ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KOMODITAS TEH (STUDI KASUS : PTPN VIII AFDELING RANCABALI III)
PALUPI PERMATA RAHMI
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis Daya Saing dan Dampak Kebijakan Pemerintah terhadap Komoditas Teh (Studi Kasus : PTPN VIII Afdeling Rancabali III) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, September 2014 Palupi Permata Rahmi H451110381
RINGKASAN PALUPI PERMATA RAHMI. Analisis Daya Saing dan Dampak Kebijakan Pemerintah terhadap Komoditas Teh (Studi Kasus: PTPN VIII Afdeling Rancabali III). Dibimbing oleh HENY K. DARYANTO dan RATNA WINANDI. Teh merupakan salah satu komoditas perkebunan yang memegang peranan cukup penting dalam perekonomian Indonesia yaitu sebagai sumber pendapatan dan devisa, penyedia lapangan kerja bagi masyarakat, dan pengembangan wilayah. Produsen teh terbesar di Jawa Barat dihasilkan oleh PT. Perkebunan Nusantara VIII (PTPN VIII). PTPN VIII Rancabali Afdeling Rancabali III adalah salah satu unit dari 44 unit PTPN VIII. Tujuan dari penelitian ini adalah : (1) Menganalisis daya saing komoditas teh hitam orthodoks di PTPN VIII Afdeling Rancabali III, (2) Menganalisis dampak kebijakan Pemerintah terhadap daya saing komoditas teh hitam orthodoks di PTPN VIII Afdeling Rancabali III, (3) Menganalisis pengaruh perubahan peningkatan harga jual output, harga pupuk anorganik dan penurunan produksi terhadap daya saing teh hitam orthodoks di PTPN VIII Afdeling Rancabali III. Berdasarkan hasil analisis menunjukkan bahwa usahatani teh hitam orthodoks di PTPN VIII Afdeling Rancabali III memiliki keuntungan privat sebesar Rp469 803 837 per hektar dan keuntungan sosial yaitu sebesar Rp316 555 288 per hektar, artinya usahatani teh hitam orthodoks menguntungkan secara finansial maupun ekonomi. Teh hitam orthodoks di PTPN VIII Afdeling Rancabali III memiliki nilai Privat Cost Ratio (PCR) sebesar 0.67 dan Domestic Resource Cost (DRC) Ratio sebesar 0.74. Hal ini menunjukkan teh hitam orthodoks di PTPN VIII Afdeling Rancabali III memiliki daya saing baik dari keunggulan komparatif maupun kompetitif. Dampak kebijakan Pemerintah terhadap teh hitam orthodoks di PTPN VIII Afdeling Rancabali III secara keseluruhan dapat dilihat dari indikator-indikator dampak kebijakan Pemerintah. Indikator dampak kebijakan Pemerintah terhadap output yaitu nilai Transfer Output (TO) sebesar Rp239 564 941, Koefisien Proteksi Output Nominal (NPCO) sebesar 1.18, Indikator dampak kebijakan Pemerintah untuk input adalah nilai Transfer Input (TI) sebesar Rp27 153 923, nilai Koefisien Proteksi Input Nominal (NPCI) sebesar 1.17, Nilai Transfer Faktor (TF) yaitu Rp59 162 469. Indikator terhadap dampak kebijakan Pemerintah terhadap input-output adalah Transfer Bersih (TB) yaitu Rp153 248 548, Koefisien Proteksi Efektif (EPC) sebesar 1.18, Rasio Subsidi Produsen (SRP) sebesar 0.11 dan nilai Keofisien Keuntungan (PC) sebesar 1.48. Secara umum dapat dikatakan bahwa kebijakan pemerintah yang ada menguntungkan bagi pengembangan dan peningkatan daya saing teh. Berdasarkan hasil analisis sensitivitas menggunakan metode switching value menunjukkan bahwa harga jual output, harga input (pupuk anorganik) dan penurunan jumlah produksi teh hitam orthodoks sensitif mempengaruhi daya saing usahatani teh hitam orthodoks di PTPN VIII Rancabali Afdeling Rancabali III. Kata kunci: teh hitam orthodoks, daya saing, policy analysis matriks (PAM)
SUMMARY PALUPI PERMATA RAHMI. Analysis of Competitiveness and Government Policy Effect on Tea Commodity (Case Study : PTPN VIII Afdeling Rancabali III). Suvervised by HENY K.DARYANTO and RATNA WINANDI. Tea is one of the commodities that holds an important role in the Indonesian economy, namely as a source of income and foreign exchange, provider of jobs for the community, and regional development. The largest tea producers in West Java produced by PT. Perkebunan Nusantara VIII (PTPN VIII). PTPN VIII Rancabali Afdeling Rancabali III is one of the unit of the 44 units PTPN VIII. The purpose of this study are (1) to analyze the competitiveness of orthodoks black tea in PTPN VIII Afdeling Rancabali III, (2) to analyze the government policy effect on competitiveness of orthodoks black tea in PTPN VIII Afdeling Rancabali III, (3) and to analyze the effects of changes in output price, anorganic fertilizer prices, and the decrease of production on competitiveness of orthodoks black tea in PTPN VIII Afdeling Rancabali III. Method of the research uses the Policy Analysis Matrix (PAM) and Sensitivity Analysis. Based on the results of the analysis showed that orthodoks black tea in PTPN VIII Afdeling Rancabali III has a private profits amount Rp469 803 837 per hectare and social benefits Rp316 555 288 per hectare, it means that the farming of orthodoks black tea in PTPN VIII Afdeling Rancabali III is beneficial in finance and economy. Orthodoks black tea in PTPN VIII Afdeling Rancabali III has Private Cost Ratio (PCR) value 0.67 and Domestic Resource Cost (DRC) value 0.74. It means that the orthodoks black tea in PTPN VIII Afdeling Rancabali III has competitiveness (comparative advantage and competitive advantage). The impact of government policy in the orthodoks black tea in PTPN VIII Afdeling Rancabali III as a whole can be seen from the indicators-indicators. The indicators of the impact of policy on output are the Transfer Output (TO) value Rp239 564 941, and value of NPCO is 1.18. Indicators for goverment policy impact for input are Transfer Input (TI) amounted to Rp27 153 923, Nominal Protection Coefficient Input (NPCI) value 1.17, and the value of Transfer Factor (TF) is Rp59 162 469. Indicators of the impact of the input-output policy are Net Transfer (TB) value Rp153 248 548, Effective Protection Coefficient (EPC) value 1.18, Subsidy Ratio Producers (SRP) 0.11, and Profitabillity Coefficient (PC) value 1.48. In general it can be said that the existing government policies are profitable to the development and improvement of the competitiveness of tea Based on the results of the sensitivity analysis showed that the price of orthodoks black tea, price of anorganic fertilizer, and amount of orthodoks black tea production is very sensitive affect the competitiveness of orthodoks black tea farming in PTPN VIII Afdeling Rancabali III. Key Words: orthodoks black tea, competitiveness, policy analysis matriks (PAM)
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
i
ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KOMODITAS TEH (STUDI KASUS : PTPN VIII AFDELING RANCABALI III)
PALUPI PERMATA RAHMI
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Agribisnis
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
ii
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis
:
Prof Dr Ir Rita Nurmalina, MS
iii Judul Tesis : Analisis Daya Saing dan Dampak Kebijakan Pemerintah terhadap Komoditas Teh (Studi Kasus : PTPN VIII Afdeling Rancabali III) Nama : Palupi Permata Rahmi NIM : H451110381
Disetujui oleh Komisi Pembimbing
Dr Ir Heny K. Daryanto, MEc Ketua
Dr Ir Ratna Winandi, MS Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi Magister Sains Agribisnis
Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof Dr Ir Rita Nurmalina, MS
Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr
Tanggal Ujian: 10 Juli 2014
Tanggal Lulus:
iv
v
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Januari 2013 ini ialah Analisis Daya Saing dan Dampak Kebijakan Pemerintah terhadap Komoditas Teh (Studi Kasus : PTPN VIII Afdeling Rancabali III). Dalam kesempatan ini, penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu, khususnya kepada: 1. Dr Ir Heny K. Daryanto, MEc, selaku Ketua Komisi Pembimbing, dan juga Dr Ir Ratna Winandi, MS selaku Anggota Komisi Pembimbing atas segala bimbingan, arahan, motivasi dan bantuan yang telah diberikan kepada penulis. 2. Prof Dr Ir Rita Nurmalina, MS selaku Dosen Evaluator pada pelaksanaan kolokium proposal penelitian yang telah memberikan banyak arahan dan masukan sehingga penelitian ini dapat dilaksanakan dengan baik. 3. Prof Dr Ir Rita Nurmalina, MS selaku dosen penguji luar komisi dan juga Dr Ir Suharno, MAdev selaku dosen penguji perwakilan program studi pada ujian tesis yang telah memberikan banyak kritikan membangun dalam penyempurnaan tesis ini. 4. Prof Dr Ir Rita Nurmalina, MS selaku Ketua Program Studi Agribisnis dan Dr Ir Suharno, MADev selaku Sekretaris Program Studi Agribisnis, serta seluruh staf Program Studi Agribisnis atas bantuan dan kemudahan yang diberikan selama penulis menjalani pendidikan. 5. Direksi dan Direktur SDM PT. Perkebunan Nusantara VIII atas kesempatan yang diberikan untuk melakukan penelitian tesis di PTPN VIII. 6. Administratur PTPN VIII Rancabali atas kesempatan dan bantuan yang diberikan selama penulis melakukan penelitian di PTPN VIII Rancabali. 7. Kepala Tanaman, Kepala Pengolahan, Kepala Afdeling Rancabali III, Seluruh staff bagian kantor, kebun, pengolahan, dan teknik yang turut membantu memberikan informasi terkait kebutuhan penelitian tesis. 8. Ucapan terima kasih sebesar-besarnya untuk orang tua dan keluarga yang senantiasa memberikan dukungan dan memberikan semangat untuk penyelesaian tesis saya. 9. Rekan-rekan di Magister Sains Agribisnis khususnya (Fitri, Mila, Pamela, Lamreta, Doni, Vela, Pak Ari, Triana, dan Helentina) atas diskusi, masukan dan bantuan selama mengikuti pendidikan. . Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, Oktober 2014 Palupi Permata Rahmi
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Januari 2013 ini ialah Analisis Daya Saing dan Dampak Kebijakan Pemerintah terhadap Komoditas Teh (Studi Kasus : PTPN VIII Afdeling Rancabali III). Dalam kesempatan ini, penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu, khususnya kepada: 1. Dr Ir Heny K. Daryanto, MEc, selaku Ketua Komisi Pembimbing, dan juga Dr Ir Ratna Winandi, MS selaku Anggota Komisi Pembimbing atas segala bimbingan, arahan, motivasi dan bantuan yang telah diberikan kepada penulis. 2. Prof Dr Ir Rita Nurmalina, MS selaku Dosen Evaluator pada pelaksanaan kolokium proposal penelitian yang telah memberikan banyak arahan dan masukan sehingga penelitian ini dapat dilaksanakan dengan baik. 3. Prof Dr Ir Rita Nurmalina, MS selaku dosen penguji luar komisi dan juga Dr Ir Suharno, MAdev selaku dosen penguji perwakilan program studi pada ujian tesis yang telah memberikan banyak kritikan membangun dalam penyempurnaan tesis ini. 4. Prof Dr Ir Rita Nurmalina, MS selaku Ketua Program Studi Agribisnis dan Dr Ir Suharno, MADev selaku Sekretaris Program Studi Agribisnis, serta seluruh staf Program Studi Agribisnis atas bantuan dan kemudahan yang diberikan selama penulis menjalani pendidikan. 5. Direksi dan Direktur SDM PT. Perkebunan Nusantara VIII atas kesempatan yang diberikan untuk melakukan penelitian tesis di PTPN VIII. 6. Administratur PTPN VIII Rancabali atas kesempatan dan bantuan yang diberikan selama penulis melakukan penelitian di PTPN VIII Rancabali. 7. Kepala Tanaman, Kepala Pengolahan, Kepala Afdeling Rancabali III, Seluruh staff bagian kantor, kebun, pengolahan, dan teknik yang turut membantu memberikan informasi terkait kebutuhan penelitian tesis. 8. Ucapan terima kasih sebesar-besarnya untuk orang tua dan keluarga yang senantiasa memberikan dukungan dan memberikan semangat untuk penyelesaian tesis saya. 9. Rekan-rekan di Magister Sains Agribisnis khususnya (Fitri, Mila, Pamela, Lamreta, Doni, Vela, Pak Ari, Triana, dan Helentina) atas diskusi, masukan dan bantuan selama mengikuti pendidikan. . Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, September 2014
Palupi Permata Rahm
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
xiv
DAFTAR GAMBAR
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
xiv
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Ruang Lingkup Penelitian
1 1 6 8 8 9
2 TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Tanaman Teh Daya Saing dengan Metode Policy Analysis Matrix (PAM) Daya Saing Tanaman Perkebunan
9 9 11 13
3 KERANGKA PENELITIAN Kerangka Pemikiran Teoritis Teori Perdagangan Internasional Teori Daya Saing Teori Kebijakan Pemerintah Policy Analysis Matriks Analisis Sensitivitas Relevansi Dengan Penelitian Sebelumnya Kerangka Pemikiran Operasional
14 14 14 15 17 23 24 25 25
4 METODE Lokasi Dan Waktu Penelitian Metode Pengambilan Responden Jenis Dan Sumber Data Metode Analisis Data
27 27 28 28 29
5 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Sejarah PT. Perkebunan Nusantara VII Sejarah PT. Perkebunan Nusantara VIII Rancabali Visi Dan Misi Perusahaan Struktur Organisasi dan Ketenagakerjaan PT. Perkebunan Nusantara VIII Rancabali Kondisi Umum Perkebunan Teh Rancabali Daya Saing PTPN VIII Rancabali Keragaan Usahatani Teh Hitam Orthodoks Analisis Keuntungan Usahatani Teh Hitam Orthodoks Kebijakan Input Usahatani Teh Hitam Orthodoks
38 38 39 40 40 42 44 45 49 50
Kebijakan Output Usahatani Teh Hitam Orthodoks
51
6 HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Daya Saing Teh Di PTPN VIII Afdeling Rancabali III Analisis Dampak Kebijakan Pemerintah terhadap Daya Saing Teh di PTPN VIII Afdeling Rancabali III Analisis Sensitivitas Usahatani Teh Hitam Orthodoks
52 52
7 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran
64 64 64
DAFTAR PUSTAKA
65
LAMPIRAN
70
RIWAYAT HIDUP
76
57 61
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
Luas areal dan produksi teh Indonesia menurut status pengusahaan tahun 2008 – 2012 Produksi teh perkebunan rakyat, perkebunan negara dan perkebunan swasta menurut provinsi di Indonesia Ekspor dan impor teh Indonesia periode 2008-2012 Ekspor dan impor teh hitam Indonesia periode 2008-2012 Ekspor teh ke negara tujuan tahun 2012 SNI untuk teh hitam Klasifikasi kebijakan pemerintah terhadap harga komoditi Sumber data dan jenis data Matriks analisis kebijakan Komposisi dan jumlah tenaga kerja di PTPN VIII Rancabali Luas areal konsesi di PT. Perkebunan Nusantara VIII Rancabali Budget usahatani teh hitam orthodox Proporsi penggunaan input usahatani teh hitam orthodoks Tabel matriks PAM Perbandingan nilai keunggulan komparatif dan kompetitif usahatani teh hitam orthodoks di PTPN VIII Afdeling Rancbali III Indikator-indikator dampak kebijakan pemerintah terhadap teh hitam orthodoks di PTPN VIII Afdeling Rancabali III Keuntungan usahatani teh hitam orthodoks berdasarkan analisis sensitivitas Daya saing usahatani teh hitam orthodoks berdasarkan analisis sensitivitas
1 2 3 3 4 6 18 29 30 42 43 49 50 53 55 57 62 63
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4 5 6 7
Tanaman teh Aliran Perdagangan Internasional Dampak subsidi positif terhadap produsen dan konsumen barang impor Pengaruh Pajak dan subsidi pada input tradable Pengaruh Pajak dan subsidi pada input non tradable Kerangka penelitian operasional Kerangka penentuan budget usahatani
10 15 20 22 22 27 38
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4 5
Alokasi biaya produksi Harga privat dan so1scial Perhitungan nilai SERt Harga output sosial Rekapitulasi budget privat terdiskon usahatani komoditas teh hitam orthodoks
70 71 72 72 73
6 7 8
Rekapitulasi budget sosial terdiskon usahatani komoditas teh hitam orthodoks Struktur organisasi PTPN VIII Rancabali Proporsi biaya input usahatani teh hitam orthodoks
74 75 75
1
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia sebagai negara agraris, memiliki kekayaan alam yang sangat beragam, baik kekayaan hayati maupun non hayati. Potensi dari kekayaan alam tersebut mampu menjadi andalan perekonomian nasional. Sektor pertanian merupakan sektor yang mendapatkan perhatian cukup besar dari Pemerintah dikarenakan peranannya yang sangat penting dalam rangka pembangunan ekonomi jangka panjang maupun dalam rangka pemulihan ekonomi bangsa. Subsektor perkebunan merupakan bagian dari sektor pertanian yang berperan penting dalam perekonomian di Indonesia. Subsektor perkebunan Indonesia memiliki beberapa komoditi yang menjadi andalan yakni karet, minyak sawit, kakao, kopi, teh, kina, tebu dan tembakau. Komoditas teh merupakan salah satu komoditas pertanian subsektor perkebunan yang diusahakan secara komersial di Indonesia sejak tahun 1800-an. Teh merupakan salah satu komoditas perkebunan yang memegang peranan cukup penting dalam perekonomian Indonesia yaitu sebagai sumber pendapatan dan devisa, penyedia lapangan kerja bagi masyarakat, dan pengembangan wilayah. Pada tahun 2010, komoditi teh telah memberikan kontribusi devisa negara sebesar US 178 548 000 dan telah menyerap tenaga kerja sebanyak 99 838 tenaga kerja (Peraturan Menteri Pertanian No. 11 Tahun 2013). Teh di Indonesia diproduksi oleh perkebunan rakyat, perkebunan besar negara, dan perkebunan besar swasta. Secara lengkap luas areal dan produksi teh Indonesia menurut status pengusahaannya dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Luas areal dan produksi teh Indonesia menurut status pengusahaan tahun 2008-2012 Tahun 2008 2009 2010 2011 2012
Luas areal / Area (Ha) PR PBN PBS Jumlah 60 539 44 743 34 135 139 417 57 126 38 706 28 224 124 056 56 465 38 295 28 036 122 797 55 983 37 640 28 835 122 458 56 258 37 202 28 148 121 608
PR 38 593 45 239 50 947 51 507 51 741
Produksi ( Ton) PBN PBS 81 494 33 194 71 565 35 785 68 017 32 048 61 110 33 986 57 146 34 526
Jumlah 153 282 152 589 151 012 146 603 143 413
Sumber : BPS, 2013
Berdasarkan Tabel 1, perkembangan luas areal perkebunan teh di Indonesia selama kurun waktu lima tahun cenderung menunjukkan penurunan. Pada tahun 2008 luas areal perkebunan seluas 139 417 ha, kemudian pada tahun 2009 menjadi 124 056 ha atau berkurang sekitar 11.02 persen. Sementara itu pada tahun 2010 luas areal perkebunan tercatat seluas 122 797 ha atau mengalami penurunan sebesar 1.01 persen dari tahun sebelumnya. Demikian pula yang terjadi pada tahun 2011, luas areal menurun sebesar 0.28 persen atau menjadi 122 458 Ha. Secara keseluruhan luas areal apabila dilihat dari tahun 2008 hingga 2012 dapat
2
dilihat bahwa luas areal perkebunan teh mengalami penurunan dari tahun 2008 seluas 139 417 ha menjadi 121 608 ha pada tahun 2012. Dalam hal produksi, produksi teh di Indonesia mengalami penurunan yaitu dari 153 282 ton pada tahun 2008 menjadi 143 413 ton pada tahun 2012. Pada Tabel 1 dapat diketahui bahwa produksi terbesar dihasilkan oleh perkebunan besar negara (PBN) jika dibandingkan dengan perkebunan rakyat dan perkebunan besar swasta (PBS). Perkebunan Besar Negara (PBN) merupakan perkebunan penyumbang produksi teh terbesar di Indonesia yaitu sebesar 39.85 persen dari produksi total teh nasional di tahun 2012 (BPS 2013). Provinsi Jawa Barat merupakan Provinsi penghasil teh terbesar di Indonesia yaitu sebesar 106 211 ton atau 70.75 persen dari total produksi teh nasional (BPS 2013). Produksi teh di Indonesia menurut Provinsi selengkapnya dapat terlihat pada Tabel 2. Tabel 2 Produksi teh perkebunan rakyat, perkebunan negara, dan perkebunan swasta menurut provinsi di Indonesia (ton) No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11.
Provinsi Sumatera Utara Sumatera Barat Jambi Sumatera Selatan Bengkulu Jawa Barat Jawa Tengah DI. Yogyakarta Jawa Timur Sulawesi Selatan Banten Indonesia
2009 15 733 9 213 5 164 3 664 804 103 924 11 003 186 2 780 138 152 589
Tahun 2010 2011 8 327 7 057 7 700 7 288 4 774 4 330 3 810 4 087 1 078 1 793 110 637 104 906 11 357 14 680 43 72 3 148 2 378 138 12 151 012 146 603
2012 7 057 8359 3 539 3 997 2 133 106 211 16 308 72 2 434 17 150 127
Sumber : BPS, 2013
Daerah sentra produksi teh di Jawa Barat tersebar di beberapa daerah yaitu Kabupaten Bogor, Kabupaten Sukabumi, Kabupaten Cianjur, Kabupaten Subang, Kabupaten Bandung, Kabupaten Garut, dan Kabupaten Bandung Barat. Sentra produksi teh terbesar di Jawa Barat berada di Kabupaten Bandung yaitu dengan produksi sebesar 20 679 ton dengan luas areal sebesar 11 377 ha pada tahun 2011 atau dengan kata lain Kabupaten Bandung menyumbang sebesar 51.72 persen terhadap total produksi teh di Jawa Barat (BPS 2012). Dilihat dari sisi ekspor dan impor, perkembangan ekspor dan impor teh di Indonesia mengalami fluktuasi tiap tahunnya. Adapun jenis teh yang diekspor dan di impor oleh Indonesia terbagi menjadi dua jenis yaitu teh hitam dan teh hijau. Mayoritas Indonesia lebih banyak mengekspor teh hitam daripada teh hijau. Perkembangan volume, nilai dan neraca perdagangan ekspor dan impor teh Indonesia selama kurun tahun 2008 sampai dengan tahun 2012 dapat dilihat pada Tabel 3.
3
Tabel 3 Volume, nilai dan neraca perdagangan ekspor dan impor teh Indonesia periode 2008–2012 Keterangan Volume (Ton) Nilai (000 US$)
2012
Tren 2008-2012 (%)
70 071
-3.96
171 618 178 550 166 717 156 741
-0.17
2008
2009
96 209
92 304
158 959
Tahun 2010 2011 Ekspor (X) 87 101
75 450
Impor (M) Volume (Ton) Nilai (000 US$) Neraca Perdagangan (Nilai X-M)
6 625
7 168
10 870
19 811
24 397
15.99
11 990
12 537
18 550
27 314
33 250
12.62
159 081 160 000 139 403 123 491
-2.17
146 969
Sumber : BPS, 2013
Berdasarkan Tabel 3, dapat diketahui bahwa teh Indonesia mengalami penurunan volume total ekspor teh terjadi dari 96 209 ton pada tahun 2008 menjadi 70 701 ton pada tahun 2012. Penurunan volume total ekspor teh diindikasikan karena menurunnya volume produksi teh dari tahun ke tahun (Tabel 1). Berdasarkan Tabel 3 juga dapat diketahui bahwa nilai neraca perdagangan teh Indonesia dari tahun 2008 hingga 2012 bernilai positif. Hal ini mengindikasikan bahwa teh Indonesia masih berpotensi menjadi komoditas ekspor. Secara lengkap volume, nilai dan neraca perdagangan ekspor dan impor teh hitam Indonesia dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4 Ekspor, impor, dan neraca perdagangan teh hitam Indonesia tahun 20082012 Tahun Keterangan
Volume (Ton) Nilai (000US$) Volume (Ton) Nilai (000US$) Neraca Perdagangan (Nilai X-M) Sumber : BPS, 2013
2008
2009
84 151
Ekspor (X) 81 249 75 698
125 144
2010
Tren 2008-2012 (%)
2011
2012
65 925
58 464
-4.55
141 889 143 769 132 402 119 974
-0.53
4 302
Impor (M) 4 972 9 735
15 379
17 023
16.79
8 879
9 701
21 334
23 836
12.17
132 188 127 219 111 068
96 138
-2.37
116 265
16 550
4
Pada Tabel 4, dapat dilihat bahwa volume ekspor teh hitam Indonesia mengalami penurunan yaitu dari 84 151 ton pada tahun 2008 menjadi 58 464 ton pada tahun 2012. Penurunan volume ekspor teh hitam Indonesia dikarenakan menurunnya jumlah produksi teh hitam. Penurunan produksi juga secara tidak langsung akan mempengaruhi produktivitas teh itu sendiri. Menurut Zamroni (2000), produktivitas merupakan salah satu indikator daya saing dilihat dari keunggulan komparatifnya. Oleh karena itu produktivitas harus ditingkatkan agar teh Indonesia mampu bersaing di pasar dalam negeri dan luar negeri. Namun, kondisi ini berkebalikan apabila dilihat dari sisi impor, volume impor teh hitam naik dari 4 302 ton pada tahun 2008 menjadi 23 836 ton pada tahun 2012. Berdasarkan Tabel 4 juga dapat diketahui bahwa, nilai neraca perdagangan teh hitam Indonesia pada tahun 2008 hingga tahun 2012 adalah bernilai positif. Hal ini menunjukkan bahwa teh Indonesia masih berpeluang untuk ekspor. Indonesia mengekspor teh ke beberapa negara yaitu Rusia, Inggris, Pakistan, Malaysia, Jerman, dan negara lainnya. Secara lengkap ekspor teh Indonesia ke negara tujuan dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5 Ekspor teh Indonesia ke negara tujuan tahun 2012 No 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Negara Tujuan Rusia Inggris Pakistan Malaysia Jerman Lainnya Total
Volume (Ton) 10 441 9 121 8 876 7 223 4 919 29 492 70 071
Nilai (000 US$) 20 537 18 490 21 976 14 995 8 850 71 892 156 741
Sumber: BPS, 2013
Pada Tabel 5 dapat diketahui bahwa, lima besar negara tujuan ekspor teh Indonesia adalah Rusia, Inggris, Pakistan, Malaysia, Jerman. Rusia menempati urutan pertama sebagai negara tujuan ekspor teh Indonesia dengan volume ekspor sebesar 10 441 ton atau sebesar 14.90 persen terhadap total volume ekspor teh Indonesia. Keunggulan teh Indonesia dibandingkan dengan negara lain yaitu teh Indonesia lebih menyehatkan karena teh Indonesia mengandung kadar katekin yang lebih tinggi dibandingkan produk negara-negara lain. Tipe teh Indonesia hampir seluruhnya adalah assamica, sedangkan China adalah sinensis (Pusat Penelitian Teh dan Kina 2006). Kadar katekin pada tipe assamica lebih tinggi daripada sinensis. Katekin merupakan antioksidan yang sangat efektif untuk menetralkan radikal bebas dalam tubuh (Harmandini 2009). Produsen teh terbesar di Jawa Barat dihasilkan oleh PT. Perkebunan Nusantara VIII (PTPN VIII). PTPN VIII dibentuk berdasarkan PP. No. 13 tahun 1996 pada tanggal 14 Februari 1996. PT. Perkebunan Nusantara VIII merupakan salah satu BUMN yang bergerak dalam bidang Agribisnis dan Agroindustri untuk wilayah Jawa Barat dan Banten, perusahaan ini berperan sebagai penghasil devisa terbesar dari sektor non migas khususnya dari komoditas Teh. Perusahaan yang berstatus sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) ini merupakan penggabungan kebun-kebun di Wilayah Jawa Barat dari eks PTPN XI, PTPN XII,
5
PTPN XIII, Kegiatan usaha PTPN VIII meliputi pembudidayaan tanaman, pengolahan, produksi, dan penjualan komoditi teh, karet, kina, kopi, kakao, sawit dan gutta percha dengan areal konsesi seluas 118 510.12 hektar. Pemberlakuan AFTA pada tahun 2003 menuntut PTPN VIII sebagai produsen teh terbesar di Jawa Barat untuk mempertahankan dan meningkatkan daya saing perusahaan. Sebagai produsen teh terbesar di Jawa Barat, hal ini tentunya merupakan suatu peluang yang baik untuk meraih keuntungan yang signifikan jika perusahaan mampu mengelola sistem produksi secara baik, mempertahankan konsistensi kualitas, ketersediaan produk, dan peningkatan efisiensi sumber daya yang digunakan. PTPN VIII Rancabali Afdeling Rancabali III sebagai salah satu dari 44 unit kebun dari PTPN VIII juga dituntut untuk selalu memberikan kontribusi positif terhadap pertumbuhan perekonomian nasional dan sebagai salah satu unit kebun dari PTPN VIII yang produknya berorientasi ekspor maka produksi yang dihasilkan harus memiliki daya saig agar dapat bertahan baik di pasar domestik maupun pasar luar negeri. Daya saing komoditas teh di Indonesia tidak terlepas dari peran kebijakan Pemerintah yang mendorong produsen supaya berorientasi ekspor sebagai peranan penting dalam pembangunan nasional, terutama dalam hal penerimaan devisa. Kebijakan yang terkait input dari usahatani komoditas teh yaitu Peraturan Menteri Keuangan No.241/PMK.011/2010 yang menaikkan bea masuk (pajak impor) sebesar 5 persen atas produk bahan baku pertanian seperti, pupuk dan obat-obatan. Kebijakan Pemerintah lainnya yaitu Peraturan Pemerintah nomor 7 tahun 2007 mengenai Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 10 persen atas input-input produksi seperti peralatan, pupuk dan obat-obatan1. Selanjutnya kebijakan terkait PPN terhadap pembelian BBM ini adalah Undang-Undang No 42 Tahun 2009 tentang perubahan ketiga atas Undang-Undang No 8 tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak atas Penjualan barang mewah yang mulai berlaku tanggal 1 April 2010 serta berlakunya Peraturan Pajak Penghasilan Pasal 22 berkenaan dengan pengenaan PPN sebesar 10 persen terhadap BBM. Kebijakan selanjutnya berkenaan mengenai tarif bea keluar/pajak ekspor teh sebesar nol persen yang tertuang di dalam Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia No.67/PMK.011/2010. Kebijakan-kebijakan Pemerintah tersebut akan mempengaruhi usahatani teh baik dari segi input, output, transportasi dan pengangkutan output yang akhirnya akan berdampak pada daya saing teh di PTPN VIII Rancabali Afdeling Rancabali III. Dengan semakin kompetitifnya persaingan di pasar global dimana negara-negara produsen dan eksportir teh saat ini telah mampu meningkatkan kinerja produknya, sesuai dengan program peningkatan nilai tambah, daya saing dan ekspor yang tercantum dalam Rencana Strategis Kementrian Pertanian 20102014 maka komoditas perkebunan termasuk komoditas teh, dituntut untuk berdaya saing agar bisa bertahan di tengah-tengah persaingan dan bisa bertahan di pasar domestik dan internasional. Tanaman teh merupakan salah satu komoditi unggulan PTPN VIII yang dominan dalam jumlah pengeluaran biaya dan jumlah pendapatan. Sebagai salah satu komoditi unggulan, tanaman teh harus mempunyai daya saing tinggi. Sebagai industri yang bergerak di bidang agribisnis teh maka dituntut pula untuk berdaya 1
Suwarta. 2012. Peraturan pajak: 32 Peraturan Menteri Keuangan. http://www.wartapajak.com /index.php.(Diakses 05 Mei 2013)
6
saing agar bisa bertahan di pasar domestik dan internasional (PTPN VIII 2003). Oleh karena itu, studi mengenai daya saing komoditas teh baik keunggulan kompetitif dan komparatif di PTPN VIII Afdeling Rancabali III perlu dilakukan. Disamping itu penting pula mengetahui bagaimana dampak kebijakan Pemerintah terhadap komoditas teh di PTPN VIII Afdeling Rancabali III.
Perumusan Masalah Potensi komoditi teh Indonesia dilihat dari sisi komparatif memiliki prospek yang baik, karena iklim dan cuaca Indonesia yang cocok untuk budidaya teh. Sumberdaya alam yang kita miliki merupakan suatu bentuk keunggulan komparatif yang tidak dimiliki oleh semua negara. Suatu negara agar dapat terus bersaing di pasar internasional, maka memiliki keunggulan komparatif saja tidaklah cukup tapi juga dibutuhkan sebuah keunggulan yang mampu bersaing baik di dalam negeri maupun di tengah pasar persaingan global. Pengusahaan tanaman teh di Indonesia dilaksanakan oleh tiga pihak yaitu perkebunan rakyat, perkebunan besar negara, dan perkebunan swasta. Perkebunan rakyat merupakan perkebunan dengan luas areal terbesar di Indonesia namun, meskipun luas areal perkebunan rakyat ini paling besar akan tetapi jumlah produksinya masih lebih rendah jika dibandingkan dengan perkebunan besar negara. PTPN VIII Afdeling Rancabali III merupakan salah satu perkebunan negara dari 44 unit PTPN VIII penghasil teh berkualitas yang berlokasi di Rancabali Kabupaten Bandung. Kabupaten Bandung merupakan salah satu sentra produksi teh perkebunan negara terbesar di Jawa Barat dengan produksi sebesar 20 679 ton pada tahun 2011 (BPS 2012). Produksi teh yang dihasilkan oleh PTPN VIII Afdeling Rancabali III menggunakan teknologi pengolahan yang memiliki Standar Nasional Indonesia dan standar internasional. Standar Nasional Indonesia (SNI 01-1902-1991) untuk teh hitam dapat dilihat pada Tabel 6 : Tabel 6 Standar Nasional Indonesia teh hitam No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Karakteristik/Jenis Uji Persentasi kadar air b/b maksimal Persentasi kadar ekstrak air b/b minimal Persentasi kadar abu total b/b minimal;maksimal Persentasi kadar abu larut dalam air b/b minimal-maksimal Persentasi kadar abu tidak larut dalam asam b/b minimal-maksimal Persentasi alkalinitas abu larut dalam air b/b minimal-maksimal Persentasi kadar serat kasar b/b maksimal Kadar gagang dan tulang (b/b)
Sumber: PPTK, 1994
Syarat Mutu/Spesifikasi Teh Hitam 8.00 32 4-8 45 1.0 1.0-3.0 16.5 -
7
PTPN VIII Afdeling Rancabali III mengalami beberapa kendala-kendala dalam pengusahaannya yaitu adanya penurunan luas areal perkebunan teh yang dikarenakan konversi lahan ke tanaman buah dan kayu. Hal ini akan berdampak pula pada produksi teh yang dihasilkan. Selain itu, terjadi kenaikan harga terhadap input seperti pupuk anorganik dan obat-obatan (insektisida, herbisida, fungisida) di PTPN VIII Afdeling Rancabali III. Kendala-kendala yang terjadi di PTPN VIII Afdeling Rancabali III akan mempengaruhi input dan output pada usahatani teh hitam orthodoks, dan pada akhirnya akan mempengaruhi daya saing baik keunggulan komparatif maupun kompetitif. PTPN VIII dituntut untuk terus meningkatkan produksi dan efisiensi pengusahaan teh sebagai salah satu komoditas utamanya dalam rangka untuk meningkatkan daya saing teh Indonesia. Sebagai salah satu unit dari 44 unit kebun di PTPN VIII maka Perkebunan Rancabali Afeling Rancabali III juga dituntut untuk memproduksi teh yang memiliki daya saing yang tinggi agar dapat bersaing di pasar internasional maupun domestik. Daya saing yang tinggi merupakan kekuatan utama untuk mampu bersaing dalam pasar dunia yang semakin ketat. Daya saing yang tinggi tercermin dari keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif yang dimiliki oleh komoditi tersebut. Komoditas teh adalah komoditas perkebunan Indonesia yang berorientasi ekspor, perdagangannya tidak terlepas dari kebijakan Pemerintah. Kebijakan tersebut erat kaitannya dengan output dan input pengusahaan komoditas teh. Kebijakan Pemerintah yang memproteksi komoditi teh khususnya jenis teh hitam orthodoks untuk saat ini belum spesifik ada. Namun, Dewan Teh Indonesia (DTI) selaku lembaga di bidang agribisnis teh mengusulkan kebijakan Pemerintah menyangkut pengaturan teh impor. Dewan Teh Indonesia (DTI) mengusulkan agar teh impor dikenakan tarif sebesar 25 persen dan pengenaan non tarif barrier terhadap teh impor juga diusulkan, seperti aturan tentang standar teh2. Kebijakan lainnya terkait output teh hitam orthodoks adalah pengenaan PPN terhadap pembelian BBM terdapat pada Undang-Undang No 42 Tahun 2009 tentang perubahan ketiga atas Undang-Undang No 8 tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak atas Penjualan barang mewah yang mulai berlaku tanggal 1 April 2010 serta berlakunya Peraturan Pajak Penghasilan Pasal 22 berkenaan dengan pengenaan PPN sebesar 10 persen terhadap BBM. Meskpiun kebijakan ini tidak spesifik terkait untuk komoditas teh hitam orthodoks, namun, kebijakan seperti pengenaan PPN sebesar 10 persen terhadap pembelian BBM secara tidak langsung menambah biaya transportasi untuk usaha komoditas ini baik dari segi usahatani maupun pemasarannya yang pada akhirnya akan mempengaruhi output juga. Kebijakan terkait input yaitu adanya Peraturan Menteri Keuangan No.241/PMK.011/2010 yang menaikkan pajak impor 5 persen atas produk bahan baku pertanian seperti, pupuk dan obat-obatan dan Peraturan Pemerintah nomor 7 tahun 2007 mengenai Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 10 persen atas input-input produksi seperti peralatan, pupuk dan obat-obatan. Kebijakan Pemerintah lainnya seperti subsidi BBM tidak berlaku di PTPN VIII Rancabali karena PTPN VIII Rancabali tidak mendapatkan subsidi dari Pemerintah bahkan 2
Media Perkebunan. Membendung Teh Impor Berkualitas Rendah. 2013. http://www.Media perkebunan.net/index.php?option=com_content&view=article&id=550:membendung-teh-imporberkualitas-rendah&catid=2:komoditi&Itemid=26.(Diakses 10 Januari 2014)
8
PTPN VIII Rancabali terkena PPN terhadap pembelian BBM seperti yang terdapat pada Undang-Undang No 42 Tahun 2009 dan Peraturan Pajak Penghasilan Pasal 22 berkenaan dengan pengenaan PPN sebesar 10 persen terhadap BBM. Kebijakan Pemerintah yang ada juga akan mempengaruhi daya saing komoditas teh di PTPN VIII Afdeling Rancabali III. Kebijakan tersebut akan berpengaruh terhadap input dan output pengusahaan komoditas teh di PTPN VIII Afdeling Rancabali III. Oleh karena itu diperlukan analisis mengenai daya saing dan dampak kebijakan Pemerintah terhadap komoditas teh di PT. Perkebunan Nusantara VIII Afdeling Rancabali III. Berdasarkan penjelasan yang telah dipaparkan sebelumnya, maka dapat dirumuskan permasalahan penelitian yaitu sebagai berikut : 1. Apakah komoditas teh hitam orthodoks di PTPN VIII Afdeling Rancabali III memiliki daya saing? 2. Bagaimana dampak kebijakan Pemerintah terhadap daya saing komoditas teh hitam orthodoks di PTPN VIII Afdeling Rancabali III? 3. Bagaimana pengaruh perubahan peningkatan harga jual output, harga pupuk anorganik dan penurunan produksi terhadap daya saing teh hitam orthodoks di PTPN VIII Afdeling Rancabali III?
Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian adalah sebagai berikut : 1. Menganalisis daya saing teh hitam orthodoks di PTPN VIII Afdeling Rancabali III 2. Menganalisis dampak kebijakan Pemerintah terhadap daya saing komoditas teh hitam orthodoks di PTPN VIII Afdeling Rancabali III. 3. Menganalisis pengaruh perubahan peningkatan harga jual output, harga pupuk anorganik serta penurunan produksi terhadap daya saing teh hitam orthodoks di PTPN VIII Afdeling Rancabali III. Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari adanya penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagi peneliti, penelitian ini dapat menambah pengetahuan mengenai daya saing dan dampak kebijakan Pemerintah terhadap komoditas teh di PTPN VIII Kebun Rancabali dan Afdeling Rancabali III pada khususnya. 2. Bagi Perusahaan, penelitian ini dapat menambah referensi dalam mengenai daya saing komoditas teh dan pengambilan keputusan pengembangan usaha. 3. Bagi Pemerintah, hasil analisis dampak kebijakan Pemerintah diharapkan dapat menjadi acuan dan bahan pertimbangan dalam merumuskan dan mengimplementasikan instrumen-instrumen kebijakan yang lebih efektif dan efisien bagi pengembangan teh.
9
Ruang Lingkup Penelitian Lingkup penelitian dari studi mengenai “Analisis Daya Saing dan Dampak Kebijakan terhadap Komoditas Teh di PTPN VIII Afdeling Rancabali III” ini adalah sebagai berikut: 1. Jenis teh yang diteliti adalah jenis teh ekspor Indonesia yaitu teh hitam orthodoks. 2. Umur tanaman teh yang dianalisis yaitu selama periode 25 tahun dengan pertimbangan bahwa umur produktif teh di PTPN VIII Afdeling Rancabali III adalah pada umur tanaman 25 tahun3. 3. Analisis dilakukan pada tingkat usahatani teh sampai proses pengepakan (karung/sack). 4. Lokasi perkebunan teh milik negara yang diteliti adalah perkebunan milik negara PT.Perkebunan Nusantara VIII Rancabali Afdeling Rancabali III) dengan pertimbangan Afdeling Rancabali III dianggap mewakili dari seluruh kegiatan budidaya teh (Pada saat penelitian dilakukan, kegiatan pembibitan teh hanya dilakukan di Afdeling Rancabali III). 5. Penggunaan harga jual rata-rata dari teh hitam kering orthodoks tidak dibedakan tiap jenis (grade), semua jenis (grade) dianggap sama. 6. Pada penelitian ini memiliki keterbatasan dalam penggunaan alat analisis PAM. Alat analisis PAM merupakan alat analisis untuk menganalisis kebijakan Pemerintah di tingkat usahatani untuk komoditas, namun keterbatasan pada penelitian ini yaitu hanya dilakukan pada kasus di satu perusahaan saja yaitu PTPN VIII Rancabali Afdeling Rancabali III, akan lebih baik jika seluruh perusahaan di PTPN ikut dianalisis juga.
2 TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Tanaman Teh Teh (Camellia sinensis (L.) O. Kuntze) termasuk tanaman penyegar yang mempunyai banyak manfaat untuk kesehatan. Tiga kandungan utama dalam daun teh antara lain senyawa polifenol yang dikenal sebagai katekin, zat nutrisi yang terdiri dari berbagai mineral dan vitamin, serta alkaloid antara lain kafein, dan theofilin. Selain itu, daun teh juga mengandung minyak atseri, thiamin, dan pigmen klorofil (Wibowo 2007). Senyawa katekin dapat meningkatkan daya tahan terhadap virus dan bakteri. Vitamin B-kompleks yang terkandung dalam daun teh bermanfaat menjaga kesehatan mulut, lidah, dan bibir, serta flouride yang baik untuk gigi (Ghani 2002). Minuman teh juga sangat digemari oleh masyarakat di dunia karena mempunyai rasa yang khas. Tanaman teh tumbuh subur di daerah tropis dan daerah sub-tropis dengan menuntut cukup sinar matahari dan hujan sepanjang tahun. 3
PTPN VIII Rancabali. Hasil Wawancara Dengan Staff Bagian Tanaman PTPN VIII Rancabali.2013
10
Teh dapat tumbuh dengan baik pada daerah dengan suhu 15-30 derajat celcius. Jenis tanah yang baik ditanami teh adalah andosol, latosol, dan beberapa jenis laterit. Teh menyukai tanah dengan derajat keasaman kurang dari 5.5. Berdasarkan pengolahannya teh dikelompokkan menjadi (1) Teh putih yaitu teh yang dibuat dari pucuk daun yang tidak mengalami proses oksidasi dan sewaktu belum dipetik dilindungi dari sinar matahari untuk menghalangi pembentukan klorofil. (2) Teh hijau yaitu daun teh yang dijadikan teh hijau biasanya langsung diproses setelah dipetik. (3) Teh Oolong yaitu teh yang dimana pada saat proses oksidasi dihentikan di tengah-tengah antara teh hijau dan teh hitam yang biasanya memakan waktu 2-3 hari. (4) Teh hitam yaitu daun teh dibiarkan teroksidasi secara penuh sekitar 2 minggu hingga 1 bulan4. Gambar pucuk teh dan tanaman teh secara keseluruhan dapat dilihat pada Gambar 1.
. Gambar 1 Tanaman teh Penelitian mengenai komoditas teh dilakukan oleh Suprihatini (2005), meneliti mengenai daya saing teh Indonesia di pasar teh dunia, dimana penelitian ini ingin mengetahui posisi daya saing teh Indonesia di pasar dunia. Metode analisis yang digunakan adalah Constant Market Share (CMS). Hasil penelitian terlihat bahwa, pertumbuhan ekspor teh Indonesia jauh dibawah pertumbuhan ekspor teh dunia karena komposisi produk teh yang diekspor Indonesia kurang memenuhi kebutuhan pasar dimana bernilai negatif (-0.032). Sulaeman (1985), meneliti tentang penawaran ekspor teh, harga ekspor teh, dan volume ekspor teh Indonesia. Metode analisis yang digunakan adalah regresi linear berganda yang memakai persamaan tunggal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penawaran ekspor teh Indonesia dipengaruhi secara positif oleh nilai tukar rupiah terhadap dollar AS, harga ekspor, harga domestik, harga di pasar London, GDP Indonesia, GDP Amerika Serikat, dan GDP Inggris. Harga ekspor teh dipengaruhi secara positif oleh harga teh di pasar New York. harga di pasar London. dan dipengaruhi secara negatif oleh harga teh dan penawaran teh India. Ekspor teh dipengaruhi positif oleh harga lelang di Jakarta, GDP Indonesia dan Inggris dan dipengaruhi secara negatif oleh harga teh domestik dan ekspor teh India. Herath dan Silva (2011) meneliti mengenai "Strategies for Competitive Advantage in Value Added Tea Marketing". Dimana tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pemasaran dan produk strategi inovasi diadopsi oleh para 4
Wikipedia.2013. Pengolahan dan Pengelompokan Teh.http://id.wikipedia.org/wiki/Teh.(Diakses Tanggal 10 Januari 2013)
11
perusahaan dengan tujuan mencari kontribusinya terhadap posisi yang diselenggarakan oleh perusahaan dalam nilai tambah industri teh. Hasil penelitian menunjukkan bahwa membangun merek, niche pemasaran, diferensiasi produk, biaya kepemimpinan, dan fokus pelanggan merupakan strategi yang paling menonjol yang diadopsi oleh perusahaan. Strategi perusahaan yang penting yang menjadi pembeda dari pesaing dan menempatkan mereka di antara pemimpin pasar diantaranya yaitu memperluas pasar di luar negeri, perdagangan yang adil, kelestarian lingkungan, dan identifikasi pengiriman yang lebih cepat, pengambilan keputusan yang strategis, dan pengambilan resiko oleh para pemimpin perusahaan merupakan strategi perusahaan yang penting yang menjadi pembeda dari pesaing dan menempatkan mereka di antara pemimpin pasar. Samantaray dan Ashutosh (2012) melakukan penelitian tentang An Analysis Of Trends Of Tea Industry In India. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari tren industri teh di India dengan menggunakan berbagai alat analisis yaitu analisis regresi, analisis time series dan analisis cluster. Studi ini menunjukkan bahwa India tidak mampu mengekspor teh lebih banyak lagi dari yang diproduksi. Lebih lanjut diungkapkan bahwa bagaimana produksi bervariasi dengan daerah dimana teh ini tumbuh, yaitu, utara dan selatan. Penelitian ini menyimpulkan untuk memberikan temuan penting dan wawasan tentang tren industri yang memberikan kontribusi untuk perekonomian India. Sahoo, Mukherjee dan Roy (2013) dalam penelitiannya mengenai Measuring Degree of Global Competitiveness: A Case on World Tea Industry. Alat analisis yang digunakan adalah analisis pangsa pasar, analisis tren, dan analisis degree of competitivenes. Hasil penelitian menunjukkan bahwa persaingan global untuk produksi teh menurun selama bertahun-tahun, sedangkan, pangsa pasar India juga menurun. Hal ini menunjukkan ancaman untuk teh di India. Di antara sepuluh negara penghasil produksi teh, hanya China yang menduduki pangsa pasar paling besar dibandingkan dengan sembilan negara lainnya. India adalah salah satu negara yang pangsa pasar tehnya menurun. Jadi, secara keseluruhan itu adalah ancaman besar bagi industri teh India karena Cina memegang pangsa pasar pang besar dibandingkan sembilan negara lainnya.
Daya Saing dengan Metode Policy Analysis Matrix (PAM) Beberapa penelitian terkait dengan daya saing dilakukan oleh beberapa peneliti diantaranya adalah Feryanto (2010) dalam penelitiannya mengenai daya saing dan dampak kebijakan Pemerintah terhadap komoditas susu sapi lokal di Jawa Barat. Metode analisis yang digunakan adalah PAM dan analisis sensitivitas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa peternak di ketiga lokasi penelitian memiliki keuntungan privat dan sosial. Usaha peternakan di ketiga lokasi penelitian memiliki keunggulan komparatif (DRCR<1) dan kompetitif (PCR<1). Hasil analisis dampak kebijakan menunjukkan bahwa intervensi Pemerintah atau kegagalan pasar tidak memberikan insentif positif untuk produsen peternakan susu sapi. Hasil analisis sensitivitas menunjukkan bahwa Pemerintah sebaiknya menaikkan produksi susu sapi segar dan memutuskan atau menetapkan tarif susu sebesar 15 persen.
12
Novianti (2003) melakukan penelitian mengenai analisis dampak kebijakan Pemerintah terhadap daya saing komoditas unggulan sayuran. Metode analisis yang digunakan adalah PAM dan analisis sensitivitas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa usahatani kentang, cabe merah keriting, bawang merah secara finansial dan ekonomi menguntungkan. Hasil analisis daya saing menunjukkan bahwa di ketiga daerah penelitian. komoditas kentang dan bawang merah di daerah penelitian menghasilkan nilai PCR dan DRC yang lebih kecil dari satu, artinya kedua usahatani komoditas unggulan tersebut memiliki daya saing (komparatif dan kompetitif). Hasil dampak input-output menunjukkan bahwa berdasarkan koefisien proteksi efektif, adanya kebijakan Pemerintah berdampak disinsentif terhadap petani produsen kentang dan kubis. Hasil perubahan kebijakan menunjukkan bahwa usahatani kentang lebih peka terhadap perubahan yang terjadi. Elbadawi et.al (2012) melakukan penelitian mengenai Assessing the Competitiveness of Sheep Production in Selected States in Sudan. Alat analisis yang digunakan adalah Policy Analysis Matrix (PAM). Hasil penelitian menunjukkan bahwa intervensi Pemerintah pada produksi domba dalam hal pajak berdampak negatif terhadap daya saing ekspor domba di negara-negara yang dipilih. Produksi domba menunjukkan daya saing yang kuat. Hal ini terlihat dari indikator DRC yang menunjukkan bahwa Sudan memiliki keunggulan komparatif dalam produksi domba di negara-negara yang dipilih. Kordofan Utara telah terbukti lebih efektif dalam menghemat devisa, diikuti oleh Gadarif. Pada International Value Added (IVA) terbukti memiliki nilai positif pada devisa atau tabungan. Koefisin ekspor domba pada coefficient of international competitiveness (CIC) mengindikasikan bahwa ekspor domba ini menguntungkan dan memiliki daya saing secara internasional. Rekomendasi terhadap Pemerintah berdasarkan penelitian ini yaitu diharapkan dapat mendorong produksi domba, meningkatkan tingkat output, peningkatan produktivitas domba, dan Pemerintah harus mengurangi pajak dari produksi domba. Waqar et.al (2007) menganalisis mengenai Analysis of Economic Efficiency and Competitiveness of the Rice Production Systems of Pakistan’s Punjab, dengan menggunakan alat analisis Policy Analysis Matrix (PAM). Hasil menunjukkan bahwa peningkatan produksi beras Basmati dapat menyebabkan peningkatan ekspor. Produksi padi IRRI di Punjab Pakistan ditandai oleh kurangnya efisiensi ekonomi yang mengakibatkan inefisiensi penggunaan sumber daya untuk menghasilkan komoditas. Di sisi lain, baik beras Basmati dan padi IRRI di Punjab menunjukkan kurangnya daya saing di tingkat petani, hal ini ditandai adanya keuntungan privat yang negatif. Hasil analisis menunjukkan bahwa struktur insentif yang berlaku secara negatif mempengaruhi petani. Sebuah divergensi negatif antara keuntungan privat dan sosial menyiratkan bahwa efek bersih dari intervensi kebijakan adalah untuk mengurangi profitabilitas tingkat petani dari kedua sistem produksi padi di Punjab. Hasil penelitian menyoroti kebutuhan untuk menghapus kebijakan yang ada distorsi dalam struktur insentif ekonomi untuk meningkatkan efisiensi ekonomi dan daya saing untuk mencapai tingkat petani dalam produksi padi. Abedi et.al (2011), melakukan penelitian tentang Determining Comparative Advantages of Corn in Optimal Cultivation Pattern. Alat analisis yang digunakan adalah Linear Programming dan analisis domestic resource cost.
13
Hasil penelitian menunjukkan bahwa jagung memiliki keunggulan komparatif di semua daerah di provinsi Kermanshah, sementara dalam pola budidaya optimal 37.5 persen daerah yang ada rotasi dan 50 persen daerah di kurangnya rotasi, areal jagung telah meningkat. Selain itu, perbandingan pola budidaya optimal yang dihasilkan dari model pemrograman linear dengan peringkat tanaman berdasarkan indeks keunggulan komparatif menunjukkan bahwa, ketersediaan sumber daya dan keterbatasan, biaya input tradable dan non tradable dan hasil akan menyebabkan pergeseran dalam keunggulan komparatif tanaman ke tanaman lainnya. Faktor-faktor pendukung seperti kebijakan dan rotasi tanaman mungkin memberikan efek pada keunggulan komparatif dan pola budidaya yang optimal.
Daya Saing Tanaman Perkebunan Beberapa penelitian daya saing dengan menggunakan PAM banyak dilakukan seperti halnya Desianti (2002) yang meneliti mengenai Dampak Kebijakan Pemerintah terhadap profitabilitas dan daya saing kopi robusta Indonesia. Metode analisis yang digunakan adalah Policy Analysis Matriks (PAM). Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua petani memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif seperti yang ditunjukkan oleh Biaya Sumber Daya Domestic (DRC) dan Rasio Biaya Privat (PCR) yang memiliki koefisien kurang dari satu. Namun berdasarkan nilai Koefisien Proteksi Efektif (EPC), kebijakan Pemerintah yang efektif untuk produksi biji kopi robusta hanya di Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur saja. Sementara di wilayah lainnya (Jawa, Bali, Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi) kebijakan Pemerintah tidak efektif. Serlina (2001), melakukan penelitian terkait dengan daya saing dan efisiensi tataniaga komoditas jambu mete di Sulawesi Tenggara dimana penulis menggunakan analisis Biaya Sumber Daya Domestik (BSD) untuk melihat daya saing (keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif). Sedangkan pada analisis efisiensi tataniaga menggunakan analisis saluran tataniaga dan margin tataniaga serta keterpaduan pasar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengusahaan jambu mete di Sulawesi Tenggara secara umum memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif, baik pada orientasi promosi ekspor maupun dan perdagangan antar daerah (PAD). Dari hasil analisis sensitivitas menunjukkan bahwa secara keseluruhan nilai KBSD tetap lebih kecil dari satu, yang berarti meskipun ada perubahanperubahan harga input, ouput, dan tingkat produktivitas, komoditas jambu mete tetap efisien baik secara ekonomi maupun secara finansial untuk orientasi promosi ekspor (PE), dan perdagangan Antar Daerah (PAD) di Sulawesi Tenggara. Dalam analisis efisiensi tataniaga, dengan membandingkan saluran dan margin tataniaga terlihat bahwa sistem tataniaga jambu mete baik untuk gelondongan maupun kaang mete mentah ini dapat dikatakan efisien. Jika dilihat dari keterpaduan pasar petani dan acuan (eksportir dan konsumen lokal) maka nilai yang diperoleh belum mencapai satu, atau dapat dikatakan pasar masih kurang terpadu. Pranoto (2011) dalam penelitiannya mengenai dampak kebijakan Pemerintah terhadap keuntungan dan daya saing lada putih di Provinsi Bangka Belitung. Alat analisis yang digunakan adalah Policy Analysis Matrix (PAM) dan analisis sensitivitas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa usahatani lada putih di
14
Bangka Belitung ini menguntungkan (baik secara keuntungan privat mapupun sosial), dan usahatani lada putih ini memiliki daya saing dari segi keunggulan komparatif (nilai DRCR<1) maupun kompetitif (nilai PCR<1). Selanjutnya kebijakan Pemerintah tidak menyediakan perlindungan efektif untuk memproduksi lada putih. Berdasarkan analisis sensitivitas terhadap indikator keuntungan menunjukkan bahwa usahatani lada putih lebih peka (sensitif) terhadap penurunan produksi sebesar 20 persen dan penurunan harga output lada putih sebesar 20 persen. Neptune dan Andrew (2006) meneliti tentang Competitiveness Of Cocoa Production Systems in Trinidad and Tobago. Alat analisis yang digunakan adalah Policy Analysis Matrix (PAM). Hasil menunjukkan bahwa semua sistem produksi kakao (small farm traditional, large farm traditional, dan large farm intensive cultivation) menguntungkan, dan memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif. Meskipun demikian, sistem produksi kakao untuk small farm traditional memiliki keuntungan yang rendah jika dibandingkan dengan large farm traditional, dan large farm intensive cultivation. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rendahnya tingkat profitabilitas per hektar untuk small farms dikarenakan luas areal yang menurun dan output yang juga menurun. Rodgers (2008) dengan melakukan penelitian mengenai analisis ekonomi sistem efisiensi Agroforestri Petani karet di Jambi. Alat analisis yang digunakan adalah Policy Analysis Matrix (PAM) untuk menganalisis efisiensi produksi dan keuntungan penggunaan analisis neraca lahan yang dibandingkan dengan sistem neraca lahan tahunan (petani karet monokultur dan sistem petani karet agroforestry). Analisis PAM dihitung berdasarkan harga privat dan sosial dan nilai NPV (Net Present Value) pada harga privat sebagai indikator insentif produksi dan harga sosial yang menghapus dampak kebijakan Pemerintah (pajak, subsidi, dan pungutan lokal lainnya). Penggunaan indikator DRC dan PCR pada PAM dirasa cukup baik.
3 KERANGKA PENELITIAN
Kerangka Pemikiran Teoritis Teori Perdagangan Internasioanal Perdagangan merupakan suatu proses pertukaran barang dan jasa yang dilakukan atas dasar suka sama suka, untuk memperoleh barang yang dibutuhkan. Dalam masa globalisasi, perdagangan tidak hanya dilakukan dalam satu negara saja, bahkan dunia sudah memasuki perdagangan bebas. Hampir tidak ada satu negara pun yang tidak melakukan hubungan perdagangan dengan negara lain (Dumairy 1997). Perdagangan internasional dapat terjadi karena setiap negara dengan negara mitra mempunyai beberapa perbedaan, diantaranya perbedaan kandungan sumber daya alam, iklim, penduduk, sumber daya manusia, spesifikasi tenaga kerja, dan lain sebagainya. Perbedaan tersebut berkaitan dengan perbedaan dalam tingkat kapasitas produksi secara kuantitas, kualitas, dan jenis produksinya.
15
Dari perbedaan tersebut maka atas dasar kebutuhan yang saling menguntungkan maka terjadilah perdagangan internasional (Halwani 2005). Secara teoritis, perdagangan internasional terjadi karena dua alasan utama. Pertama, negara-negara berdagang karena pada dasarnya mereka berbeda satu sama lain. Setiap negara dapat memperoleh keuntungan dengan melakukan sesuatu yang relatif lebih baik. Kedua, negara-negara melakukan perdagangan dengan tujuan untuk mencapai skala ekonomi (scale of economy) dalam produksi. Hal ini berarti, jika setiap negara hanya memproduksi sejumlah barang tertentu, mereka dapat menghasilkan barang-barang tersebut dengan skala yang lebih besar dan karenanya lebih efisien jika dibandingkan kalau negara tersebut memproduksi segala jenis barang (Basri 2010). Perdagangan internasional terjadi karena adanya perbedaan dalam hal kepemilikan sumberdaya dan cara pengolahannya di tiap-tiap negara. Suatu negara akan mengekspor sejumlah barang, jasa, dan faktor produksi untuk ditukarkan dengan impor barang, jasa, dan faktor produksi lain yang hanya dapat diproduksi dengan cara yang kurang efisien atau tidak diproduksi sama sekali. Dengan demikian akan berkembang hubungan saling ketergantungan dan peranan perdagangan internasional dari setiap negara akan menjadi penting. Secara lebih jelas aliran perdagangan internasional terdapat pada Gambar 2. P
P
P
PppP
Sb
A” P3
Ekspor Ekspor
A’
S
Sa B*
P2
E*
B’
E’
B P1
A*
A Da
0
D
X
Impor
X
Db X
0 0 Pasar Dunia Pasar Negara A Pasar Negara B AA A Gambar 2 Aliran perdagangan Internasional
Sumber: Salvator 1997 Keterangan: P2 :Harga keseimbangan di pasar dunia P3 :Harga keseimbangan di negara B sebelum berdagang P1 :Harga keseimbangan di negara A sebelum berdagang Da :Permintaan domestik negara A Sa :Penawaran domestik negara A D :Permintaan di pasar dunia S :Penawaran di pasar dunia Sb :Permintaan domestik negara B Db :Penawaran domestik negara B
Teori Daya Saing Daya saing didefenisikan sebagai kemampuan suatu sektor, industri, atau perusahaan untuk bersaing dengan sukses untuk mencapai pertumbuhan yang berkelanjutan dalam lingkungan global selama biaya imbangnya lebih rendah dari
16
penerimaan sumber daya yang digunakan (Esterhuizen 2008). Menurut Uchida dan Cook (2004), menyatakan bahwa daya saing berkaitan erat dengan teknologi yang menghasilkan peningkatan produktivitas dan perbaikan kualitas produk. Peningkatan spesialisasi teknologi juga memungkinkankan dilakukannya pengembangan kapasitas. Daya saing dapat diidentifikasikan dengan masalah produktivitas, yakni dengan melihat tingkat ouput yang dihasilkan untuk setiap input yang digunakan. Meningkatnya produktivitas ini disebabkan oleh peningkatan jumlah input fisik modal maupun tenaga kerja, peningkatan kualitas input yang digunakan, dan peningkatan teknologi (Porter 1990). Konsep daya saing dalam perdagangan internasional sangat terkait dengan keunggulan yang dimiliki oleh suatu komoditi atau kemampuan suatu negara dalam menghasilkan suatu komoditi tersebut secara efisien dibanding negara lain. Teori daya saing dalam penelitian ini berdasarkan pada kerangka Policy Analysis Matrix (PAM). Konsep daya saing dalam PAM dikategorikan menjadi 2 macam yaitu keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif. Keunggulan komparatif menyatakan keunggulan yang dimiliki ketika pasar tidak terdistorsi yaitu didekati dengan menilai biaya dan penerimaan menggunakan harga sosial sedangkan keunggulan kompetitif adalah keunggulan pada saat harga aktual dimana ada distorsi Pemerintah. Keunggulan Komparatif Konsep keunggulan komparatif pertama kali dicetuskan oleh david Ricardo yang dikenal dengan nama hukum keunggulan komparatif (law of comparative advantage) atau Teori Ricardian. Teori ini menyatakan bahwa keunggulan komparatif timbul karena adanya perbedaan teknologi antar negara. Hal ini berarti bahwa berlangsungnya perdagangan internasional merupakan akibat adanya perbedaan produktivitas antar negara (Basri 2010). Teori Ricardo berpendapat bahwa keunggulan komparatif muncul karena berbeda dalam teknologi antar negara. Namun, hal berbeda menurut Teori Heckscher-Ohlin (H-O) yang menyatakan bahwa keunggulan komparatif ditentukan oleh perbedaan relatif kekayaan faktor produksi dan penggunaan faktor produksi tersebut secara relatif intensif dalam kegiatan produksi barang ekspor. Model H-O telah dikembangkan oleh 3 teori penting yaitu factor-price equalization theorem, Stopler-Samuelson Theorem dan Rybzynski theorem. Pearson et al. (2005) mengemukakan bahwa keunggulan komparatif bersifat dinamis, dengan kata lain keunggulan komparatif tidak stabil dan dapat diciptakan karena dipengaruhi oleh perubahan dalam sumberdaya alam, perubahan faktor-faktor biologi, perubahan harga input, perubahan teknologi, dan biaya transportasi. Suatu daerah yang memiliki keunggulan komparatif di sektor tertentu secara potensial harus mampu mempertahankan dan bersaing dengan negara lain. Komoditas yang memiliki keunggulan komparatif dapat dikatakan telah mencapai efisiensi ekonomi yang terkait dengan kelayakan secara ekonomi. Salvatore (1996) menyatakan bahwa, keunggulan komparatif masih dapat dilakukan sekalipun suatu negara mengalami kerugian memproduksi dua jenis komoditi jika dibandingkan dengan negara lain. Negara yang kurang efisien akan berspesialisasi dalam produksi dan mengekspor komoditi yang mempunyai
17
keunggulan komparatif, sebaliknya negara tersebut akan mengimpor komoditi yang mempunyai kerugian absolut yang besar. Keunggulan komparatif berubah karena faktor yang mempengaruhinya antara lain ekonomi dunia, lingkungan domestik dan teknologi (Zulkarnaini 2007). Keunggulan Kompetitif Keunggulan kompetitif merupakan suatu alat yang digunakan untuk mengukur daya saing suatu aktivitas pada kondisi perekonomian aktual. Keunggulan kompetitif digunakan untuk mengukur kelayakan suatu kegiatan dimana keuntungan privat dihitung berdasarkan harga pasar yang berlaku dan nilai uang yang berlaku berdasarkan analisis finansial. Harga pasar adalah harga yang sebenarnya dibayar oleh produsen untuk membeli faktor produksi dan harga yang benar-benar diterima dari hasil penjualan output. Keunggulan kompetitif lebih sesuai untuk menganalisis kelayakan finansial dari suatu aktivitas. Kelayakan finansial melihat manfaat proyek atau aktivitas ekonomi dari sudut lembaga atau individu yang terlibat dalam aktivitas tersebut, sedangkan analisa ekonomi menilai suatu aktivitas atas manfaat bagi masyarakat secara keseluruhan (Kadariah et.al 1978). Komoditi yang memiliki keunggulan kompetititf dikatakan juga memiliki efisiensi secara finansial. Dengan kata lain konsep keunggulan kompetitif ini didasarkan pada perekonomian yang berada dalam distorsi Pemerintah. Salah satu faktor untuk mencapai keunggulan kompetitif adalah teknologi, karena dengan adanya kemajuan teknologi, untuk menghasilkan sejumlah output yang sama diperlukan kombinasi pemakaian input yang lebih sedikit. Keadaan ini disebabkan karena produktivitas input yang meningkat dengan kemajuan teknologi tersebut (Sugiarto et al. 2005). Teori Kebijakan Pemerintah Kebijakan Pemerintah ditetapkan dengan tujuan untuk meningkatkan ekspor ataupun sebagai usaha dalam melindungi produk dalam negeri agar dapat bersaing dengan produk luar negeri. Kebijakan yang ditetapkan Pemerintah pada suatu komoditas ada dua bentuk yaitu subsidi dan hambatan perdagangan. Kebijakan subsidi terdiri dari subsidi positif dan subsidi negatif (pajak), sedangkan hambatan perdagangan berupa tarif dan kuota. Menurut Monke dan Pearson (1989) perbedaan kebijakan perdagangan dengan subsidi berbeda dalam tiga aspek yaitu pada budget Pemerintah, tipe alternatif kebijakan yang dilakukan, dan tingkat kemampuan penerapan kebijakannya. Beberapa tipe alternatif kebijakan yang dilaksanakan Pemerintah terdapat pada Tabel 7.
18
Tabel 7 Klasifikasi kebijakan Pemerintah terhadap harga komoditi Instrumen
Dampak Pada Produsen
Dampak Pada Konsumen
Kebijakan Subsidi 1. Tidak merubah harga 2. Merubah harga pasar pasar dalam negeri
Subsidi pada produsen 1. Pada barang-barang substitusi impor (S+PI;S-PI) 2. Pada barang-barang orientasi ekspor (S+PE; S-PE)
Kebijakan Perdagangan (Merubah harga pasar dalam negeri)
Hambatan pada barang impor (TPI)
Subsidi Pada Konsumen 1. Pada barang-barang substitusi impor (S+CI; S-CI) 2. Pada barang-barang orientasi ekspor (S+CE; S-CE) Hambatan pada barang ekspor (TCE)
Sumber : Monke and Pearson, 1989 Keterangan : S+ : Subsidi S: Pajak PE : Produsen Barang Orientasi Ekspor PI : Produsen Barang Substitusi Impor
CE CI TCE TPI
: Konsumen Barang Orientasi Ekspor : Konsumen Barang Substitusi Impor : Hambatan Barang Ekspor : Hambatan Barang Impor
Pada Tabel 7 menunjukan bahwa kebijakan harga dapat dibedakan dalam tiga kriteria. Pertama. tipe instrumen yang berupa subsidi atau kebijakan perdagangan. Kedua kelompok penerima, meliputi produsen atau konsumen, dan ketiga tipe komoditas yang berupa komoditas dapat di impor atau dapat diekspor. 1. Tipe Instrumen Dalam kebijakan tipe instrumen, dibedakan pengertian antara subsidi dan kebijakan perdagangan. Subsidi adalah pembayaran dari dan atau untuk Pemerintah. Apabila dibayar dari Pemerintah maka disebut subsidi positif, sedangkan apabila dibayar untuk Pemerintah disebut subsidi negatif (pajak). Pada dasarnya, subsidi positif dan negatif bertujuan untuk menciptakan harga domestik agar berbeda dengan harga internasional untuk melindungi konsumen atau produsen dalam negeri. Kebijakan perdagangan adalah pembatasan yang diterapkan pada impor ekspor suatu komoditas. Pembatasan dapat diterapkan baik terhadap harga komoditas yang diperdagangkan (dengan suatu pajak perdagangan) atau dengan pembatasan jumlah komoditas (dengan kuota perdagangan) untuk menurunkan jumlah yang diperdagangkan secara internasional dan mengendalikan antara harga internasional (harga dunia) dengan harga domestik (harga dalam negeri). Untuk barang yang diimpor misalnya dapat dilakukan dengan menekan tarif per unit (pajak impor) maupun pembatasan kuantitas (kuota impor) untuk membatasi kuantitas yang diimpor dan meningkatkan harga domestik diatas harga internasional. Kebijakan perdagangan ekspor dimaksudkan untuk membatasi jumlah yang diekspor melalui penekanan baik pajak ekspor maupun pembatasan jumlah ekspor sehingga harga domestik lebih rendah bila dibandingkan dengan harga dipasar dunia. Kebijakan subsidi dan perdagangan berbeda dalam tiga aspek. Pertama, yang berimplikasi pada anggaran Pemerintah, kedua berupa alternatif kebijakan dan ketiga adalah kemampuan penerapan.
19
a. Implikasi Pada Anggaran Pemerintah Kebijakan perdagangan tidak mempengaruhi anggaran Pemerintah, sedangkan subsidi positif akan mengurangi anggaran Pemerintah dan subsidi negatif (pajak) akan menambah anggaran Pemerintah. b. Tipe Alternatif Kebijakan Ada delapan tipe subsidi untuk produsen dan konsumen pada barang orientasi ekspor (PE) dan barang substitusi impor (SI) yaitu : a. Subsidi positif kepada produsen barang substitusi impor (S+PI) b. Subsidi positif kepada produsen barang orientasi ekspor (S+PE) c. Subsidi negatif kepada produsen barang substitusi impor (S-PI) d. Subsidi negatif kepada produsen barang orientasi ekspor (S-PE) e. Subsidi positif kepada konsumen barang substitusi impor (S+CI) f. Subsidi positif kepada konsumen barang orientasi ekspor (S+CE) g. Subsidi negatif kepada konsumen barang substitusi impor (S-CI) h. Subsidi negatif kepada konsumen barang orientasi ekspor (S-CE) Subsidi positif yang diterapkan pada produsen maupun konsumen membuat harga yang diterima menjadi lebih tinggi bagi produsen dan lebih rendah bagi konsumen. Penerapan subsidi negatif (pajak) membuat harga yang diterima produsen lebih rendah, dan jika diterapkan pada konsumen akan menyebabkan harga lebih tinggi. Pada kebijakan perdagangan hanya terdapat dua tipe yaitu hambatan pada barang impor (TPI) dan hambatan perdagangan pada barang ekspor (TPE). Aliran impor atau ekspor dapat dibatasi oleh pajak perdagangan atau kebijakan kuota sepanjang Pemerintah dapat memiliki mekanisme yang efektif untuk mengontrol penyelundupan, sedangkan dampak dari perluasan ekspor atau impor tidak dapat diciptakan oleh kebijakan perdagangan. Negara hanya dapat melakukan subsidi impor atau ekspor dan memperluas perdagangan. c. Tingkat Kemampuan Penerapan Kebijakan subsidi dapat diterapkan untuk setiap komoditas baik komoditas tradable maupun komoditas non tradable, sedangkan kebijakan perdagangan hanya diterapkan untuk barang-barang yang diperdagangkan (tradable). 2. Kelompok Penerima Kelompok kedua dari klasifikasi kebijakan adalah apakah kebijakan dimaksudkan untuk konsumen atau produsen. Subsidi atau kebijakan perdagangan mengakibatkan terjadinya transfer di antara produsen, konsumen dan keuangan Pemerintah. Jika tidak ada kebijakan subsidi dan kebijakan perdagangan, Pemerintah melalui anggarannya harus membayar keseluruhan transfer, ketika produsen memperoleh keuntungan dan konsumen mengalami kerugian, dan sebaliknya ketika konsumen memperoleh keuntungan dan produsen mengalami kerugian. Kondisi tersebut menggambarkan bahwa keuntungan yang didapatkan oleh satu pihak hanya menjadi pengganti dari kerugian yang dialami pihak lain, tetapi dengan adanya transfer yang diikuti oleh efisiensi ekonomi yang hilang. Maka keuntungan yang diperoleh akan lebih kecil daripada kerugian yang diderita. Oleh karena itu, manfaat yang diperoleh kelompok tertentu (konsumen, produsen atau keuangan Pemerintah) adalah lebih kecil dari jumlah yang hilang dari kelompok yang lain. 3. Tipe Komoditas Klasifikasi tipe komoditas bertujuan untuk membedakan antara komoditas yang dapat diekspor dan komoditas yang dapat diimpor. Apabila tidak ada
20
kebijakan harga, maka harga domestik adalah sama dengan harga dipasar internasional, dimana untuk barang yang diekspor digunakan harga fob (harga di pelabuhan ekspor) dan untuk barang yang dapat diimpor digunakan harga cif (harga pelabuhan impor). Kebijakan harga yang ditetapkan pada input dapat berupa kebijakan subsidi baik subsidi positif maupun subsidi negatif (pajak) dan kebijakan hambatan perdagangan yang berupa tarif dan kuota. Kebijakan Pemerintah pada Harga Output Kebijakan Pemerintah pada output dapat berupa subsidi dan pajak. Kebijakan Pemerintah terhadap output baik berupa subsidi dan pajak dapat diterapkan pada barang ekspor maupun impor. Kebijakan Pemerintah terhadap output dijelaskan dengan menggunakan Transfer Output (TO) dan Koefisien Proteksi Output Nominal (Nominal Protection Coefficient On Output/NPCO). Dampak dari subsidi positif terhadap produsen dan konsumen pada barang impor terdapat pada Gambar 3. .
Gambar 3 Dampak subsidi positif terhadap produsen dan konsumen barang impor Sumber : Monke dan Pearson 1989 Keterangan : Pw : Harga di pasar internasional Pd : Harga di pasar domestik Pp : Harga di tingkat produsen setelah diberlakukan pajak dan subsidi PE : Produsen barang orientasi ekspor PI : Produsen barang substitusi impor CE : Konsumen barang orientasi ekspor CI : Konsumen barang substitusi impor S+ : Subsidi positif S: Subsidi negatif (Pajak) S + PI : Subsidi positif kepada produsen barang substitusi impor S+ PE : Substitusi negatif kepada produsen barang orientasi ekspor S + CI : Subsidi positif kepada konsumen barang substitusi impor S+CE : Subsidi positif kepada konsumen barang orientasi ekspor
21
Gambar 3(a) merupakan gambar subsidi positif untuk produsen barang impor dimana harga yang diterima oleh produsen domestik lebih tinggi dari harga di pasar internasional. Hal ini menyebabkan output produksi dalam negeri meningkat dari Q1 menjadi Q2 sedangkan konsumsi tetap pada Q3. Harga yang diterima konsumen akan tetap sama dengan harga di pasar dunia. Subsidi ini akan menyebabkan jumlah impor turun dari Q3-Q1 menjadi Q3-Q2. Tingkat subsidi per output sebesar (Pp – Pw) pada output Q2, maka transfer total dari Pemerintah kepada produsen sebesar Q2 x (Pp – Pw) atau PpABPw. Subsidi menyebabkan barang yang seharusnya diimpor menjadi diproduksi sendiri dengan biaya korbanan sebesar Q1CAQ2, sedangkan opportunity cost yang diperoleh jika barang tersebut diimpor adalah sebesar Q1CBQ2. Dengan adanya subsidi tersebut, maka akan terjadi kehilangan efisiensi sebesar CAB. Gambar 3(b) menunjukkan subsidi untuk produsen barang ekspor. Adanya subsidi dari Pemerintah menyebabkan harga yang diterima produsen lebih tinggi dari harga yang berlaku di pasar dunia. Harga yang tinggi berakibat pada peningkatan output produksi dalam negeri dari Q3 ke Q4, sedangkan konsumsi menurun dari Q1 ke Q2 sehingga jumlah ekspor meningkat dari Q3 ke Q4. Tingkat subsidi yang diberikan Pemerintah adalah sebesar GABH. Gambar 3(c) menunjukkan subsidi positif untuk konsumen untuk output yang diimpor. Kebijakan subsidi sebesar Pw–Pd kepada konsumen menyebabkan produksi menurun dari Q1 menjadi Q2 sedangkan konsumsi akan meningkat dari Q3 menjadi Q4 karena kebijakan subsidi akan merubah harga dalam negeri menjadi lebih rendah. Subsidi ini akan menyebabkan peningkatan impor dari Q3Q1 menjadi Q4-Q2. Transfer Pemerintah terdiri dari dua bagian, yaitu transfer dari Pemerintah ke konsumen sebesar ABGH dan transfer dari produsen ke konsumen sebesar PwAPd. Dengan demikian akan terjadi kehilangan efisiensi ekonomi pada sisi konsumsi dan produksi. Di sisi produksi, output turun dari Q2 menjadi Q1 menyebabkan hilangnya pendapatan sebesar Q2FAQ1 atau sebesar Pw x (Q2-Q1), sehingga terjadi inefisiensi ekonomi sebesar AFB. Di sisi konsumsi opportunity cost akibat peningkatan konsumsi adalah sebesar Pw x (Q4 – Q3) atau sebesar Q3EGHQ4 dengan kemampuan membayar konsumen sebesar Q3EHQ4 sehingga terjadi inefisiensi sebesar EGH. Dengan demikian total inefisiensi yang terjadi adalah sebesar AFB dan EGH. Gambar 3(d) menunjukkan subsidi untuk barang ekspor, pada grafik tersebut harga dunia (Pw) lebih besar dari harga yang diterima produsen (Pp). Harga yang lebih rendah menyebabkan konsumsi barang ekspor menjadi meningkat dari Q1 menjadi Q2. Perubahan ini akan menyebabkan opportunity cost sebesar Pw x (Q2 –Q1) atau area yang sama dengan kemampuan membayar konsumen yaitu Q1CAQ2, dengan inefisiensi yang terjadi yaitu sebesar CBA. Kebijakan Pemerintah Pada Harga Input Kebijakan terhadap input dapat diterapkan pada input tradable dan input non tradable. Pada kedua input tersebut, kebijakan dapat berupa subsidi positif dan subsidi negatif (pajak). Sedangkan kebijakan hambatan perdagangan tidak diterapkan pada input domestik (non tradable) karena input non tradable diproduksi dan di konsumsi di dalam negeri.
22
1. Kebijakan Input Tradable Kebijakan pada input tradable dapat berupa kebijakan subsidi atau pajak dan kebijakan hambatan perdagangan. Pengaruh subsidi dan pajak pada input tradable dapat ditunjukan pada Gambar 4. berikut ini :
Gambar 4 Pengaruh pajak dan subsidi pada input tradable Sumber: Monke and Pearson, 1989 Keterangan: S+ : Subsidi S: Pajak S – II : Pajak untuk input impor S + II : Subsidi untuk input impor
Pada Gambar 4.a menunjukkan adanya pajak pada input menyebabkan biaya produksi meningkat sehingga pada tingkat harga output yang sama. output domestik turun dari Q1 ke Q2 dan kurva suplai bergeser ke kiri atas. Efisiensi ekonomi yang hilang adalah sebesar ABC, yang merupakan perbedaan antara nilai output yang hilang Q1CA Q2 dengan ongkos produksi dari output Q2BC Q1. Gambar 4.b menggambarkan dampak subsidi input yang menyebabkan harga input lebih rendah dan biaya produksi lebih rendah sehingga kurva suplai bergeser ke kanan bawah dan produksi naik dari Q1 ke Q2. efisiensi ekonomi yang hilang dari produksi adalah sebesar ABC yaitu perbedaan antara biaya produksi yang bertambah dengan meningkatnya output dengan peningkatan nilai input. 2. Kebijakan Input Non Tradable Kebikan yang berlaku pada input non tradable meliputi kebijakan pajak dan subsidi karena input non tradable hanya diproduksi dan dikonsumsi di dalam negeri. Sedangkan kebijakan perdagangan tidak dapat diterapkan pada input non tradable. Ilustrasi mengenai dampak kebijakan subsidi dan pajak yang diterapkan Pemerintah pada input non tradable dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5 Dampak pajak dan subsidi pada input non tradable Sumber : Monke and Pearson, 1989
23
Keterangan : S+ : Subsidi S: Pajak S – N : Pajak untuk barang non tradable S + N : Subsidi untuk barang non tradable Pd : Harga domestik sebelum diberlakukan pajak dan subsidi Pc : Harga konsumen setelah diberlakukan pajak dan subsidi Pp : Harga di tingkat produsen setelah diberlakukan pajak dan subsidi
Pada Gambar 5(a) terlihat dengan adanya pajak (PC - PP) menyebabkan produksi yang dihasilkan turun dari Q1 menjadi Q2. Efisiensi ekonomi dari produsen yang hilang sebesar BCA dan dari konsumen yang hilang sebesar DBA. Pada subsidi positif (Gambar 5(b), adanya subsidi menyebabkan produksi meningkat dari Q1 ke Q2. karena harga yang diterima produsen naik menjadi Pp dan harga yang diterima konsumen turun menjadi PC. Kehilangan efisiensi dapat dilihat dari perbandingan antara peningkatan nilai output dengan meningkatnya ongkos produksi dan meningkatnya keinginan konsumen untuk membayar. Policy Analysis Matrix Menurut Monke dan Pearson (1989), PAM (Policy Analysis Matrix) adalah alat yang digunakan untuk menganalisis pengaruh intervensi Pemerintah dan dampaknya pada sistem komoditas. Sistem komoditas meliputi empat aktivitas yaitu aktivitas usahatani, penyampaian dari usahatani ke pengolah, pengolahan, dan pemasaran. Metode PAM dapat digunakan untuk mengidentifikasi tiga hal, yaitu analisis keuntungan (Privat dan Sosial), analisis daya saing (keunggulan komparatif dan kompetitif), serta analisis dampak kebijakan Pemerintah. Tujuan utama dari metode PAM adalah (1) memberikan informasi dan analisis untuk membantu pengambi kebijakan pertanian. (2) Menghitung tingkat keuntungan sosial, dihasilkan dengan menilai output dan social opportunity cost, (3) Menghitung transfer effect sebagai dampak dari sebuah kebijakan. Dengan membandingkan pendapatan dan biaya untuk selanjutnya akan kita sebut sebagai budget sebelum dan sesudah penerapan kebijakan kita bisa menentukan dampak dari kebijakan tersebut. Matrik PAM terdiri dari tiga baris dan empat kolom, dimana baris pertama adalah perhitungan dengan harga privat atau harga aktual untuk mengestimasi keuntungan privat. Keuntungan privat dihitung berdasarkan selisih antara pendapatan dan biaya berdasarkan harga aktual yang mencerminkan nilai-nilai yang dipengaruhi oleh semua kebijakan dan kegagalan pasar. Keuntungan privat dalam angka absolut atau rasio merupakan indikator keuntungan atau daya saing (keunggulan kompetitif) dari usahatani berdasarkan teknologi. nilai output. biaya input dan transfer kebijakan yang ada. Baris kedua merupakan perhitungan keuntungan ekonomi/sosial berdasarkan harga sosial atau harga bayangan yaitu harga yang menggambarkan nilai ekonomi yang sesungguhnya bagi unsur-unsur biaya dan hasil. dimana efek kebijakan distortif dan kegagalan pasar tidak ada. Baris ketiga merupakan selisih antara baris pertama dan baris kedua yang menggambarkan divergensi. Divergensi akan menggambarkan penyebab perbedaan hasil perhitungan antara perhitungan berdasarkan harga privat dan perhitungan berdasarkan harga sosial. Divergensi dapat disebabkan oleh adanya kegagalan pasar atau kebijakan
24
Pemerintah. Kegagalan pasar terjadi apabila pasar gagal menciptakan suatu competitive outcome dan harga efisiensi. Jenis kegagalan pasar yang umum adalah monopoli, externality dan pasar faktor produksi domestik yang tidak sempurna. Kebijakan Pemerintah adalah intervensi Pemerintah yang meyebabkan harga pasar berbeda dengan harga efesiensinya. Kebijakan Pemerintah yang dapat menyebabkan divergensi antara lain pajak/subsidi, hambatan perdagangan atau regulasi harga. Jika diasumsikan bahwa kegagalan pasar sebagai faktor yang tidak berpengaruh. maka perbedaan tersebut lebih banyak disebabkan adanya kebijakan Pemerintah (Pearson et al. 2005). Kelebihan model PAM ini adalah selain diperoleh koefisien DRCR (Domestic Resource Cost Ratio)dan keuntungan sosial sebagai indikator keunggulan komparatif. Analisis ini juga dapat menghasilkan beberapa indikator lain yang berkait dengan variabel daya saing. seperti PCR (Private Cost Ratio) dan keuntungan privat untuk menilai keunggulan kompetitif, dan indikatorindikator dampak kebijakan pemerintah yang terdiri dari kebijakan input, kebijakan output dan kebijakakan input-output. Adapun indikator-indikator dari kebijakan input adalah Transfer Input (TI), Koefisien Proteksi Input Nominal (NPCI), dan Transfer Faktor (TF). Indikator-indikator dari kebijakan output adalah Transfer Output (TO) dan Koefisien Proteksi Output Nominal (NPCO). Sedangkan indikator-indikator dari kkebijakan input dan output ditunjukkan oleh nilai Transfer Bersih (TB), Koefisien Proteksi Efektif (EPC), Koefisien Keuntungan (PC), dan Rasio Subsisi Produsen (SRP). Dalam Perhitungan pada Tabel PAM menggunakan harga pasar (privat) dan harga sosial. Analisis Sensitivitas Analisis sensitivitas digunakan untuk melihat bagaimana perubahan hasil analisis suatu kegiatan ekonomi, bila ada suatu kesalahan dalam perhitungan biaya atau manfaat. Analisis sensitivitas merupakan suatu teknik analisa untuk menguji perubahan kelayakan suatu kegiatan ekonomi (proyek) secara sistematis, bila terjadi kejadian-kejadian yang berbeda dengan perkiraan yang telah dibuat dalam perencanaan. Menurut Kadariah (1999), analisis sensitivitas dilakukan dengan cara: 1. Mengubah besarnya faktor-faktor yang penting, masing-masing terpisah atau beberapa dalam kombinasi dengan suatu persentase dan menentukan seberapa besar kepekaan hasil perhitungan terhadap perubahan-perubahan tersebut, 2. Menentukan seberapa besar faktor yang berubah sehingga hasil perhitungan membuat proyek tidak dapat diterima. Adapun kelemahan analisis sensitivitas adalah : 1. Analisis sensitivitas tidak digunakan untuk pemilihan proyek, karena merupakan analisis parsial yang hanya mengubah satu parameter pada suatu saat tertentu. 2. Analisis sensitivitas hanya mencatatkan apa yang terjadi jika variabelberubah-ubah dan bukan menentukan layak atau tidaknya suatu proyek.
25
Analisis sensitivitas akan mereduksi kelemahan dari metode analisis PAM tersebut. PAM bersifat statis dan tidakdimungkinkannya dilakukan simulasi untuk melihat pengaruh perubahan dari faktor-faktor penting dalam suatu proyek, kaitannya dengan penelitian ini adalah usahatani. Relevansi Dengan Penelitian Sebelumnya Penelitian-penelitian terdahulu yang telah dilakukan, telah membantu penulis sebagai referensi yang mendukung penelitian. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah terletak pada komoditas, lokasi penelitian, dan tahun penelitian. Penelitian ini menganalisis daya saing dan dampak kebijakan Pemerintah terhadap komoditas teh di PTPN VIII Afdeling Rancabali III dengan menggunakan metode Policy Anaysis Matriks dan analisis sensitivitas dengan mengggunakan metode switching value. Data yang digunakan adalah data pada tahun 2012.
Kerangka Pemikiran Operasional Menurut Kementrian Pertanian (2009), salah satu komoditas perkebunan yang termasuk ke dalam komoditas unggulan nasional adalah teh. Teh adalah salah satu komoditas unggulan perkebunan dari 15 tanaman perkebunan unggulan. Manfaat dari teh ini sendiri sangat baik untuk kesehatan. Tanaman teh merupakan salah satu komoditas pertanian subsektor perkebunan yang diusahakan secara komersial di Indonesia sejak tahun 1800-an. Komoditas teh memiliki peranan yang cukup penting dalam menghasilkan devisa bagi Indonesia sesudah minyak dan gas, melalui ekspor ke luar negeri. Sebagai bahan minuman, teh memiliki nilai lebih dibandingkan dengan minuman lainnya, mengingat teh kaya akan mineral dan vitamin yang diperlukan oleh tubuh. Berbagai manfaat teh untuk kesehatan juga telah diakui oleh pakar gizi. Indonesia merupakan negara yang potensial dalam pengembangan komoditas teh. Hal ini dapat dilihat dari tiga hal, yaitu : (1) Indonesia sebagai salah satu negara pengekspor teh ketujuh di dunia dengan pangsa pasar 2.49 persen (ITCP 2011). (2) Potensi iklim dan sumberdaya yang mendukung adanya pengembangan komoditas teh. Hal ini merupakan suatu gambaran bahwa pengembangan komoditas teh memiliki prospek yang cerah untuk dikembangkan. Namun dalam pengembangannya, kondisi pertehan mengalami masalah-masalah atau kendala-kendala seperti penurunan luas areal perkebunan teh yang dikarenakan konversi lahan (petani banyak yang beralih menamam sayur-sayuran dan buah) sehingga menyebabkan produktivitas teh menurun. Banyak faktor yang membuat produktivitas teh menurun, salah satunya adalah tanaman teh di Indonesia rata-rata sudah tua. Penurunan produksi teh juga akan berdampak pada penurunan volume ekspor teh ke luar negeri. Kondisi pertehan Indonesia yang dinilai berkualitas rendah yang berasal dari perkebunan rakyat karena tidak melewati teknologi pengolahan, sedangkan di sisi lain teh yang berkualitas mampu dihasilkan oleh perkebunan negara. Selain itu produktivitas teh pada perkebunan negara lebih tinggi jika dibandingkan dengan perkebunan rakyat dan swasta.
26
PT. Perkebunan Nusantara VIII Afdeling Rancabali III adalah salah dari 44 unit kebun PT. Perkebunan Nusantara VIII yang memproduksi teh hitam orthodoks yang berkualitas karena sudah memiliki Standar Nasional Indonesia (SNI), standar internasional (ISO 9001: 2001), dan standar keamanan pangan. Di sisi lain, karena teh merupakan komoditas berorientasi ekspor maka dalam perdagangannya tidak terlepas dari kebijakan Pemerintah. Kebijakan Pemerintah tersebut dapat berupa kebijakan input, output dan input-output. Oleh karena itu, perlu dikaji mengenai daya saing komoditas teh di PT. Perkebunan Nusantara VIII Afdeling Rancabali III, dan dampak kebijakan Pemerintah terhadap daya saing teh di PT. Perkebunan Nusantara VIII Afdeling Rancabali III . Penelitian ini ingin menganalisis daya saing komoditas teh dan dampak kebijakan Pemerintah terhadap komoditas teh di PT. Perkebunan Nusantara VIII Afdeling Rancabali III dengan menggunakan alat analisis Policy Analysis Matrix (PAM). Kelebihan PAM ini selain digunakan untuk menganalisis daya saing baik dari segi keunggulan komparatif maupun keunggulan kompetitif juga dapat melihat bagaimana dampak kebijakan Pemerintah terhadap komoditas teh di PT. Perkebunan Nusantara VIII Afdeling Rancabali III. Metode PAM digunakan untuk menganalisis daya saing sekaligus digunakan untuk menganalisis penerapan kebijakan Pemerintah pada harga output, kebijakan pada harga input, dan kebijakan harga input-output. Tahap pertama dalam analisis PAM ini yaitu menganalisis daya saing teh hitam orthodoks di PT. Perkebunan Nusantara VIII Afdeling Rancabali III. Analisis usahatani digunakan untuk sebagai dasar dalam melakukan Analisis Policy Analysis Matrix (PAM) untuk menganalisis daya saing. Melalui hasil PAM tersebut dapat diketahui daya saing yang tercermin dalam nilai keunggulan komparatif dan kompetitif teh hitam orthodoks di PT.Perkebunan Nusantara VIII Afdeling Rancabali III. Indikator-indikator untuk melihat keunggulan kompetitif tercermin dari nilai Keuntungan Privat (KP) dan Rasio Biaya Privat (PCR) sedangkan indikator untuk melihat keunggulan komparatif yaitui Keuntungan Sosial (KS) dan Rasio Biaya Sumberdaya Domestik (DRC). Tahap selanjutnya adalah menganalisis dampak kebijakan Pemerintah terhadap teh hitam orthodoks di PT. Perkebunan Nusantara VIII Afdeling Rancabali III. Kebijakan Pemerintah ini terkait kebijakan dalam input, kebijakan output dan kebijakan input dan output. Adapun indikator-indikator dari kebijakan input adalah Transfer Input (TI), Koefisien Proteksi Input Nominal (NPCI), dan Transfer Faktor (TF). Indikator-indikator dari kebijakan output adalah Transfer Output (TO) dan Koefisien Proteksi Output Nominal (NPCO). Sedangkan indikator-indikator dari kkebijakan input dan output ditunjukkan oleh nilai Transfer Bersih (TB), Koefisien Proteksi Efektif (EPC), Koefisien Keuntungan (PC), dan Rasio Subsisi Produsen (SRP). Setelah melakukan kedua analisis tersebut, tahap selanjutnya yang dapat dilakukan adalah melakukan analisis sensitivitas dengan metode switching value untuk melihat pada sampai kondisi mana teh hitam orthodoks tidak memiliki daya saing. Skenario-skenario yang dipakai dalam analisis sensitivitas adalah (1) jika harga jual teh hitam orthodoks turun sampai usahatani teh hitam orthodoks tidak memiliki daya saing, (2) jika harga pupuk anorganik naik sampai usahatani teh hitam orthodoks tidak memiliki daya saing, (3) jika jumlah produksi turun sampai usahatani teh hitam orthodoks tidak memiliki daya saing. Analisis sensitivitas
27
perlu dilakukan karena metode PAM hanya memberlakukan satu harga sedangkan harga yang terjadi sangat bervariasi. Tahap terakhir, setelah diperoleh kesimpulan dari hasil analisis adalah memberikan saran rekomendasi pada produsen teh dan Pemerintah. Secara lengkap kerangka penelitian operasional analisis daya saing dan dampak kebijakan Pemerintah terhadap komoditas teh di PT. Perkebunan Nusantara VIII Afdeling Rancabali III dapat diihat pada Gambar 6 dibawah ini : 1.plo; Indonesia merupakan negara produsen teh ketujuh dunia 2. Kondisi iklim dan potensi sumberdaya yang mendukung
Komoditas Teh
1. Penurunan luas areal perkebunan 2. Peningkatan harga input (pupuk dan obat-obatan)
PTPN VIII Rancabali Afd.Rancabali III
Policy Analysis Matrix (PAM)
Analisis Daya Saing Komoditas Teh
Analisis Keunggulan Komparatif : 1. Keuntungan Sosial 2. Rasio Sumber Daya Domestik (DRC)
Analisis Dampak Kebijakan Pemerintah
Analisis Keunggulan Kompetitif : 1. Keuntungan Privat 2. Rasio Biaya Privat (PCR)
1. Kebijakan Output: TO, NPCO 2. Kebijakan Input: TI, NPCI, TF 3. 3. Kebijakan Input Output: EPC, TB, PC, SRP
Analisis Sensitivitas dengan metode switching value Saran Rekomendasi Kebijakan Gambar 6 Kerangka pemikiran operasional
4 METODE Lokasi dan Waktu Penelitian Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara purposive (sengaja) yaitu di PT. Perkebunan Nusantara VIII Rancabali Afdeling Rancabali III dengan pertimbangan bahwa produksi teh terbesar di Indonesia berasal dari perkebunan
28
milik negara, dan PTPN VIII Rancabali ini merupakan salah satu unit perkebunan besar negara yang telah cukup lama berkecimpung dalam produksi dan pengolahan teh hitam orthodoks dan CTC dengan kualitas teh yang baik dan sudah berorientasi ekspor. Selain itu, PTPN VIII Kebun Rancabali merupakan kebun ketiga terbesar yang dimiliki oleh PTPN VIII dan sudah menerapkan ISO 9001:2000. PT. Perkebunan Nusantara VIII Kebun Rancabali merupakan perkebunan teh yang memiliki luas lahan perkebunan terbesar dari seluruh unit kebun PT. Perkebunan Nusantara VIII5. Afdeling Rancabali III merupakan Afdeling dengan produktivitas terbesar dari seluruh Afdeling yang ada di PTPN VIII Rancabali (PTPN VIII Rancabali 2013). Pengumpulan data terkait dengan penelitian dilakukan pada bulan Juli sampai dengan Agustus 2013.
Metode Pengambilan Responden Penentuan responden dilakukan secara purposive (sengaja) yaitu key person di PT. Perkebunan Nuantara VIII Rancabali Afdeling Rancabali III dan key person di kantor pusat PT. Perkebunan Nusantara VIII Bandung. Pertimbangan tersebut adalah orang tersebut dianggap paling tahu tentang informasi yang diharapkan atau orang tersebut adalah orang yang berpengaruh sehingga memudahkan peneliti menjelajahi dan menggali informasi dari obyek yang dibutuhkan (Sugiyono 2006). Adapun responden yang dituju adalah Administratur PT.Perkebunan Nusantara VIII Rancabali, Kepala bagian tanaman, Kepala bagian pengolahan, Kepala Afdeling Rancabali III, Mandor, Ahli budidaya teh, dan lembaga-lembaga terkait penelitian.
Jenis dan Sumber Data Penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui observasi dan wawancara dengan tujuh narasumber yaitu Administratur PT. Perkebunan Nusantara VIII Rancabali, staff pemasaran, Kepala bagian tanaman, Kepala bagian pengolahan, Kepala Afdeling Rancabali III, JTU Tanaman, mandor, ahli budidaya teh, dan lembaga-lembaga terkait penelitian, dan pakar-pakar di bidang teh. Data sekunder merupakan data yang diperoleh dari instansi atau lembaga yang terkait dengan penelitian antara lain Dinas Pertanian, Direktorat Jenderal Perkebunan, Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Bandung, Badan Pusat Statistik, Kantor Pemasaran Bersama PT.Perkebunan Nusantara, PT.Perkebunan Nusantara VIII, Dewan Teh Indonesia, International Tea Committee, United Nations Commodity Trade Statistics Database (COMTRADE), dan lembaga-lembaga terkait (stake holder) dalam bidang komoditi teh, serta informasi-informasi yang relevan dengan penelitian yang diperoleh dari studi buku-buku literatur, media massa, maupun media elektronik. Secara lengkap data-data yang dibutuhkan dalam penelitian ini dijelaskan pada Tabel 8.
5
Hasil wawancara dengan Administratur PT.Perkebunan Nusantara VIII Kebun Rancabali. 2013.
29
Tabel 8. Sumber data dan jenis data Sumber Data Data primer
Data sekunder
Penjelasan 1. Data usahatani perkebunan teh 2. Data harga input tradable dan non tradable usahatani perkebunan teh 3. Data harga output usahatani perkebunan teh 4. Data produksi dan struktur biaya produksi teh 5. Data biaya pengangkutan dan transportasi 6. Lain-Lain 1. Data kebijakan Pemerintah terkait pengusahaan perkebunan teh 2. Data f.o.b (mengingat teh merupakan komoditas ekspor) 3. Data harga ekspor teh di pasar internasional dan pasar domestik 4. Data kurs Rupiah dan nilai tukar 6. Lain-Lain
Metode Analisis Data Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dan metode kuantitatif. Metode kualitatif digunakan untuk mendeksripsikan gambaran umum lokasi penelitian. Sedangkan metode kuantitatif yang digunakan untuk menganalisis daya saing teh dan dampak kebijakan Pemerintah yaitu analisis Policy Analysis Matrix dan analisis sensitivitas. 1. Policy Analysis Matrix Langkah-langkah yang dilakukan dalam analisis data penelitian terdiri atas beberapa tahap. Tahap pertama adalah penentuan input dan output usaha perkebunan teh. Tahap kedua adalah pengidentifikasian input kedalam komponen input tradable yaitu input yang diperdagangkan dipasar internasional baik diekspor maupun diimpor dan identifikasi input non tradable yaitu input yang dihasilkan dipasar domestik dan tidak diperdagangkan secara internasional. Ketiga, penentuan harga privat dan harga bayangan input dan output. kemudian tabulasi dan analisis indikator-indikator yang dihasilkan tabel PAM. Data yang diperoleh diolah menggunakan perangkat lunak Microsoft Excel. Tahapan penyusunan tabel PAM adalah sebagai berikut : 1. Penentuan input dan output usaha perkebunan teh. 2. Metode pengalokasian komponen biaya domestik dan asing. penelitian ini menggunakan pendekatan total dalam mengalokasikan biaya input tradable dan non tradable. 3. Penentuan harga bayangan input dan output. Harga bayangan yang sebenarnya akan terjadi dalam perekonomian jika pasar dalam keadaan persaingan sempurna dan dalam kondisi keseimbangan (Gittinger 1986). a. Harga bayangan output, harga perbatasan untuk output yang diekspor kemudian dikonversi kedalam nilai rupiah bayangan dan dikurangi biaya tataniaga.
30
b. Harga bayangan input, sama dengan harga finansialnya. Penentuan harga bayangan dengan mengeluarkan distorsi akibat kebijakan Pemerintah atau akibat kegagalan pasar. Dalam penelitian ini untuk menentukan harga sosial komoditas yang diperdagangkan didekati dengan harga batas (border price). Untuk komoditas yang selama ini diekspor digunakan harga f.o.b (free on board) dan untuk komoditas yang diimpor digunakan harga c.i.f (cost insurance freight). Untuk harga f.o.b, karena merupakan harga batas di pelabuhan ekspor perlu dikurangi biaya transport dan handling dari pedagang besar ke pelabuhan Tanjung Priok. Sementara itu untuk harga c.i.f. karena merupakan harga batas di pelabuhan impor, maka perlu ditambah biaya transport dan handling dari pelabuhan Tanjung Priok ke lokasi penelitian. 4. Tabulasi dan analisis indikator matrik kebijakan Adapun asumsi yang digunakan dalam analisis PAM ini adalah : 1. Harga pasar adalah harga yang benar-benar diterima petani yang didalamnya terdapat kebijakan Pemerintah (distorsi pasar). 2. Harga bayangan adalah harga pada kondisi pasar persaingan sempurna yang mewakili biaya imbangan sosial yang sesungguhnya. Pada komoditi tradable, harga bayangan adalah harga yang terjadi di pasar dunia (internasional). 3. Output bersifat tradable sedangkan input dapat dipisahkan berdasarkan faktor asing (tradable) dan faktor domestik (non tradable). 4. Eksternalitas dianggap sama dengan nol Secara lengkap matrik analisis kebijakan (PAM) dapat dilihat pada Tabel 9: Tabel 9 Matriks analisis kebijakan (PAM) Biaya Pendapatan Harga Privat Harga Sosial Efek Divergensi
A E I
Sumber : Monke and Pearson, 1989 Keterangan : A : Penerimaan privat B : Biaya input tradable privat C : Biaya input non tradable privat D : Keuntungan privat E : Penerimaan sosial F : Biaya input tradable sosial
Input tradable B F J
Faktor Domestik C G K
Keuntungan D H L
G : Biaya input non tradable sosial H : Keuntungan sosial I : Transfer output J : Transfer input tradable K : Transfer faktor L : Laba bersih
Penjelasan : 1. Penentuan Input dan Output Usahatani Perkebunan Teh Input yang digunakan adalah pupuk anorganik (NPK Mutiara, NPK Majemuk, Pupuk TSP, Pupuk KCl pupuk daun cair), pupuk organik bokashi, obat-obatan (herbisida, fungisida, insektisida), ZPT, BBM untuk pengangkutan, bibit, peralatan kebun dan peralatan pengolahan, modal investasi, dan tenaga kerja. Sedangkan output yang dihasilkan adalah teh hitam kering orthodoks.
31
2. Metode Alokasi Komponen Biaya Asing dan Domestik Menurut Monke dan Pearson (1989), terdapat dua pendekatan mengalokasikan biaya domestik dan asing yaitu pendekatan langsung (direct approach) dan pendekatan total (total approach). Pendekatan langsung mengasumsikan seluruh biaya input yang dapat diperdagangkan (tradable) baik impor maupun produksi dalam negeri dinilai sebagai komponen biaya asing dan dapat dipergunakan apabila tambahan permintaan input tradable tersebut dapat dipenuhi dari perdagangan internasional. Dengan kata lain. input non tradable yang sumbernya dari pasar domestik ditetapkan sebagai komponen domestik dan input asing yang dipergunakan dalam proses produksi barang non tradable tetap dihitung sebagai komponen biaya asing. Sementara pada pendekatan total. setiap biaya input tradable dibagi ke dalam komponen biaya domestik dan asing, dan penambahan input tradable dapat dipenuhi dari produksi domestik jika input tersebut memiliki kemungkinan untuk diproduksi di dalam negeri. Dengan demikian, pendekatan total lebih tepat digunakan apabila produsen lokal dilindungi, sehingga tambahan input didatangkan dari produsen lokal atau pasar domestik. Biaya produksi adalah seluruh biaya yang dikeluarkan secara tunai maupun yang diperhitungkan untuk menghasilkan komoditas akhir yang siap dipasarkan atau dikonsumsi. Biaya domestik dapat didefinisikan sebagai nilai input yang digunakan dalam suatu proses produksi. Penentuan alokasi biaya produksi ke dalam komponen asing (tradable) dan domestik (non tradable) didasarkan atas jenis input, penentuan biaya input tradable dan non tradable dalam biaya total input. Secara lengkap Alokasi komponen biaya produksi ke dalam komponen domestik dan asing dapat dilihat pada Lampiran 1. Alokasi biaya komponen dan asing pada usahatani teh hitam orthodoks (Lampiran 1) menunjukkan bahwa yang termasuk ke dalam 100 persen input domestik adalah Bibit, BBM untuk pengangkutan, pupuk organik, peralatan perkebunan dan pengolahan, tenaga kerja, bahan pengepakan, total biaya pengolahan, dan modal. Selanjutnya, pupuk anorganik (NPK Mutiara, NPK Majemuk, TSP,KCl, ZPT, pupuk daun New Top), Fungisida, herbisida, Insektisida dimasukkan ke dalam komponen domestik 64 persen dan 36 persen asing. Hal ini karena hampir sebagian besar komponennya dari domestik. 3. Metode Penentuan Harga Bayangan Harga bayangan adalah sebagian harga yang terjadi dalam perekonomian pada keadaan persaingan sempurna dan kondisinya dalam keadaan keseimbangan (Gittinger 1986). Kondisi biaya imbangan sama dengan harga pasar sulit ditemukan, maka untuk memperoleh nilai yang mendekati biaya imbangan atau harga sosial perlu dilakukan penyesuaian terhadap harga pasar yang berlaku. Alasan penggunaan harga bayangan adalah sebagai berikut : a. Harga bayangan tidak mencerminkan korbanan yang dikeluarkan jika sumberdaya tersebut dipakai untuk kegiatan lain. b. Harga yang berlaku dipasar tidak menunjukan apa yang sebenarnya diperoleh masyarakat melalui suatu produksi dari aktivitas tersebut. 3.1. Harga Bayangan Output Pendekatan untuk harga bayangan output teh ditentukan berdasarkan harga perbatasan (border price) yaitu harga f.o.b (Free on Board) karena komoditas teh merupakan komoditas yang berorientasi untuk kegiatan ekspor.
32
Harga f.o.b adalah harga ekspor di negara pengekspor. Pendekatan harga bayangan output di tingkat produsen untuk orientasi pasar ekspor menggunakan export parity price (Pearce and Nash 1981) yaitu dengan mengurangkan harga f.o.b dalam rupiah dengan biaya-biaya transportasi, bongkar muat, pemasaran, pengepakan, dan sortasi. Harga bayangan teh diperoleh dengan mengurangkan harga f.o.b dalam rupiah dengan biaya transpotasi, bongkar muat, pengepakan, dan asuransi. Adapun harga f.o.b untuk teh adalah US$ 2.00 per kilogram, kemudian dikonversi dengan nilai tukar bayangan (SER) yaitu Rp9 566.85 per US Dollar. Hasil yang diperoleh selanjutnya dikurangi biaya-biaya tataniaga teh dari pelabuhan ke lokasi perkebunan, biaya penanganan,dan biaya asuransi. Oleh karena itu, hasil akhir harga bayangan untuk output yaitu Rp18 816 per kilogram. 3.2. Harga Bayangan Input Pada prinsipnya dalam menentukan harga sosial atau bayangan input dan peralatan yang termasuk komoditas tradable, tidak berbeda dengan menentukan harga sosial output. Harga sosial ditentukan berdasarkan harga border price yaitu f.o.b. Sedangkan untuk input non tradable digunakan harga pasar domestik. 1. Harga Bayangan Bibit Harga bayangan bibit tanaman teh dalam penelitian ini diasumsikan sama dengan harga pasarnya. Hal ini dikarenakan pertimbangan bahwa tidak ada kebijakan Pemerintah yang mengintervensi produksi dan perdagangan bibit tanaman tersebut secara langsung sehingga distorsi pasar yang terjadi sangat kecil dan mendekati pasar persaingan sempurna. Bibit yang digunakan adalah bibit tanaman teh dengan harga Rp700 per pohon, bibit tanaman pelindung sementara dengan harga Rp1 050 per pohon, dan harga bibit tanaman pelindung tetap adalah Rp50 000 per pohon. 2. Harga Bayangan Pupuk Anorganik. Beberapa jenis pupuk anorganik yang digunakan dalam usahatani teh hitam orthodoks di lokasi penelitian antara lain pupuk NPK mutiara, NPK Majemuk, Pupuk TSP, KCl, dan pupuk daun (cair). Penentuan harga bayangan pupuk anorganik dan obat-obatan sebagai komponen input pada komoditas tradable menggunakan pengaruh kebijakan bea masuk 5 persen dan PPN 10 persen karena keterbatasan informasi yang sulit diakses peneliti sehingga harga bayangannya diperoleh dari pengurangan harga privat dengan pajak bea masuk 5 persen dan PPN 10 persen. Berdasarkan hasil perhitungan diketahui bahwa harga bayangan pupuk NPK Mutiara sebesar Rp7 674 per kilogram, NPK Majemuk sebesar Rp5 601 per kilogram, Pupuk TSP sebesar Rp6 626 per kilogram, pupuk KCl sebesar Rp6 419 per kilogram, dan pupuk daun cair (New Top) yaitu sebesar Rp8 550 per Kilogram. 3. Harga bayangan Pupuk Organik Pupuk organik yang digunakan di Afdeling Rancabali III adalah Pupuk Bokashi/Boka Plus. Harga bayangan pupuk organik pada penelitian ini adalah sama dengan harga pasarnya dengan asumsi tidak ada kebijakan Pemerintah yang mengintervensi secara langsung. Sehingga distorsi pasar yang terjadi amat kecil atau mendekati persaingan sempurna. Jadi harga bayangan pupuk organik Bokashi adalah sebesar Rp1 964 per kilogram.
33
4. Harga Bayangan Obat-Obatan Pestisida yang umum digunakan dalam budidaya teh hitam orthodoks di lokasi penelitian adalah Dhitane, Rootone F, insektisida bibit, Winder, Champion, Best Up, dan Nordox. Border price untuk pestisida hanya mencakup harga bahanbahan baku untuk pembuatan produk tersebut. Namun, karena besarnya penggunaan bahan-bahan baku serta tingkat konversinya terhadap produk pestisida tersebut tidak diketahui secara pasti menyebabkan penentuan harga bayangan fungisida didasarkan pada harga rata-rata aktual di lokasi penelitian dikurangi dengan bea masuk (pajak impor) produk pertanian sebesar 5 persen dan PPN sebesar 10 persen (Saptana 2009). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Saptana et al. (2004), harga bayangan herbisida cair dan insektisida didekati dengan harga aktual di lokasi penelitian kemudian dikurangi dengan tarif impor sebesar 10 persen dan pajak pertambahan nilai sebesar 10 persen. Berdasarkan hasil perhitungan diketahui bahwa harga bayangan pestisida Dithane di lokasi penelitian adalah Rp63 707 per kilogram, lalu Rootone F seharga Rp 306 415 per liter, Insektisida bibit yaitu Rp71 080 per kilogram, Best Up sebesar Rp23 202, Winder seharga Rp573 492, kemudian Champion seharga Rp115 540.43 dan untuk Nordox seharga Rp160 135 per liter. 5. Harga Bayangan Peralatan Kebun dan Pengolahan Peralatan kebun yang digunakan di perkebunan Afdeling Rancabali III adalah plastik, bambu, bilik, hand sprayer, pisau stek, gunting pucuk, cangkul, gunting pangkas, dan gergaji pangkas. Adapun peralatan pengolahan yang digunakan adalah sapu lidi, drum/gentong, baskom, dan tampah. Harga bayangan peralatan kebun dan pengolahan sama dengan harga privat peralatan kebun dan pengolahan. Hal ini dikarenakan perlengkapan kebun dan pengolahan tersebut tidak diperdagangkan di pasar internasional dan peralatan tersebut berada pada pasar bersaing sempurna (Hermayanti 2013). Selengkapnya harga sosial/bayangan peralatan kebun dan pengolahan dapat dilihat pada Lampiran 2. 6. Harga Bayangan Tenaga Kerja Tingkat upah dalam pasar persaingan sempurna mencerminkan nilai produktivitas marginal tenaga kerja sehingga besarnya upah yang terjadi dapat dipakai sebagai harga upah bayangan tenaga kerja. Namun kondisi ini sulit ditemukan di negara maju apalagi di negara-negara berkembang. Sehingga, harga bayangan upah tenaga kerja yang digunakan adalah menggunakan asumsi serupa seperti yang dilakukan oleh Purmiyanti (2008) yang menganalisis produksi dan dayasaing bawang merah. Asumsinya adalah harga sosial upah tenaga kerja yaitu disesuaikan dengan tingkat pengangguran di lokasi penelitian. Rata-rata pengangguran di lokasi penelitian adalah sebesar 10.38 persen (BPS Kabupaten Bandung 2012). Jadi, harga bayangan upah tenaga kerja adalah 89.62 persen dari upah tenaga kerja yang sesungguhnya (privat). Upah tenaga kerja di lokasi penelitian adalah sebesar Rp31 430 sesuai dengan tingkat Upah Minimum Regional (UMR) yang berlaku. Oleh karena itu harga bayangan upah tenaga kerjanya adalah Rp28 186 per HOK. 7. Harga Bayangan Nilai Tukar Penetapan nilai tukar rupiah didasarkan atas perkembangan nilai tukar mata uang asing yang menjadi acuan (US Dollar). Penentuan harga bayangan nilai tukar digunakan formula yang dirumuskan oleh Squire Van de Tak (1975) yang
34
diacu dalam Gittinger (1986), bahwa penentuan harga bayangan nilai tukar mata uang ditentukan dengan menggunakan rumus berikut :
Dimana. SER : (Shadow Exchange Rate) Nilai tukar bayangan tahun t (Rp/$ US) OER : Nilai Tukar Resmi (Rp/US$) SCFt : (Standart coversion factor) Faktor konversi standar tahun t
Nilai faktor konversi standar yang merupakan rasio dari nilai impor dan eskpor ditambah pajaknya dapat ditentukan sebagai berikut :
Dimana. SERt SCFt OERt Xt Mt TMt TXt
: (Shadow Exchange Rate) Nilai tukar bayangan tahun t (Rp/$ US) : (Standart coversion factor) Faktor konversi standar tahun t : (Official Exchange Rate) Nilai tukar resmi : Nilai ekspor Indonesia tahun t (Rp) : Nilai impor Indonesia tahun t (Rp) : Pajak impor dan bea masuk tahun t (Rp) : Pajak ekspor dan bea keluar tahun t (Rp)
Adapun nilai ekspor Indonesia untuk tahun 2012 (Xt) adalah sebesar Rp1 884 000 417 888 900, nilai impor Indonesia tahun 2012 (Mt) sebesar Rp1 900 449 504 824 770, penerimaan Pemerintah dari pajak ekspor (Txt) untuk tahun 2012 sebesar Rp24 738 000 000 000 dan penerimaan Pemerintah dari pajak impor untuk tahun 2010 adalah sebesar Rp23 206 000 000 000 (Bank Indonesia 2013). Nilai tukar resmi rata-rata mata uang Rupiah terhadap US Dollar pada tahun 2012 adalah sebesar Rp9 570.73. Berdasarkan data tersebut dan perhitungan dengan metode Squire Van de Tak, maka dapat diketahui nilai tukar bayangan mata uang Rupiah terhadap US Dollar (SER) adalah sebesar Rp9 566.85. 8. Harga Bayangan Pengangkutan dan BBM Biaya pengangkutan hasil panen pucuk teh orthodoks dari kebun ke pabrik disesuaikan dengan harga privat ditingkat petani karena tidak ada distorsi pasar. Biaya pengangkutan pucuk sebesar Rp269 per kg. Selanjutnya harga bayangan BBM didasarkan pada harga privatnya, Jadi harga bayangan BBM di lokasi penelitian adalah Rp7 87 per liter. 4. Analisis Indikator Matriks Kebijakan A. Analisis keuntungan 1. Keuntungan Privat (D) = A – B – C Keuntungan privat menunjukkan selisih antara penerimaan dengan seluruh biaya yang dikeluarkan yang dihitung dengan menggunakan harga pasar. Nilai keuntungan privat yang lebih besar dari nol berarti secara finansial komoditi tersebut layak untuk diusahakan. Demikian sebaliknya, jika nilai keuntungan
35
privat kurang dari nol maka kegiatan usaha tersebut tidak menguntungkan pada kondisi adanya intervensi Pemerintah. 2. Keuntungan sosial (H) = E – F – G Keuntungan sosial merupakan selisih antara penerimaan dengan seluruh biaya yang dikeluarkan yang dihitung dengan menggunakan harga bayangan. Apabila nilai keuntungan sosial lebih besar dari nol berarti pada kondisi pasar persaingan sempurna. aktifitas pengusahaan komoditi tersebut menguntungkan secara ekonomi. B. Analisis Keunggulan Kompetitif dan Komparatif 1. PCR = C = Biaya Input Non Tradable Privat A–B Penerimaan Privat – Biaya Input Tradable privat Rasio biaya privat merupakan rasio antara biaya input domestik privat dengan selisih antara penerimaan privat dengan biaya input tradable privat. Jika nilai Private Cost Ratio (PCR) lebih kecil dari satu berarti aktifitas pengusahaan komoditi tersebut efisien secara finansial atau memiliki keunggulan kompetitif pada kondisi terdapat intervensi Pemerintah. Berlaku sebaliknya jika nilai PCR lebih besar dari satu. 2. DRC = G = Biaya Input Non Tradable Sosial E – F Penerimaan Sosial – Biaya Input Tradable Sosial Apabila nilai Domestik Resource Cost (DRC) lebih kecil dari satu, maka kegiatan pengusahaan suatu komoditi dikatakan efisien pada kondisi tanpa ada kebijakan Pemerintah atau dapat juga dikatakan memiliki keunggulan komparatif. Demikian sebaliknya apabila hasil perhitungan DRC lebih besar dari satu. C. Analisis Dampak Kebijakan 1. Kebijakan output a. Transfer Output (I) = A – E Transfer output merupakan selisih antara nilai penerimaan berdasarkan harga finansial dan penerimaan berdasarkan harga sosial. Nilai transfer output positif mencerminkan besarnya transfer dari masyarakat ke produsen karena masyarakat membeli output dengan harga di atas harga yang seharusnya. Sedangkan nilai transfer output negatif menunjukkan bahwa kebijakan yang berlaku mengakibatkan harga output yang diterima produsen lebih rendah dari harga seharusnya. b. Koefisien Proteksi Output Nominal (NPCO) = A = Penerimaan Privat E Penerimaan Sosial Koefisien proteksi output nominal merupakan rasio antara penerimaan berdasarkan harga finansial dan penerimaan berdasarkan harga sosial. Apabila nilai NPCO lebih besar dari satu berarti kebijakan Pemerintah mengakibatkan harga output di pasar lokal lebih tinggi dibandingkan harga di pasar dunia 2. Kebijakan Input a. Transfer Input (J) = B – F Transfer input merupakan selisih antara biaya berdasarkan harga finansial dan biaya berdasarkan harga sosial. Nilai transfer input menunjukkan adanya kebijakan Pemerintah pada input tradable. Nilai transfer input positif mencerminkan bahwa produsen harus membayar inputnya lebih mahal. Apabila nilai transfer input negatif berarti bahwa produsen tidak perlu membayar secara penuh korbanan sosial yang seharusnya dibayarkan.
36
b. Koefisien Proteksi Input Nominal (NPCI) = B = Biaya Input tradable Privat F Biaya Input tradable Sosial Koefisien proteksi input nominal merupakan rasio antara biaya input tradable berdasarkan harga finansial dan biaya input tradable berdasarkan harga sosial. Nilai NPCI yang lebih besar dari satu menunjukkan adanya proteksi dari Pemerintah terhadap produsen input sehingga sektor yang menggunakan input tersebut terpaksa dirugikan dengan tingginya biaya produksi. c. Transfer Faktor (K) = C – G Transfer faktor merupakan indikator yang digunakan untuk menganalisis dampak kebijakan Pemerintah terhadap input non tradable. Apabila transfer faktor bernilai positif berarti terdapat kebijakan Pemerintah yang sifatnya melindungi produsen input domestik. Nilai transfer faktor diperoleh dari selisih antara biaya input non tradable privat dengan biaya input non tradable sosial. 3. Kebijakan Input-Output a. Transfer Bersih = D – H Transfer bersih merupakan selisish antara keuntungan bersih yang benarbenar diterima produsen dengan keuntungan bersih sosialnya. Nilai TI menunjukkan adanya kebijakan Pemerintah pada input tradable misalnya bibit, pupuk, pestisida, fungisida, dan lainnya. Nilai TI yang positif atau lebih dari nol (TI>0) menunjukkan harga sosial input asing lebih rendah. Akibatnya produsen harus membayar inputnya lebih mahal. Dengan kata lain, keuntungan yang diterima lebih kecil dibandingkan tanpa adanya kebijakan. Nilai TI negatif (TI<0) menunjukkan adanya subsidi Pemerintah terhadap input asing sehingga produsen tidak membayar secara penuh korbanan sosial yang seharusnya dibayarkan. Subsidi yang diberikan Pemerintah menyebabkan keuntungan yang diterima secara privat lebih besar dibandingkan tanpa adanya kebijakan. b. Koefisien Proteksi Efektif (EPC) EPC = A – B = Penerimaan Privat – Biaya Input Tradable Privat E – F Penerimaan Sosial – Biaya Input Tradable Sosial Koefisien proteksi efektif merupakan indikator dari dampak keseluruhan kebijakan input dan output terhadap sistem produksi teh hitam orthodoks dalam negeri. Nilai EPC menggambarkan sejauh mana kebijakan Pemerintah bersifat melindungi atau menghambat produksi domestik secara efektif. Nilai EPC lebih besar dari satu (EPC>1) menunjukkan tingginya proteksi Pemerintah dalam sistem produksi teh hitam orthodoks. c. Koefisien Keuntungan = PC = D = Keuntungan Privat H Keuntungan Sosial Apabila nilai koefisien keuntungan lebih besar dari satu. maka berarti secara keseluruhan kebijakan Pemerintah memberikan insentif kepada produsen. Sebaliknya apabila nilai koefisien keuntungan lebih kecil dari satu, berarti kebijakan Pemerintah mengakibatkan keuntungan yang diterima produsen lebih kecil dibandingkan tidak ada intervensi Pemerintah. d. Rasio Subsidi bagi Podusen (SRP) SRP = L = Transfer Bersih H Keuntungan Sosial Rasio subsidi produsen menunjukkan proporsi penerimaan pada harga sosial produsen yang dapat menutupi subsidi dan pajak sehingga melalui SRP dapat memungkinkan membuat perbandingan tentang besarnya subsidi perekonomian bagi suatu pengusahaan komoditas. Nilai SRP yang negatif
37
menunjukkan kebijakan pemerintah yang berlaku selama ini menyebabkan produsen mengeluarkan biaya produsen lebih kecil dari biaya imbangan untuk berproduksi. Sebaliknya, nilai SRP yang positif menunjukkan kebijakan pemerintah yang berlaku selama ini menyebabkan produsen mengeluarkan biaya produsen lebih besar dari biaya imbangan untuk berproduksi. 2. Analisis Sensitivitas Analisis sensitivitas dilakukan untuk mengetahui bagaimana pengaruh dari perubahan harga obat-obatan, pupuk anorganik, peningkatan dan penurunan produksi terhadap daya saing komoditas teh hitam orthodoks di PTPN VIII Rancabali Afdeling Rancabali III. Simulasi kebijakan dilakukan berdasarkan perubahan harga-harga input, harga jual output dan jumlah output yang berpengaruh terhadap daya saing teh hitam orthodoks di PTPN VIII Rancabali Afdeling Rancabali III. Dalam penelitian ini, analisis sensitivitas yang digunakan untuk menyimulasikan kebijakan yang dilakukan dengan mengubah suatu variabel yang dianggap berpengaruh. Skenario-skenario tersebut adalah (1) jika harga jual teh hitam orthodoks turun sampai usahatani teh hitam orthodoks tidak memiliki daya saing, (2) jika harga pupuk anorganik naik sampai usahatani teh hitam orthodoks tidak memiliki daya saing, (3) jika jumlah produksi turun sampai usahatani teh hitam orthodoks tidak memiliki daya saing.
Metode Penentuan Budget Usahatani Teh Hitam Orthodoks Komponen budget usahatani terdiri dari komponen penerimaan, biaya dan keuntungan. Berhubung tanaman teh merupakan tanaman tahunan dan analisis ini dilakukan selama 25 tahun dengan luas areal Afdeling III sebesar 333.26 Ha maka dalam penentuan semua nilai dalam komponen penerimaan, biaya (biaya input tradable dan biaya input non tradable) serta keuntungan diperlukan proses diskonto dan compounding. Discount Factor (diskonto) digunakan untuk menghitung sejumlah uang disaat sekarang bila diketahui sejumlah nilai tertentudi masa yang akan datang dengan memperhatikan suatu periode waktu tertentu. Sedangkan compunding factor adalah digunakan untuk menghitung nilai di waktu yang akan datang jika telah diketahui sejumlah uang disaat sekarang untuk suatu periode waktu tertentu. Secara lengkap rumus discount factor dan compounding factor menurut Nurmalina dkk (2010) adalah : Discount factor (diskonto) = F [1/(1+i)t] Keterangan : F : Future Amount i : Discount Rate = 6 persen t : Tahun saat biaya dikeluarkan atau manfaat diterima
Sedangkan rumus perhitungan compunding factor adalah : Compunding Factor = P(1+r)t Keterangan : P : Present Amount i : Discount Rate = 6 persen t : Tahun saat biaya dikeluarkan atau manfaat diterima
38
Secara lengkap kerangka perhitungan budget analisis usahatani teh hitam orthodoks di PTPN VIII Afdeling Rancabali III adalah sebagai berikut :
Tahun ke-0 sampai dengan tahun ke-13 menggunakan rumus compounding factor
Analisis usahatani menggunakan data tahun 2012 (Dengan asumsi pada tahun ke 14)
Tahun ke 15 sampai tahun ke25 menggunakan rumus discount factor
Gambar 7 Kerangka penentuan budget usahatani
5 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Sejarah PT. Perkebunan Nusantara VIII PT Perkebunan Nusantara VIII (selanjutnya disingkat PTPN VIII) didirikan berdasarkan akta notaris Harun Kamil, SH No. 41 tanggal 11 Maret 1996 dan telah disahkan oleh menteri kehakiman RI dengan SK. No.C28336.HT.01.01 Tahun 1996 tanggal 8 Agustus sebagai tindak lanjut dari Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 13 Tahun 1996 tentang peleburan Perusahaan Perseroan (Persero) PTPN XI, Perusahaan Perseroan (Persero) PTPN XII dan Perusahaan Perseroan (Persero) PTPN XIII, menjadi PTPN VIII. Pada awalnya PTPN VIII merupakan perusahaan-perusahaan perkebunan swasta dan negara. Pada tahun 1870 Pemerintah Hindia Belanda melalui Undang-Undang pemberian HGU memberikan izin kepada pihak swasta untuk membuka usaha di bidang perkebunan. Setelah Undang-Undang tersebut diberlakukan, mulailah berdiri perkebunan-perkebunan swasta berupa maskapai-maskapai perkebunan (Cultuur Maatschaapijen) yang berbentuk PT (pada saat itu NV yaitu Nammloze Venootschap). Berikut ini riwayat singkat berdirinya PT. Perkebunan Nusantara VIII adalah sebagai berikut : Pada periode 1957-1960, berdasarkan penetapan Penguasa Militer T.T III No. 38/12/SPM/1957, tanggal 20 Desember 1957 perusahaan perkebunan di Jawa Barat dikelompokkan ke dalam 5 unit perusahaan perkebunan, dengan unit-unit sebagai berikut: 1. Unit Bandung I-21 kebun; eks 4 kebun eks N.V. Parakansalak dan 17 kebun eks Perkebunan Tunggal. 2. Unit Bandung II-21 kebun; eks N.V. Tiedeman &Van Kerchem. 3. Unit Bandung III-17 kebun; eks N.V. Watering &Loeber. 4. Unit Jakarta I-18 kebun. 5. Unit Jakarta II-22 kebun. Pada tahun 1960 diadakan penggabungan perusahaan dalam lingkup PPN lama dan PPN baru dengan satu lembaga Badan Pimpinan Umum Urusan Perkebunan Negara (BPU-PPN) di Jakarta dengan perwakilan BPU-PPN di daerah. Pada tahun 1963 diadakan reorganisasi dengan tujuan agar pengelolaan
39
perkebunan lebih tepat guna, dengan pembentukan BPU per budidaya, di Jawa Barat terdiri dari: 1. PPN Aneka Tanaman VII (Sebagian eks Jabar II dan Jabar III) – Teh dan Kina 2. PPN Aneka Tanaman VIII (Sebagian eks Jabar II dan Jabar III)– Teh dan Kina 3. PPN Aneka Tanaman IX (Sebagian eks Jabar II dan Jabar III) – Teh dan Kina 4. PPN Aneka Tanaman X (Sebagian eks Jabar II dan Jabar III) – Teh dan Kina 5. PPN Aneka Tanaman XI (Sebagian eks Jabar II dan Jabar III) – Teh dan Kina 6. PPN Aneka Tanaman XII (Sebagian eks Jabar II dan Jabar III) – Teh dan Kina Dalam rangka meningkatkan efisiensi dan efektivitas Perusahaan Perkebunan Negara (PPN), berdasarkan PP No. 13 Tahun 1968, 88 unit PPN yang ada disederhanakan menjadi 28 Perusahaan Negara Perkebunan (PNP). Termasuk kebun-kebun yang ada di Jawa Barat diciutkan menjadi 68 kebun, yaitu menjadi: 1. PNP XI berkedudukan di Jakarta, yang meliputi perkebunan-perkebunan eks PPN karet X dan XI (24 kebun). 2. PNP XII berkedudukan di Bandung, yang meliputi beberapa perkebunan eks karet XI, XII dan sebagian eks Antan VII dan VIII (24 kebun). 3. PNP XIII berkedudukan di Bandung, yang meliputi beberapa perkebunan eks karet XII, eks Antan IX dan X (20 kebun). Sejak tahun1971 PNP di Jawa Barat dan Sumatera Selatan berubah bentuk hukumnya menjadi PT Perkebunan (Persero), yaitu PTP XI, XII dan XIII pada tahun 1971, PTP X pada tahun 1980 dan PTP XIV pada tahun 1981. Selanjutnya pada tanggal 2 Mei 1974 diadakan peletakan batu pertama pembangunan pabrik teh oleh H.O Adiwinata, H.A.D Sastrawinata dan H.R Yusuf Argadipraja sebagai Direksi PTP XII. Pada perode penggabungan yang berawal dari tahapan awal penggabungan kebun-kebun PTP XI, PTP XII dan PTP XIII dimulai sejak 1 April 1994 dan berlangsung sampai dengan tanggal 10 Maret 1996. Pada periode ini pengelolaan ketiga perusahaan ditangani satu manajemen (Direksi), terdiri dari Direktur Utama, Direktur Produksi, Direktur Komersil, Direktur Umum dan Pengembangan, dibantu oleh 3 orang kuasa Direksi. Selanjutnya, sejak tanggal 11 Maret 1996 PTP XI, PTP XII dan PTP XIII, dilebur menjadi PTPN VIII yang berkantor pusat di Jl. Sindang Sirna No. 4 Bandung, Jawa Barat.
Sejarah PT. Perkebunan Nusantara VIII Rancabali PTPN VIII Rancabali didirikan pada tahun 1870, oleh H.I.L My Tiederman dan Van Kerchan Netherland Indiische Land bouw Maatscha Ppy sebagai cikal bakal kebun sperata Sinumbra danRancasuni. Padatahun 1958 diambil alih oleh Pemerintah Indonesia (nasionalisasi) masuk PPN baru kesatuan Jawa Barat II.Pada tahun 1963 masuk PPN Antan VII. Selanjutnya tahun 1971 masuk PTP XII (Persero).
40
Pada tanggal 2 Mei 1974, peletakan batu pertama pembangunan pabrik teh Rancabali oleh Presiden Soeharto pada tanggal 7 Juli 1976. Pada tahun 1975 berdiri perkebunan Rancabali, gabungan darik ebun Rancasuni dan sebagian areal kebun Sinumbra dan Rancabolang. Pada tahun 1985 renovasi pabrik teh orthodoks Rancasuni menjadi pabrik teh CTC, dan berganti nama menjadi pabrik teh CTC dan mulai beroperasi tahun 1986.
Visi dan Misi Perusahaan Visi Menjadi perusahaan agribisnis global yang dipercaya, mengutamakan kepuasan pelanggan dan kepedulian lingkungan dengan berlandaskan kepada mutu danp roduktivitas tinggi, serta didukung oleh SDM yang profesional. Misi Mengelola perusahaan sesuai dengan prinsip Good Corporate Governance (GCG) untuk menghasilkan produk yang bermutu tinggi dan ramah lingkungan yang senantiasa berkembang dan lestari sebagai karya sumberdaya manusia yang handal dalam upaya memuaskan pihak-pihak yang berkepentingan.
Struktur Organisasi dan Ketenagakerjaan di PT. Perkebunan Nusantara VIII Rancabali Perkebunan Rancabali dipimpin oleh seorang Administratur. Dalam pelaksanaan tugasnya, Administratur dibantu oleh beberapa karyawan operasional yaitu: Sinder Kepala Tanaman, Sinder Pengolahan, Sinder Teknik, Sinder TUK dan Sinder Afdeling. Adapun tugas dan tanggung jawab serta wewenang dari masing-masing adalah sebagai berikut: 1. Administratur Administratur adalah karyawan operasional yang membantu direksi melaksanakan pengelolaan perusahaan di bidang produksi. Tugas pokok administratur adalah melaksanakan dan bertanggung jawab atas kelancaran tugas pekerjaan sebagai unit produksi dengan berpedoman pada Rencana Jangka Panjang (RJP), menyusun rencana kerja dan rencana anggaran belanja, mengelola kebun berdasarkan rencana kerja, RAB, kebijaksanaan dan peraturan Direksi. Selain mempunyai tugas dan tanggung jawab, administratur juga mempunyai wewenang yaitu wewenang untuk mengatur pelaksanaan tugas pekerjaannya dalam rangka mengelola perkebunan secara efektif dan efisien, termasuk melakukan koordinasi dengan perkebunan-perkebunan lain dan bagian-bagian lain di kantor direksi, memformulasikan kebijakan mutu serta sasaran mutu perusahaan, menyusun struktur organisasi SMM ISO 9001-2000 dan ISO 22000 dan menetapkan tugas, wewenang, tanggung jawab dan kualifikasi masing-masing jabatan, menjamin sasaran mutu dan perencanaan mutu yang ditetapkan pabrik. Administratur bertanggung jawab langsung kepada Direksi PTPN VIII.
41
2. Sinder Kepala Tanaman Sinder Kepala Tanaman mempunyai tugas pokok mengelola perkebunan yang ada dalam ruang lingkup tugasnya dengan berpedoman kepada policy direksi dan kebijakan yang telah digariskan oleh administratur serta Rencana Kerja dan Anggaran Pendapatan (RKAP) yang telah disahkan. Tugas-tugas lain merupakan penjabaran dari tugas pokok yang harus dilaksanakan oleh sinder kepala adalah memimpin para kepala bagian dan mengawasi staf personil bagian kebun, mengusahakan dengan sebaik-baiknya bahwa policy direksi dan kebijaksanaan administratur dalam bidang kultur teknis dilaksanakan dalam batas waktu yang telah ditentukan, menyusun RKAP dalam bidang rencana produksi, rencana pemeliharaan kebun, dan jumlah tenaga kerja yang diperlukan. Sinder Kepala Tanaman dalam melaksanakan berbagai tugasnya bertanggung jawab kepada Administratur. 3. Sinder Afdeling Sinder Afdeling adalah karyawan operasional yang membantu sinder kepala dalam melaksanakan tugasnya. Sinder Afdeling bertugas dan bertanggung jawab atas pelaksanaan dan kelancaran pekerjaan di bidang pengelolaan tanaman di setiap afdeling dengan berpedoman kepada RKAP, Permintaan Modal Kerja (PMK), RJP, petunjuk administratur dan kebijakan-kebijakan direksi. Sinder Afdeling mempunyai wewenang untuk mengatur pelaksanaan tugas pekerjaannya secara efektif dan efisien, termasuk melakukan koordinasi dengan Sinder Afdeling yang lain serta dengan perkebunan lain dengan sepengetahuan Administratur, mengikuti perkembangan produksi, pemeliharaan tanaman dan selalu mengadakan perbaikan-perbaikan yang diperlukan. Sinder Afdeling bertanggung jawab atas kelancaran tugas pekerjaannya kepada administratur atau sinder kepala. 4. Sinder Pengolahan Sinder Pengolahan adalah karyawan operasional yang membantu administratur dalam melaksanakan tugas di unit kerja pengolahan. Tugas pokok sinder pabrik adalah melaksanakan dan bertanggung jawab atas kelancaran tugas di bidang pengolahan sesuai dengan RKAP, PMK, petunjuk administratur dan kebijkan direksi, serta berkewajiban melaksanakan dan menyelesaikan pekerjaan pengolahan bahan mentah dari kebun sampai menjadi hasil akhir, menjamin mutu produk sesuai dengan keinginan pelanggan dan bertanggung jawab terhadap pencapaian sasaran mutu yang telah ditetapkan. Sinder Pengolahan mempunyai wewenang mengatur pelaksanaan tugas pekerjaannya secara efektif dengan melaksanakan tindakan perbaikan apabila terjadi ketidaksesuaian selama proses pengolahan, memelihara pelaksanaan dan kinerja Sistem Manajemen Mutu (SMM) ISO 9001-2000, meninjau prosedur sistem mutu dan instruksi kerja ISO 9001-2000. Sinder Pengolahan bertanggung jawab kepada Administratur. 5. Sinder Teknik Sinder Teknik berkewajiban menyelenggarakan dan menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan, persoalan-persoalan yang berhubungan dengan bidang teknik kendaraan, mesin-mesin, teknik umum,serta menjamin kelancaran proses pengolahan. Sinder Teknik mempunyai tanggung jawab dalam melaksanakan pemeliharaan dan perbaikan seluruh mesin dan peralatan, melaksanakan administrasi teknik dengan cara yang “ up to date”, sesuai dengan kebijaksanaan administratur. Sinder teknik dalam melaksanakan tugasnya dapat dibantu oleh
42
asisten teknik dan pembantu lainnya. Sinder teknik bertanggung jawab kepada administratur. 6. Sinder Tata Usaha dan Keuangan (TUK) Sinder TUK adalah karyawan operasional yang membantu administratur dalam melaksanakan tugas pekerjaan di unit kerja administrasi. Sinder TUK berkewajiban menyelenggarakan dan menyelesaikan pekerjaan/ persoalan yang berhubungan dengan TU Personalia, Keuangan dan Pergudangan sesuai dengan kebijakan administratur, menyelenggarakan pelatihan karyawan sesuai dengan bidang pekerjaannya, serta memantau persediaan dan kebutuhan barang bahan, dan membantu administratur membina pekerjaan petugas pemeriksa intern kebun. Dalam menjalankan tugasnya sinder TUK dibantu oleh petugas dan pembantu lainnya menurut kebutuhan. Sinder TUK bertanggung jawab kepada administratur..Sedangkan untuk tenaga kerja di PT. Perkebunan Nusantara terbagi menjadi beberapa golongan yaitu dari golongan IA, IB,IC, ID, IIIA, IIIB,IIIC,IIID, IVA,IVB,IVC dan IVD. Struktur organisasi Afdeling Rancabali III dapat dilihat pada Lampiran 7. Karyawan di PTPN VIII Rancabali dibedakan menjadi 2 macam yaitu karyawan tetap dan karyawan tidak tetap. Karyawan tetap terdiri dari karyawan pimpinan (Administratur, Kepala Tanaman, Kepala Bagian/Afdeling), karyawan pelaksana. Karyawan tidak tetap terdiri dari Karyawan Harian Lepas (KLM). Komposisi dan jumlah karyawan di PTPN VIII Rancabali dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10 Komposisi dan jumlah tenaga kerja di PTPN VIII Rancabali Status Golongan IIIA-IVD Golongan IIB-IID Golongan IIB-IIA Golongan IA Honor Karyawan Lepas Karyawan Borong Total
Tenaga Kerja (Orang) 12 23 193 799 18 1 249 2 294
Sumber : PTPN VIII Rancabali, 2013
Kondisi Umum PT. Perkebunan Nusantara VIII Rancabali Perkebunan teh Rancabali terletak di Kecamatan Rancabali Kabupaten Bandung, Provinsi Jawa Barat yang berjarak 40 km dari kota Bandung. Tipe iklim yang dimiliki perkebunan Rancabali adalah tipe B yang menurut klasifikasi Schmidt dan Ferguson, curah hujan berkisar 2400-3300 mm/thn dengan temperatur minimum mencapai 15-18 derajat celcius sedangkan temperatu maksimum yaitu 30-33 0C. Iklim tipe B merupakan iklim dengan perbandingan antara bulan kering dan bulan basah sebesar 17.5 persen yang merupakan daerah basah dengan vegetasi hutan hujan tropika. Topografi dari perkebunan Rancabali ini berbukit dengan ketinggian tempat 1100-1800 m dpl, dengan perbandingan
43
komposisi tanaman teh yaitu 57 persen seedling dan 43 persen klonal. Perkebunan Rancabali memiliki 1 kantor induk dan 5 Afdeling yaitu Afdeling Rancabali I, Afdeling Rancabali II, Afdeling Rancabali III, Afdeling Rancasuni, dan Afdeling Cisitu., memiliki 2 pabrik yaitu 1 pabrik CTC dan 1 pabrik orthodoks. Jenis tanaman teh yang ditanam di Afdeling Rancabali III adalah TRI 204, TRI 205, Tiara, Gambung 3, Gambung 7 dan Rancabolang. Kegiatan persemaian bibit teh pada tahun 2013 hanya dilakukan di Afdeling Rancabali III. PT. Perkebunan Nusantara VIII Rancabali memiliki 5 Afdeling yaitu Afdeling Rancabali I, Afdeling Rancabali II, Rancabali III, Rancasuni dan Cibitu. PTPN Rancabali memiliki dua komoditas perkebunan utama yang dibudidayakan, yaitu komoditas tanaman teh dan komoditas tanaman Kina. Tanaman teh yang diproduksi di PTPN VIII Rancabali adalah jenis teh hitam orthodoks dan teh CTC. Jenis teh orthodoks dan CTC diproduksi dari Afdeling Rancabali I, Afdeling Rancabali II, Afdeling Rancabali III, Afdeling Rancasuni, dan Afdeling Cibitu. Sedangkan untuk tanaman kina dihasilkan oleh Afdeling Cibitu. Perbedaan mendasar antara jenis orthodoks dan CTC terletak pada waktu proses pengolahan. Teh CTC membutuhkan waktu proses pengolahan kurang dari 20 jam dan sebaliknya untuk orthodoks yang membutuhkan waktu lebih dari 20 jam. Luas areal konsesi dari PTPN VIII Rancabali ini terdiri dari Tanaman Menghasilkan (TM), Tanaman Belum Menghasilkan (TBM) 1, TBM 2, TBM 3, Tanaman Tahun Ini (TTI), tanaman monocrop, emplasemen, lahan cadangan serasi, dan lahan tidak produkstif. Selengkapnya rincian luas areal konsesi di PT.Perkebunan Nusantara VIII Rancabali dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11 Luas areal konsesi di PT. Perkebunan Nusantara VIII Rancabali Keterangan Tanaman Menghasilkan Tanaman Belum Menghasilkan Tanaman Tahun Ini Tanaman Kopi Monocrop Emplasemen Lahan Cadangan Serasi Lahan Tidak produktif
Luas Areal (Ha) 1 410.42 196 55.52 105.50 205.05 472.34 732.16
Sumber : PTPN VIII Rancabali, 2013
Perkebunan Rancabali ini telah memiliki sistem manajemen mutu yang telah diterapkan diantaranya adalah : 1. SNI (Standar Nasional Indonesia–Indonesian National Standard) diterapkan sejak tahun 1997. 2. Program Penerapan K3 (Occupational Health and Safety Programme) mulai diterapkan sejak tahun 2000. 3. ISO 9001 (Sistem Manajemen Mutu - Quality Management System) diterapkan sejak tahun 2003. 4. ETP (Ethical Tea Partnership) diterapkan sejak Th 2006. 5. ISO 22000 : 2005 (Sistem Manajemen Keamanan Pangan – Food Safety Management System) diterapkan mulai tahun 2008.
44
6. Sistem Manajemen Sosial dan Lingkungan (Rainforrest Alliance) diterapkan sejak Tahun 2009. 7. Sistem Jaminan Halal oleh LP POM–MUI diterapkan sejak tahun 2010.
Daya Saing PTPN VIII Rancabali PTPN VIII mengelola 24 perkebunan teh di atas tanah produktif seluas 25.512,02 Ha dan merupakan perkebunan yang cukup luas di 6 kabupaten yakni sukabumi (2 perkebunan), Bogor (2 perkebunan), Cianjur (3 perkebunan), Subang (2 perkebunan), Kab.Bandung dan Kab. Bandung Barat (12 perkebunan) dan Kab.Garut (3 perkebunan). PTPN VIII merupakan salah satu perusahaan pengolahan teh yang berkualitas. Teh yang diproduksi sudah bertaraf ekspor ke luar negeri. Ini membuktikan kualitas teh PTPN VIII tidak kalah kualitasnya dengan teh yang lain, hal ini juga dapat ditinjau dari segi teknologi yang digunakan dan mutu produk yang dihasilkan. Seiring dengan proses globalisasi yang menuntut produsen untuk menghasilkan produk berkualitas, maka pemberian jaminan mutu yang pasti dari perusahaan terhadap produk berkualitas sangat berpengaruh dalam menentukan pasar dan daya saing, Saat ini industri teh di Indonesia salah satunya PTPN VIII dihadapkan pada kondisi pasar bebas AFTA (Asean Free Trade Agreement). Dengan berlakunya pasar bebas, produk teh PTPN VIII juga dituntut untuk memiliki daya saing agar dapat bersaing baik di pasar domestik maupun pasar internasional. Kondisi yang sama juga dihadapi oleh Perkebunan Rancabali selaku unit kebun dari PTPN VIII juga dituntut untuk berdaya saing. Dengan berlakunya pasar bebas menyebabkan pembebasan tarif bea masuk produk impor dari negara-negara anggota ASEAN. Hal ini mengakibatkan produk dari negara lain banyak yang masuk ke Indonesia. Satu-satunya cara untuk mengendalikan importasi teh dengan mekanisme non-tariff barrier, terutama persyaratan kualitas. Di dalam negeri sendiri, Pemerintah harus mendorong para produsen untuk mengelola hilir teh melalui pemberian insentif. Pemerintah memberikan insentif kepada pelaku industri hilir teh untuk mendirikan pabrik di sini. Dengan adanya pemberian insentif diharapkan ekspor bulk tea akan semakin berkurang. Kebijakan Pemerintah pusat sehubungan dengan teh perlu diperbaiki. Apalagi kurang lebih 90 persen dari jumlah ekspor dalam kondisi tanpa pengemasan (PTPN VIII 2013). Guna menigkatkan harga jual, produk teh yang diekspor harus memiliki nilai tambah. Sebelum diekspor, teh telah melalui proses pengolahan. Jika perlu, teh diekpor dalam kondisi siap minum. Selain perihal kebijakan Pemerintah, perlu ada perbaikan dalam hal tata niaga teh. Selisih harga antara industri hulu dengan hilir teh masih terlalu besar. Potensi pasar teh sangat besar. Hal ini berlaku untuk pasar dalam maupun luar negeri.Untuk pasar dalam negeri, dibandingkan dengan negara lain, konsumsi teh per kapita Indonesia masih sangat rendah, hanya 310 gram/kapita/tahun. Sementara itu, di Turki, konsumsi teh mencapai 2 010 gram/kapita/tahun, Inggris 2 260 gram/kapita/tahun, dan Sri Lanka 1 370 gram/kapita/tahun. Sementara itu, untuk kebutuhan luar negeri, pasar teh Indonesia banyak diminati oleh negaranegara Rusia, Inggris, Pakistan, Malaysia, Jerman, dan negara-negara Timur
45
Tengah. Berdasarkan jumlah kebutuhan dalam dan luar negeri, produktivitas teh Indonesia memang harus ditingkatkan.
Keragaan Usahatani Teh Hitam Orthodoks Usahatani teh hitam orthodoks terdiri dari beberapa kegiatan diantaranya kegiatan budidaya, kegiatan pengolahan, dan kegiatan pemasaran. Selengkapnya akan dibahas sebagai berikut: 1. Kegiatan Budidaya Teh Dalam usahatani tanaman perkebunan teh, umur tanaman teh yang ada di PT. Perkebunan Nusantara VIII Rancabali ini berbeda-beda. Pada PT. Perkebunan Nusantara VIII Rancabali memiliki areal persemaian, tanaman belum menghasilkan dan tanaman menghasilkan. Areal persemaian dan tanaman belum menghasilkan ini merupakan aset atau modal investasi bagi PT. Perkebunan Nusantara VIII Rancabali. Kegiatan budidaya tanaman teh terdiri dari kegiatan penyemaian, penanaman, pemeliharaan dan pemanenan/ pemetikan. a. Penyemaian dan Penanaman Jenis tanaman teh yang diusahakan di Perkebunan Rancabali sebagian besar berasal dari varietas Assamica. Penyemaian dilakukan dengan menggunakan stek, yaitu stek dari klon TRI 205, TRI 204 dan Gambung 3 dan Gambung 7. Lokasi yang digunakan sebagai tempat penyemaian disesuaikan dengan afdeling yang akan ditanami teh. Penyemaian dilakukan di dalam bangunan yang berfungsi sebagai naungan yang bagian atasnya ditutup dengan sasak yang berfungsi sebagai ventilasi, agar sinar matahari dapat terserap dengan baik. Bibit yang digunakan berasal dari Rancabali I. Kegiatan persemaian terdiri dari beberapa aktivitas yaitu survei lahan, mangkas kebun induk, land clearing, pembuatan bangunan, mengisi bekong, fumigasi, menanam bibit, buka pompok, buka tutup sungkup, buka sungkup, pengendalian hama dan penyakit, seleksi bibit, adaptasi naungan (setengah), adaptasi naungan (total). Lokasi persemaian pada tahun 2012 dilakukan hanya di Afdeling Rancabali III. Penanaman teh biasanya dilakukan pada musim hujan. Setelah penanaman dilakukan penyiangan secara manual, dimana tanaman yang mati segera diganti. Kemudian setelah tanaman teh tumbuh dilakukan pemangkasan dengan tujuan untuk membentuk bidang pemetikan dan membentuk percabangan yang baik. Jarak tanam yang digunakan adalah 120 cm x 60 cm b. Pemeliharaan Kegiatan pemeliharaan meliputi penyiangan, pemupukan, pemberantasan hama penyakit, pemangkasan. Penyiangan ini dilakukan pada kebun yang telah dibersihkan cabang pangkasnya pada akhir tahun dan cara penyiangannya tergantung dari keadaan gulma. Dalam usaha mempertahankan kesuburan tanah dan meningkatkan produksi tanaman teh, maka dilakukan pemupukan. Kegiatan pemupukan bertujuan untuk meningkatkan daya dukung tanah, pertumbuhan pucuk,dan kesehatan tanaman. Pupuk yang digunakan adalah pupuk anorganik dan pupuk organik dengan jumlah dan dosis tertentu.Kegiatan pemeliharaan lainnya adalah pemberantasan hama dan penyakit. Pengendalian hama dan penyakit 100 persen dilakukan secara kimia. Pemangkasan adalah kegiatan untuk mendapatkan ketinggian bidang petik yang memudahkan pekerjaan dalam
46
pemetikan dan mendapatkan produktivitas yang tinggi. Prinsip utama pemangkasan adalah memotong serendah mungkin dengan luas bidang yang selebar mungkin. c. Pemetikan Pemetikan merupakan usaha terakhir dalam kegiatan budidaya tanaman teh, yang bertujuan untuk memanen pucuk dengan cara yang tepat agar mendapatkan hasil petikan pucuk yang jumlahnya banyak dengan mutu baik. Berdasarkan waktu petikan, terdapat tiga jenis petikan yang dilakukan di Perkebunan Rancabali yaitu petikan jendangan, petikan gendesan dan petikan produksi. Pemetikan jendangan disebut juga tipping adalah pemetikan yang dilakukan pada tahap awal setelah perdu dipangkas, yang tujuannya adalah untuk membentuk bidang petik yang lebar dan rata dengan ketebalan lapisan daun yang cukup agar tanaman mempunyai potensi produksi daun yang tinggi. Pemetikan dilaksanakan dua sampai tiga bulan setelah tanaman dipangkas. Pemetikan gendesan adalah pemetikan yang dilakukan pada kebun yang akan dipangkas produksi. Semua pucuk yang memenuhi syarat untuk diolah pada pemetikan ini akan dipetik tanpa memperhatikan daun yang ditinggalkan. Tujuan pemetikan ini adalah untuk memanfaatkan tunas-tunas dan daundaun muda yang ada pada perdu, yang apabila tidak terpetik maka akan terbuang dengan adanya pemangkasan. Pemetikan produksi atau juga disebut pemetikan biasa adalah pemetikan yang dilaksanakan setelah pemetikan jendangan selesai dilakukan, yang dilakukan terus secara rutin. 2. Kegiatan Pengolahan Teh Hitam Orthodoks Kegiatan pengolahan teh hitam orthodoks terdiri dari kegiatan penerimaan bahan baku pucuk, pembeberan, pelayuan, penyalinan (turun layu), penggilingan, oksidasi enzymatis, pengeringan, sortasi dan pengepakan. a. Penerimaan Bahan Baku Pucuk Bahan baku pucuk pertama kali diterima oleh petugas penimbangan. Bahan baku pucuk biasanya berasal dari kebun Rancabali maupun kebun seinduk. Petugas penimbangan melakukan penimbangan pada jembatan timbang. Pucuk yang diterima harus sesuai dengan berat hasil penimbangan, kemudian diserahkan ke unit pembeberan. b. Pembeberan Bahan baku pucuk yang sudah ditimbang, kemudian diangkut dengan Monorail untuk dimeberkan di Withering Trough, kemudian diangin anginkan. Pembeberan dilakukan dengan maksud untuk memeriksa kadar air pucuk segar. c. Pelayuan Setelah pembeberan akan diteruskan dengan proses pelayuan. Proses pelayuan bertujuan untuk menguapkan sebagian air yang ada pada daun teh dan tangkainya sehingga daun menjadi lemas dan mudah digulung. Selama proses pelayuan, pucuk teh mengalami perubahan kimia dan perubahan fisika. Perubahan kimia selama pelayuan dimulai dengan resporasi daun teh yang menghasilkan protein serta peningkatan enzim dan protein mengalami penurunan diimbangi dengan kenaikan kandungan asam amino seperti lisin, leussin dan valin. Perubahan fisika yang terjadi selama proses pelayuan adalah terjadinya penurunan kadar air dari 72-80 persen menjadi 50 persen yang mengakibatkan daun menjadi lentur.
47
Bila dalam Thermometer Dry/Wet terdapat selisih suhu udara kering dan basah dibawah 2 derajat celcius atau 4derajat farainheit maka akan diberikan udara panas dengan menggunakan heater sehingga selisih udara kering dan basah diatas 2 °C atau 4 °F. Apabila cuaca cerah maka pemakaian udara panas hanya digunakan beberapa saat untuk menghemat bahan bakar. Pelayuan dilakukan selama 12–24 jam atau sesuai kebutuhan. d. Penyalinan (Turun Layu) Penyalinan diperiksa secara indrawi (dilihat dan diraba) oleh mandor turun layu. Apabila daun dapat membentuk sebuah bola pada saat dikepalkan, maka berarti pelayuan telah cukup. Indikator lainnya adalah tidak patahnya tangkai pucuk bila dibengkokkan atau adanya bekas jari pada daun saat ditekan. Untuk memeriksa kecukupan layuan dilakukan pengujian kadar air pucuk layu dan kerataan layuan oleh petugas uji mutu. Apabila hasil pelayuan tidak sesuai dengan standar, maka untuk hasil pucuk layu yang kadar airnya dibawah standar (kurang layu) dilakukan perpanjangan pelayuan dan mengatur kembali urutan turun layu, untuk hasil layu yang kadar airnya diatas standar (lewat layu) dilakukan pengaturan tanda urutan turun layu menjadi urutan paling awal. Pucuk layu yang akan digiling pada proses penggilingan ditimbang dan dicatat. e. Penggilingan Penggilingan adalah perlakuan fisik terhadap pucuk layu untuk memberikan efek fisis maupun kimia terhadap pucuk tersebut. Pada dasarnya, penggilingan merupakan upaya menggulung, meremas dan memotong pucuk layu menjadi bagian-bagian yang lebih kecil. Tujuan penggilingan adalah meremas cairan sel daun agar terjadi reaksi fermentasi serta mengupayakan bentuk dan ukuran-ukuran tertentu dari daun sesuai keinginan konsumen. Dalam penggilingan, hal yang perlu diperhatikan adalah waktu penggilingan. Waktu penggilingan yang digunakan di pabrik pengolahan adalah 30-40 menit. Selama penggilingan daun mengalami kerusakan pada sel-selnya, sehingga substrat akan bercampur dengan enzim dan akan terjadi reaksi oksidasi pada saat berhubungan dengan udara. Dengan demikian, sebetulnya pada tahap penggilingan ini proses fermentasi sudah terjadi. Pada saat penggilingan, aroma telah terbentuk. Oleh karena itu, suhu dan waktu penggilingan harus diperhatikan agar aroma tidak hilang. Suhu pada saat penggilingan yang digunakan adalah 19-24 derajat celcius dengan kelembaban 96-98 persen. Mesin penggiling yang biasa dipakai dalam pengolahan teh hitam orthodoks adalah Press Cap Roller (PCR) dan Rotorvane (RV). f. Oksidasi Enzymatis (Fermentasi) Fermentasi adalah proses reaksi kimia yang melibatkan enzim. Tujuan fermentasi adalah membentuk teaflavin dan tearubugin dengan perbandingan tertentu. Selama fermentasi, daun mengalami perubahan yaitu perubahan warna daun menjadi coklat akibat oksidasi polifenol membentuk teaflavin yang berwarna kuning dan tearubugin yang berwarna coklat tua. Bubuk hasil penggilingan difermentasikan dengan menghamparkannya di meja fermentasi. Tebal hamparan tiap jenis bubuk diatur sama, yaitu sekitar 2,5-7 cm. Suhu di ruang fermentasi sama dengan suhu di ruang penggilingan yaitu sekitar 19-24 derajat celcius dengan kelembaban 90-98 persen.
48
Waktu fermentasi dihitung sejak pucuk layu masuk Open Top Roller (OTR) sampai bubuk siap untuk dikeringkan. Dengan demikian lama penghamparan bubuk pada meja fermentasi berbeda-beda sesuai dengan waktu yang ditentukan oleh masing-masing jenis bubuk pada tahap penggilingan. Dari hasi penelitian dan pengalaman, untuk mendapatkan mutu teh hitam yang diharapkan, pabrik menetapkan waktu fermentasi sebagai berikut : Bubuk I (105 menit), Bubuk II (110 menit), Bubuk III (120 menit), dan Bubuk IV/ Badag (125 menit). g. Pengeringan Pengeringan teh bertujuan untuk menghentikan proses fermentasi dan menguapkan air (sampai kadar ± 3 persen). Faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam proses pengeringan adalah: kadar air basah, suhu udara masuk dan udara keluar, waktu pengeringan dan ketebalan daun teh diatas trays. Pengeringan dilakukan dengan mengatur pengisian baki bubuk teh ke roda trollys secara teratur sesuai dengan bubuk yang akan dimasukkan ke masing-masing mesin pengering yang telah dipanaskan. Mandor pengeringan memeriksa bubuk teh yang keluar dari mesin pengering setiap seri secara indrawi (dilihat, diraba, dan dicium) untuk mengetahui kematangan bubuk, jika belum matang maka bubuk teh ditahan di mesin pengering sampai menjadi matang. Bubuk teh yang keluar dari mesin pengering diambil contohnya setiap dua jam sekali untuk diserahkan kepada petugas uji mutu untuk dilakukan pengujian kadar air dan pengujian Inner–Outer. Mesin pengering teh hitam yang biasa dipakai ada dua jenis yaitu mesin pengering Endless Chain Pressure (ECP) Dryer, dan mesin pengering Fluid Bed Dryer (FBD). h. Sortasi Sortasi adalah proses pemisahan partikel teh berdasarkan ukuran, berat jenis dan kandungan tulang atau serat, sehingga diperoleh partikel teh yang seragam sesuai dengan standar yang ditentukan. Selain itu juga untuk memisahkan teh kering dari kotoran, debu dan ranting-ranting yang terbawa. Bila ada bubuk hasil pengeringan yang kurang matang (baleuy) diinformasikan ke unit kerja pengeringan untuk dilakukan pengeringan ulang. Pemeriksaan teh jadi hasil sortasi dilakukan oleh Sinder Pabrik atau Mandor Basah Kering dan Mandor Sortasi yang dilakukan secara visual dengan menggunakan melamin putih dan hitam. Pada prinsipnya, pengelompokkan jenis bubuk teh kering didasarkan pada keseragaman berat jenis, ukuran dan elektrostatis. i. Pengepakan Pengepakan bertujuan untuk mempermudah dalam pengangkatan serta melindungi teh agar tidak mengalami perubahan yang dapat menurunkan kualitas teh. Teh yang telah selesai disortasi dimasukkan ke dalam peti miring, selanjutnya dimasukkan ke dalam Tea Bulker. Pengepakan pabrik pengolahan dilakukan dengan menggunakan paper sack, yang bagian dalamnya dilapisi oleh kertas alumunium foil, dengan tujuan untuk melindungi teh dari uap air dan sinar ultraviolet. 3. Pemasaran Hasil produksi teh Perkebunan Rancabali sebagian besar adalah untuk tujuan ekspor, sekitar 80 persen dan hanya sebagian kecil saja sekitar 20 persen untuk pasar domestik. Hal ini tidak terlepas darai Tri Dharma Perkebunan yang
49
diantaranya adalah menghasilkan devisa untuk negara. Saluran pemasaran yang dilakukan oleh Perkebunan Rancabali adalah melalui Kantor Pemasaran Bersama (KPB) yang berlokasi di Jakarta, dengan sistem penentuan harga jual berdasarkan pelelangan atau auction sale. Pelelangan dilakukan setiap minggu paada hari rabu di Jakarta. Sebelum dilakukan pelelangan, perkebunan mengirimkan sample ke kantor direksi. Sampel diambil pada saat pengepakan, sebanyak 31 buah untuk satu chop (40 sack). Dari 31 sampel, 29 buah dikirim ke KPB, 1 sampel untuk bagian Teknologi direksi dan 1 buah dijadikan arsip perkebunan. Selain melalui sistem pelelangan, Perkebunan Rancabali juga melakukan sistem penjualan dalam bentuk Long Term Contract (LTC) dan Free Sale. Dalam prakteknya Perkebunan Rancabali lebih banyak memakai sistem pelelangan, karena dengan sistem ini lebih menguntungkan karena harga teh di pasaran berfluktuatif. Sedangkan untuk sistem kontrak dilakukan apabila harga teh dalam kondisi kurang menguntungkan, dengan sistem ini diharapkan adanya kepastian pembeli di saat harga sedang jatuh.
Analisis Keuntungan Usahatani teh Hitam Orthodoks Penerimaan usahatani teh hitam orthodoks di PTPN VIII Afdeling Rancabali III adalah Rp1 590 857 428 per hektar selama 25 tahun. Komponen biaya (biaya input tradable dan faktor domestik) secara keseluruhan adalah sebesar Rp1 121 053 591. Sedangkan keuntungan usahatani yang diperoleh adalah sebesar Rp469 803 837 per hektar selama 25 tahun. Nilai Benefit/Cost (B/C) yang diperoleh sebesar 1.42. Hal ini berarti bahwa usahatani setiap Rp1 biaya yang dikeluarkan untuk usahatani teh hitam orthodoks di PTPN VIII Afdeling Rancabali III, maka penerimaan yang akan diperoleh adalah Rp1.42. Nilai B/C>1 juga menandakan bahwa usahatani teh hitam orthodoks di PTPN VIII Afdeling Rancabali III efisien dan layak untuk dijalankan. Secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12 Budget usahatani teh hitam orthodoks (25 tahun) Uraian Penerimaan Total Biaya Keuntungan B/C Ratio
Nilai (Rp/Ha) 1 590 857 428 1 121 053 591 469 803 837 1.42
Selanjutnya dalam usahatani teh hitam orthodoks ini juga dapat diketahui proporsi biaya penggunaan input pada usahatani teh hitan orthodoks. Pada Tabel 13 dapat diketahui komponen biaya pupuk (pupuk anorganik dan organik) merupakan komponen biaya yang terbesar yaitu sebesar 55.98 persen. Komponen biaya produksi yang terbesar kedua adalah total biaya pengolahan (biaya pengolahan, biaya pemeliharaan mesin dan bangunan pabrik, biaya penyusutan mesin pengolahan) sebesar 23.96 persen. Komponen biaya produksi yang terbesar ketiga adalah tenaga kerja sebesar 7.34 persen. Selanjutnya komponen keempat
50
diikuti oleh biaya penyusutan peralatan sebesar 5.06 persen. Komponen berikutnya adalah biaya obat-obatan (fungisida, herbisida, dan insektisida) sebesar 3.94 persen. Komponen terbesar selanjutnya yaitu biaya BBM (Bahan Bakar Minyak) untuk transportasi dan pengangkutan yaitu sebesar 1.47 persen. Komponen biaya terbesar lainnya yaitu biaya investasi sebesar 1.28 persen. Terakhir komponen biaya bibit sebesar 0.96 persen. Selengkapnya tersaji pada Tabel 13 proposi biaya penggunaan input untuk usahatani teh hitam orthodoks di PT.Perkebunan Nusantara VIII Afdeling Rancabali III : Tabel 13 Proporsi penggunaan input usahatani teh hitam orthodoks Jenis Komponen Biaya Biaya Pupuk Total Biaya Pengolahan Biaya Tenaga Kerja Biaya Penyusutan Peralatan Biaya Obat-Obatan Biaya BBM Biaya Investasi Biaya Bibit
Nilai (%) 55.98 23.96 7.34 5.06 3.94 1.47 1.28 0.96
Kebijakan Input Pada Komoditasi Teh Kebijakan Pemerintah di Indonesia yang terkait dengan komoditas teh yaitu kebijakan bea masuk produk bahan baku impor sebesar 5 persen. Pada tanggal 22 Desember 2010, Pemerintah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No.241/PMK.011/2010 yang menjadi dasar kebijakan kenaikan bea masuk atas impor barang. PMK No.241/PMK.011/2010 merupakan perubahan keempat dari PMK Nomor 110/2006 tentang penetapan sistem klasifikasi barang dan pembebanan tarif bea masuk atas barang impor. Perubahan ini terjadi dalam rangka melaksanakan program harmonisasi tarif bea masuk Indonesia tahun 20052010 sebagaimana ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 591/KMK.010/2004 tentang program harmonisasi tarif bea masuk 2005-2010 untuk produk-produk pertanian, perikanan, pertambangan, farmasi, keramik, dan besi baja. Peraturan kedua yang juga sudah diterapkan oleh Pemerintah adalah Peraturan Pemerintah nomor 7 tahun 2007 mengenani Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 10 persen atas input-input produksi seperti peralatan, pupuk, dan obat-obatan. Oleh karena itu, input produksi teh hitam orthodoks yaitu pupuk anorganik dan obat-obatan yang berasal dari impor terkena kebijakan pajak bea masuk sebesar 5 persen dan PPN sebesar 10 persen. Dampak dari kebijakan ini adalah terjadinya peningkatan harga pupuk anorganik dan obat-obatan yang akan meningkatkan biaya produksi usahatani teh hitam orthodoks di PTPN VIII Afdeling Rancabali III, yang akhirnya akan mengurangi keuntungan yang diperoleh petani.
51
Kebijakan lain yang juga akan berdampak pada input teh hitam orthodoks di PTPN VIII Afdeling Rancabali III adalah subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM). Sejak tanggal 22 Juni 2013, harga bensin jenis premium sebesar Rp6 500 per liter. Kebijakan ini tertuang dalam Pengumuman Nomor 07.PM/12/MPM/2013 tentang penyesuaian harga eceran BBM bersubsidi, sesuai ketentuan pasal 4, pasal 5 dan pasal 6 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 15 Tahun 2013, tentang harga jual eceran dan konsumen penggguna jenis BBM tertentu dan peraturan Menteri ESDM Nomor 18 Tahun 2013 tentang harga jual eceran jenis BBM tertentu untuk konsumen pengguna tertentu. Besarnya subsidi BBM jenis premium yang dilakukan Pemerintah sejak dikeluarkannya peraturan tersebut adalah Rp3 000 per liter. Namun, kebijakan ini tidak berlaku untuk perkebunan, malah PTPN VIII terkena Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 10 persen (PTPN VIII Rancabali 2013). Kebijakan ini tertuang pada Undang-Undang No 42 Tahun 2009 tentang perubahan ketiga atas Undang-Undang No 8 tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak atas Penjualan barang mewah yang mulai berlaku tanggal 1 April 2010 serta berlakunya Peraturan Pajak Penghasilan Pasal 22 berkenaan dengan pengenaan PPN sebesar 10 persen terhadap BBM. Pengenaan PPN sebesar 10 persen terhadap pembelian BBM memang tidak berdampak secara langsung terhadap produksi teh hitam orthodoks di PTPN VIII Afdeling Rancabali III. Namun, adanya penerapan PPN sebesar 10 persen ini mengakibatkan biaya transportasi dan pengangkutan menjadi lebih mahal. Penerapan PPN sebesar 10 persen terhadap BBM akan menambah biaya pemakaian bahan bakar aktivitas usahatani teh hitam orthodoks di PTPN VIII Afdeling Rancabali III seperti biaya transportasi untuk membeli input. Sehingga, biaya input aktual (privat) yang dikeluarkan PTPN VIII Afdeling Rancabali III menjadi lebih mahal.
Kebijakan Output Usahatani Teh Hitam Orthodoks Kebijakan perdagangan teh terkait ekspor teh diatur dalam Peraturan Mendag Nomor 01/M-Dag/Per/1/2007, di dalam peraturan tersebut menjelaskan bahwa barang-barang ekspor dapat dikelompokkan dalam: (1) Kelompok barang yang diatur ekspornya; (2) Kelompok barang yang diawasi ekspornya; (3) Kelompok barang yang dilarang ekspornya; (4) Kelompok barang yg bebas ekspornya. Komoditi teh termasuk ke dalam kelompok barang bebas ekspor yang pelaksanaan ekspornya dapat dilakukan oleh setiap perusahaan atau perorangan yang telah memiliki : 1. Tanda Daftar Usaha Perdagangan (TDUP)/Surat Ijin Usaha Perdagangan (SIUP). 2. Ijin Usaha dari Departemen Teknis/Lembaga Pemerintah Non Departemen berdasar kan perundang-undangan yang berlaku. 3. Tanda Daftar Perusahaan (TDP) Kebijakan lain dalam upaya pengembangan agribisnis teh adalah berupa insentif pajak. Melalui Peraturan Pemerintah No. 7 tahun 2007, daun teh kering baik yang difermentasi maupun non fermentasi termasuk kriteria barang hasil pertanian yang bersifat strategis sehingga dibebaskan dari pengenaan pajak pertambahan nilai. Selain kebijakan yang langsung terkait dengan komoditas teh,
52
berbagai kebijakan Pemerintah, baik fiskal maupun moneter, seperti subsidi pertanian secara umum, pembangunan infrastruktur, kebijakan nilai tukar, inflasi, dan lain–lain, berpengaruh secara langsung maupun tidak langsung terhadap perkembangan agribisnis teh. Setiap jenis kebijakan juga akan memberikan dampak yang berbeda – beda bagi setiap pihak yang terkait. Kebijakan selanjutnya terkait dengan output pada teh hitam orthodoks di PTPN VIII Afdeling Rancabali III adalah pengenaan PPN sebesar 10 persen terhadap pembelian BBM jenis Premium. Kebijakan Subsidi BBM yang tertuang dalam Pengumuman Nomor 07.PM/12/MPM/2013 tentuang penyesuaian harga eceran BBM bersubsidi, sesuai ketentuan pasal 4, pasal 5 dan pasal 6 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 15 Tahun 2013, tentang harga jual eceran dan konsumen penggguna jenis BBM tertentu dan peraturan Menteri ESDM Nomor 18 Tahun 2013 tentang harga jual eceran jenis BBM tertentu untuk konsumen pengguna tertentu. Hal ini tidak berlaku untuk Perkebunan Besar Negara seperti PTPN VIII, dan ini tidak berlaku untuk PTPN VIII Afdeling Rancabali III selaku unit kebun dari PTPN VIII. Pembelian BBM untuk Perkebunan terkena Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 10 persen (PTPN VIII Rancabali 2013). Kebijakan yang terkait mengenai PPN terhadap pembelian BBM untuk Perkebunan adalah Undang-Undang No 42 Tahun 2009 tentang perubahan ketiga atas UndangUndang No 8 tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak atas Penjualan barang mewah yang mulai berlaku tanggal 1 April 2010 serta berlakunya Peraturan Pajak Penghasilan Pasal 22 berkenaan dengan pengenaan PPN sebesar 10 persen terhadap BBM. Pengenaan PPN sebesar 10 persen terhadap BBM akan menambah biaya pembelian bahan bakar dalam pemasaran output sehingga harga output pada kondisi privat/aktual menjadi lebih tinggi.
6 HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Daya Saing Teh di PTPN VIII Afdeling Rancabali III Pada bab ini akan dibahas mengenai hasil perhitungan pada Policy Analysis Matrix yang merefleksikan daya saing komoditas teh dan dampak kebijakan Pemerintah terhadap komoditas teh di PT. Perkebunan Nusantara VIII Afdeling Rancabali III. Analisis ini dilakukan secara multiperiode yaitu selama 25 tahun. Tingkat suku bunga privat dan sosial yang digunakan adalah sebesar 6 persen (asumsi menggunakan suku bunga bank milik Pemerintah 2012). Dasar dari analisis Policy Analysis Matrix adalah analisis usahatani. Analisis usahatani ini berdasarkan harga privat atau harga yang berlaku di pasar dimana ada distorsi pasar atau kegagalan pasar, dan analisis ini juga dilakukan berdasarkan harga sosial atau harga pada pasar persaingan sempurna dimana tidak ada distorsi Pemerintah atau kegagalan pasar. Matriks PAM terdiri dari tiga baris dan empat kolom yang secara berurutan terdiri dari kolom penerimaan, kolom biaya yang terdiri dari input tradable dan input non tradable, dan kolom keuntungan yang merupakan selisih dari penerimaan dengan biaya-biaya. Baris pertama pada PAM menunjukkan keuntungan privat yang perhitungannya berasal dari pengurangan penerimaan
53
terhadap biaya tradable dan non tradable berdasarkan harga yang berlaku di pasar yang mencerminkan bahwa nilai-nilai yang dipengaruhi oleh semua kebijakan Pemerintah dan kegagalan pasar. Baris kedua pada PAM menunjukkan perhitungan keuntungan sosial yang berasal dari pengurangan penerimaan terhadap biaya tradable dan non tradable berdasarkan harga pada kondisi pasar persaingan sempurna yang mencerminkan bahwa nilai-nilai tidak dipengaruhi oleh semua kebijakan Pemerintah dan kegagalan pasar. Baris ketiga merupakan selisih antara baris pertama dan baris kedua yang merefleksikan divergensi akibat adanya kebijakan Pemerintah. Hasil perhitungan terdapat pada rekapitulasi budget privat dan rekapitulasi sosial yang dapat dilihat pada Lampiran 5 dan Lampiran 6. Berdasarkan hasil perhitungan maka diperoleh Tabel PAM komoditas teh hitam orthodoks di PTPN VIII Afdeling Rancabali III secara keseluruhan. Secara lengkap PAM tersaji pada Tabel 14. Tabel 14 Policy Analysis Matrix (PAM) usahatani teh hitam orthodoks (dalam hektar/25 tahun) Biaya Penerimaan Privat Sosial Efek Divergensi
1 590 857 428 1 351 292 487 239 564 941
Input Tradable 184 976 346 157 822 423 27 153 923
Faktor Domestik 936 077 245 876 914 776 59 162 469
Keuntungan 469 803 837 316 555 288 153 248 548
Berdasarkan Tabel 14 maka dapat diketahui penerimaan privat usahatani komoditas teh hitam orthodoks adalah sebesar Rp1 590 857 428, dengan biaya input tradable yaitu sebesar Rp184 976 346 dan biaya input non tradable sebesar Rp936 077 245, sehingga keuntungan privat usahatani teh hitam orthodoks yang diperoleh yaitu sebesar Rp469 803 837. Selanjutnya, pada baris kedua pada Tabel 14 dapat diketahui bahwa penerimaan sosial usahatani komoditas teh hitam orthodoks sebesar Rp1 351 292 487 dengan biaya input yaitu tradable sebesar Rp157 822 423 dan biaya input non tradable sebesar Rp876 914 776, sehingga didapatkan keuntungan sosial pengusahaan komoditas teh hitam orthodoks sebesar Rp316 555 288. Pada Tabel 14 menunjukkan bahwa, efek difergensi yang dihasilkan Policy Analysis Matrix keseluruhan (penerimaan, biaya input tradable, input non tradable dan keuntungan) bernilai positif. Divergensi penerimaan bernilai positif yaitu sebesar Rp153 248 548, hal ini berarti harga teh hitam orthodoks pada harga privat lebih besar daripada harga sosial. Harga privat teh hitam orthodoks adalah Rp 22 116 per Kg, sedangkan untuk harga sosial output teh hitam orthodoks yaitu sebesar Rp18 860 per Kg. Harga sosial teh hitam orthodoks diperoleh dari harga perbatasan (border price) dikurangi dengan biaya handling dan tansportasi. Meskipun belum ada kebijakan secara khusus yang memproteksi output teh hitam orthodoks namun kebijakan pengenaan PPN sebesar 10 persen akan menambah biaya untuk transportasi untuk pemasaran output dan pengangkutan output. Kebijakan Pemerintah ini berpengaruh secara tidak langsung terhadap output.
54
Sedangkan divergensi pada biaya input tradable bernilai positif yaitu sebesar Rp27 153 923. Hal ini berarti, bahwa dengan adanya kebijakan Pemerintah, perkebunan PTPN VIII Afdeling Rancabali III harus membayar lebih tinggi daripada harga ekonominya/sosialnya. Kebijakan yang dimaksud adalah adanya bea masuk dan pajak pertambahan nilai dari Pemerintah terhadap input tradable yaitu pupuk anorganik, dan obat-obatan (insektisida, fungisida dan herbisida). Kebijakan Pemerintah ini bertujuan untuk melindungi produsen input tradable yaitu berupa subsidi, sedangkan di Afdeling Rancabali III dikenakan pajak atas input tradable. Divergensi pada biaya non tradable (faktor domestik) juga bernilai positif yaitu sebesar Rp59 162 469. Hal ini mengindikasikan bahwa dengan adanya kebijakan Pemerintah, Afdeling Rancabali III harus mengeluarkan biaya input domestik lebih tinggi dibandingkan dengan harga ekonominya. Hal ini terjadi karena adanya kebijakan Pemerintah mengenai Upah Minimum Regional (UMR). Keuntungan privat didapatkan dari perhitungan penerimaan dikurangi biaya berdasarkan harga berlaku (harga pasar) yang mencerminkan nilai-nilai yang dipengaruhi oleh semua kebijakan Pemerintah dan kegagalan pasar. Berdasarkan Tabel 14 dapat diketahui bahwa keuntungan privat yang diperoleh dari usahatani teh hitam orthodoks di PTPN VIII Rancabali Afdeling Rancabali III adalah sebesar Rp469 803 837 per hektar (hasil selisih dari total penerimaan dan total biaya tradable dan domestik). Oleh karena itu secara finansial kegiatan pengusahaan teh hitam orthodoks di PTPN VIII Rancabali Afdeling Rancabali III masih layak untuk dijalankan baik jangka pendek maupun jangka panjang karena mampu memberikan keuntungan yang positif dan cukup besar. Nilai B/C ratio yang diperoleh adalah sebesar 1.42. Hal ini berarti bahwa, setiap Rp1 per hektar biaya yang dikeluarkan PTPN VIII Afdeling Rancabali III untuk menanam teh hitam orthodoks, maka penerimaan yang akan diperoleh sebesar Rp1.42 per hektar. Sehingga bisa disimpulkan bahwa usahatani teh hitam orthodoks layak diusahakan dan efisien secara produksi. Keuntungan sosial adalah perhitungan penerimaan dikurangi biaya berdasarkan harga pada pasar persaingan sempurna yang mewakili biaya imbangan sosial yang sesungguhnya, dimana harga ini tidak mengandung nilainilai kebijakan Pemerintah dan kegagalan pasar. Pada komoditas tradable, harga bayangan (sosial) adalah harga yang terjadi di pasar internasional. Berdasarkan Tabel 14 dapat diketahui bahwa keuntungan sosial yang diperoleh dari pengusahaan teh hitam orthodoks di PTPN VIII Rancabali Afdeling Rancabali III adalah sebesar Rp316 555 288 per hektar. Hal ini menggambarkan bahwa tanpa adanya kebijakan Pemerintah, pengusahaan teh hitam orthodoks di PTPN VIII Rancabali Afdeling Rancabali III masih menguntungkan karena masih memberikan keuntungan yang positif dan cukup besar dan secara ekonomi kegiatan usahatani teh hitam orthodoks di PTPN VIII Rancabali Afdeling Rancabali III masih layak untuk dijalankan. Namun, jika dibandingkan keuntungan yang diperoleh lebih kecil dibandingkan pada kondisi adanya kebijakan atau intervensi Pemerintah (harga privat). Berdasarkan hasil analisis keuntungan, maka dapat disimpulkan bahwa usahatani teh hitam orthodoks di PTPN VIII Rancabali Afdeling Rancabali III menguntungkan secara finansial maupun ekonomi. Sehingga pengusahaan teh hitam orthodoks di PTPN VIII Rancabali Afdeling Rancabali III layak untuk
55
dijalankan baik secara finansial maupun ekonomi. Berdasarkan tabulasi yang dilakukan pada matriks PAM, dapat diketahui bahwa keuntungan privat yang dihasilkan lebih besar jika dibandingkan dengan keuntungan sosial. Hal ini menyebabkan divergensi keuntungan yang dihasilkan bernilai positif yaitu sebesar Rp153 248 548 per hektar selama periode analisis 25 tahun. Selanjutnya, analisis daya saing teh hitam orthodoks di PTPN VIII Afdeling Rancabali III dapat dilihat dari keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif. Keunggulan komparatif dapat dilihat dari nilai Rasio Sumberdaya Domestik (Domestic Resource Cost/DRC) dan keuntungan sosial (Social Profit/SP). Sedangkan keunggulan kompetitif teh hitam orthodoks PTPN VIII Afdeling Rancabali III ditunjukkan oleh nilai Rasio Biaya Privat (Privat Cost Ratio/PCR) dan keuntungan privat (Privat Profit/PP). Perbandingan nilai keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif pada usahatani teh hitam orthodoks di PTPN VIII Afdeling Rancabali III dapat dilihat pada Tabel 15. Tabel 15 Perbandingan nilai keunggulan komparatif dan kompetitif usahatani teh hitam orthodoks di PTPN VIII Afdeling Rancbali III Uraian Keunggulan Kompetitif Rasio Biaya Privat (PCR) Keuntungan Privat (KP) Keunggulan Komparatif Rasio Sumberdaya Domestik (DRC) Keuntungan Sosial (SP)
Nilai 0.67 Rp469 803 837 0.74 Rp316 555 288
Indikator untuk melihat keunggulan kompetitif adalah nilai Private Cost Ratio (PCR) dan keuntungan privat. Adapun nilai Private Cost Ratio (PCR) dari usahatani teh hitam orthodoks di PTPN VIII Afdeling Rancabali III adalah sebesar 0.67. Hal ini menunjukkan bahwa untuk mendapatkan nilai tambah output sebesar satu satuan dibutuhkan tambahan biaya faktor domestik kurang dari satu satuan yaitu sebesar 0.67. Nilai PCR sebesar 0.67 menunjukkan bahwa untuk mendapatkan nilai tambah output teh hitam orthodoks di PTPN VIII Afdeling Rancabali III sebesar satu satuan pada harga privat, maka diperlukan tambahan biaya faktor domestik kurang dari satu satuan yaitu sebesar 0.67. Sedangkan nilai keuntungan privat yang dihasilkan adalah sebesar Rp469 803 837 per hektar selama 25 tahun. Keuntungan privat yang dihasilkan ini bernilai positif, hal ini berarti bahwa usahtani teh hitam orthodoks di PTPN VIII Afdeling Rancabali III menguntungkan secara finansial dan layak untukdijalankan. Berdasarkan nilai PCR dan nilai keuntungan privat yang dihasilkan tersebut, teh hitam orthodoks di PTPN VIII Afdeling Rancabali III dapat dikatakan memiliki daya saing dari segi keunggulan kompetitif karena memiliki nilai PCR<1 dan nilai keuntungan privat yang bernilai positif (KP>0). Selain itu, dapat diartikan juga bahwa usahatani teh hitam orthodoks di PTPN VIII Afdeling Rancabali III dapat membayar faktor domestiknya. Keunggulan kompetitif akan meningkat jika biaya faktor domestik dapat diminimumkan dan atau memaksimalkan nilai tambah output (Pranoto 2011). Menurut Pranoto (2011), peningkatan nilai tambah output dapat ditingkatkan dengan penggunaan teknologi
56
yang dapat menurunkan biaya per unit output. Semakin kecil nilai PCR yang dihasilkan (PCR<1) maka semakin teh hitam orthodoks berdaya saing karena memiliki keunggulan kompetitif dan begitu pula sebaliknya semakin besar nilai PCR yang dihasilkan maka semakin teh hitam orthodoks tidak memiliki daya saing atau tidak memiliki keunggulan kompetitif. Hasil Penelitian ini juga sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Manalu (2014) yang mengatakan bahwa nilai PCR<1 mengindikasikan bahwa produsen memiliki keuntungan finasial (privat) positif atau memiliki keunggulan kompetitif. Semakin kecil nilai PCR, maka semakin tinggi keunggulan kompetitifnya. Indikator dari keunggulan komparatif dapat dilihat dari nilai Rasio Sumberdaya Domestik (Domestic Resource Cost/DRC) dan keuntungan sosial (Social Profit/SP). Adapun nilai DRC yang dihasilkan adalah sebesar 0.74. Artinya, jika teh hitam orthodoks diproduksi di dalam negeri maka hanya membutuhkan biaya sebesar 0.74 satu satuan, sehingga terjadi penghematan biaya sebesar 0.74 satu satuan. Artinya, jika memproduksi teh hitam orthodoks di dalam negeri akan menjadi lebih murah dibandingkan jika mengimpor dari negara lain sehingga teh hitam orthodoks berdaya saing karena memiliki keunggulan komparatif. Hal ini mengindikasikan bahwa untuk memproduksi teh hitam orthodoks di PTPN VIII Afdeling Rancabali III hanya membutuhkan biaya sumberdaya domestik sebesar 74 persen terhadap biaya impor yang dibutuhkan. Nilai keuntungan sosial/ekonomi Rp316 555 288 per hektar selama 25 tahun. Jadi, dapat dikatakan bahwa usahatani usahatani teh hitam orthodoks di PTPN VIII Afdeling Rancabali III memiliki daya saing dari segi keunggulan komparatif karena nilai DRC<1 yaitu sebesar 0.74 dan secara ekonomi menguntungkan karena nilai keuntungan sosial yang didapatkan bernilai positif. Semakin kecil nilai DRC yang dihasilkan (DRC<1) maka semakin teh hitam orthodoks berdaya saing atau memiliki keunggulan komparatif dan begitu pula sebaliknya semakin besar nilai DRC yang dihasilkan maka semakin teh hitam orthodoks tidak memiliki daya saing atau tidak memiliki keunggulan komparatif. Hasil DRC yang diperoleh dari penelitian ini juga sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Jamilah (2014), Rogers (2011), dan Hermayanti et.al 2013) yang mengatakan bahwa nilai DRC<1 mengindikasikan suatu komoditas memiliki keunggulan komparatif. Semakin kecil nilai DRC, maka semakin tinggi keunggulan komparatif komoditas tersebut. Perbandingan selanjutnya yang dapat disimpulkan adalah nilai keuntungan privat yang lebih besar dibandingkan keuntungan sosialnya. Hal ini berarti pengusahaan teh hitam orthodoks di PTPN VIII Afdeling Rancabali III lebih menguntungkan saat adanya intervensi dari Pemerintah terhadap input yang dikeluarkan dan output yang dihasilkan. Divergensi keuntungan menunjukkan angka positif sebesar Rp153 248 548 per hektar. Berdasarkan Tabel 14 maka dapat diketahui bahwa nilai PCR lebih kecil daripada nilai DRC. Hal ini berarti komoditas teh yang dihasilkan PTPN VIII Afdeling Rancabali III didukung oleh kebijakan atau intervensi Pemerintah yang meningkatkan efisiensi dalam berproduksi. Artinya, kebijakan terkait input-output yaitu pajak bea masuk atas input produksi (pupuk anorganik dan obat-obatan) sebesar 5 persen dan PPN 10 persen, dan pengenaan PPN terhadap BBM sebesar 10 persen sudah efektif untuk meningkatkan daya saing dan memberikan keuntungan bagi PTPN VIII Afdeling Rancabali III. Berdasarkan analisis daya saing yang tercermin dari indikator-
57
indikator daya saing maka dapat disimpulkan bahwa usahatani teh hitam orthodoks di PTPN VIII Afdeling Rancabali III ini memiliki daya saing baik dari segi keunggulan komparatif maupun kompetitif.
Analisis Dampak Kebijakan Pemerintah terhadap Daya Saing Teh di PTPN VIII Afdeling Rancabali III
Kebijakan Pemerintah dalam suatu aktivitas ekonomi dapat memberikan dampak positif maupun negatif terhadap pelaku ekonomi yang terlibat didalamnya. Tujuan dibuat kebijakan Pemerintah dalam perdagangan adalah untuk melindungi produsen maupun konsumen dalam negeri dapat membuat perbedaan harga yang terjadi dari kebijakan Pemerintah dalam perdagangan adalah untuk melindungi produsen maupun konsumen di alam negeri. Dampak kebijakan juga dapat menurunkan atau meningkatkan produksi maupun produktivitas dari suatu aktivitas ekonomi. Indikator-indikator dampak kebijakan Pemerintah terhadap komoditas teh hitam orthodoks di PTPN VIII Afdeling Rancabali III terdiri dari indikator dampak kebijakan terhadap output yaitu Transfer Output dan Koefisien Proteksi Output Nominal, indikator dampak kebijakan terhadap input yaitu Transfer Input, Transfer Faktor, dan Koefisien Proteksi Input Nominal. Indikator dampak kebijakan terhadap input-output yaitu Koefisien Proteksi efektif, Transfer Bersih, Koefisien Keuntungan, dan Rasio Subsidi Produsen. Secara lengkap analisis dampak kebijakan Pemerintah terhadapp komoditas teh hitam orthodoks dapat dilihat pada Tabel 16. Tabel 16 Indikator-indikator dampak kebijakan Pemerintah terhadap teh hitam orthodoks di PTPN VIII Afdeling Rancabali III Indikator Dampak Kebijakan Terhadap Output Transfer Output (TO) Koefisien Proteksi Output Nominal (NPCO) Dampak Kebijakan Terhadap Input Transfer Input (TI) Koefisien Proteksi Input Nominal (NPCI) Transfer Faktor (TF) Dampak Kebijakan Terhadap Input-Output Transfer Bersih (TB) Koefisien Proteksi Efektif (EPC) Rasio Subsidi Produsen (SRP) Keofisien Keuntungan (PC)
Satuan
Nilai
Rp/ha
239 564 941 1.18
Rp/ha
27 153 923 1.17 59 162 469
Rp/ha Rp/ha
153 248 548 1.18 0.11 1.48
Kebijakan Output Adapun indikator-indikator dampak kebijakan output adalah Transfer Output (TO), Koefisien Proteksi Output Nominal (NPCO). Nilai Transfer Output
58
(TO) dari pengusahaan komoditas teh hitam orthodoks bernilai positif yaitu sebesar Rp239 564 941, Artinya harga output teh hitam orthodoks di pasar domestik lebih tinggi dari harga internasionalnya. Hal ini bisa terlihat dari harga output pada struktur harga privat yang lebih tinggi dibandingkan harga sosialnya yaitu Rp22 116 per kg (harga privat) dan Rp18 816 per Kg (harga sosial). Perbedaan harga antara privat dan sosial diduga karena adanya pengenaan pajak PPn sebesar 10 persen terhadap BBM. Saat ini belum ada kebijakan Pemerintah yang langsung mengenai output teh hitam orthodoks. Namun ada kebijakan pengenaan PPN terhadap BBM yang tertuang dalam Undang-Undang No 42 Tahun 2009 tentang perubahan ketiga atas Undang-Undang No 8 tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak atas Penjualan barang mewah yang mulai berlaku tanggal 1 April 2010 serta berlakunya Peraturan Pajak Penghasilan Pasal 22 berkenaan dengan pengenaan PPN sebesar 10 persen terhadap BBM. Meskipun belum ada kebijakan secara khusus yang memproteksi output teh hitam orthodoks namun, kebijakan pengenaan PPN sebesar 10 persen akan menambah biaya untuk transportasi untuk pemasaran output dan pengangkutan output berpengaruh secara tidak langsung terhadap output. Perbedaan harga pada struktur privat dan struktur sosial menyebabkan konsumen membeli dengan harga yang tinggi dari harga yang seharusnya dibayarkan kepada produsen. Dengan kata lain, masyarakat memberikan insentif terhadap PTPN VIII Rancabali Afdeling Rancabali III dengan adanya kebijakan Pemerintah. Nilai Koefisien Proteksi Output (NPCO) adalah rasio antara penerimaan berdasarkan harga privat dengan penerimaan berdasarkan harga sosial. Penerimaan privat sebesar Rp1 590 857 428 per hektar, sedangkan penerimaan sosial sebesar Rp1 351 292 487 per hektar, sehingga didapatkan nilai NPCO sebesar 1.18. Nilai NPCO yang dihasilkan adalah lebih besar dari satu (NPCO>1), hal ini berarti Pemerintah memberikan proteksi pada usaha perkebunan di PTPN VIII Afdeling Rancabali III dengan cara menaikkan harga output diatas harga efisiennya. Hal ini berarti bahwa harga domestik untuk output lebih tinggi dari harga output internasionalnya yang terlihat dari harga output pada struktur harga privat yang lebih tinggi dibandingkan harga sosialnya yaitu Rp22 116 per kg (harga privat) dan Rp18 816 per Kg (harga sosial). Saat ini belum ada kebijakan Pemerintah yang langsung mengenai output teh hitam orthodoks. Kebijakan pengenaan PPN sebesar 10 persen terhadap BBM tertuang dalam Undang-Undang No 42 Tahun 2009 tentang perubahan ketiga atas Undang-Undang No 8 tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak atas Penjualan barang mewah yang mulai berlaku tanggal 1 April 2010 serta berlakunya Peraturan Pajak Penghasilan Pasal 22 berkenaan dengan pengenaan PPN sebesar 10 persen terhadap BBM. Meskipun belum ada kebijakan secara khusus yang memproteksi output teh hitam orthodoks namun kebijakan pengenaan PPN sebesar 10 persen terhadap BBM akan menambah biaya untuk transportasi untuk pemasaran output dan pengangkutan output berpengaruh secara tidak langsung terhadap output. Secara keseluruhan, analisis dampak kebijakan pemerintah terhadap output yaitu pengenaan PPN untuk BBM sebesar 10 persen terhadap output teh hitam orthodoks di PTPN VIII Afdeling Rancabali III mengindikasikan bahwa kebijakan tersebut efektif atau mampu mendorong peningkatan daya saing, sehingga penerimaan yang diperoleh PTPN VIII Afdeling Rancabali III menjadi
59
lebih tinggi dibandingkan dengan penerimaan tanpa adanya kebijakan tersebut. Dengan kata lain, kebijakan pemerintah terhadap output yaitu pengenaan PPN untuk BBM sebesar 10 persen mampu mendukung peningkatan daya saing (keunggulan kompetitif dan komparatif) hitam orthodoks di PTPN VIII Afdeling Rancabali III. Kebijakan Input Indikator untuk kebijakan Input adalah Transfer Input (TI), Transfer Faktor (TF), dan Koefisien Proteksi Input Nominal (NPCI). Nilai Tranfer Input dalam penelitian ini adalah sebesar Rp27 153 923. Hal ini mengindikasikan bahwa dalam pengusahaan teh hitam orthodoks, harga input tradable yang dikeluarkan pada harga privat lebih tinggi daripada harga input pada harga sosial/ekonomi sehingga PTPN VIII Afdeling Rancabali III membayar input lebih besar yaitu sebesar Rp27 153 923 daripada kondisi seharusnya akibat adanya kebijakan Pemerintah. Hal ini dikarenakan PTPN VIII Afdeling Rancabali III tidak mendapatkan subsidi dari Pemerintah, bahkan PTPN VIII Rancabali Afdeling Rancabali ini membayar input dengan harga yang jauh lebih mahal karena terkena pajak. Kebijakan yang mempengaruhi input antara lain kebijakan bea masuk produk bahan baku impor sebesar 5 persen. Pada tanggal 22 Desember 2010, Pemerintah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No.241/PMK.011/2010 yang menjadi dasar kebijakan kenaikan bea masuk atas impor barang. Peraturan Pemerintah nomor 7 tahun 2007 mengenai Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 10 persen atas input-input produksi seperti peralatan, pupuk dan obat-obatan dan adanya pengenaan PPN sebesar 10 persen terhadap BBM. Nilai Koefisien Proteksi Input Nominal (NPCI) adalah perbandingan antara biaya input tradable berdasarkan harga privat dengan biaya input tradable berdasarkan harga sosial/ekonomi. Nilai NPCI yang dihasilkan yaitu sebesar 1.17, hal ini menunjukkan bahwa Pemerintah menaikkan harga input tradable di pasar domestik yang dihadapi PTPN VIII Afdeling Rancabali III dibawah harga dunia. Jadi, kebijakan Pemerintah terhadap input tidak mendorong peningkatan daya saing teh hitam orthodoks di lokasi penelitian. Nilai NPCI>1 menunjukkan adanya proteksi Pemerintah terhadap produsen input tradable di pasar domestik. Hal ini terjadi dikarenakan adanya kebijakan Pemerintah berupa adanya bea masuk (pajak impor) dan Pajak Pertambahan Nilai input tradable seperti pupuk anorganik dan obat-obat-obatan (Mantau 2009, Saptana et.al 2004). Nilai ini menunjukkan bahwa terdapat proteksi terhadap produsen input asing tradable, yang menyebabkan sektor yang menggunakan input tersebut akan dirugikan dengan tingginya biaya produksi karena petani membeli input tradable lebih mahal dari harga dunia akibat adanya pajak impor sebesar 5 persen dan PPN sebesar 10 persen pada input tradable (pupuk anorganik dan obat-obatan) dan pengenaan PPN sebesar 10 persen terhadap pembelian BBM jenis Premium. Hasil Penelitian ini juga sesuai dengan penelitian Najarzadeh et al. (2011) dan Mobasser et al. (2012) yang mengatakan bahwa jika nilai NPCI>1 maka biaya input tradable lebih tinggi pada harga privat daripada harga sosialnya.
60
Selain input tradable, input lain yang digunakan dalam proses produksi adalah input domestik (faktor domestik). Harga atas input tersebut ditentukan oleh mekanisme pasar lokal atau di dalam negeri. Transfer Faktor (TF) merupakan indikator dampak kebijakan Pemerintah terhadap input produksi tersebut. TF merupakan selisih antara biaya input domestik yang dihitung pada harga privat dengan biaya input produksi pada harga bayangan (sosial). Kebijakan Pemerintah untuk input domestik dilakukan dalam bentuk kebijakan subsidi (positif atau negatif). Nilai Transfer Faktor (TF) adalah perbedaan harga sosial dengan harga privat yang diterima PTPN VIII Afdeling Rancabali III untuk pembayaran faktorfaktor produksi domestik. Adapun nilai Transfer Faktor (TF) pada peneliitan ini adalah memiliki nilai positif yaitu sebesar Rp59 162 469. Hal ini mengindikasikan bahwa harga input domestik/non tradable yang dikeluarkan pada tingkat harga privat lebih tinggi daripada tingkat harga sosial/ekonomi. Hal ini diduga karena adanya pemberlakuan peraturan mengenai Upah Minimum Regional untuk tenaga kerja sehingga biaya input untuk faktor domestik di struktur privat lebih tinggi jika dibandingkan dengan di struktur sosial. Disamping itu, nilai tersebut menunjukkan bahwa terdapat implisit pajak pertambahan nilai pada input non tradable (faktor domestik) dari Pemerintah yaitu pengenaan PPN BBM sebesar 10 persen untuk jenis premium. Secara keseluruhan, kebijakan pemerintah terhadap input produksi yaitu pajak bea masuk atas input produksi sebesar 5 persen dan PPN sebesar 10 persen serta pengenaan PPN sebesar 10 persen belum efektif atau belum mampu mendorong peningkatan daya saing teh hitam orthodoks di PTPN VIII Afdeling Rancabali III. Kebijakan Input-Output Indikator untuk kebijakan input-output adalah Transfer Bersih (TB), Koefisien Proteksi Efektif (EPC), Rasio Subsidi Produsen (SRP), dan Koefisien keuntungan (PC). Di dalam alat analisis PAM, indikator yang mampu menjelaskan pengaruh dampak kebijakan terhadap surplus produsen adalah nilai Tranfer Bersih (TB). Nilai Transfer Bersih (TB) merupakan selisih dari nilai keuntungan privat dengan nilai keuntungan sosial. Berdasarkan hasil perhitungan dapat diketahui bahwa nilai Transfer Bersih yang dianalisis bernilai positif yaitu sebesar Rp153 248 548. Hal ini menunjukkan bahwa adanya penambahan keuntungan untuk PTPN VIII Afdeling Rancabali III yang disebabkan adanya kebijakan Pemerintah. Nilai tersebut juga merefleksikan bahwa dampak kebijakan Pemerintah terhadap input dan output akan meningkatkan surplus PTPN VIII Afdeling Rancabali III sebesar Rp153 248 548. Oleh karena itu, kebijakan kenaikan bea masuk atas impor barang sebesar 5 persen dan Peraturan Pemerintah nomor 7 tahun 2007 mengenai Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 10 persen atas input-input produksi seperti peralatan, pupuk dan obat-obatan dan adanya pengenaan PPN sebesar 10 persen terhadap BBM efektif bagi usahatani teh hitam orthodoks di PTPN VIII Afdeling Rancabali III. Nilai EPC tersebut menggambarkan sejauh mana kebijakan pemerintah yaitu pajak bea masuk atas input produksi sebesar 5 persen dan PPN sebesar 10 persen serta pengenaan PPN BBM sebesar 10 persen dalam melindungi atau menghambat produksi domestik secara efektif. Jika nilai EPC kurang dari satu,
61
maka kebijakan tersebut tidak berjalan secara efektif atau menghambat produsen untuk berproduksi dan berlaku sebaliknya. Nilai EPC di lokasi penelitian adalah sebesar 1.18. Hal ini menunjukkan bahwa sistem produksi teh di perkebunan Afdeling Rancabali III sudah menunjukkan adanya proteksi dari Pemerintah yang memberikan dukungan terhadap daya saing teh. Kebijakan tersebut adalah dengan menetapkan tarif ekspor nol persen terhadap komoditas teh dalam bentuk primer. Hal ini merangsang PTPN Afdeling Rancabali III untuk terus melakukan ekspor teh hitam. Secara umum nilai EPC juga menggambarkan bahwa terdapat kebijakan Pemerintah terhadap harga input dan output yang efektif untuk melindungi PTPN VIII Afdeling Rancabali III. Kebijakan yang berkaitan dengan input dan output yaitu pajak bea masuk atas input produksi sebesar 5 persen serta pengenaan PPN sebesar 10 persen dan kebijakan Pemerintah terhadap pengenaan PPN terhadap BBM sebesar 10 persen dalam melindungi produksi domestik secara efektif. Indikator dampak kebijakan terhadap input-output selanjutnya adalah SRP atau Rasio Subsidi bagi Produsen. Berdasarkan hasil analisis dapat diketahui bahwa nilai SRP>0, yaitu sebesar 0.11 yang artinya bahwa kebijakan Pemerintah yang berlaku menyebabkan PTPN VIII Afdeling Rancabali III mengeluarkan biaya lebih rendah sekitar 11 persen dari biaya opportunity cost untuk berproduksi. Oleh karena itu, kebijakan Pemerintah yang berkaitan dengan input dan output yaitu pajak bea masuk atas input produksi sebesar 5 persen dan PPN sebesar 10 persen serta pengenaan PPN sebesar 10 persen terhadap BBM ini menguntungkan bagi peningkatan daya saing komoditas teh hitam orthodoks di PT. Perkebunan Nusantara VIII Afdeling Rancabali III. Pada Koefisien Keuntungan (PC) mampu menjelaskan dampak insentif dari seluruh kebijakan output, kebijakan input asing (tradable) dan input domestik (net policy transfer). Koefisien Keuntungan adalah perbandingan antara keuntungan bersih privat dengan keuntungan bersih sosial. Berdasarkan nilai Koefisien Keuntungan/PC pada Tabel 16 adalah sebesar 1.48. Nilai PC>1, nilai tersebut menunjukkan bahwa dengan kebijakan Pemerintah yang berlaku seperti pajak bea masuk atas input produksi sebesar 5 persen dan PPN sebesar 10 persen serta pengenaan PPN sebesar 10 persen terhadap BBM mengakibatkan keuntungan yang diterima PTPN VIII Afdeling Rancabali III lebih besar jika dibandingkan tanpa adanya kebijakan. Hal ini mengindikasikan bahwa kebijakan Pemerintah yang ada dapat meningkatkan produksi teh hitam orthodoks di lokasi penelitian. Secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa kebijakan pemerintah terhadap input-output yang ada selama ini yaitu pajak bea masuk 5 persen dan PPN 10 persen atas input produksi seperti pupuk anorganik dan obat-obatan serta pengenaan PPN terhadap BBM sebesar 10 persen melindungi PTPN VIII Afdeling Rancabali III secara efektif.
Analisis Sensitivitas Usahatani Teh Hitam Orthodoks Analisis sensitivitas dilakukan untuk mensubstitusi kelemahan matriks analisis kebijakan (PAM) yang bersifat statis yaitu dimana hanya memberlakukan satu tingkat harga padahal pada kenyataannya harga yang terjadi dapat berubah
62
atau berfluktuatif. Analisis sensitivitas juga digunakan untuk menjawab pertanyaan penelitian yaitu bagaimana pengaruh perubahan peningkatan harga input (obat-obatan dan pupuk) serta peningkatan dan penurunan produksi terhadap daya saing teh di PTPN VIII Afdeling Rancabali III. Penelitian menggunakan analisis sensitivitas juga sebelumya pernah digunakan (Adegbite et.all 2014, Emam 2011, Ogbe et.al 2011). Oleh karena itu diperlukan analisis sensitivitas untuk mengetahui akibat dari perubahan parameter-parameter produksi terhadap perubahan kinerja sistem produksi dalam menghasilkan keuntungan. Analisis sensitivitas dilakukan untuk mengetahui dampak dari perubahan yang terjadi di masa yang akan datang terhadap kelangsungan usahatani dengan menggunakan metode switching value. Tujuan analisis sensitivitas pada penelitian ini untuk mengetahui sampai berapa persen masing-masing variabel dan kombinasi variabel tersebut diubah sehingga usahatani teh hitam orthodoks memperoleh keuntungan yang negatif atau tidak memiliki daya saing (PCR>1 dan DRCR>1). Pada penelitian ini digunakan tiga skenario analisis sensitivitas. Skenarioskenario tersebut adalah (1) jika harga jual teh hitam orthodoks turun sampai usahatani teh hitam orthodoks tidak memiliki daya saing, (2) jika harga pupuk anorganik naik sampai usahatani teh hitam orthodoks tidak memiliki daya saing, (3) jika jumlah produksi turun sampai usahatani teh hitam orthodoks tidak memiliki daya saing. Adanya perubahan terhadap harga input, harga jual dan jumlah produksi tersebut menyebabkan perubahan tingkat keuntungan dan efisiensi usahatani teh hitam orthodoks di PTPN VIII Afdeling Rancabali III. Hal tersebut juga akan berpengaruh terhadap daya saing teh hitam orthodoks di PTPN VIII Afdeling Rancabali III. Adapun hasil tabulasi perubahan indikator daya saing dan dampak kebijakan Pemerintah terhadap komoditas teh hitam orthodoks di PTPN VIII Afdeling Rancabali III atas berbagai skenario yang diterapkan dalam penelitian dapat dilihat pada Tabel 17. Tabel 17 Keuntungan usahatani teh hitam orthodoks berdasarkan analisis sensitivitas No
Skenario
1.
Harga jual teh turun 30% Harga pupuk anorganik naik 100% Jumlah produksi turun 37%
2.
3.
Keuntungan sebelum Analisis Sensitivitas (Rp) Privat Sosial
Keuntungan setelah Analisis Sensitivitas (Rp) Privat Sosial
469 803 837 316 555 288
-11 836 223
-70 254 415
469 803 837 316 555 288
-16 553 204
-93 880 297
469 803 837 316 555 288
-17 945 267
-78 279 621
Analisis sensitivitas dengan metode switching value yang bertujuan untuk mengetahui sampai berapa persen masing-masing variabel tersebut diubah sehingga usahatani teh hitam orthodoks memperoleh keuntungan yang negatif.
63
Berdasarkan hasil analisis sensitivitas maka didapatkan hasil bahwa pada skenario kesatu (jika harga jual teh turun 30 persen) maka keuntungan privat usahatani yang dihasilkan yaitu Rp-11 836 223 dan keuntungan sosial yang diperoleh sebesar Rp-70 254 415. Skenario kedua (jika harga pupuk anorganik naik 100 persen) maka keuntungan privat usahatani teh hitam orthodoks yang dihasilkan yaitu sebesar Rp-16 553 204 dan keuntungan sosial yang diperoleh yaitu sebesar Rp-93 880 297 dan skenario ketiga (jika jumlah produksi turun sebesar 37 persen) maka keuntungan privat usahatani teh hitam orthodoks yang dihasilkan yaitu sebesar Rp-17 945 267 dan keuntungan sosial usahatani teh hitam orthodoks yang diperoleh adalah sebesar Rp-78 279 621. Berdasarkan Tabel 17 juga dapat dilihat bahwa ketika pada skenario kedua yaitu harga pupuk anorganik naik 100 persen maka keuntungan usahatani yang dihasilkan mengalami kerugian paling besar jika dibandingkan pada kondisi skenario kesatu dan ketiga. Selanjutnya, tujuan dari analisis sensitivitas ini juga ingin melihat sejauh mana perubahan-perubahan pada variabel-variabel sampai usahatani teh hitam orthodoks tidak memiliki daya saing. Indikator dari daya saing itu sendiri adalah untuk keunggulan kompetitif yaitu nilai Private Cost Ratio (PCR) dan keuntungan privat. Sedangkan indikator-indikator untuk keunggulan komparatif yaitu nilai Domestic Cost Ratio (DRC) dan keuntungan sosial. Hasil analisis sensitivitas untuk daya saing teh hitam orthodoks di PTPN VIII Afdeling Rancabali III dapat dilihat pada Tabel 18. Tabel 18 Daya saing usahatani teh hitam orthodoks berdasarkan analisis sensitivitas No
Skenario
Kondisi Normal 1 Harga jual teh menurun 30% 2 Harga pupuk anorganik naik 100% 3 Jumlah produksi turun 37%
Indikator Daya Saing PCR DRCR 0.67 0.74 1.01 1.09 1.01 1.09 1.02 1.11
Berdasarkan Tabel 18, maka dapat diketahui bahwa ketika tejadi skenario kesatu dimana ketika terjadi harga jual teh menurun 30 persen maka nilai Private Cost Ratio (PCR) yang dihasilkan yaitu 1.01, sedangkan nilai Domestic Cost Ratio (DRC) yang diperoleh yaitu 1.09. Selanjutnya ketika terjadi skenario kedua yaitu jika harga pupuk anorganik naik hingga 100 persen maka daya saing yang dihasilkan yaitu nilai Private Cost Ratio (PCR) sebesar 1.01 dan nilai Domestic Cost Ratio (DRC) sebesar 1.09. Pada skenario ketiga yaitu jika jumlah produksi turun sebesar 37 persen maka daya saing yang tercermin dari nilai Private Cost Ratio (PCR) dan Domestic Cost Ratio (DRC) yaitu sebesar 1.02 dan 1.11. Berdasarkan hasil analisis sensitivitas pada Tabel 18 menunjukkan bahwa harga jual, harga pupuk anorganik dan jumlah produksi sensitif mempengaruhi daya saing usahatani teh hitam orthodoks di PTPN VIII Afdeling Rancabali III.
64
7 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Adapun kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian mengenai analisis daya saing dan dampak kebijakan Pemerintah terhadap komoditas teh hitam orthodoks di PTPN VIII Afdeling Rancabali III adalah sebagai berikut: 1. Teh hitam orthodoks di PTPN VIII Afdeling Rancabali III memiliki daya saing karena memiliki nilai DRC<1 yaitu sebesar 0.67 dan nilai PCR<1 yaitu sebesar 0.74, serta memiliki keuntungan privat dan sosial yang bernilai positif/menguntungkan. Teh hitam orthodoks di PTPN VIII Afdeling Rancabali III berdaya saing lemah dikarenakan produktivitas yang cenderung menurun. 2. Secara keseluruhan kebijakan terhadap input-output di PTPN VIII Afdeling Rancabali III efektif serta mendukung peningkatan daya saing teh hitam orthodoks di PTPN VIII Afdeling Rancabali III. Kebijakan Pemerintah tersebut berupa pajak bea masuk dan PPN atas input produksi (pupuk anorganik dan obat-obatan) serta pengenaan PPN terhadap BBM . 3. Berdasarkan hasil analisis sensitivitas menunjukkan bahwa harga jual teh hitam orthodoks, harga pupuk anorganik dan jumlah produksi teh hitam orthodoks sensitif mempengaruhi daya saing usahatani teh hitam orthodoks di PTPN VIII Afdeling Rancabali III.
Saran Berdasarkan kesimpulan dan hasil analisis yang diperoleh maka dapat dirumuskan beberapa saran rekomendasi kebijakan, yaitu : 1. Bagi perusahaan, perubahan harga jual output, harga pupuk anorganik dan jumlah produksi berpengaruh terhadap daya saing komoditas teh hitam orthodoks. Oleh karena itu, Perusahaan sebaiknya mempunyai alternatifalternatif strategi untuk mempertahankan dan meningkatkan daya saing teh hitam orthodoks. 2. Bagi perusahaan, upaya-upaya lain untuk dapat meningkatkan daya saing adalah peningkatan kualitas teh yaitu dengan diversifikasi produk olahan teh agar dapat bisa lebih bersaing dengan negara pesaing lainnya. 3. Bagi akademisi, disarankan untuk penelitian lanjutan dapat dilakukan analisis daya saing dan dampak kebijakan Pemerintah berdasarkan grade teh (teh hitam dan teh hijau) dengan responden seluruh perusahaan yang tergabung dalam PT. Perkebunan Nusantara.
65
DAFTAR PUSTAKA Abedi, Samaneh; Peykani, Gholam Reza ; Kalashami, Mohammad Kavoosi. 2011. Determining comparative advantages of corn in optimal cultivation pattern. International Journal of Agricultural Management & Development (IJAMAD) [Internet]. [diunduh 2013 Des 27];1(4):197-206. Tersedia pada: http://www.ijamad.com/1%284%29/ijamad-2-1%284%29.pdf. Adegbite Olayinka, Oni Omobowale, Adeoye Iyabo. 2014. Competitiveness of pineapple production in Osun State Nigeria. Journal of Economics and Sustainable Development [Internet]. [diunduh 2014 Mar 27];5(2):205-214. Tersedia pada: http://www.iiste.org/Journals/index.php/JEDS/article/view 10712. Aliyatillah, FM. 2009. Analisis Dayasaing dan Dampak Kebijakan Pemerintah Terhadap Komoditas Kakao di PTPN VIII Kebun Cikumpay Afdeling Rajamandala [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Astriana, Fitria. 2011.Analisis Keunggulan Komparatif dan Kompetitif Usahatani Jambu Biji: studi kasus Kecamatan Tanah Sareal Kota Bogor Jawa Barat [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Basri, Faisal; Munandar, Haris. 2010. Dasar-Dasar Ekonomi Internasional : Pengenalan Dan Aplikasi Metode Kuantitatif. Jakarta (ID): Kencana Prenada Group. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2012. Indeks Pengembangan Manusia Kabupaten Bandung 2012. Bandung (ID): Badan Pusat Statistik Kabupaten Bandung. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2012. Jawa Barat Dalam Angka Tahun 2011. Jakarta (ID): Badan Pusat Statistik DKI Jakarta. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2011. Kabupaten Bandung Dalam Angka Tahun 2011. Bandung (ID): Badan Pusat Statistik Kabupaten Bandung. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2010. Statistik Perkebunan : Tree Crop Estate Statistics 2010. Jakarta (ID): Badan Pusat Statistik DKI Jakarta. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2011. Statistik Perkebunan Indonesia 2007-2011. Jakarta (ID): Badan Pusat Statistik DKI Jakarta. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2012. Statistik Perdagangan Luar Negeri (Ekspor Dan Impor). Jakarta : Badan Pusat Statistik. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2011. Statistik Perkebunan 2011. Jakarta (ID): Badan Pusat Statistik DKI Jakarta. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2011. Statistik Teh Indonesia 2011. Jakarta (ID): Badan Pusat Statistik DKI Jakarta. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2012. Statistik Teh Indonesia 2012. Jakarta (ID): Badan Pusat Statistik DKI Jakarta. Desianti, Lisa Chandrasari. 2002. Dampak Kebijakan Pemerintah terhadap Profitabilitas dan Dayasaing Kopi Robusta Indonesia[tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. [Ditjenbun] Direktorat Jenderal Perkebunan. 2010. Teh Indonesia Dalam Angka 2010. Jakarta (ID): Badan Pusat Statistik DKI Jakarta. Direktorat Jenderal Perekebunan. 2011. Gerakan penyelamatan agribisnis teh nasional [Internet]. [diunduh 2013 Okt 21]. Tersedia pada: http://ditjenbun.deptan.go.id/budtanreyar/index.php?option=com_content&v iew=article&id=124:gerakan-penyelamatan-agribisnis-teh nasion al -gpatn.
66
Direktorat Jenderal Perkebunan. 2012. Produksi teh menurut provinsi di Indonesia [Internet]. [diunduh 2013 Okt 21]. Tersedia pada: http://www.deptan.go.id/infoeksekutif/bun/BUN-asem2012/Produksi-Teh. pdf. Dumairy. 1997. Perekonomian Indonesia. Jakarta (ID): Erlangga. Elbadawi, Elsedig; Arshad, Fatimah Mohamed; Mohammed, Zainalabdin; Ismail, Mohd Mansor. 2012. Assessing the competitiveness of sheep production in selected states in Sudan. Journal of Agricultural Science [Internet]. [diunduh 2014 Jan14];5(1):75-83. Tersedia pada: http://www.ccsenet.org/journal. Emam, Abda Abdalla. 2011. The competitiveness of sugar cane production: a study of kenana sugar company Sudan. Journal of Agricultural Science [Internet]. [diunduh 2013 Des 10];3(3):202-210. Tersedia pada: http://sustech.edu/staff_publications/ 20110921064221790.pdf Esterhuizen, Dirk, J.V. Royen, Luc D’Haese. 2008. An Evaluation Of The Competitiveness Year Book 2009.Geneve: IMD. Feryanto. 2010. Analisis Daya Saing Dan Dampak Kebijakan Pemerintah Terhadap Komoditas Susu Sapi Lokal di Jawa Barat [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Food and Agriculture Organization. 2011. Tea [Internet]. [diunduh 2013 Okt 21]. Tersedia pada: http//faostat.fao.org. Ghani, M. A. 2002. Dasar-Dasar Budidaya Teh. Jakarta (ID) : Penebar Swadaya. Gittinger JP. 1986. Analisa Ekonomi Proyek-Proyek Pertanian. Edisi Kedua. Jakarta (ID): Universitas Indonesia. [ITC]International Tea Committee. 2009. Annual bulletin of statistics. International Tea Committee. Halwani, Hendra. 2005. Ekonomi Internasional Dan Globalisasi Ekonomi (Edisi Kedua). Bogor (ID) : Ghalia Indonesia. Harmandini, F. 2009. Cara lain menikmati teh [Internet]. [diunduh 2013 Okt 26]. Tersedia pada: http://www.kompas.com. Herath, H.M.U.N dan S. De Silva. 2011. Strategies for competitive advantage in value added tea marketing. Journal Tropical Agricultural Research [Internet]. [diunduh 2013 Des 21];22(3):251-262. Tersedia pada : http://www.sljol.info/index.php/TAR/article/view/3698. Hermayanti, N.W, Abidin Z, Santoso H. 2013. Analisis Daya Saing Usahatani Kelapa Sawit Di Kecamatan Waway Karya Kabupaten Lampung Timur [Internet]. Jurnal Ilmu-Ilmu Agribisnis.[diunduh 2013 Des 11];1(1);44-52. Tersedia pada: http://jurnal.fp.unila.ac.id/index.php/ JIA/article /view/130. ITPC. 2012. Market Brief: HS 0902 – Teh. Osaka : ITPC. Jabbar, Armin Abdul. 2011. Semua kebun teh rakyat ditargetkan dapat sertifikasi [Internet]. [diunduh 2013 Des 11]. Tersedia pada: http://www.bisnisjabar.com. Jamilah, Mila.2014. Analisis Daya Saing Dan Dampak Kebijakan Pemerintah Terhadap Usaha Anggrek Vanda Doughlas Di Kota Tangerang Selatan[tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Kadariyah K. dan Graff C. 1999. Pengantar Evaluasi Proyek. edisi revisi. Jakarta (ID): Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
67
Kementrian Pertanian Republik Indonesia. 2009. Rencana strategis Kementrian Pertanian 2010-2014. Jakarta (ID): Kementrian Pertanian Republik Indonesia. Kementrian Pertanian. 2011. Statistik pertanian 2011. Pusat Data dan Informasi Pertanian. Jakarta (ID): Kementrian Pertanian Republik Indonesia. Manalu, Doni. 2014. Daya Saing Dan Dampak Kebijakan Pemerintah Terhadap Daya Saing Komoditas Kentang di Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah[tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Mantau, Z. 2009. Analisis Keunggulan Komparatif Dan Kompetitif Usahatani Jagung Dan Padi di Kabupaten Bilalang Mongondow Provinsi Sulawesi Utara [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Mulyaningsih, Yani. 2002. Iklim dan peluang usaha agribisnis teh. iklim dan peluang usaha agribisnis di Indonesia. Pusat Penelitian Ekonomi. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia [Internet]. [diunduh 2013 Okt 21]. Tersedia pada : http: //perpustakaan .ekonomi.lipi.go.id/lib/pdf/1308212386_33.pdf elib. pdii. lipi.go.id /katalog/ index.php/searchkatalog/.../5326.pdf. Monke AE, Pearson SR. 1989. Policy analysis matrix for agricultural development. New York (US) : Cornell University Press. Nash, CA dan Pearce, DW. 1981. The social appraisal of project. London (GB): The Mac Millan Press. Neptune, Lueandra; Jacque, Andrew. 2006.Competitiveness of cocoa production systems in Trinidad And Tobago. Proceeding of the 26th West Indies Agricultural Economics Conference (Caribbean Agro-Economics Society) [Internet].[2006 Juli].Puerto Rico:CAES.hlmn 50-58; [diunduh 2013 Des. 30.Tersedia pada: http: ageconsearch.umn.edu. Novianti, T. 2003. Analisis Dampak Kebijakan Pemerintah Terhadap Daya Saing Komoditas Unggulan Sayuran [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Ogbe Agatha Osivweneta, Okuruwa Victor O, Saka Olaide J. 2011. Competitiveness of Nigerian rice and maize production ecologies: a policy analysis approach. Journal of Tropical and Subtropical Agroecpsystem [Internet]. [diunduh 2013 Des. 30];14(2011):493-500. Tersedia pada : http://www.veterinaria.uady.mx/ojs/ index.php/TSA/article/view/929/580. Pearson S, Carl G, Bahri S. 2005. Aplikasi Policy Analysis Matrix Pada Pertanian Indonesia. Jakarta (ID): Yayasan Obor. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 11/Permentan/Ot.140/1/2013 /Ot.140/11/2012. Pedoman teknis pembangunan kebun perbanyakan sumber benih teh [Internet]. [diunduh 2013 Mar 07]. Tersedia pada: http://perundangan.deptan.go.id. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2007. Perubahan ketiga atas peraturan Pemerintah nomor 12 tahun 2001 tentang impor dan/atau penyerahan barang kena pajak tertentu yang bersifat stra tegis yang dibebaskan dari pengenaan pajak pertambahan nilai [Internet]. [diunduh 2013 Mei 20]. Tersedia pada: http://peraturan.bcperak.net/sites/default/files/peraturan/2007/7tahun2007/p df. Porter ME. 1990. The competitive advantage of nations. London (GB): Macmillan. Porter, M.E. 1991. Strategi Bersaing. Terjemahan. Jakarta (ID): Erlangga.
68
Porter, ME. 1998. On competition (the Harvard business review book series). United States of America : Harvard College. [PPTK] Pusat Penelitian Teh dan Kina. 1994. Petunjuk Teknis Pengolahan Teh. Bandung (ID) : Pusat Penelitian Teh dan Kina. [PPTK] Pusat Penelitian Teh dan Kina. 2006. Petunjuk Kultur Teknis Tanaman Teh. Bandung (ID : Pusat Penelitian Teh dan Kina. Pranoto. S,Yudi.2011. Dampak Kebijakan Pemerintah Terhadap Keuntungan Dan Daya Saing Lada Putih (Muntok White Paper) di Provinsi Bangka Belitung [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Puspitasari, Eka. 2011. Analisis Daya Saing dan Dampak Kebijakan Pemerintah terhadap Usaha Belimbing Dewa di Kota Depok [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Rodger, A. 2008. Economic Analysis Of Smallholder Rubber Agroforestry System Efficiency In Jambi [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Sahoo, Itishree; Mukherjee, Paroma Mitra; Roy,Dilip. 2013. Measuring degree of global competitiveness: a case on world tea industry. International Journal Of Innovative Research & Development [Internet]. [diunduh 2013 Des. 30];2(12):26-32. Tersedia pada : http://www.ijird.com /index.php/ijird/article/view/42208. Salvatore, Dominick. 1996. Ekonomi Internasional. Edisi Kelima. Jakarta (ID): Erlangga. Salvatore, Dominick. 1997. Ekonomi Internasional. Edisi lima jilid 1 dan jilid 2. Jakarta (ID): Erlangga. Samantaray, Manmath Nath dan Ashutosh, Kumar.2012. An analysis of trends of tea industry in India . The International Journal Of Management [Internet]. [diunduh 2013 Des. 30];1(4) : 1-9. Tersedia pada : http://www.theijm.com/vol1issue4/5.pdf. Saptana, Friyatno S, Bastuti TP. 2004. Analisis Dayasaing Komoditi Tembakau Rakyat Di Klaten Jawa Tengah. Journal of Socio-Economic Of Agriculture And Agribusiness [Internet]. [diunduh 2013 Des. 30];4(2):1-26. Tersedia pada : http://ojs.unud.ac.id/index.php/soca/article/view/4048/3037. Serlina. 2002. Analisis Daya Saing Dan Efisiensi Tataniaga Komoditas Jambu Mete Di Sulawesi Tenggara [Tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Sugiarto, Tedy H., Brastoro, R. Sudjana, S. Kelana. 2005. Ekonomi Mikro, Sebuah Kajian Komprehensif. Jakarta (ID): PT. Gramedia Pustaka Utama. Sugiyono. 2006. Metode Penelitian Bisnis. Bandung (ID) : Alfabeta. Sulaeman, Murad. 1985. Prospek Teh Indonesia Dalam Hubungannya Dengan Perkembangan Perekonomian Nasional [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Suprihatini, Rohayati. 2005. Daya Saing Ekspor Teh Indonesia Di Pasar Dunia [Internet]. [diunduh 2013 Des. 30];3(1):1-29. Tersedia pada : http://pse.litbang.deptan.go.id/ind/pdffiles/JAE%2023-1a.pdf Tambunan. 2001. Perdagangan Internasional Dan Neraca Pembayaran : Teori Dan Semua Temuan Empiris. Jakarta (ID): PT. Pustaka. LP3JES. Uchida, Y. and P. Cook. 2004. The transformation of competitive advantage in east asia: an analysis of technological and trade specialization. Paper No. 63. Manchester : University of Manchester.
69
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2004. Perkebunan [Internet]. [diunduh 2013 Mei 20]. Tersedia pada : http://disbun.jabarprov.go.id/assets/data/arsip/uu18-2004.pdf. Wibowo, Z. S. 2007. Manajemen Tanah Dan Pemupukan Perkebunan Teh. Dalam Mangoensoekarjo. S (Ed). Manajemen Tanah dan Pemupukan Budidaya Perkebunan. Yogyakarta (ID): Gajah Mada University Press. Waqar, Akhtar; Sharif, Muhammad; Akmal, Nadeem. 2007. Analysis of economic efficiency and competitiveness of the rice production systems of Pakistan's Punjab. The Lahore journal of economics [Internet]. [diunduh 2013 Mar 10];12(1):141-153. Tersedia pada : http://ideas. repec.org/a/lje/ journl/v12y2007i1p141-153.html. Wikipedia. 2013. Pengolahan dan pengelompokan teh [Internet]. [diunduh 2013 Mar 10]. Tersedia pada : http://id.wikipedia. org/wiki/Teh. Y09. 2007. Jerat kusut perdagangan teh Indonesia [Internet]. [diunduh 2013 Mar 10]. Tersedia pada : http://www.kompas.com. Zamroni. 2000. Kajian Daya Saing Ekspor Komoditas Pertanian. Jakarta : (ID):PEP-LIPI. Zulkarnaini, Z. 2007. Analisis Daya Saing Buah Pisang (Musa Paradisiaca L) di Kabupaten Cianjur Provinsi Jawa Barat[skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
70
Lampiran 1 Alokasi biaya produksi ALOKASI BIAYA PRODUKSI DOMESTIK JENIS BIAYA (%) Bibit tanaman teh* 100 Bibit tanaman pelindung tetap* 100 Bibit tanaman pelindung sementara* 100 Pupuk KCL 64 Pupuk TSP 64 Pupuk NPK mutiara 64 Pupuk NPK majemuk 64 Pupuk organik (bokashi) 100 Insektisida 64 Herbisisda 64 Fungisida 64 Tenaga kerja 100 Modal 100 Lahan 100 Perlengkapan kebun 100 Perlengkapan pengolahan 100 Paper sack 100 Biaya pengolahan 100 Biaya BBM pengangkutan 100 Sumber : Tabel Input-Output Indonesia, 2008 * Keterangan : Data Primer 2013
ASING (%) 0 0 0 36 36 36 36 0 36 36 36 0 0 0 0 0 0 0 0
71
Lampiran 2 Harga privat dan sosial Input
Satuan
PUPUK NPK Mutiara Rp/kg NPK Majemuk Rp/kg Pupuk daun (New Top) Rp/kg Pupuk TSP Rp/kg Pupuk KCL Rp/kg OBAT-OBATAN Dithane Rp/kg Rootone F Rp/liter Insektisida bibit Rp/kg Herbisisda (Best Up) Rp/liter Insektisida ( Winder) Rp/liter Fungisida (Champion) Rp/liter Fungisida (Nordox) Rp/liter BIBIT Bibit tanaman teh Rp/pohon Bibit tanaman pelindung tetap Rp/pohon Bibit pelindung tanaman sementara Rp/pohon PUPUK ORGANIK Pupuk organik daun (boca plus/bokashi) Rp/kg PERALATAN PERKEBUNAN Plastik Rp/kg Bambu Rp/batang Bilik Rp/liter Hand sprayer Rp/unit Pisau stek Rp/buah Gunting pucuk/panen Rp/buah Cangkul Rp/unit Gunting pangkas Rp/unit Gergaji pangkas Rp/unit BAHAN PENGEPAKAN Paper Sack Rp/lembar PERALATAN PENGOLAHAN Sapu lidi Rp/unit Gentong Rp/unit Baskom Rp/unit Tampah Rp/unit
Harga Privat
Harga Sosial
8 976 6 551 10 000 7 750 7 508
7 674 5 601 8 550 6 626 6 419
78 650 358 380 87 753 28 644 708 015 135 135 187 292
63 707 306 415 71 080 23 202 573 492 115 540.43 160 135
700
700
1 050
1 050
50 000
50 000
1 964
1 964
28.600 12.000 13.000 500 000 25 000 50 000 75 000 76 250 50 000
28 600 12 000 13 000 500 000 25 000 50 000 75 000 76 250 50 000
20 432
20 432
5 000 45 000 5 000 5 000
5 000 45 000 5 000 5 000
72
TENAGA KERJA Tenaga kerja BBM Bensin (premium) Output
Rp/HOK
31 430
28 186
Rp/liter Rp/kg
7 874 22 116
7 087 18 816
Lampiran 3. Perhitungan nilai SER Uraian
Nilai(Rp)
Total Nilai Ekspor (Xt)1 Total Nilai Impor (Mt)
1 884 000 417 888 900
1
1 900 449 504 824 770
Penerimaan Pajak Ekspor (TXt)
2
Penerimaan Pajak Impor (TMt)2 Nilai Tukar Rupiah /US$ (OER) Xt + Mt Xt –TXt Mt + TMt SCFt SER (Rp/US $)
24 738 000 000 000 23 206 000 000 000
3
9 570.73 3 784 449 922 713 670 1 875 711 504 824 770 1 923 655 504 824 770 1.000405 9 566.85
Sumber: 1. Badan Pusat Statistik, 2012 2. Indikator Ekonomi, Badan Pusat Statistik, 2012 3. Nilai Tukar Valuta Asing di Indonesia, Bank Indonesia, 2012
Lampiran 4. Harga output sosial No
Keterangan
FOB Indonesia (US Dollar/kg)1 Nilai Tukar (Rp/US Dollar)2 Premium nilai tukar (%) Nilai tukar ekuilibrium (Rp/US Dollar)2 FOB Indonesia dalam mata uang domestik (Rp/kg) Biaya angkut dan penanganan (Rp/kg) : Biaya transportasi dari ciwidey ke pelabuhan (Rp/Kg)3 Biaya bongkar muat di pelabuhan (Rp/kg)4 Biaya pengemasan (Rp/Kg)5 Biaya asuransi (Rp/Kg)6 7. Harga paritas ekspor di tingkat petani (Rp/Kg) 8. Pembulatan harga paritas ekspor di tingkat petani(Rp/Kg) 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Sumber: 1. BPS, 2013 2. SER (Rp/US $) 3. Perusahaan Ekspedisi, 2013 4. PT.Pelabuhan Indonesia II, 2013 5. PT.Pelabuhan Indonesia II, 2013 6. Astriana, 2011
teh hitam orthodox 2.00 9 566.85 0.00 9 566.85 19 133.70 62.50 38. 50 26.00 147.00 18 859.70 18 860
73
Lampiran 5 Rekapitulasi budget privat terdiskon usahatani komoditas teh hitam orthodoks
Tahun
Penerimaan (Rp)
0. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. Total
0 0 0 0 54 808 806 66 798 616 81 441 631 99 264 046 115 741 878 122 686 390 130 047 574 144 126 853 146 121 454 72 617 886 68 507 440 64 629 660 60 971 377 57 520 167 54 264 309 51 192 744 48 295 042 41 012 162 34 825 770 29 564 605 25 102 023 21 316 995 1 590 857 428
NPV
Biaya (Rp) Input Tradable 58 883 470 23 370 254 33 035 882 44 736 941 35 708 369 39 444 964 43 759 381 48 755 035 53 610 510 56 827 141 60 236 769 63 850 975 67 682 034 33 635 897 31 731 979 29 935 829 28 241 348 26 642 781 25 134 699 23 711 980 22 369 793 20 269 894 18 412 907 16 768 840 15 309 521 14 010 055 936 077 245
: Rp469 803 837
Faktor Domestik 4 710 624 9 253 175 11 779 856 20 852 444 7 312 344 7 751 084 8 216 149 8 709 118 9 231 665 9 785 565 10 372 699 10 995 061 11 654 765 5 792 061 5 464 208 5 154 914 4 863 126 4 587 855 4 328 165 4 083 174 3 852 051 3 634 011 3 428 312 3 234 257 3 051 185 2 878 477 184 976 346
Keuntungan (Rp) -63 594 094 -32 623 429 -4 ,815738 -65 589 385 11 788094 19 602 568 29 466 100 41 799 893 52 899 703 56 073 685 59 438 106 69 280 816 66 784 656 33 189 928 31 311 253 29 538 918 27 866 903 26 289 532 24 801 445 23 397 589 22 073 198 17 108 257 12 984 552 9 561 508 6 741 316 4 428 463 469 803 837
74
Lampiran 6 Rekapitulasi budget sosial terdiskon usahatani komoditas teh hitam orthodoks Biaya Tahun 0. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. Total NPV
Penerimaan 0 0 0 0 46 739 649 56 964 275 69 451 490 84 650 023 98 701 927 104 624 042 110 901 485 117 555 574 124 608 909 61 926 810 58 421 519 55 114 640 51 994 944 49 051 834 46 275 315 43 655 957 41 184 866 34 973 607 29 698 591 25 211993 21 406 409 18 178 627 1 351 292487
Faktor Domestik 57 369 223 20 906 655 29 224 445 39 280 023 33 282 013 36 872 861 41 033 402 45 865 046 50 547347 53 580188 56 794 999 60 202 699 63 814 861 31 714 031 29 918 897 28 225 374 26 627 712 25 120 483 23 698 569 22 357 140 21 091 642 19 064 080 17 275 357 15 695 679 14 297106 13 054946 876 914 776
: Rp316 555 288
Input Tradable 4 003 615 7 901738 10 061 467 17 815 148 6 237 540 6 611 793 7 008 500 7 429 010 7 874 751 8 347 236 8 848 070 9 378 954 9 941 691 4 940 716 4 661 053 4 397 220 4 148 320 3 913 510 3 691 990 3 483 010 3 285 858 3 099 866 2 924 402 2 758 870 2 602 708 2 455 385 157 822 423
Keuntungan -61 372 838 -28 808 394 -39 285 912 -57 095 171 7 220 096 13 479 622 21 409 588 31 355 966 40 279 829 42 696 619 45 258 416 47 973 921 50 852 356 25 272 063 23 841 569 22 492 046 21 218 912 20 017 841 18 884 756 17 815 807 16 807 365 12 809 660 9 498 832 6 757 444 4 506 596 2 668 297 316 555 288
75
Lampiran 7 Struktur organisasi PTPN VIII Afdeling Rancabali III Kepala Pengolahan
Kepala Afdeling Rancabali III
Mandor Besar
Mandor Besar
Pengawas Mandor Pemeliharaan
Mandor Panen
Karyawan Kebun
Karyawan Pengolahan : 1. Pelayuan Basah 2. Pelayuan 3. Nyalin 4. Penggilingan 5. Pengeringan 6. Sortasi 7. Pengepakan
Lampiran 8 Proporsi biaya input usahatani teh hitam orthodoks No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14.
15. 16.
Uraian Biaya Pupuk Anorganik ZPT(Obat-obatan) Insektisida Fungisida Herbisida Bibit Teh Bibit Tanaman Pelingdung Tetap Bibit Tanaman Pelindung Sementara Pupuk Organik Peralatan Perkebunan Bahan Pengepakan Peralatan Pengolahan Tenaga Kerja Total Biaya Pengolahan (upah TK,biaya pengolahan, biaya pemeliharaan, biaya pengepakan) Biaya Investasi Biaya Pengangkutan Total Persentase Input (%)
Persentase (%) 41.76 0.51 1.42 1.69 0.32 0.91 0.01 0.04 14.22 2.71 2.28 0.07 7.34
23.96 1.28 1.47 100
76
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Surabaya pada tanggal 08 Juli 1987. Penulis adalah anak tunggal dari pasangan Bapak Drs.H.Mushlikh Yassiin dan Utiek Utari Spd (Alm). Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Assalaam Bandung pada tahun 1999, pendidikan menengah pertama di SLTPN 10 Bandung pada tahun 2002, dan melanjutkan ke pendidikan lanjutan menengah keatas di SMUN 11 Bandung dan lulus pada tahun 2005. Pada tahun 2008 penulis menyelesaikan pendidikan Diploma Manajemen Agribisnis di Universitas Padjadjaran, selanjutnya menyelesaikan pendidikan Sarjana Program Studi Agribisnis di Universitas Brawijaya Malang pada tahun 2011. Pada tahun yang sama penulis diterima di Program Pascasarjana IPB pada Program Studi Magister Sains Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen melalui Beasiswa Unggulan Biro Perencanaan dan Kerjasama Luar Negeri Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia. Dalam hal riwayat pekerjaan Penulis pernah bekerja sebagai Staff Administrasi Keuangan di Happy Kids&Storyland Bandung pada periode April 2011 hingga Juni 2011, dan sebagai pengajar privat Matematika dan Bahasa Inggris di Lembaga Bimbingan Belajar Bee Smart di Bogor pada periode 2011 hingga 2012.