ANALISIS PENDAPATAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI USAHATANI UBI JALAR (Studi Kasus Desa Purwasari, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor)
SKRIPSI
KARMIZON DEFRI H34070101
DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011 i
RINGKASAN KARMIZON DEFRI. Analisis Pendapatan dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Usahatani Ubi Jalar, Studi Kasus: Desa Purwasari Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor. Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor (Dibawah bimbingan NETTI TINAPRILLA). Kecamatan Dramaga merupakan salah satu sentra penghasil ubi jalar terbesar di Kabupaten Bogor. Sejak tahun 2005 hingga tahun 2009 hanya Kecamatan Dramaga yang mengalami penurunan produktivitas yaitu dari 147 ku/ha menjadi 143,8 ku/ha. Salah satu Desa di Kecamatan Dramaga sebagi penghasil ubi jalar yaitu Desa Purwasari. Pada kasus usahatani ubi jalar di Desa Purwasari, keragaan usahatani ubi jalar dapat dilihat dari aplikasi teknik budidaya yang masih tradisional atau sangat sedikit mengalami penyerapan teknik dan teknologi budidaya oleh petani. Budidaya tradisional yang sebagian besar dilaksanakan oleh petani ubi jalar diindikasikan masih belum efisien, dilihat dari penggunaan sumber daya yang tidak sesuai anjuran, tingkat pendapatan petani yang masih rendah, dan produksi ubi jalar masih di bawah potensi produksi ratarata Jawa Barat. Penelitian ini bertujuan untuk (1) menganalisis keragaan usahatani ubi jalar di Desa Purwasari Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor (2) menganalisis tingkat pendapatan usahatani ubi jalar di Desa Purwasari Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor(3) menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi dan efisiensi alokatif usahatani ubi jalar di Desa Purwasari Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor. Data yang digunakan dalam penelitian ini, adalah data primer dan data sekunder. Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan metode secara purposive. Metode purposive digunakan untuk memilih petani yang menanam ubi jalar varietas jawa pada musim tanam 2010. Pengambilan data penelitian ini dilakukan pada keseluruhan anggota populasi sebanyak 75 orang petani responden. Berdasarkan komponen biaya, pengeluaran biaya terbesar petani responden yaitu Tenaga Kerja Luar Keluarga (TKLK) dan Tenaga Kerja Dalam Keluarga (TKDK). Biaya TKLK yang dikeluarkan petani yaitu sebesar Rp 4.546.750,00 atau sekitar 54,65 persen dari biaya total produksi. Penerimaan tunai petani responden sebesar Rp 10.198.907,60. Pendapatan usahatani atas biaya tunai dan biaya total untuk satu musim panen masing-masing sebesar Rp 4.787.537,60 dan Rp 1.894.078,60. Hasil R/C terhadap biaya tunai maupun biaya total yang lebih besar dari satu menunjukkan bahwa usahatani ubi jalar ini masih menguntungkan untuk diusahakan. Berdasarkan hasil analisis regresi, untuk model penduga produksi petani diperoleh koefisien determinsi (R2) sebesar 94,4 persen dan koefisien determinasi terkoreksi (R2adj) sebesar 94 persen. Dari hasil uji-t diketahui bahwa produksi ubi jalar di Desa Purwasari secara statistik nyata dipengaruhi oleh lahan, bibit per lahan, dan unsur K per lahan. Hasil uji F menunjukkan bahwa nilai F-hitung 191.699 lebih besar dari F-tabel pada tingkat kesalahan 1 persen. Hal ini berarti bahwa variabel indivenden: lahan, bibit, tenaga kerja, unsur N, dan unsur K berpengaruh nyata terhadap produksi pada tingkat kesalahan 10 persen. Hasil ii
analisis alokasi efisiensi dari faktor produksi tanah dengan harga sewa tanah per musim per hektar adalah lebih dari satu (15,33). Hal ini menunjukkan bahwa secara ekonomis alokasi dari faktor produksi pada tingkat 0,33 hektar pada musim tanam 2010 belum efisien. Sementara itu rasio NPM-BKM penggunaan tenaga kerja, unsur N, dan unsur K masing-masing 0,01, 0,99 dan 0,52 hal ini menunjukkan tidak efisien pada pengalokasian faktor-faktor produksi tersebut. Peningkatan pendapatan dan efisiensi dari penggunaan faktor produksi hendaknya dilakukan melalui penyuluhan secara aktif dan berkelanjutan. Pemberian informasi mengenai penggunaan faktor-faktor produksi usahatani ubi jalar dapat dilakukan melalui kelompok tani. Petani hendaknya mampu memberikan nilai tambah kepada ubijalar baik melalui sortasi atau grading. Peningkatan produksi ubi jalar dapat dilakukan dengan meningkatkan luas tanam pada lahan yang dimiliki petani serta melakukan efisiensi pada intensifikasi penggunaan input-input produksi.
iii
ANALISIS PENDAPATAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI USAHATANI UBI JALAR (Studi Kasus Desa Purwasari, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor)
KARMIZON DEFRI H34070101
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada DepartemenAgribisnis
DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011 iv
Judul Skripsi
: Analisis
Pendapatan
dan
Faktor-Faktor
yang
Mempengaruhi Produksi Usahatani Ubi Jalar (Studi Kasus Desa Purwasari, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor) Nama
: Karmizon Defri
NIM
: H34070101
Disetujui, Pembimbing
Ir. Netti Tinaprilla, MM NIP . 1969 0410 199512001
Diketahui Ketua Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor
Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS NIP. 195809081984031002
Tanggal Lulus : v
PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “Analisis Pendapatan dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Usahatani Ubi Jalar” adalah karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Juli 2011
Karmizon Defri H34070101
vi
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Babatan pada tanggal 27 Juli 1989. Penulis adalah anak kedua dari tiga bersaudara dari pasangan Ayahanda Rubisman dan Ibunda Sunariyah. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Negeri 12 Tanjung Enim pada tahun 2001 dan pendidikan menengah pertama pada tahun 2004 di SLTP Negeri 3 Tanjung Enim. Pendidikan lanjutan menengah atas di SMA Negeri 1 Muara Enim pada tahun 2007. Semua lembaga pendidikan tersebut berada di Kabupaten Muara Enim Provinsi Sumatera Selatan. Penulis diterima pada Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Beasiswa Utusan Daerah (BUD) pada tahun 2007. Penulis menerima beasiswa penuh dari Pemda Kabupaten Muara Enim sejak tahun 2007 sampai lulus pada tahun 2011. Selama mengikuti pendidikan, penulis tercatat sebagai pengurus Organisasi Mahasiswa Daerah Sumatera Selatan dan UKM Sharia Economic Student Club (SES-C) Divisi Eksternal tahun 2009-2010. Penulis juga tercatat sebagai pengurus Forum Silaturahim Studi Ekonomi Islam (FoSSEI) untuk regional Bogor pada tahun 2009-2010.
vii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Pendapatan dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Usahatani Ubi Jalar di Desa Purwasari Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor”. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis keragaan usahatani, efisiensi alokasi penggunaan faktor-faktor produksi, dan pendapatan usahatani ubi jalar di Desa Purwasari Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor Jawa Barat. Tak ada gading yang tak retak, begitu pun karya tulis ini masih memiliki kekurangan dan keterbatasan. Maka dari itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun ke arah penyempurnaan skripsi ini sehingga dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Bogor, Juli 2011 Karmizon Defri
viii
UCAPAN TERIMA KASIH
Penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah SWT, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan kepada : 1. Ayah dan Ibu semoga ini dapat menjadi persembahan yang terbaik. Terima kasih atas semua hal yang menjadi bisa dan ada untuk mewujudkan mimpi-mimpi anak-anaknya. 2. Ir. Netti Tinaprilla, MM selaku dosen pembimbing atas bimbingan, arahan, dukungan, waktu dan kesabaran yang telah diberikan kepada penulis selama penyusunan skripsi ini. Saya sangat beruntung dapat dipertemukan dengan Ibu yang sangat luar biasa dalam membimbing saya. Terima kasih telah banyak memberi pelajaran yang berharga. 3. Tintin Sarianti, SP, MM selaku dosen penguji utama pada ujian sidang penulis yang telah meluangkan waktunya serta memberikan kritik dan saran yang membangun demi perbaikan skripsi ini. 4. Ir. Burhanuddin, MM selaku dosen penguji departemen yang telah membantu
penulis
dengan
memberikan
saran
dan
kritik
untuk
memperbaiki skripsi ini ke arah yang lebih baik. 5. Dinas Pertanian Kabupaten Bogor atas data informasi dan kerja sama yang baik dalam memberikan informasi dan gambaran sistem agribisnis ubi jalar di Kabupaten Bogor. 6. UPT BP3K Kecamatan Dramaga Bapak Tatang (Penyuluh Desa Purwasari) terima kasih telah membimbing penulis dalam memahami kondisi pertanian ubi jalar yang nyata terjadi di lapangan. Serta Kantor Desa Purwasari atas segala informasi usahatani ubi jalar. 7. Petani responden ubi jalar di Desa Purwasari Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor, Bapak Adi Suardi yang telah banyak membantu penulis dalam mencari responden petani ubi jalar, terima kasih atas bantuan penginapan dan nasihatnya yang selalu mengatakan “Kalau sudah sukses, ingat sama petani”. Serta tidak lupa kepada bapak Suhanda atas segala bantuannya. ix
8. Pemda Kabupaten Muara Enim yang telah membantu penulis secara finansial sampai penulis lulus. Terima kasih atas kesempatan beasiswa yang diberikan, insyaallah menjadi berkah. 9. Dinda Asyifa Devi, terima kasih atas segala bantuan dan dukungan semangatnya, semoga cita-citanya tercapai. 10. Innas Rovino K, Endi Jery Suswono, Irwan Irsyadi, Detasya Nikita P, Harfiana, Dini Damayanti, Putri Annisa Cher, Eka Pratiwi dan Sri Lestari sebagai sahabat terbaik yang telah banyak membantu penulis. 11. Teman-teman Agribisnis angkatan 44 atas semangat kekeluargaan selama kuliah di Agribisnis IPB. Serta seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu, terima kasih atas bantuannya.
Bogor, Juli 2011
Karmizon Defri
x
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ...............................................................................
xiii
DAFTAR GAMBAR ...........................................................................
xv
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................
xvi
I.
PENDAHULUAN .................................................................... 1.1. Latar Belakang ...................................................................... 1.2. Perumusan Masalah ................................................................ 1.3. Tujuan .................................................................................... 1.4. Manfaat ..................................................................................
1 1 7 10 10
II.TINJAUAN PUSTAKA ................................................................... 2.1. Kajian Empiris Ubi Jalar ............................................................... 2.2. Aspek Produksi Ubi Jalar ............................................................... 2.3. Tinjauan Empiris Analisis Pendapatan Usahatani ........................... 2.4. Tinjauan Empiris Faktor Produksi Usahatani ................................. 2.5. Tinjauan Empiris Analisis Efisiensi Alokatif . ................................
11 11 11 13 15 16
III. KERANGKA PEMIKIRAN .................................................... 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis ............................................... 3.1.1. Konsep Usahatani ...................................................... 3.1.2. Konsep Fungsi Produksi ........................................... 3.1.3. Konsep Efisiensi Alokasi Faktor Produksi ................. 3.1.4. Konsep Penapatan Usahatani ...................................... 3.2. Kerangka Pemikiran Operasional ..................................................
19 19 19 21 24 26 28
IV. METODOLOGI PENELITIAN .................................................... 4.1. Lokasi dan Waktu .......................................................................... 4.2. Metode Pengumpulan Data dan Penentuan Sampel ...................... 4.3. Jenis dan Sumber Data .................................................................. 4.4. Metode Pengolahan dan Analisis Data ......................................... 4.4.1. Analisis Pendapatan Usahatani .................................. 4.4.2. Analisis Fungsi Produksi ........................................... 4.4.3. Analisis Efisiensi Alokasi Faktor Produksi .............. 4.5. Definisi Operasional ....................................................................... V. GAMBARAN UMUM LOKASI DAN RESPONDEN ............... 5.1. Gambaran Umum Desa Purwasari ................................................... 5.1.1. Karakteristik Sosial Ekonomi Masyarakat ................ 5.1.2. Keadaan Usahatani Ubijalar ....................................... 5.2. Karakteristik Petani Responden ......................................................
31 31 31 31 31 32 33 36 36 38 38 38 39 40
VI. HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................................... 6.1. Keragaan Usahatani ........................................................................ 6.2. Analisis Penggunaan Sarana Produksi ............................................ 6.3. Penerimaan Usahatani Ubi Jalar ..................................................... 6.3.1 Biaya Usahatani Ubi Jalar ...........................................
46 46 52 57 57 xi
6.3.2 Pendapatan Usahatani Ubi Jalar .................................. 6.4. Analisis Fungsi Produksi Cobb-Douglas ........................................ 6.4.1. Pendugaan Model ....................................................... 6.4.2 .Interpretasi Model ...................................................... 6.5. Analisis Efisiensi Alokasi Faktor Produksi ....................................
60 61 61 63 66
VII KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................... 7.1. Kesmpulan ...................................................................................... 7.2. Saran ................................................................................................
69 69 70
DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................
71
LAMPIRAN .........................................................................................
72
xii
DAFTAR TABEL Nomor
Halaman
1. Kontribusi Tanaman Pangan Terhadap PDB Sektor Pertanian pada Tahun 2006-2010 (Miliar Rupiah) ……………
1
2. Kandungan Gizi pada 100 Gram Ubi Jalar, Beras, Jagung dan Terigu .........................................................
3
3. Kandungan Gizi Mineral Ubi Jalar Dibandingkan Dengan Nasi per 100 g ......................................
3
4. Rata-Rata Konsumsi Kalori per Hari Menurut Kelompok Makanan di Indonesia Pada Tahun 2010 …………..
4
5. Perkembangan Ekspor Ubi Jalar Indonesia 2005-2010 ………..
5
6. Perkembangan Produktivitas, Luas Panen, dan Produksi Ubi Jalar di Indonesia ........................................
5
7. Produktivitas, Luas Panen dan Produksi Ubi Jalar Pada Sentra Produksi Ubi Jalar Tahun 2010 .............................
6
8. Produktivitas Luas Panen dan Produksi Ubi Jalar Jawa Barat Tahun 2010 ………………………………………...
6
9. Potensi Penggunaan Lahan Kabupaten Bogor...........................
7
10. Tingkat Produksi dan Produktivitas Padi, Palawija, dan Sayuran di Kabupaten Bogor Jawa Barat........….
8
11. Produktivitas Ubi Jalar di Sentra Ubi Jalar Bogor Tahun 2005-2010………………………………………………
9
12. Kandungan Gizi pada Berbagai Jenis Ubi Jalar .......................
11
13. Sebaran Responden Menurut Usia Petani Ubi Jalar di Desa Purwasari Pada Tahun 2010 ………………………….. 45 14. Sebaran Responden Menurut Pendidikan Formal ……………… 45 15. Sebaran Responden Menurut Status Usahatani Ubi Jalar di Desa Purwasari Tahun 2010 ………………………. 46 16. Sebaran Responden Menurut Pengalaman Usahatani Ubi Jalar di Desa Purwasari Tahun 2010 ………………………. 46 xiii
17. Sebaran Responden Menurut Status Penguasaan Lahan Ubi Jalar di Desa Purwasari Tahun 2010 ………………………
46
18. Sebaran Responden Menurut Keanggotaan Kelompok Tani Ubi Jalar di Desa Purwasari Tahun 2010 ………………………
47
19. Sebaran Responden Menurut Luas Lahan Garapan Petani Ubi Jalar di Desa Purwasari Tahun 2010 ……………………...
47
20. Sebaran Responden Menurut Waktu Tanam Ubi Jalar di Desa Purwasari Tahun 2010 ………………………
48
21. Sebaran Responden Menurut Waktu Kerja di Luar Usahatani Ubi Jalar di Desa Purwasari Tahun 2010 ………………………. 49 22. Sebaran Responden Menurut Pendapatan di Luar Usahatani Ubi Jalar di Desa Purwasari Tahun 2010 ………………………. 49 23. Sebaran Petani Responden Berdasarkan Teknik Tanam Usahatani Ubi Jalar di Desa Purwasari Tahun 2010 …………… 54 24. Rata-Rata Pengguanaan Tenaga Kerja per Hektar Ubi Jalar di Desa Purwasari Tahun 2010 ………………………
56
25. Penerimaan Usahatani Ubi Jalar per Hektar di Desa Purwasari Tahun 2010 …………………………………
57
26. Biaya Usahatani Per Hektar per Musim Tanam Ubi Jalar di Desa Purwasari Tahun 2010……………………… 27. Perhitungan Pendapatan dan Rasio Penerimaan Terhadap Biaya Usahatani Ubi Jalar di Desa Purwasari Musim Tanam 2010 …..
58 60
28. Estimasi Fungsi Produksi Cobb-Douglass per Usahatani Ubi Jalar di Desa Purwasari Tahun 2010 ………………………
62
29. Analisis Efisiensi dari Alokasi Penggunaan Faktor-Faktor ProduksiUsahatani Ubi Jalar di Desa Purwasari Tahun 2010 …
66
30. Kombinasi Optimal dari Penggunaan Faktor-Faktor Produksi Usahatani Ubi Jalar di Desa Purwasari Tahun 2010……………
67
xiv
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman
1.
Kurva Fungsi Produksi …………………………………
24
2.
Kerangaka Pemikiran Operasional ………………………
30
3.
Aktivitas Pengolahan Lahan ……………………………..
48
4.
Lahan Siap Tanam (Guludan) ……………………………
48
5.
Lahan yang Kurang Mendapat Penyiangan ……………...
50
6.
Aktivitas Penyiangan dan Pembumbunan ……………….
50
xv
DAFTAR LAMPIRAN Nomor
Halaman
1. Kuesioner Usahatani .................................................................
74
2. Output Analisis Regresi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Ubi Jalar ……………………….. ....
87
3. Biaya Pembibitan Sendiri …………………………………….
88
4. Biaya Penyusutan Alat-alat Produksi ………………………..
89
5. Aktivitas Usahatani Ubi Jalar Desa Purwasari ……………….
90
xvi
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor
pertanian
merupakan
salah
satu
penggerak
bagi
sistem
perekonomian nasional. Sektor pertanian mengalami pertumbuhan positif dan memberikan kontribusi nyata terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Selain itu sektor pertanian merupakan salah satu kunci dalam pengentasan kemiskinan, penyedia lapangan kerja dan juga sebagai kunci dalam pemantapan ketahanan pangan nasional. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), berdasarkan atas dasar harga yang berlaku periode 2006-2009 PDB tanaman pangan meningkat dari Rp. 214.346,30 miliar menjadi Rp. 419.194,80 miliar1. Kontribusi nominal PDB dari tanaman bahan makanan merupakan kontribusi terbesar PDB sektor pertanian. Namun, peningkatan PDB tanaman pangan tersebut tidak diikuti oleh kenaikan kontribusinya, karena kontribusi tanaman pangan tersebut menurun pada periode 2006-2009 yaitu dari 49,5 persen menjadi 48, 9 (Tabel 1). Tabel 1. Kontribusi Tanaman Pangan Terhadap PDB Sektor Pertanian pada Tahun 2006-2010 (Miliar Rupiah) No
Uraian
2006
2007
2008
2009
2010*
1
Nasional
2.774.281,10
3.339.216,80
3.950.893,20
4.951.356,70
5.613.441,70
2
Pertanian
433.223,40
541.931,50
716.065,30
857.241,40
985.143,60
3
Pangan
214.346.30
265.090.90
349.795,00
419.194,80
135.258,10
4
Perkebunan
63.401,40
81.664,00
105.969,30
111.423,10
135.258,10
5
Peternakan
51.074,70
61.325,20
82.676,40
104.883,90
119.094,90
6
Kehutanan
30.065,70
36.154,10
40.375, 10
45.119,60
48.050,50
97.697,30
137.249, 50
176.620,00
199.219,00
7 Perikanan 74.335,30 Sumber: Badan Pusat Statistik, 2011 (diolah) *Data sementara
Salah satu subsektor yang memiliki peranan penting dalam pembangunan pertanian adalah subsektor tanaman pangan. Beberapa peran strategis subsektor tanaman pangan diantaranya dalam hal pertumbuhan dan pengembangan ketahanan pangan, PDB, kesempatan kerja serta sebagai sumber pendapatan perekonomian regional dan nasional. Peranan tanaman pangan dalam hal
1
http://www.bps.go.id, [18 Mei 2011]
xvii
mewujudkan ketahanan pangan erat kaitannya dengan ketahanan sosial, stabilitas ekonomi, ketahanan dan keamanan nasional. Bahan pangan yang tidak tesedia dengan cukup dan harga yang tidak terjangkau oleh masyarakat akan berpengaruh terhadap kehidupan masyarakat secara luas baik dari segi ekonomi maupun sosial (Hafsah, 2004). Peraturan Pemerintah No. 68 Tahun 2002 tentang Ketahanan Pangan menegaskan bahwa untuk memenuhi kebutuhan konsumsi yang terus berkembang dari waktu ke waktu, upaya penyediaan pangan dilakukan dengan mengembangkan sistem
produksi
pangan
yang berbasis
sumber
daya,
kelembagaan, dan budaya lokal; mengembangkan efisiensi sistem usaha pangan; mengembangkan teknologi produksi pangan; mengembangkan sarana dan prasarana produksi pangan; serta mempertahankan dan mengembangkan lahan produktif (Tunggal 1996 dalam Khotimah 2008). Sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk Indonesia dengan laju pertumbuhan mencapai 1,3 persen per tahun, maka kebutuhan akan pangan semakin meningkat. Alternatif solusi untuk mengatasi masalah pertumbuhan konsumsi adalah program diversifikasi pangan. Kebijakan untuk mewujudkan adanya diversifikasi dapat dilaksanakan melalui (a) pengembangan konsumsi pangan karbohidrat yang beragam, (b) pengembangan dan peningkatan daya tarik pangan karbohidrat non beras, dan (c) pengembangan produk dan mutu produk pangan karbohidrat non beras yang bergizi tinggi dan memungkinkan untuk dikembangkan (Nurmalina, 2008). Upaya mendukung program percepatan penganekragaman konsumsi pangan berbasis sumberdaya lokal, pengembangan kelompok pangan sumber karbohidrat khususnya umbi-umbian perlu menjadi perhatian. Diantara kelompok umbi-umbian, ubi jalar merupakan salah satu bahan pangan lokal yang sangat potensial untuk dikembangkan sebagai penunjang program diversifikasi pangan. Hal ini didasarkan pada pertimbangan bahwa ubi jalar merupakan;(1) sumber karbohidrat keempat setelah padi, jagung dan ubikayu; (2) memiliki produktivitas tinggi dibandingkan dengan beras dan ubikayu. Ubi jalar dengan masa panen empat bulan dapat berproduksi hingga 25-30 ton/ha lebih; (3) memiliki potensi diversifikasi produk yang cukup beragam; (4) memiliki potensi permintaan pasar baik lokal, regional maupun ekspor yang terus meningkat; (5)serta memiliki xviii
kandungan gizi yang cukup beragam dan tidak dimiliki oleh tanaman pangan lainnya (Tabel 2).
Tabel 2. Kandungan Gizi pada 100 Gram Ubi Jalar, Beras, Jagung dan Terigu
123,00
Ubi Oranye 123,00
Protein (g)
1,80
3
Lemak (g)
4
No
Zat Makanan
Ubi Putih
Beras
Jagung
Terigu
360,00
355,00
365,00
1,80
1,10
9,2
8,90
0,70
0,70
0,40
3,90
1,30
Karbohidrat (g)
27,90
27,90
32,30
73,70
77,30
5
Vitamin A-(SI)
60,00
7.700,00
0,26
-
0,12
6
Vitamin B 1(mgr)
0,90
0,90
-
-
-
7
Vitamin C
22,00
22,00
0,12
-
0,12
-
-
-
1
Kalori (kal)
2
8 Kalsium 30,00 30,00 Sumber: Direktorat Gizi Depkes RI (1981) dalam Susmono (1995)
Kandungan gizi mineral ubijalar lebih tinggi dibadingkan dengan kandungan gizi mineral pada nasi. Perbandingan kandungn mineral antara ubi jalar dan nasi per 100 gr diperlihatkan pada Tabel 3. Tabel 3. Kandungan Gizi Mineral Ubijalar Dibandingkan Dengan Nasi Per 100 gram Mineral Thiamin Riboflavin Niacin K P Fe Ca
Ubi jalar(mg/100 gr) 0,09 0,06 0,60 243,00 47,00 0,70 32,00
Nasi(mg/100 gr) 0,02 0,01 0,04 28,00 28,00 0,20 10,00
Sumber: Horton et al.(1989), dalam Zuraida dan Supriati (2005)
Permintaan ubi jalar sebagian besar untuk memenuhi kebutuhan konsumsi manusia, selain itu digunakan untuk pakan ternak dan industri. Hingga saat ini, ubi jalar masih banyak dikonsumsi kalangan menengah kebawah dalam bentuk rebusan, gorengan dan berbagai macam bentuk camilan lainnya. Di Jepang, olahan ubi jalar baik yang berbentuk rebusan, gorengan ataupun chips telah
xix
menjadi makanan ringan yang tidak hanya dijumpai diwarung-warung namun juga telah banyak pada restoran maupun hotel berbintang (Hafsah, 2004). Di Indonesia ubijalar pada umumnya digunakan sebagai bahan pangan sampingan seperti chips, gaplek, keripik, cookies dan lainnya, kecuali untuk beberapa daerah di Papua ubi jalar digunakan sebagai bahan makanan utama. Pada Tabel 4 menunjukkan konsumsi kalori perkapita per hari penduduk Indonesia pada tahun 2010. Sejak tahun 2005 hingga tahun 2009 komoditi padipadian menjadi konsumsi kalori bahan makanan tertinggi namun cenderung mengalami penurunan. Konsumsi kalori dari bahan makanan yang kedua yaitu dari komoditas umbi-umbian yang salah satunya berasal dari ubi jalar. Konsumsi ubi jalar meningkat tipis dari tahun 2005 hingga tahun 2008 yakni dari 51,08 kal/hari menjadi 52,75 kal/ha. Data sementara tahun 2009 menunjukkan adanya penurunan konsumsi rumah tangga terhadap ubi jalar yakni sebesar 39,39 kal/hari. Tabel 4. Rata-rata Konsumsi Kalori per Hari Menurut Kelompok Makanan di Indonesia Pada Tahun 2010 No.
Komoditi
2005
1 Padi-padian 1 009.13 2 Umbi-umbian 56.01 3 Ikan 47.59 4 Daging 41.45 5 Telur dan susu 47.17 6 Sayur-sayuran 38.72 7 Kacang-kacangan 69.97 8 Buah-buahan 39.85 9 Minyak dan lemak 241.87 10 Bahan minuman 110.73 12 Makanan jadi 233.08 Sumber: Badan Pusat Statistik, 2011
2006 992.93 51.08 44.56 31.27 43.35 40.2 64.42 36.95 234.5 103.69 216.83
2007 953.16 52.49 46.71 41.89 56.96 46.39 73.02 49.08 246.34 113.94 246,04
2008 968.48 52.75 47.64 38.6 53.6 45.46 60.58 48.01 239.3 109.87 289,85
2009 939.99 39.97 43.52 35.72 51.59 38.95 55.94 39.04 228.35 101.73 278.46
Produk ubi jalar akan menguntungkan bila menjadi komoditas ekspor mengingat nilai ekspor yang terus meningkat pada tiap tahunnya. Permintaan ekspor ini datang dari berbagi kawasan seperti, Brunei Darussalam, Taiwan, Nigeria dan Ethiopia serta Arab Saudi. Perkembangan ekspor ubi jalar terlihat pada tabel 5.
xx
Tabel 5. Perkembangan Ekspor Ubi Jalar Indonesia Tahun 2006-2010 No 1 2 3 4 5
Tahun 2006 2007 2008 2009 2010
Volume (Kg) 11.215.834 8.388.721 8.442.670 7.343.583 7.083.483
Nilai (US $) 6.259.034 6.197.464 6.593.920 6.052.634 5.317.067
Sumber: Badan Pusat Statistik, 2011
Perkembangan produktivitas, luas lahan dan produksi ubi jalar di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 6. Pada periode 2005-2009, luas areal panen ubi jalar berfluktuasi setiap tahunnya dan cenderung mengalami penurunan. Pada tahun 2005-2006 luas areal panen menurun dari 178.336 hektar menjadi 176. 507 hektar, tetapi mengalami peningkatan pada tahun 2009 menjadi 183.162. Penurunan luas lahan ini diindikasikan karena konversi lahan pertanian. Namun terdapat kenaikan produktivitas pada tiap tahunnya yang menunjukkan adanya perkembangan budidaya yang baik pada petani ubijalar dari 104,13 ku/ha pada tahun 2005 menjadi 113,27 ku/ha pada tahun 2010. Peningkatan produktivitas juga diiringi dengan peningkatan produksi nasional dari 1.856.969 pada tahun 2005 menjadi 2.050.805 pada tahun 2010. Tabel 6. Perkembangan Produktivitas, Luas Panen, dan Produksi Ubi Jalar di Indonesia 2010 Tahun 2005 2006 2007 2008 2009 2010
Luas Panen(ha) 178.336 176.507 176.932 174.561 183.162 181 048
Produktivitas(ku/ha) 104,13 105,05 106,64 107,80 110,69 113, 27
Produksi(ton) 1.856.969 1.854.238 1.886.852 1.881.761 2.027.495 2.050.805
Sumber: Badan Pusat Statistik, 2011
Sentra produksi ubi jalar terbesar nasional pada tahun 2010 adalah Jawa Barat 23,41 persen dari produksi ubi jalar nasional. Diurutan kedua yaitu Papua 16,68 persen dari produksi nasional. Selanjutnya yaitu Jawa Timur (7,86%); Jawa Tengah (7,17%); Sumatera Utara(6,92%); dan daerah lainnya (8,9%). Pada masing-masing daerah memiliki produktivitas yang berbeda beda bergantung pada beberapa hal seperti kondisi lahan, varietas ubi jalar yang ditanam dan teknologi xxi
usahatani yang digunakan. Pengembangan ubi jalar untuk daerah Jawa Barat mempunyai potensi yang sangat mendukung terlihat dari luas panen yang mencapai 34.000 ha untuk musim tanam 2010 dengan produksi mencapai 474.570 ton sedangakan produktivitasnya sebesar 139,61 ku/ha lebih tinggi dari rata-rata produktivitas nasional 120 ku/ha (Tabel 7). Tabel 7. Produktivitas, Luas Panen dan Produksi Ubi Jalar pada Sentra Produksi Ubi Jalar Tahun 2010 Provinsi
Luas Panen(ha)
Jawa Barat Papua Jawa Timur Jawa Tengah Sumatera Utara
34.000 33.935 16.040 8.961 12.489
Produktivitas (ku/ha) 139,61 99,64 99,33 162,33 112,45
Produksi (ton) 476.670 338.137 159.326 145.446 140.438
Sumber : Badan Pusat Statistik, 2011
Provinsi Jawa Barat sendiri mengalami fluktuasi dalam luas panen produksi dan produktivitas tiap tahunnya, namun cenderung mengalami penurunan. Luas panen ubi jalar di Jawa Barat 30.794 hektar pada tahun 2005 dan menjadi 27.252 pada tahun 2008. Pada tahun 2010 luas panen kembali meningkat menjadi 34.000 hektar. Perkembangan produktivitas mulai tahun 2005 sampai tahun 2009 mengalami peningkatan dari 126, 77 kuintal per hektar menjadi 140, 67 kuintal per hektar dan sedikit mengalami penurunan pada tahun 2010 yaitu menjadi 139, 61 kuintal per hektar. Namun dari segi porduksi terus mengalami peningkatan (Tabel 8). Tabel 8. Produktivitas, Luas Panen dan Produksi Ubi Jalar Jawa Barat Tahun 2010 Tahun 2005 2006 2007 2008 2009 2010
Luas Panen(Ha) 30 794 29 805 28 096 27 252 33 387 34.000
Produktivitas(Ku/Ha) 126,77 130,53 133,73 138,15 140,67 139,61
Produksi(Ton) 390 386 389 043 375 714 376 490 469 646 476.670
Sumber: Badan Pusat Statistik, 2011
xxii
1.2. Perumusan Masalah Salah satu daerah sentra budidaya ubi jalar yaitu Kabupaten Bogor Provinsi Jawa Barat. Ubi jalar merupakan salah satu komoditas alternatif yang dapat dibudidayakan untuk mendukung suksesnya diversifikasi pangan secara nasional. Budidaya ubi jalar di Kabupaten Bogor masih dapat dikembangkan melihat adanya potensi lahan pertanian yang masih luas. Luas lahan berdasarkan penggunaanya di Kabupaten Bogor mencapai 299.990,00 hektar dengan potensi areal pengembangan baik untuk lahan pertanian maupun lahan non pertanian. Sebagian besar lahan tersebut dimanfaatkan untuk aktivitas pertanian yaitu sebesar 159.151, 36 hektar. Pemanfaatan lahan pertanian di Kabupaten Bogor dibagi menjadi dua macam yaitu lahan pertanian berupa sawah dan lahan pertanian bukan sawah. Lahan pertanian bukan sawah digunakan untuk aktivitas berladang,
tegal,
perkebunan
besar
dan
perkebunan
rakyat,
aktivitas
penggembalaan, dan juga untuk kolam ikan atau empang . Luas lahan bukan sawah ini mencapai 110.264,36 hektar (Tabel 9). Tabel 9. Potensi Penggunaan Lahan Kabupaten Bogor Tahun 2010 No A
B
Potensi Lahan Pertanian Lahan Sawah Lahan Bukan Sawah - Tegal Kebun - Ladang/Huma - Penggembalaan/padang - Sementara tidak diusahakan - Perkebunan Besar Negara - Perkebunan Besar Swasta - Perkebunan Rakyat - Ditanami pohon/Hutan Rakyat - Kolam/Tebat/Empang Lahan Bukan Pertanian
JUMLAH Sumber: Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor, 2011
Luas (Ha) 159.152, 36 48.888,00 110.264,36 56.277,00 10.671,00 1.510,00 710,00 5.219,15 4.128,35 14.102,20 15.345,66 2.351,00 140.837,64 299.990,00
Berdasarkan Tabel 9, potensi areal untuk budidaya ubi jalar cukup luas, mengingat ubi jalar dapat menggunakan lahan yang digunakan untuk sawah maupun tegal atau ladang. Selain itu, masih ada lahan yang tidak digunakan yang xxiii
dapat dimanfaatkan yang juga dapat dimanfaatkan untuk membudidayakan ubi jalar. Akan tetapi tingkat produksi ubi jalar di Kabupaten Bogor masih rendah, jika
dibandingkan
dengan
komoditas
pertanian
lainnya.
Produksi
dan
produktivitas pertanian secara umum di Kabupaten Bogor belum mencapai sasaran yang ditargetkan. Komoditas ubi jalar sendiri ditargetkan mencapai 59.253 ton dengan produktivitas 145,35 kuintal per hektar, namun pada realisasinya produksi yang mampu dicapai hanya sebesar 35.183 ton dengan produktivitas 134,83 kuintal per hektar, masih jauh dari target yang diinginkan (Tabel 10). Tabel 10. Tingkat Produksi dan Produktivitas Padi, Palawija,dan Sayuran di Kabupaten Bogor Tahun 2010 No 1
2
Komoditas Padi Sawah Padi Gogo Jumlah Palawija a. Jagung b. Kedelai Jumlah Umbi-umbian a. Ubi Kayu b. Ubi Jalar c. Talas
Produksi Sasaran Realisasi (Ton) (Ton) 504.817 485.104 10.431 7.638 515.248 492.742
Produktivitas Sasaran Realisasi (Ku/Ha) (Ku/Ha) 61,78 63,01 31,71 28,50
23.296 200 23.496
6.369 35 6.404
39,47 13,33
34,97 11,75
189.056 59.253 13.820
140.106 35.183 8.786
219,66 145,39 145,47
188,52 134,83 141,01
Jumlah 262.129 183.975 Kacang-kacangan a. Kacang Tanah 2.934 1.337 b. Kacang Hijau 430 29 Jumlah 3.364 1.366 Sumber: Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor, 2011
13,87 10,78
12,66 10,22
3
4
Kecamatan Dramaga merupakan salah satu sentra penghasil ubi jalar di Kabupaten Bogor. Dibandingakan dengan beberapa daerah sentra penghasil ubi jalar di Kabupaten Bogor lainnya produktivitas ubi jalar di Kecamatan Dramaga sejak tahun 2005 hingga tahun 2009 mengalami penurunan. Pada tahun 2005 produktivitasnya yaitu sebesar 147 ku/ha dan mengalamai penurunan hingga menjadi 143,8 ku/ha pada tahun 2009. Produktivitas ubi jalar untuk sentra penghasil ubi jalar di Kabupaten Bogor dapat dilihat pada Tabel 11.
xxiv
Tabel 11. Produktivitas Ubi Jalar di Sentra Ubi Jalar BogorTahun 2005-2010 (ku/ha) No 1 2 3 4
Lokasi Ciampea Dramaga Cibungbulang Pamijahan
2005 145,00 147,00 150,00 146,00
2006 172,78 167,30 170,20 166,44
2007 146,10 145,44 140,37 147,37
2008 146,33 142,96 146, 91 145,84
2009 145,50 143,81 146,39 145,60
Sumber: Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor, 2011
Salah satu Desa di Kecamatan Dramaga sebagi penghasil ubi jalar yaitu Desa Purwasari. Pada kasus usahatani ubi jalar di Desa Purwasari, keragaan usahatani ubi jalar dapat dilihat dari aplikasi teknik budidaya yang masih tradisional atau sangat sedikit mengalami penyerapan teknik dan teknologi budidaya oleh petani. Insentif usahatani yang belum optimal terlihat dari rendahnya harga jual yang hanya berkisar Rp. 700,- sampai dengan Rp 1.000,-. Selain itu produktivitas ubi jalar pada Desa Purwasari masih di bawah rata-rata untuk daerah Kecamatan Dramaga yaitu 125 ku/ha. Teknik budidaya, pendapatan usahatani dan penggunaan faktor produksi merupakan tiga hal yang berkaitan. Teknik budidaya yang digunakan akan mempengaruhi pendapatan yang dihasilkan petani, dengan teknik budidaya yang benar maka akan dihasilkan ouput
usahatani yang optimal sehingga akan
memberikan pendapatan yang optimal pada petani. Petani yang pada teknik budidayanya mampu mengelola penggunaan sumberdaya yang ada untuk mencapai output maksimum atau meminimalkan penggunaan input untuk mencapai output yang sama, dapat dikatakan telah mencapai efisiensi. Efisiensi pada alokasi penggunaan faktor produksi yang menghasilkan ouput yang optimal maka akan mempengaruhi pendapatan petani. Maka dari itu diperlukan informasi mengenai keragaan budidaya untuk mengetahui pendapatan usahatani dan faktorfaktor yang mempengaruhi produksi usahatani ubi jalar pada Desa Purwasari Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor. Efisiensi alokasi faktor-faktor produksi dan tingkat pendapatan usahatani yang dijalankan dapat digunakan sebagai pertimbangan pengambilan keputusan pengkombinasian input usahatani yang optimal dan kebijakan pertanian kedepannya.
xxv
Berdasarkan beberapa permasalahan tersebut, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah : 1.
Bagaimana keragaan usahatani ubi jalar di Desa Purwasari Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor
2.
Bagaimana tingkat pendapatan usahatani ubi jalar di Desa Purwasari Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor.
3.
Apasaja faktor-faktor yang mempengaruhi produksi pada usahatani ubi jalar di Desa Purwasari Kabupaten Bogor, Jawa Barat.
1.3. Tujuan Berdasarkan latar belakang di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk : 1.
Menganalisis keragaan usahatani ubi jalar di Desa Purwasari Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor.
2.
Menganalisis tingkat pendapatan usahatani ubi jalar di Desa Purwasari Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor.
3.
Menganalisis faktor-faktor produksi dan efisiensi alokatif usahatani ubi jalar di Desa Purwasari Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor.
1.4. Manfaat Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi : 1.
Sebagai bahan informasi bagi Petani ubi jalar dalam pengambilan keputusan pada usaha budidaya ubi jalar yang dilakukan.
2.
Sebagai tambahan informasi dan masukan bagi Pemerintah daerah dalam upaya penyusunan strategi dan kebijakan pertanian terutama menyangkut ubijalar.
3.
Sebagai bahan pembelajaran bagi penulis dalam melakukan penulisan ilmiah dan penelitian.
4.
Sebagai informasi bagi para peneliti yang akan melakukan penelitian lebih lanjut pada bidang yang sama.
xxvi
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kajian Empiris Ubi Jalar Ubi jalar merupakan komoditas tanaman pangan yang telah banyak digunakan sebagai penelitian pada berbagai disiplin ilmu. Tanaman yang memiliki nama latin Ipomea Batatas L. ini berasal dari Amerika Tengah dan menyebar pada daerah-daerah tropis di dunia. Penyebaran pertama kali terjadi ke Spanyol dan melalui perantara orang Spanyol ini ubi jalar menyebar ke kawasan Asia terutama Filipina, Jepang dan Indonesia. Ubi Jalar dikenal sebagai bahan pangan yang kaya akan provitamin A (betakaroten) dan Vitamin C. Selain itu, Ubi Jalar juga memiliki berbagai kandungan gizi (Tabel 12)
Tabel 12. Kandungan Gizi pada Berbagai Jenis Ubi Jalar Banyaknya dalam No
Kandungan Gizi
Ubi Putih
Ubi Merah
Ubi Kuning
Daun
1
Kalori (kal)
123,00
123,00
136,00
47,00
2
Protein (g)
1,80
1,80
1,10
2,80
3
Lemak (g)
0,70
0,70
0,40
0,40
4
Karbohidrat (g)
27,90
27,90
32,30
10,40
5
Air (g)
68,50
68,50
-
84,70
6
Kadar Gula
0,40
0,40
0,30
-
7
Beta Karoten (g)
31,20
174,20
-
-
8 Vitamin C (mg) 22,00 22,00 Sumber: Direktorat Gizi Depkes RI (1981) dalam Susmono (1995)
35,00
2.1.1. Aspek Produksi Ubi Jalar Produksi ubi jalar Indonesia tersebar diseluruh provinsi dengan wilayah sentra produksi utama adalah provinsi Jawa Barat, Papua, Jawa Timur, Jawa Tengah, Sumatera Utara, Nusa Tenggara Timur, dan Bali (BPS, 2009). Potensi pengembangan komoditas ubi jalar dapat ditingkatkan baik dari produksi maupun segi produktivitas. Aji (2008) meneliti tentang peramalan produksi dan konsumsi ubi jalar nasional dalam rangka rencana program diversifikasi pangan pokok. Hasil penelitiannya menunjukan bahwa produksi ubi jalar nasional mempunyai xxvii
kecenderungan pola yang stationer pada bagian non seasonal-nya, sedangkan pada bagian seasonal-nya berpola tidak stationer. Produksi kuartalan ubi jalar fluktuasi tahunan dan musimannya mengikuti fluktuasi produksi padi dengan korelasi negatif. Berdasarkan metode peramalan ARIMA menghasilkan nilai MSE sebesar 4.776 dan mempunyai tren ramalan yang menurun. Selanjutnya konsumsi tahunan ubi jalar nasional mempunyai kecenderungan pola tren menurun. Fluktuasi tahunan konsumsi ubi jalar mengikuti fluktuasi konsumsi beras dengan korelasi yang negatif. Berdasarkan hasil peramalan model Tren Linear, nilai MSE sebesar 21.835,30 dan mempunyai tren ramalan yang menurun. Peramalan sampai 10 tahun ke depan (2016) menunjukan bahwa produksi dan konsumsi ubi jalar tidak bisa memenuhi target yang diharapkan. Pada penelitian ini, terbentuk persamaan regresi ubi jalar yang menunjukan adanya hubungan yang positif antara konsumsi ubi jalar dan konsumsi beras. Hal ini dikarenakan kedua komoditi mempunyai sifat saling komplementer bukan substitusi. Lalu pada persamaan regresi produksi ubi jalar menunjukan adanya hubungan negatif antara produksi ubi jalar dengan luas tanam padi, hal ini terjadi dikarenakan jika luas tanam padi meningkat maka luas tanam ubi jalar menurun sehingga produksi ubi jalar juga akan menurun. Walaupun variabel luas tanam padi berkorelasi negatif dengan produksi ubi jalar tapi variabel itu tidak berpengaruh nyata, hal ini dikarenakan dua komoditas itu berbeda kebutuhan penggunaan lahannya. Juarsa (2007) meneliti
tentang daya saing ubi jalar di Kabupaten
Kuningan Jawa Barat. Hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa pengusahaan ubi jalar di Kabupaten Kuningan menguntungkan secara finansial dan ekonomi. Hal ini terlihat dari nilai keuntungan privat yang bersifat positif, yaitu Rp 591,05/kg untuk varietas bogor, Rp 608,89/kg untuk varietas kuningan putih, dan Rp 601,34/kg untuk keseluruhan varietas. Nilai keuntungan sosial bernilai positif sebesar Rp 1.537,72/kg untuk varietas bogor, Rp 1.093,85/kg untuk varietas kuningan putih dan Rp 1.321, 91/kg untuk keseluruhan varietas. Selain itu, pengusahaan ubi jalar di Kabupaten Kuningan mempunyai daya saing. Hal ini terlihat dari nili PCR kurang dari satu, yaitu sebesar 0,49 untuk varietas bogor, 0,41 untuk varietas kuningan putih, dan 0,24 untuk keseluruhan varietas. Nilai xxviii
PCR dan DRC yang kurang dari satu menunjukan bahwa pengusahaan ubi jalar di Kabupaten Kuningan memiliki keunggulan kompetitif dan komparatif (daya saing). Menurut hasil penelitian ini, dampak kebijakan terhadap input-output pada pengusahaan ubi jalar di Kabupaten Kuningan belum berjalan dengan efektif, atau kebijakan input-output yang ada selama ini kurang menguntungkan bagi produsen. Hal ini ditunjukan dari nilai Koefisien Proteksi Efektif (EPC) yang kurang dari satu, yaitu sebesar 0,57 untuk varietas bogor; 0,71 untuk varietas kuningan; dan 0,63 untuk keseluruhan varietas. Berdasarkan hasil analisis sensitivitas gabungan jika terjadi perubahan harga ubi jalar di tingkat petani, harga input pupuk, perubahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika, dan perubahan jumlah produksi ubi jalar, menunjukan bahwa pengusahaan ubi jalar kedua varietas di Kabupaten Kuningan tidak memiliki keunggulan kompetitif.
2.2. Tinjauan Empiris Pendapatan Usahatani dan Pemasaran Ubi Jalar Hasil penelitian yang dilakukan oleh International Potato Center East, South East Asia and Pasific Region (CIP-ESAP, 2003) menunjukkan bahwa mengusahakan ubi jalar di Pulau Jawa relatif menguntungkan dibandingakn tanaman lainnya seperti kedelai dan kacang tanah. Di Jawa Barat, biaya produksi yang dikeluarkan petani yaitu sebesar Rp. 4.085.000, dengan komponen pengeluaran terbesar untuk biaya tenaga kerja yaitu sebesar 55, 69 persen. Pengeluaran lainnya yaitu untuk sarana produksi seperti pupuk dan bibit sebesar 38,19 persen. Pendapatan bersih yang diterima petani sebesar Rp. 2.251.000 per musim per hektar,dengan R/C sebesar 1,55. Kelayakan usahatani ubi jalar dilihat dari indikator R/C sebesar 1,55 menunjukkan bahwa ubi jalar di Jawa Barat layak untuk terus dikembangkan dan memberikan keuntungan bagi petani. Penelitian ubi jalar terdahulu juga pernah dilakukan oleh Widayanti (2008) yang bertujuan untuk mengkaji pendapatan usahatani dan pemasaran ubi jalar di Desa Bandorasa Kulon Kecamatan Cilimus Kabupaten Kuningan Jawa Barat. Dari hasil penelitian ini diketahui bahwa saluran pemasaran yang terjadi di Desa Bandorasa Kulon ada tiga saluran yang terdiri dari saluran 1: petani-pedagang pengumpul 1-pedagang pengumpul 2-pedagang pengecer-konsumen, saluran 2: xxix
petani-pedagang pengumpul 2-pedagang pengecer-konsumen, saluran 3: petanipedagang pengumpul 1-pedagang pengumpul 2-pabrik (konsumen). Struktur pasar yang dihadapi oleh masing-masing lembaga pemasaran berbeda-beda. Petani dan pedagang pengumpul 1 menghadapi struktur pasar oligopsoni sedangkan struktur pasar yang dihadapi oleh pedagang pengumpul 2 dan pedagang pengecer mengarah ke pasar oligopoli. Marjin pemasaran terkecil terjadi pada saluran tiga dan marjin pemasaran terbesar terjadi pada saluran satu. Farmer’s share tertinggi terdapat pada saluran tiga, sehingga saluran pemasaran yang menguntungkan bagi petani adalah saluran pemasaran tiga. Hasil kajian mengenai pendapatan usahatani menunjukan bahwa penerimaan usahatani ubi jalar di Desa Bandorasa Kulon Kecamatan Cilimus Kabupaten Kuningan sebesar Rp 11.406.061 dengan harga jual rata-rata Rp 950/kg dan produksi rata-rata 12.006,38 kg/ha. Total biaya yang dikeluarkan sebesar Rp 8.256.764 yang terdiri dari biaya tunai Rp 5.254.907 dan biaya diperhitungkan Rp 3.001.857. Sehingga didapatkan pendapatan atas biaya tunai adalah Rp 6.151.154 dan pendapatan atas biaya total adalah Rp 3.149.297. Nilai R/C atas biaya tunai usahatani ubi jalar di Desa Bandorasa Kulon Kecamatan Cilimus Kabupaten Kuningan adalah 2,17, sedangkan nilai R/C atas biaya total adalah sebesar 1,38. Berdasarkan indikator kelayakn R/C tersebut, usahatani ubi jalar di Desa Bandorasa Kulon menguntungkan untuk diusahakan. Hal ini dikarenakan nilai R/C atas biaya tunai maupun biaya total lebih dari satu. Herdiman (2008) melakukan analisis pendapatan usahatani ubi jalar di Desa Gunung Malang Kecamatan Tenjolaya Kabupaten Bogor. Dari hasil penelitian rata-rata penerimaan usahatani ubijalar per hektar permusim yaitu sebesar Rp. 15.902.603,17. Total biaya yang dikeluarkan yaitu terdiri dari biaya tunai sebesar Rp. 6.125.225,40 sedangkan biaya non tunai yang dikeluarkan yaitu sebesar Rp. 8.912.225,40. Pendapatan usahatani terhadap biaya tunai di Desa Gunung Malang yakni sebesar Rp. 9.777.377,78 sedangkan pendapatan usahatani terhadap biaya non tunai yaitu sebesar Rp. 6.989.90,59. Dari penerimaan dan biaya yang ada dianalisi R/C terhadap usahatani ubi jalar di Desa Gunung Malang. Nilai R/C atas biaya tunai sebesar 2,01 sedangkan nilai R/C terhadap biaya non
xxx
tunai yaitu sebesar 1,78. Hasil analisis R/C menunjukkan bahwa usahatani ubi jalar di Desa Gunung Malang tergolong menguntungkan untuk diusahakan. Dari semua kajian empiris mengenai pendapatan usahatani ubi jalar menunjukkan bahwa usahatani ubi jalar layak dan menguntungkan untuk diusahakan, Pendapatan usahatani ubi jalar juga ditentukan oleh input produksi dan output produksi serta harga jual ubi jalar segar
2.3. Tinjauan Empiris Analisis Faktor-Faktor Produksi Cobb-Douglass Sejumlah penelitian empiris mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi produksi pada usahatani dilakukan dengan berbagai metode dan analisis yang sebagian besar menggunakan fungsi produksi Cobb-Douglass. Beberapa penelitian yang telah dikaji dengan analisis fungsi produksi produksi CobbDouglass yaitu bawang daun, belimbing, tebu dan ubi jalar. Penelitian terdahulu yang dilakukan Khotimah (2010) terhadap faktor yang mempengaruhi produksi ubi jalar di Kabupaten Kuningan, Jawa Barat. Dalam penelitianya Khotimah menggunakan beberapa variabel yang diduga berpengaruh terhadap produksi ubi jalar di Kabupaten Kuningan Jawa Barat yaitu lahan, benih, tenaga kerja, pupuk P, dan Pupuk K serta pupuk N. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa faktorfaktor yang berpengaruh positif dan nyata terhadap produksi ubi jalar yaitu lahan, benih, pupuk P dan pupuk K. Sedangkan penggunaan pupuk N tidak berpengaruh nyata terhadap produksi ubi jalar karena penggunaanya telah mendekati anjuran penyuluh pertanian daerah Kabupaten Kuningan Jawa Barat. Penelitian lain mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi produksi pada usahatani juga pernah dilakukan oleh Sumiyati (2008) yang mengkaji mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi porduksi bawang daun di Desa Sindang Jaya, Kabupaten Cianjur. Variabel yang digunakan untuk membentuk fungsi produksi yaitu lahan, bibit, jumlah pupuk TSP, jumlah pupuk KCL, jumlah pupuk urea, jumlah pupuk kandang, jumlah penggunaan obat padat, jumlah penggunaan obat cair, jumlah penggunaan tenga kerja pria dan juga jumlah penggunaan tenga kerja wanita. Fungsi produksi yang dibentuk dengan koefisien determinasi sebesar 97,7 persen menunjukkan bahwa variabel hasil produksi dapat dijelaskan dapat dijelaskan oleh variabel bebas yang digunakan. Dari hasil analisis terhadap faktorxxxi
faktor yang mepengaruhi produksi usahatani bawang daun menunjukkan bahwa hanya pupuk TSP yang tidak berpengaruh nyata terhadap produksi bawang daun. Sedangkan penggunaan pupuk cair berpengaruh negatif terhadap produksi usahatani bawang daun di Desa Sindang Jaya, Kabupaten Cianjur. Beberapa penelitian diatas menunjukkan bahwa analisis terahadap faktorfaktor yang mempengaruhi produksi pada usahatani umumnya menggunakan fungsi produksi Cobb-Douglass, dengan metode OLS. Parameter dugaan yang kerap digunakan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi usahatani adalah lahan, benih, pupuk, tenaga kerja dan pestisida. Oleh karena itu penulis melakukan penelitian mengenai analisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi ubi jalar dengan parameter dugaan dan fungsi produksi yang sama, tetapi dengan komoditas, lokasi penelitian dan kurun waktu yang berbeda. 2.4. Tinjauan Empiris Efisiensi Alokasi Faktor-Faktor Produksi Penelitian tentang efisiensi alokatif usahatani ubi jalar belum pernah dilakukan sebelumnya. Tinjauan empiris berikut merupakan hasil penelitian efisiensi alokatif sebelumnya dengan komoditas dan lokasi yang berbeda. Penelitian Sumiyati (2006) mengananlisis faktor-faktor produksi dan pendapatan usahatani bawang daun di Desa Sindang Jaya, Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur. Hasil penelitian menunjukkan ada beberapa faktor yang mempengaruhi produksi bawang daun yaitu, luas lahan, bibit, urea, KCL, pupuk kandang, obat padat, tenag kerja pria, tenaga kerja wanita serta TSP dan Obat cair.. Untuk faktor produksi TSP dan obat cair,rasio NPM-BKM lebih kecil dari satu. Sedangkan untuk luas lahan, bibit, Urea, KCl, pupuk kandang, obat padat, tenaga kerja pria dan tenaga kerja wanita memiliki rasio NPM-BKM lebih besar dari satu. Beberapa intrepretasi terhadap faktor yang mempengaruhi produksinya antara lain rasio NPM-BKM dari lahan adalah 7,99 sedangkan Nilai Produk Marginalnya adalah 9.987.999,16. Biaya yang harus dikeluarkan untuk memperoleh input tersebut adalah Rp 1.250.000,-. Ini berarti setiap penambahan luas lahan sebesar 1 hektar akan meningkatkan penerimaan petani sebesar Rp 9.987.999,16,-. Oleh karena itu penggunaan lahan dalam usahatani bawang daun sebaiknya ditambah agar tercapai efisiensi. Sementara itu bibit memiliki Nilai xxxii
Produk Marginal sebesar 3.461,97 artinya bahwa penambahan 1 kilogram bibit akan meningkatkan penerimaan petani sebesar Rp 3.461,97,-, dengan biaya tambahan yang harus dikeluarkan adalah sebesar Rp 2.823,33-, sehingga rasio NPM-BKM bibit sebesar 1,23. Oleh karena itu penggunaan bibit dalam usahatani bawang daun sebaiknya ditambah agar tercapai efisiensi. Rasio NPM-BKM dari pupuk Urea, KCl dan pupuk kandang masingmasing adalah 5,96, 5,19 dan 7,28. Angka ini menunjukkan perlunya penambahan dalam penggunaan pupuk Urea, KCl dan pupuk kandang agar tercapai efisiensi. Nilai Produk Marginal untuk TSP adalah -954,28 yang artinya bahwa setiap penambahan penggunaan TSP sebanyak 1 kilogram akan mengurangi penerimaan petani sebanyak Rp 954,28,-, sedangkan Biaya Korbanan Marginal untuk TSP adalah Rp 1.623,33,-, sehingga diperoleh rasio NPM-BKM sebesar -0,59. Faktor produksi obat cair memiliki rasio Nilai Produk Marginal sebesar -351.778,15, artinya bahwa setiap penambahan 1 liter obat cair akan mengurangi peneriman petani sebesar Rp 351.778,15,-. Pengorbanan untuk memperoleh input tersebut adalah Rp 72.500,-, sehingga diperoleh rasio NPM-BKM sebesar -4,85. Untuk itu disarankan kepada petani untuk tidak menambah penggunaan TSP dan obat cair. Secara ekonomis penggunaan TSP dan obat cair sudah tidak efisien lagi. Analisis mengenai alokasi faktor-faktor produksi juga dilakukan oleh Zamanai (2008) terhadap belimbing dewa. Hasil penelitian meunjukkan bahwa tingkat penggunaan faktor-faktor produksi pada usahatani belimbing untuk petani SOP dan petani non SOP masih belum efisien. Kondisi tersebut ditunjukkan dengan rasio NPM-BKM yang tidak sama dengan satu. Faktor produksi petani SOP yang memiliki nilai rasio NPM-BKM yang lebih besar dari satu yaitu pupuk NPK (104,14), pupuk Gandasil (18,68) dan insektisida Decis (6,58), sedangkan faktor produksi tenaga kerja memiliki nilai rasio NPM-BKM lebih kecil dari satu yaitu sebesar 0,57. Semua faktor produksi yang digunakan petani non SOP memiliki nilai rasio NPM-BKM lebih besar dari satu. Faktor produksi tersebut terdiri dari pupuk NPK (6,07), insektisida Curacon (12,18), insektisida Decis (12,16), pupuk Gandasil (69,22) dan tenaga kerja (2,48). Secara umum hasil analisis NPM-BKM pada beberapa komoditi dan daerah penelitian lain menunjukkan bahwa pengalokasian faktor-faktor produksi xxxiii
pada usahatani yang dilakukan petani belum efisien dan tidak efisien, hal ini terlihat dari nilai rasio NPM/BKM yang lebih dari satu, kurang dari satu bahkan bernilai negatif. Oleh karena itu penulis juga melakukan analisis NPM-BKM untuk melihat tingkat efsiensi alokasi faktor-faktor produksi pada usahatani ubi jalar di Desa Purwasari Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor. .
xxxiv
III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Usahatani Usahatani didefinisikan sebagai satuan organisasi produksi di lapangan pertanian dimana terdapat unsur lahan yang mewakili alam, unsur tenaga kerja, unsur modal dengan aneka ragam jenisnya dan unsur manajemen atau pengelolaan yang peranannya dibawakan oleh seseorang yang disebut petani. Usahatani menurut Mosher (1969) diacu dalam Soekartawi et al. (1985), adalah sebagai bagian dari permukaan bumi, dimana petani atau suatu badan tertentu lainnya bercocok tanam atau memelihara ternak. Usahatani dapat dipandang sebagai suatu cara hidup (a way of life) atau sebagai bagian dari perusahaan (farm business). Hernanto (1996) menyatakan bahwa keberhasilan usahatani dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu faktor-faktor pada usahatani itu sendiri (internal) dan faktor-faktor di luar usahatani (eksternal). Adapun faktor internal antara lain para petani pengelola, lahan, tenaga kerja, modal, tingkat teknologi, jumlah keluarga, dan kemampuan petani dalam mengaplikasikan penerimaan keluarga. Di sisi lain, faktor eksternal yang berpengaruh pada keberhasilan usahatani adalah tersedianya sarana transportasi dan komunikasi, aspek-aspek yang menyangkut pemasaran hasil dan bahan usahatani (harga jual, harga saprodi, dan lain-lain), fasilitas kredit, dan sarana penyuluhan bagi petani. Hernanto (1996) berpendapat bahwa selalu ada empat unsur pokok dalam usahatani atau dikenal dengan faktor-faktor produksi dalam usahatani, yaitu : 1) Lahan Lahan merupakan faktor produksi yang mewakili unsur alam dan lahan merupakan faktor yang relatif langka dibanding dengan faktor produksi lain serta distribusi penguasaannya tidak merata di masyarakat. Lahan usahatani dapat berupa pekarangan, sawah, tegalan dan sebagainya. lahan memiliki beberapa sifat yaitu : (1) luasnya relatif atau dianggap tetap, (2) tidak dapat dipindah-pindahkan dan (3) dapat dipindahtangankan atau diperjualbelikan. Lahan usahatani dapat diperoleh dengan membeli, menyewa,
pemberian
negara, membuka lahan sendiri, ataupun wakaf. xxxv
2) Tenaga Kerja Tenaga kerja menjadi pelaku usahatani diperlukan dalam menyelesaikan berbagai macam kegiatan produksi. Tenaga kerja dalam usahatani dibedakan ke dalam tiga jenis yaitu tenaga kerja manusia, tenaga kerja ternak, dan tenaga kerja mekanik. Tenaga kerja manusia dibedakan menjadi tenaga kerja pria, wanita, dan anak-anak yang dipengaruhi umur, pendidkan, keterampilan, pengalaman, tingkat kesehatan dan kondisi lainnya. Oleh karena itu dalam praktiknya, digunakan satuan ukuran yang umum untuk mengatur tenaga kerja yaitu jumlah jam dan hari kerja total. Tenaga kerja usahatani dapat diperoleh dari dalam dan luar keluarga. Jika terjadi kekurangan tenga kerja maka petani mempekerjakan buruh yang berasal dari luar keluarga dengan memberi upah. Tenaga kerja ternak digunakan untuk pengolahan tanah dan angkutan. Begitu pula dengan tenaga kerja mekanik yang digunakan untuk pengolahan lahan, penanaman, pengendalian hama, serta pemanenan. 3) Modal Modal adalah faktor produksi dalam usahatani setelah lahan dan tenaga kerja. Modal merupakan barang atau uang yang bersama-sama dengan faktor produksi lain dan tenaga kerja serta manajemen menghasilkan barang-barang baru yaitu produk pertanian. Penggunaan modal untuk membantu meningkatkan produktivitas baik lahan maupun tenaga kerja guna meningkatkan pendapatan dan kekayaan petani. Modal dalam suatu usahatani untuk membeli sarana produksi serta pengeluaran selama kegiatan usahatani berlangsung. Menurut sifatnya, modal dibedakan menjadi dua yakni modal tetap dan modal tidak tetap. Sumber modal diperoleh dari milik sendiri, pinjaman atau kredit (kredit formal, non formal, dan lain-lain), warisan, usaha lain, atau kontrak sewa. 4) Pengelolaan usahatani Pengelolaan usahatani adalah kemampuan petani untuk menentukan, mengorganisir, dan mengkoordinasikan faktor-faktor produksi dengan sebaikbaiknya sehingga mampu memberikan produksi pertanian sedemikian rupa sebagaimana yang diharapkan. Untuk dapat menjadi pengelola yang berhasil, maka pemahaman mengenai prinsip teknik maupun ekonomis harus dikuasi xxxvi
oleh pengelola. Kemampuan dalam mengelola usahatani yang baik akan menjadikan setiap keputusan baik teknis maupun ekonomis akan memberikan risiko sekecil mungkin bagi usahanya dan memberikan keuntungan yang maksimum. 3.1.2. Konsep Fungsi Produksi Fungsi produksi merupakan hubungan fisik antara variabel yang dijelaskan (Y) dan variabel yang menjelaskan (X). Variabel yang dijelaskan biasanya berupa output dan variabel yang menjelaskan yaitu input (Soekartawi, 1994). Hubungan X dan Y secara aljabar dapat ditulis sebagai berikut: Y = f (X1, X2, X3,……Xm) Dimana: Y
= produksi/output
X1, X2, X3,…..Xm
= input
Produksi yang dihasilkan dapat diduga dengan mengetahui berapa jumlah input yang digunakan dalam proses produksi. Selanjutnya fungsi produksi tersebut dapat dimanfaatkan untuk menentukan kombinasi input yang terbaik terhadap suatu proses produksi. Meskipun demikian, hal tersebut sulit untuk dilakukan mengingat informasi yang diperoleh dari analisis fungsi produksi tidak sempurna. Soekartawi (1994) menjelaskan biasanya petani menemui kesulitan untuk menentukan kombinasi tersebut karena: 1) Adanya faktor ketidaktentuan mengenai cuaca, hama dan penyakit tanaman. 2) Data yang digunakan untuk melakukan pendugaan fungsi produksi mungkin tidak benar. 3) Pendugaan fungsi produksi hanya dapat diartikan sebagai gambaran ratarata suatu pengamatan. 4) Data harga dan biaya yang diluangkan (opportunity cost) mungkin tidak dapat diketahui secara pasti. 5) Setiap petani dan usahataninya mempunyai sifat yang khusus. Persyaratan yang diperlukan untuk mendapatkan fungsi produksi yang baik adalah: (1) terjadi hubungan yang logis dan benar antara variabel yang xxxvii
dijelaskan dengan variabel yang menjelaskan, dan (2) parameter statistik dari parameter yang diduga memenuhi persyaratan untuk dapat disebut parameter yang mempunyai derajat ketelitian yang tinggi. Fungsi produksi melukiskan hubungan antara konsep Average Physical Product (APP) dengan Marginal Physical Productivity (MPP) yang disebut kurva Total Physical Product (TPP) (Beattie dan Taylor, 1985). APP menunjukan kuantitas output produk yang dihasilkan.
Dimana: APP
= Average Physical Product
Y
= output
X
= input
Sedangkan MPP mengukur banyaknya penambahan atau pengurangan total output dari penambahan input.
Dimana: MPP = Marginal Physical Producttivity dY
= perubahan output
dX
= perubahan input
Fungsi produksi klasik menunjukan tiga daerah produksi dalam suatu fungsi produksi yaitu peningkatan APP, penurunan APP ketika MPP positif, dan penurunan APP ketika MPP negatif. Daerah-daerah tersebut dibedakan berdasarkan elastisitas produksi, yaitu perubahan produk yang dihasilkan karena perubahan faktor produksi yang digunakan (Doll dan Orazem, 1984). Pada Gambar 1, daerah-daerah tersebut ditunjukan oleh daerah I, daerah II, dan daerah III. Daerah I terletak diantara 0 dan X2 dengan nilai elastisitas yang lebih besar dari satu (ε > 1), artinya bahwa setiap penambahan faktor produksi sebesar satu satuan, akan menyebabkan pertambahan produksi yang lebih besar dari satu satuan. Kondisi ini terjadi ketika MPP lebih besar dari APP. Pada kondisi ini, xxxviii
keuntungan maksimum belum tercapai karena produksi masih dapat diperbesar dengan menggunakan faktor produksi yang lebih banyak. Daerah I disebut juga sebagai daerah irrasional atau inefisien. Daerah II terletak antara X2 dan X3 dengan nilai elastisitas produksi yang berkisar antara nol dan satu (0 < ε < 1). Hal ini menunjukan bahwa setiap penambahan input sebesar satu satuan akan meningkatkan produksi paling besar satu satuan dan paling kecil nol satuan. Daerah ini menunjukan tingkat produksi memenuhi syarat keharusan tercapainya keuntungan maksimum. Daerah ini dicirikan dengan penambahan hasil produksi yang semakin menurun (diminishing return). Pada tingkat tertentu dari penggunaan faktor-faktor produksi di daerah ini akan memberikan keuntungan maksimum. Hal ini menunjukan penggunaan faktor-faktor produksi telah optimal sehingga daerah ini disebut daerah rasional atau efisien (rational region atau rational stage of production). Daerah III merupakan daerah yang dengan nilai elastisitas lebih kecil dari nol (ε < 0) yang terjadi ketika MPP bernilai negatif yang berarti bahwa setiap penambahan satu satuan input akan menyebabkan penurunan produksi. Penggunaan faktor produksi di daerah ini sudah tidak efisien sehingga disebut daerah irrasional (irrational region atau irrational stage of production).
xxxix
output
Produk Total (TP)
input output
Produk Rata-Rata
X1
Gambar 1.
X2
X3
input Produk Marjinal
Kurva Fungsi Produksi Sumber : Beatie & Taylor (1985)
3.1.3. Konsep Efisiensi Alokasi Faktor Produksi Tujuan dari produksi tidak hanya melihat seberapa besar output yang dihasilkan melainkan juga efisiensi dari sisi penggunaan input. Suatu metode dapat dikatakan lebih efisien apabila menggunakan sejumlah input yang sama namun memberikan hasil yang lebih banyak atau dengan menggunakan input yang lebih sedikit namun memberikan output yang sama banyaknya dengan asumsi harga input dan output sama dikedua metodenya. Tujuan petani dalam mengelola lahannya adalah untuk meningkatkan produksi dan memperoleh keuntungan. Seorang petani yang rasional dalam proses pengambilan keputusan usahatani akan bersedia menggunakan input selama nilai tambah yang dihasilkan oleh tambahan input tersebut sama atau lebih besar dengan 0tambahan biaya yang diakibatkan oleh tambahan input tersebut. Dengan kondisi yang ada, beragam upaya untuk melihat tambahan produktivitas yang dapat dihasilkan dengan penggunaan input yang lebih efisien pada tingkat teknologi yang “given”. xl
Efisiensi merupakan perbandingan antara output dan input yang digunakan dalam proses produksi. Soekartawi (2002) menjelaskan bahwa terdapat berbagai konsep efisiensi yaitu efisiensi tekhnis (technical efficiency), efisiensi harga (price/allocative efficiency) dan efisiensi ekonomis (economic efficiency). Efisiensi harga dapat tercapai jika petani dapat memperoleh keuntungan yang besar dari usahataninya, misalnya karena pengaruh harga, maka petani tersebut dapat dikatakan mengalokasikan faktor produksinya secara efisiensi harga. Sedangkan efisiensi ekonomis tercapai pada saat penggunaan faktor produksi sudah dapat menghasilkan keuntungan maksimum. Kondisi efisiensi allokatif pada suatu kegiatan usahatani sangat terkait dengan tujuan yaitu untuk memaksimalkan
keuntungan.
Oleh
karena
itu
variabel
yang
harus
dipertimbangkan dalam model analisis yang digunakan adalah variabel harga. Keuntungan maksimum dapat diperoleh dengan mengurangi penerimaan total dengan biaya total . Secara matematis dapat dirumuskan:
=Laba I
= 1,2,3….n
Py
= harga output
Xi
=faktor produksi ke-i
Pxi
=harga faktor produksi
BTT
=biaya tetap total Keuntungan maksimum akan dicapai ketika turunan pertama dari
persamaan keuntungan terhadap masing-masing faktor produksi adalah sama dengan nol, sehingga persamaanya py.dy-pxi=0
Dimana
adalah produk marginal faktor produksi ke-i
Sehingga Py.PM=Pxi Dimana xli
Py.PMxi adalah nilai produk marginal xi (NPMxi) Pxi adalah harga faktor produksi atau biaya korbanan marginal(BKM) Dengan membagi kedua rumus dengan Py maka persamaan menjadi PMxi=Pxi/Py Apabila harga faktor produksi tidak dipengaruhi jumlah pembelian faktor produksi, persamaanya dapat dituliskan sebagai berikut: NPMxi=BKMxi NPMxi/BKMxi=1 Secara ekonomis, efisiensi akan tercapai pada produksi dimana harga sama dengan nilai produk marginalnya. Jika nilai NPM/BKM < 1, menunjukkan penggunaan faktor produksi telah melebihi batas optimal. Produsen yang rasional akan mengurangi penggunaan faktor produksi sehingga dicapai kondisi dimana NPM sama dengan BKM. Pada saat nilai NPM/BKM >1, ini menunjukkan penggunaan faktor produksi masih kurang sehingga produsen rasional akan menambah penggunaan faktor produksi sehingga tercapai kondisi NPM=BKM 3.1.4. Konsep Pendapatan Usahatani Analisis pendapatan usahatani dilakukan untuk menghitung seberapa besar penerimaan yang diterima petani dalam berusahatani yang dikurangi dengan biaya. Analisis pendapatan usahatani dilakukan untuk mengukur keberhasilan usahatani. Dengan adanya analisis pendapatan usahatani petani dapat mengetahui gembaran keadaan aktual usahatani sehingga dapat melakukan evaluasi dengan perencanaan kegiatan usahatani pada masa yang akan datang. Terdapat beberapa istilah yang dipergunakan dalam menganalisis pendapatan usahatani menurut Soekartawi et al. (1985), diantaranya: 1) Penerimaan tunai usahatani merupakan nilai yang diterima dari penjualan produk usahatani. 2) Pengeluaran tunai usahatani adalah jumlah uang yang dibayarkan untuk pembelian barang dan jasa bagi usahatani. 3) Pendapatan tunai usahatani adalah produk usahatani dalam jangka waktu tertentu, baik yang dijual maupun yang tidak dijual.
xlii
4) Pengeluaran total usahatani merupakan nilai semua yang habis terpakai atau dikeluarkan dalam kegiatan produksi termasuk biaya yang diperhitungkan. 5) Pendapatan total usahatani adalah selisih antara penerimaan kotor usahatani dengan pengeluaran total usahatani. Selain pengertian diatas pendapatan juga dapat diartikan sebagai sisa dari pengurangan nilai penerimaan yang diperoleh dengan biaya yang dikeluarkan. Pendapatan yang diharapkan tentu saja memiliki nilai positif dan semakin besar nilainya maka semakin baik, meskipun besar pendapatan tidak selalu mencerminkan efisiensi yang tinggi karena pendapatan yang besar mungkin saja diperoleh dari investasi yang jumlahnya besar pula. Dalam melakukan analisis pendapatan usahatani diperlukan informasi mengenai keadaan penerimaan dan pengeluaran selama jangka waktu yang ditetapkan. Penerimaan usahatani merupakan nilai produksi yang diperoleh dalam jangka waktu tertentu dan merupakan hasil perkalian antara jumlah prroduksi total dengan harga satuan dari hasil produksi tersebut. Sementara yang disebut pengeluaran usahatani adalah nilai penggunaan faktor-faktor produksi dalam melakukan proses produksi usahatani. Biaya dalam usahatani dapat dibedakan menjadi biaya tunai dan biaya yang diperhitungan. Biaya tunai usahatani adalah pengeluaran yang dikeluarkan oleh petani, sedangkan biaya yang diperhitungkan merupakan pengeluaran yang secara tidak tunai dikeluarkan petani. Biaya yang diperhitungkan dapat berupa faktor produksi yang digunakan petani tanpa mengeluarkan uang tunai seperti sewa lahan yang diperhitungkan atas lahan milik sendiri, penggunaan tenaga kerja keluarga, penggunaan benih dari hasil produksi dan penyusutan dari sarana produksi. Pengeluaran usahatani meliputi biaya tetap (fixed cost) dan biaya variabel (variabel cost). Biaya tetap adalah biaya yang sifatnya tidak dipengaruhi oleh jumlah produksi yang dihasilkan. Biaya variabel adalah biaya yang sifatnya dipengaruhi oleh jumlah produksi yang dihasilkan, semakin besar produksi maka semakin besar pula biaya variabel. Biaya variabel meliputi biaya untuk benih, pupuk, pestisida, dan upah tenaga kerja. xliii
Pendapatan usahatani terbagi atas pendapatan tunai usahatani dan pendapatan total usahatani. Pendapatan kotor mengukur pendapatan kerja petani tanpa memasukan biaya yang diperhitungkan sebagai komponennya. Pendapatan tunai usahatani merupakan selisih antara penerimaan usahatani dengan biaya tunai usahatani. Sedangkan pendapatan total usahatani mengukur pendapatan kerja petani dari seluruh biaya usahatani yang dikeluarkan. Pendapatan bersih usahatani diperoleh dari selisih penerimaan usahatani dengan biaya total usahatani. Selain dapat juga dilakukan analisis R/C rasio yang menunjukan besar penerimaan usahatani yang akan diperoleh petani untuk setiap rupiah biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan usahatani. Semakin besar nilai R/C maka semakin besar pula penerimaan usahatani yang diperoleh untuk setiap rupiah biaya yang dikeluarkan. Hal tersebut dapat disimpulkan bahwa kegiatan usahatani tersebut menguntungkan untuk dilaksanakan. Kegiatan usahatani dapat dikatakan layak apabila biaya rasio R/C lebih besar dari satu, artinya setiap tambahan biaya yang dikeluarkan akan menghasilkan tambahan penerimaan yang lebih besar daripada tambahan biayanya. Sederhananya, kegiatan usahatani tersebut menguntungkan. Sebaliknya, apabila nilai rasio R/C lebih kecil dari satu, artinya tambahan biaya menghasilkan tambahan penerimaan yang lebih kecil sehingga kegiatan usahatani dikatakan tidak menguntungkan. Sedangkan jika nilai rasio R/C sama dengan satu, maka kegiatan usahatani memperoleh keuntungan normal. 3.2. Kerangka Pemikiran Operasional Ubi jalar mempunyai potensi yang besar sebagai penunjang program diversifikasi pangan dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan nasional. Ubi jalar memiliki keunggulan kandungan berbagai gizi dan nutrisi penting. Di samping sebagai bahan pangan , ubi jalar dapat juga dipergunakan sebagai bahan baku industri pengolahan pangan, sebagai bahan pakan ternak, dan sumber bioethanol. Potensi pasar untuk ubi jalar pun masih terbuka lebar. Dengan perannya yang semakin penting dan strategis tersebut maka peluang untuk mengembangkan komoditi ubi jalar masih sangat terbuka. Kabupaten Bogor sendiri Potensi pengembangan usahatani ubi jalar masih besar dengan luasnya lahan tanam dan xliv
sumber daya manusia yang tersedia. Potensi permintaan pasar akan komoditas ubi jalar pun semakin meningkat, didukung oleh berkembangnya sektor industri pengolahan ubi jalar baik untuk pasar lokal maupun ekspor. Pada kasus usahatani ubi jalar di Desa Purwasari sebagian besar masih dilaksanakan secara tradisional. Pelaksanaan ushatani dengan teknik budidaya yang tradisional cenderung menggunakan input sumber daya secara berlebihan sehingga tingkat efisiensi produksi optimal tidak tercapai. Ruang lingkup dari penelitian ini yaitu menganalisis karakteristik pembudidayaan ubi jalar, menganalisis pendapatan usahatani ubi jalar. Selanjutnya menganalisis faktor-faktor produksi yang berpengaruh terhadap tingkat produksi usaha budidaya ubi jalar serta menganalisis efisiensi penggunaanya. Faktor-faktor produksi yang akan dianalisis yaitu lahan, tenaga kerja, bibit, penggunaan pupuk N, penggunaan pupuk K. Kemudian dilakuakn analisis terhadap efsiensi alokasi dari penggunaan faktor-faktor produksi usahatani ubijalar. Berdasarkan uraian di atas maka kerangka pemikiran operasional penelitian ini dapat digambarkan pada Gambar 2.
xlv
Usahatani Ubi Jalar 1. Komoditas penunjang Ketahanan Pangan melalui Diversifikasi Pangan 2. Potensi peningkatan permintaan dan produksi 3. Sebagian besar budidaya tradisional, bargaining position petani rendah, harga given sehingga pendapatan petani masih rendah. 4. Produktivitas mengalami penurunan 5. Tingkat efisiensi petani diduga belum optimal (di bawah potensi produksi)
Diperlukannya analisis pendaptan dan faktor yang mempengaruhi produksi usahatani ubijalar jalar rendah
Keragaan Usahatani Ubi Jalar
Input Produksi
Output Produksi Produksi
Analsisis Faktor-faktor produksi (Lahan, Bibit, TK, Pupuk N, dan Pupuk K)
Usahatani 1. Budidaya : pembibitan-panen 2. Penggunaan Sarana Produksi : bibit, pupuk, alat pertanian, lahan, TK, modal
Analisis efisiensi alokasi faktor-faktor produksi
Pendapatan Usahatani 1. Pendapatan bersih usahatani 2. R/C atas Biaya Tunai dan R/C atas Biaya Total
Pendapatan Usahatani
Rekomendasi Usahatani yang Efisien dan Memberikan Keuntungan Maksimum bagi Petani Gambar 2. Kerangka Pemikiran Operasional xlvi
IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat yaitu Desa Purwasari. Pemilihan Kabupaten Bogor dipilih secara purposive dengan pertimbangan bahwa Kabupaten Bogor merupakan salah satu sentra produksi ubi jalar Nasional. Pemilihan lokasi ini dilakukan secara sengaja (purposive) berdasarkan pertimbangan bahwa daerah tersebut merupakan salah satu sentra penghasil ubi jalar di Kabupaten Bogor. Pengambilan data dilakukan pada bulan Pertengahan Maret sampai Mei 2011. 4.2. Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan juga data sekunder baik yang bersifat kualitatif maupun kuantitatif. Data primer diperoleh dari hasil pengamatan langsung dilapang, wawancara langsung dengan petani maupun pengisian kuisioner. Sedangkan data-data sekunder diperoleh dari sumber-sumber yang relevan seperti buku, jurnal dan data-data dari dinas instasi terkait yang berkaitan dengan Departemen Pertanian, Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor, Badan Pusat Statistik, Perpustakaan, serta bahanbahan pusataka lainnya seperti internet dan hasil-hasil penelitian terdahulu. 4.3. Metode Penarikan Sampel dan Pengumpulan Data Pengambilan responden dilakukan dengan metode purposive sampling, dengan pertimbangan peneliti sudah mengetahui karakteristik dari petani yang akan dijadikan objek penelitian. Petani responden dalam penelitian ini adalah petani ubijalar yang menanam varietas jawa dan sudah panen pada musim tanam 2010. Jumlah responden yang digunakan dalam penelitian ini adalah 75 petani ubi jalar, yang merupakan populasi petani ubi jalar varietas jawa. Pengumpulan data pada penelitian ini yaitu pada populasi petani ubi jalar varietas jawa di Desa Purwasari Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor Jawa Barat.
4.4. Metode Analisis Data Analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi tiga tahap, yaitu(1) transfer data dalam bentuk tabulasi, kegiatan ini berupa perumusan data xlvii
dan informasi yang diperoleh kedalam bentuk tabel untuk memudahkan penginterpretasian (2) editing, kegiatan ini berupa penulisan data dan informasi yang telah diperoleh selama kegiatan penelitian, kegiatan ini dilakukan untuk mengevaluasi data dan informasi yang ada dan (3) pengolahan data dan interpretasi data. Data dan fungsi produksi dilapang diolah dengan analisis fungsi produksi Cobb Douglas, analisis efisiensi, analisis pendapatan usahatani dan R/C rasio. Analisis dilakukan dengan bantuan kalkulator, Microsoft Excell 2007 dan program computer minitab Minitab 14. 4.4.1. Analisis pendapatan Usahatani Pendapatan usahatani dibedakan menjadi pendapatan atas biaya tunai dan biaya total. Pendapatan atas biaya tunai adalah biaya yang benar-benar dikeluarkan oleh petani. Sedangkan pendapatan atas biaya total adalah semua input milik keluarga juga diperhitungkan sebagai biaya (Soekartawi, 2002). Rumus penerimaan total, biaya dan pendapatan adalah : TR = Py x Y TC = TFC + TVC π tunai = TRtotal - TCtunai π total = TRtotal – ( TCtunai + Bd) Dimana: TRtotal = Total penerimaan tunai usahatani (Rupiah) TCtunai = Total biaya tunai usahatani (Rupiah) π
= Pendapatan (Rupiah)
Bd
= Biaya yang diperhitungkan (Rupiah)
Py
= Harga output
Y
= Jumlah output
TVC = Total biaya variabel TFC
= Total biaya tetap Penerimaan atau revenue dibagi menjadi dua, yaitu penerimaan tunai dan
penerimaan total. Penerimaan tunai usahatani adalah nilai uang yang diterima dari penjualan produk usahatani, yaitu jumlah produk yang dijual dikalikan dengan harga jual produk. Penerimaan total usahatani merupakan keseluruhan nilai produksi usahatani baik dijual, dikonsumsi keluarga dan dijadikan persediaan. xlviii
Biaya atau cost juga dibagi menjadi dua, yaitu biaya tunai dan biaya total. Biaya tunai di dalam usahatani adalah jumlah uang yang dibayarkan untuk pembelian barang dan jasa bagi kebutuhan usahatani. Biaya total adalah seluruh nilai yang dikeluarkan bagi usahatani, baik tunai maupun tidak tunai. Return cost ratio atau imbangan penerimaan biaya adalah perbandingan antara total penerimaan dengan total biaya yang dikeluarkan dalam suatu proses produksi usahatani. Analisis R/C rasio digunakan untuk mengetahui seberapa besar penerimaan yang dihasilkan dari setiap rupiah yang kita keluarkan pada suatu usahatani. Apabila rasio R/C > 1, maka berarti usahatani yang dijalankan layak untuk dilaksanakan dan sebaliknya jika rasio R/C < 1, berarti usahatani tersebut tidak layak untuk dilaksanakan. Perhitungan R/C dapat dirumuskan sebagai berikut :
4.4.2. Ananlisis Fungsi Produksi Dalam penelitian ini menggunakan analisis fungsi produksi Cobb Douglas. Menurut Soekartawi (2002) Fungsi Cobb Douglas adalah satu fungsi yang melibatkan dua atau lebih variabel, dimana variabel yang satu bersifat dependen, yang dijelaskan Y) sedangkan yang satunya bersfat independen, yang menjelaskan (X). Tahap-tahap dalam menganalisis fungsi produksi tersebut adalah sebagi berikut: 1. Identifikasi Variabel Bebas dan Terkait Digunakan untuk mendaftar faktor-faktor produksi yang diduga berpengaruh dalam proses produksi ubi jalar. Faktor-faktor tersebut diantaranya luas lahan, benih, pupuk N dan pupuk K, serta tenaga kerja. Faktor-faktor produksi tersebut merupakan variabel bebas yang akan diuji pengaruhnya terhadap produksi ubi jalar. 2. Analisis Regresi xlix
Dalam analisis regresi, pendekatan fungsi produksi yang digunakan adalah fungsi produksi Cobb Douglas yaitu: Y=b0X1b1 X2b2 X3b3 X4b4 X5b5eu Transformasi dari fungsi Cobb Douglas kedalam bentuk linear logaritma, model fungsi produksi ubi jalar dapat ditulis sebagai berikut: Ln Y=Lnb0+b1nX1+ b2lnX2+ b3lnX3+ b4lnX4+ b5lnX5 Dimana yaitu lahan, tenaga kerja, bibit, penggunaan pupuk N, dan penggunaan pupuk K, Y
=hasil produksi ubi jalar permusim tanam (kg)
X1
=Luas lahan (ha)
X2
=Jumlah bibit permusim tanam (stek)
X3
=Jumlah tenaga kerja permusim tanam (HOK)
X4
=Jumlah unsur N yang digunakan (kg)
X5
=Jumlah unsur K yang digunakan (kg)
b0
=Intersep, merupakan besaran parameter
e
=Bilangan natural(e=2,7182)
u
=unsur galat
b1,b2, b3,…… b6, nilai dugaan besaran parameter 3. Pengujian Hipotesis a. Pengujian Terhadap Model Penduga Pengujian ini digunkan untuk mengetahui apakah faktor produksi yang digunkan secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap produksi ubi jalar. Hipotesis: H0 ;b1=b2……..=b1=0 H1 ;salah satu dari b ada ≠0 Uji statistik yang digunakan adalah uji F F-hitung > F-Tabel(k-1, n-k) pada taraf nata α ;tolak H0 F-hitung
l
yang dapat diterangkan oleh variabel penjelas yang dipilih. Koefisien determinasi dapat dituliskan sebagai berikut R2 = Jumlah Kuadrat Regresi/Jumlah Kuadrat Total b. Pengujian untuk masing-masing parameter Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui variabel bebas yang berpengaruh terhadap variabel tidak bebas. Hipotesis: H0 ;b1= 0 H1 ;b1 ≠ 0 Uji statistika yang digunkan adalah uji t t-hitung = bi-0/S(bi) Kriteria uji: t-hitung>t-tabel(à/2,n-v) pada taraf nyata α: tolak H0 t-hitung
multikolinearitas adalah dengan koefisien determinasi yang tinggi namun dari uji-t banyak variabel bebas yang tidak signifikan atau dapat diukur dengan Variance Inflation Faktor (VIF), secara matematis dirumuskan sebagai berikut: li
Diman, Rj= Koefisien determinasi dari model regresi dengan Xj sebagai variabel dependen dan X lainnya sebagi variabel independent. Jika VIF (Xj) > 10 maka dapat disimpulkan bahwa model dugaan ada multikolinearitas. 4.4.3. Analisis Efisiensi Alokasi Faktor Produksi Untuk melihat efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi, dapat dilihat dari kombinasi optimal dari penggunaan faktor-faktor produksi yang ditunjukkan oleh perbandingan NPM dan BKM. Jika perbandingan NPM dan BKM lebih kecil dari satu, maka penggunaan faktor produksi ubi jalar harus dikurangi. Sedangkan jika nilai perbandingan NPM dan BKM lebih besar dari satu, maka penggunaan faktor produksi ubi jalar harus ditingkatkan, dan apabila perbandingna NPM dan BKM sama dengan satu, mala usahatani ubi jalar sudah dalam kondisi optimal atau efisien. 4.5. Definisi Operasional Variabel yang diamati merupakan data dan informasi usahatani ubi jalar yang diusahakan oleh petani. Variabel tersebut terlebih dahulu didefinisikan untuk mempermudah pengumpulan data yang mengacu pada konsep di bawah ini : 1. Produksi ubi jalar (Y) adalah ubi jalar yang dihasilkan dalam satu musim tanam. Satuan pengukuran yang digunakan adalah kilogram (kg). 2. Luas lahan (X1) adalah luas lahan yang digunakan untuk berusahatani ubi jalar dengan satuan pengukuran adalah hektar (ha). 3. Bibit ubi jalar (X2) adalah jumlah bibit ubi jalar yang digunakan petani untuk satu kali musim tanam dengan satuan pengukuran yang digunakan adalah setek. 4. Tenaga kerja (X3) adalah jumlah tenaga kerja total yang digunakan dalam proses produksi untuk berbagai kegiatan usahatani selama satu musim tanam. Tenaga kerja diukur dalam satuan Hari Orang Kerja (HOK) dan
lii
mengabaikan jenis tenaga kerja yang digunakan apakah dari dalam keluarga atau luar keluarga. 5. Penggunaan unsur N (X4) adalah jumlah unsur N yang digunakan untuk memupuk tanaman ubi jalar selama satu kali musim tanam Satuan ukuran yang digunakan adalah kilogram (kg). unsur N ini diperoleh dari pengaplikasian pupuk urea dan pupuk phonska pada lahan tanam 6. Penggunaan unsur K (X4) adalah jumlah unsur K yang digunakan untuk memupuk tanaman ubi jalar selama satu kali musim tanam Satuan ukuran yang digunakan adalah kilogram (kg). unsur K ini diperoleh dari pengaplikasian pupuk KCL dan pupuk phonska pada lahan tanam
liii
V. GAMBARAN UMUM LOKASI DAN RESPONDEN 5.1. Gambaran Umum Desa Purwasari Desa Purwasari merupakan salah satu Desa pengembangan ubi jalar di Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor. Usahatani ubi jalar menjadi aktivitas pertanian terbesar kedua yang diusahakan para petani di Desa Purwasari setelah usahatani padi. Secara Geografis Desa Purwasari terletak sekitar 5 km kearah barat pusat Kecamatan Dramaga. Secara administratif Desa Purwasari berbatasan dengan Desa Petir di sebelah utara dan timur, dan Desa Sukajadi di sebelah selatan sedangkan disebelah barat berbatasan dengan Desa Situ Daun. Luas wilayah Desa Purwasari yaitu 211.016 hektar yang dibagi menjadi beberapa wilayah menurut penggunaanya yaitu untuk pemukiman, persawahan, perkebunan, pekarangan, taman dan perkantoran, sarana umum serta digunakan untuk lahan kuburan. Penggunaan lahan terluas digunakan untuk lahan persawahan yaitu mencapai 150.233 hektar. 5.1.1. Karakteristik Sosial Ekonomi Masyarakat Karakter sosial ekonomi masyarakat akan mempengaruhi manusia sebagai pelaku utama pembangunan pertanian. Jumlah penduduk di wilayah Desa Purwasari tahun 2010 adalah 6.747 jiwa, terdiri dari 3.474 orang penduduk lakilaki dan 3.273 orang penduduk perempuan. Jumlah Kepala Keluarga (KK) diwilayah Desa Purwasari tahun 2010 sebanyak 1.1791 KK, yang sebagian besarnya terdiri dari KK Tani. Hal ini menunjukan bahwa penduduk diwilayah Desa Purwasari menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian, sedangkan yang lainnya terdiri dari bidang jasa, perdagangan, pegawai negeri dan lain-lain. Penduduk Desa Purwasari umumnya adalah suku Sunda yang menggunakan Bahasa Sunda dalam kesehariannya selain itu ada beberapa etnis betawi sekitar 57 orang laki laki dan 27 orang perempuan. Seluruh penduduk Desa Purwasari beragama Islam. Mata pencaharian pokok masyarakat Desa Purwasari yaitu petani, buruh tani dan pengrajin industri rumah tangga. Sebagian besar masyarakat bergantung pada sektor pertanian untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Luas lahan pertanian mencapai seluas ± 170.509 ha. Lahan pertanian tersebut mampu ditanami dua hingga tiga kali musim tanam dalam setahun, dan memiliki produktivitas sebesar ± 340 ton/ha (padi sawah) dan 12,5 ton/ha untuk ubi jalar. Berdasarkan fungsinya, tanah di daerah Desa Purwasri terdiri atas lahan liv
persawahan (158.233 ha), dan perkebunan rakyat (12.276 ha), dan lain-lain. Berdasarkan angka luas jenis lahan tersebut tampak bahwa luas lahan persawahan di daerah lokasi penelitian merupakan yang terluas yang mencirikan daerah agraris (Monografi Desa Purwasari 2010). 5.1.2. Keadaan Usahatani Ubi Jalar Desa Purwasari merupakan Desa di Kecamatan Dramaga yang secara kontinyu setiap tahunnya membudidayakan ubi jalar, varietas yang banyak dibudidayakan yaitu varietas jawa. Daerah penghasil ubijalar terbesar pada Desa Purwasarai terletak pada Kampung Rawasari yang berada pada RW 6 dan dan 7 hampir pada setiap RT di Kampung tersebut terdapat petani yang membudidayakan ubijalar, selain itu ada beberapa petani yang berada di Kampung Situ Uncal. Sebagian besar petani ubijalar pada daerah tersebut tergabung pada kelompok tani Mekarsari yang terdiri dari empat kelompok tani dan tiga masih diantaranya aktif. Usahatani ubi jalar di Desa Purwasari Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor secara umum merupakan milik petani yang dikelola secara tradisional turun temurun. Luas kepemilikan lahan usahatani ubi jalar berkisar antara 0,15 – 1 ha per kepala keluarga (Kantor Desa Purwasari 2011). Luas tersebut cenderung semakin berkurang sebagai akibat dari fragmentasi lahan sejalan dengan sistem bagi waris yang menjadi budaya. Varietas ubi jalar yang dibudidayakan oleh petani di Desa Purwasari Kecamatan Dramaga terdiri dari varietas jawa, varietas ubi merah, dan varietas ubi ungu serta yang terbaru yaitu varietas AC. Pada penelitian ini varietas yang diteliti adalah varietas jawa. Pola tanam sebagian besar dilakukan secara monokultur, kecuali di beberapa keluarga petani di Kampung Rawasari yang mulai melakukan tumpang sari dengan jagung, kacang tanah dan talas bogor. Pola tumpang sari ini dirasakan sebagian besar petani menjadikan pemanfaatan lahan menjadi kurang optimal sehingga produktivitas ubi jalar akan rendah. Pada periode tahun 2009 luas panen ubijalar di Desa Purwasari mencapai 25 hektar dengan produksi rata-rata yaitu 12,5 ton per hektar. Produktivitas petani di Desa Purwasari ini masih tergolong rendah dibandingkan dengan daerah lain di Kabupaten Bogor yang mencapai 16 ton perhektar. Harga ubi jalar di Desa Purwasari sangat berfluktuatif pada tahun 2004 harga ubijalar berkisar Rp. 300,-, sedangkan periode 2009-2010 harga sedikit naik pada kisaran Rp 700,- samapai dengan Rp 1.000,-. Usahatani ubi jalar di Desa Purwasri juga didukung dengan adanya pedagang pengumpul yang berada satu desa sehingga petani samasekali tidak ada lv
kesulitan dalam penjual hasil produksi mereka. Kendala yang paling banyak dikeluhkan petani yaitu harga yang tidak menentu dan tidak sebanding dengan kenaikan harga input seperti pupuk dan input-input lainnya. Selain itu adanya gabungan kelompok tani belum begitu berperan penting bagi petani yang mengusahakan ubi jalar, karena bantuan kepada kelompok tani yang datang dari pemerintah sejauh ini hanya untuk komoditas padi seperti bantuan benih unggul. Petani dapat meminjam modal pada kelompok untuk melakukan usahataninya yang biasanya dibayar perminggu, dan juga petani dapat menabung pada kelompok tani tempat mereka bergabung. Komoditas ubi jalar sendiri mempunyai banyak produk turunan, pemanfaatannya mencakup umbi dan daun. Bagian daun dari ubi jalar selain ada yang dimanfaatkan untuk menjadi setek, dapat juga dimanfaatkan sebagai pakan ternak. Sedangkan umbinya dapat diolah menjadi berbagai macam produk olahan seperti ubi segar, ubi rebus, ubi goreng, chips ubi jalar, mie ubi jalar, ubi beku, ubi jalar parut, ubi oven, dan pati. 5.2. Karakteristik Petani Responden Karakteristik petani responden yang akan dijelaskan diklasifikasikan menurut usia, tingkat pendidikan baik formal maupun informal, status usahatani, pengalaman usahatani, status kepemilikan lahan, keanggotaan kelompok tani, luas lahan garapan, jenis lahan, dan musim tanam. Keragaan karakteristik tersebut akan mempengaruhi keputusan petani responden dalam melakukan usahatani. Petani yang menjadi responden berusia antara 20-78 tahun. Tabel 13 menunjukan bahwa petani responden lebih banyak didominasi oleh petani dengan usia 30-39 tahun dan 40-60 tahun. Hal ini menunjukan bahwa mayoritas petani terdiri dari petani usia produktif (58,67 persen). Tabel 13. Sebaran Responden Menurut Usia Petani Ubi Jalar di Desa Purwasari Tahun 2010 Usia (tahun)
Jumlah (orang)
%
20-29
9
12,00
30-39
23
30, 67
40-49
21
28,00
50-60
15
20,00
>61
7
9,33
Total
75
100,00 lvi
Tabel 14 menunjukan tingkat pendidikan formal petani responden mayoritas lulusan SD yakni sebanyak 65,33 persen. Tingkat pendidikan formal akan berpengaruh dalam pengambilan keputusan usahatani. Hal ini terkait dengan adopsi teknologi yang baik untuk peningkatan produksi ubi jalar. Semakin tinggi tingkat pendidikan petani responden maka proses penyerapan teknologi dapat berjalan lebih mudah. Tabel 14. Sebaran Responden Menurut Pendidikan Formal Petani Ubi Jalar di Desa Purwasari Tahun 2010 Pendidikan Formal
Jumlah (orang)
%
Tidak lulus SD
13
17,33
Lulusan SD
49
65, 33
Lulusan SMP
7
9,33
Lulusan SMA
6
8,00
Diploma
0
0,00
Sarjana
0
0,00
75
100,00
Total
Tabel 15 menunjukan sebanyak 92 persen responden petani ubi jalar mengusahakan usahatani sebagai mata pencaharian utama. Pekerjaan sampingan responden bervariasi, mulai dari peternak, pedagang hasil pertanian, buruh tani, pedagang warung, perangkat desa, usaha penggilingan padi, dan wiraswasta. Perbedaan status usahatani tersebut akan mempengaruhi modal usahatani dan manajemen usahatani ubi jalar yang dilakukan petani ubi jalar yang selanjutnya akan mempengaruhi efisiensi usahatani. Tabel 15. Sebaran Responden Menurut Status Usahatani Ubi Jalar di Desa Purwasari Tahun 2010 Status Utama Sampingan Total
Jumlah (orang)
%
69
92
6
8
75
100,00
lvii
Petani responden pada daerah penelitian telah mengusahakan pertanian secara turun temurun dan merupakan cara hidup sebagian besar mereka adalah bertani. Beberapa petani telah membudidayakan ubi jalar sejak tahun 1960-an. Dari segi pengalaman petani responden di Desa Purwasari telah matang dalam membudidayakan ubi jalar. Sebanyak 82,67 persen petani telah berpengalaman lebih dari 15 rahun dalam membudidayakan ubi jalar. Tabel 16 menunjukkan sebaran responden berdasarkan pengalaman usahatani ubi jalar. Tabel 16. Sebaran Responden Menurut Pengalaman Usahatani Ubi Jalar di Desa Purwasari Tahun 2010 Pengalaman (tahun)
Jumlah (orang)
%
≤ 10
5
6,67
10-15
9
10,66
16-30
34
44,00
≥ 31
29
38,67
Total
75
100,00
Tabel 17 menunjukan sebaran responden menurut status penguasaan lahan petani responden. Status penguasaan petani responden 90, 67 persen merupakan lahan milik sendiri dan sisanya merupakan lahan gadai. Bebrapa petani membudidayakan ubi jalar pada lahan gadai, lahan ini diperoleh dari warga atau petani lainnya yang biasanya meminjam uang dengan menggadaikan lahannya sebagai jaminan. Status penguasaan lahan akan mempengaruhi keputusan usahatani ubi jalar, baik dari waktu dan biaya usahatani. Tabel 17. Sebaran Responden Menurut Status Penguasaan Lahan Ubi Jalar di Desa Purwasari Tahun 2010 Status lahan
Jumlah
%
Milik
52
90,67
Gadai
7
9,33
Total
75
100,00
Pada aspek kelembagaan, petani ubi jalar di lokasi penelitian sebanyak 80 persen responden tergabung dalam kelompok tani. Banyaknya petani yang tergabung dalam kelompok tani didukung oleh berbagai program pengembangan agribisnis ubi jalar di Desa Purwasari dari pemerintah selama lima tahun terakhir. lviii
Keikutsertaan petani dalam kelompok tani akan mempengaruhi pengetahuan petani tentang usahatani ubi jalar, baik teknis usahatani, pemasaran, dan keorganisasian melalui forum-forum yang dilaksanakan dalam kegiatan kelompok. Kelompok tani dapat menjadi sarana pemerintah untuk mensosialisasikan program-program dalam pengembangan agribisnis ubi jalar. Dengan semakin aktifnya petani mengikuti kegiatan kelompok tani maka akan semakin besar peluang penyebarluasan teknologi usahatani (Tabel 18). Tabel 18. Sebaran Responden Menurut Keanggotaan Kelompok Tani Petani Ubi Jalar di Desa Purwasari Tahun 2010 Keanggotaan Poktan
Jumlah (orang)
%
Anggota
56
74,67
Bukan anggota
19
25,33
Total
75
100,00
Luas lahan yang digunakan petani untuk membudidayakan ubi jalar oleh petani responden berkisar antara 0,05–1 ha. Sebanyak 84,00 persen responden merupakan petani gurem dengan lahan kurang dari 0,5 ha. Sempitnya luas pengusahaan lahan untuk usahatani ubi jalar sebagian besar disebabkan oleh pembagian warisan lahan dan juga persil lahan yang digunakan untuk menanam komoditas lainnya. Lahan usahatani yang sempit akan erat kaitannya dengan efisiensi penggunaan faktor produksi dari usahatani ubi jalar yang dijalankan serta pendapatan yang akan diterima oleh petani. Tabel 19. Sebaran Responden Menurut Luas Lahan Garapan Petani Ubi Jalar di Desa Purwasari Tahun 2010 Luas lahan
Jumlah (orang)
%
< 0,5 ha
63
84,00
0,5-1,0 ha
12
16,00
> 1 ha
0
0,00
Total
75
100,00
Jenis lahan usahatani di lokasi penelitian terdiri dari lahan irigasi dan lahan tadah hujan. Sebagaian besar petani responden mengusahakan ubi jalar pada lahan tadah hujan dan tidak melakukan pengairan pada usahatani ubi jalar yang mereka lix
ushakan. Pengairan pada ubi jalar hanya mengandalkan datangnya hujan dan sebagian besar responden menanam ubi jalar pada musim hujan yaitu pada bulan September hingga januari. Waktu tanam ubi jalar pada usahatani petani responden di lokasi penelitian lebih banyak menaman ubi jalar pada musim hujan sebanyak 76 persen, sedangkan 24 persennya memilih untuk menanam di musim kemarau. Pemilihan waktu tanam ini terkait dengan ketersediaan air dan perkiraan waktu panen untuk bulan ramadhan. Panen pada saat bulan puasa akan memberikan harga jual yang lebih tinggi. Pada musim hujan petani lebih memilih untuk menanam padi di lahan sawahnya. Selain itu produksi ubi jalar pada musim hujan cenderung lebih rendah dibandingkan dengan produksi pada musim kemarau. Petani yang menanam ubi jalar pada musim hujan bertujuan untuk mendapatkan harga tinggi di pasar karena jumlah penawaran ubi jalar di pasar berkurang dan pada aktivitas budidayanya mereka tidak perlu melakukan proses pengairan (Tabel 20). Tabel 20. Sebaran Responden Menurut Waktu Tanam Ubi Jalar di Desa Purwasari Tahun 2010 Waktu tanam
Jumlah (orang)
%
MH (September -Februari)
57
76,00
MK (Maret-Juli)
18
24,00
Total
75
100,00
Petani yang mempunyai pekerjaan di luar usahatani ubi jalar pada saat musim tanam ubi jalar 2010 sebanyak 83,33 persen, sendangkan sisanya sebesar 16,67 persen hanya melakukan pekerjaan di usahatani (Tabel 18). Pekerjaan di luar usahatani yang dilakukan petani responden diantaranya perangkat desa, pedagang warung, pedagang hasil pertanian, buruh pabrik, buruh tani, tukang ojek, pengrajin besek, penggilingan padi, dan wiraswasta. Rata-rata waktu yang digunakan untuk bekerja di luar usahatani adalah 54,06 jam per musim tanam dengan sebaran yang terpusat pada waktu kerja antara 1-100 jam per musim tanam. Satu musim tanam adalah 840 jam, dengan 1 hari kerja 5 jam/hari selama lima bulan tanam (Tabel 21).
lx
Tabel 21. Sebaran Responden Menurut Waktu Kerja di Luar Usahatani Ubi Jalar di Desa Purwasari Tahun 2010 Waktu kerja (jam/5 bulan) 0
Jumlah (orang)
%
3
4
1-100
54
72
>100
18
24
Total
75
100,00
Pendapatan rumah tangga petani berasal dari pendapatan usahatani dan pendapatan di luar usahatani. Pendapatan di luar usahatani bisa berasal dari pekerjaan diluar usahatani, pendapatan anggota keluarga lain yang berasal dari luar usahatani, aset di luar usahatani dan lainnya. Pendapatan luar usahatani yang di dapat petani selama lima bulan tanam ubi berkisar antara Rp 100.0003.000.000/5 bulan, pendapatan tambahan tersebut dapat digunakan sebagai modal pembelian input pertanian (Tabel 22). Tabel 22. Sebaran Responden Menurut Pendapatan di Luar Usahatani di Desa Purwasari Tahun 2010 Pendapatan (Rp 000/5 bulan) Tidak ada
Jumlah (orang)
Persentase
2
2,67
100-500
45
60,00
500-1.000
25
33,33
3
4,00
75
100,00
>1.000 Total
lxi
VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Kergaan Usahatani 6.1.1. Penggunaan Bibit Petani responden pada daerah penelitian adalah petani yang menanam ubi jalar varietas jawa. Varietas jawa merupakan varietas ubi jalar yang paling banyak dibudidayakn oleh petani ubi jalar di lokasi daerah penelitian. Varietas jawa merupakan varietas lokal asli dari Desa Purwasari dan paling banyak dibudidayakan oleh petani di lokasi penelitian. Alasan petani menggunakan varietas jawa karena varietas lokal unggulan dengan produktivitas tinggi, bibit untuk varietas ini mudah didapatkan, bercita rasa manis, tahan terhadap serangan hama, serta permintaan pasar selalu ada sepanjang tahun dan meningkat terutama pada saat bulan puasa. Bibit yang digunakan dalam usahatani ubi jalar di lokasi penelitian berasal dari hasil produksi sebelumnya, hasil produksi petani lain, atau hasil pembibitan sendiri. Petani responden yang melakukan pembibitan sendiri atau produksi menggunakan bibit dari tanaman sebelumnya sebanyak 86,67 persen, sedangkan sisanya 13,33 persen mendapatkan bibit ubi jalar dari produksi petani lain. Petani di lokasi penelitian menggunakan bibit yang berasal dari lahan penyemaian langsung dan keturunan pertama dari lahan semai. Bibit yang diambil merupakan stek pucuk, stek dibawah stek pucuk, dan stek ketiga dibawah stek pucuk, jika bibit yang digunakan berasal dari pembibitan. Khusus untuk bibit berasal dari tanaman produksi sebelumnya, stek yang digunakan adalah stek pucuk. Perbanyakan tanaman dengan stek batang atau stek pucuk secara terus menerus mempunyai kecenderungan penurunan hasil pada generasi-generasi berikutnya. Oleh karena itu, setelah 3-5 generasi perbanyakan harus diperbaharui dengan cara menanam atau menunaskan umbi untuk bahan perbanyakan. Tata cara penyiapan bahan tanaman (pembibitan) ubi jalar dari tanaman produksi di lokasi penelitian adalah sebagai berikut: Kriteria tanaman yang akan dijadikan bibit adalah yang sudah berumur tiga bulan atau lebih dengan keadaan pertumbuhannya sehat dan normal serta tanaman tersebut tidak lebih dari keturunan ketiga, kemudian potong batang tanaman untuk dijadikan stek batang lxii
atau stek pucuk sepanjang 20-30 cm dengan menggunakan pisau, pengambilan bahan tanam untuk bibit ini dilakukan pada pagi hari agar tidak layu. Stek dikumpulkan pada ikatan ikatan dan kemudian disimpan ditempat teduh selama 12 hari. Pada persiapan bahan tanam ini menggunakan tenaga kerja yang digunakan per hektar yaitu TKDK sebanyak 0,56 HOK dan TKLK sebanyak 5,01 HOK. Sedangkan proses pembibitan sendiri ubi jalar adalah sebagai berikut : pilih ubi yang umurnya cukup tua, keadaan ubi sehat dengan ukuran yang cukup besar. Ubi tersebut ditanam pada lahan penunasan dan kemudian setelah semua tunas tumbuh bibit dipindahkan ke lahan semai. Setelah ubi bertunas dan berumur dua bulan atau lebih, dapat segera dilakukan pemotongan bahan tanaman (bibit) dengan langkah kerja seperti pada perbanyakan stek batang atau stek pucuk. Pada daerah penelitian tidak ada perlakuan khusus pada saat pembibitan bibit hanya dilakukan penyiangan dari tanaman pengganggu dan tidak ada pemberian pupuk dan pengairan. Tenaga kerja yang digunakan untuk pembibitan sendiri per hektar tanaman ubi jalar sebanyak 9,27 HOK yang berasal dari tenaga kerja dalam keluarga. 6.1.2. Pengolahan Tanah dan Pembuatan Guludan Pengolahan tanah dilakukan untuk menstabilkan kondisi tanah dan memperbaiki sifat fisik tanah. Terdapat dua tipe pengolahan lahan yang dilakukan oleh petani responden di lokasi penelitian yaitu sebagai berikut Tanah diolah terlebih dahulu hingga gembur dengan menggunakan cangkul
kemudian
dibiarkan selama kurang lebih dua minggu untuk kemudia dibuat guludanguludan. Pengolahan lahan ini biasanya untuk petani yang pada musim tanam sebelumnya menanam padi pada lahan yang akan ditanami ubi jalar. Sisa-sisa jerami dari tanaman padi dijadikan mulsa untuk menutupi guludan-guludan tersebut. Penggunaan mulsa ini digunakan oleh beberapa petani di daerah penelitian karena pada mulsa tersebut telah mengandung pupuk organik. Pada daerah penelitian guludan-guludan tersebut berukuran lebar 50 cm dengan tinggi berkisar 25-30 cm. Sedangankan jarak antar guludan berkisar 70-100 cm yang digunakan untuk jalan penyiangan, saluran dan jalan pada saat pemupukan. Sedangkan panjang antar guludan tergantung pada ukuran lahan yang dimiliki petani, pada daerah penlitian panjang guludan berkisar 3-8 m. lxiii
Cara kedua yang banyak dilakukan petani responden adalah tanah langsung diolah bersamaan dengan pembuatan guludan-guludan tanpa ada pembajakan lahan. Lahan dapat langsung ditanami atau didiamkan dulu selama dua minggu. Lahan didiamkan untuk menetralsir lahan dari kemungkinan adanya hama dan penyakit tanaman yang tertinggal pada lahan pada saat pengolahan. Cara ini digunakan pada lahan yang sebelumnya ditanami komoditas ubi jalar ataupun komoditas palawija lainnya. Lahan bekas tanaman sayuran mengandung pupuk organik sehingga pada produksi ubi jalar tidak memerlukan pupuk organik kembali. Jumlah tenaga kerja rata-rata per hektar yang digunakan untuk semua aktivitas pengolahan lahan berasal dari TKLK sebanyak 103,17 HOK. Sedangkan yang berasal dari TKDK sebesar 29,68 HOK. Berikut ini gambaran pengolahan lahan dan lahan yang akan digunakan untuk membudidayakan ubi jalar pada daerah penelitian.
Gambar 3. Aktivitas Pengolahan Lahan
Gambar 4. Lahan Siap Tanam (Guludan)
6.1.3. Penanaman Petani responden pada daerah penelitian menanam komoditas ubi jalar dengan sistem monokultur. Proses penanaman dilakukan dengan pembuatan larikan-larikan dangkal pada guludan dengan kedalaman 5-10 cm.. Jarak tanam pada masing-masing petani responden pada saat penanaman sangat beragam berkisar antara 15-30 cm dengan jarak baris 75-100 cm hal ini belum sesuai anjuran yaitu 25-35 dan jarak baris 100 cm. Kerapatan tanaman yang terlalu tinggi pada daerah penelitian mengakibatkan hasil yang diperoleh kurang dari maksimal.
lxiv
Sebelum dilakukan penanaman lahan juga diberiakan pupuk dasar dengan unsur N, P, dan K. Pupuk dibuat larikan pada sekitar lubang tanam. Pupuk dasar yang banyak digunakan petani responden adalah Urea, TSP, dan Phonska. Pada daerah penlitian penanaman dilakukan dengan dua teknik yaitu tegak lurus dan miring terhadap lahan tanam. Masing-masing teknik ini berpengaruh terhadap hasil dan bentuk umbi dari ubi jalar yang ditanam. Tanaman yang ditanam berdiri akan menghasilkan umbi yang tidak terlalu banyak, berbentuk bulat dan berukuran besar, sedangkan tanaman yang ditanam miring akan menghasilkan umbi yang agak memanjang dan berukuran tidak terlalu besar tetapi jumlah umbi banyak. Jumlah tenaga kerja rata-rata per hektar yang digunakan untuk aktivitas penanaman terdiri dari TKDK sebanyak 2,89 HOK dan TKLK sebanyak 17,23 HOK. 6.1.4. Pengairan Aktivitas pengairan pada usahatani didaerah penelitian tidak banyak dilakukan. Pengairan hanya berasal dari adanya hujan. Hal ini kurang sesuai dengan kebutuhan ubi jalar pada saat fase awal pertumbuhan membutuhkan pengairan yang cukup . Umumnya aktivitas pengairan dilakukan dengan cara disiram pada permukaan guludan hingga basah namun tanah tidak sampai lembek. Pengairan dilakukan sekitar 7-15 hari sekali di lahan yang beririgasi, sedangkan di lahan tadah hujan pengairan dilakukan 15-30 hari sekali. Pengairan secara kontinu dapat menurunkan peluang tanaman diserang hama lanas. 6.1.5. Penyulaman Selama dua minggu setelah tanam, pertanaman ubi jalar harus diamati kontinu, terutama bibit yang mati atau tumbuh abnormal. Bibit yang mati harus segera disulam. Cara menyulam adalah dengan mengganti bibit yang mati dengan bibit yang baru. Aktivitas penyulaman ini biasanya dilakukan sambil petani melakukan penyiangan. Pada lokasi penelitian penyulaman sangat jarang dilakukan terutama pada usahatani dengan luas lahan kurang dari 0,5 ha. Hal ini dikarenakan potensi tumbuh ubi jalar tinggi, presentase tanaman yang tidak tumbuh kurang dari satu persen. Jumlah tenaga kerja rata-rata per hektar yang
lxv
digunakan untuk penyulaman terdiri dari TKDK sebanyak 0,8 HOK dan TKLK sebanyak 0,4 HOK. 6.1.6. Penyiangan dan Pembumbunan Penyiangan dilakukan untuk menghilangkan tumbuhan liar (gulma) yang tumbuh pada lahan pertanaman. Gulma merupakan pesaing tanaman ubi jalar dalam memperoleh air, unsur hara, dan sinar matahari. Penyiangan pada lokasi penelitian dilakukan pada umur tanaman 1,5 – 2 bulan. Setelah lahan bersih dari gulma, dilanjutkan dengan pembumbunan dan pemberian mulsa jerami jika tersedia. Selanjutnya pemberian pupuk kedua sekaligus pengairan pada lahan pertanaman. Aktivitas
penyiangan pada daerah penelitian kurang dilakukan
dengan intensif sehingga lahan banyak ditumbuhi gulma. Jumlah tenaga kerja per hektar yang digunakan untuk penyiangan terdiri dari TKDK sebanyak 1,70 HOK dan TKLK sebanyak 9,12 HOK. Sedangkan untuk pembumbunan terdiri dari TKLK sebanyak 41,22 HOK. Berikut ini gambaran lahan yang kurang mendapat penyiangan dan aktivitas pembumbunan pada daerah penelitian.
Gambar 5. Lahan yang Kurang Mendapat Penyiangan
Gambar 6. Aktivitas Penyiangan dan Pembumbunan
6.1.7. Pemupukan Petani responden di lokasi penelitian melakukan pemupukan pada saat tanam dan pada saat pembumbunan. Pupuk yang digunakan baik dalam pemupukan dasar maupun pemupukan kedua pada lokasi penelitian beragam sesuai dengan kebiasaan masing-masing petani. Pupuk yang digunakan adalah lxvi
pupuk akar. Pupuk akar yang digunakan antara lain pupuk kandang (organik), Urea, ZA, KCl, TSP, Pupuk Majemuk Phonska, dan NPK. Pemupukan akar dilakukan dengan sistem larikan (alur) dengan membuat larikan kecil di sepanjang guludan di samping batang tanaman sedalam 5-7 cm. Kemudian pupuk disebarkan secara merata ke dalam larikan sambil ditimbun dengan tanah. Jumlah tenaga kerja rata-rata per hektar yang digunakan untuk pemupukan terdiri dari TKDK sebanyak 10,71 HOK dan TKLK sebanyak 2,53 HOK. 6.1.8. Pengendalian Hama dan Penyakit Aktivitas pengendalian hama dan penyakit pada tanaman ubi jalar di lokasi penelitian disesuaikan dengan kondisi hama yang menyerang lahan pertanian. Pengendalian dengan menggunakan pestisida di lokasi penelitian hanya dilakukan jika tanaman yang diserang hama dan penyakit lebih dari 10 persen. Jika tidak, hanya dilakukan pengendalian secara fisik dan mekanis, yaitu dengan memotong atau memangkas/mencabut tanaman yang sakit kemudian mengumpulkan dan memusnahkannya. Pada musim tanam 2010 petani di daerah penelitian tidak melakukan pengendalian karena tidak ada serangan hama yang mengganggu pada usahatani ubi jalar tersebut. 6.l.9. Panen Panen dilakukan setelah umbi berukuran besar dan siap panen, yaitu pada umur tanaman 4,5 - 6 bulan. Petani responden di lokasi penelitian rata-rata memanen ubi jalar pada umur tanaman 5 bulan. Pengambilan keputusan waktu panen ubi jalar dipengaruhi oleh kebutuhan petani, harga jual, dan orientasi usahatani. Petani yang membutuhkan dana mendadak dapat memanen tanaman ubi jalarnya yang sudah berumur lebih dari 4 bulan, panen pada umur ini biasanya tidak mencapai hasil yang optimal.
Rata-rata produksi total usahatani ubi jalar di
lokasi penelitian adalah 13.281,74 kg/ha. Jumlah ini sudah termasuk jumlah produksi ubi jalar layak jual, dan konsumsi. Sedangkan untuk konsumsi berkisar antara 0,1-2,0 persen dari total produksi ubi jalar. Sistem pemanenan pada daerah penelitian biasanya panen yang dilakukan oleh pembeli. Aktivitas dalam pemanenan yaitu : pemotongan daun, penggalian lxvii
umbi ubi jalar dengan menggunakan cangkul, pemetikan batang dan daun dari umbi, pengumpulan, pengangkutan hasil panen ke jalan, dan penimbangan. Upah yang diterima petani bersifat borongan disesuaikan dengan jumlah kuintal hasil panen yang dikerjakan dan jarak angkut antara sawah dengan jalan. Semakin jauh jarak sawah dengan jalan, maka semakin tinggi upahnya. Upah yang diterima petani ligung antara Rp 5000,-Rp 7000,- per kuintal hasil yang diangkut tenaga kerja laki-laki. Sistem penjualan hasil panen ubi jalar yang ada di lokasi penelitian ada dua macam, yaitu sistem borongan, sistem bukti. Jumlah petani responden yang menggunakan sistem borongan 5,33 persen, sistem bukti 94,67 persen. Pada sistem borongan hasil panen dijual perluas lahan tanpa mempertimbangkan jumlah produksi dan harga. Sistem bukti pada daerah penelitian dilakukan oleh pembeli ubi jalar milik petani, petani terima harga bersih dari hasil produksi yang diperoleh sedangkan tenaga kerja pemanenan dibawa oleh pembeli sehingga petani tidak mengluarkan biaya panen. Hasil panen merupakan hasil keseluruhan produksi dan tidak dilakukan sortasi. Dengan cara panen ini petani biasanya mendapatkan harga yang lebih rendah namun tidak mengeluarkan biaya tenaga kerja. Sedangakan sistem borongan petani mengupah pekerja untuk melakukan pemanenan. Upah yang diberikan yaitu per kuintal hasil panen, berkisar Rp 3000 sampai Rp 5000 per kuintal hasil panen. Harga jual ubi jalar di lokasi penelitian berfluktuasi berkisar antara Rp 600/kg-1000/kg pada musim hujan dan Rp 1.000/kg-1.800/kg pada musim kemarau. Fluktuasi harga ini dipengaruhi oleh jumlah penawaran yang ada di pasar, penawaran pada musim kemarau (panen raya) lebih rendah dibandingkan pada musim hujan, karena lebih banyak petani yang menanam ubi jalar pada musim hujan.
6.2. Analisis Penggunaan Sarana Produksi Analisis penggunaan sarana produksi merupakan analisis input-input produksi yang digunakan petani dalam usahatani ubi jalar seperti bibit, pupuk, obat-obatan, lahan, tenaga kerja, dan modal. Analisis ini dilakukan pada usahatani ubi jalar jawa pada musim tanam tahun 2010.
lxviii
6.2.1. Bibit Ubi Jalar Bibit ubi jalar yang digunakan dapat berasal dari tanaman ubi jalar yang berumur dua bulan atau lebih. Bibit ubi jalar di lokasi penelitian tidak diperjualbelikan, petani mendapatkannya dengan mengambil dari pembibitan, hasil produksi sebelumnya, atau dari produksi petani lain. Oleh karena itu biaya yang digunakan untuk menghitung biaya bibit adalah biaya opportunity cost produksi ubi jalar untuk dua bulan. Lahan yang digunakan untuk pembibitan adalah 1/10 dari luas lahan tanam yang dapat memproduksi maksimum 51.000 stek, jika stek yang digunakan stek pucuk, stek batang kedua, dan stek batang ketiga. Biaya yang digunakan untuk memproduksi bibit ubi jalar pada luas lahan pembibitan 0,1 ha selama dua bulan adalah Rp. 706.646,70. Perhitungan biaya bibit sebagai biaya yang diperhitungkan dapat dilihat pada lampiran 3. Penghitungan jumlah bibit berdasarkan Rukmana (1997), bibit yang digunakan berdasarkan pendekatan persentase luas lahan dengan jarak tanam pada petani responden. Dapat dilihat pada persamaan berikut :
Pendekatan merupakan pendekatan paling tepat karena mendekati kondisi yang aktual di lapangan. Jumlah rata-rata stek yang digunakan oleh petani responden adalah 41.103,04 stek/ha dengan jarak tanam 15 - 35 cm dan jarak baris 70 - 100 cm. Penggunaan stek ini lebih banyak dari jumlah anjuran penyuluhan pertanian yaitu 36.000 stek per hektar dengan anjuran jarak antar tanaman 25-35 cm, dengan jarak antar baris 90 – 100 cm. Petani responden beranggapan bahwa semakin banyak stek yang ditanam maka akan menghasilkan produksi yang lebih besar, karena pada setiap stek akan menghasilkan umbi. Selain itu, luas lahan yang relatif sempit membuat petani pada daerah penlitian memaksimalkan penggunaan bibit dengan meningkatkan kerpatan tanaman. Berdasarkan penelitian pada petani responden ternyata hasil yang didapatkan kurang optimal dan produktivitas lahan yang didapat ternyata kurang dari rata-rata produktivitas Kecamatan Dramaga. Sebaran penggunaan bibit dan jarak tanam petani responden dijelaskan pada tabel 23.
lxix
Tabel 23.
Sebaran Petani Responden Berdasarkan Teknik Tanam Usahatani Ubi Jalar di Desa Purwasari Tahun 2010
Jarak antar tanaman Jarak Σ % (cm) petani 15-19 16 5,33 20-24 14 17,33 25-35 0 77,33 Total
75
Jarak antar baris Jarak Σ % (cm) petani 70-79 9 12,00 80-89 13 17,33 90-100 53 70.67
100 Total
75
Penggunaan bibit Σ bibit Σ (ribu stek) petani < 30 6 35< B <39 26 40 < B< 50 29 >50 14 100 Total 75
% 8,00 34,67 38,67 18,67 100
6.2.2. Pupuk Pupuk dan pestisida yang digunakan oleh petani dibeli dari Koperasi Unit Desa (KUD) dan toko pupuk eceran. Harga di toko eceran lebih tinggi dibandingkan KUD, hal ini dikarenakan tata niaga pupuk di lokasi penelitian belum sepenuhnya tertutup. Pupuk yang digunakan petani responden terdiri dari tiga macam yaitu pupuk organik (pupuk kandang), pupuk akar anorganik, dan pupuk daun. Pupuk organik (pupuk kandang) digunakan petani pada proses pengolahan tanah. Pupuk akar non organik terdiri dari pupuk Urea, TSP, NPK dan Pupuk Majemuk Phonska. Rata-rata penggunaan pupuk akar anorganik secara berturutturut adalah 139,17 kg/ha, TSP 37,02 kg/ha sedangkan pupuk phonska sebesar 47,19 kg/ha. Selain itu ada juga beberapa responden yang menggunakan pupuk Za dan KCL. Pada daerah penelitian petani tidak menggunakan pupuk daun karena untuk varietas ubi jawa jika daun terlalu subur maka umbi yang dihasilkan akan menjadi lebih sedikit. 6.2.3. Alat-Alat Pertanian Alat yang digunakan dalam usahatani ubi jalar adalah cangkul, semprotan sabit, kored, linggis, keranjang, dan ember. Peralatan tersebut biasanya merupakan milik petani sendiri, akan tetapi jumlahnya tidak seimbang dengan luas lahan yang diusahakan karena masing-masing buruh tani membawa alat masing-masing. Pembelian alat pertanian tidak dilakukan setiap musim, karena alat-alat pertanian tersebut dapat digunakan beberapa kali sampai tidak dapat digunakan lxx
kembali. Alat pertanian yang digunakan akan mengalami penyusutan setiap tahunnya. Biaya penyusutan ini dihitung sebagai biaya yang diperhitungkan. Nilai penyusutan dalam analisis ini diperoleh dengan menggunakan metode garis lurus. Nilai penyusutan dihitung terhadap rata-rata alat-alat pertanian yang digunakan oleh petani responden di Desa Purwasari sebesar Rp 151.713,68. Rincian perhitungan penyusutan dapat dilihat pada lampiran4. 6.2.4. Lahan Lahan yang digarap oleh petani responden terdiri dari lahan milik, dan lahan gadai. Lahan milik, dihitung dengan biaya diperhitungkan sewa lahan. Biaya yang dikeluarkan petani untuk menyewa lahan seluas satu hentar selama lima bulan masa tanam adalah sebesar Rp 750.000/ha, sedangkan untuk biaya diperhitungkan sewa lahan sebesar Rp 750.000/ha. Rata-rata pajak yang dibayarkan perluas lahan permusim tanam yaitu Rp.48.125, besar kecilnya pajak tergantung pada lokasi lahan yang dimiliki oleh petani. Luasan lahan, ketersedian akses jalan, dan sarana irigasi juga mempengaruhi besar kecilnya pajak yang dibayarkan. 6.2.5. Tenaga Kerja Ketersediaan tenaga kerja di lokasi penelitian relatif banyak dan mudah didapatkan karena rata-rata penduduknya bermata pencaharian sebagai buruh tani. Tenaga kerja yang digunakan dalam usahatani ubi jalar menggunakan satuan HOK yang terdiri dari tenaga kerja dalam keluarga (TKDK) dan tenaga kerja luar keluarga (TKLK). TKDK merupakan anggota keluarga sendiri seperti suami, isteri dan anak. Sedangkan TKLK merupakan tenaga kerja upahan yang yang berasal dari penduduk sekitar. Jam kerja di lokasi penelitian adalah lima jam per hari, yang dimulai dari pukul 07.00-12.00 WIB. Upah rata-rata tenaga kerja di lokasi penelitian adalah Rp. 25.000/HOK untuk tenaga kerja pria dan Rp 15.000 untuk tenaga kerja wanita, sedangkan untuk upah borongan menyesuaikan dengan tingkat kesulitan jenis aktivitas. Berdasarkan Tabel 24 terlihat jumlah hari kerja rata-rata usahatani ubi jalar di lokasi penelitian adalah 233,44 HOK hari, yang terdiri dari 51,57 HOK TKDK dan 181,87 HOK TKLK. Jumlah penggunaan TKDK lebih rendah lxxi
dibandingkan dengan jumlah TKLK, karena budidaya ubi jalar membutuhkan tenaga kerja yang cukup banyak selain itu kebanyakan petani responden yang telah melewati masa produktif. Aktivitas yang dikerjakan oleh TKDK adalah pekerjaan yang ringan dan dapat dilakukan sendiri oleh keluarga petani, seperti penanaman, pemupukan, dan penyiangan. Jumlah penggunaan tenaga kerja yang paling besar pada aktivitas pengolahan tanah, pembumbunan dan penanaman (Tabel 24). Tabel 24. Rata-Rata Penggunaan Tenaga Kerja per Hektar Ubi Jalar di Desa Purwasari Tahun 2010 Aktivitas Penyetekan pengolahan lahan Penanaman Pemupukan Pembumbunan Penyiangn Pemupukan Panen Jumlah
TKDK (HOK) 0,56 29,68 2,89 2,19 2,22 2,86 10,71 0,46 51,57
TKLK (HOK) 5,01 103,17 17,23 6,70 45,23 0,00 2,53 0,00 181,87
Total TK (HOK) 5,57 132,85 20,12 8,89 47,45 2,86 13,24 0.46 233,44
6.2.6. Modal Modal yang digunakan oleh petani responden seluruhnya berasal dari modal pribadi. Petani tidak berani untuk meminjam modal kepada pihak lain dikarenakan risiko dari usahatani ubi jalar tinggi. Walaupun usahatani ubi jalar di lokasi penelitian termasuk ke dalam usahatani komersial karena hasilnya diperjualbelikan dan ditujukan untuk mencapai keuntungan maksimum bagi petani, akan tetapi memiliki risiko harga yang tinggi. Risiko harga berasal dari fluktuasi harga jual ubi jalar di lokasi penelitian yang telah diterangkan sebelumnya. Selain itu petani responden beranggapan bahwa meminjam modal ke pihak lain seperti bank, tengkulak, dan kerabat membatasi keleluasaan pengambilan keputusan dan hati merasa tidak tenang. Petani enggan meminjam kepada pihak bank dan tengkulak karena syarat yang sulit dan bunga yang ditetapkan terlalu besar, sedangkan skala usahatani ubi jalar yang dijalankan sebagian besar kurang lxxii
dari 0,5 ha. Masalah modal di lokasi penelitian dapat diatasi oleh petani dengan bergabung dalam Koperasi Unit Desa (KUD) yang menyediakan input usahatani. Dengan menjadi anggota KUD, petani dapat meminjam input produksi untuk kemudian dibayar pada saat panen. 6.3. Penerimaan Usahatani Ubi Jalar Analisis terhadap penerimaan usahatani ubi jalar terdiri dari penerimaan tunai dan penerimaan tidak tunai. Penerimaan tunai merupakan penerimaan yang langsung diterima oleh petani dalam bentuk uang tunai dari hasil penjualan ubi jalarnya. Sedangkan penerimaan non tunai merupakan penerimaan yang diperoleh petani tidak dalam bentuk uang tunai melainkan dalam bentuk seperti konsumsi atau stock bibit. Produksi ubi jalar merupakan keseluruhan hasil panen yang diperoleh oleh petani pada setiap lahan yang diusahakan, karena pada daerah penelitian tidak ada sortasi terhadap hasil produksi menjadi ubi kualitas baik maupun afkir. Penerimaan usahatani ubi jalar dapat dihitung dari hasil perkalian antara jumlah hasil produksi ubi jalar dengan harga. Jumlah rata-rata produksi ubi jalar pada musim tanam 2010 pada lokasi penelitian adalah 13.281,74 kg/ha dengan harga jual rata-rata Rp 754,26/kg. Penerimaan tunai yang diperoleh petani dari hasil penjualan ubi jalar adalah Rp 10.198.907,60. (Tabel 25) Tabel 25. Penerimaan Usahatani Ubi Jalar per Hektar di Desa Purwasari Tahun 2010 Penerimaan
Jumlah (kg)
Ubi kualitas baik
13.281,74
Harga (Rp/kg) 754, 26
Penerimaan tunai Konsumsi oleh RT
Nilai (Rp) 10.017.883,60 10.017.883,60
240
754, 26
181.024,00
Penerimaan non tunai Total penerimaan
10.198.907,60
6.3.1. Biaya Usahatani Ubi Jalar Biaya usahatani ubi jalar terdiri dari dua bagian, yaitu biaya tunai dan biaya yang diperhitungkan. Biaya tunai yang dikeluarkan oleh petani responden meliputi biaya pemupukan, biaya tenaga kerja luar keluarga, sewa lahan, dan pajak lahan. Sedangkan biaya diperhitungkan merupakan biaya yang dikeluarkan lxxiii
petani untuk kegiatan produksi yang harus diperhitungkan sebagai pengeluaran petani untuk usahatani ubi jalar. Biaya diperhitungkan yang dikeluarkan petani responden meliputi biaya tenaga kerja dalam keluarga, biaya pembibitan, biaya penyusutan, dan biaya sewa lahan milik. Tabel 26 menyajikan gambaran biaya usahatani petani responden. Tabel 26. Biaya Usahatani Ubi Jalar per Hektar di Desa Purwasari per Musim Tanam pada Tahun 2010 Keterangan
Jumlah
Harga satuan (Rp)
Nilai (Rp)
% atas biaya
Biaya tunai TKLK (HOK hari)
181,75
25.000,00
4.546.750,00
54,65
1,00
350.000,00
350.000,00
3,34
Pupuk Urea
139,17
2000,00
278340,00
3,47
Pupuk TSP
37,02
2500,00
92550,00
1,11
Phonska
47,91
3000,00
143730,00
1,72
5.109.495,00
65,05
Pajak lahan (ha/5 bulan)
Total biaya tunai Biaya diperhitungkan TKDK (HOK hari)
51,57
25.000,00
1.289.250,00
16,08
46.068,85
-
706.646,70
8,61
1,00
750.000,00
750.000,00
9,01
151.713,00
151.713,00
1,82
Total biaya diperhitungkan
2.893.459,20
34,95
Total biaya
8.304.829,20
100,00
Pembibitan (stek) Sewa lahan (ha/5 bulan) Penyusutan
Nilai biaya terbesar pada komponen biaya tunai adalah biaya tenaga kerja luar keluarga (TKLK) sebesar Rp 4.546.750,00 atau 54,65 persen dari biaya total. Jumlah tenaga kerja luar keluarga adalah 181,75 HOK dengan upah rata-rata Rp 25.000. Biaya tenaga kerja luar keluarga yang besar dikarenakan pada lokasi penelitian aktivitas usahatani ubi jalar mulai dari pengolahan lahan sampai panen lebih banyak menggunakan tenaga kerja luar keluarga atau buruh tani, selain itu faktor usia dari petani responden juga berpengaruh terhadap banyaknya penggunaan tenaga kerja luar keluarga. Biaya terbesar kedua adalah tenaga kerja dalam keluarga sebesar 16,08 persen dari biaya total. Total biaya tenaga kerja dalam keluarga yaitu sebesar Rp.1. 289.250,00 .Biaya ini diperhitungkan untuk semua aktivitas sperti penyiapan bibit, penanaman, pengolahan lahan hingga panen. Biaya sewa lahan lxxiv
untuk satu musim tanam selama lima bulan di lokasi penelitian berkisar adalah Rp 750.000.000/ha. Biaya pajak lahan di lokasi penelitian beragam sesuai dengan kondisi lahan yang dimiliki rata-rata biaya pajak yang dikeluarkan per hektar per musim tanam yaitu Rp 350.000 . Semakin dekat lokasi lahan dengan irigasi, jalan utama dan luasan lahan yang dimiliki makan pajak yang dibayarkan petani juga akan semakin besar. Komponen biaya pemupukan terdiri dari biaya pupuk urea, biaya pupuk TSP dan biaya untuk pupuk phonska. Biaya pemupukan terbesar adalah biaya untuk pupuk Urea yaitu sebesar 3,47 persen dari total biaya usahatani. Biaya pemupukan lainnya secara berturut-turut dari presentase biaya yang besar adalah Phonska 1,72 persen dari total biaya usahatani, dan TSP sebesar 1,11 persen dari total biaya usahatani Biaya tunai pajak lahan satu hektar selama lima bulan masa tanam untuk lahan milik adalah Rp 350.000 atau 4,20 persen dari biaya total. Biaya lahan tidak terlalu besar karena sebagian lahan yang diusahakan di lokasi penelitian adalah lahan tadah hujan yang nilai jualnya lebih rendah dari lahan irigasi. Pada komponen biaya diperhitungkan, biaya terbesar adalah biaya tenaga kerja dalam keluarga (TKDK) sebesar Rp 1.289.250,00 atau 16,08 persen dari total biaya. Jumlah tenaga kerja yang digunakan adalah 51,57 HOK. Biaya tenaga kerja dalam keluarga digunakan untuk jenis pekerjaan mulai dari pengolahan lahan, penanaman, pemupukan, dan pengendalian hama penyakit. Komponen biaya pembibitan sebesar 8,61 persen atau senilai Rp 706.646,70 untuk lahan pembibitan 0,1 ha. Biaya pembibitan sendiri terdiri dari biaya bibit, tenaga kerja, pengairan, pupuk, pestisida, dan sewa lahan selama dua bulan. Baik petani yang melakukan perbanyakan melalui pembibitan sendiri ataupun hasil produksi menggunakan biaya bibit yang diperhitungkan. Komponen biaya diperhitungkan terbesar lainnya yaitu sewa lahan milik sebesar 9,01 persen dari total biaya atau senilai Rp 750.000/ha untuk lima bulan masa produksi ubi jalar. Biaya ini dikenakan kepada petani yang mengusahakan lahan milik, lahan sakap. Selanjutnya biaya penyusutan alat-alat pertanian sebesar 1,82 persen atau senilai Rp 147.562,50 Penghitungan biaya penyusutan berdasarkan metode garis lurus. lxxv
6.3.2. Pendapatan Usahatani Ubi Jalar Pendapatan usahatani merupakan selisih antara penerimaan usahatani dengan pengeluaran usahatani. Komponen pendapatan usahatani meliputi pendapatan atas biaya tunai dan pendapatan atas biaya total. Analisis R/C rasio digunakan untuk menunjukan perbandingan antara nilai output terhadap nilai inputnya sehingga dapat diketahui kelayakan usahatani yang diusahakan petani ubi jalar. Penerimaan usahatani ubi jalar petani responden adalah Rp 10.198.907,60 sedangkan biaya tunai adalah Rp 5.411.370,00 dan biaya total adalah Rp
8.304,829,00. Rincian penerimaan dan biaya ubi jalar dapat dilihat
pada tabel 27. Tabel 27. Perhitungan Pendapatan dan Rasio Penerimaan Terhadap Biaya (R/C) Usahatani Ubi Jalar per Hektar di Desa Purwasari Musim Tanam 2010. Uraian Penerimaan BIAYA TUNAI Pupuk Urea (139.17@2000) TSP(37.02@2500) Phonska(47.91@3000) Pajak Lahan Tenaga Kerja Luar Keluarga Total Biya Tunai BIAYA YANG DIPERHITUNGKAN Bibit Sewa Lahan Tenaga Kerja Dalam Keluarga Penyusutan Total Biaya Yang Diperhitungkan Total Biaya Usahatani Pendapatan Terhadap biaya tunai Pendapatan Terhadap biaya total R/C Terhadap Biaya Tunai R/C Terhadap Biaya Total
(Rp)
(Rp) 10,198,907.60
278,340.00 92,550.00 143,730.00 350,000.00 4.546.750,00 5.411.370,00
706.646,10 750.000,00 1.289.250,00 147.562,50 2.907.213,00 8.304.829,20 4.787.537,60 1.894.078,40 1.88 1.23
Berdasarkan tabel, dapat dilihat bahwa pendapatan atas biaya tunai usahatani ubi jalar sebesar Rp 4.787.537,60 lebih besar dari nol. Hal ini berarti usahatani ubi jalar di lokasi penelitian memberikan keuntungan sebesar Rp 4.787.537,60 bagi petani atas biaya tunai yang dikeluarkannya dalam lxxvi
memproduksi ubi jalar seluas satu hektar. Sedangkan pendapatan atas biaya total adalah Rp 1.894.078,40 lebih besar dari nol menunjukan bahwa usahatani ubi jalar di lokasi penelitian memberikan keuntungan sebesar Rp 4.787.537,60 bagi petani atas total biaya yang dikeluarkannya untuk memproduksi ubi jalar seluas satu hektar. Hasil analisis pendapatan menunjukan bahwa usahatani ubi jalar di Desa Purwasari menguntungkan untuk diusahakan. Namun, pendapatan usahatani ubi jalar pada petani responden di Desa Purwasari
Kecamatan Dramaga
Kabupaten Bogor jauh lebih rendah dibandingkan dengan daerah penghasil ubi jalar lainnya seperti Desa Gunung Malang Kabupaten Bogor. Pendapatan usahatani terhadap biaya total pada petani ubi jalar di Desa Gunung Malang Kabupaten Bogor berdasarkan penelitian Herdiman (2008) sebesar Rp. 6.989.90,59. Sedangakan, pada petani responden di Desa Purwasari Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor hanya sebesar Rp. 1.894.078,40,-. Nilai R/C atas biaya tunai usahatani ubi jalar di lokasi penelitian adalah 1,88. Hal ini berarti bahwa setiap Rp 1.000 yang dikeluarkan petani dalam kegiatan produksi ubi jalar akan memperoleh penerimaan sebesar Rp 1.880. Sedangkan nilai R/C atas biaya total adalah 1,23. Hal ini berarti bahwa setiap Rp 1.000 biaya total yang dikeluarkan petani dalam kegiatan produksi ubi jalar akan memperoleh penerimaan sebesar Rp 1.230. Berdasarkan hasil analisis tersebut, maka usahatani ubi jalar di Desa Purwasari menguntungkan untuk diusahakan. Hal ini dikarenakan nilai R/C atas biaya tunai maupun R/C atas biaya total lebih dari satu. Secara keseluruhan berdasarkan analisis pendapatan, dan analisis R/C dapat disimpulkan bahwa usahatani ubi jalar di Desa Purwasari Kabupaten Bogor menguntungkan untuk diusahakan. 6.4. Analisis Fungsi Produksi Cobb-Douglas 6.4.1. Pendugaan Model Fungsi Produksi Cobb-Douglas Model yang digunakan untuk mengestimasi fungsi produksi usahatani ubi jalar adalah model fungsi Cobb-Douglas menggunakan metode kuadrat terkecil (ordinary least square).
Motode OLS digunakan untuk menggambarkan
hubungan antara produksi maksimum yang dapat dicapai dengan penggunaan faktor-faktor produksi yang ada. Faktor-faktor produksi pada penelitian yang lxxvii
diduga berpengaruh terhadap produksi ubi jalar adalah luas lahan, penggunaan bibit, penggunaan tenaga kerja, penggunaan unsur N, penggunaan unsur K, penggunaan pupuk daun, penggunaan pestisida, dan penggunaan pupuk kandang. Akan tetapi karena variabel pupuk daun, pestisida, dan pupuk kandang hanya digunakan oleh sebagian kecil responden sehingga dianggap tidak mewakili keragaan fungsi produksi ubi jalar di lokasi penelitian, maka variabel tersebut di keluarkan dari model fungsi produksi Cobb-Douglass yang akan diteliti. Pendugaan parameter fungsi produksi dengan metode OLS menunjukan gambaran kinerja rata-rata (best fit) dari produksi petani pada tingkat teknologi yang ada. Fungsi produksi dibentuk dari variabel lahan, bibit per lahan, tenaga kerja per lahan, unsur N per lahan, dan penggunaan unsur K per lahan. Tabel 28 berikut menunjukan hasil pendugaan fungsi produksi usahatani ubi jalar di Desa Purwasari tahun 2010. Tabel 28. Estimasi Fungsi Produksi Cobb-Douglass per Usahatani Ubi Jalar Di Desa Purwasari pada Musim Tanam Tahun 2010 Penduga Intercept (ln x0)
Koefisien Regresi 12,145
thitung
p-Value
12,42
0,000
Lahan(ln X1)
1,095
12,54
0,000
Bibit(ln X2)
-0,268
-3.32
0,001
TK(ln X3)
0,017
0.16
0,877
Unsur N(ln X4)
0,041
0.55
0,581
Unsur K(ln X5)
0,028
1,40
0,058
Model yang digunakan meruapakan model terbaik yang telah melalui beberapa tahap pengujian. Model ini adalah model produksi sebagai fungsi, rasio bibit terhadap lahan, rasio tenaga kerja terhadap lahan, rasio penggunaan pupuk N terhadap lahan, dan rasio pupuk penggunaan pupuk K terhadap lahan. Terlihat bahwa koefisien determinasi (R2) sebesar 0,944 artinya 94,4 persen variasi produksi padi dapat diterangkan oleh variabel yang ada didalam model dan sisanya 5,6 persen diterangkan oleh variabel lain diluar model. Untuk mengetahui tingkat pengaruh variabel independen secara bersama-sama terhadap lxxviii
variabel dependen dgunakan uji F. Hasil uji F menunjukkan bahwa nilai F-hitung 191.699 lebih besar dari F-tabel pada tingkat kesalahan 5 persen. Hal ini berarti bahwa variabel indivenden: lahan, bibit per lahan, tenaga kerja per lahan, unsur N per lahan, dan unsur K per lahan nyata terhadap variabel devenden (produksi) pada tingkat kesalahan 10 persen. Model yang dibentuk tidak memiliki masalah multikolinearitas dan juga autokorelasi. Nilai VIF pada analisis regresi menunjukkan tidak ada yang melebihi 10 menandakan model yang di bentuk telah terbebas dari multikolinearitas. Sedangkan autokorelasi dapat dilihat dari nilai Durbin Watson, nilai Durbin Watson sebesar 1,865 berada diantara 1,55 dan 2,46, berarti model tersebut tidak memiliki masalah autokorelasi (Lampiran 2) . Model yang dapat
dibentuk dapat dilihat pada persamaan berikut. ln Y
= 12,145+ 1.095ln X1 -0,268 ln X2 +0.017 ln X3+ 0.041 ln X4+ 0, 028 ln X5 Berdasarkan dari hasil pendugaan model diatas, maka model yang
digunakan sebagai model terbaik. Model ini telah memenuhi kriteria dari fungsi produksi Cobb-Douglas. Selanjutnya model inilah yang akan dibahas untuk menggambarkan fungsi produksi dari usahatani ubi jalar di Desa Purwasari. 6.4.2. Interpretasi Model Terbaik Fungsi Produksi Cobb-Douglas Model
terbaik
fungsi
produksi
Cobb-Douglas
digunakan
untuk
menganalisis fungsi produksi usahatani ubi jalar di Desa Purwasari. Parameter yang akan digunakan adalah parameter dari fungsi produksi Cobb-Douglas metode OLS. Berikut merupakan interpretasi dari masing-masing faktor produksi dalam model terbaik fungsi produksi Cobb-Douglas: 1.
Lahan Penggunaan lahan berpengaruh positif dan nyata pada taraf kepercayaan
95 persen terhadap produksi ubi jalar. Nilai elastisitas lahan terhadap produksi sebesar 1,095 menunjukan bahwa dengan peningkatan luas lahan sebesar satu persen maka akan meningkatkan produksi ubi jalar sebesar 1,095 persen, cateris paribus. Namun peningkatan luas lahan harus diikuti oleh penggunaan input-input variabel lainnya per hektar dalam rasio yang konstan. lxxix
Pengaruh lahan yang cukup besar menjelaskan bahwa ekstensifikasi merupakan cara untuk meningkatkan produksi yang paling baik di lokasi penelitian karena teknik maupun teknologi yang digunakan petani relatif sama karena belum ada inovasi teknik maupun teknologi yang memungkinkan terjadinya peningkatan produksi ubi jalar secara nyata. Ekstensifikasi luas tanam ubi jalar di lokasi penelitian masih memungkinkan karena masih banyak sumber daya lahan yang belum digunakan. Selain itu, petani responden juga dapat meningkatkan persil penggunaan lahan milik untuk ditanami ubi jalar. Namun petani membutuhkan biaya atau modal tambahan jika ingin menambah lahan tanam dengan melakukan pembelian lahan. 2.
Bibit Penggunaan bibit per lahan diduga berpengaruh positif terhadap produksi
usahatani ubi jalar di Desa Purwasari. Asumsi penelitian terhadap benih yaitu penggunaan bibit ubi jalar pada daerah penelitian masih kurang dan belum mencapai optimal. Sehingga penambahan penggunaan bibit samapai batas optimala akan meningkatkan produksi usahatani ubi jalar di Desa Purwasari. Berdasarkan uji variabel, Penggunaan bibit per lahan berpengaruh negatif dan nyata pada taraf kepercayaan 95 persen terhadap produksi ubi jalar. Nilai elastisitas bibit per lahan terhadap produksi sebesar – 0,268 menunjukan bahwa penambahan jumlah bibit per lahan sebesar satu persen akan menurunkan produksi ubi jalar sebesar 0,268 persen, cateris paribus. Hal ini menunjukan bahwa jumlah bibit yang digunakan petani selama ini tidak memungkinkan untuk ditambah karena cenderung akan menurunkan produksi Penggunaan rata-rata bibit ubi jalar di lokasi penelitian adalah 46.068,85 stek/ha dengan jarak tanam 20 - 35 cm dan jarak baris 70 - 100 cm. Penggunaan bibit di lokasi penelitian melebihi anjuran dari penyuluhan pertanian yaitu sebesar 36.000 stek/ha dengan jarak tanam 30-35 cm dan jarak baris 90 – 100 cm, hal ini mengakibatkan penambahan bibit akan berpengaruh negatif terhadap produksi. Jumlah bibit yang terlalu banyak mengakibatkan kerapatan tanaman per luas lahan akan semakin besar, hal ini mengakibatkan persaingan tanaman dalam memperoleh unsur-unsur hara dan makanan semakin tinggi, pada akhirnya menyebabkan hasil produksi yang tidak optimal. Petani responden di lokasi lxxx
penelitian
menambahkan
jumlah
bibit
yang
digunakan
dengan
cara
memperpendek jarak tanam dan jarak baris. 3.
Tenaga Kerja Penggunaan tenaga kerja per lahan berpengaruh positif dan tidak nyata
terhadap produksi ubi jalar di daerah penelitian pada tingkat kepercayaan 95 persen. Secara umum penambahan tenaga kerja tidak akan berpengaruh nyata terhadap hasil produksi ubi jalar, karena penggunaan tenaga kerja pada daerah penelitian telah mencapai jumlah yang mendekati optimal dan kurang beragamnya penggunaan tenaga kerja antar petani. akantetapi jika ada penambahan tenaga kerja pada aktivitas pemanenan dapat meningkatkan penerimaan petani karena harga jual akan lebih mahal. Pada daerah penelitian aktivitas pemanenan tidak dilakukan oleh sebagian besar petani. Pemanenan dengan sistem borongan yaitu dengan pembeli yang membawa tenaga kerja sendiri. 4.
Unsur N Penggunaan unsur N per lahan berpengaruh positif namun tidak
berpengaruh nyata terhadap produksi usahatani ubi jalar. Hal ini dikarenakan penggunaan unsur N yang hampir seragam antar petani responden dan sudah mendekati penggunaan anjuran, rata-rata penggunaan unsur N per hektar di lokasi penelitian adalah 71 kg, sedangkan anjuran penyuluh adalah pada kisaran 70 kg – 90 kg per hektar. Sehingga penambahan pada penggunaan unsur N tidak akan meningkatkan produksi usahatani ubi jalar di lokasi penelitian. 5.
Pupuk K Penggunaan unsur K per lahan berpengaruh positif dan nyata terhadp
produksi ubi jalar pada taraf kepercayaan 90 persen. Nilai koefisien pupuk per lahan sebesar 0,0283 menunjukan bahwa dengan adanya penambahan penggunaan unsur K sebesar satu persen maka akan meningkatkan jumlah produksi ubi jalar sebesar 0,0283 persen, cateris paribus. Kecilnya pengaruh penambahan unsur K terhadap produksi ubi jalar pada daerah penelitian yang hanya sebesar 0,0283 persen dari setiap satu satu persen penambahan unsur K dikarenakan rata-rata penggunaan unsur di lokasi penelitian yang 61,08 kg/ha telah mendekati anjuran yang diberikan punyuluh pertanian adalah 50-70 kg/ha. Untuk menambahkan 0,0283 kg unsur K yaitu dengan menambahkan penggunaan pupuk KCL sebesar lxxxi
0,047 kg, atau dengan menambahkan pupuk phonska sebesar 0,19 kg. Pada daerah penelitian unsur K diperoleh dari penggunaan pupuk KCL dan pupuk phonska. Unsur K berguna salah satunya untuk pembentukan karbohidrat. Semakin meningkat penggunaan pupuk K (di bawah batas penggunaan maksimum), maka tanaman yang dihasilkan akan mengalami pembentukan umbi menjadi lebih besar sehingga hasil produksi ubi jalar dapat meningkat. 6.5. Analisis Efisiensi Alokasi Faktor Produksi Tujuan akhir dari suatu proses produksi yang diusahakan oleh petani tidak hanya ingin mencapai tingkat produksi yang setinggi-tingginya, namun yang lebih utama adalah memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya. Untuk mencapai tujuan menurut Doll dan Orazem (1984), petani harus mampu memenuhi syarat keharusan dan syarat kecukupan. Pemenuhan dua syarat tersebut ditandai oleh tercapainya suatu persamaan, dimana Nilai Produk Marginal akan sama dengan Biaya Korbanan Marginal atau rasio antara NPM dan BKM sama dengan satu. Untuk menghitung NPM diperlukan besaran Produk Marginal, karena NPM merupakan hasil kali Harga Produk (Py) dengan Produk Marginal (PM). Biaya Korbanan Marginal adalah tambahan biaya yang dikeluarkan untuk meningkatkan penggunan faktor -faktor produksi satu saatuan. Untuk melihat tingkat efisiensi harga dari penggunaan faktor-faktor produksi dapat dilihat dari rasio Nilai Produk Marginal (NPM) dengan Biaya Korbanan Marginal (BKM) per periode produksi (Tabel 29). Pada Tabel 29 dapat dilihat kondisi efiisiensi produksi usahatani ubi jalar. Tabel 29. Analisis Efisiensi dari Alokasi Penggunaan Faktor–faktor produksi per Usahatani Ubi Jalar Di Desa Purwasari 2010 Input Lahan
Rata-rata Input
Koefisien
NPM
BKM
NPM/BKM
0,33
1,095
11.502.650,00
1.500.000
15,33
180,014
0,017
327,75
25.000
0,01
N
71,20
0,041
1986,78
2.000
0,99
K
61,08
0,028
1581,63
3.000
0,52
TK
Hasil analisis efisiensi alokasi dari faktor produksi tanah dengan harga sewa tanah per musim per hektar adalah lebih dari satu (15,33) . Hal ini menunjukkan bahwa secara ekonomis alokasi dari faktor produksi pada tingkat lxxxii
0.33 hektar pada musim tanam 2010 belum efisien. Hal ini berarti jika masih dapat dilakukan penambahan alokasi penggunaan luas lahan garapan usahatani, maka petani di daerah penelitian masih akan mendapatkan keuntungan yang lebih besar lagi. Nilai Produk Marginal dari lahan sebesar Rp. 11.502.650,- sedangkan biaya yang harus dikeluarkan untuk memperoleh input tersebut adalah Rp. 1.500.000,- ini berarti setiap penambahan luas lahan sebesar 1 hektar akan meningkatkan penerimaan petani sebesar Rp. 11.502.650,-. Rasio NPM-BKM dari tenaga kerja, penggunaan unsur N dan penggunaan unsur K masing-masing adalah 0,99 dan 0,52. Angka ini menunjukkan perlunya adanya pengurangan agar tercapai efisiensi. Nilai Produk Marginal dari tenaga kerja sebesar Rp. 327, 25 sementara biaya untuk mendapatkan input tersebut sebesar Rp. 25.000,-, ini berati setiap pengurangan 1 (HOK) maka akan meningkatkan penerimaan petani sebesar Rp. 327, 25. Sementara itu, Nilai Produk Marginal untuk penggunaan unsur N Rp. 1.986,78 dengan harga untuk memperoleh input tersebut Rp. 2000,- artinya setiap pengurangan 1 kg urea maka akan meningkatkan penerimaan sebesar Rp.1.986,78. Penambahan penerimaan terhadap penggunaan pupuk tidak terlalu berpengaruh besar hal ini dikarenakan penggunaan pupuk telah mendekati anjuran. Nilai produk marginal dari penggunaan unsur K sebesar Rp 1.581,83 ini berarti setiap pengurangan 1 kg unsur K maka akan meningkatkan penerimaan petani sebesar Rp. 1.581,83. Untuk mencapai penggunaan faktor produksi pada level efisien sehingga diperoleh kombinasi optimal penggunaan faktor-faktor produksi, nilai NPM harus sama dengan BKM atau rasio antara NPM dan BKM harus sama dengan satu. Tabel 30 menyajikan penggunaan faktor-faktor produksi dalam level efisien. Tabel 30. Kombinasi Optimal Penggunaan Faktor Produksi Ubi Jalar per Musim di Desa Purwasari Tahun 2010 Input Lahan
Rata-rata Input
Koefisien
NPM
BKM
Kombinasi Optimal
0,33
1,095
11.502.650,00
1.500.000
5,03
180,014
0,017
327,75
25.000
2,36
N
71,20
0,041
1.986,78
2.000
70,72
K
61,08
0,028
1.581,63
3.000
32,20
TK
lxxxiii
Kondisi efisen dari alokasi penggunaan faktor-faktor produksi akan tercapai jika penggunaan lahan
yang semula hanya 0,33 hektar ditingkatkan
menjadi 5,03 hektar. Namun kondisi pada daerah penelitian tidak memungkinkan untuk masing-masing petani meningkatkan penggunaan lahan sampai 5, 35 hektar. Lahan yang dimiliki petani rata-rata hanya berkisar antara 0,5 – 2 hektar, sedangakan untuk membeli lahan baru akan membutuhkan biaya yang besar. Sedangkan pada penggunaan tenaga kerja harus dikurangi dari 180,01 HOK hingga menjadi 2,36 HOK. Pengurangan pada penggunaan HOK khususnya untuk tenaga kerja luar keluarga akan semakin memberikan keuntungan optimal dikarenakan akan mengurangi biaya untuk upah pada tenaga kerja yang digunakan tersebut. Sementara itu penggunaan unsur N untuk mencapai kondisi efisien yaitu dengan mengurangi penggunaan unsur N dari yang semula 71,2 kg menjadi 70,72 kg per hektar. Pengurangan ini baik dari segi budidaya maupun dari segi budidaya akan memberikan keuntungan yang optimal bagi petani. Pengurangan pada penggunaan pupuk akan mengurangi biaya untuk pembelian pupuk, dari segi budidaya hal ini juga masih wajar dilakukan karena penggunaan unsur N pada 70,72 kg per hektar masih pada anjuran yang sesuai. Penggunaan unsur K harus dikurangi hingga menjadi 32, 20 kg per hektar. Pengurangan pada penggunaan unsur K ini akan memberikan keuntungan dari segi ekonomi, yaitu pengurangan biaya untuk pembelian pupuk. Tetapi pengurangan unsur K hingga menjadi 32,20 kg per luas lahan tersebut tidak sesuai dengan anjuran budidaya, minimal unsur K yang digunakan yaitu 50 kg per hektar.
lxxxiv
VII. KESIMPULAN DAN SARAN
7.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil dan pembahasan yang telah diuraikan, maka kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah : 1. Keragaan usahatani ubijalar di Desa Purwasari Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor belum menerapkan teknik budidaya yang sesuai baik dengan teori maupun anjuran penyuluh. Keragaan usahatani pada ubijalar dengan sistem tanam monokultur terdiri dari: penyiapan bahan tanam, pembibitan, pengolahan lahan, penanaman, penyiangan, pembumbunan, pemupukan, pengendalian hama dan penyakit, dan pemanenan. Sistem budidaya yang dilakukan berdasarkan pengalaman usahatani pada masingmasing petani dan belum secara intensif dilakukan. Bibit ubi jalar, pupuk dan pestisida belum sesuai anjuran pertanian, bebrapa input produksi usahatani berlebihan dan beberapa yang lainnya kekurangan. Alat-alat pertanian yang digunakan masih tradisional dan rata-rata telah melewati umur ekonomisnya. Lahan terdiri dari lahan milik dan lahan gadai. Jumlah TKLK lebih banyak digunakan dibandingkan TKDK, dan modal yang digunakan seluruhnya berasal dari modal pribadi. 2. Hasi analisis pendapatan usahatani ubi jalar menunjukan pendapatan usahatani atas biaya tunai maupun biaya total lebih besar dari nol. Hal ini menunjukan bahwa usahatani ubi jalar dengan tingkat efisiensi alokatif yang ada di lokasi penelitian mampu memberikan keuntungan bagi petani. Hasil analisis menggunakan R/C juga menunjukan usahatani ubi jalar di Desa Purwasari Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor menguntungkan untuk diusahakan karena nilai R/C atas biaya tunai maupun atas biaya total lebih besar dari satu. 3. Hasil estimasi dari parameter Ordinary Least Square untuk fungsi produksi Cobb-Douglass menunjukan bahwa variabel yang berpengaruh nyata terhadap produksi ubi jalar adalah variabel lahan, bibit per luas lxxxv
lahan, dan unsur per luas lahan K, sedangkan variabel TK dan unsur N tidak berpengaruh nyata terhadap produksi ubi jalar. Dari semua variabel yang diestimasi penggunaan bibit per luas lahan berpengaruh negatif terhadap produksi ubi jalar. Usahatani ubi jalar di Desa Purwasari berada pada skala kenaikan hasil yang menurun (decreasing return to scale) hal ini ditunjukkan dengan jumlah masing-masing elastisitas faktor produksi yaitu sebesar 0,91. Hal ini berarti setiap penambahan satu persen faktor produksi secara bersama-sama akan diikuti oleh peningkatan produksi yang lebih kecil dari 1 persen. Kombinasi optimal dari alokasi faktorfaktor produksi pada usahatani ubijalar di Desa Purwasari dapat dicapai jika penggunaan luas lahan ditingkatkan menjadi dari 0,33 hektar menjadi 5,03 hektar. Penggunaan tenaga kerja per luas lahan dikurangi sebanyak 2,36 HOK, penggunaan unsur N per luas lahan dikurangi menjadi 70,72 kg dan penggunaan unsur K harus dikurangi hingga menjadi 32,20 kg. 7.2. Saran 1. Penyuluh
Secara
aktif
dan
berkelanjutan
memberikan
informasi
penggunaan faktor-faktor produksi usahatani ubijalar salah satunya melalui kelompok tani. 2. Petani hendaknya mampu memberikan nilai tambah kepada ubijalar baik melalui sortasi atau grading untuk mendapatkan harga jual yang lebih tinggi yaitu dengan perbedaan harga harga Rp.200,-sampai dengan Rp. 300,3. Sebaiknya petani melakukan peningkatan luas tanam untuk usahatani ubi jalar pada lahan yang dimiliki serta melakukan effisiensi pada intensifikasi penggunaan input-input porduksi sehingga dapat meningkatkan produksi.
lxxxvi
DAFTAR PUSTAKA [BPS] Badan Pusat Statistik. 2011. Statistik Tanaman Pangan. [BPS] Badan Pusat Statitik Nasional.Berbagai tahun. Luas Panen, Produktivitas, dan Produksi Ubi Jalar Indonesia Tahun 2005-2010. Jakarta : Badan Pusat Statistik. [Distan] Dinas Pertanian Kabupaten Bogor. 2009. Geografi Pertanian Kabupaten Bogor. Bogor: Dinas Pertanian Kabupaten Bogor. [Puslittan] Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. 2009. Meningkatkan Kualitas Pangan. http: //www.puslittan.bogor.net. [Februari 2011] [UPT BP3K] Unit Pelaksana Teknis Balai Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan Dramaga. 2010. Evaluasi Programa Penyuluhan Pertanian UPT BP3K Dramaga 2009. Bogor : UPT BP3K Dramaga. Aji N. 2008. Peramalan Produksi dan Konsumsi Ubi Jalar Nasional dalam Rangka Rencana Program Diversifikasi Pangan Pokok [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Astuti I. 2003. Analisis Pendapatan dan Efisiensi Teknis Produksi Usahatani Kentang di Desa Margamulya, Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung dengan Pendekatan Stochastic Production Frontier [skripsi]: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Beattie R, C Robert Taylor. 1985. Ekonomi Produksi. Soeratno J, penerjemah; Yogyakarta: UGM Press. Terjemahan dari The Economics of Production. Doll
PJ, Orazem F. 1984. Production Economics Theory with Applications Second Edition. Canada: John Wiley and Sons, Inc.
Hafsah MJ. 2004.Porspek Bisnis Ubijalar.Muliasari: Jakarta. Hernanto F. 1996. Ilmu Usahatani. Jakarta : Penebar Swadaya. Khusnul K. 2010. Analisis Effisiensi Teknis dan Pendapatan Usahatani Ubi Jalar Di Kabupaten Cilimus, Kuningan, Jawa Barat: Pendekatan Stochastic Frontier. [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Nurmalina R. 2008. Analisis Indeks dan status Keberlanjutan Sistem Ketersediaan Beras di Beberapa Wilayah di Indonesia. Jurnal Agro Ekonomi Vol 26 No. 1 (Mei) : 47-79. Juarsa M. 2007. Daya saing ubi jalar di Kabupaten Kuningan [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Rukmana R. 1997. Ubi Jalar Budidaya dan Pasca Panen. Yogyakarta : Penerbit Kanisius. Sumiyati. 2006. Analisis Pendapatan dan Effisiensi Penggunaan Faktor-Faktor Produksi Bawang Daun [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
lxxxvii
Soekartawi. 1994. Teori Ekonomi Produksi dengan Pokok Bahasan Analisis Cobb-Douglas Edisi 1. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada. Soekartawi. 1994. Teori Ekonomi Produksi. Raja Grafindo Perada: Jakarta Soekartawi. 2002. Analisis Usahatani. Jakarta : UI Press. Soekartawi, Soeharjo A, Dillon J, Hardaker J. 1985. Ilmu Usahatani dan Penelitian untuk Pengembangan Petani Kecil. Dillon JL, Hardaker JB, Penerjemah; Jakarta: UI Press. Terjemahan dari : Farm Management Research for Small Development. Sulaiman P. 2010. Analisis Tataniaga Ubi Jalar di Desa Gunung Malang, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat [skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Widayanti. 2008, Analisis Pendapatan Usahatani dan Pemasaran Ubi Jalar di Desa Bandorasa Kulon, Kecamatan Cilimus, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Zamani A. 2008. Analisis Pendapatan Dan Efisiensi Penggunaan Faktor-Faktor Produksi Usahatani Belimbing Depok Varietas Dewa-Dewi [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Zuraida N, Supriati Y. 2005. Usahatani Ubi Jalar sebagai Bahan Pangan Alternatif dan Diversifikasi Sumber Karbohidrat. Buletin Agrobio Vol 4 No. 1: 1323.
lxxxviii
LAMPIRAN
lxxxix
KUESIONER PENELITIAN ANALISIS PENDAPATAN DAN FAKTOR PRODUKSI UBI JALAR DI BOGOR
No. Responden
:
Nama Responden
:
Alamat
:
Desa/Kelurahan
:
Kecamatan
:
Kabupaten
: Bogor
Provinsi
: Jawa Barat
Tanggal Wawancara
:
Nama Enumerator
:
Tanda tangan enumerator
:
DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011 xc
DAFTAR PERTANYAAN UNTUK RESPONDEN PETANI A. Identitas dan Karakteristik Responden 1. Nama responden
: ....................................................
*) responden adalah orang yang memahami dan memiliki kewenangan mengambil keputusan dalam usahatani
2. Jenis Kelamin
: ………
3. Umur responden
: ……. tahun
…… …… 1: Kepala Keluarga; 2: Istri/Ibu RT; 3: Anak
4. Status dalam Rumah Tangga :
5. Pendidikan formal responden : ………. tahun 6. Pendidikan non formal yang terkait dengan pertanian : No 1.
Jenis Pendidikan/Penyuluhan
Lama (bulan)
Keterangan
SLPTT ubi jalar
2. 3. 4. 7. Status usahatani*)
:
sampingan
…… ……
1. Pekerjaan utama
2.Pekerjaan
*) pekerjaan dilihat dari curahan waktu kerja
Jika 2, sebutkan pekerjaan utamanya ……………………… 8. Sumber pendapatan lain : ……………………….. 9. Lamanya bekerja di luar usahatani : ……….. jam/hari …… 1. Ibu rumah tangga 2. Bekerja …… di sawah 3. Lainnya………
10. Pekerjaan isteri
:
11. Lamanya isteri bekerja di luar usahatani : …………jam/hari 12. Pengalaman bertani ubi jalar (bagi responden yang pekerjaan utama atau sampingan sebagai petani ubi jalar). 1. varietas ………, selama ………tahun, luas lahan : ……… 2. varietas ………, selama ………tahun, luas lahan : ……… 3. varietas ………, selama ………tahun, luas lahan : ……… …… ……
xci
13. Tergabung dalam kelompok tani
:
1. Ya
2.
Tidak Jika ya, nama kelompok tani ………………, tergabung sejak tahun ………., peran dalam kelompok tani sebagai ………………. Jika
tidak,
alasannya
………………………………………………………….
xcii
14. Pendapatan rumah tangga dalam satu tahun terakhir No A 1.
2.
3. B. 1. 2. 3. 4. C.
Uraian Nilai (Rp) dlm setahun On farm Usahatani ubi jalar a. b. c. Usahatani selain ubi jalar a. b. c. Buruh tani (termasuk bawon) Off farm Pengolahan hasil pertanian Perdagangan hasil pertanian Jasa (huller, sewa traktor, sewa/bagi hasil lahana), dll) Penyedia input pertanian Non Farm a. b.
Jumlah B. Gambaran Umum Usahatani Ubi Jalar Musim Tanam Terakhir 1. Varietas yang ditanam : …… …… 1. Kuningan putih 2. Kuningan merah 3. Kidang 4. Bogor 5. Jakarta 9. varietas lainnya………..
2. Alasan pemilihan varietas ubi jalar yang ditanam (boleh lebih dari satu): 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Harga jual yang tinggi Jaminan pasar Produktivitas tinggi Tahan terhadap serangan hama Varietas yang ditanam sebelumnya (menggunakan benih hasil panen sendiri/turun temurun) Melestarikan varietas lokal Campuran varietas lain Lainnya ……………………
xciii
…… ……
…… 1. Padi 2. Ubi jalar …… : bulan ……………
3. Lainnya……
3. Tanaman sebelumnya : 4. Waktu tanam
…… …… 1. MH 1 = akhir musim kemarau awal musim hujan;
5. Musim tanam
:
3. MK 1 = akhir musim hujan awal musim kemarau;
2. MH 2 = musim hujan; 4. MK 2 = musim kemarau.
6. Luas lahan yang ditanami ubi jalar : ………………. ha 7. Status lahan 8. Jenis lahan
:
Lainnya………..
9. Pengelolaan
:
…… : …… …… …… …… ……
10. Sistem budidaya : …… …… ……
1. Milik
2. Sewa
1. irigasi
3 sakap/bagi hasil
2. tadah hujan
4. gadai
3. Lading/tegalan 4.
1. Digarap sendiri
2. Digarap orang lain
1. Monokultur
2. Tumpang sari, tanaman
11. Pola tanam tahun 2010 Periode (bulan) komoditas alasan
C. Analisis Usahatani Ubi Jalar Pada Musim Tanam Terakhir a) Pembibitan 1. Asal Bibit diperoleh 1. Tanaman sebelumnya
: 2. Minta tetangga
3. Membeli dari produsen bibit,
sebutkan …….
Uraian
Milik
Minta tetangga
Beli
Total
a. Fisik (stek) b. Nilai (Rp)
2. Generasi tanaman Dari ipukan (G0) 1. 2. 3. 4. 5.
:
…… ……
Keturunan pertama dari ipukan (G1) Keturunan kedua dari ipukan (G2) Keturunan ketiga dari ipukan (G3) Keturunan keempat dari ipukan (G4) Tidak tahu.
xciv
3. Bahan stek yang ditanam : 1. Stek pucuk 2. Stek kedua di bawah stek pucuk 3. Stek ketiga di bawah stek pucuk 4. Stek pucuk dan kedua di bawah pucuk 5. Ketiga jenis stek (stek pucuk, kedua di bawah pucuk, dan ketiga di bawah pucuk)
4. Panjang stek
: …….. cm
…… …… stek diambil 1. Secepatnya pada hari yang sama setelah
5. Penanaman stek 2. 3. 4. 5.
:
Satu hari setelah stek diambil Dua hari stelah stek diambil Tiga hari setelah stek diambil Lebih dari tiga hari setelah stek diambil
6. Proses pembibitan (apakah ada perlakuan tambahan) : ……………………… …………………………….…………………………………………… ………………………………………………………………………… …………………….
b) Pengolahan Lahan 1. Penyiapan lahan
:
…… ……
1. Tanah diolah terlebih dahulu hingga gembur, kemudian dibiarkan selama ……. hari. Tahap berikutnya, tanah dibentuk guludan-guludan. 2. Tanah langsung diolah bersamaaan dengan pembuatan guludan-guludan.
2. Pembuatan Guludan -
:
Tinggi : ………. cm Lebar : ………. cm Panjang : ………. m Jarak antar guludan : ………. cm
3. Pengapuran :
1. Ya
…… ……
2. Tidak
Jika ya, jenis apa ?................................................... jika tidak, sebutkan alasannya…………………….. 4.
Menggunakan mulsa jerami
:
1. Ya
Sebutkan
…… …… alasannya
2. Tidak
…………………………………………………………..
95
5. Proses pengolahan tanah : ………………………………...……… ………………………………………………………………………… …………. c) Penanaman 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Umur bibit : ………… hari Jumlah bibit : ………… stek Jarak antar tanaman : ………….cm Jarak antar barisan : ………….cm Waktu penanaman jam : …………. Proses penanaman (teknik : ………………..…………………………………… ………………………………………………………………………… ………………………………………………………………………… …………………….
d) Pemeliharaan dan Perawatan Tanaman …… ……
1. Pengairan a. Jenis pengairan :
1. Irigasi
2. Tadah hujan
b. Waktu pengairan (berapa kali dan kapan) : Pengairan ke
Saat pengairan (umur tanaman)
Lama pengairan
Debit air
1 2 3 4
c. Proses pengairan : …………………………………………………………….. ……………………………………………………………………… ………… 2. Penyulaman a. Waktu penyulaman (berapa kali dan saat tanaman berumur berapa hari) : ……………………………………………………………………… ………… b. Presentase tanaman yang mati : ………… persen c. Deskripsi penyulaman :…………………………..……………………. ………….………..…………………………………………………… ………
96
3.
Penyiangan a. Waktu penyiangan (berapa kali dan saat tanaman berumur berapa hari) : ……………………………………………………………………… ………… b. Deskripsi penyiangan : ………………………………………………………. ……………………………………………………………………… …………
4. Pembongkaran sementara dan Pembubunan : 2. Tidak
…… ……
1. Ya
a. Jika ya, lengkapi keterangan berikut : 1) Waktu pembongkaran pada umur
: …………… hari
2) Deskripsi pembongkaran dan pembubunan :………………………………. …………………………………………………………………… ………… b. Jika tidak, sebutkan alasannya : ……………………………………………… ……………………………………………………………………… ………… 5. Pembalikan batang
:
1. Ya 2. Tidak …… ……pembalikan Jika ya, proses batang : ……………………………………………... ………………………………………………………………………… …………. Jika tidak, sebutkan alasannya …………………………………………………... ………………………………………………………………………… ………….
e) Pemupukan …… …… 1) Kios; 2) KUD; 3) Kelompok tani; 4) Distributor pupuk 5) Lainnya ………….
1. Sumber perolehan Pupuk 2. Waktu Pemupukan
:
:
a. Pemupukan I : saat umur tanaman ………hari, jenis pupuk …………. b. Pemupukan II : saat umur tanaman ………hari, jenis pupuk …………. 97
c. Pemupukan III : saat umur tanaman ………hari, jenis pupuk ………….
3. Input pupuk a. Pupuk Akar Jenis Pupuk Akar - Organik
Fisik (kg, lt) II
I
Harga satuan (Rp)
III
Total Nilai (Rp)
- Non organik
Kapur tanah - Milik sendiri - Beli Cair lainnya................ Total Pupuk akar
b. Pupuk Daun Jenis Pupuk Daun
Total daun
I
Fisik (kg, lt) II
III
Harga satuan (Rp)
Total Nilai (Rp)
Pupuk
4.
Proses
Pemupukan
:
………………………………………………………………….. ………………………………………………………………………………… …………
f) Pengendalian Hama dan Penyakit Tanaman 1. Jenis hama dan penyakit
: …………
2. Waktu pengendalian : …… …… b. Pengendalian II : saat umur tanaman …. hari, jenis pengendalian …… …… c. Pengendalian III : saat umur tanaman …. hari, jenis pengendalian …… …… a. Pengendalian I : saat umur tanaman …. hari, jenis pengendalian
98
Jenis pengendalian isikan : 1) Secara teknik budidaya , dengan . ………… 2) Secara biologis (predator alami), dengan ………… 3) Secara fisik (perangkap), dengan ………… 4) Secara kimia (pestisida kimia), dengan …………
3. Input yang digunakan : Jenis Pestisida
I
Fisik (kg, lt) II III
Harga satuan (Rp)
Total Nilai (Rp)
A. Padat
B. Cair
Total Pestisida
4. Proses pengendalian : ………………………………………………………… ………………………………………………………………………… ……….. ………………………………………………………………………… ……….. g) Panen 1. Umur panen 2. Yang Melakukan Panen Pembeli
: ………… hari : …… 1. Sendiri , 2. Borongan, 3. ……
3. Proses panen : ………………………………………………………………….. ………………………………………………………………………… ……......... ………………………………………………………………………… …………. 4. Hasil panen : Produksi Umbi ubi jalar Daun ubi jalar ……….. ………..
Volume (kg)
Harga (Rp/kg)
Nilai (Rp)
h) Pasca panen 1.
Pengumpulan/Pengangkutan a. Proses pengumpulan : …………………………………………………… 99
……………………………………………………………………… ………. 2.
Sortasi
:
…… ……
1. Ya
2. Tidak
a. Sortasi berdasarkan ……………………………………………………….. b. Sebutkan alasannya
: :
………………………………………………………... 3.
Grading
:
…… ……
1. Ya
2. Tidak
a. Grading berdasarkan : ……………………………………………………… b. Sebutkan alasannya : ……………………………………………………….. c. Proses Grading : …………………………………………………………….. ……………………………………………………………………… …….. 4.
…… 1. Ya 2. Tidak …… a. Sebutkan alasannya : …………………………………………………… b. Lama penyimpanan : …………………………………………………… c. Proses Penyimpanan : …………………………………………………… ……………………………………………………………………… …...... Penyimpanan
:
i) Sarana Irigasi 1. Ketersediaan saluran irigasi: ……… 1. Ada Tidak ada … 2. Jika ada, siapa yang membangun saluran tersebut ……… 1) Pemerintah (irigasi teknis) … 2) Swadaya masyarakat
2.
3) Pemerintah dan masyarakat
……… 3. Kondisi saluran irigasi (termasuk fungsinya) … ………………………………………………………………………… ……….. 4. Jelaskan pemeliharaan saluran irigasi (keberadaan, fungsi, siapa penanggung jawab kegiatan pemeliharaan rutin, dll) ………………………………………………………………………… ………………………………………………………………………… ………………
100
Penggunaan input produksi lainnya 5. Penyusutan Peralatan yang digunakan dalam usahatani ubi jalar No.
Jenis alat
Jumlah (buah)
Nilai Pembelian (Rp)
Waktu pembelian (tahun)
Estimasi umur ekonomis (thn)
Biaya Penyusutan (Rp)
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. Total penyusutan
2. Biaya usahatani lainnya Jenis Pengeluaran a. Iuran irigasi/beli air b. Iuaran desa c. PBB d. Sewa lahan e. Lainnya........... Total
Sistem Bayar
MH (Rp)
MK (Rp)
Total/Th (Rp)
101
4. Penggunaaan Tenaga Kerja AKTIVITAS
Waktu Kerja (jam)
Hari Kerja (hari)
Asal Tenaga Kerja Dalam Keluarga Luar Keluarga L P L P
Upah
Sistem Bayar Borongan
Pembibitan Pengolahan lahan Penanaman Pemeliharaan a. Pengairan b. Penyulaman c. Penyiangan d. Pembongkaran e. Pembalikan batang Pemupukan a. Pemupukan 1 b. Pemupukan 2 c. Pemupukan 3 Pengendalian HPT a. ............ b. ............ c. ............ Panen Pasca Panen a. Pengumpulan/Pengangkutan b. Sortasi c. Grading d. Penyimpanan Total Tenaga Kerja Keterangan :
-
Upah buruh laki-laki per hari (termasuk nilai makan, dll)
-
Upah buruh perempuan per hari (termasuk nilai makan, dll) = Rp._________________ untuk ......... jam/hari
= Rp._________________
untuk ...... jam/hari
-
Kalau kegiatan diborongkan tulis di kolom borongan jumlah biaya borongan saja (orang/jam/hari tidak perlu)
-
Kalau borongan sistem bawon (untuk panen) tulis pada kolom borongan produksi fisik yang dikeluarkan kali harganya saat panen
102
D. Penanganan Hasil Panen dan Pemasaran oleh Petani 1. Penanganan hasil dari panen terakhir Uraian
Volume
Harga
Persentase
Nilai
Rp/kg
…………kg
Total produksi umbi ubi jalar Dijual Disimpan untuk konsumsi Lainnya ……….
…………kg
......%
…………kg
......%
…………kg
......%
…………kg
Total produksi daun Dijual
…………kg
......%
Disimpan untuk bibit
…………kg
......%
Lainnya ……….
…………kg
......%
Produksi tumpang sari ……
…………kg
Dijual
…………kg
......%
Dikomsumsi
…………kg
......%
2. Sistem pemasaran hasil produksi No Uraian 1. Ijon 2. Tebasan 3. Jual sekaligus saat panen (berdasarkan total berat produksi yang ditimbang) 4. Setelah panen, bertahap 5. Lainnya..... TOTAL
Volume (kg)
Harga (Rp/kg)
Alasan*)
Isikan *) 1. Kesulitan tenaga kerja, 2. Terikat hutang dengan pembeli, 3. Kebutuhan uang tunai, 4. Sarana pascapanen kurang memadai, 5. Menunggu harga baik, 6. Mengurangi risiko, 7. Lainnya …………………
…… 1=satu desa, 2=satu kecamatan, 3=satu…… kabupaten, 4=satu propinsi, 5=luar propinsi
3. Asal pembeli yang dominan :
4. Siapa pembelinya dan berapa persen dari total penjualan? Uraian
Volume
Pangsa
1. Pedagang Pengumpul
Kg
......%
2. Pabrik pengolahan
Kg
......%
3. KUD
Kg
......%
4. Gapoktan
Kg
.....%
Alasan*)
103
5. Pasar
Kg
.....%
6. Lainnya
Kg
......%
Total
Kg
100 %
*) 1: ikatan kerja sama, 2. Meminjam uang, 3. Harga lebih tinggi, 4. Lainnya ……….
5. Kapan volume penjualan terbesar ……………… dengan harga ……….. 6. Persepsi tentang kemudahan menjual hasil panen : 1=sangat mudah, 2=mudah, 3=kadang sulit, 4=sulit
…… ……
7. Gambaran saluaran pemasaran :
E. Permodalan dan Kendala Usahatani Ubi jalar 1. Sumber modal usahatani ubi jalar selama setahun terakhir No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Sumber modal Jumlah (Rp) Share(%) Sendiri Pinjaman dari bank komersial Kredit program (PPK-IPM, Prima tani, dll) Pinjaman dari pedagang input Pedagang pengumpul Pelepas uang (rentenir) Saudara Hibah dari pemerintah/swasta Lainnya ………………………
Alasan
2. Kendala dan masalah dalam usahatani ubi jalar 1. Terkait dengan input produksi (ketersediaan, harga, cara mendapatkan, dll) …………………………………………………………………………… …………………………………………………………………………… …………………………………………………………………………… ……………………………… 2. Terkait dengan usahatani (on farm) (ketersediaan air, bencana alam, hama/penyakit, dll) …………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………
104
…………………………………………………………………………… ……………………………… 3. Terkait dengan pemasaran hasil (harga, kesulitan memasarkan, daya tawar, dll) …………………………………………………………………………… …………………………………………………………………………… …………………………………………………………………………… ……………………………… 4. Permasalahan lainnya …………………………………………………………………………… …………………………………………………………………………… ………………………………………………………
105
Lampiran 2. Output Analisis Regresi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Ubi Jalar Regression Analysis: Ln Y versus LnX1,ln X2,ln X3, lnX4,ln X5 The regression equation is Y = 12.1 + 1.10 X1 - 0.268 X2 + 0.017 X3 + 0.0418 X4 + 0.0283 X5 Predictor Constant X1 X2 X3 X4 X5
Coef 12.1455 1.09599 -0.26842 0.0171 0.04180 0.02833
S = 0.192636
SE Coef 0.9781 0.08738 0.08088 0.1100 0.07535 0.02029
T 12.42 12.54 -3.32 0.16 0.55 1.40
R-Sq = 94.4%
PRESS = 3.21580
P 0.000 0.000 0.001 0.877 0.581 0.058
VIF 6.9 1.0 7.2 1.1 1.4
R-Sq(adj) = 94.0%
R-Sq(pred) = 93.00%
Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total
DF 5 69 74
SS 43.3603 2.5605 45.9208
MS 8.6721 0.0371
F 233.69
P 0.000
Durbin-Watson statistic = 1.86569 Lack of fit test Possible curvature in variable X1
(P-Value = 0.004 )
Possible interaction in variable X4 (P-Value = 0.071 ) Possible lack of fit at outer X-values (P-Value = 0.009) Overall lack of fit test is significant at P = 0.004
Correlations: Y, X1, X2, X3 X4, X5 Y 0.965 0.000
X1
X2
-0.089 0.450
0.011 0.923
X3
0.891 0.000
0.918 0.000
0.042 0.721
X4
-0.044 0.707
-0.063 0.592
0.040 0.731
0.042 0.718
X5
0.506 0.000
0.475 0.000
-0.101 0.388
0.510 0.000
X1
X2
X3
X4
0.036 0.761
106
Lampiran 3. Biaya Pembibitan Sendiri Jenis Biaya (satuan) Benih (kg) Sewa lahan (per 0,1 ha per 2 bulan) Pupuk kandang (kg) Pupuk Urea (kg) pupuk TSP (kg) Pupuk Phonska (kg) Pupuk ZA (kg) Pupuk KCl (kg) Pupuk NPK (kg) Pestisida (lt) Pengairan (kali) TK Pembuatan guludan (HOK) TK Penanaman (HOK) TK Pemupukan (HOK) TK Pengairan(HOK) TK Pembongkaran sementara (HOK) TK Pembumbunan (HOK) TK Penyiangan (HOK) TK Penyemprotan (HOK) Total
Jumlah 210
Harga (Rp) Nilai (Rp) 754,27 158.396,70
0.1 350 11 5 7 15 3 0.5 0.07 4 1.8 1 1 1
125.000,00 12.500,00 500,00 175.000,00 2.000,00 22.000,00 2.000,00 100.000,00 3.000,00 21.000,00 2.000,00 30.000,00 2.000,00 6.000,00 2.500,00 1.250,00 150.000,00 10.500,00 10.000,00 40.000,00 25.000,00 4.500,00 25.000,00 25.000,00 25.000,00 2.500,00 25.000,00 25.000,00
1 1 1 1
25.000,00 25.000,00 25.000,00 25.000,00
25.000,00 25.000,00 25.000,00 25.000,00 706.646.70
107
Lampiran 4. Biaya Penyusutan Alat-alat Produksi Alat
Harga
Jumlah
Umur Ekonomis
Nilai sisa(Rp)
Penyusutan(Rp)
Penyusutan/tahun(Rp)
Penyusutan/5 bulan (Rp)
cangkul
35.000,00
2.00
5.00
4.500,00
34.100,00
68.200,00
14.208,33
sabit
15.000,00
1.00
5.00
2.000,00
14.600,00
14.600,00
6.083,33
kored
5.000,00
2.00
5.00
500,00
4.900,00
9.800,00
2.041,67
250.000,00
1.00
10.00
5.000,00
249.500,00
249.500,00
103.958,33
linggis
25.000,00
1.00
10.00
2.500,00
24.750,00
24.750,00
10.312,50
pisau
20.000,00
2.00
5.00
1.000,00
19.800,00
39.600,00
8.250,00
7.000,00
3.00
1.00
500,00
6.500,00
19.500,00
2.708,33
354.150,00
425.950,00
147.562.50
semprotan
ember Total biaya penyusutan ratarata
108
Lampiran 5.Aktivitas Usahatani Ubi Jalar Desa Purwasari
a. Pengolahan Lahan
c. Tanaman Umur 3 Bulan
e. Tanaman yang tidak disiangi
b. Tanaman Umur 2 Bulan
d. Tanaman siap panen (5 bulan)
f. Proses Pembumbunan dan Penyiangan 109