FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI UBI JALAR (Studi Kasus: Kelompok Tani Hurip, Desa Cikarawang, Kecamatan Darmaga, Kabupaten Bogor)
SKRIPSI
SANI DEWI NURMALA H34086084
DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
RINGKASAN SANI DEWI NURMALA. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Ubi Jalar Di Kelompok Tani Hurip Desa Cikarawang Kecamatan Darmaga. Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor (Di Bawah Bimbingan RATNA WINANDI)
Indonesia merupakan negara agraris yang dicirikan dengan mayoritas penduduknya bermata pencaharian sebagai petani. Sektor pertanian mempunyai peranan penting dalam perekonomian Indonesia. Hal ini dilihat dari kontribusinya dalam pembentukan Pendapatan Domestik Bruto (PDB) nasional yang meningkat setiap tahunnya. Sektor pertanian merupakan sektor terbesar kedua dalam total PDB setelah industri pengolahan, dengan memberikan kontribusi sebesar 14,4 persen dari total PDB nasional dan laju pertumbuhannya meningkat sebesar 0,7 persen dari tahun 2007 ke 2008. Tanaman pangan merupakan sub sektor pertanian yang dibutuhkan dalam mencapai swasembada pangan melalui program diversifikasi pangan dengan mengubah pola konsumsi masyarakat dengan lebih banyak jenis pangan yang dapat dikonsumsi. Sasaran pembangunan pangan adalah terwujudnya ketahanan pangan pada tingkat rumah tangga. Pengembangan ketahanan pangan dilakukan antara lain berdasarkan pada keragaman sumber daya pangan, kelembagaan dan potensi lokal. Salah satu sumber pangan yang strategis adalah tanaman padi dan palawija. Salah satu tanaman palawija yang cukup potensial untuk dikembangkan di Indonesia adalah ubi jalar. Ubi jalar menjadi salah satu dari 20 jenis pangan yang berfungsi sebagai sumber karbohidrat. Ubi jalar bisa menjadi salah satu alternatif untuk mendampingi beras menuju ketahanan pangan. Pengembangan potensi ubi jalar tersebar di beberapa Kabupaten di Jawa Barat. Salah satu sentra produksi ubi jalar di Kabupaten Bogor yaitu Kecamatan Dramaga. Rata-rata produktivitas ubi jalar di Kabupaten Bogor hanya mencapai 15,25 ton per hektar, sedangkan produktivitas optimal ubi jalar seharusnya dapat mencapai 20-40 ton per hektar. Hal ini dapat dilihat bahwa terdapat selisih sebesar 4,75-24,75 ton per hektar antara produktivitas optimal dengan produktivitas ubi jalar di Kabupaten Bogor. Tujuan penelitian ini antara lain, (1) Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi ubi jalar pada Kelompok Tani Hurip di Desa Cikarawang dan (2) Menganalisis pendapatan usahatani ubi jalar di Kelompok Tani Hurip Desa Cikarawang Lokasi dan waktu penelitian dilakukan di Kelompok Tani Hurip Desa Cikarawang Kecamatan Darmaga dengan menggunakan metode purposive sampling yang dilaksanakan pada bulan Juli sampai September 2010, dikarenakan pada bulan tersebut sedang musim panen ubi jalar. Metode pengambilan sampel dilakukan secara sensus sebanyak 35 petani responden yang merupakan petani aktif di Kelompok Tani Hurip. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara langsung dengan petani responden dengan bantuan kuesioner. Data yang telah diperoleh dianalisis secara kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif dilakukan dengan cara mendeskripsikan fenomena yang ada di lapangan. Analisis data secara kuantitatif antara lain analisis fungsi Cobb-Douglas untuk menganalisis fungsi produksi dan analisis pendapatan usahatani, penerimaan usahatani dan R/C
rasio. Data yang dianalisis secara kuantitatif akan diolah dengan bantuan program Microsoft Office Excel 2007 dan Minitab14.0, kemudian disajikan secara tabulasi dan diinterpretasikan serta diuraikan secara deskriptif.. Hasil penelitian menunjukkan bahwa usahatani ubi jalar di Kelompok Tani Hurip Desa Cikarawang menguntungkan dilihat dari pendapatan dan nilai R/C rasio yang lebih dari satu. Pendapatan atas biaya tunai rata-rata petani responden per periode tanam dari rata-rata luasan lahan yang dimiliki petani responden (0,24 hektar) sebesar Rp 1.446.746,01 dan pendapatan atas biaya total sebesar Rp 760.349,44. Sedangkan pendapatan tunai dan total setelah dikonversi ke dalam satu hektar sebesar Rp 6.028.108,34 dan Rp 3.168.122,65. Hasil analisis R/C rasio pada kegiatan usahatani ubi jalar menunjukkan hasil penerimaan yang lebih besar dibandingkan dengan biaya yang harus dikeluarkan. Nilai R/C rasio atas biaya tunai diperoleh 2,96 dan nilai R/C rasio atas biaya total sebesar 1,51. Model fungsi produksi yang digunakan dalam penelitian ini adalah fungsi produksi Cobb-Douglas yang telah ditransformasikan ke dalam bentuk logaritmik, sedangkan metode penduga yang digunakan adalah metode kuadrat terkecil atau Ordinary Least Square (OLS). Variabel bebas yang digunakan dalam model penduga fungsi produksi adalah bibit, urea, KCL, TSP, pupuk kandang dan tenaga kerja. Variabel lahan tidak dimasukan dalam faktor penduga dikarenakan mempunyai nilai multikolinieritas. Begitupun dengan variabel pestisida tidak dimasukan ke dalam factor penduga dikarenakan pada umumnya para petani responden kurang menggunakan pestisida sebagai input produksi dan mengakibatkan multikolinieritas dalam fungsi produksi. Faktor-faktor produksi yang mempunyai pengaruh nyata terhadap produksi ubi jalar yaitu pupuk kandang, tenaga kerja dan KCL. Adapun faktor produksi yang tidak berpengaruh nyata yaitu bibit, urea dan TSP. Upaya untuk meningkatkan pendapatan usahatani ubi jalar dapat dilakukan salah satunya dengan cara memperhatikan penggunaan faktor-faktor produksi yang mempengaruhi produksi ubi jalar. Variabel yang memiliki nilai koefisien regresi positif dan berpengaruh nyata seperti pupuk kandang, tenaga kerja, urea dan KCL penggunaannya masih dapat ditambahkan. Hal ini dikarenakan setiap penambahan dari penggunaan pupuk kandang, tenaga kerja dan KCL dapat meningkatkan produksi ubi jalar. Disamping itu, penggunaan bibit, urea dan TSP hendaknya penggunaannya tidak ditambah lagi, karena variabel yang memiliki nilai koefisien regresi yang negatif apabila dilakukan penambahan akan mengurangi jumlah produksi ubi jalar.
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI UBI JALAR (Studi Kasus: Kelompok Tani Hurip, Desa Cikarawang, Kecamatan Darmaga, Kabupaten Bogor)
SANI DEWI NURMALA H34086084
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Agribisnis
DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produksi Ubi Jalar (Studi Kasus: Kelompok Tani Hurip, Desa Cikarawang, Kecamatan Darmaga, Kabupaten Bogor)” adalah karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Maret 2011
Sani Dewi Nurmala
Judul Skripsi : Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Ubi Jalar (Studi Kasus: Kelompok Tani Hurip, Desa Cikarawang, Kecamatan Darmaga, Kabupaten Bogor) Nama
: Sani Dewi Nurmala
NIM
: H34086084
Menyetujui, Pembimbing
Dr. Ir. Ratna Winandi, MS. NIP. 19530718 197803 2 001
Mengetahui, Ketua Departemen,
Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS NIP 19580908 198403 1 002
Tanggal Lulus:
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan nikmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “FaktorFaktor yang Mempengaruhi Produksi Ubi Jalar (Studi Kasus: Kelompok Tani Hurip Desa Cikarawang Kecamatan Darmaga)”. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi ubi jalar dan menganalisis pendapatan usahatani ubi jalar di Kelompok Tani Hurip. Namun demikian, sangat disadari masih terdapat kekurangan karena keterbatasan dan kendala yang dihadapi. Untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun ke arah penyempurnaan pada skripsi ini, sehingga dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Bogor, Maret 2011
Sani Dewi Nurmala
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Tasikmalaya pada tanggal 10 Januari 1987. Penulis adalah anak pertama (dari dua bersaudara) pasangan Bapak Saepudin dan Ibu Nani Kurniasih. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Negeri Karsanegara Kota Tasikmalaya pada tahun 1999. Pendidikan menengah pertama diselesaikan pada tahun 2002 di SLTP Negeri 2 Tasikmalaya. Pendidikan menengah atas diselesaikan penulis pada tahun 2005 di SMA Negeri 2 Tasikmalaya. Penulis diterima di Universitas Jenderal Soedirman (UNSOED) melalui jalur Penelusuran Minat dan Kemampuan (PMDK) pada tahun 2005 pada program Diploma III Manajemen Agribisnis, Fakultas Pertanian. Selama mengikuti pendidikan di UNSOED, penulis aktif di Himpunan Mahasiswa Agribisnis Pertanian (HIMAGRITA) sebagai Kepala Bidang Pengembangan Keilmuan dan Penalaran Agribisnis pada periode 2006-2007, Bina Wirausaha Mahasiswa (BIWARA) sebagai Kepala Direksi Pengembangan Sumber Daya Anggota (PSDA) pada periode 2007-2008, Lembaga Pers Mahasiswa (LPMAGRICA) sebagai Staff Divisi Pengembangan Sumber Daya Manusia (PSDM) pada periode 2007-2008, Propesi Mahasiswa Sosial Ekonomi Pertanian Indonesia (POPMASEPI) dan Keluarga Besar Mahasiswa Islam Pertanian (GAMAIS). Selain aktif dalam kelembagaan kampus, penulis juga terlibat dalam berbagai kepanitian kegiatan kampus. Penulis mendapatkan beasiswa dari yayasan SUPERSEMAR pada tahun 2006-2008. Penulis
melanjutkan
studi
pada
Program
Sarjana
Agribisnis
Penyelenggaraan Khusus di Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor (IPB). Selama menjadi mahasiswa di IPB, penulis aktif dalam kelembagaan kampus, yaitu Kajian Muslim Ekstensi (KAMUS) dan kegiatan kepanitian lainnya.
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena hanya atas rahmat dan karunia-Nya skripsi ini dapat terselesaikan. Sebagai bentuk rasa syukur tersebut, penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada: 1. Dr. Ir. Ratna Winandi, MS sebagai dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan, pengarahan serta saran dengan penuh kesabaran selama penulisan skripsi. 2. Ir. Netty Tinaprilla, MM sebagai dosen evaluator kolokium, sekaligus sebagai dosen pembimbing akademik terimakasih atas pengarahannya selama proses belajar penulis. 3. Dr. Ir. Anna Feriyanti, MS dan Ir. Yuniar Atmakusuma, MS sebagai dosen penguji utama dan penguji dari wakil komisi pendidikan pada ujian sidang yang telah memberikan masukan dan saran demi perbaikan skripsi ini. 4. Kedua orang tua tercinta, Drs. Saepudin dan Nani Kurniasih S.Pd atas kepercayaan, segala perhatian, kasih sayang dan do’a restunya yang telah diberikan selama ini. 5. Adikku Fajar Sandi Nugraha, Enin Tin Kartini dan keluarga besar yang penulis sayangi terimakasih atas do’a serta dukungannya. 6. Eka Sandri Saputra, SP yang penulis sayangi, terimakasih atas doa, dukungan, serta pembelajarannya selama ini. 7. Titi dwi hapsari sebagai pembahas seminar hasil penelitian penulis dengan memberikan saran dan kritik yang konstruktif dalam perbaikan skripsi ini. 8. Keluarga besar Kelompok Tani Hurip, Ahmad Bastari sebagai ketua dan seluruh petani responden yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu, terimakasih telah memberikan arahan dan informasi yang membantu penulis dalam penyelesaian penelitian. 9. Keluarga besar M-14 (Alfera Yusiana, Meli Yuliawati, Mahdalena, Lani Yulinda, Femi, Dede Permana dan Adi Akhmadi) atas kebersamaan dan pembelajarannya selama ini. 10. Sahabat tercinta Suci Lestari, Deviyanita, Vidya Iswara, Yumanita Np S, Inggun Sulasih, Indira, Fadli A F, Taufik Joko Budiman dan Alm Aldila Danu Sigit Perdana atas doa, motivasi dan semangat juangnya. I Love You All.
11. Teman-teman satu bimbingan Titi Dwi Hapsari, Afriyanto, Wastin, Boyle atas perjuangan bersama kita dalam menempuh penyelesaian skripsi ini. 12. Seluruh staf dosen dan sekretariat Program Penyelenggaraan Khusus Sarjana Agribisnis IPB yang telah memberikan banyak bantuan dan kerjasamanya selama mengikuti proses belajar. 13. Rekan-rekan seperjuangan agribisnis angkatan 5 dan keluarga besar Ekstensi Agribisnis yang tidak dapat penulis tuliskan satu persatu. Suatu kebanggaan tersendiri bagi penulis dapat menjadi bagian dari keluarga besar Agribisnis. Agribussines…Growing the Future..! 14. Rekan-rekan HIMAGRITA, BIWARA, LPM-AGRICA, POPMASEPI, GAMAIS dan KAMUS yang telah berproses bersama untuk terus belajar dan belajar. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada semua pihak yang telah bersedia memberikan bantuan baik moril maupun spiritual. Akhir kata, penulis menyadari bahwa karya ini masih jauh dari sempurna. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang membutuhkan.
Bogor, Maret 2011
Sani Dewi Nurmala
1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang dicirikan dengan mayoritas penduduknya bermata pencaharian sebagai petani. Sektor pertanian mempunyai peranan penting dalam perekonomian Indonesia. Hal ini dilihat dari kontribusinya dalam pembentukan Pendapatan Domestik Bruto (PDB) nasional yang meningkat setiap tahunnya. Pada tahun 2010 terdapat tiga besar sektor utama yang memberikan kontribusi terhadap PDB nasional menurut lapangan usaha, yaitu: sektor industri pengolahan, sektor pertanian dan sektor perdagangan, hotel dan restoran. Sektor pertanian merupakan sektor terbesar kedua dalam total PDB setelah industri pengolahan, dengan memberikan kontribusi sebesar 16 persen dari total PDB nasional dan laju pertumbuhannya meningkat sebesar 0,4 persen dari tahun 2009 ke 2010 (BPS, 2010). Sektor pertanian terdiri dari sub sektor tanaman pangan, tanaman perkebunan, peternakan dan produk turunannya, kehutanan dan perikanan. Tanaman pangan merupakan sub sektor pertanian yang paling besar memberikan kontribusi terhadap PDB, yaitu sebesar 6,78 persen dan mengalami pertumbuhan sebesar 0,36 persen (2007). Peningkatan Kontribusi sub sektor pertanian terhadap PDB dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Klasifikasi PDB Sektor Pertanian di Indonesia Tahun 2004-2007 (Persen) Tahun No Nama Subsektor 2004 2005 2006 2007 1
Tanaman Pangan
7,21
6,54
6,42
6,78
2
Tanaman Perkebunan
2,16
2,03
1,90
2,13
3
Peternakan dan Produk Turunannya
1,77
1,59
1,53
1,57
4
Kehutanan
0,88
0,81
0,90
0,90
5
Perikanan
2,31
2,15
2,23
2,45
Sumber : Badan Pusat Statistik, 2009 (diolah).
Peran komoditas pangan dibutuhkan dalam mencapai swasembada pangan melalui program diversifikasi pangan. Diversifikasi pangan bukan berarti
menggantikan beras, tetapi mengubah pola konsumsi masyarakat dengan lebih banyak jenis pangan yang dapat dikonsumsi. Diversifikasi pangan menjadi salah satu pilar dalam ketahanan pangan. Pembangunan ketahanan pangan di Indonesia telah ditegaskan dalam Undang-Undang Nomor 7 tahun 1996 tentang pangan, mengartikan ketahanan pangan sebagai usaha mewujudkan ketersediaan pangan bagi seluruh rumah tangga dalam jumlah yang cukup, mutu dan gizi yang layak, aman dikonsumsi, merata serta terjangkau oleh setiap individu.1 Sesuai dengan UU No. 22 tahun 1999 pembangunan subsektor tanaman pangan harus dapat memperkuat posisi petani, pelaku agribisnis lainnya serta aparatur pertanian dengan
memanfaatkan
keunggulan
agroekosistem
masing-masing
daerah
kabupaten atau kota.2 Sasaran pembangunan pangan adalah terwujudnya ketahanan pangan pada tingkat rumah tangga. Pengembangan ketahanan pangan dilakukan antara lain berdasarkan pada keragaman sumber daya pangan, kelembagaan dan potensi lokal. Salah satu sumber pangan yang strategis adalah tanaman padi dan palawija. Tanaman ini sebagai sumber karbohidrat utama dalam pemenuhan gizi masyarakat. Pemenuhan kebutuhan tanaman padi dan palawija harus dijaga ketersediaannya dan terjangkau oleh masyarakat. Ketersediaan tanaman padi dan palawija yaitu melalui produksi domestik dan impor. Tanaman pangan yang berpotensi sebagai sumber pangan antara lain padi, jagung, ubi kayu, ubi jalar, kacang-kacangan, kedelai dan lain-lain. Ubi jalar merupakan salah satu komoditas tanaman pangan yang memberikan sumbangan terhadap PDB yang cukup signifikan dan terus meningkat dalam beberapa tahun terahir. Disamping itu juga komoditi ini telah memberikan sumbangan terhadap devisa negara melalui ekspor dalam bentuk tepung. Net ekspor-impor ubi jalar adalah satu-satunya komoditas tanaman pangan yang selalu positif. Ubi jalar menjadi salah satu dari 20 jenis pangan yang berfungsi sebagai sumber karbohidrat. Ubi jalar bisa menjadi salah satu alternatif untuk mendampingi beras menuju ketahanan pangan.3 Ubi jalar sebagai penghasil bahan pangan menjadi 1
Krisnamurthi, Bayu. 2003. Penganekaragaman Pangan: Pengalaman 40 Tahun dan Tantangan Kedepan Artikel Th II No.7. www.ekonomirakyat.org [6 Juni 2010]. 2 Produksi Tanaman Padi dan Palawija Jawa Barat, 2000-2005 [10 Juni 2010]. 3 Rima K. 2008. Analisis Teknologi Ekonomi Pendirian Usaha Pasta padat dari Ubi Jalar. http:/www.lampung.ac.id/journal [5 Juni 2010].
2
makanan pokok bagi penduduk Indonesia bagian Timur terutama Papua. Ubi jalar sebagai tanaman umbi-umbian penting kedua setelah ubi kayu mempunyai manfaat beragam. Ubi jalar tidak hanya digunakan sebagai bahan pangan tetapi juga sebagai pakan ternak, bahan baku industri maupun komoditas ekspor. Ubi jalar potensial sebagai komoditas ekspor non migas. Negara produsen utama ubi jalar dunia antara lain Cina, Uganda, Nigeria, Indonesia, Vietnam, Jepang, India, dan lainnya. Ekspor ubi jalar pada umumnya ditujukan ke Malaysia, Singapura, Jepang, Saint Helena, Malta, AS, Arab Saudi, Taiwan dan beberapa Negara Afrika seperti Nigeria dan Etiopia (FAO). Negara pengimpor ubi jalar Indonesia antara lain: Singapura, Belanda, Amerika Serikat, Jepang, Malaysia, Taiwan, Cina, Korea. Di luar negeri, khususnya di negara-negara maju, ubi jalar dijadikan makanan mewah dan bahan baku aneka industri, seperti industri fermentasi, tekstil, lem, kosmetika, farmasi, dan sirup. Di Jepang ubi jalar dijadikan makanan tradisional yang publisitasnya setaraf dengan pizza atau hamburger, sehingga aneka makanan olahan ubi jalar banyak dijual di toko-toko sampai restoran-restoran bertaraf internasional. Di Amerika Serikat, ubi jalar dijadikan bahan pengganti (substitusi) kentang dan 60-70 persen diantaranya digunakan sebagai bahan makanan (Rahmat, 1997). Permintaan ubi jalar sebagian besar (85 persen) untuk memenuhi kebutuhan konsumsi manusia, sekitar 2 persen untuk pakan ternak, 2,5 persen untuk bahan baku industry dan 10,5 persen hilang karena proses panen dan pasca panen. Keunggulan dari ubi jalar antara lain: tingkat produksi tinggi, dapat bertahan hidup dalam kondisi iklim yang kurang baik, gizinya tinggi (Tabel 2), harganya murah, produk lokal dan dikenal secara turun temurun oleh masyarakat Indonesia dan dari segi rasa banyak disukai masyarakat Indonesia dengan teksturnya yang beragam, sehingga dapat dipilih yang paling sesuai dengan selera konsumen. Potensi penggunaan ubi jalar pun cukup luas dan cocok untuk program diversifikasi pangan yang dapat diolah menjadi beberapa produk turunan seperti: tepung ubi jalar yang dapat mengurangi impor gandum dan tepung terigu, mie, es krim, nasi ubi, kentang dan lain-lainnya. Ubi jalar merupakan bahan makanan
3
tambahan yang telah mendapat perhatian masyarakat dan menjadi produk tanaman pangan dunia yang menduduki urutan ke tujuh.4 Tabel 2. Kandungan Gizi dan Kalori Beras, Jagung, Ubi Kayu, dan Ubi Jalar Bahan Kalori Karbohidrat Protein Lemak Vit. A Vit. C Ca (kal) (g) (g) (g) (SI) (mg) (mg) Beras 360 78.9 6.8 0.7 0 0 6 Jagung
361
72.4
8.7
4.5
350
0
9
Ubi Kayu
146
34.7
1.2
0.3
0
30
33
Ubi Jalar
123
27.9
1.2
0.7
7000
22
30
Sumber : Harnowo et al., 1994 5
Ubi jalar mempunyai kandungan gizi yang lebih lengkap dibandingkan bahan pangan lainnya. Ubi jalar mengandung vitamin A yang jauh lebih tinggi sebesar 7000 SI, sedangkan beras dan ubi kayu tidak mengandung vitamin A dan jagung hanya 350 SI. Kandungan kalori per 100 gram cukup tinggi, yaitu 123 kalori dan dapat memberikan rasa kenyang. Disamping itu, ubi jalar yang direbus merupakan sumber gizi yang cukup baik, yaitu mengandung thiamin (0,09 mg), riboflavin (0,06 mg), niacin (0,6 mg), K (243 mg), P (47 mg), Fe (0,7 mg), dan Ca (32 mg) dibandingkan gizi yang terkandung dalam nasi.6 Pada saat ini budidaya ubi jalar sangatlah mudah dilakukan oleh para petani, dapat ditanam di sawah maupun kebun. Total luas panen ubi jalar di Indonesia pada tahun 2009 mencapai 183.442 hektar dengan tingkat produksi sebesar 2.044.054 ton dan produktivitasnya berkisar pada 11,14 ton per hektarnya. Propinsi sentra produksi (penghasil utama) ubi jalar di Indonesia Tahun 2009 berturut-turut adalah Jawa Barat, Papua, Jawa Timur, Jawa Tengah, Sumatera Utara, Nusa Tenggara Timur, Bali, Lampung, Banten dan Bengkulu. Sentra produksi ubi jalar yang paling banyak di Indonesia adalah Jawa Barat yaitu sebesar 468.763 ton (BPS, 2009). Pengembangan potensi ubi jalar pun tersebar di beberapa Kabupaten di Jawa Barat. Kabupaten Bogor merupakan daerah penghasil ubi jalar terbesar 4
http://sutikno.blog.uns.ac.id/2009/04/17/transpormasi-ubi-jalar-ipomea-batatas-genpinii-dan-cp-spfmv/#more-266 5 Dina Permatasari. 2009. Diversifikasi Pangan Ubi Jalar.http://trias.blog.unair.ac.id/2009 /05/15/pangan-alternatif-alih-jalur-umum/gizi kesehatan masyarakat. [10 Mei 2010] 6 Loc..cit
4
ketiga di Jawa Barat setelah Kabupaten Kuningan dan Garut, sehingga prospektif untuk dikembangkan. Pada umumnya produksi ubi jalar di Kabupaten Bogor mengalami peningkatan tiap tahunnya. Pada tahun 2005 Kabupaten Bogor memproduksi 50.811 ton dan terus mengalami peningkatan sampai tahun 2008 sebesar 58.309 ton (BPS, 2008). Potensi ubi jalar di beberapa Kabupaten di Jawa Barat dapat dilihat pada Tabel 3. Table 3. Potensi Ubi Jalar di Beberapa Kabupaten di Jawa Barat Tahun 2008 Luas Tanam Luas Panen Produksi Produktivitas No Kabupaten (Ha) (Ha) (Ton) (Ku/Ha) 1 Kuningan 5.552 5.936 110.428 186,03 2
Garut
5.117
5.534
68.363
123,53
3
Bogor
4.023
3.955
58.309
147,43
4
Bandung
2.781
2.217
24.547
110,72
5
Cianjur
1.884
1.582
18.006
113,82
6
Sukabumi
1.499
1.402
21.047
150,12
7
Sumedang
1.334
1.176
15.474
131,58
8
Purwakarta
1.088
1.133
16.742
147,77
9
Tasikmalaya
1.956
2.101
17.914
85,26
10
Majalengka
924
734
10.554
143,79
Sumber : Dinas Pertanian Provinsi Jawa Barat Tahun 2009 (diolah).
Salah satu sentra produksi ubi jalar di Kabupaten Bogor yaitu Kecamatan Dramaga. Hal ini didukung dengan lokasi IPB sebagai lembaga akademisi yang berada di Dramaga, sehingga bisa memberikan kontribusinya kepada petani ubi jalar di daerah sekitarnya melalui pembinaan kelompok tani. Kelompok Tani Hurip merupakan salah satu dari kelompok tani yang dekat dengan lokasi kampus IPB dan sedang mengembangkan usahatani ubi jalar di Desa Cikarawang, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor. Kondisi iklim, tenaga kerja pertanian yang banyak menjadi faktor pendukung usahatani. Produksi ubi jalar mengalami peningkatan dari tahun 2007 ke tahun 2008 sebesar 2.040 ton per hektar menjadi 2.720 ton per hektar, tetapi produktivitasnya menurun dari 14,57 ke 14,32. Padahal rata-rata produksi di Kabupaten Bogor
5
mengalami peningkatan dari 14 ton per hektar menjadi 14,2 ton per hektar (Tabel 5). Produksi ubi jalar di beberapa Kecamatan di Kabupaten Bogor dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Produksi, Luas Panen dan Produktivitas Ubi Jalar di Beberapa Kecamatan di Kabupaten Bogor 2007-2008 2007 Luas Panen Ha
2008 Luas Panen Ha
Produktivitas Ton/Ha
Produktivitas Ton/Ha
8.857
291
14,59
8.732
603
14,48
244
655
14,35
8.822
601
14,68
3 Ciampea
2.540
122
14,61
8.576
586
14,63
4 Megamendung
2.604
152
13,71
3.644
269
13,55
5 Dramaga
2.040
135
14,57
2.720
190
14,32
6 Tamansari
2.466
131
14,59
2.478
174
14,24
7 Cijeruk
1.641
117
14,27
2.416
173
13,97
415
100
13,39
2.023
150
13,49
9.341
417
14,73
1.990
136
14,63
3.452
95
14,69
1.945
135
14,41
Kecamatan
No
Produksi Ton
1 Tenjolaya 2 Cibungbulang
8 Bojonggede 9 Pamijahan 10 Rancabungur
Produksi Ton
Sumber : Kebupaten Bogor dalam Angka 2009 (diolah). BPS Kabupaten Bogor (2009)
Usahatani ubi jalar di kelompok tani Hurip Desa Cikarawang ini penting untuk dikembangkan selain padi, karena menyumbang terhadap total pendapatan petani. Pendapatan dipengaruhi oleh produksi, harga output dan input serta faktorfaktor produksi. Dengan demikian, penelitian mengenai analisis usahatani dan faktor-faktor yang mempengaruhi produksi ubi jalar menjadi bahan kajian yang penting untuk diteliti. 1.2 Perumusan Masalah Rata-rata produktivitas ubi jalar di Kabupaten Bogor hanya mencapai 15,25 ton per hektar (Tabel 5), sedangkan produktivitas optimal ubi jalar seharusnya dapat mencapai 20-40 ton per hektar.7 Hal ini dapat dilihat bahwa
7
Zuraida. Usahatani Ubi Jalar sebagai Bahan Pangan Alternatif dan Diversifikasi Sumber Karbohidrat. http://anekaplanta. Wordpress.com/2008/03/02. [15 Juni 2010].
6
terdapat selisih sebesar 4,75-24,75 ton per hektar antara produktivitas optimal dengan produktivitas ubi jalar di Kabupaten Bogor. Hal ini disebabkan oleh beberapa kendala yang dihadapi petani dalam pengembangan usahatani ubi jalar. Kesenjangan (gap) ini dapat berimplikasi terhadap pendapatan yang diperoleh petani. Tabel 5. Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Ubi Jalar Di Kabupaten Bogor Tahun 2003-2008 Tahun Luas Panen (Ha) Produksi (Ton) Produktivitas (Ton/Ha) 2003
3.882
67.159
17,30
2004
3.656
56.213
15,40
2005
3.662
52.762
14,40
2006
3.752
60.832
16,20
2007
3.916
54.528
14,00
2008
4.041
57.311
14,20
Rata-rata
15,25
Sumber : BPS Provinsi Jawa Barat, 2009 (diolah).
Kesejahteraan petani dapat diukur dari pendapatan yang diterimanya. Produktivitas yang tinggi menghasilkan pendapatan yang tinggi pula, berarti akses petani terhadap pangan pun akan meningkat. Pada umumnya masyarakat tani tersebut kurang berkembang kesejahteraannya, karena terkendala oleh kondisi sosial ekonomi yang relatif rendah. Sebagian besar petani mempunyai lahan yang relatif sempit (skala terbatas) dan masih banyak petani penggarap, modal yang terbatas, harga input tinggi dan harga output ubi jalar rendah. Penguasaan teknologi usahatani ubi jalar oleh petani perlu ditingkatkan, sehingga antara faktor iklim dengan teknologi budidaya tanaman dapat sinergis dalam meningkatkan produktivitas ubi jalar. Peningkatan produktivitas ubi jalar dapat dilakukan dengan meningkatkan produksinya. Peningkatan produksi ubi jalar dapat ditempuh dengan usaha penanaman varietas unggul, penerapan kultur teknik budidaya secara intensif, dan penanganan pascapanen yang memadai, disertai penelitian pasar di dalam dan luar negeri (Rahmat, 1997).
7
Desa Cikarawang merupakan salah satu desa di kabupaten bogor yang berpotensi untuk usahatani ubi jalar dengan adanya kelompok tani dan didukung oleh IPB sebagai desa binaan di lingkungan kampus. Mayoritas penduduk Desa Cikarawang berprofesi sebagai petani dan buruh tani yang berpengalaman menghasilkan bahan pangan. Sebagian besar petani di daerah ini menjadikan tanaman ubi jalar sebagai komoditas utama untuk dibudidayakan, termasuk kelompok tani Hurip yang merupakan salah satu kelompok tani aktif yang berada di Desa Cikarawang. Kelompok tani Hurip tergabung dalam Gapoktan Jaya Makmur dengan jumlah anggota lebih banyak dibandingnkan dengan empat kelompok tani lainnya (Kelompok Tani Setia, Kelompok Tani Subur Jaya, Kelompok Tani Mekar), yaitu sebenyak 35 orang dari total petani aktif 110 orang. Disamping itu, petani yang tergabung ke dalam kelompok tani Hurip mayoritas petani yang mengusahakan ubi jalar, dibandingkan kelompok tani lainnya. Harga ubi jalar yang diterima petani berkisar antara Rp 800 - Rp 1.500 per kilogram, sedangkan harga yang dibayarkan konsumen akhir yaitu Rp 3.000 - Rp 4.000 per kilogram. Penerimaan tinggi yang diharapkan petani, maka harga yang diterima petani pun harus tinggi. Harga yang dikalikan dengan hasil produksi menghasilkan penerimaan, dimana produksi yang tinggi pun akan meningkatkan penerimaan. Pendapatan petani merupakan hasil dari penerimaan dikurangi dengan biaya yang dikeluarkan selama proses usahatani berlangsung. Dengan demikian, petani perlu menghitung kembali usahatani ubi jalar yang dijalankan. Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang dijelaskan diatas dapat dirumuskan beberapa permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini, antara lain: 1. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi produksi ubi jalar pada kelompok tani Hurip di Desa Cikarawang? 2. Apakah usahatani ubi jalar pada kelompok tani Hurip Desa Cikarawang menguntungkan?
8
1.3 Tujuan Penelitian Sesuai dengan permasalahan yang telah dikemukakan sebelumnya, maka penelitian ini bertujuan untuk: 1. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi ubi jalar pada kelompok tani Hurip di Desa Cikarawang, Kecatamatan Dramaga, Kabupaten Bogor. 2. Menganalisis pendapatan usahatani ubi jalar pada kelompok tani Hurip di Desa Cikarawang, Kecatamatan Dramaga, Kabupaten Bogor. 1.4 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan memiliki kegunaan sebagai berikut: 1. Bagi peneliti Penelitian berguna untuk mengaplikasikan ilmu pengetahuan yang diterima di perkuliahan terhadap permasalahan yang ada secara nyata. 2. Bagi kelompok tani Hurip Penelitian ini dapat berguna sebagai bahan informasi dan evaluasi bagi kelompok
tani
Hurip
dalam
meningkatkan
pendapatan
pada
pengembangan usahatani ubi jalar sebagai potensi Desa Cikarawang. 3. Bagi kalangan akademis Penelitian ini dapat bermanfaat sebagai bahan literatur untuk penelitian selanjutnya. 4. Bagi masyarakat Penelitian ini dapat menjadi sumber pengetahuan bagi masyarakat akan pentingnya kerjasama antara masyarakat dan perusahaan serta partisipasi aktif masyarakat dalam peningkatan kualitas hidup mereka melalui pengembangan masyarakat. 1.5 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini dilakukan pada petani ubi jalar di Desa Cikarawang yang difokuskan pada satu kelompok tani dari empat kelompok tani yang tergabung dalam Gapoktan yaitu kelompok Tani Hurip. Keragaan subsistem usahatani ubi jalar dianalisis secara kualitatif berdasarkan fakta yang diperoleh di tempat penelitian. Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi ubi jalar melalui analisis fungsi produksi Cobb-Douglas dan analisis usahatani melalui analisis pendapatan dan R/C rasio dianalisis secara kuantitatif. 9
II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Penelitian Mengenai Ubi Jalar Ubi jalar merupakan salah satu komoditas utama tanaman pangan yang mempunyai daya adaptasi luas, sehingga dapat tumbuh dan berkembang dengan baik di seluruh nusantara. Di Indonesia, nama lokal tanaman ini sangat bervariasi, di Jawa Barat bernama Boled, di Jawa Tengah dan Jawa Timur bernama Tela Rambat. Di Jepang ubi jalar dikenal dengan nama Shoyu dan dalam bahasa Inggris dikenal dengan sebutan Sweet Potatoes. Penelitian terbaru menunjukan bahwa, ubi jalar terutama yang berwarna oranye tua termasuk salah satu makanan tersehat dan mempunyai banyak khasiat (Suismono dalam Hafsah, 2004). Menurut data sekunder dari Direktorat Gizi Depkes RI, Ubi jalar merupakan salah satu tanaman pangan yang mempunyai kandungan gizi tinggi dan bermanfaat bagi kesehatan. Komponen kandungan gizi dari ubi jalar dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Kandungan Gizi dalam Tiap 100 Gram Daun dan Ubi Jalar Segar No
Kandungan Gizi
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
Kalori (kal) Protein (g) Lemak (g) Karbohidrat (g) Kalsium (mg) Fosfor (mg) Zat besi (mg) Natrium (mg) Kalium (mg) Niacin (mg) Vitamin A (SI) Vitamin B1 (mg) Vitamin B2 (mg) Vitamin C (mg) Air (g) Bagian yang dapat dimakan (%)
Ubi Putih 123,00 1,80 0,70 27,90 30,00 49,00 0,70 60,00 0,90 22,00 68,50 86,00
Banyaknya dalam: Ubi Merah Ubi Kuning *) 123,00 136,00 1,80 1,10 0,70 0,40 27,90 32,30 30,00 57,00 49,,00 52,00 0,70 0,70 5,00 393,00 0,60 7.700,00 900,00 0,90 0,10 0,04 22,00 35,00 68,50 86,00 -
Keterangan: *) Food and nutrition Research Center Hanbook I, Manila. -) Tidak ada data. (sumber: Direktorat Gizi Depkes RI 1981, dalam Rahmat 1997)
Daun 47,00 2,80 0,40 10,40 79,00 66,00 10,00 6.105,00 0,12 22,00 84,70 73,00
Aji (2008) melakukan penelitian mengenai peramalan produksi dan konsumsi ubi jalar nasional dalam rangka rencana program diversifikasi pangan pokok. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa peramalan sampai 10 tahun kedepan (tahun 2018) menunjukkan bahwa produksi (1.671.280 ton) dan konsumsi (1.653.014 ton) ubi jalar tidak bisa memenuhi target yang diharapkan, sedangkan berdasarkan hasil persamaan regresi konsumsi ubi jalar menunjukkan adanya hubungan yang positif antara konsumsi ubi jalar dan konsumsi beras. Hal ini dikarenakan kedua komoditi tersebut memiliki sifat saling komplementer bukan substitusi. Alternatif strategi yang bisa dilakukan antara lain melakukan rekayasa sosial terhadap pola konsumsi masyarakat melalui kerjasama dengan industri pangan; diversifikasi produk ubi jalar dengan pendirian industri tepung dan pasta ubi jalar; promosi, kampanye dan sosialisasi tentang manfaat ubi jalar secara komprehensif dan kontinyu; pemberian insentif untuk konsumsi pangan non beras serta penghargaan ketahanan pangan bagi masyarakat. Hasil penelitian Juarsa (2007) menunjukkan bahwa pengusahaan ubi jalar memiliki keunggulan kompetitif dan komparatif (daya saing) dilihat dari nilai PCR dan DRC yang kurang dari satu. Penelitian yang dilakukan di Kabupaten Kuningan dinilai mempunyai daya saing. Hal ini terlihat dari nilai PCR kurang dari satu, yaitu sebesar 0,49 untuk varietas Bogor; 0,41 untuk varietas AC, dan 0,45 untuk keseluruhan varietas. Serta nilai DRC juga kurang dari satu sebesar 0,24 untuk varietas Bogor; 0,25 Untuk varietas AC, dan 0,24 untuk keseluruhan varietas. Potensi ubi jalar terbukti dengan adanya penelitian-penelitian yang telah dilakukan sebelumnya oleh Juarsa (2007) mengenai daya saing ubi jalar dan sifat komplementer ubi jalar dengan beras oleh Aji (2008) menjadi potensi untuk dikembangkan, dengan demikian penelitian yang dilakukan oleh Widayanti (2008) dapat mendukung penelitian sebelumnya. Penelitian Widayanti (2008) yaitu mengenai analisis pendapatan usahatani dan pemasaran ubi jalar di Desa Bandorasa Kulon Kecamatan Cilimus Kabupaten Kuningan, Jawa Barat. Penelitian ini memiliki dua tujuan utama, yaitu pertama untuk menganalisis keuntungan usahatani ubi jalar dilihat dari tingkat pendapatan petani ubi jalar di
11
Desa Bandorasa Kulon, dan tujuan kedua adalah menganalisis sistem pemasaran, saluran pemasaran, struktur dan perilaku pasar, sebaran marjin pemasaran ubi jalar dari petani sampai konsumen akhir dari farmer’s share. Hasil penelitian tersebut menyimpulkan bahwa penerimaan petani responden dalam melakukan usahatani ubi jalar adalah Rp 11.406.061, sedangkan biaya total untuk usahatani ubi jalar adalah Rp 8.256.764, sehingga pendapatan petani atas biaya tunai adalah Rp 6.151.154 dan pendapatan petani atas biaya total adalah Rp 3.149.297. Nilai R/C atas biaya tunai adalah sebesar 2,17 dan nilai R/C atas biaya total adalah sebesar 1,38. Berdasarkan kenyataan tersebut, usahatani ubi jalar di Desa Bandorasa Kulon menguntungkan untuk diusahakan. Hal ini bisa menjadi bahan kajian yang bermanfaat bagi petani ubi jalar di daerah lainnya. Pengolahan ubi jalar pun sangat potensial untuk dikembangkan sebagai hasil diversifikasi pangan, salah satunya yaitu pembuatan tepung ubi jalar. Menurut hasil penelitian Yenni (2007), perumusan strategi pemasaran tepung ubi jalar produksi usaha kecil (studi kasus: Kelompok Tani Hurip Desa Cikarawang) didapatkan nilai pada matriks IFE 3,233 dengan kekuatan paling besar ditunjukkan oleh faktor adanya keinginan dan motivasi yang kuat dari anggota kelompok untuk mendirikan usaha tepung ubi jalar (0,459), serta kelemahan terbesar pada faktor tingkat pengetahuan anggota yang rendah (0,257). Nilai pada matriks EFE 3,076 peluang utama ialah faktor perkembangan ilmu dan teknologi yang semakin modern (0,394) dan ancaman terbesar ialah faktor tepung ubi jalar belum dikenal oleh masyarakat luas (0,210). Pada matriks IE, posisi pengusahaan terletak pada sel 1 yang berarti sebaiknya menggunakan strategi grow dan build. Berdasarkan matiks QSP, nilai Total Atractive Score (TAS) tertinggi terletak pada strategi promosi yang intensif dan efisien (7,023). 2.2 Tinjauan Penelitian Mengenai Analisis Usahatani dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Penelitian-penelitian terdahulu memberikan pengamatan yang berbedabeda pada pola pengambilan data, metode analisis, dan hasil yang dicapai. Penelitian terkait analisis usahatani dan faktor-faktor yang mempengaruhi produksi telah dilakukan oleh Isnurdiansyah (2010), Devy (2010), Yulistia (2009), Zalukhu (2009) dan Silalahi (2009).
12
Isnurdiansyah (2010) melakukan penelitian tentang analisis pendapatan usahatani gandum lokal di Kecamatan Tosari Kabupaten Pasuruan propinsi jawa Timur. Tujuan penelitiannya yaitu menganalisis keragaan dan pendapatan usahatani gandum lokal, serta menganalisis keterkaitan usahatani gandum lokal dengan sub sistem agribisnis gandum lokal. Metode analisis yang digunakan antara lain metode kasus, analisis pendapatan, R/C rasio, analisis imbangan penerimaan dan biaya, serta anggaran parsial. Nilai pendapatan usahatani diperoleh dari selisih penerimaan dan biaya usahatani. Pendapatan usahatani terdiri dari pendapatan atas biaya tunai dan total. R/C rasio atas biaya tunai dan biaya total petani responden sebesar 1,83 dan 0,99, yaitu petani responden mendapatkan penerimaan sebesar Rp 1,83 dan Rp 0,99 dari setiap satu rupiah yang telah dikeluarkan. Petani responden mengalami keuntungan jika dilihat berdasarkan R/C rasio atas biaya tunai dan petani responden mengalami kerugian jika dilihat berdasarkan R/C rasio atas biaya total. Analisis usahatani tidak hanya dilakukan dengan menganalisis pendapatan saja. Berdasarkan hasil penelitian Yulistia (2009), analisis pendapatan usahatani Belimbing Dewa dapat disimpulkan bahwa pengaruh hadirnya Primatani di Kota Depok belum memberikan dampak yang terlalu besar terhadap tingkat pendapatan petani peserta Primatani. Hal ini dapat dilihat dari pendapatan atas biaya tunai dan total pada petani non Primatani lebih tinggi jika dibandingkan dengan petani Primatani. Variabel faktor produksi yang digunakan antara lain pupuk kandang, pupuk NPK, pupuk gandasil, pestisida, petrogenol dan tenaga kerja. Berbeda halnya dengan Zalukhu (2009) yang melakukan penelitian mengenai analisis usahatani dan tataniaga padi varietas unggul nasional (Kasus: Varietas Bondoyudo pada Gapoktan Tani Bersatu, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor). Penelitian yang bertujuan menganalisis keragaan usahatani, pendapatan usahatani, faktor-faktor produksi serta efisiensi tataniaga beras di Kecamatan Cibungbulang melakukan pengambilan responden secara acak (simple random sampling) sedangkan penentuan responden untuk analisis tataniaga adalah secara snow ball sampling. Hasil penelitian Zulukhu (2009) tidak hanya menganalisis pendapatan, R/C rasio, tetapi juga analisis regresi linier berganda
13
untuk mengetahui faktor-faktor produksi yang mempengaruhi produksi padi dan analisis marjin, farmer’s share dan rasio keuntungan terhadap biaya tataniaga. Hasil penelitian meghasilkan pendapatan atas biaya tunai pada usahatani Bondoyudo
adalah
Rp
6.311.564,
artinya
pendapatan
petani
tanpa
memperhitungkan biaya diperhitungkan sebesar Rp 6.311.564 per hektar per musim tanam, sedangkan pendapatan atas biaya total adalah Rp 3.303.928. Nilai R/C rasio atas biaya tunai adalah 2,66. Artinya setiap pengeluaran biaya tunai satu satuan biaya total menghasilkan penerimaan sebesar 2,66 satuan penerimaan. R/C rasio atas biaya total adalah 1,50 artinya setiap pengeluaran satu satuan biaya total menghasilkan penerimaan 1,50 satuan penerimaan. Faktor-faktor yang diduga berpengaruh terhadap produksi padi adalah luas lahan (X1), benih (X2), urea (X3), NPK (X4), TSP (X5), pupuk organik (X6), furadan (X7), pestisida (X8) dan tenaga kerja (X9). Faktor-faktor tersebut dapat dipakai dalam penelitian yang akan dilaksanakan penulis. Berdasarkan pendugaan model linier berganda diperoleh koefisien determinasi (R-Sq) sebesar 93,6 persen. Nilai F-hitung sebesar 48,82 lebih besar dari nilai F-tabel pada selang kepercayaan 90 persen yaitu 3,17. Hasil dari uji-t menunjukkan bahwa secara parsial, faktor produksi luas lahan (X1), benih (X2) dan pestisida (X3) berpengaruh nyata pada taraf kepercayaan 90 persen, sedangkan faktor produksi TSP (X5) dan tenaga kerja (X9) berpengaruh nyata pada selang kepercayaan 85 persen. Dengan demikian sebaiknya petani meningkatkan penggunaan luas lahan, benih dan tenaga kerja dan sebaliknya mengurangi produksi padi Bondoyudo. Hal ini membuktikan bahwa Bondiyudo tidak perlu menggunakan pestisida. Penelitian mengenai analisis pendapatan dan pemasaran pun dilakukan oleh Silalahi (2009). Silalahi (2009) melakukan penelitian mengenai analisis pendapatan usahatani dan pemasaran talas di Kelurahan Situgede, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor yanng merupakan sentra talas di Kota Bogor. Tujuan penelitian ini adalah (1) menganalisis pendapatan usahatani talas, (2) menganalisis saluran pemasaran, fungsi-fungsi pemasaran talas di kelurahan Situgede, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor. Pengambilan responden dilakukan secara sensus sebanyak 24 petani yang membudidayakan talas.
14
Berdasarkan hasil analisis, maka untuk tiap hektar lahan, pertanian talas mampu menghasilkan rata-rata 18.000 kilogram umbi, dengan harga rata-rata Rp 1.586 per umbi untuk petani lahan disewa, Rp 1.635 per umbi untuk petani lahan sendiri dan Rp 1.621 per umbi untuk petani lahan keseluruhan. Rata-rata pendapatan atas biaya total usahatani lahan disewa dan lahan milik sendiri masing-masing sebesar Rp 11.524.717,92 dan Rp 11.326.827,54, sedangkan pendapatan usahatani lahan keseluruhan adalah Rp 11.476.748,81. Nilai R/C rasio atas biaya total pada usahatani lahan disewa, lahan milik sendiri dan lahan keseluruhan masing-masing adalah 1,61; 1,56 dan 1,58. hal ini menunjukkan bahwa usahatani talas terhadap lahan sendiri maupun lahan sewa sama-sama mengungtungkan. Penelitian mengenai tanaman palawija tidak hanya dilakukan pada tanaman talas saja, tetapi juga dilakukan pada tanaman ganyong yang diteliti oleh Devy (2010) mengenai “Peran Kelembagaan Kelompok Tani terhadap Produksi dan Pendapatan Petani Ganyong di Desa Sindanglaya Kecamatan Sukamantri Kabupaten Ciamis Jawa Barat”. Adapun tujuan dari penelitian ini yaitu selain menganalisis pendapatan usahatani ganyong juga menganalisis pengaruh peran kelompok tani terhadap produktivitas dan pendapatan petani ganyong. Alat analisis yang digunakan adalah fungsi produksi Cobb-Douglass dan analisis pendapatan R/C rasio. 2.3 Evaluasi Penelitian Terdahulu Penelitian yang akan dilakukan oleh penulis dengan penelitian terdahulu secara umum memiliki persamaan dan perbedaan yang mendasar. Persamaannya terletak pada jenis analisis yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu analisis pendapatan usahatani komoditas pertanian. Dimana dapat menjawab salah satu tujuan dari penelitian yang sama. Perbedaan penelitian yang dilakukan penulis dengan
penelitian-penelitian
terdahulu
terdapat
pada
fokus
komoditas
pertaniannya, tujuan, lokasi dan metode analisis yang digunakan untuk setiap kasus penelitian. Penulis melakukan analisis pendapatan usahatani ubi jalar yang telah diteliti sebelumnya oleh Widayanti (2008), namun terdapat perbedaan lokasi penelitian, dimana Widayanti (2008) meneliti di Kabupaten Kuningan, sedangkan 15
penulis meneliti di Kabupaten Bogor. Penulis pun mengembangkan penelitian komoditas ubi jalar yang telah dilakukan sebelumnya oleh Aji (2008) dan Juarsa (2007). Penulis melengkapi penelitian yang dilakukan oleh Yenni (2007) mengenai strategi pemasaran tepung ubi jalar dengan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi ubi jalar. Hal ini dilakukan untuk menunjang pendapatan yang diterima petani, dimana tepung ubi jalar merupakan produk olahan dari ubi jalar. Kesamaan penelitian yang dilakukan penulis dengan Yenni (2007) adalah sama-sama meneliti ubi jalar di kelompok tani Hurip, Desa Cikarawang. Ubi jalar sebagai salah satu tanaman palawija yang potensial untuk dikembangkan layak untuk diteliti. Penelitian mengenai tanaman ubi jalar ditunjang oleh penelitian-penelitian terdahulu mengenai tanaman pangan dan palawija antara lain: ubi jalar (Widayanti, 2008), talas (Silalahi, 2009), ganyong (Devy, 2010), padi varietas unggul nasional yang telah diteliti oleh Zalukhu (2009) dan gandum (Isnurdiansyah, 2010). Penelitian terdahulu mengenai tanaman pangan dan palawija menghasilkan pendapatan yang positif, artinya usahatani yang dijalankan menguntungkan. R/C rasio yang dihasilkan oleh ubi jalar sebesar 1,38; sedangkan talas dan ganyong memiliki nilai R/C rasio lebih besar dari ubi jalar yaitu 1,56 dan 1,41. Padi dan gandum mempunyai R/C rasio masing-masing sebesar 1,5 dan 0,99. Metode analisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi yang digunakan peneliti ada kesamaan dengan Yulistia (2009) mengenai efisiensi produksi usahatani belimbing dewa yaitu dengan menggunakan model fungsi produksi Cobb-Douglas. Ubi jalar sebagai produk diversifikasi dari beras dapat dilihat dari perbandingan faktor-faktor yang mempengaruhi produksinya. Faktorfaktor yang mempengaruhi produksi padi (Zulukhu, 2009) antara lain lahan, benih, urea, NPK, TSP, pupuk organik, furadan, pestisida dan tenaga kerja. Faktor-faktor yang diduga mempengaruhi produksi ubi jalar antara lain lahan, bibit, pupuk kandang, pupuk kimia, pestisida dan tenaga kerja. Usahatani ubi jalar di Kabupaten Bogor dapat memperkuat dan melengkapi usahatani yang dijalankan di tempat lain, bahwa usahatani tersebut
16
menguntungkan dibandingkan gandum dengan syarat memeperhatikan faktorfaktor produksi yang memepengaruhinya. Penelitian-penelitian yang dilakukan oleh peneliti sebelumnya dijadikan sebagai referensi terhadap perbandingan hasil penelitian ini.
17
III KERANGKA PEMIKIRAN
3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis merupakan acuan alur berfikir dalam melakukan penelitian berdasarkan tujuan penelitian. Tujuan penelitian ini yaitu menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi ubi jalar. Adapun teori yang digunakan dalam penelitian ini mencakup teori produksi, teori biaya dan teori pendapatan. 3.1.1 Konsep Usahatani Usahatani
adalah
ilmu
yang
mempelajari
bagaimana
seseorang
mengusahakan dan mengkoordinir faktor-faktor produksi berupa lahan dan alam sekitarnya sebagai modal, sehingga memberikan manfaat sebaik-baiknya (Suratiyah, 2009). Menurut Rahim (2007) menyatakan bahwa usahatani merupakan ilmu yang mempelajari tentang cara petani mengelola input atau faktor-faktor produksi (tanah, tenaga kerja, modal, teknologi, pupuk, benih dan pestisida) dengan efektif, efisien dan berkelanjutan untuk dapat menghasilkan produksi yang tinggi, sehingga pendapatannya dapat meningkat. Dikatakan efisien bila petani dapat mengalokasikan sumberdaya yang dimiliki dengan sebaikbaiknya
dan
dikatakan
efektif
bila
pemanfaatan
sumberdaya
tersebut
menghasilkan keluaran (output). Pada umumnya ciri-ciri usahatani di Indonesia adalah berlahan sempit, modal relatif kecil, pengetahuan petani terbatas dan kurang dinamis sehingga berakibat pada rendahnya pendapatan petani (Soekartawi, 1986). Ilmu usahatani pada dasarnya memperhatikan cara-cara petani memperoleh dan memadukan sumberdaya yang ada seperti lahan, tenaga kerja, modal, waktu dan pengelolaan (manajemen)
yang
terbatas
ketersediaannya
untuk
mencapai
tujuannya
(Soekartawi, 1995). Menurut Suratiyah (2009) mengungkapkan bahwa faktor-faktor yang bekerja dalam usahatani baik secara langsung maupun tidak langsung, yaitu: 1. Alam Alam merupakan faktor yang sangat menentukan usahatani. Faktor alam dapat dibedakan menjadi dua, yaitu faktor tanah dan lingkungan alam sekitarnya.
Faktor tanah misalnya jenis tanah dan kesuburan. Faktor alam sekitar yakni iklim yang berkaitan dengan ketersediaan air, suhu dan lain sebagainya. 2. Tenaga Kerja Tenaga kerja adalah salah satu unsur penentu, terutama bagi usahatani yang sangat tergantung musim. Kelangkaan tenaga kerja berakibat mundurnya penanaman sehingga berpengaruh pada pertumbuhan tanaman, produktivitas dan kualitas produk. Tenaga kerja terdiri dari tenaga kerja dalam keluarga dan tenaga kerja luar keluarga. Beberapa hal yang membedakan antara tenaga kerja keluarga dan tenaga luar, antara lain: komposisi menurut umur, jenis kelamin, kualitas dan kegiatan kerja (prestasi kerja). Kegiatan kerja tenaga luar sangat dipengaruhi sistem upah, lamanya waktu kerja, kehidupan sehari-hari, kecakapan dan umur tenaga kerja. Kebutuhan tenaga kerja dapat diketahui dengan cara menghitung setiap
kegiatan
masing-masing
komoditas
yang
diusahakan,
kemudian
dijumlahkan untuk seluruh usahatani. Satuan yang sering dipakai dalam perhitungan kebutuhan tenaga kerja adalah man days atau HOK (hari orang kerja) dan JKO (jam kerja orang). Pemakaian HOK ada kelemahannya karena masing-masing daerah berlainan (satu HOK di daerah B belum tentu sama dengan satu HOK di daerah A) bila dihitung jam kerjanya. Banyaknya tenaga kerja yang diperlukan untuk mengusahakan satu jenis komoditas per satuan luas dinamakan Intensitas Tenaga Kerja. Intensitas Tenaga Kerja tergantung pada tingkat teknologi yang digunakan, tujuan dan sifat usahataninya, topografi dan tanah, serta jenis komoditas yang diusahakan. 3. Modal Modal adalah syarat mutlak berlangsungnya sebuah usaha, demikian pula dengan usahatani. Penggolongan modal dalam usahatani keluarga cenderung memisahkan faktor tanah dari alat-alat produksi yang lain. Hal ini dikarenakan belum ada pemisahan yang jelas antara modal usaha dan modal pribadi. Dalam arti ekonomi perusahaan, modal adalah barang ekonomi yang dapat dipergunakan untuk memproduksi kembali atau modal adalah barang ekonomi yang dapat dipergunakan untuk mempertahankan atau meningkatkan pendapatan.
19
4. Pengelolaan atau Manajemen Faktor produksi usahatani pada dasarnya adalah tanah dan alam sekitarnya, tenaga kerja, modal serta peralatan. Namun, beberapa pendapat memasukkan manajemen sebagai faktor produksi keempat walaupun tidak langsung. 3.1.2 Teori Produksi Produksi merupakan serangkaian proses dalam penggunaan input yang ada untuk menghasilkan barang atau jasa (output). Produksi terkait erat dengan jumlah penggunaan berbagai kombinasi input dengan jumlah dan kualitas output yang dihasilkan. Hubungan diantara faktor-faktor produksi dan tingkat produksi yang diciptakan dinamakan fungsi produksi (Sukirno, 2002). Faktor-faktor produksi dapat dibedakan ke dalam empat golongan, yaitu tenaga kerja, tanah, modal dan keahlian keusahawanan. Sedangkan menurut Soekartawi (1990) fungsi produksi adalah hubungan fisik antara variabel yang dijelaskan (Y) dan variabel yang menjelaskan (X). Hubungan kuantitatif antara masukan dan produksi dikenal dengan istilah fungsi produksi, sedangkan analisis dan pendugaan hubungan itu disebut analisis fungsi produksi. Secara matematis fungsi produksi dapat ditulis sebagai berikut: Y = f (X1, X 2, X3, ........................Xn) Keterangan: Y
= Output
X1, X 2, X3, ........................Xn
= Input-input yang digunakan dalam proses produksi
Hubungan masukan dan produksi pertanian mengikuti kaidah kenaikan hasil yang berkurang (law of diminishing returns).Tiap tambahan unit masukan akan mengakibatkan proporsi unit tambahan produksi yang semakin kecil dibanding unit tambahan masukan tersebut (Soekartawi, 1986). Sedangkan menurut Sukirno (2002) menyatakan bahwa apabila faktor produksi yang dapat diubah jumlahnya (tenaga kerja) dan terus ditambah sebanyak satu unit, pada mulanya produksi total akan semakin banyak pertambahannya, tetapi apabila sudah mencapai suatu tingkat tertentu produksi tambahan akan semakin berkurang, dan akhirnya akan mencapai nilai yang negatif. Sifat pertambahan
20
produksi yang seperti ini menyebabkan pertambahan produksi total semakin lambat dan pada akhirnya mencapai tingkat maksimum dan kemudian menurun. Soekartawi (1986), menjelaskan bahwa pemilihan fungsi produksi sebenarnya merupakan pendugaan subjektif. Adapun beberapa pedoman yang perlu diperhatikan dalam memperoleh fungsi produksi yang baik dan benar. Pedoman tersebut adalah sebagai berikut: 1. Bentuk aljabar fungsi produksi itu dapat dipertanggungjawabkan. 2. Bentuk aljabar fungsi produksi itu mempunyai dasar yang logis secara fisik maupun ekonomi. 3. Mudah dianalisis. 4. Mempunyai implikasi ekonomi. Salah satu model fungsi produksi yang digunakan dalam analisis usahatani adalah fungsi produksi Cobb-Douglas. Menurut Soekartawi (2002) fungsi produksi Cobb-Douglas merupakan suatu fungsi atau persamaan yang melibatkan dua atau lebih variabel. Variabel yang dijelaskan disebut variabel dependen (Y) dan variabel yang menjelaskan disebut variabel independen (X). Variabel yang dijelaskan biasanya berupa output dan variabel yang menjelaskan biasanya berupa input. Tiga alasan pokok memilih menggunakan analisis fungsi produksi CobbDouglas antara lain (Soekartawi, 1990): a. Penyelesaian
fungsi
produksi
Cobb-Douglas
relatif
lebih
mudah
dibandingkan dengan fungsi lain. Fungsi Cobb-Douglas dapat dengan mudah diubah ke dalam bentuk linier. b. Hasil pendugaan garis melalui fungsi Cobb-Douglas akan menghasilkan koefisien regresi yang sekaligus menunjukkan elastisitas. c. Besaran elastisitas tersebut juga sekaligus menunjukan return to scale. Hal ini perlu diketahui untuk menentukan keadaan dari suatu produksi, apakah mengikuti kaidah decreasing, constant atau increasing return to scale. a. Decreasing returns to scale, bila (b1 + b2) < 1. Dalam keadaan demikian, dapat diartikan bahwa proporsi penambahan masukan-produksi melebihi proporsi penambahan produksi.
21
b. Constant returns to scale, bila (b1 + b2) = 1. Dalam keadaan demikian penambahan masukan-produksi akan proporsional dengan penambahan produksi yang diperoleh. c. Increasing returns to scale, bila (b1 + b2) > 1. Ini artinya bahwa proporsi penambahan masukan-produksi akan menghasilkan tambahan produksi yang proporsinya lebih besar. Kesulitan yang umum dijumpai dalam penggunaan fungsi Cobb-Douglas adalah sebagai berikut: a. Spesifikasi variabel yang keliru. b. Kesalahan pengukuran variabel. c. Bias terhadap variabel manajemen. d. Masalah multikolinieritas yang sulit dihindarkan. Persamaan matematis dari fungsi produksi Cobb-Douglas secara umum dapat dirumuskan sebagai berikut: Y = b0 X1 b1 X2 b2 X3 b3 . . . Xi bi eu Dimana: Y
= Variabel yang dijelaskan
X
= Variabel yang menjelaskan
b0, b1 = Besaran yang akan diduga u
= Unsur sisa (galat)
e
= Logaritma natural (e = 2,718) Fungsi Cobb-Douglas akan lebih mudah dalam pendugaan terhadap
persamaan diatas dengan mengubah ke dalam bentuk linier berganda yang dapat dirumuskan sebagai berikut: Ln Y = ln b0 + b1 ln X1 + b2 ln X2 + b3 ln X3 . . . + bi ln Xi + u Pada persamaan tersebut terlihat bahwa nilai b1 dan b2 adalah tetap walaupun variabel yang terlibat telah dilogaritmakan. Hal ini dapat dimengerti karena b1 dan b2 pada fungsi Cobb-Douglas adalah sekaligus menunjukkan elastisitas X terhadap Y. Elastisitas produksi (Ep) adalah presentase perubahan dari output sebagai akibat dari persentase perubahan input (Rahim, 2008). Elastisitas produksi dapat dirumuskan sebagai berikut:
22
Y x 100 % X Ep X x 100 % Y Ep
Y Y X X
Ep
Y X x X Y
E p PM x
Ep Dimana: Ep
1 PR
PM PR = Elastisitas produksi
ΔY = Perubahan hasil produksi komoditas pertanian ΔX = Perubahan penggunaan faktor produksi Y
= Hasil produksi komoditas pertanian
X
= Jumlah produksi
Hubungan antar faktor produksi (X) dengan jumlah produksi (Y) dapat dilihat pada Gambar 1. Berdasarkan elastisitas produksi, fungsi produksi dibagi atas tiga daerah, yaitu: 1) Daerah produksi I dengan Ep lebih dari satu (Ep > 1), merupakan produksi yang tidak rasional karena pada daerah ini penambahan input sebesar satu persen akan menyebabkan penambahan produksi yang selalu lebih besar dari satu persen. Pada daerah ini belum tercapai pendapatan yang maksimum, karena pendapatan masih dapat diperbesar apabila pemakaian input variabel dinaikan. 2) Daerah produksi II dengan Ep antara 1 dan 0 (0 < Ep < 1), artinya penambahan input sebesar satu persen akan menyebabkan penambahan produksi paling tinggi sama dengan satu persen dan paling rendah nol persen. Pada tingkat penggunaan faktor produksi tertentu akan mencapai keuntungan maksimum. Daerah produksi ini disebut daerah rasional.
23
3) Daerah III dengan Ep kurang dari nol (Ep < 0), artinya setiap penambahan pemakaian input akan menyebabkan penurunan jumlah produksi total. Daerah produksi ini disebut daerah produksi yang tidak rasional (irrasional). Y
TP I
III
II
Ep>1
Ep<0
X
0<Ep<1
PM/PR
PR 0
X1
X2 Ep>1
1>Ep>0
X3
X
PM Ep>0
Keterangan: TP = Total produksi PM = Produk marginal PR = Produk rata-rata Y = Produksi X = Faktor produksi Gambar 1. Kurva Produk Total, Marginal dan Rata-rata (Sumber: Lipsey et al, 1995)
24
3.1.3 Teori Biaya Wesley (1994) mengklasifikasikan biaya usahatani ke dalam biaya tunai (eksplisit) dan diperhitungkan (implisit). Biaya tunai adalah biaya yang diperoleh dari input keseluruhan, seperti halnya sewa lahan, pestisida. Sedangkan biaya diperhitungkan adalah nilai satuan input yang diperoleh dari perusahaan atau bisnis keluarga yang berasal dari biaya tetap dan biaya variabel. Total Fixed Cost (TFC) adalah biaya yang tidak berubah terhadap perubahan output. Biaya ini termasuk ke dalam biaya tunai dan biaya diperhitungkan dari input yang berada dalam jangka pendek. Adapun yang terma suk dalam biaya tunai adalah pajak, gaji upah pekerja kontrak dan lain-lain. Sedangkan yang termasuk ke dalam biaya diperhitungkan,
seperti
penerimaan
yang
diinvestasikan
pemilik
dalam
perusahaan, penyusutan lahan, penyusutan peralatan dan biaya untuk tenaga kerja dalam keluarga. TVC (Total Variabel Cost) adalah biaya input yang dapat mempengaruhi output. Jika tidak ada variabel input yang digunakan maka TVC adalah nol, artinya tidak ada output yang dihasilkan. TVC yang termasuk ke dalam biaya tunai dari input seperti penggunaan pupuk kimia, penanggulangan hama dan penyakit tanaman (pestisida), pengeringan, bahan bakar. Sedangkan yang termasuk ke dalam biaya diperhitungkan seperti sewa lahan) Sama halnya dengan Wesley, Lipsey (1995) mendefinisikan biaya total (TC) adalah biaya total untuk menghasilkan tingkat output tertentu. Biaya total dibagi menjadi dua, yaitu biaya tetap total (Total Fixed Costs = TFC) dan biaya variabel total (Total Variabel Costs = TVC). Biaya tetap (TFC) adalah biaya yang tidak berubah meskipun output berubah. Sedangkan biaya yang berkaitan langsung dengan output, yang bertambah besar dengan meningkatkanya produksi dan berkurang dengan menurunnya produksi, disebut biaya variabel cost (TVC). Secara matematis dapat dirumuskan sebagai berikut: TC = TFC + TVC Keterangan: TFC
= Biaya tetap
TVC
= Biaya variabel
25
Hubungan antara besarnya biaya produksi dengan tingkat produksi disebut dengan fungsi biaya. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 2. TC, TVC, TFC
TC
TVC
TFC
0
Y
Gambar 2. Kurva Biaya Total (Sumber: Lipsey 1995)
Berdasarkan Gambar 1, kurva TFC bentuknya adalah horizontal karena nilainya tidak berubah walau berapapun banyaknya barang yang diproduksikan. Sedangkan TVC bermula dari titik nol dan semakin lama semakin bertambah tinggi. Hal ini menggambarkan bahwa ketika tidak ada produksi TVC = 0, dan semakin besar produksi maka semakin besar nilai biaya berubah total (TVC). Kurva TC adalah hasil dari penjumlahan kurva TFC dan TVC. Oleh karena itu kurva TC bermula dari pangkal TFC dan apabila ditarik garis tegak di antara TVC dan TC panjang garis itu adalah sama dengan jarak diantara TFC dengan sumbu datar. 3.1.4
Teori Pendapatan Pendapatan usahatani merupakan selisih antara penerimaan dengan semua
biaya (Rahim, 2008). Penerimaan usahatani adalah perkalian antara produksi yang diperoleh dengan harga jual, sedangkan menurut Soekartawi (1986) Penerimaan usahatani didefinisikan sebagai nilai produk total usahatani dalam jangka waktu
26
tertentu, baik yang dijual maupun yang tidak dijual. Penerimaan terbagi menjadi penerimaan tunai dan penerimaan tidak tunai (diperhitungkan). Penerimaan tunai didefinisikan sebagai uang yang diterima dari penjualan produk usahatani, sedangkan penerimaan tidak tunai merupakan pendapatan yang bukan dalam bentuk uang, seperti hasil panen ubi jalar yang dikonsumsi dan digunakan untuk bibit (input). Biaya usahatani (pengeluaran usahatani) merupakan pengorbanan yang dilakukan oleh produsen (petani, nelayan, peternak) dalam mengelola usahanya dalam mendapatklan hasil yang maksimal Rahim (2008). Pengeluaran usahatani mencakup pengeluaran tunai dan pengeluaran tidak tunai. Pengeluaran tunai yaitu jumlah uang yang dibayarkan untuk pembelian barang dan jasa bagi industri. Pengeluaran tidak tunai yaitu nilai semua input yang digunakan, namun tidak dalam bentuk uang. Soekartawi (1986) mengemukakan pendapatan usahatani dibedakan menjadi pendapatan tunai dan pendapatan total. Pendapatan tunai usahatani adalah selisih antara penerimaan total usahatani dengan pengeluaran usahatani. Pendapatan total usahatani (pendapatan bersih) adalah selisih antara penerimaan total dengan biaya total yang dikeluarkan dalam proses produksi, dimana semua input milik keluarga diperhitungkan sebagai biaya produksi. Menurut Sukirno (2002) Total Revenue (TR) adalah jumlah produksi yang dihasilkan dikalikan dengan harga produksi dan pendapatan merupakan selisih antara penerimaan dan total biaya. Secara matematis dapat dijelaskan sebagai berikut: Л
= TR – TC
Keterangan:
Л
= Pendapatan (Rp/musim tanam)
TR = Total penerimaan (Rp/musim tanam) TC = Total biaya (Rp/musim tanam)
27
Grafik yang menggambarkan biaya total dan hasil penjualan total dapat dilihat pada Gambar 3. Nilai (Rp)
TR
TC
BEP
Y
Gambar 3. Hubungan Biaya Total dan Hasil Penjualan Total (Sumber: Lipsey 1995) Pada Gambar 3 menunjukkan bahwa kurva TR di asumsikan berada di
atas kurva TC. Hal ini menggambarkan bahwa usaha tersebut mengalami keuntungan. Perpotongan antara titik TR dan titik TC pada tingkat produksi suatu usahatani merupakan titik impas atau Break Even Point (BEP), dimana produksi tidak mengalami keuntungan atau kerugian. Bila TR > TC (output yang dihasilkan lebih besar dari BEP) maka usahatani menguntungkan dan bila TR < TC maka usahatani rugi. Pendapatan selain diukur dengan nilai mutlak dapat pula diukur dengan nilai efisiensinya. Salah satu alat yang digunakan untuk mengukur nilai efisiensi pendapatan tersebut yaitu penerimaan untuk setiap biaya yang dikeluarkan atau imbangan penerimaan dan biaya atau Revenue and Cost Ratio (R/C ratio). Analisis R/C rasio ini digunakan untuk melihat keuntungan relatif dari suatu cabang usaha dengan cabang usaha yang lainnya berdasarkan keuntungan finansial. Sama halnya dengan yang diutarakan oleh Rahim (2008) analisis return cost (R/C) ratio merupakan perbandingan (nisbah) antara penerimaan dan biaya. Analisis R/C rasio dapat dibagi menjadi tiga bagian besar, antara lain: R/C > 1 : usahatani menguntungkan R/C = 1 : usahatani impas R/C < 1 : usahatani rugi
28
3.2 Kerangka Pemikiran Operasional Ubi jalar merupakan salah satu tanaman palawija yang potensial untuk diversifikasi pangan selain beras. Kabupaten Bogor memiliki potensi untuk pengembangan usahatani ubi jalar yaitu Desa Cikarawang yang berada di Kecamatan Darmaga, dimana dekat dengan lokasi kampus IPB dan merupakan salah satu desa binaannya melalui kelompok tani Hurip. Produktivitas ubi jalar di Kabupaten Bogor masih dibawah produktivitas optimal yaitu hanya 15,25 ton per hektar, padahal ubi jalar mampu berproduksi hingga 20-40 ton per hektar. Oleh karena itu, diperlukan upaya peningkatan produktivitas melalui penggunaan input yang sesuai untuk menghasilkan pendapatan yang lebih menguntungkan. Penelitian ini melakukan analisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi ubi jalar. Analisis ini diawali dengan mengidentifikasi karakteristik petani, seperti: nama, umur, pendidikan, pekerjaan, pengalaman berusahatani. Setelah itu, menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi ubi jalar dengan fungsi produksi Cobb_Douglas dan dilanjutkan dengan analisis pendapatan usahatani ubi jalar. Hasil analisis usahatani dijadikan dasar untuk mengetahui prospek pengembangan ubi jalar dalam kondisi riil di lokasi penelitian. Petani menggunakan beberapa faktor produksi dalam memproduksi atau membudidayakan tanaman ubi jalar. Faktor produksi yang diduga berpengaruh pada produksi ubi jalar antara lain jumlah bibit, pupuk kandang, Urea, TSP, KCL dan tenaga kerja. Faktor-faktor produksi tersebut membutuhkan biaya yang dikeluarkan petani, sedangkan dari hasil produksi ubi jalar yang telah dihasilkan akan diperoleh penerimaan. Pendapatan usahatani ubi jalar diperoleh dari selisih penerimaan dan biaya. Selanjutnya analisis pendapatan akan menghasilkan tingkat pendapatan dan R/C rasio yang diperoleh petani ubi jalar. Hasil tersebut dapat disimpulkan bagaimana kondisi usahatani ubi jalar yang diusahakan oleh petani pada kelompok tani Hurip, Desa Cikarawang, Kecamatan Darmaga, Kabupaten Bogor. Pengumpulan data dilakukan dengan kuesioner kepada petani ubi jalar pada kelompok tani Hurip. Secara umum kerangka pemikirian operasional dapat dilihat pada Gambar 4.
29
Kelompok Tani Hurip merupakan sentra produksi ubi jalar di Desa Cikarawang Kecamatan Darmaga Produktivitas usahatani ubi jalar masih rendah
1. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi produksi ubi jalar pada kelompok tani Hurip di Desa Cikarawang? 2. Apakah usahatani ubi jalar pada kelompok tani Hurip Desa Cikarawang menguntungkan?
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produksi Ubi Jalar: 1. Bibit 2. Urea 3. KCL 4. TSP 5. Pupuk Kandang 6. Tenaga Kerja 7. Analisis Fungsi Produksi Cobb-Douglass
Analisis Pendapatan Usahatani Penerimaan Total Biaya Pendapatan Analisis R/C Rasio
Hasil dan Rekomendasi untuk Meningkatkan Pendapatan Usahatani Ubi Jalar
Gambar 4. Kerangka Pemikiran Operasional Faktor -faktor yang Mempengaruhi Produksi Ubi Jalar.
30
IV METODE PENELITIAN
4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Bogor Pemilihan lokasi dilakukan dengan cara sengaja (purposive) dengan beberapa pertimbangan, antara lain: 1. Kabupaten Bogor merupakan sentra produksi ubi jalar ketiga di Jawa Barat. 2. Desa Cikarawang merupakan daerah penghasil ubi jalar dengan produknya yang melimpah dan sebagai sentra pengembangan usahatani ubi jalar di Kabupaten Bogor. 3. Penduduk Desa Cikarawang mayoritas bermata pencaharian sebagai petani ubi jalar dan menjadi anggota kelompok tani. 4. Kelompok Tani Hurip merupakan kelompok tani aktif yang tergabung dalam Gapoktan Jaya Makmur dengan jumlah anggota lebih banyak dan total lahan yang diusahakan petani relatif luas dibandingkan kelompok tani lainnya. 5. Kelompok Tani Hurip merupakan salah satu kelompok tani binaan IPB dengan produk utamanya adalah ubi jalar. Penelitian ini berlangsung mulai dari bulan Juli sampai September 2010 Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli sampai September dikarenakan di lokasi penelitian pada bulan-bulan tersebut sedang musim panen ubi jalar, sedangkan masa panen ubi jalar berkisar selama empat bulan. 4.2 Metode Pengambilan Sampel Metoda yang digunakan dalam pengambilan sampel pada penelitian ini yaitu secara sensus, karena semua populasi dijadikan responden. Responden yaitu semua anggota aktif kelompok tani Hurip yang merupakan petani ubi jalar sebanyak 35 orang. Informasi petani dapat diperoleh dari kelompok tani Hurip. 4.3 Jenis dan Sumber Data Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini berupa data primer dan data sekunder, baik yang bersifat kualitatif maupun kuantitatif. Data primer diperoleh dari sumber atau objek yang sedang diteliti melalui observasi, pengisian
kuesioner dan wawancara di lapangan dengan petani responden, ketua kelompok tani Hurip dan pihak lain yang terkait. Data primer terdiri dari data input dan output usahatani ubi jalar, harga input, harga output dan data lain yang berhubungan dengan tujuan penelitian. Sedangkan data sekunder diperoleh dari literatur-literatur terkait yang diperoleh dari Kantor Kabupaten Bogor, Kantor Desa Cikarawang, Kelompok Tani Hurip, Gapoktan Jaya Makmur, BPS (Biro Pusat Statistik) Kabupaten Bogor, BPS Pusat, artikel, internet, buku literatur serta sumber-sumber lain yang menunjang peneliti. 4.4 Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data yang dilakukan melalui metode wawancara langsung dengan petani responden dengan bantuan kuesioner. Kuisioner yang digunakan berisi pertanyaan mengenai jumlah pemakaian input, harga input, lama pemakaian, upah tenaga kerja, jumlah output, harga jual output dan pertanyaan lain yang berhubungan dengan analisis usahatani ubi jalar. Pada dasarnya metode survei merupakan metode penelitian yang digunakan untuk memeperoleh faktafakta dari kondisi yang ada dan mencari informasi secara faktual, baik tentang institusi sosial, ekonomi maupun politik dari suatu kelompok atau daerah (Nazir, 1983). Informasi
yang diperoleh dari observasi
juga diperlukan untuk
memperoleh data dan informasi secara langsung berhubungan dengan pendapatan yang diperoleh petani guna melakukan analisis terhadap pendapatan dan faktorfaktor yang mempengaruhi produksi ubi jalar. Data dari artikel, buku, literatur, dan penelitian terdahulu diperlukan sebagai kelengkapan penunjang penelitian ini. 4.5 Metode Pengolahan dan Analisis Data Menurut Nazir (1983) kegiatan menganalisis data merupakan bagian yang sangat penting dalam metode ilmiah. Hal ini karena dengan adanya analisis data, maka data tersebut akan makna dan arti yang bermanfaat dalam memberikan informasi maupun dukungan lainnya dalam mencari dan memberikan alternative penyelesaian masalah yang akan dibahas dalam penelitian termasuk dalam menguji hipotesis.
32
Data yang telah diperoleh dianalisis secara kualitatif dan kuantitatif Analisis kualitatif dilakukan dengan cara mendeskripsikan fenomena yang ada di lapangan. Analisis data secara kuantitatif antara lain analisis fungsi Cobb-Douglas untuk menganalisis fungsi produksi, karena pada penelitian ini mempunyai variabel X lebih dari tiga. analisis pendapatan usahatani, penerimaan usahatani dan R/C rasio. Data yang dianalisis secara kuantitatif akan diolah dengan bantuan program Microsoft Office Excel 2007 dan Minitab14.0, kemudian disajikan secara tabulasi dan diinterpretasikan serta diuraikan secara deskriptif. 4.5.1 Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produksi Ubi Jalar Penelitian ini menganalisis fungsi produksi dengan menggunakan fungsi produksi Cobb_Douglas. Menuut Soekartawi (2002) fungsi Cobb_Douglas adalah suatu fungsi atau pesamaan yang melibatkan dua atau lebih variabel, dimana variabel yang satu disebut dengan variabel dependen, yan dijelaskan (Y) dan variabel lainnya disebut variabel independen, yang menjelaskan (X). Analisis ini digunakan untuk melihat hubungan antara variabel dependent dan variabel independent. Penjelasan lebih lengkap yaitu melalui pendekatan statistik dalam hubungan antara X dan Y. Dengan demikian, metode penduga yang digunakan adalah mtode kuadrat terkecil atau Ordinary Least Square (OLS). Metode ini digunakan untuk menguji nilai F-hitung, t-hitung dan R2. Oleh karena itu, kelayakan model tersebut akan diuji brdasarkan asumsi OLS, meliputi multikolinieritas, homoskedastisitas dan normalitas error. Apabila asumsi tersebut dapat dipenuhi maka koefisien regresi (parameter) yang diperoleh merupakan penduga linier terbaik yang tidak bias (Gujarati, 1978). Tahap-tahap dalam menganalisis fungsi produksi adalah sebagai berikut: 1. Identifikasi Variabel Bebas dan Terikat Identifikasi variabel dilakukan dengan mendaftar faktor-faktor produksi yang diduga berpengaruh dalam proses produksi ubi jalar. Faktor-faktor yang dipakai dalam penelitian ini antara lain bibit, Urea, KCL, TSP, pupuk kandang dan tenaga kerja. Manajemen sebenarnya melekat pada tenaga kerja. Variabel yang menjadi variabel dependent (variabel yang dipengaruhi) adalah produksi. Variabel yang menjadi variabel independen (variabel yang mempengaruhi) antara lain jumlah bibit, Urea, KCL, TSP, pupuk kandang dan tenaga kerja. Variabel33
variabel tersebut ditentukan berdasarkan pada penggunaan input yang sering digunakan dalam usahatani ubi jalar. Disamping itu, penentuan variabel dapat dilihat pada hasil penelitian terdahulu. Penelitian Yulistia (2009) menyatakan bahwa variabel faktor produksi belimbing Dewa yang digunakan antara lain pupuk kandang, pupuk NPK, pupuk gandasil, pestisida, petrogenol dan tenaga kerja, sedangkan Zalukhu (2009) menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi produksi padi antara lain, luas lahan, benih, urea, NPK, TSP, pupuk organik, furadan, pestisida dan tenaga kerja. Menurut Soekartawi (1990), fungsi produksi Cobb-Douglas harus memenuhi beberapa persyaratan diantaranya: a. Tidak ada nilai pengamatan yang bernilai nol, sebab nilai logaritma dari bilangan nol adalah suatu bilangan yang besarnya tidak diketahui. b. Memerlukan asumsi bahwa tidak ada perbedaan teknologi pada setiap pengamatan. Hal ini menggambarkan jika fungsi Cobb-Douglass yang akan dipakai dalam suatu bentuk pengamatan dan bila diperlukan analisa yang mempunyai lebih dari satu model, maka model tersebut terletak pada intercept dan bukan pada kemiringan garis model tersebut. c. Tiap variabel X adalah perfect competition d. Perbedaan lokasi (pada fungsi produksi) seperti iklim adalah sudah tercakup pada faktor kesalahan (u). Pada penelitian ini faktor produksi obat-obatan dan lahan tidak termasuk ke dalam model fungsi produksi. Hasil penelitian di lapangan bahwa obat-obatan tidak dimasukan ke dalam model dikarenakan obat-obatan jarang digunakan oleh petani responden dan hanya ada lima petani responden yang menggunakan obatobatan, sehingga petani yang tidak menggunakan obat-obatan bernilai nol. Kondisi ini tidak memenuhi persyaratan pertama dalam menganalisis fungsi Cobb- Douglas, dimana tidak ada nilai pengamatan yang bernilai nol, sebab nilai logaritma dari bilangan nol adalah suatu bilangan yang besarnya tidak diketahui. Faktor produksi lahan pun tidak dimasukan ke dalam model, dikarenakan mempunyai multikolinier yang tinggi yaitu sebesar 20,7 dimana mempunyai nilai VIF lebih dari 10, sehingga dikeluarkan dari model. Multikolinier variabel independent pada lahan, artinya mempunyai korelasi yang kuat dengan variabel
34
independent lainnya (Lampiran 8). Ada beragam penyebab multikolinier diantaranya disebabkan adanya kecenderungan variabel-varabel ekonomi atau bisnis yang bergerak secara bersamaan. Apabila dijumpai masalah multikolinier, maka perlu dilakukan perbaikan pada model dugaan. Ada banyak cara untuk memperbaiki model dugaan, diantaranya adalah: a. Menambah observasi. Penambahan ukuran sampel akan menyebabkan ragam bj mengecil. b. Mengeluarkan variabel independent yang berkorelasi kuat dengan variabel independent lainnya. c. Menggunakan teknik pendugaan regresi komponen utama PCA (Principal Component Regression). Variabel yang saling berkorelasi, ditransformasi menjadi variabel yang saling bebas, kemudian diregresikan terhadap variabel dependent. 2. Analisis Regresi Secara matematis model fungsi produksi Cobb-Douglas dapat dirumuskan sebagai berikut : Y = b0 X1 b1 X2 b2 X3 b3 X4b4 X5b5 X6b6 eu Fungsi Cobb-Douglas diatas kemudian ditransformasikan kedalam bentuk linier logaritma untuk memudahkan pendugaan terhadap fungsi produksi tersebut, sehingga dapat dirumuskan sebagai berikut: Ln Y = ln b0 + b1 ln X1 + b2 ln X2 + b3 ln X3 + b4 ln X4 + b5 ln X5 + b6 ln X6 + u Keterangan : Y = Produksi Ubi Jalar (Kg) X1 = Bibit ubi jalar (setek) X2 = Urea (Kg) X3 = KCL (Kg) X4 = TSP (Kg) X5 = Pupuk kandang (Kg) X6 = Tenaga kerja (HOK) b0 = Intersept 35
b = Parameter variabel e = Bilangan natural (e = 2,7182) u = Unsur sisa (galat) b1, b2, b3,..., b6
= nilai dugaan besaran parameter
3. Pengujian Hipotesis Pengujian hipotesis merupakan pengujian-pengujian yang dilakukan dalam pengujian model penduga dan pengujian terhadap parameter regresi, antara lain: a. Pengujian terhadap model penduga Pengujian ini untuk mengetahui apakah faktor produksi yang digunakan secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap produksi ubi jalar. Hipotesis: H0 : b1 = b2 = . . . . . = bi = 0 H1 : salah satu dari b ada ≠ 0 Uji statistik yang digunakan adalah uji F:
R 2 k 1 F hitung 1 R 2 n k Keterangan: k = Jumlah variabel termasuk intercept
n = Jumlah pengamatan atau responden Kriteria uji: F-hitung > F-tabel (k-1, n-k) pada taraf nyata α : tolak H0 F-hitung < F-tabel (k-1, n-k) pada taraf nyata α : terima H0 Apabila tolak H0 berarti secara bersama-sama variabel yang digunakan berpengaruh nyata terhadap produksi, namun apabila terima H0 maka variabel yang digunakan secara bersama-sama tidak berpengaruh nyata terhadap produksi. Setelah itu dihitung besarnya koefisien determinasi (R2) untuk mengukur tingkat kesesuaian model dugaan, yang merupakan ukuran deskriptif tingkat kesesuaian antara data aktual dengan ramalannya. Koefisien regresi mengukur besarnya keragaman total data yang dapat dijelaskan oleh model dan sisanya (1-R2) dijelaskan oleh komponen error. Semakin tinggi nilai R2 berarti model dugaan yang diperoleh semakin akurat untuk meramalkan variabel dependent atau dengan
36
kata lain tingkat kesesuaian antara data aktual dengan ramalannya semakin tinggi. Menurut Gujarati (1978) koefisien determinasi dapat dituliskan sebagai berikut: Jumlah Kuadrat Re gresi SSE Jumlah Kuadrat Total JKT
R2
et2 R 1 2 Yt 2
Keterangan: ∑ ei2
= Jumlah kuadrat unsur sisa (galat)
∑yi2
= Jumlah kuadrat total
b. Pengujian untuk masing-masing parameter Pengujian untuk masing-masing parameter yaitu dengan uji-t yang menguji secara statistik bagaimana pengaruh nyat dari setiap parameter bebas (X) yang digunakan secara terpisah terhadap parameter tidak bebas (Y). Menurut Gujarati (1978), hipotesis pengujian secara statisti adalah sebagai berikut: Hipotesis: H0 : bi = 0 H1 : bi ≠ 0 Uji statistik yang digunakan adalah uji t: t hitung
bi 0 se bi
t tabel t 2n k
Dimana: bi
= Koefisien regresi
se (bi)
= Parameter penduga dari unsur sisa
n
= Jumlah pengamatan (sampel)
k
= Jumlah koefisien regresi dugaan termasuk konstanta
Kriteria uji: t-hitung > t-tabel, maka tolak H0 pada taraf nyata α (berpengaruh nyata) t-hitung < t-tabel, maka terima H0 pada taraf nyata α (tidak berpengaruh nyata)
37
Jika tolak H0 artinya variabel bebas berpengaruh nyata terhadap variabel tidak bebas dari nilai (produksi) dalam model dan sebaliknya bila terima H 0 maka variabel bebas tidak berpengaruh nyata terhadap variabel tidak bebas (produksi). Apabila tidak menggunakan tabel, maka dapat dilihat dari nilai P, dengan kriteria sebagai berikut: 1. P-value/2 < α, maka variabel yang diuji (faktor produksi) berpengaruh nyata terhadap variabel tidak bebas (produksi) 2. P-value/2 > α, maka variabel yang di uji tidak berpengaruh nyata terhadap variabel tidak bebas. c. Pengujian multikolinieritas Pengujian ini dilakukan untuk melihat apakah terjadi multikolinieritas pada model. Ada banyak cara untuk mendeteksi terjadinya multikolinieritas, yaitu dengan koefisien determinasi (R2) yang tinggi namun dari uji-t banyak variabel bebas yang tidak signifikan atau dapat diukur dengan Variance Inflation Factor (VIF). Jika VIF (Xj) > 10, maka dapat disimpulkan bahwa model dugaan ada multikolinieritas antar peubah bebas (Gujarati, 1978), sementara asumsi OLS tentang heteroskedastisitas dan normalitas akan diuji dengan pendekatan grafik. Variabel penduga yang mempunyai nilai VIF > 10 pada model yang digunakan dalam penelitian yaitu terdapat pada variabel lahan dan bibit. Masing-masing nilai VIF nya sebesar 20,7 dan 22,4. VIF dapat dirumuskan sebagai berikut: VIF X i
1 1 Ri2
Dimana, Rj = Koefisien determinasi dari model regresi dengan variabel dependent Xj dan variabel independent adalah variabel X lainnya. d.
Homoskedastisitas Fungsi dalam model penduga dikatakan baik jika memenuhi asumsi
homoskedastisitas (ragam error yang sama). Pembuktian asumsi tersebut, yaitu secara visual dapat dilakukan dengan cara melihat penyebaran nilai-nilai residual terhadap nilai-nilai prediksi. Jika penyebarannya tidak membentuk suatu pola yang sistematis seperti linier atau kuadratik, maka keadaan asumsi tersebut telah terpenuhi.
38
Hipotesis yang diajukan terhadap setiap faktor produksi adalah seluruh faktor produksi berpengaruh positif terhadap tingkat produksi ubi jalar. Kondisi ini diperkirakan karena seluruh komponen faktor produksi tersebut merupakan kebutuhan dalam kegiatan produksi ubi jalar. Adapun penjelasan hipotesis tersebut adalah sebagai berikut: 1. Bibit ubi jalar (X1) b1 > 0 artinya semakin banyak bibit yang digunakan dalam proses produksi, maka akan semakin tinggi tingkat produksi ubi jalar yang dihasilkan. 2. Puipuk Urea (X2) b2 > 0 artinya semakin banyak pupuk urea yang digunakan dalam proses produksi, maka akan semakin tinggi produksi ubi jalar yang dihasilkan. 3. Pupuk KCL (X3) b3 > 0 artinya semakin banyak pupuk KCL yang digunakan dalam proses produksi, maka akan semakin tinggi produksi ubi jalar yang dihasilkan. 4. Pupuk TSP (X4) b4 > 0 artinya semakin banyak pupuk TSP yang digunakan dalam proses produksi, maka akan semakin tinggi produksi ubi jalar yang dihasilkan. 5. Pupuk kandang (X5) b5 > 0 artinya semakin banyak pupuk kandang yang digunakan dalam proses produksi, maka akan semakin tinggi tingkat produksi ubi jalar yang dihasilkan. Berpengaruhnya faktor produksi ini dikarenakan dalam penanaman ubi jalar, penggunaan pupuk kandang merupakan salah satu komponen yang penting untuk meningkatkan kualitas tanaman. 6. Tenaga Kerja (X6) b6 > 0 artinya semakin banyak tenaga kerja yang digunakan dalam proses produksi, maka akan semakin tinggi tingkat produksi ubi jalar yang dihasilkan. Namun tidak menutup kemungkinan banyaknya tenaga kerja dapat mengakibatkan kegiatan produksi menjadi tidak efektif.\
39
4.5.2 Analisis Pendapatan Usahatani Ubi Jalar 1) Penerimaan Usahatani Ubi Jalar Analisis pendapatan dalam kegiatan usahatani ini didukung oleh data dalam penerimaan usahatani, kemudian dianalisis pendapatan yang diperoleh dengan mempertimbangkan besarnya penerimaan dan biaya. Analisis penerimaan usahatani dapat dihitung dari hasil perkalian jumlah produksi total dan harga jual per satuan. Analisis penerimaan usahatani merupakan analisis penerimaan yang diperoleh petani sebelum dikurangi biaya-biaya. Analisis penerimaan terdiri dari analisis penerimaan tunai dan penerimaan total. Penerimaan tunai usahatani didapat dari nilai uang yang diterima dari penjualan produk usahatani, sedangkan penerimaan tidak tunai adalah produk hasil usahatani yang tidak dijual secara tunai, tetapi digunakan untuk konsumsi sendiri, bibit atau keperluan lain. Penerimaan ini dihasilkan dalam waktu empat bulan sesuai waktu panen ubi jalar. 2) Biaya Usahatani Ubi jalar Biaya merupakan komponen paling penting dalam melakukan kegiatan usahatani. Biaya usahatani dapat berbentuk biaya tunai dan biaya diperhitungkan. Biaya tunai adalah biaya yang dibayar dengan uang, sedangkan biaya diperhitungkan untuk menghitung berapa besarnya pendapatan kerja petani dan modal. Komponen biaya diperhitungkan seperti, sewa lahan (ha) dan penyusutan peralatan (Rp). Secara terinci dapat dilihat pada Tabel 7. 3) Pendapatan dan R/C Rasio Usahatani Ubi Jalar Analisis pendapatan merupakan hasil pengurangan dari total penerimaan dan total biaya yang dikeluarkan. Total penerimaan diperoleh dari hasil penjualan yaitu output dikalikan dengan harga, sedangkan total biaya diperoleh dari penjumlahan biaya tunai dan biaya diperhitungkan. Analisis pendapatan dihitung dengan rumus: Л
= TR – TC
Л Tunai
= (Ytunai x Py) – (Biaya Tunai)
Л Total
= (Ytotal x Py) – (Biaya Tunai + Biaya Diperhitungkan)
Keterangan: Л
= Pendapatan (Rp/musim tanam)
TR = Total penerimaan (Rp/musim tanam) TC Y
= Total biaya (Rp/musim tanam) = Produksi total yang diperoleh dalam usahatani (Kg)
Py = Harga Y (Rp/kg) 40
Biaya penyusutan perlu diperhitungkan karena usahatani ubi jalar ini menggunakan peralatan pertanian dalam aktivitasnya. Biaya penyusutan peralatan pertanian diperhitungkan dengan menggunakan metode garis lurus, yaitu membagi selisih antara nilai pembelian dengan nilai sisa yang diperkirakan dengan lamanya modal dipakai. Metode garis lurus dirumuskan sebagai berikut : Nb – Ns Biaya Penyusutan = n Keterangan:
Nb = Nilai pembelian (Rp) Ns = Perkiraan nilai sisa (Rp) n
= Umur ekonomi alat (tahun)
Analisis R/C rasio merupakan perbandingan antara nilai output dan input atau perbandingan antara penerimaan usahatani dengan pengeluaran usahatani. Analisis ini dibedakan menjadi R/C rasio terhadap biaya tunai dan R/C rasio terhadap biaya total. Setelah diketahui keuntungan dari usahatani ubi jalar, kemudian keuntungan dibandingkan menggunakan R/C Rasio dengan rumus:
R / C rasio tunai
R / C rasio total
TR tunai TC tunai
TR total TC total
Keterangan: TR = Total Revenue (Rp) TC = Total Cost (Rp) Kriteria penilaian dari hasil perhitungan R/C rasio sebagai berikut: 1. R/C rasio > 1, artinya menunjukkan bahwa dalam suatu usaha setiap satu rupiah biaya akan menghasilkan penerimaan yang lebih besar dari satu rupiah. Dengan
kata
lain
usaha
tersebut
dapat
dikatakan
lebih
efisien
(menguntungkan). 2. R/C rasio = 1, artinya menunjukkan bahwa dalam suatu usaha setiap satu rupiah biaya akan menghasilkan penerimaan yang sama dengan satu rupiah.
41
Dengan kata lain usaha tersebut dapat dikatakan efisien (tidak untung dan tidak rugi atau impas). 3. R/C rasio < 1, artinya menunjukkan bahwa dalam suatu usaha setiap satu rupiah biaya akan menghasilkan penerimaan yang lebih kecil dari satu rupiah. Dengan kata lain usaha tersebut dapat dikatakan tidak efisien (rugi). R/C rasio merupakan besarnya penerimaan untuk setiap rupiah biaya yang dikeluarkan dalam usahatani ubi jalar. Semakin tinggi nilai R/C maka semakin menguntungkan usahatani tersebut. Analisis pendapatan usahatani ubi jalar dilakukan pada petani yang menjadi responden, untuk mengetahui seberapa besar pendapatan yang diperoleh dari usahatani ubi jalar dan mengetahui keuntungan dari usahatani yang dijalankan. Secara sederhana, perhitungan analisis pendapatan dan R/C rasio dapat disajikan seperti pada Tabel 7. Tabel 7. Perhitungan Analisis Pendapatan dan R/C Rasio Usahatani A Penerimaan tunai Harga x Hasil panen yang dijual (Kg) B Penerimaan yang Harga x Hasil panen yang dikonsumsi (Kg) diperhitungkan C Total Penerimaan A+B a. Biaya Sarana Produksi: - Pupuk kandang, Urea, KCL, TSP D Biaya Tunai b. Biaya tenaga kerja luar keluarga (TKLK) c. Pajak a. Biaya tenaga kerja dalam keluarga (TKDK) Biaya yang diperhitungkan b. Penyusutan peralatan E c. Bibit d. Lahan milik sendiri F Total Biaya D+E G Pendapatan atas biaya tunai A – D H Pendapatan atas biaya total C – F I Pendapatan bersih H – bunga pinjaman (jika ada pinjaman) J R/C ratio atas biaya tunai A/D K R/C ratio atas biaya total C/F
42
4.6. Definisi Operasional Variabel-variabel yang digunakan dalam menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi ubi jalar di lokasi penelitian, antara lain: 1. Produksi total ubi jalar adalah total produksi pada sebidang tanah dengan luasan tertentu dalam periode tanam dan diukur dalam satuan kilogram (kg). 2. Lahan adalah luas lahan yang diusahakan petani untuk membudidayakan ubi jalar dan diukur dalam satuan hektar (ha). 3. Bibit adalah jumlah bibit ubi jalar yang digunakan oleh petani luasan lahan tertentu dalam satu periode tanam dan diukur dalam satuan kilogram (kg). 4. Pupuk kandang adalah jumlah pupuk kandang yang digunakan selama proses produksi dalam satu periode tanam dan diukur dalam satuan kilogram (kg). 5. Pupuk urea adalah jumlah pupuk urea yang digunakan dalam proses produksi dalam satu periode tanam dan diukur dalam satuan kilogram (kg). 6. Pupuk TSP adalah jumlah pupuk TSP yang digunakan dalam proses produksi dalam satu periode tanam dan diukur dalam satuan kilogram (kg). 7. Pupuk KCL adalah jumlah pupuk KCL yang digunakan dalam proses produksi dalam satu periode tanam dan diukur dalam satuan kilogram (kg). 8. Tenaga kerja merupakan jumlah tenaga kerja yang digunakan dalam proses produksi dalam satu periode tanam, baik yang berasal dari dalam keluarga maupun luar keluarga. Tenaga kerja yang digunakan diukur dalam satuan Hari Orang Kerja (HOK). Biaya tenaga kerja dianalisis berdasarkan tingkat upah per HOK yang berlaku di wilayah penelitian. 9. Biaya total adalah jumlah biaya yang dikeluarkan selama proses produksi, yang meliputi biaya tunai dan biaya diperhitungkan dan diukur dalam satuan rupiah (Rp). 10. Biaya tunai adalah besaranya nilai uang tunai yang dikeluarkan petani dan diukur dalam satuan rupiah (Rp). 11. Biaya diperhitungkan adalah biaya faktor produksi milik sendiri yang digunakan dalam usahatani. Biaya ini sebenarnya tidak dibayarkan secara tunai hanya diperhitungkan saja untuk melihat pendapatan petani bila faktor produksi milik sendiri dibayar dan dinyatakan dalam satuan rupiah (Rp). Biaya diperhitungkan terdiri dari biaya penyusutan, nilai tenaga kerja dalam keluarga dan sewa lahan yang diperhitungkan atas lahan milik sendiri.
43
12. Biaya penyusutan adalah biaya yang dikeluarkan karena adanya penyusutan alat-alat pertanian yang dihitung dengan metode garis lurus dan diperoleh dari nilai pembelian dibagi periode produksi serta umur ekonomis alat-alat pertanian dan dihitung dengan menggunakan satuan rupuah (Rp). 13. Harga produk adalah harga jual rata-rata ubi jalar yang diterima oleh petani dalam setiap kali panen dan diukur dalam satuan rupiah per kilogram (Rp/kg). 14. Harga input adalah harga rata-rata dari setiap faktor input yang diperoleh petani. Input-input tersebut meliputi bibit (Rp/setek), pupuk kandang, urea, TSPdan KCL (Rp/kg). 15. Penerimaan tunai adalah nilai produksi ubi jalar yang dijual petani dalam satu kali panen yang dikalikan dengan harga jual ubi jalar yang diterima petani dan diukur dalam satuan rupiah (Rp). 16. Penerimaan diperhitungkan adalah nilai produksi ubi jalar yang digunakan petani tetapi tidak dijual dalam satu kali panen yang dikalikan dengan harga jual ubi jalar yang diterima petani dan diukur dalam satuan rupiah (Rp). 17. Pendapatan atas biaya tunai adalah selisih antara penerimaan usahatani dan biaya tunai usahatani ubi jalar dalam satuan rupiah (Rp). 18. Pendapatan atas biaya total adalah selisih antara penerimaan usahatani dan biaya total usahatani ubi jalar dalam satuan rupiah (Rp).
44
V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
5.1 Gambaran Umum Desa Cikarawang Desa Cikarawang terletak dalam wilayah administratif Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Menurut keadaan tofografinya, Desa Cikarawang merupakan dataran tinggi dengan ketinggian mencapai 700 meter dari permukaan laut dan memiliki suhu udara rata-rata 25o-30oCelcius. Batas-batas wilayah Desa Cikarawang adalah sebagai berikut: Sebelah Utara
: Sungai Cisadane
Sebelah Selatan
: Sungai Ciapus
Sebelah Barat
: Sungai Ciaduan (pertemuan Sungai Ciapus dan Cisadane)
Sebelah Timur
: Kelurahan Situ Gede
Wilayah Desa Cikarawang terbagi atas tiga Dusun dan tujuh Rukun Warga (RW). Wilayah ini terbagi lagi ke dalam wilayah kelompok masyarakat, yaitu 32 Rukun Tetangga (RT) yang menyebar di 11 kampung. Luas wilayah Desa Cikarawang menurut penggunaannya dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan Di Desa Cikarawang Tahun 2009 Wilayah Luas (ha) Persentase (%) Pemukiman
37.854,00
15,10
Persawahan
194.572,00
77,63
Perkebunan
18.226,00
7,27
Kuburan
0,60
0,00024
Pekarangan
1,21
0,00048
Perkantoran
0,01
0,000006
250.653,82
100,00
Total luas
Sumber : Buku Monografi Desa Cikarawang, 2009 (Diolah)
Luas wilayah Desa Cikarawang adalah 250.653,826 ha dengan persentase terbesar berada pada wilayah persawahan sebesar 77,63 persen dari total luas wilayah. Persentase penggunaan lahan untuk persawahan dan perkebunan cukup tinggi, sehingga usaha pertanian berpotensi untuk dikembangkan, termasuk usahatani ubi jalar. Desa Cikarawang pun mempunyai danau (situ) yang diberi
nama Situ Burung dengan luas kurang lebih 2,5 hektar yang berfungsi sebagai sumber air untuk irigasi persawahan, sebagai reservoir air yang mampu mencegah banjir di musim hujan dan mencegah kekurangan air di musim kemarau. Persedian air ini mendukung pada kegiatan usahatani ubi jalar yang dijalankan, karena
tanaman
ubi
jalar
ini
membutuhkan
air
yang
cukup
dalam
pertumbuhannya. Jumlah keluarga yang memiliki lahan pertanian tanaman pangan di Desa Cikarawang terdiri dari 300 keluarga memiliki lahan kurang dari satu hektar dan 10 keluarga memiliki lahan 1-5 hektar. Persentase kepemilikan lahan dibawah satu hektar sebesar 0,96 persen dari total jumlah keluarga. Hal ini menunjukkan bahwa usahatani ubi jalar berpotensi untuk dikembangkan di Desa Cikarawang. Tanaman pangan yang sering diusahakan adalah jenis umbi-umbian dengan luas total 18 hektar dari jumlah total kepemilikan lahan. Jenis umbi yang potensial yaitu jenis ubi Ceret yang menjadi produk unggulan Desa Cikarawang. Jumlah penduduk Desa Cikarawang pada tahun 2009 adalah 8.227 jiwa, yang terdiri dari 4.199 jiwa berjenis kelamin laki-laki dan 4.028 jiwa berjenis kelamin perempuan, dengan kepadatan penduduk 2.300 jiwa per km. Banyaknya jumlah penduduk laki-laki maupun perempuan sama-sama mempunyai potensi untuk mengembangkan usahatani ubi jalar dilihat dari jumlah penduduk masingmasing yang tidak berbeda jauh. Penggolongan usia penduduk Desa Cikarawang dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Pengolongan Usia Penduduk di Desa Cikarawang Tahun 2009 No Usia (tahun) Laki-laki Perempuan Jumlah Persentase (%) 1
0 – 14
1287
1351
2638
32,01
2
15 – 29
1158
1120
2278
27,70
3
30 – 44
872
820
1692
20,58
4
45 – 59
554
472
1026
12,49
5
60 – 74
328
265
593
7,22
4199
4028
8227
100,00
Jumlah
Sumber : Buku Monografi Desa Cikarawang, 2009 (Diolah)
Mayoritas penduduk Desa Cikarawang menganut agama Islam dan merupakan penduduk asli daerah. Jumlah penduduk yang pernah mengenyam 46
bangku pendidikan sebesar 4.394 jiwa (46,5%) dan 3.833 (39,5%) adalah lulusan sekolah dasar dari total jumlah penduduk 8.227 jiwa. Lembaga pendidikan milik pemerintah dan swasta di Desa Cikarawang terdiri dari empat play group, dua TK, empat SD atau sederajat, dan 1 SMP atau sederajat. Tingkat pendidikan penduduk Desa Cikarawang dengan mayoritas petani akan berpengaruh pada tingkat pemahaman petani dalam menjalankan usahatani ubi jalar. Secara umum kegiatan ekonomi masyarakat Desa Cikarawang berada di sektor pertanian dengan profesi utama sebagai petani. Selain itu, profesi masyarakat Desa Cikarawang adalah sebagai tukang bangunan, karyawan pegawai negeri dan swasta, pedagang, tukang ojeg dan sopir angkot. Profesi lain dari masyarakat Desa Cikarawang adalah sebagai peternak ayam kampung, ayam ras, kambing, domba, sapid an kerbau. Di sektor industri, Desa Cikarawang memiliki tiga industri skala rumah tangga, empat industri skala kecil dan satu industri skala sedang. Secara rinci mata pencaharian pokok warga Desa Cikarawang dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10. Mata Pencaharian Pokok Warga Desa Cikarawang Tahun 2009 No Jenis Pekerjaan Jumlah (orang) Persentase (%) 1 Petani
310
20,80
2 Buruh tani
225
15,10
3 PNS
175
11,80
5
0,33
31
2,08
6 Peternak
3
0,20
7 Montir
3
0,20
8 Perawat Swasta
1
0,06
300
20,20
2
0,13
210
14,10
3
0,20
220
14,80
1.488
100,00
4 Pengrajin industri rumah tangga 5 Pedagang keliling
9 Pembantu rumah tangga 10 TNI/POLRI 11 Pensiunan PNS/TNI/POLRI 12 Pengusaha kecil/menengah 13 Karyawan perusahaan swasta Total
Sumber : Buku Monografi Desa Cikarawang, 2009 (Diolah)
47
Tabel 10 menunjukkan bahwa Persentase terbesar dari berbagai mata pencaharian sesuai jenis pekerjaannya berada di bidang pertanian yaitu sebesar 35,9 persen dari jumlah penduduk yang bekerja. Mata pencaharian di bidang pertanian yaitu sebagai petani dan buruh tani. Mata pencaharian yang memiliki persentase paling sedikit adalah sebagai perawat swasta yaitu hanya satu orang (0,06 %) dari total penduduk yang bekerja. Desa Cikarawang memiliki empat kelompok tani yang tersebar di empat kampung yang berbeda, yaitu kelompok tani Hurip di Kampung Carangpulang Bubulak, kelompok tani Mekar di Kampung Carangpulang Kidul, kelompok tani Setia di Kampung Cangkrang dan kelompok tani Subur Jaya di Kampung Petapaan. Diantara empat kelompok tani tersebut, hanya dua kelompok tani yang masih aktif saat ini yaitu kelompok tani Hurip dan kelompok tani Subur Jaya. Masing-masing kelompok tersebut menangani komoditas ubi jalar dan padi. Dua kelompok tani lainnya tidak aktif dikarenakan faktor sumber daya manusianya. Anggota kelompok tani Setia dan Mekar sebagian besar sudah berusia lanjut dan kelompok tersebut tidak memiliki generasi muda yang dapat mempertahankan dan meneruskan keberadaan kelompoknya. Desa Cikarawang kaya akan potensi pertaniannya. Adapun hasil pertaniannya terdiri dari padi, singkong, ubi jalar, jagung, kacang tanah, pisang dan pepaya. Komoditi unggulan petani Desa Cikarawang adalah tanaman ubi jalar dan kacang tanah. Padi yang ditanam setelah dipanen tidak dijual ke pasar atau tengkulak. Padi-padi yang sudah dipanen dijemur, kemudian sebagian akan digiling sesuai dengan kebutuhan untuk dikonsumsi dan sisanya akan disimpan dalam bentuk gabah oleh petani sebagai persediaan pangan keluarga mereka. Sebaliknya, untuk komoditi lainnya selain untuk dikonsumsi juga dijual ke pasarpasar terdekat atau ke tengkulak. 5.2 Gambaran Umum Kelompok Tani Hurip Kelompok Tani Hurip adalah kelompok tani tertua di Desa Cikarawang yang pendiriannya dilatarbelakangi oleh keinginan dari para petani untuk bekerjasama dalam memajukan pertanian desa. Kelompok tani ini berdiri sejak tahun 1974 yang diketuai oleh Bapak Kuming dan selanjutnya dari tahun 2000 sampai sekarang kelompok tani Hurip diketuai oleh Ahmad Bastari yang 48
merupakan cucu menantu dari ketua sebelumnya. Sekretariat kelompok tani Hurip (KTH) beralamat di Kampung Carangpulang Bubulak RT 04 RW 03 No 43, Dusun II, Desa Cikarawang, Kecamatan Darmaga, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Anggota kelompok tani Hurip adalah para petani yang tinggal di Kampung Carangpulang Bubulak dan sebagian besar diantara mereka memliki hubungan keluarga. Pada periode kepemimpinan pertama (1974-2000) belum terbentuk kepengurusan kelompok tani Hurip. Ketua berperan tunggal dalam kelompok dan kegiatan kelompok hanya sebatas pembagian bibit. Pada periode kepemimpinan kedua sudah terbentuk kepengurusan baru dengan adanya seorang sekretaris dan seorang bendahara, namun kelompok belum menetapkan tugas dari masingmasing pengurus, peraturan-peraturan dan kegiatan-kegiatan kelompok. Berdasarkan kelas kemampuannya kelompok tani Hurip termasuk ke dalam kelompok tani tingkat lanjut dan sudah terdaftar di Dinas Pertanian Kabupaten Bogor. Kelompok Tani Hurip sering mendapat bantuan dari pemerintah melalui Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Kecamatan Darmaga. Adapun jenis bantuan tersebut antara lain berupa pupuk (NPK, Urea), bibit padi, bibit kacang. Sejak tahun 2006 kelompok tani Hurip mendapat bantuan aset dari Dinas Pertanian Kabupaten Bogor berupa traktor. Pengelolaan asset ini diserahkan kepada kelompok tani dengan harapan manfaatnya dapat dirasakan oleh seluruh anggota
kelompok
tani
Hurip.
Dengan
demikian
dibutuhkan
adanya
pendampingan dari berbagai pihak. Pendampingan pada kelompok tani Hurip dilakukan oleh mahasiswa IPB sejak Februari sampai Juni 2007. Pertemuan pertama dilaksanakan pada tanggal 23 Februari 2007 yang dihadiri oleh lebih dari 25 anggota. Pada pertemuan ini dilakukan sosialisasi kepada para anggota kelompok bahwa tujuan kedatangan mahasiswa adalah untuk menyatakan ketersediaan mahasiswa membantu kelompok. Pada pertemuan ketiga yang dilaksanakan pada tanggal 2 Maret 2007, kelompok mulai membahas pentingnya peraturan dalam kelompok. Pertemuan tidak hanya secara formal saja, namun pengurus dan mahasiswa sering berdiskusi di luar forum untuk membicarakan mengenai kelembagaan dan permasalahan-
49
permasalahan yang ada di kelompok tani Hurip. Permasalahan tersebut antara lain mengenai struktur organisasi, tugas pengurus dan peraturan kelompok dalam kehadiran pertemuan-pertemuan selanjutnya. Pada tanggal 23 Maret 2007 dengan dihadiri oleh 21 anggota, kelompok tani Hurip menetapkan visi dan misi, struktur organisasi, tugas pengurus dan peraturan kelompok. Kelompok selalu melakukan pendataan ulang dari setiap tahunnya dan sampai sekarang kelompok tani Hurip beranggotakan 35 orang dari anggota yang aktif. a. Visi, Misi dan Tujuan Kelompok Hurip Sejak awal para petani sudah menyadari bahwa tujuan mereka bergabung menjadi kelompok adalah untuk bekerjasama memajukan pertanian Desa Cikarawang. Visi kelompok tani Hurip adalah menciptakan kelompok tani mandiri yang dapat meningkatkan pendapatan dan mensejahterakan anggotanya. Misi kelompok tani Hurip adalah sebagai berikut: 1) Meningkatkan sumberdaya anggota kelompok tani. 2) Memanfaatkan lahan pertanian seoptimal mungkin. 3) Mengakses
para anggota kelompok ke lembaga permodalan, pasar dan
informasi teknologi. 4) Meningkatkan produktivitas komoditas di wilayah tersebut. Visi dan misi yang dimiliki oleh kelompok tani Hurip dijadikan sebagai tujuan bersama dalam menjalankan usahatani ubi jalar bagi para petani anggota. Dengan demikian, adanya visi dan misi yang jelas, para petani mampu mengembangkan usahatani ubi jalar dengan tujuan yang sama sesuai dengan visi dan misinya dalam meningkatkan pendapatan dan mensejahterakan anggota. b. Struktur Organisasi Kelompok Tani Hurip Pada tanggal 23 Maret 2007 kelompok menetapkan struktur kepengurusan organisasi kelompok tani Hurip beserta tugas dari masing-masing pengurus. Susunan pengurus kelompok tani Hurip yang telah disepakati terdiri dari Ketua: yang dibantu oleh seorang Sekretaris, Bendahara, Seksi Pengaturan Pola Tanam, Seksi Pembenihan, Seksi Humas, Seksi Usaha, Seksi Demplot dan Seksi Pengairan. Kepengurusan pun dilengkapi dengan memiliki penasehat kelompok tani Hurip.
50
Hasil diskusi kelompok dengan penyuluh terjadi pergantian beberapa nama seksi pada struktur organisasi yaitu Seksi Pengaturan Pola Tanam diganti menjadi Seksi Pertanian, Seksi Pengairan menjadi Seksi Pengairan atau P3A. Seksi Pembenihan menjadi Seksi Kehutanan dan Seksi Demplot menjadi Seksi Kelompok Wanita Tani (Lampiran 1). Pergantian nama dilakukan untuk mempermudah penyaluran bantuan dari pemerintah untuk kelompok tani dengan tidak berpengaruh pada tugas masing-masing yang telah ditetapkan sebelumnya. Tugas dari masing-masing pengurus kelompok tani Hurip dapat dilihat pada (Lampiran 2). c. Peraturan Kelompok Tani Hurip Perumusan awal mengenai peraturan kelompok dilakukan oleh ketua, sekretaris dan beberapa anggota dengan didampingi oleh fasilitator, kemudian hasilnya didiskusikan bersama seluruh anggota, sehingga diperoleh rumusan peraturan-peraturan yang dipahami dan disepakati oleh seluruh anggota kelompok. Peraturan kelompok tani Hurip ditetapkan pada tanggal 23 Maret 2007 yang terdiri dari hak dan kewajiban, sanksi dan penghargaan bagi anggota kelompok tani Hurip. Peraturan yang ditetapkan, menjadikan pengurus dan petani anggota lebih terarah dalam mewujudkan visi dan misnya, sehingga akan saling berkesinambungan satu sama lain. Peraturan-peraturan pengurus dan anggota kelompok tani Hurip antara lain: 1) Hak bagi pengurus dan anggota kelompok tani Hurip: a) Pengurus dan anggota kelompok tani Hurip akan mendapatkan bibit (bantuan/ program pemerintah) dengan syarat menghadiri kegiatan yang diadakan kelompok tani Hurip minimal 80 persen. Pengurus dan anggota hanya mengganti biaya transportasi pengambilan bibit. b) Pengurus dan anggota akan mendapatkan kartu pengenal kelompok tani Hurip. Kartu ini berfungsi sebagai:
Kartu pengenal kelompok tani Hurip
Kartu pengembalian bibit (bantuan/program pemerintah)
c) Pengurus dan anggota kelompok tani Hurip akan mendapatkan pinjaman modal yang berasal dari iuran wajib pengurus dan anggota, dengan syarat:
51
Anggota aktif (menghadiri kegiatan yang diadakan kelompok tani Hurip minimal sebesar 80 persen)
Mempunyai lahan
Telah mengikuti program simpan pinjam
2) Kewajiban bagi pengurus dan anggota kelompok tani Hurip: a) Mengikuti kegiatan yang diadakan oleh kelompok tani Hurip b) Membayar iuran wajib bulanan sebesar Rp. 8000,- yang akan digunakan untuk simpan pinjam dan keperluan kelompok tani Hurip c) Membayar iuran pokok menjadi anggota sebesar Rp 50.000,d) Mengikuti dan menghadiri rapat bulanan kelompok yang diadakan sebulan sekali selama setahun kepengurusan. e) Hasil panen anggota harus dijual kepada kelompok tani Hurip sesuai dengan harga pasar yang berlaku. 3) Sanksi bagi kelompok tani Hurip, yaitu jika dua kali (dalam satu tahun kepengurusan) tidak hadir dalam rapat bulanan, maka akan mendapatkan sanksi dari kelompok tani Hurip. Sanksinya sebagai berikut: a) Jika tidak hadir satu kali dalam rapat bulanan, maka akan mendapatkan peringatan dari kelompok tani Hurip b) Jika tidak hadir dua kali dalam rapat bulanan, maka yang bersangkutan tidak akan mendapatkan bibit (bantuan/program pemerintah) dan pinjaman modal dari kelompok tani Hurip. 4) Penghargaan bagi anggota kelompok tani Hurip, yaitu bagi anggota yang kehadirannya 100 persen (untuk setiap kegiatan kelompok tani Hurip) akan mendapatkan hadiah dari kelompok. Penghargaan ini diberikan setiap satu tahun sekali. 5.3 Karakteristik Petani Responden Responden dalam penelitian ini adalah petani yang sedang mengusahakan ubi jalar dan tergabung dalam kelompok tani Hurip. Karakteristik petani yang dianggap penting mencakup status usaha, umur, tingkat pendidikan, pengalaman bertani ubi jalar, luas lahan, status kepemilikan lahan dan alasan bertani ubi jalar. Hal ini dipilih karena dianggap mempengaruhi dalam pelaksanaan usahatani ubi
52
jalar terutama dalam melakukan teknik budidaya ubi jalar yang akan berpengaruh pada produksi petani tersebut. 5.3.1 Status Usaha Pada umumnya pekerjaan utama responden dalam penelitian ini adalah sebagai petani dan buruh tani yaitu sebanyak 27 orang (77,14%) dari total responden sebanyak 35 orang dan sisanya memilih pekerjaan lain. Responden mayoritas memilih pekerjaan utamanya sebagai petani dan buruh tani dengan menjadikan usahatani ubi jalar sebagai komoditas utama yang diusahakan disamping padi, kacang tanah, singkong, pepaya, pisang. Adapun pekerjaan sampingan yang diusahakan petani responden antara lain sebagai buruh bangunan, buruh toko, jasa, pedagang (bisnis), peternak, supir dan karyawan swasta. 5.3.2 Umur Umur petani responden di daerah penelitian ini berkisar antara 30-79 tahun dengan rata-rata umur 50,6 tahun. Persentase umur tertinggi yaitu sebesar 45,72 persen berada pada kelompok umur 45-59 tahun yang berjumlah 16 orang. Persentase umur terendah sebesar 2,86 persen berada pada kelompok umur lebih besar dari 75 tahun yang berjumlah satu orang dari total petani responden. Rincian sebaran umur responden dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11. Karakteristik Petani Responden Berdasarkan Umur di Kelompok Tani Hurip Tahun 2010 Kelompok Umur (Tahun) Jumlah Responden (Orang) Persentase (%) 30 – 44 12 34,28 45 – 59
16
45,72
60 – 74
6
17,14
≥ 75
1
2,86
Total
35
100,00
Pada Tabel 11 terlihat bahwa sebagian besar petani responden berada pada usia produktif, yaitu pada umur 30-59 tahun. Para petani responden di usia produktif ini tetap melakukan usahatani ubi jalar, hal ini menunjukkan bahwa pada usia produktif tersebut orang-orang memiliki semangat yang tinggi untuk
53
menambah penghasilan karena adanya dorongan kebutuhan yang tinggi. Namun masih ada petani yang telah berusia lanjut (lebih dari 60 tahun) masih tetap berusahatani. Mereka beranggapan bahwa bertani merupakan mata pencaharian utama yang telah turun temurun. 5.3.3 Tingkat Pendidikan Tingkat pendidikan petani responden akan berpengaruh pada tingkat penyerapan teknologi dan ilmu pengetahuan. Petani responden yang melakukan usahatani ubi jalar sebagian besar lulusan SD atau sederjat dengan jumlah 15 orang (42,86%) dari total responden. Adapun petani responden yang tidak tamat SD/sederajat sebanyak delapan orang. Petani lainnya mencapai tingkat pendidikan SMP/sederajat berjumlah dua orang dan SMA atau sederajat berjumlah delapan orang. Petani responden pun ada yang mencapai tingkat pendidikan sampai perguruan tinggi sebanyak dua orang. Secara rinci tingkat pendidikan responden petani ubi jalar di kelompok tani Hurip dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12. Karakteristik Petani Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan di Kelompok Tani Hurip Tahun 2010 Tingkat Pendidikan Jumlah Responden (Orang) Persentase (%) Tidak tamat SD 8 22,86 SD/sederajat
15
42,86
SMP/sederajat
2
5,71
SMA/sederajat
8
22,86
Perguruan Tinggi
2
5,71
35
100,00
Total
Pendidikan formal petani responden secara umum masih rendah, namun petani sudah bisa menulis dan membaca. Disamping pendidikan formal, adapun pendidikan informal yang didapat petani melalui pelatihan dan pengalaman dalam usahatani. Dengan demikian, proses transformasi teknologi yang dilakukan oleh penyuluh maupun pihak-pihak lain dapat terserap dengan baik, sehingga produktivitas usahatani menjadi lebih baik. Sebaran tingkat pendidikan yang beragam dapat membantu petani responden dalam berbagi ilmu pengetahuan.
54
5.3.4 Pengalaman Usahatani Ubi Jalar Pengalaman usahatani dapat menentukan keberhasilan usahatani ubi jalar dan mempengaruhi pada tingkat produktivitas usahatani ubi jalar. Petani yang lebih berpengalaman dalam usahatani komoditas ubi jalar secara umum akan lebih mampu untuk meningkatkan produktivitas dibandingkan petani yang kurang berpengalaman. Pengalaman petani pada usahatani ubi jalar di Kelompok Tani Hurip berkisar antara 1-56 tahun terakhir dengan rata-rata selama 23,57 tahun. Pada umumnya petani responden melakukan usahatani ubi jalar secara turun temurun, sehingga mempunyai pengalaman yang cukup lama. Persentase terbesar pada pengalaman usahatani ubi jalar yaitu lebih dari 10 tahun (65,72 persen) atau sebanyak 23 orang dari total petani responden. Karakterisitik petani responden berdasarkan pengalaman usahatani ubi jalar dapat dilihat pada Tabel 13. Tabel 13. Karakteristik Petani Responden Berdasarkan Pengalaman Usahatani Ubi Jalar di Kelompok Tani Hurip Tahun 2010 Usahatani Ubi Jalar Pengalaman Usahatani (Tahun) Jumlah Responden (Orang) Persentase (%) 1 – 5 tahun
7
20
5,1 – 10 tahun
5
14,28
23
65,72
35
100,00
≥ 10,1 tahun Total
5.3.5 Luas Lahan Usahatani Ubi Jalar Petani responden di Kelompok Tani Hurip memiliki luas lahan yang diusahakan untuk usahatani cukup beragam, yaitu antara 0,07-1,5 hektar dengan rata-rata luas lahan sebesar 0,36 hektar. Adapun luas lahan yang diusahakan untuk usahatani ubi jalar pada saat penelitian yaitu antara 0,07-0,8 hektar dengan ratarata luas lahan sebesar 0,24 hektar. Persentase luas lahan tertinggi berada pada kategori luas lahan kurang dari 0,1-0,19 hektar, yaitu sebesar 40 persen atau sebanyak 14 orang dari total petani responden, sedangkan luas lahan kurang dari 0,1hektar, yaitu sebesar 5,72 persen atau sebanyak 2 orang dari total petani responden. Secara rinci jumlah penguasaan lahan dapat dilihat secara rinci pada Tabel 14. 55
Tabel 14. Karakteristik Petani Responden Berdasarkan Luas Lahan di Kelompok Tani Hurip Tahun 2010 No Luas Lahan (Ha) Jumlah (orang) Persentase (%) 1 < 0,1
2
5,72
2 0,1– 0,19
14
40,00
3 0,2 – 0,29
9
25,72
3 0,3 – 0,39
5
14,28
4 ≥ 0,4
5
14,28
35
100,0
Jumlah
5.3.6 Status Kepemilikan Lahan Status kepemilikan lahan petani responden terdiri dari milik sendiri dan bukan milik sendiri. Jumlah petani responden yang memiliki status lahannya sebagai lahan milik sendiri sebanyak 29 orang (82,86%) dari total jumlah responden. Status lahan milik sendiri ini terdiri dari pembelian maupun dari warisan. Status lahan bukan milik sendiri yaitu sebanyak enam orang (17,14%) dari total petani responden. Status lahan bukan milik sendiri ini yaitu sewa dan penggarap. Petani responden tidak ada yang menggunakan lahan usahataninya dengan cara menyewa. Status kepemilikan lahan petani responden secara rinci dapat dilihat pada Tabel 15. Tabel 15.
No 1 a
Karakteristik Petani Responden Berdasarkan Status Kepemilikan Lahan di Kelompok Tani Hurip Desa Cikarawang Kecamatan Darmaga Tahun 2010
Keterangan
Jumlah (orang)
Persentase (%)
Milik sendiri Milik sendiri
17
48,57
12
34,28
29
82,86
a Sewa
0
0
b Penggarap
6
17,14
Sub Total
6
17,14
35
100,00
b Warisan Sub Total 2
Bukan milik sendiri
Jumlah
56
5.3.7 Alasan Bertani Ubi Jalar Bertani ubi jalar merupakan usahatani yang dilakukan secara turun temurun oleh petani responden dari sekitar tahun 1975 yang lalu. Kriteria alasan bertani ubi jalar oleh petani responden antara lain karena musim, harga bagus, pemasaran terjamin dan keturunan tradisi. Adapun alasan bertani ubi jalar dari petani responden dapat dilihat pada Tabel 16. Tabel 16. Alasan Bertani Ubi Jalar pada Petani Responden di Kelompok Tani Hurip Desa Cikarawang Kecamatan Darmaga tahun 2010 No Keterangan Jumlah Petani (Orang) Persentase (%) 1
Musim
5
14,28
2
Harga bagus
9
25,71
3
Pemasaran terjamin
12
34,27
4
Keturunan tradisi
9
25,71
35
100,00
Jumlah
Tabel 16 menunjukan bahwa alasan petani responden memilih usahatani ubi jalar sebagian besar karena pemasaran yang terjamin dengan persentase yang diperoleh yaitu 34,27 persen atau 12 orang dari total petani responden. Pemasaran yang disalurkan melalui kelompok tani Hurip menjadikan pasar ubi jalar lebih terjamin. Pasar yang dituju antara lain melalui beberapa pabrik di Jakarta dan daerah sekitar Bogor. Alasan lain yaitu musim dan harga bagus, disamping keturunan tradisi. Persentase petani memilih usahatani ubi jalar karena harga bagus sama dengan petani responden yang memilih karena tradisi, yaitu sebesar 25,71 persen. Petani responden memilih usahatani ubi jalar karena harga bagus sebanyak sembilan orang. Hal ini dikarenakan pada waktu penelitian bertepatan dengan bulan Ramadhan dimana permintaan ubi meningkat dan harga cukup tinggi, sehingga banyak petani yang lebih memilih menanam ubi jalar.
57
VI ANALISIS USAHATANI UBI JALAR 6.1 Keragaan Usahatani Ubi Jalar Usahatani ubi jalar yang dilakukan di kelompok tani Hurip menurut hasil wawancara dan kondisi di lokasi penelitian dimulai dari persiapan lahan (pemupukan), persiapan bibit, penanaman, pemeliharaan tanaman (penyulaman, pengairan, penyiangan dan pembumbunan, pembalikan batang, pengendalian hama dan penyakit tanaman) dan panen. Kegiatan usahatani ubi jalar yang dijalankan dapat dijelaskan sebagai berikut: 6.1.1 Persiapan Lahan Lahan ubi jalar dapat berupa tanah tegalan atau tanah sawah bekas tanaman padi (Rahmat, 1997). Pada umumnya petani di kelompok tani hurip menggunakan tanah sawah bekas tanaman padi dalam melakukan usahatani ubi jalar. Persiapan lahan dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut: a. Pengolahan tanah Pengolahan tanah untuk tanaman ubi jalar yang dilakukan petani responden berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara di lokasi penelitian yaitu dengan cara diolah terlebih dahulu hingga gembur, karena dapat membantu perkembangan akar dan pertumbuhan umbi. Pengolahan tanah ini dilakukan dengan menggunakan cangkul, setelah itu tanah dibiarkan selama satu minggu agar terkena sinar matahari. Menurut Rahmat (1997) pembajakan dan pembalikan tanah bertujuan memperbaiki sirkulasi udara dalam tanah, memusnahkan hama penyakit di dalam tanah dan menghilangkan gas-gas beracun yang berada dalam tanah. Petani yang menggunakan lahan kering (tegalan) biasanya melakukan pembajakan secara langsung tanpa dilakukan pembersihan rumput, sedangkan pada kondisi lahan basah bekas tanaman padi maka harus dilakukan pembersihan jerami dengan cara dibabat sebatas permukaan tanah. b. Pembuatan guludan Rahmat (1997) menjelaskan ukuran guludan adalah lebar bawah kurang lebih 60 centimeter, tinggi 30-40 centimeter dan jarak antar guludan 70-100 centimeter. Guludan yang digunakan oleh petani responden berdasarkan hasil
wawancara dan pengamatan langsung di lapangan mendekati ukuran yang dijelaskan oleh Rahmat (1997), yaitu berukuran lebar kurang lebih 70 centimeter, tinggi 40 centimeter, dan jarak antar guludan 30-100 centimeter yang merupakan lebar selokan dan panjangnya disesuaikan dengan kondisi lahan. Ukuran guludan tidak melebihi 40 centimeter, karena guludan yang terlalu tinggi cenderung menyebabkan terbentuknya ubi berukuran panjang dan dalam, sehingga sulit dipanen. Sebaliknya, guludan yang terlalu dangkal akan menyebabkan terganggunya pertumbuhan atau perkembangan ubi dan memudahkan serangan hama boleng atau lanas oleh Cylas sp (Rahmat, 1997). Arah bedengan yang digunakan petani responden dari hasil wawancara yaitu memanjang utara-selatan, hal ini sesuai dengan yang dijelaskan oleh Dede (2000) bahwa bedengan dibuat membujur ke arah timur-barat agar cahaya matahari dapat menyebar secara merata, sehingga dapat diterima oleh semua tanaman. Setelah selesai pembuatan bedengan tanah dibiarkan selama satu minggu dengan tujuan agar terangin-angin terkena sinar matahari, kemudian dilakukan penggemburan kembali dengan dicangkul tipis. c. Pengapuran Pada umumnya kondisi lahan petani responden berdasarkan hasil wawancara memiliki pH 5,6-5,7. Kondisi tanah yang baik untuk usahatani ubi jala, maka pengapuran jarang dilakukan. Tanah yang memliki keasaman (pH) kurang dari 5,5 perlu dilakukan pengapuran dengan menggunakan kapur dolomite atau kalsium karbonat (Dede, 2000). Berdasarkan hasil wawancara pengapuran menggunakan dolomite, yaitu dengan cara disebar merata ke seluruh permukaan tanah dan dilakukan pengolahan secara ringan dengan tujuan agar kapur merata di dalam tanah dan dibiarkan selama 7-14 hari tergantung pada kondisi tanah. Menurut Dede (2000) pengapuran bertujuan untuk meningkatkan kegiatan jasad renik tanah dalam menguraikan bahan organik tanah, meningkatkan ketersediaan unsur hara dalam tanah, dan meningkatkan unsur fosfor (P), kalsium (Ca) dan magnesium (Mg). d. Pemupukan dasar Pemupukan dasar yaitu dengan menggunakan pupuk organik atau pupuk kandang untuk menambah bahan organik dalam tanah (Dede, 2000). Para petani
59
yang tergabung dalam kelompok tani hurip jarang yang melakukan pemupukan dasar pada lahan yang akan ditanam, karena kondisi tanah yang masih bagus. Salah satu ciri tanah yang baik untuk usahatani ubi jalar yaitu keadaan pH yang sesuai. 6.1.2 Persiapan Bibit Menurut Rahmat (1997) tanaman ubi jalar dapat diperbanyak secara generatif dengan biji dan secara vegetatif dengan setek batang atau setek pucuk. Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara dengan petani responden, pada umumnya melakukan pembiakan tanaman ubi jalar dengan setek pucuk yang berasal dari penunasan umbi. Bibit yang paling bagus adalah berasal dari setek pucuk. Setek batang yang diambil pada bagian tengah biasanya tumbuh relatif lambat dan ubi jalar yang dihasilkan rendah. Syarat setek batang, setek pucuk dan setek umbi yang dijadikan bibit adalah sebagai berikut (Rahmat, 1997): a. Bibit berasal dari varietas atau klon unggul. b. Bahan tanaman berumur dua bulan atau lebih. c. Pertumbuhan tanaman yang diambil seteknya dalam keadaan sehat dan normal d. Ukuran panjang setek batang atau setek pucuk antara 20-30 cm, ruas-ruasnya rapat dan buku-bukunya tidak berakar. e. Mengalami masa penyimpanan di tempat yang teduh selama 1-7 hari. Bibit yang digunakan oleh petani responden berasal dari tanaman produksi atau tunas-tunas umbi yang secara khusus disemai (diipuk) melalui proses penunasan atau pengipukan. Perbanyakan tanaman dengan cara setek batang atau setek pucuk dilakukan sampai tiga turunan (F1, F2 dan F3). Hal ini dilakukan untuk menjaga kualitas umbi yang dihasilkan, karena terlalu banyak turunan menyebabkan hasil umbi menurun pada generasi-generasi berikutnya. Oleh karena itu, perlu dilakukan proses penunasan kembali setelah 3-5 generasi perbanyakan. Hasil wawancara dengan petani responden menyatakan bahwa jumlah bibit yang dibutuhkan untuk luas areal satu hektar kurang lebih 35.780 setek atau setek per luasan rata-rata yang digunakan petani 8461 setek per 0,4 hektar, namun hal ini disesuaikan dengan jarak tanam yang digunakan. Pada umumnya petani responden menggunakan jarak tanam 100 x 25 centimeter. Jumlah bibit yang digunakan petani responden mendekati dengan jumlah bibit yang dianjurkan menurut Rahmat 60
(1997), dimana pada jarak tanam 100 x 25 centimeter membutuhkan bibit sebanyak kurang lebih 32.000 setek. Berdasarkan hasil wawancara dengan petani responden, terdapat tata cara dalam penyiapan bibit dengan penunasan umbi adalah sebagai berikut: a. Memilih umbi ubi jalar yang cukup tua, keadaan ubi sehat dan berukuran minimal sebesar telur ayam. b. Umbi ditanam pada lahan khusus penunasan (pengipukan). Jarak tanam yang digunakan petani responden mendekati dengan jarak tanam menurut Rahmat (1997) yaitu kurang lebih 100 x 25 centimeter. c. Pemotongan bahan tanaman bibit yang dilakukan petani responden yaitu pada saat umbi sudah bertunas dan berumur 2-3 bulan. Bahan tanaman bibit yang dijadikan setek dipotong pada bagian pucuknya berukuran kurang lebih 20-30 centimeter dengan menggunakan pisau yang tajam. Hal ini sesuai dengan Rahmat (1997) yang menjelaskan bahwa ukuran batang tanaman yang dijadikan setek sepanjang 20-25 centimeter. Pemotongan setek ini biasa dilakukan petani pada pagi hari atau sore hari sama halnya dengan waktu penanaman, agar kandungan dalam setek masih maksimum. d. Setek pucuk yang telah dipotong, kemudian ditanam kembali di lahan penunasan yang berbeda. Proses penunasan kedua selama 1-2 bulan. e. Melakukan proses pemotongan setek pucuk seperti pada poin c, kemudian ditanam ke lahan sebenarnya sampai tiba masa panen selama empat bulan. f. Apabila penanaman tidak dilakukan langsung, maka dilakukan penyimpanan bibit di tempat yang teduh maksimal tujuh hari. Bibit disimpan ke dalam karung atau keranjang. 6.1.3 Penanaman Penanaman ubi jalar perlu memperhatikan pengaturan waktu tanam, pengaturan jarak tanam, cara penanaman dan penentuan waktu tanam. Waktu tanam biasa dilakukan petani responden pada awal musim hujan (Oktober) atau awal musim kemarau (Maret) bila keadaan cuaca normal untuk penanaman di lahan tegalan (Rahmat, 1997). Berdasarkan hasil wawancara penanaman ubi jalar di lahan bekas sawah biasa dilakukan petani responden pada akhir musim hujan yaitu pada bulan Maret atau Mei, namun pada saat ini cuaca sulit diprediksi 61
petani, sehingga penanaman dilakukan tergantung cuaca pada saat itu. Penanaman yang paling baik yaitu pada pagi hari. Para petani biasa menanam sekitar pukul 06.00-09.00 atau sore hari pukul 16.00-17.00. Penanaman tidak dilakukan pada siang hari bertujuan untuk mengurangi risiko kematian pada bibit karena terkena sinar matahari. Jarak tanam yang digunakan petani responden adalah 70-100 centimeter (antara barisan) x 20-25 centimeter (antar tanaman), sedangkan jarak tanam yang ideal adalah 100x25 centimeter atau 75x30 centimeter (Dede, 2000). Jarak tanam yang terlalu rapat menyebabkan tanaman mudah terserang hama penyakit karena kondisi tanaman lembab, tanaman tumbuh kurus. Jarak tanam yang terlalu jauh menyebabkan penggunaan lahan kurang efektif sehingga secara ekonomi kurang menguntungkan. Pada umumnya sistem penanaman ubi jalar oleh petani responden dilakukan secara monokultur (tunggal), yaitu dengan menanam ubi jalar saja. Tahap-tahap penanaman ubi jalar yang dilakukan oleh petani responden antara lain: a. Membuat larikan atau lubang tugal memanjang di sepanjang puncak guludan dengan cangkul sedalam lebar cangkul dan jarak antar lubang tugal 20-30 centimeter. Menurut Rahmat (1997) larikan dibuat dengan ukuran 10 centimeter dengan jarak antar lubang 25-30 centimeter. Dengan demikian ukuran lubang tugal yang digunakan petani sudah mendekati aturan yang dianjurkan oleh Rahmat (1997). b. Petani responden menanam setek ubi jalar dengan cara pangkal batang terbenam kurang lebih 5-10 centimeter, sama halnya menurut Rahmat (1997) setek ubi jalar ke dalam lubang atau larikan hingga pangkal batang (setek) terbenam 1/3 -2/3 bagian, kemudian padatkan tanah dekat pangkal setek (bibit).
Sebaiknya
penanaman
setek
dengan
cara
mendatar
supaya
menghasilkan umbi yang lebih banyak, besar dan seragam c. Menyiram setek ubi jalar yang telah ditanam dengan air secukupnya disekitar tanaman d. Melakukan proses pemupukan dengan menggunakan pupuk kandang, urea, KCL dan TSP.
62
Pemberian pupuk kandang yaitu pada saat umur tanaman satu minggu Rata-rata penggunaan pupuk kandang yang digunakan petani responden sebanyak 579,42 kilogram per luasan rata-rata yang diusahakan (0,24 hektar) atau 2.450,16 kilogram per hektar dan ditabur merata pada tanah guludan yang telah dibongkar sekitar tanaman. Proses pemupukan dibiarkan selama1-2 minggu, supaya terkena sinar matahari yang membantu proses mikroorganisme dalam tanah disamping menghilangkan bau dari pupuk kandang. Pemupukan lanjutan yang dilakukan petani responden dengan pemberian pupuk kimia (Urea, KCL dan TSP), yaitu urea sebanyak 35,97 kilogram per luasan rata-rata 0,24 hektar (152,10 kg/ha), KCL sebanyak 13,11 kilogram per luasan lahan rata-rata 0,24 ha (55,45 kg/ha) dan TSP sebanyak 31,97 kilogram per luasan lahan rata-rata 0,24 ha (135,19 kg/ha). Dosis pupuk yang dianjurkan oleh Rahmat (1997) adalah urea 100-200 kilogram per hektar, KCL 100 kilogram per hektar dan TSP 50 kilogram per hektar. Pemberian pupuk kimia ini dilakukan petani setelah tanaman berumur dua minggu dan dibiarkan lagi selama satu minggu, kemudian tanah guludan ditutup kembali. 6.1.4 Pemeliharaan Tanaman Pemeliharaan tanaman dilakukan juga pada bibit-bibit ubi jalar selama masa pertumbuhannya sampai panen. Pemeliharaan tanaman bertujuan untuk menjaga pertumbuhan tanaman agar tetap normal dan sehat, sehingga menghasilkan umbi dalam jumlah banyak dan berkualitas baik (Dede, 2000). Berdasarkan hasil pengamatan di lokasi penelitian, pemeliharaan tanaman ubi jalar yang dilakukan oleh petani responden meliputi penyulaman, pengairan, pemupukan, penyiangan, pembalikan batang (ngebat) dan perlindungan tanaman dari hama dan penyakit. a. Penyulaman Penyulaman dilakukan dengan mengganti tanaman yang kerdil, kurus, rusak atau mati dengan bibit yang baru (Dede, 2000). Berdasarkan hasil wawancara, pada umumnya petani responden melakukan penyulaman hanya sesekali saja. Waktu penyulaman dilakukan pagi hari atau sore hari sama halnya dengan waktu penanaman. Cara menyulam adalah dengan mencabut bibit yang mati,
63
kemudian diganti dengan bibit baru dengan ditanam sepertiga bagian pangkal setek ditimbun tanah. b. Pengairan Waktu pengairan biasa dilakukan pada pagi hari atau sore hari. Pengairan dilakukan dengan tujuan untuk membantu menstabilkan kelembaban tanah, melarutkan pupuk dalam tanah, membersihkan tanah dari bahan-bahan beracun, menekan pertumbuhan gulma dan menekan hama boleng (Rahmat, 1997). Berdasarkan hasil wawancara dengan petani responden bahwa pengairan dilakukan sesekali apabila terjadi kekeringan. Pengairan tidak dilakukan rutin karena kondisi tanah yang masih bagus untuk menanam ubi jalar. c. Penyiangan dan pembumbunan Penyiangan dilakukam oleh petani responden dengan membersihkan gulma atau rumput yang berada di sekitar tanaman ubi jalar (Dede, 2000). Berdasarkan hasil wawancara dengan petani responden, penyiangan dilakukan pada saat rumput masih muda supaya tidak merusak akar tanaman ubi jalar. Pembumbunan dilakukan untuk menggemburkan dan meninggikan permukaan tanah di sekitar tanaman. Penyiangan dan pembumbunan dilakukan petani responden apabila diperlukan. Biasanya petani responden melakukannya secara bersamaan pada saat tanaman berumur satu bulan setelah tanam dan dilakukan kembali pada saat tanaman berumur dua bulan. Penyiangan pun dilakukan bersamaan pada waktu pembalikan batang. d. Pembalikan batang Hasil wawancara dari petani responden menyatakan bahwa pembalikan batang pada tanaman ubi jalar dilakukan dengan tujuan untuk mencegah tumbuhnya umbi pada setiap ruas batang yang menempel pada tanah. Umbi pada ruas batang
tersebut
berukuran
kecil
dan
tidak
dikonsumsi,
disamping
mempengaruhi besar umbi utamanya. e. Pengendalian hama dan penyakit Rahmat (1997) menjelaskan komponen pengendalian hama dan penyakit tanaman secara terpadu antara lain: secara kultur teknis dengan mengatur waktu tanam yang tepat, rotasi tanaman; secara fisik dan mekanis dengan
64
memotong atau mencabut tanaman yang terserang hama penyakit; secara kimiawi dengan menyemprotkan pestisida secara selektif. Berdasarkan hasil wawancara dengan petani responden, pengendalian hama dan penyakit tanaman dilakukan secara fisik dan mekanis dan secara kimiawi. Hama yang sering menyerang ubi jalar adalah hama boleng atau lanas akibat ulat. Petani mengatasi hama boleng atau lanas dengan penyemprotan insektisida seperti Decis 2,5 EC dengan konsentrasi yang dianjurkan. 6.1.5 Panen Kualitas ubi jalar di kebun harus dijaga kualitasnya hingga panen, dengan demikian perlu dilakukan penanganan panen yang baik. Waktu panen biasa dilakukan petani responden pada pagi atau sore hari sama seperti waktu penanaman. Panen ubi jalar dilakukan sesuai dengan umur panen yang tepat waktu, sehingga umbi yang dihasilkan sudah tua, besarnya optimal, kandungan tepungnya tinggi, dan kadar seratnya rendah. Umur panen ubi jalar berkisar antara 3-5 bulan tergantung pada varietas, iklim dan kesuburan tanah. Ubi jalar yang ditanam oleh sebagian besar petani di kelompok tani Hurip antara lain jenis AC yang dapat dipanen 3,5-4 bulan, jenis ceret pada umur tanam 4-4,5 bulan, jenis kebo pada umur tanam kebo 4-5 bulan. Pada saat penelitian petani responden menanam ubi jalar jenis ceret, karena banyak permintaan bertepatan dengan bulan Ramadhan, sehingga harganya pun tinggi. Ubi jalar jenis ceret ini biasa digunakan sebagai bahan baku pembuatan makanan seperti kolak, bubur dan lainnya. Hasil output dan input yang digunakan dalam usahatani ubi jalar per periode tanam per rata-rata luas 0,24 hektar dapat dilihat pada Tabel 17.
65
Tabel 17. Hasil Output dan Input yang Digunakan dalam Usahatani Ubi Jalar per Periode Tanam per Rata-rata Luas 0,24 Hektar Tahun 2010 Jumlah No Komponen Satuan Harga/ satuan (Rp) Fisik A Output: Ubi jalar yang di jual 2.450,00 Kg 891,42 Ubi jalar yang dikonsumsi 82,63 Kg 891,42 Total Output 2.532,63 Kg B Input: 1 Lahan 0,24 Hektar 472.000,00 2 Bibit 8.461,66 Setek 25,00 3 Pupuk kandang 579,43 Kg 200,00 4 Pupuk Kimia a. Urea 35,97 Kg 2.121,43 b. KCL 13,11 Kg 2..273,33 c. TSP 31,97 Kg 2315,79 5 Tenaga kerja 42,37 HOK 20.000,00
6.2 Penggunaan Sarana Produksi Ubi Jalar Sarana produksi merupakan hal yang sangat dibutuhkan dalam menjalankan suatu kegiatan usahatani. Sarana produksi yang digunakan petani di kelompok tani Hurip terdiri dari lahan, bibit, pupuk kandang, pupuk kimia (Urea, KCL, TSP), tenaga kerja dan peralatan usahatani. 6.2.1 Penggunaan Lahan Lahan merupakan input yang penting dalam kegiatan usahatani ubi jalar. Pada umumnya kepemilikan lahan petani responden adalah berlahan sempit yaitu di bawah satu hektar dan tidak ada petani reponden yang memiliki lahan di atas satu hektar. Rata-rata kepemilikan lahan untuk petani responden adalah 0,24 hektar. Secara terinci penggunaan input dan output dalam analisis usahatani ubi jalar setelah dikonversi ke dalam satu hektar dapat dilihat pada Lampiran 5. 6.2.2 Penggunaan Bibit Bibit yang digunakan petani responden dalam usahatani ubi jalar ini merupakan setek. Pada umumnya petani lebih banyak menggunakan setek pucuk daripada setek batang yang dapat diperoleh melalui pengipukan (pembibitan sendiri) dan pengambilan pada tanaman induk periode sebelumnya. Bibit pun bisa didapatkan di kelompok tani Hurip atau dari petani lain bila kekurangan. Rata – 66
rata penggunaan bibit yang dipakai oleh petani responden per periode tanam per luas rata-rata 0,24 hektar sebanyak 8.461,66 setek. Bibit yang digunakan disesuaikan dengan luas dan jarak tanam yang dipakai petani dalam usahatani ubi jalar. 6.2.3 Penggunaan Pupuk Kandang Pemupukan dengan menggunakan pupuk kandang dilakukan satu kali dalam satu periode tanam ubi jalar yaitu pada umur tanaman dua minggu. Penggunaan pupuk kandang bermanfaat untuk menyuburkan tanah, karena banyak mengandung bahan organik sebagai unsur hara yang dibutuhkan tanaman. Ratarata penggunaan pupuk kandang per periode tanam per luas rata-rata 0,24 hektar untuk usahatani ubi jalar oleh petani responden sebesar 579,43 kilogram. Pupuk kandang tersebut dapat diperoleh petani responden di lingkungan sekitarnya, baik dari usaha sampingannya sebagai peternak maupun dari petani lain. 6.2.4 Penggunaan Pupuk kimia Pupuk kimia yang dibutuhkan petani responden dalam usahatani ubi jalar antara lain pupuk urea, KCL, TSP. Rata-rata penggunaan pupuk urea per periode tanam per luas rata-rata 0,24 hektar oleh petani responden (35,97 kg), KCL (13,11 kg), TSP (31,97 kg). Petani responden mendapatkan pupuk kimia dari kios saprotan dan disediakan juga di kelompok tani, sehingga memudahkan dalam mendapatkannya. 6.2.5 Penggunaan Tenaga Kerja Tenaga kerja merupakan salah satu input yang mempunyai peranan penting dalam memanajemen setiap aktivitas usahatani ubi jalar. Tenaga kerja yang digunakan oleh petani responden dalam usahatani ubi jalar adalah tenaga kerja orang mulai dari pengolahan tanah sampai pemanenan. Tenaga kerja yang digunakan antara lain tenaga kerja pria dan wanita tanpa melibatkan tenaga kerja anak-anak. Tenaga kerja pria melakukan pekerjaan yang dinilai berat seperti mengolah tanah untuk persiapan lahan, pembongkaran dan pengguludan tanah kembali, serta pencabutan umbi pada saat panen, sedangkan pekerjaan lainnya dapat dilakukan baik oleh laki-laki ataupun perempuan.
67
Penggunaan tenaga kerja dalam usahatani ubi jalar ini menggunakan satuan Hari Orang Kerja (HOK) dengan rata-rata melakukan aktivitas selama enam jam per hari yaitu dari jam 06.00-12.00. Pembayaran upah tenaga kerja dibedakan berdasarkan jenis kelamin karena adanya perbedaan kapasitas pekerjaan yang dibebankan. Upah yang diberikan setiap satu hari kerja yaitu sebesar Rp.20.000 untuk pria dan Rp 15.000 untuk wanita atau Rp 20.000 setara HKP. Tenaga kerja wanita dihitung dalam HKW dan dikonversikan ke dalam HKP sebesar 0,75. Tenaga kerja untuk pemanenan dilakukan dengan cara borongan yaitu sebesar Rp 100 per kilogram yang dibayar oleh tengkulak atau pembeli, sehingga tidak diperhitungkan sebagai pengeluaran petani. Tenaga kerja yang digunakan dalam usahatani ubi jalar ini dibagi atas Tenaga Kerja Dalam Keluarga (TKDK) dan Tenaga Kerja Luar Keluarga (TKLK). Penggunaan rata-rata tenaga kerja yang dibutuhkan oleh petani responden dalam satu periode tanam per 0,24 hektar adalah 42,37 HOK terdiri dari 18,25 HOK TKDK dan 24,12 HOK TKLK. Apabila dikonversi dalam satu hektar, maka tenaga kerja yang dibutuhkan untuk usahatani ubi jalar adalah 158,62 HOK yang terdiri dari 71,71 HOK TKDK dan 86,91 HOK TKLK. Perbandingan penggunaan tenaga kerja pada usahatani ubi jalar tidak jauh berbeda dengan tenaga kerja yang dibutuhkan pada usahatani umbi lainnya seperti ganyong yang telah diteliti sebelumnya oleh Devy (2010). Hal ini dikarenakan proses kegiatan usahatani yang hampir sama, namun memiliki masa panen yang berbeda. Ubi jalar masa panen selama 4 bulan, sedangkan ganyong selama 6 bulan, sehingga penggunaan tenaga kerja akan lebih banyak juga. Tenaga kerja yang digunakan untuk usahatani ganyong yaitu 205,16 HOK yang terdiri dari 147,44 HOK TKDK dan 57,72 HOK TKLK. Penggunaan tenaga kerja dalam kegiatan usahatani ubi jalar, meliputi pengolahan lahan, persiapan bibit, penanaman, pembongkaran guludan, pemupukan dasar, pengguludan kembali, pemupukan kedua, pembalikan batang (ngebat) dan penyiangan, serta pengendalian hama dan penyakit tanaman. Penggunaan TKDK untuk masing-masing kegiatan dalam usahatani ubi jalar per periode tanam per luas rata-rata 0,24 hektar dapat dilihat pada Tabel 18, secara terinci terdapat pada Lampiran 4.
68
Tabel 18. Rata-Rata Penggunaan Tenaga Kerja Dalam Keluarga (TKDK) pada Usahatani Ubi Jalar per Periode Tanam per Luas Rata-rata (0,24 ha) di Kelompok Tani Hurip Desa Cikarawang Kecamatan Darmaga Tahun 2010 Jumlah Persentase No Kegiatan Nilai (Rp) (HOK) (%) 1 Persiapan lahan 4,02 22,00 80.200 2 Persiapan bibit 1,23 6,75 24.600 3 Penanaman 1,35 7,40 27.000 4 Pembongkaran guludan 2,32 12,72 46.400 5 Pemupukan dasar 2,20 12,05 44.000 6 Pengguludan kembali 3,34 18,31 66.800 7 Pemupukan kedua 1,40 7,58 28.000 Pembalikan batang/ngebat 8 dan penyiangan 1,02 5,60 20.400 Pengendalian hama dan 9 penyakit tanaman 0,34 1,87 6.800 10 Panen 1,04 5,72 Jumlah 18,25 100,00 344.200 Pada Tabel 18 diperoleh data bahwa dari kesepuluh kegiatan yang dilakukan petani pada usahatani ubi jalar dengan menggunakan TKDK, kegiatan persiapan lahan merupakan kegiatan yang banyak memerlukan tenaga kerja, yaitu 4,02 HOK (22%) per periode tanam. Kegiatan pengendalian hama memiliki presentase terkecil sebesar 0,34 persen, karena pengendalian hama dan penyakit tanaman hanya dilakukan oleh petani apabila diperlukan. Presentase pada kegiatan pengguludan kembali (18,31%) lebih besar dibandingkan pada saat kegiatan pembongkaran guludan (12,72%), hal ini dikarenakan proses pengguludan kembali memerlukan waktu yang lebih lama dalam penyelesaiannya. Biaya ratarata TKDK yang dikeluarkan petani responden mencapai Rp 344.200. Rata-rata penggunaan Tenaga Kerja Luar Keluarga (TKLK) oleh petani ubi jalar untuk masing-masing kegiatan per periode tanam per luas rata-rata 0,24 hektar dapat dijelaskan pada Tabel 19.
69
Tabel 19. Rata-Rata Penggunaan Tenaga Kerja Luar Keluarga (TKLK) pada Usahatani Ubi Jalar per Periode Tanam per Luas Rata-rata (0,24 ha) di Kelompok Tani Hurip Desa Cikarawang Kecamatan Darmaga Tahun 2010 Jumlah Persentase No Kegiatan Nilai (Rp) (HOK) (%) 1 Persiapan lahan 8,66 35,90 173.200 2 Persiapan bibit 0,41 1,70 8.200 3 Penanaman 3,31 13,72 66.200 4 Pembongkaran guludan 2,17 9,00 43.400 5 Pemupukan dasar 1,17 4,85 23.400 6 Pengguludan kembali 3,03 12,56 60.600 7 Pemupukan kedua 0,48 2,00 9.600 Pembalikan batang/ngebat dan 8 penyiangan 1,63 6,76 32.600 Pengendalian hama dan penyakit 9 tanaman 0,00 0,00 0 10 Panen 3,26 13,51 Jumlah 24,12 100,00 417.200 Tabel 19 menunjukkan bahwa persentase penggunaan TKLK terbesar berada pada persiapan lahan yaitu sebesar 35,90 persen, sehingga membutuhkan biaya yang besar juga sebesar Rp 173.200. Persentase biaya penanaman sebesar 13,72 persen dari biaya TKLK yang umumnya dilakukan oleh tenaga kerja wanita. Jumlah tenaga kerja pada kegiatan persiapan bibit dan pemupukan kedua sebesar 0,41 HOK dan 0,48 HOK. Pada hasil wawancara kepada petani responden bahwa penggunaan tenaga kerja pada kegiatan persiapan bibit dan pemupukan kedua sedikit, dikarenakan kegiatan tersebut mudah dilakukan dan tidak memerlukan banyak tenaga kerja. Pada umumnya petani tidak melakukan pengendalian hama dan penyakit tanaman, yaitu hanya lima petani dari total petani responden yang melakukan pengendalian hama dan penyakit tanaman yang dilakukan oleh TKDK. Sedangkan secara umum tidak digunakan pestisida, pengendalian hama dan penyakit tanaman hanya dilakukan secara teknis salah satunya melalui pembalikan batang dan penyiangan. 6.2.6 Penggunaan Peralatan Usahatani Peralatan merupakan sarana penunjang kegiatan usahatni yang perlu dimiliki oleh petani. Peralatan yang dimiliki oleh para petani ubi jalar antara lain
70
cangkul, garpu, golok, parang dan cagak. Peralatan pertanian yang diperioleh dari kios pertanian di sekitar Kota Bogor. Peralatan yang digunakan oleh petani sangat berpengaruh terhadap biaya tetap yang akan dikeluarkan oleh petani yaitu pada biaya penyusutan. Biaya penyusutan ini dilakukan untuk menghitung nilai investasi alat-alat pertanian yang menyusut setiap tahunnya. Biaya penyusutan ini termasuk ke dalam biaya diperhitungkan atau biaya tidak tunai. Besarnya biaya penyusutan peralatan pada usahatani ubi jalar per periode tanam per luas rata-rata 0,24 hektar sebesar Rp 44.313,10, dengan lama tanam selama empat bulan. Penghitungan nilai penyusutan yaitu dengan menggunakan metode garis lurus anatar nilai beli dan umur teknis peralatan tersebut. Nilai penyusutan untuk peralatan usahatani ubi jalar dapat dilihat pada Tabel 20. Tabel 20. Rata – Rata Biaya Penyusutan Peralatan pada Usahatani Ubi Jalar per Periode Tanam di Desa Cikarawang Kecamatan Darmaga Tahun 2010
1 Cangkul
2 50.285,71
Biaya Persentase Biaya penyusutan (%) penyusutan (Rp/musim (Rp/tahun) tanam) 3 100.571,42 33.523,80 11.174,6 25,22
2 Garpu
1 81.428,57
4
81.428,57 20.357,14
6.785,71
15,32
3 Golok
1
65.312,5
2
65.312,5 32.656,25
10.885,42
24,56
4 Parang
2 32.142,86
2
64.285,72 32.142,86
10.714,28
24,18
1 28.518,52
2
28.518.52 14.259,26
4.753,09
132.939,31
44.313,10
Jenis No Peralatan
5
Sabit/ cagak Jumlah
Jumlah Harga Umur Jumlah alat beli/ unit teknis (Rp) (Buah) (Rp) (Th)
7
10,72 100,00
Pada Tabel 20 menunjukkan bahwa persentase tingkat penyusutan terbesar berada pada alat cangkul sebesar 25,22 persen, dengan biaya penyusutan Rp 11.174,6 per periode tanam. Kondisi ini dipengaruhi oleh umur teknis dan harga peralatan tersebut, dimana cangkul merupakan sarana produksi yang sering digunakan dalam kegiatan usahatani ubi jalar, terutama pada saat persiapan lahan dan panen. Disamping cangkul, golok dan parang juga memiliki biaya penyusutan yang besar yaitu Rp 10.885,42 dan Rp 10.714,28 per periode tanam. Golok dan parang ini sering digunakan untuk kegiatan pembalikan batang (ngebat), penyiangan dan panen.
71
6.3 Penerimaan Usahatani Ubi Jalar Analisis penerimaan usahatani ubi jalar berdasarkan atas rata-rata luasan dalam satu musim tanam. Varietas ubi jalar yang beragam memiliki musim tanam yang berbeda. Pada saat penelitian, petani responden rata-rata menggunakan varietas ceret, dikarenakan mempunyai potensi pasar yang cukup tinggi bertepatan dengan bulan puasa (Ramadhan), dimana dapat digunakan untuk bahan makanan kolak. Satu musim tanam dalam usahatani ubi jalar yang dianalisis adalah dalam waktu empat bulan dan dilakukan sekali panen. Populasi rata-rata tanaman ubi jalar per periode tanam per luas rata-rata 0,24 hektar yang digunakan sebanyak 8461,66 setek. Kegiatan panen biasa dilakukan pagi atau sore hari untuk menjaga kesegaran ubi jalar. Pada umumnya petani responden menjual hasil panennya kepada tengkulak (pedagang pengumpul) dan sebagian besar menjual ke kelompok tani Hurip. Proses penjualan dilakukan di lokasi panen (lahan) dengan harga jual ditetapkan berdasarkan kesepakatan antara petani dengan tengkulak atau kelompok tani Hurip. Total produksi rata-rata ubi jalar petani responden mencapai 2532,63 kilogram per periode tanam per luas rata-rata 0,24 hektar (10.709,44 kg/Ha). Sebanyak 96,73 persen dari seluruh hasil panen dijual, sedangkan sisanya dikonsumsi. Harga jual ubi jalar pada masing-masing petani berbeda-beda antara Rp 800-Rp 1.000, maka diambil harga rata-rata dari total petani responden adalah sebesar Rp 891,42 per kilogram. Penerimaan usahatani adalah jumlah total produk yang dijual berdasarkan pada harga yang berlaku di pasar. Penerimaan usahatani ubi jalar terdiri dari penerimaan usahatani tunai dan total. Rata-rata penerimaan tunai dan penerimaan total usahatani ubi jalar yang diperoleh petani responden per periode tanam per luas rata-rata 0,24 hektar sebesar Rp 2.183.979 dan Rp 2.257.637,035. 6.4 Pengeluaran Usahatani Ubi Jalar Pengeluaran usahatani ubi jalar dikelompokan menjadi dua yaitu biaya tunai dan biaya diperhitungkan. Biaya tunai adalah biaya yang dikeluarkan petani responden selama kegiatan usahatani per periode tanam, yaitu mulai dari biaya persiapan lahan hingga biaya mendistribusikan hasil panen ke penjual, sedangkan
72
biaya diperhitungkan adalah biaya yang dikeluarkan oleh petani responden tidak dalam bentuk nilai tunai. Biaya tunai yang dikeluarkan oleh petani responden meliputi bibit, pupuk kandang, urea, KCL, TSP, tenaga kerja luar keluarga (TKLK) dan pajak lahan..Rata-rata biaya tunai per periode tanam per luas rata-rata 0,24 hektar seluruh petani responden adalah Rp 737.232,99 (49,24% ) dari biaya total. Pajak lahan (PBB) termasuk ke dalam biaya tunai dengan rata-rata biaya yang dikeluarkan sebesar Rp 24.000 per musim tanam per 0,24 hektar untuk petani yang menggarap lahannya sendiri (lahan milik sendiri), sedangkan petani penggarap tidak membayar pajak. Nilai pembayaran PBB antara petani responden memiliki perbedaan, karena perbedaan kelas lahan yang dimiliki petani responden tersebut. Biaya diperhitungkan yang dikeluarkan oleh petani ubi jalar meliputi bibit, biaya penyusutan peralatan, tenaga kerja dalam keluarga (TKDK) dan sewa lahan (lahan milik sendiri). Bibit termasuk ke dalam biaya diperhitungkan karena petani responden tidak membeli bibit, tetapi bibit didapat dengan cara pengipukan dan dari hasil panen sebelumnya, serta disediakan juga oleh kelompok tani. Sewa lahan merupakan komponen biaya diperhitungkan bagi petani yang menggarap lahan sendiri (pemilik lahan), yaitu Rp 200.000 per m2 per tahun atau Rp 666.666 per hektar per periode tanam. Dengan demikian, biaya sewa lahan dengan ratarata luasan lahan yang digunakan petani responden 0,24 hektar adalah sebesar Rp 159.999,99. Sewa lahan termasuk ke dalam biaya diperhitungkan karena lahan memiliki nilai ekonomi yang terus meningkat dibandingkan sarana lainnya. Ratarata biaya yang diperhitungkan per periode tanam adalah sebesar Rp 760.054,59 . Biaya total merupakan penjumlahan antara biaya tunai dengan biaya diperhitungkan. Rata-rata biaya total yang dikeluarkan petani responden per periode tanam adalah Rp 1.497.287,59. Komponen biaya pada usahatani ubi jalar dapat dilihat pada Tabel 21.
73
Tabel 21. Biaya Tunai dan Biaya Diperhitungkan pada Usahatani Ubi Jalar per Periode Tanam per Luas Rata-rata (0,24 ha) di Kelompok Tani Hurip Desa Cikarawang Kecamatan Darmaga Tahun 2010 Total Nilai Persentase Persentase No Keterangan (Rp) (%) (%) A Biaya Tunai 1. Sarana Produksi Pupuk kandang 115.886,00 7,74 Urea 76.307,84 5,10 KCL 29.803,36 2,00 TSP 74.036,80 4,94 2. Tenaga kerja luar keluarga (TKLK) 417.200,00 27,86 4. Pajak (PBB) 24.000,00 1,60 Total Biaya Tunai 737.233,00 49,24 B Biaya Diperhitungkan 1. Bibit 211.541,50 14,12 2. Sewa lahan (milik sendiri) 159.999,99 10,69 3. Penyusutan peralatan 44.313,10 2,96 4. Tenaga kerja dalam keluarga (TKDK) 344.200,00 22,99 Total biaya yang diperhitungkan 760.054,59 50,76 C Jumlah Total Biaya 1.497.287,59 100,00 100
6.5 Pendapatan dan Nilai R/C Rasio Usahatani Ubi Jalar Nilai pendapatan usahatani ubi jalar diperoleh dari selisih penerimaan dan biaya usahatani. Pendapatan usahatani pada penelitian ini dibedakan menjadi dua, yaitu pendapatan atas biaya tunai dan pendapatan atas biaya total. Pendapatan atas biaya tunai diperoleh dari pengurangan antara penerimaan tunai dengan biaya tunai usahatani ubi jalar, sedangkan pendapatan atas biaya total diperoleh dari pengurangan antara penerimaan total dengan biaya total usahatani ubi jalar. Pendapatan atas biaya tunai rata-rata petani responden per periode tanam sebesar Rp 1.446.746,01 dan pendapatan atas biaya total sebesar Rp 760.349,44. Hasil perhitungan usahatani ubi jalar untuk analisis R/C rasio atas biaya tunai diperoleh 2,96. Nilai ini memiliki arti bahwa setiap pengeluaran tunai sebesar Rp 1 akan menghasilkan penerimaan sebesar Rp 2,96. Nilai R/C rasio lebih dari satu menunjukkan bahwa usahatani ubi jalar mampu memberikan keuntungan karena penerimaannya lebih besar 2,96 kali dari biaya yang dikeluarkan. 74
R/C rasio atas biaya total untuk usahatani ubi jalar adalah sebesar 1,51. Nilai ini memiliki arti bahwa setiap Rp 1 biaya total yang dikeluarkan petani akan memperoleh penerimaan sebesar Rp 1,51. Hal ini membuktikan bahwa usahatani ubi jalar di Desa Cikarawang Kecamatan Darmaga menguntungkan.Secara rinci pendapatan dan nilai R/C rasio usahatani ubi jalar dapat dilihat pada Tabel 22. Tabel 22. Pendapatan dan Nilai R/C Rasio Usahatani Ubi Jalar per Periode Tanam per Luas Rata-rata (0,24 ha) di Kelompok Tani Hurip Desa Cikarawang Kecamatan Darmaga Tahun 2010 No Komponen Nilai (Rp) A
Penerimaan Tunai
2.183.979,00
B
Penerimaan Diperhitungkan
C
Total Penerimaan (A+B)
D
Biaya Tunai
737.233,00
E
Biaya Diperhitungkan
760.054,59
F
Biaya Total (D+E)
1.497.287,59
G
Pendapatan atas Biaya Tunai (A-D)
1.446.746,01
H
Pendapatan atas Biaya Total (C-F)
I
R/C rasio atas biaya tunai (A/D)
2,96
J
R/C rasio atas biaya total (C/F)
1,51
73.658,00 2.257.637,00
760.349,44
75
VII ANALISIS FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI UBI JALAR DI KELOMPOK TANI HURIP 7.1 Analisis Fungsi Produksi Ubi Jalar Analisis dalam kegiatan produksi ubi jalar di Kelompok Tani Hurip dilakukan dengan memperhitungkan tingkat input yang digunakan terhadap tingkat produksi yang diperoleh. Analisis yang digunakan merupakan analisis fungsi Cobb-Douglas (Lampiran 6). Model produksi ini menunjukkan hubungan fisik faktor-faktor input yang digunakan dengan output yang dihasilkan. Faktor-faktor yang di duga berpengaruh dalam usahatani ubi jalar adalah bibit, Urea, KCL, TSP, pupuk kandang dan tenaga kerja. Faktor-faktor tersebut merupakan faktor input utama yang digunakan dalam usahatani ubi jalar. Hasil pendugaan fungsi produksi pada usahatani ubi jalar di Kelompok Tani Hurip Desa Cikarawang Tahun 2010 dapat dilihat pada Tabel 23. Tabel 23. Hasil Pendugaan Fungsi Produksi pada Usahatani Ubi Jalar di Kelompok Tani Hurip Desa Cikarawang Tahun 2010 Variabel
Koefisien Regresi 3,512 -0,0479 0,1237 0,2984 -0,0560 0,3116 0,4677
Simpangan Baku Koefisien 1,472 0,2600 0,1721 0,1593 0,1729 0,1308 0,2599
Konstanta Bibit (X1) Urea(X2) KCL (X3) TSP (X4) Pupuk Kandang (X5) Tenaga Kerja (X6) R-sq = 74,8 % R-sq (adj) = 69,4 % F-hitung = 13,87 % F-tabel = 2,55 dengan α = 5 persen
T-Hitung 2,39 -1,80 0,72 1,87 -0,32 2,38 1,80
P-Value 0,000 0,855 0,478 0,072 0,748 0,024 0,043
VIF 4,5 3,2 2,0 2,7 2,7 4,4
Hasil pendugaan model fungsi produksi menunjukkan bahwa nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 74,8 persen dengan nilai determinasi terkolerasi (R2 adj) sebesar 69,4 persen. Nilai determinasi (R2) tersebut memiliki arti bahwa sebesar 74,8 persen dari variasi produksi dapat dijelaskan secara bersama-sama oleh model, sedangkan sisanya sebesar 25,2 persen dapat dijelaskan oleh faktor-faktor lain diluar model. Faktor-faktor lain diluar model yang diduga berpengaruh terhadap produksi ubi jalar antara lain pengaruh iklim dan cuaca, tingkat kesuburan tanah, serta intensitas serangan hama dan penyakit tanaman. Analisis model fungsi produksi tersebut pun dapat dilakukan uji F untuk
menguji variabel bebas yang digunakan dalam input produksi terhadap hasil produksi. Nilai F-hitung pada model penduga fungsi produksi mencapai 13,87 persen, maka nilai tersebut lebih besar dari nilai F-tabel yaitu 2,55. Kondisi ini menjelaskan bahwa semua faktor produksi yang digunakan dalam usahatani ubi jalar secara bersama-sama memiliki pengaruh yang nyata terhadap produksi ubi jalar petani responden pada selang kepercayaan 95 persen. Analisis model fungsi produksi selain dilakukan uji-F juga dapat melakukan uji-t. Uji-t dapat digunakan untuk menguji pengaruh nyata dari masing-masing variabel bebas (input produksi) yang digunakan secara terpisah terhadap variabel tidak bebas (output), yaitu dengan membandingkan t-hitung dan t-tabel. Berdasarkan hasil uji-t menunjukkan bahwa variabel bebas yang berpengaruh nyata pada taraf lima persen adalah pupuk kandang dan tenaga kerja, sedangkan KCL berpengaruh nyata terhadap produksi ubi jalar pada taraf nyata 10 persen. Hasil uji terhadap bibit dan TSP memiliki nilai t-hitung lebih rendah dari t-tabel. Kondisi ini menunjukkan bahwa variabel bebas tersebut tidak berpengaruh nyata dalam produksi ubi jalar. Model penduga fungsi produksi yang telah disusun selanjutnya dianalisis untuk menunjukkan tingkat kelayakan berdasarkan asumsi OLS. Asumsi tersebut terdiri dari multikolinearitas, homoskedastisitas dan normalitas error. Analisis mengenai multikolinearitas dapat dilihat dari nilai VIF (Variance Inflation Factors) pada Lampiran 8, sedangkan analisis asumsi homoskedastisitas yaitu dengan menggunakan pendekatan grafik dapat dilihat pada Lampiran 9. Pada grafik menunjukkan plot antara residual dengan fitted value yang tersebar dan tidak menunjukkan pola yang sistematis. Hasil analisis model penduga fungsi produksi pada petani responden secara statistik telah memenuhi asumsi OLS. Hal ini dapat dianalisis juga dengan melihat p-value yang bernilai nol dan mengidentifikasi bahwa semua variabel atau salah satu variabel dalam model regresi secara statistik tidak bernilai nol. Syarat asumsi OLS yang telah terpenuhi ini dapat menunjukkan bahwa model fungsi produksi tersebut dapat digunakan dalam menduga hubungan antara variabel bebas (input produksi) yang digunakan terhadap hasil produksi (output) dalam kegiatan usahatani ubi jalar.
77
7.2 Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Ubi Jalar Nilai koefisien regresi dalam model fungsi produksi Cobb-Douglas merupakan nilai elastisitas produksi dari variabel-variabel produksi tersebut. Penjumlahan nilai-nilai elastisitas dapat digunakan untuk menduga keadaan skala usaha. Model produksi yang diduga menunjukkan bahwa jumlah nilai-nilai parameter penjelas adalah 1,097. Angka ini merupakan hasil dari penjumlahan koefisien regresi faktor produksi yang dalam hal ini dianggap sebagai elastisitas dari faktor tersebut. Jumlah nilai elastisitas produksi lebih besar dari satu, maka dapat disimpulkan bahwa usahatani ubi jalar berada pada skala kenaikan hasil yang meningkat (increasing return to scale). Nilai ini mengandung arti bahwa penambahan satu persen dari masing-masing produksi secara bersama-sama akan meningkatkan produksi sebesar 1,097 persen. a. Bibit (X1) Penggunaan bibit ubi jalar merupakan salah satu komponen yang dibutuhkan dalam kegiatan usahatani ubi jalar. Jumlah bibit yang digunakan akan mempengaruhi hasil produksi ubi jalar. Nilai koefisien regresi penggunaan bibit bernilai negatif sebesar -0,0479, artinya jika terjadi penambahan bibit sebesar satu persen maka akan menurunkan produksi ubi jalar sebesar 0,0479 persen, dengan asumsi semua variabel lain tetap (cateris paribus). Elastisitas yang negatif menunjukkan bahwa penggunaan bibit berada pada daerah irrasional (Daerah III). Berdasarkan nilai P-value yang lebih besar dari α lima persen yaitu mempunyai nilai 0,855 (85,5%) artinya bahwa bibit tidak berpengaruh nyata terhadap produksi ubi jalar, sehingga pengurangan atau penambahan bibit sebesar satu persen tidak akan mengakibatkan perubahan secara signifikan terhadap produksi ubi jalar dengan faktor lain dianggap tetap. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari hasil wawancara, pengaruh bibit ubi jalar menjadi negatif dikarenakan penggunaan bibit berlebih dan banyak bibit yang tidak termanfaatkan. Apabila penggunaan bibit ditambah terus akan menurunkan produksi. Penggunaan bibit yang berlebih dapat terjadi kompetisi antar sesama tanaman, karena jarak tanaman terlalu rapat. Persaingan dapat terjadi dalam pemenuhan unsur hara, kebutuhan air dan sinar matahari, sehingga produksi dapat menurun. Rata-rata penggunaan bibit per 0,24 hektar yang
78
digunakan petani responden sebanyak 8.461,657 setek (35.780 setek per hektar), sedangkan standar penggunaan bibit menurut Rahmat (1997) sebanyak 32.000 setek per hektar dengan jarak tanam yang sama. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan bibit yang digunakan petani responden berlebih. Bibit dalam usahatani ubi jalar ini merupakan hasil setek batang tanaman ubi jalar, sehingga bibit mudah didapatkan tanpa membeli. Bibit yang diperoleh petani berupa setek pucuk hasil pengipukan maupun hasil panen periode sebelumnya, baik milik sendiri atau disediakan oleh kelompok tani. Penggunaan bibit oleh petani responden berdasarkan satuan karung dan rata-rata menggunakan empat karung per 1000 m2. Kebutuhan bibit ini pun dipengaruhi oleh jarak tanam. Sebagian besar petani responden menggunakan jarak tanam 100 x 25 centimeter dan beberapa petani lainnya ada yang tidak menggunakan jarak tanam. Disamping jarak tanam, ukuran bibit yang digunakan petani responden berbeda-beda dengan rata-rata berukuran panjang 25-30 centimeter. b. Urea (X2) Nilai koefisien regresi penggunaan bibit sebesar 0,1237, artinya jika terjadi penambahan urea sebesar satu persen maka akan meningkatkan produksi ubi jalar sebesar 0,1237 persen, dengan asumsi semua variabel lain tetap (cateris paribus). Elastisitas produksi yang positif menunjukkan bahwa penggunaan bibit berada pada daerah rasional (Daerah II). Namun berdasarkan nilai P-value yang lebih besar dari α lima persen yaitu mempunyai nilai 0,478 (47,8%) artinya bahwa urea tidak berpengaruh nyata terhadap produksi ubi jalar, sehingga pengurangan atau penambahan benih sebesar satu persen tidak akan mengakibatkan perubahan secara signifikan terhadap produksi ubi jalar dengan faktor lain dianggap tetap. Penggunaan pupuk urea dilakukan dalam upaya menambah unsur nitrogen tanah. Kondisi di lokasi penelitian menunjukkan bahwa penggunaan pupuk urea oleh petani responden sudah mendekati standar dosis yang ditetapkan. Rata-rata penggunaan urea per 0,24 hektar yang digunakan petani responden sebanyak 35,97 kg (152,1 kg per hektar), sedangkan standar penggunaan urea menurut Rahmat (1997) sebanyak 100-200 kg per hektar. Dengan demikian, penggunaan pupuk urea masih dapat ditambah untuk meningkatkan produksi ubi jalar.
79
c. KCL (X3) Pupuk KCL merupakan salah satu komponen yang digunakan dalam kegiatan usahatani ubi jalar. Nilai koefisien regresi penggunaan KCL sebesar 0,2984 dan berpengaruh nyata pada taraf α 7,2 persen, artinya jika terjadi penambahan KCL sebesar satu persen maka akan meningkatkan produksi ubi jalar sebesar 0,2984 persen, dengan asumsi semua variabel lain tetap (cateris paribus). Elastisitas yang positif menunjukkan bahwa penggunaan bibit berada pada daerah rasional (Daerah II). Selain itu berdasarkan hasil analisis fungsi produksi Cobb_Douglas, KCL ini mempunyai pengaruh yang nyata terhadap produksi ubi jalar, sehingga ketika terjadi penurunan dan peningkatan input akan sangat signifikan pengaruhnya terhadap produksi ubi jalar. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari petani responden bahwa penggunaan pupuk KCL ini cukup penting karena dibutuhkan sebagai zat yang mempengaruhi warna dan rasa pada tanaman ubi jalar. Rata-rata penggunaan pupuk KCL tiap periode tanam oleh petani responden yaitu sebanyak 13,11 kilogram (55,45 kg per hektar), sedangkan standar penggunaan KCL menurut Rahmat (1997) sebanyak 100 kg per hektar.
Dengan demikian, penggunaan
pupuk KCL masih dapat ditambah untuk meningkatkan produksi ubi jalar. Pupuk kimia yang dibutuhkan oleh petani responden mudah diperoleh, baik disediakan oleh kelompok tani maupun membeli langsung ke toko saprotan terdekat. d. TSP (X4) Penggunaan pupuk TSP merupakan salah satu input yang digunakan dalam produksi ubi jalar. Pupuk TSP bermanfaat untuk pertumbuhan batang dan buah. Nilai koefisien regresi penggunaan TSP sebesar -0,0560, artinya jika terjadi penambahan TSP sebesar satu persen maka akan menurunkan produksi ubi jalar sebesar -0,0560 persen, dengan asumsi semua variabel lain tetap (cateris paribus). Elastisitas yang negatif menunjukkan bahwa penggunaan bibit berada pada daerah irrasional (Daerah III). Berdasarkan nilai P-value yang lebih besar dari α lima persen dengan nilai 0,748 (74,8%) mempunyai arti bahwa TSP tidak berpengaruh nyata terhadap produksi ubi jalar, sehingga pengurangan atau penambahan benih sebesar satu persen tidak akan mengakibatkan perubahan secara signifikan terhadap produksi ubi jalar dengan faktor lain dianggap tetap.
80
Hasil pengamatan dari wawancara di lokasi penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar petani menggunakan pupuk TSP melebihi dosis, sehingga apabila penggunaan pupuk TSP ditambah akan menurunkan produksi. Rata-rata penggunaan pupuk TSP per musim tanam oleh petani responden sebesar 31,97 kilogram (135,19 kilogram per hektar), sedangkan standar penggunaan TSP menurut Rahmat (1997) sebanyak 50 kg per hektar. Para petani responden menganggap bahwa walaupun penggunaan TSP tidak sesuai dengan dosis, tetapi tetap dapat menjaga produksi ubi jalar. e. Pupuk kandang (X5) Pupuk kandang digunakan dalam kegiatan usahatani ubi jalar sebagai sarana input yang dapat menambah dan memperbaiki unsur hara tanah baik secara fisik maupun kimiawi tanah. Nilai koefisien regresi penggunaan pupuk kandang sebesar 0,3116, mempunyai nilai positif. Nilai koefisien regresi ini menunjukkan bahwa input pupuk kandang mempunyai pengaruh nyata terhadap produksi ubi jalar, artinya jika terjadi penambahan input pupuk kandang sebesar satu persen maka akan meningkatkan produksi ubi jalar sebesar 0,3116 persen, dengan asumsi variabel lain tetap (cateris paribus). Elastisitas yang positif menunjukkan bahwa penggunaan bibit berada pada daerah rasional (Daerah II). Selain itu pupuk kandang berdasarkan hasil analisis produksi mempunyai pengaruh nyata pada taraf α 2,4 persen, sehingga ketika terjadi penurunan dan peningkatan input akan sangat signifikan pengaruhnya terhadap produksi ubi jalar. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari petani bahwa pupuk kandang mempunyai peranan yang cukup penting untuk kesuburan tanah yang akan mempengaruhi pada pertumbuhan tanaman ubi jalar. Penggunaan pupuk kandang oleh petani responden bervariasi dan sudah mendekati dosis yang seharusnya. Penggunaan pupuk disesuaikan dengan kondisi tanah. Apabila kondisi tanah sudah jenuh maka penggunaan pupuk kandang ini diperbanyak, sementara jika kondisi tanah masih bagus maka pupuk kandang digunakan sesuai dengan dosis. Rata-rata petani responden menggunakan pupuk kandang tiap periode tanam sebanyak 579,42 kilogram (2450,26 kilogram per hektar), sedangkan menurut Rahmat (1997) penggunaan pupuk kandang sebesar 2000 kilogram per hektar.
81
Kondisi tanah yang mendukung menyebabkan penggunaan dosis pupuk kandang yang selama ini digunakan oleh petani sudah cukup. f. Tenaga Kerja (X6) Penggunaan tenaga kerja dalam kegiatan usahatani ubi jalar memiliki peranan yang penting, karena tenaga kerja ini merupakan pelaku dari kegiatan usahatani. Nilai koefisien regresi dari penggunaan tenaga kerja mencapai 0,4677 dan berpengaruh nyata pada taraf α 4,3 persen. Nilai koefisien regresi ini menunjukkan bahwa input tenaga kerja mempunyai pengaruh nyata terhadap produksi ubi jalar, artinya jika terjadi penambahan input tenaga kerja sebesar satu persen maka akan meningkatkan produksi ubi jalar sebesar 0,4677 persen, dengan asumsi variabel lain tetap (cateris paribus). Elastisitas yang positif menunjukkan bahwa penggunaan bibit berada pada daerah rasional (Daerah II). Berdasarkan informasi yang diperoleh dari petani responden, bahwa tenaga kerja menjadi salah satu komponen dengan biaya yang relatif lebih tinggi daripada komponen lainnya. Peranan tenaga kerja dibutuhkan dalam setiap aktivitas usahatani ubi jalar mulai dari persiapan lahan sampai pada kegiatan panen yang akan menjaga dan meningkatkan produksi ubi jalar. Kegiatan persiapan lahan membutuhkan tenaga kerja lebih banyak dan mempunyai keterampilan khusus. Hal ini menunjukkan adanya pengaruh nyata dari penggunaan variabel tenaga kerja.
82
VIII KESIMPULAN DAN SARAN
8.1 Kesimpulan Kesimpulan dari hasil penelitian Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produksi Ubi Jalar di Kelompok Tani Hurip Desa Cikarawang adalah sebagai berikut: 1. Faktor-faktor produksi yang mempunyai pengaruh nyata terhadap produksi ubi jalar yaitu pupuk kandang, tenaga kerja dan KCL, adapun faktor produksi yang tidak berpengaruh nyata yaitu bibit, urea dan TSP. 2. Pada usahatani ubi jalar yang diusahakan petani menghasilkan pendapatan atas biaya tunai per periode tanam per rata-rata luas lahan petani responden (0,24 hektar) sebesar Rp 1.446.746,01, dan pendapatan atas biaya total sebesar Rp 760.349,4365. Sedangkan pendapatan tunai dan total setelah dikonversi ke dalam satu hektar sebesar Rp 6.028.108,34 dan Rp 3.168.122,65. Berdasarkan analisis pendapatan usahatani ubi jalar dari sejumlah
petani
responden
di
Kelompok
Tani
Hurip
dikatakan
menguntungkan. Hal ini dapat dilihat pada nilai R/C rasio lebih dari satu. Nilai R/C rasio atas biaya tunai dan R/C rasio atas biaya total, yaitu masingmasing sebesar 2,96 dan 1,51. 8.2 Saran Berdasarkan hasil dan pembahasan serta kesimpulan, maka disarankan: 1.
Upaya untuk meningkatkan pendapatan usahatani ubi jalar dapat dilakukan salah satunya dengan cara memperhatikan penggunaan faktor-faktor produksi yang mempengaruhi produksi ubi jalar. Variabel yang memiliki nilai koefisien regresi positif dan berpengaruh nyata seperti pupuk kandang, tenaga kerja, urea dan KCL penggunaannya masih dapat ditambahkan. Hal ini dikarenakan setiap penambahan dari penggunaan pupuk kandang, tenaga kerja dan KCL dapat meningkatkan produksi ubi jalar.
2.
Penggunaan bibit, urea dan TSP hendaknya penggunaannya tidak ditambah lagi, karena variabel yang memiliki nilai koefisien regresi yang negatif apabila dilakukan penambahan akan mengurangi jumlah produksi ubi jalar.