ANALISIS SUMBER-SUMBER RISIKO PADA PROSES PRODUKSI JAMUR TIRAM PUTIH (Studi Kasus: Usaha Rimba Jaya Mushroom, Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat)
SKRIPSI
ERCILIA SITUNGKIR H34096030
DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
i
RINGKASAN ERCILIA SITUNGKIR. ANALISIS SUMBER-SUMBER RISIKO PADA PROSES PRODUKSI JAMUR TIRAM PUTIH (Studi Kasus: Usaha Rimba Jaya Mushroom, Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat). Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor (Di bawah bimbingan NUNUNG KUSNADI). Jamur adalah jenis sayuran yang dikonsumsi sebagai makanan atau sebagai obat-obatan. Menurut Masyarakat Agribisnis Jamur Indonesia, permintaan jamur terus meningkat, berapapun yang diproduksi oleh petani habis terserap. Kenaikan produksinya sekitar 20-25 persen per tahun. Potensi jamur Indonesia dapat juga dilihat dari besarnya permintaan dari pasar luar negeri. Namun, saat ini tingginya permintaan jamur tidak dapat dipenuhi dengan produksi dalam negeri. Produksi jamur Indonesia hanya mampu memenuhi 50 persen dari permintaan pasar dalam negeri, belum lagi ditambah permintaan dari pasar luar negeri. Tingkat penawaran jamur yang lebih kecil dibandingkan dengan tingkat permintaannya disebabkan karena ketidakberdayaan industri jamur nasional. Banyak faktor yang menyebabkan ketidakberdayaan industri jamur di Indonesia dan dapat diduga bahwa risiko dalam pengusahaan jamur adalah besar. Salah satu produsen jamur tiram putih yang berhasil sampai saat ini dan terletak di wilayah Kabupaten Bogor adalah Rimba Jaya Mushroom (RJM). Usaha ini memproduksi baglog dan jamur tiram putih. Risiko yang paling utama dihadapi oleh usaha RJM adalah risiko produksi. Kerugian akibat risiko produksi yang dialami adalah terjadinya penurunan kualitas serta kuantitas hasil panen. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah (1) menganalisis sumber-sumber risiko pada setiap tahapan proses produksi jamur tiram putih di RJM dan (2) menganalisis upaya yang dilakukan perusahaan untuk mengantisipasi risiko pada setiap tahapan proses produksi jamur tiram putih di RJM. Usaha RJM berlokasi di Jl. Raya Puncak Gadog Pandansari RT 01/04 Ciawi-Bogor. Waktu penelitian adalah selama bulan Juni-Juli 2012. Data dikumpulkan melalui wawancara dan observasi tentang gambaran umum perusahaan, sumber-sumber risiko yang terjadi pada proses produksi jamur tiram putih, dan upaya yang dilakukan oleh perusahaan untuk mengantisipasi setiap risiko. Beberapa sumber risiko produksi yang memberi kerugian potensial bagi usaha RJM, diantaranya adalah bahan baku serbuk kayu yang kasar, pencampuran bahan baku tidak merata, baglog kurang padat, pengikatan plastik media tanam longgar, kematangan baglog tidak sempurna, peralatan, tempat, dan tenaga kerja tidak higienis, kesalahan penyusunan baglog ke rak-rak kumbung inkubasi, dan serangan hama di kumbung inkubasi dan kumbung pertumbuhan. Berdasarkan jumlah baglog yang rusak dan nilai kerugian yang ditimbulkan oleh masingmasing sumber risiko tersebut, maka risiko yang paling besar adalah risiko yang disebabkan kematangan baglog tidak sempurna pada tahap sterilisasi baglog. Risiko ini terjadi setiap kali produksi dilakukan dan nilai kerugiannya lebih besar dari sumber risiko lainnya. Dalam hal ini perusahaan dapat lebih fokus untuk mengantisipasi risiko tersebut agar kerugian yang diakibatkan dapat berkurang.
ii
ANALISIS SUMBER-SUMBER RISIKO PADA PROSES PRODUKSI JAMUR TIRAM PUTIH (Studi Kasus: Usaha Rimba Jaya Mushroom, Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat)
ERCILIA SITUNGKIR H34096030
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Agribisnis
DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013 iii
Judul Skripsi
: Analisis Sumber-Sumber Risiko pada Proses Produksi Jamur Tiram Putih (Studi Kasus: Usaha Rimba Jaya Mushroom, Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat)
Nama
: Ercilia Situngkir
NIM
: H34096030
Disetujui, Pembimbing
Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS NIP. 19580908 198403 1 002
Diketahui, Ketua Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor
Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS NIP. 19580908 198403 1 002
Tanggal Lulus:
iv
PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “Analisis SumberSumber Risiko pada Proses Produksi Jamur Tiram Putih (Studi Kasus: Usaha Rimba Jaya Mushroom, Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat)” adalah karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Januari 2013
Ercilia Situngkir H34096030
v
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 30 Agustus 1988 di Kabanjahe, Sumatera Utara. Penulis adalah anak ketiga dari empat bersaudara, dari pasangan Bapak Walden Situngkir dan Ibu Lemeria br. Simbolon. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar pada tahun 2000 di Sekolah Dasar Silalahi, Kabupaten Dairi. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan ke Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 2 Tarutung dan lulus pada tahun 2003. Pendidikan Sekolah Lanjutan Tingkat Atas penulis selesaikan pada tahun 2006 di Sekolah Lanjutan Tingkat Atas Negeri 2 Tarutung. Pada tahun yang sama penulis diterima sebagai mahasiswa di Program Keahlian Teknik Komputer, Program Diploma, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Ujian Seleksi Masuk IPB (USMI). Pada tahun 2009 penulis diterima pada program sarjana penyelenggaraan khusus, Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
vi
KATA PENGANTAR Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Sumber-Sumber Risiko pada Proses Produksi Jamur Tiram Putih (Studi Kasus: Usaha Rimba Jaya Mushroom, Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat)”. Penelitian ini bertujuan mempelajari sumber-sumber risiko pada proses produksi jamur tiram putih di usaha Rimba Jaya Mushroom. Namun demikian, penulis menyadari masih terdapat kekurangan karena keterbatasan dan kendala yang dihadapi.
Bogor, Januari 2013
Ercilia Situngkir
vii
UCAPAN TERIMAKASIH Penyelesaian skripsi ini juga tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Sebagai bentuk rasa syukur kepada Tuhan, penulis ingin menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada: 1.
Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS selaku dosen pembimbing atas bimbingan, arahan, waktu, kesabaran, dan kebaikan yang telah diberikan kepada penulis selama penyusunan skripsi ini.
2.
Ir. Narni Farmayanti, Msc dan Yanti Nuraeni Muflikh, SP.M.Abuss selaku dosen penguji pada ujian sidang penulis yang telah meluangkan waktunya serta memberikan kritik dan saran demi perbaikan skripsi ini.
3.
Ir. Popong Nurhayati, MM selaku dosen evaluator pada kolokium yang telah meluangkan waktunya serta memberikan kritik dan saran demi perbaikan skripsi ini.
4.
Pihak usaha Rimba Jaya Mushroom atas waktu, kesempatan, informasi, dan kerja sama yang diberikan.
5.
Orang tua dan keluarga tercinta untuk setiap dukungan cinta, kasih, dan doa yang diberikan. Semoga skripsi ini menjadi persembahan yang terbaik.
6.
Teman yang saya kasihi Ganda Adrianto P. Siagian, Swasty Lumban Raja, Paska Sinaga, Novalia Napitupulu, Ganda Uli Tobing, Doni Manalu, Anisa Silitonga, Desi Silalahi, Yona Purba, Evan Nainggolan, Natalina Sianturi, dan Sobur, terima kasih untuk semangat, doa, saran dan masukannya selama penyusunan skripsi ini, serta seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, terima kasih atas bantuannya.
Bogor, Januari 2013 Ercilia Situngkir
viii
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ........................................................................................... xii DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xiv DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... xv I.
PENDAHULUAN .................................................................................. 1 1.1. Latar Belakang ................................................................................. 1 1.2. Perumusan Masalah ......................................................................... 9 1.3. Tujuan Penelitian ........................................................................... 10 1.4. Manfaat Penelitian ......................................................................... 11 1.5. Ruang Lingkup Penelitian .............................................................. 11
II.
TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................... 12 2.1. Sumber-Sumber Risiko Produksi pada Pertanian .......................... 12 2.2. Metode Analisis Risiko .................................................................. 13 2.2.1. Metode Penilaian Sumber-Sumber Risiko ......................... 13 2.2.2. Metode Penilaian Risiko Usahatani ................................... 14 2.3. Strategi Pengelolaan Risiko ........................................................... 15
III.
KERANGKA PEMIKIRAN ............................................................... 19 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis ......................................................... 19 3.1.1. Konsep Risiko dan Ketidakpastian .................................... 19 3.1.2. Sumber-Sumber Risiko ...................................................... 21 3.1.3. Penilaian Risiko.................................................................. 23 3.1.4. Strategi Pengelolaan Risiko ............................................... 24 3.2. Kerangka Pemikiran Operasional .................................................. 25
IV.
METODE PENELITIAN .................................................................... 27 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ........................................................ 27 4.2. Jenis dan Sumber Data .................................................................. 27 4.3. Metode Pengumpulan Data ........................................................... 28 4.4. Metode Pengolahan dan Analisis Data.......................................... 29 4.4.1. Analisis Kualitatif .............................................................. 29 4.4.2. Analisis Kuantitatif ............................................................ 29
V.
GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN ............................................. 31 5.1. Sejarah dan Perkembangan Perusahaan ......................................... 31 5.2. Struktur Organisasi Perusahaan ..................................................... 32 5.3. Aspek Sumberdaya Perusahaan ..................................................... 34 5.3.1. Tenaga Kerja ...................................................................... 34 5.3.2. Pemilikan Peralatan ............................................................ 35 5.4. Aspek Permodalan ......................................................................... 39 5.5. Unit Bisnis...................................................................................... 39 5.5.1. Pengadaan Bahan Baku ...................................................... 39 x
5.5.2. Teknis Produksi Jamur Tiram Putih ................................... 42 5.5.3. Pemasaran........................................................................... 48 VI.
HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................ 51 6.1. Sumber-Sumber Sumber-Sumber Risiko ............................................................................. 51 6.1. pada Proses Produksi Jamur 6.1.1. Putih Sumber Proses Persiap ................................... 53 Tiram danRisiko UpayaPada yang Dilakukan Rimba 6.1.2. Sumber Risiko Pada Proses Perca ...................................... 56 Jaya Mushroom untuk Mengantisipasinya………………………...51 6.1.3. Sumber SumberRisiko Risikopada PadaProses ProsesPersiapan Packing Baglog 60 6.1.1. Bahan ..................... Baku……….53 6.1.4. Sumber Risiko Pada Proses Sterilisasi ............................... 66 6.1.2. Sumber Risiko pada Proses Pencampuran 6.1.5. Bahan Sumber Risiko Pada Proses Inokulasi ................................ 71 Baku………………………………………………...56 56 6.1.6. Sumber Risiko Pada Proses Inkubasi ................................. 74 6.1.3. Sumber Risiko pada Proses Packing Baglog………………60 60 6.1.7. Sumber SumberRisiko Risikopada PadaProses ProsesSterilisasi……………………..66 Pertumb ................................. 81 6.1.4. 66 6.2. 6.1.5. Hasil Penilaian Tingkat Sumber-SumbeTi..................................... 85 Sumber Risiko pada Proses Inokulasi……………………...71 6.1.6. Sumber Risiko pada Proses Inkubasi………………………74 6.1.7. Sumber Risiko pada Proses Pertumbuhan (Growing)…….. 81 6.2. Hasil Penilaian Tingkat Sumber-Sumber Risiko Produksi Jamur Tiram Putih di Rimba Jaya Mushroom…………..85
VII. KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................ 89 7.1. Kesimpulan .................................................................................... 89 7.2. Saran ............................................................................................... 89 DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 90 LAMPIRAN ..................................................................................................... 92
xi
DAFTAR TABEL
Nomor
Halaman
1. Nilai PDB Hortikultura Indonesia Berdasarkan Harga Berlaku Tahun 2007-2009 ……………………………………………………11 2.
Produksi Tanaman Sayuran di Indonesia Periode 2008 – 2009 ………3
3. Perkembangan Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Komoditas Jamur di Indonesia Tahun 2005-2009 ……………………5 4. Luas Panen dan Produksi Jamur Tiram Putih di Pulau Jawa Tahun 2007….. ………………………………………………………6 5.
Produktivitas Jamur Tiram Putih pada Rimba Jaya Mushroom Setiap Hari dari Bulan Januari-September 2012 (jika diasumsikan bahwa jumlah baglog per hari adalah tetap, yaitu sebanyak 523 baglog)……….. ………………………………………7
6.
Hasil Penilaian Risiko Produksi Jamur Tiram Putih pada Rimba Jaya Mushroom Berdasarkan Data Produksi Bulan Januari-September 2012………………………………………
7.
9
Sarana dan Prasarana pada Rimba Jaya Mushroom …………………38
8. Rata-rata Produksi, Produktivitas, Penerimaan, Frekuensi, dan Peluang untuk Setiap Kondisi pada Usaha Jamur Tiram Putih di Rimba Jaya Mushroom dari Bulan Januari September 2012 ……………………………………………………51 9. Jumlah Baglog yang Di-packing dan Jumlah Baglog yang Rusak Akibat Risiko yang Disebabkan Serbuk Kayu Kasar serta Nilai Kerugian yang Ditimbulkannya Selama Bulan Juni 2012 pada Usaha Rimba Jaya Mushroom ...…………….…………54 10. Jumlah Baglog yang Diisi ke Kumbung Pertumbuhan dan Jumlah Baglog yang Mengandung Campuran Bahan Baku yang tidak Merata serta Nilai Kerugian yang Ditimbulkannya Selama Bulan Juni 2012 pada Usaha Rimba Jaya Mushroom ………58 11. Jumlah Baglog yang Kurang Padat serta Nilai Kerugian yang Ditimbulkannya Selama Bulan Juni 2012 dan Jumlah Baglog yang Diisi ke Kumbung Inkubasi (40 Hari yang Lalu) pada Usaha Rimba Jaya Mushroom …..………..…61
xii
12. Jumlah Baglog yang Di-packing dan Jumlah Baglog yang Rusak Akibat Risiko yang Disebabkan Pengikatan Plastik Media Tanam Longgar serta Nilai Kerugian yang Ditimbulkannya Selama Bulan Juni 2012 pada Usaha Rimba Jaya Mushroom…… ………………………………………………65 13. Jumlah Baglog yang Memiliki Kematangan tidak Sempurna serta Nilai Kerugian yang Ditimbulkannya Selama Bulan Juni 2012 dan Jumlah Baglog yang Diisi ke Kumbung Inkubasi (40 Hari yang Lalu)pada Usaha Rimba Jaya Mushroom ……………69 14. Jumlah Baglog yang Rusak Akibat Risiko yang Disebabkan Peralatan, Tempat, dan Tenaga Kerja tidak Higienis serta Nilai Kerugian yang Ditimbulkannya Selama Bulan Juni 2012 dan Jumlah Baglog yang Diisi ke Kumbung Inkubasi (40 Hari yang Lalu) pada Usaha Rimba Jaya Mushroom……. ……72 15. Jumlah Baglog yang Rusak karena Faktor Kesalahan Tenaga Kerja dalam Menyusun Baglog-Baglog ke Rak-Rak kumbung Inkubasi serta Nilai Kerugian yang Ditimbulkannya Selama Bulan Juni 2012 dan Jumlah Baglog yang Diisi ke Kumbung Inkubasi (40 Hari yang Lalu) pada Usaha Rimba Jaya Mushroom……………………………………………………. ……76 16. Jumlah Baglog yang Rusak akibat Serangan Hama di Kumbung Inkubasi serta Nilai Kerugian yang Ditimbulkannya Selama Bulan Juni 2012 dan Jumlah Baglog yang Diisi ke Kumbung Inkubasi (40 Hari yang Lalu) pada Usaha Rimba Jaya Mushroom ………………………………………80 17. Jumlah Baglog yang Diisi ke Kumbung Pertumbuhan dan Jumlah Baglog yang Menghasilkan Jamur yang Rusak akibat Serangan Hama serta Nilai Kerugian yang Ditimbulkannya Selama Bulan Juni 2012 pada Usaha Rimba Jaya Mushroom…………………………………………………….
83
18. Tingkat Sumber-Sumber Risiko Produksi Jamur Tiram Putih pada Usaha Rimba Jaya Mushroom Berdasarkan Data pada Bulan Juni 2012 …………………………………………………….86
xiii
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman
1.
Risk- Uncertainty Continuum………………………………… 20
2.
Kerangka Pemikiran Operasional…………………………… 26
3.
Rantai distribusi penjualan jamur tiram putih segar pada Rimba Jaya Mushroom.............................…………… . 49
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Halaman
1.
Konsumsi Perkapita Sayuran di Indonesia Periode 2002, 2005, dan 2008……………………………….... 93
2.
Jumlah Produksi dan Produktivitas Jamur Tiram Putih di Kabupaten Bogor Tahun 2010……………………………….... 94
3.
Struktur organisasi Rimba Jaya Mushroom……....................... 95
4.
Alur Proses Produksi Jamur Tiram Putih pada Usaha Rimba Jaya Mushroom….............................................................96
5.
Perbandingan antara Baglog atau Jamur Tiram Putih yang Terkena Risiko Produksi dengan Baglog atau Jamur Tiram Putih yang tidak Terkena Risiko Produksi………………………………………………………
97
xv
I. PENDAHULUAN 1.1.
Latar Belakang Hortikultura merupakan salah satu subsektor pertanian yang potensial
dalam memberikan kontribusi yang besar terhadap pembangunan ekonomi nasional dan memegang peranan penting dalam sumber pendapatan petani, perdagangan, maupun penyerapan tenaga kerja. Komoditas tanaman hortikultura di Indonesia dapat dibagi menjadi empat kelompok besar, yaitu tanaman buahbuahan, tanaman sayuran, tanaman biofarmaka, dan tanaman hias. Besarnya kontribusi subsektor hortikultura terhadap Produk PDB nasional dapat dilihat pada Tabel 1. Kontribusi komoditas hortikultura secara nasional terhadap pembentukan PDB memperlihatkan kecenderungan yang terus meningkat dari tahun 2007 sampai tahun 2009. Hal ini dapat menunjukkan bahwa subsektor hortikultura merupakan subsektor yang berperan penting dalam pembangunan ekonomi nasional. Tabel 1. Nilai PDB Hortikultura Indonesia Berdasarkan Harga Berlaku Tahun 2007-2009 No
1 2 3 4
Komoditas
Sayuran Buah-buahan Tanaman Hias Biofarmaka Total
Nilai PDB (Milyar Rp) Tahun 2007 25.587 42.362 4.741 4.105 76.795
% 33,32 55,16 6,17
Tahun 2008 28.205 47.060 5.085
5,35 100
3.853 84.202
% 33,50 55,89 6,03
Tahun 2009 30.506 48.437 5.494
% 34,54 54,84 6,21
4,58 100
3.897 88.334
4,41 100
Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2011)
Tabel 1 menunjukkan bahwa kontribusi subsektor hortikultura terhadap PDB Indonesia terus mengalami peningkatan dari tahun 2007 sampai tahun 2009. Jika pada tahun 2007 kontribusinya terhadap PDB sebesar 76.795 Milyar Rupiah, maka pada tahun 2008 meningkat menjadi 84.202 Milyar Rupiah, atau peningkatannya sebesar 9,64 persen, kemudian meningkat lagi pada tahun 2009 menjadi 88.334 Milyar Rupiah, atau peningkatannya sebesar 4,90 persen.
1
Peningkatan PDB sebesar itu tercapai karena terjadinya peningkatan produksi di berbagai sentra produksi dan kawasan hortikultura, di samping meningkatnya luas areal produksi dan areal panen serta nilai ekonomi dan nilai tambah produk hortikultura yang cukup tinggi dibandingkan komoditas lainnya, sehingga pengaruhnya positif pada peningkatan PDB1. Salah satu kelompok komoditas hortikultura
yang menunjukkan
perkembangan dengan baik adalah kelompok komoditas sayuran. Pada Tabel 1 terlihat bahwa komoditas sayuran merupakan komoditas hortikultura yang menempati urutan kedua penyumbang terbesar PDB setelah komoditas buahbuahan. Komoditas sayuran mengalami peningkatan dari tahun 2007-2009 baik secara kuantitas maupun secara proporsi pertumbuhan (presentasi). Hal ini mengindikasikan bahwa komoditas sayuran dapat memiliki prospek yang baik di masa mendatang dalam memajukan perekonomian nasional. Selain penyumbang PDB pertanian yang cukup penting dari subsektor hortikultura, komoditas sayuran juga berperan untuk memenuhi kebutuhan pangan dan gizi masyarakat Indonesia. Kebutuhan sayuran mengalami peningkatan seiring dengan meningkatnya pertumbuhan penduduk dan pendapatan per kapita penduduk Indonesia. Data Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) tahun 2009 memperlihatkan bahwa pada tahun 2002 konsumsi per kapita sayuran di Indonesia sebesar 32,89 kg/tahun, pada tahun 2005 konsumsi per kapita sayuran di Indonesia meningkat menjadi 35,33 kg/tahun, dan pada tahun 2008 konsumsi per kapita sayuran di Indonesia meningkat lagi menjadi 39,45 kg/tahun (Lampiran 1). Peningkatan konsumsi per kapita sayuran di Indonesia ini juga dapat mengindikasikan bahwa permintaan terhadap komoditas sayuran di Indonesia adalah meningkat. Minat
masyarakat
Indonesia
terhadap
sayuran
terus
meningkat
dikarenakan adanya kesadaran dari masyarakat untuk mengikuti pola hidup sehat dan yang telah menjadi gaya hidup masyarakat. Hal ini tentunya sangat berpengaruh terhadap produksi sayuran di Indonesia. Secara keseluruhan, produksi tanaman sayuran di Indonesia cenderung mengalami peningkatan yang menjadikan sayuran merupakan salah satu komoditas yang memberikan kontribusi 1
Achmad Dimyati. 2011. Kontribusi Terhadap PDB. www.sinartani.com [4 September 2011]
2
untuk meningkatkan pendapatan nasional. Data perkembangan produksi sayuran di Indonesia selama tahun 2008 dan tahun 2009 dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Produksi Tanaman Sayuran di Indonesia Periode 2008 – 2009 No
Komoditas
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Kentang Lobak Kol/Kubis Sawi Wortel Kembang Kol Terung Buncis Labu Siam Kangkung Bayam Kacang Panjang Jamur Ketimun
Produksi (ton) 2008 2009 1.071.543 1.176.304 48.376 29.759 1.323.702 1.358.113 565.636 562.838 367.111 358.014 109.497 96.038 427.166 451.564 266.551 290.993 394.386 321.023 323.757 360.992 163.817 173.750 455.524 483.793 43.047 38.465 540.122 583.139
Perkembangan (%) 9,77 -38,48 2,59 -0,49 -2,47 -12,29 5,71 9,16 -18,60 11,50 5,06 6,20 -10,64 7,96
Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2011)
Tabel 2 menunjukkan perkembangan produksi dari sebagian besar tanaman sayuran di Indonesia. Sebagian besar tanaman sayuran yang ada pada tabel tersebut mengalami peningkatan produksi dari tahun 2008 ke tahun 2009 yang menunjukkan perkembangan yang positif seperti tanaman kentang (9,77 persen), kol/kubis (2,59 persen), terung (6,71 persen), buncis (9,16 persen), kangkung (11,50 persen), bayam (5,06 persen), kacang panjang (6,20 persen), dan ketimun (7,96 persen). Perkembangan yang kurang baik ditunjukkan oleh beberapa tanaman sayuran dimana terjadi penurunan produksi dari tahun 2008 ke tahun 2009 antara lain tanaman lobak (-38,48 persen), sawi (-0,49 persen), wortel (-2,47 persen), kembang kol (-12,29 persen), labu siam (-18,60 persen), dan jamur (-10,64 persen). Perkembangan beberapa tanaman sayuran yang kurang baik disebabkan oleh banyak faktor dan dapat diduga bahwa tingkat risiko dalam pengusahaan dari beberapa tanaman sayuran tersebut adalah besar pada tahun 2009. Jamur adalah sayuran yang dikonsumsi sebagai makanan atau sebagai obat-obatan. Jamur sebagai makanan sangat digemari masyarakat karena rasanya sangat lezat, bahkan jamur mempunyai khasiat yang baik bagi kesehatan.
3
Teksturnya yang mirip seperti daging menjadikan jamur sebagai bahan alternatif bagi masyarakat yang ingin mencoba hidup lebih sehat. Beberapa jamur yang telah dibudidayakan dan aman dikonsumsi manusia
adalah jamur merang
(Volvariella volvaceae), jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus), jamur kuping (Auricularia polytricha), jamur champignon (Agaricus bisporus), dan jamur shiitake (Lentinus edodes). Salah satu jamur yang cukup dikenal dan banyak digemari masyarakat adalah jamur tiram putih. Saat ini jamur telah menjadi kebutuhan manusia dan telah banyak yang menggemari masakan dari jamur. Dalam tiga tahun terakhir, minat masyarakat untuk mengonsumsi jamur terus meningkat seiring dengan popularitas dan memasyarakatnya jamur sebagai bahan makanan yang lezat dan bergizi. Salah satunya dapat dilihat dari kreatifitas para pedagang, yang sebelumnya hanya menjajakan jamur segar, sekarang sudah bertambah ke olahan, seperti memproduksi keripik jamur. Kesadaran masyarakat untuk mengonsumsi jamur berpengaruh positif terhadap permintaan jamur itu sendiri. Permintaan jamur terus meningkat, berapapun yang diproduksi oleh petani habis terserap. Kenaikannya sekitar 20-25 persen per tahun. Potensi jamur dapat juga dilihat dari besarnya permintaan pasar luar negeri, seperti Singapura, Jepang, Korea, China, Amerika Serikat, dan Uni Eropa. Dengan melihat tingginya permintaan jamur Indonesia, maka petani Indonesia memiliki peluang yang besar menjadi produsen dan eksportir jamur di pasar domestik ataupun di pasar Internasional. Namun, saat ini tingginya permintaan jamur tidak dapat dipenuhi dengan produksi dalam negeri. Produksi jamur Indonesia hanya mampu memenuhi 50 persen dari permintaan pasar dalam negeri dan belum termasuk permintaan pasar luar negeri, seperti Singapura, Jepang, Korea Selatan, China, Amerika Serikat, dan Uni Eropa. Sampai saat ini permintaan pasar ekspor belum sanggup terpenuhi karena untuk mencukupi kebutuhan dalam negeri saja masih kurang2. Banyak usaha jamur di Indonesia yang mengalami ketidakberdayaan sehingga tidak mampu memenuhi permintaan jamur yang terus meningkat sementara pasokan jamur terbatas. Ketidakberdayaan industri jamur nasional disebabkan berbagai hal seperti produsen benih yang terbatas, tidak adanya 2
Masyarakat Agribisnis Jamur Indonesia.2007.Bisnis Jamur Bikin Tergiur. http://www.agrina-online.com [4 September 2011]
4
standarisasi dan jaminan kualitas bibit, teknologi produksi yang belum dibakukan, tempat pembiakan jamur yang kurang higienis serta penanganan pasca panen yang sederhana. Selain itu, terbatasnya permodalan petani, bank yang belum mendukung serta prosedur yang rumit, sehingga penjualannya dikuasai oleh tengkulak. Penyebab lain tidak tersedianya profil atau informasi komoditas yang menyeluruh yang dapat dimanfaatkan para pelaku bisnis jamur3. Tabel 3 memperlihatkan perkembangan luas panen, produksi, dan produktivitas komoditas jamur di Indonesia selama tahun 2005-2009. Tabel 3. Perkembangan Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Komoditas Jamur di Indonesia Tahun 2005-2009 No Tahun 1 2005 2 2006 3 2007 4 2008 5 2009 Standar Deviasi Koefisien Variasi
Luas Panen (Ha) 254 298 377 637 700
Produksi (ton) 30.854 23.559 48.247 43.047 38.465
Produktivitas (ton/Ha) 121,47 79,05 127,97 67,57 54,95 32,73 0,37
Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2011)
Tabel 3 memperlihatkan bahwa produktivitas jamur di Indonesia adalah berfluktuasi. Namun, tabel tersebut tidak mencerminkan kondisi produktivitas jamur di Indonesia yang sebenarnya, karena pada tabel tersebut luas panen yang digunakan adalah dalam bentuk satuan hektar. Padahal, jamur tidak ditanam pada hamparan tanah seperti tanaman lainnya pada umumnya, tetapi jamur tumbuh pada media tanam yang disebut substrat atau baglog yang terbuat dari serbuk kayu, dedak, dan kapur yang dicampur dengan bahan lainnya dan produksinya dilakukan di dalam sebuah kumbung. Belum tentu di dalam satu hektar lahan, jumlah dan ukuran kumbung, rak kumbung, dan baglog yang diusahakan oleh setiap pengusaha jamur di Indonesia adalah sama setiap periode tanamnya, sehingga satuan hektar tidak seharusnya digunakan jika ingin melihat fluktuasi produktivitas jamur di Indonesia yang sebenarnya. Satuan luas panen yang harusnya digunakan dalam tabel tersebut adalah dalam bentuk satuan baglog sehingga produktivitas jamur di Indonesia dapat dikatakan berfluktuasi. Namun 3
Achmad Dimyati (Direktorat Jenderal Hortikultura, Departemen Pertanian). 2011. Peluang Bisnis Jamur. http://www.naturindonesia.com [4 September 2011]
5
demikian, berdasarkan tabel tersebut dapat dilihat bagaimana perkembangan produksi jamur Indonesia dari tahun 2005-2009. Daerah sentra jamur di Indonesia ada di beberapa provinsi seperti Aceh, Sumatera Barat, Jambi, Sumatera Selatan, Jawa Barat, Jawa Tengah, D.I. Yogyakarta, Jawa Timur, Banten, dan Bali. Khusus untuk jenis jamur tiram putih jika dilihat dari jumlah produksinya, maka ada empat provinsi di Indonesia yang merupakan penghasil jamur tiram putih terbanyak, yaitu provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, D.I Yogyakarta dan Jawa Timur. Data Produksi di keempat wilayah tersebut dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Luas Panen dan Produksi Jamur Tiram Putih di Pulau Jawa Tahun 2007 Provinsi
Luas Panen (Ha)
Jawa Barat Jawa Tengah D.I. Yogyakarta Jawa Timur
Produksi (Ton)
291,79 15,23 5,89 385,09
7.306,75 1.838,93 651,32 28.557,05
Sumber: Direktorat Jenderal Hortikultura (2009)
Berdasarkan Tabel 4 dapat dilihat bahwa jumlah produksi jamur tiram putih di pulau Jawa pada tahun 2007 paling tinggi diproduksi di provinsi Jawa Timur. Provinsi Jawa Barat merupakan wilayah yang juga memiliki tingkat produksi terbesar kedua setelah jawa Timur. Sama halnya seperti data produksi jamur Indonesia (Tabel 3), data pada tabel ini juga menggunakan hektar sebagai satuan luas panennya. Satuan luas panen yang harusnya digunakan dalam tabel tersebut juga adalah dalam bentuk satuan baglog, bukan dalam satuan hektar. Salah satu wilayah penghasil jamur tiram putih yang terbesar di Provinsi Jawa Barat adalah wilayah Kabupaten Bogor. Petani jamur tiram putih di wilayah Bogor tersebar di beberapa kecamatan, seperti Megamendung, Cisarua, Pamijahan, Dramaga, Ciawi, Ciseeng, Leuwisadeng, dan di kecamatan lainnya (Lampiran 2). Selain didukung oleh ketersediaan bahan baku dalam memproduksi jamur tiram putih seperti serbuk gergaji, dedak, kapur, dan tambahan unsur lain sebagai media pembuatan baglog, juga didukung oleh ketersersediaan pasar jamur tiram putih yang masih terbuka lebar. Bogor merupakan salah satu pemasok utama jamur tiram putih ke kota-kota besar seperti ke kota Jakarta.
6
Salah satu produsen jamur tiram putih yang terletak di Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat adalah usaha Rimba Jaya Mushroom (RJM). Perusahaan ini merupakan perusahaan yang cukup berhasil dalam menjalankan usahanya dan menjadi perusahaan jamur tiram putih yang terbesar di Bogor untuk ukuran usaha perorangan. Tabel 5 akan memperlihatkan bagaimana produktivitas jamur tiram putih pada usaha Rimba Jaya Mushroom setiap hari dari bulan Januari-September 2012. Tabel 5. Produktivitas Jamur Tiram Putih pada Rimba Jaya Mushroom Setiap Hari dari Bulan Januari-September 2012 (jika diasumsikan bahwa jumlah baglog per hari adalah tetap, yaitu sebanyak 523 baglog) Tanggal Jan 0,17 0,21 0,19 0,28 0,22 0,23 0,19 0,22 0,22 0,24 0,29 0,33 0,39 0,42 0,48 0,50 0,37 0,43 0,37 0,32 0,33 0,44 0,53 0,50 0,36 0,38 0,36 0,36 0,37 0,39 0,49 0,10
Feb 0,55 0,65 0,66 0,59 0,51 0,53 0,55 0,57 0,59 0,47 0,46 0,47 0,55 0,54 0,53 0,43 0,40 0,38 0,45 0,48 0,37 0,32 0,27 0,25 0,27 0,26 0,30 0,32 0,32 0,12
Mar 0,30 0,30 0,30 0,28 0,37 0,32 0,33 0,36 0,32 0,32 0,33 0,41 0,41 0,36 0,31 0,35 0,33 0,37 0,43 0,63 0,62 0,73 0,65 0,68 0,67 0,65 0,68 0,64 0,65 0,56 0,56 0,15
Produktivitas (kg/baglog) Apr Mei Juni 0,44 0,22 0,46 0,33 0,22 0,41 0,37 0,28 0,49 0,38 0,28 0,45 0,39 0,28 0,41 0,40 0,25 0,33 0,37 0,32 0,34 0,37 0,54 0,39 0,28 0,45 0,44 0,26 0,49 0,44 0,28 0,45 0,37 0,30 0,30 0,36 0,39 0,24 0,29 0,37 0,26 0,34 0,38 0,42 0,32 0,43 0,42 0,28 0,36 0,33 0,22 0,32 0,29 0,23 0,28 0,25 0,25 0,26 0,20 0,24 0,20 0,22 0,25 0,20 0,25 0,25 0,20 0,25 0,28 0,16 0,25 0,26 0,18 0,30 0,23 0,17 0,29 0,24 0,18 0,26 0,32 0,20 0,24 0,30 0,20 0,34 0,40 0,24 0,45 0,39 0,46 0,08 0,09 0,08
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 Standar Deviasi Sumber: Rimba Jaya Mushroom (2012) (diolah)
Juli 0,33 0,34 0,39 0,52 0,48 0,44 0,37 0,30 0,34 0,36 0,38 0,32 0,26 0,24 0,28 0,26 0,26 0,23 0,28 0,29 0,33 0,33 0,33 0,40 0,35 0,48 0,49 0,50 0,47 0,40 0,37 0,08
Agts 0,36 0,35 0,33 0,34 0,33 0,36 0,38 0,39 0,43 0,48 0,51 0,55 0,48 0,40 0,32 0,33 0,26 0,29 0,34 0,33 0,29 0,32 0,34 0,38 0,32 0,47 0,07
Sep 0,52 0,54 0,62 0,73 0,78 0,70 0,44 0,48 0,52 0,56 0,62 0,57 0,75 0,59 0,60 0,53 0,42 0,38 0,33 0,44 0,52 0,61 0,62 0,77 0,79 0,43 0,59 0,61 0,61 0,61 0,11
7
Tabel 5 memperlihatkan bahwa terdapat variasi produktivitas jamur tiram putih setiap hari dari bulan Januari-September 2012 pada usaha Rimba Jaya Mushroom. Adanya variasi produktivitas menunjukkan terjadinya fluktuasi produksi dalam usaha produksi jamur tiram putih. Hal ini mengindikasikan adanya risiko pada usaha jamur tiram putih di Rimba Jaya Mushroom. Risiko yang dihadapi dalam usaha jamur tiram putih adalah risiko teknis (produksi). Data pada Tabel 5 juga memperlihatkan bahwa ternyata Rimba Jaya Mushroom menghadapi risiko yang lebih besar pada bulan Maret. Hal ini terlihat dari tingginya nilai standar deviasi pada bulan Maret. Terjadinya variasi produktivitas jamur tiram putih pada usaha Rimba Jaya Mushroom dapat juga menggambarkan bahwa usaha-usaha jamur yang ada di Indonesia juga mengalami variasi produktivitas sehingga dapat juga mengindikasikan bahwa usaha-usaha jamur yang ada di Indonesia juga memiliki risiko dalam pengusahaanya. Risiko produksi yang terjadi pada perusahaan Rimba Jaya Mushroom dan perusahaan-perusahaan jamur tiram putih yang ada di Indonesia tentu akan menggangu dalam kelangsungan dan perkembangan usaha yang juga berdampak pada perolehan pendapatan. Produksi jamur tiram putih yang berfluktuasi akan menyebabkan pendapatan yang berfluktuasi juga. Kerugian akibat risiko produksi yang dialami adalah jumlah produksi yang rendah dan kualitas hasil panen juga menurun. Risiko pada proses produksi jamur tiram putih disebabkan oleh berbagai faktor yang dapat berasal dari lingkungan produksi, bahan baku yang digunakan, peralatan yang digunakan, dan tenaga kerja yang digunakan. Sumber-sumber risiko pada proses produksi jamur tiram putih sangat perlu diidentifikasi untuk mengetahui penyebab dari risiko agar dapat ditangani dengan baik. Dampak kerugian dari setiap risiko yang terjadi juga sangat perlu untuk diperhitungkan karena berpengaruh langsung terhadap pendapatan yang diterima oleh pemilik usaha. Upaya mengantisipasi terjadinya risiko yang bertujuan menekan dampak risiko dalam usaha jamur tiram putih juga menjadi suatu hal yang menarik untuk dikaji. Oleh karena itu, penelitian mengenai sumber-sumber risiko produksi jamur tiram putih penting untuk dilakukan.
8
1.2.
Perumusan Masalah Usaha Rimba Jaya Mushroom telah memproduksi jamur tiram putih
selama sembilan tahun. Budidaya jamur tiram putih sangat berbeda dengan tanaman pertanian lainnya. Jamur tiram putih tidak ditanam pada hamparan tanah seperti tanaman lainnya pada umumnya. Namun, jamur tiram putih tumbuh pada media tanam yang disebut substrat atau baglog yang terbuat dari serbuk kayu, dedak, dan kapur yang dicampur dengan bahan lainnya. Media tanam tersebut harus diolah secara khusus agar jamur dapat bertumbuh dan berkembang dengan baik dan pembuatan media tanam tersebut membutuhkan keterampilan yang khusus. Karena jamur tiram putih tumbuh pada media tanam atau yang disebut dengan baglog, maka sangat menarik untuk mengetahui apa saja sumber-sumber risiko yang terdapat dalam usaha jamur tiram putih. Seperti yang telah dijelaskan pada latar belakang bahwa hasil panen jamur tiram putih yang diperoleh usaha Rimba Jaya Mushroom setiap harinya dari bulan Januari-September 2012 bervariasi dalam jumlahnya sehingga produktivitas setiap harinya juga bervariasi atau terjadi fluktuasi produktivitas. Variasi produktivitas tersebut mengindikasikan bahwa usaha jamur tiram putih pada Rimba Jaya Mushroom mempunyai risiko dalam pengusahaannya dan risiko akan berdampak pada kerugian yang akan ditanggung oleh pemilik usaha. Jumlah hasil produksi jamur tiram putih yang berfluktuasi akan menyebabkan pendapatan yang berfluktuasi juga. Terjadinya fluktuasi produktivitas menggambarkan adanya penyimpangan dari return yang diharapkan. Berdasarkan data produktivitas jamur tiram putih pada Rimba Jaya Mushroom setiap hari dari bulan Januari-September 2012 (Tabel 5), maka hasil penilaian risiko produksi pada usaha Rimba Jaya Mushroom dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Hasil Penilaian Risiko Produksi Jamur Tiram Putih pada Rimba Jaya Mushroom Berdasarkan Data Produksi Bulan Januari-September 2012 No. 1 2 3 4
Ukuran Expected Return Variance Standard Deviation Coefficient Variation
Nilai 0,390 0,013 0,116 0,300
9
Pada Tabel 6 diperlihatkan hasil penilaian risiko produksi jamur tiram putih pada usaha Rimba Jaya Mushroom berdasarkan nilai coefficient variation. Nilai coefficient variation sebesar 0,3 dapat mencerminkan besarnya risiko produksi jamur tiram putih pada usaha Rimba Jaya Mushroom. Artinya, bahwa untuk setiap satu satuan hasil jamur tiram putih yang diharapkan usaha Rimba Jaya Mushroom dari kegiatan budidayanya, maka risiko yang dihadapi adalah sebesar 0,3. Nilai standar deviasi sebesar 0,116 merupakan nilai penyimpangan dari return yang diharapkan. Terjadinya penyimpangan tersebut mengindikasikan bahwa usaha jamur tiram memiliki risiko dalam pengusahaannya. Penyimpangan yang terjadi disebabkan oleh berbagai faktor. Setiap risiko yang terjadi pada setiap tahapan proses produksi jamur tiram putih ada penyebabnya atau sumbernya. Jika terjadi risiko produksi pada usaha jamur tiram putih, maka hal tersebut tentu membawa dampak yang merugikan bagi usaha Rimba Jaya Mushroom. Kerugian akibat risiko produksi yang dialami adalah terjadinya penurunan kualitas serta kuantitas hasil panen. Terjadinya penurunan kualitas serta kuantitas hasil panen tentu berdampak terhadap pendapatan yang diterima oleh pengusaha Rimba Jaya Mushroom. Untuk memperkecil dampak risiko yang terjadi pada proses produksi jamur tiram putih, maka sangat perlu untuk mengidentifikasi atau mengetahui apa penyebab dari risiko tersebut sehingga dapat diantisipasi dan ditangani. Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini, yaitu : 1. Sumber-sumber apa yang menyebabkan terjadinya risiko pada setiap tahapan proses produksi jamur tiram putih pada usaha Rimba Jaya Mushroom? 2. Bagaimana upaya perusahaan untuk mengantisipasi risiko pada setiap tahapan proses produksi jamur tiram putih di Rimba Jaya Mushroom?
1.3.
Tujuan Penelitian Berdasarakan perumusan masalah yang telah dikemukakan sebelumnya,
maka penelitian ini ditujukan untuk:
10
1. Menganalisis sumber-sumber risiko pada pada setiap tahapan proses produksi jamur tiram putih di Rimba Jaya Mushroom. 2. Menganalisis upaya yang dilakukan perusahaan untuk mengantisipasi risiko pada setiap tahapan proses produksi jamur tiram putih di Rimba Jaya Mushroom.
1.4.
Manfaat Penelitian Hasil dari penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat dan
kontribusi bagi pihak-pihak terkait, seperti: 1. Bagi perusahaan, penelitian ini diharapkan berguna sebagai masukan dalam mengambil kebijakan manajemen pengendalian risiko. 2. Bagi pembaca, penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi sebagai bahan acuan dan bahan perbandingan mengenai risiko untuk penelitian selanjutnya. 3. Bagi penulis, penelitian ini merupakan media untuk menerapkan ilmu yang diperoleh selama perkuliahan dan dapat menjawab keingintahuan dari penulis mengenai sumber-sumber risiko yang terjadi pada setiap tahapan proses produksi jamur tiram putih.
1.5.
Ruang Lingkup Penelitian 1. Produk yang dikaji dan diteliti pada penelitian ini adalah baglog dan jamur tiram putih yang diusahakan oleh Rimba Jaya Mushroom. 2. Data yang digunakan merupakan data primer berupa hasil wawancara dan pengamatan pada perusahaan, dan data sekunder. Penelitian ini menggunakan data produksi dan harga jual dari bulan Januari sampai September 2012, dan data kerusakan baglog selama bulan Juni 2012. 3. Lingkup kajian masalah yang diteliti adalah mengenai analisis sumbersumber risiko pada proses produksi jamur tiram putih pada usaha Rimba Jaya Mushroom.
11
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1.
Sumber-Sumber Risiko Produksi pada Pertanian Pada dasarnya kegiatan produksi pada pertanian mengandung berbagai
risiko dan ketidakpastian dalam pengusahaannya. Dalam kegiatan produksi pertanian atau usahatani, ketidakpastian tersebut berasal dari faktor alam dan lingkungan. Sumber-sumber penyebab risiko pada usaha produksi pertanian sebagian besar disebabkan faktor-faktor teknis seperti perubahan suhu, hama dan penyakit, teknologi, penggunaan input serta kesalahan teknis (human error) dari tenaga kerja. Sumber-sumber risiko tersebut merupakan sumber risiko teknis (produksi). Selain itu, sebagian besar komoditas pertanian mempunyai karakteristik perishable, voluminious, dan bulky. Jika dilihat dari segi non-teknis, maka sumber-sumber risiko pada usaha pertanian digolongkan pada risiko pasar yang mencakup fluktuasi harga input dan output. Sumber risiko produksi pada pertanian terdiri dari beranekaragam sumber, sesuai dengan karakteristik usahanya. Namun, sebagian besar sumber risiko produksi dalam usaha di bidang pertanian adalah hama dan penyakit dan faktor cuaca dan iklim. Hama dan penyakit dan faktor cuaca dan iklim adalah sumber risiko yang paling sering dihadapi oleh pelaku bisnis dalam menjalankan usahanya khususnya dalam bidang hortikultura (Ginting (2009), Parengkuan (2011), Sembiring (2010), Jamilah (2010), dan Sianturi (2011)). Demikian juga halnya dengan sumber risiko yang terjadi pada usaha perikanan dan peternakan. Dalam usaha ini, hama dan penyakit dan faktor cuaca dan iklim juga merupakan sumber risiko yang sering dihadapi dalam menjalankan usahanya (Silaban (2011), Lestari (2009), dan Pinto (2011)). Kesalahan teknis dari tenaga kerja (human error) juga merupakan sebagian besar sumber risiko produksi dalam usaha di bidang pertanian (Ginting (2009), Parengkuan (2011), Jamilah (2010), Sianturi (2011), dan Lestari (2009)). Selain hama dan penyakit, faktor cuaca dan iklim, dan kesalahan teknis dari tenaga kerja, ada juga beberapa sumber risiko lain yang terdapat pada kegiatan produksi pertanian. Sumber-sumber risiko tersebut tergantung dari
12
karakteristik dan lokasi usahanya. Pada usaha produksi jamur tiram putih, perubahan suhu dan tingkat kegagalan peralatan yang digunakan merupakan sumber risiko dalam produksinya (Parengkuan (2011) dan Ginting (2009)). Selain pada usaha produksi jamur tiram putih, peralatan dan bangunan juga merupakan sumber risiko dalam usaha produksi bunga (Sianturi (2011)). Pada usaha produksi sayuran organik dan produksi wortel dan bawang daun, tingkat kesuburan lahan merupakan sumber risiko dalam produksinya (Sembiring (2010) dan Jamilah (2010)). Berbeda halnya pada usaha pembenihan udang vannamei. Pada usaha ini, faktor mortalitas, kerusakan pada peralatan teknis, dan sistem penyediaan input merupakan sumber risiko dalam menjalankan usahanya (Lestari (2009)). Pada usaha produksi ikan hias, kualitas input merupakan sumber risiko dalam memproduksi ikan hias tersebut (Silaban (2011)). Pada Usaha peternakan ayam broiler, kepadatan ruang produksi merupakan salah satu sumber risiko dalam pengusahaannya (Pinto (2011)). Dari uraian di atas diperoleh variabel-variabel yang menjadi sumbersumber risiko produksi pada pertanian, yaitu faktor cuaca dan iklim, hama dan penyakit, kesalahan teknis dari tenaga kerja, perubahan suhu, peralatan dan bangunan yang digunakan, dan kualitas input. Sebagian dari variable-variabel tersebut juga menjadi sumber risiko pada pengusahaan jamur tiram putih di Rimba Jaya Mushroom. 2.2.
Metode Analisis Risiko Dalam hal ini metode analisis risiko dapat dibagi menjadi dua, yaitu
metode yang digunakan untuk menilai sumber-sumber risiko yang telah diidentifikasi dan metode yang digunakan untuk menilai besarnya risiko usaha yang dihadapi. 2.2.1. Metode Penilaian Sumber-Sumber Risiko Sumber-sumber risiko yang telah diidentifikasi dengan analisis kualitatif, dapat dinilai tingkatannya. Tingkat sumber-sumber risiko tersebut akan memperlihatkan risiko yang paling tinggi sampai yang paling rendah pada suatu
13
usahatani. Salah satunya adalah dengan menggunakan metode nilai standar (analisis z-score) untuk mengukur probabilitas atau kemungkinan terjadinya risiko dari masing-masing sumber risiko produksi yang ada pada suatu usaha dan dengan menggunakan analisis Value at Risk (VaR) untuk mengukur dampak risiko tersebut. Hasil perkalian antara probabilitas risiko dan dampak dari risiko tersebut akan menghasilkan status risiko. Status risiko akan memperlihatkan sumber risiko produksi yang paling besar sampai yang paling kecil pada suatu usahatani. Metode analisis risiko yang seperti ini telah digunakan oleh Parengkuan (2011), Lestari (2009), dan Pinto (2011). Berbeda halnya dengan metode analisis risiko yang digunakan oleh Ginting (2009), Sembiring (2010), Jamilah (2010), Sianturi (2011), dan Silaban (2011). Kelima peneliti ini hanya mengidentifikasi sumber-sumber risiko yang sering muncul pada suatu usahatani yang dianalisis dengan menggunakan analisis kualitatif tanpa melakukan penilaian terhadap masing-masing sumber risiko. 2.2.2. Metode Penilaian Risiko Usahatani Pada umumnya metode analisis yang dipakai dalam pengukuran risiko antara lain Variance, Standard Deviation, dan Coefficient Variation. Ketiga ukuran tersebut berkaitan satu sama lain, dimana untuk menghitung variance, sebelumnya harus mengetahui peluang dan expected return dari suatu kejadian dalam menjalankan usaha. Alat ukur risiko ini digunakan untuk mengukur besarnya risiko yang dihadapi dalam menjalankan suatu usaha. Semakin kecil nilai Variance, Standard Deviation, dan Coefficient Variation-nya, maka semakin rendah risiko yang dihadapi. Pengukuran risiko menggunakan Variance, Standard Deviation, dan Coefficient Variation telah digunakan oleh Ginting (2009), Sembiring (2010), Jamilah (2010), Sianturi (2011), dan Silaban (2011). Namun, kelima peneliti tersebut ada yang menggunakan data satu perusahaan dan ada juga yang menggunakan data survey. Ginting (2009) meneliti risiko produksi jamur tiram putih dalam suatu perusahaan. Demikian juga dengan Sembiring (2010), Sianturi (2011), dan Silaban (2011) yang juga menggunakan data satu perusahaan, namun
14
terdiri dari beberapa komoditas yang akan dianalisis risikonya (analisis risiko pada
kegiatan
spesialisasi
dan
portofolio).
Sedangkan
Jamilah
(2010)
menggunakan data survey, dimana kegiatan penelitiannya menggunakan responden penelitian sebanyak 60 orang yang terdiri dari 30 petani wortel dan 30 petani bawang daun. Berbeda halnya dengan metode analisis risiko yang digunakan oleh Parengkuan (2011), Lestari (2009), dan Pinto (2011). Ketiga peneliti ini tidak menggunakan pengukuran risiko seperti Variance, Standard Deviation, dan Coefficient Variation. Namun, metode analisisnya dimulai dari mengidentifikasi sumber risiko yang dihadapi oleh perusahaan, mengukur probabilitas atau kemungkinan terjadinya risiko dari masing-masing sumber risiko produksi yang ada pada suatu usaha tersebut dengan menggunakan metode nilai standar (analisis z-score), mengukur dampak risiko tersebut dengan menggunakan analisis Value at Risk (VaR), mengklasifikasi sumber risiko ke dalam peta risiko
dan
mengidentifikasi strategi penanganan risiko yang dihadapi perusahaan. Dari uraian di atas, terdapat persamaan dan perbedaan metode analisis risiko yang telah digunakan dengan metode analisis risiko yang digunakan dalam penelitian ini. Metode analisis risiko yang digunakan dalam penelitian Ginting (2009), Sembiring (2010), Jamilah (2010), Sianturi (2011), dan Silaban (2011) juga digunakan dalam penelitian ini, yaitu dengan menggunakan Variance, Standard Deviaton, dan Coefficient Variance. Perbedaan terletak pada jenis dan jumlah komoditas yang diteliti kecuali komoditas yang diteliti oleh Ginting (2009). 2.3.
Strategi Pengelolaan Risiko Strategi pengelolaan risiko diperlukan untuk meminimalkan risiko yang
terjadi pada perusahaan. Strategi yang akan dilakukan tentunya diawali dengan pengidentifikasian sumber-sumber risiko yang terjadi. Strategi yang digunakan juga sesuai dengan sumber-sumber risiko yang ada. Strategi penanganan risiko dapat dibedakan menjadi dua, yaitu strategi preventif dan strategi mitigasi. Strategi preventif dilakukan untuk menghindari terjadinya risiko. Strategi ini dilakukan apabila probabilitas risikonya besar. Strategi mitigasi adalah strategi
15
penanganan risiko yang dimaksud untuk memperkecil dampak yang ditimbulkan dari risiko. Strategi mitigasi dilakukan untuk menangani risiko yang memiliki dampak yang sangat besar, Kountur (2008). Ada beberapa contoh perusahaan yang telah melakukan strategi preventif dalam mengelola risiko produksi di perusahaannya, seperti usaha produksi jamur tiram putih pada Cempaka Baru di Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor (Ginting (2009)), usaha produksi jamur tiram putih pada Yayasan Paguyuban Ikhlas di Desa Cibening, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor (Parengkuan (2011)), usaha sayuran organik pada The Pinewood Organic Farm di Kabupaten Bogor, Jawa Barat (Sembiring (2010)), usaha wortel dan bawang daun di Kawasan Agropolitan Cianjur, Jawa Barat (Jamilah (2010)), usaha bunga pada PT. Saung Mirwan Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat (Sianturi (2011)), usaha ikan hias pada PT Taufan Fish Farm di Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat (Silaban (2011)), usaha pembenihan udang vannamei (Litopenaeus vannamei) pada PT. Suri Tani Pemuka, Kabupaten Serang, Provinsi Banten (Lestari (2009)), dan usaha peternakan ayam broiler Milik Bapak Restu di Desa Cijayanti, Kecamatan Babakan Madang, Kabupaten Bogor (Pinto (2011)). Strategi-strategi preventif yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan tersebut tentu berbeda satu sama lain, tergantung dari karakteristik usaha dan sumber-sumber risiko yang dihadapi. Contohnya adalah pada usaha produksi jamur tiram putih, contoh strategi preventif yang dilakukan adalah dengan meningkatkan kualitas perawatan untuk menangani risiko iklim dan cuaca dengan meningkatkan intensitas penyiraman, membersihkan area produksi untuk mencegah timbulnya hama dan penyakit, melakukan perencanaan pembibitan yang baik dengan kualitas bahan baku yang baik, mengembangkan sumberdaya manusia dengan mengikuti penyuluhan dan pelatihan tentang jamur tiram putih, menggunakan peralatan yang steril dalam melakukan penyuntikan bibit murni ke dalam media tanam, memasang alat bantu ukur suhu ruangan atau termometer untuk kontrol terhadap suhu ruangan, memberikan arahan kepada para pekerja untuk meminimalkan proses kesalahan sterilisasi (Ginting (2009) dan Parengkuan (2011)).
16
Contoh strategi preventif yang dilakukan pada usaha produksi sayuran organik adalah dengan melakukan pengendalian hama dan penyakit tanaman, adanya perlakuan pada saat pemanenan dan pengemasan, dan pengelolaan daerah perkebunan (Sembiring (2010)). Contoh strategi preventif yang dilakukan pada usaha produksi wortel dan bawang daun adalah dengan meningkatkan kualitas perawatan untuk menangani kondisi iklim dan cuaca yang sulit diprediksi, menerapkan pengendalian hama secara terpadu (PHT), meningkatkan kesuburan lahan dengan cara pemupukan yang tetap dan merotasikan pola tanam, menggunaan variabel input yang sesuai menurut SOP, dan meningkatkan pengembangan sumberdaya manusia (Jamilah (2010)). Pada pengusahaan bunga, contoh strategi preventif yang dapat dilakukan adalah dengan menaikkan kuantitas bibit yang ditanam untuk mengantisipasi mortalitas bibit yang mungkin terjadi, mengatur frekuensi penyiraman air beserta pupuk untuk mengatasi perubahan suhu yang drastis, mencegah serangan hama dan penyakit tanaman yang dilakukan secara mekanis dan kimiawi, dan menerapkan pemeberian cahaya tambahan agar warna bunganya cerah dan seragam (Sianturi (2011)). Berbeda halnya juga dengan strategi preventif yang dapat dilakukan pada usaha pembenihan udang vannamei. Contoh strategi preventif yang dapat dilakukan pada usaha ini adalah dengan melakukan persiapan bak pemeliharaan, pemeliharaan induk, pemeliharaan larva, pengelolaan kualitas air, pengelolaan pakan, pemanenan dan pengepakan benur serta pelatihan sumber daya manusia serta dengan melakukan kontrak pembelian dengan pemasok pakan (Lestari (2009)). Pada usaha produksi ikan hias, contoh srategi preventif yang dapat dilakukan adalah dengan penerapan teknologi baru seperti teknologi suntik hormon agar mempercepat proses pematangan gonad ikan, dan meningkatkan manajemen perusahaan yang tepat dan terarah (Silaban (2011)). Pada usaha peternakan ayam broiler juga dapat diterapkan strategi preventif, contohnya adalah dengan memasang jaring kawat
pada seluruh bagian kandang untuk
mencegah serangan hama predator, memasang ventilasi bantuan untuk mempercepat sirkulasi udara, dan
dengan meningkatkan kedisplinan anak
kandang dalam menjaga saran prasarana seperti sumur sebagai sumber air minum serta menjaga perlakuan yang bersifat operasional agar tetap steril dan melakukan
17
penyemprotan
menggunakan
insectysida
untuk
menghindari
bertumbuh
kembangnya kutu dan parasit lainnya pada ayam broiler. Selain strategi preventif, ada juga yang disebut dengan strategi mitigasi. Ada beberapa strategi mitigasi yang dapat dilakukan, salah satunya adalah dengan melakukan diversifikasi yaitu dengan mengusahakan lebih dari satu komoditas. Selain strategi preventif, strategi mitigasi dengan diversifikasi juga telah dilakukan oleh beberapa perusahaan, seperti usaha sayuran organik pada The Pinewood Organic Farm di Kabupaten Bogor, Jawa Barat (Sembiring (2010)), usaha wortel dan bawang daun di Kawasan Agropolitan Cianjur, Jawa Barat (Jamilah (2010)), usaha bunga pada PT. Saung Mirwan Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat (Sianturi (2011)), dan usaha ikan hias pada PT Taufan Fish Farm di Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat (Silaban (2011)). Diversifikasi dilakukan untuk meminimalisir risiko yang dihadapi. Berdasarkan contoh strategi preventif dan strategi mitigasi yang telah diuraikan di atas, maka dapat dilihat bahwa strategi-strategi yang dilakukan oleh setiap perusahaan adalah berbeda sesuai dengan karakteristik usaha dan sumbersumber risiko yang dihadapi. Sebagian dari strategi preventif yang telah dilakukan oleh perusahaan-perusahan di atas, sama dengan strategi preventif yang dilakukan oleh Rimba Jaya Mushroom dalam penelitian ini.
18
III. 3.1.
KERANGKA PEMIKIRAN
Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis dalam penelitian ini menjelaskan teori-teori
yang relevan dengan permasalahan penelitian, yaitu mengenai konsep risiko dan teori lainnya yang berkaitan dengan risiko. Teori-teori tersebut akan dijelaskan sebagai berikut. 3.1.1. Konsep Risiko dan Ketidakpastian Istilah risiko dan ketidakpastian secara teoritis mempunyai pengertian yang berbeda, meskipun seringkali kedua istilah tersebut digunakan secara bersama-sama. Dari beberapa sumber yang berbeda telah menyebutkan pengertian risiko dan ketidakpastian. Walaupun sumbernya berbeda, namun beberapa sumber tersebut menyebutkan makna atau pengertian risiko dan ketidakpastian yang sama. Risiko adalah peluang terhadap suatu kejadian yang dapat diketahui oleh pelaku bisnis dan tingkat peluangnya terukur secara kuantitatif. Sedangkan ketidakpastian adalah kondisi dimana peluang kejadian tidak dapat diketahui dan tingkat peluangnya tidak dapat diukur secara kuantitatif (Hardaker (1997), Robison dan Barry (1987), Debertin (1986), dan Djohanputro (2008)). Risiko sangat erat kaitannya dengan ketidakpastiaan, tetapi kedua hal tersebut memiliki makna yang berbeda. Seperti yang dikemukakan oleh Harwood, et al., (1999), bahwa risiko dan ketidakpastian menunjukkan kemungkinan kejadian yang menimbulkan kerugian bagi pelaku bisnis yang mengalaminya. Hal ini juga didukung oleh pernyataan dari Muslich (2007), yang menyatakan bahwa secara umum risiko dapat diartikan dalam berbagai cara, namun pengertian risiko yang paling umum adalah seluruh hal yang dapat mengakibatkan kerugian bagi perusahaan. Muslich (2007) juga menyatakan bahwa risiko yang dapat mencakup semua risiko selain risiko pasar dan risiko kredit adalah risiko operasional, dimana risiko operasional disebabkan oleh kegagalan proses internal perusahaan, kesalahan sumberdaya manusia, kegagalan sistem, kerugian yang disebabkan kejadian dari luar perusahaan, dan kerugian karena pelanggaran peraturan dan hukum yang berlaku . 19
Demikian juga dengan pernyataan dari Kountur (2006), yang menyatakan bahwa risiko itu terdiri dari tiga unsur penting, yaitu kejadian, kemungkinan, dan akibat. Risiko itu berhubungan dengan suatu kejadian, dimana kejadian tersebut memiliki kemungkinan untuk terjadi atau tidak terjadi, dan jika terjadi ada akibat berupa kerugian yang ditimbulkan. Gambaran mengenai risiko dan ketidakpastian dapat dilihat dalam suatu kontinum seperti Gambar 1.
Peluang dan Hasil diketahui Peluang dan Hasil diketahui
RISKY EVENTS
Peluang dan Hasil tidak diketahui Peluang dan Hasil tidak diketahui
UNCERTAIN EVENTS
Gambar 1. Risk- Uncertainty Continuum Sumber : Debertin, 1986
Pada Gambar 1 menunjukkan bahwa pada kontinum sebelah kiri menggambarkan kejadian yang berisiko dimana peluang dan hasil dari suatu kejadian dapat diketahui oleh pengambil keputusan. Di sisi lain pada kontinum yang terletak sebelah kanan yang menggambarkan kejadian ketidakpastian dimana peluang dan hasil dari suatu kejadian tidak diketahui oleh pengambil keputusan. Pada gambar tersebut menunjukkan bahwa kontinum bergerak dari titik awal yang di sebelah kiri (risky events) ke arah sebelah kanan (uncertain events). Ini artinya jika kontinum mengarah semakin ke kanan, maka peluang kejadian tersebut makin sulit diketahui dan diukur secara kuantitatif sehingga akan masuk ke dalam kejadian ketidakpastian. Beberapa kejadian seperti pada bisnis usahatani dapat terletak antara dua kutub yang berlawanan yaitu risiko dan ketidakpastian. Dengan kata lain pada kegiatan usahatani, sebagian besar kejadian terletak di tengah-tengah kontinum, yang artinya beberapa peluang kejadian dapat diketahui (seperti kejadian adanya hama dan penyakit, musim kemarau, musim hujan) dan beberapa peluang kejadian tidak dapat diketahui (seperti kejadian bencana gempa dan banjir).
20
Seperti
yang telah dikemukakan sebelumnya bahwa risiko dan
ketidakpastian menunjukkan kemungkinan kejadian yang menimbulkan kerugian bagi pelaku bisnis yang mengalaminya. Debertin (1986) juga mengungkapkan bahwa risiko dan ketidakpastian sangat sulit untuk ditangani karena hasil dan probabilitas yang terkait dengan setiap kejadian tidak dapat diketahui dengan pasti atau sulit untuk diprediksi. Terkait dengan hal itu, Debertin (1986) mengungkapan bahwa perlu adanya asuransi jelas dalam suatu usaha sebagai alternatif untuk menangani risiko. 3.1.2. Sumber-Sumber Risiko Risiko merupakan hal yang tidak akan pernah dapat dihindari pada suatu kegiatan/aktivitas usahatani dan apabila risiko terjadi maka akan menimbulkan kerugian. Suatu perusahaan harus mampu mendefinisikan risiko-risiko apa saja yang dihadapi sebelum membuat strategi untuk mengendalikan risiko tersebut. Oleh karena itu, perusahaan harus mampu mengidentifikasi sumber-sumber yang menimbulkan risiko. Ada beberapa sumber risko yang terdapat pada pertanian (Harwood et al. (1999)), meliputi: 1. Risiko produksi (Yield Risk) Merupakan kegagalan yang terjadi dalam proses budidaya atau dalam proses memproduksi suatu komoditas yang diakibatkan oleh faktor-faktor yang tidak dapat dikendalikan oleh perusahaan. Contohnya berhubungan dengan keadaan alam seperti kelembapan kumbung, perubahan suhu di dalam kumbung, serta serangan hama dan penyakit yang tidak terkontrol. Penerapan teknologi yang tepat merupakan salah satu tindakan yang tepat untuk meminimalisir dampak negatif yang dapat ditimbulkan. Contohnya adalah pemasangan teknologi pengukur suhu di dalam kumbung, sehingga suhu dapat diketahui setiap saat pada kumbung. 2. Risiko pasar (Market Risk) Merupakan risiko yang terjadi akibat dari tidak stabilnya harga komoditi yang dihasilkan dari usaha dan harga sumber daya atau input yang digunakan untuk menghasilkan komoditi tersebut (fluktuasi harga output dan input). Namun, selain itu risiko pasar juga dipengaruhi oleh penurunan permintaan terhadap 21
output perusahaan, mutu produk yang tidak sesuai, persaingan antar sesama produsen, kegagalan strategi pemasaran, kelemahan daya tawar perusahaan dibandingkan dengan pembeli. Pada akhirnya risiko harga tersebut akan berpengaruh pada pendapatan yang diperoleh petani. Dari beberapa sumber tersebut saat ini risiko yang paling utama dihadapi oleh Perusahaan Rimba Jaya Mushroom (RJM) dalam pengusahaannya adalah risiko produksi. Keberhasilan usaha jamur tidak terlepas dari kegiatan produksi yang baik. Kegiatan produksi jamur memerlukan penggunaan input yang tepat, teknologi, keterampilan tenaga kerja yang menjadi faktor utama dan penentu keberhasilan usaha jamur tersebut. Risiko produksi tersebut perlu mendapatkan penanganan dan perhatian lebih intensif dengan berbagai strategi penanganan yang tepat agar perusahaan tidak mengalami kerugian. Kemudian Kountur (2008) juga mengemukakan bahwa ada beberapa kategori risiko. Kategori risiko tersebut tergantung dari sudut pandang mana melihatnya. Risiko dapat dilihat dari beberapa sudut pandang, yaitu risiko dari sudut pandang penyebab timbulnya risiko, risiko dari sudut pandang akibat yang ditimbulkan, risiko dari sudut pandang aktivitas yang dilakukan, dan risiko dari sudut pandang kejadian yang terjadi, yaitu: a. Risiko dari sudut Pandang Penyebab Berdasarkan sudut pandang penyebab kejadian, risiko dapat dibedakan kedalam risiko keuangan dan risiko operasional. Risiko keuangan disebabkan oleh faktor-faktor keuangan seperti perubahan harga input maupun output, tingkat bunga dan mata uang asing. Risiko operasional disebabkan oleh faktor-faktor nonkeuangan seperti manusia, teknologi dan keadaan suhu kumbung. b. Risiko dari Sudut Pandang Akibat Dilihat dari sudut pandang akibat yang ditimbulkan terdapat dua kategori risiko yakni risiko murni dan risiko spekulatif. Risiko murni merupakan risiko yang mengakibatkan sesuatu yang merugikan dan tidak memungkinkan adanya keuntungan. Risiko spekulatif adalah risiko yang memungkinkan untuk menimbulkan suatu kerugian atau menimbulkan keuntungan. c. Risiko dari Sudut Pandang Aktivitas
22
Kountur (2008) menyebutkan bahwa segala aktivitas dapat menimbulkan berbagai macam risiko misalnya aktivitas pelaksanaan proses sterilisasi baglog yang dikenal dengan risiko sterilisasi log. Banyaknya risiko dari sudut pandang aktivitas sebanyak jumlah aktivitas yang ada. d. Risiko dari Sudut Pandang Kejadian Risiko yang dinyatakan berdasarkan kejadian merupakan pernyataan risiko yang paling baik, misalnya terjadi serangan hama terhadap baglog di kumbung inkubasi, maka risiko yang terjadi adalah risiko hama di inkubasi. Setiap kegiatan dalam suatu usaha pasti mengandung risiko dalam pengusahaanya dan risiko tersebut tentunya akan memberikan dampak kerugian bagi perusahaan. Jenis-Jenis risikonya tergantung dari jenis usahanya juga, sehingga dalam menentukan strategi untuk menangani risiko yang ada, maka harus terlebih dahulu diketahui jenis risikonya. Dalam bidang agribisnis, risiko yang dapat terjadi pada kegiatan usahatani adalah risiko selama proses produksi berlangsung dan risiko terhadap harga jual. Namun, pada perusahaan Rimba Jaya Mushroom harga relatif stabil, sehingga risiko yang paling utama dihadapi oleh usaha ini adalah risiko produksi. Risiko produksi antara lain disebabkan serangan hama, input, dan faktor kesalahan tenaga kerja. Akibat risiko produksi tersebut terjadi penurunan kualitas serta kuantitas hasil panen. Sedangkan risiko harga disebabkan oleh fluktuasi harga input dan harga output yang dipengaruhi tingkat inflasi serta kondisi permintaan dan penawaran produk. 3.1.3. Penilaian Risiko Penilaian risiko didasarkan pada pengukuran penyimpangan (deviation) terhadap return yang diharapkan. Untuk menentukan banyaknya kejadian yang dianggap berisiko dapat menggunakan konsep perhitungan peluang. Hasil dari perhitungan peluang ini akan menunjukkan seberapa sering perusahaan menghadapi periode atau hasil yang sesuai dengan harapan, melebihi harapan dan tidak sesuai dengan harapan. Pengukuran risiko dapat menggunakan nilai varian (variance), standar baku (standard deviation), dan koefisien variasi (coefficient variation) (Elton dan Gruber 1995). Ketiga alat ukur penilaian risiko ini saling berkaitan satu sama lain dengan nilai varian sebagai dasar perhitungan untuk pengukuran lainnya. Standar 23
baku merupakan akar kuadrat dari perhitungan nilai varian sedangkan koefisien variasi merupakan rasio antara nilai standar baku dengan nilai expected return. Expected return merupakan nilai atau hasil yang diharapkan oleh pengusaha atau pelaku usaha. Expected return dapat berbentuk jumlah produksi, jumlah penjualan dan penerimaan atau pendapatan. Alat penilaian risiko dengan model varian dan standar baku sering sekali dianggap kurang tepat apabila dibandingkan dengan penerimaan (return). Varian dan standar baku hanya menunjukkan nilai risiko secara absolut. Khususnya apabila dikaitkan dengan proses pengambilan keputusan dalam manajemen perusahaan, model perhitungan dengan varian dan standar baku tidak cukup. Untuk mengatasi hal itu model perhitungan dengan menggunakan koefisien variasi merupakan model yang paling sesuai. Koefisien variasi sudah memperhitungkan antara nilai risiko yang dihadapi sebuah perusahaan dan perbandingannya dengan setiap satu satuan penerimaan (return) yang diperoleh oleh perusahaan. 3.1.4. Strategi Pengelolaan Risiko Strategi pengelolaan risiko merupakan langkah-langkah yang ditujukan untuk mengurangi tingkat kerugian dari suatu kondisi yang dianggap berisiko. Penanganan risiko dapat dimasukkan ke dalam fungsi-fungsi manajemen, sehingga fungsi-fungsi manajemen yang dikenal dengan planning, organizing, actuating dan controlling (POAC) bertambah satu, yaitu fungsi penanganan risiko (Kountur, 2008). Menurut Kountur (2008) Strategi penanganan risiko dapat dibedakan menjadi dua, yaitu strategi preventif dan strategi mitigasi. 1. Strategi Preventif Preventif dilakukan untuk menghindari terjadinya risiko. Strategi ini dilakukan apabila probabilitas risiko besar. Strategi preventif dapat dilakukan dengan beberapa cara, diantaranya : a. Membuat atau memperbaiki sistem dan prosedur b. Mengembangkan sumberdaya manusia, dan c. Memasang atau memperbaiki fasilitas fisik
24
2. Strategi Mitigasi Mitigasi adalah strategi penanganan risiko yang dimaksud untuk memperkecil dampak yang ditimbulkan dari risiko. Strategi mitigasi dilakukan untuk menangani risiko yang memiliki dampak yang sangat besar. Menurut Kountur (2008), ada beberapa cara yang termasuk ke dalam strategi mitigasi, yaitu diversifikasi, penggabungan, dan pengalihan risiko. Seperti yang dikemukakan oleh Kountur (2008) di atas, bahwa terdapat beberapa alternatif strategi penanganan risiko dalam suatu usaha. Salah satu penanganan risiko yang digunakan oleh pihak Rimba Jaya Mushroom adalah strategi preventif yang dilakukan untuk menghindari terjadinya risiko. Strategi ini dilakukan apabila probabilitas risikonya besar. 3.2.
Kerangka Pemikiran Operasional Perusahaan Rimba Jaya Mushroom (RJM) merupakan perusahaan
pertanian yang bergerak di bidang budidaya jamur tiram putih. Rimba Jaya Mushroom (RJM) menghadapi risiko dalam menjalankan usahanya, terutama dalam kegiatan produksi. Sumber-sumber yang menjadi faktor penyebab terjadinya risiko produksi dalam budidaya jamur tersebut, antara lain bahan baku serbuk kayu yang kasar, pencampuran bahan baku tidak merata, baglog kurang padat, pengikatan plastik media tanam longgar, kematangan baglog tidak sempurna, peralatan, tempat, dan tenaga kerja tidak higienis, kesalahan penyusunan baglog ke rak-rak kumbung inkubasi, dan serangan hama di kumbung inkubasi dan kumbung pertumbuhan. Kerugian akibat risiko produksi yang dialami adalah jumlah produksi yang rendah dan kualitas hasil panen juga menurun. Terjadinya penurunan kualitas dan kuantitas hasil panen jamur tiram putih akibat risiko yang terjadi berdampak terhadap pendapatan yang diterima oleh pihak Rimba Jaya Mushroom. Dalam hal ini perlu adanya upaya untuk mengatasi risiko produksi. Risiko produksi yang dihadapi oleh pengusaha jamur tiram putih ini dapat dianalisis sumber-sumbernya. Sumber-sumber risiko yang terjadi pada usahatani jamur tiram putih dianalisis menggunakan analisis kualitatif dan dapat dilihat sumber risiko yang menimbulkan nilai kerugian terbesar sampai terkecil pada
25
usaha Rimba Jaya Mushroom. Setelah mengidentifikasi sumber-sumber risiko yang terdapat pada setiap tahapan proses produksi jamur tiram putih di Rimba Jaya Mushroom, maka dapat juga diketahui bagaimana upaya perusahaan ini untuk mengantisipasi setiap risiko yang terjadi karena perusahaan ini merupakan salah satu perusahaan jamur tiram putih yang berhasil. Untuk lebih jelasnya, alur pemikiran operasional dapat dilihat pada Gambar 2.
Usaha Rimba Jaya Mushroom
Risiko Produksi Jamur Tiram Putih
Identifikasi sumber-sumber risiko dengan pendekatan kualitatif
-
Sumber Risiko: Bahan Baku Serbuk Kayu yang Kasar Pencampuran Bahan Baku tidak Merata Baglog Kurang Padat Pengikatan Plastik Media Tanam Longgar Kematangan Baglog tidak Sempurna Peralatan, Tempat, dan Tenaga Kerja tidak Higienis Kesalahan Penyusunan Baglog ke Rak-Rak Kumbung Inkubasi Serangan Hama di Kumbung Inkubasi Serangan Hama di Kumbung Pertumbuhan
Penilaian Sumber-Sumber Risiko: Berdasarkan Nilai Kerugian yang Ditimbulkan oleh Masing-Masing Sumber Risiko.
Upaya Untuk Mengantisipasi Setiap Risiko
Gambar 2. Kerangka Pemikiran Operasional 26
IV.
4.1.
METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada Perusahaan Rimba Jaya Mushroom (RJM)
yang berlokasi di Jl. Raya Puncak Gadog Pandansari RT 01/04 Ciawi-Bogor. Pemilihan lokasi dilakukan dengan sengaja (purposive) yang didasarkan pada pertimbangan bahwa daerah tersebut merupakan salah satu daerah sentra produksi jamur tiram putih di Provinsi Jawa Barat, serta adanya ketersediaan data yang akan dapat menjawab kebutuhan dalam penelitian yang akan dilaksanakan. Perusahaan Rimba Jaya Mushroom merupakan perusahaan yang cukup berhasil dalam menjalankan usahanya dan menjadi perusahaan jamur yang terbesar di Bogor untuk ukuran usaha perorangan. Penelitian yang berlangsung meliputi pengumpulan data untuk keperluan pengolahan data. Pengumpulan data pada Perusahaan Rimba Jaya Mushroom berlangsung pada bulan Juni–Juli 2012. 4.2.
Jenis dan Sumber Data Berdasarkan bentuk dan sifatnya, data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah data kuantitatif dan data kualitatif. Data kualitatif merupakan data yang bentuknya berupa keterangan dan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan penelitian yang bukan angka (non numerik) berupa keterangan-keterangan mengenai perkembangan usaha jamur tiram putih, kondisi usahanya, peralatan yang digunakan, teknis pelaksanaan kegiatan usaha, identifikasi sumber-sumber risiko produksi pada usaha jamur tiram putih, dan upaya perusahaan untuk mengatasi risiko pada setiap tahapan proses produksi jamur tiram putih. Berbeda dengan data kuantitatif, dalam data kuantitatif bentuknya merupakan fakta dan informasi tentang usaha jamur yang sudah disusun dan lebih terukur. Data kuantitatif ini terdiri dari informasi tentang jumlah produksi jamur tiram putih setiap hari dari bulan Januari-September 2012, jumlah kerusakan baglog akibat sumber-sumber risiko pada setiap tahapan proses produksi jamur tiram putih, jumlah bahan baku yang digunakan untuk sekali pengadukan, harga jual, dan semua keterangan yang berupa angka. 27
Berdasarkan sumbernya, data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer merupakan data yang diperoleh langsung dari sumber atau objek penelitian, melalui wawancara langsung dengan pengusahanya dan melalui pengamatan langsung untuk mengetahui kondisi fisik usaha, pengidentifikasian sumber risiko pada setiap tahapan proses produksi jamur tiram putih serta upaya yang dilakukan perusahaan untuk mengantisipasi terjadinya risiko. Data sekunder adalah jenis data yang sudah diterbitkan, berupa konsep mengenai risiko dan pengelolaannya serta literatur tentang jamur yang diperoleh dari buku, artikel, skripsi, jurnal, dan publikasi lainnya. Beberapa data sekunder yang dapat dipergunakan untuk membantu dalam penulisan skripsi ini berupa nilai PDB hortikultura Indonesia, produksi tanaman sayuran di Indonesia, rata-rata permintaan ekspor jamur Indonesia, perkembangan luas panen dan produksi jamur di Indonesia, dan daerah sentra tanaman jamur di beberapa provinsi yang diperoleh dari Buku Saku Data Hortikultura Direktorat Jenderal Hortikultura dan Badan Pusat Statistik melalui situs resminya. Hal ini dimaksudkan untuk mendukung penelitian agar lebih jelas dan spesifik. 4.3.
Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan dengan beberapa
cara, yaitu: 1. Wawancara yang digunakan untuk memperoleh data yang sesuai dengan
kondisi yang sebenarnya terjadi dan untuk menggali informasi yang lebih mendalam. Wawancara dilakukan dengan mengadakan tanya jawab dengan pemilik usaha dan karyawan perusahaan tentang gambaran umum perusahaan, sumber-sumber risiko yang terjadi pada proses produksi jamur tiram putih, dan upaya yang dilakukan oleh perusahaan untuk mengantisipasi setiap risiko. 2. Observasi atau pengamatan yang digunakan untuk melihat dan mengamati
objek secara langsung terhadap hal-hal yang berhubungan dengan penelitian. Observasi dilakukan langsung pada lokasi usaha budidaya tanaman jamur tiram putih yaitu di Rimba Jaya Mushroom untuk
28
mengamati proses budidaya jamur tiram putih dan setiap risiko yang terjadi. Pengamatan dilakukan selama bulan Juni-Juli 2012. 3. Membaca dan melakukan pencatatan semua data yang dibutuhkan dalam
penelitian, seperti hasil produksi jamur tiram putih setiap hari dari bulan Januari-September 2012, harga jual jamur tiram putih dari bulan JanuariSeptember 2012, dan jumlah baglog yang terkena risiko selama bulan Juni 2012. 4.4.
Metode Pengolahan dan Analisis Data Semua data yang dikumpulkan dalam penelitian ini akan diolah dan
dianalisis melalui beberapa metode pengolahan data yang dikelompokkan ke dalam dua jenis metode, yaitu: metode analisis kualitatif dan metode analisis kuantitatif. 4.4.1. Analisis Kualitatif Analisis kualitatif dilakukan untuk menggambarkan keadaan umum perusahaan Rimba Jaya Mushroom, mengidentifikasi sumber-sumber risiko pada setiap tahapan proses produksi jamur tiram putih dan menganalisis upaya yang dilakukan oleh perusahaan untuk mengantisipasi risiko pada setiap tahapan proses produksi jamur tiram putih di Rimba Jaya Mushroom. Metode analisis kualitatif dilakukan dengan cara observasi dan wawancara dengan pemilik usaha ataupun karyawan dari perusahaan Rimba Jaya Mushroom. 4.4.2. Analisis Kuantitatif Analisis kuantitatif yang digunakan dalam penelitian ini untuk menilai sumber-sumber risiko produksi jamur tiram putih berdasarkan nilai kerugian yang ditimbulkan oleh masing-masing sumber risiko. Sumber-sumber risiko yang telah diidentifikasi menggunakan analisis kualitatif dapat diukur tingkatannya berdasarkan besar kecilnya nilai kerugian yang ditimbulkan oleh masing-masing sumber risiko. Hal ini dilakukan untuk melihat sumber-sumber risiko yang menimbulkan nilai kerugian terbesar sampai terkecil pada usaha Rimba Jaya Mushroom. Penilaian ini akan dilakukan pada setiap sumber-sumber risiko yang ada pada setiap tahapan proses produksi jamur tiram putih di Rimba Jaya
29
Mushroom berdasarkan pengalaman pengusaha dalam menjalankan usahanya per hari selama bulan Juni 2012. Jadi, nilai kerugian yang ditimbulkan oleh masingmasing sumber risiko pada setiap tahapan proses produksi akan dihitung berdasarkan jumlah baglog atau hasil jamurnya yang rusak. Kemudian dari nilai kerugian yang ditimbulkan oleh masing-masing sumber risiko tersebut, maka dapat dilihat tingkatan sumber risiko dan dapat dilihat juga sumber risiko mana yang menimbulkan nilai kerugian yang paling besar bagi usaha Rimba Jaya Mushroom.
30
V. GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN Pada bab ini akan diuraikan mengenai keadaan umum tempat penelitian yaitu Rimba Jaya Mushroom. Data mengenai keadaan umum Rimba Jaya Mushroom diperoleh dari hasil wawancara, pengamatan, dan data sekunder Rimba Jaya Mushroom. Data tersebut dipergunakan untuk memberikan sejarah, perkembangan dan gambaran umum mengenai tempat penelitian.
5.1.
Sejarah dan Perkembangan Perusahaan Rimba Jaya Mushroom adalah perusahaan perseorangan yang bergerak di
bidang agribisnis, khususnya dalam budidaya tanaman jamur tiram putih. Rimba Jaya Mushroom berada di Desa Pandansari, Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Rimba Jaya Mushroom didirikan oleh Bapak H. Achmad Salim pada tanggal 2 Februari 2003. Pemberian nama Rimba Jaya Mushroom mempunyai makna tersendiri bagi Bapak H. Achmad. Kata “Rimba” diambil dari nama perusahaan kayu milik keluarga Bapak H. Achmad di Pontianak, Kalimantan Barat, sedangkan “Jaya Mushroom” mempunyai makna agar perusahaan jamur miliknya dapat terus jaya atau maju. Sebelum mengusahakan tanaman jamur tiram putih, Bapak H. Achmad menjalani hidup sebagai pengusaha kosmetik, parfum, dan pakaian. Menjalani hidup sebagai petani telah menjadi impiannya sejak dulu. Jamur menjadi pilihannya karena menurut Bapak H. Achmad bahwa jamur merupakan komoditas pertanian yang memiliki peluang bisnis yang baik. Pada awal berdirinya perusahaan ini, Bapak H. Achmad memiliki lahan seluas 1 Ha untuk membangun 8 kumbung rata-rata berukuran 12 m x 23 m serta dilengkapi rumah peristirahatan. Pada tahun 2004 perusahaan mengalami kegagalan budidaya karena baglog terkontaminasi lebih dari 100.000 baglog produksi sehingga kerugian mencapai ratusan juta rupiah. Kerugian yang terjadi disebabkan karena Bapak H. Achmad beserta tenaga kerjanya belum benar-benar mahir tentang budidaya jamur tiram putih, masih banyak hal yang perlu dipelajari tentang proses budidaya jamur tiram mulai dari pembibitan F0 hingga pembibitan F2. Selain karena kontaminasi besar-besaran, disebabkan juga oleh kumbang Cyllodes Bifacies yang
31
menyerang kumbung dan merusak hasil jamur andalannya. Walaupun demikian, Bapak H. Achmad tidak pernah berputus asa. Pengalaman pahit itu justru menjadi guru terbaik baginya. Bersama rekannya Bapak Bahril Ulum selalu berusaha mencari varietas jamur terbaik yang tahan lama dan menghasilkan produksi maksimal. Varietas yang dihasilkan yaitu grandmaster (hasil adaptasi tiram Cina, Thailand, dan India). Sejak awal tahun 2005 hingga saat ini, perusahaan mengalami perkembangan, hal ini terlihat dari peningkatan jumlah kumbung, jumlah tenaga kerja, jumlah produksi, reinvestasi berbagai peralatan dan perluasan pasar. Saat ini Rimba Jaya Mushrom mampu menyerap 120 tenaga kerja. Untuk visi dan misi Rimba Jaya Mushroom saat ini tidak memiliki secara tertulis, tetapi Rimba Jaya Mushroom memiliki tujuan yaitu menjadi perusahaan jamur yang terbesar di Kabupaten Bogor bahkan di Jawa Barat.
5.2.
Struktur Organisasi Perusahaan Struktur organisasi merupakan suatu rangkaian atau bagian sistematis yang
menggambarkan pembagian tugas, wewenang dan tanggung jawab antara orangorang yang menduduki suatu fungsi atau jabatan tertentu yang terdapat dalam suatu organisasi. Struktur organisasi perusahaan Rimba Jaya Mushroom masih bersifat sederhana. Pemilik berperan sebagai direktur sebagai pemegang kekuasaan dan pengambil keputusan perusahaan. Direktur dibantu oleh beberapa manajer dan penanggung jawab yang masing-masing memiliki tanggung jawab di bidang yang berbeda. Struktur organisasi Rimba Jaya Mushroom dapat dilihat pada Lampiran 3. Masing-masing bagian hierarki struktur organisasi tersebut memiliki job description yang telah ditentukan dan harus memiliki tanggung jawab atas pekerjaan tersebut agar tujuan perusahaan dapat tercapai. Adapun job descriptions dari setiap bagian hierarki struktur organisasi Rimba Jaya Mushroom adalah sebagai berikut: a. Direktur Berwewenang dan bertanggung jawab untuk menentukan dan mengontrol jalannya perusahaan. b. Manajer Produksi 1
32
Melakukan usaha pembibitan master yang akan dibiakkan untuk bibit F1 dan F2 dan mengevaluasi semua kegiatan dalam usaha pembibitan dalam perusahaan. c. Manajer Produksi 2 Mengawasi usaha budidaya jamur dalam perusahaan meliputi pengomposan, pencampuran bahan baku, pembuatan media tanam, sterilisasi, inokulasi, inkubasi, pertumbuhan, panen, keluar masuknya log, dan membagikan gaji tenaga kerja di bagian budidaya jamur tiram. d. Manajer Pemasaran & Keuangan Mengelola pemasaran jamur tiram putih dan mengelola laporan keuangan perusahaan dengan mengunakan sistem pembukuan sederhana. e. Penanggung jawab bibit Membantu tugas manajer produksi satu dalam usaha pembibitan seperti mencatat hasil produksi bibit, mencatat jumlah bibit yang terjual, dan membagikan gaji tenaga kerja di bagian pembibitan untuk dilaporkan kepada manajer produksi satu. f. Sekertaris Membantu tugas manajer pemasaran & keuangan seperti mencatat hasil jamur yang diperoleh, mencatat pengeluaran, dan mencatat penerimaan dari hasil penjualan bibit dan jamur. g. Penanggung Jawab Inokulasi Membantu tugas manajer produksi dua dengan bertanggung jawab penuh terhadap pelaksanaan inokulasi seperti menyediakan peralatan inokulasi, mengawasi pelaksanaan inokulasi, mencatat hasil inokulasi, dan mencatat dan membagikan gaji tenaga kerja dibagian inokulasi untuk dilaporkan kepada manajer produksi dua. h. Penanggung Jawab Panen Membantu tugas manajer produksi dua dalam kegiatan perawatan kumbung hingga panen, pengendalian mengatasi hama dan penyakit, menyiram baglog yang telah dipanen, mengawasi kegiatan panen seperti memetik jamur, membersihkan jamur dari serbuk dan akar jamur, dan mencatat hasil panen harian untuk dilaporkan kepada manajer produksi dua dan manajer pemasaran.
33
i. Penanggung Jawab Steam Membantu tugas manajer produksi dua dengan bertanggung jawab terhadap pelaksanaan steam baglog seperti menyediakan peralatan steam, merawat mesin steam, melakukan pengawasan pelaksanaan steam baglog, mencatat dan membagikan gaji tenaga kerja dibagian steam untuk dilaporkan kepada manajer produksi. 5.3.
Aspek Sumberdaya Perusahaan Sumber daya perusahaan adalah seluruh sumber daya atau aset yang
dimiliki perusahaan baik sumberdaya manusia maupun sumberdaya fisik. Sumber daya ini dimanfaatkan oleh perusahaan dalam menjalankan kegiatan usahanya. 5.3.1. Tenaga Kerja Sumberdaya manusia merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam menunjang kegiatan usaha Rimba Jaya Mushroom. Hal ini disebabkan sumberdaya manusia masih memegang peranan sangat penting dalam kegiatan perusahaan mulai dari persiapan produksi sampai pada kegiatan pemasaran. Maju atau mundurnya perusahaan sangat tergantung pada kemampuan sumberdaya yang dimiliki. Tenaga kerja pada Rimba Jaya Mushroom dibagi menjadi dua, yaitu bagian kantor dan bagian lapangan. Pembagian tersebut berdasarkan penempatan kerja, bagian kantor bertanggung jawab di bidang keuangan dan pemasaran sedangkan bagian lapangan bertanggung jawab di bidang produksi hingga panen. Rimba Jaya Mushroom memiliki tenaga kerja sekitar 120 orang yang terdiri dari tenaga kerja bulanan, harian, dan upahan. Tenaga kerja bulanan terdiri dari karyawan yang bekerja di kantor, manajer produksi, dan penanggung jawab sedangkan tenaga kerja harian dan upahan terdiri dari karyawan yang bekerja full di lapangan. Tenaga kerja di Rimba Jaya Mushroom adalah
penduduk di sekitar lokasi
perusahaan yang berlatar belakang pendidikan lulusan SD, SMP maupun SMA untuk direkrut menjadi tenaga kerja harian maupun upahan. Hal ini mengharuskan pihak perusahaan memberikan pengajaran/pelatihan kepada tenaga kerja untuk menambah pengetahuan mereka tentang proses produksi jamur tiram putih. Rimba Jaya Mushroom sebenarnya tidak mengutamakan pendidikan dari para karyawan
34
dan tenaga kerjanya, karena tujuan pemilik sendiri yaitu Bpk H. Achmad adalah membuka lapangan kerja baru dan merekrut tenaga kerja di daerah sekitar perusahaan sehingga masyarakat mempunyai pekerjaan dan penghasilan agar dapat menghidupi keluarganya. Tidak ada training khusus dari perusahaan apabila ada yang ingin bekerja, hanya pelatihan/pengajaran yang diajarkan oleh penanggung jawab setiap kegiatan produksi. Tenaga kerja di bagian kantor dan bagian panen bekerja setiap hari. Namun, tenaga kerja di bagian pembibitan dan produksi baglog memiliki hari libur, yaitu setiap hari minggu. Tetapi khusus untuk bagian inokulasi, libur setiap hari senin karena tidak ada baglog yang akan diinokulasi pada hari senin akibat liburnya bagian packing baglog setiap hari minggu. Sementara baglog yang sesuai untuk diinokulasi adalah baglog yang telah didinginkan selama satu hari setelah proses sterilisasi dilakukan. Jadi, pada hari minggu bagian inokulasi mengisi bibit ke baglog yang telah di sterilisasi pada hari sabtu. Sistem pemberian gaji/upah di Rimba Jaya Mushroom berbeda-beda untuk tiap karyawan. Pemberian gaji/upah tersebut didasarkan pada jabatan, lamanya bekerja, dan jenis pekerjaan yang dilakukan. Pemberian gaji bagi karyawan tetap (karyawan yang ada dalam hirarki struktur organisasi perusahaan) dilakukan rutin setiap bulan dengan jumlah yang telah ditentukan berdasarkan jabatan. Bagi karyawan harian, pemberian upah dilakukan setiap hari Sabtu berdasarkan jumlah hari kerja, sehingga apabila karyawan tidak masuk kerja maka akan mengurangi jumlah upah yang akan diterima. Sama halnya dengan karyawan upahan, dimana upah diterima pada hari Sabtu sesuai dengan jumlah kegiatan produksi yang dilakukan. Rimba Jaya Mushroom juga memberikan tunjangan kepada karyawan berupa tunjangan hari raya yang diberikan sekali setiap tahun. Rimba Jaya Mushroom juga menyediakan berbagai fasilitas seperti mushola, toilet, tempat parkir dan ruang ganti bagi karyawan yang bertujuan untuk memberikan kenyamanan kerja bagi karyawan.
5.3.2. Pemilikan Peralatan Sumberdaya fisik merupakan barang, sarana dan prasarana yang dimiliki oleh perusahaan dalam menjalankan seluruh kegiatannya mulai dari kegiatan
35
produksi hingga kegiatan pemasaran. Adapun Sumberdaya fisik yang dimiliki perusahaan Rimba Jaya Mushroom meliputi: 1.
Lahan Rimba Jaya Mushroom memiliki satu lahan seluas 1 ha yang dimanfaatkan
dalam usaha budidaya jamur tiram putih. Pada lahan tersebut terdapat bangunan rumah pemilik, kantor, serta ruangan-ruangan yang mendukung kegiatan produksi pembibitan F0, F1, dan F2. 2.
Bangunan Pada lahan yang dimiliki oleh Rimba Jaya Mushroom terdapat berbagai
ruangan yang mendukung aktivitas usaha pembibitan dan budidaya jamur tiram putih. Rimba Jaya Mushroom memiliki kantor berukuran 24 m2 yang berfungsi sebagai tempat menerima tamu dan kegiatan pengelolaan laporan keuangan. Perusahaan juga memiliki ruangan-ruangan yang mendukung aktivitas usaha pembibitan dan budidaya jamur tiram putih meliputi laboratorium, ruang persiapan, ruang inokulasi, ruang inkubasi, dan 5 kumbung budidaya. a. Laboratorium Laboratorium adalah tempat yang digunakan untuk pembibitan bibit kultur murni (F0). Rimba Jaya Mushroom memiliki ruangan berukuran 2 x 3m yang digunakan sebagai laboratorium. Pada laboratorium tersebut terdapat tempat penyimpanan bibit dan autoklaf. b. Ruang Persiapan Ruang persiapan merupakan ruang yang digunakan untuk mencampur bahan baku sampai dengan pengukusan (sterilisasi). Ruang tersebut terdiri dari ruang pengomposan, ruang pengadukan bahan baku, ruang packing baglog, dan ruang pengukusan (sterilisasi). Ruang pengomposan memiliki ukuran 3 x 3 m, tepat di sebelah ruang ini juga digunakan untuk menyimpan bahan baku. Ruang persiapan digunakan untuk aktivitas usaha produksi baglog mulai dari pengadukan media sampai kepada penyimpanan baglog ke dalam ruang inkubasi baglog. Pada perusahaan Rimba Jaya Mushroom, ruang pengadukan, ruang packing baglog, dan ruang pengukusan (sterilisasi) terdapat dalam satu ruangan yang sama. Ruangan tersebut memiliki ukuran 34 x 1m. Peralatan yang digunakan mulai dari proses pengadukan sampai
36
dengan pembuatan baglog siap budidaya (bibit produksi F2) disimpan dalam lemari penyimpanan yang terdapat di ruang pembuatan baglog siap budidaya (bibit produksi F2). Baglog siap budidaya (bibit produksi F2) yang sudah jadi, kemudian dikukus atau disterilisasi di dalam mesin steamer yang tiap mesin steamer berkapasitas 2.000 baglog. Mesin steamer untuk bibit (bibit induk F1) berkapasitas 1.200 botol bibit. Rimba Jaya Mushroom memiliki lima mesin steamer yang terdiri dari empat mesin steamer baglog siap budidaya (bibit produksi F2) dan satu mesin steamer bibit (bibit induk F1). b. Ruang Inokulasi Ruang Inokulasi digunakan untuk kegiatan memasukkan bibit ke dalam baglog. Bibit yang ada dalam botol dituangkan pada masing-masing baglog. Satu botol bibit dapat digunakan untuk sembilan baglog. Ruang inokulasi terbagi menjadi dua, yaitu ruang inokulasi bibit induk (F1) dan ruang inokulasi baglog siap budidaya (bibit produksi F2). Rimba Jaya Mushroom memiliki satu ruang inokulasi bibit induk (F1) dengan ukuran 2 x 5 m, serta empat ruang inokulasi log pertumbuhan (bibit produksi F2) masing-masing berukuran 10 x 6 m, 10 x 7 m, 10 x 8 m, dan 10 x 8 m. c. Ruang Inkubasi Ruang inkubasi adalah ruang yang digunakan untuk pertumbuhan miselium pada media tanam yang telah diinokulasi dengan suhu berkisar 23-28oC. Ruangan ini dilengkapi dengan rak-rak inkubasi untuk menyimpan media tanam yang telah diinokulasi sampai inkubasi dianggap berhasil jika tumbuh miselium yang berwarna putih merata di sekitar eksplan atau spora. Ruang inkubasi terbagi menjadi tiga, yaitu ruang inkubasi bibit murni (F0), ruang inkubasi bibit induk (F1), dan ruang inkubasi baglog siap budidaya (bibit produksi F2). Rimba Jaya Mushroom memiliki satu ruang inkubasi bibit murni (F0) berukuran 5 x 3 m, dua ruang inkubasi bibit induk (F1) dengan ukuran masing-masing 5 x 8 m dan 18 x 10 m, serta 10 ruang inkubasi baglog siap budidaya (bibit produksi F2) masingmasing berukuran 35 x 10 m, 25 x 10 m, 18 x 10 m, dan 20 x 10 m. d. Kumbung Budidaya (Ruang Pertumbuhan) Budidaya jamur tiram putih dalam pertumbuhannya memerlukan kumbung. Kumbung yaitu konstruksi bangunan khusus yang terbuat dari bambu
37
sebagai tempat untuk menyimpan pertumbuhan baglog. Kumbung yang baik dan sesuai dengan standar sangat mempengaruhi keoptimalan pertumbuhan jamur. Konstruksi bangunan menggunakan bilik dan bambu. Saat ini perusahaan Rimba Jaya Mushroom memiliki lima kumbung budidaya dengan kapasitas kumbung 30.000 baglog. Ukuran kumbung bervariasi seperti 10 x 15 m, 10 x 20 m, dan 10 x 30 m. 3.
Alat Transportasi Alat transportasi yang dimiliki oleh perusahaan terdiri dari empat mobil pick
up dan enam mobil truk. Alat transportasi ini digunakan untuk kegiatan pemasaran dan pencarian bahan baku yang digunakan untuk proses produksi jamur tiram putih. 4.
Peralatan Sarana dan prasarana yang menunjang kegiatan usaha ini juga sangat
diperlukan untuk menjaga kontinuitas suatu usaha. Rimba Jaya Mushroom memiliki sarana produksi, pemasaran, dan bagian kantor dalam mendukung usahanya. Kondisi peralatan yang dimiliki Rimba Jaya Mushroom sampai saat ini dapat dikatakan memadai dan layak untuk digunakan berdasarkan umur ekonomis tertentu. Sarana dan prasarana yang digunakan dalam kegiatan usaha pembibitan dan budidaya jamur tiram putih dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Sarana dan Prasarana pada Rimba Jaya Mushroom No. 1.
Bagian Pembuatan F0 (PDA)
Sarana dan Prasarana Gelas ukur 1/2 liter, tabung reaksi, autoklaf, spatula, masker, sapu injuk, meja, dan kursi 2. Pembibitan F1 Kursi, botol plastik, serok, botol saos, masker, sekop, keranjang, troli, dan sapu lidi 3. Proses produksi Sekop, gerobak, troli, serok, keranjang, botol plastik, sapu lidi, baglog kursi, dan ember 4. Sterilisasi Mesin steamer, selang tabung gas, tabung gas, sarung tangan, dan keranjang. 5. Pendinginan baglog Kipas angin dan lampu UV 6. Inokulasi Lampu UV, spatula, sapu injuk, sprayer, dan masker 7. Inkubasi Keranjang angkut, sapu lidi, sarung tangan, dan troli 8. Kumbung (growing) Pisau, selang air, asahan pisau, pengki, sapu lidi, keranjang, dan troli 9. Kantor Alat tulis kantor, meja, kursi, TV, dispenser, galon, jam dinding, sapu injuk, sapu lidi, telepon, lemari, dan timbangan Sumber : Rimba Jaya Mushroom (2012)
38
5.4.
Aspek Permodalan Sumber keuangan yang digunakan Rimba Jaya Mushroom berasal dari
pemilik usaha yaitu Bapak H. Achmad tanpa pinjaman dari bank maupun pihak lain. Seiring dengan perkembangan kebutuhan dan pembangunan produksi yang semakin meningkat maka kebutuhan modal budidaya jamur tiram ini
juga
semakin meningkat. Pihak pengelola Rimba Jaya Mushroom berusaha untuk tidak melakukan pinjaman ke pihak luar tetapi dengan sumber pembiayaan yang berasal dari keuntungan perusahaan diinvestasikan kembali ke dalam untuk membeli peralatan dan bahan baku yang dibutuhkan dalam usaha budidaya jamur tiram. Hal ini merupakan suatu kekuatan perusahaan, karena perusahaan sampai saat ini tidak memiliki masalah terhadap permodalan. Kegiatan pencatatan pembukuan baik pengeluaran maupun pemasukan perusahaan didata secara rutin setiap hari sehingga data keuangan perusahaan dapat tercatat dengan baik. Tenaga kerja bagian keuangan juga berkompetensi di bidang keuangan, teliti dan harus secara rutin melakukan report (laporan) tentang kegiatan dan kondisi keuangan kepada pemilik perusahaan. Transaksi pembayaran untuk kegiatan penjualan dan pembelian bahan baku dilakukan secara tunai.
5.5.
Unit Bisnis Rimba Jaya Mushroom merupakan perusahaan yang bergerak di bidang
pertanian, khususnya dalam budidaya tanaman jamur tiram putih segar, baglog (bibit produksi F2), dan bibit jamur tiram putih (bibit induk F1). Beberapa aspek yang akan diuraikan dalam deskripsi unit bisnis ini diantaranya adalah pengadaan bahan baku atau input, teknis dan teknologi produksi, serta pemasaran jamur tiram putih di Rimba Jaya Mushroom. 5.5.1. Pengadaan Bahan Baku Kegiatan budidaya jamur tiram putih ini akan berkesinambungan apabila pengadaan bahan baku dapat terpenuhi. Kegiatan produksi akan menghasilkan produk yang berkualitas apabila didukung oleh pengadaan bahan baku yang sesuai dan juga berkualitas. Rimba Jaya Mushroom menyediakan keseluruhan bahan baku yang menunjang kegiatan produksi sebelum kegiatan produksi dilakukan.
39
Bahan baku yang dibutuhkan untuk usaha budidaya jamur tiram putih dapat diperoleh dari daerah-daerah di Bogor, Bandung, Jakarta, Padang, dan Palembang. 1.
Bibit Perusahaan Rimba Jaya Mushroom membuat bibit sendiri yang biasa
disebut bibit master. Bibit master dibuat oleh Bapak Dadang di bagian produksi dan pembuatan bibit master ini dilakukan dalam laboraturium. Bibit master yaitu pembiakan tahap pertama dari induk jamur ke media agar menghasilkan kultur muni. Kultur murni inilah yang digunakan untuk menghasilkan biakan tahap kedua (F1) dan ketiga (F2). Produksi bibit di perusahaan dapat memperkecil pengeluaran dan menambah pendapatan perusahaan.
2.
Bahan Baku a. Serbuk Kayu Serbuk kayu merupakan bahan dasar dalam budidaya jamur tiram putih
karena serbuk kayu menjadi tempat tumbuh jamur yang dapat mengurai dan memanfaatkan komponen kayu sebagai sumber nutriennya. Ketersediaan serbuk kayu yang baik sangat menunjang terhadap cepatnya proses inkubasi. Kandungan yang terdapat dalam serbuk kayu sangat dibutuhkan bagi pertumbuhan jamur, kandungan yang terdapat antara lain: karbohidrat, lignin, dan serat. Serbuk kayu yang baik adalah serbuk yang tidak banyak mengandung getah, bersih, dan kering (tidak busuk). Serbuk kayu yang banyak mengandung getah akan menghambat terhadap proses pertumbuhan miselium. Sedangkan serbuk kayu yang basah atau busuk akan memicu tumbuhnya jamur-jamur liar yang tentunya akan mengganggu bahkan mengagalkan pertumbuhan miselia dan memicu terjadinya kontaminasi yang nantinya akan menimbulkan berbagai macam penyakit. Jenis kayu yang paling baik untuk dijadikan media adalah kayu albasia, karena jenis kayu ini tidak keras, tekstur yang dimiliki cukup lembut dan kayu ini tidak banyak mengandung getah. Untuk menjaga kontinuitas serbuk kayu, Rimba Jaya Mushroom memiliki pemasok tetap yaitu dari pabrik penggergajian kayu yang terdapat di daerah Leuwiliang, Cibadak, dan Sukabumi. Sampai saat ini perusahaan selalu mendapatkan serbuk kayu dari para pemasoknya. Serbuk kayu tersebut langsung
40
diambil oleh supir perusahaan ke Leuwiliang, Cibadak, dan Sukabumi. Serbuk kayu diperoleh dengan harga Rp 3.000,00 per karung. b. Dedak Dedak juga merupakan bahan baku yang sangat penting dalam proses budidaya jamur tiram putih karena dedak merupakan bagian untuk pertumbuhan dan perkembangan miselium yang secara tidak langsung juga menjadi “pemicu” pertumbuhan jamur. Dedak yang digunakan harus dedak yang masih baru dan tidak berbau ataupun busuk. Dedak yang baik adalah dedak bekatul, yaitu dedak yang lebih halus dan banyak mengandung menirnya. Rimba Jaya Mushroom memperoleh dedak dari seorang pemasok tetap yaitu Bapak John yang didatangkan langsung dari Banten, Padang, dan Palembang. Pemasok dedak langsung mengantarkan dedak ke tempat perusahaan. Dedak diperoleh dengan harga Rp 1.800,00-2.000,00 per kg. Perusahaan tidak mengalami kesulitan dalam pemenuhan kebutuhan dedak karena sudah bekerjasama dengan pemasok tetap yang sekaligus menjadi pemasok jagung halus. c. Jagung Halus Kegunaan jagung halus agar miselium lebih kuat dan jamur yang dihasilkan lebih kenyal. Rimba Jaya Mushroom memperoleh jagung halus dari pemasok yang sama dengan pemasok dedak, yaitu Bapak John yang didatangkan langsung dari Banten, Padang, dan Palembang. Jagung halus diperoleh dengan harga Rp 3.500,00 per kg. Perusahaan juga tidak mengalami kesulitan dalam pemenuhan kebutuhan jagung halus dan pihak pemasok yang langsung mendatangkan jagung halus ke tempat perusahaan. d. Kapur Kapur yang dimaksud disini adalah kapur yang telah mati (gamping) atau sering disebut juga kapur pertanian, yang apabila diberi air tidak lagi memuai atau panas. Kegunaan kapur untuk proses budidaya jamur tiram putih yaitu untuk mengatur pH substrat tanam agar mendekati netral atau basa sebagai sumber kalsium dan sumber mineral pada substrat tanam/media tanam. Kebutuhan kapur pada Rimba Jaya Mushroom diperoleh dari seorang pemasok tetap, yaitu Bapak H. Saefudin yang didatangkan langsung dari Bandung. Kapur diperoleh dengan harga Rp 4.000,00 per kg. Sama halnya dengan pemenuhan kebutuhan dedak dan
41
jagung halus, perusahaan juga tidak mengalami kesulitan dalam pemenuhan kebutuhan kapur karena sudah bekerjasama dengan pemasok tetap dan pihak pemasok yang langsung mendatangkan kapur ke tempat perusahaan. e. Air Ketersediaan air sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan miselium dan buah jamur karena jamur tiram putih memerlukan substrat tanam dengan kandungan air yang cukup banyak. Air juga digunakan dalam proses pencampuran antara serbuk kayu, dedak, jagung halus, kapur, pupuk urea, dan TSP. Rimba Jaya Mushroom tidak mengalami kesulitan untuk memenuhi kebutuhan air ataupun mengeluarkan biaya karena lokasi perusahaan berada dekat sungai sebagai sumber airnya. Pompa air (sanyo) adalah alat yang digunakan Rimba Jaya Mushroom untuk memompa air dari sungai untuk memenuhi kebutuhan air dalam proses produksi. Sebelum air tersebut digunakan, terlebih dahulu air digenangkan di sebuah bak agar kotoran air mengendap di bawah. f. Pupuk Urea dan TSP Pupuk urea dan TSP digunakan dalam proses produksi baglog siap budidaya (bibit produksi F2). Pupuk Urea dan TSP digunakaan pada saat proses pencampuran antara serbuk kayu, dedak, jagung halus, kapur, dan air. Terlebih dahulu pupuk Urea dan TSP dilarutkan ke dalam air sebelum dicampurkan dengan bahan baku lainnya. Selain bahan baku yang telah disebutkan di atas, ada beberapa bahan baku lainnya yang dibutuhkan untuk proses kegiatan produksi yang diperoleh dari pasar di daerah Jakarta seperti kantong plastik, kapas, alkohol, spirtus, tali rapia dan karet. Kantong plastik digunakan untuk tempat media tanam baglog siap budidaya yang berukuran 20 x 35 cm. Kantong plastik yang digunakan tidak terlalu tebal karena ketebalan plastik mempengaruhi pertumbuhan miselium. Plastik yang digunakan tidak mudah pecah dan mempunyai ketahanan terhadap panas 1000C. 5.5.2. Teknis Produksi Jamur Tiram Putih Kegiatan produksi jamur tiram putih pada Usaha Rimba Jaya Mushroom dapat berjalan dengan baik karena berbagai faktor yang mendukung, antara lain karena input yang dibutuhkan mudah diperoleh serta sarana transportasi yang memadai. Dalam kegiatan usahanya, Usaha Rimba Jaya Mushroom memiliki alur 42
proses produksi yang teratur. Alur proses produksi budidaya jamur tiram putih pada Usaha Rimba Jaya Mushroom dapat dilihat pada Lampiran 4. 1.
Persiapan Bahan Baku Persiapan bahan baku merupakan tahap awal dalam proses produksi jamur
tiram putih. Bahan baku yang digunakan yaitu serbuk kayu, kapur, dedak, air, pupuk Urea, dan TSP. Adapun takaran/ukuran serbuk kayu, dedak, kapur, jagung halus, pupuk Urea, dan TSP yang dibutuhkan untuk pembuatan sekitar 8.000 baglog adalah sebagai berikut (sekali pengadukan):
2.
- Serbuk gergaji
: 672 karung (1 karung = 15 kg)
- Dedak
: 1200 kg
- Jagung Halus
: 96 kg
- Kapur
: 32 karung (1 karung = 10 kg)
- Pupuk Urea
: 5 kg
- Pupuk TSP
: 4 kg
- Air
: 360 ember (1 ember= 5 kg)
Pembuatan Substrat/Media Tanam a.
Pencampuran/pengadukan bahan Sebelum mencampur semua bahan baku, terlebih dahulu dilakukan pengomposan. Pengomposan dilakukan dengan cara menimbun campuran serbuk gergaji dan kapur, dengan kurun waktu selama tiga hari. Pengomposan dilakukan 3 kali dalam satu minggu, yaitu pada hari Senin, Rabu, dan Jumat. Proses pengomposan yang baik ditandai dengan tingkat keasaman atau pH enam sampai tujuh. Setelah tiga hari, kompos tersebut sudah dapat dicampur dengan dedak, jagung halus, dan air. Bahan baku tersebut ditebar pada tempat yang disediakan lalu bahan tersebut dicampur secara manual dengan menggunakan sekop. Pupuk Urea dan TSP dilarutkan ke dalam air secukupnya. Pencampuran bahan tersebut harus merata, karena hal itu akan berdampak langsung pada pertumbuhan jamur. Setelah rata maka bahan tersebut diberi larutan pupuk Urea dan TSP, kemudian air secukupnya agar serbuk kayu lebih lunak dan bahannya menjadi lembab sehingga mudah dilarutkan. Pemberian air dilakukan dengan cara menyiramkan air ke seluruh bagian bahan sampai bahan
43
tersebut agak basah dan bisa dikepal. Pada proses pengomposan dan pencampuran/pengadukan bahan baku dilakukan oleh lima orang tenaga kerja
harian
pria.
Upah
untuk
sekali
pengomposan
dan
pencampuran/pengadukan bahan baku adalah Rp 60.000,00 untuk lima orang tenaga kerja. b. Pemasukan media ke dalam baglog (packing baglog) Pembuatan baglog dilakukan dengan cara manual yaitu media tanam dimasukkan ke dalam kantong plastik lalu dipadatkan. Serok digunakan untuk memasukkan media ke dalam kantong plastik , dan kantong plastik itu sendiri digunakan untuk pembungkus media tanam. Kantong plastik yang digunakan yaitu plastik yang tidak mudah rusak dan tahan panas (polypropylene) berukuran 20 x 35 cm. Setelah media dipadatkan, ujung plastik disatukan dan diikat dengan menggunakan talia rapia pada bagian leher plastik. Setelah selesai baglog tersebut lalu disusun ke dalam keranjang dan siap untuk disterilisasi. Setiap baglog adalah berukuran kurang lebih 1,7 kg. Pengisian media ke dalam plastik biasa dilakukan secara manual oleh 27 orang tenaga kerja upahan yang semuanya adalah wanita dan berasal dari daerah di sekitar perusahaan. Tenaga kerja wanita digunakan dalam proses packing baglog adalah karena pada umumnya wanita lebih teliti dalam melakukan packing baglog. Upah tenaga kerja pada proses packing baglog adalah berdasarkan jumlah baglog yang telah di-packing, yaitu Rp 40,00 per baglog. c. Sterilisasi Proses sterilisasi dilakukan agar media tanam (baglog) menjadi matang sehingga mudah diuraikan dan
untuk menghilangkan mikroorganisme
yang mengganggu pertumbuhan jamur. Baglog disterilisasi menggunakan mesin steamer. Rimba Jaya Mushroom memiliki 5 mesin steamer dan setiap satu mesin steamer menggunakan 4 kompor dan tabung gas berukuran 12 kg. Sterilisasi dilakukan pada suhu 80-1000C selama 12 jam. Setelah selesai disterilisasi maka baglog tersebut didinginkan di ruang inokulasi selama satu hari sebelum pengisian bibit F1 karena baglog yang panas tidak boleh langsung diisi bibit F1 karena akan dapat menyebabkan
44
bibit mati. Proses pengisian dan pengeluran baglog dari mesin steamer (bongkar pasang steamer) dilakukan oleh 4 orang tenaga kerja pria dengan upah Rp.18,00 per baglog. 3.
Inokulasi ( Pengisian Bibit) Proses
inokulasi
merupakan
proses
pengisian
bibit
ke
dalam
substrat/media tanam. Alat dan bahan yang digunakan untuk proses inokulasi yaitu bibit F1 siap pakai, spatula, karet, kapas, dan lakban. Agar inokulasi dapat berjalan dengan baik, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan pada saat melakukan kegiatan ini yaitu, antara lain : 1)
Kebersihan meliputi kebersihan alat, tempat dan sumberdaya manusia atau pelaksananya. Pada Rimba Jaya Mushroom ada satu orang tenaga kerja yang bertugas khusus untuk membersihkan keempat ruangan inokulasi.
2)
Kualitas bibit merupakan kunci keberhasilan dalam budidaya jamur tiram putih. Pada proses ini bibit yang digunakan berasal dari bibit yang dihasilkan sendiri oleh Rimba Jaya Mushroom.
3)
Teknik inokulasi dilakukan dengan cara pengisian bibit ke dalam media tanam. Media yang telah diisi bibit selanjutnya ditutup dengan menggunakan kapas yang sebelumnya telah disterilisasi lalu diikat dengan menggunakan karet. Penutupan media tanam dengan kapas dimaksudkan untuk pertumbuhan miselium jamur terjadi dengan baik, karena miselium jamur tumbuh dengan baik pada kondisi tidak terlalu banyak oksigen. Apabila penutupan dilakukan dengan rapat sekali, maka pertumbuhan miselium akan terhambat dan akan berakibat kurang baik dalam pembentukan tubuh buahnya. Inokulasi dilakukan di empat ruangan yang tertutup. Sebelum melakukan pengisian bibit, terlebih dahulu spatula dan tangan dari tenaga kerja diberi alkohol agar mikroorganisme lain tidak masuk ke dalam baglog pada saat pengisian bibit dilakukan. Pengisian ini harus dilakukan dengan teliti dan cepat. Setiap pengisisan bibit dalam satu baglog telah dilakukan, maka botol bibit F1 dan baglog yang telah diisi bibit segera ditutup kembali agar mikroorganisme lain tidak sempat masuk ke dalam baglog yang telah
45
diisi bibit. Proses inokulasi dilakukan oleh 20 tenaga kerja pria dan wanita dengan upah yang diterima yaitu Rp 45,00 per baglog. 4.
Inkubasi Baglog yang telah diiisi bibit pada ruang inokulasi kemudian disusun pada
rak-rak yang ada pada ruang inkubasi. Tahap inkubasi adalah tahap pertumbuhan miselium jamur. Inkubasi dilakukan dengan cara menyimpan media yang telah diisi dengan bibit pada kondisi tertentu agar miselia jamur tumbuh.
Media
tersebut ditata di atas rak yang terdapat dalam kumbung. Suhu yang dibutuhkan untuk pertumbuhan miselia adalah antara 22-280C dengan kelembapan 60-80 persen. Inkubasi dilakukan hingga seluruh media berwarna putih merata. Waktu yang dibutuhkan untuk tahap inkubasi adalah selama kurang lebih 40 hari. Jika seluruh permukaan media (baglog) sudah berwarna putih merata, maka baglog sudah siap untuk pertumbuhan jamur (growing). Kebersihan kumbung inkubasi dan tenaga kerja di bagian inkubasi juga menentukan keberhasilan panen jamur. Proses ini harus dijaga kesterilannya untuk mencegah kontaminasi yang akan berpengaruh terhadap pertumbuhan miselium. Pada Rimba Jaya Mushroom ada tenaga kerja harian yang khusus untuk membersihkan ruang inkubasi. 5.
Pemeliharaan Proses pemeliharaan yaitu suatu perlakuan yang bertujuan untuk menjaga
dan menciptakan kondisi lingkungan yang baik bagi pertumbuhan jamur. Adapun kegiatan dalam pemeliharaan jamur tiram putih adalah: a. Pertumbuhan (Growing) Media tanam yang sudah putih oleh miselium setelah 40 hari sudah siap untuk pertumbuhan jamur. Penanaman dilakukan dengan cara membuka karet penutup plastik media tanam yang sudah penuh dengan miselium. Pembukaan karet penutup plastik media tanam dilakukan agar media tanam memperoleh oksigen yang cukup untuk pertumbuhan jamur agar jamur tumbuh dengan normal. Setelah tiga hari, maka ujung plastik dipotong menggunakan pisau dan setelah dua sampai tiga hari dilakukan pemotongan ujung plastik, biasanya jamur kecil (pinhead) sudah mulai tumbuh. Selanjutnya, pinhead tersebut dibiarkan tumbuh menjadi jamur yang siap untuk dipanen. Jamur yang siap panen jangan dibiarkan terlalu
46
lama, karena bentuk jamur akan menjadi kurang baik. Perawatan yang dilakukan pada proses ini dengan cara mengatur suhu kumbung yaitu pada suhu 16-220C dan mempertahankan kelembaban media tanam yaitu pada kelembaban 70-80 persen.
Pengukuran suhu dapat dilakukan dengan
menggunakan termometer ruangan, sedangkan pengukuran kelembaban dengan menggunakan higrometer. Kedua alat tersebut dapat dipasang pada kumbung budidaya. Namun, pada kumbung budidaya Rimba Jaya mushroom kedua alat tersebut tidak digunakan. Perawatan yang dilakukan perusahaan untuk mempertahankan suhu dan kelembaban hanya dengan penyemprotan air. b. Pengendalian Hama dan Penyakit Hama yang sering merusak substrat tanam jamur dan merugikan di antaranya adalah rayap, lalat, kumbang Cyllodes Bifacies, cacing, tikus, dan celurut. Hama tersebut menyerang tubuh buah jamur dan juga media tanamnya, akibatnya terjadi kontaminasi dan kerusakan baglog. Umumnya pembudidaya jamur menggunakan insektisida untuk membasmi hama serangga, tetapi ini sangat membahayakan pertumbuhan kuncup-kuncup jamur karena beberapa insektisida juga dapat bersifat sebagai fungisida atau senyawa pencegah/pembasmi jamur. Pada Rimba Jaya Mushroom pengendalian hama dan penyakit dilakukan dengan cara menyemprotkan obat pembasmi hama dan penyakit, yaitu Agrimax bersamaan dengan proses penyiraman jamur. Pengendalian hama dan penyakit juga dilakukan dengan tetap menjaga kebersihan kumbung, lingkungan sekitar kumbung, serta kebersihan alat-alat yang digunakan selama proses produksi. 6.
Panen Panen dilakukan setelah pertumbuhan jamur mencapai tingkat yang
optimal, yaitu cukup besar dan berwarna putih bersih. Panen dilakukan setiap hari selama tiga sampai empat bulan masa produktif maksimal baglog dengan melihat diameter jamur, yaitu rata-rata antara 5-10 cm. Panen dilakukan setiap hari di pagi hari dan secara manual dengan pemetikan jamur langsung dari media tanamnya (baglog). Pemanenan perlu dilakukan dengan mencabut keseluruhan rumpun hingga akar-akarnya untuk menghindari adanya akar atau batang yang tertinggal.
47
Bagian jamur yang tertinggal dapat membusuk, sehingga dapat mengakibatkan kerusakan media serta dapat merusak pertumbuhan jamur yang lain. Pada Rimba Jaya Mushroom pemanenan dilakukan pagi hari sekitar pukul 07.00 WIB, hal ini dilakukan agar kondisi jamur tetap segar. 7.
Penanganan Pasca Panen Jamur tiram putih merupakan komoditas hasil pertanian yang akan cepat
layu atau membusuk jika tidak dengan perlakuan yang benar. Penanganan pasca panen harus segera dilakukan agar tidak mendatangkan kerugian. Setelah jamur tiram putih yang dipanen dikumpulkan dalam keranjang, kemudian disortir dengan cara memotong bagian ujung akarnya, kemudian dikemas dalam plastik bening bersih. Pada Rimba Jaya Mushroom jamur tersebut dikemas dalam plastik ukuran 3 kg dan 5 kg. Cara pengemasannya yaitu tudung jamur bagian atas dihadapkan ke arah luar plastik dan disusun melingkar pada sisi plastik bagian dalam, setelah itu jamur ditimbang dan plastik diiikat dengan menggunakan tali rapia. Untuk menghindari keluhan dari pelanggan atas kurangnya kiloan jamur akibat beda timbangan yang dipakai biasanya penimbangan dilebihkan sekitar 0,2 kg tiap kemasannya. Perusahaan ini menjual jamur segar yang langsung dipasarkan ke pasar di daerah Jakarta, Tanggerang, Bekasi, dan Bogor. 5.5.3. Pemasaran Produk yang dijual oleh Rimba Jaya Mushroom selain dari jamur tiram putih segar yaitu bibit jamur (F1) dan baglog siap budidaya (bibit produksi F2). Jamur tiram putih yang dihasilkan dari Rimba Jaya Mushroom akan dipasarkan ke pasar tradisional yang ada di daerah Bogor, Jakarta, Tangerang, dan Bekasi. Rimba Jaya Mushroom menghasilkan jamur tiram putih dengan tudung jamur cukup besar dan kandungan air sedikit. Pendapatan dari penjualan produk jamur yang dihasilkan oleh perusahaan mempunyai kontribusi 35 persen dari keseluruhan pendapatan perusahaan. Produk jamur tiram putih segar pada Rimba Jaya Mushroom memiliki saluran distribusi yang cukup panjang, yaitu dari perusahaan ke pedagang besar, kemudian pedagang besar menyalurkan ke pedagang pengecer dan terakhir disalurkan ke konsumen akhir. Perusahaan juga melayani konsumen akhir yang datang langsung ke perusahaan. Rimba Jaya Mushroom memasarkan langsung ke 48
pedagang besar sekitar 95 persen dan ke konsumen akhir sekitar 5 persen. Adapun rantai distribusi untuk penjualan jamur tiram putih segar pada Rimba Jaya Mushroom dapat dilihat pada Gambar 6. Rimba Jaya Mushroom
Pedagang Besar
Pedagang Pengecer
Konsumen Akhir
Gambar 3. Rantai distribusi penjualan jamur tiram putih segar pada Rimba Jaya Mushroom Sumber: Rimba Jaya Mushroom (2012)
Penetapan harga jamur tiram putih segar pada Rimba Jaya Mushroom mengikuti mekanisme harga yang berlaku di pasar. Harga jamur di perusahaan Rimba Jaya Mushroom dibagi menjadi dua, yaitu harga untuk pedagang besar sekitar Rp 3.000,00-8.600,00 per kg. Harga untuk konsumen akhir adalah Rp 13.000 per kg. Harga untuk konsumen akhir lebih tinggi dibandingkan dengan harga untuk pedagang besar, hal ini dikarenakan perusahaan ingin melindungi pedagang besar yang menjual jamurnya secara eceran di pasar sekitar Rp 10.000,00-13.000,00 per kg. Hal tersebut dilakukan perusahaan agar pedagang besar tetap loyal terhadap perusahaan. Namun Rimba Jaya Mushroom sangat jarang menjual jamur segarnya ke konsumen akhir. Perusahaan ini hanya menjual jamur segar ke konsumen akhir jika ada beberapa konsumen akhir yang datang membeli jamur ke perusahaan. Selain menjual jamur tiram putih segar, Rimba Jaya Mushroom juga menjual bibit jamur (F1) dan baglog siap budidaya (bibit produksi F2). Usaha pembibitan F1 sepenuhnya dilakukan oleh manajer produksi satu melalui teknik kultur jaringan. Pembibitan jamur (F1) dilakukan setiap hari senin sampai sabtu. Bibit dapat dipakai setelah semua bagian dari media tanam berwarna putih karena ditumbuhi miselium jamur. Bibit yang dihasilkan, sebagian digunakan sendiri untuk proses budidaya jamur dan sebagian lagi dijual. Perbandingan bibit yang digunakan untuk proses budidaya dan yang dijual adalah 70 : 30 persen. Bibit dimasukkan ke dalam botol saos sehingga bibit yang akan dijual maupun yang akan digunakan sendiri oleh perusahaan dihitung per botol. Harga bibit yang
49
dijual adalah Rp 2.300,00 per botol. Rimba Jaya Mushroom telah memiliki langganan tetap untuk penjuaan bibit jamur sekitar 30 petani jamur yang berada di daerah Bogor dan Cipanas. Langganan tersebut yang datang langsung ke perusahaan untuk pembelian bibit jamur. Pendapatan dari penjualan bibit jamur mempunyai kontribusi sebesar 15 persen dari total keseluruhan pendapatan perusahaan. Rimba Jaya Mushroom juga memproduksi baglog siap budidaya (bibit produksi F2), baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk dijual. Hasil produksi baglog tersebut lebih diutamakan untuk dijual. Rimba Jaya Mushroom memproduksi sekitar 7.500 baglog setiap hari dan sebagian besar baglog yang telah diproduksi adalah untuk dijual. Baglog siap budidaya dijual seharga Rp 1.600 per baglog. Rimba Jaya Mushroom juga telah memiliki langganan tetap untuk penjualan baglog siap budidaya sekitar 30 petani jamur yang berada di Cipanas dan Bogor. Baglog tersebut diantar langsung ke tempat pembelinya. Jika ada produk yang reject karena kesalahan dari perusahaan, maka Rimba Jaya Mushroom siap untuk mengganti produk yang reject tersebut. Pendapatan dari penjualan baglog siap budidaya mempunyai kontribusi sebesar 50 persen dari total keseluruhan pendapatan perusahaan. Awal berdirinya perusahaan, promosi yang dilakukan secara sederhana, yaitu informasi dari mulut ke mulut (word of mouth). Setelah perusahaan mengalami perkembangan, promosi dilakukan dengan cara memasang iklan di internet dan profil perusahaan yang telah diliput oleh majalah Trubus.
50
VI. 6.1.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Sumber-Sumber Risiko pada Proses Produksi Jamur Tiram Putih dan Upaya yang Dilakukan Rimba Jaya Mushroom untuk Mengantisipasinya Usaha jamur tiram putih yang dikelola oleh Rimba Jaya Mushroom
dihadapkan pada masalah risiko produksi. Indikasi adanya risiko produksi dalam usaha jamur tiram putih ditunjukkan oleh adanya fluktuasi atau variasi jumlah produksi maupun produktivitas jamur tiram putih yang dihasilkan. Adanya risiko akan berdampak pada penerimaan suatu usaha dan berpengaruh langsung terhadap keberhasilan suatu usaha. Produktivitas
yang berfluktuasi
akan
menunjukkan
adanya
nilai
produktivitas yang tertinggi, terendah dan normal. Penilaian risiko produksi pada penelitian ini didasarkan pada penilaian varians, standar deviasi, dan koefisien variasi yang diperoleh dari hasil peluang terjadinya suatu kejadian. Peluang terjadinya suatu kejadian dapat dilihat pada kondisi tertinggi, normal, dan terendah dari rata-rata produktivitas jamur tiram putih yang dihasilkan oleh Rimba Jaya Mushroom. Tingkat produktivitas dalam hal ini dinilai dari hasil produksi jamur tiram putih di Rimba Jaya Mushroom setiap hari yang dimulai dari bulan Januari sampai September 2012, sehingga frekuensi kejadian atau banyaknya observasi adalah sebanyak 269. Tabel 8. Rata-rata Produksi, Produktivitas, Penerimaan, Frekuensi, dan Peluang untuk Setiap Kondisi pada Usaha Jamur Tiram Putih di Rimba Jaya Mushroom dari Bulan Januari-September 2012 Rata-rata Kondisi
Produksi Produktivitas Penerimaan (kg) (kg/baglog) (Rp) Tertinggi 338 0,64 2.535.000,00 Normal 211 0,40 1.582.500,00 Terendah 132 0,25 990.000,00
Frekuensi Peluang 35 159 75
0,13 0,59 0,28
Tabel 8 memperlihatkan frekuensi serta peluang yang diperoleh pada tiga kondisi yang terjadi pada jamur tiram putih. Peluang tertinggi, normal, dan terendah diukur dari proporsi frekuensi atau beberapa kali perusahaan pernah
51
mencapai produksi tertinggi, normal atau terendah selama kegiatan budidaya jamur tiram putih berlangsung. Tabel 8 juga memperlihatkan rata-rata produksi, produktivitas, dan penerimaan pada kondisi tertinggi, normal, dan terendah. Adanya produksi dan penerimaan yang berfluktuasi mengindikasikan peluang perusahaan memperoleh produksi dan penerimaan tertinggi, normal, dan terendah yang dapat diamati selama proses produksi berlangsung pada bulan Januari sampai September 2012. Produksi tertinggi merupakan tingkat produksi maksimal yang pernah diperoleh perusahaan selama periode produksi bulan Januari sampai September 2012 berlangsung, sedangkan produksi normal merupakan tingkat produksi yang sering terjadi. Berbeda halnya dengan produksi terendah yang merupakan tingkat produksi minimal yang diperoleh perusahaan selama produksi berlangsung. Produksi yang diharapkan oleh perusahaan adalah produksi tertinggi dengan frekuensi yang tinggi karena akan berimplikasi positif terhadap pendapatan yang diperoleh perusahaan. Peluang Rimba Jaya Mushroom mencapai produktivitas jamur tiram putih tertinggi sekitar 0,13 selanjutnya peluang Rimba Jaya Mushroom memperoleh produktivitas jamur tiram putih terendah sekitar 0,28 dan peluang produktivitas normal sekitar 0,59. Dengan memperhatikan angka peluang dari tingkat produktivitas yang diperoleh Rimba Jaya Mushroom menunjukkan bahwa selama pengusahaan jamur tiram putih, Rimba Jaya Mushroom lebih sering memperoleh produktivitas normal dibandingkan dengan produktivitas tertinggi dan terendah. Pada Tabel 8 diketahui bahwa produktivitas tanaman jamur tiram putih pada Rimba Jaya Mushroom memiliki nilai yang berfluktuasi. Adanya fluktuasi produktivitas tersebut merupakan indikasi yang menunjukkan bahwa usaha Rimba Jaya Mushroom mengalami risiko produksi dalam kegiatan budidaya jamur tiram putih yang sedang dijalankan. Usaha budidaya jamur tiram putih pada Rimba Jaya Mushroom memiliki risiko yaitu risiko produksi. Sumber utama munculnya risiko produksi pada usaha Rimba Jaya Mushroom menyebabkan kegagalan dalam proses budidaya jamur tiram putih, mulai dari persiapan bahan baku produksi sampai pada tahap pertumbuhan. Kegagalan pada setiap tahapan proses produksi
52
jamur tiram putih menimbulkan kerugian bagi pihak usaha dan menjadi risiko yang harus ditanggung. Sumber risiko produksi jamur tiram putih dapat berasal dari lingkungan produksi, bahan baku yang digunakan, peralatan yang digunakan, dan tenaga kerja yang digunakan untuk melakukan proses produksi jamur tiram putih. Untuk lebih jelasnya, berikut adalah sumber-sumber risiko yang terjadi pada setiap tahapan proses produksi mulai dari tahap persiapan bahan baku sampai pada tahap pertumbuhan. 6.1.1. Sumber Risiko pada Proses Persiapan Bahan Baku Sebelum melakukan proses produksi jamur tiram putih, terlebih dahulu semua bahan baku yang digunakan dalam pembuatan media tanamnya dipersiapkan seperti bibit, serbuk kayu, dedak, jagung halus, kapur, air, pupuk urea dan TSP. Rimba Jaya Mushroom memiliki kualitas tertentu tentang beberapa bahan baku tersebut, namun ketika melakukan persiapan bahan baku, ada bahan baku yang kualitasnya tidak sesuai dengan permintaan perusahaan seperti serbuk kayu yang kasar. Serbuk kayu yang kasar akan menjadi sumber risiko dalam memproduksi jamur tiram putih. Ketersediaan serbuk kayu yang baik sangat menunjang terhadap cepatnya proses inkubasi. Serbuk kayu yang diperoleh Rimba Jaya Mushroom tidak diayak terlebih dahulu sehingga serbuk kayu kasar. Perusahaan juga tidak melakukan proses pengayakan. Perusahaan langsung menggunakan serbuk kayu yang telah dipasok tanpa diayak terlebih dahulu sehingga masih terdapat kayu-kayu yang utuh. Kayu-kayu yang utuh tersebut memang masih dapat dibuang oleh tenaga kerja sebelum melakukan packing. Namun, masih saja di beberapa baglog masih terdapat kayu-kayu yang utuh. Kayu-kayu yang utuh tersebut dapat menusuk plastik media tanam setelah melakukan proses packing baglog sehingga plastik media tanamnya bocor dan tenaga kerja tidak memperhatikannya. Jika plastik media tanam telah bocor, maka pada saat proses sterilisasai di mesin steamer media tanamnya akan terkena uap sehingga akan dapat menghambat pertumbuhan miselium karena bibit tidak dapat bertumbuh pada media tanam yang sudah terkena uap. Baglog yang telah terkena uap akan berubah warna menjadi coklat tua dan baglog tersebut akan menjadi lebih berat dari normalnya. Jika media 53
tanamnya sudah terkena uap karena plastiknya bocor, maka baglog tersebut tidak dapat lagi digunakan. Jumlah baglog yang di-packing dan jumlah baglog yang rusak akibat risiko yang disebabkan serbuk kayu kasar serta nilai kerugian yang ditimbulkannya selama bulan Juni 2012 pada usaha Rimba Jaya Mushroom dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Jumlah Baglog yang Di-packing dan Jumlah Baglog yang Rusak Akibat Risiko yang Disebabkan Serbuk Kayu Kasar serta Nilai Kerugian yang Ditimbulkannya Selama Bulan Juni 2012 pada Usaha Rimba Jaya Mushroom Tanggal
Jumlah Baglog yang Di-packing (Unit)
1 7.582 2 7.424 3 4 7.557 5 7.411 6 6.878 7 7.316 8 7.475 9 7.470 10 11 7.176 12 7.299 13 7.535 14 7.472 15 7.455 16 7.376 17 18 7.341 19 7.363 20 7.360 21 7.360 22 7.339 23 7.313 24 25 7.222 26 7.354 27 7.257 28 7.485 29 7.437 30 7.464 Total 191.721 Keterangan: *) Harga baglog siap jual
Jumlah Baglog yang Rusak Akibat Serbuk Kayu Kasar (Unit) 60 92 65 63 68 72 87 62 43 64 71 59 68 62 70 62 52 46 65 76 74 43 52 49 78 83 1.686
Nilai Kerugian yang Ditimbulkan (Rp)*) 96.000,00 147.200,00 104.000,00 100.800,00 108.800,00 115.200,00 139.200,00 99.200,00 68.800,00 102.400,00 113.600,00 94.400,00 108.800,00 99.200,00 112.000,00 99.200,00 83.200,00 73.600,00 104.000,00 121.600,00 118.400,00 68.800,00 83.200,00 78.400,00 124.800,00 132.800,00 2.697.600,00
Berdasarkan hasil wawancara dan pengamatan yang dilakukan pada usaha Rimba Jaya Mushroom, bahwa setiap kali produksi (senin-sabtu) pada bulan Juni
54
2012 terjadi kerugian akibat risiko yang disebabkan serbuk kayu kasar. Jumlah baglog yang rusak akibat serbuk kayu kasar dan yang tidak dapat digunakan lagi dapat dilihat pada saat semua baglog telah berada di ruang inokulasi. Baglog yang sudah rusak dan terkena uap akan berubah warna menjadi coklat tua dan baglog tersebut akan menjadi lebih berat dari normalnya. Plastik media tanam juga akan terlihat rusak akibat kayu-kayu utuh yang menusuk plastik media tanam tersebut. Hal ini sangat mudah diidentifikasi atau dilihat sehingga sebelum melakukan proses inokulasi, maka tenaga kerja akan memisahkan semua baglog yang telah rusak akibat serbuk kayu yang kasar. Dari semua baglog yang telah dipisahkan karena rusak tersebut, maka dapat dihitung berapa jumlah baglog yang rusak akibat serbuk kayu yang kasar setiap hari. Jumlah baglog yang rusak akibat serbuk kayu yang kasar serta kerugian yang ditimbulkannya setiap kali produksi selama bulan Juni 2012 dapat dilihat pada Tabel 9. Jumlah baglog yang rusak akibat serbuk kayu kasar selama bulan Juni 2012 adalah sebanyak 1.686 baglog dan jumlah kerugian yang diakibatkan adalah sebesar Rp 2.697.600,00. Kerugian per baglog dihitung berdasarkan harga jual baglog siap budidaya, yaitu Rp 1.600,00 per baglog, sehingga setiap satu baglog yang rusak akibat risiko serbuk kayu kasar, maka perusahaan akan mengalami kerugian sebesar Rp 1.600,00. Berdasarkan Tabel 9 juga dapat dibandingkan jumlah baglog yang rusak akibat serbuk kayu kasar dengan jumlah baglog yang di-packing setiap harinya, sehingga selama bulan Juni 2012 total baglog yang rusak akibat serbuk kayu kasar adalah sebanyak 1.686 baglog dari 191.721 baglog. Kerugian yang terjadi akibat dari risiko yang disebabkan serbuk kayu kasar akan berpengaruh pada penerimaan ataupun pendapatan perusahaan. Hal ini akan menurunkan hasil produksi jamur tiram putih pada Rimba Jaya Mushroom. Untuk itu, dibutuhkan upaya untuk mengantisipasi kerugian akibat risiko yang disebabkan serbuk kayu kasar. Upaya yang dilakukan oleh perusahaan untuk mengantisipasi terjadinya baglog yang bocor akibat serbuk kayu yang kasar adalah dengan memberikan perintah kepada seluruh tenaga kerja yang melakukan packing baglog agar lebih cermat melihat kayu-kayu yang utuh sehingga tidak ikut masuk ke dalam baglog. Perintah ini diberikan oleh manajer produksi dua.
55
Namun, berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara dengan pihak perusahaan bahwa di bulan Juni 2012 masih saja terdapat baglog yang rusak akibat serbuk kayu yang kasar sehingga baglog tersebut tidak dapat lagi digunakan. Hal ini mungkin terjadi karena tenaga kerja yang melakukan packing baglog adalah tenaga kerja yang pengupahannya berdasarkan jumlah baglog yang telah dipacking, dimana upah yang diterima oleh tenaga kerja packing baglog adalah Rp 40,00 per baglog. Sistem pengupahan ini membuat tenaga kerja cenderung ingin cepat-cepat melakukan packing, sehingga tidak cermat untuk melihat kayu-kayu utuh yang ikut di-packing. Tenaga kerja yang memindahkan baglog yang sudah di-packing ke dalam mesin steamer juga tidak memperhatikan baglog yang bocor tersebut sehingga media tanamnya terkena uap dan baglog tersebut tidak dapat lagi digunakan. Jika baglog yang bocor akibat serbuk kayu kasar dapat dilihat sebelum masuk ke mesin steamer, maka baglog yang bocor tersebut masih dapat di-packing kembali sehingga tidak terjadi kerugian. 6.1.2. Sumber Risiko pada Proses Percampuran Bahan Baku Setelah proses persiapan bahan baku dilakukan, maka proses selanjutnya adalah pencampuran bahan baku. Namun, sebelum mencampur semua bahan baku, terlebih dahulu dilakukan pengomposan. Pengomposan dilakukan dengan cara menimbun campuran serbuk kayu dan kapur dengan kurun waktu selama tiga hari. Hal ini dilakukan untuk menurunkan pH serbuk kayu sehingga tingkat keasaman atau pH berada dalam kisaran enam sampai tujuh. Setelah tiga hari, kompos tersebut sudah dapat dicampur dengan dedak, jagung halus, pupuk Urea, Pupuk TSP, dan air. Pencampuran bahan tersebut harus merata, karena hal itu akan berdampak langsung pada pertumbuhan jamur. Namun, pada usaha Rimba Jaya Mushroom masih saja terjadi pencampuran bahan baku yang tidak merata sehingga hal ini ini dapat menjadi sumber risiko dalam produksi jamur tiram putih yang dapat menimbulkan kerugian bagi perusahaan. Setelah pengomposan dilakukan, kompos tersebut sudah dapat dicampur dengan dedak, jagung halus, dan air. Pencampuran bahan tersebut harus merata, karena hal itu akan berdampak langsung pada pertumbuhan jamur. Setelah merata maka bahan tersebut diberi larutan pupuk Urea dan TSP, kemudian dicampur kembali dengan air secukupnya agar serbuk kayu lebih lunak dan bahannya 56
menjadi lembab. Pencampuran semua bahan tersebut harus merata agar nutrisinya juga merata sehingga baik bagi pertumbuhan jamur dan tidak terjadi gumpalangumpalan. Pada Rimba Jaya Mushroom, sebagian bahan tidak tercampur dengan merata. Hal ini dapat dilihat dari pertumbuhan miselium dan hasil panen jamur tiram putih nantinya. Serbuk kayu adalah sebagai media tanam bagi jamur tiram putih, dedak sebagai sumber makanan tambahan atau nutrisi bagi pertumbuhan jamur, jagung halus juga sebagai sumber nutrisi bagi pertumbuhan jamur, pupuk Urea sebagai penyubur jamur tiram putih, pupuk TSP sebagai pembentuk buah bagi jamur tiram putih, dan air sebagai pemicu pertumbuhan jamur tiram putih. Jika semua bahan baku tersebut tidak tercampur secara merata, maka sebagian media tanam tidak akan mendapatkan sumber nutrisi dan kadar air yang cukup. Hal ini akan menyebabkan lambatnya proses pertumbuhan miselium, dan jika miselium sudah berhasil tumbuh, maka pertumbuhan buah jamurnya juga akan lambat dan hasil jamurnya menjadi tidak tebal. Hal ini dapat mengurangi bobot jamur tiram putih per baglog sehingga akan dapat menurunkan hasil produksi pada Rimba Jaya Mushroom. Cara yang paling mudah untuk melihat baglog yang mengandung campuran bahan baku yang tidak merata adalah pada saat baglog berada di ruang pertumbuhan. Hasil jamurnya lebih kecil dari normalnya dan tidak tebal. Perbedaanya sangat terlihat dengan hasil jamur yang bahan bakunya tercampur dengan merata. Berdasarkan hasil wawancara dan pengamatan yang dilakukan pada usaha Rimba Jaya Mushroom, bahwa setiap hari pada bulan Juni 2012 terjadi kerugian akibat risiko yang disebabkan pencampuran bahan baku yang tidak merata. Jika baglog mengandung campuran bahan baku yang tidak merata, baglog tersebut bukan berarti tidak dapat lagi berproduksi. Baglog tersebut tetap dapat berproduksi, namun bobot jamur dari baglog tersebut berkurang. Jumlah baglog yang mengandung campuran bahan baku yang tidak merata lebih mudah diidentifikasi atau dilihat ketika melakukan panen pertama dari baglog tersebut, dimana hasil dari jamurnya akan lebih kecil dari normalnya dan tidak tebal. Jumlah baglog yang diisi ke kumbung pertumbuhan dan jumlah baglog yang mengandung campuran bahan baku yang tidak merata serta nilai kerugian yang
57
ditimbulkannya selama bulan Juni 2012 pada usaha Rimba Jaya Mushroom dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10. Jumlah Baglog yang Diisi ke Kumbung Pertumbuhan dan Jumlah Baglog yang Mengandung Campuran Bahan Baku yang tidak Merata serta Nilai Kerugian yang Ditimbulkannya Selama Bulan Juni 2012 pada Usaha Rimba Jaya Mushroom Tanggal
Jumlah Baglog yang Diisi ke Kumbung Pertumbuhan (Unit)
1 523 2 523 3 523 4 523 5 523 6 523 7 523 8 523 9 523 10 523 11 523 12 523 13 523 14 523 15 523 16 523 17 523 18 523 19 523 20 523 21 523 22 523 23 523 24 523 25 523 26 523 27 523 28 523 29 523 30 523 Total 15.690 Keterangan: *) Harga jual jamur tiram putih
Jumlah Baglog yang Mengandung Campuran Bahan Baku tidak Merata (Unit) 23 31 19 15 27 31 16 18 25 19 33 24 31 29 28 32 24 20 22 32 16 25 26 26 24 23 29 31 28 33 760
Nilai Kerugian yang Ditimbulkan (Rp)*)
36.340,00 48.980,00 30.020,00 23.700,00 42.660,00 48.980,00 25.280,00 28.440,00 39.500,00 30.020,00 52.140,00 37.920,00 48.980,00 45.820,00 44.240,00 50.560,00 37.920,00 31.600,00 34.760,00 50.560,00 25.280,00 39.500,00 41.080,00 41.080,00 37.920,00 36.340,00 45.820,00 48.980,00 44.240,00 52.140,00 1.200.800,00
Pada Tabel 10 dapat dilihat bahwa jumlah baglog yang mengandung campuran bahan baku yang tidak merata selama bulan Juni 2012 adalah sebanyak 760 baglog dan jumlah kerugian yang diakibatkan adalah sebesar Rp 1.200.800,00. Kerugian per baglog dihitung dengan asumsi bahwa satu baglog menghasilkan jamur tiram putih sebanyak 0,4 kg (hasil produksi normal Rimba 58
Jaya Mushroom) dan ketika terjadi risiko pencampuran bahan baku yang tidak merata, maka diasumsikan bobot jamur berkurang menjadi 0,2 kg per baglog. Jadi, untuk menghitung hasil produksi yang berkurang akibat risiko perncampuran bahan baku yang tidak merata yang menyebabkan berkurangnya bobot jamur per baglog adalah dengan mengalikan jumlah baglog yang mengandung campuran bahan baku yang tidak merata tersebut dengan 0,2 kg. Kemudian hasil perkalian dari hasil produksi yang berkurang tersebut dengan harga jual rata-rata (Rp 7.900,00) selama bulan Juni 2012 merupakan jumlah kerugian yang diakibatkan per hari. Berdasarkan Tabel 10 juga dapat dibandingkan jumlah baglog yang mengandung campuran bahan baku tidak merata dengan jumlah baglog yang diisi ke kumbung pertumbuhan setiap harinya, sehingga selama bulan Juni 2012 total baglog yang mengandung campuran bahan baku tidak merata adalah sebanyak 760 baglog dari 15.690 baglog. Dalam hal ini, diasumsikan bahwa jumlah baglog yang diisi ke kumbung pertumbuhan setiap harinya adalah tetap, yaitu sebanyak 523 baglog per hari. Asumsi ini berlaku karena pada Rimba Jaya Mushroom, jumlah baglog yang diisi ke kumbung pertumbuhan tidak menentu jumlahnya setiap hari. Baglog yang diisi ke kumbung pertumbuhan adalah baglog sisa pengiriman atau penjualan. Kerugian yang terjadi akibat dari risiko yang disebabkan pencampuran bahan baku yang tidak merata akan berpengaruh pada penerimaan ataupun pendapatan perusahaan. Hal ini akan menurunkan hasil produksi jamur tiram putih pada Rimba Jaya Mushroom. Untuk itu, dibutuhkan upaya untuk mengantisipasi kerugian akibat risiko yang disebabkan pencampuran bahan baku yang tidak merata. Upaya yang dilakukan oleh perusahaan untuk mengantisipasi terjadinya kerugian akibat dari pencampuran bahan baku yang tidak merata adalah membagi dua pencampuran bahan baku di dua tempat dengan maksud semua bahan baku dapat dicampur secara merata. Namun, berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara dengan pihak perusahaan bahwa di bulan Juni 2012 masih saja terjadi pencampuran bahan baku yang tidak merata sehingga terjadi kerugian karena bobot jamur tiram akan berkurang. Hal ini terjadi karena pencampuran bahan baku di Rimba Jaya Mushroom masih manual menggunakan sekop dan
59
semua bahan baku untuk pembuatan sekitar 7.500 baglog dicampur hanya dengan dua kali pengadukan, sehingga hal ini yang membuat semua bahan baku tidak dapat tercampur dengan sempurna. 6.1.3. Sumber Risiko pada Proses Packing Baglog Bahan baku yang telah dicampur secara merata kemudian diisi ke dalam plastik yang tidak mudah rusak dan tahan panas (polypropylene) yang berukuran 20 x 35 cm untuk pembungkus media tanam. Pengisian media tanam tersebut dilakukan secara manual yaitu media tanam dimasukkan ke dalam kantong plastik lalu dipadatkan hingga tidak ada lagi kerutan pada sisi plastik pembungkus media tanam tersebut. Setelah media dipadatkan, ujung plastik disatukan dan diikat dengan menggunakan talia rapia pada bagian leher plastik. Setelah selesai baglog tersebut di-packing, lalu disusun ke dalam keranjang dan siap untuk disterilisasi. Pada proses packing baglog, jika baglog kurang padat dan pengikatan plastik media tanam longgar, maka akan dapat mengurangi hasil produksi jamur dan dapat juga menyebabkan kegagalan baglog dalam memproduksi jamur tiram putih pada Rimba Jaya Mushroom. a. Risiko yang Disebabkan Baglog Kurang Padat Setelah media tanam diisikan ke dalam plastik, kemudian dipadatkan hingga tidak ada lagi kerutan pada sisi plastik pembungkus media tanam tersebut. Jika baglog kurang padat, maka akan dapat menurunkan hasil produksi jamur tiram putih. Baglog yang kurang padat akan mudah rusak ataupun kropos. Hal ini berpengaruh pada bobot jamur nantinya. Seharusnya dari satu baglog dapat panen sebanyak empat kali, namun karena baglognya kurang padat, maka panen hanya dapat dilakukan sebanyak tiga atau dua kali karena media tanamnya cenderung cepat kering sehingga jamur tiram tidak dapat bertumbuh dengan optimal. Hal ini terjadi karena baglognya cepat rusak atau kropos sehingga secara otomatis bobot jamur yang diperoleh dari baglog tersebut akan berkurang sehingga dapat menurunkan hasil produksi jamur tiram putih pada Rimba Jaya Mushroom. Baglog yang kurang padat tersebut terjadi karena faktor kesalahan dari tenaga kerja di bagian packing baglog yang tidak terlalu memperhatikan kepadatan dari baglog yang di-packing. Jika baglog kurang padat, maka ukuran berat baglog juga
60
akan berkurang dari 1,7 kg. Jumlah baglog yang kurang padat serta nilai kerugian yang ditimbulkannya selama bulan Juni 2012 pada usaha Rimba Jaya Mushroom dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11. Jumlah Baglog yang Kurang Padat serta Nilai Kerugian yang Ditimbulkannya Selama Bulan Juni 2012 dan Jumlah Baglog yang Diisi ke Kumbung Inkubasi (40 Hari yang Lalu) pada Usaha Rimba Jaya Mushroom Tanggal
Jumlah Baglog Nilai Kerugian yang yang Kurang Ditimbulkan (Rp)*) Padat (Unit) 1 7 11.060,00 2 5 7.900,00 3 4 10 15.800,00 5 4 6.320,00 6 4 6.320,00 7 2 3.160,00 8 3 4.740,00 9 4 6.320,00 10 11 14 22.120,00 12 6 9.480,00 13 11 17.380,00 14 9 14.220,00 15 2 3.160,00 16 5 7.900,00 17 18 12 18.960,00 19 3 4.740,00 20 3 4.740,00 21 6 9.480,00 22 2 3.160,00 23 6 9.480,00 24 25 15 23.700,00 26 9 14.220,00 27 9 14.220,00 28 5 7.900,00 29 3 4.740,00 30 3 4.740,00 Total 162 255.960,00 Keterangan: *) Harga jual jamur tiram putih
Jumlah Baglog yang Diisi ke Kumbung Inkubasi (40 hari yang Lalu) (Unit) 21 April : 7027 22 April : 7233 23 April : 24 April : 6670 25 April : 7033 26 April : 7414 27 April : 7199 28 April : 7237 29 April : 7259 30 April : 1 Mei : 7363 2 Mei : 6987 3 Mei : 7406 4 Mei : 7223 5 Mei : 6980 6 Mei : 6759 7 Mei : 8 Mei : 7326 9 Mei : 7410 10 Mei : 7328 11 Mei : 7267 12 Mei : 7410 13 Mei : 7362 14 Mei : 15 Mei : 7097 16 Mei : 7439 17 Mei : 7213 18 Mei : 7370 19 Mei : 7512 20 Mei : 6973 187.497
Berdasarkan hasil wawancara dan pengamatan yang dilakukan pada usaha Rimba Jaya Mushroom, bahwa setiap hari pada bulan Juni 2012 terjadi kerugian akibat risiko yang disebabkan baglog yang kurang padat. Jika terdapat baglog yang kurang padat, baglog tersebut bukan berarti tidak dapat lagi berproduksi.
61
Baglog tersebut tetap dapat berproduksi, namun bobot jamur dari baglog tersebut berkurang. Jumlah baglog yang kurang padat tersebut lebih mudah diidentifikasi atau dilihat ketika baglog tersebut sudah melewati masa inkubasi dan siap untuk dipindahkan ke ruang pertumbuhan. Setiap hari kerja (senin-sabtu) tenaga kerja di Rimba Jaya Mushroom menyortir baglog-baglog dari ruang inkubasi yang layak untuk dijual dan dibudidayakan sendiri oleh perusahaan. Pada saat melakukan penyortiran akan terlihat dengan jelas baglog yang kurang padat, dimana baglog tersebut terlihat banyak kerutan-kerutan pada plastik media tanamnya dan ukuran berat dari baglog tersebut menjadi lebih ringan dari normalnya. Jika ditemukan baglog yang demikian pada saat penyortiran dilakukan, maka segera dipisahkan karena baglog tersebut tidak layak untuk dijual dan harus dibudidayakan oleh perusahaan sendiri dan hal ini dapat mengurangi bobot jamur dari baglog tersebut sehingga terjadi penurunan produksi di Rimba Jaya Mushroom. Dari semua baglog yang telah dipisahkan karena rusak tersebut, dapat dihitung berapa jumlah baglog yang rusak per hari akibat baglog yang kurang padat. Jumlah baglog yang kurang padat serta kerugian yang ditimbulkannya per hari selama bulan Juni 2012 dapat dilihat pada Tabel 11. Jumlah baglog yang kurang padat selama bulan Juni 2012 adalah sebanyak 162 baglog dan jumlah kerugian yang diakibatkan adalah sebesar Rp 255.960,00. Kerugian per baglog dihitung dengan asumsi bahwa satu baglog menghasilkan jamur tiram putih sebanyak 0,4 kg (hasil produksi normal Rimba Jaya Mushroom) dan ketika terjadi risiko baglog kurang padat, maka diasumsikan bobot jamur berkurang menjadi 0,2 kg per baglog. Jadi, untuk menghitung hasil produksi yang berkurang akibat risiko baglog kurang padat yang menyebabkan berkurangnya bobot jamur per baglog adalah dengan mengalikan jumlah baglog yang kurang padat tersebut dengan 0,2 kg. Kemudian hasil perkalian dari hasil produksi yang berkurang tersebut dengan harga jual rata-rata (Rp 7.900,00) selama bulan Juni 2012 merupakan jumlah kerugian yang diakibatkan per hari. Berdasarkan Tabel 11 juga dapat dibandingkan jumlah baglog yang kurang padat selama bulan Juni 2012 dengan jumlah baglog yang diisi ke kumbung inkubasi 40 hari yang lalu, sehingga selama bulan Juni 2012 total baglog yang kurang padat adalah sebanyak 162 baglog dari 187.497 baglog.
62
Kerugian yang terjadi akibat dari risiko yang disebabkan baglog kurang padat akan berpengaruh pada penerimaan ataupun pendapatan perusahaan. Hal ini akan menurunkan hasil produksi jamur tiram putih pada Rimba Jaya Mushroom. Untuk itu, dibutuhkan upaya untuk mengantisipasi kerugian akibat risiko yang disebabkan baglog kurang padat. Upaya yang dilakukan oleh perusahaan untuk mengantisipasi terjadinya kerugian akibat dari baglog yang kurang padat adalah memberikan perintah kepada ke semua tenaga kerja di bagian packing baglog agar memperhatikan kepadatan dari baglog. Perintah ini biasanya diberikan oleh manajer produksi dua. Namun, berdasarkan hasil wawancara dengan pihak perusahaan bahwa di bulan Juni 2012 masih saja terjadi baglog yang kurang padat sehingga terjadi kerugian karena bobot jamur tiram akan berkurang pada saat panen. Hal ini mungkin terjadi karena tenaga kerja yang melakukan packing baglog adalah tenaga kerja yang pengupahannya berdasarkan jumlah baglog yang telah di-packing, dimana upah yang diterima oleh tenaga kerja packing baglog adalah Rp 40,00 per baglog. Sistem pengupahan ini membuat tenaga kerja cenderung
ingin
cepat-cepat
selesai
melakukan
packing
baglog
tanpa
memperhatikan kepadatan dari baglog. Pada Rimba Jaya Mushroom proses packing baglog dilakukan secara manual oleh 27 orang tenaga kerja yang semuanya adalah wanita dan berasal dari daerah di sekitar perusahaan dan sebagian besar dari tenaga kerja tersebut adalah yang sudah menikah. Manajer produksi dua juga tidak sepenuhnya mengawasi langsung pelaksanaan packing baglog. Manajer produksi dua di perusahaan ini hanya menulis laporan jumlah baglog yang telah di-packing oleh setiap tenaga kerja. Setelah proses packing baglog selesai, semua tenaga kerja packing baglog melaporkan jumlah hasil baglog yang mereka packing ke majaner produksi dua. Jadi, baglog yang kurang padat pada saat packing baglog akan sulit untuk diketahui oleh manajer produksi dua. b. Risiko yang Disebabkan Pengikatan Plastik Media Tanam Longgar Setelah media dipadatkan, ujung plastik disatukan dan diikat dengan menggunakan talia rapia pada bagian leher plastik. Pengikatan ujung plastik media tanam tersebut tidak boleh longgar, artinya ujung plastik yang diikat sudah
63
benar-benar rapat. Jika pengikatan ujung plastik media tanam longgar, maka akan dapat menyebabkan kegagalan pada saat proses sterilisasi. Pada saat proses sterilisasi di mesin steamer, media tanam yang ikatan plastiknya longgar akan terkena uap. Hal ini akan menyebabkan baglog tersebut tidak dapat berproduksi lagi karena bibit tidak akan dapat tumbuh pada media tanam yang sudah terkena uap. Pengikatan plastik media tanam yang longgar juga dapat mengakibatkan media tanam tumpah di mesin steamer. Pengikatan plastik media tanam yang longgar tersebut tentunya terjadi karena faktor kesalahan dari tenaga kerja di bagian packing baglog. Berdasarkan hasil wawancara dan pengamatan yang dilakukan pada usaha Rimba Jaya Mushroom, bahwa setiap kali produksi (senin-sabtu) pada bulan Juni 2012 terjadi kerugian akibat risiko yang disebabkan pengikatan plastik media tanam yang longgar. Jumlah baglog yang rusak akibat pengikatan plastik media tanam longgar dan yang tidak dapat digunakan lagi dapat dilihat pada saat semua baglog sudah berada di ruang inokulasi setiap hari produksi. Baglog yang sudah rusak dan terkena uap akan berubah warna menjadi coklat tua dan baglog tersebut akan menjadi lebih berat dari normalnya. Pengikatan ujung plastik media tanamnya juga terlihat tidak rapat. Hal ini sangat mudah diidentifikasi atau dilihat sehingga sebelum melakukan proses inokulasi, maka tenaga kerja akan memisahkan semua baglog yang sudah rusak akibat pengikatan plastik media tanam yang longgar. Dari semua baglog yang telah dipisahkan karena rusak tersebut, dapat dihitung berapa jumlah baglog yang rusak akibat plastik media tanam yang longgar setiap kali packing baglog dilakukan. Jumlah baglog yang dipacking dan jumlah baglog yang rusak akibat risiko yang disebabkan pengikatan plastik media tanam longgar serta nilai kerugian yang ditimbulkannya selama bulan Juni 2012 pada usaha Rimba Jaya Mushroom dapat dilihat pada Tabel 12.
64
Tabel 12. Jumlah Baglog yang Di-packing dan Jumlah Baglog yang Rusak Akibat Risiko yang Disebabkan Pengikatan Plastik Media Tanam Longgar serta Nilai Kerugian yang Ditimbulkannya Selama Bulan Juni 2012 pada Usaha Rimba Jaya Mushroom Tanggal
Jumlah Baglog yang Di-packing (Unit)
1 7.582 2 7.424 3 4 7.557 5 7.411 6 6.878 7 7.316 8 7.475 9 7.470 10 11 7.176 12 7.299 13 7.535 14 7.472 15 7.455 16 7.376 17 18 7.341 19 7.363 20 7.360 21 7.360 22 7.339 23 7.313 24 25 7.222 26 7.354 27 7.257 28 7.485 29 7.437 30 7.464 Total 191.721 Keterangan: *) Harga baglog siap jual
Jumlah Baglog yang Rusak karena Pengikatan Plastik Media Tanam Longgar (Unit) 14 16 10 6 13 8 12 10 4 5 9 7 6 6 11 6 3 6 5 7 14 7 5 9 8 10 217
Nilai Kerugian yang Ditimbulkan (Rp)*) 22.400,00 25.600,00 16.000,00 9.600,00 20.800,00 12.800,00 19.200,00 16.000,00 6.400,00 8.000,00 14.400,00 11.200,00 9.600,00 9.600,00 17.600,00 9.600,00 4.800,00 9.600,00 8.000,00 11.200,00 22.400,00 11.200,00 8.000,00 14.400,00 12.800,00 16.000,00 347.200,00
Pada Tabel 12 dapat dilihat bahwa jumlah baglog yang rusak akibat pengikatan plastik media tanam longgar selama bulan Juni 2012 adalah sebanyak 217 baglog dan nilai kerugian yang diakibatkan adalah sebesar Rp 347.200,00. Kerugian per baglog dihitung berdasarkan harga jual baglog siap budidaya, yaitu Rp 1.600,00 per baglog, sehingga setiap satu baglog yang rusak akibat risiko pengikatan plastik media tanam longgar, maka perusahaan akan mengalami kerugian sebesar Rp 1.600,00. Berdasarkan Tabel 12 juga dapat dibandingkan jumlah baglog yang rusak akibat pengikatan plastik media tanam yang longgar
65
dengan jumlah baglog yang di-packing setiap harinya, sehingga selama bulan Juni 2012 total baglog yang rusak akibat pengikatan plastik media tanam longgar adalah sebanyak 217 baglog dari 191.721 baglog. Kerugian yang terjadi akibat dari risiko yang disebabkan pengikatan plastik media tanam longgar akan berpengaruh pada penerimaan ataupun pendapatan perusahaan. Hal ini akan menurunkan hasil produksi jamur tiram putih pada Rimba Jaya Mushroom. Untuk itu, dibutuhkan upaya untuk mengantisipasi kerugian akibat risiko yang disebabkan pengikatan plastik media tanam longgar. Upaya yang dilakukan oleh perusahaan untuk mengantisipasi terjadinya baglog yang gagal berproduksi karena pengikatan plastik media tanamnya longgar adalah dengan memberikan perintah kepada ke semua tenaga kerja di bagian packing baglog agar mengikat plastik media tanamnya dengan rapat. Perintah ini juga biasanya diberikan oleh manajer produksi dua. Namun, berdasarkan hasil wawancara dengan pihak perusahaan bahwa di bulan Juni 2012 masih saja terjadi pengikatan plastik media tanam yang longgar sehingga terjadi kerugian karena baglog tidak dapat lagi berproduksi. Hal ini mungkin terjadi karena tenaga kerja yang melakukan packing baglog adalah tenaga kerja yang pengupahannya berdasarkan jumlah baglog yang telah di-packing, dimana upah yang diterima oleh tenaga kerja packing baglog adalah Rp 40,00 per baglog. Sistem pengupahan ini membuat tenaga kerja cenderung ingin cepat-cepat selesai melakukan packing baglog tanpa memperhatikan pengikatan plastik media tanamnya. Manajer produksi dua juga tidak mengawasi sepenuhnya pelaksanaan packing baglog. Selain itu, pengikatan plastik tanam yang longgar juga akan sulit diidentifikasi oleh manajer produksi dua pada saat packing baglog dengan melihat jumlah baglog yang di-packing setiap harinya yaitu kira-kira 7.500 baglog. 6.1.4. Sumber Risiko pada Proses Sterilisasi Setelah proses packing baglog dilakukan, maka selanjutnya adalah proses sterilisasi. Proses sterilisasi dilakukan agar media tanam (baglog) menjadi matang sehingga mudah diuraikan dan
untuk menghilangkan mikroorganisme yang
mengganggu pertumbuhan jamur. Pada Rimba Jaya Mushroom, sterilisasi dilakukan menggunakan mesin steamer. Proses sterilisasi ini harus dilakukan dengan tepat
sesuai
dengan jumlah kapasitas mesin steamer, karena jika 66
dipaksakan melebihi kapasitasnya maka kemampuan untuk memberikan panas secara merata akan berkurang. Sedangkan semua baglog harus mendapatkan panas yang cukup agar proses sterilisasi berlangsung dengan baik dan maksimal. Tujuan dari pemberian panas yang cukup yaitu untuk membunuh mikroorganisme yang mungkin saja ikut masuk ke dalam baglog pada saat proses packing ataupun dari bahan bakunya. Sterilisasi dilakukan pada suhu 80-100oC selama 12 jam. Indikator matangnya semua baglog pada saat di mesin steamer adalah ketika api kompor gas yang menggunakan tabung gas 12 kg telah padam. Walaupun demikian, dalam proses sterilisasi pada Rimba Jaya Mushroom terdapat risiko yang dapat mengakibatkan kerugian bagi perusahaan, seperti risiko kematangan baglog yang tidak sempurna. Rimba Jaya Mushroom memiliki empat mesin steamer. Setiap mesin steamer memiliki kapasitas 2.000 baglog yang dapat disterilisasi. Setiap satu mesin steamer menggunakan 4 kompor dan tabung gas berukuran 12 kg. Baglog yang telah di-packing dimasukkan ke dalam keempat mesin tersebut. Semua baglog disusun rapi di dalam mesin steamer. Dalam hal ini tenaga kerja tidak menghitung berapa baglog yang telah dimasukkan ke dalam mesin steamer tersebut. Mereka hanya menyusun semua baglog sedemikian rupa sampai semua mesin steamer terisi. Jadi, tenaga kerja tidak mengetahui apakah jumlah baglog yang disusun melebihi kapasitas atau kurang dari kapasitas mesin steamer. Semua baglog disusun rapi dan merapat. Namun, semua baglog yang disterilisasi menggunakan mesin steamer tersebut tidak semuanya mendapatkan panas yang sempurna. Beberapa baglog mendapatkan panas yang tidak merata sehingga tingkat kematangannya tidak sempurna. Kematangan baglog yang tidak sempurna terjadi karena api kompor gas yang tidak merata. Sterilisasi dilakukan selama 12 jam dan tidak dapat dipastikan apakah kondisi apinya selama 12 jam dalam kondisi baik. Penanggung jawab sterilisasi mengontrol mesin steamer setiap 2 jam sekali dan jika terjadi kondisi api yang tidak merata ataupun yang padam tidak dapat diketahui secara cepat dan hal ini dapat menyebabkan kematangan baglog menjadi tidak sempurna. Selain itu, kematangan baglog yang tidak sempurna juga terjadi karena kesalahan dalam penyusunan baglog di mesin steamer. Susunan baglog yang terlalu rapat juga akan
67
mempengaruhi tingkat kematangan dari baglog tersebut. Ketika susunan baglog terlalu rapat, maka uap dari hasil pengukusan tidak menyebar rata sehingga beberapa baglog khususnya yang tersusun rapat tidak mendapat uap secara sempurna. Mesin steamer juga terdiri dari dua tingkat. Semua baglog disusun di kedua tingkat mesin steamer tersebut. Susunan baglog yang rapat tersebut membuat semakin kecilnya celah uap pengukusan untuk menyebar, khususnya pada baglog yang diletakkan paling atas. Risiko yang disebabkan kematangan baglog yang tidak sempurna terlihat pada saat baglog berada di ruang inkubasi dan di ruang pertumbuhan. Jika baglog tidak memiliki kematangan yang sempurna, maka baglog tersebut tidak akan dapat berproduksi secara maksimal. Baglog tersebut akan rusak. Baglog yang rusak dapat dilihat dari warna baglognya pada saat di ruang inkubasi dan pada saat di ruang pertumbuhan. Baglog yang tidak memiliki kematangan yang sempurna tidak ditumbuhi miselium secara merata. Pada baglog tersebut juga ditumbuhi jamur lain (oncom) yang berwarna hijau atau hitam karena baglog tersebut belum steril sepenuhnya. Pada Rimba Jaya Mushroom baglog yang tidak memiliki kematangan yang sempurna masih dapat menghasilkan jamur, walaupun bobot jamur yang dapat dihasilkan dari baglog tersebut menjadi berkurang. Berdasarkan hasil wawancara dan pengamatan yang dilakukan pada usaha Rimba Jaya Mushroom, bahwa setiap hari pada bulan Juni 2012 terjadi kerugian akibat risiko yang disebabkan kematangan baglog yang tidak sempurna. Jumlah baglog yang memiliki kematangan yang tidak sempurna tersebut lebih mudah diidentifikasi atau dilihat ketika baglog tersebut sudah melewati masa inkubasi dan siap untuk dipindahkan ke ruang pertumbuhan. Setiap hari tenaga kerja di Rimba Jaya Mushroom menyortir baglog-baglog dari ruang inkubasi yang layak untuk dijual dan dibudidayakan sendiri oleh perusahaan. Pada saat melakukan penyortiran akan terlihat dengan jelas baglog yang memiliki kematangan yang tidak sempurna, dimana baglog tersebut memiliki warna yang tidak merata karena sebagian baglog ditumbuhi miselium dan sebagian lagi ditumbuhi jamur lain (oncom) yang berwarna hijau atau hitam. Jika ditemukan baglog yang demikian pada saat penyortiran dilakukan, maka segera dipisahkan karena baglog tersebut tidak layak untuk dijual dan harus dibudidayakan oleh perusahaan sendiri dan hal
68
ini dapat mengurangi bobot jamur dari baglog tersebut sehingga terjadi penurunan produksi di Rimba Jaya Mushroom. Dari semua baglog yang telah dipisahkan karena rusak tersebut, dapat dihitung berapa jumlah baglog yang rusak akibat kematangan baglog yang tidak sempurna setiap hari. Jumlah baglog yang memiliki kematangan yang tidak sempurna serta nilai kerugian yang ditimbulkannya selama bulan Juni 2012 pada usaha Rimba Jaya Mushroom dapat dilihat pada Tabel 13. Tabel 13. Jumlah Baglog yang Memiliki Kematangan tidak Sempurna serta Nilai Kerugian yang Ditimbulkannya Selama Bulan Juni 2012 dan Jumlah Baglog yang Diisi ke Kumbung Inkubasi (40 Hari yang Lalu) pada Usaha Rimba Jaya Mushroom Tanggal
Jumlah Baglog yang Nilai Kerugian tidak Matang yang Ditimbulkan Sempurna (Unit) (Rp)*) 1 57 90.060,00 2 65 102.700,00 3 4 98 154.840,00 5 45 71.100,00 6 67 105.860,00 7 55 86.900,00 8 47 74.260,00 9 60 94.800,00 10 11 123 194.340,00 12 98 154.840,00 13 84 132.720,00 14 58 91.640,00 15 60 94.800,00 16 35 55.300,00 17 18 110 173.800,00 19 92 145.360,00 20 57 90.060,00 21 40 63.200,00 22 82 129.560,00 23 62 97.960,00 24 25 117 184.860,00 26 93 146.940,00 27 75 118.500,00 28 40 63.200,00 29 45 71.100,00 30 84 132.720,00 Total 1.849 2.921.420,00 Keterangan: *) Harga jual jamur tiram putih
Jumlah Baglog yang Diisi ke Kumbung Inkubasi (40 hari yang Lalu) (Unit) 21 April : 7027 22 April : 7233 23 April : 24 April : 6670 25 April : 7033 26 April : 7414 27 April : 7199 28 April : 7237 29 April : 7259 30 April : 1 Mei : 7363 2 Mei : 6987 3 Mei : 7406 4 Mei : 7223 5 Mei : 6980 6 Mei : 6759 7 Mei : 8 Mei : 7326 9 Mei : 7410 10 Mei : 7328 11 Mei : 7267 12 Mei : 7410 13 Mei : 7362 14 Mei : 15 Mei : 7097 16 Mei : 7439 17 Mei : 7213 18 Mei : 7370 19 Mei : 7512 20 Mei : 6973 187.497
69
Pada Tabel 13 dapat dilihat bahwa jumlah baglog yang memiliki kematangan tidak sempurna selama bulan Juni 2012 adalah sebanyak 1.849 baglog dan jumlah kerugian yang diakibatkan adalah sebesar Rp 2.921.420,00. Kerugian per baglog dihitung dengan asumsi bahwa satu baglog menghasilkan jamur tiram putih sebanyak 0,4 kg (hasil produksi normal Rimba Jaya Mushroom) dan ketika terjadi risiko baglog tidak matang sempurna, maka diasumsikan bobot jamur berkurang menjadi 0,2 kg per baglog. Jadi, untuk menghitung hasil produksi yang berkurang akibat risiko baglog tidak matang sempurna yang menyebabkan berkurangnya bobot jamur per baglog adalah dengan mengalikan jumlah baglog yang memiliki kematangan tidak sempurna tersebut dengan 0,2 kg. Kemudian hasil perkalian dari hasil produksi yang berkurang tersebut dengan harga jual rata-rata (Rp 7.900,00) selama bulan Juni 2012 merupakan jumlah kerugian yang diakibatkan per hari. Berdasarkan Tabel 13 juga dapat dibandingkan jumlah baglog yang tidak matang sempurna selama bulan Juni 2012 dengan jumlah baglog yang diisi ke kumbung inkubasi 40 hari yang lalu, sehingga selama bulan Juni 2012 total baglog yang tidak matang sempurna adalah sebanyak 1.849 baglog dari 187.497 baglog. Kerugian yang terjadi akibat dari risiko yang disebabkan baglog yang tidak matang sempurna akan berpengaruh pada penerimaan ataupun pendapatan perusahaan. Hal ini akan menurunkan hasil produksi jamur tiram putih pada Rimba Jaya Mushroom. Untuk itu, dibutuhkan upaya untuk mengantisipasi kerugian akibat risiko yang disebabkan baglog yang tidak matang sempurna. Upaya yang dilakukan oleh perusahaan untuk mengantisipasi terjadinya kerugian akibat dari kematangan baglog yang tidak sempurna adalah memberikan perintah kepada tenaga kerja yang menyusun semua baglog ke mesin steamer agar menyusun semua baglog tidak terlalu rapat agar semua baglog mendapat panas yang merata. Perintah ini diberikan oleh penanggung jawab bagian sterilisasi. Penanggung jawab sterilisasi juga mengontrol mesin steamer setiap 2 jam sekali selama proses sterilisasai dilakukan. Penanggung jawab hanya mengoperasikan mesin steamer setelah semua baglog disusun ke dalam mesin steamer tanpa mengawasi tenaga kerja pada saat melakukan penyusunan baglog. Sebelumnya, penanggung jawab juga telah melakukan beberapa percobaan tentang letak
70
kompor gas yang digunakan untuk mengukus hingga ditemukan letak kompor gas yang tepat untuk kematangan semua baglog yang ada di mesin steamer. 6.1.5. Sumber Risiko pada Proses Inokulasi Setelah semua baglog selesai disterilisasi maka baglog-baglog tersebut didinginkan di ruang inokulasi selama satu hari sebelum pengisian bibit F1 karena baglog yang panas tidak boleh langsung diisi bibit F1 karena akan dapat menyebabkan bibit mati. Pendinginan semua baglog dalam ruang inokulasi harus merata. Suhu yang baik untuk proses inokulasi kira-kira di kisaran 35-380 C. Pada proses inokulasi harus memperhatikan kebersihan alat, tempat dan sumber daya manusia atau pelaksananya. Bibit yang akan digunakan adalah bibit produksi Rimba Jaya Mushroom juga. Peralatan, tempat, dan tenaga kerja yang tidak higienis pada proses inokulasi dapat menyebabkan kegagalan baglog dalam menghasilkan jamur tiram putih. Pada Rimba Jaya Mushroom teknik inokulasi dilakukan dengan cara pengisian bibit ke dalam media tanam. Media yang telah diisi bibit selanjutnya ditutup dengan menggunakan
kapas yang sebelumnya telah disterilisasi lalu
diikat dengan menggunakan karet. Inokulasi dilakukan di empat ruangan yang tertutup. Pengisian ini harus dilakukan dengan teliti dan cepat. Setiap pengisian bibit dalam satu baglog telah dilakukan, maka botol bibit F1 dan baglog yang telah diisi bibit segera ditutup kembali untuk menghindari terjadinya kontaminasi mikroorganisme. Pada proses inokulasi harus memperhatikan kebersihan alat, tempat dan sumberdaya manusia atau pelaksananya. Kebersihan peralatan, tempat, dan tenaga kerja yang tidak terjaga akan memberi kesempatan mikroorganisme masuk ke dalam baglog pada saat proses pengisian bibit dari botolnya ke dalam baglognya, sehingga baglog dapat terkontaminasi (gagal berproduksi). Baglog yang terkontaminasi karena kebersihan peralatan, tempat, dan tenaga kerjanya yang tidak terjaga dapat terlihat pada saat baglog melewati masa inkubasi. Pada baglog tersebut tidak ditumbuhi oleh miselium karena telah terkontaminasi. Baglog tersebut akan ditumbuhi oleh jamur lain sehingga berwarna hijau atau hitam (oncom hijau atau oncom hitam). Jika pada ruang inkubasi dijumpai baglog yang demikian, maka segera baglog tersebut dibuang karena tidak dapat menghasilkan jamur tiram putih lagi. Jumlah kerusakan baglog 71
akibat risiko yang disebabkan peralatan, tempat, dan tenaga kerja yang tidak higienis serta nilai kerugian yang ditimbulkannya selama bulan Juni 2012 pada usaha Rimba Jaya Mushroom dapat dilihat pada Tabel 14. Tabel 14. Jumlah Baglog yang Rusak Akibat Risiko yang Disebabkan Peralatan, Tempat, dan Tenaga Kerja tidak Higienis serta Nilai Kerugian yang Ditimbulkannya Selama Bulan Juni 2012 dan Jumlah Baglog yang Diisi ke Kumbung Inkubasi (40 Hari yang Lalu) pada Usaha Rimba Jaya Mushroom Tanggal
Jumlah Baglog yang Rusak karena Peralatan, Tempat, dan Tenaga Kerja yang tidak Higienis (Unit) 1 24 2 36 3 4 60 5 30 6 53 7 38 8 42 9 50 10 11 42 12 12 13 29 14 17 15 27 16 15 17 18 52 19 36 20 23 21 52 22 15 23 27 24 25 62 26 36 27 26 28 30 29 52 30 35 Total 921 Keterangan: *) Harga baglog siap jual
Nilai Kerugian yang Ditimbulkan (Rp)*) 38.400,00 57.600,00 96.000,00 48.000,00 84.800,00 60.800,00 67.200,00 80.000,00 67.200,00 19.200,00 46.400,00 27.200,00 43.200,00 24.000,00 83.200,00 57.600,00 36.800,00 83.200,00 24.000,00 43.200,00 99.200,00 57.600,00 41.600,00 48.000,00 83.200,00 56.000,00 1.473.600,00
Jumlah Baglog yang Diisi ke Kumbung Inkubasi (40 hari yang Lalu) (Unit) 21 April : 22 April : 23 April : 24 April : 25 April : 26 April : 27 April : 28 April : 29 April : 30 April : 1 Mei : 2 Mei : 3 Mei : 4 Mei : 5 Mei : 6 Mei : 7 Mei : 8 Mei : 9 Mei : 10 Mei : 11 Mei : 12 Mei : 13 Mei : 14 Mei : 15 Mei : 16 Mei : 17 Mei : 18 Mei : 19 Mei : 20 Mei :
7027 7233 6670 7033 7414 7199 7237 7259 7363 6987 7406 7223 6980 6759 7326 7410 7328 7267 7410 7362 7097 7439 7213 7370 7512 6973 187.497
Berdasarkan hasil wawancara dan pengamatan yang dilakukan pada usaha Rimba Jaya Mushroom, bahwa setiap hari pada bulan Juni 2012 terjadi kerugian akibat risiko yang disebabkan peralatan, tempat, dan tenaga kerja yang tidak
72
higienis. Jumlah baglog yang gagal berproduksi karena risiko yang disebabkan peralatan, tempat, dan tenaga kerja yang tidak higienis tersebut lebih mudah diidentifikasi atau dilihat ketika baglog tersebut sudah melewati masa inkubasi dan siap untuk dipindahkan ke ruang pertumbuhan. Setiap hari tenaga kerja di Rimba Jaya Mushroom menyortir baglog-baglog dari ruang inkubasi yang layak untuk dijual dan dibudidayakan sendiri oleh perusahaan. Pada saat melakukan penyortiran akan terlihat dengan jelas baglog yang rusak karena risiko yang disebabkan peralatan, tempat, dan tenaga kerja yang tidak higienis, dimana baglog tersebut tidak ditumbuhi oleh miselium karena telah terkontaminasi. Baglog tersebut akan berwarna hijau atau hitam (oncom hijau atau oncom hitam). Jika ditemukan baglog yang demikian pada saat penyortiran dilakukan, maka segera dipisahkan lalu dibuang karena baglog tersebut tidak dapat lagi berproduksi. Dari semua baglog yang telah dipisahkan karena rusak tersebut, dapat dihitung berapa jumlah baglog yang rusak akibat peralatan, tempat, dan tenaga kerja yang tidak higienis setiap hari. Pada Tabel 14 dapat dilihat bahwa jumlah baglog yang tidak dapat berproduksi akibat peralatan, tempat, dan tenaga kerja yang tidak higienis selama bulan Juni 2012 adalah sebanyak 921 baglog dan jumlah kerugian yang diakibatkan adalah sebesar Rp 1.473.600,00. Kerugian per baglog dihitung berdasarkan harga jual baglog siap budidaya, yaitu Rp 1.600,00 per baglog, sehingga setiap satu baglog yang rusak akibat risiko peralatan, tempat, dan tenaga kerja yang tidak higienis, maka perusahaan akan mengalami kerugian sebesar Rp 1.600,00. Berdasarkan Tabel 14 juga dapat dibandingkan jumlah baglog yang rusak karena peralatan, tempat, dan tenaga kerja yang tidak higienis selama bulan Juni 2012 dengan jumlah baglog yang diisi ke kumbung inkubasi 40 hari yang lalu, sehingga selama bulan Juni 2012 total baglog yang rusak karena peralatan, tempat, dan tenaga kerja yang tidak higienis adalah sebanyak 921 baglog dari 187.497 baglog. Kerugian yang terjadi akibat dari risiko yang disebabkan peralatan, tempat, dan tenaga kerja yang tidak higienis akan berpengaruh pada penerimaan ataupun pendapatan perusahaan. Hal ini akan menurunkan hasil produksi jamur tiram putih pada Rimba Jaya Mushroom. Untuk itu, dibutuhkan upaya untuk
73
mengantisipasi kerugian akibat risiko yang disebabkan peralatan, tempat, dan tenaga kerja yang tidak higienis. Upaya yang dilakukan oleh perusahaan untuk mengantisipasi terjadinya baglog yang gagal berproduksi karena peralatan, tempat, dan tenaga kerja yang tidak higienis adalah menjaga kebersihan tempat, peralatan, dan tenaga kerja yang melakukan proses inokulasi. Sebelum melakukan pengisian bibit ke dalam baglog, terlebih dahulu spatula dan tangan dari tenaga kerja diberi alkohol agar mikroorganisme lain mati dan tidak masuk ke dalam baglog pada saat pengisian bibit dilakukan. Tenaga kerja juga harus menggunakan masker mulut. Pengisian ini harus dilakukan dengan teliti dan cepat. Setiap pengisisan bibit dalam satu baglog telah dilakukan, maka botol bibit F1 dan baglog yang telah diisi bibit segera ditutup kembali untuk menghindari kontaminasi dari mikroorganisme. Di dalam ruang inokulasi juga dilengkapi dengan lampu UV yang bermanfaat untuk membunuh kuman-kuman yang ada di dalam ruangan inokulasi. Inokulasi dilakukan di empat ruangan yang tertutup dan siapapun yang masuk ke ruangan ini harus melepaskan alas kakinya. Namun, berdasarkan hasil wawancara dengan pihak perusahaan bahwa di bulan Juni 2012 masih saja terjadi baglog yang terkontaminasi karena perlatan, tempat, ataupun tenaga kerja yang tidak higienis pada saat melakukan poses inokulasi. Hal ini mungkin terjadi karena tenaga kerja yang melakukan proses inokulasi adalah tenaga kerja yang pengupahannya berdasarkan jumlah baglog yang telah diinokulasi, dimana upah yang diterima oleh tenaga kerja inokulasi adalah Rp 45,00 per baglog. Sistem pengupahan ini membuat tenaga kerja cenderung ingin cepat-cepat selesai melakukan inokulasi sehingga tidak sepenuhnya memperhatikan kesterilan tangan maupun spatula yang digunakan untuk mengisi bibit ke dalam baglog.
6.1.6. Sumber Risiko pada Proses Inkubasi Baglog yang telah diisi bibit pada ruang inokulasi kemudian disusun pada rak-rak yang ada pada ruang inkubasi. Tahap inkubasi adalah tahap pertumbuhan miselium jamur. Media tersebut ditata di atas rak yang terdapat dalam kumbung inkubasi. Suhu yang dibutuhkan untuk pertumbuhan miselium adalah antara 2228˚ C dengan kelembapan 60-80 persen. Inkubasi dilakukan hingga seluruh media
74
berwarna putih merata. Waktu yang dibutuhkan untuk tahap inkubasi adalah kurang lebih selama 40 hari. Pada saat inkubasi, ada beberapa hal yang dapat menyebabkan miselium tidak bertumbuh maksimal pada baglog, seperti kesalahan tenaga kerja dalam menyusun baglog ke rak-rak kumbung inkubasi, dan serangan hama. a. Risiko yang Disebabkan Kesalahan Penyusunan Baglog Rak kumbung inkubasi terbuat dari bambu dan sebagian ujung bambu pada rak tersebut sedikit runcing dan pada rak-rak tersebut terdapat paku-paku sebagai perekat bambu-bambu tersebut. Oleh karena itu, jika tenaga kerja tidak hati-hati pada saat menyusun baglog ke rak-rak kumbung, maka akan dapat menyebabkan baglog bocor dan pecah. Pada Rimba Jaya mushroom, tenaga kerja yang memindahkan baglog dari ruang inokulasi ke rak-rak kumbung inkubasi adalah tenaga kerja yang pengupahannya berdasarkan jumlah baglog yang telah dipindahkan dan disusun, dimana upah yang diterima oleh tenaga kerja yang menyusun semua baglog ke kumbung inkubasi adalah Rp 15,00 per baglog. Sistem pengupahan ini membuat tenaga kerja tidak hati-hati dan cenderung ingin cepat-cepat selesai menyusun semua baglog ke rak-rak kumbung inkubasi sehingga tidak sepenuhnya memperhatikan kondisi rak kumbungnya. Baglog yang bocor akibat penyusunan yang tidak hati-hati ke rak-rak kumbung inkubasi masih tetap ditumbuhi oleh miselium. Namun, pada bagian baglog yang bocor tersebut akan tumbuh jamur lain atau oncom yang berwarna orange dan media tanam pada bagian baglog yang bocor atau sobek tersebut akan rusak. Baglog tersebut masih tetap dapat menghasilkan jamur, walaupun jumlah hasil jamur dari baglog tersebut berkurang. Jumlah baglog yang rusak akibat risiko yang disebabkan kesalahan penyusunan baglog di ruang inkubasi serta nilai kerugian yang ditimbulkannya selama bulan Juni 2012 pada usaha Rimba Jaya Mushroom dapat dilihat pada Tabel 15.
75
Tabel
15. Jumlah Baglog yang Rusak karena Kesalahan Penyusunan ke Rak-Rak Kumbung Inkubasi serta Nilai Kerugian yang Ditimbulkannya Selama Bulan Juni 2012 dan Jumlah Baglog yang Diisi ke Kumbung Inkubasi (40 Hari yang Lalu) pada Usaha Rimba Jaya Mushroom
Tanggal
Jumlah Baglog yang Rusak karena Kesalahan Penyusunan ke Rak-Rak Kumbung Inkubasi (Unit) 1 22 2 18 3 4 35 5 23 6 17 7 16 8 22 9 24 10 11 33 12 17 13 24 14 27 15 25 16 18 17 18 30 19 22 20 17 21 15 22 20 23 25 24 25 35 26 23 27 25 28 20 29 18 30 25 Total 596 Keterangan: *) Harga jual jamur tiram putih
Nilai Kerugian yang Ditimbulkan (Rp)*) 34.760,00 28.440,00 55.300,00 36.340,00 26.860,00 25.280,00 34.760,00 37.920,00 52.140,00 26.860,00 37.920,00 42.660,00 39.500,00 28.440,00 47.400,00 34.760,00 26.860,00 23.700,00 31.600,00 39.500,00 55.300,00 36.340,00 39.500,00 31.600,00 28.440,00 39.500,00 941.680,00
Jumlah Baglog yang Diisi ke Kumbung Inkubasi (40 hari yang Lalu) (Unit) 21 April : 22 April : 23 April : 24 April : 25 April : 26 April : 27 April : 28 April : 29 April : 30 April : 1 Mei : 2 Mei : 3 Mei : 4 Mei : 5 Mei : 6 Mei : 7 Mei : 8 Mei : 9 Mei : 10 Mei : 11 Mei : 12 Mei : 13 Mei : 14 Mei : 15 Mei : 16 Mei : 17 Mei : 18 Mei : 19 Mei : 20 Mei :
7027 7233 6670 7033 7414 7199 7237 7259 7363 6987 7406 7223 6980 6759 7326 7410 7328 7267 7410 7362 7097 7439 7213 7370 7512 6973 187.497
Berdasarkan hasil wawancara dan pengamatan yang dilakukan pada usaha Rimba Jaya Mushroom, bahwa setiap hari pada bulan Juni 2012 terjadi kerugian akibat kesalahan penyusunan baglog ke rak-rak kumbung inkubasi. Jumlah baglog yang rusak karena kesalahan penyusunan baglog ke rak-rak kumbung inkubasi tersebut lebih mudah diidentifikasi atau dilihat ketika baglog tersebut sudah melewati masa inkubasi dan siap untuk dipindahkan ke ruang pertumbuhan. Setiap hari kerja (senin-sabtu) tenaga kerja di Rimba Jaya Mushroom menyortir
76
baglog-baglog dari ruang inkubasi yang layak untuk dijual dan dibudidayakan sendiri oleh perusahaan. Pada saat melakukan penyortiran akan terlihat dengan jelas baglog yang rusak karena kesalahan penyusunan baglog ke rak-rak kumbung inkubasi, dimana baglog tersebut terlihat pecah dan koyak dan pada bagian baglog yang bocor tersebut akan tumbuh oncom yang berwarna orange dan media tanam pada bagian baglog yang bocor atau sobek tersebut akan terlihat rusak. Jika ditemukan baglog yang demikian pada saat penyortiran dilakukan, maka segera dipisahkan karena baglog tersebut tidak layak untuk dijual dan harus dibudidayakan oleh perusahaan sendiri dan hal ini dapat mengurangi bobot jamur dari baglog tersebut sehingga terjadi penurunan produksi di Rimba Jaya Mushroom. Dari semua baglog yang telah dipisahkan karena rusak tersebut, dapat dihitung berapa jumlah baglog yang rusak karena kesalahan penyusunan baglog ke rak-rak kumbung inkubasi per hari. Pada Tabel 15 dapat dilihat bahwa jumlah baglog yang rusak karena kesalahan penyusunan baglog ke rak-rak kumbung inkubasi selama bulan Juni 2012 adalah sebanyak 596 baglog dan jumlah kerugian yang diakibatkan adalah sebesar Rp 941.680,00. Kerugian per baglog dihitung dengan asumsi bahwa satu baglog menghasilkan jamur tiram putih sebanyak 0,4 kg (hasil produksi normal Rimba Jaya Mushroom) dan ketika terjadi risiko baglog yang rusak karena kesalahan penyusunan baglog ke rak-rak kumbung inkubasi, maka diasumsikan bobot jamur berkurang menjadi 0,2 kg per baglog. Jadi, untuk menghitung hasil produksi yang berkurang akibat kesalahan penyusunan baglog ke rak-rak kumbung inkubasi yang menyebabkan berkurangnya bobot jamur per baglog adalah dengan mengalikan jumlah baglog yang rusak karena kesalahan penyusunan baglog ke rak-rak kumbung inkubasi tersebut dengan 0,2 kg. Kemudian hasil perkalian dari hasil produksi yang berkurang tersebut dengan harga jual rata-rata (Rp 7.900,00) selama bulan Juni 2012 merupakan jumlah kerugian yang diakibatkan per hari. Berdasarkan Tabel 15 juga dapat dibandingkan jumlah baglog yang rusak karena kesalahan penyusunan baglog ke rak-rak kumbung inkubasi selama bulan Juni 2012 dengan jumlah baglog yang diisi ke kumbung inkubasi 40 hari yang lalu, sehingga selama bulan Juni 2012
77
total baglog yang rusak karena kesalahan penyusunan baglog ke rak-rak kumbung inkubasi adalah sebanyak 596 baglog dari 187.497 baglog. Kerugian yang terjadi akibat dari rusaknya baglog karena kesalahan penyusunan baglog ke rak-rak kumbung inkubasi akan berpengaruh pada penerimaan ataupun pendapatan perusahaan. Hal ini akan menurunkan hasil produksi jamur tiram putih pada Rimba Jaya Mushroom. Untuk itu, dibutuhkan upaya untuk mengantisipasi kerugian akibat rusaknya baglog karena kesalahan penyusunan baglog ke rak-rak kumbung inkubasi. Upaya yang dilakukan oleh perusahaan
untuk
mengantisipasi
terjadinya
kerugian
akibat
kesalahan
penyusunan baglog ke rak-rak kumbung inkubasi adalah memberikan perintah kepada tenaga kerja agar mengangkut dan menyusun semua baglog ke rak-rak kumbung inkubasi dengan hati-hati dan tidak kasar. Perintah ini diberikan oleh manajer produksi dua. Manajer produksi dua juga tidak mengawasi langsung pengangkutan dan penyusunan baglog ke rak-rak kumbung inkubasi karena memang hal itu sulit dilakukan karena tugas manajer produksi dua bukan hanya di bagian inkubasi saja. b. Risiko yang Disebabkan Serangan Hama Hama adalah organisme yang dapat bersifat sebagai pengganggu atau pemangsa yang berasal dari sekitar kumbung inkubasi. Hama yang ada di sekitar kumbung inkubasi yaitu tikus dan kecoa. Umumnya hama tersebut menyerang baglog yang sedang mengalami proses inkubasi, karena pada proses ini baglog disimpan dan disusun di atas rak-rak bambu dan didiamkan selama kurang lebih 40 hari lamanya. Hama tikus ataupun kecoa mampu dengan mudah menembus anyaman bambu sehingga baglog sangat mudah sekali dirusak. Hama yang paling banyak merusak baglog adalah tikus. Pada kondisi ini hama tikus sering sekali merusak dengan cara merobek plastik pembungkus media tanam. Karena kegiatan hama tikus ini sebagian besar dilakukan pada malam hari,
maka
cukup
sulit
untuk
dideteksi
dan
diawasi
secara intensif.
Lingkungan sekitar ruang inkubasi pada Rimba Jaya Mushroom masih alami dengan banyaknya pepohonan dan lahan-lahan kosong yang membantu stabilitas populasi hama tersebut.
78
Tikus dapat merobek semua jenis baglog yang ada di ruang inkubasi, baik itu baglog yang sudah ditumbuhi oleh miselium, maupun baglog yang belum ditumbuhi oleh miselium. Baglog yang sudah dirusak oleh hama tersebut akan terlihat dengan adanya baglog yang berlobang atau sobek. Baglog yang berlobang akibat hama tersebut masih tetap dapat ditumbuhi oleh miselium. Namun, pada bagian baglog yang berlubang tersebut akan tumbuh oncom yang berwarna orange. Baglog tersebut masih tetap dapat menghasilkan jamur, walaupun jumlah hasil jamur dari baglog tersebut berkurang. Berdasarkan hasil wawancara dan pengamatan yang dilakukan pada usaha Rimba Jaya Mushroom, bahwa setiap hari pada bulan Juni 2012 terjadi kerugian akibat serangan hama. Jumlah baglog yang rusak karena serangan hama tersebut lebih mudah diidentifikasi atau dilihat ketika baglog tersebut sudah melewati masa inkubasi dan siap untuk dipindahkan ke ruang pertumbuhan. Setiap hari kerja (senin-sabtu) tenaga kerja di Rimba Jaya Mushroom menyortir baglogbaglog dari ruang inkubasi yang layak untuk dijual dan dibudidayakan sendiri oleh perusahaan. Pada saat melakukan penyortiran akan terlihat dengan jelas baglog yang rusak karena serangan hama, dimana baglog tersebut terlihat berlobang akibat gigitan tikus dan pada bagian baglog yang berlobang tersebut akan tumbuh oncom yang berwarna orange. Jika ditemukan baglog yang demikian pada saat penyortiran dilakukan, maka segera dipisahkan karena baglog tersebut tidak layak untuk dijual dan harus dibudidayakan oleh perusahaan sendiri dan hal ini dapat mengurangi bobot jamur dari baglog tersebut sehingga terjadi penurunan hasil produksi di Rimba Jaya Mushroom. Dari semua baglog yang telah dipisahkan karena rusak tersebut, maka dapat dihitung berapa jumlah baglog yang rusak karena serangan hama setiap hari. Jumlah baglog yang rusak karena serangan hama di kumbung inkubasi serta nilai kerugian yang ditimbulkannya selama bulan Juni 2012 pada usaha Rimba Jaya Mushroom dapat dilihat pada Tabel 16.
79
Tabel 16. Jumlah Baglog yang Rusak akibat Serangan Hama di Kumbung Inkubasi serta Nilai Kerugian yang Ditimbulkannya Selama Bulan Juni 2012 dan Jumlah Baglog yang Diisi ke Kumbung Inkubasi (40 Hari yang Lalu) pada Usaha Rimba Jaya Mushroom Tanggal
Jumlah Kerusakan Nilai Kerugian Baglog karena yang Ditimbulkan Serangan Hama (Rp)*) (Unit) 1 10 15.800,00 2 6 9.480,00 3 4 20 31.600,00 5 13 20.540,00 6 8 12.640,00 7 4 6.320,00 8 15 23.700,00 9 10 15.800,00 10 11 25 39.500,00 12 8 12.640,00 13 14 22.120,00 14 10 15.800,00 15 5 7.900,00 16 8 12.640,00 17 18 17 26.860,00 19 12 18.960,00 20 8 12.640,00 21 15 23.700,00 22 17 26.860,00 23 5 7.900,00 24 25 20 31.600,00 26 16 25.280,00 27 25 39.500,00 28 8 12.640,00 29 15 23.700,00 30 14 22.120,00 Total 328 518.240,00 Keterangan: *) Harga jual jamur tiram putih
Jumlah Baglog yang Diisi ke Kumbung Inkubasi (40 hari yang Lalu) (Unit) 21 April : 22 April : 23 April : 24 April : 25 April : 26 April : 27 April : 28 April : 29 April : 30 April : 1 Mei : 2 Mei : 3 Mei : 4 Mei : 5 Mei : 6 Mei : 7 Mei : 8 Mei : 9 Mei : 10 Mei : 11 Mei : 12 Mei : 13 Mei : 14 Mei : 15 Mei : 16 Mei : 17 Mei : 18 Mei : 19 Mei : 20 Mei :
7027 7233 6670 7033 7414 7199 7237 7259 7363 6987 7406 7223 6980 6759 7326 7410 7328 7267 7410 7362 7097 7439 7213 7370 7512 6973 187.497
Pada Tabel 16 dapat dilihat bahwa jumlah baglog yang rusak karena serangan hama selama bulan Juni 2012 adalah sebanyak 328 baglog dan jumlah kerugian yang diakibatkan adalah sebesar Rp 518.240,00. Kerugian per baglog dihitung dengan asumsi bahwa satu baglog menghasilkan jamur tiram putih sebanyak 0,4 kg (hasil produksi normal Rimba Jaya Mushroom) dan ketika terjadi risiko baglog yang rusak karena serangan hama, maka diasumsikan bobot jamur berkurang menjadi 0,2 kg per baglog. Jadi, untuk menghitung hasil produksi yang
80
berkurang akibat serangan hama yang menyebabkan berkurangnya bobot jamur per baglog adalah dengan mengalikan jumlah baglog yang rusak karena serangan hama tersebut dengan 0,2 kg. Kemudian hasil perkalian dari hasil produksi yang berkurang tersebut dengan harga jual rata-rata (Rp 7.900,00) selama bulan Juni 2012 merupakan jumlah kerugian yang diakibatkan per hari. Berdasarkan Tabel 16 juga dapat dibandingkan jumlah baglog yang rusak karena serangan hama di kumbung inkubasi selama bulan Juni 2012 dengan jumlah baglog yang diisi ke kumbung inkubasi 40 hari yang lalu, sehingga selama bulan Juni 2012 total baglog yang rusak karena serangan hama di kumbung inkubasi adalah sebanyak 328 baglog dari 187.497 baglog. Kerugian yang terjadi akibat dari rusaknya baglog karena serangan hama akan berpengaruh pada penerimaan ataupun pendapatan perusahaan. Hal ini akan menurunkan hasil produksi jamur tiram putih pada Rimba Jaya Mushroom. Untuk itu, dibutuhkan upaya untuk mengantisipasi kerugian akibat risiko serangan hama. Upaya yang dilakukan oleh perusahaan untuk mengantisipasi terjadinya kerugian akibat serangan hama pada kumbung inkubasi adalah membersihkan kumbung dan lingkungan kumbung tersebut. Pada Rimba Jaya Mushroom ada tenaga kerja yang khusus untuk membersihkan kumbung inkubasi dan menyortir baglogbaglog yang tidak layak lagi berproduksi. Tenaga kerja tersebut juga membersihkan lingkungan sekitar kumbung. Sebelum baglog dipindahkan dari ruang inokulasi ke ruang inkubasi, tenaga kerja biasanya menjaga kebersihan kumbung inkubasi dengan cara menaburkan kapur di lantai kumbung inkubasi. Hal ini juga dilakukan untuk menghilangkan mikroorganisme pengganggu yang ada di kumbung inkubasi agar baglog tidak mudah terkontaminasi. Namun, upaya ini belum dapat menghilangkan adanya serangan hama, khususnya tikus yang sangat banyak merusak baglog di kumbung inkubasi. Hal ini terbukti dengan masih adanya baglog yang rusak akibat serangan hama selama bulan Juni 2012.
6.1.7. Sumber Risiko pada Proses Pertumbuhan (Growing) Media tanam yang sudah putih oleh miselium setelah 40 hari di kumbung inkubasi sudah siap dipindahkan ke kumbung pertumbuhan jamur. Penanaman dilakukan dengan cara membuka karet penutup plastik media tanam yang sudah
81
penuh dengan miselium. Pembukaan karet penutup plastik media tanam dilakukan agar media tanam memperoleh oksigen yang cukup untuk pertumbuhan jamur agar jamur tumbuh dengan normal. Setelah tiga hari, maka ujung plastik yang kira-kira 10 cm panjangnya dipotong menggunakan pisau atau gunting. Setelah dua sampai tiga hari dilakukan pemotongan ujung plastik, biasanya jamur kecil (pinhead) sudah mulai tumbuh. Selanjutnya pinhead tersebut dibiarkan tumbuh menjadi jamur yang siap untuk dipanen. Pada tahap pertumbuhan jamur tiram putih, suhu dan kelembapan harus sesuai agar menghasilkan jamur yang mekar dan berwarna putih bersih. Kumbung pertumbuhan juga harus bersih dan bebas dari serangan hama agar pertumbuhan jamur tiram berjalan dengan baik. Namun, pada proses pertumbuhan jamur tiram putih di Rimba Jaya Mushroom, serangan hama merupakan suatu sumber risiko yang dapat menurunkan hasil produksi jamur tiram putih di perusahaan ini. Hama adalah organisme yang dapat bersifat sebagai pengganggu atau pemangsa yang berasal dari sekitar kumbung budidaya. Pada tahap pertumbuhan, hama yang sering merusak jamur tiram putih adalah kumbang Cyllodes Bifacies. Kumbang ini menyerang batang dan daun jamur. Kumbang ini akan hinggap pada batang maupun daun jamur dan jumlahnya lebih dari satu kumbang yang menghinggapi jamur dari satu baglog. Kumbang Cyllodes Bifacies yang hinggap pada batang dan daun jamur dapat bertelur sehingga menimbulkan larva dan ulat yang bersarang di batang maupun daun jamur. Ulat-ulat tersebut akan merusak batang maupun daun jamur tiram putih yang mengakibatkan adanya lendir-lendir pada batang maupun daun jamur tiram putih. Lendir-lendir tersebut akan menyebabkan batang maupun daun jamurnya rusak (menjadi basah) sehingga tidak layak untuk dijual dan harus dibuang. Jumlah baglog yang diisi ke kumbung pertumbuhan dan jumlah baglog yang menghasilkan jamur yang rusak karena serangan hama serta nilai kerugian yang ditimbulkannya selama bulan Juni 2012 pada usaha Rimba Jaya Mushroom dapat dilihat pada Tabel 17.
82
Tabel 17. Jumlah Baglog yang Diisi ke Kumbung Pertumbuhan dan Jumlah Baglog yang Menghasilkan Jamur yang Rusak akibat Serangan Hama serta Nilai Kerugian yang Ditimbulkannya Selama Bulan Juni 2012 pada Usaha Rimba Jaya Mushroom Tanggal
Jumlah Baglog yang Jumlah Baglog yang Diisi ke Kumbung Menghasilkan Jamur Pertumbuhan (Unit) yang Rusak (Unit) 1 523 14 2 523 9 3 523 7 4 523 12 5 523 6 6 523 8 7 523 10 8 523 6 9 523 9 10 523 14 11 523 7 12 523 9 13 523 15 14 523 6 15 523 5 16 523 8 17 523 8 18 523 15 19 523 8 20 523 8 21 523 20 22 523 7 23 523 8 24 523 8 25 523 17 26 523 18 27 523 23 28 523 7 29 523 17 30 523 12 Total 15.690 321 Keterangan: *) Harga jual jamur tiram putih
Nilai Kerugian yang Ditimbulkan (Rp)*) 22.120,00 14.220,00 11.060,00 18.960,00 9.480,00 12.640,00 15.800,00 9.480,00 14.220,00 22.120,00 11.060,00 14.220,00 23.700,00 9.480,00 7.900,00 12.640,00 12.640,00 23.700,00 12.640,00 12.640,00 31.600,00 11.060,00 12.640,00 12.640,00 26.860,00 28.440,00 36.340,00 11.060,00 26.860,00 18.960,00 507.180,00
Berdasarkan hasil wawancara dan pengamatan yang dilakukan pada usaha Rimba Jaya Mushroom, bahwa setiap hari pada bulan Juni 2012 terjadi kerugian akibat serangan hama di kumbung pertumbuhan. Jumlah baglog yang menghasilkan jamur yang rusak karena serangan hama tersebut lebih mudah diidentifikasi atau dilihat ketika melakukan panen. Jamur yang rusak karena serangan hama kumbang Cyllodes Bifacies akan terlihat jelas dimana batang dan daun jamurnya berlendir dan tidak layak untuk dijual. Warna jamurnya juga tidak putih bersih. Baglog yang menghasilkan jamur tiram yang rusak karena serangan
83
hama kumbang Cyllodes Bifacies bukan berarti gagal total. Baglog tersebut masih dapat menghasilkan jamur tiram yang baik pada panen berikutnya. Hasil jamur tiram yang sudah terkena hama kumbang Cyllodes Bifacies tidak berpengaruh pada kualitas baglognya, karena kumbang ini hanya menyerang batang dan daun jamurnya saja, sehingga bobot jamur yang dapat dihasilkan dari baglog tersebut menjadi berkurang. Hal ini tentu dapat menyebabkan hasil produksi jamur tiram putih di Rimba Jaya Mushroom menjadi berkurang. Pada Tabel 17 dapat dilihat bahwa jumlah baglog yang menghasilkan jamur yang rusak karena serangan hama selama bulan Juni 2012 adalah sebanyak 321 baglog dan jumlah kerugian yang diakibatkan adalah sebesar Rp 507.180,00. Kerugian per baglog dihitung dengan asumsi bahwa satu baglog menghasilkan jamur tiram putih sebanyak 0,4 kg (hasil produksi normal Rimba Jaya Mushroom) dan ketika terjadi risiko baglog yang menghasilkan jamur yang rusak karena serangan hama, maka diasumsikan bobot jamur berkurang menjadi 0,2 kg per baglog. Jadi, untuk menghitung hasil produksi yang berkurang akibat serangan hama yang menyebabkan berkurangnya bobot jamur per baglog adalah dengan mengalikan jumlah baglog yang rusak karena serangan hama tersebut dengan 0,2 kg. Kemudian hasil perkalian dari hasil produksi yang berkurang tersebut dengan harga jual rata-rata (Rp 7.900,00) selama bulan Juni 2012 merupakan jumlah kerugian yang diakibatkan per hari. Berdasarkan Tabel 17 juga dapat dibandingkan jumlah baglog yang menghasilkan jamur yang rusak akibat serangan hama kumbang Cyllodes Bifacies dengan jumlah baglog yang diisi ke kumbung pertumbuhan setiap harinya, sehingga selama bulan Juni 2012 total baglog yang menghasilkan jamur yang rusak akibat serangan hama kumbang Cyllodes Bifacies adalah sebanyak 321 baglog dari 15.690 baglog. Dalam hal ini, diasumsikan bahwa jumlah baglog yang diisi ke kumbung pertumbuhan setiap harinya adalah tetap, yaitu sebanyak 523 baglog per hari. Asumsi ini berlaku karena pada Rimba Jaya Mushroom, jumlah baglog yang diisi ke kumbung pertumbuhan tidak menentu jumlahnya setiap hari. Baglog yang diisi ke kumbung pertumbuhan adalah baglog sisa pengiriman atau penjualan.
84
Kerugian yang terjadi akibat dari baglog dan hasil jamur yang rusak karena serangan hama akan berpengaruh pada penerimaan ataupun pendapatan perusahaan. Hal ini akan menurunkan hasil produksi jamur tiram putih pada Rimba Jaya Mushroom. Untuk itu, dibutuhkan upaya untuk mengantisipasi kerugian akibat risiko serangan hama. Upaya yang dilakukan oleh perusahaan untuk mengantisipasi terjadinya kerugian akibat serangan hama pada kumbung pertumbuhan adalah membersihkan kumbung dan lingkungan kumbung tersebut. Selain itu, dilakukan penyemprotan obat pembasmi hama dan penyakit, yaitu Agrimax bersamaan dengan proses penyiraman jamur. Penyemprotan obat pembasmi hama dan penyakit tidak dilakukan setiap hari. Penyemprotan ini dilakukan jika banyak hama kumbang Cyllodes Bifacies yang menyerang hasil jamur di kumbung pertumbuhan.
6.2.
Hasil Penilaian Tingkat Sumber-Sumber Risiko Produksi Jamur Tiram Putih di Rimba Jaya Mushroom Sumber-sumber risiko yang telah diidentifikasi menggunakan analisis
kualitatif dapat diukur tingkatannya berdasarkan nilai kerugian yang ditimbulkan oleh masing-masing sumber risiko. Hal ini dilakukan untuk melihat sumber risiko produksi yang paling besar sampai yang paling kecil pada usaha jamur tiram putih di Rimba Jaya Mushroom. Setelah mengidentifikasi sumber-sumber risiko produksi jamur tiram putih mulai dari tahap persiapan bahan baku sampai tahap pertumbuhan di Rimba Jaya Mushroom, maka ada beberapa sumber risiko yang dapat mengurangi hasil produksi jamur tiram putih di Rimba Jaya Mushroom. Berdasarkan hasil wawancara dan pengamatan selama bulan Juni 2012 di usaha Rimba Jaya Mushroom, beberapa sumber risiko tersebut terjadi setiap kali melakukan produksi. Namun, nilai kerugian yang ditimbulkan oleh beberapa sumber risiko tersebut berbeda-beda karena sumber risikonya juga berbeda dan jumlah baglog yang terserang masing-masing risiko tersebut juga berbeda. Pada bahasan sebelumnya telah diuraikan jumlah baglog dan hasil jamurnya yang rusak akibat dari masing-masing sumber risiko yang telah diidentifikasi serta nilai kerugian yang ditimbulkannya selama bulan Juni 2012 pada usaha Rimba Jaya Mushroom. Oleh karena itu, sumber risiko terbesar
85
sampai terkecil pada usaha jamur tiram putih Rimba Jaya Mushroom dapat dilihat berdasarkan nilai kerugian yang diakibatkan dari masing-masing sumber risiko. Pada beberapa sumber risiko produksi yang telah diidentifikasi, akan diurutkan risiko mana yang menimbulkan nilai kerugian yang paling besar sampai dengan yang paling kecil dengan cara memberi angka 1 sampai angka 9. Angka 1 akan diberi pada sumber risiko yang paling besar nilai kerugiannya dan angka 2 diberi pada sumber risiko yang nilai kerugiannya di bawah angka 1, demikian seterusnya sampai pada nilai kerugian yang paling kecil, yaitu angka 9. Tingkat sumbersumber risiko produksi jamur tiram putih pada usaha Rimba Jaya Mushroom dapat dilihat pada Tabel 18.
Tabel 18. Tingkat Sumber-Sumber Risiko Produksi Jamur Tiram Putih pada Usaha Rimba Jaya Mushroom Berdasarkan Data pada Bulan Juni 2012 Penyebab Produksi)
(Sumber
Risiko
1) Tahap Persiapan Bahan Baku - Serbuk kayu kasar 2) Tahap Pencampuran Bahan Baku - Pencampuran bahan baku tidak merata 3) Tahap Packing Baglog - Baglog kurang padat - Pengikatan plastik media tanam longgar 4) Tahap Sterilisasi - Kematangan baglog tidak sempurna 5) Tahap Inokulasi - Peralatan, tempat, dan tenaga kerja tidak higienis 6) Tahap Inkubasi - Kesalahan penyusunan baglog ke rak-rak kumbung - Serangan hama 7) Tahap Pertumbuhan (growing) - Serangan hama Total
Jumlah Total Baglog (Unit)
Frekuensi Kejadian (Unit)
%
Nilai Kerugian (Rp)
Tingkat Risiko
191.721
1.686
0,88
2.697.600
2
15.690
760
4,84
1.200.800
4
187.497
162
0,08
255.960
9
191.721
217
0,11
347.200
8
187.497
1.849
0,99
2.921.420
1
187.497
921
0,49
1.473.600
3
187.497 187.497
596 328
0,32 0,17
941.680 518.240
5 6
15.690
321 6.840
2, 05 9,93
507.180 10.863.680
7
86
Pada Tabel 18 dapat dilihat tingkatan risiko berdasarkan besar kecilnya nilai kerugian dari masing-masing sumber risiko produksi jamur tiram putih di Rimba Jaya Mushroom. Pada Tabel tersebut juga dapat dilihat frekuensi kejadian dari masing-masing sumber risiko yang dapat dibandingkan dengan jumlah total baglognya. Jumlah total baglog pada beberapa sumber risiko adalah berbeda. Hal ini terjadi karena setiap tahapan proses produksi jamur tiram putih juga berbeda. Jumlah total baglog yang dipakai sebagai perbandingan dengan frekuensi kejadian pada risiko serbuk kayu kasar dan risiko pengikatan plastik media tanam longgar adalah jumlah total baglog yang di-packing selama bulan Juni 2012. Jumlah total baglog yang dipakai sebagai perbandingan dengan frekuensi kejadian pada risiko pencampuran bahan baku tidak merata dan risiko hama di kumbung pertumbuhan adalah jumlah total baglog yang diisi ke kumbung pertumbuhan. Jumlah total baglog yang dipakai sebagai perbandingan dengan frekuensi kejadian pada risiko baglog kurang padat, kematangan baglog tidak sempurna, peralatan, tempat, dan tenaga kerja tidak higienis, kesalahan penyusunan baglog ke rak-rak kumbung inkubasi, dan serangan hama di kumbung inkubasi adalah jumlah total baglog yang diisi ke kumbung inkubasi (40 hari yang lalu). Dari informasi tingkatan risiko pada Tabel 18 dapat diketahui urutan dari risiko, mulai dari yang paling besar sampai yang paling kecil pada usaha jamur tiram putih di Rimba Jaya Mushroom. Risiko yang disebabkan kematangan baglog tidak sempurna pada tahap sterilisasi merupakan risiko yang paling besar, diikuti dengan risiko yang disebabkan serbuk kayu kasar pada tahap persiapan bahan baku, risiko yang disebabkan peralatan, tempat, dan tenaga kerja tidak higienis, demikian seterusnya sampai risiko yang paling kecil, yaitu risiko yang disebabkan baglog kurang padat pada tahap packing baglog. Pada Rimba Jaya Mushroom semua baglog (± 7.500 baglog) disterilisasi di empat mesin steamer dengan kapasitas ± 2.000 baglog untuk setiap mesin steamer. Semua baglog yang disusun ke mesin steamer seharusnya tidak boleh melebihi kapasitas mesin steamer, karena hal ini akan berpengaruh terhadap tingkat kematangan baglog. Dalam hal ini tenaga kerja yang mengangkut dan menyusun semua baglog ke mesin steamer tidak menghitung berapa baglog yang telah disusun ke mesin steamer, sehingga tidak dapat diketahui apakah semua
87
baglog yang telah diisi ke dalam mesin steamer sesuai dengan kapasitas mesin steamer. Semua baglog disusun rapi dan merapat. Namun, semua baglog yang disterilisasi menggunakan mesin steamer tersebut tidak semuanya mendapatkan panas yang sempurna. Beberapa baglog mendapatkan panas yang tidak merata sehingga tingkat kematangannya tidak sempurna. Kematangan baglog yang tidak sempurna terjadi karena api kompor gas yang tidak merata. Sterilisasi dilakukan selama 12 jam dan tidak dapat dipastikan apakah kondisi apinya selama 12 jam dalam kondisi baik. Penanggung jawab sterilisasi mengontrol mesin steamer setiap 2 jam sekali dan jika terjadi kondisi api yang tidak merata ataupun yang padam tidak dapat diketahui secara cepat dan hal ini dapat menyebabkan kematangan baglog menjadi tidak sempurna. Selain itu, kematangan baglog yang tidak sempurna juga terjadi karena kesalahan dalam penyusunan baglog di mesin steamer. Susunan baglog yang terlalu rapat juga akan mempengaruhi tingkat kematangan dari baglog tersebut. Ketika susunan baglog terlalu rapat, maka uap dari hasil pengukusan tidak menyebar rata sehingga beberapa baglog khususnya yang tersusun rapat tidak mendapat uap secara sempurna. Mesin steamer juga terdiri dari dua tingkat. Semua baglog disusun di kedua tingkat mesin steamer tersebut. Susunan baglog yang rapat tersebut membuat semakin kecilnya celah uap pengukusan untuk menyebar, khususnya pada baglog yang diletakkan paling atas. Risiko yang disebabkan kematangan baglog tidak sempurna terjadi setiap kali produksi dilakukan dan nilai kerugian dari risiko tersebut adalah sebesar Rp 2.921.420,00 selama bulan Juni 2012. Berdasarkan tingkatan sumber risiko produksi jamur tiram putih pada Rimba Jaya Mushroom, dapat dilihat sumber risiko yang menimbulkan nilai kerugian yang besar bagi usaha, sehingga pihak perusahaan boleh lebih fokus untuk menangani risiko tersebut. Risiko yang disebabkan kematangan baglog tidak sempurna merupakan sumber risiko yang memberi nilai kerugian yang paling besar bagi usaha Rimba Jaya Mushroom. Dalam hal ini perusahaan dapat lebih fokus untuk mengantisipasi risiko tersebut agar nilai kerugian yang diakibatkan dapat berkurang.
88
VII. KESIMPULAN DAN SARAN
7.1.
Kesimpulan Beberapa sumber risiko produksi yang terjadi pada setiap tahapan proses
produksi jamur tiram putih di Rimba Jaya Mushroom mulai dari tahap persiapan bahan baku sampai tahap pertumbuhan adalah bahan baku serbuk kayu yang kasar, pencampuran bahan baku tidak merata, baglog kurang padat, pengikatan plastik media tanam longgar, kematangan baglog tidak sempurna, peralatan, tempat, dan tenaga kerja tidak higienis, kesalahan penyusunan baglog ke rak-rak kumbung inkubasi, dan serangan hama di kumbung inkubasi dan kumbung pertumbuhan. Perusahaan juga melakukan upaya untuk mengantisipasi masingmasing sumber risiko tersebut. Berdasarkan jumlah baglog yang rusak dan nilai kerugian yang ditimbulkan oleh masing-masing sumber risiko yang telah diidentifikasi, maka risiko yang paling besar adalah risiko yang disebabkan kematangan baglog yang tidak sempurna pada tahap sterilisasi. Risiko ini terjadi setiap kali produksi dilakukan dan nilai kerugiannya lebih besar dari sumber risiko lainnya. 7.2.
Saran Hampir di setiap proses produksi jamur tiram putih ada kegagalan yang
terjadi. Manajer di setiap bagian produksi semestinya melakukan pencatatan setiap baglog yang rusak. Melakukan pencatatan setiap baglog yang rusak juga dapat digunakan sebagai bentuk pengawasan. Risiko yang disebabkan kematangan baglog tidak sempurna pada tahap sterilisasi merupakan sumber risiko yang paling besar bagi usaha Rimba Jaya Mushroom. Oleh karena itu, pengawasan yang dilakukan oleh perusahaan pada bagian produksi tersebut menjadi prioritas.
89
DAFTAR PUSTAKA [BPS] Badan Pusat Statistik Jakarta. 2009. Statistik Indonesia. BPS Jakarta. Debertin DL. 1986. Agricultural Production Economics. New York: Macmillan Publishing Company. Direktorat Jenderal Hortikultura. 2011. Buku Saku Data Hortikultura. Jakarta: Kementerian Pertanian Indonesia. Djohanputro B. 2008. Manajemen Risiko Korporat. Jakarta: PPM. Elton EJ and Gruber MJ. 1995. Modern Portfolio Theory And Investment Analysis. Fifth Edition. New York: John Wiley and Sons Inc. Firmansyah R. R. 2009. Risiko portofolio pemasaran sayuran organik pada perusahaan Permata Hati Organic Farm Kabupaten Bogor Jawa Barat [skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor. Ginting L. E. 2009. Risiko produksi jamur tiram putih pada Usaha Cempaka Baru di Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor [skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Hardaker, J. Brian, Raud B.M. Huirne, and Jock R. Anderson. 1997. Coping With Risk in Agriculture. New York: CAB International. Harwood J.R. Heifner, K. Coble, T. Perry, and A. Somwaru. 1999. Managing Risk in Farming : Concepts, Research and Analysis, Agricultural Economics Report No.774. US Department of Agriculture. Jamilah M. 2010. Analisis Risiko Produksi Wortel dan Bawang Daun di Kawasan Agropolitan Cianjur, Jawa Barat [skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Kountur R. 2006. Manajemen Risiko. Jakarta: Abdi Tandur. Kountur R. 2008. Mudah Memahami Manajemen Risiko Perusahaan. Jakarta: PPM. Lestari A. 2009. Manajemen risiko dalam usaha pembenihan udang vannamei (Litopenaeus vannamei), studi kasus di PT. Suri Tani Pemuka, Kabupaten Serang, Provinsi Banten [skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Muslich M. 2007. Manajemen Risiko Operasional Teori dan Praktek. Jakarta: PT. Bumi Aksara.
90
Parengkuan H. 2011. Analisis Risiko Produksi Jmaur Tiram Putih pada Yayasan Paguyuban Ikhlas di Desa Cibening Kecamatan Pamijahan Kabupaten Bogor [skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor. Pinto B. 2011. Analisis Risiko Produksi pada Peternakan Ayam Broiler Milik Bapak Restu di Desa Cijayanti, Kecamatan Babakan Madang, Kabupaten Bogor [skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor. Robison L.J, Barry P.J. 1987. The Competitive Firm’s Response to Risk. London: Macmillan Publisher. Sembiring L. 2010. Analasis Risiko Produksi Sayuran Organik pada The Pinewood Organic Farm di Kabupaten Bogor, Jawa Barat [skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Sianturi N. 2011. Analisis Risiko Pengusahaan Bunga pada PT. Saung Mirwan Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat [skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Silaban F. 2011. Analisis Risiko Produksi Ikan Hias Pada PT Taufan Fish Farm di Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat [skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
91
LAMPIRAN
92
Lampiran 1. Konsumsi Perkapita Sayuran di Indonesia Periode 2002, 2005, dan 2008 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22
Komoditas Bawang Merah Ketimun Kacang Merah Kacang Panjang Kentang Kubis Tomat Wortel Cabe Merah Cabe Hijau Cabe Rawit Terung Petsai/Sawi Kangkung Labu Siam Buncis Bayam Bawang putih Jamur Petai Jengkol Lainnya Total Sayuran
Konsumsi Perkapita (Kg/Th) 2002 2005 2008 2.20 2.21 2.74 1.72 1.92 2.08 3.74 3.69 3.80 1.77 1.92 2.03 1.92 2.03 1.92 1.53 1.34 2.23 0.83 1.09 1.14 1.42 1.51 1.54 0.22 0.24 0.27 1.12 1.16 1.44 2.50 2.55 2.91 0.52 0.78 0.88 4.63 4.94 4.78 0.88 0.94 1.46 0.88 0.94 0.94 4.16 4.78 4.00 1.07 1.21 1.71 0.05 0.05 0.06 0.30 0.47 1.72 2.03 2.76 32.89 35.33 39.45
Sumber : Susenas BPS (2011)
93
Lampiran 2. Jumlah Produksi dan Produktivitas Jamur Tiram Putih di Kabupaten Bogor Tahun 2010 Jumlah Produksi Produktivitas No Kecamatan (log) (kg) (kg/log) 1 Cigudeg 20.000 9.000 0,45 2 Nanggung 5.000 2.000 0,40 3 Leuwiliang 25.000 7.500 0.30 4 Cibungbulang 10.000 5.000 0,50 5 Pamijahan 10.000 5.000 0,50 6 Leuwisadeng 25.000 12.000 0,48 7 Tenjolaya 18.000 8.000 0,44 8 Ciseeng 40.000 20.000 0,50 9 Kemang 10.000 5.000 0,50 10 Rancabungur 10.000 5.000 0,50 11 Dramaga 25.000 12.500 0,50 12 Ciomas 15.000 7.500 0,50 13 Tamansari 12.000 6.000 0,50 14 Caringin 5.000 2.000 0,40 15 Cijeruk 15.000 7.000 0,47 16 Ciawi 28.500 13.500 0,47 17 Megamendung 910.000 445.000 0,49 18 Cisarua 360.000 180.000 0,50 19 Sukaraja 20.000 10.000 0,50 20 Citeureup 8.000 4.000 0,50 21 Babakan Madang 5.000 2.500 0,50 22 Cibinong 10.000 5.000 0,50 23 Cigombong 20.000 10.000 0,50 24 Gunung Putri 15.000 6.000 0,40 Total 1.621.500 789.500 0,49 Sumber : Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor (2011) (diolah)
94
Lampiran 3. Struktur Organisasi Rimba Jaya Mushroom Direktur Bpk H. Achmad Salim/Ibu Vera
Manajer Produksi 1 Bapak Dadang
Manajer Pemasaran dan Keuangan Ibu Fitri
Manajer Produksi 2 Hikayah
Penanggung jawab bibit Ibu Etin
Sekretaris Anggi, Etty, dan Rahma
Penanggung jawab Panen Bapak Hendra
Penanggung jawab inokulasi Ika
Penanggung jawab steam Bapak Uje
95
Lampiran 4. Alur Proses Produksi Jamur Tiram Putih pada Usaha Rimba Jaya Mushroom Persiapan Bahan Baku
Pembuatan Baglog
Pencampuran Bahan Baku
Inokulasi
Packing Baglog
Inkubasi
Sterilisasi
Pertumbuhan (Growing)
Panen
96
Lampiran 5. Perbandingan antara Baglog atau Jamur Tiram Putih yang Terkena Risiko Produksi dengan Baglog atau Jamur Tiram Putih yang tidak Terkena Risiko Produksi
Baglog yang Rusak akibat Serbuk Kayu Kasar
Baglog yang Mengandung Campuran Bahan Baku tidak Merata
Baglog yang tidak Rusak
Baglog yang Mengandung Campuran Bahan Baku yang Merata
97
Baglog Kurang Padat
Baglog yang Padat
Baglog yang Pengikatan Plastik Media Tanamnya Longgar
Baglog yang Pengikatan Plastik Media Tanamnya tidak longgar
98
Baglog yang tidak Matang Sempurna
Baglog yang Matang Sempurna
Baglog Rusak akibat Proses Inokulasi tidak Higienis
Baglog yang tidak Rusak
99
Baglog yang Rusak akibat Kesalahan Penyusunan Baglog ke Rak-Rak Kumbung Inkubasi
Baglog yang Terkena Serangan Hama di Kumbung Inkubasi
Baglog yang tidak Rusak
Baglog yang tidak Terkena Serangan Hama di Kumbung Inkubasi
100
Jamur yang Terkena Serangan Hama kumbang Cyllodes Bifacies di Kumbung Pertumbuhan
Jamur yang tidakTerkena Serangan Hama kumbang Cyllodes Bifacies di Kumbung Pertumbuhan
101