VI. HASIL dan PEMBAHASAN
6.1 Penggunaan Input Usahatani 6.1.1 Benih Benih memiliki peran strategis sebagai sarana pembawa teknologi baru, berupa keunggulan yang dimiliki varietas dengan berbagai spesifikasi keunggulan diantaranya daya hasil tinggi, tahan terhadap hama dan penyakit yang mendukung sistem pola tanam dan pengendalian hama terpadu serta umur pertumbuhan yang lebih cepat untuk meningkatkan indeks pertanaman (IP) dan keunggulan mutu hasil panen sehingga sesuai dengan keinginan konsumen. Tetapi untuk memafaatkan inovasi teknologi yang dhasilkan belum semua pengguna memanfaatkan, hal ini disebabkan antara lain teknologi yang dihasilkan masih memerlukan peran pihak lain memproduksinya secara massal dengan fasilitas khusus.
Gambar 12. Benih Padi: Padi Ketan Putih (Kanan) Dan Padi Non Ketan (Kiri) di Desa Jatimulya Tahun 2010 Sumber: Dokumentasi
Pembenihan di Desa Jatimulya dilakukan dengan cara merendam benih kedalam air dalam bak atau ember, kemudian dipisahkan antara padi yang berisi dan padi yang tidak berisi. Padi yang tidak berisi kemudian dibuang dan padi yang berisi selanjutnya direndam selama dua sampai tiga hari, kemudian benih di peram dalam karung yang dibungkus dengan terpal selama dua hari dan disiram dengan air panas untuk mempercepat proses perkecambahan, apabila tidak terjadi perkecambahan penyiraman dengan air panas diulangi sampai tumbuh tunas atau berkecambah. Pada usahatani padi ini, benih yang digunakan oleh petani adalah benih padi ketan putih dan padi non ketan. Perbedaan padi ketan putih dengan padi non ketan dilihat dari bulir padi, batang dan daun, padi ketan putih mempunyai bulir padi dan batang lebih besar dengan daun yang lebar, sedangkan padi non ketan mempunyai bulir, batang dan daun padi lebih kecil dibandingkan dengan padi ketan putih.
Tabel 10. Kebutuhan Benih Padi/Tahun (Ha) Pada Usahatani Padi di Desa Jatimulya Tahun 2010
Petani
Kebutuhan Benih/Ha Periode Periode 1 2
Padi Ketan Putih 13.85 Padi Non Ketan 13.33 Jumlah 27.18
Harga Benih (Kg)
Kebutuhan Benih/Tahun (Ha)
Total Biaya Benih (Ha)
13.85
7000
27.7
193.900
13.33 27.18
5500 12500
26.66 54.36
146.630 679.500
Dilihat dari Tabel 10, benih padi yang dibutuhkan untuk usahatani padi ketan putih adalah pada periode pertama dan periode ke dua sama yaitu sebanyak 13.85 Kg/Ha per periodenya atau sekitar 27.70 Kg/ha pertahunnya, sedangkan petani padi non ketan membutuhkan benih padi sebanyak 26.66 Kg/ha pertahunnya atau sekitar 13,33 Kg/Ha tiap periodenya, penggunaan benih padi ketan putih lebih banyak dibandingkan dengan penggunaan benih padi non ketan dikarenakan benih padi ketan putih lebih rentan terhadap serangan penyakit
sehingga membutuhkan banyak benih untuk menggantikan benih yang rusak atau mati. Penggunaan benih keduanya lebih sedikit dari yang dianjurkan oleh pemerintah, yaitu sebanyak 25 Kg/ha atau 50.00 kg/ha pertahunnya. Hal ini terjadi karena perbedaan umur penanaman yang di anjurkan oleh pemerintah yaitu 10 15 hari sedangkan penanaman yan dilakukan petani di Desa Jatimulya lebih lama rata – rata berumur 20 - 25 hari dengan penanaman 2 – 3 benih per rumpun dengan jarak tanam padi 25 x 25 cm. Penanaman benih dengan umur penanaman yang lebih lama dimaksudkan supaya benih lebih tahan terhadap serangan hama dan penyakit, berbeda dengan benih yang di tanam dengan umur yang relatif muda cenderung lebih mudah terserang hama dan penyakit.Jenis atau varietas benih padi yang ditanam petani di Desa Jatimulya dipilih oleh para petani dengan mengikuti trend atau permintaan pasar yang ada karena apabila penanaman tidak mengikuti trend atau permintaan pasar maka penjualan gabah akan sulit, walaupun terjual tetapi harganya jelek. Adapun penggunaan benih padi, petani padi ketan putih dan non ketan menggunakan benih ulangan dari hasil panen yang terdahulu, bisa dari hasil padi sendiri ataupun membeli dari petani lain dan tidak menggunakan benih berlabel atau jenis padi hibrida karena relatif lebih mahal sehingga tidak banyak petani yang menggunakannya, selain itu produksi yang di hasilkan hampir sama dengan benih ulangan dan praktek dilapangan setiap penggunaan bibit unggul baru sering menimbulkan atau mengundang hama atau penyakit tanaman baru. Harga benih berbeda dengan benih ulangan yang di gunakan responden petani usahatani padi, untuk petani padi non ketan harga benih padi Rp 5500/kg dan harga benih untuk petani padi ketan putih Rp 7000/kg dan harga benih padi bersertifikat Rp 15.000/kg, perbedaan harga benih padi antara benih padi ketan putih, padi non ketan dan benih padi yang bersertifikasi, dikarenakan benih yang bersertifikasi dikelola secara komersil untuk di perjual belikan sedangkan benih non sertifikasi lebih murah karena benih yang di gunakan adalah benih ulangan.
6.1.2 Pupuk Pupuk kimia adalah pupuk yang dibuat secara kimia atau sering disebut dengan pupuk buatan. Pupuk kimia dibedakan menjadi pupuk kimia tunggal dan pupuk kimia majemuk. Pupuk kimia tunggal hanya memiliki satu macam hara, sedangkan pupuk kimia majemuk memiliki kandungan hara lengkap. Pupuk kimia yang sering digunakan antara lain Urea dan ZA untuk hara N; pupuk TSP, DSP, dan SP-26 untuk hara P, Kcl atau MOP untuk hara K. Sedangkan pupuk majemuk biasanya dibuat dengan mencampurkan pupuk-pupuk tunggal Penggunaan pupuk dalam kegiatan usahatani padi ini adalah sebagai nutrisi tanaman, pemupukan dilakukan dengan menyebarkan pupuk pada lahan penanaman atupun tempat pembenihan padi. Untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi pemupukan perlu di tetapkan sehingga tepat guna. Teknologi pemupukan dengan menggunakan bahan an organik (pupuk kimia) dapat melipatgandakan hasil.
Gambar 12. Jenis dan Penggunaan Pupuk di Desa Jatimulya Tahun 2010 Sumber: Dokumentasi
Petani padi di Desa jatimulya membudidayakan tanamannya dengan menggunakan pupuk kimia (Urea, Phoska, TSP). Adapun harga pupuk ini per kilogramnya adalah sama dengan Rp. 1.400,00 untuk UREA Rp. 2.400,00 untuk Phoska, dan Rp 2.400,00 untuk TSP. Untuk mendapatkan pupuk ini petani dapat memperolehnya di toko-toko pertanian atau pembelian kolektif. Dilihat dari Tabel 12, penggunaan pupuk untuk usahatani padi ketan putih pada periode pertama 157.78 Kg/Ha dan pada periode kedua 162.22 Kg/Ha atau 320.00 Kg/Ha pertahun sekitar 39.34 persen dari total keseluruhan, Pupuk Phoska pada periode pertama 171.11 Kg/Ha dan 177.22 Kg/Ha atau sekitar 348.89 Kg/Ha pertahun sekitar 42.90 persen dari jumlah total keseluruhan dan Pupuk TSP periode pertama 71.11 Kg/Ha dan periode kedua 73.33 Kg/Ha atau 144.44 Kg/Ha pertahun sekitar 17.76 persen dari jumlah total keseluruhan.
Tabel 11. Penggunaan Pupuk Pada Usahatani Padi ketan putih/Tahun/Ha di Desa Jatimulya Tahun 2010
Pupuk Urea Phonska Tsp Jumlah
Keburuhan Pupuk/Ha (Kg) Periode 1 Periode 2 157.78 162.22 171.11 177.78 71.11 73.33 400.00 413.33
Kebutuhan/Tahun (Ha) 320.00 348.89 144.44 813.33
Persentase (%) 39.34 42.90 17.76 100.00
Perbedaan penggunaan jumlah pupuk untuk kegiatan usahatani padi ketan putih berbeda tiap periodenya, karena jangka musim penanaman dari periode kedua ke periode pertama musim penanamanya sebentar di bandingkan waktu penanaman periode pertama ke musim penenaman periode kedua musim penanamannya lama, hal ini menjadikan pada musim penanaman periode pertama membutuhkan pupuk yang lebih sedikit dibandingkan dengan pada musim penanaman periode kedua. Petani
berasumsi bahwa pada musim penanaman
periode pertama kebutuhan sisa - sisa pupuk masih tersedia pada waktu musim penanaman periode kedua
Penggunaan pupuk untuk usahatani padi non ketan, pada tabel 12 menunjukan, kegiatan usahatani membutuhkan pupuk Urea pada periode pertama 133.33 Kg/Ha dan pada periode kedua 137.33 Kg/Ha atau 270.66 Kg/Ha pertahun sekitar 44.44 persen dari jumlah total keseluruhan, kebutuhan pupuk Phonska pada periode pertama147.22 Kg/Ha dan pada periode kedua 68.89 atau 216.11 Kg/Ha pertahun sekitar 35.49 persen dari jumlah total keseluruhan, TSP periode pertama 53.33 Kg/Ha dan Periode kedua 68.89 Kg/Ha atau 122.22 kg/ha sekitar 20.07 persen dari jumlah total keseluruhan. Perbedaan penggunaan pupuk tiap musimnya pada kegiatan usahatani padi non ketan sama dengan perbedaan penggunaan pupuk pada usahatani padi ketan putih, namun pada kegiatan usahatani padi non ketan ada perbedaan pada penggunaan pupuknya diantaranya ada pengurangan penggunaan pupuk pada periode kedua tetapi pada periode pertama penggunaan pupuk Phonska cukup banyak, ini dikarenakan berbedanya kebutuhan tanaman tiap – tiap petani dan perbedaan dalam komposisi kebutuhan pupuk.
Tabel 12. Penggunaan Pupuk Pada Usahatani Padi Non Ketan/Tahun/Ha di Desa Jatimulya Tahun 2010
Pupuk Urea Phonska Tsp Jumlah
Keburuhan Pupuk/Ha (Kg) Periode 1 Periode 2 133.33 137.33 147.22 68.89 53.33 68.89 333.88 275.11
Kebutuhan/Tahun (Ha) 270.66 216.11 122.22 608.99
Persentase (%) 44.44 35.49 20.07 100.00
Perbedaan jumlah pupuk yang digunakan dalam kegiatan usahatani padi ketan putih dan non ketan karena disesuaikan dengan kebutuhan tanaman padi itu sendiri tidak boleh kekurangan atau kelebihan pupuk, dilihat dari uraian diatas kebutuhan pupuk UREA lebih sedikit dibandingkan kebutuhan pupuk Phoska karena pada awal musim tanam, tanaman sangat membutuhkan pupuk UREA.
Pupuk urea adalah pupuk kimia yang mengandung Nitrogen (N) berkadar tinggi. Unsur Nitrogen merupakan zat hara yang sangat diperlukan tanaman untuk mempercepat pertumbuhan, membuat tanaman lebih hijau dan segar, sedangkan pupuk Phoska adalah pupuk majemuk yang berfungsi ketika lahan tanaman dikeringkan dapat menambah daya tahan tanaman terhadap gangguan hama, penyakit dan kekeringan serta memacu pertumbuhan akar dan sistem perakaran yang baik, menjadikan batang lebih tegak, kuat dan dapat mengurangi risiko rebah dan memperlancar proses pembentukan gula dan pati. Pupuk TSP pupuk berfungsi untuk memacu pembentukan bunga dan masaknya buah/biji, mempercepat panen
dan memperbesar presentase
terbentuknya bunga menjadi buah/biji. Berdasarkan data di atas menjelaskan bahwa kebutuhan pupuk antara usahatani padi ketan putih dan usahatani padi non ketan berbeda karena dilihat dari umur tanam untuk usahatani padi ketan putih rentan waktu tanamnya lebih lama dibandingkan padi non ketan dan ukuran bulir, batang dan daun padi yang lebih besar dibandingkan dengan padi non ketan setara dengan kebutuhan pupuk yang dibutuhkan. Apabila dibandingkan dengan dosis yang dianjurkan oleh pemerintah, yaitu 200 Kg Urea, 100 Kg Phoska, dan 100 Kg TSP (total= 400 Kg) maka jumlah pupuk yang digunakan oleh petani padi ketan putih sesuai dengan dosis yang dianjurkan oleh pemerintah hanya berbeda komposisi dari pupuk yang digunakan sedangkan untuk petani padi non ketan kebutuhan pupuk lebih rendah dari dosis yang di anjurkan pemerintah. Kebutuhan pupuk juga tidak harus sesuai dengan yang dianjurkan oleh pemerintah tetapi mengikuti kebutuhan jumlah yang di butuhkan tanaman, penggunaan pupuk juga dapat dipengaruhi oleh jenis dan kondisi tanah untuk kegiatan usahatani yang berbeda – beda tiap daerahnya.
6.1.3 Pestisida Salah satu faktor pembatas dalam usaha menaikkan produksi tanaman adalah adanya serangan hama, hama yang menyerang suatu jenis tanaman adalah suatu kompleks hama. Misalnya tanaman padi sering diserang oleh hama, tidak hanya wereng coklat tetapi hama Iain seperti penggerek batang, ulat pemakan daun, wereng punggung putih dan hijau, dan lain sebagainya. Berdasarkan data yang di peroleh untuk mengantisipasi serangan hama dan penyakit dalam mengendalikan hama dan penyakitnya petani menggunakan pestisida. Pada usahatani padi di Desa jatimulya, untuk mengendalikan hama dan penyakitnya petani menggunakan pestisida. Adapun bentuk pestisida yang digunakan adalah pestisida semprot atau cair terdiri dari Trebon 500 ml dengan harga Rp 65.000,00/botol dan Score 250 ml harga Rp 115.000,00/botol.
Tabel 13. Penggunaan Pestisida Petani Padi ketan Putih per Tahun/Ha di Desa Jatimulya Tahun 2010
Pestisida Trebon (500ml) Score (250ml) Jumlah
Kebutuhan/Ha Periode 1 Periode 2 3656.87 3656.87 662.74 662.74 4319.61 4319.61
Kebutuhan/Tahun Persentase (Ha) (%) 7313.74 84.66 1325.48 15.34 8639.22 100.00
Antisipasi serangan hama dan penyakit untuk usahatani petani padi ketan putih menyemprotkan pestisida dengan jumlah untuk pestisida trebon pada tiap periodenya sama sekitar 36.56.87 ml/ha atau 7313.74 ml/ha pertahun sekitar 84.66 persen pertahunnya, dan untuk pestisida score tiap periodenya sama sekitar 662.74 atau 1325.48 ml/ha pertahun sekitar 15.34 persen dari jumlah total pestisida keseluruhan, dan jumlah total penggunaan pestisida keseluruhan yang di gunakan sebanyak 8639.22 ml/ha pertahunnya. Penggunaan pestisida dilakukan apabila terjadi serangan hama dan untuk pencegahan atau antisipasi sebelum tanaman terserang hama, persamaan penggunaan pestisida pada periode pertama dan kedua dikarenakan berkurangnya serangan hama karena adanya antisipasi sebelum terserang hama.
Tabel 14. Penggunaan Pestisida Petani Padi Non Ketan per Tahun/Ha di Desa Jatimulya Tahun 2010.
Pestisida Trebon (500ml) Score (250ml) Jumlah
Kebutuhan/Ha Periode 1 3640.74 661.11 4301.85
Periode 2 3640.74 661.11 4301.85
Kebutuhan/Tahun Persentase (Ha) (%) 7281.48 1322.22 8603.7
84.63 15.37 100.00
Sedangkan untuk penggunaan pestisida petani padi non ketan dilihat pada tabel 14, penggunaan pestisida trebon yaitu sama tiap periodenya 3640.74 ml/ha atau 7281.48 ml/ha pertahun sekitar 84.63 persen pertahun dari total pestisida keseluruhan dan untuk pestisida score 661.11 ml/ha tiap periodenya atau 1322.22 ml/ha pertahun sekitar 15.37 persen dari jumlah total keseluruhan, untuk kegiatan usahatani padi non ketan membutuhkan pestisida sebanyak 8603.80 ml/ha pertahun. Perbedaan jumlah kebutuhan pestisida antara periode pertama dan kedua sama seperti pada kegiatan usahatani padi ketan putih, sedangkan perbedaan untuk kegiatan usahatani padi ketan putih dan padi non ketan dikarenakan padi ketan putih lebih rentan terhadap serangan hama serta usia tanam padi ketan putih yang lebih lama di bandingkan dengan padi non ketan maka penggunaan pestisida membutuhkan lebih banyak selain sebagai pembasmi hama tetapi juga sebagai perawatan tanaman.
6.1.4 Tenaga Kerja A. Pengolahan Lahan Proses pengolahan lahan yang dilakukan pada usahatani padi di Desa Jatimulya adalah dengan menggunakan alat bajak berupa traktor. Untuk menjalankan traktor tersebut petani menggunakan tenaga kerja manusia yang berasal dari luar keluarga. Upah yang diberikan adalah Rp 100.000,00/hari/tenaga kerja, biaya ini sudah temasuk sewa traktor dan biaya tenaga kerja selama empat
kali pembajakanpermusim per hektarnya. Setelah sawah dibajak kemudian merapihkan pematang sawah. Untuk melakukan kegiatan perapihan pematang petani menggunakan tenaga kerja dari dalam dan luar keluarga, upah yang diberikan adalah Rp 50.000,00/hari/tenaga kerja. Pada kegiatan pengolahan lahan, jumlah tenaga kerja luar keluarga yang digunakan untuk kegiatan usahatani padi ketan putih perperiodenya 15.33 HOK/Ha atau 30.66 Hok/Ha per tahunnya, lebih besar dari tenaga kerja dalam keluarga 1.93 Hok/Ha atau 3.86 HOK/ha pertahunnya, dari seluruh tenaga kerja yang digunakan untuk kegiatan usahatani. Sedangkan untuk petani padi non ketan jumlah tenaga kerja dalam keluarga yang digunakan tiap periodenya sama 1.59 Hok/Ha atau 3.18 HOK/ha pertahunnya atau dan tenaga kerja luar keluarga 9.07 Hok/Ha atau 18.14 HOK/ha pertahunnya dari seluruh tenaga kerja yang digunakan untuk kegiatan usahatani. Perbedaan jumlah tenaga kerja antara petani padi ketan putih dan non ketan dikarenakan perbedaan banyaknya lahan yang dimiliki petani sehingga banyak menggunakan tenaga kerja luar keluarga untuk mengolah lahannya. Karena pada umumnya responden usahatani padi ketan putih merupakan petani yang penghasilan utamanya hanya dari usahatani padi ketan putih berbeda dengan petani responden padi non ketan yang pada umumnya tidak menjadikan kegiatan usahatni padi sebagai kegiatan utama dalam kegiatan usahanya. Adapun untuk proses perhitungan jam kerjanya petani menggunakan satuan HOK (Hari Orang Kerja) dengan jumlah jam kerja per harinya adalah sama dengan 8 jam. Jumlah jam kerja tersebut didasarkan atas kebiasaan petani yang selalu mulai bekerja dari pukul 08.00 - 15.00 WIB.
B. Penanaman Penanaman di Desa Jatimulya menggunakan tenaga kerja wanita dan pria dengan sistim borongan yaitu dimana biaya penanaman sudah ditentukan per penanamannya, sistim ini memudahkan petani, karen pada saat penanaman petani tidak harus mencari pekerja dalam kegiatan penanamannya. Adapun alasan digunakannya wanita pada kegiatan ini adalah karena pekerjaan wanita tersebut lebih rapih dan hati-hati bila dibandingkan dengan pria, sedangkan tugas tenaga
pria yaitu sebagai pembuat taplakan dan menggambil benih padi yang mau di tanam dan membagi – bagikan ke tiap – tiap lahan. Tenaga kerja untuk penanaman pada umumnya per kelompok tiap kelompok masing – masing ber anggotakan ± 20 orang, terdiri dari 10 orang wanita yang bertugas sebagai menanam, tujuh orang wanita bertugas mengikat benih sedangkan tiga orang tenaga kerja pria yang bertugas sebagai penaplak satu orang dan pembawa bibit dua orang Upah yang dibayarkan untuk tenaga kerja pria atau wanita semuanya sama di bagi rata karena sistim borongan, dengan upah borongan Rp 540.000,00/Ha. Jumlah tenaga kerja yang digunakan untuk kegiatan penanaman untuk petani padi ketan putih setiap periode 57.71 Hok/Ha atau 115.42 HOK/Ha pertahun dari seluruh tenaga kerja yang digunakan untuk kegiatan usahatani, Sedangkan untuk petani padi non ketan tiap periodenya sebanyak 41.00 Hok/Ha atau 82.00 HOK/ha pertahunnya dari seluruh tenaga kerja yang digunakan untuk kegiatan usahatani, semuanya sama bersumber dari tenaga kerja luar keluarga, penggunaan tenaga kerja pada kegiatan penanaman semuanya menggunakan tenaga kerja luar keluarga karena kegiatan penanaman dilakukan dengan sistim borongan. Perbedaan jumlah penanam pada padi ketan putih lebih banyak dibandingkan dengan petani padi non ketan dikarenakan para penanam terdiri dari penanam yang muda dan yang tua, penanaman padi ketan putih dilakukan lebih dahulu dibandingkan dengan penanaman padi non ketan ini di lakukan supaya dapat terjadi pemanenan serempak antara padi ketan putih dan padi non ketan, sehingga pada waktu penanaman padi non ketan tenaga kerja penanam yang umurnya tua banyak yang tidak mampu mengerjakan penanaman yang akhirnya berhenti menjadi penanam.
C. Penyiangan Kegiatan penyiangan dilakukan dimana lahan tanaman banyak ditumbuhi tanaman selain tanaman padi, karena ini dapat mengganggu pertumbuhan tanaman dan penyerapan nutrisi. Ini biasanya dilakukan kurang lebih dalam satu musim
adalah sebanyak dua kali atau empat kali selama setahun. Penyiangan pertama dilakukan ketika tanaman berusia 15-20 hari setelah tanam. Kegiatan yang dilakukan adalah pencabutan gulma dan tanaman lain yang mengganggu pertumbuhan tanaman padi. Jumlah tenaga kerja yang digunakan untuk kegiatan penyiangan ini tenaga kerja bersumber dari dalam keluarga dan tenaga kerja luar keluarga. Kegiatan penyiangan di Desa Jatimulya untuk kegiatan usahatani padi ketan putih tenaga kerja dalam keluarga pada periode pertama sama dengan pada periode kedua sebanyak 2.70 Hok/Ha atau 5.40 HOK/Ha pertahunnya dan tenaga kerja dari luar keluarga 3.57 Hok/Ha atau 7.14 HOK/Ha pertahunnya, sedangkan untuk petani padi non ketan tenaga kerja dalam keluarga tiap periodenya sama sekitar 3.67 Hok/Ha atau 7.34 HOK/Ha pertahunnya dan tenaga kerja dari luar keluarga 2.53 Hok/Ha atau 5.06 HOK/Ha pertahunnya. Kegiatan penyiangan mengalami kesamaan tiap periodenya antara petani padi ketan putih dan petani padi non ketan. Perbedaan jumlah tenaga kerja yang di gunakan untuk penyiangan antara padi ketan putih dan padi non ketan karena kepemilikan jumlah lahan yang dimiliki petani padi non ketan relatif sedikit dan umumnya banyak yang dikerjakan sendiri sehingga kegiatan penyiangan tidak membutuhkan banyak tenaga kerja luar.
D. Pemupukan Pada kegiatan pemupukan di Desa Jatimulya, tenaga kerja yang digunakan bersumber dari dalam keluarga maupun dari luar keluarga. Pada kegiatan pemupukan ini, jumlah tenaga kerja yang digunakan oleh petani padi ketan putih tiap untuk tenaga kerja dalam keluarga periodenya sama sebesar 3.67 atau 7.34 HOK/Ha pertahunnya dan untuk tenaga kerja luar keluarga 3.33 Hok/Ha atau 6.66 HOK/Ha pertahunnya. Sedangkan untuk petani padi non ketan penggunaan tenaga kerja luar keluarga sama tiap periodenya 3.53 Hok/Ha atau 7.34 HOK/Ha pertahunnya dan tenaga kerja luar keluarga 1.50 Hok/Ha atau 3.00 HOK/Ha pertahunnya. Perbedaan jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan untuk pemupukan berbeda karena antara kegiatan usahatani padi ketan putih dan kegiatan usahatani padi non ketan, karena pada kegiatan usahatani padi ketan putih umumnya petani tidak
mempunyai pekerjaan sampingan berbeda dengan petani padi non ketan yang pada umumnya mempunyai pekerjaan lain di luar bertani.
E. Pengendalian Hama dan Penyakit Dalam kegiatan usahatani banyaknya serangan hama merupakan persoalan yang tidak bisa dihindari, perlunya memperluas wawasan tentang hama, penyakit, dan lainnya dapat mengurangi banyaknya serangan hama. Pengendalian hama dilakukan ketika tanaman terserang hama dan penyakit atau sebelum terserang hama dan penyakit sebagai antisipasi atau perawatan tanaman. Pengendalian hama dan penyakit di Desa Jatimulya diantanya pengendalian hama yang diakibatkan oleh tikus, keong emas dan hama lainnya yang menyerang tanaman. Pengendalian hama tikus dan keong emas dilakukan secara rutin karena hama tikus dan keong emas selalu menyerang tanaman setiap saat. Pada kegiatan pengendalian hama dan penyakit ini jumlah tenaga kerja yang digunakan dalam keluarga untuk petani padi ketan putih tiap periodenya sama tetapi lebih sedik lebih sedikit 3.10 Hok/Ha atau 6.20 HOK/Ha pertahunnya dibandingkan tenaga kerja luar keluarga 3.13 Hok/Ha atau 6.26 HOK/Ha, sedangkan untuk petani padi non ketan penggunaan tenaga kerja dalam keluarga sama tiap periodenya lebih besar 2.63 Hok/Ha atau 5.26 HOK/Ha pertahunnya dan untuk tenaga kerja luar keluarga 1.43 Hok/Ha atau 2.86 HOK/Ha pertahunnya. Penggunaan tenaga kerja pada kegiatan usahatani padi ketan putih lebih banyak dibandingkan dengan kegiatan usahatani padi non ketan, baik dilihat dari penggunaan tenaga kerja dalam maupun tenaga kerja luar keluarga. Hal ini dikarenakan kegiatan pengendalian hama dan penyakit pada kegiatan usahatani padi ketan putih lebih banyak , dilihat dari umur tanam padi ketan putih yang lebih lama dibandingkan dengan kegiatan usahatani padi non ketan maka dalam kegiatan usahatani padi ketan putih lebih banyak memerlukan tenaga kerja dalam perawatan tanaman yang lebih sebagai pengendalian hama.
F. Panen Pada kegiatan pemanenan padi, sebagian besar atau keseluruhan tenaga kerja menggunakan tenaga kerja dari luar keluarga, ini dikarenakan tenaga kerja dalam keluarga pada saat panen hanya sebagai pengawas pada kegiatan pemanenan dan menghitung output yang dihasilkan. Adapun besarnya jumlah HOK yang digunakan dari luar keluarga untuk petani padi
ketan sama tiap
periodenya sebesar 42.75 Hok/Ha atau 85.50 HOK/ha pertahunnya dan untuk petani padi non ketan penggunaan tenaga kerjanya sebesar 30.25 Hok/Ha sama tiap periodenya atau 60.50 HOK/Ha pertahunnya.
Tabel 15.
Penggunaan Tenaga Kerja (HOK)/Tahun/Ha pada Usahatani Padi ketan putih di Desa Jatimulya Tahun 2010
Kegiatan
Pengolahan Lahan Penanaman Penyiangan Pemupukan Pengendalian Hpt Panen Jumlah
Jumlah Tenaga Kerja Periode 1 Periode 2 Dalam Luar Dalam Luar Keluarga Keluarga Keluarga Keluarga (Hok) (Hok) (Hok) (Hok) 1.93 15.33 1.93 15.33 0 57.71 0 57.71 2.70 3.57 2.70 3.57 3.67 3.33 3.67 3.33 3.10 3.13 3.1 3.13 0 42.75 0 42.75 11.4 125.82 11.4 125.82
Sistem pengupahan yang dilakukan oleh petani adalah dengan cara bawon, yaitu sistem pengupahan yang dilakukan dengan menggunakan gabah sebagai alat pembayaran yang perbandingannya adalah 1 : 8. Artinya bahwa dari setiap delapan kilogram gabah yang dihasilkan maka pemanen akan mendapatkan satu kilogram gabah, nilai itu sudah termasuk biaya pemanenan dan biaya pengangkutan. Namun sebagian besar petani lebih menyukai sistem pembayaran langsung menggunakan uang dengan cara menjual perolehan gabah atau bawon kepada petani penggarap ataupun petani lain yang mau membeli gabah/bawonnya, perolehan nilai tukar diperoleh dengan mengkalikan jumlah gabah/bawon dengan harga gabah pada waktu itu,
pembayaran dengan uang tunai menurut petani lebih praktis. Untuk kegiatan pemanenan ini petani menggunakan tenaga kerja pria dan wanita yang bersumber dari dalam dan luar keluarga. Adapun perincian penggunaan HOK dari masingmasing kegiatan yang dilakukan oleh petani padi ketan putih dan petani padi non ketan di di Desa Jatimulya dapat dilihat pada Tabel 15 dan 16. Tabel 16. Penggunaan Tenaga Kerja (HOK)/Tahun/Ha pada Usahatani Padi Non Ketan di Desa Jatimulya Tahun 2010
Kegiatan
Pengolahan Lahan Penanaman Penyiangan Pemupukan Pengendalian Hpt Panen Jumlah
Jumlah Tenaga Kerja Periode 1 Periode 2 Dalam Luar Dalam Luar Keluarga Keluarga Keluarga Keluarga (Hok) (Hok) (Hok) (Hok) 1.59 9.07 1.59 9.07 0 41.00 0 41.00 3.67 2.53 3.67 2.53 3.53 1.50 3.53 1.5 2.63 1.43 2.63 1.43 0 30.25 0 30.25 11.42 85.78 11.42 85.78
Upah yang diterima buruh tani di Desa Jatimulya pada umumnya sama tidak dibeda – bedakan antara tenaga kerja perempuan dan tenaga kerja laki – laki, baik pada usahatani padi ketan putih maupun pada usahatani padi non ketan dengan upah yang berlaku sebesar Rp 50.000,000/ HOK.
6.2 Output Usahatani Output usahatani yang di hasilkan berupa gabah. Gabah merupakan bulir padi yang di peroleh petani dari kegiatan pemanenan yang di sebut Gabah Kering panen (GKP). Petani padi ketan putih maupun petani padi non ketan pada umumnya menjual padi/gabah GKP. Berdasarkan dari hasil panen yang diperoleh petani padi diketahui bahwa jumlah produksi yang dihasilkan petani padi ketan putih pada periode pertama 5.244 Kg/ha dan pada periode kedua 4.180 Kg/ha atau sekitar 9.424 Kg/ha per tahunnya. Sedangkan untuk petani padi non ketan
perolehan hasil panen pada periode pertama 4.830 Kg/Ha dan pada periode kedua 3.856 Kg/Ha atau sekitar 8.686 kg/ha pertahunnya. Perbedaan jumlah produksi antara padi ketan putih dan padi non ketan dikarenakan produksi yang lebih banyak karen bulir padi ketan putih lebih besar bila dibandingkan dengan bulir padi non ketan, sedangkan untuk perbedaan produksi pada periode kedua baik usahatani padi ketan putih dan padi non ketan dikarenakan adanya perubahan cuaca yang mengakibatkan kekerdilan terhadap tanaman yang akhirnya berdampak terhadap menurunnya produksi padi . Adapun harga GKP (Gabah Kering Panen) tiap periodenya berbeda, harga GKP pada saat itu untuk petani padi ketan putih pada periode pertama Rp 3.570/Kg dan pada periode kedua Rp 4.160/Kg. Sedangkan untuk petani padi non ketan harga GKP pada periode pertama Rp 3.263/Kg dan pada periode kedua Rp 3.576/Kg.
6.3 Analisis Pendapatan Usahatani Padi ketan putih Analisis yang dilaksanakan pada usahatani ini dilakukan pada petani pemilik dan penyewa lahan. Petani pemilik adalah petani yang dalam usahataninya menggunakan lahan milik sendiri sebagai media pertanamannya sedangkan petani penyewa adalah petani yang dalam usahataninya menggunakan lahan milik petani lain sebagai media pertanamannya. Pada penelitian ini, analisis terhadap usahatani dilakukan kepada dua jenis usahatani. Adapun jenis tersebut adalah kelompok usahatani padi ketan putih dan kelompok usahatani non ketan. Hal ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh terhadap proporsi penerimaan, penggunaan biaya, pendapatan petani dan R/C rasio. Adapun analisis yang dilakukan mengacu kepada konsep pendapatan atas biaya yang dikeluarkan, yaitu biaya tunai dan biaya total. Biaya tunai adalah biaya yang dikeluarkan dalam bentuk tunai, seperti biaya sarana produksi padi, tenaga kerja luar keluarga dan pajak. Sedangkan yang termasuk ke dalam biaya total adalah biaya tunai yang dikeluarkan ditambah dengan biaya diperhitungkan. Biaya diperhitungkan adalah biaya yang pengeluarannya tidak dalam bentuk tunai. Contohnya adalah penggunaan benih dari pertanaman sebelumnya, penyusutan alat, penggunaan tenaga kerja dari dalam keluarga dan sewa lahan.
6.3.1 Penerimaan Usahatani Penerimaan atau pendapatan kotor merupakan seluruh pendapatan yang di peroleh dari kegiatan usahatani selama satu periode kegiatan usahatani, di perhitungkan dari hasil penjualan. Penerimaan dari hasil penjualan usahatani adalah pendapatan kotor yang diperoleh petani sebelum dikurangi oleh biaya – biaya yang dikeluarkan pada kegiatan usahataninya. Hasil penjualan dari kegiatan usahatani adalah padi/gabah. Gabah merupakan bulir padi yang di peroleh petani dari kegiatan pemanenan yang di sebut Gabah Kering panen (GKP), sedangkan gabah yang sudah mendapatkan perlakuan pengeringan di sebut Gabah Kering Giling (GKG). Petani padi ketan putih maupun petani padi non ketan pada umumnya menjual padi/gabah GKP kepada para bandar atau pengumpul padi.
Tabel 17. Penerimaan Usahatani Padi ketan putih dan Usahatani Padi non Ketan per Tahun di Desa Jatimulya Tahun 2010 Periode 1 Usahatani
Periode 2 Penerimaan/ Thn (Ha)
Prod (Ton)
Harga (Rp/Kg)
Jumlah (Rp)
Prod (Ton)
Harga (Rp/Kg)
Jumlah (Rp)
Padi Ketan
5.244
3.570
18.721.080
4.180
4.160
17.388.800
36.109.880
Padi Non Ketan
4.830
3.263
15.760.290
3.856
3.576
13.789.056
29.549.346
Berdasarkan tabel 17 diketahui bahwa jumlah total hasil panen yang diperoleh petani padi ketan putih dengan jumlah produksi pada periode pertama Rp 5.244 Kg/Ha dan Pada periode kedua Rp 4.180 Kg/Ha atau sekitar 9.424 Kg/ha per tahunnya, dengan rata-rata harga jual GKP (Gabah Kering Panen) adalah Rp 3.875 /Kg. Apabila hasil panen tersebut dikalikan dengan harga jualnya maka akan diperoleh penerimaan usahataninya. Berdasarkan hasil perkalian antara harga jual dengan jumlah hasil panen maka diketahui penerimaan total usahatani yang diperoleh petani padi ketan putih pertahunnya adalah Rp 36.109.880/ha. Adapun nilai hasil panen untuk petani padi non ketan rata – rata pertahunnya adalah 8.686 kg/ha dengan harga jual (GKP) 3.420 /kg dan penerimaan yang di peroleh sebesar 29.549.346/ha.
6.3.2 Biaya Usahatani Berdasarkan Tabel 18 diketahui ternyata biaya tunai yang dikeluarkan oleh petani padi ketan putih lebih besar dari biaya diperhitungkannya ini dikarenakan besarnya biaya sewa lahan. Adapun biaya tunai yang dikeluarkan oleh petani padi ketan putih pada tiap periodenya Rp 4.433.710/Ha atau Rp 8.867.420/Ha pertahunnya sekitar 37.91 persen dari jumlah total biaya dan untuk biaya diperhitungkan sama tiap periodenya sekitar Rp 7.261.656 /Ha atau Rp 14.523.312/Ha pertahunnya sekitar 62.09 persen dari jumlah total biaya yang dikeluarkan. Besarnya biaya tunai yang dikeluarkan oleh petani padi ketan putih dikarenakan petani banyak menggunakan sumber daya yang berasal dari luar keluarga. Sumber daya tersebut meliputi, pestisida, pupuk dan tenaga kerja, biaya pestisida yang dikeluarkan oleh petani padi ketan putih tiap periodenya sama sebesar Rp 1.700.917/Ha atau Rp 3.401.834 /ha pertahun atau 38.36 persen dari seluruh biaya tunai, sedangkan padi non ketan masing – masing periode sebesar Rp 1.157.166 atau sekitar Rp 2.314.332/ha pertahun atau 35.80 persen dari total biaya tunai. Besarnya biaya yang dikeluarkan oleh petani padi ketan putih dibandingkan dengan petani padi non ketan dikarenakan petani padi ketan putih harus protektif terhadap tanamannya sehingga dalam kondisi tidak terserang hama dan penyakit pun petani tetap melakukan penyemprotan. Adapun alasan petani tetap melakukan hal tersebut adalah sebagai antisipasi untuk pencegahan terhadap serangan hama dan penyakit. Berbeda dengan petani padi non ketan, dengan kondisi padi yang tidak mudah terserang hama atau lebih kuat dibandingkan dengan padi ketan putih. Selain pestisida, yang menyebabkan besarnya biaya tunai yang dikeluarkan oleh petani adalah pupuk, pupuk yang digunakan oleh petani adalah Urea, NPK dan TSP. Biaya tunai yang harus dikeluarkan petani padi ketan putih dalam penggunaan pupuk pada periode pertama dan pada periode kedua sebesar Rp 799.996/Ha atau Rp 1.599.992/Ha pertahun atau sekitar 18.04 persen dari total biaya tunai dan untuk petani padi non ketan pada periode pertama dan pada periode kedua Rp 563.545.5/ha atau Rp 1.127.091 /Ha pertahun sekitar 17.43
persen dari total biaya tunai, adapun perincian penggunaan pupuk tersebut dapat dilihat pada Tabel 18 dan 19.
Tabel 18. Biaya Usahatani Padi Ketan Putih per Tahun di Desa Jatimulya Tahun 2010
Petani Padi Ketan
Petani Padi Ketan
Periode 1
Biaya/Tahun (Rp)
Persentase (Rp)
Komponen A. Analisis Biaya
Periode 2
1. Sarana Produksi - Benih
96.963
96.963
193.926
2.19
- Pupuk
799.996
799.996
1.599.992
18.04
- Pestisida
1.700.917
1.700.917
3.401.834
38.36
2. Tenaga Kerja
1.433.334
1.433.334
2.866.668
32.33
3. Pajak
402.500
402.500
805.000
9.08
4.433.710
4.433.710
8.867.420
37.91
- Penyusutan Alat
133.655
133.655
267.310
1.84
- Tenaga Kerja Dalam Keluarga
628.001
628.001
1.256.002
8.65
- Sewa Lahan
Total Biaya A B. Biaya Diperhitungkan
6.500.000
6.500.000
13.000.000
89.51
total biaya B
7.261.656
7.261.656
14.523.312
62.09
C. jumlah total biaya (A+B)
11.695.366
11.695.366
23.390.732
100.00
Perbedaan biaya pupuk untuk padi ketan putih dan non ketan terjadi karena umur tanam antara padi ketan putih dan non ketan berbeda, umur padi ketan putih relatif lebih lama dibandingkan dengan padi non ketan. Oleh karena itu biaya produksinya menjadi lebih besar. Pada kegiatan usahatani padi diketahui bahwa tenaga kerja digunakan oleh petani untuk melakukan kegiatan seperti pengolahan lahan, penanaman, penyiangan, pemupukan, penyemprotan dan panen. Besamya tenaga kerja yang digunakan oleh petani padi ketan putih dikarenakan sumber tenaga kerja yang dimiliki petani dari dalam keluarga lebih banyak yang bekerja diluar usahatani. Akibatnya petani harus mengeluarkan biaya tunai yang besar untuk membiayai tenaga kerja dari luar keluarga.
Adapun biaya tenaga kerja yang harus dikeluarkan oleh petani padi ketan putih sama tiap periodenya Rp 1.433.334 /Ha atau Rp 2.866.668/Ha pertahunnya sekitar 32.33 persen dari total biaya tunai yang dikeluarkan. Sedangkan untuk usahatani padi non ketan Rp 1.036.212 /Ha atau Rp 2.072.424 pertahunnya sekitar 32.05 persen dari total biaya tunai. Selain tenaga kerja, yang menyebabkan besarnya biaya tunai yang dikeluarkan oleh petani adalah pajak dan benih.
Tabel 19. Biaya Usahatani Padi Non Ketan per Tahun di Desa Jatimulya Tahun 2010
Petani Padi Non Ketan
Petani Padi Non Ketan
Komponen A. Analisis Biaya 1. sarana produksi
Periode 1
Periode 2
Biaya/Tahun (Rp)
Persentase (Rp)
- Benih
73.333
73333
146.666
2.27
- pupuk
563.545.5
563.545.5
1.127.091
17.43
- pestisida
1.157.166
1.157.166
2.314.332
35.80
2. tenaga kerja
1.036.212
1.036.212
2.072.424
32.05
3. pajak
402.500
402.500
805.000
12.45
total biaya A
3.232.756.5
3.232.756.5
6.465.513
30.92
B. biaya diperhitungkan - penyusutan alat
109.134
109.134
218.268
1.51
- tenaga kerja dalam keluarga
597.880
628.001
1.225.881
8.49
- sewa lahan
6.500.000
6.500.000
13.000.000
90.00
total biaya B
7.207.014
7.237.135
14.444.149
69.08
C. jumlah total biaya (A+B)
10.439.770.5
1.046.9891.5
20.909.662
100.00
Biaya yang dikeluarkan oleh petani padi ketan putih untuk benih tiap periodenya sama sekitar Rp 96.963/Ha atau Rp 193.926/Ha pertahunnya sekitar 2.19 persen dari total biaya tunai, sedangkan untuk usahatani padi non ketan tiap periodenya Rp 73.333/Ha atau Rp 146.666/Ha pertahunnya sekitar 2.27 persen. Untuk pajak dalam kegiatan usahatani padi ketan putih tiap periodenya
Rp
402.500/ha atau Rp 805.000/Ha pertahun sekitar 9.08 persen dari total biaya tunai, sedangkan untuk petani padi non ketan biaya pajak sama dengan usahatani padi ketan putih hanya berbeda dari persentase penggunaan total biaya tunai sekitar 12.45 persen.
Besarnya biaya tunai yang dikeluarkan oleh petani padi ketan putih untuk komponen benih ini dikarenakan harga benih padi ketan putih lebih mahal dibandingkan dengan padi non ketan. Perbedaan besarnya biaya tunai yang dikeluarkan oleh petani padi ketan putih dan petani padi non ketan tersebut disebabkan oleh jumlah sumber daya yang dimiliki dan cara petani tersebut melakukan kegiatan usahataninya tidak sama, ini dikarenakan di setiap kegiatan usahatani padi ketan putih membutuhkan tenaga yang lebih dibandingkan dengan padi non ketan, sebagai contoh kegiatan pemupukan dan penyemprotan yang membutuhkan lebih banyak dari padi non ketan. Berdasarkan nilai tersebut diketahui ternyata nilai biaya diperhitungkan terbesar dikeluarkan oleh petani padi ketan putih. Hal ini dikarenakan petani tidak pernah memperhitungkan penggunaan biaya untuk tenaga kerja dalam keluarga. Selain untuk tenaga kerja dalam keluarga, biaya ini juga dikeluarkan oleh petani untuk komponen penyusutan alat dan sewa lahan.
6.3.3 Pendapatan Usahatani Suatu usahatani akan dikatakan menguntungkan jika selisih antara penerimaan dengan pengeluarannya bernilai positif. Selisih tersebut akan dinamakan pendapatan atas biaya tunai jika penerimaan totalnya dikurangkan dengan pengeluaran tunai yaitu pengeluaran yang dikeluarkan secara tunai pada saat kegiatan usahatani, sedangkan apabila penerimaan totalnya dikurangkan dengan pengeluaran totalnya maka selisih tersebut akan dinamakan pendapatan atas biaya total yaitu dimana penerimaan dikurangi dengan pengeluaran baik biaya tunai ataupun biaya diperhitungkan.
Tabel 20. Rata-rata Pendapatan dan R/C Rasio per Tahun Usahatani Padi ketan putih pada Tahun 2010
Komponen Jumlah Total Penerimaan Total Biaya Tunai (A) Total Biaya Diperhitungkan (B) Jumlah Biaya Total (A+B) Pendapatan Atas Biaya Tunai Pendapatan Atas Biaya Total R/C Atas Biaya Tunai R/C Atas Biaya Total
Padi Ketan Periode 1 18.721.080 4.433.710 7.261.656 11.695.366 14.287.370 7.025.714 4.22 1.60
Periode 2 17.388.800 4.433.710 7.261.656 11.695.366 12.955.090 5.693.434 3.92 1.49
Biaya/Tahun (Rp) 36.109.880 8.867.420 14.523.312 23.390.732 27.242.460 12.719.148 4.07 1.54
Berdasarkan Tabel 20 dan 21 diketahui ternyata pendapatan atas biaya tunai dan pendapatan atas biaya total yang diperoleh petani padi ketan putih lebih besar dari petani padi non ketan. Adapun nilai pendapatan atas biaya tunai yang diperoleh petani padi ketan putih pada periode pertama adalah Rp 14.287.370/Ha dan pada periode kedua Rp 12.955.090/Ha atau Rp 27.242.460/ha pertahunnya, sedangkan untuk pendapatan atas biaya total petani padi ketan putih pada periode pertama Rp 7.025.714/Ha dan pada periode kedua Rp 5.693.434 atau Rp 12.719.148 pertahunnya. Pendapatan atas biaya tunai untuk kegiatan usahatani padi non ketan pada periode pertama sebesar Rp 12.527.533.5/Ha dan pada periode kedua Rp10.556.299.5/Ha atau Rp 23.083.833/Ha pertahunnya dan untuk pendapatan atas biaya total pada periode pertama Rp 5.320.519.5/Ha dan pada periode kedua Rp 8.639.684/Ha atau sekitar Rp 3.319.164.5/Ha pertahunnya. Berdasarkan Tabel 20 diketahui besarnya pendapatan atas biaya tunai yang diperoleh petani padi ketan putih karena penerimaan yang diperoleh petani padi ketan putih lebih besar dibandingkan dengan penerimaan yang diperoleh petani padi non ketan. Apabila dibandingkan maka diketahui pendapatan yang diperoleh petani padi ketan putih, baik atas biaya tunai maupun biaya totalnya ternyata lebih besar dari petani padi non ketan.
Tabel 21. Rata-rata Pendapatan dan R/C Rasio per Tahun Usahatani Padi Non Ketan pada Tahun 2010
Komponen Jumlah Total Penerimaan Total Biaya Tunai (A) Total Biaya Diperhitungkan (B) Jumlah Biaya Total (A+B) Pendapatan Atas Biaya Tunai Pendapatan Atas Biaya Total R/C Atas Biaya Tunai R/C Atas Biaya Total
Padi Non Ketan Biaya/Tahun (Rp) Periode 1 Periode 2 15.760.290 13.789.056 29.549.346 3.232.756.5 3.232.756.5 6.465.513 7.207.014 7.237.135 14.444.149 10.439.770.5 10.469.891.5 20.909.662 12.527.533.5 10.556.299.5 23.083.833 5.320.519.5 3.319.164.5 8.639.684 4.88 4.27 4.57 1.51 1.32 1.41
Adapun yang menyebabkan petani padi non ketan memperoleh pendapatan yang rendah adalah dikarenakan kurangnya menggunakan input, seperti pupuk dan pestisida. Penyebab dari kurangnya input yang digunakan tersebut adalah karena ketakutan petani atas penerimaan yang akan di peroleh lebih kecil dibandingkan dengan biaya yang di keluarkan dilihat dari harga gabah padi non ketan yang kurang baik.
6.3.4 Efisiensi Usahatani Apabila dilihat dari perbandingan antara pendapatan dan biaya (R/C rasio) atas biaya tunai dan biaya totalnya seperti yang tertera pada Tabel 20 dan 21 maka dapat disimpulkan bahwa usahatani padi yang dikembangkan oleh petani padi ketan putih dan non ketan pada dasarnya layak untuk diusahakan karena memiliki nilai R/C rasio yang lebih besar dari satu, hal ini berarti bahwa usahatani padi tersebut masih dapat memberikan keuntungan. Namun apabila dibandingkan maka diketahui ternyata nilai R/C rasio atas biaya total yang diperoleh petani padi ketan putih lebih besar atau efisien dari petani padi non ketan. Adapun nilai R/C rasio yang diperoleh petani padi ketan putih untuk R/C rasio atas biaya tunai pada periode pertama dan kedua lebih kecil dari perolehan petani padi non ketan, karena biaya tunai yang dikeluarkan petani padi ketan putih lebih besar dibandingkan dengan petani padi non ketan,dilihat dari nilai R/C atas
biaya tunai petani padi non ketan lebih efisien, sedangkan untuk sedangkan untuk R/C atas biaya total perolehan petani padi ketan putih lebih besar dibandingkan dengan petani padi non ketan, karena penerimaan yang diperoleh petani padi ketan putih lebih besar dibandingkan dengan petani padi non ketan. Angka yang dihasilkan tersebut memiliki arti bahwa dari setiap rupiah biaya tunai dan total yang dikeluarkan oleh petani padi maka akan memberikan pendapatan untuk petani padi ketan putih sebesar Rp 1.54 pertahun untuk R/C rasio atas biaya total, sedangkan untuk petani padi non ketan memberikan pendapatan Rp 1.41 pertahun untuk R/C rasio atas biaya totalnya. Meskipun demikian, usahatani padi ketan putih dan usahatani padi non ketan masih menguntungkan secara ekonomi karena nilai R/C ratio masing – masing usahatani tersebut lebih dari satu (R/C ratio >1). Bila dibandingkan dengan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Penelitian Sudrajat
(2007)
analisis
pendapatan dan
faktor-faktor
yang
mempengaruhi produksi usahatani padi ladang di Kabupaten Purwakarta(Studi Kasus: Kelompok Tani Jaya Desa Sukatani, Kecamatan Sukatani, Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat). Hasil penelitian menunjukan bahwa analisis imbangan penerimaan dan biaya (R/C ratio, diperoleh nilai R/C rasio atas biaya total sebesar 1,19 dan rasio R/C atas biaya tunai sebesar 2,07. Adapun nilai R/C rasio yang diperoleh dari asil penelitian peneliti hasil yang di peroleh untuk petani padi ketan putih untuk R/C rasio atas biaya total 1.39 dan rasio R/C atas biaya tunai 3.16, sedangkan untuk petani padi non ketan R/C rasio atas biaya total 1.35 dan rasio R/C atas biaya tunai 3.95. nilai diatas menjelaskan bahwa kegiatan usahatani di Desa Jatimulya lebih efisien dibandingkan dengan kegiatan usahatani di Desa Sukatani.
6.4
Rekomendasi Kebijakan Bagi Usahatani Padi ketan putih di Desa Jatimulya Setelah dilakukan analisis usahatani, analisis pendapatan dan analisis
efisiensi untuk usahatani padi ketan putih dan usahatani padi non ketan di Desa Jatimulya dapat dikatakan menguntungkan bagi para petani meskipun petani menghadapi permasalahan teknis. Dukung permintaan pasar yang terus mencari
komoditas padi ketan putih memberikan peluang kepada para petani untuk memulai usahatani padi ketan putih, selain itu teknik pemanenan yang masih menggunakan tenaga manusia atau manual harus mulai di tinggalkan dan beralih ke tenaga mesin perontok biji padi itu lebih menguntungkan karena jumlah kehilangan gabah pada saat pemanenan apabila mengguna teknologi mesin relatif lebih sedikit dibandingkan dengan menggunakan tenaga manusia selain itu juga menghindari kecurangan – kecurangan yang dilakukan oleh para pekerja saat pemanenan. Pada saat ini petani tidak menemui kendala dalam penjualan hasil usahataninya tetapi peningkatan kualitas gabah harus di perbaiki karena tidak hanya berpengaruh terhadap peningkatan produksi yang dihasilkan oleh para petani, tetapi juga dapat meningkatkan daya jual para petani tersebut.