PERILAKU HARGA, PRODUKSI DAN PERMINTAAN BEBERAPA JENIS SAYURAN DI KABUPATEN JEMBER PRICE, PRODUCTION, AND DEMAND BEHAVIORS OF SOME KINDS OF VEGETABLES IN JEMBER REGENCY Maspur * dan Hari Widjajadi** *Staf Pengajar Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Jember **Kepala Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Ketahanan Pangan Kabupaten Jember
[email protected] ABSTRAK Penelitian tentang Perilaku Harga, Produksi dan Permintaan Beberapa Jenis Sayuran di Kabupaten Jember dilaksanakan pada April sampai dengan Oktober 2005. Penelitian ini bertujuan mengetahui posisi relatif kabupaten Jember sebagai penghasil beberapa jenis sayuran khususnya kacang panjang; cabe merah; kubis dan bawang merah di Jawa Timur, mengetahui pola distribusi, menganalisis perkembangan harga dan hasil produksi, dan mengetahui besarnya potensi permintaan dan penawaran beberapa jenis sayuran di Kabupaten Jember. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari keempat jenis sayuran yang dihasilkan kabupaten Jember, produktivitas per hektar kubis, cabe merah dan bawang merah memiliki daya saing yang kuat di pasar regional. Pola distribusi komoditas kacang panjang, kubis, cabe merah, dan bawang merah masih bersifat konvensional, karena antar pelaku bisnis belum terbangun kerjasama yang saling menguntungkan melalui pola kemitraan. Cabe merah mengalami fluktuasi harga yang lebih tinggi dibandingkan dengan jenis sayuran lain, sementara kacang panjang lebih stabil. Potensi penawaran kacang panjang dan kubis di kabupaten Jember lebih tinggi daripada permintaannya sehingga komoditas tersebut lebih berpeluang diekspor ke daerah lain, sedangkan potensi penawaran cabe merah dan bawang merah lebih rendah daripada potensi permintaannya. Oleh karena itu Kabupaten Jember masih membutuhkan pasokan cabe merah dan bawang merah dari daerah lain. Key word : Price, Production, Demand, Vegetables ABSTRACT A study about “Price, Production, and Demand Behaviors of Some Kinds of Vegetables in Jember Regency, was conducted April to October 2005 This research aims at studying the relative position of Jember Regency as producer of vegetable specially yard long bean; red chili; cabbage; and red onion in East Java, studying the distribution system, analyzing the development of production and price, studying the potency level of supply and demand of some vegetables in Jember. The research shows that the productivity of cabbage, red onion and red chili in Jember Regency have relative advantage in East Java except yard long bean, which means that it has competitive ability in the regional market. Distribution system of yard long bean, cabbage, red chili, and red onion still conventional, because there have not 1
yet any cooperation on partnership among the businessmen. The red chili has higher price fluctuation than other vegetables, while that of yard long bean is more stable. The potency of yard long bean and cabbage supply in Jember is higher than its demand potency, so that it has potency to be exported to other areas, while the potential supply of red chili and red onion lower than its potential demand. It Means that Jember Regency still need red chili and red onion from the others areas. Key words: price, production, demand, vegetable
PENDAHULUAN Sayuran sebagai salah satu komoditas hortikultura memiliki prospek yang cukup cerah untuk dikembangkan, baik dalam rangka diversifikasi konsumsi dan peningkatan gizi maupun dalam upaya penggalakan komoditas non migas serta dalam konteks konservasi dan kelestarian lingkungan. Namun menurut data tentang ketersediaan sayuran, menunjukkan bahwa tingkat konsumsi savuran di Indonesia masih tergolong rendah. Pada tahun 1996 konsumsi sayuran adalah sebesar 37,94 kg/kapita /tahun, lebih rendah
bila
dibandingkan
dengan
rekomendasi
FAQ
yang
besarnya
65,75
kg/kapita/tahun. Berarti tantangan yang dihadapi adalah peningkatan produksi yang disertai dengan peningkatan kualitas hasilnya serta peningkatan kesadaran masyarakat untuk mengkonsumsi lebih banyak sayuran (Deptan, 2004). Diantara kabupaten-kabupaten yang ada di wilayah Propinsi Jawa Timur, Kabupaten Jember dengan dukungan agroklimatnya merupakan daerah yang subur untuk usaha pertanian dan perkebunan. Di samping sebagai lumbung pangan di Jawa Timur, juga sangat potensial bagi pengembangan tanaman hortikultura khususnya sayuran. Komoditas sayuran yang secara komersial diusahakan di Kabupaten Jember adalah : kobis, petsay/sawi, tomat, cabe, terong, kacang panjang, bayam, ketimun, kangkung, semangka, melon, blewah, buncis, dan bawang merah (Dinas Pertanian Tanaman Pangan, 2005) Semua
komoditas
memiliki
peluang
untuk
dikembangkan
secara
komersial. Namun fluktuasi harga yang sangat tajam antar waktu dan antar musim menjadi kendala bagi petani untuk mengembangkan nya, mengingat harga merupakan salah satu faktor dominan dalam pengambilan keputusan petani mengusahakan usahataninya. Masalah harga yang naik turun secara tajam sebenarnya merupakan fenomena yang sering dijumpai pada produk-produk
2
hortikultura, khususnya sayuran. Hanya saja pengaruhnya akan dapat dieliminir apabila petani mampu mengakses informasi pasarnya dengan baik. Tujuan penelitian adalah : (1) mengetahui posisi relatif kabupaten Jember sebagai penghasil sayuran khususnya kacang panjang, cabe merah besar, kubis, dan bawang merah di Jawa Timur. (2) mengetahui pola distribusi masing-masing jenis sayuran mulai dari petani produsen sampai dengan konsumen. (3) menganalisis perkembangan harga dan hasil produksi beberapa jenis sayuran dalam kurun waktu satu tahun di kabupaten Jember. (4) mengetahui potensi permintaan dan penawaran beberapa jenis sayuran di Kabupaten Jember. METODE PENELITIAN Penelitian dilakukan di Kabupaten Jember. Penentuan daerah penelitian didasarkan pada daerah sentra produksi kobis, bawang merah, kacang panjang dan cabe yang ada di wilayah kabupaten Jember. Sampel wilayah ditentukan dengan metode cluster sampling. Responden dalam penelitian ini adalah petani dan pedagang yang berasal dari tingkat desa, kecamatan dan kabupaten yang terpilih dengan menggunakan cara snow ball sampling terpilah. Macam data yang dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari wawancara dan pengamatan langsung di lapang. Data sekunder didapat dari berbagai lembaga dan instansi, yang memiliki kaitan dengan obyek penelitian. Analisis dilakukan dengan menggunakan teknik analisis kuantitatif dan teknik analisis kualitatif. Data yang dikumpulkan diolah dan dianalisis dengan menggunakan teknik tabulasi silang (cross tabulation), grafis dan rasio. Alat analisis untuk menjawab tujuan pertama, digunakan Location Quetion (LQ). Pengujian ini dimaksudkan untuk melihat posisi surplus/defisit suatu daerah/wilayah dalam hal produksi. LQ dapat dirumuskan sebagai berikut (Wibowo dan Januar, 1998) :
LQ
vi vt
: VVti
Di mana : vi vt Vi Vt
= jumlah produksi komoditas i di kabupaten/kota di wilayah Jawa Timur = jumlah produksi komoditas i di seluruh Jawa Timur = jumlah produksi sayuran di kabupaten/kota di Jawa Timur = jumlah produksi sayuran diseluruh Jawa Timur 3
Keputusan: LQ 1 ; maka wilayah i merupakan bukan daerah basis sayuran LQ 1 ; maka daerah i merupakan daerah basis sayuran Tujuan ke dua mengenai pola distribusi pemasaran akan dianalisis menggunakan pendekatan sistem dengan memperhatikan saluran pemasaran yang sudah berlaku di daerah tersebut. Menjawab tujuan ke tiga mengenai perkembangan harga dan produksi sayuran dalam kurun waktu satu tahun akan dianalisis dengan menggunakan pendekatan tabulasi, grafis dan koefisien variasi. Menjawab tujuan ke empat mengenai potensi permintaan dan penawaran akan dianalisis dengan menggunakan pendekatan estimasi total permintaan pasar dan total produksi persatuan waktu. Jika q adalah konsumsi per kapita dan P adalah jumlah penduduk maka estimasi permintaan (Q) sama dengan q dikalikan dengan P (atau Q = q . P). HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Posisi Relatif Kabupaten Jember Sebagai Penghasil Sayuran di Jawa Timur Komoditi sayuran yang telah dikembangan secara komersial di kabupaten Jember meliputi 12 jenis, empat diantaranya adalah kacang panjang, kubis, cabe dan bawang merah. Tabel 1. Produktivitas dan Nilai LQ 4 Jenis Sayuran di Kabupaten Jember, 2004 No. 1 2 3 4
Kab./Kota Kacang panjang Kubis Cabe Bawang merah
Keterangan : (
Produkvitas (ku/ha) 50,17 ( 52,96) 250,15 (168,48) 99,25 (82,80) 101,31(100,41 )
LQ 3,836 1,261 1.674 0,061
Peringkat 3 6 7 10
) Rata-rata Jawa Timur
Produktivitas usahatani kacang panjang di Kabupaten Jember lebih rendah dibandingkan dengan produktivitas rata-rata Jawa Timur. Kondisi ini terjadi disebabkan karena dua faktor, yaitu: (1) faktor sosial, diantaranya: tingkat pengetahuan petani
4
relatif rendah sehingga transfer tehnologi menjadi sangat lambat dan proses produksi usahatani seringkali tidak sesuai dengan rekomendasi, misalnya waktu penanaman yang kurang tepat, pemilihan benih yang tidak selektif, pengolahan tanah konvensional dan kurang inovatif (2) Faktor Ekonomi, antara lain: kepemilikan modal petani kurang memadai akibat alokasi dana atas jenis usahatani lainnya. Apalagi tanaman kacang panjang umumnya diusahakan oleh petani sebagai tanaman sampingan baik yang dilakukan secara tumpang sari maupun tumpang gilir. Kabupaten Jember termasuk daerah basis untuk komoditas kacang panjang. Hal ini ditunjukkan oleh nilai LQ sebesar 3,836. Artinya kabupaten Jember tidak hanya mampu memenuhi sendiri kebutuhan daerahnya tetapi juga mendistribusikannya ke daerah lain seperti Kota Surabaya dan sekitarnya. Namun demikian, ke depan yang perlu diwaspadai adalah daerah-daerah lain penghasil utama kacang panjang di Jawa Timur. Misalnya Kabupaten Bangkalan dan Pacitan adalah dua daerah pesaing utama (kompetetor dominan) pada saat ini dan akan datang. Sedangkan daerah-daerah yang menjadi pesaing potensial (potential competetor) pada masa akan datang adalah kabupaten/kota yang memiliki nilai LQ > 1 tetapi masih di bawah Kabupaten Jember seperti Tulungagung, Lumajang, Kediri, Banyuwangi, Blitar dan Malang. Daerah-daerah yang termasuk dalam katagori daerah basis umumnya memiliki kesamaan dalam agroklimat, sehingga secara teknis maupun ekonomis menanam kacang panjang akan lebih menguntungkan dari pada tanaman lain, apalagi estimasi permintaan komoditi kacang panjang baik di dalam maupun luar daerah basis dari waktu ke waktu cenderung meningkat. Kabupaten Jember adalah salah satu daerah penghasil kubis di Jawa Timur. Produktivitas kubis untuk tahun 2004 sebesar 250,15 ku/ha atau lebih besar dibandingkan dengan rata-rata Jawa Timur bahkan berada di atas daerah-daerah penghasil yang lain seperti Probolonggo, Pasuruan Malang dan Magetan. Tingginya produktivitas kubis di Kabupaten Jember ini tidak terlepas dari dukungan agroklimat yang sesuai dan penguasaan tehnologi budidaya secara lebih baik oleh petani. Kabupaten Jember dengan nilai LQ kubis > 1 telah menempatkannya sebagai daerah sektor basis kubis meskipun posisinya masih di bawah daerah-daerah sentra yang lain, seperti Kabupaten Bondowoso, Pasuruan dan Magetan. LQ kubis sebesar 1,26 menunjukkan bahwa Kabupaten Jember mengalami surplus produksi kubis sebesar 0,26 satuan untuk kemudian didistribusikan ke daerah-daerah lain 5
yang membutuhkan.
Daerah-daerah seperti Jakarta, Bandung dan kota-kota besar lainnya di Jawa sangat menyukai produk kubis asal Kabupaten Jember. Komoditas lain yang menjadi andalan Kabupaten Jember adalah cabe merah besar. Tingkat produtivitas cabe merah besar di Kabupaten Jember relatif lebih tinggi dibandingkan dengan produktivitas rata-rata Jawa Timur. Hal ini mengindikasikan bahwa petani cabe sudah dapat melaksanakan usahatani secara intensif dan optimal. Dari sisi tehnis produksi, petani sudah mampu menerapkan pilihan tehnologi dan manajemen produksi dengan tepat. Nilai LQ = 1.67 menunjukkan bahwa cabe merupakan sektor basis di Kabupaten Jember Dengan kondisi tersebut berarti hasil produksi cabe di Kabupaten Jember telah dapat memenuhi permintaan pasar lokal, bahkan dapat menjualnya ke luar daerah sebesar 0.67 satuan. Berdasarkan data Tabel 1 diketahui bahwa tingkat produktivitas bawang merah di Kabupaten Jember mencapai 101,31 ku/ha relatif lebih tinggi dibandingkan
rata-rata
Jawa
Timur
yaitu
100.41
ku/ha.
Fakta
tersebut
mengindikasikan bahwa komoditi bawang merah di Kabupaten Jember memiliki peluang yang cukup besar untuk dikembangkan menjadi tanaman komersial dan merupakan salah satu tanaman alternatif tatkala tanaman tembakau kurang menguntungkan. Namun demikian sampai saat ini bawang merah bukan merupakan sektor basis (LQ < 1) artinya untuk memenuhi kebutuhan masyarakatnya komoditi tersebut masih harus didatangkan dari daerah lain misalnya: Kabupaten Pamekasan, Kabupaten Sampang, probolinggo, Kabupaten Nganjuk dan Kabupaten Bojonegoro. Pola Distribusi dan Hubungan Kelembagaan dalam Perdagangan sayuran Seperti halnya barang-barang dan jasa-jasa pada umumnya, sayuran yang dihasilkan oleh petani sebagian besar bahkan seluruhnya digunakan untuk memenuhi kebutuhan pasar. Produsen yang berjumlah banyak dengan lokasi terpencar-pencar tidak memungkinkan melakukan interaksi secara langsung dengan konsumen. Untuk itu diperlukan kelembagaan lain yang dapat menghubungkan dua kepentingan tersebut melalui bentuk kegiatan perdagangan. Kelembagaan yang berfungsi mendistribusikan dan mempertukarkan produk hasil pertanian ini, sesuai kapasitasnya dikenal sebagai: pengepul, pedagang kecil, pedagang besar dan pedagang pengecer. Oleh karena kondisi di tiap-tiap daerah tidak sama, maka pola distribusi produk sayuran dari produsen ke konsumen di Kabupaten Jember juga cenderung berbeda.
6
a. Kacang panjang Distribusi produk dari produsen ke konsumen
mengikuti beberapa alur
pemasaran, yang secara umum dapat disaksikan pada gambar 2 berikut ini :
(827.95) Petani
(979.00)
(1180.73)
Pengepul
Luar Daerah
Pedagang besar
(1180.73) Pedagang
(1408.68) Pengecer
Kecil
Konsumen
Gambar. 2. Pola Distribusi Kacang Panjang
Bagi petani yang kebetulan lahan produksinya berada di dekat pedagang besar, biasanya langsung menjual produk kacang panjangnya ke pedagang besar. Akan tetapi bila jarak lahan sudah berjauhan dengan lokasi pedagang besar, biasanya petani memilih bertransaksi dengan pengepul atau pedagang kecil di sekitar sentra produksi kacang. Jadi ada 4 pola distribusi kacang panjang di kabupaten Jember seperti terlihat pada Gambar 2. Dengan terjalinnya mata rantai pemasaran seperti tersesebut di atas, telah menimbulkan kelembagaan tertentu sebagai bentuk interaksi antar pelaku-pelaku bisnis sayuran.. Pada hubungan (interaksi) antara pedagang besar, pedagang pengecer dengan petani menimbulkan transaksi yang bersifat tunai. Perkiraan harga per kg diprediksi dengan mempertimbangkan harga sebelumnya, banyaknya pasokan serta informasi sesama pedagang. Hubungan (interaksi) diantara pengepul lokal dengan pedagang besar menghasilkan cara pembayaran dibelakang atau pengepul lokal lebih bersifat titip jual pada pedagang besar, demikian pula hubungan transaksi antara pedagang besar dengan petani. Besarnya tingkat margin untuk masing-masing lembaga pemasaran bervariasi, hal ini dapat disaksikan pada Tabel 2.
7
Tabel 2. Keuntungan dan Ratio Keuntungan dengan Biaya pada Masing-Masing Lembaga Pemasaran Kacang Panjang Variabel
Petani
Keuntungan (Rp) Ratio Keuntungan dan Biaya
Pengumpul
Pedagang besar
91.05
125.52
152.78
1,52
1,67
2,04
1,13
Pengecer
Berdasarkan ratio keuntungan dengan biaya yang dikeluarkan, terlihat bahwa tingkat keuntungan yang diterima oleh masing-masing lembaga pemasaran lebih besar dibandingkan dengan perolehan petani. Sedang diantara pelaku pemasaran sendiri, pedagang eceranlah yang paling besar memperoleh manfaat dari tataniaga kacang panjang di Kabupaten Jember. Cabe Merah Mata rantai perdagangan cabe merah relatif sama dengan mata rantai kacang panjang, perbedaannya hanya pada banyaknya pedagang sebagai saluran distribusi. Pedagang cabe relatif lebih sedikit daripada pedagang kacang panjang. Pola distribusi cabe merah besar selengkapnya dapat disaksikan pada Gambar 3.
(7929.17)
(8925.00 )
(10158.33)
Pengepul
Petani
(10158.33) Pedagang kecil
Luar Daerah
Pedagang besar
(11270.83 ) Pengecer
Konsumen
Gambar 3. Pola Distribusi Cabe Merah Besar Dari petani, cabe dipasok ke pengepul setempat dan adakalanya ke pedagang kecil, dengan pembayaran dilakukan secara tunai. Tabel
3.
Keuntungan dan Ratio Keuntungan dengan Biaya pada Masing-Masing Lembaga Pemasaran Cabe Merah Besar Variabel Petani Pengumpul Pedagang besar Pengecer
Keuntungan (Rp/kg) Ratio Keuntungan dan Biaya
4847.79
770.83
925.00
850.00
1.57
3.43
3.08
3.09
8
Dari Tabel 3 di atas terlihat, keuntungan petani dalam agribisnis cabe merah besar lebih besar dibandingkan dengan pelaku tataniaganya. Namun apabila dilihat dari rasio keuntungan dengan biaya yang dikeluarkan, maka pedagang pengumpullah yang lebih banyak memperoleh manfaat dari bisnis cabe merah besar ini. c. Kubis Komoditi kubis di kabupaten Jember memiliki pola distribusi yang khas. Mata rantai distribusi terkesan efisien karena tidak banyak lembaga pemasaran yang terlibat didalamnya. Pola distribusi kubis yang dihasilkan petani di wilayah kabupaten Jember dapat digambarkan sebagai berikut: (861.46 ) Pedagang
(735.94 ) Petani
pengepul
(1028.13 ) Luar Daerah
Pedagang Besar
(1207.29 ) Pengecer
Konsumen
Gambar 4. Pola Distribusi Kubis Tabel 4. Keuntungan dan Ratio Keuntungan dengan Biaya pada Masing-Masing Lembaga Pemasaran Kubis Variabel Keuntungan (Rp/kg) Ratio Keuntungan dan Biaya
Petani
Pengumpul
Pedagang besar
Pengecer
407.60
75.52
96.67
109.17
1.24
1.51
1.38
1.56
Tabel 4 memperlihatkan bahwa tataniaga kubis cukup efisien. Selain lembaga pemasaran yang terlibat relatif sedikit, juga pembagian keuntungan diantara pelaku pasar relatif merata. d. Bawang Merah Distribusi hasil produksi bawang merah dari petani ke konsumen terlihat sangat sederhana. Pola distribusi hanya melibatkan sedikit pelaku seperti tampak pada Gambar 5. 9
(3496.67 ) Petani
(4206.67 ) Pedagang Besar
Luar Daerah
(5343.75 )
Pengecer
Konsumen
Gambar 5. Pola Distribusi Bawang Merah
Tabel
5. Keuntungan dan Ratio Keuntungan dengan Biaya pada MasingMasing Lembaga Pemasaran Bawang Merah Variabel Keuntungan (Rp/kg) Ratio Keuntungan dan Biaya
Petani
Pedagang besar
Pengecer
1884.26
510.00
886.75
1.17
2.55
3.55
Tabel 5 menunjukkan bahwa tataniaga bawang merah memiliki rantai pemasaran yang simpel. Hanya ada dua pelaku pasar yang bermain yaitu pedagang besar dan pengecer. Lembaga pemasaran yang paling diuntungkan dalam bisnis bawang merah ini adalah pedagang pengecer. Analisis Perkembangan Harga dan Produksi Fluktuasi harga yang sangat tajam antar waktu dan antar musim menjadi kendala bagi petani untuk mengembangkan tanaman sayuran, mengingat harga merupakan salah satu faktor yang dominan terhadap pengambilan keputusan petani di dalam usahataninya. Secara spesifik, fluktuasi harga dapat pula dianalisis dengan menggunakan pendekataan koefi.sien variasi. Makin besar nilai koefisien variasi suatu komoditi, maka semakin besar pula fluktuasi harga yang terjadi di pasar. a. Kacang Panjang Sebagai daerah basis kacang panjang, Kabupaten Jember telah dapat memenuhi sendiri kebutuhan konsumsinya. Produksi kacang panjang tidak pernah terputus
10
sepanjang tahun, komoditi ini selalu tersedia di pasaran dalam jumlah yang bervariasi dengan harga yang relatif konstan sepanjang tahun (Nilai koevisien variasi 0,1986) Perilaku konsumen dalam memenuhi kebutuhan kacang panjang boleh dibilang unik. Konsumsi kacang panjang pada hari-hari penting keagamaan dan nasional justru cenderung berkurang. Kondisi tersebut dapat terjadi karena dua hal, yakni (1) kacang panjang diperlukan rumah tangga dalam jumlah relatif sedikit dengan variasi yang terbatas, (2) sayuran kacang panjang tidak tahan laina. Apabila perkembangan produksi dan harga kacang panjang tersebut dilukiskan dalam bentuk grafis, maka akan terlihat hubungan kedua variabel tersebut seperti yang terlihat pada gambar 6.
Gambar 6. Perilaku produksi dan Harga Kacang Panjang, Tahun 2005
Pada Gambar 6 diketahui bahwa produksi kacang panjang di Kabupaten Jember tidak ditentukan oleh harga pasar ditingkat produsen. Hal ini dapat dimaklumi karena selama ini komoditi kacang panjang lebih banyak dikirim ke luar daerah terutama untuk memenuhi pasar induk Surabaya. Dengan demikian tidak tampak hubungan yang signifikan antara harga di tingkat produsen dengan jumlah produk yang dihasilkan. Fluktuasi produksi lebih banyak ditentukan oleh luas lahan yang tersedia karena umumnya kacang panjang diusahakan oleh petani Jember bukan sebagai tanaman pokok
11
tetapi sebagai tanaman sela dengan memanfaatkan waktu luang antara tembakau dengan tanaman padi. b. Kubis Sebagaimana diketahui Kabupaten Jember adalah salah satu daerah basis dari komoditi kubis, meskipun di tingkat produsen komoditas ini tidak selalu di hasilkan sepanjang tahun. Kegiatan produksi kubis biasanya dilakukan pada bulan Maret-Mei dan Agustus-Oktober, berarti ada enam bulan efektif dalam setahun untuk menanam kubis. Hat ini disebabkan karena faktor karakteristik tanaman kubis yang menghendaki persyaratan-persyaratan agroklimat dan kesesuaian lahan tertentu untuk pertumbuhan tanaman secara optimal. Bulan-bulan kosong (tidak ada produksi) di awal tahun yang bertepatan dengan musim hujan, pengusahaan tanaman kubis terutama di lahan sawah kurang baik dilakukan karena intensitas serangan hama dan penyakit seperti ulat dan jamur sangat tinggi sehingga resiko kerusakan tanaman menjadi lebih besar dibanding dengan bulan-bulan biasa. Sementara, terjadinya kekosongan produksi pada bulanbulan yang lain lebih disebabkan karena petani masih mengusahakan tembakau dan pada saat itu seluruh kebutuhan kubis Jember dipasok dari daerah lain seperti Kabupaten Malang, Probolinggo dan Bondowoso. Berdasarkan nilai koefisien variasinya, harga kubis di tingkat produsen relatif lebih berfluktuatif (KV=0.23983) dengan bulan-bulan ekstrem Januari, Februari, Nopember dan Desamber. Apabila perkembangan produksi dan harga kubis di Kabupaten Jember tersebut dilukiskan dalam bentuk grafis, maka akan terlihat hubungan kedua variabel tersebut sebagaimana terlihat pada Gambar 7.
12
9000
1200
8000 1000 6000
800
5000 600 4000 3000
400
Harga (Rp/Kg)
Produksi (Ku)
7000
2000 200 1000 0
Ja n' Fe 05 b' M 05 ar ' Ap 05 r' 0 M 5 ei ' Ju 05 n' 0 J 5 Ag ul' 0 us 5 t' Se 05 p' O 05 kt ' N 05 op ' D 05 es '0 5
0
Bulan
P ro duksi (ku) Harga (Rp/Kg)
Gambar 7. Perilaku Produksi dan Harga Kubis, Tahun 2005
Pada Gambar 7 terlihat bahwa secara umum perkembangan produksi dan harga kubis di Kabupaten Jember tidak mengikuti teori sarang labalaba (Cobweb-Theorem). Berarti produksi kubis tidak secara langsung dipengaruhi oleh tingkat harga yang diterima produsen pada bulan sebelumnya. Fluktuasi harga lebih diakibatkan oleh sistem pemasaran komoditi kubis itu sendiri dan banyak sedikitnya pasokan dari daerah lain. Fenomena ini dapat dipahami karena sebagian besar komoditas kubis yang dihasilkan oleh petani Jember ditujukan untuk pangsa pasar di kota-kota besar khususnya Jakarta yang umumnya menghendaki grade dengan kualitas super. Sedangkan, grade yang tidak masuk ke dalam pasar Jakarta barulah di pasarkan di pasar lokal Jember. Sementara untuk menutup kekurangan pasokan tersebut, biasanya pedagang akan mengimpor dari daerah lain di sekitar Kabupaten Jember seperti Bondowoso dan Probolinggo. Kecepatan dan ketepatan informasi harga dari pedagang besar di Jakarta ke petani serta jumlah pasokan dari daerah lain akan sangat menentukan fluktuasi harga kubis di pasar Kabupaten Jember. c. Cabe Merah Besar Cabe merah besar adalah komoditas alternatif di Kabupaten Jember setelah tembakau mengalami keterpurukan dalam beberapa tahun terakhir ini. Sebagian petani beranggapan bahwa tanaman cabe merah besar memiliki prospek cerah karena mampu
13
meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani, meskipun resiko investasinya di bidang ini juga cukup tinggi. Komoditi cabe merah besar selalu tersedia dii pasaran dalam jumlah cukup sepanjang tahun, hanya saja jumlah produksinya cenderung bertambah besar pada harihari penting keagamaan dan nasional, hal itu terjadi karena sebagian besar menu masakan yang dihidangkan pada hari-hari penting tersebut menggunakan komoditas cabe merah sebagai kelengkapan bumbunya. Koefisien variasi (KV) sebesar 0,3113 menunjukkan bahwa perkembangan harga cabe merah besar di Kabupaten Jember sangat fluktuatif. Adanya perubahan jumlah permintaan yang ekstrim atas komoditi ini mendorong terjadinya fluktuasi harga yang tajam. Artinya kenaikan jumlah permintaan atas komoditas cabe tidak segera diimbangi dengan jumlah penawaran barang tersebut karena memang pada umumnya produk pertanian bersifat inelastis terhadap perubahan harga. Selanjutnya, perkembangan produksi dan harga cabe dapat diganbarkan secara grafis seperti yang terlihat pada gambar 8.
Gambar 8. Perilaku Produksi dan Harga Cabe Merah Besar, Tahun 2005
Pada bulan Nopember 2005 harga cabe mencapai puncaknya dengan harga rata-rata sebesar Rp. 11929/Kg. Dengan demikian, apabila diasumsikan perilaku harga cabe dalam periode satu tahun adalah sama dengan perilaku harga tahun 2005, maka keputusan petani untuk menanam cabe sebaiknya dilakukan pada bulan April-Juni.
14
Secara umum dapat dikatakan bahwa perilaku harga cabe di kabupaten Jember tidak secara langsung dipengaruhi oleh penawaran produksi cabe lokal, akan tetapi lebih dominan karena pasokan dari daerah lain seperti Kabupaten Banyuwangi, Malang, Blitar dan Kediri. Hal itu terbukti bahwa pada tahun 2005 disaat produksi cabe merah besar di kabupaten Jember mencapai maksimalnya, justru harga berada pada level tertinggi. d. Bawang Merah Berbeda dengaii tiga komoditas sayuran sebelumnya, sampai saat ini bawang merah belum menjadi komoditi unggulan di Kabupaten Jember. Namun demikian secara bertahap jenis sayuran ini akan dikembangkan menjadi tanaman alternatif yang memiliki nilai ekonomi tinggi sebagai pengganti tembakau. Beberapa daerah kecamatan yang memiliki agroklimat dan kesesuaian lahan untuk komoditas bawang merah diantaranya adalah: Ambulu. Puger, Balung, Wuluhan dan Gumuk Mas. Nilai koefisien variasi harga bawang merah adalah 0,2469, hal ini mengindikasikan bahwa harga bawang merah dalam rentang waktu satu tahun relatif lebih fluktuatif dibandingkan dengan kacang panjang, atau relatif sama dengan kubis tetapi relatif lebih stabil dibandingkan dengan cabe merah besar. Kenaikan atau penurunan jumlah produksi tidak berhubungan dengan penurunan atau kenaikan harganya. Apabila hubungan tersebut digambarkan dalam bentuk kurva, maka akan diperoleh hubungan grafis sebagaimana tampak pada Gambar 9.
Gambar 9. Perilaku produksi dan Harga Bawang Merah, Tahun 2005
15
Berdasarkan Gambar 9 terlihat bahwa pada saat produksi tertinggi, harga bawang merah mencapai Rp. 2900 per kg adalah harga yang relatif stabil sepanjang empat bulan (April, Mei, Juni, Juli). Harga tertinggi berada pada bulan Nopember dan Desember yaitu pada saat produksi lokal tidak ada (kosong).
Hal ini menjelaskan
bahwasanya harga bukanlah mutlak dibentuk oleh keseimbangan kekuatan penawaran dan permintaan pasar di Kabupaten Jember, tetapi lebih disebabkan karena faktor-faktor lain, misalnya pasokan dari daerah basis lain yaitu Probolinggo, Malang. Bondowoso, dan Situbondo. Potensi Permintaan dan Penawaran Sayuran di Kabupaten Jember DI bidang pertanian, faktor terpenting yang menentukan profitabilitas suatu usahatani adalah permintaan akan produknya. Seefisien apapun proses produksinya, suatu usaha pertanian tidak akan dapat beroperasi secara menguntungkan kecuali ada permintaan. Oleh karena peran kritis dari pemintaan itulah, suatu usahatani harus memiliki informasi yang baik tentang permintaan produk yang dihasilkan untuk membuat keputusan perencanaan yang efektif. Permintaan suatu produk dapat diestimasi dengan menggunakan pendekatan potensi pasar total yang dalam perhitungannya melibatkan konsumsi perkapita dan jumlah penduduk. Jika potensi permintaan kemudian diinteraksikan dengan potensi penawaran (menggunakan pendekatan tingkat produksi) maka akan diketahui kelebihan dan kekurangan produk di daerah tersebut. Estimasi permintaan pasar merupakan pendekatan yang digunakan untuk mendeteksi potensi permintaan. Hasil analisis dirangkum dan ditampilkan pada Tabel 6. Berdasarkan Tabel 6 tersebut diketahui bahwa diantara angka estimasi permintaan keempat komoditas sayuran yang ada di kabupaten Jember, cabe menduduki peringkat pertama sebesar 11936.93 ton, kemudian disusul kubis 6853.10 ton, bawang merah 6427.58 ton dan kacang panjang 2306.76 ton.
16
Tabel 6. Estimasi Permintaan Kacang Panjang, Kubis, Cabe dan Bawang Merah di Kabupaten Jember, 2005 No.
Jenis Sayuran
Konsumsi/Kapita * kg/jiwa/tahun 1.03
Jumlah penduduk** (jiwa)
Estimasi Permintaan (Ton) 2306.76
2239575
6853.10
1
Kacang panjang
2
Jubis
3.06
3
Cabe besar
5.33
11936.93
4
Bawang merah
2.87
6427.58
Sumber: *BPS Jawa Timur, **BPS Kab. Jember
Sementara itu, potensi penawaran diestimasi berdasarkan jumlah produksi sayuran per tahun di Kabupaten Jember. Hasil estimasi tahun 2005, diperoleh bahwa jumlah penawaran kacang panjang adalah 17931 ton, kubis sebesar 17348 ton, cabe merah besar 9573 ton dan bawang merah sebanyak 728 ton. Selanjutnya, apabila potensi penawaran ini dibandingkan dengan potensi permintaannya akan diketahui surplus atau minus pasokan lokal Kabupaten Jember. Hasil selengkapnya dapat disaksikan pada Tabel 7 berikut ini. Tabel 7. Surplus/Minus Permintaan dan Penawaran Komoditas Empat Jenis Sayuran di Kabupaten Jember, 2005 Permintaan (ton) 2306.76
Penawaran (ton) 17931
kurang(-)/lebih(+) (ton) 15624.24
2 Kubis
6853.10
17348
10494.90
3 Cabe besar
11936.93
9573
-2363.93
4 Bawang merah
6427.58
728
-5699.58
No.
No. Jenis sayuran
1 Kacang panjang
Berdasarkan Tabel 7 tersebut diketahui, potensi penawaran kacang panjang dan kubis lebih tinggi dibandingkan dengan permintaannya, berarti terjadi surplus yang cukup besar untuk kedua komoditas tersebut, yaitu sebesar 15624.24 ton untuk kacang panjang, dan sekitar 10494.90 ton
untuk kubis. Kelebihan sejumlah itu
merupakan potensi Kabupaten Jember untuk melayani kebutuhan luar daerah (potensi ekspor). Dua komoditi yang lain yakni cabe merah besar dan bawang merah, potensi permintaan lebih tinggi dibandingkan dengan potensi penawarannya. Kekurangan
17
(devisit) supply lokal per tahun untuk komoditas cabe merah besar adalah sebesar 2363.93 ton dan 5699.58 ton untuk bawang merah. Besarnya potensi permintaan ini memberikan peluang bagi Kabupaten Jember untuk meningkatan produksi kedua komoditas tersebut. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Penelitian ini dimulai dengan suatu asumsi bahwa selama ini, petani sebagai produsen sayuran kurang memperoleh informasi yang cukup akurat tentang pasar. Informasi-informasi penting seperti: harga, distribusi barang, mekanisme dan daya serap pasar lebih dikuasai oleh pedagang. Petani tidak cukup kuat menentukan harga pasar, mereka cenderung mengikuti saja apa kemauan pedagang yang dalam mata rantai distribusi pemasaran sebagai pihak yang memiliki peluang besar dalam memperoleh keuntungan dari margin pemasaran. Namun demikian keberadaan pedagang tetap diperlukan oleh petani karena perannya sebagai pihak penyalur sayuran dari produsen ke konsumen sangat penting. Tanpa pedagang maka sayuran yang dihasilkan petani tidak akan pernah sampai kepada konsumen dalam waktu, tempat dan harga yang tepat. Di pihak lain, meskipun posisi pedagang lebih kuat, mereka juga masih memerlukan petani sebagai pemasuk dagangannya. Jika petani karena suatu sebab menghentikan kegiatan usahatani, maka akan berdampak pada hilangnya barang dagangan dan apabila hal ini terus berlanjut, pedagang akan terancam kehilangan penghasilannya.
Dari sini, kemudian akan
menumbuhkan rasa saling membutuhkan dan sikap saling ketergantungan antara petani dan pedagang. Hasil analisis posisi relatif Kabupaten Jember sebagai penghasil sayuran, menunjukkan bahwa komoditi kacang panjang, cabe dan kubis adalah sektor basis sehingga ketiga komoditi ini dapat diandalkan sebagai pemicu pertumbuhan ekonomi Kabupaten Jember. Bawang merah bukan merupakan sektor basis, namun dengan tingkat produktivitas di atas rata-rata Jawa Timur menjadikan bawang merah berpotensi untuk dikembangkan di wilayah Jember. Pola distribusi komoditas kacang panjang, kubis, cabe, dan bawang merah masih bersifat konvensional, karena antar pelaku bisnis belum terbangun kerjasama yang saling menguntungkan melalui pola kemitraan. Hanya saja 18
usaha ke arah itu sudah mulai tampak meskipun masih terbatas. Misalnya yang terjadi pada usahatani kacang panjang dan kubis di mana untuk menjaga kelancaran pasokan barangnya, pedagang /pengepul seringkali memberi pinjaman modal dalam bentuk sarana produksi (pupuk, pestisida dan lain-lain). Selain itu, mekanisme transaksi yang sudah umum berlaku terhadap ketiga komoditi (kacang panjang, kubis dan cabe) dengan penetapan harga di belakang, menjadikan komoditas tersebut sangat beresiko. Pihak yang biasa menerima resiko kerugian dari sistem transaksi seperti itu adalah pedagang desa atau pengumpul, sedangkan petani relatif tidak terpengaruh karena pembayaran di tingkat produsen lebih banyak dilakukan dimuka dengan harga yang bersaing. Dari hasil analisis perkembangan harga, diperoleh kenyataan bahwa diantara keempat komoditas penting di kabupaten Jember, harga cabe tercatat memiliki fluktuasi harga relatif lebih tinggi, sedangkan komoditas kacang panjang relatif lebih stabil. Untuk komoditas kacang panjang Ekses demand terjadi pada bulan April-Juni dan OktoberDesember, sedang ekses supply terjadi pada bulan Januari-Maret dan Juli-September. Ekses demand untuk komoditas kubis terjadi pada Januari-April dan NopemberDesember, sedangkan ekses supply terjadi pada bulan Mei-Oktober. Untuk komoditas cabe merah besar ekses demand dijumpai pada bulan Januari dan September-Desember, sedangkan ekses supplynya pada bulan Februari-Agustus. Selanjutnya, untuk komoditas bawang merah ekses demand terjadi pada bulan Januari-Maret dan Nopember-Desember, sedangkan ekses supply terjadi pada bulan April-Oktober Dari hasil estimasi permintaan dan penawaran dapat disimpulkan bahwa (1) potensi penawaran kacang panjang dan kubis di kabupaten Jember lebih tinggi dibandingkan dengan potensi permintaannya, sehingga berpotensi untuk diekspor ke daerah lain. (2) potensi penawaran dari komoditas, cabe dan bawang merah lebih rendah dibanding dengan potensi permintaannya. Berarti untuk kedua
komoditas tersebut,
Kabupaten Jember masih membutuhkan pasokan dari daerah lain. Saran Pengembangan komoditas sayuran (kacang panjang, kubis, cabe dan bawang merah)
melalui
peningkatan
produktivitas
merupakan
alternatif
yang
perlu
dipertimbangkan, mengingat diantara daerah-daerah sentra di Jawa Timur, kabupaten Jember memiliki produktivitas yang relatif rendah. Kondisi tersebut dapat diatasi dengan mempromosikan tehnologi yang sesuai dengan spesifikasi lokasi.
19
Pola distribusi komoditas kacang panjang, kubis, cabe, dan bawang merah yang masih bersifat konvensional, perlu ditingkatkan kearah sistem kemitraan, supaya terjalin hubungan yang harmonis dan saling menguntungkan diantara pelaku bisnis. Kondisi minimal kemitraan ini yang sudah tercermin pada komoditi kacang panjang dan kubis perlu terus dikembangkan untuk komoditi cabe dan bawang merah. Komoditi Kacang panjang yang memiliki koefisien variasi harga relatif rendah dapat direkomendasikan perluasan areal tanaman karena resiko fluktuasi harga relatif kecil. Namun demikian tetap dijaga agar tidak terjadi kecenderungan over-spesialisasi, Komoditi kubis, bawang merah dan cabe merah, dengan koefisien variasi harga yang relatif besar tidak dianjurkan untuk mengadakan perluasan lahan tanaman dan akan lebih bijaksana bilamana peningkatan produksi dilakukan dengan cara meningkatkan produktivitas melalui penerapan tehnologi spesifik lokalita dan penggunaan benih unggul dengan varietas sesuai preferensi atau selera konsumen. DAFTAR PUSTAKA BPS Indonesia, 2004. Statistik Indonesia. Badan Pusat Statistik Indonesia. Jakarta. BPS Kabupaten Jember, 2004. Kabupaten Jember Dalam Angka, 2003. Jember, BPS Kab. Jember. Budiono, 1990. Teori Ekonomi Mikro. Edisi 2, BPFE. Yogyakarta. Budiharsono, S., 1997. Perencanaan Pembangunan Wilayah. Jurusan Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor, Bogor. Dinas Pertanian Propinsi Jawa Timur, 2004. Laporan Tahunan Dinas Pertanian 2004, Surabaya. Dinas Pertanian Tanaman Pangan Jember, 2002. Statistik Agribisnis Kabupaten Jember Tahun 2001. Jember. , 2003. Statistik Agribisnis Kabupaten Jember Tahun 2002. Jember. , 2004. Statistik Agribisnis Kabupaten Jember Tahun 2003. Jember. , 2005. Statistik Agribisnis Kabupaten Jember Tahun 2004. Jember. Koutsoyiannis, A.,1979. Modern Microekonomics. London, Second Edition, The Macmillan Press LTD. Kotler, P., 1997. Manajemen Pemasaran : “Marketing Management”. Edisi Bahasa Indonesia, PT Prenhallindo, Jakarta. Soekartawi, Rusmadi dan Effi Damaijati, 1993. Resiko dan Ketidakpastian dalam Agribisnis: “Teori dan Aplikasi”. Edisi 1, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta. Sukirno, Sadono, 1997. Mikro Ekonomi. Edisi 2, Cetakan Kedelapan, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta.
20
Surakhmad, W., 1990. Pengantar Penelitian Ilmiah: “Dasar Methode Teknis”. Edisi Ketujuh, Cetakan Keempat, Tarsito, Bandung. Suratno dan Arsyad L., 1988. Metodologi Penelitian untuk Ekonomi dan Bisnis. Edisi 1, BPFE, Yogyakarta. Wibowo, R. dan Jani Januar, 1998. Teori Perencanaan Pembangunan Wilayah. Diktat, Jurusan Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian Universitas Jember. -=emhis=-
21