BAB VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI CAISIM
7.1 Penerimaan Usahatani Caisim Penerimaan usahatani merupakan nilai yang diperoleh petani dari jumlah produksi. Seperti yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya bahwa penerimaan usahatani dibagi menjadi dua yaitu penerimaan tunai dan penerimaan non tunai. Penerimaan tunai ialah penerimaan petani atas penjualaan komoditas dari usahataninya (rata-rata produksi caisim petani responden) dikalikan dengan harga jual (rata-rata) sehingga diperoleh nilai atas penjualan produk tersebut. Selain itu, dikenal juga penerimaan non tunai yang merupakan nilai dari jumlah komoditas (caisim) yang tidak dijual (dikonsumsi atau diberikan) dikalikan denga harga (rata-rata). Dengan mengakumulasi dari jumlah penerimaan tunai dan penerimaan non tunai maka kemudian diperoleh total penerimaan usahatani. Rincian penerimaan dari usahatani caisim dapat dilihat pada Tabel 18. Tabel 18. Penerimaan Rata-rata Usahatani Caisim Satu Muism Tanam per Hektar Di Desa Ciaruteun Ilir Tahun 2012 Penerimaan Jumlah (Kg) Harga (Rp/Kg) Nilai (Rp) 12.809,14 2.262,.86 30.616.457,14 Caisim 30.616.457,14
Penerimaan Tunai Konsumsi Penerimaan non tunai Total penerimaan
401,73
2.262,86
909.052,34 909.052,34 31.525.509,48
Penerimaan usahatani caisim yang diperlihatkan pada Tabel 18 merupakan penerimaan rata-rata
dari 35 petani responden per hektar dalam satu misim
tanam. Jika dilihat dari harga jualnya, caisim (di Desa Ciaruteun) merupakan komoditas pertanian yang harganya fluktuatif mulai dari Rp 1.800 samapai Rp 2.500. Dengan begitu, dari harga penjualan 35 petani responden diperoleh harga rata-rata sebesar Rp. 2.262,86. Dari total produksi dan konsumsi petani responden juga diketahui masing-masing sebesar sebesar 12.809,14 Kg dan 401,73 Kg sehingga dapat dihitung penerimaan tunai (produksi caisim) dan konsumsi
73
(penerimaan non tuinai) masing-masing sebesar Rp 30.616.457,14 dan Rp 909.052,34. Total dari penerimaan tersebut sebesar Rp 31.525.509,48. 7.2 Biaya Usahatani Caisim Sama halnya dengan penerimaan, biaya usahatani juga dibagi menjadi dua yaitu biaya tunai dan biaya diperhitungkan. Biaya tunai merupakan biaya riil yang dikeluarkan petani sedangkan biaya diperhitungkan merupakan biaya yang sifatnya tidak riil namun sebenarnya berupa biaya atau opportunity cost. Biaya Tunai yang dikeluarkan petani terdiri dari biaya untuk benih, pupuk pestisida, kapur, tenaga kerja luar keluarga, sewa lahan dan pajak lahan (Tabel 19). Tabel 19. Biaya Rata-rata Usahatani Caisim Satu Musim Tanam per Hektar Petani Responden di Desa Ciaruteun Ilir Tahun 2012 Keterangan Biaya Tunai Benih Lokal (gr) Benih Hibrida (gr) Pupuk Kandang (Kg) Pupuk Urea (Kg) Pupuk TSP (Kg) Pupuk Phoska (Kg) Pestisida cair (ml) Kapur (Kg) TKLK (HOK) Sewa lahan pajak lahan Total Biaya Tunai
Jumlah
425,28 257,19 6.866,39 257,26 46,68 33,56 499,05 0,77 165,99 1,00
Nilai (Rp)
% atas biaya
85.055,38 123.451,17 2.216.862,13 634.331,59 136.312,06 99.735,82 212.926,41 3.857,14 5.809.685,72 1.358.739,45 14.909,09 10.695.865,95
0.33 0.47 8.51 2.44 0.52 0.38 0.82 0.01 22.31 5.22 0.06 41.08
35.000,00 13.989.509,68
53.73
Harga Satuan (Rp)
200,00 480,00 322,86 2.465,71 2.920,00 2.971,43 426,67 5.000,00 35.000,00 1.358.739,45 14.909,09
Biaya Diperhitungkan TKDK (HOK) Opportunity Cost sewa lahan penyusutan alat13 Total Biaya Diperhitungkan Jumlah Total Biaya
13
399,70 1,00
815.243,67
815.243,67 538.545,45
3.13 2.07
15.343.298,80 58.92 26.032.408,10 100.00
Rincian perhitungan penyusutan alat dapat dilihat pada Lampiran 9
74
Berdasarkan Tabel 19 dapat dilihat dalam biaya tunai, benih lokal sebesar 0.33 persen dari jumlah biaya total. Biaya untuk benih lokal di keluarkan oleh petani yang menggunakan benih lokal dengan harga Rp 200/gram. Harga benih lokal lebih murah dibandingkan dengan benih hibrida. Benih hibrida dibeli seharga Rp 480/gram sehingga dengan penggunaan sebanyak 257,19 gram maka nilainya sebesar Rp 123.451,17 atau 0,47 persen dari total biaya. Pupuk juga merupakan variabel yang termasuk dalam variabel biaya tunai. Pupuk kandang yang digunakan sebanyak 6.866,39 Kg dengan harga rata-rata sebesar Rp 322,86 per Kg sehingga nilai atas pupuk kandang Rp 2.216.862,13 atau sebesar 8,51 persen dari total biaya usahatani caisim. Selain itu, pupuk lain yang digunakan antara lain Urea, TSP, dan Phoska. Ketiga pupuk tersebut memiliki harga rata-rata dari petani responden masingmasing sebesar Rp 2.465,71, Rp 2.920,00 dan Rp 2.971,43. Biaya atas pupuk tidak besar, hal ini dapat dilihat dari persentase pupuk tersebut atas total biaya hanya masing-masing sebesar 2,44 persen, 0,52 persen, 0,38 persen. Dari ketiga pupuk, pupuk urea yang memiliki persentase yang paling tinggi. Rata-rata pestisida cair yang digunakan petani responden ialah 499,05 ml per hektar per satu kali musim tanam dengan harga Rp 268,29/ml. Persentase atas biaya tunai ialah sebesar 0,82 menunjukkan bahwa biaya atas obat-obatan tidak besar. Kemudian terdapat beberapa petani yang menggunakan kapur, jumlah rataratanya sebesar 0,77 Kg/Ha dengan harga per kilogram sebesar Rp 5.000. Persentase biaya untuk kapur atas biaya total ialah sebesar 0,01 persen. Jumlah tersebut merupakan persentase terkecil mengingat bahwa kapur (kaptan) merupakan input yang tidak digunakan oleh semua petani, penggunaannya pun tidak rutin setiap periodenya. Tenaga kerja luar keluarga (buruh tani) diupah sebesar Rp 35.000/HOK sehingga dengan rata-rata penggunaan jasa tenaga kerja luar keluarga yang sebesar 165,99 HOK maka nilai biayanya sebesar Rp 5.809.685,72 atau 22,31 persen dari total biaya. Biaya atas tenaga kerja luar keluarga merupakan variabel biaya terbesar dalam biaya tunai. Variabel lain yang terdapat dalam biaya tunai yaitu biaya sewa lahan sebesar Rp 1.358.739,45 atau sebesar 5,22 persen dari biaya total. Biaya rata-rata
75
sewa lahan merupakan biaya yang dikeluarkan oleh petani respon yang menyewa lahan. Selain itu terdapat pajak lahan merupakan pajak yang dikeluarkan oleh petani dengan status lahan milik. Biaya pajak sebesar Rp 14.909,09 atau sebesar 0,06 persen dari total biaya setiap musim tanam caisim. Biaya atas pajak dikonversi dari target pajak (PBB) Desa Ciaruteun Ilir. Dari sisi biaya diperhitungkan terdapat tiga variabel biaya yaitu tenaga kerja dalam keluarga, opportunity cost lahan milik serta penyusutan alat. Persentase atas biaya total dari ketiga varibael tersebut berturut-turut adalah 53.73 persen, 3.13 persen dan 2,07 persen dengan nilai total sebesar Rp 15.343.298,80. Dari keseluruhan biaya usahatani caisim di Desa Ciaruteun Ilir nilai biaya terbesar usahatani caisim di desa Ciaruteun ilir terdapat dalam biaya diperhitungkan. Total biaya diperhitungkan sebesar 58,92 persen dari jumlah total biaya. Besarnya biaya diperhitungkan disebabkan oleh tingginya penggunaan tenaga kerja dalam keluarga. Penggunaan tenaga kerja dalam keluarga lebih banyak karena mengingat bahwa lahan yang digunakan untuk menanam caisim relatif kecil sehinga tidak banyak menggunakan tenaga kerja luar keluarga selain itu karena mata pencaharian sebagian besar penduduk yang bekerja sebagai petani (88 persen) maka banyak dari petani yang mengolah sendiri lahannya. 7.3 Pendapatan Usahatani Caisim Pendapatan usahatani merupakan nilai selisih dari penerimaan dan biaya usahatani caisim. Pendapatan usahatani caisim dapat dilihat dari dari dua sisi biaya yang dikeluarkan petani yaitu pendapataan atas biaya tunai dan pendapatan atas biaya total. Pada Tabel 20 dapat dilihat rincian pendapatan dan rasio penerimaan terhadapbiaya usahatani caisim. Dari data tersebut terlihat bahwa Penerimaan tunai dan non tunai dari petani-petani responden sebesar masingmasing Rp 31.525.509,48 dan Rp 909.052,34 sehingga diperoleh total penerimaan Rp 32.434.561,82. Jumlah penerimaan petani responden saat ini cukup tinggi yang disebabkan oleh harga jual yang cukup tinggi pula. Harga jual caisim petani pada saat penelitian sebesar Rp 1.800 hinga Rp 2.500. Jika saat anjlok harga hanya mencapai Rp 800/Kg sedangkan saat tinggi harga dapat mencapai Rp 4.000/Kg. Umumnya setelah dipanen sendiri, caisim langsung dijual kepada tengkulak (pedagang pengumpul kebun) kemudian pedagang pengumpul kebun
76
menjual lagi ke agen untuk di bawa dan di jual ke pasar Jakarta, Bogor, dan Cibinong. Dari 35 responden terdapat 2 petani yang menjual langsung ke pasar. Hasil analisis biaya usahatani terdiri dari biaya tunai dan biaya diperhitungkan (non tunai). Nilainya masing-masing sebesar Rp 10.695.865,95 dan Rp 15.343.298,80. Biaya non tunai lebih besar dibandingkan dengan biaya tunai. Karena biaya ini bersifat abstrak maka petani tidak menyadri bahwa biaya yang sebenarnya lebih banyak dari biaya non tunai. Dalam biaya non tunai variabel biaya terbesar berasal dari biaya tenaga kerja dalam keluarga. Tenaga kerja dalam keluarga berupa suami, istri, saudara dan anak petani. Umumnya mayoritas penduduk Desa Ciaruteun bermata pencaharian sebagai petani sehingga banyak yang mengolah lahannya sendiri (mengoptimalkan tenaga kerja dalam keluarga). Jadi, jika dihuitung pendapatannya maka pendapatan atas biaya total akan kecil sebagai akibat dari besarnya biaya yang diperhitungkan tadi. Pendapatan atas biaya tunai dan pendapatan biaya total masung-masing sebesar Rp 21.738.695,87 dan Rp 6.395.397,07. Nilai R/C rasio dapat dilihat dari dua pendekatan yaitu R/C rasio atas biaya tunai dan R/C rasio atas biaya total. Nilai kedua R/C rasio atas biaya tunai dan R/C rasio atas biaya total menunjukkan masing-masing nilai sebesar 3,03 dan 1,25. Nilai R/C rasio atas biaya tunai jauh lebih besar dibanding R/C rasio atas biaya total dikarenakan oleh besarnya biaya non tunai sebagaimana telah dijelaskan diatas. Petani pada umumnya menyadari R/C rasio yang diterimanya adalah R/C rasio atas biaya tunai (biaya riil) padahal sebenarnya terdapat korbanan lain yang seharusnya diperhitungkan dan dikenal dengan R/C atas biaya total yang merupakan R/C rasio atas biaya jumlah biaya tunai dan non tunai. Nilai 3,03 pada R/C rasio atas biaya tunai menunjukkan bahwa setiap Rp 1,00 biaya yang dikeluarkan petani akan memperoleh penerimaan sebesar Rp 3,03 sedangkan nilai 1,25 pada R/C rasio atas biaya total menunjukkan bahwa setiap Rp 1,00 biaya yang dikeluarkan petani akan mendatangkan penerimaan sejumlah Rp 1,25. Kedua hasil R/C rasio tersebut memperoleh hasil lebih besar dari satu sehingga dapat disimpulkan bahwa usahatani caisim di Desa Ciaruteun Ilir layak dan menguntungkan.
77
Tabel 20. Pendapatan dan Rasio Penerimaan Terhadap Biaya Usahatani Caisim Satu Musim Tanam per Hektar di Desa Ciaruteun Ilir Tahun 2012 Komponen A. Penerimaan Tunai (Rp) B. Penerimaan Diperhitungkan (Rp)
Nilai 31.525.509,48 909.052,34
C. Total Penerimaan (Rp)
32.434.561,82
D. Biaya Tunai (Rp)
10.695.865,95
E. Biaya Diperhitungkan (Rp)
15.343.298,80
F. Total Biaya (Rp)
26.039.164,75
G. Pendapatan Atas Biaya Tunai (C - D) (Rp)
21.738.695,87
H. Pendapatan Atas Biaya Total (C - F) (Rp)
6.395.397,07
I. R/C Atas Biaya Tunai
3,03
J. R/C Atas Biaya Total
1,25
K. Harga Rata-rata (Rp/Kg)
2.262,86
L. Biaya Tunai Rata-rata (Rp/Kg)
809,62
M. Biaya Total Rata-rata (Rp/Kg)
1971,04
N. Margin atas Biaya tunai (Rp/Kg)
1.453,23
O. Margin atas Biaya Total (Rp/Kg)
291,82
Di sisi lain juga jika dilihat dalam satuan yang lebih kecil (per Kg) dapat dilihat pula biaya tunai dan biaya total rata-rata (Rp/Kg). Biaya tunai dan biaya total rata-rata masing-masing sebesar Rp 809,62/Kg dan Rp 1.971,04/Kg. Biaya total pasti akan jauh lebih besar akibat dari besarnya biaya diperhitungkan. Dengan mengetahui kedua variabel biaya rata-rata tersebut maka dapat diketahui pula marginnya masing-masing yaitu sebesar Rp 1.453,23/Kg atas biaya tunai dan Rp 291,82/Kg atas biaya total. Margin atas biaya total lebih kecil karena tingginya biaya total rata-rata. Dari hasil ini juga dapat juga dihubungkan ke perhitungan R/C ratio, dimana R/C ratio biaya tunai akan jauh lebih besar disbanding R/C ratio biaya total.
78