 1 persen, ceteris paribus, maka dapat meningkatkan variance produktivitas jagung manis sebesar 0,200 persen. Faktor produksi pupuk phonska dapat dikatakan sebagai faktor yang dapat meningkatkan risiko (risk inducing factors). Pupuk phonska ini berpengaruh nyata terhadap produktivitas pada taraf nyata 20 persen. Penelitian Fariyanti et al. (2007) menunjukkan bahwa semakin tinggi penggunaan pupuk NPK pada kubis maka risiko produksinya semakin menurun. Pada penelitian ini diperoleh hasil yang berbeda yaitu peningkatan penggunaan pupuk phonska dapat meningkatkan risiko produksi. Hasil analisis fungsi produksi rata-rata menunjukkan apabila penggunaan pupuk phonska ditingkatkan dapat meningkatkan produktivitas jagung manis. Peningkatan produktivitas ini ternyata dapat meningkatkan variance produktivitasnya sehingga pupuk phonska dapat meningkatkan risiko produksi. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, pupuk phonska merupakan pupuk majemuk yang mengandung unsur nitrogen, fosfor dan kalium. Kelebihan dari pupuk ini adalah adanya kandungan unsur kalium didalamnya. Unsur kalium sangat penting untuk pertumbuhan tanaman jagung manis terutama pada saat menjelang keluarnya malai (Anonim 1992). Selain itu unsur kalium dapat meningkatkan resistensi tanaman terhadap penyakit dan meningkatkan kualitas biji atau buah (Sutedjo 1987). Penggunaan unsur kalium pada pupuk phonska yang digunakan oleh petani masih sangat rendah yaitu sebesar 32,88 kg/ha, sedangkan kebutuhan unsur kalium untuk jagung manis sebanyak 150 kg/ha (Anonim 1992). Petani tidak menggunakan pupuk lain yang mengandung unsur kalium seperti KCl selama melakukan budidaya. Oleh karena itu penggunaan pupuk phonska masih dapat ditingkatkan untuk menambah kebutuhan unsur kalium pada tanaman. Dengan bertambahnya unsur kalium maka tanaman dapat menghasilkan tongkol yang lebih besar (Anonim 1992). Akan tetapi, petani harus mewaspadai penggunaan
104
pupuk phonska ini. Penggunaan pupuk phonska disertai dengan penggunaan pupuk lain seperti urea dan TSP dapat menyebabkan kelebihan unsur nitrogen dan fosfor. Kelebihan unsur kimia dalam pupuk dapat menyebabkan tanaman mengalami keracunan dan mengakibatkan tanaman mati sehingga dapat menurunkan produksi. 5.
Pupuk TSP Pupuk TSP berpengaruh nyata terhadap variance produktivitas jagung
manis pada taraf nyata 20 persen. Koefisien parameter dugaan menunjukkan nilai negatif sehingga setiap penambahan pupuk TSP akan mengakibatkan penurunan variance produktivitas jagung manis. Nilai koefisien pupuk TSP yaitu sebesar 0,239 yang artinya setiap penambahan jumlah pupuk TSP sebesar 1 persen akan menurunkan variance produktivitas jagung manis sebesar 0,239 persen dengan asumsi variabel produksi lainnya dianggap tetap. Faktor produksi pupuk TSP dapat dikatakan sebagai faktor pengurang risiko (risk reducing factors). Hal yang berbeda dinyatakan oleh Fariyanti et al. (2007). Menurut Fariyanti et al. (2007), semakin tinggi penggunaan pupuk TSP pada kentang maka risiko produksinya semakin meningkat. Pupuk TSP mengandung sebanyak 36 persen unsur fosfor. Unsur fosfor ini sangat penting untuk pertumbuhan jaringan meristem seperti pertumbuhan batang dan daun serta akar (Fageria 1942). Sutedjo (1987) menambahkan bahwa unsur fosfor bermanfaat bagi tanaman karena dapat mempercepat pembungaan dan pemasakan buah serta dapat meningkatkan produksi biji pada tanaman serealia. Sesuai dengan hasil pendugaan fungsi produksi rata-rata, penambahan pupuk TSP dapat meningkatkan produktivitas. Peningkatan produktivitas ini ternyata dapat meningkatkan kestabilan produksi sehingga pupuk TSP dapat mengurangi risiko produksi. Rata-rata penggunaan pupuk TSP mencapai 216,76 kg/ha. Dari jumlah penggunaan pupuk TSP tersebut, unsur fosfor yang terdapat dalam pupuk TSP sebesar 78,03 kg/ha. Sedangkan, unsur fosfor yang diperlukan oleh tanaman jagung manis sebesar 150 kg/ha (Anonim 1992). Pupuk TSP yang digunakan oleh petani ternyata hanya menyumbang 52 persen dari total kebutuhan unsur fosfor tanaman jagung manis. Ternyata jumlah unsur fosfor masih dibawah kebutuhan yang dianjurkan. Oleh karena itu penambahan pupuk TSP dapat
105
menurunkan risiko karena penggunaan pupuk TSP masih belum melewati ambang batas kebutuhan tanaman sehingga mampu meningkatkan produksi tanaman. 6.
Pestisida Cair Koefisien parameter dugaan untuk variabel pestisida cair memiliki tanda
negatif yang artinya setiap penambahan pestisida cair akan mengakibatkan variance produktivitas jagung manis menurun. Nilai koefisien parameter pestisida cair adalah -0,072, maka setiap penambahan penggunaan pestisida cair sebesar 1 persen dapat menurunkan variance produktivitas jagung manis sebesar 0,072 persen dengan asumsi variabel produksi lainnya dianggap tetap. Faktor produksi pestisida cair dapat dikatakan sebagai faktor pengurang risiko (risk reducing factors). Akan tetapi variabel pestisida cair ini tidak berpengaruh nyata pada taraf nyata 20 persen terhadap variance produktivitas. Nilai P-Value pestisida cair (0,210) lebih besar daripada 20 persen. Hasil penelitian terdahulu menunjukkan bahwa pestisida cair dapat berpengaruh sebagai pengurang risiko maupun sebagai peningkat risiko. Menurut Pratiwi (2011), peningkatan penggunaan pestisida cair pada usahatani caisin dapat meningkatkan risiko produksi. Sementara itu, peningkatan penggunaan pestisida cair pada usahatani timun dapat mengurangi risiko produksi (Puspitasari 2011). Pada hasil penelitian ini menunjukkan kesamaan dengan penelitian Puspitasari (2011) bahwa peningkatan penggunaan pestisida cair dapat menurunkan risiko produksi jagung manis. Petani menggunakan pestisida cair untuk memberantas hama seperti ulat dan belalang melalui kegiatan penyemprotan. Menurut petani, penyemprotan hama dengan pestisida cair ini lebih efektif karena mengandung racun lambung dan racun kontak sehingga dapat langsung membunuh hama tersebut. Dengan melakukan penyemprotan maka hama akan mati sehingga tidak ada lagi hama yang akan mengganggu pertumbuhan tanaman. Sesuai dengan hasil pendugaan fungsi produksi rata-rata, peningkatan penggunaan pestisida cair akan berdampak
pada
peningkatan
produktivitas
jagung
manis.
Peningkatan
produktivitas ini mengarah pada kestabilan produksi sehingga pestisida cair sebagai faktor pengurang risiko.
106
7.
Furadan Penggunaan furadan berpengaruh nyata terhadap variance produktivitas
jagung manis pada taraf nyata 20 persen. Koefisien parameter dugaan menunjukkan
nilai
positif
sehingga
setiap
penambahan
furadan
akan
mengakibatkan peningkatan variance produktivitas jagung manis. Nilai koefisien furadan yaitu sebesar 0,254 yang artinya setiap penambahan jumlah furadan sebesar 1 persen akan meningkatkan variance produktivitas sebesar 0,254 persen dengan asumsi variabel produksi lainnya dianggap tetap. Faktor produksi furadan dapat dikatakan sebagai faktor yang dapat meningkatkan risiko (risk inducing factors). Hal berbeda dinyatakan oleh Puspitasari (2011) dan Pratiwi (2011). Menurut Puspitasari (2011) dan Pratiwi (2011) peningkatan penggunaan pestisida padat dapat menurunkan risiko produksi. Furadan banyak digunakan petani sebagai insektisida. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya pada pendugaan fungsi produksi rata-rata, penggunaan furadan ini sudah berlebihan sehingga peningkatan penggunaan furadan dapat menurunkan produktivitas rata-rata jagung manis. Penurunan produktivitas ratarata jagung manis ini menyebabkan variance produktivitasnya juga semakin besar sehingga furadan bertindak sebagai faktor yang dapat menimbulkan risiko. Menurut petani, penggunaan furadan memiliki efek yang lambat dan kurang ampuh untuk membasmi hama sehingga petani menggunakan furadan secara berlebihan.
Penggunaan
furadan
yang
berlebihan
dapat
mengakibatkan
pemumpukan zat karbofuran dalam jaringan tanaman sehingga dapat mengganggu metabolisme tanaman (Nuraeni 2007). 8.
Tenaga Kerja Koefisien parameter dugaan untuk variabel tenaga kerja memiliki tanda
negatif yang artinya setiap penambahan tenaga kerja akan mengakibatkan variance produktivitas jagung manis menurun. Nilai koefisien parameter tenaga kerja adalah -1,798, maka setiap penambahan penggunaan tenaga kerja sebesar 1 persen dapat menurunkan variance produktivitas jagung manis sebesar 1,798 persen dengan asumsi variabel produksi lainnya dianggap tetap. Faktor produksi tenaga kerja dapat dikatakan sebagai faktor pengurang risiko (risk reducing
107
factors). Variabel tenaga kerja ini berpengaruh nyata pada taraf nyata 20 persen terhadap variance produktivitas. Peningkatan jumlah tenaga kerja dapat menurunkan risiko produksi. Peningkatan tenaga kerja dapat dilakukan untuk kegiatan penyiraman dan penyiangan. Kondisi di lapang menunjukkan bahwa petani jarang melakukan penyiraman terutama pada musim kemarau. Tanaman jagung manis memang lebih tahan terhadap kekeringan, akan tetapi pada fase-fase tertentu tanaman jagung manis tidak boleh mengalami cekaman kekeringan. Fase dimana tanaman jagung tidak boleh mengalami cekaman kekeringan adalah fase perkecambahan, pembungaan dan pengisian biji. Selain kegiatan penyiraman, kegiatan penyiangan juga masih jarang dilakukan. Petani paling banyak melakukan penyiangan sebanyak 2 kali dan sebagian besar hanya melakukan satu kali pada saat pembumbunan. Penyiangan seharusnya dilakukan setiap 2 minggu sekali dimulai dari umur tanaman 15 HST. Penyiangan ini penting karena untuk mengendalikan populasi gulma. Penggunaan pupuk kandang dan pupuk kimia dapat merangsang pertumbuhan gulma yang tinggi. Jika populasi gulma tinggi maka akan terjadi persaingan antara gulma dengan tanaman jagung manis dalam menyerap hara dan air dalam tanah. Hasil penelitian ini sama dengan hasil penelitian Fufa dan Hasan (2003) dan Fariyanti et al. (2007). Hasil penelitian Fufa dan Hasan (2003) menunjukkan bahwa peningkatan tenaga kerja untuk pengolahan lahan pada usahatani jagung dapat mengurangi risiko produksi. Fariyanti et al. (2007) juga menyatakan bahwa semakin tinggi penggunaan tenaga kerja pada usahatani kentang maka risiko produksinya juga menurun. 9.
Musim Nilai koefisien parameter dugaan untuk variabel musim adalah sebesar
0,108. Hal ini berarti bahwa variance produktivitas jagung manis pada musim kemarau lebih tinggi daripada musim hujan. Petani yang menanam jagung manis pada musim kemarau lebih berisiko daripada petani yang menanam pada musim hujan. Musim ini tidak berpengaruh nyata terhadap variance produktivitas pada taraf nyata 20 persen.
108
Hasil analisis risiko produksi menunjukkan bahwa musim tidak berpengaruh nyata terhadap risiko produksi. Hal ini diduga pada masing-masing musim memiliki risiko dengan pengaruh yang sama. Pada musim kemarau ancaman terbesar bagi tanaman jagung manis adalah kekeringan dan suhu tinggi. Sementara itu pada musim hujan intensitas serangan hama dan penyakit meningkat serta pengaruh cekaman kelebihan air. Menurut petani pada musim kemarau banyak tanaman jagung manis yang gagal berkecambah, banyak tanaman yang mati karena kekeringan dan tanaman tidak berbuah. Hal ini dikarenakan petani tidak melakukan penyiraman terhadap tanaman jagung manis. Petani melakukan penyiraman hanya pada saat setelah tanam yang bertujuan untuk melembabkan tanah supaya benih bisa berkecambah. Menurut Sirappa dan Razak (2010), tanaman jagung tidak boleh mengalami cekaman kekeringan pada fase berbunga atau pengisian biji (33-50 HST) karena dapat menurunkan hasil sekitar 30-60 persen dari hasil kondisi normal. Kekurangan air pada fase berbunga menyebabkan terhambatnya proses pengisian biji karena bunga betina atau tongkol mengering sehingga jumlah biji dalam tongkol berkurang dan mengecilnya ukuran biji. Sementara itu, pada musim hujan intensitas serangan hama dan penyakit meningkat, pertumbuhan gulma meningkat dan tanaman tumbuh tidak normal. Menurut petani pada musim hujan serangan ulat dan belalang meningkat dibandingkan pada musim kemarau. Selain itu, pada musim hujan tanaman mengalami pembusukan pada bagian pucuk daun muda karena terkena air hujan. Daun tanaman muda juga banyak yang rusak karena terkena air hujan sehingga menyebabkan tumbuh tidak normal. 10. Varietas Nilai koefisien parameter dugaan untuk variabel varietas benih adalah sebesar -1,622. Hal ini berarti bahwa variance produktivitas jagung manis benih varietas Hawai lebih rendah daripada benih varietas selain Hawai. Petani yang menggunakan varietas Hawai memiliki risiko produksi yang lebih rendah daripada petani yang menggunakan benih varietas selain Hawai. Varietas benih ini tidak berpengaruh nyata terhadap variance produktivitas pada taraf nyata 20 persen.
109
Benih varietas Hawai memiliki potensial produksi yang lebih rendah daripada benih lainnya seperti benih varietas Talenta, Sweet Boy atau Golden. Dari hasil pendugaan fungsi produksi rata-rata, produktivitas benih varietas Hawai lebih rendah daripada varietas lainnya (Talenta, Sweet Boy atau Golden) meskipun produktivitasnya lebih rendah dibandingkan dengan varietas lainnya, penggunaan benih varietas Hawai ternyata memiliki risiko yang lebih rendah daripada varietas lainnya. Hal ini dikarenakan, menurut petani benih varietas Hawai ini dinilai memiliki daya adaptasi terhadap lingkungan dan kondisi alam Desa Gunung Malang lebih baik dibandingkan dengan benih varietas lainnya. Selain lebih sesuai dengan kondisi alam Desa Gunung Malang, benih varietas Hawai juga memiliki daya tumbuh yang lebih besar dibandingkan dengan benih varietas lainnya. Hal serupa juga dinyatakan oleh Widiyanti (2000). Hasil penelitian Widiyanti (2000) menunjukkan bahwa rata-rata petani jagung manis di Desa Titisan, Kabupaten Sukabumi, banyak menggunakan benih jagung manis varietas Hawai karena memiliki daya adaptasi terhadap lingkungan yang lebih baik dan umurnya lebih genjah.
110
VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAGUNG MANIS Keberhasilan usahatani yang dilakukan petani biasanya diukur dengan menggunakan ukuran pendapatan usahatani yang diperoleh. Semakin besar pendapatan usahatani yang diperoleh maka dikatakan petani tersebut sukses melakukan usahanya dan akan timbul kepuasan pada petani. Pendapatan petani diukur dengan menghitung total penerimaan usahatani dikurangi dengan total biaya usahatani yang telah dikeluarkan. Penerimaan usahatani diperoleh dari hasil produksi dikali dengan harga jual dari produksi tersebut. Pengeluaran usahatani dihitung dari besarnya biaya pengeluaran untuk membeli input usahatani baik input tetap maupun input variabel. Pendapatan usahatani dilihat dari dua sisi yaitu pendapatan usahatani atas biaya tunai dan pendapatan usahatani atas biaya total. Pendapatan usahatani atas biaya tunai merupakan pendapatan usahatani yang diukur dari total seluruh biaya yang benar-benar dikeluarkan secara tunai oleh petani. Pendapatan atas biaya total dihitung terhadap seluruh biaya baik biaya tunai maupun biaya yang diperhitungkan. Faktor eksternal seperti musim diduga berpengaruh terhadap produksi jagung manis. Jumlah produksi terkait dengan pengaruh musim sebagai salah satu sumber risiko eksternal. Produksi jagung manis tentu saja akan menentukan pendapatan usahatani yang akan diperoleh petani. Dalam analisis pendapatan usahatani ini akan dibedakan menjadi dua kelompok yaitu pendapatan usahatani untuk musim kemarau dan musim hujan. Tujuan pembagian kelompok ini adalah ingin mengetahui bagaimana pengaruh risiko yang disebabkan oleh musim terhadap pendapatan usahatani jagung manis petani responden di Desa Gunung Malang. Dari total 31 responden, sebanyak 15 orang menanam jagung manis pada musim kemarau dan sebanyak 16 orang menanam jagung manis pada musim hujan.
7.1 Penerimaan Usahatani Jagung Manis Penerimaan usahatani jagung manis dihitung berdasarkan rata-rata luasan lahan para petani responden yang dikonversi dalam hektar pada satu periode tanam. Penerimaan usahatani dihitung untuk dua musim berbeda yaitu musim kemarau dan musim hujan. Penerimaan usahatani jagung manis terdiri dari dua
111
komponen yaitu penerimaan tunai dan penerimaan yang diperhitungkan. Penerimaan tunai merupakan nilai dari hasil penjualan jagung manis. Nilai penjualan jagung manis yaitu perkalian dari jumlah produksi jagung manis per musim per hektar dikalikan dengan harga per satuan yang diterima oleh petani. Pendapatan lain dari usahatani jagung manis adalah penjualan baby corn. Penjualan baby corn ini masuk dalam komponen penerimaan tunai usahatani. Penerimaan yang diperhitungkan tidak dimasukkan dalam analisis pendapatan. Hal ini dikarenakan sangat jarang bahkan hampir tidak ada petani yang mengkonsumsi jagung manis hasil panennya sendiri. Kalaupun ada petani yang menggunakan jagung manis untuk konsumsi pribadi jumlahnya sangat kecil sekali. Seluruh hasil panen jagung manis milik petani langsung dijual baik melalui tengkulak maupun dijual sendiri. Penerimaan ditentukan oleh jumlah produksi yang dihasilkan dengan harga jual yang diterima oleh petani pada saat itu. Produksi rata-rata petani pada musim kemarau ternyata berbeda dengan produksi pada musim hujan. Pada musim kemarau produktivitas rata-rata jagung manis sebesar 8,04 ton/ha dan produktivitas rata-rata jagung semi sebesar 645,67 kg/ha. Sedangkan pada musim hujan rata-rata produktivitas jagung manis lebih tinggi daripada musim kemarau yaitu sebesar 8,30 ton/ha dan rata-rata produktivitas jagung semi sebesar 629,44 kg/ha. Produktivitas jagung manis pada kedua musim masih dibawah produktivitas potensial jagung manis secara umum yaitu 12-14 ton/ha. Hal ini menunjukkan bahwa petani belum bisa mencapai produktivitas potensialnya yang diduga disebabkan karena adanya risiko produksi. Perbedaan jumlah produksi pada musim kemarau dan musim hujan tidak berbeda jauh. Akan tetapi produksi pada musim hujan masih lebih tinggi daripada musim kemarau. Hal ini berarti pada musim kemarau risiko produksi lebih besar. Adanya risiko pada musim kemarau ini disebabkan oleh tanaman yang kekurangan air yang dapat mengakibatkan tanaman mati kekeringan. Perawatan yang dilakukan petani tidak dilakukan secara baik karena petani tidak melakukan penyiranam pada musim kemarau sehingga tanaman mengalami kekeringan. Pada musim hujan petani juga tidak terlepas dari adanya risiko yang dikarenakan gulma, hama dan penyakit. Populasi gulma, hama dan penyakit meningkat pada
112
musim hujan terutama untuk hama belalang dan ulat serta penyakit bulai. Jadi, pada musim kemarau petani dihadapkan pada sumber risiko kekeringan sedangkan pada musim hujan petani di hadapkan pada sumber risiko gulma, hama dan penyakit. Hal ini yang menyebabkan produksi pada kedua musim tidak berbeda jauh. Harga rata-rata yang diterima petani juga berbeda. Pada musim hujan harga rata-rata jagung manis Rp 1.625/kg dan harga jagung semi rata-rata Rp 1.228,57/kg, sedangkan pada musim kemarau harga rata-rata jagung manis Rp 1.550,00/kg dan jagung semi Rp 1.815,38/kg. Harga rata-rata jagung manis pada musim hujan lebih tinggi daripada musim kemarau. Perbedaan harga ini dikarenakan sistem pemasaran yang dilakukan petani berbeda. Sistem pemasaran yang dilakukan petani dibagi menjadi dua yaitu menjual langsung ke pasar dan menjual ke tengkulak. Petani yang menjual langsung ke pasar dengan ke tengkulak sudah pasti harga yang diterima petani akan berbeda. Petani yang menjual jagung manis pada tengkulak juga mengalami variasi harga. Hal ini dikarenakan petani menjual jagung manis pada tengkulak yang berbeda-beda dan pada waktu yang berbeda juga sehingga harga yang diterima petani juga akan berbeda. Menurut petani harga jagung manis berfluktuatif tergantung dengan permintaan dan penawaran pasar. Harga terendah yang pernah diterima petani adalah Rp 500,00/kg sedangkan harga tertinggi yang pernah diterima petani adalah Rp 3.500,00/kg. Perbedaan harga dan perbedaan produksi menyebabkan perbedaan pada rata-rata penerimaan jagung manis. Rata-rata penerimaan tunai jagung manis pada musim hujan lebih besar daripada musim kemarau. Selisih penerimaan tunai antara musim hujan dengan musim kemarau mencapai Rp 917.614,01. Produksi dan harga jual jagung manis pada musim kemarau lebih rendah daripada musim hujan sehingga penerimaan pada musim hujan lebih tinggi daripada musim kemarau. Hasil total rata-rata penerimaan usahatani jagung manis dapat dilihat pada Tabel 21.
113
Tabel 21. Rata-Rata Penerimaan Usahatani Jagung Manis Petani Responden per Hektar pada Musim Hujan dan Musim Kemarau di Desa Gunung Malang pada Musim Tanam Tahun 2011-2012 Musim Kemarau Komponen Penerimaan Penerimaan Tunai Jagung Manis Penerimaan Tunai Jagung Semi Total Penerimaan
Musim Hujan
Fisik
Harga
Penerimaan
Fisik
Harga
Penerimaan
(Kg)
(Rp/kg)
(Rp)
(Kg)
(Rp/kg)
(Rp)
8.040,51
1.550,00
13.103.073,22
8.298,65
1.625,00
14.020.687,23
645,67
1.815,38
1.057.564,10
629,44
1.228,57
784.415,58
14.160.637,32
14.805.102,81
7.2 Pengeluaran Usahatani Jagung Manis Pengeluaran usahatani jagung manis terbagi menjadi dua bagian yaitu pengeluaran tunai dan pengeluaran yang diperhitungkan. Pengeluaran tunai terdiri dari biaya yang dikeluarkan secara tunai untuk membeli input produksi seperti biaya pembelian benih, pupuk kimia (urea, phonska, dan TSP), pupuk kandang, pestisida cair, furadan, biaya transportasi, upah tenaga kerja di luar keluarga, pajak lahan dan sewa lahan. Sedangkan pengeluaran yang diperhitungkan terdiri dari biaya yang tidak secara tunai dikeluarkan oleh petani seperti biaya penyusutan peralatan, upah tenaga kerja dalam keluarga dan biaya sewa lahan yang diperhitungkan. Adapun besarnya rata-rata pengeluaran usahatani jagung manis dapat dilihat pada Tabel 22. Biaya pengeluaran tunai mengambil proporsi terbesar terhadap total biaya yaitu 80,12 persen pada musim kemarau dan 85,41 persen pada musim hujan. Rata-rata pengeluaran biaya tunai pada musim hujan lebih besar daripada musim kemarau. Hal ini dikarenakan pengaruh jumlah penggunaan input dan harga input tersebut. Biaya pengeluaran tunai terbesar yang harus ditanggung oleh petani adalah biaya upah tenaga kerja. Penelitian Putra (2011), Setiyanto (2008) dan Suroso (2006) juga menunjukkan bahwa pengeluaran terbesar dari total biaya tunai usahatani jagung adalah biaya tenaga kerja di luar keluarga. Menurut Setiyanto (2008) hal ini disebabkan oleh keluarga petani yang tidak ikut membantu dalam usahatani jagung sehingga untuk memenuhi kekurangan tenaga
114
kerja petani menyewa tenaga kerja dari luar keluarga. Usahatani jagung manis di Desa Gunung Malang masih menerapkan sistem padat karya sehingga banyak menggunakan tenaga kerja manusia. Selain itu, beberapa kegiatan seperti pengolahan lahan membutuhkan lebih banyak tenaga kerja dan tidak mungkin dipenuhi dari tenaga kerja dalam keluarga karena jumlah anggota keluarga yang terbatas. Tabel 22. Rata-Rata Pengeluaran Usahatani Jagung Manis Petani Responden per Hektar pada Musim Hujan dan Musim Kemarau di Desa Gunung Malang pada Musim Tanam Tahun 2011-2012 Musim Kemarau No
Pengeluaran
A
Biaya Tunai
1
Pembelian Benih
2
Pupuk Kimia
Satuan
Kg/ha
Musim Hujan
Fisik
Pengeluaran
Fisik
Pengeluaran
(Satuan)
(Rp)
(Satuan)
(Rp)
7,63
563.106,73
7,19
732.140,15
0,00
Urea
Kg/ha
453,44
910.602,34
373,68
716.456,78
Phonska
Kg/ha
237,36
614.201,91
201,06
509.162,03
TSP
Kg/ha
216,77
509.569,84
216,75
514.761,90
3
Pupuk Kandang
Kg/ha
3.044,97
638.733,63
4.067,49
861.420,45
4
Pestisida Cair
ml/ha
1.429,17
374.500,00
1.040,51
253.250,36
5
Furadan
Kg/ha
14,55
175.511,28
16,88
197.286,33
6
Biaya Transportasi
Rp
7
TKLK
HOK/ha
8
Pajak Lahan
Rp
91.666,67
91.666,67
9
Sewa Lahan
Rp
1.543.000,00
1.543.000,00
11.757.970,57
11.453.041,12
860.008,77 134,25
Total Biaya Tunai B
Biaya Diperhitungkan
1
Penyusutan
Rp
2
TKDK
HOK/ha
3
Sewa Lahan Total Biaya Diperhitungkan
Rp
Total Biaya
5.477.069,42
884.940,48 135,97
23.607,14 54,44
2.097.256,94
5.148.955,97
23.607,14 40,48
1.135.937,50
796.387,10
796.387,10
2.917.251,18
1.955.931,74
14.675.221,76
13.408.972,86
Pengeluaran rata-rata untuk upah tenaga kerja di luar keluarga pada musim kemarau sebesar 37,32 persen terhadap total biaya sedangkan pada musim hujan sebesar 38,40 persen terhadap biaya total. Pada musim hujan pengeluaran untuk 115
upah tenaga kerja lebih besar, hal ini diduga dikarenakan penggunaan tenaga kerja untuk pembumbunan lebih banyak. Pada musim hujan, kegiatan pembumbunan tidak hanya dilakukan untuk meninggikan bedengan dan menyiangi gulma tetapi juga digunanakan untuk memperbaiki drainase lahan. Hal ini menyebabkan beban pekerjaan tenaga kerja menjadi bertambah berakibat pada penggunaan tenaga kerja semakin banyak atau jumlah hari kerjanya yang bertambah. Selain biaya untuk upah tenaga kerja, biaya pembelian pupuk kimia juga mengambil proporsi yang terbesar kedua terhadap total biaya. Pengeluaran untuk pembelian pupuk kimia pada musim kemarau lebih besar daripada musim hujan. Pengeluaran pembelian pupuk kimia pada musim kemarau mencapai 13,86 persen terhadap total biaya dan pada musim hujan mencapai 12,98 persen. Perbedaan penggunaan pupuk kimia ini dikarenakan pada musim kemarau ketersediaan air berkurang sehingga
petani ingin
meningkatkan hasil
produksi
dengan
menggunakan pupuk yang lebih banyak. Biaya yang diperhitungkan terdiri dari biaya penyusutan, upah tenaga kerja dalam keluarga dan sewa lahan yang diperhitungkan. Biaya penyusutan merupakan biaya penyusutan peralatan usahatani yang digunakan oleh rata-rata seluruh petani responden. Biaya penyusutan pada kedua musim adalah sama karena setiap petani hampir rata-rata memiliki peralatan usahatani yang sama. Biaya penyusutan dihitung dengan menggunakan metode garis lurus dengan asumsi nilai sisanya tidak ada. Biaya upah tenaga kerja dalam keluarga merupakan biaya yang diperhitungkan karena secara tunai petani tidak mengeluarkan biaya untuk upah tenaga kerja dalam keluarga. Akan tetapi biaya upah tenaga kerja dalam keluarga ini patut diperhitungkan karena tenaga kerja dalam keluarga juga berhak atas imbalan dari hasil kerja mereka. Biaya sewa yang diperhitungkan merupakan opportunity cost yang bisa diterima petani apabila lahan milik petani tersebut disewakan. Presentase pengeluaran terbesar atas biaya yang tidak diperhitungkan terhadap total biaya adalah pengeluaran terhadap upah tenaga kerja dalam keluarga. Pada musim kemarau, besarnya pengeluaran untuk upah tenaga kerja dalam keluarga mencapai 14,29 persen dan pada musim hujan mencapai 8,47 persen. Penelitian Putra (2011) dan Setiyanto (2008) juga menunjukkan bahwa
116
pengeluaran terbesar dari biaya tidak tunai petani adalah biaya tenaga kerja keluarga. Biaya sewa yang diperhitungkan diperoleh dari rata-rata biaya sewa lahan yang berlaku di Desa Gunung Malang. Rata-rata biaya sewa lahan per tahun di Desa Gunung malang yaitu Rp 7.250.000,00/ha dengan nilai sewa rata-rata per periode tanam Rp 1.543.000,00/ha. Dari nilai sewa per periode tanam tersebut diperoleh nilai sewa yang diperhitungkan sebesar Rp 796.387,09/ha. Total rata-rata pengeluaran usahatani pada musim kemarau ternyata lebih besar daripada total rata-rata pengeluaran usahatani pada musim hujan. Selisih total rata-rata pengeluaran pada musim kemarau dengan musim hujan mencapai Rp 1.266.248,90. Pengeluaran untuk pupuk kimia dan biaya tenaga kerja dalam keluarga yang diperhitungkan pada kedua musim menjadi penyebab dalam perbedaan total rata-rata pengeluaran tersebut. Pada musim kemarau, penggunaan pupuk kimia lebih besar daripada musim hujan. Hal ini dikarenakan pada musim kemarau ketersediaan air berkurang sehingga petani ingin meningkatkan hasil produksi dengan menggunakan pupuk yang lebih banyak. Penggunaan pupuk yang lebih banyak menyebabkan pengeluaran tunai untuk pembelian pupuk kimia juga lebih besar. Selain itu pada musim kemarau, petani responden menggunakan tenaga kerja dalam keluarga lebih besar daripada musim hujan sehingga pengeluaran untuk tenaga kerja dalam keluarga lebih besar pada musim kemarau. 7.3 Pendapatan Usahatani Jagung Manis Pendapatan usahatani merupakan selisih antara penerimaan dengan pengeluaran usahatani. Pendapatan usahatani terdiri dari pendapatan atas biaya tunai dan pendapatan atas biaya total. Pendapatan usahatani jagung manis atas biaya tunai maupun biaya total usahatani jagung manis pada musim hujan lebih besar daripada musim kemarau (Tabel 23). Penelitian Pratiwi (2011) tentang pendapatan usahatani caisin juga menunjukkan hasil yang sama. Pendapatan usahatani caisin atas biaya tunai maupun biaya total pada musim hujan lebih besar daripada musim kemarau. Hal ini dipengaruhi oleh kondisi cuaca yang panas dan kering sehingga menyebabkan tanaman caisin mengalami kekeringan dan tingginya tingkat serangan hama dan penyakit (Pratiwi 2011). Perbedaan pendapatan pada musim kemarau dengan musim hujan mengindikasikan adanya pengaruh risiko produksi terhadap pendapatan. Faktor
117
risiko berpengaruh terhadap hasil produksi jagung manis dan berpengaruh pula terhadap alokasi input produksi. Pada musim kemarau tingkat risiko produksi lebih besar daripada musim hujan. Hal ini bisa terjadi karena pada musim kemarau tanaman rentan terkena kekeringan sehingga bisa menyebabkan tanaman mati. Sementara itu kondisi kemarau ini tidak diimbangi dengan perawatan yang baik oleh petani. Petani tidak melakukan kegiatan penyiraman pada tanaman jagung manis sehingga tanaman sangat rentan terkena cekaman kekeringan. Tabel 23. Analsis Rata-Rata Pendapatan Usahatani Jagung Manis Petani Responden per Hektar pada Musim Hujan dan Musim Kemarau di Desa Gunung Malang pada Musim Tanam Tahun 2011-2012 No
Komponen
A B C D E F G H
Penerimaan Tunai Penerimaan yang Diperhitungkan Total Penerimaan (A+B) Pengeluaran Tunai Pengeluaran yang Diperhitungkan Total Pengeluaran (D+E) Pendapatan atas Biaya Tunai Pendapatan atas Biaya Total R/C atas Biaya Tunai R/C atas Biaya Total
Musim Kemarau (Rp) 14.160.637,32 0,00 14.160.637,32 11.757.970,57 2.917.251,18 14.675.221,76 2.402.666,75 -514.584,44 1,20 0,96
Musim Hujan (Rp) 14.805.102,81 0,00 14.805.102,81 11.453.041,12 1.955.931,74 13.408.972,86 3.352.061,69 1.396.129,95 1,29 1,10
Usahatani jagung manis lebih menguntungkan untuk diusahakan pada musim hujan daripada musim kemarau. Petani yang melakukan usahatani jagung manis pada musim kemarau mengalami kerugian yang ditunjukkan dengan penerimaan atas biaya total pada musim kemarau menunjukkan angka yang negatif. Hal ini dikarenakan pengeluaran untuk biaya tunai maupun biaya diperhitungkan pada musim kemarau lebih besar daripada musim hujan. Dilihat dari pengeluaran tunai, pengeluaran tunai pada kedua musim tidak berbeda signifikan. Akan tetapi pengeluaran diperhitungkan pada kedua musim sangat berbeda jauh. Biaya yang diperhitungkan pada musim kemarau lebih besar daripada musim hujan. Selisih biaya yang diperhitungkan pada musim kemarau mencapai Rp 961.319,44 lebih besar daripada musim hujan. Hal ini dikarenakan penggunaan tenaga kerja dalam keluarga pada musim kemarau lebih besar. Meskipun usahatani jagung manis yang dilakukan oleh petani pada musim 118
kemarau dikatakan merugi, tetapi usahatani jagung manis masih bisa dilaksanakan untuk penanaman musim tanam selanjutnya. Hal ini dikarenakan biaya tunai yang dikeluarkan untuk sarana produksi masih bisa dipenuhi oleh penerimaan tunai usahatani. Nilai R/C atas biaya tunai pada musim kemarau sebesar 1,20 dan atas biaya total sebesar 0,96. Artinya, setiap Rp 1.000 biaya (biaya tunai atau biaya total) yang dikeluarkan, pendapatan tunai yang akan diterima petani sebesar Rp 1.200 dan pendapatan total yang diterima petani sebesar Rp 960. Nilai R/C atas biaya tunai pada musim hujan sebesar 1,29 dan atas biaya total sebesar 1,10. Artinya, setiap Rp 1.000 biaya (biaya tunai atau biaya total) yang dikeluarkan, pendapatan tunai yang akan diterima petani sebesar Rp 1.290 dan pendapatan total yang diterima petani sebesar Rp 1.100. Nilai R/C pada musim hujan menunjukkan nilai yang lebih dari satu terhadap biaya tunai maupun biaya total. Sedangkan pada musim kemarau, nilai R/C bernilai lebih dari satu hanya terdapat pada R/C atas biaya tunai. Nilai R/C terbesar diperoleh pada musim hujan baik untuk R/C atas biaya tunai maupun atas biaya total. Hal ini menunjukkan bahwa petani yang mengusahakan jagung manis pada musim hujan lebih efisien dibandingkan pada musim kemarau. Dari hasil analisis pendapatan usahatani atas biaya tunai maupun total diperoleh hasil bahwa pendapatan usahatani untuk musim hujan dan musim kemarau berbeda. Namun, setelah dilakukan uji beda antar responden terhadap pendapatan pada kedua musim tersebut dengan menggunakan uji-T diperoleh hasil bahwa pendapatan pada kedua musim tidak berbeda nyata pada taraf nyata 5 persen baik untuk pendapatan atas biaya tunai maupun atas biaya total. Uji beda pendapatan dengan Uji-T menunjukkan rata-rata pendapatan atas biaya tunai pada musim kemarau sebesar Rp 2.557.015,06 dan pada musim hujan Rp 3.469.973,62. Rata-rata pendapatan atas biaya total pada musim kemarau sebesar Rp 59.215,26 dan pada musim hujan Rp 2.082.010,63. Akan tetapi pendapatan usahatani tersebut tidak berbeda signifikan karena nilai t-hitung pada pendapatan atas biaya tunai (-0,282) dan nilai t-hitung pendapatan total (-0,587) lebih kecil daripada t-tabel (1,960). Sehingga dapat dikatakan rata-rata pendapatan usahatani baik pendapatan tunai maupun pendapatan total pada musim hujan tidak
119
berbeda signifikan terhadap rata-rata pendapatan pada musim kemarau. Pendapatan yang tidak berbeda signifikan ini menunjukkan bahwa pada kedua musim petani sama-sama menghadapi tingkat risiko produksi yang sama sehingga perbedaan produksi dan pendapatan usahatani jagung manis tidak berbeda signifikan. Meskipun rata-rata pendapatan pada kedua musim tidak berbeda nyata, rata-rata pendapatan usahatani menunjukkan angka positif dan lebih dari nol artinya pada kedua musim petani sama-sama memperoleh kentungan tetapi tidak berbeda signifikan. Hasil uji beda dengan menggunakan uji-T dapat dilihat pada Lampiran 7 dan 8. Kegiatan usahatani jagung manis di Desa Gunung Malang dihadapkan pada kondisi adanya risiko produksi dan pengaruh harga input maupun output yang berakibat pada rendahnya pendapatan yang diterima petani dari kegiatan budidaya jagung manis tersebut. Petani mengalami kerugian ketika melakukan usahatani jagung manis pada musim kemarau. Pada musim hujan petani masih memperoleh keuntungan akan tetapi keuntungan yang diperoleh tidak cukup besar karena nilai R/C pada musim hujan menunjukkan angka yang masih mendekati satu. Dari hasil uji beda juga menunjukkan pada musim hujan maupun musim kemarau petani sama-sama memiliki peluang kehilangan produksi karena adanya sumber risiko sehingga rata-rata pendapatan pada kedua musim tidak berbeda signifikan. Selain adanya pengaruh risiko terhadap produksi jagung manis, petani juga dihadapkan pada pengaruh harga baik harga input maupun harga output. Harga input berpengaruh terhadap alokasi penggunaan input produksi. Keterbatasan modal yang dimiliki petani menyebabkan penggunaan input tidak optimal sehingga berpengaruh terhadap hasil produksi. Harga output berpengaruh terhadap penerimaan tunai petani. Harga output berubah-ubah sesuai dengan kondisi pasar yang dipengaruhi oleh permintaan dan penawaran. Pengaruh risiko produksi dan variasi harga input maupun output dapat merugikan petani karena terkait dengan produksi yang akan dihasilkan dan pendapatan usahatani yang akan diterima. Untuk mengatasi hal tersebut petani dapat melakukan kegiatan diversifikasi usahatani. Kondisi dilapang menunjukkan bahwa, petani jagung manis di Desa Gunung Malang sudah melakukan kegiatan diversifikasi usahatani dengan cara menanam jagung manis secara polikultur
120
melalui sistem tumpang sari, tumpang gilir atau mengusahakan beberapa komoditas pertanian pada lahan yang dimilikinya. Petani jagung manis di Desa Gunung Malang sebagian besar melakukan budidaya tanaman jagung manis secara tumpang sari atau tumpang gilir dengan ubi jalar. Tanaman ubi jalar merupakan tanaman yang sesuai dengan tanaman jagung manis karena tanaman ubi jalar tidak mengganggu pertumbuhan jagung manis begitu pula sebaliknya. Menurut petani, mengusahakan jagung manis secara tumpangsari maupun tumpang gilir dengan ubi jalar menghemat biaya perawatan, mendapat hasil yang berlipat, mengantisipasi gagal panen dan harga jatuh pada salah satu tanaman, dan untuk pemanfaatan lahan yang maksimal. Menurut petani, biaya untuk budidaya jagung manis lebih besar daripada ubi jalar sehingga jika harga jagung manis rendah, kerugian dapat ditutupi dari hasil penjualan ubi jalar. Selain melakukan pola tanam polikultur, Petani di Desa Gunung Malang juga melakukan kegiatan rotasi tanam. Rotasi tanaman dilakukan oleh petani untuk menjaga kesuburan lahan dan mencegah timbulnya penyakit yang dibawa oleh tanaman. Rotasi tanaman dilakukan dengan menggilir jenis tanaman yang ditanam. Petani menghindari menanam jenis tanaman yang sama pada dua atau lebih musim tanam. Hal ini dapat menghindarkan tanaman terkena penyakit yang terbawa oleh tanaman sebelumnya. Kegiatan diversifikasi mampu mengurangi peluang terjadinya risiko produksi dan risiko harga. Ketika produksi jagung manis menurun dan harga jualnya juga menurun maka dengan melakukan usaha diversifikasi usahatani kerugian dari penurunan produksi dan harga tersebut dapat tertutupi dari kegiatan usahatani lainnya sehingga petani tidak mengalami kerugian seluruhnya. Usahatani secara tumpangsari dan tumpang gilir juga bisa meningkatkan efisiensi biaya karena beberapa kegiatan budidaya dapat dilakukan secara bersama sehingga dapat menghemat biaya pengeluaran. Kegiatan rotasi tanam juga dapat menghindarkan tanaman dari siklus serangan hama dan penyakit dan menjaga kesuburan lahan. Oleh karena itu langkah yang telah diambil petani untuk melakukan kegiatan diversifikasi usahatani dan rotasi tanam merupakan langkah yang tepat dan harus dipertahankan oleh petani untuk mengantisipasi terjadinya risiko produksi dan risiko harga.
121
VIII KESIMPULAN DAN SARAN 8.1 Kesimpulan Risiko produksi jagung manis secara nyata dipengaruhi oleh penggunaan faktor produksi pupuk phonska, furadan, pupuk TSP dan tenaga kerja. Peningkatan penggunaan faktor produksi pupuk phonska dan furadan secara nyata dapat meningkatkan risiko produksi (Risk Inducing Factor). Di lain sisi, peningkatan penggunaan pupuk TSP dan tenaga kerja secara nyata dapat menurunkan risiko produksi (Risk Reducing Factor). Faktor produksi benih, pupuk kandang, dan pestisida cair dapat menurunkan risiko produksi tetapi tidak berpengaruh nyata. Pupuk urea dapat meningkatkan risiko produksi tetapi pengaruhnya tidak nyata. Sementara itu, penggunaan benih varietas hawai memiliki risiko produksi yang lebih kecil daripada penggunaan benih non hawai akan tetapi pengaruhnya tidak nyata. Musim tidak berpengaruh nyata terhadap risiko produksi hal ini dikarenakan pada musim hujan dan musim kemarau tingkat terjadinya risiko produksi sama besarnya. Pendapatan usahatani jagung manis pada musim hujan lebih tinggi daripada pendapatan usahatani pada musim kemarau. Pengaruh sumber risiko musim menyebabkan perbedaan pendapatan tersebut. Pada musim kemarau tanaman jagung manis rawan terkena kekeringan sehingga dapat menurunkan produksi. Pendapatan usahatani jagung manis atas biaya tunai pada musim kemarau sebesar Rp 2.402.666,75, sedangkan pada musim hujan mencapai Rp 3.352.061,69. Pendapatan usahatani jagung manis atas biaya total pada musim kemarau sebesar Rp -514.584,44, sedangkan pada musim hujan sebesar Rp 1.396.129,95. Akan tetapi dengan menggunakan uji-T diperoleh hasil bahwa pendapatan usahatani pada kedua musim tidak berbeda nyata. Usahatani jagung manis pada musim hujan lebih efisien daripada musim kemarau karena nilai R/C atas biaya tunai maupun biaya total lebih besar dari satu. 8.2 Saran 1. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa peningkatan penggunaan pupuk kandang dapat menurunkan produksi. Pupuk kandang diberikan oleh petani pada tiga hari sebelum tanam. Hal ini dapat berakibat pada gagalnya
122
perkecambahan benih karena proses fermentasi pada pupuk masih berlangsung sehingga menimbulkan panas. Untuk mengatasi hal ini sebaiknya petani memberikan pupuk kandang ini pada saat pengolahan lahan atau 7-15 hari sebelum tanam supaya pada saat penanaman sudah tidak terjadi proses fermentasi pupuk kandang sehingga tidak menimbulkan panas. 2. Penggunaan faktor produksi pupuk phonska, pupuk TSP, dan furadan secara nyata berpengaruh terhadap risiko produksi. Tanaman jagung manis peka terhadap pemupukan dengan pupuk phonska karena peningkatan penggunaan pupuk phonska dapat meningkatkan produksi dan meningkatkan risiko produksi. Oleh karena itu petani harus berhati-hati dalam memberikan pupuk phonska pada tanaman jagung manis. Sementara itu penggunaan pupuk TSP masih bisa ditambah untuk mencapai kestabilan produksi sehingga dapat mengurangi risiko produksi. Peningkatan penggunaan furadan dapat menurunkan produksi dan meningkatkan risiko. Penggunaan furadan seharusnya dikurangi karena penggunaannya sudah berlebih. 3. Penggunaan input yang berlebih pada musim kemarau sebaiknya dapat dikurangi
penggunaannya.
Penggunaan
input
yang
berlebih
dapat
mengakibatkan penurunan produksi dan penurunan pendapatan usahatani. Pengurangan penggunaan faktor produksi yang berlebih seperti penggunaan pupuk urea, pestisida cair, furadan dan tenaga kerja dapat menurunkan biaya pengeluaran usahatani sehingga pendapatan usahatani dapat meningkat. Petani seharusnya melakukan perawatan yang lebih intensif yaitu pengairan tanaman pada musim kemarau. Perawatan yang lebih intensif terhadap tanaman mampu menghindarkan tanaman dari kemungkinan adanya risiko yang dapat menurunkan jumlah produksi dan pendapatan usahatani. 4. Petani dihadapkan pada kondisi risiko produksi dan risiko harga. Untuk mengatasi hal tersebut maka kegiatan diversifikasi dan rotasi tanam yang telah dilakukan oleh petani harus tetap dipertahankan untuk mengurangi dampak risiko.
123
DAFTAR PUSTAKA Agung IGAMS. 2009. Adaptasi berbagai varietas jagung dengan densitas berbeda pada akhir musim hujan di Jimbaran Kabupaten Badung. Jurnal Bumi Lestari 9(2): 201-210. Ali F. 2005. Analisis Tingkat Pendapatan dan Kepuasan Petani Terhadap Pelaksanaan Kemitraan Jagung Manis di Kecamatan Jampang Tengah, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Anonim. 1992. Sweet Corn-Baby Corn. Jakarta: Panebar Swadaya. Aqil M, Firmansyah IU, Suarni. 2008. Inovasi teknologi prapanen menunjang peningkatan produktivitas jagung. Di dalam Inovasi Teknologi Tanaman Pangan, Buku 3: Penelitian dan Pengembangan Palawija. Prosiding Simposium V Tanaman Pangan. Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Hlm 857-874. Ariani M. 2006. Diversivikasi konsumsi pangan di Indonesia: antara harapan dan kenyataan. Di dalam Diversifikasi Usahatani dan Konsumsi: Suatu Alternatif Peningkatan Kesejahteraan Rumah Tangga Petani. Bogor: Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. Asche F, Tveteras R. 1999. Modeling production risk with a two-step prosedure. Journal of Agricultural and Resource Economics 24(2):424-439. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2011. Perkembangan Beberapa Indikator Utama Sosial-Ekonomi Indonesia. Jakarta: BPS. . 2012. Laporan Bulanan Data Sosial Ekonomi. Jakarta: BPS. [BPS] Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor. 2011. Kecamatan Tenjolaya dalam Angka. Bogor: BPS Kabupaten Bogor. [BPS] Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Barat. 2012. Jawa Barat Dalam Angka 2012. Bandung: BPS Provinsi Jawa Barat. Darmawi H. 2006. Manajemen Risiko. Jakarta: Bumi Aksara. [Deptan] Departemen Pertanian. 2005. Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Jagung. Jakarta: Departemen Pertanian. Desa Gunung Malang. 2010. Data Profil Desa dan Kelurahan. Bogor: Desa Gunung Malang.
124
Dinas Pertanian Kabupaten Bogor. 2010. Monografi Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor Tahun 2010. Bogor: Dinas Pertanian Kabupaten Bogor. Dinas Pertanian Kabupaten Bogor. 2011. Monografi Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor Tahun 2011. Bogor: Dinas Pertanian Kabupaten Bogor. Ellis F. 1993. Peasant Economics: Farm Households and Agrarian Development. 2nd ed. New York: Cambridge University. Fageria NK. 1942. The Use of Nutrients in Crop Plants. New York : CRC Press Fariyanti A, Kuntjoro, Hartoyo S, Daryanto A. 2007. Perilaku ekonomi rumah tangga petani sayur pada kondisi risiko produksi dan harga di Kecamatan Pengalengan Kabupaaten Bandung. Jurnal Agro Ekonomi 25 (2):178-206. Fitriani F. 2009. Hama dan penyakit jagung manis (Zea mays saccharata Sturt) di Desa Benteng, Cibanteng, dan Nagrog, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Fufa B, Hassan RM. 2003. Stochastic maize production technology and production risk analysis in Dadar District, East Ethiopia. Journal of Agricultural Economics 42(2):116-128. Gujarati DN. 2007. Dasar-Dasar Ekonometrika. Jilid 2. Jakarta: Erlangga. Gujarati DN, Porter DC. 2010. Essentials of Econometrics. 4th ed. New York: McGraw-Hill. Hanafie R. 2010. Pengantar Ekonomi Pertanian. Yogyakarta: ANDI. Harwood J, Heifner R, Coble K, Perry J, Somwaru A. 1999. Managing Risk in Farming: Concepts, Research, and Analysis. U.S: Economic Research Service. Kountur R. 2006. Manajemen Risiko. Jakarta: Abdi Tandur. Kusmayadi. 2011. Budidaya jagung manis. http://www.deptan.go.id/bpsdm/bbppbinuang/index.php?option=com_content&task=view&id=104&Itemid=1 Diakses 19 Maret 2012. Ligeon C, Jolly C, Bencheva N, Delikostadinov S, Puppala N. 2008. Production risks in Bulgarian peanut production. Agricultural Economics Review 9(1):103-110. Lipsey RG, Courant PN, Purvis DD, Steiner PO. 1995. Pengantar Mikroekonomi. Ed ke-10, Jilid 1. Wasana J, Kibrandoko, penerjemah; Jakarta: Binarupa Aksara.
125
Made U. 2010. Respon Berbagai Populasi Tanaman Jagung Manis (Zea mays saccharata Sturt.) Terhadap Pemberian Pupuk Urea. Jurnal Agroland 17 (2) : 138-143. Nazir M. 2009. Metode Penelitian. Ghalia Indonesia. Nuraeni N. 2007. Pengaruh Pembalikan Batang dan Pemberian Furadan Terhadap Produksi Ubi Jalar (Ipomea batatas) [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Pratiwi MY. 2011. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Risiko Produksi Caisin (Brassica rapa cv. caisin) di Desa Citapen Kecamatan Ciawi Kabupaten Bogor [skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Puspitasari D. 2011. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Risiko Produksi Mentimun (Cucumis sativus L) di Desa Citapen Kecamatan Ciawi Kabupaten Bogor [skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Purwono, Hartono R. 2008. Bertanam Jagung Unggul. Jakarta: Penebar Swadaya. Purwoto A. 1993. Sikap petani terhadap risiko produksi padi dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Jurnal Agro Ekonomi 12 (2):1-23. Putra IWDD. 2011. Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan usahatani jagung manis di Desa Sukajadi Kecamatan Taman Sari Kabupaten Bogor [skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Robison LJ, Barry PJ. 1987. Th C mp t t v F m’s R sp York: Macmillan Publishing Company.
s t R sk. New
Rubatzky VE, Yamaguchi M. 1998. Sayuran Dunia 1. Bandung: ITB. Rusastra IW, Napitupulu TA, Manikmas MOA, Kasim F. 2007. Kinerja dan prospek agribisnis palawija: penetapan ketahanan pangan dan pengentasan kemiskinan. Di dalam Pengembangan Agribisnis Berbasis Palawija di Indonesia: Peranannya dalam Peningkatan Ketahanan Pangan dan Pengentasan Kemiskinan. Prosiding Seminar Nasional; Bogor, 13 Juli 2006. Bogor: UNESCAP-CAPSA. Hlm 9-20. Saefuddin A, Notodiputro KA, Alamudi A, Sadik K. 2009. Statistika Dasar. Jakarta: Gramedia.
126
Sari HP. 2012. Uji Daya Hasil 12 Hibrida Harapan Jagung Manis (Zea mays L. var. saccharata) di Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. arono, a’ud , sai C. 2001. Corn production in Indonesia. Di dalam Park KJ, editor. Corn Production in Asia. Taiwan: Food and Fertilizer Technology Center. Hlm 35-54. Setiyanto A. 2008. Analisis Efisiensi Produksi dan Pendapatan Usahatani Jagung (Studi Kasus di Desa Beketel, Kecamatan Kayen, Kabupaten Pati, Propinsi Jawa Tengah) [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Sirappa MP, Razak N. 2010. Peningkatan produktivitas jagung melalui pemberian pupuk N,P,K dan pupuk kandang pada lahan kering di Maluku. Prosiding Pekan Serealia Nasional. http://balitsereal.litbang.deptan.go.id/ind/images/stories/p36.pdf . [Diakses, 12 Oktober 2012]. Soekartawi. 2002a. Prinsip Dasar Ekonomi Pertanian: Teori dan Aplikasi. Jakarta: Raja Grafindo Persada. . 2002b. Analisis Usahatani. Jakarta: UI-Press. Soekartawi, Soeharjo A, Dillon JL, Hardaker JB. 2011. Ilmu Usahatani dan Penelitian untuk Pengembangan Petani Kecil. Jakarta: UI-Press. Solihat I. 2005. Pengaruh Dosis Pupuk Majemuk NPK (15-15-15) dan Jarak Tanam Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Jagung Manis (Zea mays saccharata Sturt.) [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Suratiyah K. 2009. Ilmu Usahatani. Jakarta: Penebar Swadaya Suroso. 2006. Analisis Pendapatan dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Usahatani Jagung (Kasus Desa Ukisari, Kecamatan Grabag, Kabupaten Purworejo, Propinsi Jawa Tengah) [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Sutedjo MM. 1987. Pupuk dan Cara Pemupukan. Jakarta: Rineka Cipta. zymanek M., Niedziółka I., Dobrzański B. jr, Rybczyñski R. 2006. SweetCorn, Harvest and Technology Physical Properties and Quality. Lublin: Bohdan Dobrzański Institute of Agrophysics of Polish Academy of Sciences. Vose David. 2008. Risk Analysis: A Quantitative guide. West Sussex: John Wiley.
127
Wakman W. 2008. Pengendalian organisme pengganggu tanaman jagung ramah lingkungan. Di dalam Inovasi Teknologi Tanaman Pangan, Buku 3: Penelitian dan Pengembangan Palawija. Prosiding Simposium V Tanaman Pangan. Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Hlm 837-842. Widiyanti. 2000. Analisis Produksi dan Efisiensi Ekonomi Relatif Usahatani Jagung Manis (Kasus di Desa Titisan, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Sukabumi, Propinsi Jawa Barat) [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Zubachtirodin, Margaretha SL, Pabbage MS. 2008. Pengelolaan tanaman jagung secara terpadu pada lahan sawah tadah hujan. Di dalam Inovasi Teknologi Tanaman Pangan, Buku 3: Penelitian dan Pengembangan Palawija. Prosiding Simposium V Tanaman Pangan. Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Hlm 779-792. Zuraida R. 2010. Usahatani padi dan jagung manis pada lahan tadah hujan untuk mendukung ketahanan pangan di Kalimantan Selatan (kasus di Kec. Landasan Ulin Kotamadya Banjar Baru). Prosiding Pekan Serealia Nasional. http://balitsereal.litbang.deptan.go.id/ind/images/stories/p77.pdf . [Diakses, 12 Oktober 2012].
128
LAMPIRAN
129
Lampiran 1. Realisasi Luas Lahan, Produksi, dan Produktivitas Jagung di 5 Kecamatan Penghasil Jagung Terbesar di Kabupaten Bogor Tahun 2011 No 1 2 3 4 5
Kecamatan Cariu Tenjolaya Sukajaya Ciomas Bojong Gede
Luas Panen (Ha) 90 89 82 67 38
Produksi (ton) 359 356 334 282 159
Produktivitas (ton/ha) 3,99 4,00 4,07 4,21 4,18
Sumber: Dinas Pertanian Kabupaten Bogor, 2011
Lampiran 2. Peta Wilayah Desa Gunung Malang, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor
Sumber : http://maps.google.co.id/maps?hl=id&tab=wl
130
Lampiran 3. Hasil Estimasi Fungsi Produksi pada Usahatani Jagung Manis di Desa Gunung Malang Periode Tanam tahun 2011-2012 Model Summaryb
Model
R
Std. Error of the
Square
Estimate
R Square .721a
1
Adjusted R
.520
.281
Durbin-Watson
.35087
1.715
a. Predictors: (Constant), D2, LnFURADAN, LnKANDANG, LnTK, LnPESTCAIR, D1, LnTSP, LnPHONSKA, LnBENIH, LnUREA b. Dependent Variable: LnPRDKTVTS ANOVAb Model 1
Sum of Squares
df
Mean Square
F
Regression
2.672
10
.267
Residual
2.462
20
.123
Total
5.135
30
Sig. .067a
2.171
a. Predictors: (Constant), D2, LnFURADAN, LnKANDANG, LnTK, LnPESTCAIR, D1, LnTSP, LnPHONSKA, LnBENIH, LnUREA b. Dependent Variable: LnPRDKTVTS
Coefficientsa
Model 1
Unstandardized
Standardized
Collinearity
Coefficients
Coefficients
Statistics
B
Std. Error
Beta
t
(Constant)
3.298
1.600
LnBENIH
.001
.263
-.423
.226
LnUREA
.201
.161
.370
LnPHONSKA
.033
.022
LnTSP
.044
LnPESTCAIR LnFURADAN
Sig. Tolerance
VIF
2.061 .053 .005 .996
.533
1.875
-.512 -1.868 .076
.319
3.135
1.242 .229
.271
3.694
.350
1.500 .149
.440
2.271
.016
.527
2.812 .011
.682
1.466
.012
.010
.228
1.254 .224
.727
1.376
-.056
.024
-.484 -2.352 .029
.566
1.765
.194
.150
.300
1.293 .211
.444
2.250
D1
-.158
.185
-.194
-.854 .403
.465
2.150
D2
-.303
.220
-.311 -1.375 .184
.468
2.138
LnKANDANG
LnTK
.001
131
Lampiran 4. Hasil Estimasi Fungsi Variance Produksi pada Usahatani Jagung Manis di Desa Gunung Malang Periode Tanam tahun 2011-2012 Model Summaryb
Model
R
Std. Error of the
Square
Estimate
R Square .726a
1
Adjusted R
.527
.291
Durbin-Watson
2.02550
2.342
a. Predictors: (Constant), D2, LnFURADAN, LnKANDANG, LnTK, LnPESTCAIR, D1, LnTSP, LnPHONSKA, LnBENIH, LnUREA b. Dependent Variable: LnVariance ANOVAb Model 1
Sum of Squares
df
Mean Square
Regression
91.578
10
9.158
Residual
82.053
20
4.103
173.632
30
Total
F
Sig. .061a
2.232
a. Predictors: (Constant), D2, LnFURADAN, LnKANDANG, LnTK, LnPESTCAIR, D1, LnTSP, LnPHONSKA, LnBENIH, LnUREA b. Dependent Variable: LnVariance Coefficientsa Unstandardized
Standardized
Collinearity
Coefficients
Coefficients
Statistics
Model
B
Std. Error
1
(Constant)
7.006
9.239
LnBENIH
-1.070
1.519
LnKANDANG
-.533
LnUREA
Beta
t
Sig.
Tolerance
VIF
.758
.457
-.148
-.704
.489
.533 1.875
1.306
-.111
-.408
.688
.319 3.135
1.095
.932
.347
1.174
.254
.271 3.694
.200
.127
.364
1.573
.131
.440 2.271
LnTSP
-.239
.091
-.490 -2.632
.016
.682 1.466
LnPESTCAIR
-.072
.056
-.234 -1.296
.210
.727 1.376
LnFURADAN
.254
.137
1.856
.078
.566 1.765
-1.798
.865
-.479 -2.078
.051
.444 2.250
D1
.108
1.067
.101
.921
.465 2.150
D2
-1.622
1.272
-.287 -1.275
.217
.468 2.138
LnPHONSKA
LnTK
.379
.023
132
Lampiran 5. Analisis Pendapatan Usahatani Jagung Manis pada Musim Kemarau di Desa Gunung Malang Periode Tanam tahun 2011-2012
No
1
Uraian
Satuan
Jumlah Fisik
Harga per Unit
Nilai
(Satuan)
(Rp/Satuan)
(Rp)
Terhadap Total Biaya
Penerimaan Jagung Manis
Kg/ha
8.040,51
1.550,00
13.103.073,22
Jagung Semi
Kg/ha
645,67
1.815,38
1.057.564,10 14.160.637,32
Total Penerimaan 2
Presentase
Pengeluaran
A
Biaya Tunai
a.
Pembelian Benih
b.
Pupuk Kimia
Kg/ha
7,63
74.285,71
563.106,73
3,84
Urea
Kg/ha
453,44
2.014,67
910.602,34
6,21
Phonska
Kg/ha
237,36
2.585,71
614.201,91
4,19
TSP
Kg/ha
216,77
2.338,46
509.569,84
3,47
c.
Pupuk Kandang
Kg/ha
3.044,97
212,63
638.733,63
4,35
d.
Pestisida Cair
ml/ha
1.429,17
281,25
374.500,00
2,55
e.
Furadan
Kg/ha
14,55
12.571,43
175.511,28
1,20
f.
Biaya Transportasi
Rp
860.008,77
5,86
g.
TKDLK
HOK
5.477.069,42
37,32
h.
Pajak Lahan
Rp
91.666,67
0,62
i.
Sewa Lahan
Rp
1.543.000,00
10,51
11.757.970,57
80,12
23.607,14
0,16
2.097.256,94
14,29
796.387,10
5,43
2.917.251,18
19,88
14.675.221,76
100,00
134,25
Total Biaya Tunai B
Biaya Diperhitungkan
a.
Penyusutan
Rp
b.
TKDK
HOK
c.
Sewa Lahan Total Biaya Diperhitungkan
Rp
Total Biaya 3 a. b.
Pendapatan Pendapatan atas biaya tunai Pendapatan atas biaya total
54,44
2.402.666,75 -514.584,44
R/C atas Biaya Tunai
1,20
R/C atas Biaya Total
0,96
133
Lampiran 6. Analisis Pendapatan Usahatani Jagung Manis pada Musim Hujan di Desa Gunung Malang Periode Tanam tahun 2011-2012
No
1
Uraian
Satuan
Jumlah Fisik
Harga per Unit
Nilai
(Satuan)
(Rp/Satuan)
(Rp)
Terhadap Total Biaya
Penerimaan Jagung Manis
Kg/ha
8.298,65
1.625,00
14.020.687,23
Jagung Semi
Kg/ha
629,44
1.228,57
784.415,58 14.805.102,81
Total Penerimaan 2
Presentase
Pengeluaran
A
Biaya Tunai
a.
Pembelian Benih
b.
Pupuk Kimia
Kg/ha
7,19
94.062,50
732.140,15
5,46
Urea
Kg/ha
373,68
1.966,25
716.456,78
5,34
Phonska
Kg/ha
201,06
2.581,43
509.162,03
3,80
TSP
Kg/ha
216,75
2.407,14
514.761,90
3,84
c.
Pupuk Kandang
Kg/ha
4.067,49
209,38
861.420,45
6,42
d.
Pestisida Cair
ml/ha
1.040,51
306,86
253.250,36
1,89
e.
Furadan
Kg/ha
16,88
11.857,14
197.286,33
1,47
f.
Biaya Transportasi
Rp
884.940,48
6,60
g.
TKDLK
HOK
5.148.955,97
38,40
h.
Pajak Lahan
Rp
91.666,67
0,68
i.
Sewa Lahan
Rp
1.543.000,00
11,51
11.453.041,12
85,41
23.607,14
0,18
1.135.937,50
8,47
796.387,10
5,94
1.955.931,74
14,59
13.408.972,86
100,00
135,97
Total Biaya Tunai B
Biaya Diperhitungkan
a.
Penyusutan
Rp
b.
TKDK
HOK
c.
Sewa Lahan Total Biaya Diperhitungkan
Rp
Total Biaya 3 a. b.
Pendapatan Pendapatan atas biaya tunai Pendapatan atas biaya total
40,48
3.352.061,69 1.396.129,95
R/C atas Biaya Tunai
1,29
R/C atas Biaya Total
1,10
134
Lampiran 7. Uji Beda Pendapatan Usahatani atas Biaya Tunai pada Usahatani Jagung Manis di Desa Gunung Malang Periode Tanam 20112012 Group Statistics Musim PendapatanTunai
N
Mean
Std. Deviation
Std. Error Mean
Kemarau
15
2.5570E6
8.38186E6
2.16419E6
Hujan
16
3.4700E6
9.60486E6
2.40122E6
Independent Samples Test Levene's Test for Equality of Variances
t-test for Equality of Means 95% Confidence Interval of the
F Pendapatan Equal variances assumed Tunai
Equal variances not assumed
Sig. .045
.833
t -.281
df
Sig. (2-
Mean
Std. Error
tailed)
Difference
Difference
Difference Lower
Upper
29
.781 -9.12959E5
3.24721E6
-7.55425E6
5.72833E6
-.282 28.862
.780 -9.12959E5
3.23258E6
-7.52569E6
5.69977E6
135 135
Lampiran 8. Uji Beda Pendapatan Usahatani atas Biaya Total pada Usahatani Jagung Manis di Desa Gunung Malang Periode Tanam 20112012 Group Statistics Musim PendapatanTotal
N
Mean
Std. Deviation
Std. Error Mean
Kemarau
15
59215.2600
9.39163E6
2.42491E6
Hujan
16
2.0820E6
9.80594E6
2.45149E6
Independent Samples Test Levene's Test for Equality of Variances
t-test for Equality of Means 95% Confidence Interval of the
F Pendapatan Equal variances assumed Total
Equal variances not assumed
Sig. .083
.776
t -.586
df
Sig. (2-
Mean
Std. Error
tailed)
Difference
Difference
Difference Lower
Upper
29
.563 -2.02280E6
3.45315E6
-9.08528E6
5.03969E6
-.587 28.984
.562 -2.02280E6
3.44818E6
-9.07529E6
5.02970E6
136 136