KONTRIBUSI PENYULUHAN TERHADAP PENINGKATAN PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETANI (KASUS PETANI PADI) DI KABUPATEN LUWU UTARA Awareness Campaign Contributions Against Increasing Production and Income of Farmers (Farmers Rice Case) in North Luwu
Safaruddin, M. Shawwal dan Muhammad Arsyad
ABSTRACT The research was conducted in North Luwu for 3 (three) months from October to December 2010. This study aims to: 1). Analyzing the contribution of education to increase production and income of rice farmers in North Luwu, 2) analyze what variables affect the increased production and income of rice farmers in North Luwu. The method used in data processing is through prosdur editing, tabulation and quantitative analysis multiple linear regression. The analysis method is quantitative analysis with multiple regression analysis, with the following formula: Y = B0 + b1X1 + b2X2 + b3X3 + bnXn + ... + e. The result showed that: 1) The contribution of education had significant effect on increasing production and income of rice farmers, it should be attempted to be maintained and further enhanced by the road doing the school field and multiply the field visits to farmers, 2) variables of education, farming experience, contacts by extension, the number of family, land and farming costs contributed positively, while farmers' age variables contribute negatively to production and earnings, which indicate that the average farmer is categorized as a labor force that is not productive anymore. Key words : Campaign, Production, Income, Farmers ABSTRAK Penelitian ini bertujuan 1) menganalisis kontribusi penyuluhan terhadap peningkatan produksi dan pendapatan petani padi di Kabupaten Luwu Utara dan 2) menganalisis variabel apa saja yang berpengaruh terhadap peningkatan produksi dan pendapatan petani padi di Kabupaten Luwu Utara. Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Luwu Utara selama tiga bulan dari bulan Oktober sampai dengan Desember 2010. Metode yang digunakan adalah kuantitatif dan pengolahan melalui editing dan tabulasi dengan analisis regresi linier berganda oleh David G Kleinbaum & Lawrence L. Kupper, 1978, dengan rumus sebagai berikut : Y = b0 + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b nXn + … + e, Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertama, kontribusi penyuluhan berpengaruh nyata terhadap peningkatan produksi dan pendapatan petani padi. Kedua, variabel pendidikan, pengalaman berusahatani, kontak dengan penyuluh, jumlah tanggungan keluarga, luas lahan dan biaya
1
usahatani memberi kontribusi positif. Adapun variabel umur petani berkonstribusi negatif terhadap produksi dan pendapatan yang berindikasi bahwa secara rata-rata petani dikategorikan sebagai tenaga kerja yang tidak produktif lagi.
PENDAHULUAN Banyak pihak menilai bahwa pembangunan sumber daya manusia pertanian, termasuk pembangunan kelembagaan penyuluhan dan peningkatan kegiatan penyuluhan pertanian adalah faktor yang memberikan kontribusi besar terhadap cerita keberhasilan pembangunan pertanian di Indonesia. Khususnya dalam upaya pencapaian swasembada beras pada tahun 1984 dan penurunan jumlah penduduk miskin perdesaan. Beberapa studi juga menunjukkan bahwa investasi di bidang penyuluhan pertanian memberikan tingkat pengembalian internal yang tinggi. Oleh karena itu, kegiatan penyuluhan pertanian merupakan komponen penting dalam keseluruhan aspek pembangunan pertanian. Namun, ketika proses transformasi ekonomi menuju ke industrialisasi berlangsung, anggaran pemerintah untuk mendukung pembangunan sektor pertanian, termasuk penyuluhan pertanian, mengalami penurunan yang signifikan (Supiyani, 2009). Di samping harus menghadapi keterbatasan alokasi anggaran, sejak akhir 1980-an kegiatan penyuluhan pertanian mengalami beberapa persoalan, antara lain: a). Kelembagaan penyuluhan pertanian sering berubah-ubah, sehingga kegiatannya sering mengalami masa transisi. Kondisi ini menyebabkan penyuluhan pertanian di lapangan sering terkatung-katung dan kurang berfungsi, semangat kerja para Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL), yang status kepegawaiannya tidak pasti, juga menurun, b) Dibandingkan dengan kebutuhan, jumlah PPL yang ada kurang mencukupi, demikian pula kualitas dan kapasitasnya. Umumnya pendidikan mereka hanya setingkat SLTA sehingga kurang mampu mendukung petani dalam menghadapi persoalan pertanian yang semakin kompleks. Untuk mengatasi persoalan ini, pemerintah memang telah meningkatkan kemampuan mereka melalui berbagai pelatihan, namun frekuensi kegiatan semacam ini cenderung masih kurang memadai. Dalam lembaran sistem penyuluhan digambarkan bahwa mulai tahun 2001, sejalan dengan pelaksanaan otonomi daerah, kewenangan di bidang penyuluhan pertanian dilimpahkan kepada pemerintah daerah. Sesuai dengan tujuan otonomi daerah, pelimpahan kewenangan ini diharapkan mampu meningkatkan kinerja penyuluhan pertanian. Sayangnya, secara umum kinerja penyuluhan pertanian justru cenderung makin memburuk, serta menunjukkan gejala kehilangan arah. Kendala yang dihadapi oleh penyuluhan pertanian dalam era otonomi daerah antara lain meliputi dan merupakan akibat dari adanya perbedaan pandangan antara pemerintah daerah dan para anggota DPRD dalam memahami penyuluhan pertanian dan peranannya dalam pembangunan pertanian. Banyak daerah yang kemudian mengurangi peranan kelembagaan penyuluhan pertanian menjadi sekedar sebagai lembaga teknis, tidak berbeda misalnya dengan kelembagaan untuk perlindungan tanaman. Akibatnya, jenis kelembagaan dan organisasi penyuluhan pertanian di
2
daerah menjadi sangat beragam dengan eselon yang beragam pula. Perbedaan eselon antara pejabat struktural (dinas) dengan pejabat fungsional (penyuluhan) menjadi salah satu kendala untuk melakukan koordinasi pelaksanaan program penyuluhan. Makin merosotnya kapasitas dan kemampuan manajerial penyuluh.Akibatnya, frekuensi penyelenggaraan penyuluhan menjadi rendah. Program penyuluhan yang disusun BPP lebih banyak hanya digunakan sebagai formalitas kelengkapan administratif. Kalaupun dilaksanakan, proporsinya tidak lebih dari 50% dari sasaran program yang direncanakan. Beberapa hal yang berkaitan dengan kondisi ini adalah: 1) Para PPL tidak aktif lagi mengunjungi kelompok tani, alasannya, petani sekarang sudah enggan menemui para penyuluh karena setiap kali datang ke kelompok tani, hanya satu atau dua orang petani saja yang mau menemui mereka dimana para petani sangat sibuk dalam mengurusi persoalan hidup. Hal ini membuat para penyuluh tidak lagi tertarik serta enggan bertemu dengan petani, 2. Menurut petani, mereka enggan menemui para penyuluh karena materi penyuluhan dari tahun ke tahun tidak mengalami perubahan, hanya berkisar pada persoalan umum usahatani. Para petani merasa lebih memahami masalah itu daripada PPL (Supiyani, 2009). Melihat kecenderungan yang terjadi saat ini, dapat dikatakan bahwa kegiatan penyuluhan pertanian menghadapi tantangan yang makin berat. Persoalannya tidak saja terletak pada faktor eksternal seperti kebijakan pemerintah daerah yang umumnya tidak pro-penyuluhan pertanian, melainkan juga terletak pada faktor internal, khususnya yang berkaitan dengan profesionalisme dan paradigma penyuluhan yang dianut para penyuluh dan atau pemerintah daerah. Terlepas dari berbagai persoalan tersebut, banyak pihak menyadari bahwa kegiatan penyuluhan pertanian masih sangat diperlukan oleh petani. Kondisi pertanian rakyat masih lemah dalam banyak aspek, sementara tantangan yang dihadapi semakin berat, jadi sebenarnya mereka justru memerlukan kegiatan penyuluhan yang makin intensif, berkesinambungan dan terarah. Untuk mewujudkan kondisi penyuluhan pertanian seperti ini memang tidak mudah, dan tidak mungkin dapat dilakukan dalam waktu singkat. Meskipun demikian, upaya-upaya perbaikan yang nyata perlu segera dilakukan, karena jika tidak, kinerja penyuluhan pertanian yang memang sudah mengalami kemunduran besar akan semakin memburuk.
METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Balai Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Kecamatan pada 4 (empat) kecamatan yang merupakan sentra produksi tanaman padi di Kabupaten Luwu Utara. Waktu Penelitian dilaksanakan pada Bulan Oktober sampai Desember 2010. Metode Penarikan sampel Penentuan responden dilakukan secara simple random sampling methode, dengan pertimbangan bahwa semua responden diketahui dan yang diambil adalah para penyuluh organik yang telah memiliki pengalaman kerja minimal 5 tahun, serta mampu memberikan informasi yang menyangkut aktifitas penyuluhan dalam
3
pelayanan kelompok tani. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh penyuluh pada 4 Kecamatan sentra tanaman padi yakni Kecamatan Bone-Bone 19 penyuluh, Sukamaju 25 penyuluh, Masamba 16 penyuluh dan Sabbang 21 penyuluh, sehingga total penyuluh berjumlah 81 orang, besarnya jumlah sampel ditentukan dengan rumus William Mendenhall Lyman Ott Richard L. Scheaffer, 1971 : Npq n = (N-1)D + pq Dimana : p = 0,5 q = (1-p) D = Bound of error (0,052/4 = 0,000625) n = Ukuran sampel N = Ukuran populasi Dari hasil perhitungan maka akan dalam persentase ini diketahui jumlah : N = 81, maka setelah dihitung maka diperoleh n = 55 orang responden penyuluh pertanian, sedangkan petani yang dijadikan sampel adalah perwakilan dari kelompok tani yang menjadi binaan dari penyuluh sampel (masing-masing satu orang). Prosedur pengumpulan data Prosedur pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan quisioner/daftar wawancara adalah sebagai berikut : 1. observasi : Sebagai metode primer dirancang untuk menjawab suatu pertanyaan yang direncanakan dan dilaksanakan secara sistematis, dengan menggunakan kendali-kendali yang tepat dan menyajikan perkiraan yang handal dan valid tentang apa yang terjadi 2. wawancara dilaksanakan melalui percakapan dua arah atas inisiatip pewawancara untuk memperoleh informasi dari responden. Wawancara tersebut dilaksanakan pada bagian berhubungan dengan penilaian kinerja penyuluh pertanian 3. Kuesioner adalah daftar pertanyaan yang dibuat untuk memperoleh data didalam penelitian Teknik Analisis Data Metode Analisis Data primer yang dikumpulkan dari hasil wawancara (quisioner) dalam penelitian ini nantinya akan diolah melalui prosedur sebagai berikut: editing, tabulasi, pengolahan data 1. Untuk menganalisis kontribusi penyuluhan terhadap peningkatan produksi dan pendapatan petani padi, maka analisis yang digunakan adalah analisis kuantitatif dengan analisis regresi berganda oleh David G Kleinbaum & Lawrence L. Kupper, 1978, dengan rumus sebagai berikut: Y
= b0 + b1X1 + b2X2 + b 3X3 + bnXn + … + e
4
Dimana : Y1
=
Produksi Padi
Y2 b0 b 1 – b5 X1 X2 X3 X4
= = = = = = =
X5 X6 X7
= = =
Pendapatan Petani Konstanta Koefisien regresi umur (tahun) pendidikan (tahun) pengalaman berusahatani (tahun) Jumlah kontak petani dengan penyuluh perminggu (kali) jumlah tanggungan keluarga (orang) Luas Lahan (Ha) Biaya Usahatani (Rp)
2. Untuk memperoleh gambaran mengenai pelaksanaan penyuluhan di Kabupaten Luwu Utara akan diuraikan secara deskriptif. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Wilayah 1. Letak dan Luas Wilayah Kabupaten Luwu Utara merupakan sebuah kabupaten yang cukup besar di Propinsi Sulawesi Selatan sebelum tahun 2003 yang memiliki luasan wilayah dari Sabbang hingga Towuti, perbatasan Sulawesi Tenggara, namun setelah pemekaran, delapan kecamatan di bagian timur bergabung menjadi satu kabupaten baru yaitu Luwu Timur. Luwu Utara yang terdiri atas 11 kecamatan, terbentang dari daerah pesisir di Malangke hingga daerah pegunungan di Rampi, secara geografis terletak pada posisi 01°53'19" - 02°55'36" Lintang Selatan dan 119°47'46" - 120°37'44" Bujur Timur dengan luas wilayah 7.502,58 Km2 dengan batas-batas sebagai berikut: Sebelah Utara Sebelah Selatan Sebelah Barat Sebelah Timur
: Berbatasan dengan Propinsi Sulawesi Tengah : Berbatasan dengan Kabupaten Luwu dan Teluk Bone. : Berbatasan dengan Propinsi Sulawesi Barat dan Kabupaten Tana Toraja. : Berbatasan dengan Kabupaten Luwu Timur.
Kabupaten Luwu Utara sebagai salah satu daerah yang posisinya merupakan daerah strategis sebab merupakan jalur trans Sulawesi (Poros Makassar - Sulawesi Tengah, Sulawesi Utara dan Sulawesi Tenggara) dengan Ibu Kota Masamba berjarak ± 430 Km dari Kota Makassar Ibu Kota Propinsi Sulawesi Selatan dan + 64 Km dari Kota Palopo.
5
2. Keadaan Penduduk Jumlah Penduduk Kabupaten Luwu Utara pada Tahun 2009, berdasarkan estimasi data Sensus Penduduk 2000 (SP 2000) berjumlah 321.979 jiwa dengan laju pertumbuhan penduduk 2008-2009 0,026 persen. Pertumbuhan penduduk yang setiap tahun terus meningkat harus menjadi perhatian pemerintah dalam perencanaan pembangunannya. Jumlah penduduk tersebut terbagi habis ke dalam 76.654 rumah tangga, di mana rata-rata jumlah anggota rumah tangga sebanyak 4 jiwa. Kecamatan Bone-bone merupakan kecamatan dengan jumlah penduduk terbesar yaitu sebesar 51.346 jiwa. Sedangkan yang terkecil adalah Kecamatan Rampi, sebesar 3.210 jiwa. Kepadatan penduduk rata-rata di Luwu Utara sebesar 43 jiwa per kilometer persegi. 3. Penggunaan Lahan Penggunaan lahan Pertanian dibedakan atas lahan sawah dan lahan bukan sawah (kering). Pada Tahun 2009, luas lahan yang digunakan untuk usaha pertanian mencapai 300.391 hektar. Luas lahan tersebut terdiri dari lahan untuk tegal/kebun seluas 41.961 hektar, ladang/huma 11.569 hektar, tambak 3.838 hektar, kolam/tebat 2.897 hektar, perkebunan 104.261 hektar, dan areal persawahan seluas 22.820 hektar. Padi dan jagung merupakan dua komoditi utama subsektor tanaman pangan. Produksi padi pada Tahun 2009 meningkat dibandingkan Tahun 2008 yaitu menjadi sebesar 133.548,00 ton. Pada tahun 2009, produksi jagung mengalami penurunan dari tahun sebelumnya yaitu menjadi sebesar 54.636,00 ton. Diantara sebelas kecamatan di Kabupaten Luwu Utara, Bone-Bone merupakan kecamatan penghasil padi yang paling besar. Produksi padi di kecamatan ini sebesar 47.345,29 ton atau sekitar 35,45 persen dari total produksi padi di Luwu Utara. PEMBAHASAN 1. Karakteristik Sosial Ekonomi Responden Karakteristik sosial ekonomi responden baik penyuluh maupun petani khusunya yang dihimpun dalam data penelitian ini meliputi umur, pengalaman kerja atau bertani, luas lahan, jumlah tanggungan keluarga, dan pendidikan. a. Umur Responden Umur memberikan gambaran tentang kesempatan yang dijalani seseorang dalam melakukan segala kegiatan kesehariannya untuk memenuhi kebutuhannya, memahami dan membentuk kematangan berfikir sehingga dapat menjadi lebih produktif. Hal ini dimungkinkan karena umur sangat menentukan kemampuan fisik dari seseorang dalam menjalankan aktivitasnya. Berdasarkan data yang diperoleh menunjukkan bahwa umur responden bervariasi. Komposisi umur responden dapat dilihat pada Tabel 1.
6
Tabel 1. Identitas Responden Menurut Kelompok Umur di Kabupaten Luwu Utara Tahun 2010. Penyuluh Jumlah Persentase (Org) (%) 1 15 – 30 7 12,73 2 31 – 45 30 54,54 3 46 – 60 18 32,73 4 > 61 Jumlah 55 100,0 Sumber : Data Primer Setelah Diolah, 2011 No
Kelompok Umur
Petani Jumlah Persentase (Org) (%) 9 16,36 39 70,91 7 12,73 55 100,0
Data pada Tabel 1, menunjukkan bahwa jumlah responden yang berada pada kategori usia produktif yaitu umur antara 15 – 60 tahun masing-masing sebanyak 55 orang responden penyuluh dan 48 orang petani, dan dijumpai 7 orang petani yang dikategorikan kedalam usia non produktif karena berumur diatas 61 tahun. Dari data terlihat bahwa mayoritas responden didominasi oleh usia diatas 31 tahun. Pada umumnya responden usia produktif lebih dinamis, sehingga banyak diantaranya memiliki pekerjaan lain disamping pekerjaan pokonya. b. Pengalaman Kerja Pengalaman kerja responden dilapangan lebih dikenal sebagai pengalaman bertani. Dari hasil penelitian tentang pengalaman kerja disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Pengalaman Kerja Responden di Kabupaten Luwu Utara Tahun 2010. Penyuluh Pengalaman Kerja Jumlah Persentase ( Tahun) (Org) (%) 1 5 – 10 24 43,64 2 11 – 20 15 27,27 3 21 – 30 11 20,00 4 > 31 5 9,09 Jumlah 55 100,0 Sumber : Data Primer Setelah Diolah, 2011 No
Petani Jumlah Persentase (Org) (%) 6 10,91 21 38,18 28 50,91 55 100,0
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa pengalaman kerja penyuluh relatif lebih kecil dimana didominasi oleh interval 5 – 10 tahun, hal ini disebabkan karena penyuluh yang bekerja pada 4 kecamatan sentra padi merupakan penyuluh pengangkatan baru, sedangkan untuk petani pengalaman berusahatani sudah cukup matang dimana proporsi terbesar ditunjukkan oleh interval > 31 tahun sebanyak 28 orang responden, hal ini menandakan bahwa para petani sudah sarat dengan berbagai pengalaman berusahatani padi. c. Tingkat Pendidikan Pendidikan sangat berpengaruh dalam pengembangan sektor pertanian karena menyangkut kemampuan dalam menyerap dan menerapkan berbagai inovasi
7
yang sejalan dengan perkembangan teknologi usahatani. Adapun rincian jumlah responden berdasarkan tingkat pendidikan disajikan pada Tabel 3. Tabel 3. Tingkat Pendidikan Responden di Kabupaten Luwu Utara Tahun 2010. Tingkat Penyuluh No Pendidikan Jumlah Persentase ( Tahun) (Org) (%) 1 6–9 2 10 – 16 54 98,18 3 > 17 1 1,82 Jumlah 55 100,0 Sumber : Data Primer Setelah Diolah, 2011
Petani Jumlah Persentase (Org) (%) 7 12,73 48 87,27 55 100,0
Jumlah responden di Kabupaten Luwu Utara yang berpendidikan setingkat SMA, D3 dan S1 baik penyuluh maupun petani memiliki proporsi yang cukup besar, ini menandakan bahwa tingkat pendidikan responden sudah cukup maju sehingga pengembangan teknologi sektor usahatani mudah untuk diaplikasikan. Bagi penyuluh ada responden yang memiliki tingkat pendidikan S2 sebanyak satu orang, sementara untuk petani masih dijumpai sebanyak 7 orang yang berpendidikan setingkat dengan SMP. 2. Kontribusi Penyuluhan Terhadap Peningkatan Produksi Petani Padi di Kabupaten Luwu Utara Masalah penting dan sangat mendasar bagi setiap organisasi agar dapat menyiasati perubahan yang cepat berkembang hal ini sangat tergantung pada kualitas dan kuantitas sumber daya manusia, hal ini dapat dilihat dari kinerja aparatur apakah ia secara positif dan sungguh-sungguh mendukung pelaksanaan tugas dan fungsi dalam organisasi dengan baik. Pengelompokan dalam pembagian tugas dalam bekerja melalui unit-unit kerja dalam organisasi didasarkan kepada spesialisasi yang seharusnya ditunjang serta didukung oleh tenaga profesional yang handal dan berkemampuan memadai. Hal ini tentunya dengan adanya perencanaan awal serta kemauan pihak yang berkompeten untuk mengadakan profesionalisme pegawai terutama para penyuluh. Untuk mengetahui sejauhmana kontribusi penyuluhan terhadap peningkatan produksi petani padi di Kabupaten Luwu Utara dapat dilihat pada model regresi berikut ini :
8
Tabel 4. Analisis Regresi Kontribusi Penyuluhan terhadap Peningkatan Produksi Petani Padi di Kabupaten Luwu Utara No.
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Variabel Bebas n = 55 Konstanta Umur Pendidikan Pengalaman Kerja Jumlah kontak dengan petani Jumlah tanggungan keluarga Luas lahan Biaya usahatani
Koefisien Regresi -2.768,515 -0,556 0,455 0,236 0,022 0,044 0,311 1,168
T hitung
Sig
-1,769 -1,299 2,100 0,987 0,466 1,200 1,159 3,619
0,083 0,200 0,041 0,329 0,643 0,236 0,252 0,001
R2 : 0,645 F hitung : 12,219 *) signifikansi pada 0,05% Sumber : Data primer diolah, 2011 Hasil pendugaan model fungsi regresi linier berganda kontribusi penyuluhan terhadap peningkatan produksi petani padi di Kabupaten Luwu Utara sebagai berikut : Y1
=
-2.768,515 – 0,556X1 + 0,455X2 + 0,236X3 + 0.022X4 + 0,044X5 + 0,311X6 + 1,168X7 + e
Hasil analisis regresi berganda kontribusi penyuluhan terhadap peningkatan produksi petani padi di Kabupaten Luwu Utara tahun 2010 diperoleh nilai koefisien determinasi sebesar 0,645 berarti 64,5% variasi yang terjadi pada model dapat dijelaskan oleh variabel umur, pendidikan, pengalaman kerja, jumlah kontak dengan petani, jumlah tanggungan keluarga, luas lahan dan besanya biaya usahatani pada taraf kepercayaan 5 persen (Sig = 0.000) sedangkan 35,5% dijelaskan variabel lain di luar model. Jadi secara simultan variabel bebas berpengaruh nyata terhadap peningkatan produksi petani padi di Kabupaten Luwu Utara . 2.1. Faktor Umur Berdasarkan Tabel 6, diketahui bahwa nilai signifikan sebesar 0,200 hal ini berarti bahwa variabel umur petani tidak berpengaruh nyata terhadap produksi petani. Umur petani memberikan kontribusi negatif terhadap peningkatan pendapatan petani padi. Nilai koefisien regresi sebesar -0,556 yang berarti bahwa setiap penambahan satu tahun umur petani akan mengakibatkan menurunnya pendapatan sebesar 556 kg, hal ini disebabkan umur petani responden yang sudah tidak produktif dimana dijumpai sebanyak 7 orang petani responden yang telah berumur diatas 61 tahun yang berarti kemampuan fisik mereka sudah mulai berkurang dalam pengelolaan usahatani.
9
2.2. Faktor Pendidikan Variabel tingkat pendidikan petani tidak berpengaruh nyata terhadap peningkatan produksi petani padi akan tetapi memberikan kontribusi yang positif, ini berarti tinggi rendahnya tingkat pendidikan petani mengakibatkan peningkatan produksi relatif kecil. Koefisien regresi variabel pendidikan sebesar 0,455 yang berarti bahwa setiap penambahan pendidikan petani satu tahun hanya memberi kontribusi terhadap peningkatan produksi padi kepada petani sebesar 0,455 kg. Kontribusi variabel pendidikan penyuluh tidak berpengaruh nyata oleh karena sebaran pendidikan yang dimiliki oleh para petani berada pada kategori menengah dengan tingkat pendidikan tertinggi setaraf SMA. 2.3. Faktor Pengalaman Berusahatani Variabel pengalaman berusahatani yang dimaksudkan di dalam penelitian ini adalah rentang waktu yang telah digunakan oleh petani untuk bekerja dalam upaya untuk memperbaiki usahatani mereka, umunya dinyatakan dalam satuan tahun. Variabel pengalaman berusahatani tidak berpengaruh nyata (α =0,329) akan tetapi memberikan kontribusi positif terhadap peningkatan produksi padi petani. Nilai koefisien regresi sebesar 0,326 memberi gambaran bahwa setiap penambahan pengalaman berusahatani petani satu tahun akan berkontribusi bagi peningkatan produksi petani sebesar 326 kg. Variabel ini tidak berpengaruh nyata oleh karena petani yang sudah tua tidak tertarik lagi untuk lebih giat mencari teknologi baru dalam bidang pertanian yang sebenarnya sangat dibutuhkan dalam proses usahatani. 2.4. Faktor Kontak Dengan Penyuluh Kontak dengan petani merupakan frekuensi dari penyuluh bertatap muka dengan kelompok sasasaran untuk membicarakan hal-hal yang terkait dengan usahatani mereka umumnya dilakukan setiap minggu selama satu musim tanam. Dalam proses penyuluhan selain teknis budidaya yang dibicarakan banyak hal lain yang dibutuhkan oleh petani diantaranya informasi harga pasar, komoditi yang memiliki prospek pasar dan lain sebagainya. Variabel kontak dengan petani memberi kontribusi positif terhadap peningkatan produksi petani padi. Nilai koefisien regresi sebesar 0,022, jika ini dianalogkan maka setiap satu kali tatap muka yang dilakukan penyuluh dengan petani dapat meningkatkan produksi sebesar 22 kg. Nilai ini memberi informasi agar para penyuluh lebih meningkatkan intensitas penyuluhan kepada kelompok tani. 2.5. Faktor Jumlah Tanggungan Keluarga Variabel jumlah tanggungan keluarga petani tidak berpengaruh nyata akan tetapi berkontribusi positif terhadap peningkatan produksi petani padi (α = 0,236). Nilai koefisien regresi menunjukkan nilai sebesar 0,044 ini berarti bahwa setiap penambahan satu anggota keluarga yang berusia produktif akan memberikan kontribusi terhadap peningkatan produksi sebesar 44 kg. Jadi jika kita melihat semakin besar jumlah tanggungan keluarga yang dimiliki petani yang produktif maka akan semakin besar kesempatan untuk meningkatkan produksi demikian juga sebaliknya. Variabel ini tidak berpengaruh nyata oleh karena relatif kecil
10
kontribusinya dalam peningkatan produksi. Hal ini disebabkan karena petani biasanya merupakan satu-satunya yang melakukan kegiatan dalam proses budidaya padi. 2.6. Faktor Luas Lahan Lahan merupakan salah satu faktor produksi dalam sistem usahatani.. Luas lahan yang dikelolah dengan baik akan menentukan besar kecilnya produksi akhir yang diperoleh oleh petani. Variabel luas lahan petani tidak berpengaruh nyata terhadap peningkatan produksi (α = 252). Nilai koefisen regresi sebesar 0,311 yang berarti setiap penambahan luas lahan satu hektar akan meningkatkan produksi padi petani sebesar 311 kg. Variabel ini dianggap tidak signifikan oleh karena lahan usahatani yang dimiliki oleh petani tidak dimanfaatkan secara optimal dimana dari semua luasan lahan yang dimiliki petani tidak sepenuhnya dimanfaatkan untuk penanaman padi akan tetapi ada yang ditanami tanaman lain 2.7. Faktor Biaya Usahatani Salah satu pertimbangan dalam melakukan kegiatan usahatani adalah kemampuan biaya yang dimiliki untuk membiayai kegiatan usahatani, karena pada umumnya alasan utama yang sering dikemukakan oleh petani adalah keterbatasan modal. Berdasarkan hasil analisa data diperoleh gambaran bahwa variabel besarnya biaya usahatani berpengaruh nyata terhadap peningkatan produksi petani padi (α = 0,001). Nilai koefisien regresi sebesar 1,168 yang berarti bahwa setiap penambahan biaya Rp. 1,- akan meningkatkan produksi sebesar 1.168 kg. 3. Kontribusi Penyuluhan Terhadap Peningkatan Pendapatan Petani Padi di Kabupaten Luwu Utara Untuk mengetahui sejauhmana kontribusi penyuluhan terhadap peningkatan pendapatan petani padi di Kabupaten Luwu Utara dapat dilihat pada model regresi berikut ini : Tabel 5. Analisis Regresi Kontribusi Penyuluhan Terhadap Peningkatan Pendapatan Petani Padi di Kabupaten Luwu Utara No.
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Variabel Bebas n = 55 Konstanta Umur Pendidikan Pengalaman Kerja Jumlah kontak dengan petani Jumlah tanggungan keluarga Luas lahan Biaya usahatani
R2 F hitung
Koefisien Regresi -6.432,332 -57,656 61.450 258.100 453.110 125.060 437.695 712.650
T hitung
Sig
-0,060 -1,161 2,448 0,929 0,196 1,394 1,407 3,014
0,953 0,252 0,018 0,358 0,846 0,170 0,166 0,004
: 0,793 : 6.524
11
*) signifikansi pada 0,05% Sumber : Data primer diolah, 2011 Hasil pendugaan model fungsi regresi linier berganda kontribusi penyuluhan terhadap peningkatan pendapatan petani padi di Kabupaten Luwu Utara sebagai berikut : Y2
=
-6.432,332 – 57,656X1 + 61.450X2 + 258.100X3 + 453.100X4 + 125.060X5 + 473.695X6 + 712.650X7 + e
Pada Tabel 5 dapat dilihat bahwa nilai koefisien determinasi yang diperoleh sebesar 0,793 berarti hanya 79,3% variasi yang terjadi pada model dapat dijelaskan oleh variabel umur, pendidikan, pengalaman kerja, jumlah kontak dengan petani, jumlah tanggungan keluarga, luas lahan dan biaya usahatani dan 20,7% dijelaskan variabel lain di luar model. Nilai F hitung F tabel pada taraf kepercayaan 95%. Jadi secara simultan variabel bebas berpengaruh nyata terhadap peningkatan pendapatan petani padi di Kabupaten Luwu Utara. 3.1. Faktor Umur Berdasarkan Tabel 5, diketahui bahwa nilai signifikan sebesar 0,953, hal ini berarti bahwa variabel umur petani tidak berpengaruh nyata terhadap peningkatan pendapatan petani padi. Umur petani memberikan kontribusi negatif terhadap peningkatan pendapatan petani padi. Nilai koefisien regresi sebesar -57,656 yang berarti bahwa setiap penambahan satu tahun umur petani akan mengakibatkan menurunnya pendapatan sebesar Rp. 57,656,- hal ini disebabkan oleh karena waktu dan hidupnya telah banyak dicurahkan untuk menekuni pekerjaan bertaninya selain itu kurangnya asupan gizi yang dikonsumsi sehingga kekurangan tenaga untuk bekerja, sedangkan petani yang muda tidak fokus pada pekerjaan on farm saja tetapi juga pada tatanan off farm dan non farm. Variabel ini memberikan berpengaruh yang kecil oleh karena dalam pengalokasian tenaga kerja untuk usahatani padi partisipasi anak-anak yang belum masuk angkatan kerja. 3.2. Faktor Pendidikan Pendidikan memberikan kontribusi positif terhadap peningkatan pendapatan petani padi. Nilai koefisien regresi sebesar 61.450 yang berarti bahwa setiap penambahan satu tahun pendidikan petani akan menyebabkan bertambahnya pendapatan petani sebesar Rp. 61.450,- hal ini terkait dengan cara berfikir. Penambahan pendapatan yang relatif kecil ini diakibatkan oleh rendahnya tingkat pendidikan yang dimiliki oleh petani seperti yang tersaji pada tabel 4 dimana tingkat pendidikan petani yang terbesar pada kategori sekolah menengah sehingga dibutuhkan bimbingan yang kontinyu dari penyuluh untuk mengubah pengetahuan, keterampilan dan sikap mereka. 3.3. Faktor Pengalaman Berusahatani Pengalaman berusahatani merupakan rentang waktu yang telah dilalui oleh petani dalam proses budidaya padi, dinyatakan dalam satuan tahun. Pada taraf kepercayaan 95%, variabel pengalaman berusahatani berpengaruh dan memberikan
12
kontribusi positif. Nilai koefisien regresi sebesar 258.100 menggambarkan bahwa setiap penambahan pengalaman berusahatani petani satu tahun akan meningkatkan pendapatan sebesar Rp. 258.100,-. Variabel ini dianggap berpengaruh karena dengan bertambahnya waktu hasil yang diperoleh oleh petani menunjukkan kuantitas.. Dari tabel 3 terlihat bahwa pengalaman berusahatani petani sudah lebih dari cukup dimana proporsi terbesar ditunjukkan oleh pengalaman berusahatani diatas 31 tahun. Ini menjelaskan bahwa pengalaman merupakan investasi sumberdaya manusia yang berarti petani belajar dari waktu ke waktu. 3.4. Faktor Kontak Dengan Penyuluh Intensitas penyuluhan atau banyaknya kontak penyuluh dengan petani merupakan frekuensi dari petani bertatap muka dengan penyuluh untuk membicarakan hal-hal yang terkait dengan usahatani mereka. Dalam proses penyuluhan selain teknis budidaya yang dibicarakan banyak hal lain yang dibutuhkan oleh petani diantaranya informasi harga pasar, komoditi yang memiliki prospek pasar dan lain sebagainya. Variabel intensitas penyuluhan atau kontak dengan petani dalam semusim tidak berpengaruh nyata terhadap peningkatan pendapatan petani tetapi berkontribusi positif. Nilai koefisen regresi sebesar 453.110 yang berarti bahwa setiap tatap muka yang dilakukan dengan penyuluh memberikan tambahan pendapatan sebesar Rp. 453.110,- Variabel ini tidak berpengaruh nyata karena tingkat penerimaan petani relatif lambat, sehingga perlu dilakukan pembinaan petani secara terjadwal dan juga memanfaatkan BPP sebagai tempat pelatihan dan kajian bagi petani sehingga teknologi baru yang disampaikan oleh para penyuluh bisa dipahami secara baik oleh petani. 3.5. Faktor Jumlah Tanggungan Keluarga Variabel jumlah tanggungan keluarga responden tidak berpengaruh secara signifikan terhadap peningkatan pendapatan petani padi, hal ini menandakan bahwa anggota keluarga petani tidak dilibatkan secara penuh untuk membantu dalam pengelolaan usahatani padi. Nilai koefisien regresi sebesar 125.060 yang berarti bahwa setiap penambahan jumlah tanggungan keluarga usia produktif untuk membantu usahatani padi akan memberikan tambahan pendapatan kepada petani sebesar Rp. 125.060,-. Walaupun tidak berpengaruh nyata akan tetapi memberikan sumbangan terhadap pendapatan petani. Indikasi lain dari hal ini adalah adanya anggota keluarga yang terlibat diluar usahatani seperti buruh tani, jual beli dan lain sebagainya yang langsung dapat dinikmati hasilnya. 3.6. Faktor Luas Lahan Luas lahan merupakan faktor penting dalam usahatani. Luas lahan sangat menentukan besar kecilnya hasil yang dapat diperoleh dari kegiatan usahatani dan mempengaruhi pendapatan petani. Variabel luas lahan petani tidak berpengaruh nyata tetapi berkontribusi positif. Nilai koefisen regresi sebesar 437.695 yang berarti setiap penambahan luas lahan satu hektar akan meningkatkan pendapatan petani sebesar Rp. 437.695,- ini menggambarkan bahwa sempit atau luasnya lahan usahatani yang dimiliki oleh petani akan menentukan pendapatan. Variabel ini tidak signifikan oleh karena lahan usahatani yang dimiliki oleh petani tidak semuanya dimanfaatkan dimana dari semua luasan lahan yang dimiliki petani tidak sepenuhnya
13
dimanfaatkan untuk penanaman padi akan tetapi ada yang ditanami tanaman lain seperti sayur, jagung, kakao, ikan dan untuk pemeliharaan ternak. 3.7. Faktor Besarnya Biaya Usahatani Besarnya biaya usahatani merupakan pertimbangan utama petani dalam melakukan kegiatan usahatani. Sebab umumnya petani memiliki keterbatasan dalam hal modal, sehingga terkadang petani berusaha apa adanya meskipun mereka sadar bahwa input besar yang akan diberikan kepada kegiatan usahatani akan memberikan peluang besar untuk berhasil. Berdasarkan hasil analisis data diperoleh gambaran bahwa variabel besarnya biaya usahatani berpengaruh nyata terhadap peningkatan pendapatan petani padi (α = 0,004). Nilai koefisien regresi sebesar 712.650 yang berarti bahwa variabel biaya usahatani akan memberikan kontribusi tambahan pendapatan petani sebesar Rp. 712.650,-. Variabel ini berpengaruh nyata, sehingga kontribusi ini memberi indikasi bahwa biaya usahatani sangat menentukan besarnya pendapatan. Untuk mengatasi permasalahan petani dalam hal permodalan maka perlu kiranya untuk membentuk koperasi tani. 4. Hasil Produksi Petani Padi Produksi merupakan salah satu indikator yang digunakan untuk menentukan tingkat pendapatan yang diperoleh petani. Tingkat produksi berbanding lurus dengan tingkat pendapatan, makin tinggi tingkat produksi makin tinggi pula tingkat pendapatannya demikian pula sebaliknya. Panetto dalam Muhammad Fajrin (2010) dimana produktivitas merupakan kemampuan menghasilkan sesuatu untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dan peningkatan produksi melalui pemanfaatan sumberdaya yang ada dengan menggunaan teknologi dan pengelolaan manajemen. Berdasarkan data 55 orang petani responden di Kabupaten Luwu Utara, jumlah produksi yang dihasilkan sebesar 300.700 kg dengan rata-rata produksi sekitar 5.503,6 kg/ha. Produksi padi yang dihasilkan petani responden sebagai akibat dari akumulasi kinerja penyuluh dengan petani dapat dilihat pada tabel 6. Tabel 6.
No
Hasil Rata-rata Produksi Padi (Kg/Ha/MT) Petani Responden di Kabupaten Luwu Utara, 2010
Jumlah Produksi (Kg/Ha) 1 1.000 – 4.000 2 4.001 – 8.000 3 8.001 – 12.000 Jumlah Sumber : Data Primer Setelah Diolah
Jumlah (Orang) 4 48 3 55
Persentase (%) 7,27 87,27 5,46 100,00
Pada Tabel 6 menunjukkan bahwa kisaran produksi 4.001 – 8.000 kg memiliki proporsi yang cukup besar dimana produksi tersebut dicapai oleh petani sebanyak 48 orang atau sebesar 87,27% ini menandakan bahwa secara rata-rata produksi padi yang dihasilkan oleh petani di Kabupaten Luwu Utara sudah cukup besar. Produksi yang dicapai oleh petani tersebut tidak terlepas dari kinerja yang dilakukan oleh penyuluh secara berulang-ulang untuk melakukan penyuluhan
14
terutama dalam hal perbaikan teknis budidaya serta penggunaan paket teknologi pertanian. 5. Pendapatan Petani Pendapatan merupakan salah satu tujuan akhir dari kegiatan usahatani. Pada kegiatan usahatani terutama dalam upaya peningkatan pendapatan, petani sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain jumlah produksi, harga jual serta biaya usahatani. Besarnya pendapatan yang diperoleh petani memungkinkan untuk memperluas areal pertanian dan membeli sarana produksi lainnya. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Hasil Rata-rata Pendapatan Bersih Petani Responden di Kabupaten Luwu Utara, 2010. No 1.
Uraian Penerimaan :
Usahatani Padi (Rp) 15.410.181,8
Biaya-biaya : a. Biaya Variabel : - Benih 134.909,09 - Pupuk urea 229.090,91 - Pupuk KCl 427.818 - Pupuk SP.36 159.090,91 - Pupuk NPK 300.045,45 - Herbisida 114.945,45 - Insektisida 95.727,27 - Tenaga Kerja 1.706.363,64 b. Biaya Tetap : - Pajak 15.136,36 - Iuran P3A 10.090,91 - Penyusutan Alat 36.291,82 2. Total Biaya : 3.229.510 3. Pendapatan Bersih Petani 12.180.671,8 Sumber : Data Primer Setelah Diolah, 2010.
Usahatani Total Lain (Rp) ( Rp) 2.100.736,4 17.510.918,2
3.229.510 2.100.736,4 14.281.408,2
Pada tabel diatas terlihat bahwa pendapatan yang diperoleh petani bersumber dari dua sektor, yang mana pendapatan terbesar diperoleh dari tanaman padi secara rata-rata sebesar Rp. 12.180.671,8,- per musim tanam sedangkan pendapatan dari sektor lain yang umumnya berasal dari ternak, jagung, kakao, hortikultura dan ikan diperoleh pendapatan sebesar Rp. 2.100.736,4,- sehingga dari dua sumber penghasilan tersebut secara rata-rata petani memperoleh pendapatan bersih sebesar Rp. 14.281.408,2,- untuk satu musim tanam atau sekitar 4 (empat) bulan.
15
KESIMPULAN 1. 2.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, dapat disimpulkan bahwa: Kontribusi penyuluhan berpengaruh nyata terhadap peningkatan produksi dan pendapatan petani padi Variabel pendidikan, pengalaman berusahatani, kontak dengan penyuluh, jumlah tanggungan keluarga, luas lahan dan biaya usahatani memberi kontribusi positif, sedangkan variabel umur petani berkonstribusi negatif terhadap produksi dan pendapatan yang berindikasi adanya petani yang telah berkurang produktivitasnya. DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2008. Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor : Per/02/Menpan/2/2008 tentang Jabatan Fungsional Penyuluh Pertanian dan Angka Kreditnya. Departemen Pertanian, Jakarta. Anonim, 2009. Pedoman Teknis Program Kerja dan Anggaran Badan Ketahanan Pangan Tahun Anggaran 2009. Departemen Pertanian, 2009. Anonim, 2010. Rumusan Hasil Konfrensi Dewan Ketahanan Pangan Tahun 2010. Sekretariat Dewan Ketahanan Pangan, Jakarta. Anonim, 2010. Buletin Ekstensia Edisi I Tahun 2010. Peran Strategis Penyuluhan Pertanian dalam Mendukung Ketahanan Pangan. Jakarta. Arsyad, M and S.Yusuf, 2010. Proverty Causes-Cocoa Smallholders Linkages : A Comparison of Two Villages in Indonesia. Ryukoku Journal of Economic Studies, 49(4) : 55-73. Azwar Syaifuddin, 1997 Sikap Manusia Teori dan pengukurannya . Pustaka Pelajar Offset, Yogyakarta Buford A. James and arthur B. Beidien, 1998 Management in Extention Alabama, Aubum University Dahana, Bhatnagar, 1980. Peran Penyuluh Pertanian Dalam Unit Sosial. Buletin Pertanian, Bogor. David G. Kleinbaum & Lawrence L. Kupper, 1978. Applied Regression Analysis and Other Multivariable Methods. The University of North Carolina at Chapel Hiil. Henry Simamora, 1997. Manajemen Sumberdaya Manusia, STIE YKPN Yogyakarta Muhammad Fajrin, 2010. Skripsi Analisis Kinerja Kelompok Tani Dalam Menunjang Peningkatan Produksi dan Pendapatan Petani Padi. Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian Universitas Hasanuddin, Makassar. Mubyarto, 2000. Ekonomi Produksi Edisi Revisi. Penerbit Penebar Swadaya, Jakarta. Sondang P. Siagian, 1998. Manajemen Sumberdaya Manusia, Bumi Aksara, Jakarta Subejo, 2008. Adopsi Teknologi Pertanian. Rineka, Jakarta. Suradisastra, 2008. Penerapan Model dan Implementasi Pertanian. Makalah Seminar pada Forum Penyuluh, Jogjakarta. Supandi, 2008. Peran Petani Sebagai Pelaku Agribisnis. Sinar Tani Edisi Oktober,
16
Jakarta. Syawal M, 2009. Perencanaan dan Evaluasi Program Penyuluhan. Materi Kuliah Pengembangan dan Evaluasi Program Penyuluhan. Program Pasca Sarjana Universitas Hasanuddin, Makassar. Valera, et al, 1987. Prinsip-prinsip Penyuluhan Pertanian. Buletin Pertanian. Departemen Perttanian, Jakarta. Yusdja, 2004. Peran Sektor Finansial Dalam Pembangunan Pertanian. LP3S, Jakarta. William Mendenhall, Lyman ott, Richard L Scheaffer, 1971. Elementary Survey Sampling. University of Florida. Wadsworth Publishing Co.Int, Belmont, California.
17