VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PAPRIKA HIDROPONIK Analisis pendapatan usahatani paprika hidroponik meliputi analisis penerimaan, analisis biaya, analisis pendapatan, dan analisis R/C. Perhitungan usahatani paprika hidroponik dalam penelitian ini dilakukan untuk satu periode tanam, mulai dari persiapan tanam hingga panen. Untuk memudahkan perhitungan dan analisis, luasan lahan greenhouse dalam penelitian ini telah dikonversi menjadi 1.000 m2. Alasan lainnya dalam pengambilan luasan tersebut yaitu karena luasan lahan greenhouse yang dimiliki sebagian besar petani responden adalah sebesar 1.000 m2. 7.1.
Penerimaan Usahatani Paprika Hidroponik Analisis terhadap penerimaan usahatani paprika hidroponik di Desa
Pasirlangu merupakan analisis atas penerimaan tunai. Penerimaan tunai merupakan penerimaan yang langsung diperoleh dalam bentuk uang tunai dari hasil penjualan paprika hidroponik. Penerimaan tidak tunai tidak dimasukkan ke dalam analisis dengan pertimbangan bahwa seluruh hasil panen paprika hidroponik yang dihasilkan oleh responden langsung dijual dan tidak ada yang disimpan untuk konsumsi rumah tangga ataupun digunakan untuk bibit. Tabel 19. Penerimaan Usahatani Paprika Hidroponik per 1.000 m2 di Desa Pasirlangu Periode Tanam 2011-2012 Penerimaan
Jumlah (kg)
Harga (Rp/kg)
Nilai (Rp)
Paprika hijau
3.384,74
9.475,00
32.070.411,50
Paprika merah
2.030.84
13.500,00
27.416.340,00
Paprika kuning
1.353.89
16.000,00
21.662.240.00
Penerimaan tunai Penerimaan non tunai Total penerimaan
81.148.991,50 0 81.148.991,50
Penerimaan usahatani paprika hidroponik dihitung dari hasil perkalian antara jumlah produksi paprika hidroponik yang dihasilkan selama satu periode tanam dengan harga jual rata-rata yang diterima petani. Jumlah rata-rata produksi
paprika hidroponik di lokasi penelitian pada musim tanam terakhir adalah 6.769,47 kg per 1.000 m2 untuk ketiga jenis paprika yang dihasilkan. Jenis paprika yang paling banyak dipanen adalah paprika hijau karena kebutuhan pasar akan paprika jenis ini sangat tinggi, khususnya untuk pasar dalam negeri. Jumlah produksi paprika hijau adalah sebesar 3.384.74 kg dengan harga jual rata-rata Rp 9.475,00. Sementara produksi paprika merah sebesar 2.030,84 dengan harga jual rata-rata Rp 13.500,00 dan produksi paprika kuning sebesar 1.353,89 dengan harga jual rata-rata Rp 16.000,00. Penerimaan tunai sekaligus penerimaan total yang diperoleh petani responden dari hasil penjualan semua jenis paprika hidroponik adalah sebesar Rp 81.148.991,50. 7.2.
Biaya Usahatani Paprika Hidroponik Biaya usahatani paprika hidroponik terdiri dari dua bagian, yaitu biaya
tunai dan biaya yang diperhitungkan. Biaya tunai yang dikeluarkan oleh petani responden meliputi biaya benih, arang sekam, biaya pemupukan, biaya pengendalian OPT, biaya sterilisasi lahan, biaya tenaga kerja luar keluarga (TKLK), biaya air dan listrik, serta pajak lahan. Sementara itu biaya yang diperhitungkan adalah biaya yang dikeluarkan secara tidak langsung tapi harus diperhitungkan sebagai pengeluaran petani untuk kegiatan usahatani. Biaya yang diperhitungkan oleh petani responden meliputi biaya tenaga kerja dalam keluarga (TKDK), biaya penyusutan, dan sewa lahan. Gambaran biaya usahatani paprika hidroponik disajikan pada Tabel 20. Biaya terbesar yang dikeluarkan oleh petani responden adalah biaya pemupukan yaitu sebesar 20,88 persen dari biaya total, yang terdiri atas biaya nutrisi 20,53 persen, pupuk cair 0,22 persen, dan pupuk daun 0,13 persen. Komponen biaya pemupukan yang terbesar berasal dari nutrisi yaitu sebesar Rp 11.124.000,44 atau 20,53 persen dari biaya total. Jumlah rata-rata penggunaan nutrisi yang sudah siap siram adalah 354.380 liter per 1.000 m2. Biaya untuk nutrisi menjadi biaya terbesar karena harga pupuk AB Mix yang merupakan bahan utama nutrisi cukup mahal jika dibandingkan input yang lain yaitu Rp 445.000,00 per paket. Selain itu nutrisi juga merupakan sumber makanan utama bagi tanaman paprika hidroponik karena dalam teknik hidroponik tanaman tidak memperoleh makanan dari media arang sekam. Oleh karena itu, para petani
78
responden harus memberikan nutrisi setiap hari pada tanaman paprika agar tanaman dapat tumbuh secara maksimal. Namun demikian, hasil analisis fungsi produksi menunjukkan bahwa penggunaan nutrisi tidak berpengaruh nyata terhadap peningkatan produktivitas paprika, dengan demikian petani diharapkan dapat lebih menekan penggunaan nutrisi agar dapat menghemat pengeluaran. Tabel 20. Biaya Usahatani Paprika Hidroponik per 1.000 m2 di Desa Pasirlangu Periode Tanam 2011-2012 Keterangan
Jumlah fisik
Harga satuan (Rp)
Nilai (Rp)
Persentase (%)
Biaya tunai Benih (biji) (-) Merah
2.902
1.600,00
4.643.200,00
8,57
967
1.700,00
1.643.900,00
3,03
438
8.000,00
3.504.000,00
6,47
354,380
31,39
11.124.000,44
20,53
Pupuk cair (liter)
2,82
42.000,00
118.315,23
0,22
Pupuk daun (kg)
1,81
40.000,00
72.487,65
0,13
Insektisida (liter)
9,44
547.500,00
5.167.965,76
9,54
Fungisida (liter)
0,91
534.000,00
485.590,84
0,90
Gramoxone (liter)
0,22
55.000,00
12.208,76
0,02
Lysol (liter)
1.04
11.000,00
11.477,92
0,02
(-) Tetap (pohon/8 bulan)
3.482
1.600,00
5.571.200,00
10,28
(-) Tidak tetap (HOK)
38,98
35.000,00
1.364.300,00
2,52
Biaya air
133.407,52
133.407,52
0.25
Biaya listrik
398.999,95
398.999,95
0,74
66.666,67
66.666,67
0,12
34.317.726,73
63,33
35.000,00
8.579.200,00
15,83
Penyusutan GH dan alat
9.295.955,56
9.295.955,56
17,15
Sewa lahan (1.000 m2/8 bulan)
2.000.000,00
2.000.000,00
3,69
Total biaya diperhitungkan
19.875.155,56
36,67
Total biaya
54.192.882,29
100,00
(-) Kuning Arang sekam (karung) Nutrisi (liter)
TKLK
Pajak lahan (1.000 m2/8 bulan) Total biaya tunai Biaya diperhitungkan TKDK (HOK)
245,12
79
Biaya terbesar kedua adalah biaya penyusutan yang termasuk dalam biaya yang diperhitungkan, yaitu sebesar Rp 9.295.955,56 atau 17,15 persen dari biaya total. Biaya penyusutan merupakan nilai dari penyusutan atas bangunan greenhouse dan peralatan investasi yang digunakan dengan mempertimbangkan umur teknis bangunan dan peralatan. Adapun peralatan investasi yang dibutuhkan dalam usahatani paprika hidroponik antara lain torn nutrisi, drum nutrisi, drum obat, selang, sprayer gendong, sprayer tangan tray, mulsa, polybag pembibitan, polybag penanaman, tali ajir, gelas ukur, tangga, dan perlengkapan lainnya. Tingginya modal pembuatan greenhouse dan mahalnya harga peralatan investasi yang dibutuhkan dalam usahatani paprika hidroponik menjadikan nilai penyusutan cukup besar. Biaya yang dikeluarkan untuk tenaga kerja, baik tenaga kerja dalam keluaraga (TKDK) maupun tenaga kerja luar keluaraga (TKLK), menjadi komponen biaya terbesar selanjutnya. Biaya TKDK yang dikeluarkan oleh petani responden adalah sebesar Rp 8.579.200,00 atau 15,83 persen dari biaya total. Jenis pekerjaan yang dilakukan oleh TKDK dapat mencakup seluruh kegiatan budidaya paprika hidroponik mulai dari persiapan lahan, penyemaian dan pembibitan, penanaman, pemeliharaan, dan pembongkaran tanaman. Sementara itu, biaya TKLK dalam usahatani paprika hidroponik lebih kecil dibandingkan dengan biaya TKDK, yaitu sebesar Rp 6.935.500,00 atau 12,80 persen dari biaya total. Tenaga kerja luar keluarga terbagi menjadi dua, yaitu TKLK tetap dan TKLK tidak tetap. Dari total 12,80 persen biaya yang dikeluarkan untuk TKLK, sebanyak 10,28 persen berasal dari biaya TKLK tetap dan hanya 2,52 persen yang berasal dari biaya TKLK tidak tetap. Biaya yang dikeluarkan untuk TKLK tetap ditentukan berdasarkan jumlah pohon yang dirawat. Upah per pohon per bulan yaitu sebesar Rp 200,00, sehingga biaya yang dikeluarkan untuk TKLK tetap selama satu periode tanam delapan bulan untuk 3.482 pohon adalah sebesar Rp 5.571.200,00. Sementara itu, upah untuk TKLK tidak tetap dihitung per hari yaitu sebesar Rp 35.000,00 per HOK. Tenaga kerja luar keluarga tidak tetap ini biasanya digunakan untuk kegiatan budidaya selain pemeliharaan. Komponen biaya terbesar lainnya adalah biaya yang dikeluarkan untuk benih, yang terdiri dari biaya benih paprika merah sebesar 8,57 persen dari biaya
80
total dan biaya benih paprika kuning sebesar 3,03 persen dari biaya total. Ratarata benih yang disemai oleh petani responden adalah sebanyak 3.869 biji per 1.000 m2, dengan proporsi benih paprika merah sebanyak 75 persen dan benih paprika kuning sebesar 25 persen dari total benih paprika keseluruhan. Tanaman paprika di Desa Pasirlangu dibudidayakan dalam media arang sekam. Rata-rata arang sekam yang digunakan, dalam satu periode tanam adalah sebanyak 438 karung. Biaya yang dikeluarkan untuk arang sekam adalah Rp 3.504.000,00 atau 6,47 persen dari biaya total. Biaya yang dikeluarkan untuk pengendalian OPT dibagi menjadi dua yaitu biaya untuk pembelian insektisida dan fungisida. Biaya yang dikeluarkan untuk pembelian insektisida jauh lebih besar dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan untuk pembelian fungisida karena tanaman paprika yang lebih rentan terhadap serangan hama thrips sehingga pemberian insektisida menjadi kegiatan wajib yang harus dilakukan secara rutin, sedangkan pemberian fungisida bersifat kondisional. Biaya yang dikeluarkan untuk pembelian insektisida adalah sebesar Rp 5.167.965,76 atau 9,54 persen atas biaya total. Sementara biaya yang dikeluarkan untuk pembelian fungisida adalah sebesar Rp 485.590,84 atau 0,90 persen atas biaya total. Komponen biaya lainnya yang memiliki proporsi yang kecil atas biaya total adalah biaya sterilisasi lahan, biaya air, dan biaya listrik. Biaya sterilisasi lahan meliputi biaya bahan-bahan kimia yang digunakan dalam proses sterilisasi lahan seperti gramoxone dan lysol, masing-masing sebesar 0,02 persen dari biaya total. Sementara biaya air yang dikeluarkan selama satu periode tanam adalah sebesar 0,25 dari biaya total dan biaya listrik sebesar 0,74 dari biaya total. Biaya pajak lahan dan biaya sewa lahan dihitung dalam jangka waktu satu periode tanam paprika hidroponik, yaitu delapan bulan. Rata-rata biaya yang dikeluarkan untuk pajak lahan adalah sebesar Rp 1.400,00 per tumbak per tahun (1 tumbak=14 m2). Untuk lahan greenhouse seluas 1.000 m2 pajak lahan yang dikeluarkan adalah sebesar Rp 100.000,00 per tahun. Dalam satu periode tanam delapan bulan, pajak lahan yang dikeluarkan petani yaitu sebesar Rp 66.666,67 atau 0,12 persen dari biaya total. Sementara itu, biaya sewa lahan rata-rata adalah sebesar Rp 42.000 per tumbak per tahun sehingga biaya sewa lahan per tahun per
81
m2 yaitu sebesar Rp 3.000,00. Untuk lahan greenhouse seluas 1.000 m2 biaya sewa lahan yang dikeluarkan adalah sebesar Rp 3.000.000,00 per tahun. Dalam satu periode tanam delapan bulan, pajak lahan yang dikeluarkan petani yaitu sebesar Rp 2.000.000,00 atau 3,69 persen dari biaya total. Total biaya yang dibutuhkan untuk usahatani paprika hidroponik selama satu periode tanam adalah sebesar Rp 54.192.882,29. Proporsi biaya tunai terhadap biaya total usahatani paprika hidroponik yaitu sebesar 63,33 persen, sedangkan proporsi biaya diperhitungkan terhadap biaya total adalah sebesar 36,67 persen. Proporsi biaya diperhitungkan relatif lebih kecil dibandingkan dengan biaya tunai. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar input yang digunakan dalam usahatani paprika hidroponik sebagian besar dibayar tunai. 7.3.
Pendapatan Usahatani Paprika Hidroponik Pendapatan usahatani paprika hidroponik merupakan selisih antara
penerimaan usahatani dengan pengeluaran usahatani. Komponen pendapatan usahatani ini terdiri dari pendapatan atas biaya tunai dan pendapatan atas biaya total. Tabel 21. Perhitungan Pendapatan dan Rasio Penerimaan Terhadap Biaya (R/C) Usahatani Paprika Hidroponik per 1.000 m2 di Desa Pasirlangu Periode Tanam 2011-2012 Komponen A. Penerimaan Tunai B. Penerimaan Diperhitungkan
Nilai (Rp) 81.148.991,50 -
C. Total Penerimaan (A+B)
81.148.991,50
D. Biaya Tunai
34.317.726,73
E. Biaya Diperhitungkan
19.875.155,56
F. Total Biaya
54.198.580,56
Pendapatan atas Biaya Tunai (C-D)
46.831.264,77
Pendapatan atas Biaya Total (C-F)
26.956.109,21
R/C atas Biaya Tunai
2,36
R/C atas Biaya Total
1,50
82
Analisis R/C digunakan untuk menunjukkan perbandingan antara nilai output terhadap nilai inputnya sehingga dapat diketahui efisiensi pendapatan usahatani yang dijalankan oleh para petani paprika di Desa Pasirlangu. Suatu usahatani dikatakan efisien apabila memiliki R/C lebih dari satu. Penerimaan usahatani
paprika
hidroponik
di
lokasi
penelitian
adalah
sebesar
Rp
81.148.991,50, sedangkan biaya tunai yang dikeluarkan untuk usahatani paprika hidroponik adalah sebesar Rp 34.317.726,73 dan biaya total yang dikeluarkan adalah sebesar Rp 54.198.580,56. Berdasarkan Tabel 21 terlihat bahwa pendapatan atas biaya tunai usahatani paprika hidroponik bernilai positif, yaitu sebesar Rp 46.831.264,77. Ini menunjukkan bahwa usahatani paprika hidroponik di lokasi penelitian memberikan keuntungan bagi petani sebesar Rp 46.831.264,77 atas biaya tunai yang dikeluarkannya selama satu periode tanam per luasan lahan 1.000 m2. Sementara pendapatan atas biaya total yang diperoleh juga bernilai positif, yaitu sebesar Rp 26.956.109,21. Ini menunjukkan bahwa usahatani paprika hidroponik di lokasi penelitian memberikan keuntungan bagi petani sebesar Rp 26.956.109,21 atas biaya total yang dikeluarkannya selama satu periode tanam per luasan lahan 1.000 m2. Nilai R/C usahatani paprika hidroponik atas biaya tunai yang diperoleh petani responden adalah sebesar 2,36. Nilai R/C 2,36 menunjukkan bahwa setiap Rp 1.000,00 biaya tunai yang dikeluarkan petani dalam kegiatan usahatani paprika hidroponik akan memperoleh penerimaan sebesar Rp 2.360,00. Sedangkan nilai R/C atas biaya total adalah sebesar 1,50. Nilai tersebut menunjukkan bahwa setiap Rp 1.000,00 biaya total yang dikeluarkan petani dalam kegiatan usahatani paprika hidroponik akan memperoleh penerimaan sebesar Rp 1.500,00. Berdasarkan hasil analisis R/C maka kegiatan usahatani paprika hidroponik yang dilakukan oleh petani paprika hidroponik Desa Pasirlangu yang menjadi responden pada penelitian ini sudah efisien dan menguntungkan untuk diusahakan karena nilai R/C atas biaya tunai maupun R/C atas biaya total bernilai lebih dari satu. Jika dibandingkan dengan penelitian serupa yang pernah dilakukan Kusnanto (2000), hasil analisis R/C atas biaya total yang dihasilkan penulis pada penelitian ini lebih besar dibandingkan dengan nilai R/C atas biaya total yang
83
dihasilkan pada penelitian terdahulu,baik pada petani golongan I maupun petani golongan II. Penelitian terdahulu menunjukkan bahwa analisis R/C atas biaya total petani golongan I (petani yang memiliki luas lahan rumah plastik lebih kecil dari rata-rata luas lahan rumah plastik seluruh petani contoh) adalah sebesar 1,13 sedangkan R/C atas biaya total petani golongan II (petani yang memiliki luas lahan rumah plastik lebih besar dari rata-rata luas lahan rumah plastik seluruh petani contoh) adalah sebesar 1,36.Nilai R/C atas biaya total sebesar 1,13 dan 1,36 tersebut masih lebih rendah dibandingkan dengan hasil R/C atas biaya total pada penelitian ini yaitu 1,50. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat keuntungan yang diperoleh petani paprika hidroponik di Desa Pasirlangu saat ini semakin meningkat. Penelitian mengenai pendapatan usahatani paprika hidroponik pernah dilakukan oleh Setyarini (2011). Perbedaannya yaitu terletak pada tingkat teknologi yang digunakan, dimana pada penelitian tersebut tanaman paprika hidroponik dibudidayakan menggunakan sistem pengairan irigasi tetes (drip irigation) dan setiap polybag ditanam dua pohon paprika. Hasil analisis menunjukkan bahwa pendapatan atas biaya total yang diperoleh selama satu periode tanam per luasan 1.000 m2 adalah sebesar Rp 76.872.317,00 dengan R/C atas biaya total sebesar 1,75 yang lebih besar dibandingan dengan R/C atas biaya total pada penelitian ini yaitu 1,50. Ini menunjukkan bahwa usahatani paprika hidroponik yang dilakukan pada tingkat teknologi yang lebih tinggi dapat memberikan keuntungan yang lebih besar. Hasil R/C suatu usahatani dapat menggambarkan efisiensi pendapatan usahatani tersebut. Semakin efisien secara teknis maka diharapkan petani juga akan semakin efisien dalam pendapatannya. Penelitian mengenai pendapatan dan efisiensi teknis usahatani pernah dilakukan oleh Ekaningtias (2011) pada komoditi horenso atau bayam jepang. Pada penelitian tersebut diperoleh nilai efisiensi teknis dan R/C atas biaya total yang tergolong tinggi, dimana nilai efisiensi teknis yaitu sebesar 0,870 dan nilai R/C atas biaya total sebesar 2,72. Dibandingkan dengan penelitian tersebut, nilai R/C pada penelitian ini lebih kecil yaitu sebesar 0,50, meskipun nilai efisiensi teknis yang diperoleh pada penelitian ini tinggi
84
yaitu sebesar 0,899. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa tingkat efisiensi yang tinggi tidak selalu dikuti oleh efisiensi pendapatan yang tinggi pula. Analisis
efisiensi
teknis
dan
pendapatan
usahatani
sama-sama
menggambarkan hubungan antara produksi yang dicapai dengan sejumlah faktor produksi yang ada. Akan tetapi dalam analisis efisiensi teknis, produksi dan faktor-faktor produksi diukur berdasarkan jumlah fisiknya saja, sedangkan pada pendapatan usahatani, produksi dan faktor-faktor produksi diukur berdasarkan besaran rupiahnya. Dalam pengalokasian faktor-faktor produksi, petani paprika hidroponik yang menjadi responden cenderung lebih mempertimbangkan jumlah fisik faktor-faktor produksi yang digunakan dan tidak terlalu mempermasalahkan tingginya harga faktor-faktor produksi tersebut karena petani lebih berorientasi pada maksimisasi produksi.
85