ANALISIS PENDAPATAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI USAHATANI WORTEL DI KABUPATEN TEGAL (Kasus di Desa Rembul, Kecamatan Bojong, Kabupaten Tegal, Provinsi Jawa Tengah)
Oleh : Pananda Pasaribu A14103081
FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007
ANALISIS PENDAPATAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI USAHATANI WORTEL DI KABUPATEN TEGAL (Kasus di Desa Rembul, Kecamatan Bojong, Kabupaten Tegal, Provinsi Jawa Tengah)
Oleh : Pananda Pasaribu A14103081
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007
Judul Skripsi
:
Nama NRP
: :
Analisis Pendapatan dan Faktor–Faktor yang Mempengaruhi Produksi Usahatani Wortel di Kabupaten Tegal (Kasus Desa Rembul, Kecamatan Bojong, Kabupaten Tegal, Provinsi Jawa Tengah) Pananda Pasaribu A14103081
Menyetujui, Dosen Pembimbing
Ir. Dwi Rachmina, MSi NIP 131 918 503
Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr. Ir. H. Supiandi Sabiham, M.Agr NIP 130 422 698
Tanggal kelulusan :
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL “ANALISIS
PENDAPATAN
DAN
FAKTOR-FAKTOR
YANG
MEMPENGARUHI PRODUKSI USAHATANI WORTEL DI KABUPATEN TEGAL (KASUS DESA REMBUL, KECAMATAN BOJONG, KABUPATEN TEGAL, PROVINSI JAWA TENGAH)” ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN UNTUK SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA APAPUN.
Bogor, April 2007
Pananda Pasaribu A14103081
RINGKASAN
PANANDA PASARIBU. Analisis Pendapatan dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Usahatani Wortel di Kabupaten Tegal (Kasus Desa Rembul, Kecamatan Bojong, Kabupaten Tegal, Provinsi Jawa Tengah). Dibawah bimbingan DWI RACHMINA. Subsektor tanaman hortikultura termasuk salah satu subsektor yang memegang peranan penting dalam sektor pertanian. Kontribusi hortikultura terhadap PDB sektor pertanian merupakan kedua terbesar setelah sektor tanaman pangan pada tahun 2000-2004. Wortel merupakan salah satu komoditas unggulan hortikultura. Laju pertumbuhan produksi dan luas panen komoditi wortel merupakan yang paling tinggi pada tahun 2002-2005 untuk sayuran semusim, yaitu masing- masing sebesar 16,46 persen dan 7,36 persen. Hal ini juga diikuti dengan peningkatan konsumsi wortel dari 0,42 kg/tahun menjadi 0,83 kg per tahun pada periode tahun 1990 – 2005. Secara Umum, luas panen, produksi dan produktivitas tanaman wortel di Jawa Tengah pada periode tahun 2000 – 2005 mengalami peningkatan, dengan laju masing- masing per tahun sebesar 4,67 persen, 11,78 persen dan 2,66 persen. Namun hal ini bertolak belakang dengan keadaan di Kabupaten Tegal. Luas panen yang semakin meningkat pada periode tahun 2003 – 2005 tidak diikuti peningkatan produksi dan produktivitas. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis tingkat pendapatan petani dari usahatani wortel sebagai akibat penurunan produktivitas di Kabupaten Tegal dan menganalisis hubungan antara faktor-faktor produksi. Selain itu juga menganalisis tingkat efisiensi penggunaan faktor- faktor produksi. Penelitian dilakukan di Desa Rembul, Kecamatan Bojong, Kabupaten Tegal, Jawa Tengah. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan alasan bahwa lokasi tersebut merupakan salah satu sentra produksi wortel di Kabupaten Tegal. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan melakukan wawancara dan pengamatan langsung ke petani dengan menggunakan kuesioner yang telah disiapkan sbelumnya. Data sekunder diperoleh dari literatur dan instansi- instansi terkait seperti Departemen Pertanian, Direktorat Jenderal Bina Produksi Hortikultura Badan Pusat Statistika (BPS), situs-situs internet, dan perpustakaan LSI Institut Pertanian Bogor. Sedangkan pemilihan petani responden dilakukan secara acak sederhana (simple random sampling) dengan jumlah responden sebanyak 40 orang. Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis kualitatif dan analisis kuantitatif. Analisis kualitatif meliputi analisis keadaan umum usahatani wortel sedangkan analisis kuantitatif berupa analisis pendapatan usahatani, analisis R/C rasio, analisis penggunaan faktor produksi, serta analisis efisiensi produksi. Berdasarkan analisis pendapatan, komponen biaya produksi terbesar adalah biaya untuk tenaga kerja luar keluarga wanita dan pria. Biaya TKLK wanita yaitu
sebesar Rp 1.347.380,00 per hektar untuk satu musim tanam atau sekitar 23,19 persen dari biaya total produksi. Sedangkan komponen biaya terbesar kedua adalah biaya TKLK pria sebesar 1.278.004,00 per hektar untuk satu musim atau sekitar 22,00 persen dari biaya total. Biaya tunai dan biaya total usahatani wortel per hektar masing- masing sebesar Rp 3.344.257,75 dan Rp 5.809.263,65. Dengan penerimaan tunai yang diterima petani sebesar Rp 14.259.483,33 per hektar, maka pendapatan usahatani wortel atas biaya tunai dan biaya total per hektar untuk satu musim tanam masing- masing Rp 10.915.225,58 dan Rp 8.450.219,68. Sehingga R/C rasio atas biaya tunai dan total masing- masing 4,26 dan 2,45. Berdasarkan analisis Faktor Produksi, didapat model produksi dengan R2 dan R adjusted masing- masing sebesar 73,7 persen dan 65,9 persen. Dari model tersebut, penggunaan benih dan tenaga kerja pria berpengaruh nyata terhadap produksi wortel pada selang kepercayaan 95 persen. Sedangkan pupuk kandang berpengaruh nyata pada selang kepercayaan 80 persen. Dengan nilai elastisitas benih sebesar 0,542, penggunaan tenaga kerja pria sebesar 0,408, dan pupuk kandang sebesar 0,049. Selain itu penggunaan faktor produksi belum digunakan secara efisien karena rasio masing- masing faktor tidak sama dengan satu. Dimana rasio NPM-BKM lahan sebesar 1,35, benih sebesar 38,6, pupuk urea sebesar 2,37, pupuk TSP sebesar 11,36, pupuk KCl sebesar 10,58, pupuk kandang sebesar 33,78, obat cair sebesar -1,11, serta penggunaan tenaga kerja pria dan wanita masing- masing sebesar 3,24 dan -1,27. 2
Dengan penggunaan input yang optimal ini maka produksi menjadi 15.988,16 kilogram per rata-rata luas lahan atau sekitar 25.787,6 kilogram (25,79 ton) per hektar. Produktivitas ini akan menjadi lebih tinggi dari produktivitas Provinsi Jawa Barat yang mempunyai produktivitas sebesar 23,2 ton per hektar. Selain itu, R/C rasio menjadi lebih besar dari sebelumnya yaitu menjadi 5,7. Saran yang bisa diberikan melalui penelitian ini antara lain: petani hendaknya menggunakan faktor- faktor produksi secara lebih intensif sehingga hasil produksi yang didapat dapat lebih optimal. Hal ini meliputi penggunaan benih dan pupuk (urea, TSP, KCl dan Kandang). Selain itu pemerintah secara aktif dan kotiniyu. memberikan penyuluhan tentang penggunaan faktor produksi yang benar, yaitu melalui pemberdayaan Petugas Penyuluh Lapangan (PPL) untuk mencapai hasil produksi yang optimal dan keuntungan yang maksimal.
KATA PENGANTAR
Puji Syukur dipanjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Pendapatan Usahatani dan Faktor Produksi yang Mempengaruhi Usahatani Wortel di Kabupaten Tegal (Kasus Desa Rembul, Kecamatan Bojong, Kabupaten Tegal, Provinsi Jawa Tengah)”. Skripsi ini ditulis untuk memenuhi persyaratan penyelesaian Program Sarjana pada Program Studi Manajemen Agribisnis, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Tingkat produksi yang rendah untuk setiap hektar dapat disebabkan penggunaan faktor produksi yang tidak efisien sehingga pada akhirnya dapat menyebabkan keuntungan petani menjadi berkurang. Melalui penelitian ini, penulis mencoba untuk menganalisis tingkat pendapatan dan penggunaan faktorfaktor produksi di daerah penelitian. Sehingga pada akhirnya didapat kombinasi penggunaan faktor produksi yang dapat memaksimalkan keuntungan petani. Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih terdapat kekurangan, oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun demi penyempurnaan tulisan selanjutnya.
Bogor, April 2007
Penulis
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada Tanggal 16 Januari 1985 di Medan. Penulis adalah anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan M. Pasaribu dan P. Siahaan. Penulis menyelesaikan pendidikan di SD Wahidin Medan pada tahun 1997. kemudian melanjutkan ke SLTP Xaverius 1 Palembang dan lulus pada tahun 2000. Pada tahun 2003, penulis lulus dari SMU Xaverius 1 Palembang. Kemudian pada tahun yang sama penulis mendapatkan kesempatan melanjutkan pend idikan di perguruan tinggi pada Program Studi Manajemen Agribisnis, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Selama duduk di bangku kuliah, penulis aktif sebagai asisten Mata Kuliah Ekonomi Umum pada tahun ajaran 2005/2006 dan 2006/2007.
UCAPAN TERIMA KASIH
1.
Kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang tela h memberikan berkat dan karuniaNya sehingga skripsi ini dapat selesai dengan baik.
2.
Kepada Keluarga Tercinta, Papa, Mama dan Adek Nidya yang Selalu memberikan doa dan dukungan kepada Nanda.
3.
Kepada Ibu Ir. Dwi Rachmina, MSi. selaku dosen pembimbing skripsi. Terima kasih atas waktu, bimbingan dan semangat yang diberikan.
4.
Kepada Bapak Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS. sebagai dosen penguji utama.
5.
Kepada Bapak Arif Karyadi, SP sebagai dosen penguji wakil Komdik.
6.
Kepada
Kepala Desa (Bapak Nurcholis), Sekretaris Desa (Bapak
Buntawan), Ketua RW I (Bapak Wasro), seluruh pamong Desa Rembul yang telah mengizinkan penulis untuk melakukan penelitian, dan seluruh masyarakat Desa Rembul yang telah membantu dalam penelitian ini. 7.
Bapak Sonhaji yang telah membantu dalam pengurusan izin.
8.
Kepada Pangihutan Sutan Sugondo Samosir dan Sahat Parsaulian Maharis Gultom yang telah menjadi sahabat sekaligus saudara bagi penulis selama masa perkuliahan.
9.
Kepada Roy. A. R Sinaga, Welly Artha Simbolon, Jujung, Astarina, Wahyuli Riza, Anindito, Pramudia, Shanti, Oki, Meta, Belinda dan Seluruh Rekan AGB 40 yang telah memberikan bantuan baik langsung maupun tidak langsung selama di masa perkuliahan.
10.
Kepada Rekan KKP Desa Rembul Awal, Ani, Dewi, Eka dan Putrina.
11.
Kepada Agnes Pasaribu, Theresia Hutahuruk dan Pretty yang selalu memberikan yang terbaik kepada abangnya.
12.
Kepada semua pihak telah membantu penulis menyelesaikan perkuliahan dan penelitian.
I asked for strength.... And God gave me difficulties to make me strong. I asked for wisdom..... And God gave me problem to Solve. I asked for Prosperity ..... And God gave me a brain and brawn to work. I asked for courage...... And God gave me obstacles to overcome. I asked for love... And God gave me troubled people to help I asked for Favors..... And God give me opportunities I received nothing I wanted...... But I received everything I needed Live life without fear, Confront all obstacles and...know that you can overcome them
(Anonime)
DAFTAR ISI Halaman BAB I.
PENDAHULUAN……………………………………………….... 01 1.1. Latar Belakang……………………………………….............. 01 1.2. Perumusan masalah…………………………………………...07 1.3. Tujuan Penelitian…………………………………….............. 08 1.4. Kegunaan Penelitian………………………………………..... 09
BAB II.
TINJAUAN PUSTAKA…………………………………………... 10 2.1. Gambaran Umum Wortel…………………………………......10 2.2. Syarat Tumbuh Tanaman Wortel…………………………...... 11 2.3. Kandungan Gizi dan Manfaat Wortel………………............... 11 2.4. Penelitian Sebelumnya…………………………...................... 13 2.4.1. Analisis Pendapatan dan Usahatani………….............. 13 2.4.2. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi………… 14
BAB III. KERANGKA PEMIKIRAN……………………………………... 16 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis………………………………… 16 3.1.1. Konsep Usahatani………………………………......... 16 3.1.2. Penerimaan dan Biaya Usahatani…………………......18 3.1.3. Analisis Pendapatan Usahatani……………………..... 19 3.1.4. Konsep Fungsi Produksi……………………………... 21 3.1.5. Efisiensi Penggunaan Faktor Produksi……………..... 25 3.2. Kerangka Pemikiran Konseptual…………………………….. 28 BAB IV. METODE PENELITIAN………………………………………… 31 4.1. Lokasi Penelitian…………………………………………….. 31 4.2. Jenis dan Sumber Data……………………………………..... 31 4.3. Metode Penarikan Contoh…………………………………… 32 4.4. Metode Analisis dan Pengolahan Data………………………. 32 4.4.1. Analisis Pendapatan Usahatani………………………. 32 4.4.2. Analisis R/C Rasio…………………………………… 33 4.4.3. Analisis Fungsi Produksi…………………………...... 34 4.4.4. Pengujian Fungsi Produksi…………………………... 36 4.4.5. Analisis Efisiensi Penggunaan Faktor-Faktor Produksi……………………………………………… 37 4.5. Konsep Pengukuran Variabel........................………………... 38 BAB V.
GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN………………. 40 5.1. Keadaan Wilayah Penelitian…………………………………. 40 5.2. Keadaan Penduduk dan Mata Pencaharian…………………... 41 5.3. Karakteristik Responden……………………………………... 44 5.3.1. Umur Petani………………………………….............. 44 5.3.2. Tingkat Pendidikan ...................................................... 45 5.3.3. Pengalaman Petani........................................................ 46 5.3.4. Sifat Usahatani.............................................................. 47
Halaman 5.3.5. Luas Lahan Garapan…………………………………. 48 5.4. Gambaran Umum Usahatani Wortel di Desa Rembul……...... 48 BAB VI. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI WORTEL………... 53 6.1. Analisis Penggunaan Sarana Produksi……………………...... 53 6.1.1. Sarana Produksi Benih……………………………...... 53 6.1.2. Sarana Produksi Pupuk………………………………. 54 6.1.3. Sarana Produksi Obat-obatan…………………………55 6.1.4. Tenaga Kerja…………………………………………. 56 6.1.5. Alat-Alat Pertanian....................................................... 59 6.2. Analisis Pendapatan Usahatani Wortel………………………. 60 6.2.1. Biaya Usahatani Wortel................................................ 61 6.2.2. Penerimaan Usahatani Wortel.......................................63 6.2.3. Pendapatan Usahatani Wortel....................................... 64 BAB VII. ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI USAHATANI……………………………………………………... 66 7.1. Analisis Fungsi Produksi………………………….................. 66 7.2. Analisis Faktor Produksi dan Skala Usaha…………………... 68 7.3. Analisis Efisiensi Penggunaan Faktor Produksi……............... 72 BAB VIII. KESIMPULAN DAN SARAN…………………………………… 79 8.1. Kesimpulan………………………………………………… 79 8.2. Saran……………………………………………………….. 80 DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………. 81 LAMPIRAN……………………………………………………………………83
DAFTAR TABEL
Nomor
Halaman
Tabel 1.
Perkembangan Nilai PDB Sub Sektor Pertanian Tahun 2000 -2004 (Milyar Rp)……………………………………………. 02
Tabel 2.
Perkembangan Produksi Sayuran yang Dipanen Sekaligus 2002-2005 (Ton)…………………………………………………… 03
Tabel 3.
Perkembangan Luas Lahan untuk Jenis Sayuran yang Dipanen Sekaligus 2002-2005 (Ha)…………………………………………. 04
Tabel 4.
Perkembangan Ekspor dan Impor Komoditas Wortel Indonesia Tahun 2002-2005…………………………………………………... 04
Tabel 5.
Perkembangan Konsumsi Wortel Perkapita di Indonesia Tahun 1990-2005………………………………………………....... 05
Tabel 6.
Enam Propinsi Penghasil Utama Wortel Di Indonesia Tahun 2005………………………………………………………… 06
Tabel 7.
Data Perkembangan Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Wortel Jawa Tengah Tahun 2000-2005……………………………. 07
Tabel 8.
Perkembangan Luas Lahan dan Produktivitas Tanaman Wortel di Kabupaten Tegal Tahun 2001-2005…………………………….. 08
Tabel 9.
Kandungan Gizi Wortel Segar dalam Setiap 100 gr Umbi Wortel……………………………………………………….. 12
Tabel 10. Pemanfaatan Lahan Desa Re mbul Kecamatan Bojong Kabupaten Tegal…………………………………………………… 41 Tabel 11. Komposisi Penduduk berdasarkan Golongan Usia di Desa Rembul Kecamatan Bojong Kabupaten Tegal Tahun 2005……….. 42 Tabel 12. Kualitas Angkatan Kerja berdasarkan Tingkat Pendidikan Masyarakat di Desa Rembul Kecamatan Bojong kabupaten Tegal Tahun 2005………………………………………………….. 42 Tabel 13. Mata Pencaharian Pokok Penduduk Desa Rembul Kecamatan Bojong Kabupaten Tegal Tahun 2005……………………………... 43 Tabel 14. Responden Usahatani Wortel di Desa Rembul Kecamatan Bojong Kabupaten Tegal berdasarkan Kelompok Umur Tahun 2007……………………………………………………….... 45
Nomor
Halaman
Tabel 15. Responden Usahatani Wortel di Desa Rembul Kecamatan Bojong Kabupaten Tegal berdasarkan Tingkat Pendidikan Tahun 2007………………………………………………………… 45 Tabel 16. Pengalaman Bertani Responden Petani Wortel di Desa Rembul Kecamatan Bojong Kabupaten Tegal Tahun 2007…. 47 Tabel 17. Sifat Usahatani Wortel di Desa Rembul Kecamatan Bojong Kabuptaten Tegal Tahun 2007.............................................. 47 Tabel 18. Penyebaran Responden Petani Wortel di Desa Rembul Kecamatan Bojong Kabupaten Tegal berdasarkan Luas Lahan Tahun 2007………………………………………………………… 48 Tabel 19. Rata-Rata Penggunaan Tenaga Kerja Usahatani Wortel untuk Satu Musim Tanam Per Hektar di Desa Rembul Tahun 2006……... 57 Tabel 20. Nilai Penyusutan Peralatan Pertanian Usahatani Wortel di Desa Rembul per Tahun…………………………………………….60 Tabel 21. Komponen Biaya Usahatani Wortel di Desa Rembul Per Hektar untuk Satu Musim Tanam............................................... 63 Tabel 22. Analisis Pendapatan Usahatani Wortel Desa Rembul per Hektar Untuk Satu Musim Tanam…………………………………………. 64 Tabel 23. Pendugaan dan Pengujian Parameter Model Fungsi Produksi Cobb-Douglas……………………………………………………… 66 Tabel 24. Rasio Nilai Produk Marjinal dan Biaya Korbanan Marjinal dari Produksi Usahatani……………………………………………. 73 Tabel 25. Kombinasi Optimal Penggunaan Input pada Usahatani Wortel…… 75 Tabel 26. Rasio Perband ingan Pendapatan Petani Wortel Pada Kondisi Aktual dan Kondisi Optimal Per Rata-Rata Luas Lahan................... 76 Tabel 27. Kombinasi Faktor-Faktor Produksi Alternatif dengan Simulasi pada Usahatani Wortel di Desa Rembul Kecamatan Bojong Kabupaten Tegal................................................................................ 77 Tabel 28. Rasio Perbandingan Pendapatan Petani Wortel Pada Kondisi Aktual dan Optimal Alternatif Per Rata-Rata Luas Lahan............... 78
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman
Gambar 1.
Daerah Produksi dan Elastisitas Produksi……………………... 24
Gambar 2.
Kerangka Pemikiran Operasional..................………………….. 30
Gambar 3.
Gambaran Umum Budidaya Wortel di Desa Rembul Kecamatan Bojong Kabupaten Tegal………………………….. 52
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Halaman
Lampiran 1. Analisis Regresi Model Cobb-Douglas………………………... 83 Lampiran 2. Data Produksi dan Penggunaan Faktor-Faktor Produksi Usahatani Wortel di Desa Rembul satu Musim Tana m T Tahun 2006…………………………………………………….. 84 Lampiran 3. Perhitungan Rasio Nilai Produk Marjinal (NPM) dan Biaya Korbanan Marjinal (BKM)…………………………………….. 85 Lampiran 4. Perhitungan Penggunaan Faktor Produksi Pada Kondisi Optimal………………………………………………………… 88
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara agraris mempunyai potensi yang cukup besar pada sektor pertanian. Hal ini dapat tergambar dari kontribusi sektor pertanian terhadap pembentukan PDB (Produk Domestik Bruto) pada tahun 2005 sebesar 365,6 triliun rupiah (13,3 persen). Sektor pertanian menempati urutan ke-3 setelah sektor industri pengolahan dan perdagangan. Sektor ini juga memegang peranan penting dalam penghasil devisa dan penyerapan tenaga kerja. Dimana devisa yang dihasilkan pada tahun 2005 sebesar 3.137 juta dolar dan sektor ini mampu menyerap 41,8 juta tenaga kerja (44 persen dari total angkatan kerja) Subsektor usaha tanaman hortikultura termasuk salah satu subsektor yang memegang peranan penting dalam sektor pertanian. Hortikultura merupakan salah satu komoditas yang mempunyai potensi besar untuk dikembangkan diantara berbagai komoditas pertanian yang ada di Indonesia. Ketersediaan beragam jenis tanaman hortikultura yang meliputi tanaman sayur, buah, tanaman hias, dan tanaman obat yang dimiliki Indonesia dapat menjadi kegiatan usaha ekonomi yang sangat menguntungkan apabila dapat dikelola secara optimal. Peranan hortikultura terhadap perekonomian Indonesia antara lain ditunjukkan pada kontribusi sektor hortikultura dalam PDB. Kontribusi hortikultura terhadap PDB sektor pertanian merupakan kedua terbesar setelah sektor tanaman pangan pada tahun 2000-2004. Dimana laju pertumbuhan nilai PDB hortikultura adalah cenderung mengalami peningkatan sebesar 8,08 persen setiap tahunnya (Tabel 1).
2 Tabel 1. Perkembangan Nilai PDB Sub Sektor Pertanian Tahun 2000-2004 (Milyar Rp) Tahun 2000 2001 2002 2003 Hortikultura 41.731 47.521 51.000 53.885 Perkebunan 31.720 36.759 43.956 48.830 Kehutanan 17.215 17.594 18.876 20.202 Perikanan 30.945 36.938 41.050 48.297 Peternakan 25.627 34.285 41.329 44.499 Tanaman Pangan 73.266 94.428 106.631 115.007 Total 220.504 267.525 302.842 330.720 Sumber : Ditjen Hortikultura Departemen Pertanian RI 2006 (diolah) Sub Sektor
2004 56.844 57.419 21.717 55.266 49.122 119.399 351.178
Pertumbuhan Per Tahun (%) 8,08 15,89 5,97 15,64 18,05 13,13 12,45
Besarnya kontribusi tanaman hortikultura terhadap PDB Indonesia menunjukkan pentingnya tanaman hortikultura bagi pembangunan pertanian di Indonesia, oleh karena itu harus segera direspon dengan pengelolaan produksi yang tepat baik dari jenis, produk, kualitas, kuantitas, kontinuitas maupun distribusi. Salah satu sasaran pembangunan hortikultura tahun 2005-2009 seperti yang ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Bina Hortikultura adalah meningkatkan produksi hortikultura rata-rata 5,24 persen per tahun. Salah satu bagian terpenting dari subsektor hortikultura dan berpeluang untuk dikembangkan adalah sayuran. Menurut Direktorat Jenderal Hortikultura, Sayuran di Indonesia dibagi menjadi dua kategori yaitu sayuran yang dapat dipanen sekali (sekaligus) dan sayuran yang dapat dipanen berulangkali. Wortel merupakan salah satu komoditi dari sayuran yang hanya dapat dipanen sekali (sekaligus). Menurut
Departemen Pertanian Indonesia, wortel
merupakan salah satu komoditas unggulan sayuran Indonesia karena besarnya produksi dan konsumsi sayuran tersebut. Hal ini dapat dilihat dari produksi (Tabel 2) dan luas lahan (Tabel 3) sayuran yang diusahakan di Indonesia.
3 Tabel 2. Perkembangan Produksi Sayuran yang Dipanen Sekaligus 20022005 (Ton) Komoditi
Tahun
2002 2003 2004 2005 Bawang merah 766.572 762.795 757.399 793.001 Bawang daun 315.232 345.720 475.571 470.104 Kentang 893.824 1.009.979 1.072.040 975.298 Kol/Kubis 1.232.843 1.348.433 1.432.814 1.275.747 Wortel 282.248 355.802 423.722 441.246 Bawang Putih 46.393 38.957 28.851 23.820 Sayuran Lainnya 563.498 662.096 772.864 931.177 Total 4.100.610 4.523.782 4963.261 4.910.393 Sumber : Ditjen Hortikultura Departemen Pertanian RI 2006 (diolah)
Pertumbuhan Per Tahun (%) 0,01 12,57 3,29 1,53 16,46 -19,64 18,18 6,32
Berdasarkan Tabel 2, Total produksi jenis sayuran yang dapat dipanen sekaligus sebesar 4,9 juta ton. Beberapa sayuran yang memberikan kontribusi yang besar (lebih dari 10 persen) terhadap produksi nasional pada tahun 2005 adalah bawang merah kentang dan kubis. Sedangkan komoditi wortel memberikan kontribusi sebesar 8,98 persen atau 441.246 ton Walaupun produksi wortel menempati posisi kelima, laju pertumbuhan per tahun komoditi wortel merupakan yang paling tinggi diantara jenis sayuran lainnya, yaitu sebesar 16,46 persen. Laju pertumbuhan wortel ini jauh lebih besar dari laju pertumbuhan tanaman kubis yang hanya 1,53 persen pertahun. Berdasarkan luas arealnya (Tabel 3) dapat dilihat bahwa luas areal terbesar untuk komoditi sayuran yang dipanen sekaligus pada tahun 2005 adalah bawang merah, diikuti oleh kentang dan kubis. Komoditi wortel menempati posisi kelima untuk luas lahan. Dalam perkembangannya luas lahan wortel dari tahun 20022005 mengalami peningkatan yang paling besar diantara komoditi sayuran lainnya. Dimana laju pertumbuhan tanaman wortel per tahun sebesar 7,36 persen.
4 Tabel 3. Perkembangan Luas Lahan untuk Jenis Sayuran yang Dipanen Sekaligus 2002-2005 (Ha) Tahun 2002 2003 2004 2005 Bawang merah 79.867 88.029 88.707 90.072 Bawang daun 41.602 38.453 45.718 43.180 Kentang 57.332 65.923 65.420 59.434 kol/kubis 60.235 64.520 68.029 58.829 Wortel 20.103 21.501 24.168 24.847 bawang putih 7.923 6.345 4.930 3.756 Sayuran lainnya 78.595 82.572 99.629 100.660 Total 345.657 367.343 396.601 380.778 Sumber : Ditjen Hortikultura Departemen Pertanian RI 2006 (diolah)
Pertumbuhan Per Tahun (%) 3,90 1,93 1,93 -0,32 7,36 -21,60 8,71 3,73
Komoditi
Sebagai salah satu komoditas unggulan, wortel secara umum mempunyai prospek yang cukup cerah. Peluang pasar dari luar negeri dan khususnya dalam negeri masih sangat terbuka. Total volume ekspor wortel Indonesia selama periode 2002-2005 telah mencapai 2.941.719 kg dengan nilai ekspor sebesar US$ 807.974 atau rata-rata per tahun sebesar 735.429 kg dengan nilai US$ 201.993. Sedangkan volume impor untuk kurun waktu yang sama mencapai 14.987.538 kg dengan nilai impor mencapai US$ 5.962.736 atau rata-rata per tahun sebesar 3.746.884 kg dengan nilai US$ 1.490.684 (Tabel 4). Tabel 4. Perkembangan Ekspor dan Impor Komoditas Wortel Indonesia Tahun 2002-2005 Tahun
2002 2003 2004 2005 Total Laju (% per tahun)
Ekspor Volume Nilai (kg) (US$) 1.733.373 474.948 660.983 178.776 313.386 106.239 233.977 48.011 2.941.719 807.974 (46,53) (52,53)
Impor Volume (kg) 1.262.278 1.622.622 5.239.129 6.863.509 14.987.538 93,67
Nilai (US$) 494.860 690.832 1.707.481 3.069.563 5.962.736 88,82
Sumber : Ditjen Hortikultura Departemen Pertanian RI 2006 (diolah)
Secara umum perkembangan ekspor wortel Indonesia menunjukan penurunan,
sedangkan
impor
wortel
Indonesia
mengalami
peningkatan.
Berdasarkan Tabel 4 volume dan nilai ekspor mengalami penurunan masing-
5 masing sebesar 46,53 persen dan 52,53 persen per tahun, sedangkan volume dan nilai impor mengalami peningkatan masing- masing sebesar 93,67 persen dan 88,82 persen pertahun. Hal ini menunjukkan bahwa permintaan dalam negeri untuk komoditi wortel belum terpenuhi. Dilihat dari pekembangan konsumsi wortel menunjukkan kecenderungan yang semakin me ningkat setiap tahunnya (Tabel 5). Permintaan terhadap komoditi wortel yang terus meningkat ini, hal ini disebabkan oleh bertambahnya populasi penduduk dari tahun ke tahun dan membaiknya tingkat pendapatan masyarakat. Tabel 5. Perkemba ngan Konsumsi Wortel Perkapita di Indonesia Tahun 1990-2005 Tahun 1990 1993 1996 1999 2002 2005
Konsumsi (kg/th) 0,42 0,52 0,62 0,57 0,83 0,83
Sumber : Ditjen Hortikultura Departemen Pertanian 2006 (diolah)
Berdasarkan Tabel 5, terlihat bahwa konsumsi wortel perkapita dalam negeri cenderung meningkat. Konsumsi wortel mengalami penurunan pada tahun 1999 karena adanya krisis moneter. Namun konsumsi kembali meningkat pada tahun 2002 yang menunjukkan kesadaran masyarakat akan penting hidup sehat dengan memakan makanan yang bergizi. Sentra produksi wortel sebagian besar berada di Pulau Sumatera dan Pulau Jawa. Sentra Produksi wortel di Pulau Sumatera berada di Provinsi Sumatera Utara. Sedangkan sentra produksi wortel di Pulau Jawa berada di Propinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Beberapa Provinsi yang merupakan penghasil wortel dapat dilihat pada Tabel 6.
6 Tabel 6. Enam Propinsi Penghasil Utama Wortel Di Indonesia Tahun 2005 Provinsi Jawa barat Sumatera Utara Jawa Tengah Jawa Timur Bengkulu Sulawesi Selatan Total Produksi ke-6 propinsi Total Produksi Indonesia Persentase terhadap Indonesia (%)
Luas panen (Ha)
Produksi (ton)
9.248 3.101 3.888 3.114 1.465 796 21.612
215.177 74.114 55.878 44.125 14.047 7.113 410.454
Produktivitas (ton/Ha) 23,2 23,9 14,3 14,1 9,5 8,9 18,9
24.643
440.002
17,8
87
93
-
Sumber : Departemen Pertanian RI 2006 (diolah)
Berdasarkan Tabel 6 terlihat bahwa sebagian besar produksi wortel nasional dihasilkan oleh propinsi Jawa Barat, Sumatera Utara, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bengkulu, dan Sulawesi Selatan. Luas Panen dan Produksi wortel dari keenam provinsi tersebut berturut-turut adalah 87 persen dan 93 persen dari luas panen dan produksi total wortel dalam negeri. Produktivitas wortel Jawa Tengah sebesar 14,3 ton per hektar. Produktivitas komoditi wortel di Jawa Tenga h lebih rendah dibandingkan dengan Jawa Barat dan Sumatera Utara yakni masingmasing sebesar 23, 2 ton per hektar dan 23,9 ton per hektar. .
Luas Panen, produksi dan produktivitas komoditi wortel pada tahun 2005
masing- masing sebesar 3.888 Ha, 55.878 ton dan 12,37 ton per hektar. Secara umum luas panen, produksi dan produktivitas per hektar komoditi wortel di Jawa Tengah
dari tahun 2000-2005 mengalami kecenderungan meningkat setiap
tahunnya. Dimana laju pertumbuhan per tahun dari luas panen komoditi wortel sebesar 4,67 persen, produksi komoditi wortel sebesar 11,78 persen dan produktivitas tanaman wortel sebesar 2,66 persen (Tabel 7).
7 Tabel 7. Data Perkembangan Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Wortel Jawa Tengah Tahun 2000-2005 Tahun 2000 2001 2002 2003 2004 2005
Luas Panen (Ha) 3.268 3.355 3.306 3.840 4.803 3.888 4,67
Produksi (ton) 43.079 26.102 41.623 54.754 69.646 55.878 11,78
Laju (% per tahun) Sumber : Departemen Pertanian RI 2006 (diolah)
Produktivitas (ton/ha) 13,18 11,08 12,59 14,25 14,50 14,37 2,66
Produksi wortel propinsi Jawa Tengah tahun 2005 sebesar 55.878 ton. Apabila dibandingkan dengan tahun 2004, produksi wortel 2005 mengalami penurunan sebesar 13.768 ton atau turun sebesar 19,7 persen. Sedangkan produktivitas wortel pada tahun 2004 sebesar 14,5 ton per hektar turun menjadi 14,3 ton per hektar atau mengalami penurunan sebesar 0,89 persen.
1.2. Perumusan Masalah Usahatani wortel di Propinsi Jawa Tengah yang sebagian besar diusahakan dengan pola usahatani kecil pada umumnya mempunyai produksi dan produktivitas yang masih rendah. Produktivitas komoditi wortel Jawa Tengah pada tahun 2005 hanya 14,37 ton per hektar. Produktivitas ini jauh lebih rendah dari produktivitas di Jawa Barat dan Sumatera Utara yang masing- masing mencapai 22,5 dan 23,90 ton per hektar pada periode yang sama (Tabel 6). Secara Umum, luas panen, produksi dan produktivitas tanaman wortel di Jawa Tengah pada periode tahun 2000 – 2005 mengalami peningkatan. Laju pertumbuhan per tahun untuk luas panen, produksi dan produktivitas masingmasing naik sebesar 4,67 persen, 11,78 persen dan 2,66 persen (Tabel 7). Namun pertumbuhan luas lahan, produksi dan produktivitas Jawa Tengah yang semakin meningkat bertolak belakang dengan keadaan di Kabupaten Tegal. Luas panen
8 yang semakin meningkat pada periode tahun 2003 – 2005
tidak diikuti
peningkatan produksi dan produktivitas (Tabel 8). Tabel 8. Perkembangan Luas Lahan dan Produktivitas Tanaman Wortel di Kabupaten Tegal Tahun 2001-2005 Tahun 2003 2004 2005 Laju (% per tahun)
Luas Panen (Ha) (%) 175 284 62,28 321 13,02 -
Produksi Produktivitas (Ton) (%) (Ton/Ha) (%) 5.388 30,7 4.143 -23,10 14,5 -52,76 4.153 0,24 12,9 -11,03
37,65
-
-11,43
-
-31,90
Sumber BPS 2006 (diolah)
Berdasarkan Tabel 8, terlihat bahwa luas panen wortel meningkat rata-rata 37,65 persen per tahun, sedangkan produksi dan produktivitas mengalami penurunan masing- masing sebesar 11,43 persen dan 31,90 persen per tahun. Sehingga pertanyaan pertama yang dapat muncul adalah mengapa terjadi penurunan produktivitas di Kabupaten Tegal? Menurunnya produktivitas lahan di Kabupaten Tegal, tentu memiliki implikasi terhadap pendapatan usahatani. Sehingga pertanyaan kedua yang dapat muncul dari kejadian ini adalah bagaimana tingkat pendapatan yang diperoleh petani wortel di daerah penelitian? Salah satu penyebab turunnya produktivitas wortel di Kabupaten Tegal dimungkinkan karena penggunaan faktor produksi yang tidak efisien. Sehingga pertanyaan ketiga yang dapat muncul adalah apakah faktor- faktor produksi yang digunakan sudah efisien? 1.3. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Menganalisis hubungan antara faktor-faktor produksi yang dihasilkan. 2. Menganalisis tingkat pendapatan petani dari usahatani wortel. 3. Menganalisis tingkat efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi.
9 1.4. Kegunaan Penelitian Kegunaan penelitian ini bagi penulis adalah sebagai penerapan teori yang telah didapat selama kuliah terhadap permasalahan yang timbul di masyarakat khususnya petani wortel, serta merupakan upaya memberikan alternatif pemikiran dan pemecahannya. Bagi petani wortel, penelitian ini dapat memberikan informasi mengenai kondisi usahatani wortel dan faktor- faktor yang mempengaruhi produktivitas wortel serta mengatahui faktor terpenting dalam budidaya wortel. Dari penelitian ini juga, petani dapat mengetahui seberapa efisien usahatani yang dijalankan dan kombinasi optimal penggunaan faktor-faktor produksi. Hasil penelitian ini kiranya dapat pula bermanfaat bagi pihak-pihak yang membutuhkan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Gambaran Umum Wortel Tanaman wortel (Daucus carot) bukan tanaman asli Indonesia melainkan berasal dari daerah Asia Timur dan Asia Tengah yang beriklim sedang. Tanaman ini ditemukan tumbuh liar sekitar 6500 tahun yang lalu. Budidaya wortel mulanya terjadi sekitar daerah Laut Tengah, kemudian menyebar luas ke kawasan Eropa, Afrika, Asia dan akhirnya ke seluruh dunia (Rukmana, 1995). Wortel merupakan tanaman yang berbentuk umbi. Susunan tanaman wortel terdiri dari bagian atas (daun dan tangkai) dan bagian bawah (batang dan akar). Daun wortel bersifat majemuk menyirip ganda atau tiga, anak-anak daunnya berbentuk lanset atau garis dengan bagian pingir bercangkap melekat pada tangkai daun yang akarnya agak panjang. Batangnya sanga t pendek, sementara akar tunggangnya dapat berubah bentuk dan berfungsi sebagai penyimpan cadangan makanan (umbi). Bentuk umbi wortel sangat bervariasi tergantung varietas atau kultivarnya. Pada umumnya bentuk umbi wortel dibedakan atas tiga macam, yaitu: bulat panjang dengan ujung runcing, bulat panjang dengan ujung tumpul dan bentuk peralihan dari kedua bentuk umbi tadi (Rukmana,1995). Sunarjono (2006) mengelompokkan jenis wortel berdasarkan umbinya ke dalam tiga golongan, yaitu : 1. Tipe imperatur, go longan wortel yang bentuk umbinya bulat panjang dengan ujung runcing, mirip bentuk kerucut.
2. Tipe chantenay, golongan wortel yang bentuk umbinya bulat panjang dengan ujung tumpul dan tidak berakar serabut. 3. Tipe nantes, golongan wortel yang mempunyai bentuk umbi tipe peralihan antara bentuk imperator dan tipe chantenay. 2.2. Syarat Tumbuh Tanaman Wortel Tanaman wortel merupakan sayuran dataran tinggi (1.000 – 1.500 m dpl). Tanaman ini bisa ditanaman sepanjang tahun baik musim kemarau maupun musim hujan. Tanaman wortel membutuhkan lingkungan tumbuh dengan suhu udara yang dingin dan lembab. Untuk pertumbuhan dan produksi umbi dibutuhkan suhu udara optimal antara 15 – 22 oC. Suhu udara yang terlalu tinggi (panas) seringkali menyebabkan umbi kecil-kecil (abnormal) dan berwarna pucat/kusam. bila suhu udara terlalu rendah (sangat dingin), maka umbi yang terbentuk menjadi panjang kecil. Keadaan tanah yang cocok untuk tanaman wortel adalah subur, gembur, banyak mengandung bahan organik (humus), tata udara dan tata airnya berjalan baik (tidak menggenang). Jenis tanah yang paling baik adalah regosol, letosol, dan andosol. Jenis tanah ini pada umumnya terdapat di daerah dataran tinggi (pegunungan). Tanaman ini dapat tumbuh baik pada keasaman tanah (pH) antara 5,5-6,5 (Berlian, 2006). 2.3. Kandungan Gizi dan Manfaat Wortel Wortel (Daucus carota) merupakan salah satu komoditas hortikultura yang berasal dari kelompok sayuran dan memiliki berbagai sumber vitamin A karena mengandung ß-karoten. Selain itu, wortel juga mengandung beberapa zat gizi dan
11
mineral yang dibutuhkan oleh tubuh seperti : protein, karbohidrat, kalsium, besi, dan fosfor (Tabel 9 ). Tabel 9.
Komposisi Kandungan Kimia Wortel Gizi Wortel dalam Setiap 100 gr Umbi Wortel Kandungan Gizi
Energi Protein Lemak Karbohidrat Kalsium Fosfor Besi Vitamin A Vitamin B1 Vitamin C
Satuan kal gr gr gr mg mg mg SI mg mg
Jumlah 42,00 1,20 0,30 9,30 39,00 37,00 0,80 12000,00 0,06 6,00
Sumber : www.iptek.net.id
Vitamin A penting untuk mata. Akibat yang paling parah karena kekurangan vitamin A adalah kebutuhan. Selain untuk penglihatan, vitamin A diperlukan juga untuk mempertahankan jaringan ari (kulit, pinggiran, dan penutup berbagai jaringan/organ tubuh) dalam keadaan sehat. Vitamin A pun penting untuk membantu proses reproduksi, membersihkan darah, dan menguatkan gigi (Berlian,2006) Masyarakat biasanya mengkonsumsi wortel sebagai lalab mentah ataupun masak, dibuat sayur sop, cap cai, atau pencampu steak. Penelitian mengenai pengolahan pangan yang memanfaatkan wortel sebagai bahan baku utamanya antara lain brem wortel, minuman sari wortel, selai wortel, permen jeli wortel, saus wortel dan agar-agar wortel. Wortel juga banyak dimanfaatkan sebagai bahan baku dalam industri kosmetika seperti pembuatan shampoo. Umbi wortel banyak dimanfaatkan sebagai obat dari beberapa penyakit. Segelas sari umbi wortel ditambah dengan satu sendok teh sari jeruk nipis dan
12
satu sendok makan madu berkhasiat mengatasi rasa mual- mual di pagi hari pada wanita hamil, mengatasi gangguan empedu dan radang lambung. Mengunyah umbi wortel segar segera sesudah makan berkhasiat membunuh kuman yang berbahaya dalam mulut, membersihkan gigi, mencegah pendarahan gusi dan kerusakan gigi (Rukmana, 1995). 2.4.
Kajian Empirik Kajian empirik meliputi penelitian-penelitan yang pernah dilakukan
sebelumnya, yang terdiri dari Analisis pendapatan dan biaya usahatani serta analisis faktor- faktor produksi. 2.4.1. Analisis Pendapatan dan Biaya Usahatani Tingkat pendapatan petani untuk setiap komoditas pertanian yang diusahakan berbeda-beda. Pendapatan yang besar tidak selalu menunjukkan efisiensi yang tinggi, salah satu ukuran efisiensi adalah penerimaan untuk rupiah yang dikeluarkan (R/C ratio). Penelitian yang dilakukan Junengsih (2001) menunjukan bahwa hasil analisis pendapatan usahatani wortel di daerah penelitian menunjukkan hasil yang menguntungkan. Dengan harga rata-rata Rp.500 ditingkat petani menghasilkan R/C atas biaya total sebesar 1,5. Ini berarti bahwa setiap rupiah yang dipakai untuk usahatani wortel memberikan penerimaan sebesar Rp. 1,5. Sementara itu, penelitiaan yang dilakukan oleh Siagian (2001) terhadap hasil analisis pendapatan usahatani wortel menunjukkan bahwa usatani yang dilaksanakan masih menguntungkan. Dimana R/C atas biaya tunai dan biaya total lebih besar dari satu.
13
Namun keadaan ini berbeda dengan hasil penelitian Pepilaya (2004). Berdasarkan analisis pendapatan dan biaya usahatani, besarnya R/C atas biaya tunai sebesar 0,55 sedangkan R/C atas biaya total sebesar 0,4. Hal ini berarti bahwa untuk setiap rupiah biaya tunai yang dikeluarkan, petani akan memperoleh penerimaan sebesar Rp 0,4. Rendahnya harga yang diterima petani wortel menyebabkan
kegiatan
usahatani
di
daerah
penelitian
menjadi
tidak
menguntungkan. 2.4.2. Analisis Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Usahatani. Junengsih
(2001),
menganalisis
faktor-faktor
yang
mempengaruhi
produksi usahtani wortel dengan model fungsi Cobb-Douglas. Faktor- faktor produksi yang digunakan adalah luas lahan, tenaga kerja, bibit, urea, TSP, pupuk kandang, dan pestisida. Hasil Principal Component Analysis didapat bahwa faktor lahan, bibit, dan tenaga kerja berpengaruh nyata terhadap produksi wortel. Sementara itu penelitian Siagian (2001) terhadap faktor produksi yang berpengaruh terhadap produksi wortel dengan menggunakan model fungsi CobbDouglas bahwa dari semua peubah bebas yang terdapat dalam model, yaitu luas, bibit, tenaga kerja, pupuk urea, pupuk TSP, pupuk kandang, dan pestisida ternyata bibit, pupuk urea, TSP dan pestisida yang berpengaruh nyata. Faktor produksi dikatakan efisien apabila rasio antara NPM dan BKM sama dengan satu. Pada penelitian Pepilaya (2004) didapat bahwa penggunaan faktor produksi usahatani belum optimal karena rasio antara nilai produk marjinal (NPM) dan biaya korbanan marjinnal (BKM) belum sama dengan satu. Dimana kombinasi optimal akan tercapai apabila faktor produksi luas lahan, bibit, urea,
14
TSP, pestisida cair dan pupuk kandang harus ditingkatkan sedangkan penggunaan tenaga kerja harus dikurangi. Sebagian besar penelitan yang dilakukan sebelumnya pada sentra produksi wortel yaitu Provinsi Jawa Barat. Untuk itu, pada penelitian ingin mengetahui dan menganalisis tingkat pendapatan dan efisiensi penggunaan faktor produksi wortel di Provinsi Jawa Tengah.
15
BAB III KERANGKA PEMIKIRAN
3.1
Kerangka Pemikiran Teoritis
3.1.1
Konsep Usahatani Usahatani
menurut
Soeharjo
dan
Patong
(1973)
adalah
proses
pengorganisasian faktor- fakor produksi yaitu alam tenaga kerja, modal dan pengelolaan yang diusahakan oleh perorangan atau sekumpulan orang-orang untuk menghasilkan output yang dapat memenuhi kebutuhan keluarga ataupun orang lain di samping bermotif mencari keuntungan. Menurut Riva’i dalam Hernanto (1988) usahatani adalah sebagai organisasi alam, kerja, modal, dan pengelolaan yang ditujukan kepada produksi di lapangan pertanian. Sedangkan Menurut Daniel dalam Suratiyah (2006) usahatani merupakan cara-cara petani untuk mengkombinasikan dan mengoperasikan berbagai faktor produksi seperti lahan, tenaga dan modal sebagai dasar bagaimana petani memilih jenis dan besarnya cabang usahatani berupa tanaman atau ternak sehingga memberikan hasil yang maksimum. Berdasarkan pengertian-pengertian di atas, maka terdapat empat unsur pokok yang selalu ada dalam usahatani. Unsur tersebut dikenal dengan istilah faktor produksi. Adapun empat unsur yang termasuk dalam faktor- faktor produksi adalah : Lahan Lahan merupakan faktor produksi yang langka sehingga perlu digunakan secara efisien. Luas lahan merupakan salah satu ukuran besaran usahatani. Hal- hal
17
yang perlu diperhatikan dalam usahatani berkaitan dengan lahan yang digunakan adalah kesesuaian lahan, daya dukung lahan, status penggunaan lahan, fragmentasi lahan, serta aksesibilitas terhadap sarana dan prasarana pendukung. Usaha-usaha untuk meningkatkan efisiensi penggunaan lahan antara lain pemilihan komoditas cabang usahatani dan pengaturan pola tanam. Ukuran efisiensi penggunaan lahan adalah perbandingan antara output dan input. Lahan sebagai modal mempunyai sifat khusus, yaitu : tidak dapat diperbanyak, tidak dapat berpindah tempat, dapat dipindahkan hak milik, dapat diperjualbelikan, nilai (biaya) lahan tidak disusutkan dan bunga atas lahan dipengaruhi produktivitas. Tenaga Kerja Tenaga kerja usahatani merupakan faktor produksi kedua selain lahan, modal, dan manajemen (pengelolaan). Ada tiga jenis tenaga kerja yang dikenal dalam usahatani, yaitu manusia, ternak, dan mekanik. Tenaga kerja manusia dibedakan atas tenaga kerja pria, wanita dan anakanak. Tenaga kerja manusia dapat mengerjakan semua jenis pekerjaan usahatani berdasarkan tingkat kemampuannya. Tenaga ternak digunakan untuk pengolahan lahan dan untuk pengangkutan. Tenaga mekanik bersifat substitusi, yang menggantikan tenaga ternak atau manusia. Jika kekurangan tenaga kerja, petani dapat memperkerjakan tenaga kerja dari luar keluarga dengan memberi balas jasa berupa upah. Pada kenyataannya hampir seluruh bagian proses produksi yang berlangsung memerlukan tenaga kerja. Tenaga kerja digunakan untuk mengelola usahatani perlu diukur efisiensinya dengan satuan kerja, yaitu jumlah pekerjaan produktif
18
yang berhasil diselesaikan oleh seorang pekerja. Efisiensi itu sendiri adalah upaya untuk mencapai tujuan dengan menggunakan sumber daya seminimal mungkin. Modal Modal adalah barang ekonomi yang dapat digunakan untuk menghasilkan barang dan jasa. Macam modal usahatani antara lain lahan, bangunan, peralatan, mesin, tanaman, ternak, sarana produksi, stok produksi, uang tunai, dan lain- lain. Sumber modal usahatani berasal dari modal send iri dan modal dari luar. Modal sendiri merupakan modal milik petani, lahan dan non lahan. Sedangkan modal dari luar merupakan modal yang berasal pinjaman dari petani lain maupun lembaga keuangan. Manajemen Manajemen mengorganisasikan,
usahatani dan
adalah
kemampuan
mengkoordinasikan
petani
faktor- faktor
menentukan, produksi
yang
dikuasainya sebaik mungkin serta mampu memberikan produksi pertanian sesuai dengan yang diharapkan. Ukuran dari keberhasilan pengelolaan itu adalah produktivitas dari setiap faktor maupun produktivitas usahanya. 3.1.2
Penerimaan dan Biaya Usahatani Penerimaan usahatani adalah nilai produk total usahatani dalam jangka
tertentu. Penerimaan usahatani didapat melalui hasil perkalian antara total produksi yang dihasilkan dengan harga pasar yang berlaku. Penerimaan ini mencakup suatu produk yang dijual, dikonsumsi rumah tangga petani, digunakan dalam usahatani untuk bibit, digunakan untuk pembayaran, dan yang disimpan (Soekartawi dkk, 1986).
19
Sedangkan biaya adalah semua pengeluaran yang diperlukan untuk menghasilkan suatu produk dalam suatu periode produksi (Fadholi, 1988). Biaya dapat dibedakan atas : 1. Biaya Tunai, meliputi biaya tetap misal pajak tanah dan biaya variabel misal pengeluaran untuk bibit, pupuk, oabat-obatan dan biaya untuk tenaga kerja luar keluarga. 2. Biaya tidak tunai, meliputi biaya tetap misalnya biaya penyusutan alat-alat dan bangunan pertanian serta sewa lahan milik sendiri sedangkan biaya variabel meliputi biaya tenaga kerja dari keluarga. 3.1.3
Analisis Pendapatan Usahatani Pendapatan Usahatani merupakan selisih antara biaya yang dikeluarkan dan
penerimaan yang diperoleh. Bentuk dan jumlah pendapatan ini mempunyai fungsi yang sama yaitu memenuhi keperluan sehari- hari dan memberikan kepuasan petani agar dapat melanjutkan kegiatannya. Pendapatan ini akan digunakan juga untuk mencapai keinginan-keinginan dan memenuhi kewajibannya (Soeharjo dan Patong, 1973). Analisis
pendapatan
usahatani
pada
umumnya
digunakan
untuk
mengevaluasi kegiatan usahatani dalam satu tahun. Tujuannya adalah untuk membantu perbaikan pengelolaan usaha pertaniannya. Yang digunakan adalah harga yang berlaku, kemudian penyusutan diperhitungkan pada tahun tersebut untuk investasi modal yang umur penggunaannya cukup lama. Dalam analisis pendapatan ini ada beberapa ukuran pendapatan yang dipakai yaitu (Soeharjo dan Patong, 1973) :
20
a. Pendapatan Kerja Petani Pendapatan ini diperoleh dengan menghitung semua penerimaan dan dikurangi dengan semua pengeluaran baik tunai maupun yang diperhitungkan, termasuk bunga modal dan nilai kerja petani. Bunga modal disertakan karena dianggap bahwa modal ini diperoleh dengan jalan meminjam atau karena untuk modal itu tersedia beberapa alternatif penggunaan. Angka pendapatan kerja petani umumnya kecil bahkan mungkin negatif. Apabila bunga modal tidak disertakan mungkin lebih besar dan bernilai positif. b. Penghasilan Kerja Petani Angka ini diperoleh dari penambahan pendapatan kerja petani dengan penerimaan tidak tunai. c. Pendapatan Kerja Keluarga Pendapatan ini merupakan balas jasa dari kerja dan pengelolaan petani dan anggota keluarganya. Apabila usahatani dilakukan oleh petani dan keluarganya maka ukuran inilah yang terbaik untuk mengetahui berhasilnya kegiatan usaha. Pendapatan kerja petani merupakan penghasilan kerja petani ditambah dengan nilai kerja keluarga. d. Pendapatan Keluarga Pendapatan Keluarga diperoleh dengan menghitung pendapatan dari sumber lain yang diterima petani bersama di samping kegiatan pokoknya. Keberhasilan usahatani dapat dilihat dari pendapatan yang diterima. Salah satu ukuran efisiensinya adalah penerimaan untuk setiap rupiah yang dikeluarkan (Revenue Cost Ratio). Dalam analisis rasio R/C akan diuji seberapa jauh nilai rupiah yang dipakai dalam kegiatan usahatani yang bersangkutan dapat
21
memberikan sejumlah nilai penerimaan sebagai manfaatnya. Dimana semakin tinggi nilai rasio R/C menunjukkan semakin besarnya penerimaan yang diperoleh dari setiap rupiah biaya yang dikeluarkan. Sehingga dengan perolehan nilai rasio R/C yang semakin tinggi maka tingkat efisiensi pendapatan pendapatan juga semakin tinggi (Soeharjo dan Patong, 1973). Sedangkan Menurut Suratiyah (2006), suatu usahatani dikatakan berhasil apabila usahatani tersebut dapat memenuhi kewajiban membayar bunga modal, alat-alat yang digunakan, upah tenaga luar serta sarana produksi lainnya termasuk kewajiban terhadap pihak ketiga dan dapat menjaga kelestarian usahanya.
3.1.4
Konsep Fungsi Produksi Banyaknya produksi yang dihasilkan tergantung pada banyaknya faktor
produksi yang digunakan dalam proses produksi yang bersangkutan, besarnya produksi yang dicapai dan tingkat harga output yang berlaku akan mempengaruhi pula pendapatan yang diperoleh. Hubungan kuantitatif antara input dan output dikenal dengan fungsi produksi (Soekartawi dkk, 1986) Menurut Doll dan Orazem (1984), fungsi produksi menggambarkan hubungan antara input dengan output yang menunjukkan suatu tingkat dimana sumber daya (input) dapat diubah sehingga menghasilkan produk tertentu. Fungsi produksi merupakan hubungan kuantitatif antara masukan dan produksi. Masukan seperti pupuk, tanah, tenaga kerja, modal dan iklim yang mempengaruhi besar kecilnya produk yang dihasilkan. Secara matematis fungsi produksi dapat dinyatakan sebagai berikut :
22
Y = f(X1 , X2 , X3 , ……, Xn)…………………………………………….. (3.1) Dimana : Y = Jumlah produksi yang dihasilkan dalam proses produksi. X = Faktor-faktor produksi yang digunakan dalam proses produksi. f = Bentuk hubungan yang mentransformasikan faktor- faktor produksi dalam hasil produksi. Bentuk fungsi produksi dipengaruhi oleh hukum ekonomi produksi yaitu hukum kenaikan hasil yang semakin berkurang (The Law of Diminishing Return). Hukum tersebut mempunyai arti bahwa jika suatu faktor produksi ditambah terusmenerus dalam suatu proses produksi, sedangkan faktor produksi lainnya tetap maka tambahan jumlah produksi per satuan faktor produksi akan menurun. Hukum ini menggambarkan adanya kenaikan hasil yang negatif dalam fungsi produksi. Untuk Mengukur tingkat produktivitas dari sua tu proses produksi terdapat dua tolak ukur, yaitu : (1) produk marjinal dan (2) produk rata-rata. Produk marjinal (PM) adalah tambahan produk yang dihasilkan dari setiap menambah satu-satuan faktor produksi. Sedangkan produk rata-rata (PR) adalah tingkat produktivitas yang dicapai setiap satuan produksi. Kedua tolak ukur ini dapat dirumuskan sebagai berikut :
PM =
Tambahan Ouput ∆Y = = f ' ( Xi)..........................................( 3.2) Tambahan Input Tertentu ∆X
PR =
Output Total Y = ....................................................................( 3.3) Input Total Tertentu X Untuk melihat perubahan dari produk yang dihasilkan yang disebabkan oleh
faktor produksi yang dipakai dapat dinyatakan dengan elastisitas produksi. Elastisitas produksi adalah rasio tambahan relatif produk yang dihasilkan dengan
23
perubahan relatif jumlah faktor produksi yang dipakai atau persentase perubahan dari produk yang dihasilkan sebagai akibat persentase perubahan faktor produksi yang digunakan. Elastisitas produksi secara matematis dapat dirumuskan sebagai berikut :
Eprod =
dY X PM . = .....................................................................( 3.4) dX Y PR
Menurut Doll dan Orazem (1984) suatu proses produksi dapat dibagi ke dalam tiga daerah produksi yang memberikan gambaran nilai elastisitas produksi yang diperoleh dari suatu proses produksi (Gambar 1), yaitu : a. Daerah Produksi I Daerah produksi I mempunyai elastisitas produksi lebih besar dari satu yang terletak antara titik asal O dan X2 , artinya setiap penambahan faktor produksi sebesar satu persen akan menyebabkan penambahan output yang selalu lebih besar dari satu persen. Di daerah ini belum tercapai produksi yang optimal yang akan memberikan keuntungan maksimal, karena produksi masih dapat diperbesar dengan pemakaian faktor produksi yang lebih banyak. Oleh karena itu, daerah I disebut daerah sebagai daerah irrasional (irrational region atau irrational stage of production) b. Daerah Produksi II Pada daerah ini elastisitas produksi bernilai antara nol dan satu, terletak antara titik X2 dan X3 . Artinya setiap penambahan faktor produksi sebesar satu persen akan menyebabkan penambahan produksi paling tinggi satu persen dan paling rendah nol. Daerah ini dicirikan oleh penambahan hasil produksi yang peningkatannya makin berkurang. Pada tingkat tertentu dari penggunaan
24
faktor- faktor produksi di daerah ini akan memberikan keuntungan maksimal. Hal ini berarti bahwa penggunaan faktor produksi sudah optimal. Oleh karena itu, daerah produksi II disebut daerah rasional (rational region atau rational stage of production). c. Daerah Produksi III Pada daerah ini nilai elastisitas produksi lebih kecil dari nol, artinya setiap penambahan faktor produksi akan menyebabkan penurunan jumlah produksi yang dihasilkan. Daerah produksi ini mencerminkan pemakaian faktor-faktor produksi yang tidak efisien, sehingga daerah ini disebut juga daearah irasional.
Y PT
X Y
I
X1
X2
E >1
X3
II
0<E<1
III
E<1
PR X1
X2
X3
X PM
Sumber : Doll dan Orazem, 1984
Gambar 1. Daerah Produksi dan Elastisitas Produksi
25
Keterangan : • Titik X1 adalah titik balik produksi • Titik X2 adalah titik perpotongan PM dan PR dimana PR mencapai maksimum • Titik X3 adalah tingkat produk total mencapai maksimum dan PM = 0 • PT adalah produk total • PM adalah produk marjinal • PR adalah produk rata-rata. Soekartawi (1990) mendefinisikan skala usaha sebagai penjumlahan dari semua elastisitas faktor produksi. Skala usaha dibagi menjadi tiga bagian, yaitu : 1. Kenaikan kenaikan hasil yang meningkat (increasing return to scale). Pada daerah ini Sep > 1, yang berarti proporsi penambahan faktor produksi akan menghasilkan tambahan produksi. 2. Kenaikan hasil yang tetap (constant return to scale). Pada daerah ini Sep = 1, yang berarti penambahan faktor produksi akan proporsional dengan penambahan produksi yang diperoleh. 3. Kenaikan hasil yang berkurang (decreasing return to scale). Pada daerah ini Sep < 1, yang berarti proporsi penambahan faktor produksi melebihi proporsi penambahan produksi. 3.1.5
Efisiensi Penggunaan Faktor-Faktor Produksi Efisie nsi adalah suatu ukuran jumlah relatif dari beberapa input yang
digunakan untuk menghasilkan output tertentu. Suatu metode produksi dikatakan lebih efisien dibandingkan metode produksi lainnya apabila menghasilkan ouput yang lebih tinggi nilainya untuk tingkat korbanan marginal yang sama atau dapat mengurangi input untuk memperoleh ouput yang sama. Jadi konsep efisiensi merupakan konsep yang bersifat relatif (Soekartawi,1990).
26
Konsep efisiensi yang terdapat dalam ilmu ekonomi produksi pada dasarnya mencakup tiga pengertian, yaitu konsep efisiensi teknis, harga dan ekonomi. Efisiensi teknis mempersyaratkan untuk tidak menerapkan suatu metode produksi tertentu jika ada metode produksi lain yang memerlukan masukan yang lebih sedikit. Efisiensi ekonomi kemudian memastikan untuk memilih metode yang menggunakan nilai sumber daya terendah di antara metode- metode yang secara teknis efisien. Sedangkan efisiensi harga (alokasi) didefinisikan sebagai situasi dimana tidak mungkin mengubah alokasi sumberdaya hingga memb uat membuat pihak lain lebih baik tanpa membuat pihak lain menjadi lebih buruk (Lipsey, 1997). Menurut Doll dan Orazem (1984), untuk mencapai efisiensi ekonomi diperlukan dua syarat, yaitu syarat keharusan dan kecukupan. Syarat keharusan menunjukkan tingkat efisiensi teknis yang harus dipenuhi yang akan tercapai saat elastisitas produksi usahatani bernilai antara nol dan satu (0 = Ep = 1) yang terletak pada daerah II yang merupakan daerah rasional. Syarat kecukupan menunjukkan tingkat efisiensi ekonomis yang harus dicapai oleh suatu proses produksi, yaitu saat tercapainya keuntungan maksimum. Efisiensi dengan keuntungan maksimum tercapai apabila NPM (Nilai Produk Marjinal) sama dengan BKM (Biaya Korbanan Marjinal), berarti setiap tambahan biaya yang dikeluarkan untuk faktor produksi mampu memberikan tambahan penerimaan dengan jumlah yang sama dengan tambahan biayanya. Menurut Doll dan Orazem (1984), keuntungan adalah pengurangan total penerimaan dengan total biaya. Secara matematis dapat dituliskan sebaga i berikut :
27
∏
n = Py.Y − ∑ Pxi. Xi + BTT ……………………………………(3.5) i=1
Dimana : ? Y Py Xi Pxi BTT
= Keuntungan = Output = Harga output = Input ke- i = Harga input ke- i = Biaya Tetap Total
Keuntungan maksimal dicapai pada saat turunan pertama dari fungsi keuntungan terhadap masing – masing faktor produksi sama dengan nol. Sehingga : d∏ dY = Py − Pxi = 0 dXi dXi
ó
Py
Dimana :
; i = 1, 2, 3,…
dY = Pxi ……………………………………………………….. (3.6) dxi
dY = produk marjinal faktor produksi ke- i. dxi
Sehingga : Py . Pmxi = Pxi Dimana : Py. PMxi = Nilai produk marjinal xi (NPMxi) Pxi = Harga faktor produksi atau biaya korbanan marginal xi (BKMxi) Maka apabila faktor produksi tidak dipengaruhi oleh jumlah pembelian faktor produksi, persamaannya dapat ditulis sebagai berikut : NPMxi = BKMxi NPMxi = 1 ………………………………………………………… (3.7) BKMx i
Untuk penggunaan lebih dari satu faktor produksi misalnya dan faktor produksi, maka keuntungan dapat dicapai apabila :
28
NPMx1 NPMx 2 NPMxn = = ..... = = 1 ……………………………(3.8) BKMx1 BKMx 2 BKMxn
Berdasarkan rumus kecukupan, suatu faktor produksi dikatakan telah dialokasikan secara optimal apabila NPM sama dengan BKM. Hal ini berarti tambahan biaya yang dikeluarkan untuk faktor produksi tersebut harus sama dengan tambahan penerimaan yang diperoleh. Bila rasio NPM dengan BKM lebih kecil dari satu, hal ini menunjukkan kondisi optimum telah terlampaui. Pada kondisi ini tambahan biaya yang dikeluarkan lebih besar daripada tambahan penerimaannya, sehingga bagi produsen yang rasional akan mengurangi penggunaan faktor produksi agar tercapai kondisi NPM sama dengan BKM. Sebaliknya jika rasio NPM dengan BKM lebih besar dari satu, hal ini menunjukkan kondisi optimum belum tercapai. Pada kondisi ini tambahan penerimaan lebih besar daripada tambahan biayanya, sehingga bagi produsen yang rasional akan menambah penggunaan faktor produksi agar tercapai kondisi NPM sama dengan BKM. 3.2
Kerangka Pemikiran Konseptual Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor apa saja yang
berpengaruh terhadap proses produksi usahatani wortel, menganalisis tingkat pendapatan dan menganlisis tingkat efisiensi penggunaan faktor- faktor produksi oleh para petani. Analisis yang dilakukan meliputi analisis fungsi produksi, analisis pendapatan, dan analisis efisiensi penggunaan faktor- faktor produksi. Pada kegiatan budidaya wortel penggunaan lahan berpengaruh terhadap penggunaan bibit yang digunakan. Pemakaian pupuk dan pestisida dengan komposisi yang tepat dapat memacu pertumbuhan wortel. Tingkat penggunaan
29
tenaga kerja harus disesuaikan dengan kebutuhan sehingga jumlahnya dapat optimal. Kerangka pemikiran konseptual di atas dapat diringkas seperti yang terlihat pada Gambar 2. Berdasarkan Gambar 2, terlihat bahwa faktor produksi dan faktor alam mempengaruhi produksi dan produktivitas usahatani wortel. Dengan melihat harga faktor produksi yang ada di pasar maka didapat biaya produksi yang yang dikeluarkan petani. Sedangkan dari hasil penggunaan faktor produksi yang digunakan, petani mendapatkan ouput. Output tersebut dijual dengan harga yang berlaku di pasar. Dari biaya produksi dan penerimaan usahatani wortel, kemudian akan didapat pendapatan usahatani. Dimana indikator yang digunakan rasio R/C atas biaya tunai dan rasio R/C atas biaya total. Analisis lain dari penggunaan faktor produksi adalah analisis fungsi produksi dan analisis efisiensi produksi. Analisis ini didasarkan pada produktivitas dari usahatani wortel. Berdasarkan analisis efisiensi dan pendapatan usahatani maka didapatkan pengorga nisasian faktor produksi yang optimal bagi petani di daerah penelitian sehingga dapat meningkatkan pendapatan petani.
30
Produktivitas
Faktor Alam
Output Faktor Produksi : - Luas Lahan - Jumlah benih - Pupuk - Obat cair - Tenaga Kerja
Analisis - Fungsi Produksi - Efisiensi
Harga Output
Harga Input
Biaya Produksi
Penerimaan
Pendapatan Usahatani Gambar 2. Kerangka Pemikiran Operasional
BAB IV METODE PENELITIAN
4.1.
Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Desa Rembul, Kecamatan Bojong, Kabupaten Tegal,
Jawa Tengah. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan bertahap. Dengan pertimbangan bahwa Kecamatan Bojong merupakan salah satu dari tiga kecamatan penghasil wortel utama di Kabupaten Tegal. Dimana Kecamatan Bojong memiliki luas areal penaman wortel yang terluas. Desa Rembul dipilih berdasarkan bahwa desa ini memiliki areal terluas untuk tanaman wortel dan penghasil wortel yang utama di Kecamatan Bojong. Kegiatan pengambilan data kurang lebih dilakukan selama satu bulan yaitu selama bulan Januari sampai Februari 2007. 4.2.
Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data
sekunder. Data primer diperoleh dengan melakukan wawancara dan pengamatan langsung ke petani dengan menggunakan kuesioner yang telah disiapkan sebelumnya. Data primer yang dikumpulkan meliputi keadaan secara umum mengenai petani, data penggunaan sarana produksi dan biaya produksi yang dikeluarkan untuk satu musim tanam serta data lain yang berkaitan dengan penelitian ini. Data sekunder diperoleh dari literatur dan instansi- instansi terkait seperti Departemen Pertanian, Direktorat Jenderal Bina Produksi Hortikultura Badan Pusat Statistika (BPS), situs-situs internet, dan perpustakaan LSI.
4.3.
Metode Penarikan Contoh Pada penelitian ini, pengambilan petani responden berasal dari petani yang
menanam wortel di Desa Rembul. Jumlah petani yang dianggap sebagai kerangka sampel berjumlah 125 orang. Satu keluarga mewakili satu usahatani. Pemilihan petani contoh dilakukan dengan sistem acak sederhana (Simple Random Sampling) yaitu dengan cara populasi (jumlah keseluruhan dari petani wortel di Desa Rembul) diberi nomor dan kemudian sampel yang ditarik secara acak dengan cara mengundi. Responden yang terpilih sebanyak 40 orang petani.
4.4.
Metode Analisis dan Pengolahan Data Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis kualitatif
dan anlisis kuantitatif. Analisis kualitatif meliputi analisis keadaan umum usahatani wortel sedangkan analisis kuantitatif berupa analisis pendapatan usahatani, analisis R/C rasio, analisis penggunaan faktor produksi, serta analisis efisiensi ekonomi faktor produksi. Tahap analisis data yang digunakan adalah dengan transfer data, editing serta pengolahan data menggunakan microsoft excel, program minitab for windows versi 13.20 dan alat hitung kalkulator, kemudian dilanjutkan dengan tahap interpretasi data.
4.4.1. Analisis Pendapatan Usahatani Total Pendapatan usahatani adalah total penerimaan dikurangi dengan total biaya dalam suatu proses produksi total. Penerimaan usahatani wortel adalah nilai dari total penjualan produksi wortel yang dihasilkan (Soekartawi, 1990). Untuk menga nalisis pendapatan usahatani dilakukan pencatataan terhadap seluruh
32
penerimaan dan pengeluaran usahatani dalam satu musim tanam. Data pengeluaraan biaya dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu biaya tunai dan biaya tidak tunai. Kemudian dilakukan penghitungan pendapatan atas biaya tunai atau pendapatan kotor dan penghitungan pendapatan usahatani atas biaya total atau pendapatan bersih. Secara matematik, pendapatan usahatani wortel dapat dirumuskan sebagai berikut : ?
= NP – BT –BD
Dimana : ? = Total pendapatan dalam satu musim tanam (Rp) NP = Nilai produksi, hasil kali jumlah fisik dengan harga dalam satu musim tanam (Rp) BT = Biaya tunai usahatani dalam satu musim tanam (Rp) BD = Biaya tidak tunai dalam satu musim tanam (Rp) NP – BT = Pendapatan atas biaya tunai (Rp) NP – (BT + BD) = Pendapatan atas biaya total (Rp)
4.4.2. Analisis R/C Rasio Suatu usaha dikatakan efisien secara ekonomis dari usaha lain apabila rasio output terhadap input menguntungkan. Untuk menunjukkan berapa penerimaan yang diterima petani dari setiap rupiah yang dikeluarkan, maka dapat digunakan ukuran kedudukan ekonomi R/C rasio. Analisis R/C rasio digunakan sebagai alat untuk mengukur perbandingan antara penerimaan dan biaya usahatani. Dalam analisis ini data penerimaan dan pengeluaran usahatani dibandingkan ke dalam suatu rasio. Analisis R/C rasio dilakukan berdasarkan jenis biaya yang dikeluarkan, yaitu dibedakan menjadi R/C rasio atas biaya tunai dan R/C rasio atas biaya total. Adapun rumus yang digunakan adalah sebagai berikut : R / C Rasio =
Jumlah Penerimaan (Rp) Jumlah Biaya (Rp)
33
Bila nilai R/C rasio yang diperoleh melebihi nilai satu, maka usahatani yang dilaksanakan tersebut dapat dikatakan layak. Sebaliknya bila nilai R/C rasio kurang dari nilai satu maka usahatani tersebut dapat dikatakan tidak efisien. Semakin besar nilai R/C rasio maka usahatani semakin menguntungkan. 4.4.3. Analisis Fungsi Produksi Fungsi produksi yang digunakan dalam analisis ini adalah fungsi produksi Cobb-Douglas. Parameter-parameter yang diperoleh dari model ini merupakan elastisitas produksi bagi setiap faktor produksi yang masuk ke dalam model. Dengan asumsi bahwa nilai elastisitas setiap faktor produksi dalam model ini dianggap tetap. Model ini hanya mampu menerangkan proses produksi pada fase diminishing returns, yaitu fase produksi pada saat tambahan produksi yang dihasilkan sebagai akibat adanya penambahan faktor produksi meningkat yang semakin berkurang. Model ini tidak dapat digunakan apabila terdapat faktor produksi yang nilainya nol (Soekartawi, 1990). Model fungsi Cobb-Douglas adalah sebagai berikut : Y = b0 X1 b1 X2 b2 X3 b3 X4 b4 X5 b5 X6 b6 X7 b7 X8 b8 eµ Dengan mentransformasikan fungsi Cobb-Douglas ke dalam bentuk linear logaritma, maka model fungsi produksi wortel dapat ditulis sebagai berikut : ln Y = ln bo + b1 lnX1 + b2 lnX2 + b3 lnX3 + b4 lnX4 + b5 lnX5 + b6 lnX6 + b7 lnX7 + b8 lnX8 + b9 lnX9 + µ Dimana : Y X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7
= Produksi total wortel (Kg) = Luas lahan per musim tanam (hektar) = Jumlah benih per musim tanam (Kg) = Jumlah pupuk urea per musim tanam (Kg) = Jumlah pupuk TSP per musim tanam (Kg) = Jumlah pupuk KCl per musim tanam (K g) = Jumlah pupuk kandang per musim tanam (Kg) = Jumlah obat cair yang dipakai per musim tanam (Kg)
34
X8 X9 Bo Bi µ
= Jumlah penggunaan TK pria per musim tanam (jam) = Jumlah penggunaan TK wanita per musim tanam (jam) = Konstanta/intersep = Koefisien regresi dari peubah bebas, dengan i = 1, 2, 3, …n = Unsur Sisaan (galat)
Menurut Doll dan Orazem, (1984) penggunaan fungsi produksi Cobb – Douglas mempunyai beberapa keuntungan, yaitu : (1) perhitungan sederhana karena dapat dibuat ke dalam bentuk linear. (2) Pada model ini koefisien pangkatnya sekaligus menunjukkan besarnya elastisitas produksi dari masingmasing faktor produksi, sehingga dapat digunakan untuk mengetahui tingkat produksi yang optimum dari pemakaian faktor- faktor produksi. (3) Hasil penjumlahan koefisien elastisitas masing- masing faktor produksi pada fungsi ini juga dapat menunjukkan skala usaha atau return to scale atas perubahan faktorfaktor produksi yang digunakan dalam proses produksi yang sedang berlangsung. Faktor-faktor produksi yang diduga berpengaruh terhadap produksi wortel adalah luas lahan, jumlah bibit, jumlah penggunaan pupuk TSP, jumlah penggunaan pupuk urea, jumlah penggunaan pupuk KCl, jumlah penggunaan pupuk kandang, jumlah penggunaan obat cair, jumlah penggunaan obat padat, jumlah penggunaan tenaga kerja. Metode pendugaan yang digunakan untuk menerangkan hubungan sebab akibat dari faktor produksi dalam fungsi produksi di atas adalah Ordinary Least Square (OLS). Dari analisis regresi linear sederhana logaritmik akan didapat besarnya nilai t- hitung, F- hitung, R 2 atau koefisien determinasi (Gujarati dan Zain, 1991). Nilai t- hitung digunakan untuk menguji secara statistik apakah koefisien regresi dari masing- masing parameter bebas (X) yang dipakai secara terpisah
35
berpengaruh nyata atau tidak terhadap parameter tidak bebas (Y). Apabila t- hitung lebih besar dari t-tabel berarti parameter yang diuji tidak berpengaruh nyata terhadap parameter bebas. Nilai F-hitung digunakan untuk melihat apakah parameter bebas yang digunakan (X) secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap parameter tidak bebas (Y). Nilai koefisien determinasi ( R 2 ) digunakan untuk melihat sejauh mana besar keragaman yang dapat diterangkan oleh parameter bebas (X) terhadap parameter tidak bebas (Y). Pengujian yang dilakukan pengujian model penduga dan pengujian terhadap parameter regresi.
4.4.4. Pengujian Fungsi Produksi Pengujian-pengujian yang dilakukan dalam hal ini adalah pengujian model penduga dan pengujian terhadap parameter regresi. 1. Pengujian terhadap model penduga Pengujian ini untuk mengetahui kelayakan model yang diajukan dengan menguji koefisien regresi hasil pendugaan OLS secara bersama-sama. Hipotesis : Ho : b1 = b2= …..bi = 0 H1 : Salah satu dari bi ? 0 Fhitung =
R 2 ( k − 1) (1 − R 2 ) (n − k )
Uji statistik yang digunakan adalah uji F, dimana k = jumlah variabel termasuk konstanta, n = jumlah pengamatan (responden). Kriteria uji : Fhit > Ftabel(k-1, n-k) : tolak Ho Fhit < Ftabel(k-1, n-k) : terima Ho
36
Untuk memperkuat pengujian, dihitung besarnya nilai koefisien determinasi (R2 ), untuk mengetahui berapa jauh keragaman produksi dapat diterangkan oleh variabel penjelas yang telah dipilih. Koefisien determinasi dapat ditulis sebagai berikut :
R2 = R
2
Jumlah Kuadrat Regresi (SSR) Jumlah Kuadrat Total (SST)
∑e = 1− ∑Y
i i
2 2
2. Pengujian untuk masing- masing parameter regresi Tujuannya adalah untuk mengetahui variabel bebas yang berpengaruh nyata terhadap variabel tidak bebas.
Hipotesis : Ho : bi = 0 H1 : bi ? 0 Uji statistik yang digunakan adalah uji t. t − hitung =
bi − 0 S (bi )
Kriteria Uji : t-hitung > t-tabel (a /2, n-v) : tolak Ho t-hitung < t-tabel (a /2, n-v) : terima Ho Dimana : v = Jumlah variabel bebas n = Jumlah pengamatan/responden Jika tolak Ho artinya variabel bebas berpengaruh nyata terhadap variabel tidak bebas dalam model.
4.4.5. Analisis Efisiensi Penggunaan Faktor-Faktor Produksi Pengujian terhadap efisiensi ekonomis adalah untuk mengetahui tingkat pencapaian ekonomi usahatani wortel, yaitu apakah sumberdaya (input) yang
37
digunakan telah dikombinasikan secara optimal, sehingga dapat diketahui apakah usahatani tersebut telah mencapai mencapai keuntungan maksimum. Kondisi optimal dicapai pada saat rasio Nilai Produk Marjinal (NPMxi) dengan Biaya Korbanan Marjinal (BKMxi) sama dengan satu. Pengujiannya adalah sebagai berikut : Hipotesis : Ho :
NPMxi =1 BKMxi
H1 :
NPMxi ≠1 BKMxi
Uji statistik yang digunakan adalah : NPM t − hitung = − 1 : Si BKM
Dimana Si =standar deviasi Kriteria uji : t-hitung > t-tabel (a /2, n-k), maka tolak Ho t-hitung < t-tabel (a /2, n-k), maka terima Ho Jika terima hipotesis nol berarti bahwa proses produksi telah mencapai keuntungan maksimum atau tingkat penggunaan faktor produksi telah optimal dan sebaliknya. 4.5.
Konsep Pengukuran Variabel Peubah atau variabel yang diamati merupakan data informasi mengenai
usahatani wortel yang didapat dari responden. Dalam menganalisis pendapatan usahatani wortel, variabel- variabel yang diukur adalah :
38
1. Tenaga kerja adalah tenaga kerja yang digunakan dalam proses produksi. Tenaga kerja dibedakan menjadi tenaga kerja luar keluarga dan tenaga kerja dalam keluarga. Satuan penggunaan tenaga kerja adalah jam kerja 2. Penerimaan petani adalah nilai semua produk yang dihasilkan usahatani wortel yang diukur berdasarkan jumlah produk yang dihasilkan dikali tingkat harga pada waktu panen di daerah penelitian. 3. Biaya tunai adalah besarnya nilai uang tunai yang dikeluarkan petani untuk menyediakan faktor produksi usahatani wortel, seperti pupuk, tenaga kerja, dan obat cair. Satuan yang digunakan adalah rupiah. 4. Biaya yang diperhitungkan adalah pengeluaran untuk pemakaian faktor produksi milik sendiri seperti benih, tenaga kerja dalam keluarga, penyusutan alat yang disesuaikan dengan tingkat harga yang berlaku. Satuan yang digunakan adalah rupiah. 5.
Biaya total merupakan penjumlahan dari biaya tunai dan biaya yang diperhitungkan.
6. Harga output adalah harga wortel yang diterima petani pada waktu panen. Satuan yang dipergunakan adalah rupiah per kilogram. 7. Pendapatan usahatani merupakan selisih antara penerimaan dan biaya usahatani. Ada dua macam pendapatan, yaitu pendapatan atas biaya tunai dan pendapatan atas biaya total.
39
BAB V GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN
5.1.
Keadaan Wilayah Penelitian Kabupaten Tegal dengan luas 901,52 km² terletak pada 108°57'6"–
109°21'30" Bujur Timur dan 6°02'41"–7°15'30" Lintang Selatan. Kabupaten Tegal terdiri atas 18 kecamatan. Secara topografis, Kabupaten Tegal dibagi menjadi tiga kategori, yaitu daerah pantai, daerah dataran rendah, daerah dataran tinggi. Kecamatan Bojong merupakan salah satu dari tujuh kecamatan di Kabupaten Tegal yang berada di dataran tinggi. Desa Rembul berada di Kecamatan Bojong yang terletak pada ketinggian 800 m dpl. Dimana jarak desa ke ibukota kabupaten terdekat 25 km dan jarak ke ibukota kecamatan terdekat 6 km. Desa Rembul berbatasan dengan Desa Galengan di sebelah utara, sebelah selatan dengan Desa Guci, sebelah timur dengan desa Dukuh Tengah dan sebelah barat dengan Desa Tuwel. Luas wilayah Desa Rembul secara keseluruhan adalah 589.178 Ha. Secara topografi. Desa Rembul merupakan daerah yang memiliki persebaran lahan berupa perbukitan. Secara tipologi Desa Rembul terletak di sekitar hutan. Sebagian besar wilayah Desa Rembul digunakan sebagai sawah irigasi teknis sebesar 257.800 Ha (43,76 persen) yang terdiri dari sawah irigasi teknis dan sawah irigasi setengah teknis. Sedangkan untuk jenis Ladang memiliki luas sebesar 28.345 Ha (4,81 persen). Pemanfaatan lahan di Desa Rembul selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 10.
41
Tabel 10. Pemanfaatan Lahan Desa Rembul Kecamatan Bojong Kabupaten Tegal Tahun 2005 Fungsi Lahan Tanah Sawah Tegal/Ladang Pemukiman Hutan produksi Lainnya Total
Luas Lahan (Ha) 257.800 28.345 150.000 150.500 2.533 589.178
Persentase (%) 43,76 4,81 25,46 25,54 0,43 100,00
Sumber : Profil Desa Rembul 2006
Tanah di Desa Rembul termasuk tanah Andosol yaitu merupakan jenis tanah yang sangat subur dan cocok untuk tanah pertanian khususnya tanaman hortikultura. Selain itu juga suhu pada daerah Rembul ini sangat mendukung bagi tanaman hortikultura. Adapun tanaman hortikultura yang diusahakan di Daerah Rembul berupa wortel, sawi, kubis, lombok (cabai), tomat, daun bawang, bawang putih, dan bawang merah.
5.2.
Keadaan Penduduk dan Mata Pencaharian
a.
Penduduk menurut Umur dan Jenis Kelamin. Berdasarkan data terakhir, penduduk Desa Rembul berjumlah 7.736 jiwa
dengan 1.785 kepala keluarga yang terdiri dari 3.779 laki- laki atau sebesar 48,84 persen dan 3.957 perempuan atau sebesar 51,15 persen. Sebaran penduduk Desa rembul berdasarkan usia paling tinggi berada pada golongan umur 0 – 10 tahun yaitu sebanyak 1945 jiwa (25,14 persen) sedangkan paling kecil pada golongan umur 41 – 50 tahun yaitu sebanyak 826 jiwa (10,68 persen). (Tabel 11)
42
Tabel 11. Komposisi Penduduk berdasarkan Golongan Usia di Desa Rembul Kecamatan Bojong Kabupaten Tegal Tahun 2005 Golongan Umur (Tahun) 0 – 10 11 – 20 21 – 30 31 – 40 41 – 50 > 51 Jumlah
Jumlah (Jiwa) 1.945 1.690 1.424 888 826 963 7.736
Persentase (%) 25,14 21,85 18,41 11,48 10,68 12,44 100,00
Sumber : Profil Desa Rembul 2006
Berdasarkan Tabel 11, dapat terlihat bahwa usia produktif (21 – 50 tahun) sebanyak 3.138 jiwa (40,56 persen). Hal ini menunjukkan bahwa ketersediaan tenaga kerja di Desa Rembul masih mencukupi, khususnya untuk bidang pertanian yang merupakan sumber penghasilan utama masyarakat Rembul. b.
Sebaran Penduduk Penduduk berdasarkan Tingkat Pendidikan Dilihat dari pendidikan, sebagian besar penduduk Desa Rembul pernah
sekolah SD (Sekolah Dasar) namun tidak tamat yaitu sebanyak 4.517 jiwa (58 persen). Sementara itu, masyarakat Desa Rembul yang tamat SD sebanyak 1140 jiwa (14,73 persen), tamat SLTP sebanyak 638 jiwa (8,24 persen) dan tamat SLTA sebanyak 115 jiwa (1,48 perseb). (Tabel 11) Tabel 12. Kualitas Angkatan Kerja berdasarkan Tingkat Pendidikan Masyarakat di Desa Rembul Kecamatan Bojong Kabupaten Tegal Tahun 2005 Tingkat Pendidikan Belum sekolah Usia 7-15 tidak pernah sekolah Tidak tamat SD Tamat SD SLTP SLTA Pendidikan Tinggi Total Sumber : Profil Desa Rembul 2006
Jumlah (Jiwa) 1.286 27 4.517 1.140 638 115 13 7.736
Persentase (%) 16,62 0,34 58,38 14,73 8,24 1,48 0,01 100,00
43
C.
Sebaran Penduduk menurut Mata Pencaharian Mata pencaharian warga Desa Rembul sebagian besar berada di sektor
pertanian baik itu sebagai petani maupun sebagai buruh tani. Buruh tani adalah mata pencaharian terbesar masyarakat rembul, yaitu berjumlah 2.035 jiwa (45,46 persen). Sedangkan Jumlah petani yang ada di Desa Rembul sebanyak 1.055 jiwa (23,57 persen). Selain di sektor pertanian, masyarakat Rembul ada juga yang sebagai pedagang, buruh/swasta, dan peternak, dengan masing- masing berjumlah 540 jiwa (12,06 persen), 425 jiwa (9,50 persen), dan 285 (6,37 persen). Tabel 13. Mata Pencaharian Pokok Penduduk Desa Rembul Kecamatan Bojong Kabupaten Tegal Tahun 2005 Mata pencaharian pokok Petani Buruh tani Buruh/swasta Pedagang Peternak Tukang kayu Lainnya Total
Jumlah penduduk (orang) 1.055 2.035 425 540 285 60 76 4.476
Persentase (%) 23,57 45,46 9,50 12,06 6,37 1,34 1,70 100,00
Sumber : Profil Desa Rembul 2006
Besarnya jumlah penduduk yang bermatapencaharian sebagai buruh tani menunjukkan bahwa ketersediaan tenaga kerja di bidang pertanian cukup tinggi. Artinya petani di Desa Rembul dapat mencari tenaga kerja dengan mudah untuk usahataninya. Sehingga pada akhirnya para petani di Desa Rembul tidak perlu menggunakan tenaga kerja dari luar desa.
44
5.3.
Karakteristik Responden Karakteristik petani responden akan diuraikan berdasarkan umur petani,
tingkat pendidikan petani, tingkat pengalaman petani, sifat usaha dan luas lahan garapan. Karakteritik petani responden selengkapnya sebagai berikut : 5.3.1. Umur Petani Umur petani akan mempengaruhi kemampuan fisik bekerja dan cara berpikir petani. Kemampuan kerja petani akan terus bertambah pada satu tingkat umur tertentu, kemudian ia akan mulai menurun Petani respond en yang mengusahakan wortel di Desa Rembul berusia antara 28 – 65 tahun. Petani responden tersebut dikelo mpokkan menjadi petani yang berumur 28 – 50 tahun, 51 – 60 tahun, dan petani responden yang umurnya lebih besar dari 60 tahun. Jika dilihat dari sebaran umur petani responden, sebagian besar responden adalah petani yang usianya antara 28 – 50 tahun, yakni sebesar 70,00 persen (Tabel 14). Dari Tabel 14, terlihat bahwa golongan umur 28 – 50 tahun merupakan yang paling besar. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar petani responden berada pada usia yang produktif. Dimana petani yang demikian mempunyai kemampuan fisik yang baik untuk melakukan kegiatan usahatani dan relatif lebih terbuka dalam menerima perubahan teknologi dalam budidaya wortel. Hal ini berbeda dengan petani yang lebih tua (51 – 60 tahun ke atas) yang lebih sulit menerima hal- hal baru dengan alasan tidak mau menanggung resiko. Sehingga pada akhirnya, hal ini akan mengakibatkan perkembangan usahatani wortel di daerah penelitian menjadi sulit dan hasil produksi yang diinginkan tidak tercapai.
45
Tabel 14. Responden Usahatani Wortel di Desa Rembul Kecamatan Bojong Kabupaten Tegal berdasarkan Kelompok Umur Tahun 2007 Kelompok Umur (tahun) 28 – 50 51 – 60 > 60 Total
Jumlah Responden (orang)
Persentase (%) 28 8 4 40
70,00 20,00 10,00 100,00
5.3.2. Tingkat Pendidikan Petani Pendidikan dapat menjadi salah satu faktor pembentukan pola pikir seseorang dalam menyikapi perubahan. Semakin tinggi pendidikan petani, maka ia akan selalu berusaha untuk melakukan usahatani secara efisien. Pendidikan dapat diperoleh petani dari dua sumber, yaitu formal dan non formal. Hasil wawancara dengan responden menunjukkan bahwa pendidikan formal yang dicapai umumnya masih relatif rendah yaitu tamat SD (Sekolah Dasar). Sebanyak 34 orang petani responden atau sebanyak 85 persen petani responden lulusannya sampai SD (Sekolah Dasar), disusul oleh responden yang tamatan SLTP (Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama) sebanyak 5 orang atau sebanyak 12,5 persen dari jumlah responden (Tabel 15). Tabel 15. Responden Usahatani Wortel di Desa Rembul Kecamatan Bojong Kabupaten Tegal berdasarkan Tingkat Pendidikan Tahun 2007 Tingkat Pendidikan SD SLTP SLTA Total
Jumlah Responden (orang)
Persentase (%) 34 5 1 40
85,00 12,50 2,50 100,00
Pendidikan non formal petani dapat diperoleh dari pengamatan sendiri, pengalaman-pengalaman atau keterangan dari petani wortel lainnya, serta penyuluhan dan pelatihan dan budidaya yang dilakukan oleh Petugas Penyuluh
46
Lapang (PPL). Petani wortel di daerah umumnya belum pernah mengikuti pelatihan dan penyuluhan pertanian khususnya komoditi wortel. Hal ini disebabkan adanya keterbatasan sumberdaya pengajar dan dana. Padahal dengan struktur umur petani yang masih produktif seharusnya dapat dimanfaatkan untuk memberi pelatihan-pelatihan usahatani khususnya wortel. 5.3.3. Pengalaman Petani Lamanya pengalaman berusahatani mempengaruhi keputusan-keputusan yang diambil dan ketahanan dalam menghadapi berbagai permasalahan yang muncul dalam proses usahatani tersebut. Sebab petani yang lebih berpengalaman akan lebih mengenal kelebihan dan kelemahan usahatani yang dilakukan sehingga lebih siap menghadapi permasalahan yang mungkin timbul. Dilihat dari pengalaman usahatani wortel, maka hampir semua petani responden mempunyai pengalaman lebih dari lima tahun. Pengetahuan tentang budidaya wortel didapat baik turun-temurun dari orang tua mereka maupun dari teman sesama petani, sehingga teknik budidaya yang ada relatif seragam. Pengalaman petani Desa Rembul dalam berusaha sayuran khususnya wortel berkisar antara 2 – 30 tahun. Sebagian besar petani yaitu sebanyak 32,5 persen mempunyai pengalaman 11 – 15 tahun. Sedangkan petani lainnya yaitu sebanyak 11 orang (27,5 persen) berpengalaman 6 – 10 Tahun, dan 5 orang (12,5 persen) berpengalaman 16 – 20 tahun (Tabel 16).
47
Tabel 16. Pengalaman Bertani Responden Petani Wortel di Desa Rembul Kecamatan Bojong Kabupaten Tegal Tahun 2007 Pengalaman (Tahun) 0–5 6 – 10 11 – 15 16 – 20 >20 Total
Jumlah Responden (orang)
Persentase (%) 8 11 13 5 3 40
20,00 27,50 32,50 12,50 7,50 100,00
5.3.4. Sifat Usahatani Dari 40 responden yang diwawancari, 34 orang (85 persen) diantaranya melakukan usahatani wortel sebagai penghasilan utama. Sedangkan sebanyak 6 orang (15 persen) melakukannya sebagai penghasilan sampingan. Penghasilan utama petani responden yang mengatakan bahwa usahatani wortel adalah penghasilan sampingan adalah dari usahatani cabe, kol dan padi (Tabel 17). Tabel 17. Sifat Usahatani Wortel di Desa Rembul Kecamatan Bojong Kabuptaten Tegal Tahun 2007 Sifat Usahatani Utama Sampingan Jumlah
Jumlah Responden
Persentase (%) 34 6 40
85 15 100
Usahatani wortel yang dilakukan petani sebagai penghasilan utama dengan alasan bahwa usahatani wortel mudah untuk dilakukan dan modal yang dikeluarkan relatif lebih murah dibandingkan dengan komoditi yang lain. Sedangkan usahatani wortel dijadikan sebagai penghasilan sampingan untuk berjaga-jaga kegagalan panen atau jatuhnya harga komoditi lain yang sedang ditanam oleh petani. Hal ini disebabkan karena resiko kegagalan wortel sangat kecil. Sedangkan jika harga wortel jatuh di pasar, para petani tidak menderita kerugian yan terlalu besar karena modal yang dikeluarkan sedikit.
48
5.3.5. Luas Lahan Garapan Petani responden rata-rata mempunyai 0,46 hektar total lahan. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar usahatani wortel yang dilakukan oleh petani responden di Desa Rembul merupakan usahatani kecil (Tabel 18). Tabel 18. Penyebaran Responden Petani Wortel di Desa Rembul kecamatan Bojong Kabupaten berdasarkan Tegal Luas Lahan Tahun 2007 Luas Lahan (Ha) 0 – 0,46 > 0,46 Total
Jumlah Responden (orang)
Persentase (%) 28 12 40
70,00 30,00 100
Berdasarkan Tabel 18 dapat dilihat sebagian besar petani responden memiliki luas lahan kurang dari 0,46 hektar, yakni sebanyak 70 persen. Sedang petani responden yang memiliki luas lahan garapan lebih besar dari 0,46 Hektar hanya sebanyak 30 persen. Petani yang mempunyai luas lahan lebih besar dari 0,46 Hektar tidak berada di satu lokasi atau terpencar – pencar di beberapa lokasi. Hal ini pada akhirnya mempengaruhi banyaknya jam kerja yang akan dialokasikan untuk usahatani wortel di daerah penelitian.
5.4.
Usahatani Wortel di Desa Rembul Sebagian besar penduduk Desa Rembul (69,03 persen) bekerja pada
bidang pertanian, baik sebagai petani maupun sebagai buruh tani. Para petani mengusahakan beberapa komoditas sayuran di Desa Rembul, antara lain : wortel, kol/kubis, bawang merah, bawang putih, daun bawang, cabai, dan buncis. Wortel yang ditanam di Desa dapat ditanam secara monokultur maup un secara tumpang sari dengan caisin atau kacang tanah.
49
Petani pada umumnya menggunakan bibit yang dibuat sendiri oleh mereka. Bibit diambil dari tanaman wortel yang berumur 30 hari kemudian ditanam pada ditempat lain hingga berumur 4 bulan. Tanaman yang dijadikan bibit adalah tanaman yang mengalami pertumbuhan yang baik, hal ini ditunjukkan oleh batang daunnya yang mulus dan umbi wortel lurus. Selain digunakan untuk kebutuhan sendiri, bibit wortel dapat juga dijual kepada petani lain untuk menambah pendapatan petani. Penanaman wortel tidak tergantung pada musim. Wortel pada umumnya dapat ditanam pada musim kemarau maupun hujan. Pada musim kemarau, petani harus memperhatikan ketersediaan air yang ada di lahan. Selain petani juga harus membeli racun karena
pada musim kemarau tanaman wortel sangat rentan
terhadap serangan hama ulat yang menyerang daun wortel. Sedangkan pada musim hujan, para petani harus lebih intensif pada pemupukan khususnya yang dapat membesarkan umbi. Pada penelitian ini, umumnya alasan petani berusahatani wortel adalah karena modal yang dikeluarkan lebih ringan dibandingkan komoditas sayuran lainnya. Selain itu, pemeliharaan tanaman wortel juga sangat mudah. Para petani tidak perlu melakukan perawatan yang sangat intensif terhadap tanaman wortel, hal ini terkait dengan obat-obatan dan pupuk yang digunakan. Selain bibit, pengadaan input produksi lainnya dapat dengan mudah diperoleh oleh para petani. Pestisida dan pupuk anorganik dapat diperoleh di Desa Rembul maupun desa tetangga yang berjarak dua kilometer. Sedangkan pupuk kandang dapat diperoleh dari pedagang keliling dengan menggunakan mobil. Untuk tenaga kerja, petani dapat memperolehnya dari lingkungan Desa Rembul
50
Budidaya tanaman wortel dimulai dengan tahap pengolahan lahan dan penanaman. Pada tahap pengolahan lahan, petani mencangkul tanah supaya gembur. Sebelum melakukan penanaman, petani dapat melakukan pemupukan pertama dengan pupuk kandang yang berguna untuk menyuburkan lahan. Kemudian petani membuat alur tanaman dengan menggunakan alat yang dinamakan garit. Setelah ada alurnya, kemudian bibit wortel yang berupa benih ditebarkan pada alurnya. Setelah
penanaman,
dilakukan
pemeliharaan
meliputi
kegiatan
pemupukan, penyiangan dan penyemprotan. Pada umumnya petani melakukan penyiangan dua kali dalam satu musim. Penyiangan dilakukan dilakukan pada umur 30 hari dan 60 hari. Penyiangan pertama difokuskan pada penjarangan tanaman wortel. Sedangkan untuk penyiangan kedua difokuskan pada pencabutan rumput-rumput liar. Hal ini dilakukan agar pupuk yang diberikan dapat dengan optimal oleh tanaman wortel. Pemupukan juga dua kali dalam satu musim. Pemupukan dilakukan pada umur 30 hari dan 60 hari setelah kegiatan penyiangan selesai dilakukan. Pupuk yang digunakan biasanya adalah urea yang dicampur dengan TSP, KCl, atau ZA. Pemupukan yang biasa dilakukan oleh petani berdasarkan pada pengalamanpengalaman petani sebelumnya, sehingga takaran yang dalam pencampuran pupuk tidak ada yang baku. Kegiatan penyemprotan sangat jarang dilakukan oleh petani wortel di Desa Rembul. Petani melakukan kegiatan penyemprotan biasanya bukan untuk tindakan pencegahan tetapi untuk pengobatan. Petani menyemprot bila tanaman wortel sudah mempunyai gejala- gejala terserang hama atau penyakit. Hama yang paling
51
sering menyerang tananaman wortel adalah hama ulat yang menyerang daun wortel. Hama ulat biasanya muncul pada saat musim kemarau. Beberapa pestisida yang digunakan antara lain antracol dan curacron. Pemanenan wortel umumnya dilakukan pada umur panen 120 hari (4 bulan). Kelebihan terhadap umur panen akan mengakibatkan umbi wortel menjadi keras seperti kayu. Pemanenan dilakukan dengan cara mencabuti umbi wortel kemudian memotong batang dan daunnya. Kemudian wortel dibawa ketempat pencucian dan dimasuk ke dalam karung. Ada dua alternatif bagi petani untuk melakukan pemanenan, yaitu menjual dengan harga kilo-an kepada pengumpul di desa atau dengan sistem tebas yang juga dilakukan oleh pengumpul di desa. Umumnya petani menjual dengan harga kilo-an jika harga wortel di pasar sedang naik. Sedangkan sistem tebas dipilih petani karena kemudahan yang diberikan, seperti : dapat langsung memperoleh uang tunai dari hasil penjualan dan dapat menghemat biaya produksi khususnya biaya tenaga kerja untuk pemanenan. Selain itu, alasan petani menjual panen dengan sistem tebas bila merasa bahwa produksi panennya tidak begitu baik akibat hama atau kondisi cuaca yang tidak baik. Sebagian besar petani wortel yang ada di Desa Rembul menjual panen wortelnya dengan suatu sistem yang dikenal dengan sistem tebas. Pada sistem tebas, para pedagang membeli wortel yang masih di lahan. Petani dan pedagang kemudian bertemu di lahan untuk mencari kesepakatan atas produksi wortel yang akan dipanen. Setelah kesepakatan tercapai, pedagang membayarkan uang tebasan kepada petani berdasarkan harga yang berlaku di pasar.
52
Secara garis besar proses budidaya wortel di daerah penelitian dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Gambaran Umum Budidaya Wortel di Desa Rembul Kecamatan Bojong Kabupaten Tegal Pembenihan
Selama 4 bulan
Persiapan Lahan dan Pemberian Pupuk Kandang*
Penanaman
Penyiangan Umur 30 hari Penyemprotan* dan Pemberian Pupuk Kimia
Penyiangan Umur 60 hari Pemberian Pupuk Kimia* Pemanenan
Umur 120 hari
Keterangan : *Tidak selalu dilakukan oleh petani
BAB VI ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI WORTEL
6.1.
Analisis Penggunaan Sarana Produksi Budidaya wortel relatif mudah untuk dilakukan oleh petani wortel di Desa
Rembul. Tanaman wortel dapat ditanam pada musim kemarau dan hujan. Oleh karena itu, wortel selalu tersedia dari sepanjang waktu di Desa Rembul. Petani wortel umumnya menanam wortel pada lahan yang sempit dan terpencar-pencar. Petani dapat menanam wortel secara monokultur atau pun tumpangsari dengan tanaman ceisim dan kacang tanah. 6.1.1. Sarana Produksi Benih Benih yang baik merupakan salah satu faktor yang menentukan produksi wortel. Selama ini petani wortel di lokasi penelitian tidak membeli bibit untuk usahatani wortel yang mereka lakukan. Mereka biasanya memproduksi sendiri benih yang mereka butuhkan. Pertimbangan utama bagi petani untuk memproduksi benih sendiri adalah untuk mengurangi biaya produksi. Petani sudah mengetahui bahwa benih yang dibuat sendiri kualitasnya tidak jauh berbeda dengan benih yang ada di toko pertanian. Kalau petani membeli bibit maka akan sangat memberatkan, karena kemungkinan harga bibit hampir sama dengan harga jual wortel itu sendiri. Pada
umumnya
para
petani
menggunakan
takaran
gelas
untuk
menggunakan bibit. Dimana satu kilogram benih sama dengan sepuluh gelas kecil, dengan harga Rp 2.250,00 per gelas atau Rp 22.500,00 per kilogram. Untuk satu hektar lahan, rata-rata petani menggunakan 74,1 gelas atau 7,41 kg benih.
54
6.1.2. Sarana Produksi Pupuk Petani wortel di Desa Rembul menggunakan pupuk dalam kegiatan usahataninya. Pupuk yang digunakan petani adalah pupuk kandang dan pupuk kimia. Petani menggunakan pupuk sebagai usaha untuk memaksimalkan produksi yang akan dihasilkan pada waktu panen. Oleh karena itu, petani di Desa Rembul sangat bergantung pada sarana produksi pupuk. a.
Pupuk Kandang Pupuk kandang merupakan pupuk dasar untuk menjaga kesuburan tanah.
Pupuk kandang diberikan pada saat sebelum penanaman. Pupuk kandang di lokasi penelitian dapat diperoleh dengan mudah melalui pedagang yang berkeliling, dengan harga Rp 5.000,00 per karung atau sekitar Rp 100,00 per kilogramnya. Walaupun demikian, pemberian pupuk kandang untuk wortel tidak selau dilakukan oleh petani di Desa Rembul. Pemupukan pupuk kandang wajib dilakukan pada komoditi kol, cabe, dan tomat. Para petani mempunyai pengalaman bahwa lahan yang telah selesai ditanam komoditi tersebut masih mempunyai kesuburan yang tinggi untuk ditanam wortel. Sehingga tidak perlu untuk dipupuk dengan pupuk kandang lagi. Rata-rata untuk aplikasi pupuk kandang sebesar 271,25 kg per hektar. Dengan rata-rata harga per kilogram adalah Rp 100,00 maka total biaya yang dikeluarkan untuk pupuk kandang bagi petani rembul adalah Rp 27.125 per hektar. b.
Pupuk Kimia Pupuk kimia yang digunakan petani wortel di Desa Rembul adalah pupuk
urea, TSP, KCl dan ZA. Pupuk urea merupakan pupuk yang wajib diberikan pada
55
wortel, sedangkan pupuk TSP dan pupuk KCl merupakan bahan pencampur yang sifatnya pilihan. Pemberian kedua pupuk ini didasarkan pada kebutuhan dan modal yang dimiliki oleh petani. Jika petani memiliki modal yang besar maka pada saat pemupukan, petani dapat mencampur urea dengan TSP atau KCl untuk memperoleh hasil yang maksimal. Sedangkan ZA merupakan pengganti pupuk urea. Pupuk ZA biasanya dipakai pada musim penghujan. Pupuk kimia tersebut dapat dengan mudah diperoleh di toko pertanian yang ada di Desa Rembul. Penggunaan pupuk kimia di daerah penelitian sangat beragam sesuai dengan luas lahan yang dimiliki. Berdasarkan perhitungan rata-rata pemakaian pupuk kimia pada usahatani wortel adalah pupuk urea 234,977 kilogram per hektar, pupuk TSP 24,987 kilogram per hektar, pupuk KCl 30,80 kilogram per hektar dan pupuk ZA 27,75 kilogram per hektar 6.1.3. Sarana Produksi Obat-obatan Penggunaan obat-obatan sangat jarang digunakan oleh petani wortel Desa Rembul. Beberapa obat-obatan yang digunakan antara lain Curacron, Durusban, Ditan 45, Gandasil Buah dan Pelekat. Curacron, Durusban dan Ditan 45. Penggunaan obat-obatan bukan sebagai tindakan pencegahan melainkan untuk mengobati wortel yang terserang hama khususnya hama ulat yang menyerang daun. Hama ulat biasanya muncul pada musim kemarau. Gandasil Buah digunakan agar zat-zat hara yang berasal dari pupuk dapat masuk ke umbi sehingga umbi wortel yang diperoleh menjadi lebih besar. Sedangkan pelekat digunakan agar obat yang diberikan dapat tahan lama menempel pada daun. Pemberian obat-oabatan biasanya dilakukan dengan cara penyemprotan. Penyemprotan obat Curacron, Durusban dan Ditan 45 dilakukan bila wortel
56
memiliki gejala untuk terserang hama ulat. Sedangkan penyemprotan Gandasil dan Pelekat dapat dilakukan bersamaan dengan pemupukan. Penggunaan obat-obatan bagi wortel tidak se- intensif dibandingkan komoditi sayuran lainnya, karena hama dan penyakit yang ada jarang menyerang tanaman wortel khususnya umbi wortel tersebut. Penggunaan obat-obatan dilakukan dilakukan jika wortel terserang hama sehingga bukan sebagai tindakan pencegahan. Rata-rata dosis obat yang digunakan petani responden adalah 0,623 liter per hektar. Sehingga pengeluaran rata-rata petani responden untuk obat-obatan sebesar Rp 55.800,00 per hektar. 6.1.4. Tenaga Kerja Proses produksi usahatani wortel yang dilakukan di daerah penelitian meliputi persiapan lahan, penana man, pemupukan, penyemprotan, penyiangan, dan pemanenan. Tenaga kerja yang digunakan dalam usahatani wortel di daerah penelitian adalah Tenaga Kerja Dalam keluarga (TKDK) dan Tenaga Kerja Luar Keluarga (TKLK). Tenaga kerja tersebut terdiri dari pria dan wanita. Biasanya kegiatan persiapan lahan dan penyemprotan dilakukan oleh pria, sedangkan penanaman, pemupukan dan penyiangan menggunakan tenaga kerja wanita. Pengadaan TKLK bagi usahatani wortel dapat dengan mudah terpenuhi, karena sebagian besar penduduk Desa Rembul berprofesi sebagai buruh tani. Sedangkan untuk pengadaan TKDK berasal dari anggota keluarga sendiri (baik istri maupun anak yang tinggal di rumah sendiri).
57
Tabel 19. Rata-Rata Penggunaan Tenaga Kerja Usahatani Wortel untuk Satu Musim Tanam Per Hektar di Desa Rembul Tahun 2006 Kegiatan 1. Pembenihan 2. Pengolahan Lahan 3. Penanaman 4. Pemupukan 5. Penyemprotan 6. Penyiangan 7. Pemanenan Jumlah
Jumlah (Jam/Ha) TKLK TKDK Pria Wanita Pria Wanita 12,62 97,51 69,76 847,73 125,87 43,50 9,83 64,34 11,42 10,25 7,13 56,01 19,50 12,84 5,00 5,00 1140,65 107,82 95,32 38,17 86,38 2,50 2,95 912,86 1360,00 364,62 234,62
Berdasarkan Tabel 19, penggunaan tenaga kerja selama proses produksi usahatani wortel setiap hektarnya adalah TKLK pria sebanyak 912,86 jam kerja dan TKLK wanita sebanyak 1360 jam kerja, Sedangkan penggunaan TKDK pria sebanyak 364,62 jam kerja dan TKDK wanita sebanyak 234,62 jam kerja. Biaya tenaga kerja pria sebesar Rp 1400,00 per jam sedangkan tenaga kerja wanita sebesar Rp 1000, per jam. Dengan lama jam kerja per hari adalah 5 jam, mulai dari jam 07.00 pagi sampai jam 12.00 siang. Pembayaran upah tenaga kerja luar keluarga dilakukan menurut perjanjian. Pembayaran dapat dilakukan secara mingguan maupun harian. Selain itu, petani menyediakan makanan dan minuman bagi buruh tani yang bekerja di lahannya. Makanan yang disediakan dapat berupa nasi dan lauknya. Sedangkan minuman dapat berupa air putih maupun teh. Sebagai tambahan biasanya petani memberikan sebatang rokok bagi tenaga kerja laki- laki. Nilai makanan dan minuman tersebut sebesar Rp 1500,00 per orang per hari bagi TKLK laki- laki dan Rp 1000,00 per orang per hari bagi TKLK wanita. Biaya ini dimaksukkan dalam komponen biaya yang diperhitungkan.
58
Kegiatan-kegiatan yang dilakukan selama proses produksi antara lain : 1. Pembenihan Sebagian besar petani di daerah penelitian membuat sendiri benih yang akan ditanam. Para petani melakukan pembenihan sendiri sehingga TKLK tidak begitu banyak digunakan. Kegiatan pembenihan terdiri dari penanaman, pemanen dan pengeringan. Penggunaan TKDK pria sebanyak 97,51 jam kerja dan TKDK wanita sebanyak 69,76. 2. Persiapan Lahan Kegiatan
ini
bertujuan
untuk
menggemburkan
tanah.
Dengan
penggemburan tanah ini maka udara dapat masuk ke dalam tanah dengan mudah sebagai hara tana man. Persiapan lahan juga meliputi pemeberian pupuk kandang bagi sebagian petani. Penggunaan TKLK sangat besar pada kegiatan persiapan lahan yaitu sebanyak 847,73 jam kerja per hektar. 3. Penanaman Kegiatan penanaman dilakukan dengan cara menaburkan atau menaburkan benih pada alur yang telah dibuat sebelumnya. Sistem ini menyebabkan jarak antar tanaman yang akan tumbuh menjadi tidak teratur dan cenderung lebih rapat. Sebagian besar petani menggunakan TKLK wanita untuk mengerjakan kegiatan penanaman, dengan jumlah jam kerja sebesar 64,34 per hektar. 4. Pemupukan Kegiatan ini dilakukan khususnya bagi pupuk kimia yang terdiri dari urea, TSP, KCl dan ZA. Pemupukan pupuk kimia dapat dilakukan dua kali, yaitu umur 30 hari dan 60 hari. Penggunaan tenaga kerja banyak dilakukan oleh TKLK wanita sebanyak 56,01 jam kerja per hektar.
59
5. Penyemprotan Kegiatan penyemprotan merupakan kegiatan yang paling jarang dilakukan oleh petani wortel karena tanaman wortel sangat jarang diserang oleh hama dan penyakit. Oleh karena itu penggunaan tenaga kerja sangat kecil yaitu TKLK pria sebanyak 5 jam kerja per hektar. 6. Penyiangan Kegiatan penyiangan meliputi pencabutan rumput-rumput liar dan penjarangan tanaman wortel. Kegiatan ini dilakukan pada umur 30 hari dan 60 hari sebelum dilakukan pemupukan. Penggunaan tenaga kerja pada kegiatan sangat besar khususnya pada TKLK wanita sebanyak 1140,65 per hektar. 7. Pemanenan Kegiatan pemanen meliputi pencabutan umbi wortel dan pengantaran wortel ke pengumpul. Sebagian besar petani di daerah penelitian tidak melakukan pemanen karena wortel yang akan dipanen sudah dibeli oleh pengumpul. Hal ini dikenal dengan sistem tebas. Sistem ini dapat mengurangi biaya TKLK untuk pemanenan. 6.1.5. Alat – Alat Pertanian Peralatan yang digunakan dalam proses usahatani wortel di daerah penelitian meliputi cangkul, parang, kored, garit, dan sprayer. Cangkul digunakan untuk menggemburkan tanah. Parang dan kored digunakan untuk pemeliharaan tanaman. Garit digunakan untuk membuat alur penanaman. Dan sprayer digunakan untuk menyemprot obat-obatan. Biaya penyusutan alat-alat pertanian yang digunakan selama usahatani dibebankan ke dalam biaya yang diperhitungkan. Untuk satu hektar lahan, alat-
60
alat pertanian yang digunakan dua buah cangkul dengan harga Rp 35.000,00 per buah, dua buah parang dengan harga Rp 15.000,00 per buah, dua buah kored dengan harga Rp 8.000,00 per buah, satu buah sprayer dengan harga Rp 275.000,00 dan satu buah garit dengan harga Rp 10.000,00. Pembebanan penyusutan alat-alat pertanian menggunakan metode garis lurus (Straight Line Method) dengan asumsi peralatan setelah umur teknis habis tidak dapat digunakan lagi dan tidak dapat digunakan lagi (Tabel 20). Tabel 20. Nilai Penyusutan Peralatan Pertanian Usahatani Wortel di Desa Rembul per Tahun Jenis Alat Cangkul Parang Kored Sprayer Garit Total
Jumlah Harga/Satuan Nilai (Unit) (Rp/Unit) 2 35.000 70.000 2 15.000 30.000 2 10.000 16.000 1 275.000 275.000 1 10.000 10.000 401.000
Umur Teknis (tahun) 10 8 8 10 15
Penyusutan (Rp/MT) 7.000,00 3.750,00 2.000,00 27.500,00 666,66 40.916,70
Berdasarkan Tabel 20, total peralatan yang digunakan di Desa Rembul bernilai Rp
401.000,00. Nilai penyusutan peralatan per tahun sekitar
Rp 40.916,70. Sehingga Penyusutan per musim tanam sebesar Rp 13.638,90. Dengan asumsi bahwa satu tahun petani mempunyai tiga musim tanam.
6.2.
Analisis Pendapatan Usahatani Wortel Pendapatan yang diperoleh petani merupakan kriteria untuk menentukan
tingkat keberhasilan usahatani dalam menjalankan proses produksi. Pendapatan adalah selisih antara penerimaan dengan biaya yang dikeluarkan. Pendapatan usahatani dibedakan menjadi pendapatan atas biaya tunai dan pendapatan atas
61
biaya total. Dalam menjalankan usahatani, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan yaitu pengeluaran, penerimaan dan pendapatan usahatani.
6.2.1. Biaya Usahatani Wortel Biaya produksi untuk usahatani wortel meliputi biaya tunai dan biaya tidak tunai (diperhitungkan). Biaya tunai terdiri dari biaya sarana produksi yang meliputi pupuk urea, pupuk TSP, pupuk KCl, pup uk kandang, pupuk ZA, obat cair, biaya tenaga kerja luar keluarga, dan pajak lahan. Sedangkan yang termasuk biaya tidak tunai (diperhitungkan) adalah biaya untuk benih, biaya penyusutan pertanian, natura, lahan dan biaya tenaga kerja dalam keluarga. Berdasarkan Tabel
21, komponen biaya produksi terbesar yang
dikeluarkan petani adalah biaya untuk tenaga kerja luar keluarga wanita dan pria. Biaya TKLK wanita yaitu sebesar Rp 1.347.380,00 per hektar untuk satu musim tanam atau sekitar 23,19 persen dari biaya total. Besarnya biaya TKLK wanita disebabkan karena penggunaan tenaga kerja wanita lebih banyak diperlukan dibandingkan TKLK pria. Dimana penggunaan TKLK wanita banyak digunakan pada penyiangan yang dilakukan yang dilakukan dua kali dalam satu musim. Sedangkan komponen biaya terbesar kedua adalah biaya TKLK pria sebesar Rp 1.278.004,00 per hektar untuk satu musim atau sekitar 22,00 persen dari biaya total yang dikeluarkan. Biaya tenaga kerja luar keluarga ini termasuk komponen biaya tunai. Biaya ini sebagian besar dikeluarkan pada waktu persiapan lahan yang sebagian besar menggunakan TKLK pria. Komponen biaya terbesar ketiga adalah biaya diperhitungkan dari lahan yaitu sebesar Rp 1.200.000,00 per hektar atau sekitar 20,66 persen dari biaya total.
62
Besar biaya diperhitungkan dari lahan disebabkan lahan yang ada di daerah penelitian mempunyai tingkat kesuburan yang baik, sehingga dapat ditanam berbagai komoditi sayuran selain wortel. Kompone n terbesar keempat adalah biaya untuk input pupuk urea. Penggunaan pupuk urea merupakan yang paling besar bila dibanding dengan pupuk kimia lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa pupuk urea merupakan sarana produksi yang penting pada usahatani wortel di daerah penelitian. Para petani rata-rata mengeluarkan Rp 375.952,00 per hektar untuk satu musim tanam atau sebesar 6,47 persen dari biaya total. Biaya untuk pupuk urea dimasukkan ke dalam komponen biaya biaya tunai. Komponen biaya terbesar kelima adalah biaya tenaga kerja dalam keluarga pria yaitu sebesar Rp 373.954,00 per hektar untuk satu musim tanam atau sebesar 6,44 persen dari biaya total yang dikeluarkan. Besarnya biaya ini karena hampir semua petani selalu terlibat dalam berbagai kegiatan yang ada dalam usahatani. Biaya tenaga kerja dalam keluarga ini
termasuk komponen biaya yang
diperhitungkan. Komponen biaya terbesar berikutnya adalah natura TKLK, yaitu penyediaan makanan dan minuman bagi tenaga kerja yang bekerja di lahan. Hal ini merupakan suatu kewajiban yang harus diberikan petani kepada TKLK selain upah. Oleh karena itu biaya natura bagi tenaga kerja luar keluarga mempunyai proporsi yang besar dalam komponen biaya usahatani wortel. Berdasarkan Tabel 21 terlihat bahwa biaya sarana produksi pupuk KCl, pupuk TSP, pupuk kandang, pupuk ZA, benih dan obat cair memiliki proporsi yang cukup kecil. Rendahnya proporsi biaya sarana produksi tersebut disebabkan
63
banyaknya petani di Desa Rembul yang tidak memakai sarana produksi di atas. Aplikasi TSP, KCl dan pupuk kandang jarang diaplikasikan pada usahatani wortel karena petani percaya bahwa dengan kondisi tanah masih cukup untuk memenuhi unsur hara yang diperlukan wortel. Sedangkan aplikasi obat cair jarang diberikan karena tanaman wortel jarang terserang hama dan penyakit. Tabel 21. Komponen Biaya Usahatani Wortel di Desa Rembul Per Hektar untuk Satu Musim Tanam No
III
IV
Jenis Biaya Biaya Tunai A. Penggunaan TKLK 1. TKLK Pria 2. TKLK Wanita B. Penggunaan Pupuk 1. Pupuk Kandang 2. Pupuk Urea 3. Pupuk TSP 4. Pupuk KCl 5. Pupuk Za C. Penggunaan obatobatan E. Pajak Lahan Jumlah Total Biaya Tunai Biaya Diperhitungkan A. Benih B. Penyusutan C. Penggunaan TKDK 1. TKDK Pria 2. TKDK Wanita D. Natura TKLK 1. TKLK Pria 2. TKLK Wanita E. Lahan Jumlah Total Biaya Diperhitungkan Jumlah Biaya Total
Satuan
Harga (Rp)
Jumlah
Nilai (Rp)
%
Jam Jam
1.400 1.000
912,86 1.347,38
1.278.004,00 1.347.380,00
22,00 23,19
Kg Kg Kg Kg Kg
100 1.600 2.300 2.725 1.750
271,25 234,97 24,99 30,81 27,75
27.125,00 375.952,00 57.477,00 83.957,25 48.562,50
0,47 6,47 0,99 1,45 0,84
Liter
90.000
0,62
55.800,00 70.000,00
0,96 1,20
3.344.257,75
57,57
Kg
22500
7,41
166.725,00 13.638,90
2,87 0,23
Jam Jam
1400 1000
267,11 164,83
373.954,00 164.830,00
6,44 2,84
Jam Jam Hektar
300 200
912,86 1.360,00
273.858,00 272.000,00 1.200.000,00
4,71 4,68 20,66
1.265.005,90 5.809.263,65
42,43 100,00
6.2.2. Penerimaan Usahatani Wortel Pengumpulan data dilakukan pada bulan Januari tahun 2007, tetapi dalam perhitungan data yang dipakai adalah data pada periode bulan September tahun 2006 sampai bulan Januari 2007. Dimana pada periode tersebut rata-rata harga
64
Rp 1.930,00 per kilogram dan rata-rata produksi wortel sebesar 7.388,33 kilogram per hektar. Dengan maka penerimaan tunai yang diterima petani sebesar Rp 14.259.483,33 per hektar. Sedangkan untuk penerimaan tidak tunai untuk usahatani wortel di Desa Rembul tidak ada. Hal ini disebabkan semua hasil panen dijual dan petani umumnya tidak mengambil hasil panen dalam jumlah yang besar karena sifat wortel yang mudah busuk jika tidak segera dikonsumsi. 6.2.3. Pendapatan Usahatani Pendapatan usahatani wortel merupakan selisih dari penerimaan dengan biaya produksi. Gambaran tentang pendapatan yang diterima oleh petani di Desa Rembul dapat dilhat pada Tabel 22. Tabel 22. Analisis Pendapatan Usahatani Wortel Desa Rembul per Hektar untuk Satu Musim Tanam No I II III IV V VI VII VIII
Uraian Total Penerimaan Total Biaya Tunai Total Biaya Diperhitungkan Biaya Total Pendapatan Atas biaya Tunai Pendapatan Atas Biaya Total R/C Rasio atas Biaya Tunai R/C Rasio Atas Biaya Total
Nilai (Rp) 14.259.483,33 3.344.257,75 1.265.005,90 5.809.263,65 10.915.225,58 8.450.219,68 4,26 2,45
Wortel dapat dipanen pada saat tanaman berumur empat bulan (120 hari). Dari satu hektar lahan wortel rata-rata dapat menghasilkan produksi 7.388,33 kilogram dengan harga rata-rata ditingkat petani sebesar Rp 1.930,00 per kilogram,
sehingga
rata-rata
penerimaan
yang
didapat
petani
sebesar
Rp 14.259.483,33 per hektar. Sedangkan biaya tunai dan biaya total masingmasing sebesar Rp 3.344.257,75 dan Rp 5.809.263,00 per hektar untuk satu
65
musim tanam. Sehingga didapat R/C atas biaya tunai sebesar 4,26 dan R/C atas biaya total sebesar 2,45. Nilai R/C rasio atas biaya tuna i usahatani wortel sebesar 4,26 artinya bahwa setiap Rp. 1,00 biaya tunai yang dikeluarkan petani untuk menamam wortel maka akan memperoleh tambahan penerimaan sebesar Rp 4,26 per hektar. Sedangkan R/C rasio atas bia ya total
usahatani sebesar 2,45 mengandung
pengertian bahwa setiap biaya total Rp 1,00 yang dikeluarkan petani untuk menanam wortel maka akan memperoleh tambahan penerimaan sebesar 2,45 per hektar. Dari penjelasan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa usahatani wortel di Desa Rembul dapat memberikan keuntungan bagi petani walaupun tingkat produksinya rendah yaitu 7.388 kilogram (7,388 ton) per hektar jika dibandingkan dengan tingkat produksi di Jawa Barat yang mampu mencapai 23 ton per hektar. Keuntungan ini didapat dari fluktuasi harga pada periode penelitian (Oktober 2006 sampai Januari 2007) yang berkisar Rp1.500,00 sampai Rp.3.000,00 per kilogram. Harga yang tinggi ini disebabkan kemarau yang panjang sehingga supply wortel dari daerah lain berkurang.
BAB VII ANALISIS FAKTOR – FAKTOR PRODUKSI DAN EFISIENSI EKONOMI USAHATANI WORTEL
7.1.
Analisis Fungsi Produksi Model Fungsi produksi yang digunakan untuk menduga fungsi produksi
dalam penelitian ini adalah model fungsi produksi Cobb-Douglas. Penggunaan model Cobb-Douglas dilakukan karena pada model fungsi linear berganda ditemukan pelanggaran asumsi OLS, yaitu multikolinearitas. Faktor produksi (variabel independen) yang diduga berpengaruh dalam usahatani wortel adalah luas lahan (X1 ), benih (X2 ), pupuk urea (X3 ), pupuk TSP (X4 ), pupuk KCl (X5 ), pupuk kandang (X6 ), obat cair (X7 ), penggunaan tenaga kerja pria (X8 ) dan penggunaan tenaga kerja wanita (X9 ). Sedangkan variabel dependen adalah produksi wortel (Y). Pengujian terhadap ketepatan model fungsi produksi dengan melihat koefisien determinasi (R2 ), F-hitung, T-hitung maupun p-value dari masing- masing parameter (Tabel 23). Tabel 23. Pendugaan dan Pengujian Parameter Model Fungsi Produksi Cobb-Douglas Variabel
Koefisien Regresi
Konstanta 5,380 Ln Luas Lahan (X1 ) 0,041 Ln Benih (X2 ) 0,542 Ln Pupuk Urea (X3 ) 0,054 Ln Pupuk TSP (X4 ) 0,043 Ln Pupuk KCl (X5 ) 0,056 Ln Pupuk kandang (X6 ) 0,049 Ln Obat Cair (X7 ) -0,014 Ln TK Pria (X8 ) 0,408 Ln TK wanita (X9 ) -0,152 R-Sq = 73,7% R-Sq adj = 65,9%
Simpangan Baku Koefisien
T hitung
1,083 1,16 0,270 0,15 0,219 2,48 0,125 0,43 0,053 0,81 0,062 0,91 0,034 1,45 0,028 -0,48 0,154 2,64 0,133 -1,15 F-hitung = 9,36
P-Value
VIF
0,256 0,879 5,7 0,019 5,1 0,668 2,0 0,424 1,3 0,371 1,5 0,158 1,2 0,638 1,3 0,013 2,6 0,261 2,6 MSE = 0,1997
67
Berdasarkan data tabel 23, maka model fungsi produksi wortel dapat diduga dengan persamaan sebagai berikut : ln Y =
5,380 + 0,041 ln X1 + 0,542 ln X2 + 0,054 ln X3 + 0,043 ln X4 + 0,056 ln X5 + 0,049 ln X6 – 0,014 ln X7 + 0,408 ln X8 – 0,152 ln X9 Dari hasil pendugaan model menunjukkan bahwa nilai koefisien
determinasi (R2 ) didapat sebesar 73,7 persen dengan nilai koefisien terkoreksi (R2 adj) sebesar 65,9 persen. Nilai R2 tersebut berarti bahwa 73,7 persen variasi produksi wortel dapat dijelaskan secara bersama-sama oleh faktor luas lahan, benih, pupuk urea, pupuk TSP, pupuk KCl, pupuk kandang, obat cair, penggunaan tenaga kerja pria dan wanita. Sedangkan 26,3 persen lagi dipengaruhi oleh faktorfaktor di luar model. Dari hasil dugaan terlihat bahwa uji F signifikan pada selang kepercayaan 95 persen. Hal ini berarti bahwa faktor-faktor produksi secara bersama-sama mempengaruhi produksi wortel. Pengaruh faktor produksi secara parsial untuk model ini dilihat dari nilai P-value. Dimana terdapat dua variabel bebas yang berpengaruh nyata (signifikan) terhadap produksi wortel, yaitu benih dan penggunaan tenaga kerja pria pada selang kepercayaan 95 persen. Selain itu pupuk kandang signifikan pada selang kepercayaan 80 persen. Sedangkan faktor yang lain berpengaruh tidak nyata pada produksi wortel. Setelah melakukan pendugaan dan pengujian terhadap fungsi produksi, tahap selanjutnya adalah pemeriksaan asumsi OLS (Ordinary Least Square) dengan melihat masalah multikolinearitas. Multikolinearitas merupakan suatu pelanggaran asumsi OLS dimana terdapat hubungan yang linear antara variabel bebas yang satu dengan yang lain. Pelanggaran asumsi OLS ini membuat nilai Thitung dari varibel bebas menjadi kecil sehingga variabel tersebut tidak
68
berpengaruh nyata terhadap variabel dependen. Multikolinearitas terjadi ketika VIF lebih besar dari 10 (VIF >10). Berdasarkan Tabel 23, terlihat bahwa tidak terjadi multikolinearitas pada model. 7.2.
Analisis Faktor Produksi dan Skala Usaha Dalam model fungsi produksi Cobb-Douglas nilai koefisien regresi
merupakan nilai elastisitas dari masing- masing variabel tersebut. Pengaruh masing- masing variabel terhadap produksi adalah sebaga i berikut : berdasarkan Tabel 23 didapat bahwa jumlah nilai elastisitas faktor-faktor produksi sebesar 1,027. Angka ini merupakan penjumlahan dari koefisien regresi faktor- faktor produksi, dimana koefisien tersebut menunjukkan elastistitas produksi. Berdasarkan nilai elastisitas produksi sebesar 1,027, berarti fungsi produksi berada pada daerah I (increasing return to scale). Hal ini berarti bahwa setiap penambahan faktor produksi secara bersama-sama sebesar 1 persen, maka akan meningkatkan produksi sebesar 1,027 persen. Sehingga petani wortel masih mampu memperoleh sejumlah produksi yang menguntungkan manakala input tersebut ditambahkan. Nilai koefisien regresi dari masing- masing faktor produksi bertanda positif, kecuali untuk faktor produksi obat cair dan penggunaan tenaga kerja wanita. Angka yang negatif pada koefisien regresi menunjukkan hubungan yang berkebalikan antara produksi dengan penggunaan faktor produksi tersebut. Luas Lahan (X1 ) Luas lahan berpengaruh positif terhadap produksi wortel, dimana nilai koefisien regresinya sebesar 0,041. Hal ini berarti bahwa setiap penambahan 1 persen luas lahan maka akan diikuti peningkatan jumlah produksi wortel sebesar
69
0,041 persen (cateris paribus). Penambahan luas lahan tidak mudah dilakukan oleh petani, karena semakin besar lahan yang digarap maka modal yang diperlukan juga semakin besar. Uji statistik menunjukkan bahwa luas lahan tidak berpengaruh nyata terhadap produksi wortel. Benih (X2 ) Benih berpengaruh positif terhadap produksi wortel, dimana nilai koefisien regresinya sebesar 0,542. Hal ini berarti bahwa setiap penambahan benih 1 persen maka akan diikuti peningkatan jumlah produksi wortel sebesar 0,542 persen (cateris paribus). Penambahan benih dapat dilakukan petani dengan mudah karena benih wortel dapat dibuat sendiri oleh petani di daerah penelitian. Umumnya petani tidak mempunyai ukuran yang standar dalam penanaman benih. Dasar pemberian benih untuk luasan tertentu bagi adalah pengalaman bertani wortel sebelumnya. Uji statistik menunjukkan bahwa benih berpengaruh secara nyata terhadap produksi wortel. Pupuk Urea (X3 ) Pupuk urea berpengaruh positif terhadap produksi wortel, dimana nilai koefisien regresinya sebesar 0,054. Hal ini berarti bahwa setiap penambahan pupuk urea sebesar 1 persen maka akan diikuti peningkatan jumlah produksi wortel sebesar 0,054 persen (cateris paribus). Pupuk urea merupakan pupuk yang wajib diberikan petani terhadap tanaman wortel. Pupuk ini berguna sebagai sumber nitrogen yang berguna bagi pertumbuhan daun. Uji statistik menunjukkan bahwa pupuk urea tidak berpengaruh secara nyata terhadap produksi wortel.
70
Pupuk TSP (X4 ) Pupuk TSP berpengaruh positif terhadap produksi wortel, dimana nilai koefisien regresinya sebesar 0,043. Hal ini berarti bahwa setiap penambahan pupuk TSP sebesar 1 persen maka akan diikuti peningkatan jumlah produksi wortel sebesar 0,043 persen (cateris paribus). Pupuk TSP biasanya diaplikasikan bersama pupuk urea, sehingga pupuk ini tidak wajib diberikan. Dimana banyak dosis penggunaannya didasarkan pada pengalaman petani.
Pupuk ini berguna
untuk menggemburkan tanah sehingga unsur-unsur hara dan udara dapat masuk dengan sempurna.Uji statistik menunjukkan bahwa pupuk TSP tidak berpengaruh secara nyata terhadap produksi wortel. Pupuk KCl (X5 ) Pupuk KCl berpengaruh positif terhadap produksi wortel, dimana nilai koefisien regresinya sebesar 0,056. Hal ini berarti bahwa setiap penambahan pupuk KCL sebesar 1 persen maka akan diikuti peningkatan jumlah produksi wortel sebesar 0,0568 persen (cateris paribus). Sama seperti pupuk TSP, Pupuk KCl biasanya diaplikasikan bersama pupuk urea, sehingga pupuk ini tidak wajib diberikan. Penggunaan pupuk ini tidak wajib sifatnya karena petani dapat menghemat biaya yang akan dikeluarkan. Beberapa petani menganggap bahwa pupuk urea sudah cukup untuk memenuhi unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman wortel. Pupuk ini berguna untuk pertumbuhan buah (umbi). Uji statistik menunjukkan bahwa pupuk KCl tidak berpengaruh secara nyata terhadap produksi wortel.
71
Pupuk Kandang (X6 ) Pupuk kandang berpengaruh positif terhadap produksi wortel, dimana nilai koefisien regresinya sebesar 0,049. Hal ini berarti bahwa setiap penambahan pupuk kandang sebesar 1 persen maka akan diikuti peningkatan jumlah produksi wortel sebesar 0,049 persen (cateris paribus). Pupuk kandang diaplikasikan sebelum penanaman pada waktu persiapan lahan. Pemberian pupuk kandang dimaksudkan agar unsur hara tetap terjaga walaupun lahan digunakan terusmenerus. Sebagian besar petani tidak menggunakan pupuk kandang karena unsur hara yang dibutuhkan bagi tanaman wortel masih cukup banyak di dalam tanah sebagai akibat penanaman sebelumnya. Selain itu alasan lain petani adalah untuk menghemat biaya. Uji statistik menunjukkan bahwa pupuk kandang
tidak
berpengaruh secara nyata terhadap produksi wortel. Obat Cair (X7 ) Obat cair berpengaruh negatif terhadap produksi wortel, dimana nilai koefisien regresinya sebesar -0,014. Hal ini berarti bahwa setiap penambahan obat cair sebesar 1 persen maka akan diikuti penurunan jumlah produksi wortel sebesar 0,014 persen (cateris paribus). Aplikasi obat cair terhadap tanaman wortel bukan sebagai tindakan pencegahan. Karena ketika obat diberikan, tanaman wortel sudah terserang hama
atau penyakit terlebih dahulu. Sehingga pada akhirnya
mengurangi produksi wortel. Uji statistik menunjukkan bahwa pupuk kandang tidak berpengaruh secara nyata terhadap produksi wortel. Penggunaan Tenaga Kerja Pria (X8 ) Penggunaan tenaga kerja pria berpengaruh positif terhadap produksi wortel, dimana nilai koefisien regresinya sebesar 0,408. Hal ini berarti bahwa
72
setiap penambahan jam kerja pria sebesar 1 persen maka akan diikuti peningkatan jumlah produksi wortel sebesar 0,408 persen (cateris paribus). Tenaga kerja pria sangat penting, khususnya pada saat persiapan lahan. Untuk itu petani perlu memperpanjang masa persiapan lahan atau memperbanyak tenaga kerja pria. Uji statistik menunjukkan bahwa penggunaan tenaga kerja pria berpengaruh secara nyata terhadap produksi wortel. Penggunaan Tenaga Kerja Wanita (X9 ) Penggunaan tenaga kerja wanita berpengaruh negatif terhadap produksi wortel, dimana nilai koefisien regresinya sebesar -0,152. Hal ini berarti bahwa setiap penambahan jam kerja wanita sebesar 1 persen maka akan diikuti penurunan jumlah produksi wortel sebesar 0,152 persen (cateris paribus). Tenaga kerja wanita banyak digunakan pada waktu penyiangan. Uji statistik menunjukkan bahwa penggunaan tenaga wanita tidak berpengaruh secara nyata terhadap produksi wortel.
7.3.
Analisis Efisiensi Ekonomi Penggunaan Faktor Produksi Efisiensi Ekonomi dari penggunaan faktor-faktor produksi pada usahatani
wortel dapat dilihat dari hasil perbandingan Nilai Produk Marjinal (NPM) dan Biaya Korbanan Marjinal (BKM). Proses produksi secara ekonomi dikatakan efisien jika dalam proses produksi tersebut terdapat perbandingan NPM dan BKM sama dengan satu untuk semua faktor produksi yang digunakan. Pada kondisi yang demikianlah dikatakan bahwa penggunaan faktor produksi pada usahatani wortel berada dalam kondisi optimal.
73
Tingkat efisiensi ekonomi dari penggunaan faktor- faktor produksi usahatani wortel dapat dilihat pada Tabel 23 dengan rata-rata produksi untuk satu periode produksi sebesar 3123,75 kg dan rata-rata harga produk sebesar Rp 1930,00 per kilogram. Sedangkan cara perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 3. Pada Tabel 24 penggunaan faktor- faktor produksi usahani wortel per luas tanam belum mencapai kondisi yang optimal karena perbandingan NPM-BKM tidak sama dengan satu. Rasio NPM-BKM untuk faktor produksi obat cair dan penggunaan tenaga kerja wanita lebih kecil dari satu. Sedangkan rasio NPM dan BKM untuk luas lahan, benih, urea, TSP, KCl, pupuk kandang, penggunaan tenaga kerja pria dan wanita lebih besar dari satu (Tabel 24). Tabel 24. Rasio Nilai Produk Marjinal dan Biaya Korbanan Marginal dari Produksi Usahatani Wortel Faktor Produksi Lahan Benih Urea TSP KCl Kandang Obat Cair TK Pria TK Wanita
Rata-rata Faktor Produksi
Ha Kg Kg Kg Kg Kg ml Jam
0,46 3,76 85,82 10,15 11,80 88,30 834,80 541,50
Koefisien Regresi 0,041 0,542 0,054 0,043 0,056 0,049 -0,014 0,408
Jam
721,13
-0,152
Satuan
NPM
BKM
NPM/BKM
537223,89 868841,85 3807,32 25612,16 28856,67 3378,33 -99,52 4546,95
400000 22500 1600 2300 2725 100 90 1400
1,35 38,6 2,37 11,13 10,58 33,78 -1,11 3,24
-1269,08
1000
-1,27
Berdasarkan Tabel 24, faktor- faktor produksi lahan, benih, urea, TSP, KCl, pupuk kandang, serta penggunaan tenaga kerja pria dan wanita harus ditingkatkan untuk mencapai hasil yang optimal. Secara umum penggunaan faktor- faktor produksi tersebut masih rendah karena keterbatasan modal petani atau untuk menghemat biaya produksi. Rasio NPM-BKM benih merupakan yang
74
paling besar yaitu sebesar 38,6. hal ini berarti bahwa faktor tersebut memerlukan penambahan yang sangat besar untuk mencapai tingkat efisiensi yang optimal. Selain itu, Rasio NPM-BKM pupuk kandang merupakan terbesar kedua yaitu sebesar 33,78. Pada umumnya para petani jarang menggunakan pupuk kandang untuk usahatani wortel. Pupuk kandang biasanya digunakan untuk komoditi kol, cabe, tomat dan kentang. Kenaikan yang cukup besar untuk penggunaan pupuk kandang masih dapat dipenuhi pengadaanya oleh petani karena pengadaan pupuk di daerah penelitian dapat dengan mudah diperoleh petani. Nilai rasio NPM-BKM obat cair dan penggunaan tenaga kerja wanita yang bernilai negatif menunjukkan bahwa penambahan faktor produksi tersebut akan mengurangi penerimaan petani. Sehingga tinggkat penggunaan obat cair dan tenaga kerja wanita pada tingkat yang efisien tidak dapat diramalkan secara tepat. Dengan nilai NPM, maka NPMxi ? Pxi sehingga syarat keefisienan faktor produksi tidak dapat tercapai. Efisiensi penggunaan faktor- faktor produksi dapat dicapai dengan menggunakan kombinasi optimal dari faktor-faktor. Kombinasi optimal ini diperoleh jika NPM sama dengan BKM atau rasio NPM-BKM sama dengan satu. Pada Tabel 25 dapat dilihat kombinasi faktor-faktor produksi yang menghasilkan penggunaan input yang efisien.
75
Tabel 25. Kombinasi Optimal Penggunaan Input pada Usahatani Wortel Faktor Produksi Lahan Benih Urea TSP KCl Kandang Obat Cair TK Pria TK Wanita
Rata2 Input 0,46 3,76 85,82 10,15 11,80 88,30 834,80 541,50 721,13
NPM
BKM
54,85 400.000 868,47 22.500 3807,32 1.600 25612,16 2.300 28856,67 2.725 3378,33 100 90 4546,95 1.400 -
1.000
NPM/BKM 1 1 1 1 1 1 1 -
Penggunaan Input Optimal 6241,35 145,19 204,22 113,02 124,96 2983,06 1756,55 -
Agar rasio NPM dan BKM nya sama dengan satu, maka tingkat penggunaan benih yang optimal adalah dinaikkan menjadi 145,19 kilogram, urea menjadi 204,22 kilogram, TSP menjadi 204,22 kilogram, KCl me njadi 124,96 kilogram, pupuk kandang menjadi 2938,06 kg dan penggunaan tenaga kerja pria menjadi 1756,55 jam kerja. Namun dari segi budidaya tingkat kombinasi ini perlu ditinjau ulang. Penggunaan pupuk TSP, KCl dan kandang mengalami kenaikan yang cukup besar untuk mencapai kondisi optimal. Hal ini disebabkan beberapa petani tidak melakukan aplikasi dengan pupuk tersebut sehingga rata-rata input pupuk TSP, KCl dan kandang menjadi kecil. Umumnya petani tidak mengaplikasikan pupuk tersebut untuk menghemat bia ya produksi. Alokasi penggunaan faktor produksi yang tepat dalam usahatani wortel akan menentukan besarnya pendapatan yang diperoleh petani wortel. Pada kondisi optimal diperoleh penerimaan sebesar Rp 127.937.676,26 dan biaya total sebesar Rp 8.469.816,47. Dari keseluruhan biaya yang dikeluarkan dalam usahatani wortel, pengadaan benih dan biaya tenaga kerja pria merupakan yang paling besar. Dimana Biaya untuk pengadaan benih sebesar Rp 3.269.475,00 atau sebesar 38,60
76
persen dari biaya total dan biaya
pengadaan tenaga kerja pria sebesar
Rp 2.459.170,00atau sebesar 29,03 persen dari biaya total (Tabel 26). Pada Tabel 26, terlihat bahwa pendapatan wortel pada kondisi optimal menjadi Rp 127.937.676,26atau lebih besar Rp 124.094.174,00 pada kondisi aktual. Sehingga didapat nilai R/C pada kondisi optimal sebesar 16,11 sedangkan pada kondisi aktual sebesar 2,76. Tabel 26. Rasio Perbandingan Pendapatan Petani Wortel Pada Kondisi Aktual dan Kondisi Optimal Per Rata-Rata Luas Lahan Uraian Jumlah Total Penerimaan Biaya Produksi : 1. Lahan (Ha) 2. Benih (kg) 3. Urea (kg) 4. TSP (kg) 5. KCl (kg) 6. Pukan (kg) 7. Obat Cair (ml) 8. TK Laki2(jam) 9. TK Wanita (jam) 10. Penyusutan Peralatan 11. Natura 12. Pajak Lahan Total Biaya Pendapatan R/C
Harga/ Unit (Rp)
Kondisi Aktual Unit Nilai (Rp)
Kondisi Optimal Unit Nilai (Rp)
1.930
3.123,75
6.028.837,50
70.677,46
136.407.492,73
400.000 22.500 1.600 2.300 2.725 100 90 1.400 1.000
0,46 3,76 85,82 10,15 11,80 88,30 834,80 541,50 721,13
84.600,00 137.312,00 23.345,00 32.155,00 8.830,00 75.132,00 758.100,00 721.130,00
0,62 145,310 204,22 113,02 124,96 2.943,06 834,80 1.756,55 721,13
3.269.475,00 326.752,00 259.946,00 340.516,00 294.306,00 75.132,00 2.459.170,00 721.130,00
6.205,29
8.511,47
306.676,00 31.850,00 2.185.335,29 3.843.502,21
671.191,00 43.687,00 8.469.816,47 127.937.676,26
2,76
16,11
Pada kondisi optimal yang diformulasikan, dapat dilihat bahwa dari segi budidaya penggunaan benih sebesar 145,31 kilogram. Hal ini tentu saja tidak sesuai
dengan
kriteria
agronomis
untuk
pengaplikasian
benih
wortel.
Pengaplikasian benih ini yang terlalu banyak tentu akan membuat pertumbuhan dari wortel sendiri menjadi tidak baik, sehingga pada akhirnya akan membuat produksi semakin menurun. Rata-rata penggunaan benih maksimal yang
77
dianjurkan adalah sebesar 15 kilogram untuk satu hektar1 . Sehingga dengan luas rata-rata sebesar 0,62 hektar maka jumlah benih yang digunakan sebesar 9,3 kilogram untuk rata-rata luas lahan di atas. Kombinasi input yang optimal dapat dilihat pada Tabel 27. Tabel 27. Kombinasi Faktor-Faktor Produksi Alternatif dengan Simulasi pada Usahatani Wortel di Desa Rembul Kecamatan Bojong Kabupaten Tegal Faktor Produksi
Lahan Benih Urea TSP KCl Kandang Obat Cair TK Pria TK Wanita
Rata-rata Penggunaan Input
0,62 9,30 204,22 113,02 124,96 2983,06 2051,81 -
Harga Pxi =BKM
400.000 22.500 1600 2300 2725 100 90 1200 1000
Koefisien Regresi
0,041 0,542 0,054 0,043 0,056 0,049 -0,014 0,408 -0,152
NPM
40 348.9 204,22 113,02 124,96 2983,06 2051,81 -
Rasio NPM/BKM
1,00 15,5 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 -
Pada Tabel 25, terlihat bahwa faktor- faktor produksi alternatif yang diformulasikan dapat dilihat bahwa penggunaan faktor produksi benih berada pada kondisi yang tidak optimal. Hal ini ditunjukkan dari rasio NPM-BKM yang tidak sama dengan satu (NPM/BKM ? 1). Pengaruh Kombinasi faktor produksi alternatif terhadap perolehan pendapatan dapat dilihat pada Tabel 28.
1
http://warintek.progressio.or.id/pertanian/wortel.htm
78
Tabel 28. Rasio Perbandingan Pendapatan Petani Wortel Pada Kondisi Aktual dan Optimal Alternatif Per Rata-Rata Luas Lahan Uraian Jumlah Total Penerimaan Biaya Produksi : 1. Lahan (Ha) 2. Benih (kg) 3. Urea (kg) 4. TSP (kg) 5. KCl (kg) 6. Pukan (kg) 7. Obat Cair (ml) 8. TK Laki-laki (jam) 9. TK Wanita (jam) 10. Penyusutan Peralatan 11. Natura 12. Pajak Lahan Total Biaya Pendapatan R/C
Harga/ Unit (Rp) 1.930 400.000 22.500 1.600 2.300 2.725 100 90 1.400 1.000
Kondisi Aktual Unit Nilai (Rp) 3.123,75 6.028.837,50 0,46 3,76 85,82 10,15 11,80 88,30 834,80 541,50 721,13
84.600,00 137.312,00 23.345,00 32.155,00 8.830,00 75.132,00 758.100,00 721.130,00 6.205,29 306.676,00 31.850,00 2.185.335,29 3.843.502,21 2,76
Kondisi Optimal Unit Nilai (Rp) 15.988,16 30.857.153,79 0,62 9,30 204,22 113,02 124,96 2.943,06 834,80 1.756,55 721,13
209.250,00 326.752,00 259.946,00 340.516,00 294.306,00 75.132,00 2.459.170,00 721.130,00 8.511,47 671.191,00 43.687,00 5.409.591,47 25.447.562,32 5,70
Pada kombinasi faktor-faktor produksi alternatif yang diduga, akan menurunkan produksi wortel sebesar 77,37 persen dibandingkan kombinasi optimal. Walaupun demikian R/C rasio pada kondisi alternatif tetap lebih baik dibandingkan pada kondisi aktual. Dimana pada kondisi optimal alternatif R/C rasio sebesar 5,7 sedangkan pada kondisi aktual R/C rasio hanya sebesar 2,76. Hal ini menunjukkan bahwa pada tingkat kombinasi alternatif yang diduga tetap akan meningkatkan kelayakan usahatani wortel. Pada Tabel 28 terlihat bahwa produksi menjadi 15.988,16 kilogram per rata-rata luas lahan atau sekitar 25.787,6 kilogram (25,79 ton) per hektar. Produktivitas ini akan menjadi lebih tinggi dari produktivitas Provinsi Jawa Barat yang mempunyai produktivitas sebesar 23,2 ton per hektar. Dimana Jawa Barat merupakan sentra produksi wortel di Indonesia. Hal ini membuktikan usahatani wortel dapat menjadi komoditi yang sangat menguntungkan apabila diusahakan secara intensif.
BAB VIII KESIMPULAN DAN SARAN
8.1.
Kesimpulan
1.
Hasil analisis produksi Cobb Douglas menunjukkan bahwa faktor produksi benih dan tenaga kerja pria berpengaruh nyata pada taraf kepercayaan 95 persen dan pupuk kandang berpengaruh nyata pada taraf kepercayaan 80 persen. Usahatani wortel juga berada pada skala hasil yang meningkat, yang berarti bahwa peningkatan secara bersama-sama faktor produksi akan meningkatkan produksi yang lebih besar.
2.
Dari hasil analisis pendapatan usahatani didapat bahwa analisis R/C rasio didapat bahwa nilai R/C rasio atas biaya tunai sebesar 4,26 dan R/C rasio atas biaya total sebesar 2,45. Sehingga dapat disimpulkan bahwa cabang usahatani wortel di Desa Rembul masih menguntungkan walupun produktivitas wortel menurun.
3.
Analisis Efisiensi menunjukkan bahwa penggunaan faktor produksi pada usahatani wortel belum digunakan secara efisien. Hal ini dapat dilihat dari nilai rasio NPM-BKM yang tidak sama dengan satu.
Kombinasi
penggunaan faktor produksi yang efisien terjadi jika luas lahan ditingkatkan dari 0,46 hektar menjadi 0,62 hektar, benih ditambah dari 3,76 kg menjadi 145,35 kg. Begitu juga dengan penggunaan Urea, TSP, KCl yang harus ditingkat masing- masing dari 85,82 kg, 10,15 kg, dan 11,80 kg menjadi 204,22 kg, 113,02 kg dan 124,96 kg. selain itu penggunaan pupuk kandang dan penggunaan tenaga kerja pria harus
80
ditingkatkan dari 88,3 kg dan 541,5 jam kerja menjadi 2983,06 kg dan 2051,81 jam kerja
8.2.
Saran
1.
Petani hendaknya menggunakan faktor-faktor produksi secara lebih intensif sehingga hasil produksi yang didapat dapat lebih optimal. Hal ini meliputi penggunaan benih dan pupuk (urea, TSP, KCl dan Kandang)
2.
Pemerintah secara aktif dan kotiniu memberikan penyuluhan tentang penggunaan faktor produksi yang benar, yaitu melalui pemberdayaan Petugas Penyuluh Lapangan untuk mencapai hasil produksi yang optimal dan keuntungan yang maksimal.
83
Lampiran 1. Analisis Regresi Model Cobb-Douglas
Regression Analysis: ln Y versus ln x1, ln x2, ...
The regression equation is ln Y = 5.38 + 0.041 ln x1 + 0.542 ln x2 + 0.054 ln x3 + 0.0431 ln x4 + 0.0565 ln x5 + 0.0495 ln x6 - 0.0138 ln x7 + 0.408 ln x8 - 0.152 ln x9 Predictor Constant ln x1 ln x2 ln x3 ln x4 ln x5 ln x6 ln x7 ln x8 ln x9
Coef 5.381 0.0414 0.5423 0.0542 0.04312 0.05648 0.04948 -0.01378 0.4084 -0.1518
S = 0.4469
SE Coef 1.075 0.2706 0.2190 0.1251 0.05321 0.06222 0.03417 0.02896 0.1547 0.1325
R-Sq = 73.7%
T 5.01 0.15 2.48 0.43 0.81 0.91 1.45 -0.48 2.64 -1.15
P 0.000 0.879 0.019 0.668 0.424 0.371 0.158 0.638 0.013 0.261
VIF 5.7 5.1 2.0 1.3 1.5 1.2 1.3 2.6 2.6
R-Sq(adj) = 65.9%
Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total Source ln x1 ln x2 ln x3 ln x4 ln x5 ln x6 ln x7 ln x8 ln x9
DF 1 1 1 1 1 1 1 1 1
DF 9 30 39
SS 16.8155 5.9906 22.8061
MS 1.8684 0.1997
F 9.36
P 0.000
Seq SS 12.7254 1.9515 0.2890 0.2859 0.0449 0.1212 0.0037 1.1315 0.2623
Unusual Observations Obs ln x1 ln Y 3 0.00 7.6009 2.12R 23 -1.39 8.5172 2.51R 24 -1.39 6.5511 2.34R
Fit 8.2744
SE Fit 0.3136
Residual -0.6735
7.6010
0.2569
0.9162
7.4258
0.2459
-0.8747
R denotes an observation with a large standardized residual Durbin-Watson statistic = 2.57
St Resid -
-
84
Lampiran 2. Data Produksi dan Penggunaan Faktor-Faktor Produksi Usahatani Wortel di Desa Rembul Satu Musim Tanam, Tahun 2005 Model Fungsi Produksi Cobb-Douglas No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 Total Rata2
Y 1500 2000 2000 2500 4000 2000 1000 2000 2000 2100 1650 1200 24000 2000 6000 3000 1500 5000 2500 500 5000 7000 5000 700 5000 2000 500 800 2000 1200 1500 2500 2500 2000 8000 2200 800 2000 2800 3000 124950 3123.75
X1 0.25 0.25 1.00 0.25 0.50 0.25 0.25 0.25 0.25 0.25 0.25 0.25 4.00 0.25 0.50 0.25 0.37 0.50 0.25 0.25 0.75 1.00 0.25 0.25 0.50 0.50 0.12 0.25 0.25 0.25 0.50 0.25 0.25 0.50 1.00 0.33 0.12 0.25 0.25 0.25 18,20 0,45
X2 1.5 1.5 6.0 2.2 4.0 2.0 1.7 1.5 1.5 2.2 2.0 2.0 24.0 2.0 3.0 4.0 3.0 3.4 2.3 1.0 6.0 7.5 1.5 1.0 5.0 1.2 0.8 2.0 2.5 1.5 4.0 1.6 1.6 4.0 7.5 1.5 1.0 2.0 2.5 5.0 150,5 3,76
X3 30 40 50 50 100 200 100 50 50 100 100 35 250 35 100 200 45 200 25 30 150 250 30 30 200 68 25 100 10 50 60 50 50 60 200 20 15 100 75 100 3433 85.825
X4 20 40 25 1 1 20 1 1 1 1 1 1 50 1 15 40 1 50 10 1 1 40 5 30 1 6 1 1 20 1 1 1 1 1 1 1 1 1 10 1 406 10.15
X5 10 40 25 20 1 20 45 10 10 1 1 20 50 20 10 1 5 1 10 1 15 15 3 5 25 10 1 1 15 1 1 1 1 10 44 1 1 10 10 1 472 11.8
X6
X7
1 1 1000 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 500 1 1 1 200 1 1 1 250 1250 1 1 1 250 1 1 1 1 50 1 1 1 1 1 1 1 1 3533 88.325
1 27500 1 510 1 2500 500 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1250 100 1 1 1 1 1 500 1 500 1 1 1 1 1 1 1 1 1 33392 834.8
X8 190 185 125 410 640 545 640 250 195 225 375 180 2720 480 585 680 130 440 210 220 1725 540 395 615 380 515 110 140 165 255 605 395 390 280 995 430 175 325 620 460 21660 541.5
X9 340 160 440 440 495 445 570 315 30 305 185 530 3640 960 915 580 410 750 490 235 1865 635 675 495 400 1190 200 875 250 205 705 240 275 640 2495 405 175 580 410 255 28845 721.125
85
Lampiran 3. Perhitungan Rasio Nilai Produk Marjinal (NPM) dan Biaya Korbanan Marjinal (BKM) 1. Luas Lahan (X1 ) X rata-rata = 0,45 Ha Px (BKM) = Rp.400.000 /MT/Ha b1 = 0,041 Py rata-rata = Rp. 1930,00/kg Y = 3123,75 kg NPM = b1 . Py . Y X = 0,04141 x 1930 x 3123,75 = 554653,05 0,45 NPM/BKM = 554653,05/400000 = 1,38 2. Benih (X2 ) X rata-rata b2 Y NPM
= 3,7625 Kg Px (BKM) = Rp. 22500,00 /kg = 0,542 Py rata-rata = Rp. 1930,00/kg = 3123,75 kg = b2 . Py . Y X = 0,542 x 1930 x 3123,75 = 868473,06 3,7625 NPM/BKM = 868473,06/22500 = 38,6
3. Urea (X3 ) X rata-rata b3 Y NPM
= 85,825 Kg Px (BKM) = Rp. 1600 /kg = 0,054 Py rata-rata = Rp. 1930,00/kg = 3123,75 kg = b3 . Py . Y X = 0,0542 x 1930 x 3123,75 = 3807,32 85,825 NPM/BKM = 3807,32/1600 = 2,37
4. TSP (X4 ) X rata-rata b4 Y NPM
= 10.15 Kg Px (BKM) = Rp. 2300 /kg = 0,04312 Py rata-rata = Rp. 1930,00/kg = 3123,75 kg = b4 . Py . Y X = 0.04312 x 1930 x 3123,75 = 25612,16 10.15 NPM/BKM = 25612,16/2300 = 11,13
86
Lampiran 3. lanjutan Satu 5. KCl (X5 ) X rata-rata b5 Y NPM
= 11,8 Kg Px (BKM) = Rp. 2725,00/kg = 0,056 Py rata-rata = Rp. 1930,00/kg = 3123,75 kg = b5 . Py . Y X = 0.056 x 1930 x 3123,75 = 28856,67 11.8 NPM/BKM = 28856,67/2725 = 10,58
6. Pupuk Kandang (X6 ) X rata-rata = 88,3 Kg Px (BKM) = Rp. 100,00/kg b6 = 0,049 Py rata-rata = Rp. 1930,00/kg Y = 3123,75 kg NPM = b6 . Py . Y X = 0.049 x 1930 x 3123,75 = 3378,33 88,3 NPM/BKM = 3378,33/100 = 33,78
7. Obat Cair (X7 ) X rata-rata = 834,8 ml Px (BKM) b7 = -0,01378 Py rata-rata Y = 3123,75 kg NPM = b7 . Py . Y X = -0,01378 x 1930 x 3123,75 = 99,52 834,8 NPM/BKM = 99,52/90 = 1,11
= Rp. 90,00/ml = Rp. 1930,00/kg
8. Tenaga Kerja Pria (X8 ) X rata-rata = 541,5 jam kerja Px (BKM) = Rp. 1200,00/jam kerja b8 = 0,408 Py rata-rata = Rp. 1930,00/kg Y = 3123,75 kg NPM = b7 . Py . Y X = 0,408 x 1930 x 3123,75 = 4546,95 541,5 NPM/BKM = 4546,95/1200 = 3,78
87
Lampiran 3. Lanjutan dua 8. Tenaga Kerja Wanita (X9 ) X rata-rata = 721,13 jam kerja Px (BKM) = Rp. 1000,00/jam kerja b8 = -0,1518 Py rata-rata = Rp. 1930,00/kg Y = 3123,75 kg NPM = b7 . Py . Y X = 0,1518 x 1930 x 3123,75 = 1269,08 721,13 NPM/BKM = 1269,08/1000 = 1,269
88
Lampiran 4. Perhitungan Penggunaan Faktor Produksi Pada Kondisi Optimal 1. Luas Lahan (X1) NPM/BKM = 1 NPM = b1 . Py . Y X NPM = 40 0,04141 x 1930 x 3123,75/X1 = 400000 X1 = 249654,16/400000 X1 = 0,62 2. Benih (X2) NPM/BKM = 1 NPM = b2 . Py . Y X NPM = 22500 0,5423 x 1930 x 3123,75/X2 = 22500 X2 = 3269438,57/22500 X2 = 145,31 3. Urea (X3) NPM/BKM = 1 NPM = b3 . Py . Y X 0,0542 x 1930 x 3123,75/X3 = 1600 X3 = 326762,99/1600 X3 = 204,22
4. TSP (X4) NPM/BKM = 1 NPM = b4 . Py . Y X 0.04312 x 1930 x 3123,75/X4 = 2300 X4 = 259963,47/2300 X4 = 113,02
5. KCl (X5) NPM/BKM = 1 NPM = b5 . Py . Y X 0.05648 x 1930 x 3123,75/X5 = 2725 X5 = 340508,74/2725 X5 = 124,96
Px (BKM) = Rp.400000 /MT/m2
Px (BKM) = Rp. 22500,00/kg
Px (BKM) = Rp. 1600,00/kg
Px (BKM) = Rp. 2300,00/kg
Px (BKM) = Rp.2725,00/kg
89
Lampiran 4. Lanjutan Satu 6. Pupuk Kandang (X6) NPM/BKM = 1 NPM = b6 . Py . Y X 0.04948 x 1930 x 3123,75/X6 = 100 X6 = 298306,87/100 X6 = 2983,06 7. Tenaga Kerja Pria (X8) NPM/BKM = 1 NPM = b7 . Py . Y X 0,4084 x 1930 x 3123,75/X8 = 1200 X8 = 2462177,24/1200 X8 = 2051,81
Px (BKM)
= Rp. 100,00/kg
Px (BKM)
= Rp. 1200,00/jam kerja