ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KOMODITAS SAYURAN UNGGULAN (Kasus Kecamatan Ciwidey Kabupaten Bandung Dan Kecamatan Lembang Kabupaten Bandung Barat)
Oleh : ENCEP ZACKY KOERDIANTO A 14105538
PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
Objek akan menjadi suci apabila hati nurani mampu menghayati sebagai yang tersuci dan Sesuatu menjadi indah apabila matahati merasakan keindahan.
Bagi mereka yang datang untuk tumbuh, Seluruh dunia adalah taman... Bagi mereka yang mau terus bermimpi, Seluruh dunia adalah panggung... Bagi mereka yang datang untuk belajar, Seluruh dunia adalah bangku kuliah.... Dan bagi mereka yang datang untuk mengenal tuhan, Seluruh dunia adalah sajadah....
”Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat” (Al- Mujaadilah : 11)
Harapan dan cita-cita boleh dititipkan di hari esok, namun langkah atau tindakannya harus dilakukan hari ini....
” Sesungguhnya Allah tidak mengubah apa-apa yang ada pada suatu kaum, sebelum mereka sendiri mengubah apa-apa yang ada pada diri mereka sendiri” (Qs. Ar-Ra'ad : 11)
Kupersembahkan untuk yang terkasih: Kedua orang tua tercinta, Aa Hen-Hen sekeluarga dan Robby Trisno Hadhi. Semoga karya kecil ini menjadi setitik tanda bakti.
RINGKASAN ENCEP ZACKY KOERDIANTO. Analisis Daya Saing Dan Dampak Kebijakan Pemerintah Terhadap Komoditas Sayuran Unggulan Kasus Kecamatan Ciwidey Kabupaten Bandung Dan Kecamatan Lembang Kabupaten Bandung Barat. Di bawah bimbingan NETTI TINAPRILLA. Salah satu fenomena menarik setelah diberlakukannya UU No 22 dan UU No 25 tahun 1999 adalah keinginan beberapa daerah, baik kabupaten atau kota maupun propinsi untuk melakukan pemekaran. Aspirasi untuk pemekaran juga terjadi di Kabupaten Bandung yang terealisasikan dengan ditetapkannya UndangUndang Nomor 12 tahun 2007 tentang pembentukan Kabupaten Bandung Barat sebagai daerah otonom baru hasil pemekaran dari Kabupaten Bandung. Ada beberapa pertimbangan dilakukannya pemekaran tersebut, salah satunya adalah kemampuan ekonomi Kabupaten Bandung. Kemampuan ekonomi tersebut dapat dicermati dari nilai PDRB. PDRB Kabupaten Bandung pada tahun 2005 adalah 31,884.99 milyar rupiah atau 9.45 persen dari PDRB Propinsi Jawa Barat, yaitu peringkat keempat terbesar setelah Kabupaten Bekasi, Kabupaten Bogor dan Kota Bandung. Relevansi nilai PDRB tersebut dengan sektor pertanian adalah seberapa besar sektor pertanian di Kabupaten Bandung dapat berkontribusi terhadap pembentukan PDRB tersebut. Dari tahun 2001 sampai 2005 sektor pertanian ratarata hanya dapat berkontribusi terhadap pembentukan PDRB Kabupaten Bandung sebasar 10.27 persen, tertinggi ke tiga setelah sektor industri pengolahan dan sektor perdagangan, hotel dan restoran. Kondisi ini menunjukan fenomena yang sama dengan sektor pertanian nasional, dimana struktur perekonomian telah mengalami transformasi dari sektor pertanian ke sektor industri dan parawisata. Pertumbuhan sektor pertanian tidak terlepas dari perananan subsektor didalamnya, salah satu subsektor yang memiliki kontribusi penting adalah subsektor tanaman pangan yang pertumbuhannya berasal dari komoditas palawija dan sayuran. Dari tahun 2001 sampai 2005 nilai pertumbuhan komoditas sayuran sebesar 0.17 persen masih relatif lebih rendah dari komoditas palawija sebesar 3.11 persen, tetapi komoditas sayuran memiliki peluang untuk terus mengalami pertumbuhan yang didasarkan pada kesesuaian agroklimat dan basis produksi sayuran yang jauh lebih tinggi. Berdasarkan pengelompokan komoditas dan perhitungan analisis keunggulan komparatif maupun kompetitif, pemerintah daerah Kabupaten Bandung telah menetapkan lima komoditas sayuran yang diunggulkan, yaitu kentang, kubis, tomat, cabe merah dan bawang merah. Tomat dan cabe merah merupakan komoditas sayuran unggulan yang memiliki angka rata-rata pertumbuhan produksi tertinggi dibanding komoditas lainnya. Rata-rata pertumbuhan produksi kedua komoditas tersebut dari tahun 2001 sampai 2005 berturut-turut adalah 5.04 persen dan 10.18 persen. Kabupaten Bandung mempunyai beberapa daerah sentra produksi sayuran diantaranya adalah Kecamatan Ciwidey dan Kecamatan Lembang.
Penetapan komoditas tersebut menjadi komoditas sayuran unggulan di Kabupaten Bandung berdasarkan pada pertimbangan bahwa tidak semua komoditas sayuran cocok dikembangkan disemua tempat. Oleh karena itu, komoditas sayuran unggulan yang dikembangkan merupakan komoditas yang memiliki keunggulan komparatif yang berasal dari kelimpahan dan kekhasan wilayahnya. Dalam rangka mengantisipasi pasar komoditas sayuran yang semakin kompetitif maka orientasi sistem produksi komoditas sayuran unggulan tersebut harus dikembangkan kearah peningkatan daya saing. Pengetahuan akan keunggulan komparatif suatu daerah dapat digunakan para penentu kebijakan untuk mendorong perubahan struktur perekonomian daerah kearah sektor yang mengandung keunggulan komparatif tersebut. Pemekaran Kabupaten Bandung akan berdampak terhadap sektor pertanian di Kabupaten Bandung yaitu berkurangnya produksi komoditas pertanian sebagai akibat dari beralihnya kepemilikan secara administratif beberapa sentra produksi, pasar maupun infrastruktur. Diantara sekian banyak komoditas pertanian, komoditas sayuran akan mengalami penurunan produksi yang paling rendah. Hal ini disebabkan, selain di wilayah utara yang sekarang termasuk kedalam wilayah administratif Kabupaten Bandung Barat, Kabupaten Bandung masih memiliki wilayah sentra yang cukup luas di wilayah selatan. Terbentuknya Kabupaten Bandung Barat, secara ekonomi tentunya akan menambah kabupaten pesaing dalam menghasilkan komoditas sayuran bagi Kabupaten Bandung. Untuk menghadapi dampak negatif dari persaingan yang ada maka keuntungan dan daya saing yang tinggi harus menjadi karakter strategis dari komoditas sayuran unggulan yang dihasilkan kedua kabupaten. Pemekaran yang terjadi di Kabupaten Bandung sudah semestinya dapat diisi melalui rumusan dan implementasi kebijakan yang mampu menciptakan iklim yang kondusif bagi keberlangsungan usahatani komoditas pertanian pada umumnya dan komoditas sayuran pada khususnya. Untuk itu, diperlukan informasi sebagai bahan acuan dan bahan pertimbangan bagi pemerintah daerah baik pemerintah daerah Kabupaten Bandung maupun pemerintah daerah Kabupaten Bandung Barat tentang bagaimana kondisi usahatani komoditas pertanian dalam hal ini komoditas sayuran unggulan didaerahnya masing-masing. Berdasarkan hal tersebut, maka penelitian ini mencoba untuk mengetahui tingkat daya saing dan kebijakan pemerintah terhadap usahatani komoditas sayuran unggulan di Kabupaten Bandung dan di Kabupaten Bandung Barat. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis (1) Tingkat keuntungan pengusahaan komoditas sayuran unggulan secara finansial dan ekonomi di Kecamatan Ciwidey Kabupaten Bandung dan di Kecamatan Lembang Kabupaten Bandung Barat; (2) Daya saing komoditas sayuran unggulan di Kecamatan Ciwidey Kabupaten Bandung dan di Kecamatan Lembang Kabupaten Bandung Barat melalui keunggulan kompetitif dan Keunggulan komparatif; (3) Dampak kebijakan pemerintah terhadap daya saing komoditas sayuran unggulan di Kecamatan Ciwidey Kabupaten Bandung dan di Kecamatan Lembang Kabupaten Bandung Barat; (4) Dampak perubahan kebijakan pemerintah daerah terhadap daya saing komoditas sayuran unggulan di Kecamatan Ciwidey Kabupaten Bandung dan di Kecamatan Lembang Kabupaten Bandung Barat. Penelitian dilakukan di Kecamatan Ciwidey Kabupaten Bandung dan di Kecamatan Lembang Kabupaten Bandung Barat, pemilihan lokasi dilakukan
secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa kedua kecamatan merupakan daerah sentra produksi sayuran, setelah pemekaran kedua kecamatan tersebut berada dalam wilayah administratif yang berbeda. Penelitian menggunakan data primer dan sekunder, sampel dipilih dengan metode snowball sampling. Sesuai dengan tujuan penelitian, metode analisis yang digunakan adalah Policy Analysis Matrix (PAM). Penelitian dilakukan dari bulan Desember tahun 2007 sampai bulan Januari tahun 2008. Hasil analisis menunjukan bahwa usahatani tomat dan cabe merah di kedua tempat penelitian menguntungkan baik secara finansial maupun secara ekonomi. Jika dibandingkan, usahatani tomat dan cabe merah di Kecamatan Lembang memberikan keuntungan finansial yang lebih besar dibandingkan di Kecamatan Ciwidey. Kecamatan Ciwidey dan Kecamatan Lembang memiliki keunggulan kompetitif dan keunggulan komparatif untuk menghasilkan komoditas sayuran unggulan. Berdasarkan kriteria keunggulan komparatif, kecamatan Ciwidey relatif lebih memiliki keunggulan komparatif dibandingkan Kecamatan Lembang untuk menghasilkan kedua komoditas sayuran unggulan tersebut. Sementara berdasarkan kriteria keunggulan kompetitif, Kecamatan Lembang relatif lebih memiliki keunggulan kompetitif dibanding Kecamatan Ciwidey untuk komoditas tomat. Sedangkan untuk cabe merah, walaupun perbedaannya tidak signifikan, Kecamatan Ciwidey relatif lebih memiliki keunggulan kompetitif dibanding Kecamatan Lembang. Hal tersebut menunjukkan bahwa dengan kebijakan pemerintah yang ada sekarang, usahatani tomat dan cabe merah di Kecamatan Lembang cenderung lebih diuntungkan, karena dengan adanya kebijakan ternyata usahatani tersebut di Kecamatan Lembang dapat memiliki keunggulan kompetitif yang relatif sama untuk usahatani cabe merah dan bahkan lebih memiliki keunggulan kompetitif untuk usahatani tomat dibandingkan Kecamatan Ciwidey. Dampak kebijakan output terhadap usahatani tomat dan cabe merah menyebabkan usahatani tomat dan cabe merah dikedua tempat penelitian menerima harga aktual output lebih kecil dari harga sosialnya. Sedangkan berdasarkan analisis terhadap kebijakan input menunjukan bahwa pemerintah memberikan subsidi atas input asing (tradable) dan domestik (non tradable), sehingga petani menerima harga aktual input tersebut lebih murah dari yang seharusnya dibayarkan jika tanpa adanya kebijakan. Secara umum kebijakan pemerintah terhadap input-output yang ada lebih menguntungkan usahatani kedua komoditas tersebut di Kecamatan Lembang. terjadinya peningkatan biaya produksi, penurunan harga output dan penurunan produksi yang dilakukan baik secara parsial maupun gabungan menyebabkan tingkat keuntungan yang semakin kecil dan nilai PCR dan DRC yang semakin besar mendekati satu. Namun, perubahan tersebut tidak sampai merubah keuntungan menjadi negatif (rugi) maupun merubah keunggulan kompetitif dan keunggulan komparatif menjadi tidak berdaya saing sehingga usahatani komoditas sayuran ini tetap layak untuk terus dikembangkan.
ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KOMODITAS SAYURAN UNGGULAN (Kasus Kecamatan Ciwidey Kabupaten Bandung Dan Kecamatan Lembang Kabupaten Bandung Barat)
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor
Oleh : ENCEP ZACKY KOERDIANTO A 14105538
PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
JUDUL :
ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH
TERHADAP
KOMODITAS
SAYURAN
UNGGULAN (Kasus Kecamatan Ciwidey Kabupaten Bandung Dan Kecamatan Lembang Kabupaten Bandung Barat) NAMA :
ENCEP ZACKY KOERDIANTO
NRP A :
A 14105538
Menyetujui, Dosen Pembimbing
Ir. Netti Tinaprilla, MM NIP : 132 339 965
Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr NIP : 131 124 019
Tanggal Lulus : 3 April 2008
PERNYATAAN DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL “ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KOMODITAS SAYURAN UNGGULAN KASUS KECAMATAN CIWIDEY KABUPATEN BANDUNG DAN KECAMATAN LEMBANG KABUPATEN BANDUNG BARAT” BELUM PERNAH DIAJUKAN PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA LAIN MANAPUN UNTUK TUJUAN MEMPEROLEH GELAR AKADEMIK TERTENTU. SAYA JUGA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI DAN TIDAK MENGANDUNG BAHAN-BAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU DITERBITKAN OLEH PIHAK LAIN KECUALI SEBAGAI RUJUKAN YANG DINYATAKAN DALAM NASKAH
Bogor, April 2008
ENCEP ZACKY KOERDIANTO A14105538
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bandung pada tanggal 25 Desember 1983 sebagai anak kedua dari tiga bersaudara, anak dari pasangan Bapak M. Thosin Anshori dan Ibu E. Warkonah Penulis memulai studi di SD Negeri Sindangsari Kabupaten Bandung dan lulus pada tahun 1996, kemudian melanjutkan ke SLTP Negeri Rongga Kabupaten Bandung dan lulus pada tahun 1999. Penulis melanjutkan pendidikan di SMU Pasundan 7 Bandung dan lulus pada tahun 2002. Pada tahun 2002, penulis diterima menjadi mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB) pada Program Diploma III Teknologi Benih, Fakultas Pertanian, dan lulus pada tahun 2005. Penulis melanjutkan ke jenjang pendidikan Strata-1 tahun 2005 pada Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya, sholawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada Nabi Besar Muhammad SAW beserta keluarga dan para sahabatnya. Alhamdulillah penulis ucapkan atas terselesaikannya penyusunan skripsi yang berjudul “Analisis Daya Saing Dan Dampak Kebijakan Pemerintah Terhadap Komoditas Sayuran Unggulan Kasus Kecamatan Ciwidey Kabupaten Bandung Dan Kecamatan Lembang Kabupaten Bandung Barat”. “Tak ada gading yang tak retak”, oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat diharapkan. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi penelitian selanjutnya dan bagi pembaca umumnya. Amin.
Bogor, April 2008
Penulis
UCAPAN TERIMA KASIH Penyusunan dan penulisan skripsi ini tidak akan berjalan lancar tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada: 1. Kedua orang tua tercinta yang senantiasa memberikan doa, kasih sayang, perhatian dan dukungan baik moril maupun materil tanpa ada batasnya, semoga terselesaikannya skripsi ini dapat menjadi setitik tanda bakti penulis. 2. Ir. Netti Tinaprilla, MM selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan, dorongan, saran dan perhatiannya yang sangat membantu dalam penyusunan skripsi ini. 3. Ir. Yayah K. Wagiono, MEc atas kesediaannya menjadi dosen evaluator dalam seminar rencana penelitian yang telah memberikan saran dan masukan dalam perencanaan penelitian ini. 4. Dr. Ir. Muh. Firdaus, MSi atas kesediaannya menjadi dosen penguji yang banyak memberikan saran dan masukan untuk perbaikan skripsi ini. 5. Dra. Yusalina, MSi atas kesediaannya menjadi dosen penguji komdik pada sidang skripsi. 6. Aa Hen-hen, SS, teh Irma, keponakan Cania Hedianty Yusuf dan adik tercinta Robby Trisno Hadhi yang selalu memberikan semangat dan dorongan kepada penulis. 7. Sri Patmawati, SP yang selalu sabar memberikan perhatian, semangat dan dukungannya, semoga semuanya dapat berjalan indah. 8. Bpk H. Muhtar selaku PPL Kecamatan Ciwidey, Bpk Sudianto selaku PPL Kecamatan Lembang, Bpk Kadus Cikawari Lembang dan petani tomat dan cabe merah di Desa lebak Muncang, Desa Rawa Bogo dan Desa Nengkelan Kecamatan Ciwidey serta di Desa wangunharja dan Desa Cikidang Kecamatan Lembang yang telah banyak memberikan bantuan dan informasi tentang kondisi usahatani tomat dan cabe merah.
9. Saudara M. Ubaydilah sebagai pembahas seminar serta teman-teman “kostan pioneer” Fajar, Zam'an, Wawan, Arif dan Sudar yang selalu memberikan masukan dan kritikannya. 10. Teman-teman dikostan ”Wisma Family” Timbul, Kakung, Awan, Nanda, Ali dan Rahmat yang selalu bersama dalam mengisi hari dengan keceriaan. 11. Teman-teman ”Tekben bersaudara” Sari, Heda, Puji Subekti, Tri Utomo, Riki, Ali, Rizki, Maria, Restu, Mba Jum dan Mas Baim yang selalu menjalin kebersamaan untuk berdiskusi, menyelesaikan tugas-tugas kuliah dan menghadiri undangan pernikahan teman-teman D III. (hayo siapa nih yang mau duluan nyetak undangan...ditunggu) 12. Teman-teman dikostan ”Paladium” Eko, Jack, Akbar, Capung dan Igor yang selalu memberikan kritikan dan bantuan untuk permasalahan elektronik. 13. Teman-teman Komunitas Motor Ekstensi ”Komet” Oji (”Nuhun pisan” atas bantuanya pada saat mau sidang dan mengantar Ke Deptan), Edi, Arfan, Lancip, anggi, Alek, Jarwo, ijul dan Budi atas kebersamaan dan persahabatannya, semoga tetap kompak. 14. Teman-teman ekstensi angkatan 13 dan semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah turut serta membantu demi terselesaikannya skripsi ini. Semoga segala amal kebaikan yang telah dilakukan mendapat balasan dari Allah SWT, Amin.
Bogor, April 2008
Penulis
DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR.................................................................................... ix DAFTAR ISI................................................................................................... xii DAFTAR TABEL .......................................................................................... xv DAFTAR GAMBAR...................................................................................... xvii DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xviii 1. PENDAHULUAN....................................................................................... 1 Latar Belakang ........................................................................................... 1 Perumusan Masalah ................................................................................... 5 Tujuan Dan Kegunaan Penelitian .............................................................. 10 1.3.1 Tujuan Penelitian ........................................................................ 10 1.3.2 Kegunaan Penelitian ................................................................... 11 Ruang Lingkup Dan Keterbatasan Penelitian ............................................ 11 11. TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... 13 2.1 Studi Tentang Kebijakan Pertanian Dimasa Otonomi Daerah ............ 13 2.2 Studi Tentang Kebijakan Produksi Dan Pemasaran Komoditas Hortikultura.......................................................................................... 15 2.2.1 Kebijakan Produksi .................................................................. 16 2.2.2 Kebijakan Pemasaran Domestik .............................................. 19 2.2.3 Kebijakan Perdagangan Internasional...................................... 21 2.3 Studi Penelitian Terdahulu................................................................... 23 2.3.1 Studi Tentang Usahatani Komoditas Sayuran Unggulan......... 23 2.3.1.1 Studi Tentang Usahatani Cabe Merah................................ 23 2.3.1.2 Studi Tentang Usahatani Tomat......................................... 24 2.3.2 Studi Tentang Daya Saing........................................................ 26 2.3.2.1 Pengukuran Daya Saing Dengan Domestic Resources Cost (DRC/BSD)................................................................ 26 2.3.2.2 Pengukuran Daya Saing Dengan Policy Analysis Matrix (PAM) ................................................................... 26
111. KERANGKA PEMIKIRAN ................................................................. 29 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis ............................................................... 29 3.1.1 Konsep Daya Saing ..................................................................... 29 3.1.1.1 Keunggulan Komparatif Wilayah...................................... 30 3.1.1.2 Keunggulan Kompetitif Wilayah ...................................... 32 3.1.2 Teori Kebijakan Pemerintah ....................................................... 37 3.1.2.1 Kebijakan Pemerintah Pada Harga Output........................ 37 3.1.2.2 Kebijakan Pemerintah Pada Harga Input .......................... 45 3.1.3 Teori Matrik Kebijakan (Policy Analysis Matrix) ...................... 47 3.2 Kerangka Pemikiran Konseptual ........................................................ 49 1V. METODE PENELITIAN ...................................................................... 53 4.1 Tempat Dan Waktu Penelitian.............................................................. 53 4.2 Data Dan Sumber Data......................................................................... 53 4.3 Metode Pengumpulan Data .................................................................. 54 4.4 Metode Analisis.................................................................................... 54 4.4.1 Penentuan Input Dan Output ...................................................... 55 4.4.1.1 Pengalokasian Komponen Biaya Domestik Dan Asing .... 56 4.4.1.2 Metode Penentuan Harga Sosial (Shadaw Price)............... 59 4.4.2 Analisis Indikator Matriks Kebijakan ......................................... 65 4.4.2.1 Analisis Keuntungan .......................................................... 65 4.4.2.2 Analisis Daya Saing Melalui Keunggulan Kompetitif Dan Keunggulan Komparatif ............................................. 66 4.4.2.3 Analisis Dampak Kebijakan Pemerintah........................... 68 4.4.3 Simulasi Kebijakan...................................................................... 74 V. KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN ........................................ 76 5.1 Keadaan Umum .................................................................................... 76 5.2 Kondisi Penduduk ................................................................................ 79 5.3 Keragaan Umum Tataguna Lahan........................................................ 80 5.4 Gambaran Umum Usahatani Komoditas Sayuran Unggulan ............... 82
VI. DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KOMODITAS SAYURAN UNGGULAN ................... 86 6.1 Analisis Keuntungan Usahatani Komoditas Sayuran Unggulan .......... 86 6.1.1 Keuntungan Privat/Finansial Usahatani Tomat........................... 86 6.1.2 Keuntungan Privat/Finansial Usahatani Cabe Merah.................. 88 6.2 Analisis Keuntungan Ekonomi/Sosial Usahatani Komoditas Sayuran Unggulan................................................................................ 90 6.3 Analisis Daya Saing Usahatani Komoditas Sayuran Unggulan ........... 91 6.3.1 Keunggulan Komparatif .............................................................. 92 6.3.2 Keunggulan Kompetitif ............................................................... 93 6.4 Analisis Dampak Kebijakan Pemerintah.............................................. 96 6.4.1 Dampak Kebijakan Pemerintah Terhadap Output....................... 97 6.4.2 Dampak Kebijakan Pemerintah Terhadap Input ......................... 100 6.4.3 Dampak Kebijakan Pemerintah Terhadap Input-Output............. 104 VII. DAMPAK PERUBAHAN KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP DAYA SAING KOMODITAS SAYURAN UNGGULAN ............................................................................................. 108 7.1 Dampak Peningkatan Biaya Produksi.................................................. 108 7.2 Dampak Penurunan Harga Output ....................................................... 109 7.3 Dampak Penurunan Produksi............................................................... 111 7.4 Dampak Peningkatan Biaya Produksi Dan Penurunan Harga Output . 112 7.5 Dampak Peningkatan Biaya Produksi Dan Penurunan Produksi......... 114 7.6 Dampak Kombinasi Peningkatan Biaya Produksi, Penurunan Harga Dan Penurunan Produksi...................................................................... 115 VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN ........................... 118 8.1 Kesimpulan .......................................................................................... 118 8.2 Implikasi Kebijakan ............................................................................. 120 8.3 Saran Penelitian Lanjutan .................................................................... 123 DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 124 LAMPIRAN.................................................................................................... 127
DAFTAR TABEL Nomor
Halaman
1. Pertumbuhan Nilai PDRB Sektoral Kabupaten Bandung Tahun 2001-2005 (Triliun Rupiah) ................................................................ 2 2. Pertumbuhan Produksi Beberapa Komoditas Pertanian Kabupaten Bandung Tahun 2001-2005 (Dalam Ton) ........................................... 3 3. Perkiraan Penurunan PDRB Komoditas Pertanian Kabupaten Bandung Karena Pemekaran (Juta Rupiah) ...................................... 6 4. Bidang, Instrumen dan Instansi Pembuat Kebijakan Pertanian............ 13 5. Klasifikasi Kebijakan Harga Komoditas ............................................. 37 6. Matrik Analisis Kebijakan (PAM)........................................................ 54 7. Alokasi Biaya Produksi Tingkat Usahatani Terhadap Komponen Domestik Dan Asing ............................................................................ 58 8. Alokasi Biaya Tataniaga Atas Komponen Biaya Domestik Dan Asing .................................................................................................... 59 9. Luas Penggunaan Lahan Di Kabupaten Bandung Tahun 2006 ............ 81 10. Nilai Keuntungan Usahatani Komoditas Sayuran Unggulan Di Kecamatan Ciwidey Dan Di Kecamatan Lembang Per Hektar Per Musim Tanam (Dalam Juta Rupiah) .................................................... 86 11. Nilai Indikator Daya Saing Usahatani Komoditas Sayuran Unggulan Di Kecamatan Ciwidey Dan Di Kecamatan Lembang Per Hektar Per Musim Tanam................................................................................ 92 12. Prioritas Tempat Usahatani Komoditas Sayuran Unggulan Diantara Kedua Tempat Penelitian Berdasarkan Kriteria Keunggulan Komparatif Dan Keunggulan Kompetitif............................................ 95 13. Nilai Indikator Dampak Kebijakan Output Terhadap Daya Saing Komoditas Sayuran Unggulan Di Kecamatan Ciwidey Dan Di Kecamatan Lembang Per Hektar Per Musim Tanam........................... 97 14. Nilai Indikator Dampak Kebijakan Input Terhadap Usahatani Komoditas Sayuran Unggulan Di Kecamatan Ciwidey Dan Di Kecamatan Lembang Per Hektar Per Musim Tanam........................... 101 15. Nilai Indikator Dampak Kebijakan Input – Output Terhadap Usahatani Komoditas Sayuran Unggulan Di Kecamatan Ciwidey Dan Di Kecamatan Lembang Per Hektar Per Musim Tanam .............. 104 16. Indikator Keuntungan Dan Daya Saing Komoditas Sayuran Unggulan Di Ciwidey Dan Di Lembang Per Hektar Per Musim Tanam Akibat Peningkatan Biaya Produksi ........................................ 108
17. Indikator Keuntungan Dan Daya Saing Komoditas Sayuran Unggulan Di Ciwidey Dan Di Lembang Per Hektar Per Musim Tanam Akibat Penurunan Harga Output............................................. 110 18. Indikator Keuntungan Dan Daya Saing Komoditas Sayuran Unggulan di Ciwidey dan di Lembang Per Hektar Per Musim Tanam Akibat Penurunan Produksi.................................................................. 111 19. Indikator Keuntungan Dan Daya Saing Komoditas Sayuran Unggulan Di Ciwidey Dan Di Lembang Akibat Peningkatan Biaya Produksi Dan Penurunan Harga Output.............................................. 113 20. Indikator Keuntungan Dan Daya Saing Komoditas Sayuran Unggulan Di Ciwidey Dan Di Lembang Akibat Peningkatan Biaya Produksi Dan Penurunan Produksi ................................................... 114 21. Indikator Keuntungan Dan Daya Saing Komoditas Sayuran Unggulan Di Ciwidey Dan Di Lembang Akibat Peningkatan Biaya Produksi, Penurunan Produksi Dan Penurunan Harga Output ............ 116
DAFTAR GAMBAR Nomor
Halaman
1. Dampak Subsidi Positif Bagi Produsen Dan Konsumen BarangBarang Ekspor Dan Impor................................................................... 42 2. Hambatan Perdagangan Pada Barang Ekspor Dan Impor .................... 44 3. Pajak Dan Subsidi Pada Input Tradable ............................................... 45 4. Pajak Dan Subsidi Pada Input Non Tradable ....................................... 46 5. Kerangka Pemikiran Konseptual .......................................................... 52
DAFTAR LAMPIRAN Nomor
Halaman
1. Peringkat PDRB Kabupaten/Kota Di Propinsi Jawa Barat Tahun 2005 (Milyar Rupiah) ........................................................................... 128 2. Pertumbuhan PDRB Subsektor Pertanian di Kabupaten Bandung Tahun 2001 – 2005 (Triliun Rupiah) ................................................. 128 3. Volume Dan Nilai Ekspor Dan Impor Tomat di Indonesia .................. 129 4. Volume Dan Nilai Ekspor Dan Impor Cabe di Indonesia .................... 129 5. Justifikasi Perhitungan Harga Bayangan Tomat Dan Cabe Merah...... 129 6. Justifikasi Perhitungan Harga Bayangan Pupuk Anorganik ................ 130 7. Perhitungan Standart Convertion Factor Dan Shadow Exchange Rate Tahun 2000-2006 (Milyar Rupiah)............................................... 130 8. Perkembangan Nilai Upah Dan Harga Retail Pupuk di Kabupaten Bandung Tahun 1990-2007................................................................... 131 9. Perkembangan Harga Tomat dan Cabe Merah di Kabupaten Bandung Tahun 2006-2007................................................................... 132 10. Pertumbuhan Produksi Komoditas Sayuran Unggulan di Kabupaten Bandung Tahun 2001-2006 (Dalam Ton)............................................. 132 11. Realisasi Luas Tanam, Panen, Produksi Dan Produktivitas Komoditas Sayuran Unggulan Di Kecamatan Lembang Dan Kecamatan Ciwidey Kabupaten Bandung Tahun 2006 ........................ 133 12. Biaya Produksi, Biaya Pokok, Pendapatan Usahatani dan R/C Usahatani Beberapa Komoditas Sayuran di Kabupaten Bandung Tahun 2006 (Per Hektar) ...................................................................... 134 13. Analisis Finansial Dan Ekonomi Usahatani Tomat Di Kecamatan Ciwidey Per Hektar Per Musim Tanam ................................................ 135 14. Analisis Finansial Dan Ekonomi Usahatani Tomat Di Kecamatan Lembang Per Hektar Per Musim Tanam .............................................. 136 15. Analisis Finansial Dan Ekonomi Usahatani Cabe Merah Di Kecamatan Ciwidey Per Hektar Per Musim Tanam ............................. 137 16. Analisis Finansial Dan Ekonomi Usahatani Cabe Merah Di Kecamatan Lembang Per Hektar Per Musim Tanam............................ 138 17. Matrik Analisis Kebijakan Usahatani Tomat di Kecamatan Ciwidey Per Hektar Per Musim Tanam............................................................... 139 18. Matrik Analisis Kebijakan Usahatani Tomat di Kecamatan Lembang Per Hektar Per Musim Tanam............................................................... 139
19. Matrik Analisis Kebijakan Usahatani Cabe Merah Di Kecamatan Ciwidey Per Hektar Per Musim Tanam ................................................ 140 20. Matrik Analisis Kebijakan Usahatani Cabe Merah Di Kecamatan Lembang Per Hektar Per Musim Tanam .............................................. 140 21. Analisis Finansial Dan Ekonomi Usahatani Tomat Di Kecamatan Ciwidey Per Hektar Per Musim Tanam Akibat Kenaikan Harga Input ...................................................................................................... 141 22. Analisis Finansial Dan Ekonomi Usahatani Tomat Di Kecamatan Lembang Per Hektar Per Musim Tanam Akibat Kenaikan Harga Input ...................................................................................................... 142 23. Analisis Finansial Dan Ekonomi Usahatani Cabe Merah Di Kecamatan Ciwidey Per Hektar Per Musim Tanam Akibat Kenaikan Harga Input ........................................................................................... 143 24. Analisis Finansial Dan Ekonomi Usahatani Cabe Merah Di Kecamatan Lembang Per Hektar Per Musim Tanam Akibat Kenaikan Harga Input ........................................................................................... 144 25. Analisis Finansial Dan Ekonomi Usahatani Tomat Di Kecamatan Ciwidey Per Hektar Per Musim Tanam Akibat Penurunan Harga Sebesar 13 Persen ................................................................................. 145 26. Analisis Finansial Dan Ekonomi Usahatani Tomat Di Kecamatan Lembang Per Hektar Per Musim Tanam Akibat Penurunan Harga Sebesar 13 Persen ................................................................................. 146 27. Analisis Finansial Dan Ekonomi Usahatani Cabe Merah Di Kecamatan Ciwidey Per Hektar Per Musim Tanam Akibat Penurunan Harga Sebesar 7 Persen....................................................... 147 28. Analisis Finansial Dan Ekonomi Usahatani Cabe Merah Di Kecamatan Lembang Per Hektar Per Musim Tanam Akibat Penurunan Harga Sebesar 7 Persen....................................................... 148 29. Analisis Finansial Dan Ekonomi Usahatani Tomat Di Kecamatan Ciwidey Per Hektar Per Musim Tanam Akibat Penurunan Produksi Sebesar 13 Persen ................................................................................. 149 30. Analisis Finansial Dan Ekonomi Usahatani Tomat Di Kecamatan Lembang Per Hektar Per Musim Tanam Akibat Penurunan Produksi Sebesar 13 Persen ................................................................................. 150 31. Analisis Finansial Dan Ekonomi Usahatani Cabe Merah Di Kecamatan Ciwidey Per Hektar Per Musim Tanam Akibat Penurunan Produksi Sebesar 36 Persen ............................................ 151 32. Analisis Finansial Dan Ekonomi Usahatani Cabe Merah Di Kecamatan Lembang Per Hektar Per Musim Tanam Akibat Penurunan Produksi Sebesar 36 Persen ............................................. 152
33. Analisis Finansial Dan Ekonomi Usahatani Tomat Di Kecamatan Ciwidey Per Hektar Per Musim Tanam Akibat Peningkatan Biaya Produksi Dan Penurunan Harga Output.............................................. 153 34. Analisis Finansial Dan Ekonomi Usahatani Tomat Di Kecamatan Lembang Per Hektar Per Musim Tanam Akibat Peningkatan Biaya Produksi Dan Penurunan Harga Output.............................................. 154 35. Analisis Finansial Dan Ekonomi Usahatani Cabe Merah Di Kecamatan Ciwidey Per Hektar Per Musim Tanam Akibat Peningkatan Biaya Produksi Dan Penurunan Harga Output................ 155 36. Analisis Finansial Dan Ekonomi Usahatani Cabe Merah Di Kecamatan Lembang Per Hektar Per Musim Tanam Akibat Peningkatan Biaya Produksi Dan Penurunan Harga Output................ 156 37. Analisis Finansial Dan Ekonomi Usahatani Tomat Di Kecamatan Ciwidey Per Hektar Per Musim Tanam Akibat Peningkatan Biaya Produksi Dan Penurunan Produksi ....................................................... 157 38. Analisis Finansial Dan Ekonomi Usahatani Tomat Di Kecamatan Lembang Per Hektar Per Musim Tanam Akibat Peningkatan Biaya Produksi Dan Penurunan Produksi ....................................................... 158 39. Analisis Finansial Dan Ekonomi Usahatani Cabe Merah Di Kecamatan Ciwidey Per Hektar Per Musim Tanam Akibat Peningkatan Biaya Produksi Dan Penurunan Produksi ..................... 159 40. Analisis Finansial Dan Ekonomi Usahatani Cabe Merah Di Kecamatan Lembang Per Hektar Per Musim Tanam Akibat Peningkatan Biaya Produksi Dan Penurunan Produksi ...................... 160 41. Analisis Finansial Dan Ekonomi Usahatani Tomat Di Kecamatan Ciwidey Per Hektar Per Musim Tanam Akibat Peningkatan Biaya, Penurunan Harga Dan Penurunan Produksi......................................... 161 42. Analisis Finansial Dan Ekonomi Usahatani Tomat Di Kecamatan Lembang Per Hektar Per Musim Tanam Akibat Peningkatan Biaya, Penurunan Harga Dan Penurunan Produksi......................................... 162 43. Analisis Finansial Dan Ekonomi Usahatani Cabe Merah Di Kecamatan Ciwidey Per Hektar Per Musim Tanam Akibat Peningkatan Biaya Produksi, Penurunan Harga Dan Penurunan Produksi ................................................................................................ 163 44. Analisis Finansial Dan Ekonomi Usahatani Cabe Merah Di Kecamatan Lembang Per Hektar Per Musim Tanam Akibat Peningkatan Biaya Produksi, Penurunan Harga Dan Penurunan Produksi ................................................................................................ 164
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Salah satu fenomena menarik setelah diberlakukannya UU No 22 dan UU No 25 tahun 1999 sebagai landasan hukum otonomi daerah adalah keinginan beberapa daerah, baik itu kabupaten, kota maupun propinsi untuk memisahkan diri dari daerah induk (pemekaran) (Syahril dalam Adi, 2006). Aspirasi untuk pemekaran juga terjadi di Kabupaten Bandung yang terealisasikan dengan ditetapkannya UU No 12 tahun 2007 tentang Pembentukan Kabupaten Bandung Barat sebagai daerah otonom baru hasil pemekaran dari Kabupaten Bandung. Dalam Undang-Undang tersebut dijelaskan bahwa kemampuan ekonomi kabupaten Bandung merupakan salah satu pertimbangan atas pemekaran tersebut. Kemampuan ekonomi Kabupaten Bandung dapat dicermati dari nilai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) 1. Secara umum, PDRB yang dihasilkan oleh kabupaten atau kota di Propinsi Jawa Barat pada tahun 2005 adalah berkisar antara 0.29
2
sampai 15.93 persen dari total PDRB Propinsi Jawa Barat. Dari
kisaran tersebut, Kabupaten Bandung dapat berkontribusi sebesar 9.45 persen terhadap pembentukan PDRB Propinsi Jawa Barat (Lampiran 1). Dengan nilai PDRB
tersebut, Kabupaten Bandung termasuk kedalam kabupaten dengan
pembentukan PDRB terbesar keempat setelah Kabupaten Bekasi, Kabupaten Bogor dan Kota Bandung. 1
PDRB merupakan jumlah nilai produk barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh unit produksi dalam suatu daerah/region dalam jangka waktu tertentu. Unit produksi atau yang dikenal dengan lapangan usaha/sektor ekonomi tersebut terdiri dari sektor pertanian; pertambangan dan penggalian; industri pengolahan; listrik, gas dan air bersih; bangunan atau kontruksi; perdagangan, hotel dan restoran; pengangkutan dan komunikasi; keuangan, persewaan dan jasa perusahaan; dan jasa-jasa.
2
Sistem penulisan angka dalam skripsi ini, titik (.) menunjukan pembatas desimal, sedangkan koma (,) menunjukan pembatas ribuan.
Relevansi nilai PDRB tersebut dengan sektor pertanian adalah seberapa besar sektor pertanian di Kabupaten Bandung dapat berkontribusi terhadap pembentukan PDRB tersebut. Dari tahun 2001 sampai 2005 sektor pertanian di Kabupaten Bandung hanya dapat berkontribusi terhadap pembentukan PDRB Kabupaten Bandung sebesar 10.27 persen, tertinggi ke tiga setelah sektor industri pengolahan dan sektor perdagangan, hotel dan restoran. Kondisi ini menunjukan fenomena yang sama dengan sektor pertanian nasional, dimana struktur perekonomian telah mengalami transformasi dari sektor pertanian ke sektor industri dan parawisata. Pertumbuhan nilai PDRB pada sektor pertanian dan sektor lainnya di Kabupaten Bandung disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Pertumbuhan Nilai PDRB Sektoral Kabupaten Bandung Tahun 20012005 (Triliun Rupiah) No 1 2 3 4 5 6
Tahun
Lapangan Usaha
Pertanian Pertambang dan Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas dan Air Bersih Bangunan atau Kontruksi Perdagangan, Hotel dan Restoran 7 Pengangkutan dan Komunikasi 8 Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan 9 Jasa-Jasa Total PDRB
2001 0.70 0.06 3.02 0.33 0.19
2002 0.75 0.06 3.16 0.35 0.20
2003 0.74 0.06 3.31 0.36 0.21
2004 1.94 0.25 10.57 0.71 0.42
2005 2.04 0.26 11.13 0.74 0.44
Pertum- Pangsa buhan (%) 0.39 0.06 2.36 0.12 0.07
10.27 1.15 51.93 4.13 2.43
0.90 0.94 1.00 3.43 3.60
0.79
16.43
0.32 0.34 0.36 0.98 1.02
0.20
5.05
0.15 0.16 0.17 0.52 0.55
0.12
2.58
0.46 0.49 0.54 1.05 1.10 6.13 6.43 6.75 19.88 20.88
0.18 -
6.07 100
Sumber: Dinas Pertanian Kabupaten Bandung, 2006 Pertumbuhan sektor pertanian tidak terlepas dari peranan subsektor didalamnya. Salah satu subsektor yang memiliki kontribusi penting terhadap pembentukan PDRB sektor pertanian di Kabupaten Bandung adalah subsektor
2
tanaman pangan (Lampiran 2), dimana pertumbuhannya berasal dari pertumbuhan komoditas palawija dan komoditas sayuran (Dinas Pertanian Kabupaten Bandung, 2006). Pertumbuhan komoditas sayuran masih relatif lebih rendah dari komoditas palawija seperti ditunjukkan pada Tabel 2. Tabel 2. Pertumbuhan Produksi Beberapa Komoditas Pertanian Di Kabupaten Bandung Tahun 2001-2005 (Dalam Ton) Jenis Komoditas 1. Padi - Padi Sawah - Padi Gogo Jumlah 2. Palawija - Jagung - Kedelai - Ketela Pohon - Ketela Rambat - Kacang Tanah - Kacang Hijau Jumlah 3. Sayuran - Kentang - Kubis - Tomat - Bawang Merah - Cabe Merah Jumlah
2001
2002
Tahun 2003
2004
2005
Pertumbuhan (%)
690,180 571,908 577,619 618,030629,841 42,101 38,591 37,446 37,191 31,225 732,281 610,499 615,065 655,221 661,066
- 1.21 -6.21 -1.49
80,714 63,548 69,870 82,119 1,572 570 896 1,116 145,478 143,671 122,011 139,469 39,078 30,703 32,925 30,434 3,753 3,493 3,866 2,996 89 63 307 384 720,684 242,048 229,875 256,518
85,076 819 183,462 31,125 3,304 144 303,930
3.58 -9.65 4.89 -4.92 -4.01 21.83 3.11
245,280 261,388 257,116 266,271 221,658 346,788 119,702 91,884 90,306 55,792 40,516 35,787 40,387 18,433 23,776 727,432 633,906 753,773
-1.89 0.85 5.04 4.89 10.18 0.17
283,328 258,362 330,515 278,917 81,851 63,681 34,611 24,184 15,435 12,562 745,758 637,706
Sumber: Dinas Pertanian Kabupaten Bandung, 2006. Pertumbuhan komoditas sayuran sebesar 0.17 persen masih relatif lebih rendah dari pertumbuhan komoditas palawija sebesar 3.11 persen, tetapi komoditas sayuran memiliki peluang untuk terus mengalami pertumbuhan karena Kabupaten Bandung memiliki sentra produksi yang luas dan kesesuaian agroklimat untuk usahatani komoditas sayuran. Berdasarkan keunggulan komparatif maupun keunggulan kompetitif, pemerintah Kabupaten Bandung telah
3
menetapkan beberapa komoditas sayuran sebagai komoditas unggulan yaitu kentang, kubis, tomat, cabe merah dan bawang merah (Dinas Pertanian Kabupaten Bandung, 2005). Tomat dan cabe merah merupakan komoditas sayuran unggulan yang memiliki angka rata-rata pertumbuhan produksi tertinggi dibanding komoditas lainnya. Rata-rata pertumbuhan produksi kedua komoditas tersebut dari tahun 2001 sampai tahun 2005 berturut-turut adalah 5.04 persen dan 10.18 persen. Menurut Dinas Pertanian Kabupaten Bandung (2005) bahwa Kabupaten Bandung mempunyai beberapa kecamatan sentra produksi tanaman sayuran meliputi: Kecamatan Pangalengan, Kertasari, Lembang, Cimenyan, Cilengkrang, Pacet, Cisarua, Pasir Jambu, Ciwidey, Ngamprah, Parongpong, Cikalongwetan, Ibun, Cimaung, Cikancung, Cililin, Arjasari, Batujajar dan Rancabali dengan luas potensi lahan pada tahun 2005 seluas 16,481 hektar. Penetapan komoditas tersebut menjadi komoditas sayuran unggulan di Kabupaten Bandung berdasarkan pada pertimbangan bahwa tidak semua komoditas sayuran cocok dikembangkan disemua tempat. Setiap tempat atau wilayah mempunyai keunggulan tertentu karena kekhasan wilayahnya, oleh karena itu komoditas sayuran yang dikembangkan merupakan komoditas spesifik yang sesuai dengan kekhasan wilayah tersebut sehingga diharapkan komoditas sayuran tersebut mampu bersaing baik dipasar regional, nasional maupun internasional karena memiliki keunggulan komparatif yang berasal dari kelimpahan dan kekhasan wilayahnya tersebut. Mekanisme pasar memang akan mendorong suatu daerah untuk bergerak kearah sektor dimana daerah tersebut memiliki keunggulan komparatif. Akan
4
tetapi mekanisme pasar seringkali bergerak lambat dalam mengubah struktur ekonomi suatu daerah, pengetahuan akan keunggulan komparatif suatu daerah dapat digunakan para penentu kebijakan untuk mendorong perubahan struktur perekonomian daerah kearah sektor yang mengandung keunggulan komparatif tersebut (Tarigan, 2004). Seiring dengan perkembangan pasar komoditas sayuran yang semakin kompetitif, kemudian dengan semakin terbatasnya lahan subur akibat tingginya tingkat konversi lahan serta semakin tingginya biaya produksi sebagai dampak dari kenaikan harga BBM, maka orientasi sistem produksi komoditas sayuran unggulan tersebut harus dikembangkan kearah peningkatan daya saing. Sehubungan dengan itu, usahatani komoditas sayuran tersebut harus lebih diarahkan pada penerapan teknologi tepat guna serta efisien dalam pemanfaatan sumberdaya, baik sumberdaya alam maupun sumberdaya manusia.
1.2 Perumusan Masalah Pemekaran wilayah yang terjadi di Kabupaten Bandung akan berdampak terhadap sektor pertanian di Kabupaten Bandung yaitu beralihnya kepemilikan secara administratif beberapa sentra produksi terutama sayuran, perkebunan dan tanaman hias, dan juga pasar yang selama ini memiliki peranan penting dalam aktivitas pertanian di Kabupaten Bandung. Hal tersebut berakibat pada menjadi lebih sempitnya sentra produksi dan pasar atas dasar luas geografis dan hal ini akan berpengaruh terhadap skala produksi. Selain itu, beralihnya kepemilikan infrastruktur secara administratif yang selama ini menjadi faktor pendukung juga akan mempengaruhi kinerja sektor pertanian di Kabupaten Bandung. Nilai
5
produksi sektor pertanian di Kabupaten Bandung yang diperkirakan berkurang karena adanya pemekaran dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Perkiraan Penurunan PDRB Komoditas Pertanian Kabupaten Bandung Karena Pemekaran (Juta Rupiah) Komoditas
Sebelum Pemekaran
Sesudah Pemekaran
1,179,396
782,779
-33.63
386,391
261,447
-32.34
Hortikultura
2,036,093
1,779,598
-12.60
Rata-rata
1,200,626
941,274
- 21.60
Padi Palawija
Penurunan (%)
Sumber: Dinas Pertanian Kabupaten Bandung, 2006 Rata-rata penurunan nilai produksi sektor pertanian di Kabupaten Bandung pasca pemekaran secara keseluruhan diduga sebesar 21.60 persen. Diantara sekian banyak komoditas pertanian tersebut, komoditas sayuran akan mengalami penurunan nilai yang paling rendah.
Hal ini disebabkan karena selain dari
wilayah sentra di wilayah utara yang setelah pemekaran tergabung kedalam wilayah administratif Kabupaten Bandung Barat (Lembang, Cisarua, Parongpong, Ngamprah, Cikalongwetan, Cililin dan Batujajar), Kabupaten Bandung masih memiliki wilayah sentra di wilayah selatan (Ciwidey, Pangalengan, Kertasari, Cimenyan, Cilengkrang, Pacet, Pasir Jambu, Ibun, Cimaung, Cikancung, Arjasari, Rancabali) (Dinas Pertanian Kabupaten Bandung, 2006). Terbentuknya Kabupaten Bandung Barat, secara ekonomi tentunya akan menambah kabupaten pesaing bagi Kabupaten Bandung dalam menghasilkan komoditas sayuran, sehingga komoditas sayuran yang berasal dari Kabupaten Bandung akan menghadapi tantangan. Tantangan tersebut terutama muncul di pasar regional dalam menghadapi komoditas sayuran yang dihasilkan Kabupaten
6
Bandung Barat, hal tersebut terjadi karena komoditas sayuran yang dihasilkan kedua daerah tersebut memiliki pasar tujuan yang sama yaitu pasar-pasar disekitar Kota Bandung dan Ibu Kota Jakarta. Upaya menghadapi dampak negatif dari persaingan yang ada, terlebih lagi jika dikaitkan dengan karakteristik komoditas sayuran yang khas dan adanya tuntutan dari konsumen yang semakin meningkat baik dari segi kualitas maupun kuantitas, maka keuntungan dan daya saing yang tinggi harus menjadi karakter strategis dari komoditas sayuran yang dihasilkan kedua kabupaten, dimana daya saing dapat diciptakan melalui peningkatan efisiensi produksi dan produktivitas usaha yang ditunjang dengan efisiensi pemasaran. Kemampuan pemerintah daerah untuk meningkatkan daya saing komoditas sayuran unggulan tersebut tergantung dari tujuan dan sasaran yang ingin dicapai pemerintah daerah itu sendiri. Pemahaman yang akurat dan lengkap akan potensi daya saing suatu komoditas pertanian pada akhirnya akan berdampak pada rumusan implementasi kebijakan pemerintah daerah yang mampu menciptakan iklim yang kondusif bagi keberlanjutan usaha pertanian pada umumnya dan komoditas sayuran unggulan pada khususnya. Salah satu fokus kebijakan otonomi daerah adalah meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD) melalui tiap sumber dan peluang yang mungkin, melalui pajak, retribusi serta pungutan lainnya, termasuk disektor pertanian. Peraturan dan pungutan yang tumpang tindih antar daerah tentunya dapat mengakibatkan biaya perdagangan menjadi tinggi, sehingga konsumen harus membayar mahal. Pungutan-pungutan ini dapat menambah biaya perdagangan antar wilayah. Terkait dengan masalah pemasaran komoditas pertanian dimasa
7
otonomi daerah, Mayrowani (2006) menjelaskan bahwa terdapat beberapa kecenderungan dalam perdagangan komoditas pertanian yaitu meningkatkan biaya distribusi, menekan harga yang diterima petani dan dalam jangka panjang dapat menurunkan daya saing komoditas andalan daerah. Di satu sisi PAD merupakan bagian dari sumber penerimaan daerah yang secara
bebas
dapat
digunakan
oleh
masing-masing
daerah
untuk
menyelenggarakan pemerintahan dan pembangunan daerah. Jenis pendapatan ini dapat digunakan secara bebas oleh daerah untuk dapat meningkatkan pelayanan yang lebih baik kepada masyarakat. Dengan kata lain, PAD yang diperoleh dari pungutan tersebut dapat memberikan manfaat kepada masyarakat secara keseluruhan, ketika PAD tersebut digunakan secara bertanggung jawab untuk menyelenggarakan pemerintahan dan pembangunan daerah sehingga dapat meningkatkan kinerja disemua sektor perekonomian yang ada termasuk peningkatan PDRB sektor pertanian dalam hal ini komoditas sayuran unggulan. Secara umum pemekaran yang terjadi di Kabupaten Bandung akan lebih memberikan keuntungan, hal ini didasarkan pada keyakinan bahwa pengambil keputusan akan lebih memahami daerahnya. Selain itu dengan pengelolaan wilayah yang lebih sedikit sehingga pemerintah daerah akan lebih mampu meningkatkan daya saing melalui langkah pengalokasi sumberdaya secara lebih efisien, pemanfaatan potensi daerah secara lebih terarah dan peningkatan kualitas infrastruktur sesuai dengan posisinya sebagai kabupaten. Harus diakui bahwa pemekaran yang terjadi di Kabupaten Bandung bagaikan sebuah mata uang, pada satu sisi mempunyai peluang untuk memberikan keuntungan, namun disisi lain mengandung kerugian. Karena itu, tantangan yang dihadapi pemerintah daerah
8
adalah bagaimana menekan kerugian seminimal mungkin dan bagaimana mengembangkan keuntungan semaksimal mungkin. Pemekaran wilayah yang terjadi di Kabupaten Bandung sudah semestinya dapat diisi oleh masing-masing pemerintah daerah dengan rumusan dan implementasi kebijakan yang mampu menciptakan iklim yang kondusif bagi keberlangsungan usahatani komoditas pertanian dimasing-masing daerahnya. Untuk itu, diperlukan informasi tentang bagaimana kondisi usahatani komoditas pertanian dalam hal ini komoditas sayuran unggulan didaerahnya masing-masing sebagai bahan acuan dan bahan pertimbangan bagi pemerintah daerah kedua kabupaten dalam merumuskan dan mengimplementasikan kebijakan. Berdasarkan hal tersebut, maka penelitian ini mencoba untuk mengetahui tingkat daya saing dan dampak kebijakan pemerintah terhadap komoditas sayuran unggulan di Kabupaten Bandung dan di Kabupaten Bandung Barat. Berdasarkan uraian diatas, maka permasalahan yang diteliti dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana tingkat keuntungan pengusahaan komoditas sayuran unggulan secara finansial dan ekonomi di Kecamatan Ciwidey Kabupaten Bandung dan di Kecamatan Lembang Kabupaten Bandung Barat. 2. Bagaimana daya saing komoditas sayuran unggulan di Kecamatan Ciwidey Kabupaten Bandung dan di Kecamatan Lembang Kabupaten Bandung Barat. 3. Bagaimana dampak kebijakan pemerintah terhadap daya saing komoditas sayuran unggulan di Kecamatan Ciwidey Kabupaten Bandung dan di Kecamatan Lembang Kabupaten Bandung Barat.
9
4. Bagaimana dampak perubahan kebijakan pemerintah terhadap daya saing komoditas sayuran unggulan di Kecamatan Ciwidey Kabupaten Bandung dan di Kecamatan Lembang Kabupaten Bandung Barat. 1.3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui daya saing dan dampak kebijakan pemerintah terhadap komoditas sayuran unggulan di Kabupaten Bandung dan Kabupaten Bandung Barat. Adapun tujuan khusus penelitian ini adalah untuk: 1. Menganalisis tingkat keuntungan pengusahaan komoditas sayuran unggulan secara finansial dan ekonomi di Kecamatan Ciwidey Kabupaten Bandung dan di Kecamatan Lembang Kabupaten Bandung Barat. 2. Menganalisis daya saing komoditas sayuran unggulan di Kecamatan Ciwidey Kabupaten Bandung dan di Kecamatan Lembang Kabupaten Bandung Barat melalui keunggulan kompetitif dan Keunggulan komparatif. 3. Menganalisis dampak kebijakan pemerintah terhadap daya saing komoditas sayuran unggulan di Kecamatan Ciwidey Kabupaten Bandung dan di Kecamatan Lembang Kabupaten Bandung Barat. 4. Mengetahui dampak perubahan kebijakan pemerintah terhadap daya saing komoditas sayuran unggulan di Kecamatan Ciwidey Kabupaten Bandung dan di Kecamatan Lembang Kabupaten Bandung Barat.
10
1.3.2 Kegunaan Penelitian Hasil penelitian ini merupakan hasil analisis daya saing dengan mempertimbangkan intervensi kebijakan pemerintah baik dalam produksi maupun perdagangan komoditas sayuran unggulan. Analisis ini dihasilkan dari tingkat usahatani komoditas sayuran unggulan dari salah satu kecamatan sentra produksi sayuran baik di Kabupaten Bandung maupun di Kabupaten Bandung Barat. Oleh karena itu, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi yang berguna khususnya bagi petani yang terkait langsung, maupun bagi investor yang akan mengembangkan usahatani komoditas sayuran unggulan terutama tomat dan cabe merah. Sementara hasil analisis dampak kebijakan dan simulasi kebijakan, diharapkan dapat menjadi acuan dan bahan pertimbangan bagi para pengambil keputusan
dalam hal
ini
pemerintah
daerah
dalam
merumuskan
dan
mengimplementasikan instrumen-instrumen kebijakan yang lebih efektif dan efisien bagi pengembangan komoditas sayuran unggulan khususnya maupun komoditas pertanian pada umumnya. 1.4 Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian Mengacu pada permasalahan dan tujuan penelitian serta mengingat adanya keterbatasan sumberdaya yang tersedia (terutama waktu dan dana), menimbulkan beberapa keterbatasan dalam penelitian ini, yaitu: (1) Komoditas yang dianalisis adalah tomat dan cabe merah yang merupakan komoditas sayuran unggulan Kabupaten Bandung. Pemilihan kedua komoditas tersebut didasarkan pada nilai pertumbuhan produksi kedua komoditas tersebut yang paling tinggi dibanding komoditas sayuran unggulan lainnya, kesesuaian agroekologi dan sebaran wilayah
11
produksi, (2) Analisis dilakukan pada tingkat usahatani, (3) Periode waktu analisis didasarkan pada waktu petani menanam komoditas tersebut, tidak membedakan antara musim kemarau dan musim hujan, (4) Daerah penelitian hanya pada dua daerah yaitu Kecamatan Lembang dan Kecamatan Ciwidey, pemilihan kedua tempat tersebut didasarkan atas pemekaran Kabupaten Bandung. Kecamatan Ciwidey mewakili Kabupaten Bandung sedangkan Kecamatan Lembang mewakili Kabupaten Bandung Barat dengan pertimbangan bahwa kedua kecamatan tersebut merupakan daerah sentra produksi komoditas sayuran, (5) Orientasi perdagangan yang dianalisis adalah substitusi impor, mengingat volume impor komoditas yang dianalisis lebih besar dari volume ekspornya.
12
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Studi Tentang Kebijakan Pertanian Dimasa Otonomi Daerah Kebijakan pembangunan pertanian ialah keputusan dan tindakan pemerintah untuk mengarahkan, mendorong, mengendalikan dan mengatur pembangunan pertanian guna mewujudkan pembangunan nasional. Cakupan kebijakan pembangunan pertanian sangatlah luas, yang dapat dikelompokan kedalam tujuh bidang pembangunan pertanian (Simatupang, 2003). Adapun bidang, instrumen dan instansi pembuat kebijakan pertanian tersebut disajikan pada Tabel 4. Tabel 4. Bidang, Instrumen dan Instansi Pembuat Kebijakan Pertanian Bidang
Instrumen 1. Penelitian dan pengembangan teknologi
1. Inovasi teknologi
2. Input
3. Investasi dan Modal
2. Penyuluhan 3. Pendidikan 1. Penataan sistem penyediaan input 2. Pengendalian harga input (subsidi dan pajak) 1. Pengembangan lembaga keuangan pertanian 2. Penyediaan kredit investasi dan modal kerja 3. Pengendalian suku bunga 4. Promosi dan pengaturan investasi 1. Dukungan harga output 2. Pajak (PPN, pajak ekspor/impor, cukai) 3. Retribusi 4. Regulasi perdagangan
Departemen/lembaga berwenang Deptan, LIPI, Menristek, Pemda Deptan, Pemda Depdiknas, Deptan Deperindag Depkeu, Deperindag, Pemda BI, Depkeu BI, Depkeu, Pemda
BI, Depkeu BKMP, Pemda Menko Ekuin Menkeu, Pemda 4. Insentif Pemda Deperindag Depkimpraswil, 1. Pembangunan irigasi Pemda 5. Infrastruktur 2. Transportasi dan telekomunikasi Dephubtel 3. Kelistrikan Deptamben 6. Institusi 1. Pengembangan kelompok atau organisasi Pemda, Deptan (termasuk aturan Deptan, DPR, 2. Pengembangan hukum dan peraturan pengelolaan DPRD, Pemda sumberdaya) 3.Pengembangan sistem kemitraan usaha Pemda, Deptan 1. Pengembangan industri pengolahan hasil 7. Industri Deperindag, Pemda pertanian
Sumber: Pusat Penelitian Dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian, 2003
13
Dalam perekonomian modern seperti sekarang ini, keragaan sektor-sektor ekonomi saling mempengaruhi. Oleh karena itu, berbagai kebijakan yang dibuat pada sektor non pertanian berpengaruh nyata terhadap keragaan pembangunan pertanian, dan sebaliknya (Simatupang, 2003). Dimasa otonomi daerah seperti sekarang ini, pemerintah daerah memiliki peranan penting sebagai ujung tombak pemerintah pusat didaerah, dengan kata lain pemerintah pusat dan pemerintah daerah
memiliki
kewenangannya
tersendiri
untuk
merumuskan
dan
mengimplementasikan kebijakan dalam rangka mecapai tujuan pembangunan nasional yang ditetapkan sesuai dengan fungsinya masing-masing. Dalam
kerangka
otonomi
daerah,
pemerintah
daerah
diberikan
kewenangan untuk membangun daerah sesuai dengan potensi lokal yang dimiliki. Kebijakan tersebut didasarkan pada keyakinan bahwa pemerintah daerah akan lebih memahami potensi dan permasalahan didaerah dibanding pemerintah pusat, karena pemerintah daerah lebih dekat dan intensif berhubungan dengan masyarakat. Berdasarkan hal tersebut, pemberian otonomi kepada daerah diharapkan dapat menciptakan kreativitas, inovasi dan kemandirian daerah sehingga
dapat
mengurangi
ketergantungan
pada
pemerintah
pusat.
(Simanungkalit, 2003). Kewenangan pemerintah daerah untuk menangani urusan rumah tangga suatu daerah sesuai dengan undang-undang pembentukan daerah yang bersangkutan. Selain itu, dengan berbagai peraturan pemerintah telah diserahkan urusan-urusan pemerintahan kepada daerah, urusan pemerintah bidang pertanian merupakan salah satu bidang pemerintahan yang harus ditangani oleh pemerintah daerah. Urusan pemerintahan bidang pertanian oleh pemerintah daerah meliputi
14
penyelenggaraan, bimbingan, pembinaan serta pengembangan pertanian dan pengamanan menuju peningkatan produksi pertanian melalui berbagai kebijakan pembangunan daerah dalam rangka meningkatkan kesejahteraan petani (Latief, 2005). Perubahan sistem pemerintahan menjadi lebih terdesentralisasi merupakan bentuk implementasi dari Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 Jo UndangUndang No.32 Tahun 2004 tentang pemerintah daerah sebagai landasan hukum otonomi daerah, dan Undang-Undang No.25 Tahun 1999 Jo Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah sebagai landasan hukum desentralisasi fiskal. 2.2 Studi Tentang Kebijakan Produksi Dan Pemasaran Komoditas Hortikultura Komoditas pertanian dalam hal ini komoditas sayuran merupakan komoditas yang memiliki karakteristik yang khas yang mengakibatkan usahatani sayuran memiliki resiko usaha yang tinggi baik dari aspek budidaya maupun dari aspek pemasaran. Terkait dengan hal tersebut, Agustian et. al (2005) mengemukakan
permasalahan
yang
sering
dihadapi
petani
dalam
mengembangkan usahatani sayuran, adapun permasalahan tersebut adalah Pertama: komoditas sayuran pada umumnya relatif cepat mengalami kebusukan. Konsekuensinya adalah setelah dipanen komoditas sayuran memerlukan penanganan secara cepat untuk disalurkan kepada konsumen. Jika hal ini tidak dapat dilakukan maka akan terjadi penurunan harga yang diterima petani akibat penurunan kesegaran produk yang dijual; Kedua: Petani pada umumnya menggunakan pestisida secara intensif pada usahatani sayuran untuk menekan
15
resiko produksi akibat serangan hama dan penyakit. Konsekuensinya adalah residu pestisida pada komoditas sayuran relatif tinggi, dan hal ini menjadi salah satu faktor menghambat dalam mendorong peningkatan ekspor sayuran. Permasalahan lainnya yaitu yang Ketiga adalah usahatani sayuran yang dilakukan petani adalah umumnya belum berorentasi pasar, kemampuan membaca informasi harga pasar diperlukan petani; permasalahan Keempat yaitu fluktuasi harga sayuran yang sangat fluktuatif, dan hal ini tentunya akan sangat mempengaruhi resiko usaha yang dihadapi petani. Fluktuatifnya harga output menyebakan tingginya ketidakpastian penerimaan petani. Akibatnya kemampuan modal petani sangat terbatas sehingga kemampuan petani untuk mempeluas usahanya akan terbatas pula. Disisi lain perolehan modal usaha juga cukup sulit karena persyaratan agunan pinjaman yang cukup berat bagi petani. Berdasarkan hal tersebut, dalam pengembangan komoditas pertanian dalam hal ini komoditas sayuran diperlukan keberpihakan pemerintah untuk menekan resiko usahatani tersebut, kebijakan yang diambil sudah seyogyanya juga menekankan pada aspek pemasaran (off-farm) bukan pada aspek produksi (on-farm) saja. 2.2.1 Kebijakan Produksi Menurut sutrisno dalam Agustian et. al (2005) bahwa beberapa kebijakan pemerintah saat ini yang dilaksanakan dalam pengembangan komoditas hortikultura yaitu: (1) meningkatkan pembinaan teknis pengembangan sayuran dan buah-buahan di daerah hinterland; (2) meningkatkan pengembangan sistem produksi
sayuran pada saat produksi rendah (diluar musim) dan pada saat
permintaan tinggi, khususnya komoditas cabe dan bawang merah; (3)
16
meningkatnya
produksi
sayuran
dan
buah-buahan
melalui
pemanfaatan
pekarangan diperdesaan dan diperkotaan; (4) memperbaiki teknik budidaya sayuran dan buah-buahan melalui penerapan cara bercocok tanam secara benar dalam rangka penerapan sistem jaminan mutu; (5) mengembangkan komoditas ekspor, substitusi impor dan bahan baku industri pengolahan pangan dan minuman; (6) memperbaiki pola tanam sayuran dalam upaya pengendalian produksi guna meredam fluktuasi harga; (7) mengembangkan kawasan usahatani terutama yang berorientasi ekspor dan substitusi impor, sesuai dengan keunggulan komparatif masing-masing daerah; (8) membina peningkatan mutu dan keamanan hasil; (9) memperbaiki sistem kelembagaan dan manajemen usahatani melalui penumbuhan sentra produksi (perluasan areal dan pencarian pasar) dan pemantapan sentra produksi (penerapan iptek untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas hasil). Kebijakan
pengembangan
produksi
hortikultura
diarahkan
pada
peningkatan produksi, produktifitas dan mutu yang diperoleh melalui pengelolaan usahatani yang efisien untuk menghasilkan komoditas hortikultura yang berdaya saing sesuai dengan permintaan pasar. Untuk mendorong kebijakan tersebut, maka strategi yang harus ditempuh dalam pengembangan komoditas hortikultura adalah (1) Menetapkan komoditas unggulan; (2) Membuat pewilayahan komoditas yang mengacu pada rencana tata ruang masing-masing daerah; (3) Mengembangkan kemitraan antara petani dan pengusaha; (4) Memberdayakan kelompok tani; (5)Meningkatkan penerapan teknologi rekomendasi dan manajemen usahatani efisien; dan (6) memberdayakan sumberdaya manusia di bidang teknis dan manajemen usahatani (Agustian et. al 2005).
17
Selanjutnya dijelaskan bahwa berdasarkan acuan dari strategi tersebut, maka terdapat tiga pola pengembangan yang dapat ditempuh, yaitu: (1) meningkatkan mutu intensifikasi di daerah-daerah sentra produksi dengan kegiatan utama pemberian bimbingan penerapan teknologi budidaya dan sistem jaminan mutu sesuai dengan dinamika permintaan pasar; (2) Memperluas areal tanam melalui penumbuhan daerah pengembangan dengan fokus kegiatan pada penyediaan modal usaha, sentra produksi, pemberdayaan kelompok tani, pelatihan, penyuluhan, pemanfaatan jasa alsintan, pengendalian organisme pengganggu tanaman dan penangkaran bibit; (3) Meningkatkan indeks pertanaman dari 200 persen menjadi 300 persen setahun dengan jenis tanaman yang berbeda, khususnya sayuran, dimana teknik pemeliharaan sangat intensif, sarat dengan penerapan teknologi maju dan jarak antar waktu panen sangat singkat. Sesuai dengan pola pengembangan yang ditempuh, maka komoditas yang dikembangkan mengacu pada nilai ekonomi, sebaran wilayah dan permintaan pasar. Berdasarkan hal tersebut ditetapkan komoditas unggulan nasional/daerah. Pola pengembangan di atas akan dapat berjalan diperlukan program pengembangan. Untuk itu, terdapat tiga program pengembangan yang dapat ditempuh, yaitu: (1) Program ketahanan pangan yang bertujuan agar masyarakat mampu memperoleh dan mengkonsumsi berbagai produk pangan termasuk hortikultura sepanjang tahun dengan harga terjangkau melalui peningkatan produksi, produktivitas, pendapatan dan kesejahteraan petani serta kesempatan kerja on farm dan off farm; (2) Program pengembangan agribisnis yang bertujuan meningkatkan pendapatan petani melalui peningkatan daya saing yaitu dengan
18
cara peningkatan efisiensi manajemen usahatani, penggunaan input secara efisien dan pemilihan komoditas bernilai ekonomi berorientasi pada pasar, baik domestik maupun ekspor; dan (3) Program rintisan korporasi melalui pembinaan kerjasama ekonomi dalam kelompok tani melalui konsolidasi menajemen usahatani dalam skala efisien dan manajemen profesional untuk menciptakan nilai tambah sehingga efisiensi usaha dan daya saing komoditas dalam jangka panjang bisa meningkat. 2.2.2 Kebijakan Pemasaran Domestik Sebagai acuan pengembangan agribisnis, pemasaran hasil tanaman hortikultura memerlukan strategi dan upaya-upaya peningkatan pemasaran baik untuk produk-produk segar maupun olahan secara terus-menerus. Keberhasilan pemasaran komoditas hortikultura tergantung dari aspek produk, harga, distribusi dan promosi (Ditjen BP2HP dalam Agustian et. al 2005) Aspek produk antara lain dipengaruhi oleh kualitas atau mutu produk, jaminan keamanan produk, kontinuitas dan kuantitas suplai, keragaman fisik yang diinginkan konsumen dan sebagainya. Aspek harga antara lain dipengaruhi oleh perbandingan antara permintaan dan persediaan dan efisiensi produksi. Aspek distribusi dan promosi merupakan hal yang perlu diperhatikan dalam rangka menuju keberhasilan suatu pemasaran komoditas yang dihasilkan, dimana aspek distribusi akan berpengaruh terhadap ketepatan pengiriman yang pada akhirnya akan berpengaruh terhadap mutu produk, sedangkan promosi dimaksudkan untuk memperkenalkan produk kepada masyarakat secara luas serta menciptakan image (Agustian et. al 2005).
19
Seiring dengan telah diberlakukanya perdagangan bebas, maka lalulintas perdagangan dari dan ke dalam negeri meningkat dengan pesat, begitu pula pengetahuan dan selera konsumen mengakibatkan adanya pergeseran permintaan pasar yang cepat dan dinamis. Untuk itu, dalam menyusun kebijakan perlu dilakukan analisis yang cerdas dan bijak melalui pengembangan pemasaran yang terpadu baik ditinjau dari sisi penawaran maupun dari sisi permintaan untuk meraih dan mempertahankan peluang pasar. Kebijakan pemasaran yang telah dilakukan Departemen Pertanian yang terealisasikan dalam bentuk program dan kegiatan, antara lain; (1) pengembangan dan penguatan pasar dalam negeri; (2) Pengembangan pasar internasional; (3) pengembangan manajemen informasi dan jaringan pasar; (4) pengembangan sistem distribusi hasil hortikultura; dan (5) Pengembangan jaminan mutu (Agustian et. al 2005). Selanjutnya dijelaskan bahwa dalam rangka memperlancar pemasaran hasil pertanian, pemerintah memberikan fasilitas antara lain; (1) Pembinaan kemitraan usaha antara petani atau kelompok tani dengan pengusaha seperti eksportir, pemilik toko swalayan atau pabrik pengolahan makanan-minuman; (2) perbaikan infrastruktur seperti jaringan jalan, pelabuhan, angkutan darat, laut/ferry dan udara sehingga pengangkutan menjadi semakin efisien; (3) penyediaan informasi pasar; dan (4) Pembangunan terminal agribisnis. Pengembangan pemasaran dalam negeri (domestik) diarahkan bagi terciptanya mekanisme pasar yang transparan dan berkeadilan, sistem pemasaran yang efisien, serta meningkatnya pangsa komoditas lokal dipasar domestik yang
20
dicirikan dengan peningkatan konsumsi terhadap komoditas pertanian dalam negeri. Pengembangan kelembagaan pemasaran di tingkat petani merupakan suatu langkah strategis di dalam meningkatkan efisiensi pemasaran yang sekaligus dapat memberikan nilai tambah kepada petani dari aspek pemasaran. Pembentukan kelembagaan pemasaran ditingkat petani juga dapat mewujudkan petani produsen untuk mendapatkan hak-haknya secara wajar dan sekaligus meningkatkan posisi pasar petani di dalam pemasaran. Perlunya dibentuk asosiasi petani komoditi atau suatu wadah bagi sekelompok petani dengan berbagai macam fungsi antara lain memasarkan produknya dengan tujuan agar mendapatkan harga pasar yang wajar (Agustian et. al 2005). Para pelaku yang terlibat dalam pemindahan produk dan jasa mulai dari produsen sampai ke konsumen sangat menentukan keberhasilan pemasaran. Oleh karena itu, untuk mendukung pemasaran maka sarana transportasi perlu mendapat perhatian karena sangat berpengaruh terhadap kecepatan dan ketepatan distribusi produk. Karakteristik saluran distribusi komoditas pertanian cenderung bersifat panjang dan dengan nilai yang rendah. Hal ini akan kurang menguntungkan petani dalam persaingan harga, karena tingginya biaya pemasaran akibat panjangnya saluran distribusi akan mempersempit keleluasan petani untuk menentukan harga jualnya. Hal ini akan menciptakan tingginya biaya pemasaran yang selanjutnya mengurangi daya saing produk dipasar (Mayrowani, 2006). 2.2.3 Kebijakan Perdagangan Internasional Sejak Januari 1995, Indonesia sebagai salah satu negara berkembang dan sebagai anggota WTO telah menjalankan reformasi kebijakan pertanian dan
21
perdagangan dengan mengacu kepada perjanjian pertanian (Agreement on Agricultural) WTO. Semua bentuk NTB (Non Tariff Barrier) diubah ke dalam TB (Tariff Barrier). Terkait dengan hak atas akses pasar, sesungguhnya semua anggota WTO, baik negara-negara maju, negara-negara sedang berkembang maupun negara-negara terbelakang, berhak mengenakan hambatan tarif impor sebagai alat perlindungan kepada petani dalam negeri. Hambatan tarif itu dapat dikenakan sepanjang tidak melebihi tingkat komitmen tarif yang sudah disepakati (binding tariff rate). Selama tarif impor yang diusulkan tidak melebihi binding rate negara yang bersangkutan tidak perlu minta ijin kepada WTO. Tetapi jika melebihi, maka hal tersebut harus melalui ijin WTO (Dirjen BP2HP dalam Agustian et. Al 2005). Sebagian besar ekspor ke asia dan afrika harus disertai dengan sertifikat yang dikeluarkan oleh Asian Standard Commite. Pungutan tarif dapat dibedakan menurut status negara, untuk barang-barang impor yang berasal dari negaranegara status Most Favored Nation (MFN) dikenakan tarif umum, sedangkan dari negara yang tidak berstatus MFN pungutan impor dikenakan tarif dua kali lebih besar dari tarif MFN. Pemerintah telah memberlakukan fasilitas “Green Corridor” yaitu mengenai kemudahan pemeriksaan dokumen custom seperti berkaitan dengan safe guard, anti dumping dan countervailing measures. Untuk negara berkembang dikenakan biaya impor sangat rendah dan untuk negara-negara belum berkembang (negara ACP: Afrika, Carribia, Pasific) dikenakan bea masuk sebesar nol persen. Untuk produk buah-buahan dan sayuran berdasarkan GATT, bea masuk dikurangi sampai 20 persen dari tahun 1995 sampai dengan tahun 2001.
22
untuk beberapa produk bea masuk tersebut akan dikurangi sampai 36 persen. (Disindagro Propinsi Jawa Barat, 2007). 2.3 Studi Penelitian Terdahulu 2.3.1 Studi Tentang Usahatani Komoditas Sayuran Unggulan Usahatani adalah setiap kombinasi yang tersusun (organisasi) dari alam, tenagakerja dan modal yang ditujukan untuk produksi dilapangan pertanian. Dari definisi tersebut dapat dilihat bahwa komponen dalam usahatani tersebut terdiri dari alam, tenaga kerja, modal dan manajemen atau pengelolaan. Alam, tenaga kerja dan modal merupakan unsur usahatani yang mempunyai bentuk, sedangkan pengelolaan tidak, tetapi keberadaannya dalam proses produksi dapat dirasakan. (Suharja dan Patong dalam Iryanti, 2005). Studi terdahulu yang menganalisis usahatani komoditas sayuran unggulan dalam hal ini tomat dan cabe merah telah banyak diteliti, diantaranya: 2.3.1.1 Studi Tentang Usahatani Cabe Merah Rosfaulina (2000) menganalisis Pendapatan Usahatani Cabe Merah keriting di tiga desa di Kecamatan Sukaraja Kabupaten Sukabumi dan hasilnya menunjukan bahwa pendapatan usahatani cabe merah keriting di ketiga tempat tersebut menunjukan keuntungan yang tinggi (R/C>1). Namun resikonya juga tinggi, analisis sensitivitas dengan penurunan harga sebesar 64.5 persen akan menyebabkan kerugian bagi petani dengan asumsi faktor lain tetap, serta faktorfaktor produksi yang berpengaruh nyata (pada taraf nyata 1 %) terhadap produksi diketiga tempat tersebut adalah lahan, benih, pupuk ZA, TSP, KCL, kapur, tenaga kerja, obat-obatan padat dan obat-obatan cair. Sedangkan faktor produksi yang
23
tidak berpengaruh nyata (pada taraf nyata 1 %) adalah pupuk urea, pupuk NPK dan borate. Hasil penelitian yang dilakukan Saragih (2001) tentang analisis pendapatan usahatani cabe merah keriting (kasus di Desa Karawang Kecamatan Sukabumi Kabupaten Sukabumi), menunjukan bahwa usahatani cabe merah keriting di daerah tersebut menguntungkan, dimana nilai R/C untuk petani tradisional 1.9 dan untuk petani modern 2.2, total biaya rata-rata untuk petani tradisional sebesar 29,638,346.30 rupiah per hektar. Sedangkan untuk petani modern sebesar 28,998,598.50 rupiah per hektar. Rata-rata produksi petani tradisional adalah 10,532.50 kilogram per hektar dengan harga jual 5,464.50 rupiah per kilogram, sehingga pendapatan yang diperoleh sebesar 62,350,213.2 rupiah per hektar. Sedangkan rata-rata produksi petani modern 10,755.6 kilogram per hektar dengan harga 5,970 per kilogram, sehingga pendapatan petani modern sebesar 64,210,932 rupiah. 2.3.1.2 Studi Tentang Usahatani Tomat Ramadhani
(2001),
melakukan
penelitian
dengan
judul
Analisis
pendapatan dan efisiensi faktor produksi pada usahatani tomat di Desa Alamanah, Kecamatan Ciwidey, Kabupaten Bandung Jawa Barat. Hasil analisis pendapatan usahatani diperoleh penerimaan sebesar 40,840,000 rupiah dengan biaya total 20,637,423 rupiah sedangkan pengeluaran untuk biaya tunainya 18,165,258 rupiah sehingga pendapatan atas biaya tunainya 22,674,742 rupiah dan pendapatan atas biaya total 20,202,577 rupiah dengan R/C dari pendapatan atas biaya tunai adalah 2.25 dan R/C atas pendapatan biaya totalnya adalah 2.02, artinya untuk setiap rupiah biaya total yang dkeluarkan akan memberikan
24
penerimaan sebesar 2.02 dan untuk setiap rupiah biaya tunai yang dikeluarkan akan memberikan penerimaan sebesar 2.25 sehingga usahatani tomat di kecamatan Ciwidey per hektar memberikan keuntungan. Hasil analisis fungsi produksi usahatani tomat menunjukan bahwa variabel lahan, benih, TSP, KCL, ZA, pupuk kandang, fungisida, insektisida dan tenaga kerja berpengaruh nyata terhadap produksi, sedangkan variabel pupuk urea berpengaruh tidak signifikan terhadap produksi. Iryanti (2005) menganalisis usahatani komoditas tomat organik dan anorganik di Desa Batulayang, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa jumlah produksi yang dihasilkan petani organik sebanyak 25,495.75 kg/ha, sedangkan produksi tomat yang dihasilkan petani anorganik sebanyak 30,106.33 kg/ha. Hal ini menunjukan bahwa penggunaan pupuk kimia mempengaruhi produksi. Hasil analisis pendapatan usahatani diketahui bahwa tambahan penerimaan petani anorganik lebih kecil dibandingkan dengan tambahan penerimaan petani organik. Dari penelitian terdahulu tentang usahatani komoditas sayuran unggulan tersebut, diketahui bahwa usahatani cabe merah dan tomat yang telah diteliti umumnya menguntungkan untuk diusahakan. Kemudian faktor-faktor produksi yang berpengaruh terhadap usahatani tomat dan cabe merah ini relatif sama, yaitu untuk usahatani cabe merah faktor produksi yang berpengaruh adalah lahan, benih, pupuk ZA, TSP, KCl, kapur, tenaga kerja, obat-obatan padat dan obatobatan cair.
Sedangkan variabel yang berpengaruh nyata terhadap usahatani
tomat adalah lahan, benih, TSP, KCL, ZA, pupuk kandang, fungisida, insektisida dan tenaga kerja
25
2.3.2 Studi Tentang Daya Saing Ada beberapa metode yang digunakan dalam penelitian terdahulu untuk menganalisis daya saing diantaranya: 2.3.2.1
Pengukuran (DRC/BSD)
Daya
Saing
Dengan
Domestic
Resources
Cost
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Kridiarto (2003) tentang analisis daya saing dan efisiensi tataniaga pisang ambon lumut menunjukan bahwa usahatani pisang pada semua pola menghasilkan nilai R/C rasio diatas biaya total. Hasil analisis keunggulan komparatif menunjukan bahwa ketiga pola pengusahaan pisang seluruhnya memiliki keunggulan komparatif yang ditunjukan oleh nilai KBSD yang lebih kecil dari satu. Pola usahatani lahan garapan dengan budidaya semi intensif memiliki nilai KBSD terkecil baik pada tingkat efisiensi maupun keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif. Hal ini menunjukan bahwa usahatani lahan garapan dengan budidaya semi intensif memiliki tingkat efisiensi yang tinggi dan dengan pola usaha tersebut mampu menghasilkan keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif dibandingkan pola usahatani lahan milik dengan budidaya semi intensif atau pola usahatani lahan garapan dengan budidaya non intensif. 2.3.2.2 Pengukuran Daya Saing Dengan Policy Analysis Matrix (PAM) Dewi (2004) dalam penelitiannya tentang analisis keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif serta dampak kebijakan pemerintah pada pengusahaan kedelai menyatakan bahwa usahatani kedelai menguntungkan secara finansial dan ekonomi serta memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif. Dampak kebijakan pemerintah yang ditunjukan oleh nilai transfer output dan koefisien
26
proteksi output nominal menghasilkan nilai positif. Artinya produsen menerima harga output diatas harga sosialnya, kebijakan harga baik terhadap output maupun input bersifat efektif melindungi produsen. Berdasarkan hasil analisis sensitivitas, melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat sebesar empat persen dan penurunan harga pupuk sebesar 20 persen menyebabkan usahatani kedelai tetap masih memiliki keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif Kuraisin (2006) menganalisis daya saing dan dampak perubahan kebijakan pemerintah terhadap komoditi susu sapi. Dari hasil penelitian menunjukan bahwa usahatani sapi perah pada tiga skala usaha di Desa Tajurhalang menguntungkan secara finansial dan secara ekonomi. Artinya komoditas susu layak untuk diusahakan dan dikembangkan di Desa Tajurhalang baik dengan atau tanpa kebijakan
pemerintah.
Kebijakan
pemerintah
terhadap
komoditas
susu
menyebabkan surplus produsen berkurang. Dengan demikian secara keseluruhan kebijakan pemerintah tidak memberikan intensif
bagi produsen untuk
berproduksi. Kebijakan pemerintah berupa pengurangan subsidi pakan ternak dan obat-obatan menyebabkan peternak tidak memperoleh intensif untuk peningakatan skala usaha. Begitu juga kebijakan tarif impor susu sebesar lima persen sangat rendah sehingga meningkatkan jumlah impor. Berdasarkan analisis sensitivitas dengan peningkatan harga pakan 30 persen dan penurunan harga susu sebesar lima persen usahatani tetap menguntungkan. Zulkarnaini (2007) menganalisis daya saing buah pisang di Kabupaten Cianjur Propinsi Jawa Barat. Hasil penelitian menunjukan bahwa pengusahaan pisang memiliki daya saing (nilai PCR dan DRC < 1), hal ini menunjukan usatani pisang layak dilakukan dengan kondisi ada atau tidak ada kebijakan pemerintah.
27
Dampak kebijakan terhadap input-output di Desa Kubang berdampak disinsentif. Sementara berdasarkan analisis sensitivitas terhadap nilai tukar dan peningkatan harga pupuk anorganik menyebabkan usahatani pisang tetap memiliki keunggulan kompetitif dan keunggulan komparatif, sehingga tetap layak diusahakan. Dari hasil penelitian terdahulu yang menganalisis daya saing diperoleh kesimpulan bahwa pengukuran daya saing dengan menggunakan alat analisis PAM, selain dapat menganalisis tingkat daya saing suatu sistem usahatani, perhitungannya juga dapat mengidentifikasi dampak intervensi atau kebijakan pemerintah terhadap sistem usahatani. Kebijakan pemerintah terhadap sektor pertanian di negara yang sedang berkembang seperti Indonesia masih tetap diperlukan baik untuk melindungi konsumen maupun produsen dalam negeri, kebijakan tersebut masih diperlukan mengingat komoditas pertanian yang memiliki karakteristik yang khas dan memiliki perananan strategis dalam struktur perekonomian nasional. Berdasarkan hal tersebut, maka untuk menganalisis tingkat daya saing suatu komoditas dengan memperhitungkan dampak dari kebijakan pemerintah lebih tepat jika menggunakan alat analisis PAM.
28
III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Dalam kerangka pemikiran ini dikemukakan teori-teori yang relevan dengan penelitian ini. Berdasarkan permasalahan dan tujuan penelitian maka teori-teori yang relevan adalah teori tentang daya saing dan kebijakan pemerintah. 3.1.1 Konsep Daya Saing Daya saing merupakan suatu konsep yang menyatakan kemampuan suatu produsen untuk memproduksi suatu komoditas dengan mutu yang cukup baik dan biaya produksi yang cukup rendah sehingga pada harga-harga yang terjadi di pasar, komoditas tersebut dapat diproduksi dan dipasarkan oleh produsen dengan memperoleh laba yang mencukupi sehingga dapat mempertahankan kelanjutan biaya produksinya (Simanjuntak dalam Novianti, 2003). Pendekatan yang sering digunakan untuk mengukur daya saing suatu komoditi adalah tingkat keuntungan yang dihasilkan dan efisiensi dalam pengusahaan komoditi tersebut. Keuntungan dapat dilihat dari dua sisi yaitu keuntungan privat dan keuntungan sosial. Sementara itu, efisiensi pengusahaan komoditi dapat dilihat dari dua indikator yaitu keunggulan kompetitif dan keunggulan komparatif. Kajian mengenai daya saing berawal dari pemikiran Adam Smith mengenai konsep penting tentang “spesialisasi” dan “perdagangan bebas” melalui teori keunggulan absolut (absolute advantage). Teori keunggulan absolut menyatakan bahwa sebuah negara dapat melakukan perdagangan jika relatif lebih efisien (memiliki keunggulan absolut) dibanding negara lain, keuntungan akan diperoleh jika negara tersebut melakukan spesialisasi dalam memproduksi komoditi yang memiliki keunggulan absolut tersebut. Selanjutnya pada tahun
29
1817 David Ricardo melalui bukunya yang berjudul “Principles of Political Economy and Taxation” memperluas teori keunggulan absolut Adam Smith menjadi teori keunggulan komparatif (comparative advantage) (Salvatore, 1997) 3.1.1.1 Keunggulan Komparatif Wilayah Istilah Comparative advantage (keunggulan komparatif) mula-mula dikemukan oleh David Ricardo sewaktu membahas perdagangan antar dua negara. Dalam teori tersebut, Ricardo membuktikan bahwa apabila ada dua negara yang saling berdagang dan masing-masing negara berspesialisasi untuk mengekspor barang yang memiliki keunggulan komparatif (memiliki kerugian absolut lebih kecil) maka kedua negara tersebut akan memperoleh manfaat dari perdagangan (gains from trade) (Salvatore, 1997). Ternyata ide tersebut bukan saja bermanfaat dalam perdagangan internasional tapi juga sangat penting diperhatikan dalam ekonomi regional. Sedangkan model Hechkscer-Ohlin (H-O) lebih menekankan pada keseimbangan perdagangan antara dua kutub ekonomi neoclassic. Ide dasar model H-O adalah wilayah yang mempunyai tenaga kerja melimpah, secara relatif akan memanfaatkan kemampuan dirinya untuk memproduksi barang dengan faktor produksi
padat karya yang relatif lebih murah. Dengan demikian, wilayah
tersebut akan mempunyai keunggulan komparatif dalam memproduksi barang tersebut. (Salvatore, 1997). Daya saing suatu komoditi ditentukan oleh keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif dalam produksi dan perdagangan. Ada pendapat dari beberapa kelompok teknokrat mengenai keunggulan komparatif yaitu suatu wilayah dapat memiliki keunggulan komparatif jika memiliki kekayaan alam
30
melimpah, tenaga kerja yang membludak (padat karya), dengan muatan teknologi yang rendah sehingga faktor produksi menjadi murah, dan merupakan andalan untuk berkompetisi dalam perdagangan maupun terhadap serbuan barang-barang sejenis dari luar negeri dalam jangka pendek (Prihartanti, 2005). Lebih lanjut dijelaskan bahwa keunggulan komparatif dapat dibagi menjadi dua, yaitu keunggulan komparatif natural (alami) dan keunggulan komparatif buatan (terapan). Sumber keunggulan komparatif alami ditunjukan dengan kondisi iklim yang cocok, upah tenaga kerja yang murah dan ketersediaan sumberdaya alam. Sedangkan keunggulan komparatif terapan telah diaplikasikan dan telah disesuaikan dengan adanya faktor pendukung seperti teknologi, permintaan skala ekonomi, dan struktur pasar. Pada awalnya keunggulan komparatif digunakan untuk melihat tingkat efisiensi produksi dari dua jenis produk yang dihasilkan oleh suatu negara dimana biaya produksinya dinyatakan dalam penggunaan tenaga kerja. Sehingga dapat dikatakan bahwa kaunggulan komparatif digunakan untuk mengkaji efisiensi relatif penggunaan tenaga kerja dalam memproduksi barang yang sama antar wilayah. (Salvatore, 1997). Dalam perkembangan selanjutnya, keunggulan komparatif tidak hanya untuk mengkaji efisiensi tenaga kerja (sumber daya manusia) saja, tapi juga digunakan untuk sumber daya lainnya. Bila suatu wilayah mempunyai kelebihan dalam permodalan maka dapat dikatakan bahwa wilayah tersebut memiliki keunggulan komparatif dibidang faktor produksi modal. Demikian juga jika suatu wilayah mempunyai kelebihan dalam sumber daya alam maka dapat dikatakan bahwa suatu wilayah teresbut mamiliki keunggulan komparatif dalam faktor produksi alam. Cara tersebut dikenal dengan melihat
31
keunggulan komparatif dari sisi input. Disamping dari sisi input, cara melihat keunggulan komparatif juga dapat dilihat dari sisi output yaitu dari realisasi ekspornya, keunggulan komparatif dipengaruhi oleh alam, kombinasi dari faktor produksi, pertimbangan lokasi, transportasi dan dukungan kelembagaan (Prihartanti, 2005). Keunggulan komparatif mengukur efisiensi pengusahaan suatu komoditi berdasarkan analisis ekonomi dengan memakai harga bayangan atau harga sosial yang menggambarkan opportunity cost dari unsur biaya maupun penerimaan. Analisis ekonomi menilai suatu proyek atau aktivitas ekonomi atas manfaat bagi masyarakat secara keseluruhan tanpa memperhatikan siapa yang menyumbang dan menerima manfaat tersebut. Dengan demikian suatu komoditi yang memiliki keunggulan komparatif menunjukan bahwa kegiatan dalam menghasilkan komoditi tersebut efisien secara ekonomi. Konsep keunggulan komparatif merupakan ukuran daya saing yang akan dicapai apabila perekonomian tidak mengalami distorsi sama sekali. Asumsi perekonomian yang tidak mengalami distorsi atau hambatan sama sekali sulit ditemukan pada dunia nyata. Oleh karena itu, konsep keunggulan komparatif tidak dapat dipakai untuk mengukur daya saing suatu kegiatan produksi pada kondisi perekonomian aktual. Dari sudut badan atau orang yang berkepentingan langsung dalam suatu proyek, konsep yang lebih cocok digunakan untuk mengukur kelayakan secara finansial adalah keunggulan kompetitif. 3.1.1.2 Keunggulan Kompetitif Wilayah Keunggulan kompetitif merupakan pengukur daya saing suatu aktivitas ekonomi pada kondisi harga pasar atau harga aktual, dimana harga yang terjadi
32
telah terpengaruhi oleh kebijakan pemerintah. Keunggulan kompetitif adalah keunggulan yang ditunjukkan oleh suatu negara atau daerah dalam daya saing produk yang dihasilkan dibandingkan dengan negara atau daerah lain. Sebagai contoh, jika suatu daerah mempunyai kelebihan dalam komoditi tertentu (mempunyai keunggulan komparatif) namun hal tersebut tidak terlihat dalam prestasi ekspornya maka dapat dikatakan komoditi yang dimiliki negara tersebut tidak mampu bersaing dipasar dunia (tidak memiliki keunggulan kompetitif). Keunggulan kompetitif merupakan perluasan dari konsep keunggulan komparatif
yang diajukan oleh Michael Porter sebagai kesuksesan suatu
perusahaan dalam beroperasi pasar. Keunggulan kompetitif adalah alat untuk mengukur daya saing komoditi suatu wilayah dengan wilayah lain. Keunggulan ini dapat dihitung berdasarkan harga pasar, dan nilai uang yang berlaku atau berdasarkan analisis finansial, sehingga konsep keunggulan kompetitif bukan merupakan suatu konsep sifatnya yang menggantikan atau mensubstitusi terhadap konsep keunggulan komparatif, akan tetapi merupakan suatu konsep yang sifatnya saling melengkapi (Prihartanti, 2005) Porter dalam bukunya The Competitive Advantage of Nation, 1990 mengemukakan tentang tidak adanya korelasi langsung antar dua faktor produksi (sumber daya alam yang melimpah dan sumber daya manusia yang murah) yang dimiliki suatu negara, yang dimanfaatkan sebagai keunggulan daya saing dalam perdagangan internasional. Banyak negara di dunia yang jumlah tenaga kerjanya sangat besar yang proporsional dengan luas negerinya, tetapi terbelakang dalam daya saing perdagangan internasional. Begitu juga dengan tingkat upah relatif murah dari pada negara lain, justru berkorelasi erat dengan rendahnya motivasi
33
bekerja keras dan berprestasi. Porter menyebutkan bahwa peran pemerintah sangat penting dalam peningkatan daya saing selain faktor produksi. Pemerintah memainkan peran sentral dalam pembentukan keunggulan kompetitif, contoh kebijakannya adalah antitrust, regulasi, deregulasi, dan kondisi konsumen. (Halwani dalam Prihartanti, 2005). Porter dalam Prihartanti (2005) mengembangkan model yang dikenal sebagai model berlian, menerangkan bahwa suatu negara secara internasional dapat meraih keunggulan kompetitif, apabila dipenuhi empat syarat yang saling terkait dan membentuk empat titik sudut dari poin yang dinamakan bangunan intan yaitu: a. Keadaan faktor produksi, seperti tenaga kerja terampil atau prasarana b. Keadaan permintaan dan tuntutan mutu di dalam negeri untuk hasil industri tertentu c. Eksistensi industri terkait dan pendukung yang kompetitif secara internasional d. Strategi perusahaan itu sendiri, dan struktur serta sistem persaingan antar perusahaan Selain karena empat faktor diatas, Porter menjelaskan bahwa ada faktor luar yang sangat penting dan sangat menentukan sekali secara aksternal, adalah faktor manusia (human recource factor) dari suatu negara. Dimana faktor manusia tersebut di bagi menjadi dua, yaitu sistem pemerintahan (goverment) dan terdapat kesempatan dalam melakukan sesuatu hal. Dalam hal ini, keunggulan kompetitif dapat diciptakan antara lain melalui implementasi kebijakan pemerintah sehingga dapat tercipta efisiensi penggunaan sumberdaya.
34
Suatu
komoditas
dapat
mempunyai
keunggulan
komparatif
dan
keunggulan kompetitif sekaligus, yang berarti komoditas tersebut menguntungkan untuk diproduksi atau diusahakan dan dapat bersaing dipasar internasional. Akan tetapi apabila komoditas yang diproduksi hanya mempunyai keunggulan komparatif namun tidak
memiliki keunggulan kompetitif, maka dapat
diasumsikan telah terjadi distorsi pasar atau terdapat hambatan-hambatan yang mengganggu kegiatan produksi sehingga merugikan produsen seperti prosedur administrasi, perpajakan dan lain-lain. Hal sebaliknya juga dapat terjadi bila suatu komoditas hanya memiliki keunggulan kompetitif dan tidak memiliki keunggulan komparatif. Kondisi ini akan terjadi apabila pemerintah memberikan proteksi terhadap komoditas tersebut seperti misalnya melalui stabilisasi harga, kemudahan perizinan dan kemudahan berbagai fasilitas lainnya. Analisis ekonomi atau sosial menilai suatu proyek (aktivitas ekonomi) atas manfaat bagi masyarakat secara keseluruhan, yang kadang-kadang tanpa memperhatikan siapa yang menyumbang dan menerima manfaat tersebut, sedangkan analisis finansial melihat manfaat suatu aktivitas dari sudut lembaga atau individu yang melibatkan diri dalam aktivitas ekonomi tersebut (Gray dalam Novianti, 2003). Perbedaan dari kedua analisis tersebut secara garis besar adalah : 1. Pembayaran Transfer a. Pajak Dalam analisis ekonomi, pembayaran pajak tidak dikurangkan dalam perhitungan keuntungan suatu aktivitas ekonomi. Pajak adalah bagian dari hasil bersih suatu aktivitas ekonomi yang diserahkan kepada pemerintah untuk
35
kepentingan masyarakat umum. Oleh karena itu pajak tidak dianggap sebagai biaya, tetapi merupakan transfer penerimaan dari sekelompok orang kepada kelompok lainnya, sedangkan dalam analisis finansial, pajak merupakan unsur biaya. b. Subsidi Seperti halnya pada pajak, subsidi merupakan transfer penerimaan dari masyarakat. Dalam analisis finansial, subsidi mengurangi biaya produksi sehingga akan menambah keuntungan suatu proyek. Sedangkan pada analisis ekonomi, harga pasar harus disesuaikan untuk menghilangkan efek subsidi tersebut. Jika subsidi ini menurunkan harga barang-barang input, maka besarnya subsidi harus ditambahkan pada harga pasar barang-barang input tersebut. c. Bunga Modal Dalam analisis finansial bunga pinjaman yang berasal dari dalam maupun luar negeri dimasukkan sebagai biaya, sedangkan dalam analisis ekonomi (sosial) bunga atas pinjaman dalam negeri tidak dimasukkan sebagai biaya, tetapi bunga atas pinjaman dari luar negeri diperhitungkan sebagai biaya. 2. Harga Dalam analisis ekonomi selalu digunakan harga bayangan yang menggambarkan nilai ekonomi atau nilai sosial sesungguhnya dari unsur biaya dan hasil. Sedangkan dalam analisis finansial selalu dipakai harga pasar atau harga aktual.
36
3.1.2 Teori Kebijakan Pemerintah Kebijakan pemerintah diharapkan dapat meningkatkan daya saing komoditas pertanian termasuk sayuran baik dipasar regional, domestik maupun pasar internasional. Kebijakan pemerintah ditetapkan dengan tujuan untuk peningkatan ekspor atau sebagai usaha untuk melindungi produk dalam negeri. Kebijakan pemerintah diberlakukan terhadap input dan output yang menyebabkan terjadinya perbedaan harga antara harga input dan output yang diterima produsen dengan harga yang sebenarnya terjadi jika dalam kondisi persaingan sempurna. 3.1.2.1 Kebijakan Pemerintah Pada Harga Output Pengaruh intervensi pemerintah pada harga output diterangkan oleh Monke and pearson (1989) yang membagi kedalam delapan tipe kebijakan subsidi dan dua tipe kebijakan perdagangan. Klasifikasi dari kebijakan harga komoditas dapat dijelaskan pada Tabel 5. Tabel 5. Klasifikasi Kebijakan Harga Komoditas Instrumen Dampak Pada Produsen Kebijakan Subsidi Subsidi pada produsen • Tidak merubah harga • Pada barang-barang pasar dalam negeri substitusi impor (S+PI; S-PI) • Merubah harga pasar dalam negeri • Pada barang-barang orientasi ekspor (S+PE; S-PE) Kebijakan perdagangan Hambatan pada barang (merubah harga pasar impor (TPI) dalam negeri)
Dampak Pada Konsumen Subsidi Pada Konsumen • Pada barang-barang substitusi impor (S+CI; S-CI) • Pada barang-barang orientasi ekspor (S+CE; S-CE) Hambatan pada barang ekspor (TCE)
Sumber: Monke and Pearson, 1989. Keterangan: S + = Subsidi S= Pajak PE = Produsen Barang Orientasi ekspor PI = Produsen Barang Substitusi Impor CE = Konsumen Barang Orientasi Ekspor CI = Konsumen Barang Substitusi Impor TCE = Hambatan Barang Ekspor TPI = Hambatan Barang Impor
37
Tabel 5 menunjukan bahwa kebijakan harga dapat dibedakan dalam tiga kriteria. Pertama, tipe instrumen yang berupa subsidi atau kebijakan perdagangan, kedua kelompok penerima, meliputi produsen atau konsumen, dan ketiga tipe komoditas yang berupa komoditas dapat di impor atau dapat diekspor. 1. Tipe Instrumen Dalam kebijakan tipe instrumen, dibedakan pengertian antara subsidi dan kebijakan perdagangan. Subsidi adalah pembayaran dari dan atau untuk pemerintah. Apabila dibayar dari pemerintah maka disebut subsidi positif, sedangkan apabila dibayar untuk pemerintah disebut subsidi negatif (pajak). Pada dasarnya, subsidi positif dan negatif bertujuan untuk menciptakan harga domestik agar berbeda dengan harga internasional untuk melindungi konsumen atau produsen dalam negeri. Kebijakan perdagangan adalah pembatasan yang diterapkan pada impor ekspor suatu komoditas. Pembatasan dapat diterapkan baik terhadap harga komoditas yang diperdagangkan (dengan suatu pajak perdagangan) atau dengan pembatasan jumlah komoditas (dengan kuota perdagangan) untuk menurunkan jumlah yang diperdagangkan secara internasional dan mengendalikan antara harga internasional (harga dunia) dengan harga domestik (harga dalam negeri). Untuk barang yang diimpor misalnya dapat dilakukan dengan menekan tarif per unit (pajak impor) maupun pembatasan kuantitas (kuota impor) untuk membatasi kuantitas yang diimpor dan meningkatkan harga domestik diatas harga internasional. Kebijakan perdagangan ekspor dimaksudkan untuk membatasi jumlah yang diekspor melalui penekanan baik pajak ekspor maupun pembatasan jumlah
38
ekspor sehingga harga domestik lebih rendah bila dibandingkan dengan harga dipasar dunia. Kebijakan subsidi dan perdagangan berbeda dalam tiga aspek, pertama, yang berimplikasi pada anggaran pemerintah, kedua berupa alternatif kebijakan dan ketiga adalah kemampuan penerapan. a. Implikasi Pada Anggaran Pemerintah Kebijakan perdagangan tidak mempengaruhi anggaran pemerintah, sedangkan subsidi positif akan mengurangi anggaran pemerintah dan subsidi negatif (pajak) akan menambah anggaran pemerintah. b. Tipe Alternatif Kebijakan Ada delapan tipe subsidi untuk produsen dan konsumen pada barang orientasi ekspor (PE) dan barang substitusi impor (SI) yaitu : a. Subsidi positif kepada produsen barang substitusi impor (S+PI) b. Subsidi positif kepada produsen barang orientasi ekspor (S+PE) c. Subsidi negatif kepada produsen barang substitusi impor (S-PI) d. Subsidi negatif kepada produsen barang orientasi ekspor (S-PE) e. Subsidi positif kepada konsumen barang substitusi impor (S+CI) f. Subsidi positif kepada konsumen barang orientasi ekspor (S+CE) g. Subsidi negatif kepada konsumen barang substitusi impor (S-CI) h. Subsidi negatif kepada konsumen barang orientasi ekspor (S-CE) Subsidi positif yang diterapkan pada produsen maupun konsumen membuat harga yang diterima menjadi lebih tinggi bagi produsen dan lebih rendah bagi konsumen. Kondisi ini lebih baik jika dibandingkan tanpa ada kebijakan subsidi positif, sedangkan penerapan subsidi negatif (pajak) membuat harga yang
39
diterima produsen lebih rendah, dan jika diterapkan pada konsumen akan menyebabkan harga lebih tinggi. Kondisi ini bagi produsen dan konsumen menjadi lebih buruk jika dibandingkan dengan kondisi sebelum subsidi negatif (pajak) diterapkan. Pada kebijakan perdagangan hanya terdapat dua tipe yaitu hambatan pada barang impor (TPI) dan hambatan perdagangan pada barang ekspor (TPE). Aliran impor atau ekspor dapat dibatasi oleh pajak perdagangan atau kebijakan kuota sepanjang pemerintah dapat memiliki mekanisme yang efektif untuk mengontrol penyelundupan, sedangkan dampak dari perluasan ekspor atau impor tidak dapat diciptakan oleh kebijakan perdagangan. Negara hanya dapat melakukan subsidi impor atau ekspor dan memperluas perdagangan. c. Tingkat Kemampuan Penerapan Kebijakan subsidi dapat diterapkan untuk setiap komoditas baik komoditas tradable maupun komoditas non tradable, sedangkan kebijakan perdagangan hanya diterapkan untuk barang-barang yang diperdagangkan (tradable). 2. Kelompok Penerima Kelompok kedua dari klasifikasi kebijakan adalah apakah kebijakan dimaksudkan untuk konsumen atau produsen. Subsidi atau kebijakan perdagangan mengakibatkan terjadinya transfer di antara produsen, konsumen dan keuangan pemerintah. Jika tidak ada kebijakan subsidi dan kebijakan perdagangan, pemerintah melalui anggarannya harus membayar keseluruhan transfer, ketika produsen memperoleh keuntungan dan konsumen mengalami kerugian, dan sebaliknya ketika konsumen memperoleh keuntungan dan produsen mengalami
40
kerugian. Kondisi tersebut menggambarkan bahwa keuntungan yang didapatkan oleh satu pihak hanya menjadi pengganti dari kerugian yang dialami pihak lain, tetapi dengan adanya transfer yang diikuti oleh efisiensi ekonomi yang hilang, maka keuntungan yang diperoleh akan lebih kecil daripada kerugian yang diderita. Oleh karena itu, manfaat yang diperoleh kelompok tertentu (konsumen, produsen atau keuangan pemerintah) adalah lebih kecil dari jumlah yang hilang dari kelompok yang lain. 3. Tipe Komoditas Klasifikasi tipe komoditas bertujuan untuk membedakan antara komoditas yang dapat diekspor dan komoditas yang dapat diimpor. Apabila tidak ada kebijakan harga, maka harga domestik adalah sama dengan harga dipasar internasional, dimana untuk barang yang diekspor digunakan harga fob (harga dipelabuhan ekspor) dan untuk barang yang dapat diimpor digunakan harga cif (harga pelabuhan impor). Kebijakan harga yang ditetapkan pada input dapat berupa kebijakan subsidi baik subsidi positif maupun subsidi negatif (pajak) dan kebijakan hambatan perdagangan yang berupa tarif dan kuota. Kebijakan subsidi pada harga output menyebabkan harga barang, jumlah barang, surplus produsen dan surplus konsumen berubah, hal ini dapat dilihat pada Gambar 1.
41
P
A
Pd PW
S
S
P
C
A
PW B
Pd
F
E G
B
H
D Q1
Q2
D
Q
Q3
Q2
P Pd PW
P
S
H
B E
F
PW A
Pd
D Q2
Q1
Q3
(c) S + PE
Q
Q4
(b) S + CI
(a) S+PI
G
Q3
Q1
Q4
C
B
S
A
D Q
Q
Q 1 Q2 (d) S + CE
Gambar 1. Dampak Subsidi Positif Bagi Produsen Dan Konsumen BarangBarang Ekspor Dan Impor Sumber : Monke and Pearson, 1989 Gambar 1.a adalah subsidi positif untuk produsen barang impor dimana harga yang diterima produsen lebih tinggi dari harga dipasaran dunia. Hal ini menyebabkan output produksi dalam negeri meningkat dari Q1 ke Q2 sedangkan konsumsi tetap di Q3, harga yang diterima konsumen tetap sama dengan harga dipasaran dunia. Subsidi dapat dilakukan jika produsen dan konsumen dapat dipisahkan berdasarkan wilayah ekonomi yang jauh dari kontrol administrasi yang ketat sehingga perbedaan harga antara produsen (karena diberi subsidi) dan konsumen (tanpa subsidi) dapat terjadi. Subsidi ini menyebabkan jumlah impor
42
turun dari Q3 – Q1 menjadi Q3 – Q2. tingkat subsidi per output sebesar (Pd - Pw) pada output Q2, maka transfer total dari pemerintah ke produsan sebesar Q2 x (Pd Pw) atau PdABPw. Subsidi menyebabkan barang yang tadinya diimpor diproduksi sendiri dengan biaya yang dikorbankan sebesar Q1CBQ2, sehingga efisiensi yang hilang sebesar CAB. Gambar 1.b menunjukan subsidi positif pada konsumen untuk output yang diimpor. Kebijaksanaan subsidi sebesar Pw - Pd menyebabkan produksi turun dari Q1 ke Q2 dan konsumsi naik dari Q3 ke Q4 sehingga impor meningkat dari Q3 - Q1 menjadi Q4 – Q2.
Transfer yang terjadi terdiri dari dua yaitu transfer dari
pemerintah ke konsumen sebesar ABGH dan transfer dari produsen ke konsumen sebesar PwAPd. Dengan demikian kehilangan efisiensi ekonomi terjadi diproduksi dan konsumsi. Di sisi produksi terjadi penurunan output dari Q2 ke Q1 dan terjadi kehilangan pendapatan sebesar Pw(Q2 - Q1) atau Q2AF Q1. sehingga efisiensi ekonomi yang hilang sebesar AFB. Dari sisi konsumsi, opportunity cost dari peningkatan konsumsi adalah Pw (Q4 – Q3) atau sebesar Q1EG Q4, sedangkan kemampuan membayar konsumen sebesar Q3EG Q4, sehingga efisiensi yang hilang sebesar EGH. Kebijakan hambatan perdagangan pada barang-barang impor maupun ekspor yang merupakan bentuk kebijakan selain subsidi yang dapat diterapkan pada output, hal ini dapat dilihat pada Gambar 2.
43
S
P
P
PW Pd PW
E
A
F
B
S C
B
F
G
AE
Pd C
G
D
D
Q
Q Q1 Q2 Q 4 Q 3 (a) TPI
Q2
Q1 Q4
Q3
(b) TCE
Gambar 2. Hambatan Perdagangan Pada Barang Ekspor Dan Impor Sumber : Monke and Pearson, 1989 Keterangan :TPI = Hambatan Perdagangan pada produsen untuk barang impor TCE =Hambatan perdagangan pada konsumen untuk barang ekspor Gambar 2.a menunjukan adanya hambatan pada barang impor dimana terdapat tarif sebesar (Pd - Pw) sehingga meningkatkan harga didalam negeri baik untuk produsen maupun konsumen. Output domestik meningkat dari Q1 ke Q2 dan konsumsi turun dari Q3 ke Q4, sehingga impor turun dari Q3 – Q1 menjadi Q4 – Q2. Dengan demikian, terjadi transfer pendapatan dari konsumen kepada produsen sebesar (Pd - Pw)Q2 atau PdEFPw dan terjadi transfer dari anggaran pemerintah kepada produsen sebesar (Pd - Pw) (Q4 – Q2) atau FEAB. Efisiensi ekonomi yang hilang dari sisi konsumen adalah perbedaan antara opportunity cost perubahan konsumsi
dari
Q4BCQ3 dengan willingness to pay Q4ACQ3, sehingga
efisiensi yang hilang pada konsumen adalah sebesar daerah ABC dan pada produsen sebesar EFG. Gambar 2.b memperlihatkan hambatan perdagangan pada konsumen untuk barang ekspor. Hambatan perdagangan menyebabkan harga yang diterima produsen lebih rendah dari harga dipasaran dunia, akibatnya produsen mengurangi produksi dari Q3 ke Q4, sedangkan konsumsi meningkat dari Q1 ke Q2.
44
berkurangnya produksi menyebabkan jumlah barang yang diekspor berkurang dari Q3 – Q1 manjadi Q4 – Q2. 3.1.2.2 Kebijakan Pemerintah Pada Harga Input Kebijakan terhadap input dapat diterapkan pada input tradable dan input non tradable. Pada kedua input tersebut, kebijakan dapat berupa subsidi positif dan subsidi negatif (pajak), sedangkan kebijakan hambatan perdagangan tidak diterapkan pada input domestik (non tradable) karena input non tradable diproduksi dan di konsumsi di dalam negeri. 1. Kebijakan Input Tradable Kebijakan pada input tradable dapat berupa kebijakan subsidi atau pajak dan kebijakan hambatan perdagangan. Pengaruh subsidi dan pajak pada input tradable dapat ditunjukan pada Gambar 3 berikut ini : S'
P
PW
S A
C
C
B Q2 (a) S – II
S
P
PW
A
B
D Q1
S'
D Q
Q1
Q2
Q
(b) S + II
Gambar 3. Pajak Dan Subsidi Pada Input Tradable Sumber: Monke and Pearson, 1989 Keterangan: S – II = Pajak untuk input impor S + II = Subsidi untuk input impor Gambar 3.a menunjukan pengaruh pajak terhadap input tradable yang digunakan. Adanya pajak pada input menyebabkan biaya produksi meningkat
45
sehingga pada tingkat harga output yang sama, output domestik turun dari Q1 ke Q2 dan kurva suplai bergeser ke kiri atas. Efisiensi ekonomi yang hilang adalah sebesar ABC, yang merupakan perbedaan antara nilai output yang hilang Q1CA Q2 dengan ongkos produksi dari output Q2BC Q1. Gambar 3.b menggambarkan dampak subsidi input yang menyebabkan harga input lebih rendah dan biaya produksi lebih rendah sehingga kurva suplai bergeser ke kanan bawah dan produksi naik dari Q1 ke Q2, efisiensi ekonomi yang hilang dari produksi adalah sebesar ABC yaitu perbedaan antara biaya produksi yang bertambah dengan meningkatnya output dengan peningkatan nilai input. 2.
Kebijakan Input Non Tradable Pada input non tradable kebijakan pemerintah meliputi kebijakan pajak
dan subsidi karena input non tradable hanya diproduksi dan dikonsumsi di dalam negeri, sedangkan kebijakan perdagangan tidak dapat diterapkan pada input non tradable. Ilustrasi mengenai kebijakan subsidi dan pajak yang diterapkan pemerintah pada input non tradable dapat dilihat pada Gambar 4. P PC
S
PP
B
Pd
P
S
C
C A
A
Pd
B
PC
D
D
PP PP'
D
D Q3
Q2
Q1
(a) S – N
Q
Q2
Q1
Q
(b) S + N
Gambar 4. Pajak Dan Subsidi Pada Input Non Tradable Sumber : Monke and Pearson, 1989 Keterangan : S – N = Pajak untuk Barang Non Tradable S + N = Subsidi untuk Barang Non Tradable
46
Pada Gambar 4.a terlihat dengan adanya pajak (PC - PP) menyebabkan produksi yang dihasilkan turun dari Q1 menjadi Q2. Efisiensi
ekonomi dari
produsen yang hilang sebesar BCA dan dari konsumen yang hilang sebesar DBA. Pada subsidi positif (Gambar 4.b), adanya subsidi menyebabkan produksi meningkat dari Q1 ke Q2 , karena harga yang diterima produsen naik menjadi Pp dan harga yang diterima konsumen turun menjadi PC. kehilangan efisiensi dapat dilihat dari perbandingan antara peningkatan nilai output dengan meningkatnya ongkos produksi dan meningkatnya keinginan konsumen untuk membayar. 3.1.3 Teori Matrik Kebijakan (Policy Analysis Matrix) Policy Analysis Matrix (PAM) atau matrik kebijakan digunakan untuk menganalisis pengaruh intervensi pemerintah dan dampaknya pada sistem komoditas. Sistem komoditas yang dapat dipengaruhi meliputi empat aktivitas, yaitu tingkat usahatani, penyampaian dari usahatani ke pengolahan, pengolahan maupun pemasaran (Monke and Pearson, 1989). Metode PAM merupakan suatu analisis yang dapat mengidentifikasikan tiga analisis yaitu keuntungan privat dan keuntungan sosial/ekonomi, analisis daya saing (keunggulan kompetitif dan komparatif) serta analisis dampak kebijakan pemerintah yang mempengaruhi sistem komoditas. Dibandingkan dengan perhitungan efisiensi ekonomi (benefit cost analysis) yaitu perhitungan yang digunakan untuk memutuskan layak atau tidaknya suatu proyek, perhitungan dengan menggunakan matrik PAM dapat dilakukan secara keseluruhan dan sistematis. Pada analisis PAM, kemampuan analisis tidak hanya untuk memantau keunggulan kompetitif dan keunggulan
47
komparatif atau efisiensi finansial dan ekonomi, tetapi sekaligus melihat pengaruh yang ditimbulkan oleh adanya kebijakan pemerintah. Analisis ini dapat digunakan pada sistem komoditas dengan berbagai wilayah, tipe usahatani dan teknologi. Matrik terdiri dari tiga baris dan empat kolom, dimana baris pertama adalah perhitungan dengan harga privat atau harga aktual untuk mengestimasi keuntungan privat. Keuntungan privat dihitung berdasarkan selisih antara pendapatan dan biaya berdasarkan harga aktual yang mencerminkan nilai-nilai yang dipengaruhi oleh semua kebijakan dan kegagalan pasar. Keuntungan privat dalam angka absolut atau rasio merupakan indikator keuntungan atau daya saing (keunggulan kompetitif) dari usahatani berdasarkan teknologi, nilai output, biaya input dan transfer kebijakan yang ada. Baris kedua merupakan perhitungan keuntungan ekonomi berdasarkan harga sosial atau harga bayangan yaitu harga yang menggambarkan nilai ekonomi yang sesunguhnya bagi unsur-unsur biaya dan hasil, dimana efek kebijakan distorsif dan kegagalan pasar tidak ada. Baris ketiga merupakan selisih antara baris pertama dan baris kedua yang menggambarkan divergensi. Suatu divergensi akan menyebabkan perbedaan hasil perhitungan antara perhitungan berdasarkan harga privat dan perhitungan berdasarkan harga sosial, divergensi dapat disebabkan
oleh adanya kegagalan pasar atau kebijakan
pemerintah. Kegagalan pasar terjadi apabila pasar gagal menciptakan suatu competitif outcome dan harga efisiensi. Jenis kegagalan pasar yang umum adalah monopoli, externality dan pasar faktor (produksi) domestik yang tidak sempurna. Kebijakan pemerintah adalah interrvensi pemerintah yang menyebabkan harga pasar berbeda dengan harga efisiensinya. Kebijakan pemerintah yang dapat
48
menyebabkan divergensi antara lain pajak/subsidi, hambatan perdagangan atau regulasi harga. Jika diasumsikan bahwa kegagalan pasar sebagai faktor yang tidak berpengaruh, maka perbedaan tersebut lebih banyak disebabkan adanya kebijakan pemerintah (Paerson, S et. Al, 2005). Matrik PAM memiliki empat kolom, kolom pertama merupakan kolom penerimaan, kolom kedua merupakan kolom biaya input asing (tradable), kolom ketiga merupakan kolom biaya input domestik (non tradable) dan kolom keempat merupakan kolom keuntungan dari selisih antara penerimaan dan biaya. Penggunaan harga privat dan sosial dalam analisis PAM mengambarkan bahwa metode tersebut mengandung analisis finansial dan ekonomi. Dalam analisis ekonomi akan meninjau aktivitas dilihat dari sudut masyarakat secara keseluruhan. Sedangkan analisis finansial dilihat dari individu yang terlibat langsung dalam kegiatan ekonomi yaitu petani. 3.2 Kerangka Pemikiran Konseptual Investasi merupakan faktor pendorong pertumbuhan ekonomi disuatu daerah, dimana keberadaannya sangat diharapkan karena dapat memberikan multiplier effect yang besar dan luas. Dengan potensi yang dimiliki suatu daerah, baik potensi sumberdaya alam maupun sumberdaya manusia serta infrastruktur yang telah dimiliki, maka pemerintah daerah harus terus berupaya menarik investasi. Hal ini dilakukan dalam upaya menggali dan memanfaatkan potensi tersebut sehingga bermanfaat bagi masyarakat secara keseluruhan. Minat investor pada usahatani komoditas sayuran unggulan dipengaruhi oleh potensi dan permasalahan serta resiko yang ada pada usahatani komoditas itu sendiri. Potensi yang ada disuatu daerah seperti kesesuaian agroklimat dan
49
luasnya sentra produksi merupakan faktor yang dapat menarik minat investor pada usahatani komoditas sayuran unggulan. Sementara resiko dan permasalahan dalam usahatani komoditas sayuran unggulan seperti fluktuasi harga output, fluktuasi volume produksi, harga input mahal, sifat komoditas sayuran yang perishible dan bulky, produksi bersifat musiman dan faktor lainnya dapat menjadi menjadi faktor penghambat bagi minat investor pada usahatani komoditas sayuran unggulan. Sesuai dengan tujuan penelitian yaitu untuk menganalisis daya saing dan dampak kebijakan pemerintah terhadap komoditas sayuran unggulan, maka pendekatan yang digunakan meliputi bagian usahatani komoditas sayuran unggulan itu sendiri dan kebijakan pemerintah. Pada bagian usahatani, ditunjukan bahwa usahatani komoditas sayuran unggulan ini ditentukan oleh penggunaan faktor-faktor produksi dan harganya yaitu: benih, tenaga kerja, pupuk, obat-obatan dan faktor lainnya yang berpengaruh antara lain: luas areal, produktivitas lahan, dan harga komoditas sayuran unggulan, serta ketersediaan input termasuk tenaga kerja serta aksesibilitasnya akan berpengaruh terhadap minat pelaku usaha untuk memasuki usahatani komoditas sayuran unggulan. Pemerintah memiliki peranan penting dalam menyediakan berbagai faktor penunjang bagi kegiatan usahatani tersebut, baik yang berkaitan dengan aspek produksi, pengolahan dan pemasaran seperti inovasi teknologi, input, investasi dan modal, insentif, infrastruktur, institusi dan industri yang sangat diperlukan dalam pengembangan dan kemajuan usahatani komoditas sayuran unggulan. Di negara yang sedang berkembang seperti Indonesia, intervensi atau kebijakan pemerintah untuk komoditas pertanian masih tetap ada. Namun, jika diperhatikan bahwa kebijakan pembangunan untuk sektor pertanian saling mempengaruhi
50
dengan kebijakan pemerintah di sektor lainnya. Dengan adanya otonomi daerah, kebijakan tersebut dapat berasal dari pemerintah pusat yaitu melalui departemen yang
bersangkutan
atau
pemerintah
daerah.
Inisiatif
daerah
dalam
mengembangkan sektor pertanian akan berbenturan dengan kepentingan pemerintah pusat. Peranan sektor pertanian sebagai kebutuhan primer yang sangat penting dalam stabilisasi perekonomian nasional merupakan salah satu pertimbangan mengapa pemerintah pusat tetap menjadikan sektor pertanian sebagai aset yang berharga bagi pembangunan. Salah satu pendekatan untuk melihat dampak dari suatu kebijakan adalah dengan menganalisis perbedaan antara harga-harga input baik domestik maupun asing (tradable) dan penerimaan secara finansial dan ekonomi. Dengan menganalisis perbedaan harga-harga finansial dan ekonomi dapat diketahui tingkat daya saing suatu komoditas serta dampak kebijakan pemerintah terhadap daya saing komoditas pertanian tersebut. Apabila dengan kebijakan yang ada mampu memberikan keunggulan kompetitif terhadap komoditas yang di analisis, maka kebijakan tersebut dapat dipertahankan. Namun sebaliknya, dengan adanya kebijakan menghambat atau mengurangi nilai kompetitif maka kebijakan tersebut perlu dikaji ulang. Kerangka pemikiran konseptual dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 5.
51
gambar kerangka pemikiran konseptual
Potensi Usahatani Komoditas Sayuran Unggulan -
Kesesuaian Agroklimat Sentra Produksi yang Luas Insentif Usahatani Lebih Besar Faktor Lain
1. Luas Areal Usahatani 2. Produktivitas Lahan 3. Faktor lainnya
Usahatani Komoditas Sayuran Unggulan
Resiko dan Permasalahan dalam Usahatani Komoditas Sayuran Unggulan - Fluktuasi Harga output - Fluktuasi Volume Produksi - Harga Input Mahal - Mudah Busuk - Produksi musiman - Faktor Lain
Pemerintah Daerah
1. Harga dan Volume Input, serta Ketersedian Input (benih, Pupuk, obatobatan, tenaga kerja dan input lainnya) 2. Harga Output
Kebijakan Pembangunan Pertanian 1. Inovasi Teknologi 2. Input 3. Investasi dan Modal 4. Insentif 5. Infrastruktur 6. Institusi 7. Industri
Keunggulan Komparatif
Dampak Kebijakan Pemerintah
Keunggulan Kompetitif
Pemerintah Pusat
UU No. 32 Thn 2004 (Otonomi daerah) dan UU No. 33 Thn 2004 (Desentralisasi Fiskal) Gambar 5. Kerangka Pemikiran Konseptual 52
IV. METODE PENELITIAN
4.1 Tempat Dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di dua tempat, yaitu Kecamatan Lembang (Desa Wangunharja
dan
Desa
Cikidang)
dan
Kecamatan
Ciwidey
(Desa
Lebakmuncang, Desa Rawabogo dan Desa Nengkelan). Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) berdasarkan atas pemekaran yang terjadi di Kabupaten Bandung dengan pertimbangan bahwa kedua daerah tersebut merupakan daerah sentra produksi sayuran. Setelah pemekaran, Kecamatan Lembang termasuk wilayah administratif Kabupaten Bandung Barat sedangkan Kecamatan Ciwidey masih termasuk wilayah Kabupaten Bandung. Pengumpulan data untuk keperluan penelitian dilakukan dari bulan Desember tahun 2007 sampai bulan Januari tahun 2008. 4.2 Data Dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder baik secara kualitatif maupun kuantitatif dari usahatani komoditas sayuran unggulan. Data usahatani berasal dari wawancara dengan petani yang mengusahakan komoditas sayuran unggulan yaitu sebanyak 10 petani untuk satu komoditas disatu tempat penelitian, sehingga secara keseluruhan jumlah petani responden sebayak 40 petani. Sedangkan data sekunder berasal dari Dinas Pertanian Kabupaten Bandung, Departemen Pertanian, Dirjen Hortikultara, BPS, Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian, perpustakaan IPB dan dinas-dinas lain yang terkait yang dapat membantu untuk ketersediaan data.
4.3 Metode Pengumpulan Data Dalam penelitian ini sampel dipilihan dengan teknik snowball sampling, yaitu sampel dipilih berdasarkan informasi yang diperoleh dari Petugas Penyuluh Lapang (PPL) yang relevan untuk menunjuk calon responden yaitu petani tomat dan cabe merah, kemudian dari petani tersebut diperoleh informasi calon responden selanjutnya. 4.4 Metode Analisis Penelitian ini meliputi analisis daya saing dan dampak kebijakan pemerintah terhadap daya saing komoditas sayuran unggulan serta analisis simulasi kebijakan pemerintah terhadap daya saing komoditas sayuran unggulan. Analisis dampak kebijakan pemerintah terhadap daya saing komoditas sayuran unggulan ini dilakukan dengan menggunakan metode PAM. Tabel matrik analisis kebijakan (PAM) dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Matrik Analisis Kebijakan (PAM) Penerimaan Harga Privat Harga Sosial Dampak Kebijakan dan Distorsi Pasar
A E
Biaya Input Input Input Non Tradable Tradable B C F G
I
Sumber : Monke and Paerson (1989) Keterangan : 1. Keuntungan Privat 2. Keuntungan Sosial 3. Transfer Output 4. Transfer Input Tradable 5. Transfer Input Non Tradable 6. Transfer Bersih 7. Rasio Biaya Privat 8. Rasio Biaya Sumberdaya Domestik 9. Koefisien Proteksi Output Nominal 10. Koefisien Proteksi Input Nominal 11. Koefisien Keuntungan
Keuntungan D H
J
K
L
(D) (H) (I) (J) (K) (L) (PCR) (DRC) (NPCO) (NPCI) (PC)
= = = = = = = = = = =
A – (B + C) E – (F + G) A–E B–F C–G I – (K + J) C/(A – B) G/(E – F) A/E B/F D/H
54
Asumsi yang digunakan dalam analisis PAM ini adalah : 1. Harga pasar adalah harga yang benar-benar diterima petani yang didalamnya terdapat kebijakan pemerintah (distorsi pasar). 2. Harga bayangan adalah harga pada kondisi pasar persaingan sempurna yang mewakili biaya imbangan sosial yang sesungguhnya. Pada komoditi tradable, harga bayangan adalah harga yang terjadi di pasar dunia (internasional). 3. Output bersifat tradable sedangkan input dapat dipisahkan berdasarkan faktor asing (tradable) dan faktor domestik (non tradable). 4. Eksternalitas dianggap sama dengan nol. Tahapan penyusunan tabel PAM adalah sebagai berikut : 1. Penentuan komponen fisik untuk faktor input dan output secara lengkap dari aktivitas ekonomi usahatani komoditas sayuran unggulan. 2. Pemisahan seluruh biaya ke dalam komponen domestik dan asing. 3. Penentuan harga finansial (privat) dan penafsiran harga bayangan (ekonomi) input-output. 4. Tabulasi dan analisis indikator-indikator yang dihasilkan tabel PAM. 4.4.1 Penentuan Input Dan Output Input yang dimaksud dalam penelitian ini adalah input untuk usahatani komoditas sayuran unggulan seperti: lahan (pajak dan sewa lahan), benih, tenaga kerja, pupuk anorganik (Urea, TSP,KCL dan NPK), PPC/ZPT, pupuk organik (pupuk kandang), pestisida, peralatan, kapur dan input lainnya. Sedang yang dimaksud output adalah tomat dan cabe merah yang merupakan komoditas sayuran unggulan di Kabupaten Bandung.
55
4.4.1.1 Pengalokasian Komponen Biaya Domestik Dan Asing Menurut
Monke
and
Paerson
(1989), terdapat
dua
pendekatan
mengalokasikan biaya ke dalam komponen biaya domestik dan asing yaitu pendekatan langsung (Direct Approach) dan pendekatan total (Total Approach). Pendekatan
langsung
mengasumsikan
seluruh
biaya
input
yang
dapat
diperdagangkan (input tradable) baik impor maupun produksi dalam negeri dinilai sebagai komponen biaya asing dan dapat dipergunakan apabila tambahan permintaan
input
Tradable
tersebut
dapat
dipenuhi
dari
perdagangan
internasional. Dengan kata lain, input non tradable yang sumbernya dari pasar domestik ditetapkan sebagai komponen domestik dan input asing yang dipergunakan dalam proses produksi barang non tradable tetap dihitung sebagai komponen biaya asing. Sementara pada pendekatan total, setiap biaya input tradable dibagi kedalam komponen biaya domestik dan asing, dan penambahan input tradable dapat dipenuhi dari produksi domestik jika input tersebut mempunyai kemungkinan untuk diproduksi di dalam negeri. Dengan demikian pendekatan ini lebih tepat digunakan apabila produsen lokal dilindungi, sehingga tambahan input didatangkan dari produsen lokal atau pasar domestik. Pendekatan langsung akan sesuai dilakukan apabila analisis yang dilakukan adalah keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif dengan metode BSD. Pendekatan total lebih sesuai digunakan dalam analisis dampak kebijakan atau memperkirakan biaya ekonomi (sosial) dari struktur proteksi yang dilakukan pemerintah. Berdasarkan uraian tersebut, maka pendekatan yang
56
digunakan dalam mengalokasikan biaya ke dalam komponen biaya domestik dan asing dalam penelitian ini menggunakan pendekatan total. 1. Alokasi Biaya Produksi Biaya produksi adalah seluruh biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan suatu komoditi atau produk baik secara tunai maupun diperhitungkan. Biaya tersebut dipergunakan untuk membeli sejumlah input. Penentuan alokasi biaya produksi ke dalam komponen asing (tradable) dan domestik (non tradable) didasarkan atas jenis input, penilaian biaya input tradable dan non tradable dalam biaya total input. Input tradable dalam penelitian ini adalah benih, pupuk anorganik dan obat-obatan, sedangkan input non tradable yang digunakan dalam penelitian ini adalah tenega kerja, pupuk organik (kandang), kapur, ajir, sewa lahan dan bunga modal. Menurut Novianti (2003) bahwa ada barang-barang yang tidak diperdagangkan (non tradable) tetapi didalamnya terdapat barang-barang yang diperdagangkan disebut indirectly traded seperti peralatan dan benih. Selanjutnya disebutkan bahwa pembagian benih kedalam faktor domestik dan faktor asing (tradable) dibedakan antara analisis finansial dan ekonomi. Pada analisis finansial, benih yang berasal dari pembelian dimasukan kedalam faktor asing (tradable), sedangkan benih yang berasal dari dalam usahatani dan tidak dibeli dimasukan kedalam faktor domestik. Sementara pada analisis ekonomi, benih seluruhnya (100%) dimasukan kedalam faktor asing (tradable) karena benih merupakan produk yang diperdagangkan (tradable) dan berasal dari impor. Menurut Suryana et. al dalam Novianti (2003) peralatan ditetapkan masingmasing sebesar 50 persen menjadi faktor domestik dan 50 persen menjadi faktor
57
asing (tradable). Dalam penelitian ini, pembagian peralatan dan benih kedalam faktor domestik dan faktor asing (tradable) mengacu pada uraian diatas. Alokasi biaya produksi atas komponen domestik dan asing dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Alokasi Biaya Produksi Tingkat Usahatani Terhadap Komponen Domestik dan Asing No Jenis Biaya Domestik (%) 1 Benih* Finansial - Dibeli 100.00 -Tidak dibeli Ekonomi - Dibeli -Tidak dibeli 2 Pupuk Anorganik dan PPC/ZPT*) 71.00 3 Pestisida*) 49.00 ) 4 Pupuk Kandang* 100.00 5 Tenaga Kerja*) 100.00 6 Bunga Modal*) 100.00 7 Sewa Lahan*) 100.00 8 Penyusutan Alat** 50.00 Sumber Keterangan
Asing (Tradable) (%)
100.00
100.00 100.00 29.00 51.00 0.00 0.00 0.00 0.00 50.00
: Data Sekunder (2007) : * Novianti (2003) *) Tabel input-output 2003 ** Suryana et. al dalam Novianti (2003)
2. Alokasi Biaya Tataniaga Biaya tataniaga adalah tambahan biaya akibat adanya perubahan kegunaan tempat, kegunaan bentuk dan kegunaan waktu. Biaya tataniaga dihitung dari seluruh biaya tataniaga dari daerah produsen sampai ke konsumen atau dari daerah produsen sampai ke pelabuhan ekspor atau dari daerah pelabuhan impor sampai ke konsumen. Biaya tataniaga terbagi atas biaya pengangkutan (transportasi) dan biaya penanganan. Alokasi biaya tataniaga kedalam komponen biaya domestik dan asing didasarkan pada Tabel 8.
58
Tabel 8. Alokasi Biaya Tataniaga Atas Komponen Biaya Domestik dan Asing No
Jenis Biaya
Domestik (%)
Asing (%)
1
Transportasi
90.00
10.00
2
Penanganan
90.00
10.00
Sumber: Tabel Input-Output (2003) 4.4.1.2 Metode Penentuan Harga Sosial (Swadow Price) Squire dan Van der Tak dalam Novianti (2003) mendefinisikan harga bayangan sebagai harga yang menggambarkan peningkatan dalam kesejahteraan dengan adanya perubahan marjinal dalam persediaan komoditas dan faktor produksi. Dalam kenyataannya sulit menemukan pasar dalam kondisi persaingan sempurna terlebih lagi di Indonesia, karena berbagai gangguan akibat kebijakan pemerintah seperti subsidi, pajak, penentuan upah minimum dan sebagainya. Gittinger dalam Rusono (1999) menjelaskan bahwa nilai ekonomi atau nilai yang ditentukan berdasarkan harga bayangan akan sama dengan nilai finansial atau harga pasar apabila pasar yang terjadi berada dalam kondisi persaingan sempurna Menurut Hariyanto dalam Novianti (2003) alasan penggunaan harga sosial/bayangan dalam menganalisis ekonomi adalah: 1. Harga yang berlaku di masyarakat tidak mencerminkan apa yang sebenarnya diperoleh oleh masyarakat melalui produksi yang dihasilkan dari suatu aktivitas 2. Harga pasar tidak mencerminkan apa yang sebenarnya dikorbankan seandainya sejumlah pilihan sumberdaya digunakan dalam aktivitas tertentu, tetapi tidak digunakan pada aktivitas lain yang masih memungkinkan bagi masyarakat
59
Harga pasar yang terjadi belum tentu dapat dipakai langsung dalam analisis ekonomi karena sering sekali tidak mencerminkan biaya imbangan sosial (opportunity cost) suatu komoditi akan mempunyai biaya imbangan yang sama dengan biaya pasar jika berada pada pasar persaingan sempurna, sehingga untuk memperoleh suatu nilai yang mendekati nilai biaya imbangan sosial atau harga bayangan, perlu dilakukan penyesuaian. Harga sosial/bayangan dapat dianggap sebagai penyesuaian yang dapat dibuat oleh peneliti proyek terhadap harga pasar dari beberapa faktor pproduksi karena hasil tersebut tidak mencerminkan biaya atau nilai sosial yang sebenarnya (opportunity cost) dari unsur-unsur hasil produksi tersebut (Kadariah dalam Novianti, 2003). 1. Harga Sosial Output Harga bayangan output yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah harga border price yaitu harga FOB (free on board) untuk output yang diekspor, sedangkan untuk output yang diimpor dipakai harga CIF (cost insurance freight). Dalam penelitian ini, posisi Indonesia terhadap output yang dianalisis yaitu tomat dan cabe merah berada dalam posisi dimana volume impor komoditi tersebut lebih tinggi dibanding dengan volume ekspornya (lampiran 3-4), maka untuk menghitung harga bayangan output tersebut digunakan harga CIF yang dikonversi dengan SER ditambah biaya tataniaga dari pelabuhan ketempat penelitian yaitu Kabupaten Bandung. Nilai tukar bayangan (SER) yang digunakan yaitu 9242.92 rupiah per US$ untuk tahun 2006. Harga CIF tomat dan cabe merah adalah US$ 0.32 dan US$ 0.81 per kilogram. Sementara yang dimaksud biaya tataniaga terdiri dari biaya transportasi dan penanganan. Besarnya biaya tataniaga dalam analisis finansial
60
didasarkan pada data primer dari petani, yaitu biaya penanganan dan transportasi yang dibayarkan petani untuk menjual ke pasar terdekat. Sedang pada analisis ekonomi, biaya tataniaga ditentukan berdasarkan biaya tataniaga yang ditentukan Dirjen Hubungan Darat, Departemen Perhubungan (2002) dalam Novianti, (2003). Besarnya biaya tataniaga tomat dan cabe merah masing-masing adalah 340.25 dan 307.64 rupiah perkilogram. Harga bayangan untuk tomat dan cabe merah dihitung dengan menggunakan harga CIF yang kemudian dikonversi dengan nilai tukar bayangan uang kemudian ditambah biaya tataniaga. Perkiraan harga bayangan output ditingkat petani untuk tomat adalah 3,321.83 rupiah per kilogram, sedangkan cabe merah adalah 7,758.59 rupiah per kilogram. Rincian mengenai cara penentuan harga bayangan output dapat dilihat pada Lampiran 5. 2. Harga Sosial Input Pada prinsipnya dalam menentukan harga sosial/bayangan input dan peralatan yang termasuk komoditas tradable, tidak berbeda dengan menentukan harga sosial output. Harga sosial ditentukan berdasarkan harga border price. Sedangkan untuk input non tradable digunakan harga pasar domestik. a. Pupuk Pupuk yang digunakan dalam usahatani ini terdiri dari pupuk ornagik (pupuk kandang) dan pupuk anorganik. Pupuk anorganik yang digunakan adalah urea, TSP, KCl dan NPK. Harga bayangan pupuk anorganik dapat ditentukan dari besarnya produksi dan biaya pemasaran. Namun, dalam biaya produksi terkandung berbagai macam subsidi maka kurang menggambarkan harga yang sebenarnya, sehingga harga bayangan ditentukan berdasarkan harga border price.
61
Untuk pupuk urea karena Indonesia sudah mampu memproduksi secara domestik sehingga penentuan harga sosialnya dihitung berdasarkan harga FOB. Harga FOB pupuk urea adalah US$ 0.269 per kilogram dikalikan nilai SER kemudian dikurangi biaya tataniaga sehingga didapatkan harga bayangan untuk pupuk urea adalah 2,406.35 rupiah per kilogram. Sedangkan untuk pupuk TSP, KCl dan NPK karena sampai saat ini sebagian besar bahan dasarnya masih diimpor, maka untuk menentukan harga bayangannya ditentukan berdasarkan harga CIF. Harga CIF pupuk TSP, KCl dan NPK berturut-turut adalah US$ 0.32, US$ 0.21 dan US$ 0.70 per kilogram. Setelah dikonversi dengan SER kemudian ditambah biaya tataniaga, diperoleh harga bayangan pupuk TSP, KCl dan NPK masing-masing adalah 3,019.25, 1,974.80 dan 6,540.80 rupiah perkilogram. Rincian cara menentukan harga bayangan pupuk anorganik dapat dilihat pada Lampiran 6. b. Pestisida dan PPC/ZPT Penentuan harga sosial pestisida dan PPC/ZPT akan didasarkan pada harga yang terjadi dipasar masing-masing tempat penelitian. Hal ini disebabkan subsidi untuk pestisida sudah dicabut sehingga harga diserahkan pada mekanisme pasar. c. Benih Harga sosial untuk benih sayuran didasarkan pada harga CIF karena sebagian besar benih sayuran masih di impor. Tetapi karena harga CIF benih tidak tersedia, maka harga bayangan benih didekati dengan harga aktualnya. d. Peralatan Harga sosial untuk peralatan digunakan harga pasar. Hal ini dilakukan dengan pertimbangan tidak ada kebijakan pemerintah yang mengatur secara
62
langsung, sehingga distorsi pasar yang terjadi amat kecil atau pasar mendekati persaingan sempurna. e. Tenaga kerja Bila pasar tenaga kerja bersaing sempurna, maka upah yang berlaku mencerminkan nilai produk marjinal. Hal ini tidak berlaku untuk sektor pertanian karena tingkat upah dipedesaan cenderung lebih tinggi sehingga tidak mencerminkan nilai produk marjinalnya. Hal ini disebabkan karena adanya share proverty instituton seperti gotong royong dan sambatan (Suryana dalam Novianti, 2003). Berdasarkan hal tersebut, maka untuk menghitung harga upah harus disesuaikan dengan tingkat produktivitasnya. Oleh karena itu, harga bayangan upah didasarkan pada harga upah finansialnya setelah memperhitungkan produkktivitasnya. Dalam penelitian ini, harga sosial upah ditentukan dengan memakai perhitungan Rusastra et. al dalam Novianti (2003) yaitu sebesar 80 persen dari tingkat upah yang berlaku. f. Lahan Lahan merupakan faktor produksi utama dalam usahatani sayuran dan merupakan input non tradable. Namun penentuan harga sosial lahan sulit ditentukan. Gittinger dalam Novianti (2003) menentukan harga bayangan lahan dengan memakai nilai sewa yang diperhitungkan setiap musim. Dalam penelitian ini, penentuan harga sosial mengacu pada uraian di atas yaitu memakai nilai sewa yang diperhitungkan setiap musim. g. Modal kerja Harga sosial bunga modal merupakan tingkat bunga tertentu atau tingkat pengembalian riil atas proyek-proyek pemerintah . Tingkat pengembalian riil yang
63
merupakan harga sosial modal dapat ditentukan setelah menyesuaikan tingkat bunga riil dengan kebijakan pajak atau subsidi yang dilakukan oleh pemerintah. Pada analisis ekonomi, pajak dan subsidi modal tidak diperhitungkan sehingga harga bayangan modal diperoleh dari tingkat bunga riil. Bunga untuk analisis finansial ditaksir dengan memperhitungkan tingkat bunga yang berlaku umum pada bank pemerintah. Dalam penelitian ini digunakan tingkat bunga sebesar 11.47 persen. 3. Harga Sosial Nilai Tukar Penentuan harga bayangan nilai tukar uang menggunakan rumus seperti yang dikemukakan oleh Rosegrant et. al dalam Rusono (1999), yaitu: OER SER = SCF Dimana: SER = Shadow Excange Rate (Nilai Tukar Bayangan) OER = Official Exchange Rate (Nilai Tukar Resmi) SCF = Standart Convertion Factor (Faktor Konversi Standar) Nilai SCF ditentukan berdasarkan formulasi sebagai berikut, (M + X) CSF = (M + Tm) + (X - Tx) Dimana, SCF M X Tm Tx
= Faktor Konversi Standar/Baku = Nilai Impor = Nilai Ekspor = Pajak Impor = Pajak Ekspor
Nilai tukar yang digunakan adalah nilai tukar rata-rata bulanan tahun 2006, yaitu sebesar 9141.25 rupiah per US$. Sedangkan nilai tukar bayangan (SER)
64
adalah 9,242.92 rupiah per US$. Perhitungan nilai tukar bayangan tersebut dapat dilihat pada Lampiran 7. 4.4.2
Analisis Indikator Matriks Kebijakan
4.4.2.1 Analisis Keuntungan Keuntungan dapat dianalisis berdasarkan harga finansial yang akan menghasilkan keuntungan finansial dan keuntungan ekonomi yang dihitung berdasarkan harga ekonomi. 1.
Keuntungan Privat (PP) PP (D) = A – B – C
Dimana : A B C
= Peneriamaan Privat = Biaya Input Tradable Privat = Biaya Input Non Tradable Privat
Keuntungan merupakan selisih antara penerimaan (nilai penjualan komoditi yang diterima) dengan seluruh biaya yang dikeluarkan oleh petani. keuntungan Privat (PP) menunjukan selisih antara penerimaan dengan biaya yang sesungguhnya diterima dan dibayarkan petani. Keuntungan privat merupakan indikator daya saing dari sistem komoditas berdasarkan teknologi, nilai output, biaya input dan transfer kebijakan yang ada. Apabila keuntungan privat lebih besar dari nol (KP>0) maka sistem komoditas memperoleh keuntungan diatas normal yang berarti pada kondisi adanya intervensi kebijakan pemerintah (kondisi pasar
terdistorsi)
komoditi
tersebut
menguntungkan
untuk
diusahakan.
Sebaliknya, jika keuntungan privat kurang kurang dari nol (PK<0) maka usahatani tersebut mengalami kerugian sehingga tidak layak untuk diteruskan, jika
65
keuntungan privat sama dengan nol (KP=0) berarti dalam jangka pendek usaha tersebut dapat diteruskan. 2.
Keuntungan Ekonomi/Sosial (SP)
SP Dimana : E F G
=
E–F–G
= = =
Penerimaan Sosial Biaya Input Tradable Sosial Biaya Input Non Tradable Sosial
Keuntungan sosial menunjukan selisih antara seluruh penerimaan dengan biaya yang dihitung denngan harga sosial atau harga bayangan yang terjadi di tingkat uasahatani. Keuntungan sosial merupakan indikator daya saing (keunggulan komparatif) pada kondisi tidak ada divergensi atau tidak ada intervensi pemerintah dan distorsi pasar. Jika keuntungan sosial lebih besar dari nol (KS>0), maka sistem usahatani telah berjalan efisien dan memiliki keunggulan komparatif sehingga layak untuk dikembangkan. Semakin tinggi nilai KS semakin tinggi daya saing (keunggulan komparatif) yang dimiliki. Sebaliknya, jika keuntungan sosial kurang dari nol (KS<0), maka sistem usahatani tidak mampu berjalan dengan baik tanpa bantuan intervensi pemerintah. 4.4.2.2 Analisis Daya Saing Melalui Keunggulan Kompetitif Dan Keunggulan Komparatif 1. Rasio Biaya Privat Rasio biaya privat (PCR) merupakan rasio antara biaya faktor domestik dengan nilai tambahan output dan biaya input domestik yang diperdagangkan pada harga privat (finasial). Nilai PCR menunjukan berapa banyak sistem produksi komoditas tersebut dapat menghasilkan untuk membayar faktor domestik dan tetap dalam kondisi kompetitif.
66
Rasio Biaya Privat dihitung dengan rumus sebagai berikut : C PCR =
Biaya Input Non Tradable Privat =
A–B
Penerimaan Privat – Biaya Input Tradable Privat
Seorang petani akan berusaha untuk meminimumkan rasio PCR dengan meminimumkan biaya faktor domestik atau memaksimalkan nilai tambah sehingga keuntungan yang didapat maksimum. Apabila nilai rasio biaya privat kurang dari satu (PCR<1), maka sistem komoditas tersebut mampu membiayai faktor domestiknya pada harga privat. Nilai PCR ini merupakan indikator dari daya saing (keunggulan kompetitif) dari suatu komoditas. Semakin kecil nilai PCR maka komoditas tersebut semakin memiliki daya saing (keunggulan kompetitif). 2. Rasio Biaya Sumberdaya Domestik Rasio biaya sumberdaya domestik (DRC) menunjukan rasio biaya input yang tidak dapat diperdagangkan pada harga sosial/bayangan yaitu harga yang tidak dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah. Nilai DRC ini merupakan indikator kemampuan sistem komoditas membiayai faktor domestik pada harga sosial. Nilai DRC ini merupakan indikator dari daya saing (keunggulan komparatif). Rasio Biaya Sumberdaya Domestik dihitung dengan rumus: G DRC =
Biaya Input Non Tradable Sosial =
E–F
Penerimaan Sosial – Biaya Input Tradable Sosial
Jika rasio biaya sumberdaya domestik kurang dari satu (DRC<1) berarti sistem komoditas efisien. Dengan kata lain, komoditas tersebut mempunyai daya saing (keunggulan komparatif) yang tinggi dan mampu hidup tanpa bantuan atau intervensi pemerintah, sehingga lebih efisien apabila diproduksi di dalam negeri
67
dibanding dengan impor (untuk komoditas substitusi impor) atau memiliki peluang ekspor yang tinggi (untuk komoditas orientasi ekspor). Sebaliknya jika biaya sumberdaya domestik lebih besar dari satu (DRC>1), maka sistem produksi tidak efisien dalam menggunakan sumberdaya domestik artinya tidak memiliki daya saing (keunggulan komparatif) sehingga lebih baik mengimpor komoditas tersebut dibandingkan dengan memproduksi sendiri. 4.4.2.3 Analisis Dampak Kebijakan Pemerintah Dampak kebijakan pemerintah yang teridentifikasi dari analisis PAM meliputi dampak kebijakan pemerintah terhadap output, input dan dampak kebijakan terhadap input-output secara keseluruhan. Hasil matriks kebijakan yaitu baris ketiga akan menunjukan divergensi dimana apabila terdapat perbedaan nilai dari baris pertama dan baris kedua mengindikasikan adanya intervensi/kebijakan pemerintah sehingga pasar terdistorsi. 1. Kebijakan Output Dampak kebijakan pemerintah terhadap output dapat dijelaskan oleh nilai transfer output (OT) dan koefisien proteksi output nominal (Nominal Protection Coefficient Output atau NPCO). a. Transfer Output Nilai OT merupakan selisih antar penerimaan privat dengan penerimaan sosial dari ativitas produksi. Jika OT lebih besar dari nol atau bernilai positif (OT >0) hal ini menunjukan terdapat kebijakan pemerintah berupa subsidi output yang menyebabkan harga privat output yang diterima oleh produsen lebih tinggi dari harga sosialnya. Nilai OT positif tersebut memperlihatkan besarnya transfer dari
68
masyarakat ke produsen karena masyarakat harus membeli output dengan harga yang lebih tinggi dari seharusnya sehingga masyarakat dirugikan. Sebaliknya, Jika OT bernilai negatif berarti terdapat kebijakan subsidi negatif pada output yang membuat harga privat lebih rendah dari harga sosialnya. Untuk output ekspor, angka negatif menunjukan bahwa kebijakan menyebabkan harga output yang diterima produsen di dalam negeri lebih kecil dari harga di pasar dunia, dalam hal ini produsen yang dirugikan. Nilai transfer output dihitung dengan rumus: OT (I) =
A – E = Penerimaan Privat – Penerimaan Sosial
b. Koefisien Proteksi Output Nominal Koefisien proteksi output nominal (NPCO) adalah rasio antara penerimaan berdasarkan harga finansial dan penerimaan berdasarkan harga sosial/bayangan. NPCO menunjukan besarnya dampak kebijakan pemerintah yang mengakibatkan pebedaan nilai output antara harga privat dan harga sosial. Apabila nilai NPCO lebih kecil dari satu (NPCO<1) berarti terjadi pengurangan penerimaan petani akibat adanya kebijakan output seperti pajak. Sebaliknya, apabila nilai NPCO lebih besar dari satu (NPCO>1), maka yang terjadi adalah produsen menerima subsidi atas output dari pemerintah, karena pemerintah menaikan harga output dipasar domestik di atas harga dunia (harga efisiennya). Koefisien proteksi output nominal dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut : A NPCO =
Penerimaan Privat =
E
Penerimaan Sosial
69
2. Kebijakan Input Dampak kebijakan pemerintah terhadap input tradable dijelaskan dengan nilai transfer input (IT), koefisien proteksi input nominal (NPCI) dan tingkat proteksi input nominal, sedangkan dampak kebijakan input domestik dijelaskan oleh transfer faktor. a. Transfer Input Transfer Input (IT) menunjukan selisih antara biaya berdasarkan harga finansial dan biaya input pada harga sosial atau harga bayangan. Nilai IT menunjukan adanya kebijakan pemerintah pada input tradable, seperti benih, pupuk, obat-obatan dan yang lainnya. Jika nilai transfer input positif (IT>0) hal ini menunjukan harga sosial input asing yang lebih rendah. Akibatnya produsen harus membayar input lebih mahal. Sebaliknya jika transfer input kurang dari nol (IT<0) hal ini menunjukan adanya subsidi pemerintah terhadap input asing, sehingga petani tidak membayar penuh korbanan sosial yang seharusnya dibayarkan. Subsidi yang diberikan pemerintah menyebabkan keuntungan yang diterima secara privat lebih besar dibanding tanpa adanya kebijakan. Nilai transfer input dihitung berdasarkan rumus : IT = B – F = Biaya Input Tradable Privat – Biaya Input Tradable Sosial b. Koefisien Proteksi Input Nominal Koefisien proteksi input nominal (NPCI) adalah rasio antara biaya input tradable berdasarkan harga sosial atau harga bayangan dan harga finansial/privat. Perbedaan antara kedua biaya tersebut menunjukan adanya kebijakan yang mengakibatkan harga finansial input tradable berbeda dengan harga sosial input tradable. Apabila nilai Koefisien proteksi input nominal lebih besar dari satu
70
(NPCI>1) berarti pemerintah menaikan harga input asing tradable dipasar domestik diatas harga dunia (harga efisiennya). Akibatnya, biaya produksi menjadi lebih tinggi dari yang seharusnya. Sebaliknya, jika Koefisien proteksi input nominal kurang dari satu (NPCI<1) maka petani menerima subsidi atas input asing tradable sehingga petani dapat membeli input asing tradable dengan harga yang lebih rendah. Koefisien proteksi input nominal dihitung berdasarkan rumus : B NPCI =
Biaya Input Tradable Privat =
F
Biaya Input Tradable sosial
c. Transfer Faktor Transfer faktor (FT) adalah perbedaan harga sosial dengan harga finansial yang diterima oleh produsen untuk pembayaran faktor produksi yang tidak diperdagangkan (input domestik). Nilai TF menunjukan adanya kebijakan pemerintah terhadap input domestik. Kebijakan atau intervensi pemerintah untuk input domestik biasanya dilakukan dalam bentuk subsidi (Positif atau negatif). Jika nilai transfer faktor positif (TF>0) berarti ada kebijakan pemerintah yang melindungi produsen input domestik dengan pemberian subsidi. Transfer faktor dihitung berdasarkan rumus : FT = C – G = Biaya Input Non Tradable Privat – Biaya Input Non Tradable Sosial 3.
Kebijakan Input-Output Pengaruh kebijakan input-output dapat dijelaskan melalui analisis
Koefisien Proteksi Efektif (Effective Protection Coefficient atau EPC), Transfer bersih (TB), Koefisien Keuntungan (PC) dan Rasio Subsidi bagi Produsen (SRP)
71
a. Koefisien Proteksi Efektif Koefisien proteksi efektif (EPC) merupakan indikator dari dampak keseluruhan kebijakan input dan output terhadap sistem produksi komoditas dalam negeri. Nilai EPC menggambarkan sejauhmana kebijakan pemerintah bersifat melindungi atau menghambat produksi domestik. EPC dihitung berdasarkan rumus : A-B Penerimaan Privat – Biaya Input Tradable Privat A-B Penerimaan Privat – Biaya Input Tradable Privat EPC = = EPC = = E-F Penerimaan Sosial – Biaya Input Tradable Sosial E-F Penerimaan Sosial – Biaya Input Tradable Sosial Nilai koefisien proteksi efektif yang lebih besar dari satu (EPC>1) menunjukan bahwa dampak kebijakan pemerintah memberikan dukungan terhadap aktivitas produksi dalam negeri, misalnya dengan cara menaikan harga output atau input asing (tradable) di atas harga dunia (harga efisiennya). Artinya terdapat kebijakan pemerintah yang bertujuan melindungi produksi dalam negeri telah berjalan efektif. Sebaliknya, jika nilai koefisien proteksi efektif kurang dari satu (EPC<1) menunjukan bahwa kebijakan tersebut tidak berjalan secara efektif. b. Transfer Bersih Transfer baersih (NT) adalah selisih antara keuntungan bersih yang benarbenar diterima produsen dengan keuntungan bersih sosialnya. Nilai NT mencerminkan dampak kebijakan pemerintah secara keseluruhan terhadap penerimaan petani apakah merugikan petani atau sebaliknya. Nilai transfer bersih dihitung berdasarkan rumus : NT = D – H = Keuntungan Privat – Keuntungan sosial
72
Jika nilai transfer bersih lebih besar dari satu (NT>1) hal ini menunjukan terdapat tambahan surplus produsen yang disebabkan oleh kebijakan pemerintah yang diterapkan pada input dan output. c. Koefisien Keuntungan Koefisien Keuntungan (PC) adalah perbandingan antara keuntungan bersih privat dengan keuntungan bersih sosial. Koefisien keuntungan merupakan indikator yang menunjukan dampak insentif dari semua kebijakan output, kebijakan input asing (tradable) dan input domestik. Koefisien keuntungan dihitung berdasarkan rumus : D PC =
Keuntungan Privat =
H
Keuntungan sosial
Jika koefisien keuntungan lebih besar dari satu (PC>1) hal ini menunjukan bahwa secara keseluruhan kebijakan pemerintah memberikan insentif kepada produsen. Sebaliknya, jika koefisien keuntungan kurang dari satu (PC<1) berarti kebijakan pemerintah mengakibatkan keuntungan yang diterima produsen lebih kecil dibandingkan tanpa adanya kebijakan. d. Rasio Subsidi Bagi Produsen Rasio subsidi bagi produsen
(SRP) menunjukan proporsi penerimaan
produsen pada harga sosial yang dapat menutupi subsidi dan pajak sehingga melalui nilai SRP memungkinkan membuat perbandingan tentang besarnya subsidi perekonomian bagi suatu sistem komoditas. Apabila nilai rasio subsidi bagi produsen kurang dari satu (SRP<1) hal ini menunjukan bahwa kebijakan pemerintah yang berlaku selama ini menyebabkan produsen mengeluarkan biaya
73
produksi lebih besar dari biaya sosialnya. Nilai rasio subsidi bagi produsen dihitung berdasarkan rumus : L SRP = A–B 4.4.3
Transfer Bersih = Penerimaan Sosial
Simulasi Kebijakan Simulasi merupakan suatu proses yang menerangkan jalur masa (time
path) yang ditempuh oleh peubah-peubah (ekonomi) menurut perubahan waktu dengan suatu teknik tertentu. Penentuan waktu simulasi didasarkan pada tujuan simulasi. Tujuan simulasi terdiri atas tiga yaitu : (1) pengujian dan evaluasi model, (2) analisis kebijakan historis, dan (3) peramalan. Simulasi kebijakan dilakukan pada periode sampel tertentu dengan maksud untuk membantu dalam menjelaskan perilaku pasar komoditas bila suatu kebijakan baru diterapkan. Simulasi kebijakan digunakan karena mampu memberikan berbagai tipe informasi yang cukup bagi pihak-pihak tertentu dalam pengambilan keputusan (Salman, 1993). Simulasi kebijakan dilakukan berdasarkan perubahan harga-harga input, harga output maupun faktor lainnya yang berpengaruh seperti produksi. Hal ini bertujuan untuk menganalisis dampak simulasi kebijakan pemerintah terhadap daya saing komoditas sayuran unggulan yang dianalisis melalui analisis keuntungan dan analisis keunggulan kompetitif dan keunggulan komparatif. Dalam penelitian ini simulasi kebijakan dilakukan dengan mengubah suatu variabel atau mengkombinasikan beberapa variabel yang dianggap berpengaruh diantaranya: (1) perubahan harga pupuk, (2) perubahan harga benih, (3) perubahan harga obat-obatan, (4) tingkat upah tenaga kerja sebagai komponen
74
penting dalam usahatani yang bersifat padat karya, (5) harga output sebagai faktor yang menentukan penerimaan dan (6) tingkat produksi masing-masing komoditas yang di analisis. Simulasi kebijakan yang dilakukan adalah kenaikan harga pupuk sebesar 16 persen, kenaikan harga benih sebesar 12.5 persen, kenaikan harga obat-obatan sebesar 12.5 persen dan kenaikan upah sebesar 12 persen sehingga keempatnya dijadikan sebagai simulasi pertama. Simulasi kedua adalah penurunan harga tomat dan cabe merah masing-masing sebesar 13 persen dan 7 persen. Simulasi ketiga adalah penurunan produksi tomat sebesar 13 persen dan cabe merah sebesar 36 persen. Masing-masing perubahan ini didasarkan pada data time series (Lampiran 8-10). Tetapi untuk menentukan perubahan harga benih dan obat-obatan diperoleh melalui wawancara dengan toko yang menjual sarana produksi pertanian ditempat penelitian, hal ini dilakukan mengingat sulitnya mencari data sekunder harga benih dan obat-obatan. Pada penelitian ini dilakukan enam simulasi kebijakan, yaitu kenaikan biaya produksi, penurunan produksi, penurunan harga output yang dilakukan secara parsial. Kemudian dilakukan simulasi secara simultan yaitu peningkatan biaya produksi dan penurunan harga output, peningkatan biaya dan penurunan produksi serta yang terakhir adalah peningkatan biaya yang diserta dengan penurunan harga output dan produksi.
75
V. KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 5.1 Keadaan Umum Kabupaten Bandung merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Jawa Barat yang pembentukannya ditetapkan melalui Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1950, tentang pembentukan daerah kabupaten dalam lingkungan Propinsi Jawa Barat. Wilayah Kabupaten Bandung secara astronomis terletak pada kordinat 107O22 BT sampai 108O51 BT dan 6O41 LS sampai 7O19 LS. Secara geografis Kabupaten Bandung terletak dicekungan dataran tinggi Bandung pada ketinggian antara 110 meter sampai 2,429 meter di atas permukaan laut. Kabupaten Bandung yang terletak di cekungan dataran tinggi Bandung merupakan hulu sungai citarum, tepatnya di Gunung Wayang Kecamatan Kertasari. Sungai Citarum memiliki posisi yang sangat penting, dua dari tiga waduk pembangkit listrik tenaga air terletak di Kabupaten Bandung. Salain itu, sungai citarum merupakan sumber air baku air bersih yang penting untuk pertanian dan industri di pantai utara Jawa Barat dan DKI Jakarta. Wilayah Kabupaten Bandung secara administratif dibagi menjadi 45 kecamatan yang terdiri dari 431 desa dan 9 kelurahan. Batas wilayah administratif Kabupaten Bandung disebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Subang dan Kabupaten Purwakarta, sebelah barat dengan Kabupaten Cianjur, di sebelah timur dengan Kabupaten Garut dan Kabupaten Sumedang, dan disebelah selatan dengan Kabupaten Garut dan Kabupaten Cianjur, di bagian tengah terletak Kota Bandung dan Kota Cimahi dan sebelah selatan dibatasi oleh Samudera Indonesia. Kabupaten Bandung dapat distratifikasikan kedalam tiga wilayah pembangunan pertanian yaitu:
76
1. Wilayah dataran rendah yaitu wilayah yang utamanya mengusahakan lahan sawah dengan hasil utama padi. 2. Wilayah dataran tinggi yaitu wilayah dimana keadaan lahan sawah dan daratan hampir berimbang keadaannya. Pada daerah ini dapat diusahakan untuk produksi padi, palawija, sayur-sayuran dan tanaman hias. 3. Wilayah dimana daerahnya bergunung-gunung dengan sifat tanahnya yang tidak mungkin diolah untuk usahatani secara insentif. Menurut Koppen, iklim di Kabupaten Bandung terdiri dari dua musim yaitu musim penghujan dan musim kemarau dengan suhu terendah 180C dan tertinggi 230C. Kemudian menurut Schmidt-Ferguson, iklim Kabupaten Bandung termasuk ke dalam tipe B, dengan curah hujan 2038.89 mm/tahun, jumlah hari hujan adalah 131,41 hari dan rata-rata curah hujan bulanan adalah 183 mm. Kondisi iklim serta masih banyaknya lahan yang dapat dioptimalkan pemanfaatannya sesuai dengan peruntukannya, dapat memberikan kontribusi terhadap tingkat pendapatan bagi masyarakat baik yang berasal dari kegiatan sektor pertanian, perkebunan dan kehutanan. Terlepas dari keuntungan posisi dan lingkungan tersebut, Kabupaten Bandung memiliki perbedaan karakteristik kondisi fisik sehingga menyebabkan sediaan infrastruktur wilayah tidak memadai. Banyak daerah yang secara fisik memiliki jarak yang tidak jauh tetapi harus ditempuh dalam waktu yang cukup lama karena kondisi infrastruktur yang tidak memadai sehingga menyebabkan aksesibilitas masyarakat tidak dapat dilakukan secara optimal.
Selain itu, penyebaran jumlah penduduk yang tidak merata
disetiap kecamatan, terdapat perbedaan yang signifikan dari nilai kepadatan penduduk yang mencerminkan kondisi wilayah yang heterogen.
77
Meskipun disatu pihak terdapat permasalahan lingkungan berupa hambatan geografis dan kondisi prasarana yang ada, namun disisi lain, pembangunan pertanian harus dapat ditangani dengan jalan memanfaatkan berbagai potensi geografis dan rekayasa pengelolaan sumber daya untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan semangat otonomi daerah sehingga terjadi peningkatan taraf hidup masyarakat petani di daerah pedesaan yang ditandai dengan peningkatan pendapatannya. Pada tahun 2007 Kabupaten Bandung dimekarkan menjadi dua kabupaten, yaitu Kabupaten Bandung sebagai kabupaten induk dan Kabupaten Bandung Barat sebagai kabupaten baru hasil pemekaran. Pemekaran wilayah merupakan bagian dari otonomi daerah, dimana salah satu pertimbangan dilakukannya pemekaran wilayah adalah lebih mendekatkan pelayanan kepada masyarakat sehingga diharapkan akan lebih mendorong penyediaan barang publik dan pelayanan publik serta memberikan kemampuan dalam pemanfaatan potensi daerah. Kabupaten Bandung Barat terbentuk berdasarkan Undang-Undang No 12 tahun 2007. Dalam undang-undang tersebut dijelaskan bahwa wilayah Kabupaten Bandung dikurangi dengan wilayah Kabupaten Bandung Barat atau Kabupaten Bandung Barat berasal dari sebagian wilayah Kabupaten Bandung. Kabupaten Bandung Barat mempunyai batas-batas wilayah : a. Sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Cikalong Kulon Kabupaten Cianjur, Kecamatan Maniis, Kecamatan Darangdan, Kecamatan Bojong, Kecamatan Wanayasa Kabupaten Purwakarta, Kecamatan Sagalaherang, Kecamatan Jalancagak, Kecamatan Cisalak Kabupaten Subang.
78
b. Sebelah timur berbatasan dengan kecamatan Cilengkrang, Kecamatan Cimenyan, Kecamatan Margaasih, Kecamatan Soreang Kabupaten Bandung, Kecamatan Cidadap, Kecamatan Sukasari Kota Bandung, Kecamatan Cimahi Utara, Kecamatan Tengah dan Kecamatan Cimahi Selatan Kota Cimahi. c. Sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Ciwidey dan Kecamatan Rancabali Kabupaten Bandung dan Kecamatan Pagelaran Kabupaten Cianjur; dan d. Sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Campaka, Kecamatan Cibeber, Kecamatan Bojongpicung, Kecamatan Ciranjang dan Kecamatan Mande Kabupaten Cianjur. Kabupaten Bandung dan Kabupaten Bandung Barat mempunyai posisi yang srategis baik ditingkat regional maupun nasional, pada tingkat regional Propinsi Jawa Barat, kedua kabupaten merupakan daerah penyangga Ibu Kota Propinsi Jawa Barat, sementara secara nasional kedua kabupaten tersebut berada pada lintasan jalan jalur selatan, yang menghubungkan Ibukota Jakarta dengan wilayah selatan jawa. Lintasan ini didukung oleh keberadaan sarana jalan tol yang dapat diakses dari kedua kabupaten sehingga memungkinkan akses ke ibukota dengan waktu singkat. 5.2 Kondisi Penduduk Jumlah penduduk Kabupaten Bandung pada tahun 2006 sebanyak 4,399,482 orang, yang tersebar di 45 kecamatan. Setelah terjadi pemekaran, maka wilayah Kabupaten Bandung hanya 30 kecamatan karena dikurangi 15 kecamatan yang kemudian tergabung kedalam wilayah administratif Kabupaten Bandung
79
Barat, 15 kecamatan yang dimaksud adalah (1) Kecamatan Lembang; (2) Kecamatan Parongpong; (3) Kecamatan Cisarua; (4) Kecamatan Cikalongwetan; (5) Kecamatan Cipeundeuy; (6) Kecamatan Ngamprah; (7) Kecamatan Cipatat; (8) Kecamatan Padalarang; (9) Kecamatan Batujajar; (10) Kecamatan Cihampelas (11) Kecamatan Gununghalu; (12) Kecamatan Cililin; (13) Kecamatan Cipongkor; (14) Kecamatan Rongga dan (15) Kecamatan Sindangkerta. Kabupaten Bandung Barat akan mewarisi beberapa daerah yang merupakan sentra tanaman sayuran terutama Kecamatan Lembang, Parongpong dan Cisarua. Pada tahun 2007 jumlah penduduk Kecamatan Ciwidey adalah 67,189 orang yang terdiri dari 33,868 laki-laki dan 33,321 perempuan. Dari jumlah tersebut sebanyak 25,163 orang bermata pencaharian sebagai petani.
Jumlah
kepala keluarga 18,890 dengan kepadatan penduduk 538 jiwa/km. Jenis pekerjaan yang ditekuni oleh penduduk di Kecamatan Ciwidey adalah petani, nelayan, pedagang, pengrajin, buruh industri, buruh bangunan, buruh pertambangan, buruh perkebunan, pegawai negeri sipil, TNI/POLRI dan peternak Sedangkan Kecamatan Lembang, pada tahun 2007 berpenduduk 130,424 orang yang terdiri dari 65,753 laki-laki dan 64,671 perempuan. Jumlah kepala keluarga 33,979 orang, yang terdiri dari 21,954 kepala keluarga tani dan 12,135 kepala keluarga bukan tani. Jenis pekerjaan yang ditekuni oleh penduduk Kecamatan Lembang adalah petani hortikultura, pekebun, peternak, petani ikan, pedagang, TNI/POLRI, pegawai negeri sipil dan jasa. 5.3 Keragaan Umum Tataguna lahan Hasil sensus pertanian 2003 menunjukan bahwa sektor pertanian merupakan sumber mata pencaharian dari 535,120 rumah tangga atau 52.2 persen
80
dari total jumlah rumah tangga di Kabupaten Bandung sebanyak 1,024,871, sisanya 47.8 persen didominasi oleh kegiatan industri, buruh dan perdagangan. Informasi ini menunjukan peran dominan kegiatan pertanian dalam struktur ekonomi rumah tangga pedesaan dan pertumbuhan perekonomian daerah. Ketersediaan lahan merupakan salah satu syarat berlangsungnya proses produksi di bidang pertanian. Produktivitas dari lahan sangat dipengaruhi oleh tingkat kesuburan, tekstur tanah, serta ketersediaan air dan iklim yang cocok. Luas dan penggunaan lahan di Kabupaten Bandung tahun 2006 dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Luas Penggunaan Lahan di Kabupaten Bandung Tahun 2006 No Jenis Lahan 1 Lahan Sawah - Irigasi Teknis - Irigasi setengah teknis - Irigasi sederhana PU - Irigasi Desa/Non PU - Tadah hujan Jumlah Lahan Sawah 2. Lahan Bukan Sawah • Lahan Kering - Pekarangan - Tegal/kebun - Ladang rumah - Padang rumput - Hutan rakyat - Hutan negara - Perkebunan - Lain-lain - tidak diusahakan • Lahan Lainnya - Kolam/empang Jumlah lahan bukan sawah Jumlah luas lahan total
Luas (Ha)
Persentase dari luas total (%)
12,097 10,651 5,935 16,858 19,365 64,906
4.05 3.57 1.99 5.64 6.48 21.73
35,139 54,004 19,718 1,233 17,725 77,722 27,290 17,459 36
11.77 18.08 6.60 0.41 5.94 26.02 9.14 5.85 0.0001
1,139 233,740 298,646
0.38 78.27 100
Sumber: Dinas Pertanian Kabupaten Bandung, 2006.
81
Lahan pertanian yang ada di Kabupaten Bandung adalah seluas 298,646 hektar, yang terdiri dari lahan sawah seluas 64,906 hektar dan lahan kering seluas 251,523 hektar, sebagian besar dari lahan tersebut merupakan lahan produktif meskipun masih ada beberapa bagian yang belum dimanfaatkan secara optimal. Luas Kecamatan Ciwidey adalah 3,474 hektar terdiri dari lahan sawah 1,436 hektar, tanah kering 2,038 hektar, lahan basah 17 hektar, tanah hutan 289 hektar, tanah perkebunan 33 hektar dan tanah keperluan fasilitas umum 47.5 hektar. Luas wilayah Kecamatan Lembang 10,637.916 hektar terdiri dari lahan sawah 25 hektar, lahan bukan sawah 612,013 hektar, tegal/kebun 5,153.224 hektar, kolam 22.7 hektar, hutan negara dan perkebunan 4,164,083 hektar. 5.4 Gambaran Umum Usahatani Komoditas Sayuran Unggulan Pada tahun 2006 Kecamatan Ciwidey menghasilkan tomat dan cabe merah masing-masing sebanyak 58,438 kwintal dan 13,845 kwintal atau 6.80 persen dan 4.77 persen dari total produksi tomat dan cabe merah di Kabupaten Bandung. Sedangkan Kecamatan Lembang mampu menghasilkan tomat dan cabe merah berturut-turut adalah 72,935 kwintal dan 46,790 kwintal atau 8.49 persen dan 16.11 persen dari total produksi tomat dan cabe merah di Kabupaten Bandung (Lampiran 11). Tomat dan cabe merah merupakan komoditas sayuran unggulan Kabupaten Bandung yang biasa ditanam oleh petani sayuran baik di Lembang maupun Ciwidey. Usahatani Cabe merah memberikan pendapatan yang relatif lebih besar dibandingkan dengan usahatani tomat (Lampiran 12). Tomat dan cabe merah diusahakan dengan pola tumpang sari baik di kecamatan Lembang maupun Kecamatan Ciwidey, petani umumnya menanam tomat dan cabe merah dengan,
82
sawi, selada, petcai dan burkol.
Dilakukannya sistem tumpang sari tersebut
bertujuan untuk meminimalkan resiko kerugian bila harga atau produksi sayuran unggulan sedang rendah, sehingga dengan adanya sistem tumpang sari tersebut biaya produksi yang telah dikeluarkan dapat ditanggung oleh dua atau lebih komoditas yang ditanam. Pola pertanaman tomat dan cabe merah di Kecamatan Lembang dilakukan secara terur-menerus, sedangkan di Kecamatan Ciwidey usahatani sayuran dilakukan secara bergantian dengan komoditi lain terutama untuk lahan sawah, ketika musim hujan petani akan lebih banyak memilih bertani padi karena lebih menguntungkan selain itu jika dipaksakan untuk menanam komoditas sayuran unggulan akan dibutuhkan perawatan yang lebih intensif, bahkan biaya untuk obat-obatan bisa dua sampai tiga kali lipat dari musim biasanya. Masa produktif untuk tanaman cabe merah adalah 7-8 bulan, memasuki bulan keempat tanaman sudah dapat dipanen. Pemetikan rata-rata dilakukan sebanyak 15 sampai 20 kali. waktu pemetikan setiap 5-7 hari dengan masa panen 3 bulan. Sedangkan untuk tomat sudah bisa dipanen memasuki bulan ketiga. Pemetikan dapat dilakukan sebanyak 6-7 kali dengan interval panen setiap 3-5 hari sekali sampai buah habis. Resiko yang cukup tinggi dalam usahatani komoditas pertanian terutama untuk tomat dan cabe merah menyebabkan petani yang mengusahakan kedua komoditas ini harus memiliki pengalaman, baik dari segi budidaya maupun pasar. Ketidakpastian kondisi alam merupakan salah satu faktor yang dapat mengpengaruhi hasil produksi. Selain itu, fluktuasi harga tomat dan cabe merah yang tinggi mengakibatkan resiko usahatani kedua komoditas ini sangat tinggi.
83
Keunikan komoditas sayuran tersebut menimbulkan berbagai permasalahan baik dalam proses budidaya maupun pemasarannya yang memerlukan sistem manajemen yang baik mulai dari budi daya sampai ke tingkat pemasarannya. Beberapa permasalahan yang umumnya
dikeluhkan oleh para petani
adalah harga sarana produksi mahal, sulit mendapatkan modal usaha, produksi yang rendah terutama dimusim hujan dan fluktuasi harga. Pada saat produksi sedang baik, biasanya harga sayuran akan rendah, dan sebaliknya ketika produksi sedang rendah maka harga jual sangat mahal. Petani tidak dapat menghindari hal tersebut karena adanya keterbatasan modal. Seperti diketahui bahwa ketika musim hujan harga sayuran akan tinggi, tetapi pada saat itu serangan hama dan penyakit sangat tinggi juga sehingga diperlukan modal lebih untuk membeli obat-obatan. Jadi ketika harga sayuran mahal maka modal yang dikeluarkan juga relatif lebih tinggi. Sifat komoditas sayuran yang mudah rusak (perishible) dan memakan banyak
tempat
untuk
memasarkannya
(bulky)
dan
bersifat
musiman
mengharuskan pemasaran komoditas sayuran dipasarkan lebih cepat, karena apabila tidak segera dipasarkan akan terjadi penurunan kesegaran dan pada akhirnya akan mempengaruhi harga jual. Panjangnya saluran pemasaran tentunya akan mempengaruhi harga sayuran ditingkat konsumen akhir. Perdagangan komoditas sayuran dimulai dari petani produsen sampai kekonsumen akhir, ada beberapa saluran pemasaran dalam penyampaian komoditas sayuran ke konsumen akhir : (1) petani – pedagang pengumpul – pedagang besar – pasar induk caringin (Bandung) – pengecer - konsumen; (2) petani – pedagang pengumpul – pedagang besar – pasar induk Kramat Jati
84
(Jakarta) – pengecer – konsumen; (3) petani – pedagang pengumpul – pedagang besar – supermarket – konsumen. Pedagang pengumpul pada saluran pemasaran ke tiga biasanya sekaligus sebagai pedagang besar, ada beberapa pedagang besar dalam saluran pemasaran ke supermarket baik yang ada di Kabupaten Bandung atau Kota Bandung diantaranya CV Bimandiri, CV Putri Segar, PT Multi Fresh Farm, PT Alamanda Sejati Utama, PD Rama Putra.
85
VI. DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KOMODITAS SAYURAN UNGGULAN 6.1 Analisis Keuntungan Usahatani Komoditas Sayuran Unggulan Hasil analisis keuntungan privat dan keuntungan sosial usahatani komoditas sayuran unggulan yang dianalisis yaitu tomat dan cabe merah di kedua tempat penelitian yang merupakan salah satu daerah sentra produksi di Kabupaten Bandung yaitu Kecamatan ciwidey dan di Kabupaten Bandung Barat di Kecamatan Lembang dapat dilihat pada tabel dibawah ini. Tabel 10. Nilai Keuntungan Usahatani Komoditas Sayuran Unggulan Di Kecamatan Ciwidey Dan Di Kecamatan Lembang Per Hektar Per Musim Tanam (Dalam Juta Rupiah) Keuntungan
Komoditas
Finansial/Privat Tomat Cabe Merah Ekonomi/Sosial Tomat Cabe Merah
Kecamatan Ciwidey
Kecamatan Lembang
16.09
18.98
29.27
36.19
69.87
67.19
37.73
35.58
Sumber: Data Primer (Diolah) Secara umum usahatani komoditas sayuran unggulan dikedua kecamatan menguntungkan baik secara finansial maupun ekonomi. Adanya perbedaan kesuburan tanah dan pengalaman bertani, menyebabkan cara bertani yang berbeda dikedua daerah. Perbedaan tersebut dapat dicermati dari penggunaan input yang berbeda baik dari jenis, volume maupun harga. Perbedaan kesuburan tanah dan cara bertani menyebabkan keuntungan privat dan keuntungan ekonomi usahatani komoditas sayuran unggulan tersebut berbeda. 6.1.1 Keuntungan Finansial/Privat Usahatani Tomat Keuntungan finansial usahatani tomat di Kecamatan Ciwidey rata-rata sebesar 16.09 juta rupiah per hektar per musim tanam atau 31.44 persen dari total
86
penerimaan, sementara di Kecamatan Lembang keuntungan finansial sebesar 18.98 juta rupiah per hektar per musim tanam atau 32.29 persen dari total penerimaan. Tingkat keuntungan usahatani tomat tersebut dipengaruhi oleh tingkat produktivitas, harga output dan biaya usahatani. Berdasarkan hasil analisis usahatani (Lampiran 13-14) terlihat bahwa produktivitas tomat di Kecamatan Lembang sebanyak 36.16 ton per hektar per musim tanam relative lebih tinggi dibandingkan di Ciwidey yang hanya menghasilkan 35.05 ton per hektar per musim tanam. Usahatani tomat di Lembang menghasilkan keuntungan 2.89 juta rupiah lebih besar dibandingkan keuntungan usahatani tomat di Ciwidey. Biaya usahatani tomat di Kecamatan Lembang adalah 39.78 juta rupiah, relatif lebih tinggi dibandingkan di Kecamatan Ciwidey sebesar 35.08 juta rupiah. Rata-rata biaya usahatani tomat di Ciwidey adalah 68.56 persen dari total penerimaan, sementara di Lembang adalah 67.71 persen dari total penerimaan. Dari struktur biaya usahatani tersebut, biaya sarana produksi di Lembang mencapai 26.09 juta rupiah relatif lebih tinggi dibandingkan di Ciwidey yang hanya sebesar 18.42 juta rupiah. Jika dicermati dari struktur biaya untuk tenaga kerja, biaya tenaga kerja di Lembang 10.31 juta rupiah relatif lebih rendah dibandingkan dengan biaya tenaga kerja di Ciwidey yang menacapai 13.48 juta rupiah. Biaya tenaga kerja dalam usahatani tomat di Ciwidey adalah 38.43 persen dari total biaya produksi, sedangkan di Lembang sebesar 25.91 persen dari total biaya produksi. Tingginya biaya tenaga kerja disebabkan karena tingginya tingkat penggunaan tenaga kerja,
87
hal ini mengindikasikan bahwa usahatani tomat merupakan usahatani yang padat tenaga kerja. Selain dipengaruhi tingkat produktivitas dan biaya usahatani seperti disebutkan diatas, keuntungan juga ditentukan oleh harga output. Harga jual tomat yang diterima petani di Ciwidey adalah 1,460 rupiah per kilogram relatif lebih murah dibandingkan harga tomat yang diterima petani di Lembang sebesar 1,625 rupiah per kilogram. Perbedaan harga ini dapat disebabkan beberapa faktor diantaranya: (1) Tingkat aksesibilitas ke desa di Ciwidey relatif kurang baik dibanding di Lembang, sehingga biaya transportasi relatif lebih tinggi dan pada akhirnya mengakibatkan harga yang diterima petani di Ciwidey lebih rendah; (2) sistem pemasaran yang lebih terjamin di Lembang menyebabkan harga tomat lebih mahal dibanding di Ciwidey, seperti diketahui di Lembang sudah terdapat beberapa perusahaan pengumpul sayuran modern seperti CV Bimandiri dan CV Putri Segar yang dapat memasarkan sayuran ke supermarket; dan faktor yang terakhir (3) Fluktuasi harga yang relatif tinggi dan bersifat harian, sehingga perbedaan waktu panen akan memberikan harga yang berbeda.
6.1.2 Keuntungan Finansial/Privat Usahatani Cabe Merah Keuntungan finansial usahatani cabe merah di Kecamatan Ciwidey adalah 29.27 juta rupiah per hektar per musim tanam atau sebesar 50.45 persen dari total penerimaan, sementara keuntungan finansial di Kecamatan Lembang sebesar 36.19 juta rupiah atau sebesar 51.23 persen dari total penerimaan. Berdasarkan lampiran 15 sampai 16 diperoleh informasi bahwa tingkat produktivitas cabe merah di Lembang adalah 9.50 ton per hektar per musim tanam relatif lebih tinggi dibandingkan di Ciwidey yang hanya sebanyak 8.96 ton per
88
hektar per musim tanam. Selain itu harga cabe merah yang diterima petani di Lembang (7,435.00 rupiah per kilogram) lebih mahal dibanding harga cabe merah yang di terima petani di Ciwidey (6,475.00 rupiah per kilogram). Produktivitas dan harga output mempengaruhi tingkat keuntungan usahatani cabe merah, selain itu keuntungan juga dipengaruhi biaya produksi. Secara umum biaya produksi usahatani cabe merah di Lembang lebih besar dibandingkan dengan di Ciwidey. Total biaya produksi usahatani cabe merah di Lembang adalah 34.46 juta rupiah per hektar per musim tanam, semantara di Ciwidey hanya sebesar 28.75 juta rupiah per hektar per musim tanam. Biaya produksi usahatani cabe merah di Lembang adalah 48.77 persen dari total penerimaan sementara di Ciwidey sebesar 49.55 persen dari total penerimaan. Dari struktur biaya usahatani cabe merah, proporsi terbesar adalah biaya sarana produksi. Biaya sarana produksi di Lembang adalah 20.27 juta rupiah per hektar per musim tanam atau 58.81 persen dari total biaya produksi, sementara di Ciwidey sebesar 12.97 juta rupiah atau 45.11 persen dari total biaya produksi. Tingginya biaya sarana produksi sebagai akibat mahalnya sarana produksi terutama pupuk dan obat-obatan. Biaya tenaga kerja di Ciwidey adalah 12.31 juta rupiah atau 42.83 persen dari total biaya produksi, relatif lebih besar jika dibandingkan dengan biaya tenaga kerja di Lembang sebesar 10.35 juta rupiah atau 30.03 persen dari total biaya produksi. Tingginya penggunaan tenaga kerja di Ciwidey tidak terlepas dari banyaknya tenaga kerja yang diperlukan untuk pengolahan tanah, karena petani di Ciwidey terutama yang lahannya disawah, ketika musim hujan lahan tersebut akan
89
di tanami padi, sehingga pembersihan bekas padi sampai pembentukan bedengan memerlukan banyak tenaga kerja. Hal ini berbeda dengan petani di Lembang yang umumnya sudah kontinyu bertani sayuran. 6.2 Keuntungan Ekonomi/Sosial Usahatani Komoditas Sayuran Unggulan Perhitungan keuntungan ekonomi pada penelitian ini didasarkan pada kondisi tidak ada kebijakan pemerintah dalam usahatani komoditas sayuran unggulan atau tanpa adanya distorsi pasar, sehingga harga input-output yang berlaku mencerminkan harga sosial yang sebenarnya. Secara umum, keuntungan ekonomi usahatani kedua komoditas sayuran unggulan lebih besar dari nol, berarti usahatani komoditas tersebut memperoleh keuntungan atas biaya normal yang dihitung berdasarkan harga sosial. Tingkat keuntungan ekonomi usahatani tomat di Ciwidey adalah sebesar 69.87 juta rupiah per hektar per musim tanam atau sebesar 60.01 persen dari total penerimaan, sementara di Lembang sebesar 67.19 juta rupiah per hektar per musim tanam atau 55.94 persen dari total penerimaan. Keuntungan ekonomi usahatani tomat di kedua tempat penelitian lebih besar dari keuntungan finansialnya. Tingkat keuntungan ekonomi usahatani cabe merah di Ciwidey 37.73 juta rupiah atau 54.26 pesen dari total penerimaan, sementara di Lembang sebesar 35.58 juta rupiah atau 48.25 persen dari total penerimaan. Tingkat keuntungan ekonomi usahatani cabe merah di Ciwidey lebih besar dari keuntungan finansialnya, sementara di Lembang tingkat keuntungan ekonomi usahatani cabe merah lebih kecil dari keuntungan finansialnya.
90
Dari hasil analisis diketahui bahwa keuntungan ekonomi tomat kedua daerah dan cabe merah di Ciwidey menghasilkan keuntungan ekonomi lebih besar dari keuntungan privat. Hal ini menunjukan bahwa usahatani tomat memberikan keuntungan lebih besar bagi masyarakat secara keseluruhan dibandingkan secara individu. Dengan kata lain, adanya kebijakan atau intervensi pemerintah mengakibatkan keuntungan yang diterima petani menjadi lebih kecil dari keuntungan yang seharusnya diterima apabila tanpa adanya kebijakan atau intervensi pemerintah. Namun sebaliknya pada usahatani cabe merah di Lembang yang menghasilkan keuntungan ekonomi lebih kecil dari pada keuntungan privatnya, hal ini menunjukan adanya kebijakan atau intervensi dari pemerintah justru memberikan insensif yang baik pada usahatani tersebut sehingga keuntungan yang dihasilkan menjadi lebih tinggi dibanding keuntungan yang diperoleh tanpa adanya kebijakan atau intervensi pemerintah. 6.3 Analisis Daya Saing Usahatani Komoditas Sayuran Unggulan Matrik Analisis Kebijakan (PAM) merupakan salah satu metode analisis yang dapat digunakan untuk menganalisis efisiensi ekonomi dan besarnya insentif atau dampak intervensi pemerintah pada pengusahaan berbagai aktivitas usahatani, pengolahan maupun pemasaran hasil pertanian secara keseluruhan dan sistematis, hasil analisis PAM dalam penelitian ini dapat dilihat dalam lampiran 15 sampai 18. Hasil analisis PAM yang digunakan untuk mengukur tingkat daya saing adalah nilai DRC dan PCR yang dapat dilihat pada Tabel 11.
91
Tabel 11. Nilai Indikator Daya Saing Usahatani Komoditas Sayuran Unggulan Di Kecamatan Ciwidey Dan Di Kecamatan Lembang Per Hektar Per Musim Tanam Indikator PCR DRC
Komoditas
Kecamatan Ciwidey
Kecamatan Lembang
Tomat
0.65
0.63
Cabe Merah
0.44
0.45
Tomat
0.36
0.39
Cabe Merah
0.41
0.48
Sumber : Data Primer (Diolah) Untuk mengukur tingkat daya saing suatu komoditas dalam kaitannya dengan efisiensi penggunaan sumberdaya, maka digunakan dua pendekatan yaitu keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif. Indikator yang digunakan untuk mengukur keunggulan komparatif adalah rasio biaya sumberdaya domestik (DRC), sedangkan untuk mengukur keunggulan kompetitif digunakan indikator rasio biaya privat (PCR). 6.3.1 Keunggulan Komparatif Berdasarkan nilai DRC pada tabel 11 diatas, menunjukan bahwa komoditas sayuran unggulan dikedua daerah menghasilkan nilai DRC yang kurang dari satu, kondisi tersebut sejalan dengan hasil analisis keuntungan sosial pada tabel 10 yang bernilai positif. Hal ini menunjukan bahwa pengusahaan tomat dan cabe merah di Ciwidey dan di Lembang memiliki tingkat efisiensi ekonomi yang relatif tinggi dalam menggunakan sumberdaya ekonomi yang langka. Sumberdaya ekonomi yang langka yang dimaksud adalah lahan yang cocok untuk pengembangan komoditas sayuran unggulan dan ketersediaan tenaga kerja. Kenyataan ini menunjukan bahwa tanpa adanya kebijakan atau intervensi, secara ekonomi usahatani tomat dan cabe merah di kedua daerah memiliki keunggulan
92
komparatif
dan
berpotensi
untuk
dikembangkan,
sehingga
akan
lebih
menguntungkan apabila diproduksi sendiri didalam negeri dibandingkan mengimpor karena untuk menghasilkan atau memproduksi satu satuan nilai tambah memerlukan pengorbanan sumberdaya ekonomi yang lebih kecil dari satu satuan. Dengan membandingkan nilai indikator tersebut, Kecamatan Ciwidey relatif
lebih
menghasilkan
efisien
dalam
menggunakan
sumberdaya
ekonomi
untuk
kedua komoditas tersebut dibandingkan dengan Kecamatan
Lembang. Artinya Kecamatan Ciwidey relatif lebih memiliki keunggulan komparatif untuk menghasilkan tomat dan cabe merah dibandingkan Kecamatan Lembang. Hal tersebut dapat dicermati dari nilai DRC tomat dan cabe merah di Ciwidey berturut–turut adalah 0.36 dan 0.41 lebih kecil di bandingkan di Lembang sebesar 0.39 untuk tomat dan 0.48 untuk cabe merah. Semakin kecil nilai DRC maka komoditas tersebut semakin memiliki keunggulan komparatif atau semakin memiliki daya saing yang tinggi dalam kondisi pasar persaingan sempurna atau dalam kondisi tanpa adanya kebijakan atau intervensi pemerintah. 6.3.2 Keunggulan Kompetitif Keunggulan kompetitif suatu komoditas dapat dilihat dari bagaimana alokasi sumberdaya diarahkan untuk mencapai efisiensi privat dalam usahatani komoditas sayuran unggulan. Efisiensi privat dapat diukur dengan menggunakan Rasio Biaya Privat (PCR). PCR merupakan rasio antara biaya faktor domestik dengan nilai tambah output dan biaya input yang diperdagangkan pada harga aktual atau pada kondisi dibawah kebijakan pemerintah. Nilai PCR menunjukan kemampuan suatu sistem usahatani dalam membiayai faktor domestik pada harga
93
aktual. Semakin kecil nilai PCR, maka semakin tinggi tingkat keunggulan kompetitif dari pengusahaan komoditas sayuran tersebut. Berdasarkan nilai PCR pada tabel 11 diatas, menunjukan bahwa kedua komoditas sayuran unggulan yang dianalisis dikedua tempat penelitian memiliki keunggulan kompetitif atau mempunyai daya saing dibawah kebijakan pemerintah yang ada. Hal ini terlihat dari nilai PCR yang kurang dari satu. Hasil ini sejalan dengan keuntungan privat yang dihasilkan kedua komoditas sayuran unggulan di kedua daerah yang bernilai positif. Artinya bahwa untuk memproduksi atau menghemat satu unit nilai tambah memerlukan faktor domestik lebih kecil dari satu unit, dengan kata lain komoditas tersebut mampu membiayai faktor domestiknya pada harga privat. Apabila dibandingkan, nilai PCR tomat di Ciwidey sebesar 0.65 lebih besar dibandingkan di Lembang yang hanya sebesar 0.63, hal ini menunjukan bahwa Lembang relatif lebih memiliki keunggulan kompetitif dalam usahatani tomat dibandingkan Ciwidey. Seperti telah diuraikan sebelumnya, bahwa Ciwidey relatif lebih memiliki keunggulan komparatif di bandingkan Lembang, tetapi dengan adanya kebijakan, ternyata Kecamatan Lembang justru relatif lebih memiliki keunggulan kompetitif dibandingkan Kecamatan Ciwidey. Hal tersebut menunjukkan bahwa dengan kebijakan pemerintah yang ada sekarang, usahatani tomat di Kecamatan Lembang cenderung lebih diuntungkan. Hasil tersebut sejalan dengan hasil keuntungan privat yang dihasilkan sebelumnya, dimana usahatani tomat di Lembang menghasilkan keuntungan lebih besar dibandingkan dengan di Ciwidey.
94
Fenomena yang hampir sama terjadi pada cabe merah, dimana Ciwidey dan lembang memiliki keunggulan kompetitif untuk cabe merah yang relitif sama, hal tersebut dapat dicermati dari perbedaan nilai PCR yang tidak signifikan yaitu di Ciwidey (0.44) dan di lembang (0.45). Hal ini menunjukkan bahwa dukungan kebijakan pemerintah terhadap usahatani cabe merah di Lembang berpengaruh positif terhadap keunggulan kompetitifnya. Seperti telah dibahas sebelumnya bahwa keunggulan komparatif Kecamatan Lembang terhadap cabe merah relatif lebih rendah dibandingkan Kecamatan Ciwidey, tetapi dengan adanya kebijakan pemerintah, Kecamatan Lembang justru dapat memiliki keunggulan kompetitif yang relatif sejajar dengan Kecamatan Ciwidey. Berdasarkan hasil analisis daya saing baik secara komparatif maupun kompetitif maka dapat disusun suatu prioritas dalam pemilihan lokasi usahatani kedua komoditas sayuran unggulan yang dianalisis diantara kedua tempat penelitian seperti terlihat pada Tabel 12. Table 12. Prioritas Tempat Usahatani Komoditas Sayuran Unggulan Diantara Kedua Tempat Penelitian Berdasarkan Kriteria Keunggulan Komparatif Dan Keunggulan Kompetitif Uraian
Tomat Prioritas 1
Cabe Merah
Proritas 2 Prioritas 1
Prioritas 2
- Keunggulan Komparatif
Ciwidey
Lembang
Ciwidey
Lembang
- Keunggulan Kompetitif
Lembang
Ciwidey
Ciwidey
Lembang
Prioritas tempat usahatani
Ciwidey
Lembang
Ciwidey
Lembang
Sumber : Data Primer (Diolah) Kriteria dalam menentukan prioritas tempat usahatani tomat dan cabe merah adalah tempat yang memiliki daya saing baik keunggulan kompetitif maupun keunggulan komparatif, dimana keunggulan komparatif menjadi kriteria
95
yang utama. Hal tersebut didasarkan pada keyakinan bahwa setiap tempat akan memiliki keunggulan komparatif yang berbeda karena keunggulan komparatif merupakan keunggulan yang bersumber dari kelimpahan dan kekhasan wilayahnya, sehingga sulit untuk diciptakan. Oleh karena itu, komoditas yang akan dikembangkan hendaknya merupakan komoditas spesifik yang sesuai dengan keunggulan komparatif atau kelimpahan dan kekhasan wilayah tersebut. Memang ada beberapa pendapat yang menyatakan bahwa keunggulan komparatif dapat diciptakan dengan telah diaplikasikan dan telah disesuaikan faktor pendukung seperti teknologi, permintaan skala ekonomi dan struktur pasar yang tentunya memerlukan biaya yang besar dan waktu yang lama. Berdasarkan tabel 12 diatas diketahui bahwa Ciwidey memiliki keunggulan komparatif untuk kedua komoditas sayuran unggulan dibandingkan dengan Lembang. Mengingat setelah pemekaran kedua tempat penelitian merupakan salah satu daerah sentra produksi sayuran di Kabupaten Bandung dan di Kabupaten Bandung Barat, maka secara ekonomis akan lebih menguntungkan untuk memprioritaskan pengembangkan komoditas sayuran unggulan tersebut didaerah yang lebih memiliki keunggulan komparatif. 6.4 Analisis Dampak Kebijakan Pemerintah Suatu kebijakan pemerintah dalam suatu aktivitas ekonomi dapat memberikan dampak yang positif maupun negatif terhadap pelaku ekonomi yang terlibat didalamnya. Kebijakan pemerintah pada sektor pertanian dapat menentukan keberhasilan pengembangan usahatani dalam rangka meningkatkan devisa atau menghemat devisa. Kebijakan pemerintah dalam sektor pertanian dapat diterapkan baik dalam produksi maupun pemasaran komoditas sayuran
96
unggulan yang pada akhirnya akan berdampak baik pada produsen maupun konsumen. Dampak dari kebijakan tersebut bisa saja berpengaruh positif maupun negatif terhadap masing-masing pelaku ekonomi. Tujuan dari kebijakan pemerintah dalam perdagangan adalah untuk melindungi produsen maupun konsumen dalam negeri. Kebijakan yang dibuat dapat membuat harga yang terjadi didalam negeri berbeda dengan harga dipasar internasional, besarnya harga yang ditentukan nantinya tergantung dari siapa yang dilindungi apakah konsumen atau produsen dalam negeri. Untuk itu pemerintah telah memiliki instrumen-instrumen kebijakan yang dapat diimplementasikan untuk mencapai tujuan tersebut, kebijakan tersebut dapat berdampak terhadap input maupun output. 6.4.1 Dampak Kebijakan Pemerintah Terhadap Output Adanya intervensi pemerintah menyebabkan harga output berbeda antara harga yang diterima petani dengan harga yang terjadi di pasar internasional. Kebijakan pemerintah biasanya terdiri dari kebijakan subsidi baik subsidi positif atau negatif. Dampak kebijakan pemerintah terhadap output dapat teridentifikasi dari Nilai Transfer Output (OT) dan Koefisien Proteksi Output Nominal (NPCO) seperti dapat dilihat pada Tabel 13. Tabel 13. Nilai Indikator Dampak Kebijakan Output Terhadap Daya Saing Komoditas Sayuran Unggulan Di Kecamatan Ciwidey Dan Di Kecamatan Lembang Per Hektar Per Musim Tanam Indikator Transper Output (OT) (dalam rupiah) NPCO
Komoditas
Kecamatan Ciwidey Kecamatan Lembang
Tomat
- 65,251,481.54
- 61,356,761.94
Cabe Merah
- 11,502,420.73
- 3,075,228.06
Tomat
0.44
0.49
Cabe Merah
0.83
0.96
Sumber: Data Primer (Diolah)
97
6.4.1.1 Trasfer Output Berdasarkan tabel 13 diatas, diketahui bahwa nilai Transfer Output (OT) dari usahatani tomat dan cabe merah dikedua tempat penelitian bernilai negatif. Hal ini menunjukan bahwa dengan adanya kebijakan atau intervensi pemerintah pada output terhadap usahatani tersebut lebih menguntungkan konsumen, dengan kata lain telah terjadi pengalihan surplus dari petani produsen ke konsumen, sehingga distorsi pasar yang terjadi mengakibatkan harga aktual cabe merah lebih rendah dari harga sosialnya. Kenyataan tersebut membuat petani dirugikan karena tidak memperoleh penerimaan yang seharusnya dapat mereka terima dalam kondisi tanpa adanya intervensi atau kebijakan pemerintah. Sebaliknya konsumen atau pedagang menerima insentif dari petani. Berdasarkan nilai OT, nilai negatif menunjukkan bahwa adanya kebijakan terhadap output mengakibatkan penerimaan petani berkurang jika dibandingkan tingkat keuntungan tanpa adanya kebijakan. Semakin besar
nilai negatifnya,
maka semakin besar kerugian atau pengurangan penerimaan yang diterima petani. Berdasarkan besarnya nilai OT, petani tomat di Ciwidey mengalami pengurangan penerimaan sebesar 65,251,481.54 rupiah dari tingkat keuntungan sosialnya, sementara petani di Lembang hanya mengalami pengurangan penerimaan sebesar 61,356,761.94 rupiah dari keuntungan sosialnya. Demikian halnya untuk usahatani cabe merah, tetapi pengurangan penerimaan petani cabe merah relatif lebih kecil dari petani tomat. Petani cabe merah di Ciwidey mengalami pengurangan penerimaan sebesar 11,502,420.72 rupiah relatif lebih tinggi dibanding petani cabe merah di Lembang yang hanya mengalami pengurangan penerimaan sebesar 3,075,228.06 rupiah dari keuntungan sosialnya.
98
Berdasarkan perbandingan nilai OT tersebut, dapat dikatakan bahwa dampak kebijakan terhadap output tersebut cenderung merugikan usahatani di Ciwidey karena pengurangan penerimaannya lebih besar dibandingkan di Lembang. Atau dengan kata lain, dampak kebijakan terhadap output tersebut cenderung menguntungkan usahatani tomat dan cabe merah di Lembang karena pengurangan penerimaan yang dialami relatif lebih kecil dibandingkan di Ciwidey. 6.4.1.2. Koefisien Proteksi Output Nominal (NPCO) Nilai NPCO adalah rasio antara penerimaan yang dihitung berdasarkan harga privat dengan penerimaan yang dihitung berdasarkan harga bayangan. Nilai NPCO menunjukan dampak kebijakan dan kegagalan pasar yang tidak terkoreksi dengan kebijakan efisiensi sehingga menyebabkan divergensi harga pivat dengan harga sosial atas output. NPCO merupakan indikator yang dapat digunakan untuk melihat besarnya dampak kebijakan pemerintah terhadap komoditas sayuran unggulan yang dianalisis. Berdasarkan tabel 13 diatas, nilai NPCO tomat dan cabe merah di Ciwidey dan di Lembang kurang dari satu, artinya petani tomat dan cabe merah di kedua tempat tidak mendapatkan perlindungan dari pemerintah, sehingga terjadi pengurangan penerimaan petani akibat adanya kebijakan terhadap output tersebut. Dengan kata lain, dibawah kebijakan terhadap output yang ada, petani tomat dan cabe merah dikedua tempat penelitian menerima harga aktual sayuran tersebut lebih rendah dari harga sosialnya. Kondisi tersebut menunjukan bahwa produsen tidak mendapatkan insentif dari pemerintah untuk meningkatkan produksinya.
99
Berdasarkan besaran nilai NPCO, usahatani tomat dan cabe merah di Lembang relatif lebih diuntungkan dibanding di Ciwidey, hal tersebut dapat dicermati dari nilai NPCO kedua komoditas yang lebih besar di Lembang dibandingkan di Ciwidey. Petani tomat di Ciwidey menerima harga aktual tomat hanya sebesar 44 persen dari harga sosialnya atau 56 persen lebih rendah dari harga sosialnya. Sementara petani tomat di Lembang menerima harga aktual tomat sebesar 49 persen dari harga sosialnya atau 51 persen lebih rendah dari harga sosialnya. Demikian juga untuk petani cabe merah, petani di Ciwidey menerima harga aktual cabe merah hanya sebesar 83 persen dari harga sosialnya, dengan kata lain petani di Ciwidey menerima harga aktual cabe merah 17 persen lebih rendah dari harga sosialnya. Demikian juga untuk usahatani cabe merah di Lembang, petani cabe merah di Lembang menerima harga aktual cabe merah hanya sebesar 96 persen dari harga sosialnya, 4 persen lebih rendah dari harga sosialnya. 6.4.2. Dampak Kebijakan Pemerintah Terhadap Input Untuk meningkatkan produksi komoditas sayuran unggulan, Pemerintah tidak hanya membuat kebijakan pada output tetapi dapat juga pada input. Pemerintah dapat menerapkan kebijakan terhadap input seperti subsidi atau hambatan perdagangan dengan tujuan melindungi produsen input dalam negeri, sehingga dapat memaksimalkan pemanfaatan sumberdaya yang tersedia. Untuk mengidentifikasi kebijakan atau intervensi pemerintah yang mempengaruhi harga input asing dipasar dalam negeri digunakan indikator nilai Transfer Input (IT) dan Koefisien Proteksi Input Nominal (NPCI), sedangkan untuk mengidentifikasi dampak kebijakan pemerintah terhadap input domestik
100
(non tradable) digunakan indikator Transfer Faktor. Adapun jenis input asing (tradable) dalam penelitian ini antara lain benih, pupuk anorganik, dan obatobatan. Nilai indikator yang digunakan untuk mengidentifikasi dampak kebijakan input terhadap usahatani komoditas sayuran unggulan dapat dilihat pada Tabel 14. Tabel 14. Nilai Indikator Dampak Kebijakan Input Terhadap Usahatani Komoditas Sayuran Unggulan Di Kecamatan Ciwidey Dan Di Kecamatan Lembang Per Hektar Per Musim Tanam Indikator Transfer Input (dalam rupiah) NPCI Transfer Faktor (dalam rupiah)
Komoditas
Kecamatan Ciwidey
Kecamatan Lembang
- 1,609,070.16
- 1,731,264.86
- 622,059.72
- 523,389.15
Tomat
0.78
0.81
Cabe Merah
0.90
0.91
Tomat
- 9,862,320.83
-11,414,654.50
Cabe Merah
- 2,427,968.92
- 3,171,683.03
Tomat Cabe Merah
Sumber : Data Primer (diolah) 6.4.2.1 Transfer Input Nilai transfer input (IT) merupakan selisih antara biaya input tradable pada harga privat dengan biaya input tradable pada harga sosial. Nilai IT di kedua tempat penelitian bernilai negatif. Hal ini menunjukkan bahwa pemerintah memberikan subsidi kepada usahatani tomat dan cabe merah atas penggunaan input asing (tradable). Subsidi pada harga input tersebut mengakibatkan biaya yang dikeluarkan untuk input tersebut pada harga aktual lebih rendah dari tingkat harga sosialnya, sehingga petani menerima harga input asing tersebut lebih murah dari yang seharusnya dibayarkan jika tanpa adanya kebijakan. Bentuk subsidi tersebut dapat berupa insentif yang memberikan kemudahan dalam pengadaan sarana dan prasarana pertanian.
101
Dari kedua komoditas tersebut, subsidi input asing relatif lebih besar diterima usahatani tomat dibandingkan usahatani cabe merah. Usahatani tomat di Ciwidey menerima subsidi sebesar 1,609,070.16 rupiah relatif lebih rendah dibandingkan subsidi yang diterima Usahatani di Lembang yaitu sebesar 1,731,264.86 rupiah. Sedangkan usahatani cabe merah di Lembang menerima subsidi 523,389.15 rupiah, sementara usahatani cabe merah di Ciwidey menerima subsidi sebesar 622,059.72 rupiah. Usahatani tomat di Lembang menerima subsidi lebih besar dibanding di Ciwidey. Usahatani tomat di Lembang menerima subsidi 122,194.70 rupiah atau 7.59 persen lebih besar dari subsudi yang diterima petani di Ciwidey. Namun sebaliknya untuk usahatani cabe merah, usahatani cabe merah di Ciwidey menerima subsidi 98,670.57 rupiah atau 18.85 persen lebih besar dari subsidi yang diterima usahatani di Lembang. 6.4.2.2 Koefisien Proteksi Input Nominal Koefisien proteksi input nominal (NPCI) adalah rasio antara biaya input tradable berdasarkan harga sosial atau harga bayangan dengan harga finansial. Perbedaan antara kedua biaya tersebut menunjukan dampak kebijakan yang mengakibatkan harga finansial input tradable berbeda dengan harga sosial input tradable. Nilai NPCI digunakan untuk mengukur dampak kebijakan input tersebut, dimana nilai NPCI komoditas sayuran unggulan dikedua tempat penelitian kurang dari satu. Artinya dengan adanya kebijakan terhadap input asing (tradable) tersebut, petani tomat dan cabe merah dikedua tempat penelitian secara tidak langsung menerima subsidi atas input asing (tradable) sehingga petani dapat membeli input asing (tradable) lebih rendah dari harga sosialnya. Petani tomat di
102
Ciwidey dan Lembang menerima harga input asing (tradable) masing-masing sebesar 0.22 dan 0.19 persen lebih rendah dari harga sosialnya. Sementara untuk petani cabe merah di Ciwidey dan di Lembang membeli input asing (tradable) lebih rendah berturut-turut sebesar 10 persen dan 9 persen lebih rendah dari harga sosialnya. 6.4.2.3 Transfer Faktor Transfer Faktor (FT) adalah perbedaan harga sosial dengan harga finansial yang diterima oleh produsen untuk pembayaran faktor produksi yang tidak diperdagangkan (input domestik). Tabel 14 menunjukan bahwa nilai FT kedua komoditas dikedua tempat bernilai negatif. Artinya terdapat kebijakan pemerintah yang memberikan insentif petani atas penggunaan input domestik (non tradable), sehingga petani harus membayar input domestik (non tradable) lebih rendah dari harga sosialnya. Berdasarkan besaran nilai FT diatas, usahatani tomat dan cabe merah di Lembang relatif lebih diuntungkan karena menerima subsidi atas input domestik lebih besar jika dibandingkan usahatani di Ciwidey. Usahatani tomat di Ciwidey menerima subsidi atas input domestik sebesar 9,862,320.83 rupiah relatif lebih rendah dibandingkan subsidi yang diterima usahatani di lembang yaitu sebesar 11,414,654.50 rupiah. Demikian juga untuk usahatani cabe merah, usahatani cabe merah di Ciwidey menerima subsidi atas input domestik hanya sebesar 2,427,968.92 rupiah relatif lebih rendah dibandingkan subsidi yang diterima usahatani cabe merah di Lembang yaitu sebesar 3,171,683.03 rupiah.
103
6.4.3 Dampak Kebijakan Pemerintah Terhadap Input-Output Kebijakan pemerintah pada input-output adalah analisis gabungan antara kebijakan input dan kebijakan output. Dampak kebijakan keseluruhan baik terhadap input maupun terhadap output dapat dilihat dari kofisien proteksi efektif (EPC), transfer bersih (NT), koefisien keuntungan (PC) dan rasio subsidi produsen (SRP). Hasil analisis dampak kebijakan pemerintah dalam input-output terhadap usahatani komoditas sayuran unggulan dikedua tempat penelitian dapat dilihat pada Tabel 15. Tabel 15. Nilai Indikator Dampak Kebijakan Input-Output Terhadap Usahatani Komoditas Sayuran Unggulan Di Kecamatan Ciwidey Dan Di Kecamatan Lembang Per Hektar Per Musim Tanam Indikator Koefisien proteksi efektif (EPC)
Komoditas Kecamatan Ciwidey Kecamatan Lembang Tomat
0.42
0.46
Cabe Merah
0.83
0.96
-53,780,090.54
-48,210,842.58
-8,452,392.10
619,844.11
Transfer Bersih (NT) Tomat (Dalam Rupiah) Cabe Merah Koefisien Keuntungan (PC)
Tomat
0.23
0.28
Cabe Merah
0.78
1.02
Rasio Subsidi Produsen (SRP)
Tomat
-0.46
-0.40
Cabe Merah
-0.12
0.01
Sumber : Data Pimer (Diolah) 6.4.3.1 Koefisien Proteksi Efektif Nilai Koefisien Proteksi Efektif (EPC) menggambarkan sejauh mana kebijakan pemerintah bersifat melindungi atau menghambat produksi domestik. Nilai EPC tomat dan cabe merah yang dianalisis di kedua tempat penelitian bernilai kurang dari satu. Artinya kebijakan yang ada tidak melindungi petani komoditas sayuran tersebut atau penerapan instrumen kebijakan pemerintah dalam
104
pasar
input-output
berdampak
disinsentif
atau
menghambat
terhadap
pengembangan usahatani komoditas sayuran unggulan tersebut. Namun jika dicermati nilai EPC kedua komoditas di Lembang lebih besar dibandingkan di Ciwidey, hal ini menunjukkan bahwa dampak kebijakan secara keseluruhan di Lembang relatif lebih memberikan insentif terhadap usahatani kedua komoditas tersebut dibandingkan di Ciwidey, terutama untuk usahatani cabe merah yang nilai EPC hampir mendekati nilai satu. 6.4.3.2 Transfer Bersih Nilai Transfer Bersih (NT) mencerminkan dampak kebijakan pemerintah secara keseluruhan terhadap penerimaan petani apakah merugikan petani atau sebaliknya. Berdasarkan nilai NT pada tabel 15 diatas, menunjukan nilai NT usahatani tomat dikedua tempat penelitian dan usahatani cabe merah di Ciwidey bernilai negatif. Hal tersebut mencerminkan adanya pengurangan nilai tambah atau surplus petani akibat adanya kebijakan, sehingga petani dirugikan. Hal sebaliknya terjadi pada nilai NT usahatani cabe merah di Lembang yang bernilai positif, artinya usahatani tersebut menerima tambahan surplus produsen yang disebabkan oleh kebijakan pemerintah yang diterapkan pada input dan output. Berdasarkan besarnya nilai NT, usahatani yang paling banyak mengalami pengurangan surplus akibat dampak kebijakan input dan output adalah usahatani kedua komoditas di Ciwidey. Usahatani tomat di Ciwidey menerima pengurangan surplus sebesar 53,780,090.54 rupiah relatif lebih besar dibanding pengurangan surplus yang dialami usahatani tomat di Lembang yaitu sebesar 48,210,842.58 rupiah. Kondisi yang lebih kontras terjadi pada usahatani cabe merah, dimana usahatani di Ciwidey mengalami pengurangan surplus sebesar 8,452,392.10,
105
namun usahatani cabe merah di Lembang justru menerima tambahan surplus sebesar 619,844.11 rupiah yang disebabkan oleh kebijakan pemerintah yang diterapkan pada input dan output. 6.4.3.3 Koefisien Keuntungan Koefisien Keuntungan (PC) merupakan indikator yang menunjukan dampak insentif dari semua kebijakan output, kebijakan input asing ( tradable) dan input domestik (net policy transfer). Berdasarkan nilai PC memperlihatkan bahwa nilai PC cabe merah di Lembang lebih besar dari satu, sedangkan yang lainnya kurang dari satu. Hal ini menunjukan bahwa kebijakan pemerintah yang diterapkan pada input dan output hanya mampu meningkatkan keuntungan usahatani cabe merah dilembang sebesar 2 persen dari keuntungan yang seharusnya diterima tanpa adanya kebijakan. Sedangkan untuk usahatani cabe merah di Ciwidey dan usahatani tomat di kedua tempat penelitian, adanya kebijakan pada input dan output menyebabkan keuntungan yang diterima lebih rendah dari keuntungan sosial. 6.4.3.4 Rasio Subsidi Produsen Nilai SRP menunjukan proporsi penerimaan produsen pada harga sosial yang dapat menutupi subsidi dan pajak sehingga melalui nilai SRP memungkinkan membuat perbandingan tentang besarnya subsidi perekonomian bagi suatu sistem komoditas. Tabel 15 menunjukan bahwa selain nilai SRP cabe merah di Lembang, nilai SRP komoditas sayuran yang lainnya bernilai negatif. Artinya telah terjadi transfer dari petani ke pemerintah atau konsumen, dengan kata lain, kebijakan pemerintah berpengaruh negatif terhadap struktur biaya
106
produksi, karena biaya yang diinvestasikan petani lebih besar dari pada nilai tambah keuntungan yang dapat diterima. Sementara untuk cabe merah di Lembang menunjukan nilai SRP positif yaitu sebesar 0.01. Artinya, petani cabe merah di Lembang menikmati tambahan keuntungan yang diterima dibandingkan keuntungan sosialnya. Dengan kata lain, petani cabe merah di Lembang membayar biaya produksi lebih kecil dari tambahan keuntungan yang diterima.
107
VII. DAMPAK PERUBAHAN KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP DAYA SAING KOMODITAS SAYURAN UNGGULAN
7.1 Dampak Peningkatan Biaya Produksi Peningkatan biaya produksi yang terdiri dari kenaikan harga benih sebesar 12.5 persen, kenaikan harga pupuk sebesar 16 persen, kenaikan harga obat-obatan sebesar 12.5 persen dan kenaikan upah sebesar 12 persen akan berdampak pada keuntungan dan daya saing komoditas sayuran unggulan seperti dapat dilihat pada Tabel 16. Tabel 16. Indikator Keuntungan Dan Daya Saing Komoditas Sayuran Unggulan Di Ciwidey Dan Di Lembang Per Hektar Per Musim Tanam Akibat Peningkatan Biaya Produksi Indikator
Komoditas
Kecamatan Ciwidey
Kecamatan Lembang
Kondisi 1
Kondisi 2
Kondisi 1
Kondisi 2
Tomat
16.09
13.06
18.98
15.89
Cabe Merah
29.27
26.53
36.19
33.74
Keuntungan Tomat ekonomi (juta) Cabe Merah
69.87
65.52
67,19
62.99
37.73
33.79
35.58
32.16
Tomat
0.65
0.71
0.63
0.68
Cabe Merah
0.44
0.49
0.45
0.48
Tomat
0.36
0.40
0.39
0.43
Cabe Merah
0.41
0.46
0.48
0.52
Keuntungan privat (juta)
PCR DRC
Sumber : Data Primer ( Diolah) Keterangan : Kondisi 1= kondisi awal Kondisi 2= kondisi setelah peningkatan biaya produksi Peningkatan biaya produksi menyebabkan penurunan keuntungan yang terjadi pada kedua komoditas sayuran yang dianalisis di kedua tempat penelitian seperti dapat dilihat pada tabel 16 diatas. Usahatani tomat di Ciwidey mendapat
108
keuntungan sebesar 13.06 juta rupiah atau mengalami penurunan keuntungan sebesar 3.03 juta rupiah atau 18.81 persen dari kondisi awal, sementara usahatani tomat di Lembang memperoleh keuntungan sebesar 15.89 juta rupiah atau mengalami penurunan keuntungan sebesar 3.09 juta rupiah atau sebesar 16.28 persen dari kondisi awal. Keuntungan usahatani cabe merah di Ciwidey adalah 26.53 juta rupiah atau mengalami penurunan keuntungan sebesar 2.74 juta rupiah atau 9.36 persen dari kondisi awal, sementara untuk usahatani cabe merah di Lembang memperoleh keuntungan sebesar 33.74 juta rupiah terjadi penurunan keuntungan sebesar 2.45 juta rupiah atau 6.78 persen dari kondisi awal. Seperti telah diuraikan diatas, bahwa Peningkatan biaya produksi menyebabkan tingkat keuntungan privat dan daya saing menjadi lebih kecil dari kondisi awal. Namun demikian, kedua komoditas dikedua tempat masih memiliki keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif, hal ini dapat diketahui dari nilai PCR dan DRC yang nilainya masih lebih kecil dari satu. Namun peningkatan biaya produksi menyebabkan tingkat daya saing komoditas sayuran unggulan menjadi turun, hal ini dapat dilihat dari nilai PCR dan DRC menjadi lebih besar dari kondisi awal setelah peningkatan biaya produksi. 7.2 Dampak Penurunan Harga Output Penurunan harga output yang terjadi, yaitu penurunan harga tomat sebesar 13 persen dan cabe merah sebesar 7 persen akan berdampak pada keuntungan dan daya saing komodotas sayuran unggulan seperti dapat dilihat pada Tabel 17.
109
Tabel 17. Indikator Keuntungan Dan Daya Saing Komoditas Sayuran Unggulan Di Ciwidey Dan Di Lembang Per Hektar Per Musim Tanam Akibat Penurunan Harga Output Indikator
Komoditas
Kecamatan Ciwidey
Kecamatan Lembang
Kondisi 1
Kondisi 2
Kondisi 1
Kondisi 2
Tomat
16.09
9.44
18.98
11.34
Cabe Merah
29.27
25.21
36.19
31.25
Keuntungan Tomat ekonomi (juta) Cabe Merah
69.87
54,73
67,19
51.57
37.73
32.86
35.58
30.41
Tomat
0.65
0.76
0.63
0.74
Cabe Merah
0.44
0.48
0.45
0.48
Tomat
0.36
0.42
0.39
0.46
Cabe Merah
0.41
0.44
0.48
0.52
Keuntungan privat (juta)
PCR DRC Sumber Keterangan
: Data Primer ( Diolah) : Kondisi 1= kondisi awal Kondisi 2= kondisi setelah terjadinya penurunan harga output
Penurunan harga output menyebabkan menurunnya keuntungan dan daya saing. Usahatani tomat di Ciwidey memperoleh keuntungan sebesar 9.44 juta rupiah atau mengalami penurunan keuntungan sebesar 6.65 juta rupiah atau sebesar 41.34 persen dari kondisi awal, sementara usahatani tomat di Lembang mendapat keuntungan sebesar 11.34 juta rupiah atau terjadi penurunan keuntungan sebesar 7.64 juta rupiah atau sebesar 40.25 persen dari kondisi awal. Penurunan keuntungan juga terjadi pada usahatani cabe merah, usahatani cabe merah di Ciwidey memperoleh keuntungan sebesar 25.21 juta rupiah atau terjadi penurunan keuntungan sebesar 4.06 juta rupiah atau sebesar 13.87 persen, sementara usahatani cabe merah di Lembang memperoleh keuntungan sebesar 31.25 juta rupiah atau 13.67 persen lebih rendah dari kondisi normal atau terjadi penurunan keuntungan sebesar 4.95 juta rupiah dari kondisi normal.
110
Penurunan harga output menyebabkan keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif usahatani komoditas sayuran unggulan di kedua tempat penelitian mengalami penurunan, hal ini terlihat dari nilai PCR dan DRC setelah penurunan harga output yang lebih besar dibanding kondisi normal. 7.3 Dampak Penurunan Produksi Apabila produksi komoditas sayuran unggulan yang dianalisis mengalami penurunan sebesar 13 persen untuk komoditas tomat dan 36 persen untuk cabe merah, maka usahatani di kedua tempat penelitian akan mengalami penurunan keuntungan dan daya saing. Perubahan keuntungan dan daya saing tersebut dapat dilihat pada Tabel 18. Tabel 18. Indikator Keuntungan Dan Daya Saing Komoditas Sayuran Unggulan Di Ciwidey Dan Di Lembang Per Hektar Per Musim Tanam Akibat Penurunan Produksi Indikator
Komoditas
Kecamatan Ciwidey
Kecamatan Lembang
Kondisi 1
Kondisi 2
Kondisi 1
Kondisi 2
Tomat
16.09
9.59
18.98
11.48
Cabe Merah
29.27
8.78
36.19
11.16
Keuntungan Tomat ekonomi (juta) Cabe Merah
69.87
56.45
67,19
53.31
37.73
14.09
35.58
10.49
Tomat
0.65
0.75
0.63
0.74
Cabe Merah
0.44
0.72
0.45
0.72
Tomat
0.36
0.40
0.39
0.44
Cabe Merah
0.41
0.64
0.48
0.75
Keuntungan privat (juta)
PCR DRC
Sumber : Data Primer ( Diolah) Keterangan : Kondisi 1= Kondisi awal Kondisi 2 = Kondisi setelah terjadi penurunan produksi Berdasarkan nilai keuntungan setelah terjadi penurunan produksi, keuntungan usahatani kedua komoditas mengalami penurunan. Usahatani tomat di
111
Ciwidey memperoleh keuntungan yang lebih rendah dibanding di Lembang. Usahatani tomat di Ciwidey memperoleh keuntungan sebesar 9.59 juta rupiah atau terjadi penurunan keuntungan sebesar 6.49 juta rupiah atau 40.34 persen dari kondisi normal, sementara usahatani tomat di Lembang memperoleh keuntungan sebesar 11.48 juta rupiah atau mengalami penurunan keuntungan sebesar 7.50 juta rupiah atau 39.50 persen dari kondisi normal. Usahatani cabe merah di Ciwidey memperoleh keuntungan sebesar 8.78 juta rupiah atau terjadi penurunan keuntungan sebesar 20.49 juta rupiah atau 70.00 persen dari kondisi normal. Sedangkan petani di Lembang memperoleh keuntungan sebesar 11.16 juta rupah atau mengalami penurunan keuntungan sebesar 25.03 juta rupiah atau sebesar 69.17 persen dari kondisi normal. Terjadinya penurunan produksi seperti disebutkan diatas menyebabkan daya saing kedua komoditas sayuran unggulan dikedua tempat menjadi lebih rendah dibanding kondisi normal. Hal ini dapat dicermati dari nilai PCR dan DRC yang nilainya lebih besar dari kondisi normal. Namun demikian, kedua komoditas tersebut masih tetap memiliki daya saing karena nilai PCR dan DRC masih lebih kecil dari satu. 7.4 Dampak Peningkatan Biaya Produksi Dan Penurunan Harga Output Hasil analisis keuntungan privat dan daya saing dari kedua komoditas sayuran unggulan dikedua tempat penelitian setelah adanya peningkatan biaya produksi dan penurunan harga output dapat dilihat pada Tabel 19.
112
Tabel 19. Indikator Keuntungan Dan Daya Saing Komoditas Sayuran Unggulan Di Ciwidey Dan Di Lembang Per Hektar Per Musim Tanam Akibat Peningkatan Biaya Produksi Dan Penurunan Harga Output Indikator
Komoditas
Kecamatan Ciwidey
Kecamatan Lembang
Kondisi 1
Kondisi 2
Kondisi 1
Kondisi 2
Tomat
16.09
6.41
18.98
8.25
Cabe Merah
29.27
22.47
36.19
28.80
Keuntungan Tomat ekonomi (juta) Cabe Merah
69.87
50.39
67,19
47.37
37.73
28.93
35.58
26.99
Tomat
0.65
0.83
0.63
0.81
Cabe Merah
0.44
0.53
0.45
0.52
Tomat
0.36
0.46
0.39
0.50
Cabe Merah
0.41
0.50
0.48
0.57
Keuntungan privat (juta)
PCR DRC
Sumber : Data Primer (Diolah) Keterangnan : Kondisi 1 = kondisi awal Kondisi 2 = kondisi setelah terjadinya peningkatan biaya produksi dan penurunan harga output Berdasarkan tabel 19 diatas, diketahui bahwa keuntungan usahatani tomat di Ciwidey adalah 6.41 juta rupiah atau mengalami penurunan keuntungan sebesar 9.68 juta rupiah atau 60.16 persen dari kondisi normal, keuntungan lebih besar diterima petani tomat di Lembang yaitu sebesar 8.25 juta rupiah atau turun sebesar 10.73 juta rupiah atau 56.53 persen dari kondisi normal. Usahatani cabe merah di Ciwidey memperoleh keuntungan sebesar 22.47 juta rupiah atau mengalami penurunan keuntungan sebesar 6.80 juta rupiah atau sebesar 23.24 persen dari kondisi normal, sementara usahatani cabe merah di Lembang memperoleh keuntungan sebesar 28.80 juta rupiah atau mengalami penurunan keuntungan sebesar 7.39 juta rupiah atau 20.44 persen dari kondisi normal. Dengan demikian, walaupun terjadi kombinasi perubahan peningkatan biaya produksi dan penurunan harga komoditas yang bersangkutan, usahatani
113
tomat dan cabe merah dikedua tempat penelitian masih menguntungkan baik secara finansial maupun secara ekonomi. Peningkatan biaya produksi dan penurunan harga output menyebabkan nilai PCR dan DRC dari kedua komoditas yang dianalisis dikedua tempat penelitian menjadi lebih besar, namun masih
bernilai kurang dari satu. Hal
tersebut menunjukan bahwa walaupun terjadi peningkatan biaya produksi dan penurunan harga output, kedua komoditas tersebut masih tetap memiliki keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif sehingga masih tetap layak untuk dikembangkan. 7.5 Dampak Peningkatan Biaya Produksi Dan Penurunan Produksi Hasil analisis keuntungan privat dan daya saing dari kedua komoditas sayuran unggulan dikedua tempat penelitian setelah adanya peningkatan biaya produksi dan penurunan produksi dapat dilihat pada Tabel 20. Tabel 20. Indikator Keuntungan Dan Daya Saing Komoditas Sayuran Unggulan Di Ciwidey Dan Di Lembang Per Hektar Per Musim Tanam Akibat Peningkatan Biaya Produksi Dan Penurunan Produksi Indikator Keuntungan privat (juta)
Komoditas
Kecamatan Ciwidey Kondisi 1 Kondisi 2
Kecamatan Lembang Kondisi 1 Kondisi 2
Tomat
16.09
6.57
18.98
8.39
Cabe Merah
29.27
6.04
36.19
8.71
Keuntungan Tomat ekonomi (juta) Cabe Merah
69.87
52.10
67,19
49.11
37.73
10.15
35.58
7.07
Tomat
0.65
0.83
0.63
0.80
Cabe Merah
0.44
0.81
0.45
0.78
Tomat
0.36
0.44
0.39
0.48
PCR DRC
Cabe Merah 0.41 0.73 0.48 0.83 Sumber : Data Primer (Diolah) Keterangnan : Kondisi 1 = kondisi awal Kondisi 2 = kondisi setelah terjadinya peningkatan biaya produksi dan penurunan produksi
114
Berdasarkan tabel 20 diatas, diketahui bahwa keuntungan usahatani tomat di Ciwidey sebesar 6.57 juta rupiah atau menurun sebesar 59.16 persen dari keuntungan awal, sementara usahatani tomat di Lembang memperoleh keuntungan sebesar 8.39 juta rupiah atau terjadi penurunan sebesar 55.79 persen dari kondisi awal. Sedangkan usahatani cabe merah di Ciwidey memperoleh keuntungan sebesar 6.04 juta rupiah atau terjadi penurunan keuntungan sebesar 79.36 persen dari kondisi normal. Sementara usahatani cabe merah di Lembang memperoleh keuntungan sebesar 8.17 juta rupiah atau terjadi penurunan keuntungan sebesar 75.93 persen dari kondisi awal. Walaupun kedua komoditas mengalami penurunan keuntungan akibat peningkatan biaya produksi yang disertai dengan penurunan produksi, namun kedua komoditas tersebut masih memiliki daya saing baik secara kompetitif maupun komparatif. Hal ini dapat dicermati dari nilai PCR dan DRC kedua komoditas tersebut dikedua tempat penelitian yang bernilai kurang dari satu, tetapi nilai PCR dan DRC setelah terjadi peningkatan biaya produksi yang disertai dengan penurunan produksi lebih besar dari kondisi awal. Hal tersebut menunjukan bahwa peningkatan biaya produksi yang disertai dengan penurunan produksi telah mengakibatkan daya saing kedua komoditas dikedua tempat penelitian menjadi berkurang. 7.6 Dampak Kombinasi Peningkatan Biaya Produksi, Penurunan Harga Dan Penuruan Produksi Hasil analisis keuntungan privat dan daya saing dari kedua komoditas sayuran unggulan dikedua tempat penelitan setelah adanya peningkatan biaya
115
produksi, penurunan harga output dan penurunan produksi dapat dilihat pada Tabel 21. Tabel 21. Indikator Keuntungan Dan Daya Saing Komoditas Sayutran Unggulan Di Ciwidey Dan Di Lembang Per Hektar Per Musim Tanam Akibat Peningkatan Biaya Produksi, Penurunan Produksi Dan Penurunan Harga Output Indikator Keuntungan privat (juta)
Komoditas
Kecamatan Ciwidey Kondisi 1 Kondisi 2
Kecamatan Lembang Kondisi 1 Kondisi 2
Tomat
16.09
0.78
18.98
1.75
Cabe Merah
29.27
3.44
36.19
5.54
Keuntungan Tomat ekonomi (juta) Cabe Merah
69.87
38.93
67,19
35.53
37.73
7.04
35.58
3.77
Tomat
0.65
0.98
0.63
0.95
Cabe Merah
0.44
0.88
0.45
0.85
Tomat
0.36
0.51
0.39
0.56
Cabe Merah
0.41
0.80
0.48
0.90
PCR DRC
Sumber : Data Primer (Diolah) Keterangnan : Kondisi 1 = kondisi awal Kondisi 2 = kondisi setelah terjadinya peningkatan biaya produksi, penurunan produksi dan penurunan harga output.
Apabila terjadi peningkatan biaya produkdi, penurunan produksi dan penurunan harga output membuat keuntungan usahatani kedua komoditas dikedua tempat penelitian semakin kecil. Keuntungan terkecil diperoleh usahatani tomat di Ciwidey yang memperoleh keuntungan sebesar 0.78 juta rupiah atau terjadi penurunan keuntungan sebesar 95.12 persen dari keuntungan awal, sementara usahatani tomat di Lembang memperoleh keuntungan sebesar 1.75 juta rupiah atau turun sebesar 90.80 persen dari kondisi awal. Usahatani cabe merah mengalami penurunan yang relatif lebih kecil dari usahatani tomat, usahatani cabe merah di Ciwidey memperoleh keuntungan sebesar 3.44 juta rupiah atau terjadi penurunan keuntungan sebesar 88.24 persen
116
dari kondisi awal, sementara usahatani cabe merah di Lembang memperoleh keuntungan sebesar 5.54 juta rupiah atau turun sebesar 84.69 persen dari kondisi awal. Peningkatan biaya produksi dan penurunan harga yang disertai dengan penurunan produksi membuat usahatani komoditas sayuran unggulan dikedua tempat penelitian semakin tidak efisien atau dengan kata lain daya saing kedua komoditas tersebut menjadi rendah. Walaupun demikian, kedua komoditas dikedua tempat penelitian masih tetap berdaya saing, hal tersebut tergambarkan dari nilai keuntungan privat dan keuntungan sosial yang lebih besar dari nol dan nilai PCR dan DRC yang lebih kecil dari satu. Hal tersebut menunjukan bahwa walaupun terjadi peningkatan biaya produksi dan penurunan harga yang disertai dengan penurunan produksi, kedua komoditas dikedua tempat penelitian tetap layak untuk dikembangkan baik secara finansial maupun ekonomi.
117
VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN
8.1 Kesimpulan 1. Berdasarkan hasil analisis keuntungan per hektar per musim tanam menunjukkan bahwa usahatani tomat dan cabe merah di kedua tempat penelitian menguntungkan baik secara finansial maupun ekonomi. Hal ini menunjukan bahwa usahatani kedua komoditas sayuran unggulan tersebut layak untuk terus dikembangkan baik dari sudut pandang pihak yang terlibat langsung maupun masyarakat secara keseluruhan. Besaran keuntungan finansial dan ekonomi bervariasi menurut komoditas dan lokasi, dimana usahatani kedua komoditas di Kecamatan Lembang menghasilkan keuntungan finansial yang relatif lebih besar dibandingkan di Kecamatan Ciwidey. 2. Hasil analisis daya saing menunjukan bahwa kedua komoditas yang dianalisis dikedua tempat penelitian menghasilkan nilai PCR dan DRC lebih kecil dari satu, hal ini menunjukan bahwa usahatani komoditas sayuran unggulan dikedua tempat penelitian memiliki keunggulan kompetitif maupun keunggulan komparatif. Kecamatan Ciwidey relatif lebih memiliki keunggulan komparatif untuk menghasilkan kedua komoditas tersebut dibanding Kecamatan Lembang, tetapi dengan adanya kebijakan ternyata Kecamatan Lembang justru relatif lebih memiliki keunggulan kompetitif dibandingkan Kecamatan Ciwidey. Hal tersebut menunjukkan bahwa dengan kebijakan pemerintah yang ada sekarang, usahatani tomat dan cabe merah di Kecamatan Lembang cenderung lebih diuntungkan. Hasil tersebut sejalan dengan hasil keuntungan privat yang dihasilkan, dimana usahatani tomat dan cabe merah di Lembang menghasilkan keuntungan lebih besar dibandingkan dengan di Ciwidey.
118
3. Dampak kebijakan output terhadap usahatani tomat dan cabe merah menyebabkan usahatani tomat dan cabe merah dikedua tempat penelitian menerima harga aktual output lebih kecil dari harga sosialnya. Dengan demikian, usahatani tomat dan cabe merah dikedua tempat penelitian tidak mendapat perlindungan dari pemerintah, sehingga terjadi pengurangan penerimaan petani akibat adanya kebijakan terhadap output tersebut. Dampak kebijakan output cenderung lebih menguntungkan usahatani kedua komoditas di Lembang. 4. Hasil analisis dampak kebijakan input menunjukan bahwa pemerintah memberikan subsidi atas input asing (tradable) dan input domestik (non tradable), sehingga petani menerima harga input tersebut lebih murah dari yang seharusnya dibayarkan jika tanpa adanya kebijakan. Artinya dengan adanya kebijakan terhadap input tersebut, usahatani tomat dan cabe merah dikedua tempat penelitian secara tidak langsung menerima subsidi atas input tersebut.
Berdasarkan besaran nilai insentif yang diterima usahatani dari
kebijakan pemerintah terhadap input tersebut, usahatani kedua komoditas di Kecamatan Lembang menerima insentif
yang lebih besar dibandingkan
usahatani di Kecamatan Ciwidey. Artinya dampak kebijakan input yang ada sekarang cenderung lebih menguntungkan usahatani komoditas sayuran unggulan di Kecamatan Lembang. 5. Hasil analisis dampak kebijakan input-output secara keseluruhan menunjukan bahwa kebijakan terhadap input-output yang ada sekarang hanya mampu meningkatkan keuntungan petani cabe merah di Kecamatan Lembang sebesar dua persen dari keuntungan yang seharusnya diterima jika tanpa adanya
119
kebijakan. Sedangkan untuk usahatani tomat dikedua daerah dan cabe merah di Ciwidey, kebijakan pemerintah terhadap input-output yang ada sekarang justru berpengaruh negatif terhadap struktur biaya, karena biaya yang diinvestasikan lebih besar dari nilai tambah keuntungan yang dapat diterima. Secara umum kebijakan pemerintah terhadap input-output lebih menguntungkan usahatani kedua komoditas tersebut di Kecamatan Lembang. 6. Hasil analisis perubahan kebijakan menunjukan bahwa terjadinya peningkatan biaya produksi, penurunan harga output dan penurunan produksi yang dilakukan baik secara parsial maupun gabungan menyebabkan tingkat keuntungan yang semakin kecil dan nilai PCR dan DRC yang semakin besar mendekati satu. Namun, perubahan tersebut tidak sampai merubah keuntungan menjadi negatif (rugi) maupun merubah keunggulan kompetitif dan keunggulan komparatif menjadi tidak berdaya saing. Dengan demikian, walaupun terjadi peningkatan biaya produksi, penurunan harga output dan penurunan produksi baik secara parsial atau gabungan, usahatani kedua komoditas sayuran unggulan dikedua tempat penelitian tetap layak untuk dikembangkan. 8.2 Implikasi Kebijakan 1. Meskipun secara finansial maupun ekonomi menguntungkan, usahatani komoditas sayuran unggulan di Kecamatan Ciwidey menghasilkan keuntungan yang lebih rendah dibanding Kecamatan Lembang. Untuk meningkatkan keuntungan usahatani di Kecamatan Ciwidey, diperlukan peningkatan produktivitas dan harga yang diterima petani. Untuk mencapai tujuan tersebut pemerintah daerah Kabupaten Bandung dapat memberikan dukungan dalam
120
bentuk pembenahan sistem pemasaran dan distribusi input khususnya pupuk dan obat-obatan, kemudian untuk mendukung efisiensi pemasaran input maupun output, diperlukan peningkatan aksesibilitas daerah yang dapat dilakukan dengan pembangunan sarana jalan dan fasilitas pemasaran yang lebih baik. 2. Meskipun secara finansial usahatani komoditas sayuran unggulan di Kecamatan Lembang lebih menguntungkan, namun seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk, lahan sebagai input primer dalam usahatani saat ini merupakan sumberdaya yang langka dan mahal. Kecamatan Lembang yang memiliki kompetensi dasar disektor parawisata dan perdagangan tentunya akan menghasilkan pendapatan yang relatif lebih tinggi per satuan unit lahan dibandingkan
dengan
sektor
pertanian.
Implikasinya,
dalam
rangka
meningkatkan produksi komoditas sayuran unggulan, pemerintah daerah Kabupaten Bandung Barat harus mendorong pengembangan daerah sentra baru di daerah-daerah yang memiliki keunggulan komparatif. Hal tersebut dapat dilakukan mengingat masih banyak tersedia lahan potensial yang belum termanfaatkan di wilayah Kabupaten Bandung Barat. 3. Dalam rangka meningkatkan keunggulan kompetitif dan keunggulan komparatif, maka usahatani komoditas sayuran unggulan di kedua kabupaten tersebut perlu lebih diarahkan pada peningkatan efisiensi usaha yang disertai dengan peningkatan produktivitas dan pemanfaatan hasil. Untuk itu diperlukan penciptaan iklim usaha yang kondusif dengan cara penyediaan fasilitas kredit usaha agar petani tidak menggantungkan modalnya dari hasil panen, pelayanan
121
teknis seperti standarisasi produk dan informasi pasar dan mendorong pengembangan kemitraan usaha antara petani dengan industri pengolahan 4. Berdasarkan hasil simulasi kebijakan terhadap perubahan harga input, harga output dan perubahan produksi baik secara parsial maupun gabungan menyebabkan tingkat keuntungan dan daya saing komoditas sayuran unggulan menjadi berkurang. Hasil simulasi ini menunjukkan bahwa usahatani tomat dan cabe merah sangat rentan terhadap perubahan harga input, harga output dan perubahan produksi, implikasi dari hasil simulasi tersebut adalah (1) untuk mencegah kelangkaan dan mahalnya input ketika musim tanam, maka diperlukan evaluasi dan pengawasan sistem distribusi dan pemasaran input terutama pupuk dan obat-obatan; (2) Untuk menekan tingginya fluktuasi harga diperlukan strategi antara lain, pembangunan infrastruktur untuk memperlancar distribusi dan pemasaran, upaya penanganan pasca panen dan pengaturan pergiliran tanaman agar tidak terjadi panen serentak disemua wilayah sentra produksi, sehingga dapat menjamin kontinuitas produksi. Disamping itu, diperlukan keseriusan dari pemerintah untuk mengembangkan sub terminal agribisnis sampai tingkat kecamatan disertai dengan pelatihan dan standarisasi mutu produk; (3) Untuk menekan fluktuasi produksi komoditas sayuran unggulan diperlukan langkah strategis antara lain, Pemberian pelatihan kepada petani tentang inovasi teknik budidaya seperti bimbingan teknis penerapan benih unggul dan pemupukan berimbang, penanggulangan hama dan penyakit, untuk mencapai tujuan tersebut maka diperlukan
pembinaan dan
pengembangan tenaga penyuluh pertanian.
122
8.3 Saran Penelitian Lanjutan Penelitian ini dilakukan didua tempat yaitu Kecamatan Lembang dan Kecamatan Ciwidey yang merupakan daerah sentra produksi komoditas sayuran unggulan di Kabupaten Bandung. Setelah terjadinya pemekaran Kabupaten Bandung, beberapa daerah sentra komoditas sayuran unggulan tergabung kedalam wilayah administratif Kabupaten Bandung Barat dan salah satunya adalah Kecamatan Lembang, penelitian ini dilakukan ketika Kabupaten Bandung Barat secara hukum telah terbentuk, tetapi pemerintah daerahnya belum terbentuk secara lengkap. Setelah pemerintah daerah Kabupaten Bandung Barat terbentuk nantinya, pemerintah daerah akan merumuskan dan mengimplementasikan kebijakan pembangunan daerah yang akan berdampak terhadap daya saing komoditas sayuran unggulan baik secara langsung maupun tidak langsung. Kebijakan pembangunan yang akan dilaksanakan masing-masing pemerintah daerah tidak akan secara langsung mempengaruhi daya saing komoditas sayuran unggulan, diperlukan waktu untuk melihat hal tersebut. Oleh karena itu, diperlukan penelitian lebih lanjut tentang bagaimana tingkat daya saing komoditas sayuran unggulan dikedua tempat penelitian setelah pemerintah daerah kedua kabupaten melaksanakan pembangunan didaerahnya masing-masing pasca pemekaran.
123
DAFTAR PUSTAKA Agustian, A, Armen Z, Syahyuti, Herlina T, Ade S, Yana S dan Tjetjep N. 2005. Laporan Akhir “Analisis Berbagai Bentuk Kelembagaan Pemasaran dan Dampaknya Terhadap Kinerja Usaha Komoditas Sayuran dan Buah”. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian. Bogor. Adi, W. 2006. Analisis Kesejahteraan Masyarakat Pasca Pemekaran Propinsi Di Indonesia Dalam Jurnal Ekonomi dan Pembangunan (JEP), XIV (1) 2006. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Deptan. Jakarta Dewi, H. 2004. Analisis Keunggulan Komparatif dan Kompetitif Serta Dampak Kebijakan Pemerintah Pada Pengusahaan Kedelai. Skripsi. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor Dinas Pertanian Kabupaten Bandung. 2005. Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Tahun 2005-2010. Bandung 2005. Laporan Tahunan Dinas Pertanian Kabupaten Bandung Tahun 2005. Bandung 2006. Laporan Tahunan Dinas Pertanian Kabupaten Bandung Tahun 2006. Bandung 2006. Rencana Strategis Pembangunan Pertanian Kabupaten Bandung. Kerjasama Puslit Kebijakan Pertanian dan Agribisnis Universitas Padjadjaran dengan Dinas Pertanian Kabupaten Bandung. Bandung Dinas Perindustrian dan Perdagangan Agro Propinsi Jawa Barat. 2007. Petunjuk Pasar Sayur Mayur dan Buah-buahan di Asia dan Afrika. Bandung. Iryanti, R. 2005. Analisis Usahatani Komoditas Tomat Organik Dan Anorganik. Skripsi. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor Kridiarto, P. 2003. Analisis daya Saing dan Efisiensi Tataniaga Pisang Ambon Lumut. Skripsi. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor Kuraisin, V. 2006. Analisis daya Saing dan dampak Perubahan Kebijakan Pemerintah Terhadap Komoditi Susu sapi. Skripsi. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor Latief, A. 2005. Hukum dan Peraturan Kebijaksanaan (Beleidsregel) pada Pemerintah Daerah. UII Press Jogjakarta. Yogyakarta Mayrowani, H. 2006. Kebijakan Otonomi Daerah Dalam Perdagangan Hasil Pertanian dalam Jurnal Analisis Kebijakan Pertanian Vol 4 No 3
124
September 2006. Pusat Analisis Sosial Ekonomi Dan Kebijakan Pertanian. Departemen Pertanian. Jakarta Monke, E. A dan S.R. Pearson. 1989. The Policy Analysis Matrix For Agricultural Development. Cornell University Press: Itacha and London Novianti, T. 2003. Analisis Dampak Kebijakan Pemerintah Terhadap Daya Saing Komoditas Unggulan Sayuran. Tesis. Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor Pearson, S, Carl Gotsch dan Sjaiful Bahri. 2005. Aplikasi Policy Analysis Matrix pada Pertanian Indonesia. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta Pemerintah Kabupaten Bandung, Kecamatan Ciwidey. 2007. Data Monografi Kecamatan Ciwidey. Bandung Pemerintah Kabupaten Bandung, Kecamatan Lembang. 2007. Data Monografi Kecamatan Lembang. Bandung. Prihartanti, Y. 2005. Analisis Keunggulan Komparatif dan Keunggulan Kompetitif Dalam Pembangunan Wilayah Pada Masa Otonomi Daerah di Kabupaten Kudus. Skripsi. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor. Bogor Pusat Data dan Informasi Dirjen Hortikultura. 2008. Volume dan Nilai EksporImpor Komoditas Sayuran di Indonesia. Jakarta Ramadhani, E. 2001. Analisis Pendapatan dan Efisiensi Faktor Produksi Pada Usahatani Tomat di Desa Alamanah, Kecamatan Ciwidey, Kabupaten Bandung. Skripsi. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor Rusono, N. 1999. Analisis Daya saing Beberapa Komoditi Tanaman Pangan Pada Beberapa Lokasi Pengembangan. Tesis. Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor Rosfaulina. 2000 Analisis Pendapatan Usahatani Cabe Merah keriting di Tiga Desa di Kecamatan Sukaraja Kabupaten Sukabumi. Skripsi. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor Salman, M. 1993. Analisis Ekonomi Komoditas Kapas Indonesia: Pendekatan Simulasi Kebijakan Dengan Model ekonometrika. Tesis. Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor Salvatore, D. 1997. Ekonomi Internasional. Erlangga. Jakarta Saragih, B. 2001. Analisis Pendapatan Usahatani Cabe Merah Keriting (studi kasus di desa Karawang Kecamatan Sukabumi Kabupaten Sukabumi Jawa Barat). Skripsi. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor
125
Simanungkalit, J. 2003. Analisis Tipologi Daya saing Daerah Kabupaten/Kota di Propinsi Jawa Barat. Tesis. Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor Simatupang, P. 2003. Analisis Kebijakan: Konsep Dasar dan Prosedur Pelaksanaan dalam Jurnal Analisis Kebijakan Pertanian Volume 1 Nomor 1, maret 2003. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Deptan. Jakarta Tarigan, R. 2004. Ekonomi Regional Teori dan Aplikasi. Bumi Aksara. Jakarta Zulkarnaini, Z. 2007. Analisis Daya Saing Buah Pisang (Musa paradisiaca L) di Kabupaten Cianjur Propinsi Jawa Barat. Skripsi. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian. Bogor. Bogor
126
LAMPIRAN
127
Lampiran 1. Peringkat PDRB Kabupaten/Kota Di Propinsi Jawa Barat Tahun 2005 (Milyar Rupiah) Regional Bekasi Bogor Bandung Karawang Garut Sukabumi Cianjur Kabupaten Cirebon Ciamis Indramayu Subang Purwakarta Tasikmalaya Sumedang Majalengka Kuningan Bandung Bekasi Depok Cimahi Kota Cirebon Bogor Tasikmalaya Sukabumi Banjar Total PDRB Jawa Barat
PDRB Pangsa Pada Total PDRB Jabar (%) 53,716.55 15.93 35,845.84 10.63 31,884.99 9.45 23,488.69 6.96 13,863.20 4.11 11,240.59 3.33 10,776.42 3.20 9,681.12 2.87 9,247.25 2.74 8,938.21 2.65 8,107.16 2.40 7,972.22 2.36 7,253.24 2.15 7,048.21 2.09 5,021.59 1.49 4,573.37 1.36 34,792.18 10.32 19,257.47 5.71 7,521.59 2.23 7,227.52 2.14 6,840.26 2.03 4,952.69 1.47 4,617.52 1.37 2,405.11 0.71 973.76 0.29 337,245.75 100
Sumber : BPS Propinsi Jawa Barat dalam Dinas Pertanian Kabupaten Bandung, 2006 Lampiran 2. Pertumbuhan PDRB Subsektor Pertanian di Kabupaten Bandung Tahun 2001 – 2005 (Triliun Rupiah) Tahun No
Subsektor
2001
2002
2003
2004
2005
Pertumbuhan (%)
1. Tanaman Pangan 0.68
0.67
0.68
0.68
0.72
1.38
2.
Perkebunan
0.15
0.15
0.15
0.15
0.13
-3.29
3.
Kehutanan
0.01
0.01
0.01
0.00
0.01
-3.93
4.
Peternakan
0.14
0.14
0.14
0.14
0.12
-2.61
5.
Perikanan
0.03
0.03
0.03
0.03
0.03
-3.15
Sumber : Dinas Pertanian Kabupaten Bandung, 2006
128
Lampiran 3. Volume Dan Nilai Ekspor Dan Impor Tomat di Indonesia Uraian Tahun
Volume
Ekspor Nilai US $
Impor Volume
Nilai US $
2003
671,436
289,472
5,213,522
1,321,158
2004
3,594,486
2,599,702
7,762,102
2,140,921
2005
2,061,505
1,128,266
6,843,938
1,617,660
2006
1,024,767
792,829
10,152,958
3,275,143
Sumber: Pusdatin Dirjen Hortikultura, 2008
Lampiran 4. Volume Dan Nilai Ekspor Dan Impor Cabe di Indonesia Uraian Tahun 2003
Volume
Ekspor Nilai US $
Impor Volume
Nilai US $
1,110,553
539,053
34,770
54,107
2004
1,879,374
1,581,358
7,572,448
3,097,134
2005
5,617,739
7,210,822
8,090,616
4,407,360
2006
8,004,450
10,961,781
11,885,501
9,581,203
Sumber: Pusdatin Dirjen Hortikultura, 2008
Lampiran 5. Justifikasi Perhitungan Harga Bayangan Tomat Dan Cabe Merah Uraian Harga CIF (US $/Kg)
Tomat 0.322580
Cabe Merah 0.806125
SER
9,242.92
9,242.92
Harga CIF (Rp/Kg)
2,981.58
7,450.95
Biaya transportasi
112.25
79.64
Biaya penanganan
228.00
228.00
3,321.83
7,758.59
Harga ditingkat petani Sumber: Data Sekunder (Diolah)
129
Lampiran 6. Justifikasi Perhitungan Harga Bayangan Pupuk Anorganik Urea/Za* 0.269
TSP/SP-36*) 0.318
KCl*) 0.205
NPK*) 0.699
SER
9,242.92
9,242.92
9,242.92
9,242.92
Harga FOB/CIF (Rp/Kg)
2,486.345
2,939.249
1,894.799
6,460.801
Biaya transportasi
-67
67
67
67
Biaya penanganan
-13
13
13
13
2,406.345
3,019.249
1,974.799
6,540.801
Uraian Harga FOB/CIF (US$/Kg)
Harga ditingkat petani
Sumber Keterangan
: Data Sekunder (Diolah) : * Penentuan harga bayangan berdasarkan harga FOB *) Penentuan harga bayangan berdasarkan harga CIF
Lampiran 7. Perhitungan Standart Convertion Factor Dan Shadow Exchange Rate Tahun 2000-2006 (Milyar Rupiah) Tahun Xt 2000 596,079.8
Mt Txt 321,574.5 923
Tmt 4,976
OERt 9,595
SCFt 0.996
SERt 9,633.53
2001
585,737.4
322,005.8 397
9,975
10,400
0.989
10,515.67
2002
510,954.9
279,722.8 349
12,249
8,940
0.985
9,075.14
2003
516,857.6
275,541.7 438
11,960
8,465
0.986
8,585.19
2004
524,436
340,489.3 315
11,636
9,042
0.987
9,161.09
2005
785,501
529,117.1 317.9 14,927.1 9,170
0.989
9,271.86
2006
539,400
559,300
377.7 12,141.7 9,141.25 0.989
9,242.92
Sumber: Badan Pusat Statistik, 2006 Mt + Xt SCF2006 = (Mt+Tm) + (Xt-Tx) 559,300 + 539,400 SCF2006 =
1,098,700 =
(559,300 + 12,141.7) + (559,300 – 377.7) OER2006 SER =
9,141.25 =
SCF2006
= 0.989 1,110,463.3
= 9,242.92 0.989
130
Lampiran 8. Perkembangan Nilai Upah Dan Harga Retail Pupuk di Kabupaten Bandung Tahun 1990-2007 Harga Retail Pupuk TSP KCL 210 210
1990
Upah (Rp/HOK) 2316
Urea 185
1991
2612
210
260
260
1992
2949
220
280
280
1993
3317
240
310
350
1994
3655
260
310
350
1995
3925
260
480
480
1996
4218
330
525
480
1997
5309
400
600
480
1998
6400
450
675
850
1999
6950
1115
1400
1550
2000
7250
1115
1400
1600
2001
7500
1050
1400
1600
2002
8000
1050
1450
1650
2003
8250
1050
1475
1650
2004
8500
1200
1500
1650
2005
9500
1200
1550
1700
2006
12000
1250
1550
1750
2007
15000
1200
1700
1850
Rata-rata Pertumbuhan (%)
11.87529
14.86679
15.330834
15.61196
Tahun
15.6986
Sumber : Data Sekunder (Diolah)
131
Lampiran 9. Perkembangan Harga Tomat Dan Cabe Merah Di Kabupaten Bandung Tahun 2006-2007 Tomat Uraian 2006 Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember 2007 Januari Februari Maret April Mei Rata-rata
Cabe merah
Harga (Rp/Kg) Pertumbuhan (%)
2750 4000 2000 2000 1500 2625 1500 1875 2000 1375 1250 2000
45.45 -50.00 0.00 -25.00 75.00 -42.86 25.00 6.67 -31.25 -9.09 60.00
1200 3000 1200 2500 2500 2075
-40.00 150.00 -60.00 108.33 0.00 13.27
Harga (Rp/Kg)
Pertumbuhan (%)
10000 12000 6250 5000 5500 11000 5000 5375 8000 7500 6750 14500
20.00 -47.92 -20.00 10.00 100.00 -54.55 7.50 48.84 -6.25 -10.00 114.81 -44.83 62.50 -38.46 -37.50 0.00 6.51
8000 13000 8000 5000 5000 7992.65
Sumber: Dinas Pertanian Kabupaten Bandung (Diolah)
Lampiran 10. Pertumbuhan Produksi Komoditas Sayuran Unggulan di Kabupaten Bandung Tahun 2001-2006 (Dalam Ton) Jenis Komodotas Tomat
Tahun 2001
2002
81,851 63,681
Pertumbuhan/Tahun(%) -22.20 Cabe Merah
15,435 12,562
Pertumbuhan/Tahun(%) -18.61
2003
2004
119,702 91,884
2005
2006
Rata-rata Penurunan (%)
90,306 85,898
87.97
-23.24
-1.72
40,387
18,433
23,776 29,047
221.50 -54.36
28.98 22.17
-4.88
-13
-36.49
Sumber : Dinas Pertanian Kabupaten Bandung (2007)
132
Lampiran 11. Realisasi Luas Tanam, Panen, Produksi Dan Produktivitas Komoditas Sayuran Unggulan Di Kecamatan Lembang Dan Kecamatan Ciwidey Kabupaten Bandung Tahun 2006 Kecamatan
Kecamatan Lembang Luas Tanam (Ha)
Luas Panen (Ha)
Kentang
163
58
32,848
Kubis
363
255
Cabe Merah
226
Tomat
145
Komoditas
Sumber Keterangan
Produksi Rata-rata (Kwintal) hasil (Kwt/Ha)
Kecamatan Ciwidey Persentase terhadap total *)
Luas Tanam (Ha)
Luas Panen (Ha)
Produksi (Kwintal)
Rata-rata hasil (Kwt/Ha)
Persentase terhadap total *)
201.52
1.42
88
79
16,030
202.91
0.69
136,169
375.12
4.83
93
92
34,328
373.13
1.22
125
46,790
207.04
16.11
76
69
13,845
182.17
4.77
120
72,935
503.00
8.49
177
126
58,438
499.47
6.80
: Dinas Pertanian Kabupaten Bandung (Diolah) : *) Kontribusi produksi kecamatan terhadap produksi total kabupaten.
Lampiran 12. Biaya Produksi, Biaya Pokok, Pendapatan Usahatani dan R/C Usahatani Beberapa Komoditas Sayuran di Kabupaten Bandung Tahun 2006 (Per Hektar) No
Komoditas
Hasil (Kg)
2
3
1 1
Harga (Rp/Kg) 4
Nilai Produksi (Rp) 5 (3x4)
Total Biaya Produksi (Rp) 6
Biaya Pokok (Rp/Kg) 7 (6:3)
Pendapatan Usahatani (Rp) 8 (5-6)
R/C 9
Kacang Panjang
16,000
2,450
39,200,000
7,932,900
496
31,267,100
4.94
2
Bawang Merah
10,000
6,700
67,000,000
26,958,000
2,696
40,042,000
2.49
3
Bawang Daun
29,000
2,400
69,600,000
27,280,000
941
42,320,000
2.55
4
Kentang
22,000
3,500
77,000,000
34,274,000
1,558
42,726,000
2.25
5
Cabe Merah
16,000
11,000
176,000,000
33,634,600
2,102
142,365,400
5.23
6
Tomat
30,000
2,000
60,000,000
30,999,500
1,033
29,000,500
1.94
7
wortel
18,000
2,500
45,000,000
8,203,125
456
36,796,875
5.49
8
Kubis
26,500
1,500
39,750,000
21,337,500
805
18,412,500
1.86
9
Petsai
14,500
1,500
21,750,000
7,875,000
543
13,875,000
2.67
10
Paprika
12,000
20,000
240,000,000
70,709,000
5,892
169,291,000
3.39
11
Buncis
11,000
2,700
29,700,000
12,075,000
1,098
17,625,000
2.46
Sumber: Dinas Pertanian Kabupaten Bandung, 2006 ran 13
134
Lampiran 13. Analisis Finansial Dan Ekonomi Usahatani Tomat Di Kecamatan Ciwidey Per Hektar Per Musim Tanam No
Uraian
A B 1 2
Produksi Sarana Produksi Benih Pupuk Urea/Za TSP/Sp-36 KCL NPK PPC/ZPT Pupuk Kandang pestisida Insektisida Fungisida Kapur Ajir Tali Rafia Mulsa Jumlah B Tenaga Kerja pengolahan tanah
3 4 5
6 7 8 9 C 1
2 persemaian 3 penanaman 4 pemeliharaan 5 panen 6 pasca panen Jumlah C D Biaya Tataniaga 1 Transportasi 2 Penanganan Jumlah D E Biaya Lain-lain 1 Biaya Penyusutan 2 Sewa Tanah 3 Pajak Tanah 4 Bunga Jumlah E Total Biaya Produksi Keuntungan R/C
Satuan Kg Bungkus
Volume 35,046.96 11.20
Kg Kg Kg Kg Liter Kg
434.89 266.00 77.07 238.65 6.50 18,850.80
Liter Kg Kg Batang Rol Rol
27.27 74.37 247.53 30,229.65 18.82
HKP HKW Rp HKP HKW HKP HKW HKP HKW HKP
Kg Kg
RP RP RP RP Rp Rp
288.00 8.00 17.00 24.00 251.00 275.00 42.00 100.00 8.00
35,046.96 35,046.96
H. Privat 1,460.00 89,000.00 1,282.22 1,867.78 1,025.00 4,160.00 22,000.00 210.00 103,521.40 61,703.50 626.00 113.50 10,300.00
15,000.00 10,000.00 322,267.00 15,000.00 10,000.00 15,000.00 10,000.00 15,000.00 10,000.00 15,000.00
15.27 20.12
Analisis Finansial Jumlah Domestik 51,168,561.60 996,800.00 557,625.53 395,914.12 496,828.95 352,748.55 78,996.75 56,087.69 992,784.00 704,876.64 143,000.00 101,530.00 3,958,668.00 3,958,668.00 2,823,028.58 1,383,284.00 4,588,889.30 2,248,555.75 154,953.78 154,953.78 3,431,065.28 3,431,065.28 193,846.00 193,846.00 18,416,486.15 12,981,529.82 4,320,000.00 4,320,000.00 80,000.00 80,000.00 322,267.00 322,267.00 255,000.00 255,000.00 240,000.00 240,000.00 3,765,000.00 3,765,000.00 2,750,000.00 2,750,000.00 630,000.00 630,000.00 1,000,000.00 1,000,000.00 120,000.00 120,000.00 13,482,267.00 13,482,267.00
Asing
H.sosial 3,321.83
996,800.00
89,000.00
161,711.40 144,080.39 22,909.06 287,907.36 41,470.00
2,406.35 3,019.25 1,974.80 6,540.80 22,000.00 210.00
1,439,744.57 2,340,333.54
103,521.40 61,703.50 626.00 113.50 10,300.00
5,434,956.33
Analisis Ekonomi Jumlah Domestik 116,420,043.14 996,800.00 1,046,497.55 743,013.26 803,120.50 570,215.56 152,197.84 108,060.46 1,560,961.92 1,108,282.96 143,000.00 101,530.00 3,958,668.00 3,958,668.00 2,823,028.58 1,383,284.00 4,588,889.30 2,248,555.75 154,953.78 154,953.78 3,431,065.28 3,431,065.28 193,846.00 193,846.00
Asing
996,800.00 303,484.29 232,904.95 44,137.37 452,678.96 41,470.00
1,439,744.57 2,340,333.54
19,853,028.74
14,001,475.06
12,000.00 8,000.00 257,813.60 12,000.00 8,000.00 12,000.00 8,000.00 12,000.00 8,000.00 12,000.00
3,456,000.00 64,000.00 257,813.60 204,000.00 192,000.00 3,012,000.00 2,200,000.00 504,000.00 800,000.00 96,000.00 10,785,813.60
3,456,000.00 64,000.00 257,813.60 204,000.00 192,000.00 3,012,000.00 2,200,000.00 504,000.00 800,000.00 96,000.00 10,785,813.60
127.52 248.12
4,469,188.34 8,695,851.72 13,165,040.05
4,022,269.51 7,826,266.54 11,848,536.05
446,918.83 869,585.17 1,316,504.01
-
5,851,553.68
535,167.08 705,144.84 1,240,311.91
481,650.37 634,630.35 1,116,280.72
53,516.71 70,514.48 124,031.19
291,334.00
145,667.00
145,667.00
291,334.00 2,455,358.00
145,667.00 2,455,358.00
145,667.00
45,833.33 1,602,951.00 1,940,118.33 35,079,183.40 16,089,378.20 1.46
45,833.33 1,602,951.00 1,794,451.33 29,374,528.87
145,667.00 5,704,654.52
2,746,692.00 46,550,574.39 69,869,468.75 2.50
2,601,025.00 39,236,849.71
145,667.00 7,313,724.68
135
Lampiran 14. Analisis Finansial Dan Ekonomi Usahatani Tomat Di Kecamatan Lembang Per Hektar Per Musim Tanam No A B 1 2
3 4 5
6 7 8 9 C 1
Uraian Produksi Sarana Produksi Benih Pupuk Urea/Za TSP/Sp-36 KCL NPK PPC/ZPT Pupuk Kandang pestisida Insektisida Fungisida Kapur Ajir Tali Rafia Mulsa Jumlah B Tenaga Kerja pengolahan tanah
2 3
persemaian penanaman
4
pemeliharaan
5
panen
6
pasca panen Jumlah C D Biaya Tataniaga Transportasi 2 Penanganan Jumlah D E Biaya Lain-lain 1 Biaya Penyusutan 2 Sewa Tanah 3 Pajak Tanah 4 Bunga Jumlah E Total Biaya Produksi Keuntungan R/C
Satuan Kg Bungkus
Volume 36,159.64
H. Privat 1,625.00
13.39
92,500.00
Kg Kg Kg Kg Liter Kg
468.21 455.11 87.08 220.37 5.06 38,574.00
Liter Kg Kg Batang Rol Rol
17.57 110.52 284.03 21,475.17 9.49 10.41
HKP HKW Rp HKP HKW HKP HKW HKP HKW HKP
Kg Kg
RP RP RP RP Rp Rp
Analisis Ekonomi H.sosial Jumlah Domestik 3,321.83 120,116,176.94
Asing
1,238,575.00 1,238,575.00 1,325.00 620,378.25 440,468.56 179,909.69 1,710.00 778,238.10 552,549.05 225,689.05 1,450.00 126,266.00 89,648.86 36,617.14 3,911.11 861,891.31 611,942.83 249,948.48 22,875.00 115,747.50 82,180.73 33,566.78 138.00 5,323,212.00 5,323,212.00 100,888.89 1,772,617.80 868,582.72 904,035.08 78,142.78 8,636,340.05 4,231,806.62 4,404,533.42 152.86 43,416.83 43,416.83 121.50 2,609,233.16 2,609,233.16 10,475.00 99,407.75 99,407.75 371,500.00 3,867,315.00 3,867,315.00 26,092,638.73 18,819,764.10 7,272,874.64
221.00 7.00
15,000.00 10,000.00
18.00 13.00 237.00 65.00 70.00 94.00 5.00
15,000.00 10,000.00 15,000.00 10,000.00 15,000.00 10,000.00 15,000.00
36,159.64 36,159.64
Analisis Finansial Jumlah Domestik 58,759,415.00
9.96 20.41
3,315,000.00 3,315,000.00 70,000.00 70,000.00 254,138.00 254,138.00 270,000.00 270,000.00 130,000.00 130,000.00 3,555,000.00 3,555,000.00 650,000.00 650,000.00 1,050,000.00 1,050,000.00 940,000.00 940,000.00 75,000.00 75,000.00 10,309,138.00 10,309,138.00
92,500.00 2,406.35 3,019.25 1,974.80 6,540.80 22,875.00 138.00 100,888.89 78,142.78 152.86 121.50 10,475.00 371,500.00
12000 8000 12000 8000 12000 8000 12000 8000 12000 -
360,150.01 738,018.25 1,098,168.27
324,135.01 664,216.43 988,351.44
36,015.00 73,801.83 109,816.83
122.21 248.41
335,264.68
167,632.34
167,632.34
335,264.68 3,125,000.00
133,333.33 133,333.33 1,814,592.16 1,814,592.16 2,283,190.17 2,115,557.83 167,632.34 39,783,135.17 32,232,811.37 7,550,323.80 18,976,279.83 1.48
1,238,575.00 1,126,677.13 799,940.76 1,374,090.87 975,604.52 171,965.58 122,095.56 1,441,396.10 1,023,391.23 115,747.50 82,180.73 5,323,212.00 5,323,212.00 1,772,617.78 868,582.71 8,636,339.80 4,231,806.50 43,416.01 43,416.01 2,609,233.16 2,609,233.16 99,407.75 99,407.75 3,867,315.00 3,867,315.00 27,819,993.68 20,046,185.93 2,652,000.00 56,000.00 203,310.40 216,000.00 104,000.00 2,844,000.00 520,000.00 840,000.00 752,000.00 60,000.00 8,247,310.40
Asing
1,238,575.00 326,736.37 398,486.35 49,870.02 418,004.87 33,566.78
904,035.07 4,404,533.30
7,773,807.75
2,652,000.00 56,000.00 203,310.40 216,000.00 104,000.00 2,844,000.00 520,000.00 840,000.00 752,000.00 60,000.00 8,247,310.40
-
4,419,069.60 3,977,162.64 8,982,416.17 8,084,174.56 13,401,485.78 12,061,337.20
441,906.96 898,241.62 1,340,148.58
335,264.68 3,125,000.00
167,632.34 3,125,000.00
167,632.34
3,460,264.68 3,292,632.34 52,929,054.53 43,647,465.87 67,187,122.41 2.27
167,632.34 9,281,588.66
136
Lampiran 15. Analisis Finansial Dan Ekonomi Usahatani Cabe Merah Di Kecamatan Ciwidey Per Hektar Per Musim Tanam No A B 1 2
3 4 5
6 7 8 9 C 1
Uraian Produksi Sarana Produksi Benih Pupuk Urea/Za TSP/Sp-36 KCL NPK PPC/ZPT Pupuk Kandang pestisida Insektisida Fungisida Kapur Ajir Tali Rafia Mulsa Jumlah B Tenaga Kerja pengolahan tanah
2 3
persemaian penanaman
4
pemeliharaan
5
panen
6
pasca panen
Satuan Kg Bungkus Kg Kg Kg Kg Liter Kg Liter Kg Kg Batang Rol Rol
HKP HKW Rp HKP HKW HKP HKW HKP HKW HKP
Volume 8,961.14 14.34 290.67 235.31 63.07 196.01 6.57 11,506.46
Analisis Finansial H. Privat Jumlah Domestik 6,475.00 58,023,381.50 65,200.00
1,010.00 293,576.70 1,833.00 431,323.23 1,794.44 113,175.33 4,000.00 784,040.00 12,000.00 78,840.00 219.50 2,525,667.97
29.26 112,646.42 3,296,034.25 42.04 88,581.30 3,723,957.85 138.31 262.50 36,306.38 6,797.62 100.00 679,762.00 6.55 11,000.00 72,050.00 12,969,701.71 312.00 13.00 17.00 11.00 165.00 50.00 87.00 247.00 9.00
15,000.00 10,000.00 252,273.00 15,000.00 10,000.00 15,000.00 10,000.00 15,000.00 10,000.00 15,000.00
Jumlah C D 1 2
Biaya Tataniaga Transportasi Penanganan Jumlah D E Biaya Lain-lain 1 Biaya Penyusutan 2 Sewa Tanah 3 Pajak Tanah 4 Bunga Jumlah E Total Biaya Produksi Keuntungan R/C
934,968.00
4,680,000.00 130,000.00 252,273.00 255,000.00 110,000.00 2,475,000.00 500,000.00 1,305,000.00 2,470,000.00 135,000.00
934,968.00
RP RP RP RP Rp Rp
8,961.14 8,961.14
Analisis Ekonomi H.sosial Jumlah Domestik 7,758.59 69,525,802.23
Asing
65,200.00
934,968.00
1,615,056.78 1,680,977.47 1,824,739.35 1,899,218.50 36,306.38 679,762.00 72,050.00 7,961,260.71 5,008,441.00
934,968.00 2,406.35 699,453.75 3,019.25 710,459.72 1,974.80 124,550.64 6,540.80 1,282,062.21 12,000.00 78,840.00 219.50 2,525,667.97 112,646.42 3,296,034.25 88,581.30 3,723,957.85 262.50 36,306.38 100.00 679,762.00 11,000.00 72,050.00 14,164,112.76
4,680,000.00 130,000.00 252,273.00 255,000.00 110,000.00 2,475,000.00 500,000.00 1,305,000.00 2,470,000.00 135,000.00
12,000.00 8,000.00 201,818.40 12,000.00 8,000.00 12,000.00 8,000.00 12,000.00 8,000.00 12,000.00
208,439.46 306,239.49 80,354.48 556,668.40 55,976.40 2,525,667.97
12,312,273.00 12,312,273.00 Kg Kg
Asing
85,137.24 125,083.74 32,820.85 227,371.60 22,863.60
496,612.17 504,426.40 88,430.95 910,264.17 55,976.40 2,525,667.97
202,841.59 206,033.32 36,119.68 371,798.04 22,863.60
1,615,056.78 1,824,739.35 36,306.38 679,762.00 72,050.00 8,809,292.56
1,680,977.47 1,899,218.50
5,354,820.20
3,744,000.00 104,000.00 201,818.40 204,000.00 88,000.00 1,980,000.00 400,000.00 1,044,000.00 1,976,000.00 108,000.00
3,744,000.00 104,000.00 201,818.40 204,000.00 88,000.00 1,980,000.00 400,000.00 1,044,000.00 1,976,000.00 108,000.00
-
9,849,818.40
9,849,818.40
-
100.44 22.22
900,056.90 199,116.53 1,099,173.43
810,051.21 179,204.88 989,256.09
90,005.69 19,911.65 109,917.34
180.08 1,613,722.09 250.22 2,242,256.45 3,855,978.54
1,452,349.88 2,018,030.81 3,470,380.69
161,372.21 224,225.65 385,597.85
491,334.00
491,334.00
245,667.00
245,667.00
491,334.00 491,334.00 3,437,500.00 3,437,500.00
245,667.00 3,437,500.00
245,667.00
73,333.33
73,333.33 73,333.33 1,802,899.60 1,802,899.60 2,367,566.93 2,121,899.93 245,667.00 28,748,715.07 23,384,689.73 5,364,025.34 29,274,666.43 2.02
3,928,834.00 31,798,743.70 37,727,058.53 2.19
3,683,167.00 245,667.00 25,812,658.65 5,986,085.06
137
Lampiran 16. Analisis Finansial Dan Ekonomi Usahatani Cabe Merah Di Kecamatan Lembang Per Hektar Per Musim Tanam No A B 1 2
3 4 5
6 7 8 9
Uraian Produksi Sarana Produksi Benih Pupuk Urea/Za TSP/Sp-36 KCL NPK PPC/ZPT Pupuk Kandang pestisida Insektisida Fungisida Kapur Ajir Tali Rafia Mulsa
Jumlah B C Tenaga Kerja 1 pengolahan tanah 2 persemaian 3 penanaman 4 pemeliharaan 5 panen 6 pasca panen Jumlah C D Biaya Tataniaga 1 Transportasi 2 Penanganan Jumlah D E Biaya Lain-lain 1 Biaya Penyusutan 2 Sewa Tanah 3 Pajak Tanah 4 Bunga Jumlah E Total Biaya Produksi Keuntungan R/C
Satuan Kg Bungkus
Volume 9,503.50
Analisis Finansial H. Privat Jumlah Domestik 7,435.00 70,658,522.50
18.98
64,000.00
Kg Kg Kg Kg Liter Kg
217.49 204.73 79.04 231.43 4.62 33,910.08
1,250.00 1,875.00 2,971.43 4,857.14 47,142.86 162.50
Liter Kg Kg Batang Rol Rol
10.49 84.59 441.18 11,409.20 13.01 11.96
98,176.20 54,892.56 278.33 113.89 10,700.00 340,700.00
1,214,720.00 271,862.50 383,868.75 234,861.83 1,124,087.91 217,800.01 5,510,388.00 1,029,868.34 4,643,361.65 122,793.63 1,299,393.79 139,207.00 4,074,772.00
Analisis Ekonomi H.sosial Jumlah Domestik 7,758.59 73,733,750.56
Asing
1,214,720.00 193,022.38 272,546.81 166,751.90 798,102.42 154,638.01 5,510,388.00
78,840.13 111,321.94 68,109.93 325,985.49 63,162.00
504,635.49 525,232.85 2,275,247.21 2,368,114.44 122,793.63 1,299,393.79 139,207.00 4,074,772.00
64,000.00
1,214,720.00 2,406.35 523,357.06 3,019.25 618,131.05 1,974.80 156,088.19 6,540.80 1,513,737.34 47,142.86 217,800.01 162.50 5,510,388.00 98,176.20 1,029,868.34 54,892.56 4,643,361.65 278.33 122,795.10 113.89 1,299,381.11 10,700.00 139,207.00 340,700.00 4,074,772.00
20,266,985.41 15,511,498.62 4,755,486.78 HKP HKW Rp HKP HKW HKP HKW HKP HKW HKP
Kg Kg
RP RP RP RP Rp Rp
206.00 3.00 12.00 23.00 178.00 93.00 70.00 168.00 14.00
9,503.50 9,503.50
15,000.00 10,000.00 278,604.80 15,000.00 10,000.00 15,000.00 10,000.00 15,000.00 10,000.00 15,000.00
3,090,000.00 3,090,000.00 30,000.00 30,000.00 278,604.80 278,604.80 180,000.00 180,000.00 230,000.00 230,000.00 2,670,000.00 2,670,000.00 930,000.00 930,000.00 1,050,000.00 1,050,000.00 1,680,000.00 1,680,000.00 210,000.00 210,000.00 10,348,604.80 10,348,604.80
Asing
1,214,720.00 371,583.51 438,873.05 110,822.62 1,074,753.51 154,638.01 5,510,388.00
151,773.55 179,258.01 45,265.58 438,983.83 63,162.00
504,635.49 525,232.85 2,275,247.21 2,368,114.44 122,795.10 1,299,381.11 139,207.00 4,074,772.00
21,063,606.86 16,077,096.61 4,986,510.26 12,000.00 8,000.00 222,883.84 12,000.00 8,000.00 12,000.00 8,000.00 12,000.00 8,000.00 12,000.00
-
2,472,000.00 2,472,000.00 24,000.00 24,000.00 222,883.84 222,883.84 144,000.00 144,000.00 184,000.00 184,000.00 2,136,000.00 2,136,000.00 744,000.00 744,000.00 840,000.00 840,000.00 1,344,000.00 1,344,000.00 168,000.00 168,000.00 8,278,883.84 8,278,883.84
-
92.10 25.48
875,272.35 242,149.18 1,117,421.53
787,745.12 217,934.26 1,005,679.38
87,527.24 24,214.92 111,742.15
171.74 253.48
1,632,131.09 2,408,947.18 4,041,078.27
1,468,917.98 2,168,052.46 3,636,970.44
163,213.11 240,894.72 404,107.83
400,053.20
400,053.20
200,026.60
200,026.60
400,053.20 4,375,000.00
400,053.20 4,375,000.00
200,026.60 4,375,000.00
200,026.60
186,666.67 2,143,818.39
186,666.67 186,666.67 2,143,818.39 2,143,818.39 2,730,538.26 2,530,511.66 200,026.60 34,463,550.00 29,396,294.46 5,067,255.54 36,194,972.50 2.05
4,775,053.20 4,575,026.60 200,026.60 38,158,622.17 32,567,977.49 5,590,644.68 35,575,128.39 1.93
138
Lampiran 17. Matrik Analisis Kebijakan Usahatani Tomat Di Kecamatan Ciwidey Per Hektar Per Musim Tanam Uraian
Penerimaan
Biaya Input Input Tradable Input Non Tradable
Keuntungan
Harga Privat
51,168,561.60
5,704,654.52
29,374,528.87
16,089,378.20
Harga Sosial Dampak Kebijakan
116,420,043.14
7,313,724.68
39,236,849.71
69,869,468.75
- 65,251,481.54
- 1,609,070.16
- 9,862,320.83
- 53,780,090.54
Hasil Analisis Matrik: PCR
0.65
Transfer Faktor
DRC
0.36
EPC
Transfer Output
-65,251,481.54
NPCO
Koefisien Keuntungan
- 1,609,070.16
NPCI
0.42
Transfer Bersih
0.44
Transfer Input
-9,862,320.83
SRP
-53,780,090.54 0.23 -0.46
0.78
Lampiran 18. Matrik Analisis Kebijakan Usahatani Tomat Di Kecamatan Lembang Per Hektar Per Musim Tanam Uraian
Penerimaan
Biaya Input Input Tradable Input Non Tradable
Keuntungan
Harga Privat
58,759,415.00
7,550,323.80
32,232,811.37
18,976,279.83
Harga Sosial Dampak Kebijakan
120,116,176.94
9,281,588.66
43,647,465.87
67,187,122.41
- 61,356,761.94
- 1,731,264.86
- 11,414,654.50
- 48,210,842.58
Hasil Analisis Matrik: PCR
0.63
Transfer Faktor
DRC
0.39
EPC
Transfer Output NPCO Transfer Input NPCI
- 61,356,761.94 0.49 - 1,731,264.86 0.81
Transfer Bersih Koefisien Keuntungan SRP
- 11,414,654.50 0.46 - 48,210,842.58 0.28 -0.40
Lampiran 19. Matrik Analisis Kebijakan Usahatani Cabe Merah Di Kecamatan Ciwidey Per Hektar Per Musim Tanam Uraian
Penerimaan
Biaya Input Input Tradable Input Non Tradable
Keuntungan
Harga Privat
58,023,381.51
5,364,025.34
23,384,689.73
29,274,666.44
Harga Sosial Dampak Kebijakan
69,525,802.23
5,986,085.06
25,812,658.65
37,727,058.52
-11,502,420.72
- 622,059.72
- 2,427,968.92
-8,452,392.10
Hasil Analisis Matrik: PCR
0.44
Transfer Faktor
DRC
0.41
EPC
Transfer Output
-11,502,420.72
NPCO
Koefisien Keuntungan
- 622,059.72
NPCI
0.83
Transfer Bersih
0.83
Transfer Input
- 2,427,968.92
SRP
-8,452,392.10 0.78 -0.12
0.90
Lampiran 20. Matrik Analisis Kebijakan Usahatani Cabe Merah Di Kecamatan Lembang Per Hektar Per Musim Tanam Uraian
Penerimaan
Biaya Input Input Tradable Input Non Tradable
Keuntungan
Harga Privat
70,658,522.50
5,067,255.54
29,396,294.46
36,194,972.50
Harga Sosial Dampak Kebijakan
73,733,750.56
5,590,644.68
32,567,977.49
35,575,128.39
-3,075,228.06
- 523,389.15
- 3,171,683.03
619,844.11
Hasil Analisis Matrik: PCR
0.45
Transfer Faktor
DRC
0.48
EPC
Transfer Output NPCO Transfer Input NPCI
-3,075,228.06 0.96 - 523,389.15
Transfer Bersih
- 3,171,683.03 0.96 619,844.11
Koefisien Keuntungan
1.02
SRP
0.01
0.91
140
Lampiran 21. Analisis Finansial Dan Ekonomi Usahatani Tomat Di Kecamatan Ciwidey Per Hektar Per Musim Tanam Akibat Kenaikan Harga Input No A B 1 2
3 4 5
6 7 8 9 C 1
Uraian Produksi Sarana Produksi Benih Pupuk Urea/Za TSP/Sp-36 KCL NPK PPC/ZPT Pupuk Kandang pestisida Insektisida Fungisida Kapur Ajir Tali Rafia Mulsa Jumlah B Tenaga Kerja pengolahan tanah
2 persemaian 3 penanaman 4 pemeliharaan 5 panen 6 pasca panen Jumlah C D Biaya Tataniaga 1 Transportasi 2 Penanganan Jumlah D E Biaya Lain-lain 1 Biaya Penyusutan 2 Sewa Tanah 3 Pajak Tanah 4 Bunga Jumlah E Total Biaya Produksi Keuntungan R/C
Satuan Kg Bungkus
Volume 35,046.96 11.20
Kg Kg Kg Kg Liter Kg
434.89 266.00 77.07 238.65 6.50 18,850.80
Liter Kg Kg Batang Rol Rol
27.27 74.37 247.53 30,229.65 18.82
HKP HKW Rp HKP HKW HKP HKW HKP HKW HKP
Kg Kg
RP RP RP RP Rp Rp
288.00 8.00 17.00 24.00 251.00 275.00 42.00 100.00 8.00
35,046.96 35,046.96
H. Privat 1,460.00 100,125.00 1487.38 2166.62 1189 4825.6 24,750.00 210.00 116,461.58 69,416.44 626.00 113.50 10,300.00
16,800.00 11,200.00 360,939.04 16,800.00 11,200.00 16,800.00 11,200.00 16,800.00 11,200.00 16,800.00
15.27 20.12
Analisis Finansial Jumlah Domestik 51,168,561.60 1,121,400.00 646,846.69 459,261.15 576,320.92 409,187.85 91,636.23 65,061.72 1,151,629.44 817,656.90 160,875.00 114,221.25 3,958,668.00 3,958,668.00 3,175,907.29 1,556,194.57 5,162,500.64 2,529,625.31 154,953.78 154,953.78 3,431,065.28 3,431,065.28 193,846.00 193,846.00 19,825,649.26 13,689,741.82 4,838,400.00 4,838,400.00 89,600.00 89,600.00 360,939.04 360,939.04 285,600.00 285,600.00 268,800.00 268,800.00 4,216,800.00 4,216,800.00 3,080,000.00 3,080,000.00 705,600.00 705,600.00 1,120,000.00 1,120,000.00 134,400.00 134,400.00 15,100,139.04 15,100,139.04
Asing
1,121,400.00 187,585.54 167,133.07 26,574.51 333,972.54 46,653.75
1,619,712.72 2,632,875.33
Analisis Ekonomi H.sosial Jumlah Domestik Asing 3,321.83 116,420,043.14 100,125.00 1,121,400.00 1,121,400.00 2,791.37 1,213,938.90 861,896.62 352,042.28 3,502.33 931,619.78 661,450.04 270,169.74 2,290.77 176,549.64 125,350.25 51,199.40 7,587.33 1,810,716.30 1,285,608.58 525,107.73 24,750.00 160,875.00 114,221.25 46,653.75 210.00 3,958,668.00 3,958,668.00 116,461.58 3,175,907.29 1,556,194.57 1,619,712.72 69,416.44 5,162,500.64 2,529,625.31 2,632,875.33 626.00 154,953.78 154,953.78 113.50 3,431,065.28 3,431,065.28 10,300.00 193,846.00 193,846.00
6,135,907.44
21,492,040.61
14,872,879.68 6,619,160.94
15,052.80 10,035.20 288,751.23 15,052.80 10,035.20 15,052.80 10,035.20 15,052.80 10,035.20 15,052.80
4,335,206.40 80,281.60 288,751.23 255,897.60 240,844.80 3,778,252.80 2,759,680.00 632,217.60 1,003,520.00 120,422.40 13,495,074.43
4,335,206.40 80,281.60 288,751.23 255,897.60 240,844.80 3,778,252.80 2,759,680.00 632,217.60 1,003,520.00 120,422.40 13,495,074.43
127.52 248.12
4,469,188.34 8,695,851.72 13,165,040.05
4,022,269.51 446,918.83 7,826,266.54 869,585.17 11,848,536.05 1,316,504.01
-
535,167.08 705,144.84 1,240,311.91
481,650.37 634,630.35 1,116,280.72
53,516.71 70,514.48 124,031.19
291,334.00
145,667.00
145,667.00
45,833.33 45,833.33 1,602,951.00 1,602,951.00 1,940,118.33 1,794,451.33 145,667.00 38,106,218.55 31,700,612.91 6,405,605.64 13,062,343.05 1.34
291,334.00 2,455,358.00
2,746,692.00 50,898,847.10 65,521,196.04 2.29
145,667.00 2,455,358.00
145,667.00
2,601,025.00 145,667.00 42,817,515.16 8,081,331.94
Lampiran 22. Analisis Finansial Dan Ekonomi Usahatani Tomat Di Kecamatan Lembang Per Hektar Per Musim Tanam Akibat Kenaikan Harga Input No Uraian
Satuan Volume
A B 1 2
Kg
3 4 5
6 7 8 9
Produksi Sarana Produksi Benih Pupuk Urea/Za TSP/Sp-36 KCL NPK PPC/ZPT Pupuk Kandang pestisida Insektisida Fungisida Kapur Ajir Tali Rafia Mulsa
Jumlah B C Tenaga Kerja 1 pengolahan tanah 2 persemaian 3 penanaman 4 pemeliharaan 5 panen 6 pasca panen Jumlah C D Biaya Tataniaga 1 Transportasi 2 Penanganan Jumlah D E Biaya Lain-lain 1 Biaya Penyusutan 2 Sewa Tanah 3 Pajak Tanah 4 Bunga Jumlah E Total Biaya Produksi Keuntungan R/C
Bungkus
36,159.64
Analisis Finansial H. Privat Jumlah Domestik 1,625.00 58,759,415.00
13.39 104,062.50
Kg Kg Kg Kg Liter Kg
468.21 455.11 87.08 220.37 5.06 38,574.00
Liter Kg Kg Batang Rol Rol
17.57 113,500.00 110.52 87,910.63 284.03 152.86 21,475.17 121.50 9.49 10,475.00 10.41 371,500.00
HKP HKW Rp HKP HKW HKP HKW HKP HKW HKP
Kg Kg
RP RP RP RP Rp Rp
1,537.00 1,983.60 1,682.00 4,536.89 25,734.38 138.00
221.00 7.00
16,800.00 11,200.00
18.00 13.00 237.00 65.00 70.00 94.00 5.00
16,800.00 11,200.00 16,800.00 11,200.00 16,800.00 11,200.00 16,800.00
36,159.64 36,159.64
9.96 20.41
1,393,396.88 719,638.77 902,756.20 146,468.56 999,794.45 130,215.96 5,323,212.00 1,994,195.00 9,715,882.83 43,416.83 2,609,233.16 99,407.75 3,867,315.00
Analisis Ekonomi H.sosial Jumlah Domestik 3,321.83 120,116,176.94
Asing
1,393,396.88
104,062.50
208,695.24 261,799.30 42,475.88 289,940.39 37,762.63
2,791.37 3,502.33 2,290.77 7,587.33 25,734.38 138.00
977,155.55 1,017,039.45 4,760,782.59 4,955,100.24 43,416.83 2,609,233.16 99,407.75 3,867,315.00
113,500.00 87,910.63 152.86 121.50 10,475.00 371,500.00
510,943.53 640,956.90 103,992.68 709,854.06 92,453.33 5,323,212.00
27,944,933.37
19,738,723.36 8,206,210.01
3,712,800.00 78,400.00 284,634.56 302,400.00 145,600.00 3,981,600.00 728,000.00 1,176,000.00 1,052,800.00 84,000.00 11,546,234.56
3,712,800.00 78,400.00 284,634.56 302,400.00 145,600.00 3,981,600.00 728,000.00 1,176,000.00 1,052,800.00 84,000.00 11,546,234.56
-
360,150.01 738,018.25 1,098,168.27
324,135.01 664,216.43 988,351.44
36,015.00 73,801.83 109,816.83
122.21 248.41
335,264.68
167,632.34
167,632.34
335,264.68 3,125,000.00
133,333.33 1,814,592.16 2,283,190.17 42,872,526.37 15,886,888.63 1.37
1,393,396.88 927,932.62 1,131,701.24 141,630.98 1,187,134.14 92,453.33 5,323,212.00
379,014.73 462,244.17 57,849.27 484,885.77 37,762.63
977,155.55 1,017,039.45 4,760,782.59 4,955,100.24 43,416.01 2,609,233.16 99,407.75 3,867,315.00
29,948,667.50 21,161,374.36 8,787,293.14 15,052.80 10,035.20 15,052.80 10,035.20 15,052.80 10,035.20 15,052.80 10,035.20 15,052.80
133,333.33 1,814,592.16 2,115,557.83 167,632.34 34,388,867.19 8,483,659.18
1,393,396.88 1,306,947.35 1,593,945.41 199,480.25 1,672,019.91 130,215.96 5,323,212.00 1,994,195.00 9,715,882.83 43,416.01 2,609,233.16 99,407.75 3,867,315.00
Asing
3,326,668.80 3,326,668.80 70,246.40 70,246.40 227,707.65 227,707.65 270,950.40 270,950.40 130,457.60 130,457.60 3,567,513.60 3,567,513.60 652,288.00 652,288.00 1,053,696.00 1,053,696.00 943,308.80 943,308.80 75,264.00 75,264.00 10,318,101.25 10,318,101.25
-
4,419,069.60 3,977,162.64 441,906.96 8,982,416.17 8,084,174.56 898,241.62 13,401,485.78 12,061,337.20 1,340,148.58 335,264.68 3,125,000.00
167,632.34 3,125,000.00
167,632.34
3,460,264.68 3,292,632.34 167,632.34 57,128,519.21 46,833,445.15 10,295,074.06 62,987,657.73 2.10
142
Lampiran 23. Analisis Finansial Dan Ekonomi Usahatani Cabe Merah Di Kecamatan Ciwidey Per Hektar Per Musim Tanam Akibat Kenaikan Harga Input No Uraian
Satuan Volume
A B 1 2
Kg
3 4 5
6 7 8 9 C 1
Produksi Sarana Produksi Benih Pupuk Urea/Za TSP/Sp-36 KCL NPK PPC/ZPT Pupuk Kandang pestisida Insektisida Fungisida Kapur Ajir Tali Rafia Mulsa Jumlah B Tenaga Kerja pengolahan tanah
2 persemaian 3 penanaman 4 pemeliharaan 5 panen 6 pasca panen
Bungkus Kg Kg Kg Kg Liter Kg Liter Kg Kg Batang Rol Rol
HKP HKW Rp HKP HKW HKP HKW HKP HKW HKP
8,961.14 14.34
73,350.00
1,051,839.00
290.67 235.31 63.07 196.01 6.57 11,506.46
1,171.60 2,126.28 2,081.55 4,640.00 13,500.00 219.50
340,548.97 500,334.95 131,283.36 909,486.40 88,695.00 2,525,667.97
29.26 42.04 138.31 6,797.62 6.55
126,727.22 99,653.96 262.50 100.00 11,000.00
3,708,038.46 4,189,452.48 36,306.38 679,762.00 72,050.00 14,233,464.96
312.00 13.00
16,800.00 11,200.00
17.00 11.00 165.00 50.00 87.00 247.00 9.00
16,800.00 11,200.00 16,800.00 11,200.00 16,800.00 11,200.00 16,800.00
Jumlah C D Biaya Tataniaga 1 Transportasi 2 Penanganan Jumlah D E Biaya Lain-lain 1 Biaya Penyusutan 2 Sewa Tanah 3 Pajak Tanah 4 Bunga Jumlah E Total Biaya Produksi Keuntungan R/C
Analisis Finansial Jumlah Domestik 58,023,381.50
H. Privat 6,475.00
5,241,600.00 145,600.00 282,545.76 285,600.00 123,200.00 2,772,000.00 560,000.00 1,461,600.00 2,766,400.00 151,200.00
1,051,839.00
73,350.00
98,759.20 145,097.13 38,072.17 263,751.06 25,721.55
2,791.37 3,502.33 2,290.77 7,587.33 13,500.00 219.50
1,816,938.84 1,891,099.61 2,052,831.71 2,136,620.76 36,306.38 679,762.00 72,050.00 8,582,504.46 5,650,960.49
126,727.22 99,653.96 262.50 100.00 11,000.00
241,789.77 355,237.81 93,211.18 645,735.34 62,973.45 2,525,667.97
5,241,600.00 145,600.00 282,545.76 285,600.00 123,200.00 2,772,000.00 560,000.00 1,461,600.00 2,766,400.00 151,200.00
13,789,745.76 13,789,745.76 Kg Kg
RP RP RP RP Rp Rp
8,961.14 8,961.14
Analisis Ekonomi H.sosial Jumlah Domestik 7,758.59 69,525,802.23
Asing
15,052.80 10,035.20 15,052.80 10,035.20 15,052.80 10,035.20 15,052.80 10,035.20 15,052.80 -
Asing
1,051,839.00 811,367.52 824,133.27 144,478.86 1,487,192.55 88,695.00 2,525,667.97 3,708,038.46 4,189,452.48 36,306.38 679,762.00 72,050.00 15,618,983.49
1,051,839.00 576,070.94 585,134.62 102,579.99 1,055,906.71 62,973.45 2,525,667.97
235,296.58 238,998.65 41,898.87 431,285.84 25,721.55
1,816,938.84 2,052,831.71 36,306.38 679,762.00 72,050.00 9,566,222.62
1,891,099.61 2,136,620.76
4,696,473.60 130,457.60 226,036.61 255,897.60 110,387.20 2,483,712.00 501,760.00 1,309,593.60 2,478,694.40 135,475.20
4,696,473.60 130,457.60 226,036.61 255,897.60 110,387.20 2,483,712.00 501,760.00 1,309,593.60 2,478,694.40 135,475.20
12,328,487.81
12,328,487.81
-
6,052,760.87
100.44 22.22
900,056.90 199,116.53 1,099,173.43
810,051.21 179,204.88 989,256.09
90,005.69 19,911.65 109,917.34
180.08 250.22
1,613,722.09 2,242,256.45 3,855,978.54
1,452,349.88 2,018,030.81 3,470,380.69
161,372.21 224,225.65 385,597.85
491,334.00
491,334.00
245,667.00
245,667.00
491,334.00 3,437,500.00
491,334.00 3,437,500.00
245,667.00 3,437,500.00
245,667.00
3,928,834.00 35,732,283.84 33,793,518.39 1.95
3,683,167.00 29,048,258.12
245,667.00 6,684,025.72
73,333.33
73,333.33 73,333.33 1,802,899.60 1,802,899.60 2,367,566.93 2,121,899.93 245,667.00 31,489,951.08 25,483,406.24 6,006,544.84 26,533,430.42 1.84
143
Lampiran 24. Analisis Finansial Dan Ekonomi Usahatani Cabe Merah Di Kecamatan Lembang Per Hektar Per Musim Tanam Akibat Kenaikan Harga Input No A B 1 2
3 4 5
6 7 8 9
Uraian Produksi Sarana Produksi Benih Pupuk Urea/Za TSP/Sp-36 KCL NPK PPC/ZPT Pupuk Kandang pestisida Insektisida Fungisida Kapur Ajir Tali Rafia Mulsa
Jumlah B C Tenaga Kerja 1 pengolahan tanah 2 persemaian 3 penanaman 4 pemeliharaan 5 panen 6 pasca panen
Satuan Kg Bungkus
Volume 9,503.50 18.98
Kg Kg Kg Kg Liter Kg
217.49 204.73 79.04 231.43 4.62 33,910.08
Liter Kg Kg Batang Rol Rol
10.49 84.59 441.18 11,409.20 13.01 11.96
Analisis Finansial H. Privat Jumlah Domestik 7,435.00 70,658,522.50 72,000.00 1,366,560.00 1,450.00 315,360.50 2,175.00 445,287.75 3,446.86 272,439.81 5,634.28 1,303,941.42 53,035.72 245,025.03 162.50 5,510,388.00 110,448.23 1,158,601.93 61,754.13 5,223,781.86 278.33 122,793.63 113.89 1,299,393.79 10,700.00 139,207.00 340,700.00 4,074,772.00 21,477,552.72
HKP HKW Rp HKP HKW HKP HKW HKP HKW HKP
206.00 3.00 12.00 23.00 178.00 93.00 70.00 168.00 14.00
Kg Kg
RP RP RP RP Rp Rp
9,503.50 9,503.50
1,366,560.00
72,000.00
91,454.55 129,133.45 79,007.55 378,143.01 71,057.26
2,791.37 3,502.33 2,290.77 7,587.33 53,035.72 162.50
567,714.95 590,886.99 2,559,653.11 2,664,128.75 122,793.63 1,299,393.79 139,207.00 4,074,772.00
110,448.23 61,754.13 278.33 113.89 10,700.00 340,700.00
223,905.96 316,154.30 193,432.27 925,798.41 173,967.77 5,510,388.00
16,107,181.18 5,370,371.54 15,052.80 10,035.20
Asing
1,366,560.00 607,095.06 717,032.02 181,062.46 1,755,935.78 245,025.03 5,510,388.00 1,158,601.93 5,223,781.86 122,795.10 1,299,381.11 139,207.00 4,074,772.00
1,366,560.00 431,037.49 509,092.73 128,554.35 1,246,714.41 173,967.77 5,510,388.00
176,057.57 207,939.29 52,508.11 509,221.38 71,057.26
567,714.95 2,559,653.11 122,795.10 1,299,381.11 139,207.00 4,074,772.00
590,886.99 2,664,128.75
22,401,637.35
16,763,278.02
5,638,359.33
3,100,876.80 30,105.60 249,629.90 180,633.60 230,809.60 2,679,398.40 933,273.60 1,053,696.00 1,685,913.60 210,739.20
3,100,876.80 30,105.60 249,629.90 180,633.60 230,809.60 2,679,398.40 933,273.60 1,053,696.00 1,685,913.60 210,739.20
10,355,076.30
10,355,076.30
-
16,800.00 3,460,800.00 11,200.00 33,600.00 312,037.38 16,800.00 201,600.00 11,200.00 257,600.00 16,800.00 2,990,400.00 11,200.00 1,041,600.00 16,800.00 1,176,000.00 11,200.00 1,881,600.00 16,800.00 235,200.00
3,460,800.00 33,600.00 312,037.38 201,600.00 257,600.00 2,990,400.00 1,041,600.00 1,176,000.00 1,881,600.00 235,200.00
11,590,437.38
11,590,437.38
-
92.10 25.48
875,272.35 242,149.18 1,117,421.53
787,745.12 217,934.26 1,005,679.38
87,527.24 24,214.92 111,742.15
171.74 253.48
1,632,131.09 2,408,947.18 4,041,078.27
1,468,917.98 2,168,052.46 3,636,970.44
163,213.11 240,894.72 404,107.83
400,053.20
400,053.20
200,026.60
200,026.60
400,053.20 4,375,000.00
400,053.20 4,375,000.00
200,026.60 4,375,000.00
200,026.60
4,775,053.20 41,572,845.13 32,160,905.44 1.77
4,575,026.60 35,330,351.36
200,026.60 6,242,493.76
Jumlah C D Biaya Tataniaga 1 Transportasi 2 Penanganan Jumlah D E Biaya Lain-lain 1 Biaya Penyusutan 2 Sewa Tanah 3 Pajak Tanah 4 Bunga Jumlah E Total Biaya Produksi Keuntungan R/C
Analisis Ekonomi H.sosial Jumlah Domestik 7,758.59 73,733,750.56
Asing
15,052.80 10,035.20 15,052.80 10,035.20 15,052.80 10,035.20 15,052.80
186,666.67 186,666.67 186,666.67 2,143,818.39 2,143,818.39 2,143,818.39 2,730,538.26 2,530,511.66 200,026.60 36,915,949.89 31,233,809.59 5,682,140.29 33,742,572.61 1.91
144
Lampiran 25. Analisis Finansial Dan Ekonomi Usahatani Tomat Di Kecamatan Ciwidey Per Hektar Per Musim Tanam Akibat Penurunan Harga Sebesar 13 Persen No A B 1 2
3 4 5
6 7 8 9 C 1
Uraian Produksi Sarana Produksi Benih Pupuk Urea/Za TSP/Sp-36 KCL NPK PPC/ZPT Pupuk Kandang pestisida Insektisida Fungisida Kapur Ajir Tali Rafia Mulsa Jumlah B Tenaga Kerja pengolahan tanah
2 persemaian 3 penanaman 4 pemeliharaan 5 panen 6 pasca panen Jumlah C D Biaya Tataniaga 1 Transportasi 2 Penanganan Jumlah D E Biaya Lain-lain 1 Biaya Penyusutan 2 Sewa Tanah 3 Pajak Tanah 4 Bunga Jumlah E Total Biaya Produksi Keuntungan R/C
Satuan Kg Bungkus
Volume 35,046.96 11.20
Kg Kg Kg Kg Liter Kg
434.89 266.00 77.07 238.65 6.50 18,850.80
Liter Kg Kg Batang Rol Rol
27.27 74.37 247.53 30,229.65 18.82
HKP HKW Rp HKP HKW HKP HKW HKP HKW HKP
Kg Kg
RP RP RP RP Rp Rp
H. Privat 1270.20 89,000.00 1,282.22 1,867.78 1,025.00 4,160.00 22,000.00 210.00 103,521.40 61,703.50 626.00 113.50 10,300.00
288.00 8.00 17.00 24.00 251.00 275.00 42.00 100.00 8.00
15,000.00 10,000.00 15,000.00 10,000.00 15,000.00 10,000.00 15,000.00 10,000.00 15,000.00
35,046.96 35,046.96
15.27 20.12
Analisis Ekonomi Jumlah Domestik Asing 44,516,648.59 996,800.00 996,800.00 557,625.53 395,914.12 161,711.40 496,828.95 352,748.55 144,080.39 78,996.75 56,087.69 22,909.06 992,784.00 704,876.64 287,907.36 143,000.00 101,530.00 41,470.00 3,958,668.00 3,958,668.00 2,823,028.58 1,383,284.00 1,439,744.57 4,588,889.30 2,248,555.75 2,340,333.54 154,953.78 154,953.78 3,431,065.28 3,431,065.28 193,846.00 193,846.00 18,416,486.15 12,981,529.82 5,434,956.33 4,320,000.00 4,320,000.00 80,000.00 80,000.00 322,267.00 322,267.00 255,000.00 255,000.00 240,000.00 240,000.00 3,765,000.00 3,765,000.00 2,750,000.00 2,750,000.00 630,000.00 630,000.00 1,000,000.00 1,000,000.00 120,000.00 120,000.00 13,482,267.00 13,482,267.00 535,167.08 705,144.84 1,240,311.91
481,650.37 634,630.35 1,116,280.72
53,516.71 70,514.48 124,031.19
291,334.00
145,667.00
145,667.00
45,833.33 45,833.33 1,602,951.00 1,602,951.00 1,940,118.33 1,794,451.33 145,667.00 35,079,183.40 29,374,528.87 5,704,654.52 9,437,465.20 1.27
H.sosial 2,889.99 89,000.00 2,406.35 3,019.25 1,974.80 6,540.80 22,000.00 210.00 103,521.40 61,703.50 626.00 113.50 10,300.00
Analisis Ekonomi Jumlah Domestik Asing 101,285,363.93 996,800.00 996,800.00 1,046,497.55 743,013.26 303,484.29 803,120.50 570,215.56 232,904.95 152,197.84 108,060.46 44,137.37 1,560,961.92 1,108,282.96 452,678.96 143,000.00 101,530.00 41,470.00 3,958,668.00 3,958,668.00 2,823,028.58 1,383,284.00 1,439,744.57 4,588,889.30 2,248,555.75 2,340,333.54 154,953.78 154,953.78 3,431,065.28 3,431,065.28 193,846.00 193,846.00 19,853,028.74 14,001,475.06
12,000.00 8,000.00 257,813.60 12,000.00 8,000.00 12,000.00 8,000.00 12,000.00 8,000.00 12,000.00
127.52 248.12
3,456,000.00 64,000.00 257,813.60 204,000.00 192,000.00 3,012,000.00 2,200,000.00 504,000.00 800,000.00 96,000.00 10,785,813.60
5,851,553.68
3,456,000.00 64,000.00 257,813.60 204,000.00 192,000.00 3,012,000.00 2,200,000.00 504,000.00 800,000.00 96,000.00 10,785,813.60
4,469,188.34 4,022,269.51 446,918.83 8,695,851.72 7,826,266.54 869,585.17 13,165,040.05 11,848,536.05 1,316,504.01 291,334.00 145,667.00 2,455,358.00 2,455,358.00
145,667.00
2,746,692.00 2,601,025.00 145,667.00 46,550,574.39 39,236,849.71 7,313,724.68 54,734,789.54 2.18
145
Lampiran 26. Analisis Finansial Dan Ekonomi Usahatani Tomat Di Kecamatan Lembang Per Hektar Per Musim Tanam Akibat Penurunan Harga Sebesar 13 Persen No A B 1 2
3 4 5
6 7 8 9
Uraian Produksi Sarana Produksi Benih Pupuk Urea/Za TSP/Sp-36 KCL NPK PPC/ZPT Pupuk Kandang pestisida Insektisida Fungisida Kapur Ajir Tali Rafia Mulsa
Jumlah B C Tenaga Kerja 1 pengolahan tanah 2 persemaian 3 penanaman 4 pemeliharaan 5 panen 6 pasca panen Jumlah C D Biaya Tataniaga 1 Transportasi 2 Penanganan Jumlah D E Biaya Lain-lain 1 Biaya Penyusutan 2 Sewa Tanah 3 Pajak Tanah 4 Bunga Jumlah E Total Biaya Produksi Keuntungan R/C
Satuan Kg Bungkus Kg Kg Kg Kg Liter Kg
Volume 36,159.64
H. Privat 1,413.64
13.39
92,500.00
468.21 455.11 87.08 220.37 5.06 38,574.00
1,325.00 1,710.00 1,450.00 3,911.11 22,875.00 138.00
Liter 17.57 100,888.89 Kg 110.52 78,142.78 Kg 284.03 152.86 Batang 21,475.17 121.50 Rol 9.49 10,475.00 Rol 10.41 371,500.00
Analisis Finansial Jumlah Domestik 51,120,691.05 1,238,575.00 620,378.25 778,238.10 126,266.00 861,891.31 115,747.50 5,323,212.00 1,772,617.80 8,636,340.05 43,416.83 2,609,233.16 99,407.75 3,867,315.00
Asing
H.sosial 2,889.99
1,238,575.00
92,500.00
179,909.69 225,689.05 36,617.14 249,948.48 33,566.78
2,406.35 3,019.25 1,974.80 6,540.80 22,875.00 138.00
868,582.72 904,035.08 4,231,806.62 4,404,533.42 43,416.83 2,609,233.16 99,407.75 3,867,315.00
100,888.89 78,142.78 152.86 121.50 10,475.00 371,500.00
440,468.56 552,549.05 89,648.86 611,942.83 82,180.73 5,323,212.00
26,092,638.73 18,819,764.10 7,272,874.64 HKP HKW Rp HKP HKW HKP HKW HKP HKW HKP
Kg Kg
RP RP RP RP Rp Rp
221.00 7.00
15,000.00 10,000.00
18.00 13.00 237.00 65.00 70.00 94.00 5.00
15,000.00 10,000.00 15,000.00 10,000.00 15,000.00 10,000.00 15,000.00
36,159.64 36,159.64
9.96 20.41
3,315,000.00 3,315,000.00 70,000.00 70,000.00 254,138.00 254,138.00 270,000.00 270,000.00 130,000.00 130,000.00 3,555,000.00 3,555,000.00 650,000.00 650,000.00 1,050,000.00 1,050,000.00 940,000.00 940,000.00 75,000.00 75,000.00 10,309,138.00 10,309,138.00
1,238,575.00 1,126,677.13 1,374,090.87 171,965.58 1,441,396.10 115,747.50 5,323,212.00 1,772,617.78 8,636,339.80 43,416.01 2,609,233.16 99,407.75 3,867,315.00
Asing
1,238,575.00 799,940.76 975,604.52 122,095.56 1,023,391.23 82,180.73 5,323,212.00
326,736.37 398,486.35 49,870.02 418,004.87 33,566.78
868,582.71 904,035.07 4,231,806.50 4,404,533.30 43,416.01 2,609,233.16 99,407.75 3,867,315.00
27,819,993.68 20,046,185.93 7,773,807.75 12000 8000 12000 8000 12000 8000 12000 8000 12000
-
360,150.01 738,018.25 1,098,168.27
324,135.01 664,216.43 988,351.44
36,015.00 73,801.83 109,816.83
122.21 248.41
335,264.68
167,632.34
167,632.34
335,264.68 3,125,000.00
133,333.33 133,333.33 1,814,592.16 1,814,592.16 2,283,190.17 2,115,557.83 167,632.34 39,783,135.17 32,232,811.37 7,550,323.80 11,337,555.88 1.28
Analisis Ekonomi Jumlah Domestik 104,500,998.00
2,652,000.00 56,000.00 203,310.40 216,000.00 104,000.00 2,844,000.00 520,000.00 840,000.00 752,000.00 60,000.00 8,247,310.40
2,652,000.00 56,000.00 203,310.40 216,000.00 104,000.00 2,844,000.00 520,000.00 840,000.00 752,000.00 60,000.00 8,247,310.40
-
4,419,069.60 3,977,162.64 441,906.96 8,982,416.17 898,241.62 8,084,174.56 13,401,485.78 12,061,337.20 1,340,148.58 335,264.68 3,125,000.00
167,632.34 3,125,000.00
167,632.34
3,460,264.68 3,292,632.34 167,632.34 52,929,054.53 43,647,465.87 9,281,588.66 51,571,943.47 1.97
146
Lampiran 27. Analisis Finansial Dan Ekonomi Usahatani Cabe Merah Di Kecamatan Ciwidey Per Hektar Per Musim Tanam Akibat Penurunan Harga Sebesar 7 Persen No A B 1 2
3 4 5
6 7 8 9 C 1
Uraian Produksi Sarana Produksi Benih Pupuk Urea/Za TSP/Sp-36 KCL NPK PPC/ZPT Pupuk Kandang pestisida Insektisida Fungisida Kapur Ajir Tali Rafia Mulsa Jumlah B Tenaga Kerja pengolahan tanah
2 persemaian 3 penanaman 4 pemeliharaan 5 panen 6 pasca panen
Satuan Kg Bungkus Kg Kg Kg Kg Liter Kg Liter Kg Kg Batang Rol Rol
HKP HKW Rp HKP HKW HKP HKW HKP HKW HKP
Volume 8,961.14
Analisis Finansial H. Privat Jumlah Domestik 6,021.75 53,961,744.80
14.34
65,200.00
934,968.00
290.67 235.31 63.07 196.01 6.57 11,506.46
1,010.00 1,833.00 1,794.44 4,000.00 12,000.00 219.50
293,576.70 431,323.23 113,175.33 784,040.00 78,840.00 2,525,667.97
29.26 42.04 138.31 6,797.62 6.55
112,646.42 88,581.30 262.50 100.00 11,000.00
312.00 13.00 17.00 11.00 165.00 50.00 87.00 247.00 9.00
15,000.00 10,000.00 252,273.00 15,000.00 10,000.00 15,000.00 10,000.00 15,000.00 10,000.00 15,000.00
Jumlah C D Biaya Tataniaga 1 Transportasi 2 Penanganan Jumlah D E Biaya Lain-lain 1 Biaya Penyusutan 2 Sewa Tanah 3 Pajak Tanah 4 Bunga Jumlah E Total Biaya Produksi Keuntungan R/C
934,968.00
65,200.00
208,439.46 306,239.49 80,354.48 556,668.40 55,976.40 2,525,667.97
85,137.24 125,083.74 32,820.85 227,371.60 22,863.60
2,406.35 3,019.25 1,974.80 6,540.80 12,000.00 219.50
3,296,034.25 3,723,957.85 36,306.38 679,762.00 72,050.00 12,969,701.71
1,615,056.78 1,824,739.35 36,306.38 679,762.00 72,050.00 7,961,260.71
1,680,977.47 1,899,218.50
112,646.42 88,581.30 262.50 100.00 11,000.00
4,680,000.00 130,000.00 252,273.00 255,000.00 110,000.00 2,475,000.00 500,000.00 1,305,000.00 2,470,000.00 135,000.00
4,680,000.00 130,000.00 252,273.00 255,000.00 110,000.00 2,475,000.00 500,000.00 1,305,000.00 2,470,000.00 135,000.00
12,312,273.00 12,312,273.00 Kg Kg
RP RP RP RP Rp Rp
8,961.14 8,961.14
Analisis Ekonomi H.sosial Jumlah Domestik 7,215.49 64,659,016.06
Asing
5,008,441.00 12,000.00 8,000.00 201,818.40 12,000.00 8,000.00 12,000.00 8,000.00 12,000.00 8,000.00 12,000.00 -
Asing
934,968.00 699,453.75 710,459.72 124,550.64 1,282,062.21 78,840.00 2,525,667.97 3,296,034.25 3,723,957.85 36,306.38 679,762.00 72,050.00 14,164,112.76
934,968.00 496,612.17 504,426.40 88,430.95 910,264.17 55,976.40 2,525,667.97
202,841.59 206,033.32 36,119.68 371,798.04 22,863.60
1,615,056.78 1,824,739.35 36,306.38 679,762.00 72,050.00 8,809,292.56
1,680,977.47 1,899,218.50
3,744,000.00 104,000.00 201,818.40 204,000.00 88,000.00 1,980,000.00 400,000.00 1,044,000.00 1,976,000.00 108,000.00
3,744,000.00 104,000.00 201,818.40 204,000.00 88,000.00 1,980,000.00 400,000.00 1,044,000.00 1,976,000.00 108,000.00
9,849,818.40
9,849,818.40
-
5,354,820.20
100.44 22.22
900,056.90 199,116.53 1,099,173.43
810,051.21 179,204.88 989,256.09
90,005.69 19,911.65 109,917.34
180.08 250.22
1,613,722.09 2,242,256.45 3,855,978.54
1,452,349.88 2,018,030.81 3,470,380.69
161,372.21 224,225.65 385,597.85
491,334.00
491,334.00
245,667.00
245,667.00
491,334.00 3,437,500.00
491,334.00 3,437,500.00
245,667.00 3,437,500.00
245,667.00
73,333.33 73,333.33 1,802,899.60 1,802,899.60 2,367,566.93 2,121,899.93 28,748,715.07 23,384,689.73 25,213,029.73 1.88
245,667.00 5,364,025.34
3,928,834.00 3,683,167.00 31,798,743.70 25,812,658.65 32,860,272.35 2.03
245,667.00 5,986,085.06
73,333.33
147
Lampiran 28. Analisis Finansial Dan Ekonomi Usahatani Cabe Merah Di Kecamatan Lembang Per Hektar Per Musim Tanam Akibat Penurunan Harga Sebesar 7 Persen No A B 1 2
3 4 5
6 7 8 9
Uraian Produksi Sarana Produksi Benih Pupuk Urea/Za TSP/Sp-36 KCL NPK PPC/ZPT Pupuk Kandang pestisida Insektisida Fungisida Kapur Ajir Tali Rafia Mulsa
Jumlah B C Tenaga Kerja 1 pengolahan tanah 2 persemaian 3 penanaman 4 pemeliharaan 5 panen 6 pasca panen
Satuan Kg Bungkus
Analisis Finansial Volume H. Privat Jumlah Domestik 9,503.50 6,914.55 65,712,425.93 18.98
64,000.00
Kg Kg Kg Kg Liter Kg
217.49 204.73 79.04 231.43 4.62 33,910.08
1,250.00 1,875.00 2,971.43 4,857.14 47,142.86 162.50
Liter Kg Kg Batang Rol Rol
10.49 84.59 441.18 11,409.20 13.01 11.96
98,176.20 54,892.56 278.33 113.89 10,700.00 340,700.00
HKP HKW Rp HKP HKW HKP HKW HKP HKW HKP
206.00 3.00
15,000.00 10,000.00
12.00 23.00 178.00 93.00 70.00 168.00 14.00
15,000.00 10,000.00 15,000.00 10,000.00 15,000.00 10,000.00 15,000.00
Jumlah C D Biaya Tataniaga 1 Transportasi 2 Penanganan Jumlah D E Biaya Lain-lain 1 Biaya Penyusutan 2 Sewa Tanah 3 Pajak Tanah 4 Bunga Jumlah E Total Biaya Produksi Keuntungan R/C
1,214,720.00 271,862.50 383,868.75 234,861.83 1,124,087.91 217,800.01 5,510,388.00 1,029,868.34 4,643,361.65 122,793.63 1,299,393.79 139,207.00 4,074,772.00
1,214,720.00
64,000.00
193,022.38 272,546.81 166,751.90 798,102.42 154,638.01 5,510,388.00
78,840.13 111,321.94 68,109.93 325,985.49 63,162.00
2,406.35 3,019.25 1,974.80 6,540.80 47,142.86 162.50
504,635.49 2,275,247.21 122,793.63 1,299,393.79 139,207.00 4,074,772.00
525,232.85 2,368,114.44
98,176.20 54,892.56 278.33 113.89 10,700.00 340,700.00
20,266,985.41 15,511,498.62
4,755,486.78
3,090,000.00 30,000.00 278,604.80 180,000.00 230,000.00 2,670,000.00 930,000.00 1,050,000.00 1,680,000.00 210,000.00
3,090,000.00 30,000.00 278,604.80 180,000.00 230,000.00 2,670,000.00 930,000.00 1,050,000.00 1,680,000.00 210,000.00
10,348,604.80 10,348,604.80 Kg Kg
RP RP RP RP Rp Rp
9,503.50 9,503.50
Analisis Ekonomi H.sosial Jumlah Domestik 7,215.49 68,572,409.22
Asing
12,000.00 8,000.00 12,000.00 8,000.00 12,000.00 8,000.00 12,000.00 8,000.00 12,000.00 -
1,214,720.00 523,357.06 618,131.05 156,088.19 1,513,737.34 217,800.01 5,510,388.00 1,029,868.34 4,643,361.65 122,795.10 1,299,381.11 139,207.00 4,074,772.00
Asing
1,214,720.00 371,583.51 438,873.05 110,822.62 1,074,753.51 154,638.01 5,510,388.00
151,773.55 179,258.01 45,265.58 438,983.83 63,162.00
504,635.49 2,275,247.21 122,795.10 1,299,381.11 139,207.00 4,074,772.00
525,232.85 2,368,114.44
21,063,606.86 16,077,096.61
4,986,510.26
2,472,000.00 24,000.00 222,883.84 144,000.00 184,000.00 2,136,000.00 744,000.00 840,000.00 1,344,000.00 168,000.00
2,472,000.00 24,000.00 222,883.84 144,000.00 184,000.00 2,136,000.00 744,000.00 840,000.00 1,344,000.00 168,000.00
8,278,883.84
8,278,883.84
-
92.10 25.48
875,272.35 242,149.18 1,117,421.53
787,745.12 217,934.26 1,005,679.38
87,527.24 24,214.92 111,742.15
171.74 253.48
1,632,131.09 2,408,947.18 4,041,078.27
1,468,917.98 2,168,052.46 3,636,970.44
163,213.11 240,894.72 404,107.83
400,053.20
400,053.20
200,026.60
200,026.60
400,053.20 4,375,000.00
400,053.20 4,375,000.00
200,026.60 4,375,000.00
200,026.60
186,666.67 186,666.67 2,143,818.39 2,143,818.39 2,730,538.26 2,530,511.66 34,463,550.00 29,396,294.46 31,248,875.93 1.91
200,026.60 5,067,255.54
4,775,053.20 4,575,026.60 38,158,622.17 32,567,977.49 30,413,787.04 1.80
200,026.60 5,590,644.68
186,666.67 2,143,818.39
148
Lampiran 29. Analisis Finansial Dan Ekonomi Usahatani Tomat Di Kecamatan Ciwidey Per Hektar Per Musim Tanam Akibat Penurunan Produksi Sebesar 13 Persen No A B 1 2
3 4 5
6 7 8 9 C 1
Uraian Produksi Sarana Produksi Benih Pupuk Urea/Za TSP/Sp-36 KCL NPK PPC/ZPT Pupuk Kandang pestisida Insektisida Fungisida Kapur Ajir Tali Rafia Mulsa Jumlah B Tenaga Kerja pengolahan tanah
2 persemaian 3 penanaman 4 pemeliharaan 5 panen 6 pasca panen Jumlah C D Biaya Tataniaga 1 Transportasi 2 Penanganan Jumlah D E Biaya Lain-lain 1 Biaya Penyusutan 2 Sewa Tanah 3 Pajak Tanah 4 Bunga Jumlah E Total Biaya Produksi Keuntungan R/C
Satuan Kg Bungkus
Volume 30,490.86 11.20
Kg Kg Kg Kg Liter Kg
434.89 266.00 77.07 238.65 6.50 18,850.80
Liter Kg Kg Batang Rol Rol
27.27 74.37 247.53 30,229.65 18.82
HKP HKW Rp HKP HKW HKP HKW HKP HKW HKP
Kg Kg
RP RP RP RP Rp Rp
288.00 8.00 17.00 24.00 251.00 275.00 42.00 100.00 8.00
30,490.86 30,490.86
Analisis Finansial H. Privat Jumlah Domestik 1,460.00 44,516,655.60 89,000.00 996,800.00 1,282.22 557,625.53 395,914.12 1,867.78 496,828.95 352,748.55 1,025.00 78,996.75 56,087.69 4,160.00 992,784.00 704,876.64 22,000.00 143,000.00 101,530.00 210.00 3,958,668.00 3,958,668.00 103,521.40 2,823,028.58 1,383,284.00 61,703.50 4,588,889.30 2,248,555.75 626.00 154,953.78 154,953.78 113.50 3,431,065.28 3,431,065.28 10,300.00 193,846.00 193,846.00 18,416,486.15 12,981,529.82 15,000.00 4,320,000.00 4,320,000.00 10,000.00 80,000.00 80,000.00 322,267.00 322,267.00 15,000.00 255,000.00 255,000.00 10,000.00 240,000.00 240,000.00 15,000.00 3,765,000.00 3,765,000.00 10,000.00 2,750,000.00 2,750,000.00 15,000.00 630,000.00 630,000.00 10,000.00 1,000,000.00 1,000,000.00 15,000.00 120,000.00 120,000.00 13,482,267.00 13,482,267.00 15.27 20.12
Asing
996,800.00 161,711.40 144,080.39 22,909.06 287,907.36 41,470.00
1,439,744.57 2,340,333.54
Analisis Ekonomi H.sosial Jumlah Domestik 3,321.83 101,285,453.47 89,000.00 996,800.00 2,406.35 1,046,497.55 743,013.26 3,019.25 803,120.50 570,215.56 1,974.80 152,197.84 108,060.46 6,540.80 1,560,961.92 1,108,282.96 22,000.00 143,000.00 101,530.00 210.00 3,958,668.00 3,958,668.00 103,521.40 2,823,028.58 1,383,284.00 61,703.50 4,588,889.30 2,248,555.75 626.00 154,953.78 154,953.78 113.50 3,431,065.28 3,431,065.28 10,300.00 193,846.00 193,846.00
5,434,956.33
19,853,028.74 14,001,475.06 12,000.00 8,000.00 257,813.60 12,000.00 8,000.00 12,000.00 8,000.00 12,000.00 8,000.00 12,000.00
3,456,000.00 3,456,000.00 64,000.00 64,000.00 257,813.60 257,813.60 204,000.00 204,000.00 192,000.00 192,000.00 3,012,000.00 3,012,000.00 2,200,000.00 2,200,000.00 504,000.00 504,000.00 800,000.00 800,000.00 96,000.00 96,000.00 10,785,813.60 10,785,813.60
127.52 248.12
3,888,194.47 3,499,375.02 7,565,392.18 6,808,852.96 11,453,586.65 10,308,227.99
-
465,595.43 613,476.10 1,079,071.54
419,035.89 552,128.49 971,164.38
46,559.54 61,347.61 107,907.15
291,334.00
145,667.00
145,667.00
45,833.33 45,833.33 1,602,951.00 1,602,951.00 1,940,118.33 1,794,451.33 34,917,943.02 29,229,412.53 9,598,712.58 1.27
145,667.00 5,688,530.48
291,334.00 2,455,358.00
Asing
996,800.00 303,484.29 232,904.95 44,137.37 452,678.96 41,470.00
1,439,744.57 2,340,333.54
5,851,553.68
388,819.45 756,539.22 1,145,358.67
145,667.00 2,455,358.00
145,667.00
2,746,692.00 2,601,025.00 44,839,120.99 37,696,541.64 56,446,332.49 2.26
145,667.00 7,142,579.34
149
Lampiran 30. Analisis Finansial Dan Ekonomi Usahatani Tomat Di Kecamatan Lembang Per Hektar Per Musim Tanam Akibat Penurunan Produksi Sebesar 13 Persen No A B 1 2
3 4 5
6 7 8 9
Uraian Produksi Sarana Produksi Benih Pupuk Urea/Za TSP/Sp-36 KCL NPK PPC/ZPT Pupuk Kandang pestisida Insektisida Fungisida Kapur Ajir Tali Rafia Mulsa
Satuan Kg
Volume 31,458.89
H. Privat 1,625.00
13.39
92,500.00
Kg Kg Kg Kg Liter Kg
468.21 455.11 87.08 220.37 5.06 38,574.00
1,325.00 1,710.00 1,450.00 3,911.11 22,875.00 138.00
Liter Kg Kg Batang Rol Rol
17.57 110.52 284.03 21,475.17 9.49 10.41
100,888.89 78,142.78 152.86 121.50 10,475.00 371,500.00
Bungkus
Jumlah B C Tenaga Kerja 1 pengolahan tanah HKP HKW 2 persemaian Rp 3 penanaman HKP HKW 4 pemeliharaan HKP HKW 5 panen HKP HKW 6 pasca panen HKP Jumlah C D Biaya Tataniaga 1 Transportasi Kg 2 Penanganan Kg Jumlah D E Biaya Lain-lain 1 Biaya Penyusutan RP 2 Sewa Tanah RP 3 Pajak Tanah RP 4 Bunga RP Jumlah E Total Biaya Produksi Rp Keuntungan Rp R/C
221.00 7.00
15,000.00 10,000.00
18.00 13.00 237.00 65.00 70.00 94.00 5.00
15,000.00 10,000.00 15,000.00 10,000.00 15,000.00 10,000.00 15,000.00
31,458.89 31,458.89
9.96 20.41
Analisis Finansial Jumlah Domestik 51,120,696.25 1,238,575.00 620,378.25 778,238.10 126,266.00 861,891.31 115,747.50 5,323,212.00 1,772,617.80 8,636,340.05 43,416.83 2,609,233.16 99,407.75 3,867,315.00
Asing
H.sosial 3,321.83
1,238,575.00
92,500.00
440,468.56 552,549.05 89,648.86 611,942.83 82,180.73 5,323,212.00
179,909.69 225,689.05 36,617.14 249,948.48 33,566.78
2,406.35 3,019.25 1,974.80 6,540.80 22,875.00 138.00
868,582.72 4,231,806.62 43,416.83 2,609,233.16 99,407.75 3,867,315.00
904,035.08 4,404,533.42
100,888.89 78,142.78 152.86 121.50 10,475.00 371,500.00
26,092,638.73
18,819,764.10
7,272,874.64
3,315,000.00 70,000.00 254,138.00 270,000.00 130,000.00 3,555,000.00 650,000.00 1,050,000.00 940,000.00 75,000.00 10,309,138.00
3,315,000.00 70,000.00 254,138.00 270,000.00 130,000.00 3,555,000.00 650,000.00 1,050,000.00 940,000.00 75,000.00 10,309,138.00
313,330.54 642,075.94 955,406.49
281,997.49 577,868.35 859,865.84
12000 8000 12000 8000 12000 8000 12000 8000 12000 31,333.05 64,207.59 95,540.65
335,264.68
167,632.34
167,632.34
133,333.33 1,814,592.16 2,283,190.17 39,640,373.39 11,480,322.86 1.29
133,333.33 1,814,592.16 2,115,557.83 32,104,325.77
167,632.34 7,536,047.63
122.21 248.41
335,264.68 3,125,000.00
Analisis Ekonomi Jumlah Domestik 104,501,084.57
Asing
1,238,575.00 1,126,677.13 1,374,090.87 171,965.58 1,441,396.10 115,747.50 5,323,212.00 1,772,617.78 8,636,339.80 43,416.01 2,609,233.16 99,407.75 3,867,315.00
799,940.76 975,604.52 122,095.56 1,023,391.23 82,180.73 5,323,212.00
326,736.37 398,486.35 49,870.02 418,004.87 33,566.78
868,582.71 4,231,806.50 43,416.01 2,609,233.16 99,407.75 3,867,315.00
904,035.07 4,404,533.30
27,819,993.68
20,046,185.93
7,773,807.75
2,652,000.00 56,000.00 203,310.40 216,000.00 104,000.00 2,844,000.00 520,000.00 840,000.00 752,000.00 60,000.00 8,247,310.40
2,652,000.00 56,000.00 203,310.40 216,000.00 104,000.00 2,844,000.00 520,000.00 840,000.00 752,000.00 60,000.00 8,247,310.40
-
3,844,590.95 7,814,702.86 11,659,293.81
1,238,575.00
3,460,131.85 7,033,232.58 4,241,602.14
384,459.09 781,470.29 7,417,691.67
335,264.68 3,125,000.00
167,632.34 3,125,000.00
167,632.34
3,460,264.68 51,186,862.57 53,314,222.00 2.04
3,292,632.34 42,079,493.10
167,632.34 9,107,369.47
150
Lampiran 31. Analisis Finansial Dan Ekonomi Usahatani Cabe Merah Di Kecamatan Ciwidey Per Hektar Per Musim Tanam Akibat Penurunan Produksi Sebesar 36 Persen No A B 1 2
3 4 5
6 7 8 9 C 1
Uraian Produksi Sarana Produksi Benih Pupuk Urea/Za TSP/Sp-36 KCL NPK PPC/ZPT Pupuk Kandang pestisida Insektisida Fungisida Kapur Ajir Tali Rafia Mulsa Jumlah B Tenaga Kerja pengolahan tanah
2 persemaian 3 penanaman 4 pemeliharaan 5 panen 6 pasca panen
Satuan Kg Bungkus Kg Kg Kg Kg Liter Kg Liter Kg Kg Batang Rol Rol
HKP HKW Rp HKP HKW HKP HKW HKP HKW HKP
Volume H. Privat 5,735.13 6,475.00 14.34 65,200.00
934,968.00
290.67 1,010.00 235.31 1,833.00 63.07 1,794.44 196.01 4,000.00 6.57 12,000.00 11,506.46 219.50
293,576.70 431,323.23 113,175.33 784,040.00 78,840.00 2,525,667.97
29.26 112,646.42 42.04 88,581.30 138.31 262.50 6,797.62 100.00 6.55 11,000.00
312.00 15,000.00 13.00 10,000.00 252,273.00 17.00 15,000.00 11.00 10,000.00 165.00 15,000.00 50.00 10,000.00 87.00 15,000.00 247.00 10,000.00 9.00 15,000.00
Jumlah C D Biaya Tataniaga 1 Transportasi 2 Penanganan Jumlah D E Biaya Lain-lain 1 Biaya Penyusutan 2 Sewa Tanah 3 Pajak Tanah 4 Bunga Jumlah E Total Biaya Produksi Keuntungan R/C
Kg Kg
RP RP RP RP Rp Rp
Analisis Finansial Jumlah Domestik 37,134,966.75
5,735.13 5,735.13
100.44 22.22
Asing
H.sosial 7,758.59
934,968.00
65,200.00
208,439.46 306,239.49 80,354.48 556,668.40 55,976.40 2,525,667.97
85,137.24 125,083.74 32,820.85 227,371.60 22,863.60
2,406.35 3,019.25 1,974.80 6,540.80 12,000.00 219.50
3,296,034.25 3,723,957.85 36,306.38 679,762.00 72,050.00 12,969,701.71
1,615,056.78 1,824,739.35 36,306.38 679,762.00 72,050.00 7,961,260.71
1,680,977.47 1,899,218.50
112,646.42 88,581.30 262.50 100.00 11,000.00
4,680,000.00 130,000.00 252,273.00 255,000.00 110,000.00 2,475,000.00 500,000.00 1,305,000.00 2,470,000.00 135,000.00
4,680,000.00 130,000.00 252,273.00 255,000.00 110,000.00 2,475,000.00 500,000.00 1,305,000.00 2,470,000.00 135,000.00
12,312,273.00
12,312,273.00
576,036.46 127,434.59 703,471.05
518,432.81 144,691.13 633,123.94
5,008,441.00 12,000.00 8,000.00 201,818.40 12,000.00 8,000.00 12,000.00 8,000.00 12,000.00 8,000.00 12,000.00 57,603.65 12,743.46 70,347.10
491,334.00
491,334.00
245,667.00
245,667.00
73,333.33
73,333.33 1,802,899.60 2,367,566.93 28,353,012.68 8,781,954.07 1.31
73,333.33 1,802,899.60 2,121,899.93 23,028,557.58
245,667.00 5,324,455.10
180.08 250.22
491,334.00 3,437,500.00
Analisis Ekonomi Jumlah Domestik 44,496,516.53
Asing
934,968.00 699,453.75 710,459.72 124,550.64 1,282,062.21 78,840.00 2,525,667.97 3,296,034.25 3,723,957.85 36,306.38 679,762.00 72,050.00 14,164,112.76
496,612.17 504,426.40 88,430.95 910,264.17 55,976.40 2,525,667.97
202,841.59 206,033.32 36,119.68 371,798.04 22,863.60
1,615,056.78 1,824,739.35 36,306.38 679,762.00 72,050.00 8,809,292.56
1,680,977.47 1,899,218.50
3,744,000.00 104,000.00 201,818.40 204,000.00 88,000.00 1,980,000.00 400,000.00 1,044,000.00 1,976,000.00 108,000.00
3,744,000.00 104,000.00 201,818.40 204,000.00 88,000.00 1,980,000.00 400,000.00 1,044,000.00 1,976,000.00 108,000.00
9,849,818.40
9,849,818.40
1,032,782.21 1,435,044.23 2,467,826.44
934,968.00
929,503.99 143,504.42 2,221,043.80
5,354,820.20
103,278.22 1,291,539.81 246,782.64
491,334.00 3,437,500.00
245,667.00 3,437,500.00
245,667.00
3,928,834.00 30,410,591.60 14,085,924.93 1.46
3,683,167.00 24,563,321.75
245,667.00 5,847,269.85
151
Lampiran 32. Analisis Finansial Dan Ekonomi Usahatani Cabe Merah Di Kecamatan Lembang Per Hektar Per Musim Tanam Akibat Penurunan Produksi Sebesar 36 Persen No A B 1 2
6 7 8 9
Uraian Produksi Sarana Produksi Benih Pupuk Urea/Za TSP/Sp-36 KCL NPK PPC/ZPT Pupuk Kandang pestisida Insektisida Fungisida Kapur Ajir Tali Rafia Mulsa
C 1
Jumlah B Tenaga Kerja pengolahan tanah
3 4 5
2 3
persemaian penanaman
4
pemeliharaan
5
panen
6
pasca panen Jumlah C
D 1 2
Biaya Tataniaga Transportasi Penanganan Jumlah D E Biaya Lain-lain 1 Biaya Penyusutan 2 Sewa Tanah 3 Pajak Tanah 4 Bunga Jumlah E Total Biaya Produksi Keuntungan R/C
Satuan Kg
Volume 6,082.24
H. Privat 7,435.00
Bungkus
18.98
64,000.00
Kg Kg Kg Kg Liter Kg
217.49 204.73 79.04 231.43 4.62 33,910.08
1,250.00 1,875.00 2,971.43 4,857.14 47,142.86 162.50
Liter Kg Kg Batang Rol Rol
10.49 84.59 441.18 11,409.20 13.01 11.96
98,176.20 54,892.56 278.33 113.89 10,700.00 340,700.00
HKP HKW Rp HKP HKW HKP HKW HKP HKW HKP
Kg Kg
RP RP RP RP Rp Rp
206.00 3.00
15,000.00 10,000.00
12.00 23.00 178.00 93.00 70.00 168.00 14.00
15,000.00 10,000.00 15,000.00 10,000.00 15,000.00 10,000.00 15,000.00
6,082.24 6,082.24
92.10 25.48
Analisis Finansial Jumlah Domestik 45,221,454.40 1,214,720.00 271,862.50 383,868.75 234,861.83 1,124,087.91 217,800.01 5,510,388.00 1,029,868.34 4,643,361.65 122,793.63 1,299,393.79 139,207.00 4,074,772.00
Asing
H.sosial 7,758.59
1,214,720.00
64,000.00
193,022.38 272,546.81 166,751.90 798,102.42 154,638.01 5,510,388.00
78,840.13 111,321.94 68,109.93 325,985.49 63,162.00
2,406.35 3,019.25 1,974.80 6,540.80 47,142.86 162.50
504,635.49 2,275,247.21 122,793.63 1,299,393.79 139,207.00 4,074,772.00
525,232.85 2,368,114.44
98,176.20 54,892.56 278.33 113.89 10,700.00 340,700.00
20,266,985.41
15,511,498.62
4,755,486.78
3,090,000.00 30,000.00 278,604.80 180,000.00 230,000.00 2,670,000.00 930,000.00 1,050,000.00 1,680,000.00 210,000.00 10,348,604.80
3,090,000.00 30,000.00 278,604.80 180,000.00 230,000.00 2,670,000.00 930,000.00 1,050,000.00 1,680,000.00 210,000.00 10,348,604.80
560,174.30 154,975.48 715,149.78
504,156.87 139,477.93 643,634.80
12,000.00 8,000.00 12,000.00 8,000.00 12,000.00 8,000.00 12,000.00 8,000.00 12,000.00 56,017.43 15,497.55 71,514.98
400,053.20
400,053.20
200,026.60
200,026.60
186,666.67 2,143,818.39
186,666.67 2,143,818.39 2,730,538.26 34,061,278.25 11,160,176.15 1.33
186,666.67 2,143,818.39 2,530,511.66 29,034,249.88
200,026.60 5,027,028.36
171.74 253.48
400,053.20 4,375,000.00
Analisis Ekonomi Jumlah Domestik 47,189,600.36
Asing
1,214,720.00 523,357.06 618,131.05 156,088.19 1,513,737.34 217,800.01 5,510,388.00 1,029,868.34 4,643,361.65 122,795.10 1,299,381.11 139,207.00 4,074,772.00
371,583.51 438,873.05 110,822.62 1,074,753.51 154,638.01 5,510,388.00
151,773.55 179,258.01 45,265.58 438,983.83 63,162.00
504,635.49 2,275,247.21 122,795.10 1,299,381.11 139,207.00 4,074,772.00
525,232.85 2,368,114.44
21,063,606.86
16,077,096.61
4,986,510.26
2,472,000.00 24,000.00 222,883.84 144,000.00 184,000.00 2,136,000.00 744,000.00 840,000.00 1,344,000.00 168,000.00 8,278,883.84
2,472,000.00 24,000.00 222,883.84 144,000.00 184,000.00 2,136,000.00 744,000.00 840,000.00 1,344,000.00 168,000.00 8,278,883.84
-
1,044,563.90 1,541,726.20 2,586,290.09 400,053.20 4,375,000.00
1,214,720.00
940,107.51 1,387,553.58 2,327,661.08
104,456.39 154,172.62 258,629.01
200,026.60 4,375,000.00
200,026.60
4,775,053.20 4,575,026.60 36,703,834.00 31,258,668.13 10,485,766.36 1.29
200,026.60 5,445,165.87
152
Lampiran 33. Analisis Finansial Dan Ekonomi Usahatani Tomat Di Kecamatan Ciwidey Per Hektar Per Musim Tanam Akibat Peningkatan Biaya Produksi Dan Penurunan Harga Output Analisis Finansial Uraian Produksi Sarana Produksi Benih Pupuk Urea/Za TSP/Sp-36 KCL NPK PPC/ZPT Pupuk Kandang pestisida Insektisida Fungisida Kapur Ajir Tali Rafia Mulsa Jumlah B Tenaga Kerja pengolahan tanah persemaian penanaman pemeliharaan panen
Satuan Kg Bungkus
Volume H. Privat 35,046.96 1,270.20 11.20
Kg Kg Kg Kg Liter Kg
434.89 266.00 77.07 238.65 6.50 18,850.80
Liter Kg Kg Batang Rol Rol
27.27 74.37 247.53 30,229.65 18.82
HKP HKW Rp HKP HKW HKP HKW HKP HKW HKP
pasca panen Jumlah C Biaya Tataniaga Transportasi Kg Penanganan Kg Jumlah D Biaya Lain-lain Biaya Penyusutan RP Sewa Tanah RP Pajak Tanah RP Bunga RP Jumlah E Total Biaya Produksi Rp Keuntungan Rp R/C
288.00 8.00 17.00 24.00 251.00 275.00 42.00 100.00 8.00
35,046.96 35,046.96
100,125.00 1487.38 2166.62 1189 4825.6 24,750.00 210.00 116,461.58 69,416.44 626.00 113.50 10,300.00
16,800.00 11,200.00 360,939.04 16,800.00 11,200.00 16,800.00 11,200.00 16,800.00 11,200.00 16,800.00
15.27 20.12
Domestik
Analisis Ekonomi
Jumlah 44,516,648.59 1,121,400.00 646,846.69 576,320.92 91,636.23 1,151,629.44 160,875.00 3,958,668.00 3,175,907.29 5,162,500.64 154,953.78 3,431,065.28 193,846.00 19,825,649.26 4,838,400.00 89,600.00 360,939.04 285,600.00 268,800.00 4,216,800.00 3,080,000.00 705,600.00 1,120,000.00 134,400.00 15,100,139.04
Asing
4,838,400.00 89,600.00 360,939.04 285,600.00 268,800.00 4,216,800.00 3,080,000.00 705,600.00 1,120,000.00 134,400.00 15,100,139.04
535,167.08 705,144.84 1,240,311.91
481,650.37 634,630.35 1,116,280.72
53,516.71 70,514.48 124,031.19
291,334.00
145,667.00
45,833.33 1,602,951.00 1,940,118.33 38,106,218.55 6,410,430.04 1.17
45,833.33 1,602,951.00 1,794,451.33 31,700,612.91
1,121,400.00 459,261.15 409,187.85 65,061.72 817,656.90 114,221.25 3,958,668.00
187,585.54 167,133.07 26,574.51 333,972.54 46,653.75
1,556,194.57 2,529,625.31 154,953.78 3,431,065.28 193,846.00 13,689,741.82
1,619,712.72 2,632,875.33
H.sosial Jumlah Domestik Asing 2,889.99 101,285,363.93 100,125.00 1,121,400.00 1,121,400.00 2,791.37 1,213,938.90 861,896.62 352,042.28 3,502.33 931,619.78 661,450.04 270,169.74 2,290.77 176,549.64 125,350.25 51,199.40 7,587.33 1,810,716.30 1,285,608.58 525,107.73 24,750.00 160,875.00 114,221.25 46,653.75 210.00 3,958,668.00 3,958,668.00 116,461.58 3,175,907.29 1,556,194.57 1,619,712.72 69,416.44 5,162,500.64 2,529,625.31 2,632,875.33 626.00 154,953.78 154,953.78 113.50 3,431,065.28 3,431,065.28 10,300.00 193,846.00 193,846.00
6,135,907.44
21,492,040.61
14,872,879.68
15,052.80 10,035.20 288,751.23 15,052.80 10,035.20 15,052.80 10,035.20 15,052.80 10,035.20 15,052.80
4,335,206.40 80,281.60 288,751.23 255,897.60 240,844.80 3,778,252.80 2,759,680.00 632,217.60 1,003,520.00 120,422.40 13,495,074.43
4,335,206.40 80,281.60 288,751.23 255,897.60 240,844.80 3,778,252.80 2,759,680.00 632,217.60 1,003,520.00 120,422.40 13,495,074.43
127.52 248.12
4,469,188.34 8,695,851.72 13,165,040.05
4,022,269.51 7,826,266.54 11,848,536.05
446,918.83 869,585.17 1,316,504.01
145,667.00
291,334.00 2,455,358.00
145,667.00 2,455,358.00
145,667.00
145,667.00 6,405,605.64
2,746,692.00 50,898,847.10 50,386,516.83 1.99
2,601,025.00 42,817,515.16
145,667.00 8,081,331.94
-
6,619,160.94
153
Lampiran 34. Analisis Finansial Dan Ekonomi Usahatani Tomat Di Kecamatan Lembang Per Hektar Per Musim Tanam Akibat Peningkatan Biaya Produksi Dan Penurunan Harga Output No A B 1 2
Uraian
6 7 8 9
Produksi Sarana Produksi Benih Pupuk Urea/Za TSP/Sp-36 KCL NPK PPC/ZPT Pupuk Kandang pestisida Insektisida Fungisida Kapur Ajir Tali Rafia Mulsa
C 1
Jumlah B Tenaga Kerja pengolahan tanah
3 4 5
2 3
persemaian penanaman
4
pemeliharaan
5
panen
6
pasca panen Jumlah C D Biaya Tataniaga 1 Transportasi 2 Penanganan Jumlah D E Biaya Lain-lain 1 Biaya Penyusutan 2 Sewa Tanah 3 Pajak Tanah 4 Bunga Jumlah E Total Biaya Produksi Keuntungan R/C
Satuan Kg Bungkus
Volume 36,159.64
Analisis Finansial H. Privat Jumlah Domestik 1,413.75 51,120,691.05
13.39 104,062.50
Kg Kg Kg Kg Liter Kg
468.21 455.11 87.08 220.37 5.06 38,574.00
1,537.00 1,983.60 1,682.00 4,536.89 25,734.38 138.00
Liter Kg Kg Batang Rol Rol
17.57 113,500.00 110.52 87,910.63 284.03 152.86 21,475.17 121.50 9.49 10,475.00 10.41 371,500.00
1,393,396.88 719,638.77 902,756.20 146,468.56 999,794.45 130,215.96 5,323,212.00 1,994,195.00 9,715,882.83 43,416.83 2,609,233.16 99,407.75 3,867,315.00
Analisis Ekonomi H.sosial Jumlah Domestik 2,889.99 104,500,998.00
Asing
1,393,396.88
104,062.50
208,695.24 261,799.30 42,475.88 289,940.39 37,762.63
2,791.37 3,502.33 2,290.77 7,587.33 25,734.38 138.00
977,155.55 1,017,039.45 4,760,782.59 4,955,100.24 43,416.83 2,609,233.16 99,407.75 3,867,315.00
113,500.00 87,910.63 152.86 121.50 10,475.00 371,500.00
510,943.53 640,956.90 103,992.68 709,854.06 92,453.33 5,323,212.00
27,944,933.37 19,738,723.36 8,206,210.01 HKP HKW Rp HKP HKW HKP HKW HKP HKW HKP
Kg Kg
RP RP RP RP Rp Rp
221.00 7.00
16,800.00 11,200.00
18.00 13.00 237.00 65.00 70.00 94.00 5.00
16,800.00 11,200.00 16,800.00 11,200.00 16,800.00 11,200.00 16,800.00
36,159.64 36,159.64
9.96 20.41
3,712,800.00 3,712,800.00 78,400.00 78,400.00 284,634.56 284,634.56 302,400.00 302,400.00 145,600.00 145,600.00 3,981,600.00 3,981,600.00 728,000.00 728,000.00 1,176,000.00 1,176,000.00 1,052,800.00 1,052,800.00 84,000.00 84,000.00 11,546,234.56 11,546,234.56
15,052.80 10,035.20 15,052.80 10,035.20 15,052.80 10,035.20 15,052.80 10,035.20 15,052.80 -
1,393,396.88 1,306,947.35 1,593,945.41 199,480.25 1,672,019.91 130,215.96 5,323,212.00 1,994,195.00 9,715,882.83 43,416.01 2,609,233.16 99,407.75 3,867,315.00
Asing
1,393,396.88 927,932.62 1,131,701.24 141,630.98 1,187,134.14 92,453.33 5,323,212.00
379,014.73 462,244.17 57,849.27 484,885.77 37,762.63
977,155.55 4,760,782.59 43,416.01 2,609,233.16 99,407.75 3,867,315.00
1,017,039.45 4,955,100.24
29,948,667.50 21,161,374.36
8,787,293.14
3,326,668.80 70,246.40 227,707.65 270,950.40 130,457.60 3,567,513.60 652,288.00 1,053,696.00 943,308.80 75,264.00 10,318,101.25
3,326,668.80 70,246.40 227,707.65 270,950.40 130,457.60 3,567,513.60 652,288.00 1,053,696.00 943,308.80 75,264.00 10,318,101.25
-
360,150.01 738,018.25 1,098,168.27
324,135.01 664,216.43 988,351.44
36,015.00 73,801.83 109,816.83
122.21 248.41
4,419,069.60 3,977,162.64 8,982,416.17 8,084,174.56 13,401,485.78 12,061,337.20
441,906.96 898,241.62 1,340,148.58
335,264.68
167,632.34
167,632.34
335,264.68 3,125,000.00
335,264.68 167,632.34 3,125,000.00 3,125,000.00
167,632.34
3,460,264.68 3,292,632.34 57,128,519.21 46,833,445.15 47,372,478.80 1.83
167,632.34 10,295,074.06
133,333.33 133,333.33 1,814,592.16 1,814,592.16 2,283,190.17 2,115,557.83 167,632.34 42,872,526.37 34,388,867.19 8,483,659.18 8,248,164.68 1.19
154
Lampiran 35. Analisis Finansial Dan Ekonomi Usahatani Cabe Merah Di Kecamatan Ciwidey Per Hektar Per Musim Tanam Akibat Peningkatan Biaya Produksi Dan Penurunan Harga Output No A B 1 2
3 4 5
6 7 8 9 C 1
Uraian Produksi Sarana Produksi Benih Pupuk Urea/Za TSP/Sp-36 KCL NPK PPC/ZPT Pupuk Kandang pestisida Insektisida Fungisida Kapur Ajir Tali Rafia Mulsa Jumlah B Tenaga Kerja pengolahan tanah
2 3
persemaian penanaman
4
pemeliharaan
5
panen
6
pasca panen
Satuan Kg Bungkus Kg Kg Kg Kg Liter Kg Liter Kg Kg Batang Rol Rol
HKP HKW Rp HKP HKW HKP HKW HKP HKW HKP
Volume 8,961.14
Analisis Finansial H. Privat Jumlah Domestik 6,021.75 53,961,744.80
14.34
73,350.00
1,051,839.00
290.67 235.31 63.07 196.01 6.57 11,506.46
1,171.60 2,126.28 2,081.55 4,640.00 13,500.00 219.50
340,548.97 500,334.95 131,283.36 909,486.40 88,695.00 2,525,667.97
29.26 126,727.22 42.04 99,653.96 138.31 262.50 6,797.62 100.00 6.55 11,000.00
3,708,038.46 4,189,452.48 36,306.38 679,762.00 72,050.00 14,233,464.96
312.00 13.00
16,800.00 11,200.00
17.00 11.00 165.00 50.00 87.00 247.00 9.00
16,800.00 11,200.00 16,800.00 11,200.00 16,800.00 11,200.00 16,800.00
Jumlah C D 1 2
Biaya Tataniaga Transportasi Penanganan Jumlah D E Biaya Lain-lain 1 Biaya Penyusutan 2 Sewa Tanah 3 Pajak Tanah 4 Bunga Jumlah E Total Biaya Produksi Keuntungan R/C
5,241,600.00 145,600.00 282,545.76 285,600.00 123,200.00 2,772,000.00 560,000.00 1,461,600.00 2,766,400.00 151,200.00
1,051,839.00
73,350.00
98,759.20 145,097.13 38,072.17 263,751.06 25,721.55
2,791.37 3,502.33 2,290.77 7,587.33 13,500.00 219.50
1,816,938.84 1,891,099.61 2,052,831.71 2,136,620.76 36,306.38 679,762.00 72,050.00 8,582,504.46 5,650,960.49
126,727.22 99,653.96 262.50 100.00 11,000.00
241,789.77 355,237.81 93,211.18 645,735.34 62,973.45 2,525,667.97
5,241,600.00 145,600.00 282,545.76 285,600.00 123,200.00 2,772,000.00 560,000.00 1,461,600.00 2,766,400.00 151,200.00
13,789,745.76 13,789,745.76 Kg Kg
RP RP RP RP Rp Rp
8,961.14 8,961.14
Analisis Ekonomi H.sosial Jumlah Domestik 7,215.49 64,659,016.06
Asing
15,052.80 10,035.20 15,052.80 10,035.20 15,052.80 10,035.20 15,052.80 10,035.20 15,052.80 -
1,051,839.00 811,367.52 824,133.27 144,478.86 1,487,192.55 88,695.00 2,525,667.97 3,708,038.46 4,189,452.48 36,306.38 679,762.00 72,050.00 15,618,983.49 4,696,473.60 130,457.60 226,036.61 255,897.60 110,387.20 2,483,712.00 501,760.00 1,309,593.60 2,478,694.40 135,475.20
Asing
1,051,839.00 576,070.94 585,134.62 102,579.99 1,055,906.71 62,973.45 2,525,667.97
235,296.58 238,998.65 41,898.87 431,285.84 25,721.55
1,816,938.84 1,891,099.61 2,052,831.71 2,136,620.76 36,306.38 679,762.00 72,050.00 9,566,222.62 6,052,760.87 4,696,473.60 130,457.60 226,036.61 255,897.60 110,387.20 2,483,712.00 501,760.00 1,309,593.60 2,478,694.40 135,475.20
12,328,487.81 12,328,487.81
-
100.44 22.22
900,056.90 199,116.53 1,099,173.43
810,051.21 179,204.88 989,256.09
90,005.69 19,911.65 109,917.34
180.08 250.22
1,613,722.09 2,242,256.45 3,855,978.54
1,452,349.88 2,018,030.81 3,470,380.69
161,372.21 224,225.65 385,597.85
491,334.00
491,334.00
245,667.00
245,667.00
491,334.00 3,437,500.00
491,334.00 3,437,500.00
245,667.00 3,437,500.00
245,667.00
73,333.33
73,333.33 73,333.33 1,802,899.60 1,802,899.60 2,367,566.93 2,121,899.93 245,667.00 31,489,951.08 25,483,406.24 6,006,544.84 22,471,793.71 1.71
3,928,834.00 3,683,167.00 245,667.00 35,732,283.84 29,048,258.12 6,684,025.72 28,926,732.22 1.81
155
Lampiran 36. Analisis Finansial Dan Ekonomi Usahatani Cabe Merah Di Kecamatan Lembang Per Hektar Per Musim Tanam Akibat Peningkatan Biaya Produksi Dan Penurunan Harga Output No A B 1 2
3 4 5
6 7 8 9
Uraian
Satuan
Produksi Sarana Produksi Benih Pupuk Urea/Za TSP/Sp-36 KCL NPK PPC/ZPT Pupuk Kandang pestisida Insektisida Fungisida Kapur Ajir Tali Rafia Mulsa
Kg
Jumlah B C Tenaga Kerja 1 pengolahan tanah 2 persemaian 3 penanaman 4 pemeliharaan 5 panen 6 pasca panen
Bungkus
Volume 9,503.50
H. Privat Jumlah Domestik 6,914.55 65,712,425.93
18.98
72,000.00
Kg Kg Kg Kg Liter Kg
217.49 204.73 79.04 231.43 4.62 33,910.08
1,450.00 2,175.00 3,446.86 5,634.28 53,035.72 162.50
Liter Kg Kg Batang Rol Rol
10.49 84.59 441.18 11,409.20 13.01 11.96
110,448.23 61,754.13 278.33 113.89 10,700.00 340,700.00
HKP HKW Rp HKP HKW HKP HKW HKP HKW HKP
223,905.96 316,154.30 193,432.27 925,798.41 173,967.77 5,510,388.00
91,454.55 129,133.45 79,007.55 378,143.01 71,057.26
2,791.37 3,502.33 2,290.77 7,587.33 53,035.72 162.50
567,714.95 2,559,653.11 122,793.63 1,299,393.79 139,207.00 4,074,772.00
590,886.99 2,664,128.75
110,448.23 61,754.13 278.33 113.89 10,700.00 340,700.00
21,477,552.72
16,107,181.18
5,370,371.54
3,460,800.00 33,600.00 312,037.38 201,600.00 257,600.00 2,990,400.00 1,041,600.00 1,176,000.00 1,881,600.00 235,200.00
3,460,800.00 33,600.00 312,037.38 201,600.00 257,600.00 2,990,400.00 1,041,600.00 1,176,000.00 1,881,600.00 235,200.00
11,590,437.38
11,590,437.38
-
92.10 25.48
875,272.35 242,149.18 1,117,421.53
787,745.12 217,934.26 1,005,679.38
87,527.24 24,214.92 111,742.15
171.74 253.48
1,632,131.09 2,408,947.18 4,041,078.27
1,468,917.98 2,168,052.46 3,636,970.44
163,213.11 240,894.72 404,107.83
400,053.20
400,053.20
200,026.60
200,026.60
400,053.20 4,375,000.00
400,053.20 4,375,000.00
200,026.60 4,375,000.00
200,026.60
186,666.67 2,143,818.39
186,666.67 2,143,818.39 2,730,538.26 36,915,949.89 28,796,476.04 1.78
186,666.67 2,143,818.39 2,530,511.66 31,233,809.59
200,026.60 5,682,140.29
4,775,053.20 4,575,026.60 41,572,845.13 33,330,351.36 26,999,564.09 1.65
200,026.60 6,242,493.76
16,800.00 11,200.00
12.00 23.00 178.00 93.00 70.00 168.00 14.00
16,800.00 11,200.00 16,800.00 11,200.00 16,800.00 11,200.00 16,800.00
Kg Kg
RP RP RP RP Rp Rp
9,503.50 9,503.50
15,052.80 10,035.20 15,052.80 10,035.20 15,052.80 10,035.20 15,052.80 10,035.20 15,052.80
1,366,560.00 607,095.06 717,032.02 181,062.46 1,755,935.78 245,025.03 5,510,388.00 1,158,601.93 5,223,781.86 122,795.10 1,299,381.11 139,207.00 4,074,772.00
Asing
72,000.00
Jumlah C D Biaya Tataniaga 1 Transportasi 2 Penanganan Jumlah D E Biaya Lain-lain 1 Biaya Penyusutan 2 Sewa Tanah 3 Pajak Tanah 4 Bunga Jumlah E Total Biaya Produksi Keuntungan R/C
H.sosial Jumlah Domestik 7,215.49 68,572,409.22
1,366,560.00
206.00 3.00
1,366,560.00 315,360.50 445,287.75 272,439.81 1,303,941.42 245,025.03 5,510,388.00 1,158,601.93 5,223,781.86 122,793.63 1,299,393.79 139,207.00 4,074,772.00
Asing
1,366,560.00 431,037.49 509,092.73 128,554.35 1,246,714.41 173,967.77 5,510,388.00
176,057.57 207,939.29 52,508.11 509,221.38 71,057.26
567,714.95 2,559,653.11 122,795.10 1,299,381.11 139,207.00 4,074,772.00
590,886.99 2,664,128.75
22,401,637.35 16,763,278.02
5,638,359.33
3,100,876.80 30,105.60 249,629.90 180,633.60 230,809.60 2,679,398.40 933,273.60 1,053,696.00 1,685,913.60 210,739.20
3,100,876.80 30,105.60 249,629.90 180,633.60 230,809.60 2,679,398.40 933,273.60 1,053,696.00 1,685,913.60 210,739.20
10,355,076.30 10,355,076.30
-
156
Lampiran 37. Analisis Finansial Dan Ekonomi Usahatani Tomat Di Kecamatan Ciwidey Per Hektar Per Musim Tanam Akibat Peningkatan Biaya Produksi Dan Penurunan Produksi No
Uraian
A B 1 2
Produksi Sarana Produksi Benih Pupuk Urea/Za TSP/Sp-36 KCL NPK PPC/ZPT Pupuk Kandang pestisida Insektisida Fungisida Kapur Ajir Tali Rafia Mulsa Jumlah B Tenaga Kerja pengolahan tanah
3 4 5
6 7 8 9 C 1 2 3
persemaian penanaman
4
pemeliharaan
5
panen
6
pasca panen Jumlah C D Biaya Tataniaga 1 Transportasi 2 Penanganan Jumlah D E Biaya Lain-lain 1 Biaya Penyusutan 2 Sewa Tanah 3 Pajak Tanah 4 Bunga Jumlah E Total Biaya Produksi Keuntungan R/C
Satuan Kg Bungkus
Volume 30,490.86 11.20
Kg Kg Kg Kg Liter Kg
434.89 266.00 77.07 238.65 6.50 18,850.80
Liter Kg Kg Batang Rol Rol
27.27 74.37 247.53 30,229.65 18.82
HKP HKW Rp HKP HKW HKP HKW HKP HKW HKP
Kg Kg
RP RP RP RP Rp Rp
288.00 8.00 17.00 24.00 251.00 275.00 42.00 100.00 8.00
30,490.86 30,490.86
H. Privat 1,460.00 100,125.00 1487.38 2166.62 1189 4825.6 24,750.00 210.00 116,461.58 69,416.44 626.00 113.50 10,300.00
16,800.00 11,200.00 360,939.04 16,800.00 11,200.00 16,800.00 11,200.00 16,800.00 11,200.00 16,800.00
15.27 20.12
Analisis Finansial Jumlah Domestik 44,516,655.60 1,121,400.00 646,846.69 459,261.15 576,320.92 409,187.85 91,636.23 65,061.72 1,151,629.44 817,656.90 160,875.00 114,221.25 3,958,668.00 3,958,668.00 3,175,907.29 1,556,194.57 5,162,500.64 2,529,625.31 154,953.78 154,953.78 3,431,065.28 3,431,065.28 193,846.00 193,846.00 19,825,649.26 13,689,741.82 4,838,400.00 4,838,400.00 89,600.00 89,600.00 360,939.04 360,939.04 285,600.00 285,600.00 268,800.00 268,800.00 4,216,800.00 4,216,800.00 3,080,000.00 3,080,000.00 705,600.00 705,600.00 1,120,000.00 1,120,000.00 134,400.00 134,400.00 15,100,139.04 15,100,139.04 465,595.43 613,476.10 1,079,071.54
Asing
H.sosial 3,321.83
1,121,400.00
100,125.00
187,585.54 167,133.07 26,574.51 333,972.54 46,653.75
2,791.37 3,502.33 2,290.77 7,587.33 24,750.00 210.00
1,619,712.72 2,632,875.33
116,461.58 69,416.44 626.00 113.50 10,300.00
6,135,907.44
Analisis Ekonomi Jumlah Domestik 101,285,453.47 1,121,400.00 1,213,938.90 861,896.62 931,619.78 661,450.04 176,549.64 125,350.25 1,810,716.30 1,285,608.58 160,875.00 114,221.25 3,958,668.00 3,958,668.00 3,175,907.29 1,556,194.57 5,162,500.64 2,529,625.31 154,953.78 154,953.78 3,431,065.28 3,431,065.28 193,846.00 193,846.00 21,492,040.61
14,872,879.68
15,052.80 10,035.20 288,751.23 15,052.80 10,035.20 15,052.80 10,035.20 15,052.80 10,035.20 15,052.80
4,335,206.40 80,281.60 288,751.23 255,897.60 240,844.80 3,778,252.80 2,759,680.00 632,217.60 1,003,520.00 120,422.40 13,495,074.43
4,335,206.40 80,281.60 288,751.23 255,897.60 240,844.80 3,778,252.80 2,759,680.00 632,217.60 1,003,520.00 120,422.40 13,495,074.43
127.52 248.12
3,888,194.47 7,565,392.18 11,453,586.65
-
3,499,375.02 6,808,852.96 10,308,227.99
Asing
1,121,400.00 352,042.28 270,169.74 51,199.40 525,107.73 46,653.75
1,619,712.72 2,632,875.33
6,619,160.94
419,035.89 552,128.49 971,164.38
46,559.54 61,347.61 107,907.15
388,819.45 756,539.22 1,145,358.67
291,334.00
145,667.00
145,667.00
291,334.00 2,455,358.00
145,667.00 2,455,358.00
145,667.00
45,833.33 1,602,951.00 1,940,118.33 37,944,978.17 6,571,677.43 1.17
45,833.33 1,602,951.00 1,794,451.33 31,555,496.57
145,667.00 6,389,481.60
2,746,692.00 49,187,393.69 52,098,059.78 2.06
2,601,025.00 41,277,207.09
145,667.00 7,910,186.60
157
Lampiran 38. Analisis Finansial Dan Ekonomi Usahatani Tomat Di Kecamatan Lembang Per Hektar Per Musim Tanam Akibat Peningkatan Biaya Produksi Dan Penurunan Produksi No
Uraian
A B 1 2
Produksi Sarana Produksi Benih Pupuk Urea/Za TSP/Sp-36 KCL NPK PPC/ZPT Pupuk Kandang pestisida Insektisida Fungisida Kapur Ajir Tali Rafia Mulsa Jumlah B Tenaga Kerja pengolahan tanah
3 4 5
6 7 8 9 C 1 2 3
persemaian penanaman
4
pemeliharaan
5
panen
6
pasca panen Jumlah C D Biaya Tataniaga 1 Transportasi 2 Penanganan Jumlah D E Biaya Lain-lain 1 Biaya Penyusutan 2 Sewa Tanah 3 Pajak Tanah 4 Bunga Jumlah E Total Biaya Produksi Keuntungan R/C
Satuan
Volume 31,458.89
H. Privat 1,625.00
13.39
104,062.50
Kg Kg Kg Kg Liter Kg
468.21 455.11 87.08 220.37 5.06 38,574.00
1,537.00 1,983.60 1,682.00 4,536.89 25,734.38 138.00
Liter Kg Kg Batang Rol Rol
17.57 110.52 284.03 21,475.17 9.49 10.41
113,500.00 87,910.63 152.86 121.50 10,475.00 371,500.00
Kg Bungkus
HKP HKW Rp HKP HKW HKP HKW HKP HKW HKP
Kg Kg
RP RP RP RP Rp Rp
221.00 7.00
16,800.00 11,200.00
18.00 13.00 237.00 65.00 70.00 94.00 5.00
16,800.00 11,200.00 16,800.00 11,200.00 16,800.00 11,200.00 16,800.00
31,458.89 31,458.89
9.96 20.41
Analisis Finansial Jumlah Domestik 51,120,696.25
Asing
H.sosial 3,321.83
1,393,396.88 719,638.77 902,756.20 146,468.56 999,794.45 130,215.96 5,323,212.00 1,994,195.00 9,715,882.83 43,416.83 2,609,233.16 99,407.75 3,867,315.00 27,944,933.37 3,712,800.00 78,400.00 284,634.56 302,400.00 145,600.00 3,981,600.00 728,000.00 1,176,000.00 1,052,800.00 84,000.00 11,546,234.56
3,712,800.00 78,400.00 284,634.56 302,400.00 145,600.00 3,981,600.00 728,000.00 1,176,000.00 1,052,800.00 84,000.00 11,546,234.56
-
281,997.49 577,868.35 859,865.84
31,333.05 64,207.59 95,540.65
335,264.68
167,632.34
167,632.34
133,333.33 1,814,592.16 2,283,190.17 42,729,764.59 8,390,931.66 1.20
133,333.33 1,814,592.16 2,115,557.83 34,260,381.59
167,632.34 8,469,383.00
313,330.54 642,075.94 955,406.49
1,393,396.88
104,062.50
510,943.53 640,956.90 103,992.68 709,854.06 92,453.33 5,323,212.00
208,695.24 261,799.30 42,475.88 289,940.39 37,762.63
2,791.37 3,502.33 2,290.77 7,587.33 25,734.38 138.00
977,155.55 4,760,782.59 43,416.83 2,609,233.16 99,407.75 3,867,315.00 19,738,723.36
1,017,039.45 4,955,100.24
113,500.00 87,910.63 152.86 121.50 10,475.00 371,500.00
8,206,210.01 15,052.80 10,035.20 15,052.80 10,035.20 15,052.80 10,035.20 15,052.80 10,035.20 15,052.80
122.21 248.41
335,264.68 3,125,000.00
Analisis Ekonomi Jumlah Domestik 104,501,084.57
Asing
1,393,396.88 1,306,947.35 1,593,945.41 199,480.25 1,672,019.91 130,215.96 5,323,212.00 1,994,195.00 9,715,882.83 43,416.01 2,609,233.16 99,407.75 3,867,315.00 29,948,667.50
927,932.62 1,131,701.24 141,630.98 1,187,134.14 92,453.33 5,323,212.00
379,014.73 462,244.17 57,849.27 484,885.77 37,762.63
977,155.55 4,760,782.59 43,416.01 2,609,233.16 99,407.75 3,867,315.00 21,161,374.36
1,017,039.45 4,955,100.24
3,326,668.80 70,246.40 227,707.65 270,950.40 130,457.60 3,567,513.60 652,288.00 1,053,696.00 943,308.80 75,264.00 10,318,101.25
3,326,668.80 70,246.40 227,707.65 270,950.40 130,457.60 3,567,513.60 652,288.00 1,053,696.00 943,308.80 75,264.00 10,318,101.25
3,844,590.95 7,814,702.86 11,659,293.81
1,393,396.88
3,460,131.85 7,033,232.58 4,241,602.14
8,787,293.14
384,459.09 781,470.29 7,417,691.67
335,264.68 3,125,000.00
167,632.34 3,125,000.00
167,632.34
3,460,264.68 55,386,327.24 49,114,757.33 1.89
3,292,632.34 45,265,472.38
167,632.34 10,120,854.86
158
Lampiran 39. Analisis Finansial Dan Ekonomi Usahatani Cabe Merah Di Kecamatan Ciwidey Per Hektar Per Musim Tanam Akibat Peningkatan Biaya Produksi Dan Penurunan Produksi No A B 1 2
3 4 5
6 7 8 9 C 1 2 3 4 5 6
Uraian
Satuan
Volume
H. Privat 6,475.00
Analisis Finansial Jumlah Domestik 37,134,966.75
Produksi Kg 5,735.13 Sarana Produksi Benih Bungkus 14.34 73,350.00 Pupuk Urea/Za Kg 290.67 1,171.60 TSP/Sp-36 Kg 235.31 2,126.28 KCL Kg 63.07 2,081.55 NPK Kg 196.01 4,640.00 PPC/ZPT Liter 6.57 13,500.00 Pupuk Kandang Kg 11,506.46 219.50 pestisida Insektisida Liter 29.26 126,727.22 Fungisida Kg 42.04 99,653.96 Kapur Kg 138.31 262.50 Ajir Batang 6,797.62 100.00 Tali Rafia Rol 6.55 11,000.00 Mulsa Rol Jumlah B Tenaga Kerja pengolahan tanah HKP 312.00 16,800.00 HKW 13.00 11,200.00 persemaian Rp penanaman HKP 17.00 16,800.00 HKW 11.00 11,200.00 pemeliharaan HKP 165.00 16,800.00 HKW 50.00 11,200.00 panen HKP 87.00 16,800.00 HKW 247.00 11,200.00 pasca panen HKP 9.00 16,800.00
340,548.97 500,334.95 131,283.36 909,486.40 88,695.00 2,525,667.97
Jumlah C D Biaya Tataniaga 1 Transportasi Kg 2 Penanganan Kg Jumlah D E Biaya Lain-lain 1 Biaya Penyusutan RP 2 Sewa Tanah RP 3 Pajak Tanah RP 4 Bunga RP Jumlah E Total Biaya Produksi Rp Keuntungan Rp R/C
5,735.13 5,735.13
H.sosial 7,758.59
1,051,839.00
73,350.00
241,789.77 355,237.81 93,211.18 645,735.34 62,973.45 2,525,667.97
98,759.20 145,097.13 38,072.17 263,751.06 25,721.55
2,791.37 3,502.33 2,290.77 7,587.33 13,500.00 219.50
3,708,038.46 4,189,452.48 36,306.38 679,762.00 72,050.00 14,233,464.96
1,816,938.84 2,052,831.71 36,306.38 679,762.00 72,050.00 8,582,504.46
1,891,099.61 2,136,620.76
126,727.22 99,653.96 262.50 100.00 11,000.00
5,241,600.00 145,600.00 282,545.76 285,600.00 123,200.00 2,772,000.00 560,000.00 1,461,600.00 2,766,400.00 151,200.00
5,241,600.00 145,600.00 282,545.76 285,600.00 123,200.00 2,772,000.00 560,000.00 1,461,600.00 2,766,400.00 151,200.00
13,789,745.76
13,789,745.76
-
576,036.46 127,434.59 703,471.05
518,432.81 114,691.13 633,123.94
57,603.65 12,743.46 70,347.10
491,334.00
491,334.00
245,667.00
245,667.00
73,333.33
73,333.33 1,802,899.60 2,367,566.93 31,094,248.69 6,040,718.06 1.19
73,333.33 1,802,899.60 2,121,899.93 25,127,274.10
245,667.00 5,966,974.60
100.44 22.22
1,051,839.00
Asing
5,650,960.49 15,052.80 10,035.20 15,052.80 10,035.20 15,052.80 10,035.20 15,052.80 10,035.20 15,052.80
180.08 250.22
491,334.00 3,437,500.00
Analisis Ekonomi Jumlah Domestik 44,496,516.53 1,051,839.00 811,367.52 824,133.27 144,478.86 1,487,192.55 88,695.00 2,525,667.97 3,708,038.46 4,189,452.48 36,306.38 679,762.00 72,050.00 15,618,983.49
Asing
1,051,839.00 576,070.94 585,134.62 102,579.99 1,055,906.71 62,973.45 2,525,667.97
235,296.58 238,998.65 41,898.87 431,285.84 25,721.55
1,816,938.84 2,052,831.71 36,306.38 679,762.00 72,050.00 9,566,222.62
1,891,099.61 2,136,620.76
4,696,473.60 130,457.60 226,036.61 255,897.60 110,387.20 2,483,712.00 501,760.00 1,309,593.60 2,478,694.40 135,475.20
4,696,473.60 130,457.60 226,036.61 255,897.60 110,387.20 2,483,712.00 501,760.00 1,309,593.60 2,478,694.40 135,475.20
12,328,487.81
12,328,487.81
1,032,782.21 1,435,044.23 2,467,826.44
929,503.99 1,291,539.81 2,221,043.80
6,052,760.87
103,278.22 143,504.42 246,782.64
491,334.00 3,437,500.00
245,667.00 3,437,500.00
245,667.00
3,928,834.00 34,344,131.74 10,152,384.80 1.30
3,683,167.00 27,798,921.22
245,667.00 6,545,210.51
159
Lampiran 40. Analisis Finansial Dan Ekonomi Usahatani Cabe Merah Di Kecamatan Lembang Per Hektar Per Musim Tanam Akibat Peningkatan Biaya Produksi Dan Penurunan Produksi No
Uraian
A B 1 2
Produksi Sarana Produksi Benih Pupuk Urea/Za TSP/Sp-36 KCL NPK PPC/ZPT Pupuk Kandang pestisida Insektisida Fungisida Kapur Ajir Tali Rafia Mulsa
3 4 5
6 7 8 9
Satuan
Volume 6,082.24
H. Privat 7,435.00
18.98
72,000.00
Kg Kg Kg Kg Liter Kg
217.49 204.73 79.04 231.43 4.62 33,910.08
1,450.00 2,175.00 3,446.86 5,634.28 53,035.72 162.50
Liter Kg Kg Batang Rol Rol
10.49 84.59 441.18 11,409.20 13.01 11.96
110,448.23 61,754.13 278.33 113.89 10,700.00 340,700.00
Kg Bungkus
Jumlah B C Tenaga Kerja 1 pengolahan tanah HKP HKW 2 persemaian Rp 3 penanaman HKP HKW 4 pemeliharaan HKP HKW 5 panen HKP HKW 6 pasca panen HKP Jumlah C D Biaya Tataniaga 1 Transportasi Kg 2 Penanganan Kg Jumlah D E Biaya Lain-lain 1 Biaya Penyusutan RP 2 Sewa Tanah RP 3 Pajak Tanah RP 4 Bunga RP Jumlah E Total Biaya Produksi Rp Keuntungan Rp R/C
206.00 3.00
16,800.00 11,200.00
12.00 23.00 178.00 93.00 70.00 168.00 14.00
16,800.00 11,200.00 16,800.00 11,200.00 16,800.00 11,200.00 16,800.00
6,082.24 6,082.24
92.10 25.48
400,053.20 186,666.67 2,143,818.39
Analisis Finansial Jumlah Domestik 45,221,454.40 1,366,560.00 315,360.50 445,287.75 272,439.81 1,303,941.42 245,025.03 5,510,388.00 1,158,601.93 5,223,781.86 122,793.63 1,299,393.79 139,207.00 4,074,772.00
Asing
H.sosial 7,758.59
1,366,560.00
72,000.00
223,905.96 316,154.30 193,432.27 925,798.41 173,967.77 5,510,388.00
91,454.55 129,133.45 79,007.55 378,143.01 71,057.26
2,791.37 3,502.33 2,290.77 7,587.33 53,035.72 162.50
567,714.95 2,559,653.11 122,793.63 1,299,393.79 139,207.00 4,074,772.00
590,886.99 2,664,128.75
110,448.23 61,754.13 278.33 113.89 10,700.00 340,700.00
21,477,552.72
16,107,181.18
5,370,371.54
3,460,800.00 33,600.00 312,037.38 201,600.00 257,600.00 2,990,400.00 1,041,600.00 1,176,000.00 1,881,600.00 235,200.00 11,590,437.38
3,460,800.00 33,600.00 312,037.38 201,600.00 257,600.00 2,990,400.00 1,041,600.00 1,176,000.00 1,881,600.00 235,200.00 11,590,437.38
560,174.30 154,975.48 715,149.78 400,053.20
504,156.87 139,477.93 643,634.80 200,026.60
15,052.80 10,035.20 15,052.80 10,035.20 15,052.80 10,035.20 15,052.80 10,035.20 15,052.80 56,017.43 15,497.55 71,514.98 200,026.60
186,666.67 186,666.67 2,143,818.39 2,143,818.39 2,730,538.26 2,530,511.66 200,026.60 36,513,678.14 30,871,765.02 5,641,913.12 8,707,776.26 1.24
171.74 253.48
400,053.20 4,375,000.00
Analisis Ekonomi Jumlah Domestik 47,189,600.36
Asing
1,366,560.00 607,095.06 717,032.02 181,062.46 1,755,935.78 245,025.03 5,510,388.00 1,158,601.93 5,223,781.86 122,795.10 1,299,381.11 139,207.00 4,074,772.00
1,366,560.00 431,037.49 509,092.73 128,554.35 1,246,714.41 173,967.77 5,510,388.00
176,057.57 207,939.29 52,508.11 509,221.38 71,057.26
567,714.95 2,559,653.11 122,795.10 1,299,381.11 139,207.00 4,074,772.00
590,886.99 2,664,128.75
22,401,637.35
16,763,278.02
5,638,359.33
3,100,876.80 30,105.60 249,629.90 180,633.60 230,809.60 2,679,398.40 933,273.60 1,053,696.00 1,685,913.60 210,739.20 10,355,076.30
3,100,876.80 30,105.60 249,629.90 180,633.60 230,809.60 2,679,398.40 933,273.60 1,053,696.00 1,685,913.60 210,739.20 10,355,076.30
-
1,044,563.90 1,541,726.20 2,586,290.09
940,107.51 1,387,553.58 2,327,661.08
104,456.39 154,172.62 258,629.01
400,053.20 4,375,000.00
200,026.60 4,375,000.00
200,026.60
4,775,053.20 40,118,056.95 7,071,543.41 1.18
4,575,026.60 34,021,042.00
200,026.60 6,097,014.94
160
Lampiran 41. Analisis Finansial Dan Ekonomi Usahatani Tomat Di Kecamatan Ciwidey Per Hektar Per Musim Tanam Akibat Peningkatan Biaya Produksi, Penurunan Harga Dan Penurunan Produksi No A B 1 2
3 4 5
6 7 8 9 C 1
Uraian Produksi Sarana Produksi Benih Pupuk Urea/Za TSP/Sp-36 KCL NPK PPC/ZPT Pupuk Kandang pestisida Insektisida Fungisida Kapur Ajir Tali Rafia Mulsa Jumlah B Tenaga Kerja pengolahan tanah
2 persemaian 3 penanaman 4 pemeliharaan 5 panen 6 pasca panen Jumlah C D Biaya Tataniaga 1 Transportasi 2 Penanganan Jumlah D E Biaya Lain-lain 1 Biaya Penyusutan 2 Sewa Tanah 3 Pajak Tanah 4 Bunga Jumlah E Total Biaya Produksi Keuntungan R/C
Satuan Kg Bungkus
Volume 30,490.86 11.20
Kg Kg Kg Kg Liter Kg
434.89 266.00 77.07 238.65 6.50 18,850.80
Liter Kg Kg Batang Rol Rol
27.27 74.37 247.53 30,229.65 18.82
HKP HKW Rp HKP HKW HKP HKW HKP HKW HKP
Kg Kg
RP RP RP RP Rp Rp
288.00 8.00 17.00 24.00 251.00 275.00 42.00 100.00 8.00
30,490.86 30,490.86
Analisis Finansial H. Privat Jumlah Domestik 1,270.20 38,729,490.37 100,125.00 1,121,400.00 1487.38 646,846.69 459,261.15 2166.62 576,320.92 409,187.85 1189 91,636.23 65,061.72 4825.6 1,151,629.44 817,656.90 24,750.00 160,875.00 114,221.25 210.00 3,958,668.00 3,958,668.00 116,461.58 3,175,907.29 1,556,194.57 69,416.44 5,162,500.64 2,529,625.31 626.00 154,953.78 154,953.78 113.50 3,431,065.28 3,431,065.28 10,300.00 193,846.00 193,846.00 19,825,649.26 13,689,741.82 16,800.00 4,838,400.00 4,838,400.00 11,200.00 89,600.00 89,600.00 360,939.04 360,939.04 360,939.04 16,800.00 285,600.00 285,600.00 11,200.00 268,800.00 268,800.00 16,800.00 4,216,800.00 4,216,800.00 11,200.00 3,080,000.00 3,080,000.00 16,800.00 705,600.00 705,600.00 11,200.00 1,120,000.00 1,120,000.00 16,800.00 134,400.00 134,400.00 15,100,139.04 15,100,139.04 15.27 20.12
465,595.43 613,476.10 1,079,071.54 291,334.00
419,035.89 552,128.49 971,164.38 145,667.00
Asing
H.sosial 2,889.99
1,121,400.00
100,125.00
187,585.54 167,133.07 26,574.51 333,972.54 46,653.75
2,791.37 3,502.33 2,290.77 7,587.33 24,750.00 210.00
1,619,712.72 2,632,875.33
116,461.58 69,416.44 626.00 113.50 10,300.00
6,135,907.44
21,492,040.61 14,872,879.68 15,052.80 10,035.20 288,751.23 15,052.80 10,035.20 15,052.80 10,035.20 15,052.80 10,035.20 15,052.80
46,559.54 61,347.61 107,907.15 145,667.00
45,833.33 45,833.33 1,602,951.00 1,602,951.00 1,940,118.33 1,794,451.33 145,667.00 37,944,978.17 31,555,496.57 6,389,481.60 784,512.20 1.02
Analisis Ekonomi Jumlah Domestik 88,118,280.49 1,121,400.00 1,213,938.90 861,896.62 931,619.78 661,450.04 176,549.64 125,350.25 1,810,716.30 1,285,608.58 160,875.00 114,221.25 3,958,668.00 3,958,668.00 3,175,907.29 1,556,194.57 5,162,500.64 2,529,625.31 154,953.78 154,953.78 3,431,065.28 3,431,065.28 193,846.00 193,846.00
127.52 248.12
Asing
1,121,400.00 352,042.28 270,169.74 51,199.40 525,107.73 46,653.75
1,619,712.72 2,632,875.33
6,619,160.94
4,335,206.40 4,335,206.40 80,281.60 80,281.60 288,751.23 288,751.23 255,897.60 255,897.60 240,844.80 240,844.80 3,778,252.80 3,778,252.80 2,759,680.00 2,759,680.00 632,217.60 632,217.60 1,003,520.00 1,003,520.00 120,422.40 120,422.40 13,495,074.43 13,495,074.43 3,888,194.47 7,565,392.18 11,453,586.65 291,334.00 2,455,358.00
3,499,375.02 388,819.45 6,808,852.96 756,539.22 10,308,227.99 1,145,358.67 145,667.00 2,455,358.00
145,667.00
2,746,692.00 2,601,025.00 145,667.00 49,187,393.69 41,277,207.09 7,910,186.60 38,930,886.80 1.79
161
Lampiran 42. Analisis Finansial Dan Ekonomi Usahatani Tomat Di Kecamatan Lembang Per Hektar Per Musim Tanam Akibat Peningkatan Biaya Produksi, Penurunan Harga Dan Penurunan Produksi No
Uraian
A B 1 2
Produksi Sarana Produksi Benih Pupuk Urea/Za TSP/Sp-36 KCL NPK PPC/ZPT Pupuk Kandang pestisida Insektisida Fungisida Kapur Ajir Tali Rafia Mulsa
3 4 5
6 7 8 9
Satuan Kg Bungkus
31,458.89
H. Privat 1,413.75
13.39 104,062.50
Kg Kg Kg Kg Liter Kg
468.21 455.11 87.08 220.37 5.06 38,574.00
Liter Kg Kg Batang Rol Rol
17.57 113,500.00 110.52 87,910.63 284.03 152.86 21,475.17 121.50 9.49 10,475.00 10.41 371,500.00
Jumlah B Tenaga Kerja pengolahan tanah HKP HKW 2 persemaian Rp 3 penanaman HKP HKW 4 pemeliharaan HKP HKW 5 panen HKP HKW 6 pasca panen HKP Jumlah C D Biaya Tataniaga 1 Transportasi Kg 2 Penanganan Kg Jumlah D E Biaya Lain-lain 1 Biaya Penyusutan RP 2 Sewa Tanah RP 3 Pajak Tanah RP 4 Bunga RP Jumlah E Total Biaya Produksi Rp Keuntungan Rp R/C C 1
Volume
1,537.00 1,983.60 1,682.00 4,536.89 25,734.38 138.00
221.00 7.00
16,800.00 11,200.00
18.00 13.00 237.00 65.00 70.00 94.00 5.00
16,800.00 11,200.00 16,800.00 11,200.00 16,800.00 11,200.00 16,800.00
31,458.89 31,458.89
9.96 20.41
Analisis Finansial Jumlah domestik 44,475,005.74 1,393,396.88 719,638.77 902,756.20 146,468.56 999,794.45 130,215.96 5,323,212.00 1,994,195.00 9,715,882.83 43,416.83 2,609,233.16 99,407.75 3,867,315.00
asing
H.sosial 2,889.99
1,393,396.88
104,062.50
510,943.53 640,956.90 103,992.68 709,854.06 92,453.33 5,323,212.00
208,695.24 261,799.30 42,475.88 289,940.39 37,762.63
2,791.37 3,502.33 2,290.77 7,587.33 25,734.38 138.00
977,155.55 4,760,782.59 43,416.83 2,609,233.16 99,407.75 3,867,315.00
1,017,039.45 4,955,100.24
113,500.00 87,910.63 152.86 121.50 10,475.00 371,500.00
27,944,933.37
19,738,723.36
8,206,210.01
3,712,800.00 78,400.00 284,634.56 302,400.00 145,600.00 3,981,600.00 728,000.00 1,176,000.00 1,052,800.00 84,000.00 11,546,234.56
3,712,800.00 78,400.00 284,634.56 302,400.00 145,600.00 3,981,600.00 728,000.00 1,176,000.00 1,052,800.00 84,000.00 11,546,234.56
-
313,330.54 642,075.94 955,406.49
281,997.49 577,868.35 859,865.84
31,333.05 64,207.59 95,540.65
122.21 248.41
335,264.68
167,632.34
167,632.34
335,264.68 3,125,000.00
133,333.33 1,814,592.16 2,283,190.17 42,729,764.59 1,745,241.15 1.04
133,333.33 1,814,592.16 2,115,557.83 34,260,381.59
167,632.34 8,469,383.00
15,052.80 10,035.20 15,052.80 10,035.20 15,052.80 10,035.20 15,052.80 10,035.20 15,052.80
Analisis Ekonomi Jumlah Domestik 90,915,877.51
Asing
1,393,396.88 1,306,947.35 1,593,945.41 199,480.25 1,672,019.91 130,215.96 5,323,212.00 1,994,195.00 9,715,882.83 43,416.01 2,609,233.16 99,407.75 3,867,315.00
927,932.62 1,131,701.24 141,630.98 1,187,134.14 92,453.33 5,323,212.00
379,014.73 462,244.17 57,849.27 484,885.77 37,762.63
977,155.55 4,760,782.59 43,416.01 2,609,233.16 99,407.75 3,867,315.00
1,017,039.45 4,955,100.24
29,948,667.50
21,161,374.36
8,787,293.14
3,326,668.80 70,246.40 227,707.65 270,950.40 130,457.60 3,567,513.60 652,288.00 1,053,696.00 943,308.80 75,264.00 10,318,101.25
3,326,668.80 70,246.40 227,707.65 270,950.40 130,457.60 3,567,513.60 652,288.00 1,053,696.00 943,308.80 75,264.00 10,318,101.25
-
3,844,590.95 7,814,702.86 11,659,293.81
1,393,396.88
3,460,131.85 7,033,232.58 10,493,364.43
384,459.09 781,470.29 1,165,929.38
335,264.68 3,125,000.00
167,632.34 3,125,000.00
167,632.34
3,460,264.68 55,386,327.24 35,529,550.27 1.64
3,292,632.34 45,265,472.38
167,632.34 10,120,854.86
162
Lampiran 43. Analisis Finansial Dan Ekonomi Usahatani Cabe Merah Di Kecamatan Ciwidey Per Hektar Per Musim Tanam Akibat Peningkatan Biaya Produksi, Penurunan Harga Dan Penurunan Produksi No
Uraian
A B 1 2
Produksi Sarana Produksi Benih Pupuk Urea/Za TSP/Sp-36 KCL NPK PPC/ZPT Pupuk Kandang pestisida Insektisida Fungisida Kapur Ajir Tali Rafia Mulsa Jumlah B Tenaga Kerja pengolahan tanah
3 4 5
6 7 8 9 C 1 2 3
persemaian penanaman
4
pemeliharaan
5
panen
6
pasca panen
Satuan Kg Bungkus Kg Kg Kg Kg Liter Kg Liter Kg Kg Batang Rol Rol
HKP HKW Rp HKP HKW HKP HKW HKP HKW HKP
Volume 5,735.13 14.34
73,350.00
1,051,839.00
290.67 235.31 63.07 196.01 6.57 11,506.46
1,171.60 2,126.28 2,081.55 4,640.00 13,500.00 219.50
340,548.97 500,334.95 131,283.36 909,486.40 88,695.00 2,525,667.97
29.26 126,727.22 42.04 99,653.96 138.31 262.50 6,797.62 100.00 6.55 11,000.00
312.00 13.00
16,800.00 11,200.00
17.00 11.00 165.00 50.00 87.00 247.00 9.00
16,800.00 11,200.00 16,800.00 11,200.00 16,800.00 11,200.00 16,800.00
Jumlah C D 1 2
Biaya Tataniaga Transportasi Penanganan Jumlah D E Biaya Lain-lain 1 Biaya Penyusutan 2 Sewa Tanah 3 Pajak Tanah 4 Bunga Jumlah E Total Biaya Produksi Keuntungan R/C
Kg Kg
RP RP RP RP Rp Rp
Analisis Finansial Jumlah Domestik 34,535,519.08
H. Privat 6,021.75
5,735.13 5,735.13
100.44 22.22
Asing
H.sosial 7,215.49
1,051,839.00
73,350.00
241,789.77 355,237.81 93,211.18 645,735.34 62,973.45 2,525,667.97
98,759.20 145,097.13 38,072.17 263,751.06 25,721.55
2,791.37 3,502.33 2,290.77 7,587.33 13,500.00 219.50
3,708,038.46 4,189,452.48 36,306.38 679,762.00 72,050.00 14,233,464.96
1,816,938.84 2,052,831.71 36,306.38 679,762.00 72,050.00 8,582,504.46
1,891,099.61 2,136,620.76
126,727.22 99,653.96 262.50 100.00 11,000.00
5,241,600.00 145,600.00 282,545.76 285,600.00 123,200.00 2,772,000.00 560,000.00 1,461,600.00 2,766,400.00 151,200.00
5,241,600.00 145,600.00 282,545.76 285,600.00 123,200.00 2,772,000.00 560,000.00 1,461,600.00 2,766,400.00 151,200.00
13,789,745.76
13,789,745.76
576,036.46 127,434.59 703,471.05
491,334.00
491,334.00
73,333.33
73,333.33 1,802,899.60 2,367,566.93 31,094,248.69 3,441,270.38 1.11
518,432.81 114,691.13 633,123.94 245,667.00
5,650,960.49 15,052.80 10,035.20 15,052.80 10,035.20 15,052.80 10,035.20 15,052.80 10,035.20 15,052.80 57,603.65 12,743.46 70,347.10 245,667.00
73,333.33 1,802,899.60 2,121,899.93 245,667.00 25,127,274.10 5,966,974.60
180.08 250.22
491,334.00 3,437,500.00
Analisis Ekonomi Jumlah Domestik 41,381,773.16
Asing
1,051,839.00 811,367.52 824,133.27 144,478.86 1,487,192.55 88,695.00 2,525,667.97 3,708,038.46 4,189,452.48 36,306.38 679,762.00 72,050.00 15,618,983.49
1,051,839.00 576,070.94 585,134.62 102,579.99 1,055,906.71 62,973.45 2,525,667.97
235,296.58 238,998.65 41,898.87 431,285.84 25,721.55
1,816,938.84 2,052,831.71 36,306.38 679,762.00 72,050.00 9,566,222.62
1,891,099.61 2,136,620.76
4,696,473.60 130,457.60 226,036.61 255,897.60 110,387.20 2,483,712.00 501,760.00 1,309,593.60 2,478,694.40 135,475.20
4,696,473.60 130,457.60 226,036.61 255,897.60 110,387.20 2,483,712.00 501,760.00 1,309,593.60 2,478,694.40 135,475.20
12,328,487.81
12,328,487.81
1,032,782.21 1,435,044.23 2,467,826.44
929,503.99 1,291,539.81 2,221,043.80
6,052,760.87
103,278.22 143,504.42 246,782.64
491,334.00 3,437,500.00
245,667.00 3,437,500.00
245,667.00
3,928,834.00 34,344,131.74 7,037,641.43 1.20
3,683,167.00 27,798,921.22
245,667.00 6,545,210.51
163
Lampiran 44. Analisis Finansial Dan Ekonomi Usahatani Cabe Merah Di Kecamatan Lembang Per Hektar Per Musim Tanam Akibat Peningkatan Biaya Produksi, Penurunan Harga Dan Penurunan Produksi No
Uraian
A B 1 2
Produksi Sarana Produksi Benih Pupuk Urea/Za TSP/Sp-36 KCL NPK PPC/ZPT Pupuk Kandang pestisida Insektisida Fungisida Kapur Ajir Tali Rafia Mulsa
3 4 5
6 7 8 9
Satuan
Volume
Kg
6,082.24
H. Privat 6,914.55
18.98
72,000.00
Kg Kg Kg Kg Liter Kg
217.49 204.73 79.04 231.43 4.62 33,910.08
1,450.00 2,175.00 3,446.86 5,634.28 53,035.72 162.50
Liter Kg Kg Batang Rol Rol
10.49 84.59 441.18 11,409.20 13.01 11.96
110,448.23 61,754.13 278.33 113.89 10,700.00 340,700.00
Bungkus
Jumlah B C Tenaga Kerja 1 pengolahan tanah HKP HKW 2 persemaian Rp 3 penanaman HKP HKW 4 pemeliharaan HKP HKW 5 panen HKP HKW 6 pasca panen HKP Jumlah C D Biaya Tataniaga 1 Transportasi 2 Penanganan Jumlah D E Biaya Lain-lain 1 Biaya Penyusutan 2 Sewa Tanah 3 Pajak Tanah 4 Bunga Jumlah E Total Biaya Produksi Keuntungan R/C
Kg Kg
RP RP RP RP Rp Rp
206.00 3.00
16,800.00 11,200.00
12.00 23.00 178.00 93.00 70.00 168.00 14.00
16,800.00 11,200.00 16,800.00 11,200.00 16,800.00 11,200.00 16,800.00
6,082.24 6,082.24
92.10 25.48
400,053.20 186,666.67 2,143,818.39
Analisis Finansial Jumlah Domestik 42,055,952.59 1,366,560.00 315,360.50 445,287.75 272,439.81 1,303,941.42 245,025.03 5,510,388.00 1,158,601.93 5,223,781.86 122,793.63 1,299,393.79 139,207.00 4,074,772.00
Asing
H.sosial 7,215.49
1,366,560.00
72,000.00
223,905.96 316,154.30 193,432.27 925,798.41 173,967.77 5,510,388.00
91,454.55 129,133.45 79,007.55 378,143.01 71,057.26
2,791.37 3,502.33 2,290.77 7,587.33 53,035.72 162.50
567,714.95 2,559,653.11 122,793.63 1,299,393.79 139,207.00 4,074,772.00
590,886.99 2,664,128.75
110,448.23 61,754.13 278.33 113.89 10,700.00 340,700.00
21,477,552.72
16,107,181.18
5,370,371.54
3,460,800.00 33,600.00 312,037.38 201,600.00 257,600.00 2,990,400.00 1,041,600.00 1,176,000.00 1,881,600.00 235,200.00 11,590,437.38
3,460,800.00 33,600.00 312,037.38 201,600.00 257,600.00 2,990,400.00 1,041,600.00 1,176,000.00 1,881,600.00 235,200.00 11,590,437.38
560,174.30 154,975.48 715,149.78
504,156.87 139,477.93 643,634.80
400,053.20
200,026.60
15,052.80 10,035.20 15,052.80 10,035.20 15,052.80 10,035.20 15,052.80 10,035.20 15,052.80 56,017.43 15,497.55 71,514.98 200,026.60
186,666.67 186,666.67 2,143,818.39 2,143,818.39 2,730,538.26 2,530,511.66 200,026.60 36,513,678.14 30,871,765.02 5,641,913.12 5,542,274.45 1.15
171.74 253.48
400,053.20 4,375,000.00
Analisis Ekonomi Jumlah Domestik 43,886,341.90
Asing
1,366,560.00 607,095.06 717,032.02 181,062.46 1,755,935.78 245,025.03 5,510,388.00 1,158,601.93 5,223,781.86 122,795.10 1,299,381.11 139,207.00 4,074,772.00
431,037.49 509,092.73 128,554.35 1,246,714.41 173,967.77 5,510,388.00
176,057.57 207,939.29 52,508.11 509,221.38 71,057.26
567,714.95 2,559,653.11 122,795.10 1,299,381.11 139,207.00 4,074,772.00
590,886.99 2,664,128.75
22,401,637.35
16,763,278.02
5,638,359.33
3,100,876.80 30,105.60 249,629.90 180,633.60 230,809.60 2,679,398.40 933,273.60 1,053,696.00 1,685,913.60 210,739.20 10,355,076.30
3,100,876.80 30,105.60 249,629.90 180,633.60 230,809.60 2,679,398.40 933,273.60 1,053,696.00 1,685,913.60 210,739.20 10,355,076.30
-
1,044,563.90 1,541,726.20 2,586,290.09
940,107.51 1,387,553.58 2,327,661.08
400,053.20 4,375,000.00
1,366,560.00
200,026.60 4,375,000.00
104,456.39 154,172.62 258,629.01 200,026.60
4,775,053.20 4,575,026.60 200,026.60 40,118,056.95 34,021,042.00 6,097,014.94 3,768,284.95 1.09
164
165