Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2009
KONTRIBUSI TANAMAN UBI KAYU DAN TERNAK KAMBING TERHADAP PENDAPATAN PETANI: ANALISIS EKONOMI (KASUS DI KOTA BOGOR) (The Contribution of Cassava and Goats in Farmers Income: Economy Analysis (A Case in Bogor)) S. RUSDIANA dan R.A. SAPTATI Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Jl. Pajajaran Kav. E 59, Bogor 16151
ABSTRACT The integrated farming system between cassava and goats/sheep has not been carried out by the farmers in the villages. The farmers have not yet been considered benefits/economic value for their activities. The purposes of this study was to assess the contribution of cassava and goats farming in the farmers’ income for one year period. The study was undertaken in 2008 in Cibuluh, Bogor. The locations were selected purposively on cassava land of 2 ha size and divided into two groups of 1 ha size each. The varieties of cassava used were butter and Arsin. Planting size was 80 x 100 cm2 and was fertilized with urea, HCl and manure. The seeds were cut at 25 cm size by looking at seed tips. The data consisting the presence of goats and utilization of cassava byproducts were directly collected from the fields. The data were then tabulated and analysed descriptively. The incomes were analysed by partial economic analysis and R/C ratio. It was concluded that butter variety produced net benefits at Rp. 8,414,085/ha/year higher than Arsin at Rp. 6,921,705/ha/year and the R/C ratio was 2.7 and 2.6 respectively. Goat farming has net benefit at Rp. 3,770,000/year and R/C ratio was 1.9. Both farming activities are appropriate to be operated inegratedly. Key Words: Goats, Cassava, Income, Contribution, Bogor ABSTRAK Sampai saat ini integrasi antara usaha ubi kayu dengan ternak kambing/domba di pedesaan belum banyak dilakukan dan belum mempertimbangkan aspek keuntungan/ nilai tambah ekonomi yang dapat diperoleh di tingkat petani. Pemanfaatan limbah tanaman ubi kayu yang melimpah saat panen belum optimal, padahal limbah tersebut mempunyai potensi yang tinggi untuk digunakan sebagai pakan ternak. Penelitian ini bertujuan untuk melihat sejauh mana kontribusi usahatani ubi kayu dan pemeliharaan ternak kambing/domba terhadap pendapatan petani selama periode satu tahun. Penelitian dilakukan pada tahun 2008, berlokasi di Kelurahan Cibuluh Kecamatan Bogor Utara Propinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan secara purposive pada lahan pertanian ubi kayu seluas 2 ha yang dibagi menjadi 2 petak dengan luasan 1 ha. Bibit ubi kayu menggunakan varietas Mentega dan varietas Arsin. Jarak tanam 80 cm x 100 cm dan dilakukan pemupukan Urea, HCl dan pupuk kandang. Bibit dipotong ukuran 25 cm dengan melihat mata bibit ubi kayu yang rapat dan terseleksi. Sedangkan data mengenai keberadan ternak dalam pemanfaatan limbah ubi kayu diambil secara langsung di lapang. Data yang terkumpul kemudian ditabulasi dan dianalisis secara deskritif. Untuk melihat pendapatan dilakukan analisis ekonomi parsial dan R/C ratio. Dari hasil penelitian disimpulkan bahwa penanaman ubi kayu varietas Mentega menghasilkan keuntungan bersih sebesar Rp. 8.414.085/ha/tahun lebih tinggi dibandingkan dengan varietas Arsin yang hanya sebesar Rp. 6.921.705/ha/tahun dan R/C ratio masing-masing 2,7 dan 2,6. Hasil analisis usaha pemeliharaan ternak kambing di peternak mendapat keuntungan bersih sebesar Rp.3.770.000/tahun dan R/C ratio 1,9. Kedua usaha tersebut layak untuk diusahakan secara terintegrasi. Kata Kunci: Ternak kambing,Ubi kayu, Pendapatan, Kontribusi, Kota Bogor
507
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2009
PENDAHULUAN Pembangunan peternakan tidak dapat dilepaskan dari sub sektor lain yang erat kaitannya dengan subsektor peternakan (SARAGIH, 2000 dalam PURWANTI, 2006), terutama subsektor tanaman pangan. Keterbatasan hijauan pakan ternak menjadi masalah utama dalam pengembangan ternak dewasa ini sehingga diperlukan alternatif sumber pakan, yang diantaranya dapat diperoleh dari hasil samping tanaman pangan dan industri olahannya. Salah satu tanaman pangan yang dapat digunakan sebagai pakan ternak adalah tanaman ubi kayu, baik berupa daun, umbi, kulit umbi serta hasil samping industri olahannya (onggok). Tanaman ubi kayu atau singkong (Manihot esculenta Crantz) merupakan salah satu tanaman pertanian utama yang mempunyai nilai sangat strategis dan potensial untuk dikembangkan. Ubi kayu merupakan komoditas tanaman pangan potensial ketiga di Indonesia setelah padi dan jagung sehingga berperan penting didalam menunjang ketahanan pangan nasional serta menumbuhkembangkan agroindustri dan pakan ternak (DAMARJATI et al., 1996; FRANKLIN et al., 1979). Ubi kayu juga berpotensi untuk menghasilkan devisa negara sebagai komoditas ekspor. Produksi ubi kayu di Indonesia sebagian besar dimanfaatkan sebagai bahan pangan (64%), sedangkan sisanya dimanfaatkan sebagai bahan baku industri pati, pakan dan ekspor. Disamping itu ubi kayu juga dapat digunakan sebagai bahan baku industri termasuk sebagai bahan bakar nabati, seperti ethanol. Secara nasional terjadi penurunan luas panen tanaman ubi kayu, dimana pada tahun 2008 hanya sebesar 1,19 juta hektar lebih rendah dibandingkan tahun 2007 yang mencapai 1,2 juta hektar. Namun demikian jika dilihat dari sisi produksi dan produktivitasnya terjadi peningkatan, dimana pada tahun 2008 produksi ubi kayu mencapai 21,6 juta ton dengan produktivitas 18,10 ton/ha dibandingkan dengan tahun 2007 dimana produksinya hanya sebesar 19,9 juta ton dengan produktivitas 16,64 ton/ha (BPS, 2009). Di Kota Bogor luas panen ubi kayu pada tahun 2007 sebesar 278 hektar dengan produksi sebesar 3,8 ribu ton serta rataan
508
produktivitas sebesar 13,67 t/ha (DISPERTA PROPINSI JAWA BARAT, 2009). Keunggulan ubi kayu antara lain dapat tumbuh dan berkembang pada berbagai jenis tanah bahkan pada tanah yang kurang subur, tahan terhadap kekeringan dapat ditanam setiap saat dan penanaman dapat dilakukan lebih dari satu kali sehingga panen dapat berlangsung sepanjang tahun (DEPTAN RI 2006; DARWANTO DAN MUHARTO, 1998). Selain produk utama berupa umbi, dari tanaman ini juga dihasilkan produk samping berupa daun singkong dan kulit umbi ubi kayu. Produksi daun singkong cukup besar yaitu 0,92 ton/ha/tahun bahan kering (LEBDOSUKOYO, 1983 dalam MARTINDAH dan DIWYANTO, 2007), sehingga dari tanaman yang ada di Kota Bogor, setiap tahun tersedia limbah berupa daun sekitar 255,8 ton. Sedangkan untuk kulit umbi, dari setiap kilogram ubi kayu biasanya dapat menghasilkan 15 – 20% kulit umbi (MUHIDDIN et al., 2001) sehingga dari produksi ubi kayu yang ada di Kab/Kota Bogor tersedia limbah kulit umbi sebesar 31,5 ribu ton. Hasil samping tanaman ubi kayu sebagai pakan kambing Selama ini hasil samping tanaman ubi kayu, baik yang berupa daun maupun kulit umbi belum dimanfaatkan secara optimal untuk pakan ternak. RUKMANA (1997 dalam PURWANTI, 2006) menyatakan bahwa hasil samping tanaman ubi kayu termasuk bahan pakan ternak yang mempunyai energi (Total Digestible Nutrient = TDN) tinggi dan kandungan nutrisi tersedia dalam jumlah memadai, seperti pada Tabel 1. Kurang optimalnya pemanfaatan limbah ubi kayu disebabkan oleh adanya zat anti nutrisi berupa kandungan senyawa sianida (HCN) yang terdapat dalam daun dan kulit ubi kayu. Kadar senyawa HCN ini bervariasi tergantung pada varietas ubi kayu dan lingkungan tumbuhnya (POESPODARSONO, 1992). Bagian kulit umbi mengandung HCN lebih tinggi dibandingkan dengan bagian daunnya dan biasanya kandungan HCN pada daun muda lebih tinggi dibandingkan dengan daun tua (HEYNE, 1987 dalam MARTINDAH dan DIWYANTO, 2007). Adanya faktor anti nutrisi ini menjadikan kendala dalam pemanfaatan
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2009
Tabel 1. Kandungan nutrisi hasil samping tanaman ubi kayu Bahan kering
Hasil samping
Protein
TDN
Serat kasar
Lemak
P
Ca
--------------------------------------------------- % --------------------------------------------------------Daun
22,33
21,45
61,00
25,71
Kulit Onggok
9,72
0,72
17,45
8,11
74,73
15,20
1,29
0,63
85,50
10,51
82,76
0,25
1,03
0,47
Sumber: SUDARYANTO (1989) dalam PURWANTI (2006)
limbah ubi kayu sebagai pakan ternak, karena asam HCN dengan konsentrasi tinggi sangat beracun dan dapat mematikan ternak. Upaya untuk mengurangi kadar HCN dapat dilakukan melalui perlakuan baik fisik, kimia maupun biologis antara lain dengan pelayuan, pengeringan secara alami maupun fermentasi sehingga dapat dimanfaatkan untuk pakan ternak kambing/domba. Hasil penelitian PURWANTI (2006) menunjukkan bahwa kadar HCN pada kulit ubi kayu dapat dikurangi dengan melakukan pencucian, pengukusan (100°C), pengeringan (dioven 100°C selama 12 jam) dan pengukusan (90 – 100°C) disertai dengan penjemuran di bawah sinar matahari (12 jam). Penurunan kadar HCN kulit ubi kayu pada masing-masing perlakuan dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Rataan nilai HCN kulit ubi kayu dengan beberapa perlakuan Kadar HCN (mg/100 g)
Parameter perlakuan
89,32a
A = pencucian o
B = pengukusan (100 C)
16,42b
C = pengeringan (dioven 100oC selama 12 jam)
8,88c
D = pengukusan (90 – 100°C) dilanjutkan penjemuran di bawah sinar matahari (12 jam)
5,76cd
dengan ternak kambing/domba di pedesaan belum banyak dilakukan dan belum mempertimbangkan aspek keuntungan/nilai tambah ekonomi yang dapat diperoleh ditingkat petani. Penelitian ini bertujuan untuk melihat sejauh mana kontribusi usahatani ubi kayu dan pemeliharaan ternak kambing/domba terhadap pendapatan petani selama periode satu tahun. MATERI DAN METODE Lokasi dan waktu penelitian Penelitian dilakukan pada tahun 2008 di Kecamatan Bogor Utara dengan metode survei dan pengamatan di lapang. Penanaman ubi kayu dilakukan pada lahan pertanian seluas 2 ha, yang dibagi menjadi 2 petak dengan luasan 1 ha. Masing-masing luasan ditanami ubi kayu varietas mentega dan varietas arsin. Bibit dipotong dengan ukuran 25 cm dipilih mata bibit yang rapat dan terseleksi, dengan jarak tanam 80 cm x 100 cm. Pemupukan dilakukan dengan menggunakan pupuk uea, HCl dan pupuk kandang. Sedangkan data mengenai pemanfaatan limbah ubi kayu sebagai pakan ternak kambing diperoleh secara langsung di peternak. Analisis data
Sumber: PURWANTI (2006) a,b,c nilai rataan diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan perbedaan tidak nyata
Berdasarkan uraian diatas, pengembangan ternak kambing/domba di Kota Bogor dapat didukung oleh tersedianya limbah tanaman ubi kayu sebagai bahan pakan selain rumput. Sampai saat ini integrasi antara usaha ubi kayu
Data yang terkumpul ditabulasi dan dianalisis secara deskritif. Sedangkan untuk analisis ekonomi yang menggambarkan pendapatan dari usaha ubi kayu dan ternak kambing dihitung menggunakan analisis parsial dan nisbah B/C ratio (GITTINGER, 1986).
509
0,59 0,22 0,01
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2009
Analisis pendapatan Analisis pendapatan usaha digunakan untuk menggambarkan faktor keuntungan usaha saat ini. Pendapatan dapat didefinisikan sebagai selisih antara penerimaan total dengan biaya total, atau dapat dirumuskan sebagai berikut: Π = TR – TC dimana: Π = Keuntungan (benefit) TR = Penerimaan total (total revenue) TC = Biaya total (total cost) Analisis imbangan penerimaan dan biaya (R/C) Untuk mengetahui berapa besar penerimaan yang akan diperoleh dari setiap rupiah yang dikeluarkan oleh petani ternak dalam kegiatan usaha tanaman ubi kayu dan usaha pemeliharaan ternak kambing atau domba dapat dilihat dari rasio penerimaan terhadap biaya. Perhitungan dilakukan dengan menggunakan rumus. R/C rasio = TR TC dimana: R/C = Imbangan penerimaan dan biaya TR = Penerimaan total (total revenue) TC = Biaya total (total cost) HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi umum lokasi penelitian Kota Bogor dengan luas wilayah 11,5 km2 terletak pada ketinggian 190 – 330 m di atas permukaan laut dan dilewati beberapa aliran sungai, yaitu Sungai Ciliwung, Cisadane, Cipakancilan, Cidepit, Ciparigi dan Cibalok. Udaranya relatif sejuk dengan rataan suhu udara per bulannya adalah 26°C dan kelembaban udaranya sekitar 70%. Kemiringan Kota Bogor berkisar sampai 0 – 15% dengan sebagian kecil daerahnya mempunyai kemiringan antara 15 – 30%. Jenis tanah sebagian besar adalah latosol coklat kemerahan dengan kedalaman efektif tanah lebih dari 90
510
cm dengan tekstur tanah halus sehingga agak peka terhadap erosi (PEMDA KOTA BOGOR, 2008). Lokasi penelitian tanaman ubi kayu di Kecamatan Bogor Utara ini sebelumnya merupakan lahan persawahan padi. Akan tetapi sejak tahun 1982 berubah fungsi menjadi lahan tanaman ubi kayu dan tanaman lainnya, karena tidak berfungsinya irigasi yang ada akibat perubahan tata guna lahan menjadi menjadi pemukiman. Pada tahun 1982 luas lahan pertanian di lokasi tersebut mencapai 80 ha, tetapi menurun pada tahun 2000 – 2005 menjadi 50 ha. Sebagian besar dijadikan pemukian dan pembangunan jalan. Saat ini sisa lahan pertanian di lokasi penelitian tersebut hanya seluas ± 20 ha, dengan jumlah kepemilikan lahan pertanian ubi kayu sebanyak ± 15 orang. Produksi ubi kayu varietas mentega dan arsin Jenis ubi kayu yang banyak ditanam di lokasi penelitian adalah varietas Mentega dan Arsin. Hasil produksi ubi kayu varietas Mentega hanya sebesar 21,44 ton/ha/tahun sedangkan varietas Arsin sebesar 19,54 ton/ha/tahun. Hasil produksi kedua varietas ubi kayu tersebut lebih rendah bila dibandingkan dengan varietas lain. Hasil penelitian (MUNIP et al., 2007), menunjukkan bahwa hasil produksi ubi kayu varietas Adira-4 dapat mencapai sebesar 33,4 t/ha/tahun dengan umur panen 11 – 12 bulan dan varietas Muhibat sebesar 27,4 t/ha/tahun dengan umur panen 10 bulan. Penanaman ubi kayu dalam penelitian ini dilakukan pada lahan yang sudah disiapkan seluas 2 ha yang terbagi menjadi 2 kelompok (varietas Mentega dan Arsin) dengan luasan masing-masing 1 ha. Penanaman dilakukan pada Januari 2008 dan dipanen pada Nopember 2008 (selama ± 11 bulan). Karakteristik varietas, umur panen dan produksi ubi kayu dalam penelitian pada Tabel 3. Dari tabel diatas terlihat bahwa hasil yang lebih tinggi dicapai oleh varietas Mentega sebesar 21,44 t/ha, dibandingkan dengan varietas Arsin yang hanya sebesar 19,54 t/ha.
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2009
Tabel 3. Karakteristik, umur panen dan produksi ubi kayu varietas Mentega dan Arsin di lokasi penelitian Karakteristik
Varietas
Rasa
Pati
Mentega
enak
putih
Arsin
enak
putih
Umur panen (bulan)
Hasil produksi (ton/ha) kotor)*
bersih)*
11
21,44
15,08
11
19,54
13,68
1 kg kotor* = 0,7 kg bersih*
Hasil limbah ubi kayu Dari setiap 1 kg ubi kayu kotor dapat dihasilkan 0,7 kg ubi kayu yang telah dikupas, sehingga hasil samping tanaman ubi kayu berupa kulit umbi sebesar 0,3 kg. Dari produksi ubi kayu (kedua varietas) pada lahan penelitian maka limbah berupa kulit ubi kayu yang dihasilkan sebanyak (21.443 + 19.539) x 0,3 kg = 12.294,6 kg limbah. Hasil penelitian SOERAWIDJAYA dan TATANG (2006); FAO dan IFAD (2004) menunjukkan bahwa limbah ubi kayu cukup baik untuk digunakan sebagai campuran pakan ternak, dan dapat menghasilkan pertambahan bobot badan harian ternak domba sebesar 0,31 g/ekor/hari. Demikian juga dengan penelitian ALI et al. (1995) yang menyimpulkan bahwa tepung daun singkong, tepung gaplek dan limbah kulit ubi kayu dapat digunakan sebagai makanan penguat ternak domba. Penelitian MATHIUS et al. (1983.) dengan menggunakan daun singkong segar sebanyak 200 g/ekor/hari dapat meningkatkan bobot badan ternak domba sebesar 66,9 g/ekor/hari. Sedangkan RINTO et al. (1995), melaporkan domba yang diberi rumput lapangan dan konsumsi tepung daun singkong dengan tepung gaplek memperoleh kenaikan bobot badan sebesar 59,33 g/ekor/hari. Usaha ternak kambing Pemeliharaan ternak kambing di lokasi penelitian merupakan usaha ternak yang telah lama dilakukan oleh peternak dan secara kontinyu dipelihara sepanjang tahun. Sistem pemeliharaan dengan cara dikandangkan secara individu. Pakan tambahan yang sering
diberikan dari limbah tanaman ubi kayu berupa daun ubi kayu, kulit umbi dan onggok. Pakan dari limbah ubi kayu mempunyai kelemahan, yakni palatabilitasnya rendah dan adanya kandungan HCN sehingga sering menjadi kendala dalam penggunaannya sebagai pakan ternak. Hasil penelitian terdahulu bahwa kadar cianida (HCN) dapat diturunkan atau dihilangkan dengan cara memasak, direndam dalam air, menggoreng, mengeringkan pada sinar matahari, atau udara panas. CRUSH (1975) mengatakan bahwa kadar HCN yang dapat menyebabkan kematian jika diatas ambang yaitu 2,4 mg/kg bobot badan kambing atau domba. JONSON dan RAYMON yang disitir oleh JALUDIN (1978) mengatakan dosis kematian akibat keracunan HCN adalah 1,4 mg/kg bobot badan ternak kambing atau domba. Pada pengamatan di petani ternak dalam penelitian ini tidak terdapat kasus kematian atau gejala keracunan akibat HCN dari ransum yang diberikan, karena batas pemberiannya tidak berlebihan. Ubi kayu yang digunakan sebagai pakan ternak pada pengamatan adalah ubi kayu mentega (kuning), merah, dan ubi kayu putih (arsin). Kandungan nilai nutrisi ubi kayu yang digunakan dan daun ubi kayu dapat dilihat pada Tabel 4. Kandungan kadar protein ubi kayu putih dan merah adalah tertinggi yakni mencapai 1,80 g, sedangkan ubi kayu kuning hanya mencapai 1,10 g. Sebaliknya ubi kayu kuning mengandung karbohidrat tertinggi (32,3 g). Dilihat dari kandungan serat kasar, jenis ubi kayu kuning memiliki serat kasar tertinggi (1,40 g) yang disusul ubi kayu merah (1,20 g) dan ubi kayu putih (0,90 g).
511
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2009
Tabel. 4. Kandungan nilai nutrisi dari berbagai varietas ubi kayu yang digunakan Kandungan gizi
Ubi kayu putih
Ubi kayu merah
Ubi kayu kuning
Daun
Kalori (kal) Protein (g) Lemak (g) Karbohidrat (g) Air (g) Serat kasar (g) Kadar gula (g) Beta karotin
123,00 1,80 0,70 27,90 68,50 0,90 0,40 31,29
123,00 1,80 0,70 21,90 68,50 1,20 0,40 174,20
136,00 1,10 0,40 32,30 1,40 0,30 -
47,00 2,80 0,40 10,40 84,70 -
Sumber: PRIBADI (2008)
Analisis ekonomi usaha ternak kambing Berdasarkan hasil perhitungan, untuk mencapai skala ekonomi pada usaha pemeliharaan ternak kambing jumlah ternak yang dipelihara minimal adalah 5 – 20 ekor. Pada penelitian ini skala yang digunakan adalah 9 ekor ternak kambing yang terdiri dari 8 ekor betina induk dan seekor pejantan. Dari hasil perhitungan ekonomi diperoleh keuntungan bersih Rp. 3.770.000/tahun, dengan nilai R/C ratio sebesar 1,4. Dari hasil yang diperoleh tersebut, maka usaha pemeliharaan ternak kambing yang pelihara
oleh peternak di Kelurahan Cibuluh Kecamatan Bogor Utara layak dipertahankan. Untuk melihat analisis ekonomi pemeliharaan ternak kambing terlihat pada Tabel 5. Analisis ekonomi budidaya ubi kayu varitas mentega dan arsin Perhitungan analisis ekonomi dan R/C ratio dari usaha tanaman ubi kayu di lokasi penelitian terlihat pada Tabel 6. Input produksi (pupuk) yang digunakan terdiri dari pupuk Urea dan HCl masing-masing 4 sak dan pupuk kandang 10 ton.
Tabel 5. Analisis ekonomi pemeliharaan ternak kambing di Kelurahan Cibuluh, Bogor Utara No.
Uraian
A.
Biaya produksi Bibit 1 ekor jantan dewasa = 1 x Rp.850.000 = Bibit 8 ekor betina dewasa = 8 x Rp.650.000 = Penyusutan kandang/tahun Tenaga kerja keluarga/tahun @Rp.5.000/orang/hari x 360 hari
B.
C. D.
Volume/(Rp)
Total biaya
9.350.000
Pendapatan Penjualan anak: 2 ekor anak/induk/tahun = 16 ekor (dijual umur 1 tahun), terdiri dari: 12 betina dewasa x harga rata-rata Rp. 580.000 4 jantan dewasa x harga-rata-rata Rp. 675.000 Penjualan induk: 4 ekor induk x Rp. 600.000 1 ekor jantan x Rp. 1.050.000 Penjualan kotoran: 80 karung/tahun x Rp. 1.000/karung
6.960.000 2.700.000 2.400.000 1.050.000 80.000
Total pendapatan
13.190.000
Keuntungan/tahun (B – A) R/C
Induk dijual sudah melahirkan keturunan anaknya 7 kali dalam 4 tahun; mortalitas 0%
512
850.000 5.200.000 1.500.000 1.800.000
3.770.000 1,4
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2009
Tabel 6. Analisis ekonomi usaha tanaman ubi kayu varietas Mentega dan Arsin Rp/tahun
Uraian
Varietas Mentega (kuning)
Varietas Arsin (putih)
A. Biaya produksi Sewa lahan
400.000
400.000
Bibit ubi kayu 10.020 btg x Rp. 25/batang
250.500
250.500
Biaya penanaman 10.020 phn x Rp.25/batang
250.500
250.500
Pupuk Urea: 4 zak @ Rp. 75.000
300.000
300.000
Pupuk HCl: 4 zak @ Rp. 75.000
300.000
300.000
Pupuk kandang: 10.000 kg @ Rp. 100
1.000.000
1.000.000
Biaya mencangkul/panen
1.503.000
1.503.000
Biaya memupuk 2 orang/tahun/panen Biaya menyiangi 2 kali/tahun/panen Total biaya
200.000 500.000 4.704.000
200.000 500.000 4.704.000
B. Pendapatan (mentega) 15.080,1 kg x Rp. 850/kg (arsin) 13.677,3 kg x Rp. 850/kg Total pendapatan/tahun Jumlah keuntungan bersih/tahun (B – A) Pendapatan R/C
12.818.085
-
-
11.625.705
12.818.085
11.625.705
8.414.085
6.921.705
2,7
2,6
Produksi ubi kayu pada saat dijual bersih/sudah dikupas
Terlihat bahwa pendapatan bersih dari analisis usaha tanaman ubi kayu varietas Mentega Rp. 8.414.085/ha/tahun, sedangkan untuk ubi kayu varietas Arsin Rp. 6.921.705/ha/tahun dengan menggunakan perlakuan yang sama. R/C ratio masing-masing 2,7 dan 2,6 tidak jauh berbeda. KESIMPULAN Dari hasil penelitian disimpulkan bahwa penanaman ubi kayu varietas mentega memperoleh keuntungan bersih sebesar Rp. 8.414.085/ha/tahun lebih tinggi dibandingan dengan varietas Arsin yang hanya sebesar Rp. 6.921.705/ha/tahun dan R/C ratio masingmasing 2,7 dan 2,6. tidak jauh berbeda. Sementara dari hasil analisa usaha pemeliharaan ternak kambing dengan menggunakan pakan dari limbah tanaman ubi kayu menghasilkan keuntungan bersih sebesar Rp. 3.770.000/tahun dan R/C ratio 1,4.
Dengan demikian kedua usaha tersebut secara terintegrasi layak untuk diusahakan. DAFTAR PUSTAKA ALI, R.S., H. PULUNGAN dan KARTIASO.1995. Pemanfaatan tepung daun singkong dan tepung gaplek sebagai makanan penguat ternak domba lepas sapih. Pros. Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner Puslitbang Peternakan BPS. 2009. Statistik Indonesia. Badan Pusat Statistik Indonesia, Jakarta. CRUSH.,D.C. 1974. Vol. 2. Nutrien Albany Co., Oregon. DAMARJATI, D.S., S. WIDOWATI and SUISMONO. 1996. Development system of cassava glour agro industri in indonesia. In: System. HERMANTO and A. MUSADAD (Eds). Performances of Food Crops Research. Book 4. CRIFC, Bogor. pp. 1212 – 1221.
513
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2009
DARWANTO, D.H. dan MUHARTO. 1998. Kaji Ulang Agribisnis dan agriindustri Ketela Pohon selama Pembangunan Jangka Panjang-1. Pros. Seminar Nasional Pengembangan Agroindustri Ketela Pohon Berbasis Pedesaan Menunjang Ketahanan Pangan dan Keamanan Pangan. FP UGM dan Kantor Meneg Urusan Pangan RI Yogyakarta. DEPTAN RI. 2006. Data Base Pemasaran Internasional Ubi Kayu Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Tanaman Pangan Dirjen Bina Pengolhan Hasil Pemasaran Hasil Pertanian Jakarta. DINAS PERTANIAN TANAMAN PANGAN PROPINSI JAWA BARAT. 2009. Data Statistik Palawija. Dinas Pertanian Tanaman Pangan Propinsi Jawa Barat. Bandung FAO and IFAD. 2004. Global Cassava Market Study Business o-portunities for the use of Cassava. Proc. of The Validation Forum on The Global Cassava Development Strategi Vol. 6. FAO, Roma. FRANKLIN, D.,G. SANDOVAL and P. JUN. 1992. The ideal casavva plant for maximum yield.Ceop. Sci. 19: 271 – 279. GITTINGER, J.P. 1986.Analisis ekonomi proyekproyek pertanian. Edisi Kedua. Universitas Indonesia, Jakarta. JALUDIN, S. 1978. In Feeding stuffs for livestuk in Southeast Asia. Nasional Uni. of Malaysia, Serdang, Malaysia MARTINDAH, E. dan K. DIWYANTO. 2007. Pengembangan peternakan sapi perah terintegrasi dengan industri bioetanol berbahan baku singkong. Pros. Konferensi Nasional 2007: Pemanfaatan hasil samping industri biodiesel dan industri etanol serta peluang pengembangan industri integratednya.SBRC-LPPM IPB, Bogor.
514
MATHIUS, I-W., A. DJADJANEGARA dan M. RANGKUTI. 1983. Pengaruh penambahan daun singkong (manihot utillisima pohl) dalam ransom domba. Majalah Ilmiah Peternakan 1(2). MUHIDDIN, N.H., N. Juli dan I.N.P. Aryantha. 2001. Peningkatan kandungan protein kulit umbi ubi kayu melalui proses fermentasi. JMS 6(1): 1 – 12. POESPODARSONO, S. 1992. Pemuliaan ubi kayu. Makalah disampaikan dalam Simposium Pemuliaan Tanaman I Komda Jawa Timur. Malang, 17 Juli 1992. Balit Tanaman KacangKacangan dan Umbi-Umbian, Malang. PRIBADI, S.H. 2008. Pemanfaatan hasil ikutan pertanian untuk pakan ternak. Jurnal BBP2TP, Bogor No. 3238. Edisi 6-12 Pebruari 2008. PURWANTI, S. 2006. Pengaruh perlakuan terhadap kadar asam sianida (HCN) kulit ubi kayu sebagai pakan alternatif. http://disnaksulsel. info/ndex.php?option=com_docman&task= doc_download&gid=7. (4 Juni 2009). RINTO, A., R.S. H. PULUNGAN dan KARTIASO.1995. Pemanfaatan tepung daun singkong dan tepung gaplek sebagai makanan penguat ternak domba lepas sapih. Karya Ilmiah Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, Bogor. SOERAWIDJAYA dan TATANG. 2006.Prospek Biotanol sebagai Bahan Bakar Tarnsportasi. Pusat Penelitian dan Pengmbangan Sumberdaya Alam LPPM, Institut Teknologi Bandung. Disajikan pada Pertemuan Asosiasi Spiritus dan Ethanol Indonesia (ASENDO) Yogyakarta.