ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PEMBENIHAN LELE DUMBO DAN SANGKURIANG DI DESA BABAKAN, KECAMATAN CISEENG, BOGOR
PUTRI AMALIA
DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Pendapatan Usahatani Pembenihan Lele Dumbo Dan Sangkuriang Di Desa Babakan, Kecamatan Ciseeng, Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, April 2014 Putri Amalia NIM H34100066
ABSTRAK PUTRI AMALIA. Analisis Pendapatan Usahatani Pembenihan Lele Dumbo Dan Sangkuriang Di Desa Babakan, Kecamatan Ciseeng, Bogor. Dibimbing oleh RATNA WINANDI ASMARANTAKA. Perikanan adalah salah satu sektor yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat Indonesia. Hal ini dibuktikan dari nilai Gross Domestik Produk yang meningkat sebesar 21,55% per tahun dari 2004 sampai 2012. Perikanan dibagi menjadi dua katagori yaitu perikanan tangkap dan budidaya. Lele adalah salah satu komoditas unggulan pada perikanan budidaya. Babakan, adalah salah satu daerah penghasil benih lele di Bogor. Terdapat dua varietas yang dikembangkan di Babakan, Dumbo di UPR Jumbo Lestari dan Sangkuriang di Kubang Sejahtera. Perkembangan pembenihan yang mengawinkan turunan ke dua dan keenam lele dumbo menjadi lele sangkuriang diharapkan dapat menghasilkan produk yang lebih banyak. Alat analisis yang digunakan adalah R/C rasio dan chi-square. Hasilnya menunjukan rata – rata pendapatan usahatani per hektar untuk dumbo lebih besar dari pada nilai sangkuiang yaitu 1,40 untuk Dumbo dan sangkuriang hanya mencapai 1,16. Sementara itu, hasil analisis uji beda chi-square, nilai X2 hitung tunai sebesar 36,5323 dan untuk X2 hitung totalsebesar 35,0972 yang keduanya lebih besar dari X2 tabel sebesar 23,685. Kata Kunci : benih lele dumbo, benih lele sangkuriang, pendapatan, R/C rasio, ChiSquare ABSTRACT PUTRI AMALIA. Analysis of Revenue Dumbo’s Catfish Hatchery and Sangkuriang at Desa Babakan, Kecamatan Ciseeng, Bogor. Supervised by RATNA WINANDI ASMARANTAKA. Fishery is one of the sectors that can improve indonesian welfare. Evident from the value of Gross Domestic Product increased by 21.55% per year from 2004 until 2012. The fisheries sector is classified into two categories namely fisheries and aquaculture. Catfish is one of the prime comodities of aquaculture. Babakan, is one of the catfish seed production centers in Bogor. There are two varieties of seed that developed in Babakan, Dumbo in UPR Jumbo Lestari and Sangkuriang in Kubang Sejahtera. The development of hatchery technology that marries the second and sixth derivative of Dumbo’s catfish and expectation to be able to produce more products led to the emergence of new varieties namely sangkuriang. The analysis used R / C ratio and chi-square. The results showed that the average income per hectare dumbo are greater than sangkuriang with a value of the R / C ratio reached 1.40 for Dumbo and sangkuriang only at 1.16. Meanwhile, from the results of different test chi square analysis, X2 value calculated for the cash cost of 36,5325 and 35.0972 for a total cost greater than the X2 table at 23.685. Keyword : Dumbo’s catfish hatchery, Sangkuriang’s catfish hatchery, Income, R/C ratio dan Chi Square
ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PEMBENIHAN LELE DUMBO DAN SANGKURIANG DI DESA BABAKAN, KECAMATAN CISEENG, BOGOR
PUTRI AMALIA
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Agribisnis
DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Desember 2014 ini ialah pendapatan usahatani, dengan judul Analisis Pendapatan Usahatani Pembenihan Lele Dumbo dan Sangkuriang di Desa Babakan, Kecamatan Ciseeng, Bogor. Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr. Ir. Ratna Winandi Asmarantaka MS selaku Dosen Pembimbing Skripsi, Ibu Dr Ir Dwi Rachmina Msi selaku Dosen Pembimbing Akademik. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Saudari Revina yang telah bersedia menjadi pembahas pada seminar hasil penelitian ini. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Iwan selaku ketua Pokdakan UPR Jumbo Lestari dan Bapak Wahyudin selaku Ketua Pokdakan Kubang Sejahtera dan Bapak Wagino SE selaku Penyuluh Perikanan Kecamatan Ciseeng yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Ayah Abdul Rahman, Ibu Halimatussaadiah, Adik Afrita Maharani dan seluruh keluarga atas semua semangat dan dukungan doa yang tidak pernah berhenti. Terima kasih kepada Ricky Herdiyansyah yang selalu memberikan dukungan dan pertolongan di setiap waktu, menemani saya di waktu susah dan senang dan memberikan motivasi semangat. Terima kasih kepada teman – teman agribisnis 47 yang telah memberikan dukungan dan senyuman semangat. Terima kasih kepada teman – teman se-pembimbing yang telah memberikan semangatnya. Terima kasih kepada teman – teman fasttrack yang telah memberikan dukungan dan motivasi selama proses belajar di MSA 4. Terima kasih kepada kakak MSA 4 yang telah memberikan dukungan untuk segera menyelesaikan skripsi ini. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, April 2014 Putri Amalia
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Ruang Lingkup Penelitian TINJAUAN PUSTAKA Gambaran Umum Komoditas Lele Studi Empiris Mengenai Ikan Lele Studi Empiris Mengenai Usahatani Ikan Lele KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis Konsep Usahatani Konsep Penerimaan Usahatani Konsep Pengeluaran Usahatani Konsep Pendapatan Usahatani Imbangan Penerimaan dan Biaya Kerangka Pemikiran Operasional METODOLOGI PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Jenis dan Sumber Data Metode Pengumpulan Data Metode Pengolahan dan Analisis Data Analisis Pendapatan Ushatani Analisis Uji Beda Chi Square GAMBARAN UMUM DESA BABAKAN Wilayah, Topografi dan Demografi Desa Babakan Gambaran Umum Demografis Komposisi Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin Komposisi Penduduk Berdasarkan Struktur Usia Komposisi Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian Komposisi Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan Gambaran Umum Bisnis Pembenihan Lele Profil Kelompok UPR Jumbo Lestari
ix x x 1 1 5 6 6 7 7 7 8 8 10 10 10 13 13 13 15 15 18 18 18 18 19 19 20 22 22 23 23 23 23 24 25 25
Profil Kelompok Kubang Sejahtera Karakteristik Pembenih Lele Umur Pembenih Lele Tingkat Pendidikan Luas Lahan Pengalaman Pembenih Lele Padat Tebar Gambaran Umum Budidaya HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Usahatani Pembenihan Lele Dumbo dan Sangkuriang Analisis Penerimaan Pembenih Lele Dumbo dan Sangkuriang Pengeluaran Pembenihan Lele Dumbo dan Sangkuriang Biaya Tunai Biaya Non Tunai (diperhitungkan) Analisis Perbandingan Pendapatan Usahatani dan R/C rasio Pembenih Lele Dumbo dengan Pembenih Lele Sangkuriang Analisis Uji Beda Chi Square (X2) SIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
25 26 26 26 27 28 28 29 34 34 34 35 36 38 39 43 44 44 45 46 48
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23
Volume produksi perikanan Indonesia tahun 2008-2012 (ton) Produksi perikanan budidaya kolam Indonesia 2009 – 2011 (ton) Tujuh daerah penghasil ikan lele konsumsi terbesar di Indonesia tahun 2011 (ton) Perkembangan produksi ikan air tawar di Kabupaten Bogor tahun 2008 – 2012 Produksi perikanan unit pembenihan tahun 2010-2011 Luas produksi pengelolaan usaha pembudidaya ikan (Ha) Data jumlah pembudidaya ikan menurut skala usaha Contoh perhitungan pendapatan usaha Komposisi peruntukan luas wilayah Desa Babakan Kecamatan Ciseeng, Kabupaten Bogor Jumlah penduduk berdasarkan usia Komposisi penduduk berdasarkan mata pencaharian pokok Komposisi penduduk menurut tingkat pendidikan di Desa Babakan Kecamatan Ciseeng Kabupaten Bogor Jumlah pembenih responden berdasarkan kriteria usia di Desa Babakan Presentase tingkat pendidikan responden petani Lele Dumbo di UPR Jumbo Lestari dan Sangkuriang di Kubang Sejahtera Jumlah pembenih lele berdasarkan kriteria luasan rata – rata pembenihan lele yang dimiliki tahun 2013 Jumlah pembenih responden berdasarkan kriteria pengalaman berusahatani benih Dumbo dan Sangkuriang Jumlah pembenih lele berdasarkan padat tebar Hasil panen dan penerimaan tunai pada usahatani pembenihan lele Dumbo dan Sangkuriang per hektar Total biaya usahatani pembenihan lele Dumbo dan Sangkuriang per hektar Komponen biaya tunai usahatani pembenihan lele Dumbo dan Sangkuriang Biaya non tunai usahatani pembenihan lele Dumbo dan Sangkuriang Perbandingan R/C rasio pembenihan lele Dumbo dan Sangkuriang Hasil uji beda chi square terhadap nilai R/C rasio usahatani pembenihan lele Dumbo dan Sangkuriang
1 2 2 3 3 4 5 20 22 23 24 24 26 27 27 28 29 35 35 36 39 41 44
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Rencana tata waktu penelitian Penerimaan penjualan Biaya rata- rata pembenih lele Biaya tenaga kerja Biaya penyusutan Karakteristik responden berdasarkan umur, luas lahan, tingkat pendidikan, pengalaman dan padat tebar R/C tunai dan total per responden Tingkat mortalitas pembenihan lele Dumbo dan Sangkuriang Panduan wawancara penelitian di pokdakan pembenihan lele
48 49 51 52 53 54 55 56 57
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia memiliki potensi perikanan yang sangat besar untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya yang terbukti dari tingkat Produk Domestik Bruto (PDB) di sektor perikanan yang meningkat tiap tahunnya dengan pertumbuhan rata – rata sebesar 21.55% dari tahun 2004 sampai tahun 2012 (Kementrian Kelautan dan Perikanan, 2013). Sektor perikanan Indonesia dikelompokan kedalam dua kategori yaitu perikanan tangkap dan budidaya. Perikanan budidaya memiliki risiko yang lebih rendah dibandingkan perikanan tangkap. Tabel 1 Volume produksi perikanan Indonesia tahun 2008-2012 (ton) Rincian
Tahun
2008 2009 2010 Penangkapan 5.003.115 5.107.071 5.384.418 a. Perikanan 4.701.933 4.812.235 5.039.446 Laut b. Perikanan 301.182 295.736 344.972 Umum Budidaya : 3.855.200 4.708.563 6.277.924 a. Laut 1.966.002 2.820.083 3.514.702 b. Tambak 959.509 907.123 1.416.038 c. Kolam 479.167 554.067 819.809 d. Keramba 75.769 101.771 121.271 e. Jaring apung 263.169 238.606 309.499 f. Sawah 111.584 86.913 96.605 Sumber : Kementrian Kelautan dan Perikanan (2013)
Laju Pertumbuhan per tahun (%)
2011 5.714.271 5.345.729
2012 5.811.510 5.438.150
368.542
373.360
1.79
6.976.750 3.735.585 1.734.260 955.511 120.654 331.936 98.804
9.451.700 5.596.932 1.790.602 1.343.304 189.543 446.839 80.685
26.64 41.23 17.53 22.00 18.94 29.96 1.59
2.85 2.94
Tabel 1 menunjukan volume produksi perikanan budidaya kurun waktu 2008 – 2012 mengalami peningkatan yang cukup signifikan dengan kenaikan rata – rata produksi sebesar 26.64% lebih tinggi dibandingkan perikanan tangkap yang hanya sebesar 2.85%. Pada sektor perikanan budidaya, budidaya perikanan di kolam memiliki kenaikan rata – rata produksi sebesar 22% ketiga tertinggi setelah laut 41,23% dan jaring apung 29.96% sehingga perikanan budidaya kolam memiliki peluang yang besar untuk dikembangkan. Pada budidaya perikanan air tawar, terdapat 9 komoditas unggulan yaitu mas, nila, gurame, lele, tawes, tambakan, mujair, patin dan bawal. Beberapa komoditas tersebut yang memiliki daya tahan paling baik yaitu ikan lele (Kementrian Kelautan dan Perikanan, 2011). Kandungan gizi pada setiap ekornya cukup tinggi yaitu protein (17 -37 %), lemak (4,8%), mineral (1,2%) yang terdiri dari garam fosfat, kalsium, besi, tembaga, yodium dan vitamin (1,2%) yaitu vitamin B kompleks yang larut dalam air vitamin A, D, dan E yang larut dalam lemak (Naasrudin, 2010). Ikan lele juga mempunyai prospek yang baik. hal ini
2
dapat dibuktikan melalui jumlah produksi yang terus meningkat dari tahun 2009 – 2011 pada Tabel 2. Tabel 2 Produksi perikanan budidaya kolam Indonesia 2009 – 2011 (ton) Produksi (ton) Persentase per Jenis Ikan tahun (%) 2009 2010 2011 Mas 100.954 111.641 154.167 24.34 Nila 140.691 214.515 227.518 29.27 Gurame 42.572 55.331 62.476 21.44 Lele 137.808 236.764 330.687 55.74 Tawes 10.953 12.828 11.667 4.03 Tambakan 3.671 5.120 4.372 12.43 Mujair 9.423 12.257 11.849 13.39 Patin 70.064 104.975 155.889 49.16 Bawal 6.718 14.648 12.937 53.18 Sumber : KKP, 2012 (diolah)
Tabel 2 menunjukan produksi budidaya sembilan komoditas unggulan di Indonesia tahun 2009 – 2011. Komoditas lele memiliki presentase peningkatan produksi perikanan budidaya terbesar yaitu 55,74% dengan jumlah produksi tahun 2009 sebesar 137.808 ton, pada tahun 2010 sebesar 236.764 ton dan meningkat kembali pada tahun 2011 sebesar 330.687 ton. Permintaan pasar akan lele juga cukup tinggi. Gunawan dan Harianto (2013) menyatakan bahwa permintaan lele di berbagai daerah, seperti di Jabodetabek membutuhkan 150 ton per hari yang membuktikan bahwa tingginya angka permintaan terhadap ikan lele konsumsi yang menyebabkan permintaan terhadap benih lele pun meningkat. Hal ini dikarenakan pembudidaya ikan lele konsumsi memerlukan pasokan benih yang berkesinambungan sebagai salah astu input kegiatan budidaya ikan lele konsumsi. Jawa Barat merupakan salah satu provinsi penghasil ikan lele terbesar di Indonesia. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 3 Tabel 3. Tujuh daerah penghasil ikan lele konsumsi terbesar di Indonesia tahun 2011 (Ton) No Provinsi 2011 1 Jawa Barat 110.527 2 Jawa Timur 57.174 3 Jawa Tengah 53.598 4 D.I Yogyakarta 23.208 5 Lampung 17.525 6 Sumatera Barat 14.129 7 Sumatera Utara 14.083 Sumber : KKP, 2012
Tabel 3 menunjukan produksi komoditas lele yang dihasilkan di Provinsi Jawa Barat pada tahun 2011 mencapai 110.527 ton yang jumlah produksinya lebih besar dibandingkan dengan provinsi lainnya. Hal ini dapat disimpulkan bahwa Jawa Barat merupakan salah satu sentra penghasil lele. Salah satu wilayah sebagai
3
penyumbang angka tersebut yaitu kabupaten Bogor dengan jumlah produksi sebesar 27.4 % atau 24.884 ton. Di samping itu, Kabupaten Bogor memiliki luas lahan sebesar 496.91 Ha dengan 63 mata air (Dinas Perikanan Provinsi Jawa Barat, 2011). Tabel 4 Perkembangan produksi ikan air tawar di Kabupaten Bogor tahun 2008 – 2012 Presentase Jenis 2008 2009 2010 2011 2012 per tahun Produksi (persen) Ikan 25.087 28.743 36.062 56.577 75.022 32.38 Konsumsi (Ton) Ikan Hias 84.517 104.603 112.085 156.610 188.936 22.82 (ekor) Pembenihan 744.600 847.112 920.352 1.378.015 2.053.080 30.28 (ribu ekor) Sumber : Dinas Peternakan dan Perikanan (2013)
Tabel 4 menjelaskan produksi perikanan budidaya air tawar mengalami peningkatan selama periode 2008 – 2012 dengan tiga katagori yaitu ikan konsumsi, ikan hias dan pembenihan. Produksi ikan konsumsi meningkat setiap tahunnya dengan presentase sebesar 32,28%. Selain itu, produksi ikan hias juga mengalami peningkatan setiap tahunnya dengan presentase sebesar 22,82%. Sedangkan untuk kegiatan pembenihan juga mengalami peningkatan produksi sebesar 30,28%. Keunggulan komoditas lele lainnya yaitu dari sisi jumlah produksi benih lele yang mengalami peningkatan tahun 2010 sebesar 81.063,79 ton dan tahun 2011 sebesar 546.840 ton. Berikut data produksi perikanan unit pembenihan ikan lele dapat dilihat pada Tabel 5 Tabel 5 Produksi perikanan unit pembenihan Tahun 2010-2011 Produksi Persentase per Jenis Ikan tahun (%) 2010 2011 Mas 60.715,56 71.900,00 15.56 Nila 36.995,79 45.324,50 18.38 Gurame 37.779,60 31.065,00 (21.61) Lele 81.063,79 546.840,00 85.18 Tawes 5.765,92 3.070,00 (87.82) Tambakan 1.868,74 1.235,00 (51.32) Mujair 746.85 2.120,00 64.77 Patin 32.047,38 30.460,00 (5.21) Bawal 671.321,25 646.000,00 (3.92) Sumber : Dinas Peternakan dan Perikanan, 2012
4
Tabel 5 menjelaskan bahwa pembenihan lele mengalami peningkatan yang lebih besar dibandingkan komoditas lainnya yakni sebesar 85.18% dari tahun 2010 sampai 2011. Hal ini menyebabkan pembenihan lele memiliki prospek yang besar untuk diusahakan. Oleh sebab itu, dengan penyediaan benih ikan dalam jumlah dan kualitas yang baik menyebabkan keberhasilan budidaya ikan dapat terpenuhi. Adapun sentra perikanan budidaya khusus pembenihan lele yaitu Kecamatan Ciseeng dengan total produksi pada tahun 2011 sebesar 202.580,91 ton (Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor, 2010) Kondisi tersebut menunjukan bahwa terdapat peluang usaha pembenihan lele di Kecamatan Ciseeng. Menurut Balai Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan dalam membuat Rencana Kerja Tahunan Penyuluh mengatakan bahwa salah satu desa yang berpotensi untuk mengembangkan pembenihan lele yaitu Desa wBabakan dengan luas areal pembenihan lele 120 hektar dapat dilihat pada Tabel 6 Tabel 6 Luas produksi pengelolaan usaha pembudidaya ikan (Ha) Luas Produksi Luas No Desa Tanam Lele Gurame Patin Nila 1 Putat Nutug 81 75 3 2 2 Karikil 22 20 1 1 3 Cibeteung 35 13 20 2 Udik 4 Babakan 131 120 2 5 1 5 Cibeutung 18 8 5 5 Muara 6 7 8 9 10
Ciseeng Kuripan Cihoe Cibentang Parigi Mekar
38 9 18 25 35
20 2 10 11 15
10 2 4 2 5
1 5 2 5 2
Hias 1
3
5 2 5
Sumber : RKTP BP3K Wilayah Ciseeng (2012)
Sementara itu, jumlah pembudidaya benih di Desa Babakan lebih bayak dibandingkan dengan desa lainnya di Kecamatan Cisseng. Tabel 7 menggambarkan jumlah pembudidaya ikan di sektor pembenihan sebanyak 875 orang sehingga dapat dikatakan minat masyarakat untuk mengembangkan benih di Desa Babakan cukup tinggi dibandingkan dengan desa lainnya. Pembudidaya pembesaran ikan di Desa Babakan berjumlah 55 orang dan pembudidaya ikan hias sebanyak 20 orang. Desa Babakan memang memiliki potensi di sektor pembenihan ikan dibandingkan dengan pembesaran dan ikan hias.
5
Tabel 7 Data jumlah pembudidaya ikan menurut skala usaha (orang) No Desa Pembenihan Pembesaran Ikan Hias 1 Putat Nutug 380 50 2 Karikil 60 50 3 Cibeteung Udik 85 35 4 Babakan 875 55 5 Cibeutung Muara 40 15 6 Ciseeng 120 140 7 Kuripan 10 40 8 Cihoe 42 75 9 Cibentang 80 55 10 Parigi Mekar 68 25 1760 540 Jumlah
10
20 30
50 110
Sumber : RKTP BP3K Wilayah Ciseeng (2012)
Adapun varietas lele yang dibudidayakan di Desa Babakan yaitu Dumbo dan Sangkuriang. Lele Dumbo sering dikenal dengan ikan lele berukuran besar. Jenis ini dikembangkan di desa babakan, kecamatan ciseeng karena lingkungan alamnnya cocok untuk membudidayakan ikan lele dumbo. Keunggulan – keunggulan lain yang dimiliki lele dumbo adalah masa pemeliharaan yang cepat, siklus hidup cepat sehingga perputaran uang pun juga berlangsung cepat, benih relatif murah dan mudah diperoleh, serta permintaan pasar yang stabil (Nasrudin, 2010). Sementara itu, lele sangkuriang merupakan varientas lele baru yang dibudidayakan di Desa Babakan. Varietas sangkuriang juga memiliki keunggulan diantaranya yaitu produksi telur yang lebih banyak yaitu 40.000 – 60.000 butir telur/kg bobot induk, penetasan telur sangkuriang lebih dari 90% dan juga tahan terhadap penyakit (Nasrudin, 2010). Hal ini menyebabkan beberapa petani pembenih lele dumbo yang beralih ke lele sangkuriang. Perumusan Masalah Desa Babakan merupakan salah satu desa di Kecamatan Ciseeng yang memiliki potensi di sektor perikanan dengan komoditas unggulannya yaitu lele. Komoditas lele yang dibudidayakan hanya sampai pada tahap pembenihan dengan dua varietas yang digunakan yaitu dumbo dan sangkuriang. Menurut Nasrudin (2010), pembenihan lele sangkuriang lebih menguntungkan dari pada dumbo dikarenakan lele sangkuriang memiliki produksi yang lebih tinggi, FCR yang lebih rendah, panen yang lebih cepat, daya tetas telur yang lebih tinggi dan tahan terhadap penyakit yang dibuktikan dari penelitiannya di Kampung Cibereum RT 01 RW 08 Kelurahan Mulyaharja, Kecamatan Bogor Selatan. Akan tetapi, untuk Desa Babakan belum dilakukan penelitian terkait pendapatan usahatani pembenihan lele. Desa Babakan mempunyai dua Pokdakan (Kelompok Pembudidaya Ikan) yang membudidayakan kedua varietas tersebut. UPR (Unit Pembenihan Rakyat) Jumbo Lestari dengan varietas dumbo dan pemberian penyuluhan dilakukan intens dua kali dalam sebulan, sementara
6
Kubang Sejahtera dengan varietas sangkuriang namun jarang diberikan penyuluhan. Tidak hanya berbeda dari sisi varietas, akan tetapi juga dari sisi letak wilayahnya. Wilayah UPR Jumbo Lestari yang berada di hulu sungai, sementara Kubang Sejahtera berada di hilir sungai Desa Babakan yang ternyata dapat mempengaruhi kualitas air yang digunakan bagi kedua pokdakan tersebut. Perbedaan wilayah ini, ternyata juga mempengaruhi perlakuan padat tebar bagi kedua pokdakan tersebut. Padat tebar yang digunakan oleh UPR Jumbo Lestari yaitu 10.000 ekor per 300m2, sementara Kubang Sejahtera menggunakan padat tebar 20.000 ekor per 300 m2. Padahal, menurut SNI Nomor 01.6484.4-2000, padat tebar optimum yaitu 10.000 sampai dengan 15.000 ekor per 300 m2. Hal ini berbeda dengan padat tebar yang digunakan oleh Pokdakan Kubang Sejahtera dikarenakan wilayah yang berada di hilir sungai Desa Babakan. Penggunaan padat tebar dapat mempengaruhi tingkat mortalitas benih lele. Semakin banyak padat tebar per kolam, ruang gerak lele akan semakin sempit, kebutuhan pakan juga semakin meningkat. Jika kebutuhan pakan tidak tercukupi, maka benih lele akan memakan sesama lele atau biasa dikenal dengan sebutan kanibal. Sementara itu, jika pemberian pakan pun terlalu banyak, benih lele akan mudah terserang penyakit dikarenakan air akan memiliki kadar asam yang tinggi. Hal ini akan menyebabkan tingkat mortalitas akan meningkat yang menyebabkan produksi menurun jika tidak sesuai dengan aturan SNI mengenai pembudidayaan pembenihan lele. Berdasarkan kondisi tersebut menyebabkan perlu adanya analisis penerimaan, pengeluaran serta pendapatan dari hasil pembenihan tersebut. Berdasarkan uraian di atas dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut : 1. Bagaimana struktur penerimaan dan biaya dari usahatani pembenihan lele dumbo dan sangkuriang di Desa Babakan? 2. Bagaimana tingkat pendapatan usahatni pembenihan lele dumbo dan sangkuriang di Desa Babakan? Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang telah dijelaskan, maka tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Menganalisis struktur penerimaan dan biaya dari usahatani pembenihan lele dumbo dan sangkuriang di Desa Babakan 2. Menganalisis tingkat pendapatan usahatani pembenihan lele dumbo dan sangkuriang di Desa Babakan Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut: 1. Bagi peneliti diharapkan dapat berguna dalam pengembangan ilmu ekonomi pertanian 2. Bagi Petani di Desa Babakan diharapkan dapat memberikan informasi mengenai usaha pembenihan lele yang lebih menguntungkan dan efisien sehingga diharapkan dapat menjadi masukan bagi bahan evaluasi dan pertimbangan dalam mengambil keputusan
7
3. Bagi pemerintah diharapkan dapat menjadi motivasi dan memanfaatkan serta membantu untuk menggali potensi perikanan yang ada di Kabupaten Bogor Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis perbandingan pendapatan usahatani pembenihan ikan lele dumbo dan sangkuriang bulan Desember sampai dengan Januari. Objek penelitian utama adalah petani pembenihan lele dumbo dan sangkuriang di Desa Babakan dengan mengambil sampel secara sensus.
TINJAUAN PUSTAKA Gambaran Umum Komoditas Lele Salah satu komoditas unggulan perikanan budidaya yang potensial untuk dikembangkan yaitu lele (Clarias sp.). Ikan lele tidak pernah ditemukan di air payau atau air asin. Habitatnya berada di sungai dengan arus air yang perlahan, rawa, telaga, waduk, sawah yang tergenang air. Ikan lele bersifat noctural, yaitu aktif bergerak mencari makanan di malam hari. Pada siang hari, ikan lele berdiam diri dan berlindung di tempat - tempat gelap. Ikan lele biasanya memijah pada musim penghujan. Ikan lele banyak ditemukan di benua Afrika dan Asia. Ikan lele juga banyak ditemukan di Thailand, India, Philipina dan Indonesia (Hasanuddin Sanin dalam Djatmika et al 1986). Jenis – jenis ikan lele terbagi menjadi tiga yaitu ikan lele dumbo, sangkuriang dan lokal. Namun, penggunaan ikan lele paling banyak yaitu ikan lele dumbo dan sangkuriang. Ikan lele sangkuriang merupakan hasil perbaikan genetika lele dumbo melalui silang balik antara induk lele dumbo betina kedua (F2) dengan induk lele dumbo jantan generasi keenam (F6). Ikan ini disebarkan petani setelah mendapat persetujuan Menteri Kelautan dan Perikanan pada tanggal 21 Juli 2004 (Simanjutak, 1989). Secara umum morfologi ikan lele sangkuriang tidak memiliki perbedaan dengan ikan lele dumbo. Tubuh ikan lele sangkuriang mempunyai bentuk tubuh memanjang, berkulit licin, berlendir, dan tidak bersisik. Bentuk kepala menggepeng, dengan mulut yang relatif lebar, mempunyai empat pasang sungut. Ikan lele sangkuriang, memiliki tiga sirip tunggal yaitu sirip pinggang, sirip ekor dan sirip dubur. Sementara itu, sirip yang berpasangan ada dua yaitu sirip dada dan sirip perut. Pada bagian atas ruangan rongga insang terdapat alat pernapasan tambahan yang berbentuk seperti pohon yang penuh kapiler – kapiler darah (Lukito, 2002) Menurut (Nasrudin, 2010) keunggulan lele sangkuriang dibandingkan dengan lele dumbo yaitu dari sisi Fekunditas atau kemampuan memproduksi telur lele sangkuriang lebih banyak yaitu sekitar 40.000 – 60.000 butir telur/ kg bobot induk. Sedangkan lele dumbo hanya 20.000 – 30.000 butir telur/kg. Derajat penetasan telur lele sangkuriang >90%, sedangkan lele dumbo hanya >80%. Nilai Feeding Convertion Rate (FCR) lele sangkuriang sekitar 0.8 yang artinya untuk menghasilkan 1 kg daging dibutuhkan 0.8 Kg pakan. Sementara, lele dumbo nilai
8
FCR nya lebih dari 1. Lele sangkuriang relatif lebih tahan terhadap penyakit, karena sangkuriang mampu meredam serangan bakteri Trichodina sp, Aeromonas hydrophilla, dan Ichthyopthirius sp. Sedangkan lele dumb lebih mudah mati terserang penyakit. Studi Empiris Mengenai Ikan Lele Ikan lele merupakan salah satu jenis ikan budidaya air tawar yang banyak dibudidayakan oleh masyarakat. Hal ini dikarenakan ikan lele memiliki kekhasan, yakni mudah untuk dibudidayakan, tidak banyak memerlukan air untuk hidup, dan harga relatif murah. Salah satu jenis ikan lele yang dibudidayakan petani adalah ikan lele Sangkuriang (Clarias sp). Usaha pembenihan Lele Sangkuriang merupakan usaha perikanan yang potensial mengingat banyaknya jumlah pembudidaya pembesaran yang mulai kesulitan dalam mencari benih (tokolan) Lele Sangkuriang bermutu baik (Fernando, 2011; Sutrisno, 2012). Pembenihan ikan lele dumbo di Desa Babakan, Kecamatan Ciseeng, Bogor dengan cara suntik memiliki nilai tukar yang lebih tinggi dibandingkan dengan cara alami yaitu sebesar 212,73 di bulan Maret dan April 2007. Nilai tukar ini sudah memperhitungkan seluruh pendapatan dan pengeluaran rumah tangga pembudidaya benih ikan lele dumbo sehingga dapat disimpulkan bahwa pembudidaya benih ikan lele dumbo di Desa Babakan secara garis besar menggunakan cara suntik untuk memproduksi benih lele dikarenakan dapat memperoleh pendapatan yang lebih tinggi dibandingkan dengan alami (Anggraeni, 2008). Selain itu, Wibawa (2008) menyatakan bahwa kondisi usaha pendederan ikan lele dumbo di Kecamatan Ciseeng masih berada kondisi Increasing Return to Scale sehingga secara finansial dapat disimpulkan bahwa usaha pendederan ikan lele dumbo layak untuk dilaksanakan. Akan tetapi, usaha pembenihan lele dumbo juga memiliki risiko produksi diantaranya perubahan suhu ekstrim, kanibalisme, kesalahan pembudidaya dalam seleksi induk, musim kemarau, serangan hama dan penyakit yang dapat memicu kematian benih, kegagalan telur menetas dan penurunan produktivitas induk lele dumbo dalam menghasilkan telur. Hal ini menyebabkan tingkat kelangsungan hidup benih lele yang dibudidayakan masih relatif rendah (Finanda, 2011) Usaha pembenihan lele di Sangkuriang Jaya menggunakan analisis switching value skenario penurunan produksi 30% menyebabkan usahata tersebut berada pada ambang bats kelayakan dengan hasil NPV sebesar 0.00, Net B/C 1,00 dan IRR 7% denga artian usaha pembenihan lele layak dan menguntungkan. Berbeda halnya dengan usaha pembesaran ikan lele di Perusahaan Parakbada yang merupakan usaha yang paling sensitif terhadap perubahan parameter seperti penurunan harga jual output, penurunan produksi dan kenaikan total biaya pakan yang didasarkan pada analisis switching value (Fernando, 2011; Sutrisno, 2012) Studi Empiris Mengenai Usahatani Ikan Lele Ilmu usahatani merupakan ilmu yang mempelajari cara – cara petani menentukan, mengorganisasikan, dan mengkoordinasikan penggunaan faktor – faktor seefektif dan seefisien mungkin sehingga usaha tersebut memberikan pendapatan semaksimal mungkin (Suratiyah 2011). Pendapatan usahatani
9
merupakan salah satu ukuran keberhasilan dalam melakukan kegiatan usahatani. Tingkat pendapatan usahatani yang diperoleh petani berbeda – beda tergantung dari jenis dan hasil produksi komoditas yang dihasilkan, penggunaan input produksi, harga input, dan harga output. Pendapatan usahatani dapat menganalisis struktur penerimaan dan biaya dari usahatani dengan melihat karakteristik petani dari sisi skala usaha, produk yang dihasilkan dan penerapan teknologi budidaya. Metode yang digunakan dalam menganlisis pendapatan usahatani yaitu efisiensi usahatani, pendapatan usahatani dan analisis regresi. Analisis data yang digunakan berupa kuantitatif dan kualitatif. Analisis kualitatif meliputi keragaan usahatani, sementara analisis kualititatif meliputi analisis biaya, penerimaan dan R/C rasio. (Poetryani, 2011; Guntur, 2011) Komponen yang perlu diperhatikan dalam menganalisis pendapatan usahatani yaitu penerimaan dan pengeluaran usahatani. Penerimaan usahatani merupakan nilai produk yang dihasilkan dikalikan dengan harga jualnya. Penerimaan usahatani terdiri dari penerimaan tunai dan diperhitungkan. Penerimaan tunai merupakan penerimaan dari hasil penjualan produk usahatani yang diterima langsung oleh petani. Penerimaan diperhitungkan merupakan produk yang disimpan atau dikonsumsi sendiri. Penelitian Guntur (2011) hanya menghitung penerimaan tunai usahatani saja, tanpa menghitung penerimaan diperhitungkan, karena hasil produksi petani dijual seluruhnya. Pendapatan tunai benih lele diperoleh dari jumlah produk benih yang dihasilkan dikalikan dengan harga jualnya. Pengeluaran usahatani merupakan biaya yang dikeluarkan oleh petani untuk melakukan kegiatan usahatani yang terdiri dari pengeluaran tunai dan diperhitungkan. Pengeluaran tunai terdiri dari biaya input produksi yang benar – benar dikeluarkan oleh petani, sedangkan biaya yang diperhitungkan meliputi biaya tenaga kerja dalam keluarga, penyusutan dan sewa lahan yang diperhitungkan (Guntur, 2011). Pengeluaran untuk biaya tunai memiliki presentase yang terbesar terhadap total pengeluaran usahatani (Sutrisno, 2012) Setelah mengetahui nilai penerimaan dan pengeluaran usahatani, maka nilai pendapatan usahatani dapat diketahui. Pendapatan diperoleh dari selisih antara total penerimaan usahatani dengan total pengelauran usahatnai. Pendapatan usahatnai terbagi menjadi dua yaitu pendapatan atas biaya tunai dan pendapatan atas biaya total. Hasil penelitian Guntur (2011) dan Sutrisno (2012) menunjukan bahwa pendapatan atas biaya tunai rata – rata petani memiliki angka positif dan lebih dari nol. Hal ini menunjukan bahwa usahatani pembenihan ikan lele yang dilakukan secara tunai menguntungkan. Pendapatan usahatani yang diterima oleh CV Jumbo Bintang Lestari selaku pembudidaya lele dumbo masih tergolong rendah dikarenakan biaya pembesaran yang cukup tinggi, penggunaan input – input produksi yang kurang efisien seperti padat tebar benih yang terlalu banyak dan kurangnya pemberian pakan pelet dan pakan tambahan. Hal ini berbeda dengan permasalahan yang dihadapi oleh pembudidaya ikan bawal air tawar yang memperoleh pendapatan usahatani rendah dikarenakan rendahnya ketersedian benih berkualitas sehingga produksi yang dihasilkan rendah (Brajamusti, 2008; Finanda, 2011) Efisiensi pendapatan usahatani dapat dilakukan dengan perhitungan R/C. Nilai R/C merupakan perbandingan atanra nilai pendapatan yang diperoleh oleh
10
petani dengan biaya yang dikeluarkan. Nilai R/C ratio yang lebih besar dari satu berarti setiap satu rupiah biaya yang dikeluarkan, maka pendapatan yang diterima lebih dari satu rupiah. Nilai R/C terbagi menjadi dua yaitu R/C atas biaya tunai dan R/C atas biaya total. Penelitian Guntur (2011) menunjukan nilai R/C untuk usahatani pembenihan lele atas biaya tunai dan biaya total lebih dari 1, menandakan bahwa usahatani pembenihan lele menguntungkan untuk diusahakan. Analisis pendapatan usahatani tidak hanya dilihat dari pendapatan usahataninya saja, namun juga perlu memperhatikan teknik budidaya yang dilakukan. Beberapa penelitian menunjukan bahwa kegiatan budidaya pembenihan lele banyak mengalami kendala. Kendala ini menyebabkan faktor produksi yang diperoleh petani masih dibawah produksi potensial yang seharusnya dicapai.
KERANGKA PEMIKIRAN
Kerangka Teoritis Konsep Usahatani Ilmu usahatani ialah ilmu yang mempelajari bagaimana sistem organisasi produksi di lapangan pertanian dalam mengorganisasikan, mengkoordinasikan, dan mengalokasikan sumberdaya yang ada secara efektif dan efisien untuk tujuan memperoleh keuntungan yang tinggi pada waktu tertentu dengan unsur – unsur pokok usahatani adalah lahan, kerja, modal dan pengelolaan (Rahim dan Hastuti, 2008; Soekartawi, 2002) Soekartawi (2006) memaparkan bahwa suatu usahatani dapat digambarkan lebih rinci sebagai berikut: 1. Pada setiap usahatani, akan selalu menjumpai lahan dalam luasan dan bentuk yang tertentu, unsur ini dalam usahatani mempunyai fungsi sebagai tempat diselenggarakan usaha bercocok tanam, pemeliharaan hewan ternak, dan tempat keluarga tani bermukim. 2. Pada usahatani juga akan dijumpai bangunan – bangunan, seperti : rumah tempat tinggal keluarga tani, kandang ternak, gudang dan lumbung, sumur atau pompa air, dan pagar. Alat - alat pertanian, seperti bajak, cangkul, garpu, perang, sprayer, dan traktor. Sarana produksi (input), seperti : benih atau bibit, pupuk, obat – obatan dan penyakit. 3. Pada usahatani terdapat keluarga tani yang terdiri dari petani, istri, dan anak – anak, serta mertua, adik, ipar, keponakan, menantu dan pembantu. Semua merupakan sumber tenaga kerja usahatani bersangkutan. 4. Petani sendiri, selain menjadi tenaga kerja juga berfungsi sebagai pengella atau manager, yaitu orang yang berwenang memutuskan segala sesuatu yang berhubungan dengan kegiatan usahatani. Hernanto (1996) menyatakan bahwa terdapat empat unsur pokok yang selalu ada pada suatu usahatani. Unsur tersebut dikeal dengan istilah lain yaitu faktor – faktor produksi usahatani. Faktor – faktor produksi tersebut yaitu:
11
1. Tanah Tanah merupakan faktor produksi yang penting karena tanah merupakan tempat usahatani secara keseluruhan dilakukan, yang tidak dapat diperbanyak, tidak dapat dipindah-pindahkan, serta dapat diperjualbelikan atau dipindahtangankan. Faktor tanah tidak terlepas dari pengaruh alam sekitarnya, yaitu curah hujan, sinat matahari, angin dan sebagainya (Suratiyah 2011). Tanah usahatani dapat berupa sawah, pekarangan dan tegalan. Tanah dalam usahatani dapat diperoleh dengan cara membeli, sewa, sakap, pemberian negara, warisan, wakaf atau dengan membuka lahan sendiri. Penggunaan tanah pun dapat dilakukan secara monokultur maupun tumpangsari (Hernanto, 1996) 2. Tenaga Kerja Tenaga kerja adalah energi yang dicurahkan dalam suatu proses kegiatan untuk menghasilkan suatu produk (Shinta 2011). Tenaga kerja dalam usahatani dibedakan menjadi tenaga kerja manusia, ternak dan mekanik. Tenaga kerja manusia dibedakan atas pria, perempuan dan anak – anak. Tenaga kerja usahatani dapat berasal dari dalam keluarga maupun luar keluarga, yang dipengaruhi oleh umur, jenis kelamin, kualitas dan kegiatan kerja, kesehatan, kecakapan (pendidikan, pengetahuan, dan pengalaman), dan keadaan lingkungannya (Suratiyah 2011). Satuan kerja diperlukan untuk mengukur efisiensi, yaitu jumlah pekerjaan produktif yang berhasil diselesaikan oleh seorang pekerja. Untuk satu hari umumnya diperhitungkan delapan jam kerja (Hernanto, 1996) 3. Modal Modal dapat digunakan untuk membeli sarana produksi serta untuk membiayai pengelolaan usahatani. Modal dalam usahatani adalah : (a) Tanah, (b) Bangunan – bangunan, (c) Alat – alat pertanian, (d) Tanaman, ternak dan ikan di kolam, (e) Sarana Produksi, (f) Piutang di Bank, dan (g) uang Tunai. Menurut sifatnya, modal dapat dibedakan menjadi dua yaitu modal tetap (tanah bangunan) dan modal bergerak (alat – alat, bahan, uang tunai, dan lain-lain). Nilai dari modal tetap menyusut berdasarkan jenis dan waktu, sedangkan modal bergerak dianggap habis dalam satu periode produksi. Sumber pembentukan modal dapat berasal dari milik sendiri, pinjaman atau kredit, hadiah warisan, diperoleh dari usaha lain atau kontrak sewa (Hernanto 1996) 4. Manajemen (pengelolaan) Pengelolaan usahatani yaitu kemampuan petani dalam menentukan, mengorganisir, dan mengkoordinasikan faktor – faktor produksi yang dikuasainya sebaik – baiknya dan mampu memberikan tingkat produksi yang diharapkan. Ukuran keberhasilan pengelolaan adalah produktifitas dari setiap faktor maupun produktifitas dari usahanya. Terdapat dua prinsip agar pengelolaan dapat berhasil yaitu prinsip teknis dan ekonomis. Prnsip teknis meliputi : (a) perilaku cabang usaha yang diputuskan; (b) Perkembangan Teknologi; (c) Tingkat teknologi ang dikuasai; (d) Daya dukung faktor yang dikuasaim dan (e) Cara budidaya dan alternatif cara lain berdasarkan pengalaman orang lain. Sementara, prinsip ekonomis meliputi: (a) Penentuan perkembangan harga; (b) Kombinasi cabang usaha; (c) Pemasaran hasil; (d) Pembiayaan usahatani; (e) Penggolongan modal dan pendapatan, serta (f) Ukuran – ukuran keberhasilan yang lazim (Hernanto 1996)
12
Adapun tipe unsur yang mempunyai kedudukan yang sama penting dalam usahatani dan tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Usahatani di Indonesia dapat diketahui dengan ciri – ciri sebagai berikut (Soekartawi, et al, 1986) : 1. Sempitnya lahan yang dimiliki petani 2. Kurangnya modal 3. Pengetahuan petani yang masih terbatas secara kurang dinamis 4. Rendahnya pendapatan petani Lahan usahatani dapat berupa pekarangan, tegalan, sawah, dan sebagainya yang diperoleh dengan cara membeli, menyewa dan bagi hasil atau menyakap. Sedangkan tenaga kerja berasal dari dua sumber yaitu tenaga kerja keluarga dan luar keluarga. Kebutuhan kerja untuk usahatani antara lain untuk membuat persemaian, mengolah lahan, mencangkul, menanam, menyiangi, memupuk, memelihara, memungut hasil dan sebagainya. Perbedaan kebutuhan kerja tersebut menyebabkan perlunya faktor konversi yang disetarakan berdasakan hari kerja. Sementara modal merupakan unsur lain yang dibutuhkan dalam kegiatan usahatani untuk kelancaran kegiatan. (Tjakrawiralaksana dan Soeriaatmadja, 1983). Adapun beberapa kendala yang dapat mempengaruhi produksi usahatani yaitu intern dan ekstern. Faktor intern terdiri dari kuantitas dan kualitas seperti lahan, tenaga kerja, dan modal. Sementara ekstern seperti pasar, tingkat harga produksi sampai pada hasil, tenaga kerja buruh dan sumber kredit, informasi teknologi mutakhir dan kebijaksanaan pemerintah yang menunjang. Berdasarkan sudut pandang cara pengusahaan unsur – unsur produksi dan pengelolaan, usahatani dapat dibedakan sebagai berikut (Rahim dan Hastuti, 2008) : 1. Usahatani perorangan (individual farm) dimana faktor produksi dimiliki oleh perorangan dengan kelebihan dapat bebas mengembangkan kreasinya, namun kelemahannya kurang efektif. 2. Usahatani kolektif (collective farm) dimana faktor produksi dikuasai oleh kelompok dengan hasilnya dibagi kepada anggota kelompoknya 3. Usahatani kooperatif (cooperative farm) yang merupakan bentuk peralihan dari usahatani perseorangan ke usahatani kolektif dengan faktor produksi dikuasai oleh kelompok dan kegiatan dilakukan bersama – sama. Berdasarkan polanya, usahatani dibedakan menjadi khusus, tidak khusus, dan campuran yang dilihat dari cabang dan batasan usahatani. Pola khusus dimana usahataninya hanya memiliki satu cabang, sementara pola tidak khusus dimana usahatani yang dijalankan memiliki dua atau lebih cabang usahatani dengan batas tegas. Berbeda halnya dengan pola campuran yang memiliki dua atau lebih cabang usahatani dengan batas tidak tegas. Berdasarkan sifat dan coraknya, usahatani dibedakan menjadi subsisten dan komersil. Hasil panen yang digunakan untuk kebutuhan petani atau keluarganya sendiri tanpa melalui peredaran uang disebut sebagai usahatani subsisten. Sementara usahatani komersil yaitu keseluruhan panen dijual ke pasar atau melalui perantara maupun langsung ke konsumen. Usahatani pertanian merupakan jenis komoditas yang ditanam atau diusahakan, misalnya usahtani tanaman pangan, hortikultura, peternakan dan perikanan.
13
Konsep Penerimaan Usahatani Menurut Soekartawi et al. (1986) menyatakan bahwa penerimaan total didefinisikan sebagai nilai produk total usahatani dalam jangka waktu tertentu, baik yang dijual maupun yang tidak dijual. Penerimaan usahatani yaitu nilai produk usahatani dalam jangka waktu tertentu yang berasal dari hasil kali produk dengan harga jual. Penerimaan usahatani terbagi menjadi dua yaitu penerimaan tunai dan tidak tunai. Penerimaan tunai yaitu nilai uang yang diterima dari penjualan pokok usahatani. Sedangkan penerimaan tidak tunai merupakan nilai hasil produk yang tidak dijual, tetapi dikonsumsi sendiri, disimpan sebagai persediaan atau aset petani sehingga tidak memberika hasil dalam bentuk uang. Penerimaan tunai tidak mencakup pinjaman uang yang diperlukan untuk keperluan usahatani dan tidak mencakup yang berbentuk benda. Oleh karena itu, nilai produk usahatani yang dikonsumsi tidak dihitung sebagai penerimaan tunai. Sumber penerimaan usahatani diperoleh dari pendapatan hasil, nilai hasil yang dikonsumsi keluarga, menyewakan, dan penjualan unsur – unsur produksi, subsidi pemerintah dan penambahan nilai inventarisasi (Hernanto 1996) Konsep Pengeluaran Usahatani Pengeluaran total usahatani adalah nilai semua input yang habis terpakai atau dikeluarkan di dalam produksi. Menurut Soekartawi (2002) Biaya usahatani dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu Biaya tunai yang terdiri dari biaya tetap dan variabel yang dibayar tunai. Biaya tetap tidak tergantung pada besar kecilnya produksi seperti pajak tanah, sewa tanah, penyusutan alat – alat bangunan pertanian dan bunga pinjaman. Biaya variabel yang berhubungan langsung dengan jumlah produksi yaitu pengeluaran untuk bibit, pupuk, obat – obatan dan biaya tenaga kerja. Biaya tetap dan variabel merupakan bentuk struktur biaya usahatani. Biaya tunai pada pembenihan lele dumbo dan sangkuriang yaitu benih (ekor), pakan (sak), pupuk (kg), obat – obatan, tenaga kerja luar keluarga (HOK). Biaya diperhitungkan atau biaya tidak tunai yaitu pengeluaran secara tidak tunai oleh petani berupa faktor produksi yang digunakan oleh petani tanpa mengeluarkan uang tunai seperti sewa lahan yang diperhitungkan atas lahan milik sendiri yang digunakan untuk mengelola pembenihan lele, penggunaan tenaga kerja keluarga, penggunaan benih dari hasil produksi dan penyusutan dari sarana produksi investasi. Menurut Hernanto (1996) biaya tidak tunai digunakan untuk melihat manajemen suatu usahatani. Penyusutan nilai untuk alat pertanian yang digunakan juga termasuk kedalam pengeluaran tidak tunai. Nilai penyusutan diperoleh dari metode garis lurus (biaya penyusutan setiap tahun relatif sama hingga habis umur ekonomis). Metode ini digunakan dengan asumsi nilai sisa nol. Konsep Pendapatan Usahatani Besarnya pendapatan yang diperoleh dalam mengelola usaha dapat dijadikan indikator dari berhasilnya suatu usaha. Penerimaan usahatani berupa nilai produk total usahatani dalam jangka waktu tertentu, baik yang dijual maupun tidak, sementara pengeluaran atau biaya usahatani yaitu nilai penggunaan sarana produksi dan lainnya yang dibebankan pada produk yang bersangkutan. Biaya usahatani berupa biaya tunai dan biaya yang diperhitungkan. Penerimaan, biaya usahatani dan pendapatan merupakan tiga variabel yang dianalisis dalam
14
usahatani yang dapat dianalisis dengan anggaran arus uang tunai (Soekartawi et al, 1986). Beberapa cara yang dapat digunakan dalam mengukur pendapatan usahatani melalui pendapatan bersih usahatani untuk mengukur imbalan yang diperoleh keluarga petani, penggunaan faktor – faktor produksi kerja, pengelolaan dan modal milik sendiri atau pinjaman yang dininvestasikan dan pendapatan tunai usahatani. Pendapatan bersih diperoleh dari penerimaan kotor berupa nilai produk total usahatani dalam jangka waktu tertentu yang dijual ataupun tidak dikurangi dengan pengeluaran total usahatani berupa nilai semua masukan yang habis terpakai atau dikeluarkan di dalam produksi. Sementara pendapatan tunai usahatani yaitu penerimaan tunai usahatani berupa nilai uang yang diterima dari penjualan produk usahatani dikurangi dengan pengeluaran tunai usahani berupa jumlah yang dibayarkan untuk pembelian barang dan jasa bagi usahatani. Analisis Pendapatan adalah selisih antara total penerimaan dan total pengeluaran (Soekartawi, et al, 1986) yaitu: Perhitungan pendapatan usahatani dapat dinyatakan dalam persamaaan matematika sebagai berikut : Itunai Itotal
= NP – BT = NP – (BT+BD)
Keterangan : Itunai = Tingkat pendapatan bersih tunai Itotal = Tingkat pendapatan bersih total NP = Nilai Produk dan Nilai Diperhitungkan, merupakan hasil perkalian jumlah output dengan harga BT = Biaya Tunai (pakan (sak), pupuk(kg), obat – obatan (sachet), tenaga kerja luar keluarga (HOK)) BD = Biaya diperhitungkan (Penyusutan, sewa lahan dan tenaga kerja keluarga) Biaya penyusutan berupa kolam ataupun alat-alat pembenihan dihitung dengan membagi nilai pembelian dikurangi nilai sisa yang dibagi dengan umur ekonomisnya. Metode yang digunakan menggunakan metode garis lurus. Rumus dapat dituliskan secara matematis sebagai berikut:
Keterangan : Nb = Nilai pembelian Ns = Nilai sisa N = Umur ekonomis
15
Imbangan Penerimaan dan Biaya (R/C rasio) Perbandingan (nisbah) antara penerimaan dan biaya yang merupakan keuntungan relatif dari suatu kegiatan usahatani berdasarkan perhitungan finansial disebut sebagai R/C ratio dimana pendapatan yang besar tidak selalu menunjukkan efisiensi yang tinggi. Oleh karena itu, analisa pendapatan selalu diikuti dengan pengukuran efisiensi. Salah satu ukuran efisiensi adalah penerimaan untuk rupiah yang dikeluarkan atau Revenue Cost Ratio. Apabila R/C rasio > 1 menyebabkan penerimaan yang diperoleh lebih besar dari unit biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh penerimaan tersebut. Sedangkan, R/C rasio < 1 menunjukan bahwa tiap unit biaya yang dikeluarkan akan lebih besar dari penerimaan yang diperoleh. Return and Cost Ratio (R/C rasio) merupakan perbandingan antara nilai output dan inputnya Rumus analisis imbangan penerimaan dan biaya usahatani adalah sebagai berikut (Soekartawi, 2002; Sumiyati, 2006): R/C rasio atas biaya tunai = TR / biaya tunai R/C rasio atas biaya total = TR / TC Terdapat beberapa kriteria yang dapat ditunjukan dari hasil analisis R/C rasio, kriteria tersebut menunjukan tingkat keuntungan dari usahatani yang dilakukan, diantaranya: a. R/C > 1, maka usahatani tersebut menguntungkan, karena setiap rupiah biaya yang dikeluarakan akan menghasilkan penerimaan sebesar lebih dari satu rupiah. b. R/C = 1, maka usahatani tersebut dikatakan impas karena setiap satu rupiah biaya yang dikeluarkan akan menghasilkan penerimaan sebesar satu rupiah. c. R/C < 1, maka usahatani tersebut dikatakan tidak menguntungkan karena setiap satu rupiah biaya yang dikeluarkan akan menghasilkan penerimaan sebesar kurang dari satu rupiah. Penilaian kelayakan tidak hanya dilihat dari nilai R/C rasio akan tetapi juga dilihat dari lamanya periode usaha berlangsung. Nilai R/C rasio lebih dari satu misalnya saja 1,5 dengan periode 1 bulan lebih menguntungkan dibandingkan dengan R/C rasio 1,5 untuk 3 bulan. Hal ini dikarenakan pada periode 1 bulan, keuntungan yang diperoleh sebesar 0,5 atau 50%, sementara pada periode 3 bulan keuntungan yang diperoleh sebesar 0,167 atau 16,7% yang menyebabkan periode 1 bulan lebih menguntungkan. Sehingga dapat dikatakan lamanya periode usaha juga mempengaruhi kelayakan usaha. Kerangka Operasional Penelitian mengenai analisis usahatani pembenihan lele dumbo dan sangkuriang di Desa Babakan, Kecamatan Ciseeng, Bogor. Desa Babakan memiliki potensi pengembangan pembenihan lele dumbo dan sangkuriang yang dapat dilihat dari kondisi alam yang mendukung dan kondisi sosial masyarakat yang mayoritas petani ikan lele. Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis pendapatan usahatani yang merupakan selisih antara penerimaan dan pengeluaran. Pendapatan usahatani ini meliputi pendapatan tunai dan pendapatan total. Pendapatan usahatani diperoleh dari mengurangkan penerimaan usahatani pembenihan lele dumbo dan
16
sangkuriang yang dinilai dari total nilai produk yang dihasilkan dikali jumlah fisik output dengan harga yang terjadi dan alokasi biaya usahtani meliputi biaya sarana produksi yang habis terpakai, biaya penyusutan alat – alat produksi, biaya tenaga kerja dan lainnya. Desa Babakan mempunyai dua Pokdakan (Kelompok Pembudidaya Ikan) yang membudidayakan kedua varietas tersebut. UPR (Unit Pembenihan Rakyat) Jumbo Lestari dengan varietas dumbo, sementara Kubang Sejahtera dengan varietas sangkuriang. Tidak hanya berbeda dari sisi varietas, akan tetapi juga dari sisi letak wilayahnya. Wilayah UPR Jumbo Lestari yang berada di hulu sungai, sementara Kubang Sejahtera berada di hilir sungai Desa Babakan yang ternyata dapat mempengaruhi kualitas air yang digunakan bagi kedua pokdakan tersebut. Perbedaan wilayah ini, ternyata juga mempengaruhi perlakuan padat tebar bagi kedua pokdakan tersebut. Padat tebar yang digunakan oleh UPR Jumbo Lestari yaitu 10.000 ekor per 300m2, sementara Kubang Sejahtera menggunakan padat tebar 20.000 ekor per 300 m2. Padahal, menurut SNI Nomor 01.6484.4-2000, padat tebar optimum yaitu 10.000 sampai dengan 15.000 ekor per 300 m2. Hal ini berbeda dengan padat tebar yang digunakan oleh Pokdakan Kubang Sejahtera dikarenakan wilayah yang berada di hilir sungai Desa Babakan. Penggunaan padat tebar dapat mempengaruhi tingkat mortalitas benih lele. Semakin banyak padat tebar per kolam, ruang gerak lele akan semakin sempit, kebutuhan pakan juga semakin meningkat. Jika kebutuhan pakan tidak tercukupi, maka benih lele akan memakan sesama lele atau biasa dikenal dengan sebutan kanibal. Sementara itu, jika pemberian pakan pun terlalu banyak, benih lele akan mudah terserang penyakit dikarenakan air akan memiliki kadar asam yang tinggi. Hal ini akan menyebabkan tingkat mortalitas akan meningkat yang menyebabkan produksi menurun jika tidak sesuai dengan aturan SNI mengenai pembudidayaan pembenihan lele. Oleh sebab itu, terdapat perbedaan perlakuan dan penggunaan varietas antara kedua Pokdakan tersebut. Perbedaan tersebut kemudian dianalisis dengan melihat dari sisi penggunaan faktor produksi yang digunakan, sehingga dapat diketahui pula biaya yang dibutuhkan dan proporsi pengeluaran biaya di masing – masing faktor produksi yang digunakan. Sementara, dari sisi produksi dapat diketahui jumlah prouduk yang dihasilkan setelah membudidayakan pembenihan lele yang dikalikan dengan harga jual sehingga dipeorleh penerimaan. Kemudian, hasil dari penerimaan dikurangi dengan biaya yang dikeluarkan sehingga diperoleh pendapatan di masing – masing Pokdakan. Pendapatan ini kemudian dibandingkan dengan biaya yang terjadi yang disebut R/C rasio untuk mengetahui efisiensi usahatani. Bila R/C lebih besar dari satu, maka usahatani ini efisien untuk dilaksanakan, tetapi bila nilai R/C lebih kecil dari satu berarti usahatani ini tidak efisien untuk dilaksanakan. Berdasarkan perbandingan tersebut, diharapkan dapat diperoleh informasi yang menjelaskan perbedan nilai R/C rasio biaya, dan pendapatan yang diperoleh dari usahatani pembenihan lele dumbo dengan lele sangkuriang. Di samping itu, terdapat pengujian analisis Chi Square yang digunakan untuk melihat variasi per individu mengenai hasil R/C rasio. Setelah itu, diperolehlah hasil dan rekomendasi terbaik dari perbandingan antara kedua pokdakan tersebut. Untuk lebih jelasnya mengenai kerangka pemikiran operasional dapat dilihat pada Gambar 1.
17
Perbedaan Perlakuan dan Penggunaan Input Lele Dumbo dan Sangkuriang pada Pembenihan Lele di Desa Babakan, Kecamatan Ciseeng, Bogor Analisis Perbandingan Usahatani
Output Pembenihan Lele
Penggunaan Faktor Produksi
Penerimaan
Biaya
Pendapatan
Tunai
Imbangan Penerimaan dan Biaya
Total
Rekomendasi Usahatani Pembenihan Lele yang Memberikan Pendapatan Usahatani Tertinggi
Gambar 1 Kerangka Pemikiran Operasional
Faktor Produksi : Benih Pakan Pupuk Pestisida Plastik Karet Tenaga Kerja Biaya Lainnya
Uji Beda Chi Square
18
METODOLOGI PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Desa Babakan, Kecamatan Ciseeng, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Fokus penelitian pada Kelompok Pembudidaya Ikan (Pokdakan) lele Dumbo di UPR Jumbo Lestari dan lele Sangkuriang di Pokdakan Kubang Sejahtera. Lokasi penelitian dipilih dengan metode sensus dengan pertimbangan bahwa lokasi tersebut konsisten di bidang komoditi lele sementara untuk lokasi Desa Babakan merupakan salah satu daerah sentra produksi pembenihan lele di Kabupaten Bogor. Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2013 hingga Januari 2014 Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data primer dan data sekunder, baik data yang bersifat kualitatif maupun kuantitatif. Data primer diperoleh melalui pengamatan langsung (observasi) dan wawancara langsung kepada pembenih lele dengan menggunakan alat bantu kuisioner yang telah diperispakan sebelumnya yang diajukan kepada responden terkait dengan pendapatan usahatani komoditi lele dumbo dan sangkuriang. data yag diperoleh dari hasil wawancara dengan pembenih responden menggunakan data usahatani yang dilakukan pada periode musim tanam Desember 2013 sampai dengan Januari 2014. Data sekunder diperoleh dengan cara mempelajari buku – buku yang terkait komoditas pembenihan lele dan mempelajari hasil – hasil penelitian yang relevan dengan topik usahatani. Selain itu, data sekunder juga diperoleh dari berbagai instansi terkait, yaitu Badan Pusat Statistik, Badan Pelaksana Penyuluhan Pertanian Perikanan dan Kehutanan (BP3K) Wilayah Ciseeng Kabupaten Bogor, Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor serta diperoleh dari literatur – literatur yang relevan seperti buku, jurnal penelitian, internet. Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data primer dilakukan melalui observasi langsung yaitu dengan membuat indikator – indikator pemdapatan usahatani kepada petani selaku responden. Penentuan responden petani dilakukan secara sengaja (purposive) berdasarkan informasi yang diperoleh dari perangkat desa, Dinas Peternakan dan perikanan Kabupaten Bogor, BP3K, dan UPT. Pengumpulan data primer dilakukan di UPR Jumbo Lestari sebanyak 15 petani dan Kubang Sejahtera dengan populasi sebanyak 5 petani. Sedangkan data sekunder, teknik pengumpulan data dilakukan melalui penelusuran pustaka dan studi literatur baik melalui media cetak maupun elektronik seperti pencarian di internet.
19
Metode Pengolahan dan Analisis Data Pengolahan data dan analisis data yang digunakan dalam penelitian ini berupa analisis kualitatif dan kuantitatif berdasarkan data primer dan sekunder yang diperoleh dari hasil penelitian. Analisis kualititatif diuraikan secara deskriptif untuk mengetahui gambaran mengenai aktivitas usahatani pemebnihan lele dumbo dan penggunaan input produksi dalam usahatnai pemebnihan lele dumbo di Desa Babakan, Kecataman Ciseeng, Bogor. Analisis kuantitatif dilakukan dengan menggunakan analisis pendapatan usahatani, analisis imbangan penerimaan dan biaya (R/C analysis) dan analisis chi square untuk melihat variasi per individu. Data primer diperoleh dari hasil wawancara dengan pembenih responden dan diolah dengan bantuan kalkulator dan komputer Microsoft Excel 2013. Hasil pengolahan data primer disajikan dalam bentuk tabel yang kemudian diinterpretasikan dalam bentuk pembahasan. Analisis Pendapatan Usahatani Analisis pendapatan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu analisis pendapatan usahatani. Usahatani merupakan kegiatan ekonomi untuk menghasilkan output (penerimaan) dengan input fisik, tenaga kerja dan modal sebagai korbanannya. Penerimaan total usahatani adalah semua input yang dikeluarkan dalam proses produksi. Pendapatan adalah selisis antara total penerimaan da total pengeluaran (Soekartawi, et al, 1986). Secatra matematis, penerimaan total, biaya dan pendapatan adalah : TR = P*Q TC = biaya tunai + biaya diperhitungkan Keuntungan atas biaya tunai = TR- biaya tunai Keuntungan atas biaya total = TR – TC Keterangan : TR : Total penerimaan usahatani (Rp) TC : Total biaya usahatani (Rp) ∏ : keuntungan usahatani (Rp) P : harga output (Rp/ekor) Q : jumlah output (ekor) Penelitian ini menggunakan konsep penerimaan usahatani yang terdiri dari penerimaan tunai dan penerimaan diperhitungkan. Penerimaan tunai diperoleh dari hasil kali produk dengan harga, sementara penerimaan diperhitungan diperoleh dari input – input yang masih tersisa. Biaya usahatani terbagi menjadi dua yaitu tunai dan diperhitungkan dengan biaya tunai merupakan biaya yang dikeluarkan dalam bentuk tunai dan digunakan untuk melihat seberapa besar likuiditas tunai yang dibutuhkan petani untuk menjalankan usahataninya, sedangkan biaya yang diperhitungkan yaitu biaya yang seharusnya dikeluarkan oleh petani tetapi tidak dikeluarkan oleh petani namun tetap harus diperhitungkan dan digunakan untuk menghitung seberapa besar pendapatan petani jika penyusutan dan nilai tenaga kerja keluarga diperhitungkan. Pendapatan usahatani merupakan salah satu analisis kelayakan usaha. Pendapatan usahatani ini menggunakan periode musim tertentu. Terdapat biaya investasi yang digunakan dan dihitung sebagai biaya penyusutan investasi.
20
Perhitungan biaya penyusutan menggunakan metode garis lurus. Metode ini digunakan karena jumlah penyusutan alat tiap tahunnya dianggap sama dan diasumsikan tidak laku bila dijual (Soekartawi, et al, 1986). Selain itu, untuk melihat keuntungan ekonomis perlu meneliti biaya dan return dari output yang dihasilkan. Sehingga muncullah return and cost ratio yang merupakan perbandingan antara nilai output dan inputnya atau perbandingan antara penerimaan total dengan biaya tunai dalam satu periode tertentu. R/C rasio atas biaya total dihitung dengan membandingkan antara penerimaan total dengan biaya total dalam satu periode tertentu (Soekartawi, et al, 1986) Rumus analisis imbangan penerimaan dan biaya usahatani adalah sebagai berikut: R/C rasio atas biaya tunai = TR / biaya tunai R/C rasio atas biaya total = TR / TC Keterangan : TR : total penerimaan usahatani (Rp) TC : total biaya usahatani (Rp) Jika nilai R/C rasio lebih besar dari satu (R/C > 1), maka menunjukan usaha tersebut menguntungkan begitu pula sebaliknya. Adapun contoh perhitungan pendapatan usaha dapat dilihat di Tabel 8 Tabel 8 Contoh perhitungan pendapatan usaha No A B C D E F G H I J
Uraian Penerimaan Tunai (penjualan x harga) Penerimaan diperhitungkan Penerimaan Total (A+B) Total Biaya Tunai Total Biaya diperhitungkan Total Biaya (D+E) Pendapatan atas biaya tunai (C-D) Pendapatan atas biaya total (C-F) R/C atas biaya tunai (C/D) R/C atas biaya total (C/F)
Satuan
Per Siklus produksi
Per tahun produksi
Kg Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp -
Sumber : Soekartawi, et al (1986)
Analisis Uji Beda Chi Square Pengujian hipotesis dengan X2 adalah hipotesis satu varians yang merupakan pengujian hipotesis suatu populasi yang didasarkan pada varians sample nya. Menurut Firdaus, et al (2011), langkah – langkan pengujian hipotesis satu varians adalah: 1. Menentukan formulasi hipotesis sebagai berikut :
21
Adapun hipotesis yang digunakan terhadap usahatani pembenihan lele dumbo dan sangkuriang yaitu : Ho H1
: Pembenihan lele dumbo dan sangkuriang tidak berbeda nyata R/C tunai dan R/C total : Pembenihan lele dumbo dan sangkuriang memiliki perbedaan R/C tunai dan R/C total
2. Menentukan taraf nyata dan nilai X2 ditentukan dengan derajat bebas (db) = n-1 Menurut Sumertajaya dan Mattjik (2013), taraf nyata yang digunakan untuk bidang sosial ekonomi yaitu 10%. 3. Menentukan kriteria pengujian sebagai berikut :
4. Menentukan nilai statistik uji sebagai berikut
Keterangan : N = jumlah responden S = simpangan baku dumbo = simpangan baku sangkuriang 5. Membuat kesimpulan yakni menyimpulkan Ho diterima atau ditolak. Jika Ho ditolak kesimpulan yang dapat diambil adalah nilai R/C rasio antara pembenihan lele dumbo dan sangkuriang berbeda (lebih besar atau lebih kecil) secara statistik. Namun apabila disimpulkan Ho diterima maka nilai R/C rasio antara pembenihan lele dumbo dan sangkuriang adalah sama secara statistik.
GAMBARAN UMUM
Gambaran Umum Desa Babakan Wilayah, Topografi dan Demografi Desa Babakan Salah satu daerah yang berpotensi dalam pengembangan kawasan minapolitan khususnya pembenihan lele berada di Desa Babakan, Kecamatan Ciseeng, Kabupaten Bogor. Desa Babakan merupakan salah satu desa di Kecamatan Ciseeng, Kabupaten Bogor yang mempunyai luas wilayah 456.442 Ha. Batas wilayah desa adalah sebagai berikut :
22
1. Sebelah Utara 2. Sebelah Selatan
: Desa Parigi Mekar dan Desa Ciseeng : Desa Tegal Kec. Kemang dan Desa Cibeuteung Udik Kec. Ciseeng 3. Sebelah Barat : Desa Putat Nutug dan Desa Cibeuteung Muara 4. Sebelah Timur : Desa Iwul Kec. Parung dan Desa Jampang Kec. Kemang Letak Desa Babakan berada pada ketinggian 100 m dari permukaan laut dengancurah hujan 24.533 mm/tahun, mempunyai kelembaban dengan suhu rata – rata 27 – 32 derajat celcius. Kontur tanah berupa dataran rendah, berbukit dan bergunung – gunung dengan kemiringan 20 derajat. Tabel 9 merupakan peruntukan luas wilayah Desa Babakan. Tabel 9 Komposisi peruntukan luas wilayah Desa Babakan Kecamatan Ciseeng, Kabupaten Bogor No Peruntukan Luas (Ha) Presentase (%) 1 Jalan 2.470 2 Sawah dan ladang 109.270 3 Empang 167.000 4 Pemukiman 160.760 5 Perkuburan 6.180 6 Lain – lain 10.762 Jumlah 456.662
0,541 23,93 36,58 35,22 1,35 2,41 100
Sumber : Monografi Desa Babakan, 2013
Peruntukan empang memiliki presentase paling besar yaitu 36,58% yang digunakan untuk budidaya pembenihan lele yang menyebabkan Desa Babakan termasuk ke dalam kawasan minapolitan. Namun, peruntukan sawah dan ladang akan dialihfungsikan sebagai kolam atau tambak. Hal ini disebabkan karena berbagai pertimbangan seperti : 1. Rencana pengembangan kawasan minapolitan di Desa Babakan, Kecamatan Ciseeng, Kabupaten Bogor 2. Lahan sawah dan ladang dianggap kurang produktif oleh masyarakatnya 3. Belum optimalnya peran kelembagaan tani 4. Belum optimalnya penanganan pasca panen dan peamsaran 5. Rendahnya kualitas dan ketersediaan infrasturkur serta sarana pertanian Kondisi Desa Babakan memiliki karakteristik lahan yang sangat cocok untuk budidaya perikanan khususnya pembenihan lele. Bentang wilayah yang terdiri dari dataran rendah, aliran sungai dan bantaran sungai menyebabkan penyediaan air terjamin. Letak kawasan yang dekat dengan pasar ikan, pertokoan dan lainnya. Jarak dari pusat pemerintahan desa ke pemerintahan kecamatan adalah 3 km dan jarak ke ibukota kabupaten adalah 30 km menyebabkan kondisi tersebut dapat memberikan pengaruh besar pada perkembangan potensi perikanan di Desa Babakan.
23
Gambaran Umum Demografis Komposisi Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin Komposisi penduduk Desa Babakan menurut jenis kelamin pada tahun 2013 dapat digambarkan sebagai berikut, jumlah penduduk laki – laki sebanyak 6.834 jiwa dan jumlah penduduk perempuan sebanyak 6292 jiwa. Dengan demikian berdasarkan gender dapat dikatakan jumlah pendudukan laki – laki lebih besar yaitu 52.06% dibandingkan jumlah penduduk perempuan sebesar 47.94%. Komposisi Penduduk Berdasarkan Struktur Usia Komposisi penduduk Desa Babakan berdasarkan usia pada tahun 2013 sangat bervariasi. Data tersebut juga memperlihatkan bahwa jumlah penduduk terbanyak berada pada usia 19 – 50 tahun. Jumlah penduduk usia produktif yaitu pada usia 19 – 50 tahun sebesar 6608 jiwa atau sekitar 50,34 persen. Jumlah penduduk berdasarkan usia dilihat pada Tabel 10 Tabel 10 Jumlah penduduk berdasarkan usia No Golongan Usia (tahun) Jumlah (jiwa) 1 0-6 2 7-12 3 13-18 4 19-50 5 51-79 6 >80 Jumlah
1681 1218 2347 6608 771 501 13126
Presentase (%) 12,81 9,28 17,88 50,34 5,87 3,82 100
Sumber : Monografi Desa Babakan 2013
Komposisi Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian Pada tahun 2013 jumlah penduduk bekerja berdasarkan lapangan usaha sebanyak 4130 orang. Jumlah tersebut sebesar 1.032 orang atau sekitar 29,69 persen bekerja sebagai pedagang dan sebagai petani berjumlah 1045 jiwa atau sekitar 25,30 persen yang keduanya merupakan mata pencaharian yang paling diminati di Desa Babakan. Jika dilihat dari berbagai mata pencaharian pokok masyarakat Desa Babakan, maka pedagang dan petani mempunyai kontribusi yang besar dan menjadi landasan untuk menyambung hidup masyarakat di Desa Babakan dan dilihat pada Tabel 11
24
Tabel 11 Komposisi penduduk berdasarkan mata pencaharian pokok No Bidang Usaha Jumlah (jiwa) Presentase (%) 1 Petani 1045 25,30 2 Pengusaha 74 1,79 3 Pengrajin 233 5,64 4 Buruh Bangunan 223 5,39 5 Buruh Industri 1032 24,99 6 Pedagang 1226 29,69 7 Pengemudi/jasa 32 0,77 8 Pegawai Negeri Sipil 191 4,62 9 TNI/POLRI 6 0,15 10 Pensiunan 67 1,62 11 Lain – lain 1 0,02 Jumlah 4130 100 Sumber : Monografi Desa Babakan 2013
Komposisi Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan Sektor pendidikan merupakan salah satu program prioritas pembangunan selain pertanian dan perikanan. Hal ini tidak terlepas dari kondisi tingkat pendidikan masyarakat yang relatif masih rendah terbukti dengan presentase pendidikan tertinggi di Desa Babakan sebesar 27,31% yang merupakan tamatan SD. Padahal kualitas SDM masyarakat merupakan faktor determinan dalam keberhasilan pembangunan. Komposisi penduduk berdasarkan tingkat pendidikan di Desa Babakan secara umum masih relatif rendah yang dapat dilihat pada Tabel 13 Tabel 12 Komposisi penduduk menurut tingkat pendidikan di Desa Babakan Kecamatan Ciseeng Kabupaten Bogor No Tingkat Pendidikan Jumlah (orang) Presentase (%) 1 Buta huruf 18 0,14 2 Belum Sekolah 1452 11,06 3 Tidak Tamat Sekolah 2431 18,52 4 Tamat SD 3585 27,31 5 Tamat SMP 2990 22,78 6 Tamat SMA 2435 18,55 7 Tamat Diploma 119 0,91 9 Tamat Sarja 88 0,67 10 Tamat Master 8 0,06 Jumlah 13126 100 Sumber : Monografi Desa Babakan, 2013
Tabel 12 menunjukan komposisi penduduk dengan tingkat pendidikan di Desa Babakan Kecamatan Ciseeng Kabupaten Bogor dengan presentase pendidikan tertinggi berada pada tamat SD. Pendidikan berpengaruh terhadap
25
kemampuan sumber daya manusianya dalam menyerap teknologi baru. Semakin tinggi pendidikan seseorang maka semakin mudah menyerap teknologi baru. Gambaran Umum Bisnis Pembenihan Lele Kelompok UPR Jumbo Lestari Kelompok UPR (Unit Pembenihan Rakyat) Lele Jumbo Lestari merupakan keompok pembudidaya ikan yang bergerak di bidang agribisnis budidaya perikanan khususnya untuk komoditi ikan Lele Dumbo mulai yang dikhususkan untuk pembenihan lele. UPR ini merupakan gabungan atau sebuah kelompok tani yang secara bersama – sama melakukan budidaya dengan menghasilkan benih secara mandiri, sehingga ketersediaan benih ikan tidak lagi tergantung kepada pemerintah yang dahulu ditangani oleh Unit Pembenihan Pemerintah (UPP). Ketika memasuki tahun 2009, akhirnya UPR Jumbo Lestari mampu untuk bergerak mandiri dan kolam yang dimiliki total yaitu 21 kolam tanah dengan masing – masing luasannya mencapai 300 m2 sampai dengan 500 m2. Ketika tahun 2012, kelompok UPR Jumbo Lestari sudah memiliki kolam sebanyak 139 kolam dengan luas lahan secara keseluruhan mencapai 50.000 m2 yang terbagi atas 15 kolam terpal, 117 kolam tanah, 5 kolam induk dan 2 kolam tembok untuk sortasi. Sedangkan untuk kegiatan organisasinya, UPR Jumbo Lestari telah ditunjang dengan pengorganisasian yang baik mulai dari ketua, wakil ketua, bendahara, hingga anggota kelompok yang berjumlah 15 orang. Pencapaian yang baru saja diraih kelompok ini yaitu dipilihnya kelompok UPR Jumbo Lestari sebagai tempat pelatihan budidaya perikanan bagi masyarakat dalam rangka program P2MKP atau Pusat Pelatihan Mandiri Kelautan dan Perikanan yang diselenggarakan oleh Kementrian Kelautan dan Perikanan pada Tahun 2012. Dalam program P2MKP ini kelompok UPR Jumbo Lestari diharapkan mampu memberikan pengetahuan bagi masyarakat sekitar sebagai peserta tentang bagaimana teknik budidaya ikan Lele Dumbo yang baik sehingga diharapkan dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat khususnya di wilayah Desa Babakan, Kecamatan Ciseeng. Kelompok Kubang Sejahtera Kelompok pembenih lele Kubang Sejahtera merupakan keompok pembudidaya ikan yang bergerak di bidang agribisnis budidaya perikanan khususnya untuk komoditi pembenihan ikan Lele Sangkuriang. Kelompok ini merupakan gabungan atau sebuah kelompok tani yang secara bersama – sama melakukan budidaya dengan menghasilkan benih secara mandiri, sehingga ketersediaan benih ikan tidak lagi tergantung kepada pemerintah yang dahulu ditangani oleh Unit Pembenihan Pemerintah (UPP). Kelompok Kubang Sejahtera terdiri dari 5 orang yang semuanya juga mengelola manajemen organisasi baik sebagai ketua, wakil, sekretaris, bendahara dan bagian lapangan. Kelompok Kubang Sejahtera juga merupakan kelompok binaan dari pihak BP3K yang menangani pengembangan perikanan di pedesaan. Kubang sejahtera mengelola bisnis pembenihan lele sangkuriang dengan status kepemilikan yaitu milik pribadi sehingga biaya penggarapan dapat dihilangkan serta luas lahan total yaitu 2.3
26
hektar. Tingkat pendidikan para anggota Kubang Sejahtera yaitu tamatan Sekolah Dasar. Karakteristik Pembenih Lele Salah satu faktor yang berpengaruh terhadap keberhasilan usahatani yaitu faktor internal berupa karakteristik dari pembenih lele. Kinerja pembenih sebagai pengelola akan mempengaruhi hasil usahatani. Pembenih lele yang dijadikan responden berjumlah 20 orang yang terdiri dari 15 pembenih lele dumbo dan 5 pembenih lele sangkuriang. Karakteristik pembenih yang dilihat meliputi umur, luas lahan, tingkat pendidikan, tingkat pengalaman dan padat tebar (Lampiran 6) Umur Pembenih Lele Berdasarkan umur, pembenih lele yang mengusahakan benih dumbo dan sangkuriang dibagi menjadi lima kelompok angkatan kerja yang diperoleh dari perhitungan statistik penentuan kelas sampel berdasarkan umur. Jumlah dan presentase pembenih responden lele dan dumbo dari masing – masing kelompok dapat dilihat pada Tabel 13 Tabel 13 Jumlah pembenih responden berdasarkan kriteria usia di Desa Babakan No Kelompok Pembenih Presentase Pembenih Presentase Usia Dumbo(orang) Dumbo (%) Sangkuriang Sangkuriang (tahun) (orang) (%) 1 34 - 39 6 40 2 40 2 40 - 45 7 46,6 2 40 3 46 – 51 4 52 – 57 1 6,7 5 58 – 63 1 6,7 1 20 Jumlah 15 100 5 100 Tabel 13 menjelaskan responden pembenih lele dumbo dan sangkuriang yang melakukan kegiatan usahatani pembenihan sebagian besar didominasi oleh pembenih berusia 34 tahun sampai dengan 45 tahun. Kriteria umur tersebut masuk dalam rentang usia produktif yaitu antara 30 sampai dengan 50 tahun. Tingkat Pendidikan Tingkat pendidikan formal pembenih lele yang diperoleh dari hasil wawancara pada umumnya masih dapat dikatakan rendah karena pembenih lele beberapa diantaranya berpendidikan terakhir SD. Data jumlah pembenih lele dumbo dan sangkuriang berdasarkan tingkat pendidikan formal disajikan pada Tabel 14. Tabel 14 menunjukan bahwa tingkat pendidikan pembenih lele paling banyak adalah tamatan SD (Sekolah Dasar), yaitu sebanyak 67 persen dari 15 orang pembenih dumbo dan 100 persen dari 5 orang pembenih sangkuriang.
27
Tabel 14 Presentase tingkat pendidikan responden Petani Lele dumbo di UPR Jumbo Lestari dan Sangkuriang di Kubang Sejahtera No Tingkat Dumbo Sangkuriang Pendidikan Jumlah Presentase Jumlah Presentase (Orang) (%) (orang) (%) 1 Tamat SD 10 67 5 100 2 Tamat SMP 4 26 3 Tamat SMA 1 7 Jumlah 15 100 5 100 Menurut Mosher (1965), pembenih berperan sebagai pengelola yang berhadapan dengan berbagai alternatif yang harus diputuskan dan harus dipilih untuk diusahakan. Beberapa hal yang harus diputuskan diantaranya yaitu menentukan cara – cara produksi, menghadapi persoalan tentang biaya, mengusahakan permodalan dan sebagainya. Jika pembenih memiliki tingkat pendidikan yang tinggi maka petani akan mudah mengadposi teknologi dan hal – hal baru dalam kegiatan usahatani yang dapat meningkatkan produktivitas serta pendapatan usahatani. Luas Lahan Lahan pembenihan lele dumbo dan sangkuriang yang dimiliki oleh seluruh pembenih responden merupakan lahan milik sendiri. Dari hasil wawancara yang telah dilakukan, tidak ada satupun responden yang status lahannya adalah lahan sewa. Status kepemilikan lahan yang seluruhnya adalah milik sendiri memudahkan petani untuk menerapkan teknologi baru pada usahatani yang dijalankan. Tabel 15 menjelaskan jumlah petani responden pembenih lele dumbo dan sangkuriang berdasarkan kriteria luas lahan atas pembenihan lele yang dimiliki. Data yang diperoleh menunjukan bahwa responden pembenihan lele baik pembenih lele dumbo ataupun sangkuriang didominasi oleh golongan pembenih berlahan sempit. Tabel 15 Jumlah pembenih lele berdasarkan kriteria luasan rata- rata pembenihan lele yang dimiliki tahun 2013 Luas lahan Pembenih Presentase Pembenih Presentase (hektar) Dumbo(orang) Dumbo (%) Sangkuriang Sangkuriang (orang) (%) a. 0,28 – 0,36 2 13,3 1 20 b. 0,37 – 0,45 4 26,7 2 40 c. 0,46 – 0,54 4 26,7 1 20 d. 0,55 – 0,63 2 13,3 e. 0,64 – 0,72 3 20 1 20 Total 15 100 5 100 Semakin luas lahan yang dimiliki, maka kemungkinan akan semakin banyak jumlah benih yang dapat ditebar sehingga memungkinkan pembenih untuk menghasilkan benih lele yang lebih banyak. Luas lahan yang dimiliki juga menggambarkan besarnya skala usahatani yang dijalankan.
28
Pengalaman Pembenih Lele Menurut Mosher (1965) pengalaman dapat mempengaruhi petani atau pembenih dalam proses pengambilan keputusan dalam kegiatan usahatani yang dijalankan. Dari total 20 orang responden pembenih lele, jumlah terbesar (40 persen) dari 15 orang pembenih lele dumbo dan (40 persen) dari 5 orang pembenih lele sangkuriang memiliki pengalaman berusahatani 22 sampai 26 tahun. Tabel 16 menjelaskan jumlah pembenih responden dumbo dan sangkuriang jika dilihat dari kriteria lama pengalaman berusahatani. Tabel 16 Jumlah pembenih responden berdasarkan kriteria pengalaman berusahatani benih Dumbo dan Sangkuriang Pengalaman Pembenih Presentase Pembenih Presentase Bertani (tahun) Dumbo(orang) Dumbo (%) Sangkuriang Sangkuriang (orang) (%) a. 12 – 16 1 20 b. 17 – 21 5 33,3 1 20 c. 22 – 26 6 40 2 40 d. 27 – 31 3 20 1 20 e. 32 – 36 1 6,7 Total 15 100 5 100 Sumber : UPR Jumbo Lestari dan Kubang Sejahtera (2013)
Tabel 16 menunjukan lamanya responden berusahatani di bidang pembenihan lele baik dumbo ataupun sangkuriang. Pengalaman berusahatani yang dimiliki pembenih lele menunjukan lamanya pembenih berkecimpung dalam usahatani pembenihan lele. Semakin lama pengalaman berusahatani maka dapat disimpukan bahwa pembenih sudah memahami betul teknik budidaya dalam kegiatan usahatani yang dijalankan. Padat Tebar Menurut Prihartono (2011) padat tebar mempengaruhi produksi lele yang dihasilkan disesuaikan dengan luas lahan yang dimiliki. Ukuran padat tebar normal yaitu 10.000 ekor sampai dengan 15.000 ekor per 300 m2. Tabel 17 menunjukan padat tebar yang digunakan oleh pembenih lele dumbo dan sangkuriang. Perhtiungan penggunaan padat tebar 10.000 setara dengan bobot benih 20 Kg yang telah dihitung dengan menggunakan bak yang diisi benih lele kemudian ditimbang dan diukur bobotnya. Penyetaraan ini digunakan untuk mempermudah pembenih lele dalam menghitung benih yang digunakan dalam proses pembudidayaan lele. Jumlah pembenih lele berdasarkan kriteria padat tebar tertera pada tabel 17
29
Tabel 17 Jumlah pembenih lele berdasarkan kriteria padat tebar Padat Tebar Jumlah Responden (orang) Presentase (%) Dumbo Sangkuriang Dumbo Sangkuriang 10.000 13 2 86,7 40 20.000 2 3 13,3 60 Total 15 5 100 100 Tabel 17 menunjukan padat tebar yang digunakan oleh pembenih lele dumbo dan sangkuriang. Dari total pembenih dumbo 15 orang, jumlah terbesar 86,7 persen atau 13 orang terdapat pada pembenih dumbo yang menggunakan padat tebar 10.000 per petaknya. Lain hal nya dengan pembenih lele sangkuriang, yang menggunakan padat tebar yang lebih banyak menggunakan teknik padat tebar 20.000 per petaknya yaitu sebesar 60 persen dari 5 orang pembenih lele sangkuriang. Berdasarkan Standar Nasional Indonesia No 01-6484.4-2000 tentang produksi benih ikan lele kelas sebar, padat tebar optimum untuk pendederan dua dengan benih ukuran 1-3 cm yaitu 10.000 – 15.000 ekor per 300 m2, sementara faktanya, Pokdakan Kubang Sejahtera 60 persen menggunakan padat tebar 20.000 ekor. Gambaran Umum Budidaya Pembenihan Lele Dumbo dan Sangkuriang di Desa Babakan Kegiatan yang dilakukan pembudidaya dalam proses budidaya pendederan ikan lele ini meliputi tahap persiapan kolam, penebaran benih, pemeliharaan kolam, panen dan pemasaran. Kegiatan budidaya sangat penting dalam usahatani karena dapat menentukan jumlah output yang dihasilkan. Persiapan Kolam Persiapan kolam yang dilakukan pembudidaya rata-rata memakan waktu sekitar lima hari yang meliputi kegiatan perbaikan kolam, perbaikan pematang, pemupukan dan pengairan. Perbaikan kolam atau yang biasa disebut moles oleh para pembudidaya merupakan proses memperbaiki kondisi kolam sekaligus untuk membunuh bibit penyakit dan parasit yang ada di kolam. Proses perbaikan kolam biasanya dilanjutkan dengan perbaikan pematang dan memakan waktu antara 5-8 jam per satu kolam. Kegiatan yang dilakukan selama persiapan lahan lainnya yaitu pencangkulan dan pembalikan tanah. Tujuan pembalikan tanah adalah membebaskan senyawa dan gas beracun sisa pemeliharaan sebelumnya, serta hasil dekomposisi bahan organik baik dari kotoran maupun sisa pakan. Selain itu karena tanah menjadi gembur, aerasi akan berjaland dengan baik sehingga kesuburan lahan akan meningkat.
30
Pengapuran Kegiatan pengapuran dilakukan dengan cara memberikan kapur yang bertujuan untuk memperbaiki kualitas air terutama pH dan menghilangkan bibit penyakit. Kegiatan pengapuran diawali dengan mengeringkan tanah selama dua hari sampai denan kondisi tanah retak – retak, kemudian kapur ditebarkan ke seluruh kolam yang sudah retak - retak tersebut. Untuk proses pengapuran, dosis yang diberikan oleh pembudidaya rata-rata sekitar 0,02 kg per m2. Setelah kurang lebih dua jam, tanah yang sudah diberi kapur, kemudian dibalikkan dengan tujuan menstabilkan pH tanah pada kondisi keasaman tujuh sampai delapan. Tujuan pengapuran yaitu menghilangkan penimbunan dan pembusukan bahan organik selama pemeliharaan awal dan mencegah penurunah pH. Bakteri dan jamur pembawa penyakit juga akan mati jika diberi kapur karena bakteri atau jamur sulit bertahan hidup pada pH tersebut. Kapur yang digunakan di lokasi penelitian yaitu kapur dolomite dengan dosis 500 gram/m2. Tujuan lain pengapuran yaitu memberantas hama, penyakit dan memperbaiki kualitas tanah. Jika kolam memiliki ph rendah, dapat diberikan kapur lebih banyak, dan sebaliknya jika tanah sudah cukup baik maka pemberian kapur hanya bertujuan untuk memberantas hama penyakit. Akan tetapi di lokasi penelitian, petani jarang melakukan kegiatan pengapuran. Pemupukan Kegiatan pemupukan dilakukan agar plankton yang menjadi pakan alami benih ikan lele dapat tumbuh lebih subur. Pemupukan dilakukan menggunakan pupuk kandang yang disebut postal dengan dosis rata-rata 0,36 kg per m2. Fungsi utama pemupukan untuk memberikan unsur hara bagi tanah, memperbaiki struktur tanah dan menhambat peresapan air pada tanah yang tidak kedap air. Penggunaan pupuk untuk dasar kolam sangat tepat karena mengandung unsur – unsur mineral penting dan asam – asam organik utama memberikan bahan – bahan yang diperlukan untuk peningkatan kesuburan lahan dan pertumbuhan plankton. Pengelolaan Air Lamanya proses pengairan tergantung dari luas kolam dan banyaknya air yang masuk ke kolam. Kedalaman air kolam pada usaha pendederan ikan lele ini biasanya diawali dengan pengisian air ke dalam kolam dan tinggi berkisar antara 40cm – 60cm Setelah proses pengairan selesai kolam biasanya didiamkan kembali selama 1-2 hari agar ditumbuhi plankton dan tumbuhan air yang akan menjadi pakan alami bagi benih ikan lele. dalam pemeliharaan pembenih biasanya mengalam kesulitan memperoleh air tawar khususnya pada saat musim kemarau yaitu bulan April atau Mei. Cara penanggulannya dengan cara membuat sumur di dekat kolam sehingga petani tidak kekurangan air tawar
31
Penebaran Benih Penebaran benih lele biasanya dilakukan setelah kondisi kolam telah banyak ditumbuhi plankton. Benih yang ditebar pada usaha pendederan ikan lele di Kecamatan Ciseeng ini biasanya disesuaikan dengan keinginan pembudidaya. Suatu usaha disebut sebagai usaha pendederan apabila benih hasil panen bukan untuk konsumsi. Pembudidaya lele di Kecamatan Ciseeng tidak memiliki patokan yang pasti untuk padat penebaran dan hanya mendasarkannya pada pengalaman. Padat penebaran untuk benih ikan lele ini berkisar antara 10.000 sampai 15.000 ekor per 300 m2. Waktu penebaran benih biasanya dipilih pagi atau sore hari dengan alasan cuaca tidak terlalu panas dan menghindari stress pada benih sehingga ketika esok harinya diberikan pakan, nafsu makan ikan akan meningkat. Sebelum ditebarkan ke kolam, benih di aklimatisasi dulu (perlakuan penyesuaian suhu) denan cara memasukan air kolam sedikit demi sedikit ke dalam wadah pengangkut benih. Benih yang sudah teraklimatisasi akan dengan sendirinya keluar dari wadah angkut benih menuju lingkungan yang baru yaitu kolam. Hal ini berarti bahwa perlakuan tersebut dilakukan diatas permukaan air kolam dimana wadah benih mengapung diatas air. Pemeliharaan Proses pemeliharaan pada usaha pendederan ikan lele yang dilakukan pembudidaya di Kecamatan Ciseeng ini biasanya berlangsung selama 25 – 30 hari. Selama masa pemeliharaan, kegiatan utama yang dilakukan pembudidaya adalah pemberian pakan tambahan. Pemberian pakan tambahan biasanya dilakukan dua kali sehari, yaitu pada pagi hari dan sore hari. Proses pemberian pakan tambahan harus dilakukan secara teratur sebab benih lele memiliki kecenderungan untuk bersifat kanibal bila kekurangan makanan. Selama 15 – 20 hari pertama, benih lele biasanya diberi pakan tambahan berupa postal yang terbuat dari kotoran ayam yang sekaligus berfungsi sebagai pupuk. Untuk selanjutnya pakan tambahan yang diberikan berupa kombinasi antara postal dengan pelet. Selain itu selama masa pemeliharaan, pembudidaya juga melakukan kegiatan seperti pembersihan kolam dari hama serta mengontrol ketinggian air. Ketinggian air ini perlu dijaga agar benih tidak perlu berenang terlalu jauh untuk mendapatkan makanan. Dalam sub-sistem produksi, para petani budidaya pembenihan ikan lele dapat menggunakan sistem pembenihan ikan secara alami atau secara buatan dengan penyuntikan. Lele sudah dapat dipijahkan secara alami. Namun demikian banyak orang yang lebih suka memijahkan dengan cara buatan ( disuntik ) karena penjadwalan produksi dapat dilakukan lebih tepat. Proses yang harus dilaksanakan dlam usaha pembenihan ikan lele:
32
1. Pematangan Gonad Pematangan gonad dilakukan di kolam seluas 50 - 200 m2 dengan kepadatan 2 - 4 kg/m2. Setiap hari diberi pakan tambahan berupa pelet sebanyak 3 persen/hari dari berat tubuhnya dan pemberian pakan dapat dilakukan 3 kali sehari. 2. Seleksi Induk Seleksi bertujuan untuk mengetahui tingkat kematangan induk yang akan dipijahkan. Induk betina ditandai dengan perutnya yang buncit dan kadangkadang apabila dipijit kearah lubang kelamin, keluar telur yang warnanya kuning tua. Induk jantan ditandai dengan warna tubuh dan alat kelaminnya agak kemerahan 3. Pemberokan Pemberokan dilakukan dalam bak seluas 4 - 6 m2 dan tinggi 1 m, selama 1 - 2 hari. Pemberokan bertujuan untuk membuang kotoran dan mengurangi kandungan lemak dalam gonad. Setelah diberok, kematangan induk diperiksa kembali. 4. Penyuntikan Induk betina disuntik dengan larutan hipofisa ikan mas sebanyak 2 dosis (1kg induk membutuhkan 2 kg ikan mas) dan jantan 1/2 dosis atau ovaprim 0,3 ml/kg. Penyuntikan dilakukan pada bagian punggung. 5. Pemijahan / Pengurutan Apabila akan dipijahkan secara alami, induk jantan dan betina yang sudah disuntik disatukan dalam bak yang telah diberi ijuk dan biarkan memijah sendiri. Apabila akan diurut, maka pengurutan dilakukan 8 - 10 jam setelah penyuntikan. Langkah pertama adalah menyiapkan sperma: ambil kantong sperma dari induk jantan dengan membedah bagian perutnya, gunting kantong sperma dan keluarkan. Cairan sperma ditampung dalam gelas yang sudah diisi NaCl sebanyak 1/2 bagiannya. Aduk hingga rata. Bila terlalu pekat, tambahkan NaCl sampai larutan berwarna putih susu agak encer. Ambil induk betina yang akan dikeluarkan telurnya. Pijit bagian perut ke arah lubang kelamin sampai telurnya keluar. Telur ditampung dalam mangkuk plastik yang bersih dan kering. Masukan larutan sperma sedikit demi sedikit dan aduk sampai merata. Tambahkan larutan NaCl agar sperma lebih merata. Agar terjadi pembuahan, tambahkan air bersih dan aduklah agar merata sehingga pembenihan dapat berlangsung dengan baik, untuk mencuci telur dari darah dan kotoran lainnya, tambahkan lagi air bersih kemudian dibuang. Lakukan 2 - 3 kali agar bersih. Telur yang sudah bersih dimasukkan kedalam hapa penetasan yang sudah dipasang di bak. Bak dan hapa tersebut berukuran 2 m x 1 m x 0,4 m dan sudah diisi air 30 cm. Cara memasukan, telur diambil dengan bulu ayam, lalu sebarkan ke seluruh permukaan hapa sampai merata.
33
Dalam 2-3 hari telur akan menetas dan larvanya dibiar- kan selama 4-5 hari atau sampai berwarna hitam. 6. Pendederan Persiapan kolam pendederan dilakukan seminggu sebelum penebaran larva, yang meliputi: pengeringan, perbaikan pematang, pengolahan tanah dasar dan pembuatan kemalir. Pengapuran dilakukan dengan melarutkan kapur tohor kedalam tong, kemudian disebarkan ke seluruh pematang dan dasar kolam. Dosisnya 250 - 500 g/m2. Pemupukan menggunakan kotoran ayam dengan dosis 500 - 1.000 gr/m2. Kolam di isi air setinggi 40 cm dan setelah 3 hari, disemprot dengan organophosphat 4 ppm dan dibiarkan selama 4 hari. Pendederan dilakukan selama 21 hari. Pakan tambahan diberikan setiap hari berupa tepung pelet sebanyak 0,75 gr/1000 ekor. Pada usia 5 (lima) hari benih ikan siap diberi makan cacing sutra (cacing merah/benang), setelah 10 (sepuluh ) hari benih dikasih makan pelet (sentrat) ukuran P 0, pada usia ini biasanya kolam pemijahan terlihat penuh, maka dari itu bagi benih ikan jadi 2 (dua) kolam tempatkan pada kolam pembesaran berukuran 4 x6 m. usia 15 (limabelas) ganti pelet dengan ukuran P1, pada umur 25 hari benih lele siap disaring sekaligus dipindah ketempat yang lebih besar. Penyaringan dilakukan dengan ember yang berlubang dengan ukuran saringan 1 (satu), kegiatan penyaring dilakukan setiap 1 (satu) minggu dan ukuran saringan dinaikkan 1 t (satu) tiap satu minggu. Pada usia 40 hari, ikan siap dijual dengan ukuran 2,3,4, maksudnya ikan lele dengan ukuran panjang 2 cm, 3 cm, atau 4 cm atau dibesarkan sendiri untuk dijual sebagai ikan konsumsi. Maksud dari dilakukannya penyaringan adalah agar benih dapat seragam/seukuran. Pemanenan Proses pemanenan biasanya dilakukan pada saat benih telah dipelihara selama 25-30 hari dengan ukuran antara 3 cm sampai dengan 12 cm. Ukuran benih lele hasil panen ini amat dipengaruhi oleh ukuran benih saat penebaran. Waktu panen biasanya dilakukan malam hari dengan pertimbangan cuaca dingin dan panen dapat selesai pada pagi hari. Pemilihan waktu panen pada malam hari ini juga bertujuan untuk menghindari stres pada benih yang dipanen. Proses pemanenan dimulai dengan pengeringan kolam. Pengeringan dilakukan dengan cara menutup saluran pemasukan air dan membuka saluran pengeluaran air. Pada saluran pengeluaran air ini dipasangi osom (sosog) yang fungsinya mencegah agar benih tidak ikut terbuang. Selama proses pengeringan, dibuat suatu kamalir di sekeliling kolam atau di tengah kolam dengan tujuan agar benih berenang menuju ke tempat yang masih mengandung air. Benih yang sudah terkumpul dalam kamalir kemudian diambil dengan menggunakan seser dan dipindahkan ke kolam yang sudah diberi hapa. Sebelum dimasukkan ke dalam hapa, benih biasanya
34
disortir terlebih dahulu sesuai dengan ukuran menggunakan bak saringan. Ratarata produksi yang dihasilkan pada usaha pendederan ikan lele ini sebanyak 39 ekor per m2 dengan survival rate sebesar 55,71%.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis Pendapatan Usahatani Pembenihan Lele Analisis pendapatan usahatani digunakan untuk mengetahui gambaran mengenai struktur biaya, penerimaan dan pendapatan dari kegiatan usahatani yang dijalankan. Metode yang digunakan dalam analisis ini yaitu membandingkan antara pendapatan usahatani pembenihan lele dumbo dengan pembenihan lele sangkuriang dengan masing – masing jumlahnya yaitu 15 orang dan 5 orang. Analisis pendapatan usahatani ini menggunakan hasil perhitungan rata – rata dari responden pembenih lele dumbo dan sangkuriang dengan luas lahan satu hektar yang dihitung pada periode bulan Desember sampai dengan Januari dengan empat kali produksi yaitu pada benih ukuran 5-6 cm, 7-8 cm, 9-10 cm dan 11-12 cm. Pendapatan usahatani pembenihan lele dibagi menjadi pendapatan usahatani atas biaya tunai dan pendapatan usahatani atas biaya total. Biaya tunai adalah yang biaya yang dikeluarkan pembenih dalam bentuk uang tunai untuk keperluan usahatani pembenihan lele. Biaya total yaitu penjumlahan biaya tunai usahatani dengan biaya non tunai. Sedangkan biaya non tunai yaitu biaya yang tidak dikeluarkan secara tunai sehingga masuk ke dalam biaya yang diperhitungkan. Analisis Penerimaan Pembenihan Lele Dumbo dan Sangkuriang Penerimaan petani pembenihan lele berasal dari produksi pembenihan lele yang dihasilkan mulai dari ukuran 5-6 cm, 7-8 cm, 9-10 cm, dan 11-12 cm. Ukuran benih yang dibudidayakan mencapai pada ukuran 5 – 6 cm, 7 – 8 cm, 9 – 10 cm dan 11 – 12 cm dengan melakukan tiga kali pendederan. Dengan kondisi benih yang kontinuitasnya masih rendah maka petani membentuk kemitraan bersama dengan Gunung Sindur dan Desa Cogrek untuk kepastian pasar juga benih ukuran 1 – 2 cm sehingga diharapkan mampu untuk memberikan dampak yang signifikan terhadap kebutuhan benih para petani pembenih lele baik lele dumbo maupun lele sangkuriang. Penerimaan petani pembenihan lele dumbo dan sangkuriang beragam tergantung dengan ukuran masing – masing benih yang dihasilkan. Semakin panjang ukuran yang dihasilkan maka akan semakin tinggi harga yang ditawarkan, namun hal ini sejalan dengan tingkat mortalitas dan risiko pembenihan lainnya yang juga semakin meningkat serta lamanya waktu yang dibutuhkan untuk membesarkan benih lele tersebut Harga jual dari keempat ukuran yang dihasilkan berbeda- beda. Harga jual per ekornya untuk ukuran 5-6 cm yaitu Rp 70/ekor, ukuran 7-8 cm yaitu Rp 110/ekor, ukuran 9-10 cm yaitu Rp 160/ekor dan ukuran 11-12 cm yaitu Rp
35
210/ekor. Hasil penerimaan total pembenih lele dumbo lebih rendah dibandingkan dengan lele sangkuriang dikarenakan pembenih lele dumbo menggunakan padat tebar 20.000/petak yang lebih sedikit yaitu 13,3 persen atau 2 dari 15 orang, sementara pembenih lele sangkuriang sebanyak 60% atau 3 dari 5 orang yang tertera pada Tabel 17. Tabel 18 menunjukan penerimaan total pembenihan lele dumbo dalam satu periode (bulan) yaitu sebesar Rp 26.358.185, sedangkan pembenihan lele sangkuriang sebesar 27.916.349. Besarnya produksi benih lele secara keseluruhan ukuran untuk benih dumbo dan sangkuriang masing – masing sebesar 208.348 ekor dan 218.844 ekor. Tabel 18 Hasil panen dan penerimaan tunai pada usahatani pembenihan Lele Dumbo dan Sangkuiriang per Hektar Ukura n (cm) 5-6 7-8 9-10 11-12 Total
Produksi (ekor/hekt ar/periode )
58.461 71.400 41.409 37.078
Benih Dumbo
Harga Jual (Rp/ek or)
70 110 160 210
Penerimaan (Rp/hektar/p eriode)
%
4.092.260 7.854.005 6.625.464 7.786.457 26.358.185
15,5 29,8 25,1 29,5 100
Produksi (ekor/hekt ar/periode )
66.800 64.329 45.119 42.596
Benih Sangkuriang Harga Jual (Rp/ek or)
70 110 160 210
Penerimaan (Rp/hektar/per iode)
4.675.986 7.076.236 7.219.031 8.945.097 27.916.349
%
16,7 25,3 25,9 32,1 100
Pengeluaran Pembenihan Lele Dumbo dan Sangkuriang Pengeluaran usahatani terdiri dari biaya tunai dan biaya non tunai atau yang diperhitungkan. Pengeluaran usahatani pembenihan lele dumbo dan sangkuriang diantaranya untuk saprotan, tenaga kerja, sewa lahan dan penyusutan yang tertera pada tabel 19 Tabel 19 Total biaya usahatani pembenihan lele dumbo dan sangkuriang per hektar Biaya Saprotan Tenaga Kerja Sewa Lahan Penyusutan Jumlah
Pembenih Lele Dumbo Total Nilai (Rp) Presentase (%) 15.614.341 82,99 2.820.000 14,99 203.750 1,08 175.563 0,94 18.813.654 100
Pembenih Lele Sangkuriang Total Nilai (Rp) Presentase (%) 20.755.115 86,27 2.933.600 12,19 191.667 0,8 177.986 0,74 24.058.368 100
Tabel 19 menunjukan total nilai biaya pembenihan lele dumbo lebih rendah dari pembenihan sangkuriang. Jumlah biaya total pembenih dumbo sebesar Rp 18.813.654 dan pembenih sangkuriang sebesar Rp 24.058.368. Pengeluaran biaya usahatani tersebut digunakan untuk saprotan, tenaga kerja, lahan, pajak dan penyusutan. Alokasi biaya terbesar yaitu pada biaya saprotan sebesar 82,99 persen pada pembenih dumbo dan 86,27 persen untuk pembenih sangkuriang. Alokasi biaya terbesar setelah saprotan yaitu tenaga kerja sebesar 14,99 persen untuk pembenih dumbo dan 12,19 persen untuk pembenih sangkuriang. Presentase sewa lahan terhadap biaya total yaitu pembenih dumbo sebesar 1,08 persen dan pembenih sangkuriang sebesar 0,8 persen. Alokasi biaya terendah
36
yaitu biaya penyusutan dengan 0,94 persen bagi pembenih dumbo dan 0,74 persen bagi pembenih sangkuriang. Biaya Tunai Biaya tunai adalah biaya yang dikeluarkan petani atau pembenih. Responden selama kegiatan usahatani berlangsung mulai dari pengolahan lahan hingga pemasaran hasil. Biaya tunai pada pembenihan lele dumbo dan sangkuriang yaitu benih (ekor) ukuran 1-2 cm, pakan berupa cacing sutra, pelet tepung, pelet F99 dan pelet L1, pupuk postal (kg), pestisida berupa booster dan garam, dan tenaga kerja luar keluarga (HOK). Komponen biaya tunai paling banyak dikeluarkan oleh petani yaitu benih dan pakan. Pengeluaran biaya tunai (Tabel 20) Tabel 20 Komponen biaya tunai usahatani pembenihan Lele Dumbo dan Sangkuriang Uraian Biaya Tunai Saprotan TKLK Total
Pembenih Lele Dumbo Nilai (Rp) % 15.614.341 88,71 1.986.400 11,29 17.600.741 100
Pembenih Sangkuriang Nilai (Rp) % 20.755.115 91,13 2.020.000 8,87 22.775.115 100
Komponen biaya tunai dan jumlah ang dikeluarkan masing – masing kelompok pembenih berbeda. Perbedaan biaya secara signifikan dengan jumlah besar terlihat pada komponen jumlah biaya saprotan dan biaya tenaga kerja. Biaya saprotan yang terdiri dari benih, pakan, pestisida dan pupuk lebih besar dibandingkan dengan tenaga kerja luar keluarga (TKLK). Komponen biaya tunai masing – masing akan dijelaskan sebagai berikut : 1. Saprotan a. Biaya Benih Pembenih lele dumbo maupun sangkuriang mendapatkan benih lele ukuran 1-2 cm dari Gunung Sindur untuk kemudian dibudidayakan sampai dengan ukuran 11-12 cm. Hal ini bertujuan untuk mengurangi tingkat mortalitas pada benih lele. Harga benih per ekornya yaitu Rp 30/ekor. Pembenih umumnya sudah mengetahui kebutuhan benih untuk luasan yang digarap, sehingga dapat menyesuaikan penyediaan luasan lahan. Total biaya benih rata – rata pada pembenih lele dumbo yaitu Rp Rp 8.278.260 sementara untuk lele sangkuriang yaitu Rp 12.023.490 yang tertera pada lampiran 3 Mortalitas atau tingkat kematian benih saat dibudidayakan berbeda – beda. Perhitungan mortalitas dihitung dengan cara menggunakan bobot per ukuran kemudian dikonversi menjadi satuan ekor. Mortalitas bagi pembenihan lele dumbo sebesar 6% untuk benih ukuran 5-6 cm, 13,5% untuk benih ukuran 7-8 cm, 16,04% untuk benih ukuran 9-10 cm, dan 16,8% untuk benih ukuran 11-12 cm. Sementara untuk pembenihan lele sangkuriang yaitu 19,52% untuk benih ukuran 5-6 cm, 22,32% untuk benih ukuran 7-8 cm, 23,78% untuk benih ukuran 9-10 cm, dan 25,63% untuk benih ukuran 11-12 cm yang tertera pada (lampiran 8)
37
b. Biaya Pakan Biaya pakan merupakan komponen biaya tunai di dalam biaya yang dikeluarkan pembenih lele dumbo dan sangkuriang. Biaya pakan masing – masing pembenih lele dumbo dan sangkuriang berbeda – beda karena jumlah pakan yang digunakan. Jika petani tidak mensiasati penekanan biaya pakan akan meningkatkan biaya pakan dan biaya lainnya. Begitu pula, jika dipandang dari sisi budidayanya, penggunaan pakan yang terlalu banyak dengan harapan agar ikan cepat besar akan berakibat fatal yaitu menumpuknya sisa pakan yang tidak dimakan dan menyebabkan peningkatan zat amoniak yang tinggi pada dasar kolam dan menjadi racun bagi biota yang ada di dalamnya. Biaya pakan terdiri menjadi tiga bagian yaitu pakan cacing sutera, pelet tepung dan pelet f99. Biaya pakan untuk pembenihan lele dumbo lebih rendah dibandingkan dengan lele sangkuriang yaitu sebesar Rp 3.938.095 untuk benih dumbo sedangkan untuk sangkuriang yaitu Rp 5.570.580 yang tertera pada (lampiran 3) c. Biaya Pupuk Biaya pupuk merupakan salah satu komponen dari biaya tunai. Pupuk yang digunakan oleh pembenih lele dumbo di UPR Jumbo Lestari dan Kubang Sejahtera yaitu Postal. Adapun fungsi postal saat pemupukan yaitu sebagai penyubur tanah dan menumbuhkan fitoplankton dimana fitoplankton tersebut berfungsi sebagai pakan alami benih ketika baru pertama ditebar. Melalui adanya pakan alami tersebut dapat mengurangi biaya pakan sehingga petani dapat lebih hemat dalam penggunaan pakan buatan. Nilai biaya pupuk untuk pembenih sangkuriang sedikit lebih besar dibandingkan dengan pembenih lele dumbo yaitu sebesar Rp 1.966.800 sedangkan biaya pakan untuk dumbo sebesar Rp 1.866.400. Hal tersebut diduga menyebabkan produksi dan produktivitas pembenih lele dumbo dan sangkuriang cenderung tidak memiliki perbedaan yang mencolok. Adapun data lengkap mengenai biaya pupuk tertera pada (lampiran 3) d. Biaya Pestisida Komponen lainnya yang terdapat di dalam biaya tunai yaitu biaya pestisida. Pestisida yang biasa digunakan oleh petani pembenih lele dumbo berupa garam dan boster. Sedangkan, pembenih lele sangkuriang hanya menggunakan garam sebagai pestisida. Adapun fungsi dari garam yaitu untuk mengusir ular – ular dan bakteri yang akan masuk ke dalam lingkungan budidaya. Sementara, fungsi dari booster yaitu sebagai vitamin dan penambah nafsu makan ikan serta membasmi bakteri pathogen yang ada di dalam air. Adapun biaya pestisida yang dikeluarkan oleh pembenih dumbo yaitu Rp 858.930 yang terdiri dari booster dan garam. Sedangkan untuk pembenih sangkuriang biaya pestisida yang dikeluarkan sebesar Rp 504.260. e. Biaya Lainnya Biaya lainnya yang dikeluarkan oleh pembenih lele dumbo dan sangkuriang yaitu plastick packing, karet, transportasi dan komunikasi. Adapun biaya lainnya yang dikeluarkan oleh pembenih lele dumbo yaitu sebesar Rp 501.500 sedangkan untuk pembenih sangkuriang yaitu sebesar Rp 529.000 yang tertera pada lampiran 3
38
f. Pajak Lahan Pajak Lahan dari rata – rata luas lahan 0,489 hektar yang dikeluarkan oleh pembenih lele dumbo sebesar Rp 171.150 sementara pajak lahan dari rata – rata luas lahan 0,46 hektar yang dikeluarkan oleh pembenih lele sangkuraing yaitu sebesar Rp 161.000 (lampiran 3). 2. Tenaga Kerja Luar Keluarga Tenaga kerja merupakan salah satu faktor produksi yang penting bagi usaha pembenihan lele baik dumbo ataupun sangkuriang. Hari orang kerja (HOK) yang dilakukan di daerah penelitian yaitu enam jam per hari, mulai dari 07.00 – 13.00, sementara biasanya HOK yang dilakukan yaitu delapan jam per hari. Perhitungan tersebut digunakan untuk menghitung biaya tenaga kerja mulai dari pengolahan lahan yang terdiri dari pembersihan, penjemukan, pengapuran, pemupukan, pengisian air, penanaman, pemeliharaan, pengendalian hama dan penyakit serta pemanenan. Adapun perhitungan Hari Orang Kerja (HOK) adalah sebagai berikut : Hari Orang Kerja = (Jumlah Tenaga Kerja x Jam Kerja/hari x Variabel x UMP)/8
Setelah HOK diperoleh, maka dilanjutkan lagi pada perhitungan biaya tenaga kerja untuk pembenihan lele dumbo dan sangkuriang yaitu : Biaya Tenaga Kerja : Hari Orang Kerja x Upah Di daerah penelitian baik UPR Jumbo Lestari ataupun Kubang Sejahtera, upah yang diberikan kepada pria yaitu Rp 30.000 per hari dan untuk wanita Rp 25.000 per hari. . Jadi, tenaga kerja pria dengan upah Rp 30.000 dihitung sebagai 1 HKP (Hari Kerja Pria). Sedangkan wanita dengan upah Rp 25.000 dihitung sebagai 0,83 HKP dengan cara upah wanita dibagi dengan upah pria. Jumlah hari kerja dalam kegiatan usahatani dikonversi ke dalam HOK. 1 HOK dalam usahatani adalah delapan jam kerja sehingga satu hari kerja di daerah penelitian setara dengan 6/8 HOK. Sehingga HKW dikonversi ke HKP, maka dapat diketahui upah per hari kerja Rp 30.000. Upah tersebut merupakan upah selama enam jam sehingga per jamnya yaitu Rp 5.000 oleh karena itu, upah per HOK selama delapan jam adalah Rp 40.000. Tenaga kerja luar keluarga yang digunakan baik pembenih dumbo ataupun sangkuriang banak berasal dari luar keluarga atau buruh. Unit rata – rata tenaga kerja masing – masing pembenih berbeda. Jumlah biaya TKLK pembenih lele dumbo sebesar Rp 1.986.400 sementara pembenih lele sangkuriang sebesar Rp 2.020.000. Adapun perhitungan biaya TKLK pembenih lele secara jelas dapat dilihat pada (Lampiran 4) Biaya Non Tunai (diperhitngkan) Biaya non tunai atau biaya yang diperhitungkan merupakan biaya yang tidak diperhitungkan sebagai biaya yang telah dikeluarkan. Biaya non tunai terdiri dari sewa lahan, penyusutan alat – alat pertanian dan tenaga kerja dalam keluarga. Rincian biaya non tunai pembenih lele responden (Tabel 21)
39
Tabel 21 Biaya non tunai usahatani pembenihan Lele Dumbo dan Sangkuriang Uraian Pembenih Dumbo Pembenih Sangkuriang Nilai (Rp) % Nilai (Rp) % Sewa Lahan 203.750 16,79 191.667 14,94 Penyusutan 175.563 14,47 177.986 13,87 TKDK 833.600 68,74 913.600 71,19 Total Biaya 1.212.913 100 1.283.253 100 Non Tunai 1. Sewa Lahan Sewa lahan dimasukan kedalam komponen biaya non tunai karena pembenih lele secara menyeluruh memiliki lahan milik sendiri. Sehingga, sewa lahan dimasukan ke dalam biaya non tunai atau biaya diperhitungkan. Adapun sewa lahan yang ditetapkan oleh pembenih dumbo dan sangkuriang yaitu Rp 5.000.000 per hektar per tahun. 2. Penyusutan Alat – alat Pertanian Penyusutan perlatan yaitu dengan menghitung penyusutan alat pertanian yang digunakan dalam usahatani pembenihan lele. Peralatan usahatani terdiri dari bak sortir besar, bak sortir kecil, saringan seser, pompa air, drum, pacul, hapa grading, selang, dan timbangan. Penyusutan dihitung dengan menggunakan metode garis lurus dengan asumsi peralatan setelah umur teknis habis tidak dapat digunakan lagi. Penggunaan peralatan pada masing – masing responden berbeda. Hal tersbeut berdampak pada biaya penyusutan masing – masing responden pun berbeda. Adapun perhitungan penyusutan dari peralatan berupa alat-alat pembenihan ataupun indukan dihitung dengan membagi nilai pembelian dikurangi nilai sisa yang dibagi dengan umur ekonomisnya. Metode yang digunakan menggunakan metode garis lurus. Biaya rata – rata untuk penyusutan peralatan pada 1 periode tanam untuk pembenih lele dumbo sebesar Rp 175.563 sedangkan untuk pembenih lele sangkuriang yaitu Rp 177.986 yang untuk lebih lengkapnya tertera pada lampiran 5 Perbedaan presentase alokasi biaya penyusutan peralatan antara pembenih lele dumbo dan sangkuriang tidak jauh berbeda. Presentase alokasi biaya penyusutan peralatan terhadap biaya non tunai pembenih lele dumbo sebesar 14,47 persen dan sangkuriang sebesar 13,82 persen. 3. Tenaga Kerja dalam Keluarga Biaya tenaga kerja dalam keluarga termasuk ke dalam biaya non tunai atau biaya yang diperhitungkan. Berdasarkan penjelasan sebelumnya diketahui bahwa penggunaan tenaga kerja luar keluarga lebih besar dibandingkan tenaga kerja dalam keluarga. Jumlah biaya tenaga kerja dalam keluarga pembenih dumbo sebesar Rp 833.600 dan pembenih sangkuriang sebesar Rp 913.600 Persentase alokasi biaya tenaga kerja dalam keluarga terhadap biaya non tunai pembenih lele dumbo sebesar 68,74 persen dan pembenih sangkuriang sebesar 71,19 persen. Hal tersebut menunjukan pentingnya peran anggota keluarga dalam usahatani pembenihan lele. Jumlah tenaga kerja dalam keluarga dapat berperan dalam besarnya pendapatan tunai yang diterima.
40
Analisis Perbandingan Pendapatan Usahatani dan R/C Rasio Pembenih Lele Dumbo dengan Pembenih Lele Sangkuriang Perbandingan (nisbah) antara penerimaan dan biaya yang merupakan keuntungan relatif dari suatu kegiatan usahatani berdasarkan perhitungan finansial disebut sebagai R/C ratio dimana pendapatan yang besar tidak selalu menunjukkan efisiensi yang tinggi. Return and Cost Ratio (R/C rasio) merupakan perbandingan antara nilai output dan inputnya Terdapat beberapa kriteria yang dapat ditunjukan dari hasil analisis R/C rasio, kriteria tersebut menunjukan tingkat keuntungan dari usahatani yang dilakukan, diantaranya: a. R/C > 1, maka usahatani tersebut menguntungkan, karena setiap rupiah biaya yang dikeluarakan akan menghasilkan penerimaan sebesar lebih dari satu rupiah. b. R/C = 1, maka usahatani tersebut dikatakan impas karena setiap satu rupiah biaya yang dikeluarkan akan menghasilkan penerimaan sebesar satu rupiah. c. R/C < 1, maka usahatani tersebut dikatakan tidak menguntungkan karena setiap satu rupiah biaya yang dikeluarkan akan menghasilkan penerimaan sebesar kurang dari satu rupiah Pendapatan rata – rata usahatani pembenihan lele per musim tanam yang dihitung selama 1 periode ( 1 bulan) adalah pendapatan atas biaya tunai dan biaya total. Pendapatan atas biaya tunai diperoleh dengan cara mengurangi penerimaan total dengan biaya tunai, sedangkan pendapatan total diperoleh dengan mengurangi penerimaan total dengan biaya total. Penerimaan yang diperoleh dari hasil produksi benih mulai dari ukuran 5-6 cm, 7-8 cm, 9-10 cm sampai dengan 11-12 cm. Output atau produk yang dihasilkan secara keseluruhan dijual sehingga tidak ada penerimaan diperhitungkan. Nilai R/C rasio tidak hanya dikatakan layak melalui nilai yang lebih dari satu, akan tetapi juga dilihat dari lamanya produksi untuk menghasilkan output. Perbandingan pendapatan rata – rata dan R/C pembenihan lele dumbo dengan sangkuriang tertera pada Tabel 22
41
Tabel 22 Perbandingan R/C rasio pembenihan Lele Dumbo dan Sangkuriang No
A B
C
D E F G H
Uraian Produksi 5 – 6 cm 7 – 8 cm 9 – 10 cm 11 – 12 cm Total Penerimaan Biaya Tunai Benih (ekor) PakanCacing sutra (liter) PeletTepung (kg) Pelet F99 (kg) PupukPostal (kg) Booster (sachet) Garam Plastik Packing (kg) Karet (kg) Transportasi (siklus) Komunikasi (siklus) Pajak Lahan (Ha) TKLK TotalBiaya Tunai Biaya diperhitungkan Penyusutan Sewa Lahan TKDK Total Biaya diperhitungkan Total Biaya (B+C) PAB tunai (A-B) PAB total (A-D) R/C atas B Tunai (A/B) R/C atas b total (A/D)
Pembenih Dumbo Jumlah Harga (Rp)
Nilai (Rp)
(%)
Pembenih Sangkuriang Jumlah Harga Nilai (Rp) (Rp)
(%)
58.461 71.400 41.409 37.078
70 110 160 210
4.092.260 7.854.005 6.625.464 7.786.457 26.358.185
15,52 29,79 25,14 29,54 100
66.800 64.329 45.119 42.596
70 110 160 210
4.675.986 7.076.236 7.219.031 8.945.097 27.916.349
16,75 23,81 25,86 33,58 100
275.942 194,68
30 7.000
8.278.260 1.362.760
47,03 7,74
400.783 262,82
30 7.000
12.023.490 1.839.740
52,79 8,08
103,83 106,35 373,28 18,8 890,66 1,5 1,2 2 1 1 49.66
12.000 12.500 5.000 22.000 500 35000 15000 150000 131000 350.000 40.000
1.245.960 1.329.375 1.866.400 413.600 445.330 52.500 18.000 300.000 131000 171.500 1.986.400 17.600.741
7,08 7,55 10,60 2,35 2,53 0,3 0,1 1,70 0,74 0,9 11,38 100
148,82 155,60 393,36
12.000 12.500 5.000
1.785.840 1.945.000 1.966.800
7,84 8,54 8,63
1008,52 2,2 1,4 2 1 1 50,5
500 35000 15000 150000 131000 350.000 40.000
504.260 77.000 21.000 300000 131000 161.000 2.020.000 22.775.115
2,21 0,3 0,1 1,32 0,6 0,7 8,89 100
175.563 203.750 833.600 1.212.913
14,47 16,79 68,74 100
0,46 22,84
2000000 40.000
177.986 191.667 913.600 1.283.253
13,87 14,94 71,19 100
20,84
40.000
18.813.654 8.757.444 7.544.531 1,49
24.058.368 5.141.234 3.857.981 1,23
1,40
1,16
Tabel 22 menunjukan perolehan penerimaan rata – rata pembenih dumbo per musim tanam adalah penerimaan tunai sebesar Rp 26.358.185 sedangkan lele sangkuriang untuk penerimaan tunai sebesar Rp 27.916.349. Pendapatan atas biaya tunai yang diperoleh dari penerimaan total dikurangi dengan total biaya tunai untuk pembenih dumbo sebesar Rp 9.808.954 dan untuk pembenih sangkuriang sebesar Rp 6.194.952. pendapatan atas biaya total yang diperoleh dari pengurangan penerimaan total dengan biaya total untuk benih dumbo sebesar Rp 8.596.041 sementara untuk benih sangkuriang Rp 4.911.699. Pada dasarnya usahatani pembenihan lele dumbo maupun sangkuriang sama – sama mendatangkan keuntungan bagi pembenih lele, namun bila dilakukan perbandingan, terlihat pada pendapatan tunai dan non tunai pembenihan lele lebih besar dibandingkan dengan pembenih sangkuriang. Penerimaan rata – rata benih dumbo paling besar yaitu pada benih ukuran 7-8 cm sebesar 29,79% atau
42
7.854.005 ekor. Sementara untuk benih sangkuriang, penerimaan rata – rata terbesar pada ukuran benih 11-12 cm sebesar 33,58% atau 8.945.097 ekor. Perbandingan sturktur biaya pembenihan lele per musim tanam per hektar memiliki perbedaan antara lele dumbo dan sangkuriang. Struktur biaya terbagi menjadi dua yaitu biaya tunai dan biaya diperhitungkan.Penggunaan input pada biaya tunai untuk pembenihan lele yaitu benih, pakan, pestisida, karet, plastik, transportasi, komunikasi dan tenaga kerja luar keluarga. Penggunaan input tertinggi pada pembenihan lele dumbo dan sangkuriang yaitu pada benih, dimana dumbo sebesar 47,03% sementara sangkuriang sebesar 52,79% dari biaya tunai. Kemudian penggunaan pupuk postal pada pembenihan dumbo lebih banyak dibandingkan dengan sangkuriang yaitu seesar 10,6% dari total biaya input. Pakan pada pembenihan dumbo lebih sedikit yaitu 22,37% dari biaya tunai dengan penggunaan pakan tertinggi pada pakan cacing, sementara pada sangkuriang yaitu 24,46% dengan penggunaan pakan tertinggi pada pelet F99. Pestisida yang digunakan pada pembenihan dumbo lebih besar dibandingkan dengan sangkuriang yaitu sebesar 4,88% dikarenakan dumbo menggunakan booster dan garam sementara sangkuriang hanya menggunakan garam. Kemudian, untuk tenaga kerja luar keluarga dumbo lebih banyak dibandingkan dengan sangkuriang yaitu 11,4% sementara sangkuriang hanya 11,38% dari biaya tunai. Sementara itu, untuk perbandingan struktur biaya diperhitungkan yaitu tenaga kerja dalam keluarga memiliki presentase tertinggi dibandingkan dengan penyusutan dan sewa lahan yaitu untuk dumbo sebesar 68,74% sementara sangkuriang lebih besar yaitu 71,19%. Berdasarkan perolehan nilai penerimaan dan nilai biaya diketahuilah nilai rasio R/C kedua kelompok tersebut yaitu UPR Jumbo Lestari untuk pembenih lele dumbo dan Kubang Sejahtera untuk pembenih lele sangkuriang. Perhitungan analisis R/C yaitu penerimaan dibagi dengan biaya. R/C rasio terbagi menjadi dua bagian yaitu R/C tunai dan R/C total. Rasio yang diperoleh dengan cara membagi penerimaan total dengan biaya tunai disebut sebagai R/C atas biaya tunai. Sedangkan R/C total yaitu penerimaan total dibagi dengan dengan biaya total. Adapun R/C tunai untuk pembenih lele dumbo yaitu sebesar 1,49 sementara untuk pembenih sangkuriang sebesar 1,23. Besarnya R.C tersebut untuk setiap 1 rupiah biaya tunai ang dikeluarkan memperoleh penerimaan sebesar Rp 1,49 untuk pembenih dumbo dan 1,23 untuk pembenih sangkuriang. Nilai rasio R/C atas biaya total pembenih dumbo sebesar 1,46 dan pembenih sangkuriang sebesar 1,16. Artinya, setiap 1 rupiah biaya total yang dikeluarkan memperoleh penerimaan sebesar Rp 1,46 untuk pembenih dumbo dan 1,16 untuk pembenih sangkuriang. Nilai rasio R/C atas biaya tunai maupun biaya total pembenih lele dumbo lebih besar dibandingkan dengan pembenih sangkuriang, namun perbedaannya relatif kecil. Penerimaan yang dihasilkan pembenih dumbo lebih rendah akan tetapi biayanya pun lebih rendah dibandingkan dengan pembenih sangkuriang. Hasil analisis tersebut dapat menjelaskan bahwa usahatani pembenihan lele dumbo lebih menguntungkan dan efisien dibandingkan dengan usahatani pembenihan sangkuriang.
43
Analisis Uji Beda Chi Square (X2) Pada penelitian ini uji beda chi square digunakan untuk menguji secara statistik besaran R/C rasio dan melihat keberagaman nilai R/C rasio yang dihasilkan dari analisis pendapatan per individu dari usahatani pembenihan lele dumbo dan lele sangkuriang. Adapun tahapan – tahapannya yaitu : 1. Uji Hipotesis Ho : Pembenihan lele dumbo dan sangkuriang tidak berbeda nyata antara R/C tunai dan R/C total H1 : Pembenihan lele dumbo dan sangkuriang memiliki perbedaan R/C tunai dan R/C total 2. Wilayah Kritis n = 15 α = 10% X2 tabel : X20,1/2(14) yaitu : 23,685 3. Statistik Uji a. Statistik Uji untuk R/C tunai antara pembenihan lele dumbo dan Sangkuriang yaitu :
X2hitung = ((15-1)x(0,21)2) : (0,13)2 = 36,5325 b. Statistik Uji untuk R/C tunai antara pembenihan lele dumbo dan Sangkuriang yaitu :
X2hitung = ((15-1)x(0,19)2) : (0,12)2 = 35,0972 Kesimpulan Hipotesis Nilai X2 hitung R/C tunai yaitu 36,5325 dan R/C total yaitu 35,0972 yang masing – masing lebih besar dari nilai X2 tabel sebesar 23,685 sehingga dapat dikatakan nilai R/C rasio atas biaya tunai dan total pada pembenihan lele dumbo dan sangkuriang adalah berbeda secara statisitik pada taraf nyata 10%. Perhitungan uji beda dengan chi square diawali dengan penghitungan R/C rasio dari pembenihan lele dumbo dan sangkuriang per responden tertera pada Tabel 23
44
Tabel 23 Hasil uji beda chi square terhadap Nilai R/C rasio usahatani Pembenihan Lele dumbo dan Sangkuriang R/C rasio Hipotesis Nilai X2 hitung Nilai X2 tabel Kesimpulan Pembenihan Lele Dumbo dan Saangkuriang Atas Biaya 36,5325 23,685 Tolak Ho Tunai Atas Biaya Total
35,0972
23,685
Tolak Ho
Tabel 23 menunjukan bahwa nilai X2hitung pembenih antara lele dumbo dan sangkuriang pada nilai R/C rasio atas biaya tunai dan total masing – masing lebih besar dari nilai X2tabel. Hal ini berarti hipotesis awal ditolak atau dapat dikatakan nilai R/C rasio atas biaya tunai dan total pada pembenihan lele dumbo dan sangkuriang adalah berbeda. Adapun cara perhitungan lengkap mengenai uji beda Chi Square tertera pada lampiran 7
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Kesimpulan dari analisis pendapatan usahatani pembenihan lele dumbo dan sangkuriang di Desa Babakan, Kecamatan Ciseeng, Bogor adalah : 1. Perbandingan struktur penerimaan pembenihan lele dumbo lebih rendah dibandingkan dengan sangkuriang. Penerimaan terbesar pada pembenihan lele dumbo diperoleh dari benih ukuran 7-8 cm, sedangkan pada lele sangkuriang penerimaan terbesar diperoleh dari penjualan benih ukuran 11-12 cm. 2. Perbandingkan struktur biaya baik tunai pada pembenihan lele dumbo sebesar 17 juta yang lebih rendah dibandingkan dengan pembenihan lele sangkuriang hampir mendekati 23 juta. Pengeluaran biaya tunai usahatani pembenihan lele dumbo untuk pupuk, pestisida (booster dan garam), karet, komunikasi, transportasi, pajak lahan dan tenaga kerja luar keluarga memiliki presentase lebih besar dibandingkan dengan sangkuriang. Usahatani pembenihan lele sangkuriang mengeluarkan biaya tunai untuk benih dan pakan memiliki proporsi yang lebih besar dibandingkan dengan lele dumbo. Sementara itu, biaya diperhitungkan pada usahatani pembenihan dumbo juga lebih rendah yaitu hanya sebesar 1,2 juta dibandingkan dengan dengan sangkuriang yang hampir mencapai 1,3 juta. Biaya diperhitungan pada pembenihan lele dumbo untuk sewa lahan dan penyusutan memiliki presentase yang lebih tinggi dibandingkan dengan sangkuriang, namun berbeda hal nya dengan tenaga kerja dalam keluarga
45
yang penggunaannya pada usahatani sangkuriang lebih besar dibandingkan dengan dumbo. 3. Pengaruh perkembangan teknologi pembenihan lele yang awalnya dumbo menjadi sangkuriang belum meberikan dampak terhadap peningkatan pendapatan pembenih lele sangkuriang. Pendapatan usahatani pembenihan lele dumbo per hektar per musimnya lebih besar jika dibandingkan dengan pembenihan lele sangkuriang dikarenakan pembenihan lele sangkuriang tidak sesuai dengan SOP (Standar Operasional Prosedur) baik dari sisi pemberian benih ataupun pakan. Saran Berdasarkan hasil penelitian perbandingan usahatani pembenihan lele dumbo dan pembenihan lele sangkuriang, maka saran yang diberikan yaitu: 1. Usahatani pembenihan lele sangkuriang memang sudah menguntungkan karena R/C ratio sudah berada diatas 1, akan tetapi dapat ditingkatkan dengan cara penyuluhan terkait budidaya pembenihan yang benar seperti penggunaan padat tebar, pupuk dan pakan sehingga tingkat mortalitas dapat diturunkan. 2. Penggunaan input – input sebaiknya disesuaikan dengan Standar Nasional Indonesia sehingga hasil yang diperoleh dapat lebih ditingkatkan misalnya saja seperti padat tebar, pupuk, dan pakan. Proporsi biaya pakan dan benih yang tinggi pada nilai biaya tunai menyebabkan perlu adanya alternatif lain untuk menekan biaya pakan misalnya saja dengan cara membuat pakan alternatif dan perlakuan padat tebar yang disesuaikan dengan Standar Nasional Indonesia 3. Proporsi penerimaan baik pembenihan lele dumbo dan sangkuriang dapat ditingkatkan di masing – masing ukuran dengan cara menekan mortalitas. Perlakuan budidaya yang baik dan disesuaikan dengan Standar Nasional Indonesia dapat membantu menekan tingkat mortalitas (kematian) benih.
46
DAFTAR PUSTAKA
Anggraeni, M. 2008. Nilai Tukar dan Tingkat Kesejahteraan Pembudidaya Benih Ikan Lele Dumbo di Desa Babakan, Kecamatan Ciseeng, Kabupaten Bogor. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor Brajamusti, TW. 2008. Analisis Pendapatan Usaha Pembenihan Larva Ikan Bawal Air Tawar. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor. 2012. Produksi Perikanan Air Tawar. Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor. Bogor Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor. 2010. Produksi Pembenihan Ikan Lele. Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor. Bogor Dinas Perikanan Provinsi Jawa Barat. 2011. Jumlah Produksi Perikanan. Dinas Perikanan. Jawa Barat Djatmika, D.H.F, Sugiharti, E. 1986. Usaha Budidaya Ikan Lele. C.V. Simplex. Jakarta Fernando, RD. 2011. Analisis Kelayakan Pengembangan Usaha Pembenihan Lele Sangkuriang di Desa Babakan, Kecamatan Ciomas. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor Finanda, IT. 2011. Analisis Efisiensi Produksi dan Pendapatan Usaha Pembesaran Lele Dumbo. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Firdaus M, Harmini, Farid M.A. 2011. Aplikasi Metode Kuantitatif untuk Manajemen dan Bisnis. Bogor : IPB Press. Gunawan dan Harianto. 2012. Kebutuhan Lele Jabotabek Mencapai 150 Ton Per Hari. [internet]. [diacu pada 23 Januari 2014] tersedia dari www.diqthh.wordpress.com/2013/01/06/kebutuhan-lele-jabotabek mencapai-150-ton-per-hari/ Guntur, B. 2011. Analisis Usahatani Ikan Lele Bapukan (Clarias gariepinus) di Kecamatan Losarang, Kabupaten Indramayu, Provinsi Jawa Barat. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor Hernanto F. 1996. Ilmu Usahatani. Jakarta (ID) : Penebar Swadaya [KKP] Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2013. Produksi Perikanan Indonesia. [internet]. [diacu pada 27 Januari 2014] tersedia dari www.kkp.go.id [KKP] Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2010. Komoditas Unggulan Perikanan Indonesia. [internet]. [diacu pada 24 Januari 2014] tersedia dari www.kkp.go.id Lukito AM. 2002. Lele Ikan Berkumis Paling Populer. Jakarta : Agromedia Mosher AT. 1965. Menggerakan dan Membangun Pertanian. Jakarta : CV Yasaguna Mattjik AA dan Sumertajaya I. 2013. Perancangan Percobaan dengan Aplikasi SAS dan Minitab. Bogor : IPB Press.
47
Nasrudin. 2010. Jurus Sukses Beternak Lele Sangkuriang. Jakarta : Redaksi Agromedia Poetryani, A. 2011. Analisis Perbandingan Efisiensi Usahatani Padi Organik dengan Anorganik di Desa Purwasari, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor Prihartono RE, Rasidik J, Usni A. 2011. Mengatasi Permasalahan Budidaya Lele Dumbo. Jakarta : Penebar Swadaya Rahim A, Hastuti D.R.D. 2008. Pengantar, Teori, dan Kasus Ekonomika Pertanian. Depok: Penebar Swadaya. Shinta A. 2011. Ilmu Usahatani. Malang (ID) : Universitas Brawijaya Press. Simanjutak RH 1989. Pembudidayaan Ikan Lele Sangkuriang dan Dumbo. Jakarta : Bharatara. Soekartawi. 1986. Ilmu Usahatani dan Penelitian untuk Pengembangan Petani Kecil. Universitas Indonesia. Jakarta. Soekartawi. 2002. Analisis Usahatani. Universitas Indonesia Press. Jakarta. Soekartwai. 2006. Analisis Usahatani. Jakarta (ID): Universitas Indnesia Press. [SNI] Standar Nasional Indonesia. 2000. Produksi Benih Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus x C.fuscus) Kelas Benih Sebar Nomor 01-6484.4 – 2000. Jakarta (ID) : SNI Sumiyati. 2006. Analisis Pendapatan dan Efisiensi Penggunaan faktor-Faktor Produksi Usahatani Bawang Daun (Studi Kasus di Desa Sindangjaya, Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur, Propinsi Jawa Barat). Skripsi Jurusan Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Suratiyah K. 2011. Ilmu Usahatani. Jakarta (ID) : Penebar Swadaya. Sutrisno, AY. 2012. Analisis Kelayakan Usaha Pembenihan dan Pembesaran Ikan Lele Sangkuriang (Studi Kasus: Perusahaan Parakbada Kelurahan Katulampa, Kota Bogor, Provinsi Jawa Barat. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor Tjakrawilaksana, A dan Soeriatmadja. 1983. Usahatani untuk Sekolah Menengah Teknologi Pertanian. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta.
48
Lampiran 1 Rencana tata waktu penelitian Kegiatan Survei lokasi penelitian Penyusunan proposal penelitian Pelaksanaan penelitian Pengolahan dan analisis data Penyusunan skripsi Seminar dan sidang penelitian
Tahun 2013 Nov
Des
Tahun 2014 Jan
Feb
Mar
April
49
Lampiran 2 Penerimaan penjualan a. Penjualan ukuran 5-6 cm Keterangan Produksi (ekor) Pembenih Dumbo 1 36.765 2 61.538 3 75.333 4 75.333 5 53.571 6 52.660 7 49.020 8 67.568 9 69.231 10 43.590 Rata-rata 58.461 Pembenih Sangkuriang 1 38.462 2 69.565 3 83.333 4 93.750 5 48.889 Rata – rata 66.800 b.
Penjualan ukuran 7-8 cm Keterangan Pembenih Dumbo 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Rata-rata Pembenih Sangkuriang 1 2 3 4 5 Rata – rata
Produksi (ekor) 66.176 56.923 100.000 88.889 65.476 63.298 58.824 81.081 76.923 56.410 71.400 49.231 76.087 59.524 81.250 55.556 64.329
Harga (Rp)
Nilai (Rp)
70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70
2.573.550 4.307.660 5.273.310 5.273.310 3.762.570 3.686.200 3.431.400 4.729.760 4.846.170 3.051.300 4.092.260
70 70 70 70 70 70
2.704.940 4.869.550 5.833.310 6.562.500 3.442.230 4.675.986
Harga (Rp)
Nilai (Rp)
110 110 110 110 110 110 110 110 110 110 110
7.279.360 6.261.530 11.000.000 9.777.790 7.202.360 6.962.780 6.470.640 8.918.910 8.461.530 6.205.100 7.854.005
110 110 110 110 110 110
5.415.410 8.369.570 6.547.640 8.937.500 6.111.160 7.076.236
50
c.
d.
Penjualan ukuran 9-10 cm Keterangan Pembenih Dumbo 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Rata-rata Pembenih Sangkuriang 1 2 3 4 5 Rata – rata
Produksi
Harga
Nilai
36.375 46.154 52.000 59.778 36.905 42.553 35.294 40.541 38.462 25.641 41.409
160 160 160 160 160 160 160 160 160 160 160
5.820.000 7.384.640 8.320.000 9.564.480 5.904.800 6.808.480 5.647.040 6.486.560 6.153.920 4.102.560 6.625.464
41.538 47.826 47.619 37.500 51.111 45.119
160 160 160 160 160 160
6.646.080 7.652.160 7.619.040 6.000.000 8.177.760 7.219.031
Penjualan ukuran 11-12 cm Keterangan Produksi (ekor) Pembenih Dumbo 1 26.471 2 27.692 3 28.667 4 44.222 5 35.714 6 42.553 7 17.647 8 32.432 9 38.462 10 76.923 Rata-rata 37.078 Pembenih Sangkuriang 1 27.692 2 39.130 3 59.524 4 42.188 5 44.444 Rata – rata 42.596
Harga (Rp)
Nilai (Rp)
210 210 210 210 210 210 210 210 210 210 210
5.558.910 5.815.320 6.020.070 9.286.620 7.499.940 8.936.130 3.705.870 6.810.720 8.077.020 16.153.830 7.786.457
210 210 210 210 210 210
5.815.320 8.217.300 12.500.040 8.859.480 9.333.240 8.945.097
51
Lampiran 3 Biaya rata – rata pembenih lele a. Biaya Pembenih lele dumbo (Rupiah) Pakan
Pestisida
Biaya Lainnya 486.000 536.000 501.000 501.000
Pajak Lahan 238.000 227.500 105.000 157.500
Benih
1 2 3 4
7.058.820 7.846.140 12.000.000 12.000.000
2.077.500 1.678.500 1.577.500 1.952.500
3.598.500 4.507.500 4.350.500 3.271.000
871.250 898.500 830.500 668.300
5 6
7.142.860 7.021.290
1.728.000 1.862.500
3.551.250 3.828.800
921.000 175.000 742.000 195.833
501.000 147.000 501.000 164.500
7 8 9 10 Ratarata
7.647.059 7.297.290 7.846.140 6.923.070 8.278.266
2.107.500 1.875.000 1.977.500 1.827.500 1.866.400
3.996.000 3.765.300 4.041.500 4.470.600 3.938.095
903.000 946.750 821.000 987.000 858.930
451.000 516.000 486.000 536.000 501.500
178.500 129.500 227.500 136.500 171.150
Biaya Lainnya
Pajak Lahan
486.000 551.000 543.500 521.000 543.500 529.000
227.500 161.000 147.000 112.000 157.500 161.000
No
Pupuk
Sewa Lahan 283.333 270.833 125.000 187.500
No
b. Biaya Pembenih lele sangkuriang (Rupiah)
1 2 3 4 5 Ratarata
Benih
7.846.154 15.652.174 14.285.714 15.000.000 7.333.333 12.023.475
Pupuk
1.407.500 1.900.000 1.901.500 2.250.000 2.375.000 1.966.800
Pakan
5.057.500 5.769.000 5.938.200 5.318.450 5.769.750 5.570.580
Pestisida 540.000 511.800 515.250 515.000 439.250 504.260
212.500 154.167 270.833 162.500 203.750
Sewa Lahan 270.833 191.667 175.000 133.333 187.500 191.667
52
Lampiran 4 Biaya tenaga kerja a. Pembenihan lele dumbo No
1 2 3 4 5 6 7 8 9 Total
Proses Budidaya
Pengolahan Lahan Pembersihan Tambak Penjemuran Tambak Pengapuran Pemupukan Pengisian Air Penanaman dan Pemeliharaan Pengendalian hama dan penyakit Pemanenan
Tenaga Kerja Keluarga Pria (orang) 3 3
Wanita (orang) 1,67 -
HOK 4,67 3
Tenaga Kerja Luar Keluarga Pria Wanita HOK (orang) (orang) 9 9 7 1,67 8,67
1
1,67
4,67
4
0,83
4,83
2 1 1
1,67 0,83 -
3,67 0,83 1 1
3 2 2 3
0,83 0,83 0,83
3,83 2,83 2,83 3
1
-
1
3
3 15
5,84
3 20,84
10 43
b. Pembenihan lele sangkuriang No Proses Budidaya Tenaga Kerja Keluarga
1 2 3 4 5 6 7 8 9 Total
Pengolahan Lahan Pembersihan Tambak Penjemuran Tambak Pengapuran Pemupukan Pengisian Air Penanaman dan Pemeliharaan Pengendalian hama dan penyakit Pemanenan
3 1,67 6,66
11,67 49,66
Pria (orang) 3 3
Wanita (orang) 1,67 -
HOK 4,67 3
Tenaga Kerja Luar Keluarga Pria Wanita HOK (orang) (orang) 10 10 6 1,67 7,67
1
1,67
4,67
3
0,83
3,83
2 1 2
1,67 0,83 -
3,67 0,83 1 2
3 3 2 3
1,67 0,83 0,83
4,67 3,83 2,83 3
1
-
1
3
4 17
5,84
4 22,84
10 43
3 1,67 7,5
11,67 50,5
53
Lampiran 5 Biaya penyusutan a. Biaya Pembenihan lele dumbo Peralatan Jumlah Harga Bak Sortir Besar Bak Sortir Kecil Saringan Seser Pompa Air Drum Pacul Hapa Grading Selang Timbangan Jumlah
6 7 9 2 7 7 9 33 2
75.000 35.000 25.000 2.000.000 150.000 70.000 75.000 10.000 600.000
Umur Penyusutan Penyusutan (Tahun) per Tahun per Periode 2 225.000 18.750 2 122.500 10.208 3 75.000 6.250 5 800.000 66.667 5 210.000 17.500 4 122.500 10.208 3 225.000 18.750 3 110.000 9.167 5 240.000 20.000 2.106.757 175.563
b. Biaya Pembenihan lele sangkuriang Peralatan Jumlah Harga Umur Penyusutan Penyusutan (Tahun) per Tahun per Periode Bak Sortir Besar 4 75.000 2 150.000 12.500 Bak Sortir Kecil 7 35.000 2 122.500 10.208 Saringan Seser 9 25.000 3 75.000 6.250 Pompa Air 2 2.000.000 5 800.000 66.667 Drum 4 150.000 5 120.000 10.000 Pacul 7 70.000 4 122.500 10.208 Hapa Grading 10 75.000 3 250.000 20.833 Selang 35 10.000 3 116.667 9.722 Timbangan 2 600.000 5 240.000 20.000 Jumlah 2.135.833 177.986
54
Lampiran 6 Karakteristik responden berdasarkan umur, luas lahan, tingkat pendidikan, pengalaman dan padat tebar Responden Umur Jenis Lele Luas Tingkat Tingkat Padat Lahan Pendidikan Pengalaman Tebar (Ha) (Tahun) 1 43 Dumbo 0,68 SMA 28 10.000 2 35 Dumbo 0,65 SD 18 10.000 3 41 Dumbo 0,3 SMP 24 20.000 4 37 Dumbo 0,45 SD 22 20.000 5 36 Dumbo 0,42 SMP 19 10.000 6 45 Dumbo 0,47 SMP 27 10.000 7 38 Dumbo 0,51 SMP 21 10.000 8 43 Dumbo 0,37 SD 26 10.000 9 54 Dumbo 0,65 SD 32 10.000 10 42 Dumbo 0,39 SD 25 10.000 Rata – rata Luas lahan 0,489 1 34 Sangkuriang 0,65 SD 12 10.000 2 58 Sangkuriang 0,46 SD 30 20.000 3 41 Sangkuriang 0,42 SD 22 20.000 4 35 Sangkuriang 0,32 SD 18 20.000 5 42 Sangkuriang 0,45 SD 25 10.000 Rata – rata Luas lahan 0,46
55
Lampiran 7 Tabel R/C tunai dan total per responden Pembenihan Dumbo Responden
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Rata-rata
Total Penerimaan 22.340.898 24.925.671 32.007.843 35.311.952 25.597.548 27.305.847 19.864.420 28.204.586 28.445.902 30.092.286 27.409.695
T Biaya T Biaya T Biaya R/C R/C Tunai Non Total tunai total 16.316.470 1.222.559 17.539.029 1,37 1,27 17.680.540 1.247.837 18.928.377 1,41 1,32 21.350.900 1.190.893 22.541.793 1,50 1,42 20.536.700 1.190.684 21.727.384 1,72 1,63 15.977.500 1.181.170 17.158.670 1,60 1,49 16.106.490 1.198.323 17.304.813 1,70 1,58 17.269.460 1.214.642 18.484.102 1,15 1,07 16.516.240 1.215.962 17.732.202 1,71 1,59 17.386.040 1.248.878 18.634.918 1,64 1,53 16.867.070 1.218.184 18.085.254 1,78 1,66 17.600.741 1.212.913 18.813.654 1,56 1,46
Simpangan Baku Pembenih Sangkuriang 22.330.451 1 30.101.741 2 33.302.590 3 31.259.545 4 27.856.009 5 28.970.067 Rata – rata Simpangan Baku
17.584.654 26.564.974 25.351.164 25.736.450 18.638.333 22.775.115
1.317.419 1.268.322 1.265.822 1.299.850 1.264.850 1.283.253
18.902.073 27.833.296 26.616.987 27.036.300 19.903.183 24.058.368
0,21
0,19
1,27 1,13 1,31 1,21 1,49 1,29
1,18 1,08 1,25 1,16 1,40 1,21
0,13
0,12
56
Lampiran 8 Perhitungan Mortalitas Tabel kesetaraan jumlah benih dengan bobot dan mortalitas berdasarkan bobot Ukuran Benih
Kesetaraan Bobot Benih (ekor) (kg)
Mortalitas (bobot) Bobot mati Bobot mati sangkuriang dumbo (kg) (kg)
1-2 cm
10.000
20
0
0
5-6 cm
10.000
22,5
37,25
176,02
7 - 8 cm
10.000
25
67,81
142,71
9 -10 cm
10.000
30
49,28
95,84
11 12 cm
10.000
35
26,20
51,37
Tabel perhitungan jumlah benih masuk, mortalitas, panen dan jumlah akhir Jumlah awal (ekor) Dumbo Benih 1-2 ke 5-6 275.942 Benih 5-6 ke 7-8 200.924 Benih 7-8 ke 9-10 102.400 Benih 9-10 ke 11-12 44.565 Sangkuriang Benih 1-2 ke 5-6 400.783 Benih 5-6 ke 7-8 255.750 Benih 7-8 ke 9-10 134.338 Benih 9-10 ke 11-12 57.272
Mati (ekor)
Mortalitas (%)
Jumlah hidup (ekor)
Panen (ekor)
Jumlah Akhir (ekor)
16.557
6,00%
259.385
58.461
200.924
27.125
13,50%
173.800
71.400
102.400
16.426
16,04%
85.974
41.409
44.565
7.487
16,80%
37.078
37.078
(0)
78.233
19,52%
322.550
66.800
255.750
57.083
22,32%
198.667
64.329
134.338
31.947
23,78%
102.391
45.119
57.272
14.676
25,63%
42.596
42.596
(0)
57
Lampiran 9 Panduan wawancara penelitian di Pokdakan Pembenihan Lele PANDUAN WAWANCARA PENELITIAN
Analisis Pendapatan Usahatani Pembenihan Lele Dumbo dan Sangkuriang Di Desa Babakan, Kecamatan Ciseeng, Bogor Oleh Putri Amalia (H34100066)
Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi Dan Manajemen Institut Pertanian Bogor KUESIONER UNTUK PETANI PEMBENIHAN LELE A. Identitas dan Karakteristik Responden 1. No Kuisioner : 2. Nama Petambak : 3. Alamat : 4. Umur dan Jenis Kelamin : 5. Pendidikan : 6. Pengalaman bertambak lele : 7. Status sebagai petambak lele a. Pemilik penggarap b. Penyewa c. Penyakap/bagi hasil d. ........................ 8. Alasan menjadi petambak .............. 9. Anggapan petambak terhadap pekerjaan bertambak/usahataninya: a. Mata pencaharian pokok b. Mata pencaharian sampingan 10. Alasan memilih usahatani pembenihan ikan lele a. Keuntungan lebih besasr b. Usaha turun temurun c. Pemasaran lebih mudah d. Cocok untuk lahan local
58
e. Dianjurkan pemerintah f. Lainnya .................................................... Tabel 1 Identitas Keluarga Responden No
Nama
SHDK1)
Umur2) Th
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Ket:
JK (L/P)
Pendidikan formal (th)
Pekerjaan Utama 3)
Pekerjaan sampingan
Ket. 4)
Bln
(1)
:Suami, (2) Istri, (3) Anak Laki – laki, (4) Anak Perempuan, (5) Orang tua, (6) saudara, (7) lainnya...... (2) :Untuk dewasa, Cukup tahunannya, Untuk Balita, tahun dan Bulan. (3) : (1) petani, (2) buruh tani, (3) buruh bangunan, (4) pedagang/bisnis, (5) peternak, (6) karyawan swasta, (7) PNS/ABRI, (8) Lainnya......... (4) : Anggota keluarga yang membantu usahatani 11. Luas lahan yang diusahakan
Tabel 2. Luas lahan pertanian yang diusahakan No 1 2 3 4
Komoditas Benih Lele .................... .................... .................... Total
Luas Lahan (Ha)
Jumlah Petakan
Pola Tanam
Ukuran Petak
59
a. Penguasaan Alat Pertanian, Transportasi dan Ternak Tabel 3. Penguasaan Alat Pertanian, Transportasi dan Ternak Jenis Aset yang Dimiliki
Jumlah (set)
Harga Beli (set)
Nilai (Rp)
Tahun pembelian
Perkiraan harga sekarang (Rp)
Biaya perbaikan tahun lalu (Rp)
Masa Pakai (th)
Sumber 1)
Ket
1. Alat pertanian Drum plastik Timbangan Duduk Timbangan Gantung Bahan Material Jaring Hapa Sepatu boot Sarung tangan Saringan 2. Sarana Transportasi - Mobil - Sepeda Motor - Sepeda 3. Ternak - Sapi/kerbau Kambing/Domba -
Ket : 1) : (1) Beli, (2) Buat sendiri, (3) sewa, (4) Maro, (5)Lainnya.................................... b. Penguasaan Aset Lahan Tabel 4. Penguasaan Aset Lahan Status Penguasaan 1. Milik Sendiri 2. Sakap 3. Sewa 4. Gadai 5. Tanah Desa 6. Bera 7. Lainnya Total
Sawah Area Harga (ha) (Rp/ha)
Tegal Area Harga (ha) (Rp/ha)
Kebun Area Harga (ha) (Rp/ha)
Pekarangan Area Harga (ha) (Rp/ha)
Kolam Area Harga (ha) (Rp/ha)
Lainnya Area Harga (ha) (Rp/ha)
60
12. 13. 14. 15.
16.
17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32.
Pola bertanam (monokultur/polikultur) Jumlah produksi/panen = ........................ kg/............ ton Berapa kali panen dalam setahun........................................ Lama waktu panen berlangsung : a. Panen raya : bulan..................lama masa panen.............. (minggu/bulan) b. Panen kecil : bulan.................lama masa panen.............. (minggu/bulan) Kriteria panen berdasarkan : ........................................... Apakah kriteria panen sesuai dengan permintaan pasar ? Jika ya, spesifikasikan tiap kriteria pasar yang dituju : ........................................................................................... Alat yang digunakan dlam pemanenan : ................... Kemana hasil panen selanjutnya ? (dijual langsung ditempat/disimpan/.......................) Apakah anda mengenluarkan biaya pengangkutan ? Jika ya, besarnya .................................................. Apakah lembaga tataniaga yang menerima hasil dari petani menerapkan standarisasi? Sebelum dijual apakah dilakukan penyortiran (ya/tidak) Hasil sortiran yang jelek digunakan untuk apa? ...................................... Bagaimana menentukan harga jual?................................................. Informasi harga dari mana ......................... Berapa kali dalam seminggu anda menjual benih lele? Bagaimana teknik penjualannya? (kontrak/langganan/langsung/lainnya.......................) Bagaimana cara pembayaran ? (tunai/kredit/lainnya......................................................) Apakah bapak melakukan perhitungan/ pencatatan pembiayaan dari usahatani pembenihan lele ini? Bagaimana menghitung biaya penyusutan berat dari pembenihan ikan lele? berapa besar dari biaya penyusutan? Apakah kesulitan dalam memasarkan benih ikan lele? (ya/tidak) Pendapatan rata – rata diluar usahatani : ...................................../bulan Pengeluaran rata – rata diluar usahatani: ...................................../bulan Sumber modal (modal sendiri/dapat bantuan) a. Besarnya modal Rp .................................. b. Jika dapat bantuan dalam bentuk ................................................., jangka waktu............... tahun c. Apakah ada keterkaitan dengan pemilik modal? (ya/tidak) d. Jika ya apakah hasil panen dijual ke lembaga tersebut?
61
Tabel 5. Penggunaan Sarana Produksi No 1 2
3
4
Ket
Jenis Sarana Produksi
Sumber 1)
Cara Mendapatkan 2)
Jumlah
Satuan
Satuan
Harga (Rp/sat)
Nilai (Rp)
Benih/bibit Pupuk - Urea - Kcl - Pupuk Kandang Pestisida Lainnya - Sewa Tanah - Bagi Hasil - Zakat - Iuran air - PBB - Bunga Kredit - Dana Sosial - Sewa alat pertanian - Biaya Pengangkutan - Pemeliharaan Alat -
: Termasuk insektisida, rodentisidam fungisida, dan lainnya 1) sumber : (1) sendiri, (2) petani lain, (3) kios saprotan, (4) pedagang hasil, (5) kelompok tani, (6) lainnya............................................... 2) Cara mendapatkan : (1) bayar tunai, (2) Kredit/pinjam, (3) lainnya ...................
62
Tabel 6. Penggunaan Tenaga Kerja Usahatani Benih ikan lele Hari orang kerja Dalam Luar Keluarga keluarga P W A P W A
Uraian
Tenaga Ternak
Upah (Rp/HOK)
Frekuensi (Hari)
1. Pengolahan lahan a. Pembersihan kolam b. Penjemuran kolam c. Pengapuran d. Pemupukan e. Pengisian air 2. Penanaman 3. Pemeliharaan a. Cara pemberian pakan b. Jumlah pakan yang diberikan c. Frekuensi pemberian pakan d. Sampling bobot dan jumlah
Keterangan : P W A
: Pria : Wanita : Anak - anak
B. Gambaran Umum Usahatani 1. Pemilihan Benih a. Jenis Benih yang ditanam b. Jumlah Benih yang ditebar tambak c. Lama pemeliharaan d. Tempat pemeliharaan e. Proses Pemeliharaan 2. Persiapan Kolam a. Pembersihan kolam b. Penjemuran kolam c. Pengapuran d. Pemupukan e. Pengisian air 3. Penebaran/penanaman a. Waktu penebaran b. Cara penebaran 4. Pemeliharaan a. Cara pemberian pakan b. Jumlah pakan yang diberikan c. Frekuensi pemberian pakan d. Sampling bobot dan jumlah
:..................................... : ..................................... ekor/petak : ..................................... bulan : ..................................... : ..................................... : ..................................... : ..................................... : ..................................... : ..................................... : ..................................... : ..................................... siang/sore : ..................................... : ..................................... : ..................................... Kg : ..................................... : .....................................
63
5. Pengendalian hama dan penyakit a. Secara budidaya : ..................................... b. Secara biologis (probiotik) : ..................................... c. Secara fisik (perangkap) : ..................................... d. Secara kimia (pestisida) : ..................................... e. Bahan dan alat yang digunakan : ..................................... f. Proses pengendalian hama dan penyakit: ..................................... 6. Pemanenan a. Umur panen : ..................................... b. Alat yang digunakan : ..................................... c. Proses panen : ..................................... d. Jumlah pekerja panen : ..................................... Tabel 7. Total Produksi dan Nilai Produksi Ukuran (cm) 1-2 2-3 3-4 4-5 5-6 6-7 7-8 8-9 9-10 10-11 11-12
Harga (Rp/ekor)
Volume yang dijual
Nilai
Tabel 8. Rata – rata pengeluaran Rumah Tangga per Bulan Keterangan Beras Daging Ikan Susu Telur Sayuran Buah – buahan Telepon/Listrik Pakaian Obat dan Kesehatan Biaya pendidikan anak Lainnya Total
Jumlah
Harga/unit (Rp)
Nilai/bulan (Rp)
64
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 16 Agustus 1992 dari Ayah Abdul Rahman dan Ibu Halimatussadiah. Penulis adalah putri pertama dari dua bersaudara. Adik pertama penulis Afrita Maharani. Penulis lulus dari SMA 26 Jakarta pada tahun 2010. Pada tahun yang sama, penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur PMDK pada program Mayor Agribisnis di Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, IPB. Selain itu, penulis juga melengkapi mandat dari Departemen Agribisnis dengan mengambil program Minor Agronomi dan Hortikultura di Departemen Agronomi dan Hortikultura, IPB. Penulis juga pernah aktif sebagai staf Bina Desa BEM KM IPB. Penulis juga aktif mengikuti lomba karya tulis ilmiah tingkat mahasiswa dan nasional. Beberapa prestasi yang diraih oleh penulis yaitu Juara II Lomba Karya Tulis Ilmiah Bina Mapres, Peserta Pendanaan Dana Hibah Dikti Program Kreativitas Mahasiswa bidang Kewirausahaan, dan Finalis Pekan Ilmiah Nasional Program Kreativitas Mahasiswa bidang Gagasan Tertulis 2013.