EFISIENSI PENGGUNAAN INPUT DAN ANALISIS FINANSIAL PADA USAHA PENDEDERAN IKAN LELE DUMBO DI KECAMATAN CISEENG KABUPATEN BOGOR
ADY ERIADY WIBAWA
SKRIPSI
PROGRAM STUDI MANAJEMEN BISNIS DAN EKONOMI PERIKANAN-KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
ABSTRAK ADY ERIADY WIBAWA (C 44104039). Efisiensi Penggunaan Input dan Analisis Finansial pada Usaha Pendederan Ikan Lele Dumbo di Kecamatan Ciseeng, Kabupaten Bogor. Dibimbing oleh MOCH. PRIHATNA SOBARI Usaha pendederan ikan lele dumbo banyak dipilih oleh pembudidaya di Kecamatan Ciseeng, karena tingkat kesulitan pemeliharaan yang rendah serta waktu yang dibutuhkan untuk kegiatan pendederan ini relatif singkat bila dibandingkan dengan kegiatan pembesaran. Waktu pemeliharaan yang singkat membuat modal yang dibutuhkan tidak terlalu besar dan perputaran uang juga berlangsung cepat. Di sisi lain, walau pun kegiatan pendederan ikan lele dumbo ini relatif mudah, tetapi tetap melibatkan penggunaan beberapa faktor produksi. Hasil dari analisis fungsi produksi ini ialah perlu dilakukan efisiensi dalam penggunaan input agar output yang dihasilkan optimal. Efisiensi penggunaan input dapat dilakukan karena kondisi usaha pendederan ikan lele dumbo di Kecamatan Ciseeng ini masih berada pada kondisi Increasing Return to Scale. Pada kondisi optimal, efisiensi penggunaan input dilakukan terhadap benih, kapur, pakan, TK2, dan TK3. Pada kondisi optimal ini, jumlah benih yang digunakan sebesar 170 ekor per m2 dengan jumlah output yang dapat dihasilkan sebesar 124 ekor benih per m2. Tambahan modal yang dibutuhkan agar kondisi usaha optimal sebesar Rp22.462,06 per m2. Pada analisis usaha diperoleh keuntungan pada kondisi optimal sebesar Rp70.871,17 per m2. Hasil dari analisis kriteria investasi menunjukkan bahwa usaha yang dilakukan berdasarkan skenario ketiga (lahan sewa dan pinjaman bank) memberikan manfaat terbesar dengan nilai NPV sebesar Rp1.174.981.305,75, nilai Net B/C sebesar 34,23, dan IRR sebesar 603,00%. Analisis sensitivitas dengan menaikkan harga benih, menunjukkan bahwa pada skenario kedua (lahan sewa dan modal sendiri) dan skenario ketiga (lahan sewa dan pinjaman bank) memiliki sensitivitas yang sama terhadap kenaikkan harga benih sebesar 167,41%. Dari hasil analisis finansial dapat disimpulkan bahwa usaha pendederan ikan lele dumbo di Kecamatan Ciseeng layak untuk dilaksanakan. Kata Kunci : Usaha Pendederan Ikan Lele Dumbo, Analisis Fungsi Produksi, Analisis Finansial
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul : Efisiensi Penggunaan Input dan Analisis Finansial pada Usaha Pendederan Ikan Lele Dumbo di Kecamatan Ciseeng, Kabupaten Bogor adalah benar merupakan hasil karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya-karya yang diterbitkan mau pun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan tercantum dalam Daftar Pustaka di bagian akhir Skripsi ini.
Bogor, 30 Januari 2008
Ady Eriady Wibawa C 44104039
© Hak cipta milik Ady Eriady Wibawa, tahun 2008 Hak Cipta dilindungi Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apa pun, baik cetak, fotokopi, mikrofilm, dan sebagainya
EFISIENSI PENGGUNAAN INPUT DAN ANALISIS FINANSIAL PADA USAHA PENDEDERAN IKAN LELE DUMBO DI KECAMATAN CISEENG KABUPATEN BOGOR
SKRIPSI sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor
Oleh : ADY ERIADY WIBAWA C44104039
PROGRAM STUDI MANAJEMEN BISNIS DAN EKONOMI PERIKANAN-KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
SKRIPSI Judul Skripsi
: Efisiensi Penggunaan Input dan Analisis Finansial pada Usaha Pendederan Ikan Lele Dumbo di Kecamatan Ciseeng Kabupaten Bogor.
Nama Mahasiswa : Ady Eriady Wibawa Nomor Pokok
: C44104039
Program Studi
: Manajemen Bisnis dan Ekonomi Perikanan – Kelautan
Disetujui, Komisi Pembimbing
Ir. Moch. Prihatna Sobari, M.S. NIP : 131.578.826
Diketahui, Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Dr. Ir. Indra Jaya, M.Sc NIP : 131.578.799
Tanggal Lulus : 30 Januari 2008
KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis kepada Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya yang telah diberikan, sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Skripsi dengan judul “Efisiensi Penggunaan Input dan Analisis Finansial Usaha Pendederan Ikan Lele Dumbo di Kecamatan Ciseeng Kabupaten Bogor” ini dibuat sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ir. Moch. Prihatna Sobari, M.S., sebagai pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan arahannya. Tidak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada keluarga (papa, mama, teh Nia, A Edwin, dan Anna), para responden pembudidaya lele dumbo di Kecamatan Ciseeng, serta rekanrekan yang telah banyak membantu penulis baik secara moril mau pun materil, sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Akhir kata, penulis mengharapkan saran dan kritik dari semua pihak untuk penyempurnaan tulisan ini selanjutnya. Semoga penulisan skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pihak yang membutuhkan.
Bogor, 30 Januari 2008 Ady Eriady Wibawa
RIWAYAT HIDUP Penulis bernama lengkap Ady Eriady Wibawa. Penulis lahir di Bogor pada tanggal 22 Januari 1986 dari pasangan Bapak Drs. Asep Sutisna, MM dan Ibu Tarmi Imiyati, S.Pd. Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara, dengan kakak yang bernama Garsinia Lestari, SP dan adik yang bernama Anna Reza. Pendidikan formal yang pernah dilalui penulis adalah SMU Negeri 5 Bogor dan lulus pada tahun 2004. Pada tahun 2004 penulis diterima di Program Studi Manajemen Bisnis dan Ekonomi Perikanan-Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk Institut Pertanian Bogor (USMI). Selama perkuliahan penulis aktif dalam kegiatan organisasi HIMASEPA (tahun 2006). Penulis melakukan penelitian dengan judul ”Efisiensi Penggunaan Input dan Analisis Finansial pada Usaha Pendederan Ikan Lele Dumbo di Kecamatan Ciseeng, Kabupaten Bogor”. Dalam menyelesaikan skripsi ini penulis dibimbing oleh Ir. Moch. Prihatna Sobari, M.S.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL......................................................................................................vii DAFTAR GAMBAR..................................................................................................ix DAFTAR LAMPIRAN...............................................................................................x I. PENDAHULUAN..................................................................................................1 1.1 Latar Belakang...................................................................................................1 1.2 Perumusan Masalah...........................................................................................3 1.3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian.......................................................................4 1.3.1 Tujuan Penelitian......................................................................................4 1.3.2 Kegunaan Penelitian.................................................................................5 II. TINJAUAN PUSTAKA.........................................................................................6 2.1 Deskripsi Ikan Lele Dumbo...............................................................................6 2.2 Pendederan Ikan Lele Dumbo...........................................................................7 2.3 Fungsi Produksi.................................................................................................9 2.4 Efisiensi Penggunaan Input.............................................................................11 2.5 Analisis Finansial.............................................................................................13 2.5.1 Analisis Usaha........................................................................................13 2.5.2 Analisis Kriteria Investasi.......................................................................14 2.5.3 Analisis Sensitivitas................................................................................14 III. KERANGKA PENDEKATAN STUDI..............................................................16 IV. METODOLOGI...................................................................................................19 4.1 Metode Penelitian............................................................................................19 4.2 Jenis dan Sumber Data.....................................................................................19 4.3 Metode Pengambilan Sampel..........................................................................20 4.4 Analisis Data....................................................................................................20 4.4.1 Analisis Fungsi Produksi........................................................................21 4.4.2 Analisis Finansial....................................................................................24 4.4.3 Analisis Sensitivitas................................................................................28 4.5 Batasan dan Pengukuran..................................................................................29 4.6 Lokasi dan Waktu Penelitian...........................................................................31 V. HASIL DAN PEMBAHASAN ………………………………………………...32 5.1 Kondisi Umum Daerah Penelitian………………………………………...…32 5.1.1 Letak dan Kondisi Umum……………………………………………...32 5.1.2 Kependudukan…………………………………………………………33 5.1.3 Sarana dan Prasarana…………………………………………………..35 5.2 Gambaran Umum Pembudidaya......................................................................37 5.2.1 Karakteristik Usaha Pendederan Ikan Lele Dumbo……………........…37 5.2.2 Identitas Responden Pembudidaya.........................................................38
Halaman 5.3 Usaha Pendederan Lele Dumbo……………………………………………...38 5.3.1 Kegiatan Budidaya……………………………………………………..38 5.3.2 Faktor Produksi Usaha Pendederan Ikan Lele Dumbo…………….......43 5.4 Analisis Pendugaan Fungsi Produksi…………………………………....…...45 5.5 Analisis Efisiensi Penggunaan Input………………………………………...51 5.6 Analisis Finansial.............................................................................................53 5.6.1 Analisis Usaha........................................................................................54 5.6.2 Analisis Kriteria Investasi.......................................................................57 5.6.3 Analisis Sensitivitas................................................................................61 5.7 Implikasi Pengembangan.................................................................................64 VI. KESIMPULAN DAN SARAN............................................................................65 6.1 Kesimpulan......................................................................................................65 6.2 Saran...............................................................................................................66 DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………….67 LAMPIRAN………………………………………………………………………...69
DAFTAR TABEL Halaman 1.
Perkembangan Produksi Perikanan di Kabupaten Bogor Tahun 2005-2006.....................................................................................................3
2.
Jumlah Penduduk Kecamatan Ciseeng Berdasarkan Kelompok Umur, Tahun 2006...........................................................................................................33
3.
Jumlah Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan Tahun 2006..............................34
4. Jumlah Penduduk Kecamatan Ciseeng Berdasarkan Mata Pencaharian, Tahun 2006............................................................................................................34 5. Prasarana Transportasi di Kecamatan Ciseeng Tahun 2006..................................35 6. Data Sarana Pendidikan dan Jumlah Murid di Kecamatan Ciseeng Tahun 2006............................................................................................................36 7. Rata-rata Input dan Output per Musim Tanam dari Usaha Pendederan Lele Dumbo pada Kondisi Aktual di Kecamatan Ciseen Tahun 2007..................44 8. Hasil Pendugaan Koefisien Regresi dengan Metode Kuadrat Terkecil pada Usaha Pendederan Lele Dumbo di Kecamatan Ciseeng Tahun 2007............................................................................................................45 9. Nilai VIF dan Nilai Toleransi untuk Setiap Variabel Input...................................48 10. Nilai NPM, Input dan Output yang Efisien, serta Nilai Rasio NPM dan Pxi pada Usaha Pendederan Lele Dumbo di Kecamatan Ciseeng Tahun 2007............................................................................................................52 11. Total Biaya, Total Penerimaan dan Keuntungan Usaha Pendederan Ikan Lele Dumbo di Kecamatan Ciseeng per m2 pada Kondisi Aktual dan Optimal...........................................................................................................53 12. Biaya Usaha dan Penerimaan Usaha Pendederan Lele Dumbo di Kecamatan Ciseeng pada Luas Lahan 4.426,67m2 Tahun 2007...........................55 13. Kriteria Investasi pada Skenario 1 untuk Usaha pendederan Lele Dumbo di Kecamatan Ciseeng Tahun 2007.......................................................................58 14. Kriteria Investasi pada Skenario 2 untuk Usaha pendederan Lele Dumbo di Kecamatan Ciseeng Tahun 2007.......................................................................59
Halaman 15. Kriteria Investasi pada Skenario 3 untuk Usaha pendederan Lele Dumbo di Kecamatan Ciseeng Tahun 2007.......................................................................60 16. Perbandingan Nilai Kriteria Investasi pada Skenario 1 Setelah Terjadi Kenaikan Harga Benih Sebesar 157,55%..............................................................62 17. Perbandingan Nilai Kriteria Investasi pada Skenario 2 Setelah Terjadi Kenaikan Harga Benih Sebesar 167,41%..............................................................63 18. Perbandingan Nilai Kriteria Investasi pada Skenario 3 Setelah Terjadi Kenaikan Harga Benih Sebesar 167,41%..............................................................63
DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus)………………………………………......6 2. Kurva Keseimbangan Produsen.............................................................................11 3. Skema Kerangka Pendekatan Studi.......................................................................18 4. Proses Persiapan Kolam……………………….………………………………...39 5. Kondisi Kolam sebelum Penebaran Benih…………………………..…………..40 6. Kegiatan Pemeliharaan Kolam………………………………………..…………41 7. Proses Pemanenan……………………………………….………………………42 8. Kegiatan Penyortiran Benih………………………………………………..…….42 9. Grafik Normal P-P Plot of Regression…………...……...…………………..…..47 10. Grafik Scatterplot…………………………………….………………………….49
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Peta Kecamatan Ciseeng…………………………………………………………70 2. Karakteristik Responden Pembudidaya………………………………………….71 3. Data Produksi, Faktor Produksi, Harga, dan Nilai Beli Produksi per Musim Tanam pada Usaha Pendederan Ikan Lele Dumbo di Kecamatan Ciseeng Tahun 2007………….………………………..………………………...72 4. Hasil Pendugaan Fungsi Produksi dengan Metode Kuadrat Terkecil…………...74 5. Hasil Pendugaan Fungsi Produksi dengan Statistical Product and Service Solutions…………………………………………………………………………75 6. Contoh Perhitungan Input Produksi Optimal……………………………………80 7. Nilai Investasi dan Penyusutan pada Usaha Pendederan Ikan Lele Dumbo dalam Kondisi Aktual di Kecamatan Ciseeng dengan Luas Lahan 4.426,67m2 Tahun 2007…………………………………………….……..…….82 8. Nilai Investasi dan Penyusutan pada Usaha Pendederan Ikan Lele Dumbo dalam Kondisi Optimal di Kecamatan Ciseeng dengan Luas Lahan 4.426,67m2 Tahun 2007………………………………………………..………...83 9. Perhitungan Rata-Rata Analisis Usaha Pendederan Ikan Lele Dumbo per Tahun secara Aktual di Kecamatan Ciseeng pada Luas Lahan 4.426,67m2 Tahun 2007.........................................................................................84 10. Perhitungan Rata-Rata Analisis Usaha Pendederan Ikan Lele Dumbo per Tahun secara Optimal di Kecamatan Ciseeng pada Luas Lahan 4.426,67m2 Tahun 2007.........................................................................................85 11. Perhitungan Analisis Usaha pada Kondisi Aktual dan Optimal pada Usaha Pendederan Ikan Lele Dumbo di Kecamatan Ciseeng dengan Luas Lahan 4.426,67m2 Tahun 2007.....................................................................86 12. Cash flow pada Usaha Pendederan Ikan Lele Dumbo pada Kondisi Optimal dengan Skenario 1 (Lahan Milik Sendiri) di Kecamatan Ciseeng Tahun 2007............................................................................................................87
Halaman 13. Cash flow pada Usaha Pendederan Ikan Lele Dumbo pada Kondisi Optimal dengan Skenario 2 (Lahan Sewa) di Kecamatan Ciseeng Tahun 2007............................................................................................................88 14. Cash flow pada Usaha Pendederan Ikan Lele Dumbo pada Kondisi Optimal dengan Skenario 3 (Lahan Sewa dan Pinjaman Bank) di Kecamatan Ciseeng Tahun 2007...........................................................................89 15. Cash flow pada Usaha Pendederan Ikan Lele Dumbo pada Kondisi Optimal di Kecamatan Ciseeng pada Skenario 1 dengan Asumsi Terjadi Kenaikan Harga Benih 157,55%...........................................................................90 16. Cash flow pada Usaha Pendederan Ikan Lele Dumbo pada Kondisi Optimal di Kecamatan Ciseeng pada Skenario 2 dengan Asumsi Terjadi Kenaikan Harga Benih 167,41%...........................................................................91 17. Cash flow pada Usaha Pendederan Ikan Lele Dumbo pada Kondisi Optimal di Kecamatan Ciseeng pada Skenario 3 dengan Asumsi Terjadi Kenaikan Harga Benih 167,41%...........................................................................92
I.PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dengan 17.508 pulau dan terbentang sepanjang 3.977 mil antara Samudra Hindia dan Samudra Pasifik. Dengan luas wilayah perairan 5,8 juta km2 dan bentang garis pantai sepanjang 95.181 km, Indonesia memiliki potensi perikanan yang sangat besar. Sektor perikanan pada dasarnya dibagi menjadi dua yaitu perikanan tangkap dan perikanan budidaya. Potensi sektor perikanan tangkap Indonesia ditaksir mencapai 6,4 juta ton per tahun dengan tingkat pemanfaatan saat ini sebesar 4,4 juta ton per tahun (70%). Sementara itu, potensi Indonesia di sektor perikanan budidaya sebesar 15,95 juta hektar. Potensi budidaya ini terdiri atas potensi budidaya air tawar sebesar 2,23 juta hektar, budidaya air payau 1,22 juta hektar, dan potensi budidaya laut sebesar 12,44 juta hektar. Pemanfaatan potensi sumberdaya budidaya perikanan saat ini baru sekitar 10,1% untuk budidaya air tawar, 40% untuk budidaya air payau, dan 0,01% untuk budidaya laut. Total produksi perikanan budidaya nasional saat ini baru sekitar 1,6 juta ton per tahun (http://www.tribun-timur.com). Selama ini kegiatan budidaya lebih banyak dilakukan oleh pembudidaya skala kecil yang belum memiliki akses terhadap manajemen usaha, pasar, dan permodalan. Dalam rangka pemerataan pembangunan, sektor budidaya perikanan dapat dijadikan salah satu sektor penggerak perekonomian. Apabila dibandingkan dengan sektor perikanan tangkap yang penuh dengan ketidakpastian, sektor budidaya tampak lebih menjanjikan untuk dikembangkan. Dilihat dari penggunaan lahan, modal, sumberdaya manusia mau pun manajemennya, usaha budidaya memungkinkan masyarakat melakukan usahannya dengan daya dukung yang terbatas. Saat ini konsumsi ikan masyarakat Indonesia terus mengalami peningkatan. Hal ini dapat dilihat dari konsumsi ikan masyarakat Indonesia yang walau pun masih rendah, tetapi terus mengalami peningkatan. Tingkat konsumsi ikan meningkat dari 21,57 kg per kapita per tahun pada tahun 2000 menjadi 26 kg per kapita per tahun pada tahun 2005. Jumlah konsumsi ikan masyarakat Indonesia ini masih berada di
bawah standar konsumsi ikan yang dipersyaratkan oleh organisasi pangan dunia (FAO) sebesar 30 kg per kapita per tahun (http://www.tribun-timur.com). Untuk terus meningkatkan tingkat konsumsi ikan masyarakat, pemerintah mencanangkan program Gerakan Makan Ikan (Gemarikan) dan pembentukan Forum Peningkatan Konsumsi Ikan Nasional (Forikan). Peningkatan konsumsi ini diharapkan dapat terus terjadi seiring dengan semakin meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya mengkonsumsi ikan. Salah satu ikan konsumsi yang memiliki kandungan gizi tinggi ini adalah ikan lele dumbo. Ikan lele dumbo (Clarias gariepinus), merupakan jenis ikan konsumsi yang memiliki prospek cukup baik untuk dikembangkan. Ikan lele dumbo banyak dipilih sebagai komoditas budidaya, karena memiliki tingkat kesulitan pemeliharaan yang rendah. Selain itu beberapa keunggulan lele dumbo sebagai komoditas budidaya diantaranya ikan ini dapat dipijahkan sepanjang tahun, memiliki fekunditas telur yang tinggi, dapat hidup pada kondisi air yang marjinal, dan memiliki efisiensi pakan yang tinggi. Budidaya ikan lele dumbo biasa dilakukan di kolam air tenang dan mencakup dua kegiatan, yaitu pendederan dan pembesaran. Pendederan ialah kegiatan untuk memelihara benih ikan dengan ukuran tertentu yang akan digunakan pada kegiatan pembesaran. Dalam kegiatan pendederan, biasanya benih baru dipanen pada ukuran antara 3 cm sampai dengan 12 cm. Kegiatan pembesaran merupakan kegiatan untuk menghasilkan lele ukuran konsumsi, yaitu lele dengan berat sekitar 100gr. Kegiatan pembesaran merupakan kegiatan yang sangat tergantung pada pasokan benih yang dihasilkan pada kegiatan pendederan. Penelitian ini akan dibatasi hanya pada kegiatan pendederan, karena benih merupakan faktor yang sangat berpengaruh pada keberhasilan budidaya ikan lele dumbo ini. Jawa Barat merupakan salah satu provinsi yang memiliki potensi perikanan yang cukup besar, dan Kabupaten Bogor merupakan daerah yang memiliki prospek yang cukup baik untuk pengembangan kegiatan budidaya. Potensi budidaya ini dapat dilihat dari data produksi perikanannya yang menunjukkan peningkatan yang cukup signifikan seperti terlihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Perkembangan Produksi Perikanan di Kabupaten Bogor Tahun 2005 – 2006 No Jenis Usaha 2005 2006 1 Budidaya perikanan air tawar (Ton) 7.593,00 23.020,50 2 Perairan umum (Ton) 187,00 120,50 3 Ikan hias (Ribuan ekor) 72.524,00 75.382,67 4 Pembenihan (Ribuan ekor) 703.098,00 708.594,00 Sumber : Dinas Perikanan dan Peternakan Kabupaten Bogor 2006
Kegiatan budidaya perikanan air tawar di Kabupaten Bogor, salah satunya terdapat di Kecamatan Ciseeng. Di Kecamatan Ciseeng ini terdapat beragam komoditas ikan yang dibudidayakan, mulai dari budidaya ikan hias hingga jenis ikan konsumsi. Untuk jenis ikan konsumsi, lele dumbo adalah komoditas yang banyak dibudidayakan. Di Kecamatan Ciseeng ini, kegiatan pendederan merupakan kegiatan yang banyak dipilih untuk budidaya komoditas lele dumbo. Kegiatan pendederan menjadi pilihan, karena tingkat kesulitan pemeliharaan yang rendah serta waktu yang dibutuhkan untuk kegiatan pendederan ini relatif singkat bila dibandingkan dengan kegiatan pembesaran. Waktu pemeliharaan kegiatan pendederan ikan lele dumbo yang singkat, membuat modal yang dibutuhkan tidak terlalu besar dan perputaran uang juga berlangsung cepat. Di sisi lain, walau pun kegiatan pendederan ikan lele dumbo ini relatif mudah, tetapi tetap melibatkan penggunaan beberapa faktor produksi. Hal inilah yang membuat alokasi penggunaan input secara efisien sangat penting untuk memperoleh hasil yang optimal.
1.2 Perumusan Masalah Salah satu aspek penting dalam budidaya komoditas perikanan adalah tersedianya input secara kontinu dalam jumlah yang tepat. Prinsip efisiensi dalam penggunaan berbagai input merupakan hal yang amat penting untuk diterapkan, karena menyangkut jumlah output yang akan dihasilkan. Dengan kata lain prinsip efisiensi bagi pembudidaya ialah proses penggunaan input secara tepat dengan tujuan memperoleh tingkat keuntungan yang maksimal.
Permasalahan atau kendala yang sering dihadapi pembudidaya, yaitu adanya keterbatasan dalam penggunaan input (faktor produksi) yang disebabkan terbatasnya jumlah modal usaha yang dimiliki, pengelolaan yang masih sederhana, serta keterampilan yang dimiliki pembudidaya masih rendah. Keterampilan yang masih rendah yang dimiliki pembudidaya, dapat dilihat dari masih minimnya pengetahuan para pembudidaya tentang hubungan antara alokasi input yang digunakan terhadap kuantitas serta kualitas dari output yang dihasilkan. Hal ini kemungkinan dapat membuat proses produksi yang dilakukan menjadi tidak efisien dan pada akhirnya membuat tingkat keuntungan yang diperoleh pembudidaya menjadi tidak maksimal. Berdasarkan uraian di atas, maka masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah : 1) Bagaimana kondisi aktual usaha budidaya pendederan ikan lele dumbo di Kecamatan Ciseeng. 2) Bagaimana alokasi penggunaan input yang optimal agar tercapai tingkat keuntungan yang maksimal. 3) Bagaimana sesungguhnya kondisi finansial usaha budidaya pendederan ikan lele dumbo di Kecamatan Ciseeng. 4) Bagaimana prospek pengembangan usaha budidaya pendederan ikan lele dumbo di Kecamatan Ciseeng.
1.3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian 1) Mengetahui kegiatan usaha budidaya pendederan ikan lele dumbo di Kecamatan Ciseeng. 2) Mengetahui alokasi input yang optimal dalam usaha budidaya pendederan ikan lele dumbo di Kecamatan Ciseeng. 3) Mengetahui tingkat keuntungan dan kelayakan usaha dari kegiatan pendederan ikan lele dumbo di Kecamatan Ciseeng. 4) Mengetahui peluang pengembangan usaha budidaya pendederan ikan lele dumbo di Kecamatan Ciseeng.
1.3.2 Kegunaan Penelitian 1) Sebagai salah satu syarat mendapatkan gelar Sarjana Perikanan pada Program Studi Manajemen Bisnis dan Ekonomi Perikanan - Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 2) Menambah pengetahuan dan wawasan peneliti mengenai usaha budidaya pendederan ikan lele dumbo. 3) Tulisan ini diharapkan dapat dijadikan bahan masukan bagi para pembudidaya untuk pengembangan usaha. 4) Sebagai sumber data dan informasi serta bahan pertimbangan untuk penelitian selanjutnya.
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Ikan Lele Dumbo Klasifikasi ikan lele dumbo menurut Saanin H (1984) adalah sebagai berikut : Filum : Chordata Subfilum : Vertebrata Kelas : Pisces Ordo : Ostariophysi Subordo : Siluroidea Famili : Clariidae Genus : Clarias Spesies : Clarias gariepinus
Gambar 1. Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus)
Ikan lele dumbo atau disebut juga Lele Afrika merupakan jenis ikan lele yang berasal dari Kenya dan memiliki banyak keunggulan bila dibandingkan dengan jenis lele lokal. Beberapa keunggulan lele dumbo bila dibandingkan dengan lele lokal menurut Prihartono E; J Rasidik; dan U Arie (2002) diantaranya adalah : 1) Lele dumbo dapat tumbuh lebih cepat , pada umur 24 minggu lele dumbo dapat mencapai berat 180-200 gr, sedangkan lele lokal hanya 40-50 gr. 2) Lele dumbo dapat mencapai ukuran lebih besar, lele lokal biasanya hanya mencapai berat sekitar 300 gr, sedangkan lele dumbo dapat mencapai berat 2-3 kg 3) Lele dumbo lebih banyak kandungan telur, satu induk betina lele dumbo dapat bertelur 8.000-10.000 butir, sedangkan lele lokal hanya 1.000-4.000 butir.
4) Pakan tambahan bermacam-macam, lele dumbo dapat diberi pakan tambahan seperti kotoran ayam dan bangkai, sedangkan lele lokal tidak suka. Secara fisik lele dumbo tidak jauh berbeda bila dibandingkan dengan lele lokal. Beberapa ciri lele dumbo diantaranya bagian badan bulat tinggi dan memipih ke arah ekornya, tidak bersisik, badannya mengeluarkan lendir, bentuk kepala gepeng dan simetris, memiliki patil yang tidak beracun, mulutnya lebar tidak bergigi serta memiliki sepasang sungut mandibular dan sepasang sungut maksilar. Perbedaan lele dumbo bila dibandingkan dengan lele lokal selain ukuran tubuhnya yang lebih besar ialah warna kulit lele dumbo berwarna keunguan dengan bintik besar yang menyerupai corak loreng-loreng pada baju tentara. Selain itu gerakan lele dumbo lebih lincah bila dibandingkan dengan lele lokal (Prihartono E; J Rasidik; dan U Arie 2002) Menurut Hernowo A dan R Suyanto (2003), salah satu sifat lele dumbo adalah suka meloncat ke darat terutama pada malam hari. Munculnya sifat ini karena lele merupakan hewan yang aktivitas hidupnya dilakukan pada malam hari atau biasa disebut hewan nokturnal. Sifat ini akan lebih tampak pada saat lele dumbo mencari makan, itulah sebabnya lele dumbo akan lebih suka berada di tempat yang gelap dibandingkan dengan berada di tempat yang terang. Sifat lain dari lele dumbo ialah memilki kebiasaan mencari makan di dasar perairan (bottom feeder) yang menyebabkan air kolam tampak keruh. Ditinjau dari jenis makanannya, pakan alami lele adalah binatang renik yang hidup di dasar mau pun di dalam air seperti cacing, jentik-jentik nyamuk, larva serangga, anak-anak siput, dan kutu air. Lele juga dapat bersifat kanibal, yaitu memakan sesama ikan yang ukurannya lebih kecil bila kekurangan pakan (Hernowo A dan R Suyanto 2003).
2.2 Pendederan Ikan Lele Dumbo Pendederan adalah kegiatan pemeliharaan benih hasil penetasan telur lele menjadi benih yang siap ditebar untuk pembesaran. Agar mendapatkan kualitas benih yang baik, maka diperlukan induk dengan kualitas yang baik. Untuk kegiatan
pendederan ini benih yang digunakan biasanya merupakan benih hasil pemijahan dengan penyuntikan hormon. Hormon yang digunakan untuk pemijahan ini dapat berasal dari kelenjar hipofisa maupun hormon sintetis. Persyaratan agar penyuntikan hormon dapat efektif ialah induk lele harus sudah mengandung telur yang siap untuk dipijahkan (matang telur). Setelah disuntikkan, induk lele siap untuk dipijahkan baik secara alami mau pun melalui pengurutan (Hernowo A dan R Suyanto 2003). Untuk kegiatan pendederan ini benih yang digunakan sebaiknya memiliki ukuran yang seragam. Keseragaman ukuran ini penting, karena perbedaan ukuran benih yang terlalu besar dapat mengakibatkan timbulnya kanibalisme diantara benih. Sifat kanibalisme ini muncul apabila benih lele kekurangan makanan akibat dari keterlambatan pemberian pakan (Prihartono E; J Rasidik; dan U Arie 2002). Untuk kolam pedederan, ukuran kolam pendederan dapat diatur sesuai kebutuhan pembudidaya. Biasanya konstruksi tanggul dasar kolam untuk pendederan ini terbuat dari tanah. Sebelum digunakan untuk kegiatan pendederan, kolam dikeringkan terlebih dahulu, bocoran-bocoran yang ada ditutup, dan hama yang mungkin ada diberantas. Tanah dasar kolam diberi kapur terlebih dahulu dengan dosis 1 kg per 100m2 untuk membunuh bibit penyakit yang ada dan memperbaiki struktur tanah. Setelah dibiarkan 2-3 hari, tanah dipupuk dengan pupuk kandang sebanyak 50 kg per 100m2. Satu kali pemupukan awal ini cukup untuk pemeliharaan selama satu bulan (Hernowo A dan R Suyanto 2003). Menurut Hernowo A dan R Suyanto (2003), kegiatan pendederan ikan lele dumbo dapat dibagi kedalam 3 tahap sesuai ukuran benih, yaitu : 1) Pendederan benih tahap I Pada kegiatan ini, benih yang ditebarkan masih amat kecil, yaitu umur 2 minggu sejak menetas. Kepadatan penebaran dapat mencapai 50 ekor per m2. Lama pendederan umumnya 1 bulan dan akan dihasilkan benih lele ukuran 5-6 cm. 2) Pendederan benih tahap II Benih yang akan ditebarkan pada kegiatan ini berukuran panjang 5-6 cm dengan kepadatan 20-25 ekor per m2. Setelah dipelihara selama 1 bulan, lele menjadi
berukuran 5-8 cm dengan berat kira-kira 20 gr per ekor. Benih dengan ukuran ini disebut ”gelondongan sedang”. 3) Pendederan benih tahap III Benih yang ditebarkan berukuran 5-8 cm dengan waktu pemeliharaan selama 1 bulan. Hasil yang diperoleh pada tahap ini adalah benih dengan berat 40-50 gr per ekor dengan panjang 10-12 cm. Benih yang sudah besar ini disebut ”gelondongan besar”.
2.3 Fungsi Produksi Fungsi produksi menurut Soekartawi (1994) adalah hubungan fisik antara variabel yang dijelaskan (Y) dan variabel yang menjelaskan (X). Variabel yang dijelaskan biasanya berupa output dan variabel yang menjelaskan biasanya berupa input. Secara matematis hubungan tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :
Y = f ( X1, X2, X3,..., Xn ) .................................................................................(1) Berdasarkan persamaan (1), maka dapat dilihat bahwa besar kecilnya produksi tergantung dari peranan X1 sampai dengan Xn. Selain itu dengan persamaan (1), maka hubungan antara Y dan X dapat diketahui dan sekaligus hubungan X1....Xn dan X lainnya juga dapat diketahui. Fungsi produksi Cobb-Douglas adalah fungsi produksi yang paling banyak digunakan. Menurut Soekartawi (1994) beberapa alasan mengapa fungsi produksi CobbDouglas lebih banyak digunakan dalam penelitian, yaitu : 1) Penyelesaian fungsi Cobb-Douglas relatif lebih mudah dibandingkan fungsi produksi yang lain. Fungsi Cobb-Douglas dapat dengan mudah ditransfer ke bentuk linear. 2) Hasil pendugaan garis melalui fungsi Cobb-Douglas akan menghasilkan koefisien regresi yang sekaligus juga menentukan besaran elastisitas. 3) Penjumlahan besaran elastisitas dapat menunjukkan tingkat Return to Scale.
Secara matematis fungsi produksi Cobb-Douglas dapat ditulis sebagai berikut : Y = aX 1b1 X 2b 2 X 3b3 ........ X nbn e u ............................................................................(2) dimana : Y Xi a b e u
= jumlah output yang dihasilkan / variabel yang dijelaskan = jumlah input ke i yang digunakan / variabel yang menjelaskan = intercept = slope = 2,7182 (bilangan natural) = kesalahan (disturbance term) Untuk memudahkan pendugaan terhadap persamaan (2), dapat dilakukan
dengan merubah persamaan tersebut menjadi bentuk linear berganda dengan cara melogaritmakan persamaan tersebut, sehingga bentuk persamaannya menjadi :
ln Y = ln a + b1 ln X1 + b2 ln X2 + b3 ln X3 + ……+ bn ln Xn + u .................. (3) Penyelesaian fungsi Cobb-Douglas selalu dilogaritmakan dan diubah bentuk fungsinya menjadi fungsi linear, karena itulah ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi (Soekartawi 1994) yaitu : 1) Tidak ada nilai pengamatan yang bernilai nol, sebab logaritma dari nol adalah suatu bilangan yang besarnya tidak diketahui (infinite). 2) Dalam fungsi produksi, perlu asumsi tidak ada perbedaan teknologi pada setiap pengamatan (non- neutral difference in the respective technologies). Ini artinya apabila fungsi Cobb-Douglas yang dipakai sebagai model dalam suatu pengamatan dan bila memerlukan lebih dari satu model, maka perbedaan model tersebut terletak pada intercept dan bukan pada kemiringan garis (slope) model tersebut. 3) Tiap variabel X adalah perfect competition. 4) Perbedaan lokasi (pada fungsi produksi) seperti iklim sudah tercakup pada faktor kesalahan, µ
2.4 Efisiensi Penggunaan Input Menurut Soekartawi (1994), efisiensi adalah suatu ukuran jumlah relatif dari berbagai input yang digunakan untuk menghasilkan output tertentu. Dalam hal ini efisiensi merupakan salah satu syarat terciptanya optimalisasi. Optimalisasi dapat diartikan sebagai tingkat output maksimal yang dapat dihasilkan dengan sejumlah biaya tertentu atau jumlah dana minimal untuk menghasilkan sejumlah output tertentu. Efisiensi menurut terminologi ekonomi mengandung dua unsur yaitu efisiensi teknis dan efisiensi ekonomis. Suatu alokasi faktor produksi dikatakan efisien secara teknis jika faktor produksi yang digunakan menghasilkan produksi rata-rata yang maksimum. Efisiensi ekonomis adalah tingkat pemakaian faktor produksi yang menghasilkan keuntungan maksimum (Sugiarto; T Herlambang; Brastoro; R Sudjana; dan S Kelana 2005).
X1
isoquant
A
X1
isocost X2
X2 Sumber : Sugiarto at al 2005
Gambar 2. Kurva Keseimbangan Produsen
Kondisi produksi yang optimal sebagai dampak dari efisiensi penggunaan input dapat digambarkan melalui kurva keseimbangan produsen. Dalam kurva keseimbangan produsen ini, efisiensi tercapai pada kombinasi input dimana slope dari
isoquant sama dengan slope dari isocost (Titik A, Gambar 2). Isoquant adalah kurva yang menunjukkan kombinasi pemakaian input yang berbeda tetapi dapat menghasilkan jumlah output yang sama, sedangkan isocost menunjukkan jumlah dana yang tersedia untuk membeli berbagai kombinasi input (Sugiarto; T Herlambang; Brastoro; R Sudjana; dan S Kelana 2005). Model pengukuran efisiensi berbeda-beda tergantung dari model yang digunakan. Pada umumnya ada dua model yang biasa digunakan yaitu : 1) Model fungsi produksi 2) Model linear programming Apabila model fungsi produksi yang dipakai, maka kondisi efisiensi ekonomis yang sering digunakan sebagai patokan. Persamaan fungsi produksi dengan model fungsi produksi Cobb-Douglas, dapat ditulis sebagai berikut (Soekartawi 1994):
Y = aX 1b1 X 2b 2 X 3b3 ...... X nbn .................................................................................(4)
dengan produk marjinal sebagai berikut :
δY = b …………………………..............…………............…….……….. (5) δX Berdasarkan fungsi produksi Cobb-Douglas, maka b disebut koefisien regresi yang sekaligus menggambarkan elastisitas produksi. Dengan demikian nilai produk marjinal (NPM ) faktor produksi x, dapat dituliskan sebagai berikut :
NPM = b.Y.Py …………………........…………………………….......…... (6) X dimana : b = elastisitas produksi Y = produksi Py = harga produksi X = jumlah faktor produksi x Pada umumnya nilai Y, Py, dan X diambil dari nilai rata-ratanya.
Untuk menghitung alokasi penggunaan input pada kondisi yang optimal, efisiensi akan tercapai apabila rasio nilai produk marjinal (NPM) untuk suatu input dan harga input (P) sama dengan satu, atau dapat dituliskan sebagai berikut :
NPMx = 1.....................................................................................................(7) Px Berdasarkan kenyataan dimana NPMx tidak selalu sama dengan Px, maka dapat diambil kesimpulan :
NPMx > 1 ; artinya alokasi input yang dilakukan belum efisien, sehingga Px perlu dilakukan penambahan input NPMx < 1 ; artinya alokasi input yang dilakukan tidak efisien, sehingga Px perlu dilakukan pengurangan input yang digunakan. 2.5 Analisis Finansial Analisis finansial menurut Kadariah; L Karlina; dan C Gray (1976) ialah suatu usaha yang dilakukan untuk mengetahui kondisi keuangan dari suatu proyek melalui pengujian. Analisis finansial pada dasarnya menyangkut perbandingan antara pengeluaran uang dengan penerimaan dari pada proyek. Pada dasarnya analisis finansial digunakan untuk mengetahui kelayakan usaha dilihat dari sudut pandang badan-badan atau orang-orang yang menanam modalnya atau yang berkepentingan langsung pada suatu kegiatan proyek. Analisis finansial dapat dilakukan melalui analisis usaha dan analisis kriteria investasi.
2.5.1
Analisis Usaha Kegiatan usaha merupakan kegiatan yang dapat direncanakan dan dilaksanakan
dalam suatu kesatuan. Kegiatan usaha dilakukan dengan menggunakan sumberdayasumberdaya yang dimiliki baik sebagian mau pun seluruhnya yang dikorbankan dari penggunaan masa sekarang untuk memperoleh manfaat di masa depan (Gittinger JP 1986). Ada beberapa bentuk penyajian analisis usaha yang biasa dipakai untuk mengetahui keuntungan suatu usaha. Analisis tersebut antara lain analisis keuntungan
usaha, analisis imbangan penerimaan dan biaya, analisis payback period, dan analisis break event point (Ariyoto K 1995). Analisis keuntungan usaha adalah selisih antara penerimaan total dengan biaya total yang dinyatakan dalam rupiah, sementara analisis perimbangan dan biaya adalah tingkat perbandingan antara penerimaan total dengan biayanya rata-rata per musim tanam. Payback period adalah lamannya waktu yang diperlukan untuk menutupi investasi, sementara break event point adalah titik impas dari kegiatan usaha (Ariyoto K 1995).
2.5.2
Analisis Kriteria Investasi Investasi adalah penggunaan dana (uang) dengan maksud memperoleh
penghasilan dengan memperhitungkan faktor risiko (Husnan S 1998). Analisis kriteria investasi dimaksudkan untuk mengevaluasi apakah usaha tersebut layak atau tidak untuk diusahakan. Untuk mengevaluasi kelayakan usaha perlu diketahui besar manfaat dan besar biaya dari setiap unit yang dianalisis. Dalam hal ini yang dimaksud dengan hasil (benefit) adalah apa yang diperoleh pengusaha sebagai balas jasa atas modal yang digunakannya. Menurut Kadariah; L Karlina; dan C Gray (1976), Indikator yang biasa digunakan untuk membandingkan manfaat dan biaya pada usaha adalah Net Present Value (NPV), Net Benefit Cost-Ratio (Net B/C ), dan Internal Rate of Return (IRR). NPV adalah nilai kini dari keuntungan bersih yang akan diperoleh pada masa mendatang, merupakan selisih nilai kini dari benefit dengan nilai kini dari biaya. Net B/C adalah perbandingan antara jumlah nilai kini dari keuntungan bersih yang akan diperoleh yang bernilai positif dengan keuntungan bersih yang bernilai negatif. IRR adalah nilai discount rate i yang membuat NPV pada proyek sama dengan nol.
2.5.3
Analisis Sensitivitas Analisis sensitivitas adalah suatu teknik untuk menguji secara matematis apa
yang akan terjadi pada kapasitas penerimaan suatu proyek apabila terjadi kejadiankejadian yang berbeda dengan perkiraan yang dibuat dalam perencanaan. Suatu
analisis sensitivitas dikerjakan dengan mengubah suatu unsur tertentu pada hasil analisis (Kadariah; L Karlina; dan C Gray 1976). Analisis sensitivitas akan menunjukkan apa yang terjadi dengan hasil kegiatan usaha jika terjadi kesalahan atau perubahan-perubahan dalam dasar-dasar perhitungan biaya dan pendapatan. Hal ini penting dilakukan karena analisis proyek didasarkan pada proyeksi-proyeksi yang mengandung banyak ketidakpastian tentang apa yang terjadi pada masa yang akan datang (Kadariah; L Karlina; dan C Gray 1976).
III. KERANGKA PENDEKATAN STUDI Usaha budidaya pendederan ikan lele dumbo merupakan jenis usaha budidaya yang banyak dilakukan di Kabupaten Bogor, dan Kecamatan Ciseeng merupakan salah satu sentra produksi untuk komoditas ikan lele dumbo. Salah satu prinsip dari usaha budidaya pendederan ikan lele dumbo ini adalah efisiensi, dan salah satu cara mencapainya dengan melakukan alokasi input secara optimal. Dalam usaha pendederan ikan lele dumbo ini terdapat dua faktor yang mempengaruhi jalannya usaha yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal merupakan faktor yang dapat dikendalikan yang terdiri atas input tetap dan input variabel. Input tetap diantaranya berupa modal dan keterampilan, sedangkan input variabel diantaranya benih dan pakan. Sementara itu faktor eksternal merupakan faktor yang berasal dari luar yang tidak dapat dikendalikan. Faktor eksternal yang berpengaruh dalam usaha pendederan ikan lele dumbo ini diantaranya iklim dan suhu. Dalam penelitian ini faktor yang akan dikaji adalah faktor internal yang tediri atas input tetap dan input variabel. Untuk menghasilkan tingkat produksi yang optimal, diperlukan pemanfaatan input secara optimal melalui alokasi yang tepat. Alokasi penggunaan input secara tepat sangat erat kaitannya dengan prinsip efisiensi. Efisiensi dalam pemakaian input dapat diartikan sebagai upaya penggunaan input secara optimal untuk menghasilkan output yang akan memberikan keuntungan maksimal. Analisis optimalisasi dan efisiensi dalam penelitian ini akan dilakukan dengan menggunakan pendekatan fungsi produksi model Cobb-Douglas. Analisis finansial ialah suatu analisis yang dilakukan untuk mengetahui kondisi usaha dan tingkat kelayakannya ditinjau dari aspek keuangan. Analisis finansial terdiri atas analisis usaha dan analisis kriteria investasi. Analisis usaha ialah analisis yang dilakukan untuk mengetahui apakah usaha budidaya pendederan ikan lele dumbo yang dilakukan dapat memberikan keuntungan dalam jangka pendek. Analisis usaha yang dilakukan meliputi analisis keuntungan usaha, analisis imbangan penerimaan dan biaya, analisis payback period (PP), dan analisis break event point (BEP). Jika hasil dari analisis usaha tersebut ternyata
menguntungkan, maka perlu dilakukan analisis lanjutan, yaitu analisis kriteria investasi. Analisis kriteria investasi yang dilakukan meliputi penghitungan nilai Net Present Value (NPV), Net Benefit-Cost Ratio (Net B/C), dan Internal Rate of Return (IRR). Analisis kriteria investasi perlu dilakukan untuk mengetahui apakah usaha yang dijalankan layak atau tidak. Selain itu perlu juga dilakukan uji sensitivitas untuk mengetahui pengaruh perubahan variabel input terhadap kondisi usaha. Apabila hasil perhitungan analisis finansial dan uji sensitivitas tidak layak dijalankan, maka harus diadakan evaluasi terhadap kegiatan usaha. Sebaliknya apabila hasil perhitungan analisis finansial dan uji sensitivitas menunjukkan bahwa usaha budidaya pendederan ikan lele dumbo ini masih layak untuk dijalankan, maka pengembangan usaha sangat layak untuk dilakukan. Skema kerangka pendekatan studi untuk penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 3.
Budidaya ikan lele dumbo
Pendederan
Penggunaan faktor produksi
Efisiensi penggunaan input : -Luas kolam -Padat penebaran -TK -Pakan
Evaluasi
Analisis optimalisasi: fungsi produksi
Analisis usaha : -Keuntungan -R/C -Payback Period - BEP
Rugi
Untung
Layak
Analisis kriteria investasi : - NPV - Net B/C - IRR Analisis sensitivitas
Implikasi Pengembangan usaha
Gambar 3. Skema Kerangka Pendekatan Studi
Tidak layak
IV. METODOLOGI 4.1 Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian mengenai efisiensi penggunaan input dan analisis finansial usaha pendederan ikan lele dumbo ini adalah studi kasus. Studi kasus ialah penelitian tentang subjek penelitian yang berkenaan dengan suatu fase spesifik dari keseluruhan personalitas (Nazir M 2003). Tujuan penelitian dengan studi kasus adalah memberikan gambaran secara detail tentang latar belakang, sifat-sifat, dan karakter yang khas dari unit yang dianalisis. Menurut Soeratno dan L Arsyad (1999), metode penelitian dengan menggunakan studi kasus, menunjukkan bahwa penelitian dilakukan dalam lingkup yang terbatas, sehingga hasil penelitian tidak dapat digeneralisasikan. Studi kasus digunakan sebagai metode dalam penelitian ini, karena metode ini paling sesuai dengan kebutuhan dan kondisi di daerah penelitian. Satuan kasus yang digunakan dalam penelitian ini adalah pembudidaya yang melakukan usaha pendederan ikan lele dumbo secara monokultur.
4.2 Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data text dan data image. Data text adalah data yang diperoleh dalam bentuk alphabet dan angka numerik, sedangkan data image adalah data yang ditampilkan dalam bentuk foto, diagram dan sejenisnya yang memberikan informasi secara spesifik mengenai keadaan tertentu (Fauzi A 2001). Berdasarkan uraian di atas, peneliti menggunakan jenis data text faktor produksi yang meliputi biaya produksi, biaya investasi, dan jumlah produksi yang dihasilkan. Data image yang digunakan berupa gambar dan foto. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini ada dua, yaitu data primer dan data sekunder. Sumber data primer didapat melalui pengamatan secara langsung di lapangan dari pembudidaya dengan metode wawancara dan pengisian kuisioner. Data yang dikumpulkan meliputi karakteristik pembudidaya, teknis produksi, input dan
output produksi, penerimaan, biaya investasi, biaya variabel, biaya tetap, dan penyusutan. Data sekunder dalam penelitian ini diperlukan sebagai penunjang data primer yang telah didapatkan. Data sekunder diperoleh melalui informasi dari instansi dan lembaga terkait seperti Dinas Perikanan dan Peternakan Kabupaten Bogor, Kantor Kecamatan Ciseeng, dan literatur-literatur. Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya data monografi Kecamatan Ciseeng dan data produksi perikanan Kabupaten Bogor.
4.3 Metode Pengambilan Sampel Metode pengambilan sampel yang representatif pada dasarnya menyangkut masalah sampai dimanakah ciri-ciri yang terdapat pada sampel yang terbatas itu benar-benar menggambarkan keadaan sebenarnya dari keseluruhan populasi (Soeratno dan L Arsyad 1999). Metode pengambilan sampel dilakukan dengan metode purposive sampling, yaitu anggota populasi dipilih untuk memenuhi tujuan tertentu mengandalkan logika atas kaidah-kaidah yang berlaku yang didasari sematamata dari pertimbangan si peneliti. Sampel yang dipilih merupakan individu yang dianggap memenuhi kriteria sebagai berikut : 1) Pembudidaya yang masih aktif melakukan usaha pendederan ikan lele dumbo. 2) Produk yang dihasilkan untuk dijual dan bukan untuk kegiatan pembesaran. 3) Memiliki pengalaman dalam kegiatan pendederan ini minimal satu tahun. Banyaknya pembudidaya yang dijadikan sampel dalam penelitian ini 30 orang pembudidaya, hal ini dilakukan untuk mencukupi syarat statistik.
4.4 Analisis Data Analisis data adalah proses penyederhanaan data kedalam bentuk yang lebih mudah dibaca dan diimplementasikan. Data dan informasi yang telah terkumpul ditabulasikan untuk kemudian dianalisis dengan menggunakan metode analisis fungsi produksi model Cobb Douglas dan analisis finansial.
4.4.1
Analisis Fungsi Produksi Analisis fungsi produksi dilakukan dengan menggunakan pendekatan fungsi
produksi model Cobb-Douglas. Fungsi produksi Cobb-Douglas digunakan untuk menduga hubungan antara produksi pendederan ikan lele dumbo dengan penggunaan faktor-faktor produksinya. Model pendugaan dari persamaan fungsi produksi CobbDouglas adalah sebagai berikut :
Y = aX 1b1 X 2b 2 X 3b3 X 4b 4 X 5b5 X 6b 6 X 7b 7 e u ................................................................(8)
Untuk memudahkan pendugaan terhadap persamaan diatas, maka persamaan tersebut sebaiknya diubah ke dalam bentuk linear berganda dengan cara melogaritmakan persamaan tersebut menjadi :
LnY = ln a + b1 ln X1 + b2 ln X2 + b3 ln X3 + b4 ln X4 + b5 ln X5 + b6 ln X6 + b7 ln X7................................................................................................(9) dimana : Y =produksi ikan lele dumbo (ekor per m2) X1 = benih ikan lele dumbo (ekor per m2) X2 = Kapur (kg per m2) X3 = Pupuk (kg per m2) X4 = Pakan (kg per m2) X5 = TK1 (jam kerja per m2) X6 = TK2 (jam kerja per m2) X7 = TK3 (jam kerja per m2) Ketepatan model yang digunakan sebagai alat analisis diuji dengan menggunakan uji statistik sebagai berikut : 1) Uji statistik t, digunakan untuk mengetahui seberapa jauh masing-masing faktor produksi (Xi) sebagai variabel bebas mempengaruhi produksi (Y) sebagai variabel tidak bebas. Prosedur pengujiannya adalah sebagai berikut : H0 : bi = 0 (tidak ada pengaruh) H1 : bi ≠ 0 (ada pengaruh)
thitung = (bi-0)/Sbi Dimana : Sbi = standard error dari b bi = koefisien regresi - jika thitung < ttabel, maka H0 diterima, artinya Xi tidak berpengaruh nyata terhadap Y. - jika thitung > ttabel, maka H0 ditolak, artinya Xi berpengaruh nyata terhadap Y. 2) Uji statistik F, digunakan untuk mengetahui pengaruh faktor produksi (Xi) secara bersama terhadap output (Y). Hipotesis yang diuji adalah : H0 : bi = 0 (tidak ada pengaruh) H1 : bi ≠ 0 (ada pengaruh)
Fhitung = (JKR / (k-1)) …………………………………….................…….. ..(10) (JKD / (n-k)) dimana : JKR = jumlah kuadrat regresi JKD = jumlah kuadrat residual n = jumlah sampel k = jumlah variabel - jika Fhitung < Ftabel, maka H0 diterima, artinya faktor produksi secara simultan tidak berpengaruh nyata terhadap produksi. - jika Fhitung > Ftabel, maka H0 ditolak, artinya faktor produksi secara simultan berpengaruh nyata terhadap produksi. Pada analisis fungsi produksi, selain digunakan analisis kriteria statistik juga dilakukan analisis kriteria ekonometrik untuk menguji ketepatan model yang digunakan. Analisis kriteria ekonometrik dilakukan untuk mengetahui apakah model regresi memenuhi asumsi normalitas, multikolinearitas, homoskedastisitas, dan autokorelasi. Menurut Santoso (2000), normalitas adalah suatu kondisi dalam model regresi dimana nilai Y (variabel dependent) didistribusikan secara normal terhadap nilai X (variabel independent). Suatu model regresi yang baik harus memenuhi asumsi normalitas ini.
Menurut Santoso (2000), multikolinearitas adalah problem dalam suatu model regresi yang diakibatkan adanya korelasi antar variabel independent. Beberapa cara untuk mengatasi problem multikolinearitas diantaranya dengan menambah jumlah sampel dan mengeluarkan variabel yang mempunyai korelasi tinggi. Homoskedastisitas adalah asumsi dalam model regresi dimana variasi di sekitar garis regresi seharusnya konstan untuk setiap nilai X (Santoso 2000). Bila asumsi ini tidak terpenuhi berarti model regresi mengalami problem heteroskedastisitas. Heteroskedastisitas adalah problem yang terjadi pada model regresi apabila terjadi asumsi variance error term konstan untuk setiap nilai pada variabel penjelas dilanggar. Masalah heteroskedastisitas ini sering terjadi pada data cross-section. Cara mengatasi masalah heteroskedastisitas ini diantaranya adalah dengan : a) Menggunakan weight Least Square Regression (nilai variabel dibagi dengan nilai variabel yang dianggap menyebabkan heteroskedastisitas). b) Menggunakan fungsi log untuk variabel penjelas yang mengakibatkan heteroskedastisitas. Autokorelasi adalah masalah dalam model regresi linear karena adanya korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pada periode t-1 (sebelumnya). Autokorelasi ini biasanya terjadi pada pada model regresi yang menggunakan data time series atau berdasarkan waktu berkala (Santoso 2000). Analisis Return to Scale (RTS) sangat penting dilakukan untuk mengetahui apakah kegiatan usaha yang sedang diteliti tersebut berada dalam kondisi increasing, constant, atau decreasing return to scale. Analisis RTS ini dilakukan dengan menjumlahkan besaran elastisitas (bi). Berdasarkan persamaan (8) maka :
1< b1+b2+b3+b4+b5+b6+b7 < 1 ................................................................. .(11) a) Jika b1+b2+b3+b4+b5+b6+b7<1, maka usaha berada dalam keadaan decreasing return to scale. Artinya apabila faktor produksi yang digunakan ditambah, maka besarnya penambahan output akan lebih kecil dari proporsi penambahan input.
b) Jika b1+b2+b3+b4+b5+b6+b7 = 1, maka usaha berada dalam kondisi constant return to scale dimana penambahan proporsi input yang digunakan akan sama dengan penambahan proporsi output yang dihasilkan. c) Jika b1+b2+b3+b4+b5+b6+b7 > 1, maka usaha berada dalam kondisi increasing return to scale. Artinya proporsi penambahan output akan lebih besar dari proporsi penambahan input. Tingkat alokasi input yang optimal dapat diketahui melalui analisis dari fungsi keuntungan, yaitu :
Π = TR –TC atau Π = Py.Y – Pxi.Xi ...............................................................(12) Keuntungan maksimum pada usaha pendederan lele dumbo ini dapat tercapai pada saat turunan pertama dari fungsi keuntungan usaha terhadap faktor produksi sama dengan nol, yaitu :
Π = Py.Y –Pxi.Xi ∂∏ =0 ∂X 1 Py (dy/dxi) = Pxi Py.PMxi = Pxi NPMxi = Pxi NPMxi = 1 ................................................................................................................(13) Pxi
4.4.2
Analisis Finansial Analisis finansial adalah analisis yang dilakukan terhadap suatu proyek,
dimana proyek dilihat dari sudut badan atau orang-orang yang menanamkan uangnya dalam proyek mau pun yang memiliki kepentingan terhadap jalannya proyek. Analisis finansial ini penting untuk memperhitungkan insentif bagi badan mau pun orang-orang yang terlibat di dalam proyek.
1) Analisis usaha Analisis usaha merupakan bagian dari analisis finansial yang digunakan untuk menghitung besarnya keuntungan yang diperoleh dari suatu kegiatan usaha dalam waktu satu tahun. Analisis usaha ini terdiri atas analisis keuntungan usaha, analisis imbangan penerimaan dan biaya ( R/C ), analisis payback period (PP), dan analisis break event point (BEP). a) Analisis Keuntungan Usaha Analisis ini bertujuan untuk mengetahui komponen-komponen input dan output yang terlibat di dalam usaha dan besar keuntungan yang diperoleh dari hasil usaha. Secara matematis konsep keuntungan dapat dirumuskan sebagai berikut :
n
Π = Y.Py –
∑
Xi .Pxi …......................................................................…....(14)
i =0
dimana :
Π = Keuntungan (Rp per tahun) Y = Total produksi (ekor per tahun) Xi = Jumlah input i yang digunakan (unit) Py = Harga per satuan output (Rp) Pxi = Harga per satuan input i (Rp) Py. Y = Penerimaan total (Rp) Px . ΣXi = Biaya total (Rp) b) Analisis Imbangan Penerimaan dan Biaya (R/C) Analisis ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana manfaat yang diperoleh dari kegiatan usaha selama periode tertentu cukup menguntungkan. Secara matematis analisis imbangan penerimaan dan biaya dapat dirumuskan sebagai berikut (Soekartawi 1995) :
R/C =
TR ....................................................................................................(15) TC
dimana : TR = Total Revenue atau Penerimaan total (Rp) TC = Total Cost atau Biaya Total (Rp) Dengan kriteria usaha : R/C > 1, usaha menguntungkan R/C = 1, Usaha impas R/C < 1, Usaha rugi c) Payback Period (PP) Analisis ini digunakan untuk mengetahui berapa lama waktu yang diperlukan untuk menutupi investasi yang ditanamkan pada suatu usaha (Husnan S 1998). Metode payback period secara matematis dinyatakan dengan rumus sebagai berikut :
Payback period = Investasi x 1 tahun …………………………...……....(16) Net Benefit
d) Analisis Break Event Point (BEP) Break event point merupakan suatu nilai di mana hasil penjualan output produksi sama dengan biaya produksi. Pada kondisi break event point ini pengusaha mengalami impas. Perhitungan BEP ini digunakan untuk menentukan batas minimum volume penjualan agar suatu perusahaan tidak rugi (Husnan S 1998). Selain itu BEP dapat dipakai untuk merencanakan tingkat keuntungan yang dikehendaki dan sebagai pedoman dalam mengendalikan operasi yang sedang berjalan. BEP dapat dihitung dengan persamaan matematis berikut : BEP ( Nilai Produksi ) =
Biaya Tetap . 1 – Biaya Variabel / Penerimaan
BEP ( Volume Produksi ) =
……....……..(17)
TFC . Py – AVC …………...... …………………....(18)
dimana : TFC = biaya tetap total (Rp) AVC = biaya variabel rata-rata (Rp per kg) Py = Harga komoditas (Rp per ekor)
2) Analisis Kriteria Investasi Analisis kriteria investasi penting dilakukan untuk mengetahui besar manfaat dan besar biaya dari setiap unit yang dianalisis. Indikator yang biasa digunakan untuk analisis kriteria investasi diantaranya adalah : a) Net Present Value (NPV) Net Present Value adalah nilai sekarang dari keuntungan bersih yang akan didapatkan pada masa yang akan datang. NPV ini pada dasarnya merupakan kombinasi pengertian present value penerimaan dengan present value pengeluaran (Husnan S 1998). Secara matematis NPV dinyatakan dengan rumus :
t =10
NPV =
Bt − C t
∑ (1 + i)
t
…………………………….......……………….. ……...(19)
t =0
Dengan kriteria usaha sebagai berikut : - NPV < 0, usaha tidak layak - NPV = 0, Usaha tersebut memberikan hasil yang sama dengan modal yang digunakan (impas) - NPV > 0, Usaha layak untuk dijalankan karena akan menghasilkan keuntungan. dimana : -
Bt Ct i t
: Manfaat unit usaha pada tahun t (Rp) : Biaya usaha pada tahun ke t (Rp) : Discount rate (%) : Umur proyek (10 tahun)
b) Net Benefit-Cost Ratio (Net B/C) Net B/C adalah perbandingan antara jumlah nilai sekarang dari keuntungan bersih pada tahun-tahun yang mana keuntungan bersih bernilai positif dengan keuntungan bersih bernilai negatif (Kadariah; L Karlina; dan C Gray 1976). Secara matematis Net B/C dinyatakan dengan rumus :
t =10
Bt − Ct ∑ t t = 0 (1 + i ) Net B / C = t =10 C t − Bt ∑ t t = 0 (1 + i )
………………….( Bt - Ct ) > 0 ………………. .....(20) ………………….( Bt - Ct ) < 0
Dengan kriteria usaha : - Net B/C < 1, berarti usaha tersebut sebaiknya tidak dilaksanakan karena tidak layak dan lebih baik mencari alternatif usaha lain yang lebih menguntungkan. - Net B/C > 1, berarti usaha tersebut akan mendatangkan keuntungan, sehingga usaha ini dapat dilaksanakan. dimana : -
Bt : Benefit sehubungan dengan adanya investasi pada tahun t (Rp) Ct : Biaya sehubungan dengan adanya investasi pada tahun t (Rp) t : Umur proyek (10 tahun) i : Discount rate (%)
c) Internal Rate of Return (IRR) IRR adalah nilai discount rate i yang membuat NPV pada proyek sama dengan nol (Kadariah; L Karlina; dan C Gray 1976). Secara matematis IRR dinyatakan dengan rumus :
IRR = i’ +
NPV’ NPV’ – NPV”
( i’’ – i’ )
……………………...........…......(21)
Dengan kriteria usaha : - IRR ≥ i (discount rate), berarti usaha dapat dilaksanakan. - IRR < i (discount rate), berarti usaha lebih baik tidak dilaksanakan. dimana : - i’ = discount rate yang menghasilkan NPV+ (%) - i” = discount rate yang menghasilkan NPV- (%) -NPV’ = NPV pada tingkat bunga i’ (Rp) -NPV” = NPV pada tingkat bunga i” (Rp)
4.4.3
Analisis Sensitivitas Analisis sensitivitas dilakukan dengan mengubah suatu unsur kemudian
menentukan pengaruh dari perubahan tersebut pada hasil analisis. Pada usaha pendederan ikan lele dumbo, analisis sensitivitas dilakukan terhadap perubahan harga benih. Benih merupakan faktor produksi utama, sehingga perubahannya akan sangat berpengaruh pada kelangsungan usaha. Pada penelitian ini, metode yang akan digunakan dalam analisis sensitivitas adalah metode switching value, yaitu mengubah
salah satu atau lebih nilai variabel yang dianggap paling sensitif sampai dengan usaha tidak layak untuk dijalankan.
4.5 Batasan dan Pengukuran a) Usaha pendederan ikan lele dumbo adalah pemeliharaan benih ikan lele dumbo yang hasilnya digunakan sebagai input dalam kegiatan pembesaran. b) Usaha yang dianalisis adalah usaha pendederan ikan lele dumbo tahap I. c) Variabel yang dijelaskan (output) dalam analisis fungsi produksi dalam penelitian ini adalah benih ikan lele dumbo ukuran 3-12 cm dengan satuan ekor per m2. d) Variabel yang menjelaskan (input) dalam analisis fungsi produksi dalam penelitian ini terdiri atas jumlah benih, kapur, pupuk, pakan, TK1, TK2, dan TK3. Variabel input ini dihitung per m2. e) Benih lele dumbo merupakan benih yang digunakan dalam kegiatan pendederan dalam penelitian ini dengan satuan ekor per m2. f) Kapur digunakan dalam masa persiapan kolam dengan satuan kilogram per m2. g) Pupuk yang digunakan berupa pupuk kandang yang disebut postal dengan satuan kilogram per m2. h) Selain pakan alami digunakan juga pakan tambahan berupa pelet dengan satuan kilogram per m2. i) Tenaga kerja yang digunakan terdiri dari tenaga kerja pada saat persiapan(TK1), tenaga kerja untuk pemeliharaan (TK2), dan tenaga kerja pada saat panen (TK3). Satuan yang digunakan adalah jam kerja per m2. j) Efisiensi penggunaan input merupakan solusi layak terbaik yang memaksimumkan keuntungan dengan mengoptimalkan penggunaan faktor produksi per m2. k) Analisis finansial adalah pemeriksaan keuangan sampai dimana keberhasilan yang telah dicapai. l) Analisis usaha adalah proses pemeriksaan keuangan untuk mengetahui manfaat usaha selama setahun.
m) Analisis kriteria investasi adalah analisis untuk mengetahui manfaat usaha selama umur proyek. n) Umur proyek dalam penelitian ini ditetapkan selama sepuluh tahun dan merupakan umur teknis terlama dari komponen investasi yang digunakan. o) Biaya tetap adalah biaya yang sifatnya tidak tergantung pada jumlah produksi per m2 dan dinyatakan dalam rupiah p) Biaya variabel adalah biaya yang sifatnya tergantung jumlah produksi per m2 dan dinyatakan dalam satuan rupiah. q) Biaya total adalah semua biaya yang digunakan untuk menghasilkan produk per m2, termasuk biaya tetap dan biaya variabel. r) Nilai produksi merupakan perkalian antara produksi total per m2 dengan harga per satuan produk dan dinyatakan dalam rupiah. s) Nilai penyusutan merupakan proses pembebanan biaya yang disebabkan oleh pemakaian suatu barang yang digunakan berdasarkan pada keuangan dan dinyatakan dalam satuan rupiah. t) Keuntungan merupakan selisih penerimaan total per m2 dengan biaya total per m2 dan dinyatakan dalam rupiah. u) R-C ratio adalah tingkat perbandingan antara penerimaan total per m2 dengan biayanya. v) Payback period adalah lamanya waktu yang diperlukan untuk menutupi investasi. w) Break event point adalah kondisi dimana usaha mengalami titik impas. x) Net present value adalah nilai sekarang dari keuntungan bersih yang didapatkan pada masa mendatang. y) Net Benefit – Cost Ratio adalah perbandingan antara jumlah nilai sekarang dari keuntungan bersih pada tahun-tahun yang mana keuntungan bersih bernilai positif dengan keuntungan bersih yang bernilai negatif. z) Internal Rate of Return adalah nilai discount rate i yang membuat NPV pada proyek sama dengan nol. aa) Analisis sensitivitas adalah tindakan menganalisis kembali untuk mengetahui sampai sejauh mana dapat diadakan penyesuaian sehubungan dengan adanya
perubahan harga baik harga input maupun output. Dalam penelitian ini analisis sensitivitas dilakukan dengan menaikkan harga benih.
4.6 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada Bulan Oktober sampai dengan November 2007, berlokasi di Kecamatan Ciseeng, Kabupaten Bogor. Objek penelitian adalah pembudidaya ikan lele dumbo yang melakukan usaha pendederan secara monokultur.
V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Kondisi Umum Daerah Penelitian Kecamatan Ciseeng merupakan salah satu kecamatan yang ada di Kabupaten Bogor. Di kecamatan ini salah satu jenis usaha yang banyak dilakukan oleh masyarakatnya adalah usaha pendederan ikan lele dumbo. Kegiatan usaha ini dilakukan di kolam–kolam yang biasa disebut empang dengan memanfaatkan air yang bersumber dari anak Sungai Cisadane. Selain karena ketersediaan air yang melimpah, usaha pendederan ikan lele dumbo ini banyak dipilih karena dianggap lebih menguntungkan dibandingkan dengan usaha di bidang pertanian.
5.1.1 Letak dan Kondisi Umum Secara orbitrasi Kecamatan Ciseeng berjarak 30 km dari kantor kabupaten, 155 km dari Ibukota Provinsi Jawa Barat, dan 50 km dari Ibukota Negara Republik Indonesia. Kecamatan Ciseeng berada pada ketinggian 100 meter di atas permukaan laut dengan kisaran suhu 270 C – 320 C dan memiliki curah hujan sebesar 24.530 mm per tahun dengan jumlah hari hujan terbanyak selama 130 hari. Kecamatan Ciseeng memiliki luas wilayah 3.717 hektar yang diantaranya terdiri atas tanah sawah seluas 840 hektar dan tanah basah seluas 359 hektar yang dijadikan kolam untuk usaha budidaya perikanan. Bentuk wilayah Kecamatan Ciseeng, 60% wilayah memiliki bentuk berombak sampai berbukit, 20% datar sampai dengan berombak, dan sisanya berbukit sampai bergunung. Batas wilayah Kecamatan Ciseeng diantaranya dengan Kecamatan Gunung Sindur di Utara, sebelah Selatan dengan Kecamatan Kemang, dengan kecamatan Rumpin di sebelah Barat, dan berbatasan dengan Kecamatan Parung di sebelah Timur. Kecamatan Ciseeng terdiri atas 10 desa dengan 34 dusun. Kesepuluh desa yang ada di Kecamatan Ciseeng yaitu Desa Babakan, Desa Putat Nutug, Desa Parigi Mekar, Desa Ciseeng, Desa Cihoe, Desa Kuripan, Desa Cibentang, Desa Cibentang Muara, Desa Cibentang Udik, dan Desa Karikil.
5.1.2 Kependudukan Jumlah penduduk di Kecamatan Ciseeng berdasarkan data monografi kecamatan tahun 2006 sebanyak 83.016 orang yang terdiri atas 42.178 orang laki-laki (50,8%) dan 40.838 orang perempuan (49,2%), dengan jumlah kepala keluarga yang ada sebanyak 21.841 KK. Tingkat kepadatan penduduk di Kecamatan Ciseeng adalah 21,79 jiwa per km2. Berdasarkan kelompok umurnya, jumlah penduduk terbanyak berada pada kelompok umur 25-55 tahun dengan jumlah 26.488 (31,91%). Jumlah penduduk paling sedikit berada pada kelompok umur > 80 tahun dengan jumlah 3.157 orang (3,8%). Mayoritas penduduk Kecamatan Ciseeng beragama islam yaitu sebanyak 82.802 orang (99,28%). Data lengkap mengenai jumlah penduduk berdasarkan kelompok umur dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Jumlah Penduduk Kecamatan Ciseeng Berdasarkan Kelompok Umur Tahun 2006 No Kelompok Umur (th) Jumlah penduduk Persentase (%) 1 0–6 12.116 14,59 2 7 – 12 13.979 16,83 3 12 – 18 11.486 13,83 4 19 – 24 9.109 10,97 5 25 – 55 26.488 31,91 6 56 – 79 6.678 8,04 7 >80 3.157 3,80 Jumlah 83.016 100,00 Sumber : Data Monografi Kecamatan Ciseeng Tahun 2006
Berdasarkan data pada Tabel 2, dapat dihitung besarnya rasio beban tanggungan di Kecamatan Ciseeng yaitu sebesar 1,33 yang artinya bahwa setiap 100 orang penduduk berusia produktif antara 19 – 55 tahun harus menanggung 133 orang penduduk yang berada di luar usia produktif. Sex ratio antara laki-laki dan perempuan sebesar 1,03 yang artinya bahwa setiap 100 orang perempuan terdapat 103 orang lakilaki. Penduduk Kecamatan Ciseeng yang mampu menyelesaikan wajib belajar sembilan tahun berjumlah 10.995 orang atau setara 28,13%. Sementara itu sebanyak
6.779 orang (17,35%) tidak tamat SD, 13.937 orang (35,66%) tamat SD, dan terdapat 1.396 orang (3,57%) penduduk yang buta huruf. Data lengkap mengenai tingkat pendidikan penduduk di Kecamatan Ciseeng dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Jumlah Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan Tahun 2006 Jumlah Penduduk No Tingkat Pendidikan Persentase Orang (%) 1 Belum sekolah 5.973 15,28 2 Tidak tamat SD 6.779 17,35 3 Tamat SD/sederajat 13.937 35,66 4 Tamat SLTP/sederajat 6.618 16,93 5 Tamat SLTA/sederajat 3.725 9,53 6 Tamat akademi/sederajat 497 1,27 7 Tamat perguruan tinggi 155 0,39 8 Buta huruf 1.396 3,57 Jumlah 39.080 100,00 Sumber : Data Monografi Kecamatan Ciseeng Tahun 2006
Kecamatan Ciseeng memiliki jumlah angkatan kerja sebanyak 12.720 orang yang terdiri atas 6.789 angkatan kerja laki-laki (54%) dan 5.940 angkatan kerja perempuan (46%). Data lengkap mengenai mata pencaharian penduduk Kecamatan Ciseeng dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Jumlah Penduduk Kecamatan Ciseeng Berdasarkan Mata Pencaharian Tahun 2006 Jumlah Penduduk No Mata Pencaharian Orang Persentase (%) 1 Petani 3.730 13,94 2 Buruh tani 3.345 12,49 3 Pengusaha 784 2,93 4 Pertukangan 315 1,18 5 Buruh 870 3,25 6 Pedagang 3.986 14,89 7 Jasa 8.113 30,32 8 Pegawai Negeri Sipil 521 1,95 9 TNI / POLRI 29 0,12 10 Pensiunan 148 0,55
11 Lain-lain Jumlah
4.920 26.761
18,38 100,00
Sumber : Data Monografi Kecamatan Ciseeng Tahun 2006
Berdasarkan data pada Tabel 4, dapat diketahui bahwa sebagian besar penduduk Kecamatan Ciseeng bekerja di bidang jasa dan pertanian. Hal ini dapat dilihat dari jumlah penduduk yang bekerja di sektor jasa sebanyak 8.113 orang (30,32%), dan yang bekerja di sektor pertanian baik sebagai petani mau pun buruh tani berjumlah 7.075 orang (26,43%). Jumlah pembudidaya lele dumbo di Kecamatan Ciseeng sebanyak 388 orang, yang terdiri dari 355 orang pembudidaya pendederan dan 33 orang pembudidaya pembesaran. Ada pun penduduk lainnya, ada yang bekerja sebagai pedagang sebanyak 3.986 orang (14,89%), 784 orang pengusaha (2,93%), 315 orang di bidang pertukangan (1,18%), 870 orang buruh (3,25%), 521 orang PNS (1,95%), TNI /POLRI sebanyak 29 orang (0,12%), 148 orang pensiunan (0,55%), dan sisanya dalam bidang lainnya sebanyak 4.920 orang (18,38%).
5.1.3 Sarana dan Prasarana Sarana dan prasarana merupakan faktor pendukung yang amat penting terhadap keberhasilan suatu wilayah untuk berkembang. Tanpa adanya sarana dan prasarana pendukung yang memadai, maka perkembangan suatu daerah dapat terhambat. Sarana dan prasarana yang terdapat di Kecamatan Ciseeng diantarannya sarana dan prasarana pemerintahan, pendidikan, ekonomi, ibadah, transportasi, komunikasi, kesehatan dan olahraga. Prasarana pemerintahan di Kecamatan Ciseeng terdiri atas sebuah kantor kecamatan dan 10 buah kantor desa, tiga instansi pemerintah (KUA, Sekolah Tinggi Sandi Negara, dan Balai Rehabilitasi Galih Pakuan), lima UPTD (UPTD Pendidikan, UPTD Puskesmas, UPTD Pengairan, UPTD Penyuluhan Pertanian dan Hutbun, dan UPTD Penyuluhan Peternakan dan Kesehatan Hewan) dan satu instansi BUMN yaitu PT Telkom.
Tabel 5. Prasarana Transportasi di Kecamatan Ciseeng Tahun 2006 No Prasarana Transportasi Panjang jalan (km) 1 Jalan Desa 2 Jalan kabupaten 3 Jalan tanah 4 Jembatan (buah)
96 28 84 13
Sumber : Data Monografi Kecamatan Ciseeng Tahun 2006
Untuk sarana dan prasarana transportasi yang amat penting bagi perkembangan suatu wilayah, Kecamatan Ciseeng memiliki jalan desa sepanjang 96 km, jalan kabupaten sepanjang 28 km dan jalan tanah sepanjang 84 km. Di Kecamatan Ciseeng ini lalu lintas seluruhnya dilakukan melalui jalan darat. Data lengkap mengenai sarana dan prasarana transportasi dapat dilihat pada Tabel 5. Sarana perekonomian yang berada di Kecamatan Ciseeng diantaranya ialah sebuah koperasi dan sebuah pasar dengan bangunan semi permanen. Untuk sarana pendidikan, Kecamatan Ciseeng memiliki 4 taman kanak-kanak (TK), 44 sekolah dasar (SD), 6 sekolah menengah pertama (SMP), dan 3 sekolah menengah atas (SMA). Data lengkap mengenai sarana dan prasarana pendidikan dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Data Sarana Pendidikan dan Jumlah Murid di Kecamatan Ciseeng Tahun 2006. Jumlah No Jenis Pendidikan Rasio guru dan murid Gedung Guru Murid 1 TK 4 15 145 9,67 2 SD atau sederajat 44 252 13.033 51,72 3 SMP atau sederajat 6 136 1.868 13,74 4 SMA atau sederajat 3 185 1.871 10,11 5 Sekolah tinggi 1 113 Sumber : Data Monografi Kecamatan Ciseeng Tahun 2006
Berdasarkan Tabel 6, terlihat bahwa untuk tingkat pendidikan TK rasio antara guru dan murid sudah cukup bagus yaitu sebesar 9,67 yang artinya satu orang guru harus menangani 10 orang murid. Tingkat sekolah dasar memiliki rasio antara guru dan murid yang kurang memadai karena satu orang guru harus menangani 52 orang
murid. Rasio antara guru dan murid untuk tingkat pendidikan SMP hingga SMA sudah cukup memadai yaitu 13,74 untuk tingkat SMP, dan 10,11 untuk tingkat SMA. Prasarana kesehatan terdiri atas dua buah puskesmas dan empat praktek dokter. Untuk prasarana ibadah, Kecamatan Ciseeng memiliki 70 buah mesjid dan 154 buah mushola untuk umat islam, selain itu terdapat dua buah gereja untuk umat kristen di kecamatan ini. Sarana dan prasarana komunikasi di Kecamatan Ciseeng terdiri atas tujuh buah telepon umum, dua pemancar radio, dan sebuah kantor telekomunikasi.
5.2 Gambaran Umum Pembudidaya Warga Kecamatan Ciseeng, khususnya warga Desa Babakan, hampir sebagian besar menggantungkan hidupnya pada usaha pendederan ikan lele dumbo. Usaha pendederan ikan lele dumbo ini umunya masih bersifat tradisional dan menjadi pekerjaan utama.
5.2.1 Karakteristik Usaha Pendederan Ikan Lele Dumbo Warga Kecamatan Ciseeng yang melakukan usaha pendederan ikan lele dumbo ini pada umunya merupakan warga yang memiliki lahan sendiri dan usaha budidaya biasanya dilakukan secara perorangan. Pembudidaya lebih memilih melakukan usaha secara perorangan daripada berkelompok, karena menganggap bahwa usaha secara perorangan lebih bebas dan tidak terikat, walau pun begitu ada juga pembudidaya yang memilih untuk membentuk kelompok usaha budidaya dan ini biasanya merupakan inisiatif dari pembudidaya sendiri. Usaha pendederan ikan lele dumbo di Kecamatan Ciseeng ini biasanya menggunakan jenis kolam tanah dengan bentuk persegi panjang. Penggunaan kolam tanah karena kondisi tanah di Kecamatan Ciseeng umunya memiliki kemampuan menahan air dengan baik. Luas kolam budidaya biasanya disesuaikan dengan kondisi lahan dan keinginan dari pembudidaya. Rata - rata luas per satu kolam untuk usaha budidaya lele dumbo ini berkisar antara 250m2 sampai dengan 1.000m2. Selain kemampuan menahan air dengan baik, pembudidaya memilih menggunakan kolam tanah dibandingkan dengan kolam tembok, karena kolam tanah banyak ditumbuhi
plankton mau pun zooplankton yang menjadi makanan alami bagi benih ikan lele dumbo. Apabila dilihat dari segi biaya, penggunaan kolam tanah lebih hemat dalam biaya pembuatan kolam dibandingkan dengan kolam dengan konstruksi tembok. Kolam yang digunakan untuk usaha pendederan ikan lele dumbo di Kecamatan Ciseeng ini pada umumnya merupakan kolam milik sendiri yang diperoleh dengan membelinya mau pun warisan dari orang tua. Selain milik sendiri ada juga pembudidaya yang menyewa lahan milik orang lain untuk dijadikan kolam usaha budidaya. Tarif sewa lahan yang berlaku di Kecamatan Ciseeng ini rata-rata sebesar Rp100,00 per m2 selama satu bulan. Luas kolam yang dimiliki oleh pembudidaya rata-rata seluas 4.426,67 m2 dengan harga beli awal rata-rata adalah Rp31.166,67 per m2.
5.2.2 Identitas Responden Pembudidaya Responden pembudidaya usaha pendederan lele dumbo di Kecamatan Ciseeng rata-rata berusia 39 tahun dengan rentang usia pembudidaya antara 24 tahun sampai dengan 70 tahun. Responden pembudidaya memiliki pengalaman usaha rata-rata selama 12,7 tahun dengan rentang pengalaman antara 2 tahun sampai dengan 25 tahun. Hampir sebagian besar responden usaha pendederan ikan lele dumbo merupakan pekerjaan utama (93,33%) dan sisanya (6,67%) usaha pendederan ikan lele dumbo ini sebagai pekerjaan sampingan Tingkat pendidikan responden pada penelitian ini tergolong rendah. Hal ini dapat dilihat dari jumlah responden pembudidaya yang mampu melaksanakan wajib belajar 9 tahun atau lulus SMP yang hanya berjumlah 12 orang (40%). Dari 12 orang ini yang melanjutkan pendidikan ke jenjang SMA sebanyak 5 orang (16,67%), sebanyak 16 orang (53,33%) memiliki tingkat pendidikan setingkat SD, dan 2 orang (6,67%) tidak pernah sekolah. Rendahnya tingkat pendidikan para pembudidaya ini tidak terlalu berpengaruh pada usaha budidaya yang dilakukan, hal ini karena dalam usaha pendederan ikan lele dumbo ini pendidikan formal tidak terlalu dibutuhkan.
Dalam penelitian ini diperoleh data bahwa responden pembudidaya yang pernah mengikuti penyuluhan hanya berjumlah 7 orang (23,33%). Pembudidaya lainnya sebanyak 23 orang (76,67%) tidak pernah mengikuti penyuluhan.
5.3 Usaha Pendederan Ikan Lele Dumbo Kegiatan usaha budidaya pendederan ikan lele dumbo di Kecamatan Ciseeng dilakukan secara monokultur dengan sistem pengelolaan yang masih sederhana. Selain itu keterampilan pembudidaya masih terbatas, karena pengetahuan tentang teknik budidaya rata-rata diperoleh secara otodidak.
5.3.1 Kegiatan Budidaya Kegiatan yang dilakukan pembudidaya dalam proses budidaya pendederan ikan lele dumbo ini meliputi tahap persiapan kolam, penebaran benih, pemeliharaan kolam, panen dan pemasaran.
1) Persiapan Kolam Persiapan kolam yang dilakukan pembudidaya rata-rata memakan waktu sekitar lima hari yang meliputi kegiatan perbaikan kolam, perbaikan pematang, pemupukan dan pengairan. Perbaikan kolam atau yang biasa disebut moles oleh para pembudidaya merupakan proses memperbaiki kondisi kolam sekaligus untuk membunuh bibit penyakit dan parasit yang ada di kolam (Gambar 4). Proses perbaikan kolam biasanya dilanjutkan dengan perbaikan pematang dan memakan waktu antara 5-8 jam per satu kolam. Selain perbaikan pematang, juga dilakukan proses pengapuran dan pemupukan. Pemberian kapur biasanya dimaksudkan untuk memperbaiki kualitas air terutama pH dan menghilangkan bibit penyakit. Sementara itu pemupukan dilakukan agar plankton yang menjadi pakan alami benih ikan lele dumbo dapat tumbuh lebih subur. .
Gambar 4. Proses Persiapan Kolam
Untuk proses pengapuran, dosis yang diberikan oleh pembudidaya rata-rata sekitar 0,02 kg per m2 . Pemupukan dilakukan menggunakan pupuk kandang yang disebut postal dengan dosis rata-rata 0,36 kg per m2. Kedua kegiatan ini dilakukan dengan cara tebar rata. Biaya rata-rata yang dikeluarkan untuk kapur sebesar Rp8,63 per m2, dan biaya rata-rata untuk pupuk sebesar Rp120,85 per m2. Sementara jam kerja yang dibutuhkan rata-rata selama 0,01 jam per m2 dengan upah rata-rata sebesar Rp4.980,13 per jam. Apabila kegiatan pengapuran dan pemupukan telah selesai dilakukan, kolam biasanya dibiarkan selama 1-2 hari baru kemudian diairi. Lamanya proses pengairan tergantung dari luas kolam dan banyaknya air yang masuk ke kolam. Kedalaman air kolam pada usaha pendederan ikan lele dumbo ini biasanya berkisar antara 40cm – 60cm Setelah proses pengairan selesai kolam biasanya didiamkan kembali selama 1-2 hari agar ditumbuhi plankton dan tumbuhan air yang akan menjadi pakan alami bagi benih ikan lele dumbo.
2) Penebaran Benih Penebaran benih lele biasanya dilakukan setelah kondisi kolam telah banyak ditumbuhi plankton (Gambar 5). Benih yang ditebar pada usaha pendederan ikan lele dumbo di Kecamatan Ciseeng ini biasanya disesuaikan dengan keinginan pembudidaya. Suatu usaha disebut sebagai usaha pendederan apabila benih hasil panen bukan untuk konsumsi. Harga benih lele dumbo untuk usaha pendederan ini
bervariasi, mulai dari Rp5,00 per ekor untuk benih berumur tujuh hari sampai dengan Rp40,00 per ekor untuk yang sudah berumur tiga puluh hari.
Gambar 5. Kondisi Kolam Sebelum Penebaran Benih
Pembudidaya lele dumbo di Kecamatan Ciseeng tidak memiliki patokan yang pasti untuk padat penebaran dan hanya mendasarkannya pada pengalaman. Padat penebaran untuk benih ikan lele dumbo ini berkisar antara 30 ekor per m2 sampai dengan 160 ekor per m2, sementara padat penebaran yang ideal menurut teori untuk kegiatan pendederan adalah 100 ekor per m2. Waktu penebaran benih biasanya dipilih pagi atau sore hari dengan alasan cuaca tidak terlalu panas dan menghindari stres pada benih.
3) Pemeliharaan Proses pemeliharaan pada usaha pendederan ikan lele dumbo yang dilakukan pembudidaya di Kecamatan Ciseeng ini biasanya berlangsung selama 25 – 30 hari. Selama masa pemeliharaan, kegiatan utama yang dilakukan pembudidaya adalah pemberian pakan tambahan. Pemberian pakan tambahan biasanya dilakukan dua kali sehari, yaitu pada pagi hari dan sore hari. Proses pemberian pakan tambahan harus dilakukan secara teratur sebab benih lele memiliki kecenderungan untuk bersifat kanibal bila kekurangan makanan. Selama 15 – 20 hari pertama, benih lele biasanya diberi pakan tambahan berupa postal yang terbuat dari kotoran ayam yang sekaligus berfungsi sebagai pupuk. Untuk selanjutnya pakan tambahan yang diberikan berupa kombinasi antara postal dengan
pelet. Selain itu selama masa pemeliharaan, pembudidaya juga melakukan kegiatan seperti pembersihan kolam dari hama serta mengontrol ketinggian air (Gambar 6). Ketinggian air ini perlu dijaga agar benih tidak perlu berenang terlalu jauh untuk mendapatkan makanan.
Gambar 6. Kegiatan Pemeliharaan Kolam
4) Panen Proses pemanenan biasanya dilakukan pada saat benih telah dipelihara selama 25-30 hari dengan ukuran antara 3 cm sampai dengan 12 cm. Ukuran benih lele dumbo hasil panen ini amat dipengaruhi oleh ukuran benih saat penebaran. Waktu panen biasanya dilakukan malam hari dengan pertimbangan cuaca dingin dan panen dapat selesai pada pagi hari. Pemilihan waktu panen pada malam hari ini juga bertujuan untuk menghindari stres pada benih yang dipanen. Proses pemanenan dimulai dengan pengeringan kolam. Pengeringan dilakukan dengan cara menutup saluran pemasukan air dan membuka saluran pengeluaran air. Pada saluran pengeluaran air ini dipasangi osom (sosog) yang fungsinya mencegah agar benih tidak ikut terbuang. Selama proses pengeringan, dibuat suatu kamalir di sekeliling kolam atau di tengah kolam dengan tujuan agar benih berenang menuju ke tempat yang masih mengandung air. Benih yang sudah terkumpul dalam kamalir kemudian diambil dengan menggunakan seser dan dipindahkan ke kolam yang sudah diberi hapa (Gambar 7). Sebelum dimasukkan ke dalam hapa, benih biasanya disortir terlebih dahulu sesuai dengan ukuran menggunakan bak saringan. Rata-rata produksi
yang dihasilkan pada usaha pendederan ikan lele dumbo ini sebanyak 39 ekor per m2 dengan survival rate sebesar 55,71%.
Gambar 7. Proses Pemanenan
5) Pemasaran Proses pemasaran benih lele dumbo hasil pendederan yang dilakukan pembudidaya berbeda-beda. Ada pembudidaya yang menjual benih hasil panen secara keseluruhan tanpa proses penyortiran atau yang biasa disebut jual global, dan ada pembudidaya yang menyortir dulu benih hasil panennya sebelum dijual (Gambar 8).
Gambar 8. Kegiatan Penyortiran Benih
Benih lele hasil pendederan ini biasanya dijual per ekor dengan kisaran harga antara Rp45 sampai dengan Rp170. Harga jual benih lele biasanya merupakan hasil negosiasi antara pembudidaya dengan pembeli yang mengacu pada harga pasar.
Pemasaran ikan yang telah dipanen biasanya dijual langsung kepada tengkulak dan hanya beberapa pembudidaya yang melakukan penjualan langsung ke pembudidaya pembesaran mau pun pedagang pengumpul. Para tengkulak ini mengambil langsung dari kolam pembudidaya. Dari para tengkulak ini benih kemudian disalurkan kepada pedagang pengumpul mau pun langsung ke pembudidaya pembesaran.
5.3.2 Faktor Produksi Usaha Pendederan Ikan Lele Dumbo Produksi merupakan rangkaian kegiatan untuk menghasilkan barang atau jasa. Faktor produksi yang digunakan dalam usaha pendederan ikan lele dumbo ini terdiri atas faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal dalam kegiatan usaha pendederan ikan lele dumbo ini meliputi luas kolam, jumlah benih, kapur, pupuk, pakan, dan tenaga kerja. Faktor produksi tenaga kerja dalam usaha pendederan ikan lele dumbo ini dibagi menjadi tiga, yaitu tenaga kerja untuk persiapan, tenaga kerja untuk pemeliharaan, dan tenaga kerja untuk panen. Faktor eksternal dalam usaha pendederan ikan lele dumbo ini diantaranya adalah suhu, cuaca, dan musim. Dalam penelitian ini yang akan dibahas hanya faktor produksi internal, hal ini karena faktor produksi eksternal merupakan faktor produksi yang tidak dapat dikendalikan. Kolam yang digunakan untuk usaha pendederan ikan lele dumbo di Kecamatan Ciseeng ini rata-rata memilki luas 4.426,67m2 dengan kisaran luas kolam antara 500,00m2 sampai dengan 15.000,00m2. Luas kolam tersebut merupakan hasil penjumlahan dari keseluruhan luas kolam yang dimiliki pembudidaya. Jumlah benih yang ditebar pada usaha pendederan ikan lele dumbo ini rata-rata sebanyak 314.350 ekor per musim tanam, dengan rata-rata input sebanyak 71 ekor per m2. Menurut Subandi M (2004) padat penebaran yang ideal untuk usaha pendederan ikan lele dumbo ini sebanyak 100 ekor per m2, yang berarti bahwa padat penebaran yang dilakukan pembudidaya belum efisien dan masih dapat ditingkatkan. Data mengenai rata-rata penggunaan faktor produksi pada usaha pendederan ikan lele dumbo pada kondisi aktual di Kecamatan Ciseeng ini dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Rata-rata Input dan Output per Musim Tanam dari Usaha Pendederan Ikan Lele Dumbo pada Kondisi Aktual di Kecamatan Ciseeng Tahun 2007. Penggunaan Input Rata2 input No Keterangan per luas Minimum Maksimum Rata-rata lahan 2 1 Luas Kolam (m ) 500,00 15.000,00 4.426,67 1,00 2 Benih lele (ekor) 50.000,00 900.000,00 314.350,00 71,00 3 Kapur (Kg) 7,00 750,00 85,48 0,02 4 Pupuk (Kg) 50,00 5.250,00 1580 0,36 5 Pakan (Kg) 20,00 4.500,00 514,13 0,12 6 TK 1 (Jam kerja) 8,00 140,00 56,30 0,01 7 TK 2 (Jam kerja) 30,00 360,00 127,30 0,03 8 TK 3 (Jam kerja) 8,00 210,00 58,20 0,01 9 Output (ekor)
25.000,00 625.000,00
172.742,00
39,00
Sumber : Data Primer Tahun 2007
Jumlah kapur yang digunakan oleh pembudidaya pada kondisi aktual rata-rata sebesar 85,48 kg. Jumlah kapur yang digunakan berkisar antara 7,00-750,00 Kg. Kisaran penggunaan kapur yang cukup besar ini karena para pembudidaya biasa menggunakan kapur sesuai kondisi lahan dan tidak memiliki standar penggunaan kapur yang tetap. Rata-rata penggunaan kapur per luas lahan yang digunakan sebesar 0,02 kg per m2 lahan. Menurut Subandi M (2004) dosis penggunaan kapur yang ideal adalah sebesar 30-50 gram per m2, karena itulah dapat dilihat bahwa penggunaan kapur pada usaha pendederan lele dumbo ini belum efisien dan masih dapat ditingkatkan. Penggunaan pupuk pada usaha pendederan lele dumbo pada kondisi aktual berkisar antara 50,00-5.250,00 kg per musim tanam dengan rata-rata sebesar 1.580,00 kg per musim tanam. Harga pupuk rata-rata sebesar Rp 349,60 dengan rata-rata penggunaan sebesar 0,36 kg per m2. Menurut Subandi M (2004), dosis ideal untuk penggunaan pupuk kandang adalah sebesar 700 gram per m2, karena itulah dosis penggunaan pupuk pada usaha pendederan ikan lele dumbo ini belum efisien dan masih dapat ditingkatkan. Pakan yang digunakan pada usaha pendederan lele dumbo ini adalah pelet dengan jumlah pakan yang diberikan rata-rata sebesar 514,13 kg per musim tanam
dengan rata-rata jumlah pakan per luas lahan sebesar 0,12 kg per musim tanam. Pakan berupa pelet ini biasanya diberikan setelah benih berumur dua puluh hari di kolam pendederan. Pada usaha pendederan ikan lele dumbo ini penggunaan tenaga kerja dibagi menjadi tiga yaitu, tenaga kerja untuk persiapan, tenaga kerja untuk pemeliharaan, dan tenaga kerja untuk panen. Rata-rata jam kerja yang digunakan untuk masingmasing pekerjaan adalah 56,30 jam untuk persiapan, 127,30 jam untuk pemeliharaan, dan 58,20 jam untuk panen. Upah rata-rata yang diberikan adalah sebesar Rp4.980,13 per jam untuk persiapan, Rp4.999,43 per jam untuk pemeliharaan, dan Rp5.252,63 per jam untuk panen.
5.4 Analisis Pendugaan Fungsi Produksi Fungsi produksi merupakan hubungan fisik antara variabel dependent (Y) dan variabel independent (X). Hasil pengamatan pada usaha pendederan ikan lele dumbo di Kecamatan Ciseeng memperlihatkan bahwa ada beberapa variabel yang diduga dapat mempengaruhi hasil panen atau output. Variabel tersebut adalah benih ikan lele dumbo (X1), kapur (X2), pupuk (X3), pakan (X4), TK1 (X5), TK2 (X6), dan TK3 (X7). Model yang digunakan dalam analisis fungsi produksi usaha pendederan ikan lele dumbo ini adalah model fungsi produksi Cobb-Douglas. Berdasarkan hasil analisis menggunakan metode kuadrat terkecil (Ordinary Least Square) diperoleh nilai koefisien regresi yang sekaligus menggambarkan elastisitas produksi. Data hasil pendugaan koefisien regresi dengan metode kuadrat terkecil dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Hasil Pendugaan Koefisien Regresi dengan Metode Kuadrat Terkecil pada Usaha Pendederan Lele Dumbo di Kecamatan Ciseeng Tahun 2007 No Peubah Koefisien Regresi 1 Intercept 0,4849 2 X1 0,8866*** 3 X2 0,0131 4 X3 -0,0211 5 X4 0,0611** 6 X5 -0,1082
7 X6 8 X7
0,0349 0,1722*
Sumber : Data Primer Tahun 2007
Keterangan : R Square (R2) Adjusted R Square Standar Error F hitung
= = = =
0,8384 0,7869 0,2017 16,3019
*** ** *
: : :
Taraf kepercayaan 99% Taraf kepercayaan 90% Taraf kepercayaan 82%
Berdasarkan analisis Ordinary Least Square pada Tabel 8, dapat dibuat persamaan linear sebagai berikut :
Ln Y = 0,4849 + 0,8866 ln X1 + 0,0131 ln X2 -0,0211 ln X3 +0,0611 ln X4 – 0,1082 ln X5 +0,0349 ln X6 + 0,1722 ln X7........................................(22) a) Kriteria Statistik Melalui analisis kriteria statistik terhadap hasil pendugaan fungsi produksi dengan menggunakan metode kuadrat terkecil diperoleh nilai R Square sebesar 0,8384 yang menunjukkan bahwa variabel input yang digunakan dapat menjelaskan besarnya output sebesar 83,84%, sedangkan sisanya yaitu sebesar 16,16% dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak dihitung. Nilai Adjusted R Square sebesar 0,7869 menunjukkan bahwa dengan memasukkan semakin banyak variabel sebagai variabel penjelas dalam regresi akan mengurangi derajat kebebasan. Nilai standar error yang diperoleh dari hasil analisis metode kuadrat terkecil sebesar 0,2017 dan nilai ini merupakan nilai galat baku dari regrsi secara keseluruhan. Nilai Fhitung yang diperoleh dari hasil analisis fungsi produksi adalah sebesar 16,3019 dan Ftabel sebesar 2,53. Apabila nilai Fhitung ini dibandingkan dengan nilai Ftabel, maka dapat dilihat bahwa nilai Fhitung lebih besar dari nilai Ftabel yang berarti tolak H0, artinya faktor produksi secara serentak berpengaruh nyata terhadap output yang dihasilkan. Hal ini juga menunjukkan bahwa model fungsi produksi dapat digunakan untuk analisis selanjutnya.
Berdasarkan analisis metode kuadrat terkecil terhadap fungsi produksi pada usaha pendederan ikan lele dumbo ini diketahui bahwa input produksi yang memberikan pengaruh nyata adalah benih (X1), Pakan (X4), dan TK3 (X7). Untuk variabel X1 nilai thitung sebesar 7,9590 dan berpengaruh nyata terhadap output yang digunakan pada taraf kepercayaan 99%. Variabel X4 memiliki thitung sebesar 1,6879 dan berpengaruh nyata terhadap output pada taraf kepercayaan 90 %, sementara variabel X7 memiliki thitung sebesar 1,3845 dan berpengaruh nyata terhadap output pada taraf kepercayaan 82%. Variabel lainnya yaitu X2, X3, X5, dan X6 memberikan pengaruh nyata pada taraf kepercayaan dibawah 55%, sehingga dapat dikatakan pengaruhnya tidak nyata. b) Kriteria Ekonometrik Analisis kriteria ekonometrik dalam penelitian ini menggunakan software SPSS (Statistical Product and Service Solution). Suatu model regresi yang baik adalah model regresi yang memenuhi asumsi-asumsi seperti normalitas, homoskedastisitas, multikolinearitas, dan autokorelasi. Hasil dari analisis ekonometrik dengan menggunakan software SPSS ini menunjukkan hasil regresi yang sama dengan analisis menggunakan metode kuadrat terkecil. Nilai R Square yang diperoleh sebesar 0,8384 yang menunjukkan bahwa variabel input yang digunakan dapat menjelaskan besarnya output sebesar 83,84%, sedangkan sisanya yaitu sebesar 16,16% dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak dihitung. Nilai Adjusted R Square sebesar 0,787 menunjukkan bahwa dengan memasukkan semakin banyak variabel sebagai variabel penjelas dalam regresi akan mengurangi derajat kebebasan. Nilai standar error yang diperoleh dari hasil analisis metode kuadrat terkecil sebesar 0,20168 dan nilai ini merupakan nilai galat baku dari regresi secara keseluruhan. Pada suatu model regresi, makin kecil nilai standar error akan membuat model regresi semakin tepat dalam memprediksi variabel dependent. Dari uji ANOVA, diperoleh nilai Fhitung sebesar 16,302 menunjukkan bahwa faktor produksi secara serentak berpengaruh nyata terhadap output yang dihasilkan karena lebih besar dari nilai Ftabel yang sebesar 2,53.
Normal P-P Plot of Regression Standardized Residual
Dependent Variable: Output 1.0
Expected Cum Prob
0.8
0.6
0.4
0.2
0.0 0.0
0.2
0.4
0.6
0.8
1.0
Observed Cum Prob
Sumber : Data Primer Tahun 2007
Gambar 9. Grafik Normal P-P Plot of Regresion Asumsi normalitas pada suatu model regresi dipenuhi apabila nilai Y (variabel dependent) didistribusikan secara normal terhadap nilai X (variabel independent). Dalam uji ekonometrik ini diperoleh grafik Normal P-P Plot of Regresion yang dapat digunakan untuk mengetahui apakah asumsi normalitas dapat dipenuhi. Dengan melihat penyebaran data (titik) pada sumbu diagonal dari grafik Normal P-P Plot of Regresion (Gambar 9), dapat disimpulkan bahwa model regresi memenuhi asumsi normalitas, karena data menyebar di sekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal. Dalam uji ekonometrik ini akan diperoleh nilai VIF (Variance Inflation Factor) dan nilai toleransi yang menjadi indikator terjadinya multikolinearitas. Suatu model regresi dikatakan bebas dari multikolinearitas bila mempunyai nilai VIF di sekitar angka satu dan nilai toleransi mendekati angka satu. Pada hasil pengujian dengan menggunakan SPSS ini diperoleh nilai VIF di sekitar satu pada variabel benih, kapur, pupuk, pakan dan TK2. Variabel TK1 memiliki nilai VIF sbesar 2,075 dan variabel TK3 memiliki nilai VIF sebesar 2,582. Besarnya nilai VIF pada variabel TK1 dan TK3 ini mengindikasikan adanya problem multikolinearitas. Sementara itu, variabel yang memiliki Nilai toleransi mendekati angka satu adalah variabel benih, kapur, pupuk, pakan dan TK2. Variabel TK1 memiliki nilai toleransi 0,482 dan variabel TK3 memiliki nilai toleransi 0,387. Besarnya nilai toleransi yang lebih kecil dari 0,5 ini
mengindikasikan adanya multikolinearitas. Nilai VIF dan nilai toleransi secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9. Nilai VIF dan Nilai Toleransi untuk Setiap Variabel Input No Keterangan Nilai VIF Nilai Toleransi 1 Jumlah benih (X1) 1,441 0,694 2 Kapur (X2) 1,632 0,613 3 Pupuk (X3) 1,527 0,655 4 Pakan (X4) 1,592 0,628 5 TK1 (X5) 2,075 0,482 6 TK2 (X6) 1,948 0,513 7 TK3 (X7) 2,582 0,387 Sumber : Data Primer Tahun 2007
Pada analisis fungsi produksi dengan menggunakan model Cobb Douglas, multikolinearitas merupakan masalah yang sulit dihindarkan. Masalah multikolinearitas dalam suatu analisis dapat diabaikan bila terjadi pada variabelvariabel dengan nilai koefisien regresi yang tidak tinggi. Multikolinearitas yang terjadi pada variabel dengan nilai koefisien regresi yang tidak tinggi ini disebut multikolinearitas tidak sempurna. Heteroskedastisitas dalam suatu model regresi terjadi bila terdapat ketidaksamaan varians dari residual dari satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Deteksi terjadinya heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan melihat apakah terdapat pola tertentu pada hasil scatterplot. Dari grafik scatterplot pada Gambar 10 , terlihat titik-titik yang menyebar secara acak dan tidak membentuk pola tertentu. Hal ini menunjukkan bahwa model regresi pada penelitian tentang usaha pendederan ikan lele dumbo ini tidak mengindikasikan adanya problem heteroskedastisitas, sehingga model regresi layak digunakan untuk analisis pendugaan fungsi produksi.
Scatterplot
Dependent Variable: Output
4.50
Output
4.00
3.50
3.00
-2
-1
0
1
2
Regression Standardized Residual
Sumber : Data Primer Tahun 2007
Gambar 10. Grafik Scatterplot
Nilai Durbin-Watson pada hasil analisis ekonometrik sebesar 1,571 menunjukkan tidak adanya autokorelasi. Suatu model regresi dikatakan bebas dari problem autokorelasi apabila memiliki nilai Durbin-Watson diantara -2 sampai dengan +2. Apabila suatu model regresi memilki nilai Durbin-Watson dibawah -2 berarti memiliki problem autokorelasi positif, dan bila memiliki nilai Durbin-Watson diatas +2 berarti memilki problem autokorelasi negatif. Autokorelasi ini biasa terjadi akibat tidak dimasukkannya variabel penting dalam model atau karena data tidak linear. Bila suatu model regresi memiliki masalah autokorelasi, maka model regresi yang seharusnya signifikan menjadi tidak layak untuk dipakai.
c) Kriteria Ekonomi Kriteria ekonomi diperlukan untuk menunjukkan sejauh mana suatu fungsi produksi layak dilakukan, apabila dilihat dari segi ekonomi. Secara apriori teori ekonomi, tanda yang diharapkan dalam penggunaan suatu input produksi adalah positif. Tanda positif dalam penggunaan input produksi menunjukkan bahwa input masih dapat ditambah untuk meningkatkan output. Berdasarkan analisis kuadrat terkecil pada Tabel 8 dan persamaan (21), menunjukkan tanda koefisien dari variabel
X1 (Benih), variabel X2 (Kapur), variabel X4 (Pakan), variabel X6 (TK2), dan variabel X7 (TK3) adalah positif. Hal ini berarti bahwa apabila variabel X1, X2, X4, X6, dan X7 dinaikkan, maka output yang dihasilkan akan meningkat sesuai dengan besar koefisien yang dimilikinya. Variabel lainnya, yaitu variabel X3 dan X5 memiliki koefisien yang negatif yang artinya apabila penggunaan variabel ini ditingkatkan justru akan mengurangi output yang dihasilkan sesuai besar koefisien yang dimiliki. Berdasarkan uji statistik, ekonometrik, dan ekonomi, maka persamaan (22) ditransformasikan ke bentuk model fungsi produksi yang diharapkan sesuai dengan asumsi bahwa variabel yang tidak nyata dan memiliki koefisien negatif dianggap tetap (given). Dengan demikian maka persamaan (22) dapat ditransformasikan menjadi persamaan :
LnY = 0,9732 + 0,8866 ln X1 + 0,0131 ln X2 + 0,0611 ln X4 + 0,0349 ln X6 +0,1722 ln X7 ………………………….....…………………............(23) atau : Y = 2,6464 . X10,8866 . X20,0131 . X40,0611 . X60,0349 . X70,1722 ……….…............(24) 1) Elastisitas Produksi Elastisitas produksi adalah nilai yang menunjukkan persentase perubahan dari output sebagai akibat dari persentase perubahan input. Nilai elastisitas pada variabel X1 (benih) sebesar 0,8866 yang artinya apabila jumlah benih ditambah sebesar satu satuan dengan asumsi input yang lain dianggap tetap (ceteris paribus), maka output akan bertambah sebesar 0,8866 satuan. Nilai elastisitas pada variabel X2 (kapur) adalah sebesar 0,0131 yang artinya apabila jumlah kapur ditambah satu satuan dengan asumsi input lain dianggap tetap, maka output akan meningkat sebesar 0,0131 satuan. Variabel X4 ( pakan) memiliki nilai elastisitas sebesar 0,0611 yang artinya peningkatan penggunaan pakan sebesar satu satuan dengan asumsi input lain tetap akan meningkatkan output sebesar 0,0611 satuan. Tenaga kerja yang diwakili oleh variabel X6 (TK2) dan variabel X7 (TK3) memiliki nilai elastisitas masing-masing
sebesar 0,0349 dan 0,1722 yang artinya peningkatan penggunaan masing-masing input sebesar satu satuan dengan asumsi input lain tetap akan meningkatkan output sebesar 0,0349 dan 0,1722 satuan.
2) Skala Usaha (Return to Scale) Analisis Return to Scale ( RTS ) sangat penting dilakukan untuk mengetahui apakah sebuah kegiatan usaha berada dalam kondisi increasing, constant, atau decreasing return to scale. Kondisi skala usaha ini dapat diketahui dengan cara menjumlahkan besaran elastisitas pada fungsi produksi. Dalam penelitian ini diketahui bahwa usaha pendederan lele dumbo di Kecamatan Ciseeng berada dalam kondisi increasing return to scale. Hal ini dapat dilihat dari hasil penjumlahan besaran elastisitas yang terdiri atas variabel X1 (0,8866), X2 (0,0131), X4 (0,0611), X6 (0,0349), dan X7 (0,1722) yang hasilnya sebesar 1,1679. Kondisi increasing return to scale ini menunjukkan bahwa apabila kelima faktor produksi ditingkatkan secara proporsional sebesar satu satuan, maka output yang dihasilkan akan meningkat lebih dari satu satuan.
5.5 Analisis Efisiensi Penggunaan Input Berdasarkan persamaan (24), maka tingkat penggunaan input yang efisien dapat dicari dengan menggunakan rumus :
NPM = b .Y. Py X atau Xi = bi * Py * Y ...........................................................................................(25) Pxi Penggunaan input produksi yang efisien pada dasarnya bertujuan untuk menghasilkan ouput yang optimal. Data secara lengkap mengenai hasil perhitungan untuk NPM, input dan output yang efisien serta rasio NPM dengan harga input pada usaha pendederan ikan lele dumbo di Kecamatan Ciseeng dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10. Nilai NPM, Input dan Output yang Efisien, serta Nilai Rasio NPM dan Pxi pada Usaha Pendederan Lele Dumbo di Kecamatan Ciseeng Tahun 2007 No
Keterangan bi 2 Output (ekor per m ) 1 2 2 Benih (ekor per m ) 0,8866 2 Kapur (kg per m ) 3 0,0131 2 4 Pakan (kg per m ) 0,0611 2 5 TK2 (jam per m ) 0,0349 2 TK3 (jam per m ) 6 0,1722 Sumber : Data Primer Tahun 2007
Harga
NPM
95,00 19,30 714,20 4141,10 4999,43 5252,63
46,26 2.514,74 1.888,03 4.505,38 48.702,37
NPM/Pxi
Optimal
2,40 3,52 0,45 0,90 9,27
124,00 170,00 0,07 0,05 0,02 0,12
Aktual
39,00 71,00 0,02 0,12 0,03 0,01
Berdasarkan Tabel 10, harga rata-rata untuk output adalah Rp95,00, harga ratarata untuk benih sebesar Rp19,30, kapur Rp714,20, pakan Rp4.141,10, TK2 Rp4.999,43, dan harga rata-rata untuk TK3 Rp5.252,63. Dari harga rata-rata input tersebut diperoleh nilai produk marjinal (NPM) untuk benih sebesar Rp46,26 , nilai NPM untuk kapur sebesar Rp2.514,74, nilai NPM pakan Rp1.888,03, nilai NPM TK2 Rp4.505,38, dan nilai NPM untuk TK3 sebesar Rp48.702,37. Menurut Soekartawi (1994), penggunaan faktor produksi akan efisien apabila rasio antara NPM dan Pxi sama dengan satu (NPM/Pxi = 1). Apabila rasio ini lebih besar dari satu, maka penggunaan faktor produksi (input) belum efisien dan masih dapat dilakukan penambahan. Apabila rasio ini kurang dari satu, maka penggunaan faktor produksi (input) sudah tidak efisien dan harus dikurangi. Berdasarkan Tabel 10, diperoleh nilai rasio antara NPM dan Pxi untuk benih sebesar 2,40, untuk kapur 3,52, dan nilai rasio NPM dan Pxi untuk TK3 sebesar 9,27. Dari nilai rasio ketiga variabel input yang nilainya lebih besar dari satu, maka penggunaan ketiga input ini belum efisien dan masih dapat ditingkatkan. Agar penggunaan input efisien dan dapat menghasilkan output yang optimal, maka penggunaan benih perlu ditambah jumlahnya dari 71 ekor per m2 pada kondisi aktual menjadi 170 ekor per m2 pada kondisi optimal. Penggunaan kapur dapat ditingkatkan dari 0,02 kg per m2 menjadi 0,07 kg per m2 dan untuk TK3 dapat ditingkatkan dari 0,01 jam per m2 menjadi 0,12 jam per m2.
Variabel input yang lain, yaitu pakan dan TK2 memilki nilai rasio NPM dan Pxi masing-masing sebesar 0,45 untuk pakan dan 0,90 untuk TK2. Nilai rasio antara NPM dan Pxi kedua variabel input ini yang nilainya kurang dari satu menunjukkan bahwa penggunaannya sudah tidak efisien dan harus dikurangi. Penggunaan pakan yang pada kondisi aktual sebesar 0,12 kg per m2 dapat dikurangi menjadi 0,05 kg per m2, dan untuk TK2 dapat dikurangi dari 0,03 jam per m2 menjadi 0,02 jam per m2. Apabila efisiensi penggunaan input ini dilakukan, maka jumlah output yang dihasilkan akan bertambah dari 39 ekor per m2 pada kondisi aktual menjadi 124 ekor per m2 pada kondisi optimal. Pada kondisi aktual, usaha pendederan ikan lele dumbo di Kecamatan Ciseeng ini akan memberikan keuntungan sebesar Rp12.583,23 per m2. Pada kondisi optimal, keuntungan yang diperoleh pembudidaya sebesar Rp70.871,17 per m2 Modal tambahan yang harus dikeluarkan pembudidaya agar usaha yang dilakukan optimal sebesar Rp22.462,06 per m2 atau sebesar Rp99.432.127,14 untuk luas lahan 4.426,67 m2. Perbandingan biaya dan keuntungan pada kondisi aktual dan optimal dapat dilihat pada Tabel 11.
Tabel 11.Total Biaya, Total Penerimaan dan Keuntungan Usaha Pendederan Ikan Lele Dumbo di Kecamatan Ciseeng per m2 pada Kondisi Aktual dan Optimal. No Keterangan Aktual Optimal 1 Total biaya (Rp) 24.466,76 46.928,82 2 Total penerimaan (Rp) 37.050,00 117.800,00 3 Keuntungan (Rp) 12.583,23 70.871,17 4 Tambahan modal (Rp) 22.462,06 Sumber : Data Primer Tahun 2007
5.6 Analisis Finansial Analisis finansial menurut Kadariah; L Karlina; dan C Gray (1976) ialah suatu usaha yang dilakukan untuk mengetahui kondisi keuangan dari suatu proyek melalui pengujian. Analisis finansial pada usaha pendederan ikan lele dumbo di Kecamatan Ciseeng ini meliputi analisis usaha, analisis kriteria investasi, dan analisis sensitivitas.
5.6.1 Analisis Usaha Kegiatan usaha merupakan kegiatan yang dapat direncanakan dan dilaksanakan dalam suatu kesatuan dengan menggunakan sumberdaya – sumberdaya yang dimiliki baik sebagian mau pun seluruhnya yang dikorbankan dari penggunaan masa sekarang untuk memperoleh manfaat di masa depan (Gittinger JP 1986). Analisis usaha pada usaha pendederan ikan lele dumbo ini meliputi analisis keuntungan usaha, analisis imbangan penerimaan dan biaya (R/C), analisis Payback Period (PP), dan analisis Break Event Point (BEP).
1) Analisis Keuntungan Usaha Analisis keuntungan usaha digunakan untuk menghitung besarnya keuntungan yang diperoleh pada usaha pendederan ikan lele dumbo di Kecamatan Ciseeng ini. Pada analisis usaha pendederan ikan lele dumbo ini, biaya yang harus dikeluarkan pembudidaya dibagi menjadi biaya tetap dan biaya variabel. Pada kondisi aktual, biaya tetap yang dikeluarkan sebesar Rp8.044.672,87 dengan biaya variabel Rp100.261.616,70 Sementara itu pada kondisi optimal setelah dilakukan efisiensi terhadap penggunaan input, biaya tetap yang harus dikeluarkan sebesar Rp8.044.672,87 dengan biaya variabel sebesar Rp199.693.768,98. Pada kondisi aktual, total biaya yang dibutuhkan selama satu tahun sebesar Rp108.306.289,57 dengan total penerimaan sebesar Rp164.008.123,50. Pada kondisi aktual ini keuntungan yang diperoleh pembudidaya sebesar Rp55.701.833,93 untuk jangka waktu satu tahun. Dengan asumsi dalam satu tahun terdapat sepuluh musim tanam, maka keuntungan per musim tanam pada kondisi aktual ini sebesar Rp5.570.183,39. Pada kondisi optimal, total biaya usaha yang diperlukan sebesar Rp207.738.441,85 dengan total penerimaan sebesar Rp521.461.726,00. Pada kondisi optimal ini keuntungan yang diperoleh pembudidaya sebesar Rp 313.723.284,15 untuk jangka waktu satu tahun. Bila diasumsikan dalam satu tahun terdapat sepuluh musim tanam, maka pada kondisi optimal ini keuntungan yang diperoleh
pembudidaya sebesar Rp31.372.328,41 per musim tanam. Hasil analisis keuntungan usaha secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 12.
Tabel 12. Biaya Usaha dan Penerimaan Usaha Pendederan Lele Dumbo di Kecamatan Ciseeng pada Luas Lahan 4.426,67 m2 Tahun 2007 Keterangan Kondisi Aktual Kondisi Optimal Biaya tetap Penyusutan 1.071.206,42 1.071.206,42 PBB 1.379.645,63 1.379.645,63 Pemeliharaan 221.333,50 221.333,50 Ember 24.733,32 24.733,32 Seser 35.750,00 35.750,00 Sewa kolam 5.312.004,00 5.312.004,00 Total Biaya Tetap 8.044.672,87 8.044.672,87 Biaya variabel Benih Ikan Lele 60.648.287,32 145.214.209,08 Kapur 610.174,85 2.146.677,32 Pupuk 5.523.255,32 5.523.255,32 Pakan 21.282.619,72 10.027.211,87 TK1 (Persiapan) 2.799.764,79 2.799.764,79 TK2 (Pemeliharaan) 6.351.547,29 5.731.884,14 TK3 (Panen) 3.045.967,41 28.250.766,46 Total Biaya Variabel 100.261.616,70 199.693.768,98 Total Biaya 108.306.289,57 207.738.441,85 Penerimaan Penjualan Benih 164.008.123,50 521.461.726,00 Total Penerimaan 164.008.123,50 521.461.726,00 Keuntungan 55.701.833,93 313.723.284,15 Sumber : Data Primer Tahun 2007
2) Analisis Imbangan Penerimaan dan Biaya Analisis ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana manfaat yang diperoleh dari kegiatan usaha selama periode tertentu cukup menguntungkan. Pada penelitian ini diketahui bahwa pada kondisi aktual, nilai R-C sebesar 1,51 yang artinya bahwa setiap Rp1,00 biaya yang dikeluarkan pada usaha pendederan ikan lele dumbo ini akan menghasilkan penerimaan sebesar Rp1,51. Pada kondisi optimal, nilai R-C yang diperoleh sebesar 2,51 yang artinya bahwa setiap Rp1,00 biaya yang dikeluarkan pada usaha pendederan lele dumbo ini akan menghasilkan penerimaan sebesar
Rp2,51. Dari nilai R/C ratio pada kondisi aktual dan optimal yang lebih besar dari satu dapat disimpulkan bahwa usaha pendederan ikan lele dumbo di Kecamatan Ciseeng ini menguntungkan dan masih dapat ditingkatkan.
3) Analisis Payback Period (PP) Analisis Payback Period ini bertujuan untuk mengetahui seberapa cepat investasi yang ditanamkan pada usaha pendederan ikan lele dumbo di Kecamatan Ciseeng ini dapat kembali. Pada kondisi aktual diperoleh Payback Period selama 2,62 tahun yang artinya bahwa modal yang dikeluarkan untuk usaha ini dapat kembali dalam waktu 2,62 tahun. Pada kondisi optimal waktu pengembalian investasinya lebih cepat bila dibandingkan pada kondisi aktual. Hal ini dapat dilihat dari nilai Payback Period pada kondisi optimal sebesar 0,46 tahun, yang artinya bahwa modal yang dikeluarkan untuk kegiatan usaha dapat kembali dalam waktu 5,52 bulan.
4) Analisis Break Event Point (BEP) Break event point merupakan suatu nilai di mana hasil penjualan output produksi sama dengan biaya produksi. Pada kondisi break event point ini pengusaha mengalami impas. Perhitungan BEP ini digunakan untuk menentukan batas minimum volume penjualan agar suatu perusahaan tidak rugi. Pada kondisi aktual nilai BEP produksi untuk usaha pendederan lele dumbo di Kecamatan Ciseeng sebesar Rp20.627.366,33, artinya titik impas pada usaha lele dumbo ini terjadi pada saat nilai penerimaan dan biaya yang harus dikeluarkan sebesar Rp20.627.366,33. Pada kondisi ini pembudidaya tidak memperoleh keuntungan dan tidak menanggung kerugian. BEP volume pada kondisi aktual yang diperoleh sebesar 217.836 ekor. Nilai BEP volume ini menunjukkan batas minimum volume penjualan agar pembudidaya tidak mengalami kerugian. Nilai BEP produksi pada kondisi optimal dimana telah dilakukan efisiensi terhadap input yang digunakan sebesar Rp12.975.278,50, ini artinya titik impas terjadi pada saat nilai penerimaan dan biaya yang harus dikeluarkan untuk melaksanakan usaha sebesar Rp12.975.278,50. Nilai BEP pada kondisi optimal yang
menunjukkan batas minimum volume penjualan agar pembudidaya tidak mengalami kerugian adalah sebesar 137.234 ekor.
5.6.2 Analisis Kriteria Investasi Kelayakan usaha pendederan ikan lele dumbo di Kecamatan Ciseeng dapat diketahui melalui analisis terhadap kriteria investasi pada usaha tersebut. Beberapa kriteria investasi yang penting untuk dianalisis diantaranya adalah nilai Net Present Value (NPV), Net B/C, dan Internal Rate of Return (IRR). Analisis kriteria investasi yang dilakukan pada penelitian ini merupakan analisis kriteria investasi pada kondisi aktual dan optimal. Kondisi aktual dihitung dengan analisis tanpa proyek, sedangkan untuk kondisi optimal dihitung menggunakan analisis dengan proyek. Analisis kriteria investasi dilakukan dengan menggunakan cashflow dari usaha yang dilakukan. Dalam cashflow ini terdapat dua komponen penting yaitu arus kas masuk (inflow) dan arus kas keluar (outflow). Dari hasil penelitian diperoleh nilai arus kas masuk pada kondisi tanpa proyek sebesar Rp164.008.123,50 dan berasal dari penjualan output. Pada kondisi dengan proyek, arus kas masuk sebesar Rp 521.461.726 yang berasal dari penjualan output dan pada tahun akhir proyek terdapat tambahan arus kas masuk sebesar Rp593.082,58 yang berasal dari nilai sisa. Penghitungan nilai sisa ini diperoleh dari nilai komponen investasi yang tidak terpakai habis selama umur proyek. Berdasarkan analisis usaha yang diperoleh, maka dalam analisis kriteria investasi ini akan digunakan tiga skenario analisis. Skenario satu yaitu pembudidaya menggunakan lahan milik sendiri. Pada skenario dua diasumsikan pembudidaya menggunakan lahan dengan cara menyewa dan pada skenario tiga selain menggunakan lahan sewa, pembudidaya juga memperoleh sebagian modalnya melalui pinjaman bank. Pada analisis kriteria investasi ini, arus kas keluar (outflow) terdiri dari biaya investasi, biaya tetap, dan biaya variabel. Biaya investasi dihitung dari besarnya biaya yang dikeluarkan untuk barang-barang yang memiliki umur teknis minimal satu
tahun. Pada kondisi tanpa proyek, biaya investasi diperoleh dari biaya penyusutan dan sewa lahan. Dalam suatu analisis kriteria investasi, cashflow dibuat untuk mengetahui arus tambahan manfaat bersih sebagai akibat pengurangan biaya bersih tambahan selama umur proyek, yaitu dari kondisi aktual ke kondisi optimal dengan tambahan biaya operasional yang harus disediakan sebesar Rp99.432.127,14. Beberapa asumsi yang digunakan dalam menyusun cashflow dalam penelitian usaha budidaya pendederan ikan lele dumbo di Kecamatan Ciseeng ini diantaranya adalah : 1) Usaha dianalisis berdasarkan tiga skenario kondisi usaha, yaitu : a) Skenario pertama adalah usaha dijalankan dengan menggunakan lahan milik sendiri. b) Skenario kedua adalah usaha dijalankan dengan menggunakan lahan milik orang lain melalui mekanisme sewa. c) Skenario ketiga adalah usaha dijalankan dengan menggunakan lahan sewa dan sebagian modal berasal dari pinjaman bank. Pinjaman bank diberikan dalam bentuk kredit sebesar Rp55.000.000,00. Jangka waktu kredit sepuluh tahun dengan tingkat suku bunga 16% per tahun dan tingkat pengembalian tetap. 2) Dalam satu tahun terdiri atas sepuluh kali panen 3) Umur proyek selama 10 tahun yang didasarkan kepada umur teknis terlama dari komponen investasi yaitu konstruksi kolam. 4) Tingkat suku bunga yang digunakan adalah 16% per tahun dan merupakan suku bunga pinjaman Bank Mandiri Kabupaten Bogor untuk usaha sektor perikanan. 5) Luas lahan yang dianalisis sebesar 4.426,67m2 dan merupakan luas lahan rata-rata usaha pendederan ikan lele dumbo di Kecamatan Ciseeng.
a) Skenario 1 Analisis kriteria investasi pada usaha pendederan ikan lele dumbo di Kecamatan Ciseeng dengan menggunakan skenario pertama, yaitu menggunakan lahan milik sendiri, diperoleh nilai NPV sebesar Rp1.105.752.421,46. Nilai NPV ini menunjukkan
besarnya manfaat bersih yang diperoleh selama umur proyek sepuluh tahun yang dihitung saat ini dengan discount rate 16% per tahun.
Tabel 13. Kriteria Investasi pada Skenario 1 untuk Usaha pendederan Lele Dumbo di Kecamatan Ciseeng Tahun 2007 No Kriteria Investasi Jumlah 1 Net Present Value (Rp) 1.105.752.421,46 2 Net B/C 6,48 3 Internal Rate of Return (%) 99,13 Sumber : Data Primer Tahun 2007
Berdasarkan pada Tabel 13, nilai Net B/C pada skenario pertama sebesar 6,48. Nilai Net B/C ini dapat diartikan bahwa setiap Rp1,00 biaya yang dikeluarkan untuk usaha pendederan ikan lele dumbo ini akan menghasilkan manfaat bersih sebesar Rp6,48 selama sepuluh tahun umur proyek dengan discount rate 16%. Nilai Internal Rate of Return (IRR) pada skenario pertama ini sebesar 99,13%. Hal ini menunjukkan bahwa usaha pendederan lele dumbo dengan lahan milik sendiri ini memberikan manfaat bersih internal sebesar 99,13% per tahun dari investasi yang ditanamkan selama sepuluh tahun umur proyek Analisis kriteria investasi untuk skenario pertama ini diperoleh nilai NPV lebih besar dari nol, nilai Net B/C lebih dari satu dan IRR lebih besar dari tingkat suku bunga yang berlaku. Hasil analisis kriteria investasi ini menunjukkan bahwa usaha pendederan lele dumbo dengan menggunakan lahan milik sendiri layak untuk dijalankan. b) Skenario 2 Pada skenario kedua ini diasumsikan bahwa lahan yang digunakan untuk kegiatan usaha pendederan lele dumbo ini merupakan lahan sewa. Harga sewa lahan di Kecamatan Ciseeng rata-rata sebesar Rp100,00 per m2 selama satu bulan. Dari hasil analisis kriteria investasi dengan skenario lahan sewa ini diperoleh nilai NPV Rp1.174.981.305,75. Nilai NPV ini menunjukkan besarnya manfaat bersih yang diperoleh selama umur proyek sepuluh tahun yang dihitung saat ini dengan discount rate 16% per tahun.
Tabel 14. Kriteria Investasi pada Skenario 2 untuk Usaha pendederan Lele Dumbo di Kecamatan Ciseeng Tahun 2007 No Kriteria Investasi Jumlah 1 Net Present Value (Rp) 1.174.981.305,75 2 Net B/C 14,00 3 Internal Rate of Return (%) 238,40 Sumber : Data Primer Tahun 2007
Berdasarkan pada Tabel 14, nilai Net B/C pada analisis kriteria investasi dengan skenario lahan sewa ini sebesar 14,00 Nilai Net B/C ini dapat diartikan bahwa setiap Rp1,00 biaya yang dikeluarkan untuk usaha pendederan lele dumbo ini akan menghasilkan manfaat bersih sebesar Rp14,00 selama sepuluh tahun umur proyek dengan discount rate 16%. Dari hasil perbandingan keuntungan dengan biaya ini terlihat bahwa pada skenario kedua ini manfaat yang diperoleh lebih besar bila dibandingkan dengan menggunakan lahan milik sendiri. Nilai Internal Rate of Return (IRR) pada skenario kedua ini sebesar 238,40%. Hal ini menunjukkan bahwa usaha pendederan ikan lele dumbo dengan lahan sewa ini memberikan manfaat bersih internal sebesar 238,40% per tahun dari investasi yang ditanamkan selama sepuluh tahun umur proyek. Analisis kriteria investasi untuk skenario kedua ini diperoleh nilai NPV lebih besar dari nol, nilai Net B/C lebih dari satu dan IRR lebih besar dari tingkat suku bunga yang berlaku. Hasil analisis kriteria investasi ini menunjukkan bahwa usaha pendederan ikan lele dumbo dengan menggunakan lahan sewa layak untuk dijalankan dan memberikan keuntungan lebih besar dibandingkan dengan menggunakan lahan milik sendiri. c) Skenario 3 Pada skenario ketiga ini diasumsikan bahwa lahan yang digunakan untuk kegiatan usaha pendederan lele dumbo ini merupakan lahan sewa dan sebagian modal usaha berasal dari pinjaman bank. Pinjaman yang digunakan berasal dari Bank berupa kredit sebesar Rp55.000.000,00 dengan cicilan (pokok dan bunga) tetap selama jangka waktu sepuluh tahun dengan tingkat suku bunga pinjaman 16% per tahun. Dari hasil analisis kriteria investasi dengan skenario lahan sewa dan pinjaman ini
diperoleh nilai NPV sebesar Rp1.174.981.305,75. Nilai NPV ini menunjukkan besarnya manfaat bersih yang diperoleh selama umur proyek sepuluh tahun yang dihitung saat ini dengan discount rate 16% per tahun.
Tabel 15. Kriteria Investasi pada Skenario 3 untuk Usaha pendederan Lele Dumbo di Kecamatan Ciseeng Tahun 2007 No Kriteria Investasi Jumlah 1 Net Present Value (Rp) 1.174.981.305,75 2 Net B/C 34,23 3 Internal Rate of Return (%) 603,00 Sumber : Data Primer Tahun 2007
Berdasarkan pada Tabel 15, nilai Net B/C pada analisis kriteria investasi dengan skenario lahan sewa dan pinjaman ini sebesar 34,23. Nilai Net B/C ini dapat diartikan bahwa setiap Rp1,00 biaya yang dikeluarkan untuk usaha pendederan ikan lele dumbo ini akan menghasilkan manfaat bersih sebesar Rp34,23 selama sepuluh tahun umur proyek dengan discount rate 16%. Dari hasil perbandingan keuntungan dengan biaya ini terlihat bahwa pada skenario ketiga ini manfaat yang diperoleh lebih besar bila dibandingkan dengan menggunakan lahan milik sendiri pada skenario pertama dan lahan sewa tetapi modal milik sendiri pada skenario kedua. Nilai Internal Rate of Return (IRR) pada skenario ketiga ini sebesar 603,00%. Hal ini menunjukkan bahwa usaha pendederan lele dumbo dengan lahan sewa dan sebagian modal berasal dari pinjaman bank ini memberikan manfaat bersih internal sebesar 603,00% per tahun dari investasi yang ditanamkan selama sepuluh tahun umur proyek. Analisis kriteria investasi pada skenario ketiga ini diperoleh nilai NPV lebih besar dari nol, nilai Net B/C lebih dari satu dan IRR lebih besar dari tingkat suku bunga yang berlaku. Hasil analisis kriteria investasi ini menunjukkan bahwa usaha pendederan ikan lele dumbo dengan menggunakan lahan sewa dan sebagian modal berasal dari pinjaman bank (skenario ketiga) layak untuk dijalankan dan memberikan keuntungan lebih besar dibandingkan dengan menggunakan skenario pertama dan skenario kedua.
Dari hasil analisis kriteria investasi pada usaha pendederan ikan lele dumbo di Kecamatan Ciseeng dengan menggunakan tiga skenario ini menunjukkan bahwa usaha pada skenario ketiga memberikan manfaat terbesar. Pada skenario ketiga ini diperoleh nilai NPV, Net B/C, dan IRR terbesar. Pada kondisi sebenarnya, analisis kriteria investasi dengan skenario ketiga paling layak untuk dilaksanakan. Hal ini karena pada kondisi sebenarnya, yang menjadi hambatan pembudidaya melakukan perluasan usaha adalah masalah permodalan, karena itu skenario usaha dengan menggunakan lahan sewa dan sebagian modal berasal dari pinjaman bank layak untuk dilaksanakan.
5.6.3 Analisis Sensitivitas Analisis sensitivitas bertujuan untuk mengetahui sejauh mana pengaruh perubahan biaya terhadap kriteria investasi. Pada usaha pendederan ikan lele dumbo di Kecamatan Ciseeng ini, analisis sensitivitas akan dilakukan dengan menggunakan metode switching value. Dalam analisis sensitivitas dengan menggunakan metode switching value ini, harga benih akan dinaikkan sedikit demi sedikit hingga nilai NPV negatif yang berarti usaha sudah tidak menguntungkan lagi. Harga benih dipilih sebagai komponen yang dinaikkan dalam melakukan analisis sensitivitas dengan metode switching value ini, karena harga benih merupakan faktor produksi yang paling besar biayanya dan amat penting untuk kelangsungan usaha. Analisis sensitivitas pada skenario pertama menunjukkan bahwa kenaikan harga benih sebesar 157,55% baru akan menyebabkan nilai NPV menjadi negatif dan usaha tidak lagi memberikan keuntungan. Pada skenario pertama ini harga benih dinaikkan dari Rp19,30 per ekor menjadi Rp49,70 yang menyebabkan nilai NPV menjadi sebesar
(Rp17.461,49).
Nilai Net B/C pada analisis sensitivitas pada skenario pertama sebesar 1,00, artinya setiap Rp1,00 biaya yang dikeluarkan untuk usaha pendederan lele dumbo ini tidak akan menghasilkan manfaat. Nilai Net B/C ini menunjukkan bahwa kenaikan harga benih sebesar 157,55% akan menurunkan manfaat bersih proyek sebesar Rp5,48 dari setiap Rp1,00 biaya yang dikeluarkan.
Nilai IRR setelah terjadi kenaikan harga benih sebesar 157,55% menjadi 0,00%, hal ini berarti usaha pendederan lele dumbo tidak lagi memberikan manfaat. Kondisi usaha pada skenario pertama setelah dilakukan analisis sensitivitas dapat dilihat pada Tabel 16.
Tabel 16. Perbandingan Nilai Kriteria Investasi pada Skenario 1 Setelah Terjadi Kenaikan Harga Benih Sebesar 157,55% Setelah Kenaikan Kriteria Sebelum Kenaikan No Harga Benih Perubahan Investasi Harga Benih 157,55% 1 NPV (Rp) 1.105.752.421,46 (17.461,49) 1.105.769.882,95 2 Net B/C 6,48 1,00 5,48 3 IRR (%) 99,13 0,00 99,13 Sumber : Data Primer Tahun 2007
Analisis sensitivitas pada skenario kedua menunjukkan bahwa NPV akan bernilai negatif bila kenaikan harga benih mencapai 167,41% dari Rp19,30 per ekor menjadi Rp51,61. Pada kondisi ini nilai NPV mengalami perubahan sebesar Rp1.174.986.655,96 menjadi (Rp5.350,21). Nilai Net B/C pasca kenaikan harga benih menjadi 1,00 yang artinya setiap Rp1,00 biaya yang dikeluarkan untuk usaha pendederan ikan lele dumbo ini tidak menghasilkan manfaat. Nilai Net B/C ini menunjukkan bahwa kenaikan harga benih sebesar 167,41% akan menurunkan manfaat bersih proyek sebesar Rp13,00 dari setiap Rp1,00 biaya yang dikeluarkan. Nilai IRR setelah terjadi kenaikan harga benih sebesar 167,41% menjadi 0,00%, hal ini berarti usaha pendederan lele dumbo tidak lagi memberikan manfaat. Kondisi usaha secara lengkap setelah dilakukan analisis sensitivitas pada skenario kedua dapat dilihat pada Tabel 17.
Tabel 17.Perbandingan Nilai Kriteria Investasi pada Skenario 2 Setelah Terjadi Kenaikan Harga Benih Sebesar 167,41% No
Kriteria Investasi
1 NPV (Rp) 2 Net B/C 3 IRR (%)
Sebelum Kenaikan Harga Benih
Setelah Kenaikan Harga Benih 167,41%
1.174.981.305,75 14,00 238,40
(5.350,21) 1,00 0,00
Perubahan 1.174.986.655,96 13,00 238,40
Sumber : Data Primer Tahun 2007
Pada skenario ketiga, analisis sensitivitas dilakukan dengan menaikkan harga benih sebesar 167,41% dari Rp19,30 per ekor menjadi sebesar Rp51,61. Kondisi usaha setelah dilakukan analisis sensitivitas ini memiliki nilai NPV sebesar (Rp5.350,21) yang berarti mengalami perubahan sebesar Rp1.174.986.655,96 dari nilai semula yang sebesar Rp1.174.981.305,75. Nilai NPV yang lebih kecil dari nol ini menunjukkan bahwa usaha tidak layak lagi untuk dijalankan.
Tabel 18. Perbandingan Nilai Kriteria Investasi pada Skenario 3 Setelah Terjadi Kenaikan Harga Benih Sebesar 167,41% Setelah Kenaikan Kriteria Sebelum Kenaikan Harga Benih Perubahan No Investasi Harga Benih 167,41% 1 NPV (Rp) 1.174.981.305,75 (5.350,21) 1.174.986.655,96 2 Net B/C 34,23 1,00 33,23 3 IRR (%) 603,00 0,00 603,00 Sumber : Data Primer Tahun 2007
Berdasarkan pada Tabel 18, nilai Net B/C pasca kenaikan harga benih mengalami perubahan sebesar 33,23. Nilai Net B/C sebelum dilakukan analisis sensitivitas adalah sebesar 34,23 dan berubah menjadi 1,00 setelah terjadi kenaikan harga benih sebesar 167,41%. Nilai Net B/C sebesar 1,00 ini berarti bahwa setiap Rp1,00 biaya yang dikeluarkan untuk usaha pendederan ikan lele dumbo ini tidak memberikan manfaat. Nilai IRR setelah terjadi kenaikan harga benih sebesar 167,41% menjadi 0,00%, hal ini berarti usaha pendederan ikan lele dumbo tidak lagi memberikan manfaat.
Dari hasil analisis sensitivitas yang dilakukan dengan menaikkan harga benih menggunakan metode switching value pada analisis kriteria investasi, diperoleh hasil bahwa usaha pendederan lele dumbo ini cukup tahan terhadap perubahan harga. Pada analisis sensitivitas yang dilakukan pada ketiga skenario usaha, diperoleh persentase kenaikan harga benih terbesar pada skenario kedua dan ketiga sebesar 167,41% yang mengakibatkan usaha tidak layak dijalankan. Hasil analisis sensitivitas pada skenario kedua dan ketiga menunjukkan bahwa pada kedua skenario ini, daya tahan usaha terhadap kenaikan harga benih sebagai komponen input terpenting sama, yaitu sebesar 167,41%.
5.7 Implikasi Pengembangan Usaha pendederan ikan lele dumbo di Kecamatan Ciseeng masih dikelola secara tradisional. Hal ini dapat dilihat dari kondisi usahanya yang berada pada kondisi increasing return to scale. Hasil analisis efisiensi penggunaan input menunjukkan bahwa usaha pendederan ikan lele dumbo di Kecamatan Ciseeng belum optimal, sehingga diperlukan kebijakan-kebijakan untuk dapat mendorong pengembangan usaha. Kebijakan yang dapat dilakukan untuk mendorong pengembangan usaha pendederan ikan lele dumbo di Kecamatan Ciseeng ini diantaranya dengan melakukan penyuluhan dan bantuan permodalan kepada pembudidaya. Penyuluhan dilakukan agar pembudidaya dapat melakukan efisiensi penggunaan input sehingga keuntungan yang diperoleh maksimal. Dari hasil analisis finansial diketahui bahwa usaha yang dilakukan dengan skenario ketiga,yaitu menggunakan lahan sewa dan sebagian modal berasal dari pinjaman memberikan manfaat terbesar. Salah satu cara agar pembudidaya dapat melakukan usaha seperti pada skenario ketiga adalah dengan memberikan bantuan berupa modal usaha.
VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan 1) Usaha pendederan ikan lele dumbo di Kecamatan Ciseeng dipengaruhi oleh beberapa variabel input. Variabel input yang memberikan pengaruh yang signifikan yaitu benih, kapur, pakan, TK2 (pemeliharaan), dan TK3 (panen). Variabel lainnya yaitu jumlah pupuk dan TK1 (persiapan) dianggap sama dengan kondisi aktualnya. 2) Efisiensi penggunaan input untuk mendapatkan tingkat output yang optimal diperoleh pada tingkat penggunaan benih 170 ekor per m2 lahan, kapur 0,07 kg per m2, pakan 0,05 kg per m2, TK2 selama 0,02 jam kerja per m2, dan TK3 selama 0,12 jam kerja per m2 lahan. 3) Efisiensi penggunaan input pada usaha pendederan ikan lele dumbo ini akan meningkatkan pendapatan dari Rp12.583,23 per m2 pada kondisi aktual menjadi sebesar Rp70.871,17 per m2 pada kondisi optimal. Tambahan modal yang diperlukan agar kondisi usaha optimal sebesar Rp22.462,06 per m2 atau sebesar Rp99.432.127,14 untuk luas lahan 4.426,67 m2. 4) Pada kondisi aktual, usaha pendederan ikan lele dumbo ini memberikan pendapatan sebesar Rp55.701.833,93 per tahun, nilai R/C ratio sebesar 1,51 dan Payback Period 2,62 tahun. Break Event Point usaha ini tercapai pada saat produksi sebesar Rp20.627.366,33 dan volume penjualan sebesar 217.836 ekor. 5) Pada kondisi optimal setelah dilakukan efisiensi terhadap penggunaan input, usaha pendederan ikan lele dumbo ini memberikan pendapatan sebesar Rp313.723.284,15 per tahun, nilai R/C ratio sebesar 2,51 dan Payback Period 5,52 bulan. Break Event Point usaha ini tercapai pada saat produksi sebesar Rp12.975.278,5 dan volume penjualan sebesar 137.234 ekor. 6) Analisis kriteria investasi yang dilakukan dengan tiga skenario menunjukkan bahwa usaha dengan menggunakan lahan sewa dan sebagian modal berasal dari pinjaman bank sebesar Rp55.000.000,00 dengan tingkat suku bunga 16% mampu memberikan manfaat terbesar dengan nilai Net B/C sebesar 34,23 dan IRR sebesar
603,00%. Pada skenario pertama dengan menggunakan lahan milik sendiri, nilai Net B/C yang diperoleh sebesar 6,48 dengan IRR sebesar 99,13%. Usaha pada skenario kedua dengan menggunakan lahan sewa dan modal milik sendiri memberikan manfaat berupa nilai Net B/C sebesar 14,00 dan nilai IRR sebesar 238,40%. 7) Analisis sensitivitas dengan menggunakan metode switching value dengan asumsi kenaikan harga benih menunjukkan bahwa pada skenario pertama, usaha tidak layak dijalankan saat terjadi kenaikan harga benih sebesar 157,55%. Pada skenario kedua dan ketiga, usaha dinyatakan tidak layak saat kenaikan harga benih mencapai 167,41%. 8) Usaha pendederan ikan lele dumbo sangat layak untuk dikembangkan, hal ini dapat dilihat dari hasil analisis usaha dan kriteria investasi yang dilakukan.
6.2 Saran 1) Perlu dilakukan efisiensi dalam penggunaan input pada usaha pendederan ikan lele dumbo di Kecamatan Ciseeng agar hasil usaha yang diperoleh optimal. 2) Perlu adanya bantuan berupa permodalan dan penyuluhan agar para pembudidaya dapat meningkatkan kemampuannya dan melakukan perluasan usaha. Bantuan permodalan agar kondisi usaha dapat optimal sebesar Rp22.462,06 per m2, sehingga tambahan modal yang diperlukan untuk luas lahan 4.426,67m2 adalah Rp99.432.127,14.
DAFTAR PUSTAKA Ariyoto K. 1995. Feasibility Studi. Jakarta : Mutiara Sumber Widya. Fauzi A. 2001. Prinsip-prinsip Penelitian Sosial Ekonomi: Panduan Singkat. Bogor : Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Gittinger JP. 1986. Analisis Ekonomi Proyek-Proyek Pertanian. Sutomo S dan K Mangiri, penerjemah. Jakarta : Universitas Indonesia (UI Press). 579 hal. Terjemahan dari : Economic Analysis of Agriculture Project. Hernowo A dan R Suyanto. 2003. Pembenihan dan Pembesaran Lele. Jakarta : Penebar Swadaya. 88 hlm. Husnan S. 1998. Manajemen Keuangan Teori dan Penerapan. Buku 1. Yogyakarta : BPFE. 459 hlm. Kadariah; L Karlina; dan C Gray. 1976. Pengantar Evaluasi Proyek. Jilid 1. Jakarta : Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Nazir M. 2003. Metode Penelitian. Jakarta : Ghalia Indonesia. Prihartono E; J Rasidik; dan U Arie. 2002. Mengatasi Permasalahan Budidaya Lele Dumbo. Jakarta : Penebar Swadaya.83 hlm. Saanin H. 1984. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan. Jakarta : Bina Cipta. Santoso S. 2000. Buku Latihan SPSS Statistik Parametrik. Jakarta : PT Elex Media Komputindo.390 hlm. Soekartawi. 1994. Teori Ekonomi Produksi dengan Pokok Bahasan Analisis CobbDouglas. Jakarta: PT Raja Grafindo. 258 hlm. . 1995. Analisis Usaha Tani. Jakarta : Universitas Indonesia (UI Press). 110 hlm. Soeratno dan L Arsyad. 1999. Metodologi Penelitian Untuk Ekonomi dan Bisnis. Yogyakarta : UPP AMP YKPN. 255 hlm. Subandi M. 2004. Panduan Menghitung Biaya Usaha Lele Dumbo. Jakarta : Penebar Swadaya. 64 hlm.
Sugiarto; T Herlambang; Brastoro; R Sudjana; dan S Kelana. 2005. Ekonomi Mikro Sebuah Kajian Komprehensif. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.515 hlm. Tribun Timur. 2007. Konsumsi Ikan Menjamin Sehat dan Cerdas. http://www.tribuntimur.com.[31 Desember 2007,11:30 WIB].
LAMPIRAN
Lampiran 1. Peta Kecamatan Ciseeng
Lampiran 4. Hasil Pendugaan Fungsi Produksi dengan Metode Kuadrat Terkecil SUMMARY OUTPUT Regression Statistics Multiple R
0.915625
R Square
0.83837
Adjusted R Square
0.786942
Standard Error
0.201681
Observations
30
ANOVA df Regression
SS
MS
7
4.641571816
0.6631
Residual
22
0.894853833
0.0407
Total
29
5.536425649
Coefficients
Standard Error 0.857476787
t Stat
Intercept
0.484881
0.5655
X Variable 1
0.886563
0.11139094
7.959
X Variable 2
0.013078
0.021201587
0.6169
X Variable 3
-0.02112
0.049797744
-0.424
X Variable 4
0.061126
0.036213742
X Variable 5
-0.108213
X Variable 6
0.034881
X Variable 7
0.172226
F 16.302
P-value 0.5775
Significance F 2.2938E-07
Lower 95%
Upper 95%
Lower 95.0%
Upper 95.0%
-1.2934174
2.26317865
-1.29341736
2.2631787
6E-08
0.65555208
1.1175734
0.6555521
1.11757342
0.5437
-0.03089116
0.0570476
-0.0308912
0.05704764
0.6756
-0.12439411
0.0821543
-0.1243941
0.08215429
1.6879
0.1056
-0.01397717
0.1362282
-0.0139772
0.13622824
0.161753665
-0.669
0.5105
-0.4436692
0.2272439
-0.4436692
0.22724394
0.131385916
0.2655
0.7931
-0.23759701
0.3073584
-0.237597
0.30735841
0.124388245
1.3846
0.1801
-0.08573992
0.4301909
-0.0857399
0.43019094
Lampiran 5. Hasil Pendugaan Fungsi Produksi dengan Statistical Product and Service Solution Correlations Pearson Correlation
Sig. (1-tailed)
N
Output jumlah bibit kapur pupuk pakan TK 1 TK 2 TK 3 Output jumlah bibit kapur pupuk pakan TK 1 TK 2 TK 3 Output jumlah bibit kapur pupuk pakan TK 1 TK 2 TK 3
Output 1,000 ,859 ,269 ,170 ,339 ,401 ,483 ,420 . ,000 ,075 ,185 ,034 ,014 ,003 ,010 30 30 30 30 30 30 30 30
jumlah bibit ,859 1,000 ,337 ,290 ,071 ,387 ,399 ,194 ,000 . ,034 ,060 ,354 ,017 ,014 ,152 30 30 30 30 30 30 30 30
kapur ,269 ,337 1,000 ,545 -,180 ,306 ,006 ,044 ,075 ,034 . ,001 ,171 ,050 ,487 ,408 30 30 30 30 30 30 30 30
pupuk ,170 ,290 ,545 1,000 -,226 ,269 ,080 ,008 ,185 ,060 ,001 . ,115 ,075 ,337 ,484 30 30 30 30 30 30 30 30
pakan ,339 ,071 -,180 -,226 1,000 ,154 ,314 ,537 ,034 ,354 ,171 ,115 . ,208 ,045 ,001 30 30 30 30 30 30 30 30
TK 1 ,401 ,387 ,306 ,269 ,154 1,000 ,534 ,592 ,014 ,017 ,050 ,075 ,208 . ,001 ,000 30 30 30 30 30 30 30 30
TK 2 ,483 ,399 ,006 ,080 ,314 ,534 1,000 ,598 ,003 ,014 ,487 ,337 ,045 ,001 . ,000 30 30 30 30 30 30 30 30
TK 3 ,420 ,194 ,044 ,008 ,537 ,592 ,598 1,000 ,010 ,152 ,408 ,484 ,001 ,000 ,000 . 30 30 30 30 30 30 30 30
Lanjutan Lampiran 5. Model Summaryb Change Statistics Model 1
R ,916a
R Square ,838
Adjusted R Square ,787
Std. Error of the Estimate ,20168
R Square Change ,838
F Change 16,302
df1 7
a. Predictors: (Constant), TK 3, pupuk, jumlah bibit, kapur, pakan, TK 2, TK 1 b. Dependent Variable: Output Descriptive Statistics Output jumlah bibit kapur pupuk pakan TK 1 TK 2 TK 3
Mean 3,7024 4,3222 -5,4395 -1,2248 -2,8498 -4,2736 -3,4494 -4,2799
Std. Deviation ,43693 ,40356 2,25638 ,92939 1,30484 ,33352 ,39783 ,48384
30 30 30 30 30 30 30 30
22
Sig. F Change ,000
Variables Entered/Removedb Model 1
N
df2
Variables Entered TK 3, pupuk, jumlah bibit, kapur, pakan, aTK 2, TK 1
Variables Removed
Method
.
a. All requested variables entered. b. Dependent Variable: Output
Enter
DurbinWatson 1,571
Lanjutan Lampiran 5. ANOVAb Model 1
Regression Residual Total
Sum of Squares 4,642 ,895 5,536
df 7 22 29
Mean Square ,663 ,041
F 16,302
Sig. ,000a
a. Predictors: (Constant), TK 3, pupuk, jumlah bibit, kapur, pakan, TK 2, TK 1 b. Dependent Variable: Output
Residuals Statisticsa Predicted Value Residual Std. Predicted Value Std. Residual
Minimum 2,8267 -,32320 -2,189 -1,603
Maximum 4,5537 ,36568 2,128 1,813
Mean 3,7024 ,00000 ,000 ,000
a. Dependent Variable: Output
Model 1
Dimension 1 2 3 4 5 6 7 8
Eigenvalue 7,388 ,392 ,118 ,079 ,015 ,004 ,003 ,001
a. Dependent Variable: Output
Std. Deviation ,40007 ,17566 1,000 ,871
N 30 30 30 30
a Collinearity Diagnostics
Condition Index 1,000 4,340 7,919 9,673 22,340 40,935 50,300 76,817
(Constant) ,00 ,00 ,00 ,00 ,00 ,01 ,06 ,92
jumlah bibit ,00 ,00 ,00 ,00 ,19 ,01 ,19 ,61
kapur ,00 ,02 ,06 ,77 ,01 ,03 ,09 ,02
Variance Proportions pupuk pakan ,00 ,00 ,39 ,05 ,33 ,54 ,23 ,10 ,04 ,12 ,00 ,10 ,01 ,07 ,00 ,02
TK 1 ,00 ,00 ,00 ,00 ,01 ,03 ,52 ,44
TK 2 ,00 ,00 ,00 ,00 ,15 ,54 ,21 ,09
TK 3 ,00 ,00 ,00 ,00 ,03 ,59 ,28 ,11
Lanjutan Lampiran 5. Coefficient Correlationsa Model 1
Correlations
Covariances
TK 3 pupuk jumlah bibit kapur pakan TK 2 TK 1 TK 3 pupuk jumlah bibit kapur pakan TK 2 TK 1
TK 3 1,000 ,037 ,163 -,054 -,493 -,355 -,457 ,015 ,000 ,002 ,000 -,002 -,006 -,009
pupuk ,037 1,000 -,092 -,437 ,159 -,051 -,102 ,000 ,002 -,001 ,000 ,000 ,000 -,001
jumlah bibit ,163 -,092 1,000 -,237 -,100 -,331 -,160 ,002 -,001 ,012 -,001 ,000 -,005 -,003
kapur -,054 -,437 -,237 1,000 ,095 ,218 -,183 ,000 ,000 -,001 ,000 7,27E-005 ,001 -,001
pakan -,493 ,159 -,100 ,095 1,000 -,015 ,168 -,002 ,000 ,000 7,27E-005 ,001 -7,2E-005 ,001
TK 2 -,355 -,051 -,331 ,218 -,015 1,000 -,221 -,006 ,000 -,005 ,001 -7,2E-005 ,017 -,005
TK 1 -,457 -,102 -,160 -,183 ,168 -,221 1,000 -,009 -,001 -,003 -,001 ,001 -,005 ,026
a. Dependent Variable: Output Coefficientsa
Model 1
(Constant) jumlah bibit kapur pupuk pakan TK 1 TK 2 TK 3
Unstandardized Coefficients B Std. Error ,485 ,857 ,887 ,111 ,013 ,021 -,021 ,050 ,061 ,036 -,108 ,162 ,035 ,131 ,172 ,124
a. Dependent Variable: Output
Standardized Coefficients Beta ,819 ,068 -,045 ,183 -,083 ,032 ,191
t ,565 7,959 ,617 -,424 1,688 -,669 ,265 1,385
Sig. ,577 ,000 ,544 ,676 ,106 ,510 ,793 ,180
95% Confidence Interval for B Lower Bound Upper Bound -1,293 2,263 ,656 1,118 -,031 ,057 -,124 ,082 -,014 ,136 -,444 ,227 -,238 ,307 -,086 ,430
Zero-order
Correlations Partial
,859 ,269 ,170 ,339 ,401 ,483 ,420
,862 ,130 -,090 ,339 -,141 ,057 ,283
Part ,682 ,053 -,036 ,145 -,057 ,023 ,119
Collinearity Statistics Tolerance VIF ,694 ,613 ,655 ,628 ,482 ,513 ,387
1,441 1,632 1,527 1,592 2,075 1,948 2,582
Lanjutan Lampiran 5. Normal P-P Plot of Regression Standardized Residual Histogram
Dependent Variable: Output Dependent Variable: Output 1.0 7
6
Frequency
0.6
5
4
3
2
0.4 1 Mean = 1.06E-15 Std. Dev. = 0.871 N = 30
0 -2
0.2
-1
0
1
2
Regression Standardized Residual
0.0 0.0
0.2
0.4
0.6
0.8
1.0
Dependent Variable: Output
Observed Cum Prob
4.50
4.00
Output
Expected Cum Prob
0.8
3.50
3.00
-2
-1
0
Regression Standardized Residual
1
2
Lampiran 6. Contoh Perhitungan Input Produksi Optimal Contoh perhitungan input produksi : LnY = a + b1 ln X1 + b2 ln X2 + b3 ln X3 + b4 ln X4 + b5 ln X5 + b6 ln X6 + b7 ln X7 = 0,4849 + 0,8866 ln X1 + 0,0131 ln X2 - 0,0211 ln X3 + 0,0611 ln X4 – 0,1082 ln X5 + 0,0349 ln X6 + 0,1722 ln X7 = 0,4849 + 0,8866 ln X1 + 0,0131 ln X2 – ( 0,0211 x -1,2248 ) + 0,0611 ln X4 -( 0,1082 x -4,2736 ) + 0,0349 ln X6 + 0,1722 ln X7 Transformasi dengan ketentuan given, maka bentuk persamaannya menjadi : LnY = 0,9732 + 0,8866 ln X1 + 0,0131 ln X2 + 0,0611 ln X4 + 0,0349 ln X6 + 0,1722 ln X7 Y = 2,6464 . X10,8866 . X20,0131 . X40,0611 . X60,0349 . X70,1722 Optimalisasi : Xi = bi * Py * Y Pxi X1 = 0,8866 * 95 * 39 = 170,2287 19,2967 X2 = 0,0131 * 95 * 39 714,2
= 0,0679
X4 = 0,0611 * 95 * 39 4141,1
= 0,0547
X6 = 0,0349 * 95 * 39 4999,43
= 0,0259
X7 = 0,1722 * 95 * 39 = 0,1215 5252,63 NPM Xi (Nilai Produk Marjinal) = bi * Py * Y xi NPM X1 = 0,8866 * 95 * 39 = 46,26 71 NPM X2 = 0,0131 * 95 * 39 0,0193
= 2.514,7927
Lanjutan Lampiran 6. NPM X4 = 0,0611 * 95 * 39 0,1199
= 1.888,0359
NPM X6 = 0,0349 * 95 * 39 0,0287
= 4.505,3833
NPM X7 = 0,1722 * 95 * 39 = 48.702,3664 0,0131 Tingkat Output Optimal : Y = 2,6464 . X10,8866 . X20,0131 . X40,0611 . X60,0349 . X70,1722 = 2,6464 * 170,22870,8866 * 0,06790,0131 * 0,05470,0611 * 0,02590,0349 * 0,12150,1722 = 2,6464 * 95,0678 * 0,9654 * 0,8373 * 0,8799 * 0,6956 = 124,4716 = 124 ekor Skala Usaha = b1 + b2 + b4 + b6 + b7 = 0,8866 * 0,0131 * 0,0611 * 0,0349 * 0,1722 = 1,1679 (increasing return to scale)
Lampiran7. Nilai Investasi dan Penyusutan pada Usaha Pendederan Ikan Lele Dumbo dalam Kondisi Aktual di Kecamatan Ciseeng dengan Luas Lahan 4.426,67m2 Tahun 2007 No
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Komponen Investasi Lahan Konstruksi kolam Rumah jaga Ember Seser Hapa Osom Gentong Bak Cangkul Paralon Bak saringan Jumlah
Satuan
Jumlah
m2 m2
4.426,67 137.964.563,09 4.426,67 5.075.000,00
Unit Unit Unit Unit Unit Unit Unit Unit Unit Unit
1 4 5 6 4 6 4 2 10 4
Nilai Beli
1.365.217,00 24.733,32 35.750,00 358.000,02 54.482,76 357.391,32 118.266.68 64.666,66 425.666,70 161.250,00 146.004.987,55
Umur Teknis (Th)
Penyusutan per Tahun
10
507.500,00
10 1 1 3 2 5 3 4 7 5
136.521,70 24.733,32 35.750,00 119.333,34 27.241,38 71.478,26 39.422,23 16.166,66 60.809,53 32.250,00 1.071.206,42
Lampiran 8. Nilai Investasi dan Penyusutan pada Usaha Pendederan Ikan Lele Dumbo dalam Kondisi Optimal di Kecamatan Ciseeng dengan Luas Lahan 4.426,67m2 Tahun 2007 No
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Komponen Investasi Lahan Konstruksi kolam Rumah jaga Ember Seser Hapa Osom Gentong Bak Cangkul Paralon Bak saringan Jumlah
Satuan
Jumlah
m2 m2
4.426,67 137.964.563,09 4.426,67 5.075.000,00
Unit Unit Unit Unit Unit Unit Unit Unit Unit Unit
1 4 5 6 4 6 4 2 10 4
Nilai Beli
1.365.217,00 24.733,32 35.750,00 358.000,02 54.482,76 357.391,32 118.266.68 64.666,66 425.666,70 161.250,00 146.004.987,55
Umur Teknis (Th)
Penyusutan per Tahun
10
507.500,00
10 1 1 3 2 5 3 4 7 5
136.521,70 24.733,32 35.750,00 119.333,34 27.241,38 71.478,26 39.422,23 16.166,66 60.809,53 32.250,00 1.071.206,42
Lampiran 9. Perhitungan Rata-Rata Analisis Usaha Budidaya Pendederan Lele Dumbo per Tahun Secara Aktual di Kecamatan Ciseeng pada Luas Lahan 4.426,67m2 Tahun 2007 KOMPONEN INVESTASI AKTUAL Keterangan Kolam (4426.67 m2) Pembuatan Kolam (4426.67 m2) Rumah jaga, 1 unit (UT = 10 thn) Ember, 4 unit (UT = 1 thn) Seser, 5 unit (UT = 1 thn) Hapa, 6 unit (UT = 3 thn) Osom, 4 unit (UT = 2 thn) Gentong, 6 unit (UT = 5 thn) Bak, 4 unit (UT = 3 thn) Cangkul, 2 unit (UT = 4 thn) Paralon, 10 batang (UT = 7 thn) Bak saringan, 4 unit (UT = 5 thn) Total investasi BIAYA TETAP Penyusutan Sewa kolam Ember Seser PBB Pemeliharaan Total biaya tetap BIAYA VARIABEL Benih ikan lele Kapur Pupuk Pakan TK 1 (Persiapan) TK 2 (Pemeliharaan) TK 3 (Panen) Total biaya variabel Total Biaya PENERIMAAN Penjualan benih ikan lele Total Penerimaan
Jumlah 137,964,563.09 5,075,000.00 1,365,217.00 24,733.32 35,750.00 358,000.02 54,482.76 357,391.32 118,266.68 64,666.66 425,666.70 161,250.00 146,004,987.55 1,071,206.42 5,312,004.00 24,733.32 35,750.00 1,379,645.63 221,333.50 8,044,672.87 60,648,287.32 610,174.85 5,523,255.32 21,282,619.72 2,799,764.79 6,351,547.29 3,045,967.41 100,261,616.70 108,306,289.57 164,008,123.50 164,008,123.50
Lampiran 10. Perhitungan Rata-Rata Analisis Usaha Budidaya Pendederan Lele Dumbo per Tahun Secara Optimal di Kecamatan Ciseeng pada Luas Lahan 4.426,67m2 Tahun 2007 KOMPONEN INVESTASI OPTIMAL Keterangan Kolam (4426.67 m2) Pembuatan Kolam (4426.67 m2) Rumah jaga, 1 unit (UT = 10 thn) Ember, 4 unit (UT = 1 thn) Seser, 5 unit (UT = 1 thn) Hapa, 6 unit (UT = 3 thn) Osom, 4 unit (UT = 2 thn) Gentong, 6 unit (UT = 5 thn) Bak, 4 unit (UT = 3 thn) Cangkul, 2 unit (UT = 4 thn) Paralon, 10 batang (UT = 7 thn) Bak saringan, 4 unit (UT = 5 thn) Total investasi BIAYA TETAP Penyusutan Sewa kolam Ember Seser PBB Pemeliharaan Total biaya tetap BIAYA VARIABEL Benih ikan lele Kapur Pupuk Pakan TK 1 (Persiapan) TK 2 (Pemeliharaan) TK 3 (Panen) Total biaya variabel Total Biaya PENERIMAAN Penjualan benih ikan lele Total Penerimaan
Jumlah 137,964,563.09 5,075,000.00 1,365,217.00 24,733.32 35,750.00 358,000.02 54,482.76 357,391.32 118,266.68 64,666.66 425,666.70 161,250.00 146,004,987.55 1,071,206.42 5,312,004.00 24,733.32 35,750.00 1,379,645.63 221,333.50 8,044,672.87 145,214,209.08 2,146,677.32 5,523,255.32 10,027,211.87 2,799,764.79 5,731,884.14 28,250,766.46 199,693,768.98 207,738,441.85 521,461,726.00 521,461,726.00
Lampiran 11. Perhitungan Analisis Usaha pada Kondisi Aktual dan Optimal pada Usaha Pendederan Ikan Lele Dumbo di Kecamatan Ciseeng dengan Luas Lahan 4.426,67m2 Tahun 2007
Analisis Usaha pada Kondisi Aktual dalam Setahun Pendapatan = TR – TC = Rp 164.008.123,50 – 108.306.289,57 = Rp 55.701.833,93 R/C = TR = Rp 164.008.123,5 TC Rp 108.306.289,57
= 1,51
PP = Total investasi x 1 tahun = Rp 146.004.987,56 x 1 tahun = 2,62 tahun Pendapatan Rp 55.701.833,93 BEP nilai produksi (Rp) =
Biaya Tetap . 1 – Biaya Variabel / Penerimaan
= Rp 8.044.672,87 = Rp 8.044.672,87 = Rp20.627.366,33 1 – Rp 100.261.616,70 0,39 Rp 164.008.123,5 BEP volume (ekor) =
TFC . = Rp 8.044.672,87 = Rp 8.044.672,87 = 217.836 ekor Py – AVC Rp 95 – Rp 58,07 Rp 36,93
Analisis Usaha pada Kondisi Optimal dalam Setahun Pendapatan = TR – TC = Rp 521.461.726 – Rp 207.738.441,85 = Rp 313.723.284,15 R/C = TR = Rp 521.461.726 TC Rp 207.738.441,85
= 2,51
PP = Total investasi x 1 tahun = Rp 146.004.987,56 x 1 tahun = 0,46 tahun Pendapatan Rp 313.723.284,15 BEP nilai produksi (Rp) =
Biaya Tetap . 1 – Biaya Variabel / Penerimaan
= Rp 8.044.672,67 =Rp 8.044.672,67 = Rp12.975.278,50 1 – Rp 199.693.768,98 0,62 Rp 521.461.726 BEP volume (ekor) =
TFC . = Rp 8.044.672,67 = Rp 8.044.672,67 = 137.234 ekor Py – AVC Rp 95 – Rp 36,38 Rp 58,62