VII
7.1.
PENGARUH KEMITRAAN TERHADAP PENERAPAN TEKNOLOGI PADI SEHAT
Alasan Petani Mengusahakan Padi Sehat Alasan petani responden mengusahakan padi sehat ada tujuh alasan, yang
dapat dilihat pada Tabel 26. Bagi petani mitra, alasan yang paling penting mengusahakan padi sehat karena harga jual gabah padi sehat lebih tinggi dibandingkan harga gabah konvensional. Hal ini dikarenakan harga gabah padi sehat yang mereka jual ke perusahaan mitra lebih tinggi dibandingkan harga gabah konvensional. Harga gabah yang mereka terima rata-rata sebesar Rp 500,00 per kg dalam bentuk gabah kering panen (GKP). Dengan perbedaan harga tersebut dapat mendorong petani mitra untuk mengusahakan padi sehat. Alasan lainnya yang mendorong petani mitra mengusahakan padi sehat berdasarkan prioritas yang paling penting adalah biaya produksi lebih murah, baik bagi kesehatan, gabah lebih berkualitas dan karena ikut sekolah lapang padi sehat, serta produktivitas lebih tinggi dan hanya untuk percobaan. Tabel 26. Jumlah Petani Responden Berdasarkan Alasan Petani Mengusahakan Padi Sehat di Kecamatan Kebon Pedes Tahun 2012 Alasan mengusahakan Petani Mitra Petani Non Mitra padi sehat Jumlah Jumlah Persentase Persentase (orang) (orang) Harga jual yang tinggi 13 50,0 5 16,7 Biaya produksi lebih murah Produktivitas lebih
4
15,4
2
6,7
1
3,8
4
1,3
Gabah lebih berkualitas
2
7,7
2
6,7
Baik bagi kesehatan
3
11,5
5
16,7
Percobaan
1
3,8
5
16,7
Ikut Sekolah Lapang (SL) padi sehat Jumlah
2
7,7
7
23,3
26
100,0
30
100,0
tinggi
Bagi petani non mitra alasan mengusahakan padi sehat yang paling penting karena mengikuti sekolah lapang mengenai padi sehat. Prioritas alasan yang lainnya adalah harga jual yang tinggi, baik bagi kesehatan, hanya percobaan, produktivitas lebih tinggi, biaya produksi lebih murah, dan gabah lebih berkualitas. Petani non mitra walaupun alasan mengusahakan padi sehat karena harga jual yang tinggi. Namun karena mereka menjualnya bukan ke perusahaan mitra sehingga harga jual yang mereka terima sama saja dengan harga jual gabah konvensional. Berarti dengan adanya kemitraan, mendorong petani mengusahakan padi sehat karena adanya harga jual gabah yang lebih tinggi dibandingkan harga gabah konvensional. 7.2. Hambatan dalam Mengusahakan Padi Sehat Petani responden dalam mengusahakan padi sehat mengalami berbagai hambatan. Petani mitra dan petani non mitra mengalami hambatan yang paling banyak dirasakan yang sama dalam mengusahakan padi sehat, yaitu penyakit tungro dan kresek. Sudah tiga tahun tanaman padi di Kecamatan Kebon Pedes terkena penyakit tungro, padi sehat maupun padi konvensional. Penyakit ini lebih dikenal oleh petani dengan nama hama merah karena penyakit ini ditularkan oleh serangga wereng hijau atau wereng loreng dan gejala yang dilihatkan penyakit ini yaitu daun berubah menjadi warna kuning oranye atau jingga.9 Bahkan beberapa petani mengalami gagal panen karena penyakit ini. Padi sehat yang terkena penyakit tugro di Kecamatan Kebon Pedes dapat dilihat pada Gambar 9.
Gambar 9. Padi Sehat yang Terkena Penyakit Tungro
9
Departemen Pertanian. 1986. Tungro dan pengendaliannya. http://www.pustaka.litbang.deptan.go.id/agritek/ppua0164.pdf [ 04 April 2012]
Penyakit kresek merupakan gejala penyakit yang disebabkan oleh bakteri (hawar daun bakteri). Penyakit ini terjadi pada musim hujan atau musim kemarau basah, terutama pada lahan yang selalu tergenang. Kresek adalah gejala yang terjadi pada tanaman berumur kurang dari 30 hari. Daun-daun berwarna hijau kelabu, melipat, dan menggulung. Dalam keadaan parah, seluruh daun menggulung, layu, dan mati.10 Hambatan lainnya dapat dilihat pada Tabel 27. Hambatan dalam mengusahakan padi sehat yang paling banyak dirasakan oleh petani mitra dan petani non mitra sama, yaitu penyakit tungro dan kresek, walaupun persentase petani mitra lebih sedikit dibandingkan petani non mitra yang mengalaminya. Berarti dengan adanya kemitraan, belum memberikan pengaruh terhadap penyelesaian hambatan yang dirasakan oleh petani mitra, yaitu penyakit tungro dan kresek. Tabel
27.
Jumlah Petani Responden Berdasarkan Hambatan dalam Mengusahakan Padi Sehat di Kecamatan Kebon Pedes Tahun 2012 Petani Mitra Petani Non Mitra Hambatan dalam Jumlah Persentase Jumlah Persentase Mengusahakan Padi Sehat (orang) (orang) Ketersediaan benih, pupuk, dan pestisida organik Ketersediaan uang tunai
3
11,5
3
10,0
3
11,5
3
10,0
Lahan berbatasan dengan lahan konvensional Kerjaan lebih banyak
4
15,4
1
3,3
3
11,5
2
6,7
Penyakit tungro dan kresek
6
23,1
15
50,0
Pertumbuhan lambat dan produksi menurun Tikus dan Keong
2
7,7
-
-
3
11,5
2
6,7
Ketersediaan air
-
-
1
3,3
Tidak ada hambatan
2
7,7
3
10,0
26
100,0
30
100,0
Jumlah
10
Syam M, et al. 2007. Masalah Lapang Pada Padi. http://www.litbang.deptan.go.id/download/one/19/file/B4-HamaPadi.pdf.pdf [27 April 2012]
7.3. Bimbingan Teknologi Bimbingan teknologi sangat diperlukan oleh petani padi sehat terutama petani yang baru mengusahakan padi sehat kurang dari tiga musim (satu tahun) karena pengalaman mereka masih sedikit. Bimbingan teknologi diperlukan agar gabah yang dihasilkan optimal secara kualitas dan kuantitas. Bimbingan teknologi dilihat dari keikutsertaan petani responden dalam penyuluhan dan pelatihan, materi yang disampaikan, dan instansi yang melaksanakan pelatihan dan penyuluhan. Sebanyak 92,85 persen petani responden pernah ikut dalam penyuluhan dan pelatihan mengenai padi sehat. Petani mitra seluruhnya pernah ikut penyuluhan dan pelatihan mengenai padi sehat, sedangkan petani non mitra sebanyak empat orang tidak pernah ikut (13,3 persen). Petani non mitra yang tidak pernah ikut penyuluhan dan pelatihan, mengetahui cara mengusahakan padi sehat dari teman mereka yang pernah mengikuti penyuluhan dan pelatihan. Petani mitra lebih aktif mengikuti penyuluhan dan pelatihan mengenai padi sehat sehingga pengetahuan mereka lebih banyak dibandingkan petani non mitra. 7.3.1. Materi Penyuluhan dan Pelatihan Petani responden yang mengikuti penyuluhan dan pelatihan mengenai padi sehat mendapatkan berbagai pengetahuan melalui materi yang disampaikan. Materi yang petani dapatkan ketika mengikuti penyuluhan dan pelatihan bervariasi. Metode yang digunakan untuk menyampaikan materi dalam penyuluhan dan pelatihan yaitu metode diskusi, tanya jawab, praktek di lapang, dan metode pengenalan dengan mengikuti pameran atau bazar. Pada saat penyuluhan petani mendapatkan materi mengenai pengertian dan manfaat padi sehat atau organik, teori mengusakan padi sehat, dan teori teknologi organik. Materi penyuluhan hanya teori yang disampaikan mengenai budidaya padi sehat, mulai dari penyiapan input hingga saat pemanenan. Materi mengenai ekologi tanah, pengendalian hama dan penyakit, serta pertanian terpadu, juga petani dapatkan pada saat penyuluhan. Selain
penyuluhan
mengenai
budidaya
padi
sehat,
petani
juga
mendapatkan materi mengenai penanganan pasca panen dan pengemasan gabah padi sehat atau beras sehat. Materi yang disampaikan pada sekolah penanganan
pasca panen padi sehat ini, yaitu dinamika kelompok, teori pengolahan hasil panen, pengemasan, standar proses operasi pasar, analisis usaha, mengenal alat sablon, trik dan tips pemasaran, serta teori promosi. Penyuluhan biasanya dilakukan di saung pertemuan (saung meeting) atau di aula kantor Desa pada hari jumat atau sabtu setiap pekannya selama sekolah lapang (4 bulan). Pelatihan mengenai padi sehat merupakan praktek secara langsung di sawah atau langsung menggunakan bahan-bahan. Saat pelatihan mengenai budidaya padi sehat materi yang disampaikan seperti cara penyemaian yang baik, pembuatan pupuk organik, padat maupun cair (MOL), dan pembuatan pestisida nabati. Petani juga langsung turun ke sawah melakukan praktek bagaimana caranya menanam padi yang baik, pemupukkan, pengendalian hama dan penyakit dengan secara langsung praktek penggunaan pestisidan nabati, cara penyiangan, serta cara panen. Petani mendapatkan pelatihan mengenai penanganan pasca panen dan pengemasan dengan langsung mempraktekan cara pengemasan dengan pembuatan sablon kemasan yang menarik. Petani juga membuat pembukuan untuk mengetahui analisis usaha. Beberapa petani mengikuti studi banding ke Gapoktan di Tasikmalaya yang telah mengekspor beras organik. Setelah selesai penyuluhan dan pelatihan mengenai penanganan pasca panen padi sehat petani mengikuti pertemuan jejaring usaha agribisnis padi sehat. Pada saat itu, petani dipertemukan dengan pihak PT. Medco Intidinamika untuk berdiskusi mengenai pemasaran beras sehat dan kemitraan yang akan terjalin. 7.3.2. Instansi yang Melaksanakan Penyuluhan dan Pelatihan Penyuluhan dan pelatihan mengenai padi sehat yang diikuti petani responden sebesar 58,92 persen dilaksanakan oleh Badan Penyuluh Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan (BP3K) yang dilakukan langsung oleh penyuluh (PPL). Petani mitra dan non mitra pun paling banyak mengikuti penyuluhan dan pelatihan mengenai padi sehat yang diadakan oleh BP3K/PPL. Hal ini berarti petani mitra maupun petani non mitra mempunyai kesempatan yang sama mendapatkan pengetahuan dan informasi mengenai usahatani padi sehat. Penyuluhan dan pelatihan petani padi sehat di Kecamatan Kebon Pedes dilakukan oleh berbagai instansi. Kelompok tani yang melaksankan bimbingan
teknologi mengenai padi sehat sebenarnya diinisiasi oleh BP3K/PPL karena yang memberikan materi adalah PPL. Dinas pertanian yang pernah melaksanakan bimbingan teknologi mengenai padi sehat hanya memberikan materi mengenai pengendalian hama dan penyakit terpadu pada padi, yang juga diinisiasi oleh BP3K/PPL. Asosiasi Padi Sehat yang baru berdiri belum satu tahun ini, tidak melaksanakan bimbingan teknologi secara langsung, namun ketua dan beberapa anggota asosiasi ini memberikan materi mengenai budidaya padi sehat kepada petani, yang kegiatannya bersama dengan PPL. Penyuluhan dan pelatihan dari asosiasi padi sehat ini hanya diberikan oleh petani mitra saja. Hal ini dikarenakan ketua asosiasi padi sehat adalah ketua Gapoktan Mekar Tani sehingga kegiatannya lebih mengarah kepada petani mitra agar pengetahuan petani mitra dalam mengusahakan padi sehat lebih meningkat. Instansi lainnya yang pernah melaksanakan penyuluhan dan pelatihan mengenai padi sehat, dapat dilihat pada Tabel 28. Tabel 28. Jumlah Petani Responden Berdasarkan Keikutsertaan dalam Pelaksanaan Penyuluhan dan Pelatihan Padi Sehat yang Diadakan oleh Suatu Instansi di Kecamatan Kebon Pedes Tahun 2012 Instansi yang Melaksanakan Petani Mitra Petani Non Mitra penyuluhan dan pelatihan Jumlah Persentase Jumlah Persentase mengenai padi sehat (orang ) (orang ) Kelompok Tani 5 19,2 5 16,7 Asosiasi Petani Padi Sehat
3
11,5
-
-
16
61,5
17
56,7
Dinas Pertanian
2
7,7
3
10,0
Nagrak Organic Center
-
-
1
3,3
-
-
4
13,3
26
100,0
30
100,0
BP3K/ PPL
(NOC) Tidak Ikut Penyuluhan dan Pelatihan Jumlah
Perusahaan mitra tidak pernah melakukan bimbingan teknologi secara langsung ke petani mitra karena Gapoktan Mekar Tani dianggap oleh perusahaan mitra telah mempunyai pengetahuan mengenai budidaya padi sehat yang baik sehingga tidak lagi diperlukan bimbingan teknologi secara langsung. Perusahaan
mitra pernah melakukan kerjasama dalam pengembangan mesin pengering padi dengan Gapoktan Mekar Tani yang juga bekerjasama dengan Institut Teknologi Bandung (ITB). Gapoktan Mekar Tani mengirimkan dua ton gabah padi sehat untuk dilakukan percobaan mesin tersebut. Namun Gapoktan Mekar Tani akan mendapatkan mesin pengering gabah dari Dinas Pertanian sehingga penyediaan mesin pengering gabah dari perusahaan mitra belum terlaksana. Kegiatan mengusahakan padi sehat dan bimbingan teknologi yang dilakukan petani responden dapat dilihat di Lampiran 6. 7.4. Penerapan Teknologi Padi Sehat Penerapan teknologi padi sehat di Kecamatan Kebon Pedes Kabupaten Sukabumi bermula sejak tahun 2007 dengan dilaksanakannya program FEATI (Farmer Empowerment Through Agricultural Technology and Information). Program ini didanai oleh Bank Dunia (World Bank) yang bertujuan untuk meningkatkan pendapatan petani melalui pertanian organik dan terpadu. Program ini dilaksanakan selama lima tahun. Pada tahun 2007 telah dilaksanakan sekolah lapang budidaya padi SRI (System of Rice Intensification). Sedangkan pada tahun 2008 dan 2009 dilaksanakan sekolah budidaya lele dan pengolahan hasil serta budidaya ternak domba dan pembuatan kompos. Pada tahun 2010 dilaksanakan sekolah lapang budidaya agribisnis padi sehat dan pada tahun 2011 dilaksanakan sekolah lapang budidaya padi sehat penanganan pasca panen dan pengemasan. Progam FEATI ini baru dilaksanakan ditiga desa, yaitu Desa Bojong Sawah,
Desa
Kebon
Pedes,
dan
Desa
Sasagaran.
Sedangkan
Desa
Jambenenggang telah mengenal terlebih dahulu mengenai padi sehat melalui program padi SRI pada tahun 2002. Untuk Desa Cikaret, program padi SRI baru dilaksanakan pada musim tanam bulan Maret 2012. Jika penyuluhan dan pelatihan telah berjalan di Desa Cikaret, berarti semua desa di Kecamatan Kebon Pedes telah mengetahui budidaya padi dengan metode SRI sehingga jumlah petani padi sehat akan lebih banyak. Selama dua tahun terakhir petani di Kecamatan Kebon Pedes telah mendapatkan penyuluhan dan pelatihan mengenai budidaya padi sehat dari program FEATI. Dalam satu tahun petani mendapatkan penyuluhan dan pelatihan
selama 16 minggu atau selama budidaya padi sehat (4 bulan), mulai dari persiapan benih hingga panen. Penerapan padi sehat yang dianalisis dalam penelitian ini dilihat dari luas sawah padi sehat dan penggunaan benih, pembuatan pupuk kompos, MOL, dan pestisida nabati, persiapan lahan, pengadaan benih, persemaian, penanaman, penyiangan, pemupukan, dan panen. Semua kegiatan budidaya padi sehat tersebut yang dilakukan oleh petani akan dibandingkan dengan standar penerapan teknologi padi sehat berdasarkan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jakarta serta Dinas Pertanian dan Kehutanan Provinsi DKI Jakarta tahun 2007 dalam seri informasi PRIMATANI No.1 Tahun 2007 dan Standard Operational Procedure (SOP) Gapoktan Mekar Tani. Luas sawah yang ditanami padi sehat oleh petani responden perlu diketahui untuk melihat persentase penerapan teknologi padi sehat berdasarkan total sawah yang mereka kuasai. Persentase petani mitra yang menanam padi sehat pada seluruh sawah yang dikuasainya lebih banyak pada petani mitra (76,9 persen) dibandingkan petani non mitra (63,3 persen). Hal ini berarti petani mitra lebih tertarik untuk melakukan penerapan teknologi padi sehat dibandingkan petani non mitra. Rata-rata petani mitra sudah menanam padi sehat sebesar 87,4 persen dari seluruh luas lahan yang dikuasainya, sedangkan petani mitra sebesar 80,2 persen. Berarti dengan adanya kemitraan, dapat mendorong petani untuk mengusahakan padi sehat pada seluruh sawah yang dikuasainya. 7.4.1. Pembuatan Pupuk Organik dan Pestisida Nabati Pembuatan sendiri pupuk organik dan pestisida nabati menjadi salah satu penerapan teknologi padi sehat karena dapat mengurangi biaya produksi. Pembuatan pupuk organik dibedakan menjadi dua berdasarkan bentuknya, yaitu padat dan cair. Pupuk organik padat atau biasa disebut kompos, dapat dibuat dari berbagai bahan, jerami atau kotoran ternak. Petani di Kecamatan Kebon Pedes biasanya menggunakan pupuk organik padat dari kotoran ternak, sapi atau domba. Bahan campuran lainnya yaitu bekatul, arang sekam, dekomposer, hijauan, pospat alam (kapur) dan air. Dengan perbandingan kotoran hewan 60 persen, bekatul dua persen, arang sekam 10 persen, dekomposer satu persen, pospat alam 7 persen dan air secukupnya. Agar pupuk yang dihasilkan bagus, maka setiap tiga hari sekali
pupuk diaduk atau dibalik dan ditutup. Setelah 30 hari, pupuk sudah terfermentasi dengan baik dan dapat digunakan. Bila pupuk kompos kurang dari 30 hari, pupuk kompos biasanya kurang busuk (terfermentasi), sehingga zat haranya kurang. Bahan-bahan yang digunakan untuk pembuatan pupuk cair dan pestisida nabati berbeda walaupun bentuknya sama-sama cair. Pembuatan pupuk cair atau biasa disebut MOL (microorganisme lokal) dibuat dengan berbagai bahan, yaitu urin sapi, kelinci, atau domba, rebung (bambu muda), air tebu, batang pisang, buah maja, keong, air nira, air kelapa, dan daun-daunan (orok-orok, cleresede). Bahan-bahan tersebut lalu difermentasikan selama 15 hari. Pestisida nabati bisanya dibuat oleh petani sebagai pencegahan datangnya hama dan penyakit. Pestisida nabati dibuat dari campuran daun sirsak 2 kg, tembakau ½ kg, cabai rawit ½ kg, bawang putih ½ kg, kencur ¼ kg, biji mahoni ¼ kg, brotowali ½ kg, gadung 1 kg, dan air 10 liter. Bahan-bahan tersebut dihaluskan dan dicampur, lalu difermentasi minimal selama 72 jam (3 hari). Persentase petani responden yang telah membuat pupuk organik dan pestisida nabati dapat dilihat pada Tabel 29. Tabel 29. Persentase Petani Responden Berdasarkan Standar Pembuatan Pupuk Organik dan Pestisida Nabati di Kecamatan Kebon Pedes Tahun 2012 Pembuatan pupuk organik dan pestisida nabati Membuat pupuk organik padat (kompos) minimal selama 30 hari Membuat pupuk cair (MOL) selama 15 hari Membuat pestisida nabati selama 3 hari
Petani Mitra (persen) Sesuai
Petani Non Mitra (persen)
Tidak Membuat 50,0
Jumlah
Sesuai
11,5
Tidak Sesuai 38,5
Tidak Membuat 76,7
Jumlah
6,7
Tidak Sesuai 16,7
100
19,2
46,2
34,6
100
3,3
26,7
70,0
100
46,2
15,4
38,5
100
6,7
6,7
86,7
100
100
Petani mitra lebih banyak yang telah membuat pupuk organik dan pestisida nabati sendiri maupun berkelompok dibandingkan petani non mitra. Berarti pengetahuan petani mitra lebih banyak mengenai pembuatan pupuk organik dan pestisida nabati dibandingkan petani non mitra karena telah mengaplikasikannya secara langsung, walaupun belum sesuai dengan standar. Petani mitra mendapatkan pengetahuan pembuatan pupuk organik dan pestisida nabati dari sekolah lapang padi sehat.
7.4.2. Persiapan lahan Persiapan lahan sangat diperlukan agar tanaman padi mendapatkan banyak unsur hara. Persiapan lahan yang diperlukan adalah pengolahan tanah dan kecukupan air. Pengolahan tanah yang baik dilakukan 3 – 15 hari sebelum penanaman. Persentase petani mitra (73,1 persen) yang mengolah tanah 3 – 15 hari sebelum penanaman lebih banyak dibandingkan petani non mitra (60 persen). Pengolahan tanah dilakukan dengan cara dibajak (dengan traktor atau kerbau) atau dicangkul sampai benar-benar gembur. Pembuatan parit atau kamalir dibuat sesuai kebutuhan. Parit biasanya dibuat diantara tanaman padi agar kebutuhan air tercukupi tanpa membuat tanaman padi terendam air. Hal ini dilakukan untuk menekan perkembangan keong agar tidak memakan tanaman padi. Pembuatan parit yang dilakukan petani padi sehat di Kecamatan Kebon Pedes dapat dilihat pada Gambar 10.
Gambar 10. Pembuatan Parit pada Sawah Pengaturan air sangat diperlukan dalam penanaman padi sehat karena padi sangat memerlukan air dalam jumlah yang cukup tetapi tidak untuk digenangi karena padi bukan tanaman air. Sebelum penanaman, sawah digenangi oleh air setinggi dua cm selama satu minggu. Persentase petani mitra (42,3 persen) lebih rendah yang melakukan pengaturan air ini dibandingkan petani non mitra (66,7 persen). Hal ini dikarenakan petani mitra hanya melakukan pengaturan air dengan kondisi macak-macak
11
. Pengaturan air dengan kondisi macak-macak dilakukan
oleh petani mitra untuk menekan perkembangan keong pada sawah. Namun 11
Kondisi tanah hanya dalam keadaa basah, tidak tergenang air.
dengan kondisi tersebut sawah dapat kembali ditumbuhi gulma. Sebaiknya sawah dalam kondisi macak-macak dilakukan saat penanaman. Dua hari menjelang penyiangan sawah kembali digenangi air setinggi dua cm sampai selesai penyiangan. Pada saat pemupukan, kondisi air kembali hanya macak-macak dan dua minggu sebelum panen sawah dikeringkan total. 7.4.3. Pengadaan Benih Benih merupakan salah satu input terpenting dalam mengusahakan berbagai tanaman, termasuk padi sehat. Pengadaan benih harus diperhatikan dengan baik. Mulai dari varietas yang digunakan, cara dan tempat mendapatkan benih, kualitas benih, warna label, serta jumlah dan perlakuan pada benih. Varietas benih yang paling sering digunakan oleh petani responden adalah varietas ciherang, baik petani mitra (76,9 persen) maupun non mitra (86,7 persen). Varietas yang paling banyak digunakan kedua adalah varietas sintanur. Varietas lainnya yang digunakan petani responden adalah varietas inpari 13. Varietas inpari 13 hanya digunakan oleh petani mitra karena varietas tersebut didapat dari perusahaan mitra. Petani mendapatkan benih melalui berbagai cara dan tempat. Petani responden, baik petani mitra maupun non mitra mendapatkan benih paling banyak dengan membeli sendiri. Petani biasanya membeli benih di toko pertanian atau ditetangga. Cara lain yang digunakan petani responden adalah membuat benih sendiri. Benih dihasilkan dari hasil panen sebelumnya yang dipilih dengan kualitas yang baik. Petani yang mendapatkan benih dari kelompok tani merupakan benih bantuan dari PPL/Dinas Pertanian. Petani tidak mendapatkan benih secara gratis karena petani membayar uang transportasi bagi pengurus kelompok tani yang mengantarkan benih tersebut ke rumah mereka. Pengurus yang mengantarkan benih biasanya berjalan kaki sambil memanggul benih. Satu kantong benih yang berisi lima kilogram biasanya dibayar seharga Rp 10.000,00. Benih yang diberikan Asosiasi Padi Sehat yang kepada petani mitra merupakan benih dari perusahaan mitra. Asosiasi hanya menjadi perantara pendistribusian benih dari perusahaan mitra. Petani mitra yang sering menggunakan benih dari perusahaan mitra hanya tiga orang. Petani mitra lainnya
lebih sering membeli dari pihak lain, karena tidak mendapatkan pinjaman benih dari perusahaan mitra. Berarti kemitraan belum memberikan kemudahan bagi petani mitra untuk mendapatkan benih. Cara dan tempat mendapatkan benih padi dapat dilihat Tabel 30. Tabel 30. Jumlah Petani Responden Berdasarkan Cara dan Tempat Mendapatkan Benih Padi di Kecamatan Kebon Pedes Tahun 2012 Cara dan Tempat mendapatkan benih padi Buat sendiri
Petani mitra Jumlah Petani (orang) 4
Beli
Petani non mitra
Persentase Jumlah Petani (orang) 15,4 5
Persentase 16,7
15
57,7
18
60,0
Kelompok Tani
3
11,5
2
6,7
Asosiasi Petani Padi Sehat
1
3,8
-
-
Perusahaan Mitra
2
7,7
-
-
PPL/Dinas Pertanian
1
3,8
5
16,7
26
100,0
30
100,0
Jumlah
Kualitas benih yang digunakan dilihat berdasarkan sertifikasi benih oleh BPSB (Badan Pengawasan Sertifikasi Benih), benih organik, dan label benih yang digunakan. Petani responden sebagian besar telah menggunakan benih bersertifikat BPSB, baik petani mitra maupun non mitra. Walaupun sebagian besar telah menggunakan benih bersertifikat, namun benih tersebut tidak semua merupakan benih organik. Petani mitra yang menggunakan benih organik lebih banyak dibandingkan petani non mitra. Berarti kemitraan mendorong petani untuk menggunakan benih yang berkualitas, yaitu yang bersertifikat dan organik. Kualitas benih yang digunakan petani responden dapat dilihat pada Tabel 31. Tabel 31. Persentase Petani Responden Berdasarkan Kualitas Benih yang Digunakan di Kecamatan Kebon Pedes Tahun 2012 Petani Mitra (persen) Kualitas benih
Ya
Bersertifikat Badan Pengawasan Sertifikat Benih (BPSB) Benih Organik
57,7
15,4
Tidak Tahu 26,9
46,2
7,7
46,2
Tidak
Petani Non Mitra (persen)
100
46,7
30,0
Tidak Tahu 23,3
100
13,3
46,7
40,0
Jumlah
Ya
Tidak
Jumlah 100
100
Kualitas benih yang juga harus diperhatikan adalah warna label benih. Petani responden, mitra maupun non mitra paling banyak yang menggunakan benih berlabel biru. Warna label lainnya yang digunakan oleh petani responden adalah ungu. Hanya petani mitra yang menggunakan benih berlabel ungu karena benih tersebut berasal dari perusahaan mitra. Petani yang menggunakan benih dengan label ungu dapat menggunakan benih hasil penanaman pertama pada musim selanjutnya. Namun karena masih sedikitnya petani mitra yang mendapatkan benih berlabel putih dari perusahaan mitra, sehingga petani mitra lebih banyak yang menggunakan benih berlabel biru. Warna label benih yang digunakan oleh petani reponden dapat dilihat pada Tabel 32. Tabel 32. Jumlah Petani Responden Berdasarkan Warna Label Benih yang Digunakan di Kecamatan Kebon Pedes Tahun 2012 Warna label benih yang digunakan Ungu
Petani mitra (orang)
Persentase
Petani non mitra (orang)
Persentase
2
7,7
-
-
19
73,1
15
50,0
Tidak Tahu
1
3,8
3
10,0
Tidak Berlabel
4
15,4
12
50,0
Jumlah
26
100,0
30
100,0
Biru
Selain kualitas, kuantitas benih juga harus diperhatikan dalam penerapan teknologi padi sehat agar pertumbuhan tanaman padi menjadi optimal. Standar penggunaan benih yaitu sebanyak 8 – 15 kg benih per ha. Seluruh petani non mitra tidak menggunakan benih sesuai standar. Petani non mitra masih menggunakan benih lebih banyak dari standar karena mereka menanam bibit padi lebih dari dua setiap lubangnya karena petani khawatir bila hanya menanam sedikit benih lalu bibit padinya dimakan keong maka tidak ada lagi bibit yang lain. Berarti dengan adanya kemitraan, mendorong petani untuk menggunakan benih sesuai standar, agar menghasilkan gabah dengan lebih efesien. Sebelum disebarkan pada lahan persemaian, benih terlebih dahulu direndam dalam air selama 24 jam dan diperam didalam karung atau plastik selama 48 jam untuk merangsang perkecambahan secara serempak. Benih yang direndam selama 24 jam lebih banyak yang dilakukan oleh petani mitra
dibandingkan petani non mitra. Sedangkan benih yang diperam selama 48 jam lebih sedikit yang dilakukan oleh petani mitra dibandingkan petani non mitra. Petani mitra sebagian besar hanya memeram benih selama 24 jam. Ada satu orang petani mitra yang tidak memeram benih selama 48 jam. Jumlah dan perlakuan pada benih yang dilakukan oleh petani dapat dilihat pada Tabel 33. Tabel 33. Persentase Petani Responden Berdasarkan Jumlah Benih yang Digunakan dan Perlakuan pada Benih di Kecamatan Kebon Pedes Tahun 2012 Jumlah dan Perlakuan Petani Mitra (persen) Petani Non Mitra pada Benih (persen) Sesuai Tidak Jumlah Sesuai Tidak Jumlah Sesuai Sesuai Jumlah benih yang 30,8 69,2 - 100 100 100 digunakan sebanyak 8 – 15 kg/ha Benih direndam selama 30,7 69,3 6,7 93,3 100 100 24 jam Benih diperam selama 48 57,7 42,3 83,3 16,7 100 100 jam 7.4.4. Persemaian Penerapan teknologi dalam persemaian dilihat dari luas lahan, penggunaan pupuk organik, dan penggunaan pestisida nabati. Luas lahan persemaian untuk satu kilogram benih minimal seluas 4 m2 agar pertumbuhan bibit menjadi optimal dan serempak. Petani mitra lebih sedikit yang melakukan standar persemaian tersebut, dibandingkan petani non mitra. Lahan persemaian harus diberikan pupuk organik sebanyak 2 kg/m2 agar pertumbuhan bibit lebih cepat dan baik. Petani mitra lebih banyak yang menggunakan pupuk organik pada lahan persemaian dibandingkan petani non mitra. Penggunaan pestisida nabati pada lahan persemaian dilakukan untuk pencegahan hama dan penyakit pada bibit, minimal dua kali penyemprotan. Petani mitra lebih banyak yang melakukan standar ini dibandingkan petani non mitra. Standar persemaian yang dilakukan oleh petani responden dapat dilihat pada Tabel 34. Bila dilihat secara keseluruhan, petani mitra lebih banyak yang melakukannya persemaian sesuai standar. Hal ini berarti dengan kemitraan mendorong petani untuk menerapkan teknologi padi sehat dengan baik pada tahap persemaian, seperti menggunakan pupuk organik dan pestisida nabati dalam persemaian.
Tabel 34. Persentase Petani Responden Berdasarkan Standar Persemaian yang Dilakukan di Kecamatan Kebon Pedes Tahun 2012 Standar Persemaian Luas lahan persemaian satu kilogram benih minimal seluas 4m2 Penggunaan pupuk organik pada lahan persemaian sebanyak 2 kg/m2 Menggunakan pestisida nabati minimal sebanyak 2 kali sebagai pencegahan
Sesuai
Petani Mitra (persen) Tidak Tidak Jumlah Sesuai Melakukan
Sesuai
Petani Non Mitra (persen) Tidak Tidak Jumlah Sesuai Melakukan
57,7
42,3
-
100
66,7
33,3
-
100
34,6
50,0
15,4
100
6,7
53,3
40
100
26,9
38,5
34,6
100
13,3
20,0
66,7
100
7.4.5. Penanaman Penanaman merupakan salah satu proses budidaya yang penting dan harus dilakukan sesuai standar agar tanaman padi sehat tumbuh dengan baik. Standar penanaman padi sehat, yaitu menggunakan bibit muda, jumlah daun bibit minimal empat lembar, satu lubang ditanam 1 – 2 bibit, bibit ditanam dengan kedalaman maksimal satu cm, jarak antar rumpun tanam 25 – 30 cm, dan ditanam dengan sistem legowo. Petani mitra lebih sedikit yang melakukan menggunakan bibit muda dengan usia 12 – 20 HSS (hari setelah semai) dibandingkan petani non mitra. Bibit yang ditanam mempunyai jumlah daun minimal empat lembar. Petani mitra lebih rendah yang melakukan standar ini dibandingkan petani non mitra. Hal ini dikarenakan petani mitra ada yang menanam bibit pada umur yang lebih muda dari standar yaitu 10 HSS. Berarti kemitraan belum mendorong petani untuk menerapkan teknologi padi sehat pada tahap penanaman, yaitu menggunakan bibit pada usia 12-20 HSS. Petani mitra belum semua yang menerapkan standar ini kemungkinan karena pemikiran mereka mengenai bibit muda yang digunakan dalam penanaman padi sehat yaitu berada dibawah usai 12 HSS. Satu lubang ditanam sebanyak 1 – 2 bibit agar pertumbuhan tanaman padi baik dan setiap tanaman tercukupi unsur haranya. Jumlah petani mitra yang melakukan standar ini lebih banyak dibandingkan petani non mitra. Masih
banyaknya petani yang tidak melakukan penanaman sebanyak 1 – 2 bibit setiap lubang karena mereka khawatir tanaman padi yang masih muda akan dimakan oleh keong dan apabila bibit yang ditanam dimakan oleh keong maka masih ada bibit padi yang lainnya dalam lubang tersebut. Untuk mengatasi hal ini, petani dapat menggunakan kamalir atau parit yang mengelilingi tanaman padi sehingga keong tidak akan naik dan memakan tanaman padi, namun hanya berada di parit tersebut. Bibit harus ditanam dengan kedalaman maksimal satu cm, agar bibit cepat tumbuh dengan baik. Petani mitra yang melakukan standar ini lebih banyak dibandingkan petani non mitra. Jarak antar rumpun juga harus diperhatikan dalam penanaman padi sehat. Jarak antar rumpun tanam yang baik yaitu 25 – 30 cm. Jumlah petani mitra lebih banyak yang melakukan standar tersebut dibandingkan petani non mitra dengan perbedaan persentase sebesar 20,76 persen. Berarti kemitraan telah mendorong petani untuk melakukan tahapan penanaman ini sesuai standar. Petani yang telah mengikuti penyuluhan dan pelatihan tentu mengetahui standar penanaman ini dan ingin menerapkannya. Namun karena penanaman biasanya dilakukan oleh orang lain (tenaga kerja luar keluarga), petani tidak dapat mengawasinya satu persatu pekerja. Petani biasanya hanya memberikan pengarahan saja kepada tenaga kerja yang melakukan penanaman bagaimana standar penanaman yang baik tanpa pengawasan langsung di sawah sehingga semua pekerjaaan diserahkan kepada tenaga kerja. Tidak semua tenaga kerja mengikuti saran petani untuk menanam sesuai standar karena kekurangan pengetahuan dan pengalaman mereka. Standar penanaman padi sehat yang dilakukan oleh petani dapat dilihat pada Tabel 35.
Tabel 35. Persentase Petani Responden Berdasarkan Standar Penanaman yang Dilakukan di Kecamatan Kebon Pedes Tahun 2012 Petani Mitra (persen) Petani Non Mitra Standar Penanaman (persen) Sesuai Tidak Jumlah Sesuai Tidak Jumlah Sesuai Sesuai Menggunakan bibit padi 76,9 23,1 90 10 100 100 berumur 12 – 20 HSS Jumlah daun bibit 26,9 73,1 40 60 100 100 minimal sebanyak 4 lembar Satu lubang ditanam 1 - 2 65,4 34,6 30 70 100 100 bibit Bibit ditanam dengan 80,8 19,2 56,7 43,3 100 100 kedalaman maksimal 1 cm Jarak antar rumpun 80,8 19,2 60 40 100 100 tanam 25 – 30 cm Penanaman dengan menggunakan sistem legowo juga merupakan penerapan teknologi. Cara tanam padi sistem legowo merupakan rekayasa teknologi
yang ditujukan untuk memperbaiki produktivitas usahatani padi.
Teknologi ini merupakan perubahan dari teknologi jarak tanam tegel menjadi tanam jajar legowo. Legowo diambil dari bahasa Jawa Banyumas yang berasal dari kata lego dan dowo; lego artinya luas dan dowo artinya memanjang. Jadi antara kelompok barisan tanaman padi terdapat lorong yang luas dan memanjang setiap barisnya (Supriapermana et al. 1990, diacu dalam Pahruddin et al 2004).12 Penanaman dengan menggunakan sistem ini terkendala juga pada pengetahuan dan pengalaman tenaga kerja. Petani responden telah menggunakan sistem legowo sebesar 60,71 persen dan yang paling banyak melakukannya adalah petani mitra (65,4 persen) dibandingkan petani non mitra (56,7 persen). Sistem legowo yang paling banyak digunakan oleh petani responden adalah sitem legowo 3:1 dan 4:1.
12
Pahruddin et al. 2004. Cara Tanam Padi Sistem Legowo Mendukung Usahatani Padi di Desa Bojong, Cikembar, Sukabumi. http://www.pustaka.litbang.deptan.go.id/publikasi/bt091044.pdf [03 Juni 2012]
7.4.6. Penyiangan Penyiangan dilakukan untuk membersihkan gulma di sawah agar tidak mengganggu tanaman padi dan menjadi kompetitor untuk mendapatkan unsur hara dalam tanah. Penyiangan dapat dilakukan dengan bantuan alat atau hanya dicabut dengan menggunakan tangan. Alat yang digunakan untuk penyiangan biasa disebut gasrok oleh petani padi sehat di Kecamatan Kebon Pedes. Apabila penyiangan menggunakan alat ini, tenaga kerja yang digunakan adalah laki-laki karena membutuhkan tenaga yang cukup besar. Penggunaan alat ini untuk penyiangan dapat dilihat pada Gambar 11.
Gambar 11. Penyiangan dengan Gasrok Penyiangan yang baik dilakukan minimal dua kali pada saat padi berusia 20 – 22 HST (hari setelah tanam) dan berusia 35 – 37 HST. Standar penyiangan pertama lebih banyak yang dilakukan oleh petani mitra, sedangkan standar penyiangan kedua lebih banyak yang dilakukan oleh petani non mitra. Petani responden ada juga yang tidak melakukan penyiangan, baik penyiangan pertama maupun kedua. Penyiangan tidak dilakukan karena menurut mereka tidak ada gulma di sawah sehingga tidak perlu dilakukan penyiangan. Bila dilihat secara keseluruhan, kemitraan belum dapat mendorong petani untuk menerapkan teknlogi padi sehat sesuai standar pada tahap penyiangan. Standar penyiangan yang dilakukan pada petani responden dapat dilihat pada Tabel 36.
Tabel 36. Persentase Petani Responden Berdasarkan Standar Penyiangan yang Dilakukan di Kecamatan Kebon Pedes Tahun 2012 Standar Penyiangan Penyiangan I pada 20 – 22 HST Penyiangan II pada 35 – 37 HST
Petani Mitra (persen) Sesuai
Petani Non Mitra (persen)
Tidak Melakukan 3,8
Jumlah
Sesuai
19,2
Tidak Sesuai 76,9
100
16,7
Tidak Sesuai 83,3
7,7
88,5
3,8
100
10
80
Tidak Melakukan
Jumlah -
100
10
100
7.4.7. Pemupukkan Pupuk organik yang diberikan pada tanaman padi sehat berbentuk pupuk padat maupun pupuk cair. Pupuk organik padat digunakan sebelum penanaman (pupuk dasar) sebanyak 2 – 5 ton/ha. Pemupukan setelah penanaman, dapat menggunakan pupuk organik padat maupun cair (MOL). Pemupukan pertama dilakukan pada umur padi 10 HST, pemupukkan kedua dan ketiga berselang 10 hari setelah pemupukan sebelumnya. Pemberian pupuk cair (MOL) minimal sebanyak tiga kali dan juga diberikan berselang setiap 10 hari. Total pupuk organik padat yang diberikan minimal sebanyak tiga ton/ha dan total pupuk kimia yang digunakan maksimal 100 kg/ha. Persentase petani responden yang melakukan standar pemupukan dapat dilihat pada Tabel 37. Tabel 37. Persentase Petani Responden Berdasarkan Standar Pemupukan yang Dilakukan di Kecamatan Kebon Pedes Tahun 2012 Petani Mitra (persen) Tidak Tidak Sesuai Melakukan
Standar Pemupukan
Sesuai
Pemupukan dasar sebanyak 2 – 5 ton/ha Pemupukan I pada 10 HST Pemupukan II pada 20 HST Pemupukan III pada 30 HST Pemupukan MOL minimal sebanyak 3 kali Total pupuk organik padat yang digunakan minimal 3 ton/ha Total pupuk kimia yang digunakan maksimal 100 kg/ha
50
46,2
23,1
Petani Non Mitra (persen) Tidak Tidak Jumlah Sesuai Melakukan
Jumlah
Sesuai
3,8
100
26,7
50,0
23,3
100
69,2
7,7
100
6,7
93,3
-
100
26,9
65,4
7,7
100
23,3
73,3
3,3
100
-
80,8
19,2
100
3,3
43,3
53,3
100
73,1
19,2
7,7
100
23,3
20
56,7
100
42,3
57,7
-
100
36,7
60
3,3
100
7,7
11,5
80,8
100
13,3
56,7
30
100
Seluruh standar pemupukan paling banyak dilakukan oleh petani mitra, kecuali waktu pemupukan ketiga dan total pupuk kimia yang digunakan. Petani mitra masih ada yang menggunakan pupuk kimia, yaitu sebanyak lima orang. Dua orang diantaranya telah sesuai standar penggunaan pupuk kimia (maksimal 100 kg/ha). Petani mitra yang masih menggunakan pupuk kimia, gabah padi sehat yang dihasilkan tidak dijual ke perusahaan mitra karena gabah padi sehat yang diterima perusahaan mitra harus terbebas dari bahan kimia. Walaupun tidak ada pengawasan secara langsung terhadap penggunaan pupuk, namun petani mitra telah mempunyai kesadaran sendiri, untuk menggunakan pupuk yang hanya organik. Namun sebaiknya harus juga dilakukan pengawasan secara rutin penggunaan pupuk oleh Gapoktan Mekar Tani. Bila dilihat dari total pupuk kimia yang digunakan, kemitraan belum mendorong petani untuk menerapkan teknologi padi sehat pada tahap pemupukan ini. Hal ini kemungkinan karena petani mitra yang menggunakan pupuk kimia melebihi standar, mereka belum mempunyai kemudahan akses terhadap pupuk organik, sehingga lebih memilih menggunakan pupuk kimia yang lebih mudah ditemui. Petani juga kemungkinan khawatir terjadinya penurunan produksi bila hanya menggunakan pupuk organik. 7.4.8. Pengendalian Hama dan Penyakit Pengendalian hama dan penyakit pada padi sehat harus menggunakan bahan organik atau biasa disebut pestisida nabati. Pestisida nabati biasanya digunakan untuk mencegah terjadinya hama dan penyakit. Penyemprotan pestisida nabati dilakukan minimal sebanyak dua kali. Petani mitra lebih banyak yang menggunakan pestisida nabati sesuai standar (57,7 persen) dibandingkan petani non mitra (23,3 persen). Petani responden lainnya sudah menggunakan pestisida nabati namun belum sesuai standar, baik petani mitra (23,1 persen) maupun petani non mitra (40 persen). Banyaknya petani mitra yang telah menggunakan pestisida nabati karena petani mitra lebih banyak yang membuat sendiri atau berkelompok.
Petani responden yang tidak menggunakan pestisida nabati akan menggunakan pestisida kimia untuk pengendalian hama dan penyakit. Petani yang telah menggunakan pestisida nabati juga ada yang menggunakan pestisida kimia untuk mengendalikan hama dan penyakit, karena menurut mereka serangan hama dan penyakit yang sudah serius dapat menyebabkan gagal panen sehingga mereka menggunakan pestisida kimia untuk mengurangi risiko gagal panen. Petani mitra lebih sedikit yang menggunakan pestisida kimia (19,2 persen) dibandingkan petani non mitra (40 persen). Berarti dengan adanya kemitraan, mendorong petani untuk menggunakan pestisida nabati dalam pengendalian hama dan penyakit. 7.4.9. Panen Panen merupakan tahap akhir dalam budidaya padi sehat sehingga harus dilakukan dengan baik. Petani padi sehat di Kecamatan Kebon Pedes biasanya melakukan panen tiga kali dalam satu tahun, sehingga waktu yang diperlukan dari persiapan benih hingga pasca penen memerlukan waktu sekitar empat bulan. Panen sebaiknya ditanam pada usia padi yang tepat agar gabah yang dihasilkan maksimal. Umur panen padi tergantung dari varietas padi yang digunakan. Padi ciherang umur tanamnya 116 – 115 hari, padi padi sintanur 115 – 125 hari, dan padi inpari 13 umur tanamnya 103 hari. Petani responden yang panen tepat pada umur tersebut hanya sebesar 5,35 persen, petani mitra sebesar 7,7 persen dan petani non mitra sebesar 3,3 persen. Walaupun belum 100 persen melakukan panen padi sehat sesuai dengan standar, namun petani mitra telah melakukan standar panen dengan kesesuaian rata-rata 90,26 persen, sedangkan petani non mitra rata-rata sebesar 88,87 persen. Pada saat panen, sebaiknya batang padi dipotong sepanjang 25 cm dari panggal malai ke tanah agar gabah mudah dirontokan karena panjang batang padi sesuai. Petani responden masih menggunakan alat sederhana untuk merontokan padi, yaitu dengan menggunakan papan perontok yang dialasi terpal untuk menampung bulir gabah. Petani responden yang melakukan panen sesuai standar ini hanya tiga orang (8,92 persen). Petani mitra lebih sedikit yang melakukan standar ini (3,8 persen) dibandingkan petani non mitra (13,3 persen). Namun dilihat dari waktu panen, kemitraan telah mendorong petani untuk menerapkan
teknologi padi sehat yang baik, yaitu panen pada tepat waktu (saat 90 persen padi telah menguning). 7.5. Derajat Penerapan Teknologi Padi Sehat Derajat penerapan teknologi adalah nilai evaluasi penerapan teknologi padi sehat yang dilakukan oleh petani dibandingkan dengan standar yang ada. Nilai evaluasi ini diperoleh dari hasil wawancara yang dibantu kuisioner kepada petani responden yang menerapkan teknologi padi sehat di Kecamatan Kebon Pedes, Kabupaten Sukabumi. Pertanyaan yang diajukan adalah apakah petani melakukan atau tidak standar teknologi padi sehat dan berapa kuantitas yang digunakan lalu dibandingkan dengan standar yang ada, maka didapatlah nilai evaluasi ini dalam bentuk persentase. Pada Lampiran 7, menjelaskan secara rinci mengenai hasil perhitungan derajat penerapan teknologi padi sehat ini. Jumlah derajat penerapan teknologi padi sehat seluruh responden adalah 3.487,56 dengan rata-rata sebesar 62,28. Derajat penerapan teknologi yang paling tinggi adalah 86,96 sedangkan yang paling rendah adalah 44,83. Nilai median dari seluruh derajat penerapan teknologi adalah 77,00 yang menunjukkan 50 persen derajat penerapan teknologi padi sehat berada diatas 77,00 dan 50 persen lainnya berada dibawah 77,00. Bila dilihat dari kemitraan, rata-rata derajat penerapan teknologi petani mitra lebih tinggi, yaitu sebesar 69,10 dibandingkan petani non mitra yang sebesar 56,36. Derajat penerapan teknologi yang paling tinggi dari petani mitra sebesar 86,96, sedangkan petani non mitra sebesar 72,63. Derajat penerapan teknologi yang paling rendah dari petani mitra adalah 46,13, sedangkan petani non mitra sebesar 44,83. Derajat penerapan teknologi padi sehat antara petani mitra dengan non mitra berbeda nyata karena berdasarkan uji Mann Whitney, nilai Asymp. Sig. / 2 ≤ 0,05. Hasil perhitungan dengan menggunakan Uji Mann Whitney ini dapat dilihat pada Tabel 38.
Tabel 38. Hasil Output SPSS Uji Mann Whitney Derajat Penerapan Teknologi Padi Sehat di Kecamatan Kebon Pedes Tahun 2012 Derajat Penerapan Teknologi Padi Sehat Mann-Whitney U
141.500
Wilcoxon W
606.500
Z
-4.083
Asymp. Sig. (2-tailed)
.000
Perbedaan yang signifikan ini dikarenakan motivasi petani mitra dan petani non mitra dalam mengusahakan padi sehat berbeda. Petani non mitra melakukan penerapan teknologi padi sehat sebagian besar alasannya karena mengikuti SL (Sekolah Lapang) Padi Sehat, sehingga masih dalam tahap belajar dan hanya coba-coba saja. Sedangkan sebagian besar alasan petani mitra mengusahakan padi sehat karena ingin mendapatkan harga jual gabah yang lebih tinggi dibandingkan harga gabah konvensional. Untuk mendapatkan harga gabah yang lebih tinggi ini tentu petani mitra harus melakukan standar penerapan teknlogi dengan baik agar kualitas dan kuantitas gabah padi sehat yang dihasilkan optimal. 7.6. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Derajat Penerapan Teknologi Padi Sehat Berdasarkan hasil literatur dan penelitian terdahulu, serta dari pengamatan di lapang, diduga ada faktor-faktor lain yang mempengaruhi derajat penerapan teknologi padi sehat selain kemitraan, antara lain: umur petani, pengalaman mengusahakan padi sehat, status kepemilikan lahan, pendidikan, pekerjaan utama, luas lahan yang dikuasai, pendapatan non usahatani, pendapatan usahatani non padi sehat, dan jumlah tanggungan keluarga. Untuk melihat adanya pengaruh kemitraan dan faktor-faktor tersebut terhadap penerapan teknologi maka digunakan analisis regresi linier berganda. Setelah dilakukan perhitungan dengan menggunakan analisis regresi berganda, faktor jumlah tanggungan keluarga terdapat multikolinier sehingga harus dikeluarkan dalam model. Setelah faktor jumlah tanggungan keluarga dikeluarkan dari model, maka syarat ekonometrika pada model ini terpenuhi, karena berdasarkan nilai VIF (Variance Inflation Factor) dari hasil output regresi
berada disekitar angka satu. Artinya, model tidak terdapat multikolinieritas yaitu antar variabel independen tidak berkorelasi. Model ini juga telah memenuhi asumsi normalitas, homoskedastisitas, dan tidak ada autokorelasi. Hasil output analisis regresi berganda ini secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 8. Hasil perhitungan analisis regresi linier berganda menghasilkan nilai Rsquare sebesar 54 persen. Hal ini berarti 54 persen variasi nilai derajat penerapan teknologi padi sehat dapat dijelaskan bersama-sama oleh faktor-faktor tersebut (kemitraan, umur petani, pengalaman mengusahakan padi sehat, status kepemilikan lahan, pendidikan, pekerjaan utama, luas lahan yang dikuasai, pendapatan non usahatani, dan pendapatan usahatani non padi sehat), sisanya 46 persen dipengaruhi oleh faktor-faktor diluar model. Nilai R-square yang kecil dikarenakan ada faktor-faktor lain yang tidak dimasukkan dalam model seperti faktor budaya, risiko, dan ketidakpastian. Nilai uji-F atau F hitung terhadap model sebesar 6,009 dengan probabilitas sig. 0,000. Artinya, semua variabel penduga berpengaruh nyata terhadap penilaian penerapan teknologi padi sehat, karena probabilitas sig. lebih kecil dari 0,05. Uji-t dilakukan pada masing-masing variabel bebas yang diduga berpengaruh terhadap derajat penerapan teknologi padi sehat. Hasil perhitungan uji-t pada analisis regresi berganda dengan menggunakan SPSS ini dapat dilihat pada Tabel 39. Tabel 39. Hasil Perhitungan Uji-t Faktor-faktor yang Mempengaruhi Derajat Penerapan Teknologi Padi Sehat di Kecamatan Kebon Pedes Tahun 2012 Model
(Constant) Kemitraan Umur Pengalaman Status kepemilikan lahan Pendidikan Pekerjaan Utama Luas Lahan Pendapatan Non Usatani Pendapatan Usahatani non padi sehat
Unstandardized Coefficients B Std. Error 56.335 8.059 9.123 2.610 -.014 .137 1.032 .302
Standardized Coefficients Beta
t
Sig.
Collinearity Statistics Tolerance VIF
6.991 .000 .411 3.495 .001 -.012 -.100 .921 .414 3.421 .001
.723 1.382 .693 1.443 .683 1.463
-.312
2.369
-.014 -.132 .896
.903 1.108
-.914 -2.904 .739 -3.094E007 9.706E007
3.691 4.202 1.660
-.033 -.248 .806 -.081 -.691 .493 .054 .445 .658
.570 1.754 .726 1.378 .684 1.462
.000
-.060 -.508 .614
.724 1.381
.000
.161 1.354 .182
.708 1.412
Berdasarkan hasil perhitungan uji-t pada Tabel 39 diatas, gambaran pengaruh variabel-variabel bebas terhadap derajat penerapan teknologi padi sehat, diuraikan sebagai berikut: 1. Kemitraan Kemitraan berpengaruh nyata terhadap derajat penerapan teknologi padi sehat karena perhitungan sig. ≤ 0,05. Kemitraan berpengaruh signifikan pada nilai penerapan teknologi padi sehat dengan nilai elastisitas 0,411. Hal ini berarti ketika kemitraan meningkat 100 persen maka nilai penerapan teknologi padi sehat akan bertambah 41,1 persen. Hal ini dikarenakan petani yang ingin menjual gabah padi sehatnya ke Gapoktan Mekar Tani yang selanjutnya akan dijual ke perusahaan mitra harus memenuhi standar penerapan teknologi yang baik. Petani tidak boleh menggunakan bahan kimia dalam budidaya padi sehat, pupuk maupun pestisida kimia. Walaupun dalam standar penerapan teknologi budidaya padi sehat penggunaan pupuk kimia yang diperbolehkan maksimal 100 kg/ha, namun petani yang menggunakan bahan kimia dalam budidaya padi sehat tidak boleh menjual hasil panennya ke perusahaan mitra. Kemitraan mendorong petani untuk menerapkan teknologi padi sehat dengan baik agar mendapatkan hasil yang optimal, secara kualitas dan kuantitas sehingga harga yang didapatkan semakin tinggi. 2. Umur Petani Umur petani berpengaruh negatif terhadap penerapan teknologi, hal ini sesuai dengan dugaan. Dimana semakin tua umur petani maka derajat penerapan teknologinya akan semakin kecil. Hal ini dikarenakan petani dengan umur yang lebih tua mempunyai pemikiran yang lebih tertutup mengenai penerapan teknologi baru. Namun pengaruh umur petani tidak signifikan, karena nilai elastisitasnya hanya -0,012. Bila umur petani meningkat 100 persen, maka derajat penerapan teknologi hanya menurun 1,2 persen. Hal ini berarti petani dengan umur berapapun dapat menerapkan teknologi padi sehat yang baik. 3. Pengalaman Mengusahakan Padi Sehat Pengalaman mengusahakan padi sehat berpengaruh signifikan pada derajat penerapan teknologi dengan nilai elastisitas sebesar 0,414. Hal ini berarti setiap penambahan pengalaman mengusahakan padi sehat meningkat sebesar 100 persen
maka nilai penerapan teknologi padi sehat akan bertambah 41,4 persen. Hasil wawancara juga menunjukkan petani yang mempunyai pengalaman yang banyak, sudah sangat paham cara budidaya padi sehat sesuai standar prosedur operasional. Bahkan beberapa petani yang telah berpengalaman budidaya padi sehat telah menjadi penyuluh swadaya yang dibayar saat penyuluhan dan pelatihan. 4. Status Kepemilikan Lahan Status kepemilikan lahan yang diduga berpengaruh positif dalam penerapan teknologi padi sehat, yaitu bila statusnya milik maka derajat penerapan teknologi akan semakin tinggi dan bila bukan milik maka akan sebaliknya. Hal ini diduga karena petani yang status kepemilikkannya bukan milik biasanya akan menggunakan sistem paroan atau lainnya untuk membagi hasil produksi dengan pemilik lahan. Bila hasil produksinya menurun karena baru menerapkan teknologi ini maka menurun juga penghasilan mereka, sehingga keinginan untuk menerapkan teknologi padi sehat semakin rendah. Setelah dilakukan uji-t, ternyata status kepemilikan lahan berpengaruh negatif. Namun pengaruhnya tidak signifikan dengan nilai elatisitas – 0,014. Berarti, bila status lahan milik meningkat 100 persen maka derajat penerapan teknologi akan berkurang 1,4 persen. Hal ini berarti, petani dengan status kepemilikan lahan apapun dapat menerapkan teknologi padi sehat dengan baik. Petani padi sehat di Kecamatan Kebon Pedes walaupun status kepemilikan lahannya bukan milik, namun mereka cukup berantusias untuk menerapkan teknologi padi sehat dengan benar. Status kepemilikan lahan tidak menjadi masalah untuk menerapkan teknologi padi sehat. Hal ini kemungkinan terjadi karena petani mempunyai lahan lain yang digunakan untuk menanam komoditi lainnya atau luas lahan yang digunakan untuk menanam padi sehat sedikit sehingga bila terjadi penurunan produksi maka kerugiannya tidak terlalu besar. 5. Pendidikan Pendidikan yang diduga berpengaruh positif karena petani yang mempunyai pendidikan yang semakin tinggi maka akan semakin terbuka pemikirannya untuk menerapkan teknologi padi sehat yang lebih ramah lingkungan dan baik bagi kesehatan. Ternyata setelah dilakukan uji-t, berpengaruh negatif, namun tidak signifikan dengan nilai elastisitas sebesar – 0,033. Bila
pendidikan meningkat 100 persen maka derajat penerapan teknologi akan berkurang 3,3 persen. Hal ini berarti, petani dengan tingkat pendidikan apapun dapat menerapkan teknologi padi sehat dengan baik. Hasil wawancara menunjukkan petani responden yang memiliki tingkat pendidikan lebih besar atau sama dengan SMA (≥ SMA) penerapan teknologi padi sehat lebih banyak yang berada diatas rata-rata dibandingkan petani dengan pendidikan dibawah SMA (<SMA). Sebanyak 11 orang petani dengan pendidikan ≥SMA, sembilan orang diantaranya (63,63 persen) nilai derajat penerapan teknologi padi sehatnya lebih besar dari rata-rata. Sedangkan petani responden yang pendidikannya kurang dari SMA sebanyak 45 orang, 17 orang diantaranya (37,77 persen) nilai derajat penerapan teknologi padi sehatnya lebih besar dari rata-rata. 6. Pekerjaan Utama Pekerjaan utama yang diduga berpengaruh positif terhadap penerapan teknologi. Hal ini dikarenakan pekerjaan utama sebagai petani akan mempunyai waktu yang lebih banyak untuk menerapkan teknologi padi sehat dengan baik dibandingkan yang pekerjaan utama lainnya. Pekerjaan utamanya yang bukan petani hanya ke sawah bila ada waktu luang dan penerapannya pun tidak langsung dilakukan sendiri. Ternyata setelah dilakukan uji-t pekerjaan utama berpengaruh negatif, namun tidak signifikan dengan nilai elastisitas sebesar – 0,081. Bila pekerjaan utama sebagai petani meningkat 100 persen maka derajat penerapan teknologi akan berkurang 8,1 persen. Hal ini berarti, pekerjaan utama apapun yang dilakukan, walau bukan petani, dapat menerapkan teknologi padi sehat dengan baik. Tidak berpengaruh signifikan pekerjaan utama terhadap penerana teknologi sesuai dengan hasil wawancara. Petani responden yang pekerjaan utamanya adalah petani sebanyak 50 orang, 24 orang diantaranya (48 persen) nilai derajat penerapan teknologinya lebih besar dari rata-rata. Sedangkan petani responden yang pekerjaan utamanya bukan petani ada sebanyak enam orang, tiga orang (50 persen) diantaranya nilai derajat penerapan teknologinya lebih besar dari rata-rata. Perbedaan persentase yang tidak terlalu besar ini berarti memang pekerjaan utama tidak berpengaruh terhadap penerapan teknologi padi sehat. Hal
ini dikarenakan petani non mitra dapat meminta bantuan orang lain (pekerja) yang sudah paham menerapkan teknologi padi sehat dengan baik tanpa harus turun ke sawah setiap hari. 7. Luas Lahan Luas lahan yang dimaksud adalah seluruh luas lahan yang dikuasai petani, baik sawah maupun bukan. Luas lahan berpengaruh positif terhadap penerapan teknologi padi sehat. Hal ini kemungkinan dikarenakan petani mempunyai lahan lainnya yang dapat digunakan untuk membudidayakan komoditi lain. Petani yang melakukan penerapan teknologi padi sehat walaupun memiliki peluang rugi (terjadi penurunan produksi pada awal budidaya), tetap mempunyai penghasilan dari hasil produksi lahan yang lainnya. Dengan semakin luas lahan yang dikuasai, petani juga dapat meningkatkan teknologi padi sehat dengan meningkatkan luas sawah yang ditanami padi sehat. Hal ini sesuai dengan dugaan, namun tidak signifikan dengan nilai elatisitas sebesar 0,054. Bila luas lahan meningkat 100 persen maka derajat penerapan teknologi hanya akan meningkat 5,4 persen. Hal ini berarti, petani dengan luas lahan berapapun dapat menerapkan teknologi padi sehat dengan baik. 8. Pendapatan Non Usahatani Pendapatan non usahatani diduga berpengaruh positif terhadap penerapan teknologi. Bila terjadi penurunan produksi (merugi) karena baru menerapkan teknologi padi sehat maka petani masih mempunyai pendapatan non usahatani. Ternyata setelah dilakukan uji-t, pendapatan non usahatani berpengaruh negatif terhadap penerapan teknologi, namun tidak signifikan, dengan nilai elastisitas sebesar –0,06. Bila pendapatan non usahatani meningkat 100 persen, maka derajat penerapan teknologi akan berkurang sebesar 0,6 persen. Hal ini berarti, untuk menerapkan teknologi padi sehat dengan baik tidak perlu mempunyai pendapatan non usahatani yang tinggi. Tidak berpengaruh signifikan pendapatan non usahatani terhadap penerapan teknologi sesuai dengan hasil wawancara. Petani responden yang tidak mempunyai pendapatan non usahatani dan pendapatan non usahataninya kurang dari sama dengan Rp 1 juta sebanyak 23 orang, 11 diantaranya (47,83 persen), nilai derajat penerapan teknologinya lebih besar dari rata-rata. Sedangkan petani
responden yang pendapatan non usahataninya lebih besar dari Rp 1 juta sebanyak 33 orang, 16 orang diantaranya (48,48 persen) nilai derajat penerapan teknologinya lebih besar dari rata-rata. Persentase yang tidak berbeda ini menujukkan bahwa pendapatan non usahatani memang tidak berpengaruh terhadap penerapan teknologi. Pendapatan non usahatani yang dihitung merupakan pendapatan anggota keluarga yang lain. Berarti petani dalam menerapkan teknologi padi sehat, tidak mempertimbangkan pendapatan non usahatani yang dimilikinya sendiri maupun anggota keluarga yang lain. 9. Pendapatan Usahatani Non Padi Sehat Pendapatan non usahatani berpengaruh positif terhadap penerapan teknologi, karena bila terjadi terjadi penurunan produksi karena baru menerapkan teknologi padi sehat maka masih mempunyai pendapatan usahatani non padi sehat. Pendapatan usahatani non padi sehat yang berpengaruh positif, berbeda dengan pendapatan non usahatani padi sehat yang berpengaruh negatif, karena sebagian besar petani responden mempunyai pekerjaan sampingan yang berhubungan dengan pertanian secara luas. Hal ini sesuai dengan dugaan, namun tidak signifikan, dengan nilai elastisitas sebesar 0,161. Bila pendapatan usahatani non padi sehat meningkat sebesar 100 persen, maka derajat penerapan terknologi padi sehat akan meningkat 16,1 persen. Berarti, untuk menerapkan teknologi padi sehat dengan baik tidak perlu mempunyai pendapatan non padi sehat yang tinggi. Tidak berpengaruh signifikan pendapatan usahatani non padi sehat terhadap penerapan teknologi padi sehat berbeda dengan hasil wawancara. Petani responden yang mempunyai pendapatan usahatani non padi sehat kurang dari sama dengan Rp 1 juta atau yang tidak mempunyai pendapatan usahatani non padi sehat sebanyak 39 orang, 16 orang diantaranya (41,03 persen), nilai derajat penerapan teknologinya lebih besar dari rata-rata. Sedangkan petani responden yang mempunyai pendapatan usahatani non padi sehat lebih dari Rp 1 juta sebanyak 17 orang, 11 orang diantaranya (64,70 persen) nilai derajat penerapan teknologinya lebih besar dari rata-rata. Berarti petani responden dalam menerapkan teknologi padi sehat terlebih dahulu mempertimbangkan pendapatan usahatani non padi sehat yang dimilikinya karena sebagian besar petani responden menggantungkan hidupnya dari usahatani (petani).