ANALISIS DAYA SAING BEBERAPA JENIS SAYURAN DI LAHAN SAWAH (Studi Kasus di Kecamatan Ambulu, Kabupaten Jember, Jawa Timur) [COMPETITIVENESS ANALYSIS OF SOME KINDS OF VEGETABLES IN WETLAND] (Case Study in Ambulu Village of Jember Regency of East Java Province) Maspur dan Shophal Jamil*) *)Fakultas Pertanian, Universitas Muhammadiyah Jember
ABSTRAK
Penelitian bertujuan untuk mengetahui tingkat daya saing cabai merah, bawang merah, dan kubis sebagai komoditas unggulan pada tingkat produktivitas aktual di Kabupaten Jember berdasarkan kriteria Keuntungan, R/C Rasio, Titip Impas Produksi, Titik Harga Impas, dan Keunggulan Kompetitif. Hasil penelitian menyebutkan bahwa usahatani cabai merah, bawang merah, dan kubis menguntungkan pada tingkat produksi aktual di Kabupaten Jember. Usahatani cabai merah besar memiliki daya saing terhadap usahatani bawang merah dan kubis. Kata kunci : Daya saing, tanaman sayuran, dan lahan sawah.
ABSTRACT This research aims at knowing the competitiveness level of red chili, red onion and cabbage as advantageous commodity at real productivity level in Jember Regency based on income of farming, revenue cost ratio, break event point of price and competitive advantage. The research shows that red chili, red onion and cabbage farms are beneficial at the actual production in Jember regency. Farming of red chili has competitiveness with red onion and cabbage farms. Key words: Competitiveness, vegetables, wetland
1
PENDAHULUAN Sayuran sebagai salah satu komoditas hortikultura memiliki prospek yang cukup cerah untuk dikembangkan, baik dalam rangka diversifikasi konsumsi dan peningkatan gizi maupun dalam upaya penggalakan komoditas non migas serta dalam konteks konservasi dan kelestarian lingkungan. Namun, data tentang ketersediaan sayuran menunjukkan bahwa tingkat konsumsi sayuran di Indonesia masih tergolong rendah. Pada tahun 1996 konsumsi sayuran adalah sebesar 37,94 kg/kapita/tahun, lebih rendah bila dibandingkan dengan rekomendasi FAO yang besarnya mencapai 65,75 kg/kapita/tahun. Berarti tantangan yang dihadapi adalah peningkatan produksi yang disertai dengan peningkatan kualitas hasilnya serta peningkatan kesadaran masyarakat untuk mengkonsumsi lebih banyak sayuran. Produksi sayuran di daerah dikembangkan melalui sentra produksi dan wilayah pengembangan sesuai perwilayahan komoditas unggulan daerah. Dalam program nasional Gema Hortikultura 2001, komoditas sayuran yang dikembangkan adalah cabai merah besar, bawang merah, tomat, kentang, kubis dan jamur (BPS, 2002). Kabupaten Jember dengan dukungan agroklimatnya merupakan daerah yang subur untuk usaha pertanian dan perkebunan di antara kabupaten lain di wilayah Propinsi Jawa Timur. Di samping sebagai lumbung pangan di Jawa Timur, juga sangat potensial bagi pengembangan tanaman hortikultura khususnya sayuran. Komoditas sayuran yang secara komersial diusahakan di Kabupaten Jember adalah : kubis, petsay/sawi, tomat, cabai, terong, kacang panjang, bayam, mentimun, kangkung, semangka, melon, blewah, buncis, dan bawang merah (Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten Jember, 2005). Semua komoditas memiliki peluang untuk dikembangkan secara komersial. Namun fluktuasi harga yang sangat tajam antar waktu dan antar musim menjadi kendala bagi petani untuk mengembangkan tanaman sayuran tersebut. Umumnya petani menentukan komoditas yang akan diusahakan dengan merespon kenaikan tingkat harga suatu komoditas dalam jangka pendek. Padahal komoditas tersebut belum tentu mempunyai keunggulan di wilayah itu. Sering terjadi kelebihan produksi di suatu wilayah karena petani menanam komoditas
2
sejenis pada waktu yang sama dan dalam jumlah yang banyak, sehingga berdampak pada penurunan harga jualnya. Pada era perdagangan bebas, semua komoditas pertanian dapat bebas diperdagangkan antar daerah, bahkan antar negara. Konsekuensi dari perdagangan bebas ini adalah hanya komoditas yang mempunyai keunggulan kompetitif saja yang dapat bersaing. Oleh karena itu pemilihan komoditas yang akan dikembangkan di suatu daerah seharusnya memiliki keunggulan kompetitif, sehingga menguntungkan dan berkesinambungan (Wibowo, 2001). Secara ekonomi efisiensi usahatani dapat diukur dengan pendekatan R/C rasio yaitu perbandingan antara total penerimaan dengan total biaya produksi (Hernanto, 1991). Usahatani dikatakan efisien apabila nilai R/C > 1, dan dikatakan tidak effisien jika nilai R/C < 1. Analisis Break Event Point (BEP) seringkali digunakan untuk mengetahui kaitan antara volume produksi, volume penjualan, harga jual, biaya produksi dan biaya lain yang variabel dan yang tetap, serta keuntungan dan rugi. Analisis BEP juga digunakan untuk membantu menetapkan sasaran atau tujuan perusahaan, seperti digunakan untuk menentukan tahun produksi atau volume penjualan minimum agar perusahaan tidak mengalami kerugian. Jumlah penjualan saat BEP terjadi merupakan jumlah penjualan yang harus dilampaui petani apabila petani tersebut ingin mendapatkan keuntungan. Break event point atau titik impas yang digunakan dalam penelitian ini digolongkan menjadi dua, antara lain : titik impas produksi dan titik impas harga. Titik impas produksi digunakan untuk menyatakan produksi minimal di mana usahatani dapat memberikan keuntungan normal. Sedangkan titik impas harga digunakan untuk menunjukkan harga minimal yang harus dicapai terutama pada tingkat produktivitas aktual, agar usahatani yang dijalankan tidak mengalami kerugian. David Ricardo pernah menyatakan bahwa suatu negara hanya akan mengekspor barang yang mempunyai keunggulan komparatif tinggi dan mengimpor barang yang mempunyai keunggulan komparatif rendah. Adapun yang menjadi dasar keunggulan komparatif Ricardo adalah korbanan tenaga kerja yang dicurahkan untuk memproduksi suatu barang, dan nilai tukar suatu barang ditentukan oleh
3
ongkos komparatif yang disebabkan oleh perbedaan dalam fungsi produksi komoditas antara dua negara untuk menentukan pola perdagangan dan spesialisasi produk. Setiap negara perlu melakukan spesialisasi pada komoditas yang memiliki keunggulan komparatif dalam melakukan perdagangan sehingga akan diperoleh tingkat pertumbuhan yang tinggi (Jamli, 2001). Faktor utama yang mempengaruhi keunggulan komparatif suatu negara, yaitu : (1) Tersedianya sarana produksi atau faktor produksi dalam macam atau jumlah yang berbeda antara negara yang satu dengan negara yang lain; (2) Adanya kenyataan bahwa cabang-cabang produksi tertentu bisa memproduksi secara lebih efisien (lebih murah) apabila skala produksi semakin besar; (3) Adanya perbedaan dalam corak dan laju kemajuan teknologi (Boediono, 2001).
Rumusan Masalah Pada penelitian ini, kajian difokuskan pada tiga jenis komoditas saja yaitu: cabai merah besar, bawang merah dan kubis karena ketiga jenis komoditas tersebut merupakan komoditas sektor basis yang dapat diandalkan/diunggulkan di kabupaten Jember sebagai pemicu pertumbuhan ekonomi Kabupaten Jember. Namun demikian masing-masing komoditas tersebut secara ekonomis memiliki tingkat keuntungan dan daya saing yang berbeda.
Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat keuntungan dan daya saing cabai merah, bawang merah dan kubis sebagai komoditas unggulan pada tingkat produktivitas aktual berdasarkan indikator keuntungan usahatani, R-C ratio, titik impas dan keunggulan kompetitif. . Hipotesis Hipotesis yang dapat dikemukakan dalam penelitian ini adalah : 1.
Usahatani cabai merah, bawang merah dan kubis secara ekonomis menguntungkan.
2.
Pada tingkat produktivitas aktual, diduga cabai merah lebih memiliki daya saing. 4
METODE PENELITIAN
1.
Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan di Kecamatan Ambulu Kabupaten Jember pada bulan
Maret 2007 sampai dengan Juli 2007. Penentuan daerah penelitian ini didasarkan pada pertimbangan bahwa Kecamatan Ambulu merupakan daerah penghasil besar : cabai merah besar, bawang merah dan kubis.
2.
Metode Pengumpulan Data Data yang dikumpulkan terdiri atas data primer dan data sekunder. Data
primer diperoleh melalui metode survai dari populasi petani yang melaksanakan usahatani cabai merah besar, bawang merah dan kubis yang dilakukan dengan cara wawancara langsung terhadap petani yang bersangkutan. Data sekunder didapat dari berbagai lembaga dan instansi, yang memiliki kaitan dengan obyek penelitian, termasuk studi literatur di perpustakaan dan internet.
3.
Metode Penentuan Sampel Penentuan
sampel
petani
dilakukan
dengan
menggunakan
metode
Disproportioned Stratified Random Sampling berdasarkan strata luas lahan. Masingmasing strata luas lahan akan dipilih 5 responden untuk tiap komoditas, sehingga total responden adalah 45 orang (lihat Tabel 4). Tabel 4. Sampel petani berdasarkan strata luas lahan garapan cabai merah besar, bawang merah, dan kubis. Strata Luas Lahan (Ha) < 0,25 > 0,25 – 0,50 > 0,50 Total
Cabai merah besar 5 5 5 15
Kubis
Bawang Merah
5 5 5 15
5 5 5 15
5
4.
Metode Analisis Data
a)
Analisis Pendapatan digunakan formulasi (Soekartawi, 1996) : π = TR - TC TR = Py. Y n
TC = ∑ Pi. Xi − k i =1
FC = k n
VC = ∑ Pi. Xi i =1
π = (P y .Y
) − ∑ n
i=1
Pi . X
i
− k
Keterangan : π TR TC VC FC Py Y Pi Xi b)
= = = = = = = = =
Profit/keuntungan(Rp) Total Revenue/total penerimaan usahatani (Rp) Total Cost/total biaya usahatani (Rp) Variable Cost/total biaya variabel (Rp) Fixed Cost/total biaya tetap (Rp) Price/harga output (Rp/kg) Produksi yang diperoleh dalam suatu usahatani (kg) Harga input variabel (Rp/satuan) Jumlah input yang membentuk biaya variabel
Analisis efisiensi usahatani digunakan pendekatan R/C ratio yang rumusnya sebagai berikut (Hernanto, 1991) :
R/C =
total penerimaan total biaya
Kriteria pengambilan keputusan: o o o
c)
R/C > 1, maka usahatani efisien R/C < 1, maka usahatani tidak efisien Semakin tinggi nilai R/C ratio, maka semakin tinggi daya saing komoditas
Untuk mengetahui titik impas produksi dan titik impas harga digunakan rumus sebagai berikut : BT Titik Impas Produksi (TIP) Y = H
6
Titik Impas Harga (TIH)
H =
BT Y
Keterangan : H = Y = BT =
Harga komoditas (Rp/Kg) Produktivitas (Kg/Ha) Biaya total/Ha
Kriteria pengambilan keputusan : o d)
Semakin rendah nilai BEP, semakin tinggi daya saing komoditas
Untuk melakukan analisis keunggulan kompetitif digunakan tabel sebagai berikut (Ramli dan Dewa K.S Swastika, 2005) :
Tabel 5. Kerangka analisis keunggulan kompetitif suatu komoditas Komoditas
Produksi Harga (Kg) (Rp/Ku) Cabai Merah Besar Y1 H1 Kubis Y2 H2 Bawang Merah Y3 H3 Keunggulan komoditas Cabai Merah Besar - terhadap kubis F1 P1 - terhadap bawang merah F2 P2 Keterangan: F1 = (E2 + D1)/H1 F2 = (E3 + D1)/H1 P1 = (E2 + D1)/Y1 P2 = (E3 + D1)/Y1
Biaya (Rp) D1 D2 D3
Keuntungan (Rp) E1 E2 E3
Kriteria Pengambilan Keputusan : F1 = Produktivitas minimum cabai merah besar agar kompetitif terhadap kubis F2 = Produktivitas minimum cabai merah besar agar kompetitif terhadap bawang merah P1 = Harga minimum cabai merah besar agar kompetitif terhadap kubis P2 = Harga minimum cabai merah besar agar kompetitif terhadap bawang merah.
7
HASIL DAN PEMBAHASAN 1.
Keuntungan Usahatani Keuntungan usahatani adalah keuntungan yang diperoleh petani dari hasil
penjualan
produk
setelah
dikurangi
biaya-biaya
yang
digunakan
untuk
melangsungkan proses produksi tersebut. Petani memperoleh keuntungan jika diperoleh kelebihan dan selisisih antara hasil penjualan produk dengan biaya-biaya produksi yang berupa tenaga kerja dan sarana produksi lain. Sebaliknya, disebut rugi jika hasil dari penjualan produk tidak dapat digunakan untuk mengembalikan modal yang telah dikeluarkan selama proses produksi berlangsung (Tabel 18). Produksi cabai merah besar termasuk salah satu usahatani yang sangat menggiurkan dan menantang. Dianggap menggiurkan karena keuntungan usahatani cabai merah besar bisa mencapai 4 – 6 kali lipat dari biaya yang dikeluarkan. Tapi, jika permintaan sedang merosot dan harga turun, kemungkinan perolehan keuntungannya sangat kecil, bahkan bisa jadi kerugian yang didapat demikian juga dengan produksi lainnya. Di Kecamatan Ambulu, banyak petani bawang merah yang megalihkan produksinya pada usahatani cabai merah besar maupun kubis karena kebutuhan air untuk tanaman bawang merah tergolong banyak, bahkan lebih banyak dari kebutuhan air untuk tanaman cabai merah besar dan kubis. Di sisi lain, keberadaan air di Kecamatan Ambulu tergolong sulit. Jika produksi bawang merah tetap dijalankan, maka jumlah hasil panennya tidak sebanyak dengan jumlah hasil panen bawang merah di daerah yang ketersediaan airnya mencukupi. Dengan demikian, keuntungan usahataninya pun lebih sedikit daripada keuntungan usahatani bawang merah di areal dengan keberadaan air cukup. Di Kecamatan Ambulu selain petani cabai merah besar dan bawang merah juga banyak dijumpai petani yang menanam kubis,. Proses produksi kubis yang tergolong mudah dan murah, menyebabkan banyak petani yang menanamnya, selain itu, kubis memiliki prospek yang bagus untuk meraih keuntungan. Berikut ini adalah tabel keuntungan usahatani cabai merah besar, bawang merah dan kubis di Kecamatan Ambulu. Tabel 5 menunjukkan perolehan keuntungan usahatani cabai merah besar selama + 3 bulan masa produksi. Tingkat keuntungan pada masing masing strata 8
luas lahan beragam yaitu sekitar 5-6 kali lipat dari biaya yang dikeluarkan. Keuntungan yang diperoleh petani pada strata luas lahan ≤ 0,25 adalah Rp. 16.495.600, pada strata 0,25 – 0,5 sebesar Rp. 29.460.600 serta pada strata ≥ 0,5 adalah Rp. 69.631.500. Tabel 5. Keuntungan Usahatani Tanaman Sayuran Strata Luas Lahan (Ha)
Produksi (Ku)
≤ 0,25 > 0,25 – 0,5 ≥ 0,5
24,2 44,0 102,5
Biaya Keuntunga Produksi n (Rp) (Rp) Keuntungan Usahatani Cabai Merah Besar 800.000 19.360.000 2.864.400 16.495.600 800.000 35.200.000 5.739.400 29.460.600 800.000 82.000.000 12.368.500 69.631.500
≤ 0,25 > 0,25 – 0,5 ≥ 0,5
50 93,75 161
Keuntungan Usahatani Bawang Merah 220.000 11.000.000 2.452.400 220.000 20.625.000 4.023.600 220.000 35.420.000 7.701.400
8.547.600 16.601.400 27.718.600
3,48 4,12 3,59
≤ 0,25 > 0,25 – 0,5 ≥ 0,5
100 155 473,3
Keuntungan Usahatani Cabai Kubis 80.000 8.000.000 1.348.800 80.000 12.400.000 2.485.500 80.000 37.864.000 6.377.600
6.651.200 9.914.500 31.486.400
4,93 3,98 4,93
Harga (Rp/Ku)
Penerimaan (Rp)
Rasio Keuntungan Biaya 5,75 5,13 5,63
Sumber : Analisis data primer penelitian tahun 2007
Tabel 5 pada kolom keuntungan usahatani bawang merah menunjukkan bahwa perolehan keuntungan usahatani bawang merah pada luasan lahan produksi ≤ 0,25 ha adalah Rp. 8.547.600, pada strata > 0,25 – 0,5 ha sebesar sebesar Rp. 16.601.400, dan strata ≥ 0,5 ha adalah Rp. 27.718.600. Keuntungan tersebut menunjukkan tingkat keuntungan bawang merah antara 3 – 4 kali lipat dari biaya yang digunakan. Selain itu, Tabel 5 di atas pada kolom usahatani kubis menunjukkan perolehan keuntungan usahatani kubis sesuai strata luas lahan produksi yaitu < 0,25 rata-rata petani memperoleh keuntungan sebesar Rp. 6.651.200 dan srata > 0,25 – 0,5 memperoleh untung sebesar Rp. 9.914.500, serta pada strata > 0,25 memperoleh untung sebesar Rp. 31.486.400. Hasil tersebut menunjukkan bahwa usahatani kubis tetap layak dijalankan karena mampu meningkatkan keuntungan hingga 5 kali lipat dari biaya produksi.
9
Keuntungan usahatani tanaman sayuran antara cabai merah besar, bawang merah dan kubis memperlihatkan bahwa usahatani cabai merah besar lebih menguntungkan daripada bawang merah dan kubis. Usahatani bawang merah pada strata < 0,25 dan 0,25 – 0,5 ha lebih menguntungkan daripada usahatani kubis, namun pada strata > 0,5 ha keuntungan usahatani kubis lebih besar daripada usahatani bawang merah.
2.
R-C Ratio R/C adalah perbandingan antara total penerimaan dengan biaya-biaya
produksi. R/C digunakan untuk mengukur tingkat effisiensi biaya suatu usahatani. Nilai R/C ini dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Nilai R/C ratio Usahatani Tanaman Sayuran Strata Luas Lahan (Ha)
Biaya Produksi (Rp)
Penerimaan (Rp)
Nilai R/C
≤ 0,25 > 0,25 – 0,5 ≥ 0,5
R/C Ratio Usahatani Cabai Merah Besar 2.864.400 19.360.000 5.739.400 35.200.000 12.368.500 82.000.000
6,8 6,1 6,6
≤ 0,25 > 0,25 – 0,5 ≥ 0,5
R/C Ratio Usahatani Bawang Merah 2.452.400 11.000.000 4.023.600 20.625.000 7.701.400 35.420.000
4,5 5,1 4,6
R/C Ratio Usahatani Kubis ≤ 0,25 1.348.800 8.000.000 > 0,25 – 0,5 2.485.500 12.400.000 ≥ 0,5 6.377.600 37.864.000 Sumber : Analisis data primer penelitian tahun 2007
5,9 5,0 5,9
Tabel 6 menunjukkan nilai R/C masing-masing strata luasan lahan produksi pada usahatani cabai merah besar lebih besar dari 1 yaitu sebesar 6,8 pada strata luas lahan ≤ 0,25 dan 6,1 pada strata 0,25 – 0,5 serta 6,6 pada strata luaas lahan ≥ 0,5. jadi, penggunaan biaya produksi pada usahatani cabai merah besar secara ekonomis efisien dan memiliki daya saing.
10
Perhitungan R/C di atas juga memperlihatkan nilai R/C pada komoditas bawang merah lebih besar dari 1 (satu), yaitu pada strata luas lahan ≤ 0,25 menghasilkan nilai sebesar 4,5 dan pada strata 0,25 – 0,5 menghasilkan nilai sebesar 5,1 serta strata ≥ 0,5 menghasilkan nilai sebesar 4,6. Hal tersebut menunjukkan bahwa usahatani yang dijalankan adalah efisien dan memiliki daya saing. Demikian juga dengan nilai R/C pada komoditas kubis. Tabel 6 tersebut menunjukkan nilai R/C pada produksi kubis pada tiap strata luas lahan lebih besar dari 1, berarti penggunaan biaya produksi usahatani kubis efisien dan memiliki daya saing di pasar. Adapun nilai R/C dari masing-masing strata tersebut adalah 5,9 untuk luas lahan < 0,25, 5,0 untuk luas lahan 0,25 – 0,5 dan memiliki nilai sebesar 5,9.pada luas lahan > 0,5. Tabel 6 secara keseluruhan menunjukkan bahwa nilai R/C usahatani cabai merah besar pada tiap strata lebih besar daripada nilai R/C ratio pada usahatani bawang merah dan kubis. Hal ini menunjukkan, usahatani cabai merah besar lebih memiliki daya saing daripada usahatani bawang merah dan kubis.
3.
Titik Impas Produksi Keberlanjutan proses produksi dapat dikendalikan dengan mengevaluasi hasil
produksi dengan cara menghitung besarnya nilai titik impas produksi. Titik impas produksi merupakan jumlah hasil produksi pada tingkat minimal yang harus diperoleh pada strata luas lahan dan biaya yang sama. Titik impas produksi ini dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7 menunjukkan bahwa pada strata ≤ 0,25 titik impas produksi cabai merah besar adalah sebesar 3,6 Ku, jadi jika pada saat panen petani hanya memperoleh hasil sebesar 3,6 kuintal cabai merah besar, maka berarti petani tidak mengalami kerugian. Begitupun pada strata > 0,25 – 0,5 yang memiliki nilai sebesar 7,2 dan pada strata ≥ 0,5 memiliki nilai TIP sebesar 15,5 maka petani yang memiliki strata tersebut masih dapat memperoleh keuntungan. Besarnya nilai titik impas produksi tergantung pada strata luas lahan yang dikelola, artinya semakin luas lahan maka titik impas produksinya pun makin besar. Pada kolom usahatani bawang merah (Tabel 7) menunjukkan bahwa produktivitas minimal yang harus diperoleh petani bawang merah sesuai strata luas
11
lahan adalah sebagai berikut : pada strata < 0,25 memiliki nilai titik impas produksi sebesar 11,1 dan pada strata > 0,25 – 0,5 memiliki nilai titik impas produksi sebesar 18,3 serta pada strata > 0,5 memiliki nilai titik impas harga sebesar 35,0. Tabel 7. Titik Impas Produksi Usahatani Tanaman Sayuran Strata Luas Lahan (Ha)
Biaya Produksi (Rp)
Harga Komoditas (Rp/Ku)
Titik Impas Produksi (Ku)
Titik Impas Produksi Usahatani Cabai Merah Besar ≤ 0,25 2.864.400 800.000 > 0,25 – 0,5 5.739.400 800.000 ≥ 0,5 12.368.500 800.000
≤ 0,25 > 0,25 – 0,5 ≥ 0,5
Titik Impas Produksi Usahatani Bawang Merah 2.452.400 220.000 220.000 4.023.600 7.701.400 220.000
Titik Impas Produksi Usahatani Kubis ≤ 0,25 1.348.800 80.000 > 0,25 – 0,5 2.485.500 80.000 ≥ 0,5 6.377.600 80.000 Sumber : Analisis data primer penelitian tahun 2007
3,6 7,2 15,5
11,1 18,3 35,0
16,9 31,1 79,7
Petani bawang merah yang memperoleh hasil produksi di bawah nilai titik impas produksi, maka petani tersebut akan menderita kerugian. Dan sebaliknya, jika hasil produksi lebih tinggi dari nilai titik impas produksinya maka petani tersebut akan memperoleh keuntungan. Tabel 7 pada kolom usahatani kubis menunjukkan bahwa produktivitas minimal yang harus diperoleh petani kubis sesuai strata luas lahan adalah sebagai berikut : pada strata < 0,25 memiliki nilai titik impas produksi sebesar 16,9 dan pada strata > 0,25 – 0,5 memiliki nilai titik impas produksi sebesar 31,1 serta pada strata > 0,5 memilki nilai sebesar 79,7. jadi, petani kubis di Kecamatan Ambulu rata-rata memperoleh keuntungan karena nilai produktivitasnya lebih tinggi dari batas minimal produksi. Usahatani sayuran baik cabai merah besar, bawang merah maupun kubis, dikatakan memiliki daya saing tinggi, jika nilai titik impas produksinya rendah,
12
karena memperlihatkan batas minimal produksi yang layak diperoleh oleh petani. Tabel 7 menunjukkan bahwa titik impas produksi cabai merah besar lebih kecil daripada titik impas produksi bawang merah dan kubis, artinya cabai merah besar memiliki daya saing terhadap bawang merah dan kubis. usahatani bawang merah hanya memiliki daya saing terhadap kubis, karena nilai titik impas produksinya lebih rendah dari pada kubis dan lebih tinggi daripada cabai merah besar pada tiap strata luas lahan produksi.
3. Titik Impas Harga Titik impas harga merupakan batas minimal harga jual yang boleh dibebankan pada barang hasil produksi agar usahatani yang dijalankan tidak mengalami kerugian. Untuk mengetahui harga minimal yang dapat dibebankan pada penjualan hasil produksi cabai merah besar, bawang merah dan kubis petani perlu mengetahui titik impas harga dengan cara membandingkan antara total biaya produksi dengan hasil produksi yang diperoleh pada saat panen. Berikut ini adalah tabel titik impas harga produksi usahatani tanaman sayuran. Tabel 8. Titik Impas Harga Usahatani Tanaman Sayuran Strata Luas Lahan (Ha)
Biaya Produksi (Rp)
Hasil Produksi (Kg)
Titik Impas Harga Usahatani Cabai Merah Besar ≤ 0,25 2.864.400 2.420 > 0,25 – 0,5 5.739.400 4.400 ≥ 0,5 12.368.500 10.250
≤ 0,25 > 0,25 – 0,5 ≥ 0,5
Titik Impas Harga Usahatani Bawang Merah 2.452.400 5.000 4.023.600 9.375 7.701.400 16.100
Titik Impas Harga Usahatani Kubis ≤ 0,25 1.348.800 10.000 > 0,25 – 0,5 2.485.500 15.500 ≥ 0,5 6.377.600 47.330 Sumber : Analisis data primer penelitian tahun 2007
Titik Impas Harga (Rp/Kg)
1.180 1.300 1.200
490 430 480
135 160 135
13
Tabel di atas menunjukkan, pada usahatani cabai merah besar dengan strata ≤ 0,25 titik impas harganya sebesar Rp. 1.180 jadi, jika pada saat penjualan hasil produksi petani melepas dengan harga Rp. 1.180 maka petani tersebut tidak mengalami kerugian. Sama juga pada strata > 0,25 – 0,5 dan ≥ 0,5 jika petani melepas barang hasil produksinya dengan harga berturut-turut sesuai strata luas lahan adalah Rp. 1.300 dan Rp 1.200, maka petani tersebut masih bisa memperoleh keuntungan. Besarnya nilai Titik Impas Harga ini tergantung pada banyaknya hasil produksi yang diperoleh. Dengan demikian, semakin banyak hasil produksi dengan biaya proses yang sama, maka standar minimal harga jual bisa semakin rendah, sehingga kemungkinan untuk mengalami kerugian semakin tipis. Tabel 8 juga memperlihatkan bahwa usahatani bawang merah pada strata luas lahan < 0,25 memiliki nilai titik impas harga sebesar Rp. 490, dan pada strata > 0,25 – 0,5 memiliki nilai titik impas harga sebesar Rp. 430, serta pada strata > 0,5 memiliki nilai titik impas harga sebesar Rp. 480. Nilai titik impas harga tersebut menunjukkan bahwa jika pada saat penjualan bawang merah sesuai dengan besarnya nilai titik impas harga, maka hasil yang diperoleh petani adalah dalam kondisi impas, artinya petani tidak menderita kerugian dan tidak memperoleh untung. Hasil yang didapatnya tersebut hanya bisa digunakan untuk mengembalikan modal produksi saja. Tetapi jika harga penjualan lebih tinggi dari nilai titik impas harga, maka petani memperoleh keuntungan. Tinggi rendahnya nilai titik impas harga ini tergantung pada banyaknya hasil produksi yang diperoleh. Semakin tinggi jumlah hasil produksi, maka nilai titik impas harga akan semakin kecil. Tabel 8 pada kolom titik impas harga usahatani kubis menunjukkan bahwa pada strata luas lahan < 0,25 titik impas harganya sebesar Rp. 135. jadi, jika pada saat penjualan kubis petani menjual dengan harga Rp. 135 per kilogram, maka petani tidak menderita kerugian dan juga tidak memperoleh untung, karena harga tersebut merupakan harga pada kondisi impas. Tidak berbeda dengan titik impas harga pada strata > 0,25 – 0,5 yang memiliki nilai titik impas harga sebesar Rp. 160 dan pada strata > 0,5 dengan nilai titik impas harga sebesar Rp. 135. Pada tiap strata tersebut jika harga produk sesuai nilai titik impas harga maka kemungkinan kecil
14
petani memperoleh keuntungan yang sedikit karena mendekati jumlah biaya untuk mengembalikan modal. Tabel 8, secara keseluruhan menunjukkan bahwa cabai merah besar pada titik impas harga tidak memiliki daya saing terhadap bawang merah maupun kubis, karena nilai titik impas harganya lebih besar dari usahatani bawang merah dan kubis. Nilai titik impas harga komoditi kubis yang sangat rendah, sangat memungkinkan usahatani tersebut untuk memperoleh keuntungan. 5.
Keunggulan Kompetitif Usahatani Cabai Merah Besar, Bawang Merah dan Kubis Analisis
keunggulan
kompetitif
suatu
komoditas
dipengaruhi
oleh
pembentukan harga yang tercipta dari kekuatan permintaan dan penawaran atau jumlah komoditas dengan jumlah kebutuhan konsumen. Upaya peningkatan daya saing komoditas tanaman sayuran dilakukan melalui peningkatan produktivitas, efisiensi dan mutu produksi. Daya saing usahatani tanaman sayuran sesuai strata luas lahan dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9 menunjukkan bahwa pada strata luas lahan < 0,25 Ha komoditas cabai merah besar memiliki daya saing terhadap komoditas bawang merah jika produktivitasnya mencapai 1.430 kg atau lebih dengan harga minimum per kilogram lebih besar dari Rp. 4.715,7. Sedangkan nilai kompetitif cabai merah besar terhadap kubis pada strata luas lahan yang sama adalah jika produktivitas minimalnya mencapai 1.190 kg dan harga minimum per kilogram sebesar dari Rp. 3.932,1. Tabel 9 juga menunjukkan bahwa pada strata > 0,25 – 0,5 komoditas cabai merah besar memiliki nilai kompetitif terhadap komoditas bawang merah jika produktivitas minimalnnya mencapai 2.790 kg dan harga minimum per kilogram adalah Rp. 5.077,5. Sedangkan nilai kompetitif cabai merah besar terhadap kubis pada strata luas lahan yang sama adalah jika produktivitasnya mencapai 1.960 kg atau lebih dengan harga minimum per kilogram lebih tinggi dari Rp. 3.557,7.
15
Tabel 9. Kerangka analisis keunggulan kompetitif usahatani cabai merah besar terhadap bawang merah dan kubis pada setiap strata luas lahan produksi Komoditas
Produksi (Kg)
Harga (Rp/Ku)
Strata Luas Lahan < 0,25 Ha Cabai merah besar 2.420 800.000 Bawang Merah 5.000 220.000 Kubis 10.000 80.000 Keunggulan Komoditas Cabai Merah Besar - terhadap Bawang Merah 1.430 4.715,7 - terhadap Kubis 1.190 3.932,1
Biaya (Rp)
2.864.400 2.452.400 1.348.800
Strata Luas Lahan > 0,25 - 0,5 Ha Cabai merah besar 4.400 800.000 5.739.400 Bawang Merah 9.375 220.000 4.023.600 Kubis 15.500 80.000 2.485.500 Keunggulan Komoditas Cabai Merah Besar - terhadap Bawang Merah 2.790 5.077,5 - terhadap Kubis 1.960 3.557,7 Strata Luas Lahan > 0,5 Ha Cabai merah besar 10.250 800.000 Bawang Merah 16.100 220.000 Kubis 47.330 80.000 Keunggulan Komoditas Cabai Merah Besar - terhadap Bawang Merah 5.000 3.910,9 - terhadap Kubis 5.480 4.278,5
12.368.500 7.701.400 6.377.600
Keuntungan (Rp)
16.495.600 8.547.600 6.651.200
29.460.600 16.601.400 9.914.500
69.631.500 27.718.600 31.486.400
Sumber : Analisis data primer penelitian tahun 2007
Tabel 9 pada kolom strata luas lahan > 0,5 menunjukkan bahwa komoditas cabai merah besar memiliki daya saing terhadap komoditas bawang merah jika produktivitasnya mencapai 5.010 kg atau lebih dengan harga minimum per kilogram lebih besar dari Rp. 3.910,9. Sedangkan nilai kompetitif cabai merah besar terhadap kubis pada strata lahan yang sama adalah jika produktivitasnya mencapai 5.480 kg atau lebih dengan harga minimum per kilogram lebih besar dari Rp. 4.278,5. Tabel 9 secara keseluruhan menunjukkan bahwa komoditas cabai merah besar pada strata luas lahan < 0,25 memiliki daya saing lebih tinggi pada tingkat produksi daripada usahatani pada strata luas lahan 0,25 – 0,5 dan > 0,5 Ha, baik pada komoditas bawang merah maupun kubis. Sedangkan pada tingkat harga, usahatani cabai merah besar pada strata > 0,5 memiliki nilai daya saing lebih tinggi terhadap bawang merah karena memiliki batas minimal harga yang lebih rendah. 16
Tetapi, usahatani cabai merah besar pada strata 0,25 – 0,5 memiliki daya saing lebih tinggi terhadap kubis.
KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan sebagai berikut: 1)
Usahatani cabai merah besar, bawang merah dan kubis menguntungkan pada tingkat produksi aktual di Kabupaten Jember
2)
Usahatani cabai merah besar lebih memiliki daya saing terhadap usahatani bawang merah dan kubis berdasarkan kriteria keuntungan, R/C, titik impas produksi, titik impas harga serta analisis keunggulan kompetitif.
DAFTAR PUSTAKA Badan Pusat Statistik, 2002, Statistik Indonesia 2001, BPS, Jakarta. Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten Jember, 2003. Statistik Agribisnis Kabupaten Jember Tahun 2002. Jember. Downey, W.D dan Steven P.E., 1997. Manajemen Agribisnis. Edisi Ke Dua, Penerbit Erlangga, Jakarta. Hari Widjajadi, 2007. Perilaku Produksi, Harga dan Permintaan Beberapa Jenis Sayuran Di Kabupaten Jember. Tesis Magister Pertanian, Program Agribisnis, Program Pasca Sarjana Universitas Jember, Jember. Hernanto, F., 1997. Ilmu Usahatani. Penebar Swadaya, Jakarta. Kadariah 1998. Evaluasi Proyek Analisis Ekonomi, Edisi dua, Universitas Indonesia, Jakarta. Mahekam, J.P. dan R.L. Malcolm, 2001. Manajemen Usahatani Daerah Tropis, LP3ES, Jakarta. Maspur, 2003. Potensi dan Elastisitas Permintaan Bawang Merah di Kabupaten Jember. Agritrop, Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian (Journal of Agriculture), Vol. 1 No. 2 Desember 2003, Universitas Muhammadiyah Jember, Jember. Ramli, R dan Dewa K S. Swastika, 2005. Analisis Keunggulan Kompetitif beberapa Tanaman Palawija di Lahan Pasang Surut Kalimantan Tengah. Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian Vol. 8, No.1, Maret 2005 : 67-77 Soekartawi, 1996. Prinsip Dasar Ekonomi Pertanian: Teori dan Implikasinya.. Rajawali Press. Jakarta. _________ , 1998. Analisis Usahatani. Universitas Indonesia, Jakarta.
17
Suratno dan L. Arsyad., 1998. Metodologi Penelitian untuk Ekonomi dan Bisnis. BPFE, Yogyakarta. Suwarso 1997. Perangsang Harga Produksi dan Nilai Tukar Petani di Daerah Tingkat II Kabupaten Jember. Universitas Jember, Jember.
-emhis-
18