STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA BENIH LELE DI KELOMPOK PEMBUDIDAYA IKAN JUMBO LESTARI CISEENG BOGOR
SALMAN FAJRI
DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Strategi Pengembangan Usaha Benih Lele di Kelompok Pembudidaya Ikan Jumbo Lestari Ciseeng Bogor” adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Maret 2016 Salman Fajri NIM H34110090
ABSTRAK SALMAN FAJRI. Strategi Pengembangan Usaha Benih Lele di Kelompok Pembudidaya Ikan Jumbo Lestari Ciseeng Bogor. Dibimbing oleh HENY KUSWANTI DARYANTO. Pokdakan Jumbo Lestari merupakan kelompok pembudidaya ikan yang berfokus pada usaha pembenihan ikan lele. Tingginya permintaan terhadap lele konsumsi menuntut Pokdakan Jumbo Lestari melakukan pengembangan bisnis agar mampu bersaing dalam memenuhi kebutuhan petani pembesar terhadap pasokan benih lele. Penelitian ini bertujuan untuk menyusun strategi yang tepat dalam upaya pengembangan usaha benih lele pada Pokdakan Jumbo Lestari. Hasil penelitian dijelaskan secara deskriptif dan menggunakan metode kuantitatif. Tahap input penelitian ini menggunakan matriks EFE dan IFE yang menghasilkan enam faktor kunci utama eksternal dan delapan faktor kunci utama internal yang mempengaruhi usaha. Matriks EFE menunjukkan bahwa ketersediaan pasar untuk lele konsumsi sebagai peluang utama dengan skor sebesar 0.856 dan perubahan iklim sebagai ancaman terbesar dengan skor 0.5. Matriks IFE menunjukkan bahwa indukan berkualitas merupakan kekuatan utama dengan skor 0.642 dan kegiatan promosi merupakan kelemahan terbesar dengan skor 0.178. Tahap pencocokan menggunakan matriks SWOT menghasilkan empat alternatif strategi. Tahap keputusan menggunakan analisis QSPM menghasilkan strategi mengajukan bantuan indukan lele mutiara kepada pemerintah sebagai prioritas. Kata kunci: matriks EFE, matriks IFE, matriks SWOT, analisis QSPM
ABSTRACT SALMAN FAJRI. Hatchery Business Development Strategy at Jumbo Lestari Fish Farmers Group in District Ciseeng Regency Bogor. Supervised by HENY KUSWANTI DARYANTO. Pokdakan Jumbo Lestari was one of fish farmers group which focusing on hatchery of catfish. In order to fulfill the high demand of catfish, Pokdakan Jumbo Lestari tried to plan a development strategy for the business to compete in the market. The research purpose was to arrange proper development strategy for Pokdakan Jumbo Lestari’s hatchery business. Data collected were analyzed using descriptive and quantitative method. Input stage in this research used EFE and IFE matrix to formulate six external key factors and eight internal key factors that affects the business. EFE matrix showed that availability of market for catfish consumption was main opportunity with score 0.856 and climate change as the biggest threat with score 0.5. IFE matrix showed that quality broodstocks was main strength with score 0.642 and promotion activity as the biggest weakness with score 0.178. Matching stage used SWOT matrix to formulate four strategy alternatives. Decision stage used QSPM analysis to formulate the strategy which apply for mutiara broodstocks aid to the government as the top priority strategy. Keywords: EFE matrix, IFE matrix, SWOT matrix, QSPM analysis
STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA BENIH LELE DI KELOMPOK PEMBUDIDAYA IKAN JUMBO LESTARI CISEENG BOGOR
SALMAN FAJRI
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Agribisnis
DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
..$0 #*!)+!0 ,*,!0'&''0+ 0 '! 0 $0 !0 (##'0.&(0 +,*!0 !+'0 ((*0 &0
0 %&'0 "*!0
0
0 0
!+,.".!0($ 0
*0*0
0
(+'0&!&!'0
!#, .!0 ($ 0
$0 .$.+0
PRAKATA Alhamdulillah puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT. Atas segala nikmat dan karunia-Nya sehingga skripsi dengan judul “Strategi Pengembangan Usaha Benih Lele di Kelompok Pembudidaya Ikan Jumbo Lestari Ciseeng Bogor” ini berhasil diselesaikan. Pengumpulan data dilakukan sejak bulan Agustus 2015. Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr Ir Heny K. Daryanto, MEc atas arahan dan bimbingannya selaku dosen pembimbing. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada Bapak Mad Iwan dan seluruh pengurus Kelompok Pembudidaya Ikan Jumbo Lestari yang telah membantu selama pengumpulan data dalam penyelesaian tugas akhir ini. Ungkapan terima kasih dan penghargaan juga penulis sampaikan kepada kedua orang tua penulis, Bapak Syaifullah dan Ibu Efliza Mukhlia serta seluruh keluarga, atas segala doa, motivasi dan kasih sayangnya. Selain itu, penulis juga berterimakasih kepada pihak-pihak yang banyak membantu dalam proses penyusunan skripsi, Nur Mulyani, teman-teman Dramaga Cantik S02, seluruh teman Agribisnis angkatan 48 dan semua teman-teman yang tidak bisa disebutkan satu persatu oleh penulis. Terima kasih atas dukungan dan bantuan semua pihak selama ini. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Maret 2016 Salman Fajri
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Ruang Lingkup Penelitian TINJAUAN PUSTAKA Lingkungan Usaha Budidaya Lele Strategi Pengembangan KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka Pemikiran Operasional METODE Lokasi dan Waktu Penelitian Jenis dan Sumber Data Metode Pengumpulan Data Metode Analisis Data GAMBARAN UMUM KELOMPOK Visi dan Misi Kelompok Struktur Organisasi Kelompok Sumber Daya Kelompok Kegiatan Produksi Kelompok Kegiatan Pemasaran Kelompok ANALISIS LINGKUNGAN USAHA Analisis Lingkungan Eksternal Analisis Lingkungan Internal Identifikasi Peluang dan Ancaman Eksternal Identifikasi Kekuatan dan Kelemahan Internal FORMULASI STRATEGI Tahap Input Tahap Pencocokan Tahap Keputusan PENUTUP Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP
xii xii xii 1 1 5 7 7 7 8 8 10 11 11 14 16 16 16 16 17 21 23 23 24 25 26 26 27 32 36 39 40 41 44 46 47 47 48 49 52 56
DAFTAR TABEL 1. Produksi benih lele Kab. Bogor menurut kecamatan tahun 2010-2014 2. Kelompok UPR aktif Desa Babakan tahun 2014 3. Matriks evaluasi faktor eksternal 4. Matriks evaluasi faktor internal 5. Matriks SWOT 6. Bentuk dasar QSPM 7. Daftar sumberdaya fisik Pokdakan Jumbo Lestari 8. Data produksi benih Pokdakan Jumbo Lestari 2013-2014 9. Matriks EFE (External Factor Evaluation) 10. Matriks IFE (Internal Factor Evaluation) 11. Urutan prioritas strategi usaha Pokdakan Jumbo Lestari
5 6 18 19 20 20 25 26 41 43 47
DAFTAR GAMBAR 1. Laju pertumbuhan PDB sektor pertanian tahun 2010-2014 (persen) 2. Produksi lele nasional tahun 2010-2014 3. Volume produksi ikan lele tahun 2010-2014 4. Harga Ikan Lele DKI Jakarta Tahun 2014-2015 5. Kerangka pemikiran operasional 6. Kerangka formulasi strategi 7. Struktur organisasi Pokdakan Jumbo Lestari 8. Target peningkatan produksi ikan lele tahun 2015-2019 9. Tingkat konsumsi ikan Kab. Bogor tahun 2010-2014 10. Matriks analisis SWOT
1 2 3 4 15 17 24 28 29 46
DAFTAR LAMPIRAN 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Perolehan bobot faktor kunci eksternal Perolehan bobot faktor kunci internal Perolehan peringkat faktor kunci eksternal Perolehan peringkat faktor kunci internal Tabel Quantitative Strategic Planning Matrix Dokumentasi lapang
52 52 53 53 54 55
PENDAHULUAN Latar Belakang Sektor pertanian dalam PDB Nasional terdiri atas lima sub sektor yaitu tanaman pangan, tanaman perkebunan, peternakan, kehutanan dan perikanan. Perikanan merupakan salah satu sub sektor yang berperan penting dalam membantu pertumbuhan perekonomian nasional, hal ini ditunjukkan dengan laju pertumbuhan PDB Perikanan yang mengalami trend peningkatan selama periode tahun 2010-2014. Pada tahun 2011 sampai dengan tahun 2014, laju pertumbuhan PDB perikanan lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan PDB Nasional dan PDB sub sektor pertanian lainnya, bahkan PDB sub sektor pertanian lain memiliki kencenderungan mengalami trend penurunan selama periode tahun 2010-2014 dibandingkan dengan PDB Perikanan. 8 7 6
PDB Nasional
5
Tanaman Bahan Makanan
4
Tanaman Perkebunan
3
Peternakan
2
Kehutanan
1
Perikanan
0 2010
2011
2012
2013
2014
Sumber: LAKIP KKP 2015
Gambar 1 Laju pertumbuhan PDB sektor pertanian tahun 2010-2014 (persen) Pada Gambar 1 terlihat bahwa laju pertumbuhan PDB Perikanan meningkat pada tahun 2014 mencapai 6.97% dibandingkan dengan tahun 2013 sebesar 6.86%. Laju pertumbuhan ini lebih besar dibandingkan dengan pertumbuhan PDB sub sektor pertanian lainnya pada tahun 2013 dan tahun 2014. Pertumbuhan sub sektor perikanan pada tahun 2014 ini dipengaruhi oleh peningkatan produksi perikanan tangkap dan perikanan budidaya. Peningkatan volume produksi yang signifikan terjadi pada perikanan budidaya dalam kurun waktu 2012-2014 mencapai 5 juta ton. Pada tahun 2012, volume produksi perikanan budidaya sebesar 9 675 533 ton menjadi 14 521 349 ton pada tahun 2014. Di samping itu, komoditas perikanan budidaya yang mengalami peningkatan pada tahun 2014 antara lain ikan mas mencapai 484 ribu ton, lele mencapai 613 ribu ton dan rumput laut mencapai 10 juta ton. Jika dibandingkan dengan perikanan budidaya, peningkatan volume produksi perikanan tangkap mengalami kenaikan yang tidak terlalu besar. Peningkatan volume produksi selama periode tahun 2012-2014 tidak mencapai 1 juta ton. Pada tahun 2012, volume produksi perikanan tangkap sebesar 5 829 194 ton menjadi 6 200 180 ton pada tahun 2014 (KKP 2015).
2 Ikan lele merupakan salah satu komoditas yang saat ini sedang dikembangkan oleh pemerintah untuk meningkatkan volume produksi perikanan budidaya (DJPB 2009). Pertumbuhan produksi ikan lele konsumsi sepanjang tahun 2010-2014 meningkat rata-rata sebesar 26.43% per tahun yakni pada tahun 2010 sebesar 242 ribu ton meningkat menjadi 613 ribu ton pada tahun 2014. Hal ini menunjukkan adanya suatu target untuk meningkatkan ketersediaan produksi ikan lele agar dapat menyeimbangi kecenderungan permintaan pasar yang terus meningkat. Gambar 2 menampilkan tingkat produksi lele secara nasional. 700,000 600,000 500,000 400,000 Produksi Lele (ton)
300,000 200,000 100,000 2010
2011
2012
2013
2014
Sumber: KKP 2015
Gambar 2 Produksi lele nasional tahun 2010-2014 Ikan lele merupakan komoditas ikan air tawar yang relatif mudah dibudidayakan karena memiliki kemampuan adaptasi yang cukup tinggi terhadap kondisi lingkungan yang kurang menguntungkan, sehingga para pembudidaya tertarik untuk membudidayakan komoditas ikan air tawar ini. Modal usaha yang dibutuhkan untuk membudidayakan lele juga cukup murah karena dapat menggunakan sumberdaya yang relatif mudah didapatkan (Ferdian et al 2012). Permintaan terhadap lele yang terus mengalami peningkatan juga mendorong komoditas ikan air tawar ini menjadi tumpuan utama dalam meningkatkan volume produksi perikanan budidaya. Menurut Laporan Kinerja Kementerian Kelautan dan Perikanan tahun 2014 menunjukkan bahwa capaian produksi untuk komoditas ikan lele selama periode tahun 2010-2014 ternyata belum memenuhi target yang telah ditetapkan pemerintah. Penetapan target produksi ini didasarkan pada kondisi kebutuhan dan ketersediaan ikan lele di pasar (DJPB 2015). Gambar 3 menampilkan volume produksi komoditas ikan lele tahun 2010-2014.
3 800,000 700,000 600,000 500,000 Target (ton)
400,000
Capaian (ton)
300,000 200,000 100,000 2010
2011
2012
2013
2014
sumber: Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya 2015
Gambar 3 Volume produksi ikan lele tahun 2010-2014 Berdasarkan data volume produksi ikan lele tahun 2014 menunjukkan bahwa capaian produksi untuk komoditas ikan lele belum terpenuhi seluruhnya. Pemerintah menetapkan jumlah produksi untuk komoditas ikan lele pada tahun 2014 sebesar 639 206 ton, namun capaian produksi riil hanya mencapai 613 ribu ton. Kondisi tersebut mengakibatkan kurangnya pasokan ikan lele di pasar, sehingga menyebabkan harga komoditas tersebut mengalami kenaikan. Jumlah permintaan yang tinggi, jika tidak diikuti dengan jumlah pasokan yang mencukupi, maka akan terjadi shortage yang menyebabkan ketersediaan barang di pasar menjadi langka dan harga barang tersebut menjadi tinggi 1 . Harga ikan lele di daerah Tangerang Selatan dan DKI Jakarta tahun 2015 menyentuh angka Rp 24 000/kg dari sebelumnya hanya Rp 20 000 – Rp 22 000/kg2. Sementara itu, harga ikan lele di daerah Jawa Barat pada tahun 2015 juga mengalami kenaikan menjadi Rp 15 000/kg dari sebelumnya Rp 11 000 - Rp 12 000/kg (Sulistyo 2015). Gambar 4 menampilkan fluktuasi harga ikan lele yang terjadi di daerah DKI Jakarta.
1
Elistifani T M. 2013. Permintaan dan Penawaran dalam Mempengaruhi Perilaku Produsen dan Konsumen [internet]. [diacu 2016 Februari 29]. Tersedia pada http://www.triscamiaafisip12.web.unair.ac.id/ 2 Abdullah N. 2015. Di Tangerang, Permintaan Lele Tinggi [internet]. [diacu 2016 Februari 29]. Tersedia pada http://www.jakarta.bisnis.com
4
Harga Ikan Lele 25,000.00 24,500.00 24,000.00 23,500.00 23,000.00
Harga Ikan Lele
22,500.00 22,000.00 21,500.00 21,000.00 SMT I-14
SMT II-14
SMT I-15
SMT II-15
Sumber: Info Pangan DKI Jakarta 2016
Gambar 4 Harga Ikan Lele DKI Jakarta Tahun 2014-2015 Provinsi Jawa Barat merupakan daerah penyumbang produksi terbesar komoditas ikan air tawar ini. Tingkat produksi lele Provinsi Jawa Barat tahun 2013 merupakan yang tertinggi dibandingkan dengan daerah lain yakni mencapai 197 ribu ton, disusul oleh Provinsi Jawa Timur dan Provinsi Jawa Tengah masingmasing mencapai 79 ribu ton dan 75 ribu ton. Sentra pengembangan budidaya ikan lele di Jawa Barat tersebar di beberapa kabupaten, salah satunya adalah Kabupaten Bogor (DJPB 2014). Pada tahun 2011, berdasarkan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia menetapkan Kabupaten Bogor sebagai kawasan minapolitan lele percontohan (pilot project) di Indonesia (KKP 2011). Sejak mulai dicanangkan sebagai kawasan minapolitan pada tahun 2011, Kabupaten Bogor telah banyak melakukan peningkatan produksi, khususnya untuk komoditas lele. Dukungan sumberdaya alam dan manusia serta kondisi iklim, lahan dan air yang mendukung, menjadikan Kabupaten Bogor sebagai sentra produksi beberapa komoditas ikan air tawar, salah satunya lele (Radiarta et al 2012). Pada tahun 2013, produksi lele Kabupaten Bogor mencapai 32% dari total produksi Provinsi Jawa Barat (DISNAKAN Kab. Bogor 2014). Sementara itu, pada tahun 2014 Ikan lele telah menjadi komoditas ikan air tawar dengan tingkat produksi benih terbanyak di Kabupaten Bogor. Penyumbang produksi ikan lele terbesar di Kabupaten Bogor berasal dari empat kecamatan yaitu Kecamatan Ciseeng, Kecamatan Parung, Kecamatan Ciampea dan Kecamatan Gunung Sindur. Tabel 1 menampilkan informasi mengenai empat kecamatan dengan tingkat produksi benih lele terbesar di Kabupaten Bogor.
5 Tabel 1 Produksi benih lele Kab. Bogor menurut kecamatan tahun 2010-2014 Tahun (ribu ekor) Kecamatan 2010 2011 2012 2013 2014 Ciseeng 30 030 202 850 650 458 871 403 940 602 Parung 15 600 105 234 337 893 452 667 493 289 Ciampea 6 988 47 139 151 358 202 771 220 968 Gunung Sindur 6 011 40 552 130 208 174 436 190 090 Sumber: DISNAKAN Kab. Bogor 2014
Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor tahun 2014 menunjukkan bahwa Kecamatan Ciseeng memiliki tingkat produksi paling tinggi periode tahun 2010-2014. Kontribusi produksi lele Kecamatan Ciseeng terhadap produksi total Kabupaten Bogor mengalami peningkatan pada tahun 2014 mencapai 22% dibandingkan dengan tahun 2013 yang hanya mencapai 21%. Faktor pendukung yang menjadikan Kecamatan Ciseeng mampu menghasilkan benih ikan lele tertinggi di Kabupaten Bogor adalah potensi lahan budidaya yang dimiliki. Potensi lahan Kecamatan Ciseeng merupakan yang terbesar se-Kabupaten Bogor, yakni mencapai 1 309 Ha yang terdiri dari 8 desa, salah satunya Desa Babakan. Desa Babakan merupakan desa dengan potensi lahan budidaya paling tinggi diantara desa-desa lain di Kecamatan Ciseeng, yakni sebesar 283 Ha (DISNAKAN Kab. Bogor 2014). Rumusan Masalah Desa Babakan merupakan salah satu desa yang berada dalam kawasan minapolitan Kabupaten Bogor dengan fokus utama komoditasnya adalah ikan lele. Penetapan sebagai kawasan minapolitan ini didasarkan pada faktor potensial yang dimiliki, salah satunya adalah sumberdaya manusia di Desa Babakan yang sebagian besar masyarakatnya sudah melakukan kegiatan budidaya lele sejak masih remaja, sehingga kemampuan teknis para pembudidaya sudah cukup terampil dan berpengalaman dalam melakukan budidaya lele. Berdasarkan data yang diperoleh dari Balai Penyuluh Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (BP3K) Kecamatan Ciseeng tahun 2014 menunjukkan bahwa Desa Babakan memiliki lebih dari 20 kelompok yang terdaftar di kecamatan sebagai kelompok pembudidaya ikan. Akan tetapi, hanya beberapa kelompok diantaranya yang masih mempertahankan keberlangsungan aktivitas usahanya, salah satunya Kelompok Pembudidaya Ikan (Pokdakan) Jumbo Lestari (BP3K Kec. Ciseeng, 2014). Kelompok pembudidaya ikan di Desa Babakan yang masih aktif dapat dilihat pada Tabel 2.
6 Tabel 2 Kelompok UPR aktif Desa Babakan tahun 2014 Nama Kelompok Bina Mandiri Jumbo Lestari Mandiri Jaya Lajumina Sangkuriang Indah Mina Sejahtera Pilip Mitra Bersama Kemang Rahayu Taruna Cikeper Mandiri
Jumlah Anggota 20 20 25 15 15 20 20 20 10 10 10
Komoditas Ikan Lele Ikan Lele Ikan Patin Ikan Lele Ikan Lele Ikan Patin Ikan Lele Ikan Lele Ikan Lele Ikan Lele Ikan Lele
Jumlah produksi benih yang dihasilkan per tahun (ekor) 10 000 000 15 000 000 6 000 000 6 000 000 6 000 000 6 000 000 10 000 000 1 000 000 6 000 5 000 000 6 000 000
Sumber: Rencanan Kerja Tahunan Penyuluh Kec. Ciseeng 2015
Pada Tabel 2 terlihat bahwa Pokdakan Jumbo Lestari merupakan kelompok yang memiliki tingkat produksi benih lele tertinggi di Desa Babakan. Berdasarkan informasi yang diperoleh melalui Balai Penyuluh Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (BP3K) Kecamatan Ciseeng tahun 2011 menjelaskan bahwa Pokdakan Jumbo Lestari merupakan salah satu kelompok yang terpilih sebagai kelompok P2MKP (Pusat Pelatihan Mandiri Kelautan dan Perikanan) pada tahun 2011 yang dibentuk atas arahan Kementerian Kelautan dan Perikanan. Kelompok P2MKP merupakan kelompok pembudidaya ikan yang membantu tugas penyuluh dalam membina kelompok lain. Hal ini dimaksudkan untuk membantu mempercepat proses pertumbuhan perikanan di suatu wilayah. Penentuan kelompok P2MKP ini didasarkan pada kinerja dan keaktifan kelompok dalam melakukan kerjasama dengan pemerintah (BP3K Kec. Ciseeng, 2011). Walaupun demikian, menurut informasi yang diperoleh dari ketua kelompok menjelaskan bahwa permintaan benih yang dibutuhkan oleh konsumen ternyata belum semua dapat dipenuhi oleh kelompok. Rata-rata permintaan benih dari konsumen tiap bulan mencapai 2 juta ekor benih yang berasal dari konsumen langganan sebesar 1 juta ekor benih dan sisanya dari konsumen baru sebesar 1 juta ekor benih. Akan tetapi, kemampuan produksi kelompok dalam memenuhi permintaan tersebut sebesar 70 - 80%. Penyebab hal ini antara lain karena faktor kesuburan tanah yang mengalami penurunan akibat pemakaian selama lebih dari 10 tahun dan faktor kemampuan indukan yang semakin menurun mempengaruhi produktivitas benih yang dihasilkan secara langsung. Pada awal pembelian indukan, kemampuan memproduksi benih masih tinggi. Namun setelah digunakan selama beberapa tahun, kapasitas produksi benih mengalami penurunan. Umur penggunaan maksimal indukan yang digunakan kelompok saat ini hanya sampai dua tahun, setelah dua tahun indukan sudah harus diganti dengan indukan yang baru. Berdasarkan permasalahan yang dihadapi, Pokdakan Jumbo lestari harus melakukan pengembangan bisnis agar mampu mempertahankan keberlangsungan usaha. Usaha pembenihan lele juga tidak terlepas dari adanya pengaruh perubahan
7 cuaca dan iklim yang sekarang ini sulit diprediksi, sehingga membuat benih ikan lele mudah mengalami stress dan rentan terhadap penyakit. Dibutuhkan perencanaan strategis yang tepat untuk menghadapi persoalan tersebut. Perencanaan strategis yang baik adalah tindakan yang didasarkan pada pengorganisasian kekuatan dan kelemahan yang dimiliki untuk memanfaatkan peluang yang ada, serta secara bersamaan juga menghindari ancaman yang akan dihadapi. Mengetahui ciri khas dan kemampuan yang dimiliki merupakan hal penting sebelum menentukan strategi atau tindakan yang akan diambil. Berdasarkan penjelasan kondisi usaha pembenihan yang terdapat pada Pokdakan Jumbo Lestari tersebut, maka rumusan masalah yang dapat dibuat adalah: Bagaimana strategi pengembangan usaha yang tepat bagi Pokdakan Jumbo Lestari dalam memenuhi permintaan terhadap benih lele? Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah yang diuraikan sebelumnya, maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Mengidentifikasi faktor kunci eksternal dan internal yang mempengaruhi Pokdakan Jumbo Lestari dalam upaya memenuhi permintaan benih lele 2. Menentukan alternatif strategi pengembangan usaha yang sesuai dan dapat diterapkan Pokdakan Jumbo Lestari dalam upaya memenuhi permintaan benih lele 3. Merumuskan prioritas strategi pengembangan usaha yang sebaiknya dilakukan Pokdakan Jumbo Lestari dalam upaya memenuhi permintaan benih lele Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi, wawasan dan referensi kepada pengurus Pokdakan Jumbo Lestari, pemerintah setempat dan para pembaca dalam memahami lingkungan usaha pada budidaya benih lele. Bagi pengurus Pokdakan Jumbo Lestari diharapkan penelitian ini dapat menjadi bahan pertimbangan dan referensi dalam melakukan pengembangan usaha kelompok. Bagi pemerintah setempat diharapkan penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi dalam memahami lingkungan usaha pembenihan lele dan melakukan pengembangan pada bidang budidaya lele. Bagi para pembaca diharapkan penelitian ini dapat memberikan informasi dan wawasan mengenai lingkungan usaha pembenihan lele, sehingga dapat merencanakan dan menjalankan usaha di bidang budidaya lele dengan baik. Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini yaitu menganalisis dan merumuskan strategi pengembangan usaha pembenihan lele di Pokdakan Jumbo Lestari dalam upaya memenuhi permintaan terhadap benih lele berdasarkan faktor-faktor kunci eksternal dan internal kelompok yang diperoleh melalui pengamatan dan penelusuran data terkait.
8
TINJAUAN PUSTAKA Lingkungan Usaha Budidaya Lele Lingkungan usaha merupakan segala sesuatu yang mempengaruhi aktivitas usaha suatu lembaga atau organisasi. Lingkungan yang dapat mempengaruhi aktivitas usaha tidak hanya berasal dari dalam (internal) lembaga atau organisasi, melainkan juga berasal dari luar (eksternal). Oleh karena itu, dalam memahami faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap usaha diklasifikasikan menjadi dua macam, yaitu: faktor internal dan faktor eksternal (Dedi 2014). Aspek lingkungan internal yang di analisis pada usaha budidaya lele umumnya berkaitan dengan aspek manajemen, aspek pemasaran, aspek keuangan dan aspek operasional. Aspek lingkungan eksternal yang dianalisis meliputi aspek ekonomi, aspek politik, aspek sosial budaya, aspek teknologi dan aspek persaingan (Anshari 2011). Aspek produksi pada budidaya lele mencakup pemilihan benih dan pemeliharaan ikan berupa pemberian pakan dan obat-obatan (Anshari 2011). Kemampuan pembudidaya lele dalam melakukan proses produksi saat ini sudah cukup baik, karena adanya dukungan dari pemerintah setempat melalui pembinaan terkait teknik budidaya yang sesuai dengan SOP (Standard Operating Procedure). Selanjutnya, aspek pemasaran meliputi produk, pemilihan lokasi, penetapan harga, dan promosi. Diversifikasi produk olahan lele belum banyak dilakukan di Indonesia. Pengolahan ikan lele menjadi fillet bisa dibuat untuk tujuan ekspor dengan harga jual yang lebih baik, daripada hanya menjual lele hidup yang hanya dihargai Rp 2000 untuk ukuran 5 ekor per kg. Pemilihan lokasi usaha budidaya lele juga relatif berada dekat dengan sumber input produksinya yaitu para petani, serta berdekatan dengan pasarnya yaitu pusat kota, seperti Jakarta dan Bogor (Jaja et al 2012). Penelitian yang dilakukan oleh Wibowo (2011) menunjukkan bahwa kedekatan lokasi usaha akan meminimalkan biaya transportasi yang dikeluarkan. Selain itu, akses jalan serta sarana dan prasarana yang ada sekarang sudah cukup memadai sehingga hal ini dapat memperkecil biaya pengangkutan. Aspek lain yang mempengaruhi usaha budidaya lele adalah keuangan. Sebagian besar para pembudidaya ikan lele membangun usaha dengan menggunakan modal sendiri atau kelompok yang terbatas. Perkembangan modal usaha akan terus berjalan sesuai dengan pertumbuhan usahanya. Keseluruhan modal usaha didapat dari kemampuan usaha tersebut menghasilkan laba untuk keberlanjutan usaha. Perkembangan usaha perikanan khususnya ikan lele skala kecil bergantung pada hasil usaha, sedangkan hasil usaha sendiri bergantung pada kondisi cuaca dan iklim, serta faktor lain seperti harga bahan baku yang terus meningkat (Wibowo 2011). Aspek manajemen merupakan faktor penting lainnya bagi sebuah organisasi usaha. Kinerja suatu organisasi usaha sangat bergantung pada kualitas pengelolaan, baik usahanya maupun sumberdaya manusianya. Pengelolaan usaha dibutuhkan untuk mengukur kinerja serta memberikan gambaran terhadap kemampuan riil organisasi usaha dalam mencapai tujuan usaha, sehingga informasi tersebut dapat digunakan dalam pengambilan keputusan. Selain itu, pengelolaan sumberdaya manusia juga diperlukan untuk mendukung
9 pengembangan usaha karena sebagian besar permbudidaya memiliki pendidikan rata-rata lulusan SD dan SMP (Pinem 2011). Kebutuhan pasar terhadap lele ukuran konsumsi yang cukup tinggi merupakan faktor peluang yang dapat dimanfaatkan oleh para pelaku budidaya lele, khususnya di bidang pembenihan. Permintaan terhadap ikan lele ukuran konsumsi ini sebagian besar berasal dari pengusaha restoran, pengolah dan sejumlah pasar tradisional di daerah Jabodetabek. Akan tetapi, menurut Kepala Bidang Perikanan Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bandung, permintaan terhadap ikan lele ternyata belum dapat dipenuhi seluruhnya. Dalam menghadapi permasalahan ini, pemerintah provinsi telah melakukan beberapa upaya untuk mendorong peningkatan produksi pada komoditas ikan lele antara lain pembinaan kepada pelaku usaha, standarisasi dan kemudahan dalam mengurus perizinan usaha3. Peraturan dan kebijakan yang dibuat oleh pemerintah tidak hanya memberikan dampak positif secara langsung terhadap aktivitas organisasi usaha, melainkan juga dapat memberikan dampak positif secara tidak langsung terhadap keberlangsungan usaha. Salah satu contoh dampak baik yang secara langsung diberikan oleh pemerintah yaitu dengan adanya dukungan dari pemerintah melalui beberapa kebijakan yang memiliki dampak positif. Dukungan dari pemerintah ini meliputi penyediaan penyuluh dan fasilitas-fasilitas lain yang dapat membantu proses produksi (Cecep 2010). Di samping itu, terdapat beberapa peraturan yang dapat membatasi penerimaan. Namun, jika disikapi dengan baik peraturan tersebut, maka akan memberikan pengaruh yang positif secara tidak langsung terhadap keberlangsungan usaha. Salah satu contohnya adalah pemberlakuan peraturan mengenai perlindungan konsumen dan keamanan hasil perikanan. Bagi pelaku usaha budidaya pemula, hal ini secara langsung akan membatasi penerimaan yang dapat diperoleh oleh pelaku usaha. Akan tetapi, dengan menjaga kualitas produk yang dihasilkan akan memberikan citra positif bagi konsumen terhadap produk tersebut4. Teknologi selalu mengalami perubahan mengikuti perkembangan zaman. Adaptasi teknologi dapat mempengaruhi perencanaan bisnis melalui pengembangan proses produksi dan pemasaran produk suatu organisasi usaha. Teknologi tidak hanya mencakup penemuan baru dalam bentuk alat atau barang, melainkan juga dapat berupa cara atau metode baru yang lebih baik dari teknik sebelumnya. Teknologi di bidang infrastruktur yang dapat dimanfaatkan pada budidaya lele adalah pembuatan kolam terpal, semi-permanen dan permanen, serta saluran pemasukan dan pembuangan air (Anshari 2011). Tingkat kompetitif pada usaha lele juga ternyata mengalami persaingan yang ketat. Ikan lele yang berasal dari Kabupaten Bogor tidak hanya bersaing ketat dengan komoditas lele dari sesama kelompok yang ada di wilayah Bogor saja, melainkan juga bersaing dengan komoditas lele yang berasal dari Kabupaten Tulungagung (Lindawati et al 2013).
3
Badan Ketahanan Pangan Daerah Provinsi Jawa Barat. 2014. Budidaya Ikan Lele Kian Diminati [internet]. [diacu 2015 Desember 14]. Tersedia pada http://www.bkpd.jabarprov.go.id/budidayalele-kian-diminati/ 4 Kurnia. 2013. Cara Budidaya Ikan yang Baik (CBIB) dan Cara Pembenihan Ikan yang Baik (CPIB) [internet]. [diacu 2015 Desember 10]. Tersedia pada https://drkurnia.wordpress.com/
10 Strategi Pengembangan Perencanaan strategis menurut sejarahnya pertama kali diterapkan di bidang militer, kemudian diterapkan ke dunia usaha atau perusahaan (Djunaedi 2002). Perencanaan strategis menurut Lembaga Administrasi Negara (2003) merupakan suatu proses yang sistematis dan berkelanjutan dari pembuatan keputusan beresiko dengan memanfaatkan pengetahuan antisipatif, mengorganisasikan secara sistematis usaha-usaha pelaksanaan keputusan tersebut dan mengukur hasilnya melalui umpan balik. Penyusunan strategi dilakukan menggunakan teknik-teknik perumusan strategi yang diintegrasikan kedalam kerangka pengambilan keputusan tiga tahap, yaitu: tahap input; tahap pencocokan; dan tahap keputusan. Tahap input pada umumnya menggunakan matriks EFE dan IFE. Matriks EFE digunakan untuk meringkas dan mengevaluasi peluang dan ancaman utama yang dihadapi perusahaan. Sementara itu, matriks IFE membantu pengambil keputusan dalam meringkas dan mengevaluasi informasi terhadap lingkungan internal usaha (Nainggolan 2009). Berikutnya tahap pencocokan, berfokus pada penciptaan alternatif strategi dengan mempertimbangkan faktor eksternal dan internal utama yang telah diperoleh pada tahap input (Yanah 2013). Teknik yang umum digunakan pada tahap pencocokan adalah matriks SWOT (Strengths-Weaknesses-OpportunitiesThreats). Pada penelitian yang dilakukan Magnawati (2010) matriks SWOT digunakan untuk menyusun faktor-faktor internal dengan faktor-faktor eksternal kedalam matriks SWOT. Matriks SWOT dapat menjelaskan bagaimana peluang dan ancaman dapat disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan internal dalam merumuskan beberapa alternatif strategi. Tahap terakhir adalah tahap keputusan. Teknik yang biasa digunakan dalam tahap keputusan adalah matriks QSP (Quantitative Strategic Planning Matrix). Penelitian yang dilakukan Yusup (2013) menggunakan matriks QSP pada tahap pengambilan keputusannya. Pada tahap ini, matriks QSP membantu pengambil keputusan memilih kemungkinan strategi terbaik yang dapat dilakukan oleh perusahaan untuk mengembangkan usahanya. Diyanto (2009) dalam penelitiannya mengenai strategi pengembangan perikanan tangkap dalam meningkatkan ekonomi masyarakat pesisir Kabupaten Lampung Barat juga menggunakan teknik IFE, EFE, dan SWOT sebelum akhirnya menggunakan matriks QSP untuk menentukan prioritas strategi yang paling baik untuk dipilih.
11
KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis Strategi Menurut David (2011) strategi merupakan sarana untuk mencapai tujuan jangka panjang. Strategi merupakan aksi potensial yang membutuhkan keputusan manajemen tingkat atas dan sumberdaya untuk menjalankan kegiatan usaha dalam jumlah yang besar. Strategi memiliki konsekuensi multifungsional dengan memperhatikan faktor eksternal dan internal yang dihadapi. Craig dan Grant (1996) menjelaskan bahwa strategi yang berhasil mampu mengombinasikan empat karakteristik utama dalam pendekatan analisis strategi, yaitu: sasaran; pemahaman lingkungan; penilaian sumberdaya dan kemampuan; serta penerapan yang efektif. Menurut David (2011) perencanaan strategis memiliki pengertian yang sama dengan manajemen strategis, yaitu seni dan pengetahuan dalam merumuskan, mengimplemenstasikan, serta mengevaluasi keputusan-keputusan lintas fungsional yang membantu sebuah organisasi mencapai tujuannya. Proses manajemen strategis terdiri dari tiga tahap yaitu perumusan strategi, penerapan strategi dan penilaian strategi. Perumusan strategi mencakup pengembangan visi dan misi, identifikasi peluang dan ancaman eksternal suatu organisasi, pengetahuan mengenai kekuatan dan kelemahan internal, penetapan tujuan jangka panjang, menentukan alternatif-alternatif strategi yang paling menguntungkan bagi organisasi dan pemilihan strategi tertentu untuk mencapai tujuan jangka panjang. Langkah selanjutnya adalah penerapan strategi dengan cara menetapkan tujuan tahunan, membuat kebijakan, memotivasi karyawan dan mengalokasikan sumberdaya, sehingga strategi yang telah ditetapkan dapat dijalankan dengan benar. Penerapan strategi merupakan tindakan aksi dari manajemen strategis. Penerapan strategi mengharuskan karyawan dan manajer melaksanakan strategi yang telah dirumuskan secara benar (David 2011). Penilaian strategi merupakan tahap akhir dari manajemen strategis. Hal ini dilakukan untuk memperbaharui strategi di masa yang akan datang, karena berbagai faktor eksternal dan internal selalu berubah. Tiga aktivitas utama penilaian strategi yaitu peninjauan ulang faktor-faktor eksternal dan internal yang mendasari ditetapkannya sebuah strategi, pengukuran kinerja dan pengambilan langkah korektif (David 2011). Penilaian Eksternal David (2011) menjelaskan bahwa penilaian eksternal dilakukan dengan tujuan untuk mengidentifikasi daftar peluang yang dapat dimanfaatkan sebuah organisasi dan ancaman yang harus dihindarinya. Penilaian eksternal menggambarkan peluang dan ancaman utama yang dihadapi organisasi, sehingga mampu menetapkan strategi guna memanfaatkan keuntungan dari peluang yang ada dan menghindari ancaman yang muncul. Menurut David (2011) kekuatan eksternal dapat dibagi menjadi lima kategori yaitu:
12 1. Kekuatan Ekonomi Kekuatan ekonomi memiliki pengaruh baik langsung maupun tidak langsung terhadap keputusan strategis sebuah organisasi. Faktor-faktor ekonomi yang mempengaruhi meliputi tingkat inflasi, suku bunga, surplus atau defisit neraca pembayaran, fluktuasi mata uang, tingkat tabungan nasional, dan produk domestik bruto. 2. Kekuatan Sosial, Budaya, Demografis, dan Lingkungan Faktor sosial budaya dapat mempengaruhi kinerja organisasi secara tidak langsung. Sosial budaya dapat mempengaruhi perilaku, cara pandang individu dalam memutuskan untuk membeli atau menjual barang/jasa. Aspek sosial budaya utama yang mempengaruhi antara lain adalah faktor keyakinan, gaya hidup, sikap, kebiasaan, dan aspek-aspek lain yang memiliki keterkaitan yang erat dengan masyarakat. 3. Kekuatan Politik, Pemerintahan, dan hukum Pemerintah baik pusat maupun daerah memiliki peran sebagai pembuat regulasi, deregulasi, penyubsidi, pemberi kerja, dan konsumen utama organisasi. Fungsi-fungsi tersebut dapat merepresentasikan peluang atau ancaman yang dihadapi organisasi baik besar maupun kecil. 4. Kekuatan Teknologi Faktor teknologi meliputi teknik-teknik baru dalam menjalankan aktivitas usaha, serta penciptaan produk-produk atau benda baru seperti alat, mesin, dan sebagainya. 5. Aspek Kompetitif Pesaing merupakan salah satu ancaman utama dalam melakukan usaha. Mengumpulkan informasi mengenai pesaing serta mengevaluasi informasi tersebut menjadi sebuah rencana tindakan yang penting dalam menjaga keberlangsungan usaha. Penilaian Internal Dalam dunia usaha diperlukan kemampuan untuk memahami ciri khas yang dimiliki oleh organisasi sebagai landasan dalam menentukan sebuah tindakan yang akan dilakukan. Pemahaman terhadap kondisi internal yang dihadapi organisasi akan membantu menetapkan tujuan dan strategi yang sesuai dengan kemampuan yang dimiliki. Penilaian internal terhadap suatu organisasi bertujuan untuk memanfaatkan kekuatan yang dimiliki, serta secara bersamaan juga meminimalkan kelemahan yang menjadi faktor penghambat organisasi dalam mencapai tujuan. Kemampuan yang baik dalam melakukan penilaian internal ini diharapkan mampu mengorganisasikan segala aktivitas usaha yang dijalankan sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. David (2011) menjelaskan bahwa aspek yang dianalisis pada penilaian internal adalah: 1. Aspek Manajemen Fungsi manajemen terdiri dari lima aktivitas utama meliputi perencanaan, pengorganisasian, pemberian motivasi, pengelolaan karyawan, dan pengendalian. 2. Aspek Pemasaran Fungsi pemasaran memiliki tujuh aktivitas pokok yaitu: analisis konsumen; penjualan; perencanaan produk/jasa; penetapan harga; distribusi; riset pemasaran; dan analisis peluang.
13 3. Aspek Keuangan Kondisi keuangan sering kali menjadi faktor penentu suatu tindakan atau strategi akan diterima atau ditolak. Analisis keuangan terkait dengan perolehan dana, pengumpulan dana, pembayaran utang, pengendalian kas, serta perencanaan kebutuhan keuangan sebuah organisasi. 4. Aspek Produksi/Operasional Aktivitas produksi merupakan kegiatan mengelola segala sumberdaya baik sumberdaya alam, sumberdaya manusia, maupun sumberdaya modal yang dimiliki untuk menghasilkan atau meningkatkan nilai tambah terhadap suatu barang/jasa. Aspek produksi/operasional memiliki lima aktivitas utama yang perlu di analisis meliputi proses, kapasitas, persediaan, tenaga kerja, dan kualitas. Matriks EFE dan IFE Matriks EFE dan IFE merupakan alat bantu dalam menganalisis faktorfaktor keberhasilan utama suatu organisasi. Matriks EFE digunakan dengan tujuan untuk mengidentifikasi peluang yang dapat dimanfaatkan, serta ancaman yang akan muncul. Matriks IFE digunakan untuk melihat kekuatan dan kelemahan yang dimiliki sebuah organisasi. Di samping itu, matriks EFE dan IFE digunakan untuk meringkas informasi yang diperoleh dari organisasi yang terkait dengan peluang dan ancaman yang dihadapi, serta kekuatan dan kelemahan yang dimiliki organisasi. Selanjutnya, informasi yang telah diperoleh pada matriks EFE dan IFE akan digunakan untuk membentuk matriks SWOT. Meskipun cara kerja dan hasil yang diperoleh pada matriks EFE dan IFE cukup mudah, namun alat analisis ini sangat bermanfaat dalam mengidentifikasi faktor-faktor keberhasilan utama yang mempengaruhi sebuah organisasi. Matriks SWOT Matrik SWOT (Strengths-Weaknesses-Opportunities-Threats) merupakan alat analisis yang digunakan untuk mencocokkan faktor-faktor eksternal dan internal yang mempengaruhi. David (2011) menejelaskan bahwa matrik SWOT membagi alternatif strategi kedalam empat jenis yaitu: strategi SO (StrengthsOpportunities), strategi WO (Weaknesses-Opportunities), strategi ST (StrengthsThreats), strategi WT (Weaknesses-Threats). a. Strategi SO Strategi SO memanfaatkan kekuatan internal yang dimiliki untuk dapat menghasilkan keuntungan dari peluang eksternal yang ada. b. Strategi WO Strategi WO bertujuan untuk memperbaiki kelemahan internal dengan cara memanfaatkan peluang eksternal yang ada. c. Strategi ST Strategi ST menggunakan kekuatan internal yang dimiliki untuk menghindari atau mengurangi dampak ancaman eksternal yang dihadapi. d. Strategi WT Strategi WT merupakan tindakan defensif yang ditujukan untuk mengurangi kelemahan internal dan secara bersamaan juga menghindari ancaman eksternal yang dihadapi.
14 Secara umum, strategi WO, ST dan WT dilakukan untuk mencapai kondisi dimana organisasi dapat melakukan strategi SO. Bagaimana mengatasi kelemahan yang dimiliki mampu diubah menjadi kekuatan. Begitu pula dengan ancaman yang dihadapi, perlu dihindari dan memfokuskan kegiatan usaha untuk memanfaatkan peluang eksternal. Analisis QSPM Analisis QSPM (Quantitative Strategic Planning Matrix) secara objektif menunjukkan pilihan strategi yang paling baik dari setiap alternatif yang ada. David (2011) menjelaskan bawah analisis QSPM dapat membantu mengevaluasi berbagai strategi alternatif secara objektif berdasarkan faktor-faktor keberhasilan penting eksternal dan internal yang telah diidentifikasi sebelumnya. Analisis QSPM merupakan tahap akhir dari kerangka kerja analisis formulasi strategi. Teknik ini secara jelas menunjukkan strategi alternatif yang paling baik untuk dipilih. Menurut David (2011) analisis QSPM memiliki keistimewaan yaitu: 1. Rangkaian strategi dapat diamati secara berurutan atau bersamaan 2. Tidak ada batasan faktor internal dan eksternal utama yang dimasukan kedalam analisis. Semakin berkembang analisis QSPM yang dilakukan, akan memperkecil kemungkinan faktor-faktor utama tersebut terlewat atau diberi bobot secara berlebihan, sehingga keputusan yang dipilih merupakan hasil dari serangkaian proses yang komprehensif. 3. Analisis QSPM dapat diterapkan pada hampir setiap jenis organisasi baik berorientasi laba atau nirlaba, maupun skala besar atau kecil. 4. Analisis QSPM dapat membantu proses pemilihan strategi yang membutuhkan pertimbangan banyak faktor utama secara bersamaan. Kerangka Pemikiran Operasional Penelitian diawali dengan melakukan identifikasi terhadap masalah yang dihadapi Pokdakan Jumbo Lestari. Selanjutnya, dilakukan analisis kondisi lingkungan usaha pada Pokdakan Jumbo Lestari. Analisis lingkungan usaha ini mencakup lingkungan eksternal dan internal kelompok untuk mengetahui peluang, ancaman, kekuatan dan kelemahan yang mempengaruhi usaha kelompok. Lingkungan eksternal meliputi aspek ekonomi, sosial-budaya-lingkungan, politikpemerintahan-hukum, teknologi, dan persaingan industri yang mencakup potensi pengembangan produk baru, potensi masuknya pesaing baru, kekuatan tawar pemasok, kekuatan tawar konsumen dan persaingan antara kelompok pembudidaya ikan lainnya. Lingkungan internal terdiri dari aspek manajemen, pemasaran, keuangan, dan operasional. Setelah mengetahui peluang, ancaman, kekuatan, dan kelemahan, langkah berikutnya adalah memasukan informasi tersebut ke dalam matriks EFE dan IFE. Informasi yang dihasilkan pada matriks EFE dan IFE digunakan pada tahap selanjutnya yaitu tahap pencocokkan. Tahap pencocokkan menggunakan analisis SWOT untuk menghasilkan beberapa alternatif strategi berdasarkan analisis kekuatan (strengths), kelemahan (weaknesses), peluang (opportunities), dan ancaman (threats). Hasil analisis SWOT ini akan menghasilkan empat macam kategori strategi yaitu strategi SO (kekuatan-peluang), strategi WO (kelemahanpeluang), strategi ST (kekuatan-ancaman) dan strategi WT (kelemahan-ancaman). Tahap terakhir dalam perencanaan strategis adalah tahap pengambilan keputusan.
15 Pengambilan keputusan ini dilakukan dengan menggunakan QSPM untuk menentukan prioritas alternatif strategi yang paling baik untuk dipilih dan diterapkan oleh Pokdakan Jumbo Lestari. Kerangka pemikiran operasional dapat dilihat pada Gambar 5. Permasalahan: Kemampuan kelompok dalam memenuhi permintaan masih kurang
Identifikasi kondisi usaha pembenihan ikan lele
Analisis Lingkungan Eksternal
Analisis Lingkungan Internal
Matriks EFE
Matriks IFE Ekonomi Sosial, Budaya, Demografi dan Lingkungan Politik, Pemerintahan dan Hukum Teknologi Kompetitif
Manajemen Pemasaran Keuangan Operasional
Formulasi Alternatif Strategi Matriks SWOT Alternatif Strategi
Prioritas Strategi Analisis QSPM Rekomendasi Strategi
Gambar 5 Kerangka pemikiran operasional
16
METODE Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada Pokdakan Jumbo Lestari di Desa Babakan, Kecamatan Ciseeng, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja dengan memperhatikan bahwa Pokdakan Jumbo Lestari merupakan salah satu kelompok dengan tingkat produksi tertinggi di Desa Babakan, Kecamatan Ciseeng, Kabupaten Bogor. Selain itu, lokasi Pokdakan Jumbo Lestari juga berada dalam kawasan minapolitan budidaya ikan lele yang ditetapkan berdasarkan Ketetapan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Tahun 2011. Pengumpulan data dilakukan pada bulan Agustus sampai dengan November 2015. Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui observasi langsung di lokasi penelitian dan wawancara. Selain itu, digunakan juga data seluruh stakeholder yang memiliki kaitan dengan pengembangan usaha pembenihan lele di Kelompok Pembudidaya Ikan Jumbo Lestari meliputi petugas yang berasal dari Dinas Peternakan dan Perikanan (DISNAKAN) Kabupaten Bogor, penyuluh perikanan Kecamatan Ciseeng dan staf kantor lurah Desa Babakan. Sementara itu, data sekunder yang diperlukan dalam penelitian ini adalah data PDB Perikanan tahun 2010-2014 yang berasal dari BPS (Badan Pusat Statistika), informasi tentang kondisi perekonomian Indonesia dari BI (Bank Indonesia), data produksi ikan lele secara nasional dari KKP (Kementerian Kelautan dan Perikanan) Republik Indonesia, dan data produksi lele provinsi dari DJPB (Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya). Selanjutnya, dalam penelitian ini juga digunakan data produksi ikan lele Kabupaten Bogor, data kecamatan yang aktif melakukan budidaya lele di Kabupaten Bogor, data harga benih ikan lele, dan data tingkat konsumsi ikan Kabupaten Bogor yang diperoleh dari Dinas Peternakan dan Perikanan (DISNAKAN) Kabupaten Bogor. Berikutnya, data kelompok pembudidaya ikan di Desa Babakan, data produksi benih Desa Babakan dan data-data lain yang berhubungan dengan kelompok pembudidaya ikan di Desa Babakan diperoleh dari BP3K (Badan Penyuluh Pertanian, Perikanan dan Kehutanan) Kecamatan Ciseeng. Selain itu, digunakan juga literatur-literatur terkait tentang usaha budidaya lele yang diperoleh melalui perpustakan IPB dan internet. Metode Pengumpulan Data Metode yang dilakukan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dan metode kuantitatif. Nazir (2003) menjelaskan bahwa metode deskriptif adalah metode penelitian untuk membuat gambaran mengenai situasi atau kejadian, dengan akumulasi data-data yang diperoleh. Jumlah responden yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak tiga orang yang terdiri dari ketua kelompok, koordinator bagian produksi dan koordinator bagian pemasaran. Pengumpulan
17 data menggunakan kuesioner sebagai pedoman pertanyaan untuk memperoleh informasi yang digunakan dalam melakukan analisis kuantitatif. Pertanyaan diajukan secara sistematis yang berkaitan dengan kondisi usaha dan aktivitas usaha yang sedang dijalankan Pokdakan Jumbo Lestari. Metode Analisis Data Proses perumusan strategi menurut David (2011) dilakukan melalui tiga tahap analisis yaitu tahap masukan, tahap analisis dan tahap keputusan. Perumusan strategi dilakukan dengan metode kualitatif dan kuantitatif, serta disusun secara terstruktur untuk mempermudah pemahaman dalam implementasinya, sehingga keputusan yang diambil merupakan pilihan yang tepat dan sesuai dengan kondisi yang ada. Hasil akhir dari analisis kasus berupa rekomendasi strategi yang akan diambil. Kerangka analisa penyusunan strategi menurut David (2011) seperti tertera pada Gambar 6. 1. Tahap Masukan Evaluasi Faktor Eksternal (EFE)
Evaluasi Faktor Internal (IFE)
2. Tahap Analisis Matrik SWOT 3. Tahap Pengambilan Keputusan Matrik Perencanaan Strategis Kuantitatif (Quantitative Strategic Planning Matrix) Sumber: David 2011
Gambar 6 Kerangka formulasi strategi Tahap Input (Input Stage) Evaluasi Faktor Eksternal (External Factor Evaluation) Evaluasi faktor eksternal dilakukan untuk mengidentifikasi dan mengevaluasi faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi usaha pembenihan lele Pokdakan Jumbo Lestari dalam upaya melakukan pengembangan usaha. Hasil dari analisis faktor eksternal ini dapat berupa peluang atau ancaman yang dianggap mempengaruhi kinerja Pokdakan Jumbo Lestari. Menurut David (2011), tahapan kerja yang dilakukan dalam penyusunan evaluasi faktor eksternal adalah sebagai berikut : a. Mengidentifikasi dan menentukan aspek-aspek eksternal yang dapat mempengaruhi kondisi usaha pembenihan kelompok bersama dengan responden, meliputi peluang (opportunities) dan ancaman (threats) yang dihadapi. b. Memberikan bobot pada masing-masing faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi kondisi usaha pembenihan kelompok. Rentang nilai pembobotan berada diantara 0 (tidak penting) sampai dengan 1 (penting). Faktor yang memiliki pengaruh sangat besar diberi bobot tertinggi. Pada umumnya, nilai pembobotan untuk peluang lebih besar dari ancaman. Jika nilai pembobotan terhadap ancaman lebih tinggi, maka tingkat ancaman yang dihadapi sudah sangat parah dan mengancam. Total nilai pembobotan terhadap peluang dan ancaman harus sama dengan 1.
18 c. Menentukan peringkat pada faktor-faktor yang memiliki respon efektif terhadap strategi yang dilakukan saat ini. Pemberian peringkat terdiri dari peringkat 4 untuk faktor yang memiliki respon yang sangat bagus, peringkat 3 untuk faktor yang memiliki respon diatas rata-rata, peringkat 2 untuk faktor yang memiliki respon rata-rata dan peringkat 1 untuk faktor yang memiliki respon dibawah rata-rata. Baik faktor peluang maupun ancaman dapat memperoleh peringkat 1 sampai dengan 4. d. Menentukan skor pada setiap faktor peluang dan ancaman dengan mengalikan nilai bobot dengan peringkat yang diperoleh. e. Menentukan total skor analisis EFE dengan menjumlahkan seluruh skor yang diperoleh masing-masing faktor. Tabel 3 Matriks evaluasi faktor eksternal No Faktor Eksternal
1 2 3 1 2 3
Peluang (Opportunities) ………………………. ………………………. ………………………. Kelemahan (threats) ………………………. ………………………. ………………………. Total
Bobot
Rating
Bobot x Rating
1
Sumber: David 2011
Evaluasi Faktor Internal (Internal Factor Evaluation) Evaluasi faktor internal digunakan untuk mengetahui faktor-faktor internal yang dapat mempengaruhi usaha pembenihan lele Pokdakan Jumbo Lestari meliputi kekuatan dan kelemahan yang dimiliki kelompok dalam mendukung pengembangan usaha kelompok. Menurut David (2011), tahapan kerja yang dilakukan dalam penyusunan evaluasi faktor internal adalah sebagai berikut : a. Mengidentifikasi dan menentukan aspek-aspek internal yang dapat mempengaruhi kondisi usaha pembenihan kelompok bersama dengan responden, meliputi kekuatan (strengths) dan kelemahan (weaknesses) yang dimiliki. b. Memberikan bobot pada masing-masing faktor-faktor internal yang mempengaruhi kondisi usaha pembenihan kelompok. Rentang nilai pembobotan berada diantara 0 (tidak penting) sampai dengan 1 (penting). Faktor yang memiliki pengaruh sangat besar diberi bobot tertinggi. Total nilai pembobotan terhadap kekuatan dan kelemahan harus sama dengan 1. c. Menentukan peringkat untuk mengindikasi kepentingan masing-masing faktor terhadap strategi yang dilakukan saat ini. Pemberian peringkat terdiri dari peringkat 1 untuk faktor yang memiliki kepentingan sangat lemah, peringkat 2 untuk faktor yang memiliki kepentingan lemah, peringkat 3 untuk faktor yang memiliki kepentingan kuat dan peringkat 4 untuk faktor yang memiliki kepentingan sangat kuat. Peringkat 3 dan 4 hanya diberikan untuk faktor-faktor yang termasuk kedalam kekuatan,
19 sedangkan peringkat 1 dan 2 diberikan untuk faktor-faktor yang termasuk kedalam kelemahan. d. Menentukan skor pada setiap faktor kekuatan dan kelemahan dengan mengalikan nilai bobot dengan peringkat yang diperoleh. e. Menentukan total skor analisis IFE dengan menjumlahkan seluruh skor yang diperoleh masing-masing faktor. Tabel 4 Matriks evaluasi faktor internal No Faktor Internal
1 2 3 1 2 3
Kekuatan (strengths) ………………………. ………………………. ………………………. Kelemahan (weaknesses) ………………………. ………………………. ………………………. Total
Bobot
Rating
Bobot x Rating
1
Sumber: David 2011
Tahap Pencocokan (Matching Stage) Analisis SWOT Analisis SWOT merupakan alat analisis untuk mengidentifikasi faktorfaktor kunci utama secara sistematis. Analisis ini digunakan untuk memaksimalkan faktor peluang dan kekuatan, serta secara bersamaan juga meminimalkan faktor ancaman dan kelemahan. Hasil dari analisis SWOT terdiri atas empat kuadran. Setiap kuadran merupakan perpaduan dari faktor-faktor eksternal (peluang dan ancaman) dan faktor-faktor internal (kekuatan dan kelemahan). Langkah kerja dalam membuat sebuah matriks SWOT menurut David (2011) adalah sebagai berikut: a. Memasukkan faktor-faktor peluang dan ancaman pada kolom vertical di sebelah kiri. b. Memasukkan faktor-faktor kekuatan dan kelemahan pada kolom horizontal dibagian atas. c. Mencocokan kekuatan internal dengan peluang eksternal berdasarkan informasi yang diperoleh pada tahap input, kemudian melakukan pencatatan pada sel SO (strength-opportunity). d. Mencocokan kelemahan internal dengan peluang eksternal berdasarkan informasi yang diperoleh pada tahap input, kemudian melakukan pencatatan pada sel WO (weakness-opportunity). e. Mencocokan kekuatan internal dengan ancaman eksternal berdasarkan informasi yang diperoleh pada tahap input, kemudian melakukan pencatatan pada sel ST (strength-threat). f. Mencocokan kelemahan internal dengan ancaman eksternal berdasarkan informasi yang diperoleh pada tahap input, kemudian melakukan pencatatan pada sel WT (weakness-threat).
20 Tabel 5 Matriks SWOT Faktor Internal Strengths (S)
Weaknesses (W)
Strategi SO
Strategi WO Meminimalkan kelemahan untuk memanfaatkan peluang Strategi WT Meminimalkan kelemahan untuk menghindari ancaman
Faktor Eksternal Menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang
Opportunities (O)
Strategi ST Menggunakan kekuatan untuk mengatasi ancaman
Threats (T) Sumber: David 2011
Tahap Keputusan (Decision Stage) Analisis QSPM Tahap terakhir dalam proses perumusan strategi adalah pengambilan keputusan. Analisis yang digunakan pada tahap ini adalah Quantitative Strategic Planning Matrix (QSPM). Analisis QSPM merupakan teknik yang digunakan untuk menentukan alternatif strategi yang diprioritaskan. Teknik analisis ini membantu memilih strategi yang paling baik untuk dipilih berdasarkan beberapa alternatif strategi yang telah dibuat pada tahap pencocokan sebelumnya. Bentuk dasar QSPM adalah sebagai berikut: Tabel 6 Bentuk dasar QSPM Alternatif Strategi Faktor Kunci
Bobot
1 AS
2 TAS
AS
TAS
EKSTERNAL Peluang ………… Ancaman ………… INTERNAL Kekuatan ……….... Kelemahan …………. Jumlah Peringkat Sumber: David 2011
Kolom sebelah kiri terdiri atas faktor-faktor eksternal dan internal yang dihasilkan dari matriks EFE dan IFE pada tahap input. Bagian atas berisi alternatif strategi yang direkomendasikan, hasil dari matriks SWOT. Kolom bobot diisi berdasarkan penilaian yang diperoleh masing-masing faktor pada matriks EFE dan
21 IFE dalam tahap input sebelumnya. Komponen utama dari analisis QSPM terdiri dari: faktor kunci berupa eksternal (peluang dan ancaman) dan internal (kekuatan dan kelemahan), nilai pembobotan, Attractiveness Score (AS), Total Attractiveness Score (TAS) dan Sum Total Attractiveness Score (STAS). Langkah-langkah analisis menurut David (2011) adalah sebagai berikut: a. Memasukan faktor peluang, ancaman, kekuatan dan kelemahan yang diperoleh pada tahap input di kolom sebelah kiri pada tabel QSPM. b. Memberikan nilai bobot yang sama dengan nilai pembobotan yang diberikan pada matriks EFE dan IFE di kolom bobot pada tabel QSPM. c. Memasukan alternatif strategi yang diperoleh pada tahap pencocokan di bagian atas dari tabel QSPM. Menyusun alternatif strategi dalam rangkaian eksklusif apabila memungkinkan. d. Menentukan Attractiveness Score (AS) yang menunjukkan nilai daya tarik masing-masing faktor kunci utama pada setiap alternatif strategi dan melakukan perbandingan terhadap faktor kunci utama tersebut dalam rangkaian alternatif-alternatif strategi yang ada. Penentuan nilai AS ini ditentukan oleh responden. Skor daya tarik terdiri atas: 1 = tidak memiliki daya tarik, 2 = daya tarik rendah, 3 = daya tarik sedang, dan 4 = daya tarik kuat. e. Menentukan Total Attractiveness Score (TAS) melalui perkalian terhadap bobot dengan Attractiveness Score (AS) dari masing-masing faktor kunci utama. f. Menghitung Sum Total Attractiveness Score (STAS) dengan cara menjumlahkan selurus TAS setiap baris dari faktor kunci utama tersebut. Nilai STAS tertinggi pada kolom alternatif strategi menunjukkan bahwa strategi tersebut lebih menarik dibandingkan dengan strategi lain, sehingga menjadi rekomendasi untuk diprioritaskan dan diterapkan.
GAMBARAN UMUM KELOMPOK Kelompok pembudidaya ikan (Pokdakan) Jumbo Lestari berdiri pada tahun 2009 berdasarkan Surat Keputusan Kepala Desa Babakan. Pokdakan Jumbo Lestari merupakan pemekaran dari kelompok “Bina Usaha” yang sebelumnya telah berhasil meraih juara pertama tingkat nasional kategori intensifikasi perikanan rakyat tahun 2001. Pokdakan Jumbo Lestari dibentuk dengan tujuan untuk menjadi lembaga atau organisasi usaha yang dapat membantu para anggota dalam meningkatkan posisi tawar mereka di pasar. Pada intinya, Pokdakan Jumbo Lestari berisi sekumpulan pelaku usaha pembenihan ikan lele yang berafiliasi untuk mengorganisasikan segala bentuk aktivitas usaha yang dilakukan mulai dari penyediaan saprokan, produksi, pengendalian kualitas benih, sampai dengan target pasar yang dituju. Kondisi umum terhadap pasar yang dituju oleh para pelaku usaha pembenihan lele menghadapi jumlah permintaan yang tidak sedikit. Untuk memenuhi permintaan yang cukup tinggi tersebut, para pelaku usaha pembenihan lele dihadapkan pada masalah kurangnya modal usaha. Para pelaku usaha pembenihan lele membutuhkan tambahan modal yang cukup besar guna memenuhi permintaan pasar yang meningkat.
22 Solusi dalam menghadapi persoalan tersebut yaitu dengan memanfaatkan bantuan dari pemerintah. Pemerintah menawarkan bantuan modal usaha bagi pelaku usaha budidaya lele dalam upaya mendorong peningkatan produksi perikanan budidaya. Bantuan modal usaha dari pemerintah ini mensyaratkan penerima bantuan merupakan lembaga berbadan hukum, sehingga para pelaku budidaya perlu melakukan afiliasi dengan membentuk kelompok dan mengesahkan kelompok tersebut sebagai badan hukum. Tujuan pembentukan kelompok seperti Pokdakan Jumbo Lestari ini, tidak hanya sebagai syarat untuk menerima bantuan dari pemerintah, melainkan juga memberikan manfaat lain bagi anggotanya, antara lain harga jual yang diperoleh kelompok lebih stabil, ketersediaan pakan terjamin, pasar yang lebih baik dan dapat menjaga kontinuitas produksi yang dilakukan masing-masing anggota. Pokdakan Jumbo Lestari sejak pertama kali berdiri sampai saat ini masih dipimpin oleh Bapak Mad Iwan. Selain aktif sebagai pembudidaya ikan lele sejak remaja, beliau juga aktif di lingkungan kemasyarakatan sebagai Ketua RW, Ketua Paguyuban RT/RW Desa Babakan, dan aktif melakukan pembinaan kepada masyarakat sekitar dalam hal budidaya ikan lele. Sejak Pokdakan Jumbo Lestari berdiri pada tahun 2009, Bapak Mad Iwan sudah aktif melakukan upaya-upaya untuk memajukan kelompok diantaranya melakukan koordinasi dan konsultasi dengan pihak pemerintahan seperti Dinas Peternakan dan Perikanan (DISNAKAN) Kabupaten Bogor dan Balai Penyuluh Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (BP3K) Kecamatan Ciseeng. Pada umumnya, para pelaku pembenihan ikan lele yang tergabung dalam Pokdakan Jumbo Lestari sudah mengenal kegiatan budidaya ikan lele sejak tahun 1985. Pada tahun 1990, para pelaku budidaya ini mulai mengenal teknik budidaya menggunakan teknik kawin suntik dalam melakukan proses pemijahan. Akan tetapi, hasil benih yang diperoleh pada proses pemijahan melalui teknik kawin suntik memiliki kualitas yang tidak begitu bagus apabila dibandingkan dengan teknik pemijahan melalui perkawinan alami. Hal ini disebabkan karena benih yang dihasilkan melalui teknik kawin suntik merupakan benih yang belum matang, sehingga kelompok kembali menerapkan teknik pemijahan melalui proses perkawinan alami karena benih yang dihasilkan merupakan benih yang sudah matang. Pokdakan Jumbo Lestari memfokuskan kegiatan usahanya pada pembenihan ikan lele. Kegiatan pembenihan lele ini termasuk ke dalam subsistem hulu pada sistem agribisnis usahatani lele. Pemasok (supplier) Pokdakan Jumbo Lestari hanya berasal dari agen penjual pakan. Konsumen Pokdakan Jumbo Lestari merupakan para petani pembesaran ikan lele. Ukuran ikan lele yang dijual kepada petani pembesaran yaitu ukuran 9-12 ekor per kilogram. Sementara itu, subsistem penunjang yang mendukung usaha pembenihan ikan lele Pokdakan Jumbo Lestari yaitu DISNAKAN, BP3K dan balai benih. Adanya peran pemerintah dalam mendorong peningkatan produksi terhadap ikan lele juga menjadi salah satu faktor pendukung dalam mengembangkan usaha pembenihan lele. Kegiatan penunjang yang diberikan pemerintah diantaranya pelatihan dan pembinaan mengenai teknik budidaya yang baik dan benar sesuai dengan SOP (standard operating procedure) (BKPD 2014).
23 Visi dan Misi Kelompok Visi Pokdakan Jumbo Lestari yaitu menjadikan Pokdakan Jumbo Lestari sebagai wadah organisasi pembudidaya lele di Kampung Babakan Sabrang, Desa Babakan dalam mendukung upaya peningkatan hasil produksi yang berkualitas dan pasar yang lebih baik. Sementara itu, misi Pokdakan Jumbo Lestari adalah sebagai berikut: 1. Mengembangkan usaha budidaya ikan lele masyarakat Kampung Babakan Sabrang, Desa Babakan agar mampu bersaing dalam perdagangan nasional. 2. Turut mengemban tanggung jawab sosial untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat Kampung Babakan Sabrang, Desa Babakan. Struktur Organisasi Kelompok Struktur organisasi yang ada pada Pokdakan Jumbo Lestari termasuk dalam bentuk struktur organisasi lini, hal ini dikarenakan skala usaha kelompok yang belum besar. Di samping itu, tipe struktur organisasi lini ini memudahkan kelompok dalam mengambil keputusan yang bersifat cepat. Hal ini disebabkan karena hubungan ketua dengan anggota bersifat langsung dengan satu wewenang, sehingga mempermudah anggota dalam memahami informasi yang disampaikan oleh ketua. Tipe struktur organisasi kelompok yang sederhana ini juga disebabkan karena jumlah anggota yang dimiliki kelompok tidak terlalu banyak, hanya terdiri dari 20 orang. Nilai kekeluargaan yang diterapkan pada kelompok juga mendukung struktur organisasi sederhana ini berjalan dengan baik, sehingga keberlangsungan usaha kelompok masih ada sampai saat ini. Ketua merupakan posisi tertinggi dalam struktur organisasi Pokdakan Jumbo Lestari. Ketua kelompok merupakan jabatan yang dipilih berdasarkan kesepakatan anggota melalui musyawarah kelompok, sehingga ketua kelompok memiliki tanggung jawab terhadap anggota dan kesejahteraannya. Selanjutnya, ketua kelompok dibantu oleh wakil ketua memiliki tugas untuk menjaga keberlangsungan usaha, melakukan pengembangan dan pengawasan terhadap jalannya usaha. Sekertaris dan bendahara bekerja sama dalam membuat catatan administrasi yang terdiri dari catatan penjualan dan produksi, data konsumen langganan, serta informasi-informasi penting lain yang diperoleh dari dinas. Selanjutnya, tugas bagian produksi adalah mengawasi proses produksi serta kualitas benih yang dihasilkan. Bagian pemasaran berperan dalam proses penjualan yang dilakukan Pokdakan Jumbo Lestari meliputi pemesanan benih dari konsumen, pengiriman benih kepada konsumen, dan layanan purnajual. Bagian saprokan (sarana produksi ikan) bertugas dalam menjaga kontinuitas sarana produksi, baik pakan, obatobatan, maupun peralatan budidaya lainnya. Bagian humas memiliki peran sebagai penghubung kelompok dengan lingkungan eksternal kelompok seperti konsumen, masyarakat sekitar dan aparat pemerintahan. Bagan struktur organisasi Pokdakan Jumbo Lestari dapat dilihat pada Gambar 7
24
Ketua Wakil Ketua
Sekertaris
Bagian Produksi
Bagian Pemasaran
Bendahara
Bagian Saprokan
Bagian Humas
Sumber: Pokdakan Jumbo Lestari 2015
Gambar 7 Struktur organisasi Pokdakan Jumbo Lestari Sumberdaya Kelompok Sumberdaya yang dimiliki oleh Pokdakan Jumbo Lestari terdiri atas sumberdaya manusia, sumberdaya fisik, dan sumberdaya keuangan. Pada awal berdirinya, Pokdakan Jumbo Lestari hanya memiliki 10 orang anggota. Seiring dengan semakin tingginya permintaan lele yang menuntut kelompok untuk meningkatkan produksinya menyebabkan kelompok melakukan penambahan jumlah anggota Pokdakan Jumbo Lestari mencapai 20 orang. Pada umumnya, sumberdaya manusia yang ada didalam kelompok memiliki kewajiban untuk melakukan kegiatan produksi, namun ada beberapa individu yang memiliki peran lebih untuk membantu ketua dalam menjalankan fungsi manajemen yang ada di kelompok. Pembagian tugas yang ada di dalam kelompok yaitu, 1 orang menjabat sebagai ketua kelompok, 1 orang sebagai wakil ketua, 1 orang sebagai sekertaris, 1 orang sebagai bendahara, 1 orang koordinator produksi, 1 orang koordinator pemasaran, 1 orang koordinator saprokan, 1 orang koordinator humas, dan sisanya bertugas di bidang produksi. Pokdakan Jumbo Lestari jarang melakukan aktivitas rekrutmen anggota apabila keadaan tidak terlalu mendesak kelompok untuk menambah anggota. Sistem upah yang diterapkan oleh Pokdakan Jumbo Lestari kepada para anggota adalah melalui sistem bagi hasil. Untuk setiap kolam yang dikelola oleh anggota, masing-masing akan mengeluarkan biaya kontribusi anggota sebesar Rp 1 untuk setiap ekor benih yang terjual. Setiap akhir tahun, seluruh anggota juga akan menerima tambahan penghasilan dari sisa hasil usaha yang dibagikan. Sumberdaya fisik merupakan segala sesuatu yang terdapat di alam semesta dan barang mentah lainnya yang dapat digunakan dalam proses produksi. Lahan yang dimanfaatkan oleh Pokdakan Jumbo Lestari berupa kolam tanah dan kolam terpal. Pokdakan Jumbo Lestari memiliki luas lahan mencapai 5 Ha yang terdiri atas 126 buah kolam tanah dan 32 buah kolam terpal. Sumberdaya fisik yang dimiliki oleh Pokdakan Jumbo Lestari dapat dilihat pada Tabel 7.
25 Tabel 7 Daftar sumberdaya fisik Pokdakan Jumbo Lestari Komponen Kuantitas Satuan Lahan (berupa kolam tanah dan 5 Ha kolam terpal) Mesin air 1 Unit Mesin aerator 2 Unit Hapa (jaring berbentuk kotak) 21 Unit Seser (jaring untuk mengambil ikan) 2 Unit Jaring 300 Meter Saringan (alat sortir) 10 Unit Kakaban (alat untuk menempel telur 40 Unit ikan) Ember 10 Unit Bak plastic 20 Unit Drum plastic 8 Unit Lemari arsip 1 Unit
Kondisi Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik
Sumber: Pokdakan Jumbo Lestari 2015
Kegiatan Produksi Kelompok Usaha pokok yang dijalankan Pokdakan Jumbo Lestari adalah pembenihan lele dengan produksi utama benih lele. Kegiatan pembenihan terdiri atas kegiatan pemijahan, pendederan 1, pendederan 2, dan pendederan 3. Jenis kolam yang digunakan Pokdakan Jumbo Lestari yaitu kolam tanah dan kolam terpal. Pada tahun 2015 kelompok mendapat bantuan dari Dinas Peternakan dan Perikanan (Disnakan) Kabupaten Bogor berupa kolam bioflok untuk membantu upaya Pokdakan Jumbo Lestari dalam meningkatkan produktivitasnya. Kegiatan pemijahan merupakan tahap awal dalam budidaya pembenihan lele. Dalam satu bulan, kelompok dapat melakukan pemijahan sampai 4 kali. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan penerimaan yang kontinyu tiap minggunya. Tahap selanjutnya adalah pendederan 1. Pada tahap ini, benih-benih hasil perkawinan ditempatkan pada satu tempat. Waktu yang dibutuhkan dalam tahap pendederan 1 adalah 14 hari. Kolam yang digunakan pada tahap pendederan 1 adalah kolam terpal karena membutuhkan air yang bersih serta sirkulasi udara yang baik. Kolam terpal yang digunakan untuk pendederan 1 berjumlah 32 kolam. Selanjutnya, pendederan 2 dan 3 dilakukan untuk benih ukuran 1 cm sampai dengan ukuran siap panen. Waktu yang dibutuhkan pada pendederan 2 sampai dengan pendederan 3 adalah 40 hari. Kolam yang digunakan pada tahap ini adalah kolam tanah dengan jumlah kolam untuk pendederan 2 sebanyak 24 kolam dan untuk pendederan 3 sebanyak 20 kolam. Tabel 8 menampilkan data produksi benih Pokdakan Jumbo Lestari tiap bulan selama periode tahun 2013-2014.
26 Tabel 8 Data produksi benih Pokdakan Jumbo Lestari 2013-2014 Tahun Bulan 2013 2014 Januari 1 508 900 1 530 300 Februari 1 563 900 1 526 600 Maret 1 501 600 1 555 400 April 1 524 900 1 532 650 Mei 1 500 100 1 538 900 Juni 1 516 300 1 498 800 Juli 1 440 950 1 569 050 Agustus 1 548 500 1 514 650 September 1 501 700 1 520 350 Oktober 1 542 700 1 510 500 November 1 577 400 1 622 050 Desember 1 548 500 1 509 600 TOTAL 18 275 450 18 428 850 Sumber: Pokdakan Jumbo Lestari 2015
Kegiatan Pemasaran Kelompok Pokdakan Jumbo Lestari hanya melakukan kegiatan promosi secara intensif pada saat awal berdirinya kelompok. Bentuk promosi yang dilakukan yaitu personal selling. Kelompok mendatangi calon konsumen potensial seperti para pelaku pembesaran dan melakukan presentasi lisan serta percakapan untuk memberikan informasi terhadap benih yang ditawarkan. Selanjutnya, Pokdakan Jumbo Lestari juga menawarkan beberapa jasa pelayanan purnajual kepada pelanggan dalam upaya meningkatkan kepuasan konsumen. Layanan purnajual yang diberikan kelompok antara lain memberikan bantuan pengontrolan benih yang dibeli dari kelompok dan memberikan pembinaan terkait cara budidaya yang baik dan benar bagi pelaku budidaya yang masih pemula. Dampak positif akibat kegiatan promosi tersebut yaitu terjadinya perluasan daerah pemasaran Pokdakan Jumbo Lestari. Daerah pemasaran kelompok saat ini sudah mencakup wilayah Bogor, Jakarta, Tangerang, dan beberapa wilayah lain di Jabodetabek. Bahkan pada tahun 2011, Pokdakan Jumbo Lestari juga sempat menjual benih kepada konsumen yang berada di Pangkal Pinang. Akan tetapi, kelompok tidak lagi menerima permintaan benih dari konsumen yang berada diluar Jawa Barat karena terkendala pada biaya distribusi dan resiko kematian yang tinggi pada saat proses pengiriman. Sebagian besar benih ikan lele yang dihasilkan Pokdakan Jumbo Lestari saat ini sudah dijual rutin ke beberapa wilayah yakni wilayah Bogor mencapai 85% dari total produksi yang dihasilkan, sedangkan untuk wilayah Tangerang sebesar 10%, wilayah Jakarta sebesar 5%, dan daerah lain di Jabodetabek bersifat opsional permintaannya. Intensitas kegiatan promosi yang dilakukan Pokdakan Jumbo Lestari sekarang ini mengalami penurunan apabila dibandingkan saat awal berdirinya kelompok. Kegiatan pemasaran yang dilakukan Pokdakan Jumbo Lestari saat ini hanya mengandalkan aktivitas pemasaran dengan jenis promosi word of mouth. Pokdakan Jumbo Lestari tidak lagi melakukan kegiatan promosi secara aktif, namun lebih memanfaatkan loyalitas dan kepuasan konsumen langganan terhadap
27 kinerja dan pelayanan yang diberikan sebagai daya tarik dalam mendapatkan konsumen baru. Pokdakan Jumbo Lestari berusaha menjaga kualitas produk dan pelayanan yang mereka berikan kepada konsumen untuk menumbuhkan citra positif terhadap benih yang ditawarkan oleh kelompok. Manfaat yang diperoleh tidak hanya respon positif dari konsumen, melainkan juga kemungkinan terjadinya pembelian berulang yang dilakukan oleh konsumen. Selain itu, citra positif ini menjadi alat yang dapat dimanfaatkan oleh konsumen lama dalam menyebarkan promosi untuk menarik konsumen baru agar melakukan pembelian benih dari Pokdakan Jumbo Lestari. Hal ini yang dimanfaatkan kelompok dalam mengandalkan jenis promosi word of mouth.
ANALISIS LINGKUNGAN USAHA Analisis Lingkungan Eksternal Analisis lingkungan eksternal pada penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan mengevaluasi hal-hal penting bagi Pokdakan Jumbo Lestari yang berada diluar kendali kelompok, namun memiliki pengaruh terhadap usaha pembenihan kelompok. Analisis lingkungan eksternal akan menghasilkan daftar terbatas dari peluang yang dapat dimanfaatkan oleh kelompok serta ancaman yang harus dihindari dalam upaya mengembangkan usaha untuk mampu memenuhi permintaan benih lele. Faktor Ekonomi Faktor ekonomi yang mempengaruhi usaha pembenihan lele Pokdakan Jumbo Lestari yakni adanya peningkatan kebutuhan masyarakat terhadap ikan lele konsumsi. Hal ini ditunjukkan dengan angka kebutuhan ikan lele untuk wilayah Jabodetabek pada tahun 2009 hanya sebesar 75 ton per hari, sedangkan saat ini kebutuhannya sudah mencapai 240 ton per hari (Sulistyo 2015). Kondisi tersebut mengindikasikan kebutuhan masyarakat terhadap ikan lele mengalami peningkatan yang cukup pesat.5 Adanya pergeseran kebutuhan pasar terhadap ikan lele juga dapat dilihat dari sasaran peningkatan produksi ikan lele yang ditetapkan oleh pemerintah untuk tahun 2015-2019 mengalami kenaikan rata-rata per tahun mencapai 13.75%. Di samping itu, berdasarkan informasi yang diperoleh melalui Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya menyatakan bahwa penetapan target yang dilakukan oleh pemerintah ini berdasarkan pada kondisi kebutuhan ikan lele yang harus dipenuhi di pasar (DJPB 2015). Akan tetapi, pergeseran kebutuhan masyarakat terhadap lele ini ternyata tidak diikuti dengan ketersediaan ikan lele yang memadai di pasar, sehingga menyebabkan harga komoditas ikan air tawar ini mengalami kenaikkan. Oleh sebab itu, kondisi yang dijelaskan sebelumnya memberikan gambaran bahwa peningkatan produksi ikan lele masih perlu dilakukan, karena kondisi pasar untuk komoditas ikan air tawar ini masih cukup 5
Agromedia. 2009. Potensi Pasar Lele [internet]. [diacu 2016 Maret 1]. Tersedia pada http://agromedia.net/kabar-agromedia/potensi-pasar-lele.html
28 terbuka. Gambar 8 menampilkan sasaran peningkatan produksi perikanan budidaya menurut komoditas utama tahun 2015-2019.
Target Produksi Lele 2015-2019 (ton) 2,000,000 1,800,000 1,600,000 1,400,000 1,200,000 1,000,000
Target Produksi Lele 20152019 (ton)
800,000 600,000 400,000 200,000 2015
2016
2017
2018
2019
Sumber: Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya 2015
Gambar 8 Target peningkatan produksi ikan lele tahun 2015-2019 Faktor Sosial, Budaya, Demografi dan Lingkungan Adanya perubahan kebiasaan masyarakat dalam hal konsumsi makanan menjadi salah satu faktor penting dalam usaha budidaya ikan lele. Masyarakat yang dulu cenderung kurang menyukai produk-produk yang berbahan dasar lele, kini lebih memilih lele sebagai salah satu sumber protein pengganti daging. Di samping itu, pemerintah juga turut membantu dalam upaya meningkatkan konsumsi ikan masyarakat melalui Program Gemar Makan ikan yang dikampanyekan Kementerian Kelautan dan Perikanan 6 . Kondisi perubahan kebiasaan masyarakat dalam hal mengonsumsi ikan ini juga ditunjukkan oleh data angka konsumsi ikan yang mengalami kenaikan pada tahun 2014 mecapai 37.89 kg/kapita/tahun dibandingkan dengan tahun 2013 yang hanya sebesar 35.21 kg/kapita/tahun (LAKIP 2015). Angka konsumsi ikan Kabupaten Bogor juga mengalami peningkatan dari tahun 2010 sampai dengan tahun 2014. Data konsumsi ikan Kabupaten Bogor dapat dilihat pada Gambar 9.
6
Warta Pasar Ikan Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2013. Kegiatan FORIKAN (Forum Peningkatan Konsumsi Ikan) [internet]. [diacu 2015 Desember 20]. Tersedia pada http://www.wpi.kkp.go.id/index.php/profil-pasar-ikan/
29
Konsumsi Ikan (Kg/Kap/Thn) 30 25 20 15
Konsumsi Ikan (Kg/Kap/Thn)
10 5 0 2010
2011
2012
2013
2014
Sumber: Dinas Peternakan dan Perikanan Kab. Bogor 2015
Gambar 9 Tingkat konsumsi ikan Kab. Bogor tahun 2010-2014 Lokasi usaha Pokdakan Jumbo Lestari yang dekat dengan wilayah Jabodetabek dan sekitarnya juga menjadi suatu peluang yang dapat dimanfaatkan oleh kelompok. Kondisi infrastruktur berupa akses jalan dari lokasi usaha menuju ke pasar sudah cukup baik. Akses jalan utama menuju lokasi usaha, baik dari arah Bogor maupun Jakarta juga sudah beraspal serta jarang terjadi kemacetan, sehingga sarana transportasi menuju ke wilayah ini sudah cukup mudah. Hal ini menyebabkan akses konsumen untuk melakukan transaksi jual beli menjadi lebih mudah dan biaya distribusi yang dikeluarkan kelompok juga menjadi lebih rendah. Faktor lingkungan merupakan hal yang sangat mempengaruhi kegiatan usaha pembenihan lele Pokdakan Jumbo Lestari. Kondisi iklim yang berubah dan sulit diprediksi menjadi faktor ancaman yang perlu dihadapi oleh kelompok. Pada tahun 2014/2015 Indonesia dilanda fenomena alam el nino dengan intensitas lemah-sedang yang mengakibatkan penurunan curah hujan dengan kisaran 40 – 80% dibanding normalnya7. Kondisi iklim yang kurang menguntungkan ini dapat menyebabkan rendahnya produksi benih yang dihasilkan oleh Pokdakan Jumbo Lestari. Perubahan iklim yang disebabkan oleh fenomena ini membuat suhu air menjadi tinggi serta sebagian besar kolam mengalami kekeringan. Faktor Politik, Pemerintahan dan Hukum Aturan atau batasan yang dibuat pemerintah di bidang usaha budidaya perikanan memiliki dua tujuan utama yakni untuk melindungi konsumen dan 7
Supari. 2014. Sejarah Dampak el nino di Indonesia [internet]. [diacu 2016 Januari 10]. Tersedia pada http://www.bmkg.go.id/BMKG_Pusat/Publikasi/Artikel/Sejarah_Dampak_ElNino_di_Indonesia.bmkg
30 secara bersamaan juga membantu pelaku usaha di bidang budidaya lele. Salah satu peraturan yang bertujuan melindungi konsumen di bidang perikanan yaitu Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia PER.19/MEN/2010 Tentang Pengendalian Sistem Jaminan Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan. Bentuk sistem pengendalian mutu dan keamanan hasil perikanan yang dilakukan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan berupa: a) Penerbitan Sertifikat CBIB (Cara Budidaya Ikan yang Baik) b) Penerbitan Sertifikat CPIB (Cara Pembenihan Ikan yang Baik) c) Penerbitan Sertifikat Penerapan HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point) d) Penerbitan Sertifikat Kesehatan Selanjutnya, terdapat juga beberapa peraturan yang dirancang untuk melindungi dan mendukung para pelaku pembudidaya. Beberapa peraturan yang mendukung usaha perikanan seperti Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia KEP.39/MEN/2011 Tentang Penetapan Kawasan Minapolitan di wilayah-wilayah yang memiliki potensi, salah satunya adalah wilayah Bogor. Selanjutnya, diatur juga dalam Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia KEP.18/MEN/2011 Tentang Pedoman Umum Minapolitan. Dalam pedoman umum ini terdapat beberapa kegiatan yang dilakukan pemerintah dalam mendukung pertumbuhan perikanan di wilayah minapolitan tersebut, yaitu: a) Kampanye nasional untuk menyosialisasikan kawasan minapolitan b) Menggerakkan produksi, pengolahan, dan/atau pemasaran sentra produksi unggulan pro usaha kecil c) Mengintegrasikan sentra produksi, pengolahan, dan pemasaran menjadi kawasan ekonomi unggulan daerah d) Pendampingan usaha dan bantuan teknis di sentra produksi, pengolahan dan pemasaran unggulan berupa penyuluhan dan pelatihan e) Pengembangan sistem ekonomi kelautan dan perikanan berbasis wilayah Peraturan lain yang bersifat mendukung para pelaku usaha di bidang perikanan adalah Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia KEP.14/MEN/2012 Tentang Pedoman Umum Penumbuhan dan Pengembangan Kelembagaan Pelaku Utama Perikanan. Kebijakan ini memberikan keuntungan bagi para petani pembudidaya ikan dalam mengembangkan usahanya melalui bantuan pemerintah berupa pembinaan teknis bidang usaha kelompok, pembinaan manajerial kelompok, dan pembinaan aspek sosial. Peraturan atau kebijakan lain yang berkenaan dengan kegiatan budidaya ikan diantaranya UU Nomer 31 Tahun 2004 Tentang Perikanan. Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2002 Tentang Usaha Perikanan. Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 2 Tahun 2004 Tentang Perizinan Usaha Pembudidaya Ikan. Oleh sebab itu, faktor politik, pemerintahan dan hukum dapat merepresentasikan peluang atau ancaman yang dapat mempengaruhi kegiatan usaha baik besar maupun kecil. Kondisi ekonomi Indonesia yang sedang lesu juga menjadi faktor yang dapat mempengaruhi keberlangsungan kegiatan usaha di negeri ini (LPI-BI, 2015). Perlu adanya kebijakan dari pemerintah yang dapat melindungi aktivitas usaha tersebut. Pada September 2015, Presiden Joko Widodo mengeluarkan paket kebijakan ekonomi yang diharapkan mampu membantu kegiatan usaha di Indonesia. Beberapa paket kebijakan ekonomi yang dikeluarkan oleh pemerintah
31 antara lain penyederhanaan izin, memperbaiki prosedur kerja perizinan, percepatan pengadaan barang dan jasa pemerintah8. Faktor politik, pemerintah dan hukum akan dirasakan dampaknya oleh pelaku usaha baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu, faktor ini perlu diidentifikasi dan dianalisis oleh para pelaku usaha untuk membuat langkah-langkah strategis dalam upaya menjaga keberlangsungan usahanya. Faktor Teknologi Faktor selanjutnya yang dapat merepresentasikan peluang dan ancaman yang dihadapi suatu perusahaan adalah perubahan teknologi. Perubahan teknologi yang dimaksud dapat berupa alat atau teknik yang baru dan inovatif. Menurut informasi yang diperoleh dari penyuluh perikanan Kecamatan Ciseeng, teknologi perikanan yang tepat digunakan dalam usaha pembenihan ikan lele adalah manajemen indukan. Dalam usaha pembenihan, indukan merupakan faktor terpenting yang menentukan kualitas benih ikan yang dihasilkan. Manajemen indukan dilakukan dengan tujuan untuk mengondisikan induk-induk lele berada pada kondisi sehat dan prima, pertumbuhannya cepat, dan daya vitalitas tinggi, sehingga dapat menghasilkan jumlah telur yang banyak dengan kualitas benih yang unggul. Benih unggul yang dimaksud adalah benih ikan yang memiliki ukuran seragam, fisik bagus, dan tahan terhadap penyakit. Manajemen indukan yang dilakukan memiliki tujuan utama untuk membuat indukan merasa nyaman. Treatment yang perlu dilakukan antara lain dengan membuat sirkulasi air pada kolam indukan. Hal ini dilakukan agar indukan dapat bergerak, karena semakin lincah ikan bergerak menunjukkan bahwa indukan dalam kondisi fit. Selanjutnya, kolam indukan tidak ditutup total agar ada celah masuk untuk air hujan. Pada umumnya, lele melakukan proses pemijahan pada musim hujan karena volume air dalam kondisi banyak dan munculnya bau tanah yang cukup menyengat merupakan faktor yang dapat merangsang indukan untuk memijah. Di samping itu, indukan perlu diberi pakan yang bergizi berupa pelet. Kualitas air juga perlu dijaga agar indukan dapat hidup dengan nyaman, sehingga kematangan gonad lebih cepat dicapai. Di samping itu, pemerintah telah melakukan inovasi dalam bidang pembenihan ikan lele melalui penemuan spesies indukan lele baru dengan kualitas lebih baik yang diberi nama lele mutiara. Lele mutiara ini merupakan penggabungan dari gen lele phyton, lele sangkuriang dan lele mesir, sehingga memiliki ketahan, produktivitas, kualitas dan umur produksi yang lebih baik dari indukan-indukan yang ada saat ini9. Faktor Kompetitif Bogor merupakan salah satu daerah yang termasuk dalam kawasan minapolitan yang ditetapkan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia. Hal ini menyebabkan intensitas dukungan pemerintah dalam pengembangan usaha di bidang perikanan menjadi cukup tinggi. Hal ini juga yang mendorong munculnya para pelaku usaha baru di budidaya lele. Selain itu, 8
Jefriando M. 2015. Ini Dia Paket Kebijakan Ekonomi Jokowi Tahap I [internet]. [diacu 2016 Januari 12]. Tersedia pada http://www.finance.detik.com 9 Hasil wawancara dengan pegawai Balai Penyuluh Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan Kecamatan Ciseeng, tanggal 15 Januari 2016.
32 permintaan yang tinggi terhadap lele ukuran konsumsi menjadi faktor daya tarik lain yang menyebabkan munculnya pesaing baru dalam industri ini. Kabupaten Bogor memiliki 30 kecamatan yang tercatat di Dinas Peternakan dan Perikanan (DISNAKAN) Kabupaten Bogor sebagai daerah yang melakukan kegiatan usaha di budidaya lele. Oleh sebab itu, persaingan di sektor budidaya lele menjadi sangat kompetitif. Potensi masuknya pesaing dalam industri ini bisa dibilang cukup tinggi. Modal yang dibutuhkan untuk memulai usaha budidaya ikan lele ini cukup terjangkau yaitu rata-rata sekitar Rp 5 000 000. Selain itu, faktor produk substitusi juga mempengaruhi persaingan dalam budidaya ikan lele ini. Produk-produk yang dapat menggantikan peran ikan lele dapat berasal dari sektor peternakan dan perikanan laut. Tingginya intensitas persaingan dalam budidaya lele, khususnya di bidang pembenihan tidak hanya terjadi pada sesama pelaku pembenihan di Wilayah Bogor saja, melainkan juga persaingan dengan pelaku pembenihan dari luar Jawa Barat. Wilayah Desa Babakan saja memiliki 9 kelompok UPR (Unit Pembenihan Rakyat) ikan lele yang aktif melakukan kegiatan usahanya. Jumlah tersebut bahkan jauh lebih banyak jika ditambah dengan total kelompok yang ada di Kecamatan Ciseeng yang berjumlah 30 kelompok UPR ikan lele dan pesaing dari daerah luar Jawa Barat (Rencana Kerja Tahunan Penyuluh Kec. Ciseeng, 2015). Faktor lain yang dapat mempengaruhi tingkat persaingan dalam budidaya lele ini adalah daya tawar pemasok dan daya tawar konsumen. Teknologi yang semakin canggih membuat informasi mengenai apapun dan dimanapun menjadi lebih mudah untuk di akses. Hal ini menyebabkan kemampuan pemasok dan konsumen dalam mengikuti perkembangan pasar sama baiknya dengan pelaku budidaya. Konsumen yang semakin cerdas sekarang ini lebih paham akan hak dan kewajiban yang dilindungi oleh undang-undang, sehingga produsen harus lebih teliti dan berhati-hati dalam menjual barang kepada konsumen. Analisis Lingkungan Internal Lingkungan internal yang dianalisis pada Pokdakan Jumbo Lestari adalah berbagai hal, kondisi ataupun kejadian yang terjadi di dalam kelompok dan biasanya tidak dalam pengendalian jangka pendek dari kelompok (Wheelen & Hunger 2003). Analisis lingkungan internal merupakan pengkajian terhadap faktor-faktor yang berasal dari dalam kelompok dan umumnya dapat dikendalikan dampaknya oleh kelompok. Aspek Manajemen Pokdakan Jumbo Lestari dalam melakukan kegiatan usahanya sudah menerapkan aktivitas perencanaan, namun masih terbatas pada perencanaan jangka pendek. Perencanaan jangka pendek yang dilakukan yaitu persiapan produksi untuk panen berikutnya. Aktivitas persiapan ini dilakukan melalui mekanisme pertemuan kelompok yang diadakan tiap minggu. Perencanaan produksi yang dilakukan untuk panen berikutnya meliputi penentuan kuantitas benih berdasarkan jumlah benih yang dipesan oleh konsumen, serta alternatif tindakan pemenuhan benih pesanan konsumen jika hasil produksi lebih rendah dari target. Umumnya tindakan alternatif dalam memenuhi permintaan benih yang kurang ini dilakukan dengan cara membeli benih dari kelompok lain.
33 Aktivitas pengorganisasian dalam Pokdakan Jumbo Lestari sudah diterapkan sejak kelompok ini berdiri pada tahun 2009. Aktivitas penentuan struktur organisasi, pembagian tugas dan tanggung jawab selalu dilakukan melalui mekanisme musyawarah kelompok. Pokdakan Jumbo Lestari dari awal berdiri hingga sekarang masih dipimpin oleh Bapak Mad Iwan. Pada prakteknya, pembagian tugas tersebut tidak berjalan dengan seharusnya. Seluruh anggota hanya berfokus pada kegiatan produksi saja, sedangkan tugas lainnya sebagian besar dilakukan oleh ketua kelompok. Bentuk aktivitas pemotivasian yang dilakukan pada Pokdakan Jumbo Lestari masih terbatas pada pemberian teguran dan nasihat kepada anggota yang melakukan kesalahan atau kelalaian. Pokdakan Jumbo Lestari tidak melakukan sistem reward and punishment karena dinilai tidak efektif jika diterapkan pada kelompok pembudidaya ikan yang pada dasarnya merupakan organisasi bersama dan bukan milik perorangan. Menurut ketua kelompok, treatment yang paling efektif untuk memotivasi para anggota adalah dengan menumbuhkan rasa memiliki, rasa kekeluargaan, dan rasa membutuhkan terhadap kelompok. Pokdakan Jumbo Lestari tidak melakukan perekrutan dan penyeleksian terhadap individu yang ingin bergabung dengan kelompok apabila kondisi tidak mengharuskan melakukan perekrutan. Pembagian tugas anggota juga difokuskan pada sisi produksi saja, walaupun ada beberapa individu yang mendapatkan tanggung jawab menjadi koordinator produksi, koordinator pemasaran, koordinator humas dan koordinator saprokan. Kegiatan pengendalian yang dilakukan Pokdakan Jumbo Lestari adalah pertemuan rutin setiap satu minggu sekali untuk membahas permasalahanpermasalahan yang dihadapi pada periode panen sebelumnya, serta merencanakan kegiatan panen selanjutnya. Pertemuan ini juga menjadi media bagi ketua kelompok menegur anggota yang melakukan kelalaian. Bentuk pengendalian lainnya adalah kegiatan kontrol yang dilakukan pada benih-benih lele yang sedang dipersiapkan untuk panen. Kontrol ini lebih sering dilakukan langsung oleh ketua kelompok sendiri karena posisi kolam untuk panen dan penyortiran benih berada dekat dengan rumah ketua kelompok. Aspek Pemasaran Produk yang dihasilkan oleh Pokdakan Jumbo Lestari adalah benih ikan lele. Ukuran benih yang budidayakan oleh Pokdakan Jumbo Lestari yaitu ukuran 1-2 cm, ukuran 3-4 cm, ukuran 5-6 cm, ukuran 7-8 cm, dan ukuran 9-10 cm. Sedangkan ukuran benih yang dijual oleh Pokdakan Jumbo Lestari dimulai dari ukuran 6-7 cm sampai ukuran 11-12 cm. Ukuran yang paling banyak dipesan oleh konsumen adalah ukuran 7-8 cm. Penetapan harga yang dilakukan oleh Pokdakan Jumbo Lestari mengikuti harga pasar dan harga di pesaing. Harga benih yang dijual Pokdakan Jumbo Lestari bermacam-macam bergantung pada ukuran benih tersebut. Ukuran benih 6-7 cm dijual dengan harga Rp 250, ukuran 7-8 cm dijual dengan harga Rp 300, ukuran 9-10 cm dijual dengan harga Rp 350, dan ukuran terakhir 11-12 cm dijual dengan harga Rp 400. Lokasi Pokdakan Jumbo Lestari yang cukup strategis, berada diantara dua kota besar yaitu Bogor dan Jakarta, memudahkan konsumen dalam mengakses lokasi budidaya kelompok. Sebagian besar konsumen Pokdakan Jumbo Lestari
34 adalah pelaku budidaya pembesaran yang berasal dari wilayah Jabodetabek. Selain memudahkan konsumen dalam memilih benih dan mengontrol transaksi pembelian, hal ini juga ternyata dapat meminimalkan biaya distribusi yang dikeluarkan kelompok dalam melakukan pengiriman. Semakin jauh jarak yang ditempuh dalam melakukan proses pengiriman, akan menyebabkan tingkat mortalitas benih semakin tinggi, sehingga kerugian yang diperoleh kelompok semakin besar. Kegiatan promosi kelompok saat ini hanya mengandalkan jenis promosi word of mouth. Word of mouth merupakan promosi yang mengandalkan rekomendasi dari pelanggan yang puas atas produk atau merek dagang suatu organisasi usaha10. Hal yang paling penting dalam menjaga arus promosi seperti ini adalah dengan mempertahankan kualitas dari sebuah produk, karena word of mouth merupakan opini yang paling jujur dan apa adanya dari konsumen. Word of mouth memang tidak megeluarkan biaya lebih untuk melakukan promosi, namun organisasi usaha yang hanya mengandalkan promosi seperti ini tidak dapat menjamin keberlangsungan usaha jangka panjang, karena produk akan cepat ditinggalkan apabila terdapat isu yang merusak citra produk tersebut. Aspek Keuangan Faktor keuangan sering kali digunakan oleh calon investor sebagai acuan sebuah organisasi usaha memiliki keunggulan kompetitif atau tidak. Fungsi keuangan terdiri atas tiga keputusan yaitu keputusan investasi, keputusan pembiayaan, dan keputusan dividen. Pada awal berdirinya kelompok, modal yang digunakan berasal dari iuran anggota sebesar Rp 100 000/orang dan dana bantuan dari pemerintah. Kondisi keuangan Pokdakan Jumbo Lestari sekarang ini bisa dibilang cukup baik. Pertama, sumber permodalan kelompok berasal dari kontribusi anggota, dana bantuan dari pemerintah, dan modal masing-masing anggota. Kedua, setiap akhir tahun kelompok memiliki cadangan dana yang berasal dari kas kelompok sebagai sisa hasil usaha untuk dibagikan kepada para anggota. Hal ini menunjukkan bahwa Pokdakan Jumbo Lestari memiliki kecukupan modal jangka pendek dalam menjalankan aktivitas operasionalnya. Sumber dana operasional Pokdakan Jumbo Lestari berasal dari dana internal yang mencakup 10% kontribusi anggota dan 90% dari modal masing-masing anggota. Kontribusi anggota merupakan persentase hasil penjualan sebesar Rp 1 untuk setiap ekor benih garapan anggota yang terjual. Selanjutnya, kontribusi tiap anggota ini akan masuk kedalam kas. Kas kelompok digunakan ketika terdapat anggota yang kekurangan modal usaha, sehingga jumlah sisa hasil usaha yang diterima anggota tersebut akan dikurangkan dari jumlah dana yang diberikan untuk melakukan penambahan modal usahanya. Sementara itu, anggota yang tidak memiliki lahan bertugas membersihkan kolam dan menggarap lahan milik investor. Keuntungan dari penjualan diperoleh dari total penerimaan setelah dikurangi dengan biaya-biaya yang dikeluarkan pada proses produksi. Selanjutnya, 40 persen dari keuntungan ini akan dibagikan kepada anggota berdasarkan jumlah benih yang digarap dan berhasil dijual oleh masing-masing anggota. Di samping 10
Mulyadi I. 2013. Word of Mouth: Efek dari Kepuasan atau Ketidakpuasan [internet]. [diacu 2015 Desember 23]. Tersedia pada http://www.marketing.co.id/word-mouth-efek-dari-kepuasanatau-ketidakpuasan/
35 itu, 60 persen dari keuntungan akan masuk ke dalam kas kelompok. Anggota yang menggarap lahan investor juga akan mendapatkan pembagian keuntungan yang sama yaitu sebesar 40 persen, namun sisa 60 persennya akan diberikan kepada investor. Sisa hasil usaha diperoleh dari kas kelompok setelah dikurangi biayabiaya non-produktif kelompok seperti kegiatan sosial kelompok, rapat rutin kelompok, dan lain sebagainya. Aspek Operasional Hasil produksi utama yang dihasilkan oleh Pokdakan Jumbo Lestari adalah benih ikan lele. Pada kondisi normal, kelompok dapat memanen benih yang akan dijual tiap satu minggu sekali. Namun, beberapa faktor dapat menyebabkan benih lama dipanen, salah satu faktor yang sangat mempengaruhi adalah kondisi cuaca. Kondisi kolam yang sesuai bagi pertumbuhan benih ikan lele menurut anjuran penyuluh perikanan yaitu memiliki suhu antara 28°-32°C dan pH air sebesar 7. Berikut adalah proses produksi pembenihan lele di Pokdakan Jumbo Lestari: 1. Pemilihan Indukan Tahap ini merupakan langkah penting dalam menentukan kualitas benih yang akan dihasilkan. Benih yang berkualitas berasal dari indukan yang berkualitas dan sehat. Karakteristik indukan jantan yang sehat adalah warna kulit kemerahan, gerakan lincah dan alat kelaminnya meruncing. Karakteristik indukan betina yang sehat yaitu gerakan sedikit lamban, bagian perut membesar ke arah anus, dan kelamin berwarna kemerahan serta tampak membesar. 2. Persiapan Lahan Pada tahap ini dilakukan 4 langkah yaitu pengeringan, pengapuran, perlakuan TON (tambak organik nusantara) dan pemasukan air. Pengeringan dilakukan untuk membersihkan kolam dari berbagai bakteri atau penyakit yang tertinggal di dalam kolam. Selanjutnya, pengapuran dilakukan dengan memberikan kapur Dolomit atau Zeolit dosis 60 gr/m2 untuk mengembalikan keasaman tanah serta mematikan bakteri yang tidak mati pada tahap pengeringan. Setelah itu, diberi perlakuan TON untuk menetralkan racun akibat pembusukan bahan organik sisa budidaya sebelumnya. Selain itu, dilakukan juga pemberian pupuk kandang untuk menambah kesuburan tanah. Langkah terakhir adalah memasukan air secara bertahap dan dibiarkan selama 3-4 hari untuk menumbuhkan plankton sebagai pakan alami lele. 3. Pemijahan Kegiatan pemijahan merupakan tahap perkawinan antara jantan dan betina melalui proses alami didalam satu wadah atau kolam. Pada kondisi biasa, kolam indukan betina dan indukan jantan berada terpisah. Kelompok melakukan pemijahan setiap minggu untuk menjaga kontinuitas panen yang dihasilkan. 4. Pendederan 1 Pada tahap ini ukuran benih antara 0-1 cm, sehingga masih rentan terkena penyakit. Oleh sebab itu, pada tahap ini benih ikan ditangani secara intensif dengan menjaga suhu, pH air, dan sirkulasi udara. Kolam yang digunakan pada tahap ini ada kolam terpal untuk meminimalisir penyakit
36 yang menyerang benih akibat bakteri. Jenis pakan yang digunakan yaitu pakanan yang mengandung nutrisi serta obat-obatan agar benih tetap sehat. 5. Pendederan 2 & 3 Tahap ini merupakan tahap terakhir dalam budidaya benih lele. Benih yang telah berukuran 2-3 cm akan masuk ke dalam tahap pendederan 2 sampai dengan pendederan 3. Pada tahap ini, benih ikan sudah lebih tahan terhadap bakteri, sehingga benih akan dipindahkan ke kolam tanah. Tahap ini bertujuan untuk membudidayakan benih sampai dengan ukuran siap panen, yaitu antara 6-12 cm. Pada tahap ini, kebutuhan pakan lebih besar, sehingga benih ditempatkan di kolam tanah untuk membantu pertumbuhan benih, karena di kolam tanah terdapat plankton sebagai pakan alami lele. Selain itu, benih perlu diberikan pakan buatan yang mengandung nutrisi, terutama pakanan yang mengandung kadar protein tinggi. Pada usaha pembenihan, kebutuhan terhadap pakan tidak sebanyak pada usaha pembesaran, sehingga kelompok tidak mengalami masalah apabila terjadi kenaikan harga pakan. Akan tetapi, faktor cuaca yang tidak menentu dapat memberikan dampak yang cukup besar, khususnya berpengaruh terhadap kondisi kolam. Kondisi kolam yang tidak sesuai akan menyebabkan benih merasa tidak nyaman, sehingga pertumbuhan benih akan terhambat. Kondisi cuaca juga dapat mempengaruhi intensitas bakteri yang menyerang benih. Pada umumnya, terlalu sering terjadi hujan menjadi penyebab utama tingginya intensitas bakteri yang terdapat pada kolam. Penyakit yang biasa menjangkit benih kelompok antara lain ekor dan sirip berwarna putih, serta badan memiliki warna merah-merah akibat luka yang disebabkan oleh bakteri. Pada kondisi normal, Pokdakan Jumbo Lestari dalam satu bulan dapat menghasilkan minimal 1 500 000 ekor benih. Akan tetapi, pada tahun 2014, produksi benih ikan lele kelompok tiap bulan mengalami penurunan mencapai 1 juta ekor benih dari kondisi normalnya. Hal ini disebabkan pengaruh anomali cuaca yang terjadi di Indonesia. Dampak yang ditimbulkan setelah peristiwa anomali cuaca pada tahun 2014 yang lalu menyebabkan sebagian besar kolam kering, sehingga kelompok perlu melakukan pemugaran agar kolam-kolam yang kering tersebut dapat digunakan kembali. Proses pemugaran kolam ini berjalan lambat karena hampir sebagian besar kolam mengalami kekeringan dan sumber daya manusia yang dimiliki kelompok tidak banyak, sehingga proses pemugaran kolam dilakukan secara bertahap. Selanjutnya, permasalahan lain yang dihadapi dalam proses produksi adalah keterbatasan anggota yang dimiliki kelompok. Masalah ini mengakibatkan jumlah kolam yang dimanfaatkan oleh Pokdakan Jumbo Lestari sebagai lahan budidaya belum seluruhnya dimanfaatkan. Masih terdapat sekitar 10 kolam lagi yang belum digunakan akibat kurangnya SDM yang menangani kolam-kolam tersebut, sehingga hasil produksi yang dihasilkan kurang maksimal. Identifikasi Peluang dan Ancaman Eksternal Peluang Pokdakan Jumbo Lestari Faktor-faktor yang menjadi peluang bagi Pokdakan Jumbo Lestari dalam mengembangkan usaha berdasarkan analisis lingkungan eksternal yang dilakukan sebelumnya adalah sebagai berikut:
37 1. Kemajuan Teknologi Penawaran dan permintaan merupakan hal yang tidak bisa dipisahkan dan saling mempengaruhi dalam bisnis. Terjadinya peningkatan jumlah permintaan terhadap lele belakangan ini menuntut para pelaku budidaya harus melakukan peningkatan dari sisi produksi. Penguasaan teknologi yang baik akan membantu mengoptimalkan jumlah benih berkualitas yang dihasilkan, sehingga dapat meningkatkan produksi ikan lele konsumsi. Teknik manajemen indukan yang ada sekarang ini membantu indukan untuk menghasilkan benih yang lebih sehat dengan mengkondisikan kenyamanan tempat tinggal bagi indukan, serta kesehatan indukan itu sendiri. Selain itu, pemerintah saat ini sudah mengembangkan indukan lele dengan kualitas yang lebih baik yang diberi nama lele mutiara. Indukan lele ini memiliki ketahanan lebih baik, produktivitas lebih banyak dan kualitas benih yang dihasilkan juga lebih baik. Hal ini menjadi sebuah peluang bagi para pelaku pembenihan. 2. Adanya Dukungan Pemerintah terhadap Usaha Perikanan Upaya pemerintah dalam meningkatkan produksi hasil perikanan Indonesia, salah satunya, ikan lele merupakan faktor peluang yang dapat dimanfaatkan oleh Pokdakan Jumbo Lestari. Penetapan beberapa daerah sebagai kawasan sentra minapolitan budidaya merupakan salah satu langkah yang dilakukan pemerintah dalam mendukung upaya peningkatan produksi hasil perikanan Indonesia. Kawasan minapolitan ini merupakan alternatif solusi untuk pengembangan wilayah perdesaan dengan memanfaatkan kegiatan usaha perikanan yang ada di daerah tersebut. Perbaikan infrastruktur berupa akses jalan dari dan menuju lokasi usaha juga sudah dilakukan, karena akses jalan merupakan faktor penunjang dalam membantu pengembangan kegiatan usaha perikanan di wilayah tersebut. Selanjutnya, pemerintah juga memberikan pembinaan dan pelatihan kepada para pelaku usaha perikanan berupa pemberian materi penyuluhan mengenai tata cara budidaya yang baik, serta memberikan bantuan berupa sarana produksi perikanan yang dibutuhkan. 3. Ketersediaan Pasar Produksi lele nasional sebagian besar diserap pasar lokal dan hanya sebagian kecil yang diekspor (Khairuman & Amri 2014). Penyerapan pasar lokal ini dapat dilihat dari tingkat konsumsi ikan nasional yang mengalami kenaikan disebabkan sebagian besar masyarakat sudah mulai beralih mengonsumsi protein ikan daripada protein hewani. Tingkat konsumsi ikan per kapita nasional meningkat rata-rata sebesar 5.6% per tahun, yakni dari 30.48 kg/kapita pada tahun 2010 menjadi 37.89 kg/kapita pada tahun 2014 (KKP 2015). Meskipun tingkat konsumsi ikan nasional mengalami kenaikan, namun tingkat produksi lele yang dihasilkan pada tahun 2014 baru mencapai 96 persen dari target yang ditetapkan oleh pemerintah. Hal tersebut mengindikasikan bahwa ketersediaan komoditas ikan lele di pasar belum mampu mencukupi keseluruhan permintaan yang ada, sehinga masih terdapat peluang pasar untuk memenuhi kekurangan tersebut.
38 Ancaman Pokdakan Jumbo Lestari Faktor-faktor yang menjadi ancaman bagi pengembangan usaha Pokdakan Jumbo Lestari berdasarkan analisis eksternal yang dilakukan sebelumnya adalah sebagai berikut: 1. Potensi Muncul Pesaing Baru Modal yang diperlukan untuk masuk kedalam industri budidaya ikan lele ini relatif cukup mudah. Kondisi pasar yang sedang bagus dan tingginya permintaan terhadap lele menjadi daya tarik utama munculnya para pesaing baru dalam industri ini. Di samping itu, pasar yang dituju oleh sebagian besar kelompok pembudidaya di Bogor sama, sehingga adanya pesaing dapat mengurangi jumlah penerimaan yang diperoleh. Selain itu, harga-harga yang ditawarkan oleh pesaing baru sering kali lebih rendah Rp 50-Rp 100 dibandingkan dengan harga dari kelompok dengan tujuan untuk mengambil konsumen yang ada. 2. Perubahan Iklim Minabisnis atau bisnis di bidang perikanan memiliki resiko yang cukup tinggi, karena aktivitas usaha perikanan sangat dipengaruhi oleh kondisi iklim dan cuaca. Hasil produksi pada periode panen selanjutnya sulit untuk diprediksi karena para pelaku budidaya berhadapan dengan faktor cuaca dan iklim yang tidak bisa dikendalikan oleh internal kelompok. Hasil produksi pada tahun ini mengalami penurunan yang cukup jauh jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Pada tahun 2014, kondisi cuaca jauh berbeda dibandingkan pada tahun 2013. Pada tahun 2014 cuaca kurang mendukung bagi kegiatan produksi budidaya ikan lele karena terjadi anomali cuaca yang disebut el nino. Kondisi ini menyebabkan Indonesia dilanda kemarau dan kekeringan yang cukup hebat. Kondisi lahan dan kolam juga mengalami kekeringan sehingga aktivitas produksi terhambat. 3. Hama dan Penyakit Hama merupakan organisme yang bersifat merugikan sehingga dapat mengganggu pertumbuhan dan perkembangan benih. Sedangkan penyakit berasal dari mikroorganisme yang bersifat merugikan. Pada umumnya, mikroorganisme yang menyebabkan penyakit terdapat pada pakan dan kondisi lingkungan yang kurang diperhatikan dengan baik. Intensitas hama dan penyakit yang menyerang benih paling banyak ditemukan pada budidaya yang menggunakan kolam tanah. Meskipun kolam tanah mengandung mineral dan pakanan alami yang dapat membantu pertumbuhan benih, namun budidaya yang menggunakan kolam tanah mudah sekali terkena penyakit dan hama karena sisa-sisa pakan dan kotoran ikan yang bersifat racun bagi ikan akan mengendap di dasar kolam dan sulit dibersihkan sehingga dapat membatasi ruang gerak ikan. Hama dan penyakit dapat menyebabkan hasil produksi mengalami fluktuasi. Kondisi ini memberikan dampak negatif yang dapat menyebabkan kegagalan dalam proses budidaya.
39 Identifikasi Kekuatan dan Kelemahan Internal Analisis lingkungan internal menghasilkan informasi mengenai kekuatan dan kelemahan yang dimiliki Pokdakan Jumbo Lestari dalam mendukung pengembangan usaha pembenihan lele kelompok. Faktor kekuatan dan kelemahan yang dimiliki kelompok adalah sebagai berikut: Kekuatan Pokdakan Jumbo Lestari Kekuatan yang dimiliki Pokdakan Jumbo Lestari berdasarkan analisis lingkungan internal yang dilakukan sebelumnya adalah sebagai berikut: 1. Indukan Berkualitas Indukan merupakan faktor paling penting dalam usaha pembenihan lele. Kualitas benih yang berkualitas dihasilkan dari indukan yang berkualitas. Pokdakan Jumbo Lestari memiliki indukan yang berkualitas dan sehat. Kelompok juga melakukan manajemen indukan yang baik bagi induk lele agar selalu dalam kondisi fit, karena memiliki indukan berkualitas saja tidak cukup apabila tidak dilakukan pemeliharaan dengan baik terhadap indukan tersebut. 2. Kepemilikan Lahan Lahan yang digunakan oleh Pokdakan Jumbo Lestari berupa kolam tanah dan kolam terpal. Total luas lahan yang dimiliki kelompok mencapai 5 Ha yang terdiri atas 126 buah kolam tanah dan 32 buah kolam terpal dengan beberapa macam ukuran. Menurut ketua kelompok, jumlah kolam yang dimiliki merupakan yang terluas dibandingkan dengan kelompok lain yang ada di Kecamatan Ciseeng. 3. Tenaga Kerja Terampil Pokdakan Jumbo Lestari memiliki 20 orang anggota yang sebagian besar lulusan sekolah menengah pertama (SMP). Walaupun demikian, kemampuan dalam budidaya ikan lele sudah mereka dapatkan sejak SMP untuk membantu orang tuanya mencari nafkah, karena sebagian besar masyarakat Desa Babakan pada masa itu memperoleh penghasilan dari budidaya lele. Setelah Pokdakan Jumbo Lestari berdiri pada tahun 2009, para anggota menjadi semakin terampil karena adanya pelatihan dan penyuluhan dari pemerintah baik pelatihan mengenai teknik budidaya yang baik dan sesuai SOP (standard operating procedure) maupun pemberian informasi penting tentang pengetahuan-pengetahuan baru di bidang budidaya lele. 4. Teknik Budidaya Pada umumnya, teknik budidaya yang dilakukan oleh Pokdakan Jumbo Lestari dengan pelaku budidaya lainnya relatif sama. Informasi mengenai teknik budidaya yang mereka pelajari serta peroleh berasal dari sumber yang sama yaitu dinas pemerintahan terkait, bahkan tidak jarang sesama pelaku budidaya melakukan diskusi dan pertukaran informasi mengenai teknik budidaya yang baik. Meskipun para pelaku budidaya sering melakukan diskusi, namun hasil produksi yang mereka peroleh tidak sama. Hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya adalah ketekunan dan kegigihan para pelaku budidaya untuk melakukan pedoman proses produksi yang baik dan sesuai SOP (Standard Operating Procedure).
40 5. Lokasi Usaha yang Strategis Pokdakan Jumbo Lestari terletak dekat dengan Jabodetabek, sehingga akses pasar dan distribusi benih menjadi lebih mudah. Di samping itu, konsumen juga lebih mudah untuk melihat langsung tempat pembenihan serta proses produksi yang dilakukan oleh Pokdakan Jumbo Lestari. Kondisi ini dapat meningkatkan kepercayaan terhadap benih yang dijual oleh kelompok. Di samping itu, menurut informasi yang diberikan responden, lokasi usaha Pokdakan Jumbo Lestari tergolong daerah dengan intensitas hama dan penyakit yang tidak terlalu tinggi, sehingga resiko produksi akibat faktor tersebut dapat ditangani dengan baik oleh kelompok. Kelemahan Pokdakan Jumbo Lestari Kelemahan yang dimiliki Pokdakan Jumbo Lestari berdasarkan analisis lingkungan internal yang dilakukan sebelumnya adalah sebagai berikut: 1. Kegiatan Promosi Masih Rendah Kegiatan promosi yang dilakukan Pokdakan Jumbo Lestari hanya mengandalkan promosi word of mouth atau kegiatan promosi yang menggunakan konsumen sebagai perantaranya. Pemasaran yang hanya mengandalkan word of mouth tidak cukup memadai untuk melakukan pengembangan bagi organisasi usaha skala kecil. Kegiatan promosi seperti ini dinilai kurang efektif dalam memasarkan benih lele ke pasar yang lebih luas. Jika ada konsumen yang merasa kecewa, maka informasi akan tersebar secara cepat dan pangsa pasar akan hilang. 2. Kemampuan Produksi Belum Mampu Memenuhi Permintaan Jumlah benih yang dihasilkan oleh Pokdakan Jumbo Lestari tiap bulannya rata-rata mencapai 1.5 juta ekor benih. Jumlah ini hanya cukup untuk memenuhi permintaan dari pelanggan tetap, bahkan terkadang kurang. Kapasitas produksi benih Pokdakan Jumbo Lestari saat ini ternyata masih belum mampu mengakomodir seluruh permintaan konsumen yang memesan benih ikan lele, tidak jarang kelompok tidak menyanggupi permintaan dari konsumen-konsumen baru. 3. Manajemen Kelompok Kurang Berjalan Fungsi manajemen yang ada pada Pokdakan Jumbo Lestari tidak dilakukan dengan baik. Pokdakan hanya melakukan perencanaan sebatas penentuan jumlah yang wajib dicapai dalam memenuhi permintaan konsumen langganan kelompok, belum ada perencanaan untuk melakukan langkah-langkah peningkatan kinerja kelompok. Selain itu, pertemuan rutin kelompok yang direncanakan tiap minggu untuk mempererat hubungan kekeluargaan diantara anggota ternyata tidak dilakukan sesuai kesepakatan.
FORMULASI STRATEGI Faktor-faktor kunci yang telah diidentifikasi sebelumnya memberikan gambaran mengenai peluang, ancaman, kekuatan, dan kelemahan yang dihadapi oleh Pokdakan Jumbo Lestari. Langkah selanjutnya yaitu membuat formulasi
41 strategi yang dapat membantu Pokdakan Jumbo Lestari memadukan keempat faktor kunci tersebut untuk menghasilkan strategi yang tepat. Tahap Input Tahap input merupakan tahapan yang berisi informasi dasar yang dibutuhkan oleh Pokdakan Jumbo Lestari untuk merumuskan strategi. Tahap ini menggunakan matriks EFE (External Factor Evaluation) untuk memasukkan faktor-faktor eksternal kunci yang telah diidentifikasi sebelumnya, serta matriks IFE (Internal Factor Evaluation) untuk faktor-faktor internalnya. Seluruh faktor, baik eksternal maupun internal diberikan bobot dan peringkat pada tahap ini, sehingga menghasilkan nilai skor yang menunjukkan seberapa besar pengaruh faktor tersebut terhadap keputusan strategis kelompok. Selanjutnya, informasi yang diperoleh pada tahap ini diperlukan pada tahap pencocokan. Matriks EFE (External Factor Evaluation) Analisis Matriks EFE (External Factor Evaluation) menghasilkan faktor kunci utama eksternal yang terdiri atas peluang dan ancaman. Faktor-fakor eksternal yang telah diidentifikasi sebelumnya diberi bobot dan peringkat (rating) melalui hasil perhitungan rataan responden terlebih dahulu, kemudian bobot dan peringkat ini dikalikan untuk menghasilkan nilai skor bagi masing-masing faktor. Berdasarkan hasil yang ditunjukkan analisis lingkungan eksternal, Pokdakan Jumbo Lestari memiliki enam faktor strategis eksternal yang berpengaruh dalam kegiatan usahanya. Faktor-faktor tersebut terdiri dari tiga faktor peluang dan tiga faktor ancaman. Hasil perhitungan enam faktor strategis eksternal Pokdakan Jumbo Lestari pada matriks EFE dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9 Matriks EFE (External Factor Evaluation) Rating No. Faktor-Faktor Strategis Eksternal Rata-Rata Peluang 1 Kemajuan teknologi 2.33 Adanya dukungan pemerintah 2 3 terhadap usaha perikanan 3 Ketersediaan pasar 3.67 Total Peluang Ancaman 4 Potensi muncul pesaing baru 1.33 5 Perubahan iklim 3.33 6 Hama dan penyakit 2.33 Total Ancaman
Bobot RataRata
Skor Total
0.194
0.454
0.211
0.633
0.233
0.856 1.943
0.083 0.150 0.128
0.111 0.500 0.298 0.909 2.852
Sumber: Data Primer 2016
Tabel matriks EFE menunjukkan bahwa skor untuk ketersediaan pasar memiliki nilai tertinggi dibandingkan dengan faktor strategi eksternal lainnya. Faktor ketersediaan pasar memiliki skor sebesar 0.856 dari total skor 1.943 untuk peluang. Adanya ketersediaan pasar untuk komoditas lele secara otomatis akan
42 menaikkan jumlah permintaan terhadap lele. Hal ini merupakan peluang besar yang dapat dimanfaatkan Pokdakan Jumbo Lestari. Peluang lainnya yang dapat dimanfaatkan oleh Pokdakan Jumbo Lestari adalah faktor kemajuan teknologi dan adanya dukungan pemerintah terhadap usaha perikanan dengan skor masing-masing 0.454 dan 0.633. Dalam memanfaatkan peluang ketersediaan pasar, Pokdakan Jumbo Lestari harus mampu mengimbangi jumlah kebutuhan pasar tersebut dengan jumlah benih lele yang mampu dihasilkan oleh kelompok. Salah satu alternatif yang dapat dilakukan kelompok dalam meningkatkan produksi adalah memanfaatkan faktor peluang lainnya yaitu teknologi, dalam hal ini teknik manajemen indukan dan penggunaan indukan lele mutiara. Selanjutnya, faktor peluang lainnya adalah dukungan dari pemerintah terhadap usaha perikanan, khususnya budidaya lele. Penetapan kawasan minapolitan merupakan keuntungan yang dirasakan oleh Pokdakan Jumbo Lestari. Dukungan dari pemerintah yang dirasakan oleh Pokdakan Jumbo Lestari antara lain, penyuluhan, pelatihan dan sosialisasi terkait informasi terbaru dalam bidang budidaya lele untuk meningkatkan dan mengembangkan kegiatan usaha Pokdakan Jumbo Lestari. Pada matriks EFE juga menunjukkan tiga faktor ancaman yang dihadapi oleh Pokdakan Jumbo Lestari yaitu potensi muncul pesaing baru, perubahan iklim, serta hama dan penyakit. Ancaman terbesar yang dihadapi Pokdakan Jumbo Lestari adalah perubahan iklim dengan skor tertinggi yaitu 0.5 dari total skor 0.909 untuk ancaman. Dalam usaha perikanan, faktor alam seperti perubahan iklim serta hama dan penyakit merupakan hal yang sulit untuk diatasi. Namun, skor untuk hama dan penyakit hanya 0.298, nilai ini lebih rendah dibandingkan dengan nilai perubahan iklim karena lokasi usaha budidaya Pokdakan Jumbo Lestari tergolong daerah dengan intensitas terserang hama dan penyakit yang rendah. Pengalaman bertahun-tahun yang dimiliki anggota kelompok juga membantu Pokdakan Jumbo Lestari dalam mengurangi efek negatif yang disebabkan oleh ancaman hama dan penyakit ini. Faktor ancaman lain yang dihadapi Pokdakan Jumbo Lestari adalah potensi muncul pesaing baru dengan perolehan skor 0.111. Pesaing memperoleh nilai terkecil karena Pokdakan Jumbo Lestari tidak terlalu memberikan perhatian lebih terhadap pesaing yang muncul. Menurut responden, kualitas benih yang selalu dijaga oleh Pokdakan Jumbo Lestari merupakan faktor penting untuk dapat bertahan di industri lele ini. Salah satu penyebab tingginya intensitas kemunculan pesaing baru disebabkan karena terjadinya peningkatan permintaan terhadap komoditas lele. Di samping itu, lele merupakan komoditas yang mudah di budidayakan dan memiliki ketahanan tubuh yang baik. Meskipun demikian, banyak pesaing baru yang menganggap lele tidak memerlukan perlakuan khusus dalam budidayanya karena lele memiliki tingkat adaptasi yang baik terhadap lingkungan yang kurang menguntungkan. Padahal, perlakuan yang dilakukan pada lele akan menentukan kualitas ikannya, walaupun dengan perlakuan biasa tetap dapat hidup, namun memiliki kualitas yang kurang baik. Selain itu, banyak juga pesaing yang bermunculan dan melakukan afiliasi membentuk sebuah kelompok hanya untuk mendapatkan bantuan dari pemerintah saja.
43 Matriks IFE (Internal Factor Evaluation) Matriks IFE (Internal Factor Evaluation) disusun menggunakan faktorfaktor internal kunci yang telah diidentifikasi sebelumnya yang meliputi kekuatan dan kelemahan. Selanjutnya, masing-masing faktor diberi bobot dan peringkat (rating) oleh responden untuk menganalisis dan mengklasifikasikan secara kuantitatif faktor internal yang mempengaruhi kegiatan usaha Pokdakan Jumbo Lestari. Setelah itu, nilai bobot dan peringkat (rating) rata-rata dari masingmasing faktor dikalikan untuk menghasilkan nikai skor. Matriks IFE dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10 Matriks IFE (Internal Factor Evaluation) Rating No. Faktor-Faktor Strategis Internal Rata-Rata Kekuatan 1 Indukan berkualitas 3.67 2 Kepemilikan lahan 3.00 3 Tenaga kerja terampil 3.00 4 Teknik budidaya 3.33 5 Lokasi usaha yang strategis 3.00 Total Kekuatan Kelemahan 6 Kegiatan Promosi Masih Rendah 1.67 Kemampuan Produksi Belum 7 1.67 Mampu Memenuhi Permintaan Manajemen Kelompok Kurang 8 1.67 Berjalan Total Kelemahan
Bobot RataRata
Skor Total
0.175 0.142 0.157 0.137 0.089
0.642 0.427 0.472 0.455 0.267 2.263
0.107
0.178
0.101
0.168
0.092
0.153 0.499 2.762
Sumber: Data Primer 2016
Analisis matriks IFE menunjukkan bahwa Pokdakan Jumbo Lestari memiliki delapan faktor kunci utama internal yang berpengaruh terhadap kegiatan usaha kelompok. Faktor-faktor kunci utama ini terdiri atas lima kekuatan dan tiga kelemahan. Berdasarkan hasil yang ditunjukkan pada matriks IFE, total skor untuk faktor strategis internal yang diperoleh Pokdakan Jumbo Lestari adalah 2.762 dengan perolehan skor total untuk kekuatan sebesar 2.263 dan untuk kelemahan 0.499. Hasil tersebut menunjukkan bahwa Pokdakan Jumbo Lestari dapat mengatasi kelemahan-kelemahan yang ada, serta memiliki kekuatan yang dapat digunakan dalam menghadapi pesaing dan mempertahankan keberlangsungan usahanya. Matriks IFE memperlihatkan bahwa faktor kekuatan terbesar yang dimiliki Pokdakan Jumbo Lestari adalah indukan berkualitas dengan perolehan skor sebesar 0.642. Hal ini menunjukkan bahwa indukan yang berkualitas merupakan faktor paling berpengaruh bagi usaha pembenihan lele Pokdakan Jumbo Lestari. Selain itu, faktor tenaga kerja menjadi faktor penting lain setelah indukan dengan perolehan skor sebesar 0.472. Kinerja Pokdakan Jumbo Lestari dipengaruhi oleh kemampuan anggota karena proses produksi tidak akan menghasilkan benih yang berkualitas apabila anggota tidak terampil, hal ini juga dapat mempengaruhi
44 penerimaan kelompok yang diperoleh. Oleh sebab itu, tenaga kerja yang terampil juga menjadi faktor yang diperhatikan oleh Pokdakan Jumbo Lestari. Selain itu, matriks IFE juga memperlihatkan bahwa Pokdakan Jumbo Lestari memiliki tiga kelemahan yaitu kegiatan promosi yang masih rendah dengan perolehan skor sebesar 0.178, kemampuan produksi belum mampu memenuhi permintan dengan skor sebesar 0.168, dan manajemen kelompok yang kurang berjalan dengan perolehan skor sebesar 0.153. Kegiatan promosi yang dilakukan Pokdakan Jumbo Lestari tergolong masih rendah. Kegiatan promosi kelompok hanya mengandalkan word of mouth. Kegiatan promosi ini memiliki kelemahan jika organisasi usaha hanya mempunyai pangsa pasar terbatas karena skala usaha yang masih relatif kecil. Kapasitas produksi kelompok juga belum mampu memenuhi seluruh permintaan konsumen yang memesan benih, kelompok hanya memprioritaskan produksi yang dihasilkan untuk memenuhi permintaan konsumen langganan. Kemampuan produksi kelompok yang belum bisa memenuhi permintaan konsumen yang ada, disebabkan oleh faktor kesuburan dan umur produksi indukan yang relatif sudah mulai mengalami penurunan. Selanjutnya, kelemahan lain yang dihadapi oleh Pokdakan Jumbo Lestari adalah manajemen kelompok yang tidak berjalan dengan baik. Para responden meyakini bahwa dalam dunia usaha selalu mengalami perubahan, sehingga perlu dilakukan aktivitas manajemen yang baik agar dapat menghadapi perubahan tersebut. Akan tetapi, aktivitas manajemen diakui sulit untuk dijalankan dengan baik karena karakteristik dan sifat masing-masing anggota berbeda-beda. Tahap Pencocokan Pada tahap pencocokan ini menghasilkan beberapa alternatif strategi yang realistis bagi Pokdakan Jumbo Lestari dengan memanfaatkan informasi kunci yg diperoleh pada matriks EFE dan IFE. Tahap ini menggunakan matriks SWOT sebagai alat analisis dalam menciptakan alternatif strategi yang dibutuhkan. Matriks SWOT Matriks SWOT bertujuan untuk mencocokan faktor internal dan eksternal utama sehingga menghasilkan empat kemungkinan strategi yaitu strategi SO (strengths-opportunities), strategi WO (weaknesses-opportunities), strategi ST (strengths-threats) dan strategi WT (weaknesses-threats). Alternatif strategi yang dapat diterapkan berdasarkan hasil pencocokan faktor internal dan eksternal kunci Pokdakan Jumbo Lestari adalah sebagai berikut: Strategi S-O (Strengths – Opportunities) Strategi S-O merupakan tipe strategi yang agresif karena menggunakan kekuatan internal yang dimiliki Pokdakan Jumbo Lestari untuk memanfaatkan peluang secara maksimal. Strategi S-O yang dapat diterapkan oleh Pokdakan Jumbo Lestari adalah sebagai berikut: Penambahan Kolam Pemijahan Strategi ini dilakukan untuk memaksimalkan penggunaan sumberdaya yang dimiliki kelompok. Kegiatan pemijahan merupakan proses produksi paling penting dalam usaha pembenihan lele, sehingga penambahan kolam untuk pemijahan akan secara langsung meningkatkan jumlah benih yang
45 dihasilkan oleh Pokdakan Jumbo Lestari. Di samping itu, kemampuan anggota dan teknik budidaya yang diterapkan pada Pokdakan Jumbo Lestari dapat menjadi faktor penunjang dalam melakukan strategi ini. Selain itu, ketersediaan kolam yang dapat digunakan untuk menambah indukan ini juga masih ada, karena beberapa kolam yang dimiliki kelompok belum dimanfaatkan seluruhnya. Strategi W-O (Weaknesses – Opportunities) Strategi W-O ini merupakan tipe strategi putar balik karena mencoba memanfaatkan peluang yang ada dengan tujuan untuk memperbaiki kelemahan yang dimiliki Pokdakan Jumbo Lestari. Strategi W-O yang dapat diterapkan oleh Pokdakan Jumbo Lestari adalah sebagai berikut: Mengajukan Bantuan Indukan Lele Mutiara Kepada Pemerintah Strategi ini dilakukan untuk memperbaiki kemampuan indukan dalam memproduksi benih Pokdakan Jumbo Lestari dalam upaya memenuhi kebutuhan pasar. Indukan lele mutiara ini merupakan spesies lele baru yang ditemukan oleh pemerintah dalam upaya membantu meningkatkan produksi lele nasional, sehingga kelompok dapat melakukan pengajuan untuk kepada pemerintah untuk mendapatkannya. Penggunaan indukan yang lebih berkualitas akan secara langsung meningkatkan jumlah dan kualitas benih kelompok. Langkah ini dilakukan dengan tujuan untuk meraih peluang permintaan terhadap lele yang sedang meningkat dengan memperbaiki kelemahan dalam proses produksi. Di samping itu, perlu dilakukan manajemen indukan yang baik agar kondisi indukan selalu sehat. Strategi S-T (Strengths – Threats) Strategi S-T merupakan tipe strategi diversifikasi dengan menggunakan kekuatan internal yang dimiliki Pokdakan Jumbo Lestari untuk mengurangi dampak yang ditimbulkan oleh ancaman eksternal. Strategi S-T yang mampu diterapkan oleh Pokdakan Jumbo Lestari adalah sebagai berikut: Meningkatkan Kegiatan Controlling terhadap Proses Produksi Tindakan controlling terhadap proses produksi ini bertujuan untuk mempertahankan kualitas benih yang dihasilkan dengan meminimalkan ancaman yang disebabkan oleh faktor alam seperti iklim, hama dan penyakit. Kecakapan anggota dalam melakukan proses produksi serta pengalaman di bidang budidaya lele dapat menjadi faktor pendukung dalam menerapkan strategi ini. Kegiatan controlling ini akan efektif apabila dilakukan oleh seluruh anggota kelompok, tidak hanya mengandalkan ketua kelompok saja. Perlu adanya kesadaran dan komitmen bersama untuk menghasilkan benih yang berkualitas melalui evaluasi rutin untuk mengukur keberhasilan dan kinerja setiap anggota dalam proses produksi. Strategi W-T (Weaknesses – Threats) Strategi W-T berfokus pada upaya defensif dalam mempertahankan keberlangsungan usaha Pokdakan Jumbo Lestari dengan meminimalkan kelemahan yang ada serta menghindari ancaman. Strategi W-T yang dapat menjadi alternatif strategi bagi Pokdakan Jumbo Lestari adalah sebagai berikut:
46
Memperkuat Layanan Follow Up Strategi ini dilakukan untuk menunjang aktivitas promosi yang dilakukan kelompok dalam menghadapi pesaing baru yang muncul, melalui layanan purnajual. Jenis promosi yang digunakan oleh kelompok adalah word of mouth. Jenis promosi seperti ini mengandalkan kualitas dan citra positif terhadap benih yang dihasilkan oleh kelompok sebagai komponen utama dalam melakukan kegiatan promosinya. Layanan follow up atau purnajual yang sudah diterapkan oleh Pokdakan Jumbo Lestari adalah bantuan untuk mengontrol benih yang dibeli dari kelompok dan pembinaan teknik budidaya yang baik bagi para pelaku budidaya pemula. Di samping itu, perlu juga diberikan garansi penggantian benih apabila terjadi kematian pada saat proses pengiriman. Jika diberikan layanan garansi penggantian benih, kelompok hanya menyanggupi penggantian benih sebesar 50% dari total benih yang mati karena sifat produk pertanian memiliki resiko kegagalan cukup tinggi. Tujuan dari layanan ini hanya untuk meningkatkan kepercayaan dan kepuasan konsumen terhadap benih yang dijual Pokdakan Jumbo Lestari dalam menghadapi persaingan yang semakin ketat. 1. 2. 3. 4. 5.
1. 2.
3. 1. 2. 3.
Peluang (O) Kemajuan teknologi Adanya dukungan pemerintah terhadap usaha perikanan Ketersediaan pasar Ancaman (T) Potensi muncul pesaing baru Perubahan iklim Hama dan penyakit
Kekuatan (S) Indukan berkualitas Kepemilikan lahan Tenaga kerja terampil Teknik budidaya Lokasi usaha yang strategis Strategi SO Penambahan kolam pemijahan (S1, S2, S3, S4, O3)
Strategi ST Meningkatkan kegiatan controlling terhadap proses produksi (S3, S4, O2, O3)
1. 2.
3.
Kelemahan (W) Kegiatan promosi masih rendah Kemampuan produksi belum mampu memenuhi permintaan Manajemen kelompok kurang berjalan Strategi WO Mengajukan bantuan indukan mutiara kepada pemerintah (W2, O1, O2, O3)
Strategi WT Memperkuat layanan follow up (W1, T1)
Sumber: Data Primer 2016
Gambar 10 Matriks analisis SWOT Tahap Keputusan Tahap keputusan ini menggunakan alat analisis QSPM (Quantitative Strategic Planning Matrix). Tahap ini merupakan tahap terakhir dalam merumuskan strategi yang dapat diterapkan oleh Pokdakan Jumbo Lestari. Analisis QSPM membantu pihak manajemen kelompok dalam menentukan
47 prioritas dari alternatif-alternatif strategi yang telah diperoleh pada matriks SWOT. QSPM (Quantitative Strategic Planning Matrix) Pada tahap pencocokan menggunakan matriks SWOT diperoleh empat buah alternatif strategi yang relevan bagi Pokdakan Jumbo Lestari, yaitu: (1) Penambahan kolam pemijahan; (2) Mengajukan bantuan indukan mutiara kepada pemerintah; (3) Meningkatkan kegiatan controlling terhadap proses produksi; dan (4) Memperkuat layanan follow up. Secara konsep, analisis QSPM membantu pihak manajemen kelompok untuk menentukan daya tarik dari berbagai alternatifalternatif strategi berdasarkan faktor-faktor strategis eksternal dan internal. Analisis QSPM membantu menentukan daya tarik berbagai alternatif strategi melalui penentuan dampak kumulatif dari setiap faktor strategis eksternal dan internal terhadap alternatif-alternatif strategi tersebut. Berdasarkan hasil analisis matriks QSP yang dilakukan pada Pokdakan Jumbo Lestari diperoleh prioritas strategi sebagai berikut: Tabel 11 Urutan prioritas strategi usaha Pokdakan Jumbo Lestari Strategi S2 Mengajukan Bantuan Indukan Mutiara Kepada Pemerintah S1 Penambahan Kolam Pemijahan S4 Memperkuat Layanan Follow Up S3 Meningkatkan Kegiatan Controlling terhadap Proses Produksi
STAS 6.71 6.51 5.89 5.71
Sumber: Data Primer 2016
Berdasarkan hasil perhitungan pada analisis QSPM menunjukkan bahwa prioritas strategi pertama yang sebaiknya dilakukan oleh Pokdakan Jumbo Lestari adalah mengajukan bantuan indukan mutiara kepada pemerintah dengan skor STAS sebesar 6.71. Hal ini relevan untuk dilakukan karena indukan merupakan faktor terpenting dalam usaha pembenihan. Mengganti indukan dengan kualitas yang lebih baik akan secara langsung meningkatkan produksi benih yang dihasilkan oleh Pokdakan Jumbo Lestari. Di samping itu, jumlah indukan mutiara yang diajukan kepada pemerintah diusahakan lebih banyak dari jumlah indukan yang ada saat ini agar kapasitas produksi yang dihasilkan lebih banyak pula. Ketersediaan kolam serta tenaga kerja terampil yang dimiliki kelompok berpotensi dalam mendukung upaya penggantian dan penambahan jumlah indukan lele mutiara ini. Selain itu, manajemen indukan yang dilakukan kelompok juga sudah baik, sehingga strategi ini tidak terlalu beresiko apabila dilakukan.
PENUTUP Simpulan Analisis faktor eksternal yang dilakukan pada Pokdakan Jumbo Lestari menghasilkan enam faktor kunci utama yang terdiri atas tiga faktor peluang dan tiga faktor ancaman. Faktor peluang yang dihadapi oleh Pokdakan Jumbo Lestari yaitu: (1) Kemajuan teknologi; (2) Dukungan pemerintah terhadap usaha
48 perikanan; dan (3) Ketersediaan pasar. Faktor ancaman yang dihadapi yaitu: (1) Potensi muncul pesaing baru; (2) Perubahan iklim; serta (3) Hama dan penyakit. Nilai skor yang diperoleh pada analisis EFE (External Factor Evaluation) menunjukkan bahwa peluang utama yang dihadapi oleh Pokdakan Jumbo Lestari adalah ketersediaan pasar. Kondisi eksternal yang dihadapi Pokdakan Jumbo Lestari berada pada posisi sedang atau rata-rata. Faktor internal yang dimiliki oleh Pokdakan Jumbo Lestari berdasarkan hasil analisis lingkungan internal menghasilkan delapan faktor kunci utama yang terdiri atas lima faktor kekuatan dan tiga faktor kelemahan. Faktor kekuatan yang ada pada Pokdakan Jumbo Lestari yaitu: (1) Indukan yang berkualitas; (2) Kepemilikan lahan; (3) Tenaga kerja terampil dalam budidaya; (4) Teknik budidaya yang diterapkan; dan (5) Lokasi usaha yang strategis. Faktor kelemahan yang dimiliki Pokdakan Jumbo Lestari terdiri dari kegiatan promosi yang masih rendah, kapasitas produksi belum memenuhi permintaan, dan manajemen kelompok yang kurang berjalan. Nilai skor yang diperoleh pada analisis IFE (Internal Factor Evaluation) menunjukkan bahwa kekuatan utama yang dimiliki oleh Pokdakan Jumbo Lestari adalah indukan yang berkualitas. Kondisi internal Pokdakan Jumbo Lestari berada pada posisi sedang atau rata-rata. Berdasarkan analisis SWOT yang dilakukan pada Pokdakan Jumbo Lestari menghasilkan empat kemungkinan strategi yang relevan untuk dilakukan. Selanjutnya, analisis QSPM (Quantitative Strategic Planning Matrix) yang dilakukan terhadap alternatif-alternatif strategi yang diperoleh sebelumnya menghasilkan urutan prioritas stategi yang dapat diterapkan oleh Pokdakan Jumbo Lestari dan prioritas strategi utama yang sebaiknya dilakukan oleh kelompok adalah mengajukan bantuan indukan lele mutiara kepada pemerintah. Saran Saran-saran yang dapat diberikan berdasarkan penelitian yang dilakukan pada Pokdakan Jumbo Lestari mengenai analisis strategi pengembangan usaha adalah sebagai berikut: 1. Memusatkan kolam indukan tambahan pada areal lahan khusus agar mudah melakukan pengontrolan 2. Pokdakan Jumbo Lestari sebaiknya membuat jadwal tugas pengontrolan benih untuk meningkatkan kesadaran anggota terhadap tanggung jawab dalam mengontrol kualitas benih yang dihasilkan. Fokuskan aktivitas pengontrolan ini pada kolam pemijahan dan kolam pendederan 1 karena kondisi benih masih rentan terhadap penyakit. 3. Untuk penelitian selanjutnya dapat melakukan penelitian terhadap aspek pemasaran kelompok untuk mengukur efisiensi strategi pemasaran yang terdapat pada Pokdakan Jumbo Lestari.
49
DAFTAR PUSTAKA Altin D. 2005. Perkembangan Ikan Lele di Indonesia [Internet]. [diunduh 2015 Desember 17]. Tersedia pada www.mb.ipb.ac.id Anshari HZ. 2011. Strategi Pengembangan Usaha Pembesaran Ikan Lele (Clarias sp) CV Jumbo Bintang Lestari di Gunung Sindur Kabupaten Bogor [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. [BI] Bank Indonesia. 2015. Tingkat Inflasi [internet]. [diacu 2015 September 6]. Tersedia pada http://bi.go.id [BI] Bank Indonesia. 2015. Laporan Perekonomian Indonesia (LPI) Tahun 2014. Jakarta (ID): Bank Indonesia [BKP5K] Badan Ketahanan Pangan dan Pelaksanaan Penyuluhan Pertanian, Perkebunan dan Kehutanan. 2014. Pelatihan Budidaya Lele Tahun 2014 [internet]. [diacu 2015 September 20]. Tersedia pada http://bkp5k.bogorkab.go.id [BPS] Bada Pusat Statistik. 2015. Jawa Barat Dalam Angka Tahun 2014. Jakarta (ID): Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Barat Craig JC, Grant RM. 1996. Manajemen Strategi. Jakarta (ID): PT Elex Media Komputindo David FR. 2011. Manajemen Strategis; Konsep. Edisi 12. Jakarta (ID): Salemba Empat Dedi AK. 2014. Prospek Kelayakan dan Strategi Pengembangan Pembenihan Ikan Lele di Desa Babakan, Kecamatan Ciseeng, Kabupaten Bogor. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor Diyanto M. 2009. Strategi Pengembangan Perikanan Tangkap Dalam Meningkatkan Ekonomi Masyarakat Pesisir di Kabupaten Lampung Barat [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor [DISNAKAN] Dinas Peternakan dan Perikanan. 2013. Data Produksi Budidaya Ikan Lele di Kabupaten Bogor 2011-2013. Bogor (ID): Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor [DJPB] Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya. 2015. Laporan Kinerja Direktorat Produksi Tahun 2014. Jakarta (ID): Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya [DJPB] Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya. 2015. Laporan Kinerja Direktorat Produksi Tahun 2015 Triwulan I. Jakarta (ID): Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya Djunaedi A. 2002. Proses Perencanaan Strategis Kota/Daerah [internet]. [diunduh 2015 Mei 1]. Tersedia pada http://mpkd.ugm.ac.id. Ferdian F, Maulina I, Rosidah. 2012. Analisis Permintaan Ikan Lele Dumbo Konsumsi di Kecamatan Losarang Kabupaten Indramayu. Jurnal Perikanan dan Kelautan 3(4): 93-98 Gunawan S. 2010. Kiat Sukses Budidaya Lele di Lahan Sempit. Jakarta (ID): Agromedia Pustaka Hardyastuti DM. 2008. Strategi Pengembangan Wilayah Kabupaten Grobogan Sebagai Sentra Produksi Sapi Potong [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor
50 [IPB] Institut Pertanian Bogor. 2014. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor Jaja, Suryani A, Sumantadinata K. 2013. Usaha Pembesaran dan Pemasaran Ikan Lele serta Strategi Pengembangannya di UD Sumber Rezeki Parung, Jawa Barat. Jurnal Manajemen Pengembangan Industri Kecil Menengah IPB 8(1): 45-56 Khairuman dan Amri K. 2014. Panen Rupiah Dari Budidaya Lele. Jakarta (ID): Erlangga [KKP] Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2013. Kontribusi PDB Perikanan Terhadap Perikanan Nasional Atas Dasar Harga Berlaku 2008-2011. Jakarta (ID): Kementerian Kelautan dan Perikanan Indonesia [KKP] Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2013. Volume Produksi Perikanan 2009-2012. Jakarta (ID): Kementerian Kelautan dan Perikanan Indonesia [KKP] Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2013. Nilai Produksi Budidaya Lele Menurut Provinsi 2008-2012. Jakarta (ID): Kementerian Kelautan dan Perikanan Indonesia [KKP] Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2015. Laporan Kinerja (LAKIP) Kementerian Kelautan dan Perikanan Tahun 2014. Jakarta (ID): Kementerian Kelautan dan Perikanan Indonesia [LAN] Lembaga Administrasi Negara. 2015. Rencana Strategis 2015-2019. Jakarta (ID): Lembaga Administrasi Negara Lindawati, Rahadian R, Koeshendrajana S. 2013. Analisis Daya Saing Komoditas Ikan Lele Kabupaten Bogor. Jurnal Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan 8(1): 93-101 Magnawati S. 2010. Strategi dan Peranan Subsektor Perikanan Tangkap dalam Pembangunan Wilayah Kota Serang. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor Nainggolan TY. 2009. Strategi Pengembangan Usaha “Nila Puff” Dalam Meningkatkan Pendapatan IKM Pengolahan Hasil Perikanan (Studi Kasus pada CV. “X” di Cibinong Bogor). Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor Nazir M. 2003. Metode Penelitian. Bogor (ID): Ghalia Indonesia Pearce JA dan Robinson JRB. 2008. Manajemen Strategis. Edisi 10. Jakarta (ID): Salemba Empat Pinem RFF. 2011. Formulasi Strategi Pengembangan Usaha Budidaya Benih Ikan Lele Sangkuriang (Clarias sp) di Cahaya Kita Gadog Bogor, Jawa Barat [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor [PJL] Pokdakan Jumbo Lestari. 2014. Profil Kelompok Pembudidaya “Jumbo Lestari”. Bogor (ID): Pokdakan Jumbo Lestari Radiarta N, Subagja J, Saputra A, Erlania. 2012. Pengembangan Budidaya Ikan Lele di Kawasan Minapolitan Kabupaten Bogor, Jawa Barat: Aspek Kesesuaian Lahan, Implementasi Produksi, dan Strategi Pengembangan. Jurnal Riset Akuakultur 7(2): 307-320 Rangkuti F. 2014. Analisis SWOT: Teknik Membedah Kasus Bisnis. Cetakan ke19. Jakarta (ID): Gramedia Pustaka Utama Suhardedi C. 2010. Strategi Pengembangan Usaha Pembenihan Lele Dumbo di Kabupaten Boyolali. Surakarta (ID): Universitas Sebelas Maret Sulistyo AT, Chumaidiyah E, Pamoso A. 2015. Analisis Kelayakan Usaha Pengembangan Budidaya Ikan Lele untuk Perusahaan X di Kabupaten
51 Bandung [internet]. [diunduh 2016 Februari 17]. Tersedia pada http://repository.telkomuniversity.ac.id Tajerin dan Sakti I. 2014. Mengarusutamakan Peran Ekonomi Perikanan Dalam Kebijakan Strategis Pembangunan Nasional. Jurnal Balai Besar Penelitian Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan 9: 1-4 Wheelen TL, Hunger JD. 2003. Manajemen Strategis. Yogyakarta (ID): Andi Wibowo AE. 2011. Strategi Pengembangan Usaha Pembesaran Ikan Lele Sangkuriang (Kasus UKM Budidaya Lele) di Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor Yakin A. 2011. Analisis Pola Penyediaan Pakan dan Strategi Pengembangan Kecamatan Pati Sebagai Sentra Produksi Ternak Sapi Potong Rakyat [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Bogor Yanah L. 2013. Analisis Strategi Pengembangan Usaha Pembenihan Ikan Patin Siam di Dramaga Fish Culture [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor Yusup HB. 2013. Strategi Pengembangan Usaha Budidaya Ikan Hias Air Tawar Pada Kelompok Batara Mina Sejahtera di Kota Bogor. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor
52
LAMPIRAN Lampiran 1 Perolehan bobot faktor kunci eksternal No Faktor Kunci Eksternal 1 2 3 4 5 6
Peluang Kemajuan teknologi Adanya dukungan dari terhadap usaha perikanan Ketersediaan pasar Ancaman Potensi muncul pesaing baru Perubahan iklim Hama dan penyakit
pemerintah
R1
Responden R2 R3
Rataan Bobot
0.200
0.183
0.200
0.454
0.217
0.217
0.200
0.633
0.233
0.217
0.250
0.856
0.083 0.133 0.133
0.083 0.183 0.117
0.083 0.133 0.133
0.111 0.500 0.298
Sumber: Data Primer 2016
Lampiran 2 Perolehan bobot faktor kunci internal No Faktor Kunci Internal
1 2 3 4 5 6 7 8
Kekuatan Indukan berkualitas Kepemilikan lahan Tenaga kerja terampil Teknik budidaya Lokasi usaha yang strategis Kelemahan Kegiatan promosi masih rendah Kemampuan produksi belum mampu memenuhi permintaan Manajemen kelompok kurang berjalan
Sumber: Data Primer 2016
Responden R1 R2 R3
Rataan Bobot
0.170 0.152 0.170 0.143 0.098
0.186 0.133 0.159 0.133 0.088
0.170 0.143 0.143 0.134 0.080
0.175 0.142 0.157 0.137 0.089
0.098
0.106
0.116
0.107
0.098
0.106
0.098
0.101
0.071
0.088
0.116
0.092
53 Lampiran 3 Perolehan peringkat faktor kunci eksternal No Faktor Kunci Eksternal Responden R1 R2 R3 Peluang 1 Kemajuan teknologi 2 3 2 2 Adanya dukungan dari pemerintah 3 3 3 terhadap usaha perikanan 3 Ketersediaan pasar 4 3 4 Ancaman 4 Potensi muncul pesaing baru 1 2 1 5 Perubahan iklim 3 4 3 6 Hama dan penyakit 2 2 3
Rataan Bobot 2.33 3 3.67 1.33 3.33 2.33
Sumber: Data Primer 2016
Lampiran 4 Perolehan peringkat faktor kunci internal No Faktor Kunci Internal Responden R1 R2 R3 Kekuatan 1 Indukan berkualitas 3 4 4 2 Kepemilikan lahan 3 3 3 3 Tenaga kerja terampil 3 3 3 4 Teknik budidaya 3 4 3 5 Lokasi usaha yang strategis 3 3 3 Kelemahan 6 Kegiatan promosi masih rendah 2 2 1 7 Kemampuan produksi belum mampu 2 2 1 memenuhi permintaan 8 Kurangnya mutu manajemen kelompok 2 2 1 Sumber: Data Primer 2016
Rataan Bobot 3.67 3 3 3.33 3 1.67 1.67 1.67
54 Lampiran 5 Tabel Quantitative Strategic Planning Matrix Alternatif Strategi Faktor Bobot 1 2 3 Kunci AS TAS AS TAS AS TAS Peluang 1 0.194 3 0.583 4 0.778 2 0.389 2 0.211 3 0.633 4 0.844 2 0.422 3 0.233 4 0.933 3 0.700 3 0.700 Ancaman 1 0.083 3 0.250 2 0.167 2 0.167 2 0.150 4 0.600 4 0.600 4 0.600 3 0.128 3 0.383 3 0.383 3 0.383 Kekuatan 1 0.175 4 0.700 4 0.700 3 0.525 2 0.142 4 0.570 4 0.570 3 0.427 3 0.157 3 0.472 3 0.472 4 0.629 4 0.137 3 0.410 3 0.410 3 0.410 5 0.089 2 0.178 2 0.178 3 0.267 Kelemahan 1 0.107 2 0.214 3 0.320 2 0.214 2 0.101 4 0.403 4 0.403 3 0.303 3 0.092 2 0.184 2 0.184 3 0.276 Total 6.51 6.71 5.71 Prioritas II I IV Sumber: Data Primer 2016
4 AS
TAS
2 2 3
0.389 0.422 0.700
4 3 3
0.333 0.450 0.383
3 2 4 3 4
0.525 0.285 0.629 0.410 0.356
4 3 3
0.427 0.303 0.276 5.89 III
55 Lampiran 6 Dokumentasi lapang
56
RIWAYAT HIDUP Penulis bernama Salman Fajri, lahir di Bukittinggi, Sumatera Barat pada tanggal 31 Oktober 1993. Penulis merupakan anak pertama dari lima bersaudara pasangan Bapak Syaifullah, S.T dan Ibu Efliza Mukhlia, A.Md. Penulis menyelesaikan pendidikan menengah atas di SMA PU Al Bayan Cibadak, Sukabumi. Pada tahun yang sama, penulis juga di terima sebagai mahasiswa Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor melalui SNMPTN (Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri) jalur ujian tulis. Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif dalam organisasi BEM (Badan Eksekutif Mahasiswa) TPB (Tingkat Persiapan Bersama) periode 2011-2012 sebagai staf Departemen Sosial Kesejahteraan Mahasiswa. Pada periode 20122013 penulias aktif di organisasi DPM (Dewan Perwakilan Mahasiswa) Fakultas Ekonomi dan manajemen sebagai staf Komisi II. Pada periode 2013-2014 penulis aktif di organisasi HIPMA (Himpunan Profesi Mahasiswa Peminat Agribisnis) sebagai ketua. Penulis juga aktif dalam organisasi POPMASEPI (Perhimpunan Organisasi Profesi Mahasiswa Sosial Ekonomi Pertanian Indonesia) wilayah 2.